Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR COSTAE
A. KONSEP PENYAKIT 1. Definisi Fraktur costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Dari kedua belas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur. Hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena sangat mobile .Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang “undisplaced”, karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya (Dewi, 2010; Azz, 2008).
2. Klasifikasi a. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan: 1) Fraktur simple 2) Fraktur multiple b. Menurut jumlah fraktur pada tiap costa: 1) Fraktur segmental 2) Fraktur simple 3) Fraktur comminutif c. Menurut letak fraktur dibedakan : 1) Superior (costa 1-3 ) 2) Median (costa 4-9) 3) Inferior (costa 10-12 )
d. Menurut posisi: 1) Anterior 2) Lateral 3) Posterior e. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula 1) Akibat dari tenaga yang besar 2) Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar 3) Mortalitas sampai 35%. f. Fraktur Costae tengah (4-9) : 1) Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan. 2) MRS jika pada observasi 3) Penderita dispneu 4) Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan 5) Penderita berusia tua 6) Memiliki preexisting lung function yang buruk. g. Fraktur Costae bawah (10-12) : Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
3. Etiologi Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok (Dewi, 2010): a. Disebabkan trauma 1) Trauma tumpul Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. 2) Trauma Tembus Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa adalah luka tusuk dan luka tembak
b. Disebabkan bukan trauma Yang dapat mengakibatkan fraktur costa, terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan,
atau akibat
adanya gerakan berlebihan dan stress fraktur, seperti pada gerakan olahraga lempar martil, soft ball, tennis, golf.
4. Tanda dan Gejala a. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada b. Adanya gerakan paradoksal c. Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea. d. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri e. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri. f. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk g. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada. h. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
5. Patofisiologi Costae merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak costae masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga pada anak. Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya. Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi
yang diterimanya
melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang, maka akan
terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling
lemah. Fraktur costa yang
“displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung (Anonim, 2011). Costa 1-3 paling jarang fraktur, karena dilindungi oleh struktur tulang bahu, tulang skapula, humerus, klavikula, dan seluruh otot-otot. Jika terjadi fraktur costa 1-3,
kemungkinan menimbulkan cedera pembuluh
darah besar. Costa 4-9 paling sering fraktur, dan kemungkinan terjadi cedera jantung dan paru. Costa 10-12 agak jarang fraktur karena costae ini mobile, namun jika fraktur kemungkinan menimbulkan cedera organ intraabdomen (Dewi, 2010).
6. Pathways
Jatuh Benturan
Truama/Kekerasan
Cedera Kecelakaan
Kompresi tulang Diskontinuitas fraktur
Kerusakan Rangka Neuromuskular
Kekuatan otot menurun
Resiko Jatuh
Luka Terbuka
Lepasnya lipid pada sum-sum tulang
Tekanan pada Neoro sensoris meningkat
Cidera pada kulit
Terabsorbsi masuk aliran darah
Terpapar mikroorganisme luar
Emboli
Release neurotransmiter prostaglandin,bradikinin bradikimin
ROM menurun
Hambatan Mobilitas Fisik
Perubahan Struktur Jaringan
Kontraktur
Kelelahan, kelemahan fisik
Spasme otot
Onkulusi arteri paru
Tekanan area pung-gung, pinggang, gluteal
Vaskulansasi menurun
Intoleransi aktifitas
Respon nyeri meningkat
Nekrosis jaringan paru
Kerusakan integritas kulit
Decubitus Luas Permukaan Paru Menurun
Penurunan laju difusi
Gangguan pertukaran gas
Penekanan fraktur pada thoraks
Kemungkinan perlukaan pulmo
Kontusio Pulmonari
Ischemia Ulserasi
Nyeri akut Defisit Perawatan Diri
Resiko Infeksi
Imobilisasi
Resiko kerusakan integritas kulit
Penurunan Saturasi Oksigen Arteri
Depresi sirkulasi Oksigen, Penyempitan Jalur nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
7. Diagnosis Seseorang yang nyerim tekan
dada
mengalami dan
fraktur costa akan mengeluhkan
bertambah
sewaktu
batuk,
bernafas
dalam/bergerak, sesak nafas, krepitasi, deformitas, tanda-tanda insufisiensi pernapasan seperti sianosis dan takipnea (Sjamsuhidajat, dkk., 2004). Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis
setelah
timbul
komplikasi, seperti hematotoraks dan
pneumotoraks (Anonim, 2004). Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi
fragmen tulangnya.
