Makalah Kimia Fisika.docx

  • Uploaded by: Bella Febiolitaa
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kimia Fisika.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,425
  • Pages: 40
Loading documents preview...
Sistem Koloid dan Proses Emulsi dalam Industri Makalah Ditulis sebagai tugas Mata Kuliah Kimia Fisika Semester 2 Jurusan Teknik Kimia

DISUSUN OLEH : BELLA FEBIOLITA

I0512011

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA 2013

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Kimia Fisika , yaitu berjudul “ Penerapan Konsep Sistem Koloid Dalam Dunia Industri ” dan Manfaat

Koloid

Dalam

Dunia

Industri”

tepat

pada

waktunya.

Dalam penulisan ini, penulis sangat banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan berbagai sumber . Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada pihak-pihak

yang

telah

membantu

keberhasilan

jalannya

tulisan

ini.

Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki sangat kurang, oleh karena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan - masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Surakarta, 22 Juni 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Era globalisasi merupakan zaman yang mengedepankan industri. Sehingga, tidak mengherankan jika di era globalisasi ini, dunia industri berkembang semakin pesat. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya berbagai macam perusahaan di bidang industri dewasa ini. Perkembangan industri yang semakin pesat ini tidak lepas dari dukungan berbagai faktor, seperti sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan perpaduan ketiga faktor di atas yang bekerja secara sinergis dan continue, maka akan dapat menciptakan suatu kemajuan yang tentunya akan berimbas pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Industri yang berkembang saat ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai ilmu pengetahuan. Salah satu contoh industri yang ada adalah industri cat. Dalam industri cat ini, salah satu cabang ilmu pengetahuan yang digunakan adalah ilmu kimia. Cabang ilmu kimia yang diaplikasikan dalam industri cat adalah penerapan konsep sistem koloid. Dimana, dalam cat ini ada 2 (dua) fase zat yang bercampur menjadi satu. Partikel-partikel yang bercampur tidak dapat diamati dengan mata telanjang, melainkan harus menggunakan suatu alat bantu yang berupa mikroskop ultra. Dalam hal ini, fase zat yang terdispersi adalah zat padat dan zat cair sebagai medium pendispersinya. Pada pencampuran dua zat yang berbeda fase ini tidak terjadi pengendapan. Sehingga konsep sistem koloid ini sangat tepat digunakan dalam industri cat. Lebih jauh, konsep sistem koloid yang diterapkan dalam dunia industri tidak hanya sebatas zat padat yang terdispersi dalam medium pendispersi yang berupa zat cair. Berbagai jenis sistem koloid telah diterapkan di dunia industri dan hasilnya terciptalah berbagai produk industri yang bisa dinikmati, seperti susu, kerupuk, mentega, dan lain sebagainya. Jadi sistem koloid sangat berguna bagi kehidupan manusia. Dalam dunia industri, kadangkala dijumpai suatu bahan yang tidak dapat larut dalam suatu pelarut. Oleh karena itu, untuk membuat bahan tersebut stabil (dapat larut) diterapkanlah konsep sistem koloid ini. Hal ini karena koloid

mempunyai gerak Brown. Sifat inilah yang menyebabkan suatu bahan yang tidak stabil menjadi stabil. Karena partikel-partikel bergerak terus-menerus, maka partikel-partikel koloid dapat mengimbangi gaya grafitasi sehingga tidak mengalami sedimentasi (pengendapan). Sehingga, pembelajaran dan pemahaman mengenai berbagai jenis sistem koloid, khususnya yang diaplikasikan dalam dunia industri sangat diperlukan untuk menunjang kemajuan dunia perindustrian. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan perumusan masalah, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah yang dimaksud dengan sistem koloid? 2.

Apa sajakah jenis-jenis sistem koloid?

3. Bagaimana penerapan konsep sistem koloid dalam dunia industri? 4. Apakah Manfaat koloid dalam industri? 1.3 Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah:  Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem koloid beserta sifat-sifatnya sehingga dapat diterapkan dalam dunia industri.  Untuk mengidentifikasi jenis-jenis sistem koloid sehingga mampu menerapkan masing-masing jenis sistem koloid tersebut dengan tepat. BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Koloid Nama koloid untuk pertama kali diberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861. Istilah koloid berasal dari bahasa Yunani, yaitu kolla yang berarti lem dan oid yang berarti seperti. Secara harfiah, koloid dapat diartikan seperti lem. Karena, koloid diibaratkan seperti lem dalam hal kemampuan difusinya.Nilai difusi koloid sama rendahnya dengan lem.

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi atau yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi atau pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen . Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll. Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga dengan fasa terdispersi atau solut, sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa pendispersi atau solvent. Contohnya larutan gula atau larutan garam. Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya. Secara sepintas, koloid hampir sama dengan larutan. Namun, untuk membuktikan apakah suatu campuran itu dapat digolongkan koloid atau bukan, maka diperlukan suatu alat bantu, yaitu mikroskop ultra karena ukuran Berdasarkan tabel di atas, koloid terdiri dari dua fase zat. Salah satu zat bersifat continue dan yang lain bersifat discontinue (terputus-putus). Selanjutnya, fase continue disebut sebagai medium dispersi dan zat yang berfase discontinue disebut sebagai zat terdispersi.

2.2 Sifat-sifat Koloid Berikut ini merupakan sifat-sifat dari koloid antara lain sebagai berikut : 1. Efek Tyndall Cara yang paling mudah untuk membedakan suatu campuran merupakan larutan, koloid, atau suspensi adalah menggunakan sifat efek Tyndall . Jika seberkas cahaya dilewatkan melalui suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut kelihatan dengan jelas. Hal itu disebabkan penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Gejala seperti itulah yang disebut efek Tyndall koloid. Istilah efek Tyndall didasarkan pada nama penemunya, yaitu John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. John Tyndall berhasil menerangkan bahwa langit berwarna biru disebabkan karena penghamburan cahaya pada daerah panjang gelombang biru oleh partikel-partikel oksigen dan nitrogen di udara. Berbeda jika berkas cahaya dilewatkan melalui larutan, nyatanya berkas cahaya seluruhnya dilewatkan. Akan tetapi, jika berkas cahaya tersebut dilewatkan melalui suspensi, maka berkas cahaya tersebut seluruhnya tertahan dalam suspensi tersebut. 2. Gerak Brown Dengan menggunakan mikroskop ultra (mikroskop optik yang digunakan untuk melihat partikel yang sangat kecil) partikel-partikel koloid tampak bergerak terus-menerus, gerakannya patah-patah (zig-zag), dan arahnya tidak menentu. Gerak sembarang seperti ini disebut gerak Brown. Gerak Brown ditemukan oleh seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris, Robert Brown ( 1773 – 1858), pada tahun 1827. Gerak Brown terjadi akibat adanya tumbukan yang tidak seimbang antara partikel-partikel koloid dengan molekul-molekul pendispersinya. Gerak Brown akan makin cepat, jika partikel-partikel koloid makin kecil. Gerak Brown adalah bukti dari teori kinetik molekul.

