Laporan Praktikum Konservasi Tanah Dan Air

  • Uploaded by: Rachmanto Bambang Wijoyo
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Konservasi Tanah Dan Air as PDF for free.

More details

  • Words: 8,509
  • Pages: 41
Loading documents preview...
1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sumber daya alam utama yaitu tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan, dan sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan. Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang, hilang atau menurunnya fungsi tanah ini yang biasa disebut kerusakan tanah atau degradasi tanah. Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dapat terus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Tetapi hilangnya fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya perakaran dan menyimpan air tanah tidak mudah diperbaharui karena diperlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah. Kerusakan air berupa hilangnya atau mengeringnya sumber air dan menurunnya kualitas air. Hilang atau mengeringnya sumber air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan menurunnya kualitas air dapat dikarenakan kandungan sedimen yang bersumber dari erosi atau kandungan bahan-bahan dari limbah industri/pertanian. Dengan demikian kedua sumber daya tersebut (tanah dan air) harus dijaga kelestarian fungsinya dengan upaya-upaya konservasi tanah dan air. Konservasi tanah adalah penempatan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai dengan syaratsyarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dilihat hanya sebagai control terhadap kerusakan akibat erosi dan memelihara kesuburan tanah. Pemakaian istilah konservasi tanah sering diikuti dengan istilah konservasi air. Meskipun keduanya berbeda tetapi saling terkait. Ketika mempelajari masalah konservasi sering menggunakan kedua sudut pandang ilmu konservasi tanah dan konservasi air. Secara umum, tujuan konservasi tanah adalah meningkatkan produktivitas lahan secara maksimal, memperbaiki lahan yang rusak/kritis, dan melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah akibat erosi. Konservasi tanah dan air atau 1

2

yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang. Sasaran konservasi tanah meliputi keseluruhan sumber daya lahan, yang mencakup kelestarian produktivitas tanah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendukung keseimbangan ekosistem. B. Tujuan Praktikum Tujuan Praktikum Konservasi Tanah dan Air ini adalah : 1. Untuk memahami cara mengukur (prediksi) erosi dan nilai toleransi erosi pada suatu lahan. 2. Untuk dapat mengetahui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi praktik konservasi/pengelolaan yang diperlukan.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Erosivitas Hujan Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena stres yang yang ditimbulkan oleh gerakan angin atau air pada permukaan tanah atau dasar perairan. Pada lingkungan DAS, laju erosi dikendalikan oleh kecepatan aliran air dan sifat sedimen (terutama ukuran butirnya). Stres yang bekerja pada permukaan tanah atau dasar perairan sebanding dengan kecepatan aliran. Resistensi tanah atau sedimen untuk bergerak sebanding dengan ukuran butirnya. Gaya pembangkit eksternal yang menimbulkan erosi adalah curah hujan dan aliran air pada lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan lereng DAS yang miring merupakan faktor utama yang membangkitkan erosi (Poerbandono et al 2006). Erosivitas hujan merupakan daya hujan untuk melakukan erosi terhadap tanah. Faktor erosivitas (R) merupakan faktor penting dalam pemodelan erosi. Erosivitas dapat dihitung dengan menggunakan rata-rata curah hujan tahunan yang diperoleh dari berbagai stasiun curah hujan yang tersedia (Miller et al 2003). Erosi terjadi dengan 3 proses yaitu penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Air hujan yang mengenai permukaan tanah dengan energi tertentu akan menghancurkan agregat tanah. Agregat tanah yang hancur akan menutup pori – pori tanah yang akan mengurangi kemampuan tanah dalam menyerap air hujan (infiltrasi). Dengan adanya peningkatan intensitas hujan maka akan meningkatkan aliran permukaan sehingga daya angkut akan partikelpartikel tanah yang telah terlepas tersebut semakin banyak dan akan menyebabkan hasil sedimentasi tinggi. (Tarigan 2012). Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara.Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan

3

4

hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan 2002). Karakteristik hujan akan mementukan besarnya energi yang dimiliki hujan, terutama energi kinetik hujan. Karakteristik hujan

yang

berpengaruh terhadap beasrnya erosivitas hujan adalah (a) jumlah curah hujan, (b) intensitas hujan, (c) ukuran butiran hujan, (d) sebaran atau distribusi ukuran butiran hujan selama hujan berlangsung dan

(e)

kecepatan akhir jatuh butir hujan, serta dalam setiap kejadian hujan, kelima sifat hujan ini tidak selalu sama dan bahkan jarang dijumpai adanya suatu pola yang pasti. Jumlah curah hujan merupakan parameter hujan yang paling tersedia dalam setiap data stasiun klimatologi. Namun jarang sekali para pakar menghubungkan antara jumlah curah hujan dengan besarnya erosi yang terjadi. Pengetahuan tentang jumlah curah hujan belum cukup

dapat menjelaskan fenomena kejadian erosi. Sebagai

ilustrasi, kejadian hujan dengan jumlah curah hujan 200 mm pada suatu saat tidak menimbulkan erosi, tetapi pada saat yanglain jumlah yang sama yang jatuh pada tanah yang sama, dapat menimbulkan erosi yang hebat (Rahim 2003). B. Erodibilitas Tanah Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman, tanpa usaha pencegahan erosi pada lereng 9 % dan panjang 22 m. Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu +pasir halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah. Erodibilitas tanah (ketahanan tanah) dapat ditentukan dengan aturan rumus menurut, perhitungan nilai K dapat dihitung dengan persamaan K = 1,292{ 2,1 M 1,14 (10 -4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}100 (Hardjowigeno 2003).

5

Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengelolaan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikian, konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah.

Berbagai usaha telah

banyak dilakukan untuk

mendapatkan suatu indeks erodibilitas tanah yang relatif lebih sederhana, baik didasarkan ada sifat-sifat tanah yang ditetapkan di laboratorium maupun di lapangan, atau didasarkan keragaan (responden) terhadap hujan (Arsyad 2010). Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi / litologi, mineralogi dan biologi, termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah (Veiche 2007). Namun erodibilitas tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, tetapi juga oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas rendah mungkin akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada lereng yang curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang tinggi. Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan dengan intensitas rendah (Nyssen et al 2009). Selain fisik tanah, faktor pengelolaan/perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat tanah (Hudson 2008).

6

C. Kemiringan dan Panjang Lereng Intensitas hujan dan kemiringan lereng dapat meningkatkan aliran permukaan. Intensitas hujan yang tinggi akan memiliki energi yang besar dalam menghancurkann agregat tanah. Kecepatan aliran akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya nilai dari kemiringan lereng dan daya angkut partikel – partikel tanah yang telah hancur akan semakin tinggi sehingga proses erosi semakin besar (Martono 2004). Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (3045%) memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment),

pengangkutan

(transportation)

dan

pengendapan

(sedimentation) (Wiradisastra et al 2009). Kondisi lereng yang semakin curam mengakibatkan pengaruh gaya berat dalam memindahkan bahan-bahan yang terlepas meninggalkan lereng semakin besar pula. Jika proses tersebut terjadi pada kemiringan lereng lebih dari 8%, maka aliran permukaan akan semakin meningkat dalam jumlah dan kecepatan seiring dengan semakin curamnya lereng. Berdasarkan hal tersebut, diduga penurunan sifat fisik tanah akan lebih besar terjadi pada lereng 30-45%. Hal ini disebabkan pada daerah yang berlereng curam (30-45%) terjadi erosi terus menerus sehingga tanahtanahnya bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah, tingkat kepadatan tanah yang tinggi, serta porositas tanah yang rendah dibandingkan dengan tanah-tanah di daerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan banyaknya air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut (Hardjowigeno 2003).

