Makalah Pondok Pesantren Sebagai Sebuah Sistem Pendidikan Islam

  • Uploaded by: Dika Kuncoro
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pondok Pesantren Sebagai Sebuah Sistem Pendidikan Islam as PDF for free.

More details

  • Words: 3,359
  • Pages: 20
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai memang

basis

bisa

pendidikan

dikatakan

Islam,

sebagai

pondok

tempat

pesantren

strategis

dalam

melahirkan ulama-ulama, Kiyai, bahkan tokoh-tokoh besar yang memiliki pemahaman tinggi terhadap agama Islam. Disamping itu, pondok pesantren juga lebih menarik minat khususnya orang-orang desa karena biayanya yang lebih murah daripada sekolah

formal.

Namun

dalam

perkembangannya,

Pondok

Pesantren kini bukan hanya diminati masyarakat desa, namun keberbagai lapisan masyarakat karena terobosan-terobosan yang ada di Pondok Pesantren tersebut. Jika

masa

dulu

pondok

pesantren

identik

dengan

pendidikan bagi generasi muda pedesaan dan pinggiran kota, namun pondok pesantren sekarang pemuda kota pun bisa belajar di Pesantren. Selain itu, Pondok Pesantren sekarang juga sudah mengalami kemajuan yang pesat, terbukti dengan banyaknya pondok pesantren yang berlabelkan Pondok Pesantren Modern. Sehingga lembaga ini berhasil menarik minat berbagai lapisan masyarakat Pesantren

yang

semakin

sekarang

banyak

semakin

dan

besar

otomatis

Pondok

peranannya

dalam

mengembangkan Pendidikan Agama Islam. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat diketahi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1.

Bagaimana Sejarah pondok pesantren sebagai sistem

pendidikan

1

2.

Bagaimana Sistem pendidikan di pesantren dulu dan

sekarang 3.

Bagaimana Prinsip-prinsip pendidikan pesantren

4. Bagaimana Peran pesantren dalam pendidikan islam

BAB II PEMBAHASAN

A.

Sejarah Pesantren Sebagai Sistem Pendidikan Pesantren

merupakan

lembaga

pendidikan

tradisional

Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana

yang

terbuat

dari

bambu.

Disamping

itu

kata

“pondok” mungkin juga berasal dari bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama. Pondok

pesantren

yang

merupakan

“bapak”

dari

pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat dari perjalanan historisnya, bahwa sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran

kewajiban

dakwah-dakwah

Islamiah,

yakni

menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama dan da’i. Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis cultural dapat dikatakan sebagai “training center” yang

2

otomatis menjadi “cultural central” Islam yang dikembagakan oleh masyarakat, setidak-tidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya, di mana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan yang pasti. Berdasarkan hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Departemen Agama pada tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama Pesantren Jan Tamps II. Akan tetapi hal ini juga diragukan, karena tentunya ada Pesantren Jan Tampees I yang lebih tua. Walaupun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak diragukan lagi, adalah sangat besar bagi perkembangan Islam di Nusantara1 Pada masa penjajahan kolonial Belanda yaitu sekitar abad ke-18an, nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat berbobot terutama dalam bidang penyiaran agama Islam. Pada masa penjajahan ini pondok pesantren menjadi satusatunya lembaga pendidikan Islam yang menggembleng kaderkader umat yang tangguh dan gigih mengembangkan agama serta menentang penjajahan berkat dari jiwa Islam mereka. Kelahiran pesantren baru, selalu diawali dengan cerita perang nilai antara pesantren yang akan berdiri dengan masyarakat sekitarnya, dan diakhiri dengan kemenangan pihak pesantren, sehingga pesantren dapat diterima untuk hidup di masyarakat, dan kemudian menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya dalam bidang kehidupan moral. Bahkan dengan kehadiran 1 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 39-41

