Loading documents preview...
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 2
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 3
Penulis : Abu ‘Abdirrahman Fauzan Fauzan
Judul :
MAJELIS BULAN RAMADHAN
Editor : ‘Abdullah ‘Abdullah
Desain Sampul : Nanda Fajar Aprilianto
Cetakan : Kedua : Thn 1440 H/ 2019 M
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 4
Daftar Isi 1. Muqaddimah Penulis……………………………………… Penulis………………………………………..
5
2. Ancaman Meninggalkan Puasa Ramadhan Tanpa
Udzur..................................................................
7
3. Keutamaa Keutamaan n Bulan Ramadha Ramadhan............................. n.............................
13
4. Pengertian Puasa……………………………………………. Puasa…………………………………………….
15
5. Waktu di Wajibkannya Puasa………………………… Puasa…………………………..
16
6. Hukum Puasa Ramadhan…………………………………. Ramadhan………………………………….
16
7. Keutamaan Puasa Ramadhan………………………….. Ramadhan…………………………..
18
8. Wajibnya Puasa Ramadhan dengan Rukyatul Hilal Bukan dengan Hisab……………………………………… Hisab……………………………………….. .. 9. Orang-Orang Yang di Wajibkan Berpuasa………… Berpuasa…………
20 26
10. Orang-Orang Orang-Orang Yang diberi Keringanan Untuk Membayar Fidyah……………………………………………………………… Fidyah ………………………………………………………………
33
11. Rukun-Rukun Rukun-Rukun Puasa………………………………………… Puasa…………………………………………
40
12. Pembatal-Pembatal Puasa………………………………. Puasa………………………………. 13. AdabAdab- Adab Puasa……………………………………………. Puasa…………………………………………….
46 55
14. Perkara Perkara Yang Boleh di Lakukan oleh Orang Yang Berpuasa..............................................................
62
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 5
Muqaddimah Penulis
يحرل نحرل
ا سم
Segala puji hanya milik Allah Ta‟ala Ta‟ala,, kami memujiNya, kami memohon pertolongan selalu kepada-Nya, memohon ampunanNya, serta kami selalu memohon petunjuk-Nya, kemudian memohon taubat kepadaNya, dan berlindung kepada-Nya dari segala keburukan jiwa kami, serta dari keburukan amal-amal kami. Barang siapa yang di beri petunjuk oleh Allah maka tidak ada sesorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka sekali-kali tidak akan ada yang dapat menunjukinya. Hamba bersakasi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak di ibadahi kecuali Allah, dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah seorang Hamba dan Rosul utusan Allah. Amma Ba’du Ba’du : Buku yang ada di hadapan anda ini merupakan edisi revisi dengan beberapa tambahan tema pembahasan, serta perbaikan beberapa kesalahan nukilan1 yang terdapat pada edisi sebelumnya, oleh karenanya hamba yang dhaa‟if ini ini memohon kepada Allah semoga Allah mengampuni hamba atas kesalahan tersebut. Adapun pembahasan yang terdapat di dalam buku ini masih seputar puasa ramadhan, dan permasalahan-permasalahan yang sering kita dapatkan di dalam bulan ramadhan, yang kami bahas dari kitab Al-Wajiz kitab Al-Wajiz fi Fiqhis fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil „Aziz dan dan Kitab 1
Hal.33 berkaitan dengan niat, yakni kesalahan penyebutan nama dan pendapat syaikh Muqbil rahimahullah.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 6
Kitab yang lainnya yang telah kami kaji di masjid-masjid dan surau yang ada di kota bengkayang, dalam buku ini kami membawakan fatwa ahli ilmu dari kalangan salaf maupun kholaf sebagai penjelasan dari pada point-point utama yang di bahas dalam buku ini. Saudaraku pembaca yang di rahmati Allah, di antara motifasi kami dalam merangkum kajian puasa ramadhan menjadi sebuah buku, tidak lain hanyalah untuk mengharapkan pahala di sisi Allah azza wa jalla, kemudian sebagai bentuk panduan ringkas bagi hamba-hamba hamba-hamba Allah ta‟ala yang mengharapkan pahala ketika melaksanakan puasa, serta memperbaiki beberapa kesalahan yang sering kita dapatkan pada bulan ramadhan. Kami berharap kepada Allah ta‟ala semoga buku ini menjadi amal jariyah bagi kami, dan menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kaum muslimin terutama di tempat tinggal kami Bengkayang. Kami mengucapkan jazakumullahu khoiron bagi para ikhwah yang telah banyak membantu kami di dalam menerbitkan buku ini. Semoga Allah memberikan keberkahan dan kebaikan buat antum semuanya di dunia maupun di akhirat.
Abu ‘Abdirrahman Fauzan Fauzan
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 7
Ancaman Meninggalkan Puasa Ramadhan Tanpa Udzur2 Puasa Ramadhân merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima, maka orang yang meninggalkannya atau meremehkannya akan mendapatkan siksa yang pedih di akhirat. 1. Orang yang meninggalkan puasa tanpa udzur, di ancam dengan siksaan yang pedih di akhirat nanti dengan di gantung pada urat kakinya dan ujung mulut yang sobek yang mengeluarkan darah.3 Di antara hadits dan riwayat tentang ini adalah :
ب ب ١ث : : يٛم٠ هع ١ ػ ه ه يٛعس ؼذ ع يب ٘ب ج خ ب ث ػ : ذ مف ؼ : مب ف ػش ج ث ب ١ر ف ه جؼ ث ف س ب ر ب مب ف م١ : ب ج ء ع ف ذ و زه د ؼ ف غ ع هب ك ه سهب ء ػ : ٛ ب د ب : ذ فم ح٠ د ث : ذ يب ب ١غر مخ مه ج١ش شثؼ ١ هم ؼ ثم ب فئ ث هخ ر ج ٚش ٠ ٠ ه ءؤ : يب ء ؤ Dari Abu Umâmah al-Bâhili, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata Keduanya berkata kepadaku, “Naiklah!” Aku menjawab, “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku 2
https://almanhaj.or.id/4 manhaj.or.id/4174-meninggalkan 174-meninggalkan-puasa-ramad -puasa-ramadhanhan Sumber: https://al Sumber:
termasuk-dosa-besar.html termasuk-dosa-besar.html 3
Tambahan dari pada kami.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 8
berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suarasuara yang keras, maka aku bertanya, “Suara apa itu?” Mereka M ereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang tergantung (terbalik) dengan urat-urat mereka (didarah. sebelah atas), ujungujung mulut mereka sobekkaki mengalirkan Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Mereka menjawab, “Meraka adalah orangorang orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. [HR. Nasâ‟i dalam as-Sunan as-Sunan al-Kubra, no. 3273; Ibnu Hibbân; Ibnu Khuzaimah; al-Baihaqi, 4/216; al-Hâkim, no. 1568; athThabarani dalam Mu‟jamul Kabîr. Dishahihkan oleh oleh al-Hâkim, adz-Dzahabi, al-Haitsami. Lihat: al-Jâmi‟ al-Jâmi‟ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60] 2. Tidak akan bisa menggantinya meskipun orang tersebut berpuasa selama setahun penuh.4 Di dalam sebuah hadits diriwayatkan:
ب ٠ ش ف هع ١ ػ ه ه يٛعس يب يب حش٠ ش ث ػ ه جم٠ ف ه ب ه س خ هو ش س ش١ ف ب س Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa “Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân bukan dengan (alasan) keringanan yang Allâh berikan kepadanya, maka tidak akan diterima darinya (walaupun dia berpuasa) setahun semuanya. [HR. Ahmad, no. 9002; Abu Dâwud, no. 2396; Ibnu Khuzaimah, no.1987; dll]
4
Tambahan penjelasan dari pada kami
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 9
Namun hadits didha‟ifkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, syaikh Syu‟aib al-Arnauth, al-Arnauth, syaikh al-Albani, dan lainnya, karena ada perawi yang tidak dikenal yang bernama Ibnul Muqawwis. Walaupun hadits ini lemah secaradari marfû‟para (riwayat dari Nabi) akan tetapi banyak riwayat sahabat yang menguatkannya. Diriwayatkan dari Abdulah bin Mas‟ûd Radhiyallahu anhu bahwa dia berkata:
ه ب هو ش ث ه م خ س ش١ ب س ب ٠ ش ف ثه ػ ءب ش ءب Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân dengan tanpa keringanan, dia bertemu Allâh dengannya, walaupun dia berpuasa setahun semuanya, (namun) jika Allâh menghendaki, Dia akan mengampuninya, dan jika Allâh menghendaki,, Dia akan menyiksanya”. [Riwayat Thabarani, no. menghendaki 9459, dihasankan oleh syaikh Al-Albani, tetapi riwayat yang marfû‟ didha‟ifkan. Lihat Dha‟if Abi Dawud – Al-Umm– Al-Umm- 2/275] Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu, bahwa dia berkata:
ه يٛ ث م٠ ؼز ب ش س ب ٠ شف Barangsiapa berbuka sehari dari (puasa) bulan Ramadhân dengan sengaja, berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya”. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, al -Muhalla, 6/184] Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa ada seorang laki-laki berbuka di bulan Ramadhân dia berkata :
خ ع جم٠
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 10
Berpuasa setahun penuh tidak bisa menggantinya. [Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhalla, 6/184] Bahkan sahabat Ali bin Abi Thâlib memberikan hukuman dera (pukulan) kepada orangdi yang sebagaimana disebutkan dalamberbuka riwayat : di bulan Ramadhân,
ب هب ث ر ت ب ث ث ه ػ ه :ٗ١ ث ػ ش ث ث ءبػ ػ ٠ ش ػ شث ه ,١ ب ثش ف ,,ب س ف ش شة , :يب ب س ف سن بف ه ػ ر ش ٠ شؼ نب ثش . Dari Atha‟ bin Abi Maryam, dari bapaknya, bahwa An-Najasyi An-Najasyi dihadapkan kepada Ali bin Abi Thâlib, dia telah minum khamr di bulan Ramadhân.lagi Ali20 memukulnya 80 kali, kemudian esoknya dia memukulnya kali. Ali berkata, “Kami memukulmu 20 kali karena kelancanganmu terhadap Allâh dan karena engkau berbuka di bulan Ramadhân”. [Riwayat Ibnu Hazm di dalam di dalam alMuhalla, 6/184] an-Najasyi ini adalah seorang penyair, namanya Qais bin „Amr an-Najasyi al-Hâritsi. Dia mengikuti Ali sampai Ali menderanya, kemudian dia lari menuju Mu‟awiyah. Lihat: alal-Jâmi‟ li Ahkâmis Shiyâm, 1/60) Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa meninggalkan puasa sehari di bulan Ramadhan tanpa udzur merupakan dosa besar, maka bagaimana jika meninggalkan puasa sebulan penuh? Tentu dosanya lebih besar. Oleh karena itu seorang yang ingin selamat di dalam kehidupannya, hendaklah dia melaksanakan perintahperintah Allâh dan meninggalkan larangan-laranganNya, sehingga meraih keberuntungan di dunia dan akhirat. [selesai nukilan]
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 11
Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin di tanya tentang hukum membatalkan puasa di siang hari bulan ramadhan tanpa udzur, maka beliau rahimahullah menjawab : “Membatalkan puasa di siang hari bulan ramadhan tanpa udzur termasuk dari pada dosa besar, dan seseorang menjadi fasik dengannya, serta wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah, dan hendaklah dia mengganti hari itu hari yang dia telah berbuka padanya, yakni seandainya dia telah berpuasa dan di siang hari dia berbuka tanpa ada udzur maka baginya dosa dan hendaklah dia mengganti hari itu hari yang dia telah membatalkan puasa padanya; karena sesungguhnya ketika dia telah memulai padanya niscaya dia telah mengikat diri dengannya dan telah masuk padanya dengan ikatan bahwa puasa adalah wajib (atasnya), oleh karena itu wajib baginya mengganti sebagaimana nazar, adapun jika dia meninggalkan puasa dari awal sebagai sebuah kesengajaan tanpa ada uzur maka yang rajih bahwa tidak wajib baginya mengganti, karena sesungguhnya dia tidak mengambil manfaat padanya sedikitpun, sebab itulah selamanya tidak akan di terima darinya, karena sesungguhnya terdapat kaedah نأ ني تقوب ققؤ ةدب (sesungguhnya setiap ibadah adalah
sementara dengan waktu tertentu) tertentu) oleh karenanya sebuah ibadah apabila di akhirkan dari waktu yang di tentukan tersebut tanpa ada udzur niscaya tidak akan di terima ibadah tersebut dari pelakunya berdasarkan sabda Nabi shallallahu shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
در وف ررأ هي سي ن
“Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan yang tidak terdapat padanya perintah dari kami maka amalan tersebut tertolak.”(Mutafaqqun „Alaih) „Alaih)
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 12
Karena sesungguhnya barang siapa yang melampaui batas-batas ketetapan Allah azza wa jalla, sedang melampaui batas-batas ketetapan Allah adalah kedzoliman, dan orang yang dzolim tidak akan di terima dari padanya, Allah ta‟ala berfirman : :
{ نو ظٱ م ئك و ف لٱ ددو ح د ن }
“Dan barang siapa yang melampaui batas-batas batas -batas ketetapan Allah maka mereka itulah orang-orang orang-orang yang dzolim” Karenanya kalau seandainya dia mendahulukan ibadah ini atas waktunya artinya dia mengerjakannya sebelum masuknya waktu niscaya tidak akan di terima darinya, begitu juga apabila dia mengerjakannya setelah keluar waktunya niscaya tidak akan di terima dari padanya kecuali jika dia sebagai orang yang di beri udzur.””5 udzur.
