Makalah Konfre Bismillah 2003

  • Uploaded by: Luthfia Kusuma Wardani
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Konfre Bismillah 2003 as PDF for free.

More details

  • Words: 12,738
  • Pages: 72
Loading documents preview...
UNIVERSITAS INDONESIA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI GMFCS IV

Laporan Konferensi Kasus Disusun Oleh : KELOMPOK 3 Ade Amelia Indriayani

1406626614

Andriana Yuli Kurniawati

1406550232

Annisa Noviannie

1406550296

Eza Nelson

1406626324

Gita Cahya Ramadhani

1406550176

Luthfia Kusuma Wardani

1406626526

PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI BIDANG STUDI RUMPUN KESEHATAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI JAKARTA APRIL 2017

Universitas Indonesia | i

PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI RUMPUN KESEHATAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

LEMBAR PENGESAHAN Makalah konfrensi kasus dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Hemiplegi GMFCS IV” dan telah disetujui dan diterima Pembimbing Praktek Klinik Program Studi Fisioterapi Pediatri di RSCM untuk melengkapi tugas Praktek Klinik II Tahun 2017. Pada Hari

: Rabu

Tanggal

: 12 April 2017

Pembimbing

Sri Novia Fauza SST.FT

Universitas Indonesia | ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah konferensi kasus dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Hemiplegi GMFCS IV”. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek Klinik II Semester VI. Kami sebagai tim penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing praktek klinik di RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo, terutama pembimbing yang telah memberikan waktu untuk membimbing dan mendukung kami selama pembuatan makalah ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada orang tua, pasien dan teman-teman mahasiswa Fisioterapi Universitas Indonesia yang telah memberi bantuan baik material maupun spiritual karena tanpa bantuan mereka makalah ini tidak dapat selesai dengan baik. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah konferensi ini. Oleh sebab itu, penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menjadi sumber informasi dan bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekan-rekan fisioterapis pada khususnya.

Jakarta, April 2017 Tim Penulis

Kelompok 3

Universitas Indonesia | iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL

vii

BAB I PENDAHULUAN

8

A.

Latar Belakang.........................................................................................8

B.

Identifikasi Masalah..............................................................................10

C.

Tujuan Penulisan...................................................................................10

D.

Manfaat Penulisan.................................................................................11

E.

Metoda Penulisan...................................................................................11

F.

Sistematika Penulisan............................................................................12

BAB II KAJIAN TEORI

13

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK.......................................................13 B. KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY........................................................17 C. DEFENISI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI.......................20 D. EPIDEMIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI.............21 E. ETIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI.......................21 F. DIAGNOSA CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI.....................23 G. PATOFISIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI............24 H. MANIFESTASI KLINIS CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI. 26 I. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI...................27

Universitas Indonesia | iv

J. GROSS

MOTOR

FUNCTIONAL

CLASSIFICATION

SYSTEM

( GMFCS)..................................................................................................28 K.....PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI................................................................34 L......TEKNOLOGI FISIOTERAPI PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI..............................................................................................58 BAB III FORMULIR FISIOTERAPI65 A. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN (S)...............................65 B. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)............................65 C. PEMERIKSAAN (O)...............................................................................68 D. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG 71 E. IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS.................................................................................................72 F. DIAGNOSA FISIOTERAPI....................................................................73 G. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P).................................73 H. EVALUASI...............................................................................................76 BAB IV

80

PENUTUP

80

A. Kesimpulan..........................................................................................80 B. Saran.....................................................................................................80 DAFTAR PUSTAKA 81

Universitas Indonesia | v

Universitas Indonesia | vi

DAFTAR GAMBAR

Universitas Indonesia | vii

DAFTAR TABEL

Universitas Indonesia | viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2003 memperkirakan jumlah anak penyandang cacat di Indonesia sekitar 7-10% dari jumlah penduduk Indonesia. Sebagian besar anak penyandang cacat berada di masyarakat dalam pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga. Keadaan ini timbul karena bawaan lahir, proses persalinan ataupun didapat setelah lahir.Banyak jenis masalah tumbuh kembang yang timbul pada masa perkembangan anak, salah satunya yaitu Cerebral Palsy (CP).1 Angka kejadian penyandang CP, menurut studi kasus yang dilakukan para peneliti, terjadi pada 3,6 per 1000 anak atau sekitar 278 anak cerebral palsy dengan berat badan lahir <2500 gram. Untuk di Swedia dituliskan 36,4% tipe hemiplegi, 41.5% tipe diplegi, 7,3% tipe quadriplegi, 10% tipe athethoid, 5% tipe ataxic.2 Di Amerika Serikat, angka kejadian CP telah meningkat dalam 40 tahun terakhir. Diperkirakan dari sekitar 1.000 kelahiran, terdapat 4 anak yang menderita CP. Dari perbandingan 4:1.000 ini sekitar 20-30% menderita CP tipe spastik hemiplegia. Sebagai perbandingan, di negara India dari sekitar 1.000 kelahiran, terdapat 3 anak yang menderita CP dan sekitar 13,3% menderita CP tipe spastik hemiplegia. 2 Statistik di Indonesia melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia dikategorikan sebagai penyandang cacat dalam berbagai kategori, dan di antaranya ± 2 juta adalah anak. CP merupakan jenis cacat pada anak yang terbanyak dijumpai. Prevalensi penderita CP diperkiran sekitar 1-5 anak tiap 1.000 kelahiran hidup, dengan angka kejadian laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Belum ada referensi yang pasti untuk angka kejadian CP tipe spastik hemiplegi sendiri, namun laporan dari Yasasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan menunjukkan bahwa angka kejadian CP di Indonesia lebih didominasi oleh tipe spastik diplegi dan selanjutnya

Universitas Indonesia | 9

diikuti oleh CP tipe spastik hemiplegi dengan persentase sekitar 30% dari seluruh jumlah kejadian. Di Poliklinik Neurologi Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada Januari 2006-Juli 2008 didapatkan lima etiologi terbanyak penyebab global delay development yaitu 21,9% disgenesis cerebral, 11,9% cerebral palsy , 9,9% infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo virus dan Herpes simplex virus (TORCH), 7,3%

sindrom genetik, dan 4,6% kelainan

metabolic kongenital.3 Cerebral Palsy merupakan kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat dalam kandungan (prenatal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah proses kelahiran (postnatal). Cerebral Palsy dapat menyebabkan gangguan sikap (postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang bisaanya disertai gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum, dan kelainan mental (mental retardation).4 Cerebral Palsy Hemiplegi adalah CP yang mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ekstremitas atas dan bawah tetapi ekstremitas atas lebih berat. Ini terlihat pada 56% bayi normal dan 17% bayi premature. Pathogenesisnya adalah multifactorial. Gerakan volunteer dengan gangguan fungsi tangan lebih terpengaruh. Ibu jari yang menjepit, ekstensi wrist dan supinasi dari forearm lebih terpengaruh. Pada tungkai bawah, dorsifleksi dan eversi pada kaki sangat tampak. Ada peningkatan tonus fleksor dengan hemiparesis postur, fleksi pada elbow dan wrist, knee dan posisi kaki equinus. Palmer grasp dapat terjadi bertahun-tahun.5 Menurut Kepmenkes RI No : 1363 / MENKES / SK / 2001 pasal 1, Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

Universitas Indonesia | 10

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.6 Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional agar penderita mampu hidup mandiri sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Salah satu pendekatan yang telah dikembangkan untuk menangani kondisi cerebral palsy hemiplegic adalah Neuro Development Treatment (NDT) atau Konsep Bobath khususnya teknik fasilitasi dan inihibisi serta terapi kelompok.6 Teknologi yang dapat digunakan untuk kasus cerebral palsy hempilegi adalah latihan dengan tujuan untuk mencapai tingkat fungsional yang optimal dengan memperhatikan efektifitas dan efisiensi gerakan. Beberapa pendekatan pada kasus cerebral palsy spastik hemiplegi yaitu dengan terapi latihan metode Neuro Development Treatment (Neuro Development Treatment) dan terapi kelompok. Pendekatan ini adalah salah satu upaya untuk memulai dan memudahkan dalam mencapai tingkat yang lebih normal dan suatu cara untuk mengembangkan gerakan.6 Terapi Kelompok…………… B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka kami mengidentifikasi permasalahan yang akan kami angkat dalam makalah ini. 1. Pembatasan masalah Pada makalah ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan yang akan diangkat dalam makalah ini. Ruang lingkup pembahasan diantaranya ialah Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral Palsy Spastik Hemiplegi GMFCS IV. 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Hemiplegi GMFCS LEVEL IV ? C. Tujuan Penulisan Universitas Indonesia | 11

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu : 1. Tujuan Umum a. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas konferensi kasus pada peminatan Fisioterapi Pediatri. b. Untuk mengaplikasikan pengetahuan

kami

dalam

tatalaksana

fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastik Hemiplegi GMFCS IV. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Otak b. Mengetahui Klasifikasi Cerebral Palsy c. Mengetahui Pengertian Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV d. Mengetahui Epidemiologi Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV e. Mengetahui Diagnosa Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV f. Mengetahui Etiologi Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV g. Mengetahui Patofisiologi Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV h. Mengetahui Manifestasi Klinis Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV i. Mengetahui Prognosis Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV j. Proses Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV k. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Hemiplegi GMFCS IV D. Manfaat Penulisan Untuk menambah pemahaman kelompok kami mengenai kasus Cerebral

Palsy

Spastik

Hemiplegi

GMFCS

IV

dan

menerapkan

penatalaksanaan fisioterapi yang benar pada kasus tersebut. E. Metoda Penulisan Dalam

penyusunan

makalah

ini,

penulis

menggunakan

metode

kepustakaan dengan mengambil referensi baik dari buku-buku, jurnal-jurnal yang berkaitan, dan juga berbagai literatur yang dapat kami temukan dari berbagai media dan observasi kepada pasien.

F. Sistematika Penulisan

Universitas Indonesia | 12

1. Bab I Pendahuluan Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari ide dari penulisan makalah, identifikasi, pembatasan, rumusan masalah, tujuan, metode penulisan, serta sistematika penulisan. 2. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tinjauan pustaka yang mendeskripsikan segala hal yang berkaitan dengan judul yang diangkat. 3. Bab III Formulir Fisioterapi Bab ini berisi catatan hasil pemeriksaan pasien, diagnosa fisioterapi, tujuan jangka pendek dan panjang, tindakan yang diberikan, dan juga catatan evaluasi perkembangan pasien. 4. Bab IV Kesimpulan dan Saran Berisi uraian tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran yang perlu disampaikan.

Universitas Indonesia | 13

BAB II KAJIAN TEORI A. ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK Otak adalah suatu organ terpenting pada tubuh manusia yang merupakan pusat dari sistem saraf. Volume otak berkisar 1.350 cc dan mempunyai 100 juta sel saraf atau neuron untuk menunjang fungsinya. Fungsi otak sebagai pusat regulasi untuk melakukan aktivitas atau bergerak, kognisi, dan sebagai pusat pengatur organ-organ tubuh (misalnya mengatur kerja jantung, hati, dan lain-lain). 7 Sistem saraf tersusun menjadi susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medulla spinalis, dan sistem saraf tepi (SST) yang terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain (perifer). 8

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Lane R. et. al. 2009) Sumber : …………..

