Merajut Asa

  • Uploaded by: Mentari Hardiyanti
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Merajut Asa as PDF for free.

More details

  • Words: 33,786
  • Pages: 191
Loading documents preview...
TIM KERJA Pengarah Ketua: Sugeng Apriyanto

Pelaksana Ketua Tim: YFR Hermiyana Anggota: Hary Prasetyo, Rubiyantara, Rahmat Handoko Kontributor: Agil Romana, Ahmad Fauzi, Alfiandi, Arung Putra F.W.P., Cyntia D F S Malau, Daniel F Situmorang, Dio Wijayanto N, Eko Achmad S, Ferdiansyah F, Hanif Gustav, Hardika D A, Iswandi, Kharisma K, Lenni Ika W, Manna Subastian, M Itqonul Humam, Muh. Ardani, Muh. Arfah Saputra, Nimashita I, Nur Soleh, Rizha F, Rossy A S, Sidiq G Baskoro, Tim P2 BC Malang, Tim P2 Pusat, Undani, Yoga Prabandanu Tim Editor: Muhammad Arafiq, Zuman Heri Ritonga, Renita Ayu Putri, Nikolas Sri Sewandono, Maju Pandapotan Sitorus Desain Sampul & Layout: Shifa Nabila Mustika Hapsari

Daftar Isi Tim Kerja Pesan Menteri Keuangan Daftar Isi Kekuatan Mobilisasi Intangible, Heru Pambudi ..……..…………. Antara Aku, Sekotak Donat, dan Secangkir Kopi, Undani ……… Satgas Pelangi, Tim P2 Pusat ………………………………………………. Lebih Dari Ayam Goreng, Dio Wijayanto Nugroho …………………. Bukti Baktiku, Arung Putra ……..…………………………………………. Merajut Asa, Lenni Ika Wahyudiasti ………………………………...…… Ekspor Perdana, Muhammad Itqonul Humam ………..……….……… Kumandah ke Pulau Gebe, Sidiq Gandi Baskoro …………………….. Tembakan Tanpa Bayangan, Muchamad Ardani …………….…….. Catatan Penuh Arti, Alfiandi ……………………………..………………... Postingan Sepele, Ferdiansyah Fauzi ……………………….…………... Peringkat Pertama, Daniel Fernando Situmorang …………………... Hanya Butuh 45 Menit, Agil Romana …………………….…………….. Cari Rasa Syukurmu!, Eko Achmad Santoso …………………………... Di Batas Negeri, Hanif Gustav ……………………………………………... Kapal Klotok, Ahmad Fauzi ………………………………………………… Stopper, Hardika Dwi Ambarwati …………………..…………………….. Dari Tabung Reaksi ke Palka Kapal, Rossy Amal Sholih …….……. NPP & Bea Cukai Soetta, Manna Subastian …………………………… Polisi Mbako Zaman Now, Tim P2 KPPBC Malang ……………..…… Ngga Enak Zamanku, Yoga Prabandanu ………………………………. Tak Lagi Abu, Rizha Febriyanti ……………………………………..……... Integritas BeTa, Iswandi ………………………………………………….…

1 7 13 18 24 30 40 45 50 56 64 70 75 79 86 93 98 104 112 120 124 130 134

Laskar Gaters, Nur Soleh ……………………………………………………. Merantaulah, Sidiq Gandi Baskoro ……………………………………….. Jangan Patah Semangat, Alfiandi ………………………………………... Tenanglah Nak, Doaku Selalu Menyertaimu, Cyntia Dewi ……... Pelajaran Hidup, Kharisma Khoirunnisa ……………………………….. Rindu, Nimashita Ichtiaty …………………………………………………… Tentang Desember, Muh. Arfah Saputra ………………………………. Tentang Para Penulis

139 146 152 157 164 169 174

Kekuatan Mobilisasi Intangible (Sebuah Pengantar) Heru Pambudi

Modal Intangible Aset pada sebuah organisasi dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu tangible assets (berwujud) dan intangible assets (tidak berwujud). Pada umumnya, sebuah organisasi lebih mampu untuk membangun, mengorganisasi, dan memelihara tangible assets daripada intangible. Dalam dunia bisnis, intangible assets di antaranya berupa tata nilai, kedisiplinan, budaya perusahaan, brand image, dan seterusnya. Perspektif di atas – lebih mudah mengelola tangible assets daripada intangible – sudah dibuktikan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) yang setiap tahun selalu bergerak maju dengan semangat reformasi. Reformasi adalah kata yang tidak asing bagi Bea Cukai. Sejak awal Tahun 90-an, Bea Cukai sudah mengenal kata perubahan. Namun, semua perubahan yang terjadi baru berfokus pada modal berwujud yang dimiliki, sebagai salah satu contohnya ialah Customs Fast Release System (CFRS). CFRS mengawali reformasi Bea Cukai di Tahun 1990 dan sekaligus

menjadi

sebuah

perubahan

fundamental

yang

mengawali periode komputerisasi di Bea Cukai. Pada beberapa tahun selanjutnya, Bea Cukai masih berfokus pada perbaikan tangible assets seperti: Perbaikan Proses Bisnis Melalui Simplifikasi Prosedur Kepabeanana dan Cukai di Tahun 2005; Sistem Otomasi Kepabeanan di Tahun

1

2002; Penyempurnaan Prosedur dan Pengembangan Teknologi Informasi di Tahun 2006; Pembentukan Portal INSW di Tahun 2007; dan Penetapan Sentralisasi Sistem IT di Tahun 2010. Barulah di reformasi Tahun 2014, Bea Cukai mulai menatap sisi intangible melalui penguatan visi, misi, dan fungsi utama Bea Cukai serta penguatan sistem kelembagaan. Puncaknya pada penguatan reformasi yang dimulai pada akhir Tahun 2016, Bea Cukai

menempatkan

peningkatan

integritas

penguatan sebagai

budaya poros

organisasi

penggerak

dan utama

perubahan. Mobilisasi intangible itulah yang menjadi kekuatan perubahan. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul Myelin1 menyebutkan bahwa hanya mereka yang memiliki modal intangible yang lebih besar yang berhasil melakukan perubahan dan bagi sebuah organisasi atau institusi, untuk menjadi

kekuatan

intangible,

dibutuhkan

tidak

sekadar

individual discipline, melainkan collective discipline. Kemudian untuk membentuk collective discipline, kita membutuhkan culture discipline. Perubahan Kadang Harus Dipaksakan Membentuk culture discipline itu juga tidak mudah. Terkadang perubahan dalam rangka membentuk culture discipline lebih efektif ketika dipaksakan daripada menunggu inisiatif dan kesadaran seseorang untuk berubah. Dalam pelaksanaannya, menurut Rhenald Kasali, dilakukan melalui lima tahap, yaitu dipaksa, terpaksa, bisa, kemudian menjadi biasa dan 1 Rhenald

Kasali, MYELIN, Mobilisasi Intangibles menjadi Kekuatan Perubahan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010)

2

pada akhirnya akan menjadi budaya (keseharian). Ini sejalan dengan konsep teori X yang dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku “The Human Side Enterprise” yang mengatakan bahwa pegawai harus dipaksa atau dikontrol. Tahapan

sebagaimana

yang

diuraikan dalam buku Myelin tersebut adalah: Tahap pertama adalah dipaksa. Melalui sistem yang telah ditetapkan, para pegawai–baik dengan kesadaran sendiri maupun

tidak–harus

mengikuti

yang

ketentuan yang ada. Kemudian setelah sekian lama dipaksa, pegawai akan masuk ke

tahap

kedua,

yaitu

terpaksa

melakukannya. Tahap ketiga adalah bisa. Setelah tahap terpaksa dan mengikuti aturan yang ditetapkan oleh sistem, kompetensi akan muncul. Pada tahap ini, resistensi sudah mulai berkurang. Setelah sekian lama menjalani tahap ketiga, pada tahap keempat pegawai akan menjadi biasa. Kebiasaan yang terus diulangi, dipantau, dan diperbaiki sesuai dengan perubahan lingkungan akan meningkat menjadi kebiasaan dalam bekerja. Tahap kelima, kebiasaan yang terus-menerus dilakukan, rutin, dan sering dinyatakan disertai apresiasi diharapkan menjadi budaya kerja yang merupakan komponen pembentuk budaya institusi. Teori di atas serasa tepat ketika saya merefleksikannya pada pelaksanaan senam pagi di Kantor Pusat DJBC saat ini.

3

Sekitar tiga bulan yang lalu, sebelum 1 Oktober 2018, pelaksanaan senam di kantor pusat hanya diikuti oleh sebagian pegawai. Katakanlah, tidak sampai 60% pegawai kantor pusat yang mengikuti senam pagi. Lapangan hitam di depan tugu pesawat pun tidak pernah penuh. Namun mulai dari Oktober sampai saat ini, lapangan hitam tersebut selalu penuh, sampai-sampai sebagian pegawai harus ditempatkan di parkiran di depan gedung Sulawesi dan gedung Sumatera. Berdasarkan laporan yang disampaikan ke saya, tingkat kehadiran pegawai dalam senam pagi sekarang selalu jauh di atas 90%. Secara ringkas, bila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan Rhenald Kasali sebelumnya, maka bisa diuraikan korelasi antara teori tersebut dengan perintah senam jumat pagi di Kantor Pusat DJBC. Awalnya, semua pegawai harus dipaksa melalui Nota Dinas yang dikeluarkan oleh unit Kepatuhan Internal yang mewajibkan semua pegawai harus mengikuti senam pagi setiap jumat tanpa terkecuali (di luar pengecualiaan kedinasan). Tahap kedua, saya yakin banyak pegawai yang pada awalnya merasa terpaksa datang dan harus sudah berdiri pukul 06.30 WIB di lapangan hitam di depan tugu pesawat itu. Kemudian, setelah berjalan satu bulan, saya amati ternyata kita bisa, walaupun belum sempurna karena masih ada sebagian kecil pegawai yang datang terlambat. Sekarang saya amati kita sudah mulai terbiasa. Bukan lagi datang tepat pada pukul 06.30 WIB, namun sebelum itu pun sebagian besar pegawai sudah hadir dan berdiri di lapangan

4

hitam mulai pukul 06.00 WIB. Malahan, saya perhatikan ada beberapa yang sempat berlari satu-dua putaran sebelum senam pagi dimulai. Ini menandakan bahwa yang tadinya terpaksa sekarang sudah jadi terbiasa. Dan mudah-mudahan, ini akan menjadi budaya (keseharian) Bea Cukai ke depannya.

Pelaksanaan senam saat ini, walaupun baru selesai hujan namun para pegawai tetap semangat melaksanakan senam pagi

Dari contoh sederhana, pelaksanaan senam pagi tersebut dapat kita petik pelajaran bahwa perubahan memang sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Perubahan tidak hanya butuh kemauan dan keberanian untuk memulai, namun upaya dalam hal menjaga perubahan itu sendiri yang jauh lebih sulit dan memerlukan daya juang dan daya tahan yang tinggi. Hal tersebut senada dengan slogan-slogan yang kerap dikatakan para pengusaha besar bahwa memulai suatu usaha itu sulit, tapi mempertahankannya jauh lebih sulit.

5

Apa yang telah dilakukan oleh kita semua, seluruh pegawai Bea Cukai di seluruh Indonesia dalam mewujudkan Bea Cukai

Makin

Baik

sesungguhnya

adalah

proses

dalam

membentuk intangible assets yang sangat berharga dan berarti bagi eksistensi dan pencapaian tujuan organisasi. Mari kita jaga dan pelihara terus intangible yang telah kita miliki. Salah satunya, telah kita rumuskan dalam bentuk sikap dasar: JujurKLIK (Jujur, Korsa, Loyal, Inisiatif, dan Korektif) yang saya yakin semua pegawai pasti telah menghafalnya, tinggal kini bagaimana kita mengimplementasikannya. Terakhir, saya ingin menyampaikan, semoga apa yang dikisahkan dalam buku ini bermanfaat dalam membarakan api semangat perubahan dalam diri kita semua terutamanya bagi generasi muda, generasi milenial, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. --Selesai--

6

Antara Aku, Sekotak Donat, dan Secangkir Kopi

01

Undani

Matahari belum sempurna membagi sinarnya. Ayam jantan

belum

juga

selesai

melagukan

nyanyian

pagi,

membangunkan segenap insani dari peraduannya. Udara Jakarta menerpa helai rambutku menyusuri Jalan Tol Sedyatmo yang masih lengang. Senin pagi terasa begitu lapang. Aku masih teringat pada aroma segelas kopi yang tersaji di pagi hari tadi di atas meja dan masih belum tersentuh. Padahal, subuh belum juga luruh. “Aku buru-buru,” jawabku ketika istri dengan tatapan menahan rindunya masih berdiri menghantar di depan pintu. Istriku sudah sangat paham bahwa sejak 5 bulan lalu, aku menjadi pejabat Bea Cukai yang ditugaskan melayani barang kiriman di sebuah Perusahaan Jasa Titipan (PJT) besar di Kantor Pelayanan Utama Soekarno Hatta (KPU Soetta), ritme kerjaku sedikit berubah. Aku sudah harus absen di kantor sebelum pukul 06.30, lebih pagi dari jadwal masuk teman teman di kantor atau pun di PJT lainnya. Entah dari mana atau sejak kapan aturan masuk yang berbeda itu diberlakukan secara spesial di PJT tersebut, ‘’Entahlah, sudah, kamu ikuti saja. Mereka juga pengertian, kok”, demikianlah jawaban seorang senior setiap kali aku mempertanyakan hal tersebut. Kurang dari 1 jam, aku sudah sampai di meja kerjaku. Tumpukan berkas dokumen impor barang kiriman (PIBK) sudah

7

menyambut. Tumpukannya memenuhi meja. Tingginya hampir menutupi pandangan mata. Pemandangan seperti itu menjadi hal yang biasa setiap pagi dan tetap akan seperti itu menjelang sore ketika pergantian shift kedua. Kalender di mejaku menunjukan hari Senin tanggal 03 Desember 2016. Pantas saja, semakin banyak tumpukan dokumen PIBK di meja, maklum menjelang Hari Raya Natal dan tahun baru semakin banyak barang kiriman dari luar negeri, terutama bingkisan-bingkisan dan barang-barang e-commerce. Hari senin yang sempurna lirihku. Sambil coba menyelesaikan 200 sampai 300 dokumen hari ini. Pikiranku melayang teringat sebuah ungkapan ‘’do what you love and you’ll never have a problem with Monday again”. Perut mulai keroncongan, maklum sedari subuh belum sempat satu helai roti pun menyentuh, masih teringat kopi pagi di rumah yang disajikan dengan sejuta senyuman indah. ‘’Maafkan aku, Dinda” ucapku dalam hati, menyeka rasa berdosa yang tibatiba saja datang soal istri yang sudah bersusah payah. Lamunanku berhenti tatkala suara lembut tiba-tiba membuyarkanku, “Selamat pagi, Pak, apa kabar? Gimana liburannya?’’. Serentetan pertanyaan tadi hanya kubalas dengan sedikit senyuman sambil menahan perihnya lambung. “Oh, ya, Pak, mau minta tolong sedikit, boleh dong? Tolong dikurangi, Pak, jalur merahnya, ya. Kita lagi dikejar deadline, nih, soalnya bulanbulan ini lagi banyak-banyaknya paket, niih. Ooh, ya, Bapak dan teman teman belum sarapan, kan? Ini saya bawakan sekotak donat dan kopi panas.”.

8

Entahlah karena masih belum fokus dengan semua rutinitas hari Senin atau memang konsentrasi yang belum maksimal karena perut belum terganjal, kepalaku seperti dipandu, tiba-tiba mengangguk mengiyakan semua permintaan wanita beraroma wangi yang bertugas sebagai customs relation di PJT ini. Urusan perut ini kadang memang melenakan, kadang sebagian dari kita menyepelekan, tetapi mereka (kaum berkepentingan) tahu betul dari mana membuka hubungan, dan pada pagi itu sebuah harga diri sebagai abdi negeri telah tergadai dengan sekotak donat dan secangkir kopi dari kedai terkini. Udara terasa lebih panas di ruangan berbentuk huruf ‘L’ yang berisi 20 orang petugas peneliti dokumen barang kiriman di Gedung A KPU Soekarno Hatta yang sedang melaksanakan shift pagi. Sudah sejak Januari 2017, kami dikumpulkan dalam satu ruangan berdekatan dengan ruangan PFPD. ‘Sentralisasi’, demikianlah kami menyebut kebijakan yang bagi sebagian besar PJT bukan sebuah kebijakan yang populer atau menguntungkan mereka. Suhu di kantor memang semakin meninggi, bukan karena ruangan yang sempit, tetapi oleh celoteh, protes, ungkapan kekesalan atau entah apalah itu namanya dari mereka-mereka yang mengambil keuntungan dari ketidakmandirian petugas dan eratnya campur tangan PJT dalam tata kelola importasi barang kiriman di bandara. Bea Cukai secara berani menyatakan sikap berubah melalui Program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) sejak 20 Desember 2016 dan kemudian gaungnya sangat terasa terutama di kantor pelayanan seperti KPU Soetta melalui

9

Program Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) di Bulan Juli 2017. Program tersebut bertujuan mengupayakan dengan kesungguhan terciptanya peningkatan efektivitas organisasi serta terpenuhinya harapan masyarakat, serta dalam hal mendukung tujuan pembangunan nasional. Perlu keberanian dan kesungguhan untuk keluar dari zona nyaman dan membentuk budaya baru dan tata kerja baru, Pimpinan ingin kita benar-benar berlari, berdiri di atas harga diri sebagai pengabdi. Namun secara pribadi, godaan dan ‘kenangan indah’ masa lalu masih saja menghantui. Aku teringat obrolan di warung kopi kantin seberang kantor tentang masa silam mereka yang pernah terbenam dalam urusan kelam. Mereka yang melayani bukan karena hati, bukan karena tulus tetapi lebih karena urusan fulus. Ya, fulus yang melumasi agar semua urusan berjalan mulus. Konon katanya seorang petugas yang ditempatkan di situ akan sanggup membeli bukan hanya secangkir kopi di kedai terkini tetapi bahkan membeli sebuah kedai kopi. Aroma

angin

perubahan

sangat

terasa

menderu

menggebu menghempas setiap debu pada jalan berkerikil dan berbatu. Apalagi sejak April 2017 di KPU Soekarno Hatta, sudah diberlakukan tata kelola importasi barang kiriman yang baru dan tentu saja dengan aplikasi barang kiriman melalui CEISA yang baru, yang ternyata sejalan dengan semangat sentralisasi petugas yang bisa mendorong kemandirian dan keseragaman dalam pelayanan dan tata kelola barang kiriman, meski konsekuensinya harus dijalani, tidak ada lagi sekotak donat, secangkir kopi, dan wanita beraroma wangi menemani.

10

Semua itu menjadi tantangan tersendiri, tidak hanya bagi kami tetapi juga bagi mereka mitra kerja yang selama ini sudah merasa ‘nyaman’ dan ‘aman’ dari perilaku yang tidak fair dalam importasi barang kiriman atau orang lebih sering menyebutnya dengan kerja borongan. Padahal secara tidak sadar, mereka sedang terjebak dalam pemikiran sempit yaitu mendorong iklim usaha yang tidak kondusif bagi industri dalam negeri, termasuk barangkali industri kedai kopi yang kini sedang menjamur dan digemari di dalam negeri. Perlahan namun pasti, proses revolusi tata kelola importasi barang kiriman di KPU Soekarno Hatta yang merupakan main entry gate-nya importasi barang kiriman di Indonesia berlangsung dengan baik dan lancar. Kebijakan sentralisasi petugas terbukti tepat dan sejalan, seruang serta sebidang dengan perubahan ketentuan impor barang kiriman yang baru. Pengelolaan importasi barang kiriman dilaksanakan dengan pendekatan melalui peningkatan kecepatan layanan dan pengendalian pengawasan melalui penerapan manajemen risiko. Langkah kaki tetap berjalan seiring doa yang jadi andalan. Fokus pada tujuan dan jangan hiraukan cacian atau sekadar katakata yang merendahkan, barangkali itulah yang selama ini menjadi kekuatan dan senantiasa diingatkan pimpinan dan teman teman sejawat.

11

Pagi ini, aku memberanikan diri berbagi sedikit goresan hari yang dulu pernah disinggahi. Bukan maksudku menggurui, tetapi hanya berbagi inspirasi, dan mudah-mudahan bisa memotivasi. Pada pekatnya secangkir kopi Wamena yang tersaji di awal hari dan sepiring kasbi yang menemani, aku tuliskan alinea demi alinea penuh rasa, kalimat demi kalimat penuh khidmat dan serangkaian kisah yang dulu pernah ada. Ini ceritaku, goresan kata yang akan meninggalkan cerita, sebuah kisah perubahan: antara aku, sekotak donat, dan secangkir kopi. --Selesai--

12

Satgas Pelangi Tim P2 Pusat

02

Petang baru beranjak naik seiring kegelapan yang mulai menyelimuti kawasan Pluit Karang di Jakarta Utara. Azan Magrib baru selesai berkumandang di langit Jakarta. Di udara, sayup masih terdengar alunan ayat suci dari pengeras suara di masjidmasjid. Petang hari itu, Rabu tanggal 26 Juli 2017, adalah petang yang awalnya terasa seperti suasana petang lainnya bagi sebagian warga di sepanjang Jalan Muara Karang Cantik. Namun, suasana tenang saat itu sontak berubah drastis ketika beberapa kendaraan dan sejumlah sepeda motor beriringan masuk dengan cepat lalu menghadang sebuah mobil truk boks. Truk yang mendadak dikepung itu diketahui baru saja tiba di areal permukiman tersebut. Warga

kemudian

menyaksikan

sejumlah

orang

bersenjata api dan berpenutup wajah keluar dari kendaraan pencegat dan menyerbu truk boks tadi. Sebagian besar warga menjerit ngeri dan berlari menjauh, sementara sebagian lagi hanya bisa berdiri membeku. Mereka terlihat sangat terkejut dengan drama yang sedang terjadi. Mungkin tak pernah terlintas dalam pikiran mereka akan menyaksikan hal seperti itu. Penyergapan

berlangsung

singkat.

Rombongan

bersenjata itu segera dapat mengamankan lokasi dan mengambil alih kendali truk. Dari dalamnya, terlihat dua orang yang langsung ditarik keluar. Tanpa perlawanan berarti, keduanya digelandang

13

ke sebuah bangunan yang tak jauh dari lokasi penyergapan. Menilik dari lokasi bangunan yang berada di ujung jalan buntu dan dari posisi truk, sepertinya bangunan rumah itu memang yang menjadi tujuan akhir truk boks tersebut. Dengan tangan yang langsung diborgol, keduanya ditarik paksa masuk ke dalam bangunan tersebut, sementara beberapa penyergap

melontarkan

pertanyaan-pertanyaan

interogasi.

Belum reda debar jantung warga melihat kejadian itu, mendadak mereka kembali dikejutkan oleh hal lain. Ternyata selain mata masyarakat, ada sepasang mata yang juga mencermati setiap urutan peristiwa yang tersaji saat itu. Pemilik sepasang mata itu sejak awal menyaksikan semuanya dari jarak yang cukup aman karena ia berada dalam sebuah sedan hitam yang berjalan santai. Sejak awal kejadian, sedan tersebut berjarak tak terlalu jauh namun juga tak terlalu dekat di belakang truk boks. Sesaat setelah melihat truk boks diamankan dan pengemudinya ditangkap, lelaki gempal pengemudi sedan hitam tersebut segera meninggalkan tempat kejadian penangkapan. Sedan hitam tersebut segera ia kendarai menjauh dari lokasi. Melihat dan memperhitungkan segala yang telah terjadi di hadapannya, ia merasa perlu untuk segera mengamankan diri. Namun demikian, perhitungan lelaki itu ternyata berakhir sia-sia, sebab ternyata gerakannya juga telah ikut dimonitor sejak awal. Sudah ada orang-orang yang secara khusus ditugasi untuk menguntit pergerakan si sedan hitam tersebut. Dan mereka memilih untuk tak perlu berlama-lama memberi kesempatan buruannya menjauh. Saat ada indikasi lawan akan

14

kabur, maka beberapa sepeda motor langsung mencegat sedan hitam itu. Satu mobil SUV pun cepat menyekat jalur pelolosan dari belakang. Para pengemudi motor merangsek turun sambil mengacungkan senjata dan meneriakkan perintah agar sopir sedan segera keluar dengan mengangkat tangannya. Sopir sedan masih belum bergeming meskipun ia sudah dikepung. Melihat itu, maka sebagian pencegat melepaskan tembakan peringatan ke udara. Suara letusan senjata bergaung di langit Pluit dan ternyata hal itu menyegerakan sopir sedan untuk langsung mengikuti perintah. Lelaki gempal berkaus hitam itu langsung diamankan dan dibawa bergabung dengan rekannya yang sudah lebih dulu ditangkap dari mobil truk. Saat itu warga masih bertanya-tanya, apa yang sebenarnya

terjadi

di

lingkungan

kediaman

mereka.

Penangkapan teroris? Pengungkapan kasus pembunuhan? Atau penggerebekan komplotan begal? Seiring malam menjelang, warga pun mulai mahfum bahwa ternyata sebuah kasus besar baru saja terungkap di depan mereka. Kedatangan rombongan awak media di lokasi penggrebekan tak lama setelah drama penangkapan, ternyata diikuti pula oleh kedatangan beberapa petinggi negeri dan pejabat yang selama ini hanya bisa mereka lihat di layar kaca. Diawali dari Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional dan petinggi BNN lainnya, tak lama berselang Kepala Bareskrim Mabes Polri beserta perwira-perwira Bareskrim pun tiba. Dan puncaknya adalah kehadiran Ibu Menteri Keuangan dengan didampingi Dirjen Bea dan Cukai pada sekitar pukul 22.15 WIB. Sesaat sebelum penangkapan petang tadi, Ibu Menteri

15

Keuangan dan jajaran petinggi Bea Cukai tengah menghadiri sebuah rapat di gedung DPR Senayan. Di hadapan awak media dan warga masyarakat yang antusias menyaksikan, para pejabat tersebut membeberkan temuan awal dari kasus yang baru saja diungkap. Kasus tersebut adalah

penyelundupan

narkotika

jenis

sabu-sabu

(methampethamine) yang mana hal tersebut merupakan titik kulminasi dari serangkaian kegiatan operasi maraton yang diawaki oleh tiga instansi: BNN, Dit. IV Bareskrim Polri, dan Bea Cukai. Menteri Keuangan memberikan ucapan selamat secara langsung kepada segenap jajaran tim operasi gabungan dan mengatakan bahwa methampetahmine sejumlah 281 kilogram yang diamankan tim setara dengan menyelamatkan hampir dua juta nyawa manusia. Setengah bergurau, beliau juga mengatakan bahwa tim operasi ini dijuluki sebagai ‘Satuan Tugas Pelangi’ dari operasi narkotika karena petugasnya berisikan anggota dari beberapa instansi yang berbeda. Meskipun berasal dari instansi yang berbeda, semua personil, baik para analis, petugas pangkalan data, operator signal intelligence, tim intelijen taktis, penyidik, regu operator lapangan hingga ke jajaran petingginya sangat sadar bahwa keberhasilan operasi tidak akan bisa tercapai jika semua pihak masih mengusung ego sektoral dan kepentingannya masing-masing.

16

Menteri Keuangan dan jajaran petinggi dari tiga lembaga saat press release di TKP (sumber foto: detik.com)

Letih seluruh anggota tim operasi terbayar lunas saat menyaksikan para petinggi dari tiga instansi yang berdiri bersanding saling berjabatan serta menyungging senyum tanda keberhasilan tugas. Bagi anggota tim gabungan dari Bea Cukai sendiri, operasi ini boleh berakhir, tapi lawan masih ada dan menghadang di depan sana. Perang terhadap narkoba masih panjang dan setelah pertempuran ini masih akan ada lagi pertempuran-pertempuran

yang

lain.

Pertempuran

yang

membutuhkan kehadiran insan-insan penerus dan penjaga tegaknya dhuaja dan sesanti dari Bea Cukai. --Selesai--

17

Lebih Dari Ayam Goreng Dio Wijayanto Nugroho

Barry

Schwartz,

seorang

psikolog

03

berkebangsaan

Amerika menulis sebuah buku pada Tahun 2004: The Paradox of Choice–Why More is Less. Sederhananya, ia mengatakan bahwa semakin banyak pilihan membuat seseorang semakin sulit memilih, sebaliknya, semakin sedikit pilihan justru memudahkan seseorang secara psikologis dalam memilih. Jika kalian pernah mendengar wanita yang bilang “Duh, saya ngga punya baju buat dipakai,” padahal di lemarinya ada pakaian dari berbagai macam gradasi warna, dari kebaya hasil beli di butik sampai baju preloved, maka itu adalah contoh sederhana dari paradox of choice. Paradox of choice saya alami pada suatu hari di pertengahan Tahun 2018 saat mencari makan malam. Berkeliling kota bersama istri dan anak melihat banyak penjual makanan di pinggir jalan dari mulai sate, pecel lele, nasi goreng di jalan yang satu, sampai sate, pecel lele, nasi goreng di jalan yang lain hanya kita lewati saja karena masih bingung untuk menentukan pilihan. Ya, saya adalah pegawai Bea Cukai yang sangat beruntung karena mendapat penempatan kantor ke dua saya di home base -padahal baru 3 tahun bekerja- dan bisa selalu berkumpul bersama istri dan anak di rumah. Masih banyak pegawai Bea Cukai yang harus mengorbankan waktunya bersama keluarga demi menunaikan tugas pada negara di kantor yang jaraknya ratusan sampai ribuan

18

kilometer dari rumah. Tetapi mungkin, keberuntungan saya yang paling berpengaruh adalah menjadi seorang pegawai Bea Cukai. Tahun 2009, menjelang lulus SMA, saya mendapat informasi soal crash program Diploma I Bea Cukai. Saya tidak tertarik sama sekali. Nasib membawa saya ke sebuah kampus di kota Bandung dengan jas almamater berwarna kehijauan dan logo gajah duduk di dada kirinya. Saya menghabiskan 2,5 tahun waktu saya di kampus ini dengan hanya satu semester saya mendapat IP 2 koma. Tiga semester lainnya saya mendapat IP 1 koma dan semester terakhir saya mendapat IP 0 koma. Menjadi mahasiswa nasakom (nasib satu koma) membuat saya berpikir masa depan saya akan suram kalau saya tidak melakukan perubahan. Ada 2 pilihan yang saya petakan: memperbaiki nilai atau pindah kampus. Oleh karena saya sudah di semester 5, memperbaiki nilai untuk menjadi agak layak akan membuat saya lulus lebih dari 4 tahun. Belum lagi, jurusan saya, Astronomi, sepertinya kurang dibutuhkan di dunia pekerjaan di Indonesia. Setelah saling tukar argumen dengan teman-teman dan senior di kampus dan tentu saja berdiskusi panjang dengan orang tua, saya memutuskan untuk pindah kampus. Tahun 2011, saya diterima di Prodip I Kepabeanan dan Cukai Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan menjalani perkuliahan di BDK Cimahi. Lulus Tahun 2012 saya pun “menikmati” moratorium PNS selama 1 tahun. Pada Tahun 2013, akhirnya, saya resmi menjadi seorang pegawai Bea Cukai. Keberuntungan yang bergulir membuat saya take it for granted dengan pekerjaan saya sebagai seorang pegawai Bea

19

Cukai. Rasa bersyukur saya agak kurang karena selalu membandingkan saya dengan karir atau pilihan hidup temanteman sebaya yang berasal dari alamamater dan angkatan yang sama. Mereka banyak yang melanjutkan studi S2 di luar negeri, berkarir profesional di perusahaan multi nasional atau menjadi entrepreneur yang luar biasa. Hal-hal tersebut agak mengurangi rasa syukur saya atas posisi saya sekarang. Apa iya Bea Cukai adalah pilihan yang tepat bagi saya? Kembali ke momen saya mencari makan malam, akhirnya, kami memutuskan untuk menepi di warung kecil yang menjual ayam goreng. Saya pun memesan sambil sedikit berbincang dengan penjualnya. “Bu, ayam goreng 2, dibungkus, ayamnya saja,” pesan saya ke penjual ayam goreng. “Iya, Mas. Mas tinggal di kosan seberang?” tanya ibu penjual ayam goreng sambil menunjuk ke kos-kosan yang cukup besar di seberang warung Ibu ini. “Nggak, Bu, saya tinggal di Jalan Wahidin,” jawab saya. “Ooh, rumahnya di Wahidin mas?” tanya Ibu penjual. “Rumah dinas, sih, Bu. Di Jalan Wahidin di seberang mini market ada belokan, nah, perumahannya di situ, Bu,” jawab saya menjelaskan. “Ooh, setahu saya di situ komplek Bea Cukai, ya, Mas?” tanyanya lagi. “Iya, Bu, di komplek Bea Cukai,” jawab saya mengiyakan. “Berarti Mas-nya kerja di Bea Cukai, ya? Wah, enak, ya, Mas kerja di Bea Cukai,” kata Ibu penjual. “Yah, Alhamdulillah, Bu,” kata saya tersenyum.