7

Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik di mana air masuk ke dalam saluran sungai, atau di mana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada di bagian atas (Muklis 2007). D. Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi Menurut

Sitanala Arsyad

(1989),

konservasi

tanah

adalah

penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syaratsyarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tanah sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman. Usaha konservasi tanah dan air dapat dilakukan

dengan menggunakan dua

metode yaitu: 1. Metode vegetative, menggunakan tanaman sebagai sarana. 2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu, dan lain-lain sebagai sarana Rachman (2003), mengungkapkan bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah (shear strength), dan resistensi / daya tahan tanah terhadap daya hancur curah hujan (splash detachment). Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah antara besarnya erosi lahan yang ditanami dengan tanaman tertentu dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih dalam keadaan identik (Suripin 2004).

8

Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah dan, (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah (Arsyad 2010). Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan (Sanders 2003). Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat : 1. Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah, 2. Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, 3. Disamping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi. E. Prediksi Erosi Erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia (Kartasapoetra 2005). Secara umum erosi merupakan fungsi dari iklim, topografi, vegetasi, tanah dan aktivitas manusia. Selain kelima faktor penyebab erosi tersebut, sedimentasi juga dipengaruhi oleh energi yang ditimbulkan oleh kecepatan aliran air, debit air yang mengalir dan juga mudah tidaknya materialmaterial (partikel-partikel terangkut). Semakin besar energi yang ada, semakin besar tenaga yang ditimbukan untuk menggerus material (tanah ,

9

batuan) yang dilalui. Demikian juga semakin besar debit (volume) aliran semakin banyak pula bahan-bahan yang terangkut. Mudah tidaknya material terangkut tergantung dari ukuran besar butir, bahan-bahan yang halus akan lebih mudah terangkut daripada bahan-bahan yang lebih besar (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002). Pemodelan erosi tanah adalah penggambaran secara matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi partikel tanah di atas permukaan lahan. Terdapat tiga alasan dilakukannya pemodelan erosi, yaitu : 1. Model

erosi

dapat

digunakan

sebagai

alat

prediksi

untuk

menilai/menaksir kehilangan tanah yang berguna untuk perencanaan konservasi tanah (soil conservation planning), inventarisasi erosi tanah, dan untuk dasar pembuatan peraturan (regulation). 2. Model-model

matematik

yang

didasarkan

pada

proses

fisik

(physicallybased mathematical models) dapat memprediksi erosi di mana dan kapan erosi terjadi, sehingga dapat membantu para perencana konservasi tanah dalam menentukan targetnya untuk menurunkan erosi. 3. Model dapat dijadikan sebagai alat untuk memahami prose-proses erosi dan interaksinya, serta untuk penetapan prioritas penelitian. (Vadari et al 2004). Banyak model erosi yang telah dikembangkan, dimulai dengan USLE dan beberapa model empiris lainnya, misalnya RUSLE, MUSLE (modified universal soil loss equation) yang dikembangkan atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik GUEST (griffith university erosion system template). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah ANSWER (areal non-point sources watershed environment response simulation) yang selanjutnya diperbaiki dengan model AGNPS atau agricultur non-point sources pollution model (Purwanto et al 2003).

10

Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi lahan adalah yang disebut persamaan Musgrave, yang selanjutnya berkembang terus menjadi persamaan yang disebut Universal Soil

Loss

Equation

(USLE).

USLE

memungkinkan

perencana

memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam-macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang. Persaman tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahanlahan (Listriyana 2006). Model penduga erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954. Model tersebut dikembangkan berdasarkan hasil penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot) dalam jangka panjang yang dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data dan informasi

yang

diperoleh

dibuat

model

penduga

erosi

dengan

menggunakan data curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan. Alasan utama penggunaan model USLE untuk memprediksi erosi DAS karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model yang diperlukan mudah diperoleh (biasanya tersedia dan dapat dengan mudah diamati di lapangan) (Hidayat 2003). F. Erosi yang Diperbolehkan (Edp) atau Ditoleransikan Erosi terbolehkan (Edp/T) adalah jumlah tanah yang hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari (Hardjowigeno 2003). Hal ini diperkuat oleh pendapat Purwowidodo (2009) bahwa nilai T (tolerable soil erosion) adalah suatu nilai untuk menunjukan laju erosi tanah yang boleh terbiarkan terjadi pada sebidang lahan. Penetapan nilai T perlu mempertimbangkan beberapa gatra antara lain, laju pembentukan tanah, daya dukung tanah, ancaman erosi tanah, dampak erosi terhadap aneka

11

gatra di luar gatra loka tererosi, teknologi dan ekonomi yang mempengaruhi bebrapa bidang kajian. Nilai T ditetapkan berdasarkan jeluk setara tanah (Ds) dan jangka waktu kelestarian sumberdaya tanah yang diharapkan. Nilai T (tolerable soil erosion) adalah nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah

yang

cukup

bagi

pertumbuhan

tanaman/tumbuhan

yang

memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang diberi lambang T. Batas tertinggi erosi yang masih dapat dibiarkan kadangkadang dapat juga ditetapkan dengan tujuan utama untuk pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju pendangkalan waduk (Arsyad 2006). Besarnya erosi ditoleransikan (T) secara sederhana dapat dikatakan bahwa tidak boleh melebihi proses pembentukan tanah. Sebagai bahan perbandingan ditentukan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan untuk setiap penggunaan lahan yang sedang diukur tingkat bahaya erosinya (Utomo 2008). Keberhasilan pelaksanaan program konservasi tanah salah satu informasi penting yang harus diketahui adalah tingkat bahaya erosi (TBE) dalam suatu DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian, dengan mengetahui TBE suatu DAS atau masing-masing sub-DAS, prioritas rehabilitasi tanah dapat ditentukan. Tingkat bahaya erosi pada dasarnya dapat ditentukan dari perhitungan nisbah antara laju erosi tanah (A) dengan laju erosi erosi yang masih ditoleransikan. Batas Toleransi Erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi dipengaruhi oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan permeabilitas tanah. Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah. Evaluasi bahaya erosi ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya. (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 2008).