Dalam
penegakan
diagnosis diperlukan
(Azz, 2008).
8. Pemeriksaan Diagnostik a. Rontgen standar Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga. b. EKG c. Monitor laju nafas, analisis gas darah d. Pulse oksimetri
9. Penatalaksanaan a. Berdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi: 1) Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika) 2) Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3) Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.
b. Berdasarkan tahapan penatalksanaan: 1) Primary survey
Airway dengan kontrol servikal Penilaian: Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi) Penilaian akan adanya obstruksi Management: Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi Bersihkan airway dari benda asing.
Breathing dan ventilasi Penilaian Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi Tentukan laju dan dalamnya pernapasan Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tandatanda cedera lainnya. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor Auskultasi thoraks bilateral Management: Pemberian oksigen Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta costacosta di atas dan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.
Circulation dengan kontrol perdarahan Penilaian Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal Mengetahui sumber perdarahan internal Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. Periksa tekanan darah Management:
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap pemberian cairan awal. Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
Disability Menilai tingkat kesadaran memakai GCS Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
Exposure/environment Buka pakaian penderita Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.
Tambahan primary survey Pasang monitor EKG Kateter urin dan lambung Monitor laju nafas, analisis gas darah Pulse oksimetri Pemeriksaan rontgen standar Lab darah
Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok.
2) Secondary survey
Anamnesis à AMPLE dan mekanisme trauma
Pemeriksaan fisik Kepala dan maksilofasial Vertebra servikal dan leher Thorax Abdomen Perineum Musculoskeletal Neurologis Reevaluasi penderita
Rujuk Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
c. Penatalaksanaan umum untuk fraktur 1) Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. a) Reduksi Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau mengembalikan fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Metode
untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna yang digunakan dengan menyatukan fragmenfragmen yang terpisah dengan operatif untuk menghindari cacat permanen. Alat fiksasi interna yang digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain seperti hematotoraks.
b) Imobilisasi Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur iga dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat berpartisipasi membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga
tidak
dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.
c) Rehabilitasi Rehabilitasi
bertujuan
untuk
mengembalikan,
mengoptimalkan serta stabilisasi fungsi organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi secara bertahap dilakukan aktifitas fisik yang ringan hingga tahap pemulihan fungsi organ terjadi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR COSTAE 1. Pengkajian a. Anamnesis 1) Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah berat saat bernafas. Bernafas (inspirasi) rongga dada mengembang menggerakkan fragmen costa yang patah menimbulkan gesekan antara ujung
fragmen dengan jaringan lunak sekitar rangsangan
nyeri. 2) Sesak
nafas
atau
bahkan
saat
batuk
keluar
darah,
mengindikasikan adanya komplikasi cedera pada paru. 3) Mekanisme trauma b. Pemeriksaan fisik 1) Airway a) look: benda asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur, trakea b) listen: dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor c) feel 2) Breathing a) Look : pergerakan
dinding dada (asimetris/simetris), warna
kulit, memar, deformitas, gerakan paradoksal. b) Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan c) Feel: krepitasi, nyeri tekan 3) Ciculation a) Tingkat kesadaran b) Warna kulit c) Tanda-tanda laserasi d) Perlukaan eksternal 4) Disability a) Tingkat kesadaran b) Respon pupil c) Tanda-tanda lateralisasi d) Tingkat cedera spinal
5) Exposure a) Buka pakaian penderita b) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat. Pemeriksaan fisik lain: a) Periksa
abdomen
terutama
pada
fraktur
costa
bagian
inferior : diafragma, hati, limpa,ginjal, dan usus. b) Periksa tulang rangka : vertebrae, sternum, clavikula, fungsi anggota gerak. c) Nilai status neurologis : plexus brachialis, intercostalis, subclavia. c. Pemeriksaan penunjang 1) Rontgen thorax anteroposterior dan lateral
dapat
membantu
diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique untuk diagnosis fraktur multiple. 2) EKG 3) Monitor laju nafas, analisis gas darah, pulse oksimetri. d. Diagnosis Banding 1) Fraktur sternum 2) Fraktur vertebrae 3) Stress fraktur 4) Osteoarthritis 5) Pneumotoraks 6) Cedera trakea dan bronkus 7) Contusio dinding dada 8) Flail chest e. Penatalaksanaan Fraktur 1-2 costae tanpa adanya penyulit/kelainan lain ditangani secara konservatif (analgetika). Fraktur lebih dari 2 costae harus diwaspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks). Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain
(seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.) ditujukan untuk mengatasi kelainan yang mengancam
jiwa
secara langsung,
di ikuti
oleh
penanganan pasca operasi/ tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan rontgen berkala, sehingga dapat menghindari morbiditas komplikasi (Anonim, 2011). Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau
kerusakan organ intratoraks lain, adalah (Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004): 1) Analgetik yang adekuat (oral/ iv /intercostal block) 2) Bronchial toilet 3) Cek lab berkala : Hb, Ht, leukosit, trombosit,dan analisa gas darah 4) Cek foto rontgen berkala Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana fraktur costa yaitu (Azz, 2008): 1) Primary Survey a) Airway dengan kontrol servikal Penilaian dengan memperhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi), serta penilaian akan adanya obstruksi. Management dengan melakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi. Kemudian bersihkan airway dari benda asing. b) Breathing dan ventilasi Penilaian dengan membuka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi. Lalu menentukan laju dan dalamnya pernapasan. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk
mengenali
kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda- tanda cedera lainnya. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor, diikuti auskultasi thoraks bilateral. Management meliputi pemberian oksigen, analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada, misalnya morphine sulfate.
Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae, contoh
bupivakain
(Marcaine)
0,5%
2 sampai 5 ml,
diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera
(tempat
penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus, jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru). Pengikatan dada yang
kuat
tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan. c) Circulation Penting untuk kontrol perdarahan. Penilaian untuk mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal dan sumber perdarahan internal. Periksa nadi: pulsus arteri
paradoksus. besar
kecepatan,
kualitas,
Tidak diketemukannya
merupakan
keteraturan, pulsasi
dari
pertanda diperlukannya resusitasi
masif segera. Periksa warna kulit, kenali tanda- tanda sianosis, tekanan darah. Management berupa penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal; pemasangan kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan crossmatch serta Analisis Gas Darah (BGA); pemberian cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon terhadap pemberian cairan awal. Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan. d) Disability Menilai tingkat kesadaran memakai GCS, menilai pupil besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi. hipotermia dengan selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
2) Secondary Survey 1) Anamnesis: AMPLE dan mekanisme trauma 2) Pemeriksaan fisik : kepala dan maksilofasial, vertebra servikal dan leher, thorax, abdomen, perineum, musculoskeletal, neurologis, re evaluasi penderita. f. Komplikasi 1) Atelektasis 2) Pneumonia 3) Hematotoraks 4) Pneumotoraks 5) Cedera a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung 6) Laserasi jantung (Dewi, 2010; Sjamsuhidajat, dkk., 2004) g. Prognosis Fraktur costa pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik. Sedangkan pada penderita dewasa umumnya memiliki prognosis yang kurang baik oleh karena selain penyambungan tulang relatif lebih lama juga umumnya disertai dengan komplikasi. Keadaan ini disebabkan costa pada orang sehingga
akan
dewasa
lebih
rigid
mudah menusuk pada jaringan ataupun organ di
sekitarnya. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila terdapat fraktur pada costa I-III atau fraktur klavikula (Dewi, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema
dan
cedera
pada
jaringan,
alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. d. Resiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun, penurunan kekuatan/tahanan. e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka, cidera pada kulit, terpapar mikroorganisme luar. f. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan depresi sirkulasi, penyempitan jalan nafas. g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kekuatan otot menurun, kelelahan, dan kelemahan fisik. h. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kemampuan otot menurun, kelelahan dan kelemahan fisik. i. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Intervensi Keperawatan No
1.
Dx Keperawatan Nyeri akut Definisi
: Pengalaman
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil NOC
NIC
Pain Level,
Pain Management
sensori dan emosional
Pain control
yang
tidak
Comfort level
menyenangkan
yang
-
Lakukan pengkajian nyeri secara
muncul akibat kerusakan Kriteria Hasil :
komprehensif
jaringan yang aktual atau
termasuk lokasi,
potensial
atau
digambarkan dalam hal kerusakan rupa
sedemikian (International
Association for the study
Mampu mengontrol
karakteristik, durasi
nyeri (tahu penyebab
frekuensi, kualitas
nyeri, mampu
dan faktor
menggunakan tehnik
presipitasi
nonfarmakologi untuk mengurangi
of Pain): awitan yang
nyeri, mencari
tiba-tiba atau lambat dan
bantuan)
-
Observasi reaksi nonverbal dan
intensitas ringan hingga
Melaporkan bahwa
berat dengan akhir yang
nyeri berkurang
dapat diantisipasi atau
dengan
komunikasi
diprediksi
menggunakan
terapeutik untuk
manajemen nyeri
mengetahui
dan
berlangsung <6 bulan.
