Laporan Pendahuluan Halusinasi Penglihatan

  • Uploaded by: Widya Puji Lestari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Halusinasi Penglihatan as PDF for free.

More details

  • Words: 4,129
  • Pages: 29
Loading documents preview...
BAB II TINJAUAN PUSTAKAAN

2.1 Pengertian Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakam salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perbaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, dkk, 2015) Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan (Varcarolis, 2006 dalam Yosep, 2009). Halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar yang terjadi pada semua system pengindraan dan hanya dirasakan oleh klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut tidak ada secara nyata (Erlinafsiah, 2010) Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, member persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa objek/ rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan rangsang internal pikiran dan rangsang eksternal (Trimelia, 2011).

8

9

Halusinasi penglihatan (Visual-seeing person or things) merupakan Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang, atau panorama yang luas dan komplek, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Biasamya prilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempay tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat (Trimelia, 2011). Dapat disimpulkan bahwa halusinasi penglihatan adalah

gangguan

persepsi seseorang dimana terdapat stimulus dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama luas dan komplek yang mana sebenarnya tidak ada. 2.2 Klasifikasi Halusinasi Menurut Trimelia (2011): 1. Halusinasi pendengaran: ditandai dengan mendengar suara, terutama suara suara orang, biasanya klien

mendengar

suara

orang

yang

membicarakan,

mengejek,

menertawakan, mengancam, memerintah untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat kamit, dan ada gerakan tangan. 2. Halusinasi penglihatan ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan fenomena yang luas dan komplek. Penglihatan bisa menyenangkan dan menakutkan.

10

Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat. 3. Halusinasi penghidu: ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikkan seperti darah, urine, fases. Kadang-kadang tercium bau harum seperti parfum. 2.3

Etilologi Menurut AH.Yusuf, dkk (2015) faktor-faktor yang menyebabkan

Halusinasi Sebagai berikut : 2.3.1 Faktor predisposisi 1. Faktor Perkembangan Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Klien mungkin menekan perasaannya sehingga permatangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. 2. Faktor Sosial Budaya Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti halusinasi. 3. Faktor Psikologis Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang

bertentangan

dapat

menimbulkan

ansietas

berat

pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi

terakhir

dengan

11

4. Faktor Biologis Stuktur otak yang abnormal ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran, ventrikel, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik. 5. Faktor Genetik Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada klien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizifrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tuanya skizofrenia. 2.3.2 Faktor Presipitasi 1. Stesor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi. 2. Faktor Biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi. 3. Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realitas. Klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.

12

4. Faktor Prilaku Prilaku yang perlu di kaji pada klien dengan orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial. 2.4 Manifestasi Klinis Menurut Stuart & Sundeen (1998) dikutip oleh Trimeilia (2011), data subyektif dan obyektif klien halusinasi adalah sebagai berikut: -

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

-

Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

-

Gerakan mata cepat

-

Respon verbal lamban atau diam

-

Diam yang dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan

-

Terlihat bicara sendiri

-

Menggerakkan bola mata dengan cepat

-

Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu

-

Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari keruangan lain

-

Disorientasi (waktu, tempat, orang)

-

Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah

-

Perubahan prilaku dan pola komunikasi

-

Gelisah, ketakutan, ansietas

-

Peka rangsang dan melaporkan adanya halusinasi.

13

2.5 Pohon Masalah

Berikut ini pohon masalah menurut Trimeilia (2011):

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Penglihatan

Penurunan Minat Merawat Diri

Isolasi Sosial Harga Diri Rendah

Penurunan Motivasi

Ketidakberdayaan Koping Individu Tidak Efektif

Bagan 2.1 Pohon Masalah Halusinasi Penglihatan

14

2.6 Rentang Respon Neurobiologis Menurut Kusumawati dan Hartono (2011) rentang respon neurobiologis individu dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon adaptif sampai maladaptif adalah sebagai berikut: Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Pikiran logis

Distorsi pikiran

Waham

Persepsi akurat

Ilusi

Halusiansi

Emosi konsisten

Menarik diri

Perilaku sesuai

Reaksi emosi

Hubungan sosial

Perilaku tidak biasa

Sulit berespon Perilaku disorganisasi Isolasi sosial

Bagan 2.2 Rentang Respon Neurobiologis Keterangan gambar: A. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif meliputi: -

Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

-

Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

-

Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari pengalaman para ahli.