12

III. METODOLOGI PRAKTIKUM A. Waktu dan Tempat Praktikum 1. Praktikum Lapang Praktikum lapang Konservasi Tanah dan Air dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 8 November 2014 pukul 07.30-10.00 WIB, bertempat di Polokarto, Karanganyar. 2. Analisis Tanah di Laboratorium Praktikum Konservasi Tanah dan Air Analisis Permeabilitas Tanah dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 10 November 2014 pukul 08.00-selesai, sedangkan Analisis Tekstur Tanah dan Bahan Organik Tanah dilaksanakan pada hari Kamis, Jumat dan Senin, tanggal 11, 12 dan 15 Desember 2014 bertempat di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. B. Alat 1. Praktikum Lapang a. Peta dasar (rupa bumi) b. Rol meter c. Clinometers d. Bor tanah e. Kompas f. Ring sample g. Pisau h. Plastik kapasitas 1kg i. Tali rafia j. Kamera k. Alat tulis l. Peralatan untuk analisis laboratorium 2. Analisis Tanah di Laboratorium a. Analisis Tekstur Tanah 1) Gelas piala 800 ml 2) Penyaring berkefeld 3) Ayakan 50 mikron 4) Gelas ukur 500 ml

12

13

5) Pipet 20 ml 6) Pinggan alumunium 7) Dispenser 50 mkl 8) Gelas ukur 200 ml 9) Stopwacth 10) Oven berkipas 11) Pemanas listrik 12) Neraca analitik ketelitian 4 desimal b. Analisis Bahan Organik Tanah 1) Labu takar 50 ml 2) gelas piala 50 ml 3) Gelas ukur 25 ml 4) Pipet drop 5) Pipet ukur c. Analisis Permeabilitas Tanah 1) Ring sampel 2) Bak perendam 3) Permeameter 4) Gelas piala 5) Jam/ Stopwacth 6) Penggarais 7) Gelas ukur C. Bahan 1. Praktikum Lapang a. Contoh tanah terusik b. Contoh tanah tidak terusik c. Contoh tanah dalam ring sampel d. Aquades e. Bahan kimia untuk analisis laboratorium 2. Analisis Tanah di Laboratorium a. Analisis Tekstur Tanah 1) Contoh tanah kering angin lolos 2 mm 10 gram 2) H2O3 30% 3) H2O2 10% 4) HCl 2 N 5) Larutan Na4P2O7 4% b. Analisis Bahan Organik Tanah 1) Ctka Ø 0,5 mm 2) K2Cr2O7 1N 3) K2SO4 4) H2SO4 pekat

14

5) 6) 7) 8)

H3PO4 85% FeSO4 1 N Indikator DPA Aquadest

c. Analisis Permeabilitas Tanah 1) Contoh tanah terusik dalam ring sampel D. Cara Kerja 1. Praktikum Lapang a. Mengumpulkan data curah hujan b. Mengamati tekstur struktur tanah c. Mengamati tanaman yang ada dan tindakan konservasi d. Melakukan pengukuran panjang lereng dan kemiringan lereng 2. Analisis Tanah di Laboratorium a. Analisis Tekstur Tanah 1) Menimbang 10 gr ctka Ø 2 mm, dimasukkan dalam gelas piala 500/1000 ml 2) Menambahkan 50 ml aquades dan 15 ml H2O2 30% (didiamkan sampai reaksi mereda) 3) Menambahkan 20 ml H2O2 30% dan dipanaskan (mendidih sekitar 5 menit) 4) Setelah dingin, menambahkan 20 ml HCl 2N dan panaskan (mendidih sekitar 5 menit) 5) Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquades sampai 500/1000 ml, setelah mengendap kemudian disaring (diulang sampai tanah/ larutan bebas asam) 6) Memindahkan ke tabung reaksi 500/1000 ml dan menambahkan larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml 7) Mengaduk dan mendiamkan 1 menit kemudian di pipet sebanyak 20/25 ml kedalaman 20 cm, (menyiapkan cawan kosong (b gr)), memasukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering kemudian menimbang (c gr) (debu+liat+peptisator) 8) Setelah 3,5 jam kembali dipipet sebanyak 20/25 ml kedalaman 20 cm (liat+peptisitor), (menyiapakan cawan kosong (d gr)), memasukkan dalam cawan penguap dan mengoven sampai kering kemudian menimbang (eg) (debu+liat+peptisator)

15

9) Menyaring sisa filtrate yang ada dengan ayakan 300 mm yang tertinggal diayakan dikeringkan dan ditimbang sebagai pasir kasar. (untuk memisahkan pasir kasar dan pasir halus) b. Analisis Bahan Organik Tanah 1) Menimbang ctka Ø 0,5 mm 0,5 gram (1 gram untuk tanah pasiran) dan memasukkan ke dalam labu takar 50 ml 2) Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N 3) Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4 pekat setetes demi setetes hingga menjadi berwarna jingga. Apabila warna menjadi kehijauan menambahkan K2Cr2O7 dan H2SO4 kembali dengan volume diketahui (melakukan dengan cara yang sama terhadap blangko) 4) Menggojog dengan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu mendiamkannya selama 30 menit 5) Menambah 5 ml H3PO4 85% dan mengencerkan dengan aquadest hingga 50 ml menggojog sampai homogen 6) Mengambil 5 ml larutan bening dan menambah 16 ml aquadest serta indikator DPA sebanyak 2 tetes, kemudian menggojognya bolak-balik sampai homogen 7) Menitrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna hijau cerah c. Analisis Permeabilitas Tanah 1) Mengambil contoh tanah tidak terusik dari lapisan tanah atas di lapangan yang akan diukur laju erosinya 2) Merendam air contoh tanah bersama ring sampel dalam bak perendam sampai ketinggian 3 cm dari dasar bak perendam selama 24 jam 3) Setelah perendaman selesai, contoh tanah dalam ring sampel telah direndam sampai jenuh air dipindahkan ke permeameter. Mengalirkan air ke selang masuk permeameter dan diatur airnya hingga keluar permeameter tidak merusak struktur tanah dalam ring sampel yang terpasang tadi 4) Menampung pada gelas piala air yang keluar dari alat permeameter setelah aliran konstan 5) Melakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar dari permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu tertentu

16

misalnya 1 menit (menggunakan stop watch). Air kemudian ditakar dengan menggunakan gelas ukur 6) Melakukan pengukuran seperti ini sebanyak 5 kali dan menghitung rata-ratanya.

17

IV. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA A. Nilai Erosivitas Hujan Tabel 4.1 Curah hujan rata-rata tahun 2003-2012 dan indeks erosivitas hujan (IR) menggunakan rumus Lenvain Bulan

CH (mm)

CHm (mm) 70,3 71,2 86,4 63,9 33,9 23,1 26,7 7,2 11,0 37,3 65,7 67,4

HH

Januari 337,9 Februari 350,0 Maret 294,6 April 265,3 Mei 109,0 Juni 48,2 Juli 52,4 Agustus 10,7 Sepetember 41,5 Oktober 133,6 November 265,0 Desember 356,0 Total Sumber : Data Primer

16,3 16,6 15,8 12,2 7,3 2,8 2,8 0,4 2,2 6,9 13,5 17,7

P

R

33,8 35,0 29,5 26,5 10,9 4,8 5,2 1,1 4,2 13,4 26,5 35,6

265,182 278,179 220,064 190,842 56,9236 18,7645 21,0224 2,423 15,3087 75,0739 190,549 284,685 1619,02

Keterangan : CH = Curah Hujan (mm) HH = Hujan Harian CHm = Curah Hujan maksimum (mm) B. Nilai Erodibilitas Tabel 4.2 Perhitungan nilai erodibilitas tanah (nilai K)

Tekstur No

1.

