Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKA BEDAH PADAPASIEN TB PARU DENGAN GANGGUAN RESPIRASI DI RUANG TUNJUNG 1 DIRUMAH SAKIT RSUD PERAYA
OLEH : NAMA : SISKA WATI NIM: 090ATYC17 KELAS: A2 (Semester IV, Tingkat II) YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1 MATARAM 2019
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang peran manajemen risiko dalam patien. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Asuhan keperawatan TB Paru ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Mataram 7 Juli 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
KATA PENGANTAR ................................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
2
1.3 Tujuan .........................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................
3
2.1 Definisi .......................................................................................
3
2.2 kalasifikasi...................................................................................
4
2.3 Etiologi ........................................................................................
5
2.4 Patofisiologi dan Patway .............................................................
6
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................
9
2.6 Komplikasi .................................................................................. 11 2.7 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 12 2.8 Penatalaksanaan .......................................................................... 13 2.9 Pencegahan .................................................................................. 14 2.10 Asuhan Keperawatan ................................................................ 16 BAB III PENUTUP ..................................................................................... 36 3.1 Kesimpulan ................................................................................. 37 3.2 Saran ............................................................................................ 37 DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang bdan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam ( BTA ). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP ). Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja dan dimana saja. Setiap tahunnya, indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di indonesia. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis. Penyakit TBC tidak mempunyai gejala yang khas, bahkan sering tanpa gejala dan baru diketahui adanya kelainan dengan pemeriksaan foto rontgen paru. Pada saat itu kemungkinannya ada dua, apakah yang akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi melainkan di tulang, ginjal, otak dan sebagainya. Ini yang berbahaya dan butuh waktu yang lama untuk penyembuhannya. Karena itu perlu kita sadari kembali bahwa TBC dalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium tuberculosa sangat mudah menular melalui udara pada saat
1
pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan TB paru? 2. Apa saja klasifikasi TB paru? 3. Apa saja penyebab dari TB paru? 4. Apa Patofisiologi dan patway TB paru? 5. Apa saja Manifestasi klinis TB paru? 6. Apa saja Komplikasi TB paru? 7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang TB paru? 8. Apa saja Penatalaksanaan TB paru? 9. Apa saja cara pencegah TB paru? 10. Apa saja Asuhan Keperawatan pada TB paru? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari TB paru 2. Untuk mengetahui kalasifikasi dari TB paru 3. Untuk mengetahui penyebab TB paru 4. Untuk mengetahui patofisiologi dan patway TB paru 5. Untuk mengetahui manifestasi klinis TB paru 6. Untuk mengetahui Komplikasi TB paru 7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang TB paru 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan TB paru 9. Untuk mengetahui pencegahan TB paru 10. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan TB paru
2
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR 2.1 DEFENISI Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah (Wijaya, 2013, Hal. 137). Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai
parenkim
paru,
biasanya
disebabkan
oleh
mycobacterium tuberculosis (Smeltzer, 2014. Hal 525). Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000). Tuberkulosis
paru adalah penyakit
infeksius
yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
3
2.2 Klasifikasi 1. Klasifikasi tuberkulosis dari sistem lama: 1) Pembagian secar patologis a. Tuberkulosis primer (childhood tuberkulosis) b. Tuberkulosis post-primer (adult tuberkulosis) 2) Pembagian
secara
aktivitas
radiologis
tuberkulosis
paru
(kochpulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang membunuh) 3) Pembagian secara radiologis (luas lesi) a. Tuberkulosis minimal b. Moderatery advanced tuberkulosis c. Far advanced tuberkulosisi 2. Klasifikasi menurut American Thoracic Society: a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberculin negative b. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tetapi tidak tebukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberculosin negative c. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negative d. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit 3. Klasifikasi di indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makrobiologis: a. Tuberkulosis paru b. Bekas tuberkulosis paru c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a) TB tersangka yang diobati: sputum BTA(-), tetapi tanda-tanda lain positif b) TB tersangka yang tidak diobati: sputum BTA negative dan tanda-tanda lain juga meragukan 4. Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori: (sudoyo Aru):
4
1) Kategori 1, ditunjukkan terhadap: a. Kasus baru dengan sputum positif b. Kasus baru dengan bentuk TB berat 2) Kategori 2, ditunjukkan terhadap: a. Kasus kambuh b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif 3) Kategori 3, ditujukkan terhadap: a. Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut kategori 2.3 Etiologi Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101) adalah sebagai mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis). 1. Mycobacterium tuberculosis termasuk family mycobacteriaceae yang
mempunyai
berbagai
genus,
satu
diantaranya
adalah
mycobacterium, salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis. 2. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humani (kemungkinan infeksi type bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin di tingkatkan 3. Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil Tahan Asam (BTA) 4. Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam, secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA) belum tentu identik dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang menjadi penyebab mycobacteriosis. 5. Kalau bakteri – bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis, basil tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam. 6. Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil tuberculosis juga akan
5
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alcohol 70 % atau lisol 5%.
