Laporan Salep Mata

  • Uploaded by: Putu Martiari
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Salep Mata as PDF for free.

More details

  • Words: 6,353
  • Pages: 32
Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL SALEP MATA KLORAMFENIKOL 1 % SACHLO®

Kelompok III Gusti Ayu Mira Semarawati

(0808505016)

Ni Putu Parwatininghati

(0808505017)

Enny Laksmi Artiwi

(0808505018)

A.A Agustia Sinta Dewi

(0808505019)

Ni Luh Putu Ariasih

(0808505020)

Ni Luh Gede Lisniawati

(0808505021)

Made Surya Wedana J.S

(0808505022)

Ni Putu Martiari

(0808505023)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011

A. PRAFORMULASI

I.

Tujuan 1.

Untuk mengetahui formulasi sediaan salep mata Kloramfenikol dan membuat sediaan steril salep mata kloramfenikol skala laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.

2.

Untuk mengetahui permasalahan dan pengatasan masalah pada pembuatan salep mata kloramfenikol

3.

Untuk mengetahui evaluasi sediaan salep mata kloramfenikol

II. Dasar Teori Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas, pada umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata (Ansel, 2008). Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang dimaksud dengan salep mata adalah salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus), antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai (Voight, 1994). Salep mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet. Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Salep mata harus steril dan praktis bebas dari kontaminasi partikel dan harus diperhatikan untuk memelihara stabilitas sediaan selama “shelf-life”-nya dan sterilitas selama pemakaian. Penyiapan dari salep mata harus berlangsung untuk menjamin kemurniaan secara mikrobiologis yang dibutuhkan di bawah persyaratan aseptis (Voigt, 1994) Berbeda dengan salep dermatologi, salep mata harus steril, dibuat dari bahan-bahan yang sudah steril dalam keadaan bebas hama sepenuhnya atau disterilkan sesudah pembuatan.

Salep mata harus memenuhi uji sterilitas sebagaimana yang tertera pada compendia resmi. Zat obat ditambahkan ke dalam dasar salep, baik dalam bentuk larutan maupun dalam bentuk serbuk halus sekali sampai ukuran mikron. Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan; kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Zat antimikroba yang dapat digunakan antara lain : klorbutanol dengan konsentrasi 0,5 % , paraben dan benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 – 0,02 %. Bahan obat yang ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata (Depkes RI, 1995). Pembuatan salep mata harus steril serta berisi zat antimicrobial preservative, antioksidan, dan stabilizer. Menurut USP edisi XXV, salep berisi chlorobutanol sebagai antimicrobial dan perlu bebas bahan partikel yang dapat membahayakan jaringan mata. Sebaliknya, dari EP (2001) dan BP (2001) ada batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10 mikrogram zat aktif tidak boleh mempunyai partikel > 90 nm, tidak boleh lebih dari 2 yang memiliki ukuran partikel > 50 nm, dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006). Adapun sedian salep mata yang ideal adalah :  Sediaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.  Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif. (Lachman, 1994)  Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.  Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata.  Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.  Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril

(Anief, 2000) Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah waktu kontak antara obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan salep mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel, 2008). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyediakan sediaan salep mata, adalah: 1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata harus memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep mata dalam tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar γ. (Remingthon pharmauceutical hal. 1585). 2. Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan melakukan pembuatan uji dibawah LAF (Laminar Air Flow). 3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan seperti yang terdapat pada uji salep mata. Zat anti mikroba yang dapat digunakan, antara lain : 

Klorbutanol dengan konsentrasi 0.5 % (Pharmaceutical Exipient, 2006)



Paraben

 Benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 – 0,02 % 4. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Wadah salep mata kebanyakan menggunakan tube, tube dengan rendahnya luas permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan kontaminasi selama pemakaiannya sampai tingkat yang minimum. Secara bersamaan juga memberikan perlindungan yang baik tehadap cahaya. Pada tube yang terbuat dari seng, sering terjadi beberapa peristiwa tak tersatukan. Sebagai contoh dari peristiwa tak tersatukan

telah dibuktikan oleh garam perak dan garam air raksa, lidocain (korosi) dan sediaan skopolamoin yang mengandung air (warna hitam). Oleh karena itu akan menguntungkan jika menggunakan tube yang sebagian dalamnya dilapisi lak. 5. Pada pembuatan tube yang tidak tepat harus diperhitungkan adanya serpihan – serpihan logam. Waktu penyimpanan tidak hanya tergantung dari stabilitas kimia bahan obat yang digabungkan, tetapi juga dari kemungkinan terjadinya pertumbuhan partikel dalam interval waktu tertentu mutlak diperlukan. Jadi dalam setiap hal, selalu diutamakan pembuatan salep mata secara segar.

Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh, tidak menimbulkan alergi, serta tidak bersifat hidrofilik sehingga tidak mudah tercuci oleh air mata. Dalam beberapa hal campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak mineral) digunakan sebagai dasar salep mata (Ansel, 2008). Kadang-kadang zat yang bercampur dengan air seperti lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal ini memungkinkan air dan obat yang tidak larut dalam air bartahan selama sistem penyampaian obat (Ansel,1989). Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Basis yang umum digunakan adalah lanolin, vaselin, dan paraffin liquidum. (Voight, 1994). Basis atau bahan dasar salep mata sering mengandung vaselin, dasar absorpsi atau dasar salep larut air. Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa bahan dasar salep yang dapat menyerap air, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada mata (Depkes RI, 1995). Semua bahan yang dipakai untuk salep mata harus halus, tidak enak dalam mata. Salep mata terutama untuk mata yang luka, haruslah steril dan diperlukan syarat-syarat yang lebih teliti. Yang optimal adalah basis dengan batas mengalir 10-50 N.m-2 dan daerah meleburnya 32-33ºC (suhu dari kornea atau konjungtiva). Dari sekian banyak basis salep yang tersedia hanya sedikit yang dapat memenuhi tuntutan di atas. Gel hidrokarbon dengan tambahan emulgator (misalnya kolesterol, malam, bulu domba) setelah konsistensinya diatur dengan penambahan parafin cair (sampai 30%) dinilai sangat cocok sebagai basis salep mata. Penggunaan polietilenglikol, media yang mengandung gliserol dan glikol mengingat kerjanya

yang merangsang mata karena daya osmotiknya, tidak disarankan untuk digunakan. Basis pengemulsi jenis M/A juga dinilai kurang cocok, karena menimbulkan perangsangan dan hambatan penglihatan yang kuat, pada saat digunakan (Voight, 1994). Berikut adalah tips cara penggunaan salep mata 1. Cucilah tangan anda. 2. Jangan menyentuh ujung tube salep. 3. Tengadahkan kepala sedikit miring ke belakang 4. Pegang tube salep dengan satu tangan dan tariklah pelupuk mata yang sakit ke arah bawah dengan tangan yang lain sehingga akan membentuk “kantung”. 5. Dekatkan ujung tube salep sedekat mungkin dengan “kantung” tanpa menyentuhnya. 6. Bubuhkan salep sesuai dengan yang tertulis di etiket. 7. Pejamkan mata selama 2 menit. 8. Bersihkan salep yang berlebih dengan tissue. 9. Bersihkan ujung tube dengan tissue lain

Pembuatan salep mata harus berlangsung pada kondisi aseptik untuk menjamin kemurnian mikrobiologi yang disyaratkan. Hal itu mensyaratkan, bahwa basis salep yang digunakan sedapat mungkin dapat disterilkan. Disarankan untuk menggunakan vaselin yang mengandung kolesterol, yang dapat disterilkan dengan menggunakan udara panas tanpa mengurangi kualitasnya. Juga dimungkinkan dengan menggunakan panyaringan tekan yang dapat dipanaskan. Untuk menjamin pelepasan bahan obat yang baik, disarankan untuk membuat salep suspensi. Dalam hal ini ukuran partikel bahan obat yang digabungkan menjadi sangat penting artinya. Untuk mencegah rangsangan mekanik terhadap mata dan untuk menjamin kerjanya, harus digunakan serbuk yang dimikronisasikan atau serbuk dengan karakteristik ukuran butir yang sama. Penghancuran bahan secara ekstrim seperti itu sangat menyulitkan. Dengan alat penggiling biasa seperti lumping dan alunya, penghalusan beberapa bahan obat dapat menghasilkan ukuran partikel yang diperlukan meskipun membutuhkan waktu dan kerja yang besar. Peracikan bahan obat dalam bentuk larutan dalam air, artinya pembuatan salep emulsi pada prisipnya adalah mungkin. Akan tetapi prosedur ini baru dapat digunakan, jika kelarutan bahan obat di dalam air sangat baik, sehingga proses penghabluran tidak perlu dikhawatirkan. Untuk membuat salep mata digunakan lumping dan alunya atau lempeng salep kasar dengan

porfirisator. Tingkat distribusi bahan obat dalam salep suspensi dapat diperbaiki melalui penggiling salep (Voight, 1995).

III. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

3.1

Farmakokinetik Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit mata yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine. Perlu diingat untuk penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorsi, metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi ke dalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali ke dalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan dengan antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Waktu paruh (t 1/2) plasmanya rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahardhja, 2007).

3.2

Mekanisme Aksi Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis protein pada tingkat ribosom. Obat ini mengikatkan dirinya pada situs-situs terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S. Kloramfenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik dengan situs aseptor sehingga menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak dapat ditransfer ke asam amino aseptornya, sehingga sintesis protein pada bakteri terhenti 2004).

(Katzung,

3.3

Indikasi Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksternal yang disebabkan bakteri. (McEvoy, 2002). Indikasi lainnya :  Blepharitis  Katarak  Konjungtivitis bernanah  Traumatik karatitis  Trachoma  Ulcerative keratitis ((Tjay dan Rahardja, 2007).

3.4

Kontraindikasi Penderita yang hipersensitivitas terhadap kloramfenikol (Tjay dan Rahardja, 2007).

3.5 Efek Samping Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitas, terbakar, angioheurotic edema, urticaria vesicular/maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (Mc Evoy,2002).

3.6

Dosis Untuk sediaan salep mata, kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5 – 1 % dalam sediaan (Ansel, 2008).

3.7

Penyimpanan Disimpan pada suhu dibawah 30oC.

