Makalah Manajemen Nyeri

  • Uploaded by: amelia_evoria
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Manajemen Nyeri as PDF for free.

More details

  • Words: 3,427
  • Pages: 21
Loading documents preview...
MAKALAH KEBUTUHAN GANGGUAN MANAJEMEN NYERI

Disusun Oleh : Aris Munandar 14SP277003 TINGKAT IV A

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis Program Studi S-1 Keperawatan 2017

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Kebutuhan Gangguan Manajemen Nyeri” .Salawat berserta salam kami sanjungkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,baik secara langsung maupun tidak langsung . Kami juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi, maupun dari segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas makalah ini.

Ciamis, November 2017

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3 A. Pengertian Nyeri ...................................................................................................... 3 B. Faktor yang Memengaruhi Nyeri ............................................................................ 3 C. Penanganan Nyeri .................................................................................................... 4 D. Distraksi................................................................................................................... 5 E. RELAKSASI ........................................................................................................... 7 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................... 10 A. Pengkajian. .............................................................................................................. 10 B. Diagnosis. ................................................................................................................ 14 C. Intervensi. ................................................................................................................ 15 D. Implementasi. .......................................................................................................... 15 E. Evaluasi. .................................................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan dibidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan kendaraan bermotor yang tidak seimbang menyebabkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas meningkat, tetapi peningkatan jumlah tertinggi lebih banyak terjadi di negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi, dan salah satu kondisi fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur , yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan efek nyeri setelah operasi. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak luput juga kemajuan ilmu dibidang kesehatan dan semakin canggihnya teknologi banyak pula ditemukan berbagai macam teori baru, penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien. Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri. Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah 2 persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress

fisik

dan

emosi

pada

nyeri

(Potter

&

Perry,

2005).

Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa (Sjamsuhidajat, 2005). Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manejemen nyeri (Lawrence, 2002). Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi.

1

Manajemen nyeri dengan melakukan teknik 3 relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery, dan meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2001).

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nyeri Menurut The International Association For the Study of Pain (IASP). Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang disebut nosisepsion. Nosisepsion merupakan langkah awal proses nyeri. Respon neurologik yang dapat membedakan

antara

rangsang

nyeri

dengan

rangsang

lain

disebut

nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang normal. (Sudoyo, 2006).

B. Faktor yang Memengaruhi Nyeri Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah: 1. Arti nyeri Bagi seserang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial kultural, lingkungan, dan pengalaman. 2. Persepsi Nyeri Persepsi nyeri merupakan penilaian sangat subyektif tempatnya pada korteks pada fungsi evaluatif kognitio. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor. 3. Toleransi Nyeri Toleransi ini erat hubungannya dengan adanya intensitas nyeri yang dapat memengaruhi seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan, hipnosis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagianya. Sedangkan

3

faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain. 4. Reaksi terhadap Nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, takut, cemas, usia dan lain-lain. 5. Skala Nyeri Reaksi yang dialami oleh pasien mempunyai ukuran tersendiri dari 0-10 dengan tingkatan sebagai berikut : a. Skala Normal b. Skala ringan c. Skala sedang d. Skala berat Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : 1) skala intensitas nyeri deskritif 2) Skala identitas nyeri numerik 3) Skala analog visual 4) Skala nyeri menurut bourbanis

C. Penanganan Nyeri 1. Dengan perilaku kognitif Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989). Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong leher), Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan

4

merasakan betapa nyaman hal tersebut. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal. Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat. Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain : 1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress 2. Menurunkan nyeri otot 3. Menolong individu untuk melupakan nyeri 4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur 5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain 6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri

D. Distraksi Distraksi adalah Gangguan yang berarti mengalihkan perhatian kita pada sesuatu. Kita menggunakan metode ini tanpa menyadari ketika kita menonton televisi atau mendengarkan radio untuk mengalihkan pikiran kita dari kekhawatiran/cemas/suatu masalah atau mungkin rasa sakit yang sedang kita alami. Misalnya: rasa sakit, Distraksi dapat digunakan sendiri untuk mengatasi rasa sakit ringan atau Distraksi berguna ketika kita sedang menunggu bekerjanya obat anti sakit. Jika kita mempunyai masalah yang mengganggu pikiran , kita dapat berfokus pada yang lain sehingga pikiran yang mengganggu hilang dari pikiran kita. 1. Teknik Distraksi Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang

5

atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007). 2. Jenis-jenis distraksi: 1. Distraksi visual Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual. 2. Distraksi pendengaran Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007). 3. Distraksi pernafasan Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri. 4. Distraksi intelektual Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.

6

5. Cara menggunakan Distraksi Setiap kegiatan/aktifitas dimana kita harus fokus dapat digunakan untuk melakukan distraksi. Distraksi bisa internal, seperti menghitung, menyanyi untuk diri sendiri, berdoa, atau mengulangi pernyataan seperti "Saya dapat mengatasinya." Atau Disraksi dapat eksternal, seperti menjahit, membuat/menggambar lukisan dll.

