Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA TANAH MODUL VI CALIFORNIA BEARING RATIO
KELOMPOK 10
Hadi Mulyanto
1106005585
Dan Resky Valeriz
1106021052
Moh. Ardan Makarim Corny 1206241073
Tanggal Praktikum : 16 - 21 Maret 2013 Tanggal Disetujui : 12 Mei 2013 Asisten
: Murni Gusti Dayanti
Nilai
:
Paraf
:
LABORATORIUM MEKANIKA TANAH DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2013
CALIFORNIA BEARING RATIO A. PENDAHULUAN 1. Maksud dan tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan CBR ini adalah untuk mendapatkan nilai CBR pada kepadatan dan kadar air tertentu.
2. Alat dan Bahan a) Compaction hammer (berat :10 lbs, tinggi : 19”, 0.2”). b) Mould (diameter : 6”, tinggi : 6”). c) Sendok pengaduk tanah. d) Tempat untuk mencampur tanah dengan air. e) Botol penyemprot air. f) Pisau baja (straight edge). g) Timbangan. h) Oven. i) Can alumunium. j) Stopwatch. k) Beban logam berbentuk lingkaran (± 10 lbs) l) Bak berisi air. m) Piringan berlubang dengan dial pengukur swell. n) Mesin CBR test. o) Gelas ukur
3. Teori dan Rumus yang Digunakan
Harga CBR adalah perbandingan antara kekuatan contoh tanah dengan kepadatan tertentu dan kadar air tertentu terhadap kekuatan batu pecah bergradasi rapat sebagai standar material dengan nilai CBR = 100, didapatkan pada test compaction. Untuk mencari nilai CBR dipakai rumus :
𝐶𝐵𝑅 =
𝑇𝑒𝑠𝑡 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝐿𝑜𝑎𝑑 (𝑝𝑠𝑖) × 100% 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑 (𝑝𝑠𝑖)
Dengan Standard Unit Load pada harga-harga penetrasi :
Penetrasi
Standard Unit Load
(in)
(psi)
0.1
1000
0.2
1500
0.3
1900
0.4
2300
0.5
2600
Beban (load) didapat dari hasil pembacaan dial penetrasi yang kemudian diubah dengan grafik Calibration Prooving Ring. Test Unit Load (psi) = tegangan (σ)
𝜎=
A
= luas piston
P
= M.LRC
M
= Pembacaan dial
LRC
= factor kalibrasi
𝑃 𝑀(𝐿𝑅𝐶) = 𝐴 𝐴
= 3 inch2
= 23,481 lbs
B. PRAKTIKUM
1. Persiapan Praktikum
a) Menyiapkan tanah yang lolos saringan no. 4 ASTM @ 5 kg sebanyak 3 kantong plastik. b) Setiap kantong dibuat kadar air menjadi : 1) -2% dari W optimal.
2) Sama dengan W optimal. 3) +2% dari W optimal. Dalam membuat kadar air yang kita inginkan, perlu diketahui kadar air yang ada lalu ditambahkan sejumlah air tertentu (V) untuk mencapai kadar air yang diinginkan. Untuk menentukan sejumlah air tertentu (V) menggunakan rumus :
𝑉𝑎𝑑𝑑 =
𝑊𝑥 − 𝑊0 ×𝑤 1 + 𝑊0
dengan: 𝑉𝑎𝑑𝑑
= volume air yang akan ditambahkan
𝑊𝑥
= kadar air yang akan dibuat
𝑊0 = kadar air awal 𝑤 = berat sampel tanah (gram)
2. Jalannya Praktikum
a) Menyiapkan mould, kemudian menimbang dan mengukur dimensinya. b) Mengolesi bagian dalam mould dengan oli. c) Tanah dimasukkan ke dalam mould sehingga tingginya kira-kira 1/3 tinggi mould. d) Tiap lapis ditumbuk sebanyak 56 kali dan dikerjakan hingga tiga lapisan. e) Mould yang sudah diisi dan sudah ditumbuk kemudian ditimbang. f) Mould diletakkan pada
mesin CBR dan diberikan beban ring pada
permukaan sampel tanah, piston diletakkan melalui lubang pada beban sehingga mengenai permukaan tanah. g) Coading dan dial diperiksa dan diset 0. h) Penetrasi secara teratur dengan kecepatan 0.05”/menit. i) Catat pembacaan dial pada penetrasi-penetrasi yang sudah ditentukan sebagai berikut: 0.00”, 0.025”, 0.050”, 0.075”, 0.10”, 0.125”, 0.15”, 0.175”, 0.2” j) Contoh tanah diambil untuk dihitung kadar airnya. k) Setelah contoh tanah dihitung kadar airnya, contoh tanah direndam ± 96 jam (4 hari) untuk diketahui kondisi swellingnya. l) Pencatatan swelling dilakukan dengan durasi sebagai berikut: 60, 120 (menit), 1hari, 3hari, 4hari, sejak mulai dimasukkan ke dalam bak air.
m) Setelah ± 96 jam, mould dan tanah diangkat kemudian dilakukan penetrasi seperti pada percobaan sebelumnya dengan sampel tanah dibalik. n) Sample tanah di-extrude, kemudian diambil sebagian tanah bagian atas, bagian bawah, dan bagian tengahnya, untuk dihitung kadar airnya.
