Makalah Analgetik Antipiretik Dan Nsaid 2

  • Uploaded by: Thio Hasbullah
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Analgetik Antipiretik Dan Nsaid 2 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,808
  • Pages: 29
Loading documents preview...
FARMAKOLOGI I ANALGETIK-ANTIPIRETIK & NSAID

NAMA KELOMPOK

:

CARLINA BELLA (08121006041) EFRI PABELA PUTRI (08121006044) RANDI NOPYASIN A (08121006045) NUR AFRIYANI (08121006046) ANNISA ARIFIN (08121006047)

KELOMPOK/KELAS

:

III/ FARMASI 2012 A

DOSEN

:

HERLINA,M.Kes,Apt.

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014/2015 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara) (Anief, 1995). Zat ini merangsang, reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke S.S.P (Susunan Syaraf Pusat), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri (Anief, 1995). Obat analgesik- antipiretik serta obat anti- inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like drugs) (Ganiswara,1995). 1.2. Rumusan Masalah Makalah ini akan membahas tentang: a. Apakah pengertian dari Analgetik, Antipiretik dan NSAID? b. Bagaimana Mekanisme kerjanya didalam tubuh? c. Apa saja Penggolongan Obat Analgetik-antipiretik &NSAID? d. Apa saja Contoh Obat Analgetik-antipiretik &NSAID? e. Apa Saja Contoh Obat Antiinflamasi yang terbaru? BAB II

ANALGETIK-ANTIPIRETIK & NSAID 2.1. Pengertian dari Analgetik, Antipiretik dan NSAID 2.1.1 Analgesik Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. 2.1.2 Antipiretik Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. 2.1.3 Antiinflamasi Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktifasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda. Namun kadang-kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zatyang tidak berbahayaseperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artritisrematid. 2.2. Mekanisme Kerja didalam Tubuh Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung

syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri. 2.3. Penggolongan Obat Analgetik-antipiretik &NSAID 2.3.1. Macam-Macam Analgesik A. Analgesik opioid / analgesik narkotika Merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.



-

bekerja sentral (hipnoanalgetika)

-

berkhasiat kuat

-

Menghalau rasa nyeri hebat (kanker).

Analgetika narkotika Adalah obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen / endorfin degan memperpanjang aktivasi reseptor opioid di SSP shg persepsi nyeri & respon emosional terhadap nyeri berubah / dikurangi.



Mekanisme kerja analgetik narkotik: analgetik opioid berikatan dg (sisa) reseptor opioid pd SSP (yg belum ditempati endorfin) shg mengubah persepsi & respon thd stimulus nyeri sambil menghasilkan depresi SSP secara umum. Analgetik opiad mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan

menimbulkan perasaan nyaman (euforia).

Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.

Obat golongan ini khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur dan kanker. Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu : Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau tramadol, obat sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna memperkuat analgetik dapat dikombinasikan dengan coanalgetikum, seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin atau prednisone). Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer, dan efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi pernafasan. Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan ganguan mental. 

Ada 3 golongan obat ini yaitu : 1. Obat yang berasal dari opium-morfin. 2. Senyawa semisintetik morfin, dan 3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Analgetik narkotik atau analgetik opioid merupakan kelompok obat yang

memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Analgetik narkotik bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali yang bersifat depresan umum (mengurangi kesadaran) dan efek sampingnya dapat menimbulkan rasa nyaman (euforia). Obat ini khusus di gunakan untuk penghalau rasa nyeri hebat, seperti pada

fractura

dan

kanker.

Tetap

semua

analgetik

opioid

menimbulkan

adiksi/ketergantungan. Obat ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batuk empedu atau batu ginjal). Tanpa indikasi kuat tidak dibenarkan penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik di indikasikan pada kanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaan. Obat-obatan narkotik yang digunakan bervariasi sesuai dengan jenis reseptor opioid tempat obat tersebut bereaksi. Hal itu menyebabkan perubahan peredaan nyeri serta variasi efek samping yang dapat diantisipasi. Ada empat jenis reseptor opioid yang telah diidentifikasi: mu (µ), kappa (ƙ), beta (β), dan sigma(σ). Reseptor µ merupakan reseptor penghambat nyeri paling utama. Selain analgesia, reseptor ƙ juga menyebabkan depresi pernapasan, perasaan euforia, penurunan aktivitas GI, konstriksi pupil, dan timbulnya ketergantungan fisik. Reseptor ƙ dikaitkan dengan beberapa analgesia dan kontriksi pupil, sedasi, serta disforia. Enkefalin bereaksi dengan reseptor β dalam perifer untuk mengatur penghantaran nyeri. Reseptor sigma dapat menyebabkan dilatasi pupil dan bertanggung jawab terhadap timbulnya halusinasi, disforia, dan psikosis yang dapat terjadi akibat penggunaan narkotik. Penggolongan obat analgetik narkotik : 1. Alkaloid alam Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somiferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari prgan viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Krena dapat menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini diawasi secara ketat dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.