Universitas Indonesia | 14

Otak tersusun atas 3 bagian, yaitu : 1. Cerebrum (Otak Besar) Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus. Cerebrum berfungsi untuk berpikir, mengendalikan pikiran, mengingat, dan berbicara. Kecerdasan seseorang diukur berdasarkan kemampuan cerebrum.Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu : a. Lobus Frontal, yaitu bagian cerebrum yang berada di depan. Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan bergerak, kognitif, perencanaan, penyelesaian masalah, kreativitas, pusat kontrol perasaan, seks, dan kemampuan berbahasa. b. Lobus Parietal, merupakan bagian cerebrum yang berada di tengah. Lobus Parietal berhubungan dengan proses sensorik tubuh berupa tekanan, sentuhan, rabaan, dan lain-lain. c. Lobus Occipital, merupakan bagian cerebrum yang berada paling belakang. Lobus ini memiliki hubungan berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. d. Lobus temporal, merupakan bagian cerebrum yang berada di bagian samping kiri dan kanan otak. Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.9 2. Cerebellum (Otak Kecil) Cerebellum merupakan bagian otak yang berada di bawah lobus occipital otak besar, tepatnya di bagian belakang kepala, dan berhubungan dengan leher bagian atas. Cerebellum memiliki hubungan dengan fungsi gerakan, seperti mengontrol gerakan, mengontrol gerak koordinasi antar otot, mengatur keseimbangan tubuh, dan mengatur sikap dan posisi tubuh. Bagianbagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus fluccolonodularis, dan lobus posterior. 9 3. Brainstem (Batang Otak) Brainstem (Batang otak) brainstem berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau Universitas Indonesia | 15

sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia. 9 Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: a.

Mesencephalon (Otak Tengah/Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b.

Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

c.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

Sistem Traktus pada otak yang berkaitan dengan respon pada persarafan dibagi 2 yaitu : 1. Sistem Piramidal Sistem piramidal atau bisa yang disebut traktus kortikospinalis merupakan jalur neuron tunggal yang keluar dari kortek serebri menuju ke medula spinalis tanpa membentuk sinaps. Fungsi utama dari sistem ini adalah untuk melakukan gerakan volunter dan gerakan terampil dibawah kontrol kesadaran. Sistem piramidal membawa input dari area motorik primer, area premotor, area motorik tambahan. Impuls yang dimunculkan oleh kortek motori yang diterima dari kortek sensorik yang menerima stimulus satu rangsang yang diterima oleh saraf sensorik yang berada di perifer. Serabut saraf piramidalis menyilang ke sisi yang berlawanan pada medula

oblongata.

neurotransmitter

Pada

yang

sistem

berperan

pyramidal penting,

terdapat

yakni

2

macam

neurotransmitter

glutamate yang berfungsi sebagai eksitasi dan neurotransmitter gammaaminobutyric acid (GABA) yang berfungsi sebagai inhibitor. 10

Universitas Indonesia | 16

Lesi traktus piramidal ditandai dengan: a. Adanya tanda babinski yang ditandai dengan dorsi fleksi ibu jari kaki dan jari lainnya bergerak keluar ketika kulit telapak kaki sepanjang sisi lateral digores, b. Hilangnya reflek abdominalis superfisial otot abdominal gagal berkontraksi otot-otot kremaster gagal berkontraksi ketika kulit pada sisi medial paha digores, c. hilangnya penampakan gerakan-gerakan volunter terlatih yang halus terutama terjadi pada ujung-ujung distal anggota gerak 11 2. Sistem Ekstrapiramidal Komponen dari sistem ekstrapiramidal adalah jalur desenden brain stem. Jalur desenden brain stem dikelompokkan menjadi dua grup fungsional, yakni jalur medial dan lateral. Jalur medial berfungsi untuk mengontrol postur, pola sinergis ekstensor pada seluruh ekstermitas dan gerakan orientasi dari kepala dan badan. Jalur mempunyai kapasitas untuk gerakan fleksor yang independenkhususnya pada lengan. 12 Jalur desenden brain stem medial meliputi medullary retikulospinal, vestibulospinal, dan tektospinal. Medullary retikulospinal berasal dari neuron dik berasal dari impuls formasio retikularis. Aktivitas pada bagian ini adalah inhibisi dari ekstensor motor neuron, eksitasi fleksor motor neuron dan menginhibisi tendon reflek. Vestibulospinal berasal dari nukleus vestibularis. Nukleus vestibularis merupakan sumber dari kebanyakan proyeksi vestibular ke spinal motor neuron. Nukleus ini menerima input aferen dari saraf vestibularis dan input lain dari serebelum. Aktivitas pada nukleus ini memproduksi eksitasi ekstensor motor neuron. Traktus vestibulospinal yang berasal dari nukleus vetibular lateralis tidak turun menyilang di ventral funikulus medulla spinalis. Serabut saraf ini berakhir di bagian anterior hom cell (AHC) pada alpha motor neuron dan gamma motor neuron. Sedangkan traktus tektospinal penting untuk mediasi gerakan reflek kepala terhadap stimulus visual dan audio. 12 Jalur desenden brain stem sisi lateral meliputi traktus rubrospinal yang berasal dari red nucleus, dan traktus pontin retikulospinal yang berasal dari dorsolateral formasio pontin reticular. Aktivitas pada bagian Universitas Indonesia | 17

formasio retikularis memproduksi eksitasi ekstensor motor neuron dan menginhibisi fleksor motor neuron. 12

B. KLASIFIKASI CEREBRAL PALSY

Gambar 2. 1 Klasifikasi Cerebral Palsy13 Klasifikasi topografi dari CP adalah monoplegia, hemiplegi, diplegi dan quadriplegi. Monoplegia dan triplegi adalah kasus yang jarang terjadi. Pada penelitian, diplegi adalah yang paling sering (30-45%), hemiplegi 20%-30% dan quadriplegi terhitung 10-15%.

1. CP Quadriplegi Adalah yang paling berat yang melibatkan empat tungkai, dan tungkai yang atas lebih berat dari pada tungkai bawah, berhungan dengan intrapartum hypoxic asfiksia akut. Bagaimanapun, ini tidak hanya

pada

kasus

spastik

quadriplegi.

(McLennan,

1999)

Neuroimaging mengungkap luas degenerasi kistik otak –polikistik encephalomalacia dan polyporencephalon MRI dan berbagai kelainan seperti polymicrogyria dan szchizencephaly. Gerakan volunteer

Universitas Indonesia | 18

sedikit;

perubahan

vasomotor

pada

ekstremitas

yang

sering.

Kebanyakan anak memiliki tanda-tanda pseudobulbar dengan kesulitan menelan makanan. Setengah pasien memiliki atrofi optik dan kejang. Gangguan intelektual parah pada semua kasus. 13 2. CP Hemiplegi Spastis hemiplegi adalah paresis sebelah dengan bagian tungkai atas lebih terpengaruh daripada tungkai bawah. Ini terlihat pada 56% bayi normal dan 17% bayi premature. Pathogenesisnya adalah multifactorial.13 3. CP Diplegi Spastik diplegi sering dihubungkan dengan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Tungkai bawah lebih parah daripada tungkai atas. Pada kasus sedang, dapat ditemukan jalan jinjit karena gangguan dorsifleksi pada kaki dengan peningkatan tonus ankle. Pada kasus berat, terdapat fleksi pada hip, knee dan sedikit ekstensi elbow. Ketika anak digendong vertical, rigiditas tungkai bawah lebih jelas dan spasme adductor

pada

ekstremitas

bawah

menyebabkan

kaki

seperti

menggunting.13 Cerebral Palsy diklasifikasikan berdasar tipe deficit neuromuskularnya menjadi: 1. Spastik CP spastik adalah tipe yang paling sering dengan 70%-75% dari keseluruhan kasus, dyskinetic 10%-15% dan kasus ataxia kurang dari 5%.Tipe spastik menunjukan keterlibatan pyramidal dengan gejala-gejala upper motor neuron, kelemahan, hipertonus, hiperflexia, clonus dan Babinski positif.13 2. CP Atetoid/diskinetik Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stres dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP.13 Universitas Indonesia | 19

3. CP Ataksid Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP. 13 4. CP campuran Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai. 13 CP juga dapat diklasifikasikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal. Dalam makalah ini, kelompok kami mengambil kasus mengenai Cerebral Palsy Spastis Hemiplegi Sinistra GMFCS IV. C. DEFENISI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Cerebral Palsy merupakan kelainan atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat dalam kandungan (prenatal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah proses kelahiran (postnatal). Cerebral Palsy dapat menyebabkan gangguan sikap (postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang bisaanya disertai gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia, cerebellum, dan kelainan mental (mental retardation). 14 Cerebral Palsy Hemiplegi adalah CP yang mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ekstremitas atas dan bawah tetapi ekstremitas atas lebih berat. Ini terlihat pada 56% bayi normal dan 17% bayi premature. Pathogenesisnya adalah multifactorial. Gerakan volunteer dengan gangguan fungsi tangan lebih

Universitas Indonesia | 20

terpengaruh. Ibu jari yang menjepit, ekstensi wrist dan supinasi dari forearm lebih terpengaruh. Pada tungkai bawah, dorsifleksi dan aversi pada kaki sangat tampak. Ada peningkatan tonus fleksor dengan hemiparesis postur, fleksi pada elbow dan wrist, knee dan posisi kaki equinus. Palmer grasp dapat terjadi bertahun-tahun. 5 Gambaran klinis dari CP hemiplegic adalah gerakan volunteer dengan gangguan fungsi tangan lebih terpengaruh. Ibu jari yang menjepit, ekstensi wrist dan supinasi dari forearm lebih terpengaruh. Pada tungkai bawah, dorsifleksi dan aversi pada kaki sangat tampak. Ada peningkatan tonus fleksor dengan hemiparesis postur, fleksi pada elbow dan wrist, knee dan posisi kaki equinus. Palmer grasp dapat terjadi bertahun-tahun, lebih sering menggunakan anggota tubuh yang tidak terkena dampak, Kelainan sensoris pada tungkai yang terkena dampak paling sering. Ganggauan stereognosis lebih sering. Diskriminasi 2 titik dan pengenalan posisi juga rusak. Kejang terjadi pada lebih dari 50%. 13 Ciri2 yg lain

D. EPIDEMIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Begitu banyak penyebab cerebral palsy, jumlah pasti dari berbagai penelitian tidak sepenuhnya sama. Namun, ada kesamaan dalam prevalensi di seluruh dunia, dari Swedia pada tahun 1980 dengan prevalensi 2,4 per 1000 dan 2,5 per 1000 di awal 1990-an, 2,3 per 1000 dari Atlanta, dan 1,6 per 1000 di Cina.15 Di Amerika Serikat, angka kejadian CP telah meningkat dalam 40 tahun terakhir. Diperkirakan dari sekitar 1.000 kelahiran, terdapat 4 anak yang menderita CP. Dari perbandingan 4:1.000 ini sekitar 20-30% menderita CP tipe spastik hemiplegia.14 Sebagai perbandingan, di negara India dari sekitar 1.000 kelahiran, terdapat 3 anak yang menderita CP dan sekitar 13,3% menderita CP tipe spastik hemiplegia.16