2.4 Patofisiologi Basil tuberkel yang mengcapai permukaan alveoli biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit, setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya di bagian bawah lobus atas atau di bagian atas lobus bawah) basil tuberculosis
ini
membangkitkan
reaksi
peradangan.
Lekosit
polimorfunuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari pertama maka lekosit diganti oleh magrofat (Wijaya, 2013, Hal. 138). Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel spiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat 6
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelingi tuberkel (Wijaya, 2013, Hal. 138). Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas
kecil
dapat
menutup
sekalipun
tanpa
pengobatan
dan
meninggalkan parut fibrosa(Wijaya, 2013, Hal. 138). Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan memcapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmaner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis milier. Ini terjadi apabila focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vascular dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ – organ tubuh (Wijaya, 2013, Hal. 138).
7
WOC TB paru Microbacterium
Droplet infection
Masuk lewat jalan nafas
tuberkulosa Menempel pada paru Keluar dari Dibersihkan oleh makrofag
tracheobnchial
Menetap dijaringan paru
bersama sekret Terjadi peroses peradangan Sembuh tanpa pengobatan Tumbuh dan berkembang
Pengeluaran zat pirogen
di sitoplasma makrofag Mempengaruhi hipotalamus
Mempengaruhi sel point
Komplek
Limfangitis
Limfadinitid
primer
lokal
ragional
Hipertermi Melebar ke organ lain (paru lain,
Sembuh sendiri
saluran pencernaan, tulang melalui
tanpa
media bronchogen
pengobatan
Sembuh dengan bekas fibrosis
perontinuitum,hematogen/limfogen
Radang tahunan dibronkus
Pertahanan primer tidak adekuat
Berkembang
Pembentukan tuberkel
menghancurkan jaringfan Kerusakan membran alveolar
ikat serikat Bagian tengah nekrosis Membentuk jaringan keju Sekret keluar saat batuk 8
Pembentukan
Menurunnya
sputum
permukaan efek
berlebihan
paru
Batuk produktif
MK: ketidak efektif
(batukterus menerus)
bersihan jalan nafas
Alveolus
Alveolus mengalami konsolidasi & eksudasi Droplet infection
Batuk berat
Terhirup orang
Distensi abdomen
MK: Gangguan pertukaran gas
sehat Mual,muntah MK: Resiko infeksi
Intake nutrisi kurang
MK: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.5 Manifestasi Klinik Menurut Wijaya, (2013, Hal. 140) Gambaran klinik TB paru dapat di bagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik : 1. Gejala respiratorik, meliputi ; 1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. 2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. 3) Sesak napas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia, dan lain – lain.
9
4) Nyeri dada : Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura rusak. 2. Gejala sistemik, meliputi : Demam : Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lain : Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat
juga
timbulnya menyerupai
gejala
pneumonia\tuberkulosis paru termasuk insidius (Wijaya, 2013, Hal. 140) Tanda dan gejala lain yaitu: 1. Demam 40-41ᴼC, serta ada batuk/batuk berdahak 2. Sesak nafas dan nyeri dada 3. Malaise, keringat malam 4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada 5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit 6. Pada anak: 1) Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh 2) Demam tanpa sebab jelas, terutama jka berlanjut sampai 2 minggu 3) Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze 4) Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa 5) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem scroring TB anak 6) Anak dengan Tb jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
10
7) Pasien usia balita yang dapat sekor 5, dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.
