Makalah Metode Studi Islam Tentang Ijtihad

  • Uploaded by: Tanzil Al Khair
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Metode Studi Islam Tentang Ijtihad as PDF for free.

More details

  • Words: 1,536
  • Pages: 13
Loading documents preview...
IJTIHAD SUMBER AGAMA ISLAM

A. Definisi Ijtihad Secara bahasa ijtihad adalah berasal dari kata jahada, artinya berjuang, bersungguh-sungguh dalam aktivitas apapun yang berat dan penuh kesulitan.1

‫﴿ﺃﻹﺟﺘﻬﺎﺪ ﻫﻭ ﺑﺫﻞ ﺍﻟﻮﺴﻊ ﻔﻲ ﺇﺴﺗﻧﺑﺎﻄ ﺍﻻﺤﻜﺎﻡ ﺍﻠﺸﺭﻋﻴﺔ ﻤﻥ ﺃﺪﻟﺘﻬﺎ‬ ﴾ ‫ﺍﻠﺘﻔﺼﻟﻴﺔ‬ ijtihad adalah pengerahann segenap daya upaya dalam menggali hukum-hukum syariat dari dalil-dalil yang rinci.2

Kebanyakan nash-nash al-quran dan sunnah tidak dipaparkan dalam bentuk yang rinci (mufashshalah), melainkan hadir dalam bentuk yang umum (‘ammah) dan global (mujmalah) yang bisa diterapkan untuk seluruh fakta kehidupan. Oleh karena itu, untuk memahami dan mengambil hukum syara’ dari nash-nash tersebut diperlukan aktivitas pengerahan daya upaya (badzl al-wus’i). Nash-nash al-qur’an jika dinisbahkan kepada ijtihad, dikelompokkan sebagai berikut : 1. Kelompok (nash-nash al-quran), yang memungkinkan hukm syari’at bisa diambil dan diketahui dari nash-nash tersebut, tanpa melalui proses ijtihad. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah nash-nash yang lafaznya hanya mengandung satu makna. Misalnya, ayat-ayat yang muhkamat. 2. Kelompok yang tidak memungkinkan hukum syara’ bisa diperoleh dari nashnash tersebut, kecuali dengan jalan ijtihad, yakni nash-nash yang lafaznya mengandung lebih dari satu makna. Misalnya, ayat-ayat yang mutasyabihat.

1 2

Iyad Hilal, Studi Tentang Uhsul Fiqh, hal : 84 Muhammad Husain Abdullah, Studi dasar-dasar Pemikiran Islam, Hal : 104

1

Syarat-syarat Ijtihad Pada diri seorang muslim (yang hendak berijtihad, penerj.) harislah terhimpun syarat-syarat berikut ini : 1. Seorang mujtahid haruslah seorang Muslim- baik laki-laki maupun perempuanyang berakal sehat serta memiliki kemampuan intelektual yang tinggi.3 2. Pengetahuan terhadap bahasa (bahasa arab, penerj.), yakni pengetahuan terhadap lafadz-lafadz dan susunan (tarkib) yaitu berhubungan dengan dalil-dalil hukum yang hendak di istinbathka (digali). 3. Pengetahuan terhadap syara’, yakni nsh-nash syara’ dari al-quran dan sunnah yang berkaitan dengan masalah hukum dan pengetahuan tentang bagianbagiannya; seperti al-‘umum wa al-khushush, al-muthlaq wa al-muqayyad, annasikh wa al-mansukh. 4. Pengetahuan terhadap hakikat suatu fakta yang hendak dihukumi, yang biasa disebut sebagai manath al-hukmi (tempat disandarkannya hukum). Jika seorang mujtahid tidak dapat memahami sendiri fakta termaksud, maka ia bisa menanyakannya kepada orang yang mengerti atau ahli tentang fakta ini, sekalipun orang yang ditanya tersebut bukan muslim.4 5. Seorang mujtahid juga harus mengetahui keberadaan pendapat para mujtahid lainnya. Penting bagi seorang mujtahid untuk dapta menguasai dengan baik berbagai dalil yang biasa dipakai para mujtahidin, tetantang suatu perkra tertentu maupun tetantang bagaimana para mujtahidin lainnya memaknai dalil-dalil dan perkara yang dihadapi.

3 4

Iyad Hilal, Studi Tentang Uhsul Fiqh, hal : 85 Muhammad Husain Abdullah, Studi dasar-dasar Pemikiran Islam, Hal : 106

2

Hukum ijtihad Hukum ijtihad adalah fardhu kifayah, yakni :

‫ﺇﺫﺍ ﺃﻗﺎﻤﻪ ﺍﻠﺑﻌﺾ ﺴﻘﻄ ﻋﻥ ﺍﻠﺑﺎﻗﻴﻥ‬ Apabila sudah dipenuhi oleh sebagian orang maka gugurlah kewajibannya dari yang lain.5 Tidak diperkenankan ada satu masa pun yang kosong dari seorang mujtahid. Sebab, metode untuk memahami hukum-hukum syara’ hanyalah ijtihad. Andai ada sebuah masa dimana saat itu terdapat kekosongan dari seorang mujyahid maka berdosalah seluruh umat islam. Sebab, hal ini merupakan pengabaian terhadap syari’at.

