Lp Kaki Diabetik

  • Uploaded by: mira
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Kaki Diabetik as PDF for free.

More details

  • Words: 6,959
  • Pages: 37
Loading documents preview...
DIABETES MELITUS 1. Pengertian Diabtes Melitus [DM] merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2008:69). Brunner and Suddarth (2002) mendefinisikan DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada DM terdapat penurunan dalam kemampuan untuk berespons terhadap insulin dan atau penurunan atau pankreas sama sekali tidak memproduksi insulin. Slamet Suyono (2009) menyatakan DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi metabolic seperti ketoasidosis (KAD) dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler mnon-ketotik (HHNK). Hiperglikemi jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis pada ginjal, mata, saraf, dan komplikasi makrovaskuler seperti miokard infark, stroke, dan penyakit vaskuler perifer. Pada orang normal, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi supaya sel badan berfungsi dengan baik. Energi pada manusia berasal dari bahan makanan kita sehari – hari seperti karbohidrat [gula dan tepung-tepungan], protein [asam amino], dan lemak [asam lemak]. Pengolahannya dimulai dari mulut, lambung, dan usus. Di dalam saluran pencernaan bahan tersebut dipecah menjadi glukosa, asam amino (protein), dan asam lemak (lemak). Kemudian ke 3 zat tersebut diserap oleh usus dan masuk ke pembuluh darah serta diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan oleh seluruh organ-organ sebagai bahan bakar. Di dalam sel terjadi proses metabolisme, terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang akhirnya menghasilkan energi. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, selanjutnya dapat dipakai sebagai bahan bakar. Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (pulau-pulau Langerhans), yang sangat berperan di dalam mengatur glukosa darah. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, selanjutnya di dalam sel glukosa dimetabolisme untuk menghasilkan energi. Bila insulin tidak ada [DM

Tipe 1] atau bila insulin kerjanya tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin [DM Tipe 2], maka glukosa tidak dapat masuk seldengan akibat glukosa tetap di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini badan akan jadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Pada gambar 1 dalam keadaan normal, tampak insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga. Akibatnya glukosa dalam darah normal.

Gambar 1 Insulin sensitif [normal] Pada gambar 2, pada diabetes, didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak baik [resistensi insulin], meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada kelainan di dalam sel itu sendiri maka pintu sel tetap tidak dapat terbuka [tetap tertutup] hingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dibakar [dimetabolisme]. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat.

Gambar 2 Resistensi Insulin [DM Tipe2]

2. Klasifikasi DM Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Penyebab :

DM Tipe 2

1. Autoimun 2. Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain

1. Defek genetik fungsi sel beta 2. Defek genetik kerja insulin 3. Penyakit eksokrin pankreas (Pankreatitis, Pankreatektomi) 4. Endokrinopati (Akromegali, Cushing, Hipertiroidisme)

5. Karena obat atau zat kimia (Glukokortikoid, Hormon tiroid) 6. Infeksi(Cytomegalo Virus /CMV, Rubella) 7. Sebab imunologi yang jarang (Antibodi anti insulin) 8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down, Klinefelter, Turner) DM Gestasional

a.

Intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkatsehingga mencapai 3 kali lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan prosuksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron, prolaktin, dan placenta laktogen.Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.

3. Etiologi DM Tipe 1 Pada DM Tipe 1 insulin tidak ada disebabkan oleh karena pada jenis ini ada reaksi autoimun.Pada individu yang rentan terhadap diabetes tipe 1, terdapat adanya ICA [Islet Cell Antibody] meningkat kadarny oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus [diantaranya virus cocksakie, rubela, MCV, herpes, dan lain-lain] hingga timbul peradangan pada sel beta [insulitis] yang akhirnya akan menyebabkan kerusak permanen sel beta. Yang diserang oleh insulitis hanya sel beta, sel alfa dan sel delta biasanya masih utuh.Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara DM tipe1 dengan Human Leucocyte Antigen [HLA]. b. DM Tipe 2 Pada DM Tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glocosa production [HGP], dan penurunan fungsi sel beta, yang akhirnya akan menuju kesrusakan total sel beta.