***
5
http://www.saaid.net/Doat/sudies/28.htm
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 13
Keutamaan Bulan Ramadhan Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, bulan yang di turunkan padanya pada nyaapabila AlAl-Qur‟an, Qur‟an, di lipat gandakannya pahala seorang hamba dia bulan beramal, selain itu bulan ramadhan mereupakan bulan di mana dibukanya pintu rahmat dan pintu syurga, serta di tutupnya pintu neraka dan di belenggunya syaithan, Imam Muslim meriwayatkan di dalam Kitab Shahihnya dari jalan sahabat Abu Hurairarah radhiallahu „anhu, „anhu,
دٚ بس ٕ ةٛثأ ذمٚ خٕ ةٛثأ ذزف بسس ءب ١ب١ “Apabila telah datang ramadhan ramadhan maka di bukakan pintu-pintu syurga, dan di tutup pintu-pintu neraka dan di belenggu para syaithan.”6 Beliau juga berkata, “ Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
ذغعٚ سبٕ ةٛثأ ذمٚ خشش ةٛثأ ذزف بسس بو ١ب١ “Apabila telah tiba ramadhan, maka di bukakan pintu-pintu rahmat, dan di tutupnya pintu-pintu jahannam, serta di rantainya para syaithan.”7
6
HR. Muslim, no.2495, dalam Kitab As-Shiyam, Bab. Fadhlu Syahri Ramadhan, Hal.439, Darus Salam Riyadh.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 14
Qadhi „Iyyad mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, bahwa terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi „Iyadh, “dan bisa juga bermakna majaz dan sebagai sebuah isyarat kepada banyaknya pahala dan maaf, serta para syaithan (di bulan yang mulia ini) sedikit penyesatan dan keburukannya mereka, mereka menjadi seperti orang yang di belenggu (dengan rantai)” rantai)” “Juga dapat bermakna terbukanya pintu pintu surga sebagai sebuah ibarat tentang apa yang Allah mudahkan dari berbagai ketaatan pada hamba-hambaNya di bulan Ramadhan yang mana tidak terdapat pada selainnya secara umum seperti puasa, shalat malam, dan berbagai macam perbuatan kebaikan serta terhentinya kebanyakan perbuatan maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, sebagai ibarat tentang apa yang mengakibatkan mereka mudah menjauhi dari berbagai maksiat ketika itu.” itu.”8
***
7 HR.
Muslim, no.2496, dalam Kitab As-Shiyam, Bab. Fadhlu Syahri Ramadhan, Hal.439, Darus Salam Riyadh. 8 Syarah Shahih Muslim, Kitab As-Shiyam, Hal.201-202, Darr Al-Hadits Kairo, Jilid.4.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 15
Pengertian Puasa Secara bahasa, puasa adalah menahan 9, dia meliputi menahan daridan pada ucapan perbuatan, dari Abu pada „Ubaid manusia serta hewan selain dari dan keduannya. Berkata di dalam Kitab Ghoribul Hadits :”Setiap orang yang menahan dari pada berbicara, makan, dan berjalan maka dia di sebut Orang yang ya ng berpuasa”10. Adapun secara Syari‟at Syari‟at Imam Nawawi menjelaskan11, puasa adalah,
ٗشث ٛ ٛ ص ٟ ف ٛ نبغ
Yakni “menahan sesuatu yang di khususkan” khususkan” , maksunya adalah menahan dari pada makan dan minum serta jima‟ dan selain dari pada keduanya, “ pada waktu yang khusus” khusus” ; yakni sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari, dan dan “ dari dari orang-orang yang khusus dengan syarat-syarat yang khusus” khusus ” yakni: musli muslim, m, baligh, „aqil (berakal), sehat dan muqim, serta bagi wanita suci dari haidh maupun nifas.
***
9 Syarah 10
Shahih Muslim, Kitab As-Shiyam, Hal.200, Darr Al-Hadits Kairo, Jilid.4. Subulus Salam, Hal.83, Jilid 2, Dar Ibnul Jauzi Saudi Arabiyah. 11 Syarah Shahih Muslim, Kitab As-Shiyam, Hal.200, Darr Al-Hadits Kairo, Jilid.4.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 16
Waktu di Wajibkannya Puasa Pewajiban puasa terjadi pada hari senin, di tahun yang kedua 12
setelah hijrah.
Hukum Puasa Ramadhan Puasa ramadhan adalah salah satu rukun dari pada rukun islam, dan fardhu dari fardhu-fardhu islam 13, di antara dalil yang menjelaskannya adalah firman Allah ta‟ala di dalam surat AlAl baqarah, Ayat 183-185 :
“Wahai orang-orang yang beriman di wajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah di wajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa bertakwa”” Sampai dengan firman Allah ta‟ala : : “bulan ramadhan yang di turunkan padanya Al-quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelas dari pada petunjuk itu dan furqon (pembeda), karena itu barang siapa yang telah menyaksikan bulan dari pada kalian maka berpuasalah” berpuasalah”
12
Subulus Salam, Hal.83, Jilid 2, Dar Ibnul Jauzi Saudi Arabiyah, dan Fiqhus Sunnah,
Hal.321. 13 Al-Wajiz fi fiqhis sunnah, Hal.231, dan Subulus Salam, Hal.83, Jilid 2, Dar Ibnul Jauzi Saudi Arabiyah
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 17
Adapun di dalam hadits dari Ibnu „Umar rodhiyallahu „anhu dia berkata, “Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam telah telah bersabda : :
يٛعس ٚ ٗ حبٙ :ظ ٝ ػ عع ٟ ٕث )ٗ١ػ كز( ذ١ج ٚ بس س ٛٚ حبوض ءبرٚ ح بٚ “Islam di bangun di atas lima perkara ; bersaksi bahwa tid tidak ak ada Tuhan yang berhak di ibadahi kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan berhaji ke baitullah, serta berpuasa di bulan ramadhan.”(HR. Mutafaqqun „alaih) „alaih) Kemudian umat islam telah berijma‟ atas wajibnya puasa ramadhan, dan dia adalah salah satu dari pada rukun islam, yang mana rukun-rukun ini telah di ketahui dari pada agama islam sebagai sesuatu yang sangat penting, dan sesungguhnya orang yang mengingkari puasa adalah murtad kafir kafir dari pada islam.14
***
14
Al-Wajiz fi fiqhis sunnah, Hal.231, dan Fiqhus Sunnah, Hal.321.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 18
Keutamaan Puasa Ramadhan 1. Orang yang berpuasa akan di ampuni baginya dosa yang telah hal ini dari berlandaskan hadits Nabi shallallahu „alaihi lalu, wa sallam, Abu Hurairah radhiyallahu „anhu dia berkata, “Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
ٗجٔ ممر ب ٗ ش بثبغزٚ بٔب٠ بسس ب
“Barang siapa yang berpuasa ramadhan penuh keimanan dan pengharapan, di ampuni untuknya apa yang telah lalu dari pada dosanya.”(HR.Mutafaqqun „alaih). „alaih). 2. Puasa adalah milik Allah ta‟ala dan Allah akan membalasnya. 3. Puasa adalah benteng penjaga dan penghalang bagi orang yang berpuasa. 4. Orang yang berpuasa akan memiliki bau mulut yang wangi lebih wangi dari pada misk kelak di hari kiamat. 5. Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yakni ketika berbuka dan ketika bertemu Allah ta‟ala. Semua di atas berlandaskan apa yang di riwayatkan oleh Bukhori dan Muslim Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, dia berkata,, “sesungguhnya Rosulullah shallallahu „alaihi wa berkata sallam telah bersabda : “Allah ta‟ala Berfirman; Berfirman; semua amalan anak adam adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya dia adalah milik-Ku danjunnah aku akan membalaskan dengannya, dan puasa adalah (benteng/penghalang), maka
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 19
apabila hari berpuasa salah seorang dari pada kalian, janganlah dia mengucapkan kata-kata kotor, dan janganlah dia berteriak-teriak, serta janganlah dia melakukan perbuatan bodoh, jika seseorang mencelanya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah dia katakan; „Sesungguhnya aku sedang berpuasa‟ dua kali, dan demi nyawa muhammad yang berada di tanganNya..!! sesungguhnya bau mulut seorang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah pada hari kiamat nanti dari pada baunya misk, dan orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan yang mana dia akan berbahagia dengan keduanya ;apabila dia berbuka dia berbahagia dengan berbukannya, dan apabila dia telah bertemu Robbnya dia berbahagia dengan puasanya.” 6. Allah menyiapkan satu pintu khusus bagi orang yang berpuasa, pintu tersebut adalah pintu Ar-Rayyaan. Dari Sahal bin Sa‟id sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya di syurga terdapat sebuah pintu di namakan untuknya ; ar-Rayyaan, akan masuk melaluinya orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat. Tidak akan masuk melaluinya seorangpun selain mereka, di katakan (pada hari kiamat); mana orang-orang yang berpuasa? Kemudian mereka berdiri (untuk masuk) tidak akan masuk melaluinya seorangpun selain mereka, maka apabila mereka telah masuk pintu itu di tutup maka tidak masuk melaluinya salah seorangpun.”15 15
HR. Mutafaaqqun ‘Alaih. ‘Alaih.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 20
Wajibnya Puasa Ramadhan dengan Rukyatul Hilal 16 Bukan dengan Hisab Ketahuilah _semoga Allah melimpahkan barokahnya kepada kita semua- bahwa dalil al-Qur‟an al-Qur‟an dan As-Sunnah As-Sunnah menunjukkan wajibnya berpedoman kepada rukyatul hilal atau ikmal (menyempurnakan sya‟ban 30 hari) hari) serta tidak boleh menggunakan dasar ilmu hisab. 17 Karena menggunakan hisab adalah menyelisihi nash dan ijma‟ para ulama‟. ulama‟. A. Dalil Al-Qur‟an Al-Qur‟an : : Fiman Allah ta‟ala dalam surat Al-Baqarah Al -Baqarah ayat 185 : “bulan ramadhan yang di turunkan padanya Al-quran sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelas dari pada petunjuk itu dan furqon (pembeda), ( pembeda), karena itu i tu barang siapa yang telah menyaksikan bulan dari pada kalian maka berpuasalah”” berpuasalah B. Dalil dari As-Sunnah : Dari Abu Hurairah radhiallahu radhiallahu „anhu, dia berkata: Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :”puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah kalian karena melihatnya. Lalu jika tertutupi atas kalian maka sempurnakanlah hitungan bulan sya‟ban 30 hari.”(HR. Bukhori dan Muslim). 16