ketidaknyamanan -
Mampu mengenali Batasan Karakteristik :
Perubahan selera makan
Perubahan tekanan darah
pasien -
dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
-
berkurang
Evaluasi pengalaman nyeri
Perubahan frekwensi jantung
pengalaman nyeri
nyeri (skala, intensitas, frekuensi
Gunakan teknik
masa lampau -
Perubahan frekwensi
Evaluasi bersama pasien dan tim
pernapasan
kesehatan lain
Laporan isyarat
Diaforesis
Perilaku distraksi
kontrol nyeri masa
(mis,berjaIan
Iampau
mondar-mandir
tentang ketidakefektifan
-
Bantu pasierl dan
mencari orang lain
keluarga untuk
dan atau aktivitas
mencari dan
lain, aktivitas yang
menemukan
berulang)
dukungan
Mengekspresikan
-
Kontrol lingkungan
perilaku (mis,
yang dapat
gelisah, merengek,
mempengaruhi nyeri
menangis)
seperti suhu ruangan,
Masker wajah (mis,
pencahayaan dan
mata kurang
kebisingan
bercahaya, tampak
-
presipitasi nyeri
kacau, gerakan mata berpencar atau tetap
meringis)
(farmakologi, non
Sikap melindungi
farmakologi dan
area nyeri
inter personal)
Fokus menyempit
-
Kaji tipe dan sumber
(mis, gangguan
nyeri untuk
persepsi nyeri,
menentukan
hambatan proses
intervensi -
Ajarkan tentang
interaksi dengan
teknik non
orang dan
farmakologi -
Berikan anaIgetik
Indikasi nyeri yang
untuk mengurangi
dapat diamati
nyeri
Perubahan posisi
-
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
untuk menghindari
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
lingkungan)
-
pada satu fokus
berfikir, penurunan
Kurangi faktor
nyeri
-
Tingkatkan istirahat
Sikap tubuh
-
Kolaborasikan
melindungi
dengan dokter jika
Dilatasi pupil
ada keluhan dan
Melaporkan nyeri
tindakan nyeri tidak berhasil
secara verbal
-
Gangguan tidur
Monitor penerimaan pasien tentang
Faktor Berhubungan :
Yang
manajemen nyeri
Agen cedera (mis,
Analgesic
biologis, zat kimia,
Administration
fisik, psikologis) -
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
-
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
-
Cek riwayat alergi
-
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
-
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
-
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
-
Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
-
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama kali -
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
-
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
2.
Kerusakan
integritas NOC
NIC
kulit Definisi : Perubahan / gangguan epidermis dan / atau dermis
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Hemodyalis akses
Pressure Management Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Batasan Karakteristik :
Kerusakan lapisan
Kriteria Hasil : Integritas kulit yang
kulit (dermis)
longgar
Gangguan permukaan
baik bisa
kulit (epidermis)
dipertahankan
Invasi struktur tubuh
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Faktor
Yang
Berhubungan : Eksternal :
Tidak ada luka/lesi pada kulit Perfusi jaringan baik Menunjukkan
Zat kimia, Radiasi
Usia yang ekstrim
pemahaman dalam
Hindari kerutan pada tempat tidur Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali Monitor kulit akan adanya kemerahan Oleskan lotion atau minyak/baby oil
Kelembapan
proses perbaikan kulit
pada daerah yang
Hipertermia,
dan mencegah
tertekan
Hipotermia
terjadinya cedera
Medikasi
berulang
Lembab
Imobilitasi fisik
Internal:
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
Perubahan status cairan
Perubahan
perawatan alami
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Insision site care
pigmentasi Membersihkan,
Perubahan turgor
Faktor perkembangan
memantau dan
Kondisi
meningkatkan proses
ketidakseimbangan
penyembuhan pada
nutrisi (mis.obesitas,
luka yang ditutup
emasiasi)
dengan jahitan, klip
Penurunan
atau straples
imunologis
Monitor proses
Penurunan sirkulasi
Kondisi gangguan metabolik
Gangguan sensasi
Tonjolan tulang
kesembuhan area insisi Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril
Gunakan preparat antiseptic, sesuai program Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program Dialysis
Acces
Maintenance 3.
