Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM PERBEKALAN STERIL PERCOBAAN II PEMBUATAN LARUTAN INFUS RINGER LAKTAT
Disusun Oleh : Kelas A Golongan I Nuke Paraswanti
(G1F012001)
Astri Dea Nuripah
(G1F012003)
Zakiyatul Fitriyah
(G1F012005)
Larasati Kartika
(G1F012007)
Tanggal Praktikum
: 07 Oktober 2014
Nama Asisten
: Rani Saskia Jeanita
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTASK KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2014
PRAKTIKUM II PEMBUATAN LARUTAN INFUS RINGER LAKTAT I.
PENDAHULUAN a. Tujuan Praktikum - Menjelaskan dan melakukan pembuatan sediaan infuse ringer laktat - Menjelaskan dan melakukan evaluasi yang harus dilakukan terhadap produk sediaan steril b. Teori Singkat Infus merupakan sediaan steril, berupa larutan atau emulsi dengan air sebagai fase kontinu; biasanya dibuat isotonis dengan darah. Prinsipnya infus dimaksudkan untuk pemberian dalam volume yang besar. Infus tidak mengandung tambahan berupa pengawet antimikroba. Larutan untuk infus diperiksa secara visible pada kondisi yang sesuai, adalah jernih dan praktis bebas partikel-partikel. Emulsi pada infus tidak menujukkan adanya pemisahan fase (British Pharmaceutical, 2002). Cairan infus intravena biasanya mengandung zat zat seperti asam amino, dekstrosa, elektolit dan vitamin. Pada umumnya sediaan parenteral volume besar digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi, sebagai cairan pengganti plasma, meningkatkan diuresis pada saat tubuh banyak menahan cairan, selain itu juga sebagai pembawa obatobat yang dapat bercampur dengan larutan infus (Lachman, et al, 1994). Ringer laktat merupakan cairan yang paling fisiologi yang dapat diberikan pada kebutuhan bessar. Ringer laktat banyak digunakan sebagai replacement therapy antara lambung , shock hipovolemik , diare , trauma dan luka bakar. Laktat yang terdapat dalam larutan ringer laktat akan dimetabolisme oleh hati yang digunakan untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik. Kalium yang terdapat didalam ringer laktat tidak cukup untuk pemeliharaan sehari hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. Larutan ringer laktat tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan rumatan, dapat ditambahkan glukosa yang berguna untuk mencegah terjadinya ketoris. Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraselular (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini adalah harga murah, tersedia dengan mudah disetiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross macth, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama (Ansel, 1989). Persyaratan infus intravena menurut Farmakope Indonesia edisi III, antara lain: a. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi
b. Bebas pirogen Pyrogen dalam larutan dapat dihilangkan dengan cara: 1. Secara kimia dengan peroksida, asam-asam dan basa (tetapi zat-zat ini juga dapat merusak alat dan bahan lain dalam larutan tersebut). 2. Absorpsi dengan asbestos dan charcoal (carbo adsorbent). 3. Filtrasi (penyaringan/media filtrasi sintesis). Adanya pyrogen dalam sediaan parenteral dapat diketahui dengan uji pyrogen. Uji pyrogen dapat dilakukan dengan menggunakan kelinci ataupun dengan LAL-test (Rahmawati, 2004). c. Sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung tonisitas suatu larutan, yaitu: metode ekuivalensi NaCl, penurunan titik beku, dan metode L-ISO. d. Infus emulsi dibuat dengan air sebagai fase luar, diameter fase dalam tidak lebih e. f. g. h. i. j.
dari 5 m. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai nominal. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal. Penandaan Memenuhi syarat injeksi. Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi meliputi (Farmakope Indonesia Edisi III): keseragaman bobot, keseragaman volume, sterilitas, dan penandaan.
II.
PEMBAHASAN a. Analisis Farmakologi 1. NaCl Khasiat/kegunaan : Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh Efek samping : Keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal dapat menyebabkan hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage. Efek samping yang sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi,
gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian. Kontraindikasi : Untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali udem,
kelainan fungsi ginjal. Farmakologi : berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.