3

pesantren dengan jumlah santri yang banyak dan datang dari berbagai masyarakat lain yang jauh, maka terjadilah semacam kontak budaya antara berbagai suku dan masyarakat sekitar. Dari segi cultural para ulama Islam berusaha menghindarkan tradisi serta ajaran agama Islam dari pengaruh kebudayaan Barat. Segala sesuatu yang berbau Barat secara apriori ditolak oleh mereka, termasuk system pendidikan2 Kehadiran pesantren ditengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan. Dengan sifatnya yang flexible sejak awal kehadirannya, pesantren ternyata mampu mengadaptasikan diri dengan masyarakat serta memenuhi tuntutan masyarakat. Walaupun

pada

masa

penjajahan,

pondok

pesantren

mendapat tekanan dari pemerintah Kolonial Belanda, pondok pesantren

masih

bertahan

terus

dan

tetap

tegak

berdiri

walaupun sebagian besar berada di daerah pedesaan. Peranan mendidik

dan

mencerdaskan

kehidupan

bangsa

tetap

diembannya. Telah banyak kader-kader bangsa dan tokoh-tokoh perjuangan nasional dilahirkan oleh pesantren. Bahkan pada saat-saat perjuangan kemerdekaan, banyak tokoh pejuang dan pahlawan-pahlawan kemerdekaan yang berasal dari pesantren. Dalam perkembangannya, pondok pesantren memang sangat pesat, pada zaman Belanda saja jumlah pesantren di Indonesia

besar

kecil

tercatat

sebanyak

20.000

buah.

Perkembangan selanjutnya mengalami pasang surut, ada daerah tertentu yang membuka pesantren baru, ada pula pesantren di 2 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlmn 229-230

4

daerah lain yang bubar karena tidak begitu terawat lagi. Tetapi perkembangan menampakkan

yang trend

paling lain.

akhir,

dunia

Disamping

masih

pesantren ada

yang

mempertahankan system tradisionalnya, sebagian pesantren telah membuka system madrasah, sekolah umum, bahkan ada diantaranya yang membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan seperti bidang pertanian, peternakan, pertukangan, teknik dan sebagainya3 B.

Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Sistem pondok pesantren selalu diselenggarakan dalam

bentuk

asrama

atau

komplek

asrama

dimana

santri

mendapatkan pendidikan dalam suatu situasi lingkungan sosial keagamaan yang kuat dalam ilmu pengetahuan yang dilengkapi pula dengan atau tanpa ilmu pengetahuan umum. Dalam perkembangan

selanjutnya,

pondok

pesantren

disamping

memberikan pelajaran ilmu agama, juga ilmu pengetahuan umum dengan system madrasah atau sekolah. Dari sudut administrasi pendidikan pondok pesantren dapat dibedakan dalam empat kategori berikut ini: 1. Pondok pesantren dengan system pendidikan yang lama pada umumnya terdapat jauh di luar kota, hanya memberikan pengajian. 2.

Pondok pesantren modern dengan sistem pendidikan klasikal berdasarkan atas kurikulum yang tersusun baik, termasuk pendidikan skill.

3 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 43

5

3.

Pondok pesantren dengan kombinasi disamping memberikan pelajaran dengan system pengajian, juga dengan sistem madrasah yang dilengkapi dengan pengetahuan umum.

4.

Pondok pesantren yang tidak lebih baik dari asrama pelajar daripada pondok yang semestinya.4 Pondok pesantren pada masa lalu, pada awal tahun 2001

pemerintah

menyadari

bahwa

potensi

pesantren

perlu

dioptimalkan yaitu untuk menyantuni kebutuhan pendidikan bagi generasi muda pedesaan dan pinggiran kota. Jumlah lembaga pendidikan psantren di seluruh Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Dengan perkembangan pesantren yang cepat tersebut

ditunjang

oleh

keluarnya

Undang-Undang

Sistem

Pndidikan No. 2 Tahun 1989 yang memberikan legalitas yang sama

dengan

sekolah-sekolah

negeri

tingkat

dasar

dan

menengah terhadap madrasah-madrasah tingkat dasar dan menengah yang dikembangkan di Pesantren.5 Pondok

pesantren

pada

masa

sekarang,

dalam

penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren, dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yaitu: a.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, yang pada umumnya diberikan dengan cara nonklasikal dan para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.

4 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlmn 232 5 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Menadu Modernitas untuk Kemajuan Bangsa), Yogyakarta, 2009, hlmn 67

6

b.

