Laporan Praktikum Kimia Klinik Ii

  • Uploaded by: Ike Yuyun
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Kimia Klinik Ii as PDF for free.

More details

  • Words: 6,424
  • Pages: 23
Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK II PEMERIKSAAN GLUKOSA, ASAM URAT, DAN KREATININ DALAM DARAH Dosen Pengampu Mata Kuliah Praktikum Kimia Klinik II A’yunil Hisbiyah, S.Si., M.Si

Penyusun : 1. Ike Yuyun Winarsih

(15010100005)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS ANWAR MEDIKA SIDOARJO 2017

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Energi untuk sebagain besar fungsi sel dan jaringan berasal dari glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme asam lemak, tetapi jalur ini kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran langsung glukosa, dan proses ini juga menghasilkan metabolit-metabolit asam yang berbahaya apabila dibiarkan menumpuk, sehingga kadar glukosa di dalam darah dikendalikan oleh beberapa mekanisme homeostatik yang dalam keadaan sehat dapat mempertahankan kadar dalam rentang 70 sampai 110 mg/dl dalam keadaan puasa (Marks, 2006). Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin. Asam urat sebenarnya merupakan antioksidan dari manusia dan hewan, tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Jalur kompleks pembentukan asam urat dimulai dari ribose 5phosphate, suatu pentose yang berasal dari glycidic metabolism, dirubah menjadi PRPP ( phosphoribosyl pyrophosphate) dan kemudian phosphoribosilamine, lalu ditransformasi menjadi inosine monophosphate (IMP). Dari senyawa perantara yang berasal dari adenosine monophosphate (AMP) dan guanosine monophosphate (GMP), purinic nucleotides digunakan untuk sintesis DNA dan RNA, serta inosine yang kemudian akan mengalami degradasi menjadi hypoxantine, xantine, dan akhirnya menjadi asam urat (Mayes, 2004). Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatindisintesis oleh hati, terdapat hampir semuanya dalam otot rangka. Dalam otot rangka kreatinin terikat secara reversibel dengan gugus fosfat dalam bentuk fosfokreatin (CP), yakni senyawa penyimpanan energi. Akan tetapi sebagian kecil dari kreatin itu secara irreversibel berubah menjadi kreatin yang tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan adanya dalam darah beredar hanya untuk diangkut ke ginjal (Kurniawan, 2014). Proses pemeriksaan laboratorium berperan penting dalam diagnosa medis, hal ini merupakan salah satu penunjang untuk mengetahui penyebab penyakit yang diderita. Berdasarkan uraian diatas pemeriksaan glukosa, asam urat, dan kreatinin dalam darah perlu dilakukan oleh seorang analis kesehatan mengingat banyaknya pasien usia lanjut yang menderita ketiga penyakit tersebut. Pada laboratorium di rumah sakit atau pukesmas pemeriksaan glukosa, asam urat, dan kreatinin dalam darah banyak dilakukan sebagai pemeriksaan rutin kesehatan pasien dengan rerata memiliki usia lanjut. Sehingga pada percobaan ini praktikan akan menguraikan mengenai pemeriksaan glukosa, asam urat, dan kreatinin dalam darah dengan prosedur yang baik dan benar sebagai kompetensi seorang analis kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada praktikum ini adalah a. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan glukosa darah dengan metode glukosa oksidase/peroksidase (GOD) ? b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan asam urat dalam darah dengan metode uricase PAP ? c. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan kreatinin dalam darah dengan metode reaksi Jaffe tanpa proses deproteinisasi ? 1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah : a. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan glukosa darah dengan metode glukosa oksidase/peroksidase (GOD). b. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan asam urat dalam darah dengan metode uricase PAP. c. Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kreatinin dalam darah dengan metode reaksi Jaffe tanpa proses deproteinisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah 2.1.1 Pengertian Glukosa Darah Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa dalam darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk selsel tubuh. Umumnya tingkat glukosa dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi makanan (Mayes, 2004). Kadar glukosa darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar glukosa darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung glukosa maupun karbohidrat lainnya (Price, 2008). Kadar glukosa darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun, terutama pada orangorang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar glukosa darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Guyton, 2005). Patokan – patokan yang dipakai di Indonesia adalah (DepKes, 2002) : Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar glukosa darah. Pada ketetapan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO dalam petemuan tahun 2005 disepakati bahwa angkanya tidak berubah dari ketetapan sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1999, yaitu:

2.1.2 Macam-macam pemeriksaan glukosa darah yakni : a. Glukosa darah sewaktu Pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut (Depkes RI, 2002). b. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan. Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien menyelesaikan makan (DepkesRI, 2002). 2.1.3

