Lp Tb Paru (medikal)

  • Uploaded by: Nita Ratna Dewi
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Tb Paru (medikal) as PDF for free.

More details

  • Words: 5,177
  • Pages: 24
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS PADA PASIEN DI RUANG SAKURA RUMAH SAKIT Dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

Oleh Wahyu Rahmadani, S.Kep 182311101063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018 ii

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS A.

Definisi Tuberkulosis

adalah

penyakit

infeksi

menular

yang

disebabkan

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Sylvia A.price dalam Amin & Hardhi, 2015) Tuberkulosis

adalah

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui percikan dahak (droplet) dari penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain seperti pleura, selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2015) Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Price, 2001 dalam Nixson Manurung, 2016) Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon. (Hood Alsagaff, 1995 dalam Andra & Yessie, 2013) Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular langsung melalui droplet orang yang telah terinfeksi kuman/basil tuberkulosis. (WHO, 2014 dalam Najmah, 2016).

3

B.

Epidemiologi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian

dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia telah tertular TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya meningkat menjadi 9,6 juta (WHO, 2015). Jumlah kasus TB paru terbanyak pada tahun 2014 berada di wilayah Afrika (37%), wilayah Asia Tenggara (28%), dan wilayah Mediterania Timur (17%) (WHO, 2015). Berdasarkan laporan WHO dalam Global Report (2009), pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini turun dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TB terbanyak setelah India dan China. Namun, pada tahun 2015 jumlah pasien TB di Indonesia naik menjadi peringkat ketiga di dunia. Penderita terbanyak nomor satu adalah India dengan jumlah penduduk 1,5 miliar. Kedua Cina, dengan jumlah penduduk 1 miliar dan ketiga Indonesia (Teja, 2015). C. Etiologi Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil Mycobacterium tuberculosis, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Tuberculosis ini ditularkan dari orang ke orang oleh trasmisi melalui udara. Individu yang terinfeksi menularkan tuberkulosis melalui droplet atau liur yang keluar saat bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 u) dan kecil (1 sampai 5u). Droplet dalam jumlah besar akan menetap, sementara droplet kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. 4

D. Klasifikasi Andra dan Yessie (2013) menjelaskan klasifikasi TB paru adalah sebagai berikut: Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut: a. TB paru BTA positif dengan kriteria: 1) Dengan atau tanpa gejala klinik 2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologic positif 1 kali 3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru b. TB paru BTA negatif dengan kriteria: 1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif 2) BTA negatif, biarkan negatif tetapi radiologik positif c. Bekas TB paru dengan kriteria 1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif 2) Gejala klinik tidak ada atau gejala sisa akibat kelainan paru 3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah 4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung). Klasifikasi menurut American Thoracic Society dalam Amin dan Hardhi (2015), adalah sebagai berikut: a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberculin negatif. b. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif. c. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif. d. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit Sedangkan menurut WHO TB dibagi dalam 4 kategori yaitu: (Sudoyo Aru dalam Amin & Hardhi, 2015). a. Kategori 1, ditujukan terhadap: 1) Kasus baru dengan sputum positif 2) Kasus baru dengan bentuk TB berat b. Kategori 2, ditujukan terhadap: 1) Kasus kambuh 2) Kasus gagal dengan sptum BTA positif 5

c. Kategori 3, ditujukan terhadap: 1) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas 2) Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori d. Kategori 4, dutujukan terhadap: TB kronik E. Patofisiologi dan clinical Pathway Andra dan Yessie (2013) menjelaskan tentang patofisiologi dari penyakit TB adalah sebagai berikut: Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhilasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi dan sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali 6

pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dengan menjadi tempat peradagan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ tubuh.

7

Clinical Pathway

Penurunan O2 di otot

Ketidakadekuatan suplai O2 jaringan

Metabolisme anaerob

Gg. Pertukaran Gas

Malaise

Gangguan pertukaran O2 dan CO2

Intoleransi aktifitas

Kompensasi tubuh untuk dapat O2 lebih banyak Peningkatan frekuensi napas

Ketidakefektifan pola napas

Konsolidasi dan eksudasi alveolus Kerusakan membran alveolar

Peradangan menyebar ke bronkus

Sembuh tanpa pengobatan

Pelepasan zat pirogen endogen (sitokin)