Pada stadium prediabetes mula-mula timbul

resistensi insulin, kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin itu agar glukosa darah tetap normal. Lama kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasi resistensi insulin sehingga kadar glukosa

darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun. Ternyata

penurunan fungsi sel beta itu berlangsung progresif sampai akhirnya sama sekali tidak bisa mensekresi insulin. Kadar glukosa darah makin meningkat.

-

Glukotoksisitas adalah peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan stress oksidatif dengan akibat peningkatan apoptosis sel

-

beta. Lipotoksisitas adalah peningkatanm asam lemakbebas yang berasal dari jaringan adipose dalam proses lipolisis akan mengalami proses metabolisme nonoksidatif menjadi ceramideyang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis. Deposit /Penumpukan Amiloid. Pada keadaan RI kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa darah akan meningkat, karenaya sel beta akan berusaha mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin, sehingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan ini disertai juga dengan peningkatan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk di sekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri hingga akhirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans berkurang. Pada DM Tipe 2 jumlah sel beta berkurang

-

50 – 60% dari normal. Resistensi insulin. Penyebab RI pada DM Tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi beberapa faktor-faktor ini banyak berperan, sepserti : obesitas terutama yan bersifat sentral [bentuk apel]; diet tinggi lemak dan rendah KH; kurang gerak

-

badan; dan faktor keturunan [herediter]. Efek inkretin. Inkretin mempunyai efek langsung terhadap sel beta dengan cara dengan meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin, dan

-

mengurangi apoptosis sel beta. Faktor-faktor diabetes. Diabetes merupakan penyakit keturunan. Hal ini memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup, dipelukan faktor lain yang disebut faktor risiko atau faktor pencetus, misalnya : adanya infeksi virus [pada DM Tipe1], kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah, proses menua, stress, dan lain-lain.

4. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien DM adalah : a. Poliuria. Karena sifatnya , kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang yang sering dan dalam jumlah yang banyak akan sangat mengganggu pasien, terutama pada waktu malam hari. b. Polidipsi. Akibat volume urie yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstra sel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusin keluar sel mengikuti gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik [sangat pekat]. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH [Anti Diuretic Hormone] dan menimbulkan haus. Rasa haus amat sering dialami oleh pasien karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru

sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus adalah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu pasien minum banyak. c. Polifagia. Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolismekan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, pasien selalu merasa lapar. d. Penurunan BB dan rasa lemah. Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olag raga juga mencolok. Hal ini disebabkan karena glukosa dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya pasien kehilangan jarinfgan lemak dan otot sehingga menjadi kurus. e. Gangguan saraf tepi / kesemutan. Pasien mengeluh rasa sakitatau kesemutan terutama pada kakidi waktu malam, sehingga mengganggu tidur. f.

Gangguan penglihatan. Pada fase awal penyakit DM sering dijumpai gangguan penglihatan yang sering mendorong pasien mengganti kacamatanya, agar dapat melihat dengan baik.

g. Gatal / bisul. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula keluhan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat terjadi akibat yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau peniti. h. Gangguan ereksi. Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi. Hal ini terkait dengan

budaya masyarakat yang tabu membicarakan masalah seks, apalagi

menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang. i.

Keputihan.