20

“Enak kan, ya, Mas kerja di Bea Cukai? Masuknya saja mahal, kan, ya, Mas?” tanya Ibu penjual. “Nggak, kok, Bu,” jawab saya, “masuk ke Bea Cukai nggak ada biaya, Bu. Saya masuknya juga lewat sekolah, dari STAN. Kuliahnya pun gratis, malah ada uang sakunya, Bu.” “Wah, iya, ya? Saya kira harus bayar mahal masuknya, Mas. Tapi, gajinya gede kan, ya, Mas? Sudah gitu, banyak yang lain-lain juga kan, ya? Itu, Mas.., ya, pemasukan dari yang macem-macem gitu,” tanya Ibu penjual. Saya pun menjelaskan, “Yah, itu mungkin zaman dulu, ya, Bu. Kalau sekarang, Bea Cukai sudah nggak ada lagi yang macemmacem, Bu. Bahkan di setiap kantor, ada bagian yang tugasnya mengawasi pegawai kalau masih ada yang macem-macem, Bu.” “Wiih, hebat, ya, kayak di luar negeri, ya, Mas,” tanggap Ibu penjual. “Hehe.., iya, Bu,” jawab saya, padahal, saya bingung juga luar negerinya maksudnya di mana. Dari percakapan ringan tersebut, saya menjadi berpikir. Seandainya Bea Cukai tidak serius reformasi, apa iya saya bisa menjawab seperti itu? Seandainya lingkungan kantor saya dan saya sendiri sebagai pegawai Bea Cukai tidak berintegritas, apa iya saya bisa menjawab selancar itu? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana dari ibu penjual ini, saya menjadi tersadar bahwa karir atau pilihan hidup yang baik tidak harus jauh-jauh kuliah di luar negeri, tidak harus bekerja di perusahaan multinasional bergengsi, tidak harus menjadi pengusaha sukses. Posisi saya sebagai aparatur sipil negara di instansi yang memfasilitasi

21

perdangan dan industri, menjaga perbatasan dan melindungi masyarakat Indonesia dari penyelundupan dan perdagangan ilegal, dan mengoptimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai merupakan suatu karier dan pilihan hidup yang baik. Bea Cukai pun sangat serius dalam menjalankan reformasi dan penguatan reformasi. Dalam pengarahan yang beberapa kali dilakukan di kantor, saya paling ingat dengan sebuah slide yang menyampaikan sebuah pilihan: reformasi atau status quo? Slide itu dilengkapi juga dengan kelebihan dan kekurangan jika kita memilih reformasi dan kelebihan dan keurangan jika kita tetap dalam status quo. Manakah jawaban yang paling tepat untuk dipilih demi instansi Bea Cukai yang lebih baik? Jawabannya menurut saya ada di Hukum Termodinamika ke-2. Hukum Termodinamika ke-2 menyatakan bahwa dalam suatu sistem yang terisolasi, nilai entropi akan selalu meningkat. Entropi identik dengan ketidakteraturan (disorder). Jadi, apabila kita memilih untuk status quo, tidak melakukan perubahan apapun

seperti

sebuah

sistem

yang

terisolasi,

maka

ketidakteraturan (disorder) adalah hal yang pasti kita hadapi di masa depan. Reformasi tentunya adalah pilihan yang tepat bagi institusi Bea Cukai dan seluruh komponen di dalamnya. Penguatan reformasi juga tetap harus dilaksanakan sesuai dengan nilai Kementerian Keuangan yaitu kesempurnaan yang bermakna

22

senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. “Ini, Mas, ayamnya,” kata Ibu penjual memecah lamunan saya sambil menyerahkan pesanan saya. “Oh, iya, Bu, terima kasih, ya, Bu,” ujar saya sambil membayar pesanan saya. Hari itu, saya pulang tidak hanya membawa ayam goreng untuk makan malam, tetapi membawa kebanggan dan tanggung jawab bagi saya atas institusi tempat saya bekerja yang luar biasa yang bernama DJBC. Cirebon, November 2018 --Selesai--

23

Bukti Baktiku Arung Putra Framia Waskita Pama

04

Dalam keheningan senja, belum lama, bulir-bulir embun berubah menjadi tetesan keringat perjuangan seorang abdi pada empunya. Tak terasa sudah berapa kali, kalender hari silih berganti, siang tetap datang, terik menerpa, namun malam pun kadang menyelimut jadi siang pula yang tak terduga. Sudah hampir lima kali lebaran suci, berburu mudik namun tak kunjung jumpa! Menjadi punggung keluarga juga negara tercinta, inilah kisah yang akan ku perjuangkan hingga tak tahu berapa dekat lagi lamanya. Bila mereka bertanya apa yang telah aku lakukan untuknya, inilah satu bagian bukti baktiku kepada Bea Cukai yang kujadikan ladang kesabaran memupuk surga-Nya. Satu April Dua Ribu Enam Belas, hari di mana setiap ucapanku akan menjadi janji yang tak boleh diingkari. Bukan saja di hadapan pejabat dan/atau pegawai saksi lainnya, melainkan Tuhan yang menguasai alam seisinya. Pengambilan sumpah dan pelantikan pegawai negeri sipil di lingkungan Kanwil DJBC Jakarta, kala itu. Tangis haru mengikuti peristiwa paling bersejarah bagi hidup kami, kini strip putih satu sebagai lambang pangkat dan jabatan baru kami tak lagi sebatas simbol dan identitas belaka, melainkan beban dan tanggung jawab mulai terpikul dalam pundak kami. Bagaimana tidak? Cita luhur dan harapan pimpinan institusi yang besar ini, mulai sedikit banyak akan ditentukan dalam setiap langkah dan tindak tanduk kami dalam perjalanan

24

mengawal kesuksesan pencapaian tujuan organisasi, yang kini bukan hanya sedang menjadikan Bea Cukai makin baik, melainkan Indonesia Raya yang lebih baik sesuai ideologi dan Nawacita bangsa. Hari ini, ketika semua milenial menjadi salah satu perhatian organisasi, berbagi kisah dan inspirasi adalah cara tercerdas dalam memicu semangat dalam berlari. Kami butuh cerita tatkala siang malam telah sibuk dalam bekerja, rasanya tidak cukup semua ilmu yang terdapat di buku ajar mata perkuliahan menjadi solusi dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada. Bea Cukai adalah rumah yang sangat besar dan tinggi tiangnya, kokoh pondasinya dan warna-warni coraknya, sudah barang tentu jutaan risiko dan permasalahan yang terjadi akan selalu hadir menghiasinya. Kisah-kisah heroik saudara sekaligus rekan kerja di tepian perbatasan negara, bahkan di berbagai kota yang mungkin tak terkenal namanya, menjadi bumbu yang senantiasa menyedapkan aroma perjuangan panjang nan mulia ini. Mungkin kisahku tak sama hebat dengan mereka yang Dua Puluh Empat jam lamanya fokus mengikuti gerik licik penyelundup negeri atau bahkan cerita menegangkan yang selalu membuatku merinding tentang pertengkaran dan kerusuhan karena ketentuan tugas yang masih dianggap gangguan bagi kepentingan budaya lokal suku adat di sana. Berada di tempat penugasan yang mungkin bagi beberapa rekanku termasuk lokasi yang “strategis” kini memang harus benar-benar kunikmati. Tak perlu jauh memandang kemegahan tugu monas yang amat ikonik, selasar kota tua yang juga sangat memesona atau bahkan bandara internasional yang semua itu tak

25

perlu berjam-jam mendapatinya. Kantor DJBC Jakarta, Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai, tempat di mana sebagian siang dan malam hariku berkutik untuknya. Kantor yang sangat megah, dengan doktrin senior yang amat kuat dengan kalimat “Hati-hati kalian! Di sini, banyak pejabat dan orang hebat, jaga sikap! Jangan buat mereka tersinggung!” ujarnya. Kalimat yang dengannya sebagian dari kami tak pernah berkembang bakat dan kemampuanya, juga kalimat yang sedikit banyak membuat kami takut kalau sewaktu-waktu ada UP.9 istimewa tiba hadir di meja kerja. Ah! Bekerja seperti dalam penjara, seolah akan begini salah begitu pun pasti salah. Ya sudah! Kerja bak kuda yang ditarik baru laju jalannya, hanya mengikuti perintah dan kemauan jokinya. Sedih, tak punya cerita seperti mereka pahlawan Bea Cukai di perbatasan Entikong, Nunukan, Atambua, dan lainnya yang berbangga dengan segenap apresiasi dan sanjungan tinggi kepadanya. Seolah semua capek dan payah mereka dihargai dan telah dibayar lunas dengan kebanggaan di dada. Namun, apalah daku? Malang nian nasib ini! Benarkah demikian? Tidak! Berada di tengah pejabat dan orang hebat bukanlah halangan dalam berkarya. Berubah dan menjadi lebih baik justru demikian seharusnya, bukannya terkurung dalam sangkar kekhawatiran belaka. Bukankah tidak ada satu pun manusia yang membawa keburukan bagi kita, bila Allah telah menetapkan kebaikan untuk kita? Berada di Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai, melayani pengguna jasa di bidang teknis dan fasilitas cukai, di mana anggapan ‘ladang basah’ masih menjadi misteri yang kini harus

26

kuhadapi merupakan tantangan yang nyata saat ini, dibandingkan harus berputar pada kekhawatiran semu yang tadi. Muda dan tertarik kepada hura-hura adalah santapan istimewa di tengah kegersangan oasis bagi predator penguntit hak-hak keuangan negara. Dengan nilai yang tak sebarapa, harga diri dan martabat menjadi taruhannya. Fasilitas cukai yang negara berikan pada mereka adalah bukti kepedulian dan cinta, namun apa yang mereka balas untuk negara terkadang bisa saja penghianatan dan dusta. Menjadi pemeriksa setiap liter etil alkohol yang dikirim untuk perusahaan penerima fasilitas pembebasan harus

dilakukan dengan teliti dan hati-hati. Setiap mililiter harus dapat dibuktikan keberadaaannya. Kerja lapangan di tengah terik yang manja, melambaikan secerca harapan “kemudahan” bagi mereka yang tak suka dengan aturan yang ribet dan menghambat.

27

Bagi para pebisnis kondang seperti mereka, waktu adalah uang yang sedetik sangat berharga nilainya. Hanya termangu menunggu se-drum liter yang tengah diperiksa kebenarannya, tentu tak akan sebanding dengan peluang usaha. “Sudahlah, Pak! Yang mudah jangan dibuat susah!” selalu jadi syair dalam setiap sajak rayuannya. Memastikan kebenaran setiap pemberitahuan mutasi barang kena cukai yang disampaikan kepada petugas, bagiku adalah amanah yang harus senantiasa dijaga kemurniannya. Bisa saja sih sebenarnya kutukar semua itu dengan memakan janji manis yang terhampar di depan mata. Savage! Kalau kata gamers, dengan satu kayuh satu dua pulau dapat terlampaui. Toh tidak ada juga yang melihat, karena hanya aku dan dirinya, bukan? Sungguh tawaran yang amat sangat menggiurkan. Terkadang sisi hati berkata, “Iya juga, ya! Kalo kerja sudah benar, boleh lah terima ‘ongkos’ gojek ke kantor, nih! Gak ada yang dirugikan, semua aman!”. Coba besok, dipikir-pikir lagi deh kalau mau bilang, “Tidak usah! Terima kasih!”. Eits! Tunggu dulu, sepertinya, ada yang salah denganku! Sisi lain hati berkata, bukankah dulu anganku idealis dalam mengabdi untuk negeri? Belum lagi jika teringat sumpah yang pernah terucap juga belum kering di lisan ini. Namun, entah mengapa bisa sempat terbesit hati untuk curang. Memang, bisikan syaitan tak tahu rimbanya. Namun perlu diingat, pelaut yang hebat tidak dilahirkan di tengah ombak yang tenang. Awalnya terpikir, tantangan bekerja di kantor ibu kota hanya sebatas pesan untuk menjaga attitude belaka, namun musuh yang nyata justru datang dengan hiasan indah yang

28

menggelapkan mata. Tak banyak yang sadar, kalau institusi yang besar ini sedang berusaha mengubah dirinya menjadi lebih baik, semakin mengokohkan pondasi memperkuat birokrasi sedang ramai-ramainya digaungkan. Baru

saja

bahkan,

Direkur

Jenderal

memberikan

penghargaan tinggi terhadap beberapa kantor dengan predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bebas Melayani (WBBM). Lihat bagaimana dampaknya? Institusi ini berada di peringkat atas dalam hasil survey penilaian persepsi yang diselenggarakan KPK. Usaha itu adalah bukti bakti tertinggi para pimpinan bagi DJBC ini. Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah dengan hanya berkata “tidak!” untuk menerima segala pemberian terlarang menjadi amat sulit terucap pada lisan kita? Kita tak perlu berjam-jam memutar otak untuk merumuskan kebijakan konkret perbaikan organisasi, tak perlu melewatkan kenikmatan makan malam bersama keluarga hanya demi mendengarkan koreksi dan pengarahan dalam penyusunan pasal demi pasal aturan dan ketentuan. Saatnya, kita wahai para milenial! Kita sempurnakan perjuangan para pimpinan kita dengan perubahan dan perbaikan diri kita. Berkata “Tidak usah! Terima kasih!” untuk setiap pemberian haram yang menggiurkan dalam setiap pelaksanaan tugas adalah bentuk bukti bakti kepada Bea Cukai! --Selesai--

29

Merajut Asa Lenni Ika Wahyudiasti

05

Wangi kopi menguar nikmat seiring detak sang waktu yang

berputar

cepat.

Jarum

pendeknya

kian

bergegas

meninggalkan angka sebelas. Tak sampai satu jam lagi, hari ‘kan berganti dan Senin beranjak pergi. Tetiba, listrik kembali padam di tengah perbincangan hangat kami membelah malam. Diskusi seru masih saja berlangsung meski ruang rapat tersekap gulita yang memasung. Rasa-rasanya, ini adalah rapat terlarut yang pernah kuikuti. Midnight meeting di hari pertama penugasan kami di belahan bumi bernama Sulawesi. “Rekan-rekan sekalian, sebelum saya tutup rapat perdana kita malam ini, saya ingin mengingatkan kembali bahwa kita telah sepakat untuk segera bekerja dengan ‘gigi lima’, ya!” ujar Kepala Kantor, mengakhiri diskusi malam ini. Uups... gigi lima? Senyumku mendadak terbit di sela kantuk yang menggigit. Mendengar istilah ‘gigi lima’ yang terlontar dari bibir beliau, bagai mendengar kalimatku sendiri di hari-hari lampau. Hmmm, istilah ini amat sering kupakai ‘tuk memompa semangat tim kerjaku dulu. “Jangan lama-lama adaptasinya ya, Guys, kita harus segera bekerja dengan gigi lima lho,” pintaku bertabur harap saat itu. Rupanya ‘kalimat keramat’ itu kini berbalik kepadaku. Tak hanya tertuju padaku, namun pada kami semua yang hadir di Ruang Rapat Gedung Keuangan Negara (GKN)

30

Manado malam ini, Senin, 9 Oktober 2017. Ya, disposisi nan menantang itu ditujukan untuk kami, ‘staf inti’ Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Utara yang hadir dalam rapat perdana kami malam ini. Miskin Struktur Kaya Fungsi Berbekal pesan ‘tuk bekerja gigi lima dari Kakanwil, bersama para kepala bidang, kukumpulkan seluruh pegawai pelaksana di ruang kerja yang ada di lantai 1 GKN Manado. Ya, sebagai sebuah satker baru, aset yang kami miliki memang baru meja-kursi kerja para pejabat struktural, beberapa computer, dan filing cabinet plus lima mobil dinas, termasuk mobil dinas jabatan Kakanwil. Oleh karena itu, sebelum memiliki gedung kantor sendiri, kami harus rela bersempit-ria di GKN Manado dengan sejumlah sarana-prasarana pinjaman, termasuk meja-kursi untuk para pelaksana. Itu pun tak semua kebagian. Di ruang kerja yang luasnya amat terbatas inilah, kami mengadakan pertemuan. Selain sesi perkenalan, pertemuan tersebut juga untuk menggali informasi dan mengenali potensi para pegawai sebelum kulakukan penempatan dan pembagian tugas untuk mereka. Jujur saja, memulai sebuah satker baru dengan personil yang minim pengalaman kerja adalah hal baru bagiku. Namun, tak ada lagi waktu untuk berkeluh-kesah. Kantor baru harus segera beroperasi sebelum tahun anggaran berjalan berakhir. Karena itulah, meski hanya didampingi para pelaksana belia, kami harus bergerak cepat. Hal pertama yang perlu kulakukan adalah memilih dan menetapkan para

pengelola

keuangan. Pejabat Pembuat

31

Komitmen (PPK), Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), Bendahara Pengeluaran, dan Pejabat Pengadaan wajib ada di sebuah satker dan hanya mereka yang telah

memiliki

sertifikat

khusus

yang

dapat

ditunjuk.

Alhamdulillah, ada seorang pegawai yang memiliki sertifikat bendahara meski ia belum pernah bertugas sebagai bendahara pengeluaran. Problem muncul ketika calon bendahara ini ternyata hendak mengajukan cuti ketika ia baru saja kutunjuk menjadi bendahara. “Meskipun saya belum pernah menjadi bendahara, saya siap belajar, Bu,” sahut Rafiul, sang calon bendahara, penuh semangat. “Tapi, akhir pekan ini saya boleh ‘kan mengajukan cuti? Saya mau menikah, Bu,” Pungkasnya. Olala... di saat kehadiran bendahara pengeluaran amat kami perlukan, aku harus memberinya kesempatan cuti dua pekan untuk melepas masa lajang. Tak mungkin juga bila ia kuminta

menunda

pernikahan

yang

telah

jauh

hari

direncanakannya itu. But, the show must go on, DIPA ‘gelondongan’ yang kami terima harus segera kami eksekusi untuk membiayai kegiatan operasional kantor. Berselang dua pekan kemudian, barulah formasi jabatan eselon 4 di kantor kami terisi. Karena baru terisi 9 dari 19 formasi yang tersedia, maka tak satu pun bidang atau bagian yang terisi lengkap. Bidang Kepabeanan dan Cukai serta Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai bahkan hanya terisi satu kepala seksi. Mendapati hal ini, kepala kantor kami kembali memotivasi, “Nggak apa-apa. Meski miskin struktur, tapi kaya fungsi. Mari kita

32

tunjukkan pada dunia bahwa segala keterbatasan ini tak menghalagi kita untuk berkinerja luar biasa!” Jalur Hijau Bukan Mimpi Tak Terjangkau Di bidang pengawasan, Manado termasuk kota berisiko tinggi dalam peredaran Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) ilegal. Tak hanya miras, komoditas ilegal lainnya yang menjadi target pengawasan kami adalah peredaran rokok ilegal dan maraknya penyelundupan ballpress yang berujung pada munculnya sentra penjualan pakaian bekas di mana-mana. Orang Manado biasa menyebut sentra ini dengan istilah ‘Ca-Bo’ alias Cakar-Bongkar yang berarti para pembeli harus mengaduk-aduk dan membongkar tumpukan pakaian bekas untuk memilih pakaian yang diingini. Berfokus pada menggilanya peredaran miras ilegal, tugas pertama yang diberikan Kakanwil kepada Bidang Penindakan dan Penyidikan (P2) adalah melakukan operasi MMEA ilegal. Beranggotakan sembilan orang pelaksana yang mayoritas fresh graduate dari PKN STAN jurusan Akuntansi, tanpa kehadiran pejabat eselon 4 yang formasinya memang belum terisi, Ardiyatno, rekan seniorku yang menjabat sebagai Kabid P2 saat itu, menggelar operasi pengawasan bersama Tim P2 KPPBC Manado dan KPPBC Bitung. Dari hasil operasi bersama ini, didapati bahwa seluruh pabrik MMEA di Manado dan sekitarnya terindikasi melakukan pelanggaran. Mengingat keterbatasan sumber daya, pada tahap awal, penyidikan dilakukan terhadap tiga perusahaan. Agar para pelaku pelanggaran tidak lari dan menghindari tanggung jawab

33

hukum, Cerah Bangun, Kepala Kantor kami yang amat berpengalaman di bidang pengawasan dan saat itu tengah menyusun disertasi program doktoral ilmu hukum di Universitas Indonesia,

memimpin

sendiri

penyusunan

strategi

penyidikannya. Sesuai arahan Kakanwil, panggilan disampaikan serentak kepada tiga perusahaan tersebut. Selain penindakan atas peredaran MMEA ilegal, sejak awal Kakanwil juga memerintahkan zero tolerance untuk rokok ilegal di Sulbagtara. Dari beberapa kasus yang dilakukan penyidikan, di antaranya adalah penemuan rokok berpita cukai palsu di sebuah toko dan akhirnya dilanjutkan dengan operasi penangkapan si pemodal yang dipimpin langsung oleh Kakanwil dengan pengamanan penuh seluruh anggota tim. Proses penangkapan berlangsung dramatis dan nyaris terjadi baku hantam, namun akhirnya si pemodal berhasil ditangkap dan segera kami bawa ke kantor untuk dilakukan penyidikan. Karena keterbatasan SDM, dengan wilayah pengawasan yang tersebar di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah yang memiliki kondisi geografis yang sangat menantang, maka kegiatan pengawasan tidak hanya dilakukan oleh pegawai yang bertugas di Bidang P2. Acapkali, operasi pasar ke

berbagai

wilayah

melibatkan

pegawai

di

seluruh

bidang/bagian untuk mendukung kegiatan pengawasan yang tengah dilakukan. Kebijakan ini dirasa efektif. Selain untuk menyiasati keterbatasan jumlah SDM yang bertugas di bidang pengawasan, kebijakan ini juga membuka kesempatan bagi seluruh pegawai, termasuk yang tidak ditempatkan di Bidang P2,

34

untuk menambah ‘jam terbang’ mereka dalam melaksanakan tugas pengawasan. Alhamdulillah, kerja keras Bidang P2 pun berbuah manis. Tak hanya itu, operasi pasar yang kami kemas sebagai ‘Wisata Operasi’ untuk memberantas dan memutus jalur distribusi rokok ilegal di wilayah Sulawesi ini pun menghasilkan capaian yang membanggakan berupa apresiasi positif atas hasil survei Universitas Gajah Mada (UGM) yang menyatakan bahwa wilayah pengawasan Kanwil DJBC Sulbagtara menjadi satu-satunya ‘jalur hijau’ distribusi rokok ilegal di Indonesia. Sebuah prestasi yang tak terduga mengingat sebelum Kanwil Sulbagtara berdiri, Pulau Sulawesi merupakan ‘jalur merah’ distribusi rokok ilegal yang amat sulit diatasi. Keberhasilan ini ternyata berdampak pula pada kenaikan produksi hasil tembakau dan peningkatan penerimaan cukai di beberapa kantor wilayah yang menjadi sentra produksi hasil tembakau di Pulau Jawa. Terdepan dalam Joint Program Selain sebagai community protector, DJBC juga berperan sebagai revenue collector yang menghimpun penerimaan negara dari sektor impor, ekspor, dan cukai. Bersama DJP, DJBC juga diminta untuk bersinergi menggali beragam potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan. Untuk itulah, salah satu inisiatif strategis Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang dicanangkan oleh Menteri Keuangan adalah Joint Program DJP-DJBC. Dari 8 Joint Program DJP-DJBC yang digulirkan Menteri Keuangan, sebagian di antaranya yang berpotensi

35

menghasilkan penerimaan negara adalah Joint Analysis, Joint Audit, Joint Investigation, dan Joint Collection. Kecuali Joint Audit, tiga dari empat program tersebut telah dilaksanakan pula di Kanwil Sulbagtara. Secara kebetulan, ketiga program itu bersentuhan langsung dengan cukai-MMEA dan kegiatan ekspor-impor yang masing-masing terbagi atas sejumlah kategori, seperti: industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, perikanan, dan sebagainya. Kendati realisasi penerimaan dari program sinergi ini baru tercapai 81,27% dari total potensi penerimaan sebesar Rp.44.911.188.647,00 yang diproyeksikan, namun pada program Joint Analysis untuk kategori Industri Pengolahan realisasinya jauh melebihi prognosis potensi penerimaan

yang

Rp2.482.577.817,00

diperhitungkan, berhasil

yaitu

sebesar

direalisasikan

sebesar

Rp5.186.904.983.00 atau 208,93%. Keberhasilan program sinergi mendulang penerimaan negara bersama DJP ini tak lepas dari usaha keras segenap pegawai, khususnya Bidang Kepabeanan dan Cukai. Upaya keras ini diawali dengan usulan untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan bersama atas beberapa perusahaan, kemudian dilakukan tindakan pengawasan oleh Account Representative KPP Pratama terkait serta penyampaian dan pengolahan data produksi yang terindikasi terdapat ketidaksesuaian antara data produksi MMEA dan penjualan yang dilaporkan. Setiap Kita adalah Humas Pepatah bijak mengatakan, “Sebarkan kebaikan, maka kebaikan akan datang kepadamu.”. Menyuarakan informasi

36

mengenai tugas, peran, fungsi, bahkan prestasi organisasi bak menyebarkan kebaikan yang ‘kan berbuah kebaikan pula bagi organisasi tersebut. Berpijak pada pemikiran inilah, Kanwil Sulbagtara

berupaya

memaksimalkan

fungsi

kehumasan,

termasuk melalui publikasi di dunia maya, agar keberadaan dan segala ikhtiar kami menjadikan Bea Cukai Makin Baik kian diterima masyarakat. Salah satu strategi kanwil DJBC Sulbagtara adalah penetapan slogan “Setiap Kita adalah Humas”. Slogan empat kata ini bermakna bahwa setiap pegawai di lingkungan Kanwil

Sulbagtara

adalah

agen

kehumasan

yang

ikut

berkontribusi mewujudkan Bea Cukai Makin Baik. Meski dengan sumber daya yang terbatas, Tim Humas berhasil menggelar kegiatan Customs Goes to School dan Sharing Session Kanal BC. Selain itu, ada juga Talk Show di RRI dan TVRI Manado dan Coffee Morning bertajuk “Fasilitas Kepabeanan untuk Peningkatan Ekspor dan Industri Berorientasi Ekspor” bagi para pengusaha di Sulawesi Utara. Memasuki Tahun 2018, kegiatan kehumasan yang dilakukan Kanwil Sulbagtara kian menggeliat dan bervariasi, seperti Customs Day Out bertajuk Pengenalan Barang Penumpang, Bulan Anti Narkoba, Kunjungan ke Media di berbagai kota, Workshop Kehumasan, Kampanye Stop Rokok Ilegal di sejumlah mall dan area Car Free Day di Manado, serta branding mobil kehumasan yang unik dan khas di seluruh KPPBC di lingkungan Kanwil Sulbagtara. Selain pembenahan kinerja kehumasan di tingkat internal, beragam kegiatan yang mendukung pemberian fasilitas dunia usaha pun tak henti dilakukan. Seluruh kegiatan dalam

37

program unggulan tersebut terdokumentasi apik dalam puluhan video menarik dan foto-foto cantik. Hingga pertengahan November 2018, tercatat lebih dari 60 video berisi edukasi, dokumentasi, dan pengenalan wisata budaya yang telah diunggah pada media sosial Kanwil Sulbagtara dan mendapat apresisasi positif dari banyak kalangan. Bergegas Membangun Zona Integritas Menyongsong era lepas landas reformasi Bea Cukai di Tahun 2019, integritas merupakan harga mati yang wajib melekat dalam diri setiap pegawai Bea Cukai sejak reformasi digulirkan beberapa tahun silam. Karenanya, integritas wajib dipelihara dan ditumbuhsuburkan tanpa jeda. Salah satu yang kami lakukan adalah dengan membangun Zona Integritas di seluruh unit kerja di

lingkungan

Kanwil

DJBC

Sulbagtara.

Pencanangan

pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dihadiri pula oleh Kepala Ombudsman Perwakilan Sulawesi Utara dan Kepala Biro Umum dan Keuangan Universitas Sam Ratulangi yang mewakili akademisi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Time flies so fast …. Tak terasa setahun telah berlalu sejak kami mendapat mandat untuk ‘babat alas’ dan merintis sebuah satker baru bernama Kanwil DJBC Sulbagtara ini. Masih terekam raut lugu para pegawai fresh graduate yang ditakdirkan mendampingi kami mengawali tugas yang tak ringan saat itu. Tanpa sadar, terngiang

38

kembali kalimat yang pernah terucap agar mereka tetap bersemangat: “Jangan pernah merasa terbuang, kala garis takdir menetapkan kalian di sini harus berjuang. Pun jangan merasa terabaikan lantaran tempat tugas kalian tak sesuai harapan. Tak perlu merasa tersisih karena sejatinya kita adalah orang-orang terpilih yang kelak ‘kan tercatat sebagai pelaku sejarah yang mengawali berdirinya Kanwil Sulbagtara!”

“Meski hanya sekeping mozaik, kami bertekad mempersembahkan kontribusi terbaik untuk Bea Cukai Makin Baik. Mari bergegas menyongsong Lepas Landas Reformasi Bea Cukai di tahun 2019! Kita mampu dan dunia harus tahu”. --Selesai--

39

Ekspor Perdana Muhammad Itqonul Humam

06

Orang bilang, apapun harinya, tanggal satu tiap bulan selalu jadi waktu yang dinanti bagi para pengabdi negara. Dan benar sekali, ada semacam tradisi yang saya dan beberapa rekan sejawat lakukan di tanggal satu tiap bulannya. Semalaman, kami akan ngumpul di Caffe membahas pelbagai soal yang receh seperti kelakuan emak-emak saat berkendera sampai ke hal filosofis. Tak jarang kami diskusi perihal tujuan hidup. Oh, ya, keseluruhan teman sejawat yang saya maksud tadi adalah para pelaksana yang dibawa oleh UP. 9 ditugaskan di Gorontolo. Semuanya bujangan. Gorontalo, 1 Oktober 2018 Sore itu, saya sedang berada di front desk, ya.. sekedar memeriksa CEISA. apakah ada dokumen masuk yang di-submit oleh pengguna jasa. Kebetulan, saya ditugasi sebagai pelaksana Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai serta Dukungan Teknis, KPPBC Gorontalo. Tak lama kemudian, kami kedatangan tamu. Mereka memperkenalkan diri sebagai PT MCP, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan hasil kehutanan yang hendak melakukan

ekspor

hasil

produksi.

Mereka

membawa

kelengkapan dokumen seperti invoice, packing list, dan legalitas. Mereka menyatakan tujuannya datang ke kantor hendak meminta NPE (Nota Pelayanan Ekspor). Saya menyambut pengguna jasa dengan bahasa yang formal.

40

Setelah sedikit banyak bercakap, saya simpulkan pengguna jasa ini belum pernah melakukan ekspor dan tidak mengerti prosedur kepabeanan untuk kegiatan ekspor. Di sinilah, tugas saya untuk menerangkan kepada calon pengguna jasa tersebut bagaimana prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan ekspor. Mulai dari registrasi kepabeanan yang harus dilakukan

via

portal

OSS,

melakukan

instalasi

modul

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), kemudian mengisi PEB sampai melakukan submit PEB melalui PDE Internet. “Wah, ternyata begitu, ya, Pak Humam untuk ekspor, saya diberi tahu oleh orang bahwa tinggal minta NPE saja ke Kantor Bea Cukai ternyata tidak begitu. Saya berterima kasih sekali sudah diberikan penjelasan yang sangat gamblang untuk prosedurnya.” kata perwakilan PT MCP itu. “Namun, kami sudah memesan kapal dan rencana pemuatan akan dilaksanakan tanggal 6 Oktober mendatang, apakah mungkin, Pak, dalam lima hari ini bisa selesai? Mengingat kami baru pertama kali ekspor.” tanya pengguna jasa itu yang mulai geilsah. “Kami dari Bea Cukai sangat mendorong para pelaku usaha untuk melakukan ekspor komoditasnya, sehingga akan kami asistensi keseluruhan prosesnya sampai bapak bisa ekspor dan selanjutnya bisa melakukan pengisian PEB secara mandiri.” jawab saya meyakinkan. Tak mau dibilang cuma ngomong, langsung saya lakukan asistensi untuk registrasi. Menurut mereka, PT MCP ini belum memiliki akses kepabeanan. Namun syukurlah ternyata setelah dicek, PT MCP telah memiliki aksesnya yang diurus Kantor Pusat mereka di

41

Jakarta, hingga prosedur registrasi. Sayangnya PT MCP belum meng-install modul PEB, sehingga mereka harus kembali lagi esok hari dengan membawa laptop yang nanti digunakan untuk submit PEB. Esoknya, mereka

kembali dengan membawa laptop. Namun karena pengguna jasa itu sama sekali belum pernah melakukannnya, maka

harus

untuk

pengisian

Apesnya,

asistensi

data

PEB. yang

mereka berikan kurang lengkap,

sehingga

pengisian dilakukan alakadarnya. Malam hari pukul 21.00, kami dapat kabar jika data sepenuhnya sudah diisi namun eror saat proses submit, sehingga saya langsung melakukan asistensi secara remote via Team Viewer. Namun, ternyata terdapat masalah pada versi Windows yang digunakan. Menurut Tim IKC, modul PEB tidak stabil apabila di-install pada Windows 10 versi bajakan, sehingga pengguna jasa belum bisa menyelesaikan pengisian PEB. Setelah makan siang, hari itu rasanya makin greget untuk melanjutkan PR yang tertunda kemarin malam. Tak lama kemudian, pengguna jasa kembali datang dan segeralah saya install modul PEB ke laptop yang mereka bawa hingga lancar melakukan submit PEB. Namun, ada yang aneh karena PEB tersebut tidak kunjung masuk CEISA, sistem pelayanan terintegrasi milik DJBC. Segeralah, saya hubungi petugas

42

analyzing point untuk mengecek apakah PEB tersebut sudah masuk di sistem INSW atau belum, dan jawabannya ternyata tidak! Segera, kami koordinasikan dengan petugas agar dapat menyelesaikan PEB ini. Hampir 3 jam kami berkoordinasi, akhirnya PEB tersebut berhasil masuk dalam sistem INSW, kemudian masuk CEISA dan langsung mendapat penjaluran hijau sehingga NPE dapat langsung terbit.