-

Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih ada dalam batas kewajaran.

15

-

Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

B. Respon psikososial meliputi: -

Distorsi pikiran adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.

-

Ilusi adalah mis interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra.

-

Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain.

-

Reaksi emosi adalah emosi yang diekpresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

-

Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajiban.

C. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan. Respon maladaptif meliputi: -

Waham adalah keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan tetaoi dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain.

-

Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

-

Sulit berespon adalah ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami, kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.

-

Perilaku disorganisasi adalah sesuatu perilaku yang tidak teratur.

16

-

Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain sebagai sesuatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.7 Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi Menurut Trimelia (2011) tahapan proses terjadinya halusinasi adalah sebagai berikut: 1.

Tahap I (sleep Disorder) Fase awal individu sebelum muncul halusinasi. Karakteristiknya: Individu merasa banyak masalah, ingin menghindar dari orang lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulasi (missal: putus cinta, dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah kuliah dan lain-lain). Masalah semakin merasa menekan, support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya pemecahan masalah.

2.

Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety) Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima sebagai sesuatu yang alami. Karakteristiknya:

17

Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan. Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada penenangan pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut. Individu beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikontrol atau dikendalikan jika kecemasannya bisa diatasi. Dalam tahap ini ada kecendrungan individu merasa nyaman dengan halusinasinya dan halusinasi bisa bersifat sementara. Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan. 3.

Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety) Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu dan secara umum halusinasi menjijikkan. Karakteristiknya: Pengalaman sensori individu menjadi sering dating dan mengalami bias. Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan.Mulai merasa kehilangan kendali dan merasa tidak mampu lagi mengontrolnya. Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dan objek sumber yang dipersepsikan individu.

18

Individu mungkin merasa malu kerena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik dir dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkatan system syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti: pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi meningkat, konsentrasi menurun, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita. 4.

Tahap IV (Controling Severe Level of Anxiety) Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa. Karakteristiknya: Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu. Klien berusaha melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi, sehingga membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori atau halusinasinya tersebut berakhir (dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik). Perilaku yang muncul: cendrung mengikuti petunjuk isi halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/ menit, gejala fisik dari kecemasan berat, seperti: berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

19

5.

Tahap V (Councuering Panic Level of Anxiety) Halusiansi bersifat menaklukkan, halusinasi menjadi lebih rumit dan klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Karakteristiknya: Pengalaman sensori menjadi terganggu. Halusinasi

berubah

mengancam,

memerintah,

memarahi,

dan

menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien terasa terancam. Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri. Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau bisa juga beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/ kronis (terjadi gangguan psikotik berat). Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, resiko membunuh diri atau membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri), tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek dan lebih dari satu orang.

20

2.8 Proses Keperawatan Menurut AH.Yusuf (2015) proses keperawatan pada klien halusinasi adalah sebagai berikut: 2.8.1 Pengkajian 2.8.1.1 Faktor predisposisi 1. Faktor Perkembangan Hambatan perkembangan akan menganggu hubungan interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Klien mungkin menekan perasaannya sehingga permatangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. 2. Faktor Sosial Budaya Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti halusinasi. 3. Faktor Psikologis Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang

bertentangan

dapat

menimbulkan

ansietas

berat

terakhir

dengan

pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi 4. Faktor Biologis Stuktur otak yang abnormal ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran, ventrikel, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.

21

2.8.1.2 Faktor Presipitasi 1. Biologis Steresor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik yang maladaftif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. 2. Pemicu gejala Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit yang biasanya terdapat pada respon neorobiologis yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu. 1) Kesehatan seperti, gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat system syaraf pusat, gangguan proses informasi, kurang olahraga, alam perasaan abnormal dan cemas. 2) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang dukungan) dan tekanan pekerjaan. 3) Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusan, kehilangan motivasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak berbeda dengan orang lain, kurang keterampilan sosial, perilaku agresif dan amuk.