Pada

wanita,

keputihan

dan

gatalmerupakan

keluhan

yang

seringditemukan, bahkan kadang-kadangmerupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

5. Pemeriksaan Penunjang 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM [ mg/dl ].

Bukan DM

Belum pasti

DM

DM Kadar glukosa darah sewaktu Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena

< 100

100 – 199

> 200

Darah kapiler

< 90

90 – 199

> 200

Plasma vena

< 100

100 – 125

> 126

Darah kapiler

< 90

90 – 99

> 100

2. Kriteria Diagnosis DM 1. Gejala kasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl [ 11.1 mmol/L ] Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaatpada waktu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau 2. Gejala kalsik mDM + Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl [ 7.0 mmol/L ] Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam atau 3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl [ 11.1 mmol/L ] TTGO dilakukan dengan standard WHOP, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

4. Glycosatet Hemoglobin/Hemoglobin glkosilasi [Hb A1C]. Berguna untuk memantau kadar gula darah rata – rata selama lebih dari 3 bulan. Nilai normal < 8%. Setiap penurunan 1% menurunkan risiko gangguan mikrovaskuler 35% dan menurunkan risiko komplikasi lain dan kematian 21%.

6. Komplikasi 1. Komplikasi yang bersifat akut 

Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat koma disertai kejang.Penyebab tersering adalah akibat pemakaian obat hiperglikemik oral

golongan sulfonilurea [klorpropamida dan glibenklamid]. Hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Begitu pula dengan penggunaan insulin drip. Penyebab : [1] makan kurang dari aturan yang ditentukan; [2] berat badan turun; [3] sesudah olah raga; [4] sesudah melahirkan; [5] sembuh dari sakit; [6] makan obat yang mempunyai sifat serupa; [7] pemberian suntikan insulin yang tidak tepat. Tanda-tanda hipoglikemia. Tanda – tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa darah , 50 mg/dl, meskipun dapat pula terjadi pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi, berbeda pada orang seorang. Adapun tanta-tanda hipoglikemia adalah : [1] Stadium parasimpatik : lapar, mual, dan tekanan darah turun; [2] Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, dan kesulitan menghitung sederhana; [3] Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, dan berdebar-debar; [4] Stadium gangguan otak berat : koma [tidak sadar] dengan atau tanpa kejang. Pencegahan untuk pasien yang menggunakan insulin : [1] dosis insulin tepat; [2] menyuntik di bawah kulit, jangan terlalu dalam; [3] kurangi dosis insulin bila ada perubahan seperti makan agak kurang, olah raga, sesudah operasi, dan melahirkan. Pengobatan : [1]. Stadium permulaan [sadar] : pemberian gula murni 30 gram [2 sendok makan] atau sirop, permen dan makanan yang mengandung hidrat arang. [2]. Stadium lanjut [koma hipoglikemi] : Penangan keadaan gawat darurat ini harus cepat dan tepat. Berikan glukosa 40% sebanyak 2 flakon, IV setiap 10 – 20 menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% per infus, 6 jam perkolf.untuk mempertahankan nilai glukosa darah normal atau di atas normal. Bila belum teratasi dapat diberikan antagonis insulin seperti : adrenalin, kortison dosis tinggiatau glukagon 1 mg IV, tetapi sebaiknya penggunaan adrenalin perlu dibatasi mengingat efek sampingnya. 

Hiperglikemia Kelompok hiperglikemia, dari anamnese ditemukan masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.

Pada sub kelompok ketoasidosis diabetik [KAD] ditemukan hiperglikemia berat dengan ketosis atau asidosis. Patogesis keduanya berbeda hanya dalam derajat defisiensi insulin. Pengobatan : pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama pada HNK. Pemberian cepat cairan NaCl ½ normal dengan insulin dosis kecil akan memperbaiki keadaan. Ketoasidosis Diabetik [KAD] merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulny KAD merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM. Faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut adalah : [1] terlambat ditegakkan diagnosa karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma; [2] pasien belumtahu mengidap diabetes; [3] sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti : sepsis, renjatan, infark miobard, dan CVD. Pengobatan : [1] Rehidrasi; [2] insulin; [3] Bikarbonas; [4] Kalium; [5] Antibiotika; [6] Pada KAD dengan infus insulin dosis rendah. 