Sampel CTanah Organik

Tegal

4,817

Pasir sangat halus (%)

Debu (%)

4,285

38,016

Liat (%)

Pasir kasar (%)

17,82 39,879

Sumber : Laporan Sementara

17

Nilai M

A (%)

8,20

b

c

Nilai K

18

Analisis data 1. Permeabilitas tanah Keterangan : K = Permeabilitas tanah (ml/jam) Q = Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml) L = Tebal contoh tanah (cm) T = Waktu pengukuran (jam) H = Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah bagian atas (cm) A = Luas permukaan sampel tanah (cm2) Diketahui : Q = 0,1 ml L = 5 cm T = 5 menit = 0,083 jam H = H dalam = 6,4 cm H luar = 5,4 cm

2. Kadar lengas tanah

Keterangan : KL = Kadar lengas FK = Faktor koreksi

19

a = Berat botol kosong+tutup setelah di oven (gram) b = Berat botol+contoh tanah+tutup sebelum di oven (gram) c = Berat botol+contoh tanah+tutup setelah di oven(gram) a. Ctka 0,5 mm gram

b. Ctka 2 mm gram

3. C-Organik (Ctka 0,5 mm)

Keterangan : A = Baku (ml) B = Blanko (ml) KL = Kadar lengas (%) Diketahui : A = 3 ml B = 4,15 ml KL = 6,39 % Berat Ctka 0,5 mm = 0,5 gr = 500 mg

20

4. Tekstur Tanah

Keterangan :

21

5. M

6. Kelas strutur tanah (b) Struktur tanah granuler halus = 2 7. K K

=(1,292*(2,1*3476,29^1,14)*(10-4)*(12-8,2)+3,25*(2-2)+2,5*(6-3))/100 0,187237

C. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS) Tabel 4.3 Perhitungan Nilai LS No Sistem Lahan 1 Tegal Keterangan :

LS

X (m) 38,7

S (%) 28

= faktor panjang dan kemiringan lereng Panjang kereng sebenarnya(m)

m

= eksponensial panjang lereng sebagai berikut

LS 8,496

22

= 0,5 jika kemiringan lereng ≥ 5 % = 0,4 jika kemiringan lereng < 5 % dan > 3 % = 0,3 jika kemiringan lereng ≤ 3 % dan ≥ 1% = 0,2 jika kemiringan lereng < 1 D. Nilai Pengelolaan Tanmaan (C) dan Tindakan Konservasi (P) Tabel 4.4 Perhitungan Nilai CP Pola Tanam/Teknik Konservasi Jagung 1 Tegal Ubi Kayu Kacang Tanah Sumber : Laporan Sementara Sistem Lahan

No

Penutupan Lahan (%)

Nilai C

Nilai P

Nilai CP

65 20 15

0,637 0,8 0,2

0,15

0,159

E. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Model USLE Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Metode USLE Satuan Lahan

Luas (ha)

R

K

Tegal 80,8 1619,02 0,1873 Sumber : Dianalisis dari Data Primer

LS

CP

8,496

0,245

Prediksi Erosi (ton/ha/t h) 409,54

Erosi Satuan Lahan (ton/ha)

409,546343 ton/ha/th

F. Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp) Tabel 4.6 Analisis erosi yang diperbolehkan KE (mm) 1500

T

FK 0,80

UGT (tahun) 400

=

T

= Erosi yang Diperbolehkan

K

= Kedalaman Efektif (mm)

T (ton/ha/tahun) 3

23

FK

= Faktor Kedalaman Sub-ordo Tanah

UGT = Umur Guna Tanah Analisis Erosi yang Diperbolehkan T

= = = 3 ton/ha/tahun

24

V. PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lahan Secara umum lahan yang kami amati saat praktikum terketak di 7o38’20,6” LS dan 111o55’37,3” BT. Jenis tanah lahan tersebut adalah latosol dengan tekstur remah lempung dengan pH antara 6-7. Tegal ini terletak di 157 m (dpl) dengan topografi miring dan bergelombang. Iklimnya termasuk tipe iklim Schimidt Ferrgusson tipe C dengan curah hujan rata-rata 2500-3000 mm/tahun dan temperature udara 20 C sampai 27 C. Lahan yang kami amati adalah lahan tegal yang terletak di daerah Polokarto, Sukoharjo Jawa Tengah. Terdapat beberapa tanaman jati yang baru di tanam sekitar umur 3 tahunan, di sebelah pertanaman jati terdapat sungai kecil. Pengelolaan lahan di tegal ini dengan menerapkan penanaman multikultur yakni dengan menanam tanaman pokok jagung, tanaman ubi kayu dan tanaman penutup berupa kacang tanah. Hal ini dilakukan

karena

petani

ingin

memanfaatkan

potensi

lahannya

dengansebaik-baiknya dan untuk mengurangi erosi. Namun jika, cara ini dilakukan dikhawatirkan akan terjadi persaingan perolehan unsur hara yang tinggi antara tanaman pokok dengan tanaman sela sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan pertumbuhan tanaman. Kondisi pada saat pengamatan yakni cerah berawan. B. Faktor Erosivitas Hujan Erosi yang terjadi di suatu lahan merupakan hasil interaksi antara dua komponen yakni komponen hujan dan tanah. Jumlah tanah yang hilang karena erosi ditetntukan oleh dua komponen tersebut. Menurut Hudson (2008) memberikan batasan bahwa erosivitas hujan merupakan kemampuan potensial hujan untuk bias menyebabkan erosi. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik hujan. Sifat-sifat fisik hujan ini dinyatakan dalam diameter butiran, kecepatan jatuh butiran dan intensitas (jumkah hujan yang jatuh per satuan waktu). 24

