Mini Pro Merie Tbc

  • Uploaded by: Merie Octavia
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Pro Merie Tbc as PDF for free.

More details

  • Words: 5,976
  • Pages: 28
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi hampir sepertiga penduduk dunia. Kasus tuberkulosis meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah tuberkulosis besar (High Burden Countries).7 Penyakit TB paru juga merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan pasien tuberkulosis terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia sekitar 5,8% dari total pasien TB di dunia. Tuberkulosis merupakan kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, serta nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 2010 prevalensi tuberkulosis di Indonesia sebesar 289 per 100.000 penduduk.7 Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru tuberkulosis paru, dimana 1/3 penderita terdapat di puskesmas, 1/3 di pelayanan rumah sakit, klinik pemerintah maupun klinik swasta, dan 1/3 ditemukan di unit pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau seperti pengobatan tradisional. Penderita TB paru di Indonesia sebagian besar terjadi pada kelompok usia produktif dan sosial ekonomi rendah.7 Faktor risiko yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit tuberkulosis paru dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu faktor risiko kependudukan (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status gizi,) dan faktor risiko lingkungan (kepadatan hunian, jenis lantai, luas lubang ventilasi alamiah, pencahayaan, kelembaban, suhu, jenis dinding, jenis atap). Basil tuberkulosis dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap antiseptik, tetapi dengan cepat menjadi inaktif oleh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau suhu lebih tinggi dari 60º C. Kuman ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal.6 Penyakit TB ini sendiri banyak ditularkan oleh pasien dewasa. Rendahnya temuan kasus TB diantaranya disebabkan oleh kurangnya screening awal pada penderita TB. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan mini project yang berjudul

1

“Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Karang Taliwang”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dimana Indonesia masuk dalam 22 negara yang dikategorikan high burden countries terhadap TB, dapat dikatakan bahwa kasus TB di Indonesia cukup tinggi. Faktor lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit termasuk tuberkulosis paru. Dari identifikasi masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah : Apakah Ada Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas Karang Taliwang. 1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. 2. Tujuan Khusus Mengidentifikasi masing-masing faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru. 1.4 Manfaat 1. Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru terutama faktor lingkungan fisik rumah apa saja yang berhubungan, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya. 2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan) Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran bagi program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru terutama untuk menentukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program. 3. Bagi Penulis Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman langsung dalam pelaksanaan penelitian, serta merupakan pengetahuan yang di peroleh dalam melaksanakan penelitian dilapangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Puskesmas Karang Taliwang 2.1.1. DATA GEOGRAFI

2

Puskesmas Karang Taliwang adalah salah satu Puskesmas dari 11 Puskesmas yang ada di wilayah Kota Mataram, yang terletak paling tengah dari Kota Mataram, terletak di Kecamatan Cakranegara yang merupakan pusat perdagangan/ekonomi berlokasi di Jalan Ade Irma suryani No: 60 Karang Taliwang Cakranegara. 1.

Batas Wilayah

2.

- Sebelah Timur

: Kelurahan Selagalas

- Sebelah Barat

: Kelurahan Mataram Timur

- Sebelah Utara

: Kelurahan Sayang-sayang

- Sebelah Selatan

: Kelurahan Abian Tubuh Baru

Luas Wilayah Kelurahan dan Jumlah Lingkungan Tabel 1. Data Demografi/luas wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang Menurut Kelurahan Tahun 2016

NO

KELURAHAN

JUMLAH LINGKUNGAN 9

LUAS WILAYAH 51.337

TOPOGRAFI

1

Cakra Barat

2

Cilinaya

10

128.941

Dataran

3

Sapta Marga

7

40.000

Dataran

4

Cakra Utara

4

103.475

Dataran

5

Karang Taliwang

3

66.150

Dataran

6

Mayura

7

110000

Dataran

40

499.903

M2

Total

Dataran

Dari 6 kelurahan yg terdapat di wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang kelurahan Cilinaya yang paling luas wilayahnya dengan luas 128.941 m 2 dan kelurahan Sapta Marga yang paling kecil wilayahnya dengan luas 40.000 m2 , dengan total luas wilayah 6 kelurahan sebesar 499.903 m2.

2.1.2. DATA DEMOGRAFI Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga Dari 6 kelurahan yang paling padat jumlah penduduknya adalah kelurahan Cakra Barat dengan jumlah penduduk sebesar 7753 orang dibandingkan luas wilayahnya yang hanya 51.337 m2 dan kelurahan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah kelurahan

3

Mayura yang hanya 6113 org dengan luas wilayah 110.000 m2. Gambarannya sebagai berikut. Tabel 2. Data Jumlah Penduduk Wilayah Kerja PKM Karang Taliwang tahun 2016 NO 1 2 3 4 5 6

KELURAHAN Cakra Barat Cilinaya Sapta Marga Cakra Utara Kr Taliwang Mayura Total

JUMLAH

JUMLAH KEPALA

PENDUDUK 7753 7639 7661 6306 7068 6113 42540

KELUARGA ( KK ) 1819 1887 2032 1484 1635 1596 10453

KET.

