Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK
Disusun Oleh: HERLIN KUSUMA, S.kep Nim : 1508085
PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES KARYA HUSADA SEMARANG 2015/ 2016 0
STROKE HEMORAGI
A.
PENGERTIAN Stroke adalah gangguan sirkulasi serebal karena defisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Stroke merupakan suatu gangguan neurologik kokal yang dapat timbul sekunder dan suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ructur dinding pembuluh darah atau penyakit vaskular dasar. (aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisma). (Price. S, 1995) Stroke
hemoragi
adalah
perdarahan
serebral
dan
perdarahan
subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadian terjadi pada saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun dapat terjadi juga pada saat istirahat. Kesadaran pasien biasanya menurun. (mansjoer, 2002)
B.
ETIOLOGI 1.
Atherosklerosis / Arteriosklerosis Atherosklerosi terjadi karena mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau dastisitas dinding pembuluh darah.
2.
Embolisme serebral
1
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, udara. Biasanya emboli berasal dari trobus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem serebral. 3.
Iskenia serebral Merupakan innefisiensi suplai darah ke otak, terutama karena ateroma konstriksi pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4.
Hemoragi ekstiadural (epidural) Biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningen lain.
5.
Hemoragi subdural Kejadian sama dengan kejadian hemoragi epidural, namun biasanya hematom subdural merupakan jembatan vena yang robek sehingga periode pembentukan hematom lebih lama dan menekan otak.
6.
Hemoragi subarachnoid Biasanya terjadi akibat hipertensi atau trauma, dan penyebab paling sering adalah kebocoran anebaisme pada arca sirkulus wiusi dan malformasi arteri – vena kongenital pada otak.
7.
Hemoragi intraserebral Hemoragi di subtansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi / aterosklerosis serebral dan dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah.
2
C. TANDA DAN GEJALA Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke. 1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa: a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi. b. Kadang tidak terjadi penuurunan kesadaran. c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun. d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. 2. Gejala klinis pada stroke akut berupa: a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan ( biasanya hemiparesis ) yang timbul mendadak. b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan ( gangguan hemisensorik ) c. Perubahan mendadak pada status mental ( konfusi, delirium, letargi, d. e. f. g.
D.
stupor, atau koma ). Afasia ( tidak lancar atau tidak dapat bicara ) Disartria ( bicara pelo atau cadel ). Ataksia ( tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran ). Vertigo ( mual dan muntah atau nyeri kepala ) ( Batticaca, 2008 )
PATOFISIOLOGI Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering. Biasanya berkaitan
dengan
kerusakan
lokal
dinding
pembuluh
darah
akibat
aterosklerosis yang ditandai plak berlemak pada lapisan intura arteria besar,
3
sehingga menjadi tipis dan sel-sel otaknya menghilangi lamina ekstika interna robek dan berjumbai lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak terbentuk pada percabangan atau tempail yang melengkung. Pembuluh darah yang mempunyai resiko adalah arteri korosis interna, vertebalis bagian atas, gasilanis bawah. Intima hilang menyebabkan jaringan ikat terpapar, trombosis akan menempel pada permukaan yang terbuksa. Trombosit melepas enzim adenosin defosfat untuk mengawali koagulasi sumbat fibrino trombosit terlepas dan membentuk emboli atau menetap hingga arteri tersumbat suppurnar. Embolisme atau emboli biasanya berasal dari suatu trombus dalam jantung. Sekap bagian otak dapat mengalami embolisme dan embulus menyumbat bagian-bagian yang sempit carteri serebi media, bagian atas. Emboli
akan
pembuluh
mengakibatkan
anastomosis
tidak
keadaan-keadaan mempunyai
perlahan-lahan
kesempatan
karena
melebar
dan
mengkompensasi. Perdarahan serebri pada perdarahan intrakranial disebabkan oleh reptura serteria serebri. Ekstravasasi darah terjadi didaerah otak dan atau subaraknoid sehingga jaringan disekitarnya bergeser dan tertekan dan mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar perdarahan. Bekuan darah yang lunak terlarut dan mengecil. Setelah beberapa bulan jaringan nekrotik diganti astrosit dan kapiler-kapiler baru dan rongga terisi serabut-0serabut astrogila yang mengalami proiferasi.
4
Path Ways Penyakit yang mendasari stroke Penurunan perfusi jaringan cerebral Iskemia
SNH
Hipoksia Metabolisme anaerob terganggu
Nekrosis jaringan otak Volume cairan bertmbah
Asam laktat meningkat
Aktifitas elektrolit Pompa Na dan K gagal Nadan K influk
Edema cerebral
Retensi air
TIK meningkat Hernia cerebral
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik. b. Scan CT : memperlihatkan adanya edema, ticmatoma, iskemia, dan adanya infark.
