Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI
NS. MUH. RUSDI ARSYAD, S.KEP 14.1102.203
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR 2015 NS. MUH. RUSDI ARSYAD, S.KEP 14.1102.203
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI I. II.
MASALAH UTAMA Resiko Bunuh Diri PENGKAJIAN KEPERAWATAN A. Pengertian Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. B. Proses Terjadinya Masalah Respon Adaptif Respon Maladaptif Peningkatan diri Beresiko destruktif
Destruktif diri tidak langsung
Pencederaan diri Bunuh diri
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif. 1. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. 2. Rentang adaptif : Harapan, Yakin, Percaya, Inspirasi, Tetap hati, Putus harapan, Tidak
berdaya, Putus asa, Apatis, Gagal
dan kehilangan, Ragu-ragu, Sedih, Depresi Bunuh diri Respon maladaptif antara lain : a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak
berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu. b. Kehilangan, ragu-ragu Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya
: kehilangan
pekerjaan
dan
kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri. c. Depresi Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat. d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. C. Etiologi Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan
Pendahuluan
Tindakan
Keperawatan
(LP
dan
dan SP)
Strategi untuk
Pelaksanaan 7
Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut : a. Diagnosis Psikiatrik Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia. b. Sifat Kepribadian Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi. c. Lingkungan Psikososial Faktor predisposisi terjadinya
perilaku
bunuh
diri,
diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
krinis,
Kekuatan
perpisahan,
dukungan
social
atau
bahkan
sangat
perceraian.
penting
dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain. d. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
factor
penting
yang
dapat
menyebabkan
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. e. Faktor Biokimia Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG). 2. Faktor Presipitasi Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan 3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan
perilaku
bunuh
diri.
Isolasi
social
dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri. 4. Mekanisme Koping Seseorang klien mungkin
memakai
beberapa
variasi
mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. D. Masalah keperawatan 1. Perilaku bunuh diri 2. Koping maladaptif E. Pohon Masalah Efek
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain (akibat )
III. IV.
Core Problem
Resiko bunuh diri
Etiologi
Harga diri rendah
DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko bunuh diri INTERVENSI KEPERAWATAN A. Diagnosa Resiko bunuh diri Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan: 1. Perkenalkan diri dengan klien 2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. 3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. 4. Bersifat hangat dan bersahabat. 5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat. 2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri Tindakan a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain). b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. c. Awasi klien secara ketat setiap saat. 3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya Tindakan: a. Dengarkan keluhan yang dirasakan. b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. c. Beri dorongan untuk mengungkapkan
mengapa
dan
bagaimana harapannya. d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain. e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup. 4. Klien dapat meningkatkan harga diri Tindakan: a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu. c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar
sesama,
keyakinan,
hal
hal
untuk
diselesaikan). 5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Tindakan: a. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.).
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan. c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif. 6. Klien dapat menggunakan dukungan sosial Tindakan: a. Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut). b. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama). c. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama). 7. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat Tindakan: a. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat). b. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). c. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan. d. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA Captain, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53 Carpenito, LJ (2008). Nursing diagnosis : Aplication to clinical practice, Mosby St Louis. Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St Louis. Keliat Budi ana, proses keperawatan jiwa , edisi 1,n Jakarta EGC,1999 Keliat Budi ana,gangguan konsep diri, edisi 1 jakarta : EGC .1999 Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Mosby, St Louis. Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier Mosby, Philadelphia Stuart GW, sunden, principles and practice of psikyatrik nursing (5 th ed). StLuis Mosby year book,1995 Varcarolis, E M (2000). Psychiatric Nursing Clinical Guide, WB Saunder Company, Philadelphia.
ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI
No. 1.
Pasien
Keluarga
SPIP
SPIk
Mengidentifikasi yang
2.
benda-benda Mendiskusikan
dapat
masalah
yang
membahayakan dirasakan keluarga dalam merawat
pasien pasien Mengamankan benda-benda yang Menjelaskan pengertian, tanda dan dapat membahayakan pasien
gejala resiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami
3.
pasien beserta proses terjadinya. Menjelaskan cara-cara merawat
Melakukan kontrak treatment
pasien resiko bunuh diri 4.
Mengajarkan
cara-cara
mengendalikan dorongan bunuh 5.
diri Melatih
cara
mengendalikan
dorongan bunuh diri SPIIP 1.
SPIIk
Mengidentifikasi
aspek
positif Melatih
pasien 2.
keluarga
mempraktekkan
cara merawat pasien dengan resiko
bunuh diri Mendorong pasien untuk berpikir Melatih keluarga positif tentang diri
cara
merawat
mempraktekkan
langsung
kepada
pasien resiko bunuh diri 3.
Mendorong
pasien
untuk
menghargai diri sebagai individu yang berharga SPIIIP 1.
SPIIIk
Mengidentifikasi pola koping yang Membantu biasa diterapkan pasien
keluarga
membuat
jadwal aktivitas di rumah termasuk
2.
minum obat (discharge planning) Menilai pola koping yang biasa Menjelaskan follow up pasien
3.
dilakukan setelah pulang Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4.
Mendorong pasien memilih pola
5.
koping yang konstruktif Menganjurkan pasien menerapkan pola
koping
konstruktif
dalam
kegiatan harian SPIVP 1.
Membuat rencana masa depan
2.
yang realistis bersama pasien Mengidentifikasi cara mencapai rencana
3.
masa
realistis Memberi
depan
dorongan
yang pasien
melakukan kegiatan dalam rangka 4.
meraih masa depan yang realistis Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan harian
dalam
jadwal