3. Elektroforesis

Jika partikel-partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik, berarti partikel koloid tersebut bermuatan listrik. Jika sepasang elektrode dimasukkan ke dalam sistem koloid, partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju elektrode negatif (katode) dan partikel koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektrode positif (anode). Pergerakan partikel-partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis . Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid. Pada sel elektroforesis, partikel-partikel koloid akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan di bawah masing-rnasing elektrode. Di samping untuk menentukan muatan suatu partikel koloid, elektroforesis digunakan pula dalam industri, misalnya pembuatan sarung tangan dengan karet. Pada pembuatan sarung tangan ini, getah karet diendapkan pada cetakan berbentuk tangan secara elektroforesis. Elektroforesis juga digunakan untuk mengurangi pencemaran udara yang dikeluarkan melalui cerobong asap pabrik. Metode ini pertama-tama dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877 - 1948) dari Amerika Serikat. Metode ini dikenal dengan metode Cottrell . Cerobong asap pabrik dilengkapi dengan suatu pengendap listrik (pengendap Cottrell), berupa lempengan logam yang diberi muatan listrik yang akan menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam asap buangan. 4. Absorpsi Suatu partikel koloid akan bermuatan listrik apabila terjadi penyerapan ion pada permukaan partikel koloid tersebut. Contohnya, koloid Fe(OH) 3 dalam air akan menyerap ion H + sehingga bermuatan positif, sedangkan koloid As 2 S 3 akan menyerap ion-ion negatif. Kita tahu bahwa peristiwa ketika permukaan suatu zat dapat menyerap zat lain disebut absorpsi . Berbeda dengan absorpsi pada umumnya, penyerapan yang hanya sampai ke bagian dalam di bawah permukaan suatu zat, suatu koloid mempunyai kemampuan mengabsorpsi ion-ion. Hal itu terjadi karena koloid tersebut mempunyai permukaan yang sangat luas. 5. Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi ini terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada sistem koloid tersebut dilucuti dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid tersebut menjadi tidak stabil lalu terkoagulasi (menggumpal). Koagulasi dengan cara menetralkan muatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut. 

Penambahan Zat Elektrolit Jika pada suatu koloid bermuatan ditambahkan zat elektrolit, maka koloid

tersebut akan terkoagulasi. Contohnya, lateks (koloid karet) bila ditambah asam asetat, maka lateks akan menggumpal. Dalam koagulasi ini ada zat elektrolit yang lebih efisien untuk mengoagulasikan koloid bermuatan, yaitu sebagai berikut.  Koloid bermuatan positif lebih mudah dikoagulasikan oleh elektrolit yang muatan ion negatifnya lebih besar. Contoh; koloid Fe(OH)3 adalah koloid bermuatan positif, lebih mudah digumpalkan oleh H2SO4 daripada HC1.  Koloid bermuatan negatif lebih mudah dikoagulasikan oleh elektrolit yang muatan ion positifnya lebih besar. Contoh; koloid AsS 3 adalah koloid bermuatan negatif, lebih mudah digumpalkan oleh BaCl2 

daripada NaCl Mencampurkan Koloid yang Berbeda Muatan Bila dua koloid yang berbeda muatan dicampurkan, maka kedua koloid

tersebut akan terkoagulasi. Hal itu disebabkan kedua koloid saling menetralkan sehingga terjadi gumpalan. Contoh, campuran koloid Fe(OH)3 dengan koloid As2S3 . Selain koagulasi yang disebabkan adanya pelucutan muatan koloid, seperti di atas, ada lagi proses koagulasi dengan cara mekanik, yaitu melakukan pemanasan dan pengadukan terhadap suatu koloid. Contohnya, pembuatan lem kanji, sol kanji dipanaskan sampai membentuk gumpalan yang disebut 1em kanji. Di bawah ini beberapa contoh koagulasi dalam industri: 

Pembentukan delta di muara sungai.

Hal ini terjadi karena koloid tanah liat akan terkoagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut. 

Penggumpalan lateks (koloid karet) dengan cara menambahkan asam



asetat ke dalam lateks. Sol tanah liat (berbentuk lumpur) dalam air, yang membuat air menjadi keruh, akan menggumpal jika ditambahkan tawas. Ion Al3+ akan menggumpalkan koloid tanah liat yang bermuatan negatif.

6. Koloid Liofil dan Koloid Liofob Adanya sifat absorpsi dan zat terdispersi (dengan fase padat) terhadap mediumnya (dengan fase cair), maka kita mengenal dua jenis sol, yaitu sol liofil dan sal liofob. Sol liofil ialah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengabsorpsi molekul mediumnya. Sol liofob ialah sol yang zat terdispersinya tidak menarik dan tidak mengabsorpsi molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai medium, maka kedua jenis koloid tersebut adalah sol hidrofil dan sot hidrofob. Contoh koloid hidrofil adalah kanji, protein, sabun, agar-agar, detergen, dan gelatin. Contoh koloid hidrofob adalah sol-sol sulfida, sol-sol logam, sol belerang, dan sol Fe(OH)3 . Sol liofil lebih kental daripada mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob. Untuk menggumpalkan koloid liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab selubung molekul-molekul cairan yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan mediumnya, pada koloid liofil, dapat kita lakukan dengan cara pengendapan atau penguraian. Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi. Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel . Koloid liofob mempunyai sifat yang berlawanan dengan koloid liofil. 7. Dialisis Untuk menghilangkan ion-ion pengganggu kestabilan koloid pada proses pembuatan koloid, dilakukan penyaringan ion-ion tersebut dengan menggunakan membran semipermeabel . Proses penghilangan ion-ion pengganggu dengan cara menyaring menggunakan membran/selaput semipermeabel disebut dialisis .

Proses dialisis tersebut adalah sebagai berikut. Koloid dimasukkan ke dalam sebuah kantong yang terbuat dari selaput semipermeabel. Selaput ini hanya dapat melewatkan molekul-molekul air dan ion-ion, sedangkan partikel koloid tidak dapat lewat. Jika kantong berisi koloid tersebut dimasukkan ke dalam sebuah tempat berisi air yang mengalir, maka ion-ion pengganggu akan menembus selaput bersama-sama dengan air. Prinsip dialisis ini digunakan dalam proses pencucian darah orang yang ginjalnya (alat dialisis darah dalam tubuh) tidak berfungsi lagi. 8. Koloid Pelindung Untuk sistem koloid yang kurang stabil, perlu kita tambahkan suatu koloid yang dapat melindungi koloid tersebut agar tidak terkoagulasi. Koloid pelindung ini akan membungkus atau membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang dilindungi. Koloid pelindung ini sering digunakan pada sistem koloid tinta, cat, es krim, dan sebagainya; agar partikel-partikel koloidnya tidak menggumpal. Koloid pelindung yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi disebut emulgator (zat pengemulsi). Contohnya, susu yang merupakan emulsi lemak dalam air, emulgatornya adalah kasein (suatu protein yang dikandung air susu). Sabun dan detergen juga termasuk koloid pehindung dari emulsi antara minyak dengan air. 2.3 Cara pembuatan Koloid 1. Cara Kondensasi Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat diliakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut. 