Reaksi inflamasi Aktivasi makrofag dan limfosit

Terinhalasi masuk saluran napas

Stimulasi hipotalamus

Pengaruh pd set point Hipertermi

8

Evaporasi

Droplet mengandung Berkeringat malam Aktivasi bradikinin, Penekanan pada M. tuberculosis Stimulasi hari Bakteri masuk melalui saluran Bakteri Inhalasimeluas dropletke mengandung parenkim

Bakteri didibronkiolus napas paru bakteri sampai pneumokokkus lobus paru

Distensi abdomen Nausea Anoreksia

Replikasi bakteri di alveoli Bakteri sampai di alveolus

Keluar mucus saat batuk Batuk berat

Pembentukan nekrosis kaseosa

Mucus dikeluarkan bersama sekret

Hambatan jalan napas

Hipersekresi mucus di bronkus

Pembentukan jaringan parut di sekitar area nekrosis

Hipersekresi mucus

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

prostaglandin dan Nyeri cavum pleura nosiseptor di

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Droplet Infection Terhirup orang sehat Risiko Infeksi

9

F.

Manifestasi Klinis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006). Sedangkan menurut Bahar (2001) beberapa gejala yang sering ditemukan pada penderita TB adalah: 1.

Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C. Keluhan ini sangat dipengaruhi berat atau ringannnya infeksi kuman yang masuk. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.

2. Batuk/Batuk Darah Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus (Price dan Wilson, 2005). 3.

Sesak Napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

4. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. 5. Malaise 1

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Amin dan Bahar, 2006). G. Pemeriksaan Penunjang Periksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis TB antara lain: 1. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium tuberkulosis ada beberapa macam bahan pemeriksaan yaitu: a. Sputum(dahak), harus benar-benar dahak, bukan ingus juga bukan ludah. Paling baik adalah sputum pagi hari pertama kali keluar. Kalau sukar dapat sputum yang dikumpulkan selama 24 jam (tidak lebih 10 ml). Tidak dianjurkan sputum yang dikeluarkan ditempat pemeriksaan. Interpretasi pemeriksaan sputum mikroskopik dibaca dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) berdasarkan rekomendasi WHO. 1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif 2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis jumlah kuman yang ditemukan 3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) 4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+) 5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+) Penulisan gradasi hasil bacaan penting, untuk menunjuk keparahan penyakit dan tingkat penularan penderita (Departemen Kesehatan RI, 2001). b. Air Kemih, Urin pagi hari, pertama kali keluar, merupakan urin pancaran tengah. Sebaiknya urin kateter c. Air kuras lambung, Umumnya anak-anak atau penderita yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Tujuan dari kuras lambung untuk mendapatkan

2

dahak yang tertelan. Dilakukan pagi hari sebelum makan dan harus cepat dikerjakan d. Bahan-bahan lain, misalnya nanah, cairan cerebrospinal, cairan pleura, dan usapan tenggorokan. Cara Pemeriksaan Laboratorium a. Mikroskopik, dengan pewarnaan

Ziehl-Neelsen

dapat

dilakukan

identifikasi bakteri tahan asam, dimana bakteri akan terbagi menjadi dua golongan: 1) Bakteri tahan asam, adalah bakteri yang pada pengecatan ZN tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan alkohol, sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Dibawah mikroskop tampak bakteri berwarna merah dengan warna dasar biru muda. 2) Bakteri tidak tahan asam, adalah bakteri yang pada pewarnaan ZN, warna pertama, yang diberikan dilunturkan oleh asam dan alkohol, sehingga bakteri akan mengikat warna kedua. Dibawah miskroskop tampak bakteri berwarna biru tua dengan warna dasar biru yang lebih muda. b. Kultur (biakan), Media yang biasa dipakai adalah media padat Lowenstein Jesen. Dapat pula Middlebrook JH11, juga sutu media padat. Untuk perbenihan kaldu dapat dipakai Middlebrook JH9 dan JH 12. c. Uji kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti tuberkulosis, tujuan dari pemeriksaan ini, mencari obat-obatan yang poten untuk terapi penyakit tuberkulosis. 2. Foto Thorak Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras. Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari 3

klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar 3. Pemeriksaan tuberculin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 4. Pemeriksaan CT Scan Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,

pita

kelengkungan

parenkimal, beras

kalsifikasi

bronkhovaskuler,

nodul

dan

adenopati,

bronkhiektasis,

dan

perubahan emifesema

perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa. 5. Radiologis TB Paru Milier TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal 4

sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodulnodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam. H.ttProses Keperawatan a. Pengkajian 1) Data umum 1. Keluhan Utama: Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a) Keluhan respiratoris, meliputi: Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah, batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupablood streak, berupa garis, atau bercakbercak darah, sesak napas, nyeri dada. Menurut Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan: Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam. Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam. Batuk darah ringan, darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24 jam. b) Keluhan sistematis, meliputi: Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek. Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. 6. Riwayat penyakit saat ini PQRST Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat? Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah

5

dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan? Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan? Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien? Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahanlahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset). 7. Riwayat Penyakit Dahulu: apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum OAT. 8. Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah. 9. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa

dimensi

yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi, klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan yang dialaminya. 10.

Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

6

a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital: biasanya Compos mentis. TTV biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi. b. B1 (Breathing) Inspeksi: Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka

terlihat

adanya

ketidaksimetrian

rongga

dada, pelebar

intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas. Batuk dan sputum: Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya

brokhiektasis

yang

membuat

klien

akan

mengalami

peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan. Palpasi TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan 7

pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Perkusi Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat. Auskultasi Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit. c. B2 (Blood) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik. Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat. Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. d. B3 (Brain) Kesadaran: biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemispada TB paru dengan gangguan fungsi hati. e. B4 (Bladder) Adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga

8

pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal f.

sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin. B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan

penurunan berat badan. b. B6 (Bone) Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur. b. Diagnosa keperawatan Diagnosa Keperawatan sesuai NANDA 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan perokok; terpajan asap; adanya jalan napas buatan; benda asing dalam jalan napas; eksudat dalam alveoli; hiperplasia pada dinding bronkus, mucus berlebihan; penyakit paru obstruksi kronis; sekresi yang tertahan; spasme jalan napas; asma; disfungsi neuromuskular; infeksi; jalan napas alergik ditandai dengan batuk yang tidak efektif; dispnea; gelisah; kesulitan verbalisasi; mata terbuka lebar; ortopnea; penurunan bunyi napas; perubahan frekuensi napas; perubahan pola napas; sianosis; sputum dalam jumlah yang berlebihan; suara napas tambahan; tidak ada batuk. 2. Ketidakefektifan pola napas (00032) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

ansietas; cidera medula

spinalis; deformitas dinding dada; deformitas tulang; disfungsi neuromuskular; gangguan muskuloskeletal; gangguan neurologis (misal EEG positif, trauma kepala, gangguan kejang); hiperventilasi; imaturitas neurologis; keletihan; keletihan otot pernapasan; nyeri; obesitas; posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru; sindrom hipoventilasi ditandai dengan bradipnea; dispnea; fase ekspirasi memanjang; ortopnea; penggunaan otot bantu pernapasan; penggunaan posisi tiga-titik; peningkatan diameter anterior-superior; penurunan kapasitas vital; penurunan tekanan ekspirasi; penurunan tekanan inspirasi; penurunan ventilasi semenit; pernapasan bibir; pernapasan cuping hidung; perubahan ekskursi dada; pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman); takipnea 3. Gangguan pertukaran gas (00033) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi; perubahan membrane alveolar-kapiler ditandai dengan diaforesis; 9

dispnea; gangguan penglihatan; gas darah arteri abnormal; gelisah; hiperkapnia; hipoksemia; hipoksia; iritabilitas; konfusi; napas cuping hidung; penurunan karbondioksida; pH arteri abnormal; pola pernapasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman); sakit kepala saat bangun; sianosis; samnolen; takikardia; warna kulit abnormal (pucat, kehitaman) 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis; faktor ekonomi; gangguan psikososial; ketidakmampuan makan; ketidakmampuan mencerna makanan; ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien; kurang asupan makanan ditandai dengan BB 20% atau lebih dibawah rentang ideal; bising usus hiperaktif; cepat kenyang setelah makan; diare; kelemahan menelan; kesalahan informasi dan persepsi; kram abdomen; nyeri abdomen; penurunan berat badan dengan asupan makan adekuat; sariawan; tonus otot menurun. 5. Hipertermi (00007) Hipertermi berhubungan dengan agen farmaseutikal; aktivitas berlebih; dehidrasi; iskemia; peningkatan laju metabolisme; penyakit; sepsis; suhu lingkungan ; trauma ditandai dengan apnea, gelisah, hipotensi; kejang; kulit kemerahan; kulit hangat; letargi; takikardi; takipnea. 6. Nyeri akut (00132) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera biologis, fisik, kimia ditandai dengan bukti nyeri; diaforesis; dilatasi pupil; ekspresi wajah nyeri; fokus menyempit; fokus pada diri sendiri; keluhan nyeri; laporan perilaku nyeri; perilaku distraksi; perubahan parameter biologis; perubahan posisi untuk menghindari nyeri; perubahan selera makan; putus asa; sikap melindungi nyeri. 7. Keletihan (00093) Keletihan berhubungan dengan ansietas; depresi; gangguan tidur; gaya hidup tanpa stimulasi; hambatan lingkungan; kelesuan fisiologis (anemia, kehamilan, penyakit); malnutrisi; peningkatan kelelahan fisik ditandai dengan apatis; gangguan konsentrasi; kelelahan; kurang energi dan minat; letargi; mengantuk; peningkatan keluhan fisik; penurunan performa; tidak mampu mempertahankan rutinitas seperti biasanya. 10