3. Perbandingan dengan ASTM
Menurut ASTM pembacaan dial dilakukan setiap 1 jam sebanyak 3 kali, hari ke dua, hari ke tiga, hari keempat; pada praktikum ini hanya dilakukan pembacaan 1 jam pertama, 2 jam pertama, hari pertama, hari kedua, hari ketiga, dan hari keempat.Menurut ASTM, pembacaan dial dilakukan hingga dial menunjukan angka 0.3”; pada praktikum ini dilakukan pembacaan dial hingga 0.2”.
C. PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
1. Kadar Air Awal dari Sampel Tanah Uji Kadar air awal : 26.63 %
2. Menentukan Volume Air yang Harus Ditambahkan Sampel tanah dibuat dengan menggunakan kadar air asumsi yang disesuaikan +2% dan -2% dari kadar air optimum pada percobaan compaction. Kadar air optimum didapat sebesar 39.5 % sehingga dibuat tiga sampel tanah dengan kadar air 39.5%, 37.5% (-2%), dan 41.5% (+2%). Untuk membuat dengan kadar air yang diinginkan, perlu ditambahkan air ke tanah mula-mula menggunakan rumus 𝑉𝑎𝑑𝑑 =
𝑊𝑥 − 𝑊0 ×𝑤 1 + 𝑊0
dengan Wx adalah kadar air yang diinginkan, Wo adalah kadar air mula-mula, dan w adalah massa tanah yang digunakan.
Sampel
1
2
3
𝑾𝟎
26.63%
26.63%
26.63%
𝑾𝒙
37.5%
39.5%
41.5%
𝒘
5000 g
5000 g
5000 g
𝑽𝒂𝒅𝒅
𝟒𝟐𝟗. 𝟐 𝐦𝐋
𝟓𝟎𝟖. 𝟏𝟕 𝐦𝐋
𝟓𝟖𝟕. 𝟏𝟒 𝐦𝐋
3. Menghitung Dimensi Mould Tiga sampel tanah yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan tiga mould yang berbeda. Berikut adalah hasil pengukuran dimensi mould dari tiap-tiap sampel.
a) Diameter mould Diameter (cm)
Mould Sampel 1 (37,5%) Sampel 2 (39,5%) Sampel 3 (41,5%)
Diameter
2
3
Rata – Rata
15.31
15.28
15.21
15.26
15.12
15.12
15.15
15.13
15.26
15.2
15.24
15.23
1
b) Tinggi Mould Mould
1
Tinggi (cm) 2 3
Tinggi Rata – Rata
Sampel 1 (37,5%)
11,39
11,39
Sampel 2 (39,5)
11,765
11,765
Sampel 3 (41,5%)
12,025
-
-
12,025
c) Volume Mould Dimensi lainnya yakni volume mould, yang dihitung dengan rumus:
1 𝑉 = 𝜋𝑑 2 × 𝑡 4 Dengan d adalah diameter, dan t adalah tinggi. Berikut adalah hasil penghitungan volume dari ketiga mould. Mould
Volume (cm3)
Sampel 1
2083.16
Sampel 2
2115.24
Sampel 3
2190.65
4. Menghitung Tekanan Melalui Pembacaan Beban pada Dial Test Unit Load (psi) = Tegangan (σ)
𝝈=
𝑷 𝑴(𝑳𝑹𝑪) = 𝑨 𝑨
= 3 in2
A
= Luas Piston
P
= M x LRC
M
= Pembacaan Dial
LRC
= Faktor Kalibrasi
= 23,481 lbs
a) Sampel 1 (w = 37.5 %) PENETRATION
Dial Reading
Stress (psi)
(in)
unsoaked
soaked
unsoaked
soaked
0
0
0
0
0
0.025
15
2.5
117.405
19.5675
0.05
20.5
3
160.4535
23.481
0.075
24
4
187.848
31.308
0.1
26
4.25
203.502
33.26475
0.125
28
5
219.156
39.135
0.15
30.5
5.25
238.7235
41.09175
0.175
33
5.5
258.291
43.0485
0.2
35
6.25
273.945
48.91875
Penetration vs Stress (Sampel 1) 300
250
Stress (Psi)
200
150 Unsoaked Soaked
100
50
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
Penetration (in)
b) Sampel 2 (w = 39.5 %) PENETRATION
Dial Reading
Stress (psi)
(in)
Unsoaked
Soaked
Unsoaked
Soaked
0
0
0
0
0
0.025
2
1.5
15.654
11.7405
0.05
3.5
2.5
27.3945
19.5675
0.075
5
3.5
39.135
27.3945
0.1
6
5.5
46.962
43.0485
0.125
7.5
7
58.7025
54.789
0.15
9
8
70.443
62.616
0.175
10
9
78.27
70.443
0.2
11
9.3
86.097
72.7911
Penetration vs Stress (Sampel 2) 100 90 80
Stress (Psi)
70 60 50 Unsoaked
40
Soaked
30 20 10 0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
Penetration (in)
c) Sampel 3 (w = 41.5 %) PENETRATION
Dial reading
Stress (psi)
(in)
Unsoaked
Soaked
Unsoaked
Soaked
0
0
0
0
0
0.025
7
4
54.789
31.308
0.05
12
7
93.924
54.789
0.075
14.5
9
113.4915
70.443
0.1
17
10.5
133.059
82.1835
0.125
20
11.5
156.54
90.0105
0.15
22.5
12.3
176.1075
96.2721
0.175
24
13.5
187.848
105.6645
0.2
26
14
203.502
109.578
Penetration vs Stress (Sampel 3) 250
Stress (Psi)
200
150
Unsoaked 100
Soaked
50
0 0
0.05
0.1
0.15
0.2
Penetration (in)
5. Nilai California Bearing Ratio (CBR) Nilai CBR yang praktikan peroleh didapat dari besar penetrasi sebesar 0.1” dan 0.2”. Nilai CBR tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus: Untuk penetrasi 0.1”
% CBR =
Untuk penetrasi 0.2”
% CBR =
𝑀.(𝐿𝑅𝐶) 𝐴.1000
𝑀.(𝐿𝑅𝐶) 𝐴.1500
x 100%
x 100%
Tabel Nilai CBR (%) a) Sampel 1 Dial Reading Penetration
CBR % Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
4.25
20.35
3.32
6.25
18.26
3.26
(in)
Unsoaked
Soaked
0,1
26
0,2
35
b) Sampel 2 Dial Reading Penetration
CBR % Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
5.5
4.69
3.91
9.3
5.74
4.85
(in)
Unsoaked
Soaked
0,1
6
0,2
11
c) Sampel 3 Dial Reading Penetration
CBR % Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
10.5
13.3
8.21
14
13.56
7.3
(in)
Unsoaked
Soaked
0,1
17
0,2
26
6. Menentukan Kadar Air Pada Tanah Uji Pada Kondisi Unsoaked dan Soaked Setelah dilakukan penumbukan dan penetrasi terhadap sampel tanah, sampel tanah diambil beberapa bagian untuk ditentukan kadar airnya.
