Lp Berduka Dan Kehilangan

  • Uploaded by: Lucy Purwa
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Berduka Dan Kehilangan as PDF for free.

More details

  • Words: 4,113
  • Pages: 19
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN BERDUKA DAN KEHILANGAN

1.1 Konsep Dasar Kehilangan dan Berduka A. Kehilangan Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan (Hidayat, 2012). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997) Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian atau pun keseluruhan. Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tibatiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional atau pun krisis perkembangan. Dalam hal ini persepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme koping, dan sistem pendukungnya sangatlah berpengaruh terhadap respons individu dalam menghadapi proses kehilangan tersebut. Apabila proses kehilangan tidak dibarengi dengan koping yang positif atau penanganan yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh pada perkembangan individu atau port of being matur-nya (Mubarak dan Chayatin, 2007).

Menurur Hidayat (2012) terdapat beberapa jenis kehilangan yakni sebagai berikut. a. Kehilangan objek eksternal, misalnya kecurian atau kehancuran akibat bencana alam. b. Kehilangan lingkungan yang dikenal misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah sakit, atau berpindah pekerjaan. c. Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti misalnya pekerjaan, anggota keluarga, dan teman dekat. d. Kehilangan suatu aspek diri misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau fisik. e. Kehilangan hidup misalnya kematian anggota keluarga di rumah dan diri sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada). Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya. B. Berduka Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa berkabung (mourning). Berikut ini beberapa jenis berduka menurut Hidayat (2012) : a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap

kehilangan.

Misalnya,

kesedihan,

kemarahan,

menangis,

kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara. b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba. c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-

olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain. d. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak yang mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin. C. Respon Berduka Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka seseorang

terhadap

kehilangan

dapat

melalui

tahap-tahap

seperti

pengingkaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan. Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2012) (Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut KublerRoss) Fase Marah Fase Pengingkaran

Fase Depresi Fase Tawar-menawar

Fase

Menerima a. Fase Pengingkaran Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun. b. Fase Marah Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang

sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. c. Fase Tawar-menawar Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”. d. Fase Depresi Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun. e. Fase Penerimaan Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”. Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya. D. Sifat Kehilangan 1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. 2. Berangsur-angsur (dapat Diramalkan)

Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando : 1984). E. Tipe Kehilangan 1.

Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.

2.

Perceived Loss (Psikologis) Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu

bersangkutan

namun tidak dapat dirasakan/dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan masa remaja, lingkungan yang berharga. 3.

Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

F. Lima Kategori Kehilangan 1. Kehilangan objek eksternal Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. 2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. 3. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal

mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian. 4. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. 5. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. G. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka Menurut Kubler Ross (1969) terdapat 5 tahapan proses kehilangan : 1. Denial (Mengingkari) a. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. b. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan. c. Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. 2. Anger (Marah) a. Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. b. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. c. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.

d. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. 3. Bergaining (Tawar-Menawar) a. Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. b. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. c. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”. d. Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat warisan, mengunjungi keluarga dan sebagainya. 4. Depression (Bersedih yang mendalam) a. Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bisa di tolak. b. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai klien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. c. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun. 5. Acceptance (menerima) a. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. b. Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian. c. Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang, kadang klien ingin ditemani keluarga/perawat. d. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah saya tahu semuanya baik”.

H. Tanda dan Gejala

a. Ungkapan kehilangan b. Menangis c. Gangguan tidur d. Kehilangan nafsu makan e. Sulit berkonsentrasi f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan : 1. Mengingkari kenyataan kehilangan dalam waktu yang lama 2. Sedih berkepanjangan 3. Adanya gejala fisik yang berat 4. Keinginan untuk bunuh diri I. Faktor Predisposisi Dalam Hidayat (2012), faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah sebagai berikut. g. Faktor genetik. Individu yang dilahirkandan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapu perasaan kehilangan. h. Faktor fisik. Individu dengan fisik, mental, serta pola hidup yang teratur cenderung mempunyai kemampuan dalam mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani. i. Faktor mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selalu dibayangi masa depan peka dalam mengahadapi situasi kehilangan. j. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa. k. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri negatif dan perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri rendah dan tidak objektif terhadap stres yang dihadapi.