Metode pemeriksaan Pengukuran kadar glukosa yang dipakai terutama dua macam teknik. Cara cara kimia memanfaatkan sifat mereduksi molekul glukosa yang tidak spesifik. Pada cara-cara enzimatik, glukosa oksidase bereaksi dengan substrat spesifiknya, yakni glukosa, dengan membebaskan hidrogen peroksida yang banyaknya diukur secara tak langsung. Nilai-nilai yang ditemukan dalam cara reduksi adalah 5-15 mg/dl lebih tinggi dari yang didapat dengan cara-cara enzimatik, karena disamping glukosa terdapat zat-zat mereduksi lain dalam darah. Sistem indikator yang dipakai pada berbagai metode enzimatik yang otomatik berpengaruh kepada hasil penetapan, jadi juga kepada nilai rujukan (Murray, 2009). Metode-metode pemeriksaan glukosa darah : a. Metode Folin : Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat darah bebas protein dipanaskan dengan larutan CuSO4 alkali. Endapan CuO yang dibentuk glukosa akan larut dengan penambahan larutan fosfat molibdat. Larutan ini dibandingkan secara kolorimetri dengan larutan standart glukosa (Gandasoebrata, 2007). b. Metode Samogyi-Nelson : Prinsip dari pemeriksaan ini adalah filtrat mereduksi Cu dalamlarutan alkali panas dan Cu direduksi kembali oleh arseno molibdat membentuk warna ungu kompleks (Kurniawan, 2014). c. Ortho – tholuidin : Prinsipnya adalah dimana glukosa akan bereaaksi dengan ortho –tholuidin dalam asam acetat panas membentuk senyawa berwarna hijau. Warna yang terbentuk diukur serapannya pada panjang gelombang 625 nm (Gandasoebrata, 2007). d. Glukosa oksidase/peroksidae : Glukosa oksidase adalah suatu enzim bakteri yang merangsang oksidasi dengan menghasilkan H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase oksigen dari peroksid ini dialihkan ke acceptor tertentu menghasilkan suatu ikatan berwarna. Metode-metode pemeriksaan glukosa oksidase/peroksidae : 

Gluc – DH, prinsip : glukosa dehydrogenase mengkatalisasi oksidasedari glukosa sesuai persamaan sebagai berikut : Gluitc - DH Beta–D–Glukosa + NAD D – Gluconolactone + NADH + H+ Jumlah NADH yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa. Apabila glukosa di dalam urin atau liquor yang harus diukur, maka dianjurkan menggunakan metode ini, karena lebih spesifik.



GOD – PAP, merupakan reaksi kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada daerah cahaya yang terlihat oleh mata. Prinsip : Glukosa oksidase (GOD) mengkatalisasi oksidasi dari glukosa menurut persamaan berikut : Glukosa + O2 + H2O

Gluconic acid + H2O

Hidrogen peroksida yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi dengan 4aminoantipyrin (4–Hydroxybenzoic acid). Dengan adanya peroksidase (POD) dan membentuk N- (4-antipyryl) – P- benzoquinone imine. Jumlah zat warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa. 

Gluco quant ( Heksokinase/ G6 – DH ) HK Prinsip : Glukosa + ATP G – 6 –P + ADPG6P – DH G – 6 – P + NADP Glukonat – 6 – P + NADP



GOD period (Test combination), GOD Prinsip : Glukosa + O2 + H2O H2O2 + ABTS*

Glukonat + H2O2POD Coloured complex + H2O

Presipitasi ringan yang terlihat pada larutan deproteinisasi tidak akan mempengaruhi hasil pemeriksaan (Gandasoebrata, 2007). 2.2 Asam Urat dalam Darah 2.2.1 Pengertian Asam Urat Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang dihasilkan dari metabolisme/pemecahan purin. Asam urat sebenarnya merupakan antioksidan dari manusia dan hewan, tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai antioksidan bila kadarnya tidak berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya berlebih asam urat akan berperan sebagai prooksidan (Francis & McCrudde, 2000). Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah dan urin. Nilai rujukan kadar darah asam urat normal pada laki-laki yaitu 3.6 - 8.2 mg/dl sedangkan pada perempuan yaitu 2.3 - 6.1 mg/dl (Guyton,2005).

Gambar 1. Struktur kimia asam urat 2.2.2

Peningkatan kadar asam urat (Hiperurisemia) Beberapa hal di bawah ini menyebabkan peningkatan kadar asam urat dalam tubuh : a. Kandungan makanan tinggi purin karena meningkatkan produk asam urat dan kandungan minuman tinggi fruktosa. b. Ekskresi asam urat berkurang karena fungsi ginjal terganggu misalnya kegagalan fungsi glomerulus atau adanya obstruksi sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Kondisi ini disebut hiperurikemia, dan dapat membentuk kristal asam urat / batu ginjal yang akan membentuk sumbatan pada ureter (Price & Wilson, 2008). c. Penyakit tertentu seperti gout, Lesch-Nyhan syndrome, endogenous nucleic acid metabolism, kanker, kadar abnormal eritrosit dalam darah karena destruksi sel darah merah, polisitemia, anemia pernisiosa, leukemia, gangguan genetik metabolisme purin, gangguan metabolik asam urat bawaan

(peningkatan sintesis asam urat endogen), alkoholisme yang meningkatkan laktikasidemia, hipertrigliseridemia, gangguan pada fungsi ginjal dan obesitas, asidosis ketotik, asidosis laktat, ketoasidosis, laktosidosis, dan psoriasis (Murray, 2009). d. Beberapa macam obat seperti obat pelancar kencing (diuretika golongan tiazid), asetosal dosis rendah, fenilbutazon dan pirazinamid dapat meningkatkan ekskresi cairan tubuh, namun menurunkan eksresi asam urat pada tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah (Wirahadikusumah, 2005). e. Pada pemakaian hormonal untuk terapi seperti hormon adrenokortikotropik dan kortikosteroid (Yazid, 2014). 2.2.3

Penurunan kadar asam urat (Hipourisemia) Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar asam urat menurut Francis & McCrudde (2000) :  Kegagalan fungsi tubulus ginjal dalam melakukan reabsorpsi asam urat dari tubulus ginjal, sehingga ekskresi asam urat melalui ginjal akan ditingkatkan dan kadar asam urat dalam darah akan turun.  Rendahnya kadar tiroid, penyakit ginjal kronik, toksemia kehamilan dan alcoholism.  Pemberian obat-obatan penurun kadar asam urat. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian obat-obatan yang meningkatkan ekskresi asam urat atau menghambat pembentukan asam urat, cara kerja allopurinol merupakan struktur isomer dari hipoxanthin dan merupakan penghambat enzim. Fungsi allopurinol yaitu menempati sisi aktif pada enzim xanthine oxidase, yang biasa ditempati oleh hypoxanthine. Allopurinol menghambat aktivitas enzim secara irreversible dengan mengurangi bentuk xanthin oxidase sehingga menghambat pembentukan asam urat. 2.2.4