(Depkes RI, 1995). 2. Sodium Laktat KontraIndikasi : Pada penderita gangguan fungsi hati. pH : 5-7 3.
CaCl2 CaCl2 berfungsi untuk mempertahankan elektrolit tubuh, untuk hipokalemia, sebagai elektrolit yang esensial bagi tubuh untuk mencegah kekurangan ion kalsium yang menyebabkan iritabilitas dan konvulsi. Farmakologi : penting untuk fungsi integritas dari saraf musular, sistem skeletal, membran sel dan permeabilitas kapiler. (Depkes RI, 1995).
4. KCl KCl digunakan dalam sediaan parenteral sebagai senyawa pengisotonis (Depkes RI, 1995).
5. Aqua Pro Injeksi Aqua P.i berfungsi sebagai pembawa dan pelarut (Depkes RI, 1995). 6. Carbo adsorben Karbo adsorben berfungsi sebagai antidotum (Depkes RI, 1979).
b. Preformulasi 1.
NaCl (Depkes RI 1979; Depkes RI, 1974) Nama resmi
: NATRII CHLORIDUM
Sinonim
: Sodium klorida
RM/BM
: NaCl/58,44
Pemerian
: Hablur heksahidrat, tidak berwarna atau hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan
: Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol, sukar larut dalam etanol (95%) P.
Kegunaan
: Zat pengisotonis
Sterilisasi
: Otoklaf atau penyaringan
Incomp
: Larutan berair korosit terhadap Fe, juga Bereaksi membentuk endapan dengan perak dan Garam merkuri. Bahan pengoksidasi kuat melepaskan ion klorin dari larutan asam NaCl. Viskositas gel karbomer larutan HgC dan HPC Berkurang viskositasnya dengan penambahan NaCl.
Kestabilan
: Larutan NaCl stabil, dapat menyebabkan pemisahan partikel gelas dan beberapa wadah tipe gelas tertentu.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering.
pH
: 6,3-7,3 (larutan berair jenuh),0,9% larutan dalam air isotonik dengan serum.
2. KCl (Depkes RI, 1979; Depkes RI , 1974) Nama resmi
: KALII CHLORIDUM
Sinonim
: Kalium klorida
RM/BM
: KCl/74,55
Pemerian
: Hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma,
tidak berwarna atau serbuk butir putih, tidak berbau, rasa asin, mantap di udara. Kelarutan
: Larut dalam 3 bagian air; sangat mudah larut dalam air mendidih; praktis tidak larut dalam etanol mutlak P dan dalam eter P.
Sterilisasi
: Penyaringan atau autoklaf
pH
: 7 untuk larutan berair jenuh
Kestabilan
: Tablet KCl menjadi meningkat kekerasannya jika disimpan pada tempat dengan kelembaban rendah
Incomp
: Bereaksi warna ungu dengan bromine trisulfida dan dengan campuran asam sulfur dan kalium permanganat. Larutannya dapat mengendap dengan garam perak.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan
: Elektrolit
3. CaCl2 (Depkes Ri, 1979 ) Nama resmi
: CALCII CHLORIDUM
Sinonim
: Kalsium klorida
RM/BM
: CaCl2/110,99
Pemerian
: Hablur, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak pahit.
Kelarutan
: Larut dalam 0,25 bagian air, mudah larut dalam etanol (95%)P.
Sterilisasi
: Penyaringan atau autoklaf
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan
: Elektrolit
4. Na Laktat (Gennaro et al, 1990) Nama resmi
: NATRII LACTAS
Sinonim
: Natrium laktat/sodium lactate
RM/BM
: CH3CH(OH)COONa/112,06
Pemerian
: Larutan steril asam laktat dalam air injeksi yang disiapkan dengan NaOH.