Hambatan
Mobiltas NOC
Fisik
Joint Movement :
Definisi : Keterbatasan
Active
pada pergerakan fisik Mobility level tubuh atau satu atau lebih Self care : ADLs ekstremitas
secara
NIC Exercise
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak-balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,meningkatkan
:
ambulation
Monitoring vital sign
Transfer performance
sebelum/sesudah
mandiri dan terarah. Batasan Karakteristik :
therapy
latihan dan lihat respon pasien saat
Kriteria Hasil: Klien meningkat
dalam aktivitas fisik
latihan
dengan terapi fisik
Mengerti tujuan dan
tentang rencana
peningkatan
ambulasi sesuai
mobilitas Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
Konsultasikan
dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, focus pada ketunadayaan/aktivit
penggunaan alat
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
Bantu untuk
lain tentang teknik
mobilisasi (walker)
ambulasi
Kaji kemampuan
as sebelum sakit)
pasien dalam
Dispnea setelah
mobilisasi
beraktivitas
Memperagakan
Latih pasien dalam
Perubahan cara
pemenuhan
berjalan
kebutuhan ADLs
Gerakan bergetar
secara mandiri
Keterbatasan
sesuai kemampuan
kemampuan
pasien saat
keterampilan
mobilisasi dan bantu
motorik halus
penuhi kebutuhan
Keterbatasan
ADLs pasien. Berikan alat bantu jika klien
keterampilan
memerlukan.
Ajarkan pasien
Keterbatasan rentang
bagaimana merubah
pergerakan sendi
posisi dan berikan
Tremor akibat
bantuan
pergerakan
melakukan
motorik kasar
Dampingi dan Bantu
melakukan
kemampuan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor
Yang
Berhubungan :
Intoleransi aktivitas
Perubahan metabolisme selular
Ansietas
Indeks masa tubuh diatas perentil ke 75 sesuai usia
Gangguan kognitif
Konstraktur
Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa otot
Malnutrisi
Gangguan muskuloskeletal
Gangguan neuromuskular, Nyeri
Agens obat
Penurunan kekuatan otot
Kurang pengetahuan tentang aktvitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse, Kaku sendi
Kurang dukungan Iingkungan (mis, fisik atau sosiaI)
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
Kerusakan integritas struktur tulang
Program pembatasan gerak
Keengganan memulai pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensori perseptual
4.
Risiko Infeksi Definisi peningkatan terserang patogenik
NOC
: Mengalami Immune Status resiko Knowledge : organisme
Infection control Risk control Kriteria Hasil:
NIC Infection
Control
(Kontrol infeksi) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Klien bebas dari
Faktor Resiko :
tanda dan gejala
Penyakit kronis.
infeksi
Diabetes melitus
Mendeskripsikan
Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu
Obesitas
proses penularan
Pengetahuan yang tidak
penyakit, faktor yang
pengunjung untuk
cukup untuk
mempengaruhi
mencuci tangan saat
penularan serta
berkunjung dan
penatalaksanaannya
setelah berkunjung
menghindari pemanjanan patogen. Pertahanan primer
tubuh
yang
tidak
adekuat. Gangguan peritalsis Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena, prosedur invasif) Perubahan sekresi pH Penurunan kerja siliaris
Menunjukkan kemampuan untuk
Instruksikan pada
meninggalkan pasien Gunakan sabun
mencegah timbulnya
antimikrobia untuk
infeksi
cuci tangan
Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan
Pecah ketuban dini
lingkungan aseptik
Pecah ketuban lama
selama pemasangan
Merokok Stasis cairan tubuh Trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan) Ketidakadekuatan pertahanan sekunder Penurunan hemoglobin
alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Imunosupresi (mis, imunitas didapat tidak
Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi
adekuat, agen farmaseutikal termasuk
antibiotik bila perlu
imunosupresan, steroid,
Infection Protection
antibodi monoklonal,
(proteksi terhadap
imunomudulator)
infeksi)
Supresi respon inflamasi
gejala infeksi
Vaksinasi tidak adekuat Pemajanan patogen
Monitor tanda dan
terhadap lingkungan
meningkat
sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentangan terhadap infeksi
Wabah
Batasi pengunjung
Prosedur invasif
Sering pengunjung
Malnutrisi
terhadap penyakit menular Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Inspeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif 5.
