Lp Dan Askep Labiopalatoskisis

  • Uploaded by: Raufia Ardini
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Dan Askep Labiopalatoskisis as PDF for free.

More details

  • Words: 9,841
  • Pages: 52
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Labiopalatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21). Berdasarkan Asian Congress of Oral dan Maxillofacial Surgeons (ACOMS) ke-10 yang dilaksanakan di Kuta , Bali pada 15-18 November 2012 didapati bahwa penderita kelainan labiopalatoskisis di Indonesia setiap tahun bertambah rata-rata 7500 orang yang mana kira-kira dijumpai 1 anak yang menderita labiopalatoskisis dari sekitar 700 kelahiran anak di Indonesia. (Antara News, 2012). Sementara itu di Banyumas sendiri terdapat 117 kasus pada tahun 2013, 86 kasus pada tahun 2014 , 45 kasus pada tahun 2015 dan terakhir sekitar 110 kasus pada tahun 2016. (Satelitpost,2016). B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan labiopalatoskisis ? 2. Bagaimana klasifikasi labiopalatoskisis ? 3. Bagaimana etiologi labiopalatoskisis ? 4. Bagaimana patofisiologi labiopalatoskisis ? 5. Bagaimana manifestasi klinis labiopalatoskisis ? 6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada labiopalatoskisis ? 7. Bagaimana penatalaksanaan labiopalatoskisis ? 8. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada labiopalatoskisis ? 9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada labiopalatoskisis ? 10. Bagaimana asuhan keperawatan ilustrasi pada labiopalatoskisis ?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan labiopalatoskisis. 2. Untuk mengetahui klasifikasi labiopalatoskisis. 3. Untuk mengetahui etiologi labiopalatoskisis. 4. Untuk mengetahui patofisiologi labiopalatoskisis. 5. Untuk mengetahui manifestasi klinis labiopalatoskisis. 6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada labiopalatoskisis. 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan labiopalatoskisis. 8. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada labiopalatoskisis. 9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada labiopalatoskisis. 1

10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan ilustrasi pada labiopalatoskisis.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167). Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003). Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003). Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (sumbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21). Sumbing Palatum adalah suatu cacat lahir bawaan pada bagian wajah yang memperlihatkan bagian langit-langit mulut yang terbelah. Pada bayi normal sumbing pada palatum ini akan menyatu pada minggu ke 6 dan minggu ke 11 kehamilan, sedangkan pada anak-anak ini palatumnya gagal untuk menyatu. Sumbing palatum ini dapat muncul dalam dua bentuk tergantung celah tersebut ada di satu sisi (unilateral) atau kedua sisi (bilateral) dari garis tengah. B. Klasifikasi 1. Klasifikasi menurut struktur-struktur yang terkena menjadi : a. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum. b. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.

3

Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum. 2. Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk : a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. 3. Klasifikasi menurut organ yang terlibat : a. Celah bibir (labioskizis) b. Celah di gusi (gnatoskizis) c. Celah dilangit (Palatoskizis) d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit – langit (labiopalatoskizis). 4. Klasifikasi celah palatum Menurut sistem Veau, sumbing palatum dibagi menjadi empat tipe klinis, yaitu : a. Sumbing dari palatum mole saja b. Sumbing dari palatum mole dan durum, meluas kedepan ke foramen insisivus c. Sumbing langit-langit unilateral komplit, biasanya bersamaan dengan sumbing bibir unilateral d. Sumbing langit-langit bilateral komplit, biasanya bersamaan dengan sumbing bibir bilateral.

4

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC Medical genetics. 2004, 154.) C. Etiologi Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis, antara lain: 1. Faktor Genetik Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak. 2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal). Zat – zat yang berpengaruh adalah: a. Asam folat b. Vitamin C c. Zn 3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional. 4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah: a. Jamu Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut. b. Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

5

c. Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain : 1) Talidomid, diazepam (obat – obat penenang) 2) Aspirin (Obat – obat analgetika) 3) Kosmetika yang mengandung merkuri & timah

hitam (cream

pemutih) 5. Faktor lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio palatoschizis, yaitu: a. Zat kimia (rokok dan alkohol) Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional. b. Gangguan metabolik (DM) Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional. c. Penyinaran radioaktif Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional. d. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh

terjadinya

kelainan

kongenital

terutama

labio

palatoschizis. 6. Faktor usia ibu Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu. 7. Stress Emosional

6

Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan cleft lips dan cleft palate. 8. Trauma Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima. D. Patofisiologi Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan. PATHWAY Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang

Toksikosis selama kehamilan

Kegagalan fungsi palatum palatum

Genetic

kegagalan fungsi

Pada garis tengah nasi

Reflex mengisap ASI, yang terganggu akibat adanya patologis, pucat, turgor kulit jelek, kulit kering, perut kembung, BB menurun

Infeksi

dengan septum

Bayi rewel, menangis, tidak dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman, sulit menhisap dan menelan 7 ASI.

Adanya sumbing pada bibir dan palatum

Adanya disfungsi tuba eustachi yang dapat mengakibatkan terjadinya otitis media serta gangguan pendengaran, adanya sifat kurang menerima, sensitive,

Adany a ganggu an pertum buhan anatom i nasofar ing, adanya garis jahitan pada

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Resti trauma sisi pembed ahan

Resti trauma sisi pembedahan

Resti perubahan menjadi orangtua Referensi :

Ganggua n rasa nyaman, nyeri

1. Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC 2. Doengoes Marlin. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC E. Manifestasi Klinis 1. Pada Labio skisis a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir 2. Pada Palato skisis a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. b. Adanya rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari. e. Kesulitan dalam menghisap/makan. f. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan g. Gangguan komunikasi verbal F. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan prabedah rutin (misalnya hitung darah lengkap) Pemeriksaan leukosit eritrosit trombosit Hb Ht

Hasil 13.000 mg/dl 3500 mg/dl 270.000 mg/dl 16 gr/dl 30 8

Normal 9000 – 12000/ mm3 4,7-6,1 juta 200.000 -400.000 mg/dl 12-24 gr/dl 33-38

Kalium Natrium

4,8 mEq 138 mEq

3,6-5,8 mEq 134-150 mEq

b. Pemeriksaan Diagnosis 1) Foto Rontgen Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa prenatal untuk celah bibir

baik unilateral maupun bilateral,

memungkinkan dengan USG pada usia janin 18 minggu. Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan USG prenatal. Ketika diagnosa prenatal dipastikan, rujukan kepada ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha mencegah. Setelah lahir, tes genetic mungkin membantu menentukan perawatan terbaik untuk seorang anak, khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik.

Pemeriksaan genetik juga

memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk mendapat anak lain dengan celah bibir atau celah palatum. 2) Radiologi Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan melakukan foto rontgen pada tengkorak. Pada penderita dapat ditemukan celah processus maxilla dan processus nasalis media. 3) Pemeriksaan fisik 4) MRI untuk evaluasi abnormal G. Penatalaksanaan Tujuan dan intervensi bedah dan pembedahan adalah memulihkan struktur anatomi, mengoreksi cacat dan memungkinkan anak mempunyai fungsi yang normal dalam menelan, bernapas dan berbicara. Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur ± 3 bulan, tetapi pada beberapa rumah sakit dilakukan segera setelah lahir. 1. Manajemen perawatan celah bibir a Perawatan pra bedah 1) Pemberian makan Pemberian makan pertama kali sukar, tetapi tergantung pada derajat deformitas yang dialami pada kasus ringan, ada kemungkinan memberi ASI langsung kepada bayi. Jika tidak, pemberian susu botol mudah dilakukan. Akan tetapi, bila

