Makalah Sistem Hukum Acara Pidana

  • Uploaded by: Flower Garden Paser
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Sistem Hukum Acara Pidana as PDF for free.

More details

  • Words: 7,290
  • Pages: 37
Loading documents preview...
i

HALAMAN JUDUL

MAKALAH SISTEM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

Disusun Oleh : Nama

: Adi Saputera Nugraha

Nim

: 163014155

UNIVERSITAS BALIKPAPAN FAKULTAS HUKUM

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Sistem Hukum Acara Pidana di Indonesia dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada Bapak Wawan Sanjaya,SH.,M.H selaku Dosen mata kuliah Hukum Acara Pidana yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sistem Hukum Acara Pidana di Indonesia. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Tanah Grogot,23 Mei 2018

Adi Saputera Nugraha

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan masalah......................................................................................... 2 C. Tujuan penulisan .......................................................................................... 2 BAB II ..................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3 A. Sejarah singkat hukum acara pidana di indonesia........................................ 3 B. Pengertian Hukum Acara Pidana ................................................................. 4 C.

Perbedaan antara Hukum Acara Pidana dengan Hukum Acara Perdata .. 5

D.

Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana ................................................. 6

1.

Tujuan hukum acara pidana...................................................................... 6

2.

Fungsi hukum acara pidana ...................................................................... 6

E. Asas-asas Hukum Acara Pidana................................................................... 6 F.

Pihak-pihak dalam Hukum Acara Pidana .................................................... 8

G.

Alat-alat Bukti Perkara Pidana ............................................................... 10

H.

Ilmu-ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana ........................................... 15

ii

1.

Logika ..................................................................................................... 15

2.

Psikologi ................................................................................................. 15

3.

Kriminalistik ........................................................................................... 16

4.

Psikiatri ................................................................................................... 16

5.

Kriminologi ............................................................................................ 16

6.

Hukum pidana/hukum materil tentang pidana ....................................... 16

I.

Proses Pelaksanaan Acara Pidana .............................................................. 16 1.

Pemeriksaan Pendahuluan ...................................................................... 17

2.

Pemeriksaan di muka sidang pengadilan ................................................ 24

3.

Putusan hakim pidana ............................................................................. 25

4.

Upaya hukum ......................................................................................... 27

BAB III ................................................................................................................. 31 KESIMPULAN ..................................................................................................... 31 A. Simpulan .................................................................................................... 31 B. Saran ........................................................................................................... 32 C. Penutup....................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara. Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana. Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewaj iban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan. Latar belakang yang melandasi munculnya KUHAP yaitu : - HIR yang hanya mengatur tentang landraad dan raad van justitie UUD - Pengakuan HAM - Jaminan bantuan hukum dan ganti rugi Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai hukum acara pidana secara mendalam dan menyeluruh.

1

B. Rumusan masalah Dari penjelasan latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalah dari pembahasan makalah ini, yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan hukum acara pidana? 2. Apakah tujuan dan fungsi dari hukum acara pidana? 3. Jelaskan asas-asas yang ada pada hukum acara pidana? 4. Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana? 5. Bagaimanakah proses pelaksanaan acara pidana? 6. Apasajakah alat-alat bukti perkara pidana? 7. Bagaimanakah perbedaan antar hukum acara perdata dan hukum acara pidana?

C. Tujuan penulisan Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka dapat ditarik tujuan penulisan dari makalah ini yaitu: 1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hukum acara pidana 2. untuk mengetahui tujuan dan fungsi dari hukum acara pidana. 3. untuk mengetahui asas-asas yang ada pada hukum acara pidana. 4. untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana. 5. untuk mengetahui proses pelaksanaan acara pidana 6. untuk mengetahui apasajakah alat-alat bukti perkara pidana 7. untuk mengetahui perbedaan antar hukum acara perdata dan hukum acara pidana.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah singkat hukum acara pidana di indonesia 1848 : Diberlakukan hukum IR (Irlands Reglement sataasblad no 16) untuk orang orang pribumi dan asia asing seperti Cina, Arab, dan lain-lain dan Regelement of strafvordering (hukum acara pidana) dan reglement of the burgelijke recht vordering (hukum acara perdata) untuk bangsa Eropa. Nama pengadilanya adalah Raad Van Justitie yang sekarang menjadi pengadilan tinggi. 1941 : Di berlakukan HIR (Het Herzine Inlands Reglement) untuk orangorang pribumi dan asia asing seperti Cina, Arab, dan lain-lain.Nama pengadilanya adalah Landrad yang sekarang menjadi pengadilan negri. 1965 : awal proses pembuatan KUHAP. Draft belum sempurna. 1967 : dibentuk panitia intern dept. kehakiman. 1968 : seminar hukum II di Semarang. Membahas hukum pidana dan HAM. 1973 : Panitia intern Dept. kehakiman menyusun naskah Rancangan UndangUndang Hukum Acara Pidana (RUUHAP) namun mengalami jalan buntu. 1974 : Menteri kehakiman yang sebelumnya adalah Prof. Oemar Seno Aji, diganti

oleh

Prof.

Mochtar

Koesoemoatmaja.

Beliau

lebih

mengintensifkan pembuatan RUUHAP, menyimpan draft V (karena sebelumnya sudah terjadi perubahan draft sebanyak IV kali), dan menyerahkanya ke kabinet. 1979:

RUUHAP

diserahkan ke DPR-RI untuk

mendapatkan

persetujuan. 9-9-1981: RUUHAP disetujui sidang gabungan (SIGAB) komisi I dan III DPR RI. 23-9-1981: RUUHAP disetujui oleh DPR-RI untuk disahkan oleh Presiden.