Hiperglikemik Non-Ketotik [HNK] HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma.Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstra selkarena banyak diekskresi lewat urine. Patogenesis : mekanisme terjadinya HNK hampir sama dengan KAD. Pada awalnya sel beta pankreas gagal atau terhambat mensekresi insulin adekuat oleh beberapa keadaan stres, terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan gula akan meningkat dan pemakaian gula perifer akan terhambat, yang akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia. Perjalanan selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : [1] pasien dalam keadaan apatis sampai koma; [2] tanda-tanda dehidrasi berat sering diikuti kelainan neurologis, turgor kulit menurun, hipotensi postural, bibir dan lidah kering. Gambaran laboratorium : GD . 600mg%, osmolalitas serum 350 mOsm/kg dan reaksi keton dengan

nitroprusid positif lemah. Perlu diperhatikan pula hipernatremia, hipertkalemia, azetomia, BUN, dan kreatinin. Pengobatan : [1] Cairan NaCl; Glukosa 5%; [2] Insulin; [3] Kalium; [4] Hindari infeksi sekunder [suntikan, pemasangan infus, kateter, dll]. Prognosis : biasanya buruk. 2. Komplikasi yang bersifat kronik Jika kadar glukosa darahnya tetap tinggi akan dapat timbul beberapa penyulit pada berbagai organ kulit, seperti pada : 

Pembuluh darah otak

: stroke



Pembuluh darah mata

: kebutaan



Pembuluh darah jantung : penyakit jantung koroner



Pembuluh darah ginjal



Pembuluh darah kaki

: penyakit ginjal kronik : luka sukar sembuh yang menyebabkan ulkus

ataupun gangren Penyulit Kronik DM : 

Mikrovaskular

: ginjal dan retina mata



Makrovaskular: jantung koroner, pembuluh darah kaki, dan pembuluh darah otak



Neuropati

: mikro dan makrovaskular



Rentan infeksi

: mikro dan makrovaskular

DIABETIC FOOT 1.

Pengertian Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang. (Thoha, Wibowo.EW) Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2000). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2000). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005). Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes

Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan

akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

2.

Klasifikasi

komplikasi

serius

Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu: 

Derajat 0

   

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa



selulitis. Derajat V



: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan : a.

Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI ) Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI :

b.



Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.



Pada perabaan terasa dingin.

 

Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. Didapatkan ulkus sampai gangren.

Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN ) Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

Klasifikasi Menurut Edmonds a. Stage 1 : Normal foot

Gambar 2.1 Kaki yang normal b. Stage 2 : High risk foot

Gambar 2.2 Kaki dengan risiko tinggi

c. Stage 3 : Ulcerated foot

Gambar 2.3 Kaki dengan luka terbuka d. Stage 4 : Infected foot

Gambar 2.4 Kaki dengan luka terinfeksi e. Stage 5 : Necrotic foot

Gambar 2.5 Kaki dengan luka disertai jaringan nekrosis

f. Stage 6 : Unsalvable foot

Gambar 2.6 Kaki yang tidak terselamatkan 3. Etiologi Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006) Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang). Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari

tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). (Wibowo, EW, 1997). Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain : 

Luka kecelakaan



Trauma sepatu



Stress berulang



Trauma panas



Iatrogenik



Oklusi vaskular



Kondisi kulit atau kuku

4. Patofisiologi

Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.

5. Masalah Umum pada Kaki Diabetes Terdapat 3 hal yang menyebabkan pasien diabetes mempunyai risiko lebih tinggi mengalami masalah kaki, karena : sirkulasi darah dari jantung ke kaki dan tungkai menurun; berkurangnya indra rasa pada kaki; dan berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. 1. Kapalan, mata ikan dan melepuh. Kapalan [ callus ], dan mata ikan [ corn atau kultimulmul ] merupakan penebalan atau pengerasan kulit yang juga terjadi pada kaki diabetes, akibat adanya neuropati dan penurunan sirkulasi darahdan juga gesekan atau tekanan yang berulang – ulang pada daerah tertentu di kakai. Bila tidak ditangani dengan ntepat maka akan menimbulkan luka pada jaringan di bawahnya, yang berlanjut infeksi dan menjadi ulkus. Kulit melepuh atau iritasi sering disebabkan pemakaian sepatu yang sempit. Ulkus harus segera diobati dan dirujuk kre podiatrist atau tim kesehatan. 2.