Al-Wajiz fi fiqhis sunnah, Hal.232 17 Bid’ahkah Ilmu Hisab?, Hal.37. Pustaka al-Furqon al -Furqon
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 21
C. Ijma‟ Para Ulama : : Para ulama sejak zaman sahabat sampai dengan saat kita ini, sepakat atas wajibnya berpedoman dengan rukyatul hilal dan ikmal sya‟ban dalam menetapkan satu ramadhan serta tidak boleh berpedoman pada ilmu hisab atau falak. Tidak di temukan khilaf pada masalah ini. Ijma‟ para sahabat radhiallahu „anhum, Dari „Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khoththob sesungguhnya dia berkhutbah pada hari yang terjadi keraguan padanya, maka dia berkata: sesungguhnya aku telah duduk-duduk bersama para sahabat Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam sallam dan aku telah bertanya kepada mereka, sesungguhnya mereka menceritakan kepadaku, Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah kalian karena melihatnya, dan bernusuklah kalian karena melihat hilal, kemudian jika tertutup (bulan) atas atas kalian niscaya sempurnakanlah bulan 30 hari, maka jika telah menyaksikan dua orang saksi muslim niscaya berpuasalah kalian dan berbukalah kalian.”18
18
Hadits Shahih, di dala Shohihul Jaami’ no.3811. Dalil di atas menjelaskan tentang afdholnya menetapkan satu romadhon dengan dua orang saksi, akan tetapi jika terdapat satu saksipun tidaklah masalah, hal ini di dasari pada hadits ibnu umar, bahwasanya: “orang-orang “orang -orang telah memperhatikan bulan, maka aku mengabarkan kepada Rosulullah sesungguhnya aku telah melihatnya, maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang orangorang dengan berpuasa padanya.”(Hadits shahih di dalam kitab alal -Irwaa’ no.908. HR. Abu Dawud).-
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 22
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata : “yang menyampaikan hal iini ni merupakan kesepakatan ulama adalah para ulama dari zaman dahulu sampai dengan sekarang adalah Imam Ibnul Mundzir dalam al-Isyrof, al-Baji, al-Baji, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah, Taimiyah, al-Hafidz Ibnu Hajar, as-Subki, al„Aini, Ibnu „Abidin, as-Syaukani, as-Syaukani, Siddiq Hasan Khon, Mulla Ali al-Qori, al-Qori, dan Ahmad Syakir.”(Fiqhun Nawaazil : 1/200). 1/200). Syaikh bin Bazz rahimahullah berkata : “dan hadits-hadits di dalam masalah ini sangat-lah banyak dan semuanya menunjukkan atas wajibnya beramal dengan merukyah (bulan) atau menyempurnakan jumlah (bulan) ketika tidak dapat merukyat (bulan) sebagaimana hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak bolehnya menyandarkan kepada hisab di dalam perkara itu (yakni penetapan puasa: pent_) dan sesungguhnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah menyebutkan Ijma‟ Ijma‟ ahli ilmu, bahwa tidak boleh menyandarkan kepada hisab di dalam penetapan waktu hilal (waktu-waktu ibadah)19 dan itu adalah kebenaran yang tidak terdapat sedikitpun keraguan padanya.”( (fatawa ashashShiyaam, Hal.15, Hal.15, Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al -Islamiyah, Almamlakah al-Arobiyah as-Su‟udiyah). as-Su‟udiyah).20 Ketahuilah bahwa sesungguhnya telah di nukilkan kesepakatan para ulama atas hal itu oleh seorang yang paling
-Adapun penetapan tanggal 1 Syawal maka wajib menghadirkan dua orang saksi di sebabkan tidak adanya dalil yang memperkecualikan hadits ‘Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khoththob di atas. Wallahu ta’ala a’lam 19 Waktu-waktu ibadah seperti puasa, zakat, kaffarah, dan waktu-waktu haji, lihat tafsir as-sa’di surat al-baqarah as-sa’di al-baqarah ayat 189. 20 Hal ini juga di jelaskan oleh lajnah daa’imah/ lembaga fatwa kerajaan saudi arabiyah, pada hal.14, dari kitab yang sama...
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 23
mengetahui dengan pendapatnya para ulama‟ dan letak -letak -letak kesepakatan mereka serta ikhtilaf mereka dia adalah syaikhul islam Ibnu Taimiyah rahimahullah21, sebagaimana yang telah di sebutkan syaikh Bakr Abu Zaid dan Syaikh Bin Bazz di atas, beliau (Ibnu Taimiyah) berkata : “Sesungguhnya kita mengetahui dalam syari‟at syari‟at agama islam bahwa menggunakan ilmu hisab dalam menentukan hilal untuk menentukan puasa ramadhan, ramadhan, haji, iddah, ila‟, atau hukum lain yang berhubungan dengan ada dan tidaknya hilal itu tidak di perbolehkan. Kaum muslimin telah menyepakati hukum ini, tidak pernah di kenal adanya khilaf baik oleh para ulama‟ salaf maupun mutaakhkhirin. Hanya saja sebagian fuqoha‟ mutaakhirin yang hidup setelah abad ketiga menyangka bahwa kalau langit sedang mendung maka boleh bagi ahli hisab untuk menggunakan ilmu hisab. Namun itu hanya bisa di gunakan untuk dirinya sendiri dan bukan untuk lainnya, kalau memang ilmu hisab menunjukkan bahwa sudah masuk ramadhan maka dia puasa. Pendapat ini, walaupun dikhususkan hanya bagi ahli hisab, itupun harus dalam keadaan langit mendung. Namun ini tetap pendapat nyeleneh yang sudah ada ijma sebelumnya. Adapun berpegang pada ilmu hisab saat langit cerah atau menggunakan ilmu ini untuk umat islam secara umum maka hal ini belum pernah ada seorang muslimpun yang mengatakannya.”(Lihat Majmu‟ Fatawa : 25/132).22
21 Hal
ini di katakan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab tahdzirus sajid hal.60, maktabah Ma’aarif, riyadh. riyadh. 22 Di nukilkan juga di dalam “Bid’ahkah Ilmu Hisab?” Hal.46, Pustaka Al-Furqon. Al-Furqon.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 24
Beliau juga berkata : “Tidak di ragukan lagi dalam d alam hadits yang shahih dan kesepakatan para sahabat atas tidak bolehnya berpedoman pada ilmu hisab.”(Majmu Fatawa :25/207) Fatawa :25/207)23 Dan sudah mapan dalam kaidah ilmu syar‟i bahwa apabila dalam suatu masalah telah terjadi ijma‟ maka itu adalah hujja yang tidak boleh di selisihi24. Hal ini sebagaima firman Allah ta‟ala : ta‟ala :
“ Dan barang siapa menentang Rosul setelah jelas baginya kebenaran, dan dia mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin (para sahabat) kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah di kuasainya itu, dan kami masukkan ia ke dalam neraka jahannam, itu seburuk-buruk tempat kembali .”(Qs. .”(Qs. AnAn-Nisa‟ :115). :115). Saya penulis berkata : meninggalkan dalil syar‟i serta ijma‟ adalah perkara bid‟ah dan dan tidak terdapat padanya ikhtilaf, hal ini kami jelaskan karena sering kita dapatkan orang yang menyelisihi dalil serta ijma setelah hal itu jelas bagi mereka, di anggap sebagai ikhtilaf yang di bolehkan. Hal ini di motifasi oleh semangat kekelompokkan atau fanatik terhadap golongan maupun pribadi tertentu.
23
Di nukilkan juga di dalam “Bid’ahkah Ilmu Hisab?” Hal.46, Pustaka Al -Furqon. 24 Bid’ahkah Ilmu Hisab?” Hal.46, Pustaka Al-Furqon. Al-Furqon.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 25
Peringatan;; Peringatan
barang siapa telah melihat hilal sendirian, maka janganlah dia berpuasa sampai orang-orang berpuasa, dan janganlah dia berbuka (mengakhiri puasa) sampai mereka berbuka. Dari Abu Hurairah radhiallahu „anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi „alaihi wa sallam bersabda :
“Puasa hari di mana kalian berpuasa, dan berbuka hari di mana kalian berbuka, dan menyembelih pada hari kalian menyembelih.”(HR. Tirmidzi, hadits shahih di dalam shahihul jaami‟ no.3869). no.3869). Termasuk dari kesalahan adalah puasanya sebagian orang mengikuti negara tetangga dan mengakhiri puasa bersamanya, mereka menyelisihi dengan hal itu negri dan negara mereka.25 Syaikh bin Bazz semoga Allah merahmati beliau, pernah di tanya tentang orang yang berpuasa di kerajaan saudi arabiyah kemudian bersafar pulang ke negrinya maka beliau menjawab : “apabila kalian berpuasa di kerajaan saudi atau selain darinya kemudian kalian berpuasa sisa bulan pada negri kalian atau selain darinya, maka berbukalah dengan berbukanya mereka, meskipun dia menambah menjadi 30 hari berdasarkan sabda Nabi “Puasa hari di mana kalian berpuasa, dan berbuka hari di mana kalian berbuka” akan tetapi jika kalian belum menyempurnakan 29 hari, maka wajib atas kalian menyempurnakan hal itu karena sesungguhnya bulan ramadhan tidak kurang dari 29 hari.”(fatawa ash-Shiyaam, ash-Shiyaam, Hal.18, Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Al-mamlakah al-Arobiyah asSu‟udiyah). Su‟udiyah). 25
Al-Wajiz fi fiqhis sunnah, Hal.234.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 26
Orang-Orang Yang di Wajibkan Berpuasa Para ulama telah berijma‟ berijma‟ bahwa sesungguhnya wajibnya puasa atas seorang muslim yang berakal dan telah baligh, kemudian sehat serta mukim (tidak bersafar), dan wajib bagi seorang wanita suci dari haidh serta nifas.26 Adapun tidak diwajibkan atas seorang yang belum baligh dan tidak berakal, berdasarkan sabda Nabi shallallahu shallal lahu „alaihi wa sallam : “Di angkatnya pena dari tiga golongan; dari seorang yang gila sampai dia sadar (waras), dari orang yang tidur sampai dia terjaga (terbangun dari tidurnya), dan dari seorang anak kecil sampai dia beremimpi.”(Hadits Shahih Shahih riwayat At-Tirmidzi, lihat shahihul jami‟ no.3514) no.3514) Sedangkan tidak diwajibkannya berpusa bagi seorang yang sakit dan tidak mukim (musafir) berdasarkan firman Allah Ta‟ala :
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia 26
Al-Wajizz fi fiqhis sunnah, Hal.234, baca kitab fiqh sunnah..