3

31-9-1981: RUUHAP disahkan oleh presiden menjadi UU no.8 tahun 1981.

B. Pengertian Hukum Acara Pidana Yang dimaksud hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana.[1] Berbicara mengenai pengertian dan maksud dari hukum acara pidana, banyak para tokoh serta para pakar hukum yang mengartikannya, di antaranya seperti: 1. Menurut Van Bemellen Hukum acara pidana yaitu kumpulan ketetapan hukum yang mengatur negara terhadap adanya dugaan terjadinya pelanggaran pidana, dan untuk mencari kebenaran melalui alat-alatnya dengan cara diperiksa di persidangan dan diputus oleh hakim dengan menjalankan putusan tersebut. 2. Menurut Van Apeldoorn Hukum acara pidana yaitu peraturan yang mengatur cara begaimana pemerintah dapat menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana materiil. 3. Menurut Bambang Poernomo Dalam arti sempit, hukum acara pidana yaitu kumpulan peraturan tentang proses pelaksanaan hukum acara pidana, dan dalam arti luasnya yaitu kumpulan peraturan pelaksanaan hukum acara pidana ditambah dengan peraturan lain yang berkaitan dengan itu. Dalam arti sangat luas, ditambah lagi dengan peraturan tentang alternatif jenis pidana. 4. Menurut Simon Hukum acara pidana bertugas mengatur cara-cara negara dengan alat perlengkapanya mempergunakan wewenangnya

untuk memidana dan

menjatuhkan pidana.[2] 5. Menurut Sudarto Hukum acara pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh pada penegak hukum dan pihak-pihak lain

4

yang terlibat didalamnya apabila ada persangkaan bahwa hukum pidana dilanggar. 6. Menurut Seminar Nasional Pertama Tahun 1963 Hukum acara pidana adalah norma hukum berwujud wewenang yang diberikan kepada negara untuk bertindak adil, apabila ada prasangka bahwasanya hukum pidana dilanggar.

C. Perbedaan antara Hukum Acara Pidana dengan Hukum Acara Perdata

Hukum acara yang mengatur dan melaksanakan soal-soal peradilan disebut hukum acara pengadilan, yang terdiri dari hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara perkara keperdataan dalam arti luas dan cara melaksanakan putusan-putusan (Vonnis) hakim juga diambil berdasarkan peraturan-peraturan tersebut. Dapat juga disebut rangkaian peraturan-peraturan hukum tentang cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material. Adapun lapangan keperdataan itu memuat peraturan-peraturan tentang keadaan hukum dan perhubungan hukum yang mengenai kepentingankepentingan perorangan, misinya: soal perkawinan, jual bell, sewa menyewa, hak milik, hutang piutang, waris, dan lain-lain. Lembaga-lembaga hukum yang terdapat dalam lapangan keperdataan yaitu: pengadilan perdata, kantor catatan sipil, notaris, juru sita, juru lelang dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum acara pidana yaitu rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan tentang perkara-perkara kepidanaan dan dan bagaimana cara-cara menjatuhkan hukuman oleh hakim. Adapun lapangan hukum kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyeldikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lainya.

5

D.

Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana 1.

Tujuan hukum acara pidana Tujuan Hukum Acara Pidana yaitu untuk menemukan kebenaran materiil. Kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkaplengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk:

a. Mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelanggaran hukum. b. Meminta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan, dan apakah orang yang didakwakan dapat dipersalahkan. 2.

Fungsi hukum acara pidana Fungsi hukum acara pidana adalah menegakkan/menjalankan hukum pidana. Hukum acara pidana beroprasi sejak adanya sangkaan tindak pidana walaupun tanpa adanya permintaan dari korban kecuali tindakan pidana yang ditentukan lain oleh UU.[3] Adapun hukum acara pidana sebagai salah satu instrumen dalam sistem peradilan pidana pada pokoknya memiliki fungsi utama, yaitu:

a. Mencari dan menemukan kebenaran b. Pengambilan keputusan oleh hakim, dan c. Pelaksanaan putusan yang telah diambil

E. Asas-asas Hukum Acara Pidana

Adapun asas-asas yang terdapat pada hukum acara pidana yaitu:[4] 1. Asas persamaan di muka hukum ( Equality Before The Law) Yaitu perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak membedakan perlakuan. 2. Asas perintah tertulis dari yang berwenang penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat berwenang dan dengan cara yang diatur oleh undangundang.

6

3. Asas praduga tak bersalah (presumtion of innocent) Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan dan atau dihadapkan dimukasidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memeperoleh kekuatan hukum tetap. 4. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah faham dan salah tuntut. Kepada orang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan UU dan atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan wajib diberi ganti rugi(hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cam yang diatur dalam undang-undang ini). dan rehabilitasi (hak seorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini) singkat dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. 5. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas, jujur, dan tidak memihak. Peradilan yang dilakukan harus cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak. Harus ditrapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. 6. Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya Setiap orang yang tersangkut perkara, wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya.

7

7. Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu haknya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasehat hukum. 8. Asas hadirnya terdakwa Pengadilan memeriksa perkara pidana denagn hadimaya terdakwa. 9. Asas pemeriksaan di muka umum Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang sudah diatur dalam undang-undang. 10. Asas pengawasan pelaksanaan putusan Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.

