Laporan Tutorial Skenario 3 Blok 17.docx

  • Uploaded by: Lusy Septia
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tutorial Skenario 3 Blok 17.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,140
  • Pages: 49
Loading documents preview...
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 3 (PEDODONSIA DAN KONSERVASI)

OLEH KELOMPOK IV TUTOR : drg. Dewi Kristiana M.Kes. M. Bazlul Mujaddiduddin

(171610101030)

Elindah Ayunin Arrum

(171610101031)

Dyta Larasati Wemona

(171610101032)

Firda Malika

(171610101034)

Helmi Primanda

(171610101036)

Qonitah Zain Nabilah

(171610101037)

Lusy Septia Ningrum

(171610101038)

Verayati

(171610101039)

Disya Dwi Maulidiyah

(171610101040)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER Tahun Ajaran 2019/2020

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr Wb. Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan petunjuk serta melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kami, sehingga laporan tutorial skenario 3 ini dapat diselesaikan. Dalam penyelesaian laporan tutorial skenario 3 ini tentunya tidak dapat kami selesaikan sendiri, kami banyak memperoleh bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan syukur dan menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya sehingga laporan tutorial skenario 3 ini dapat diselesaikan. 2. drg. Dewi Kristiana M.Kes. selaku dosen tutor yang telah membimbing jalannya tutorial kelompok 4 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan yang telah memberi masukan yang membantu, bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan. 3. Teman-teman yang setia menemani dan membantu dalam proses penyelesaian laporan tutorial skenario 3 di blok 17 ini yaitu tentang Pedodonsia dan Konservasi. Kami menyadari bahwa dalam menyusun laporan tutorial skenario 3 tentang Pedodonsia dan Konservasi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna membantu sempurnanya laporan tutorial skenario 3 ini. Kami berharap semoga laporan tutorial skenario 3 tentang Pedodonsia dan Konservasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Wassalamualaikum Wr Wb. Jember, 17 November 2019

Penulis

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................

i

DAFTAR ISI ................................................................................................

ii

BAB I. Skenario ..........................................................................................

1

BAB II. Step 1 : Mengklarifikasi Istilah/Konsep ....................................

2

BAB III. Step 2 : Menetapkan Rumusan Masalah .................................

3

BAB IV. Step 3 : Menganalisis Masalah ..................................................

4

BAB V. Step 4 : Mind Mapping ................................................................

7

BAB VI. Step 5 : Menentukan Tujuan Belajar .........................................

8

BAB VII. Step 7 : Menjawab Tujuan Pembelajaran ................................

9

7.1 Penegakan Diagnosa pada Bidang Konservasi dan Pedodonsia ...

9

7.1.1 Penegakan Diagnosa pada Bidang Konservasi .......................

9

7.1.2 Penegakan Diagnosa pada Bidang Pedodonsia ......................

18

7.2 Prognosis Penyakit pada Bidang Konservasi dan Pedodonsia .....

30

7.2.1 Prognosis Penyakit pada Bidang Konservasi ..........................

30

7.2.2 Prognosis Penyakit pada Bidang Pedodonsia .........................

31

7.3 Rencana Perawatan Penyakit pada Bidang Konservasi dan

35

Pedodonsia .............................................................................................. 7.3.1 Rencana Perawatan Penyakit pada Bidang Konservasi .......

35

7.3.2 Rencana Perawatan Penyakit pada Bidang Pedodonsia .......

40

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

45

ii

BAB I SKENARIO 3 (PEDODONSIA DAN KONSERVASI)

Seorang anak laki-laki usia 12 tahun datang ke RSGM Unej ingin menambalkan gigi belakang kanan bawah yang berlubang, karena sering kemasukan makanan . Hasil pemeriksaan klinik tampak gigi 46 karies profunda, tes vitalitas positif, tes perkusi dan tekanan negatif, tampak juga gigi 75 tinggal sisa akar dan fistel pada buccal gigi 75, tidak ada kegoyangan pada gigi 75. Oral Hygiene pasien sangat jelek karena banyak kalkulus pada RA dan RB.

Hasil anamnesa tidak ada

kelainan sistemik. Apa diagnosa skenario tersebut dan rencana perawatannya.

1

BAB II STEP 1: MENGKLARIFIKASI ISTILAH/KONSEP 1.

Fistel, merupakan suatu saluran abnormal antara satu organ dengan permukaan luar sebagai drainase karena abses periapikal mencari jalan keluar menuju permukaan gingiva. Biasanya diakibatkan oleh peradangan. Fistel berisi bahan supuratif, tergantung daya tahan tubuh pasien.

2.

Karies Profunda, karies pada gigi dengan kedalaman lebih dari ½ dentin dan masih meninggalkan selapis tipis dentin.

2

BAB III STEP 2: MENETAPKAN RUMUSAN MASALAH 1.

Bagaimana terbentuknya fistula pada gigi 75?

2.

Bagaimana langkah-langkah penegakan diagnosis pada skenario tersebut dan diagnosis apa yang sesuai?

3.

Bagaimana prognosis skenario di atas?

4.

Rencana perawatan apa yang sesuai dengan skenario di atas?

3

BAB IV STEP 3: MENGANALISIS MASALAH 1.

Sisa akar 75 membentuk fistula untuk mencari jalan keluar karena adanya abses periapikal. Jaringan pulpa yang mati akan menjadi tempat yang rentan terserang mikroorganisme. Terkumpulnya jaringan supurasi ada di periapikal, lalu terbentuk fistula untuk mencari jalan keluar.

2.

Untuk menegakkan diagnosis harus rinci dan detail mulai dari anamnesis (keluhan utama, riwayat perjalanan penyakit), pemeriksaan objektif, dan pemeriksaan penunjang. a.

Pemeriksaan subjektif -> gigi belakang kanan bawah yang berlubang, karena sering kemasukan makanan

b.

Pemeriksaan objektif (ekstraoral dan intraoral)  Pada gigi 75: fistel pada bukal gigi 75  Pada gigi 46: Karies profunda (secara visual/menggunakan instrumen) Pemeriksaan tekanan dan perkusi : (-)  tidak terdapat keradangan pada jaringan periodontal Pemeriksaan vitalitas (EPT, termal, kavitas, jarum) : (+)  gigi masih vital

c.

Pemeriksaan penunjang: mempengaruhi rencana perawatan  Pada gigi 75: untuk melihat benih permanen sudah tumbuh atau belum  Pada gigi 46: untuk melihat penyebaran karies

Diagnosis pada Skenario  Pada gigi 46: pulpitis reversibel karena belum ada keluhan spontan (sering kemasukan makanan). 4

 Pada gigi 75: gangren radix dengan abses periapikal. Diagnosis masih ragu-ragu karena pemeriksaan kurang lengkap/sangat minim. Lebih baik dilakukan foto rontgen untuk mengetahui abses di periapikal atau pada jaringan periodontal. 3.

Prognosis pada Skenario  Pada gigi 46: baik apabila penyebabnya segera dihilangkan dan akan memburuk apabila tidak segera ditangani. Karena jaringan pendukung gigi baik dan juga tidak ada kelainan sistemik. Pasien sudah dapat memenejemen ketakutan. Meskipun oral hygiene sangat buruk (banyak kalkulus pada RA dan RB), tetapi masih bisa dilakukan DHE dan KIE pada pasien. Tergantung pada kekooperatifan pasien.  Pada gigi 75 : baik karena ada fistula yang dapat mendrainase abses. Pasien masih berusia 12 tahun, tidak ada penyakit sistemik.

4.

Rencana Perawatan pada Skenario:  DHE dan KIE  Fissure sealent (preventif)  Scalling dan Root Planning pada semua gigi untuk menghilangkan kalkulus pada gigi RA dan RB  Pada gigi 46: indirect pulp capping karena merangsang terbentuknya dentin tersier. Setelah 1 minggu dilakukan penumpatan permanen. Apabila ada keluhan maka perawatan yang dilakukan berbeda lagi.  Pada gigi 75: Eksodonsia karena pada usia tsb seharusnya gigi pengganti/permanen sudah erupsi. Medikasi untuk fistle (amoxcyl syrup, lincocin syrup, biolincom syrup, bactrim syrup) 5

Pada bidang pedodonsia, sangat penting kerjasama dari Trias pedodontik : orangtua, pasien, dokter gigi. Pada kunjungan pertama, dokter gigi harus menciptakan kondisi yang tidak menakutkan dan harus menciptakan komunikasi yang baik pada anak. Hal ini dilakukan karena kunjungan pertama sangat menentukan perawatan anak pada kunjungan selanjutnya. Selain itu, sebaiknya melakukan pemeriksaan yang sederhana : Profilaksis, topikal aplikasi fluor, DHE.