9

menghisap susu dari botol sulit dilakukan bayi, makanan dapat diberikan menggunakan sendok atau biarkan bayi menghisap dari sendok. a) Bila celah bibir tidak disertai celah palatum, bayi hanya mengalami sedikit kesukaran dalam makan atau sama sekali tidak kesukaran. b) Jika celah bibir disertai celah palatum, bayi mengalami masalah bukan saja dalam menelan tetapi juga dalam menghisap karena palatum yang lengkap dan utuh diperlukan untuk memanifulasi puting dan menghisap ASI. Regurgitasi ASI melalui hidung menimbulkan masalah lain yang membahayakan. Inhalasi ASI harus dicegah dengan mempersiapkan penyedot setiap saat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat penting agar menjamin bahwa bayi dalam keadaan fisik yang baik, mengalami kenaikan BB dan tidak mengalami anemia. Bila dijumpai adanya anemia, harus ditangani kapan saja terjadi. 2) Pemberian antibiotik Pemberian antibiotik sebagai profilaksis

bertujuan

menjamin bahwa pada masa pascabedah, anak tidak mengalami bahaya yang disebabkan oleh mikroorganisme yang telah ada ataupun yang masuk selama masa bedah dan pascabedah . 3) Persiapan Prabedah Prinsip manajemen prabedah bertujuan mencapai atau mempertahankan status fisik yang menjamin bahwa anak mampu mengatasi trauma akibat intervensi bedah. Tujuan selanjutnya adalah menghilangkan atau mengurangi terjadinya komplikasi selama atau setelah pembedahan melalui antisipasi yang saksama dan pengobatan yang tepat. 4) Perawatan pascabedah Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merawat anak yang sudah selesai mengalami operasi perbaikan celah bibir meliputi : a) Imobilisasi lengan merupakan aspek penting perawatan, untuk mencegah bayi menyentuh garis jahitan b) Sedasi, anak yang menangis dapat mengingkatkan tegangan pada garis jahitan. Pemberian sedasi sering kali dianjurkan

10

untuk mengurangi tegangan, walaupun tegangan sudah dikurangi dengan mengenakan peralatan seperti busur logam c) Pembalutan garis sedasi, biasanya jahitan sudah dibuka antar hari ke-5 dan ke-8. Garis jahitan biasanya ditinggal tanpa penutup dan kebersihan dipertahankan dengan mengelap area tersebut dengan air steril atau salin normal setelah selesai makan. d) Pemberian makan dapat segera dimulai setelah bayi sadar dan refleks menelan positif. 2. Manajemen perawatan celah palatum Saat optimum untuk operasi perbaikan celah palatum tetap merupakan masalah konvensional. Tindakan pembedahan umumnya dilakukan sebelum anak mulai berbicara. Sebagian besar ahli bedah plastik melakukan pembedahan diantara usia 15 dan 18 bulan tetapi beberapa berpendapat bahwa operasi harus ditunda sampai usia 7 tahun untuk memungkinkan perkembangan tulang wajah secara lengkap. Operasi lebih baik dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman khusus dalam pekerjaan ini. Infeksi luka harus dicegah dengan antibiotik yang sesuai. Pemberian makan dapat merupakan masalah yang sulit pada anak tersebut, karena adanya lubang antara rongga mulut dan hidung. Namun, pemberian ASI dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Bila pemberian ASI tidak dapat dilakukan secara langsung, sebaiknya digunakan puting karet besar yang menutup sebagian lubang palatum. Pembesaran lubang puting karet dapat menolong banyak anak penderita celah palatum. Banyak percobaan yang mungkin diperlukan untuk membentuk kebiasaan makan yang benar. Terkadang, penggunaan pipet mengatasi masalah pemberian makan. Pemberian makan melalui sonde harus dihindari karena akan menghalangi penggunaan otot orofaring Diet pascabedah langsung harus terdiri atas cairan jernih, seperti minuman glukosa. Sekali diberikan diet normal harus terdiri atas makanan lunak disusul dengan air steril. Makanan keras dan manisan harus diberikan selama 2/3 minggu setelah pembedahan. Pengangkatan jahitan biasanya dilakukan di kamar bedah dibawah sedasi diantara hari ke-8 atau ke-10 Bila kemampuan bicara anak tidak berkembang secara memuaskan, berikan terapi wicara. Ahli terapi wicara harus dijadikan sumber konsultasi pada 11

semua kasus dan rencana disusun untuk memastikan perkembangan bicara yang adekuat. Kuantitas pengobatan atau latihan yang akan diberikan oleh seorang ahli terapi wicara terbatas, sehingga beban utama ditanggung oleh ibu. Oleh sebab itu, baik ibu maupun anak harus ambil bagian dalam pelajaran ini dengan ahli terapi wicara sehingga ibu dapat melanjutkan terapi dirumah. Melalui latihan yang cermat, ada kemungkinan bagi anak untuk mencapai tingkat bercakap yang memungkinkan anak untuk berkomunikasi bebas dengan orang lain pasa saat mulai sekolah. Orang tua memerlukan dukungan yang banyak dari unit celah palatum menyimpan album foto gambaran sebelum dan sesudah dari kasus yang berhasil untuk memperlihatkan kepada orang tua dan menenteramkannya bahwa bayinya akan terlihat baik setelah operasi. 3. Pemberian makan dan minum Pemberian makan dan minum pada pasien dengan labioschisis dan palatoschisis bertujuan untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit sesuai program pengobatan. H. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah: 1. Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau. 2. Maloklusi – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi. 3. Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder. 4. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi. 5. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan 6. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.

12

7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya

bayi

menjadi kekurangan nutrisi

sehingga

menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi. 8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah. 9. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal. 10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya crosbite. 11. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri dan citra tubuh. I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a.

Biodata Dijumpai pada bayi baru lahir/bulan/tahun, lingkungan tempat tinggal orang tua dekat bahan toksik ( periode fusi kedua ). Rasio bayi laki-laki dan perempuan 6:4 ( Markum. 1996. 254 )

b.

Riwayat Kesehatan 1) Prenatal Adanya satu atau lebih faktor predisposisi terjadinya labio / palato skisis antara lain toksisitas selama kehamilan. 2) Post Natal Kondisi labio palato skizis adanya riwayat kesulitan dalam proses

meneteki, mudah tersedak, distres pernafasan, dispnea. c.

Pemeriksaan Fisik 1) Pada labio skisis a) Distorsi pada hidung

13

b) Tampak sebagian atau keduanya c) Adanya celah pada bibir 2) Pada palato skisis a) Tampak ada celah pada tekak ( uvula ), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive b) Adanya rongga pada hidung c) Distrosi hidung d) Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

2. Diagnosa Keperawatan a. 1)

Pra bedah Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

2) 3)

dengan gangguan dalam pemberian makan. Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan. Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stres

4) b.

akibat hospitalisasi. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan. Pasca bedah 1) Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan teknik pemberian makan yang baru dan perubahan diet pascaoperasi. 2) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan tekhnik pemberian makan, dan perawatan di rumah 3) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan 4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan 5) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis, efek anestesi.

3. Perencanaan Pra bedah a.

Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan dalam pemberian makan. 14

1) Tujuan : Nutrisi yang adequat dapat dipertahankan 2) Kriteria Evaluasi: a) Adanya peningkatan berat badan b) Adaptasi dengan metode makan yang sesuai 3) Intervensi :

Intervensi 1. Bantu

Rasional dalam 1.

ibu

Membantu

ibu

dalam

menyusui, bila ini adalah keinginan memberikan Asi dan posisi puting ibu. Posisikan dan stabilkan puting yang stabil membentuk kerja lidah susu dengan baik di dalam rongga dalam pemerasan susu. mulut. 2. Bantu menstimulasi refleks 2. Karena pengisapan di perlukan ejeksi Asi secara manual / dengan

untuk menstimulasi susu yang

pompa

pada awalnya mungkin tidak ada

payudara

sebelum

menyusui 3. Gunakan botol dan dot 3.

Karena

ketidakmampuan

botol yang sesuai (dot botol yang seorang bayi dengan celah palatum lunak, dipotong serong; botol-peras membuat suatu ruangan hampa, ia atau botol biasa; botol terutama dapat mengalami refleks mengisap yang

dirancang

untuk

bayi yang tidak efektif. Penggunakan dot

prematur) untuk memberi makan botol, pada bayi.

botol

yang

tepat,

memudahkan aliran cairan sehingga dapat

meningkatkan

pemberian

makan. Dot botol khusus yang diguanakan bergantung pada tingkat keparahan celah tersebut.

4. Tempatkan dol botol di dalam 4. mulut

bayi,

pada

Meletakkan dot botol

sisi dengan

cara

berlawanan dari celah, ke arah menstimulasi belakang lidah.

“stripping” 15

bayi

ini

dapat tindakan

(menekan

dot botol melawan lidah dan atap

mulut

untuk

mengeluarkan susu ). Posisikan bayi tegak 5. Posisi ini mencegah

5. atau

semi-fowler,

tetap

relaks

namun tersedak dan regurgitasi per selama nasal.

pemberian makan. 6. Sendawakan

bayi 6.

setelah

Bayi

perlu

disendawakan

setiap dengan frekuensi yang sering karena

pemberian 15 hingga 30 kelainan

tersebut

dapat

ml susu, tetapi jangan menyebabkan menelan udara lebih pindahkan terlalu

botol banyak sehingga menimbulkan rasa

dot

selama tidak nyaman. Melepa dot botol

sering

terlalu sering dapat melelahkan, atau

pemberian makan.

membuat bayi frustasi sehingga menyebabkan

pemberian

makan

tidak komplet. 7. Coba untuk memberi makan 7.

