Makalah Tindak Korupsi

  • Uploaded by: Nurla Tifah
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Tindak Korupsi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,825
  • Pages: 23
Loading documents preview...
MAKALAH TINDAK KORUPSI Kelompok 7 Mata Kuliah : Etik UMB

 Di Susun Oleh : 1. Naldi

- 43115110077

2. Kresensia Helvi

- 43115110047

3. Mei Sela Palupi Yoga

- 43115110108

4. Endah Wardiyani

- 43115110195

5. Nurlatifah

- 43115110558  Ruang : B-303-1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS MERCU BUANA 1

2015 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT. , karena atas limpahan karuniaNya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya kebaikan. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini tepat pada waktunya. Kami sangat tertarik untuk mengajukan Judul : TINDAK KORUPSI. Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada : 

Khususnya bagi kedua orang tua kami yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moral maupun moril demi mencapai cita-cita yang kami harapkan.



Bapak Dr. Ir. Cecep Winata, M. Si sebagai dosen Etik UMB. Semoga ilmunya berkah dan menjadi aliran amal hingga kelak di Barzakh. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dalam

segi penulisan maupun penempatan kata-kata, untuk itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan pada makalah berikutnya. Materi dalam makalah ini disusun untuk membekali pembaca dengan pengetahuan yang menyangkut sebagian dari seluk beluk tentang Korupsi. Meskipun materi-materi yang ada sudah dipersiapkan sedemikian rupa, mengingat keterbatasan kami, disadari akan adanya kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan buku ini. Karena itu, kritik dan saran membangun dari pembaca akan sangat dihargai. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat memberi sumbangsih yang berguna bagi pembacanya. Jakarta, 18 Oktober 2015

2

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... 1 KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2 DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4 .......1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 4 1.2. Tujuan ....................................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 6 2.1. Pengertian Korupsi ................................................................................................... 6 2.2. Penyebab Atau Latar Belakang Terjadinya Korupsi ................................................. 6 2.3 Macam-Macam Tindakan Dari Korupsi ................................................................... 8 2.4 Dampak Adanya Korupsi ......................................................................................... 9 2.5 Gambaran Umum Tentang Korupsi Yang Ada Di Indonesia ................................... 13 2.6 Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Memperkuat Pembuktian Kasus Korupsi. 13 2.7 Usaha KPK Dalam Mengatasi Korupsi .................................................................... 14 2.8 Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi ..................................................................... 15 2.9 Fenomena Korupsi Di Indonesia .............................................................................. 15 2.10 Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi ........................................... 18 2.11 Upaya Yang Dapat Ditempuh Dalam Pemberantasan Korupsi ................................ 18 BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 22 3.1.Kesimpulan ................................................................................................................ 22 3.2.Saran .......................................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, Negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi

social (penyakit

social) yang

sangat berbahaya

yang mengancam semua

aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran. 4

1.2.

Tujuan

1.

Untuk mengetahui pengertian korupsi.

2.

Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.

3.

Untuk mengetahui macam-macam tindakan dari korupsi.

4.

Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.

5.

Untuk mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia

6.

Untuk mengetahui penggunaan teknologi informasi dalam memperkuat pembuktian kasus korupsi

7.

Untuk mengetahui usaha KPK dalam mengatasi korupsi

8.

Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi

9.

Untuk mengetahui fenomena korupsi di Indonesia

10.

Untuk mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi

11.

Untuk mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi

5

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Korupsi Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi. 2.2. Penyebab atau Latar Belakang Terjadinya Korupsi Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan tujuan korupsi yaitu untuk mendapatkan keuntungan pribadi /kelompok /keluarga/ golongannya sendiri. Faktor-faktor secara umum yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi antara lain yaitu : 

Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.



Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.



Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.



Kurangnya pendidikan.



Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.



Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.



Struktur pemerintahan.



Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.



Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.

6

Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi : 

Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.



Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.



Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individuindividu untuk menunjang hidupnya yang wajar.



Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.

Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan. Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya). Lain lagi yang dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang menyebutkan ada lima sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni proyek pembangunan fisik, pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha, dan fasilitas kredit perbankan. Dan menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, yaitu : 7

1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi. 2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri. 3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri. 2.3. Macam – Macam Tindakan Korupsi Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni : 1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara 2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap 3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan 4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan 5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang 6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu : Model korupsi lapis pertama Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya. Model korupsi lapis kedua Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional. Model korupsi lapis ketiga 8

Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut. 2.4 Dampak Adanya Korupsi 2.4.1. Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. 2.4.2. Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. 2.4.3. Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestic maupun asing. Mereka mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.

9

Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Menurut Mauro (2002),Setelah melakukan studi terhadap 106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK, skala 010) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen. Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Menurut Gupta et al (1998). Menyatakan fakta bahwa penurunan skor IPK sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. 2.4.4. Korupsi

melemahkan

kapasitas

dan

kemampuan

pemerintah

dalam

menjalankan program pembangunan. Pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi. 2.4.5. Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.

10

Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Fakta negara

bahwa

dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan

kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya. 2.4.6. Mempersulit Pembangunan Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syaratsyarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika 11

dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang k efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka

sendiri.

