Laporan Nurfarindo Fix

  • Uploaded by: anasrirahayu
  • 0
  • 0
  • September 2022
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Nurfarindo Fix as PDF for free.

More details

  • Words: 25,749
  • Pages: 117
Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. NURFARINDO (EXELTIS) SEMARANG PERIODE 1 APRIL 2021- 28 MEI 2021

Disusun Oleh : Indy Nur Ari Ramadan

20811001

Rizky Putri Marvita Sugiarto

20811002

Dian Roihana Lutfiani

20811006

Ana Sri Rahayu

20811019

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2021

i

Taumpp

ii

.

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Nufarindo yang terletak di Jl. Raya Mangkang Kulon KM 16,5 Semarang. Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu juga program kerja ini dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan tugas Apoteker di bidang industri yang dapat memberi kesempatan kepada mahasiswa calon Apoteker untuk lebih mengetahui secara langsung tugas, peran dan tanggung jawab seorang Apoteker di bidang industri. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, kami tidak dapat menyelesaikan laporan PKPA ini. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima kasih atas bantuan dan bimbingan kepada: 1. Bapak apt. A. M. Verdei Ereco Gaudianta, S.Si

selaku pembimbing

(preceptor) di PT. Nufarindo Semarang yang telah membimbing dan memberikan pengarahan. 2. Ibu apt. Rinda Fairani, S.Si selaku pembimbing (preceptor) di PT. Nufarindo Semarang yang telah membimbing dan memberikan pengarahan. 3. Bapak apt. Arde Toga Nugraha, S.Farm., M.Sc sebagai pembimbing dari Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis melaksanakan PKPA. 4. Bapak Prof. Riyanto, S.Pd., M.Si., Ph.D selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Islam Indonesia. 5. Ibu apt. Dr. Farida Hayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama perkuliahan dan ketika PKPA berlangsung. 6. Seluruh Personil PT. Nufarindo Semarang yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan dan perhatiannya selama PKPA.

iii

7. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan, doa, semangat, dan kasih sayang yang tiada henti. 8. Teman-teman seperjuangan di PT. Nufarindo Semarang atas kerjasama selama pelaksanaan PKPA. Kami menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang kami harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

iv

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ...........................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1

Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2

Tujuan Praktik Kerja Profesi ............................................................. 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 2.1

Industri Farmasi................................................................................. 3

2.2

Cara Pembuatan Obat yang Baik....................................................... 6

2.3

Production Planning and Inventory Control (PPIC) ...................... 17

2.4

Pergudangan .................................................................................... 17

2.7

Pengemasan ..................................................................................... 18

2.8

Distribusi ......................................................................................... 19

BAB III. TINJAUAN KHUSUS KEGIATAN PKPA DI NURFARINDO….21 3.1 Sejarah PT. Nurfarindo…………………………………………........21 3.2 Visi Misi PT. Nurfarindo…………………………………………….23 3.3 Struktur Organisasi PT. Nurfarindo………………………………….25 3.4 Lokasi dan Sarana Produksi …………………………………………26 3.5 Quality Assurance (QA)……………………………………………...27 3.6 Quality Control (QC)………………………………………………...57 3.7 Produksi………………………………………………………………62 3.8 Research and Development (R&D)………………………………….77 3.9 Engineering ………………………………………………………….81 3.10 Supply Chain Management (SCM)…………………………………98 BAB IV. PENUTUP…………………………………………………………...109 A. Kesimpulan……………………………………………………………...109 B. Saran…………………………………………………………………….109 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………110

v

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Organisasi Quality Assurance Departement.............. 26 Gambar 2. Struktur Organisasi Departemen R&D .................................... 77 Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen Engineering ......................... 81 Gambar 4. Sistem Terbuka (Full Fresh Air System atau Open System) ... 83 Gambar 5. Sistem Tertutup (Close System) ............................................... 84 Gambar 6. Sistem Campuran (Mixed System) ........................................... 85 Gambar 7. Gambaran Tekanan Ruangan di Area Produksi ...................... 86 Gambar 8. Sistem Pengolahan Purified Water .............................................. 90 Gambar 9. Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) .......................... 92 Gambar 10. Struktur Organisasi Supply Chain Management Departement ... 98 Gambar 11. Manufacturing Flow ............................................................ 106

vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut UndangUndang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009, kesehatan merupakan keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Ketersediaan obat merupakan bagian komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Obat merupakan salah satu komponen penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Obat merupakan bahan atau paduan bahan dimana di dalamnya termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatkan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Permenkes RI, 2010). Obat yang efektif, aman, dan berkualitas ini merupakan tanggung jawab dari produsen obat, yaitu industri farmasi. Industri farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat. Melalui perannya dalam bidang pembuatan obat, industri farmasi dapat membantu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Industri farmasi dalam seluruh aspek dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dalam pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Penerapan CPOB ini bertujuan untuk menjamin bahwa obat yang dibuat akan secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan disesuaikan dengan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2018). Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi agar obat yang dihasilkan bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan Apoteker diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu sehingga seorang Apoteker dituntut untuk memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan

1

ilmunya secara profesional agar dapat mengatasi permasalahan yang muncul di industri farmasi. Calon Apoteker perlu mendapat bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai agar memenuhi standart kompetensi yang diperlukan dalam menjalankan tugasnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang industri farmasi bagi seorang mahasiswa pendidikan profesi apoteker yaitu melalui kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dalam pelaksanaan PKPA di Industri Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia menyelenggarakan kerja sama dengan industri PT. Nufarindo. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi 1.

Meningkatkan pemahaman mengenai tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam Industri Farmasi.

2.

Memperoleh pengetahuan dan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan kegiatan kefarmasian di Industri Farmasi.

3.

Membekali calon Apoteker agar dapat memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi.

4.

Mempersiapkan calon Apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi 2.1.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) tahun 2018, Industri Farmasi adalah suatu badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (BPOM, 2018). Pada proses pembuatan obat meliputi seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Kemenkes, 2010). Industri farmasi meliputi industri farmasi obat jadi dan industri farmasi bahan baku obat, yang mana industri farmasi melakukan seluruh atau sebagian kegiatan proses pembuatan obat atau bahan baku obat, dan harus memenuhi persyaratan pendirian industri farmasi serta wajib memenuhi persyaratan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). 2.1.2. Persyaratan Pendirian Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010, persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas: a.

Berbadan usaha berupa perseroan terbatas (PT)

b.

Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

c.

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

d.

Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang Apoteker warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, pengawasan mutu, dan produksi

e.

Komisaris dan direksi tidak pernah telibat, baik langsung dan tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang kefarmasian

3

f.

Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB

g.

Pengajuan permohonan persetujuan prinsip untuk pendirian usaha industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal. Permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari kepala BPOM.

h.

Setiap industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans. Bila industri farmasi menemukan obat dan atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/keamanan dan mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Persyaratan pada poin (a) dan (b) tidak diperlukan bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Menteri Kesehatan, 2010). Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Izin industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Menteri Kesehatan, 2010). Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan dibidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Dalam pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dibuktikan dengan sertifikat yang berlaku salama lima tahun.

2.1.3. Izin Usaha Industri Farmasi Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010, untuk memperoleh izin usaha industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.

4

Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip ini berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin industri farmasi yang bersangkutan. 2.1.4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Berdasarkan

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor.

245/MenKes/SK/V/1990, Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut bila suatu Industri Farmasi melakukan : 1.

Melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin.

2.

Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

3.

Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri.

4.

Dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (Obat Palsu).

5.

Tidak memenuhi ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan

dalam

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

No.

245/MenKes/SK/V/1990. Pencabutan izin tersebut dapat dilakukan setelah dikeluarkan : 1.

Peringatan secara tertulis sebanyak tiga kali berturut–turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan kepada perusahaan Industri Farmasi tersebut.

2.

Pembekuan izin usaha industri farmasi berlaku 6 bulan dimulai sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan usaha industri farmasi.

5

2.1.5. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh Direktur Jenderal, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Kepala Badan. Pelanggaran

terhadap

ketentuan

dalam

Permenkes

RI

Nomor

1799/Menkes/Per/XII/2010 dapat dikenakan sanksi administratif berupa: 1.

Peringatan secara tertulis.

2.

Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu.

3.

Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu.

4.

Penghentian sementara kegiatan.

5.

Pembekuan izin industri farmasi.

6.

Pencabutan izin industri farmasi.

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Ruang lingkup CPOB meliputi sistem mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit, penanganan keluhan dan penarikan produk, dokumentasi, kegiatan allih daya, serta kualifikasi dan validasi (CPOB, 2018). A. Sistem Mutu Manajemen Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua aspek baik secara individual maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu produk. Manajemen Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat, dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat memiliki mutu yang sesuai tujuan penggunaan. Oleh karena itu Manajemen Mutu mencakup juga Cara

6

Pembuatan Obat yang Baik. CPOB diterapkan di semua tahap siklus hidup dari pembuatan obat untuk uji klinik, transfer teknologi, produksi komersial hingga produk tidak diproduksi lagi. Namun, Sistem Mutu Industri Farmasi dapat meluas ke tahap siklus hidup pengembangan produk seperti diuraikan dalam ICH Q10, yang memfasilitasi inovasi dan perbaikan berkesinambungan serta memperkuat hubungan antara kegiatan pengembangan produk dan kegiatan pembuatan produk. Luas dan kompleksitas aktivitas perusahaan hendaklah dipertimbangkan saat mengembangkan suatu Sistem Mutu Industri Farmasi yang baru maupun ketika memodifikasi sistem yang sudah ada. Desain sistem hendaklah menggabungkan prinsip-prinsip manajemen risiko yang tepat termasuk penggunaan perangkat yang tepat. Sementara beberapa aspek suatu sistem dapat berlaku di seluruh unit perusahaan dan aspek lain hanya di satu pabrik yang spesifik, keefektifan suatu sistem biasanya ditunjukkan pada tingkat unit. B. Personalia Prinsip personalia sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab tertinggi untuk memastikan efektivitas penerapan sistem mutu untuk mencapai sasaran mutu, peran, tanggung

jawab,

dan

wewenang

tersebut

ditetapkan,

kemudian

dikomunikasikan serta diterapkan di seluruh organisasi. Manajemen puncak hendaklah menetapkan kebijakan mutu yang menguraikan keseluruhan maksud dan tujuan perusahaan terkait mutu dan hendaklah memastikan kesesuaian dan efektivitas Sistem Mutu dan pemenuhan CPOB melalui keikutsertaan dalam tinjauan manajemen.

7

Manajemen puncak hendaklah menunjuk personel kunci mencakup kepala produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh apoteker purnawaktu. Kepala produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu harus independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial. C. Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang beracun dan bahan sitotoksik, harus disediakan fasilitas tersendiri untuk masing-masing produk, dengan sistem penyaringan udara khusus (efisiensi minimum 98%). Sedangkan untuk sediaan beta laktam (turunan penisillin) harus terpisah secara fisik dengan bangunan non-beta laktam. D. Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari betske-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Desain dan kostruksi peralatan manufaktur didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan tujuannya. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Pemasangan dan pemenempatan

8

dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja. E. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi adalah : 1.

Penanganan terhadap bahan awal : Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Pada saat penerimaan, hendaklah dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah, segelnya, kebocoran, kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok.

2.

Validasi proses : Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat, hal tersebut bertujuan untuk menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin

9

bahwa perubahan tersebut tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. 3.

Pencegahan pencemaran silang : Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain yang dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Sistem penghisap udara yang efektif hendaknya dipasang untuk menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.

4.

Sistem penomoran batch : Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

5.

Penimbangan dan penyerahan : Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang dapat diserahkan.

6.

Pengolahan : Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana semua proses pengolahan

ulang

hendaklah

disahkan

dan

didokumentasikan.

Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap pengolahan. 7.

Pengemasan : Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Kegiatan pengemasan sebaiknya dilaksanakan dibawah pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yan dikemas. Produk jadi yang sudah

10

dikemas hendaklah dikarantina sambil menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu. 8.

Pengawasan selama proses : Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk selama proses berjalan.

9.

Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan: Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.

10. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi : Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu pelulusan dari bagian manajemen mutu, seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaknya disimpan dalam status karantina. Setelah pelulusan, produk tersebut dipindahkan dari daerah karantina ke gudang produk jadi. 11. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Hendaknya semuanya disimpan dalam kondisi yang sesuai serta tidak langsung kontak dengan lantai. 12. Pengiriman dan pengangkutan produk jadi Pengawasan distribusi produk jadi pada sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga

menjamin

produk

jadi

yang

pertama

masuk

akan

didistribusikan terlebih dahulu. Pengiriman dan pengangkutan produk dilakukan setelah ada permintaan pengiriman.

11

F. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Yang Baik Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan

produk.

Dokumen

ini

memberikan

pedoman

bagi

penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri Farmasi ke distributor. Jika gudang industri farmasi bertindak juga sebagai pusat distribusi produk ke fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan, hendaklah industri farmasi juga menerapkan dan memenuhi pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman.. Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu dalam menjamin mutu dan integritas obat selama proses penyimpanan dan pengiriman obat. Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. G. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan rasa tanggung jawab semua unsur yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai distribusi obat jadi. Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal,

12

menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya. H. Inspeksi Diri dan Audit Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya bila terjadinya penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. I.

Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Penarikan kembali produk adalah suatu penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Hal ini dilakukan bila ada produk yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, mengenai

13

kerusakan, kadaluarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan. Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan produk dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan, dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan yang menyaksikan pemusnahan. J.

Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

K. Kegiatan Alih Daya Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialih dayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas

14

prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.

L. Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. 1.

Perencanaan Validasi Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

validasi

hendaklah

dirinci

dengan

jelas

dan

didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. 2.

Dokumentasi Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,

tanggapan

terhadap

penyimpangan

yang

terjadi,

kesimpulan dan rekomendasi perbaikan tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. 3. Kualifikasi Kualifikasi dibedakan atas : a.

Kualifikasi Desain (KD) : Kualifikasi desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

b.

Kualifikasi instalasi (KI): Kualifikasi Instalasi adalah (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru

15

atau yang dimodifikasi. KI hendaklah mencakup, tidak terbatas pada hal berikut: •

Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain



Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian peralatan dari pemasok

c.



Ketentuan dan persyaratan kalibrasi



Verifikasi bahan konstruksi.

Kualifikasi Operasional (KO) : KO hendaklah dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. KO hendaklah mencakup, tidak terbatas pada hal berikut: •

Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan peralatan.



Pengujian yang meliputi satu dan beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi terburuk.

d.

Kualifikasi Kinerja (KK) : KK hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui.

e.

Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional. Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator hendaklah di dokumentasikan.

4.

Validasi a. Validasi Proses : validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren).

16

Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif). b.

Validasi Pembersihan : dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba secara rasional.

c.

Validasi Metode Analisis : Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya

d.

Pengendalian Perubahan : Prosedur pengendalian perubahan untuk memastikan bahwa data pendukung cukup untuk menunjukkan bahwa proses perubahan yang diperbaiki akan menghasilkan suatu produk sesuai mutu yang diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

e.

Validasi Ulang : Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan serta metode analisis hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya.

2.3. Production Planning and Inventory Control (PPIC) PPIC merupakan bagian dari produksi yang berfungsi untuk melaksanakan perencanaan produksi agar permintaan dari marketing dapat dipenuhi sesuai dengan waktu pemesanan, kuantitas dan kualitas produk. PPIC dapat mengontrol persediaan barang baik berupa bahan baku, bahan kemas maupun produk jadi. Pengendalian persediaan dilakukan oleh PPIC, sedangkan pengatur masuk keluarnya barang dilakukan oleh gudang. 2.4. Pergudangan Terdapat tiga gudang, yaitu gudang bahan baku (GBB), gudang bahan kemas (GBK) dan gudang obat jadi (GOJ). Penyimpanan disusun berdasarkan mapping yang telah dibuat untuk memudahkan pencarian bahan baku/bahan kemas/obat jadi.

17

Pengeluaran bahan baku/bahan kemas/obat jadi dilakukan berdasarkan prinsip FIFO (First in first out) dan FEFO (First expired first out). a.

Gudang bahan baku (GBB) adalah tempat penyimpanan bahan baku baik bahan baku aktif maupun bahan baku tambahan. GBB dipimpin oleh kepala bagian yang bertanggung jawab kepada Plant Manager.

b.

Gudang bahan kemas (GBK) merupakan tempat penyimpanan bahan kemas yang terdiri dari : •

Bahan kemas primer : - alufoil print/polos dan cangkang kapsul yang disimpan di ruang suhu AC botol dan plastik disimpan pada suhu kamar.



Bahan kemas sekunder (contoh : master box, folding, brosur, partisi, etiket) yang disimpan pada suhu kamar.

c.

Gudang obat jadi (GOJ) merupakan tempat penyimpanan obat jadi yang akan didistribusikan. GOJ dipimpin oleh seorang kepala bagian yang bertanggung jawab kepada Business Manager. 2.4.1. Bagian Pengawasan Mutu (Quality Control) Bagian Quality Control (QC) dipimpin oleh seorang apoteker yang menjabat sebagai kepala bagian. Tugas pokok kepala bagian pengawasan mutu antara lain : •

Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,



Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan terhadap sampel (bahan awal, bahan kemas, produk antara dan produk ruahan) telah dilaksanakan,



Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain,



Memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis, memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu, memastikan bahwa validasi dan verifikasi metode analisa yang sesuai telah dilaksanakan,



Menyiapkan metode analisa dan melakukan validasi metode analisa,

18



Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan yang dibutuhkan bagi personil di departemennya terlaksana dan diterapkan sesuai kebutuhan.

2.5. Pengemasan Proses pengemasan merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan sediaan farmasi. Tahapan ini juga ikut mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Bahkan belakangan ini, faktor kemasan dapat menjadi gambaran ukuran bonafiditas suatu produk/perusahaan farmasi. Untuk menjamin stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer, yang seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa cairan dan semi padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak berpengaruh terhadap stabilitas (Voigt, 1995). Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) yaitu: a.

Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan yang dikemas. Misalnya kaleng susu, botol minuman, strip/blister, ampul, vial dan lain-lain.

b.

Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak kayu untuk buah yang dibungkus dan sebagainya.

c.

Kemasar tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Misalnya jeruk yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas (Julianti dan Nurminah 2006).

2.6. Distribusi Distribusi sediaan farmasi yaitu proses menyalurkan (distribusi) bisa obat maupun bahan obat dimana tujuannya itu untuk memastikan sepanjang jalur distribusi dilakukan sesuai dengan persyaratan dan tujuan dari penggunaannya dengan memastikan mutu dari obat atau bahan obat yang didistribusikan itu.

19

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian

Pasal

14

Ayat

1, “Setiap

Fasilitas

Distribusi

atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab”. Jalur distribusi obat diawali dari Industri Farmasi yang kemudian disalurkan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan selanjutnya PBF akan menyalurkan atau mendistribusikan obat tersebut kepada PBF cabang, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Balai Pengobatan, dan Gudang Farmasi.

20

BAB III TINJAUAN KHUSUS KEGIATAN PKPA DI NURFARINDO 3.1 Sejarah PT. Nufarindo Perusahaan ini didirikan pada tanggal 30 April 1974 dengan nama PT. EMPEECO. Pada tanggal 24 Februari 1977, berubah menjadi PT. Nusa Jaya Farma Indonesia yang disingkat menjadi PT. Nufarindo. Pada tanggal 15 Juni 1981 secara resmi menggunakan nama PT. Nufarindo. PT. Nufarindo bergabung sebagai anggota Chemo-Group Pada tanggal 10 Desember 2012 yang merupakan perusahaan farmasi multinational terkenal didunia sebagai raksasa industri Active Pharmaceutical Ingredient (API) berbasis di Madrid, Spanyol. Tujuan bergabungnya PT. Nufarindo dengan Chemo Group untuk mentransformasikan perusahaan lokal yang baik menjadi pemain terdepan di bidang produk farmasi. Tim manajemen senior memiliki track record yang baik, terbukti berhasil dalam mengelola perusahaan dengan baik di masa lalu hingga masa transisi. Pada tanggal 16 Oktober 2013 Chemo group membentuk divisi farmasi bernama Exeltis, yang termasuk didalamnya adalah PT. Nufarindo Indonesia. PT Nufarindo sebagai anggota Chemo-Group, secara otomatis menjadi bagian dari Global "Exeltis”. Ambisi dari PT. Nufarindo adalah konsisten mengungguli pasar dengan mempertahankan fokus secara penuh kepada pelanggan dengan lingkungan kerja yang fleksibel dalam batas-batas tertentu. Plant Division PT Nufarindo dilengkapi dengan Warehouse untuk Raw & Packaging Material yang dikelola sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini.

Plant Division PT

Nufarindo dilengkapi dengan Warehouse untuk Raw & Packaging Material yang dikelola sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini PT Nufarindo juga didukung Water Looping System, Air Handling Unit (AHU) & Heating Ventilation Air Conditioning (HVAC) – yang dikelola oleh Engineering Team yang handal. Guna mendukung proses produksi yang berkualitas, Plant Division PT Nufarindo juga diperlengkapi dengan Laboratorium QA/QC yang mutakhir, tentunya dikelola oleh SDM yang handal. Setelah melalui proses produksi yang berkualitas, PT

21

Nufarindo memiliki Finished Goods Warehouse yang dikelola oleh Supply Chain Management dengan penanganan yang baik. Dengan didukung cGMP, laboratorium & mesin produksi serta SDM yang berkualitas, PT Nufarindo siap melayani toll in manufacturing meliputi : • Registrasi produk • Formulasi & pengujian produk • Produksi • Kemasan primer & sekunder • Logistik • Marketing & distribusi Sebagai respon terhadap perkembangan teknologi informasi, PT Nufarindo mengembangkan internet marketing, facebook PT Nufarindo & seltifort gold, serta www.exeltis.co.id sehingga mudah diakses oleh masyarakat dan para pelanggan. Program Pengembangan yang secara aktif dilakukan di PT Nufarindo adalah : 1. CPOB / CGMP 2. Health & Safety Environment 3. Discipline for Execution (4DX) 4. Nufarindo Effective People (based on 7 Habits of Highly Effective People) 5. Assuring Customer Satisfaction 6. Medical Representative Training 7. Supervisory Development Program 8. External Training / Public Class (for Technical Competencies) PT. Nurfarindo didukung oleh tim sales & marketing di seluruh provinsi di Indonesia lengkap dengan product management, brand management & international marketing dengan memasarkan lebih dari 80 produk terdiri dari ethical, trading, dan consumer. PT. Nurfarindo bekerja sama dengan distributor nasional maupun lokal mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sampai Papua, bahkan di luar negeri. Sampai saat ini PT. Nufarindo telah memproduksi berbagai macam produk.

