Metode Penafsiran Perumpamaan Dan Contohnya

  • Uploaded by: roufen
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Metode Penafsiran Perumpamaan Dan Contohnya as PDF for free.

More details

  • Words: 1,260
  • Pages: 4
Loading documents preview...
Metode Penafsiran Perumpamaan Beberapa metode penafsirannya, yaitu:

A. Mengenali konteks dari perumpamaan yang ada. Jika di perumpamaan tersebut tidak ada konteks yang jelas, penafsir bisa langsung kepada pokok-pokok acuan seperti tokoh dan alur cerita di perumpamaannya. Namun kendalanya itu, jika ada konteksnya, contohnya konteks kebudayaan; Adanya perbedaan budaya pembaca masa kini dan pendengar langsung (mula-mula) perumpamaan Yesus tersebut. Maka penafsir harus memakai alat bantu; Seperti kamus, ensiklopedi, buku pengantar PL Dan PB, atau buku tafsiran.

B. Mengenali pokok-pokok acuan yang pasti telah ditangkap oleh pendengar mula-mula dengan bantuan metode penafsiran bahasa kiasan. Dalam perumpamaannya, ada unsur-unsur yang hanya sebagai tambahan, untuk kepentingan cerita saja, yang tidak boleh dicari maknanya; Seperti unsur “kelaparan” dan “Makanan babi” Dalam perumpamaan tentang Anak yang Hilang (Luk. 15:11-32). Pokok-pokok acuan hendaknya dipahami secara harfiah, sebab yang ditafsir adalah perumpamaan bukan alegori. Penafsir juga harus menemukan masalah, konflik, Dan solusi yang ditawarkan perumpamaan-perumpamaan tersebut; Hal ini penting karena kebanyakan perumpamaan-perumpamaan disusun sebagai sebuah narasi. Contoh: Dalam perumpamaan tentang Kerajaan Allah, seperti frasa “Hal Kerajaan Allah seumpama...” (biji sesawi, harta yang terpendam di ladang, ragi, dll), Frasa pembuka tersebut jangan disamakan dengan unsur pertama yang disebut di perumpamaan itu Misalnya, Kerajaan Allah tidaklah benar-benar Sama seperti biji sesawi dan setiap unsur didalam biji itu tidak boleh di cari-cari maknanya. Sama seperti simile Dan metafora, tidak bisa Kita mencari perbandingannya secara mendetail, yang ada nantinya si penafsir malah alegori, salah menafsirkan perumpamaan menjadi alegori (atau memaksakan makna). Perumpamaan mengenai Biji Sesawi berfokus kepada bagaimana Biji Sesawi yang kecil dapat menjadi besar tak terduga, yang artinya: Kerajaan Allah yang tadinya dianggap remeh, berkembang menjadi besar. Ungkapan Kerajaan Sorga harus dipahami sebagai “sama seperti inilah Kerajaan Allah itu...”

C. Menentukan bagaimana para pendengar mula-mula menempatkan dirinya dalam perumpamaan tersebut. Pendengar yang berbeda akan memposisikan dirinya dengan pokok acuan yang berbeda juga. Contoh: Di perumpamaan tentang Domba yang Hilang, apabila orang Farisi yang mendengarnya, maka perumpamaan itu terdengar seperti pembenaran Yesus menerima orang berdosa, tetapi bagi para pemungut cukai Dan para pendosa, ini adalah kabar sukacita Karena mereka memposisikan diri mereka sebagai domba yang hilang tersebut yang dicari oleh Allah (gembala).