Kabar soal ekspor produk olahan dari Gorontalo itu langsung sampai ke jajaran Pemerintah Provinsi karena ini pertama kalinya Provinsi Gorontalo mampu mengekspor produk olahannya. Bahkan, Gubernur sendiri yang berniat akan melepas proses kegiatan ekspor tersebut secara seremonial. Puncaknya, dengan segala keterbatasan yang ada, acara itu sukses terlaksana pada 6 Oktober 2018. Pelepasan bertempat di Dermaga Pelabuhan Anggrek serta dilakukan secara simbolis dengan

43

pemotongan pita oleh Wakil Gubernur Gorontalo. Hadir juga dalam acara tersebut KPPBC Gorontalo Dede Hendra Jaya, Bupati Gorontalo Utara, Kepala Pelabuhan Anggrek, beserta Direktur PT MCP. PT MCP selaku eksportir berkali-kali mengucap terima kasih pada pihak Bea Cukai yang membantu kelancaran proses ekspor komoditasnya ke Taiwan. Tentu mereka tak menyangka, lima hari lalu mereka baru datang ke Kantor Bea Cukai Gorontalo dengan pengetahuan yang sangat minim mengenai prosedur kepabeanan. Sebagai generasi Bea Cukai Muda, saya mungkin belum bisa berkiprah banyak dalam membawa institusi ini ke arah yang lebih baik dalam skala yang besar. Tapi, saya dapat sedikit berkontribusi melalui hal-hal kecil yang dilakukan secara konsisten. Kami Bea Cukai muda yang tersebar di seluruh Indonesia akan membawa Institusi kami tercinta, DJBC menjadi lebih baik lagi di mata masyarakat. --Selesai--

44

Kumandah ke Pulau Gebe Sidiq Gandi Baskoro

07

Pulau Gebe termasuk pulau paling ujung Provinsi Maluku Utara dan lokasinya bisa dibilang terpencil, sebelah timur berbatasan dengan Samudera Pasifik. Sebelah baratnya berupa Laut Halmahera. Akses transportasi ke pulau ini sangat sulit, jaringan komunikasi sangat buruk, dan infrastruktur masih sangat sederhana. Sebagian besar jalannya masih berupa aspal rusak, tanah berbatu, dan itu pun tidak lebar. Pada malam hari, listrik menyala bukan karena ada PLN, tapi karena beberapa rumah mempunyai genset. Tidak ada ojek di pulau ini, apalagi angkutan umum! Tidak ada restoran atau sentra kuliner. Hanya ada satu warung bakso, itu pun mie-nya menggunakan mie instan rebus. Sisanya adalah warung padang dan warung ayam goreng langganan, itu lagi-itu lagi. Untuk mencapai Pulau Gebe dapat ditempuh dengan beberapa cara. Pertama, dengan menumpang pesawat perintis dari Bandara Sultan Baabullah. Saat ini, satu-satunya pesawat yang melayani penerbangan dari Ternate ke Pulau Gebe adalah Susi Air. Pesawat ini hanya berbaling-baling satu pada moncongnya dengan kapasitas maksimal dua belas orang termasuk pilot dan co-pilot, tanpa pramugari. Dalam seminggu hanya ada tiga kali jadwal penerbangan dari dan ke Pulau Gebe, yaitu Senin, Rabu, dan Jumat. “Dulu pernah ada pesawat berbaling-baling dua dari Ternate ke Pulau Gebe. Pas sudah di atas lautan, tiba-tiba salah

45

satu baling-baling mati. Pesawat pun terbang terseok-seok dan pilot memutuskan kembali ke Ternate. Alhamdulillah selamat,” kenang Pak Efendy Junus, Kasubsi Administrasi Manifes, Penerimaan, dan Jaminan, yang saat itu kebetulan menumpangi pesawat itu, “Lah, kalau yang sekarang, baling-baling cuma satu, kalau mati baling-balingnya gimana?” Dalam hal tiket Susi Air habis, perjalanan ke Pulau Gebe dapat ditempuh dengan menumpang speed boat dari Pelabuhan Mangga Dua, Ternate, menuju Pelabuhan Speed Boat Sofifi di Pulau Halmahera. Dari Sofifi dilanjutkan menumpang mobil omprengan menuju Pelabuhan Weda selama tiga jam melewati jalanan berkelok-kelok yang membelah hutan. Dari Pelabuhan Weda dilanjutkan menumpang kapal satu-satunya yang hanya ada seminggu sekali. Perjalanan dari Pelabuhan Weda ke Pelabuhan Pulau Gebe ditempuh selama satu malam pelayaran yang tak jarang harus menghadapi gelombang tinggi lautan. Pernah suatu ketika hempasan air lautnya sampai tumpah ke dalam kapal karena tingginya gelombang. Karena kapal dari Weda ke Pulau Gebe hanya ada seminggu sekali, semua orang pun berebut dapat ikut naik sehingga kapal penuh sesak. Orang-orang tidur sembarangan di setiap jengkal lorong kapal. Pak Efendy Junus punya pengalaman tak terlupakan soal ini. Demi segera menjalankan tugas ke Pulau Gebe dan tidak ingin menunggu datangnya kapal yang masih lama, Om Pendy, begitu beliau akrab disapa, bersama Pak Fadli, dua orang petugas Karantina, seorang petugas imigrasi, dan agen kapal men-carter speed boat dari Pelabuhan Weda. Rupanya hari itu, laut sedang tidak bersahabat. Speed boat yang ditumpangi diombang-ambing

46

gelombang tak tentu arah hingga akhirnya terdampar di sebuah pulau kecil bernama Sayafi. Bahan bakar speed boat habis sama sekali. Beruntung di pulau itu, ada satu rumah kebun yang dapat mereka singgahi. Dengan henpon jadul-nya, Om Pendy berhasil menghubungi kenalannya yang kemudian mengirimkan bantuan. Beruntung saat itu mendapat sinyal dan baterai masih tersisa. “Kalau disuruh

memilih,

tentu

kami

suka

di

Kantor Bantu Pulau Gebe

lebih

Ternate

daripada di Pulau Gebe.

Di

segala

Ternate, kebutuhan

ada dan mudah. Di sini (Pulau Gebe), segala sesuatunya susah. Untuk sekedar SMS atau menelepon keluarga saja, sinyal tidak ada sama sekali. Kendaraan untuk jalan-jalan pun kami tidak punya. Belum lagi, debu di mana-mana. Yang kami minta, tolong patuhi ketentuan yang ada!” kata kami, Tim Bea Cukai Ternate, suatu hari saat bertemu pihak manajemen PT FBLN, perusahaan penerima fasilitas Kawasan Berikat (KB) yang bergerak di bidang pertambangan nikel di Pulau Gebe. KB PT FBLN berada di bawah pengawasan KPPBC Tipe Madya Pabean C Ternate. Setiap dua minggu sekali, dikirimkan dua petugas bergantian untuk kumandah1 ke sini. Keterbatasan fasilitas dan kondisi lapangan bukanlah penghalang bagi kami 1 Kumandah:

bertugas di luar tempat kedudukan kantor yang bersangkutan

47

untuk menunaikan tugas sebaik-baiknya. Kami tetap enjoy dan bersemangat meski balik dari sini biasanya kulit kami menghitam karena sengatan matahari dan pergumulan dengan debu pertambangan sepanjang hari. Belum lagi, seramnya cerita-cerita mistis yang menghiasi belantara pulau yang masih banyak babi hutannya ini. Terhadap kapal-kapal yang baru tiba atau akan berangkat ke luar daerah pabean dengan mengangkut barang ekspor, selalu kami periksa; boatzoeking dan lastchecking. Kami hanya mempunyai sebuah perahu kayu untuk mengantar kami menuju kapal, yang hanya dapat lepas jangkar di tengah samudera, yang akan diperiksa. Perahu kayu ini satu-satunya alat transportasi yang tersedia

yang

dapat

kami gunakan. Demi menjalankan tingginya

tugas,

gelombang

tak lagi kami hiraukan. Tak jarang seragam kami basah kuyup terkena percikan air laut saat perahu beradu dengan hempasan gelombang. Sepanjang jalan hanya doa dan kepasrahan yang dapat kami panjatkan. Kadang, perahu kami berada di puncak gelombang, kadangkadang kami berada di lembah antara dua gelombang samudera. Tentu saja, hati kami dag dig dug rasanya! Kalau saja nenek moyang kita bukan pelaut, tentu kami lebih memilih tidur di mess; lebih nyaman, lebih aman.

48

“Sejatinya, pulau ini sangat kaya,” gumam saya dalam hati. Ironisnya, kekayaan itu seolah-olah tak dinikmati penduduknya. Hal itu bisa kita lihat dari memprihatinkannya kondisi kehidupan dan pulau mereka. Jumat pagi, kala itu, saya dan Putra bergegas mencari pinjaman motor untuk menemui Kepala SMA Negeri 3 Halmahera Tengah, satu-satunya SMA di Pulau Gebe. Kami minta izin untuk memberikan motivasi kepada anak-anak Pulau Gebe di SMA itu supaya mereka bersemangat belajar hingga jenjang perguruan tinggi. Harapannya, kelak mereka mampu mengelola pulau ini untuk kemajuan dan kesejahteraan. Hari Sabtu besok adalah hari terakhir mereka masuk sekolah, sebelum libur panjang kenaikan kelas. Alhamdulillah, pihak sekolah mendukung rencana kami. Kami pun semaksimal mungkin berbagi inspirasi sekaligus memperkenalkan Bea Cukai dan PKN STAN untuk pertama kalinya di Pulau Gebe pada Sabtu paginya. Sebagai follow up kegiatan, kami benar-benar keep contact dengan anak-anak Pulau Gebe. Kami tau mereka anakanak yang cerdas dan bersemangat belajar. Hanya saja, mereka terkendala akses informasi karena sulitnya transportasi dan jaringan komunikasi. “Singapura itu juga kecil seperti Pulau Gebe. Tidak punya tambang, tapi bisa maju dan kaya raya. Kakak yakin kalian suatu hari bisa menyaingi Singapura! Kalian pasti bisa!” --Selesai--

49

Tembakan Tanpa Bayangan Muchamad Ardani

08

Saat mendapat tugas sebagai “koordinator” liputan acara Bea Cukai, hal yang kami lakukan kali pertama adalah bertanya kepada seluruh anggota team liputan. “Siapakah yang pernah membaca komik Lucky Luke?” tanyaku. Hampir seluruh anggota team tidak ada yang mengacungkan tangan.

“Segera kalian tanya mbah Gugel sebentar, lalu kembali berkumpul ke ruangan ini.” pintaku lagi. “Ada yang bisa menceritakan sekilas saja tentang Lucky Luke?” tanyaku setelah kami berkumpul kembali.

50

“Motonya menembak lebih cepat dari bayangan.”, jawab Dovan. “Koboi yang jagoan, Pak.”, timpal Jodie. “Oke, jawaban kalian semua benar!” pungkasku. “Saya ingin saat kita nanti bertugas meliput kegiatan kantor, apa pun jenis liputannya, kita sebagai team liputan Humas harus menjadi ‘jagoan’, harus bisa menembak lebih cepat dari bayangan seperti Lucky Luke.”. Kita tidak boleh kalah cepat dengan para wartawan yang kita undang manakala ada acara press release, terlebih lagi narasumber utama dalam acara tersebut adalah Menteri Keuangan. Bukankah mereka para wartawan yang diundang sangat tergantung dengan siaran pers yang dibagikan sesaat setelah acara press release selesai. Dengan demikian, mereka tidak akan menaikkan berita sebelum mendapatkan siaran pers dan foto acara dari kita. Di sisi lain, humas Bea Cukai sudah memiliki bahan utama dan hanya tinggal menunggu foto acara dan quote dari narasumber utama. Dari sini, kita bisa mengambil semangat Lucky Luke dalam menembak lebih cepat dari bayangan, di mana humas Bea Cukai tidak boleh kalah cepat dengan para wartawan media cetak atau online dalam melakukan pemberitaan. Prinsip kita seperti sebuah kesebelasan “menyerang adalah pertahanan terbaik” sehingga kita serang para netizen dengan pemberitaan dari kita agar para pembaca tidak ter-framing salah. Hal ini menjadi penting sebab banyak kejadian pembaca salah menilai Bea Cukai karena mereka membaca Bea Cukai dari framing yang salah.

51

Masih banyak masyarakat yang tidak paham tentang peran Bea Cukai dalam pembongkaran jaringan narkoba misalnya, padahal Bea Cukai terlibat nyata dalam aksi ini. Sejak ada info awal, dimulai dari analisis penumpang, maskapai yang dipakai, cara pembelian tiket hingga agen tiket pembelian. Bea Cukai menginisiasi program Passenger Risk Management (PRM), program yang murni diciptakan oleh para pegawai Bea Cukai dari unit law enforcement dan unit IKC. Kebutuhan akan analisis data penumpang baik darat, laut, dan udara saat ini merupakan sebuah keniscayaan. Modus-modus penyelundupan semakin berkembang dari tahun ke tahun dan tidak menutup kemungkinan akan munculnya modus-modus baru yang semakin beragam. Bahkan saat ini ada kekhawatiran munculnya objek-objek pengawasan baru yang tidak kalah menantang selain narkotika seperti High Valuable Goods (HVG), CITES, uang tunai, terorisme dan lain-lain. PRM dianggap sebagai jawaban atas kekhawatiran tersebut. Dalam rangka pengawasan, PRM tidak hanya efektif dan efisien, namun juga smart. Selain itu, Bea Cukai juga menginisiasi program konektivitas Passenger Name Record for Government (PNR GOV), PRM sendiri merupakan agregasi dari aplikasi PAU dan PNRGOV yang terbukti efektif dalam pengawasan penumpang berisiko tinggi. “Kita patut berbangga bahwa saat ini Indonesia pada umumnya dan DJBC pada khususnya menjadi pelopor dari penggunaan data PNR di wilayah Asia Tenggara bahkan dunia. Hal tersebut direpresentasikan dengan permintaan-permintaan sebagai pembicara, tuan tumah atau role model bagi negaranegara lain di dunia baik yang dipelopori oleh WCO atau negara-

52

negara lain,” ujar Dirjen Bea Cukai dalam sambutan pada sebuah acara workshop passanger risk management. Humas Bea Cukai harus selalu menjadi jagoan bagi unit teknis dan law enforcement dalam arti kerja keras mereka diapresiasi dalam bentuk pemberitaan eksternal dan internal. Masyarakat tidak akan percaya seratus persen terhadap pemberitaan dari situs resmi instansi pemerintah. Untuk itu, humas Bea Cukai harus bisa menciptakan ketergantungan media cetak atau online akan berita berita sebab media massa tidak mampu meng-cover seluruh kegiatan instansi pemerintah, padahal mereka tetap membutuhkan berita untuk memenuhi performance indicator mereka. Para pegawai humas Bea Cukai diberikan pelatihan penulisan dan pemotretan yang sesuai dengan kaidah jurnalistik agar mereka bisa men-suply berita kepada para awak media. Kemampuan menulis dan memfoto sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik membuat awak media sangat terbantu. Mereka tidak perlu banyak lagi melakukan editing untuk bisa dimuat di media mereka. Secara tidak langsung, hal ini menciptakan rasa ketergantungan para kuli tinta dari humas Bea Cukai. Sehingga, dengan pola seperti ini masyarakat secara tidak langsung sudah masuk dalam framing yang benar karena sumber berita dari Humas Bea Cukai. Selain itu, para pegawai humas Bea Cukai diberi pelatihan soft skill tentang bercerita melalui media visual. Survey membuktikan bahwa sosial media yang saat ini booming untuk berkomunikasi dengan kaum millennial adalah Instagram. Wajib

53

bagi pegawai humas Bea Cukai menguasai konsep bertutur lewat media visual ini. Frank Hoy memperkenalkan di Arizona State University teori tentang EDFAT (Entire, Detail, Framing, Angle, dan Timing). Cara bertutur tentang sebuah peristiwa yang dikemas dalam bentuk visual. Dengan menggunakan pendekatan ini, bingkai foto yang dihasilkan akan beragam, menjadi lebih menarik dan tidak monoton. Entire dikenal juga sebagai established shot, pemotretan yang menunjukkan keseluruhan suatu kejadian. Biasanya, sudut pengambilannya cenderung luas/lebar. Untuk ini humas Bea Cukai tidak boleh terlambat datang ke sebuah acara, sebab jika terlambat akan melewatkan moment-moment penting yang biasanya ada di awal acara. Detail merupakan suatu pilihan pengambilan keputusan atas sesuatu subjek yang dinilai paling tepat untuk menonjolkan point of interest. Siapa ‘aktor utama’ dalam acara ini, seperti Menteri Keuangan, Dirjen, Direktur, Kakanwil, Kepala Kantor, Kasubdit atau Kepala Seksi. Mempunyai rundown wajib hukumnya bagi team peliput. Framing adalah suatu tahapan di mana kita mulai membingkai suatu detail yang telah dipilih. Fase ini mengantar seorang pewarta foto mengenal arti komposisi, pola, tekstur, dan subjek pemotretan. Rasa artistik merupakan hal penting dalam tahap ini. Tugas humas adalah mengabarkan bukan mengaburkan. Angle merupakan memotret dengan mengekplorasi berbagai sudut pengambilan gambar; eye view, bird eye view, frog eye, dan angle-angle lainnya. Dalam fase ini, visual dapat

54

mewakilkan konsep keberimbangan dalam etika jurnalistik. Team peliput haram hukumnya hanya diam di satu sisi, mereka harus terus bergerak agar mendapat angle foto yang menarik dan berbeda dari lainnya. Timing adalah membekukan momen dengan waktu yang tepat atau decisive moment. Team peliput harus selalu waspada sepanjang acara agar tidak terlewat moment yang tidak mungkin terulang, dibutuhkan kewaspadaan dan stamina yang kuat untuk meliput sebuah acara. Salah satu hikmah kesamaptaan dirasakan saat dibutuhkannya fisik yang prima untuk bertugas di unit Kehumasan Bea Cukai. EDFAT hanyalah sebuah panduan (bukan keharusan). Fungsinya untuk mempermudah fotografer dalam memperoleh variasi saat membuat cerita foto. Yang kemudian menjadi modal para humas Bea Cukai memberitakan tentang kegiatan dan prestasi Bea Cukai. Team peliput bukan Lucky Man karena berada di posisi yang tidak setiap pegawai Bea Cukai bisa hadir, mereka adalah Lucky Luke dimana mereka mampu menjadi picture director pada sebuah acara sehingga gambar visual yang dihasilkan benarbenar berkualitas dan bukan faktor keberuntungan semata. Semangat Lucky Luke yang menembak lebih cepat dari bayangan saat ini mulai menjadi semangat kerja unit kehumasan, di mana tidak ada berita yang delay. Kapan pun dan di mana pun acaranya, saat itu juga berita bisa tersebar ke eksternal dan internal untuk #beacukaimakinbaik. --Selesai--

55

Catatan Penuh Arti Alfiandi

09

Berada di Tanjung Balai Karimun (TBK) mengajarkan banyak hal tentang jarti pengorbanan. Sebuah pulau yang sangat strategis bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), sebab di sinilah letak Pangkalan Sarana Operasi terbesar dengan jumlah pegawai yang begitu banyak. Karimun merupakan kabupaten yang tidak terpisahkan dari gugusan pulau-pulau di Provinsi Kepulauan Riau. Di sini, para pegawai Bea Cukai memiliki tugas dalam melakukan pengawasan di perairan Selat Malaka dari lalu lintas keluar dan masuknya barang-barang di Indonesia. Sebagai institusi kepabeanan yang telah banyak berkontribusi dalam pembangunan bangsa melalui optimalisasi penerimaan negara, baik berupa Cukai, Bea Masuk dan Bea Keluar, DJBC senantiasa turut andil dalam mengawasi perdangangan barang ilegal dan berbahaya. Pengawasan ini tentu saja dilakukan melalui patroli yang kerap dilaksanakan oleh DJBC. Salah satu usaha yang memberikan efek positif dalam pengawasan lalu lintas barang di perairan Indonesia yaitu Patroli Laut. Patroli Laut Bea Cukai merupakan patroli yang dilakukan dengan menggunakan kapal patroli yang memiliki kecepatan dan struktur body kapal yang didesain agar mudah bermanuver. Dalam setiap pengejaran di laut, kapal-kapal tersebut dioperasikan oleh segenap pegawai Bea Cukai dengan penuh tanggung jawab.

56

Banyak hasil yang telah diraih oleh patroli laut Bea Cukai hingga saat ini. Hasil tersebut muncul dari operasi-operasi yang dilakukan oleh pegawai dalam memberantas penyelundupan barang di perairan Indonesia. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, setiap barang yang masuk maupun keluar dari Indonesia perlu dilaporkan dan diawasi peredarannya. Dan Narkotika menjadi salah satu barang yang benarbenar diawasi peredarannya di negeri ini. Satgas Merah Putih Pada Februari 2018 lalu, saya ditugaskan untuk mengikuti patroli laut menggunakan BC 20005. Patroli tersebut memiliki arti lebih dari patroli sebelumnya, sebab saat itu, kami ditugaskan bersama Polri menjadi Tim Satgas Merah Putih. Satgas ini memiliki tugas yang diberikan oleh pimpinan dengan target operasi mencari dan menangkap kapal yang diduga membawa narkotika dengan jumlah yang sangat banyak. Diperkirakan kapal tersebut membawa narkotika jenis sabu dengan berat 1 ton lebih. Mendengar jumlah yang begitu banyak, membuat hati siapa saja geram. Tentu kami sadar, penyalahgunaan narkotika di negeri ini sudah sangat darurat dan berakibat fatal bagi generasi muda di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, seluruh kru dengan segenap kemampuannya melakukan operasi dengan antusiasme yang tinggi. Kapal bertolak dari Tanjung Balai Karimun sore hari pukul 17.00 WIB. Dengan RPM 1000, kapal melaju dengan kecepatan 12 knot. Kami bergerak menuju pelabuhan Punggur, Batam. Ketika telah

57

tiba di Batam, seluruh kru bermalam di sana, hingga keesokan paginya, teman-teman dari kepolisian akhirnya tiba. Jumlah mereka ada belasan orang. Mereka berasal dari Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya. Nakhoda, perwira, rekan-rekan Polri dan seluruh ABK Kapal berkumpul di Mess Room untuk melaksanakan briefing sebelum bertolak ke sektor. Hasil dari briefing tersebut, Direktorat Narkoba telah bekerjasama dengan unit Intelijen DJBC mengindikasikan akan masuknya narkotika jenis sabu dengan jumlah yang sangat banyak melalui jalur laut. Target utamanya ialah kapal nelayan asal Taiwan. Kami akhirnya bertolak dari Pelabuhan Punggur menuju perairan Anambas pada pukul 12.00 WIB. Kapasitas akomodasi kamar kapal sebenarnya tidak sesuai dengan jumlah kru yang berangkat patroli kali ini. Untuk istirahat, ABK kapal berganti dengan kru yang tidak sedang melaksanakan dinas jaga. Kami melakulan patroli sampai ke Pulau Jemaja, Anambas. Mengawasi kapal yang melintas alur pelayaran internasional. Pemantauan dilakukan dengan radar, pengamatan visual, serta pemeriksaan kapal-kapal yang mencurigakan. Di perairan ini, banyak kapal nelayan yang kami periksa namun belum membuahkan hasil. Selama beberapa hari di tengah laut Anambas, tentu kejenuhan kerap melanda. Kiri, kanan, depan, dan belakang hanya air terlihat. Sesekali kapal tanker dan cargo melintas. Setelah tiga hari menunggu. Akhirnya kami mendapat informasi bahwa kapal yang menjadi target operasi telah berada di perairan antara Indonesia dan Singapura.

58

Kami kembali ke wilayah perairan Batam dengan kecepatan tinggi. Tidak beberapa lama kemudian, melalui radio VHF, kami mendapat kabar bahwa kapal tersebut telah ditegah oleh kapal patroli BC 7005 yang di dalamnya juga ada dalam tim Satgas Merah Putih. Kapal ditemukan di peraian Karang Helen Mars. Empat orang juga turut diamankan, yaitu anak buah kapal termasuk nakhoda yang berkewarganegaraan China. Masing-masing bernama Tan Mai (69), Tan Yi (33), Tan Hui (43), dan Liu Yin Hua (63), (Kompas.com, 20/02/2018). Pengejaran Win Long BH 2998 Setelah pengejaran pertama, kami mendapat informasi bahwa ada kapal lainnya yang membawa sabu dalam jumlah lebih banyak dari sebelumnya. Informasi tersebut didapat tepat saat Kapolri, Menteri Keuangan, Dirjen Bea Cukai, dan BNN akan melakukan konfrensi pers. Dari laporan tersebut, tanpa berfikir panjang kapal patroli BC 20005 pada pukul 13.00 WIB melakukan pengejaran terhadap kapal asing yang berbendera Taiwan. Saat itu, kapal tersebut masih berada di perairan Singapura. Kami melakukan komunikasi dengan coast guard Singapura untuk diberikan izin masuk ke perairan mereka guna menegah kapal tersebut. Namun usaha ini gagal, izin tak dapat diperoleh. Kami hanya bisa mengikuti kapal dari kejauhan yang sedang melintasi alur pelayaran internasional dan masih berada di zona laut teritorial Singapura. Saat melakukan penegahan, kapal Win Long

59

tersebut seakan enggan untuk keluar dari perairan Singapura. Jelas, kondisi ini menyulitkan satgas patroli laut dalam mengejar. Sebagaimana ketentuan aturan Internasional, tak ada satu pun negara yang boleh masuk ke perairan negara lain tanpa meminta izin. Tak berapa lama kemudian, akhirnya kapal tersebut sudah mendekati wilayah Malaysia. Cuaca saat itu cerah, kapal terus melaju dengan kecepatan 10 Knot. Saat mulai mendekati perairan Indonesia, akhirnya Nakhoda BC 20005 memerintahkan untuk langsung menyergap kapal dengan nama lambung Win Long BH 2998. Kapal berhasil ditegah di selat Philips dekat Pulau Nipah. Nakhoda memerintahkan beberapa kru untuk turun memeriksa kapal. Muallim I, Muallim II, Saya, dan beberapa ABK kapal serta anggota Polri melakukan pemeriksaan ke kapal tersebut. “Periksa seluruh kapal dengan teliti, arahkan ABK kapal itu ke haluan, cek dokumen kapal, gerak dengan cepat!” seru Nakhoda dengan tegas. Kru BC 20005 mengambil alih ruang navigasi kapal, hanya Nakhoda kapal Win Long serta seorang ABK yang bertugas sebagai juru mudi sekaligus penerjemah di kapal ini tetap di Anjungan. ABK kapal Win Long lainnya kami arahkan untuk berkumpul di haluan. Seluruh ABK kapal yang berjumlah 28 orang itu diperiksa satu persatu lalu dimintai keterangannya, serta mengecek dokumen kapal dan juga buku pelaut. Hampir semua ABK kapal rupanya berkewarganegaraan Indonesia. Hal tersebut menjadi tanda tanya bagi kami, mengapa kapal yang berasal dari Taiwan didominasi oleh ABK asal Indonesia, hanya Nakhoda dan KKM saja yang berasal dari Taiwan.

60

Satu persatu Palka kami periksa. Menyelidiki apakah ada tempat penyimpanan yang tersembunyi dan sulit untuk dijangkau oleh petugas. Dari curuk depan hingga belakang, bahkan kamar ABK tak luput dari pemeriksaan. Kembali ke Pangkalan Setelah tanya jawab berlangsung, kapal dibawa ke perairan Tj. Balai Karimun. pada pukul 16.00 WIB kapal BC 20005 beserta iringiringan kapal patroli lainnya membawa kapal Win Long kembali ke Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Tanjung Balai Karimun guna untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Namun walau kapal belum sampai ke pangkalan, telah tersebar berita di media bahwa kapal yang ditegah oleh Bea Cukai tersebut membawa lebih dari 3 ton sabu. Berita yang beredar ini tentu menggemparkan masyarakat di seluruh tanah air. Para awak media, baik televisi, media cetak, dan media online telah berkumpul di Kantor Wilayah Khusus DJBC Kepri untuk meliput kebenaran berita tersebut. Tentu media tidak dapat disalahkan, sebab hal ini bisa terjadi karena berkaitan dengan pemberitaan sebelumnya bahwa Bea Cukai dan Polri berhasil menangkap 1,6 ton sabu asal Taiwan. Suasana pangkalan saat itu telah ramai. Tepat pukul 17.00 WIB, kapal sandar di dermaga utama PSO. Seluruh pegawai, pejabat Bea Cukai, tim Satgas Merah Putih, tim Bareskrim Polri, Lanal TBK dan beberapa institusi penegak hukum lainnya hadir menyaksikan kapal Win Long yang berhasil kami tegah. Satu persatu ABK kapal Win Long diperiksa lebih lanjut oleh penyidik kepolisian. Lalu, dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh

61

menggunakan Anjing Pelacak K-9 milik Bea Cukai dan juga anjing pelacak milik Polri. Hingga menjelang pukul 21.00 WIB, hanya ditemukan umpan ikan yang dibekukan ke dalam freezer yang menjadi muatan kapal tersebut. Belum ada tanda-tanda bahwa kapal tersebut membawa sabu. Hingga tepat pukul 24.00 WIB pencarian dihentikan dan dilanjutkan keesokan paginya. Ketika pagi mulai menyingsing, pemberitaan media nasional telah begitu menyebar luas. Bahkan, salah satu stasiun televisi nasional mengirimkan reporternya untuk meliput secara langsung ke Tanjung Balai Karimun. Pagi itu, pencarian terus dilanjutkan. Tim Bea Cukai mengerahkan penyelam untuk memeriksa lambung kapal dan menerjunkan tim lainnya untuk melihat struktur kapal yang dianggap tempat yang tepat untuk menyembunyikan sabu-sabu. Hingga pada akhirnya, kapal tersebut benar-benar dinyatakan tidak ditemukan narkotika jenis apapun. Tidak beberapa lama, pencarian resmi dihentikan. Setelah itu, dilakukan konfrensi pers menyampaikan bahwa kapal memang benar tidak terbukti menyalahi aturan. Kapal dibebaskan dan dibolehkan untuk melanjutkan pelayarannya kembali. Kisah ini merupakan catatan penuh arti bagi DJBC dan juga bagi seluruh institusi penegak hukum di negeri ini. Kita mesti selalu waspada dan mengantisipasi dari setiap perbuataan yang dapat merusak generasi dan mengganggu stabilitas ekonomi bangsa. Penyelundupan, perdagangan ilegal, dan transaksi ekonomi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi musuh bersama.

62

Melawan setiap upaya penyelundupan Narkotika, merupakan suatu keniscayaan yang mesti dilakukan. Ini menjadi tanggung jawab bersama bahwa kecurigaan dari masuknya barang-barang ilegal ke perairan Indonesia perlu untuk diantisipasi dengan segera oleh segenap rakyat Indonesia agar generasi bangsa terhindar dari penyalahgunaan narkotika. --Selesai--

63

Postingan Sepele Ferdiansyah Fauzi

10

“Masa depan institusi ada di tangan generasi muda yang menjalankan serta generasi tua yang mengarahkan.” Mengutip kalimat bijaksana di atas dari Bapak H. A. Pandelaki, mantan Dirjen Bea Cukai, dapat kita maknai bahwasanya masa depan institusi ini berada di tangan generasi muda di mana generasi tua sebagai pengarahnya. Reformasi besar-besaran yang sudah dilakukan di institusi ini tidak akan pernah berhasil apabila antar generasi tersebut tidak bersinergi dalam jiwa korsa Bea Cukai. Dalam dua tahun belakangan ini, reformasi birokrasi di Bea Cukai menelurkan berbagai macam program, di antaranya penertiban importir berisiko tinggi dan berbagai inovasi dari humas pusat dalam memberikan penyuluhan dan layanan informasi kepada masyarakat luas. Di sini, penulis tidak akan membahas hal-hal berat seperti sejauh apa keberhasilan program penertiban importir berisiko tinggi dan dampaknya terhadap penerimaan negara. Penulis mencoba mengulik salah satu cara yang sudah dijalankan temanteman pusat dan daerah yang berdampak besar terhadap perubahan citra institusi namun kadang luput dari perhatian kita, yaitu kehumasan. Segala reformasi dan keberhasilan dalam dua tahun ini, semua pencapaian tegahan, tak akan maksimal efeknya tanpa kerja keras rekan-rekan dari humas, dan yang harus kita semua

64

tanamkan adalah peran penyebaran informasi baik dalam rangka branding image institusi Bea Cukai, bukan hanya tugas temanteman humas di pusat dan daerah, melainkan tugas kita semua. Tidak peduli di mana pun kita berada dan di unit apa, baik pelayanan maupun pengawasan, kita semua adalah humas Bea Cukai yang mengemban tugas menjaga citra seragam biru yang kita kenakan ini, baik itu di kehidupan nyata atau pun media sosial. Sekecil apa pun usaha kita, yakinlah akan berdampak besar terhadap kebaikan nama institusi ini. Seperti yang kita ketahui, era media sosial dalam beberapa tahun belakangan ini sangat mendominasi. Begitu cepatnya informasi bisa tersebar ke pelosok negeri. Bisa kita bayangkan apabila ada informasi yang berisi hal yang negatif terhadap institusi Bea Cukai, maka dampaknya akan sangat merugikan kita semua. Dalam dua tahun ini pula, terjadi begitu banyak

perubahan dan

inovasi

dari

kehumasan

dalam

menyebarkan informasi kepabeanan sehingga masyarakat semakin tahu dan paham tugas serta fungsi DJBC. Penulis

ingin

berbagi

pengalaman

pribadi

yang

membuktikan bahwa peran kecil kita dapat membawa perubahan yang tidak kecil. Suatu pagi di bulan Agustus 2017, penulis sedang menikmati berselancar di dunia maya, tepatnya di forum media sosial Facebook bernama Backpacker Internasional. Penulis sudah lama menjadi anggota forum tersebut dan sering kali menikmati berbagai cerita dan pengalaman bepergian ke berbagai negeri yang di-share anggota-anggota forum tersebut.

65

Penulis mengamati bahwa sudah beberapa kali ada thread dari anggota forum yang menanyakan atau berdiskusi mengenai aturan kepabeanan Indonesia. Penulis lalu berpikir kenapa tidak penulis buat saja satu thread di forum tersebut yang berusaha menampung segala pertanyaan mengenai kepabeanan. Karena penulis adalah pegawai Bea Cukai dan penulis anggota forum tersebut, jadi kenapa tidak? Toh, berbagi kebaikan tidak ada ruginya, kan? Paling tidak, dapat sedikit meringankan beban teman-teman humas dan memberi secuil kontribusi untuk kebaikan nama institusi. Jreeng..! Akhirnya, jadilah thread tersebut yang isinya sengaja penulis buat gamblang menyebutkan bahwa penulis kebetulan adalah pegawai Bea Cukai dan siap membantu apabila ada pertanyaan seputaran aturan kepabeanan. Penulis sadar saat itu masih ada beberapa rekan kita yang malu-malu meong untuk mengakui bahwa dirinya adalah keluarga besar biru dongker Bea Cukai. Kenapa? Tentu saja berbagai alasan dan sebab, ada yang karena memang cuek, takut terjebak stigma lama, tidak pede, males repot, dan sebagainya. Namun,

mengapa

harus

seperti

itu?