22

3. Perilaku Berikut adalah berbagai gangguan fungsi yang akan berpengaruh pada perilaku klien halusinasi: a. Fungsi kognitif : 1. Terjadi perubahan daya ingat. 2.

Sukar untuk menilai dan menggunakan memorinya, sehingga terjadi gangguan daya ingat jangka panjang atau pendek.

3.

Menjadi pelupa dan tidak berminat.

4.

Cara berpikir magis dan primitif.

5.

Perhatian terganggu, yaitu tidak mampu mempertahankan perhatian, mudah beralih dan konsentrasi buruk.

6.

Isi pikir terganggu, yaitu tidak mampu memproses stimulus internal dan eksternal dengan baik.

7.

Tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan yang logis dan koheren, seperti berikut: 1) Kehilangan asosiasi, yaitu pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dank lien tidak menyadarinya. 2) Tangensial, yaitu pembicaraan yang berbeli-belit tapi tidak sampai pada tujuan. 3) Inkoheren, yaitu pembicaraan yang tidak nyambung. 4) Sirkumstansial, yaitu pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.

23

5) Flight of ideas, yaitu pembicaraan yang meloncat dari suatu topic ke topic lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan. 6) Blocking, yaitu pembicaraan berhenti tiba-tiba tanpa gagasan eksternal kemudian dilanjutkan kembali. 7) Perseverasi, yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali. b. Fungsi Emosi (mood dan afek) 1.

Mood adalah suasana emosi yang mempengaruhi kepribadian dan fungsi kehidupan.

2.

Afek adalah ekspresi emosi, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh dan tangan, nada suara.

3.

Afek yang maladaptif adalah: 1) Afek tumpul, yaitu kurang respon emosional terhadap pikiran/ pengalaman orang lain, seperti klien apatis. 2) Afek datar, yaitu tidak tampak ekspresi, suara menoton, tidak ada keterlibatan emosi terhadap stimulus menyenangkan atau menyedihkan. 3) Afek tidak sesuai, yaitu emosi yang tidak sesuai/ bertentangan dengan stimulus yang ada. 4) Afek labil, yaitu emosi yang cepat berubah-ubah. 5) Reaksi berlebihan, yaitu reaksi emosi yang berlebihan terhadap suatu kejadian. 6) Ambivalensi, yaitu timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada waktu bersamaan.

24

c. Fungsi Motorik 1.

Agitasi adalah gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.

2.

Tik adalah gerakan gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol.

3.

Grimasen adalah gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien.

4.

Tremor adalah jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.

5.

Kompulsif adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti berulangulang mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan dan sebagainya. d. Fungsi Sosial

1.

Kesepian: seperti perasaan terisolasi, terasing, kosong dan merasa putus asa, sehingga individu terpisah dengan orang lain.

2.

Isolasi sosial: terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional dari lingkungan.

3.

Harga diri rendah: individu mempunyai perasaan yang tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan sehingga akan mempengaruhi hubungan interpersonal.

25

2.9

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pohon masalah menurut Trimelia (2011) didapat masalah

keperawatan pada halusinasi sebagai berikut : 1. Resiko Prilaku Kekerasan 2. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Penglihatan 3. Isolasi Sosial 4. Harga Diri Rendah 5. Koping Individu Tidak Efektif 6. Defisit Perawatan Diri

2.10 Rencana Tindakan Keperawatan Tabel 1.2 Rencana Tindakan Halusinasi Penglihatan Diagnosa keperawatan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Penglihatan

Tujauan

Rencana Kriteria Hasil

TUM: Klien dapat mengontrol halusinasinya. TUK I: Klien dapat membina hubungan saling percaya

Setelah interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat: 1. Ekpresi wajah bersahabat. 2. Menunjukkan rasa sayang. 3. Ada kontak mata. 4. Mau berjabat tangan. 5. Mau menjawab salam. 6. Mau menyebut nama. 7. Mau berdampingan dengan perawat. 8. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi. TUK II: Setelah berinteraksi dengan klien: Klien dapat mengenal 1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi halusinasinya timbulnya halusinasi 2. Klien dapat mengungkapkan

Intervensi

Rasional

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: 1. Sapa klien dengan baik dan ramah 2. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat 3. Jelaskan tujuan pertemuan 4. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 5. Beri perhatian kepada klien dan penuhi kebutuhan klien

Dalam membina hubungan saling percaya, perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada klien. Pendekatan yang konsisten akan membuah hasil. Bila klien sudah percaya dengan perawat, maka asuhan keperawatan akan mudah dilaksanakan.