B. Ijtihad Sebagai Sumber Dinamika Ijtihad dan madzhab-madzhab Fiqh. Islam sangat mendorong pemeluknya untuk berijtihad dalam rangka memahami hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil syara’. Rasul SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih :

‫ ﻮ ﺇﻦ ﺃﺧﻄﺄ ﻔﻟﻪ ﺃﺟﺮ‬,‫ﺇﺬﺍ ﺇﺟﺘﻬﺪ ﺍﻠﺤﺎﻜﻡ ﻔﺄﺻﺎﺏ ﻔﻟﻪ ﺃﺟﺮﺍﻦ‬ Apabila seorang hakim berijtihad dan ternyata benar, maka ia mendapat dua pahal, namun bila salah maka ia mendapat satu pahala.

Kaum muslimin, pada masa permulaan Islam, senantiasa melakukan pengambilan hukum-hukum syara’ sendiri dari al-quran dan sunnah, para qadhi (hakim pengadilan). Mereka melakukan iatinbath hukum sya’iy terhadap setiap masalah hanya diajukan ke hadapan mereka. Demikian pula halnya dengan para khalifah dan wali (gubernur). 5

Muhammad Husain Abdullah, Studi dasar-dasar Pemikiran Islam, Hal : 106

3

Sebuah kaidah ushul menyatakan :

‫ﻟﻟﺴﻟﻄﺎﻦ ﺃﻦ ﻴﺤﺪﺙ ﻤﻥ ﺍﻻﻗﺿﻴﺔ ﺑﻘﺪﺮ ﻤﺎﻴﺤﺪﺙ ﻤﻥ ﻤﺷﻜﻼﺖ‬ Seorang penguasa berhak mengambil keputusan hukum sesuai dengan maslah yang terjadi.

Ketika seorang khlaifah telah melegalisasikan (tabaniy) salah satu [pendapat hukum syar’iy tentang sebuah masalah yang diperselisihkan oleh para mujtahid, maka umat islam wajib untuk hanya mengamalkan apa yang di-tabaniy oleh khalifah dan meninggalkan pendapat yang lain. Dalm hal ini, ada sebuah kaidah menyatakan :

‫ﺃﻤﺮ ﺍﻹﻤﺎﻡ ﻴﺮﻔﻊ ﺍﻟﺧﻼﻑ‬ Perintah keputusan imam akan menepis perbedaan.

Macam-macam Mujtahid a. Mujtahid Mutlak para pendiri madzhab fiqih islam, seperti Imam Abu hanifah, sayfi’I ahmad bin Hanbal, ja’far dan Imam-imam madzhab lainnya digolongkan sebagai mujtahid mutlak. Para mujtahid ini tidak hnya menarik hukum dari alil-alil syara’, tetapi juga menyusun sendiri konsep ushul fiqh untuk menarik hukum, dan tidak tergantung dengan konsep ushul fiqh ulama lain.

b. Mujtahid Madzhab para mujtahidin ini hanya mengikuti konsep ushul fiqh yang telah disusun oleh para mujtahid mutlak ketika menarik hukum. Misalnya Imam Abu Yusuf mengikuti metode ushul fiqh yang disusun oleh Imam Abu Hanifah. Para mujtahid madzhab ini pada umumnya mengikuti panduan dari madzhab yang dianggap kuat ketika menarik hukum. Namun demikian, mereka tidak mengikatkan pendapatnya tentang masalah-masalah tertentu kepada imam-imam

4

mereka. Terbukti bahwa para mujtahid madzhab itu seringkali memilki pendapat yang berbeda dengan pendapat imam-imamnya. Bahkan, beberapa mujtahid, seperti imam Abu Yusuf, telah mencapai derajat mujtahid mutlak, tetapi mereka tidak membentuk madzhab tersendiri dan tetp mengikuti metode Imam Abu Hanifah. c. Mujtahid Mas’alah Mujtahid ini mampu menghukumi masalah-masalah tertentu, namun tidak dapat menghukumi masalah-masalah lainnya. Dengan kata lain, mujtahid ini dapat mempelajari pendapat para Fuqaha dan menemukan dalil-dalil syara’ yang mereka gunakan, akan tetapi tidak mampu menetapkan pendapat baru mengenai masalahmasalah yang baru. Setelah wilayah daulah Islamiyah meluas dan bangsa arab mulai berinteraksi dengan bangsa dan umat lainnya, maka pemahaman umat islam terhadap bahasa arab mulai melemah. Akibatnya, tidak semua umat islam mampu melakukan ijtihad, melainkan sebatas pada para ulama yang mampu untuk berijtihad saja. Hingga akhirnya, orang-orang selain mujtahid tersebut hanya menjadi muqallid (pengikut) dari mujtahid.