Sterilisasi
: Autoklaf
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan
: Elektrolit
5. Air Untuk Injeksi (Depkes RI, 1979; Depkes RI, 1995) Nama resmi
: AQUA STERILE PRO INJECTIONEA
Sinonim
: Aqua pro injeksi
RM/BM
: H2O, 18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, jika disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan 3 hari setelah pembuatan
Kegunaan
: Pembawa/pelarut
Sterilisasi
: Outoklaf
c. Pendekatan Formulasi Ringer laktat adalah perawatan yang disiapkan untuk beberapa defesiensi ketika rehidrasi oral tidak memungkinkan. Meskipun larutan ini lebih mendekati perkiraan konsentrasi elektrolit ekstraseluler normal, penambahan elektrolit dibutuhkan untuk mencapai kebutuhan spesifik dan pasien untuk memperbaiki oksidosis, alkalosis atau defisit individu (elektrolit). Larutan ini tidak diindikasikan untuk pengembalian atau pengembangan volume plasma ketika kemudian digunakan secara individu kecuali untuk pemeliharaan sementara dari keadaan gawat volume besar. Injeksi ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida, natrium klorida dalam air untuk injeksi. Sediaan ini tidak mengandung bahan antimikroba. Kalsium, kalium dan natrium terdiri atas kira-kira 2,7;4 dan 130 mEq/L. Berfungsi untuk memperbaiki cairan dan elektrolit (Gennaro et al, 1990; Turco, 1970).
d. Formulasi Formulasi Na-Laktat NaCl KCl CaCl22H2O Aqua p.i ad
0,31 0,6 0,03 0,01 100 ml
Formulasi Standar dari Formularium Standar (hal. 203) Formula Ringer Tiap 500 ml mengandung : R/ Natrii Chloridum 4,3 g Kalii Chloridum 150 mg Calcii Chloridum 2,4 g API ad 500 ml Penyimpanan: dalam wadah dosis tunggal Catatan:
1. 2. 3. 4. 5.
pH 5 sampai 7.5 Tidak boleh mengandung bakterisida Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C, segera setelah dibuat Bebas Pirogen Pada etiket harus juga tertera banyaknya ion Kalium, ion Ca, Ion Klorida dan ion
Natrium masing-masing dalam mEq per liter 6. Diinjeksikan secara infusi (Depkes RI, 1978)
e. Sterilisasi Sterilisasi yang dilakukan untuk larutan Ringer laktat adalah termasuk sterilisai akhir dimana sterilisasi dilakukan setelah larutan dimasukan ke dalam wadah. Metode sterilisasi untuk larutan ini adalah sterilisasi uap (panas basah). Pada umumnya, metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang tahan terhadap temperatur yang digunakan dan terhadap penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Sterilisasi uap air ini lebih efektif dibandingkan sterilisasi panas kering. Bila ada uap air, bakteri akan dikoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih rendah daripada bila tidak ada kelembaban. Sel bakteri dengan air besar umumnya lebih mudah dibunuh. Spora-spora yang kadar airnya relatif rendah lebih sukar dihancurkan. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein essensial organisme tersebut. Adanya uap air yang panas dalam sel mikroba menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif rendah. Sedangkan untuk sterilisasi panas kering, kematian mikroba diakibatkan karena sel mikroba mengalami dehidrasi diikuti dengan pembakaran pelan-pelan atau proses oksidasi. Sterilisasi larutan ringer laktat dilakukan dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit (Lachman, 1994).