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 27
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(Qs. mengetahui. ”(Qs. Al-Baqarah Al-Baqarah : 184). Dan tidak di wajibkan bagi seorang wanita yang haidh atau nifas, sebagaimana hadits dari Abu Sa‟id radhiallahu „anhu, dia berkata “Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
دد قق كرف و ن تح ح اذا أ “Bukankah apabila dia haidh dia tidak shalat dan dia tidaklah puasa? Maka itulah kekurangan pada agamanya.”(HR.Bukhori) agamanya.”(HR.Bukhori) Oleh karenanya jika seorang yang haidh atau nifas berpuasa maka tidak sah puasanya serta tidak akan di balas kepada keduanya. Di karenakan syarat dari sahnya puasa bagi seorang wanita adalah suci dari pada haidh maupun nifas. Akan tetapi wajib bagi keduanya untuk mengganti (qadha) : Dari pada „Aisyah radhiallahu ta‟ala „anha, dia berkata :
ق قب سهؤف ن وو عع ص ص لىز عع يف ض ة اا ققب سهؤ و مىاا kami telah haidh pada zaman Rosulullah, maka kami di perintahkan untuk mengganti puasa, dan kami tidak di
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 28
perintahkan dengan mengganti shalat.” shalat.” (Hadits Shahih, di riwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasaa‟i). An-Nasaa‟i). Faedah pembahasan pembahasan di atas : atas : 1. Di wajibkan bagi wali seorang anak untuk memerintahkan anaknya berpuasa kapan dia mampu melakukannya, agar melatih anak tersebut untuk berpuasa, hal ini sebagaimana perbuatan para sahabat radhiallahu „anhum „ anhum terhadap anak-anak mereka27 : Dari Rubayyi‟ binti Mu‟awwidz, Mu‟awwidz, dia berkata : Nabi shallallahu „alaihi wa sallam telah telah mengirimkan pada waktu pagi hari as-syuraa ke perkampungan kaum anshar (beliau bersabda) : “barang siapa yang telah berbuka, maka hendaklah dia menyempurnakan sisa hari berpuasanya, dan barang siapa yang berpuasa maka hendaklah dia berpuasa”, kemudian Rubayyi‟ berkata berkata : maka kami berpuasa pada hari itu, dan kami memerintahkan anak-anak kami untuk berpuasa, dan kami buatkan untuk mereka permainan dari pada bulu, maka apabila salah seorang dari pada mereka menangis meminta makanan kami berikan kepadanya permainan tersebut, hal itu terjadi sampai waktu berbuka.”(HR. berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim). 2. Jika seorang yang sakit dan musafir berpuasa maka sah puasa keduanya, karena pembolehan untuk tidak berpuasa di sini adalah rukhsoh (keringanan). Maka jika
27
Fiqhus Sunnah, hal.325
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 29
mereka berdua mengambil terhadap apa yang menjadi ketetapan Allah (berupa rukhsoh) maka ini lebih baik. 28 3. Manakah yang lebih utama : Berbuka ataukah Berpuasa? Berpuasa? Jawab : jika seorang yang sakit dan seorang musafir tidak mendapatkan kesulitan untuk berpuasa niscaya puasa adalah lebih utama, dan jika keduanya mendapatkan kesulitan niscaya berbuka lebih utama. Dari Abu Sa‟id alal Khudri radhiallahu „anhu, dia berkata berkata : “kami berperang bersama Rosulullah di bulan ramadhan, maka ada dari pada kami orang yang berpuasa dan ada dari pada kami orang yang berbuka, maka tidak mempermasalahkan seorang berpuasa terhadap orang yang berbuka, dan orang yang berbuka terhadap orang yang berpuasa, mereka berpandangan bahwa barang siapa dapatkan kekuatan (untuk berpuasa) niscaya dia berpuasa maka sesungguhnya hal itu adalah baik, dan mereka berpandangan bahwa seorang yang mendapatkan kelemahan niscaya dia berbuka, maka sesungguhnya hal itu adalah baik.29 ”(Syaikh. Abdul „Azhim bin Badawi)30. 4. Apabila seorang yang bersafar kembali ke tempat tinggalnya pada malam hari dan esoknya adalah ramadhan maka wajib atasnya untuk berpuasa tanpa ada khilaf padanya.”(Syaikh Abu Malik bin Sayyid Salim). Salim).
28 Al-Wajiz 29
fi fiqhis sunnah, Hal.235 Hadit Shahih, di riwayatkan Muslim dan Tirmidzi. Lihat Shahih At-Tirmidzi no.574 30 Al-Wajiz, Hal.235
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 30
5. Apabila seorang yang safar datang di siang hari –dari bulan ramadhan- sedang dia dalam keadaan tidak berpuasa, kemudian dia mendapatkan istrinya telah suci di tengah siang dari haid atau nifas, atau sembuh dari sakit sedang istrinya tidak berpuasa (di sebabkan sakit sebelumnya), niscaya boleh baginya untuk mengumpuli istrinya dan tidak ada kafarah baginya. Sebagaimana perkataan Ibnu Mas‟ud radhiallahu „anhu : :
شأ و١ف سبٕٙ يٚأ وأ “ Barang siapa yang telah makan di awal siang (karena udzur sakit, safar, haidh, nifas 31 ) maka hendaklah dia makan di akhirnya.”(Sanadnya akhirnya.”(Sanadnya Shahih di keluarkan Ibnu Abi Syaibah no.9343). 6. Apakah seorang sopir mobil atau bus terealisasi hukum musafir baginya? Di karenakan pekerjaan mereka ini selalu berkesinambungan keluar kota di siang hari bulan ramadhan. Jawab : ya, terealisasi hukum safar bagi mereka, maka bagi mereka adalah menqoshor dan menjamak (shalat), dan (boleh baginya) tidak berpuasa, dan apabila seseorang berkata “ Kapan mereka berpuasa –mengganti- sedang pekerjaan mereka selalu berlanjut?” Kami katakan ; “mereka berpuasa –Mengganti–Mengganti- pada hari-hari musim dingin, karena sesungguhnya musim dingin hari-harinya singkat dan dingin –cuacanya-. Adapun para sopir yang di dalam kota maka tidak ada bagi mereka hukum musafir 31
Penjelasan dari saya...
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 31
dan wajib bagi mereka berpuasa.”(Syaikh Ibnu „Utsaimin Rahimahullah, Fatawa as-shiyaam ; hal.76, Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Al-mamlakah al-Arobiyah asSu‟udiyah). Su‟udiyah). 7. Para ulama telah berijma‟ berij ma‟ bahwa bahwa seorang yang haidh dan nifas tidak sah puasa keduanya, dan tidak wajib atas keduanya, serta haram atas keduanya (berpuasa), dan wajib bagi keduannya _setelah suci_ untuk menggantinya.32 8. Di antara perkara-perkara yang berkaitan dengan seorang yang haidh adalah33 : - Apabila
dia telah suci di tengah siang, maka sesungguhnya dia tetap berada pada berbukanya, niscaya di bolehkan untuknya makan maupun minum, dan jika telah datang suaminya dari sebuah safar sedang dia tidak berpuasa maka dia memiliki kebolehan untuk menjima‟inya, dan tidak boleh untuknya menahan (untuk tidak makan) sisa hari dengan niat puasa.
- Apabila dia telah suci sebelum datangnya fajar, sedang
dia telah berniat untuk puasa maka sah puasanya, meskipun dia mengakhirkan mandi setelah datangnya fajar, dan ini adalah pendapat jumhur ulama‟. ulama‟.
32
Shahih fiqh As-sunnah, hal.114, juz 2. 33 Shahih fiqh As-sunnah, hal.114-115, juz 2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 32
- Apakah seorang wanita boleh mengkonsumsi
obat untuk menghentikan haidhnya di dalam bulan ramadhan? Jawab : haidh adalah sebuah perkara yang telah Allah tetapkan bagi para wanita dari anak adam, dan tidak pernah terjadi pada para wanita di zaman Nabi shallallahu „alaihi wa sallam sallam mereka di bebankan dengan hal itu untuk mereka berpuasa ramadhan secara sempurna. Maka tidak di sunnahkan hal tersebut. Akan tetapi apabila dia melakukan hal itu, dan obat tersebut tidak memudharati terhadap dirinya niscaya tidaklah masalah dengannya (untuk mengkonsumsi obat). Maka apabila dia telah mengkonsumsi obat dan obat tersebut telah memberhentikan darah maka bagi dia adalah hukumnya suci, niscaya dia berpuasa dan tidak wajib baginya mengulangi puasanya.”(Syaikh. puasanya.”( Syaikh. Abu Malik Bin Sayyid Salim). - Seorang wanita yang terkena istihadho (darah segar
yang keluar dari farji seorang wanita), tidaklah menghalanginya untuk berpuasa, dan tidak juga dari pada shalat akan tetapi keduannya wajib atasnya hal ini berdasarkan ijma‟ para ulama‟. Di karenakan istihadho bukanlah haidh. (Lihat dalam Shahih Fiqhis Sunnah, hal.115, Juz.2, Dar taufiqiyah lit-Turoots).
***
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 33
Orang-Orang Yang diberi Keringanan Untuk Membayar Fidyah Allah ta‟ala berfirman : :
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. miskin . Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(Qs. mengetahui. ”(Qs. Al-Baqarah Al-Baqarah : 184). Ayat di atas adalah dalil pensyari‟atan bagi golongan yang di bolehkan untuk membayar fidyah, sebagai bentuk pengganti bagi puasa mereka. Yakni : 1. Seorang laki-laki yang sudah lanjut usia dan seorang wanita yang sudah lanjut usia, serta seorang yang sakit yang tidak ada harapan sembuh.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 34
Para ulama telah berijma‟ berijma‟ bahawa sesungguhnya seorang lakilaki yang telah lanjut usia dan seorang wanita yang telah lanjut usia dari orang-orang yang tidak mampu untuk berpuasa, boleh bagi mereka berdua berbuka dan tidaklah ada qadha atas keduanya. Jumhur „Ulama berpendapat cukup bagi mereka berdua memberikan makan kepada satu orang miskin setiap harinya34. Adapun sumbernya adalah firman Allah di atas, yakni :
١ىغ بؼ خ٠ف ٗٔٛم١٠ ٠ ٝ ػٚ “Dan wajib bagi orang-orang orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin...” Dari „Athaa‟ sesungguhnya dia telah mendengar Ibnu Abbas membaca ayat ini, maka Ibnu Abbas berkata :
نأ نييطي ي ةريباا ةأرااو ريب اا خيش و وو بب تي ي موي ن ن ط طيف ووصي
,
,
“dia tidaklah di nasakh (di batalkan hukumnya) yang di maksud adalah seorang kakek dan seorang nenek yang keduanya tidak sanggup lagi untuk berpuasa, maka hendaklah mereka berdua memberikan makan setiap hari satu orang miskin.”(HR. miskin.” (HR. Bukhari).
34
Shahih fiqh As-Sunnah, Hal.112, Juz.2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 35
Sedang seorang yang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh dia berada pada hukum seorang yang telah lanjut usia (kakek atau nenek).35 Ditanyakan tentang seorang wanita yang sakit yang meninggalkan puasa selama empat tahun kepada Lajnah Da‟imah Kerajaan Saudi Arabiyah. Arabiyah. Maka Lajnah Da‟imah kerajaan saudi „arabiyah menjelaskan : “Apabila wanita yang sakit (atau lelaki yang sakit) sakit) meninggalkan puas puasa a di karenakan tidak adanya kemampuannya untuk berpuasa (pada waktu sakit) maka wajib atasnya mengganti apa yang telah dia berbuka dari puasa pada bulan ramadhan selama empat tahun tersebut ketika dia memiliki kemampuan untuk menggantinya, Allah ta‟ala berfirman :
أ ميأ ن ةدف ر ى وأ ضير م ن نو
“dan dan barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain...” hingga akhir ayat QS.Al-Baqarah : 185. Dan jika dahulu sakitnya atau lemahnya dari berpuasa yang tidak ada harapan sembuh sakitnya sesuai dengan kepastian para dokter, niscaya dia memberi makan setiap hari dari hari yang dia tidak berpuasa padanya kepada satu orang miskin setengah sho‟ sho‟ dari gandum, kurma, atau beras atau yang semisal dengan itu dari apa yang dimakan keluarganya di rumah-rumah mereka, seperti seorang laki-laki yang sudah tua, dan wanita yang sudah tua yang mana puasa memayahkan mereka berdua dan 35
Shahih fiqh As-Sunnah, Hal.112, Juz.2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 36
menyulitkan atas mereka berdua dengan kesulitan yang sangat sulit dan tidak wajib atasnya atas nya qadhaa.”( qadhaa.”( Fatawa as-shiyaam ; hal.78, Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Al-mamlakah al Arobiyah as-Su‟udiyah). as-Su‟udiyah). Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya dalam „Majmu‟ Fatawa, 15/203: ‘Tentang wanita yang sudah tua dan tidak mampu berpuasa, apa yang selayaknya dia lakukan? lakukan? Beliau menjawab, „Dia harus memberi makan kepada satu orang miskin untuk sehari sebanyak setengah sho‟ dari makanan penduduk setempat baik kurma, beras maupun lainnya. Kadar dalam timbangannya sekitar 1,5 Kg. Sebagaimana telah difatwakan hal itu sekelompok para shahabat Nabi sallallahu‟alaihi wa oleh sallam, diantaranya Ibnu Abbas radhiallahu‟anhuma. Kalau sekiranya dia fakir, tidak mampu memberi makanan, maka tidak ada apa-apa baginya. Kaffarah (tebusan) ini diperbolehkan diberikan kepada satu orang atau banyak orang, baik diawal, pertengahan maupun akhir bulan. Wa billahi taufiq.” taufiq.” 2. Wanita yang Hamil dan Menyusui apabila keduanya tidak mampu untuk berpuasa atau mereka berdua takut terjadi sesuatu kepada anak mereka, maka bagi keduanya adalah berbuka, dan wajib bagi keduanya membayar fidyah, dan tidak ada qadha atas mereka berdua.36 Ibnu Abbas radhiallahu „anhu telah mengatakan hal ini, begitu juga Ibnu „Umar radhiallahu „anhu, dan di pilih oleh Syaikh alal albani rahimahullah.