Ikhtilaf di kalangan Mujtahid terhadap sebagian hukum. Terdapat sebab-sebab perbedaan pendapat di antara para mujtahid : 1. Perbedaan dalam hal dalil syara’ yang digunakan 2. Perbedaan dalam menafsirkan nash 3. Perbedaan metodologi ushul fiqh. 4. Perbedaan dalam memahami teks berbahasa arab. Kami telah menyatakan, ada nash-nash syari’at, baik yang terdapat dalam al-quran maupun hadits, yang lafadznya mengandung lebih dari satu makna. Pada nash-nash semacam inilah, ijtihad bisa dilakukan guna memilih (tarjih) salah satu makna yang lebih tepat.

5

Contohnya adalah, firman Allah SWT.:

 





 

 43. atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)(QS.Al-Hasyr : 7) Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam memaknai lafadz lamastum (kalian menyentuh) tersebut, kelompok pertama, menganggap bahwa makna lams-tum adalah jama’-tum (kalian bersetubuh). Mereka lebih cenderung mengambil makana kiasan (al-ma’na al-majaziy) untuk lafadz tersebut. Mereka berargumentasi dengan indikasi (qarinah) yang ada dalam ayat-ayat al-quran dan meninjaunya secara bahasa. Dari sinilah disimpulkan bahwa seorang laki-laki yang menyentuh wanita dengan tangannya tidak membatalkan wudhunya. Kelompok kedua, menganggapa bahwa makna lamastum adalah massa-tum bi al-yad (kalian menyentuh dengan tangan). Dari sinilah disimpulkan bahwa jika seorang laki-laki menyentuh wanita dengan tangannya, maka akan membatalkan wudhunya. Dalam hal ini mereka pun berargumentasi dengan qarinah dari al-quran disamping bahwa mereka juga meninjaunya secara bahasa.6

C. Pembentukan Kebudayaan Islam Allah telah mengutus nabi Muhammad SAW kepada seluruh manusia. Beliau merupakan penutup para Nabi. Risalah beliau SAW adalah Dinul Islam yang sempurna. Nash-nash (al-quran dan sunnah) telah menjelaskan semua permasalahan kehidupan hingga hari kiamat. Oleh akrena itu umat islam diperintahkan agar perbuatan-perbuatannya berkalan sesuai dengan hukum syara’.

6

Muhammad Husain Abdullah, Studi dasar-dasar Pemikiran Islam, Hal : 108

6

Firman Allah :

 







 

  7. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. Itulah sebabnya umat islam tidak diperbolehkan mengerjakan perbuatanperbuatan ataupun memanfaatkan benda-benda didasarkan pada hukum syariat Negara islam harus memiliki undang-undang dasar (dustur) dan undangundang yang berlandaskan islam semata. Sehingga budaya islam tetap terjaga. Allah berfirman yang artinya :

“hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam agama islam dengan sempurna/seluruhnya. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya ia merupakan musuh kamu yang nyata.”(QS. Al-baqarah)

7

8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat kesehatan dan nikmat keimanan, semoga kita semua mendapat hidayah dari-Nya di Akhirat kelak. Shalawat beserta kita curah ke baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah menerangi

dunia

ini

menjadi

terang-benderang

dengan

budi

pekertinya,

perjuangannya, untuk menjauhkan umat manusia dari kegelapan/kejahiliyahan. Sebelumnya penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada kami, sehingga kami dapat mengembangkan ilmu yang telah diberikan kepada kami selaku mahasiswa. Adapun isi makalah ini membahas tentang “Ijtihad Sebagi Sumber Agama islam” yang ini semua tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dari teman-teman mahasiswa sekalian. Dan kami selaku penyusun sangat mengharap kritikan dan saran apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam ketikan ataupun hal-hal lainnya. Hanya kepada Allah lah kami mohon ampun. Sekian dan terima kasih.

Tanggal 5 Maret 2008

TIM PENYUSUN

9

DAFTAR ISI

I. II. III.

PENDAHULUAN DAFTAR ISI IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM… 1 1. Pengertian ijtihad….…………………………….. 1 2. Ijtihad Sebagai Sumber Dinamika…………….….3 3. Pembentukan kebudayaan Islam………………… 6

IV.

DAFTAR PUSTAKA

10

DAFTAR PUSTAKA

1.

Khallaf, Wahhab, Abdullah, Prof, Ilmu Ushul Fiqh, Dina Utama, 1994. Semarang

2.

Abdullah, Husein, M. Studi dasar-dasar pemikiran islam, Pustaka thariqul Izzah, 2007. Jakarta

3.

Hilal, Iyad. Studi tentang Ushul Fiqh, Pustaka Thariqul Izzah, 2005. Jakarta.

11

“IJTIHAD SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM” DI S U S U N OLEH

TANZIL AL-KHAIR Dosen Pembimbing : Khairuddin, MA SEMESTER II UNIT B

STAIN ZAWIYAH COT KALA LANGSA TAHUN 2007-2008

12

13

Related Documents


More Documents from "akka yanuar"