Cantengan [ kuku masuk ke dalam jaringan ] Cantengan merupakan luka infeksi pada jaringan sekitar kuku yang sering disebabkan oleh pertumbuhan kuku yang salah, akibat dari perawatan kuku yang tidak tepat, misalnya pemotongan kuku terlalu pendek atau miring, dan kebiasaan mencungkil kuku yang kotor. Cantengan ditandai dengan sakit pada jaringan sekitar

kuku, merah dan bengkak, serta keluar cairan nanah, yang harus segera ditanggulangi.. 5. Kulit kaki retak dan luka kena kutu air Kerusakan saraf dapat menyebabkan kulit sangat kering, bersisik, tetak, dan pecah – pecah, terutama pada sela – sela jari kaki. Kulit kaki yang pecah memudahkan berkembangnyainfeksi jamur [ kutu air ], yang dapat berlanjut menjadi ulkus gangren. 6. Kutil pada telapak kaki Kutil pada telapak kaki disebabkan oleh virus dan sangat sulit dibersihkan. Biasanya terjadi pada telapak kaki hampir mirip dengan kalus, periksakan ke dokter. 7. Radang ibu jari kaki Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka pada jari – jari kaki, kemudian terjadi peradangan. Adanya neuropati dan peradangan yang lain pada ibu jari kaki menyebabkan terjadinya perubahan bentuk ibu jari kaki seperti martil [hammer toe]. Hal ini dapat pula disebabkan oleh kelainan anatomik yang menimbulkan titik tekan abnormal pada kaki. Kadang – kadang pembedahan diperlukan untuk mencegah komplikasi ke tulang.

Gambar 2.8 Kaki dengan kulit yang terlihat licin dan berkilat j. Rambut di kaki dan ibu jari menghilang

k.

Gambar 2.9 Kaki dengan rambut yang mulai menipis Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur

Gambar 2.10 Kaki dengan kuku menebal, rapuh dan terinfeksi jamur Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren , maka dibuat klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner, yaitu:11 Derajat 0

Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai kelainan bentuk kaki atau selulitis

Derajat I

Ulkus superfisial dan terbatas di kulit

Derajat II

Ulkus dalam mengenai tendon, kapsula sendi, atau fasia yang dalam tanpa abses atau osteomielitis

Derajat III

Ulkus yang dalam disertai abses, osteomielitis atau sepsis sendi

Derajat IV

Gangren terlokalisasi pada kaki bagian depan atau tumit

Derajat V

Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

Klasifikasi Texas Modifikasi [ Perkeni,2009 ] STADIUM

TINGKAT 0

A

B Infeksi

Tanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuh tulang

1

2

3

Luka Luka sampai Luka sampai superfisial, tidak tendon atau tulang atau sampai tendon kapsul sendi sendi atau kapsul sendi

1

Infeksi kulit dan jaringan subkutan

2

Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda Systemic Inflamatory Respons Syndrome [SIRS] [-]

C Iskemi D Infeksi dan

3

Infeksi dengan manifestasi sistemik : demam, leukositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia

1

Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia

2

Critical limb ischemia

B1

Infeksi kulit dan jaringan subkutan

B2

Eritema > 2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS [-]

B3

Infeksi dengan manifestasi sistemik : demam, leukositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia

C1

Terdapat gejala dan tanda PAD tapi belum critical limb ischemia

Iskemi

C2

l.

Critical limb ischemia

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah a. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis. b. Pemeriksaan glukosa darah. c. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat. d. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu. m. Penatalaksanaan Medis Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup: a. Debridement local radikal pada jaringan sehat. b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic, contohnya : 

Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin), sulfonamides.



Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.



Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling umum digunakan adalah quinolon G.

Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution. c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun. d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara umum: 1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada. 2. Memperbaiki sirkulasi. 3. Pengamatan kaki teratur. 4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan pengendalian gula darah). 5. Sepatu khusus. 6. Kerjasama tim yang baik

7. Penyuluhan pasien. Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan kaki diabetik : 

Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.



Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.



Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan kaki diabetik di rumah.



Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.



Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.



Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.



Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.



Jangan berjalan tanpa alas kaki.



Hindari trauma berulang.



Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.



Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.



Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal



Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.

Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi meliputi kulit dan otot Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki. 2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan sensasi.

Gambar 2.15 Pemeriksaan dengan monofilament dan tunning fork 3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle brachial index. 4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe sepatu dan ukurannya.

-

Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi kaki diabetik adalah dengan menilai Ankle Brachial Index (ABI) yaitu pemeriksaan sistolik brachial tangan kiri dan kanan kemudian nilai sistolik yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi di tungkai. Nilai normalnya adalah O,9-1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan aliran darah pada kaki. Alat pemeriksaan yang digunakan ultrasonic doppler. Doppler dapat dikombinasikan dengan manset pneumatic standar untuk mengukur tekanan darah ekstremitas bawah. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu : a. Pengumpulan data 1)

Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2)

Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka. 3)

Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

4)

Riwayat kesehatan dahulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5)

Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

6)

Riwayat psikososial Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

b. Pemeriksaan fisik Status kesehatan umum: Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital. -

Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

-

Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

-

Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.

-

Sistem kardiovaskuler Perfusi

jaringan

menurun,

nadi

perifer

lemah

atau

berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis. -

Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

-

Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

-

Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

-

Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. 2. Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). 3. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut : 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. 2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. 4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. 5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. 6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. 7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Perencanaan

1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : -

Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

-

Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

-

Kulit sekitar luka teraba hangat.

-

Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

-

Sensorik dan motorik membaik Rencana tindakan :

1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah. 2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema. 3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.

vasokontriksi pembuluh darah,

4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren. 2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil : -

Berkurangnya oedema sekitar luka.

-

pus dan jaringan berkurang

-

Adanya jaringan granulasi.

-

Bau busuk luka berkurang. Rencana tindakan :

1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. 2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi. 3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : -

Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .

-

Pergerakan penderita bertambah luas.

-

Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ). Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. 4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka. Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : -

Pergerakan paien bertambah luas

-

Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).

-

Rasa nyeri berkurang.

-

Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Rencana tindakan :

1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien. 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan. 3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan. Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik. 4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi. Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : -

Berat badan dan tinggi badan ideal.

-

Pasien mematuhi dietnya.

-

Kadar gula darah dalam batas normal.

-

Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan :

1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan. Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ). 4. Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik. Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif. Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Rencana tindakan : 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya. 2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.

Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien. 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai. 4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi. 5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan. Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal. 6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil : -

Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.

-

Pasien tenang dan wajah segar.

-

Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup. Rencana tindakan : 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat. 2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.

Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien. 3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai. Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien. 4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi . Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. 5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien. Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta : EGC. Carpenito, Linda J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC. Perkeni. 2006.

Konsensus

Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di

Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI Perkeni. 2007. Terapi Insulin Pada Pasien Diabetees Melitus. Jakarta : PB. PERKENI Perkeni. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta : PB. PERKENI Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo FKUI. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2008.

Asuhan

Keperawatan Pada

Pasien

dengan

Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Volume 27, Supplement 1, January 2004

PATHWAY

Related Documents


More Documents from "Guntur Binawan"

Focgb2_ak_rtest_w_4.pdf
February 2021 2
Lp Kaki Diabetik
January 2021 1
Focgb2_utest_w_8.pdf
February 2021 1
February 2021 4
Hukum Perjanjian
January 2021 1