Kadar air pada
keadaan ini disebut kondisi unsoaked (tidak terendam). Setelah itu, sampel tanah direndam selama kurang lebih 96 jam dan dihitung kadar air setelah perendaman selama 96 jam. Kadar air pada keadaan ini disebut kondisi soaked (terendam). Untuk menentukan kadar air, rumus yang digunakan adalah: 𝑤𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = 𝑤𝑤𝑒𝑡 +𝑐𝑎𝑛 − 𝑤𝑑𝑟𝑦 +𝑐𝑎𝑛 𝑤𝑑𝑟𝑦 = 𝑤𝑑𝑟𝑦 +𝑐𝑎𝑛 − 𝑤𝑐𝑎𝑛
𝑊=
𝑤𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 × 100% 𝑤𝑑𝑟𝑦
a) Kondisi Unsoaked (Tidak Terendam) Kadar Air
37,5%
39,5%
41,5%
𝒘𝒄𝒂𝒏
19,82 g
22,7 g
19,05 g
𝒘𝒘𝒆𝒕+𝒄𝒂𝒏
98,67 g
65,41g
96,08 g
Asumsi
Setelah dioven 𝒘𝒅𝒓𝒚+𝒄𝒂𝒏
78,86 g
53,24 g
71,47 g
𝒘𝒘𝒂𝒕𝒆𝒓
26,4g
12,34g
21.39g
𝒘𝒅𝒓𝒚
69,04g
31,46g
52,42 g
𝑾Initial
38,24%
39,24%
40,81%
38,24%
39,24%
40,81%
𝒘𝒄𝒂𝒏
22,28 g
23,77 g
19,87 g
𝒘𝒘𝒆𝒕+𝒄𝒂𝒏
153,24 g
224,91
171,65 g
b) Kondisi Soaked (Terendam) Kadar Air Awal
Setelah dioven 𝒘𝒅𝒓𝒚+𝒄𝒂𝒏
116,51 g
167,27g
127 g
𝒘𝒘𝒂𝒕𝒆𝒓
36,73 g
57,64 g
44,65g
𝒘𝒅𝒓𝒚
94,23 g
143,5g
107,13 g
𝑾Final
38,98%
40,17%
41,6%
7. Menentukan Kerapatan Kering (𝜸𝒅𝒓𝒚 ) Untuk mencari nilai kerapatan kering terlebih dahulu harus dicari nilai kerapatan basahnya. a) Mencari Kerapatan Basah Untuk mencari nilai kerapatan basah, digunakan rumus: 𝒘𝒘𝒆𝒕 𝜸𝒘𝒆𝒕 = 𝑽
1) Kerapatan Basah Mula-Mula (Initial) Kerapatan basah mula-mula menggunakan massa tanah setelah compaction dan sebelum direndam. Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
𝒘𝒔𝒐𝒊𝒍+𝒎𝒐𝒖𝒍𝒅
7397.72
7074
7694
𝒘𝒎𝒐𝒖𝒍𝒅
3849
3810
3930
𝒘𝒔𝒐𝒊𝒍 = 𝒘𝒘𝒆𝒕
3548.72
3264
3764
𝑽
2083.81
2115.24
2190.65
𝜸𝒘𝒆𝒕
1.703
1.54
1.718
2) Kerapatan Basah Akhir (Final) Kerapatan basah akhir menggunakan massa tanah setelah dilakukan perendaman. Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
𝒘𝒔𝒐𝒊𝒍+𝒎𝒐𝒖𝒍𝒅
7423.98
7104.36
7723.74
𝒘𝒎𝒐𝒖𝒍𝒅
3849
3810
3930
𝒘𝒔𝒐𝒊𝒍 = 𝒘𝒘𝒆𝒕
3574.98
3294.36
3793.74
𝑽
2083.81
2115.24
2190.65
𝜸𝒘𝒆𝒕
1.716
1.557
1.732
b) Mencari Kerapatan Kering Nilai kerapatan kering dicari pada dua kondisi, yakni kondisi unsoaked dan kondisi soaked. Untuk mencari nilai kerapatan kering, digunakan rumus: 𝜸𝒘𝒆𝒕 𝜸𝒅𝒓𝒚 = 𝟏+𝑾
Pada kondisi unsoaked menggunakan nilai kerapatan kering basah mula-mula (initial) sedangkan pada kondisi soaked menggunakan nilai kerapatan basah akhir (final). 1) Kondisi Unsoaked 1
2
3
38.24%
39.24%
40.81%
𝜸𝒘𝒆𝒕
1.703
1.54
1.718
𝜸𝒅𝒓𝒚
1.232
1.106
1.220
1
2
3
38.98%
40.17%
41.6%
𝜸𝒘𝒆𝒕
1.753
1.557
1.732
𝜸𝒅𝒓𝒚
1.261
1.111
1.223
Sampel Kadar Air (w)
2) Kondisi Soaked Sampel Kadar Air (w)
8. Swelling Test Nilai swelling dari sampel tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus:
𝑆𝑤𝑒𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 =
𝑑𝑖𝑎𝑙 × 2.54 × 0.001 × 100% 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑 (𝑐𝑚)
Tabel Swelling (%) Sampel 1 (w = 37.5%) Waktu (jam) 1
*)
Sampel 2 (w =39.5%)
Sampel 3 (w = 41.5%)
Perubahan
Swell
Perubahan
Swell
Perubahan
Swell
(in)
(%)
(in)
(%)
(in)
(%)
10
0.2
7
0.15
0
0.00
-
5
0.11
*)
2
26
0.6
-
24
64
1.4
55
1.19
10.5
0.22
48
69
1.5
57
1.23
28
0.59
72
70
1.6
67
1.45
32
0.68
96
75
1.7
68
1.47
46
0.97
Tidak melakukan pencatatan swelling karena laboratorium sudah ditutup