25

Data curah hujan yang menjadi perhitungan erosivitas hujan kelompok kami adalah data curah hujan rata-rata tahun 2003-2012. Ratarata curah hujan tiap bulan berbeda-beda tentunya. Pada bulan januari, rata-rata curah hujan sebesar 337,9 dengan nilai P 33,8 dan hasil perhitungan erosivitas hujan sebesar 265,182. Pada bulan februari sebesar 350,0 dengan nilai P 35,0 dan nilai erosivitas sebesar 278,179. Pada bulan Maret, rata-rata curah hujan sebesar 294,6 dengan nilai P sebesar 29,5 sehingga nilai erosivitas hujan sebesar 220,064. Pada bulan April, rata-rata curah hujan meningkat menjadi 265,3 dengan nilai P sebesar 26,5 sehingga nilai erosivitas hujan sebesar 190,842. Pada bulan Mei, rata-rata curah hujan mengalami penurunan yang drastis menjadi 109,0 sehingga nilai P 10,9. Hal ini menyebabkan nilai erosivitas hujan sebesar 56,9236. Rata-rata curah hujan terus mengalami fluktuasi yang rendah hingga bulan Sseptember dan mengalami kenaikan kembali semenjak bulan Oktober hingga Desember. Dari hasil perhitungan nilai erosivitas hujan, didapatkan jumlah erosivitas hujan rata-rata pada tahun 2003-2012 sebesar 1619,02. Menurut Arsyad (1989), butiran hujan yang jatuh akan mendapat tahanan udara sehingga butiran akan pecah menjadi lebih kecil, inilah sebabnya mengapa butiran hujan kan berpengaruh terhadap kecepatan jatuhnya. Semakin besar diameter butiran hujan berarti kecepatan jatuh butiran meningkat. Hal ini dapat meningkatkan nilai curah hujan, sehingga apabila curah hujan tinggi maka kemampuan butiran air hujan untuk mengerosi tanah juga semakin tinggi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Tanah yang tererosi pada umumnya tanah dihancurkan lebih dahulu sampai butir-butir tanah terpisah satu sama lain. Penghancuran tanah ini disamping menjadi mudah untuk diangkut ke tempat lain juga partikel tanah akan menyumbat pori-pori tanah. Akibatnya aliran permukaan menjadi lebih besar dan kemungkinan terjadi erosi akan meningkat. Pada umumnya erosi terbesar akan terjadi

26

apabila volume jumlah hujan yang jatuh besar dan dengan intensitas yang besar pula. C. Faktor Erodibilitas Hujan Pada sampel tanah tegal kandungan C-organik sesuai dengan hasil perhitungan menunjukkan nilai yang rendah sebesar 4,817. Hasil Corganik yang sangat berlebihan, mempengaruhi nilai bahan organik sangat berlebihan pula yaitu 8,30. Kandungan bahan organik dan C-organik yang sangat berlebihan berdasarkan hasil analisis laboratorium ini dapat dipengaruhi karena masukan bahan organik yang diberikan untuk tegalan ini tinggi, akibat luasan lahan yang tidak terlalu luas sehingga penambahan bahan organik dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Bahan organik yang masih berbentuk seresah seperti daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organic tersebut juga menghambat aliran permukaan, sehingga kecepatan alirannya lambat dan relatif tidak merusak. Bahan organi yang sudah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi, sampai dua-tiga kali berat keringnya. Akan tetapi kemampuan menyerap air ini hanya merupakan faktor kecil dalam mempengaruhi kecepatan aliran permukaan. Pengaruh utama bahan organik adalah adalah memperlambat aliran permukaan, meningkatkan infiltrasi dan memantapkan agregat tanah (Arsyad 2002). Wischmeier dan Mannering (1969) menyatakan bahwa energy yang dibutuhkan untuk memulai aliran permukaan dan mengakhiri proses infiltrasi semakin meningkat dengan bertambahnya kandungan bahan organic. Pada hasil analisis tekstur tanahh tegalan, didapatkan persentase pasir sebesar 4,285 yang menunjukkan kandungan pasir halus dalam tanah tegalan ini kategori rendah. Persentase debu diperoleh nilai sebesar 38,016% dan kandungan liat sebesar 17,82%. Hasil persentase dari ketiga

27

nilai tekstur yang terdiri dari pasir halus, debu dan liat dimsukkan ke dalam rumus perhitungan M sehingga didapatkan nilai sebesar 3476,29. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah, ditentukan berdasarkan perbandingan butir-butir (fraksi) pasir, debu dan clay. Fraksi pasir berukuran 2mm-50µ lebih kasar dibanding debu (50µ -2µ) dan clay (lebih kecil dari 2 µ). Karena ukurannya yang kasar, maka tanah-tanah yang didominasi olah fraksi pasir akan meloloskan air lebih cepat (kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tinggi) dibandingkan dengan tanahtanah yang didominasi oleh fraksi debu dan liat. Kapasitas infiltrasi dan permeabilitas yang tinggi, serta ukuran butir yang relatif lebih besar menyebabkan tanah-tanah yang didominasi oleh pasir

umumnya

mempunyai erodibilitas yang rendah. Tanah dengan kandungan pasir halus (0,01mm-50µ) tinggi juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjasi aliran permukaan, maka butir-butir halus akan mudah terangkut. Debu merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi karena selain mempunyai ukuran yang relative halus, fraksi ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan. Karena tidak mempunyai muatan. Berbeda dengan debu, liat meskipun berukuran halus namun karena mempunyai muatan, maka fraksi ini dapat membentuk ikatan. Mayer dan Harmon (1984) menyatakan bahwa tanah-tanah bertekstur halus (didominasi liat) umumnya bersifat kohesif dan sulit untuk dihancurkan. Walaupun demikian, bila kekuatan curah hujan atau aliran permukaan mampu menghancurkan ikatan antar partikelnya, maka akan timbul bahan sedimen tersuspensi yang mudah untuk terangkut atau terbawa aliran permukaan. Fraksi halus (dalam bentuk sedimen tersuspensi) juga dapat menyumbat pori-pori tanah di lapisan permukaan. Akibatnya infiltrasi akan menurun sehingga aliran permukaan akan meningkat. Akan tetapi, jika tanah demikian mempunyai agregat yang mantap, yakni tidak mudah terdispersi maka penyerapan air kedalam tanah masih cukup besar,

28

sehingga aliran permukaan dan erosi menjasi relatif tidak berbahaya (Arsyad 1989). Struktur tanah pada tegalan menunjukkan kode 3 yang berarti tanah mempunyai struktur granuler sedang sampai kasar (2-10 mm). Struktur tanah sawah memiliki kode 3 yang memiliki arti tanah sawah berstruktur granuler sedang sampai kasar (2-10 mm). Bentuk dan stabilitas agregat, serta persentase tanah yang teragregasi sangat berperan dalam menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Hasil penelitian Mayer dan Harmon (1984) pada 18 jenis tanah , menunjukkan bahwa tanah yang paling peka terhadap erosi adalah tanah yang paling rendah presentasi agregasinya. Tanah –tanah dengan agregasi tinggi, berstruktur granular, saranf, tingkat penyerapan airnya lebih tinggi daripada tanah yang tidak berstruktur atau susunan butir-butir premiernya lebih rapat. Selain dipengaruhi oleh tekstur dan kandungan bahan organik, pembentukan agregat tanah dipengaruhi juga oleh jumlah dan jenis kation yang diadsorbsi liat. Hasil penelitian Meyer dan Harmon (1984) menunjukkan bahwa kandungan kalsium dapat ditukar, jumlah basa-basa dapt ditukar, kapasitas tukat kation dan kandungan bahan organic tanah berkorelasi negatif dengan tingkat kepekaan tanag terhadap erosi lembar. Stabilitas agregat tanah sangat berpengaruh terhadap kemantapan pori tanah. Tanah-tanah yang mudah terdispersi atau agregatnya tidak stabil menyebabkan pori-porinya tanah juga mudah hancur atau tertutup oleh liat atau debu (erosi internal), sehingga laju dan kapasitas infiltrasi tanah mengalami penurunan. Permebilitas tanah tegalan termasuk dalam kode 6 yang mengartikan tanah ini memiliki permeabilitas yang sangat lambat. Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk menyerap air melalui pori-pori tanah baik ke arah horizontal maupun ke arah vertikal. Besar kecilnya permeabilitas sangat dipengaruhi olh tekstur tanah. Makin kasar tekstur tanah, maka makin besar permeabilitasnya. Hubungan antara permeabilitas dengan erosi adalah apabila permeabiltas dalam tanah terlalu tinggi sehingga