1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi sosial dan tanda-tandanya 2. Adakan kontak singkat dan sering secara bertahap 3. Observasi prilaku verbal dan nonverbal

Dengan memberikan halhal yang dapat membantu klien mengenal halusinasinya, klien akan

perasaan halusinasinya

terhadap 4.

5.

6. 7. 8.

TUK III: Klien mengontrol halusinasinya

Setelah berinteraksi dengan klien: dapat 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya 2. Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasinya 3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya 4. Klien dapat memilih cara mengendalikan halusinasinya

1.

2. 3. 4. 5.

yang berhubungan dengan halusinasinya Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan ketika halusinasi muncul Diskusi dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan jika halusinasi muncul Beri pujian dan penguatan terhadap tindakan yang positif Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi Diskusi cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi

bisa mengenal halusinasinya serta bisa mengatasi halusinasinya.

Dengan mengidentifikasi, merencanakan kegiatan, diskusi cara mencegah halusinasi, mendorong klien memilih cara untuk menghadapai halusinasi serta memberikan pujian terhadap tindakan yang positif maka klien dapat mengontrol

TUK IV: Klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan sistem pendukung untuk mengendalikan halusinasinya

Setelah berinteraksi dengan keluarga klien: 1. Keluarga dapat saling percaya dengan perawat 2. Keluarga dapat menjelaskan perasaannya 3. Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien halusinasi 4. Klien dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien halusinasi di rumah 5. Keluarga klien dapat berpartisipasi dalam perawatan klien halusinasi

TUK V:

Setelah berinterkasi dengan klien:

6. Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar 7. Diskusi bersama klien hasi upaya yang telah dilakukan 1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga (ucapkan salam, perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dan eksplorasi perasaan) 2. Diskusi dengan anggota keluarga tentang: 1) Perilaku halusinasi 2) Akibat yang akan terjadi jika perilaku halusinasi tidak ditanggapi 3) Cara keluarga menghadapi klien halusinasi 4) Cara keluarga merawat kien halusinasi 5) Dorong anggota keluarga untuk memberika dukungan kepada klien untuk mengontrol halusinasinya 3. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien, minimal satu minggu sekali 4. Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap hal-hal yang telah dicapai keluarga 1. Diskusikan dengan klien tentang dosis,

halusinasinya.

Dengan membina hubungan saling percaya dengan keluarga dan diskusi dengan anggota keluarga tentang halusinasi serta memberikan pujian positif kepada keluarga maka keluarga bisa mengendalikan halusinasi yang ada pada anggota keluarganya.

Memahami

prinsip-

Klien dapat 1. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek memanfaatkan obat samping obat dengan baik 2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar 3. Klien mendapatkan informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti minum obat 4. Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat

frekuensi serta manfaat minum obat 2. Anjurkan klien minta sendiri obat perawat dan merasakan manfaatnya 3. Anjurkan klien berbicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat 4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter 5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar 6. Berikan reinforcement positif atau pujian

prinsip tentang obat serta bisa memanfaatkan obat dengan baik, halusinasi pada klien akan bisa terkontrol.

2.11 Implementasi Tabel 1.3 Implementasi Keperawatan Halusinasi Penglihatan No

implementasi

Tindakan

1

Bina hubungan saling percaya. Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat.

1. Mengucapkan salam terapeutik setiap kali berinteraksi dengan klien. 2. Berjabat tangan. 3. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang disukai, tanyakan nama dan nama panggilan klien. 4. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini. 5. Membuat kontrak: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama klien akan dikerjakan dan tempatnya dimana. 6. Menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi. 7. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien. 8. Penuhi kebutuhan dasar klien bila memungkinkan.