2.6 Komplikasi Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu : 1)
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2)
Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3)
Bronkiektasis
(pelebaran
broncus
setempat)
dan
fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
11
4)
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
2.7 Pemeriksaan Penunjang Menurut Somantri (2007. Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu : 1. Sputum culture: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif. 2. Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA. 3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang aktif. 4. Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa. 5. Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M. Tuberkulosis. 6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. 7. Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis. 8. ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru. 9. Bronkografi:
merupakan
pemeriksaan
khusus
untuk
melihat
kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB. 10. Darah: leukositosis, LED meningkat. 11. Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala
12
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura. 2.8 Penatalaksanaan 1.
Penatalaksananaan Medis
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian : 1) Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan. Streptomisin inj 750 mg. Pas 10 mg. Ethambutol 1000 mg. Isoniazid 400 mg. 2) Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis : INH. Rifampicin. Ethambutol Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan. 3) Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat : Rifampicin. Isoniazid (INH). Ethambutol. Pyridoxin (B6). 2. Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Hidayat (2008) perawatan anak dengan tuberculosis dapat dilakukan dengan melakukan : 1) Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
13
2)
Pemberian oksigen yang adekuat
3)
Latihan batuk efektif
4) Fisioterapi dada 5) Pemberian nutrisi yang adekuat 6) Kolaburasi pemberian obat antutuberkulosis (seperti: isoniazid, streptomisin, etambutol, rifamfisin, pirazinamid dan lain-lain) 7) Intervensi yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan perkembangan anak yang tenderita tuberculosis dengan membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan, yaitu (Suriadi dan Yuliani, 2001) : a. Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, ketrampilan tangan, vidio game, televisi) b. Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak c. Melibatkan anak dalam mengatur jadual harian dan memilih aktivitas yang diinginkan d. Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan 2.9 Pencegahan 1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut. 2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. 3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak. 4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. 5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
14
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan
dahak
di
sembarangan
tempat
dan
menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
15
2.10
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN 1) Identitas Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. 2) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. b) Riwayat Kesehatan Dahulu Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. c) Riwayat Kesehatan Keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. 3) Data biologis a) Pola aktivitas dan istirahat Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul. b) Pola nutrisi
16
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c) Respirasi Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d) Rasa nyaman/nyeri Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e) Integritas ego Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. f) Keamanan Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut. g) Interaksi Sosial Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
17
4) Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien 2) Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat kesadaran pasien compos mentis . 3) Berat badan : Biasanya berat badan pasien mengalami penurunan 4) Tekanan darah : Biasanya tekanan darah pasien menimgkat : Biasanya suhu pasien TBC tinggi sekitar 40-410c
5) Suhu
6) Pernafasan : Biasanya pasien dengan TBC nafas nya pendek 7) Nadi
: Biasanya pasien mengalami peningkatan denyut
nadi 8) Kepala Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan. 9) Rambut Pada klien TBC biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala klien bersih, dan tidak rontok 10) Wajah Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena nyeri dada yang dirasakannya pada saat batuk 11) Mata Biasanya terdapat lingkaran hitam pada kelopak mata karena kurang tidur akibat nyeri, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat,scleraikterik.pupil bulaT 12) Hidung Biasanya tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas cuping hidung. 13) Mulut Biasanya bibir kering, lidah tidak kotor dan biasanya ada caries pada gigi 14) Leher Biasanya tidak ada adanya pembesaran kelenjer thyroid. 15) Dada/Thorak
18
Inspeksi
: biasanya tidak simetris kiri dan kanan,
penurunan
ekspansi paru, menggunakan otot asesori pernafasan, pernafasan dangkal. Palpasi
: biasanya fremitus kiri dan kanan sama,.
Perkusi
: sonor kiri dan kanan
Auskultasi : baiasanya ada bunyi nafas tambahan ronkhi basah kasar dan nyaring 16) Jantung Inspeksi
: biasanya ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi
: biasanya ictus cordis teraba 2 jari.