Pemberian makan yang lebih

selama kira-kira 45 menit atau lama kurang

untuk

setiap

bayi

dapat

makan

tersedak

atau

tegak,

bayi

berat badan yang sangat kurang.

Apabila

letakkan

melelahkan

kali sehingga menyebabkan pencapaian

makan. 8.

dapat

tidak 8.

tegak

mengurangi

tanpa risiko aspirasi; menggunakan sebuah

teraspirasi, spuit dan slang karet lunak yang posisi mampu menampung cairan di bagian

dalam dan

Posisi

beri

makan belakang

mulut

bayi

dapat

dengan mengguanakn spuit mengurangi aspirasi melalui celah serta slang karet lunak. b.

Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan 1) Tujuan : tidak menunjukkan tanda –tanda infeksi sebelum atau sesudah infeksi 2) Kriteria Evaluasi : 16

a) Luka tampak bersih, kering b) Tidak oedema 3) Intervensi Intervensi Rasional 1. Beri minum bayi sebanyak 1. Air 5-10

ml

air,

setelah

dapat

membersihkan

setiap pasase nasal dan palatum, serta

pemberian makan.

mencegah saluran

susu

mengumpul

eustasia,

yang

gilirannya

dapat

di pada

mencegah

pertumbuhan bakteri yang dapat 2.

mengarah pada terjadinya infeksi. Buang formula atau 2. Merontokkan dan

susu

yang

menggunakan dalam botol, dapat menjaga agar

dengan aplikator

mengering melepaskan materi ayng berkerak

yang

berujung celah tersebut bersih dan bebas dari bakteri sehingga mengurangi resiko

kapas basah 3.

infeksi. Setelah setiap pemberian 3. Mengatur posisi bayi dengan

makan, letakkan bayi di ayunan cara ini dapat mencegah aspirasi bayi atau baringkan bayi di tempat yang

dapat

menimbulkan

tidurnya dengan posisi miring pneumonia. kanan dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30. 4. Kaji bayi

untuk 4.

Kekambuhan

otitis

media

menentukan bila ada tanda infeksi, yang terjadi akibat saluran eustasia termasuk drainase telinga yang yang tidak normal dapat diakaitkan berbau dan demam. Beri obat dengan celah bibir palatum. antibiotik sesuai program. c. Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stres akibat hospitalisasi. 1) Hasil yang diharapkan: orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat tentang kondisi bayi, dapat melibatkan perawatan bayi ke dalam gaya hidup normal mereka, serta mengekspresikan perasaan mereka tentang penampilan bayi.

17

Intervensi 1. Beri

Rasioanal kesempatan 1. Kesempatan

pada

tua

orang

untuk meningkatkan

ini ikatan

dan

serta mempersiapkan orang tua dalam

menggendong

memeluk bayi, dan dapat perawatan bayi di rumah. mempraktikan

tugas

pemberian

perawatan

sebelum pemulangan. 2. Anjurkan orang tua untuk 2. Mempersiapkan anggota keluarga mempersiapkan anggota keluarga,

untuk

termasuk saudara kandung dan

memungkinkan

kerabat lain, untuk menyambut

beradaptasi dengan penampilan

kehadiran

bayinya,

di

rumah.

Nasihatkan

mereka

untuk

menjelaskan

kepada

seluruh

anggota

bayi

keluarga,

tentang

bayi

dengan

penampilan

kedatangan

orang

dan tua

bayi mereka

memungkinkan berfokus

pada

kebutuhan bayi yang mendesak.

menggunakan istilah sederhana, memperlihatkan kepada mereka gambar, dan meminta mereka mengunjungi bayi di rumah sakit. 3. Anjurkan orang tua untuk 3. memperlakukan

bayi

Orang tua memiliki pemikiran

layaknya bahwa

bayi

anggota keluarga yang normal, individu dan

menjadwalkan

perawatan

mereka

mereka

yang

merupakan

normal,

dengan

kegiatan menderita celah bibir atau palatum ke

dalam bukan sebagai individu yang sedang

rutinitas sehari-hari.

sakit

sehingga

dapat

memberi

perawatan di rumah yang adekuat, 4.

dan menjaga keutuhan keluarga. Anjurkan orang tua untuk 4. Meminta bantuan orang lain

meminta bantuan dari anggota dalam perawatan bayi dan pemberian keluarga yang lain atau dari teman makan dapat memberi orang tua saat

memberi

makan

dan kesempatan

18

beristirahat,

serta

perawatan bayi. 5.

Rujuk

berfokus pada kebutuhan mereka orang

sendiri. ke 5. Kelompok

tua

pendukung

kelompok pendukung yang tepat memberi kesempatan pada orang tua serta pusat kraniofasial, jika ada.

untuk

berbagi

perasaan

dan

pengalaman dengan orang lain, yang juga memiliki situasi sama, dapat mengurangi

kecemasan

meningkatkan

ketrampilan koping

serta

ketrampilan

dan

penyelesaian

masalah. Pusat kraniofasial memiliki pengalam dalam memberi perawatan bagi anak-anak dengan celah palatum atau celah bibir. d.

Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan 1) Hasil yang diharapkan : orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh mengekspresikan pemahaman tentang kebutuhan pembedahan dan berpartisipasi dalam perawatan pra dan pascabedah anak atau bayi. Intevensi Rasional 1. Kaji pemahaman orang tua 1. Pengkajian ini merupakan tentang

kelainan

anak

dan dasar untuk penyuluhan.

kebutuhan pembedahan. 2. Jelaskan kepada orang tua 2.

Penjelasan yang demikian

prosedur pembedahan, termasuk mempersiapkan orang tua tentang prosedur pembedahan itu sendiri, prosedur perioperasi dan hasil yang lama

pembedahan,

serta diharapkan

sehingga

dapat

penampilan anak yang diharapkan mengurangi kecemasan. saat pascaoperasi. 3. Demonstrasikan

kepada 3.

Mendemostrasikan

teknik

orang tua teknik pemberian makan pemberian makan dan menggunakan yang benar, untuk dipraktekan restrain lengan membantu orang tua setelah pembedahan (meletakkan mengenal perawatan pascaoperasi 19

slang pada mukosa bukal dan sehingga dapat mengurangi rasa mengalirkan cairan sedikit demi cemas. sedikit

melalui

spuit);

minta

mereka untuk mempraktikan teknik tersebut.

Juga

demonstrasikan

penggunaan restrain yang benar pada lengan sehingga mencegah bayi atau anak menyentuh dan mengaggu insisi. Pasca bedah a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis, efek anestesi. 1) Tujuan : Jalan nafas efektif 2) Kriteria Evaluasi : a) Anak bebas dari aspirasi b) Pernafasan teratur c) Bunyi nafas Vesikuler

3)

Intervensi :

Intervensi Rasional 1. Kaji status pernapasan bayi 1. Tanda

distres

atau anak setiap 4 jam untuk

mengindikasikan

mendeteksi

suara

yang

abnormal,

sianosis,

mendengkur,

atau

napas

yang

retraksi, pernapasan

cuping hidung.

20

ini

pneumonia,

membutuhkan

antibiotik.

dapat terapi

2.

Atur ulang posisi bayi atau

anak

setiap

2

jam.

2. Pengaturan-kembali

Setelah

posisi

dapat meningkatkan drainase

pembedahan celah bibir, bayi atau

sekresi paru.

anak dapat diletakkan dengan baik di ayunan bayi atau dalam posisi terlentang kepala

atau

miring

ditinggikan;

dengan setelah

pembedahan celah palatum, ia dapat di tempatkan pada posisi tengkurap. 3. Tempatkan bayi

atau anak 3.

Udara yang sejuk dan yang

dalam tenda lembap, sesuai dilempbapkan

membantu

program.

Pertahankan

bayi mencairkan sekresi sehingga dapat

diselimuti

dan

sprei membantu bayi atau anak bernapas

ganti

dengan teratur.

dengan lebih mudah. Menutupi tubuh

dengan

selimut

dapat

mencegah anak dari menggigil. 4.