Universitas Indonesia | 21

Statistik di Indonesia melaporkan 2,46% dari jumlah penduduk Indonesia dikategorikan sebagai penyandang cacat dalam berbagai kategori, dan di antaranya ± 2 juta anak berkebutuhan khusus. CP merupakan jenis anak berkebutuhan khusus yang terbanyak dijumpai. Prevalensi penderita CP diperkiran sekitar 1-5 anak tiap 1.000 kelahiran hidup, dengan angka kejadian laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Belum ada referensi yang pasti untuk angka kejadian CP tipe spastik hemiplegi sendiri, namun laporan dari YPAC Medan/Jakarta??? menunjukkan bahwa angka kejadian CP di Indonesia lebih di dominasi oleh tipe spastik diplegi dan selanjutnya diikuti oleh CP tipe spastik hemiplegi dengan persentase sekitar 30% dari seluruh jumlah kejadian.16 E. ETIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Cari yg khusus CP SpastikHemiplegia!!!! Cerebral palsy terjadi akibat kerusakan otak saat periode prenatal, natal dan post natal. Sekitar 70-80% terjadi akibat kerusakan otak saat prenatal. Bayi lahir prematur dan gangguan pertumbuhan saat kehamilan baik pada bayi prematur maupun yang cukup bulan sebagai penyebab yang sering didapatkan saat prenatal. Resiko terjadinya CP 25-31 kali lebih tinggi pada bayi berat lahir kurang dari 1500 gram dan didapatkan 1/3 bayi dengan gejala CP dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Bayi lahir prematur merupakan faktor tersering dan secara konsisten berhubungan dengan CP. Bayi menurut usia kehamilan (intra uterine growth retardation) yang lahir setelah 32 minggu meningkatkan resiko menderita CP. Data terakhir diduga disebabkan oleh intrauterine undernutrisi dan hipoksia kronik, yang dapat dideteksi pada pemeriksaan darah fetal, menunjukkan asidosis atau peningkatan konsentrasi eritropoetin dan adanya redistribusi aliran darah fetal dengan pemeriksaan USG. 17 Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan natal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. 18

Universitas Indonesia | 22

Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: 1. Prenatal Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir. a. Malformasi kongenital. b. Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). c. Radiasi. d. Toksik gravidarum. e. Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). 2. Natal Faktor natal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. a. Anoksia/ hipoksia. Brain injury. Terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, CPD, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, SC dan partus dengan menggunakan instrument tertentu. b. Perdarahan intra cranial (otak). Pendarahan batang otak, terjadi gangguan pernapasan dan gangguan sirkulasi menyebabkan anoksia. 1) Pendarahan pada ruang subarachnoid, terjadi penyumbatan LCS menyebabkan hidrosefalus. 2) Pendarahan pada ruang subdural, terjadi tekanan pada korteks serebri menyebabkan kelumpuhan spastis. c. Ikterus. 1) Kerusakan jaringan otak karena bilirubin. 2) Gangguan pada ganglia basalis akibat masuknya bilirubin. 3) Pada inkompatibel golongan darah (pada RH). d. Prematuritas. Resiko perdarahan otak disebabkan faktor pembuluh darah, pembekuan, dan enzim terbentuk belum sempurna mengakibatakan pendarahan. e. Meningitis Purulenta 1) Pada masa bayi. 2) Pengobatan tidak adekuat mengakibatkan sekuele. 3. Postnatal Post natal dimulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun atau sampai 5 tahun kehidupan, atau sampai 16 tahun. Setiap kerusakan Universitas Indonesia | 23

pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan. Penyebab postnatal cerebral palsy mungkin tumpang tindih dengan prenatal dan neonatal. Berikut penyebab cerebral palsy post natal: a. Trauma kapitis. b. Infeksi misalnya: meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c. Kern Icterus. F. DIAGNOSA CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Beberapa bayi dengan diagnosis CP Spastik hemiplegic memiliki keterlambatan

untuk mempelajari gerakan dan

untuk mempertahankan

postur. Diagnosa akan CP spastik hemiplegi sendiri bisa dilihat dari perkembangan otak melalui computerized tomography (CT) scan, magnetic resonancy imaging (MRI) and ultrasound. Diagnosa fisioterapi ditetapkan oleh seorang fisioterapis. ???? ICF …..? WCPT…..Oleh karena itu, diagnosa fisioterapi didefinisikan sebagai hasil akhir dari evaluasi informasi yang didapat dari pemeriksaan, yang nantinya diorganisir oleh fisioterapis tersebut sesuai kelompok, syndrome, atau kategori untuk membantu menentukan intervensi yang paling sesuai. Sehingga anak-anak yang terdiagnosis CP cepat mendapatkan penanganan yang tepat dan menjadi lebih mudah untuk mempelajari postur normal dan pola gerak pada saat otak masih dalam proses perkembangan.19 G. PATOFISIOLOGI CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Cari….! Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.20 Gambar 2.3 Pembentukkan Syaraf De Marco P, Merello E, Mascelli S, Capra V.

Universitas Indonesia | 24

Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali,makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sudah berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.21

Gambar 2.4 Perkembangan Otak Pada Bayi (The Development of the Brain," by W. M. Cowan, 1979, Scientific American, 241(3), p. 116.) Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pasca natal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan. Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat

Universitas Indonesia | 25

kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis. Kern ikterus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi. 22 H. MANIFESTASI KLINIS CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Gambaran klinis cerebral palsy tipe spastik hemiplegi tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, diantaranya ialah: 1. Gerakan asimetris, anak dengan pola hemiplegi cenderung hanya menggunakan sisi tubuhnya yang dapat aktif bergerak, contohnya seperti mengambil benda dengan hanya satu tangan atau merayap hanya menggunakan sisi yang aktif. 2. Keterlambatan dalam mencapai tahapan kemampuan motorik (delay development). 3. Dalam fase berjalan, anak cenderung berjalan dengan pola gait membentuk scissors pattern. 4. Gangguan panca indera di satu sisi, seperti penglihatan maupun pendengaran.23 Pola spastik hemiplegi yang menetap lama dapat mengarah kepada gangguan-gangguan yang lebih lanjut, yang paling nyata terlihat adalah

Universitas Indonesia | 26

deformitas pada satu sisi tubuh, baik pada formasi trunkus maupun pada ekstremitas. Gerakan asimetris yang muncul pada pola hemiplegi dapat mengarah pada deformitas seperti skoliosis ataupun perbedaan panjang lengan dan tungkai, hal ini disebabkan tidak aktifnya satu sisi tubuh terkait dengan pola hemiplegi yang ada. Pada tingkat lebih lanjut, dapat terjadi penurunan kepadatan tulang sehingga sangat riskan apabila terkena benturan. Selain gangguan-gangguan yang telah disebutkan di atas, terdapat pula gangguan motorik, self care, dan productivity, yaitu:24 1. Gangguan motorik. Hipertonus muncul pada kelompok otot, tonus dapat terjadi secara berubah-ubah yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak disadari. ??? 2. Self Care Pasien pada umumnya mengalami kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, dan berhias. Pasien juga membutuhkan bantuan untuk mencapai kemandirian. Kata Siapa???Foot note? 3. Produktivitas Pasien pada umumnya membutuhkan bantuan untuk melaksanakan tanggung jawab melakukan pekerjaan rumah. Pada usia sekolah, pasien sering mengalami kesulitan dengan pekerjaan di sekolah seperti membaca dan menulis. Pada usia dewasa mungkin membutuhkan bantuan untuk memilih pilihan pekerjaan. I. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY SPASTIK HEMIPLEGI Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita CP Spastik Hemiplegi seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak dengan hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun, kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik halus pada tangan tersebut. Aktifitas tangan bisaanya?? ikut terganggu, meskipun tidak tampak nyata.25

Universitas Indonesia | 27

Pekerjaan yang dapat dilakukan oleh CP hemiplegi bisaanya lebih beragam dari pada jenis CP lainnya.Dimana yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat melakukan aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai normal dan dapat menggunakan tangan secara normal sampai membutuhkan bantuan. 25 J. GROSS MOTOR FUNCTIONAL CLASSIFICATION SYSTEM ( GMFCS) Berdasarkan factor dapat tidaknya beraktifitas / ambulasi, Gross Motor Functional Classification System (GMFCS) secara luas digunakan untuk menentukan derajat fungsional penderita CP. Pembagian derajat fungsional CP menurut GMFCS, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok, kurang dari 2 tahun, diantara 2-3 tahun, antara 46 tahun dan antara 6-12 tahun. 24 1. Kelompok kurang dari 2 tahun a. Level I : anak mampu bergerak ke duduk sendiri, kedua tangan mampu memanipulasi objek. Mampu merangkak dengan kedua tangan dan lutut, berdiri dengan cara menarik. Anak mampu berjalan usia 18 bulan dan usia 2 tahun berjalan tanpa bantuan b. Level II : anak mampu bertahan di posisi duduk dengan menggunakan kedua tangan untuk keseimbangan. Anak merayap dengan menggunakan perut, untuk ke berdiri dengan menarik sesuatu. c. Level III: anak duduk dengan punggung disangga. Anak mampu berguling. d. Level IV:anak menjaga head dan trunk kontrol dengan bantuan saat duduk. Mampu berguling ke telentang dan ke duduk. e. Level V: gangguan dalam mengontrol gerakan, tidak mampu menjaga anti gravitasi head dan trunk kontrol. 2. Kelompok usia 2-3 tahun a. Level I: anak mampu ke duduk. Kedua tangan mampu memanipulasi objek. Bergerak ke duduk, ke berdiri dan berjalan tanpa bantuan. b. Level II: kesulitan mempertahankan keseimbangan saat duduk. Bergerak ke duduk tanpa bantuan. Ke berdiri dengan menarik. Merangkak dengan kedua tungkai bergerak bergantian. Ke berdiri berpegangan. Berjalan dengan bantuan.

Universitas Indonesia | 28

c. Level III: anak mampu duduk di lantai, sering dengan posisi “W” ( hip dan knee fleksi dan rotasi interal) dan membutuhan bantuan untuk duduk, anak bisa merayap

atau merangkak tanpa gerakan reciprocal. Anak

mampu berdiri dari permukaan yang stabil dengan menarik dan bertahan sebentar. Bisa berjalan dalam ruangan dengan jarak pendek dengan alat bantu atau bantuan orang dewasa untuk berbelok. d. Level IV: anak tidak mampu menjaga alignment keseimbangan. Duduk di lantai tanpa bantuan kedua tangan. Bisaanya membutuhan alat bantu untuk duduk dan berdiri. Bergerak sendiri dalam ruangan dengan jarak pendek, mencapai sesuatu dengan berguling, merayap dan merangkak tanpa gerakan reciprocal. e. Level V: gangguan dalam mengontrol gerakan, tidak mampu menjaga anti gravitasi head dan trunk kontrol. Semua fungsi gerak terbatas. Fungsi terbatas dalam posisi duduk dan berdiri bila tidak dibantu dengan alat bantu dan bantuan. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi. 3. Kelompok usia 4-6 tahun a. Level I: anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan maupun diluar ruangan dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan untuk berlari ata melompat. b. Level II: anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seingkali membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan berpegangan pada tepi tangga, tetapi tidak berlari atau melompat. c. Level III: anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak seringkali dibantu Universitas Indonesia | 29

untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar ruangan dan untuk jalan yang tak rata. d. Level IV: anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit dari duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan pada permnukaan yang rata. Anak dibantu untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas dengan kursi roda bertenaga listrik. e. Level V: kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motoric terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

4. Kelompok usia 6-12 tahun a. Level I: anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motoric kasar termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi berkurang. b. Level II: anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai, dan berjalan ditempat ramai atau tempat yang sempit. Anak dapat melakukan kemampuan motoric kasar, seperti berlari atau melompat yang minimal. c. Level III: anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang rata degan bantuan alat bantu gerak. Anak masih munkin dapat naik tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung fungsi dari

Universitas Indonesia | 30

tangan, anak menggerakkan kursi rodasecara manual atau dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh diluar ruangan pada jalan yang tidak rata. d. Level IV: anak bisa dengan level fungsi yang suadah menetap dicapai sebelum

usia

6

tahun

atau

lebih

mengandalkan

mobilitas

menggunakan kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum. Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga listrik. e. Level V: kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motoric terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