Tanamkan

kebanggaan paling besar bahwa kita bagian dari keluarga biru dongker Bea Cukai dengan rasa syukur. Alhamdulillah Tuhan memberikan kita nikmat rezeki dan nafkah di institusi ini. Tanamkan bahwa DJBC adalah rumah kita semua yang harus kita jaga dan kita rawat bersama. Back to the topic, tidak perlu menunggu waktu lama, efek dari postingan tersebut yang penulis rasa hanya postingan sepele, kecil seupil, ternyata efeknya luarrr binasaaa. Dalam hitungan

66

menit, sudah ratusan komentar dan puluhan share. Dalam beberapa jam, sudah puluhan inbox yang penulis terima. Excited, yupp!! Tidak, penulis bukan gugup apalagi menyesal, tetapi malah seperti anak kecil yang dapat mainan baru. Ya, Allah, begitu besarnya animo rekan-rekan di grup itu yang haus akan informasi. Penulis sangat bersyukur bisa sedikit banyak membantu. Pada titik itu, tanpa sadar, mata penulis berkaca-kaca. Lantas, apa saja isi komentarnya? 80% tentu saja pertanyaan-pertanyaan dari yang paling simpel mengenai aturan penumpang

sampai

yang

berat-berat

seperti

jaminan

custombond, hehe. Ini grup backpaker apa importir, ya? Lewat semingguan, postingan akhirnya mencapai lebih seribu komentar dan dua ratusan share. Tepatnya Sabtu siang saat penulis sedang menikmati istirahat, tiba-tiba aplikasi messenger kembali berdenting. Penulis sih mengira dari rekan yang mau bertanya seperti biasa pada saat itu. Ternyata, pesan itu datang dari salah satu pejabat yang pernah jadi atasan penulis, yaitu ibu Yetty Yulianti. Beliau berujar, “Sudah cek inbox saya di instagram?” Wuihh… Ada apa ini? Tak lama, saya segera cuss untuk mengecek dan ternyata, wah-wah, isinya beberapa capture-an whatsapp dari pejabat-pejabat tinggi institusi dan capture-an whatsapp dari Bu Menteri dan Pak Dirjen yang mengapresiasi postingan penulis. Whatt?? Hoax atau valid, nih? Penulis setengah tidak percaya. Namun akhirnya, penulis percaya ini bukan hoax setelah beberapa pejabat kembali menghubungi penulis perihal yang sama!

67

Sulit dipercaya hal sepele dan sekecil ini bisa mendapat perhatian dan apresiasi dari Bapak Dirjen dan sekelas Ibu Menteri yang tentu saja sudah sangat ribet dan sibuk mengurusi hal-hal yang jauh lebih penting dan urgent ketimbang postingan penulis yang remeh-temeh. Tapi, penulis mencoba menarik kesimpulan dengan segala kerendahan dan kekurangan diri bahwa sekecil apa pun hal yang kita lakukan, seupil apapun kontribusi yang kita berikan dapat berakibat besar untuk baik dan buruknya institusi tempat kita bekerja. Di sini, penulis yakin takdir/qadha dari Allah bahwa setiap manusia yang terlahir sudah diberikan perannya masing-masing di hidup ini, cepat atau lambat, ketemu atau tidak tergantung kita yang menjalani. Dan pada akhir Desember 2017 ketika Bu Menteri dan Pak Dirjen memberikan kado akhir tahun kepada masyarakat yang suka travelling sekaligus berbelanja dengan diterbitkannya pembaruan peraturan tentang barang penumpang, penulis kembali termotivasi untuk menyebarluaskan berita bahagia ini.

Menerima penghargaan dari KPPBC Lampung pada 29 September 2017 (sumber foto:bclampung)

68

Tidak terasa hampir satu tahun berlalu dan selama itu pula sudah cukup sering perwakilan pendiri grup Backpacker Internasional selalu diikutsertakan oleh rekan-rekan kantor pusat setiap ada sosialisasi mengenai barang penumpang atau barang kiriman atau yang berkaitan dengan kepabeanan. Jadi, Spread good information always good right? Tidak akan pernah rugi yang didapat apabila kita menebarkan hal-hal yang baik! Tidak peduli apakah Anda tua ataupun muda, mari bersinergi dalam korsa. Jangan biarkan dua tahun yang penuh perubahan ini kembali jalan di tempat, mari buat semakin melesat melaju untuk Bea Cukai makin baik. --Selesai--

69

Peringkat Pertama Daniel Fernando Situmorang

11

Kantor Bea Cukai Gorontalo, aku menyebut tempat ini sebagai penghapus rindu. Perkenalkan, aku adalah salah seorang Pegawai Negeri Sipil baru Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Aku mengenal Bea Cukai sebagai pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dengan banyak tugas di lapangan. Hal itu yang membuatku senang hati menjadi bagian dari instansi ini. Tetapi kesenanganku mulai berubah saat aku tiba di Gorontalo tahun 2016. Sejak 18 Juli 2016 sampai dengan saat ini, aku ditempatkan di Kantor Bea Cukai Gorontalo. Aku bekerja pada bidang keuangan atau administrasi. Posisi ini bisa juga disebut supporting unit. Pekerjaanku berkaitan dengan keuangan, kepegawaian, serta kebutuhan kantor. Itu semua adalah hal baru yang harus aku pelajari juga jalani selama bekerja di Kantor Bea Cukai Gorontalo. Semakin hari aku belajar, semakin berterima ilmu-ilmu tersebut. Segalanya terasa mudah jika kita memiliki kemauan untuk belajar. Kepercayaan diriku tentu bertambah seiring kemampuanku menyelesaikan segala pekerjaan.

Akan tetapi, pada akhir 2017, terjadi reformasi birokrasi dengan perluasan wilayah kerja DJBC. Hal tersebut menyebabkan terjadinya mutasi pegawai. Tentu, hal itu berlaku juga untuk Gorontalo. Rotasi pegawai menyebabkan kekosongan pada jabatan penting di Tim Keuangan Bea Cukai Gorontalo, bendahara pengeluaran.

70

Aku lantas tak menyangka, aku dipercaya menjabat sebagai bendahara pengeluaran untuk menjalankan roda keuangan Kantor Bea Cukai Gorontalo. Rasa tidak yakin dan pikiran berkecamuk menggangguku di setiap malam. Aku hanya seorang PNS baru dengan bekal ilmu keuangan yang kurang. Menerima tanggung jawab yang besar seperti ini membuatku ragu. Apakah aku bisa menjalankan tugas ini dengan baik?

Hari pertama, aku bekerja dengan posisi baru ini masih dipenuhi rasa gugup dan ragu. Yang aku terus lakukan adalah berdoa. “Tuhan, tolong bantu aku dalam hal ini. Berikan aku kekuatan agar dapat bekerja. Biarkan aku memuji dan memuliakan nama-Mu dengan pekerjaanku”. Pekerjaan dimulai dengan target. Bapak Dede Hendra Jaya, selaku pimpinan tim keuangan, memutuskan target jangka pendek. Beliau menargetkan pembuatan pertanggungjawaban akhir tahun serta laporan keuangan tahun 2017 yang transparan dan akuntabel. Kami pun mengandalkan bekal ilmu sebelumnya dan mengumpulkan keyakinan bahwa kami bisa menjalankan perintah ini dengan baik. Tekad dan kerja keras kami akhirnya membuahkan hasil. Pada Januari 2018, kami berhasil menyelesaikan sisa periode

akhir tahun dengan baik dan tepat waktu. Kantor Bea Cukai Gorontalo juga mendapatkan penghargaan atas Asistensi Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Wilayah (UAPA-W)

71

dengan kategori tercepat dan terakurat di Manado, Kanwil DJBC Sulawesi Bagian Utara.

Menerima apresiasi tersebut menjadi awal yang baik bagi kami untuk memulai pelaksanaan anggaran tahun 2018 ini. Akan tetapi apresiasi tersebut tidak serta merta membuat kami merasa cukup puas. Bagiku dan Tim Keuangan, hal ini adalah sebuah permulaan. Masih ada tantangan selanjutnya di Tahun 2018 ini. Semua itu menjadi motivasi bagiku untuk tetap bisa menjadi yang terbaik demi Bea Cukai makin baik, sekalipun hanya dalam hal administrasi keuangan. Ya, aku yakin pasti bisa. Pelaksanaan anggaran merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) pada setiap satuan kerja di Kementerian Keuangan. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagiku dan Tim Keuangan Kantor Bea Cukai Gorontalo. Minimnya pemaparan terhadap regulasi serta terlambatnya sosialisasi petunjuk teknis

72

membuat pelaksanaan IKU kualitas pelaksanaan anggaran menjadi kian rumit. Hal tersebut tidak bisa berjalan berkesinambungan sesuai dengan program kerja yang sudah disusun dari tahun sebelumnya. Berbenah dari masalah ini, ketua tim keuangan sekaligus Kepala Kantor Bea Cukai Gorontalo menargetkan bahwa pelaksanaan anggaran harus berbasis program kerja atau kinerja

tanpa mengeyampingkan IKU Kualitas Pelaksanaan Anggaran Tahun 2018. Tahun 2018 nyatanya menjadi tahun yang semakin rumit bagiku. Mendapatkan penghargaan di awal tahun bukanlah suatu pencapaian akhir yang menggembirakan. Aku dan rekan tim keuangan lainnya harus bisa memberi lebih untuk instansi tercinta ini. Di awal triwulan satu, aku dan tim keuangan merasa sedikit kewalahan. Namun kami terus berbenah agar bisa mencapai target yang diinginkan pimpinan dengan pembuatan prognosis, langkah kerja berdasarkan program kerja, dan timeline pekerjaan dari awal tahun sampai dengan akhir tahun. Semua itu wajib dilaksanakan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan, yaitu mejadikan Bea Cukai Gorontalo menjadi yang terbaik dalam administrasi keuangan.

“Hasil tak akan pernah mengkhianati proses”. Aku yakin pada kalimat bijak tersebut. Dan pada 5 September 2018, Surat Sekretaris DJBC nomor S-2771/BC.01/2018 perihal Hasil Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) DJBC bulan Januari s.d Agustus 2018, membuat aku dan tim keuangan terlonjak haru dan bahagia. Hasil kerja keras tiap individu dalam

73

tim ini membuahkan hasil yang luar biasa di luar dugaan kami semua. Kantor Bea Cukai Gorontalo mendapat peringkat pertama se-Indonesia atas penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran dengan nilai 98,44. Ini adalah pencapaian luar biasa dan di luar dugaan bagi kami. Pencapaian ini membuat kami semakin bersemangat dan giat bekerja. Kami yakin bahwa kami bisa mempertahankan

pencapaian ini sampai dengan akhir tahun. Dengan begitu, kami bisa mendapatkan Nilai IKU kualitas pelaksanaan anggaran yang memuaskan. Atas segala keberhasilan pencapaian ini, bersyukur adalah hal pertama yang kami lakukan. Kami berterima kasih kepada Tuhan bahwa ternyata jalan yang diberikan tidaklah buruk, walaupun awalnya jalan ini bukanlah yang aku harapkan. Memulai tugas di bagian adminstratif dengan segala kekurangan dan ego yang aku punya ternyata bisa membawaku pada titik ini. Segala pencapaian tidak terduga bisa didapatkan jika kita mau berusaha. Terima kasih Tuhan atas penyertaan-Mu. Begitulah yang kurapal sampai saat ini. Semoga hal ini bisa menjadi semangat juga untuk rekan-rekan yang bekerja di pelosok seluruh Indonesia. Kita harus cinta terhadap instansi ini.

Di mana pun kau ditugaskan, tetaplah melakukan hal baik dalam segala kondisi. Jayalah instansiku, Bea Cukai makin baik. --Selesai--

74

Hanya Butuh 45 Menit Agil Romana

12

Tiga belas tahun silam, Liverpool berhasil menjadi kampiun Liga Champions lewat drama adu pinalti melawan AC Milan. Yang menarik dalam drama 120 menit tersebut, Liverpool sempat tertinggal 0-3 sebelum akhirnya menyamakan kedudukan dan mengungguli AC Milan. Adalah Steven Gerrard, sang kapten sekaligus motor semangat Liverpool di babak kedua. Sikap pantang menyerah dan tekunlah yang membawa Liverpool berhasil mengangat trofi paling bergengsi di dataran Eropa kala itu. Kini, pagelaran final UEFA Champion League 2018 telah usai. Hampir saja Liverpool mengulang momen 13 tahun lalu sebelum akhirnya dibuyarkan oleh Real Madrid, sang raksasa negeri Matador. Berbeda dengan Liverpool, di penghujung bulan Desember 2016, Bea Cukai kembali mengulang reformasi dengan tujuan penguatan kinerja Bea Cukai dari segala lini. Pencanangan program yang bertajuk Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) mencakup penguatan reformasi pilar-pilar utama seperti

penguatan

integritas,

budaya

organisasi

dan

kelembagaan, optimalisasi penerimaan, penguatan fasilitasi, dan efisiensi pelayanan serta efektivitas pengawasan. Upaya yang dilakukan Bea Cukai untuk berbenah menjadi semakin baik pun tak main-main. Beberapa bulan yang lalu, bersama para penegak hukum lain, Bea Cukai merumuskan sebuah terobosan bernama PIBT (Penertiban Importir Berisiko

75

Tinggi) demi meminimalisasi penyelewengan atau pelanggaran ketentuan yang berlaku. Selain itu, ada juga joint program dengan DJP sebagai upaya optimalisasi penerimaan negara. Dari segi penguatan mental, program Bintal (Pembinaan Mental) pun dilakukan.

Dampak yang luar biasa itu pun dirasakan sampai ke salah satu kantor di ujung utara Indonesia, KPPBC TMP C Ternate. Lokasi tempat kerja yang jauh, tak menyurutkan semangat para pengabdi negara di pulau yang terkenal akan keindahan lautnya itu. Kepala Kantor KPPBC TMP C Ternate, Musafak, pun sering menekankan pentingnya beribadah dalam keseharian kerja, mulai dari kegiatan Bintal, sholat dzuhur bersama di Mushola Baitut Tahsin, Sahur dan Buka bersama ketika Ramadhan, khatam dan berbagai kegiatan lainnya. Salah satu

76

bentuk nyatanya yaitu pembentukan jadwal pegawai sebagai muazin, imam, juga kultum di mushala tersebut. “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. “ (QS. Al-Baqarah [2] : 43) Menjadi salah satu kultum yang pernah dibawakan salah seorang pegawai Bea Cukai Ternate yang menekankan tentang pentingnya salat meski di sela kesibukan kerja kita. Tidak hanya satu dua orang, pak Musafak menekankan semua pegawai muslim di Kantor Bea Cukai Ternate selain yang cuti dan tugas luar wajib salat dzuhur di mushola kantor, dilanjutkan dengan kultum bergantian setiap harinya. Selain meningkatkan wawasan keagamaan, kegiatan ini juga meningkatkan rasa kebersamaan, dan kepedulian kita pada sesama. Hal ini dikarenakan petugas yang ditunjuk pada hari itu wajib mengingatkan rekan se-kantor perihal waktu salat akan segera tiba dan mengajak untuk bersiap mengambil air wudlu. Mental yang tersiapkan menjadi nilai wajib sendiri bagi kami para pegawai Bea Cukai Ternate dengan wilayah kerja yang terdiri dari 365 pulau yang tersebar di Maluku Utara. Bahkan, tak sedikit dari wilayah tersebut yang memerlukan waktu lebih dari 12 jam untuk mencapainya dengan moda transportasi laut. Jauh dari keluarga tak menyurutkan sedikit pun semangat kami dalam melayani dan mengawasi hak-hak penerimaan negara. Pulau Taliabu dan Pulau Gebe menjadi Pulau terjauh yang harus kami tinggali, dengan jarak perjalanan 1 hingga 2 malam via laut. Dalam pengawasan di pulau tersebut pun kami tak mengenal waktu libur dikarenakan pengawasan Bea Cukai di wilayah kantor kami berlaku 24/7.

77

Selain tetap berjaga di hari libur, pengawasan yang dilakukan pun tak mengenal waktu, meski hari telah gelap. Tak jarang proses pengawasan tetap dilakukan ketika malam hari tiba. Mulai dari melakukan pemeriksaan kapal dengan menaiki sebuah speed atau kapal kayu di lautan luas sampai dengan pemeriksaan terhadap barang impor dan ekspor demi mengamankan hak-hak keuangan negara.

Jika ditanya apa duka kerja di sini tentunya adalah perihal jauh dari keluarga. Namun, ketika berbicara tentang tugas, seluruh jajaran pegawai Bea Cukai di Indonesia adalah keluarga baru bagi kami. Keluarga yang memiliki tujuan yang sama yaitu melindungi dan menjaga Indonesia dan terus berbenah untuk mewujudkan Bea Cukai yang makin baik. Hanya butuh 45 menit, Steven Gerrard dkk. dengan reformasinya berhasil membalikan keadaan dari tidak mungkin menjadi mungkin. Bersama saling menunjukan janji perubahan kita bukanlah slogan tanpa arti. --Selesai--

78

Cari Rasa Syukurmu! Eko Achmad Santoso

13

Selepas isya di awal bulan September 2013, langit bergemuruh memerintah hujan yang menabrak genting rumahku begitu keras di kota hujan. Tabrakan itu tak terasa olehku yang terhanyut suka cita bersama keluarga kecil dan sahabat mensyukuri nikmat Allah atas anugrah anak luar biasa yang telah genap berusia empat tahun. Bunyi handphone berdering nyaring di sepanjang waktu menjelang usai acara, sekejap memunculkan rasa penasaran. Ucapan selamat, iya semua pesan berisi ucapan selamat dan doa dari teman-teman satu seragam yang mengenalku. Aku mulai membaca lamat-lamat setiap pesan, namun ucapan selamat dan doa ini bukannya membuat gembira malah mengalir getir di dada. “Selamat Pak promosi Kasubsi Entikong, semoga makin amanah dan sukses selalu.” Rasa getir terasa hingga ke semua orang yang hadir saat itu. Raut wajahku tak mampu menyembunyikannya padahal sebelumnya, dia menampakkan kebahagiaan yang begitu luar biasa. Dengan sedikit lunglai, kusampaikan isi pesan ke semua. ”Aku pindah Entikong!” ujarku lirih. Lantas mereka kompak bertanya, ”Entikong iku endi?” (Entikong itu di mana?)

79

Waktu baru menunjukkan pukul 08.00 WIB, namun mentari begitu terik di Bandara Supadio. Suasana terminal kedatangan pun lumayan sesak, setiap mata mencari handai tolan, rekan, atau pun pelanggan. Di kejauhan, kulihat ada satu tempat duduk kosong, tempat menghela napas sejenak sambil menghubungi Kacong. Kemarin, Destin, adik kelasku Kasubsi Intelijen Entikong memberi tahu bahwa nanti Kacong yang akan menjemputku, sebab waktu pelantikanku dijadwalkan pukul 14.00 WIB. Berulang kali, aku menghubungi Kacong namun tak ada respon, aku pun semakin gelisah karena perjalanan dari Pontianak menuju Entikong ditempuh kurang lebih lima sampai enam jam menggunakan jalur cepat. Setengah jam berlalu, handphone-ku berdering dari nomor yang tak kukenal. Diujung telepon terdengar suara anak muda ‘ngos-ngosan’ mengejar keterlambatannya. “Sorry, Ndan, semalam diajak begadang sama temanteman” ujarnya polos. Dia mengenaliku dari SMS-ku yang berisi posisi dan ciri-ciri pakaian yang ku kenakan. Aku hanya tersenyum dan segera memintanya segera berangkat karena Kepala Subbagian Umum sudah beberapa kali menghubungi untuk atensi waktu pelantikan. Aula dengan ornamen khas Suku Dayak dengan suhu ruangan yang hangat dari terik mentari khatulistiwa yang tak mampu diredam dua buah pendingin ruangan “AC Standing” telah dipenuhi perangkat upacara pelantikan. Semua orang memakai

80

batik, hanya aku yang menggunakan seragam dinas karena hari ini bertepatan Hari Batik Nasional. Alhamdulillah, acara pelantikan pun usai dan dilanjutkan dengan ramah-tamah akan tetapi Bapak Kepala Kantor harus segera meninggalkan acara karena ada kepentingan tugas. Seketika, aku teringat Kacong dan segera aku tanyakan KSBU tentang Kacong yang terpaksa harus aku tinggalkan di Balai Karangan, kecamatan sebelum kecamatan Entikong untuk mengejar waktu pelantikan. Di tengah perjalanan kami menabrak pemudi pengendara motor yang tiba-tiba berbelok ke jalan raya tanpa melihat laju kendaraan kami yang melaju kencang. Alhamdulillah, KSBU menjelaskan, Kacong dan perwakilan kantor sedang berunding menyelesaikannya dan insya Allah baik-baik saja. Udara segar mendekati dingin diselingi azan Subuh dari musala mengiringi langkah kaki mendatangi panggilan-Nya. Syahdu dan pasrah yang memberi ketenangan menghadap-Nya, mengingat-Nya hingga fajar menjelang lalu ditutup dua rakaat Shalat Syuru’ bagai pahala haji dan umroh yang sempurna. Setiap Subuh hingga fajar merupakan momen membasuh keluh kesah hari kemarin dan menyiapkan semangat untuk menguatkan jiwa hari ini. Satu setengah tahun telah berlalu, Kepala Kantor pun sudah berganti dan pegawai-pegawai millennial baru datang menambah jumlah anggota kami. Namun, tekanan kerja yang menjurus ancaman masih selalu ditemui, dari hanya sekadar

81

ancaman lisan hingga berujung bentrok fisik merupakan risiko sehari-hari yang harus dihadapi. Beberapa kali, bentrokan yang terjadi berujung pada persidangan adat yang seharusnya kami adalah korban malah menjadi pesakitan dengan tekanan massa yang sangat mengintimidasi tak terelakkan. Penertiban Pos Lintas Batas (PLB) Entikong yang dimulai satu setengah tahun yang lalu memang membuat Entikong bergejolak. Bahkan, efeknya bukan hanya di Indonesia tapi negara tetangga Malaysia pun merasakannya. “Land Port” di Tebedu Malaysia pun menjadi sepi dan akan ditutup sehingga buruh di sana yang mayoritas orang Indonesia kehilangan lapangan pekerjaan. Hal ini memicu tumbuh suburnya inang-inang yang diupahi para cukong pemilik barang. Inang-inang memanggul barang-barang yang dibongkar di Zona Netral, tepat di depan gerbang PLB untuk menghindari kewajiban pabean. Upah ratusan ribu sehari untuk setiap orang menjadikan jumlah inang-inang bak jamur di musim hujan. Tak hanya laki-laki tapi juga emakemak yang bahkan jumlahnya lebih banyak. PLB yang seharusnya steril selayaknya bandara masih sebatas angan-angan. Tak hanya melintasi jalan PLB, inang-inang pun tak segan merusak pagar pembatas kiri kanan PLB lalu menaiki bukit demi menghindari kami. Problematika PLB tak hanya inang-inang, ada orang-orang yang merasa punya pengaruh, tak segan-segan melajukan kendaraannya menerobos memutus rantai besi pembatas bahkan tak peduli meskipun

82

sudah kami hadang. Mereka pun memprovokasi massa untuk berdemo dengan tak lupa membawa mandau yang sering dikeluarkan dari sarungnya. Dan puncak provokasi itu diarahkan ke SARA dengan menghembuskan isu bahwa Bea Cukai menghina suku Dayak, sehingga tak kurang dari 31 kepala suku malam itu mendatangi kantor. Untuk mengamankan kantor ratusan personel polisi dipimpin

langsung

Kapolres

Sanggau

memfasilitasi

menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi. Selama seminggu ratusan personel polisi menjaga keamanan kantor dan PLB, namun tak jua mengurangi kekhawatiran akan keselamatan kami. Demotivasi,

iya,

demotivasi karena

berbagai

tekanan

dan

ancaman

telah

mendera

kami.

Segala

upaya,

waktu, dan tenaga merumuskan segala pemecahan masalah di rapat yang tak

kenal

waktu dan lelah namun tak jua menampakkan hasilnya. Rekanrekan di Seksi Pabean, Seksi Perbend, dan Seksi P2 setiap harinya

83

berpeluh keringat bahkan bertaruh keselamatannya melayani dan mengawasi PLB. Kami di seksi KIP dan Subbag Umum berusaha menjemput bola membangun kesadaran masyarakat akan aturan, sampai-sampai kami harus mengunjungi desa yang hanya bisa ditempuh dengan perahu selama tujuh jam perjalanan. Satu hal yang menguatkan diri mengalahkan demotivasi, “Cari Rasa Syukurmu!”. Kalimat yang selalu Kepala Kantor ucapkan di setiap kesempatannya bersama kami. Alhamdulillah, kita bekerja di Bea Cukai karena betapa banyak orang yang tidak punya pekerjaan dan mendambakan jadi pegawai Bea Cukai, alhamdulillah,

kita

mempunyai

rasa

korsa

yang

saling

menguatkan, alhamdulillah kita ada rumah dinas sehingga tak perlu membayar sewa kos, alhamdulillah… alhamdulillah… dan alhamdulillah lainnya. Allah tak pernah mengingkari janji-Nya, barang siapa bersyukur maka Aku tambah nikmat-Ku. Tepat

dua

puluh

bulan

di

Entikong,

Allah

memindahkanku ke Bea Cukai Halim. Pelajaran syukur itupun tak pernah ku lalaikan. Rasa syukur menjiwai kerja sebagai niat ibadah hanya lillahi ta’ala. Setelah ku tunaikan amanah lebih dari 3 tahun di Bea Cukai Halim dengan penuh rasa syukur, kini Allah pun menambah nikmatku dengan amanah baru di Bea Cukai Meulaboh. Dan aku berjanji tak akan pernah berhenti mencari rasa syukurku!

84

Rasa

Syukur

menumbuhkan cinta padaNya yang mengejawantah di setiap langkah kerja sebagai

manifestasi

kesadaran akan takdir-Nya bahwa ini semua rencanaNya dan pasti ada hikmah dibaliknya. Aku hanya perlu “Lets do the Best, Let God do the Rest Lillahi Ta’ala”. “Kerja adalah cinta yang mengejawantah. Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta, hanya dengan enggan, maka lebih baiklah jika kau meninggalkannya. Lalu mengambil tempat di depan gapura candi, meminta sedekah dari mereka, yang bekerja dengan suka cita” - Kahlil Gibran --Selesai--

85

Di Batas Negeri Hanif Gustav

14

Berbicara mengenai batas, saya teringat cerita senior ketika masih kuliah tentang penempatan di batas negeri. Setelah menjalani perkuliahan dan lulus dengan IPK tiga koma, alhamdulillah, saya diberikan kesempatan untuk merasakan bekerja di batas negeri. Atambua, kota paling timur di Pulau Timor merupakan kota pertama pengabdian. Atambua, kota yang menjadi pemisah antara dua saudara dikarenakan kepentingan politik. Atambua, kota yang terkenal dengan istilah ‘sumber air su dekat’ dan Kolam Susuk. Bersama 13 orang rekan, saya menginjakan kaki di Atambua pada bulan Desember 2016, bersamaan dengan program

Penguatan

Reformasi

Kepabeanan

dan

Cukai.

Kedatangan kami di Atambua disambut dengan hujan deras, listrik padam, keran air tidak berfungsi dan sinyal telepon genggam hilang. Malam pertama di Atambua terasa sangat panjang. Atambua seolah menjadi pemisah antara status mahasiswa menjadi pekerja. Atambua mengajarkan kami untuk terbiasa menerima apa yang sudah ada dengan segala ketidakadaannya. Di hari pertama bekerja, kami disambut dengan baik oleh para pegawai serta diperkenalkan dengan tugas pokok dan fungsi Bea Cukai Atambua. Bea Cukai Atambua memiliki wilayah pengawasan meliputi 4 Kabupaten, yaitu Kabupaten Belu, Malaka,

86

Timor Tengah Utara dan Alor. Bea Cukai Atambua terkenal dengan jargon Special Border, karena memiliki wilayah kerja berhubungan langsung dengan perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Ada Sembilan Pos Lintas Batas Negara (PLBN), Kantor Bantu Pos Bea dan Cukai (KBPBC) dan Pos Pelayanan Bea dan Cukai (PPBC) di bawah pengawasan Bea Cukai Atambua. Lima dari Sembilan PLBN, KBPBC, dan PPBC berstatus aktif. Sisanya tidak aktif dikarenakan sulitnya medan, fasilitas yang belum memadai, dan intensitas pelintas batas yang rendah Lima PLBN, KBPBC dan PPBC yang berstatus aktif adalah PLBN Motaain, PLBN Motamasin, PLBN Wini, KBPBC Napan dan PPBC Turiskain. Konsentrasi Bea Cukai Atambua dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan dan pengawasan. Pelayanan yang disediakan, antara lain fasilitas Kartu Identitas Lintas Batas (KILB), barang bawaan penumpang dan pelintas batas, Surat Permohonan Membawa Kendaraan (SPMK), Ekspor dan Impor barang. Sedangkan dari segi pengawasan, konsentrasi Bea Cukai Atambua yaitu sarana pengangkut darat, barang bawaan penumpang dan pelintas batas, dan Patroli Laut. Dengan wilayah kerja yang besar, Bea Cukai Atambua saat itu terdiri dari 100 orang pegawai dengan komposisi 100% pegawai pria. Saya sempat merasakan bertugas di PLBN Motaain. PLBN Motaain merupakan PLBN dengan intensitas Pelintas Batas terbesar. Selain Pelintas Batas, PLBN Motaain juga memiliki intensitas ekspor, impor, dan permohonan membawa kendaraan terbesar.

87

Berbicara mengenai revolusi, maka berhubungan langsung dengan perubahan. Seiring dengan semangat Perubahan Reformasi Kepabeanan dan Cukai, Bea

Cukai Atambua

berkomitmen untuk melakukan perubahan dari segala lini. Melakukan perubahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan harapan pimpinan, pasti menemui hambatan. Kebiasaan yang sudah menjadi tradisi membutuhkan waktu yang tidak sebentar agar dapat dieliminasi oleh pimpinan Bea Cukai Atambua. Puncaknya, seiring dengan perpindahan tongkat kepemimpinan pada bulan Oktober tahun 2017, Bea Cukai Atambua melakukan revolusi besar-besaran terhadap pelayanan, pengawasan, kedisiplinan, integritas, dan penguatan mental pegawai. Mushola kantor perlahan mulai ramai. Pegawai muslim dihimbau untuk menghentikan pekerjaan dan salat berjamaah. Pegawai nonmuslim juga difasilitasi untuk mengadakan kegiatan kebaktian secara teratur. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan serta

menguatkan

mental pegawai. Selain penguatan mental

secara

spritualitas, pimpinan juga

menghimbau

kepada atasan pegawai untuk coaching,

memberikan mentoring,

dan counseling setiap Gambar: Doa bersama (instagram.com/bcatambua)

bulan.

Program

88

Pembinaan Keterampilan Pegawai (P2KP) juga diberikan secara teratur. Tujuannya adalah penguatan integritas dan peningkatan pengetahuan pegawai. Peningkatan disiplin dilakukan dengan menerapkan mesin fingerprint

untuk

absensi

kehadiran.

Penggunaan

mesin

fingerprint ini baru berjalan setelah sempat vacuum beberapa saat. Pegawai diawasi oleh unit Kepatuhan Internal secara berkala, melalui program pekan disiplin, bulan disiplin, dan inspeksi mendadak. Pemberian sanksi tegas sesuai peraturan perundang undangan bagi pegawai yang terbukti melanggar peraturan disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk meningkatkan keakraban dan kebugaran di antara pegawai, pimpinan memfasilitasi dengan pengadaan olahraga bersama setiap hari Jumat. Untuk melepas kejenuhan bekerja, diadakan pertandingan olahraga seperti tenis meja, voli dan basket lintas seksi. Terobosan baru yang dilakukan oleh pimpinan ini terbukti efektif untuk meningkatkan keakraban dan kebugaran pegawai. Di bidang pelayanan, Bea Cukai Atambua berkomitmen untuk terus memperbaiki dan memangkas waktu pelayanan. Sebagai contoh, proses pembuatan Surat Permohonan Membawa Kendaraan (SPMK) diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 menit. Seiring dengan peraturan yang selalu dinamis, dan untuk meningkatkan pemahaman pengguna jasa, Bea Cukai Atambua melakukan sosialisasi secara langsung kepada pengguna jasa dalam bentuk acara bertajuk coffee morning.

89

Rai Festival dan Coffe Morning KPPBC Atambua (sumber: instagram bcatambua)

Pelayanan diberikan lebih cepat, transparan dan bebas pungutan liar. Data tentang pekerjaan dan penerimaan Bea Cukai Atambua di-post di website resmi kantor atau dipaparkan secara tertulis di papan informasi, sehingga memudahkan masyarakat, pengguna jasa atau instansi lain terkait permintaan data di bidang kepabeanan atau cukai. Salah satu importir terbesar di Atambua bahkan menyatakan bahwa Bea Cukai Atambua merupakan instansi terbaik di Atambua saat ini disebabkan pelayananannya yang luar biasa. Hal ini merupakan pencapaian besar karena Bea Cukai Atambua tentu memiliki masa lalu yang kurang baik. Di saat Bea Cukai Atambua berbenah meningkatkan pelayanan dan pengawasan, unit penyuluhan masuk ke dalam masyarakat secara langsung, merangkul dan memberikan edukasi tentang tugas pokok dan fungsi Bea Cukai. Beberapa program yang dilakukan oleh Unit Penyuluhan terbilang baru, karena program ini efektif berjalan terhitung Tahun Anggaran 2018.