2.1.3. DATA KESEHATAN Tabel 3. Data Sarana Posyandu wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang menurut Kelurahan Tahun 2016 NO

KELURAHAN 1 2 3 4 5 6

JUMLAH

KADER

POSYANDU

AKTIF 55 39 39 30 17 21 201

Cakra Barat Cilinaya Sapta Marga Cakra Utara Kr Taliwang Mayura TOTAL

11 11 9 6 4 7 48

STRATA POSYANDU PRATAMA

MADYA

0 8 5 0 4 7 24

PURNAMA MANDIRI

8 2 2 5 0 0 17

3 1 2 0 0 0 6

Tabel 4. Data Sarana Kesehatan wilayah kerja Puskesmas Karang Taliwang Menurut Kelurahan Tahun 2016 SARANA KESEHATAN NO

KELURAHAN

PUSTU

POKESDES

PUSKESMAS

RUMAH SAKIT

1 2 3 4 5

Cakra Barat Cilinaya Sapta Marga Cakra Utara Kr Taliwang

1 -

1 -

1

1 -

6

Mayura

1`

1

1

1

Total

4

0 0 0 1 0 0 1

Daftar Fasilitas Kesehatan yang ada di Wilayah Puskesmas Karang Taliwang : 

Rumah Sakit

: 1 buah



Dokter UmumPraktek Swasta

: 5 buah



Dokter Gigi Praktek swasta

: 0 buah



Dokter Spesialis Praktek Swasta

: 0 buah



Bidan Praktek Swasta

: 0 buah



Puskesmas

: 1 buah



Puskesmas Pembantu

: 1 buah



Posyandu

: 41 buah



Pokesdes

: 1 buah



Ambulance

: 1 buah



Puskel

`

: 1 buah

Pada Tahun 2016, penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi jumlah kasus penyakit yang ada di Puskesmas, seperti ISPA, Diare, TB, Kulit, Kecacingan dan Demam Berdarah bahkan ditambah dengan penderita Gizi Buruk dengan penyakit penyerta. Kunjungan sasaran yang datang ke Klinik Sanitasi adalah pasien yang berbasis lingkungan yang dirujuk dari Poli Umum dan MTBS, sedangkan kunjungan Klien tidak terlalu banyak, hal ini disebabkan masyarakat hanya menganggap puskesmas sebagai tempat berobat. Berikut ini adalah jumlah kasus penyakit berbasis lingkungan yang terjaring di Klinik Sanitasi. Tabel 6. Hasil Kunjungan Klinik Sanitasi Puskesmas Karang Taliwang Tahun 2016 No

Peny. Berbasis

1 2 3 4 5 6 7 8

Lingk. ISPA Diare Kecacingan Kulit TB DBD Malaria Typhoid

Kunjungan 15 50 10 20 40 31 0 20

Pasien Ditindak

Mengikuti

lanjuti

Saran

1 20 2 4 20 26 0 4

1 13 2 3 7 8 0 2

5

Kunjungan 12 15 4 6 3 9 0 11

Klien Ditindak

Mengikuti

lanjuti

Saran

2 12 0 1 3 9 0 3

2 9 0 1 3 7 0 0

Penyakit ISPA selalu menjadi yang tertinggi baik jumlah kasus penyakit di Puskesmas maupun di Klinik Sanitasi. Untuk pasien Demam Berdarah tidak berkunjung ke Puskesmas atau Klinik Sanitasi, tetapi merupakan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang mana petugas langsung menindak lanjuti ke lokasi kejadian dengan Penyelidikan Epidemiologi (PE). 2.2 Tuberkulosis Paru 1. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang penderita tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas.5 2. Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.7 Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam.7 3. Gejala-gejala Tuberkulosis Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru adalah: a. b. c. d.

Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Dahak bercampur darah. Batuk berdarah. Sesak napas. 6

e. f. g. h.

Badan lemas. Nafsu makan menurun. Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik. Demam meriang lebih dari satu bulan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse)

gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.7 4. Penemuan Pasien Tuberkulosis a. Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Orang Dewasa7 Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan Tuberkulosis. Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

pasien

Tuberkulosis.