22

Produk -produk yang dihasilkan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1. Obat dengan resep dokter (ethical) diantaranya : Nulox Forte, Matsunaflam, Nufaprazol, Nufagrabion-GM, Bartoliun, Idesar Plus, Yosenob, Nufapreg, dan lain-lain. 2. Obat bebas (trading) diantaranya : Gastrucid, Colfin, Seltifort kids, Bronchitin Expectorant, Nufadol, Inamid, dan lain-lain. Obat yang diproduksi telah berjumlah lebih dari 80 produk, dengan bentuk: tablet, tablet salut selaput, kapsul, cairan obat dalam, dan semi solid (salep, krim, gel). 3.2

Visi dan Misi PT.Nufarindo : 1. Visi Menjadi perusahaan farmasi terkemuka disemua bidang terapi dengan tingkat pertumbuhan yang pesat 2. Misi a.

Meningkatkan layanan kesehatan di masa depan dengan melakukan penelitian dan pengembangan produk, menciptakan terapi yang baru dan lebih baik.

b.

Menjaga kualitas terbaik, menggunakan penerapan teknologi untuk mengurangi biaya guna menawarkan pengobatan farmakologis dengan harga terjangkau.

c.

Mengidentifikasi peluang guna mencapai pertumbuhan yang pesat.

d.

Membangun budaya yang ambisius, berorientasi pada pelanggan, efisien, fleksibel, proaktif dan membentuk organisasi yang didorong kinerja.

“INTENSIVE” yang merupakan singkatan dari integrity & transparancy, enterpreneurial spirit, service orientation, innovation, dan diversity yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Integrity & Transparancy Mengikuti aturan dan menyediakan semua bantuan dan informasi yang diperlukan dalam mencapai dan mengejar keunggulan.

23

b. Enterpreneurial Spirit Passion, kreativitas, optimisme, dan berorientasi bisnis. c. Service Orientation Memberikan pelayanan yang terbaik pada pemangku kepentingan, berjuang untuk terus memenuhi harapan pelanggan menjadi pendengar yang aktif. d. Innovation Terbuka pada perubahan, mempertanyakan apa yang kita lakukan seharihari, melihat dan belajar mengidentifikasi dan mengimplementasikan peluang baru. e. Diversity Menerima dan menghargai perbedaan budaya, bahasa, keyakinan, dan pendapat.

24

3.3

Struktur Organisasi PT. Nufarindo PT. Nufarindo Managing Director merupakan posisi tertinggi yang membawahi 8 Head yang masing-masing akan membawahi beberapa bagian. Kepala bagian di PT. Nufarindo terdiri dari Head of Market Access and Government Affairs, Medical & Compliance Manager, Head of Marketing Ethical, Head of Sales Ethical, Sales & Marketing Manager Trading, Head of Plant, CFO, HRGA Manager. Head of Market Acess and Government Affairs membawahi Jr Manager of Regulatory Affairs & Market Access, Senior Regulatory Officer. Head of Marketing Ethical membawahi Product Manager, Marketing Administration, Commercial Effectiveness Assistant Manager, kemudian Commercial Effectiveness assistant manager membawahi Ethical Data Analysis Officer. Head of Sales Ethical membawahi sales administration, area manager, key account manager, kemudian area manager membawahi Medical Representative. Sales Marketing Manager Trading membawahi trading area manager, trading financial kemudian trading area manager membawahi trading supervisor. CFO membawahi FA Manager, IT Assistant Manager, FA Officer, Controller Specialist. HRGA Manager membawahi HR Officer, GA Officer, Operator (Driver, OB). Head of Plant membawahi 7 departemen : Production Manager, Engineering Manager, QA Manager, QC Manager, R&D Manager, Supply Chain Manager, Heaad of Procurement. Production Manager membawahi Production Supervisor, Production Administration. Kemudian Production Supervisor membawahi Production operator dan production Officer.

25

Engineering Manager membawahi EHS Technician, Engineering Supervisor, Engineering Administration. Kemudian Engineering Supervisor membawahi Engineering Officer, Technician & Civil Maintenance, RO Operator. QA Manager membawahi QA Supervisor, Packaging Development & Registration Dossier Officer. Kemudian QA Supervisor membawahi QA Officer dan QA Inspector. QC Manager membawahi Analytical Development, Analyst, QC Administration, Operator (Helper, Cleaner). R&D Manager membawahi R&D Supervisor. Kemudian R&D Supervisor membawahi R&D Officer dan R&D Operator. Supply Chain Manager membawahi Warehouse Supervisor, PPIC Supervisor, Order Handling Officer. Kemudian Warehouse Supervisor membawahi Warehouse Officer, Warehouse Operator. Kemudian PPIC Supervisor membawahi PPIC Officer. Head of Procurement membawahi Procurement Supervisor dan Procuremnet Supervisor membawahi Procurement Officer. 3.4

Lokasi dan Sarana Produksi PT. Nufarindo berada di Jalan Raya Mangkang Kulon KM 16,5 Kecamatan Tugu, Kota Semarang. PT. Nufarindo memiliki beberapa fasilitas penunjang untuk menunjang kegiatan yang ada di dalamnya. Fasilitas tersebut adalah Warehouse Raw & Packaging Material, Laboratorium Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA), Water Looping, HVAC, Finished Good Warehouse, IPAL. Secara keseluruhan PT. Nufarindo memiliki 5 gedung meliputi: gedung utama, gedung bahan kemas, gedung produk jadi, gedung mesin, dan kantin.

26

3.5 Quality Assurance (QA) Dalam industri farmasi, departemen QA memiliki peran yang sangat besar yaitu menjamin mutu obat yang di produksi di industri farmasi tersebut agar produk obat yang dihasilkan konsisten memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu CPOB (cara pembuatan obat yang baik). Obat yang diproduksi oleh industri farmasi PT. Nufarindo harus memenuhi syarat-syarat yang tertera dalam dokumen izin edar dan tidak berisiko pada konsumen, untuk memenuhi hal tersebut Departemen QA membuat suatu kebijakan mutu. Dalam menerapkan kebijakan mutu diperlukan suatu manajemen mutu agar mutu dari produk yang dihasilkan selalu konsisten memenuhi syarat. Untuk mencapai hal ini Departemen QA menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam berbagai aspek dan proses yang terkait pemastian mutu produk. QA Manager

QA Supervisor

GMP complian ce officer

Validation officer

Qualification officer

Calibration officer

Product release officer

QA inspector

QA Adminis trator

Gambar 1. Struktur Organisasi Quality Assurance Departement Secara struktural, departemen Quality Assurance dipimpin oleh seorang QA Manager yang merupakan seorang Apoteker. QA Manager membawahi QA Supervisor dan packaging development & dossier officer. QA supervisor membawahi beberapa officer lainnya, yaitu GMP compliance officer, validation officer, qualification officer, calibration officer, product release officer, inspector, dan QA administratorn. Adapun uraian mengenai bagian-bagian dari QA sebagai berikut:

27

Packaging & dossier officer

1. QA Manager Departemen QA dipimpin oleh seorang QA manajer

yang

bertanggungjawab langsung kepada head of plant. QA manager bertugas dalam melakukan manajemen terhadap sumber daya manusia, kualitas produk, dan proses kerja perusahaan agar dapat mencapai kualitas dan efesiensi yang maksimal. Selain itu QA manajer juga menjembatani komunikasi antara customer dengan perusahaan dalam implementasi standar kerja yang diminta oleh customer. Tugas QA manajer secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut : ✓ Membentuk dan memastikan penerapan sistem mutu. ✓ Membentuk dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala. ✓ Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang berkaitan mutu produk jadi. ✓ Mengevaluasi / mengkaji mutu produk (Annual Product Review). ✓ Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. ✓ Memastikan dan mengevaluasi penanganan dalam penyimpangan. ✓ Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi dan kualifikasi. ✓ Memastikan dan mengevaluasi penanganan terhadap keluhan kualitas produk. ✓ Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok). ✓ Memastikan penerapan sistem pengendalian perubahan dan persetujuan perubahan yang terkait dengan sistem, dokumen, produk, dan sarana penunjang. ✓ Melakukan proses kontrol ke produksi bila terjadi masalah dan mencari tahu permasalahan yang terjadi ✓ Membantu perusahaan memeriksa kualitas produksi yang sedang berjalan dan melaporkan temuan yang terjadi ✓ Mengkomunikasikan kegiatan yang sudah di lakukan dan didiskusikan dengan Executive Director.

28

2. QA Supervisor dan QA Inspektor a.

QA Supervisor QA supervisor bertanggung jawab langsung kepada QA manager. QA Supervisor mempunyai tugas lain yaitu change management system (CMS), penanganan keluhan, dan penarikan produk. 1) Change Management System (CMS) Pengelolaan perubahan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh industri farmasi terhadap perubahan yang terjadi terhadap sistem, prosedur, peralatan, dan proses. Pengelolaan pengendalian dilakukan dengan tujuan antara lain: a. Mencegah terjadinya perubahan yang tidak terkendali terhadap sistem dan prosedur, peralatan dan proses yang sudah divalidasi, yang dapat berdampak pada kualitas produk; b. Menganalisa dan menanggulangi dampak perubahan yang dilakukan terhadap kualitas produk; dan c. Memastikan

terdapat

data

pendukung

yang

cukup

untuk

menunjukkan jika proses yang diubah/diperbaiki akan menghasilkan produk yang sesuai dengan persyaratan. Terdapat beberapa jenis perubahan yang harus dikendalikan antara lain: -

Perubahan pada bangunan, fasilitas dan sarana;

-

Perubahan pada peralatan;

-

Perubahan pada proses produksi;

-

Perubahan pada formula produk secara kualitatif/kuantitatif;

-

Perubahan pada prosedur pembersihan;

-

Perubahan pada stabilitas,

-

Perubahan pada pabrik pembuat bahan awal;

-

Perubahan pada bahan kemas;

-

Perubahan pada dokumen/proses;

-

Transfer teknologi; dan

-

Penghentian pemasaran produk oleh industri.

29

Prosedur dalam penangan perubahan antara lain: a. Inisiator/PJ Perubahan mengusulkan dan mengisi form Pengelolaan Perubahan, yang meliputi jenis perubahan, waktu implementasi, dan analisa risiko terhadap perubahan, yang meliputi biaya, kualitas, keamanan, dll; b. Inisiator kemudian akan mendistribusikan usulan perubahan ke semua departemen untuk meminta tanggapan, evaluasi, dan tindak lanjut. Tiap departemen akan mengisikan PIC yang bertanggung jawab melakukan rencana tindak lanjut; c. Bila usulan perubahan telah disetujui, formulir kemudian diserahkan ke bagian QA untuk dilakukan penomoran; d. Bila semua sudah dipersiapkan, dilaksanakan perubahan dan tindakan pendukung, seperti pelatihan karyawan atau uji stabilitas dengan pemantauan oleh inisiator; e. Setelah semua perubahan dan dokumen/proses pendukung selesai, dilakukan

pengisian

pada

bagian

otorisasi

pemberlakuan

perubahan; f. Departemen QA akan memeriksa kelengkapan dokumen dan memberikan otorisasi yang menandakan bahwa perubahan telah selesai dilakukan; g. Secara berkala Manager QA dan/atau Supervisor QA akan memantau progress tindakan sehubungan dengan usulan perubahan terkait. 2) Penanganan Keluhan Keluhan atau informasi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan/kesalahan produk merupakan evaluasi umpan balik yang diterima dari dalam dan luar perusahaan terhadap produk yang telah didistribukan. Jika terjadi keluhan dari konsumen perlu dilakukan penanganan serta pengkajian secara teliti untuk memperbaiki dan meningkatkan proses serta kualitas produk. Keluhan dapat bersumber dari:

30

a) Keluhan Internal, yaitu keluhan yang berasal dari dalam PT. Nufarindo, seperti departemen sales and marketing, produksi, QA, QC, SCM, dan bagian lain; b) Keluhan Eksternal, yaitu keluhan yang berasal dari luar PT. Nufarindo, seperti distributor, Rumah Sakit, Apotek, Toko Obat, Dokter, dan Pemakai produk obat. Terdapat dua kategori keluhan, yaitu keluhan terkonfirmasi, yang merupakan keluhan dimana hasil investigasi memverifikasi bahwa bukti dari keluhan mendukung klaim, dan diterima; dan keluhan tidak terkonfirmasi, yang merupakan keluhan dimana setelah dilakukan investigasi, tidak ada bukti yang mendukung klaim. Keluhan sendiri dibagi menjadi tiga jenis, antara lain: a) Keluhan kritis: merupakan keluhan yang bisa berdampak pada kesehatan pengguna dan regulasi, serta keluhan yang berulang sebanyak tiga kali dalam batch yang sama atau sepuluh kali dalam produk yang sama, dalam periode 12 bulan. b) Keluhan mayor: merupakan keluhan terkait cacat non kritis yang berdampak pada mutu obat, tetapi tidak berisiko terhadap keamanan dan medis. c) Keluhan minor: merupakan keluhan yang berkaitan dengan cacat produk dan/atau kemasan, dan tidak memiliki risiko untuk kesehatan. Berikut merupakan prosedur penanganan keluhan di PT. Nufarindo, berdasarkan SOP yang berlaku: a) Keluhan diterima dan dicatat dalam form Laporan Keluhan. Keluhan dari internal kemudian akan diinformasikan kepada departemen QA, sedangkan keluhan eksternal disampaikan kepada departemen marketing, untuk kemudian diinformasikan kepada departemen QA; b) Setelah form Laporan Keluhan dan sampel keluhan diterima, kemudian ditangani oleh departemen QA bersama dengan

31

departemen terkait. Manager QA akan mengkoordinasi investigasi keluhan

produk

bersama

departemen

terkait,

dengan

mendistribusikan form Laporan Hasil Evaluasi Keluhan Produk; c) Setiap departemen mengisi form tersebut dengan hasil investigasi yang dilakukan; d) Investigasi dilakukan pada semua data terkait produk tersebut, antara lain laporan keluhan serupa sebelumnya (jika ada), CPB, catatan distribusi produk tersebut, pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap sampel keluhan dan bila perlu dilakukan pemeriksaan dengan sampel pertinggal, serta investigasi batch/produk lain yang terkena dampak (jika ada); e) Laporan penyelidikan keluhan dibuat bersama departemen terkait dengan koordinator Manager QA, mencakup identitas produk, deskripsi keluhan, hasil investigasi masing-masing departemen, akar masalah, batch lain yang terkena dampak (jika ada), kesimpulan, dan CAPA. 3) Penarikan Produk / Recall Penarikan produk dilakukan setelah ditemukan adanya ketidaksesuaian pada produk yang telah dipasarkan terhadap spesifikasi produk yang disetujui. Penarikan produk bisa dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu: a) Recall Mandatory, yaitu penarikan produk atas perintah dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal itu dapat terjadi karena pihak BPOM melakukan pengujian dari produk yang telah diedarkan di pasaran, dan mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan standar persyaratan yang telah disubmit ke BPOM. Penarikan produk jenis ini bersifat wajib, walaupun pihak internal perusahaan telah melakukan uji ulang dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan persyaratan menggunakan sampel pertinggal. b) Recall Voluntary, yaitu penarikan produk atas inisiatif perusahaan setelah produk diedarkan di pasaran dan dalam jangka waktu

32

tertentu dilakukan pengujian stabilitas yang didapatkan hasil tidak memenuhi standar persyaratan. c) Recall Mock, yaitu simulasi penarikan yang dilakukan untuk menilai efektivitas prosedur penarikan dan respons dari distributor. b. QA Inspektor QA Inspektor bertugas melakukan In Process Control (IPC) pada produk yang sedang dalam proses produksi. Sediaan solid (tablet, tablet salut selaput, kaplet, kaplet salut selaput, kapsul, kapsul lepas tunda) dicek secara fisik, meliputi keseragaman bobot, kerapuhan, waktu hancur, uji kekerasan, diameter serta ketebalan, untuk sediaan liquid dilakukan pemeriksaan pemerian, uji kebocoran menggunakan leak test apparatus dan uji volume terpindahkan, sedangkan sediaan semi solid (salep, krim) dilakukan pemeriksaan pemerian dan uji bobot isi. QA Inspector juga melakukan inspeksi akhir terhadap produk akhir hasil produksi atau disebut final inspection, mencakup pemeriksaan terhadap master box (kondisi fisik, label, jumlah box, berat); box (kondisi fisik, nama produk, segel (logo), jumlah strip/blister/botol/ tube/pot tiap bos, no batch, tanggal produksi, kadaluarsa, harga eceran tertinggi (HET), brosur/ amplop); dan strip/blister/botol/tube/pot (kondisi fisik, nama produk,

nomor

bets,

jumlah

tablet/kaplet/kapsul/perstrip/blister,

sendok/measuring cup, kesempurnaan sealing (tidak bocor), tube/pot/PP cap tidak penyok). 3. Good Manufacturing Practice (GMP) Compliance Staff GMP Compliance di PT. Nufarindo memiliki tugas dan tanggung jawab dalam dokumentasi, audit, training, penanganan penyimpangan, dan penanganan Corrective Action and Preventive Action (CAPA). a. Dokumentasi Sistem dokumentasi terbagi menjadi dua, yaitu :

33

1) Dokumen original/asli, yaitu dokumentasi yang memuat approval manajer QA dengan tanda tangan basah menggunakan pena warna biru 2) Dokumen copy, yaitu dokumen yang telah didistribusikan kepada departemen terkait dan merupakan hasil copy dari dokumen original. Sistem dokumentasi ini diharapkan dapat diterima oleh seluruh pegawai yang bersangkutan agar dapat memahami dan mengerti secara jelas alur/proses yang harus dilakukan, sehingga dapat mengurangi terjadinya penyimpangan dan kesalahan. Document review merupakan bagian yang terpenting karena semua dokumen yang terkait dengan penjaminan kualitas produk akan disimpan oleh document control. Semua dokumen yang dimaksud mencakup SOP, spesifikasi bahan baku, spesifikasi pengemas, spesifikasi produk jadi, dan CPB (catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets). Berdasarkan SOP, review dokumen paling lama dilakukan tiap 3 tahun sekali atau setiap saat apabila terjadi perubahan. GMP Compliance officer akan menyusun program review dokumen dalam 1 tahun yang akan dirincikan menjadi setiap bulannya. Tujuan dilakukannya review dokumen yaitu : •

Menjamin ketersediaan dokumen apabila sewaktu-waktu dibutuhkan



Mengingatkan departemen terkait untuk melakukan review terhadap dokumen yang dimaksud



Melakukan pencatatan apabila terjadi perubahan dokumen dan dokumen yang tidak berlaku



Melakukan pendistribusian dokumen kepada departemen terkait

Pada saat dokumen direview, ada 3 kemungkinan hasil review yaitu: 1) Relevan, artinya dokumen yang secara prosedur dan format masih sesuai dengan peraturan atau keadaan sebenarnya yang berlaku 2) Revisi, artinya dokumen yang secara prosedur dan format terdapat perubahan sehingga perlu diubah dengan maksimal waktu 3 bulan dari tanggal periode review dokumen 3) Obsolet, artinya dokumen yang secara prosedur dan format sudah tidak sesuai dan tidak digunakan lagi

34

Setelah dilakukan review dan dicatat pada form review document, selanjutnya akan diputuskan apakah dokumen tersebut harus direvisi atau sudah tidak berlaku (obsolete). Apabila dokumen tersebut harus direvisi maka departemen yang bersangkutan harus segera merevisi dan menyerahkan ke bagian GMP Compliance officer. Kemudian dokumen yang lama akan ditarik dan dianggap sudah tidak berlaku (obsolete). Dokumen yang sudah tidak berlaku (obsolete) akan dicatat dalam BAP (Berita Acara Pemusnahan) sebelum proses pemusnahan. Sebelum dimusnahkan dokumen tersebut dilakukan proses scanning dan file yang sudah discanninng tetap disimpan, untuk mempersiapkan apabila sewaktu waktu diperlukan. Pemusnahan dilakukan setelah dokumen kurang lebih disimpan selama 10 tahun dan saat proses pemusnahan nya PT Nufarindo kerjasama dengan pihak ketiga yaitu PT Indoarsip. b. Audit Audit yang dilakukan terdiri dari audit internal/inspeksi diri dan audit eksternal. Audit internal adalah cara untuk mengkaji kembali secara objektif seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap aspek yang mungkin berpengaruh pada jaminan mutu. Sedangkan audit eksternal adalah audit yang dilaksanakan terhadap pihak ketiga yang berhubungan dengan industri farmasi yang bersangkutan, misalnya terhadap supplier, baik supplier bahan aktif, bahan tambahan maupun bahan kemas. 1) Audit internal Tujuan dilaksanakannya audit internal yaitu untuk mengevaluasi seluruh sistem operasional perusahan dalam semua aspek yang dapat mempengaruhi mutu produk. Audit internal bukan hanya untuk mencari kesalahan atau kelemahan yang ada, tetapi untuk mencari cara pencegahan dan mengatasi masalah secara efektif. Audit internal mencakup antara lain: i. Personalia ii. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil

35

iii. Perawatan bangunan dan peralatan iv. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi v. Peralatan vi. Pengolahan dan pengawasan selama proses vii. Dokumentasi viii. Sanitasi dan Higiene ix. Program validasi dan revalidasi x. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran xi. Prosedur penarikan kembali obat jadi xii. Penanganan keluhan xiii. Pengawasan label xiv. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan Sebuah tim di PT Nufarindo dibentuk untuk melakukan audit internal. Tim audit yang melakukan audit ke departemen tertentu harus bersifat independen. Dalam melakukan audit internal, tim tersebut harus mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB terkini pada semua bagian yang terkait dengan pembuatan obat, termasuk berbagai dokumen yang terkait dengan bagian yang diinspeksi seperti SOP, dokumen validasi/ kualifikasi, catatan pengolahan dan pengemasan bets, dan lain-lain. Proses

audit

dilakukan berdasarkan daftar

periksa audit

internal/inspeksi diri masing-masing bagian. Kemudian setelah dilakukan audit dibuat laporan temuan hasil inspeksi. Laporan tersebut kemudian dibagikan ke departemen bersangkutan sebagai bahan evaluasi bagi departemen tersebut agar melakukan perbaikan. Setiap tindakan perbaikan dan pencegahan yang telah dilakukan kemudian diverifikasi oleh GMP Compliance Officer. SOP pelaksanaan audit internal dan catatan hasil audit harus disimpan dan didokumentasikan. 2) Audit eksternal Seperti halnya dalam pelaksanaan program audit internal, pelaksanaan audit eksternal harus terdapat prosedur tetap serta

36

dilakukan secara berkala. Hasil pelaksanan audit eksternal kemudian dibuat dalam bentuk laporan audit yang akan digunakan sebagai pedoman penyusunan kriteria pemasok yang disetujui. Berdasarkan SOP yang telah dibuat, audit eksternal terhadap supplier dilakukan setiap 5 tahun sekali untuk supplier yang tidak bermasalah. Audit eksternal juga dapat dilakukan kurang dari 5 tahun sekali apabila supplier tersebut bermasalah. Selain audit eksternal yang dilakukan terhadap supplier, audit eksternal juga dapat berupa audit dari pihak lain seperti BPOM ke industri farmasi. Sama halnya dengan audit internal maupun audit supplier, jika ditemukan ketidaksesuaian oleh BPOM maka industri farmasi akan melakukan tindakan perbaikan dan atau pencegahan yang akan diverifikasi oleh pihak BPOM. c. Training Training merupakan sarana meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap positif karyawan sesuai dengan kompetensi jabatannya / job description. Kualitas produk secara langsung dipengaruhi oleh tindakan personil sesuai dengan pekerjaan masing - masing sehingga pelaksanaan training harus dipastikan telah dilakukan dengan benar. QA officer bagian GMP Compliance membuat perencanaan program training untuk 6 bulan ke depan. Pelaksanaan training internal yang dilakukan departemen QA adalah training terkait CPOB, misalnya pemberian materi dari supervisor kepada pegawai produksi mengenai training pengisian CPB, training sanitasi dan hygiene, sedangkan training eksternal dengan mengikut - sertakan karyawan ke dalam seminar yang diadakan pihak luar. Setelah dilaksanakan training maka dibuat laporan hasil training. Evaluasi training dilakukan berdasarkan hasil pre-test dan post-test. Peserta training dinyatakan lulus jika nilai post - test >70.

