Lp Bph

  • Uploaded by: firda
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Bph as PDF for free.

More details

  • Words: 3,821
  • Pages: 22
Loading documents preview...
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. DEFENISI Benigna prostat hipertropi (BPH) adalah pemebesaran kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. (Suharyanto, 2013) Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran adenomateus dari kelenjar prostat. Benigna prostat hipertrofi adalah pembentukan jaringan prostat yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas

Benigna

prostat

hipertrofi adalah hiperflasi peri uretral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.(Hardjoyo, 2010)

B. Anatomi dan Fisiologi Urogenital Gambar 1. Prostat normal dan hiperplasia prostat

1

1. Uretra Merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.

Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 232

25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis. 2. Kelenjar Postat Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini terdiri

3

atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna. Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran

4

prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan. C. ETIOLOGI Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia prostat adalah: 1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut 2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat 3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati 4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan 5. Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia.(Hardjoyo, 2010)

D. PATOFISIOLOGI BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40

5

tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi. Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah menimbulkan infeksi. Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyclonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga pemenuhan kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.(Hardjoyo, 2010) E. TANDA DAN GEJALA Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif.

6

1. Gejala iritatif Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria) 2. Gejala Obstruktif Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overlow. Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal ginjal, peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala dapat dilihat dari stadiumnya a. Stadium I Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis b. Stadium II 1) Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc 2) Ada rasa tidak enak pada waktu BAK (disuria) 3) Nokturia c. Stadium III Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih d. Stadium IV Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar periodik. Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu: a. Rectal Grading Dengan rectal toucher diperkirakan seberapa prostat menonjol ke dalam lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan buli-buli kosong karena bila penuh dapat membuat kesalahan. Gradasi ini sebagai berikut: 1.1 cm . . . . . . . grade 0 1-2 cm . . . . . . . grade 1

7

2-3 cm . . . . . . . grade 2 3-4 cm . . . . . . . grade 3 >4 cm . . . . . . . grade 4 b. Clinical Granding Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya usia Urine Sisa urine

0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal

Sisa urine

0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1

Sisa urine 50-150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 2 Sisa urine

>150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3

Sama sekali tidak bisa kencing . . . . . . . grade 4 (Hardjoyo, 2010)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Analisis Urine pemeriksaan mikroskopis urine untuk melihat adanya lekosit, bakteri dan infeksi b. Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolic c. Pemeriksaan PSA (Prostat Spesifik Antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya biopsi atau sebagai deteksi dari keganasan d. Darah lengkap e. Leukosit f. Blooding time g. Liver fungsi 2. Pemeriksaan Radiologi a. Foto polos abdomen b. Prelograf intravena c. USG 8

d. Sistoskopi ( Suharyanto, 2013) G. KOMPLIKASI 1. Pielonefritis 2. Gangguan fungsi ginjal 3. Septikemia ( Suharyanto, 2013) H. PENATALAKSANAAN 1. Observasi (watchful waiting). 2. Terapi medicamentosa; penghambat adrenergik, penghambat enzim 5 alfa reduktrasi. 3. Terapi bedah. a. Transurethral Resection of the prostate (TURP) b. Transurethral incision of the prostate (TUIP) c. Prostaktetomi terbuka d. Prostaktetomi dengan laser.(Suharyanto, 2013)

I. PROGNOSIS Menurut Birowo dan Raharjo , prognosis BPH adalah : 1. Tergantung dari lokasi, lama dan ketra[atan retensi 2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan keruskan ginjal, jika keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu maka akan lebih dari 50 % fungsi ginjal hilang 3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi 4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine (Hardjoyo, 2010) BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

9

PADA PASIEN POST OP BPH A. PENGKAJIAN 1. Pengkajian a. Sirkulasi Tanda : Peninggian TD (Efek pembesaran ginjal). b. Eliminasi Gejala : 1) Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine, tetesan. 2) Keragu-raguan pada berkemih awal. 3) Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan 4) 5) 6) 7)

lengkap; dorongan dan frekuensi berkemih. Nokturia, disuria, hematuria. Duduk untuk berkemih. ISK berulang, riwayat batu (statis urinaria). Konstipasi (protrusi prostat ke dalam rectum).