5. Kelompok usia 12-18 tahun a. Level I: anak.muda mampu berjalan dari rumah, sekolah, di luar ruangan dan dalam kehidupan bermasyarakat. Anak mampu berjalan naik turun tanjakan tanpa bantuan fisik dan mampu naik turun tangga tanpa berpegang pada palang. Anak mampu memperlihatkan kemampuan motorik kasar seperti berlari dan melompat namun mengalami

keterbatasan

pada

kecepatan,

keseimbangan,

dan

koordinasi anak mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik dan olahraga tergantung pada pilihan pribadi dan faktor lingkungan. b. Level II: anak mampu berjalan di hampir segala situasi. Faktor lingkungan (seperti permukaan yang tidak rata, tanjakan, jarak jauh, tuntutan waktu, cuaca dan penerimaan dari teman sebaya) dan pilihan pribadi mempengaruhi pilihan mobilitas. Di sekolah dan di tempat kerja, mereka mampu menggunakan alat mobilitas yang digenggam untuk keselamatan. Saat berada di luar dan kehidupan bermasyarakat, mereka mampu menggunakan alat mobilitas yang ber-roda saat berjalan menempuh jarak jauh. Mereka mampu berjalan menaiki dan

Universitas Indonesia | 31

menuruni tangga dengan berpegangan pada palang atau dengan bantuan fisik jika tidak ada palang keterbatasan dalam menunjukkan motorik kasar mungkin membutuhkan penyesuaian agar mereka mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik dan olahraga. c. Level III: anak muda mampu berjalan dengan menggunakan alat gerak yang digenggam. Jika dibandingkan antar individu disetiap level, anak muda di Level III mampu menunjukkan berbagai macam metode mobilitas tergantung pada kemampuan fisik dan faktor pribadi dan lingkungan. Saat duduk, mereka membutuhkan sabuk pengaman untuk

kesejajaran

dan

keseimbangan

pelvic/selangkangan.

Perpindahan dari duduk berdiri dan dari lantai berdiri membutuhkan bantuan dari seseorang atau berpegang pada permukaan. Di sekolah, mereka mampu mendorong kursi roda manual sendiri atau menggunakan kursi roda bertenaga listrik. Di luar ruangan dan dalam hidup

bermasyarakat,

mereka

dipindah-tempatkan

dengan

menggunakan kursi roda manual atau bertenaga listrik. Mereka mampu menaiki atau menuruni tangga dengan berpegangan pada palang di bawah pengawasan atau bantuan fisik. Keterbatasan dalam berjalan

membutuhkan

berpartisipasi

dalam

penyesuaian

aktivitas

fisik

agar dan

mereka olahraga

mampu termasuk

menggunakan kursi roda manual atau bertenaga listrik. d. Level IV: anak muda menggunakan alat mobilitas berroda di hampir semua situasi. Mereka membutuhkan kursi yang disesuaikan untuk kontrol alat gerak tubuh bagian atas dan pelvic/selangkangan. Bantuan fisik dari 1-2 orang dewasa diperlukan untuk berpindah tempat. Mereka mampu menyokong berat badan mereka dengan kaki mereka untuk membantu pemindahan ke posisi berdiri. Di dalam ruangan, mereja

mampu

berjalan

jarak

dekat

dengan

bantuan

fisik,

menggunakan alat gerak ber-roda, atau jika diposisikan mampu menggunakan walker yang menyokong tubuh. Mereka mampu secara fisik mengoperasikan kursi roda bertenaga listrik. Saat tidak tersedianya kursi roda listrik, mereka dipindah-tempatkan dengan menggunakan kursi roda manual. Keterbatasan gerak membutuhkan

Universitas Indonesia | 32

penyesuaian agar mereka mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik dan olahraga,termasuk bantuan fisik dan atau alat gerak bertenaga listrik e. Level V: anak muda dipindah-tempatkan dengan kursi roda manual dalam berbagai situasi. Mereka terbatas kemampuannya untuk mempertahankan postur alat gerak tubuh bagian atas dan kepala yang melawan gravitasi dan mengkontrol gerakan tangan dan kaki. Bantuan teknologi digunakan untuk memperbaiki kesejajaran kepala, saat duduk, berdiri dan mobilitas namun keterbatasan ini tidak sepenuhnya teratasi oleh perlengkapan tadi bantuan fisik dari 1-2 orang atau pengangkatan mekanik dibutuhkan untuk memindahkan mereka. Mereka mampu mencapai mobilitas mandiri dengan menggunakan alat gerak bertenaga listrik dengan penyesuaian ekstensif untuk duduk dan kontrol akses. Keterbatasan dalam mobilitas membutuhkan penyesuaian agar mereka mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik dan olahraga termasuk membutuhkan bantuan fisik dan menggunakan mobilitas bertenaga listrik.24 Pada kasus ini GMFCS yang digunakan kategori antara tahun 6-12 tahun dengan Level IV.Alasan anak termasuk dalam kategori GMFCS IV adalah usia anak yang berusia 8 tahun 6 bulan, serta kemampuan anak ketika pemeriksaan dan dianalisa lebih lanjut setara dengan level tersebut. K. PROSES

FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIK

HEMIPLEGI Asesmen merupakan proses pengumpulan data subjektif dan objektif pasien, dimana fisioterapis juga menginterpretasi data, membuat penilaian klinis, dan menentukan hasil yang fungsional, dan tujuan yang berdasar pada data objektif fan subjektif yang sudah didapat. Interpretasi dari data tersebut tercermin pada laporan evaluasi awal, diagnosa fisioterapi, program dan tujuan fisioterapi, serta hasil dan efektivitas treatment. Semua elemen dari catatan ini mendukung kebutuhan dalam pelaksanaan fisioterapi. (Bircher, 2007) Dalam asesmen meliputi: Universitas Indonesia | 33

A. Anamnesis Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan cara wawancara atau tanya jawab dengan pasien. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan (Nurhay, 2005).Informasi yang didapat dari wawancara dengan pasien biasanya akan memberikan kontribusi yang lebih untuk suatu pemecahan masalah daripada informasi yang didapat dari pemeriksaan jasmani atau uji diagnosa (Djoko, 1990). Ada dua jenis anamnesis, yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis.Autoanamnesis merupakan anamnesis terhadap pasien itu sendiri.Alloanamnesis adalah anamnesis terhadap keluarga/relasi terdekat atau yang membawa pasien tersebut ke rumah sakit (Nurhay, 2005). Data anamnesis terdiri dari (Djoko, 1990): 1. Identitas pasien Identitas pasien meliputi nama lengkap (nama keluarga, nama sendiri), umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, pekerjaan, alamat rumah dan nomor telepon (Nurhay, 2005) Data identitas pasien ini sangat penting, karena data tersebut sering berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem atau organ tertentu. Misalnya penyakit tertentu, berkaitan dengan umur, jenis pekerjaan, jenis kelamin dan suku bangsa tertentu (Nurhay, 2005).Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan mengenai keadaan social ekonomi, budaya dan lingkungan. Dengan informasi tersebut, kita dapat merencanakan pengelolaan pasien, baik untuk diagnostik maupun pengobatan yang lebih cepat, optimal dan sesuai dengan kondisi pasien secara menyeluruh (Nurhay, 2005). 2. Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien meminta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya (Nurhay, 2005). Pada anak, keluhan utama yang ditanyakan anak belum bisa apa dan sudah bisa apa. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) adalah riwayat mengenai panyakit pasien saat ini, yang dimulai dari akhir masa sehat.RPS ditulis secara kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan

Universitas Indonesia | 34

dan perjalanan penyakitnya disertai dengan deskripsi atau analisis terhadap

setiap

keluhan

atau

gejala

penting

(Nurhay,

2005).Perkembangan penyakit yang dicatat juga termasuk riwayat pengobatan atau perawatan untuk penyakit sekarang ini.Tulisan sebaiknya dengan kata-kata pasien sendiri (Isselbacher, 1994). Riwayat penyakit sekarang harus meliputi (Djoko, 1990): a. Lokasi dan penjalaran b. Lokasi secara tepat, dalam atau superfisial, terlokalisir atau difus c. Kualitas

d. Kuantitas Tipe onset, intensitas/keparahan, disabilitas e. Kronologis Onset, durasi, periodisitas, frekuensi f. Kondisi/keadaan saat munculnya gejala g. Faktor yang mempengaruhi Faktor pencetus, faktor yang memperberat,

faktor

yang

memperingan.Kaitannya dengan aktivitas sehari-hari. h. Gejala penyerta 4. Riwayat Pre Natal Mencakup kehamilan yang diinginkan atau tidak, ada riwayat pendarahan atau tidak, pernah jatuh atau menderita penyakit lainnya atau tidak, umur ibu saat hamil, rutin control ke dokter atau tidak, mengonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan saat hamil atau tidak. 5. Riwayat Natal Mencakup bayi lahir biru atau kuning, ada kejang atau tidak, lahir normal atau caesar, usia kehamilan, persalinan dibantu siapa dan dimana, langsung menangis atau tidak, masuk incubator atau tidak, berat badan lahir, panjang badan lahir. 6. Riwayat post natal Mencakup anak pernah berwarna biru/kuning atau tidak, pernah kejang atau tidak, pernah masuk inkubator atau tidak, pernah jatuh atau tidak, anak minum ASI sampai usia berapa tahun. 7. Riwayat Penyakit Dahulu Pada Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) mencakup penyakitpenyakit yang pernah diderita anak.Dituliskan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan atau operasi, maupun keadaan alergi

Universitas Indonesia | 35

(Nurhay, 2005). Hal tersebut di atas merupakan data penting karena memberikan informasi mengenai: a. Apakah ada gejala sisa? b. Apakah ada kaitannya dengan penyakit sekarang? c. Apakah ada pengaruh/kaitan terhadap pengelolaan

pasien

selanjutnya? Riwayat penyakit dahulu mencakup anamnesis penyakit yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan keluhan utama anak, baik di sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, saluran cerna, kulit, infeksi, muskuloskeletal, hematologi, endokrinologi, ginjal, saluran kemih, dll.(Nurhay, 2005) 8. Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga meliputi kakek, nenek, ayah, ibu, saudara lakilaki, saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.Penyakit yang muncul pada lebih dari satu orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk menderita penyakit tersebut.(Nurhay, 2005). Cari hal-hal yang berhubungan dengan peran hereditas di antara anggota keluarga dekat, misalnya tuberkulosis, hemofilia, penyakit saraf, penyakit jiwa, neoplasma, penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit kardio-renalvaskuler (Nurhay, 2005). 9. Riwayat Pribadi, Psikologis, Sosial Ekonomi dan Budaya Dimulai dengan anak ke berapa dari berapa bersaudara, diteruskan dengan peristiwa penting masa kanak-kanak dan sikap anak terhadap keluarga.Riwayat sosial mencakup keterangan pendidikan, dan pekerjaan orang tua, anak sehari-hari diasuh oleh siapa, aktivitas anak di luar rumah (olahraga, hobi, dan lain-lain), perumahan (lingkungan) (Nurhay, 2005). Data riwayat pribadi, psikososial, ekonomi, budaya ini merupakan informasi penting, baik dalam kaitannya dengan penyakit yang diderita saat ini.Data ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan yang optimal dan menyeluruh untuk pasien saat ini maupun selanjutnya (Nurhay, 2005).Terutama pada perancangan home program yang tepat bagi pasien.

