Makalah Akuntansi Sektor Publik 5akb1

  • Uploaded by: Renuke Utari Andromeda
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Akuntansi Sektor Publik 5akb1 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,262
  • Pages: 20
Loading documents preview...
MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK NEGARA DAN PEMERINTAH SEBAGAI SARANA AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK DOSEN PENGAMPU: Muhammad Ahyaruddin, SE., M.Sc., Ak

DISUSUN OLEH : RENUKE UTARI

170301025

INDAH RAHMA SAFITRI

170301026

WIDYAAGUSTI

170301027

THYO YOHANA

170301028

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU PEKANBARU 2019

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi yang berjudul “Negara dan Pemerintah Sebagai Sarana Akuntansi Sektor Publik”. Pada kesempatan ini, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Ahyaruddin, SE., M.Sc., Ak selaku dosen mata kuliah Akuntansi Sektor Publik di Universitas Muhammadiyah Riau yang telah mengamanahkan

tugas ini kepada kami. Kami juga

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Kami mengharapkan agar makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru,

Oktober 2019

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1.

Latar Belakang ............................................................................................................ 2

1.2.

Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

1.3.

Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................ 3 2.1. Pengertian Negara dan Pemerintah ................................................................................ 3 2.2. Ruang Lingkup Keuangan Negara .................................................................................... 3 2.3. Asas-Asas Umum Pengelolaaan Keuangan Negara ......................................................... 5 2.4. Kekuasaan Atas Keuangan Negara .................................................................................. 6 2.5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ........................................................ 6 2.6. Anggaaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ...................................................... 8 2.7. Pelaksanaan APBN dan APBD ........................................................................................ 11 2.8. Penanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ................................................... 11 2.9. Kondisi Perencanaan Penganggaran di Indonesia pada Saat ini ................................... 12 2.10. Revolusi Sistem Perencanaan Penganggaran di Indonesia ......................................... 12 2.11. Kondisi Faktual Penerapan Akuntansi Sektor Publik (Pemerintahan) di Indonesia .... 13 2.12. Tantangan pada Masa yang Akan Datang ................................................................... 14 BAB III KESIMPULAN................................................................................................................ 16 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 17

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

LATAR BELAKANG Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia sebelum era reformasi dapat

dinilai kurang pesat. Pada waktu itu, akuntansi sektor publik kurang mendapat perhatian yang serius. Orientasi pembangunan lebih banyak diarahkan pada pembangunan sektor industri dan cenderung mengabaikan pembangunan sektor publik. Sehingga mengakibatkan sektor publik menjadi kurang efisien dan tertinggal dari sektor swasta. Dengan adanya era reformasi, terdapat tuntutan untuk meningkatkan kinerja organisasi sektor publik agar lebih berorientasi pada terciptanya good public and corporate goovernance. Akuntansi sektor publik memiliki peran yang strategis dan sentral dalam mewujudkan good public and corporate governance tersebut (Mardiasmo, 2009). Organisasi sektor publik di Indonesia selama empat puluh tahun terakhir ini, diperlakukan sebagai sektoral ekonomi. Perlakuan ini berakibat fokus manajerial yang tidak pada penataan organisasi sektor publik, namun lebih pada penataan arus program dan anggaran. Konsep ini berhasil diterapkan dalam dua dekade pertama pemerintah orde baru, dimana pendapatan negara berlimpah dari hasil sumber daya minyak (Bastian, 2006). Salah satu penerapan teknik akuntansi sektor publik di Indonesia adalah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada tahun 1959 pemerintahan orde baru mulai melakukan kebijakankebijakan beruppa nasionalisasi perusahaan asing yang ditransfprmasi menjadi BUMN, tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan terlalu banyak politisasi atau campur tangan pemerintah mengakibatkan perusahaan tersebut hanya dijadikan “sapi perah” oleh bara birokrat. Sehingga tidak begitu memperlihatkan hasil yang menggembirakan dalam arti BUMN tersebut tidk berjalan secara efisien. Kondisi ini terus berlangsung pada masa pemerintahan orde baru (Bastian, 2006). Untuk memperbaiki kinerja sektor publik, perlu diadopsi beberapa praktik dan teknik manajemen yang diterapkan disektor swasta kedalam sektor publik, seperti pengadopsian mekanisme pasar, kompetisi tender dan privatisasi perusahaan-perusahaan publik.