Tanda : 1) Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih. 2) Hernia inguinalis; hemoroid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan). c. Makanan / Cairan Gejala : 1) Anoreksia; mual, muntah 2) Penurunan berat badan.

d. Nyeri / Kenyamanan Gejala : 1) Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatitis akut). 2) Nyeri punggung bawah. e. Keamanan Gejala : Demam. f. Seksualitas Gejala : 1) Masalah tentang efek kondisi / terapi pada kemampuan seksual.

10

2) Takut inkontinensia / menetes selama hubungan intim. 3) Penurunan kekutan kontraksi ejakulasi. Tanda :

Pembesaran, nyeri tekan prostat.

g. Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : 1) Riwayat keluarga kanker, hipetensi, penyakit ginjal. 2) Penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotik urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu / alergi obat mengandung simpatomimetik. 3) Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 2,2 hari. 4) Rencana Pemulangan : a) Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi, contoh kateter. (Hardjoyo,2010) B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut 2. Resiko infeksi 3. Resiko kekurangan volume cairan 4. Gangguan integritas kulit 5. Gangguan monilitas fisik 6. Kurang pengetahuan 7. Cemas / ansietas 8. Gangguan pola tidur C. INTERVENSI (RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN) 1. Nyeri Akut Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial, kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Batasan karakteristik : a. Laporan secara verbal atau non verbal b. Tingkah laku berhati-hati c. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) d. Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain, aktivitas berulang-ulang) e. Respon autonom (diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan pola nafas, nadi dan dilatasi pupil)

11

f. Tingkah laku ekspresif (gelisah, marah, menangis, merintih, waspada, napas panjang, iritabel) g. Berfokus pada diri sendirI h. Fokus menyempit (penurunan persepsi pada waktu, kerusakan proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan). Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri dengan indikator: a. Mengenali faktor penyebab b. Menggunakan metode nonanalgetik untuk mengurangi nyeri c. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan d. Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan e. Menggunakan sumber-sumber yang tersedia f. Mengenali gejala-gejala nyeri g. Mencatat pengalaman nyeri sebelumnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indikator: a. Melaporkan adanya nyeri b. Luas bagian tubuh yang terpengaruh c. Frekuensi nyeri d. Pernyataan nyeri. (Anonym, 2011) (Doengoes, 2000) Intervensi (NIC) : Manajemen Nyeri Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Intervensi : a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

12

R : berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan R : sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan R : lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman bagi pasien d. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) R : menghilangkan/mengurangi rasa nyeri, nyeri dapat terkontrol dan mempermudah kerjasama. (Wilkinson, 2011) (Doengoes, 2000)

2. Resiko infeksi Definisi : peningkatan resiko masuknya orgaanisme patogen. Faktor resiko : a. Prosedur invasive b. Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindarai paparan pathogen c. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan d. Peningkatan paparan lingkungan pathogen e. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, leukopenia,

penekanan respon inflamasi) f. Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan,

penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi PH, perubahan peristaltik) Tujuan (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor: a. Tidak didapatkan infeksi berulang 13

b. Tidak didapatkan tumor c. Status respirasi sesuai yang diharapkan d. Temperatur badan sesuai yang diharapkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam psien mengetahui cara cara mengontrol infeksi dengan indikator: a. Mendeskripsikan proses penularan penyakit b. Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi terhadap proses penularan penyakit c. Mendeskripsikan tindakan yang dapat dialkukan untuk pencegahan proses penularan penyakit d. Mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi e. Mendeskripsikan penatalaksanaan yang tepat untuk infeksi Intervensi (NIC) Kontrol Infeksi Definisi: meminimalkan mendapatkan infeksi dan transmisi agen infeksi Intervensi : a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain R : untuk menghindari penyebaran kuman penyebab infeksi b. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor R : untuk mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi sehingga dapat segera diberikan tindakan yang cepat c. Berikan antibiotik sesuai aturan R : meghambat perkembangan sehingga tidak terjadi proses infeksi d. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada perawat R : agar keluarga dan pasien dapat mengetahui dan mengidentifikasi terjadinya infeksi e. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah infeksi 14