Universitas Indonesia | 36

10. Riwayat Tumbuh Kembang Riwayat tumbuh kembang anak normal meliputi: a. Motorik Kasar Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri (Hurlock, 1978).Gerakan ini membutuhkan koordinasi dan keseimbangan antar anggota tubuh. b. Motorik Halus Motorik halus

adalah

pengorganisasian

penggunaan

sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi dengan tangan, keterampilan yang mencakup pemanfaatan menggunakan alat-alat untuk mengerjakan suatu objek (Sumantri, 2005). c. Bahasa Perkembangan bahasa dimulai sejak mengandalkan

perannya

pada

bayi

pengalaman,penguasaan

dan dan

pertumbuhan bahasa. Anak belajar bahasa sejak masa bayi, sebelum belajar berbicara mereka berkomunikasi melalui tangisan, senyuman dan gerakan badan (Eliason, 1994) d. Personal Sosial Personal sosial (perilaku sosial) adalah kemampuan seorang anak yang berhubungan dengan kemampuan mandiri seperti memakai baju sendiri, pergi ke toilet sendiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Maryunani, 2010). e. Pemeriksaan Setelah dituliskan data yang didapat dari anamnesis, maka selanjutnya

adalah

menuliskan

temuan

pada

pemeriksaan

fisik.Temuan pada pemeriksaan fisik merupakan suatu tanda objektif dari suatu penyakit, yang merupakan fakta yang penting untuk diperhatikan.Data tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran umum tentang keadaan pasien.Selain itu di dalam rekam medis juga dituliskan temuan dari pemeriksaan objektif tentang hal-hal yang terukur, yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,

Universitas Indonesia | 37

suhu dan tingkat kesadaran.Hal ini biasa disebut sebagai kehidupan.Perlu pula ditambahkan data tanda-tanda objektif lainnya yang diperiksa, seperti tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala (Nurhay, 2005). 1. Pemeriksaan Umum Pemeriksaan umum pada anak mencakup cara datang, kesadaran, koperatif atau tidak kooperatif, tensi, pemeriksaan lingkar kepala, nadi, respiratory rate, status gizi, dan suhu tubuh. a. Kesadaran Derajat kesadaran, dibagi menjadi (Bickley, Lynn S., 2009): 1) Sadar atau bangun (kompos mentis), keadaan sangat tanggap terhadap lingkungan, baik ada maupun tidak ada rangsangan 2) Obtudansi (apatis), gangguan kesadaran ringan disertai berkurangnya perhatian terhadap lingkungan sekitarnya, komunikasi masih dapat dilangsungkan sebagian 3) Letargi (somnolent), pasien tampak mengantuk sampai tidur, akan tetapi masih dapat dibangunkan sampai sadar dengan rangsangan suara atau nyeri. Pada waktu pasien sadar dapat berkomunikasi dengan pemeriksa, akan tetapi bila ditinggalkan, pasien akan tertidur kembali 4) Stupor (sopor), gangguan kesadaran yang menyerupai tidur dalam dan hanya dapat dibangunkan sebagian dengan rangsang nyeri yang kuat dan berulangkali, komunikasi minimal, reaksi ada berupa gerakan menolak sakit dan mengerang 5) Koma, adalah gangguan kesadaran yang berat, pasien tampak tidur dalam tanpa dapat dibangunkan dan tidak ada reaksi terhadap berbagai rangsangan

b. Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh dara arteri.Tekanan darah ditulis berupa rasio antara sistol terhadap diastole.Tekanan sistol

Universitas Indonesia | 38

muncul ketika ventrikel berkontraksi, sedangkan tekanan diastole muncul ketika ventrikel berelaksasi (Ehrlich, 2013). Tekanan darah normal pada anak adalah sebagai berikut (AHA, 2012): Systolic Blood

Diastolic Blood

Pressure

Pressure

(mmHg)

(mmHg)

Birth (12 h)

60-76

31-45

Neonate (96 h)

67-84

35-53

Infant (1-12 mo)

72-104

37-56

Toddler (1-2 y)

86-106

42-63

Preschooler (3-5 y)

89-112

46-72

School-age (6-9 y)

97-115

57-76

102-120

61-80

110-131

64-83

Age

Preadolescent (10-11 y) Adolescent (12-15 y)

Tabel 2.1 Tekanan darah normal pada anak

c. Lingkar Kepala Pengukuran lingkar kepala adalah metode yang digunakan untuk

mengetahui

apakah

kepala

bayi

terlalu

besar

(macrocephaly) atau terlalu kecil (microchepaly) (Holden, 2014). Diukur dari atas alis, telinga dan memutar mengelilingi kepala. Lingkar kepala normal berdasarkan umur, dan jenis kelamin anak sebagai berikut (WHO, 2007):

Universitas Indonesia | 39

Gambar 2.5 Lingkar kepala normal usia lahir hingga 13 minggu jenis kelamin perempuan http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurvapertumbuhan-who. Minggu-2-4-2017 Jm : 7.46

Universitas Indonesia | 40

Gambar 2.6 Lingkar kepala normal umur lahir sampai 2 tahun http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurvapertumbuhan-who. Minggu-2-4-2017 Jm : 7.46

Gambar 2.7 Lingkar kepala normal umur lahir sampai 5 tahun http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who. Minggu-2-4-2017 Jm : 7.46

Universitas Indonesia | 41

Gambar 2.8 Lingkar kepala normal umur lahir sampai 13 minggu http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurvapertumbuhan-who. Minggu-2-4-2017 Jm : 7.46

Gambar 2.9 Lingkar kepala normal umur lahir sampai 2 tahun (http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurvapertumbuhan-who. Minggu-2-4-2017 Jm : 7.46)

Universitas Indonesia | 42

Gambar 2.10 Lingkar kepala normal umur lahir sampai 5 tahun http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurvapertumbuhan-who. Minggu-2-4-2017 Jm : 7.46

d. Nadi Nadi adalah ritme tekanan darah terhadap dinding pembuluh arteri yang disebabkan oleh proses pemompaan pada jantung. Nadi menunjukkan jumlah detakan jantung permenit (Ehrlich, 2013) Nadi pada anak pada normal adalah sebagai berikut (AHA, 2015):

Age

Neonate (<28 d) Infant (1 mo-1 y) Toddler (1-2 y) Preschool (3-5 y) School-age (6-11 y) Adolescent (12-15 y)

Awake Rate

Sleeping Rate

(beats per

(beats per

minute)

mintue)

100-205 100-190 98-140 80-120

90-160 90-160 80-120 65-100

75-118

58-90

60-100

50-90

Tabel 2.2 Nadi pada anak pada normal

e. Respiratory Rate Respiratory rate dalah jumlah keseluruhan nafas seseorang per menit.Satu kali nafas mencakup satu kali inspirasi dan satu

Universitas Indonesia | 43

kali ekspirasi (Ehrlich, 2013).Respiratory rate biasanya dihitung ketika seseorang dalam keadaan diam dan dihitung selama satu menit dengan melihat berapa kali pengembangan dadanya. Respiratory rate yang normal pada anak adalah sebagai berikut (AHA, 2014): Normal Respiratory Rate Age (breaths per minute) Infants (<1 y)

30-53

Toddler (1-2 y)

22-37

Preschool (3-5 y)

20-28

School-age (6-11 y)

18-25

Adolescent (12-15 y)

12-20

Tabel 2.1 Respiratory rate yang normal pada anak

f. Suhu Tubuh Nilai suhu tubuh didapat dari proses regulasi temperature di dalam tubuh manusia yang terhubung dengan produksi panas metabolik, dimana tubuh manusia secara otomatis mengatur suhu internal agar di dalam batas normal (Silverthorn, 2013). Suhu tubuh dinilai dengan (Tasmuri, 2006): 1. Afebris: orang yang tidak mengalami demam 2. Subfebris: orang yang mengalami peningkatan suhu cukup ringan (37,5oC-38oC) 3. Febris: demam. Suhu tubuh anak normal adalah sebagai berikut (CPS, 2015):

g. Status Gizi

Universitas Indonesia | 44

Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit, konjungtiva mata, dan proporsi tubuh. (yang diambil menurut perbandingan umur dan panjang badan anak secara umum).. Cari yg lain…..!!

8+2n ( n =umur)

2. Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan khusus terdiri dari: a) Gross Motor dan Pola Gerak Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui dan menilai ada atau tidaknya gerakan dan posisi dari ekstremitas yang abnormal atau asimetris. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengamati setiap komponen pada saat anak terlentang, berguling, telungkup, merayap, duduk, ke duduk, merangkak, berdiri, ke berdiri, dan berjalan. Komponen tersebut adalah sebagai berikut: a. Terlentang (1) Gerakannya

(aktif,

simultan,

bergerak

dengan

kencenderungan posisi tertentu) (2) Posisi kepala (3) Posisi shoulder (4) Posisi elbow (5) Posisi wrist (6) Posisi jari (7) Posisi trunk (8) Posisi hip (9) Posisi knee (10) Posisi ankle b. Berguling (1) Dimulai dari shoulder atau hip (2) Rotasi trunk (ada/tidak, cukup/minimal) (3) Head control c. Telungkup (1) Head lifting (2) Head control (3) Forearm support (4) Hand support (5) Posisi trunk (simetris/tidak simetris) (6) Posisi hip (7) Posisi knee (8) Posisi ankle d. Merayap (1) Head control (2) Forearm support

Universitas Indonesia | 45

e.

f.

g.

h.

(3) Rotasi trunk (4) Simultan/tidak simultan (5) Transfer weight bearing Duduk (1) Head control (2) Trunk control (3) Hand support (4) Tumpuan duduk (bokong/sacrum) (5) Sitting balance (6) Protective reaction Ke duduk (1) Posisi awal (dari telungkup/terlentang) (2) Head control (3) Fiksasi gerakan (di salah satu hip) (4) Forearm support (5) Hand support (6) Rotasi trunk (7) Transfer weight bearing Merangkak (1) Head control (2) Weight bearing (3) Rotasi trunk (4) Transfer weight bearing (5) Simultan/tidak simultan Berdiri (1) Head control (2) Posisi shoulder (3) Posisi elbow (4) Posisi wrist (5) Posisi trunk (6) Trunk control (7) Posisi hip (8) Posisi knee (9) Posisi ankle (10) Weight bearing (di medial kaki/di lateral kaki, di

calcaneus) (11) Standing balance i. Ke berdiri (1) Di mulai dari (jongkok/berlutut/duduk) (2) Head control (3) Trunk control (4) Rotasi trunk (5) Weight bearing (6) Transfer weight bearing (7) Pola gerakan ke berdiri (ke depan atas/menarik) j. Berjalan (1) Head control (2) Trunk control Universitas Indonesia | 46

(3) Rotasi trunk (4) Standing balance (5) Transfer weight bearing b) Tes Spastisitas Spastisitas adalah sebuah gangguan motorik yang ditandai dengan peningkatan kecepatan gerakan, bergantung pada tonik refleks regang otot, akibat hiper-eksitabilitas dari refleks regangan, sebagai satu komponen dari upper motor neuron syndrome (Lance, 1980). Penilaian spastisitas sangat penting untuk menentukan keefektivitasan dari pengobatan, membuat program pengobatan atau pembedahan, dan untuk menentukan tujuan fisioterapi (Mutlu, A., Livanelioglu, A., Gunel, Mintaze Kerem, 2008).