Reaksi Redoks Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Contoh : pembuatan sol belerang dari reaksi kimia antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO 2), yaitu dengan mengalirkan gas H 2S kedalam larutan SO2.

2H2S + SO2.2H2O + 3S (koloid) Misalnya: - Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya dengan melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organik formaldehida HCOH; 2AuCl3 (aq) + HCOH(aq) + 3H2O → 2Au(s) + HCOOH(aq) + 6HCl(aq) - Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan mengalirnya gas H2S: 2H2S(g) + SO2 (aq) 3S(s) + 2H2O(l) 

Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Contoh : pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3. FeCl3 + 3H2O → Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Misalnya: - Sol Fe(OH)3 dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan memanaskan larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih; FeCl3 (aq) + 3H2O(l) → Fe(OH) 3 (koloid) + 3HCl(aq) (Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+) - Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih; AlCl3 (aq) + 3H2O(l) → Al(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)



Dekomposisi Rangkap Sol AscS3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H 3AsO3 dengan larutan H2S 2H3AsO3 + 3H2S → As2S3 (koloid) + 6H2O

Misalnya: - Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang. As2O3 (aq) + 3H2S(g) → As2O3 (koloid) + 3H2O(l) (Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S 2) - Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer AgNO3 (ag) + HCl(aq) → AgCl (koloid) + HNO3 (aq) 

Penambahan (percikan) pelarut yang sukar larut Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel. Penggantian Pelarut Cara ini dilakukan dengan mengganti medium pendispersi sehingga fasa terdispersi yang semulal arut setelah diganti pelarutanya menjadi berukuran koloid. Misalnya; untuk membuat sol belerang yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam alkohol seperti etanol dengan medium pendispersi air, belarang harus terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol sampai jenuh. Baru kemudian larutan belerang dalam etanol tersebut ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Sehingga belerang akan menggumpal menjadi pertikel koloid dikarenakan penurunan kelarutan belerang dalam air. Sebaliknya, kalsium asetat yang sukar larut dalam etanol, mula-mula dilarutkan terlebih dahulu dalam air, kemudianbaru dalam larutan tersebut ditambahkan etanol maka terjadi kondensasi dan terbentuklah koloid kalsium asetat.

2. Cara Dispersi Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).

Prinsip : Partikel Besar —————> Partikel Koloid Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia: 

Cara Mekanik Menurut cara ini butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi. Contoh : sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air . Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan untuk cara ini biasa disebut penggilingan koloid, yang biasa digunakan dalam: - industri makanan untuk membuat jus buah, selai, krim, es krim,dsb. - Industri kimia rumah tangga untuk membuat pasta gigi, semir sepatu, deterjen, dsb. - Industri kimia untuk membuat pelumas padat, cat dan zat pewarna. - Industri-industri lainnya seperti industri plastik, farmasi, tekstil, dan kertas. Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.



Cara Busur Bredik Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang

dicelupkan dalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi cara busur ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi. Cara busur Bredig ini biasanya digunakan untuk membuat sol-sol logam, sperti Ag, Au, dan Pt. Dalam cara ini, logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel kolid akan digunakan sebagai elektrode. Kemudian kedua logam dicelupkan ke dalam medium pendispersinya (air suling dingin) sampai kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian, kedua elektrode akan diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap, uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin, sehingga hasil kondensasi tersebut berupa pertikel-pertikel kolid. Karena logam diubah jadi partikel kolid dengan proses uap logam, maka metode ini dikategorikan sebagai metode dispersi. 

Cara Peptisasi Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Istilah peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi, yaitu proses pemecahan protein (polipeptida) yang dikatalisis oleh enzim peptin. Contoh : agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi oleh H 2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3. Cara peptisasi adalah pembuatan koloid / sistem koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan / proses pendispersi endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemecah tersebut dapat berupa elektrolit khususnya yang mengandung ion sejenis ataupun pelarut tertentu.

Contoh: - Agar-agar dipeptisasi oleh air; karet oleh bensin. - Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3. - Sol Fe(OH)3 diperoleh dengan mengaduk endapan Fe(OH)3 yang baru terbentuk dengan sedikit FeCl3. Sol Fe(OH)3 kemudian dikelilingi Fe3+sehingga bermuatan positif - Beberapa zat mudah terdispersi dalam pelarut tertentu dan membnetuk sistem kolid. Contohnya; gelatin dalam air. Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi system koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+ tersebut.

Sehingga,

endapan

menjadi

bermuatan

positif

dan

memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid. Beberapa contoh lain : - Sol NiS dibuat dengan penambahan H 2S kedalam endapan NiS - Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl - Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan Al(OH)3 2.4 Jenis jenis koloid Sistem dispersi koloid dapat terjadi dari dispersi zat padat, zat cair, atau zat gas ke dalam zat pendispersi dalam fase padat, cair, atau gas. Gas yang terdispersi dalam gas tidak disebut koloid karena selalu bersifat homogen (menghasilkan larutan, bukan koloid). Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi dan fase pendispersinya. No

Fase

Medium

Nama

Contoh

Terdispersi Padat Padat Padat Cair Cair Cair Gas Gas

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 2.5

Penerapan

Pendispersi Padat Cair Gas Gas Cair Padat Cair Padat

Konsep

Koloid Sol padat Sol Aerosol padat Aerosol cair Emulsi Emulsi padat Buih/busa Buih padat

Sistem

Koloid

Gelas berwarna, intan hitam Sol emas, sol belerang, tinta, cat Asap (smoke), debu Kabut (fog), awan, embun Susu, santan, minyak ikan Jelly, mutiara, keju, mentega, nasi Buih sabun, krim kocok, pasta Karet busa, batu apung, styrofoam

Dalam

Dunia

Industri

Koloid merupakan satu-satunya bentuk campuran bukan larutan yang komposisinya (susunannya) merata dan stabil (tidak memisah jika didiamkan). Dari contoh-contoh koloid yang telah disebutkan, kita dapat melihat kecenderungan industri membuat produknya dalam bentuk koloid. Misalnya, industri kosmetik, industri makanan, industri farmasi, dan lain-lain. Mengapa harus koloid? Hal ini dilakukan karena koloid merupakan satu-satunya cara untuk menyajikan suatu campuran dari zat-zat yang tidak saling melarutkan secara "homogen" dan stabil (pada tingkat mikroskopis). Cat, sebagai contoh, mengandung pigmen yang tidak larut dalam air atau medium cat, tetapi dengan sistem koloid dapat dibuat suatu campuran yang "homogen" (merata) dan stabil. Koloid juga sangat diperlukan dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas, karet, lem, semen, tinta, kulit, film foto, bumbu selada, mentega, keju, makanan, kosmetika, pelumas, sabun, obat semprot insektisida, detergen, selai, gel, perekat, dan

sejumlah

besar

produk-produk

industri

lainnya.

