Mini Project Tbc

  • Uploaded by: Putu Aryuda Bagus Hanggara
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Project Tbc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,992
  • Pages: 25
Loading documents preview...
Mini Project Tingkat Kepatuhan Minum OAT Pada Pasien TB Paru di Puskesmas Ipuh Periode Tahun 2016

Disusun Oleh : dr. Hesty Trihastuti dr. Putu Aryuda Bagus Hanggara Dokter Pendamping : dr. Yuliarti Yustini

PROGRAM DOKTER INTERNSIP PUSKESMAS IPUH KABUPATEN MUKOMUKO FEBRUARI 2016 – FEBRUARI 2017

i

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan Mini Project Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Ipuh Periode Tahun 2016 ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Yuliarti Yustini selaku pendamping dokter internsip Puskesmas Ipuh beserta staf puskesmas Ipuh yang membantu kami menyelesaikan Mini Project ini. Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang sempurna.Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini. Kami berharap agar laporan kasus yang kami tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaikbaiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Ipuh, September 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. TujuanPenulisan 2 1.4. Manfaat Penulisan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 3 2.2. Epidemiologi 3 2.3. Etiologi 3 2.4. Patogenesis 4 2.4.1. Tuberkulosis Primer.......................................................................4 2.4.2. Tuberkulosis Post Primer...............................................................4 2.5. Klasifikasi 5 2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena..................................................5 2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.......................................5 2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya.............................5 2.6. Diagnosis 6 2.6.1. Gambaran Klinis............................................................................6 2.6.2. Pemeriksaan Fisik..........................................................................7 2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium............................................................7 2.6.4. Pemeriksaan Radiologi...................................................................8 2.7. Penatalaksanaan 10 2.8. Evaluasi Pengobatan 13 2.8.1. Evaluasi Klinis.............................................................................13 2.8.2. Evaluasi Bakteriologi...................................................................13 2.8.3. Evaluasi Radiologi.......................................................................13 2.9. Komplikasi 14 BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1. Jenis Penelitian 15 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 15 3.3. Populasi Penelitian 15 3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 15 3.4.1. Kriteria Inklusi.............................................................................15 3.4.2. Kriteria Eksklusi...........................................................................15 3.5. Definisi Operasional 15 3.6. Pengumpulan Data 16 3.7. Pengolahan dan Analisis Data16 BAB IV HASIL PENELITIAN 17 BAB V PEMBAHASAN 20 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberkulosis yang merupakan bakteri aerob. Penyakit ini biasanya menyerang organ paru, tetapi dapat menyebar hampir seluruh bagian tubuh, seperti otak, ginjal, tulang, dan kelenjar getah bening.1,2 Sampai saat ini, penyakit TB masih menjadi permasalahan dunia. Berdasarkan data WHO diperkirakan telah terjadi 8,8 juta kasus baru pada tahun 2010 (berkisar antara 8,5 – 9,9 juta) dengan rasio 128 kasus tiap 100.000 penduduk. Angka prevalensi TB paru diperkirakan berjumlah 12 juta kasus di dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Depkes RI menyatakan bahwa hasil survey dari seluruh rumah sakit terdapat 220.000 pasien penderita TB pertahun atau 500 penderita perhari dan setiap tahunnya terdapat 528.000 kasus baru TB di Indonesia.1,3,4 Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada tahun 1994, WHO meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara internasional, yaitu DOTS (Direct Observe Treatment Short-course). Pada 2006, WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB yang bertujuan untuk mengintensifkan penanggulangan TB, menjangkau semua pasien, dan memastikan tercapainya target Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. Pengobatan TB paru memerlukan jangka waktu sekitar 6 – 9 bulan. Semua penderita mempunyai potensi tidak patuh untuk berobat dan minum obat. Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal (kepatuhan) sangat penting untuk menghindari timbulnya TB paru yang resisten terutama pada fase lanjutan setelah penderita merasa sembuh. Penderita meminum obat harus teratur sesuai petunjuk dan menghabiskan obat sesuai waktu yang ditentukan berturut-turut tanpa putus.4,5 Berhasil atau tidaknya pengobatan TB tergantung pada pengetahuan pasien, ada tidaknya upaya dari diri sendiri, atau motivasi dan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsunsi obat. Puskesmas Ipuh merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan di wilayah Ipuh. Salah satu program dari puskesmas Ipuh adalah penatalaksanaan dan pengobatan penyakit TB paru, dimana pasien yang 1