6

BAB V STEP 4: MIND MAP

PEMERIKSAAN

SUBJEKTIF

OBJEKTIF

PENUNJANG (RADIOGRAFI)

DIAGNOSA

Pulpitis Reversible pada gigi 46

Gangren Radix dengan abses pada gigi 75

PROGNOSIS

PROGNOSIS

RENCANA PERAWATAN

RENCANA PERAWATAN 7

BAB VI STEP 5: MENENTUKAN TUJUAN BELAJAR (LEARNING OBJECTIVE) 1.

Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah penegakan diagnosa pada bidang Konservasi dan Pedodonsia.

2.

Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis penyakit pada bidang Konservasi dan Pedodonsia.

3.

Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan pada bidang Konservasi dan Pedodonsia.

8

BAB VII STEP 7: PEMBAHASAN 7.1 Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah penegakan diagnosa pada bidang Konservasi dan Pedodonsia. 7.1.1 Penegakan Diagnosis di Bidang Konservasi A. Pemeriksaan Subjektif 1. Identitas  Nama : Untuk mengenal pasien dan lebih akrab dengan pasien, serta agar kartu status tidakmudahtertukar  Alamat : Untuk mengetahui kondisi status sosial pasien  Telefon : Untuk memudahkan dalam menghubungi dan komunikasi dengan pasien  Jenis kelamin : Untuk menetukan jenis perawatan  Umur : Untuk menentukan rencana perawatan  Pekerjaan : Untuk mengetahui kondisi status sosial pasien 2. Keluhan utama Keluhan utama adalah symptom subjektif atau masalah yang diutarakan pasien dengan kata diutarakan pasien dengan kata-katanya sendiri yang berhubungan dengan kondisi yang membuat pasien pergi kedokter. Keluhan utama merupakan riwayat kronologis perkembangan keluhan pasien. Ketika menanyakan keluhan pasien diharapkan dokter gigi dapat memperoleh informasi: o Kapan pertama kali keluhan dirasakan? o Apakah ada perubahan keluhan sejak saat itu? Apakah semakin parah atau lebih baik atau sama saja? 9

o Apakah ada yang memicu kelainan atau rasa sakit atau membuat sakitnya makin parah? (misalnya ketika makan panas, dingin, atau saat makan terasa sakit) o Apakah ada yang bisa mengurangi rasa sakit dan memberi rasa nyaman? (Misalnya pemakaian obat analgesik) o Hindari pertanyaan terarah karena apabila pasien terpengaruh akan setuju saja dengan gejala yang tidak mereka ketahui terjadi, kecuali pasien tidak dapat mendeskripsikan rasa sakitnya, dokter gigi sebaiknya membimbing untuk menjelaskan rasa sakit dan keluhannya tanpa mempengaruhi pasien. o Sangat sakit : biasanya belum lama dan membuat pasien cepat kedokter. Dapat disebabkan pulpitis irreversibel, periodontitis apikalis akut atau abses. o Rasa sakit ringan–sedang atau sudah lama : biasanya sedang atau sudah lama : biasanya sudah lama diderita pasien dan tidak dapat dipakai sebagai satu satunya tanda adanya penyakit pulpa. o Spontanitas rasa sakit: Tanpa stimulus disebut spontan, bila disertai sangat sakit, biasanya menunjukkan patosis pulpa /periapikal. o Kontinuitas rasa sakit: Rasa sakit tetap ada (kontinu) walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Pulpa vital, sakit yang kontinu akibat reaksi thermal yaitu, irreversibel pulpitis. Pulpa nekrotik, sakit yang kontinu akibat tekanan atau pemakaian gigi tersebut yaitu, patosis periapikal. 3. Riwayat kesehatan umum  Riwayat penyakit menular : Untuk lebih hati-hati dalam perawatan agar tidak tertulari dari pasien kedokter atau sebaliknya (universal precaution) 10

 Riwayat penyakit yang diidap penderita : Penyakit sistemik hipertensi, Mental Retardasi 4. Riwayat kesehatan dental Memberikan informasi mengenai sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan mulut, pemeliharaannya, dan perawatannya. Pasien yang pernah mengalami perawatan gigi sebelumnya terdapat dua kemungkinan, pasien mendapat pengalaman baik atau buruk dari operator yang merawat sebelumnya. Hal ini memperngaruhi kekooperatifan pasien saat ini. Riwayat geligi terlibat : Data yang diperlukan adalah :lokasi, kapan, karakter, keparahan, spontanitas, durasi, stimulus, obat yang sudah dipakai dan pengaruh obat tersebut terhadap rasa sakit pasien 5. Riwayat obat Riwayat alergi obat-obatan : Untuk mengetahui adanya alergi obatobatan antibiotik, Untuk mengetahui adanya alergi anestesi, dan Alergi terhadap amalgam. B. Pemeriksaan Objektive 1. Pemeriksaan ekstraoral Indikator keadaan menyeluruh pasien, ada tidaknya demam, asimetri wajah, pembengkakan, diskolorisasi, warna kemerahan, bekas luka ekstra oral atau sinus tract, pembengkakkan lymph nodes fasial atau servikal. 2. Pemeriksaan intraoral Pemeriksaan intraoral dilakukan secara visual, pada pemeriksaan ini dalam rongga mulut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu jaringan lunak dan jaringan keras. 11

Jaringan Lunak Pada jaringan lunak pemeriksaan dilakukan pada gingiva dan mukosa, bagaimana warna, kontur dan konsistensinya. Perubahan warna pada gingiva bisa menunjukkan adanya suatu inflamasi ( gingival lebih terlihat

merah

),

perubahan

pada

kontur

menunjukkan

adanya

pembengkakan, sedangkan perubahan konsistensi menunjukkan adanya fluktuasi. Melakukan pemeriksaan visual dan digital pada rongga mulut. Pemeriksaan umum terhadap bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot lidah, dan otot-otot. Pemeriksaan perubahan warna, inflamasi, ulserasi, dan pembentukan sinus tract pada mukosa alveolar dan attached gingiva. Adanya sinus tract biasanya menunjukkan adanya pulpa nekrotik / abses periodontal. Cara mengetahui asal lesi : meletakkan gutta percha ke sinus tract. Jaringan Keras Pada jaringan keras pemeriksaan dilakukan pada gigi. Suatu mahkota yang berpenampilan normal mempunyai translusensi dan kehidupan yang tidak dipunyai gigi tanpa pulpa. Gigi yang berubah warna, opak dan kurang menunjukkan kehidupan harus dinilai secara hati-hati karena pulpanya mungkin telah mengalami peradangan, degenerasi, atau sudah nekrosis. Tidak semua gigi yang berubah warna memerlukan perawatan endodontic, penodaan (staining) mungkin disebabkan karena restorasi amalgam lama, bahan pengisi saluran akar, atau obat-obatan sistemik, seperti penodaan tetrasiklin. Namun kebanyakan perubahan warna, disebabkan oleh penyakit yang biasanya berhubungan dengan pulpa nekrotik, pulpa gangren, resorpsi internal dan eksternal, dan terbukanya pulpa karena karies. 12

 Pemeriksaan Visual Alat kaca mulut dan eksplorer Guna : memeriksa karies, karies rekuren, keterlibatan pulpa, fraktur mahkota dan kerusakan restorasi.  Tes perkusi Pemeriksaan perkusi ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi atau pengetukan gigi ini menggunakan bantuan ujung dari handle alat. Pengetukan dimulai dari gigi sebelah dari gigi yang bersangkutan, kemudian gigi yang bersangkutan, lalu gigi sebelah yang lainnya dari gigi yang bersangkutan. o Hasil (+) tajam = inflamasiperiapikal o Hasil (+) ringan–sedang = inflamasi sedang = inflamasi periodontal ligamen.  Tes palpasi Tes palpasi dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun sederhana, namun tes ini penting karena dapat menemukan adanya pembengkakan di sekitar gigi yang meliputi : a. Apakah jaringan fluktuasi dan cukup besar untuk dilakukan insisi dan drainase; b. Bagaimana intensitas rasa sakit dan lokasinya; c. Adanya dan lokasi adenopati; d. Adanya krepitus tulang. Interpretasi : (+) = inflamasi sudah mencapai tulang dan mukosa regio apikal gigi.  Tes depresibilitas 13