36
Al-Wajiz, hal.236
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 37
Dari Ibnu Abbas beliau beliau berkata :”Di :”Di berikan rukhshoh kepada seorang laki-laki yang sudah tua dan seorang wanita yang sudah tua dalam hal itu (untuk tidak berpuasa), sedang mereka berdua mampu untuk berpuasa, mereka berdua berbuka jika di inginkan dan mereka wajib memberi makan setiap hari satu orang miskin, serta tidak wajib qadha atas keduanya. Kemudian di batalkan hal itu pada ayat ini “ Maka barang siapa dari pada kalian yang telah menyaksikan bulan maka berpuasalah” dan di tetapkan kepada seorang laki-laki yang sudah tua dan wanita yang sudah tua apabila mereka berdua tidak mampu untuk berpuasa, serta seorang yang hamil dan menyusui apabila mereka berdua takut, dan mereka berdua wajib memberikan makan setiap hari satu orang miskin.”(Hadits Shahih, di keluarkan Ibnu Jarir dan Baihaqi, lihat Al-Wajiz : hal.236, dan Shahih Fiqhis sunnah : hal.113, juz 2). Dan tidak di ketahui adanya seorangpun dari kalangan sahabat yang menyelisihi mereka mereka berdua.37 Ibnu Abbas juga pernah berkata :
ب٘ٚ ٝ بف ١ ش ش٠ ٚ ػ ب ب شذفب٠٠ بٛ ٟ م٠ ٚ بػ١ٕ ى غ ٛ و ب ٙغبٔو ب ٝ ؼب٠ٚ ش ... ...بس س “ Apabila seorang yang hamil takut terjadi sesuatu kepada dirinya, dan seorang menyusui terhadap anaknya di bulan ramadhan. Mereka berdua boleh tidak berpuasa, dan mereka memberikan makan setiap hari satu orang miskin dan tidak wajib bagi mereka berdua menqadha puasa.”(Di puasa.” (Di Sahihkan Syaikh Al-Albani di dalam Al-Irwaa‟ Al-Irwaa‟ no.2758). no.2758). 37
Shahih fiqh sunnah, hal.114, juz.2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 38
Kadar makanan yang wajib di keluarkan
Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Malikiyah, Syafiiyyah dan Hanabilah berpendapat tidak sah mengeluarkan uang dalam fidyah puasa. Seharusnya mengeluarkan makanan berdasarkan Firman-Nya,
١ىغ بؼ خ٠ف ٗٔٛم١٠ ٠ ٝ ػٚ " Dan wajib bagi orang-orang yang y ang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) berpuasa) membayar membayar fidyah, (yaitu): memberi memberi makan seorang miskin." miskin." (QS. Al-Baqarah: 184) Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata, "Ini berlaku bagi orang tua renta laki-laki dan perempu perempu yang keduanya tidak mampu berpuasa. Maka, sebagai pengganti sehari (yang dia tidak berpuasa), dia harus memberi makan satu orang miskin." (HR. Bukhari, no. 4505) Telah dinyatakan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/198: "Selagi para dokter telah menvonis bahwa penyakit yang diderita membuatnya tidak mampu berpuasa dan tidak ada harapan sembuh. Maka anda harus memberi makanan satu orang miskin untuk sehari. Berupa setengah sha makanan pokok penduduk setempat, baik kurma atau lainnya, untuk menggantikan (puasa) bulan-bulan lalu dan bulan ke depan. Kalau anda memberi makan malam atau makan siang kepada orang miskin (di luar bulan ramadhan) sebanyak hari yang menjadi beban kewajiban anda, maka hal itu sudah cukup. Adapun mengeluarkan uang tidak dianggap (sah)." Maka, orang tua rentadikeluarkan atau oranguntuk sakit sehari yang tidak ada da harapanuntuk sembuh, hendaknya yang a dia tidak berpuasa, makanan kepada satu orang miskin berupa
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 39
setengah sha dari makanan penduduk setempat, baik kurma, beras atau semisal itu. Kira-kira setara dengan 1,5 kg." (Silakan lihat Fatawa Ramadan, hal. 545) Dapat langsung di akhir bulan sebesar 45 Kg juga dari dikeluarkan beras sebagai contoh.sekaligus Kalau dia buat makanan dan mengundang orang miskin itu juga bagus sesuai dengan perbuatan Anas radhiallahu anhu. 38
***
38
Dari Anas bin Malik, Sesungguhnya dia telah lemah untuk berpuasa selama
setahun, kemudian dia membuat satu mangkok roti yang di rendam kuah, kemudian dia mengundang 30 orang miskin dan mengenyangkan mereka.”(HR. Bukhori, dan ini juga Hadits Shahih di dalam d alam “Al “Al--Irwaa’ no.912) no.912)
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 40
Rukun-Rukun Puasa 1. Niat Sesungguhnya puasa ramadhan adalah sebuah ibadah, maka puasa seseorang tidak akan sah, kecuali dengan niat sebagaimana ibadah-ibadah yang lainnya.39 Berdasarkan firman Allah Ta‟ala :
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus..”(QS.Al lurus ”(QS.Al-Bayyinah -Bayyinah : 5).
Adapun Syahid (saksi) wajibnya niat di sini sini adalah pada kalimat :
بٕ ٠ ٗ ١ ٚجؼ١ ٚش بٚ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…. lurus….
Adapun di dalam hadits Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
39
Shahih fiqh sunnah, hal.88. juz.2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 41
ب اش ى بٔٚ خ١ٕبث يبػ بٔ “Sesungguhnya amal-amal amal-amal itu hanyalah (tergantung) dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanyalah akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Mutaffaqun „Aalaih) „Aalaih) Dan hendaklah niat ini terjadi sebelum fajar pada setiap malam 40 dan ini merupakan pendapat dari Syaikh Muqbil al- Wadi‟i rahimahullah serta para ulama lainnya, Beliau rahimahullah pernah di tanya “Apakah kita wajib berniat puasa ramadhan setiap malam harinya, ataukah cukup satu kali niat saja di awal ramadhan untuk sebulan penuh?” Maka beliau menjawab: menjawab: “Nabi bersabda “Setiap amalan tergantung kepada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan apa apa yang dia niatkan”, ini adalah dalil tentang keharusan niat dalam setiap amal. Bagi orang yang hendak puasa, ia harus berniat setiap malam harinya, tetapi bukan berarti ia harus mengucapkan ; “Nawaitu... untuk berpuasa pada besok hari di bulan ramadhan.” ramadhan.” Niat adalah maksud atau tujuan. Bangunmu untuk melaksanakan sahur di anggap sudah berniat, demikian juga suapanmu berupa makanan atau minuman untuk tujuan berpuasa besoknya juga sudah berarti niat..”41 dan sebagian para ulama yang lain berpendapat cukup dengan sekali niat pada awal ramadhan, akan tetapi yang paling afdhal adalah tajdid an-niyah (memperbaharui niat) di setiap malam
40
Al-wajiz, hal.238
41 Silsilah
al-Muntaqaa min fatawa Asy-Syaikh Al-‘Allamah Al-‘Allamah Muqbil Bin Hadi AlAl-Wadi’i, Kerajaan Saudi Arabiayah- Riyadh maktabah dakwah dan bimbingan jaliyat Rabwah, Thn. 1430 H – H – 2009 2009 M.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 42
sejak terbenamnya matahari sampai dengan sebelum terbitnya fajar subuh. Berdasarkan sabda Nabi :
ب١ ف ش ج ب١ ٠٠ “Barang siapa yang belum berniat untuk puasa sebelum fajar fajar maka tidak ada puasa untuknya.”( untuknya .”(Hadits Hadits Shahih, di riwayatkan Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasaa‟I, Lihat Shahihul Jaami‟ no.6538). Faedah : memperbaharui niat sebelum fajar ini hanya di khususkan untuk puasa wajib, adapun puasa sunnah maka boleh seseorang berniat setelah terbitnya fajar. Peringatan : Peringatan
“Niat itu tempatnya adalah hati, dan tidak ada tempat untuknya di lisan di dalam semua amal. Untuk inilah barang siapa yang melafazkan niat ketika dia hendak shalat, atau puasa atau haji, atau wudhu, atau selain dari pada itu dari segala amal, maka dia sebagai orang yang mengada-ngada mengada-ngada (Mubtadi‟) (Mubtadi‟) yang berkata di dalam agama Allah apa yang tidak termasuk dari padanya, karena sesungguhnya Nabi dahulu (dan para sahabatnya) selalu berwudhu, selalu shalat, selalu bersedekah, dan selalu berpuasa, serta berhaji, sedang tidak pernah sekalipun beliau melafazkan niat. Karena niat itu tempatnya di hati.”42
Allah Ta‟ala berfirman : :
42
Syarah Riyadhus Shaalihin, fadhilatus syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. al-‘Utsaimin. Hal.26, Juz.1. Mu’assasah Zadd Mesir. Cetakan pertama.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 43
ٗؼ ؼ٠ ٖٚجرٚ
وسٚ ٟ ف ب ٛر ر
“dada katakana jika kalian menyembunyikan apa yang ada di dalam kalian atau kalian menampakkannya maka Allah mengetahuinya.”(Qs.Ali mengetahuinya. ”(Qs.Ali „Imran :29). :29). Dan juga firman Allah :
سٚ ٟ ف ب ٚ “.. Dan Dan di dapatkan apa yang di dalam dada..”(Qs. dada..”(Qs.alal-„Aadiyat „Aadiyat : 10). Karena sesungguhnya hakikatnya adalah maksud kepada sebuah amal, mengerjakan seusai perintah Allah Ta‟ala, dan mencari wajahNya yang maha mulia. Maka barang siapa yang bersahur pada waktu malam dengan maksud berpuasa, serta mendekatkan diri kepada Allah dengan menahan segala pembatal maka dia adalah orang yang berniat.43 Peringatan
yang kedua: kedua: bahwa tidak ada satupun redaksi niat, yang pernah Rosulullah contohkan di dalam sunnahnya. Maka apa yang kita dapatkan saat ini di sekitar kita adalah bentuk mengada-ngada di dalam syari‟at Allah Ta‟ala. Begitu juga para sahabat radhiallahu „anhum mereka tidak pernah mengada-ngada mengada-ngada di dalam agama Allah yang sempurna ini dan tidak pernah mencontohkan hal tersebut.