Pertahankan bayi atau anak 4.

dalam

posisis

tegak

Posisi

tegak

mengurangi

dalam risiko tersedak dan aspirasi.

pemberian makan.

b. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan tekhnik pemberian makan, dan perawatan di rumah 1) Tujuan : Orang tua dapat memahami metode pemberian makan pada anak 2) Kriteria Evaluasi : a) Orang tua dapat mendemonstrasikan metode pemberian makan pada anak b) Orang tua dapat memahami perawatan dan pengobatan setelah pembedahan 3) Intervensi : b) Orang tua dapat mendemonstrasikan metode pemberian makan pada anak 21

Intervensi Rasional 1. Jelaskan pada orang tua 1. Penjelasan

yang

demikian

sifat dari kelainan dan kebutuhan dapat mengurangi kecemasan, dan untuk perawatan lanjutan.

meningkatkan kepatuhan terhadap terapi

yang

diprogramkan

dan

pembedahan selanjutnya. 2. Ajarkan orang tua dari bayi 2. Karena kelainan tersebut, orang yang mengalami celah bibir

tua perlu memberi perhatian

atau celah palatum, tentang

khusus saat pemberian makanan

teknik

bayi a. Karena kelainan ini mungkin

pemberian

makan

berikut ini: a. Beri bayi makan dengan

refleks menghisapnya tidak

menggunakan botol dan

efektif. Menggunakan alat

dot botol yang sesuai (dot

pemberian

bayi yang lunak berbentuk

sesuai

dapat

serong atau dot khusus

bahwa

ia

yang didesain untuk bayi

setiap porsi makanan yang

prematur; botol peras atau

diberikan.

botol biasa). b. Atur posisi didalam

dot

botol

mulut

bayi

berlawanan arah dengan celah dan mengarah ke bagian belakang lidah.

makan

yang

memastikan mengonsumsi

b. Meletakkan dot botol dengan cara

demikian,

menstimulasi

dapat gerakan

“menyedot”

yang

digunakkan

bayi

untuk

mngisap cairan dari dalam c. Pertahankan bayi dalam posisi

tegak

atau semi

fowler

botol. c. Mengatur posisi bayi tegak atau

semi

mencegah

d. Sendawakan bayi setelah setiap pemberian 15-30 ml.

fowler regurgitasi

nasal dan tersedak d. Menyendawakan sering

dapat

dapat

per

dengan

mengurangi

jumlah udara yang ditelan selama

pemberian

makan

sehingga mengurangi rasa 22

e. Bersihkan

celah

tidak nyaman bayi. e. Membersihkan celah segera

segera

setelah

setelah pemberian makan.

dapat 3.

pemberian

makan

mengurangi

resiko

infeksi. Bayi mungkin memerlukan

Jelaskan kepada orang tua 3.

tentang tujuan dan pembinaan pemantauan terhadap apnea, untuk penggunaan alat pantau apnea, jika mendeteksi alat pantau diprogramkan untuk berhubungan penggunaan di rumah.

episode

apnea

dengan

yang

kesulitan

pernapasan akibat aspirasi pemberian

makan. c) Orang tua dapat memahami perawatan dan pengobatan setelah pembedahan Intervensi Rasional 1. Ajarkan orang tua tentang teknik 1. Menggunakan

sendok

pemberian makan berikut ini : makan padat, dan spuit berujung a. Gunakan sendok, buka garpu, karet untuk cairan dapat untuk memberi anak makanan mengurangi risiko trauma pada lunak, serta souit berujung alur jahitan. Menggunakan sedotan karet atau mangkuk (jika dapat membahayakan alur jahitan. memungkinkan) untuk memberi cairan. b. Jangan

bayi

atau

biarkan

anak anak

menggunakan sedotan. 2. Ajarkan orang tua cara merawat 2.

Perawatan

alur

alur jahitan : jahitan yang benar dapat a. Gunakan larutan salin dan memastikan kebersihan aplikator berujung kapas sehingga mengurangi risiko untuk membersihkan alur infeksi, dan mengurangi jahitan. b. Oleskan salep antibiotik pembentukan kerak yang menyebabkan sesuai program untuk dapat menutup insisi. c. Periksa area insisi

23

jaringan parut membesar; bedah infeksi

membutuhkan

untuk melihat tanda infeksi, intervensi medis. misalnya,

kemerahan,

pembengkakan, dan drainase purulen, dan laporkan temuan tersebut kepada dokter. d. Beri air sedikit sedikit setelah pemberian

makan,

untuk

membuang sisa susu yang menempel,

mengingat

ini

merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan 3.

infeksi. Sampaikan kepada orang tua 4.

bahwa

mereka

Restrain lengan mencegah

harus bayi atau anak menggaruk alur

mempertahankan lengan bayi atau jahitan, atau memasukkan benda di anak

terfiksasi.

Jelaskan

bahwa dalam

mulutnya.

Melepaskan

mereka harus melepas restrain secara restrain memungkinkan ROM dan berkala, mempertahankan agar bayi mencegah

gangguan

atau anak tetap diawasi. neurovascular. 5. Setelah pembedahan celah 3. Mengatur posisi bayi atau bibir, instruksikan orang tua untuk anak

melalui

cara

ini,

mengatur posisi bayi atau anak pada mencegahnya menggosokkan bibir ayunan bayi, atau dalam posisi ke linen tempat tidur. miring

atau

telentang

jangan

menekan daerah abdomen dengan kepala

tempat

tidur

ditinggikan;

setelah pembedahan celah palatum, instruksikan meletakannya

orang

tua

dalam

untuk posisi

tengkurap. 6. Beri tahu orang tua untuk Menangis yang lama menyebabkan mengantisipasi perlunya bayi atau tegangan pada alur jahitan anak mengurangi tangisan. 7. Jelaskan kepada orang tua Inspeksi 24

telinga

dan

evaluasi

pentingnya perawatan tindak lanjut, pendengaran

sangat

penting,

termasuk perlunya inspeksi telinga karena

perkembangan

dan evaluasi dan pendengaran setiap eustaki

yang

saluran

abnormal

dapat

2-4 bulan dan pemeriksaan rutin serta mepredisposisi bayi atau anak pada imunisasi.

serangan otitis media yang lebih sering, yang dapat mengarah pada kehilangan

pendengaran.

Pemeriksaan rutin dan imunisasi membantu 8.

kesehatan optimal kemungkinan Anak-anak dengan celah palatum

Diskusikan

perawatan

lanjutan

kraniofasil memungkinkan

mempertahankan

di

pusat dapat mengalami hambatan wicara

regional

jika dan

termasuk

masalah

struktur

terapi sehingga

membutuhkan

wicara, perawatan otodontik, dan pembedahan. pembedahan.

ekstensif

geligi

Anak

mungkin

bergantung

pada

keparahan defek. c. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan 1) Tujuan : Rasa nyaman anak dapat di pertahankan 2) Kriteria Evaluasi : a) Anak tidak menangis b) Tidak labil c) Tidak gelisah 3) Intervensi: Intervensi Rasional 1. Kaji bayi atau anak untuk 1. Bayi atau anak mungkin terlalu mengetahui iritabilitas kehilangan

muda

selera

memeriksakan

makan,

dan

kegelisahan

setiap 2 jam setelah pembelahan.

nyaman

usianya

untuk

rasa

melalui

tidak

kata-kata;

petunjuk perilaku adalah satusatunya indikasi nyeri. 2.

Beri obat analgetik sesuai 2.

program. 3. Lakukan

Obat

analgesik

mengurangi nyeri. aktivitas 3. Aktivitas

25

dapat

pengalihan

pengalihan, misalnya, permainan, memfokuskan kembali kartu, videotapes, dan membaca anak, buku untuk anak yang lebih besar.

mengurangi

perhatian persepsinya

terhadap nyeri.

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan 1) Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kerusakan pada kulit 2) Kriteria Evaluasi : a) Insisi tetap utuh b) Tidak ada tanda infeksi c) Terdapat tanda-tanda penyembuhan 3) Intervensi : Rasional Intervensi 1. Lakukan perawatan alur sutura 1. Perawatan alur jahitan yang berikut

ini

setelah

pemberian

tepat menjamin tercapainya

makan, dan sesuai kebutuhan: a. Bersihkan garis sutura dengan menggunakan

larutan

kebersihan, pemisahan

salin

dan

basah. b. Oleskan salep antibiotik sesuai

jahitan,

pemberian

jumlah mungkin

pembesaran

jaringan parut. gejala

air

setelah

makan

untuk

membersihkan

yang

mengakibatkan

mencegah

pemisahan sutura. c. Pantau tanda dan infeksi. d. Beri sedikit

mengurangi

materi berkerak disekitar alur

program untuk melembapkan dan

sutura,

mengurangi resiko infeksi,

dan aplikator berujung kapas

mulut

mencegah

mulut

dari

setiap sisa susu, yang dapat menyebabkan 2.

bakteri. Pasang restrain lengan, sesuai 2.

program. latihan

pertumbuhan

Evaluasi pergerakan

sirkulasi sendi

setiap 2 jam.