D. Mencari pokok primer yang ada dalam perumpamaan tersebut.

Menafsirkan perumpamaan bukan hanya mencari nilai-nilai etika ataupun kemanusiaan saja, tetapi juga mencari nilai-nilai teologis, khususnya tentang Kerajaan Allah. Nilai-nilai teologis itu harus diperbandingkan dengan bagian-bagian lain dalam teks yang mengandung pengajaran secara langsung; Ini penting supaya penafsir dapat menilai apakah tafsirannya benar atau tidak. Kadang penafsir dapat mencari tahu pokok primer dengan petunjuk yang ada dalam perumpamaan tersebut, seperti dalam bagian pendahuluan (Luk. 18:9; 19:11) atau bagian akhir (Mar. 15:13; Luk. 16:9]. Biasanya, petunjuknya dapat ditemukan melalui suatu pertanyaan yang mendahului perumpamaan tersebut dan penerapannya (Mat. 18:21-35; 20:1-15; Luk. 12:16-20). Seringkali, konteks satu pasal membantu melihat pokok primer yang ada. Berpikir secara vertikal, sebagaimana dalam menafsirkan lnjil Sinoptik, sangat membantu penafsir untuk menafsirkan perumpamaan sesuai dengan konteks historis dan maksud penulis Injil tersebut. Contohnya: Perumpamaan tentang pembangunan menara dan pergi berperang (Luk. 14:28-33) konteksnya adalah pemuridan. Makna primernya adalah ketika seseorang ingin mengikut Yesus, maka ia harus menimbang-nimbang untung ruginya. Tetapi, penyebutan raja yang bersepuluh ribu orang dengan lawannya yang dua puluh ribu orang, menunjukkan keharusan untuk berdamai (ay. 31-32). Mengikut Yesus harus memperhitungkan untung ruginya, namun tidak mengikut Yesus adalah kesalahan, sebab Ia adalah sumber keselamatan satu-satunya (bnd. Yoh 14:6). Contoh lainnya: dalam Perumpamaan tentang biji Sesawi (Mat. 13:31-32). Perumpamaan-perumpamaan mengenai Kerajaan Allah pada umumnya mempunyai inti seputar (1) Penghakiman akan terjadi: bencana dan malapetaka sudah di ambang pintu, serta (2) keselamatan ditawarkan secara cuma-cuma kepada Semua orang; yang berbicara mengenai unsur keakanan. Namun, perumpamaan-perumpamaan Yesus juga menekankan kekiniannya; Yaitu tanggapan akan Kerajaan Allah yang disampaikan lewat perumpamaan tersebut. Dalam perumpamaan tentang Biji Sesawi, Kerajaan Allah (pemerintahan Allah) telah datang secara nyata sejak kedatangan Yesus. Namun Kerajaan itu sedang bertumbuh secara rahasia dan tidak diduga. Para pendengarnya dituntut respons yang harus dilakukan segera, yaitu bertobat.

E. Membuat suatu cerita dengan konteks masa kini untuk memudahkan dalam membuat eksposisi atau dalam keperluan khotbah dan pengajaran. Langkah ini bukanlah langkah wajib tetapi dapat membantu membuat pembaca mengerti, sebab persoalan utama dalam perumpaaman adalah kesulitan pembaca masa kini menangkap maksud perumpamaan tersebut.

Contoh Penafsiran Perumpamaan Luk. 15:8-10 - Perumpamaan Tentang Dirham yang Hilang Perumpaaan tentang domba yang hilang dan dirham yang hilang mempunyai pokok primer yang sama. Penekanan keduanya terletak pada pencarian sesuatu yang hilang, dan kemudian sukacita karena menemukan yang hilang. Kedua perumpamaan ini dapat dirangkaikan menjadi satu sebagai suatu perumpamaan untuk menjawab sungutan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (Luk. 15:2). Orang-

orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut karena Yesus menerima dan makan bersama dengan (pemungut cukai dan) orang-orang berdosa. Pemungut cukai adalah pegawai dari Kerajaan Romawi yang memungut pajak dengan jalan memeras orang-orang Yahudi (bnd. Luk. 19:8) sehingga mereka adalah golongan orang yang dibenci oleh orang Yahudi. Mereka dicap sebagai antek-antek Romawi (yang merupakan penjajah Yahudi) dan pemeras. Namun demikian, Yesus hendak mencari mereka agar bertobat, dan perumpamaan ini menjadi alasan bahwa apa yang dilakukan Yesus adalah sah. Sebuah perumpamaan dari seorang rabi pada abad ke-200 M di mana seorang laki-laki yang mencari benda berhaga dan kemudian menyalakan banyak lampu untuk mencarinya; Demikianlah orang yang mempelajari Taurat; Ini berhubungan dengan pertanyaan Yesus dalam ayat 8, yang adalah sebuah pertanyaan retoris. Adalah suatu hal wajar bagi siapapun untuk mencari dengan sangat sungguh-sungguh benda yang berharga bagi mereka. Bagi Allah, manusia adalah ciptaan yang berharga sehingga menemukannya, walaupun hanya satu, membuat-Nya bersuka cita (15:10). Tentu saja siapapun yang mendengar atau membaca pertanyaan Yesus ini akan menjawab ”Ya”. Mengapakah satu dirham itu sangat penting bagi perempuan tersebut? Ayat 8 mengatakan bahwa ia memiliki sepuluh dirham. Kemungkinan besar, ini adalah dirham-dirham yang merupakan bagian dari mas kawinnya dan dipakai sebagai hiasan di kepalanya. Di zaman modern, ini seperti cincin pertunangan seorang wanita dan pita pernikahan yang ditaburi berlian. Hilangnya satu dirham menyebabkan perasaan cemas, gelisah, dan khawatir. Mengapa perempuan tersebut menyalakan pelita dan menyapu rumahnya? Rumah-rumah dari masyarakat golongan yang Iebih miskin dibangun tanpa jendela. Mungkin beberapa batu di dekat atap dapat dilepaskan sebagai ventilasi. Tetapi, terbukanya dinding di atas dan pintu pun tidak memberikan cahaya yang cukup ke dalam rumah; Sehingga ia perlu menyalakan pelita. Rumah rumah di pedesaan biasanya menjadi tempat menyimpan barang-barang dan hewan ternak mereka juga, sehingga banyak barang yang harus dibereskan. Maka tidak aneh jika ia harus menyapu rumahnya agar menemukan kilau dari uang tersebut dan bunyi gemerincingnya. Ketika perempuan itu telah menemukan dirhamnya yang hilang maka ia akan memanggil sahabatsahabatnya dan tetangga-tetanggannya, dan mereka akan berbagi kebahagiaan dengan perempuan itu. Bahkan suaminya pun akan bergembira dengannya. Suasana sukacita meliputi wanita tersebut. Kebahagian inilah yang diparalelkan dengan kebahagian yang ditunjukkan malaikat-malaikat karena satu orang yang berdosa telah ditemukan. Ayat 10 ini melengkapi ayat 7. Dalam Luk. 15:7 ditekankan sukacita di Sorga, sedangkan dalam 15:10 ditekankan sukacita malaikat-malaikat. Malaikat-malaikat ini bersukacita karena sesungguhnya Bapa sendiri bersukacita dan tidak ingin agar ada yang binasa (bnd. Mat. 18:14; 1 Tim. 2:4). Aplikasi dari perumpamaan ini dapat diterapkan tergantung siapa yang sedang memposisikan dirinya dengan tokoh yang mana. Bagi orang-orang berdosa, perumpamaan ini menjadi suatu pengajaran sukacita karena Allah sesungguhnya menyambut dengan sukacita pertobatan mereka yang sungguhsungguh (Luk. 15:7, 10). Sedangkan bagi orang Kristen, perumpamaan ini menjadi sebuah pecutan.

Perumpamaan ini sesungguhnya ditujukan bagi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang tidak peduli kepada orang-orang berdosa pada zaman mereka. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat disindir sebagai orang yang sehat dan tidak membutuhkan Tuhan (Luk. 4:23). Gereja tidak boleh tidak menginjil. Menginjil adalah suatu keharusan bagi sebuah gereja di mana mereka sedang memberitakan kabar sukacita bahwa Kristus telah mati bagi dosa manusia (bnd. Rm. 5:6).

Related Documents


More Documents from "Tudor Sorin"