37

d. Penanganan Penyimpangan Penyimpangan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan atau pada kondisi tertentu akan terjadi potensi penyimpangan selama dan/atau sesudah proses pembuatan obat. Penanganan penyimpangan memiliki tujuan antara lain: 1) Menjamin bahwa setiap penyimpangan yang ditemukan selalu dilaporkan, diselidiki, diperbaiki dan didokumentasikan. 2) Menilai tingkat risiko penyimpangan yang terjadi dan dampaknya terhadap mutu, keamanan dan efektivitas produk. 3) Mengatur cara penanggulangan, menganalisis masalah dan resiko, serta menentukan langkah perbaikan. Analisis masalah pada akar permasalahan agar tindakan perbaikan yang diambil dapat mencegah penyimpangan serupa tidak terulang. Penyimpangan dibagi menjadi 2 jenis yaitu penyimpangan bets dan penyimpangan non-bets. Penyimpangan bets merupakan penyimpangan dari prosedur pengolahan, prosedur pengemasan dan atau proses baik produk antara, produk ruahan maupun produk jadi yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan penyimpangan non bets merupakan penyimpangan yang terjadi pada sarana penunjang, lingkungan, suhu, kelembaban, dan tekanan udara di dalam proses produksi yang dapat menyebabkan perubahan pada mutu produk (hasil uji diluar spesifikasi yang ditetapkan). Saat ditemukan adanya penyimpangan maka proses segera dihentikan dan segera dilakukan tindakan awal yang dianggap perlu (misal mematikan aliran listrik, menutup atau melindungi produk). Kemudian produk dipisahkan dan diberi tanda status dengan jelas “Proses dihentikan” pada wadah produk/alat/ruang terkait sampai penyelidikan selesai dan tindak lanjut ditentukan oleh QA. Selanjutnya penemu penyimpangan melaporkan kepada atasan (supervisor atau manager terkait) dan mengisi form penanganan penyimpangan.

38

Pada form penanganan penyimpangan, penemu penyimpangan hendaknya

menjabarkan

bentuk

penyimpangan

yang

ditemukan,

menguraikan tindakan sementara yang telah diambil dan adakah bets atau produk lain yang terkena imbasnya, dan menilai tingkat resiko penyimpangan terhadap produk. Kemudian form tersebut diserahkan kepada manager departemen terkait untuk diperiksa dan ditandatangani. Selanjutnya form penyimpangan diserahkan ke departemen QA. GMP Compliance Officer akan memberikan nomor penyimpangan dan melakukan pengkajian terhadap laporan penyimpangan tersebut. QA Manager akan mengevaluasi dan menyetujui laporan, tindakan dan tingkat resiko penyimpangan. Selanjutnya GMP Compliance Officer bersama dengan departemen terkait melakukan evaluasi atau investigasi penyebab penyimpangan dengan berbagai cara untuk mendapatkan akar masalah dari penyimpangan. Dari hasil investigasi diberikan usulan tindak lanjut perbaikan dan pencegahan serta penanggung jawab pelaksana serta batas waktu penyelesaian tindakan tersebut. Manager departemen terkait memeriksa penyelidikan dan usulan tindakan perbaikan dan pencegahan. Form penanganan penyimpangan selanjutnya diserahkan ke Manager QA untuk dilakukan pengkajian terhadap hasil penyelidikan dan usulan tindakan perbaikan dan pencegahan. Apabila disetujui maka tindakan perbaikan dan pencegahan dapat dilakukan. Apabila Manager QA tidak menyetujui usulan tersebut maka dilakukan pengkajian ulang bersama departemen terkait. Setelah semua tindakan perbaikan dan pencegahan diselesaikan, form laporan penyimpangan dikirimkan ke manager terkait untuk diperiksa dan ditandatangani kemudian dikirimkan ke GMP Compliance Officer untuk dilakukan verifikasi terhadap tindakan perbaikan dan menutup kasus penyimpangan.

39

e. Penanganan CAPA (Corrective Action and Preventive Action) Corrective action adalah tindakan perbaikan terhadap suatu masalah yang telah terjadi dengan tujuan untuk memperbaiki masalah dan memodifikasi sistem mutu agar proses yang menyebabkan masalah dapat dikendalikan dan dimonitor agar tidak terulang kembali. Preventive action adalah tindakan pencegahan terhadap potensi masalah. Tindakan dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah dan mencegahnya supaya tidak terjadi. Tujuan CAPA adalah untuk mengontrol ketidaksesuaian yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan mutu produk sehingga mampu untuk dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyiapkan tindakan perbaikan / pencegahan yaitu 1) Menguasai persyaratan seperti pedoman yang diacu (regulasi, prosedur internal); 2) Mengerti kondisi saat ini; 3) Mencari Gap sehingga mengetahui apa yang harus diperbaiki; 4) Analisis akar masalah (Root Cause Analysis); 5) Tetapkan tindakan perbaikan; 6) Tetapkan tindakan pencegahan. Adapun prosedur CAPA yaitu sebagai berikut : a) Identifikasi masalah Menemukan masalah serta mengumpulkan informasi yang bisa bersumber dari data, SOP, catatan, serta masukan dari karyawan (berdasarkan wawancara), dapat diisi pada kolom temuan. b) Evaluasi masalah Evaluasi mencakup dampak dari masalah (lakukan kajian gap analysis

terhadap

persyaratan/ketentuan

yang

berlaku

dan

kemungkinan dampaknya terhadap pasien/pelanggan) dan risiko terhadap perusahaan maupun terhadap pelanggan.

40

c) Investigasi Kumpulkan semua data, dapat berasal dari pengujian, catatan proses, catatan perawatan, desain prosedur dan informasi lain-lain untuk menemukan penyebab masalah sebenarnya, gunakan penyebab masalah yang sebenarnya untuk menentukan tindakan yang tepat. d) Rencana tindakan (action plan) Susun daftar tindakan yang dilakukan terdiri dari tindakan perbaikan maupun tindakan pencegahan terhadap potensi masalah secara detail dan jelas. Tentukan batas waktu penyelesaian dan penanggung jawabnya e) Implementasi tindakan Laksanakan sesuai rencana dalam batas waktu yang telah ditentukan dan didokumentasikan tindakan yang telah dilakukan. f) Tindak lanjut/Follow up Lakukan verifikasi pada semua tindakan yang dilaksanakan, bukan hanya menutup penyelesaian saja tetapi termasuk mengkaji apakah tindakan yang dilakukan sudah tepat dan efektif. 4. Validasi Validasi merupakan tindakan pembuktian bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diharapkan baik dari segi khasiat (efficacy), kualitas (quality), maupun keamanan (safety). Validasi ada 3 yaitu validasi metode analisa, validasi proses, dan validasi pembersihan. Validasi metode analisa di PT. Nufarindo masuk ke dalam departemen Quality Control (QC), yang dikelola oleh bagian Analytical Development (Andev). Sedangkan departemen QA menaungi validasi proses dan validasi pembersihan. a. Validasi Proses Validasi proses adalah tindakan yang membuktikan bahwa proses yang dilakukan mulai dari tahap penimbangan produk hingga proses pengemasan primer berada dalam batas parameter yang ditentukan, dapat

41

bekerja secara efektif, dan memberikan hasil produk jadi yang memenuhi spesifikasi serta mutu yang ditetapkan secara konsisten. Validasi proses yang dilakukan harus didokumentasikan. Tujuan dilakukannya validasi proses yaitu mengurangi masalah pada proses produksi, meningkatkan efektivitas kerja, dan sebagai bentuk dokumentasi tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan yang dilakukan sudah sesuai. Beberapa tipe validasi proses antara lain : 1) Prospective validation Validasi Prospektif yang dilakukan untuk produk yang mengalami perubahan, seperti misalnya adanya perubahan formula, perubahan pemasok/bahan awal (bahan aktif, eksiipien, maupun kemas primer), adanya perbesaran produksi bets dua kali, perubahan prosedur, perubahan parameter kritis, dll. Validasi ini dilakukan setelah proses scale up dan optimalisasi prosedur oleh departemen R&D. Jumlah bets untuk validasi prosfektif ini adalah 3 bets. 2) Concurrent Validation Validasi yang dilakukan pada kondisi di luar kebiasaan, dijustifikasi berdasar manfaat besar bagi pasien, dimana pelaksanaan protokol validasi dilakukan bersamaan dengan bets validasi yang akan dipasarkan. Dalam kondisi di luar kebiasaan, ketika ada rasio manfaatrisiko yang besar bagi pasien, dimungkinkan untuk tidak menyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan, maka validasi konkuren dapat digunakan. Namun, keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi dan disetujui oleh Badan POM serta didokumentasikan secara jelas dalam rencana induk validasi (RIV) dan disetujui oleh Kepala Pemastian mutu. Jika pendekatan validasi konkuren telah diadopsi, hendaklah tersedia data yang memadai untuk mendukung kesimpulan bahwa tiap bets produk yang dihasilkan seragam dan memenuhi kriteria keberterimaan. Hasil dan kesimpulan hendaklah didokumentasikan secara formal dan tersedia bagi kepala pemastian mutu untuk pelulusan bets.

42

b. Validasi Pembersihan (Cleaning Validation) Validasi pembersihan adalah tindakan yang membuktikan bahwa prosedur yang telah ditetapkan untuk membersihkan suatu peralatan pengolahan hingga pengemasan primer mampu membersihkan sisa bahan aktif obat dan zat pembersih yang digunakan untuk proses pencucian dan juga dapat mengendalikan cemaran mikroba pada tingkat yang dapat diterima. Tujuan dari validasi pembersihan yaitu memberikan jaminan yang tinggi bahwa prosedur pembersihan untuk peralatan produksi adalah efektif untuk mengurangi residu bahan aktif obat yang diproduksi sebelumnya, mengurangi residu dari deterjen yang digunakan untuk pembersihan, serta menunjukkan bahwa prosedur pembersihan tidak menyebabkan terjadinya perkembangbiakan mikroorganisme. Validasi pembersihan dilakukan untuk meminimalkan kontaminasi. Agar dapat meminimalkan kontaminasi tersebut perlu adanya penentuan batas kandungan residu suatu poduk, bahan pembersih, dan batas mikroba. Validasi pembersihan dilakukan hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan produk namun perlu dipertimbangkan juga permukaan yang tidak bersentuhan dengan produk. Validasi pembersihan dilakukan pada prosedur pembersihan suatu alat/mesin terhadap produk terpilih yang disebut produk marker, dengan kriteria meliputi dosis terapetik terkecil, toksisitas (LD50), kelarutan dalam pelarut air, dan volume bilas teoritis. Adapun untuk kriteria alat atau mesin yang dilakukan validasi pembersihan yaitu pada peralatan atau mesin baru, prosedur pembersihan yang baru (misalnya terjadi perubahan bahan / alat / cara pembersihan), dan jika ada perubahan produk marker terpilih. Metode pembersihan mesin yang dilakukan terdapat 3 macam yaitu manual cleaning, semi-automated cleaning (COP washer), dan automatic cleaning (CIP washer). Manual cleaning dilakukan dengan penggosokan menggunakan sikat, lap / penyemprotan selang dengan bantuan manusia. Sedangkan semi-automated cleaning (COP washer) dilakukan dengan memasukkan part ke dalam unit berupa bak atau kabinet dengan prosedur

43

yang telah ditentukan dengan siklus otomatis. Dan automatic cleaning (CIP washer) dilakukan dengan alat yang telah didesain sambungan supply dan returns air sehingga proses pembersihan terjadi secara otomatis. Cara mengambil sampel untuk dilakukan validasi pembersihan terdapat tiga macam yaitu direct surface sampling (swab method) dan indirect sampling (rinsing : bilasan). a. Direct surface sampling (swab method) Cara sampling dengan menggunakan swab test. Keuntungannya adalah mudah dilakukan, hemat pelarut, level kontaminasi/residu dapat di tetapkan berdasarkan surface area, residu yang tidak larut dapat di sampling dengan penghapusan secara fisik. Kerugiannya adalah perlu dibersihkan atau digunakan sekali pakai, area < 25 cm2 tidak dapat disampling, tidak fleksible. b. Indirect sampling (rinsing : bilasan) Cara sampling dengan mengumpulkan air bilasan akhir yang dilewatkan pada bagian mesin yang hendak disampling. Metode ini dapat digunakan pada permukaan mesin yang sukar dijangkau seperti pipa. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan diaplikasikan pada permukaan mesin yang luas atau lebar. Keuntungannya adalah surface area yang bisa di sampling lebih besar, bagian yang sulit terjangkau dan tidak dapat dibongkar secara rutin dapat di sampling. Kerugiannya adalah residu yang tidak larut dalam air tidak dapat di sampling, kurang reprodusible. Langkah-langkah yang dilakukan dalam validasi pembersihan yaitu sebagai berikut : 1) Menetapkan prosedur pembersihan 2) Menetapkan acceptance criteria Acceptance criteria validasi pembersihan terbagi menjadi 5, yaitu visual inspection, chemical, mikrobiologi, toksikologi, dan kriteria dosis 0,1% a. Visual inspection Kriteria :

44

• Permukaan alat bebas dari debu, partikel, zat berlemak berupa selaput • Air bilasan terakhir jernih, tidak berbau. Parameter kritis dari inspeksi visual : o Jarak o Sudut pandang o Intensitas cahaya o Dilakukan oleh personil yang terlatih dan terkualifikasi. b. Chemical ❖ Kriteria dosis : minimun single dose dari produk yang akan dihilangkan dalam maximum daily dose (MDD) dari produk berikutnya. ❖ Kriteria 10 ppm : produk berikutnya mengandung tidak lebih dari 10 ppm cemaran produk sebelumnya ❖ Bersih secara visual : tidak terlihat secara visual sisa produk sebelumnya, berdasarkan study appoximate 4 µ/ cm2 atau 100 µ/ 25 cm2. c. Microbilogy ✓ Rinse sample : tidak lebih dari 100 cfu/mL ✓ Swab : tidak lebih dari 50 cfu/25 cm2 (bakteri), tidak lebih dari 10 cfu/25 cm2 (kapang, khamir). ✓ Tidak adanya mikroorganisme potogen tertentu, antara lain E. Coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella sp., S. aureus. d. Toksikologi Kriteria keberterimaan didasarkan pada nilai NOEL (no observed effect level). e. Kriteria dosis 0,1% Produk berikutnya mengandung tidak lebih dari 0,1% cemaran produk sebelumnya.

45

5. Kualifikasi

Kualifikasi merupakan proses pembuktian secara tertulis berdasarkan data yang menunjukkan kelayakan suatu peralatan, mesin, fasilitas, dan sistem penunjang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi yang dilakukan di PT. Nufarindo dilaksanakan berdasarkan rencana induk validasi (RIV) yang disusun dalam periode 1 tahun. Sebelum dilakukan kualifikasi dibuat terlebih dahulu protokol kualifikasi yang meliputi lembar persetujuan kualifikasi, tujuan dan sasaran, deskripsi alat yang dikualifikasi, ruang lingkup, pelaksana dan penanggung jawab serta prosedur pelaksanaan kualifikasi. Kemudian setelah dilakukan kualifikasi, dibuat laporan kualifikasi yang meliputi hasil dari kualifikasi, laporan penyimpangan (jika ada) dan lampiran (daftar periksa kualifikasi). 1. Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP) Spesifikasi peralatan, mesin, fasilitas, sarana penunjang atau sistem hendaklah didefinisikan dalam SKP dan/atau spesifikasi fungsional. Unsurunsur penting mutu perlu mulai ditetapkan pada tahap ini dan dilakukan mitigasi risiko CPOB sampai tingkat keberterimaan. Spesifikasi alat/ mesin/instrumen/sistem/fasilitas yang akan dipasang dan/atau dibangun hendaklah didefinisikan dalam SKP. Unsur-unsur penting mutu ditetapkan pada tahap ini dan dilakukan mitigasi resiko CPOB sampai tingkat keberterimaan. SKP masuk dalam tahap rancangan sebelum pembelian. SKP dibuat oleh pengguna/user yang akan melakukan pembelian lalu akan direview dan disetujui oleh atasan user, manajer engineering, manajer QA, dan plant director. b. Kualifikasi Desain (KD) Kualifikasi Desain (KD) termasuk di dalamnya terdapat kualifikasi peralatan, fasilitas, sarana penunjang, atau sistem, dimana kepatuhan desain pada CPOB hendaklah dibuktikan dan didokumentasikan. Verifikasi terhadap persyaratan spesifikasi kebutuhan pengguna hendaklah dilakukan selama kualifikasi desain. Kualifikasi desain juga merupakan kualifikasi yang dilakukan pertama kali dalam melakukan validasi fasilitas, peralatan

46

atau sistem yang baru. Kualifikasi desain dilakukan pada saat ingin melakukan pembelian atau pengadaan peralatan, harus memuat informasi yang jelas seperti spesifikasi alat, manufacturer, dll. Prosedur yang dilakukan adalah pemeriksaan persyaratan user requirement specification. Kualifikasi desain dilakukan pada alat/ mesin/ instrumen/ sistem/ fasilitas untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa alat/ mesin/ instrument/ sistem/ fasilitas yang akan dipasang atau dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP). Kualifikasi desain dilakukan sebelum pembelian atau instalasi dan sesudah SKP dibuat. Dokumentasi yang dibuat berupa laporan dan protokol kualifikasi desain. Dokumen tersebut dibuat oleh qualification officer kemudian direview dn disetujui oleh user manager, manajer engineering, dan manajer QA. c. Factory Acceptance Testing (FAT) / Site Acceptance Testing (SAT) FAT (Factory Acceptance Test) merupakan evaluasi terhadap alat/ mesin/ instrumen/ sistem yang dilakukan di lokasi pemasok sebelum pengiriman, terutama jika menyangkut teknologi baru atau teknologi kompleks, SAT (Site Acceptance Test) dilakukan terhadap alat/ mesin/ instrumen/ sistem setelah diterima di lokasi pabrik. Pemeriksaan dilakukan untuk mengkonfirmasi kesesuaian alat/ mesin/ instrumen/ sistem dengan SKP. Bila sesuai dan dapat dijustifikasi, pengkajian dokumentasi dan beberapa pengujian dapat dilakukan saat FAT atau tahap lain tanpa perlu mengulangi kembali di lokasi pabrik pada saat KI/KO, jika dapat ditunjukkan bahwa fungsinya tidak terpengaruh oleh transportasi dan pemasangan. FAT dapat dilengkapi dengan pelaksanaan SAT setelah peralatan diterima di lokasi pabrik. d. Kualifikasi Instalasi (KI) Kualifikasi

instalasi

dilakukan

untuk

menjamin,

mendokumentasikan bahwa alat/ mesin/ instrumen/ sistem/ fasilitas yang dipasang dibangun sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada SKP, dokumen pembelian dan manual yang bersangkutan. Kualifikasi instalasi

47

dilakukan pada saat pemasangan awal. Prosedur yang dilakukan adalah pemeriksaan instalasi komponen, pemeriksaan dokumen terkait alat/ mesin / fasilitas/ sarana penunjang/ sistem dan pemeriksaan kalibrasi alat/ instrumen yang digunakan untuk verifikasi. Kualifikasi Instalasi (KI) dilakukan terhadap peralatan, fasilitas, sarana penunjang atau sistem. KI hendaklah mencakup, namun tidak terbatas pada hal-hal berikut: - Verifikasi kebenaran instalasi komponen, instrumentasi, peralatan, pemipaan, dan peralatan penunjang sesuai dengan gambar teknis dan spesifikasi; - Verifikasi kebenaran instalasi terhadap kriteria yang telah ditentukan; - Pengumpulan dan pemeriksaan dokumen instruksi kerja dan instruksi pengoperasian serta instruksi perawatan peralatan dari pemasok; - Kalibrasi instrumen; dan - Verifikasi bahan konstruksi e. Kualifikasi Operasional (KO) Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional dilakukan dengan melakukan proses atau pengoperasian alat atau mesin tanpa produk. Contoh, mesin blister dioperasikan dan diatur waktu 1 menit, apakah dalam waktu 1 menit tersebut mesin blister dapat menyelesaikan 30 cetakan yang sesuai dengan spesifikasi mesin tersebut. Kualifikasi operasional memastikan bahan masing-masing komponen sistem dan/ atau kombinasi dari sistem yang telah dipasang berfungsi sesuai rancangan dan mampu beroperasi / memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan, pada batas / rentang operasional “operating range” yang ditetapkan. Prosedur

yang dilakukan adalah

pemeriksaan dokumen, pemeriksaan operasional tombol dan alarm, verifikasi alat/ mesin/ fasilitas/ sarana penunjang/ sistem dan pengujian specific challenge. KO dilakukan pemeriksaan terhadap atribut dinamis secara fungsional maupun operasional :

48

-

Fungsi alat pengendali/kontrol, indicator, monitor, dan instrument

-

Rentang operasional parameter kritis pada batas operasi atas dan batas operasi bawah dan / atau pada kondisi terburuk

f. Kualifikasi Kinerja (KK) Kualifikasi yang dilakukan pada saat pengoperasian mesin dengan produk, bertujuan untuk melihat kemampuan atau kinerja mesin dalam menjalankan skema produksi. Selain untuk melihat kemampuan mesin, KK juga dilakukan untuk memeriksa kualitas produk/output akhir, fungsi alat, rentang operasional, dan kualitas produk hasil proses data di analisa secara statistik. Contoh mesin blister dioperasikan dengan produk X, apakah proses dari semua produk X (300 tablet) akan masuk blister dengan baik atau justru ada yang terlewat, sehingga ada blister yang kosong tanpa tablet produk X. Kualifikasi kinerja memastikan bahwa masing-masing komponen / sistem dan / atau kombinasi dari sistem yang telah dipasang berfungsi sesuai rancangan, mampu beroperasi / memenuhi kriteria kinerja yang ditetapkan dan menghasilkan produk yang diinginkan secara konsisten dan berkesinambungan. KK umumnya dilakukan setelah KI dan KO berhasil. Namun, mungkin dalam beberapa kasus, pelaksanaannya bersamaan dengan KO atau validasi proses. KK hendaklah mencakup, namun tidak terbatas pada hal-hal berikut: a) Pengujian dengan menggunakan bahan yang dipakai di produksi, bahan pengganti yang memenuhi spesifikasi, atau produk simulasi yang terbukti mempunyai sifat yang setara pada kondisi operasional normal dengan ukuran bets kondisi terburuk. Perlu dijelaskan dalam KK frekuensi pengambilan sampel yang digunakan untuk mengonfirmasi pengendalian proses b) Pengujian hendaklah mencakup rentang operasional proses yang diinginkan, kecuali jika tersedia bukti terdokumentasi dari tahap pengembangan yang telah mengonfirmasikan rentang operasional.