Berbagai jenis sistem koloid diterapkan di dalam dunia industri, yaitu sebagai berikut:

1. Industri Kosmetik Bahan kosmetika seperti foundation, finishing cream dan deodorant berbentuk koloid dan umumnya sebagai emulsi. Emulsi adalah suatu system koloid di mana zat terdispersi dan medium pendispersi sama-sama merupakan cairan. Agar terjadi suatu campuran koloid,

harus ditambahkan zat pengemulsi (emulgator). Susu merupakan emulsi lemak dalam air, dengan kasein sebagai emulgatornya. Obat-obatan yang tidak larut dalam air banyak yang dibuat dan dipanaskan dalam bentuk emulsi. Contohnya emulsi minyak ikan. Emulsi yang dalam bentuk semipadat disebut krim. 2 . Industri Tekstil Pada proses pencelupan bahan (untuk pewarnaan) yang kurang baik daya serapnya terhadap zat warna dapat menggunakan zat warna koloid karena memiliki daya serap yang tinggi sehingga melekat pada tekstil. 3.

Industri sabun dan deterjen Sabun dan deterjen merupakan emulgator untuk membentuk emulsi antara

kotoran (minyak) dengan air. 4.

Cotrell panrik industri Untuk mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh pabrik-pabrik,

digunakan suatu alat yang disebut cotrell. Alat ini berfungsi untuk menyerap partikel-partikel koloid yang terdapat dalam gas buangan yang keluar dari cerobong asap pabrik. 5.

Penjernihan air Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid

tanah liat, lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al2(SO4)3). Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi. Berikut ini adalah skema proses penjernihan air secara lengkap. 6.

Pemutihan Gula Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula

ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-

partikel koloid tersebut mengadsorpsi zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih. BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sistem koloid adalah merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar. Macam-macam sistem koloid : Aerosol, sol, buih, emulsi dan gel. Sifat-sifat sistem koloid : Efek Tyndall, Gerak Brown, muatan listrik, kestabilan koloid, koloid liofil dan liofod. Pembuatan sistem koloid dibedakan menjadi 2 yaitu dengan cara kondensi dan dispepersi. Komponen penyusun koloid dibedakan menjadi 2 yaitu fase kontinyu dan fase diskontinyu. Bentuk- bentuk sistem koloid antara lain bulatan, batang, serat dam piringan. Kegunaan sistem koloid dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam bidang industri, makanan, kosmetik, obat-obatan dan sebagainya. 3.2Saran Dalam kehidupan sehari-hari koloid sangat bermanfaat bagi kita. Khususnya dalam bidang kosmetik. Akan tetapi banyak jenis kosmetik yang berbahaya bagi kesehatan karena mengandung zat kimia yang berbahaya. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam memilih dan menggunakan kosmetik.

TEKNOLOGI EMULSI II. 1. Pengertian Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedang menurut Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfactan yang cocok. Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989). Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu

emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000). Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995). Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995). Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995). Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase

eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989). Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran: a.Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/W b.Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O II. 2. Teori Lapisan Adsorbsi dan Tegangan Permukaan Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda (Ansel, 1989): 1. Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension) Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)). Daya kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air dan udara) akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan gaya kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun. 2. Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:  Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air  ipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil &

lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator mudah larut dalam air & sebaliknya) 3. Teori Interpelasi film Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akan tegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum,emulgator harus: a.

Dapat

membentuk

lapisan

film

yang

kuat

tapi

lunak

b. Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse c. Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera. 4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap) Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel shg terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara berikut: a.Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel b.Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya c.Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya. Adapun macam-macam emulgator yang digunakan adalah: a. Emulgator alam (tumbuhan, hewan, tanah mineral) : diperoleh dari alam tanpa melalui proses). Contoh : Gom arap, tragacanth, agar-agar, chondrus, pectin, metil selulosa, CMC, kuning telur, adep lanae, magnesium, aluminium silikat, veegum, bentonit. b. Emulgator buatan : dibuat secara sintetiks. Contoh : Sabun; Tween 20, 40, 60, 80; Span 20, 40, 80 Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan a. Dengan Mortir dan stamper Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil b. Botol Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol pengocokan dilakukan terputus-putus utk memberi

kesempatan emulgator utk bekerja c. Dengan Mixer Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedlm ruangan yang didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi. d.Dengan Homogenizer Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, shg partikel akan mempunyai ukuran yang sama Cara membedakan tipe emulsi a. Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O dapat diencerkan dengan minyak b. Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III c. Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi karena fase internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar dlm emulsimis : air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat refelsibel. d. Konductifitas Elektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian sebaliknya. II. 3. Teori Polar dan Non Polar Emulsifier merupakan “surfactant” yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “M/A”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalamminyak dan diberi tanda sebagai emulsi “A/M”. Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :

a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil) Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 10 - 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air. Pada fase ini bersifat non polar maka molekul – molekul emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu. b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water) Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 - 41% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci. Pada fase ini bersifat polar maka molekul – molekul emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh air dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu. Dalam formula pembuatan emulsi terdapat dua zat yang tidak bercampur yang mempunyai fase minyak dalam air atau air dalam minyak, biasanya yang stabilitasnya dipertahankan dengan emulgator atau zat pengelmusi. Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan antarmuka antar fase, sehingga

meningkatkan

proses

emulsifikasi

selama

pencampuran.

Penggunaan emulgator biasanya diperlukan 5% – 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004). Cara Pembuatan Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi : a) Metode gom basah (Anief, 2000) Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa. Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan. b) Metode gom kering Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik. c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance) Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6. Hidrophilic – Lipophilic Balance yang disingkat dengan HLB menggambarkan rasio berat gugus hidrofilik dan lipofililik didalam molekul emulsifier. Niai HLB suatu emulsifier dapat ditentukan dengan

salah satu metode titrasi, membandingkan struktur kimia molekul, mencari korelasi dengan nilai tegangan permukaan struktur kimia molekul, mencari korelasi dengan nilai tegangan permukaan dan tegangan interfasial, koefisien pengolesan, daya larut zat warna, konstanta dielektrika dan dengan teknik kromatografi gas – cairan. Contoh beberapa jenis emulsifier Nama

Nama Kimia

HLB

IF

Umum GMS BGMO Span 60 Span 80 Tween 60

Glycerol monostearater Glycerolmonooleat Sorbitan monostearate Sorbitan monooleat Polyoxyethylene

3.8 2.8 4.7 4.3 14.9

5.52 5.09 5.64 5.02 5.42

monostresrate Tween 80 Polyoxyethylene monooleleate 15 2.24 HLB adalah nomor yang diberikan bagi tiap-tiap surfaktan. Daftar di bawah ini menunjukkan hubungan nilai HLB dengan bermacam-macam tipe system: Nilai HLB

Tipe system

3–6

A/M emulgator

7–9

Zat pembasah (wetting agent)

8 – 18

M/A emulgator

13 – 15

Zat pembersih (detergent)

15 – 18

Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil. Untuk mencegah suatu emulsi yang stabil, biasanya dibutuhkan campuran dua atau lebih emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaan hidrofilik dan lipofilik. II. 4. Sifat – Sifat Fisik Emulsi 1. Penampakan

Penampakan emulasi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran pertikel emusi dan perbedaan indeksbias antara fase terdispersidan medium terdispersi. Pada prinsipnya emulsi yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias kedua fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya sehingga terjadi refraksi. 2. Viskositas Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis serta konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunkan. Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi viskositas emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partiker suatu emulsi, maka semakin tinggi viskositasnya dan makian tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan. 3. Dispersibilitas dan Daya Emulsi Dispersibilitas atay daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air, sebaliknya bila medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak. 4. Ukuran Partikel Emulsi Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis dan total energy yang diperlukan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase terdispersi dan medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama penyimpanan.