f. Evaluasi Sediaan Evaluasi untuk sediaan infus dilakukan pemeriksaan pH, kebocoran, kejernihan, partikel asing dan isotonisitas. 1. Uji pH Uji pH ini bertujuan unttuk mengetahui sifat ke asam-basaan dari sediaan infus Ringer laktat yang dibuat. Uji pH ini berkaitan dengan stabilitas obat dan keamanan dalam penggunaan. Setelah
dilakukan pengecekan pH dengan mencelupkan kertas pH indikator kedalam larutan didapat nilai pH larutan yaitu 6. Ini berarti memenuhi untuk pH sediaan parenteral yaitu antara 5 sampai 7 karena pH tersebut isohidris dengan nilai pH darah dan cairan tubuh lainnya. Isohidris yaitu keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah ataupun cairan tubuh. Namun jika dalam uji ini belum memenuhi persyaratan pH maka perlu dilakukan penyesuaian pH agar memenuhi syarat. Jika terlalu asam, maka bisa ditambah larutan NaOH 0,1 N. Dan jika terlalu basa dapat ditambah larutan HCl 0,1 N. Tujuan dari pengaturan pH ini adalah untuk meningkatkan stabilitas obat. Selain itu juga untuk mencegah adanya rangsangan atau rasa sakit sewaktu disuntikkan. Karena jika terlalu tinggi dapat menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan jika terlalu rendah maka menyebabkan rasa sakit sewaktu disuntikkan (Depkes RI, 1995). 2. Uji Kebocoran Tujuan dilakukan uji kebocoran adalah untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau tidak pada kemasan. Kaitan dari uji kebocoran ini adalah sterlilitas sediaan, dan volume sediaan. Uji ini dilakukan dengan membalikkan botol infus sehingga posisi tutup dibawah. Jika terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena lewat lubang
atau
celah
tersebut
dapat
menyebabkan
masuknya
mikroorganisme atau kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, isi infus juga dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan (Lachman, et al,1994). Dari hasil uji yang dilakukan, didapat bahwa tidak ada kebocoran. 3. Uji partikel asing Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel dalam larutan. Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang dapat berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan, personal, maupun dari wadah. Untuk mengetahui keberadaan partikel asing dilakukan dengan menerawang sediaan pada sumber cahaya. Jika terdapat partikel asing bisa terjadi karena sewaktu penyaringan masing ada partikel yang lolos dari saringan (Lachman, et al, 1994). Dari hasil uji ini menunjukan tidak terdapat partikel asing dalam infus.
4. Uji kejernihan Tujuan dilakukan uji kejernihan ini adalah untuk mengetahui kejernihan dari larutan infus yang dibuat. Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, yang artinya sangat dipengaruhi oleh penilaian subjektif dari pengamat. Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih. Latar belakang berwarna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap (Lachman,et al, 1994). Dari pemeriksaan yang dilakukan diperoleh bahwa larutan infus yang dibuat memenuhi syarat kejernihan. Syarat kejernihan yaitu sediaan larutan (kecuali suspensi dan emulsi) adalah tidak ada zat yang terdispersi dalam larutan jernih (Lachman,et al, 1994).
g. Desain Kemasan
h. Informasi Obat
Etiket
RINGER LAKTAT larutan infus intravena Komposisi : 100 ml mengandung 0,6 g NaCl, 0,31 g Nalaktat, 0,03 g KCl, dan 0,01 g CaCl2.2H2O. No. Reg : DKL01 003 005 07B 1 No. Bacth : 882012
Informasi Obat PT. Wonder Women Karangwangkal-Indonesia
RINGER LAKTAT larutan infus intravena Komposisi : Tiap 100 ml larutan mengandung NaCl0,6g Na-Laktat0,31g KCl0,03g CaCl2.2H2O0,01g
Cara Kerja Obat:
h dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi s
Indikasi: Mengatasi dehidrasi, menggantikan cairan ekstraseluler tubuh dan ion klorida yang hilang, mengembalikan kesimbangan elektrolit.
Kontraindikasi: Hiperdehidrasi, hipernatremia, hiperkalemia, gangguan fungsi ginjal
Efek Samping: Panas, iritasi dan infeksi pada tempat penyuntikana, trombosis atau flebitis vena yang meluas dari tempat penyuntikan dan ekstravasasi .
Perhatian: 1. Payah jantung, edem dengan retensi natrium, gangguan ginjal, keadaan asidosis laktat, kerusakan hati, sepsis parah, kondisi pra dan pasca trauma. 2. Kerusakan hati, hiperkalemia, kondisi retensi kalium
Dosis: Injeksi intravena 5-7, 7 ml/kgBB/jam atau 120-180 tetes/70 kgBB/menit atau 350-560 ml/kgBB/jam. Maksimal 3000 ml/70 kgBB/hari.
Penyimpanan: Disimpan pada suhu kamar/ruangan (25°C-30°C).
