Lp-ulkus-dm

  • Uploaded by: Salman Al Fadlah
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp-ulkus-dm as PDF for free.

More details

  • Words: 6,331
  • Pages: 33
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DENGAN ULKUS DI RUANG MELATI IV RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

PENYUSUN: CATUR SINGGIH MAHARDIKA 3213036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN V SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2014

1

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DENGAN ULKUS DI RUANG MELATI IV RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disahkan Pada :

Hari/Tanggal

:

Oleh

:

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

Mahasiswa

Novita N, S. Kep., Ns

Sulistiani, S. Kep., Ns

Mahardika

2

DIABETES MELLITUS A. DEFINISI Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002). Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

B. KLASIFIKASI TIPE DM Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance: 1. Klasifikasi Klinis a. Diabetes Mellitus 1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I 2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

3

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) c. Diabetes Kehamilan (GDM) 2. Klasifikasi risiko statistik a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. ETIOLOGI Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes mellitus adalah: 1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI) a. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas. 2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian 4

terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,2007). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanakkanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 2) Obesitas 3) Riwayat keluarga 4) Kelompok etnik 3. Diabetes dengan Ulkus a. Faktor endogen: 1) Neuropati: Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler 2) Angiopati Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain. 3) Iskemia Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas. 5

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: 

Adanya hormone aterogenik



Merokok



Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia: 

Kaki dingin



Nyeri nocturnal



Tidak terabanya denyut nadi



Adanya pemucatan ekstrimitas inferior



Kulit mengkilap



Hilangnya rambut dari jari kaki



Penebalan kuku



Gangrene kecil atau luas.

b. Faktor eksogen 1) Trauma 2) Infeksi

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Anatomi Pankreas Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001). Fungsi pankreas ada 2 yaitu : a.

Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit. 6

b.

Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu : 1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “. 2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin. 3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

2. Fisiologi Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain : a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel. 1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans. 2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin. 3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal. 4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. 7

b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah : 1. Diabetes tipe I Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

8

2. Diabetes tipe II Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

9

PATHWAY DM Tipe I

DM Tipe II Idiopatik, usia, genetik, dll

Reaksi Autoimun

Sel β pancreas hancur

Jmh sel pancreas menurun

Risiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah

Defisinsi Insulin

Hiperglikemia

Katabolisme protein meningkat

Liposis meningkat Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebt. Tubuh

Penurunan BB polipagi

Glukosuria

Glukoneogenesis meningkat

Diuresis Osmotik

Gliserol asam lemak bebas meningkat

Kehilangan elektrolit urine

Ketogenesis Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi

Hiperosmolaritas

Ketoadosis

Ketonuria

Coma Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral

10

F. MANIFESTASI KLINIS 1. Diabetes Tipe I a. hiperglikemia berpuasa b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia c. keletihan dan kelemahan d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) 2. Diabetes Tipe II a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer) 3. Ulkus Diabetikum Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : a. Pain (nyeri) b. Paleness (kepucatan) c. Paresthesia (kesemutan) d. Pulselessness (denyut nadi hilang) e. Paralysis (lumpuh). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan). b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat. d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan Bare (2001).

11

Klasifikasi : Gangren kaki diabetic dibagi menjadi enam tingkatan,yaitu: Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

G. KOMPLIKASI Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik : 1. Komplikasi akut Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. a. Hipoglikemia. b. Ketoasidosis diabetic (DKA) c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK). 2. Komplikasi kronik Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan. a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral. b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. d. Ulkus/gangren Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain: 1) Grade 0

: tidak ada luka

2) Grade I

: kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit 12

3) Grade II

: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

4) Grade III

: terjadi abses

5) Grade IV

: Gangren pada kaki bagian distal

6) Grade V

: Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes Organ/jaringan terkena Pembuluh darah

yg

Yg terjadi

Plak

aterosklerotik

Komplikasi

terbentuk

& Sirkulasi

yg

jelek

menyebabkan

menyumbat arteri berukuran besar atau penyembuhan luka yg jelek & bisa sedang di jantung, otak, tungkai & penis. menyebabkan penyakit jantung, stroke, Dinding pembuluh darah kecil mengalami gangren kaki & tangan, impoten & infeksi kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran Mata

Terjadi kerusakan pada pembuluh darah Gangguan penglihatan & pada akhirnya kecil retina

Ginjal

bisa terjadi kebutaan

 Penebalan pembuluh darah ginjal

Fungsi

 Protein bocor ke dalam air kemih

Gagal ginjal

ginjal

yg

buruk

 Darah tidak disaring secara normal Saraf

Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang

 Kelemahan tungkai yg terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan  Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki  Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf otonom