Diagnosis penyakit hiperurisemia Hiperusemia selalu tidak selalu tampak dari gejala luar. Hal demikian mempunyai resiko besar akan kerusakan ginjal karena Kristal – kristal sudah mengendap dijaringan kemih. Seseorang dikatakan menderita asam urat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukan kadar asam urat dalam darah diatas 7 mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl untuk wanita (Gandsoebrata, 2007). 2.2.5 Pemeriksaan asam urat  Pemeriksaan Holistik, adalah pemeriksaan yang menyeluruh dimana pemeriksaan dilakukan dari kapan terjadinya nyeri, bagaimana dapat terjadinya nyeri. Setelah itu dilihat riwayat kesehatan, baru ditegakkan diagnosis (DepKes, 2002).  Pemeriksaan Enzimatis, adalah pemeriksaan asam urat dengan prinsip uric – acid yang bereaksi dengan urease membentuk reaksi H2O2 dibawah katalisis peroksiadase dengan 3,5 didorohydroksi bensensulforic acid dan 4 aminophenazone memberikan reaksi warna violet dengan indikator Quinollmine (Whitaker, 2002). 2.3 Kreatinin dalam Darah 2.3.1 Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin

diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Baron, 2003). Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal sebesar 75 %. Nilai normal kadar kreatinin dalam darah pada laki-laki yakni 0,6 – 1,1 mg/dl dan pada wanita yakni 05 – 0,9 mg/dl (Gandasoebrata, 2007). 2.3.2

Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah, diantaranya adalah : a. Perubahan massa otot. b. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan. c. Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah. d. Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah. e. Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal. f. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Price & Wilson, 2008). 2.3.3

Metode pemeriksaan Beberapa metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kreatinin darah menurut Kurniawan (2014) adalah : a. Jaffe reaction, dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Menggunakan alat photometer. b. Kinetik, dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer. c. Enzimatik Darah, dasar metode ini adalah adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim membentuk senyawa substrat menggunakan alat photometer. Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “Jaffe Reaction”, dimana metode ini bisa menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, salah satunya adalah untuk deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar 30 menit, sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat yaitu antara 2-3 menit (DepKes, 2002). 2.3.4

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan kreatinin Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20 persen adalah Aseton, Asam askorbat, Bilirubin, Asam urat, Asam aceto acetat, Piruvat, Barbiturat, sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberi

reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk warna yang serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil (Kurniawan, 2014).

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat Peralatan yang dipergunakan dalam praktikum pemeriksaan glukosa darah, asam urat dalam darah, dan kreatinin dalam darah adalah fotometer MicroLab 300, klinik pet, rak tabung reaksi, tabung reaksi, timer, tip biru dan kuning, micro pipet, dan tisu. 3.2 Bahan Bahan yang dipergunakan dalam dipergunakan dalam pemeriksaan glukosa, asam urat, dan kreatinin dalam darah yakni serum darah, reagen glukosa, reagen asam urat, reagen kreatinin, dan aquabides. 3.3 Prosedur Kerja 1. Pemeriksaan glukosa darah Sampel -

-

dipipet 500 µl reagen glukosa kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dipipet 5 µl sampel lalu dimasukan ke dalam tabung mikro yang telah terisi dengan reagen glukosa diletakkan tabung tersebut pada rak tabung di sambungkan fotometer ke sumber arus listrik, di tekan tombol power on, di hubungkan selang peristaltik dengan pompa, di pilih measure untuk jenis pemeriksaan yang dilakukan, dipilih GDA untuk pemeriksaan glukosa, di ukur blanko menggunakan aquabides dengan cara selang aspirator dicelupkan kedalam aquabides, kemudian di tekan tombol washing pada monitor. aquabides akan terhisap kedalam selang aspirator diukur larutan standar glukosa diukur sampel, dimasukkan dalam selang yang akan dihisap dan dianalisis hingga keluar data hasil pada monitor

Hasil 2. Pemeriksaan asam urat dalam darah

Sampel -

dipipet 500 µl reagen asam urat kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dipipet 10 µl sampel lalu dimasukan ke dalam tabung mikro yang telah terisi dengan reagen asam urat diletakkan tabung tersebut pada rak tabung, disambungkan fotometer ke sumber arus listrik, ditekan tombol power on, di hubungkan selang peristaltik dengan pompa, ditekan measure dan dipilih jenis pemeriksaan yang akan dilakukan, dipilih UA untuk pemeriksaan asam urat, dicuci blanko dengan aquabides

-

dengan cara selang aspirator dicelupkan kedalam aquabides, kemudian di tekan tombol washing pada monitor. aquabides akan terhisap kedalam selang aspirator diukur larutan standar asam urat diukur sampel dengan memasukkan sampel akan dihisap dan dianalisis hingga keluar data hasil pada monitor.