Kemasan: Larutan infus 500 ml x 1
Penyajian: Tidak ada pilihan
HARUS DENGAN RESEP DOKTER PT. Wonder Women No. Reg: DKL01 003 005 07B 1 No. Bacth: 882012 Tgl kadaluarsa: Oktober2019
III.
PERHITUNGAN
Perhitungan Tonisitas Menggunakan Metode Ekivalensi NaCl Ekivalensi NaCl = E = Jumlah NaCl yang mempunyai tekanan osmosis = 1 gram zat khasiat, dengan rumus : E=17
Liso BM
Keterangan : E = Ekuivalen NaCl Liso = Turunan titik beku molal BM = Berat Molekul
L Na-Laktat L NaCl L KCl L CaCl2
: 3,4 ; M = 112 : 3,4 ; M = 58,5 : 3,4 ; M = 74,5 : 3,4 ; M = 111
Masing-masing dicari nilai E
Perhitungan E ‐ Na-Laktat 17 x 3,4 E= =0,52 112 ‐ NaCl 17 x 3,4 E= =0,99 58,5 ‐ KCl 17 x 3,4 E= =0,78 74,5 ‐ CaCl2 17 x 4,8 E= =0,74 111
Formula
V (100 ml)
V (500 ml)
L
M
E
Na-laktat NaCl KCl CaCl2.2H2O
0,31 0,6 0,03 0,01
0,31 x 5 = 1,55 0,6 x 5 = 3 0,03 x 5 = 0,15 0,01 x 5 = 0,05
3,4 3,4 3,4 4,8
112 58,5 74,5 111
0,52 0,99 0,78 0,74
Perhitungan Isotonisitas
Isotonisitas = (E.NaCl x V.NaCl) + (E.Na-laktat x V.Na-laktat) + (E. KCl x V.KCl) + (E. CaCl2 x V.CaCl2) = (0,99 x 0,36) + (0,52 x 1,581) + (0,78 x 0,153) + (0,74 x 0,051) = 3,029 + 0,822 + 0,109 + 0,038 = 3,998
3,9
NaCl yang ditambahkan = (E NaCl x 5) – hasil isotonisitas = (0,99 x 5) – 3,9 = 1,05 gr
IV.
PENIMBANGAN
Penimbangan bahan untuk : tiap 1 Formula x 5 karena sediaan LV, lalu setiap penimbangan bahan di tambah 2% untuk mencegah kehilangan bobot
V.
Na-Laktat NaCl KCl CaCl2.2H2O Aqua p.i Carbo
: 0,31 x 5 : 0,6 x 5 : 0,03 x 5 : 0,01 x 5 : 100 x 5 : 0,1 % x 500
= 1,55 + 2% = 3 + 2% = 0,15 + 2% = 0,05 + 2% = 500 + 2% = 0,5 + 2%
= 1,581 gr = 3,06 gr = 0,153 gr = 0,01 gr = 510 ml = 0.5 gr
CARA PEMBUATAN Pada pembuatan larutan infus ringer laktat ini, langkah yang pertama kali dilakukan adalah mengecek apakah dalam formula akan menghasilkan infuse yang isotonis atau belum. Pada pemberian secara intravena dalam volume yang kecil isotonis bukanlah syarat yang mutlak. Hal ini karena jumlah cairan tubuh jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan yang dimasukkan, sehingga terjadi pengenceran yang cepat. Tetapi tidak demikian jika larutan intravena dalam volume besar tidak isotonis. Larutan harus dibuat isotonis karena pada dasarnya akan berinteraksi langsung dengan darah. Jika hipertonis maka tekanan osmotiknya lebih besar dari tekanan darah dimana dapat terjadi plasmolisis atau hilangnya kadar air dari sel darah, sehingga sel darah akan mengkerut. Jika larutan hipotonis maka tekanan osmotiknya kurang dari tekanan darah sehingga akan terjadi hemolisis yaitu eritrosit
akan pecah. Hal ini karena air akan masuk kedalam eritrosit dengan melewati membran semi permiabel sehingga terjadi peningkatan volume darah, dan jika berkelanjutan akan pecah (Voight, 1994). Pengecekan isotonis larutan dilakukan dengan perhitungan menggunakan cara ekuivalen NaCl, dari hasil perhitungan maka dapat dikatakan bahwa formula ringer laktat disini bersifat hipotonis. Untuk mengatasinya diperlukan penambahan zat pengisostonis, salah satunya adalah NaCl yaitu sebesar 3,06g /500 ml agar didapat sediaan yang isotonis. Dalam sediaan yang dibuat yaitu 500 ml karena infuse merupakan sediaan perenteral yang bervolume besar yaitu 500 ml atau lebih. Langkah selanjutnya adalah pembuatan aqua pro injeksi, atau air untuk injeksi. Larutan infuse yang akan dibuat adalah 500 ml, namun air yang akan dididihkan untuk membuat aqua pro injeksi dilebihkan karena adanya penguapan selama pendidihan. Pendidihan aqua pro injeksi telah dilakukan sebelumnya oleh asisten. Setelah