Pemeriksaan

terhadap

kontak

pasien

Tuberkulosis, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menunjukan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif. b. Penemuan Pasien Tuberkulosis Pada Anak7 Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis Tuberkulosis anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan dokter dengan parameter : kontak Tuberkulosis, uji tuberkulin, berat badan/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran kelenjar limpe, koli,aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks. 5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Tuberkulosis Paru6,7 a. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan dahak dibagi 7

dalam : i) Tuberkulosis paru BTA positif. i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. ii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. iii. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis positif. iv. 1 atau lebih spesimen dahak hasinya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA negatif harus meliputi : i) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif. ii) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis. iii) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. iv) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. b. Tipe Pasien Tuberkulosis Paru Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu : 1) Baru, adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2) Kambuh (Relaps), adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Pengobatan setelah putus berobat (Default), adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Gagal (Failure), adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Pindahan (Transfer In), adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Lain-lain, adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. 6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat

8

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment).1 a. Agent Adalah penyebab yang esensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak mencukupi syarat untuk menimbulkan penyakit, perlu dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent yang

mempengaruhi

Mycobacterium

penularan

tuberculosis,

penyakit

yang

tuberkulosis

dipengaruhi

oleh

adalah

kuman

beberapa

faktor

diantaranya pathogenitas,infektifitas, dan virulensi. b. Host Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah : a. Jenis kelamin Dari catatan statistik meski tidak selamanya konsisten,mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah wanita. b. Umur Risiko untuk mendapatkan tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tahan terhadap tuberkulosis paru dengan baik.

Puncaknya tentu dewasa muda dan

menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua. c. Kondisi sosial ekonomi WHO (2003) menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. d. Kekebalan Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi vaksin BCG.

9

e. Status gizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosisparu. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru. c. Lingkungan Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Menurut Winslow dan APHA yang dikutip oleh Suyono dan Budiman (2011), perumahan yang sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi kebutuhan psikologis, mencegah penularan penyakit, dan mencegah terjadinya kecelakaan. Perumahan yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis : 1. Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya buatan (lampu). 2. Penghawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses penggantian udara dalam ruangan. 3. Tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari luar maupun dalam rumah (termasuk radiasi). 4. Cukup tempat bermain bagi anak-anak dan untuk belajar. Perumahan yang memenuhi kebutuhan psikologis : 1. Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya (privacy), tidak terganggu oleh anggota keluarga dalam rumah maupun oleh tetangga atau orang lewat. 2. Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga. 3. Lingkungan yang sesuai, homogen, tidak terlalu ada perbedaan tingkat yang ekstrem di lingkungannya. Misalnya tingkat ekonomi. 4. Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri. 5. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Orangtua dan anak dibawah 2 tahun boleh satu kamar. Anak di atas 10 tahun dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Anak umur 17 tahun ke atas diberi kamar sendiri. 6. Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm untuk terjaminnya keleluasaan

10

bergerak, bernapas dan untuk memudahkan membersihkan lantai. 7. Ukuran ruang tidur anak yang berumur ≤ 5 tahun sebesar 4,5 m³, dan yang umurnya 5 tahun adalah 9 m³. Artinya dalam satu ruangan anak yang berumur 5 tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 1,5 x 1 x 3 m³, dan diatas 5 tahun menggunakan ruangan 3 x 1 x 3 m³. 8. Mempunyai halaman yang dapat ditanami pepohonan. 9. Hewan/ternak yang akan mengotori ruangan dan ribut/bising hendaknya dipindahkan dari rumah dan dibuat kandang tersendiri dan mudah dibersihkan. 10.Perumahan juga harus mampu mencegah penularan penyakit: a) Tersedianya air bersih untuk minum yang memenuhi syarat kesehatan. b) Tidak memberi kesempatan serangga (nyamuk dan lalat), tikus dan binatang lainnya bersarang di dalam atau di sekitar rumah. c) Pembuangan kotoran (tinja) dan air limbah memenuhi syarat kesehatan. d) Pembuangan sampah pada tempat yang baik, kuat dan higienis. e) Luas kamar tidur maksimal 3,5 m² per orang dan tinggi langit-langit maksimal 2,7 m. Ruangan yang terlalu luas akan menyebabkan mudah masuk angin, tidak nyaman secara psikologis (gamang), sedang apabila terlalu sempit akan menyebabkan sesak napas dan memudahkan penularan penyakit karena terlalu dekat kontak. f) Tempat masak dan menyimpan makanan harus bersih dan bebas dari pencemaran atau gangguan serangga (lalat, semut, lipas dll) dan tikus serta debu. g) Perumahan harus memenuhi keamanan untuk terjadinya kecelakaan. 7. Sanitasi Perumahan dan Hubungannya dengan Tuberkulosis Paru3,4,5 Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit untuk melenyapkan, mengendalikan faktor-faktor lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit.Menurut Ehlers dan Steel yang dikutip oleh Rajagukguk (2008) adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan penyakit. Jadi berdasarkan kedua definisi diatas, disimpulkan inti dari sanitasi adalah pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan untuk menghindari penularan penyakit dari satu orang kepada orang lain.Bila dihubungkan dengan perumahan sebagai faktor lingkungan, sanitasi tersebut meliputi kegiatan usaha yang sasarannya adalah segala aspek yang berkaitan dengan rumah sehingga tidak