Perkusi
: biasanya bunyi redup
auskultasi : biasanya irama jantung cepat 17) Perut/Abdomen Inspeksi
: biasanya perut nya datar
Auskultasi : biasanya terjadi penurunan bising usus. Palpasi
:, tidak ada masa
Perkusi
: baiasanya tidak kembung
18) Geniteorinaria Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik. Biasanya pasien terpasang kateter. 19) Sistem integrumen Biasanya terjadi perubahan pada kelembapan atau turgor kulit jelek karena keringat dingin dimalam hari 20) Ekstermitas Biasanya ada edema pada ekstermitas atas dan bawah, dan kekuatan otot lemah. 5) Pola Fungsional Gordon Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Ardiansyah (2012, hal 319-323) adalah sebagai berikut : 1) Aktivitas/Istirahat Gejala :1) Kelelahan umum dan kelemahan, 2) Napas pendek saat bekerja atau beraktivitas, 3) Kesulitan tidur pada
19
malam hari atau demam malam, 4) Setiap hari menggigil dan berkeringat, serta mimpi buruk. Tanda :1) Takikardia, Takipnea atau dispnea pada saat beraktivitas, 2) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (Tahap Lanjutan) 2) Integritas Ego: Gejala1) Adanya faktor stres lama, 2) Masalah keuangan dan rumah tangga, 3) Perasaan tak berdaya/tak ada harapan, 4) Serta biasa terjadi di bangsa Amerika asli atau imigran dari Amerika Tengah, Asia Tenggara, dan suku indian. Tanda :1) Menyangkal (khususnya selama tahap dini), 2) Kecemasan berlebihan, ketakutan, serta mudah marah. 3) Makanan/Cairan Gejala :1) Kehilangan nafsu makan, 2) Tak dapat mencerna makanan dan terjadi penurunan berat badan. Tanda :1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, 2) Kehilangan otot atau mengecil karena hilangnya lemak subkutan 4) Nyeri/Kenyamanan Gejala : 1) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda :1) Berhati-hati saat menyentuh atau menggerakkan area yang sakit, 2) Perilaku distraksi (terganggu) seperti gelisah 5) Pernapasan Gejala : 1) Batuk (produktif/tak produktif), 2) Napas pendek. Tanda :1) Peningkatan frekuensi pernapasan, 2) Fibrosis parenkimparu dan pleura yang meluas, 3) Pasien menunjukkan pola pernapasan yang tak simestris (efusi pleura), 4) Perfusi pekak dan penurunan fremitus (getaran dalam paru), 5) Penebalan pleura dan bunyi napas yang menurun, 6) Aspek paru selama inspirasi cepat : namun setelah batuk biasanya pendek (krekels postusik), 7) Karakteristik sputum (yang berwarna hijau/purulen dan mukoid, kadang kuning dan disertai dengan bercak darah), 8) Deviasi trakeal (penyebab bronkogenik)
20
menunjukkan sikap mudah tersinggung yang jelas dan perubahan mental. 6) Keamanan Gejala : Adanya kondisi tekanan pada sistem imun (contoh AIDS, kanker, tes HIV yang hasilnya positif. Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut 7) Interaksi Sosial Gejala : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular. Tanda : Perubahan pola biasa dalam kapasitas fisik untuk melakukan peran 8) Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : 1) Riwayat keluarga Tuberkulosis Paru, 2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, 3) Gagal untuk menyembuhkan TB secara total, Tuberkulosis paru sering kambuh dan tidak mengikuti terapi pengobatan dengan baik. 9) Pertimbangan : DRG menunjukkan bahwa secara lama pasien dirawat di rumah sakit sekitar 6,6 hari. 10) Rencana Pemulangan : Pasien dengan Tuberkulosis paru dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri serta pemeliharaan rumah. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme. 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,
hipertensi
pulmonal,
penurunan
perifer
yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung 3) Hipertemi berhubungan dengan imflamasi 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekutan intke nutrisi, dyspneu dyspneu 5) Resiko infeksi berhubungan dengan organisme purulen.