II. 5. Metode Pembekuan Emulsi Pada dasarnya siat-sifat emulsi yang kita buat bergantung pada beberapa faktor, yaitu 1. komposisi bahan yang digunakan, 2. jenis bahan yang menjadi medium dispersi,

3. jenis dan jumlah emulsifier, prosedur dan kondisi pengolahan serta macam-macam peralatan yang digunakan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kedua yang terakhir merupakan faktor yang terpenting yang harus diawasi. 1. Penentuan Medium Dispersi Sifat-sifat medium dispersi pada umumnya akan menjadi sifat-sifat emulsi. Jika emulsi yang diinginkan dapat larut dalam air, mudah mengering, dapat meresap pada bahan-bahan yang terbuat dari selulosa, seperti kertas dan serat tekstil, serta mempunyai sifat-sifat sama dengan air, maka medium dispersinya haruslah air. Jika sifat-sifat yang diinginkan adalah sebaliknya, maka medium dispersinya haruslah minyak atau pelarut minyak. Pada umumnya lebih mudah membuat emulsi yang stabil dalam jangka waktu lama bila tipenya minyak dalam air dibandingkan dengan bila tipenya air dalam minyak. Pada pembuatan emulsi , tipe emulsi apa yang akan terbentuk tergantung pada perbandingan air dan minyak, jenis bahan yang terdapat pada kedua fase dan nilai HLB emulsifier yang digunakan. Dari ketiga faktor tersebut, dua faktor yang terakhir merupakan faktor-faktor penting yang harus diawasi. 2. Pemilihan Jenis Bahan Jenis dan jumlah masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat emulsi bergantung pada tujuan penggunaannya. Pada dasarnya bahan-bahan digunakan untuk membuat emulsi dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan hidrofilik, lipofilik, dan emusifier. Bahan Lipofilik terdiri dari minyak, lemak, lilin, pelarut non polar, bahan-bahan yang larut lemak (zat warna, obat-obatan, pestisida dan lain-lain) serta emulsifier yang mudah larut dalam lemak. Pada banyak kejadian bahan lipofilik yang akan digunakan harus dipanaskan dahulu supaya cair atau larut bersama-sama dengan bahan bahan lain. Bila hal itu dilakukan, suhunya harus cukup tinggi untuk menjamin tidak adanya pemisahan bahan-bahan atau kristalisasi (± 5-10°C diatas titik cair dari bahan yang mempunyai titik cair tertinggi).

Pemilihan jenis bahan dan jumlah yang digunakan tergantung pada tujuan penggunaan emulsi dan sifat-sifat emulsi yang diinginkan, Kecuali untuk bahan-bahan aktif, bahan-bahan yang akan digunakan biasanya diseleksi menurut sifat-sifatnya, seperti mudah tidaknya bahan tersebut menghasilkan emulsi yang stabil. Sebagai contoh minyak nabati biasanya sulit mengemulsi dibandingkan dengan minyak mineral dan pelarut non polar yang mengandung klor lebih sulit mengemulsi dari pada hanya mengandung hidrokarbon biasa. Karena masalah pembuatan emulsi lebih kompleks (serta penyimpanan dan transportasinya) dibandingkan dengan pembuatan larutan, maka cara pembuatan terbaik adalah memilih bahan-bahan dasar yang mudah diemulsifikasi bila hal tersebut memungkinkan. Bahan Hidrofilik yang biasa digunakan didalam emulsi adalah air, garam-garam, pelarut polar, bahan-bahan yang larut dalam air (zat warna, obatobatan, pestisida, dll) serta emulsifier yang mudah larut dalam air. Pada waktu pembuatan emulsi, bila bahan lipofilik dipanaskan, maka lebih baik memanaskan bahan hidrofilik 2-3 °C diatas suhu bahan lipofilik dengan tujuan mencegah pendinginan dan kristalisasi. Bila didalam formula suatu emulsi minyak dalam air terdapat garam atau asam, maka ada baiknya bahan hidrofiliknya dibagi menjadi dua bagian, bagian yang terakhir cukup sedikit saja untuk melarutkan garam atau asam dan ditambahkan setelah emulsi primer yang baik terbentuk. Emulsifier merupakan suatu langkah maju didalam bidang teknologi pembuatan

emulsi

dengan

menggunakan

teori

HLB

dalam

proses

pemilihannya. Sistem ini diciptakan berdasarkan beberapa percobaan empiris dan merupakan perbaikan dari pernyataan yang menyatakan bahwa untuk membuat emulsi minyak didalam air lebih baik menggunakan emulsifier yang larut air dan demikian sebaliknya. Peneratan teori ini didalam proses pembuatan emulsi ternyata dapat mengeliminir sebagian besar dari jumlah percobaan yang seharusnya dibuat. II. 6. Proses Pembuatan Emulsi

Proses pembuatan emulsi dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, namun prinsipnya proses tersebut melibatkan dua hal pokok, yaitu penurunan tegangan permukaan oleh emulsifier dan input energi mekanis. Pada umumnya kalau terjadi penurunan tekagangan permukaan , maka pembentukan emulsi akan lebih mudah terjadi sehingga input energi mekanis yang dibutuhkan semakin berkurang. Demikian sebaliknya, bila jumlah emulsifier yang ditambahkan hanya sedikit, maka untuk membentuk emulsi yang stabil diperlukan lebih banyak input energi mekanis 1. Pengolahan Skala Laboratorium Pengolahan skala labolatorium patut mendapat perhatian karena sering menemui kesulitan, terutama dalam usaha meniru teknik pengolahan skala pabrik. Sebagai contoh, proses pembuatan emulsi yang agak kental dengan peralatan skala labolatorium sebenarnya membutuhkan input energi yang sangat tinggi per satuan volume emulsi. Bila proses pembuatan emulsi tersebut menggunakan “waring lendor”, maka sebagian dari energi yang diberikan akan dipakai untuk mendisfersikan sejumlah besar udara kedalam sistem emulsi. Karena itu peralatan emulsi di labolatorium sering tidak memberikan hasil yang sama dengan pengolahan di pabrik. 2. Pengolahan Skala Pabrik Jiak proses pembuatan emulsi pada skala labolatorium telah dikerjakan mendekati sama dengan keadaan pabrik, maka nantinya hanya akan terdapat masalah-masalah biasa yang pada banyak kejadian dapat dipecahkan dengan mudah. Dengan dasar pembuatan di labolatorium, maka penetapan suatu prosedur pembuatan emulsi pada skala pabrik akan lebih mantap. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa sering kali perbedaan kecil didalam prosedur dapat menyebabkan produk akhir yang berbeda total. II. 7. Peralatan Emulsifikasi Pemilihan perlatan emulsifikasi biasanya tergantung pada pengunaaan emuliny, sebagai contoh, untuk membuat emulsi insektisida di lapangan tidak