Skala klinis spastisitas adalah sebagai berikut (Bohannon & Smith, 1987): Score 0 1

1+

2

3 4

Modified Ashworth Scale Bohannon & Smith (1987) Tidak ada peningkatan tonus postural Ada sedikit peningkatan tonus, ada tahanan minimal di akhir lingkup gerak sendi Ada sedikit peningkatan tonus, ada tahanan sedikit kurang dari ½ lingkup gerak sendi Peningkatan tonus lebih nyata hamper seluruh lingkup gerak sendi, namun masih bisa digerakkan Ada peningkatan tonus yang bermakna, gerakan pasif sulit dilakukan Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi (satu posisi) Tabel 2.2 Skala klinis spastisitas

c) Pemeriksaan Fungsi Bermain

Universitas Indonesia | 47

Bermain membuat anak-anak menggunakan kreatifitasnya ketika mengembangkan imajinasi, ketangkasan, fisik, kognitif, dan

kekuatan

emosional.Bermain

juga

penting

untuk

perkembangan otak yang sehat. (Shonkoff, JP, Phillips DA, 2000). Melalui bermain anak-anak pada usia dini bisa ikut serta dan mengeksplor lingkungan yang dapat mereka kuasai, menaklukan rasa takut mereka ketika menjalankan peran orang dewasa, bersama dengan anak lain maupun pengasuh mereka (Tsao, L., 2002). Skala Denver adalah sebuah pemeriksaan untuk memonitor perkembangan bayi

hingga anak-anak usia prasekolah.

Biasanya pemeriksaan Skala Denver dilakukan pada anak baru lahir hingga usia 6 tahun (Frankenburg, W.K., Dodds, J., Archer, P. et al., 1992). (terlampir) d) Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk menambah data penunjang selain data pemeriksaan fisik, ntuk memberi kejelasan dan kepastian tentang kesungguhan penyakit yangdiderita oleh pasien, untuk memudahkan tenaga medis dalam melakukan diagnosis (Swartz, MH., 1995). Pemeriksaan penunjang pada kasus Cerebral Palsy dapat berupa Elektromiografi (EMG), Brain Evoked Response Audiometri (BERA), Nerve Conduction Velocity (NCV), Ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan sebagainya. e) Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas Urutan masalah didapat dari anamnesa, pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus, dan diurutkan dari masalah yang paling mendominasi. f) Diagnosa Fisioterapi ICF………………………….. g) Tujuan (1) Tujuan Jangka Pendek Tujuan jangka pendek dibuat untuk mengarahkan dan memutuskan tindakan terapi yang segera berdasarkan Universitas Indonesia | 48

prioritas masalah yang utama. Dalam penentuan tujuan jangka

pendek

juga

harus

memerhatikan

beberapa

komponen, seperti waktu pencapaian, bagaimana tujuan tersebut akan dicapai, lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai, dan kondisi lain seputar pasien. (2) Tujuan Jangka Panjang Tujuan jangka

panjang

juga

dibuat

untuk

mengarahkan dan memutuskan tindakan terapi berdasarkan prioritas

masalah,

namun

bukan

masalah

yang

utama.Tujuan jangka panjang dapat dicapai setelah seluruh tujuan jangka pendek selesai.Karena dalam pencapaian tujuan jangka panjang memerlukan waktu yang tidak sebentar, maka tujuan harus bersifat realistis, dimana harus disesuaikan dengan keadaan pasien, harapan pasien, penanganan atau intervensi dini, dan lingkungan pasien. h) Metode Pemberian Fisioterapi Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas dan tingkat keparahan dari problem.Fisioterapis memilih, mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih prosedur intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan yang telah dikembangkan terhadap pasien. Metode tersebut meliputi: 1) Neuro Development Treatment (NDT) Neuro Development Treatment (NDT) atau sering dikenal dengan Bobath merupakan suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1940.Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. 2) Terapi Kelompok Kegiatan terapi kelompok terdiri dari: a. Berkumpul dan doa bersama b. Latihan koordinasi, seperti: mengoper bola, melemparbola, memasang dan menyusun puzzle c. Latihan proprioseptif dan taktil, seperti: memasang puzzle Universitas Indonesia | 49

d. Latihan motorik kasar, seperti: naik tangga, melewati balok titian, melompat dengan trampolin, merangkak, berguling dari bidang yang tinggi Terapi kelompok ini dilakukan satu kali dalam satu minggu, dengan durasi kegiatan selama satu jam. i) Uraian Tindakan Fisioterapi Berisi mengenai tindakan apa saja yang bisa dilakukan pada masalah Cerebral Palsy Spastik Hemiplegi. Fisioterapi dapat memberikan intervensi sesuai GMFCS pasien. j) Program untuk dirumah Memberikan edukasi kepada pasien untuk mengulang kembali latihan dirumah serta memberikan edukasi tentang pola asuh selama berada di luar lingkungan rumah sakit Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan terapi yang diberikan.Evaluasi dilakukan sebelum,

sesaat,

dan

setelah

terapi

dalam

bentuk

SOAP(kepanjangan….?) dan jadwal evaluasi ke dokter. L. TEKNOLOGI FISIOTERAPI

PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK

HEMIPLEGI 1. Neuro Development Treatment (NDT) (NDT) atau sering dikenal dengan Bobath merupakan suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha Bobath pada tahun 1940.Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani gangguan sistem saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Penanganan harus dimulai secepatnya, sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan, walaupun sesungguhnya masih efektif untuk digunakan pada usia yang lebih tua, namun

ketidaknormalan

akan

semakin

tampak

seiring

dengan

bertambahnya usia anak dengan cerebral palsy. Tujuan konsep NDT pada umumnya adalah: Memperbaiki dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal dan mengajarkan postur dan pola gerak yang normal. a. Definisi Konsep Bobath juga dikenal sebagai Neuro Developmental Treatment (NDT).Pendekatan ini didasarkan pada treatment dengan Universitas Indonesia | 50

fokus pada partisipasi, aktivitas, struktur tubuh dan fungsi.NDT meyakini diperlukannya kebutuhan untuk analisis mendalam tentang keterampilan fungsional pasien yang memiliki neurodisability seperti anak-anak dengan cerebral palsy atau orang dewasa dengan stroke. Pasien yang menjalani terapi dengan Konsep Bobath diharapkan dapat mengontrol postur dan gerakan lebih baik. Strategi intervensi kunci dan teknik untuk Konsep Bobath terdiri dari tehnik, inhibition, fasilitasi dan Key Points of Control (KPoC). b. Teori Dasar NDT 1) Pengertian bahwa manusia itu dipengaruhi oleh system-system yang berbeda (otot, tulang, paru, jantung, hormone, syaraf dan sebagainya) yang bekerja dibawah komando otak. 2) Pentingnya mengerti bagaimana perkembangan anak dan bagaimana anak bergerak , sehingga terapis dapat membuat rencana treatment sesuai dengan gangguan geraknya. 3) Anak CP mempunyai banyak kesulitan. 4) Treatment dimulai dengan assesmen dan treatment difokuskan pada kemandirian gerak. c. Prinsip NDT 1) Anak sebagai manusia seutuhnya 2) Intervensi bersifat individual, mengacu pada : a) Masalah geraknya b) Personaliti, keluarga, dan budaya. 3) Assessment rutin setiap akan dilakukan treatment 4) Kesempatan anak bergerak aktif selama treatment 5) Handling digunakan untuk mempengaruhi tonus postural, mengatur koordinasi, dan memfasilitasi respon otomatis normal. Dengan handling yang tepat, tonus serta pola gerak yang abnormal dapat dicegah sesaat setelah terlihat tandatandanya. 6) Mengembangkan komponen gerak dengan bantuan furniture dan equipment 7) Mengacu pada tumbuh kembang normal 8) Prinsip motor control,motor learning dan postural control.26 a) Motor Control Motor control adalah proses informasi suatu aktifitas yang berpusat pada central nervous system (CNS) dengan tujuan mengorganisasikan sistem musculoskeletal untuk membuat koordinasi suatu gerakan. Motor Control

Universitas Indonesia | 51

merupakan nama dari bidang yang berkembang dalam ilmu saraf dimana bidang ini menganalisis bagaimana orang mengendalikan gerakan mereka. Sebagai contoh mudah seperti meraih segelas kopi, yang sebernarnya mempunyai komponen-komponen

kompleks

di dalamnya.

Motor

control difokuskan pada kordinasi terhadap postur dan gerakan melalui mekanisme serta perpaduan antara fisiologis dan psikologis. Ada 6 tingkatan motor koordinasi dalam motor control: Level 1 : tingkatan pada neuron, merupakan organisasi neuromotor yang relatif sederhana yaitu pada motor unit. Motor unit adalah bagian yang mengubungkan motor neuron dan otot yang akan dipersarafi. Level 2 : tingakatan pada otot, merupakan tingkatan terjadinya kontraksi dari sekelompok motor unit Level 3 : tingkatan grup otot, merupakan tingkatan fungsi beberapa kelompok otot yang melakukan kerja pada suatu sendi. Level 4 : tingkatan organ (beberapa sendi dalam segmen tubuh), merupakan bagian yang mengatur koordinasi gerakan pada setiap sendi. Level 5 : tingkatan sistem organ, merupakan kombinasi dari gerakan

yang

teroganisir

yang

merupakan

fungsi

lokomotor. Level 6 : tingkatan organism, merupakan tempat dari fungsi motorik dalam konteks makhluk hidup. Pada tahap ini merupakan tahap tertinggi dari koordinasi gerakan. Sistem sensorik memberikan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan Motor control memungkinkan tubuh kita untuk mengatur atau

mengarahkan

memungkinkan

mekanisme

tubuh

kita

gerakan.

untuk

Secara

bergerak

singkat,

ketika

kita

membutuhkan mereka untuk pergi, tanpa harus berpikir tentang hal

Universitas Indonesia | 52

itu. Ketika salah satu menunjukan "normal" motor control, kita bisa berasumsi bahwa ia memiliki otot yang normal. 9) Motor Learning adalah perubahan yang “relatif permanen”, yang dihasilkan dari praktek atau pengalaman baru, dalam kemampuan untuk merespon. Motor learning melibatkan kelancaran dan ketepatan gerakan serta diperlukan untuk gerakan rumit seperti berbicara, bermain piano dan memanjat pohon. Penelitian dalam motor learning sering melibatkan beberapa variable yang mendukung pembentukan program itu sendiri, yaitu sensitifitas pada proses deteksi kesalahan dan kekuatan dari skema gerakan itu sendiri. Menurut Schmidt motor learning adalah serangkaian proses internal berkaitan dengan praktek atau pengalaman yang akan

membentuk

perubahan

permanent

relative

terhadap

kemampuan untuk merespons. Jadi pengertian motor learning ini beraneka ragam, dan berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dirumuskan

bahwa

motor

learning

adalah:

suatu

proses

pembentukan sistematika kognitif tentang gerak yang kemudian diaplikasikan dalam psikomotor, mulai dari tingkat keterampilan gerak yang sederhana ke keterampilan gerak yang kompleks sebagai gambaran fisiologis yang dapat membentuk psikologis untuk mencapai otomatisasi gerak 10) Postural Control (kontrol postur) adalah gerakan korektif yang diperlukan untuk menjaga pusat gravitasi dalam basis dukungan. Yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini adalah, koordinasi dari rangka, otot sensorik dan system saraf pusat.