21
3. Analisa data No 1
SYMPTOM
ETIOLOGI
DS:
Kerusakan membran alveolar
1) Dispnea
PROBLEM Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
2) Sulit bicara
bronkospasme. Pembentykan sputum
3) Ortopnea
berlebihan DO: 1) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
2) Sputum berlebih atau obstruksi di jalan nafas atau mekonium di jalan nafas (pada neonatus) 3) Mengi, wheezing dan atau rhonki kering 4) Gelisah 5) Sianosis 6) Bunyi nafas menurun 7) Frekuensi nafas menurun 8) Pola nafas berubah
22
dengan
9) Mata terbuka lebar 10) Sputum dalam jumblah yang berlebihan 2
DS:
Menurunnya permukaan efek paru
1) Dispnea
Gangguan pertukaran gas
berhubungan
dengan kongesti paru,
2) Pusing 3) Penglihatan kabur
Alveolus
hipertensi
pulmonal,
penurunan
perifer
yang DO:
mengakibatkan
asidosis
1) PCO₂ meningkat/ menurun
Alveolus mengalamikonsolidasi & eksudasi
2) PCO₂ menurun 3) Takikardia Gangguan pertukaran 4) pH arteri
gas
meningkat/ menurun 5) Bunyi nafas bertambah 6) Sianosis 7) Diaforesis 8) Nafas
cuping
hidung 9) Pola nfas abnormal (cepat/lambat,regule r/ireguler,
23
penurunan jantung
laktat
dan curah
dalam/dangkal) 10) Warna
kulit
abnormal
(mis,
pucat, kebiruan) 11) Kesadaran menurun 3
DO:
Pengeluaran zat pirogen Hipertemi berhubungan
1) Suhu tubuh diatas nilai normal
dengan
imflamasi Mempengaruhi
2) Kulit merah
hipotalamus
3) Kejang 4) Takikardi
Mempengaruhi sel point
5) Takipnea 6) Kulit terasa hangat
Hipertermi
7) Konvulasi 4
DS:
Distensi abdomen
1) Cepat
nutrisi
kenyang
setelah makan
Mual, muntah
nutrisi, makan
menurun
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DO:
menurun
berhubungan
dari tubuh
dengan
ketidakadekutan intke
abdomen
1) Berat
kurang
kebutuhan
2) Kram/nyeri
3) Nafsu
Ketidakseimbangan
badan minimal
24
dyspneu
dyspneu
10%
di
bawah
rentang ideal 2) Bising
usus
hiperaktif 3) Otot
pengunyah
lemah 4) Membran
mukosa
pucat 5) Sariawan 6) Serum
albumin
turun 7) Rambut
rontok
berlebihan 8) Diare 5
DS: -
Droplet infection
DO: -
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
organisme purulen. Terhirup orang sehat
Resiko infeksi
25
4. Intervensi keperawatan No
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI NOC
(NIC) 1
Ketidakefektifan bersihan
jalan
NOC : nafas
NIC : suction
Airway
1) Respiratory status : Ventilation 1) Pastikan kebutuhan 2) Respiratory status : oral / tracheal bronkospasme. Airway patency suctioning 3) Aspiration Control 2) Auskultasi suara Definisi : nafas sebelum dan sesudah suctioning. Ketidakmampuan untuk Kriteria Hasil : 3) Informasikan pada membersihkan sekresi klien dan keluarga 1) Mendemonstrasikan tentang suctioning batuk efektif dan atau obstruksi dari 4) Minta klien nafas suara nafas yang saluran pernafasan untuk dalam sebelum bersih, tidak ada suction dilakukan. sianosis dan dyspneu mempertahankan 5) Berikan O2 dengan (mampu kebersihan jalan nafas. menggunakan nasal mengeluarkan untuk memfasilitasi sputum, mampu Batasan Karakteristik suksion nasotrakeal bernafas dengan mudah, tidak ada 6) Gunakan alat yang : steril sitiap pursed lips) melakukan tindakan 2) Menunjukkan jalan 1) Dispneu, Penurunan pasien nafas yang paten 7) Anjurkan untuk istirahat dan (klien tidak merasa suara nafas napas dalam setelah tercekik, irama nafas, kateter dikeluarkan frekuensi pernafasan 2) Orthopneu dari nasotrakeal dalam rentang status normal, tidak ada 8) Monitor 3) Cyanosis oksigen pasien suara nafas 9) Ajarkan keluarga abnormal) 4) Kelainan suara nafas 3) Mampu bagaimana cara melakukan suksion mengidentifikasikan (rales, wheezing) dan mencegah factor 10) Hentikan suksion dan berikan oksigen yang dapat 5) Kesulitan berbicara apabila pasien menghambat jalan menunjukkan nafas 6) Batuk, tidak efekotif bradikardi, peningkatan saturasi atau tidak ada O2, dll. berhubungan
dengan
7) Mata melebar
Airway
26
8) Produksi sputum
Management
9) Gelisah 10) Perubahan frekuensi dan irama nafas Faktor-faktor yang berhubungan: 1) Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi 2) Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma. 3) Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
27
1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berikan bronkodilator bila perlu 10) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12) Monitor respirasi dan status O2
2
Gangguan Pertukaran gas
NOC :