D. Analisis 1. Analisis Percobaan Percobaan California Bearing Ratio (CBR) ini bertujuan untuk mencari nilai CBR pada kepadatan dan kadar air tertentu. Nilai CBR adalah rasio dari gaya perlawanan penetrasi dari tanah terhadap penetrasi sebuah piston yang ditekan secara kontinu dengan gaya perlawanan penetrasi serupa pada contoh tanah standar berupa batu pecah di California. Rasio tersebut diambil pada penetrasi 0.1 in dan 0.2 in1. Sebelum melakukan percobaan CBR, tanah yang digunakan terlebih dahulu ditentukan kadar airnya. Mula-mula dihitung dulu berapa massa tanah dalam kondisi basah, kemudian tanah dimasukkan ke dalam oven selama kurang lebih 18 jam. Setelah dikeluarkan dari oven, dihitung berapa massa tanah dalam kondisi kering. Dikatakan kering karena diperkirakan setelah dioven selama kurang lebih 18 jam semua air yang ada di dalam tanah telah menguap. Kadar air mula-mula pun dihitung dengan membandingkan antara selisih massa basah dengan kering dan massa kering dikali 100 persen. Nilai kadar air yang didapatkan yakni sebesar 26.63%. Dalam percobaan ini, tanah yang digunakan adalah tanah yang lolos saringan 4 ASTM yang divariasikan kadar airnya sebesar +2% dari kadar air optimum, kadar air optimum, dan -2% dari kadar air optimum percobaan compaction, masing-masing sebanyak 5 kg. Dari percobaan compaction, kadar air optimum didapatkan sebesar 39.5%. Oleh karena itu, dalam percobaan ini harus menggunakan tiga sampel tanah dengan kadar air 37.5%, 1
Herwan Dermawan, M.T. “Uji California Bearing Ratio ASTM D1883” , halaman 1. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/HERWAN_DERMAWAN/Praktikum_Mekanika_Tan ah/XII_Uji_CBR_By_HW_Ok.pdf (20 April 2013)
39.5%, dan 41.5%. Untuk mendapatkan tiga sampel tanah dengan kadar air tersebut, tanah yang memiliki kadar air 26.63% harus ditambahkan air dalam jumlah tertentu agar tanah memiliki kadar air yang mendekati nilai yang diharapkan. Berdasarkan perhitungan, jumlah air yang ditambahkan yaitu sebanyak 429.2 ml untuk mencapai kadar air 37.5%, 508.17 ml untuk mencapai kadar air 39.5%, dan 587.14 ml untuk mencapai kadar air 41.5%. Setelah ditambahkan air, tanah diaduk-aduk menggunakan tangan atau alat bantu lainnya dengan tujuan agar tanah menjadi homogen. Seharusnya untuk lebih memastikan tanah dan air telah tercampur secara merata, tanah + air dibiarkan dulu selama beberapa jam. Namun, untuk mempercepat waktu pelaksanaan praktikum, praktikan langsung melakukan langkah selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah melakukan compaction terhadap ketiga sampel tanah sesuai dengan Standard Proctor Test AASHTO T99 (ASTM D698) yang lebih jelasnya dijelaskan dalam tabel berikut:
Diameter mould (inch)
6”
Berat hammer (lb)
5,5
Tinggi jatuh hammer (inch)
12
Jumlah layer
3
Jumlah pukulan per-layer
56
CE (lb/ft2) Ukuran butiran maksimum yang lolos
12,375 No. 4 (3/4”)
Peralatan yang harus disiapkan tentu adalah mould dan hammer. Agar tanah tidak menempel dengan mould, mould harus diolesi oli terlebih dahulu. Selain itu, dasar mould juga harus dilapisi kertas untuk lebih memastikan agar tanah tidak menempel. Tanah yang dipadatkan dibagi ke dalam tiga layer yang tingginya masing-masing 1/3 tinggi mould dengan 56 tumbukan di tiap layernya. Sebelum dilakukan penumbukan sebanyak 56 kali, tumbukan dilakukan sebanyak 28 kali lalu dimasukkan penggaris ukur untuk mengukur ketinggian tanah yang sudah dipadatkan. Dengan memasukkan penggaris ukur ini, praktikan dapat mengestimasi berapa jumlah tanah yang harus ditambahkan ke dalam mould agar ketika tanah ditumbuk 28 kali lagi, ketinggian tanah telah mencapai 1/3