49

g. Kualifikasi ulang (Requalification) Kualifikasi ulang dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa status kualifikasi terkendali. Kualifikasi kinerja dilakukan setiap 5 tahun sekali, meskipun tidak ada perubahan. Apabila terdapat penggantian atau perubahan spare part yang mempengaruhi performa alat/ mesin/ instrumen/ sistem perlu dilakukan kualifikasi ulang mulai dari KI, KO, dan KK (bila perlu). 6. Kalibrasi Manajemen kalibrasi didalamnya mencakup Kalibrasi, Verifikasi dan Tera Timbangan. Kalibrasi merupakan kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional dari penunjukan alat (bahan ukur) dengan membandingkan terhadap standar ukur yang tertelusur kestandar nasional/internasional. Verifikasi merupakan kegiatan untuk mengkonfirmasi nilai konvensional dari penunjukan alat (bahan ukur) terhadap acuan standar sesuai dengan rentang dan spesifikasi khusus yang dibuat oleh manufaktur. Sedangkan Tera merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pelayanan nasional meterologi legal (atau lembaga lain yang diberi kewenangan legal) yang mempunyai tujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa peralatan atau standar tertentu sepenuhnya memenuhi persyaratan dalam aturan tera, tera mencakup pemerian dan pemberian legal. Kalibrasi bukan pekerjaan yang dilakukan untuk memperbaiki performa suatu alat ukur, akan tetapi penyetelan terhadap alat ukur sehingga kesalahan atau penyimpangan alat ukur dapat dijaga sekecil mungkin atau tidak melebihi batas kesalahan atau toleransi yang diizinkan. Tujuan dilakukannya kalibrasi antara lain : - Menjamin kebenaran hasil ukur tertelusur ke dalam standar nasional / internasional. - Menentukan kebenaran konvensional penunjukan alat terhadap nilai nominal (deviasi dimensi nominal) - Menjaga kondisi alat agar selalu sesuai spesifikasi

50

Dalam penentuan kalibrasi terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan sebelum melakukan proses kalibrasi, antara lain membuat dan menentukan jadwal kalibrasi, pengerjaan kalibrasi harus selalu mengacu pada standar operasional prosedur kalibrasi, melakukan identifikasi alat (nama alat, merek, tipe, no seri, manufactur), melakukan kalibrasi sesuai jadwal, pembuatan laporan kalibrasi dan melakukan evaluasi hasil kalibrasi. Kalibrasi yang dilakukan di PT Nufarindo terdapat 2 macam yaitu kalibrasi internal dan eksternal. a. Kalibrasi Internal Kalibrasi internal yaitu kalibrasi yang dilakukan oleh staff kalibrasi di PT. Nufarindo yang memiliki keahlian dan kompetensi untuk melakukan kalibrasi dibuktikan dengan sertifikat pelatihan kalibrasi. Kalibrasi internal dilakukan pada beberapa alat laboratorium dan alat produksi. Parameter yang harus ada di dalam industri untuk melakukan kalibrasi internal harus memiliki hal-hal berikut, antara lain standard/bahan pembanding, metoda/prosedur kalibrasi yang tepat, personil kalibrasi yang mampu, ruangan yang memadai, peralatan penunjang dan sistem manajemen laboratorium. b. Kalibrasi Eksternal Kalibrasi eksternal yaitu kalibrasi yang dilakukan menggunakan jasa pihak ketiga, yaitu laboratorium kalibrasi. Proses kalibrasi eksternal dilakukan dengan menyerahkan alat pada pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan kalibrasi. Serah terima alat dilakukan dengan pemberian tanda terima dan dicatat. Apabila alat telah selesai dikalibrasi maka alat akan dikembalikan ke PT Nufarindo. Alat yang telah dikalibrasi akan mendapatkan sertifikat kalibrasi, hasil kalibrasi dan kriteria laboratorium kalibrasi. Hal yang tercantum dalam sertifikat atau label kalibrasi sebagai keterangan mengenai alat yang dikalibrasi (nama alat, pabrik, tipe/model, nomor seri, kapasitas, dan resolusi), pemilik alat beserta alamat, standar yang digunakan, referensi, tanggal dilakukan kalibrasi, kondisi lingkungan saat dilakukan kalibrasi (suhu dan kelembaban), tempat dilakukan kalibrasi

51

dan yang terpenting hasil atau laporan kalibrasi meliputi nomor sertifikat, nama alat dan pabrik pembuatnya, tipe alat, nomor seri, kapasitas alat, hasil pembacaan alat, koreksi, dan ketidakpastian. Dalam melakukan proses kalibrasi ekternal ada beberapa kriteria laboratorium kalibrasi yang dipilih, antara lain berpengalaman, telah dikenal kemampuannya, dapat diandalkan/dipercayai, mutu pelayanan baik, telah di-akreditasi oleh KAN-BSN. 7. Product Release Product release officer bertanggung jawab dalam mereview dan memastikan kelengkapan dokumen Catatan Produksi Bets (CPB) dan Laporan Hasil Analisa (LHA) QC serta dokumen-dokumen lainnya yang terkait proses sebagai penentu kelayakan perilisan produk. Tujuan dari pelulusan produk sendiri adalah : a. Memastikan bahwa setiap bets produk jadi yang diluluskan dan disetujui untuk distribusi telah dibuat sesuai persyaratan CPOB/prosedur yang benar. b. Menjamin bahwa pemeriksaan dan pengujian mutu telah dilaksanakan dan hasilnya memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. c. Memberi petunjuk untuk proses pelulusan produk jadi, sehingga hanya produk jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan serta mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam izin edar obat saja yang dapat dijual atau didistribusikan. Dokumen yang harus ada pada saat pelulusan produk yaitu : ✓ CPB (Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets) ✓ LHA (Laporan Hasil Analisa) ✓ Audit trails (jika ada) ✓ Sampel pertinggal yang diambil sesuai dengan ketetapan. ✓ Form Final Inspection dari inspektor. ✓ Dokumen izin edar obat Alur perilisan produk di PT Nufarindo Exeltis Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut :

52

1) Produk yang telah selesai dikemas sekunder kemudian dipindahkan di gudang karantina dengan diberi label karantina sembari menunggu proses pelulusan produk oleh QA officer. 2) Operator kemasan melakukan order ke departemen QA dengan menyerahkan CPB bets tersebut beserta sampel pertinggal. 3) CPB, LHA, dan form final inspection direview oleh QA officer. Dokumen tersebut harus terisi lengkap. Apabila ada koreksi pada CPB maka ditulis dalam lembar koreksi kemudian dikembalikan ke produksi untuk dilengkapi. 4) Form final inspection yang telah diisi oleh QA inspector kemudian ditandatangani oleh supervisor QA. 5) Mengisi form daftar periksa pelulusan produk jadi. 6) Apabila CPB, LHA, dan form final inspection semuanya memenuhi syarat maka QA officer memintakan perilisan produk jadi ke manajer QA. 7) Manager QA akan menandatangani label diluluskan. Label diluluskan terdiri dari nama produk, nomor bets, nomor artikel, tanggal kadaluwarsa, jumlah produk jadi, dan tanggal pelulusan produk. 8) Label pelulusan produk jadi akan ditempatkan di tiap pallet sesuai dengan identitas produk yang diluluskan. 9) Produk yang sudah dinyatakan rilis, akan dipindah ke gudang produk jadi dan siap untuk didistribusikan. Product release officer bertugas dalam mereview catatan bets setelah produk diluluskan, baik produk yang diproduksi di PT. Nufarindo Exeltis Indonesia maupun produk toll-in seperti produk Sakatonik Liver Sirup dari PT. Sakafarma. Selain bertugas dalam mereview catatan bets setelah produk diluluskan, seorang product release officer juga bertanggung jawab dalam pembuatan laporan pengkajian mutu produk (PMP) atau product quality review (PQR). PMP adalah evaluasi yang dilakukan secara berkala dari semua produk obat farmasi yang terdaftar, termasuk produk ekspor, untuk menilai standar kualitas masing-masing produk obat dengan melihat konsistensi proses yang ada seperti proses manufaktur, prosedur control, dll; kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, dan produk jadi; melihat tren; dan mengidentifikasi perbaikan

53

yang diperlukan untuk produk dan proses. PMP di PT Nufarindo Exeltis Indonesia dilakukan setiap minimal 3 bets dalam satu tahun atau jika dalam 1 tahun kuang dari 3 bets yang diproduksi maka PMP dilakukan dalam dua tahun. PMP dibuat sesuai dengan format laporan yang telah ditentukan. Laporan PMP yang telah dibuat oleh product release officer akan direview oleh QA supervisor, manager SCM, manager engineering, manager produksi, dan manager QC. Jika telah direview kemudian laporan PMP akan disetujui oleh manager QA. Format laporan PMP meliputi : 1) Tujuan 2) Keterangan produk (formula produk, alur proses produksi, spesifikasi produk) 3) Kajian : a) Rekomendasi PMP sebelumnya b) Jumlah bets yang diproduksi c) Jumlah bets yang ditolak d) Jumlah bets yang diolah / kemas ulang e) Penyimpangan f) Hasil uji luar spesifikasi (HULS) g) Keluhan produk jadi h) Penarikan produk jadi i) Jumlah stock keeping unit (SKU) yang dikembalikan j) Ringkasan parameter kritis proses produksi k) Ringkasan tren analisis pelulusan produk l) Ringkasan hasil uji stabilitas (on going, accelerated, real time) m) Status validasi (validasi proses, pembersihan, dan metode Analisa) n) Status kualifikasi dan kalibrasi peralatan o) Status kualifikasi peralatan dan system penunjang terkait (HVAC, SPA, compresses air) p) Perubahan (dokumen dan bahan awal/pemasok/proses/kemasan/alat/fasilitas penunjang) q) Inspeksi Badan POM

54

r) Evaluasi sampel pertinggal s) Evalusi kontraktor t) Evaluasi mutu bahan awal dan bahan pengemas u) Evaluasi variasi terhadap yang diajukan dalam rangka registrasi 4) Kesimpulan pengkajian mutu produk 5) Rekomendasi 6) CAPA PMP 7) Lampiran 8. QA Administrasi QA Administration memiliki tugas dan tanggung jawab dalam hal berikut : ✓ Melakukan input data ke dalam sistem komputerisasi atau APR. Data yang diinput mencakup semua data produksi dan hasil pengujian suatu produk yang dapat dilihat dari catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets (CPB) dan catatan pengujian/laporan hasil analisis (LHA). ✓ Melakukan distribusi dokumen yang telah disetujui (Batch record, SOP, Catatan mutu, dll) dan mendokumentasikan guna pemenuhan terhadap CPOB. ✓ Mengatur penyimpanan dan pemusnahan dokumen mutu seperti Batch record, SOP, Catatan mutu, dll. Masa simpan batch record dan catatan pengujian maksimal 5 tahun atau 1 tahun setelah tanggal kadaluarsa produk (mana yang lebih lama). Sedangkan untuk masa simpan dokumen SOP, catatan mutu, master batch record maksimal 1 bulan setelah dokumen obsolete (tidak berlaku) untuk selanjutnya dilakukan pemusnahan dokumen. 9. Packaging Development dan Dossier Registration a. Packaging Development (Packdev) Packdev Officer berperan dalam pengembangan kemasan, baik kemasan primer, sekunder maupun tersier. Pengembangan kemasan dapat berupa desain, ukuran, tulisan atau penandaan, bahan atau komposisi. Packdev officer bekerjasama dengan bagian marketing, SCM, procurement,

55

QC, Teknisi, Produksi dan Regulatory Affairs dalam melakukan pengembangan kemasan. Setiap perubahan atau pengembangan kemasan terkait dengan desain, ukuran, tulisan / penandaan maka Packdev officer akan membuat artwork internal. Apabila terdapat perubahan terkait desain / warna maka harus ada approval dari marketing. b. Dossier Registration Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di suatu wilayah (negara) tertentu. Izin edar obat hanya diberikan kepada pendaftar yang memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Di Indonesia, untuk mendapatkan nomor registrasi sebagai syarat untuk dapat diedarkan, obat tersebut harus memiliki kriteria utama sebagai berikut: - Efficacy (khasiat) yang meyakinkan dan safety (keamanan) yang memadai yang dibuktikan melalui uji non klinik dan uji klinik atau buktibukti lain yang sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan. - Quality (mutu) yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan, termasuk proses produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti yang sah. - Informasi produk dan label berisi informasi yang lengkap, obyektif dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman. Menurut Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, registrasi obat memiliki kategori sebagai berikut: 1) Registrasi Baru, yaitu registrasi untuk obat yang belum mendapatkan izin edar di Indonesia. 2) Registrasi Variasi, yaitu registrasi perubahan pada aspek administratif, khasiat, kemanan, mutu, dan/atau informasi produk dan label obat yang telah memiliki izin edar di Indonesia. Adapun registrasi variasi ada berbagai macam yakni registrasi variasi major, minor dan notifikasi. Di

56

mana ketiganya dibedakan berdasarkan besar kecil pengaruhnya terhadap aspek khasiat, keamanan dan/atau mutu obat. 3) Registrasi Ulang, yaitu registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar. Obat yang telah mendapat izin edar dapat dilakukan penilaian kembali apabila dari hasil pemantauan terdapat data dan informasi terkini mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat. Keputusan terhadap penilaian kembali tersebut dapat berupa perubahan label, perbaikan komposisi / formula, pemberian batasan penggunaan, perubahan penggolongan obat, penarikan obat dari peredaran sampai dengan pembekuan izin edar. Adapun dokumen yang disiapkan untuk registrasi produk obat yaitu CPB (Catatan Pengolahan/Pengemasan Bets), kontrol proses

(validasi proses), data

stabilitas, validasi metode analisa, baku pembanding, kontrol produk jadi (spesifikasi, work instruction, certificate of analysis), kontrol bahan baku (spesifikasi, work instruction, certificate of analysis, setifikat halal), GMP, Zat Aktif, BSE/ TSE, DMF Zat Aktif, kemasan (desain kemasan, spesifikasi, dan foto produk & kemasan).

3.6 Quality Control (QC) Quality Control secara umum bertugas untuk memberikan kepastian tentang mutu produk agar tetap konsisten dan memenuhi spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan, sehingga produk dapat memberikan manfaat kepada konsumen sesuai kegunaannya. Departemen Quality Control (QC) yang ada di PT. Nufarindo memiliki struktur tugas dan wewenang yaitu: Pelulusan / penolakan produk antara dan produk ruahan; pelulusan / penolakan raw material dan packaging material; pengembangan metode analisis; pengujian hasil validasi; mengevaluasi dan menetapkan stabilitas produk dan bahan sesuai standar; mereview dokumen - dokumen terkait pengawasan mutu; bertanggung jawab atas ketersediaan spesifikasi dan metode uji bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi; dan bertanggung jawab atas perencanaan dan

57

pelaksanaan seluruh aktivitas departemen pengawasan mutu mencakup pelaksanaan tugas di laboratorium fisika, kimia dan mikrobiologi. Quality Control menguji material yang diterima dari SCM (Raw Material/Packaging

Material

Warehouse)

dengan

menyertakan

Nota

Pengujian. Nota pengujian tersebut selanjutnya diinput oleh admin QC lalu dilakukan sampling dan pengujian oleh analis raw material/packaging material dan hasilnya akan direview oleh Manager QC, dari hasil review akan diputuskan apakah memenuhi spesifikasi atau tidak memenuhi spesifikasi. Jika hasil pengujian memenuhi spesifikasi maka akan berikan label “Diluluskan” dan apabila hasil pengujian tidak memenuhi spesifikasi maka akan diberikan label “Ditolak”. Lalu admin akan menginput hasil pengujian dan disposisi ke dalam QAD (Sistem Informasi Manajemen). 1. Analisis Development Analisis Development (AnDev) melakukan validasi atau verifikasi terhadap metode analisa yang digunakan. Validasi metode analisa dilakukan secara berkala untuk menjamin bahwa metode tersebut tetap sesuai dengan tujuan penggunaannya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya. Parameter pengujian dalam validasi metode analisis meliputi akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, limit deteksi dan Robustness. Selain itu, AnDev juga bertanggung jawab dalam raw material assessment dan product assessment yang bertujuan untuk menentukan bahan atau produk tersebut dapat dilakukan pengujian atau tidak. 2. Analisis Stabilitas Analisis stabilitas berkaitan dengan produk, baik itu perubahan formula, perubahan bahan baku, perubahan manufacturer ataupun perubahan bahan kemas primer. Analisis stabilitas dilakukan untuk mengetahui kecepatan penurunan mutu obat jadi sehingga dapat membantu dalam penanggulangannya dan untuk menentukan formulasi, jenis dan spesifikasi bahan baku atau bahan kemas, kondisi penyimpanan yang sesuai dan penetapan kadaluarsa, sehingga

58

obat yang dihasilkan memiliki identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian yang sesuai dengan fungsinya. Untuk melakukan uji stabilitas menggunakan metode stabilitas jangka panjang (real time) dengan kondisi penyimpanan 30oC ± 2oC dan kelembaban 75% ± 5% selama 2 tahun dengan selang waktu tiap 3 bulan pada tahun pertama, 6 bulan pada tahun kedua dan setiap satu kali setahun pada tahun ke tiga, dan seterusnya. Metode stabilitas dipercepat (accelerated time) dengan suhu 40oC ± 2oC dan kelembaban 75% ± 5% selama 6 bulan dengan periode pengujian pada awal (0), 3 bulan, dan 6 bulan. Uji stabilitas pasca pemasaran (post market) dilakukan pada produk yang telah dipasarkan berdasarkan masa edar pada kondisi real time untuk memenuhi bahwa produk tetap stabil serta memenuhi spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang tertera dalam etiket dengan jangka waktu penyimpanan sampai tanggal expired date yang tertera pada produk tersebut. Uji stabilitas post market dilakukan minimal 1 bets dalam setahun, yaitu pada bets pertama. Selain itu, ada juga penyimpanan retained sample yang pengambilannya disemua bets bukan hanya pada bets pertama saja dengan tujuan apabila sewaktu-waktu ada complain dari customer, sampel tersebut bisa menjadi patokan dan perbandingan. 3. Analisis Raw Material Analisis Raw Material yaitu pengujian terhadap bahan baku yang datang ke gudang dengan memeriksa identitas CoA (Certificate of Analysis) bahan baku tersebut. Tujuan pengujian bahan baku adalah untuk menertibkan sistem atau proses administrasinya, sehingga status bahan baku dapat terjamin sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengujian dilakukan terhadap sampel yang mewakili semua populasi bahan baku. Sampling dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada pada CPOB. Analis melaksanakan pengujian bahan baku meliputi sifat fisika, kimia yaitu batas kadar, pemerian, kelarutan, pemeriksaan khusus (ukuran/jenis partikel, kerapatan jenis massa, disolusi, mikrobiologi), tahapan fisika yaitu indeks bias, rotasi optik, suhu lebur, berat jenis, kemurnian (kadar air, sisa

59

pijar, uji batas, senyawa pengotor, keasaman atau kebasaan/pH), penentuan kadar sesuai dengan spesifikasi dan analisis bahan baku yang berlaku. Jika bahan baku sesuai dengan spesifikasi maka bahan baku dinyatakan diterima dan diberi label “Diluluskan”, dan jika hasil uji menyatakan bahan baku tidak memenuhi spesifikasi maka bahan baku ditolak dan diberi label “Ditolak”. 4. Analisis Packaging Material Analis

Packaging

Material

melakukan

pengujian

berdasarkan

spesifikasi bahan kemas menggunakan sampel yang mewakili populasi bahan kemas. Sampling dilakukan di Packaging Material Warehouse dan ruang sampling untuk kemas primer dan pengujiannya dilakukan di laboratorium packaging material. Beberapa hal yang diperiksa oleh analyst packaging material adalah: 1) Bahan Pengemas Primer (Primary Packaging) Bahan pengemas primer adalah bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk yang dibungkusnya. Contoh kemasan primer seperti botol, tube, strip, blister. Contoh pengujian: uji stabilitas, uji kebocoran, uji kapasitas, uji logam berat pada bahan plastik maupun kaca, uji pirogen/ toksisitas, identifikasi material plastik, uji transmisi cahaya pada wadah kaca, uji netralitas wadah kaca. 2) Bahan Pengemas Sekunder (Secondary Packaging) Bahan pengemas sekunder adalah bahan pengemas yang tidak kontak langsung dengan produknya. Contoh kemasan sekunder yaitu box. Contoh pengujian: Pengujian pemerian: pengujian zat pengotor, cacat / rusak / retak / robek. Pengujian jenis bahan. Pengujian warna: Bintik / noktah, keseragaman, kesesuaian, dan luntur. Pengujian ukuran, Pengujian cetakan: kejelasan teks, dan desain 3) Bahan Pengemas Tersier (Tertiary Packaging) Bahan pengemas tersier adalah bahan pengemas yang digunakan setelah pengemasan primer dan sekunder dilakukan, pengemasan tersier digunakan untuk memudahkan penanganan / transportasi produk, serta mencegah

60

kerusakan fisik yang mungkin terjadi saat transportasi produk. Contoh kemasan tersier: Cardboard Box Contoh Pengujian: uji ketebalan, dimensi, logo. Pengujian pemerian: penguian zat pengotor, cacat/ rusak/ retak/ robek. Pengujian jenis bahan. Pengujian warna: Bintik/noktah, keseragaman, kesesuaian, dan luntur. Pengujian ukuran, Pengujian cetakan: kejelasan teks, dan desain. 5. Analisis Mikrobiologi Pengujian mikrobiologi bertujuan untuk mengetahui suatu produk atau penunjang produksi (bahan awal, peralatan, operator, ruangan) memenuhi syarat mikrobiologi. Sumber-sumber kontaminasi meliputi; air, udara, peralatan (karena proses pembersihan yang tidak sempurna, air yang digunakan tidak memenuhi syarat, debu yang melekat saat alat akan dikeringkan) dan operator. Pengujian mikrobiologi ini menggunakan 3 metode yaitu settling plate, slit to agar, dan contact/rodac plate Pengujian mikrobiologi yang dilakukan adalah: pengujian

produk,

pengujian Raw material /packaging material, pengujian Purified water, pengujian Stability, pengujian kualifikasi / validasi dan Pengujian monitoring lingkungan 6. Analis Produk Analis produk bertugas melakukan pengujian terhadap produk antara dan produk ruahan sesuai dengan spesifikasi dari masing - masing produk. Pengujian dilakukan terhadap sampel yang mewakili, yang di ambil dari bagian atas, tengah, dan bawah. Macam-macam pengujian yang dilakukan adalah: a. Tablet Produk antara: uji yang dilakukan yaitu identifikasi, keseragaman bobot, disolusi dan kadar zat aktif. Produk ruahan: uji yang dilakukan yaitu keseragaman bobot, waktu hancur, kekerasan, kerapuhan, diameter atau tebal, kadar zat aktif dan disolusi.