IV. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat

4.1 Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Aktif (Kloramfenikol) a. Struktur dan Berat Molekul Rumus Struktur :

Gambar 1. Rumus Struktur Kloramfenikol

Berat Molekul

: 323,13 g/mol (Depkes RI, 1995)

b. Kelarutan

Pelarut

Kelarutan

Air

Sukar larut (1:400)

Kloroform

Sukar larut

Eter

Sukar larut

Etanol

Mudah larut (1: 2,5)

Propilen glikol

Mudah larut (1: 7)

Aseton

Mudah larut

Etil asetat

Mudah larut (Depkes RI 1995; Lund, 1994)

c. Stabilitas Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan hingga waktu yang cukup lama dengan menempatkan sediaan pada kondisi yang optimum selama penyimpanan. Sediaan salep mata akan lebih stabil apabila basisnya mengandung lemak bulu domba atau adeps lanae dan setil alkohol. - Stabilitas terhadap cahaya

:

Penyimpanan sediaan salep mata kloramfenikol diusahakan terlindung dari cahaya atau sinar matahari (Reynolds, 1982).

- Stabilitas terhadap suhu : Sediaan ini bertambah stabil pada suhu 350C dengan penambahan sodium metabisulfit dan disodium edetat. Umumnya stabilitas akan berkurang pada suhu 250C (Lund, 1994). Menurut Reynolds (1982), sediaan kloramfenikol stabil selama 2 tahun jika disimpan pada suhu 20o-25oC.

- Stabilita terhadap pH : pH stabil dari zat kloramfenikol berkisar antara 4,5 sampai 7,5 (Depkes RI, 1995 ; Lund, 1994). pKa 5,5 (McEvoy, 2002).

- Stabilitas terhadap oksigen : Sediaan ini tidak stabil dengan adanya oksigen (Lund, 1994).

d. Titik Lebur Titik lebur kloramfenikol antara 149-1530C (Reynolds, 1982).

e. Inkompatibilitas Kloramfenikol sodium suksinat dilaporkan inkompatibilitas dengan adanya kandungan

seperti

aminofilin,

ampisilin,

asam

askorbat,

kalsium

klorida,

chlorpromasin HCl, garam eritromisin, gentamisin sulfat, natrium hidrokortison suksinat, natrium nitrofurantoin (Lund,1994).

4.2 Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Tambahan

4.2.1 Adeps Lanae a. Definisi USP 28 mendefinisikan lanolin sebagai lilin yang dimurnikan yang diperoleh dari woll domba, Ovis aries Linné (Famili Bovidae), yang dibersihkan, dihilangkan warna dan baunya. Lanolin mengandung tidak kurang dari 0,25% b/b air dan mengandung hingga 0,02% b/b antioksidan (Sweetman, 2007).

b. Pemerian Zat serupa lemak, liat ,lekat ; warna kuning muda atau kuning pucat ; agak tembus cahaya ; bau lemah dan khas (Depkes RI, 1979).

c. Kelarutan 

Dalam air : tidak larut (tetapi tercampur tanpa pemisahan dengan sekitar 2 kali berat air)



Dalam alkohol : sedikit larut dalam alkohol dingin, lebih larut dalam alkohol panas.



Dalam kloroform : mudah larut



Dalam eter : mudah larut (Sweetman, 2007).

d. Stabilitas Lanolin

dapat

mengalami

proses

autooksidasi,

sehingga

didalamnya

ditambahkan antioksidan yaitu butilated hidroksitoluena. Ekspose pemanasan yang lama dapat menyebabkan warna lanolin menjadi gelap dan menimbulkan bau yang tengik. Lanolin dapat disterilisasi dengan sterilisasi panas kering pada suhu 150oC. Pada sediaan salep mata yang mengandung lanolin, dapat menggunakan sterilisasi filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma (Rowe, et al., 2004).

e. Penyimpanan Disimpan pada tempat yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, dan pada temperature 15 – 30oC (Sweetman, 2007). f. Titik lebur : 38 – 44o C (Sweetman, 2007).

g. Penggunaan Sebagai agen pengemulsi, basis salep (Rowe, et al., 2004).

h. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi Lanolin (adeps lanae) secara luas digunakan dalam bidang formulasi sediaan farmasi dan kosmetik. Lanolin dapat digunakan sebagai pembawa hidrofobik dan pada preparasi air dalam minyak pada krim dan salep. Jika dicampurkan dengan minyak sayur yang sesuai atau dengan paraffin, dapat memproduksi krim emolien (pelembab) yang memfasilitasi penetrasi bahan obat ke dalam kulit (Rowe, et al., 2004).

i. Inkompatibilitas Lanolin mengandung prooksidan, yang mungkin dapat mempengaruhi stabilitas obat tertentu (Rowe, et al., 2004).

4.2.2 Vaselin flavum a. Definisi Vaselin kuning adalah campuran hidrokarbon setengah padat, yang diperoleh dari minyak mineral (Depkes RI, 1979).

b. Pemerian Massa lunak, lengket, bening, kuning muda sampai kuning, sifat ini tetap setelah zat dileburkan atau dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk. Berflouresensi lemah, juga jika dicairkan ; tidak berbau, hampir tidak berasa (Depkes RI, 1979).

c. Kelarutan 

Dalam air

: praktis tidak larut



Dalam etanol

: praktis tidak larut



Dalam kloroform

: larut



Dalam eter

: larut



Dalam eter minyak tanah : larut

Larutan kadang-kadang beropalesensi lemah (Depkes RI, 1979).

d. Stabilitas dan penyimpanan Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan terlindung dari cahaya (Sweetman, 2007). e. Titik lebur : 38-60oC (Sweetman, 2007).

f. Penggunaan Vaselin digunakan sebagai basis salep dan emolien pada pengobatan penyait kulit (Sweetman, 2007).

g. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi Vaselin banyak digunakan pada sediaan farmasi sebagai komponen krim dan salep. Pada sediaan steril yang mengandung vaselin digunakan untuk membalut komponen lain. Vaselin juga umum digunakan sebagai lubrikan sediaan mata pada pengobatan mata yang kering (Sweetman, 2007).