mould. Prosedur yang sama terus diulang sampai tanah telah mengisi semua isi mould (3/3 tinggi mould). Praktikan sedikit kesulitan ketika hendak mencapai ketinggian 3/3 mould. Pada saat itu, untuk sampel tanah w asumsi 39.5%, ketinggian tanah layer ketiga setelah ditumbuk 56 kali ternyata tingginya tidak tepat 3/3 mould sehingga praktikan menambahkan dan menambal kekurangan tanah. Setelah itu, mould beserta tanah ditimbang terlebih dulu lalu dibawa ke mesin CBR untuk dilakukan uji penetrasi. Nilai penetrasi yang didapatkan akan berguna dalam perhitungan nilai CBR. Pada keadaan ini, uji penetrasi dilakukan dalam kondisi unsoaked karena memang sampel tanah sebelumnya belum pernah direndam. Uji penetrasi dilakukan dari kedalaman 0.025 in hingga 0.200 in, dengan pembacaan dial tiap 0.025 in sehingga pembacaan dial dilakukan sebanyak delapan kali. Pada uji ini, dilakukan secara otomatis (tidak menggunakan tenaga manusia) karena kecepatan penetrasi yang diberikan kepada tanah haruslah konstan. Praktikan mencatat pembacaan dial pada uji penetrasi dalam kondisi unsoaked. Pada saat yang bersamaan, praktikan lain mengambil sisa sampel tanah di luar moould untuk dicari kadar airnya, yang disebut sebagai kadar air unsoaked. Setelah itu tanah direndam ke dalam bak air untuk dicatat nilai swelling. Swelling adalah nilai yang menggambarkan seberapa besar mengembangnya tanah karena penambahan air, yang dalam percobaan ini penambahan air dilakukan dengan perendaman tanah. Tanah direndam selama kurang lebih empat hari dan dilakukan pembacaan dial setelah satu jam, dua jam, empat jam, satu hari, dua hari, tiga hari, dan empat hari. Untuk sampel tanah dengan kadar air asumsi 39.5%, pembacaan dial hanya dilakukan setelah satu jam, satu hari, dua hari, tiga hari, dan empat hari saja karena praktikan melaksanakan praktikum CBR paling terakhir sehingga ketika hendak menghitung pembacaan dial setelah dua jam dan empat jam laboratorium akan tutup sehingga pembacaan dial dilanjutkan keesokan harinya yakni setelah satu hari dan seterusnya. Sebelum dilakukan pembacaan dial, dial diletakkan di atas tanah dan dikalibrasi terlebih dahulu dengan mengubah-ubah posisi dial yang tepat yang menunjukkan pembacaan nol. Posisi dial yang menunjukkan nilai nol lalu ditandai menggunakan correction pen. Setelah dilakukan pembacaan dan pencatatan dial setelah satu jam, satu hari, dua hari, tiga hari, dan empat hari, tanah + mould ditimbang lalu dicatat massanya untuk mencari nilai
kerapatan kering final. Setelah itu, tanah dibawa ke mesin CBR untuk dilakukan uji penetrasi. Dalam kondisi ini, uji penetrasi dilakukan dalam kondisi soaked. Prosedur uji penetrasi pada kondisi soaked sama seperti pada kondisi unsoaked. Setelah itu, tanah dipotong menjadi tiga bagian (atas, tengah, bawah) lalu dipotong sedikit sehingga praktikan mendapatkan tiga potongan tanah yang berasal dari tiga bagian yang berbeda. Lalu dicari kadar air dari tanah tersebut. Ketiga bagian tanah dianggap memiliki kadar air yang sama sehingga untuk menghitung kadar airnya hanya diperlukan satu can. Kadar air pada kondisi ini disebut kadar air pada kondisi soaked. 2. Analisis Hasil Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sampel tanah yang digunakan sebanyak tiga sampel dengan kadar air yang berbeda yakni +2%, +0, -2% dari kadar air optimum pada percobaan compaction. Untuk mendapatkan kadar air yang diinginkan, perlu ditambahkan sejumlah air karena kadar air awal (26.63%) lebih rendah dibanding kadar air yang diinginkan (37.5%, 39.5%, 41.5%). Peningkatan jumlah air di dalam tanah tentu akan meningkatkan kadar air tanah tersebut. Berikut hasil perhitungan volume penambahan air dari tiga sampel tanah yang digunakan.