Restrain lengan mencegah

dan bayi atau anak menggaruk alur

(ROM) jahitan atau meletakkan objek dalam mulutnya sampai insisi

26

pemulihan. Evaluasi memastikan sirkulasi

yang

adekuat,

dan

latihan ROM mencegah kekuatan 3.

Setelah

pembedahan

dan kontaktur otot. celah 3. Duduk ditempat duduk

bibir, posisikan bayi atau anak dengan bayi atau berbaring miring atau baik, berbaring miring atau terlentang terlentang setelah pembedahan bukan posisi telungkup pertahankan celah kepala

tempat

tidur

bibir,

mencegah

anak

ditinggikan; menggesekan bibirnya pada linen

setelah pembedahan celah palatum, tempat tidur, mengnurangi risiko posisikan anak atau bayi telungkup.

ruptur; setelah

berbaring

telungkup

pembedahan

celah

palatum mencegah tekanan pada 4.

Antisipasi

perlunya

alur jahitan. anak 4. Menangis

mengurangi menangis.

menyebabkan

tegangan pada alur jahitan yang dapat menyebabkan ruptur.

e. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan tampak kecacatan pada anak 1) Tujuan : Orang tua sering melakukan bonding dengan anak 2) Kriteria Evaluasi : a) Keinginan untuk merawat anak b) Mampu mengidentifikasi aspek positif pada anak 3) Intervensi : a) Kaji pemahaman orang tua tentang kecacatan dan keperluan setelah pembedahan b) Jelaskan tentang prosedur operasi : Lamanya, harapan yang diinginkan setelah pembedahan c) Demonstrasikan pada orang tua cara pemberian makan pada bayi atau anak d) Ajarkan melakukan bonding pada anak f. Pelaksanaan

27

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan labio palato skizis didasarkan pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip: a. Mempertahankan Nutrisi adekuat b. Mencegah Infeksi c. Mempersiapkan orang tua untuk dapat mengatasi stres akibat hospitalisasi d. Mempersiapkan orang tua untuk dapat mengatasi rasa cemas. e. Mencegah aspirasi dan obstruksi jalan nafas dan mempertahankan kepatenan pada jalan nafas f. Mempersiapkan orang tua untuk menerima keadaan bayi/ anak dan perawatan di rumah g. Meningkatkan rasa nyaman h. Mempertahankan keutuhan kulit i. Meningkatkan bonding orang tua-anak dan partisipasi dalam perawatan g. Evaluasi Setelah tindakan keperawatan dilakukan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing keperawatan sehingga : masalah teratasi atau tujuan tercapai a. Masalah teratasi atau tujuan tercapai sebagian. b. Masalah tidak teratasi atau tujuan tidak tercapai.

28

I. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Tanggal dan waktu pengkajian : 12 September 2016 pukul 09.10 WIB. b. Pengumpulan data dengan observasi secara langsung, bertanya pada keluarganya dan medical report bayi. c. Identitas Bayi 1) Nama : By Ny. S 2) Tanggal lahir/jam lahir : 11 September 2016/ 15.30 WIB 3) Jenis kelamin : Laki-Laki 4) No RM : 434371 5) Diagnosa Medis : Labiopalatoskisis, Polidactili dan Micropenis dengan Riwayat Asfiksia Ringan d. Identitas Orang Tua : Ibu 1) Nama ibu : Ny. S 2) Umur : 37 tahun 3) Alamat : RT 8/2, Manggis, Mojosongo, Boyolali 4) Pendidikan : SD 5) Kebangsaan : Indonesia 6) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 7) Agama : Islam Ayah 1) Nama Ayah : Tn. H 2) Umur : 40 tahun 3) Alamat : RT 8/2, Manggis, Mojosongo, Boyolali 4) Pendidikan : SMA 5) Kebangsaan : Indonesia 6) Pekerjaan : Swasta 7) Agama : Islam

e. Riwayat kehamilan dan kelahiran

29

1) Prenatal Jumlah

Pemeriksaan

ke

bidan

sebanyak

3x

(TM1=0,TM2=1x,TM3=2x) di bidan desa. Melakukan imunisasi TT 1x pada TM2, HPHT : 10-2-2016, HPL 17-11-2016, kenaikan BB selama hamil 10kg, oleh bidan diberi obat seperti vit.C, Fe, Kalk. Setiap periksa, ibu pasien melakukan USG dan USG terakhir (Umur kehamilan 7 bulan), ibu pasien mengetahui kalau janinnya memiliki

kelainan

bawaan.

Ibu

pasien

tidak

mengetahui

kehamilannya sampai trimester 2 dan sebelumnya ibu pasien sering mengonsumsi obat warung jika merasa pusing, mual dan muntah. 2) Intranatal Bayi Ny.S lahir tanggal 11 September 2016 pukul 15.30 WIB, masa gestasi 30 +1 minggu, status gestasi G3P2A0,bayi dilahirkan secara spontan dengan KPD 23 jam dan atas indikasi PER tempat melahirkan di RSUD Pandanarang Boyolali dibantu oleh Dokter Spesialis dan Bidan. 3) Post natal APGAR score 5-7-8 jenis kelamin Laki-laki, BB= 2800 gr, PB = 45cm, LK=32cm, LD=31cm air ketuban keruh berbau, tali pusat masih basah dan tampak layu. Nilai APGAR Angka penilaian

1 Menit

5 Menit

10 Menit

0

1

2

Bunyi

Tidak

Lambat

Diatas 100

1

2

2

jantung

ada

(<100)

Pernafasa

Tidak

Tidak

Menangis

1

1

1

n

ada

teratur

Tonus otot

Lemas

Sedikit

Pergeraka

1

1

2

fleksi

n aktif

Tidak

Menyeringa

Menangis

1

1

1

ada

i

kuat

Reflek

30

Warna

Biru

Badan

Seluruh

pucat

merah

badan

extermitas

merah

1

2

2

5

7

8

biru Jumlah

f. Pola Kesehatan 1) Pola Eliminasi a) BAB : belum b) BAK : belum 2) Pola Nutrisi a) Bayi terpasang Orogastric Tube ( OGT ) pada mulut sejak tanggal 11 September 2016 jam 16.00, nutrisi diberikan melalui Sonde berupa ASI ±5cc/3 jam dan masih terdapat residu ±1cc saat diberikan ASI melalui sonde

Parenteral berupa Infus D 10%

11cc/jam. 3) Pola Hygiene / Kebersihan Diri a) Selama di RS, bayi setiap hari dimandikan oleh perawat dengan menggunakan waslap basah kemudian dikeringkan dengan handuk. g. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda Vital a) DJ : 144 x/menit (teratur) b) Suhu : 37,6°C c) Respirasi : 60 x/menit ( tidak teratur) 2) Antropometri a) Berat Badan : 2800 gram b) Panjang Badan : 45 cm c) Lingkar Kepala : 32 cm d) Lingkar Dada : 31 cm 3) Pemeriksaan Head to Toe a) Kepala Cepal hematoma : tidak ada Cepal succedenium : Ada

31

Sutura : datar,lunak Rambut : Hitam keriting b) Mata Kesimetrisan : Simetris antara mata kanan dan kiri Sklera : ikterik Konjungtiva : anemis c) Hidung Lubang hidung : Ada dan kedua lubang hidung mengalami distorsi Cuping hidung : Ada d) Mulut dan Lidah Bibir : Mengalami distorsi Palatum : terbelah Warna palatum : Merah muda Warna lidah : Merah muda\ Terdapat secret pada mulut dengan warna coklat kemerahan e) Telinga Kesimetrisan : Simetris antara kiri dan kanan Warna : Sama dengan kulit wajah Daun telinga : ada Lekuk telinga (pina) : ada Rikoil : cepat Cairan yang keluar : Tidak ada dan tidak ada lesi f) Leher Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembesaran JVP : Tidak ada peningkatan g) Dada · Jantung I : Ictus Cordis terlihat pada ICS ke-5 P : Teraba Ictus Cordis pada ICS ke-5 P : Batas Atas : ICS II Parasternal kiri Batas kanan : ICS IV Parasternal kanan Batas Kiri : ICS IV Garis Midclavicula kiri A : Terdengar bunyi jantung S1, S2 Reguler. HR : 144 x/menit Paru – paru I : Pengembangan dada kanan dan kiri simetris, bentuk dada normal, terlihat retraksi dada, dan terlihat dispneu P : Pengembangan dada antara kanan dan kiri saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak ada gerakan tertinggal P : Suara sonor pada pada ICS ke-1 sampai ICS ke-7 A : terdengar suara tambahan yaitu ronchi kering h) Abdomen