1

1.2.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain sebagai berikut: 1. Apa pengertian negara dan pemerintah? 2. Apa saja ruang lingkup keuangan negara? 3. Apa saja asas-asas umum pengelolaan negara? 4. Bagaimana pembagian kekuasaan pemerintah atas keuangan negara? 5. Apa itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)? 6. Apa itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)? 7. Bagaimana pelaksanaan APBN dan APBD ? 8. Bagaimana pertanggungjawaban pengelola keuangan negara? 9. Bagaimana kondisi faktual penerapan akuntansi sektor publik di Indonesia? 10. Bagaimana kondisi penganggaran di Indonesia saat ini?

1.3.

TUJUAN PENULISAN

Setalah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang permasalahan dianranya sebagai berikut ini” a. Peran negara dan pemerintah dalam akuntansi sektor publik b. Pembagian kekuasaan atas keuangan negara c. Pelaksanaan APBN dan APBD di Indonesia

2

BAB II PEMBAHASAN NEGARA DAN PEMERINTAH SEBAGAI SASARAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK 2.1. PENGERTIAN NEGARA DAN PEMERINTAH Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “negara” didefenisikan sebagai organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat atau kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai

kesatuan politik,

berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Sedangkan kata “pemerintah” didefenisikan sebagai sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Dengan kata lain pemerintah merupakan sekumpulan orang yang memiliki wewenang atau kekuasaan dan mempunyai tanggung jawab untuk mengatur permasalahan disuatu negara. Tujuan dibentuknya pemerintahan negara Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang berbunyi: “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..........” Pemerintahan Negara Indonesia juga dibentuk untuk menjalankan berbagai fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.

2.2. RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA Pada hakikatnya, keuangan negara sebagai sumber pembiayaan dalam rangka pencapaian tujuan negara tidak boleh dipisahkan dengan ruang lingkup yang dimilikinya. Sebenarnya keuangan negara harus memiliki ruang lingkup agar terdapat kepastian hukum yang menjadi pegangan bagi pihak-pihak yang melakukan pengelolaan keuangan negara.

3

Salah satu ruang lingkup dari keuangan negara adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) disamping barang-barang inventaris kekayaan negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang keduanya dikelola langsung oleh negara, sehingga keduanya merupakan unsur penting dalam keuangan negara. Pada tingkat pemerintahan daerah terdapat ruang lingkup yaitu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), barang-barang inventaris kekayaan daerah yang dikelola secara langsung oleh daerah, yang juga merupakan unsur penting dalam keuangan daerah. Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asass-asas umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan presiden kepada menteri keuangan dan menteri/pimpinan lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerindah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat,

serta

penetapan

bentuk

dan

batas

waktu

penyapaian

laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBBN dan APBD. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi objek, sujek, proses dan tujuan, adalah sebagai berikut: a. Dari sisi objek, yang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta sega sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. b. Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh objek yang memiliki negara, dan/atau dikuadai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

4

c. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas, mulai dari perumusan

kebijakan

dan

pengamilan

keputusan

sampai

dengan

pertanggungjawaban. d. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Ruang lingkup keuangan negara dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Dikelola langsung oleh pemerintah, adalah komponen keuangan negara yang mencakup seluruh penerimaan dan pengeluarannya, yaitu anggaran pendapatan dan belanja negara yang tercantum dalam UU APBN dan barang-barang inventaris kekayaan milik negara. Keuangan negara yang dikelola langsung ini melibatkan pemerintah pusat dan instansi-instansi dibawahnya, yaitu lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi negara, departemen, lembaga non departemen, serta bagian anggaran pembiayaaan dan perhitungan. 2. Keuangan negara yang dipisahkan pengurusannya, adalah komponen keuangan negara yang pengurusannya dipisahkan dan pengelolaannya berdasarkan hukum publik atau hukum perdata. Keuangan negara yang dipisahkan ini melibatkan BUMN yang dapat berbentuk perusahaan jawatan, perusahaan umum, perusahaan perseroan, bank pemerintah, dan lembaga keuangn pemerintah.

2.3.

ASAS-ASAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Untuk mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan sesuai asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, yaitu: 

Asas Tahunan



Asas Universitas



Asas Kesatuan



Asas Spesialis



Akuntabilitas berorientasi pada hasil



Profesionalitas

5



Proporsionalitas



Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara



Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri

Dengan dianutnya asas-asas tersebut dalam undang-undang tentang keuangan negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2.4.