E. RELAKSASI Relaksasi adalah suatu cara untuk menenangkan fisik, pikiran dan jiwa dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Sangat berbeda dengan “kemalasan”. Sebenarnya, “malas” adalah suatu masalah di dalam pikiran, bahkan di dalam jiwa; dimana “si pemalas” secara tidak sadar menganggap bahwa bermalas-malasan adalah suatu cara terbaik untuk hidup. Pahamilah, bahwa rileks dan santai dalam hidup tidak berarti malas. Dengan Teknik Relaksasi Pernafasan ini, kita bisa memakai beberapa postur tubuh untuk memudahkan kita sampai pada posisi rileks yang dikehendaki; sekaligus dengan postur tubuh tersebut, kita akan mendapatkan stimuli yang dibutuhkan syaraf-syaraf tertentu. Teknik Relaksasi ini sebenarnya juga bertujuan untuk mengaktifkan kekuatan energi dari otak kanan, yaitu bagian otak yang mengurusi masalah emosi dan imajinasi manusia. 1. Teknik relaksasi Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi autogenic. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko. Ketika melakukan relaksasi autogenic, seseorang membayangkan dirinya berada didalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan napas dan detakan jantung. Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic adalah sebagai berikut:

7

a. Persiapan sebelum memulai latihan 1) Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam. 2) Atur napas hingga napas menjadi lebih teratur. 3) Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil katakandalam hati ‘saya damai dan tenang’. b. Langkah 1 : merasakan berat 1) Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur, ringan, sehingga terasa sangat ringan sekali sambil katakana ‘saya merasa damai dan tenang sepenuhnya’. 2) Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki. c. Langkah 2 : merasakan kehangatan 1) Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat, sambil mengatakan dalam diri ‘saya merasa senang dan hangat’. 2) Ulangi enam kali. 3) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai, tenang’. d. Langkah 3 : merasakan denyut jantung 1) Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut. 2) Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang. Sambil katakana ‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’. 3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. e. Langkah 4 : latihan pernapasan 1) Posisi kedua tangan tidak berubah. 2) Katakan dalam diri ‘napasku longgar dan tenang’ 3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. f. Langkah 5 : latihan abdomen 1) Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat. 2) Katakan dalam diri ‘darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat’. 3) Ulangi enam kali.

8

4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. g. Langkah 6 : latihan kepala 1) Kedua tangan kembali pada posisi awal. 2) Katakan dalam hati ‘kepala saya terasa benar-benar dingin’ 3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. h. Langkah 7 : akhir latihan Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil membuka mata.

9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A.

Pengkajian. Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah: 1.

Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).

2.

Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri.

3.

Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri. Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien

dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992). Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen tersebut, diantaranya: 1.

Penentuan ada tidaknya nyeri. Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. a.

Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T). 1)

Faktor Pencetus (P: Provocate), Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.

10

2)

Kualitas (Q: Quality), Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk.

3)

Lokasi (R: Region), Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.

4)

Keparahan (S: Severe), Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS)

Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS) merupakan suatu garis lurus, yangmewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala analog visual merupakan pengukur

11

keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).

Geambar 3 Skala Deskriptif Verbal

Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri yang paling hebat. Perawat menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.

Gambar 4 Skala Nyeri Oucher

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak yang lebih kecil.

12

Gambar 5 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker

5)

Durasi (T: Time). Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri

b.

Faktor yang memperberat/memperingan nyeri. Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres, dan lainlain.

c.

Respon Fisiologis. Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral (misal: infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi. Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu: 1) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial).  Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate.  Peningkatan heart rate.  Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.  Peningkatan nilai gula darah.  Diaphoresis.  Peningkatan kekuatan otot.  Dilatasi pupil.  Penurunan motilitas GI. 2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)  Muka pucat. 13

 Otot mengeras.  Penurunan HR dan BP.  Nafas cepat dan irregular.  Nausea dan vomitus.  Kelelahan dan keletihan. d.

Respon Perilaku. Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.

e.

Respon Afektif. Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri.

2.

Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien. Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan seharihari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola interaksi pada orang lain.

3.

Persepsi Klien Tentang Nyeri. Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.

4.

Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri. Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami.

B.

Diagnosis. Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan lainnya. Penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian yang dilakukan cermat dan akurat.

14

C.

Intervensi. Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut: 1.

Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.

2.

Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.

3.

Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.

4.

Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.

5.

Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah.

D.

Implementasi. Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada dua: 1.

Tindakan Farmakologis. Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO mengombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik dan obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri klien.

2.

Tindakan Non Invasif. Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk mendukung terapi farmakologis yang sudah diberikan. Jenis tindakan non invasive antara lain:

3.

a)

Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.

b)

Bimbingan antisipasi.

c)

Relaksasi.

d)

Imajinasi terbimbing.

e)

Distraksi.

f)

Akupunkur.

g)

Biofeedback.

h)

Stimulasi kutaneus.

i)

Akupresur.

j)

Psikoterapi.

Tindakan Invasif/Pembedahan. Merupakan

komplemen

dari

tindakan-tindakan

lainnya

dalam

upaya

membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif, fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan ini dilakukan apabila dengan tindakan-tindakan non

15

invasif tidak dapat membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:

E.

a)

Cordotomy.

b)

Neurectomy.

c)

Sympatectomy.

d)

Rhizotomy.

Evaluasi. Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam respon rangsangan nyeri, diantaranya: klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.

16

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang menyeluruh, hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien. Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu dengan yang lainnya. Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien.

17

DAFTAR PUSTAKA

Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental Keperawatan. Vol:2. Jakarta: EGC. Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. http://ariasandyhasim.blogspot.co.id/2015/09/distraksi-dan-relaksasi-managementnyeri.html

18

Related Documents

Makalah Manajemen Nyeri
January 2021 1
Manajemen Nyeri
January 2021 1
Leaflet Manajemen Nyeri
January 2021 1
Makalah Manajemen Utang
January 2021 1
Makalah Manajemen Umum
January 2021 1