J. Faktor Presipitasi Ada beberapa stresor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Stresor ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikososial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (harta benda, dan lain-lain). Berikut beberapa stresor kehilangan tersebut. a. Kehilangan kesehatan b. Kehilangan fungsi seksualitas c. Kehilangan peran dalam keluarga d. Kehilangan posisi dalam masyarakat e. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai f. Kehilangan kewarganegaraan K. Sumber Koping Cara individu mengatasi proses kehilangan amat bergantung pada sumber yang tersedia. Sumber koping tersebut dapat berupa kemampuan dan bakat mengatasi kedukaan, teknik pertahanan, dukungan sosial, dan motivasi. Sumber koping lainnya adalah dukungan spiritual, keyakinan positif, pemecahan masalah, kemampuan sosial, kesehatan fisik, sumber materi dan sosial, keluarga, kerabat dekat, dan perawat. L. Mekanisme Koping Mekanisme koping

yang sering dipakai individu dengan respon

kehilangan antara lain : pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intesitas stres yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai. 1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Kehilangan dan Berduka A. Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan

keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah : a. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distres somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, sering mengeluh. b. Faktor Presdiposisi c. Respon klien terhadap kehilangan, diantaranya : a) Respon spiritual 1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan 2. Penderitaan karena ditinggalkan 3. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna b) Respon fisiologis 1. Sakit kepala, insomnia 2. Gangguan nafsu makan 3. Berat badan turun 4. Tidak bertenaga 5. Gangguan pencernaan 6. Perubahan sistem imun dan endokrin c) Respon emosional 1. Merasa sedih dan cemas 2. Kebencian 3. Merasa bersalah 4. Perasaan mati rasa 5. Emosi yang berubah 6. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang 7. Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi 8. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri d) Respon kognitif 1. Gangguan asumsi dan keyakinan 2. Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan 3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal

4. Percaya pada kehidupan dan seolah-olah orang yang meninggal menjadi pembimbing d. e. f. g.

Keadaan Fisik Keadaan Psikososial Status Mental Kebutuhan Persiapan Pulang

h. i.

Mekanisme Koping Masalah Psikososial dan Lingkungan

j. k. l.

Pengetahuan Aspek Medik Data fokus yang perlu dikaji :

Data subjektif : -

Merasa sedih Merasa putus asa dan kesepian Kesulitan mengekspresikan perasaan Konsentrasi menurun

Data objektif : - Menangis - Mengingkari kehilangan - Tidak berminat dalam berinteraksi -

dengan orang lain Merenungkan perasaan bersalah

-

secara berlebihan Adanya perubahan kebiasaan

makan,

pola

dalam tidur,

tingkat aktivitas B. Pohon Masalah Gangguan Konsep Diri

Berduka Kehilangan

Efek/Akibat Core Problem Penyebab/Kausa

C. Masalah keperawatan yang muncul Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan kehilangan dan berduka antara lain : a. Berduka (disfungsional, antisipatif) b. Kehilangan c. Gangguan konsep diri D. Diagnosa

Setelah melakukan pengkajian diperoleh masalah keperawatan yang akan disusun menjadi diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Berikut ini disebutkan beberapa diagnosa keperawatan berkaitan dengan kehilangan dan berduka dalam Hidayat (2012) : 1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang dirasakan. 2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan. 3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda yang dicintai atau memiliki arti besar. E. Rencana Tindakan Keperawatan Setelah dirumuskan diagnosa keperawatan maka disusun rencana tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan adalah preskripsi untuk prilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan/intervensi keperawatan dipilih untuk membantu klien dalam mencapai hasil klien yang diharapkan dan tujuan pemulangan. a. Tujuan TUM : klien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas TUK : 1. Klien mampu membina hubungan saling percaya 2. Mampu mengungkapkan perasaan berduka 3. Menjelaskan makna kehilangan 4. Klien dapat mengungkapkan kemarahannya secara verbal 5. Klien dapat mengatasi kemarahannya dengan koping yang adaptif 6. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya 7. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi 8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri 9. Klien dapat menerima kehilangan 10. Klien dapat bersosialisasi kembali dengan keluarga atau orang lain Secara umum, perencanaan dan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk menghadapi kedukaan adalah : 1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara :  Mendengarkan klien berbicara.  Memberi dorongan agar klien mau mengungkapkan perasaannya.

 Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap menerima dan empati. 2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara :  Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau objek yang hilang.  Menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti. 3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara :  Bersama klien mngingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di masa lalu.  Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki klien dan keluarga.  Mengenali dan menghargai sosial budaya agama serta kepercayaan yang dianut klien dan keluarga dalam mengatasi proses kehilangan. 4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan klien dengan cara :  Menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima adalah wajar dalam keadaan kehilangan.  Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang bisa diterima.  Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti. 5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga dengan cara :  Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.  Mendorong klien untuk menggali perasaanya bersama anggota keluarga lainnya, mengenali masing-masing anggota keluarga.  Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain.  Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling mendukung satu sama lain. 6. Menentukan tahap keberadaan klien dengan cara :  Mengamati perilaku klien.  Menggali pikiran perasaan klien yang selalu timbul dalam dirinya. Selain itu, secara khusus bentuk intervensi tahap/rentang respons individual terhadap kedukaan adalah sebagai berikut. a. Tahap Pengingkaran 1. Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara :  Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya.  Meningkatkan kesabaran klien secara bertahap tentang kenyataan dan kehilangan, apabila sudah siap secara emosional. 2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong klien untuk berbagi rasa dengan cara :

 Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai hal yang dikatakan oleh klien tanpa menghukum atau menghakimi.  Menjelaskan kepada klien bahwa sikap tersebut biasa terjadi pada orang yang mengalami kehilangan. 3. Memberikan jawaban jujur terhadap pertanyaan klien tentang sakit, pengobatan, dan kematian dengan cara :  Menjawab pertanyaan klien dengan

bahasa

yang

mudah

dimengerti, jelas, dan tidak berbeli-belit.  Mengamati dengan cermat renspons klien selama berbicara.  Meningkatkan kesadaran secara bertahap. b. Tahap Marah Mengizinkan dan mendorong klien mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara : 1. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan klien sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka. 2. Membiarkan klien menangis. 3. Mendorong klien untuk membicarakan kemarahannya. c. Tahap Tawar-Menawar Membantu klien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara : 1. Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian. 2. Mendorong klien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya. 3. Bila klien selalu mengungkapkan kata “kalau” atau “seandainya,” beritahu klien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata. 4. Membahas bersama klien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takutnya. d. Tahap Depresi 1. Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara :  Mengamati perilaku klien dan bersama dengannya membahas perasaannya.  Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya. 2. Membantu klien mengurangi rasa bersalah dengan cara :  Menghargai perasaan klien.  Membantu klien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.

 Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.  Bersama klien membahas pikiran negatif yang selalu timbul. e. Tahap Depresi Membantu klien menerima kehilangan yang tidak bisa dielakkan dengan cara : 1. Membantu keluarga mengunjungi klien secara teratur. 2. Membantu keluarga berbagi rasa, karena setiap anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada saat bersamaan. 3. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati. 4. Memberi informasi akuran tentang kebutuhan klien dan keluarga. F. Implementasi Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana tindakan yang telah dibuat. G. Evaluasi Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan, reaksi terhadap kehilangan, dan perubahan perilaku yang menerima arti kehilangan.

Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka (SP 1) Masalah : kehilangan dan berduka (respon mengingkari terhadap kematian anak) Pertemuan

: ke-1

A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien Klien sedang duduk di luar kamar jenazah. Klien tampak lemah dengan kondisi terus-menerus menangis. Klien meluapkan emosi dengan memarahi dokter dan perawat yang tidak becuh merawat anaknya. Selain itu, klien sering mengatakan bahwa ialah penyebab dari semua ini, bila saja ia memiliki biaya yang cukup untuk mengobati anaknya maka ia tidak akan kehilangan anaknya. 2. Diagnosa keperawatan Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang yang dicintai. 3. Tujuan Khusus  Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.  Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka. 4. Tindakan keperawatan a. Memberikan salam terapeutik b. Memperkenalkan diri kepada klien c. Menjelaskan tujuan interaksi kepada klien d. Membuat kontrak waktu bersama klien dengan tepat e. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang bagi klien untuk berinteraksi f. Mendorong