KEKUASAAN ATAS KEUANGAN NEGARA

Pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah dipegang oleh presiden selaku kepala pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara, sebagian kekuasaan presiden tersebut dikuasakan kepada menteri keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Serta kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran, pengguna barang kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya. Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagian kekuasaan presiden tersebut diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku penggelola keuangan daerah. Pengaturan secara jelas kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara merupakan prinsip pokok dalam pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Penerapan prinsip ini diyakini berpengaruh besar bagi upaya pencapaian tujuan bernegara mengingat menifestasi pengelolaan keuangan negara dalam penyelanggaraan fungsi pemerintahan adalah disusun dan dilaksanakannya APBN dan APD setiap tahun. 2.5.

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan perrtumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. APBN merupakan inti pengurusan umum dan anggaran negara. Anggaran negara adalah rencana pengeluaran/belanja dan penerimaan/pembiayaan belanja suatu negara selama periode tertentu. Anggaran memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara selama periode yang akan datang

6

2. Sebagi alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan yang telah dipilih pemerintah karena sebelum anggaran negara dijalanjan harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu. 3. Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilihnya karena pada akhirnya anggaran harus dipertanggungjawabkan pelaksanaannya oleh pemerintah kepada DPR. Dalam arti luas, anggaran negara dapat berarti suatu daur anggaran. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keungan Negara, proses daur anggaran tersebut dikemukakan sebagai berikut: 1. Penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro oleh pemerintah. 2. Pembahasan kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal oleh DPR dan pemerintah. 3. Penetapan kebijakan umum dan prioritas anggaran sebagai pedoman bagi departement/lembaga. 4. Menteri/pimpinan lembaga menyusun rancangan serta perkiraan anggaran tahun berikutnya berdasarkan target prestasi yang hendak dicapai. 5. Menteri/pemimpin lembaga melakukan pembahasan dengan komisi DPR mengenai rancangan anggaran, sesuai dengan pedoman dari menteri keuangan, dan hasilnya juga disampaikan kepada menteri keuangan. 6. Presiden menyampaikan RAPBN pada pertengahan Agustus. 7. Penetapan APBN dilakukan dua bulan sebelum awal tahun anggaran yang bersangkutan agar dokumenn pelaksanaan anggaran dapat diterbitkan tepat waktu dan pemerintah daerah mempunyai waktu yang cukup untuk menyusun dan menetapkan APBD. 8. Dalam membahas danmenetapkan anggaran, Undang-Undang Susunan dan Kedudukan mengatur kewenangan panitia anggaran dan komisi-komisi sektoral pada lembaga legislatif. Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari atas sistem penyusunan anggaran tahhunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Penyusunan 7

Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju. 2.6.

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Pemerintah daerah memiliki APBD dalam pengurusan umum dan kekeyaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat di defenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemda, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Mamesah, 1995: 20; dalam Halim, 2008). Sedangkan definisi APBD pada orde lama adalah kegiatan badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penerapan anggaran, dan yang menunjukan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi (Wajong, 1962; 81; dalam Halim, 2008) APBD sebagai anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Rencana kegiatan suatu daerah, besserta uraiannya secara terperinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran biasanya 1 tahun. Pada era prareformasi, bentuk dan susunan APBD telah mengalami dua kali perubahan. Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 1975, pada awalnya APBN terdiri dari: 1. Anggaran rutin, yang dibagi lebih lanjut menjadi pendapatan dan belanja rutin 2. Anggaran pembangunan, yang juga dibagi lebih lanjut menjadi pendapatan dan belanja pembangunan. Susunan tersebut kemudian mengalami perubahan-perubahan, dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan dalam kurun waktu tahun 1984 – 1988. APBD tidak lagi terbagi atas anggaran rutin dan pembangunan, tetapi: 1. Pendapatan, yang