Definisi
: Peningkatan NOC
kerentanan untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik
Trauma Risk For Injury risk for
NIC Fall Prevention - Mengidentifikasi defisit kognitif atau
Faktor Resiko :
Dewasa
Usia 65 tahun atau lebih
Riwayat jatuh
Tinggal sendiri
Kriteria Hasil : Keseimbangan : kemampuan untuk mempertahankan ekuilibrium
fisik pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu Mengidentifikasi perilaku dan faktor
Prosthesis eksremitas
Gerakan
yang mempengaruhi
bawah
terkoordinasi :
Penggunaan alat
kemampuan otot
bantu (mis, walker,
untuk bekerja sama
karakteristik
tongkat)
secara volunter untuk
lingkungan yang
Penggunaan kursi
melakukan gerakan
dapat meningkatkan
roda
yang bertujuan
potensi untuk jatuh
Anak Usia dua tahun atau kurang Tempat tidur yang terletak didekat jendela Kurangnya penahan/pengekang kereta dorong Kurangnya/longgarny a pagar pada tangga Kurangnya penghalang tau tali pada jendela Kurang pengawasan orang tua Jenis kelamin lakilaki yang berusia < 1 tahun Bayi yang tidak diawasi saat berada dipermukaan yang tinggi (mis.,tempat tidur/meja)
Perilaku pencegahan
risiko jatuh - Mengidentifikasi
(misalnya, lantai yang
jatuh : tindakan
licin dan tangga
individu atau pemberi
terbuka)
asuhan untuk
- Sarankan perubahan
meminimalkan faktor
dalam gaya berjalan
resiko yang dapat
kepada pasien
memicu jatuh
- Mendorong pasien
dilingkungan
untuk menggunakan
individu
tongkat atau alat
Kejadian jatuh : tidak
pembantu berjalan
ada kejadian jatuh
- Kunci roda dari kursi
Pengetahuan :
roda, tempat tidur,
pemahaman
atau brankar selama
pencegahan jatuh
transfer pasien
Pengetahuan : keselamatan anak fisik Pengetahuan : keamanan pribadi Pelanggaran perlindungan tingkat kebingungan Akut Tingkat Agitas
- Tempat artikel mudah dijangkau dari pasien - Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk meminimalkan cedera - Memantau kemampuan untuk mentransfer dari tempat tidur ke kursi
Kognitif
Komunitas pengendalian risiko :
Penurunan status mental
Fisiologis
Sakit akut
Anemia
Arthritis
Penurunan kekuatan
Kekerasan Komunitas tingkat kekerasan Gerakan Terkoordinasi Kecenderungan risiko pelarian untuk kawin
dan demikian pula sebaliknya - Gunakan teknik yang tepat untuk mentransfer pasien ke dan dari kursi roda, tempat tidur, toilet, dan Sebagainya
ekstremitas bawah
Kejadian Terjun
Diare
Mengasuh
Kesulitan gaya
keselamatan fisik
memudahkan,
berjalan
remaja
transfer
Vertigo saat mengekstensikan leher
Masalah kaki
Kesulitan mendengar
Gangguan keseimbangan
Gangguan mobilitas fisik
Inkontinensia
Neoplasma (mis., Ietih/mobilitas terbatas)
Mengasuh : bayi /
- Menyediakan toilet ditinggikan untuk
- Menyediakan kursi
balita keselamatan
dari ketinggian yang
fisik
tepat, dengan
Perilaku Keselamatan pribadi Keparahan cedera fisik
sandaran dan sandaran tangan untuk memudahkan transfer
Pengendalian risiko
- Menyediakan tempat
Pengendalian risiko :
tidur kasur dengan
penggunaan alkohol,
tepi yang erat untuk
narkoba
memudahkan transfer
Pengendahan risiko:
- Gunakan rel sisi
pencahayaan sinar
panjang yang sesuai
matahari
dan tinggi untuk
Neuropati
Deteksi Risiko
mencegat jatuh dari
Hipotensi ortostatisk
Lingkungan rumah
tempat tidur, sesuai
Kondisi postoperative
Aman Aman berkeliaran
kebutuhan - Memberikan pasien tergantung dengan
Perubahan gula darah postprandial
Zat penarikan keparahan
sarana bantuan pemanggilan
Integritas jaringan :
(misalnya, bel atau
Ngantuk
kulit & membran
cahaya panggilan)
Berkemih yang
mukosa
ketika pengasuh tidak
Deficit proprioseptif
mendesak
Penyakit vaskuler
Kesulitan melihat
Perilaku kepatuhan visi
hadir - Membantu ke toilet seringkali, interval dijadwalkan - Menandai ambang pintu dan tepi langkah, sesuai kebutuhan - Hapus dataran rendah perabotan (misalnya, tumpuan dan tabel) yang menimbulkan bahaya tersandung - Hindari kekacauan pada permukaan lantai - Memberikan pencahayaan yang memadai untuk meningkatkan visibilitas - Menyediakan lampu malam di samping tempat tidur - Menyediakan pegangan tangan