d. Perencanaan Keperawatan No 1.

Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan

Tujuan dan

Intervensi

kriteria hasil Outcome untuk 1. Monitor status oksigenasi pasien

bersihan jalan nafas mengukur

(misalnya frekuensi, irama, kedalaman,

penyelesaian

dari

diagnosis a. Status

2. Monitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi sekret.

pernapasan:

3. Catat kebutuhan penghisapan sekret

jalan

napas

paten

dengan

kriteria : RR = 16-20x/menit, irama

(suction) 4. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah tindakan suction 5. Fisioterapi dada

reguler,

tidak ada suara nafas tambahan b. Mampu

6. Monitor status neurologis (misalnya, status mental, tekanan intrakranial, tekanan perfusi serebral) 7. Terapi oksigen

mengeluarkan sekret

auskultasi)

dengan

8. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan efek sampingnya

efektif

9. Pengaturan posisi 10. Pantau tanda-tanda vital 11. Berikan cairan dan nutrisi adekuat

2.

Ketidakefektifan

Outcome

pola nafas

mengukur

untuk 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

penyelesaian

ventilasi. dari 2. Auskultasi suara nafas, catat area

diagnosis a. Status pernapasan

ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan :

ventilasi dengan kriteria : RR =

3. Bantuan ventilasi 4. Monitor status neurologi 5. Berikan dukungan emosional 11

16-20x/menit, irama

6. Pengaturan posisi

reguler, 7. Ajarkan manajemen batuk

volume

tidal 8. Berikan terapi oksigen

500

cc, 9. Pemberian 12nalgesic

gambaran x-ray 10.Pantau tanda-tanda vital tidak

ada 11. Berikan cairan dan nutrisi adekuat

patologi b. Tidak ada tandatanda penggunaan otot

3.

bantu

nafas

(retraksi

dada,

Gangguan

cuping hidung) Outcome untuk

1.

pertukaran gas

mengukur

2. Pertahankan kepatenan jalan nafas

penyelesaian

dari

diagnosis a. Status

5. Monitor ketidakseimbangan elektrolit :

Pertukaran

gas

dengan kriteria PaO2 = 80-100 mmHg PaCO2 = 35-45 mmHg pH = 7,35-7,45, 100% b. Tidak

3. Monitor pola nafas 4. Monitor tingkat kesadaran

pernapasan

SaO2

Pantau saturasi oksigen dan pH arteri

=

6. Tingkatkan istirahat untuk mengurangi penggunaan oksigen 7. Berikan terapi oksigen 8. berikan cairan dan nutrisi sesuai kebutuhan 9. Pantau tanda-tanda vital

95ada

sianosis c. Gambaran x-ray tidak 4.

patologi Ketidakseimbangan Outcome nutrisi kurang dari

mengukur

ada untuk

1. Kaji status nutrisi klien (antropometri, tekstur kulit, mukosa mulut) 12

kebutuhan tubuh

penyelesaian diagnosis a. Status

dari

2. Tentukan kebutuhan kalori harian yang

nutrisi

adekuat 3. Bantu klien mendapatkan posisi yang

dengan kriteria intake

adekuat

tenang (batasi pengunjung) 5. Anjurkan memberikan makan dalam

(klien menghabiskan satu

porsi

makannya) b. Berat badan dalam

nyaman sebelum makan dan minum 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan

rentang

ideal (IMT = 18,5-25) c. Tidak ada mual dan muntah

porsi kecil tapi sering 6. Anjurkan menghidangkan makan dalam keadaan hangat 7. Timbang berat badan setiap hari 8. Monitor turgor kulit dan mobilitas 9. Monitor intake dan output 10. Pertahankan kebersihan mulut yang baik terutama sebelum dan sesudah makan 11. Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh 12. Berikan klien dan keluarga contoh menu diet yang variatif dan baik untuk klien.