5
c. Pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral. d. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, malformasi arberiovena (MAV). e. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis) aliran darah muncul plak (arterioklerotik). f. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. g. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lompong pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karokis interna terdapat pada trombosis serebral; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan sub arakhoid. (Doengoes, 1999)
F. KOMPLIKASI -
Hipoksia serebral
-
Aliran darah serebral
-
Embolisme serebral
G. PENATALAKSAAN a. Medis i. Diuretik untuk menurunkan edema serebral ii. Antikoagulan
untuk
mencegah
terjadinya
atau
memberatnya
trombolinasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler iii. Medikasi peran trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi. (Brunner & Suddarth, 2002) b. Keperawatan/pengobatan
6
i. Pengobatan bersifat kausal ii. Pengobatan terhadap perdarahan di otak dan tujuan hemostatis, misalkan asam franeksamat 1 gr/4 jam IV pelan-pelan selama 3 minggu, dosis berangsur-angsur diturunkan. iii. Pembedahan yang dilakukan dengan operasi bedah syarat dan biasanya operasi dijalankan bila terjadi hematomi di daerah-daerah superfisial hemisfer serebri/perdarahan serebral. (Harsono, 2000) H. PENGKAJIAN 1. Aktivitas/istirahat Gejala : merasa
kesulitan
untuk
melakukan
aktivitas
karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis. Tanda : merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat, ganguan tonus otot, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran. 2. Sirkulasi Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia. Tanda : hipertensi arterial, disritmia, desiran pada karotis 3. Intergritas ego Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa. Tanda : emosi yang labil, sedih, kesulitan untuk mengekspresikan diri. 4. Eliminasi Gejala : perubahan pola berkemih, distensi abdomen. 5. Makanan/cairan Gejala : nafsu makan hilang, mual, muntah Tanda : kesulitan menelan, obesitas. 6. Neurosensori Gejala : sinkope/pusing, kelemahan, kesemutan, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
7
Tanda : status mental/kesdarannya biasa, terjadi koma, afasia, ukuran reaksi pupil tidak sama. 7. Nyeri/kenyamanan Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang bebeda-beda Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia. 8. Penafasan Gejala : merokok. Tanda : ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas. 9. Keamanan Tanda : motorik/sensorik masalah dengan penglihatan, tidak mampu mengenali objek, kesulitan dalam menelan. (Doengoes, 1999) 10. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan vasospasme serebral Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membai, fungsi kognitif dan motorik/sensori. (Doengoes, 1999) Kriteria hasil : - Klien akan mengatakan tidak sakit kepala dan merasa nyaman. - Mencegah cedera. - Peningkatan pengetahuan pupil membaik. - Tanda vital dalam batas normal. Intervensi : - Tentukan
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
keadaan/penyebab khusus selama koma/enurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK. -
Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya/standar.
-
Pantau tanda-tanda vital.
-
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk dan reaksinya terhadap cahaya.
8
-
Catat perubahan dalam penglihatan.
-
Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
-
Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi.
11. Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
keterlibatan
neuromuskuler : kelemahan, parestesia. (Doengoes, 1999) Tujuan : mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. Kriteria hasil : - Tidak ada kontraktur otot - Tidak ada ankilosis pada sendi - Tidak ada penyusutan otot - Efektif pemakaian alat Intervensi : - Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. -
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring), dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa labih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
-
Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk.
-
Bantu untuk mengembangkan duduk. 12. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral. (Doengoes, 1999)
Tujuan : mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi. Kriteria hasil : - Klien memahami dan membutuhkan komunikasi - Klien menunjukkan memahami komunikasi dengan orang lain Intervensi : - Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak nampak memahami kata atau kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. -
Bedakan antara afasia dengan disartria.
9
-
Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
-
Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata, tunjuk ke pintu”), ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
-
Tunjukkan obyek dan minta pasien untuk menyebutkan namanya.
13. Perubahan persepsi – sensori berhubungan dengan trauma neurologis. (Doengoes, 1999) Tujuan : memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual. Kriteria hasil : - Kesadaran pasien baik - Tidak terjadi gangguan persepsi sensorik Intervensi : - Evaluasi adanya gangguan penglihatan. -
Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal.
-
Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan.
-
Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
-
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.
14. Gangguan
pemenuhan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat sekunder dari paralisis (Doengoes, 1999) Tujuan : mempertahankan berat badan yang diingnkan. Kriteria hasil : - Klien mengatakan keinginan untuk makan - Makanan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan nutrisi habis - Berat badan dalam batas maksimal Intervensi : - Tinjau ulang
patologi/kemempuan
menelan
pasien
secara
individual, catat luasnya paralisis fasial, gangguan lidah, kemampuan untuk melindungi jalan nafas.
10
-
Tingatkan upaya untuk dapat melakukan poses menelan yang aktif.
-
Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
-
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di atas bibir/di buah dagu jika dibutuhkan.
-
Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
-
Pertahankan masukkan dan keluaran yang akurat, catat jumlah kalori yang masuk.
11
DAFTAR PUSTAKA Batticaca, B. Fransisca. 2008. Keperaawataan klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar KMB. Jakarta: EGC Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture notes neurologi. Jakarta: Erlangga Mansjoer, Arif. 2002. Ilmu Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Marilynn, E. Doengoes. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
12