R : agar klien dan keluarga dapat terhindar dari kuman penyebab infeksi Proteksi Infeksi Definisi : pencegahan dan deteksi dini pada pasien yang beresiko Intervensi : a. Monitor tanda dan gejala infeksi R : agar dapat segera di berikan tindakan b. Monitor kerentanan terhadap infeksi R : agar dapat mengontrol aktivitas klien sehingga tidak terjadi infeksi (Anonym, 2011) (Doengoes, 2000) 3. Resiko kekurangan volume cairan Definisi: penurunan cairan intravaskuler, interstisiil, dan atau mengarah intravaskuler. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium. Batasan karakteristik: Kelemahan, kehausan, penurunan turgor kulit/lidah, membran mukosa /kulit kering, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi, pengisian vena menurun, perubahan status mental,

konsentrasi

uriine

meningkat,

temperatur

tubuh

meningkat,

hematokrit meninggi, kehilangan berat badan seketika. Faktor yang berhubungan: a. Kehilangan volume cairan secara aktif b. Kegagaalan mekanisme pengaturan TUJUAN (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam keseimbangan cairan pasien normal dengan indikator : a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit normal d. Membrane mukosa lembab tidak ada rasa haus yang berlebihan INTERVENSI (NIC) : Menajemen Cairan

15

a. Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam R: Deuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal b. Dorong peningkatan pemasukan oral berdasrkan kebutuhan individu R: Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatik pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi atau hipovolemia c. Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral R: Memampukan deteksi dini/ intervensi hipovolemik, sistemik d. Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi R: Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi (Wirkinson,2011)(Doengoes, 2000) 4. Kerusakan integritas kulit Defenisi : perubahan pada epidermis dan dermis Batasan karakteristik : a. Gangguan pada bagian tubuh b. Kerusakan pada lapisan kulit c. Gangguan permukaan kulit Faktor yang berhubungan : Eksternal : Hipertermia atau hipotermia a. b. c. d. e.

Substansi kimia Immobilisasi fisik Kelembaban udara Faktor mekanik (yang dapat menimbulkan luka, tekanan dan rastrain) Radiasi

Internal : a. b. c. d.

Perubahan status metabolic Perubahan sensasi Perubahan turgor Deficit imunologi 16

Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ……x 24 jam integritas jaringan kulit dan mukosa normal dengan indicator : a. Elastsitas dalam retang yang diharapkan b. Pigmentasi dalam rentang yang diharapkan c. Warna dalam rentang yang diharapkan d. Bebas dari lesi e. Kulit utuh Intervensi (NIC) Pengawasan kulit a. Inspeksi kondisi luka operasi (warna, tekstur, edema dan panas) R : mengetahui kondisi luka bekas operasi b. Monitor adanya infeksi R : untuk mengetahui terjadinya infeksi atau tidak c. Lakukan perawatan luka pada bigian bekas operasi R : mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat proses penyebuhan luka d. Ajarkan pasien menggunakan pakaian longgar R : agar baju tidak menempel pada bagian luka (Wirkinson,2011) (Doengoes, 2000) 5. Gangguan mobilitas fisik Definisi : keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebih ekstremitas Batasan karakteristik : a. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar b. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik halus c. Perubahn gaya berjalan (penurunan kecepatan berjalan, kesulitan memulai berjalan, langkah sempit,kaki diseret, goyangan yang berlebihan pada posisi lateral) d. Bergerak menyebabkan nafas menjadi pendek Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam daya tahan pasien akan meningkat dengan indicator : a. b. c. d.

Menujukkan kebiasaan rutin Tertarik dengan lingkungan Tidak ada letargi Gula darah normal

17

Intervensi (NIC) : a. Kaji tingkat ketergantungan pasien R : Untuk mengetahui tingkat kemandirian pasien b. Ajarkan tekhnik ambulasi dan berpindah yang aman R : Latihan pergerakan dapat membiasakan pasien sehingga terbiasa untuk beregerak c. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif R : Untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. (Wirkinson,2011)(Doengoes, 2000) 6. Kurang pengetahuan Definisi: tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif tentang hal yang spesifik. Batasan karakteristik: a. Mengungkapkan masalah b. Tidak tepat mengikuti perintah c. Tingkah laku yang berlebihan (histeris, apatis, sikap bermusuhan, agitasi) Faktor yang berhubungan : a. Kurang keinginan untuk mencari informasi b. Tidak mengenal sumber informasi c. Keterbatasan kognitif d. Kurang keinginan untuk mencari informasi e. Tidak mengenal sumber informasi Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam psien mengetahui tentang proses penyakit dengan indikator pasien dapat : a. Mendeskripsikan faktor penyebab dan factor resiko b. Mendeskripsikan tanda dan gejala c. Mendeskripsikan perjalanan penyakit d. Mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas penyakit e. Mendeskripsikan komplikasi f. Mendeskripsikan tanda dan gejala dari komplikasi 18