dan

memberi

kesempatan

pada

klien

untuk

mengungkapkan perasaanya g. Mendengarkan ungkapan klien dengan empati h. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap menerima dan empati. i. Memberi reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaanya. B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan

a. Orientasi 1) Salam terapeutik “Selamat pagi Ibu.” “Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari ini, nama saya Purwa, saya mahasiswi Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan. Bisa saya duduk di sini?” “Boleh saya tau nama Ibu? Ibu senang di panggil siapa?” 2) Evaluasi “Bagaimana perasaan Ibu hari ini ?” Apakah ibu sudah sarapan ? 3) Kontrak a) Topik Ibu, bisakah kita berbincang-bincang hari ini untuk saling mengenal ? saya ingin menemani ibu sampai proses perawatan jenazah anak ibu selesai. Saya juga ingin mengetahui alasan ibu terus menangis dan marah terhadap dokter maupun perawat. b) Waktu Berapa lama waktu yang Ibu bisa luangkan untuk berbicara dengan saya ? Bagaimana bila saya temani Ibu hingga proses perawatan jenazah selesai ? kira-kira sampai 15 menit ke depan. Apakah Ibu bersedia ? Jadi dari pukul 08.00 hingga 08.15 saya akan temani Ibu ya ? c) Tempat Ibu ingin berbincang-bincang di mana ? Bagaimana bila di taman atau tempat lain yang ibu senangi ? b. Kerja 1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa usia Ibu sekarang ? 2. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?... 3. Apakah ibu ingin menyampaikan sesuatu ? Saya yakin ada yang ingin Ibu ceritakan … 4. Coba Ibu ceritakan apa yang menyebabkan ibu terus berduka… Apa yang menyebabkan Ibu merasa bersalah ? … apakah dokter dan perawat di sini telah membuat kesalahan terhadap anak Ibu ?... 5. Baiklah Ibu, saya paham dengan perasaan Ibu saat ini. Memang wajar setiap orang akan mengalami kesedihan ketika kehilangan orang yang disayangi. Kami semua di sini pun ikut bersedih Bu, tetapi semua itu tidak terlepas dari kehendak Yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanya mampu berserah diri dan menerima semua ini…

6. Ibu ingin minum ? saya ambilkan ya Bu… Bagaimana dengan makan ? Coba sedikit ya Bu agar Ibu tidak lemas.. 7. Wah… bagus sekali Ibu sudah menghabiskan sarapannya… 8. Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi Ibu ? 9. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Ada empat hobi yang ibu kuasai.. 10. Ternyata banyak kegiatan yang Ibu bisa lakukan untuk menghalau kesedihan Ibu… c. Terminasi 1. Evaluasi (Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi, bagaimana perasaan Ibu saat ini? (obyektif)

: Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan

sesekali melihat perawat. Klien masih nampak sedih walaupun sedikit berkurang. 2. Tindak lanjut Nah Bu, ini sudah 15 menit. Apakah ingin dilanjutkan ? Jadi kita cukupkan saja dulu perbincangan kita.. Sekarang Ibu istirahat dulu. Usahakan Ibu makan dan minum ya Bu, supaya tubuhnya tidak lemas.. Kalau nanti ada yang ingin Ibu ceritakan atau tanyakan kepada saya, Ibu bisa sampaikan saat pertemuan kita berikutnya. 3. Kontrak yang akan datang Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrolngobrol lagi sekitar pukul 14.00 WITA? Dan bagaimana kalau nanti kita membicarakan tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu nanti ingin mengobrol dimana? Apakah di tempat ini lagi? Baik bu nanti kita berbincang-bincang lagi, kalau begitu saya permisi dulu Bu, terima kasih karena Ibu sudah mau berbincang-bincang dengan saya.

DAFTAR PUSTAKA Dadang, Hawari. 1997. Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa. Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa Hidayat, A, Aziz Alimul. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan jilid 1. Jakarta : Salemba Medika. Kozier, B., Erb., & Oliver, R. 2004. Fundamental Of Nursing; Consept, Process And Practice Edisi 4. California : Addison-Wesley Publishing CO. Mubarak dan Chayatin. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC. Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta : ECG. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Related Documents


More Documents from "Dwi Marta R"

Lp Berduka Dan Kehilangan
January 2021 1
February 2021 1
Chef 2000
February 2021 0
February 2021 0