Tes depresibilitas ini hampir sama dengan mobilitas, hanya saja pada tes ini pergerakan yang dilihat secara vertikal. Tehnik yang digunakan dengan memegang gigi dengan jari (jempol dan telunjuk) pada bagian bukal dan lingual lalu ditarik ke arah oklusal dan di tekan. Apabila

terjadi

kegoyangan

hal

ini

berarti

usaha

untuk

mempertahankan gigi jelek atau bahkan tidak ada harapan. Hal ini disebabkan integritas penyokong gigi sudah tidak mampu menopang gigi dengan baik.  Menentukan kedalaman karies gigi Ketika pasien datang ke klinik konservasi gigi dengan keluhan gigi berlubang pastinya kita harus tahu seberapa dalam karies tersebut. Untuk menentukan kedalaman karies dibutuhkan probe yang tumpul di mana pada alat tersebut sudah ada teraan mm. Menentukan kedalaman karies yaitu dengan cara memasukkan probe ke dalam kavitas dengan menandai berapa mm masuknya probe ke dalam kavitas, kemudian dibandingkan dengan ketebalan dentin dan enamel gigi. Hasil dari pemeriksaan tersebut diinterpretasikan sebagai berikut: o Jika kedalaman karies melibatkan hanya enamel saja, maka tergolong Karies Superfisial o Jika kedalaman karies melibatkan enamel dan setengah dentin, maka tergolong Karies Media. o Jika kedalaman karies melibatkan enamel dan lebih dari setengah dentin, maka tergolong Karies Profunda.

14

Jika hasil dari pemeriksaan kedalam karies didapatkan Karies Profunda maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan perforasi dengan menggunakan jarum miller.  Tes vitalitas Pemilihan tes pulpa yang tepat bergantung kepada situasi, jika pada pemeriksaan klinik dapat digunakan stimulus yang sama dengan stimulus yang menurut pasien menimbulkan respons nyeri, akan diperoleh informasi

tambahan

yang bermanfaat.

Jika pasien

melaporkan bahwa makanan/minuman dingin/panas menimbulkan nyeri, lakukanlah tes dingin/panas bukan tes viabilitas lain. Test vitalitas gigi hanya dapat memberikan informasi bahwa masih ada jaringan syaraf yang mengantar impuls sensori, bukan menunjukkan bahwa pulpa masih normal. Respon terhadap test ini sangat

bervariasi

dan

harus

diinterpretasi

dengan

hati–hati.

Pemeriksaan pada gigi kontrol (gigi berjenis sama kontra lateral atau antagonis). Apabila pasien mengeluh adanya rasa sakit sewaktu minum dingin maka test dingin adalah yang terbaik dilakukan, bila sakit sewaktu minum panas, maka test panas yang dilakukan. Jelaskan kepada pasien prosedur yang akan dilakukan, dan apa maksud sensasi yang diharapkan dari test tersebut.  Tes Thermal Tes ini meliputi aplikasi dingin dengan panas pada gigi, untuk menetukan

sensitivitas

terhadap

perubahan

termal.

Meskipun

keduanya merupakan tes sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnostik yang berbeda. Suatu respon terhadap dingin 15

menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal yang memerlukan perawatan endodontik. Ada tiga metode yang umumnya digunakan bagi tes dingin yaitu memakai es biasa, karbon dioksida (es kering), dan refrigerant. Es karbon dioksida memerlukan alat khusus, sedangkan refrigerant yang disimpan dalam kaleng penyemprot pemakaiannya lebih enak. Es biasa tidak sedingin dan selektif refrigerant atau es kering. Aplikasi dingin lebih efektif pada gigi anterior dibandingkan gigi posterior karena gigi posterior lebih terinsulasi. Oleh karena itu, jika respons pada gigi posterior tidak jelas berarti masih dibutuhkan cara pengetsaan vitalitas yang lain. Cara : gigi diisolasi dengan cotton roll, permukaan gigi dikeringkan, letakkan batang es atau cotton pellet yang telah diberi ethyl chloride pada permukaan gigi. o Sensasi tajam yang hilang bila rangsang dihentikan = gigi vital. o Sensasi tajam yang tidak hilang atau semakin sakit = irreversibel pulpitis o Tidak ada sensasi = nekrotik pulpa Tes termal panas pada saat ini bisa menggunakan alat mekanis yang ditenagai oleh baterai, yaitu Touch-n-heat. alat ini memiliki kelebihan yaitu bisa dikontrol suhu yang akan digunakan pada tes termal. Berbeda dengan tes panas yang melewatkan gutta percha pada

16

Bunsen yang sulit untuk mengontrol suhu sehingga beresiko dapat mengiritasi pulpa. Alat ini dinilai lebih aman dan lebih efektif.  Tes kavitas Tes vitalitas gigi dengan cara gigi dibor dengan mata bor round sampai gigi sakit, biasanya pada karies media dan profunda tapi tes termal (-). Tes ini dilakukan apabila hasil dari tes thermal negative.  Tes Jarum Miller Tes miller tidak terasa sakit. Tes jarum miller dilakukan ketika tes vitalitas yang dilakukan sebelumnya menujukkan hasil negatif ataupun gigi sudah perforasi. Dalam skenario ujunga jarum miller masuk 18 mm. C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan foto ronsen. Dengan pemeriksaan tersebut dapat diketahui luas kavitas pada gigi, bentuk dan panjang saluran akar, keterlibatan jaringan periodontal dan untuk mengetahui letak ujung jarum miller pada apeks. Radiografi adalah pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dilihat dengan mata telanjang. Radiografi ini berfungsi sebagai:  Penunjang diagnosa  Dibutuhkan selama perawatan  Evaluasi penyembuhan

17

7.1.2 Penegakan Diagnosis di Bidang Pedodonsia A. Pemeriksaan Subyektif 1. Identitas Pasien Identitas anak (nama, jenis kelamin, usia tempat sekolah, dan kelas) sangat penting diketahui untuk memperlancar perawatan, tingkah laku dan kemampuan anak untuk adaptasi terhadap lingkungan. Perlu juga diketahiu nama panggilan anak agar dapat memanggil anak dengan nama panggilan sehari-hari. Hal tersebut akan terasa akrab dan lebih memudahkan pendekatan, sehingga lebih memperlancar pekerjaan dan mempercepat keberhasilan perawatan gigi. Nama orangtua berikut pekerjaannya perlu juga diketahui untuk menentukan jenis perawatan yang sesuai dengan kemampuan orangtua dan perawatan dapat disesuaikan dengan kesempatan orangtua mengantar anaknya. Alamat rumah diperlukan untuk lebih menegaskan identitas anak sehingga Kartu Status tidak tertukar dengan pasien lain; selain itu juga untuk memperkirakan jarak perjalanan ke klinik gigi serta lingkungan tempat tinggalnya. Usia sangat penting diketahui untuk menyesuaikannya dengan pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mental anak. Sekolah anak juga perlu diketahui untuk menilai apakah usia sesuai dengan tingkat kelasnya; biasanya anak yang sudah bersekolah akan lebih kooperatif dan rasa sosialnya lebih tinggi disbanding anak yang belum sekolah (Suharsono, Ismu. 1991) 2. Keadaan Umum Pasien