terbagi

lagi

menjadi pendapatan

daerah, penerimaan

pembangunan dan urusan kas dan perhitungan (UKP); 8

2. Belanja, yang terperinci lagi menjadi belanja rutin (diklasifikasikan kedalam 10 bagian) dan belanja pembangunan (diklasifikasikan menjadi 21 sektor) Perubahan selanjutnya terjadi pada tahun 1998, yaitu terjadi pada klasifikasinya. Bentuk yang lama pendapatan daerah, bagi hasil pajak/bukan pajjak, serta sumbangan dan bantuan. Sedangkan pada bentuk yang baru, terdapat pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah atau instansi yang lebih tinggi yang termasuk di dalamnya bagi hasil pajak/bukan pajak, sumbangan dan bantuan. Karakteristik APBD pada era reformasi adalah sebagai berikut: 1. APBD disusun oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah (Pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1975) 2. Menggunakan line item budgeting atau pendekatan tradisional dalam menyusun anggaran, yaiitu anggaran disusun berdasarkan penerimaan dan pengeluaran. 3. Siklus APBD terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemeriksaan, penyusunan, dan penetapan APBD. Penyusunan dan penetapan APBD merupakan pertanggungjawaban APBD, yaitu diserahkan kepada menteri dalam dan luar negeri untuk pemerintah provinsi dan kepada gubernur untuk pemerintah kabupaten/kota (pertanggungjawaban vertikal) 4. Dalam tahap pengawasan dan pemeriksaan serta penyusunan dan penetapan perhitungan APBD, dilakukan pengawasan pendpatan dan pengeluaran daerah (bersifat

keuangan).

Pengawasan

tersebut

tidak

memperhitungkan

pertanggungjawaban dari aspek lain seperti aspek kinerja. 5. Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi, dan hasil program (untuk proyek-proyek daerah). 6. Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem stelsel kameral (tata buku anggaran), yaitu penyusunan anggaran dan pembukuan saling berhubungan dan mempengaruhi. Pada sistem ini, diperolehnya pendapatan adalah saat penerimaan, sedangkan pembiayaan terjadi pada saat dilakukan pembayaran. Sehingga sistem ini disebut juga tata buku kas. Pada era reformasi keuagnan daerah, mengisyaratkan agar laporan keuangan semakin informatif. Bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar, yaitu didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepemendagri) Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman 9

Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Daerah. Saat ini APBD yang digunakan berdasarkan:  Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah.  Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.  Permendagri Nomor 59 Tahun 2007  Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 Bentuk APBD terbaru terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan (kategori baru) yang dikelompokan kembali menjadi berikut ini: 1. Pendapatan, dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah. 2. Belanja, dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut: a. Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja tidak langsung diklasifikan menjadi belanja pegawai yang berisi gaji dan tunjangan pejabat PNS daerah, belanja subsidi, belanja bunga, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. b. Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja langsung dikelompokan menjadi pegawai yang berisi honotarium dan penghasilan terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. 3. Pembiayaan, yang dikelompokan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah merupakan sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan. Sedangkan sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung.

10

2.7.

PELAKSANAAN APBN DAN APBD

Setelah APBN di tetapkan secara terperinci dengan undang-undang ,maka pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden sebagai pedoman bagi kementrian negara lembaga dalam pelaksanaan anggaran.pengaturan dalam keputusan presiden tersebut terutama dalam hal-hal yang belum di perinci di dalam undang-undang APBN,seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga,pembayaran gaji dalam belanja pegawai,pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga,dan alokasi dana pertimbangan untuk propinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima. Pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD oada akhir juli tahun anggaran yang berangkutan untuk memberkan imformasih mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD.Laporan realisasi tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBD/APBN pada semester berikutnya. 2.8.

PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Penyampaian laporan pertanggungjawaban keungan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang diterima secara umum merupakan upaya kongkret untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keungan negara.Dalam UU Nomor Tahun 2003 ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD diasampaikan berupa laporan

keungan

yang

setidak-tidaknya

di

bagi

menjadi

laporan

pelaksanaan

anggaran,terdiri atas laporan realisasi anggaran,dan laporan perubahan saldo anggaran lebih;serta laporan finansial,berupa neraca,laporan operasional,laporan arus kas,dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP). Pada saat ini,pengelolaan dan pencatatan uang dan barang milik negara/daerah pada umumnya dilakukan secara terpisah.Unit pengurus uang hanya melakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran uang ,sedangkan unit pengurus barang sering kali tidak mendapatkan informasih keungan sehingga tidak ada mekanisme checks and balance dan tidak ada sinkronisasi pengelolaan uang dan barang.

11

2.9.