4.2.3 Parafin a. Definisi Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral, sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluena tidak lebih dari 10 bpj (Depkes RI, 1979).

b. Pemerian Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).

c. Kelarutan 

Dalam air

: tidak larut



Dalam alkohol

: sedikit larut alkohol



Dalam minyak menguap

: larut



Dapat dicampur dengan hidrokarbon, dan minyak tertentu (kecuali minyak jarak) (Sweetman, 2007).

d. Stabilitas dan Penyimpanan Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan pembekuan yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya.

Parafin harus disimpan

pada tempat yang tertutup rapat, dengan temperature tidak kurang dari 40oC (Rowe, et al., 2004).

f. Penggunaan Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit tertentu, dan sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan mata yang kering (Sweetman, 2007).

g. Aplikasi dalam bidang farmasi dan teknologi Parafin banyak digunakan pada sediaan farmasi sebagai komponen krim dan salep. Pada salep, dapat digunakan untuk menurunkan suhu lebur formulasi. Parafin juga sering digunakan sebagai coating agent pada kapsul dan tablet (Rowe, et al., 2004).

V. Bentuk Sediaan, Dosis dan Cara Pemberian Bentuk Sediaan

: salep mata Kloramfenikol 1%

Cara pemberiaan

: s.u.e (untuk pemakaian luar)

Dosis

: oleskan 3-4 kali sehari (BNF, 2007).

B. FORMULASI

I.

Macam-Macam Formulasi

R/

Kloramfenikol

1%

Setil alkohol

2,5 %

Adeps lanae

6%

Parafin cair

40 %

Vaselin kuning

ad 10 gram (Evi, 2009)

R/

Kloramfenikol

1%

Cetyl alkohol Destiled water Liquid paraffin atau propilien glikol Span 40 atau Tween 40 (Lund, 1994) R/

Kloramfenikol

1%

Adeps lanae

10 %

Vaselin flavum

80 %

Parafin cair

10 %

90 %

99 %

(Jenkins et al, 1957)

II. Formula Yang Digunakan

R/

Kloramfenikol

0,1 g

Adeps lanae

0,99 g

Vaselin flavum

8,019 g

Parafin cair

0,891 g

III. Permasalahan 1. Kloramfenikol tidak larut air, sehingga ketika mencampurkan kloramfenikol pada basis akan lebih sulit dihomogenkan, karena tidak dapat dilarutkan dalam air sebelum dicampur ke dalam basis.

2. Karena akan digunakan pada konjungtiva mata, maka basis salep harus cukup lembut.

IV. Pengatasan Masalah 1. Kloramfenikol dicampurkan dalam basis lemak, digerus dalam mortir hingga halus, baru ditambahakan basis sedikit demi sedikit. 2. Untuk membuat basis salep yang lebih lembut, dilakukan penggantian 10% vaselinum flavum dengan parafin cair.

V. Perhitungan Dibuat salep mata kloramfenikol 1 % sebanyak 2 sediaan dengan bobot masing-masing sediaan 10 gram.

a. Kloramfenikol (zat aktif) Untuk 1 sediaan

= 1 % b/b x 10 gram =

1gr x10 gr 100 gr

= 0,1 gram Penambahan bobot 10 %

= 0,1 gram + (10 % x 0,1 gram) = 0,11 gram

Untuk 2 sediaan

= 2 x 0,11 gram = 0,22 gram

b. Basis Salep Berat basis salep

= 99 % b/b x 10 gr =

99 gr x10 gr 100 gr

= 9,9 gram Basis salep yang digunakan terdiri dari adeps lanae (lanolin), vaselin flavum, dan parafin cair.

1. Adeps lanae Diperlukan 10 % b/b dari basis salep Berat adeps lanae

=

10 gr x9,9 gr 100 gr

= 0,99 gram Penambahan 10 %

= 0,99 gram + (10% x 0,99 gram) = 1,089 gram

Untuk 2 sediaan

= 2 x 1,089 gram = 2,178 gram

2. Parafin Cair Diperlukan 10 % b/b dari vaselin flavum (penggantian 10 % vaselin flavum dengan parafin cair). Berat vaselin flavum sebenarnya : 90 % b/b dari basis salep Berat vaselin flavum sebenarnya =

90 gr x9,9 gr 100 gr

= 8,91 gram

Penggantian 10 % b/b vaselin flavum dengan parafin cair : Parafin cair

=

10 gr x8,91 gr 100 gr

= 0,891 gram Penambahan 10 %

= 0,891 gram + (10% x 0,891 gram) = 0,9801 gram

Untuk 2 sediaan

= 2 x 0,9801 gram = 1,9602 gram

3. Vaselin Flavum Berat vaselin flavum

= berat total basis – (berat adeps + berat parafin cair) = 9,9 gram – (0,99 gram + 0,891 gram) = 9,9 gram – 1,881 gram = 8,019 gram

Penambahan 10 %

= 8,019 gram + (10% x 8,019 gram) = 8,8209 gram

Untuk 2 sediaan

= 2 x 8,8209 gram = 17,641

Tabel Penimbangan Bahan No.