dibutuhkn peralatan yang rumi. Sedangkan untuk membuat emulsi di pabrik dibutuhkan peralatan yang dapat bekerja ekonomis. Tujuan penggunaan peralatan emulsifikasi,baik yang sederhana maupun yang kompleks,adalah untuk memecah atau mendispersikan fase terdispersi didalam medium disperse,sehingga ukuran partikel dari emulsifikasi yang terbentuk cukup kecil untuk menahan penggumpalan yang berakibat pada pecahnya emulsi.faktor-faktor utama yang dipakai sebagai bahan yang pertimbangan dalam pemilihan peralatan emulsifikasi adalah viskositas emulsi pada berbagai tahap pembuatan,jumlah input energi mekanis yang dibutuhkan dan kebutuhan akan alat penukar panas.pembuatan emulsi sanagat dipengaruhi oleh tipe pengadukan Peralatan utama yang umum digunakan untuk emulsifikasi di dalam industri pangan adalah berbagai tipe mixer, homogenizer bertekanan (pressure homogenizer), gilingan koloid (colloid mill) dan peralatan ultrasonic (ultrasonic device) a. Mixer Mixer dengan pengaduk yang berkecepatan rendah mempunyai daya mencampur yang rendah dan hanya menimbulkan sedikit putaran. Penggunaannya didalam proses emulsifikasi dibatasi oleh bahn-bahan yang mempunyai viskositas yang tinggi, pada beberapa jenis bahan, gerak pengaduk ini menyebabkan massa bahan mengembang dan memudahkan emulsifikasi. Mixer digunakan di dalam industri terdapat dalam berbagai kapasitas, mulai dari yang lebih kecil satu liter sampai yang berukuran beberapa meter kubik. Pada gambar dapat dilihat suatu pengaduk sederhana yang berputar didalam suatu tabung silinder besar. Selama pengadukan cairan ikut berputar mengikuti suatu garis edar yang besar dan sedikit vertical.proses pencampuran akan berlangsung dengan efisien bila ada gerak liran lateral dan vertical yang mendistribusikan bahan-bahan secara cepat keseluruh bagian tangki . Agar pengadukan berlangsung efisien, maka pada tangki biasanya dipasang piring-piring penghalang (baffles) yang berfungsi mencegah cairn naik(gambar 6-3). Pada mixer yang menggunakan pengaduk berbentuk propeller,

cairan didorong naik turun menjadi turbulen.sebagai akibatnya pengadukan berlangsung lebih efisien. Pengauk berbetuk propeller umumnya digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah sampai sedang. Bila emulsifier yang digunakan cukup dan proses pengadukan dilakukan sebagaimana mestinya, maka emulsi yang terbentuk akan mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan homogenizer atau gilingan koloid. Mixer yang mempunyai pengaduk turbi umumnya mempunyai kecepatan yang lebih tinggi gaya sentrifugal yang terbentuk akan mendorong cairan kesegala arah sehingga proses pencampurannya berlangsung efisien (gambar 6-4). Mixer ini dapat digunakan untuk mengemulsikan cairan yang mempunyai viskositas agak tinggi serta dapat digunakan untuk membuat adonan kue, membuat mentega da margarine.partikel emulsi yang terbentuk umumnya mempunyai diameter kirakira 5 µ. b. Gilingan koloid Gilingan koloid sebenarnya merupakan suatu modifikasi dari turbi, namun pada kasus ini jarak antara rotor dan stator hanya beberapa per seribu inchi saja (gambar 6-5) . dengan jarak yang kecil ini, maka gaya gesekan yang besar dapat terjadi. Sebagian besar gaya gesekan ini akan hilang menjadi panas, sehingga temperatr bahan akan meningka dengan sangat besar, karena gilingan koloid selalu dilengkapi dengan unit pendingin khusus. Pada

umumnya

gilingan

koloid

lebih

cocok

digunakan

untuk

mengemulsikan bahan-bahan yang mempunyai viskositas tinggi dibandingkan dengan homogenizer bertekanan. Bahan yang masuk dapat berupa cairan atau asta dan laju pengeluarannya berbanding terbalik dengan viskositasnya,emulsi yang dihasilkan oleh gilingan koloid mempunyai ukuran partkel yang xeragam,dan ukurannya tergantung pada jarak rotor dan statornya. Pada umumnya diameter ukuran partikel tersebut berkisar antara 1-2 mikron c. Homogenizer Homogenizer adalah sejenis alat yang digunakan untuk mendispersikan suatu cairan didalam cairan lainnya,alat ini cocok digunakan untu membuat emulsi dengan kestabiilan tinggi, Karena dapat menghasilkan emulsi yang

berukuran partikel lebih kecil dari satu micron serta seragam. Didalam industri pangan,homogenizer banyak digunakan untuk mereduksi ukuran globula lemak didalam susu segar system emulsinya lebih stabil. Homogenizer yang digunakan di dalam industri tersebut terdapat didalam banyak model dan kapasitas.perbedaan model tersebut terdapat dalam banyak model dan kapasitas. Perbedaan model tersebut umumnya terletak pada konstrukis lubang dan alat pengatur pengeluaranya . Didalam homogenizer, pada prinsipnya cairan yang akan diemulsikan dipaksa melewati suatu lubang sempit diantara lubang tetap dan suatu batang yang dapat digerak-gerakan. Luas lubang dapat diperkecil dengan menekan batn ke dalam lubang dengan bantuan sekrup pengatur.batang dan kumpulan lubanglubang tersebut dibuat dari baja ynag sangat kut agar dapat menahan gesekan dari laju bahan yang sangat tinggi. Emulsifikasi terjaid pada saat bahan melewati lubang dan ketika bahan bergesekan dengan dinding yng mengelilingi batang. Disamping itu pegas yang terletak diatas batang dapat menghasilkan getaran mekanis yang berfrekuensi tinggi,sehingga dapat membuat cairan terdispersi (seperti metode ultrasonik).pada gambar 6-6 dapat dilihat salah satu model homogenzer yang banyak digunakan didalam industri. Pada homogeizer model ini,cairan yang akan diemulsikan dipaksa melalui lubang-lubang yang berukuran 10-4 cm2 dengan gaya yang berkisar antara 500-5000 psi. Dibandingkan dengan gilingan koloid, homogenizer dapat menghasilkan partikel yang berukuran lebih kecil tetapi tidak seragam. Perbedaan lainnya adalah kenaikan temperature pada saat homogenisasi cukup rendah,yakni berkisar antara 10-300F walaupun pada kejadian tertentu kenaikan temperature tersebut dapat mencapai 50-900F,yakni tergantung pada tipe pompa yang digunakan menekan cairan. Pada umumnya pompa dengan system piston menyebabkan kenaikan temperature yang lebih rendah dengan pompa yang bergerigi. Homogenizer dapat digunakan untuk mendispersikan cairan maupun pasta,karena tekanan pemasukannya tinggi maka viskositas dispersinya hanya mempunyai pengruh yang kecil terhadap laju pengeluarannya. Bila cairan atau