Kerusakan pada saraf yg mengendalikan

 Tekanan darah yg naik-turun

tekanan darah & saluran pencernaan

 Kesulitan

menelan

&

perubahan

fungsi pencernaan disertai serangan diare Kulit

Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang

 Luka,

infeksi

dalam

(ulkus

diabetikum)  Penyembuhan luka yg jelek

13

Darah

Gangguan fungsi sel darah putih

Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi 2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD. 3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi 4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS  DIABETES MELITUS Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: 1. Diet Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak. Prinsip diet DM, adalah: 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis: boleh dimakan/tidak 14

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. (1) Diit DM I

:

1100 kalori

(2) Diit DM II

:

1300 kalori

(3) Diit DM III :

1500 kalori

(4) Diit DM IV :

1700 kalori

(5) Diit DM V

:

1900 kalori

(6) Diit DM VI :

2100 kalori

(7) Diit DM VII :

2300 kalori

(8) Diit DM VIII:

2500 kalori

Diit I s/d III

: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V

: diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi. Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: BB (Kg) BBR =

X 100 %

TB (cm) – 100 1) Kurus (underweight) 2) Normal (ideal)

: :

BBR < 90 %

BBR 90 – 110 %

3) Gemuk (overweight) :

BBR > 110 %

4) Obesitas, apabila

:

BBR > 120 %

- Obesitas ringan

:

BBR 120 – 130 %

- Obesitas sedang

:

BBR 130 – 140 %

- Obesitas berat

:

BBR 140 – 200 %

- Morbid

:

BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: 1) kurus

: BB X 40 – 60 kalori sehari

2) Normal : BB X 30 kalori sehari 15

3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari 4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari 2. Obat a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) 1)

2)

Mekanisme kerja sulfanilurea 

kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas



kerja OAD tingkat reseptor

Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu: 

Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik a) Menghambat absorpsi karbohidrat b) Menghambat glukoneogenesis di hati c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin d) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin e) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

b. Insulin 1)

2)

Indikasi penggunaan insulin a)

DM tipe I

b)

DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c)

DM kehamilan

d)

DM dan gangguan faal hati yang berat

e)

DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

f)

DM dan TBC paru akut

g)

DM dan koma lain pada DM

h)

DM operasi

Insulin diperlukan pada keadaan : a) Penurunan berat badan yang cepat. b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis. c) Ketoasidosis diabetik. 16

d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. 3. Latihan Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin 4. Pemantauan Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal. 5. Terapi (jika diperlukan) Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.  ULKUS DIABETIK Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain: a. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001). b. antibiotika atau kemoterapi. Tujuan dari pemberian obat antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka. c. Pendidikan Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri. Pendidikan kesehatan perawatan kaki 1. Hiegene kaki: 

Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok

17



Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih



Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong



Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit



Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit



Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.

2. Alas kaki yang tepat 3. Mencegah trauma kaki 4. Berhenti merokok 5. Segera bertindak jika ada masalah

d. Kontrol nutrisi dan metabolic Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total. e. Stres Mekanik Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka. 18

f. Tindakan Bedah Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut: a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada. b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

19

ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :  Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.  Riwayat Kesehatan Dahulu o Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional o Riwayat ISK berulang o Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital. o Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan  Riwayat Kesehatan Keluarga  Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.  Pemeriksaan Fisik o Neuro sensori  Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang. o Kardiovaskuler  Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK) o Pernafasan Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise

20

otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton. o Gastro intestinal  Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun. o Eliminasi Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif). o Reproduksi/sexualitas Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita o Muskulo skeletal  Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai. o Integumen Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.  Aspek psikososial o Stress, anxientas, depresi o Peka rangsangan o Tergantung pada orang lain  Pemeriksaan diagnostic o Gula darah meningkat > 200 mg/dl o Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok o Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt o Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) o Alkalosis respiratorik o Trombosit

darah

:

mungkin

meningkat

(dehidrasi),

leukositosis,

hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. o Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. o Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. 21

o Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin. o Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. o Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat. o Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka.

22

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati) 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi. 6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya 7. Resiko Hipoglikemia / Hiperglikemi 8. Resiko Infeksi

23

C. RENCANA KEPERAWATAN No

Diagnosa

NOC

NIC

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan indikator :  Pain Level,  Pain control,  Comfort level Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

Manajemen nyeri : 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. 4. Kontrol 24ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. 5. Kurangi 24ontro presipitasi nyeri. 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).. 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. 10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil. 11.Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien menunjukan status nutrisi adekuat, dengan indicator:  Nutritional Status : food and Fluid Intake  Nutritional Status : nutrient Intake  Weight control

Administrasi analgetik :. 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. 2. Cek riwayat alergi.. 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. 6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping. Manajemen Nutrisi 1. kaji pola makan klien 2. Kaji adanya alergi makanan. 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

24

berhubungan dengan faktor biologis.

Kriteria Hasil :  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan  Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi  Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan  Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

3.

