Laporan Pendahuluan Febris Konvulsi

  • Uploaded by: aliev ferdian
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Febris Konvulsi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,138
  • Pages: 16
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS KONVULSI

I. PENGERTIAN Febris Konvulsi adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (diatas 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstra kronium. Kejang demam adalah kejang yang berlangsung pada anak antara 3 bulan – 5 tahun yang berlangsungkurang dari 15 menit. Sedangkan menurut Consensus Statement Of Febrile Zeizures (1980) kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan – 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intra kronial atau penyebab tertentu.

II. ETIOLOGI Hingga kini belum jelas dietahui. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastra enteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Etiologi kejang tidak dapat ditentukan, hal yg dapat menyebabkan kejang pada anak yaitu, demam tinggi, vaksinasi, cedera kepala, infeksi virus, hidrosefalus, displasikortikal dan defek waktu lahir. 1. Kejang demam 2. Infeksi: meningitis, ensefalitis 3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan 4. Trauma kepala 5. Keracunan: alkohol, teofilin 6. Penghentian obat anti epilepsi 7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik.

Etiologi dari kejang bervariasi dan diklasifikasikan sebagai idiopatik (defek genetik, perkembangan) dan didapat. Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada beberapa kasus yang mencakup insufisiensi vaskular, demam (pada masa kanak-kanak), cedera kepala, hipertensi, infeki sistem saraf pusat, kondisi metabolisme dan toksik (seperti gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia), tumor otak, kesalahan penggunaan obat, dan alergi. Stroke dan kanker metastasis ke serebral menunjukkan adanya kasus kejang lansia. Adapun juga penyebab kejang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial dan ekstrakranial. 1. Intrakranial Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala. 2. Ekstrakranial Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti hipoglikemia,

hipokalsemia,

hepatik

ensefalopati,

uremia,

hiperproteinemia,

hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak. Menurut Lumbantobing, 2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam: 1. Demam itu sendiri 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak) 3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi 4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas

III. PATOFISIOLOGI Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007) Proses Penyakit Suhu Tubuh Meningkat Gangguan Keseimbangan Membran Sel Pelepasan Ion Na dan K Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik KEJANG

IV. GEJALA KLINIS Dikenal 2 bentuk kejang demam : 1. Kejang demam sederhana. 2. Kejang demam komplikata. Kejang demam sederhana

Kejang demam komplikata

1. Usia 6 bulan – 3 tahun (kurang 5

1. Terutama 0-3 tahun

tahun) 2. Faktor keturunan :+ + +

2. Tidak jelas

3. Type : Tonik klonik. (modifikasi

3. Tonik klonik seperti grondmol

kejang grandmol 4. Lama : kebanyakan 1-3 menit

atau hemi konvoisi 4. > 10 menit

kejang 5. Keadaan : pada saat panas

5. Kebanyakan peradangan SSp,

biasanya klinis karena infeksi

intra kronial venous trombose,

(ISPA) menyertai kejang

GPGDO atau sesudah vaksinasi

6. Kelaianan patologik

6. Gambaran peradangan dan perbahan vaskuler

7. kelainan neurologis sesudah

7. + + +

kejang : baik 8. Anti konvulsan : tidak perlu

8. Diperlunya untuk jangka panjang 9. Perlu diawasi sering terjadi efek

9. Prognose : baik

neurologis dan kejang

10. ECG : Cepat menjadi normal

10. Abnormal selama panas

V. FAKTOR RESIKO 1. Demam 2. Keturunan 3. Perkembangan terlambat 4. Masalah-masalah pada neonatus 5. Anak-anak dalam perawatan khusus 6. Kadar nutrien rendah Resiko meningkat dengan : 1. Usia dini 2. Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam. 3. Temperatur rendah saat kejang 4. Riwayat keluarga kejang demam 5. Riwayat keluarga epilepsi V. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah cengkop :

Glukosa, serum elektrolit, serum kreatinis.