Ibnu Katsir Asy-Syaafi‟i Asy-Syaafi‟i rahimahullah rahimahullah berkata : 43
Fiqhus Sunnah, hal.325, Maktabah al-‘Ashiriyah. al-‘Ashiriyah.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 44
١ ٛمجغ ش١ بو ٛ “kalau saja hal itu baik niscaya mereka (Rosul dan Sahabatnya) “kalau akan mendahului kepadanya.” kepadanya.” Para ahli ilmu dari kalangan salaf telah menetapkan sebuah kaedah ibadah :
بٙث جؼٔز ف ةبأ أ بٙث جؼز٠ حبجػ و “Setiap Ibadah yang tidak beribadah dengannya sahabat-sahabat sahabat -sahabat Muhammad Shallallahu „alaihi wa sallam, maka selamanya jangan kita beribadah dengannya.” dengannya.” 2. Menahan diri dari segala sesuatu yang akan membatalkan puasa, sejak terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Allah Ta‟ala berfirman : :
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 45
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.(Qs.Al -Baqarah -Baqarah :187) Syahid di sini adalah firman Allah :”....dan :”.... dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...” Al-Imam „Abdurrahman bin Nashir as Al-Imam as-Sa‟d Sa‟dii menjelaskan dalam kitab tafsirnya Taisirul karimir rahman hal.96 rahman hal.96 : “ini maksudnya untuk makan dan minum serta jima‟, jima‟ , dan terdapat padanya (hujjah) bahwa sesungguhnya apabila dia makan dan semisalnya (minum dan jima‟) jima‟) dalam keadaan ragu pada terbitnya fajar maka tidaklah mengapa atasnya.” atasnya.” Kemudian beliau berkata :“ :“ مث (kemudian (kemudian): ): (maksudnya) apabila puasa): telah terbitnya fajar, ميصا او أأ (kalian sempurnakan puasa):
maknanya ; menahan dari segala yang membatalkan, ي ىا (hingga malam) malam) dan dia adalah terbenamnya matahari…”. matahari…”.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 46
Pembatal-Pembatal Puasa
1. Makan dan minum secara sengaja. Hal ini adalah ijma‟ kaum muslimin, “maka “ maka jika seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa, niscaya dia menyempurnakan puasa dan tidak ada qadha baginya. Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu „anhu „anhu sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : bersabda :
ٗؼأ بف ٗٛ ز١ف
ش ٚأ وف – بب
– ٟ غٔ
) غغٚ ٞ سبج ٖٚس ( .ٖبمع “barang siapa yang lupa lupa – sedang dia dalam keadaan berpuasamaka dia telah makan dan telah minum, niscaya hendaklah dia sempurnakan puasanya, sesungguhnya itu hanyalah Allah memberikan makan dan minum untuknya.”(HR. untuknya .”(HR. Bukhari no.1923, dan Muslim no.1155). Dan di dalam riwayat imam At-Tirmidzi At-Tirmidzi pada kitab “As“As-sunan” sunan” : :
ٗ١ ٗصس قصس بٔبف “itu hanyalah sebuah rizki yang Allah telah rizkikan kepadanya.” kepadanya.” Sama saja dalam hal itu puasa sunnah ataupun wajib, karena keumuman hadits menurut jumhur ulama. 44 Syaikh Abu Malik bin Sayyid Salim berkata : “Makan adalah memasukkan sesuatu ke lambung melalui mulut, dan dia umum 44
Shahih fiqhis sunnah, hal.93. juz.2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 47
meliputi apa yang memberikan manfaat dan apa yang mendatangkan madharat, serta meliputi apa yang tidak ada manfaat padanya tidak juga madharat.” 45 Faedah : Pertama Pertama,, tidaklah mengapa menggunakan obat tetes pada mata, maupun telinga meskipun terasa sampai ke dalam tenggorokan. Adapun hidung maka tidak di bolehkan. Syaikh Bin Bazz berkata : “Obat tetes mata dan telinga telinga tidaklah batal seseorang yang berpuasa dengan keduanya pada pendapat yang paling shahih dari para ulama. Kemudian jika dia mendapatkan rasa tetesan obat pada tenggorokannya, niscaya qadha adalah lebih hati-hati, akan tetapi tidaklah wajib ; karena keduanya bukanlah tempat masuk untuk makanan dan minuman. Adapun obat tetes pada hidung; maka tidak di bolehkan, karena hidung tempatnya masuk, untuk inilah Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : :
ب ىر قب عز ف بث
.
“Dan lakukanlah istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan sangat kecuali jika engkau dalam keadaan puasa.” (HR. Abu Dawud no.142, dan Tirmidzi no.788, An-Nasaa‟i An-Nasaa‟i no.87, Ibnu Majah no.407.) Maka bagi orang yang telah melakukan itu wajib qadha berdasarkan hadits ini..”(Masaa‟il ini..”(Masaa‟il fil Aqidah Aqidah wa Shifatil wudhu wa Shifatis sholati wa „A‟mali ramadhan, ramadhan, hal.72, hal.72, Mu‟assasah „Abdil „Aziz bin Bazz Al-Khairiyah). Al -Khairiyah). Kedua,, Tidaklah mengapa menggunakan suntik pada nadi atau Kedua pada otot. 45
Shahih fiqh As-Sunnah, hal.93, Jilid.2.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 48
Beliau rahimahullah berkata : “ Yang benar keduanya tidak membatalkan puasa, adapun yang membatalakan puasa hanyalah suntik penambah gidzi secara khusus..” khusus..” ..”(Masaa‟il fil Aqidah wa Shifatil wudhu wa Shifatis sholati wa „A‟mali ramadhan, Al Khairiyah). hal.71, Mu‟assasah „Abdil „Aziz bin Bazz Al Ketiga, Tidaklah membatalkan puasa seseorang yang berendam Ketiga, di dalam air apabila masuk air melalui duburnya. Karena hal ini tidak di sebut makan. 2. Sengaja untuk muntah. Jika seseorang muntahnya banyak sedang hal itu keluar dengan sendirinya maka tidaklah ada qadha baginya dan tidak juga kaffarah, berdasarkan hadits Abu Hurairah sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : :
م١ف ػػ ءبمزع ٚ ,ءب ٗ١ػ ظ١ف ءٟ م ٗػس “Barang siapa yang muntah, muntah, maka tidak ada qadha baginya, dan barang siapa yang muntah secara sengaja maka hendaklah dia menqadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu menqadha.” Maajah, An-Nasaa‟I, An-Nasaa‟I, dan di shahihkan syaikh al-Albani al -Albani dalam “Al--Irwaa‟ no.923, dan Shahihul Jaami‟ no.6243) “Al Jaami‟ no.6243) As-Shan‟aani berkata : As-Shan‟aani : “hadits ini adalah dalil sesungguhnya tidaklah batal dengan muntah yang banyak ..” ” Beliau juga berkata : “dan (Hadits ini adalah dalil) sesungguhnya batal seseorang yang mencarimencari-cari cari untuk muntah (sengaja).” 46
46
Subulus Salam, Hal.113, Jilid.2, Dar Ibnu Jauzi, Saudi Arabiyah.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 49
Ibnul Mundzir telah menukilkan ijma‟ batalnya puasa seseorang yang sengaja untuk muntah di dalam kitabnaya kitabnaya „Al„Al -Ijma‟.47 3. Haidh dan Nifas. Barang siapa yang haidh atau nifas meskipun pada waktu akhir dari pada siang (hampir datangnya magrib), maka batal puasanya dan wajib atasnya qadha, hal ini merupakan ijma‟. 48 Sebagaimana hadits dari Abu Sa‟id radhiallahu „anhu, dia berkata “Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
بٙ٠ٕ بٔم فف رر ٚ رر ذب ظ١ أ “Bukankah apabila dia haidh dia tidak shalat dan dia tidaklah puasa? Maka itulah kekurangan pada agamanya.”(HR.Bukhori) agamanya.”(HR.Bukhori) 4. Onani (Istimnaa‟) (Istimnaa‟) Ibnu Hazm berpendapat bahwa onani –selain dari pada jima‟jima‟tidak membatalkan puasa, meskipun hal itu adalah sebuah kesengajaan. Adapun jumhur berpendapat batalnya puasa dengan onani, dan ini adalah pendapat yang rajih yakni batalnya puasa dengan onani. Dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, sallam ,
ر ثش بؼ نزش ٠ “( Allah Ta‟ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku” karena-Ku”(HR. Bukhari no. 1894.) 47
Subulus Salam, Hal.113, Jilid.2, Dar Ibnu Jauzi, Saudi Arabiyah. 48 Shahih fiqh as-Sunnah, hal. 95, jilid.2
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 50
Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum. 49 Syaikh Ibnu Jibrin di tanya apakah ada kaffarah bagi seseorang yang melakukan onani (istimna‟)? (istimna‟)? Beliau menjawab : “Sesungguhnya onani tidaklah boleh di bulan ramadhan ramadhan dan tidak juga pada selain bulan ramadhan, karena sesungguhnya onani adalah sebuah kesalahan dan kedurhakaan yang mengakibatkan dosa apabila Allah tidak mengampuni dari pada hambaNya maka kaffarahnya adalah taubat yang jujur serta mendatangkan kebaikan-kebaikan yang akan menghilangkan keburukan-keburukan. Dan ketika onani ini terjadi di siang hari bulan ramadhan niscaya ini adalah dosa dan merupakan sebuah dosa yang sangat besar, maka di butuhkan taubatan nasuhah dan beramal sholeh s holeh serta memperbanyak pendekatan diri pada Allah dan ketaatan serta mencegah diri dari segala syahwat yang di haramkan dan harus menqadha hari itu, yang dia telah merusaknya dengan onani. Sesungguhnya Allah maha menerima taubat dari dari pada hamba-hambaNya, dan memaafkan dari se segala gala kesalahan. Wallahu „alam.50
5. Murtad dari agama islam. Abu Malik bin Sayyid Salim berkata :”kami :”kami tidak mengetahui adanya khilaf antara ahli ilmu bahwa sesungguhnya barang siapa yang telah murtad dari agama islam sesungguhnya dia telah
49
Lihat Syarhul Mumthi’, 3/52.
50
Fatawa as-Shiyam, hal.39. Wizarotusy syu’uun al-Islamiyah, al -Islamiyah, Al-mamlakah alArobiyah as-Su’udiyah). as-Su’udiyah).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 51
merusak puasanya, dan wajib atasnya qadha apabila dia telah kembali kedalam islam. sama saja apakah dia berislam di tengah hari, atau setelah dia membatlkan islamnya.” 51 Allah Ta‟ala Berfirman : :
ػػ ج١ ذوشأ “ Kalau seandainya engkau berbuat syirik maka pasti dan pasti akan terhapus amalmu”.(Qs.Az amalmu”.(Qs.Az-Zumar: -Zumar: 65). Karena sesungguhnya puasa adalah sebuah ibadah sedang termasuk dari pada syaratnya sebuah ibadah adalah niat maka murtad telah membatalkan niat. Faedah : Sesiapa yang telah wajib shalat atasnya, kemudian dia meninggalkannya secara sengaja ingkar terhadap kewajibannya maka dia kufur (murtad) berdasarkan ijma‟, ijma‟, dan barangsiapa yang meninggalkan shalat secara meremehkan dan malas maka dia kufur berdasarkan pendapat yang shahih dari pendapat ahli ilmu dan kapan seseorang di hukumi dengan kufurnya dia niscaya terhapus puasanya dan selainnya dari pada ibadahibadah52, berdasarkan firman Allah :
ٛؼ ؼ٠ ٔبٛوب ٕٙػ ج ٛوشأ ٛٚ “kalau seandainya mereka berbuat syirik pasti terhapus dari mereka apa yang dahulu mereka amalkan.” amalkan.”
51
Shahih fiqh as-Sunnah, hal.96, jilid.2.