18

Setelah diketahui dengan jelas identitas anak, selanjutnya orang tua perlu menjawab kuisioner perihal keadaan umum. Data tersebut diperlukan untuk menilai kesehatan umum anak saat ini, agar bila perlu dapat diberikan saran untuk lebih memperbaiki kesehatan umum tersebut. Kuisioner dimulai dari penimbangan berat badan dan tinggi badan. Data ini diperlukan untuk menilai sesuaikah berat badan anak dengan tinggi serta usianya sekarang.Orang tua atau pengantar perlu menjawab pertanyaan, apakah anak sedang dirawat dokter umum/ spesialis dan alasan merawat. Hal ini diperlukan saat kita melakukan tindakan dan perawatan. Pemberian obat secara peroral perlu disesuaikan dengan obat yang sedang diminum. Perlu dipertimbangkan pula apakah penyakit yang diderita anak tersebut penyakit akut atau kronis; menular atau tidak dimana mungkin akan membahayakan kesehatan operator. Perhatikan juga apakah anak sedang demam (suhu badan lebih tinggi dari normal). Keadaan ini perlu diketahui, karena suhu tinggi menghadirkan kemungkinan adanya infeksi cukup berat, sehingga perlu pengobatan untuk infeksi di dalam mulut atau di tempat lain. Disamping itu juga dibutuhkan obat-obatan untuk menurunkan suhu tubuh (Suharsono, Ismu. 1991) 3. Riwayat Kesehatan Gigi Pasien Keadaan anak selama dalam kandungan sampai dilahirkan perlu juga diteliti untuk menilai apakah hubungan dengan keadaan gigi sekarang. Setiap keadaan dapat menjawab kemungkinan etiologi dari kelainan yang dijumpai pada anak tersebut. (Suharsono, Ismu. 1991). 4. Riwayat Medis

19

Pengisian kuisioner secara tepat akan menghasilkan data menunjang keberhasilan perawatan. Kuisioner perihal riwayat medis antara lain dibutuhkan untuk mencari kemungkinan hubungan antara sakit yang dialami anak waktu lalu dengan kelainan gigi dan mulutnya. Kejadian anak yang pernah menderita sakit berat atau malahan sampai dirawat di rumah sakit, kemungkinan hubungan antara sakit yang dialami anak waktu lalu dengan kelainan gigi dan mulutnya. Kejadian anak yang pernah menderita sakit berat atau malahan sampai dirawat di rumah sakit, kemungkinan saja berpengaruh terhadap keparahan kerusakan giginya. (Suharsono, Ismu. 1991) Keadaan anak yang mempunyai cirri sangat sensitive terhadap makanan, minuman, atau bahan lain (anak yang alergi terhadap sesuatu), harus diketahui juga, terutama anak yang sensitive tehadap obat tertentu. Hal itu sangat berguna untuk menentukan alternative pemberian obat ataupun tindakan lain bilamana anak membutuhkannya.Kebiasaan buruk perlu diteliti bila kita ingin mengetahui beberapa kelainan yang disebabkan oleh kebiasaan buruk. Misalnya menghisap ibu jari, akan menyebabkan gigi anak protrusive. Kebiasaan buruk ini harus segera dihentikan dengan metode pendekatan psikologis sebaik-baiknya. Factor terpenting yang menunjang keberhasilan perawatan kelainan akibat kebiasaan buruk adalah ditemukannya etiologi kelainan fisik maupun mental. Keberhasilan perawatan juga tergantung dari berat ringannya kelainan dan kerjasama antara anak dengan dokter gigi yang merawatnya. Jadi jelslah kini mengapa factor sebab, jenis, dan lamanya kebiasaan buruk perlu diketahui. (Suharsono, Ismu. 1991).

20

Pengalaman anak sewaktu berobat ke dokter gigi penting juga utuk diketahui. Kita harus lebih baik dari dokter gigi sebelumnya. Hal ini tidak lain untuk mendapatkan simpati anak, sebab keadaan itu menunjang kebersihan perawatan gigi anak tersebut. Pengalaman yang buruk akan cukup membekas terhadap anak, sehingga untuk melakukan perawatan gigi selanjutnya dibutuhkan pendekatan yang telah dilakukan oleh dokter gigi lainnya. (Suharsono, Ismu. 1991) 5. Keluhan Utama Pasien Setelah mengisi kuisioner, kemudian diadakan anamnesis untuk mendapatkan data mengenai masalah pokok yang menyebabkan anak dating ke dokter gigi. Kita perlu mendapatkan informasi tentang keluhan utama, riwayat sakit, dan keluhan tambahan. Untuk itu perlu ditanyakan mengapa dating ke dokter gigi. Kalau karena sakit gigi, hendaknya ditanyakan gigi yang mana yang sakit dan sejak kapan. Termasuk juga: bagaimana sakitnya (intensitas), sewaktu-waktu atau terus-menerus (frekuensi sakinya) dan sudah diobati atau belum serta apa obatnya. Kemudian ditanyakan pula apakah sekarang masih sakit dan sebelumnya pernah berobat kemana saja, adakah gigi lain yang sakit, selain gigi yang menjadi keluhan utama. Semua pertanyaan tersebut dibutuhkan untuk menentukan prioritas dan

jenis

perawatan

yang

tepat.

Sedapat

mungkin

dokter

gigi

memprioritaskan pemeriksaan dan perawatan terhadap gigi yang menjadi keluhan utama anak, walaupun (sesuai dengan hasil pemeriksaan) mungkin bukan gigi tersebut yang jelas masalah utama. (Suharsono, Ismu. 1991). B. Pemeriksaan Obyektif 1. Pemeriksaan Ekstra-oral 21

Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, cara berjalan, corak kulit, mata, bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe (R.J Andlaw, 1992). 2. Pemeriksaan Intra-oral Diharapkan agar kecemasan yang dirasakan oleh anak pada kedatangannya dapat

dikurangi atau dihilangkan selama periode

pencatatan riwayat. Kemudian, anak harus duduk dengan tenang pada kursi perawatan. Pemeriksaan awal yang dilakukan pada keadaan seperti ini tidak perlu mendetail. Jika digunakan sonde harus diingat bahwa terlihatnya alat yang tajam atau runcing dapat menyebabkan kecemasan dan kecerobohan dalam mempergunakan alat tersebut dapat menyebabkan timbulnya rasa sakit. Perawatan sederhana dapat dimulai dengan anak dipangku orang tua, bila anak sudah percaya diri, ia akan dengan senang hati duduk sendiri (R.J Andlaw, 1992). Jaringan lunak : mukosa pipi, bibir, lidah, tonsil, palatum lunak, palatum keras dan gingival. Gigi : kebersihan mulut, keadaan gigi-gigi, posisi gigi-gigi-crowding, spasing, drifting, oklusi.  Pemeriksaan visual dan taktil Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak informasi penting hilang. suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak yang cermat 22

mengandalkan pada pemeriksaan “three Cs”: color, contour, dan consistency (warna, kontur dan konsistensi). Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang timbul dengan pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan, atau seperti bunga karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat adalah indikatif dari keadaan patologik.  Perkusi Uji

ini

memungkinkan

seseorang

mengevaluasi

status

periodonsium sekitar suatu gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Suatu respon sensitif yang berbeda

dari

gigi

disebelahnya, biasanya

menunjukkan adanya

perisementitis (periodontitis). Walaupun perkusi adalah suatu cara sederhana menguji, tetapi dapat menyesatkan bila digunakan sebagai alat tunggal. Untuk menghilangkan bias pada pihak pasien, harus diubah rentetan gigi yang diperkusi pada tes yang berturut-turut. Sering juga, arah pukulan harus diubah dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau lingual mahkota dan masing-masing tonjol dipukul dengan urutan berbeda. Akhirnya, sambil mengajukan pertanyaan pada pasien mengenai rasa sakit gigi tertentu, klinisi akan memperoleh suatu respon yang lebih benar, bila pada waktu yang sama diperhatikan gerakan badan pasien, reflex respon rasa sakit, atau bahkan suatu respon yang tidak diucapkan. Jangan melakukan perkusi gigi sensitif melebihi toleransi

23

pasien. Masalah ini dapat dihindari dengan melakukan tekanan ringan pada beberapa gigi sebelum melakukan perkusi.

 Palpasi Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun sederhana, tetapi merupakan suatu tes yang penting. Nilainya terletak dalam menemukan pembengkakan yang meliputi gigi yang terlibat dan menentukan hal-hal berikut : (1) apakah jaringan fluktuan dancukup membesar untuk insisi dan drainase;

(2) adanya,

intensitas dan lokasi rasa sakit; (3) adanya dan lokasi adenopati dan (4) adanya krepitus tulang. Bila palpasi digunakan untuk menentukan adenopati sebaiknya berhati-hati bila melakukan palpasi nodus limfa pada infeksi akut, untuk menghindari kemungkinan penyebaran infeksi melalui pembuluh limfatik. Bila gigi-gigi posterior terinfeksi, maka secara diagnostik nodus limfa submaksiler turut terlibat. Infeksi pada gigi-gigi anterior bawah kemungkinan menyebabkan pembengkakan nodus limfa submental. Bila infeksi terbatas pada pulpa dan tidak berlanjut pada periodonsium, 24

palpasi tidak merupakan saran diagnostik. Palpasi, perkusi, mobilitas, dan depresibilitas adalah lebih untuk menguji periodontium daripada pulpa.