90

Beberapa program yang dilakukan oleh Unit Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Atambua adalah talkshow di radio setempat, customs goes to school, students go to customs, dan lain-lain. Selain itu, Unit Penyuluhan dan Layanan Informasi gencar melakukan sosialisasi peraturan kepabeanan dan cukai dengan cara baru yang tidak monoton dan membosankan. Sosialisasi peraturan tersebut dibuat dalam bentuk video pendek, dengan pemeran masyarakat sekitar, menggunakan bahasa dan kearifan lokal Atambua. Alhasil, sosialisasi peraturan mampu menarik animo masyarakat dan peraturan jadi lebih mudah untuk dipahami. Dalam kehidupan sosial, Bea Cukai Atambua hadir sebagai instansi yang bersahabat. Kegiatan kedaerahan Atambua yang dulunya bukan concern kantor, sekarang digalakan oleh pimpinan. Undangan acara adat atau festival kedaerahan sudah menjadi agenda yang wajib dihadiri oleh petugas Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Atambua. Strategi baru ini, terbilang anti-mainstream tetapi terbukti ampuh dalam meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Bea Cukai. Diharapkan strategi ini kedepannya mampu merubah sedikit demi sedikit persepsi masyarakat tentang Bea Cukai. Semangat Reformasi Kepabeanan dan Cukai menjadi dasar bagi Bea Cukai Atambua untuk terus menerus melakukan revolusi di segala lini. Seiring dengan pesan Menteri Keuangan untuk jangan pernah lelah mencintai negeri ini. Meski harus terpisah jarak dan waktu dari keluarga tercinta, pulang ke rumah dua kali dalam setahun, kami tetap ikhlas mengemban amanah yang dipercayakan kepada kami.

91

Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada di kota Atambua, diiringi oleh semangat reformasi serta komitmen Bea Cukai Atambua untuk melakukan revolusi secara terus menerus, bukan tidak mungkin bahwa program pembangunan dari pinggiran dapat terlaksana untuk perubahan terus menerus ke arah yang lebih baik untuk Bea Cukai makin baik. --Selesai--

92

Kapal Klotok Ahmad Fauzi

15

Di penghujung November 2018 lalu, sebuah angin segar datang membawa kabar gembira. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK),

sebagai

satu-satunya

lembaga

independen

yang

melakukan pengawasan dan pemberantasan atas tindak pidana korupsi, merilis hasil survei penilaian integritas Tahun 2017. Dari survei itu, tersebutlah nama instansi DJBC sebagai penerima peringkat ketiga di bawah Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kabupaten Badung. Seluruh pegawai DJBC tentunya merasa senang dan bangga dengan menyebarluasnya kabar itu. Timeline media sosial, dari akun resmi kantor sampai akun pribadi para pegawai, tidak hentinya ikut memeriahkan euforia dengan postingan tentang capaian itu. Kebanggaan tersebut bukan muncul karena sekadar ingin pamer prestasi melainkan tentang bagaimana usaha-usaha para pegawai DJBC dalam menjaga dan mengawal keuangan negara telah berhasil mendapat pengakuan dan apresiasi. Bukan hal yang mudah untuk menjaga diri dan instansi dari banyaknya pengaruh yang bisa merusak integritas. DJBC dengan segala komitmennya membuktikan bahwa hal itu bukan hanya sekedar keniscayaan tetapi merupakan sesuatu yang dapat benar-benar dipertunjukkan pada orang banyak. Seorang esais Amerika Serikat, dosen, penyair, dan pemimpin gerakan transendentalisme pada pertengahan abad ke19, Ralph Waldo Emerson, pernah menuliskan di dalam sebuah

93

esainya bahwa ‘Pekerjaan besar biasanya menjadi milik orangorang yang membuktikan kemampuan mereka dalam mengatasi hal-hal kecil’. Sesuai dengan kalimat tersebut, segala hal yang besar selalu diawali dengan hal-hal kecil yang dilakukan secara terus menerus dan konsisten. Seorang pujangga melahirkan prosaprosa dan puisi-puisi yang indah bukan dari hasil buah pikir semalam saja melainkan dari berbagai pemikiran yang dia temui dari hal lain di luar dirinya dan dari banyak latihan untuk merangkai kata-kata sedikit demi sedikit. Pun seorang yang jujur tidak serta merta memperoleh kejujurannya secara langsung. Seperti tanaman yang harus dijaga, dirawat, dan diberi makan, kejujuran akan tumbuh dan tetap bertahan jika dimulai dengan hal-hal kecil dan kemudian dibiasakan secara terus menerus. Sejak 2017, Kementerian Keuangan sudah mengusung integritas sebagai salah satu nilai yang harus dipegang teguh dan dimiliki oleh setiap jajaran pegawainya. Nilai-nilai tersebut tentunya diperoleh dari value yang telah dibangun lama oleh tiap instansi di bawah naungan Kementerian Keuangan. Kemudian disusul oleh DJBC yang menelurkan budaya kerjanya dengan mengusung slogan ‘KLIK-Jujur’ yang merupakan akronim dari Korsa, Loyal, Inisiatif, Korektif, dan Jujur. Integritas bisa dimulai dari banyak hal-hal kecil yang bisa dilakukan dalam keseharian di kantor. Seorang pegawai datang ke kantor tepat waktu, seorang pelaksana memberikan laporan kepada atasan secara detail tanpa ada hal yang disembunyikan, ataupun seorang atasan yang memberikan teladan yang baik tentang kejujuran kepada bawahannya. Integritas adalah

94

kesesuaian antara hati, perkataan, dan perbuatan. Integritas akan sejalan dengan hati yang jujur dan pelaksanaan tugas yang sesuai dengan aturan. Moto KPPBC TMP C Ketapang ‘Sinergi dalam Mengawasi, Melayani Sepenuh Hati’ kemudian menjadi dasar dan pecut penyemangat bagi para pegawai KPPBC TMP C Ketapang dalam melaksanakan tugas abdi negaranya. Intensitas dan volume kerja di KPPBC TMP C Ketapang memang tidak begitu banyak, mulai dari pelayanan kepada pengguna jasa, pengawasan barang ekspor dan impor, penegahan barang kena cukai ilegal, hingga mengumpulkan penerimaan negara. Meskipun begitu, dengan memegang teguh moTto tersebut, seluruh pelaksanaan tugas bisa dengan mudah diselesaikan dengan sebaik-baiknya berbekal integritas yang sudah digenggam erat, hati yang mantap dalam melayani, serta action yang tidak mengenal ‘tapi’ dalam mengawasi. Pada pelaksanaan tugas seperti pengawasan pemuatan barang ekspor di luar kawasan pabean. Ketika surat tugas sudah diterbitkan oleh kepala kantor, maka tugas tersebut sudah menjadi kewajiban bagi pelaksana yang harus diselesaikan. Kesiapan yang ditunjukkan pada perkataannya harus diikuti dengan niat yang tulus dan pelaksanaan tugas yang sebenarbenarnya. Pengawasan muat barang eskpor di luar kawasan pabean di wilayah kerja KPPBC TMP C Ketapang terbilang cukup berat mulai dari jarak tempuh, rentang waktu pelaksanaan tugas, serta resiko yang harus dihadapi oleh pelaksana tugas. Pengawasan muat yang paling sering dilakukan adalah di wilayah Kendawangan dan Kelampai dengan jarak tempuh dari kantor kurang lebih sekitar 3-4 jam perjalanan. Sesampainya di

95

sana, petugas pun harus menumpang kapal klotok kecil untuk menuju sarana pengangkut atau kapal (Mother Vessel) yang berada di tengah laut. Perjalanan dari dermaga sampai ke kapal rata-rata memakan waktu 3-4 jam. Beruntung jika ombak laut dalam keadaan tenang, namun kondisi ombak laut lebih sering tidak seperti yang diharapkan. Selain jarak tempuh yang cukup jauh hingga sampai ke kapal, petugas juga harus berhadapan dengan ombak laut yang cukup bergelombang. Selain itu, ratarata pelaksanaan tugas pengawasan muat terbilang cukup lama yaitu selama kurang lebih tujuh hari. Selain itu, selama pelaksanaan tugas tersebut, petugas juga harus stand by di kapal lokasi pemuatan.

Kendala-kendala lain kadang muncul menghampiri pada pelaksanaan tugas tersebut. Cuaca yang tidak bersahabat sehingga proses muat barang ekspor bisa memakan waktu lebih lama dari perkiraan dan menambah tinggi gelombang laut, kekurangan pasokan makanan di kapal sehingga harus betah makan mie instan untuk berhari-hari, mesin kapal klotok yang tiba-tiba rusak di tengah laut sehingga terjebak di tengah lautan

96

dengan kondisi terombang-ambing oleh ombak selama berjamjam, bahkan kendala-kendala lain yang tidak bisa diprediksi. Hal-hal tersebut juga berlaku pada Pengawasan Timbun dan Bongkar Barang Impor di Luar Kawasan Pabean. Lokasi terjauh dalam pelaksanaan tugas ini adalah di daerah Air Hitam. Jarak tempuh dari kantor hingga ke lokasi penimbunan kurang lebih sekitar 6-7 jam perjalanan. Jarak itu ditempuh dengan jalur darat melewati perkebunan sawit yang luas dan jalur sungai menggunakan

perahu

penyeberangan

kecil.

Selain

itu,

pengawasan penimbunan di lokasi tersebut bisa memakan waktu selama hampir 28 hari (empat minggu). Dengan jarak yang jauh, rute yang cukup ekstrim, serta lamanya pelaksanaan tugas menuntut petugas untuk bisa menata hatinya sendiri agar siap menyelesaikan tugas hingga tuntas. ‘Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit’. Semua pekerjaan yang kami lakukan di kantor kecil ini memang terlihat sepele dan tidak seberapa dibandingkan dengan volume dan intensitas kerja di kantor-kantor lain. Akan tetapi, prinsip yang selalu kami pegang teguh dan nilai-nilai yang kami genggam kuat di tiap pelaksanaan tugas menjadi bekal yang sempurna dalam menjaga dan menumbuhkan integritas. Proses menata hati untuk selalu siap dengan perintah dan tahan dari segala pengaruh negatif adalah upaya kami untuk menjaga integritas diri sendiri dan instani kami. Kami percaya bahwa langkah-langkah kecil yang kami lakukan adalah bagian dari perubahan besar yang saat ini sedang membesarkan tubuh dan martabat DJBC menjadi instansi yang makin baik dari waktu ke waktu. --Selesai--

97

Stopper Hardika Dwi Ambarwati

16

Dengan kantor yang baru seumur jagung (resmi berdiri pada tanggal 1 Juli 2015), Zaky Firmansyah Kepala KPPBC TMP B Kualanamu

periode

2015-2017,

berinisiatif

mewujudkan

penguatan reformasi kepabeanan melalui kepatuhan penggunaan Customs Declaration di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara. Dengan motto ‘profesionalisme’, Kepala Kantor mendorong para pegawainya untuk bekerja keras menegakkan peraturan tersebut agar proses pelayanan kepada penumpang dapat berjalan secara efektif dan efisien. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan masih banyak penumpang yang belum paham mengenai kewajiban pengisian Customs Declaration secara lengkap dan benar. Banyak penumpang masih salah persepsi. Mereka menganggap bahwa hanya Warga Negara Asing (WNA) dan orang yang mempunyai bagasi saja yang wajib mengisi Customs Declaration. Mereka juga beralasan tidak membawa bolpoin atau tidak mendapatkan formulir Customs Declaration. Selain itu, tidak sedikit pula mereka yang paham, namun tetap tidak mengisi Customs Declaration. Alhasil, banyak penumpang yang merasa kerepotan karena ditahan petugas Bea Cukai dan diminta untuk mengisi Customs Declaration di terminal kedatangan internasional. Dulu, keberadaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188 tahun 2010 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang, sejatinya menjadi dasar untuk

98

mendorong

penegakan

kepatuhan

penggunaan

Customs

Declaration di Indonesia. Hal ini selanjutnya memaksa kepala kantor menugaskan para pegawai KPPBC TMP B Kualanamu untuk menjadi stopper di terminal kedatangan internasional. Stopper ini bertugas memastikan apakah penumpang sudah mengisi Customs Declaration secara lengkap dan benar atau belum. Penumpang yang belum mengisi Customs Declaration, tentunya akan diminta untuk mengisinya terlebih dahulu oleh stopper sebelum keluar.

(Dokumentasi Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Tanggal 03 Oktober 2017)

Berdasarkan Surat Tugas (ST) Kepala KPPBC TMP B Kualanamu yang dikeluarkan setiap bulan, stopper bertugas secara bergantian dengan jadwal kerja shift pagi pukul 07.30 s.d 17.00 dan shift malam pukul 17.00 s.d 07.30. Sebelum masuk shift malam, petugas harus tetap bekerja di kantor sesuai jam kerja normal.

Sesuai

kesepakatan,

pegawai

yang

baru

saja

melaksanakan shift malam diberi toleransi waktu istirahat hingga

99

pukul 09.00 sebelum kembali bekerja di kantor keesokan harinya. Pada hari Sabtu, Minggu, dan tanggal merah pun stopper secara bergiliran tetap masuk sesuai jadwal kerja. Komitmen untuk mau bekerja

keras

bersama-sama

mengharuskan

mereka

mengikhlaskan waktu liburnya. Stopper harus memiliki kesabaran yang tinggi. Banyaknya pesawat yang mendarat di Bandara Internasional Kualanamu mengharuskannya berdiri berjam-jam untuk menertibkan penumpang dalam hal pengisian Customs Declaration. Stopper harus tetap siaga hingga last flight (pukul 23.10 apabila pesawat tepat waktu), terlebih lagi dalam menghadapi penumpang dengan beraneka ragam emosi. Stopper harus bisa ‘memaksa’ para penumpang di terminal kedatangan internasional untuk mengisi Customs Declaration secara lengkap dan benar. Pemaksaan ini terkadang mengganggu kenyamanan penumpang yang merasa lelah, terburu-buru ingin pulang atau pun yang memang enggan mengisi Customs Declaration. Hal tersebut kerap kali membuat stopper terkena amarah maupun kritikan dari penumpang. Bea Cukai Kualanamu juga menempatkan para petugas di Customs

Information

Desk

(CID)

terminal

kedatangan

internasional untuk melayani penumpang yang membutuhkan informasi tentang kepabeanan. Stopper akan mengarahkan penumpang ke CID untuk mendapatkan petunjuk terkait pengisian Customs Declaration. Kepatuhan

penumpang

pada

pengisian

Customs

Declaration sebetulnya dapat memperlancar tugas pengawasan dan pelayanan petugas Bea Cukai. Keberadaan Customs

100

Declaration mempermudah pengawasan bagi penumpang yang membawa barang pribadi berkategori HVG (High Value Good) dengan

nilai

pabean

paling

banyak

FOB

USD500.00

(lima ratus United States Dollar) dan/atau barang dagangan. Selain itu, Customs Declaration juga membantu petugas Bea Cukai melakukan pengawasan terhadap barang-barang lartas (barang yang terkena larangan dan pembatasan), seperti rokok dan minuman keras. Dalam hal pelayanan, Customs Declaration dapat mempercepat proses administrasi terkait pembayaran pajak atau proses penindakan barang-barang yang melebihi ketentuan dan pembatasan. Di sisi lain, Customs Declaration yang telah diisi secara lengkap dan benar dapat memperlancar arus penumpang karena petugas tidak harus menahan penumpang untuk kembali melengkapi form Customs Declaration-nya. Setali tiga uang, Bagus Nugroho Tamtomo Putro, penerus kepemimpinan KPPBC TMP B Kualanamu mantap meluncurkan inovasi platform online dari Customs Declaration pada 2 Juli 2018. Customs Declaration Online dapat diisi kapan pun (sesuai dengan jadwal tiket yang dimiliki) sebelum penumpang tiba di terminal kedatangan internasional dan dimana pun melalui berbagai gawai. Di era yang serba canggih ini, pemanfaatan gawai yang kini hampir digunakan oleh semua kalangan dirasakan merupakan strategi jitu untuk meningkatkan kepatuhan penumpang terhadap pengisian Customs Declaration. Keberadaan inovasi ini menuntut petugas Bea Cukai untuk belajar dan meningkatkan kapabilitasnya terhadap teknologi. Pegawai Bea Cukai harus lebih lihai memahami teknologi yang menunjang penggunaan Customs Declaration

101

Online. Pada akhirnya, tuntutan tersebut mendorong para pegawai Bea Cukai untuk lebih ‘melek’ teknologi.

(Sumber: Akun Instagram @bckualanamu)

Lahirnya Customs Declaration Online ini merupakan bentuk dukungan nyata atas komitmen Bea Cukai Kualanamu dalam melaksanakan reformasi kepabeanan. Customs Declaration Online menciptakan pelayanan yang lebih efektif, mudah, dan cepat sehingga sedikit banyak dapat meningkatkan citra pemerintah terkait pelayanan publik yang lebih baik di mata dunia internasional. Aplikasi Customs Declaration Online besutan KPPBC TMP B Kualanamu pun turut menyumbang keberhasilan KPPBC TMP B Kualanamu sebagai juara I kategori Kantor Pelayanan Terbaik Tahun 2018 di lingkungan Kementerian Keuangan. Aplikasi Customs Declaration Online yang ramah gender ini (dapat diakses oleh laki-laki dan perempuan dari semua kalangan) juga berhasil mendukung KPPBC TMP B Kualanamu

102

menjadi Juara II Lomba Implementasian Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Kementerian Keuangan Tahun 2018. Sejatinya, seluruh pegawai Bea Cukai mampu menjadi pelopor reformasi kepabeanan, layaknya segenap pegawai di KPPBC TMP B Kualanamu, salah satunya dengan turut aktif menegakkan peraturan atau pun mengembangkan inovasi yang dapat meningkatkan kepatuhan peraturan kepabeanan dari berbagai aspek. Berkaca pada komitmen yang sungguh-sungguh, semua hal dapat dilakukan untuk mengantar Bea Cukai lepas landas menuju Bea Cukai makin baik. --Selesai--

103

Dari Tabung Reaksi ke Palka Kapal Rossy Amal Sholih

17

Objek pengawasan Bea Cukai sesuai UU Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 adalah barang yang masuk dan keluar daerah pabean. Pengawasan terhadap barang tersebut di antaranya adalah mengetahui jumlah dan jenis barang. Penentuan jumlah dan jenis ini selanjutnya digunakan untuk proses pemeriksaan kebenaran pemberitahuan klasifikasi dan nilai pabean serta tindakan kepabeanan lainnya. Agar dapat melakukan pekerjaan kepabeanan dengan baik, pejabat Bea Cukai harus dapat melakukan pengukuran jumlah dan penentuan jenis barang dengan baik. Khusus untuk pengukuran jumlah barang impor dan ekspor, pejabat Bea Cukai harus mempunyai kemampuan yang baik dalam melakukan pengukuran jumlah barang dalam berbagai bentuk dan sarana atau kemasannya. Kami melihat bahwa pengukuran jumlah barang, khususnya curah padat, cair, dan gas baik di tangki timbun, di dalam kapal atau di lapangan penumpukan belum dilakukan secara maksimal. Di beberapa workshop atau rapat kerja masih terjadi kendala terhadap pengukuran barang curah tersebut, sebagian besar cenderung menggunakan hasil pengukuran yang dilakukan oleh surveyor. Penyebab utamanya adalah belum adanya diklat khusus terkait, baik pelatihan yang diadakan oleh Pusdiklat Bea

104

Cukai atau pun pelatihan yang dilakukan secara mandiri oleh kantor pelayanan atau wilayah terkait. Ada beberapa kegiatan workshop yang memasukkan materi draught survey, namun waktu pembelajarannya terlalu singkat, materi tidak cukup lengkap, serta pematerinya berasal dari surveyor yang seharusnya diawasi oleh Bea Cukai. Laboratorium Bea Cukai Jakarta yang saat itu masih bernama Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) mencoba berinisiatif untuk mempelajari ilmu draught survey yang terkesan menjadi domain surveyor selama ini. Target mempelajari draught survey adalah memperoleh secara utuh semua hal yang terkait dengan pengukuran barang curah baik proses, ketentuan, sertifikasi terkait, serta dapat menyampaikan kepada internal Bea Cukai meskipun kegiatan tersebut di luar tugas pokok dan fungsi Laboratorium Bea Cukai Jakarta. Hal pertama yang dilakukan Laboratorium Bea Cukai Jakarta adalah menelusuri lembaga yang menyediakan jasa pelatihan draught survey bagi surveyor. Hingga akhirnya, kami menemukan sebuah lembaga bernama AISI, akronim dari Asosiasi Independent Surveyor Indonesia. Mulanya, pihak AISI menolak permintaan kami untuk mengikuti pelatihan draught survey. Alasannya karena pelatihan draught survey selama ini hanya diperuntukkan untuk para surveyor. Namun, kami memiliki argument yang kuat bahwa Bea Cukai secara hukum memiliki wewenang untuk pemeriksaan barang ekspor dan impor, tak terkecuali barang curah. Pada akhirnya, pihak AISI pun bersedia mengikutsertakan Bea Cukai untuk menjalani pelatihan.

105

Aku satu pegawai

Rossy,

salah

yang dipilih

untuk mengikuti pelatihan tersebut

untuk

pertama

kalinya. Saat pertama tahu bahwa aku ditugaskan untuk mengikuti pelatihan, terlintas sedikit keraguan. Selama ini, aku begitu akrab dengan tabung reaksi, erlenmeyer, buret, pipet bahkan sejak masa kuliah dulu. Semua itu ibarat senjata yang aku gunakan untuk menyelesaikan aneka jenis sampel termasuk barangbarang curah seperti konsentrat juga crude palm oil. Tapi kali ini, aku harus menjumpai barang-barang tersebut langsung di atas kapal dan menghitungnya, serta beban lain untuk menguasai ilmu yang berbeda dari yang diperoleh selama bangku sekolah dan selama bekerja di Laboratorium Bea Cukai Jakarta. Baiklah, ini yang dinamakan continuous improvement, persis apa yang selalu dipesankan bapak Kepala Balai. Keraguan lain yang terlintas adalah posisi surveyor yang selama ini diawasi Bea Cukai. Namun, bapak Kepala Balai memberikan wejangan agar aku dapat menyerap ilmu dengan baik dan memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh instansi dengan sebaik-baiknya pula. Seketika, aku teringat sebuah pesan baik: Dengarlah apa yang disampaikan, jangan melihat siapa yang menyampaikan.

106

Senin pagi, aku tiba tepat waktu pukul 08.00 WIB dan rekan-rekanku yang lain sesama Bea Cukai telah berada di tempat pula. Inilah yang membuatku bangga menjadi bagian dari Bea Cukai: disiplin adalah identitas kami. Pelatihan dibuka dengan sambutan dari Ketua Asosiasi Independent Surveyor Indonesia. Beliau menyampaikan selamat datang kepada kami sebagai peserta baru yang berasal dari lembaga pemerintahan. Seketika, para peserta melihat kami dengan air muka keheranan. Ya, kami menjadi yang pertama berlatih draugt survey selain surveyor. Umumnya, peserta pelatihan adalah mereka yang telah terlebih dahulu bekerja di pelabuhan, serta menjadikan pelatihan ini hanya sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikat. Sedangkan, kami yang mayoritas berlatar pendidikan Kimia atau Farmasi mempelajari draught survey dari nol. Mata pelajaran pertama, pengenalan jenis kapal dengan spesifikasinya yang berkaitan erat dengan jumlah muatan. Aku tak memiliki gambaran apa pun tentang jenis-jenis kapal sebelumnya, naik kapal ferry pun belum pernah. Waktu istirahat tiba, peserta lain meninggalkan kelas untuk makan siang, salat, dan bersantai, sedangkan aku dan rekan-rekan Bea Cukai lainnya setelah salat segera kembali ke kelas untuk berdiskusi. Kami membahas ulang soal-soal yang diberikan dan mengumpulkan beberapa pertanyaan untuk hal yang belum kami mengerti dan menanyakannya setelah jam istirahat usai. Beruntungnya, pengajar bersedia memaklumi dan menjawab semua pertanyaan kami dengan tuntas. Mata

pelajaran

kedua

yang

kami

terima

yakni

penghitungan jumlah fisik barang. Inilah materi pokok dalam

107

draught survey. Perhitungannya melibatkan banyak rumus-rumus baru dan tentu saja berbeda dengan stoikiometri, fisika, kimia, atau persamaan reaksi. Pembelajaran berlanjut dengan studi kasus untuk menghitung jumlah barang dalam kapal, setelah 4 jam materi. Rata-rata, peserta lain mampu menyelesaikan soal dalam waktu 30 menit, sedang kami menyelesaikan 15 menit lebih lambat. Begitu juga di akhir jam, hampir seluruh peserta menyelesaikan soal dan meninggalkan kelas pukul 17.00 WIB dan lagi-lagi kami tertinggal hingga menjelang magrib. Pada malam hari, aku kembali mengulang materi yang telah diberikan di kelas. Aku tak mau kalah dari mereka para surveyor, aku pun membuat catatan kumpulan rumus yang rapi dan ringkas untuk mempermudah belajar. Tidak terasa, jam menunjukkan pukul sebelas, mataku sudah digelayuti kantuk. Kututup materi-materi yang tadi kupelajari ulang dan bersiap belajar hal baru di hari kedua. Aku berharap, besok kami bisa mengikuti pembelajaran dengan lebih baik dan mampu menyerap informasi sebanyak mungkin. Benar saja, di hari kedua pelatihan, kami sudah mampu mengikuti dan membaur dengan peserta lain. Bahkan salah satu dari mereka tak sungkan bercerita tentang pengalamannya bekerja sama dengan Bea Cukai di lapangan. Dengan terang, ia mengatakan selama ini di lapangan, Bea Cukai hanya menerima hasil perhitungan barang curah berupa Laporan Surveyor (LS), tanpa menghitung kembali. Kami menganggukkan kepala namun dalam hati bertekad bahwa setelah pelatihan ini tidak akan mengekor Laporan Surveyor lagi. Hari terakhir pelatihan diisi dengan ujian akhir. Kertas ujian memuat 7 soal yang terdiri dari 5 soal esai dan 2 soal isian

108

dalam yang harus diselesaikan dalam waktu 90 menit. Aku percaya diri, begitu juga yang terlihat pada teman-temanku yang lain. Kami mampu memanfaatkan waktu 90 menit serta menyelesaikan semua soal dengan baik. Karena pada hari yang sama hasil ujian diumumkan, aku dan ketiga rekan lainnya dari Bea Cukai lulus dan dinyatakan kompeten dengan sertifikat draught survey. Sepulang pelatihan, aku pun membagikan pengetahuan ini melalui Program Pembinaan Keterampilan Pegawai (P2KP). Dua kemudian,

bulan pada

Oktober 2016, aku ditugaskan

oleh

kepala kantor untuk menjadi narasumber dalam

Lokakarya

Pengambilan Contoh dan

Pengukuran

Jumlah Komoditas Mineral, CPO, dan Turunannya di BDK Balikpapan. Lokakarya tersebut adalah kali pertama aku mengajarkan draught survey di luar kantor. Lokakarya tersebut dihadiri oleh 30 peserta yang merupakan perwakilan

dari

pegawai Bea Cukai seluruh Indonesia. Dalam lokakarya tersebut, selain pemaparan materi, aku juga diminta untuk mempraktikkan langsung ke lapangan. Awalnya aku sedikit gugup karena sebelumnya AISI tidak memberikan pelatihan langsung di lapangan. Meski demikian, dengan teori yang sudah aku pelajari, cara mempraktikkannya relatif mudah. Para peserta pun mampu

109

menangkap penjelasanku, terlihat dari antusiasme dan keaktifan mereka. Bahkan salah satu peserta menghubungiku dan menyatakan bahwa pelatihan yang aku sampaikan sangat bermanfaat dan menunjang pekerjaan sehari-hari. Pelatihan draught survey ini disambut baik oleh kantor pelayanan,

beberapa

kantor

bahkan

mengirimkan

surat

permintaan menjadi narasumber Lokakarya Draught Survey. Langkah ini juga diikuti dengan munculnya inovasi pemanfaatan teknologi seperti calculator sounding yang dibuat oleh KPPBC Tipe A Dumai, dengan intensitas komoditas CPO di daerah pengawasaannya. Begitu pun usai lokakarya di Ambon dalam rangka Rakorwil P2 se-Kantor Wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat, Kepala KPPBC TMP C Babo turut bersemangat mengembangkan suatu aplikasi yang dinamakan excel draught survey. Sekarang, dari hasil draught survey, jumlah barang curah dapat diketahui dengan pasti dan beberapa di antaranya harus dikenakan tambah bayar atas pemberitahuannya. Masih banyak pengalaman yang aku dapatkan selama mengajar draught survey. Meski belajar ilmu yang benar-benar berbeda dengan bidangku, namun aku memperoleh banyak hikmah bahwa segala sesuatu yang sulit termasuk ilmu pengetahuan pasti bisa dikuasai asalkan kita memiliki tekad dan usaha yang kuat. Aku tak pernah membayangkan diriku yang mulanya hanya memegang tabung reaksi di laboratorium akan naik kapal, namun dengan ilmu draught survey, aku tak hanya menaikinya bahkan mampu mengukur muatan dan memberikan pelatihan kepada pegawai Bea Cukai. Saat ini, kami dengan tujuh orang

110

pegawai Laboratorium Bea Cukai yang telah tersertifikasi draught survey telah memberikan pelatihan draught survey kepada 700 pegawai Bea Cukai di seluruh Indonesia. Kebahagiaan tersendiri yang selalu aku inginkan adalah menjadi manusia berilmu yang bermanfaat untuk orang lain. Semangat, sehat, berprestasi, begitu moto hidupku. Aku berharap semakin banyak para pegawai Bea Cukai yang mempunyai kemampuan dalam draught survey. Kita harus bersatu padu untuk membuktikan diri bahwa Bea dan Cukai adalah pengawas ekspor dan impor yang paripurna. --Selesai--

111

NPP & Bea Cukai Soetta Manna Subastian

18

Pernah satu ketika, di sekitar akhir tahun 2007, dua penumpang

pesawat

China

Airlines

dengan

paspor

berkewarganegaraan Republik Rakyat China dibawa ke Posko Delta untuk dilakukan pemeriksaan karena diduga membawa barang yang dilarang. Barang tersebut disembunyikan dan disamarkan penyimpanannya dengan cara dikemas ulang dengan bungkus teh cina. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap bungkusan tersebut, didapati butiran berwarna putih berbentuk seperti penyedap rasa (MSG). Merujuk pada proses pemeriksaan lebih lanjut, hasil gambar x-ray terhadap barang tersebut adalah berwarna hijau dan bertekstur halus. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan narkotest tidak menunjukan adanya zat-zat atau campuran yang termasuk ke dalam jenis narkotik, psikotropika maupun prekursor manapun. Akhirnya keesokan harinya setelah melalui pengujian Laboratorium BPOM, dapat diketahui zat tersebut adalah ketamine yang biasa dipakai dokter hewan untuk membius anjing. Pernah juga di waktu yang lain, kira-kira setengah tahun sebelum penangkapan ketamine tersebut, melalui kombinasi antara pengalaman Pegawai Senior (angkatan 1984 ke atas) dan semangat pegawai baru, yang tergabung dalam Tim Gabungan BC Soetta dan CNT Kantor Pusat, akhirnya berhasil melakukan pengungkapan pertama. Walaupun hanya sebatas menangkap

112

pemakai saja (ditemukan alat untuk pakai dan sisa pemakaian) tetapi

mampu

membangkitkan

kesadaran

kita

bahwa

penyeludupan ini nyata dan juga membuka jalan pikiran kita bahwa pengungkapan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor (NPP) via bandara bukan hal yang mustahil dan bisa dilakukan. Setelah operasi bersama tersebut, para petugas semakin fokus dan bersemangat. Tidak lama setelah itu BC Soetta berhasil melakukan penggagalan penyeludupan NPP yang disembunyikan di rongga spare part mesin pabrik (sejenis tabung vakum) asal penerbangan dari China. Penindakan ini berawal dari hasil kecurigaan dari gambar hasil pencitraan x-ray. Berbekal dukungan dari pimpinan, kami akhirnya melakukan tindakan terhadap barang tersebut, yakni dengan cara membongkar hingga merusaknya guna mengetahui isinya. Setelah dibongkar, didapati bungkusan hitam yang berisi NPP jenis shabu. Pada

awal

penggagalan

penyeludupan

shabu,

kebanyakan barangnya berasal dari negara Tiongkok dengan menggunakan kurir WN mereka sendiri atau Taiwan. Modus yang dipakai kebanyakan adalah menyembunyikan di sela-sela rongga mesin atau spare part, tempat persembunyian (false concealment) dan mengemas ulang bungkus makanan (repacking). Skema penyeludupannya tergolong baru dengan menambah negara produsen asal barang yaitu Taiwan atau China (sebelumnya Birma, Laos, Thailand, Pakistan, Afghanistan ataupun Negara Amerika

Selatan)

termasuk

juga

modus

dan

metode

penyeludupannya.