2

Melatih halusinasi

1. Menghardik halusinasi Menghardik halusiansi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul, sehingga halusinasi tersebut terputus. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, klien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemapuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya

klien

mengontrol

Tahapan tindakan meliputi: 1) Menjelaskan tujuan menghardik halusinasi 2) Menjelaskan cara menghardik halusinasi 3) Memperagakan cara halusinasi 4) Meminta klien memperagakan ulang 5) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien 2. Bercakap-cakap dengan orang lain Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga halusinai yang muncul akan terputus dan dicegah untuk tidak muncul lagi. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Tahapan tindakan meliputi: 1) Menjelaskan tujuan menemui orang lain dan bercakap-cakap. 2) Menjelaskan cara menemui orang lain dan bercakap-cakap. 3) Memperagakan cara menemui orang lain dan bercakap-cakap. 4) Meminta klien memperagakan ulang. 5) Memantau penerapan cara ini, menguatkan prilaku klien. 3. Melakukan aktivitas yang terjadwal Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur, karena dengan aktivitas yang teratur akan mencegah munculnya halusinasi. Dengan beraktivitas secar terjadwal, klien tidak akan mempunyai banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu klien yang mengalami halusiansi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan caraberaktivitas secar teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut:

1) 2) 3) 4)

Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh klien. Melatih klien melakukan akltivitas. Menyusun jadwal kegiatan sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang dilatih. Upayakan klien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu. 5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan terhadap prilaku klien yang positif. 4. Menggunakan obat secara teratur Untuk mampu mengontrol halusinasi, klien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program.Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk mecapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat: 1) Menjelaskan guna obat. 2) Menjelaskan akibat bila putus obat. 3) Menjelaskan cara mendapatkan obat. 4) Menjelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar klien, benar cara, benar waktu, benar dosis).

33

Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan keperawatan, maka perawat perlu membuat strategi pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarganya seperti berikut: 1. Tindakan Keperawatan pada Klien a. SP I 1) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien 2) Mengidentifikasi isi halusiansi klien 3) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien 4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien 5) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi 6) Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi 7) Mengajarkan klien menghardik halusinasi 8) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian b. SP II 1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain 3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian c. SP III 1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang bisa dilakukan klien) 3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

34

d. SP IV 1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. 2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur. 3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. 2. Tindakan Keperawatan pada Keluarga a. SP I 1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien. 2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses terjadinya halusinasi. 3) Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi. b. SP II 1) Melatih keluarga memperaktikkan cara merawat klien dengan halusinasi. 2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi. c. SP III 1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning). 2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

35

2.12 Evaluasi Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting. 2.12.1 Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi, waktu dan frekuensi munculnya halusinasi. 2.12.2 Apakah

klien dapat mengungkapkan perasaan ketika halusinasi

muncul. 2.12.3 Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan empat cara baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas yang terjadwal dan patuh minum obat. 2.12.4 Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya memperaktikkan empat cara mengontrol halusinasi. 2.12.5 Apakah

klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau

keluarganya untuk mengontrol halusinasinya. 2.12.6 Apakah klien dapat mematuhi minum obat.

DAFTAR PUSTAKA

Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV. Trans Info Media. Yosep, Iyus. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: PT Refika Aditama. Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media. Hartanto, Dwi. 2014. Riskesdas prevalensi gangguan jiwa di Indonesia. Di akses Pada tanggal 19 Desember 2015 http://eprints.ums.ac.id/30909/3/4_BAB_I.pdf RISKESDAS 2013. Di askes pada tanggal 10 November 2015 dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2 02013.pdf RSMM. 2015. Data Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi di Ruangan Rawat Inap Utari. UU Kesehatan JIwa Nomor 18 Tahun 2014. Di askes pada tanggal 3 Desember 2015

dari

http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload/regulasi/UU_No._18_Th_2014_tt g_Kesehatan_Jiwa_.pdf

Related Documents


More Documents from "anon_678913690"