terlihat dan memegang tiang - Menyediakan lajur anti tergelincir, permukaan lantai nontrip/tidak tersandung - Menyediakan permukaan nonslip/ anti tergelincir di bak mandi atau pancuran - Menyediakan kokoh, tinja curam nonslip/ anti tergelincir untuk memfasilitasi jangkauan mudah - Pastikan pasien yang memakai sepatu yang pas, kencangkan aman, dan memiliki sol tidak mudah tergelincir - Anjurkan pasien untuk memakai kacamata, sesuai, ketika keluar dari tempat tidur - Mendidik anggota keluarga tentang faktor risiko yang berkontribusi
terhadap jatuh dan bagaimana mereka dapat menurunkan resiko tersebut - Sarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keselamatan - Instruksikan keluarga pada pentingnya pegangan tangan untuk kamar mandi, tangga, dan trotoar - Sarankan atas kaki yang aman - Mengembangkan cara untuk pasien untuk berpartisipasi keselamatan dalam kegiatan rekreasi - Lembaga program latihan rutin fisik yang meliputi berjalan - Tanda-tanda posting untuk mengingatkan staf bahwa pasien yang berisiko tinggi untuk jatuh - Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain untuk
meminimalkan efek samping dari obat yang berkontribusi terhadap jatuh (misalnya, hipotensi ortostatik dan kiprah goyah) - Memberikan pengawasan yang ketat dan / atau perangkat menahan (misalnya, bayi kursi dengan sabuk pengaman) ketika menempatkan bayi / anak-anak muda pada permukaan ditinggikan (misalnya, meja dan kursi tinggi)
6.
Intoleransi aktivitas
NOC
NIC
Definisi
Energy conservation
Activity Therapy
: Ketidakcukupan energi Activity tolerance psikologis atau fisiologis Self Care : ADLs
kehidupan
aktifitas Kriteria Hasil : sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan.
Kolaborasikan dengan tenaga
untuk melanjutkan atau menyelesaikan
-
rehabilitasi medik dalam merencanakan
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
program terapi yang tepat
Batasan Karakteristik :
tekanan darah, nadi
-
dan RR
Respon tekanan darah Mampu melakukan abnormal terhadap aktivitas sehari-hari aktivitas (ADLs) secara Respon frekwensi jantung abnormal terhadap aktivitas
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan -
mandiri
memilih aktivitas
Tanda-tanda vital
konsisten yang
normal
sesuai dengan
Level kelemahan
kemampuan fisik,
mencerminkan
Mampu berpindah:
psikologi dan social
aritmia
dengan atau tanpa
Perubahan EKG yang
bantuan alat
-
Bantu untuk mengidentifikasi dan
Status
mendapatkan
iskemia
kardiopulmunari
sumber yang
Ketidaknyamanan
adekuat
diperlukan untuk
setelah beraktivitas
Sirkulasi status baik
aktivitas yang
Dipsnea setelah
Status respirasi :
diinginkan
beraktivitas
pertukaran gas dan
Menyatakan merasa
ventilasi adekuat
-
Bantu untuk mendapatkan alat
letih
bantuan aktivitas
Menyatakan merasa
seperti kursi roda,
lemah
kruk -
Faktor
Yang
Bantu untuk mengidentifikasi
Berhubungan :
Bantu untuk
Perubahan EKG yang
mencerminkan
Bantu klien untuk
aktivitas yang disukai
Tirah Baring atau
-
imobilisasi
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
-
Bantu pasien/keluarga
Imobilitas
untuk
Gaya hidup monoton
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas -
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
-
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
-
Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
7.
Defisit Perawatan Diri
NOC :
NIC
Self care : Activity of
Self Care assistane :
Daily Living (ADLs)
ADLs - Monitor kemempuan
Kriteria hasil: Klien terbebas dari bau badan. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs. Dapat melakukan ADLS tanpa bantuan
klien untuk perawatan diri yang mandiri. - Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. - Sediakan bantuan sampai klien mampu
secara utuh untuk melakukan self-care. - Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. - Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. - Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. - Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. - Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
8.