32

I : Bentuk abdomen bulat lonjong, tidak terlihat asites A : Terdengar bising usus 11 x/menit P : Tidak terdapat distensi abdomen P : Suara timpani i) Tali pusat Tali pusat Masih basah, tampak layu, terdapat 2 arteri 1 vena dan terpasang Infus via Umbilikal sejak tanggal 16 juni 2012 pukul 16.00 yaitu D 10% 11cc/jam. j) Genetalia Alat kelamin mengalami Micropenis, Testis belum turun, skrotum belum terlihat k) Ekstremitas 1) Atas : Pergerakan : Baik Jari tangan kanan/kiri : Terdapat Polidactili pada kedua tangan dan jari-jari tambahan yang tumbuh tidak terdapat tulang hanya seperti daging tumbuh yang menyerupai jari Reflek menggenggam : ada, lemah Warna :merah muda 2) Bawah Pergerakan : baik Jari kaki kanan/kiri : Terdapat polidactili pada kedua kaki l) Integumen Warna kulit merah muda, tidak terdapat cyanosis, tekstur kulit halus m) Anus Mempunyai lubang anus n) Refleks primitive Moro: ada respon, pada saat diberi respon reflek kejut pada kaki dan tangan bayi menjadi kaget, bayi terkejut. Grasping: adanya reflek, pada saat diberi benda pada tangan bayi jari-jari bayi menggenggam ada reflak pada bayi namun masih lemah.

33

Stepping: tidak terkaji Rooting : ibu belum menyusui bayi, Sucking : tidak terkaji dikarenakan mulut mengalami distorsi 4) Penatalaksanaan a) Program terapi tanggal 17 Juni 2013 1) Infus D 10% kecepatan 11cc/jam 2) Inj. Ampicillin 150mg/12jam/IV 3) Inj. Gentamicin 16 mg/24 jam/IV b) Program Diit tanggal 17 Juni 2013 1) Diit OGT ASI 7x 5cc/hari 5) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan leukosit eritrosit trombosit Hb Ht Kalium Natrium h. Data Fokus Data Subyektif

Hasil 13.000 mg/dl 3500 mg/dl 270.000 mg/dl 16 gr/dl 30 4,8 mEq 138 mEq

Normal 9000 – 12000/ mm3 4,7-6,1 juta 200.000 -400.000 mg/dl 12-24 gr/dl 33-38 3,6-5,8 mEq 134-150 mEq

Data Obyektif 1. Bibir Mengalami distorsi, Palatum terbelah 2. Respirasi: 60 x/menit ( tidak teratur) 3. DJ : 144 x/menit (teratur) 4. Suhu : 37,6o C 5. Bayi terpasang Orogastric Tube ( OGT ) pada mulut sejak tanggal 11 September 2016 jam 16.00 6. Antropometri Berat Badan : 2800 gram Panjang Badan : 45cm Lingkar Kepala : 32 cm Lingkar Dada : 31 cm 7. Lubang hidung: Ada dan kedua lubang hidung mengalami distorsi 8. Tali pusat Masih basah, tampak layu, terdapat 2 arteri 1 vena dan terpasang Infus via Umbilikal 9. Nutrisi diberikan melalui Sonde berupa ASI ±5cc/3 jam dan Parenteral D 10% 11cc/jam.

34

10. Diit OGT ASI 7x 5cc/hari 11. Terdapat suara nafas tambahan berupa ronchi kering 12. Terpasang Infus via Umbilikal sejak tanggal 11 September 2016 pukul 16.00 13. Terdengar bising usus 11 x/menit 14. Warna kulit merah muda 15. Masih terdapat residu ±1cc saat diberikan ASI melalui sonde terlihat retraksi dada, dan terlihat dispneu 16. Terdapat secret pada mulut dengan warna coklat kemerahan

i. Analisa Data No. Data Dx I DO: a. Bibir Mengalami distorsi, Palatum terbelah b. Masi h terdapat residu ±1cc saat diberikan ASI melalui sonde c. Terd engar bising usus 11 x/menit d. Bayi terpasang Orogastric Tube ( OGT ) pada mulut sejak tanggal 11 September 2016 jam 16.00 DS : II DO : a. Respirasi: 60 x/menit ( tidak teratur) b. DJ : 144 x/menit (teratur) c. Terdapat suara nafas tambahan berupa ronchi kering terlihat retraksi dada, dan terlihat dispneu d. Terdapat secret pada mulut dengan warna coklat kemerahan DS : 35

Problem

Etiologi

Resiko Aspirasi

Bibir Mengalami distorsi, Palatum terbelah

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

Penumpukan Sekret yang berlebih

III

IV

DO : a. Antropometri Berat Badan : 2800 gram Panjang Badan : 45 cm Lingkar Kepala : 32 cm Lingkar Dada : 31 cm b. Nutrisi diberikan melalui Sonde berupa ASI ±5cc/3 jam dan masih terdapat residu ±1cc saat diberikan ASI melalui sonde dan Parenteral berupa Infus D 10% 11cc/jam. DS : DO : a. Suhu : 37,6o C b. Bayi terpasang Orogastric Tube (OGT) pada mulut sejak tanggal 11 September 2016 jam 16.00 c. Tali pusat Masih basah, tampak layu, terdapat 2 arteri 1 vena dan terpasang Infus via Umbilikal d. Lubang hidung: Ada dan kedua lubang hidung mengalami distorsi e. Terpasang Infus via Umbilikal sejak tanggal 11 September 2016 pukul 16.00 f. Warna kulit merah muda g. Terjadi peningkatan pada komponen darah yaitu leukosit.

Perubaha n Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ketidakmampua n untuk memasukkan nutrisi oleh karena factor fisik

Resiko Infeksi

Kecacatan dan Tindakan Invasif

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Resiko Aspirasi berhubungan dengan bibir mengalami distorsi, palatum terbelah b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebih c. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukkan nutrisi oleh karena factor fisik d. Kecacatan dan tindakan invasif berhubungan dengan resiko infeksi 3. INTERVENSI Hari/tanggal Senin, 12 September 2016

No. Dx I

II

Diagnosa Resiko Aspirasi

Bersihan

Intervensi 1. Observasi KU dan monitor TTV 2. Ukur Residu dan masukkan sonde Jalan 1. Observasi KU dan 36

Tidak Memonitor TTV 2. Lakukan suction dengan tekanan rendah 3. Monitor headbox 4. Auskultasi suara nafas Perubahan 1. Berikan susu formula Nutrisi kurang sebagai pengganti ASI Motivasi ibu untuk dari kebutuhan 2. memeras ASI nya tubuh 3. Ukur Residu dan memasukkan sonde Resiko Infeksi 1. Observasi KU dan Memonitor TTV 2. Berikan Injeksi Ampisilin 150mg Resiko Aspirasi 1. Ukur Residu dan memasukkan sonde 2. Observasi KU dan Memonitor TTV Bersihan Jalan 1. Observasi KU dan monitor Nafas Tidak TTV 2. Lakukan oral hygiene yaitu Efektif bersihkan lendir pada daerah mulut 3. Auskultasi suara nafas Perubahan 1. Ukur Residu dan Nutrisi kurang memasukkan sonde dari kebutuhan tubuh Resiko Infeksi 1. Berikan injeksi Ampisilin 150mg Gentamicin 16mg 2. Observasi KU dan Memonitor TTV 3. Bersihkan inkubator 4. Ukur suhu 5. Lakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers 6. Observasi tali pusat Resiko Aspirasi 1 Ukur Residu dan memasukkan sonde 2 Observasi KU dan Memonitor TTV Nafas Efektif

III

IV

Selasa, 13 September 2016

I

II

III

IV

Rabu, 14 September 2016

I

37

II

1

IV

Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Resiko Infeksi

1. Berikan susu formula sebagai pengganti ASI 2. Motivasi ibu untuk memeras ASI nya 1. Berikan injeksi Ampisilin 150mg Gentamicin 16mg 2. Observasi KU dan Memonitor TTV 3. Bersihkan inkubator