g. Mendeskripsikan tindakan pencegahan untuk komplikasi Intervensi (NIC) : Teaching: Pengetahuan Proses Penyakit Definisi : membantu pasien memahami informasi yang berhubungan dengan penyakit yang spesifik Intervensi a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik R : untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya b. Informasikan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit R : agar klien dapat mengetahui tanda dan gejala dari penyakit tersebut c. Jelaskan proses penyakit R : agar klien mengetahui tentang penyakit tersebut d. Identfikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat R : agar dapat diketahui penyebab penyakit(Wirkinson,2011)(Doengoes, 2000) 7. Cemas Defenisi : perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau kekutaatn yang disertai respon otonom , perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Faktor yang berhubungan : a. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama tujuan hidup b. Berhubungan dengan herediter c. Kebutuhan tidak terpenuhi d. Ancaman kematian e. Transmisi interpersonal f. Perubahan dalam : status peran, kesehatan, pola interaksi, fungsi peran lingkungan ekonomi Batasan karakteristik : a. Perilaku : gelisah, pergerakan yang tidak berhubungan, insomnia, resah

19

b. Affective : kesedihan yang mendalam, ketakutan, gugup, mudah tersinggung , nyeri hebat, focus pada diri sendiri c. Fisiologis : suara gemetar, gemetar, goyah, respirasi meningkat, nadi meningkat, nyeri abdomen, anoreksia, mual, tekanan darah meningkat dan pusing Tujuan (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam pasien dapat mengontrol cemas dengan indicator : a. Menyingkirkan tanda kecemasan b. Menurunkan stimulus lingkungan ketika cemas c. Menggunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi stress d. Melaporkan kebutuhan tidur adekuat Intervensi (NIC) : Pengurangan cemas : rasa, takut, cemas merasa dalam bahaya atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tudak diketahui a. Gunakan pendekatan yang menenangkan R : agar tidak meningkatkan rasa cemas klien b. Dorong keluarga untuk menemani klien R : kehadiran keluarga dapat membantu untuk mengurangi rasa cemas pasien c. Berikan informasi mengenai diangnosis, tindakan, dan prognosis R : agar pasien dapat mengonrol kecemsannya d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan ketakutan, persepsi R : biasanya perasaan akan lebih tenang setelah menceritakan permasalahan kepada orang lain e. Instruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi R : agar pasien dapat mengontrol/mengurangi kecemasannya. (Anonym,2011) (Doengoes, 2000) 8. Gangguan pola tidur NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan ansietas pasien dapat diatasi Kriteria Hasil : a Tanda-tanda vital dalam batas normal b Klien tidak sering terbangun di malam hari c Tidak mengalami kesulitan untuk tidur/tetap tidur d Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup 20

Intervensi NIC : a

Kaji dan pantau TTV dan catat jika adanya perubahan Rasional : Terganggunya pola tidur klien dapat mengakibatkan meningkatnya risiko hipotensi atau TTV dalam batas yang tidak

b

normal Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas efek obat-obatan dan suasana ramai Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain

c

dialami dan dirasakan pasien Anjurkan klien untuk memberi klien rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur. Rasional : dapat membantu klien untuk cepat tertidur dan membuat tidur lebih nyeyak sehingga meminimalkan risiko terbangun malam hari.

DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2011. Nanda Nic Noc PSIK UMM. http//www.umm.ac.id di update tanggal 9 Desember 2014 Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hardjoyo .2010. Benigna Hiperlapsia Prostat. http/www. google. co.id diupdate tanggal 30 Desember 2014 Suhartono Toto. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System Pekemihan. Jakarta : CV Trans Info Media Wilkinson. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatn Edisi 9. Jakarta : EGC

21

22

Related Documents

Lp Bph
January 2021 4
Lp Bph
February 2021 4
Pathway Bph
January 2021 1
Woc Bph
March 2021 0
Woc Bph
January 2021 7
Sap Bph Baru.doc
February 2021 0

More Documents from "prakassiwi yovi antari"