Pesantren adalah lembaga agama

Islam,

yang

para

pendidikan dan pengajaran santrinya

tidak

disediakan

pondokan di komplek pesantren, namun tinggal tersebar di sekitar penjuru desa sekeliling pesantren tersebut. Dimana cara dan metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dngan sistem weton, yaitu para santri datang berduyun-duyun pada waktu tertentu. c.

Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan sistem bandungan, sorogan, ataupun wetonan, yang bagi para santrinya disediakan pondokan yang biasa disebut dengan Pondok Pesantren Modern yang memenuhi kriteria

pendidikan

nonformal

serta

penyelenggaraan

pendidikan formal baik madrasah maupun sekolah umum dalam berbagai tingkatan.6 C.

Prinsip-Prinsip Pendidikan Pesantren Dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan Pondok

Pesantren prinsip-prinsip umum belajar dan motivasi perlu ditetapkan, seperti: 1.

Prinsip kebermaknaan, menghendaki bahwa anak didik akan termotivasi untuk mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya, sehingga perlu menghubungkan pelajaran yang diberikan dengan minat dan nilai-nilai kehidupan anak baik sedang ataupun yang akan datang.

6 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 45

7

2. Prinsip prasyarat, menuntut pendidik untuk menyadari bahwa anak didik akan tergerak mempelajari hal-hal baru apabila mempunyai

semua

prasyaratantara

lain

dengan

mengaitkan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki oleh pendidik. 3.

Prinsip memberi model, menghendaki agar pendidik memberikan dalam proses belajar model atau contoh yang dapat diamati dan ditiru oleh anak didik.

4.

Prinsip

komunikasi

terbuka,

menuntut

agar

pendidik

mendorong anak didik lebih banyak mempelajari sesuatu dengan cara penyajian. 5.

Prinsip kebenaran, anak didik akan lebih banyak belajar apabila

minat

perhatiannya

tertarik

oleh

penyajian-

penyajian yang relatif baru. 6.

Prinsip praktik aktif, anak akan dapat belajar lebih baik apabila ia diikutsertakan dalam praktik.

7.

Prinsip praktik terbuka, anak didik akan belaar lebih baik dan giat apabila pelajaran praktik tersebut disusun dalam periode yang singkat yang didistribusikan dalam jangka waktu tertentu.

8.

Prinsip mengurangi petunjuk, anak didik akan lebih baik dalam belajarnya apabila instruksi atau petunjuk semakin dikurangi.

9.

Prinsip

kondisi

dan

konsekuensi-konsekuensi

yang

menggembirakan, apabila kondisi-kondisi belajar dibuat

8

yang

menyenangkan

maka

anak

didik

akan

timbul

semangat lebih besar.7 Menurut Mastuhu, ada beberapa prinsip pada pendidikan pesantren, yang prinsip-prinsip tersebut dapat digambarkan sebagai cirri utama tujuan pendidikan pesantren, antara lain: 1.

Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam, anak didik dibantu

supaya

mampu

memahami

makna

hidup,

keberadaan, peranan, serta tanggung jawabnya dalam kehidupan di masyarakat. 2.

Memiliki kebebasan yang terpimpin, kebebasan yang terpimpin seperti dalam ajaran Islam bahwa manusia bebas menetapkan

aturan

hidup

tetapi

dalam

berbagai

hal

manusia harus menerima apa saja aturan yang datang dari Tuhan. 3.

Berkemampuan mengatur diri sendiri, bahwa masing-masing pesantren mampu mengatur dirinya sendiri, baik dalam mengatur kegiatan santrinya maupun dalam mengatur kurikulumnya sendiri.

4.

Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi, dalam pesantren berlaku prinsip bahwa dalam hal kewajiban, individu harus menunaikan kewajiban lebih dahulu. Sedangkan dalam hal hak, individu harus mendahulukan kepentingan orang lain sebelum kepentingannya sendiri.

5.

Menghormati orang tua dan guru, tujuan ini dicapai melalui penegakan berbagai pranata di Pesantren, seperti tidak membantah guru.

7 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, hlmn 251-253

9

6.

Cinta kepada ilmu, orang-orang pesantren cenderung memandang ilmu sebagai sesuatu yang suci dan tinggi.

