Makalah Psikososial Dan Budaya Dalam Keperawatan-1

  • Uploaded by: syarifah fatimah
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Psikososial Dan Budaya Dalam Keperawatan-1 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,910
  • Pages: 19
Loading documents preview...
MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN “Berbagai Budaya Terkait Konsep Kehilangan, Kematian dan Berduka”

Dosen Pembimbing : Ns. Hartono, M. Kep. Disusun oleh : Kelompok 2 1. Isna Kurniasari 2. Rahayu Kurniasih 3. Rizal Trianda 4. Sarimah

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK 2019

Kata Pengantar Bismillahirrohmanirrahim, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya yang senantiasa selalu menyertai seluruh tugas dan tanggung jawab, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan. Meskipun masih banyak kesalahan dan masih sangat sederhana, tetapi kami telah berusaha membuatnya semaksimal mungkin. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi nilai tugas kelompok Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan sebagai bahan untuk presentasi. Dan kami juga sering mendapatkan kendala-kendala dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan sebagai acuan penyusun untuk bisa melangkah lebih maju lagi di masa depan. Akhir kata, Penyusun berharap dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat untuk semuanya.

Pontianak, 09 Oktober 2019

Penyusun

i

Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ i Daftar Isi .................................................................................................................................................. ii BAB I ........................................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................................................................. 1 C. Tujuan ..................................................................................................................................................... 1 BAB II ...................................................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 2 A. Kehilangan .............................................................................................................................................. 2 1. Bentuk-bentuk kehilangan ............................................................................................................. 2 2. Sifat kehilangan ............................................................................................................................... 3 3. Tipe kehilangan ............................................................................................................................... 3 4. Lima kategori kehilangan ............................................................................................................. 4 5. Tahapan proses kehilangan............................................................................................................ 5 6. Respon ( Emosi ) Seseorang Terhadap Kehilangan. ................................................................... 5 B. Berduka ................................................................................................................................................... 6 1. Teori dari Proses Berduka ............................................................................................................. 6 C. Kematian ................................................................................................................................................. 8 1. Konsep Tentang Kematian ............................................................................................................. 8 2. Pandangan Budaya Tentang Kematian ........................................................................................ 9 PENUTUP ............................................................................................................................................. 15 A. KESIMPULAN..................................................................................................................................... 15 B. SARAN .................................................................................................................................................. 15 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 16

ii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Duka cita dilihat sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang. Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu : menolak (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu. Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak untuk melihat dan atau mengalami kematian secara tiba-tiba.

B.

Rumusan Masalah 1. Apa pengertian kehilangan dan dampaknya ? 2. Apa pengertian berduka dan dampaknya ? 3. Apa pengertian kematian dan dampaknya ?

C.

Tujuan 1. Agar pembaca dapat memahami arti kehilangan dan dampaknya. 2. Agar pembaca dapat memahami arti berduka dan dampaknya. 3. Agar pembaca dapat memahami arti kematian dan dampaknya.

1

BAB II PEMBAHASAN

A.

Kehilangan Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung: 1. Arti dari kehilangan 2. Sosial budaya 3. kepercayaan / spiritual 4. Status social ekonomi 5. kondisi fisik dan psikologi individu Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social. 1. Bentuk-bentuk kehilangan a. Kehilangan orang yang berarti b. Kehilangan kesejahteraan c. Kehilangan milik pribadi

2

3

2. Sifat kehilangan a. Tiba–tiba (Tidak dapat diramalkan). Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan). Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan. Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan. Menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan, mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (misalkan. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social. 3. Tipe kehilangan a. Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. b. Perceived Loss ( Psikologis ) Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara jelas. c. Anticipatory Loss Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara berbeda, kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahuntahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat

4

dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salah artikan ,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. 4. Lima kategori kehilangan a. Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal. Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya, pindah ke kota baru atau perawatan dirumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam. c. Kehilangan orang terdekat. Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian. d. Kehilangan aspek diri. Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. e. Kehilangan hidup. Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam- hidup kedalam empat fase yaitu: Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya, yang sering melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal. Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi. Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan adekuat.

5

5. Tahapan proses kehilangan a. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman. b. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik. c. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan. d. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidak berdayaan. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif). 6. Respon ( Emosi ) Seseorang Terhadap Kehilangan. Usia dewasa lebih mampu mengontrol stres dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut (Siswanto, 2007). Menurut Hurlock (2004), bahwa semakin tinggi umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih dipercaya. Semakin tua umur seseorang, makin konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi Respon Afektif Berdasarkan hasil penelitian bahwa semua informan menunjukan respon yang berbeda karena ketika orang tuanya bercerai usia anak berbeda-beda. Informan 3 dan 6 ketika orang tuanya bercerai usia mereka baru berumur 3 dan 4 tahun jadi mereka belum mengerti tentang perceraian orang tua. Ketika anak mulai mengerti dengan keadaannya, anak akan merasakan sakit, sedih, kehilangan, marah, tidak rela, dan bingung. Informan 2 dan 5 juga orang tuanya bercerai saat informan berusia 6 dan 9 tahun informan masih duduk di bangku SD. Informan 1 dan 4 orang tuanya bercerai ketika berusia 13 dan 12 tahun dan mereka sudah duduk di bangku SMP. Anak remaja lebih bisa mengungkapkan perasaannya ketika orang tuanya bercerai anak remaja lebih bisa mengungkapkan kekecewaannya pada orang tua.