F. Pihak-pihak dalam Hukum Acara Pidana

Dalam perkara pidana sebenarnya terlibat beberapa pihak, di antara pihak-pihak yang saling berhadapan itu terdapat hakim yang tidak memihak kedua pihak. Sistem saling berhadapan ini disebut sistem pemeriksaan akusator (accusatoir). Dahulu, dipakai sistem inkisitor (inquisitoir) yang mana terdakwa menjadi objek pemeriksaan, sedangkan hakim dan penuntut umum berada pada pihak yang sama.[5] Dalam sistem saling berhadapan (adversary system) ini, ada pihak terdakwa yang dibelakangnya terdapat penasihat hukumnya,sedangkan dipihak lain terdapat penuntut umum yang atas nama negara menuntut pidana. Di belakang penuntut umum ini ada polisi yang memberi data tentang hasil penyidikan (sebelum pemeriksaan hakim). Sanksi-sanksi

yang

diajukan

biasanya

terbagi

tiga.yaitu

yang

memberatkan terdakwa (a charge), biasanya di ajukan oleh penuntut umum; yang meringankan terdakwa (a charge), biasanya diajukan terdakwa atau penasihat hukumnya; dan ada pula saksi yang tidak memberatkan dan tidak meringankan terdakwa, mestinya saksi golongan ketiga ini ialah saksi ahli.

8

yang terpenting diantara pihak ini tentulah terdakwa, karena dia yang akan menjadi fokus pemeriksaan disidang pengadilan. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana yaitu:[6] 1. Tersangka Yaitu orang yang diduga melakukan tapi sebelum masuk sidang pengadilan. Jika sudah masuk pengadilan statusnya menjadi terdakwa, dan apabila sudah diputus maka statusnya sebagai terpidana. 2. Terdakwa 3. Terpidana 4. Saksi Yaitu orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentigan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara yang pidana yang is dengar, lihat atau alami sendiri. 5. Saksi ahli Yaitu seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan peradilan. 6. Penyidik Yaitu pejabat polisi negara republik Indonesia yang diberi wewenang menurut UU untuk melakukan penyidikan. Istilah penyidik terkadang digabungkan dengan kata-kata lain seperti penyidik umum, penyidik pegawai negeri sipil tertentu, penyidik khusus dan penyidik pembantu. Sehingga kedudukan dan kepangkatan penyidik perlu diselaraskan dan diseimbangkan. Istilah penyidik umum adalah pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia dengan syarat kepangkatan yang diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah, istilah penyidik pegawai negeri sipil tertentu adalah pegawai negeri sipil sesuai dengan persyaratan tertentu yang telah dididik dengan kualifikasi penyidik yang diberi wewenang melakukan penyidikan tindak pidana di bidang tugas dan fungsinya yang diberikan oleh undang-undang. Istilah penyidik pembantu adalah pejabat pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia berpangkat tertentu dibawah pangkat penyidik umum dan pejahat

9

pegawai negeri sipil di lingkungan polri karena keahlian di bidang tertentu yang diangkat oleh Kapolri. Berdasarkan pasal 1 ayat (1) dan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Penyidik adalah: a. Pejabat Polisi negara Republik Indonesia; b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. 7. Penyelidik Yaitu pejabat polisi ncgara republik Indonesia yang diberi wewenang mcnurut untuk melakukan penyelidikan. 8. Penyidik pembantu Yaitu pejabat kepolisian negara RI yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan. 9. Jaksa Pejabat yang dihcri wewenang olch undang-undang ini untuk bertindak sehagai penuntut umum serta mclaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 10. Hakim Yaitu pejabat pengadilan yang diberi wewenang oleh UU untuk mengadili. 11. Advokat kuasa hukum Yaitu pihak atau orang yang akan memberikan bantuan hukum kepada pihak yang terseret dalam suatu kasus. Serta membantu proses berjalannya acara sidang di pengadilan. 12. Pejabat aparat eksekusi Pihak ini bertugas melaksanakan UU pelaksanaan pidana. Misalnya pejabat Lapas (lembaga pemasyarakatan).

G. Alat-alat Bukti Perkara Pidana

Kata "bukti" berarti adalah suatu hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal (peristiwa tersebut). Secara

10

terminologi dalam hukum pidana bukti adalah hal yang menunjukkan kebenaran, yang diajukan oleh penuntut umum, atau terdakwa, untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Kata bukti sering digabungkan dengan istilah/kata lain seperti : alat bukti dan barang bukti. Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Sedangkan barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. penyitaan, dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak berwujud. Sehingga keduanya dipergunakan pada waktu pembuktian di persidangan, pembuktian adalah suatu proses, cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya siterdakwa dalam sidang pengadilan. Bagaimanapun diubah-ubah, alat-alat bukti dan kekuatan pembuktian dalam KHUAP masih tetap sama dengan yang tercantum dalm HIR yang pada dasarnya sama dengan ketentuan yang ada di Ned. Strafvordering yang mirip pula dengan alat bukti di negara-negara Eropa Kontinental. Penyusunan alat-alat bukti negara-negara common law seperti Amerika Serikat lain dari pada yang tercantum dalam KHUAP kita. Alat-alat bukti menurut Criminal Procedure Law Amerika Serikat yang disebut Forms of evidence terdiri dari: 1. Real evidence (bukti sungguhan) 2. Documentary evidence (bukti dokumenter) 3. Testimonial evidence (bukti kesaksian) 4. Judicial evidence (pengamatan hakim) Tidak disebut alat bukti kesaksian ahli dan keterangan terdakwa. Kesaksian ahli digabungkan dengan bukti kesaksian. Yang lain dari pada yang tercantum dalam KHUAP kita, ialah real evidence yang berupa objek materiil (materil object) yang meliputi tetapi tidak terbatas atas peluru, pisau, senjata api, perhiasan