7.

Mandiri, adanya metode sorogan yang individual memberikan pendidikan kemandirian, dengan metode ini santri

akan

maju

sesuai

dengan

kecerdasan

dan

keuletannya sendiri. 8.

Kesederhanaan, dalam pesantren sikap kesederhanaan yaitu sikap

memandang

sesuatu

terutama

materi

untuk

digunakan secara wajar, proporsianal dan fungsional. Kesederhanaan

ini

sesungguhnya

merupakan

realisasi

ajaran Islam yang umumnya diajarkan oleh para sufi.8 D.

Peran Pesantren dalam Pendidikan Islam

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sampai sekarang eksistensinya perannya

masih

di

diakui,

bahkan

tengah-tengah

semakin

masyarakat

memainkan

dalam

rangka

menyiapkan SDM yang handal dan berkualitas. System pondok pesantren yang ditampilkan mempunyai keunikan dibandingkan dengan

system

yang

diterapkan

dalam

pendidikan

pada

umumnya, seperti: 1.

Memakai system tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern.

2. 3.

Kehidupan di pesantren menampilkan semangat demokrasi Para santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren walaupun sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah.

8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, hlmn 201-202

10

4.

System pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup.

5.

Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.9

Menurut Zamakhsyari Dhofier, harus ada sekurang-kurangnya lima elemen untuk dapat disebut pesantren, yaitu ada pondok, masjid, kiai, santri dan pengajian kitab Islam klasik. Menurutnya, pesantren yang santrinya kurang dari 1000 dan pengaruhnya hanya pada tingkat kabupaten, disebut pesantren kecil, santri antara 1000-2000 dan pengaruhnya pada beberapa kabupaten disebutnya pesantren menengah, bila santrinya lebih dari 2000 dan pengaruhnya tersebar pada tingkat beberapa kabupaten dan propinsi dapat digolongkan pesantren besar. Usaha untuk mengidentifikasi pesantren dilakukan juga oleh Kafrawi, ia mencoba membagi pola pesantren menjadi empat pola yaitu: 1) Pesantren pola I ialah pesantren yang memiliki unit kegiatan dan elemen berupa masjid atau rumahnya untuk mengaji, biasanya pengajian

santri telah

datang

dari

daerah

diselenggarakan

sekitarnya,

secara

namun

kontinyu

dan

sistematik. 2) Pesantren pola II ialah sama dengan pola I ditambah adanya pondokan bagi santri. 3) Pesantren pola III ialah sama dengan pola II ditambah adanya madrasah, jadi sudah ada sistem klasikal. 9 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996, hlmn 56

11

4) Pesantren pola IV ialah pesantren pola III ditambah adanya unit ketrampilan seperti peternakan, kerajinan, koperasi, sawah, ladang, dan lain-lain.10 Menarik juga klasifikasi yang diajukan oleh Wardi Bakhtiar (dan

kawan-kawannya).

pengetahuan

yang

Menurutnya,

diajarkan,

dilihat

pesantren

dari

dibagi

sudut

menjadi

2

macam,yaitu: 1. Pesantren salafi, yaitu pesantren yang mengajarkan kitabkitab Islam klasik. 2. Pesantren khalafi, yaitu yang selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka sistem sekolah umum di lingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren. Menurut Horikoshi kekuatan kiai atau ulama itu berakar pada kredibilitas moral, dan kemampuan mempertahankan pranata sosial

yang

diinginkan.

Kredibilitas

moral

itu,

menurut

pengamatan, dibina antara lain dengan dukungan kealiman (pengetahuan agama, kemampuan membaca kuning) keshalihan perilaku