Hasil 3. Pemeriksaan kreatinin dalam darah Sampel -

Hasil

dipipet 500 µl reagen kreatinin kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro dipipet 5 µl sampel lalu dimasukan ke dalam tabung mikro yang telah terisi dengan reagen kratinin , dan diinkubasi ±15 menit diletakkan tabung tersebut pada rak tabung, disambungkan fotometer ke sumber arus listrik, ditekan tombol power on, dihubungkan selang peristaltik dengan pompa, ditekan measure dan dipilih jenis pemeriksaan yang akan dilakukan, dipilih kreatinin untuk pemeriksaan kreatinin, dicuci blanko dengan aquabides dengan cara selang aspirator dicelupkan kedalam aquabides, kemudian di tekan tombol washing pada monitor. aquabides akan terhisap kedalam selang aspirator diukur larutan standar kreatinin diukur sampel dengan memasukkan sampel akan dihisap dan dianalisis hingga keluar data hasil pada monitor

BAB IV DATA HASIL PERCOBAAN 4.1 Data Pengamatan Nama pasien : Umur : No pemeriksaan : Tanggal pemeriksaan : Jenis pemeriksaan Pemeriksaan Glukosa

Nilai normal

Hasil

90 – 110 mg/dl

85 mg/dl

Pemeriksaan Asam Urat 4,47 – 5,47 mg/dl 8,1 mg/dl Pemeriksaan Kreatinin

1,04 – 1,32 mg/dl 0.9 mg/dl

Keterangan Kadar glukosa rendah Invalid test Kadar kreatinin rendah

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Prinsip Percobaan 5.1.1 Pemeriksaan glukosa darah Glukosa dioksidasi menjadi D-Glukonat oleh glukosa oksidase bersama dengan hidrogen peroksidase. Adanya peroksidase, campuran fenol, dan 4-aminoantipirin akan dioksidasi oleh hidrogen peroksidase menghilangkan warna merah quinoneimina yang sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam sampel (Gandasoebrata, 2007). 5.1.2

Pemeriksaan asam urat dalam darah Penentuan asam urat secara enzimatik sesuai dengan reaksi berikut : Urikase



Asam urat + H2O + O2



2H2O + 3,5–Dikloro–2–Hidroksibenzene –3–kloro–5–sulfonat–p–benzoquinonimin.

Allantoin + CO2 + H2O2 Peroksidase

N–(4–antipiril)

Absorban zat warna quinonimin sebanding dengan konsentrasi asam urat (Gandasoebrata, 2007). 5.1.3

Pemeriksaan kreatinin dalam darah Bentuk kreatinin dalam larutan alkali berwarna kompleks orangemerah dengan asam pikrat. Absorbansi/serapan kompleks ini sebanding dengan konsentrasi kratinin dalam sampel (Gandasoebrata, 2007).

5.2 Analisa Prosedur 5.2.1 Pemeriksaan glukosa darah Pemeriksaan glukosa darah dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah. Gula darah setelah diserap oleh dinding usus akan masuk dalam aliran darah masuk ke hati, dan disintesis menghasilkan glikogen kemudian dioksidasi menjadi CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah ke dalam sel tubuh yang memerlukannya. Kadar gula dalam tubuh dikendalikan oleh suatu hormon yaitu hormon insulin, jika hormon insulin yang tersedia kurang dari kebutuhan, maka gula darah akan menumpuk dalam sirkulasi darah sehingga glukosa darah meningkat. Bila kadar gula darah meninggi hingga melebihi ambang ginjal, maka glukosa darah akan keluar bersama urin (glukosuria). Pemeriksaan glukosa darah yang telah dilakukan oleh praktikan menggunkan metode glukosa oksidase/peroksidase (GOD). Adanya peroksidase, campuran fenol, dan 4aminoantipirin akan dioksidasi oleh hidrogen peroksidase menghilangkan warna merah quinoneimina yang sebanding dengan konsentrasi glukosa dalam sampel yang dapat diukur menggunakan fotometer (Gandasoebrata, 2007). Prinsip dasar fotometer adalah pengukuran penyerapan sinar akibat interaksi sinar yang mempunyai panjang gelombang tertetu dengan larutan atau zat warna yang dilewatinya. Untuk menganalisis cahaya setelah melalui filter aatau melalui monokromator penentuan hasil ditentukan oleh panjang gelombang atau analisis terhadap distribusi spektrum cahaya.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pemeriksaan glukosa menggunkan fotometer Microlab-300 dengan panjang gelombang 546 nm. Kadar glukosa dapat langsung teramati pada layar monitor fotometer. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat menggunakan aquabides. Sebelum melakukan pemeriksaan alat dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan dengan cara menyalakan alat fotometer microlab 300 selama ±30 menit sebelum digunakan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan alat. Selanjutnya dapat dilakukan preparasi sampel. Pada saat melakukan pemeriksaan sampel yang perlu diperhatikan adalah waktu, ketika terdapat sampel yang perli di inkubasi maka lakukan preparasi terlebih daluhu terhadap sampel yang diinkubasi dan selanjutnya preparasi dilakukan terhadap sampel yang tidak perlu di inkubasi. Hal ini dilakukan agar pemeriksaan dapat dilakukan dengan tepat dan cepat. Penggunaan micropipet dalam pemipetan sampel juga harus tepat, karena sampel/reagen yang dipipet dalam skala micro maka ketepatan pemipetan harus diperhatikan. Kurang/lebih sampel/reagen yang dipipet dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan yang dilakukan (Kurniawan, 2014). Pemeriksaan glukosa darah dilakukan dengan 500µL reagen dipipet dan ditambahkan 5µL sampel, kemudian dihomogenkan. Setiap pemeriksaan dilakukan kalibrasi blanko yakni aquabides aquabides dapat juga berfungsi sebagai pencuci pipa agar tidak terkontaminasi dengan senyawa/bahan-bahan sebelumnya. Larutan blanko diberikan bertujuan untuk membuktikan bahwa aquabides (pelarut) yang digunaakan tidak memiliki daya absorbansi (Sama dengan 0) sehigga ketika mengukur sampel hanya kadar yang diinginkan yang terukur (glukosa/asam urat/kreatinin) dan dapat terbaca oleh fotometer. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap larutan standar (reagen blank), larutan standar diberikan bertujuan sebagai pembanding kedua sampel yang ada (larutan standar = reagen glukosa/asam urat/kreatinin tanpa sampel). Sampel diinkubasi selama ±10 menit. Selanjutnya dapat dilakukan pengukuran terhadap sampel yang diperiksa. Reagen blank yang digunakan tergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan. Hasil pemeriksaan glukosa dapat dibaca pada layar monitor fotometer yang digunakan dan dicocokkan dengan nilai normal kadar glukosa darah,hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien (Gandasoebrata, 2007). 5.2.2