Kerusakan integritas jaringan bd faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Wound healing meningkat dengan indikator:  Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Kriteria Hasil :  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)  Tidak ada luka/lesi pada kulit  Perfusi jaringan baik  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

4.

Kerusakan mobilitas fisik bd tidak nyaman nyeri,

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan tidak terjadi kerusakan mobilitas dengan indikator.

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya. 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien. Monitor Nutrisi 1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. 2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. 3. Monitor lingkungan selama makan. 4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. 5. Monitor adanya mual muntah. 6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. 7. Monitor intake nutrisi dan kalori. Wound care 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9% 5. Lakukan nekrotomi K/P 6. Lakukan tampon yang sesuai 7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan 8. Lakukan pembalutan 9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka 10. Amati setiap perubahan pada balutan 11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka 12. Berikan posisi terhindar dari tekanan Terapi Exercise : Pergerakan sendi 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami

25

intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot

 Joint movement: aktif.  Self care:ADLs Dengan criteria hasil:  Aktivitas fisik meningkat  ROM normal  Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak  Klien bisa melakukan aktivitas  Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga

2. 3.

Kolaborasi dengan fisioterapi Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif. Exercise promotion 1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai 2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat Exercise terapi ambulasi 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi 2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi 3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu Self care assistance: Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting. 1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien 2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri 3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya. 4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari 5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan 6. Promosi aktivitas sesuai usia

26

5.

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pengetahuan klien meningkat dengan indicator:  Knowledge : Illness Care Dengan kriteria hasil:  Tahu Diitnya  Proses penyakit  Konservasi energi  Kontrol infeksi  Pengobatan  Aktivitas yang dianjurkan  Prosedur pengobatan  Regimen/aturan pengobatan  Sumber-sumber kesehatan  Manajemen penyakit

Teaching : Dissease Process 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada 13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan 14. kolaborasi dg tim yang lain.

6.

Defisit self care

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :  Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)  Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri 1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri 4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya. 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

27

7.

Resiko Hipo / Hiperglikemi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia

6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin 7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan seharihari. 8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari. Managemen Hipoglikemia: 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk. 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl 4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol 5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya. Managemen Hiperglikemia 1. Monitor GDR sesuai indikasi 2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun. 3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi 4. Berikan insulin sesuai order 5. Pertahankan akses IV 6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan 7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk 8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi 9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine 10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium 11. Anjurkan banyak minum 12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

28

8.

Resiko Infeksi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defesiensi imun

1. 2. 3. 4.

Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. Batasi pengunjung bila perlu. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya. 5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan. 6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. 7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung. 8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan. 9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari. 10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi 11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan 12. Berikan antibiotik sesuai program. 13. Monitor hitung granulosit dan WBC. 14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip. 15. Dorong istirahat yang cukup. 16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan. 17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

29

SOP PERAWATAN LUKA DM A. TAHAP PRE INTERAKSI 1. Cek catatan medis dan perawatan 2. Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau nonfarmakologi saat akan dilakukan perawatan luka. 3. Cuci tangan 4. Siapkan alat-alat: a. Satu set perawatan luka steril/ bak steril: -

Sarung tangan steril 1 pasang

-

Pinset anatomis 2 buah

-

Pinset chirurgis 1 buah

-

Gunting jaringan 1 buah

-

Kassa steril

-

Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)

b. Alat non steril: -

Sarung tangan bersih

-

Kapas alkohol

-

Korentang

-

Perlak atau pengalas

-

Bengkok

-

Kom berisi Lysol 1%

-

Gunting verban/ plester

-

Verban

-

Plester

-

Schort

-

Masker

-

Obat sesuai program medis

-

Tempat sampah

30

B. TAHAP ORIENTASI 1. Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien 2. Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri 3. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan 4. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya. C. TAHAP KERJA 1. Cuci tangan 2. Jaga privasi klien 3. Gunakan schort, masker 4. Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi 5. Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita 6. Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka 7. Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat 8. Taruh bengkok dekat dengan luka 9. Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi dengan dengan NS secukupnya. 10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien. 11. Buang balutan kotor pada bengkok 12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus) 13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih. 14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order. 15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis 16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%. 17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler (dalam ke luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus

31

dengan menekan area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan debridement. 18. Keringakan luka dengan kassa kering 19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order 20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan 21. Balut luka dengan verban 22. Pasang plester untuk fiksasi balutan 23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat 24. Lepaskan sarung tangan 25. Cuci tangan

D. TAHAP TERMINASI 1. Evaluasi perasaan klien 2. Simpulkan hasil kegiatan 3. Berikan reinforcement positif 4. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 5. Akhiri kegiatan

E. TAHAP DOKUMENTASI Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.

32

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. Jakarta : EGC Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

33

More Documents from "Salman Al Fadlah"