Universitas Indonesia | 53

Gambar 2.11 Postural Kontrol

26

Postural kontrol meliputi control terhadap posisi tubuh dan berfungsi ganda yaitu untuk stabilitas (keseimbangan) dan orientasi (memelihara hubungan yang tepat antar segmen tubuh dan antara tubuh dan lingkungan). Fungsi ganda musculo postural didasarkan pada empat komponen yaitu: 1) Nilai acuan, seperti orientasi segmen tubuh dan posisi pusat gravitasi (representasi internal dari tubuh atau skema tubuh postural); 2) Masukan multiindrawi mengatur orientasi 3) Stabilisasi segmen tubuh 4) Reaksi postural fleksibel atau antisipasi untuk pemulihan keseimbangan setelah gangguan, atau stabilisasi postural selama gerakan sukarela. Sistem kontrol postur terdiri dari proses kompleks yang meliputi komponen sensoris dan motoris dan menghasilkan kombinasi yang terintegrasi antara visual, vestibular dan input afferent proprioseptif. Gabungan dari usaha alat-alat sensoris ini merupakan dasar untuk keseimbangan dinamis (stabilitas). Apabila salah satu dari alat ini mengalami kerusakan, maka stabilitas dari postur akan mengalami gangguan.Adapun prinsip dasar dari postural control antara lain:

Universitas Indonesia | 54

1) Sistem sensoris

a) Kemampuan melihat b) Sistem vestibular c) Sistem somatosensoris d) Sistem Musculoskeletal 2) All day management ……..prinsip? 3) Team approach

Universitas Indonesia | 55

Underlying Process Umum

Universitas Indonesia | 56

BAB III FORMULIR FISIOTERAPI UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI RUMPUN KESEHATAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FORMULIR FISIOTERAPI Nama Fisioterapi Peminatan Nama Dokter No.reg Ruangan Tanggal

: Sri Novia Fauzia, SST.FT : Pediatri : dr. Luh Karunia Wahyuni SPKFR (K) : 387-35-72 : Poli Pediatri : 30 Maret 2017

A. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN (S) Nama Jelas

: An. M.Z

Tempat & Tanggal Lahir

: Jakarta, 19 September 2008 (8 tahun 6 bulan)

Alamat

: Jl. H. Sulaiman RT/RW 010/02 No. 44, Cipinang Melayu, Jakarta

Pendidikan Terakhir

:-

Pekerjaan

:-

Hobi

:-

Diagnosa Medik

: CP Spastic Hemiplegi Sinistra GMFCS IV

B. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S) KU: Belum bisa berdiri stabil RPS

: -

Anak usia 8 tahun 6 bulan sudah bisa duduk mandiri. Pada usia 9 bulan, Os sudah bisa berguling.

Universitas Indonesia | 57

-

Pada usia 10 bulan, Os demam disertai kejang. Os dibawa ke IGD RS Budi Asih dan diberi obat penurun demam, lalu dirawat selama 3 hari. Setelah dirawat, Os dibawa pulang dan Os masih bisa berguling. Os kejang setiap 3 bulan dan dibawa

-

ke RS Budi Asih lalu dirawat 3-4 hari. Pada usia 2 tahun, Os baru bisa berguling. Os kejang kelima dan dibawa Ibu ke IGD UKI, lalu dirawat ±4 hari. Di RS UKI Ibu juga memeriksakan Os untuk CT Scan. Kemudian Os

-

dirujuk ke Poli Tumbuh Kembang RSCM Pada usia 4 tahun, Os baru bisa berguling. Os dibawa ibu ke Poli Tumbuh Kembang RSCM, tidak diberi obat dan langsung dirujuk ke fisioterapi RSCM. Os rutin datang ke fisioterapi 1x/minggu dan diberikan latihan. Os sudah 4 Tahun datang ke Fisioterapi. Sekarang, Os sudah bisa duduk mandiri dan tidak pernah kejang lagi.

Rprenatal

R natal

R Post natal

: -

kehamilan kedua, direncanakan

-

kontrol rutin ke bidan 1x/bulan

-

konsumsi obat dan vitamin dari bidan

-

tidak ada riwayat pendarahan

: -

usia kehamilan 9 bulan

-

lahir di klinik bidan

-

lahir spontan dan normal

-

tidak langsung menangis (±2 jam)

-

tidak ada biru atau kuning

-

BBL : 3,5 kg

-

PBL : 52 cm

: -

Os jatuh 2x pada usia kurang dari 10 bulan ( tetap sadar, dan mengenai kepala, namun tidak diperiksakan)

-

Riwayat dan demam pada usia 10 bulan

Universitas Indonesia | 58

-

Dirawat di RS pada usia 10 bulan (3 hari), 13 bulan (3 hari), 16 bulan (3 hari), 19 bulan (3 hari), 22 bulan (3 hari).

R imunisasi

: Lengkap

R Tumbuh Kembang : a. R Makan dan Minum -

Usia 0-3 bulan : minum ASI

-

Usia 3-12 bulan : minum susu formula, makan nasi lunak

-

Usia 12 bulan – sekarang : minum susu formula, makan nasi biasa

b. R Gross Motor -

Usia 0-10 bulan

-

Usia 6 tahun

-

Usia 7 tahun

: berguling : duduk stabil : duduk mandiri

c. R Fine Motor -

Usia ? bulan : melihat objek

-

Usia ? bulan : mengikuti objek

-

Usia ? bulan : mengikuti sumber bunyi

-

Usia ? bulan : meraih objek

-

Usia ? bulan : menggenggam objek

-

Usia ? bulan : mengenal warna

d. R Bahasa -

Usia kurang dari 10 bulan : dapat bicara “aaa”

RPD

: Trauma 2x pada usia kurang dari 10 bulan

RPK

: Tidak ada

Riwayat Psikososial : Anak kedua dari dua bersaudara Ayah : Tn.?, usia ? tahun, pekerjaan ?

Universitas Indonesia | 59

Ibu

: Ny.?, usia ? tahun, pekerjaan ?

Kakak : An. ?, usia 15 tahun, pekerjaan pelajar SMP, normal C. PEMERIKSAAN (O) a. Pemeriksaan Umum 1. Cara datang : duduk di kursi roda, didorong Ibu 2. Kesadaran : Compos Mentis 3. Kooperatif/tidak kooperatif 4. Tensi :5. Lingkar kepala : 47 cm (Normal = 49-55 cm) 6. Nadi : 80x/menit (normal) 7. RR : 18x/menit (normal) 8. Status Gizi : Kesan normal 9. Suhu : Afebris b. Pemeriksaan Khusus 1. Inspeksi a. Pengamatan posisi dan pola gerak 1) Terlentang a) Head : Dapat bergerak bebas b) Shoulder : Retraksi, dapat bergerak aktif c) Elbow : Sinistra ( Cenderung fleksi) Dextra (dapat bergerak aktif ) d) Wrist : Sinistra ( Cenderung fleksi) Dextra (dapat bergerak aktif ) e) Finger : Sinistra ( thumb cenderung fleksi) Dextra (dapat bergerak aktif ) f) Trunk : Asimetris, Kurva vertebra melengkung ke g) Hip h) Knee i) Ankle

kanan : Sinistra ( Cenderung semifleksi) Dextra (netral, dapat bergerak aktif ) : Sinistra ( Cenderung semifleksi) Dextra (Cenderung semifleksi ) : cenderung inverse

2) Berguling a) Posisi awal b) Dimulai dari c) Rotasi Trunk d) Head Control e) Forearm Support 3) Telungkup a) Head lifting b) Head control

: Terlentang : Shoulder : Adekuat : Adekuat : Ada : Adekuat : Adekuat Universitas Indonesia | 60

c) Forearm support d) Hand support e) Posisi trunk f) Hip g) Knee h) Ankle 4) Duduk a) Head control b) Trunk control c) Hand support d) Pola Hip

: Adekuat : Sinistra (tidak ada) Dextra (adekuat ) :Asimetris, kurva

vertebra

melengkung ke kanan : Sinistra ( Cenderung semifleksi) Dextra (netral ) : Sinistra ( Cenderung semifleksi) Dextra (cenderung semifleksi ) : Inversi : Adekuat : Adekuat : Sinistra (tidak ada) Dextra (adekuat) :Sinistra (semifleksi,

abduksi,

endorotasi) Dextra ( semifleksi, abduksi, eksorotasi) e) Pola Knee : Sinistra ( semifleksi) Dextra (fleksi ) f) WB : Gluteus g) Balance : Adekuat h) Protective reaction : Tidak ada 5) Ke duduk a) Posisi awal : miring kanan b) Head control : adekuat c) Fiksasi gerakan : adekuat d) Forearm support : adekuat e) Hand support : Sinistra ( tidak ada) Dextra (adekuat) f) Tranfer WB : adekuat 6) Diposisikan berdiri a) Fiksasi Fisioterapis : axilla b) Head control : Adekuat c) Elbow : Sinistra ( Cenderung fleksi) Dextra (dapat bergerak aktif ) d) Wrist : Sinistra (Cenderung fleksi) Dextra (netral, dapat bergerak e) Hip f) Knee g) Ankle

aktif) : Sinistra ( Cenderung semifleksi) Dextra (cenderung semifleksi ) : Sinistra (cenderung semifleksi) Dextra (cenderung semifleksi) : inversi

Universitas Indonesia | 61

h) WB i) Balance

: Tidak ada : Tidak ada

b. Drooling positif 2. Palpasi a. Tonus postural tinggi b. Antropometri Panjang Tungkai Titik Pengukuran SIAS – Maleolus Lateral

Sinistra

Dextra

Selisih

61 cm

62,5 cm

1,5 cm

3. Test Khusus a. Test Spastisitas 1) UE scala asworth modified Dextra 0 Sinistra 1 2) LE scala asworth modified Dextra 1+ Sinistra 1+ b. Test Clonus negatif c. Test Tightness : - M. Elbow Fleksor sinistra - M. Wrist Fleksor sinistra - m. Iliopsoas sinistra - M. Hamstring bilateral - m. gastrocnemius bilateral d. Test Fungsi Bermain 1) Mengikuti objek (+) : Bean Bag 2) Mengikuti sumber bunyi (+) :Mainan berbunyi 3) Meraih (+) : Bean Bag 4) Menggenggam (dextra +, sinistra -): Bean bag 5) Fungsi bermain setara usia 6 bulan

D. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laporan Radiologi a. Tanggal pemeriksaan Pemeriksaan

: 7 April 2013 : Radiologi Pelvic

Universitas Indonesia | 62

Kesimpulan

: reimer’s index kanan kiri tipe IV (subsluksasi panggul)

b. Tanggal pemeriksaan

: 14 Januari 2016

Pemeriksaan

: Radiologi Pelvic

Kesimpulan

:

-

Subluksasi

sendi

femoroacetabular

kelateral bilateral - Reimer’s index (migration percentage index ), hip kanan 45% dan kiri 45% (N : <16%) - Acetabular angle kanan 18% (N : 13,630,7%) dan kiri 26,5% (N : 15,4-32,6%) 2. Laporan Psikologis Tanggal pemeriksaan : 9 Maret 2017 Pemeriksaan : Kemampuan Intelektual Kesimpulan : -

IQ

criteria

MMR

(Moderate

Mental

Retardation) dengan performance scare (IQ P : ꜜ44) -

Kematangan social anak seperti pada usia 9 bulan. Kegiatan lebih banyak di dalam rumah

E. IDENTIFIKASI

PROBLEMATIKA

FISIOTERAPI

BERDASARKAN

PRIORITAS 1. 2. 3. 4. 5.

Belum bisa berdiri stabil Tonus postural tinggi Hand support sinistra tidak ada Trunk asimetris Tightness pada M. Elbow Fleksor sinistra, M. Wrist Fleksor sinistra, m. Iliopsoas sinistra, M. Hamstring bilateral, m. gastrocnemius

bilateral 6. Fungsi bermain setara usia 6 bulan

F. DIAGNOSA FISIOTERAPI -

Body structure of function : a. Tonus postural tinggi

Universitas Indonesia | 63

b. c. d.