29

menutupi seluruh pori tanah dapat terjadi berkurangnya kekuatan dalam tanah sehingga bila mendapatkan tekanan terhadap tanah tersebut dapat mengakibatkan mudahnya tanah itu terjadi longsoran atau erosi. Hasil perhitungan setelah diketahui nilai bahan organic, C-organik, fraksi tekstur, struktur, permeabilitas dan nilai M maka dapat diketahui bahwa nilai erodibilitas (K) tanah tegalan sebesar 0,307. Nilai erodibilitas (K) juga menunjukkan nilai yang rendah. Erodibilitas tanah merupakan sifat tanah yang dinamis, yang bervariasi terhadap waktu, kelengasan tanah, suhu tanah, pengolahan tanah, gangguan manusia atau binatang, serta faktor biologi dan kimia. Faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap variasi erodibilitas tanah tersebut adalah suhu tanah, tekstur tanah dan kelengasan tanah. Suatu tanah yang mempunyai erodibilitas rendah mungkin mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut pada lereng curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas hujan yang selalu tinggi. Sebaliknya suatu tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi, mungkin memperlihatkan gejala erosi ringan atau tidak sama sekali bila terdapat pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan berintensitas rendah. Hudson (1978) juga menyatakan bahwa selain sifat fisik tanah, faktor pengelolaan terhadap tanah sangat berpengaruh terhadap erodibilitas suatu tanah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari faktor pengelolaan tanah terhadap sifat-sifat tanah.

Seperti yang

ditunjukkan olah hasil penelitian Rachman (2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhdap kualitas tanag, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah dan daya tahan tanah daya hancur curah hujan atau erodibilitas. Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan konservasi dan pengelolaan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan terarah. Namun demikian, Veice (2002) menyatakan bahwa konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya merupakan suatu

30

hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana, karena erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah D. Faktor Panjang dan Kemiringan Lahan Pada jenis penggunaan lahan tegalan, panjang lereng rata-rata sepanjang 38,7 m dengan kemiringan rata-rata 28% sehingga didapatkan nilai L sebesar 1,324 dan nilai S sebesar 6,421. Nilai LS yang dihasilkan sebesar 8,509. Faktor LS merupakan kombinasi antara faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S) yang mana merupakan nisbah besarnya erosi dari suatu dari suatu lahan. Lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan besarnya erosi, jika lereng semakin curam make kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga daya angkutnya juga meningkat. Lereng yang semakin panjang, berarti volume air yang mengalir semakin besar. Sehingga kecepatan aliran juga semaki besar dan benda yang bisa diangkut akan lebih banyak. Menurut Suripin (2001) secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan panjang lereng. Pada lahan datar, percikan butir air hujan melemparkan partikel tanah ke udara ke segala aarah secara acak pada lahan miring, partikel tanah lebih banyak terlempar kea rah bawah daripada ke atas, dengan proporsi yang makin besar dengan meningkatnya kemiringan lereng. Selanjutnya, makin panjang lereng cenderung makin banyak air permukaan yang terakumulasi, sehingga aliran permukaan menjadi lebih tinggi maupun kecepatannya. Kombinasi kedua variable lereng ini menyebabkan laju erosi tanah tidak sekedar proporsional dengan kemiringan lereng tetapi meningkat secara drastic dengan meningkatnya panjang lereng. E. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi Pada lahan tegalan terdapat faktor pengelolaan tanaman (C) yang ada yaitu kacang tanah, jagung dan ubi kayu sebagai tanaman penutup lahan. Persentase penutupan lahan kacang tanah sebesar 15%, ubi kayu 20% dan jagung sebsesar 65% sehingga penjumlahan nilai C yang didapatkan sebesar 1,637 yang termasuk ke dalam jenis kebun campuran (diolah).

31

Pengaruh vegetasi sebagai penutup tanah terhadap erosi menurut Suripin (2001), vegetasi mampu menangkap atau intersepsi butir air hujan sehingga energi kinetiknya terserap tanaman dan tidak menghantam langsung pada tanah. Pengaruh intersepsi air hujan sehingga tidak jatuh ke bumi dan memberikan kesempatan terjadinya penguapan langsung dari dedaunan dan dahan, selain itu menangkap butir air hujan dan meminimalkan pengaruh negative terhadap struktur tanah. Tanaman penutup mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan dan selanjutnya memotong kemampuan aliran permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel sedimen. Perakaran tanaman meningkatkan stabilitas tanah dengan meningkatkan kekuatan tanah, granularitas dan porositas. Aktivitas biologi yang berkaitan dengan pertumbuhan tanaman memberikan dampak positif pada porositas tanah. Tanaman mendorong transpirasi air, sehingga lapisan tanah atas menjadi kering dan memadatkan lapisan di bawwahnya. Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil diameter tetsan air hujan. Tumbuhan bawah lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi karena merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar-kecilnya erosi percikan. Oleh karena itu, dalam melakukan program konservasi tanah dan air melalui cara vegetative, system pertanaman (tanaman pertanian) diusahakan agar tercipta struktur pelapisan tajuk serapat mungkin. Peran utama dari vegetasi adalah pada intersepsi dari tetesan hujan sehingga energy kinetic dihilangkan oleh tanaman dibandingkan bila langsung ke tanah (Asdak 1991). Efektifitas pelindung tanaman dalam mengurangi erosi bergantung pada ketinggian dan kontinuitas dari kanopi, kerapatan dari pelindung dipermukaan tanah dan kerapatan akar. Ketinggian kanopi sangat penting karena air jatuh dari ketinggian 7 m dapat melebihi 90% dari kecepatan

32

terminal. Lebih lanjut, tetesan hujan yang terintersepsi oleh kanopi dapat bergabung pada daun membentuk tetesan yang lebij besar yang mana lebih erosive. Faktor konservasi adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai faktor tindakan konservasi adalah jumlah erosi yang terjadi pada lahan yang telah dilakukan tindakan konservasi dibandingka dengan erosi yang terjasi pada lahan tanpa tanaman konservasi tanah. Pola konservasi yang digunakan pada lahan tegalan ini adalah pola konservasi pada tanaman perkebunan campuran dengan teras bangku sedang sehingga didapatkan nilai P sebesar 0,15. Pola konservasi yang digunakan pada lahan sawah ini menggunakan pola jagung + padi gogo + ubi kayu + kacang tanah, sisa tanaman dijadikan mulsa sehingga didapatkan nilai P sebesar 0,159. Nilai CP tegalan dihasilkan nilai sebesar 0,159. Menurut Asdak (2001), penilaian faktor P di lapangan lebih mudah bila dibandingkan dengan faktor C. Hal ini dikarenakan dalam kenyataanya, kedua faktor tersebut berkaitan erat. F. Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat Faktor penyebab erosi secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah, dan topografi atau bentuk wilayah, vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia. Faktor iklim yang paling menentukan dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan. Besar kecilnya laju erosi banyak tergantung juga kepada sifat-sifat tanah yang dinyatakan sebagai erodibilitas tanah, yaiut kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah tidaknya tanah tersebut tererosi. Tanah yang memiliki nilai erodibilitas tinggi, berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi, sebaliknya bagi tanah dengan erodibilitas rendah, berarti tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi. Erosi potensial dihitung dengan memperhitungkan