Bahan

Persentase

Fungsi

Penimbangan 1 Penimbangan sediaan

2 sediaan

1.

Kloramfenikol

1%

Zat aktif

0,11 gram

0,22 gram

2.

Adeps lanae

10 %

Basis Lemak

1,089 gram

2,178 gram

3.

Vaselin flavum

80,91%

Basis

8,8209 gram

17,6418 gram

0,9801gram

1,9602 gram

hidrokarbon 4.

Parafin cair

8,91 %

Emolien

C. PELAKSANAAN

I.

Cara Kerja a. Semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu b. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya c. Basis salep (adeps lanae, vaselin flavum, dan parafin cair) diletakkan pada cawan porselen yang telah dilapisi dengan kasa steril d. Basis salep kemudian dilebur dalam oven pada suhu 60oC selama 60 menit e. Lelehan basis salep diaduk perlahan hingga semua basis meleleh sempurna dan tercampur dengan homogen f. Kloramfenikol digerus di dalam mortir hingga halus g. Sedikit demi sedikit lelehan basis dimasukkan kedalam mortir yang telah berisi kloramfenikol kemudian digerus hingga homogen h. Campuran bahan ditimbang sebanyak 10 g, lalu dimasukkan kedalam pot salep yang telah disiapkan. i. Pot salep yang telah berisi salep kemudian diberikan etiket, lalu dimasukkan ke dalam kemasan sekunder bersama dengan brosur sediaan, lalu sediaan disimpan pada box praktikum.

Skema kerja : Sterilisasi alat

Penimbangan bahan

Basis salep (adeps lanae, vaselin flavum, dan parafin cair)

Diletakkan dalam cawan porselen dilapisi kasa steril Dilebur dalam oven suhu 60oC selama 60 menit

Diaduk perlahan sampai basis meleleh sempurna

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Ditambahkan sedikit demi sedikit lelehan basis salep

Digerus hingga homogen

Campuran bahan (salep) ditimbang sebanyak 10 g

Dimasukkan ke dalam pot salep

Diberi etiket, lalu bersama dengan brosur, sediaan dimasukkan ke dalam kemasan sekunder

II. Alat dan Bahan 2.1 Alat 

Batang Pengaduk



Pipet tetes



Mortir dan stamper



Cawan porselen



Kain kasa steril



Pot salep



Sudip



Spiritus



Gunting



Oven



Kaca alrloji



Aluminium foil

2.2 Bahan 

Kloramfenikol



Adeps lanae



Vaselin flavum



Parafin cair



Alkohol 70 %



Alkohol 96 %

2.3 Sterilisasi Alat Alat – Alat yang Digunakan dan Cara Sterilisasinya No .

Nama Alat

Cara Sterilisasi

Suhu

Waktu

1.

Cawan Porselen

Oven

1800

30’

2.

Pipet tetes

Autoklaf

1210

15’

3.

Spatula logam

Oven

1800

30’

4.

Batang pengaduk

Oven

1800

30’

5.

Mortir dan stamper

Sterilasi dengan alkohol 96% dan pembakaran langsung Autoklaf

6.

Sudip

Autoklaf

1210

15’

7.

Kain kasa steril

Autoklaf

1210

15’

8.

Pot salep

D. EVALUASI SEDIAAN

I.

Evaluasi Fisika a. Homogenitas Pengujian homogenitas sediaan salep mata kloramfenikol 1 % dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen (Depkes RI, 1995).

b. Uji Daya Sebar Uji daya sebar sediaan salep mata kloramfenikol ditentukan dengan cara berikut. Sebanyak 0,5 gram salep mata kloramfenikol diletakkan dengan hati-hati di atas kertas grafik yang dilapisi plastik transparan, dibiarkan sesaat (1 menit) dan luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung kemudian tutup lagi dengan plastik yang diberi beban tertentu masing-masing 50 gram, 100 gram, dan 150 gram dan dibiarkan selama 60 detik. Pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung (Voigt, 1994).

c. Uji Daya Lekat Sebanyak 0,25 gram sampel diletakan di atas 2 gelas obyek yang telah ditentukan, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu gelas obyek dipasang pada alat test. Alat test diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan salep dari gelas obyek.

II. Evaluasi Kimia Penetapan kadar sejumlah salep mata yang ditimbang seksama setara dengan 10 mg kloramfenikol, larutkan dalam 50 ml eter minyak tanah P. Sari berturut-turut dengan 50 ml, 50 ml, 50 ml dan 30 ml air. Kumpulkan sari, encerkan dengan air secukupnya hingga 200,0 ml, campur, saring, buang 20 ml filtrat pertama. Encerkan 10,0 ml filtrat dengan air secukupnya hingga 50,0 ml. Ukur serapan-1 cm larutan pada maksimum lebih kurang 273 nm. Hitung kadar C11H12Cl2N2O5 ; A (1%, 1 cm) pada maksimum lebih kurang 278 nm adalah 298 (Depkes RI, 1979).