61

b. Kapsul Produk ruahan: uji yang dilakukan yaitu keseragaman bobot, waktu hancur, kadar zat aktif, dan disolusi. c. Sirup dan suspensi Produk antara: uji yang dilakukan yaitu bobot jenis, pH, kadar, dan kekentalan. Produk ruahan: uji yang dilakukan yaitu keseragaman volume (volume terpindahkan), kadar, dan batas mikroba.

3.7 Produksi Departemen Produksi Departemen produksi di PT. Nufarindo dipimpin oleh seorang apoteker yang menjabat sebagai kepala bagian (manager) produksi dan membawahi tiga orang apoteker sebagai supervisor, dua officer dan seorang administrator. Menurut CPOB 2018, Kepala Produksi memiliki tanggung jawab sebagai berikut : Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan telah sesuai prosedur sehingga dapat memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan; Memberikan persetujuan terhadap prosedur yang terkait dengan kegiatan produksi serta memastikan bahwa prosedur diterapkan dengan ketat; Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil. Supervisor produksi merupakan apoteker yang bekerja dibawah pimpinan kepala bagian (manager) produksi dan bertanggung jawab dalam hal terkait produksi mulai dari perencanaan produksi hingga produk dikemas. Supervisor di PT. Nufarindo terdiri dari 3 orang yang terbagi dalam 3 bagian yaitu supervisor untuk proses produksi, supervisor untuk primary packaging dan supervisor untuk secondary packaging. Supervisor juga berperan dalam

62

mengatasi dan melaporkan masalah atau penyimpangan yang terjadi pada proses produksi. Semua kegiatan produksi dilakukan oleh operator yang diawasi oleh supervisor dan manager produksi. Seluruh kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di bagian produksi PT. Nufarindo. Selain itu ada Officer production compliance dan officier yang bertanggungjawab pada laporan OEE dan admin bagian produksi yang bekerja dibawah pimpinan manager produksi dan bertanggung jawab dalam menginput data dari Catatan Pengolahan Batch (CPB) dan juga menginput Manhours produksi sebagai pertimbangan dalam perhitungan COGS (Cost Of Goods Sold). Departemen produksi di PT. Nufarindo hanya memproduksi sediaansediaan non steril seperti tablet atau kaplet, kapsul, syrup, suspensi, dan salep. Produksi di PT. Nufarindo juga menjalin kerjasama dalam bentuk toll in dan toll out. Secara umum, kegiatan produksi dibagi menjadi 2 tahap, yaitu proses (manufacturing) dan pengemasan (packaging). Proses produksi dilakukan berdasarkan Work Order (WO). Sistem penomoran batch dan lot dipakai untuk memudahkan pengendalian selama produksi berlangsung dan penelusuran kembali apabila terjadi keluhan produk dari konsumen. Proses produksi dikontrol dengan adanya rekaman batch (batch record), yaitu suatu dokumen yang berisi seluruh hal yang berkaitan dengan proses, langkah kerja dan waktu pengerjaan, yang diawasi serta ditandatangani oleh supervisor maupun personel yang mngerjakan. Hal ini bertujuan untuk mendokumentasikan seluruh proses yang dikerjakan sehingga jika terjadi ketidaksesuaian, complaint dan lain sebagainya. Proses pengolahan produk di bagian produksi berdasarkan instruksi/ jadwal dari PPIC yang dikoordinasikan bersama semua kepala bagian/ departemen. 1. Bangunan dan Fasilitas Menurut CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), bangunan dan fasilitas pada bagian departemen produksi sediaan farmasi harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Bangnan di departemen produksi PT. Nufarindo sudah sesuai dengan persyaratan CPOB, mulai dari lantai rata, bebas retak,

63

kedap air, permukaan rata dan mudah dibersihkan, dinding-dinding tidak bersudut (melengkung), pipa, fiting lampu didesain mudah dibersihkan. Selain itu, area produksi juga menggunakan sistem pengendali udara yang dapat mencegah pencemaran silang, alat pemantau suhu, kelembaban, dust collector untuk menghindari kontaminan serbuk, pemantau perbedaan tekanan. Setiap hari dilakukan pemantauan terhadap suhu, kelembaban, dan perbedaan tekanan (ΔP) di setiap ruang produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap spesifikasi yang dirancang sebelumnya. Ruang dan peralatan produksi di PT. Nufarindo, antara lain: a. Ruang Dispensing Pada pengolahan produk di area produksi berawal di ruang dispensing/penimbangan bahan baku. Terdapat empat alat timbangan yang berbeda kapasitas diantaranya (4200 – 120000 gram), (820 – 28000 gram), (8,2 – 2560 gram) dan (0,82 – 176 gram). Sebelum melakukan penimbangan, ruangan penimbangan dibersihkan dahulu dan dibuktikan kebersihannya oleh pengawas produksi dengan proses line clearance. Bahan yang telah ditimbang diperiksa kelengkapannya, mulai dari label identitas yang harus ditempelkan di badan wadah, dan jumlah bahan yang ditimbang. Untuk bahan cair ditimbang pada wadah stainlees tertutup dan serbuk ditimbang dalam wadah plastik bersih dan untuk bahan prekusor harus dalam pengawasan apoteker. Urutan penimbangan dimulai cairan, semi solid dan dilanjutkan dengan sediaan solid. Untuk sediaan solid dimulai dari bahan yang tidak berwarna (putih) dan dilanjutkan dengan bahan yang berwarna. b. Ruang Stagging Setelah bahan ditimbang disimpan di ruang stagging dan diletakkan diatas pallet. Bahan baku dalam satu batch produk diletakkan di atas pallet yang sama dan selanjutnya disimpan pada ruang stagging dan diberikan sekat dan label identitas yang jelas untuk menghindari kontaminasi silang dan kesalahan pengambilan.

64

c. Ruang High Shear Granule Pencampuran bahan baku dilakukan pada ruang high shear granule dengan menggunakan mesin Super Mixer. Prinsip mesin ini adalah mencampur bahan aktif dan tambahan produk agar homogen dengan menggunakan kecepatan tinggi sehingga waktu yang diperlukan untuk pencampuran lebih singkat. Mesin Super Mixer juga dapat digunakan untuk proses granulasi basah. d. Ruang Fluid Bed Dryer Ruangan ini terdapat mesin Fluid Bed Dryer (FBD) yang digunakan untuk produk-produk dengan ukuran batch besar. Mesin FBD memiliki prinsip kerja mengeringkan granul dengan mengalirkan udara panas (steam) pada granul dengan suhu, tekanan udara dengan kecepatan tertentu sehingga granul yang dikeringkan seperti mengalami fluidisasi. Proses pengeringan menggunakan mesin ini dengan granul basah dimasukkan dalam steam pengering lalu dihamburkan ke atas oleh adanya tekanan udara. e. Ruang Sieving Ruang Sieving digunakan untuk mengayak granul deng nomor mesh sesuai kebutuhan yang telah dikeringkan dari ruang FBD menggunakan Dry Granulator. f. Ruang Mixing Lubrikasi merupakan proses terakhir sebelum granul akan dicetak menjadi tablet. Lubrikasi merupakan proses penambahan bahan lubrikan untuk mempermudah proses pencetakan dan pengeluaran tablet dari die. Tersedia dua ruang mixing di area produksi PT. Nufarindo, di ruang Mixing I terdapat mesin Double Cone besar (kapasitas 250 kg) dan di ruang Mixing II terdapat mesin Double Cone kecil (kapasitas 25 kg). g. Ruang Tableting Terdapat 3 mesin pencetak tablet dengan dua mesin berspesifikasi single layer dan satu mesin double layer. Masing-masing mesin memiliki

65

jumlah dan jenis punch dan die yang berbeda yaitu 19, 29 dan 39, baik dalam bentuk tablet maupun kaplet. Di dalam ruang tableting juga terdapat dust collector yang diletakkan di dekat bagian hopper. Jadi, pada saat granul dituang ke hopper, debu-debu dari granul dihisap oleh dust collector dengan tujuan untuk menurunkan resiko kontaminasi silang. Setelah tablet keluar dari mesin cetak akan masuk ke alat deduster gunanya untuk mengurangi debu yang menempel pada tablet setelah pencetakan. h. Ruang Coating Tempat penyalutan tablet yang terdiri dari campuran berbagai zat seperti damat sintetik, gom, gelatin, pengisi yang tidak larut dan tidak aktif, gula, pemlastis, poliol, malam, zat pewarna yang diperbolehkan oleh peraturan, dan kadang-kadang penambah rasa serta zat aktif. Proses penyalutan ini menggunakan mesin High Efficiency Coating Machine (HECM) dan Coating Pan. Prinsip kerja dari mesin ini adalah dengan spray atomization larutan coating dibantu suhu. Suhu yang diatur sekitar 55-60 °C untuk menguapkan pelarut dari larutan coating sehingga penyalutan tablet rata dan halus. Jika pada satu proses didapatkan larutan coating telah habis maka alat tetap dijalankan sambil suhu dimatikan dan kecepatan putar alat diturunkan menjadi kecepatan yang paling rendah. i. Ruang Capsule Filling Ruangan pengisian kapsul berisi mesin pengisi kapsul memiliki dua hopper, yaitu untuk cangkang kapsul dan serbuk/pellet. Operator melakukan setting mesin kemudian melakukan pengecekan bobot kapsul. Apabila bobot sudah memenuhi standar maka proses dapat dilanjutkan dengan persetujuan pengawas. Apabila bobot belum memenuhi standar maka dilakukan setting ulang pada mesin. Mesin filling kapsul memiliki dua hopper, yaitu untuk cangkang kapsul dan serbuk/pellet. Bagian cangkang kapsul dimasukkan hopper cangkang kapsul kemudian dialirkan menuju shaft kapsul. Bagian penutup dan badan kapsul akan terpisah secara otomatis berdasarkan bobot cangkang kapsul.

66

Pada bagian serbuk akan mengalir pada dosing station dan akan dimasukkan dalam badan cangkang kapsul. Cangkang kapsul yang telah terisi akan digabungkan dengan penutupnya dan secara otomatis cangkang kapsul akan saling mengunci. Kapsul selanjutnya masuk ke dalam alat polisher agar kapsul mengkilapkan/membuat bebas debu. Selanjutnya kapsul akan keluar dari mesin vakum dan lansung ditampung dalam kontainer. Selama proses filling, kapsul disampling oleh bagian IPC (In Process Control) tiap 30 menit sekali untuk diperiksa keseragaman bobot kapsul. j. Ruang Liquid Process Dalam ruangan ini dilakukan pembuatan sediaan cair. Ada dua ruangan untuk pembuatan sediaan cair, dimana pada ruang Liquid Process I terdapat Mixer Tank dengan ukuran 800 L, dan pada ruang Liquid Process II terdapat Mixer Tank dengan ukuran 1500 L, Mixer Liquid,In Line High Shear, Homomixer, dan Mesin Double Jacketed. Pencampuran awal dilakukan dengan mesin Homomixer yang berfungsi untuk menghaluskan partikel bahan awal. Selain dengan Homomixer, proses pengadukan dibantu dengan mesin In Line High Shear Mixer. Mesin ini membantu proses pengecilan/penghalusan partikel agar larut sempurna sehingga mempercepat proses menghomogenkan campuran. Setelah dilakukan pencampuran, bahan akan dimasukkan ke dalam mixer tank untuk proses pencampuran akhir. Proses pemindahan produk liquid menggunakan Moveable Filter yang mana produk dipindahkan menggunakan selang dan akan disaring terlebih dahulu menggunakan filter untuk memastikan produk bebas dari partikel atau endapan. k. Ruang Semi Solid Process Proses pembuatan sediaan semi solid menggunakan alat Vacuum Emulsify Mixer(VEM). Prinsip kerja dari alat tersebut adalah pencampuran semua bahan sediaan (mixing) dengan menggunakan suhu dan vacuum. Penggunaan vacuum ini bertujuan untuk menghilangkan udara yang terjebak ketika pencampuran bahan sediaan semi solid. Adanya

67

udara ketika proses pencampuran bahan dapat memengaruhi viskositas, jumlah, bobot, dan proses filling sediaan. Langkah pembuatan salep ini ada tiga, yaitu pembuatan basis salep, pencampuran bahan excipient lain, dan pencampuran akhir (zat aktif). l. Ruang Semi Solid Filling Pengisian sediaan semi solid dilakukan menggunakan alat filling semi solid yang volumenya dapat diatur dengan menambah atau mengurangi jumlah sediaan yang akan diisi ke dalam pot. Selama proses filling, salep dimasukkan dalam Hopper Double Jacket yang dipanaskan dengan air bersuhu 38-40 °C untuk menjaga viskositas salep agar mudah di-filling. m. Ruang Storage/Penyimpanan Ruang penyimpanan di area produksi ada 4 yaitu storage I, storage II, Clean Equipment II dan Clean Equipment III. Storage I digunakan untuk menyimpan hasil mixing dari bahan baku atau granul yang telah diproses (produk antara), lalu untuk menyimpan hasil cetak tablet/kaplet atau kapsul yang telah terisi pellet atau serbuk (produk ruahan) sebelum dikemas di simpan di Storage II, sedangkan Clean Equipment II tempat penyimpanan sementara setelah pencucian sebelum masuk ke Clean Equipment III dan di Clean Equipment III berisi container-container bersih. n. Striping Mesin strip dan blister yang akan digunakan dikondisikan (disetting) sesuai dengan spesifikasi produknya. Dari masing-masing tipe mesin strip dibedakan dari spesifikasi dan jumlah strip yang dapat dihasilkan dalam satu kali cutting. Mesin strip mempunyai bagian-bagian dengan fungsinya tersendiri. Bagian-bagian tersebut diantaranya adalah hopper, track line, feeding chut, sealing roll, cutting horizontal dan vertikal (pembelah), counter, dan foil roll. Produk solid (tablet/kaplet/kapsul) dimasukkan kedalam hopper dan akan turun mengisi track line dan masuk ke feeder. Setelah masuk ke feeder produk solid akan masuk ke sealing roll pocket. Selanjutnya akan

68

di-sealing diantara front foil dan back foil. Masing-masing roller depan dan belakang dipapar dengan panas melalui heater yang telah di-setting suhunya sesuai dengan spesifikasi produk. Pemaparan panas ini bertujuan untuk melekatkan foil depan dan belakang yang akan membungkus produk sehingga produk aman dan kemasan tidak bocor. Selain pengaturan suhu sealing roll, tekanan antara kedua roll diatur sedemikian rupa agar hasil strip tidak bocor. Setelah terkemas dalam foil, alat penghitung (counter) akan menghitung jumlah tablet dalam satu kemasan strip yang kemudian akan terpotong secara vertikal (diantara tiap bagian strip) dan horizontal oleh pemotong secara otomatis. o. Ruang Liquid Filling Proses pengisian produk liquid melalui alat filling 4 channel (di ruang Liquid Filling I) dan alat filling 8 channel (di ruang Liquid Filling II). Bagian-bagian dari mesin filling liquid yang berperan selama proses secara berkesinambungan adalah table bottle yaitu meja untuk meletakkan botol kemas; conveyor yaitu untuk membawa botol menuju piston pengisian; nozzle piston yaitu pipa pengisi botol dan merupakan bagian yang langsung kontak dengan produk yang berbahan dasar stainless steel 316 yang inert dan tidak menyebabkan kontaminasi; starwheel yaitu roda pembawa botol untuk dilakukan capping; dan kemudian yang terakhir adalah capper yauitu bagian pemasangan tutup botol pada mulut botol 2. Personalia Industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Personalia di PT. Nufarindo sudah sesuai dengan yang ada di dalam CPOB yaitu industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. 2. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi

69

personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur agar selalu memenuhi persyaratan. Sebelum memasuki ruang produksi, semua peronil yang masuk ruang produksi diharuskan mengenakan pakaian pelindung sesuai dengan standar produksi dan alat pelindung diri (APD) agar terjaga higenitas personalia dan produk. Semua personil akan melewati ruang ganti (locker) untuk meletakkan pakaian mereka dan berganti pakaian dengan pakaian dan sepatu pelindung produksi. Ruang ganti tersebut dibedakan antara ruang ganti pria dan wanita. Pada masing–masing ruang produksi, terdapat APD yang digunakan oleh operator produksi, diantaranya sarung tangan¸ masker, kacamata (google), ear muff, sepatu boot untuk washing room dan cuci botol bagian luar, dan lain sebagainya. PT. Nufarindo memberi fasilitas untuk menunjang sanitasi dan higiene personil, seperti toilet, wastafel, disinfektan, loker khusus karyawan, pakaian dan perlengkapan khusus kerja. Setiap bagian produksi memiliki toilet dan tempat cuci tangan. 3. Pengolahan Produk Obat-obatan yang diproduksi di PT. Nufarindo ada beberapa jenis dan bentuk sediaan seperti tablet (Colfin kaplet, Tisolon, Nufapreg, dsb), sediaan kapsul (Abajos, Lansoprazole, Nufacobal dsb), sediaan liquid (Bronchitin, Colfin, Gastrucid) dan sediaan semi solid (salep 2-4, Nufacort dll). Proses pengolahan produk di produksi berdasarkan instruksi/jadwal dari SCM (Supply Chain Management). Departemen SCM menyiapkan CPB produk dan kemudian dilakukan dispensing/penimbangan awal. Bahan yang telah ditimbang diperiksa kelengkapannya, seperti label identitas, dan jumlah bahan yang ditimbang dan disimpan di ruang stagging. Sebelum

70

memulai proses pengolahan, supervisor/pengawas melakukan pemeriksaan kesiapan jalur (Line Clearance) dan bahan yang akan diproses. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh operator di ruang produksi di catat pada batch record produksi yang telah ditanda tangani supervisor (pengawas). Selama proses pengolahan, dilakukan proses pengawasan produk sehingga dapat menjamin kualitas produk yang dihasilkan sama. Selain itu, pengawasan dan pengujian produk juga perlu dilakukan. Jika terdapat penyimpangan maka dilakukan penanganan penyimpangan berupa correction dan corrective action yang selanjutnya dilakukan pelaksanaan tindakan dan perbaikan, diverifikasi dan diukur efektivitas. Jika telah memenuhi persyaratan maka produk dapat dilakukan pengemasan. Ada beberapa proses pengolahan yang ada di PT. Nufarindo, diantaranya yaitu: 1.