113

Kasus seorang TKW asal penerbangan dari Malaysia membawa laptop dengan berisi tablet bekas swallower berisi Kokain dan disimpan di dalam Laptop

Akhirnya,

BC

Soetta

mulai

rutin

menggagalkan

penyeludupan. Kemudian ketika awal-awal tahun 2008, pada saat itu petugas BC berhasil mengungkap penyeludupan shabu di Koper bawaan salah satu penumpang warga negara RRC melalui pesawat Cathay Pasific asal Hong Kong. Kebetulan pada saat kejadian tersebut, salah satu petugas BC senior ada yang bisa berbahasa Mandarin. Dengan adanya penerjemah, maka BC Soetta

mencoba

untuk

melakukan

wawancara

terhadap

penumpang tersebut untuk mendapati berbagai macam informasi yang mungkin akan berguna. Didapati informasi bahwa dia dibayar oleh seseorang di China untuk membawa koper tersebut dengan imbalan sebesar 12.000 CNY atau sekitar 15 jutaan rupiah (Kurs RMB 1200-1300 saat itu) dan informasi lainnya adalah akan ada penjemput yang menunggu di Luar terminal begitu dia mendarat di Bandara Soetta. Lalu petugas BC di lapangan melakukan briefing singkat untuk

menentukan

langkah

selanjutnya

dan

kemudian

melaporkan kepada atasan. Dan diambil kesepakatan bahwa petugas akan melakukan pengawasan tertutup di luar terminal D

114

dengan berkoordinasi dengan Polres Bandara Soetta (waktu itu masih Polsek). Kemudian penumpang tersebut diberi penjelasan dan ditawarkan untuk kerjasama dengan petugas. Setelah setuju penumpang tersebut diberi arahan oleh penerjemah untuk teknis pada saat keluar dari pemeriksaan pabean. Setelah menunggu tidak lama, bersama dengan Polres Bandara

Soetta,

kegiatan

operasi

bersama

ini

berhasil

mendapatkan orang yang menjemput penumpang tersebut. Atas keberhasilan inilah dan keberhasilan-keberhasilan operasioperasi selanjutnya, maka aparat penegak hukum lain seperti Polisi dan BNN terus mengikutkan BC untuk ikut berpartisipasi dalam operasi narkotik asal Luar Negeri baik dalam giat penyerahan dibawah pengawasan atau lazim disebut Controlled Delivery, serta pengungkapan Jaringan. Dengan adanya controlled delivery sebagai pekerjaan tindak lanjut pasca penindakan, maka hal ini menjadi tantangan baru bagi Beacukai setelah berhasil melakukan pengungkapan dan penindakan NPP. Babak baru BC dalam penangangan

NPP pasca

penindakan telah dimulai dalam periode ini. Baik dari Intitusi Polisi maupun BNN sangat siap mendukung BC untuk ikut serta karena mereka sangat nyaman bekerja bersama dengan BC di lapangan. Kenapa mereka sangat nyaman? Karena untuk penanganan NPP kita bekerja penuh semangat dan lurus. Penyerahan di bawah pengawasan atau biasa disebut Controlled Delivery adalah pengalaman baru bagi BC saat itu, karena biasanya kita hanya tinggal menyerahkan kepada Kepolisian atau BNN. Setiap kegiatan Controlled Delivery ke depannya BC bekerjasama dengan 3 satuan kerja berbeda yaitu Direktorat IV

115

Tipidnarkoba Bareskrim Polri, Kapolres Bandara Soetta atau Dit Narkoba Polda Metro Jaya serta Badan Narkotik Nasional. Wilayah controlled delivery pun mulai dari sekitaran bandara sampai menyebrang pulau. Titik pertemuannya pun mulai penginapan yang murah di wilayah kumuh sampai Hotel bintang lima di bilangan Thamrin-Sudirman. Banyak peran yang dilakoni untuk mendukung kegiatan operasi ini mulai dari Supir Taksi, karyawan swasta sampai tukang gorengan. Dan lamanya kegiatan mulai dari hitungan jam sampai semingguan. Tingkat kesulitan kegiatan controlled delivery-pun beragam dari mulai yang sederhana sampai yang sulit, terutama yang memakai pengawas (eyeball) kurir dan penerima. Dalam kegiatan pelaksanaannya banyak kurir atau penerima yang tidak kooperatif bahkan juga perlawanan bahkan ada yang melakukan percobaan bunuh diri. Selain itu dari yang tertangkap banyak juga yang menawarkan sejumlah uang atau materi, bahkan ada yang menjanjikan rumah kepada petugas setelah tertangkap. Untuk diketahui orang yang menawarkan rumah tersebut adalah seorang bandar kecil berkebangsaan Malaysia, di rekening nya ditemukan duit ratusan milyar hasil dari perdagangan

NPP.

Dia

ditangkap

karena

mencoba

menyeludupkan Shabu di barang kargo dengan membuat kompartemen palsu di gulungan plastik asal barang Malaysia. Perang terhadap penyeludupan NPP dari luar negeri rupanya tidak serta merta berjalan mulus, pasti ada pihak yang merasa dirugikan. Pernah dalam satu kegiatan controlled delivery petugas berbalik arah karena dikejar oleh massa yang mencoba melindungi penerima dari paket NPP. Juga pernah ditemukan

116

kertas jadwal kerja dan nama-nama personel petugas BC di tempat tinggal salah satu penerima NPP yang berhasil ditangkap. Atas kejadian ini, BC Soetta berinisiatif untuk menjaga keamanan dan keselamatan anggota BC di lapangan dengan cara mendampingi anggota di lapangan dengan bantuan dari tentara. Akhirnya, BC Soetta menjalin kerjasama dengan salah satu pasukan

komando

khusus

dari

AD

untuk

membantu

pendampingan kegiatan controlled delivery walaupun sifatnya hanya monitoring dari jauh.

Penggunaan X-Ray masih merupakan pemeriksaan Non-Intrusive (tanpa merusak atau merubah fisik) yang banyak menghasilkan tangkapan NPP

Rupanya mengikutsertakan tentara dalam urusan NPP mendapat reaksi negatif dari berbagai pihak. Terutama masalah terkait dengan tugas dan fungsi TNI yang masuk ke ranah sipil apalagi ditambah juga isu dwifungsi TNI di mana tentara hanya boleh mengurusi masalah pertahanan dan keamanan. Maka dari sini muncul ide untuk melatih para anggota BC sendiri untuk

117

memiliki skill pertahanan diri, kemampuan taktikal serta fisik yang prima untuk menunjang kegiatan controlled delivery. Ditambah alasan lain adalah kegiatan controlled delivery ini terjadi lebih dari satu kali dalam satu minggu, sehingga menyita banyak tenaga dan personel. Maka untuk efektifitas, diperlukan pembagian tugas antara yang sama kekuatan guna menunjang kegiatan controlled delivery. Maka berdasarkan pertimbangan di atas, dirancang konsep untuk membuat beberapa tim khusus yaitu Customs Tactical Unit (CTU) di mana di dalamnya personelnya diajari konsep taktikal oleh tim Kopassus, Beladiri karate oleh Perguruan Karate-do Amura serta olahraga fisik rutin. Puncaknya, dilakukan bimbingan mental selama di markas Kopassus Cijantung. Apakah pengawasan yang telah dilakukan terhadap penyeludupan NPP cukup hanya dengan melakukan pengawasan on the spot atau pengawasan di tempat saja? Pengawasan on the spot seperti melakukan x-ray, penggunaan K-9 atau melihat gerakgerik penumpang cukup efektif tetapi tidak akan berkembang. DJBC sepertinya perlu mencari sistem pengawasan lain yang melapis dari kegiatan pengawasan yang ada. Kemudian, BC mulai mengembangkan sistem pengawasan berdasarkan data dan analisa yang kemudian hasilnya dapat berupa target personal atau bentuk lain. Data-data yang akan dipakai adalah data-data dari tangkapan NPP sebelumnya (Post Seizure Analyst), data hasil wawancara penumpang yang pernah kita periksa, data dari manifest penumpang, data dari Passanger Name Record (PNR) penerbangan

dan

data

pendukung

lainnya.

Pengawasan

berdasarkan data ini dikerjakan oleh teman-teman analis yang

118

akan melakukan pengujian berulang-berulang sehingga dapat mempersempit area yang akan dijadikan target pengawasan selain itu juga mendapatkan motif dan tren. Karena kemampuan manusia ada batasnya maka perlu dibuat sistem yang berbentuk aplikasi yang membantu tugas tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut teman-teman analis BC Soetta, analis dari P2 pusat dan beberapa ahli lainnya mengembangkan aplikasi yang dapat berjalan otomatis guna membantu pekerjaan administrasi, penargetan dan analisa. Lalu, muncul PAU (Passenger Analyst Unit) yang merupakan pengembangan dari sistem check in counter dimana sudah dimodifikasi dengan parameter-parameter yang telah ditentukan. Begitulah cerita perjalanan secara singkat usaha BC dalam pengawasan terhadap NPP di Bandara Soekarno-Hatta secara garis besar. Sepuluh tahun telah berlalu, sejenak melihat kembali periode itu sepertinya ada invisible hand di belakang semua

kejadian

itu.

Banyak

kebetulan-kebetulan

dan

ketidaksengajaan yang terjadi, ditunjukan jalan keluar di setiap masalah, berbagai urusan yang dimudahkan jalannya, dijaga keselamatan para petugas, bantuan dari orang-orang yang kita tidak kira datangnya. Semua tidak terjadi tanpa alasan, sepertinya kita hanya perlu memulai dengan niat ibadah dan berusaha dengan baik, sisanya Allah SWT yang meridhoi. --Selesai--

119

Polisi Mbako Zaman Now Tim P2 KPPBC Malang

19

Sebagai unit pengawasan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai (KPPBC TMC) Malang, Seksi Intelijen dan Penindakan merupakan ujung tombak penegakan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Cukai. Ditambah lagi dengan tujuan organisasi menuju Bea Cukai Makin Baik, saat ini, kita diberi tantangan oleh Menteri Keuangan untuk menurunkan tingkat peredaran rokok ilegal menjadi 3% di tahun 2019. Arah perubahan positif tersebut sudah on the track karena terbukti dengan survei peredaran rokok ilegal yang dilakukan oleh UGM menunjukkan bahwa dari Tahun 2016 peredaran rokok ilegal sekitar 12,14%, turun menjadi sekitar 10,9% di Tahun 2017, dan Tahun 2018 turun lagi menjadi sekitar 7,04%. Sebagai kantor dengan karakteristik cukai, kegiatan pengawasan kami memang didominasi dengan penindakanpenindakan terhadap barang kena cukai ilegal, terutama hasil tembakau jenis sigaret atau rokok. Dengan wilayah pengawasan yang cukup luas –meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu–, tim Seksi Intelijen dan Penindakan memiliki banyak tantangan dalam memberantas rokok ilegal di sini. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah tempat produksi maupun peredaran rokok ilegal biasa didapati di medan yang berat. Maksud medan yang berat adalah berupa daerah pegunungan, jalan yang sempit, terjal, dan berlumpur. Selain menyulitkan tim

120

untuk menuju ke lokasi, di daerah-daerah tersebut juga belum terjangkau sinyal handphone, sehingga menghambat tim untuk melakukan komunikasi. Pada pertengahan bulan September 2018, tim melakukan penindakan di daerah Malang Selatan, salah satu tempat yang kami petakan sebagai zona merah atau daerah rawan. Selain jalannya sempit dan terjal, target operasi kami juga masuk cukup dalam dari jalan raya ke daerah perkampungan penduduk, sehingga waktu evakuasi cenderung cukup lama. Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, kami pun mengajak tiga orang TNI untuk mengikuti kegiatan penindakan sebagai bentuk sinergi dengan pihak eksternal berupa bantuan pengawalan. Saat itu tim berangkat dengan lima mobil yang terdiri dari enam belas orang, termasuk rekan-rekan dari TNI. Mengingat jumlah personil yang terbatas, maka diaturlah strategi sebaik mungkin agar seluruh kegiatan tim mulai dari surveillance oleh intelijen, kegiatan penindakan, hingga pemberkasan untuk dilimpahkan ke Seksi Penyidikan dan Barang Bukti Hasil Penindakan dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Sesampai di lokasi, semua orang turun dari mobil menyisir tempat-tempat yang dicurigai terdapat kegiatan rokok ilegal. Setiap anggota tim sudah siap melaksanakan tugas dan perannya masing-masing sesuai dengan rencana yang disusun dalam pra penindakan. Dengan keterbatasan jumlah anggota yang ada, dilakukan pembagian tugas agar penindakan berjalan efektif dan efisien. Beberapa orang bertugas mencari pemilik bangunan, lainnya memutari bangunan untuk mencari indikasi keberadaan rokok ilegal sesuai informasi yang didapat tim intelijen. Ada juga

121

yang mencari ketua lingkungan agar turut menyaksikan kegiatan penindakan, ada yang melakukan dokumentasi, ada yang melakukan pemberkasan, ada yang mengamankan mobil dan barang bukti, dan sebagainya. Pada saat itu, kedapatan beberapa bangunan menyimpan rokok ilegal karena tidak ditempel pita cukai. Barang bukti langsung kami angkut ke mobil untuk dibawa ke kantor. Pemilik bangunan juga hendak dibawa ke kantor untuk diproses lebih lanjut oleh penyidik. Saat hendak dibawa ke kantor itulah, masalah berikutnya muncul, yaitu perlawanan dari masyarakat. Pemilik bangunan digandeng oleh salah satu TNI untuk menuju mobil. Namun karena merasa keberatan, dia melakukan perlawanan dan terjadi baku hantam dengan TNI tersebut. Otomatis kejadian tersebut memicu warga-warga lainnya

untuk

berkumpul

dan

turut mengeroyok tim

kami.

Beberapa turut

warga

membawa

alat-alat pertanian dan pertukangan seperti

celurit,

linggis,

maupun

batang kayu.

122

Dalam situasi yang tidak kondusif tersebut, kami dihadapkan pada dua pilihan. Melawan menggunakan kekerasan, dengan risiko berjatuhan korban dari kedua belah pihak. Atau melakukan pendekatan kepada warga agar konflik tidak makin memanas. Dengan mempertimbangan kondisi psikologis warga yang nekat dan bahkan berani melawan aparat TNI menggunakan senjata tajam, kami mengurungkan niat untuk menggunakan jalan kekerasan. Pertimbangan lain adalah karena warga sebenarnya berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu dan berdasarkan

pengakuannya

mereka

terpaksa

menerima

pekerjaan mengemas rokok yang bayarannya tidak seberapa untuk menyambung hidup. Pekerjaan mereka sebenarnya adalah buruh tani yang memiliki pendapatan kecil. Tidak ingin situasi bertambah panas, kami terpaksa memutuskan untuk meredam emosi warga dengan menuruti kemauan mereka. Dengan disaksikan oleh ketua lingkungan yaitu Ketua RT, disepakati untuk membawa barang bukti berupa rokok ilegal ke kantor namun membiarkan pekerja atau pemilik rumah tetap di sana. Dari kejadian hari itu, kami sadar bahwa upaya pemberantasan rokok ilegal tidaklah mudah. Tantangan yang dihadapi sangat beragam mulai dari medan yang berat, keterbatasan jumlah anggota, perlawanan dari masyarakat, dan sebagainya. Namun, tantangan tersebut bukanlah beban, melainkan justru memotivasi kami untuk menyusun strategi yang lebih baik lagi agar dapat melaksanakan penindakan yang sempurna, tentunya dengan tetap memprioritaskan keselamatan nyawa anggota, demi masa depan Bea Cukai yang Makin Baik. --Selesai--

123

Nggak Enak Zamanku Yoga Prabandanu

20

Kututup salat malamku dengan rentetan doa pada Ilahi Robbi. Kuusap lembut wajah sambil mengamini basah air mata yang juga ikut berdoa. Sempurna sudah sudut wajahku basah sekarang. Di usiaku yang sudah senja, apalagi yang bisa aku perbanyak selain menambal amalan yang terlewat di hari-hari lalu. Setelah subuh, aku harus bersiap karena pagi ini kapalku harus kembali bertolak melakukan patroli perbatasan. Seperti biasa, pakaian dan keperluan selama berlayar tiga minggu ke depan sudah siap tertata rapi dalam tas jinjing yang sudah sekian tahun menemani kemana pun diri ditugaskan menjaga negeri. Tiada lagi selain istriku yang sudah amat hafal tentang apa saja yang akan aku bawa dan juga perasaan rindu yang nanti harus dirawat dan ditenangkan agar tak berulah semaunya. Selama 26 tahun lebih dia menimang rasa rindu yang sama meski tak terucap, sangat sulit dikubur dari raut wajahnya. Selalu sama selama itu. “Bu, ingat dengan Bram yang tempo hari mampir ke sini?” tanyaku memecah pagi di meja makan. “Nak Bramantyo yang minta izin buat tidak ikut berangkat patroli itu? Memangnya kenapa dia, Pak?” “Tadi pagi buta dia mengabarkan kalau istrinya melahirkan anak pertama mereka.”

124

“Syukur alhamdulillah, ya, Pak. Momen seperti itu memang perlu untuk seorang istri ditemani suaminya, biar moralnya naik. Sudah, ayo, berangkat, nanti Bapak telat buat persiapan disana lagi.” tukasnya agar segera aku bergegas. Obrolan kami lalu diakhiri dengan salam serta pesan agar selalu menjaga diri dan kesehatan selama bertugas. Sepanjang perjalanan, entah mengapa pikiranku tidak mampu lepas begitu saja dari belenggu percakapan tadi pagi. Ada kalimat istriku yang terngiang-ngiang. Seperti aku bisa merasakan bahwa apa yang dia sampaikan tidak begitu saja melompat keluar dari bibirnya tanpa alasan. Tapi, aku belum bisa menangkap dengan jelas maksud tersirat dari yang dia sampaikan. Hingga akhirnya saat langkahku mengarah dari dermaga menuju kapal, barulah aku dapat dengan sempurna mencerna secara utuh maksud kalimat istriku tadi pagi. Dan bersama dengan itu anganku melayang puluhan tahun ke belakang. Mosaik ingatan yang sampai sekarang masih tergambar jelas pada keping demi keping kenangan yang berkelindan. Anganku saat ini terbang kesana. Masih lekat dalam ingatan, ketika aku hendak berangkat untuk melaksanakan patroli rutin. Ada satu hal yang mengganjal benakku dan menahan pikiranku untuk urung berangkat. Setelah kemarin petang pulang dari bidan tempat aku dan istriku memeriksa kondisi jabang bayi yang sedang dikandung, bidan itu menunjukan kertas berisi grafik-grafik dan angka-angka yang aku pahami sebagai diagram perkiraan kelahiran. Lalu, disebutnya

125

bahwa kemungkinan besar anak kami nanti akan lahir pada minggu kedua bulan Januari. Harusnya, hal itu menenangkan pikiranku yang harus berangkat patroli di akhir tahun, namun bisa kembali lagi sebelum tanggal perkiraan dari bidan, seharusnya. Tapi entah kenapa ini menjadi sedikit berbeda di hari keberangkatanku. Hal pertama yang aku pikirkan jelas soal biaya yang harus dikeluarkan untuk persalinan. Ya, walaupun hanya bersalin di bidan tetapi jika merunut pada kelahiran anak pertama, biaya yang diperlukan juga tidak kecil. Jadi patroli kali ini, aku niatkan bulat untuk mencari tambahan biaya persalinan dan menyambut kelahiran putra kami. “Semoga di akhir tahun kondisi di laut nanti bisa berbanding lurus dengan apa yang aku harap.” gumamku berharap. Tetapi aku ingat benar celoteh istriku yang tiada habis menyoal uang semacam itu. Itu yang membuat langkah demi langkah dari dermaga semakin berat. Sebenarnya, jika saja masa itu kesejahteraan kami diperhatikan seperti sekarang, demi apapun, niatan dan pikiran kami bertugas akan sempurna semata-mata tertuju pada amanah mengamankan negara. Tapi apa daya dengan keadaan seperti itu, dapur harus terus mengepul. Jadi meski dalam hatiku memaki perbuatan setengah mati, apa daya dengan keadaan yang ada aku harus menyerah. “Di kanan, iya, itu kapalnya.” “Satu berbelok ke kanan. Siapkan perlengkapan.”

126

Tetiba suara lantang komandan kami riuh menggelegar dari ruang kemudi. Dari balik teropong, dilihatnya dua kapal tanpa penerangan apapun yang mencoba berpindah haluan saat mengetahui keberadaan kami. Dengan kondisi yang cukup telak mereka terpojok, maka gampang saja untuk dapat meringkusnya. Tanpa perlawanan berarti, dua kapal yang dicurigai menyelundup menyerah. Saat satu persatu awak kapalnya dimintai keterangan, nampak satu orang yang sangat tidak asing. Ya, memang benar dia. Jauhar, kawanku semasa masuk Bea Cukai dulu, kini menjadi kru kapal penyelundup, setelah kudengar dua bulan lalu dia mengundurkan diri. Apalagi alasannya selain penghasilan yang dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya. “Maafkan aku, Mas. Aku tidak tau lagi harus bekerja di mana. Kamu tahu sendiri kebutuhan keluargaku dengan 6 orang anak. Jadi pegawai saja, huh, mana cukup.” ucapnya saat berhenti di depanku saat akan dimintai keterangan.

127

Meskipun bukan hal asing di masa itu, tapi aku cukup terpukul dengan kejadian tersebut. Teman satu penanggungan yang dulunya menjadi petugas yang menelanjangi penyelundup, hari ini berganti peran menjadi penyelundup itu sendiri. Sungguh ironi memang, tapi nyata terjadi. Tak terasa hari-hari yang terasa panjang sebentar lagi usai. Dengan beberapa tangkapan kemarin, kukira jatah bagianku cukup untuk biaya persalinan anak kedua ku. Aku sudah menantikan saat bisa menemani istri melewati persalinan, dan menggendong anak kedua sesaat setelah lahir. Bapak mana yang ingin melewatkan momen semacam itu. Semangat yang aku bawa untuk kepulangan begitu menggebu. Sampai saat langkah pertamaku berpindah dari kapal jaga menuju dermaga, seorang kawan berlari menghampiri. “Aku sudah mencoba menghubungimu. Hanya saja istrimu

melarang,

nanti mengganggu

tugasmu

katanya.”

sergapnya dengan napas tersengal. “Anakmu sudah lahir, dua hari lalu. Semuanya selamat. Kau diberikan putra yang persis seperti bapaknya.” lanjutnya setelah mengatur nafas. Tanpa pikir panjang aku langsung memintanya untuk mengantarkan pada istri dan anakku yang melewati momen berat tanpa aku di sampingnya. Perasaanku campur aduk, antara bahagia, sedih juga terharu. Semua perasaan berceceran saat aku berlari menghampiri mereka. Tapi, itu semua adalah masa lalu, jauh sebelum sekarang. Sekarang kurasakan kondisi sudah sangat membaik. Yang aku bisa lakukan hanya dapat bersyukur masih sempat merasakan

128

bagaimana kesejahteraan yang selama ini dinantikan, akhirnya dapat aku rasakan meskipun di ujung masa tugasku. Hari ini, aku akan berangkat melaksanakan tugas patroli terakhirku, tapi dengan niatan yang tidak lagi sama dengan puluhan tahun silam. Semenjak dua-tiga tahun kesejahteraan diperhatikan, tekad dan niatan berangkat melaksanakan tugas patroli adalah semata-mata untuk melaksanakan amanah menjaga marwah negeri dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena apapun yang kita lalui, sekarang jauh lebih baik dalam segala hal untuk menjadi seorang pegawai Bea Cukai. Dan itu yang selalu aku tanamkan dalam benak pegawai muda yang nantinya akan melanjutkan tongkat estafet pengabdian. Mengabdilah dengan kemuliaan. --Selesai--

129

Tak Lagi Abu Rizha Febriyanti

21

Tahun 2017 membawa saya untuk mengikuti salah satu tes yang ditunggu dan diminati oleh banyak orang, yaitu tes Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Entah apa yang menjadi alasan saya untuk mendaftar, hingga akhirnya pilihan saya jatuh pada pilihan Kementerian Keuangan dan instansi Bea Cukai. Tanpa ada pikiran akan diterima sebelumnya, pengumuman akhir wawancara membuat saya bergidik. Saya lulus di instansi Bea Cukai! Instansi yang sangat saya kenal. Ya, saya pikir begitu awalnya. Pengumuman resmi dari Kantor Pusat muncul di Jumat pagi hari, saat saya masih berada di Jakarta. Senin, 15 Januari 2018, saya resmi ditempatkan untuk mengikuti kegiatan OJT di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Cukai Malang. Malang menjadi kota pertama saya, dimana saya harus merantau jauh dari keluarga. Perjalanan sebagai seorang CCPNS (dengan dua huruf C di depan), dengan membawa cara pandang yang sama, yang saya yakini sewaktu saya masih menjadi masyarakat umum, tentang keabu-abuan Bea Cukai saat itu. Jujur, saya sangat khawatir. Apalagi saya mendengar tetangga sempat mengatakan “Bea Cukai itu maling!”, dengan nada yang keras, sewaktu orang tua bercerita kalau saya resmi menjadi CPNS di intansi tersebut. Ya memang sefrontal itu. Terbayang bagaimana ekspresi orang tua saat mendengar hal itu kan? Kaget campur khawatir anaknya akan mengabdi di instansi yang dianggap ada di pusaran arus negatif.

130

Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi (PLI) menjadi seksi pertama yang saya singgahi di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Cukai Malang, Direktorat Jenderal Bea Cukai. PLI disebut sebagai unit pendukung, yang berperan sebagai seksi kehumasan sekaligus penyuluhan dan layanan informasi di KPPBC TMC Malang. Unit PLI dibagi menjadi 2 subseksi, yaitu subseksi penyuluhan dan subseksi layanan informasi. Di unit kerja ini, saya belajar dan melihat banyak hal yang berkaitan dengan loyalitas Bea Cukai dalam hal pelayanan terhadap masyarakat dari semua kalangan, di kawasan Malang Raya. Unit ini yang membuat cara pandang saya akan keabuabuan Bea Cukai berubah menjadi positif. Tugas-tugas yang kami lakukan di PLI mayoritas berhubungan dengan masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, pengusaha, dan para Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kegiatan yang kami lakukan antara lain, memberikan penyuluhan bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) terkait dengan aturan barang bawaan penumpang dan barang kiriman dari luar negeri.

131

Di samping itu, ada customs goes to school untuk memberikan pengenalan terhadap instansi Bea Cukai terhadap adik-adik di usia sekolah menengah atas. dan layanan informasi ke pasar-pasar tradisional yang lebih sering dikenal dengan sebutan “Sobo Pasar”, di mana kami membuka stand di tengah pasar untuk memberikan penyuluhan barang kena cukai ilegal ke masyarakat sekitar pasar maupun pemilik toko.

Dari Unit PLI, saya belajar bahwa melayani merupakan jenis pengabdian yang dipilih sebagai wujud terima kasih kita terhadap negara, tanpa mengenal kondisi tempat, waktu, dan dengan siapa kita bertemu. Dari sini jugalah, saya menjadi saksi bahwa Bea Cukai kini memang telah ada dalam perubahan besar. Perubahan yang saya ketahui berawal dari sebuah program yang diberi nama Reformasi Birokrasi. Perubahan di mana sebagai orang baru, orang yang dulunya hanya melihat keabu-abuan dari Bea Cukai, kini bisa menyaksikan sendiri Bea Cukai bukanlah Bea Cukai yang dulu. Bea Cukai kini hadir dengan konsep melayani, bukan dilayani, mengawasi, bukan menakuti, menjunjung tinggi

132

integritas, bukan memanfaatkan instansi untuk kepentingan sendiri. Bea Cukai kini meregenerasi diri dalam bentuk yang dekat dan melayani masyarakat tanpa membedakan. Hal inilah yang saya yakini merupakan wujud bukti Bea Cukai terhadap negara yang dinaunginya. Terima kasih instansi kebanggaanku, Direktorat Jenderal Bea Cukai, atas pilihanmu berubah demi bangsa ini. Terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk melihat dan turut serta dalam perubahan itu. --Selesai--

133

Integritas BeTa Iswandi

22

Menjadi bagian dari unit Kepatuhan Internal membuat kami belajar banyak untuk menjadi katalisator perubahan organisasi. Bea Cukai Tangerang (BeTa) yang mengawasi 121 Kawasan Berikat (KB), 25 Gudang Berikat, serta 6 reksan cukai menugaskan 50 pejabat hanggar dan 40 pelaksana pemeriksa untuk memberikan layanan dan pengawasan atas fasilitas yang diberikan kepada pengguna jasa. Hampir 50% pegawai BeTa bertugas di lapangan yang tersebar di wilayah Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang. Dengan semangat perbaikan dan perubahan menuju reformasi, di Oktober 2017, Tim Kepatuhan Internal Bea Cukai Tangerang (KI Beta) mencanangkan program inovasi Quality Assurance (QA), yaitu mengevaluasi mutu hanggar dan pelaksana pemeriksa, dengan indikator kualitas pelayanan, kedisplinan, dan integritas. Hingga artikel ini ditulis, Tim KI telah melaksanakan tugas Evaluasi Mutu Hanggar/Pemeriksa sebanyak 4 kali. Program ini dilaksanakan secara konsisten setiap 3 bulan dengan menyampaikan kepada Kepala Kantor beberapa rekomendasi perbaikan dan apresiasi atas mutu hanggar. Metodologi yang digunakan oleh Tim KI Beta adalah dengan mengunjungi perusahaan-perusahaan yang mendapat fasilitas TPB dan reksan cukai. Setelah mendapat surat tugas dari

134

kepala kantor, tim meluncur ke 90 sampling perusahaan selama 3 hari. Setibanya di perusahaan, tim KI BeTa memberikan kuisioner

kepada

petugas

Ekspor

Impor

(Eksim)

pada

perusahaan untuk menilai kinerja Kasubsi Hanggar dan Pemeriksa setelah selesai masa penugasan kumandah. Di awal pelaksanaan evaluasi mutu, banyak pihak pengguna jasa (diwakilkan oleh koordinator eksim) menyampaikan apresiasi atas program inovasi ini.

Penjelasan kepada Eksim sebelum pengisian kuesioner

Dari sisi pelayanan, kami menilai kemampuan petugas memberikan solusi jika ada permasalahan, kemampuan petugas menyampaikan informasi terkait peraturan baru, kecepatan petugas dalam melayani, kerapian petugas dalam pemakaian seragam sehari-hari, kesopanan petugas dalam berinteraksi, dan kemudahan petugas dihubungi saat dibutuhkan untuk pelayanan. Dari sisi kedisplinan jam kerja, kami menilai apakah petugas setiap hari mengunjungi perusahaan, petugas datang tepat waktu

135

di pagi hari, dan apakah petugas pernah tidak masuk tanpa keterangan. Dari indikator integritas, penilaian dilakukan dengan menanyakan apakah petugas pernah menerima/meminta/meminjam uang/imbalan/barang/fasilitas lainnya. Selain itu, apakah petugas telah menyampaikan secara lisan sikap anti gratifikasi kepada pihak pengguna jasa. Dalam penugasan, biasanya, kami bagi menjadi tiga tim. Setiap tim terdiri dari satu ketua tim dan satu anggota. Tugas ketua tim adalah melakukan wawancara kepada koordinator perusahaan eksim dan memandu mereka mengisi kuisioner penilaian hanggar dan pemeriksa dari sisi pelayanan, disiplin serta

integritas.

Tugas

anggota

tim

adalah

melakukan

dokumentasi kegiatan, mengatur rute perjalanan (karena satu hari bisa mengunjungi 5-8 perusahaan), melakukan pengecekan papan laporan kegiatan bulanan perusahaan, dan mengecek rekaman CCTV kehadiran hanggar. Untuk susunan tim, kami juga pernah melibatkan pejabat/pegawai dari unit lain, misalnya dari Subbagian Umum, P2, dan Perbendaharaan. Banyak

kejadian

menarik

ketika

perjalanan

ke

perusahaan-perusahaan di bawah pengawasan BeTa. Ada tim yang mendapat perusahaan dengan jarak relatif dekat dari kantor, namun dengan kondisi lalu lintas yang parah, seperti di daerah Dadap, Kosambi, dan sekitarnya. Ada juga ke KB yang lokasinya terpisah jauh dari kebanyakan KB, yaitu di daerah Larangan Ciledug dan Ciputat. Pernah juga tim ke lokasi perusahaan yang cukup jauh namun salah arah hingga menuju jalan buntu akibat berpatokan pada aplikasi google maps yang belum updated.

136

Namun, kendala teknis tersebut dilalui dengan bahagia demi pelaksanaan tugas. Setelah

pelaksanaan

evaluasi

selama

tiga

hari,

selanjutnya adalah tahap analisis data dan penyampaian laporan. Terhadap Kasubsi Hanggar dan pemeriksa yang dinilai sangat baik di semua variabel, yaitu mutu pelayanan, kedisiplinan dan integritas, kami rekomendasikan untuk ditunjuk sebagai Hanggar Percontohan atau Change Agent untuk penugasan selama 3 bulan. Hal ini sekaligus memberikan apresiasi kepada petugas hanggar yang dinilai sangat baik. Selain apresiasi, rekomendasi juga dilakukan untuk petugas yang dinilai cukup/kurang baik. Untuk penilaian “pelayanan” yang kurang, direkomendasikan untuk diadakan Dialog Kinerja Individu (DKI) berupa coaching atau arahan oleh Seksi PKC selaku atasan langsung sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan. Untuk penilaian kedisiplinan yang kurang, direkomendasikan agar dilakukan pengecekan kehadiran petugas lebih intensif melalui webcam atau CCTV dan diberikan arahan oleh Seksi Kepatuhan Internal. Sedangkan untuk penilaian integritas yang kurang, akan dilakukan pemanggilan oleh unit KI guna melakukan konfirmasi atas keterangan yang didapat. Jika petugas terbukti melakukan pelanggaran integritas, diusulkan untuk dilakukan pembinaan mental dan tidak direkomendasikan untuk penugasan kumandah selanjutnya. Dari hasil evaluasi mutu terakhir, terlihat progres yang signifikan. Secara keseluruhan terdapat 91,49% Kasubsi Hanggar mendapatkan penilaian dengan keseluruhan kriteria sangat baik/baik. Sedangkan 8,51% Kasubsi Hanggar mendapatkan penilaian dengan keseluruhan kriteria cukup baik/kurang

137

baik/tidak baik. Untuk penilaian pemeriksa, 76,92% Pemeriksa Hanggar mendapatkan penilaian dengan keseluruhan kriteria sangat baik/baik. Sedangkan 23,08% Pemeriksa Hanggar mendapatkan penilaian dengan keseluruhan kriteria “cukup baik”, “kurang baik”, dan “tidak baik”. Kami di unit Kepatuhan Internal berusaha untuk menjadi teman yang baik bagi seluruh pegawai di BeTa. Layaknya teman yang baik, selalu berusaha mengingatkan juga ketika ada kekhilafan dalam pelaksanaan tugas terutama untuk isu integritas. Karena teman yang baik itu membenarkan jika salah, bukan selalu mengiyakan yang kita kerjakan, apalagi jika itu salah. Mengingatkan dengan apa yang dituangkan dalam pasal 5 Per-20/BC/2017, bahwa peran Unit KI adalah sebagai pendukung kepala unit organisasi dalam pengendalian pelaksanaan tugas dan perilaku pegawai. Harapannya adalah dengan evaluasi mutu hanggar/pemeriksa secara berkelanjutan sejalan dengan prinsip penegakan KI yaitu: pencegahan, pengawasan, dan penjaminan kualitas. Kami sangat yakin, sumber daya manusia BeTa bisa bertransformasi menjadi pegawai yang lebih baik, menjaga martabat, dan tidak melakukan hal-hal tercela, serta senantiasa melakukan perbaikan terus menerus. Akhir kalimat, izinkan kami menutup tulisan ini dengan mengutip yel-yel/slogan di unit KI BeTa. “Kepatuhan Internal! Integritas Maksimal, Kerja Optimal!” “Unit KI! Penuh Aksi, Tiada Henti!” --Selesai--

138

Laskar Gaters Nur Soleh

23

“Pak, mudun sik, buka sik pintu kontainernya.” Begitu ujarku dengan logat Jawa yang dipaksakan kepada sopir truk pengangkut kontainer kosong (empty container) yang akan keluar. Sebagai bentuk pengawasan dalam pengeluaran barang, aku harus memastikan yang dibawa itu adalah benarbenar kontainer kosong dengan cara melihat dan memeriksanya secara langsung. Oleh karenanya, setiap kontainer kosong yang akan keluar harus dibuka satu pintu. Tetapi, kejadian di lapangan terkadang bisa saja tidak sesuai yang diharapkan. Meskipun sudah ada pemberitahuan di dalam surat persetujuan pengeluaran kontainer kosong (empty container) yang diberikan oleh Seksi Administrasi Manifes, namun terkadang tetap saja masih ada sopir yang bandel tidak membuka pintu kontainer tersebut. Bahkan tak jarang, ada yang membentak dan memaki serta merasa jagoan ketika kami meminta tolong untuk membuka satu pintu kontainernya guna kami periksa. "Ngapain bapak minta buka-buka pintu kontainer? Bapak berani sama saya? Ini kan kontainer kosong, Pak?" bentaknya. Dengan suasana pelabuhan yang panasnya menyengat tubuh saat siang ditambah karena kurangnya jam tidur kami karena faktor begadang saat shift malam, emosi sopir truk yang semacam itu kerap menguji kesabaran kami. Namun, kami sadar

139

selain tugas pengawasan ada juga tugas pelayanan yang harus kami berikan. Faktor itulah yang membuat kami tetap tenang menghadapi emosi sopir. Biasanya kalau sudah seperti itu, kami berikan penjelasan yang membuat mereka paham akan maksud dan tujuan kami meminta pintu kontainer itu untuk dibuka. “Justru itu, Pak, karena kosong harus dibuka. Ini kan di suratnya diminta untuk dibuka satu pintu ketika keluar. Kalau ditutup begini, saya ndak bisa liat dan mastiin dong ini kosong apa ndak” kataku memberikan penjelasan ke Bapak supirnya dengan logat Jawa yang dipaksakan lagi. Maklum, aku ini orang Jakarta, lebih tepatnya Betawi tulen. “Nggih, Pak, nanti kalo saya narik kontainer kosong lagi, saya buka pintunya. Lupa, Pak, saya.” begitulah salah satu jawaban yang aku terima setelah diberikan penjelasan. Entah alasan lupa yang sudah keberapa kali aku dan teman-temanku temui.