e. Evaluasi Keperawatan Hasil yang diharapkan menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain: 1. Mempertahankan jalan nafas 2. Menunjukkan tingkat pengetahua yang adekuat 3. Mematuhi regimen pengobatan 4. Ikut serta dalam tindakan preventif 5. Mempertahankan jadwal aktivitas 6. Melakukan langkah-langkah meminimalkan efek samping 7. Tidak menunjukkan komplikasi I.eeDischarge Planning a. Persiapan Home Care Kebanyakan klien dengan TB dirawat di rumah. Namun, klien dengan TB akan dirawat sementara di rumah sakit jika dicurigai pneumonia atau komplikasi lain yang mungkin ada. Discharge mungkin tertunda jika situasi dianggap menyebabkan risiko tinggi atau jika klien dicurigai tidak akan patuh terhadap regimen pengobatan. Konsultasikan dengan pekerja pelayanan sosial di rumah 13

sakit atau lembaga kesehatan masyarakat. Perawat juga dapat memastikan memulangkan klien ke lingkungan yang sesuai dengan pengawasan lanjutan. b. Klien / Keluarga Pendidikan Klien diinstruksikan untuk mengikuti regimen obat persis seperti yang ditentukan dan untuk selalu memiliki persediaan obat di rumah. Mereka juga diajarkan bagaimana cara meminimalkan efek samping. Perawat mengingatkan klien dengan TB bahwa penyakit tidak menular 2 sampai 3 minggu setelah terapi obat dimulai. Namun, klien harus melanjutkan dengan obat resep selama 9 sampai 12 bulan seperti yang diperintahkan. Jika klien telah mengalami penurunan berat badan dan kelesuan yang parah, ia secara bertahap harus melanjutkan kegiatan biasa. Nutrisi yang tepat dengan makanan dari empat kelompok dasar makanan harus dijaga untuk mencegah terulangnya. a.

Persiapan Psikososial Perawat klien dengan TB bahwa masyarakat akan mengaitkan stigma

dengan penyakit dengan menghubungkannya dengan para pelanggar substansi dan gelandangan. Tidak semua orang yang memiliki TB merupakan anggota dan kelompok dukungan lain dalam masyarakat dapat menyajikan sebuah sikap positif untuk

membantu

klien

mengatasi

kemungkinan

reaksi

negatif.

Sumberdaya Perawatan Kesehatan. Klien perlu mendapat tindak lanjut perawatan oleh dokter selama minimal 1 tahun selama pengobatan aktif. Selain itu, ALA, sebuah organisasi yang menggunakan relawan, dapat memberikan informasi gratis kepada klien tentang penyakit dan pengobatannya. Alcoholics Anonymous dan sumber daya perawatan kesehatan lainnya untuk klien dengan alkoholisme juga tersedia jika diperlukan. Para perawat membantu klien yang penyalahgunaan obatobatan untuk mencari program obat pengobatan yang tepat.

14

Daftar Pustaka Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-. Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Teja, D. 2015. TBC di Indonesia Raih Peringkat 3 Terbesar Dunia. [Serial Online].

Diakses

melalui

https://m.tempo.co/read/news/2015/12/30/060731729/tbc-di-indonesiaraih-peringkat-3-terbesar-dunia. [7 Oktober 2018]. Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing. Andra, dan Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika. DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing. Doenges, Marylinn E. dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC. Farandika, Reiza. 2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Depok: Vicost Publishing. Manurung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans Info Media. Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media. Soedarto. 2013. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto. Syaifuddin. 2014. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan Dan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC. 15

Tarwoto, dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing Intervention Classification. Oxford: Elcevier. Depkes, 2006. [Serial Online] diakses pada tanggal 7 Oktober 2018 melalui www.depkes.go.id/download.php? file=download/pusdatin/profil.../profil...2006... Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan definisi dan klasifikasi 20152017. Jakarta: EGC Moorhead, S., Johnson, M., Meridean L. Maas., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome Classification. Oxford: Elcevier.

16

Related Documents

Lp Tb Paru (medikal)
January 2021 1
Lp Tb Paru
January 2021 1
Lp Tb Paru
January 2021 1
Lp Tb Paru
January 2021 1
Lp Tb Paru
January 2021 1
Lp Tb Paru
January 2021 1

More Documents from "YuniaRifqoh"