III. Evaluasi Biologi Uji Mikroba Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Depkes RI, 1995).

E. I.

Hasil dan Pembahasan

Hasil a. Uji Homogenitas Sebaran partikel-partikel salep kurang homogen.

b. Uji Organoleptis  Bentuk

: semisolida

 Warna

: kekuningan

 Bau

: khas

c. Uji Daya Sebar Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Daya Sebar Salep Mata Sachlo® No.

Diameter (cm)

Jumlah

Diameter rata-rata (cm)

Beban

I

II

III

1.

0 gram

3,2

3,3

3,2

3,23

2.

50 gram

3,7

3,9

3,9

3,83

3.

100 gram

4,3

4,3

4,3

4,30

4.

150 gram

4,7

4,5

4,4

4,53

d. Uji Daya Lekat Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Daya Rekat Salep Mata Sachlo® No.

Percobaan

Waktu (detik)

1.

Percobaan I

1,8

2.

Percobaan II

1,2

3.

Percobaan III

1,0

= 1,33

=√

Standar Deviasi (SD) formula

̅

=√ =√ =√ =0,4627

e. Uji pH pH sediaan salep yang diuji memiliki pH sebesar 7,0.

II. Pembahasan Pada praktikum ini dibuat salah satu jenis sediaan semisolida untuk penggunaan topikal yaitu sediaan salep mata dengan bahan aktif kloramfenikol sebesar 1%, sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam literatur yakni kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5-1% dalam sediaan (Ansel, 2008). Kloramfenikol dalam sediaan ini berkhasiat untuk mengobati infeksi superficial pada mata yang disebabkan bakteri (McEvoy, 2002). Pada praktikum ini dibuat sediaan salep mata kloramfenikol dengan bobot 10 gram di mana sediaan akan dibuat sebanyak 2 tube sehingga bobot total sediaan yang harus dibuat sebanyak 20 gram. Karena sangat sensitif, kesterilan dari sediaan salep mata harus benar-benar terjaga. Salep mata yang baik harus memiliki kehomogenan yang baik atau harus bebas dari partikel kasar yang dapat

mengiritasi mata serta salep mata mata harus memiliki daya serap yang bagus agar dapat berpenetrasi dengan cepat pada cairan mata dan tentunya harus bebas dari mikroba. Sediaan salep mata kloramfenikol merupakan sediaan steril yang tidak tahan terhadap panas, sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir terhadap sediaan ini. Dengan demikian untuk menjamin sterilitas dari sediaan salep mata kloramfenikol, maka selama proses produksi harus dilakukan secara aseptis, dimana semua alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan saat proses pembuatan salep mata harus disterilisasi terlebih dahulu kemudian dalam pengerjaannya dijaga seminimal mungkin dari kontaminasi mikroba. Basis salep yang terdiri dari adeps lanae, vaselin flavum dan paraffin cair dapat disterilisasi sekaligus dilebur dengan cara melebur basis salep dengan menggunakan oven selama 60 menit pada suhu 60oC. Mortir dan stamper disterilisasi dengan cara pembakaran langsung dengan alkohol 96%. Zat aktif kloramfenikol sendiri secara teoritis dapat disterilisasi dengan metode radiasi,namun hal ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasn alat dan bahaya dari radiasi. Selain itu, tube salep sekaligus tutupnya yang akan digunakan juga perlu disterilisasi dengan cara dioven pada suhu 180oC selama 30 menit. Metode sterilisasi ini dilakukan untuk menjamin sterilitas sediaan salep mata kloramfenikol dan mencegah kontaminasi mikroba dan pirogen. Sediaan salep mata yang dibuat harus memiliki basis yang halus agar dalam penggunaannya tidak mengiritasi mata dan mampu memberikan kenyamanan. Oleh karena itu, untuk menghasilkan basis yang halus maka 10% dari basis vaselin flavum dapat diganti dengan sejumlah sama paraffin cair yang berfungsi sebagai pelembut. Adapun formula yang Formulasi yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: R/

Kloramfenikol

0,1 g

Adeps lanae

0,99 g

Vaselin flavum

8,019 g

Parafin cair

0,891 g (Jenkins et al., 1957)

Zat aktif kloramfenikol yang digunakan sebanyak 1 % (Ansel, 2008) sedangkan basis yang digunakan ada 3 macam yaitu adeps lanae, vaselin flavum, dan paraffin cair dengan perbandingan 1:8:1 (Jenkins et al., 1957). Karena kloramfenikol tidak larut air maka digunakan basis lemak yaitu adeps lanae dan vaselin flavum. Selain sebagai basis salep, adeps lanae berfungsi sebagai emulgator yang dapat menyerap air dan memiliki efek