Sediaan Solid Pada pembuatan tablet ada tiga metode yang dapat dilakukan, yaitu

granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Penggunaan metode granulasi basah dikarenakan sifat alir, sebaran dan kompresibilitas bahan kurang baik. Granulasi kering digunakan ketika bahan memiliki sifat alir, sebaran, kompresibilitas yang kurang baik serta tidak tahan terhadap pemanasan. Sedangkan kempa langsung digunakan karena bahan yang digunakan memiliki sifat alir, sebaran, dan kompresibilitas yang baik. Dari ketiga metode tersebut, dua metode dilakukan dalam pembuatan tablet di PT. Nufarindo- Exeltis, yaitu granulasi basah dan kempa langsung. • Penimbangan Bahan Semua bahan ditimbang berdasarkan CPB (Catatan Pengolahan Bets) yang telah ditetapkan. Ruang penimbangan dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan penimbangan dan diberikan label/identitas bahwa ruangan telah bersih jika telah selesai dibersihkan dan label aktivitas proses. • Pencampuran dan Granulasi Basah

71

Dilakukan di ruang high shear granule dengan menggunakan mesin super mixer dengan kapasitas maksimal 27,5 kg. Prinsip mesin ini adalah mencampur bahan aktif dan tambahan produk agar homogen dengan menggunakan kecepatan tinggi sehingga waktu yang diperlukan untuk pencampuran lebih singkat. Pencampuran bahan dilakukan sesuai dengan batch record masing-masing produk yang selanjutnya campuran tersebut dilakukan penggranulasian basah. Setiap yang dikerjakan dicatat dalam batch record produk. Pengawas produksi akan melakukan pengecekan kesiapan jalur (Line Clearance) sebelum memulai proses dan bahan yang telah diambil dari ruang stagging. • Pengayakan Granul Basah Campuran bulk basah diayak menggunakan alat Granulator dengan ayakan mesh nomor 18. Mesin dinyalakan sesuai petunjuk pengoperasian dan bulk basah di masukkan sedikit demi sedikit ke dalam alat penggranulan dan ditampung dalam kontainer yang didalamnya dilapisi plastik untuk menampung granul basah yang telah diayak. • Pengeringan Granul Basah Pada proses pengeringan granul, dapat dilakukan dengan menggunakan mesin FBD (Fluid Bed Dryer). Mesin ini memiliki prinsip kerja mengeringkan granul dengan mengalirkan udara panas (steam) pada granul dengan suhu, tekanan udara dengan kecepatan tertentu sehingga granul yang dikeringkan mengalami fluidisasi. Proses pengeringan menggunakan mesin ini dengan granul basah disuspensikan dalam steam pengering lalu dihamburkan ke atas dengan adanya tekanan udara. Suhu dan tekanan air supply control yang digunakan pada alat FBD tergantung dengan spesifikasi produk yang dikeringkan. • Pengayakan Granul Kering Setelah dari FBD, granul yang sudah kering di ayak lagi menggunakan nomor mesh sesuai dengan CPB. • Lubrikasi

72

Lubrikasi merupakan proses akhir sebelum tablet dicetak, dan merupakan proses penambahan bahan lubrikan untuk mempermudah proses pencetakan agar tablet tidak menempel pada die. Proses lubrikasi dilakukan dengan mesin double cone 25 kg atau 250 kg sesuai sizenya. • Pencetakan / tableting Sebelum dilakukan proses pencetakan, operator melakukan setting awal dan trial pencetakan. Hasil trial diperiksa oleh IPC dan Supervisor Produksi/Pengawas Produksi, meliputi: keseragaman bobot, waktu hancur, ketebalan, kekerasan dan kerapuhan. Apabila memenuhi syarat (MS) maka dilanjutkan proses pencetakan. Namun apabila tidak memenuhi syarat (TMS) maka dilakukan setting ulang. Selama proses pencetakan IPC melakukan pengawasan selama proses yaitu melakukan penimbangan tablet tiap 30 menit untuk mengetahui keseragaman bobot tablet, serta melakukan pengukuran ketebalan, kekerasan, dan waktu hancur bagian atas, bawah dan tengah. • Coating (Penyalutan) Ada tiga jenis penyalutan, yaitu tablet salut gula (sugar-coated tablet), tablet salut film (film-coated tablet), dan tablet salut enterik (enteric-coated tablet). Pada proses penyalutan dilakukan pemeriksaan pengawasan mutu berupa penimbangan keseragaman bobot bagian atas, tengah, bawah, mengukur waktu hancur bagian atas, tengah, dan bawah, serta mengecek hasil penyalutan. • Pengemasan Primer Pengemasan primer menggunakan mesin strip 2 row, 8 row dan 6 row HS (High Speed). Staff IPC akan melakukan IPC pada kemasan primer yang meliputi penampilan fisik, jumlah isi tablet, penandaan nomor bets (untuk Blister) dan ED dan uji kebocoran kemasan (Leaking Test). •

Pengemasan Sekunder Pada pengemasan sekunder dilakukan menggunakan dusbox yang diisi sesuai dengan catatan pengemasan bets dan akan dikemas ke dalam

73

master box. Kemasan strip dilakukan coding terlebih dahulu yang berupa pencetakan No.Bets, Exp. Date, dan HET, kemudian dilakukan coding box berupa No. Bets, Mfg. Date, Exp. Date, dan HET. Hasil coding diperiksa oleh pengawas. Strip yang sudah di-coding dimasukkan kedalam box kemudian dimasukkan pula brosur produk ke dalam box. Selanjutnya menimbang 10 box yang sudah terisi, dan ditentukan range perbox yang dapat diterima. Kemudian masing- masing box ditimbang, jika terdapat box yang memiliki massa kurang atau lebih dari range yang telah ditentukan maka secara otomatis box tersebut akan di-reject. Selanjutnya operator akan memeriksa atau membuka box yang reject tersebut dan dilakukan pengemasan ulang. Box yang lolos selanjutnya dimasukkan ke dalam master box sesuai dengan jumlah yang tertera dalam CPB dan disegel. Setelah disegel dilakukan penimbangan 10 master box dan dilakukan proses yang sama terhadap box kemasan sekunder. •

Filling kapsul Pengisian kapsul di PT. Nufarindo terdiri dari dua macam, yaitu bahan baku (pellet) yang kemudian dilakukan proses pengisian kapsul dan bahan baku (serbuk) → proses pencampuran → slugging → ayak slugging → lubrikasi → proses filling. Pengisian kapsul menggunakan mesin filling yang memiliki dua hopper, yaitu untuk cangkang kapsul dan serbuk/pellet. Sebelum melakukan proses filling, operator melakukan setting awal dan trial filling. Hasil trial diperiksa oleh IPC, meliputi: keseragaman bobot dan waktu hancur. Apabila bobot sudah memenuhi standar maka proses dapat dilanjutkan. Apabila bobot belum memenuhi standar maka dilakukan setting ulang pada mesin. Mesin filling kapsul memiliki dua hopper, yaitu untuk cangkang kapsul dan serbuk/pellet. Bagian cangkang kapsul dimasukkan hopper cangkang kapsul kemudian dialirkan menuju shaft kapsul. Bagian penutup dan badan kapsul akan terpisah secara otomatis berdasarkan bobot cangkang kapsul. Sedangkan bagian serbuk akan

74

mengalir pada dosing station dan akan dimasukkan dalam badan cangkang kapsul. Cangkang kapsul yang telah terisi akan digabungkan dengan penutupnya dan secara otomatis cangkang kapsul akan saling mengunci. Kapsul selanjutnya masuk ke dalam alat polisher agar kapsul mengkilapkan/membuat bebas debu. Selanjutnya kapsul akan keluar dari mesin vakum dan lansung ditampung dalam kontainer. Selama proses filling, kapsul disampling oleh bagian IPC (In Process Control) tiap 30 menit sekali untuk diperiksa keseragaman bobot kapsul. a. Produksi Sediaan Semisolid Sediaan semisolid yang diproduksi oleh PT. Nufarindo-Exeltis yaitu salep dan cream. Produk salep dan cream merupakan sediaan semisolid yang lebih sering diproduksi dibandingkan sediaan gel. Produk sediaan semisolid diantaranya 2-4 Zalf, Ichtyol Zalf, dan Nufacort Cream. Proses pembuatan sediaan semisolid dimulai dari penimbangan bahan, pencampuran pada VEM (Vacuum Emulsify Mixer), pengisian pada kemasan primer, dan pengemasan sekunder. Pencampuran yang dilakukan menggunakan alat Vacuum Emulsify Mixer. Alat ini berfungsi untuk mencampur sediaan semisolid yang akan diproduksi, baik salep, cream maupun gel. Prinsip kerja dari alat VEM yaitu pencampuran semua bahan sediaan (mixing) dengan menggunakan suhu dan vacuum. Penggunaan vacuum bertujuan untuk menghilangkan udara yang terjebak ketika pencampuran bahan sediaan semisolid. Udara dapat mempengaruhi jumlah atau bobot dalam proses filling sediaan. Cara pembuatan salep ini terdiri dari tiga langkah, yaitu pembuatan basis salep, pencampuran bahan tambahan lain, dan pencampuran akhir (zat aktif). Selama proses filling, salep dimasukkan dalam hopper double jacket yang dipanaskan dengan air bersuhu 38-40°C untuk menjaga viskositas sediaan agar mudah di filling. Selama proses filling/pengisian, staff IPC (In Process Control) mengambil sampel salep yang sedang difilling dan diuji apakah sudah sesuai dengan karakteristik dalam batch

75

record. Untuk IPC sediaan semisolid yang dilakukan adalah keseragaman bobot.Sampel diambil secara acak sebanyak 10 pot salep tiap 20 menit selama proses filling. Pot salep kosong ditimbang dan kemudian diisi dengan salep dan ditimbang kembali. Hasil pengurangan dari pot yang terisi bulk dengan bobot pot kosong akan menghasilkan netto salep. IPC dilakukan agar diketahui bahwa selama proses produk yang dihasilkan stabil dan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. a. Produksi Sediaan Liquid Sediaan liquid yang diproduksi oleh PT. Nufarindo yaitu sirup dan suspensi. Proses produksi dilakukan di ruang Liquid Process I ataupun ruang Liquid Process II yang di dalamnya terdapat mixer tank 800 L (ruang Liquid Process I) dan mixer tank 1500 L (ruang Liquid Process II). Terdapat empat tahapan alur pembuatan proses sediaan liquid, yaitu pencampuran awal, pencampuran awal-akhir, pencampuran akhir, dan pemindahan bulk ke ruang proses filling liquid. Dalam satu batch pembuatan produk liquid dibagi dalam beberapa sub (bagian) sesuai dengan kapasitas mesin Homomixer. Pencampuran awal dilakukan untuk setiap subnya dengan pencampuran dengan mesin Homomixer yang berfungsi menghaluskan partikel bahan awal. Selain dengan Homomixer, proses pengadukan dibantu dengan mesin In Line High Shear Mixer. Jika dalam pembuatan sub 1 produk telah selesai, maka satu sub tersebut dipindahkan ke mixer tank yang nantinya akan digabungkan dengan sub lainnya untuk proses pencampuran akhir. Proses pemindahan produk liquid menggunakan Moveable Filter yang mana produk dipindahkan menggunakan selang food grade dan akan disaring terlebih dahulu menggunakan filter untuk memastikan produk bebas dari partikel atau endapan. Proses pengisian produk liquid melalui alat filling 4 channel dan alat filling 8 channel. Setiap sebelum akan dilakukan pengisian produk dalam kemasan botol, operator melakukan uji coba volume pada mesin

76

filing liquid agar sesuai dengan spesifikasi produknya. Jika telah siap maka mesin filling dapat dijalankan untuk filling produk. Jika proses capping telah selesai operator mengecek kerapian hasil capping. Jika hasil capping tidak rapi, maka botol akan di capping ulang. Selama proses filling, IPC melakukan pengujian volume terhadap produk (8 botol) setiap 60 menit sekali dan hasil akan dicatat dalam CPB produk. 3.8 Research and Development (R&D) Departemen Research and Development (R&D) dalam bahasa Indonesia adalah departemen Penelitian dan Pengembangan. Departemen Research and Development (R&D) memiliki peranan penting di industri Farmasi karena departemen ini bertugas untuk mengembangkan suatu produk atau menyempurnakan produk yang telah ada. Laboratorium

R&D di PT

Nufarindo didesain mengikuti standar ruang produksi untuk sediaan non-steril, seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara tetapi tidak ada pengontrol ukuran partikel seperti di ruang produksi. Sarana dan prasarana laboratorium departemen R&D dibangun pada tahun 2016 dan resmi digunakan pada awal tahun 2017 dengan luas area ± 54 m2. Ruangan yang berada di departemen R&D mengikuti standar ruang bersih ISO class 9 dengan suhu antara 20-27oC, sedangkan untuk RH (Relative Humudity) < 70% dan Differential Pressure (tekanan) antara 5-20 Pa. Departemen R&D di PT. Nufarindo saat ini terdiri dari manager R&D, Supervisor R&D, R&D officer, dan operator. R&D MANAGER

R&D SUPERVISOR

R&D OFFICER

R&D OPERATOR

77

Gambar 2. Struktur Organisasi Departemen R&D Secara umum, aktivitas Research and Development di industri farmasi terbagi menjadi 4 bagian yaitu Packaging Development, Analytical Method Development, Formulation Development dan Dossier Development. 1. Formulation Development Tugas dari Formulation Development mengembangkan formula dan proses dari produksi suatu produk baru maupun produk eksiting. Dalam pelaksanaan tugasnya, pada bagian Formulation Development dilakukan studi literatur atau preformulasi terlebih dahulu. Bagian Formulation Development dibawah tanggung jawab departemen R&D PT. Nufarindo. 2. Analytical Method Development Bagian Analytical Method Development berada dibawah tanggung jawab departemen QC. Bertugas untuk mengembangkan suatu metode analisa yang akan digunakan dalam menguji Raw material baru, produk ruahan maupun produk jadi di PT. Nurfarindo. 3. Packaging Development Bagian Packing Development dibawah tanggung jawab QA yang bertugas dalam mengembangkan kemasan primer dan kemasan sekunder yang akan digunakan pada produk jadi di PT. Nufarindo. 4. Dossier Development Bagian Dossier Development bertugas dalam menyusun dokumen untuk keperluan registrasi di PT. Nufarindo. Pada bagian ini dibawah oleh tanggung jawab departemen QA. Fasilitas sediaan solid di laboratorium R&D dilakukan untuk melakukan pengembangan sediaan tablet, tablet salut selaput, tablet salut gula, dan tablet salut enterik sedangkan untuk sediaan liquid meliputi sediaan sirup, suspensi dan emulsi. Pada laboratorium R&D terdapat lima mesin utama untuk pembuatan sediaan solid untuk skala laboratorium. Mesin-mesin yang digunakan sebagai penunjang proses pengembangan produk hampir sama dengan mesin-mesin yang berada di ruang

78

produksi yang membedakan kapasitas mesin lebih kecil karena hanya untuk percobaan skala laboratorium, sedangkan percobaan skala pilot menggunakan mesin dan peralatan yang berada di ruang produksi. Mesin-mesin yang ada di R&D tersebut merupakan miniature dari mesinmesin produksi, dengan tujuan pada saat implementasi ke skala yang lebih besar (produksi) dapat berjalan dengan baik. Berikut mesin-mesin yang terdapat di Laboratorium R&D: 1. Rapid Mixer Granulator adalah mesin untuk pencampuran atau granulasi. Mesin ini memiliki kapasitas maksimal 10 liter. 2. Fluid Bed Dryer adalah mesin yang digunakan untuk pengeringan granul basah. Mesin ini memiliki kapasitas maksimal 5 kg. 3. Multiple mixer (Double Cone Blender) adalah mesin yang digunakan untuk pencampuran akhir atau lubrikasi. Mesin ini memiliki kapasitas maksimal 10 liter. 4. Tableting machine merupakan mesin yang digunakan untuk mencetak tablet, mesin ini mempunyai kemampuan cetak sekitar 25.000 tablet/jam. 5. Coating machine merupakan mesin yang digunakan untuk penyalutan tablet. Mesin ini memiliki kapasitas maksimal 2 kg. Di PT. Nufarindo, R&D berfokus pada Quality (improvement product), Innovation (pengembangan produk baru), Cost saving initiative (alternatif source) dan Productivity (proses improvement). Pengembangan produk di PT. Nufarindo dilakukan sesuai dengan konsep QbD (Quality by Design). Departemen R&D fokus pada beberapa nilai penting, yaitu : 1. Quality (Improve Product Compilance) Departemen R&D merupakan proses awal sebelum masuk kedalam proses produksi, sehingga pemilihan formula sangat penting untuk menjaga kualitas produk. Kualitas suatu produk sangat perlu diperhatikan terkait dari keamanan, khasiat, mutu, dan resikonya sehingga tidak jarang dilakukan peningkatan bahkan perbaikan kualitas sehingga produk-produk yang dihasilkan dapat

79

terjaga mutu dan keamanannya. Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan cara seperti sediaan padat yang dahulunya menggunakan pengawet karena pada saat itu teknologi belum seperti sekarang ini, sehingga lingkungan belum bisa terkontrol. Namun sekarang tidak perlu memerlukan pengawet lagi dikarenakan kualitas obat telah dijaga. 2. Innovation (New Product Launching) Inovasi yang dilakukan di PT. Nufarindo dengan cara membuat produk copy/me too, sehingga menambah variasi produk dari segi bisnis dan membantu ketersediaan obat di masyarakat. 3. Productivity (Process Improvement) Produktivitas dilakukan melalui perbaikan proses pembuatan suatu produk obat dengan mempersingkat proses pembuatan, misalnya mempersingkat waktu proses pengeringan suatu sediaan solid, dahulu mengeringkan masih menggunakan oven yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengeringkan, kemudian R&D melakukan improvement menggunakan FBD untuk mengeringkan sehingga mempersingkat waktu pengeringan. Produktivitas diharapkan dapat menunjang permintaan marketing dengan kapasitas mesin atau alat dalam serangkaian produksi, supaya target tercapai. 4. Cost-saving initiative (Alternative Source) Penghematan biaya produksi juga dapat diinisiasi oleh departemen R&D, misalnya dengan menambahkan sumber alternatif (supplier). Supplier harus sesuai dengan yang didaftarkan oleh perusahaan ke BPOM sehingga apabila terdapat penambahan supplier perlu dilakukan diregistrasi terlebih dahulu. Berikut tugas utama departemen R&D: a. Pengembangan formula baru Pengembangan produk baru diawali dari usulan Business Development dalam bentuk New Product Development form yang disetujui oleh management. Usulan pengembangan produk baru yang telah disetujui

80

kemudian direalisasikan ke team pengembangan produk yang terdiri dari Formulation Development, Analytical method Development, Packaging Develompent dan Dossier Development. Tahap formulasi diawali dengan studi literatur, studi preformulasi, studi perbandingan dengan produk kompetitor, design produk dan design proses. Departemen R&D kemudian membuat desain formula baru dan persiapan bahan–bahan untuk pelaksanaan percobaan skala lab. Percobaan dimulai dari skala laboratorium sampai ke skala pilot, termasuk uji stabilitas dipercepat dan jangka panjang pada pilot batch. Setelah diperoleh data uji stabilitas dipercepat pilot batch selama 6 bulan maka dilakukan penyusunan dokumen registrasi (dossier). Dossier tersebut akan didaftarkan ke BPOM untuk mendapatkan NIE (Nomor Ijin Edar) Produk. b. Perbaikan Produk Eksisting Tujuan pengembangan ini adalah melakukan inovasi dalam hal peningkatan mutu produk dengan melakukan improvement process dan reformulasi produk serta mencari alternatif bahan baku. Pengembangannya dapat berupa perbaikan bentuk sediaan, perbaikan formula maupun perbaikan kemasan. Alur perbaikan produk eksisting ini hampir sama dengan pengembangan produk baru hanya saja proses registrasi yang dilakukan adalah registrasi variasi produk eksisting. 3.9 Engineering Engineering Departement PT. Nufarindo-Exeltis – Exeltis merupakan departemen yang bertugas dalam melakukan pemeliharaan dan pengawasan terhadap fasilitas mesin dan peralatan yang ada di lingkungan industri, khususnya wilayah produksi. Kebutuhan kegiatan produksi PT. NufarindoExeltis – Exeltis yang disupply oleh Engineering diantaranya listrik, pengaturan udara, pengolahan air, dan pengolahan limbah. Hanya saja dalam hal ini yang akan dijelaskan hanya sistem pengaturan udara, pengolahan air dan limbah.

81

Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen Engineering

1. Sistem Tata Udara (AHU/HVAC) Sistem Tata Udara atau yang dikenal dengan Air Handling Unit (AHU) atau Heating, Ventilating and Air Conditioning (HVAC) adalah suatu sistem untuk mengkondisikan udara di ruangan melalui pengendalian suhu ruangan, pengendalian kelembaban, pengendalian arah pergerakan udara dan mutu udara, yang mana didalamnya termasuk pengendalian partikel, dan pembuangan kontaminan yang terdapat di udara. HVAC memegang peran penting dalam industri farmasi dalam memberikan perlindungan terhadap lingkungan pembuatan produk, memastikan produksi obat yang bermutu, memberikan lingkungan kerja yang nyaman bagi personil serta memberikan perlindungan pada lingkungan. Berikut adalah bagian - bagian HVAC, antara lain: a. Filter berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel serta mikroorganisme yang dapat menjadi kontaminan udara yang dapat masuk ke dalam ruang produksi. Filter bekerja dengan cara menyaring partikel dan kontamian yang terdapat di dalam udara. Filter dalam sistem HVAC di PT. Nufarindo-Exeltis - Exeltis memilki dua bagian, yaitu Pre-Eliminary Filter

82

dan Final Filter. Dalam Pre-Eliminary terdapat tiga macam filter yang digunakan, diantaranya Washable Filter, Disposhable Filter atau PreFilter, dan Medium Filter. Pada bagian Washable Filter semua partikel dan kontaminan dapat tersaring dengan efisiensi sebesar 20-30%; Disposhable Filter atau Pre-Filter merupakan filter yang dapat dicuci, serta memiliki efisiensi filtrasi sebesar 40%; dan bagian terakhir dari Pre-eliminary Filter, yaitu Medium Filter dimana filter ini tidak bisa dicuci dan memiliki efisiensi filtrasi 90–95%. Selanjutnya Final Filter yang digunakan dalam sistem ini adalah HEPA Filter dengan efisiensi filtrasi sebesar 99,95%. b. Cooling Coil/Evaporator berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban relatif udara yang akan didistribusikan ke ruang produksi. Hal ini dimaksudkan agar udara yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi ruangan. c. Blower/Static Blower Fan berfungsi untuk menggerakkan udara sepanjang sistem distribusi yang terhubung. Blower ini dapat diatur agar selalu menghasilkan frekuensi perputaran yang tetap, sehingga akan selalu menghasilkan output udara dengan debit yang tetap. d. Re-Heater

berfungsi

untuk

memanaskan,

yang

bertujuan

untuk

mengondisikan kadar kelembaban udara yang akan didistribusikan ke ruang produksi. e. SAG (Supplay Air Grille) dan RAG (Return Air Grille). SAG berfungsi untuk menyebarkan udara secara langsung pada sisten HVAC. Sedangkan RAG berfungsi sebagai penghisap udara dari ruang untuk dikirim ke sistem HVAC agar tekanan udara dan suhu pada ruangan stabil f. Ducting berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara yang dimana ducting merupakan penghubung blower dengan ruang produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk (ducting supply) dan saluran udara yang keluar dari ruangan produksi dan kembali ke HVAC (ducting return). g. Dumper berfungsi untuk mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi. Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan pengaturan tertentu pada dumper.

83

Terdapat 3 kategori dasar untuk sistem Heating, Ventilating and Air Conditioning HVAC, antara lain: 1. Sistem Terbuka (Full Fresh Air System atau Open System)

Gambar 4. Sistem Terbuka (Full Fresh Air System atau Open System)

Sistem ini menyuplai 100% udara dari lingkungan luar dan sangat bergantung oleh keadaan iklim daerah industri dan kondisi lingkungan sekitar. Sistem

ini

biasanya

digunakan

untuk

menangani

produk

yang

beracun/berbahaya, seperti bahan alcohol, sediaan yang mudah terbakar. Udara dari lingkungan luar masuk kedalam sistem AHU dan melalui beberapa treatment, yaitu Pre-Eliminary System, Cooling Coil/Evaporator, Blower, Re-Heater, HEPA Filter. Pada bagian Pre-Eliminary System, udara akan difiltrasi dari partikel, kontaminan, atau mikroorganisme. Didalam PreEliminary System terdapat tiga filter yaitu Washable filter, Disposhable Filter, dan Medium Filter. Kemudian udara akan digerakkan oleh Static Blower Fan melewati Cooling Coil/Evaporator yang bertujuan untuk mengontrol suhu dan kelembaban udara yang masuk. Udara yang telah melewati evaporator menjadi udara dingin dan terdapat titik air (lembab). Selanjutnya, udara akan melalui Re-Heat untuk memanaskan udara kembali dan mengambil titik-titik air yang sebelumnya kandungan airnya telah diatur untuk menjadi udara yang sesuai dengan kelas ruangan di produksi (udara tetap dingin dengan kelembaban berkurang menjadi sekitar 50±5%). Setelah itu udara akan melewati final filter, yaitu HEPA Filter dengan efisiensi 99,95%. Udara yang telah melewati HEPA filter akan masuk kedalam ruang produksi melalui SAP (Supply Air Perforated). Udara yang digunakan didalam ruang produksi dan sudah

84

terkontaminasi akan masuk kembali melalui return yang akan melewati blower, washable filter, dan pre-filter (tanpa medium filter), selanjutnya udara dari dalam ruangan langsung dibuang keluar 100% blower, washable filter, dan pre-filter (tanpa medium filter). Kelebihan sistem terbuka adalah udara yang masuk akan selalu baru karena 100% udara dari luar, udara didalam akan lebih segar. Sedangkan, kekurangan dari sistem terbuka yaitu apabila udara diluar sangat panas maka udara yang akan masuk kedalam pun akan mengikuti, selain itu sistem terbuka tidak boleh digunakan di lingkungan udara yang kotor karena udara luar berpengaruh besar terhadap udara didalam ruangan. 2. Sistem Tertutup (Close System)

Gambar 5. Sistem Tertutup (Close System)

Pada sistem ini udara yang digunakan berasal dari dalam ruangan produksi yang masuk ke dalam sistem HVAC dan akan masuk kembali ke ruang poduksi. Sehingga udara yang digunakan didalam ruangan murni dari ruangan itu sendiri. Sistem tertutup memiliki beberapa keuntungan, yaitu udara lebih stabil (RH, ukuran partikel dan suhu) karena tidak terpengaruhi oleh kondisi luar ruangan dan kontaminasi sedikit. Sistem ini diperuntukkan untuk ruangan yang meminimalkan kontaminan, seperti ruang steril, semisolid dan liquid. Tetapi kekurangan dari sistem ini adalah udara yang didalam ruangan produksi menjadi jenuh.