Contoh : a. Morfin Mekanisme kerja:opioid memperlihatkan efek utamanya dengan berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan saluran cerna. Opioid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, menghambat peletupan saraf, dan penghambatan presinaptik pelepasan transmitter. Morfin bekerja pada reseptor µ dalam lamina I dan lamina II dari substansia gelatinosa medula spinalis, dan menurunkan pelepasan substansi P, yang memodulasi persepsi nyeri dalam medula spinalis. Morfin juga menghambat pelepasan banyak transmiter eksitatori dari ujung saraf terminal yang membawa rangsangan nosiseptif (nyeri) Indikasi analgesic

: selama dan setelah pembedahan

Kontra indikasi

:depresi, pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut

akut,

peningkatan tekanan otak atau cedera kepala.

Efek samping

: mual, muntah, konstipasi.

Sediaan

: Morfin hcl (generik) sirup 5 mg/5ml, tablet 10 mg,30 mg, 60

mg, injeksi 10 mg/ml, 20 mg/ml. b. Codein Indikasi analgesic: nyeri ringan sampai sedang Kontra indikasi : depresi, pernafasan akut, penyakit perut akut, peningkatan tekanan otak atau cedera kepala. Efek samping : mual, muntah, konstifasi, ketergantungan atau adiksi, pada over dosis menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian. Dosis : Pada nyeri oral 3-6 dd 15-60 mg garam HCL, anak-anak diatas 1 tahun 3-6 dd 0,5 mg/kg. Pada batuk 4-6 dd 10-20 mg, maksimum 120 mg/hari, anak-anak 4-6 dd 1 mg/kg. 2. Derivate semi sintesis Contoh obat dari golongan ini yaitu heroin. Heroin tidak terbentuk alamiah tetapi dihasilkan dari asetilasi morfin, yang menyebabkan peningkatan potensinya tiga kali lipat. Kelarutan dalam lipid yang sangat besar menyebabkan obat ini menembus

sawar darah otak lebih cepat daripada morfin, menyebabkan euphoria yang berlebihan bila obat ini diberikan secara suntikan. Heroin dikonversi menjadi morfin di dalam tubuh, tetapi berlangsung kira-kira setengah lamanya. 3. Derivate sintetik a. Metadon. - Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah. - Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang di rumah sakit. - Efek samping: * Depresi pernapasan * Konstipasi * Gangguan SSP * Hipotensi ortostatik * Mual dam muntah pada dosis awal Dosis : Pada nyeri oral 4-6 dd 2,5-10 mg garam HCL, maksimum 150 mg/hari. Terapi pemeliharaan pecandu: permulaan 20-30 mg, setelah 3-4 jam 20 mg, lalu 1 dd 50-100 mg selama 6 bulan. b. Fentanil Indikasi analgesic : nyeri kronik yang sukar di atasi pada kanker Kontra indikasi : depresi, pernafasan akut, penyakit perut akut, peningkatan tekanan otak atau cedera kepala. Efek samping : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan atau adiksi, pada over dosis menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian. Dosis: Pada infark i.v. 0,05 mg + 2,5 mg droperidol (Thalamonal), bila perlu diulang setelah ½ jam. Plester (Durogesic) melepaskan secara konstan morfin selama 72 jam.

4. Antagonis morfin Antagonis morfin, bekerja meniadakan semua khasiat morfin dan bersifat analgesic khusus digunakan pada over dosis atau intoksikasi obat-obat analgetik narkotik. Contoh : Nalokson Indikasi

:

sebagai

antidotum

pada

overdose

opioida

(dan

barbital),

pascaoperasif untuk mengatasi depresi pernapasan oleh opioida. Efek samping : Pada penangkalan efek opioida terlalu pesat dapat terjadi mual, muntah, berkeringat, pusing-pusing, hipertensi, tremor, serangan epilepsi, dan berhentinya jantung. Dosis

: Pada overdose opioida, intravena permula 0,4 mg, bila perlu diulang

setiap 2-3 menit. 

Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang digunakan di Indonesia :

1. Morfin HCL, 2. Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol), 3. Fentanil HCL, 4. Petinidin, dan 5. Tramadol. B. Analgesik Non Narkotik Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau di tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG, dan histamine. PG dan brankinin menstimulasi ujung staraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat

sintesis PG dan brankinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat. C. Analgesik Antipiretik Non-Narkotika 

Analgesik: anti nyeri



Antipiretik: anti demam



Obat non narcotik analgetik antipiretik: obat yang dapat menghilangkan/ mengurangi rasa nyeri dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, tanpa mengganggu kesadaran.

Cara Kerja 

Analgesik:

Central (Thalamus) → dengan jalan meningkatkan nilai ambang rasa nyeri Perifer: merubah interpretasi rasa nyeri. 

Antipiretik: melalui termostat di hipotalamus → mempengaruhi pengeluaran panas dengan cara: vasodilatasi perifer dan meningkatkan pengeluaran keringat.



Anti inflamasi: menghambat sintesa prostaglandin.



Prostaglandin menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal.

Farmakodinamik 

Efek analgesik: efektif terhadap nyeri intensitas rendah sampai sedang (sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri yang berasal dari integumen, nyeri inflamasi)



Efek antipiretik: menurunkan suhu saat demam, (fenil butason dan antirematik tidak dibenarkan sbg antipiretik)



Efek anti inflamasi: untuk kelainan muskuloskeletal (artritis rematoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa), hanya simptomatis

Efek samping 

Induksi tukak lambung, kadang disertai anemia skunder akibat perdarahan saluran cerna.



Gangguan fungsi trombosit → gangguan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) → perpanjangan waktu perdarahan (efek ini dimanfaatkan untuk profilaksin trombo-emboli).



Gagal ginjal pada penderita gangguan ginjal → gangguan homeostasis ginjal



Reaksi alergi: rinitis vasomotor, edem angioneurotik, urtikaria luas, asma bronkial, hipotensi sampai syok.

Klasifikasi non narkotik Analgesik Antipiretik 1. Golongan Salisilat 

Merupakan derivat asam salisilat, berasal dari tumbuhan Willow Bark = Salix alba



Efek farmakologi:

Anti inflamasi → menghambat sintesa prostaglandin Analgesik → sentral dan perifer Antipiretik → termostat hipotalamus SSP →respirasi (dosis tinggi → depresi pernafasan → respirasi alkalosis → metabolik asidosis, behavior, nausea dan vomiting. 2. Golongan Asam Organik  Dibanding aspirin, kurang efektif (sebagai antiinflamasi, analgesik), toksisitasnya lebih kecil  Efek: analgesik, antipiretik, anti inflamasi, iritasi pada lambung, menghambat sintesa protrombin dan agregasi trombosit Sediaan:  Mefenamic acid (Ponstan), Indometacin (Indocin), Ibuprofen (Brufen), Meclofenamat (Meclomen), Fenbufen (Cybufen), Carprofen (Imadil), Diclofenac (Voltaren), Ketoprofen (Profenid) 3. Golongan Para Amino Fenol

Indikasi:  Sebagai analgesik dan antipiretik  Jangan digunakan dalam jangka waktu lama → nefropati analgesik Perbedaan dengan salisilat:  Kurang atau tidak iritasi terhadap gaster  Tidak mempunyai sifat anti inflamasi  Tidak mempunyai efek uricosuric Reaksi merugikan:  Alergi: eritem, urtikaria, demam, lesi mukosa  Intoksikasi akut: dizzines, excitement, diorientasi, central lobuler necrosis hepar, renal tubuler necrosis, methaemogloninemia, anemia hemolitik 4. Golongan Pirazolon Efek farmakologi:  Analgesik →meningkatkan nilai ambang rasa nyeri  Antipiretik → mempengaruhi termostat  Anti inflamasi → efeknya lemah  Kurang iritasi lambung → kecuali fenilbutazon 2.3.2 Cara Pemberantasan Rasa Nyeri 

Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik perifer atau oleh anestetik lokal.



Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anestetik local.



Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan anestetik umum.

2.4. Contoh Obat dan Kegunaan Analgetik-antipiretik &NSAID 2.4.1 Contoh obat­obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia: 1. Aspirin  menghambat sintesis prostaglandin. Ketika diberikan kepada wanita hamil   dapat   menyebabkan   penutupan   prematur   ductus   arteriousus   janin,

persalinan dan kelahiran tertunda, meningkatkan waktu perdarahan pada janin maupun ibu karena efek anti plateletnya.Penggunaan aspirin yang kronik di awal   kehamilan   berhubungan   dengan   anemia   pada   wanita   hamil.   Aspirin terbukti  menimbulkan  gangguan  proses  tumbuh  kembang  janin.  Selain  itu, aspirin   memicu   komplikasi   selama   kehamilan.   Bahkan,   kandungan   aspirin masih ditemukan dalam ASI. Tubuh bayi akan menerima 4­8% dosis aspirin yang dikonsumsi oleh ibu. Penelitina mengatakan bahwa bayi memilim ASI dari   ibu   yang   mengkonsumsi   aspirin   berisiko   untuk   menderita   Reye’s Syndrome  yang  merupakan  suatu  penyakit  gangguan  fungsi otak  dan  hati. Karenanya, hindari pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga. a). Farmakodinamik 

Efek Analgesik : Menghambat sintesis PGE&PGI



Efek   Antipiretik   :   Memperbaiki   fungsi   termostat   di   hypothalamus, hambatan 

sintesis   PGE2,   Meningkatkan   pengeluaran   keringat,

vasodilatasi perifer. 

Efek   Antiinflamasi   : Hambatan   sintesis   PGE2   &   PGI2,   tidak menghambat migrasi sel 

b).Farmakokinetik Topikal : Asam salisilat; Metil salisilat  Distribusi : a.

Seluruh jaringan tubuh & cairan transelular 

b. Cairan sinovial, spinal, peritoneal, liur, ASI c.    Menembus sawar otak & uri  Metabolisme : di hepar 

Ekskresi : ­ Urine >>>>  ­ Keringat >   ­ Empedu > Efek samping : ­Iritasi lambung  ­Allergi  ­Kemungkinan peningkatan perdarahan  Penggunaan klinis : ­Analgesik ­ Antipiretik  ­Demam reumatik akut  ­Reumatoid artritis  ­Mencegah trombus  2. Paracetamol  merupakan analgesik­antipiretik dan anti­inflamasi non­steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti­inflamasi (mengurangi proses peradangan).    Paracetamol paling aman jika diberikan selama kehamilan. Parasetamol dalam dosis   tinggi   dan   jangka   waktu   pemberian   yang   lama   bisa   menyebabkan toksisitas   atau   keracunan   pada   ginjal.   sehingga   dikategorikan   sebagai analgetik­antipiretik.   Golongan   analgetik­antipiretik   adalah   golongan analgetik   ringan.Parasetamol   merupakan   contoh   obat   dalam   golongan ini.Beberapa   macam   merk   dagang,   contohnya   Parasetamol   (obat   penurun

panas   atau   penghilang   nyeri)   bisa   diperdagangkan   dengan   merk   Bodrex, Panadol, Paramex. 3. Antalgin  adalah   salah   satu   obat   penghilang   rasa   sakit   (analgetik)   turunan NSAID, atau Non­Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Antalgin lebih banyak bersifat analgetik. Pemakaiannya dihindari saat hamil TM I dan 6 minggu terakhir. 4. Analgesik Opiate, Pemakaian obat­obatan analgetika narkotik pada kelahiran kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya depresi respirasi pada janin yang manifest sebagai asfiksia pada waktu lahir. Namun demikian ternyata berdasar penelitian, morfin sendiri tanpa disertai dengan faktor­faktor pendorong lain, baik  yang  berasal  dari  ibu  atau  janin,  tidak  secara  langsung menyebabkan asfiksia. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa obat­obat opiate dapat dipakai begitu saja.dalam proses kelahiran. Risiko terjadinya depresi kardiorespirasi harus   selalu   diperhitungkan   pada   pemakaian   obat­obat   analgetika   narkotik paada kelahiran. Kemungkinan   lain   juga   dapat   terjadi   bradikardi   pada   neonatus.   Petidin merupakan analgetika narkotika yang dianggap paling aman untuk pemakaian selama   proses   persalinan   (obstetric­analgesics).   Tetapi   kenyataannya   bayi­ bayi yang lahir dari ibu yang mendapatkan petidin selama proses kelahiran menunjukkan skala neuropsikologik lebih rendah dibanding bayi­bayi yang ibunya tidak mendapatkan obat apapun atau yang mendapatkan anestesi lokal.