I

Resiko Aspirasi

1. Ukur Residu dan memasukkan sonde 2. Observasi KU dan Memonitor TTV

II

Bersihan Jalan 1. Observasi KU dan Nafas Tidak Memonitor TTV 2. Lakukan oral hygiene yaitu Efektif membersihkan lendir pada daerah mulut 3. Lakukan suction dengan tekanan rendah 4. Monitor headbox 5. Auskultasi suara nafas Perubahan 1. Ukur Residu dan Nutrisi kurang memasukkan sonde Matikan LT dari kebutuhan 2. tubuh 1. Observasi KU dan Memonitor Resiko Infeksi TTV 2. Bersihkan inkubator 3. Lakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers 4. Ukur suhu 5. Berikan injeksi Ampisilin

III

Kamis, 15 September 2016

Observasi KU dan Memonitor TTV Lakukan oral hygiene yaitu membersihkan lendir pada daerah mulut

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

III

IV

38

2

150mg Jumat, 16 September 2016

Sabtu, 17 September 2016

I

Resiko Aspirasi

1. Ukur Residu dan memasukkan sonde 2. Observasi KU dan Memonitor TTV

II

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

1. Observasi KU dan Memonitor TTV 2. Lakukan oral hygiene yaitu membersihkan lendir pada daerah mulut 3. Lakukan suction dengan tekanan rendah 4. Auskultasi suara nafas

III

1. Ukur Residu dan memasukkan sonde 2. Lakukan fototerapi 3. Matikan LT

IV

Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Resiko Infeksi

I

Resiko Aspirasi

II

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

III

Perubahan

39

1. Mandikan pasien 2. Lakukan perawatan pada tali pusat 3. Berikan injeksi Ampisilin 150mg 4. Observasi KU dan Memonitor TTV 5. Bersihkan inkubator 6. Ukur suhu 1. Berikan Injeksi Asam Traneksamat 30mg Ranitidine 2,5mg 2. Berikan injeksi Adrenalin 0,3cc 3. Pasang neopuf 1. Lakukan RJP dan memasang Neopuf 2. Observasi keadaan umum 3. Berikan Injeksi Asam Traneksamat 30mg Ranitidine 2,5mg 4. Lakukan RJP 5. Berikan injeksi Adrenalin 0,3 cc 1. Periksa GDS

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh IV

Resiko Infeksi

2. Pasang Infus D 10% 3. Alirkan OGT 4. Berikan injeksi Adrenalin 0,3cc 1. Berikan Injeksi Asam Traneksamat 30 mg Ranitidine 2,5mg 2. Berikan injeksi Adrenalin 0,3cc

3. IMPLEMENTASI

Hari/Tanggal Senin, 12 September 2016

Jam

No.Dx

Implementasi

09.00

I, II , IV

Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

09.00

III

10.00

II

12.00

III

14.00

I, II , IV

Memberikan susu formula sebagai pengganti ASI Melakukan suction dengan tekanan rendah Memotivasi ibu untuk memeras ASI nya Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

14.30

III

15.00

I,III

Memotivasi ibu untuk memeras ASInya Mengukur Residu dan memasukkan sonde

40

Hasil KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 60x/menit T : 37,60C Residu : 1cc Sonde : 3cc Secret keluar bewarna coklat kemerahan Ibu mengatakan ASInya belum keluar KU : Lemah TTV : HR : 140 x/menit RR : 64x/menit T : 38,10C Ibu mengatakan kolustrum sudah keluar sekitar 5cc Residu : 0,5cc Sonde : 3cc

Paraf dan Nama Terang

Selasa, 13 September 2016

16.00

II

18.00

I, III

18.05

IV

19.00

II

21.00

I, III

00.00

I, III

03.00

I, III

06.00

I, III

06.05

IV

07.30

I, II , IV

08.00

IV

08.30

II

09.00

I, III

Memonitor headbox

Headbox terpasang dengan oksigen 7L/menit Residu : Sonde : 3cc

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memberikan Injeksi Obat masuk via IV Ampisilin 150 mg Mengakultasi suara Masih terdengar nafas suara nafas tambahan ronchi kering Mengukur Residu Residu : dan memasukkan Sonde : 4cc sonde Mengukur Residu Residu : dan memasukkan Sonde : 4cc sonde Mengukur Residu Residu : dan memasukkan Sonde : 4cc sonde Mengukur Residu Residu : dan memasukkan Sonde : 4cc sonde Memberikan injeksi Obat masuk via IV Ampisilin 150mg Gentamicin 16mg Mengobservasi KU KU : Lemah dan Memonitor TTV : TTV HR : 148 x/menit RR : 60x/menit T : 36,70C Membersihkan Incubator inkubator dibersihkan dengan air bersih dan di lap dengan kain Melakukan oral Lendir telah hygiene yaitu dibersihkan membersihkan menggunakan kassa lendir pada daerah steril yang di basahi mulut dengan air hangat Mengukur Residu Residu : 0,5cc dan memasukkan Sonde : 5cc sonde

41

Rabu,

10.00 12.00

IV I, III

Mengukur suhu Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers

13.00

IV

14.30

I, II , IV

Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

15.00

I, III

16.00

IV

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengobservasi tali pusat

18.00

I, III

18.05

IV

18.30 19.30

IV II

20.00

IV

21.00

I, III

00.00

I, III

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memberikan injeksi Ampisilin 150mg Mengukur suhu Mengakultasi suara nafas Melakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengukur Residu

42

Suhu : 36,60C Residu : Sonde : 5cc Pasien Nampak BAB mengeluarkan mekonium dan pasien tampak BAK dan dibersiskan dengan larutan saflon pada daerah anus KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 60x/menit T : 36,70C Residu : Sonde : 5cc Tali pusat terlihat masih sedikit basah dan terbungkus kasa dan terpasang infus Residu : Sonde : 5cc Obat masuk via IV Suhu 360C Masih terdengar suara nafas tambahan ronchi kering Pasien nampak BAB mengeluarkan mekonium dan pasien tampak BAK dan dibersiskan dengan larutan saflon pada daerah anus Residu : Sonde : 6cc Residu : -

14 September 2016

dan memasukkan sonde Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memberikan injeksi Ampisilin 150mg Gentamicin 16mg Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

03.00

I, III

06.00

I, III

06.05

IV

07.30

I, II , IV

08.00

IV

Membersihkan inkubator

08.30

II

09.00

I, III

10.00

IV

Melakukan oral hygiene yaitu membersihkan lendir pada daerah mulut Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers

10.30 11.00

IV III

12.00

I, III

13.00

II

Mengukur suhu Melakukan Fototerapi Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memonitor headbox

43

Sonde : 6cc Residu : Sonde : 6cc Residu : Sonde : 6cc Obat masuk via IV

KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 64x/menit T : 370C Incubator dibersihkan dengan air bersih dan di lap dengan kain Lendir telah dibersihkan menggunakan kassa steril yang di basahi dengan air hangat Residu : Sonde : 7cc Pasien Nampak BAB mengeluarkan mekonium dan pasien tampak BAK dan dibersiskan dengan larutan saflon pada daerah anus Suhu 370C Fototerapi dilakukan selama 12jam Residu : Sonde : 7cc Headbox terpasang dengan oksigen

Kamis, 15 September 2016

14.00

I, II, IV

Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

15.00

I, III

16.00

IV

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers

17.00

II

18.00

IV

18.05

I, III

19.30

II

21.00

I, III

23.00 00.00

III I, III

03.00

I, III

06.00

I, III

06.00

III

06.05

IV

Melakukan suction dengan tekanan rendah Memberikan injeksi Ampisilin 150mg Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengakultasi suara nafas Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mematikan LT Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan Fototerapi Memberikan injeksi

44

8L/menit KU : Lemah TTV : HR : 160 x/menit RR : 64x/menit T : 37,10C Residu : Sonde : 8cc Pasien nampak BAB mengeluarkan mekonium dan pasien tampak BAK dan dibersiskan dengan larutan saflon pada daerah anus Secret keluar bewarna coklat kemerahan Obat masuk via IV Residu : Sonde : 8cc Masih terdengar suara nafas tambahan ronchi kering Residu : Sonde : 10cc

Residu : Sonde : 10cc Residu : 1cc Sonde : 10cc Residu : 1cc Sonde : 10cc Dilakukan fototerapi selama 12 jam Obat masuk via IV