2. Fondostopi 3. Transkeminasi kepala 4. Punksi lumbol  terutama pada anak usia < 1 tahun 5. EEG < flektro enchepholo grophy >

VII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan Fase Akut Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi.2,3,9 Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik2,3,9,10 (asetaminofen oral 10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).11 Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat.12 Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal,2,3 jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat.13 Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut,14 tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil.15 Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg.2,3,16 Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah.2,3,9,15 Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.2 Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak.12 Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik;17 Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.18 Mencari dan Mengobati Penyebab Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3 Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal

menunjukkan abnormalitas fokal.19 Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.2 Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu,2,3,9 • Profilaksis intermittent pada waktu demam • Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

VIII. KOMLPIKASI Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya/komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kejang demam antara lain: 1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi. 2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di sekitar anak. 3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh. 1. Epilepsi Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang 2. Retardasi mental Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis 3. Hemiparese Biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) 4. Gagal pernapasan Akibat dari aktivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme. 1. Kematian

IX. PROGNOSIS KEJANG DEMAM Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Living-stone (1954) dari golongan kejanh demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsy dan golongan epilepsy yang diprovokasi oleh demam 97% menjadi epilepsy. Resiko yang dihadapi anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari factor: 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam keluarga. 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam. 3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya ada 1 atau tidak sama sekali factor diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3%. Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik umum / fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flaksid, tapi setelah 2 minggu timbul spasitas. Dari penelitian terhadap 431 pasien kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neuroogis akan didapat IQ lebih rendah. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar

X. ASUHAN KEPERAWATAN Kasus Anak M, usia 5,5 tahun, laki-laki dibawa oleh orangtuanya ke RS.X pada tanggal 6 Maret 2016 pukul 01.15 WIB karena demam tinggi disertai kejang satu kali. Diketahui S : 39,4oC, TD : 100/70 mmHg, N : 135 x/menit, RR : 35 x/menit. Mukosa bibir pucat, kulit kemerahan, konjungtiva anemis, dan tingkat pengetahuan orangtua kurang. Diagnosa medis : kejang demam.

1. Pengkajian Pengkajian menurut Judha & Nazwar (2011) adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi : 1. Data subyektif: a. Biodata/ Identitas Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat. b.

Riwayat Penyakit Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang (1) Gerakan kejang anak (2) Terdapat demam sebelum kejang (3) Lama bangkitan kejang (4) Pola serangan (5) Frekuensi serangan

(6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan (7) Riwayat penyakit sekarang (8) Riwayat Penyakit Dahulu c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep atau vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang. a. Riwayat Imunisasi Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang. b. Riwayat Perkembangan 1. Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. 2. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain. 3. Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. 4. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. c. Riwayat kesehatan keluarga. 1. Anggota keluarga menderita kejang 2. Anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf

3. Anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam. d. Riwayat sosial 1. Perilaku anak dan keadaan emosional 2.

Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya

e. Pola kebiasaan dan fungsi kesehata 1.

Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis.

2. Pola nutrisi Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan yang disukai, selera makan, dan pemasukan cairan. 3. Pola Eliminasi a. BAK : frekuensi, jumlah, warna, bau, dan nyeri b. BAB : frekuensi, konsistensi, dan keteraturan 4. Pola aktivitas dan latihan Kesenangan anak dalam bermain, aktivitas yang disukai, dan lama berkumpul dengan keluarga. 5.

Pola tidur atau istirahat Lama jam tidur, kebiasaan tidur, dan kebiasaan tidur siang. Pengkajian menurut Riyadi & Sukarmin (2013) terdapat 3 pengkajian yang harus di lakukan, antara lain: 1) Riwayat Pengkajian

Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam yang di alami oleh anak (suhu rektal di atas 38ºC). Demam ini dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar kranial seperti tonsilitis, faringitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya. 2) Pengkajian Fungsional Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau di buktikan dengan tes GCS skor yang di hasilkan berkisar antara 5 sampai 10 dengan tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin dapat koma. Kemungkinan ada gangguan jalan nafas yang di buktikan dengan peningkatan frekwensi pernapasan >30 x/menit dengan irama cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk menutup faring. Pada kebutuhan rasa aman dan nyaman anak mengalami gangguan kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi ancaman karena anak mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba beresiko terjadinya cidera secara fisik maupun fisiologis. Untuk pengkajian pola kebutuhan atau fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi gangguan kalau ada mungkin sebatas ancaman seperti penurunan personal hygiene, aktivitas, intake nutrisi. 3) Pengkajian Tumbuh Kembang Anak Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini di pahami dengan catatan kejang yang di alami anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang dikemukakan oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau penyakit yang melatarbelakangi timbulnya kejang seperti tonsilitis, faringitis, segera dapat di atasi. Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak dapat mudah mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan yang kurang karena ketidak cukupan nutrisi sebagai dampak anoreksia, tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat penurunan asupan mineral. Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi atas anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat di rumah sakit anak terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang ada di sekitar, jarang menyentuh mainan. Kemungkinan juga dapat terjadi gangguan