11

intan permata, televisi, dan lain-lain. Benda-benda ini berwujud. Real evidence ini biasa disebut bukti yang berbicara untuk diri sendiri (speaks for it self). Bukti bentuk ini dipandang paling bernilai dibanding bukti yang lain. Real evidence ini tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana kita (Belanda), yang biasa disebut "barang bukti". Barang bukti yang berupa objek mareriil ini tidak bernilai jika tidak di dentifikasi oleh saksi (dan terdakwa). Misalnya saksi mengatakan, peluru ini saya rampas dari tangan terdakwa, barulah bernilai untuk memperkuat keyakinan hakim yang timbul dari alat bukti yang ada. Menurut pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti ialah 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa. Adapun penjelasan dari alat bukti dalam perkara pidana yaitu: 1. Keterangan saksi; dalam praktek sering disebut dengan kesaksian. Kesaksian adalah wujud kepastian yang diberikan kepada hakim di muka sidang tentang peristiwa yang disengketakan dengan cara memberitahukan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam sengketa, yang dipanggil secara patut oleh pengadilan. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pengetahuan itu. Di dalam penggolongannya keterangan saksi ini dikelompokkan dalam dua kelompok, yatu kelompok relatif dapat didengar kesaksiannya. yang secara absolut tidak boleh menjadi saksi dan kelompok, yaitu: a. Yang tidak dapat menjadi saksi secara absolut diantaranya anak yang belum berumur 15 tahun dan belum pernah kawin, orang yang sakit jiwa atau kurang ingatan meskipun kadang-kadang ingatannya baik. Yang tidak dapat menjadi saksi secara relatif diatur dalam pasal 168 KUHAP, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:

12

1) keluarga sedarah dalam garis lurus keatas atau kebawah sampi derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. 2) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, ibu atau bapak dan juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga. 3) suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercarai (pasal 169 KUHAP). b. Di samping tidak cakap secara absolut maupun relatif juga terdapat pihak-pihak yang karena jabatan, pekerjaan, harkat dapat meminta dibebaskan sebagai saksi terhadap hal-hal yang dipercayakan kepada mereka dan hakim lah yang memutus soh atau tidaknya alasan tersebut (pasal 170 ayat (1) dan (2) KUHAP)[19] Dalam memberikan kesaksian,pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak. Dan bagaiman cara mengucapkan sumpah yang diucapkan dari seorang saksi dapat dilihat dalam ketentuan pasal 160 ayat (3) KUHAP yakni "sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa is akan memberikan keterangan yang sebenarnya".[20] 3. Keterangan ahli: Pasal 186 KUHAP keterangan ahli adalah apa yang seseorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (pasal 1 ke 28 KUHAP), tidak semua keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti, melainkan yang dapat memenuhi syarat-syarat kesaksian adalah yang diberikan dimuka persidangan (pasal 186 KUHAP). 4. Surat; merupakan segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan pikiran dan isi hati seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan atau orang lain yang dapat digunakan untuk alat pembuktian. Pasal 187 KUHAP menyebutkan surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c dibuat atas sumpah jabatan atau dikutipkan dengan sumpah, adalah : a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang

13

kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; b. surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan; c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal yang diminta secara resmi dari padanya; d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dari isi alat pembuktian yang lain. 4. Petunjuk; Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik anttara yang satu dengan yang laiinya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana atau siapa pelakunya tersebut disebut dengan persangkaan undang-undang. Petunjuk

adalah

perbuatan,

kejadian

atau

keadaan

yang

karena

persesuaiannya, baik anatara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana siapa pelakunya (pasal 188 ayat (2) KUHAP) petunjuk sebagaimana tersebut dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh : a. Keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Penulisan atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksian berdasarkan had nurani (pasal 188 ayat (3) KUHAP). 5. Keterangan terdakwa: Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui atau ia alami sendiri.

Pasal 189 KUHAP menegaskan : a. keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

14

b. keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti disidang asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. c. keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. d. keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Adapun barang bukti dapat juga diajukan kedalam persidangan namun hanya berfungsi sebagai menguatkan keyakinan hakim terhadap benarnya telah terjadi suatu tindak pidana dan dalam memutuskan perkara yang sedang ditanganinya. Barang bukti bisa berupa alat atau pun senjata yang dipergunakan pelaku kejahatan, jejak yang ditinggalkan pelaku dan sebagainya.

H.

Ilmu-ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana Untuk mencapai tujuan Hukum Acara Pidana perlu juga para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan penasihat hukum mempunyai bekal pengetahuan lain yang dapat membantu dalam menentukan kebenaran meteriil. Ilmu-ilmu tersebut yaitu : 1.

Logika Dalam usaha menemukan kebenaran, orang tentu memakai pikiran dalam menghubungkan keterangan yang satu dengan yang lain. Bagian dari hokum acara pidana yang paling membutuhkan pemakaian logika ialah masalah pembuktian dan metode penyidikan. Pada usaha menemukan kebenaran itu biasanya dipergunakan hipotesis atau dugaan sementara dengan ditemukan fakta-fakta yang ada dan hal tersebut akan sangat membutuhkan logika yang baik.

2.

Psikologi Dalam hal ini hakim, jaksa dan terdakwa juga manusia yang mempunyai perasaan yang dapat diusahakan untuk dimengerti tingkah lakunya. Demikian pula dalam pemeriksaan pendahuluan terutama

15

dalam interogasi terhadap tersangka, penyidik seharusnya menguasai dan dapat menerapkan pengetahuan tentang ilmu psikologi. Segala usaha untuk mengungkapkan isi hati tersangka harus dilakukan dengan cara pendekatan secara psikologis terutama untuk para penjahat professional dan residivis. Maka dari itu ilmu psikologi sangatlah membantu. 3.