KONDISI PERENCANAAN PENGANGGARAN DI INDONESIA PADA SAAT INI

Ratnawati (2009:348) menyatakan bahwa krisis ekonomi yang melanda indonesian pada tahun 1998 memberikan dampak terhadap anggaran,terutama terhadap tiga pos pengeluaran dalam APBN yang telah menyita 60 persen dari total belanja negara antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.ketiga pos tersebut adalah sebagai berikut. 1. Peran strategis APBN dalam memberikan skema perlindungan sosial sangatlah penting sehingga dibutuhkan strategis alokasih yang komprehensif mengingat beban yang harus ditanggung APBN untk menjalankan peran sebagai jaring pengaman sosial (social security sytem)menyita porsi yang relatif cukup besar. 2. Kebijakan pemerintah untuk memberikan kewenangan yang relatif lebih luas kepada daerah dalam mengelolah dana publik melalui desentralisasi fiskal sehingga porsi dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menunjukan peningkatan yang cukup signifikan juga menyebabkan peningkatan pengeluaran APBN. 3. Beban biaya bunga atas penerbitan surat utang dalam rangka rekapitulasi perbankan sebagai damapak dari keputusan pemerintah mem-bail-out perbankan dalam negeri pada masa puncak krisis ekonomi di masa yang lalu. Proses perenacanaan penganggaran di indonesia hingga saat ini masih memiliki dua kelemahan yang sangat mendasar,adalah sebagai berikut. 1. Kontrol yang sangat ketat terhadap harga input hingga kelevel yang sangat mikro dalam rencana pengeluaran pemerintah. 2. Proses perencanaan penganggaran selama ini dilaksanakan hanya berorientasi pada satu tahun anggaran semata sehingga sulit menciptakan kondisi yang berorientasi kepada kebijakan yang mejadi target pemerintah dalalm jangka waktu kedepan.

2.10. REVOLUSI SISTEM PERENCANAAN PENGANGGARAN DI INDONESIA Melalui UU No 17 Tahun 2003 tentang keungan negara,pemerintah republik indonesia mendisain

sistem

perencanaan

pengalokasiannya,efesien

dalam

anggaran

relatif

lebih

efektif

pelaksanaannya,akuntabel,transparan,dan

dalam lebih

mengedepanan pencapaian target kebijakan. 1. Pendekatan penganggaran terpadu (univeat budget memuat semua kegiatan instansi pemerintahan dakam APBN yang disusun secara terpadu,termasuk 12

mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.untuk menghittung biaya input dan menaksir kinerja program,sangat pentimg untuk melihat secra bersama-sama biaya secara keseluruhan,yang bersifat investasi maupun biaya bersifat operasional. 2. Penganggaran berbasis kinerja(perfomance based badgeting)adalah memperjelas tujuan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. 3. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah/KPJM (medium term exspenditure framewok-MTEF),

adalah pendekatan dengan perspektif jangka

menengah memberikn krangka yang menyeluruh,meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran,mengembangkan disiplin fiskal,mengarahkan alokasi sumber daya aga lebih rasional dan strategis,meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien

2.11. KONDISI

FAKTUAL

PENERAPAN

AKUNTANSI

SEKTOR

PUBLIK

(PEMERINTAHAN) DI INDONESIA Dijelaskan bahwa sektor publik lebih mengarah pada organisasi pemerintahan.alasannya bahwa organisasi pemerintahan memiliki ruang lingkup dan domain yang paling luas dibandingkan jenis organisasi publik lainya.untuk organisasi yang tidak bertujuan utama mengejar laba dan nonpemerintahan disebut dengan organsasi nirlaba. Akibatnya,perkembangan

akuntansi

sektor

publik

sangat

di

pengaruhi

oleh

perkembangan sistem politik dan sistem pemerintahan.gerakan reformasih pada tahun 1998 di indonesia yang berhasil mengakhiri masa kekuasaan orde baru,telah mengubah sistem politik di indonesian yang lebih demokratis dan sistem pemerintahan yang didasarkan pada otonomi daerah menutut adanya transparansi publik dan akuntbilitas keungan negara yang semakin meningkat.oleh karena itu,pada pemerintahan era reformasih telah melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap sistem keuangan negara,adalah sebagai berikut (DWI RATNA,2010:8) 1. Koreksi pertama,adalah menyatukan anggaran negara yang tadinya dibagi dalam dua kelompok yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan yang di kendalikan oleh