1) Respiratory Status : Definisi : Kelebihan Gas exchange atau kekurangan dalam 2) Respiratory Status : oksigenasi dan atau ventilation pengeluaran 3) Vital Sign Status karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli Kriteria Hasil : Batasan karakteristik : 1) Gangguan penglihatan 2) Penurunan CO2 3) Takikardi 4) Hiperkapnia 5) Keletihan 6) Somnolen 7) Iritabilitas 8) Hypoxia 9) Kebingungan 10) Dyspnoe 11) nasal faring 12) AGD Normal 13) Sianosis 14) warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) 15) Hipoksemia 16) Hiperkarbia 17) sakit kepala ketika bangun 18) frekuensi dan kedalaman nafas abnormal Faktor faktor berhubungan :
yang
1) ketidakseimbang an perfusi ventilasi 2) perubahan membran kapiler-alveolar
28
1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2) Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan 3) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4) Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC : Airway Management: 1) Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4) Pasang mayo bila perlu 5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8) Lakukan suction pada mayo 9) Berika bronkodilator bial perlu 10) Barikan pelembab udara 11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 12) Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring: 1) Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
3) 4)
5) 6)
7)
8)
9)
3
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh. Batasan karakteristik : 1) Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal 2) Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari 29
NOC :
otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
NIC :
1) Nutritional Status : Nutrition Management: food and Fluid Intake 1) Kaji adanya alergi makanan Kriteria Hasil : 2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah 1) Adanya peningkatan kalori dan nutrisi berat badan sesuai yang dibutuhkan dengan tujuan pasien. 2) Berat badan ideal pasien sesuai dengan tinggi 3) Anjurkan untuk meningkatkan badan intake Fe 3) Mampu 4) Anjurkan pasien mengidentifikasi untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi
RDA (Recomended Daily Allowance) 3) Membran mukosa dan konjungtiva pucat 4) Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah 5) Luka, inflamasi pada rongga mulut 6) Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan 7) Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan 8) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa 9) Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan 10) Miskonsepsi 11) Kehilangan BB dengan makanan cukup 12) Keengganan untuk makan 13) Kram pada abdomen 14) Tonus otot jelek 15) Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi 16) Kurang berminat terhadap makanan 17) Pembuluh darah kapiler mulai rapuh 18) Diare dan atau steatorrhea 19) Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok) 20) Suara usus hiperaktif
30
4) Tidak ada tanda protein dan vitamin C tanda malnutrisi 5) Berikan substansi 5) Tidak terjadi gula penurunan berat 6) Yakinkan diet yang badan yang berarti dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition Monitoring: 1) BB pasien dalam batas normal 2) Monitor adanya penurunan berat badan 3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4) Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 5) Monitor lingkungan selama makan 6) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 7) Monitor kulit kering dan perubahan
21) Kurangnya informasi, misinformasi Faktor-faktor berhubungan :
yang
1) Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
31
pigmentasi 8) Monitor turgor kulit 9) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10) Monitor mual dan muntah 11) Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht 12) Monitor makanan kesukaan 13) Monitor pertumbuhan dan perkembangan 14) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 15) Monitor kalori dan intake nuntrisi 16) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. 17) Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4
Hiipertermi
NOC :
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
1) Thermoregulation
Batasan Karakteristik:
1) Suhu tubuh dalam rentang normal 2) Nadi dan RR dalam rentang normal 3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa ny
1) kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal 2) serangan atau konvulsi (kejang) 3) kulit kemerahan 4) pertambahan RR 5) takikardi 6) saat disentuh tangan terasa hangat Faktor faktor yang berhubungan : 1) penyakit/ trauma 2) peningkatan metabolism 3) aktivitas yang berlebih 4) pengaruh medikasi/anastesi 5) ketidakmampuan/pe nurunan kemampuan untuk berkeringat 6) terpapar dilingkungan panas -