Kriminalistik Kriminalistik

merupakan

kegiatan

pengumpulan

dan

pengolahan data secara sistematis yang berhubungan dengan penyidikan delik-delik. Dalam hal ini ilmu kriminalistik digunakan untuk menilai fakta-fakta yang ditemukan yang oleh hokum harus dapat dikonstruksikan sebelum dijatuhkan putusan. Bagian-bagian ilmu kriminalistik yang dipakai ialah ilmu tulisan, ilmu kimia, ilmu fisiologi, anatomi, tentang luka, sidik jari, jejak kaki, dsb. 4.

Psikiatri Psikiatri digunakan untuk meneliti hal-hal yang abnormal atau tidak biasa dalam hokum. Psikiatri juga digunakan sebagai pembantu hokum acara pidana yang biasa disebut psikiatri peradilan atau psikiatri forensic.

5.

Kriminologi Ilmu ini digunakan untuk mengetahui sebab-sebab atau latar belakang dari suatu kejadian atau tindak kejahatan.

6.

Hukum pidana/hukum materil tentang pidana ilmu yang menjelaskan aturan-aturan tentang pidana, dan tidak mungkin ada hukum acara pidana tanpa adanya hukum pidana.

I.

Proses Pelaksanaan Acara Pidana Proses pelaksanaa acara pidana adalah merupakan suatu proses dan tata cara

beracara atau mengajukan perkara pidana ke muka persidangan. Adapun tahaptahapannya adalah sebagai berikut:

16

1. Pemeriksaan Pendahuluan

Di dalam pemeriksaan pendahuluan, sebelum sampai pada pemeriksaan disidang pengadilan, akan melalui beberapa proses sebagai berikut: a) Proses Penyelidikan dan Penyidikan.

Menurut KUHP diartikan bahwa penyelidakan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidanaguna menentukan dapat atau tidak nya dilakukannya penyelidikan (pasal 1 butir lima kuhap). Dengan demikian fungsi penelidikan dilaksanakan sebelum

dilakukan

penyidikan,

yang

bertugas

untuk

mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang telah terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan penyidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang acara pidana, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan tersangkanya (pasal 1 butir 2 KUHAP) Oleh karena itu, secara kongkrit dapat dikatakan bahwa penyidikan dimulai sesudah terjadinya tindak pidana untuk mendapatkan keterangan-keterangan tentang 1) Tindak apa yang telah dilakukannya? 2) Kapan tindak pidana itu dilakuakan? 3) Dimana tindak pidana itu dilakukan? 4) Dengan apa tindak pidana itu dilakukan? 5) Bagaimana tindak pidana itu dilakukan? 6) Mengapa tindak pidana itu dilakukan? 7) Siapa pembuatnya?

17

b) Petugas-Petugas Penyelidik dan Penyidik

Menurut pasal 4 penyidik adalah setiap pejabat polisi Negara republik Indonesia. Di dalam tugas penyelidikan mereka mempunyai wewenang-wewenang seperti diatur dalam pasal 5 KUHAP sebagai berikut: 1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; 2) Mencari keterangan dan barang bukti; 3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Sedangkan yang termasuk penyidik adalah: 1) Pejabat polisi Negara Republik Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. 2) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Yang dimaksud dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu, misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Penyidik sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 6 KUHAP berwenang untuk: 1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. 2) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian. 3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka. 4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan 18

5) Melakukan pemeriksaan dan peryitaan surat. 6) Mengambil sidik jari dan memotret seorang. 7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. 8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalm hubungannya dengan pemeriksaan. 9) Mengadakan penghentian penyidikan. 10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (pasal 7 KUHAP) c) Pelaksanaan Penyelidikan dan Penyidikan

Penyelidikan atau penyidikan merupakan tidakan pertama-tama yang dapat dan harus dilakukan oleh penyelidik atau penyidik jika terjadi atau timbul persangkaan telah terjadi tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan tindak kejhatan atau pelanggaran maka harus diusakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan tindak pidana dan jika is siapakah pembuatnya. Persangkaan atau pengetahuan telah terjadi tindak pidana ini dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dapt digolongkan sebagai berikut: 1) Kedapatan tertangkap tangan (ontdekkeng op heterdaad) Adapun yang dimaksud dengan tertangkap tangan adalah: a). Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau b). Dengan segera sesudah beberap saat tindakan pidana itu dilakukan, atau c). Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak rami sebagai orang yang melakukannya, atau d). Apabila sesat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa is adalah pelakunya

19

atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.(pasal 1 butir 19 kuhap) 2) Di luar tertangkap tangan Sedangkan dalam hal tidak tertangkap , pengetehuan penyelidik atau penyidik tentang telah terjadinya tindak pidana dapat diperoleh dari: a). Laporan b). Pengaduan c). Pengetahuan sendiri oleh penyelidik atau penyidik 3) Penangkapan dan Penahanan Yang dimaksud dengan penangkapan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka apabila terdapat cukup bukti guna

kepentingan

penyidikan.