 Mobilitas-Depresibilitas Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas apparatus pengikat di sekeliling gigi. Tes ini terdiri dari menggerakkan suatu gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan menggunakan jari atau, lebih diutamakan, menggunakan tangkai dua instrument. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi periodonsium; makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Demikian

pula,

tes

untuk

depresibilitas

adalah

dengan

menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam soketnya. Tes ini dapat dilakukan dengan jari atau instrumen. Bila dijumpai depresibilitas, kemungkinan untuk mempertahankan gigi berkisar antara jelek dan tidak ada harapan. Satu klasifikasi mobilitas menetapkan mobilitas derajat pertama sebagai gerakan gigi yang nyata dalam soketnya; mobilitas derajat kedua

25

adalah gerakan gigi dalam jarak 1 mm, dan mobilitas derajat ketiga adalah gerakan lebih besar daripada 1 mm atau bila gigi dapat ditekan.

 Uji listrik pulpa Mengetes pulpa dengan listrik lebih cermat daripada beberapa tes yang digunakan untuk menentukan vitalitas pulpa. Meskipun vitalitas pulpa tergantung pada sirkulasi darah intrapulpa, tidak pernah ditemukan tes klinis yang praktis untuk menguji sirkulasi. Tester listrik bila digunakan untuk menguji vitalitas pulpa, malahan menggunakan stimulasi saraf. Tujuannya adalah untuk merangsang respon pulpa dengan mengenakan arus listrik yang makin meningkat pada gigi. Suatu respon positif merupakan suatu indikasi vitalitas dan membantu dalam menentukan normalitas atau abnormalitas pulpa tersebut. Tidak adanya respon terhadap stimulus listrik dapat merupakan indikasi adanya nekrosis pulpa.  Uji termal

26

Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yang berbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal yang memerlukan perawatan endodontik. Tes panas. Tes panas dapat dilakukan dengan cara yang berbedabeda yang menghasilkan derajat temperatur yang berbeda. Daerah yang akan dites diisolasi dan dikeringkan, kemudian udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka dan respon pasien dicatat. Bila diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mendapatkan suatu respon, harus digunakan air panas, burnisher panas, guta-percha panas atau kompoun panas atau sembarang instrument yang dapat menghantarkan temperatur yang terkontrol pada gigi. Bila menggunakan benda padat, seperti guta-perca panas, panas tersebut dikenakan pada bagian sepertiga oklusobukal mahkota terbuka. Bila tidak timbul respon, bahan dapat dipindahkan ke bagian sentral mahkota atau lebih dekat dengan serviks gigi. Bila timbul suatu respon, benda panas harus segera diambil. Harus dijaga

untuk

tidak

menggunakan

panas

yang

berlebihan

atau

memperpanjang aplikasi panas pada gigi. Tes dingin. Aplikasi dingin dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda. Suatu cucuran udara dingin dapat dikenakan langsung pada mahkota gigi yang sebelumnya dikeringkan dan juga pada tepi gusi. Bila tidak timbul respon, gigi dapat diisolasi dengan isolasi karet dan disemprot dengan etil klorida yang begitu cepat menguap sehingga 27

mengabsorpsi panas dan dengan demikian mendinginkan gigi. Suatu cara yang lebih umum adalah meletakkan kapas yang dibasahi dengan etil klorida pada gig yang dites. Meskipun temperaturnya tidak sedingin seperti bila digunakan semprotan etil klorida, umumnya cukup dingin untuk mendapatkan suatu respon yang absah.  Uji anestesi Tes ini terbatas bagi pasien yang sedang merasa sakit pada waktu dites, bila tes yang biasanya digunakan gagal untuk memungkinkan seseorang mengidentifikasi gigi. Tujuannya adalah untuk menganestesi gigi tunggal berturut-turut sampai rasa sakitnya hilang dan terbatas pada gigi tertentu. Caranya sebagai berikut : menggunakan injeksi infiltrasi atau intraligamen, lakukan injeksi pada gigi yang paling belakang

pada

daerah yang dicurigai sebagai penyebab rasa sakit. Bila rasa sakitnya tetap ada setelah gigi dianestesi penuh, lakukan anestesi gigi disebelah mesialnya, dan lanjutkan melakukan demikian sampai sakitnya hilang. bila sumber rasa sakit tidak dapat ditentukan, baik pada gigi rahang atas dan rahang bawah, harus diberikan suatu injeksi alveolar inferior (blok mandibular). Hilangnya rasa sakit tentu saja menunjukkan keterlibatan gigi mandibular, dan lokalisasi gigi yang khusus dilakukan dengan injeksi intraligamen, bila anestesi sudah habis efeknya. Tes ini jelas merupakan suatu usaha terakhir dan mempunyai suatu keuntungan dibandingkan “tes kavitas” karena selama tes kavitas dapat terjadi kerusakan iatrogenic.

28

 Uji kavitas Tes ini memungkinkan seseorang menentukan vitalitas pulpa. Tes ini dilakukan bila cara diagnosis lain gagal. Tes kavitas dilakukan dengan cara mengebur melalui pertemuan email dentin gigi tanpa anestesi. Pengeburan harus dilakukan dengan kecepatan rendah dan tanpa air pendingin. Sensitivitas atau nyeri yang dirasakan oleh pasien yang merupakan suatu petunjuk vitalitas pulpa; tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik. Semen sedatif kemudian diletakkan di dalam kavitas dan pencarian sumber rasa sakit diteruskan. Bila tidak dirasakan sakit, preparasi kavitas boleh dilanjutkan sampai kamar pulpa dicapai. Bila seluruh pulpa nekrotik, perawatan endodontik dapat dilanjutkan tanpa rasa sakit dan dalam kebanyakan kasus tanpa anestesi. C. Pemeriksaan Penunjang/Radiografi (Bila Perlu) Kadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua keterangan yang diperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan radiografi. Radiografi adalah salah satu alat klinis paling penting untuk membuat diagnosis. Alat ini memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang. Tanpa alat ini tidak mungkin dilakukan diagnosis, seleksi kasus, perawatan, 29

dan evaluasi penyembuhan luka. Praktik kedokteran gigi tidak mungkin dilakukan tanpa radiograf. Bagaimanapun juga, radiografi biasanya diperlukan satu atau alasan-alasan berikut (R.J Andlaw, 1992):  Untuk mendiagnosis karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa dilihat pada pemeriksaan klinis.  Untuk mendeteksi kelainan pada perkembangan gigi.  Untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jaringan periapikal yang berhubungan dengan gigi-gigi nonvital atau yang mengalami trauma. 7.2 Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis penyakit pada bidang Konservasi dan Pedodonsia. 7.2.1 Prognosis di bidang Konservasi Prognosis merupakan prediksi dari kemungkinan perjalanan penyakit, lama (durasi), dan hasil akhir dari penyakit berdasarkan pengetahuan tentang patogenesis dan keberadaan faktor risiko dari suatu penyakit. Prognosis ditegakkan setelah dianosis dibuat dan sebelum rencana perawatan ditegakkan Prognosis dari karies gigi sangat bergantung pada kesehatan mulut pasien dan tingkat keparahan penyakit baik apabila karies gigi ditangani dengan cepat. Menggosok gigi rutin dengan pasta gigi berisi fluoride dan pemeriksaan rutin ke dokter gigi dapat mencegah terjadinya karies gigi. Berdasarkan diagnosis yang sesuai pada skenario yaitu pulpitis reversibel pada gigi 46, memiliki prognosis yang baik untuk dilakukan indirect pulp caping,karna gigi masih vital, karies yang belum perforasi dan masih terdapat selapis tipis dentin, tidak ada keradangan jaringan periodontal maupun kelainan periapikal. Pasien juga tidak memiliki penyakit sistemik.