Petugas gate sedang melakukan pengecekan kontainer kosong

140

Setelah kuperiksa benar kontainer yang dibawa kosong, kukaitkan pintu tersebut di cantelannya agar pintu tetap terbuka dan tidak bergerak ketika jalan. “Yowis ojo lali meneh, yo, Pak, nanti. Hati-hati di jalan!” ujarku. “Nggih, Pak. Siap.” jawabnya singkat lalu masuk ke mobil dan bablas menjalankan kendaraannya. Begitulah salah satu cerita dari tugasku di gate KPPBC TMP Tanjung Perak. Perkenalkan namaku Soleh, orang Jakarta asli yang bertugas di KPPBC TMP Tanjung Perak Surabaya. Sebagai salah satu pegawai DJBC, maka kita harus siap ditempatkan di mana saja. Seperti aku sekarang ini. Aku menjalani tugas ini dengan timku yang berjumlah 3 orang. Teman pertamaku di tim adalah seniorku bernama Mas Handoko. Dari kami bertiga, dialah yang paling menguasai peraturan kepabeanan. Tanyalah kepadanya peraturan tentang kepabeanan dari Undang-Undang Kepabeanan sampai Perdirjen, dia akan mengetahuinya. Teman keduaku bernama Andri, kalau ke Andri tidak usahlah

kita

susah-susah

bertanya

tentang

peraturan

kepabeanan, tanya saja gosip apa yang lagi update hari ini. Mulai dari akun gosip yang ditayangin di TV, sampai yang baru muncul di medsos, dia akan tahu. Tapi untuk masalah kerapihan dan kedisiplinan di antara kita bertiga, Andri lah juaranya. Nampaknya Tuhan menakdirkanku menjalani tugas ini bersama mereka untuk mengambil pelajaran dari keduanya. Bukan tentang belajar gosip tentunya.

141

Pekerjaanku ini terbagi menjadi 3 shift, di mana satu shift terdiri dari 3 orang. Dari total 3 shift tersebut, dua shift kebagian untuk berjaga dan satu shift mendapat jatah libur. Masing-masing dari kedua shift yang berjaga mendapat jatah berjaga selama 12 jam dalam satu hari. Dua kali masuk siang, dua kali masuk malam dan dua hari libur. Begitulah polanya dan kami harus tetap siap siaga selama 24 jam. Bagi kami, sabtu dan minggu bukanlah hari libur resmi. Meski demikian, kami benar-benar menikmati pekerjaan kami sebagai penjaga gate, garda terakhir dalam melakukan pengawasan barang impor di Pelabuhan Tanjung Perak ini. Sebagai Pegawai Bea Cukai, kami menyadari terdapat tugas dan tanggung jawab yang berat dalam mengamankan hak-hak negara ini. Terlebih kami meyakini bahwa banyak teman-teman Pegawai Bea Cukai lain yang tugasnya lebih berat daripada kami di sini. Setiap pekerjaan pasti ada tantangannya. Tidak terkecuali, tugas kami di gate. Asap knalpot truk yang mengepul-kepul, yang bahkan tak jarang asap itu menyembur pas ke muka kami ketika lewat. Bau asap limbah pabrik pengolahan minyak yang berada di dekat tempat kami bekerja juga ikut mencampuri aroma udara yang kami hirup. Dinginnya hembusan angin pelabuhan di waktu malam, juga menjadi teman kami sehari-hari. Perpaduan itu semua sedikit pun tidak menyurutkan semangat pengawasan dan pelayanan kami. Terlebih kantor tempat kami bekerja juga memperhatikan kesehatan kami di gate. Mulai dari masker untuk melindungi kami dari udara yang tidak bersahabat itu, madu sampai susu kaleng kantor berikan kepada kami. Pimpinan kami berharap, semoga

142

kami tetap vit dalam melakukan pengawasan dan pelayanan di gate meskipun dengan kondisi seperti itu. Ditambah lagi, pekerjaan kami sudah mematri kekeluargaan kami, sehingga apapun pekerjaan yang kami lakukan akan terasa ringan karena dikerjakan secara bersama. Kami lah Laskar Gaters (sebutan kami untuk penjaga gate) KPPBC TMP Tanjung Perak. Di pos yang berukuran kurang lebih panjang 4 meter dan lebar 1,5 meter itulah kekeluargaan kami dibentuk. Shift

malam

adalah hal yang paling menantang menurutku. orang

Di

lain

istirahat

saat

sedang

menikmati

mimpi,

kami melakukan pengawasan

pengeluaran

barang.

Setiap kali, sudah biasa bagi

kami

untuk

menghadapi

sinar

lampu-lampu truk yang menyilaukan mata, bunyi klakson truk yang bersahut-sahutan dari tempat parkir antrian masuk karena sopir yang tidak sabar membentuk irama pengiring dalam bekerja, serta pemandangan bulan purnama dan gemerlap bintang saat pertengahan tanggal sedikit membentuk romantisme

143

dan semangat dalam bekerja sekaligus menjadi teman akrab kami bertugas saat malam. Kutengok parkiran tempat truk-truk itu mengantri masuk. Terlihat panjang mengular antriannya. “Gimana, Leh, rame?” tanya Mas Handoko. “Rame banget, Mas. Persiapan malam yang panjang ini.” kataku. “Semangat kakak” kata Andri menimpali sok imut. Entah mengapa mendengar dia berkata gitu aku merasa geli bukan malah termotivasi. Rasa ngantuk adalah hal yang manusiawi, namun bukan berarti pengawasan kami menjadi longgar. Memang, tak jarang apabila tiba-tiba tanpa tersadar salah satu dari kami dikalahkan oleh rasa kantuk tersebut. Dan apabila hal itu terjadi, terkadang, aku dan/atau teman-temanku yang lainnya bersikap usil, kami meminta sopir membunyikan klaksonnya. Dengan demikian, aku atau temanku yang tidak sengaja tertidur biasanya langsung terkaget mendengar klakson truk dengan suara keras itu. Setelah itu, karena kaget, kami pasti akan terjaga kembali. Sering saya dan teman-teman mendengar cerita tentang bagaimana petugas gate zaman dahulu. Pungli adalah hal yang wajar untuk setiap kontainer yang ingin keluar dan lewat. Namun, jangan bayangkan keadaan itu masih terjadi lagi saat ini. Kami bukanlah petugas parkir, di mana setiap kendaraan yang ingin keluar, harus membayar beberapa uang tertentu. Kami juga bukan polisi cepek, di mana setiap ada kendaraan yang lewat dimintakan uang. Kami malu dengan seragam yang kami kenakan untuk melakukan hal yang seperti itu.

144

Alhamdulillah, gaji sebagai Pegawai Bea Cukai pun telah lebih dari cukup buat kami. Maka berikan saja kami dokumen resmi terkait pengeluaran barang tersebut jika ingin keluar. Hanya dokumen itu, tidak lebih. Jika sesuai antara dokumen dan fisik kontainer, maka kami perbolehkan kontainer yang kami awasi tersebut dibawa keluar. Namun jika tidak sesuai antara dokumen dengan fisik kontainer, maka kontainer tersebut kami tidak perbolehkan untuk keluar. Beberapa kali aku dan teman-temanku di gate pernah mendapatkan seorang sopir yang ingin memberi kami uang ketika lewat sambil memberikan dokumen terkait pengeluaran barang tersebut. "Tidak perlu, Pak, cukup dokumennya saja." kataku sambil tersenyum. "Oh maaf, Pak, tak kira bayar." kata sopir itu dengan nada sungkan kepada kami yang bertugas. "Tidak perlu, Pak." jawabku tersenyum dan dianggukkan teman-teman seraya berusaha menghilangkan rasa sungkannya. Biasanya setelah sopir dan kejadian itu berlalu, Andri atau Mas Handoko teman shift-ku akan saling berkelakar "emang kita penjaga parkir?" atau "emang kita polisi cepek?" *** Tak ada gading yang tak retak, begitu pun dengan kami Petugas Gate KPPBC TMP Tanjung Perak atau biasa kami menyebut diri kami Laskar Gaters. Ke depan, mungkin keberadaan petugas gate sudah digantikan oleh sistem otomasi, tapi setidaknya aku bangga pernah menjadi bagian dari ini. --Selesai--

145

Merantaulah Sidiq Gandi Baskoro

24

Kurang dari dua minggu lagi, genap sudah masa kerja saya di DJBC selama 14 tahun. Pertama kalinya, saya mengenal nama Bea Cukai ketika mendaftar kuliah di BDK Yogyakarta ditemani ibu tercinta. Bukan saya tidak berani pergi sendiri, tapi ibu ingin membersamai saya menjemput impian. Ibu ingin memastikan masa depan saya baik dan saya menjadi orang yang baik. Sebagaimana beliau telah memberikan nama yang baik yang padanya terkandung doa-doa yang baik. Setidaknya, saya telah mengalami masa kepemimpinan lima Direktur Bea Cukai. Sembilan kantor di enam kota baik di Jawa maupun luar Jawa pernah saya sambangi. Ada canda tawa dan juga suka duka di sana. Namun yang pasti, harapan itu selalu ada karena tidak pantas bagi kita untuk berputus asa dari Rahmat-Nya. Suatu hari Lestiyo Hadi Wibowo, teman saya sewaktu di Direktorat Audit, menasehati, “Berdoalah kepada Allah, minta diberi sahabat-sahabat yang baik di mana pun berada!” Alhamdulillah. Saya bersyukur selalu dipertemukan dengan orang-orang yang baik. Ketika bertugas di Pontianak, saya pernah sakit. Selama saya sakit, rekan-rekan baik sejawat maupun senior setiap hari menunjukkan perhatiannya dengan mengantar ke dokter, membelikan makanan, atau menanyakan bagaimana kondisi saya. Dari situlah, saya mendapatkan hikmah bahwa teman-teman kita adalah keluarga kita di perantauan. Saya

146

merasa tidak sendiri karena banyak yang menemani. Mereka bukan sekedar rekan kerja, tapi keluarga. Inilah korsa. Salah satu yang membuat saya terharu, pagi itu, hari Sabtu, saya kedatangan tamu. Namanya Rosidin, seorang Polisi Kehutanan yang bertugas di Kabupaten Ketapang, yang saya kenal di tempat pengajian Sabtu pagi. Sebulan sekali, ia ke Pontianak karena istrinya tinggal di Pontianak. Ia datang ke rumah dinas saya, BC 302, di Jalan Maluku karena tidak menjumpai saya duduk di tempat mengaji sebagaimana biasanya. Mengetahui saya sakit, ia minta izin pulang. Tapi, tidak lama kemudian datang lagi dengan membawa sesisir buah pisang dan serantang bubur kacang ijo hangat. “Ini dimasak istri saya khusus buat Mas Gandi. Ayo, dimakan…!” Tuturnya lembut sambil membantu menyuapkan makanan. Besoknya, hari Minggu pagi-pagi, ia datang lagi dengan membawa makanan yang sama, bubur kacang ijo hangat yang dibuat istrinya khusus untuk saya. Ia masih menyempatkan diri mengunjungi saya hanya beberapa jam sebelum ia kembali ke Ketapang. Dari Mas Rosidin, saya belajar tentang ketulusan dan totalitas pelayanan. Hati saya tersentuh, terharu, dan semangat untuk sembuh semakin menggebu. Sungguh indah syair Imam Syafi’i, penghibur bagi insaninsan Bea Cukai yang tinggal jauh dari kampung halaman: Orang pandai dan beradab tak ‘kan diam di kampung halaman.

147

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang! Pergilah, ‘kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah! Manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, dia ‘kan keruh menggenang. Saat pemindahan pegawai ke seluruh penjuru negeri menjadi kebutuhan institusi, di mana tak ada diskriminasi terhadap pegawai perempuan dan laki-laki, penting kiranya setiap pegawai putra asli daerah membuka tangan dengan lapang sebagai bentuk penerimaan kehadiran rekan kerja dari luar daerah. Saya kagum terhadap kemuliaan hati beberapa rekan. Di antara mereka, ada yang rela menyerahkan kendaraan dinas yang semula ia bawa untuk digunakan rekan lainnya yang ia pandang lebih membutuhkan. Sebagian lainnya rela menyerahkan rumah dinas yang semula ia tempati agar dapat dihuni beberapa junior yang baru lulus kuliah. Bagi saya pribadi, penempatan tugas di mana saja tidak masalah. Sepanjang karier, saya tidak pernah satu kali pun mintaminta ke atasan agar diberi ini-itu, termasuk dibantu agar bisa ditempatkan di kota kesayangan. Tidak pernah. Semua berjalan normal dan sewajarnya. Minta-minta diberi kemudahan ‘lewat jalan pintas’ bagi saya adalah kehinaan, selain juga menjadi beban bagi yang dimintai ‘pertolongan’. Saya yakin takdir Allah pasti

148

baik. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Di mana pun kita bertugas, di sanalah kita berkarya mengukir peradaban dan meninggalkan jejak kebaikan. Kalau semua orang berkumpul di kota besar, siapa yang akan membangun kota kecil kita? Padahal, setiap kita telah menandatangani Surat Pernyataan siap ditempatkan di mana saja. Itulah janji yang harus kita tepati!

Hari

ini

teknologi

informasi

semakin

canggih.

Transportasi semakin berkembang. Berbagai institusi pun bertransformasi memperbaiki atau mengubah sistem sebagai respon akan perkembangan zaman yang kian cepat. Tak terkecuali Kementerian Keuangan, khususnya DJBC. Maka, siapa saja yang berhenti belajar, ia hanya menjadi pemilik masa lalu. Siapa yang terus belajar, ia akan menjadi pemilik masa depan. Insya Allah.

149

Saya masih ingat ketika awal-awal bergabung di DJBC, banyak pekerjaan yang masih dilakukan secara manual. Sekarang, hampir semua telah dilakukan dengan sistem, oleh aplikasi. Dulu, kita tidak percaya diri berjalan di jalan raya mengenakan seragam Bea Cukai, biasanya ditutupi jaket. Sekarang dengan bangga, kita berani menampilkan seragam kebanggaan kita. Bahkan, tulisan “Customs” atau “Bea Cukai” kita cetak besar-besar pada jaket kita. Semua itu karena kuatnya semangat kita untuk menjadi Bea Cukai makin baik. Kita tidak ingin terbelenggu oleh beban sejarah. Kita ingin berlari dan melesat dengan jiwa yang baru, dengan semangat yang baru, semangat perubahan menjadi makin baik. Sekarang, bukan lagi zamannya berbangga-bangga dengan prestasi kelompok. Keberhasilan yang diraih adalah keberhasilan bersama. Kegagalan satu orang adalah kegagalan kita semua. Demi tercapainya visi misi, terlebih cita-cita nasional, kita semua dituntut untuk menghilangkan ego sektoral. Kita dituntut bersinergi dengan seluruh instansi, bersinergi dengan seluruh rekan kerja. Dan itulah yang kami kerjakan di Ternate. Kami rajin berkunjung ke setiap instansi dan rajin menghadiri setiap undangan. Kami tidak mengenal siang dan malam atau hari kerja dan hari libur untuk membina kerja sama yang baik dengan semua pihak. Bukan cuma pada level pimpinan, sampai level pelaksana yang melaksanakan tugas kumandah ke pulau-pulau juga dipesankan agar bersilaturahmi dengan pemerintah dan aparat penegak hukum setempat. Selain sekadar berkenalan dan ‘permisi’, setidaknya jika terjadi hal-hal krusial dapat lebih cepat bersinergi dan berkoordinasi.

150

Sangat benar bahwa sebaik-baik kita adalah yang bermanfaat bagi sesama. Di DJBC ini, kita tidak meninggalkan warisan kegagahan seragam atau ketinggian pangkat jabatan. Warisan kita adalah nilai-nilai kebaikan, semangat perubahan, keteladanan terbaik bagi generasi penerus. Tidak akan sia-sia sekecil apa pun kebaikan yang dilakukan. Bukan pujian manusia yang dinanti, tapi kebahagiaan hakiki. Biarlah zaman terus berganti. Kita ingin hidup seribu tahun lagi, meski telah memasuki masa purnabhakti. Karena kebaikan tak pernah mati. --Selesai--

151

Jangan Patah Semangat Alfiandi

25

Sudah hampir empat tahun saya berada di Tanjung Balai Karimun. Selama waktu yang berlalu itu, banyak pelajaran yang saya hadapi. Awalnya rasa tidak betah hidup di sini begitu kuat. Niat untuk resign terus bergelora dalam diri. Bukan karena rindu rumah, melainkan adanya ketidaknyamanan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang begitu monoton. Selain itu, saya membayangkan ketika bekerja di sini harapan untuk mengembangkan diri pupus sudah. Saya tak tahu mesti bagaimana, dunia yang penuh dengan diskusi bersama teman-teman kuliah seakan sirna. Diskusi penuh arti tak lagi menjadi prioritas ketika berhadapan dengan rutinitas kerja. Saya memulai kehidupan di sini dari nol kembali. Saya ditempatkan di Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Bea Cukai Tanjung Balai Karimun. Kata orang, PSO adalah tempat yang begitu membosankan. Desas-desus yang beredar di kalangan pegawai bahwa siapa saja yang ditempatkan di sini sangat susah untuk bisa mutasi. Bekerja hanya fokus di laut saja. Tak bisa bebas ke mana-mana. Semua cerita itu menjadi suatu momok tersendiri ketika mendengar kata PSO. Dan masalahnya, saya ditugaskan sebagai Awak Kapal Patroli. *** Mengenal orang-orang yang berbeda karakter, suku, agama, umur, dan pemikiran, itu semua adalah hikmah. Namun sekaligus menjadi ironi. Hikmah karena bisa mengenal lebih

152

banyak orang. Ironi sebab yang dikenal juga semuanya sama. Sama-sama jenuh. Berkomunikasi jarak jauh dengan sahabat adalah cara saya berdamai dengan diri. Salah seorang sahabat yang begitu setia mendengar keluh kesah dan cerita di balik rumitnya pekerjaan adalah Anggi. Ia yang selalu menemani cerita-cerita saya tanpa bosan. Berdiskusi tentang masalah-masalah yang dihadapi dan mesti dipecahkan dengan segera, serta tentang pekerjaan yang penuh dengan tantangan. Setidaknya, ia adalah sosok yang membuat saya mampu bertahan hingga saat ini dan tetap menemukan jati diri dari seorang yang selalu gelisah dengan keadaan. Kegelisahan ini memang sering menghampiri saya, gelisah tentang hidup, dan arti kehidupan. Hari-hari terus berganti. Bulan selalu luput dalam hitungan. Dan tahun terus berjalan hingga saya tersadar bahwa banyak pencapain dalam diri ini jika kita tidak patah semangat. Ya, semangat dalam diri adalah modal terbesar menghadapi kehidupan ini. Jika kita tak memiliki harapan dan cita-cita, hidup hanya menjadi cerita tanpa rasa. Ketika ditempatkan sebagai awak kapal patroli, banyak tugas yang mesti dikerjakan. Kita diberikan amanah oleh bangsa ini untuk mengawasi perairan laut Indonesia. Salah satu sektor perairan yang sering kami awasi adalah Selat Malaka. Di sini adalah jalur yang padat akan lalu lintas kapal-kapal yang masuk dan keluar Indonesia. Dari banyaknya kapal yang masuk itu, tak jarang penyelundupan barang berbahaya sangat rentan masuk ke negeri ini. Contohnya narkotika.

153

Saat ini, narkotika begitu marak masuk ke Indonesia. Sungguh ini menjadi permasalahan yang begitu rumit dihadapi oleh bangsa ini. Jika penyelundupan barang berbahaya ini tidak dibasmi ke akarnya, bisa jadi generasi bangsa ke depannya akan terjangkiti sakit mental nomor satu yang sulit diobati, karena ia menyerang dan melumpuhkan urat nadi kehidupan agar tidak percaya lagi pada masa depan. Melaksanakan patroli laut, kita dituntut bekerja penuh dedikasi dan tentu saja dengan hati. Tak peduli siang atau malam, mengarungi lautan yang tenang atau bisa saja tiba-tiba bergelombang. Mata ini mesti senantiasa awas dalam memantau lalu lintas kapal-kapal yang mencurigakan. Terkadang sedih melihat teman-teman yang baru saja menikah mesti berpisah jarak dengan orang yang ia cintai. Sedih melihat teman gundah ketika mendapat kabar bahwa orang yang ia cintai telah tiada (baca: meninggal dunia) saat ia sedang di laut. *** Semangat dan semangat. Hanya itu yang dapat saya berikan untuk diri ini. Berdamai dengan diri adalah kunci agar kita bisa bertahan dari buruknya situasi. Saya percaya, bahwa setiap orang memiliki cerita hidup yang penuh lika-likunya sendiri. Tak peduli sehebat apapun ia saat ini, cerita tentang kesedihan tentu pernah dialaminya. Kesedihan yang terus mendera diri seakan hanyut dengan masa-masa membangun diri. Saya mulai aktif mengikuti berbagai kegiatan yang dapat membuka wawasan. Dan tentu saja kembali aktif menulis. Walau tulisan-tulisan yang saya hasilkan begitu berbeda nuansanya ketika semasa kuliah. Tema dan topik yang

154

sering saya bahas saat ini, lebih didominasi pada karya yang mendorong karir dan pencapain kerja. Namun, di balik itu semua, saya tetap menulis sesuai dengan karakter yang saya miliki. Jangan pernah berhenti menulis adalah kunci agar tetap bisa dikenang dalam sejarah kehidupan. Akhirnya saya sadar, kita pada hakikatnya adalah mesti mencintai pekerjaan. Ini adalah cara yang paling baik untuk mencapai kesuksesan. Begitulah ungkapan yang disampaikan oleh Billy Boen (2009) dalam menyikapi bagaimana seorang pekerja melihat masa depannya dengan baik. Jika kita bisa untuk mencintai apa yang kita kerjakan, maka setiap pekerjaan akan terasa dengan mudah dilaksanakan. Tantangan saat ini ketika seorang mulai meniti karirnya adalah saat dirinya tidak bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya saat bekerja. Potensi itu seharusnya terus ditempa dengan maksimal, bisa jadi potensi yang ada dalam diri kelak akan menjadikan kita sebagai pribadi yang sanggup mencapai masa depan dengan gemilang. Banyak orang yang terjatuh di tengah jalan saat ia tidak bisa menumbuhkan semangat dalam bekerja. Semangat itu kadang membara dalam jiwa, namun seketika bisa redup bahkan padam tanpa sebab, sehingga konsistensi dalam menjaga semangat adalah suatu hal yang perlu dijaga oleh diri. Pernah saya teringat akan sebuah kisah motivasi dari seorang yang saya anggap hebat. Bahwa hidup ini serba mungkin. Mungkin kita akan sukses, mungkin pula kita akan terpuruk kemudian. Namun saat kita mengalami keterpurukan itulah kita

155

harus bisa bangkit. Kitalah yang akan menentukan masa depan diri ini, bukan orang lain. Jika kita percaya pada diri, maka peluang untuk bisa maju itu terbuka dengan lebar. Sebab kepercayaan diri seseorang mampu memecahkan tembok prestasi yang gemilang. Ia mesti menggantungkan

harapannya

setinggi

mungkin.

Walau

kebanyakan kita pupus semangat di tengah jalan, namun jika tetap percaya pada diri, maka kita akan bisa melahirkan suatu karya yang besar manfaatnya kemudian. Akhirnya kini, saya menemukan titik balik dalam diri. Saya tidak mesti lagi terombang ambing dalam kehidupan yang ambigu. Semua kekhawatiran itu sebenarnya ada dalam pikiran. Jika saya bisa

meyakinkan diri bahwa kehidupan tak

semenakutkan yang dibayangkan. Saya bisa terus mencapai target kehidupan dengan lebih baik lagi. Terus percaya pada diri sendiri dan percaya pada doa-doa yang telah terucap. Terima kasih kepada orang-orang yang telah menyayangi kehidupan ini. Tulisan ini menjadi pemantik bagi saya untuk bisa memahami kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Oh, ya, pesan saya. Carilah sahabat yang mau menata dan meniti kehidupan yang lebih baik lagi. Sahabat saya itu, kini menjadi istri yang mendampingi saya di Tanjung Balai Karimun. --Selesai--

156

Tenanglah Nak, Doaku Selalu Menyertaimu

26

Cyntia Dewi Fortuna Sumani Malau

“Selamat ya, jadi pegawai Bea Cukai, nih.” Ungkapan itu saya terima dari beberapa kerabat saat mengetahui bahwa saya telah diterima menjadi pegawai Bea Cukai. Sebenarnya, saya tidak senang-senang amat. Ya, tidak senang-senang amat, saya ulangi. Menjadi pegawai Bea Cukai, yang berkemungkinan ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia dan di daerah-daerah terpencil di perbatasan Indonesia, bukanlah hal yang diminati oleh seorang yang belum pernah merantau jauh dari orang tua, seperti saya. Merantau paling jauh itu, ya, waktu kuliah, itu pun hanya di Bandung (rumah saya di Tangerang, Banten). Orientasi pegawai baru Bea Cukai, atau yang biasa dikenal dengan CBP (Customs and Excise Onboarding Programme), yang dilaksanakan pada bulan Desember 2017 dan Januari 2018 pun menjadi saat-saat yang membuat saya merasa deg-degan. Saya merasa deg-degan karena saya tahu, setelah masa orientasi ini akan keluar pengumuman mengenai lokasi OJT (On Job Training), yang biasanya juga akan menjadi penempatan definitif kami para CPNS, nantinya.

157

Belawan, Medan Saya ditempatkan di Belawan, bukan di Medan. Orang Medan bilang kalau Belawan itu jauh dari Medan, bukan terletak di Kota Medan. Saya agak tidak percaya saat mengetahui bahwa saya ditempatkan di Sumatera Utara. Saya hanya berekspektasi akan ditempatkan, ya, paling jauh di Surabaya, tidak sampai di luar Pulau Jawa. Saya kan wanita, lagipula masih banyak rekanrekan saya yang bisa ditempatkan di Belawan, bukan saya pastinya. Namun kenyataanya, manusia hanya berencana namun Tuhan yang menentukan, kan? Dengan berbekal nasihat orang tua yang mengatakan, ‘Kalau Kamu sudah berniat untuk bekerja menjadi seorang pegawai Bea Cukai, Kamu tidak boleh hanya mengucapkannya. Kamu harus hidup dalam perkataanmu itu, dan melaksanakannya dengan sepenuh hatimu.’, saya pun berkemas bersiap untuk berangkat ke Belawan. Saat itu, saya hanya mendengar nasihat itu, bukan mendengarkan. Mendengar dan mendengarkan adalah dua hal yang berbeda. Mendengar berarti hanya masuk kuping kiri lalu keluar

kuping

kanan,

sedang

mendengarkan

berarti

memahaminya dan melakukannya dengan baik. Namun, karena saya tahu bahwa perkataan orang tua saya benar (meski saya belum meyakininya), saya pun menguatkan diri saya dan bersiap untuk berkemas. Sebagai informasi, kami para CPNS hanya mempunyai waktu tiga hari sebelum mulai bekerja di tempat yang telah ditetapkan menurut Surat Keputusan. Pagi itu, saya tiba di Belawan. Terik matahari Belawan menemani saya di pagi pertama bekerja di kota ini. Belawan

158

adalah salah satu pelabuhan besar di Indonesia. Sebagian besar barang dari luar negeri masuk melalui pelabuhan ini, begitu pula sebaliknya. Seperti Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas, Belawan juga merupakan pelabuhan yang sibuk. Banyak truk besar yang berlalu-lalang di daerah ini untuk mengangkut barangbarang ke kota Medan yang kemudian disalurkan ke kota-kota lain. Masuk ke lingkungan kerja yang baru, di kota yang jauh dari orang tua, adalah hal yang baru bagi saya. Walaupun orang tua saya adalah orang asli Sumatra Utara, tidak pernah terpikirkan bahwa saya akan bekerja dan mengabdi di kota ini. Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu Saya menjalani hari-hari saya hidup di kota ini. Tidak buruk, namun tetap saja saya masih sering merasa kesepian tinggal di kota ini. Jauh dari keluarga. Ya, saya tidak terbiasa jauh dari keluarga. Saat kuliah dulu, minimal 2 minggu sekali, saya pasti pulang ke rumah untuk bertemu keluarga. Pulang ke rumah sangat menyenangkan meski waktu yang saya punya hanya sedikit, hanya cukup untuk sekedar beribadah dan berbincang di akhir pekan. Berbeda dengan saat ini, semuanya hanya dapat dikabarkan melalui pesan singkat atau pun melalui telepon. Sebulan, dua bulan, dan tiga bulan pun terlewati Di kantor ini, tidak semua pegawainya adalah orang asli Sumatra Utara. Ada beberapa yang berasal dari Palembang, Padang, dan sebagian lagi adalah orang asli dari beberapa daerah di Pulau Jawa. Pegawai di kantor ini ada yang merupakan pegawai yang telah mengalami beberapa kali mutasi, namun ada juga yang

159

sejak awal bekerja memang ditempatkan di Sumatra Utara. Bagi saya, bekerja di tempat dengan berbagai latar belakang budaya adalah suatu hal yang menyenangkankan. Menyenangkan? Ya, memiliki rekan kerja sekaligus teman yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia membuat saya belajar. Belajar bergaul dengan banyak orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, belajar satu dua kebiasaan budaya masing-masing, dan tentunya juga belajar menghargai satu sama lain saat bekerja. Memang kami tidak selalu tertawa dan berbagi cerita, ada saatnya kami harus merasa kesal dan bergesekan saat bekerja, namun itu adalah seni dari bekerja sambil merantau. Hidup di lingkungan baru adalah suatu hal yang bisa dibilang gampang-gampang susah. Gampang adalah saat semuanya berjalan sesuai dengan keinginan di tempat yang baru in dan susah adalah saat kita jatuh sakit atau menghadapi masalah yang begitu berat, sehingga pada saat tersebut solusinya hanyalah bercerita dengan orang terdekat. Bercerita tentang apa yang dirasakan dan apa yang diharapkan. Atau dalam kamus pribadi saya: bercerita untuk mengeluarkan isi yang tidak baik dari dalam hati dan menggantinya dengan isi yang lebih baik. Empat bulan, lima bulan, enam bulan Bertemu orang baru dan menjalankan hal-hal baru memanglah hal yang menyenangkan. Namun, tetap ada satu hal yang akan sangat terasa saat kita pergi merantau. Keluarga. Tak tertahankan rindu yang harus ditanggung saat berada jauh dari keluarga. Satu-satunya jalan untuk menuntaskan rindu itu adalah

160

dengan menelepon mereka, keluarga yang tinggal jauh di sana. Seperti biasa, yang ditanyakan oleh ayah pertama kali saat menelepon adalah kabar saya. “Bagaimana kabarmu di sana?” “Baik pak. Kalau bapak sehat?” “Iya, bapak sehat. Bagaimana pekerjaanmu disana, Nak?” “Baik, Pak. Ada beberapa tugas baru jadi agak sedikit sibuk. Tapi bisa terhandle kok Pak…” Ada rentang dimana saya terdiam. Terdiam karena terlalu rindu dan ingin pulang, namun tidak berani saya ungkapkan. “Baguslah Nak. Bapak tahu kamu memang kuat merantau.” “Tahu darimana Pak?” “Tentu Bapak tahu. Doa Bapak tidak pernah absen setiap malam untukmu. Dan setiap selesai berdoa Bapak merasa lebih tenang. Anak Bapak ada dalam lindungan-Nya, apalagi yang harus Bapak khawatirkan?” Air mata menetes tak tertahankan. Rindu itu sekejap hilang. Hilang untuk kemudian tergantikan dengan rasa tenang setelah mendengar jawaban yang sangat teduh dari suara di seberang telepon itu. “Tidurlah, sudah malam. Jangan lupa malam ini persiapkan keperluanmu untuk bekerja besok.” “Terima kasih Pak. Sehat-sehat ya, Pak.” “Iya tentu. Selamat malam, Nak.” “Selamat malam, Pak.”