(Hasilnya,

dalam

artian

pembangunan

(atau

kurangnya

pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. 2.4.7. Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Terkait dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal 12

ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi. 2.4.8. Korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Peningkatan IPK sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya, kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat korupsi 2.5. Gambaran Umum Korupsi di Indonesia Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata. Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib” yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga UndangUndang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN. 13

2.6. Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Memperkuat Pembuktian Kasus Korupsi Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini. Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah. 2.7. Usaha KPK Dalam Mengatasi Korupsi KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik akan mereka cermati sebagai salah satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Dalam penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan bahwa : “……..Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa”. Dari keinginan rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya membawa implikasi pada penanganan korupsi dengan cara-cara yang luar biasa pula sekalipun tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku. Terkait dengan kontroversi penyadapan dalam penindakan korupsi kita dapat mengambil penyadapan atas kasus terorisme sebagai pembanding. POLRI telah lama melakukan penyadapan 14

untuk kasus terorisme dan tidak pernah ada yang mempermasalahkannya. Besar kemungkinan karena kita sudah memahami bahaya terorisme. Hal ini menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih giat menyampaikan betapa seriusnya implikasi dari korupsi ini. Betapa besar ongkos sosial korupsi yang harus dibayar seluruh rakyat Indonesia. Ketika seorang Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan dalam memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu orang lain, atau bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan. Namun yang selama ini kurang kita sadari – kerusakan sudah terjadi, ketika seseorang dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan tertentu karena dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal, menjual obat palsu, atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan bermuara pada kesengsaraan rakyat Indonesia. 2.8. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata. 2.9. Fenomena Korupsi di Indonesia Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah: 

Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembagalembaga politik yang ada.

15



Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “oknum” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.



Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.



Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut : 

Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.



Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.



Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.



Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.

Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar (rakyat). Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di bidang politik dan ekonomi-bisnis. Contoh kasus korupsi yang pernah terjadi di Indonesia : 1. Kasus korupsi Melinda Dee

16

Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Inong Malinda Dee binti Siswo Wiratmo . Majelis hakim yang diketuai Gusrizal dalam sidang di ruang sidang utama PN Jaksel menilai terdakwa Malinda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perbankan dan pencucian uang yang didakwakan kepadanya. "Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Inong Malinda Dee binti Siswo Wiratmo hukuman penjara selama delapan tahun dan denda sebesar 10 miliar rupiah," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 2. Kasus Suap Sengketa Pilkada Akil Mochtar

Kasus korupsi yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar telah menggurita. Akil pun diganjar hukuman seumur hidup karena menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang. Bahkan, menurut jurnalis senior Harian Kompas yang menulis buku "Akal Akal Akil", Budiman Tanuredjo, kasus korupsi Akil merupakan salah satu skandal terbesar sepanjang sejarah peradilan Indonesia. Belum pernah terjadi seorang hakim yang juga Ketua MK masuk penjara gara-gara terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan uang sampai ratusan miliar rupiah. 17

3. Kasus Korupsi Nazzarudin

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pembelian saham Garuda pada Februari 2012. Memang Nazaruddin telah divonis tujuh tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam proyek wisma atlet. Dari kasus korupsi proyek wisma atlet ini, KPK menjerat Nazaruddin dengan delik TPPU. Namun, ternyata lamanya KPK mengusut Nazaruddin dalam perkara TPPU bukan karena dia sudah dipenjara. Salah satu jaksa yang menangani perkara wisma atlet, Yudi Kristiana, menuturkan, KPK dibuat sibuk oleh banyaknya aset yang dikuasai Nazaruddin. Saking banyaknya aset tersebut, KPK harus hati-hati melakukan verifikasi. KPK harus memastikan, apakah aset tersebut memang dikuasai Nazaruddin dan diperoleh dari hasil korupsi. Ini karena dalam kasus TPPU sering kali seorang tersangka menyamarkan kepemilikan asetnya melalui orang lain, seperti kerabat, orang dekat hingga bawahannya. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jabatan dan hirarki politik kekuasaan.

2.10. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas 18

korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martil” bagi para pelaku tindak KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut : 

Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.



Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.



Membangun kepercayaan masyarakat.



Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.



Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

2.11. Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut : 

Upaya pencegahan (preventif).



Upaya penindakan (kuratif).



Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.



Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). 2.11.1. Upaya Pencegahan (Preventif) 

Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.



Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.



Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi.



Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.



Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.



Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan diiringi sistem kontrol yang efisien. 19



Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.



Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2.11.2. Upaya Penindakan (Kuratif) Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK : 

Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).



Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.



Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).



Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).



Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).



Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).



Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).



Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.



Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).



Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

2.11.3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

20

Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas. 2.11.4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) 

Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yg bebas korupsi.



Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

21

BAB III PENUTUP 3.1.

Kesimpulan Melihat dari uraian di atas, tidak dapat kita pungkiri korupsi memang benar-benar telah menjadi masalah yang cukup berat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melihat dari hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai pengaruh dan upaya penuntasan tindak pidana korupsi di Indonesia 

Sebuah negara akan maju dan berkembang apabila didukung dengan pemerintah yang adil dan bersih dari unsur-unsur korupsi.



Sikap korup para pejabat dan elit politik merupakan penyebab timbulnya masalah kesejahteraan masyarakat di Indonesia.



Dibutuhkan sikap yang tegas dan profesional untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.

22

3.2.

Saran Seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi. Undang-undang yang adapun bisa digunakan sebaik-baiknya, agar korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.

DAFTAR PUSTAKA 

https://muhammadredja.wordpress.com/pkn/contoh-makalah/



Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.



Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.



Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia



http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html



http://imliakawaii.blogspot.co.id/2012/02/makalahdampak-korupsi-bagimasyarakat.html

23

Related Documents


More Documents from "Wesh De Geminos"

Makalah Tindak Korupsi
February 2021 1