11

menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan penghuninya. Penyehatan perumahan dan lingkungan perlu dilakukan karena erat kaitannya dengan masalah kesehatan masyarakat. Untuk menunjukkan bahwa kondisi perumahan yang tidak sehat sangat berpengaruh dalam penularan penyakit dilihat dari data-data penelitian yang sudah ada. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1980 didapatkan hasil sebagai berikut : 1. 35,8% rumah tidak mempunyai kamar tidur terpisah. 2. 34% rumah mempunyai lubang penghawaan, pencahayaan, lantai, dinding dan atap yang buruk. Menurut berbagai penelitian, penyakit saluran pernafasan dan tuberkulosis dapat dicegah dengan terpenuhinya suatu rumah dari pencahayaan, ventilasi, tidak lembab, tidak padat penghuni (minimal 10 m³ per orang), mempunyai kamar lebih dari satu, asap dapur tidak dapat masuk ke kamar tidur/ruang tamu. Hal diatas menunjukkan betapa besar pengaruh sanitasi perumahan terhadap kejadian penularan penyakit Tuberkulosis, begitu juga untuk penyakit menular lainnya apabila rumah tersebut tidak memenuhi syarat sanitasi.Di daerah-daerah pedesaan, masalah perumahan masih banyak yang belum memenuhi syarat kesehatan sedangkan di kota-kota sudah ada kemajuan, tetapi di berbagai tempat masih terdapat perumahan yang sama sekali tidak memenuhi persyaratan kesehatan, yang sering disebut dengan daerah kumuh (slum area). Menurut Reksosoebroto (1978) yang dikutip oleh Rajagukguk (2008), perumahan yang tidak sehat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Taraf sosial ekonomi yang masih rendah b. Kurangnya pengertian tentang kesehatan c. Sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat d. Kepadatan penghuni (over crowding) e. Konstruksi bangunan yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan Perumahan yang tidak memenuhi persyaratan fisik akan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain yang erat kaitannya dengan penyebaran penyakit Tuberkulosis paru adalah luas ruangan, ventilasi, konstruksi lantai dan pencahayaan sinar matahari yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi. 8. Luas Ruangan Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy (kebebasan), security (keamanan), safety (perlindungan), comfort (kebahagiaan dan kesenangan) dan relax (ketenangan), disamping itu juga harus memenuhi fisik yang

12

meliputi konstruksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik (Reksosoebroto, 1978).Salah satu syarat konstruksi yang harus diperhatikan sehubungan dengan penyakit Tuberkulosis Paru adalah luas ruangan rumah. Menurut “Regional Housing Centre“ seperti yang dikutip oleh Reksosoebroto (1978), suatu bangunan harus memenuhi ukuran luas yang layak (dengan perhitungan untuk setiap keluarga yang terdiri dari 5 anggota rata-rata). Di berbagai negara persyaratan luas ruangan perumahan biasanya ditentukan berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowing (kepenuh sesakan) dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral.Luas bangunan yang optimum menurut Notoatmodjo (1997) adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m² untuk tiap orang anggota keluarga. Menurut Lubis (1985) over crowing suatu perumahan apabila kondisi rumah terhadap jumlah penghuni sebagai berikut : a.

Dua individu dari jenis kelamin berbeda dan usia diatas 10 tahun yang bukan

b.

suami isteri, tidur dalam satu kamar. Jumlah penghuni dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang

ditetapkan. Di Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur oleh keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999, yaitu luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah 5 tahun. 9. Ventilasi Menurut Suyono dan Budiman (2011), hawa segar diperlukan untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara bebas mempunyai susunan unsur Oksigen 20,7%, Nitrogen 78,8%, Karbondioksida 0,04%,Uap air 0,46%, Ozon (O ), amoniak (NH ), hidrogen (H2) dan lain-lain. Pengadaan ventilasi menurut Salvato yang dikutip oleh Lubis (1985) dalam Rajagukguk (2008) adalah untuk menyediakan udara segar dan melenyapkan udara jenuh, tapi tidak ada sangkut pautnya dengan komposisi kimia, namun ia tetap menghubungan dengan pencegahan terjadinya akumulasi gas-gas beracun dan mikroorganisme di ruangan. Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan perasaan sesak, pengap, cepat lelah dan keaktifan menurun. Tidak adanya ventilasi yang baik di suatu ruangan akan semakin membahayakan kesehatan jika didalam 13