pasta yang dimasukan telah dicampur dahulu, maka setelah homogenisasi akan dihasilkan suatu emulsi yang halus dengan partikel berukuran 0,1-0,2 mikron d. Peralatan Ultrasonik hasil pengembangan terakhir dibidang peralatan emulsi adalah peralatan ultrasonic. Peralatan ini cocok untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas rendah,tetapi alat ini dapat juga digunakan untuk membuat emulsi yang mempunyai viskositas tinggi sampai yng berbentuk pasta. Gelombang ultrasonic dapat dihasilkan dengan tiga macam system,yaitu system mekanis,system yang menggunakan “magnetostrictive oscillator” dan system yang menggunakan “perzoelectrical oscillator” .dua system yang terakhir tidak umum digunakan untuk keperluan emulsifikasi, kecuali didalam proses pencucian dimana emulsifikasi ikut mengambil bagian, generator mekanis lebih banyak digunakan didalam industri pangan untuk keperluan emulsifikasi. Bentuk

generator

mekanis

yang

digunakan

untuk

menghasilkan

gelombang ultrasonic bagi keperluan emulsifikasi bahan pangan adalah “weige resonator” Prinsip dari alat ini yaitu suatu pisau dengan bentuk mata runcing ditempatkan didepan mulut sebuah pipa. Cairan dipompa melalui pipa dan pancarannya menimpa mata pisau sehingga terjadilah getaran. Pisau tersebut secara normal terjepit pada satu atau lebih titik dan berensonansi pada frekuensi yang menghasikan gelombang ultrasonic didalam cairan.intentitasnya tidak terlalu besar tetapi cukup ,dan dekatdengan pisau terjadi rongga didalam cairan yang menyebabkan terjadi emulsifikasi. Cairan disuplai secara normal ke mulut pipa oleh sebuah pompa tipe bergerigi yang getaran biasanya berkisar 50-200 psi. frekuensi getaran biasanya berkisar 8-30 Khz dan ukuran partikel fase terdispersinya sekitar 1-2 mikron . peralatan ultrasonikyang dirancang untuk industri terdiri dari kerangka,penyemrot yang dapat diatur,penyemrot yang dipasang pisau penggetar dan bel rensonan. II. 8. Kestabilan Emulsi

emusi dapat diklasifikasikan menurut kestabilannya, pertamq adalah “emulsi temporer””,yaiitu emulsi yang memerlukan pengocokan yang kuat sebelumb digunakan. Contohnya adalah “French dressing” yang terbuat dari minyak, cuka dan bumbu kering, emulsi temporer biasanya mempunyai viskositas yang rendah. Kedua adalah “emulsi semipermanen”,yaitu emulsi yang mempunyai viskositas kentalseperti krim, contohnya adalah “salad dressing” yang mengandung sirupp, madu”, condensed soup” atau stabilizer komersil seperti gum dan pectin.ketiga adalah “emulsi permanen” yaitu emulsi yang mempunyai viskositas tinggi. Viskositas yang tinggi ini akan memperlambat penggumpalan fase terdispersi Selama suatu emulsi disimpan dapat terjadi perubahan-perubahan fisik didalam butiran-butiran terdispersinya yang berakibat pada penurunan mutu. Perubahan stabilitas dapat terjadi melalui proses creaming,flocculation dan coalescence -creaming meliputi flotais atau sedimentsi butir-butir teremulsi akibat gaya gravitasi,yaitu pada akhirnya mengakibatkan system emulsi berubah menjadi dua lapisan emulsi. Yang satunya mempunyai fase terdispersi dengan konsentrasi yang tinggi,sedangkan yang lainnya mempunyi fase terdispersi dengan konsentrasi yang rendah..pada creamin tidak terjadi pemecahan emulsi,tetapi bila creaming yang terjadi bil creaming yang terjadi diikuti dengan peningkatan ukuran partikel,maka proses tersebut dapat berakhir dengan pemecahan emulsi. Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer dan dengan syarat bahwa kedu fasenya mempunyai berat jenis yang berbeda dan medium pendispersinya adalah cairan yang mudah mengalir. Pada creaming,jika fase terdispersinya mempunyai berat jeis yang lebih besar dari medium dispersinya, maka creamnya akan kebawah,demikian juga sebalikya.laju creaming tergantung pada perbedaan berat jenis antara fase terdispersi dan medium dispersi, ukuran butiran dan viskositas medium dispersi. Laju creaming dapat dipercepat dengan cara sentrifugasi dan pengenceran fase kontinyu. Pada sentrifugasi hanya terjadi penekanan pengaruh perbedaan bert jenis kedua fase, sedangkan pada pengenceran fase kontinyu terjadi perubahan

rasio distribusi emulsifier didalam sistem emulsi dan juga mengakibatkan perubahan distribusi emulsifier pada interfase-nya -flocculation atau fkokulasi pengelompoka butiran-butiran menjadi gumpalan-gumpalan yang longgar dan tidak teratur. Pada flokulasi tidak terjadi penggabungan butiran-butiran yang kecil menjadi butiran-butiran yang lebih besar.pada umumnya butir-butir yang mengelompok dapat didispersikan kembali dengan pengadukan atau pengocokan,apabila gayagaya antara butiran-butirannya ( gaya van der walls) lemah. - coalescence ialah pengabungan butir-butir emulsi yng kecil menjaid butir-butir yang lebih besar. Proses ini tidak reversibel dan terjadi setelah flokulasi,yakni

apabila

lapisan

interfasial

emulsifiernya

pecah.

Coalescence adalah suatu proses thermodinamika yang terjadi secara spontan dan mempunyai peranan yang penting pada pemisahan kedua fase di dalam emulsi menjadi dua lapisan yang berbeda.laju coalescence dipengaruhi oleh daya tahan lapisan interfasial emulsifier terhadap gesekan atau tumbukan yang meningkat selama pengadukan atau pembekuan emulsi. Emulsi dapat dipecahkan dengan beberapa cara,yaitu : pemanasan, penambahan elektrolit,pengadukan mekanis dan sentrifugasi dengan kecepatan tinggi.pemanasan tidsk efektif untuk memecahkan emulsi tipe air dalam minyak da

penambahan

suatu

elektrolit

akan

merusak

kesetimbangan

antar

fase.pengadukan mekanis yang dapat merusak struktur molekul emulsifier atau merubah posisi molekul emulsifier yang sudah mapan pada lapisan interfasial sehingga memungkinkan terjadinya penggabungan kembali molekul-molekul fase yang sejenis. Sedanglan sentrifugasi berkecepatan tinggi akan menyebabkan fase yang mempunyai berat jenis lebih rendah mengapung sehingga membentui lapisan krim dipermukaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi adalah sebagai berikut : 

Perbedaan berat jenis antara kedua fase. Perbedaan yang minimum adalah yang baik.