Sedangkan

penahanan

adalah

penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.[9] Jadi, penangkapan dan penahanan adalah merupakan tindakan yang membatasi dan mengambil kebebasan bergerak seseorang. Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terdapat dalam pasal 20 dan 21 ayat 1 dan ayat (4). 4) Penangguhan dan Penahanan Untuk menjaga supaya tersangka atau terdakwa yang ditahan tidak dirugiakn kepentingannya karena tindakan penahanan itu yang mungkin

akan

berlangsung

untuk

beberapa

waktu,

diadakan

kemungkinan untuk tersangka atau terdakwa mengajukan permohonan agar penahanannya ditangguhkan, berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam HIR yang menetapkan bahwa pejabat satu-satunya yang berwenang menangguhakan penahanan ialah hakim, maka menurut KUHAP yang berhak menentukan apakah suatu penahanan perlu ditangguhakan atau tidak ialah penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 5) Penggeledahan Badan dan Rumah

20

Penggeledahan badan dan penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan dengan surat perintah untuk itu dari yang berwenang. Yang dimaksud dengan penggeledahn badan ialah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badann atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. 6) Penyitaan Yang dimaksud dengan penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud

untuk

kepentingan

pembuktian

dalam

penyidikan,

penuntutan, dan pengadilan. Di samping itu, menurut pasal 39 KUHAP ditentukan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah: a). Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana b). Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya c). Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan d). Benda yang khusus di buat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana e). Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. 7) Pemeriksaan ditempat kejadian Pemeriksaan ditempat kejadian pada umumnya dilakukan karena delik yang mengakibatkan kematian, kejahatan seksual, pencurian dan perampokan. Dalam hal terjadinya kematian dan kejahatan seksual, sering dipanggil dokter untuk mengadakan pemeriksaan ditempat kejadiaan diatur dalam pasal 7 KUHAP. 8) Pemeriksaan tersangka Sebelum penyidik melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang dilakukan suatu tindak pidana, maka penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa

21

ia dalam perkara itu wajib didampingi penasehat hukum (pasal 114 KUHAP) 9) Pemeriksaan saksi dan ahli Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradialan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.[10] Mengenai hal ini, menurut pasal 224 KUHAP yang berbunyi: "Barang siapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban menurut undang-undang, yang ia sebagai demikian harus melakukan: a. Dalam perkara pidana dipidana dengan pidana penjara selamalamanya 9 bulan. b. Dalam perkara lain, dipidana dengan pidana penjara selam-lamanya 6 bulan.” 10)

Penyelesaian dan Penghentian Penyidikan Menurut Syarifudin Petranase penyidikan itu dianggap selesai

ketika dinyatakan bahwa: a). Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 7 hari,setelah penuntut umum menerima hasil pendidikan dari penyidik, ada pemberitahuan dari penuntut umum bahwa penyidikan diaanggap selesai.

Pemberitahuan

tersebut

merupakan

keharusan

atau

kewajiban bagi penuntut umum seperti yang diatur dalam pasal 138 ayat 1 KUHAP. b). Penyidikan diaanggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 110 ayat 4 KUHAP.

d) Surat Dakwaan

Surat dakwaan adalah rumusan tindak pidana sebagai dasar dan batas pemeriksaan dan penuntutan yang dikehendaki UU dalam sidang pengadilan.

22

1) Syarat-syarat dalam surat dakwaan a. syarat formil Identitas lengkap terdakwa, seperti nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. b. syarat materiil harus berisi uraian secara cermat jelas dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tapi itu dilakukan. 2) Cara merumuskan surat dakwaan Cara merumuskan surat dakwaan: harus mengandung lukisan dari apa yang senyatanya terjadi dan mengandung unsur yuridis dari dari tindak pidana yang dilakukan. 3) Pembatalan Surat Dakwaan a) pembatalan formil: karena tidak memenuhi syarat mutlak yang ditentukan UU (batal demi hukum). b) pembatalan hakiki: berdasarkan keputusan penilaian hakim karena kurangnya syarat yang dianggap esensil (tergantung maksud dan tujuan surat dakwaan). Salah satu cara pembelaan adalah membuat alibi, yaitu menyatakan tidak ada di tempat pada waktu kejadian yang disebutkan dalam surat dakwaan. 4) Macam-macam Surat Dakwaan a. dakwaan tunggal: terdakawa hanya didakwa dengan satu dakwaan saja. b. dakwaan alternatif: terdakwa didakwa dengan dakwaan. Biasanya karena keraguan jaksa tentang jenis TP apa yang tepat untuk menjadi dasar dakwaan. c. dakwaan subsidair: dakwaan dengan mengurutkan dari yang terberat. d. dakwaan komulatif: dakwaan sekaligus dan masing-masing berdiri sendiri.

23

e. dakwaan campuran: campuran dari dakwaan alternatif, subsidair, dan komulatif. 5) Syarat penggabungan perkara: a) beberapa tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang yang sama. b) sating sangkut-paut antara satu tp dengan tp yang lain. c) tidak sangkut paut namun masih saling berhubungan dan dianggap perlu dalam proses pemeriksaan. 4) Macam-macam Surat Dakwaan a. dakwaan tunggal: terdakawa hanya didakwa dengan satu dakwaan saja. b. dakwaan alternatif: terdakwa didakwa dengan dakwaan. Biasanya karena keraguan jaksa tentang jenis TP apa yang tepat untuk menjadi dasar dakwaan. c. dakwaan subsidair: dakwaan dengan mengurutkan dari yang terberat. d. dakwaan komulatif: dakwaan sekaligus dan masing-masing berdiri sendiri. e. dakwaan campuran: campuran dari dakwaan alternatif, subsidair, dan komulatif. 5) Syarat penggabungan perkara: a) beberapa tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang yang sama. b) sating sangkut-paut antara satu tp dengan tp yang lain. c) tidak sangkut paut namun masih saling berhubungan dan dianggap perlu dalam proses pemeriksaan.