Ketdakefektifan bersihan jalan nafas
NIC
Respiratory status :
Airway suction
Ventilation
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan
NOC
sekresi
Respiratory status :
untuk
mempertahankan kebersihan jalan nafas.
bersih, tidak ada
o Suara napas
sianosis dan dyspneu
tambahan o Perubahan frekwensi napas o Perubahan irama napas o Sianosis o Kesulitan berbicara
mengeluarkan sputum, mampu
Menunjukkan jalan
suara
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
dalam rentang
o Sputum dalam jumlah
normal, tidak ada
o Batuk yang tidak efektif
-
suara nafas abnormal) Mampu
o Orthopneu
mengidentifikasikan
o Gelisah
dan mencegah faktor
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
-
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
-
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
-
Anjurkan pasien untuk istirahat dan
frekuensi pernafasan
o Dipsneu
yang berlebihan
tentang suctioning
mudah, tidak ada pursed lips)
Informasikan pada klien dan keluarga
bernafas dengan
nafas yang paten
napas
-
(mampu
atau mengeluarkan o Penurunan bunyi
sesudah suctioning.
suara nafas yang
o Tidak ada batuk
Auskultasi suara nafas sebelum dan
Kriteria Hasil :
batuk efektif dan Batasan Karakteristik :
suctioning -
Mendemonstrasikan
Pastikan kebutuhan oral/tracheal
Airway patency
atau obstruksi dan saluran pernafasan
-
napas dalam setelah kateter dikeluarkan dan nasotrakeal -
Monitor status oksigen pasien
-
Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
o Mata terbuka lebar
Faktor
Yang
yang dapat
-
Hentikan suksion
menghambat jalan
dan berikan oksigen
nafas
apabila pasien menunjukkan
Berhubungan :
bradikardi,
Lingkungan
peningkatan saturasi O2, dll
o Perokok pasif o Mengisap asap o Merokok
Airway Management -
Obstruksi jalan nafas
guanakan teknik chin lift atau jaw
o Spasme jalan nafas
thrust bila perlu
o Mokus dalam jumlah berlebihan
-
memaksimalkan
alveoli
ventilasi
o Maten asing dalan -
pemasangan alat
buatan
jalan nafas buatan
o Sekresi bertahan/sisa -
Pasang mayo bila perlu
o Sekresi dalam bronki Fisiologis :
Identifikasi pasien perlunya
o Adanya jalan napas
sekresi
Posisikan pasien untuk
o Eksudat dalam jalan
jalan napas
Buka jalan nafas,
-
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
o Jalan napas alergik
-
Keluarkan sekret
o Asma
dengan batuk atau
o Penyakit paru
suction
obstruktif kronik o Hiperplasi dinding bronkial o Infeksi
-
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
o Disfungsi
-
neuromuskular
Lakukan suction pada mayo
-
Berikan bronkodilator bila perlu
-
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCI Lembab
-
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
-
Monitor respirasi dan status O2
9.
Definisi : Kelebihan atau NOC : kekurangan oksigenasi
dalam dan
atau
pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Respiratory Status :
Airway Management
Gas exchange
guanakan teknik
Respiratory Status :
chin lift atau jaw
ventilation Vital Sign Status
Buka jalan nafas,
thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik :
memaksimalkan
Kriteria Hasil :
ventilasi
Gangguan
Mendemonstrasikan
Identifikasi pasien
penglihatan
peningkatan ventilasi
perlunya
Penurunan CO2
dan oksigenasi yang
pemasangan alat
Takikardi
adekuat
jalan nafas buatan
Hiperkapnia
Keletihan
kebersihan paru paru
Somnolen
dan bebas dari tanda
Iritabilitas
Memelihara
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Hypoxia
tanda distress
Kebingungan
pernafasan
dengan batuk atau
Dyspnoe
Mendemonstrasikan
suction
Nasal faring
batuk efektif dan
AGD Normal
suara nafas yang
nafas, catat adanya
Sianosis
bersih, tidak ada
suara tambahan
Warna kulit abnormal
sianosis dan dyspneu
(pucat, kehitaman)
(mampu
Hipoksemia
mengeluarkan
Hiperkarbia
sputum, mampu
bronkodilator bial
Sakit kepala ketika
bernafas dengan
perlu
bangun
mudah, tidak ada
Frekuensi dan
pursed lips)
kedalaman nafas
Tanda tanda vital
Auskultasi suara
Lakukan suction pada mayo
Berika
Barikan pelembab udara
dalam rentang normal
abnormal
Keluarkan sekret
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Faktor
faktor
yang
berhubungan :
Monitor respirasi dan status O2
Ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Perubahan membran
Respiratory Monitoring
kapiler-alveolar Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha respirasi Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas,
seperti dengkur Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan
otot diagfragma (gerakan paradoksis) Auskultasi suara
nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan
suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. 2012. Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.