Hand support sinistra tidak ada Trunk asimetris Tightness pada M. Elbow Fleksor sinistra, M. Wrist Fleksor sinistra, m. Iliopsoas sinistra, M. Hamstring bilateral, m. gastrocnemius

-

bilateral Activity Limitation

:

a. Belum bisa berdiri stabil b. Belum bisa bermain sesuai dengan usianya -

Participation Restriction :

a. Fungsi bermain seperti usia 6 bulan

b. Belum bisa bermain dengan teman seusiannya G. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P) 1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik Tanggal : 2 Maret 2017 Nama Dokter : dr. Luh Krunia Wahyuni, Sp.KFR.K Program FT : stretching upper dan lower hip dan knee 2. Tujuan a. Tujuan jangka pendek : -Berdiri stabil b. Tujuan jangka panjang : - Maintenance pada wheelchair aktif atau modified wheelchair

3. Metode Pemberian Fisioterapi NO 1.

JENIS NDT

METODA DOSIS 1) Latihan di F= 1x/minggu T = 45 menit Posisi duduk 2) Latihan di

KETERANGAN -Spastic Release -Stimulasi proprioseptif -Stimulasi Taktil

posisi berdiri

2.

Exercise Stretching

F = 7x/minggu I = 1x/ hari T= 5-10 menit R = 5x repetisi

-Mengurangi tightness

Universitas Indonesia | 64

I = 6 detik Terapi Kelompok

Kelas CP

F= 1x/minggu T = 60 menit

3.

4. Uraian Tindakan Fisioterapi : a. NDT 1) Latihan di posisi duduk - Tujuan : Spastic Release (tonus postural mendekati normal), stimulasi taktil (dengan jenis mainan), stimulasi proprioseptif duduk,

dan

mengembangkan

hand

support

sinistra,

-

mengembangkan fungsi bermain hand sinistra. Persiapan alat : Dua bench (setinggi dada dan

-

setinggi lutut), mainan Posisi Anak

-

: duduk diatas bench setinggi lutut

sehingga lutut anak fleksi 90◦ terhadap lantai Posisi fisioterapis : duduk di depan pasien Pelaksanaan terapi : 1. Release spastic pada upper extremity sinistra dari proximal dengan mobilisasi otot dengan handling pada otot dan arahkan berlawanan dengan pola spastik 2. Latihan di posisi duduk sambil bermain dengan anak: 1. Fiksasi hand sinistra agar dapak menumpu pada bench (±setinggi pinggang-dada) yang diletakkan di depannya. 2. Ajak anak bermain untuk meraih (untuk mengambil mainan) dan menggenggam, lalu memberikan mainan dengan sang fisioterapis.

Pertama

bermain

dengan

tangan

yang

mampu/sehat. Dimulai dari posisi simetris (Midline) lalu arahkan ke posisi yang lemah (kiri). Jika anak paham dan sudah terbiasa, lepaskan fiksasi pada hand sinistra, dan fiksasi pada hand dextra, lalu ajak anak bermain dengan menggunakan tangan yang lemah. Dimulai dari posisi simetris (Midline) lalu arahkan ke posisi yang lemah (kiri) 3. Tetap perhatikan lutut anak tetap 90◦ terhadap lantai dan kaki menumpu di lantai, serta sikap tubuh pasien agar tetap tegak.

Universitas Indonesia | 65

2) Latihan di posisi berdiri - Tujuan : Stimulasi taktil (dengan jenis mainan), stimulasi proprioseptif berdiri, dan mengembangkan fungsi bermain -

hand sinistra. Persiapan alat : Dua bench (setinggi dada dan setinggi lutut),

-

mainan, AFO Posisi Anak

-

: diposisikan berdiri, kedua kaki anak

dipasangkan AFO terlebih dahulu Posisi fisioterapis : duduk di belakang pasien Pelaksanaan terapi : 1. Fiksasi di pelvis anak, anak diposisikan berdiri dengan bantuan fisioterapis 2. Latihan di posisi berdiri sambil bermain dengan anak: a. Fiksasi hand sinistra agar dapak menumpu pada bench (±setinggi pinggang-dada) yang diletakkan di depannya. b. Ajak anak bermain untuk meraih (untuk mengambil mainan) dan menggenggam, lalu memberikan mainan dengan sang fisioterapis. Pertama bermain dengan tangan yang mampu/sehat. Dimulai dari posisi simetris (Midline) lalu arahkan ke posisi yang lemah (kiri). Jika anak paham dan sudah terbiasa, lepaskan fiksasi pada hand sinistra, dan fiksasi pada hand dextra, lalu ajak anak bermain dengan menggunakan tangan yang lemah. Dimulai dari posisi simetris (Midline) lalu arahkan ke posisi yang lemah (kiri) c. Tetap perhatikan kaki menumpu di lantai, serta sikap tubuh pasien agar tetap tegak.

5. Program untuk dirumah - Duduk memakai backslap pada punggung dan lengan kiri - Beri anak mainan yang dapat merangsang anak untuk meraih dan menggenggam mainan terutama untuk mengembangkan fungsi tangan kiri yang lemah H. EVALUASI

Universitas Indonesia | 66

30 Maret 2017 S : Belum bisa berdiri stabil O

: - Tonus postural tinggi - Protective reaction tidak ada - Hand support sinistra inadekuat - Tightness pada M. Elbow Fleksor sinistra, M. Wrist Fleksor sinistra, m. Iliopsoas sinistra, M. Hamstring bilateral, m. gastrocnemius bilateral - Spastisitas : UE : dextra= 0, sinistra=1 LE : dextra=1+, sinistra=1+ A

Tangan kiri sudah mulai bisa menggenggam Dapat diberdirikan dengan sedikit bantuan Selama latihan anak tidak menangis Dapat mengikuti latihan dan instruksi dengan baik

: Gangguan fungsi berdiri stabil terkait tonus postural tinggi, protective reaction tidak ada, hand support inadekuat, dan Tightness pada M. Elbow Fleksor sinistra, M. Wrist Fleksor sinistra, m. Iliopsoas sinistra, M. Hamstring bilateral, m. gastrocnemius bilateral

P

: berdiri stabil Program FT

: NDT, Stretching dan terapi kelompok

Universitas Indonesia | 67

An. M.Z

Lesi pada otak yang immature Cerebral Palsy Hemiplegic Sinistra

Clinical Reasoning Gangguan motorik, kognitif, bicara, bahasa, sosial dan keterampilan emosional

Impairment Tonus postural tinggi Tightness pada fleksor elbow, fleksor wrist, Iliopsoas, hamstrings dan gastrocnemius bilateral Hand support sinistra tidak ada Ankle inversi dan plantar fleksi Weight bearing duduk di sacrum Postur scoliosis C dextra

Activity Limitation Tidak dapat berdiri stabil Belum bisa bermain sesuai dengan usianya

Participation Restriction Belum bisa bermain dengan teman seusianya

Fisioterapi Terapi latihan

: NDT, Stretching

Terapi kelompok

: Kelas CP

Tujuan : Mengurangi tightness pada fleksor elbow, fleksor

wrist, Iliopsoas, hamstrings dan gastrocnemius bilateral Berdiri stabil

Maintenance

Universitas Indonesia | 68

ICF Model

Cerebral Palsy GMFCS II

Body Structure and Function (B 7352) Tonus postural tinggi (B 7800) Tightness pada fleksor elbow, fleksor wrist, Iliopsoas bilateral, hamstrings bilateral dan gastrocnemius bilateral (S 7302) Hand support sinistra tidak ada (S 7502)Ankle inversi dan plantar fleksi (S 799) Weight bearing duduk di sacrum (S 7609) Postur scoliosis C dextra

Personal Factors Anak berusia 8 tahun Kooperatif

Activity Limitation and Participation Restriction (D 4154) Belum bisa berdiri stabil (D 1319) Belum bisa bermain sesuai dengan usianya

Environment Factors (E115) AFO

(E310) Dukungan keluarga

Universitas Indonesia | 69

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

Keterangan : Barrier : Fasilitation :

Universitas Indonesia | 70

DAFTAR PUSTAKA 1.

Williem.

Penyandang

2.

www.depkes.go.id. Anonim. Desember 2010, “Defenisi Spastic Cerebral Palsy”. Dapat diakses

3.

melalui http://www.totalkesehatananda.com Suwarta, I Gusti Ngurah,dkk. 2008. Profil Klinis dan Etiologi Pasien Keterlambatan

4.

cacat

Perkembangan

di

Indonesia.

Global

di

Dapat

RSCM.

diakses

Diakses

melalui

dari

:

http://www.saripediatri.idai.or.id Anonim. Desember 2010, “Defenisi Spastic Cerebral Palsy”. Dapat diakses

melalui http://www.totalkesehatananda.com 5. Anonim. Maret 2016, “Klasifikasi Cerebral Palsy” dapat diakses melalui 6.

http://www.pintarbiologi.com Berker Nadien, Yalcin Selim. The Help Guide to Cerebral Palssy, 8 th Ed.

7.

Turkey: Global Help Organization;2005. Anonim. Desember 2015. “Pengertian, Fungsi, dan Bagian-Bagian Otak

8. 9.

Manusia” dapat diakses melalui http://www.softilmu.com Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC Anonim. “Anatomi dan Fungsi Otak Manusia”. Dapat diakses melalui

http://www.aktivasiotak.com 10. Levitt. 2013.“System Pyramidal and Extrapyramidal”. Dapat diakses melaluihttps://books.google.co.id 11. Dorlan. 2009. “System Piramidal”. https://books.google.co.id 12. Rosebaum. 2007.

“Neurology”.

Dapat

diakses Dapat

melalui diakses

melaluihttps://books.google.co.id 13. Anonim. Maret 2016, “Klasifikasi Cerebral Palsy” dapat diakses melalui http://www.pintarbiologi.com 14. Cogher L, Savage E, Smith, Michael. Cerebral Palsy The Child and Young Person. London. Chapman and Hall Medical. 1992 15. Levitt, Sophie. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. London. Blackwell Science. 1995 16. Campbell S, Linden DWV, Palisano RJ. Physical Therapy for Children. Philadelphia. 1999. 17. Onlney, Sandra. Cerebral Palsy:Pediatrics in Review. 1995; 20 (11) : 35 – 45 18. P Nigel, Korzeniewski S et al. The Role of the Intrauterine and Perinatal Environment in Cerebral Palsy. Neoreviews 2005;6;e133-e140. Universitas Indonesia | 71

19. Hincheliffe, Archie.2006. Children with cerebral palsy. New Delhi : Vistaer Publications. 20. De Marco P, Merello E, Mascelli S, Capra V. Current perspectives on the genetic causes of neural tube defects. Neurogenetics. 2006 Nov;7(4):201-21. PMID: 16941185 21. "The Development of the Brain," by W. M. Cowan, 1979, Scientific American, 241(3), p. 116. 22. Sala A D, Grant A D. PROGNOSIS FOR AMBULATION IN CEREBRAL PALSY. Developmental Medicine and Child Neurology.1995; 37: 1020 – 1026 23. Domagalska, Szopa. Postural pattern recognition in children with unilateral cerebral palsy. 2014. doi: 10.2147/TCRM.S58186 24. Eckersley Pamea M., Elements of Paediatric Physiotherapy.1993; 4 (18): 335339 25. Wu Y W, Steven M, Strauss J D, Shavelle R M. Prognosis for ambulation in cerebral palsy : A population-based study. Pediatrics 2004. 26. Magill, Richard.Motor Control and Learning:Concept and Application.Cram 101;2012

Universitas Indonesia | 72

Related Documents

Bismillah 6
January 2021 1
Kti Bismillah
January 2021 1
"dahsyatnya Bismillah"
February 2021 1
Bismillah Usaha Kue
January 2021 8

More Documents from "Rahman Hakim"

February 2021 0
Klinik Pratama
March 2021 0
Bonusdarimastah Di Fb
February 2021 0