52
Lajnah Daa’imah ; Fatawa as-Shiyam, hal.30 hal.30.. Wizarotusy syu’uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Almamlakah al-Arobiyah as-Su’udiyah). as-Su’udiyah).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 52
Adapun dalil-dalil sunnah yang menunjukkan kufurnya orang yang meninggalkan shalat, Sabda Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam :
ح نشر شىٚ نش ١ثٚ ش ش ١ث “Sesungguhnya pembatas antara seseorang dan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat.”(HR. shalat.”(HR. Muslim dalam kitabul iman dari Jabir bin „Abdillah „Abdillah dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam) Dan dari Buraidah radhiallahu „anhu dia mengatakan, mengatakan, “aku telah mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : :
و مف بٙوشر ف ٕٙ١ثٚ بٕ١ث ٙؼ “Perjanjian antara kami dan mereka mereka adalah shalat maka barang siapa yang meninggalkannya niscaya dia telah kafir.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasaa‟I, An-Nasaa‟I, dan Ibnu Majah). Majah). Syaikh Muhammad Bin Shaleh al-„Utsaimin al-„Utsaimin berkata : : “yang di maksudkan dengan kekufuran disini adalah kufur yang mengeluarkan dari millah ; karena sesungguhnya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam menjadikan menjadikan shalat sebagai pembatas antara orang yang beriman dan orang yang kafir, dan termasuk dari sesuatu yang di ketahui sesungguhnya millah kufur bukanlah millah islam, maka barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk dari pada orangorang yang kafir.”53
53
Syarh Al-Kabaa’ir Al-Kabaa’ir li Ibni ‘Utsaimin, hal. 29, Dar Kutub al’Ilmiyah. al’Ilmiyah.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 53
Peringatan : : Peringatan
tidak boleh gampang-gampang menunjuki seorang muslim yang mengucapkan syahadat sebagai kafir, adapun penjelasan kami tentang kafirnya seseorang yang meninggalkan shalat ini merupakan tahkim secara umum sebagai peringatan bagi orang-orang yang meremehkan dan meninggalkan shalat.
Adapun menunjukki secara ta‟yin terhadap orang tertentu maka ini membutuhkan iqomatul hujjah, sampai hilangnya segala bentuk penghalang seperti Kebodohan dan Takwil ataupun keterpaksaan. 6. Jima‟ (Berkumpulnya Suami Istri di tengah siang bulan ramadhan). Dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, „anhu, ia berkata, “Suatu hari kami duduk -duduk -duduk di dekat Nabi shallallahu „alaihi wa sallam sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu „alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai “Wahai Rasulullah, celaka aku.” aku .” Nabi shallallahu „alaihi wa sallam sallam berkata, “ Apa yang terjadi padamu? ” Pria lantas menjawab, “ Aku “ Aku telah menyetubuhi istri, tadi padahal aku sedang puasa.” puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam sallam bertanya, “ Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan? ” Pria tadi menjawab, “Tidak “Tidak”. ”. Lantas Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bertanya sallam bertanya lagi, lagi, “ Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut? ” Pria tadi menjawab, “Tidak “Tidak”. ”. Lantas beliau shallallahu „alaihi wa sallam bertanya lagi, “ Apakah engkau dapat memberi sallam makan kepada 60 orang miskin? ” Pria tadi juga menjawab, “Tidak Tidak”. ”. Abu Hurairah berkata, berkata, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, sallam
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 54
ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam. sallam . Kemudian beliau shallallahu „alaihi wa sallam sallam berkata,“ Di mana orang yang bertanya tadi? ” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, “Ya, aku.” aku.” Kemudian beliau shallallahu „alaihi wa sallam sallam “ Ambillah dan bersedakahlah dengannya dengannya.” .” mengatakan, Kemudian pria tadi mengatakan, “ Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. keluargaku. ” Nabi shallallahu „alaihi wa sallam lalu sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu „alaihi wa sallam sallam berkata, “ Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” keluargamu.”(( HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111.)
***
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 55 54
Adab-Adab Puasa Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk memperhatikan beberapa adab berikut ini: a. Makan Sahur. Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: bersabda:
bahwasanya
خشو ث س هغ ف ه ئف ٚشه غر “Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya pada pad a sahur itu terdapat berkah.”55 Sahur merupakan Syari‟at yang membedakan puasanya seorang muslim dengan ahlul kitab. Dari „Amar bin AlAl -„Ash radhiallahu „anhu, dia berkata “ Rosulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
سٛغ خ وأ ةبزى ٘أ ب١ٚ بٕ ب١ ١ث ب فف “Perbedaan antara puasa kami dan puasanya ahlul kitab adalah makan sahur.”(HR. Muslim no.1096, Abu Dawud no.2343, dan Tirmidzi no.709.) Dan telah terhitung makan sahur walaupun hanya dengan seteguk air, berdasarkan hadits „Abdullah bin „Amr Radhiyallahu 54
Hal ini kami nukilkan dari kitab Al-Wajiz Al- Wajiz fi fiqhis sunnah wa kitabil ‘aziz, karya Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi. Dengan beberapa penjelasan tambahan. tambahan. 55 Muttafaq
‘alaihi: Shahiih al-Bukhari al -Bukhari (Fat-hul Baari IV/139, no. 1923), Shahiih Muslim (II/770, no. 1095), Sunan at-Tirmidzi (II/106, no. 703), Sunan an-Nasa-i (IV/141), Sunan Ibni Majah (I/540, no. 1692).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 56
anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
ءب خػش ث ٚشه غر “Makan sahurlah kalian meski hanya dengan seteguk air.” 56 b. Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam, setelah itu beliau langsung berangkat shalat. Aku bertanya, „Berapa lama jarak antara adzan 57 dan sahur?‟ Dia menjawab, „Kira-kira „Kira-kira sama seperti bacaan 50 ayat.‟”
Jika adzan telah terdengar dan makanan atau minuman masih di tangannya, maka boleh ia memakan atau meminumnya58, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, b erkata, “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda;
ز ب م٠ زه ؼ ٠ ف ٠ ػ ءب ء و ع
56
Shahih:
[Shahiih al-Jaami’ish al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2945)], Shahiih Shah iih Ibni Hibban (no. 223,
884). 57 Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/138, no. 1921), Shahiih Muslim (II/771, no. 1097), Sunan at-Tirmidzi (II/104, no. 699), Sunan an-Nasa-i (IV/143), Sunan Ibni Majah (I/540, no. 1694). 58 Al-Wajiz, hal.239.
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 57
“Barangsiapa di antara kalian yang mendengar adzan (Shubuh) dan bejana (makanan) masih di tangannya, maka janganlah ia menaruhnya sebelum ia menyelesaikan makannya.”59 Faedah : Waktu
haramnya makan atau yang di sebut imsak dari segala pembatal puasa adalah dengan datangnya azan, adapun pembatasan waktu makan sebelum datangnya azan pada apa yang kita dapatkan di tengah masyarakat kita adalah bid‟ah.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-„Utsaimin al-„Utsaimin rahimahullah berkata : “Apabila “Apabila seseorang yang berpuasa minum setelah dia mendengar azan fajar, jika seorang mu‟azzin mu‟azzin mengumandangkan azan setelah jelas baginya subuh, niscaya tidak boleh bagi seseorang yang berpuasa untuk makan atau minum setelahnya. Dan jika dia azan sebelum jelas baginya subuh maka tidaklah masalah untuk makan dan minum, sampai jelas subuh (fajar), berdasarkan firman Allah Ta‟ala : : “ Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.. fajar.. ”.(Qs.Al ”.(Qs.Al-Baqarah -Baqarah :187). Dan Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : :
هفف مو مأ نبا ناذأ ىح اوبرشاو اوفف يب نذؤي بب نا جاا عطي ىح نذؤي
59 Shahih:
[Shahiih al-Jaami’ish al-Jaami’ish Shaghiir (no. 607)], Sunan Abi Dawud (VI/475, no. 2333), Mustadrak al-Hakim (I/426).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 58
“sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan di (sepertiga) malam, maka makanlah dan minumlah kalian sampai kalian mendengar azannya Ibnu Ummi Maktum, sesungguhnya dia tidak mengumandangkan azan sampai terbitnya fajar”(HR. fajar”(HR. Ahmad (6/433), An-Nasaa‟I An-Nasaa‟I (2/10), dan Ibnu dan Ibnu Hibban (3474)). Untuk inilah wajib bagi para mu'azzin untuk memeriksa di waktu azan subuh, dan janganlah mereka azan sampai jelas bagi mereka subuh, dan mereka yakin telah terbitnya subuh dengan waktu yang telah di tetapkan. Agarsupaya mereka tidak memperdaya umat manusia, mereka mengharamkan bagi mereka dari apa yang di halalkan Allah untuk mereka, dan mereka menghalalkan bagi mereka shalat subuh sebelum waktunya…”( waktunya…”( Fatawa asShiyam, hal.37-38. Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Almamlakah al-Arobiyah as-Su‟udiyah as-Su‟udiyah). ). c. Menahan diri dari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan kata-kata kotor, atau yang semisal dengannya dari hal-hal yang bertentangan dengan tujuan puasa. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: bersabda:
رب فئ ,, ٠ ت٠ فش٠ ف و ٠ بو ب م١ف رب “Jika pada hari salah seorang diantara kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membuat kegaduhan dan tidak juga melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka
Majelis hendaklah ia berpuasa.‟60
u l a n R a m a d h a n | 59
mengatakan,
„Sesungguhnya „Sesungguhnya
aku
sedang
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: bersabda:
بؼ ٠ ف خ ب لِ ظ١ ف ث ؼ س ض ي ٠ ثش “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, maka Allah tidak membutuhkan orang itu untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).” (puasanya).” 61 d. Sifat dermawan dan memperbanyak bacaan al-Qur-an Diriwayatkan dari Ibnu „Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam adalah adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dan beliau akan lebih dermawan (dari hari-hari biasanya) pada bulan Ramadhan, ketika Jibril datang menemuinya dan adalah Jibril selalu datang menemuinya setiap malam dari malam-malam bulan Ramadhan, hingga Ramadhan selesai, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam membacakan alal Qur-an kepada Jibril. Dan di saat ia bertemu Jibril beliau lebih pemurah (lembut) dari angin yang yang berhembus dengan lembut.” 62 e. Menyegerakan berbuka (ta‟-jil). (ta‟-jil). 60
Penggalan dari hadits: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya sendiri…” dan telah berlalu takhrijnya. Lihat pada keutamaan puasa. 61 Shahih: [Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 921)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (IV/116, no. 1903), Sunan Abi Dawud (VI/488, no. 2345), Sunan at-Tirmidzi (II/105, no. 702). 62 Muttafaq
‘alaihi: Shahiih al-Bukhari al-Bukhari (Fat-hul Baari I/30, no. 6), Shahiih Muslim (IV/1803, no. 2308).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 60
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa‟ad Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: bersabda:
ش ٛ ه ػ ب ش١ ث طب يض٠ “Umat manusia akan tetap baik selama mereka mereka menyegerakan berbuka puasa.”63 Peringatan Peringatan
: Pertama Pertama,, Mensegerakan berbuka, bukan berarti mengakhirkan shalat magrib, yang di maksud di sini adalah terealisasinya berbuka puasa dengan menkonsumsi apa-apa yang ringan baginya dari apa yang telah di sebutkan di dalam hadits yang terdapat pada pembahasan berikut. Kemudian dia shalat, kemudian dia kembali kepada keluarganya, dan makan apa yang Allah telah rizkikan untuknya.
Kedua, janganlah berlebih-lebihan (Israaf) di dalam menyiapkan Kedua, makanan untuk berbuka puasa. Syaikh Muhammad Bin Shaleh al-„Utsaimin al-„Utsaimin berkata : (Al-Israaf) : (Al-Israaf) tidaklah mengurangi pahala puasa, melakukan perbuatan yang di haramkan setelah selesainya puasa, dia tidaklah mengurangi pahalanya akan tetapi hal itu masuk kedalam firman Allah ta‟ala : :
١فشغ ت٠ ٔٗ ٛفشغر ٚ ٛثشٚ ٛوٚ “ Makanlah dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” berlebihan .”