6

B. Berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. 1. Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. a. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplikasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal yaitu: 1.) Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. 2.) Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. 3.) Fase III (restitusi)\ Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. 4.) Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. 5.) Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

7

b. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: 1.) Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien. 2.) Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. 3.) Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. 4.) Depresi (Depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. 5.) Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. c. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. d. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 1.) Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. 2.) Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. 3.) Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

8

C. Kematian Secara etimologi death berasal dari kata deeth atau deth yang berarti keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara defenitif, kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang tentang defenisi kematian yakni, 1. Kematian jaringan, kematian otak 2. Kerusakan otak yang tidak dapat pulih, dan 3. Kematian klinik, yakni kematian orang tersebut Pandangan tentang kematian seiring waktu, pandangan masyarakat tentang kematian telah mengalami perubahan. Dahulu kematian cenderung dianggap sebagai hal yang menakutkan dan tabu. Kini, kematian telah dipandang sebagai hal yang wajar dan merupakan proses normal kehidupan. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan duka cita. Berduka (kematian) adalah suatu keadaan dimana seseorang atau keluarga mengalami respon manusiawi yang melibatakan reaksi psikososial dan fisiologis terhadap kehilangan yang nyata atau di rasakan (orang,benda,fungsi,status dan hubungan). (Diagnosa Keperawatan edisi 6, hal.428). 1. Konsep Tentang Kematian a.) Mati sebagai berhentinya darah mengalir Konsep ini bertolak dari kriteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun kriteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali.

b.) Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.

9

c.) Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organorgan masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi. d.) Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi social Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation). Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian. 2. Pandangan Budaya Tentang Kematian a.) Islam Mati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad, kalau menurut ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad, dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum memiliki jasad. Selanjutnya Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin didalam rahim seorang ibu, ketika usia janin mencapai 120 hari Allah meniupkan Ruh yang tersimpan dialam Ruh itu kedalam Rahim ibu, tiba-tiba janin itu hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung janin tersebut. Itulah saat kehidupan manusia yang pertama kali, selanjutnya ia akan

10

lahir kedunia berupa seorang bayi, kemudian tumbuh menjadi anak anak, menjadi remaja, dewasa, dan tua sampai akhirnya datang saat berpisah kembali dengan tubuh tersebut. Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam barzakh, dan jasad akan hancur dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru, kemudian Allah meniupkan Ruh yang ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru. Itulah saat kehidupan yang kedua kali, kehidupan yang abadi dan tidak akan adalagi kematian sesudah itu. Pada saat hidup yang kedua kali inilah banyak manusia yang menyesal, karena telah mengabaikan peringatan Allah. Sekarang mereka melihat akibat dari perbuatan mereka selama hidup yang pertama didunia dahulu. Mereka berseru mohon pada Allah agar dizinkan kembali kedunia untuk berbuat amal soleh, berbeda dengan yang telah mereka kerjakan selama ini. Itulah proses mati kemudian hidup, selanjutnya mati dan kemudian hidup kembali yang akan dialami oleh semua manusia dalam perjalanan hidupnya yang panjang dan tak terbatas. Demikianlah definisi mati menurut Islam, mati adalah saat terpisahnya Ruh dari Jasad. Kita akan mengalami dua kali kematian dan dua kali hidup. Jasad hanya hidup jika ada Ruh, tanpa Ruh jasad akan mati dan musnah. Berarti yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad sedangkan Ruh tidak akan pernah mengalami kematian. Pada saat mati yang pertama, jasad belum ada namun Ruh sudah ada dan hidup dialam Ruh. Pada saat hidup yang pertama Ruh dimasukan kedalam jasad , sehingga jasad tersebut bisa hidup. Pada saat mati yang kedua, Ruh dikeluarkan dari jasad , sehingga jasad tersebut mati, namun Ruh tetap hidup dan disimpan dialam barzakh. Jasad yang telah ditinggalkan oleh Ruh akan mati dan musnah ditelan bumi. Pada saat hidup yang kedua, Allah menciptakan jasad yang baru dihari berbangkit, jasad yang baru itu akan hidup setelah Allah memasukan Ruh yang selama ini disimpan dialam barzak kedalam tubuh tersebut. Kehidupan yang kedua ini adalah kehidupan yang abadi, tidak ada lagi kematian atau perpisahan antara Ruh dengan jasad sesudah itu. Kalau kita amati proses hidup dan mati diatas ternyata yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad, sedangkan Ruh tidak pernah mengalami kematian dan musnah. Ruh tetap hidup selamanya, ia hanya berpindah pindah tempat, mulai dari alam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan terakhir dialam Akhirat. Pada saat datang kematian pada seseorang yang sedang menjalani