Sampel Tanah
Kadar air yang diinginkan
Volume (mL)
1
37.5%
429.20
2
39.5%
508.17
3
41.5%
587.14
Dari tabel di atas terlihat semakin tinggi kadar air yang diinginkan, semakin banyak jumlah air yang perlu ditambahkan. Semakin tinggi jumlah air yang terkandung di dalam tanah, semakin tinggi kadar airnya. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan tanah dengan kadar air yang tinggi, air yang dikandung dalam tanah harus semakin banyak sehingga jumlah air yang ditambahkan harus lebih banyak. Setelah dilakuan pemadatan pada kondisi unsoaked dan soaked, didapatkan nilai kadar air pada kedua kondisi tersebut.
Kadar Air
37,5%
39,5%
41,5%
𝒘𝒄𝒂𝒏
19,82 g
22,7 g
19,05 g
𝒘𝒘𝒆𝒕+𝒄𝒂𝒏
98,67 g
65,41g
96,08 g
Asumsi
Kadar Air
38,24%
39,24%
40,81%
𝒘𝒄𝒂𝒏
22,28 g
23,77 g
19,87 g
𝒘𝒘𝒆𝒕+𝒄𝒂𝒏
153,24 g
224,91
171,65 g
Awal
Setelah dioven
Setelah dioven
𝒘𝒅𝒓𝒚+𝒄𝒂𝒏
78,86 g
53,24 g
71,47 g
𝒘𝒅𝒓𝒚+𝒄𝒂𝒏
116,51 g
167,27g
127 g
𝒘𝒘𝒂𝒕𝒆𝒓
26,4g
12,34g
21.39g
𝒘𝒘𝒂𝒕𝒆𝒓
36,73 g
57,64 g
44,65g
𝒘𝒅𝒓𝒚
69,04g
31,46g
52,42 g
𝒘𝒅𝒓𝒚
94,23 g
143,5g
107,13 g
𝑾Initial
38,24%
39,24%
40,81%
𝑾Final
38,98%
40,17%
41,6%
Kadar Air Unsoaked
Kadar Air Soaked
Dari hasil perhitungan terlihat adanya kenaikan atau penurunan nilai kadar air setelah compaction dibandingkan dengan kadar air asumsi. Kenaikan atau penurunan untuk tiap sampel berturut-turut dari kadar air asumsi 37.5% sampai 41.5% adalah: +0.75%, -0.26%, dan -0.69%. Perbedaan kadar air yang tidak terlalu mencolok ini menunjukkan bahwa dalam percobaan tidak ditemukan kesalahan yang berarti. Jika dilihat dari kedua tabel di atas, dapat dilihat bahwa kadar air kondisi soaked lebih besar dibanding kadar air kondisi unsoaked. Hal ini disebabkan karena kandungan air di dalam tanah setelah direndam air tentu akan lebih banyak dibanding kandungan air di dalam tanah sebelum direndam air sehingga kadar air kondisi soaked akan lebih besar daripada kadar air kondisi unsoaked. Berlawanan dengan kadar air, dalam penghitungan rapat kering nilai rapat kering kondisi unsoaked akan lebih besar daripada nilai rapat kering kondisi soaked. Hal ini disebabkan karena pada kondisi soaked, tanah telah direndam air yang mengisi pori-pori tanah. Tanah pun akan mengembang dan jarak antarpartikelnya semakin besar sehingga nilai kerapatannya akan semakin kecil. Berikut adalah perhitungan nilai rapat kering pada kedua kondisi. Sampel 𝜸𝒅𝒓𝒚
Unsoaked
1
2
3
1.232
1.106
1.220
𝜸𝒅𝒓𝒚
1.261
Soaked
1.223
1.111
Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada tabel di atas, nilai rapat kering kondisi unsoaked lebih besar daripada nilai rapat kering kondisi soaked yang berarti hasil perhitungan dalam praktikum sudah sesuai dengan konsep yang ada. Perhitungan selanjutnya adalah mencari tekanan melalui pembacaan beban pada dial. Pemberian beban yang dimaksud dalam praktikum ini berupa penetrasi terhadap sampel tanah. Oleh karena itu, tekanan dapat dicari dari uji penetrasi yang telah dilakukan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, uji penetrasi dilakukan terhadap tanah pada kondisi unsoaked dan kondisi soaked. Tanah dalam kondisi soaked adalah tanah yang sering dijumpai di lapangan sehari-harinya seperti tanah yang terendam oleh air hujan, dll. Berikut adalah hasil pengolahan data mencari tekanan melalui pembacaan beban pada dial yang disajikan dalam bentuk grafik.
Penetration vs Stress (Sampel 1) 300
Stress (Psi)
250 200 150
Unsoaked 100
Soaked
50 0 0
0.05
0.1 Penetration (in)
0.15
0.2
Penetration vs Stress (Sampel 2) 100 90 80
Stress (Psi)
70 60 50 Unsoaked
40
Soaked
30 20 10 0
0
0.05
0.1
0.15
0.2
Penetration (in)
Penetration vs Stress (Sampel 3) 250
Stress (Psi)
200
150 Unsoaked 100
Soaked
50
0 0
0.05
0.1
0.15
Penetration (in)
0.2
Ketiga grafik di atas menunjukkan nilai tekanan pada kondisi unsoaked lebih besar dibandingkan pada kondisi soaked. Hal ini disebabkan karena pada kondisi unsoaked memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibanding pada kondisi soaked sehingga mampu menahan penetrasi yang diberikan. Semakin besar penetrasi yang diberikan, semakin tinggi tekanannya. Perhitungan selanjutnya, yang merupakan bagian terpenting dari pengolahan data ini adalah perhitungan nilai CBR. Berikut adalah hasil perhitungan nilai CBR dari ketiga sampel.