Kriteria Hasil :
NIC : Fever treatment 1) Monitor suhu sesering mungkin 2) Monitor IWL 3) Monitor warna dan suhu kulit 4) Monitor tekanan darah, nadi dan RR 5) Monitor penurunan tingkat kesadaran 6) Monitor WBC, Hb, dan Hct 7) Monitor intake dan output 8) Berikan anti piretik 9) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam 10) Selimuti pasien 11) Lakukan tapid sponge 12) Berikan cairan intravena 13) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila 14) Tingkatkan sirkulasi udara 15) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil Temperature regulation:
dehidrasi
1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu 3) Monitor TD, nadi, dan RR 4) Monitor warna dan suhu kulit 5) Monitor tanda-tanda
pakaian yang tidak tepat
32
hipertermi dan hipotermi 6) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh 8) Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas 9) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan 10) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan 11) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan 12) Berikan anti piretik jika perlu Vital sign Monitoring: 1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
33
6) Monitor kualitas dari nadi 7) Monitor frekuensi dan irama pernapasan 8) Monitor suara paru 9) Monitor pola pernapasan abnormal 10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 11) Monitor sianosis perifer 12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 13) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
5
NOC :
Resiko infeksi Definisi: peningkatan terserang
mengalami resiko organisme
1) Immune Status 2) Knowledge Infection control 3) Risk control
NIC : 1) Pertahankan
:
patogenik
Kriteria hasil:
faktor-faktor risiko :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
34
teknik aseptif 2) Batasi pengunjung bila perlu 3) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4) Gunakan baju, sarung tangan
1) Prosedur Infasif 2) Kerusakan jaringan dan
peningkatan
paparan lingkungan 3) Malnutrisi 4) Peningkatan paparan lingkungan patogen 5) Imonusupresi 6) Tidak
adekuat
pertahanan sekunder (penurunan
Hb,
Leukopenia, penekanan
respon
inflamasi) 7) Penyakit kronik 8) Imunosupresi 9) Malnutrisi
35
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3) Jumlah leukosit dalam batas normal 4) Menunjukkan perilaku hidup sehat 5) Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
sebagai alat pelindung 5) Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 6) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 7) Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik: 1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal 2) Pertahankan teknik isolasi k/p 3) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 4) Monitor adanya luka 5) Dorong masukan cairan 6) Dorong istirahat 7) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 8) Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
5. IMPLEMENTASI Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mendapat tujuan yang diharapkan. Karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi factor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. 6. EVALUASI Pada data analisa/assessment kita dapat menuliskan beberapa poin-poin sperti dibawah ini: 1.
Tafsirkan dari hasil tindakan yang telah diambil adalah penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan
2.
Analisa dari hasil yang dicapai menjadi focus dari penilaian ketepatan tindakan.
3.
Kalau criteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternative sehingga dapat mencapai tujuan
36
BAB III PENUTUP 1.1 Kesimpulan Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi
Mycobacterium
tuberculosis. Data
insidens
dan
prevalens
tuberkulosis tidak mudah dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis. Factor –faktor yang menyebabkan mengalami TBC : 1) Mycobacterium tuberculosa 2) Mycobacterium bovis 3) Tertular dari ibu saat dalam kandungan 4) Sebelum atau selama persalinan menghirup air ketuban yang terinfeksi 5) Setelah lahir karena menghirup udara yang terkontaminasi oleh percikan saliva yang terinfeksi 6) Merokok pasif 1.2 Saran Setelah membaca makalah ini diharapkan ada kritik dan saran yang dapat membangun sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.
37
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
2006. Pedoman
Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:Upper Saddle River Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
38