11

kehidupan didunia ini, maka yang mengalami kematian hanyalah jasadnya saja, sedangkan Ruhnya tetap hidup dialam barzakh.

b.) Kristen Apa yang terjadi di balik kematian masih menjadi misteri dan perdebatan banyak orang. Namun pada umumnya hari ini manusia sudah menyadari bahwa betul di balik kematian masih ada dunia lain. Hal ini sangat nyata terasa dan terlihat dalam banyak kasus atau kejadian ketika seseorang akan meninggalkan dunia ini, di mana sebagian dari mereka ada yang begitu tenang dan bahagia karena dijemput oleh orang-orang/pribadi yang mereka kasihi. Sebaliknya sebagian lagi begitu ketakutan karena melihat sesuatu yang begitu menakutkan yang belum pernah mereka temukan sebelumnya. Bersyukur bagi orang Kristen, karena Tuhan memberikan kita Alkitab, Firman Tuhan, yang cukup dan lengkap untuk menjadi pegangan dan pedoman bahkan penuntun bagi umatNya sepanjang zaman. Jauh hari, bahkan berabad-abad sebelum manusia mengetahuinya secara ilmiah dan dibuktikan secara ilmu pengetahuan, Tuhan, melalui FirmanNya, sudah memberitahukan pada umatNya akan keberadaan manusia. Fakta mengenai kematiannya, bahkan apa yang terjadi setelah kematian.

Dari Alkitab manusia akan tahu bahwa : 1.) Manusia itu berasal dari debu, lalu diberi nafas hidup (dalam bahasa aslinya = "roh") oleh Allah.. Kejadian 2:7 "Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup". 2.) Setelah mati, manusia (tubuh jasmaninya) akan kembali menjadi debu, tetapi rohnya akan kembali kepada Allah, Sang Penciptanya. (Berarti rohnya tidak mati!) Kejadian 3:19 "dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."Pengkhotbah 12:7 "Dan debu kembali menjadi

tanah

seperti

mengaruniakannya.".

semula,

dan

roh

kembali

kepada

Allah

yang

12

3.) Sesudah itu akan ada penghakiman yang adil dari Allah. Ibrani 9:27 "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,"Pengkotbah 11:9 "Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan! " Pengkhotbah 12:14 : " Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat". 4.) Penghakiman itu terjadi pada akhir zaman, bagi yang percaya kepada Tuhan Yesus akan dibangkitkan dan beroleh hidup yang kekal, dan bagi yang tidak percaya akan beroleh penghukuman yang kekal. 

Daniel 12:2 "Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal".



Yohanes 6:40 "Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman".



Yohanes 11:25 "Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,"



Wahyu 20:11- 16 "Lalu aku melihat suatu takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya. Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu. Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya. Lalu maut dan kerajaan maut itu dilemparkanlah ke dalam lautan api. Itulah kematian yang kedua: lautan api. Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu".

13

c.) Buddha Apa definisi kematian dalam pandangan Agama Buddha? Apakah mempercayai definisi klasik yang merujuk pada pernafasan yang telah luluh-lantak diterpa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ataukah mengikuti definisi modern yang mengacu pada fungsi kerja otak yang masih meragukan ketelakannya dan menyimpan ketakpastian? Agama Buddha secara tegas menolak definisi kematian yang merujuk pada pernafasan. Apakah ini berarti Agama Buddha mengikuti definisi modern yang mengacu pada fungsi kerja otak? Jawabannya juga tidak. Definisi kematian dalam Agama Buddha tidak hanya sekadar ditentukan dari unsur-unsur jasmaniah atau paru-paru, jantung ataupun otak. Ketak berfungsian ketiga organ tubuh itu hanya merupakan ‘gejala’, ‘akibat’ atau ‘pertanda’ yang tampak dari kematian, bukan kematian itu sendiri. Faktor terpenting yang menentukan kematian ialah unsur-unsur batiniah suatu makhluk hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih dapat berfungsi sebagaimana layaknya secara alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis, seseorang dapat dikatakan mati apabila kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dalam dirinya. Begitu muncul sesaat, kesadaran ajal langsung padam. Kepadaman kesadaran ajal merupakan ‘The point of no return’ bagi suatu makhluk dalam kehidupan ini. Pada unsur-unsur jasmaniah, kematian ditandai dengan terputusnya kemampuan hidup (jîvitindriya). Inilah definisi kematian menurut pandangan Agama Buddha. Ada 3 (tiga) yakni: 1.) Khanika marana : Kematian atau kepadaman unsur-unsur batiniah dan jasmaniah pada tiap-tiap saat akhir(bhanga). 2.) Sammuti-marana : Kematian makhluk hidup berdasarkan persepakatan umum yang dipakai oleh masyarakat dunia.