Pemeriksaan asam urat dalam darah Pemeriksaan asam urat dalam darahdilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar asam urat dalam darah denga metode urucase PAP yang kemudian pemeriksaan dianalisis menggunakan fotometer. Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Didalam tubuh, metabolisme purin terjadi secara terus-menerusseiring dengan sintesis dan penguraian DNA dan RNA sehingga walaupun tidak ada saupan purin, asam urat tetap terbentuk dalam jumlah substansial. Hati merupakan organ utama yang menghasilkan asam urat melalui enzim xantine oksidase. Asam urat mengalir melalui darah ke ginjal, kemudian asam urat mengalami filtrasi, reabsoorbsi, dan ekskresi melalui urine. Adanya gangguan dalam proses ekskresi dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan asam urat di dalam ginjal da persendian. Artriris pirai (gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan

sekitar sendi. Gout terjadi sebagai akibat dari hiperuresimia yang berlangsung lama (asam urat serum menigkat) disebakan karena penumpukan purin atau ekskresi asam urat yang krang dari ginjal (Francis & MCCrudden, 2000). Berdasaka percobaan yag telah dilakukan pemeriksaan asam urat dalam darah dilakukan berdasarkan absorbansi zat warna quinonimin yang sebanding dengan konsentrasi asam urat. Pengukuran absorbansi tersebut menggunakan fotometer Microlab-300dengan panjang gekombang 546 nm. Pemeriksaan asam urat dalam darah preparasi sampelnya tidak memerlukan inkubasi sehingga dapat langsung dilakukan pemeriksaan. Preparasi sampel dilakukan dengan dipipet 500µL reagen asam urat dimasukkan dalam tabung serologi dan dipipet 10µL sampel serum pasien, kemudian dihomogenkan. Pemeriksaan asam urat dalam darah yang dilakukan diinkubasi selama ±10 menit. Pemeriksaan dilakukan, pertama melakukan kalibrasi pada alat menggunakan blanko yakni aquabides, selanjutnya mengukur reagen blank/larutan standar menggunkan reagen asam urat, dan kemudian dapat dilakukan pengukuran kadar asam urat terhadap sampel pasien yang di uji setelah diinkubasikan selama ±10 menit. Kadar asam urat dapat dilihat pada layar monitor fotometer yang kemudian dapat dicocokkan dengan nilai normal kadar asam uratdalam darah, untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien. Hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan asam urat adalah teknik pemipetan yang dilakukan oleh praktikan, karena jumlah reagen atau sampel yang dipipet kurang/lebih dari yang di tentukan maka hasil yang ditunjukkan tidak memeliki keakuratan data atau bahkan dapat dikatakan invalid (Gandasoebrata, 2007) 5.2.3

Pemeriksaan kreatinin dalam darah Pemeriksaan kreatinin dalam darah dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin dalam darah sampel pasien yang dilakukan dengan metode reaksi Jaffe tanpa deproteinisasi. Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kratinin disintesis oleh hati, terdapat dihampir semua dalam otot rangka. Seabagian kecil kreatin tidak mempunyai fungsi sebgai zat berguna sehingga adanya dalam darah hanya untuk diangkut ke ginjal. Kreatinin dalam darah meingkat apabila fungsi ginjal berkurang.jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secra perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal, hal ini bisa didapat pada pasien berusia lanjut dengan kadar BUN yang meningkat berdampingan dengan kadar kreatinin yang normal. Ureum dalam darah cepat meninggi dari pada kreatinin bila fungsi ginjal menurun.jika kreatinin dalam darah sangat meningkat maka akan terjadi ekskresi kreatinin melalui saluran cerna (Poedjiadi, 2013). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pemeriksaan kreatinin dalam darah dilakukan menggunakan spesimen serum pasien. Preparasi sampel kreatinin tidak memelukan inkubasi pada suhu ruang. Namun, inkubasi terjadi di dalam alat fotometer. Hal ini dilakukan, bertujuan agar didapatkan hasil yang optimal di mana reagen dan sampel dapat bereaksi dengan optimal. Oleh sebab itu, pembacaan pemeriksaan sampel kreatinin lebih lama dibandingkan glukosa darah dan asam urat dalam darah. Pemeriksaan dilakukan dengan dipipet 500µL

reagen dan ditambahkan 5µL sampel serum pasien, kemudian dihomogenkan, hal ini dilakukan agar reagen dan sampel dapat tercampur.pengukuran menggunakan fotometer Microlab-300, absorban/serapan kompleks sebanding dengan konsentrasi kreatinin dalam sampel. Pemeriksaan kreatinin dilakukan dengan mengkalbrasi alat terlebih dahulu menggunakan aquabides, kemudian melakukan pengukuran terhadap larutan standar/reagen blank, untuk selanjutnya dapat dilakukan pengukuran terhadap sampel. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat. Langkah-langkah pemeriksaan tersebut merupakan proses pemeriksaan sampel pada setiap parameter uji yang telah di program dalam fotometer microlab 300 yang digunakan oleh praktikan (Gandasoebrata, 2007). 5.3 Analisa Hasil 5.3.1 Pemeriksaan glukosa darah Pemeriksaan glukosa darah dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa dalan darah dengan metode GOD-PAP. Metode GOD-PAP adalah salah satu metode penentuan kadar glukosa sesudah oksidasi enzimatik oleh glukosa oksidase. Reaksi yang terjadi menurut Poedjiadi (2013) yakni :