30

7.2.2 Prognosis di bidang Pedodonsia Prognosis pada bidang pedodonsia pada dasarnya sama dengan klinik yang lain, seperti bergantung pada kesehatan mulut pasien, tingkat keparahan penyakit, ada tidaknya riwayat penyakit sistemik dan perilaku anak dalam menerima perawatan.

Setiap anak yang datang berkunjung ke dokter gigi

memiliki kondisi kesehatan gigi yang berbeda-beda dan akan memperlihatkan perilaku yang berbeda pula terhadap perwatan gigi yang akan diberikan. Ada anak yang bersikap kooperatif terhadap perawatan gigi dan ada juga yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan gigi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik dari internal anak itu sendiri maupun dari eksternal seperti pengaruh orang tua, dokter gigi, maupun lingkungan klinik gigi. Berikut adalah klasifikasi perilaku pasien terhadap perawatan gigi dan mulut menurut Wright. MenurutWright, perilaku anaksecara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yakni: 1. Kooperatif(Cooperative) Sikap kooperatif ini ditunjukkan dengan sikap anak yang cukup tenang, memiliki rasa takut yang minimal, dan antusias terhadap perawatan gigi dan mulut yang diberikan. Anak dengan sikap kooperatif memudahkan dokter gigi dalam melakukan perawatan dan pendekatan yang dapat dilakukan. 2. Tidak mampu kooperatif (Lacking in cooperative ability) Kategori ini terdapat pada anak-anak yang masih sangat muda misalnya anak usia dibawah 3 tahun dengan kemampuan komunikasi yang terbatas dan pemahaman yang kurang mengenai perawatan yang akan dilakukan. Kelompok lain yang termasuk dalam kategori tidak mampu kooperatif adalah mereka dengan keterbatasan fisik maupun mental. Oleh karena itu, anak dengan kondisi seperti ini membutuhkan teknik 31

manajemen perilaku yang khusus, misalnya dengan menggunakan premedikasi maupun anastesi umum. 3. Berpotensikooperatif(Potentially cooperative) Kategori

perilaku

ini

berbeda

dengan

tidak

mampu

kooperatif.Karena anak dalam kategori ini memiliki kapabilitas untuk menjadi kooperatif.Sehingga diperlukan kompetensi dokter gigi yang mampu melakukan manajemen perilaku dalam mengembangkan potensi kooperatif menjadi kooperatif.

Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Anak Dokter gigi harus memahami faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku anak terhadap perawatan gigi dan mulut. Faktor tersebut terdiri atas faktor anak, faktor keluarga, faktor tim dokter gigi, serta factor lingkungan klinik gigi. 1. Faktor anak  Umur Faktor umur sangat mempengaruhi perilaku anak terhadap perawatan gigi dan mulut. Anak dengan usia sangat muda sering menunjukkan perilaku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi dan mulut. Penelitian yang oleh Mohammed menunjukkan bahwa tingkat kecemasan berkurang seiring dengan bertambahnya umur.Hal ini juga sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya.Liddell and Locker berpendapat bahwa tingkat kecemasan dipengaruhi oleh umur. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Arapostathis et.al mengatakan bahwa tingkat kecemasan pada anak tidak berkaitan dengan umur. Pengaruh umur berkaitan dengan perkembangan psikologi yang belum matang pada anak-anak.  Jenis Kelamin 32

Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Azodo dan Unamatokpa (2012) di Nigeria dari total 37 orang yang berkunjung ke dokter gigi, 21 orang berjenis kelamin perempuan dan sisanya 16 orang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih sering mengunjungi dokter gigi disbanding laki-laki.  Pengalaman perawatan gigi sebelumnya Anak-anak yang memiliki pengalaman medis yang positif cenderung bersifat kooperatif dengan dokter gigi. Berbeda dengan yang pernah mendapat pengalaman buruk pada perawatan gigi dapat bersikap

nonkooperatif

pada

perawatan

selanjutnya

sehingga

memerlukan waktu untuk mengembalikan kepercayaannya.  Jenis Perawatan Penelitian yang dilakukan oleh Alaki et.al pada tahun 2012 menunjukkan bahwa ketika anak-anak ditanya tentang prosedur perawatan gigi yang paling mengkhawatirkan adalah ekstraksi (43.5% laki-laki dan 64,6% perempuan), diikuti dengan perawatan saluran akar (RCT) (36,6% laki-laki dan 49,5% perempuan), takut akan cedera gigi (31,2% dari laki-laki dan 43,9% perempuan), suntikan (24,0% laki-laki dan 50,5% perempuan). Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa penyebab terbesar anak cemas terhadap perawatan gigi dan mulut adalah tindakan ekstraksi. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa jenis perawatan yang berbeda juga berpotensi untuk menghasilkan perilaku anak yang berbeda dalam merespon perawatan yang dilakukan.  Anak dengan penyakit yang melemahkan, penyandang cacat, atau menderita gangguan perkembangan. Karena keparahan kondisinya, maka tidak dapat diperoleh kerjasama dari mereka dengan cara biasa. 33

 Anak yang mempunyai toleransi rendah terhadap rasa sakit, biasanya mudah berperilaku tidak kooperatif. 2. Faktor keluarga Perilaku anak tidak kooperatif dapat berasal dari orang tua atau lingkungan keluarga. Misalnya rasa takut dan cemas orang tua atau anggota keluarga yang ditularkan anak. Anak mudah sekali meniru orangorang disekitarnya (orang tua, saudara kandung, sanak saudara) yang dianggapnya sebagai model. Rasa takut dan cemas terhadap dokter gigi atau perawatan gigi dan mulut yang diperlihatkan model mungkin disebabkan oleh pengalaman sebelumnya, dapat menular pada anak. Terdapat korelasi yang kuat anatara rasa takut ibu dan rasa takut anak. 3. Faktor tim dokter gigi Perilaku tidak kooperatif pasien anak disebabkan oleh pengelolaan yang kurang tepat oleh tim dokter gigi. Sikap tim dokter gigi yang kaku atau keras, kurang sabar, kurang menunjukkan kehangatan dan perhatian dapat menyebabkan anak bersikap negatif. Ketidaktepatan penanganan oleh dokter gigi juga dapat disebabkan karena ketidakpahaman dokter gigi terhadap perilaku anak sehingga dia tidak menangani pasien anak secara tepat. Pasien anak akan memperhatikan perilaku dokter gigi setiap kali mereka berkunjung ke dokter gigi. Kunjungan pasien anak pada saat itu akan mempengaruhi perilaku anak pada kunjungan berikutnya. Oleh karena itu, dokter gigi harus mampu menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan pasien anak untuk memperoleh perawatan gigi dan

34

mulut yang optimal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan bersikap ramah, bersahabat dan menyenangkan kepada mereka. 4. Faktor lingkungan klinik gigi Pada umumnya penyebab rasa takut dan rasa cemas dalam perawatan gigi pada anak timbul terutama pada alat yang dilihatnya, yang seperti akan membuatnya merasa sakit. Situasi dan keadaan lingkungan perawatan gigi juga berpengaruh timbulnya rasa takut dan cemas.Sebagai contoh ruang tunggu yang pengap atau panas berbeda dengan ruang tunggu yang sejuk dan nyaman. Kecemasan pasien anak terhadap perawatan gigi sering kali timbul karena anak merasa takut berada di ruang praktik dokter gigi.Ruangan praktik dokter gigi sebaiknya dibuat senyaman mungkin sehingga anak merasa seperti di rumahnya sendiri.Ruangan praktik tersebut dibedakan antara ruang tunggu dan ruang perawatan.Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa khusus untuk anak.Oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka. Faktor lain yang seringkali menimbulkan rasa takut pada perawatan gigi anak adalah keadaan lingkungan kamar praktik, seperti bau obatobatan, peralatan, bunyi bur, atau mesin. 7.3 Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan pada bidang Konservasi dan Pedodonsia. 7.3.1 Rencana Perawatan Bidang Konservasi Dasar pertimbangan dalam merencanakan perawatan diantaranya: 35