33

besarnya erosi dengan melihat dua faktor erosivitas dan erodibilitas tanah, sedangkan faktor yang lain dianggap satu. Berdasarkan hasil perhitungan faktor-faktor yang mempengaruhi prediksi erosi, didapatkan data sehingga dapat menghasilkan nilai prediksi erosi. Pada lahan tegalan didapatkan nilai faktor erosivitas (R) sebesar 1619,02. Nilai faktor erodibilitas (K) sebesar 0,187237. Hasil perhitungan panjang dan kemiringan lereng sebesar 8,49693 dengan nilai pengelolaan tanaman (C) dan tindakan konservasi (P) sebesar 0,245. Brooks et al. (1991) berpendapat bahwa erosi adalah proses hilangnya atau terangkutnya tanah di permukaan. Erosi merupakan kejadian alami yang berlangsung sejak bumi ini terbentuk adapun penyebab utama erosi adalah air dan angin. Erosi dapat terjadi pada kondisi alami, yaitu pada lahan yang tertutup oleh vegetasi asli tanpa campur tangan manusia melakukan kegiatannya dan terjadi erosi, dinamakan erosi yang dipercepat. Erosi yang melampaui kecepatan normal, akibat ulah manusia sehingga merusak karena menghilangkan lapisan tanah, prosesnya disebut erosi tanah. Erosi oleh air dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu erosi percikan, erosi lembar, erosi alur, dan erosi lembah. Menurut Suripin (2001) erosi tanah terjadi melalui tiga tahap, yaitu pelepasan partikel tunggal dari massa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energy yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan. Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa centimeter ke udara. Pada lahan datar partikelpartikel tanah tersebar lebih kurang merata ke segala arah, tapi untuk lahan miring terjadi dominasi kearah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi

34

laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas baik oleh percikan air hujan maupun oleh adalnya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikel tanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan. Nilai prediksi erosi pada lahan tegalan sebesar 409,54 ton/ha/tahun. Nilai ini termasuk sangat berat untuk dapat menyebabkan bahaya erosi. Strategi konservasi yang dapat dilakukan yaitu: 1. Konservasi secara Agronomis Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan. Konservasi tanah dan air secara vegetatif adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran permukaan. Konservasi tanah dan air secara vegetatif ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara: a. Tanaman Penutup Tanah Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk melindungi tanah dari erosi, menambah bahan organik tanah, dan sekaligus meningkatkan produktifitas tanah. b. Pertanaman dalam Strip Pertanaman dalam strip (strip cropping) adalah cara cocok tanam dengan beberapa jenis tanaman ditanam berselangseling dalam strip-strip dalam sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau garis kontur. Tanaman yang ditanam biasanya tanamn pangan atau tanaman semusim diselingi dengan tanaman penutup tanah yang tumbuh dengan cepat

35

c. Pertanaman berganda Pertanaman berganda (multiple croping) berguna untuk meningkatkan produktifitas lahan sambil menyediakan proteksi tanah dari erosi. Sistem ini dapat dilakukan dengan baik dengan cara pertanaman beruntun (squential cropping); tumpang sari (inter croping); atau tumpang gilir (relay croping). d. Penggunaan Mulsa Mulsa adalah sisa-sisa tanaman (crop residues) yang ditebarkan diatas permukaan tanah. Keuntungan penggunaan mulsa dari segi konservasi anara lain; Mengurangi laju erosi dari hantaman air hujan, mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan, memelihara temperatur dan kelembaban tanah,

meningkatkan

meningkatkan

kemantapan

kandungan

bahan

struktur

tanah,

organik

tanah,

mengendalikan tanaman pengganggu. 2. Konservasi secara Mekanis a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah manipulasi mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. b. Pengolahan Tanah Menurut Kontur Penanaman dan pengolahan tanah menurut garis kontur dapat mengurangi

erosi

sampai

50%

dibandingkan

dengan

pengolahan tanah dan penanaman menurut lereng (up-anddown). c. Guludan Guludan merupakan tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang memotong kemiringan lahan. Fungsi guludan ini adalah untuk menghambat aliran permukaan, menyimpan air dibagian atasnya , dan untuk memotong panjang lereng.

36

Tinggi tumpukan berkisar antara 25-30 cm dengan lebar dasar 25-30 cm. Jarak antara guludan bervariasi bergantung pada kecuraman lereng, kepekaan tanah terhadap erosi, dan erosivitas hujan. d. Terras Terras adalah timbunan tanah tang dibuat melintang atau memotong

kemiringan

lahan,

yang

berfungsi

untuk

menangkap aliran permukaan, serta mengarahkannya ke outlet yang mantap atau engan kecepatan yang tidak erosive. Dengan demikian memungkinkan terjadinya penyerapan air dan berkurangnya erosi. e. Saluran Pembuangan Air Untuk menghindari terkonsentrasinya aliran permukaan disembarang tempat, yang akan merusak dan membahayakan tanah yang akan dilewatinya, maka perlu dibuatkan jalan khusus

berupa saluran

pembuangan

air (waterways).

Sehingga tujuan utama pembangunan waterways adalah untuk mengarahkan dan menyalurkan air permukaan dengan kecepatan yang tidak erosif ke lokasi pembuangan air yang sesuai. Saluran pengelak dibuat dibagian atas lereng dari lahan pertanian, berfungsi untuk menangkap air yang mengalir dari lereng diatasnya dan menyalurkan kesaluran berumput. 3. Konservasi Secara Kimiawi Metode kimia adalah tindakan atau perlakuan kepada tanah agar terjadi peningkatan kemantapan agregat tanah atau struktur tanah, dengan jalan memberikan preparat-preparat kimia tertentu yang dapat memperkecil kepekaan tanah terhadap ancaman kerusakan tanah. Salah satu cara yang digunakan dalam metode kimia adalah dengan pemakaian bahan pemantap tanah (Soil Conditioner). Tujuanya untuk meperbaiki keadaan atau sifat fisik

37

tanah dengan menggunakan bahan-bahan kimia baik secara buatan atau alami. G. Hasil Erosi yang Diperbolehkan (Edp) Erosi yang masih diperbolehkan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan pertahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari. Arsyad (2010) mengusulkan perhitungan laju erosi yang diperbolehkan berdasar atas kedalaman ekivalen tanah dan jangka waktu kelestarian sumber daya tanah yang diharapkan dengan persamaan : T

= (KE . FK)/UGT

T

: Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/tahun)

KE

: Kedalaman Efektif Tanah (mm)