(termasuk

ketaatan

melakukan

ibadah

ritual),

pelayanannya kepada masyarakat muslim. Namun ada satu unsur lagi yang agaknya kurang diperhatikan oleh para peneliti, yaitu

adanya

kemampuan-kemampuan

suprarasional

yang

dimiliki oleh para kiai. Kekuatan kiai dan ulama juga karena kemampuannya menjaga pranata sosial. Pranata disini diartikan peraturan-peraturan,

tradisi-tradisi

masyarakat.11

10 Ahmad Tafsir…ibid hlmn 193 11 ibid hlmn 194-195

12

yang

hidup

dalam

Pondok pesantren bukan hanya sebagai tempat belajar, meleinkan merupakan tempat proses hidup itu sendiri dalam bentuk umum. Santri umumnya memiliki kebebasan untuk mempelajari

berbagai

kegiatan

di

pesantren,

walaupun

kebebasan ini masih dibatasi oleh kurangnya fasilitas pendidikan yng memadai. Namun demikian, pengaturn pendidikan di pondok pesantren

mengandung

fleksibelitas

bagi

perubahan

dan

perkembangan system pendidikannya terutama dalam segi pendidikan non formal.12 Sebagai

lembaga

sosial

tradisional,

pondok

pesantren

mempunyai pengaruh yang luas pada masyarakat sekitar, kegiatan non formalnya seperti adanya kiprah pondok pesantren dalam

derakan

kerjasama

Keluarga

dengan

pihak

Berencana,

pendidikan

luar,

dalam

serta

koperasi,

pembangunan

transmigrasi. E. SISTEM PENDIDIKAN MADRASAH 1. Kelahiran Madrasah Di Dunia Islam Madrasah merupakan isim makan dari “darasa” yang berarti “tempat duduk untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan tinggi. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke-19 M. Pada zaman pemerintahan Bani Umayyah, umat Islam sudah mempunyai semacam lembaga pendidikan Islam yang disebut “kuttab”. Para guru yang mengajar pada

12 Wahid Zaini, Dunia Pemikiran Kaum Santri, Yogyakarta: LKPSM NU DIY, 1994,

13

kuttab ini pada mulanya adalah orang-orang non-muslim, terutama orang-orang Yahudi dan Nasrani.13 Lahirnya madrasah-madrasah di dunia Islam, pada dasarnya

merupakan

usaha

pengembangan

dan

penyempurnaan zawiyah-zawiyah, dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat yang berlangsung sampai sekarang. 2. Lahir Dan Berkembangnya Madrasah Di Indonesia Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mempunyai beberapa latar belakang, di antaranya : a) Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam b) Usaha penyempurnaan terhadap sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah secara umum c) Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada barat sebagai sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.14

3. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Madrasah merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang didalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, dimana mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran agama pada sekolah umum.15 Sejarah dan perkembangan madrasah akan dibagi dalam dua periode, yaitu : a. Periode Sebelum Kemerdekaan 13 Eneng K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006 ),h. 113 14 Ibid, h. 115

14

Pendidikan dan pengajaran agama Islam dalam bentuk pengajaran Al-Qur’an dan pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren, dan lain-lain. Pada perkembangan selanjurtnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran, metode maupun struktur organisasinya, sehingga melahirkan suatu bentuk yang baru yang disebut madrasah.16 Latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat dikembalikan pada dua situasi yaitu: 1. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia 2. Respons pendidikan Islam Islam terhadap kebijakan pendidikan hindia-belanda. 3. Madrasah-madrasah yang didirikan pada periode sebelum kemerdekaan ini adalah:17 a) Madrasah Adabiyah (Adabiyah School) b) Sekolah Agama (Madras School) c) Madrasah Diniyah (Diniyah School) d) Madrasah Muhammadiyah e) Arabiyah School f) Sumatera Thawalib g) Madrasah Diniyah Putri h) Madrasah Salafiyah i) Madrasah-Madrasah Lainnya b. Periode Sesudah Kemerdekaan Setelah kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 3 januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan, khususnya madrasah. Namun pada 15 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan LembagaLembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta : Grasindo, 2001), h. 194 16 Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 291 17 Abudin nata,,Op,,Cit,,h. 199