mendidih, diambil sebanyak 510 ml. Pengambilan aqua p.i dilebihkan agar tidak terjadi pengurangan volume dari volume sebenarnya yaitu 500 ml ketika dilakukan penyaringan. Kemudian semua bahan yaitu Na-laktat 1,581 g; NaCl 3,06 g; KCl 0,153g; CaCl2.2H2O 0,001 g yang telah ditimbang masing masing dikali 5 karena larutan infus yang dibuat 500 ml dan penimbangan dilebihkan 2% agar mencegah kehilangan atau kekurangan bobot selama proses, kemudian dimasukkan ke dalam aqua p. i yang telah dipanaskan lalu di cek pH larutan tersebut. pH yang terdapat dalam sediaan parenteral harus mempunyai pH yang mendekati pH fisiologis yang artinya isotonis dengan darah dan cairan tubuh lainnya. Isotonis yaitu keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah. Pengecekan pH larutan dilakukan dengan mencelupkan kertas pH universal kedalam larutan. pH yang di dapat yaitu 6. pH ini masuk ke dalam range pH Ringer Laktat, yaitu 5-7. Tujuan utama dari pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi utama obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga obat tersebut memiliki aktivitas dan potensi. Selain itu, untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit ketika disuntikkan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan pH yang terlalu rendah akan mengganggu kenyamanan dalam penggunaan obat, yaitu sakit jika disuntikkan. Selanjutnya larutan dikocok dengan carbo adsorben 0,1% yang sebelumnya telah diaktifkan terlebih dahulu. Cara pengaktifan dengan memanaskan karbo adsorben selama 5 menit. Pengaktifan karbo adsorben bertujuan agar kerjanya dalam menyerap partikel-partikel kasar (menjernihkan) dan pirogen dapat maksimal.
Selanjutnya, saring dengan kertas saring hingga jernih. Lalu dimasukkan ke wadah yang sesuai dengan tutup yaitu botol dengan volume yang sesuai juga. Ukur volume sebelum proses strerilisasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui volume sebelum sterilisasi yang kemudian mengetahui adanya perubahan volume setelah sterilisasi (volume yang terpindahkan). Selanjutnya dilakukan sterilisasi untuk larutan ringer laktat dengan metode sterilisasi uap (panas basah) dengan menggunakan alat autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit, dimana pada suhu tersebut selama 15 menit mikroba akan mati. Metode sterilisasi uap ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan yang digunakan terhadap penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut. Sterilisasi uap air ini lebih efektif dibandingkan dengan sterilisasi panas kering. Bila ada uap air, bakteri akan dikoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih rendah daripada tidak ada kelembaban. cara sterilisasi yang kami lakukan adalah termasuk sterilisasi akhir, dimana sterilisasi dilakukan setelah larutan dimasukkan dalam wadah, namun sterilisasi dengan autoklaf tidak dilakukan karena keterbatasan alat. Selanjutnya dilakukan uji sterilitas - larutan yaitu uji pirogenitas Ringer laktat dengan menggunakan LAL test, dengan cara larutan uji dicampur dengan LAL test, dipanaskan pada suhu 370C dan diamati terbentuk atau tidaknya gel yang stabil. Jika terjadi gel yang stabil maka larutan mengandung pirogen, namun uji pirogen ini tidak dilakukan karena keterbatasan bahan. Infus harus bebas pirogen karena dapat menyebabkan kenaikan suhu tubuh yang nyata, demam, sakit badan, kenaikan tekanan darah arteri, sekitar 1 jam setelah injeksi. Pirogen sering mencemari sediaan farmasi (Lachman, et al, 1994). Selanjutnya evaluasi terhadap sediaan diantaranya