ruangan tersebut terdapat penderita Tuberkulosis Paru. Ventilasi udara dalam ruangan harus memenuhi syarat lain di antaranya: 1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan, selain itu luas ventilasi insidentil (buka dan tutup) minimum 5% luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai. Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit. 2. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak tercemar gas atau asap dari pembakaran sampah, pabrik, knalpot kendaraan, asap rokok, debu, dll. 3. Aliran udara jangan membuat orang masuk angin, untuk ini jangan menempatkan tempat tidur atau tempat duduk persis pada aliran udara, misalnya di depan jendela atau pintu. 4. Aliran udara mengikuti aturan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan/berseberangan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan terhalang oleh barang-barang besar seperti lemari, dinding sekat dan lainlain. 5. Kelembaban udara jangan sampai terlalu tinggi (menyebabkan orang berkeringat) dan jangan terlalu rendah (menyebabkan kulit kering, bibir pecahpecah dan hidung sampai berdarah). Udara dalam ruangan setelah terpakai susunannya menjadi, oksigen 15,4%,CO² 4,4%, nitrogen 79,2%, uap air 1,0%. 10. Lantai Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu bata yang langsung diletakkan diatas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi dan pada musim panas dapat menyebabkan udara berdebu. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang melekat padanya. Biasanya tanah dan debu banyak mengandung mikroorganisme berbahaya antara lain kuman Tuberkulosis.Lantai perumahan yang dipersyaratkan di Indonesia seperti telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umun adalah : tidak mudah aus, kedap air, mudah dibersihkan, tidak lentur, tidak mudah terbakar dan harus memenuhi normalisasi serta peraturan yang berlaku.

14

11. Pencahayaan Sinar Matahari Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup. Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah, dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan di dalam suatu ruangan rumah terutama ruangan tidur, khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembang biakan kuman tuberkulosis dan kuman penyakit lainnya. Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan, juga dapat mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk, membunuh kuman penyakit tertentu seperti TBC, Influensa, penyakit mata dan lain-lain. (Sanropie, et.al, 1989).

A. KERANGKA KONSEP Variabel bebas Faktor Lingkungan fisik rumah

Variabel terikat

:

-

Lingkungan fisik rumah Suhu Kelembaban Luas ventilasi ƒ Intensitas pencahayaan Kepadatan hunian Jenis lantai rumah

Kejadian Tuberkulosis paru

Variabel pendukung

faktor risiko kejadian tuberkulosis paru

B. HIPOTESIS Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuat hipotesis ada hubungan antara factor lingkungan fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di puskesmas karang taliwang.

15

BAB III METODE DAN LANGKAH- LANGKAH Kegiatan pada mini project ini meliputi turun ke wilayah Sindu, Cakranegara Utara dan bertanya langsung kepada pasien yang didiagnosa TBC dengan hasil sputum atau foto rontgen dan melihat secara langsung keadaan sanitasi lingkungan baik kepadatan huni sampai keadaan rumah pasien apakah memenuhi kriteria rumah sehat atau tidak. Kegiatan ini mengambil periode waktu bulan Agustus 2016. Dari data-data yang diambil akan dilakukan analisa data secara deskriptif. Tempat Kegiatan Kecamatan Sindu Waktu Kegiatan Agustus 2016. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan dilaksanakan dengan : 1. 2. 3.

Turun ke wilayah kecamatan Sindu Mendata setiap pasien TBC di wilayah tersebut Wawancara pasien TBC, melihat kondisi lingkungan, dan mengukur

4.

pencahayaan serta kelembaban di dalam rumah pasien. Edukasi serta memberikan saran terkait penyakit TBC , cara mencegah penularannya, pengobatan, serta yang perlu dilakukan terkait sanitasi rumah.

16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Table 4.1a hasil wawancara di rumah pasien TB paru

No 1.

Pasien WP/Perempuan/21 th/Sindu, Cakranegara Utara Pertanyaan Ya Tidak keterangan Telah

berapa

menderita 2.



ini

1 orang

dalam

keluarga? Apakah ada anak balita? Apakah pada siang hari di dalam

5.

batuk

1 bulan

batuk? Berapa orang yang sakit seperti

3. 4.

lama

rumah

dalam

keadaan gelap? Apakah rumah penderita



terdapat lubang haws atau

lubang

angina,

agar sirkulasi udara di 6.

dalam rumah lancar? Apakah kamar tidak memiliki

7.

ventilasi/lubang angin? Apakah lantai rumah



8.

terbuat dari tanah? Apakah saudara tidur



sekamar atau sekamar

17

dengan

orang

lain

(istri/suami, anak dan 9.

lainnya)? Jika batuk, dibuang tempat

khusus

ludah/riak kamar 10.

(paidon,

mandi,

atau

WC/jamban)? Apakah setiap kali batuk penderita

11.

di

menutup

mulut? Apakah penggunaan alat makan

saudara

dipisahkan

dengan

anggota keluarga? Pada tabel 4.1a di dapat hasil rumah pertama, dapat dilihat pasien telah batuk selama 1 bulan, dengan yang sakit di dalam rumah ada 1 orang, dari hasil wawancara pasien telah mengerti cara membuang ludah ataupun riak dengan benar. Dan pasien ini juga telah memisahkan alat makan sendiri. Tabel 4.1b Hasil wawancara di rumah pasien TB paru Pasien S/Perempuan/19thn/Sindu,Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Telah berapa lama menderita 3 bulan batuk – batuk? Berapa orang yang sakit

2.

seperti

ini

di

1 orang

dalm

keluarga? 3. 4.