15

kemerdekaan selanjutnya madrasah walaupun sudah berada dibawah naungan Departemen Agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan. Walaupun pendidikan Islam telah berjalan lama, namun masih terasa disisihkan dari sistem pendidikan nasional. Keadaan ini berlangsung samapai dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri tanggal 24 Maret 1975 yang tersohor itu, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan Islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional. Kebijakan itu membawa pengaruh yang sangat besar bagi madrasah. Dengan SKB tersebut, madrasah memperoleh defenisi yang semakin jelas sebagai lembaga pendidikan yang setara dengan sekolah sekalipun pengelolaannya tetap berada dibawah Departemen Agama.18 Usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan pembinaan madrasah baik kualitas maupun kuantitasnya dilakukan dalam bidang sebagai berikut 19: 1) Penegerian madrasah 2) Pembinaan diversifikasi kelembagaan madrasah 3) Pembinaan pendidikan dan pengajaran 4. Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Di Madrasah Perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dan sistem yang berlaku pada sekolahsekolah modern merupakan sistem pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses tersebut berlangsung secara berangsur-angsur dan mengikuti sistem klasikal. Kemudian lahirlah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah modern. Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemetintah Republik Indonesia, Kementerian Agama yang 18 Syamsul Nizar,,Op,,Cit,,h. 294 19 Abudin Nata,,Op,,Cit,,h. 207

16

mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui kementerian agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Pengetahuan umum yang diajarkan di madrasah adalah : a) Membaca dan menulis (huruf latin), bahasa Indonesia b) Berhitung c) Ilmu bumi d) Sejarah Indonesia dan dunia e) Olah raga dan kesehatan. 5. Pembinaan Dan Pengembangan Madrasah Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu kewajiban yang tegas-tegas menjadi ketentuan dalam Islam bagi pemeluknya, besar kecilnya peran Islam sangat bergantung pada berhasil tidaknya pendidikan dan pengajaran yang dilancarkan. Madrasah yang pada hakikatnya merupakan salah satu alat dan sumber pendidikan serta pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, jenjang pendidikan pada madrasah tersusun sebagai berikut:20 a) Madrasah rendah atau madrasah ibtidaiyah, adalah madrasah yang memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya, lama pendidikan 6 tahun. b) Madrasah lanjutan tingkat pertama atau Madrasah Tsanawiya adalah madrasah yang menerima murui-murid tamatan madrasah rendah atau sederajat dengan itu, serta memberi pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok, lama pendidikannya 3 tahun c) Madrasah lanjutan atas atau Madrasah Aliyah adalah madrasah yang menerima murid-murid tamatan madrasah lanjutan pertama atau yang sederajat memberi pendidikan dalam ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok, lama belajar 3 tahun.

20 Eneng K Rukiati dan Fenti Hikmawati,,Op,,Cit,,h. 121

17

BAB III PENUTUP Kesimpulan Pondok

pesantren

sebagai sebuah sistem pendidikan

merupakan suatu pernyataan yang memang semestinya di ungkapkan.

Bahwa

dalam

peradaban

Indonesia,

pondok

pesantren secara berlanjut terus menerus dan mengalami perkembangan yang pesat. Ini terbukti dengan adanya pondok pesantren dari dulu hingga sekarang, yang tentunya mempunyai peranan yang penting. Dalam pendidikan, pondok pesantren masuk dalam sistem pendidikan

yang

perlu

diperhitungkan

khususnya

dalam

mempelajari ilmu agama, dan juga tidak ketinggalan dalam pengetahuan umumnya. Selain itu, berbagai kegiatan non formal pun di dalam pondok pesantren dapat diikuti para santri untuk mengasah bakat mereka. Disisi lain, pondok pesantren juga mulai

menampakkan

keberadaannya

sebagai

lembaga

pendidikan Islam yang mumpuni, dimana didalamnya didirikan sekolah baik formal maupun non formal.

18

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara Dhofier,

Zamakhsyari.

2009.

Tradisi

Pesantren

(Memadu

Modernitas untuk Kemajuan Bangsa) jilid 1. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press Hasbullah. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam

Perspektif

Islam.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Zaini, Wahid. 1994. Dunia Pemikiran Kaum Santri. Yogyakarta: LKPSM NU DIY

19

Eneng K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2006 Abudin

Nata, Sejarah

Pertumbuhan

Dan

Perkembangan

Lembaga- Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Grasindo, 2001 Syamsul

Nizar,

Sejarah

Pendidikan

Prenada Media Group, 2007

20

Islam, Jakarta:

Kencana

Related Documents


More Documents from "sukmakustika"