85

3. Sistem Campuran (Mix System)

Gambar 6. Sistem Campuran (Mixed System)

Sistem ini merupakan gabungan dari dua sistem sebelumnya, yaitu sistem terbuka dan tertutup. Sistem ini menggunakan 10% fresh air. Seperti halnya sistem tertutup, pada sistem ini akan dilakukan inject ducting, sehingga 10% fresh air yang dapat masuk kedalam sistem HVAC. Sistem HVAC yang digunakan oleh PT. Nufarindo-Exeltis-Exeltis hanya menggunakan 2 sistem yaitu sistem tertutup (Close System) dan sistem campuran (Mixed System). Tata letak ruang memberikan efek pada kaskade perbedaan tekanan udara ruangan dan pengendalian kontaminasi silang. Pencegahan kontaminasi dan kontaminasi silang merupakan suatu pertimbangan desain yang esensial dari sistem tata udara. Sistem tata udara juga dapat mempengaruhi tata letak ruang berkaitan dengan hal seperti posisi ruang penyangga udara (air lock) dan pintu. Masing-masing ruang produksi memiliki harga ruangan (tekanan ruangan yang berbeda-beda). Harga ruangan dapat ditentukan melalui fungsi ruangan dan kegiatan yang ada di ruang produksi tersebut. Harga ruangan merupakan perbedaan tekanan ruangan dengan satu ruangan disebelah atau didepannya. Harga ruangan digambarkan dengan nilai “positif” (+). Prinsip ruang bertekanan udara adalah tekanan udara akan mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Perbedaan tekanan yang dianjurkan untuk ruang produksi adalah sebesar 5 – 20 Pa. Tekanan setiap ruangan dapat dilihat pada magnehelik yang diletakkan pada dinding bagian depan ruangan tersebut. Di PT. Nufarindo-Exeltis tekanan ruangan untuk koridor ruang produksi diberi tekanan “+++”. Ruangan untuk proses pencampuran, pengayakan,

86

pengeringan, stripping dan lain sebagainya yang tidak mudah terkontaminasi di produksi diberi tekanan “++” artinya ruangan tersebut memiliki tekanan negatif terhadap koridor atau udara dari luar mengalir ke dalam ruangan. Sedangkan pada ruangan untuk proses liquid filling, storage, office, semisolid process dan ruangan lainnya yang resiko kontaminasi tinggi diberi tekanan ruangan “++++” yang artinya ruangan tersebut memiliki tekanan positif terhadap koridor atau udara dari dalam ruangan mengalir keluar (ke koridor). Gambaran harga ruangan di PT. Nufarindo-Exeltis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 7. Gambaran Tekanan Ruangan di Area Produksi

Udara mengalir dari ruangan dengan tekanan tinggi ke ruangan dengan tekanan rendah, sehingga jika ada serbuk bertaburan saat proses granulasi tidak akan keluar menuju koridor atau terbawa ke ruangan lain karena tekanan udara di koridor lebih tinggi. 2. Sistem Pengolahan Air Sistem pengolahan air (SPA) adalah suatu sistem untuk memperoleh air dengan kualitas yang dibutuhkan oleh setiap jenis obat yang dibuat dan memenuhi persyaratan monografi farmakope. Air memegang peran penting dan kritis dalam industri farmasi karena merupakan bahan awal untuk memastikan produksi obat yang bermutu dan aman bagi para penggunanya. Tujuan dari sistem pengolahan air untuk produksi adalah untuk menghilangkan cemaran sesuai dengan standar kualitas air yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa hal yang diatur dalam sistem pengolahan air yaitu spesifikasi mutu air, sistem pemurnian air, sistem penyimpanan dan distribusi air. Spesifikasi

87

mutu air secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa “grade” sebagai berikut: a. Air pasokan (Raw Water) didapatkan dari sumur, PDAM, dan sebagainya. b. Treated water / Portable water, dimana berfungsi untuk cucian pakaian, cuci alat non steril, pembersihan ruangan, cuci tangan, air kamar mandi, dan sebagainya. c. Air murni (Purified Water), dimana berfungsi untuk bilas akhir, produksi sirup, tablet, penyalutan dan sebagainya. d. Air dengan tingkat pemurnian yang tinggi (Highly Purified Water/HPW) e. Air untuk Injeksi (Water for Injection/WFI) f. Air dengan mutu tertentu untuk proses dan pembuatan bentuk sediaan 1. Spesifikasi Mutu Purified Water Pengolahan air di PT. Nufarindo-Exeltis-Exeltis hanya mengolah air menjadi air murni (purified water) atau PW dan treated water. Spesifikasi mutu air PW dapat dilihat pada Tabel 1. Conductivity Total Organic Carbon (TOC)

≤ 1,3 µS/cm < 500 ppb

Microbial Limit

< 80 cfu/mL

Logam Berat

-

Nitrat

-

Endotoksi

Tabel 1. Spesifikasi Mutu Purified Water

88

2. Pengolahan Purified Water System Purified water system merupakan sistem pengolahan air yang dapat menghilangkan berbagai macam cemaran (ion, bahan organik, partikel, mikroba, dan gas) yang terdapat dalam air yang akan digunakan untuk proses produksi. Proses pengolahannya tergantung raw water yang akan diolah. Setiap daerah memiliki kualitas raw water yang berbeda-beda, selain itu curah hujan juga mempengaruhi kualitas raw water. PT. Nufarindo-Exeltis-Exeltis mengambil raw water melalui sumur khusus yang dibuat sebagai sumber air utama. Berikut adalah tahapan pengolahan purified water di PT. NufarindoExeltis-Exeltis seperti pada Gambar 5. a. Fase I Pertama air dari sumur mengandung sendimen atau lumpur dipompa masuk ke dalam bak tandon setelah itu masuk kedalam filter pertama filter sedimen, pengolahan ini merupakan tahap pertama yang bertujuan untuk penjernihan, memisahkan dari lumpur dan mengurangi partikel-partikel asing. Metode yang digunakan adalah filtrasi (penyaringan) dengan menggunakan pasir silika, lalu masuk ke acvite carbon filter berisi karbon aktif yang bertujuan untuk menghilangkan chlorine, chloramines, benzene pestisida, bahan-bahan organik, warna, bau, rasa dalam air, serta mikroba. Setelah itu masuk ke dalam tandon ke-2 untuk masuk ke filter ke-2 yaitu MMF (multi-media filter) yang terdiri dari pasir silika, manganese dan pasir antracid kemudian ke water softener filter yang berisi resin anion. Komponen ini digunakan untuk menyaring lumpur dan logam berat yang masih tersisa dari proses filter pertama. Air dari proses sebelumnya yang mengandung silika melewati Silica Removal yang digunakan untuk menyaring silika yang di dalam air karena silika dapat bereaksi dengan bahan-bahan tertentu yang ada dalam obat. b. Fase II Selanjutnya setelah melewati Silica removal, air ditampung di break tank yang kemudian dipompa menuju PWG (Purified Water Generation) dengan alat HPP (High Pressure Pump), lalu akan melewati 4 membran yang

89

memfilter sendimen dan mikroba yang lolos pada proses sebelumnya, membran ini memfilter partikel diatas ukuran 0,001 mikron. Hasil yang tidak sesuai selanjutnya dibuang ke menuju saluran limbah. Air yang bersih selanjutnya akan masuk ke mesin EDI (Electro De-ionization) sebagai pengikat ion (+) dan (-). Elektroda dipakai untuk menurunkan conductivity air (kandungan mineral terlarut dalam air) menjadi <1,3 μS/cm sesuai dengan persyaratan CPOB dan hasil yang didapat 0.07 μs/cm. EDI memiliki prinsip kerja mengeluarkan ion dengan menggunakan arus DC (tanpa bahan kimia eksternal). Setelah itu untuk membunuh mikroba yang tumbuh dalam purified water, air yang melalui EDI dan UV masuk ke dalam sebuah tank yang sudah berisi purified water (purified water system). c. Purified Water System (PW System) Setelah air masuk ke dalam PW tank air didistribusikan ke ruang produksi untuk produksi obat dan jika tidak dipakai air akan kembali menuju tangki. Sehingga untuk memastikan konduktivitas dan kadar mikroba masih dalam rentang yang diperbolehkan maka diinstall UV 2 setelah PW tank. Sebelum PW tank juga diinstall sensor kondutivitas yang diatur 0.6 μS, sehingga apabila air masih memiliki konduktivitas diatas nilai tersebut maka tidak bisa masuk ke PW tank dan akan kembali ke Purified Water Generation. PW tank juga diatur auto off 30% volume, sehingga PW tank tidak akan berada dalam kondisi kosong. Dalam pendistribusian purified water ke ruang

produksi

menggunakan

looping

system.

Looping

system

mensyaratkan bahwa air yang digunakan untuk proses produksi harus disirkulasi selama 24 jam. Looping system juga dapat menghindarkan dari pertumbuhan mikroba karena mikroba mudah tumbuh pada lingkungan yang cenderung statis. Pada looping system digunakan pipa khusus yaitu pipa SS 316 L. Aliran air pada looping system diatur minimal 20 L/menit. Sanitasi dilakukan apabila looping system tidak berjalan selama 6-8 jam atau lebih.

90

Gambar 8. Sistem Pengolahan Purified Water

91

3. Pengolahan Limbah Secara pengertian Limbah dapat diartikan sebagai sisa suatu usaha dan /atau kegiatan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah B3 perusahaan farmasi ialah limbah yang bersentuhan langsung dengan obat. Limbah B3 juga dapat didaur ulang, contohnya plastik kemas primer. Titik koordinat penataan tempat penyimpanan sementara limbah B3 di PT. NufarindoExeltis adalah BT = 110o 17’ 31, 03”; LS = 6o 58’ 12, 22”. Pengolahan limbah di PT. Nufarindo-Exeltis meliputi penanganan limbah padat dan cair. Semua limbah padat dan limbah cair ditampung di penyimpanan sementara limbah B3 yang berada didalam perusahaan dan dikirim langsung ke PT. Wastec. Limbah dibagi menjadi 3 yaitu limbah B3, limbah non B3 (buku, kertas, plastik yang tidak mengandung kontaminan), dan limbah cair (liquid). 1) Bentuk Limbah a) Limbah Cair Limbah cair PT. Nufarindo-Exeltis ditangani dengan pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL merupakan suatu instalasi yang berfungsi mengolah air limbah menjadi air yang lebih aman dan tidak membahayakan lingkungan. Tujuan IPAL adalah untuk menurunkan kadar zat pencemar yang terkandung dalam air limbah sehingga memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu tujuan pengolahan limbah memang hanya ditunjukan untuk menurunkan kadar zat pencemar sampai pada batas baku mutu yang diperbolehkan sebelum akhirnya dibuang ke saluran pembuangan umum. Sumber limbah cair PT. Nufarindo-Exeltis berasal dari aktivitas produksi sediaan liquid, air pencucian peralatan produksi, air cucian alat dan reagensia dari laboratorium, dan air dari limbah rumah tangga (kamar mandi dan kantin). Pengolahan limbah cair dibedakan menjadi dua yaitu limbah yang langsung dibuang atau ditangani oleh pihak ketiga (sisa reagen dan sisa produk), sedangkan limbah yang harus diolah dialirkan ke IPAL sebelum dibuang ke saluran pembuangan air, yaitu berupa limbah produksi, 92

pencucian peralatan produksi dan alat laboratorium. Limbah yang masuk ke saluran IPAL yaitu limbah cair non β-laktam. Dengan tahapan pengolahan limbah cair melalui IPAL seperti pada Gambar 6.

Gambar 9. Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

a. Bak Influent Bak ini merupakan bak penampungan atau tempat seluruh air limbah terkumpul dan tertampung pertama kali sebelum menuju bak ekualisasi atau sebelum dilakukannya proses tahap selanjutnya. Di dalam bak ini semua air limbah terkumpul menjadi satu wadah dengan ukuran kedalaman > 1 meter. Pada bak influent ini terjadi proses pengendapan awal. b. Bak Ekualisasi

93

Air limbah yang mengalir dari bak influent ditampung di dalam bak ekualisasi. Di dalam bak ini terdapat dua tingkatan, yaitu bak ekualisasi 1 dan bak ekualisasi 2. Masing – masing dari bak mempunyai peranan yang berbeda. Bak ekualisasi 1 berfungsi sebagai tempat proses pengendapan awal, untuk memisahkan material-material padat yang terkandung dalam limbah cair. Selanjutnya limbah cair yang sudah mengalami pengendapan dialirkan ke dalam bak ekualisasi 2 untuk diolah dengan tahap selanjutnya. Bak ekualisasi 2 berfungsi menyamakan semua tingkat keasaman dari air limbah yang masuk atau tahapan (netralisasi), bak ini berguna untuk menangkap kotoran - kotoran seperti minyak / lemak. Bak ini dilengkapi mixer untuk air limbah agar lebih cepat homogen. Setelah karakteristik air limbah homogen maka dilakukan netralisasi. Netralisasi bertujuan agar pH air limbah berada pada kondisi netral sehingga mudah untuk diolah, pH yang diinginkan sekitar 6,5-9 agar pada saat proses anaerobik pH tersebut optimal bagi mikroorganisme. Netralisasi diberikan larutan kimia tergantung pH awal limbah, jika cairan limbah bersifat asam, maka ditambahkan larutan NaOH dan jika cairan limbah bersifat basa ditambah larutan H2SO4 atau larutan HCl. Proses pengendapan limbah setelah melalui proses presipitasi di dalam bak equalisasi 2, air limbah akan didiamkan minimal 8 jam agar limbah benar-benar terpisah dari lumpurnya. Pengendapan limbah dengan penambahan koagulan dan flokulan. Lumpur tersebut dialirkan ke bak sludge aktif (Activated Sludge). Syarat yang digunakan dalam bak equalisasi 2 yaitu pH air minimal 5,5 dan maksimal 8,5 serta suhu air minimal 25°C dan maksimal 45°C. Setelah pH memenuhi syarat maka air dialirkan kebak UASB. c. Bak UASB (Underflow Anaerobic Sludge Blanked) Pada kolam ini dibuat dengan kedalaman 4,5meter dengan massa penahanan 20 hari atau lebih. Kolam ini diberikan mikroorganisme untuk merombak limbah tersebut. Sumber oksigen berasal dari ganggang yang berada di perairan, proses ini digunakan juga sebagai stabilisasi. Cara kerja unit ini adalah air limbah dari bak sebelumnya dimasukkan ke bak UASB melalui pipa yang dipasang sampai dasar permukaan bak dan dari dasar bak tersebut, selanjutnya air akan didistribusikan secara merata keatas yang akan melalui lapisan lumpur aktif. Lumpur aktif ini sebelumnya diberikan nutrient/pupuk agar mudah mengadaptasi kondisi air limbah. Melalui lumpur aktif ini unsur-unsur kimiawi akan mengalami degradasi sehingga akan menurunkan kebutuhan oksigen untuk proses kimiawi. Waktu tinggal ± 8 jam diharapkan penurunan COD akan mencapai 78-90%. Bak ini terdapat limbah organik yang diuraikan oleh bakteri pengurai yaitu bakteri anaerob. 94

d. Bak Aerasi Bak ini berfungsi sebagai penambahan oksigen dalam limbah dengan menggunakan oxygen injector/aerator. Melalui oksigen injector akan menghembuskan udara kedalam bak aerasi berupa gelembung-gelembung kecil. Jumlah rata-rata oksigen yang dihasilkan ± 2943m3/ HP/jam. Waktu yang diperlukan untuk injeksi dan pengadukan rata-rata 60 menit. Dengan menggunakan 2 oxigen injector, akan mampu menambah oksigen dalam bak aerasi yang akan diperlukan oleh proses biologi dan kimiawi, sehingga BOD5 dan COD akan turun kembali ± 30%. Dalam bak ini limbah organik diuraikan oleh bakteri pengurai yaitu bakteri aerob dengan disertai pengadukan dengan mesin secara terus menerus selama 24 jam agar tidak terjadi pengendapan sehingga hasil uraiannya maksimal dan tidak menimbulkan bau. Pada bak aerasi penambahan O2 dengan menggunakan blower dan aerator yang bekerja secara bergantian. Blower akan meniupkan udara secara langsung, sedangkan aerator mensirkulasi air limbah untuk mendapatkan O2. e. Bak Setling (pengendapan akhir) dan control Pada bak kontrol ini berfungsi sebagai pengecekan kualitas limbah sebelum dibuang ke sungai. Pengecekan limbah dimaksudkan agar limbah cair tersebut memenuhi baku mutu limbah cair kegiatan industri farmasi. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah kadar Total Suspenden Solid (TSS) maksimal 75 ppm, kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD) maksimal 75 ppm dan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) minimal 150 ppm dan pH akhir air haruslah netral sekitar (6–7). Jika belum memenuhi maka limbah dikembalikan kepada proses IPAL. Untuk air yang telah memnuhi persyatatan maka dilakukan pembuangan ke aliran pembuangan, sebelum dibuang kesaluran pembuangan diberikan cairan desinfektan untuk membunuh kuman. Dalam saluran buang dipasang debit meter aliran air yang berfungsi mengukur seberapa banyak air limbah yang sudah dibuang setelah penggunaan. f. Bak Efluent Pada bak ini digunakan sebagi bak kontrol sebelum air dari proses IPAL yang panjang tersebut masuk kedalam saluran pembuangan air umum. Saluran ini ditentukan titik koordinatnya dan tidak diboleh dipindahkan ke titik lain. Titik koordinat penataan outlet Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) PT. Nufarindo-Exeltis adalah LS = 6o 5’, 42” dan BT = 110o 25’, 56”. Saluran ini juga berfungsi untuk pengambilan sampel oleh QC maupun oleh Badan Lingkungan Hidup setiap bulan. 95

g. Saluran Pembuangan Saluran pembuangan ini menghubungkan bak effluent yang berisikan air limbah yang telah mengalami serangkaian pengolahan yang panjang untuk selanjutnya dilakukan pembuangan ke saluran pembuangan luar seperti parit, sungai, maupun saluran air lainnya. b) Limbah Padat Limbah padat berasal dari wadah bahan awal, bahan pengemas, debu yang berasal dari dust collector dan limbah rumah tangga dan lumpur hasil limbah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah yang berasal dari wadah bahan awal langsung dijual setelah label yang ada dihilangkan, limbah rumah tangga dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sedangkan lumpur hasil limbah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dikelola oleh pihak ketiga (Perusahaan yang melakukan pemusnahan limbah). Limbah padat yang terdapat di PT. Nufarindo-Exeltis terdiri dari wadah bahan awal, bahan pengemas, produk yang tidak memenuhi persyaratan/produk gagal, produk yang mengalami kontaminasi dengan bahan baku, elektronik, debu-debu selama proses produksi (debu bahan baku, debu mesin), limbah rumah tangga dan lumpur hasil limbah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 1) Pengelompokan Dampak Limbah Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai bentuk limbah, selanjutnya bentukbentuk limbah tersebut dapat dikelompokkan lagi berdasarkan dampaknya. Di PT. Nufarindo-Exeltis limbah juga dibagi menjadi 2, yaitu limbah B3 dan limbah Non B3 a) Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) industri dapat melakukan penyimpanan paling lama 90 hari sejak limbah B3 dihasilkan sebesar 50 kg per hari/lebih. Sedangkan untuk limbah B3 yang dihasilkan < 50 kg per hari dapat dilakukan penyimpanan paling lama 180 hari. Penyimpanan sementara limbah B3 dipisahkan dengan limbah padat lainnya. Limbah yang bersifat reaktif tidak boleh dijadikan 1 (satu) dengan limbah yang mudah terbakar. Penempatan limbah tergantung dari sifat dan karakteristik limbah, ada beberapa limbah yang dapat dicampur dan ada pula yang tidak boleh dicampur. Contoh limbah B3 adalah semua bahan yang berinteraksi dengan sediaan farmasi, seperti bahan

96

kemas primer, bahan baku pengujian hasil mikrobilogi, bahan yang menyababkan infeksius dan lainnya serta sisa lumpur dari hasil IPAL. Proses pemusanahan limbah B3 dilakukan oleh piahak ke 3, dalam hal ini PT. Nufarindo-Exeltis bekerja sama dengan PT. Wastec yang ditunjuk sebagai perusahaan yang melakukan pemusnahan secara langsung. Segala bentuk pemusnahan yang dilakukan dibuatkan pencatatan dalam Logbook dan di dokumentasikan dalam Berita Acara Pemusnahan (BAP). b) Limbah Non B3 Pengelolaan limbah padat non B3 seperti kertas, karton, palet, dan lain sebagainya disimpan di tempat penyimpanan yang terpisah dengan limbah B3 dan jauh dari sumber api atau bahan yang mudah terbakar, limbah-limbah tersebut kemudian akan diserahkan kepada pihak ketiga untuk selanjutnya dilakukan pemusanahan. Khusus untuk limbah non B3 bahan obat prekursor selama melakukan pemusnahannya dilakukan pemantauan oleh BPOM untuk mengindari penyalahgunaan.