Apakah ada anak balita? Apakah pada siang hari di dalam

5.

rumah

 

dalam

keadaan gelap? Apakah rumah penderita terdapat

lubang



haws

atau lubang angina, agar

18

sirkulasi udara di dalam 6.

rumah lancer? Apakah kamar memiliki

tidak



ventilasi

7.

lubang angin? Apakah lantai rumah terbuat



8.

dari tanah? Apakah saudara



tidur

sekamar atau sekamar dengan

orang

lain

(istri/suami, anak dan 9.

lainnya)? Jika batuk, ibuang di tempat khusus



ludah/riak

(paidon, kamar mandi, 10.

atau WC/jamban? Apakah setiap kali batuk penderita

11.



menutup

mulut? Apakah penggunaan

alat

makan

saudara

dipisahkan

dengan



anggota keluarga? Pada tabel 4.1b hasil wawancara yang didapat di rumah kedua pasien telah batuk selama 3 bulan, dan di dalam rumah hanya 1 orang yang sakit. Pada wawancara yang didapat pasien telah mengetahui cara membuang ludah dan riak dengan baik. Pasien ini juga menggunakan alat makanan secara terpisah. Tabel 4.1c hasil wawancara di rumah pasien TB paru Pasien HZ/Laki-laki/50 tahun/ Sindu, Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Telah berapa lama 3 bulan menderita 2.

batuk



batuk? Berapa orang yang sakit

1 orang 19

seperti 3. 4.

dalam

keluarga? Apakah ada anak balita? Apakah pada siang hari di dalam

5.

ini

rumah

 

dalam

keadaan gelap? Apakah rumah penderita terdapat

lubang



haws

atau lubang angina, agar sirkulasi udara di dalam 6.

rumah lancar? Apakah kamar

tidak



memiliki 7.

ventilasi/lubang angin? Apakah lantai rumah terbuat



8.

dari tanah? Apakah saudara



tidur

sekamar atau sekamar dengan

orang

lain

(istri/suami, anak dan 9.

lainnya)? Jika batuk,

dibuang

tempat

khusus

ludah/riak kamar 10.

(paidon, mandi,

atau

WC/jamban)? Apakah setiap kali batuk penderita

11.



di



menutup

mulut? Apakah penggunaan



alat

makan

saudara

dipisahkan

dengan

anggota keluarga?

20

Pada tabel 4.1c di dapat hasil wawancara yang dilakukan di rumah ke tiga (3), pasien telah batuk selama 3 bulan dan didalam rumah hanya menderita penyakit TB paru 1 orang. Berdasarkan hasil wawancara pasien tidak mengetahui cara membuang ludah atau riak dengan baik dan menutup mulut saat batuk. Pasien ini juga memisahkan alat makan sendiri. Sehingga mencegah untuk penularan. Tabel 4.1d hasil wawancara di rumah pasien TB paru Pasien Z/Laki-Laki/48 thn/Sindu, Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Telah berapa lama menderita 2 bulan 2.

batuk – batuk? Berapa orang yang sakit seperti

3. 4.

dalam

keluarga? Apakah ada anak balita? Apakah pada siang hari di dalam

5.

ini

1 orang

rumah

 

dalam

keadaan gelap? Apakah rumah penderita



terdapat lubang haws atau lubang

angina,

agar

sirkulasi udara di dalam 6.

rumah lancar? Apakah kamar

tidak



memiliki ventilasi/lubang 7.

angin? Apakah lantai rumah terbuat



8.

dari tanah? Apakah saudara



sekamar dengan

atau

sekamar

orang

(istri/suami, 9.

tidur

anak

lain dan

lainnya)? Jika batuk, dibuang di tempat khusus



ludah/riak 21

(paidon, kamar mandi, atau WC/jamban)? Apakah setiap kali batuk

10.

penderita

menutup

mulut? Apakah penggunaan

11.



alat

makan

saudara

dipisahkan

dengan



anggota keluarga? Pada tabel 4.1d di dapat wawancara pada rumah ke empat (4), pasien telah batuk selama 2 bulan dan anggota yang menderita 1 orang. Pasien telah mengetahui cara membuang ludah atau riak dengan baik dan pasien menutup mulut pada saat batuk. Pasien juga memisahkan tempat makan dengan anggota keluarga lainnya. Tabel 4.ie hasil wawancara di rumah pasien TB paru Pasien MY/Laki-laki/23 thn/Sindu, Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Telah berapa lama 4 bulan menderita 2.

ini

1 orang

dalam

keluarga? Apakah ada anak balita?  Apakah pada siang hari di  dalam

5.



batuk? Berapa orang yang sakit seperti

3. 4.

batuk

rumah

dalam

keadaan gelap? Apakah rumah penderita terdapat

lubang



haws

atau lubang angina, agar sirkulasi udara di dalam 6.

rumah lancar? Apakah kamar

tidak



memiliki ventilasi/lubang angin? 22

7.