perkembangan yang lain seperti penurunan kemampuan motorik kasar (meloncat, berlari). 2.Analisa data 1. Data: DS : Orang tua px mengatakan An. M badannya panas semakin tinggi DO : Akral teraba hangat. TTV; Suhu 39,4oC, Nadi 135x/menit x / menit ETIOLOGI :Suhu tubuh naik ->perubahan keseimbangan membran sel neuron -->difusi K⁺ maupun Na⁺ melalui membran -->lepas muatan listrik yang meluas ke seluruh sel ->Kejang MASALAH : Kejang 3. Diagnosa: 1. Hipertermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit. 2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi 4. Intervensi INTER VENSI KEPERAWATAN a. Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan penyakit di buktikan dengan kulit terasa hangat (hal 434) kode dignosa 00007 NO 1

TANGGAL

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam di harapkan suhu panas menurun dengan indikator: a. hipertermia skala 2-5

NIC 1.Perawatan demam (hal 355) a. Pantau suhu dan ttv lainya b. Lembabkan bibir dan hidung kering c. Monitor warna kulit dan suhu d. Berikan obat / cairan ( misal anti piretik dan anti biotik) 2.Pengaturan suhu (hal 1308) e. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam , sesuai kebutuhan f. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat

3.manajemen pengobatan (hal 199) g. Memonitor efek samping obat h. Tentukan kemampuan pasien untuk mengobatin diri sendiri dg cara yang tetpat 4.kontrol infeksi (hal 139) i. Batasi jumlah pengunjung 5.monitor tanda tanda vital (hal 237) j. Monitor tekana darah, suhu, nadi, status pernafasan 6.terapi intravena (hal 435) k. Lakukan prinsip lima benar sebelum memulai pemberian pengobatan (misalnya benar obat, dosis, pasien, cara dan frekuensi)

b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, informasi, tidak mengetahui sumber sumber informasi NO TANGGAL NOC 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam di harapkan kx pasien menunjukan pengetahuan tentang proses penyakit: - a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan - Pasien dan keluarga mapu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Diagnosa Keperawatan NO 3

TANGGAL

-

berhubungan dengan keterbatasan kurangnya keinginan untuk mencari NIC 1 Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga Gambarkan tanda dan gejala yang bias muncul pada penyakit, dengan cara yang tepas Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.

: Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan diharapkan

NIC Mencegah jatuh a. identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan

resiko cidera dapat di hindari Pengendalian Resiko a. Pengetahuan tentang resiko b.Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko c. Monitor kemasan personal d.Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko Indkator skala : 1 = tidak adekuat 2 = sedikit adekuat 3 = kadang-kadan adekuat 4 = adekuat 5 = sangat adekuat

b.identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi -

instruskan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

Daftar Pustaka Dewanto, Gerge, dkk. 2007. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Harjaningrum, Agnes Tri. Smart Patient : Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas. Jakarta : Mizan Digital Publishing Judha, Mohammad, 2011, Sistem Persyarafan (Dalam Asuhan Keperawatan), Gosyen Publishing, Yogyakarta Lumbantobing SM. 1989. Penatalaksanaan mutakhir kejang pada anak. Jakarta : FKUI Matondang, Corry S. 2000. Diagnosis Fisis Pada Anak Edisi 2. PT. Sagung Seto : Jakarta Marilyn

E.Doengos.1999.Rencana

Asuhan

Keperawatan.PenerjemahKariasa

I

Made.EGC.Jakarta Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Ed 2, EGC, Jakarta. Putri, Triloka dan Baidul Hasniah, 2009, Menjadi Dokter Pribadi bagi Anak Kita,Katahati, Jogjakarta. Rendle John,1994,Ikhtisarpenyakitanak,Edisi 6,BinapuraAksara,Jakarta. Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2013, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Graha Ilmu, Yogyakarta Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC Suprajitno.2004.Asuhan Keperawatan Keluarga:Aplikasi DalamPraktik.Jakarta:EGC Wong. (2009), Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik Edisi Buku Kedokteran. Jakarta : EGC. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J Paediatr 2002; 7:143-151

Related Documents


More Documents from "Nurul Nikmah"

Kitab Sulaim
January 2021 1
Belajar Tajwid
February 2021 0
D4213
January 2021 2