2. Pemeriksaan di muka sidang pengadilan a. Penentuan Hari Sidang Dan Pemanggilan Penentuan hari sidang di tentukan oleh hakim yang di tunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara (Pasal 152 ayat (1) KUHAP). Dalam hal ini, hakim tersebut

24

memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan sanksi untuk datang disidang pengadilan (Pasal 152 ayat (2) KUHAP). b.

Pemeriksaan Perkara Biasa KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang pengadila.

Pertama,

pemeriksaan

perkara

biasa;

kedua,

pemeriksaan singkat; ketiga, pemeriksaan cepat. Pemeriksaan cepat dibagi lagi alas pemeriksaan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. c.

Pemeriksaan Singkat Seperti telah disebut dimuka, ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku juga bagi pemeriksaan singkat, kecuali ditentukan. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 203 ayat (3) yang mengatakan bahwa dalam acara ini (acara pemeriksaan singkat) berlaku ketentuan bagian kesatu, Bagian kedua, Bagian ketiga bab ini (XVI), sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuannya.

d. Pemeriksaan Cepat Istilah yang dipakai HIR ialah perkara rol. Ketentuan tentang acara pemeriksaan biasa berlaku pula pada pemeriksaan cepat dengan kekecualian tertentu.

3. Putusan hakim pidana

a. Acara pengambilan keputusan Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sudah selesai, maka ia mempersilahkan penuntut umum membacakan tuntutannya (requisitoir). Setelah itu giliran terdakwa atau penasihat hukumnya membacakan pembelaann)a yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukumnya mendapat giliran terakhir (Pasal 182 ayat (1) KUHAP).

25

b. Isi keputusan hakim Setiap keputusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan, Bentuk-bentuk putusan pengadilan dalam perkara pidana: 1) Putusan Bebas: jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan dipersidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. 2) Putusan

Lepas

dari

Segala

Tuntutan:

Jika

pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti , tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 3) Putusan pemidanaan: Jika terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Sebelum membicarakan putusan akhir tersebut, perlu kita ketahui bahwa pada waktu hakim menerima suatu perkara dari penuntut umum dapat diterima. Putusan mengenai hal ini bukan merupakan keputusan akhir (vonnis), tetapi merupakan suatu ketetapan.

c. Formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim Dalam pasal 197 ayat (1) KUHAP diatur formalitas yang harus dipenuhi suatu putusan hakim dan menurut ayat (2) pasal itu kalau ketentuan tersebut tidak dipenuhi, kecuali yang tersebut pada huruf g, putusan batal demi hukum. d. Subtansi putusan hakim Surat putusan pemidanaan memuat:[12]

26

1) Kepala putusan yang dituliskan berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN TUHAN YANG MAHA ESA". 2) Nama lengkap, tempat lahir, umur, tanggal lahir, jenis kelamin 3) Dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan 4) Pertmbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh di sidang pemeriksaan 5) Tuntutan pidana 6) Pasal aturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan 7) Hari dan tanggal diadakannnya musyawarah majelis hakim 8) Pernyataan kesalahan terdakwa 9) Ketentuaan kepada siap biaya perkara dibebankan 10)

Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan

dimana letaknya kepalsuan itu, jika dianggap ada akta oetentik yang palsu 11)

Perintah supaya terdakwa ditahanatau tetap dalam tahanan atu

dibebaskan 12)

Hari dan tanggal putusan, nama penuntut, nama hakim yang

memutus dan nama panitera.

4. Upaya hukum Adapun upaya hukum dibagi menjadi dua, yaitu:[13] a) Upaya hukum biasa

KUHAP membedakan upaya hukum biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa merupakan Bab XVII, sedangkan upaya hukum luar biasa Bab XVIII. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan banding dan bagian kedua tentang pemeriksaan kasasi.

27

1) Pemeriksaan tingkat Banding a) Hakim terdiri dari hakim majelis ( sekurang -kurangnya 3 orang ) b) Dasar pemeriksaan adalah berkas perkara yang diterima dari PN (yang sudah dikirim dalam waktu 14 Hari) berkas -berkas yang dikirim adalah: i. Berita acara penyidikan ii. Berita acara pemeriksaan sidang iii. Alat-alat bukti yang ada serta surat -surat tertentu yang timbul dipengadilan iv. Putusan pengadilan c) Dalam pemeriksaan hakim banding adalah berkas -berkas perkara yang dikirim oleeh PN tetapi jika perlu maka hakim PT dapat memanggil saksi-saksi, terdakwa atu penuntut umum. Untuk melakukan konfirmasi. Hakim PT juga dapat memerintahkan untuk melakukan pemeriksaan tambahan kepada PN atau melakukan sendiri. 2) Kasasi Alasan-alasan dalam pengajuan kasasi: a) Pengadilan

yang

bersangkutan

tidak

berwenang

atau

melampaui batas wewenang dalam memeriksa dan memutus sengketa yang bersangkutan. b) Pengadilan telah salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. c) Pengadilan lalai memenuhi syarat -syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Sedangkan tata cara pengajuan Kasasi adalah sebagai berikut: a) Diajukan dalam waktu empat belas hari sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa. b) Permintaan tersebut ditulis oleh panitera dan ditandatangani oleh pemohon dan panitera.