Ampisilin 150mg Gentamicin 16mg Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

07.00

I, II , IV

08.00

IV

Membersihkan inkubator

08.30

II

09.00

I, III

10.30

IV

Melakukan oral hygiene yaitu membersihkan lendir pada daerah mulut Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers

11.30

II

12.00

I, III

13.00

II

14.00

I, II , IV

Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

15.00

I, III

Mengukur Residu dan memasukkan sonde

Melakukan suction dengan tekanan rendah Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memonitor headbox

45

KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 64x/menit T : 37,20C Incubator dibersihkan dengan air bersih dan di lap dengan kain Lendir telah dibersihkan menggunakan kassa steril yang di basahi dengan air hangat Residu : 1cc Sonde : 10cc Pasien Nampak BAB mengeluarkan mekonium dan pasien tampak BAK dan dibersiskan dengan larutan saflon pada daerah anus Secret keluar bewarna coklat kemerahan Residu : 1cc Sonde : 10cc Headbox terpasang dengan oksigen 7L/menit KU : Lemah TTV : HR : 144 x/menit RR : 68x/menit S : 37,50C Residu : 1cc Sonde : 10cc

Jum’at, 16 September 2016

16.00

II

Melakukan suction dengan tekanan rendah Mengukur suhu Mematikan LT Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memberikan injeksi Ampisilin 150mg Mengakultasi suara nafas

17.00 18.00 18.05

IV III I, III

18.10

IV

19.00

II

20.00

I, II , IV

Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

21.00

I, III

22.00

IV

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan tindakan asertif sebelum memegang bayi : mengganti popok dan pampers

00.00

I, III

03.00

I, III

05.30

IV

05.45

IV

Secret keluar bewarna coklat kemerahan Suhu 37,50C Residu : -cc Sonde : 10cc Obat masuk via IV Masih terdengar suara nafas tambahan ronchi kering KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 64x/menit T : 37,20C Residu : -cc Sonde : 12cc Pasien nampak BAB mengeluarkan mekonium dan pasien tampak BAK dan dibersiskan dengan larutan saflon pada daerah anus Residu : -cc Sonde : 12cc

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mengukur Residu Residu : -cc dan memasukkan Sonde : 13cc sonde Memandikan pasien Pasien dimandikan menggunakan washlap dengan air hangat Melakukan Tali pusat sudah perawatan pada tali mulai kering dan pusat masih terpasang infus berupa 3 way dengan IVFD

46

06.00

I, III

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memberikan injeksi Ampisilin 150mg Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

06.05

IV

07.00

I, II , IV

08.00

IV

Membersihkan inkubator

08.30

II

09.30

I, III

09.40

III

10.00 12.00

IV I, III

13.00

II

14.00

I, II , IV

Melakukan oral hygiene yaitu membersihkan lendir pada daerah mulut Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan fototerapi Mengukur suhu Mengukur Residu dan memasukkan sonde Melakukan suction dengan tekanan rendah Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

15.00

I, III

16.30 18.00

III IV

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Mematikan LT Memberikan injeksi

47

COBRA dengan kecepatan 11,3cc/jam Residu : -cc Sonde : 13cc Obat masuk via IV KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 64x/menit T : 37,20C Incubator dibersihkan dengan air bersih dan di lap dengan kain Lendir telah dibersihkan menggunakan kassa steril yang di basahi dengan air hangat Residu : -cc Sonde : 13cc Telah terpasang LT selama 7jam Suhu 36,80C Residu : -cc Sonde : 15cc Secret keluar bewarna coklat kemerahan KU : Lemah TTV : HR : 148 x/menit RR : 64x/menit T : 37,20C Residu : -cc Sonde : 10cc

Obat masuk via IV

Sabtu, 17 September 2016

Ampisilin 150mg Mengukur suhu Mengakultasi suara nafas

18.30 19.00

IV II

20.00

I, II , IV

Mengobservasi KU dan Memonitor TTV

21.00

I, III

00.00 00.01

III II

00.05

III

01.00 02.00 03.00

III III III

Mengukur Residu dan memasukkan sonde Memeriksa GDS Melakukan RJP dan memasang Neopuff Memasang Infus D 10% Memeriksa GDS Memeriksa GDS Mengalirkan OGT

06.00 07.00

III II

12.00

I, II , IV

13.00 13.10 14.00

II I, II , III ,IV II

14.05

I

14.10

Suhu 37,90C Masih terdengar suara nafas tambahan ronchi kering KU : Lemah TTV : HR : 144 x/menit RR : 72x/menit T : 37,50C Residu : -cc Sonde : 10cc GDS : Low Bayi nafas spontan Infus masuk via IV

GDS : 37 GDS : 47 OGT dialirkan keluar darah segar Memeriksa GDS GDS : 61 Mengobservasi Pasien terlihat lemah keadaan umum dan sering mengalami apnoe Memberikan Injeksi Obat masuk via IV Asam Traneksamat 30mg Ranitidine 2,5mg Melakukan RJP Bayi tetap apnoe Memberikan injeksi Obat masuk via IV Adrenalin 0,3cc Mengobservasi Pasien terlihat lemah keadaan umum dan pasien masih apnoe Memasang neopuff Pasien terpasang neopaff dengan oksigen 10L/menit Pasien mengalami gagal nafas dan akhirnya pasien meninggal dunia.

48

4. EVALUASI Hari/Tanggal Selasa, 13 September 2016 Jam 14.00

Kamis, 15 September 2016 Jam 14.00

Sabtu, 17 September 2016

No.D Evaluasi x I S:O: - Residu lambung : - Bayi tidak tersedak A: Masalah Belum Teratasi P: Lanjutkan Intervensi - Monitor Residu - Monitor respon bayi sesudah disonde II S:O: - Masih terdapat sekret pada daerah mulut - RR : 68 x/menit - Suara Nafas : Ronchi kering - Masih terpasang O2 Headbox : 7L permenit A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan Intervensi - Monitor jalan nafas - Monitor Respiratory Rate - Monitor Suara Nafas - Lakukan Suction jika terdapat sekret yang berlebihan III S:O : - Berat Badan : 2700 gr Lingkar Dada : 31 cm Nutrisi masih diberikan melalui sonde berupa ASI 10cc dan parenteral berupa IVFD kombinasi D1/4S 470cc + D40% 30cc + KCl 5cc + Ca Glukonas 5cc dengan kecepatan 11,3 cc/jam A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan Intervensi - Monitor Status Nutrisi Pasien - Berikan Nutrisi personde IV S:O: - Tidak terdapat tanda – tanda infeksi seperti kemerahan, keluar pus atau bengkak - T : 37,70C A: Masalah teratasi sebagian P: Lanjutkan Intervensi - Jaga kebersihan sekitar inkubator - Dressing infus - Lakukan teknik aseptik – antiseptik saat sebelum dan sesudah memegang bayi Pasien meninggal dunia pada jam 14.10 karena mengalami Hipoglikemia dengan GDS terakhir pada jam 06.00 yaitu 61 mg/dL dan distress pernafasan sehingga pasien mengalami Apnoe. Tindakan Resusitasi yang dilakukan ialah RJP pada pukul 13.00, namun bayi masih mengalami Apnoe. Kemudian oleh dokter diberikan Injeksi Adrenalin 0,3 cc. Tapi pada pukul 14.10 bayi meninggal. 49

50

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167). Klasifikasi labiopalatoskisis dibagi menjadi palatum primer dan palatum sekunder. Penyebab labiopalatoskisis diantaranya faktor genetik, insufisiensi

zat

untuk tumbuh kembang organ, pengaruh obat teratogenik, dan faktor lingkungan. Manifestasi klinis labiopalatoskisis antara lain deformitas pada bibir, kesukaran dalam menghisap/makan, kelainan susunan archumdentis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan diagnosis. Asuhan keperawatan pada labiopalatoskisis meliputi pengkajian (biodata, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik), diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. B. Saran Bagi masyarakat khususnya ibu hamil dapat sesering mungkin untuk memeriksakan kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital pada janin atau organ yang dikandungnya.

51

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika Nelson (1992). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Suriadi dan Rita. (2001). Asuhan Keperawatan Anak. Edisi 1. Jakarta : CV. Agung Seto. Wong, Dona L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EGC Speer, Kathleer Morgan. 2004. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical Pathways. Edisi 3. Jakarta : EGC.

52

Related Documents


More Documents from "Ratna Dewi Cahyani"