Pada reaksi diatas, glukosa oksidase (GOD) mengkatalisis oksidase glukosa. Pada reaksi ini terbentuk H2O2, yang dengan adanya peroksidase (POD) akan bereaksi dengan fenol dan amino-antipirin. Oksidasi ini akan menimbulkan zat warna yang intensitasnya sebanding dengan kadar glukosa, diukur secara fotometrik dengan reaksi yang terjadi menurut Poedjiadi (2013) yakni :

Prinsip dari pengujian adalah dengan menembakkan panjang gelombang tertentu (dalampercobaan yang dilakukan oleh praktikan menggunakan panjang gelombang : 546 nm) pada suatu senyawa. Karena cahaya yang ditembakkan 𝑐 mengandung energi (E = h 𝜆 ), hal ini akan membuat elektron dari senyawa tersebut akan tereksitasi ke orbit lain yang lebih tinggi. Setelah mengalami eksitasi, elektron tersebuta akan turun kembali ke Ground state (keadaan dasar),sambil melepaskan emulsi yang kemudian dapat diukur Microlab-300. Salah satu yang memegang peran dalam pengujian ini adalah gugusan kromofer (ikatan rangkap terkonjugasi), yang dapat menangkap panjang gelombang tertentu (Marks, 2006). Metode GOD-PAP ini memiliki akurasi dan presisi yang baik, karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama. Sedangkan pada reaksi kedua rawan interferen (sifatnya tidak spesifik). Interferen yang menganggu antara lain bilirubn,

asam urat, dan asam askorbat. Untuk itu bagian yang diuji adalah serum, protein darah (Sel padatnya) tidak boleh ikut terambil (Kurniawan, 2014). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan sampel pasien yang diuji tidak diketahui identitasnya sehingga praktikan memberikan identitas untuk mempermudah melakukan pembahasan hasil uji. Pasien Mr. X (45 tahun) hasil pemeriksaan glukosa darah adalah 85 mg/dl hasil tersebut menyatakan bahwa kadar glukosa pasien rendah, hal ini berdasarkan hasil yang ditunjukkan dibawah nilai normal pemeriksaan kadar glukosa yakni kisaran 90 – 110 mg/dl. Glukosa oksidase (GOD) adalah enzim yang mengkatalisis oksidasi –D–glukosa menjadi glukonolakton yang kemudian dengan adanya molekul air terhidrolisis menjadi asam glukonat dan peroksida, dengan reaksi menurut Whitaker (2002) sebagai berikut :

Berdasarkan literatur kadar glukosa normal adalah 90 – 110 mg/dl, namun pada percobaan yang kadar glukosa didapat rendah yakni 85 mg/dl. Hasil tersebut dapat diterima hal ini dikarenakan selisih hasil yang didapat dengan nilai normal masih sedikit, namun hal ini menandakan bahwa terdapat kesalahan praktikan dalam melakukan prosedur uji pemeriksaan glukosa sehingga hasil yang ditunjukkan kurang tepat. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan karena kesalah praktikan dalam melakukan pemipetan serum/reagen, atau juga dapat disebabkan karena faktor pencucian alat yang kurang bersih, sehingga mempengaruhi pembacaan hasil pemeriksaan glukosa (Murray, 2009). Peningkatan kadar glukosa disebut hiperglikemia. Penurunan kadar glukosa disebut hipoglikomia. Hipoglikemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya kandungan glukosa normal dalam darah. Hipoglikemia bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan. Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin) yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala. Dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Berdasarkan literatur hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pasien dapat diasumsikan abnormal karena nilai yang ditunjukkan dibawah nilai normal kadar glukosa (Marks, 2006). Faktor-faktor yang memengaruhi hasil pemeriksaan glukosa darah yaitu pengaruh obat-obat kortison, tiazid dan “loop”- diuretik yang dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, trauma atau stress dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, merokok dapat meningkatan kadar glukosa darah, aktifitas yang berat sebelum uji laboratorium dapat menurunkan kadar glukosa darah, dan penundaan pemeriksaan akan

menurunkan kadar glukosa darah dalam sampel. Hal ini dikarenakan adanya aktifitas yang dilakukan sel darah. Penyimpanan sampel pada suhu kamar akan menyebabkan penurunanan kadar glukosa darah kurang lebih 1-2 % per jam (Marks, 2006). 5.3.2

Pemeriksaan asam urat dalam darah Pemeriksaan asam urat dalam darah dilakukan bertujuan untuk megetahui kadar asam urat dalam darah. Metode pemeriksaan asam urat dalam darah menggunakan metode urikase-PAP dengan penentuan secara enzimatik. Pemeriksaan enzimatis adalah pemeriksaan asam urat dengan prinsip uric – acid yang bereaksi dengan urease membentuk reaksi H2O2 dibawah katalisis peroksiadase dengan 3,5 didorohydroksi bensensulforic acid dan 4aminophenazone memberikan reaksi warna violet dengan indikator Quinollmine. Rekasi yang terjadi pada pemeriksaan kadar asam urat dalam darah menggunakan fotometer Microlab-300 menurut Poedjiadi (2013) yaitu : •