63
Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari al -Bukhari (Fat-hul Baari IV/198, no. 1957), Shahiih Muslim (II/771, no. 1098), Sunan at-Tirmidzi (II/103, no. 695).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 61
Maka berlebih-lebihan dan sejenisnya adalah di larang, sedang berhemat adalah sebagian kehidupan, dan jika mereka memiliki kelebihan maka hendaklah mereka bersedekah dengannya sesungguhnya itu lebih utama.” utama.”(Fatawa (Fatawa as-Shiyam, hal.27. Wizarotusy al-Islamiyah, Al-mamlakah al-Arobiyah asSu‟udiyah)) syu‟uun al-Islamiyah, Su‟udiyah f. Berbuka puasa dengan apa yang mudah didapatkan baginya, dari hal-hal tersebut dalam hadits berikut. Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Nabi biasa berbuka dengan ruthab (kurma segar) sebelum mengerjakan shalat. Jika beliau tidak mendapatkan ruthab, maka beliau berbuka dengan beberapa buah tamr (kurma masak yang sudah lama dipetik) dan jika tidak mendapatkan tamr, maka beliau meminum air.” 64 g. Berdo‟a ketika berbuka puasa dengan do‟a yang terdapat terdapat dalam hadits berikut ini Diriwayatkan dari Ibnu „Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam jika berbuka puasa selalu membaca: membaca:
ءب ش جذ ق شؼ هذ ثز ه ت “Telah hilang rasa haus dan telah basah urat-urat, urat -urat, serta telah ditetapkan pahala, insya Allah.” 65
*** 64
Hasan
shahih: [Shahih Sunan Abi Dawud (no. 2065)], Sunan Abi Dawud (VI/ 481,
no. 2339), Sunan at-Tirmidzi (II/102, no. 692). 65 Hasan: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2066)], Sunan Abi Dawud (VI/482, no. 2340
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 62
Perkara Yang Boleh Dilakukan Oleh Orang Yang Berpuasa
1. Mandi untuk mendinginkan badan. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin „Abdirrahman, dari sebagian Sahabat Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam, ia berkata, “Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam di alal -„Arj (nama sebuah desa yang berjarak beberapa hari perjalanan dari Madinah) sedang menyirami kepalanya dengan air, sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa, karena haus atau panas yang menyengat.” (Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2072), Sunan Abi menyengat.” Dawud (VI/492, no. 2348). 2. Berkumur dan memasukkan air ke hidung dengan tidak berlebih-lebihan. Dari Laqith bin Shabrah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: bersabda:
ب ىر قب عز ف بث
.
“Dan lakukanlah istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan sangat kecuali jika engkau dalam keadaan puasa.” (HR. Abu Dawud no.142, dan Tirmidzi no.788, An-Nasaa‟i An-Nasaa‟i no.87, no.87, Ibnu Majah no.407.) Tidaklah masalah berkumur-kumur bagi seorang yang berpuasa, meskipun selain dari pada wudhu ataupun mandi, dan tidak merusak puasanya basah yang tersisa pada mulutnya setelah
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 63
berkumur-kumur apabila dia menelannya bersama liur, karena tidaklah mungkin dia terpelihara darinya. 66 Adapun jika dia berkumur-kumur atau beristinsyaq, beristinsyaq, kemudian masuk ke dalam kerongkongan tanpa maksud dan tidaklahair berlebih-lebihan niscaya tidak adaada sesuatu atasnya menurut yang paling shahih dari pendapatnya ulama‟.67 Syaikh Muhammad Bin Shaleh al-„Utsaimin al-„Utsaimin berkata : : “Apabila seorang berpuasa berkumur-kumur atau beristinsyaq, kemudian masuk air ke tenggorokannya (niscaya) tidak batal puasanya, karena sesungguhnya dia tidaklah sengaja dengan hal itu. Berdasarkan firman Allah :
مبوق تد ن وو
“akan tetapi apa yang di sengajakan hati -hati kalian” .(Qs. .(Qs. Al Ahzab :5) :5).” .” …”( …”( Fatawa as-Shiyam, hal.40, Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, Al-mamlakah al-Arobiyah as-Su‟udiyah as-Su‟udiyah). ). 3. Hijamah (berbekam). Diriwayatkan dari Ibnu „Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Bahwa Nabi pernah berbekam sedang bel beliau iau dalam keadaan berpuasa.” (Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2079), Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (IV/174, no. 1939), Sunan Abi Dawud (VI/498, no. 2355), Sunan at-Tirmidzi (II/137, no. 772). Akan tetapi berbekam dimakruhkan jika ia khawatir menyebabkan badan menjadi lemah. Diriwayatkan dari Tsabit alBanani, dia berkata, Anas bin Malik pernah ditanya, “Apakah kalian membenci berbekam bagi orang yang berpuasa?” Dia 66
Shahih fiqh as-sunnah, hal.101. jilid.2 67 Shahih fiqh as-sunnah, hal.101. jilid.2
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 64
menjawab, “Tidak, kecuali jika menyebabkan badan menjadi lemah.” (Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 947), Shahiih allemah.” Bukhari (Fat-hul Baari IV/174, no. 1940). Faedah : termasuk dalam darahnya hukum hijamah ini,akan donor darah,maka jika orang yang mendonorkan khawatir dirinya, dia tidak boleh melakukannya di siang hari kecuali jika terpaksa. 4. Bercumbu dan berciuman bagi mereka yang mampu menahan dirinya. Telah diriwayatkan dari „Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwa ia pernah bercerita, “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam pernah mencium dan bercumbu yang saat itu beliau tengah berpuasa, hanya saja beliau adalah orang paling kuat menahan hawa nafsunya di antara antara kalian.” (Muttafaq „alaihi: Shahiih alal Bukhari (Fat-hul Baari IV/149, no. 1927), Shahiih Muslim (II/777, no. 1106 (25)), Sunan Abi Dawud (VII/9, no. 2365), Sunan at-Tirmidzi (II/116, no. 725). 5. Bangun setelah waktu Shubuh tiba dalam keadaan junub. junub . Berdasarkan apa yang diriwayatkan dari „Aisyah Radhiyallahu anhuma Salamah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Shallallah udan „alaihiUmmu wa sallam pernah mendapati fajar telah terbit sedang beliau dalam keadaan junub karena bercampur dengan isterinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa.”( berpuasa.”( Muttafaq „alaihi: Shahiih al-Bukhari al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/143, no. 1926), Shahiih Muslim (IV/779, no. 1109), Sunan Abu Dawud (VII/14, no. 2371), Sunan at-Tirmidzi (II/139, no. 776). Syaikh bin Bazz rahimahullah ditanya, Apakah boleh bagi seorang wanita mengakhirkan mandi haidh atau nifas sampai dengan terbitnya fajar?
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 65
Beliau rahimahullah menjawab :” Apabila seorang wanita telah melihat suci (pada dirinya) sebelum datangnya fajar, maka wajib bagi dia untuk berpuasa, dan tidaklah masalah m asalah dia mengakhirkan mandi sampai setelah terbitnya fajar, akan tetapi tidaklah boleh untuknya mengakhirkan mandi dengan matahari tetapi wajib atasnya untuksampai mandi dan shalat terbitnya sebelum terbitnya matahari. Begitu juga seorang yang junub tidak boleh baginya untuk mengakhirkan mandi sampai hampir terbitnya matahari, tetapi wajib atasnya untuk mandi dan shalat fajar sebelum terbitnya matahari dan wajib bagi seorang laki-laki untuk bersegera dengan hal itu sampai dia mendapatkan shalat fajar bersama jama‟ah.” jama‟ah.” (Fatawa as-Shiyam, hal.67. Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Al-mamlakah al-Arobiyah as-Su‟udiyah as-Su‟udiyah). ). 6. Melanjutkan puasa hingga waktu sahur. Diriwayatkan dari Abu Sa‟id al-Khudri al -Khudri Radhiyallahu anhu, bahwasanya dia mendengar Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
ه ئف : ب ,ش هغ زه ١ ف ٠ س س ى٠ ف , ر ي عسب٠ ر, ؼ ٠ ؼ ذ١ث ,زى ١ و غذ :يب ١م غ٠ قعب .
“Janganlah kalian menyambung puasa dan barangsiapa di antara kalian ingin melakukannya, maka hendaklah ia menyambung puasanya hingga waktu sahur.” Para Sahabat bertanya, “Bukankah engkau juga menyambung puasa wahai Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam?” Beliau menjawab, “Keadaanku tidak seperti kalian, sesungguhnya Allah telah menyiapkan aku penjaga yang akan memberiku makan dan minum.” (Shahiih Sunan Abi Dawud no. 269], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/208, no. 1967), Sunan Abu Dawud (VI/487, no. 2344).
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 66
7. Bersiwak, atau menyikat gigi. Syaikh Ibnu Jibrin berkata : “Tidak masalah setelah imsak (yakni fajar) menggosok gigi dengan air serta siwak dan sikat gigi dan sebagian mereka (fuqohaa‟)68 memakruhkan siwak bagi orang yang berpuasa setelah zawal (tergelincirnya matahari) karena akan menghilangkan bau mulut orang yang berpuasa, akan tetapi yang shahih sesungguhnya dia di sunnahkan di awal siang maupun di akhir siang, dan sesungguhnya menggunakan siwak tidak menghilangkan bau mulut (orang yang berpuas di hari kiamat), dan dia hanyalah membersihkan gigi dan mulut mulu t dari bau busuk, dan bau mulut, serta kotoran sisa makanan, adapun menggunakan yang paling nampak makruhnya odol pada apa odol yang maka terdapat padanya bau danadalah rasa, dan kadangkadang dia bercampur dengan liur tidak aman seseorang menelannya, maka barangsiapa yang membutuhkannya (hendaklah) dia menggunakannya setelah sahur sebelum waktu imsak (fajar subuh), dan jika dia menggunakannya di siang hari dan dapat menjaga dari pada menelan sesuatupun dari padanmya, maka tidaklaha masalah dengan hal itu jika di butuhkan. Jika keluar darah yang ringan dari pada gigi ketika menggosoknya dengan sikat gigi atau siwak, dia tidak memperoleh dengannya Iftor (pembatal puasa).” puasa).” …”( …”( Fatawa Fatawa asShiyam, hal.42. Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, Al-mamlakah al-Arobiyah as-Su‟udiyah as-Su‟udiyah). ). Wallahu ta‟ala a‟lam.. a‟lam.. 8. Menelan ludah. Syaikh Ibnu Jibrin berkata : “Ludah “Ludah tidaklah merusak puasa, karena dia termasuk liur, kemudian jika dia ditelan maka 68
Hanabila dan Syaafi’iyah Syaafi’iyah
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 67
tidaklah masalah dan jika di buang tidaklah masalah. Adapun dahak dia merupakan sesuatu yang keluar dari pada dada atau hidung dan dinamakan ingus, dia merupaka lendir yang keras, yang kadang didapatkan seseorang dari dada, dan kadang dari kepala. Hal ini wajib bagi seorang laki-laki dan perempuan membuang dan mengeluarkannya serta tidak menelannya..” menelannya..”(( Fatawa as-Shiyam, hal.40. Wizarotusy syu‟uun al-Islamiyah, al-Islamiyah, Almamlakah al-Arobiyah as-Su‟udiyah as-Su‟udiyah). ). Wallahu ta‟ala a‟lam.. a‟lam..
***
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 68
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 69
Referensi : 1. Al- Wajis fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil „Aziz. „Aziz. 2. 3. 4. 5. 6.
Shahih Fiqhis Sunnah. Subulus Salam. Fiqhus Sunnah. Syarah Shahih Muslim Syarh Al-Kaba‟ir Al-Kaba‟ir Lis Syaikh Muhammad Bin Shaleh alal„Utsaimin. „Utsaimin. 7. Fatawa As-Shiyaam. 8. Masaa‟il fil Aqidah wa Shifatil wudhu wa Shifatis sholati sholati wa „A‟mali ramadhan. ramadhan. 9. Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan. 10. Bid‟ahkah Ilmu Hisab? Hisab? 11. Silsilah al-Muntaqaa min fatawa Asy-Syaikh Al-„Allamah Al-„Allamah Muqbil Bin Hadi Al- Wadi‟i, Kerajaan Saudi ArabiayahArabiayahRiyadh maktabah dakwah dan bimbingan jaliyat Rabwah, Thn. 1430 H – 2009 M. Dll...
Majelis
u l a n R a m a d h a n | 70