28

c) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohoan kasasi dalam waktu 14 hari sejak permohonan kasasi diterirna panitera. Apabila dalam tenggangwaktu tersebut pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan kasasi gugur. d) Pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung oleh Panitera selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan kasasi tersebut lengkap. b) Upaya hukum luar biasa Upaya hukum luar biasa tercantum didalam Bab XVIII KUHAP, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian kesatu pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dan bagian kedua peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 1) Kasasi demi kepentingan umum a) Diajukan oleh Jaksa Agung untuk satu kali b) putusan yang dapat dilakukan kasasi demi kepentingan hukum adalah semua putusanpengadilan yang telah mempuyai kekuataan hukum Tetap c) Tidak boleh merugikan kepentingan para pihak d) Pengajuan melalui Hakim PN 2) Peninjauan Kembali Alasan Peninjauan Kembali: a) Ditemukan /terdapat alat bukti lain yang apabila alat bukti tersebut ada pada saatpemeriksaan sidang berlangsung akan menyebabkan:[14] i. Putusan bebas ii. Putun Lepas dari segala tuntutan hukum iii. Tuntutan tidak bisa diterima iv. Memperoleh Pidana yang lebih ringan. b) Apabila dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakn telah terbukti itu, temyata bertentanan satu dengan yang lain. c) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu ke khilafan atu suatu kekeliruan yangnyata. Tata cara pengajuan peninjauan kembali: d) Diajukan ke Mahkmah Agung melalui Panitera yan mengadili.

29

e) Permintaan peninjauan kembali tersebut oleh panitera ditulis dalam surat keterangan yangditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara. c) Pelaksanaan putusan hakim pidana

Tata cara pelaksanaan putusan hakim pidana: a. Pelaksanaan Putusan pengadilan dilakukan oleh Jaksa (Pasal 270 KUHAP) b. Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan didepan umum (Pasal 271 KUHAP) c. Pidana dijalankan secara berturut-turut, jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum is menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu (Pasal 272 KUHAP ) d. Jangka

waktu

pembayaran

denda

satu

bulan

dan

dapat

diperpanjang e. Barang bukti yang dirampas oleh negara dilelang dan hasilnya dimasukkan ke kas negara f. Putusan ganti rugi dilaksanakan secara perdata g. Biaya perkara dan ganti rugi ditanggung berimbang oleh para narapidana h. Pidana bersyarat diawasi dan diamati sungguh-sungguh.

30

BAB III KESIMPULAN A.

Simpulan 1. Pengertian Hukum Acara Pidana Yang dimaksud hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana. 2. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana Tujuan Hukum Acara Pidana yaitu untuk menemukan kebenaran materiil. Kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat. Sedangkan Fungsi hukum acara pidana adalah menegakkan/menjalankan hukum pidana. Hukum acara pidana beroprasi sejak adanya sangkaan tindak pidana walaupun tanpa adanya permintaan dari korban kecuali tindakan pidana yang ditentukan lain oleh UU. 3. Asas-asas Hukum Acara Pidana Adapun asas-asas yang terdapat pada hukum acara pidana yaitu: a. Asas persamaan di muka hukum ( Equality Before The Law) b. Asas perintah tertulis dari yang berwenang penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat berwenang dan dengan cara yang diatur oleh undang-undang. c. Asas praduga tak bersalah (presumtion of innocent) d. Asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah faham dan salah tuntut. e. Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas, jujur, dan tidak memihak. f. Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya g. Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum dakwaan h. Asas hadirnya terdakwa i. Asas pemeriksaan di muka umum j. Asas pengawasan pelaksanaan putusan

31

4. Pihak-pihak dalam Hukum Acara Pidana Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam hukum acara pidana yaitu: Tersangka, Terdakwa, Terpidana, Saksi, Saksi ahli, Penyidik, Penyelidik, Penyidik pembantu, Jaksa, Hakim, Advokat kuasa hukum dan Pejabat aparat eksekusi.

B. Saran

Inilah yang diwacanakan pada penulisan ini, meskipun penulisan ini jauh dari kata sempurna, minimal kita bisa mengimplementasikan tulisan ini. Mungkin masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini, karena kami adalah manusia yang tempatnya salah dan doss: dalam hadits "al insanu minal khotto' wannisa', dan kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih untuk dosen pembimbing mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia, yaitu Bapak Wawan Sanjaya, S.H., M.H yang telah memberikan hantuan dalam proses pembuatan makalah ini.

C.

Penutup Demikianlah makalah ini saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi siapa

saja yang membacanya. Apabila ada kesalahan dari segi isi maupun dalam penulisan, itu merupakan kelemahan serta kekurangan kami sebagai insan biasa

32

DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, H. R. 2006. Prospek Hukum Pidana Indonesia dalam mewujudkan Rasa Keadilan Masyarakat. Jakarta: Restu Agung. Hamzah, Andi. 1984. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hamzah, Andi. 1987. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kansil, C.T.S. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pangaribuan, Luhut M.P. 2013. Hukum Acara Pidana. cet. Ke-1. Jakarta: Djambatan. Pangaribuan, Luhut M.P. 2014. Hukum Acara Pidana. Jakarta: Papas Sinar Sinanti. Petranse, Syarifudin H.Ap dan Sabuan Ansori. 2000. Hukum Acara Pidana. Indralaya: Universitas Sriwijaya. Salam, Faisal. 2012. Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia. Jakarta: Mandar Maju. Waluyadi. 1999. Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju. Yudowidagdo, Hendraswanto. 1987. Kapita Selekta Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana http://typinggugungunawan.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-dan-sistemhukum-acara.html http://leesyailendranism.blogspot.co.id/2016/03/makalah-hukum-acarapidana.html http://riky-wisaka.blogspot.co.id/2012/01/makalah-hukum-acara-pidana.html

33

Related Documents


More Documents from "Damma Renna"

Cirsoc 601 Completo Madera
February 2021 0
Proposal Mlbb Cloud9
January 2021 0
February 2021 2
Triptico Diabetes
January 2021 6