melembutkan sehingga memudahkan untuk kontak dengan cairan mata (Kibbe, 2000). Vaselin flavum merupakan basis salep petrolatum yang titik lebur atau titik melumernya mendekati suhu tubuh, sehingga dengan demikian basis ini baik digunakan sebagai basis salep mata (Ansel, 2008). Setelah penambahan emulgator, konsistensi salep mata dapat diatur dengan penambahan paraffin cair hingga 30% sehingga didapat konsistensi salep yang lembut (Voigt, 1994). Hal ini dilakukan dengan mengganti 10% bobot vaselin flavum dengan paraffin cair yang bertujuan untuk menghasilkan basis yang lebih halus karena paraffin cair merupakan basis salep hidrokarbon yang dapat digunakan untuk mengatur tingkat kekerasan basis berlemak sehingga akan diperoleh konsistensi basis yang diinginkan (Jenkins et al., 1957). Dasar salep yang dimanfaatkan untuk salep mata harus bertitik lebur mendekati suhu tubuh. Dalam beberapa hal, campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak mineral) dimanfaatkan sebagai dasar salep mata. Kadang-kadang zat yang bercampur dengan air seperti lanolin ditambahkan ke dalamnya. Hal ini memungkinkan obat yang tidak larut dalam air bertahan selama sistem penyimpanan (Ansel, 2008). Dari formulasi tersebut dapat dihitung penimbangan masing-masing bahan. Kloramfenikol ditimbang sebanyak 0,22 gram, adeps lanae ditimbang sebanyak 2,178 gram, vaselin flavum ditimbang sebanyak 17,6418 gram dan paraffin cair ditimbang sebanyak 1,9602 gram. Setelah dilakukan penimbangan masing-masing bahan, kemudian dilakukan peleburan basis pada cawan porselen yang telah dilapisi dengan kain kasa steril. Peleburan dilakukan menggunakan pemanasan kering pada oven dengan suhu 60°C selama 30 menit sampai seluruh basis melebur sempurna. Peleburan ini juga berfungsi untuk sterilisasi bahan di mana vaselin yang mengandung kolesterol (lemak bulu domba) dapat disterilkan menggunakan udara panas tanpa mengurangi kualitasnya (Voigt, 1994). Kain kasa steril berfungsi sebagai penyaring (filter) basis salep agar diperoleh basis salep yang halus dan bebas dari partikel-partikel pengotor sehingga pada pemakaiannya tidak akan menimbulkan iritasi pada jaringan mata. Setelah dilakukan peleburan,basis salep yang terdapat pada kasa steril diperas agar diperoleh campuran basis salep yang berwarna kuning. Kemudian dilakukan pencampuran bahan aktif dengan basis. Pencampuran dilakukan pada saat basis masih dalam keadaan panas karena apabila dibiarkan sampai dingin maka basis akan mengeras perlahan. Pada monografi tercantum bahwa kloramfenikol sukar larut dalam air, mudah larut dalam propilen glikol, aseton, dan etil asetat (DepKes RI, 1995). Dalam hal ini penggunaan propilen glikol sebagai pelarut dalam formulasi salep mata dihindari karena propilen glikol memiliki daya osmotik yang dapat merangsang mata serta bersifat iritan bagi mata (Kibbe,

2000) sehingga sebagai pengatasannya dilakukan penggerusan kloramfenikol terlebih dahulu di dalam mortir hingga halus, baru ditambahkan basis sedikit demi sedikit hingga homogen (Jenkins et al., 1957). Untuk menjamin kehomogenitasan sediaan, kloramfenikol digerus terlebih dahulu di dalam mortir untuk memperoleh ukuran partikel kloramfenikol yang lebih kecil sehingga nantinya akan dapat terdispersi homogen dalam basis yang digunakan kemudian basis ditambahkan sedikit demi sedikit dan digerus agar bahan aktif dan basis tercampur merata dalam sediaan. Pada saat penggerusan, kloramfenikol dapat bercampur dengan basis dan diperoleh campuran semisolid yang homogen dan berwarna kuning. Setelah diperoleh campuran yang homogen kemudian campuran bahan ditimbang sebanyak 10 gram untuk kemudian dimasukkan ke dalam tube salep yang telah disiapkan dan dilakukan di dekat lampu spiritus untuk menjaga kondisi pencampuran tetap aseptis. Setelah semua campuran masuk ke dalam tube, sediaan diberi etiket kemudian dimasukkan ke dalam kemasan. Penggunaan tube dinilai paling cocok untuk wadah sediaan salep karena tube memiliki luas permukaan jalan keluar yang rendah sehingga menjamin penekanan kontaminasi selama pemakaiannya sampai tingkat yang minimum serta memberikan perlindungan terhadap cahaya yang baik (Voigt, 1994). Sediaan salep mata ini disimpan pada suhu kamar dan diletakkan pada tempat yang terlindung dari cahaya (Reynolds, 1982). Sediaan akhir yang diperoleh praktikan bertekstur halus dan berwarna kuning. Keuntungan utama salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah adanya penambahan waktu kontak antara obat dengan mata. Waktu kontak antara obat dengan mata 2 sampai 4 kali lebih besar apabila digunakan salep dibandingkan tetes mata sedangkan kekurangan salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel, 2008). Sediaan salep mata kloramfenikol yang sudah selesai kemudian dievaluasi. Adapun evaluasi yang dilakukan antara lain uji daya sebar, uji daya rekat dan uji homogenitas. Pertama yang dilakukan adalah uji daya sebar. Untuk melakukan uji daya sebar maka diperlukan sebanyak 0,5 gram salep yang diletakkan dibagian tengah kaca uji, kemudian bagian atasnya ditutup dengan kaca uji yang lainnya dan diukur diameter yang terjadi sebelum dan setelah ditambahkan beban. Adapun beban yang ditambahkan adalah 0 (tidak ditambahkan beban), 50, 100, dan 150 gram selama 1 menit. Setelah 1 menit beban diangkat, kemudian diukur diameternya sebanyak 3 kali pengulangan. Pada percobaan pertama tidak diberikan beban, dimana diameter yang diperoleh adalah 3,2cm; 3,3cm ; 3,2cm dengan diameter rata-ratanya adalah 3,23cm. Percobaan kedua dengan menambahkan beban sebesar 50 g diperoleh diameter yaitu 3,7cm ; 3,9cm ; 3,9cm dengan diameter rata-rata sebesar