 Besar dan kedalaman karies  Letak gigi yang dikeluhkan terkait dengan fungsi estetik  Vitalitas gigi  Kondisi gigi (sisa jaringan gigi, ruang pulpa, saluran akar, pembuntuan saluran akar, resorbsi akar)  Kondisi jaringan periodontal ( resorbsi alveolar crest. Resorbsi eksternal, besar kelainan pulpa) Terdapat berbagai macam rencana perawatan kelainan pulpa: A. Pulp capping B. Perawatan saluran akar gigi vital ( pulpektomi, pulpotomi, apeksogenesis) C. Perawatan saluran akar gigi non vital ( endo intrakanal, apeksifikasi) D. Restorasi plastis E. Restorasi rigid Restorasi rigid yaitu restorasi yang dibuat di luar mulut dari bahan yang rigid atau kaku dan di semen pada preparasi kavitas gigi dengan bahan perantara golongan semen. Restorasi rigid dapat dibagi menjadi restorasi ektrakoronal, intrakoronal dan interadikuler. 1. Restorasi Ekstrakoronal Salah satu contoh restorasi ekstrakoronal yaitu mahkota penuh atau complete crown. Complete crown merupakan restorasi yang menutupi seluruh permukaan mahkota klinis dari suatu gigi asli. Terdapat berbagai jenis complete crown, diantaranya:  All metal crown 36

Mahkota ini sering disebut dengan mahkota tuang penuh atau full cast crown. Merupakan suatu restorasi yang menyelubungi permukaan gigi dari logam campur yang dituang.Indikasinya yaitu untuk gigi molar dan premolar rahang atas dan bawah, penderita dengan oklusi dan artikulasi yang berat, estetik, gigi dengan karies cervikal, dekalsifikasi, dan enamel hipoplasi. Kontraindikasinya yaitusisa mahkota gigi tidak cukup terutama pada gigi dengan pulpa vital, memerlukan estetik pasien dengan OH buruk sehingga restorasi mudah tarnish, gusi sensitif terhadap logam.  All ceramic crown (mahkota porselen) Teknologi porselen gigi merupakan bidang ilmu paling cepat perkembangannya dalam bahan kedokteran gigi. Porselen gigi umumnya digunakan untuk memulihkan gigi yang rusak ataupun patah dikarenakan faktor estetiknya yang sangat baik, resistensi pemakaian, perubahan kimiawi yang lambat, dan konduktifitas panas yang rendah. Terlebih lagi, porselen mempunyai kecocokan yang cukup baik dengan karakteristik struktur gigi.6 Komposisi porselen gigi konvensional adalah keramik vitreus (seperti kaca) yang berbasis pada anyaman silica (SiO2) dan feldspar

potas

(K2O.Al2O3.6SiO2)

atau

feldspar

soda

(Na2O.Al2O3.6SiO2) atau keduanya. Pigmen, bahan opak dan kaca ditambahkan untuk mengontrol temperatur penggabungan, temperatur sintering, koefisien ekspansi thermal, dan kelarutan. Feldspar yang digunakan untuk porselen gigi relatif murni dan tidak berwarna. Jadi harus ditambahkan pigmen untuk mendapatkan corak dari gigi-gigi asli atau warna dari bahan restorasi sewarna gigi yang sesuai dengan gigi-gigi tetangganya. Mahkota porselen mempunyai nilai estetik tinggi, tidak mengalami korosi, tingkat kepuasan pasien tinggi, namun biayanyamahal 37

dan kekuatan rendah dibandingkan dengan mahkota metal-porselen. Indikasinya membutuhkan estetik tinggi, Tooth discoloration,malposisi, gigi

yang

telah

dirawat

endodonsi

dengan

pasak

dan

inti.Kontraindikasinya yaitu indeks karies tinggi, distribusi beban di oklusal tidak baik, dan bruxism.  Porcelain fused to metal Pemilihan restorasi porselen fused to metal sebagai restorasi akhir pasca perawatan saluran akar karena mampu memberikan keuntungan ganda, yaitu dari segi kekuatan dan dari segi estetik. Lapisan logam sebagai substruktur mahkota jaket porselen fused to metal akan mendukung lapisan porselen di atasnya sehingga mengurangi sifat getas (brittle) dari bahan porselen, memiliki kerapatan tepi dan daya tahan yang baik. Sementara lapisan porselen akan memberikan penampilan yang estetik. Gigi pasca perawatan saluran akar yang direstorasi dengan mahkota porselen fused to metal tingkat keberhasilan perawatannya tinggi. 2. Restorasi Intrakoronal  Inlay dan Onlay Logam Inlay merupakan restorasi intrakoronal bila kerusakan mengenai sebagian cusp atau tambalan yang berada di antara cusp, sehingga ukurannya biasanya tidak begitu luas. Onlay merupakan restorasi intrakoronal bila kerusakan mengenai lebih dari 1 cusp atau lebih dari 2/3 dataran oklusal karena sisa jaringan gigi yang tersisa sudah lemah.  Inlay dan Onlay Komposit (indirect) Restorasi dengan resin komposit dapat dilakukan secara indirect (tidak langsung), yaitu berupa inlay dan onlay. Bahan resin komposit 38

untuk tambalan inlay lebih sering digunakan daripada pemakaian bahan keramik, sebab kekerasan bahan keramik menyebabkan kesulitan apabila diperlukan penyesuaian oklusal atau kontur, mudah pecah saat pemasangan percobaan sehingga menyulitkan operator. Sedangkan resin komposit dapat dipoles kembali dengan mudah dan efektif, lebih murah serta restorasi yang berlebihan pada daerah gingival dapat dibuang hanya dengan

menggunakan

hand

instrument.Indikasinya:menggantikan

tambalan lama (amalgam) dan atau yang rusak dengan memperhatikan nilai estetik terutama pada restorasi gigi posterior, memperbaiki restorasi yang tidak sempurna atau kurang baik, serta fraktur yang terlalu besar dan apabila pembuatan mahkota bukan merupakan indikasi. Keuntungan restorasi secara indirect resin komposit dibanding restorasi secara direct adalah dapat dihindarinya konstraksi akibat polimerisasi bahan komposit, sehingga kebocoran tepi dapat dihindari. Kontak pada bagian proksimal dapat dibuat rapat dan pembentukan kontur anatomis lebih mudah.Sedangkan kekurangan restorasi secara indirect resin komposit adalah adanya ketergantungan restorasi pada semen perekat (lutting cement). Isolasi yang kurang baik serta polimerisasi yang kurang sempurna dari semen akan berakibat negatif terhadap restorasi tersebut. 3. Restorasi Intradikuler  Mahkota Pasak Kerusakan mahkota gigi asli pada gigi posterior maupun anterior yang cukup parah akan menimbulkan masalah retensi, permasalahan ini dapat ditanggulangi dengan menggunakan pasak. Pada kebanyakan kasus gigi sudah dirawat saluran akar, khususnya pada gigi-gigi dengan saluran akar tunggal yang lurus. Keadaan ini sebaiknya harus diantisipasi terlebih 39

dahulu sebelum melakukan pengisian saluran akar, sehingga dapat digunakan teknik pengisian yang memungkinkan untuk membantu retesi. Pasak adalah suatu prosedur untuk membangun kembali suatu gigi yang bertujuan menyediakan dukungan yang sesuai untuk suatu mahkota. Pasak seperti jangkar untuk menempatkan mahkota.Pasak ditempatkan di dalam akar gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar.Terdiri dari poros dan post/tonggak yang disementasi pada saluran akar. Bagian yang lain berupa jacket crown atau veneer crown atau cast gold crown. Indikasinya:gigi pasca perawatan endodontia, memperbaiki inklinasi gigi. Kontraindikasinya: jaringan yang mendukung gigi tidak cukup, OH buruk, dinding saluran akar tipis, resorpsi procesus alveolaris lebih dari 1/3.Pasak juga bisa dilakukan pada gigi posterior. 7.3.2 Rencana Perawatan Bidang Pedodonsia Perawatan gigi dan mulut pada anak selain diperhatikan untuk mengurangi keluhan, juga harus diperhatikan pendidikan kesehatan gigi atau DHE (Dental Health Education) yang bertujuan untuk mengubah perilaku atau kebiasaan buruk anak yang turut mempengaruhi munculnya keluhan gigi. Perawatan gigi dan mulut anak harus dilakukan secara komprehensif berdasarkan keadaan anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, serta peran dari ketiga elemen penting dalam perawatan gigi anak, yaitu dokter gigi, pasien dan orang tua.Penentuan suatu rencana perawatan terdapat sangat memerlukan suatu pertimbangan , yaitu : A. Urgency (kebutuhan utama) B. Sequency (urutan perawatan), yaitu : 1. Perawatan medis