161

Tujuh bulan, delapan bulan, hampir setahun terlewati. Tidak terasa, hampir satu tahun saya hidup di kota ini. Tempat yang awalnya asing bagi saya, kini, sudah seperti rumah kedua. Perasaan saya yang tidak senang-senang amat saat awal diterima pun telah berganti, saya merasa senang dan bersyukur saat ini. Bersyukur untuk banyak hal yang telah terjadi selama hampir satu tahun di tempat yang baru ini dan rumah kedua ini tentu saja tidak bisa disebut rumah saat tidak ada ‘keluarga’ yang tinggal di dalamnya. Terima kasih kepada atasan dan senior yang selalu membimbing saya untuk memulai kehidupan baru di Bea Cukai ini. Terima kasih kepada teman-teman yang membantu saya untuk bersama-sama belajar beradaptasi di lingkungan yang baru ini. Terima kasih kepada kota ini, kota yang mengajari saya untuk belajar hidup kuat sekaligus mandiri di waktu yang sama.

162

Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya. Tanpa doa dari mereka, tentu saya tidak akan bertahan sampai saat ini. Jarak antara kami boleh jauh, namun doa dan restu mereka tidak penah jauh dari saya. Doa dan restu yang senantiasa menenangkan hati saya dan memupuk niat saya sehingga saya semakin yakin untuk mengabdi kepada negeri ini, mengabdi untuk Indonesia. --Selesai--

163

Pelajaran Hidup Kharisma Khoirunnisa

27

“Hijrah bukan hanya sekedar soal berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi hijrah itu luas, lebih dari soal hati.” Kala itu, ba'da Isya pada tahun 2016, aku sudah lupa tepatnya bulan apa dan tanggal berapa, aku beserta teman angkatanku dikejutkan dengan munculnya pengumuman penempatan definitif di angkatan kami. Detik pada jam dinding terdengar semakin lama seakan semakin cepat seiring dengan bunyi detak jantung di dada. Kelopak mataku menyipit, mencoba memperjelas pandangan. Kupegang ponsel pintar dihadapanku, menggeser ke bawah deretan nama-nama itu hingga jari-jariku terasa berkeringat. Tatapanku berhenti tatkala aku menemukan namaku dan penempatan definitifku tertera pada pengumuman itu. Alhamdulillah, hatiku. Bahagia? Tentu. Sedih? Jangan ditanya. Sungguh bercampur tidak terkira, tidak mampu kulisankan perasaanku. Ini terdengar berlebihan tetapi memang itu yang kurasakan saat itu, jika aku pernah merasakan ketika pengumuman penerimaan universitas negeri itu mendebarkan, ternyata ada yang lebih mendebarkan! Sungguh! Aku mengerutkan dahi, meyakinkan bahwa aku tidak salah baca. Jujur saja aku terlalu bingung untuk mengekspresikan perasaanku kala itu. Aku senang karena penempatanku masih di Jawa, tetapi bukankah itu jauh juga di Madura? Ketika aku mendapati penempatanku cukup jauh dari rumah, aku diingatkan untuk terus mengucap syukur tanpa menyalahkan skenario Allah.

164

Aku harus ingat, rancangan-Nya pasti ajaib, lebih indah dari yang manusia kira. Saat itu juga bayanganku melayang kemana-mana, sosok ibu, keluarga, teman, bahkan jodoh pun sempat-sempatnya mampir di pikiranku yang runyam akibat dikagetkan dengan pengumuman definitf yang tiba-tiba. “Ah, tak apa, toh sejauh apapun aku penempatan ini, bukankah masih di bumi Allah?” Bisik hatiku untuk menguatkan diriku sendiri. Hari Ahad, 17 Juli 2016 adalah hari di mana aku pertama kali menginjakkan kaki di tanah Madura. Pesan singkat yang dikirim ibu pagi itu membuat aku semakin tak karuan, teringat aku akan memulai hidup baru di tanah Madura, yang letaknya cukup jauh dari tanah kelahiranku dan tentu itu artinya aku akan tinggal jauh dari ibu. Sungguh awal perjalanan yang tampak mudah namun tetap saja kenyataannya terasa berat bagi perasaanku. Kurasa sebagian bahkan semua orang yang bekerja di instansi ini pernah merasakan, berdebarnya dada membuka pengumuman definitif dan beratnya memulai kehidupan di tempat baru apalagi jika tempat itu jauh dari tempat tinggal dan keluarganya. Segaris biru di antara yang sendu, kalimat ini rasanya layak untuk menggambarkan aku yang kala itu pertama kali melihat suasana di pulau garam, Madura. Boleh jadi, aku kemarin sedih mengetahui bahwa aku harus menjalani beberapa waktu untuk bekerja disini, tetapi aku harus ingat untuk tetap bangkit. Melihat pemandangan laut biru di belakang kantor baru sungguh memberi secercah semangat pada diri ini. Allah sungguh Maha Baik, telah menempatkan aku di tempat yang baik, bersama orang-orang baik dan tentu pada kesempatan yang baik pula. **

165

Aku jadi ingat, ketika orang-orang di sekitarku mendapati bahwa aku berhasil masuk ke sebuah sekolah dinas dengan jurusan kepabeanan dan cukai waktu itu. Banyak dari mereka yang memberi nasihat seakan-akan menggambarkan bahwa Bea Cukai adalah instansi dengan image yang kurang baik di mata mereka. Alangkah menariknya, pikirku menyoal komentarkomentar itu, yang mana justru membuatku semakin penasaran dan semakin yakin untuk bekerja di DJBC. Kini aku mencoba membuktikan dengan pandanganku sendiri, mengambil hal baik dari komentar mereka tersebut, dan kenyataannya banyak hal baru yang aku ketahui dari instansi DJBC ini, aku yang dahulunya awam menanyakan keberadaan DJBC pun akhirnya mulai mengerti, termasuk tentang tugas dan fungsi DJBC sungguh mulia untuk negeri ini. Bekerja di instansi DJBC ini sungguh memberiku banyak pelajaran. Aku juga belajar tentang teman, keluarga, mutasi, kerja, ibadah, air mata, dan bahagia. Bagiku, semua itu begitu terasa setelah aku melewati masa-masa yang lalu, termasuk penempatan definitif itu. Dan tak disangka, waktu demi waktu terus berjalan, permulaan berat untuk memulai penempatan sudah berlalu, sekarang saatnya aku belajar memaknai lebih dalam apa itu bekerja dan mengabdi. ** Hijrah. Mungkin bagi sebagian orang, kata hijrah ini sudah tidak lagi asing, pun termasuk aku. Ada satu hal menarik yang aku pelajari di DJBC ini, yakni tentang hijrah. Tidak bisa dipungkiri, bekerja di DJBC itu artinya rela dipindahtugaskan kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun keadaannya. Dari situlah aku ambil satu makna bahwa hijrah itu bukan hanya sekedar soal

166

berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi hijrah itu luas, lebih dari soal hati. Soal kita ikhlas dalam menjalani dan kita yang memilih berjalan di tempat atau berusaha menjadi pribadi yang semakin baik dari hari-hari, termasuk dalam bekerja. Kita adalah akumulasi dari pilihan-pilihan hidup yang kita ambil. Perubahan akan selalu ada dari masa ke masa, dari satu tempat ke tempat lainnya. Baik atau buruknya itu kembali kepada kita dalam memilah dan memilih pelajaran hidup. Hal itulah yang kadang kala mengembalikan semangatku tatkala teringat aku harus menjalankan tugas di tempat yang tidak dekat dengan rumahku. Kita harus berusaha untuk tidak sekedar berpindah tempat saja, tetapi juga berubah menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya. ** Saat ini sudah dua tahun lebih sejak pengumuman definitif. Aku percaya jika semua yang ditakdirkan Allah ini pasti punya maksud tersendiri. Di saat aku bertemu orang-orang baru di sini, terkadang aku diingatkan tentang banyak hal terutama tentang pelajaran hidup. Belum lagi selama ini aku berada di unit kepegawaian, memang tidak banyak bertemu dengan pengguna jasa, tetapi seringkali aku mendapat banyak pelajaran berharga langsung dari pegawai-pegawai di sini. Satu contoh saja ketika aku mengurus berkas pegawai yang hendak pensiun tahun lalu. Membuka dokumen kepegawaian beliau yang hendak pensiun, membukanya satu per satu, bahkan beberapa kertas sudah terlalu usang berwarna putih menuju kecoklatan. Dari beliau yang hendak pensiun ini aku menyadari tentang pengabdian. Tentu beliau melewati sekian banyak hal ketika bekerja disini. Perjuangannya yang luar biasa itu dijalani

167

dengan ikhlas untuk menafkahi keluarga dan berbakti kepada negeri. Aku mungkin masih anak kemarin sore, jikalau ditanya soal pengalaman tentu ada mereka yang jauh lebih berpengalaman. Dari mereka yang berpengalaman inilah aku belajar. Sudah sepantasnya kita bersyukur, dimanapun nanti ditempatkan harus diterima dengan hati yang lapang dan ikhlas, meskipun kita tahu tempat itu berjarak dengan tempat tinggal kita. Benar saja, segala perjuangan terasa lebih nyaman dijalani ketika kita melibatkan kebersyukuran dan keikhlasan di sana. ** Kadang kala ketika kita bekerja, menjalani tugas yang sudah diberikan pasti pernah merasa bosan dan jenuh. Kurasa hal itu manusiawi terjadi. Namun, aku diingatkan lagi bahwa ruang serta sekat itu diciptakan tidak untuk menjadi pembatas akal pikiran kita, imajinasi kita, dan segala kebaikan kita. Jika bosan terjadi, jangan terjebak! Kita harus bangkit dan mengembalikan niat kita untuk bekerja, yakni berbagi kemanfaatan dan kebaikan. Kurasa sampai di sini saja, tak banyak yang mampu kuceritakan, namun banyak harapan dan pelajaran hidup yang ingin aku luapkan. Jangan lelah mengabdi dan syukurilah dengan hati. Mari! --Selesai--

168

Rindu Nimashita Ichtiaty

28

Assalamu’alaikum. Ayah, apa kabar? Di sini, aku baik, jangan khawatir anakmu sehat. Ayah sehat? Bagaimana dengan Ibu, Yah? Ayah aku rindu, maafkan aku yang tidak bisa pulang akhir tahun ini. Sampaikan salamku pada Ibu. Ayah, bolehkah aku cerita? Akan kuceritakan sedikit pengalamanku di sini pada Ayah. Oiya, jika Ibu mau, Ibu juga boleh ikut mendengarkan. Ayah, pertama kali kami sampai di sini, kami disambut hangat oleh senior dan atasan kami. Petang itu sekitar pukul 17.00 kapal kami sampai di kota penempatan kami. Suara debur ombak sahut menyahut berbarengan dengan hempasan angin sore itu menyambut kami. Terasa asing, Yah, saat itu karena disitu adalah kali pertama aku meninggalkan pulau Jawa. Masih ku amati sekitar. Penumpang lain telah turun dari kapal menuju kendaraan mereka masing-masing. Lalu lalang buruh angkut terlihat sibuk menawarkan jasanya, tak kalah juga suara para sopir taksi dan becak motor berebut mencari pelanggan. Lamunanku

terhenti,

digantikan

laju

langkahku

mengikuti teman-temanku yang lain menuju tempat parkir. Di sana, telah menunggu senior kami. Perkenalan singkat, disambut hangat tak hanya oleh senior namun juga oleh jajaran atasan kantor kami beserta kepala kantor saat itu. O, iya, Ayah, apa Ayah tau? Kami datang bersepuluh, tiga di antaranya perempuan. Dan ternyata Ayah, ini adalah kali pertama ada perempuan ditempatkan di kantor ini. Menarik bukan? Kota ini kecil, Yah. Tapi

169

sepanjang jalan bisa dipastikan Ayah akan melihat pantai di sini. Mungkin suatu saat akan ku ajak Ayah dan Ibu ke sini. Ayah, ternyata kebanyakan pegawai di sini jauh dari keluarga. Mereka jauh dari anak, jauh dari istri. Rinduku ternyata tak ada bandingannya jika dibandingkan dengan mereka. Bapakbapak ini, para suami dari istri mereka, para ayah dari putra dan putri mereka menahan rindu demi menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga. Dan banyak juga di sini anak yang meninggalkan rumahnya, berpisah dengan bapak, dan ibunya, saudaranya, bahkan kekasihnya, mereka menahan rindu untuk merajut rangkaian mimpi mereka. Ayah, ternyata rinduku tak sendiri. Ada rindu-rindu mereka yang bahkan mungkin lebih indah dari rinduku padamu. Tentang rindu, ada sedikit cerita menarik saat kemarin kami melakukan pengecekan kapal yacht. Sekitar pukul 08.00 pagi, kami membuat janji dengan seorang wisatawan asing yang datang ke Indonesia dengan menggunakan kapal yacht untuk melakukan pengecekan kapal. Kapal ini berisikan satu orang. Iya, dia berlayar sendirian. Sesaat kami tiba terlihat sosok paruh baya berkisar hampir setengah abad. Ia langsung menyambut kami dan menyalami kami satu per satu. “Hai, selamat pagi.”, sapanya pada kami sambil menarik senyum di pipi. Memperlihatkan deretan giginya berbaris rapi. Setelah perkenalan singkat, dia menjelaskan bahwa dia turun dari kapalnya menuju pantai menggunakan kano yang hanya cukup untuk satu orang. Dan kami memutuskan menyewa kapal nelayan setempat untuk mengangkut kami menuju kapal itu.

170

Ombak menari-nari di bawah kapal kayu nelayan tanpa mesin ini. Membuat kapal berlenggak-lenggok seperti model yang berjalan di atas red carpet. Membuat penumpangnya yang tak biasa menaikinya harus pintar mengatur keseimbangan dan, ya, berpegangan erat pada kapal dayung itu. Untungnya, perjalanan tidak memakan waktu yang lama untuk sampai ke kapal yacht. Berhasil menuju kapal yacht, kami langsung melakukan pengecekan kapal tersebut. Setelah selesai, kami kembali ke pantai dengan menggunakan kapal dayung nelayan yang sama. Dengan ombak yang sama dan dengan kekhawatiran yang sama. Beruntung, perjalanan pulang ini terasa lebih singkat.

Kapal kayu nelayan tanpa mesin

Setelah proses pengecekan kapal, kami duduk sebentar di pinggir pantai. Sembari menikmati udara sejuk pagi itu, dia menceritakan pengalaman perjalanannya kepada kami. Dia

171

berlayar dari Madagaskar menuju Indonesia. Perjalanan itu menempuh waktu cukup lama kurang lebih selama dua bulan. Ini adalah kali pertamanya ia melakukan perjalanan dengan jarak tempuh yang cukup lama seorang diri. Dia bercerita bahwa di tengah perjalanannya menuju Indonesia, dia sempat menyesali keputusannya untuk berlayar sendirian. Ini merupakan kedua kalinya ia datang ke Indonesia. Saat pertama kali ia ke Indonesia itu sudah beberapa tahun lampau. Dan kemudian dia kembali ke Indonesia. Ayah, wanita ini begitu tangguh. Usia tidak membuat nyali wanita ini ciut untuk melakukan perjalanan sendirian. Iya, dia adalah seorang wanita berumur 49 tahun. Mengesankan bukan? Ayah ternyata di balik keputusan beraninya itu, ada alasan mengapa ia melakukannya. Tujuan dia datang ke sini adalah ingin mengunjungi temannya yang telah beberapa tahun tidak berjumpa. Temannya itu adalah orang yang ia kenal ketika pertama kali ia datang ke Indonesia. Ayah, betapa kekuatan rindu itu dapat mengubah jalan seseorang. Entah itu memperkuat atau memperlemah. Dalam kasus ini, rindu itu menjadi energi yang dia salurkan menjadi sebuah keberanian mengarungi lautan. Bahkan jika itu harus dia lakukan seorang diri. Begitu juga dengan kami di sini Ayah, pun dengan pegawai lain di pulau lain yang bernasib sama. Merangkai rindu menjadi energi, yang kemudian rangkaian rindu itu akan kami sematkan ketika kami pulang pada mereka, pada Ayah pada Ibu, pada saudara, pada anak. Rindu itulah yang menjadi motivasi kami bekerja di sini, bekerja dengan cara yang baik dengan cara yang benar.

172

Ayah terima kasih untuk segala yang Ayah berikan padaku. Di sini, aku melihat pengorbanan sosok Ayah yang mengingatkanku padamu. Ayah, aku rindu. Sampaikan salam rinduku juga pada Ibu. Wassalamu’alaikum. Dariku, Anak bungsumu --Selesai--

173

Tentang Desember Muh. Arfah Saputra

29

Akan arti sebuah labuh Akan arti sebuah sandar Mana pergi ? Seperti apa pulang ? Resah pada pilihan Sesal pada penempatan, ketetapan Berontak hanya dalam doa Nikmat mengembara Bertemu sejuta rupa Ramah bagai saudara, sedarah Bhineka Tunggal Ika Damai pada rumah di barat Ku cipta rumah di timur Neng kono Neng kene Torang samua ba sodara -Gorontalo, Tahun Baru 2018. Namaku Arfah, Muh. Arfah Saputra; Muh. Arfah Saputra daeng Tiro. Orang Makassar coret kata kawanku. Aku berasal dari sebuah dusun kecil bernama Bontokassi, Kelurahan Panrannuangku, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Sebuah Dusun yang ketika

174

kusebut ‘Bea Cukai’ maka bukan jawaban balasan ‘makin baik!’ yang ku terima, melainkan pertanyaan, “Apa itu Bea Cukai ?”

Kemenkeu Mengajar 3, SDN. 2 Kota Barat, Gorontalo (Fotografer: Muhammad Lutfi Adnan K. W

)

Malam itu, Desember yang rusuh. Di kamar berukuran kecil di Rawamangun, DKI Jakarta yang ku tinggali dengan empat kawanku, anak muda yang siap mengabdi untuk negeri, katanya. Suasana tegang sangat terasa menunggu pengumuman penempatan. Sebuah surat yang telah membuat kami resah beberapa minggu terakhir. Surat yang “katanya” akan merenggut masa muda kami. Line! Ding ding. Suara notifikasi dari grup aplikasi multichat kelasku semasa kuliah. Emoticon beraneka ragam memenuhi kolom obrolan. Sedih, senang, pura-pura senang. Ramai sekali malam itu. Kecuali aku. Yang aku rasakan saat itu hanyalah bingung. Apa yang harus kulakukan selanjutnya. Seperti apa tempat yang akan aku jumpai. Sebuah negeri yang kata orang

175

adalah Serambi Madinah, Kota Gorontalo. Hingga tiba hari itu, hari dimana kami harus menyebar, mengabdi, membangun negeri. Rabu, 20 Desember, tepat pukul tujuh waktu Makassar, angkutan udara yang membawa aku dan kedua rekanku dari ibu kota, Jakarta, mampir sejenak. Baru kali ini Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, ramai oleh keluargaku. Ciuman dan pelukan hangat dari ibuku, ayah, nenek, dan semua yang hadir pagi itu, menambah semangat untuk segera berjuang di tempat yang baru. Untuk kisah yang baru. Telur bebek rebus menemani langkahku kembali ke pesawat untuk melanjutkan perjalanan. Pertama kali kupijakkan kaki di negeri Serambi Madinah, kuucap syukur untuk tugas mulia yang akan kuemban. Dari dalam Gedung Bandar Udara, nampak senior dengan seragamnya, telah menanti di depan pintu kedatangan penumpang. Ramah, benar seperti saudara. Mengakrabkan diri terasa sangat mudah dengan mereka, anak muda yang juga berada di tempat ini karena amanat untuk membangun negeri. Bersama mereka, banyak kejadian yang menjadi guru bagiku saat ini. Aku ingat pagi itu, pukul 07.00 waktu Gorontalo, pagi yang sibuk. Mereka telah berkumpul di ruangan, ada tangkapan katanya. Setelah berkoordinasi dengan pihak Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Utara, pukul 11.00 WITA, kami bergegas menuju lokasi di Desa Pangi, Kab. Bolaang Mongondow wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Sebuah daerah yang harus ditempuh selama tujuh jam perjalanan lewat jalur darat dari Kota Gorontalo dan tujuh jam pula jika ditempuh dari Kota Manado dalam keadaan normal. Namun sayang, hari itu cuaca kurang bersahaja. Jarak yang jauh dan cuaca yang kurang mendukung tak menyurutkan semangat kami. Tepat pukul 20.00, kami tiba di

176

sebuah dermaga kecil. Nampak kapal kayu yang membawa sejumlah karung pakaian bekas (ballpress) sudah bersandar pada tiang-tiang kayu dermaga tua. Sang juru kemudi beserta awak kapal sudah tidak ada di lokasi. Yang terlihat hanya petugas Bea Cukai dan beberapa warga setempat serta aparat TNI dan Kepolisian yang turut membantu pengamanan. Suatu sinergi yang terjalin kuat demi menjaga kedaulatan NKRI. Malam yang terasa mencekam, di tengah hutan, suara ombak, dan binatang malam serta tubuh yang lelah tak membuat kami serta merta lupa akan tugas dan maksud perjalanan ini. Pukul 10.00, sang awak kapal dan juru kemudi tak juga kembali. Akhirnya oleh petugas Bea Cukai, kapal kayu itu dibawa menuju Kota Manado untuk ditindak lebih lanjut. Hari itu, kejadian itu, membuka pikiranku akan arti kerja tim, koordinasi dan semangat dalam bertugas. Untuk kisah yang lain; Kemenkeu Mengajar, senam bersama, dan segala kegiatan yang menjadikan kami keluarga adalah suatu proses yang menguatkan kami, terutama aku, hingga tak pernah merasa risau di pulau nan jauh dari keluarga. Terkadang kita hanya perlu menerima, menjalani sembari menikmati. Tak ada masa muda yang terenggut, ini hanya tentang bagaimana kita mengisi dan melewatinya. Dan menjadi bagian dari instansi ini adalah pengalaman luar biasa yang aku dapatkan di masa muda. Mengabdi untuk negeri. Terima kasih Desember yang menarik. Terima kasih DJBC, aku bangga…!! --Selesai--

177

Tentang Para Penulis

Agil Romana – pria terlahir 23 tahun yang lalu ini belajar mencintai sastra dari berbagai karangan fiksi pengantar tidur Sang Ibunda. Dari Pati, tempat kecil yang tenar karena kacang dua kelinci. Ia lulusan Diploma III Bea Cukai PKN STAN Angk. 27. Saat ini mengemban amanat di Kantor Ternate, Pulau kecil bersebelahan dengan Pantai Surga, Morotai. Ahmad Fauzi – putra kelahiran Makassar, 28 Februari 1995 ini merupakan lulusan Diploma III Akuntansi PKN STAN Tahun 2016. Ia bergabung di Bea Cukai sejak Desember 2016 dan saat ini bertugas sebagai pelaksana di KPPBC TMP C Ketapang. Salah satu pengalaman tugasnya yang sangat berkesan adalah ketika mesin kapal klotok rusak dan tidak dapat berfungsi sama sekali sehingga, selama berjam-jam bersama rekan lain terombang-ambing di lautan lepas. Alfiandi – adalah putra asal Lhokseumawe, Aceh. Lahir pada 17 April 1993 di Medan. Ia merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh. Saat ini, ia bertugas di Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun. Kegemaran menulis telah dimulai sejak awal menjadi mahasiswa, tulisannya telah dimuat di beberapa media lokal dan nasional, serta pernah menjuarai di beberapa forum lomba menulis. Arung Putra Framia Waskita Pama – lahir di Pemalang, 27 Juli 1995. Lulus Diploma I Bea Cukai PKN STAN pada Tahun 2014. Saat ini, ia bertugas sebagai Pelaksana Pemeriksa pada Subseksi Kepatuhan Pelaksanaan Tugas Pengawasan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Jakarta.

Cyntia Dewi Fortuna Sumani Malau – lahir di Tangerang, 31 Januari 1992. Ia menyelesaikan pendidikan di SD Shalom II, SMP Strada Santa Maria 2, SMA Negeri 1 Tangerang, dan lulus dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Cyntia bergabung di DJBC pada Tahun 2017 dan di tempatkan di BPIB Tipe B Medan. Daniel Fernando Situmorang – lahir di Jakarta, 9 Desember 1995. Ia merupakan pegawai Bea Cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP C Gorontalo dan saat ini mengemban amanah sebagai Bendahara Pengeluaran. Dio Wijayanto Nugroho – pegawai yang lahir di Cirebon, 14 November 1991 ini menamatkan pendidikan dasar sampai menengah atas di kota kelahirannya tersebut. Ia pernah mengenyam pendidikan di Institut Teknologi Bandung selama lebih dari dua tahun sebelum akhirnya memutuskan mundur. Ia kemudian melanjutkan pendidikan Diploma I Bea Cukai PKN STAN dan lulus Tahun 2012. Saat ini, ia bertugas sebagai pelaksana di KPPBC TMP C Cirebon. Eko Achmad Santoso – lahir di Surabaya pada 04 Juli 1982. Ia adalah lulusan Diploma III Kepabeanan dan Cukai pada Tahun 2004 dan melanjutkan S1 Ekonomi. Saat ini, ia mendapat amanat sebagai Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan KPPBC TMP C Meulaboh. Ferdiansyah Fauzi – lahir di Tanjung Karang, 08 Januari 1985. Lulusan Diploma I Kebendaharaan Negara PKN STAN Tahun 2005 ini sekarang bertugas sebagai pelaksana pada KPPBC TMP B Bandar Lampung. Sehari-hari, ia aktif bermedia sosial dan aktif di beberapa grup sosmed Facebook seperti grup traveling. Ia seringkali menjadi narsum atau tempat bertanya rekan-rekan di grupnya tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aturan kepabeanan.

Hanif Gustav – lahir di Jakarta, 16 Oktober 1994. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Lulus Pendidikan Diploma III Akuntansi PKN STAN pada Tahun 2016. Saat ini, penulis telah bertugas di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Satuan Kerja Bea Cukai Atambua, unit kerja Penindakan dan Penyidikan. Hardika Dwi Ambarwati – lahir di Magelang, 19 Agustus 1994. Ia dididik untuk hidup sederhana serta selalu disiplin sejak kecil. Lulusan Diploma III Akuntansi PKN STAN dengan predikat cumlaude ini bertugas di KPPBC TMP B Kualanamu. Semangat menulisnya kembali muncul ketika dia berhasil mendapatkan juara II lomba menulis essay tingkat Kanwil Sumatera Utara dalam rangka peringatan Hari Bea Cukai Ke-72. Iswandi – pegawai yang lahir 4 Februari 1984 di Pemalang, Jawa Tengah ini merupakan lulusan Diploma III Kepabeanan dan Cukai Tahun 2005. Kemudian, ia menyelesaian pendidikan S1 dari Universitas Budi Luhur Tahun 2011 dan S2 dari Aoyama Gakuin University, Tokyo, Japan Tahun 2017. Saat ini, ia bertugas sebagai Kasubsi Kepatuhan Pelaksanaan Tugas Pengawasan KPPBC TMP A Tangerang. Kharisma Khoirunnisa – saat ini, ditempatkan di unit kepegawaian pada KPPBC Tipe Madya Pabean C Madura. Ia dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 02 Oktober 1994. Ia merupakan alumni Diploma I Bea Cukai PKN STAN Tahun 2015. Kharisma mempersembahkan karya tulisnya bagi para pegawai DJBC di seluruh negeri dengan harapan dapat memupuk semangat serta dedikasi para pegawai. Lenni Ika Wahyudiasti – wanita yang lahir di Surabaya 07 Agustus 1972 ini sekarang mendapat amanah sebagai Kepala Bagian Umum

Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Utara. Salah satu penggiat literasi di DJBC ini aktif menulis untuk beberapa media massa baik lokal maupun nasional. Salah satu buku karyanya berjudul “Derap Pengabdian” terbit Tahun 2015 di mana ia sebagai salah satu penulis dan juga merangkap sebagai editor untuk buku tersebut. Manna Subastian – pria yang lahir di Jakarta 08 Juli 1982 ini adalah lulusan Diploma III Bea Cukai PKN STAN Angk. 16. Ia telah lebih dari lima belas tahun bergabung di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejak Tahun 2003 dengan berbagai riwayat penugasan seperti: auditor, penyidik, dan team penindakan (CTU). Saat ini, ia mengemban amanah sebagai Kasubsi Intelijen KPPBC TMP B Bandar Lampung. Muchamad Ardani – lahir 14 Agustus 1970 di Karanganyar, Jawa Tengah. Pakdhe Jidan, begitu sapaan akrabnya, memiliki hobi motret, bal-balan, dan gowes. Ia sangat aktif di dunia maya. Berbagai tulisannya yang ringan namun dalam dan penuh makna bisa dinikmati melalui akun facebook atas nama dirinya dan blog kangardani.com. Saat ini, ia bertugas sebagai Kepala Bagian Umum Kanwil DJBC Aceh. Muh. Arfah Saputra – lahir di Makassar 23 Mei 1998. Anak pertama dari empat bersaudara, putra pasangan Rustam Daeng Romo dan Hirawaty Daeng Jia ini merupakan alumnus Diploma I Bea Cukai PKN STAN Tahun 2017. Saat ini, ia bertugas di KPPBC TMP C Gorontalo. Kecintaannya dalam karya sastra membuat ia aktif sebagai author pada caritacarutu.blogspot.com, sebuah Blog yang berfokus pada konten puisi dan karya sastra lainnya. Muhammad Itqonul Humam – lahir di Barito Kuala, 21 Maret 1994. Terlahir dari ayah dan ibu yang asli keturunan Jawa. Karena dinas orang tuanya yang berpindah-pindah, semenjak kecil, ia sudah terbiasa dengan lingkungan baru. Ia menyelesaikan pendidikan

Diploma III Akuntansi di PKN STAN. Saat ini, ia bertugas sebagai pelaksana administrasi di KPPBC TMP C Gorontalo. Baginya, sesulit apapun hal akan terasa mudah jika menjalaninnya dengan santai dan tanggung jawab. Nimashita Ichtiaty – berasal dari Sleman, DIY. Pendidikan terakhirnya adalah Diploma III Akuntansi PKN STAN. Sudah dua tahun ini ia bekerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kini bertugas di KPPBC TMP C Sabang pada Seksi Penindakan dan Penyidikan. Nur Soleh – lahir di Jakarta, 30 Oktober 1993. Lulusan Diploma I Bea Cukai PKN STAN Makassar. Saat ini, bertugas di KPPBC TMP Tanjung Perak Surabaya. Ia menikah dengan Habibah Alawiyah, adik kelasnya di pesantren asal Bogor. Menjadi Pegawai Bea dan Cukai adalah salah satu hal yang paling menarik menurutnya, terutama dalam hal tugas, tanggung jawab dan kekeluargaan. Kekeluargaan inilah yang menurutnya membuat pekerjaan menjadi terasa ringan. Rizha Febriyanti – adalah seorang sarjana komputer lulusan Universitas Indonesia, yang mulai bergabung di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejak November 2017. Perempuan asal Bekasi ini, sejak Januari 2018, bergabung di Unit Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Malang. Pekerjaan sehariharinya berkaitan dengan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat di Kawasan Malang Raya. Mulai Oktober 2018, ia bertugas sebagai staf Kepala Kantor Wilayah DJBC Jatim II. Rossy Amal Sholih – saat ini, pegawai kelahiran Karawang 12 Mei 1990 ini menjabat sebagai analis laboratorium pada BPIB Tipe A Jakarta. Ia telah memberikan pelatihan draught survey kepada 700 pegawai Bea Cukai di seluruh Indonesia dan telah memiliki sertifikasi draught survey.

Sidiq Gandi Baskoro - merupakan lulusan Diploma I Bea Cukai Angk. 10 Semarang Tahun 2004. Putra asli Karanganyar ini menyukai travelling dan baca tulis. Saat kisah ini ditulis, ia telah dua tahun bertugas di Kota Ternate yang berjuluk The Spice Island, kota kecil nan indah di Provinsi Maluku Utara. Satu buku antologi karyanya bersama Komunitas Blogger Tidore untuk Indonesia telah diterbitkan secara indie dengan judul “To Ado Re! A Memorable Adventure to the Land of Exotic Beauty”. Undani – lelaki penikmat puisi ini lahir di Sukabumi, 18 April 1976. Saat ini, ia menunaikan cipta rasa dan karsanya di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Sorong, Papua Barat, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Beberapa puisi karyanya terselip di “Antologi Puisi Doa Seribu Bulan” (2018), puisi inspiratif Sastrawan Asean yang digagas Perkumpulan Rumah Seni Asnur. Penulis terpilih dalam antologi puisi bertema perempuan “Tender” (2018). Saat ini, ia aktif di Komunitas Sastra Kemenkeu (KSK), berbagi hati berbagi inspirasi. Yoga Prabandanu – lahir di Pacitan pada 12 Juni 1997. Saat ini mengabdikan dirinya di DJBC pada PSO Bea Cukai Tanjung Balai Karimun. Tergabung dan bergiat dalam Komunitas Sastra Kemenkeu (KSK) dan Customs Literacy Forum (CliF). Karyanya terabadikan dalam kumpulan kisah “Ketika Kami di TeBeKa”, antologi puisi Komunitas Sastra Kemenkeu dan Kumpulan Cerpen, Esai, Prosa dan Pantun “Kado Aksara untuk Bea Cukai”.

--oo00oo--

Related Documents

Merajut Asa
February 2021 1
Asa
January 2021 4
Interview Quiz Asa
January 2021 1
Asa Know How Trumpet.pdf
February 2021 0

More Documents from "Manole Gabriela"