13

dua lembaga negara yang berbeda yaitu departemen keuangan mengendalikan belanja rutin dan Beppenas mengendalikan belanja pembangunan. 2. Koreksi kedua,adalah meniadakan anggaran non-budgeter. 3. Koreksi ketiga,adalah diterbitkannya paket ketiga UU dibidang keuangan negara antara tahun 2003-2004. 4. Koreksi keempat,adala diberlakukannya PP No 24 Tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang berdampak pada perubahan kebijakan akuntansi yaitu dari yang berbasis kas menjadi cast bassic tuard acctrual dan dable antry Untuk koreksi ke empat,sudah tidak berlaku lagi PP No 24 Tahun 2005 dan digantikan denagn PP No 71 Tahun 2010 yang memuat SAP berbasis akrual,bagi entitas pemerintahan yang belum siap menerapkan SAP berbasis akrual,masih diperkenankan untuk menerapkan SAP berbasis kas menuju akrual sampai tahun anggaran 2014. Masih terdapat kedala yang dihadapi didalam mereformasih pelaksanaan keuangan negara,terutama pada pelaksanaan keuangan daerah.kendala yang dihadapi sampai dengan saat ini bersumber pada beberapa faktor,sebagaimana yang dijelaskan oleh Dwi Ratna (2010:2012)antara lain : 1. Kurangnya rasa saling percaya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2. Perubahan yang terlalu drastis dari yang awalnya top-down ke bottom –up. 3. Perubahan paradikma manajemen keuangan daerah,dari paradikma penganggaran yang berdasarkan kontrol input yang menjadi paradikma penganggaran perdasarkan kinerja,yang memerlukan proses yang cukup sulit. 4. Implementai APBD masih kurang efisien dan efektif karena kurangnya sinergi antara kebijakan umum APBD (KUA) dengan prioritas pembangunan daerah. 5. Proses perencanaan anggaran yang membutuhkan waktu cukup panjang.

2.12. TANTANGAN PADA MASA MENDATANG Salah satu instrumen ekonomi politik yang strategis,kebijakan anggaran tidak akan lepas dari kepentingan dan proses politik.kecepatan pengambilan keputusan yang akurat menajdi kunci bagi kebijakan anggaran,dan untuk itu perubahan para dikma yang cukup radikal harus berani kita lakukan.Sehingga apabila ada kebijakan pemerintah (policy) tidak harus bersifat sementara. Hal ini terutama untuk mendisain dua prinsif utama adalah: 14

1. Menciptakan kebijakan anggaran yang berorientasi pada pencapaian parameter hasil yang terukur melalui indikator kinerja tertetu. 2. Membangun mekanisme yang menjamin akuntabilitas efesiensi alokasi dan implementasi fleksibelitas kepada pengguna anggaran untuk fokus kepada pencapaia hasil yang menjadi tanggung jawabnya.

15

BAB III KESIMPULAN Negara dengan pemerintah sebagai sasaran akuntansi sektor publik merupakan konsekuensi dari pembentukan pemerintahan negara Indonesia. Pemerintahan negara Indonesia dibentuk dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke IV dan menjalankan berbagai fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam satu sistem pengelolaan keuangan negara. Sistem pengelolaan keuangan negara diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, yang mengatur prinsip-prinsip penggelolaan keuangan negara. Penerapan prinsip pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel diyakini berpengaruh besar atas upaya pencapaian tujuan bernegara mengingat manifestasi pengelolaan keuangan negara dalam penyelenggaraan fungsi pemmerintahan adala disusun dan dilaksanakannya APBN dan APBD setiap tahun. Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, selanjutnya dijabarkan dalam PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga mengamanatkan tiga pendekatan

yang harus menjadi referensi pemerintah dalam memformulasikan

perencanaan dan mengimplementasikan kebijakan anggarannya, yaitu pendekatan penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja, dan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM. Adanya akuntansi sektor publik diharapkan pemerintah bisa lebih transparan dan akuntabel di dalam menjalankan tata kelola keuangan dan penggunaan anggaran. Karena, bagaimanapun juga, masyarakat sebagai piihak yang paling dominan didalam memberikan dana kepada pemerintah melalui mekanisme pajak, tidak menginginkan adanya penyimpangan keuangan, karena hal itu akan menghambat tujuan bernegara.

16

DAFTAR PUSTAKA Dwi Ratna, S. 2010. “Kondisi Faktual Sistem Akuntansi Pemerintah”. Diedit oleh Abdul Halim, Yanuar E. Restianto, dan I Wayan Karman, di dalam Seri Bunga Rampai Akuntansi Sektor Publik, Sistem Akuntansi Sektor Publik: Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat – Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah – Kapita Selekta Sistem Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: STIM YKPN Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah, edisi ke-3. Jakarta: Salemba Empat Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: CV Andi Offset Ratnawati, Abby. 2009. Reformasi Sistem Perencanaan Penganggaran Indonesia, Mempertajam Efektivitas Kebijakan Pengeluaran Anggaran dalam Era Baru Kebijakan Fiskal. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke IV.

17

Related Documents


More Documents from "sonia grace"