3,83cm. Kemudian pada percobaan ketiga dengan penambahan beban sebesar 100g diperoleh diameter 4,3cm ; 4,3cm ; 4,3cm dengan diameter rata – rata sebesar 4,3. Pada percobaan terakhir ditambahkan beban sebesat 150g diperoleh diameter 4,7cm ; 4,5cm ; 4,4cm dengan diameter rata – rata sebesar 4,53cm. Dari uji evalusi daya sebar ini, dapat diketahui bahwa salep mata kloramfenikol memiliki daya sebar yang baik dimana salep dapat tersebar merata pada permukaan kaca membentuk lingkaran yang utuh

tanpa adanya udara di dalam

lingkaran tersebut. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa basis yang digunakan memiliki daya sebar yang baik, karena daya sebar basis yang baik akan menjamin pelepasan bahan obat pada tempat atau bagian tubuh yang dioleskan (Voight, 1994). Uji daya rekat dilakukan dengan merekatkan 0,25 gram sediaan salep diantara 2 kaca objek lalu ditahan dengan menggunakan beban 1 kg selama lima menit, lalu digantung dan diberi beban seberat 80 gram. Berdasarkan uji daya rekat yang dilakukan diperoleh hasil bahwa kaca objek setelah digantung beban seberat 80 g jatuh dalam selang waktu berturutturut 1,8 detik; 1,2 detik; dan 1,0 detik, maka diperoleh rata-rata 1,33 detik. Dari hasil yang diperoleh bahwa daya rekat salep mata cukup singkat yaitu 1,33 detik, hal ini menandakan basis yang digunakan mampu melepaskan bahan obat dengan baik dan melebur ketika mengenai lensa mata sehingga kaburnya pandangan setelah pemakaian dapat dikurangi walaupun tidak terlalu signifikan. Evaluasi yang selanjutnya dilakukan adalah uji homogenitas. Uji ini dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan salep mata kloramfenikol pada kaca objek. Dari pengujian ini diketahui bahwa salep mata kloramfenikol memiliki homogenitas yang kurang bagus. Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya butiran – butiran kasar pada sediaan yang menandakan zat aktif kloramfenikol belum terdispersi secara homogen. Menurut British Pharmacopea, batas ukuran partikel untuk salep mata yaitu setiap 10 mikrogram zat aktif tidak boleh memiliki partikel lebih besar dari 90 nm, tidak boleh lebih dari 2 partikel lebih besar dari 50 nm dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006). Jadi bisa dikatakan sediaan yang dibuat belum baik karena masih terdapatnya butiran – butiran kasar.

F. Kesimpulan

1. Untuk membuat sediaan salep mata kloramfenikol dengan bobot 10 gram dapat menggunakan formula berikut ini : R/

Kloramfenikol

0,1 g

Adeps lanae

0,99 g

Vaselin flavum

8,019 g

Parafin cair

0,891 g

2. Permasalahan yang muncul dalam pembuatan sediaan ini adalah sifat kloramfenikol yang tidak larut air sehingga untuk menghasilkan sediaan yang homogen maka kloramfenikol terlebih dahulu digerus dalam mortir dan dilarutkan dalam basis berlemak. Selain itu karena sediaan ini ditujukan untuk penggunaan pada konjungtiva mata maka sediaan harus lembut dan tidak mengiritasi mata sehingga diperlukan penggantian vaselin flavum sebanyak 10 % parafin cair yang bersifat sebagai emolient (pelembut). 3. Pembuatan sediaan salep mata kloramfenikol tidak memerlukan proses sterilisasi akhir melainkan dikerjakan dengan teknik aseptis.

DAFTAR PUSTAKA Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press. BNF. 2007. British National Formulary 54. England : BMJ Publishing Group and RPS Publishing. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Evi. 2009. Salep Mata (cited 17 April 2011) Available at

: http://salepmata.blogspot.com

Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957. Scoville’s The Art of Compounding. New York : McGraw-Hill Book Company. Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 3 edisi 8. Jakarta : Salemba Medika. Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L.Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press. Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi. Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London : The Pharmaceutical Press. McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America : American Society of Health System Pharmcists. Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1. London : Pharmaceutical Press (PhP). Rowe, R. C., Paul J. S., and Paul J. W. 2003. Hand Book of Pharmaceutical Excipients. USA: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association. Sweetman, Sean C. 2002. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third edition. London, Chicago : Pharmaceutical Press. Tjay, T. H., dan K. Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo. Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Related Documents

Laporan Salep Mata
January 2021 4
Laporan Salep Mata
January 2021 3
Laporan Salep Mata Kel 1
February 2021 3
Jurnal Salep Mata Dapid
January 2021 1
Salep Mata Kloramfenikol
January 2021 1

More Documents from "ayu"

Laporan Salep Mata
January 2021 4
Bab I - Impact Of Jet 12
January 2021 0
Catur Yoga
February 2021 0
Monev Pis Pk
January 2021 1