Asam urat + H2O + O2

Urikase

Allantoin + CO2 + H2O2 Peroksidase • 2H2O + 3,5–Dikloro–2–Hidroksibenzene N–(4–antipiril)–3– kloro–5–sulfonat–p–benzoquinonimin. Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang dihasilkan dari metabolisme atau pemecahan purin. Asam urat sebenarnya merupakan antioksi dan dari manusia dan hewan, tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai antioksidan bila kadarnya tidak berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya berlebih asam urat akan berperan sebagai prooksidan (Francis, 2000). Makanan yang banyak mengandung purin apa bila dikonsumsi oleh manusia yang normal maka akan langsung dimetabolisme oleh usus. Urat (bentuk ion dari asam urat) hanya dihasilkan oleh jarungan tubuh yang mengandung xantin oksidase, terutama di organ ginjal dan usus. Produksi urat bervariasi tergantung konsumsi makanan yang mengandung purin. Kecepatan pembentukan, biosintesis dan mengandung purin, kecepatan pembentukan, biosintesis dan penghancuran purin didalam tubuh. Normalnya asam urat yang difiltrasi hamper seluruhnya direabsorbsi: juga terdapat sejumlah destruksi dalam usus. Normal 2/3 -3/4 asam urat dibuang oleh ginjal melaui urin, sedangkan sisanya dibuang melalui saluran cerna (Murray, et al., 2003). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan terhadap sampel serum pasien Mr. X (45 tahun) dengan pengukuran fotometer Microlab300 kadar asam urat tinggi yakni 8,1 mg/dl. Nilai yang didapatkan tersebut melebihi batas normal pemeriksaan kadar asam urat dalam darah dan selisih yang ditunjukkan terlalu jauh. Hal ini kemungkinan terdapat kesalahan praktikan pada saat melakukan preparasi sampelterutama pada saat pemipetan sampel/reagen, karena sampel yang dibutuhkan untuk pengujian adalah dalam skala µL sehingga diperlukan ketelitian dari pemakaian alat yang digunakan untuk memipet sampel, teknik yang benar dan tepat. Nilai normal kadar asam urat dalam darah yakni pada kisaran 4,47 – 5,47 mg/dl, karena hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh praktikan memiliki nilai selisih yang sangat jauh dari nilai normal maka dapat diasumsikan

bahwa kadar asam urat yang diperiksa oleh praktikan hasilnya invalid test dan diperlukan pemeriksaan ulang. Asam urat adalah asam yang bebrbentuk kristal- kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukeloprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh (Guyton, 2005). Dalam keadaan normalnya 90% dan hasil metabolit nukleotida adenine, guanine, dan hipoxantine akan digunakan kembali sehingga terbentuk kembali masingmasing menjadi adenosinemonophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP), dan guanosine monophosphat (GMP) oleh adenine phosphoribosyl transferase (APRT) dan tipoksantin guanne phosphoribosyl transferase (HPGAT). Hanya sisanya akan diubah menjad xantine dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh enzim xantine oksidase (Yazid & Nursanti, 2014). Bila senyawa purin pada asam urat dalam jumlah besar dalam darah maka akan memicu pembentukan yang berbentuk jarum. Hal ini biasanya terkonsentrasi pada sendisendi (kaki, lutut, siku, atau tangan). Sedemikian rupa sehingga mengakibatkan radang sendi (artritis). Sendi-sendi tempat asam urat dalam darah secara krosnis melebihi batas normal. Umumnya gejala ini ditemukan pada pria berumur >30 tahun dan wanita setelah menopause peningkatan asam ura dalm darah terjadi akibat percepatan biosintesis purine dan asam amino atau degradasi purine berlebihan, akibat adanya kematian sel dan melalui makanan atau ekskresi asam urat melalui ginjal yang tidak sempurna (Price & Wilson, 2008). Ekskresi asam urat bukan saja ditentukan oleh aliran darah dalam glomeruli dan proses filtrasi, tetapi juga oleh fungsi epitel. Asam urat sukar larut, sehingga batu asam urat mudah terbentuk dalam urin dengan konsentrasi yang tinggi disebut hiperurisemia. Ekskresi oleh ginjal berpengaruh pada asam urat dalam serum (Guyton, 2005). Hiperurisemia adalah keadaan meningkatnya asam urat dalam darah akibat gangguan metabolisme purin. Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturation, yaitu kelarutan asam urat diserum yang melewati hiperurisemia primer, hiperurisemia sekunder dan idopatik. Hiperurisemia primer berhubungan dengan faktor genetik sementara hipersemia sekunder disebabkan oleh kondisi atau faktor-faktor lain selain faktor genetik, seperti konsumsi purin tinggi, penyakit ginjal kronis, obat-obatan tertentu, alkohol dan hipertensi (Price & Wilson, 2008). Asam urat merupakan metabolisme didalam tubuh yang kadarnya tidak boleh berlebih. Setiap orang memiliki asam urat didalam tubuh. Tubuh menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan setiap hari. Hal ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15% (Price & Wilson, 2008). Faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisis percobaan antara lain : terjadi hemolisis pada plasma darah yang digunakan, konsumsi makanan tinggi purin atau obat-obatan yang mempengaruhi kadar asam urat. Perbedaan ini terliha pada masing-masing kelompok yang memiliki nilai kadar asam urat yang berbeda namun semua kelompom tergolong normal. Gejala asam urat ditandai dengan nyeri sendi. Sendi merupakan bagian yang paling mudah dihinggapi kristal asam urat selain juga pada bagian kulit dan ginjal yang merupkan akibat dari penambahan kadar asam urat dalam darah. Penyakit asam urat dapat dicegah dengan makanan yang rendah purin, memperbanyak minum air putih, dan rajin berolah raga (Price & Wilson, 2008).