Kohesi fase terdispersi,sifat kohesi yang minimum adalah yang baik



Persentase padatan didalam emulsi.persentase fase terdispersi yang rendah adalah yang baik



Temperatur luar yang ekstrim. Temperatur luar yang tinggi atau rendah adalah kurang baik



Ukuran butiran fase terdispersi. Makin kecil ukurannya makin baik



Viskositas fase kontinyu. Viskositas yang tinggi adalh yang baik



Muatan fase terdispersi. Muatan yang sama dan seragam adalh yang baik



Distribusi ukuran butiran fase terdispersi. Ukuran yang kecil dan seragam adalah yang baik



Tegangan interfasial antara kedua fase. Makin rendah nilainya makin baik

Emulsi dapat distabilkan untuk mencegah creaming floculation dan coalescence dengan membuat suatu lapisan interfasial yang kuat disekeliling tiap-tiap butiran,menambah muatan listrik permukaan butiran-butiran dan meningkatkan viskositas fase kontinyu. II. 9. Aplikasi Emulsi Bahan Pangan YOGURT DAN TAHU SUSU 

Tahu susu Tahu susu terbuat dari susu. Tahu susu merupakan suatu massa atau

gumpalan yang diperoleh dari penggumpalan protein susu dimana sebagian dari kandungan

airnya

dikeluarkan.

Pembuatan

tahu

susu

lebih

sederhana

dibandingkan dengan tahu kedelai. Biasanya susu yang digunakan dalam pembuatan tahu susu ini adalah susu yang berkualitas kurang baik. Prinsip pembentukan tahu susu adalah dengan menggumpalkan protein susu, dilakukan antara lain dengan menambahkan asam ke dalam susu. Kasein pada susu akan terkoagulasi dan membentuk tahu apabila ditambahkan enzim proteolitik atau asam. Tahu yang terbentuk dapat menjadi lunak atau keras tergantung dari jumlah kasein dan kalsium yang terdapat di dalam susu. Kasein susu akan terkoagulasi pada titik isoelektriknya yaitu pada pH

4,6. Koagulasi ini akan menyebabkan gaya tolak menolak elektrostatik meningkat dan memecah misela-misela. 

Yogurt Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi

kemudian difermentasi dengan bakteri tertentu sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas. Pada pembuatan yogurt, susu yang dihomogenisasi akan membentuk gel tahu yang lebih cepat dengan konsisten yang lebih licin dan lunak dibandingkan dengan susu yang tidak dihomogenisasikan. Cara pembuatan yogurt adalah dengan mencampurkan 10,5% susu tanpa lemak, 7% lemak susu, 12% sukrosa dan 3% biakan campuran streptococcus lactis dan lactobacillus bulgaricus, selanjutnya diinkubasi pada suhu 43 °C selama 18 jam. Emulsifier atau stabilizer seperti gelatin akan memberikan hasil yang lebih baik tanpa menghambat proses pengasaman. KEJU Keju adalah produk yang dibuat dari tahu susu sapi atau hewan lainnya. Tahu tersebut diperoleh dengan mengkoagulasikan kasein susu denagn suatu enzim (biasanya rannin) atau asam (biasanya asam laktat). Tahapan pembuatan keju yaitu: 

koagulasi susu oleh rennet,



pemecahan dadih dan pengeluaran whey (pemanasan),



pengepresan dadih,



penggaraman dan



pemeraman. Proses homogenisasi susu hanya dilakukan pada pembuatan keju lunak

dengan maksud menyempurnakan daya olesannya serta mereduksi kehilangan lemak didalam whey pada waktu tahunya dipisahkan. Pada keju semi lunak dan keju keras tidak dilakukan homogenisasi susu hal ini dikarenakan homogenisasi dapat menyebabkan peningkatan luas permukaan lemak sehingga reaksi lipofilik selama proses pematangan akan meningkat dan mengakibatkan keju yang diperoleh mempunyai bau dan rasa yang kurang enak.

Pada pembuatan keju, penambahan emulsifier merupakan campuran garam-garam fosfat akan memberikan hasil yang lebih baik (tekstur dan penampilannya) terutama pada keju-keju yang tidak difermentasi seperti cottage cheese. MENTEGA Mentega merupakan emulsi air didalam minyak (w/o) dengan kandungan 20% dari berat lemak. Bahan baku untuk membuat mentega adalah lemak susu, biasanya dalam bentuk krim. Krim dipisahkan dari susu dan mengandung 30-35% lemak. Sebelum di proses lebih lanjut krim dipasteurisasi terlebih dahulu. Pengocokan dapat dilakukan dengan sistem batch atau sistem kontinyu yang menggunakan pengaduk mekanis dan dirancang untuk mengubah sistem emulsi alamiah di dalam air dan tiap-tiap globula tersebut dikelilingi oleh sutau membran fofpolipid yang mengandung lechitin. Pengocokan ini akam memecah membran sehingga globula-globula tersebut bertubrukan satu dengan yang lainnya, hasilnya globula tersebut berkumpul bersama dan membentuk granula mentega yang kecil, makin lama makin besar ukurannya dan akhirnya terpisah dari fase air krim. Fase air terpisah disebut buttermilk. Pada proses pengocokan terjadi pemecahan emulsi dan granula-granula akan terbentuk pada 50 °F. Pada titik ini pengadukan dihentikan dan buttermilk dikeluarkan dari wadah, keadaan emulsi sudah berubah. Massa buttermilk merupakan komponen utama dan merangkap 15% buttermilk didalamnya. Disini butterfat menjadi fase kontinyu dan sisa buttermilk yang sebagian besar terdiri dari air dengan terlarut laktosa, kasein dan padatan susu lainnya tersuspensi sebagai butiran-butiran di dalam massa lemak. Hal ini terjadi setelah proses pengocokan yang berlangsung 40 menit. Setelah itu massa mentega dicuci dengan air bersih untuk mengeluarkan sisa-sisa buttermilknya, kemudian sisa air pencuci dikeluarkan dan ditaburi garam. Kemudian diteruskan dengan menyeragamkan dispersi garam dan memecah butir-butir air sampai sekecil-kecilnnya. Penambahan garam sebanyak 2,5% dari produk akhir sudah cukup untuk membuat rasanya enak. Garam ini berfungsi sebagai bahan pengawet dan dapat mencegah pertumbuhan spora-spora bakteri, juga biasanya ditambahka Natrium

benzoat. Selain itu juga ditambahkan emulsifier seperti lechitin, monogeliserida atau kuning telur dengan tujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi. SALAD DRESSING Salad dressing atau salad krim merupakan suatu emulsi pangan yang mengandung 30-50% minyak, yang mempunyai bentuk hampir sama dengan mayonnaise, tetapi umunya mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah serta menggunakan pasta pati sebagai pengental. Sedangkan kuning telur, cuka dan bumbu-bumbu lain berfungsi sebagi emulsifier. Pada pembuatan salad dressing yang perlu diperhatikan pemanasan patinya, dengan tujuan untuk memperoleh derajat kekentalan yang diinginkan. Cuka ditambahkan pada pasta pati yang telah dimasak sebelumnya. Kemudian ditambahkan minyak, kuning telur dan bahanbahan lainnyasebelum dilakukan emulsifikasi dengan pengadukan. Lesitin dalam kuning telur akan berfungsi sebagai emulsifier dan gum tragacanth biasanya sebagai stabilizer.

Related Documents

Makalah Kimia
January 2021 0
Makalah Amorf Kimia Padatan
February 2021 1
Makalah Kimia Fisika.docx
January 2021 1
Kimia
February 2021 3
Dosimeter Kimia
January 2021 1

More Documents from "Ena Nurfalah R"