a) Sampel 1
b) Sampel 2
CBR % Penetration
CBR %
Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
0.1
20.35
3.32
0.2
18.26
3.26
(in)
Penetration
Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
0.1
4.69
3.91
0.2
5.74
4.85
(in)
c) Sampel 3 CBR % Penetration
Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
0.1
13.3
8.21
0.2
13.56
7.3
(in)
Dari ketiga tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai CBR pada kondisi unsoaked lebih besar dibanding pada kondisi soaked. Hal ini dapat dikaitkan dengan nilai kerapatan keringnya, semakin tinggi kerapatan keringnya semakin tinggi pula nilai CBR karena kekuatan yang disebabkan kerapatannya mendekati kekuatan batu pecah di California yang dijadikan standar material. Pada percobaan ini, ketiga sampel memiliki nilai yang jauh di bawah 100% yang berarti ketahanan yang dimiliki tanah sangat jauh dari ketahanan batu pecah di California yang memiliki nilai CBR 100%. Nilai CBR penetrasi 0.1 in selalu lebih besar dari penetrasi 0.2 in yang menunjukkan bahwa semakin besar penetrasi maka nilai ketahanan semakin berkurang (berbanding terbalik). Tentunya ini juga dikaitkan dengan nilai kerapatan kering, semakin tinggi kerapatan kering semakin tinggi nilai CBR karena kekuatan yang disebabkan kerapatannya mendekati
kekuatan batu pecah di California. Walaupun demikian, pada percobaan kali ini tidak semua sampel menunjukkan nilai CBR penetrasi 0.1 in yang lebih besar dari nilai CBR penetrasi 0.2 in. Nilai CBR dapat menggambarkan kekuatan tanah dasar yang telah dipadatkan (melalui percobaan compaction) yang nantinya akan digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan, yakni menentukan tebal perkerasan jalan. Untuk menentukan ketebalan perkerasan jalan tentunya perlu adanya sebuah klasifikasi nilai CBR agar dapat ditentukan tanah mana yang cocok untuk perkerasan tertentu. Berikut adalah tabel klasifikasi harga CBR. CBR
Deskripsi
0–3
Sangat Rendah
3–7
Rendah
7 – 20
Sedang/Cukup
20 – 50
Bagus
>50
Sangat Bagus Sumber:
Herwan Dermawan, M.T. “Uji California Bearing Ratio ASTM D1883” , halaman 3. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/HERWAN_DERMAWAN/Praktikum_Mekanika_Tanah/XII_Uji_CBR_By_ HW_Ok.pdf (20 April 2013)
Berdasarkan tabel di atas, sampel tanah 2 memiliki nilai CBR yang berada pada interval 3 – 7 sehingga dikatakan “rendah”. Sampel tanah 3 memiliki nilai CBR yang berada pada interval 7 – 20 sehingga dikatakan “sedang”. Sedangkan pada sampel tanah 1 terjadi keanehan yaitu nilai CBR pada kondisi unsoaked dikategorikan sebagai “sedang” atau “bagus” sedangkan nilai CBR pada kondisi soaked dikategorikan sebagai “rendah”. Pada sampel 1, nilai CBR kondisi soaked turun jauh dari nilai CBR kondisi unsoakednya yaitu turun 17.03% pada penetrasi 0.1 in dan turun 15.0% pada penetrasi 0.2 in. Hal ini terjadi karena sampel 1 memiliki kadar air terendah sehingga akan lebih mudah untuk menyerap air. Kondisi yang sama juga terjadi pada sampel 3 dengan nilai CBR kondisi soaked turun cukup jauh dibanding pada kondisi unsoaked yakni turun 5.09% pada penetrasi 0.1 in dan turun 6.26% pada penetrasi 0.2 in. Hal yang aneh terjadi pada sampel 2 dengan penurunan nilai CBR yang tidak terlalu jauh, yakni turun hanya 0.78% pada penetrasi 0.1 in dan turun 0.89% pada penetrasi 0.2 in. Kadar air yang lebih kecil berarti kerapatan kering semakin besar. Nilai CBR pun akan lebih besar. Tetapi lagi-lagi terjadi kejanggalan pada sampel 2 yang memiliki nilai CBR yang lebih kecil dari sampel 1 dan sampel 3. Padahal seharusnya urutan nilai CBR memenuhi
persamaan
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶𝐵𝑅 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1 > 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶𝐵𝑅 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2 > 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶𝐵𝑅 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 3 karena
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1 < 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2 < 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 3. Perhitungan yang terakhir adalah mencari nilai swelling tanah. Swelling merupakan nilai yang menggambarkan seberapa besar mengembangnya tanah. Pada kondisi sehari-hari, tanah dapat mengembang akibat penambahan volume air seperti air hujan atau tanah yang terendam yang mengisi pori-pori di dalam tanah. Berikut adalah hasil perhitungan persentase swelling dari ketiga sampel tanah yang digunakan. Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Swell
Swell
Swell
(%)
(%)
(%)
1
0.2
0.15
0.00
2
0.6
-
0.11
24
1.4
1.19
0.22
48
1.5
1.23
0.59
72
1.6
1.45
0.68
96
1.7
1.47
0.97
Waktu (jam)