5.3.3

Pemeriksaan kreatinin dalam darah Pemeriksaan kreatinin dalam darah dilakukan bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin dalam darah. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pemeriksaan kreatinin dalam darah menggunkan metode reaksi Jaffe tanpa proses deproteinisasi. Pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, karena konsentrasi dalam plasma dan ekskresinya di urin dal 24 jam relatif konstan (Kurniawan, 2014). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin dalam darah menggunakan fotometer Microlab-300, dengan reaksi sebagai berikut : Kreatinin + Asam pikrat

kompleks kratinin pikrat.

Reaksi hidrolisis molekul fosfokreatinin( Nelson dan Cox, 2002) Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin di ekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif sama dengan plasma hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Baron, 2003). Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat mengindikasikan penurunan fungsi ginjal sebesar 75% (Price & Wilson, 2008). Sekitar 2% dari kreatinin tubuh diubah menjadi kratinin setiap hari. Kratinin diangkut melalui aliran darah ke ginjal. Ginjal menyaring sebagian besar kreatinin dan membuangnya dalam urin. Bila ginjal terganggu, kreatinin akan meningkat. Tingkat kreatinin abnormal tinggi kemungkinan terjadi kerusakan atau kegagalan ginjal (Baron, 2003). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah menurut (Price & Wilson, 2008), diantaranya adalah : 1. Perubahan masa otot. 2. Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan. 3. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah. 4. Obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin, dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin darah. 5. Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.

6. Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi dari pada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi dari pada wanita. Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20% adalah : askorbat, bilirubin, asam urat, aseto asetat, piruvat, sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberi reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk senyawa yang serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil (kurniawan, 2014). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan terhadap sampel pasien Mr. X (45 tahun) didaptkan hasil kadar kreatinin dalam darah sebesar 0,9 mg/dl. Hasil tersebut dibawah nilai nomal kadar kreatinin yaitu 1,04 – 1,32 mg/dl. Sehingga, dapat diasumsikan bahwa kadar kreatinin pasien Mr. X (45 tahun) rendah, hasil yang ditunjukkan oleh uji lak dilakukan praktikan memiliki selisih sedikit dengan nilai normal sehingga kemungkinan keakuratan hasil yang dilakukan oleh praktikan diperkirakan 70%. Hal ini dipengaruhi oleh preparasi sampel yang dilakukan terutama pada proses pemipetan reagen/sampel sehingga hasil yang diberikan kurang akurat. Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerulus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Selain itu, tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu juka kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum. Namun, dianjurkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk menghambat progresifitas penyakit (Price & Wilson, 2008).

BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemeriksaan kadar glukosa menggunakan metode glukosa oksidase/ peroksidase (GOD) yang absorbansinya di ukur menggunakan fotometer Microlab-300, didapatkan hasil bahwa pemeriksaan glukosa darah pasien Mr. X (45 tahun) memiliki kadar glukosa rendah. Hal ini dilihat berdasarkan nilai normal kadar glukosa darah yakni kisaran 90 – 110 mg/dl. 2. Pemeriksaan asam urat dalam darah menggunakan metode uricase-PAP yang absorbansinya di ukur menggunkan fotometer Microlab-300, didapatkan hasil bahwa pasien Mr. X (45 tahun) memiliki kadar asam urat tinggi yakni 8,1 mg/dl. Hasil tersebut selisih jauh dengan nilai normal kadar asam urat dalam darah yakni 4,47 – 5,47 mg/dl, sehingga dapat diasumsikan bahwa hasil yang didapatkan praktikan invalid test. 3. Pemeriksaan kreatinin dalam darah menggunkan metode reaksi Jaffe tanpa proses deproteinisasi yang absorbansinya di ukur menggunakan fotometer Microlab-300, didapatkan hasil bahwa pasien Mr. X (45 tahun) memiliki kadar kreatinin dalam darah rendah yakni 0,9 mg/dl. Hasil tersebut dibawah batas nomal kadar kreatinin dalam darah yakni 1,04 – 1,32 mg/dl.

DAFTAR PUSTAKA Baron, D.N. 2003. Patologi Klinik, Ed IV, Terjemahan. Andrianto P dan Gunakan J.Jakarta :Penerbit EGC. Depkes RI. 2002. Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas. Jakarta : Depkes. Francis H. McCrudden. 2000. Uric Acid. Penterjemah Suseno Akbar, Salemba Medika: Yogyakarta Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat Agung. Guyton, A.C. 2005. Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji Dharma et al. Jakarta : EGC. Kurniawan, F. B. 2014. Kimia Klinik : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta : EGC. Marks, D.B. 2006. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC. Mayes, P.A.A. 2004. Biokimia. Jakarta : EGC. Murray, R.F. 2009. Biokimia Harper edisi 24. Jakarta : EGC. Murray,R; Granner,D ; mayes,P; Rodwell,V. 2003. Harper’s lllustrated Biochemistry, Twenty-Sixth Edition. In Rodwell, V. Metabolism of Purins and Pyrimidine Nucleotides. New York : Mc Graw-Hill. Nelson, D.L., Cox, M.M. 2002. Leihninger principles of biochemistry 4th edition. New York : W.H Freeman Company. Poedjiadi, A. 2013. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung : UI Press. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2008. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit, buku 2, Edisi 4. Jakarta :EGC Whitaker, R.J. 2002. Principle of Enzimology for The Food Science. New York : Mergel Dekker Inc. Wirahadikusumah, M. 2005. Biokimia Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan Lipid. Bandung : ITB Press. Yazid, E dan Nursanti, L. 2014. Biokimia : Praktikum Analis Kesehatan. Jakarta : EGC.

Related Documents


More Documents from "arrosyid"