FK

: Faktor Kedalaman Sub-Ordo Tanah

UGT

: Umur Guna Tanah

Berdasarkan analisis Edp, diperoleh hasil sebesar 3 ton/ha/tahun. Menurut

Kartasapoetra (2001), yang dimaksudkan dengan erosi yang

masih diperbolehkan yaitu untuk mengetahui besarnya erosi yang mungkin dapat diimbangi atau lebih diimbangi dengan tindakan atau perlakuan manusia yang dapat membantu lajunya pembentukan tanah, sehingga besarnya erosi selalu dibawah laju pembentukan tanah. Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi aktual dengan erosi yang diperbolehkan. Apabila erosi aktual lebih kecil daripada erosi yang diperbolehkan (A < EDP) maka daerah tersebut perlu dipertahankan agar kondisinya tetap lestari. Sedangkan apabila erosi aktual melampaui erosi yang diperbolehkan (A > EDP), maka daerah ini perlu perencanaan konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan antara faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi dilakukan dengan memilih beberapa alternatif faktor C dan P, sehingga erosi aktual menjadi lebih kecil dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan.

38

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari serangkaian kegiatan di lapangan, hasil pengamatan, analisis laboratorium, analisis data, dan pembahasan dalam penyusunan laporan ini dapat kami simpulkan: 1. Lahan yang kami amati berjenis latosol dengan tekstur remah lempung dengan pH antara 6-7. Tegal ini terletak di 157 m (dpl) dengan topografi miring dan bergelombang. Iklimnya termasuk tipe iklim Schimidt Ferrgusson tipe C dengan curah hujan rata-rata 25003000 mm/tahun dan temperature udara 20oC sampai 27oC. 2. Pengelolaan lahan di tegal ini dengan menerapkan penanaman multikultur yakni dengan menanam tanaman pokok jagung, tanaman ubi kayu dan tanaman penutup berupa kacang tanah. Hal ini dilakukan karena petani ingin memanfaatkan potensi lahannya dengan sebaikbaiknya dan untuk mengurangi erosi. 3. Erosi yang terjadi di suatu lahan merupakan hasil interaksi antara dua komponen yakni komponen hujan dan tanah. Jumlah tanah yang hilang karena erosi ditetntukan oleh dua komponen tersebut. 4. Nilai prediksi erosi pada lahan tegalan sebesar 409,54 ton/ha/tahun. Nilai ini termasuk sangat berat untuk dapat menyebabkan bahaya erosi. 5. Strategi konservasi yang dapat dilakukan diantaranya konservasi secara agronomis, mekanik dan kimiawi. B. Saran Praktikum Konservasi Tanah dan Air ini kedepannya kami menyarankan agar praktikum ini didampingi oleh coass, persiapan dan waktu untuk praktikum dipersiapkan lebih baik lagi dalam memberikan pengarahan penjelasan kegiatan-kegiatan yang dilakukan saat praktikum, lebih memperhatikan keselamatan para praktikan maupun coass agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat sudah ada korban yaitu salah satu teman kami.

39

38

40

DAFTAR PUSTAKA Arsyad S 2006. Konservasi Tanah dan Air, Ed. Ke-2. Bogor : Penerbit IPB. Arsyad S 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press. Arsyad, S 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press Asdak C 1995. Hidrologi dan Pengelolan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: UGM Press. Hardjoamidjojo S dan Sukartaatmadja S 2008. Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hardjowigeno 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. Hidayat Y 2003. Model Penduga Erosi. Tumoutou.net/6_sem2_023/yayat_hidayat.htm-99k. Diakses pada tanggal 8 Desember 2014. Hudson N 1978. Soil Conservation. Bastlford, London. Hudson NW 2008. Soil Conversation. New York : Cornell Universitty Press. Kartosapoetra 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta : Bumi Aksara. Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-2. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Listriyana I 2006. Pemetaan Daerah Rawan Bahaya Erosi Di Bagian Barat Daya Gunung Lawu Melalu Pendekatan Model Pixel dan Sistem Informasi Geografi (SIG). Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Martono 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng terhadap Laju Kehilangan Tanah pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro Mayer LD dan Harmon WC 1984. Susceptibility Of Agricultural Soils To Interill Erosion. Soil Sci. Soc. Am. J. 8:1.152-1.157 Miller, et al., 2004. Pumps and Hydraulics. All New 6th Edition. Wiley Publishing, Inc., Indianapolis, Canada. Muklis 2007. Analisis Tanah dan Tanaman. Medan : USU Press. Nyssen Jan, Jean Poesen and Jozef Deckers 2009. Land degradation and soil and water conservation in tropical highlands. Soil and Tillage Research. 103, 2. 197-202. Poerbandono, Ahmad Basyar, Agung B. Harto dan Puteri Rallyanti 2006. Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial..Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Infrastructure and Built Environment Vol. II No. 2, Juni 2006.

41

Purwanto, Sukresno, S. A. Cahyono, E. Irawan dan D. Yuliantoro 2003. Nilai Ekonomi Erosi Tanah Ultisols (Studi Kasus Di SUB DAS Ngunut, Desa Ngunut, Kec. Jumantono, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah). Jurnal Teknologi Pengelolaan DAS Vol. IX, No. 2 Tahun 2003, hal. 1-21. Bogor. Purwowidodo 2009. Pokok-pokok Bahasan Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Laboratorium Pengaruh Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB. Rachman A, H Anderson, C Gantzer dan AL Thompson 2003. Influence of longtem cropping system on soil physical properties related to soil erodibility. Soil Sci. Soc. Am. J. 67 : 637-644 Rachman S 2003. Penerapan Pertanian Organik:Pemasyarakatan Pengembangannya. Yogyakarta : Kanisius.

dan

Rahim SE 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta : Bumi Aksara. Sanders David 2003. SOIL CONSERVATION, in Land Use ,Land Cover and Soil Sciences, [Ed. Willy H. Verheye], in Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS), Developed under the Auspices of the UNESCO, Eolss Publishers, Oxford ,UK. Suripin 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : ANDI Offset. Tarigan DR dan Djati M 2012.Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap Kehilangan Tanah pada Erosi Alur di Daerah Aliran Sungai Secang Desa Hargotirto Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo. Jurnal Bumi Indonesia Vol 1, Nomor 3, tahun 2012 Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air. Surakarta : Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat (BP2TPDAS IBB). Utomo H 2008. Konservasi Tanah di Indonesia. Jakarta : Rajawali Press. Vadari T, K Subagyono dan N Sutrisno 2004. Model Prediksi Erosi: Prinsip, Keunggulan, dan Keterbatasan. Departemen Pertanian : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Veiche A 2002. The Spatial Variabilitu Of Erodibility And Its Relation To Soil Types : A Study From Northem Ghana. Geoderma 106:110-120 Veiche A 2007. The Spatial Variability of Erodibility and Its Relation To Soil Types. A Study for Northen Ghana. Wiradisastra US, B Tjahjono, K Gandasasmita, B Barus dan Khursatul Munibah 2009. Geomorfologi dan Analisis Lansekap. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Related Documents


More Documents from "Aurora Aurita"