Sehingga karena alasan ini maka pemakaian petidin pada persalinan hanya dibenarkan apabila anestesi epidural memang tidak memungkinkan.  Pemakaian   analgetika   narkotik   selama   kehamilan   atau   persalinan   dapat mengurangi   kontraktilitas   uterus   sehingga   memperlambat   proses   kelahiran. Terhadap   ibu,   karena   depresi   fungsi   otot   polos   dapat   terjadi   penurunan motilitas   usus   dan   stasis   lambung   dengan   segala   konsekuensinya. Penyalahgunaan   obat­obat   analgetika   narkotik   oleh   ibu   hamil   dapat menyebabkan   ketergantungan   pada   janin   dalam   kandungan.   Hal   ini   akan manifest dengan munculnya gejala –gejala withdrawl pada bayi yang baru lahir. Gejala­gejala tersebut meliputi muntah, diare, tremor, mudah terangsang sampai kejang. 5. Ibuprofen  merupakan   derivat   asam   propionat   yang   diperkenalkan   banyak negara.   Obat   ini   bersifat   analgesik   dengan   daya   antiinflamasi   yang   tidak terlalu   kuat.   Efek   analgesiknya   sama   dengan   aspirin.   Ibuprofen   tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. 2.5.2 Contoh Obat – Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar : 1. Derivat asam propionate 2. Derivat inidol 3. Fenamat 4. Asam pirolalkanoat 5. Derivate Pirazolon 6. Aksikam

7. Asam salisilat Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID mempunyai mekanisme yang sama dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin. Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit, basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah terhadap bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan meniadakan vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga : 1. Analgesik 2. Antiinflamasi 3. Antipiretik 4. Menghambat agregasi platelet 5. Menyebabkan iritasi lambung 6. Bersifat nofrotoksik 1. Ibuprofen Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg, efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah. 2. Fenoprofen

Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi) ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik, nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler. 3. Indomethacin Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati. Waktu paro serum 2 jam. 4. Sulindac Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari. 5. Maclofenamate Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang lain. Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis. 6. Asam Mefenamat

Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1 minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya 250 mg. 7. Tolmetin Suatu derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari 8. Fenilbutazon Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta nekrosis hepar dan tubuler ren. 9. Piroxicam Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit

10. Diflunisal

Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 8-12 jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain 11. Meloxicam Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-2). Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan sesudah pengobatan. 2.5.3 Contoh Obat-Obat AntiInflamasi NSAID dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu: 1.

Golongan salisilat (diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat,

magnesium salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid) 2.

Golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak, indometasin,

proglumetasin, dan oksametasin) 3.

Golongan profen/asam 2-arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen,

fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac), 4.

Golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat (diantaranya asam

mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat)

5.

Golongan turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol,

dan fenazon) 6.

Golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),

7.

Golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib),

8.

Golongan sulfonanilida (nimesulide)

9.

Golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3).

Secara umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala penyakit berikut: rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan, demam, ileus, dan renal colic. NSAID merupakan golongan obat yang relatif aman, namun ada 2 macam efek samping utama yang ditimbulkannya, yaitu efek samping pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare, pendarahan lambung, dan dispepsia) serta efek samping pada ginjal (penahanan garam dan cairan, dan hipertensi). Efek samping ini tergantung pada dosis yang digunakan. Obat anti inflamasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu: 1.

Glukokortikoid (Golongan Steroidal) yaitu anti inflamasi steroid. Anti

Inflamsi steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer

serta

penghambatan

aktivitas

fosfolipase.

contohnya

gologan

Prednisolon. 2.

NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) juga dikenal dengan

AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Contoh Obat

AntiInflasmasi golongan NSAIDs adalah Turunan Asam Propionat (Ibuprofen, Naproxen), Turunan Asam Asetat (Indomethacin), Turunan Asam Enolat (Piroxicam). Obat AntiInflamasi pada umumnya bekerja pada enzim yang membantu terjadinya inflamasi, Namun Pada umumnya Obat Antiinflamasi bekerja pada enzim Siklooksigenase (COX) baik COX1 maupun COX2 Mekanisme Kerja Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, salurancerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi berbagai stimulusinflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors).

Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vaskulardan pada proses perbaikan jaringan. Aspirin 166 kali lebih kuat

menghambat

COX-1

dari

pada

COX-2.

Penghambat

COX-2

dikembangkan dalam mencari penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi pada lingkungan yang rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3,suatu variant dari COX-1. COX-3 ini hanya terdapat di otak. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktiv serin dari COX-1, trombosit sangat rentan terhadap enzim karena trombosit tidak mampu mensintesis enzim baru. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berarti bahwa pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan darah aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga pembekuan darah tetap dapat berlangsung. Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali. Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan suhu badan dalam keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik ,tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena sifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutamaCOX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut menghambat

enzim siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien, sehingga produksi prostaglandin turun, jumlah prostaglandin turun sehingga set point mengatur suhu tubuh. Obat: paracetamol, peroksikam, fenilbutazon, diklofenak, ibuprofen(neoremasil), metamizol (antalgin), asetosal (aspirin), indometasin, dan naproxen.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN 1. a. Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. b. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. c. Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan peradangan 2. Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan

"sinyal"

nyeri,sehingga

rasa

nyerinya

berangsur-angsur

menghilang. 3. Macam-macam analgesik ada 2 macam, yaitu: Analgesik Narkotik dan Analgesik Non-Narkotik. Analgesik Narkotik merupakan turunan poium yang berasal dari tumbuhan Papaver somniferum atau dari senyawa sintetik. Sedangkan Analgesik Non-Narkotik tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Obat- obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan 4. Penggunaan obat Analgetik­Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan

dapat menyebabkan cacat pada janin. Jadi penggunaan Analgesik­Antipiretik harus benar­benar konsul terlebih dahulu dan menggunakan resep dokter. 5. a. Contoh Obat Analgesik Narkotik sekarang masih digunakan di Indonesia : -

Morfin HCL,

-

Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),

-

Fentanil HCL,

-

Petinidin, dan

-

Tramadol.

b. Obat-obat Analgesik Non-Narkotik disebut juga sebagai obat AnalgesikAntipiretik (Obat- obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan, Semua analgetika perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetaminofen (parasetamol).

3.1 SARAN

 Untuk obat analgesik-antipiretik , dianjurkan jangan terlalu mengkonsumsi obat ini secara berlebihan dikarenakan dapat menyebabkan ketergantungan bagi pemakainya.  Dan untuk obat anti inflamasi pengguna juga di harapkan tidak terlalu berlebihan atau ketergantungan karena mekanisme kerja obat ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan kerja enzim. 3. Obat-Obat NSID, selain Obat parasetamol tidak disarankan untuk digunakan oleh wanita hamil, terutama pada trimester ketiga. Namun parasetamol dianggap aman digunakan oleh wanita hamil namun harus diminum sesuai aturan karena dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan hati.

DAFTAR PUSTAKA Latief. S. A, Suryadi K. A, dan Dachlan M. R, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi II, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta, Juni, 2001, hal ; 77-83, 161.

Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D, Farmakologi dan Terapi, bagian farmakologi FK-UI, Jakarta, 1995 ; hal ; 189-206. Samekto wibowo dan Abdul gopur, Farmakoterapi dalam Neuorologi, penerbit salemba medika, 1995; hal : 138-14 Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba Medika. Widodo, Samekto dan Abdul Gofir . 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi . Jakarta : Salemba Medika Deglin, Judith Hopfer . 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta : EGC

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya yang telah diberikan kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analgesik-

Antipiretik, dan NSAID” yang merupakan tugas kami dalam mata kuliah Farmakologi I guna memenuhi kegiatan belajar mengajar. Kami ucapkan terima kasih pada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya dan teman – teman yang memberikan dukungan dan masukannya kepada kami dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga tugas ini dapat terselesaikan oleh kami sebagaimana mestinya. Namun sebagai manusia biasa, kami tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa kami terima sebagai acuan untuk tugas-tugas kami selanjutnya.

Palembang, Juni 2015

Penulis

Related Documents


More Documents from "barrock"