Lp Bph

  • Uploaded by: Asyiaah Valdesyiah
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Bph as PDF for free.

More details

  • Words: 2,007
  • Pages: 12
Loading documents preview...
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. DEFINISI Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. ( Brunner & Suddarth, 2000 ) Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari bulu-buli. ( Nursalam, 2006 ) BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)

B. ETIOLOGI Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain : 1. Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3. Interaksi stroma – epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat 5. Teori sel stem Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit C. PATOFISIOLOGI Ketika seorang berusia diatas 50 tahun, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadinya gangguan atau kerusakan pada organ-organ tubuh. Pada pria ketika menginjak usia 50 tahun keatas maka terjadi penurunan fungsi testis. Akibatnya adalah ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat ( dalam hal ini prostat dapat mencapai 60-100 gram atau bahkan lebih ). Pembesaran kelenjar prostat dapat meluas ke arah atas (bladder) sehingga mempersempit saluran uretra yang pada akhirnya akan menyumbat urine dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan didalam bladder. Sebagai kompensasi terhadap tekanan uretra prostatika maka otot-otot destrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan ini. Kontraksi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli. Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara

ureter ini akan menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gagal ginjal. Pada klien benigna prostat hiperplasia urine yang dikeluarkan tidak tuntas sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi, sehingga seseorang cenderung mengejan untuk mengeluarkan urine tersebut dan menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen sehingga dapat menimbulkan hernia dan hemoroid. Pembesaran prostat ini akan menimbulkan keluhan atau tanda dan gejala seperti sulit memulai miksi, nokturia ( bangun tengah malam untuk berkemih ), sering berkemih anyang-anyangan, abdomen tegang, pancaran urine menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling ( urine menetes terus setelah berkemih ), rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, sakit atau nyeri ketika berkemih, retensi urine akut ( bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih ), anoreksia, mual dan muntah. Apabila tidak segera ditangani, dapat menimbulkan komplikasi antara lain gagal ginjal, hemoroid dan hernia bahkan kematian. D. TANDA DAN GEJALA 1. Gejala iritatif meliputi : a. Peningkatan frekuensi berkemih b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi) c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi) d. Nyeri pada saat miksi (disuria) 2. Gejala obstruktif meliputi : a. Pancaran urin melemah b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik c. Kalau mau miksi harus menunggu lama d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus f. Urin terus menetes setelah berkemih

g.

Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

inkontinensia karena penumpukan berlebih. h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar. 3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi : a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat. c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis. E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG 1. Urinalisa Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA

< 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml 2. Pemeriksaan darah lengkap Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum. 3. Pemeriksaan radiologis Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat

sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin. F. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000). Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005) G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada klien

benigna

prostat

hiperplasia

terdiri

dari

penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan diit. 1. Penatalaksanaan medis a. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti : doxazosin, prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada kandung kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini menyebabkan meningkatnya laju

aliran kemih dan mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan antibiotik. b. Pembedahan 1) Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope tapi dilengkapi dengan alat pemotong dan couter yang disambungkan dengan arus listrik dimasukan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang diberi pelumas yang ditempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus dibuang dengan irisan dan tempat tempat pendarahan dihentikan dengan couterisasi. Setelah TUR dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter ) ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian ditraksi pada kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar

dipasang untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih. 2) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih.. 3) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum. 4) Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. 5) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. 6) Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat. 2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner and Suddart, (2000) a. Mandi air hangat b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul. c. Menghindari minuman beralkohol d. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari. e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum tidur. 3. Penatalaksanaan diit menurut Brunner and Suddart, (2000) Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk menghindari minuman beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan yang terlalu berbumbu serta menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari. H. PROGNOSIS

Menurut Birowo dan Rahardjo (http://lannymuklim.wordpress.com/benignprostat-hipertrofi-or-bph/) prognosis BPH adalah: 1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi. 2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan lebih dari 50% fungsi ginjal hilang. 3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi. 4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine.

BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Pengkajian pada klien benigna prostat hiperplasia menurut Doenges, (1999) dan Brunner and Suddart (2000) diperoleh data sebagai berikut : 1. Sirkulasi Tanda : Peninggian TD ( efek pembesaran ginjal ) 2. Eliminasi Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine ; tetesan, Keragu-raguan pada berkemih awal, Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih, Nokturia, disuria, hematuria, Infeksi saluran kemih berulang, riwayat batu, Konstipasi. Tanda : Distensi kandung kemih, nyeri tekan kandung kemih. 3. Makanan/cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan. 4. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Nyeri suprapubis, panggul atau punggung dan rasa tidak nyaman pada abdomen, kolik renalis. 5. Keamanan Gejala : Demam 6. Seksualitas Gejala : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual, Takut Inkontinensia/menetes selama hubungan intim, Penurunan kekutan kontraksi ejakulasi. Tanda : Pembasaran, nyeri tekan prostat. 7. Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, Penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotik urinaria. B. DIAGNOSA 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologi 3. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan spasme kandung kemih. 4. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 5. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses bedah. 6. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi

DAFTAR PUSTAKA Biroho dan Raharjo. http://lannymuklim.wordpress.com/benign-prostat-hipertrofi-orbph. diakses tanggal 12 Juni 2014 di Makassar Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa, Brahm U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan SistemPerkemihan Ed 1. Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Related Documents

Lp Bph
January 2021 4
Lp Bph
February 2021 4
Pathway Bph
January 2021 1
Woc Bph
March 2021 0
Woc Bph
January 2021 7
Sap Bph Baru.doc
February 2021 0

More Documents from "prakassiwi yovi antari"

Lp-ggk
January 2021 3
Lp Bph
February 2021 4