pengecekan isotonisitas larutan, pemeriksaan pH, kebocoran, partikel asing, dan kejernihan. Pengecekan isotonisitas dilakukan dengan cara perhitungan isotonisitas menggunakan metode ekuivalen NaCl, dari hasil perhitungan maka dapat dikatakan bahwa formula ringer laktat disini bersifat hipotonis. Untuk mengatasinya diperlukan penambahan zat pengisostonis, salah satunya adalah NaCl yaitu sebesar 3,06g /500 ml agar didapat sediaan yang isotonis. Pemeriksaan pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas pH universal ke dalam larutan. Hasil yang didapatkan yaitu pH larutan adalah 6. Ini berarti memenuhi untuk pH sediaan parenteral yaitu antara 5 sampai 7 karena pH tersebut isohidris dengan nilai pH darah dan cairan tubuh lainnya. Isohidris yaitu keadaan dimana pH larutan sama dengan pH darah ataupun cairan tubuh. Uji
kebocoran dilakukan dengan cara membalikkan botol infus sehingga posisi tutup dibawah, hasilnya tidak ada kebocoran pada larutan RL. Jika terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena lewat lubang atau celah tersebut dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan lain yang berbahaya. Selain itu, isi infus juga dapat bocor keluar dan merusak penampilan kemasan (Lachman, et al, 1994). Uji partikel asing dilakukan dengan cara melihat secara visual apakah ada partikel asing dalam larutan RL, hasil yang kami dapatkan tidak terdapat partikel asing. Uji kejernihan dilakukan secara visual yang dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih. Latar belakang berwarna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap. Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan maka larutan tersebut sudah memenuhi syarat dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman, et al, 1994). Namun uji kejernihan ini hanya kami lakukan secara kasat mata karena keterbatasan alat. Dari pemeriksaan yang dilakukan diperoleh bahwa larutan infus yang dibuat memenuhi syarat kejernihan. Syarat kejernihan yaitu sediaan larutan (kecuali suspensi dan emulsi) adalah tidak ada zat yang terdispersi dalam larutan jernih (Lachman, et al, 1994).
VI.
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum ini adalah : Larutan infus Ringer Laktat merupakan sediaan LVP (Large Volume Parenteral) atau sediaan parenteral volume besar. Sediaan infus RL ini memiliki komposisi
seperti berikut, Na-laktat, NaCl, CaCl2.2H2O, KCl, dan aqua p.i. Evaluasi sediaan meliputi pengecekan tonisitas infus RL dengan metode ekuivalensi NaCl sehingga menghasilkan larutan yang isotonis
dengan
menambahkan NaCl sebesar 1,52 gr; pemeriksaan pH; uji kebocoran; dan uji kejernihan.
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar bentuk sediaan farmasi. Jakarta: UI Press. British Pharmacopoeia Commission. 2002. British Pharmacopoeia. London: The Stationery. Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi ke-2. Jakarta: Depkes RI Depatemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia jilid III. Jakarta: Depkes RI. Depatemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI, 1974, Ekstra FarmakopeIndonesia, Direktoral Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Gennaro A.R et al .1990. Remingtons Pharmaceutical Science 18th Edition. Pensylvania: Marck Publishing Company. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL.1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Turco S et al. 1970. Sterile Dosage Forms. Philadelphia: Lea and Febiger. Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi ke-5. Yogyakarta: UGM Press.