3.) Samuccheda-marana : Kematian mutlak yang merupakan keterputusan daur penderitaan para Arahanta. Kematian(1) pada dasarnya diakibatkan oleh empat macam sebab, yaitu karena habisnya usia (âyukkhaya), karena habisnya akibat perbuatan penyebab kelahiran serta perbuatan pendukung (kammakkhaya)(2), karena habisnya usia serta akibat perbuatan (ubhayakkhaya), karena terputus oleh kecelakaan, bencana atau malapetaka (upacchedaka)(3). Empat sebab kematian ini dapat diumpamakan seperti empat sebab kepadaman pelita, yaitu karena habisnya sumbu, habisnya bahan bakar, habisnya sumbu serta bahan bakar, dan karena tertiup angin.

14

d.) Hindu Agama Hindu percaya bahawa penjelmaan dan kematian adalah sebagai pandangan jiwa beralih daripada satu badan ke satu laluan untuk mencapai Nirwana, yaitu syurga. Kematian adalah satu peristiwa yang menyedihkan. Manakala sami-sami Hindu menekankan pengebumian adalah satu penghormatan dan tanda peringatan kepada si mati. Masyarakat Hindu membakar mayat mereka, percaya bahawa pembakaran satu mayat menandakan pembebasan semangat dan api adalah mewakili shiva, yaitu dewa pemusnah. Ahli-ahli keluarga akan berdoa di sekeliling badan secepat mungkin selepas kematian. Orang akan coba mengelak daripada menyentuh mayat. Hal ini, kerana ia adalah dianggap sebagai lambang memalukan si mayat tersebut. Mayat biasanya dimandikan dan dipakaikan dengan pakaian putih, adalah salah satu pakaian tradisional orang India. Jika si isteri mati sebelum suaminya, dia dipakaikan pakaian pengantin. Manakala seorang janda akan dipakaikan sari yang berwarna putih atau berwarna pucat. Badan dihiasi dengan cendana, bunga-bunga dan kalungan-kalungan bunga. Selepas itu, Vedas atau Bhagavad Gita ataupun Sivapuranam, yaitu Kitab suci Hindu akan dibaca . Orang yang berkabung diketuai olah anak sulung lelaki ataupun anak lelaki bungsu, akan menerangi beberapa umpan api dengan mengelilingi mayat, demi mendoakan pemergian jiwa. Selepas pembakaran mayat, keluarga akan dihidangkan dan bersembahyang dalam rumah mereka. Orang yang berkabung akan mandi dengan sepenuhnya sebelum memasuki rumah selepas pengebumian. Seorang sami akan melawat dan melakukan upacara sembayang untuk si mati pada hari ke 16 sebagai tujuan mententeramkan si mati. Biasanya, satu kalungan dijemur atau bunga-bunga diletakkan pada gambar si mati adalah menunjukkan tanda penghormatan bagi mengingati mereka. 'Shradh' adalah upacara sembahayang setahun selepas kematian orang. Ini diadakan setahun sekali bagi memperingati mereka. Sami juga berpesan kepada ahli keluarga bahwa pemberian makanan kepada masyarakat miskin adalah satu tanda ingatan kepada si mati.

BAB III PENUTUP

A.

KESIMPULAN Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan suatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau keslahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan meberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan dibagi dalam 2 tipe : aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 kategori kehilangan, yaitu : kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-rose, 1969.h.51, membagi respon duka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawarn, depresi dan penerimaan.

B. SARAN Dalam proses pembuatan makalah yang berjudul “Konsep Kehilangan, Kematian dan Berduka” kami dari kelompok 2 menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan sehingga masih jauh dari kesempurnaan makalah kami. Maka kami harap kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing serta para pembaca makalah ini.

15

DAFTAR PUSTAKA Dalami, Ermawati. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial. Jakarta : CV. Trans Info Media. Townsend, Mary C. 2010. Diagnosis Keperawatan Psikiatri. Jakarta : EGC. Purwanti, Desi, Helwiyah, Ropi, & Efri, Widianti. (2013). Gambaran Respon Berduka Anak Remaja Dengan Orang Tua Bercerai. Jurnal Keperawatan Jiwa, 1, 135-147.

Related Documents


More Documents from "Chang Di Maria"