Apakah lantai rumah terbuat

8.

dari tanah? Apakah saudara



tidur 

sekamar atau sekamar dengan

orang

lain

(istri/suami, anak dan 9.

lainnya)? Jika batuk,

dibuang

tempat

10.

(paidon, mandi,

atau

WC/jamban)? Apakah setiap kali batuk penderita

11.



khusus

ludah/riak kamar

di



menutup

mulut? Apakah penggunaan

alat

makan

saudara

dipisahkan

dengan



anggota keluarga? Pada tabel 4.1e di dapat wawancara rumah ke lima (5) pasien telah menderita TB paru selama 4 bulan dan di dalam rumah yang menderita 1 orang. Dari hasil wawancara pasien telah mengetahui cara membuang ludah atau riak dengan baik. Pasien juga menutup mulut pada saat batuk dan memisahkan alat makan dengan anggota keluarga. Observasi I a. Persiapan: 1. Mempelajari hasil wawancara/konseling di puskesmas 2. Formulir kunjungan lapangan 3. Menyiapkan peralatan pengukuran intensitas cahaya (luxmeter) 4. Manyiapkan alat ukur kelembaban ruangan 5. Bahan pendukung lainnya b. Observasi Lapangan I: Table 4.1f hasil observasi di rumah pasien TB paru No

Pasien WP/Perempuan/21 th/Sindu, Cakranegara Utara Pertanyaaan Ya Tidak Keterangan

23

1.

2.

Mengukur besaran intensitas cahaya di 

Cahaya 0,2

dalam kamar tidur pasien/klaen, ruang

lux

utama, dan ruang lainnya dalam rumah. Mengukur besaran proporsi luas 

Kelembaban

lubang ventilasi terhadap seluruh 3.

4.

75,9% RH

luas lantai (standard minimal 10%) Pengamatan tempat pembuangan

Kamar

ludah/riak batuk

mandi

atau

WC

atau

jamban Menutup

Pengamatan perilaku pada waktu batuk

mulut dengan sepatu tangan atau kain

5.



Apakah jendela dibuka, terutama

pada pagi hari Pada tabel 4.1f hasil observasi yang dilakukan pada rumah pertama (1) untuk penerangannya secara fisik kurang, ventilasi yang ada di rumah kurang <10% dari luas lantai. Pasien ini juga telah mengetahui untuk menutup mulut pada saat batuk atau berinteraksi pada masyarakat. Pasien juga mengetahui untuk membuka jendela pada pagi hari. Tabel 4.1g hasil observasi di rumah pasien TB paru Pasien S/Perempuan/19thn/Sindu,Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Mengukur besaran intensitas cahaya di  Cahaya 0,3 dalam kamar tidur pasien/klaen, ruang 2.

lux

utama, dan ruang lainnya dalam rumah. Mengukur besaran proporsi luas lubang

ventilasi



terhadap

Kelembaban 74,7% RH

seluruh luas lantai (standard 3.

minimal 10%) Pengamatan tempat

pembuangan

Kamar

ludah/riak batuk

mandi 24

atau

WC 4.

atau

jamban Menutup

Pengamatan perilaku pada waktu batuk

mulut dengan sepatu tangan atau kain

5.



Apakah jendela dibuka, terutama

pada pagi hari Pada tabel 4.1g observasi yang dilakukan pada rumah kedua (2) untuk penerangannya secara fisik kurang, ventilasi yang ada di rumah kurang <10% dari luas lantai. Pasien ini juga telah mengetahui untuk menutup mulut pada saat batuk atau berinteraksi pada masyarakat. Pasien juga mengetahui untuk membuka jendela pada pagi hari. Tabel 4.1h hasil observasi di rumah pasien TB paru Pasien HZ/Laki-laki/50 tahun/ Sindu, Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Mengukur besaran intensitas cahaya di  Cahaya 1,5 dalam kamar tidur pasien/klaen, ruang 2.

lux

utama, dan ruang lainnya dalam rumah. Mengukur besaran proporsi luas lubang

ventilasi



terhadap

Kelembaban 69,7% RH

seluruh luas lantai (standard 3.

minimal 10%) Pengamatan tempat

4.

ludah/riak batuk Pengamatan perilaku pada waktu

pembuangan

Di tissue Tidak

batuk

Menutup mulut dengan tangan atau kain

5.