97

3.10 Departemen Supply Chain Management (SCM) Ruang Lingkup SCM SCM merupakan sebuah departemen yang menghubungkan antar bagian, mulai dari sales & marketing, supplier, produksi, sampai pada distributor atau konsumen. SCM bertugas untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi, penyusunan jadwal proses produksi dan pengendalian persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang, serta menangani pesanan dari konsumen hingga produk tersebut diterima. SCM di PT. Nufarindo dikepalai oleh seorang Apoteker sebagai Manajer. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dibantu oleh seorang supervisor di bagian PPIC, gudang material dan gudang produk jadi, dan beberapa orang officer yang sudah terkualifikasi. Umumnya SCM membawahi beberapa bagian yaitu Production Plan Inventory Control (PPIC), Procurement (Pembelian) dan Gudang (Warehouse), serta distribusi. Di PT. Nufarindo, departemen SCM membawahi 4 bagian yaitu PPIC, Raw Material Warehouse, Finished Good Warehouse, dan distribusi serta logistik. Bagian procurement (pembelian) terpisah dan menjadi bagian yang berdiri sendiri. Tugas departemen SCM adalah sebagai berikut: a. Membuat perencanaan produksi setiap bulannya berupa Master Production Schedule (MPS) berdasarkan Rolling Forecast (ROFO) yang merupakan ramalan penjualan departemen sales & marketing. b. Membuat perencanaan produksi berdasarkan skala prioritas (level stock) dengan mempertimbangkan sifat produk fast moving atau slow moving, kondisi stok di gudang, kapasitas alat yang digunakan, bahan baku yang tersedia, lama proses produksi dan safety stock. c. Membuat rencana pengadaan bahan beberapa bulan ke depan berdasarkan rencana dan kondisi stok dengan menghitung kebutuhan material produksi menurut standar stok yang ideal (ada batasan jumlah minimal dan maksimal bahan). d. Memantau semua inventori, baik untuk proses produksi, stok yang ada di gudang maupun barang yang didatangkan, sehingga pelaksanaan proses dan pemasukan tetap berjalan lancar dan seimbang.

98

e. Mengolah data dan menganalisa mengenai rencana dan realisasi produksi dan penjualan serta data inventori. f. Menerima dan memproses, serta melakukan pengiriman order dari pelanggan. g. Sebagai perantara perusahaan dalam bekerja sama dengan perusahaan lain, terkait program toll manufacturing h. Melakukan pendistribusian produk jadi ke pelanggan

Bagian departemen SCM

FGWH operator

Gambar 10. Struktur Organisasi Supply Chain Management Departement a. PPIC PPIC (Productions Planning and Inventory Control) bertugas dalam mengatur jadwal produksi (perencanaan produksi), melakukan kontrol terhadap inventori (pengendalian persediaan), dan melakukan perencanaan pengadaan bahan untuk produksi. Tugas bagian PPIC di PT. Nufarindo antara lain: 1) Perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi. 2) Membuat penyusunan jadwal proses produksi di pabrik. 3) Mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang. 4) Melakukan pengecekan terhadap produk (semi finished good dan finished good). 5) Menyiapkan catatan pengolahan - pengemasan bets. 6) Melakukan kegiatan Production Activity Control (PAC). 7) Melakukan follow-up barang jadi sesuai permintaan marketing maupun stok barang di gudang dengan bekerja sama dengan bagian gudang produk jadi. 99

8) Bertanggung jawab terhadap kegiatan toll in-toll out manufacturing b. Bagian Gudang (Warehouse) Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku (raw material), bahan pengemas (packaging material) dan produk jadi (finished good). a.

Penerimaan Material (Bahan Baku dan Bahan Pengemas) Petugas yang bertanggung jawab atas barang datang memastikan bahan baku dan bahan pengemas yang diterima berasal dari supplier yang disetujui, jika tidak maka barang harus ditolak, agar barang yang datang sesuai dengan pesanan, lakukan pemeriksaan fisik dari barang yang diterima, cek dokumen pengiriman dan daftar pesanan dengan menggunakan check list penerimaan, pastikan kemasan dan segel kemasan masih untuh, jika terdapat ketidaksesuaian, informasikan segera ke bagian pembelian agar bahan baku dan bahan pengemas bisa dikembalikan ke supplier. Jika

dokumen tidak sesuai dengan bahan baku dan bahan

pemgemas yang diterima, petugas gudang membuat tanda terima bahan baku dan bahan pengemas sementara, tanda terima ini akan diganti oleh supplier dengan bukti penerimaan bahan baku dan bahan pengemas yang benar. Bahan awal dan bahan pengemas setelah diterima ditempatkan di gudang dalam status karantina, kemasan bahan baku dibersihkan dan ditempatkan di area karantina, untuk bahan baku golongan prekursor akan dikarantina di ruang prekursor. b.

Penyimpanan Material Warehouse (Gudang) mempunyai 3 bagian untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab, antara lain: 1) Raw Material Warehouse (Gudang Bahan Baku) Raw material warehouse (RMWH) dipimpin oleh seorang supervisor gudang bahan baku terdiri dari beberapa bagian ruang yaitu: a) Ruang Ambien Ruang ambien terdiri dari area sampling, area karantina, area penyimpanan dan area ditolak, di area sampling terdapat ruang pengambilan sampel yang dikondisikan sama dengan ruang produksi untuk menyesuaikan keadaan bahan baku dan bahan kemas yang 100

digunakan. Area karantina merupakan tempat untuk menyimpan bahan baku yang belum dilakukan pengujian oleh QC maupun bahan baku yang sudah diambil sampel oleh QC dan menunggu hasil uji untuk dilulusakan atau ditolak. Area penyimpanan merupakan tempat untuk menyimpan bahan baku yang sudah diloloskan oleh QC. Bahan baku yang telah lolos tersebut disesuaikan dengan nama bahan baku dan nomor artikel. Pembuatan nomor artikel berdasarkan bulan, tahun, dan urutan kedatangan bahan baku, dalam ruang ambien suhu diatur ≤ 25oC dan RH tidak diklasifikasikan, agar bahan baku

yang

disimpan

tidak

mengalami

kerusakan

selama

penyimpanan. Terdapat 3 tingkatan pada area penyimpanan, pada setiap rak terdapat papan maping untuk menunjukkan informasi bahan baku yang disimpan pada setiap rak, bahan baku dilarang dilelakkan di dasar lantai dan menempel pada dinding diberi jarak. Area ditolak merupakan tempat untuk menyimpan bahan baku yang sudah expired, serta bahan baku yang sudah tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan diberi label identitas “ditolak” berwarna merah dari QC. Area ditolak ditempatkan terpisah dari area release. Ruang suhu terkendali, suhu dan kelembaban senantiasa dijaga dengan suhu ≤25oC dan kelembaban 35%-65%, tujuan dikendalikan suhu dikarenakan sifat dari bahan baku itu sendiri. b) Ruang Penyimpanan Bahan Baku Prekursor Ruang pemyimpanan bahan baku prekursor terletak didalam ruang suhu terkendali, ruang penyimpanan terkunci rapat memiliki 2 kunci. Kunci pertama disimpan manajer SCM kemudian kunci kedua disimpan manajer QA hal tersebut dilakukan sesuai dengan persyaratan Badan POM mengenai bahan prekursor untuk menghindari kecurangan dalam hal penyimpanan. Penyimpanan bahan baku prekursor dengan label karantina dan label diluluskan digabung dalam satu ruangan hanya dibedakan penempatan saja kemudian penempatan bahan baku yang berbeda hendaknya diberi pembatas untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan bahan baku. 101

c) Ruang Bahan Baku Cairan dan Semi Solid Ruang bahan baku cairan dan semisolid berada terpisah. Ruangan tersebut memiliki persyaratan suhu ≤40oC dan tidak memiliki persyaratan kelembaban udara maupun tekanan udara. d) Gudang Flammable Gudang flammable merupakan tempat penyimpanan bahan baku cair yang mudah terbakar. Ruangan tersebut memiliki persyaratan suhu ≤40oC dan tidak memiliki persyaratan kelembaban udara maupun tekanan udara. 2.

Packaging Material Warehouse (Gudang Bahan Kemas) Packaging Material Warehouse (PMWH) merupakan tempat penyimpanan bahan kemas yang digunakan untuk pengemasan primer dan pengemasan sekunder yang akan digunakan. Penyimpanan bahan kemas disesuaikan dengan Expired Date masing-masing material. Untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan maka gudang bahan kemas dibagi menjadi 4 ruangan sesuai dengan sifat bahan kemas, yaitu: b) Packaging Material 1 Ruangan packaging material 1 dengan persyaratan suhu ≤40oC, terdapat beberapa jenis bahan kemas diantaranya supporting material, packaging material primer seperti tube, pot salep, dan botol, kemudian etiket dan brosur. Ruangan ini berisi lemari yang terkunci dan tertutup rapat untuk menghindari penyalahgunaan bahan kemas dan menjamin keamananya. c) Packaging Material 2 Ruangan packaging material 2 dengan persyaratan suhu ≤40oC, digunakan untuk penyimpanan box primer untuk sediaan liquid dan semisolid. d) Packaging Material 3 Ruangan packaging material 3 dengan persyaratan suhu ≤40oC, digunakan untuk penyimpanan box sekunder ( master box) dan box tersier. e) Packaging Material 4 Ruangan packaging material 4 dengan persyaratan suhu ≤25oC, digunakan untuk penyimpanan foil dan blister untuk pengemasan primer. Foil dan blister yang disimpan dalam packaging material 4 hanya dapat 102

dibuka dalam ruangan terkendali seperti ruang produksi untuk menghindari kerusakan foil dan blister, bila foil dan blister disimpan dengan suhu terlalu tinggi maka daya rekat foil blister akan menurun, selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan warna foil dan blister tersebut. 3.

Finished Good Warehouse (Gudang Produk Jadi) Finished Good Warehouse (FGWH) merupakan tempat untuk menyimpan produk jadi sebelum didistribusikan ke distributor. FGWH terdiri dari 2 lantai untuk lantai pertama digunakan untuk penyimpanan produk jadi liquid setiap rak terdapat papan mapping untuk menunjukkan penempatan produk jadi dalam satu rak selanjutnya lantai 2 digunakan untuk penyimpanan sediaan solid dan semisolid, gudang produk jadi merupakan tempat untuk menyimpan produk jadi hasil produksi yang siap untuk didistribusikan ke pelanggan. FGWH terdiri dari dua area yaitu area penerimaan produk jadi dan area pengeluaran barang. Gudang produk jadi memiliki persyaratan suhu yaitu pada suhu kamar (25-30°C) dan untuk syarat RH tidak diklasifikasikan.

c. Distribusi dan Logistik Fungsi dan tugas bagian distribusi dan logistik di PT. Nufarindo yaitu menerima permintaan barang jadi dari distributor, mengirimkan barang jadi ke distributor, dan menerima barang pengembalian dari distributor. Adapun kegiatan yang dilakukan bagian logistik di gudang bahan jadi meliputi: a. Order handling (menghandle order yang masuk). b. Memantau stock distributor (dengan menghubungi atau dihubungi pihak distributor). c. Pelaporan omset harian ke pimpinan. d. Melakukan pengadministrasian berupa tender e-catalog meliputi produk trading dan ethical. e. Melakukan pendataan yang terkait dengan data data penjualan. Bagian distribusi dan logistik di PT. Nufarindo bertanggung jawab terhadap persediaan barang jadi, rencana permintaan produksi dan distribusi barang jadi tanpa terkecuali distribusi barang barang material promosi. Pengiriman barang jadi ke distributor dengan menggunakan ekspeditur. PT. 103

Nufarindo memiliki beberapa armada pengiriman barang jadi ke distributor dan jika dibutuhkan maka menggunakan jasa ekspedisi lain. Bagian distribusi dan logistik dipimpin oleh seorang supervisor. d. Penerimaan dan Penanganan Produk Kembalian Penerimaan dan penanganan produk kembalian dilakukan oleh bagian gudang produk jadi. Produk kambalian disimpan dalama gudang kembalian yang terpisah dengan gudang produk jadi. Ketika produk kembalian datang, maka bagian gudang produk jadi akan membuat Nota Penerimaan Bahan (NPB) untuk mengajukan permintaan pengambilan sampel kepada QC. Setelah diambil oleh QC diberi label “Sampel Telah Diambil” kemudian hasil analisis akan keluar maksimal dalam 5 hari kerja. Hasil analisis dari QC dapat berupa produk diluluskan atau ditolak. Ketika produk diluluskan maka dapat ditentukan langkah selanjutnya misal repackaging kemudian jika produk di tolak maka langkah selanjutnya yaitu dilakukan pemusnahan produk. e. Keys Performance Indicators Keys Performance Indicator merupakan indikator-indikator yang diperlukan untuk mencapai suatu target yang diinginkan. KPI yang ada di departemen SCM diantaranya : 1) Forecast Error Penyimpangan pada Aktual dari perkiraan kuantitas yang ditetapkan Kesalahan = 𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 − 𝐹𝑜𝑟𝑒𝑐𝑎𝑠𝑡 % Kesalahan Prakiraan =

Permintaan aktual – Ramalan permintaan Ramalan permintaan

x 100

2) Forcast Accuracy Merupakan tingkat kedekatan pernyataan kuantitas dengan nilai aktual (benar) kuantitas itu. Nilai aktual biasanya tidak dapat diukur pada saat perkiraan dibuat karena pernyataan tersebut menyangkut masa akan datang. Perkiraan yang lebih akurat meningkatkan efektivitasnya untuk melayani permintaan sambil menurunkan biaya operasional secara keseluruhan. Akurasi Forecast adalah kebalikan dari Kesalahan. Permintaan Pelanggan Aktual vs Prakiraan Permintaan yang ditetapkan. % Akurasi Prakiraan = 100 − % Kesalahan Prakiraan 3) On-Time In-Full (OTIF)

104

Pengukuran kinerja pengiriman dalam sistem pengadaan yang dilakukan. Biasanya dinyatakan sebagai persentase, ini mengukur apakah pengadaan mampu memberikan indikator yang diharapkan. Ada 2 indikator dalam OTIF, yaitu sebagai berikut : 1. Kuantitas Jumlah yang dipesan oleh pelanggan dengan jumlah yang dikirim oleh pabrik. 2. Waktu Waktu yang diharapkan oleh pelanggan (dengan toleransi disepakati dengan pelanggan) dengan waktu yang dikirim oleh pabrik. Jadi, hal ini mengukur seberapa sering pelanggan mendapatkan apa yang mereka inginkan pada saat mereka menginginkannya. OTIF dihitung dengan memperhitungkan jumlah pengiriman: 𝑂𝑇𝐼𝐹 (%) =

Jumlah dari pemesanan OTIF Total jumlah dari pemesanan

X 100

4) Days of Inventory (DOI) DOI (Days of Inventory) adalah rasio keuangan yang mengukur jumlah hari yang dibutuhkan perusahaan untuk menjual saldo persediaannya. Ini juga merupakan perkiraan jumlah hari di mana saldo persediaan akan mencukupi. Apabila nilai DOI tinggi, maka cashflow tidak lancar yang akan menyebabkan produk tidak keluar sehingga tidak menghasilkan uang. 𝐷𝑂𝐼 =

Persediaan akhir bulan COG 4 bulan terakhir ∕ 120

5) Purchased Price Variance (PPV) Merupakan perbedaan antara harga aktual (sebenarnya) yang dibayarkan untuk membeli barang dan harga standarnya, dikalikan dengan jumlah sebenarnya unit yang dibeli. Dengan rumus : 𝑃𝑃𝑉 = (Harga aktual − Harga standar) x Jumlah aktual Hasil positif menunjukkan peningkatan biaya misal hal yang tidak menguntungkan, sedangkan hasil negatif berarti pengurangan biaya misal dalam hal yang menguntungkan. Biasanya matriks ini dipantau item demi item. Ada sejumlah kemungkinan penyebab terjadinya variasi harga pembelian, sebagai contoh :

105

1. Kekurangan bahan, Adanya kekurangan barang komoditas industri,yang menaikkan biaya. 2. Pemasok baru, Perusahaan telah mengganti pemasok karena sejumlah alasan, menghasilkan struktur biaya baru yang belum tercermin dalam standar. 3. Dasar terburu-buru, Perusahaan mengeluarkan biaya pengiriman yang berlebihan untuk mendapatkan material dalam waktu singkat dari pemasok. 4. Asumsi volume, Biaya standar suatu barang diturunkan berdasarkan volume pembelian yang berbeda dari jumlah yang dibeli perusahaan sekarang. 5. Nilai tukar, Biaya aktual dapat dipengaruhi karena pembelian dalam mata uang asing 6) Inventory Months of Coverage (MoC) Merupakan persediaan pertanggungan selama berbulan-bulan mengukur durasi dalam unit yang perusahaan harus mendukung perkiraan penjualan dalam beberapa bulan mendatang. 𝑀𝑜𝐶 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 = f.

Persediaan akhir bulan ( Unit) Rata−rata forcast 12 bulan selanjutnya

Manufacturing Flow Sesuai yang telah dijelaskan di atas mengenai Ruang Lingkup SCM dan bagian–bagian yang tercakup dalam departemen SCM, bahwa SCM layaknya rantai yang saling mengikat departemen satu dengan lainnya, dari awal mula pembuatan produk sampai produk itu selesai dan sampai ke tangan konsumen. Maka untuk mencukupi kebutuhan – kebutuhan akan ketersediaan baik bahan baku atau produk jadi maka SCM melakukan tahapan untuk menjaga kesetabilannya, dan hal itu dijelaskan dalam Alur Manufacturing Flow untuk mengetahui gambaran secara jelasnya.

106

Gambar 11. Manufacturing Flow Bagian Sales/Marketing mengajukan Ramalan Penjualan / ROFO (rolling forecast) yang akan diajukan kepada SCM setiap bulannya, dari perkiraan ramalan penjualan tersebut oleh bagian PPIC selanjutnya dilakukan konversi dalam jumlah bets yang harus diproduksi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Selain dari ramalan penjualan/ROFO, penentuan jumlah bets yang akan diproduksi juga dipengaruhi oleh ukuran bets, sisa produk di gudang, dan buffer stock, safety stock serta data penjualan produk tahun sebelumnya sehingga diharapkan akan seimbang antara supply dengan demand. Setelahnya perkiraan data tersebut diketahui, selanjutnya akan dibentuk Purchase Request (PR) yang kemudaian akan diajukan kepada bagian Purchasing (Pembelian), dari PR tersebut dibentuklah Purcahase Order (PO) untuk selanjutnya dilakukan permintaan kepada Supplier yang telah disetujui dan telah diaudit, mendapat persetujuan dari QA. Bagian PPIC juga bertanggung jawab terhadap kegiatan toll in - toll out manufacturing. Toll in manufacturing adalah permintaan produksi sesuai tahapan atau bentuk sediaan dari perusahaan lain yang bisa dipenuhi oleh perusahaan 107

penerima toll in karena masih tersedia kapasitas produksi berdasarkan perjanjian atau kontrak. Hal tersebut juga disebabkan karena perusahaan pemberi toll tidak memiliki fasilitas produksi untuk produk bersangkutan atau karena kapasitas produksi tidak mencukupi. Sedangkan toll out adalah proses produksi obat dengan menggunakan fasilitas produksi perusahaan farmasi lainnya khusus produk produk yang fasilitas produksinya belum dimiliki oleh pabrik yang mengajukan toll out. PO dilakukan kepada Supplier, dan menunggu pesanan bahan baku datang. Setelah bahan baku datang, Supervisor gudang langsung melakukan cek, apakah barang yang datang sesuai dengan pesanan, baik kesesuaian jumlah barang, serta keadaan fisik barang (misalnya tong tidak penyok atau tidak ada yang bocor atau lainnya). Setelah hal itu dipastikan dan telah sesuai, kemudian masuk ke dalam Warehouse dan di simpan di area Karantina Material Warehouse (Gudang Material). Apabila tidak sesuai maka langsung dilakukan pengembalian kepada supplier pada saat itu juga. Bahan baku yang sedang di “karantina”, dicek oleh Bagian QC untuk memastikan pengujian fase selanjutnya, dan bahan baku dinyatakan Release (diluluskan) atau Reject (ditolak). Jika dinyatakan Reject maka bahan baku dipisahkan dan ditandai “Reject” atau “ditolak”, dan diberikan memo pengembalian (return memo) kepada Finance untuk selanjutnya diteruskan kepada Purchasing untuk disampaikan kepada Supplier. Untuk bahan baku yang diluluskan (Release) dipisahkan kedalam area ruangan barang release dan diganti menjadi “diluluskan”. Bahan baku yang telah diluluskan kemudian dilakukan proses Produksi sesuai dengan rencana awal, dan selanjutnya apabila produk tersebut telah jadi maka diberi label “Produk Karantina”. Untuk selanjutnya dilakukan analisis oleh QC dan QA. Setelahnya produk “diluluskan” kemudian masuk ke dalam Gudang Produk Jadi, sebelum selanjutnya didistribusikan kepada distributor atau customer.

108

BAB IV PENUTUP A.

Kesimpulan 1. Mahasiswa calon Apoteker mampu mengetahui peran, tugas, serta tanggung jawab sebagai Apoteker di industri farmasi. 2. Mahasiswa Profesi Apoteker memperoleh wawasan, pengetahuan, serta pengalaman tambahan mengenai seluruh aspek di dalam industri farmasi dalam menerapkan konsep CPOB dan standar lain yang digunakan untuk membuat produk yang aman dan berkualitas. 3. Mahasiswa calon apoteker mampu mengetahui permasalahan-permasalahan apa saja yang muncul di industri farmasi beserta cara penanganannya. 4. PT. Nufarindo telah menerapkan sistem sesuai CPOB dalam proses pembuatan obat mulai dari awal sampai akhir.

B.

Saran 1. PT. Nufarindo diharapkan sering mengadakan gathering bersama seluruh karyawan perusahaan untuk mempererat tali silaturrahmi. 2. Penerapan sistem di PT. Nufarindo sesuai CPOB perlu untuk dipertahankan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan. 3. PT. Nufarindo perlu melakukan usaha pencegahan dan penunjang untuk menurunkan tingkat penyimpangan pada berbagai proses yang dapat berpengaruh pada mutu produk perlu untuk terus dilakukan.

109

DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2013. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik 2012 Jilid 1, Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2018. Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan POM RI, 2001, Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik 2001, Jakarta Badan POM RI. 2006. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006. Jakarta. Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI: Jakarta. International Organization for Standarditation, t.thn. ISO 8402:1994 Quality Management and Quality Assurance — Vocabulary, s.l.: International Organization for Standarditation. Julianti, Elisa dan Nurminah, Mimi, 2006, Buku Ajar Tekologi Pengemasan, Universitas Sumatera Utara Press, Sumatera. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta : Global Pustaka Utama. Voight, Rudolf, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Ed.5, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta

110

Related Documents