40

Perawatan ini berhubungan dengan riwayat kesehatan pasien. Informasi mengenai penyakit sistemik ini bisa diperoleh dari dokter keluarga atau dokter spesialis. Apabila orang tua kurang yakin mengenai penyakit anaknya, dokter gigi dapat bertanya kepada dokter keluarga. Manifestasi penyakit sistemik sering terlihat di rongga mulut, misalnya blood dycrasia. Oleh karena itu setiap pemeriksaan harus selalu memeriksa seluruh jaringan mukosa dan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi. 2. Perawatan sistemik Premedikasi seringkali dibutuhkan pada saat anak menderita penyakit tertentu yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Pemberian obat dalam jangka panjang menunjukkan adanya penyakit sistemik yang diderita pasien dan pemberian obat dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping. Misalnya pemberian obat dilantin sodium pada penderita epilepsi dapat menyebabkan gingiva hiperplasia. Dokter gigi juga dapat memberikan perawatan sistemik terlebih sebelum pasien diberikan perawatan operatif di bidang kedokteran gigi. Contoh beberapa merek dagang obat yang dapat diberikan kepada pasien anak:  Antibiotik : Amoxyl sirup/capsul, Lincocin sirup/cap, Biolincom sirup, Bactrim sirup/tabl  Vitamin : Enervon C sirup/cap, Vitamin C 50 mg, Lysmin sirup  Analgetik : Panadol sirup/tab, Biogesic sirup/tab, Mefinal tab  Obat kumur: Isodine Gargle, Betadine Gargle Dosis obat yang diberikan harus tepat, disesuaikan dengan usia, berat badan atau petunjuk yang diberikan pabrik obat tersebut

41

3. Perawatan persiapan Dokter gigi mengajarkan kepada anak dan orang tua cara pemeliharaan gigi di rumah serta melakukan oral profilaksis dengan cara memberikan contoh kepada pasien. Pada kunjungan berikutnya dievaluasi mengenai instruksi yang telah diajarkan tersebut. Pada anak yang menunjukkan karies yang aktif perlu diberikan diet kontrol yaitu menghindari makanan yang menyebabkan karies dan menganjurkan makanan yang baik. Sebagai perawatan permulaan untuk kasus ini setelah semua jaringan karies dibuang, berikan eugenol fletcher. Bila dijumpai keadaan yang memerlukan perawatan orto terutama kasus yang berat, sebaiknya dikonsultasikan ke spesialis orto, juga bila diperlukan tindakan bedah mulut. Perawatan endodonsi juga dilakukan pada tahap ini sehingga tahap ini disebut juga tahap awal atau perawatan awal. 4. Perawatan korektif Perawatan korektif disebut juga perawatan final atau akhir. Perawatan final antara lain adalah pembuatan restorasi, protesa, pencabutan atau space maintainer. Bila semua perawatan telah dilaksanakan dianjurkan untuk kembali tiga bulan kemudian bagi anak dengan karies aktif dan enam bulan bagi anak lain. 5. Penggantian rencana perawatan Suatu rencana perawatan idealnya diberitahukan kepada orang tua pasien dengan mempergunakan model ronsen dan alat bantu lain. Biaya perawatan perlu dibicarakan untuk menghindari kesalahpahaman, jadi perlu 42

diketahui latar belakang orang tua misalnya pendidikan, sosial ekonomi dan pekerjaannya. Perawatan sebaiknya segera dilaksanakan terutama pada pasien anak. Ada kalanya rencana perawatan terpaksa dirubah, misalnya saat melakukan penambalan gigi terjadi perforasi pada tanduk pulpa sehingga terpaksa dilakukan pulpotomi vital atau pulp capping. C. Probable result (kemungkinan keberhasilan) Selain macam-macam perawatan di atas tentunya sebelum melaksanakan suatu tindakan dibutuhkan adanya Inform Consent, hal ini dimaksudkan jika terjadi sesuatu di kemudian hari yang tidak diinginkan kita sebagai dokter gigi telah mempunyai bukti yang resmi yang telah disetujui oleh pasien atau keluarga terdekatnya, dengan sebelumnya telah menjelaskan perawatan yang akan dilakukan beserta konsekuensinya.Garis besar rencana perawatan digolongkan menjadi dua macam, yaitu rencana perawatan preventif dan operatif. 1. Rencana Perawatan Preventif Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rencana perawatan preventif adalah pengalaman karies, riwayat medis, khususnya penyakit jantung kongenital atau riwayat demam rematik, kelainan perdarahan, penyakit debilitasi dengan daya tahan terhadap infeksi yang buruk, cacat mental serta fisik. Semua tipe perawatan preventif penting bagi pasien, khususnya untuk pasien-pasien dengan pengalaman karies tinggi dan untuk pasien yang mempunyai resiko penyakit gigi. Macam perawatan preventif diantaranya; petunjuk kebersihan mulut (DHE), nasihat diet, flouridasi dan fisurre sealant. Nasihat diet penting diberikan, khususnya jika kecepatan pembentukan karies tinggi. Flouridasi terdapat beberapa bentuk yang dapat diberikan, yaitu tablet/tetes, larutan 43

kumur dan topikal yang dalam pemakaiannya disesuaikan dengan umur pasien (anak), misalnya saja flouridasi bentuk larutan kumur dapat dilakukan oleh anak usia 6-7 tahun. 2. Perawatan Operatif Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan operatif pada anak adalah riwayat medis pasien, misalnya bila pasien menderita kelainan darah. Perawatan operatif di antaranya adalah restorasi, pencabutan atau ekstraksi, dan perawatan ortodonti. Dalam perawatan restorasi perlu diperhatikan kedalaman karies, perluasan karies, penggunaan analgesia lokal dan urutan restorasi gigi. Perawatan ortodonti dilakukan pada kasus crowding, kelainan perkembangan atau adanya maloklusi.

Rangkaian Prinsip Rencana Perawatan di Bidang Pedodonsia 1. Kontrol permulaan pada karies yang dalam sebaiknya dilakukan secepat mungkin, yaitu pada kunjungan pertama. 2. Prioritas terhadap gigi yang dikwatirkan menjadi non vital sebaiknya dimulai dari gigi insisivus/molar tetap, molar sulung, kaninus sulung dan insisivus sulung. 3. Rencana perawatan hendaknya dilaksanakan perkuadran. Bila perawatan hanya sedikit dan anak dalam keadaan tenang, perawatan dapat dilakukan lebih dari satu kuadran (tergantung kasus). 4. Jika mungkin perawatan dimulai dari kuadran bawah. 5. Perhatikan erupsi gigi tetap, jangan lakukan restorasi bila gigi sulung akan segera tanggal. Dasar untuk mempertimbangkan restorasi gigi sulung adalah : 44

 Umur pasien  Pembentukan akar gigi tetap, bila sudah mencapai ½



lengkap/sempurna menunjukkan gigi akan segera erupsi.  Resorbsi akar gigi sulung. 6. Jika anak sangat takut atau terlalu kecil, mulailah dengan perawatan pencegahan saja. 7. Jangan hanya memperhatikan gigi yang berlubang, tetapi pencegahan dan perawatan ortodonsi juga harus diperhatikan. 8. Bila perawatan membutuhkan biaya yang banyak, bicarakan terlebih dulu dengan orang tua/wali pasien. 9. Evaluasi hasil perawatan.

45

DAFTAR PUSTAKA Andlaw, R. J., Rock, W. P. 1992. Perawatan Gigi Anak Edisi 2, Alih bahasa : Agus Djaya. Jakarta : Widya Medika. Gopikrishna, Velayutham., et al. 2009. Assesment of Pulp Vitality. International Journal of Paediatric Dentistry. 19:3-15 Grossman, Louis I., Seymour Oliet, and Carlos E. Del Rio. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek ed 11. Jakarta. Buku Kedokteran EGC Suwelo, Ismu Suharsono. Petunjuk Praktis Sistem Merawat Gigi Anak di Klinik. Jakarta: EGC. 1991 Walton, Richard E. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih bahasa oleh Narlan Sumawinata. Jakarta : EGC

46

Related Documents


More Documents from "Zumrotul Ayu"