Sampel 1: wasumsi = 37.5% Sampel 2: wasumsi = 39.5% Sampel 3: wasumsi = 41.5%
Dari tabel di atas, semakin lama tanah direndam semakin besar persentase swellingnya. Persentase swelling pun seharusnya memiliki nilai yang lebih tinggi jika memiliki kadar air yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang rendah masih mampu untuk menyerap banyak air karena kadar airnya kecil sehingga tanah lebih mudah mengembang. Berbeda dengan tanah dengan kadar air tinggi, kemampuan menyerap air akan berkurang karena tanah sudah mengandung banyak air sehingga tanah lebih sulit mengembang. Tanah yang lebih mudah mengembang nilai swellingnya akan lebih besar dan tanah yang sulit mengembang nilai swellingnya akan lebih kecil. Nilai swelling yang besar berarti sampel itu merupakan tanah yang buruk karena memiliki daya pengembangan yang tinggi atau dengan kata lain mudah menyerap air. Berikut adalah tabel klasifikasi swelling tanah. Plasticity Index
Potential Swell
Swelling Potential
< 25
< 0.5
Low
25 – 35
0.5 – 1.5
Marginal
> 35
> 1.5
High
Sumber: Som, N. N. dan S. C. Das. Theory and Practice of Foundation Design. Ed. ke-3. New Delhi : Prentice-Hall of India Private Limited, 2003. Hal. 297
Berdasarkan tabel di atas, sampel tanah setelah perendaman 96 jam menunjukkan bahwa sampel 1 memiliki swelling potential yang tinggi dan sampel 2 dan 3 memiliki swelling potential yang kecil. Berdasarkan indeks plastisitas yang diketahui dari tabel di atas, juga dapai ditentukan derajat ekspansifnya yang dijelaskan dalam tabel berikut. Plasticity Index
Probable Expansion (%)
Degree of Expansiveness
> 35
> 30
Very High
25 – 41
20 – 30
High
15 – 28
10 – 20
Medium
> 10
< 10
Low
Sumber: Som, N. N. dan S. C. Das. Theory and Practice of Foundation Design. Ed. ke-3. New Delhi : Prentice-Hall of India Private Limited, 2003. Hal. 297
Sampel tanah 1 memiliki swelling potential tinggi dengan PI > 35 maka dikategorikan ke dalam tanah dengan derajat ekspansif yang sangat tinggi. Sampel tanah 2 dan 3 memiliki swelling potential kecil dengan PI 25 – 35 maka dikategorikan ke dalam tanah dengan derajat ekspansif tinggi. Pengelompokan sampel berdasarkan persentase swelling tanah setelah perendaman 96 jam menunjukkan bahwa ketiga sampel tergolong tanah yang ekspansif.
3. Analisis Kesalahan Kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan CBR ini yaitu:
kesalahan perhitungan kadar air optimum pada percobaan compaction sehingga salah menentukan kadar air sampel yang akan digunakan;
kesalahan dalam menambahkan jumlah air yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air yang diinginkan;
pengadukan tanah yang tidak merata sehingga tanah tidak sepenuhnya homogen;
kesalahan pada proses compaction, yakni kesalahan perhitungan jumlah tumbukan tanah dan proses penumbukan yang tidak merata;
kesalahan dalam penimbangan, yakni menggunakan timbangan dengan ketelitian ±1 gram walaupun ada timbangan dengan ketelitian ±0.01 gram sehingga hasil perhitungan kurang akurat;
kalibrasi alat yang tidak tepat menunjukkan angka nol;
kesalahan paralaks dalam pembacaan seperti pada pembacaan dial penetrasi mesin CBR dan pembacaan dial swelling tanah;
pembacaan dial swelling yang terlalu cepat atau terlalu lambat dari waktu yang seharusnya;
kesulitan pemasangan dial swelling saat akan melakukan pembacaan sehingga pembacaan kurang akurat;
E. KESIMPULAN
1. Nilai CBR yang didapatkan dari percobaan dirangkum dalam tabel berikut. Sampel 1
Sampel 2
CBR % Penetration
CBR %
Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
0,1
20.35
3.32
0,2
18.26
3.26
(in)
Penetration
Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
0,1
4.69
3.91
0,2
5.74
4.85
(in)
Sampel 3
Penetration
CBR % Unsoaked
Soaked
(%)
(%)
0,1
13.3
8.21
0,2
13.56
7.3
(in)
2. Semakin kecil kadar air, semakin besar kerapatan keringnya, semakin besar nilai CBR. 3. Praktikum dapat dikatakan tidak berhasil karena nilai CBR sampel 2 yang menyimpang dari kedua sampel lainnya. 4. Berdasarkan hasil swelling tanah seletah perendaman 96 jam menunjukkan bahwa tanah sampel tergolong tanah ekspansif.
F. REFERENSI Herwan Dermawan, M.T. “Uji California Bearing Ratio ASTM D1883” , halaman 3. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/HERWAN_DERMAWAN/ Praktikum_Mekanika_Tanah/XII_Uji_CBR_By_HW_Ok.pdf (20 April 2013) Som, N. N. dan S. C. Das. Theory and Practice of Foundation Design. Ed. ke-3. New Delhi : Prentice-Hall of India Private Limited, 2003.
Tim Penyusun Modul Praktikum. Modul Praktikum Geoteknik dan Mekanika Tanah I. Depok: Departemen Teknik Sipil FTUI, 2008.
G. LAMPIRAN
Gambar 1 : Proses Compaction
Gambar 3 : Perletakkan Posisi Dial Sebelum Direndam
Gambar 2 : Pengujian pada Mesin CBR
Gambar 4 : Perendaman Sampel Tanah CBR