Apakah jendela dibuka, terutama pada pagi hari 25

Pada tabel 4.1h observasi yang dilakukan pada rumah ketiga (3) untuk penerangannya secara fisik kurang, ventilasi yang ada di rumah kurang <10% dari luas lantai. Pasien ini tidak mengetahui untuk menutup mulut pada saat batuk atau berinteraksi pada masyarakat. Pasien mengetahui untuk membuka jendela pada pagi hari. Tabel 4.1i hasil observasi di rumah pasien TB paru Pasien Z/Laki-Laki/48 thn/Sindu, Cakranegara Utara No Pertanyaan Ya Tidak Ket 1. Mengukur besaran intensitas cahaya di  Cahaya 53,7 dalam kamar tidur pasien/klaen, ruang 2.

lux

utama, dan ruang lainnya dalam rumah. Mengukur besaran proporsi luas lubang

ventilasi



Kelembaban

terhadap

73,2% RH

seluruh luas lantai (standard 3.

minimal 10%) Pengamatan tempat

pembuangan

Kamar

ludah/riak batuk

4.

mandi

atau

WC

atau

jamban Menutup

Pengamatan perilaku pada waktu batuk

mulut dengan sepatu tangan atau kain

5.



Apakah jendela dibuka, terutama

pada pagi hari Pada tabel 4.1i observasi yang dilakukan pada rumah keempat (4) untuk penerangannya secara fisik kurang, ventilasi yang ada di rumah kurang <10% dari luas lantai. Pasien ini juga telah mengetahui untuk menutup mulut pada saat batuk atau berinteraksi pada masyarakat. Pasien tidak membuka jendela pada pagi hari.

Tabel 4.1j hasil observasi di rumah pasien TB paru Pasien MY/Laki-laki/23 thn/Sindu, Cakranegara Utara

26

No Pertanyaan Ya 1. Mengukur besaran intensitas cahaya di 

Tidak Cahaya

dalam kamar tidur pasien/klaen, ruang 2.

lux

utama, dan ruang lainnya dalam rumah. Mengukur besaran proporsi luas lubang

ventilasi

26



terhadap

Kelembaban 73,6% RH

seluruh luas lantai (standard 3.

minimal 10%) Pengamatan tempat

pembuangan

Kamar

ludah/riak batuk

4.

mandi

atau

WC

atau

jamban Menutup

Pengamatan perilaku pada waktu batuk

mulut dengan sepatu tangan atau kain

5.



Apakah jendela dibuka, terutama

pada pagi hari Pada tabel 4.1j observasi yang dilakukan pada rumah kelima (5) untuk penerangannya secara fisik kurang, ventilasi yang ada di rumah kurang <10% dari luas lantai.Pasien ini juga telah mengetahui untuk menutup mulut pada saat batuk atau berinteraksi pada masyarakat.Pasien juga mengetahui untuk membuka jendela pada pagi hari. Dari hasil yang dilakukan pada wawancara dapat dilihat pada semua tabel 4.1 penderita telah melakukan pengobatan yang rutin di Puskesmas Karang Taliwang. Hanya 1 pasien yang tidak berobat dengan alasan tidak ada yang mengantar ke Puskesmas. Dari hasil wawancara sebagian penderita telah mengetahui jika batuk ludah atau riaknya di buang ke paidon,kamar mandi atau wc, penderita telah mengetahui cara untuk membuang ludah dengan baik, sehingga kemungkinan tidak menularkan kepada yang lain. Namun ada pula penderita yang belum menutup mulut ketika batuk, membuang ludah sembarangan, tidak menggunakan masker. Berdasarkan hasil yang dilakukan pada wawancara telah didapat setiap pasien

27

melakukan penggunaan alat makan secara dipisahkan dengan anggota kelurga, hal ini untuk mencegah terjadinya penularan. Berdasarkan observasi yang didapat pasien sebagian besar membuka jendela di pagi hari, untuk pergantian sirkulasi udara. Tetapi ada sebagian pasien yang jendela kamarnya tidak dapat di buka, karena jendela nako tidak dapat berfungsi atau tidak dapat terbuka. Dari hasil yang di dapat pada rumah pasien rata – rata pasien memiliki rumah dengan langit – langit ada, kotor sulit dibersihkan dan rawan kecelakaan, dengan dinding semi permanen/ setengah tembok/ pasangan. Sebagian besar rumah pasien memiliki ventilasi yang kurang dari

<10% dari luas lantai dan sebagian besar

memiliki jendela tetapi dengan kondisi jendela yang tidak dapat di buka, sehingga kurangnya pencahayaan yang masuk kedalam rumah maupun kamar tidur pasien.

28

Related Documents

Mini Pro Merie Tbc
January 2021 1
Mini Pro
January 2021 2
Mini Project Tbc
January 2021 0
Mini Pro
January 2021 1
Mini Pro Tb
January 2021 2
Makalah Tbc
January 2021 0

More Documents from "Yodia Monastery"