didiagnosis menderita TB paru harus mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT) selama minimal 6 bulan dalam pemantauan tenaga kesehatan. Berdasarkan data puskesmas Ipuh periode 2016 terdapat 13 orang yang menderita TB paru, yaitu kasus baru sebanyak 12 orang dan kasus pindah sebanyak 1 orang. Dari 12 pasien tersebut belum terdapat data puskesmas yang menggambarkan kepatuhan pasien tersebut mengonsumsi OAT. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui tingkat kepatuhan minum OAT pada penderita TB paru di puskesmas Ipuh periode 2016. 1.2. 1.

Rumusan Masalah Mengetahui tingkat pengetahuan pasien TB paru di Puskesmas Ipuh mengenai penyakit TB paru dan pengobatannya.

2.

Mengetahui tingkat kepatuhan minum OAT pada pasien TB paru di puskesmas Ipuh.

3.

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum OAT pada pasien TB paru di puskesmas Ipuh.

1.3.

Tujuan Penulisan Mengetahui tingkat kepatuhan minum OAT pada pasien TB paru di puskesmas Ipuh

periode 2016. 1.4. Manfaat Penulisan 1. Melaksanakan program Mini Project dokter internsip di puskesmas Ipuh. 2. Meningkatkan pengetahuan pasien TB paru mengenai penyakit TB paru dan pentingnya 3.

kepatuhan minum OAT. Meningkatkan pelayanan program pengobatan TB paru di puskesmas Ipuh.

BAB II 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Definisi Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.1 2.2.

Epidemiologi Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.

Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang. Di negara-negara berkembang, kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).1,2 Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai kesembuhan yang ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar 88.000 kematian setiap tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokan kedalam 3 wilayah, yaitu :2 1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk 2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk 3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk 2.3.

Etiologi Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri

ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat, kompleks waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida 3

seperti arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3 2.4.

Patogenesis

2.4.1. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul dibagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan tampak peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-sama dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu dari di bawah ini :2 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan

sarang perkapuran di hilus. 3. Menyebar dengan cara :

- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya. - Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau tertelan - Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah, dan virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya. 2.4.2. Tuberkulosis Post Primer Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :2 1.

Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2.

Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk 4

pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk perkejuan dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3.

Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

2.5.

Klasifikasi

2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena 1.

Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,

tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4 2.

Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput

otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4 2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium 1.

Tuberkulosis paru BTA positif 4,5 - Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif - 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan gambaran tuberkulosis - 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif - 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

2.

Tuberkulosis paru BTA negatif 4,5 - Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. - Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis. - Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. - Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya4 1.

Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2.

Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan atau kultur). 5

3.

Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4.

Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5.

Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6.

Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.6.

Diagnosis

2.6.1. Gambaran klinis Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6 1.

Gejala respiratorik, meliputi :

a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah

- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari terangsangnya bronkus yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan, batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen. - Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk darah tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan terdapatnya kavitas pada paru. b. Sesak napas Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang mendasarinya. c. Nyeri dada Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan pleura yang kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga disebabkan regangan otot karena batuk. 6

Gejala sistemik, meliputi :5,6

2. a. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas c. Anoreksia dan penurunan berat badan - Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin kurus (penurunan berat badan). 2.6.2. Pemeriksaan Fisik Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan 6 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada, difragma dan mediastinum. Palpasi : Fremitus biasanya meningkat. Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup. Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah 2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7 - S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. - P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. - S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi. Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7 - Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif. - Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah kuman yang ditemukan. - Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1). - Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2). 7

- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3). 2.6.4. Pemeriksaan Radiologi Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun, pada kondisi tertentu, pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :7 - Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini, pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif - Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah tiga spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT. - Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penangan khusus, seperti pneumothoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis, atau efusi pleural dan pasien yang mengalami batuk berdarah berat untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Dapat ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8 Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru adalah foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis tuberkulosis paru menurut klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8 1. -

Minimal lesion Infiltrat kecil tanpa kaverne

-

Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya

-

Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan distribusi, tidak lebih dari luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus vertebra torakalis V (kurang dari 2 sela iga).

2.

Moderately advanced lesion Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi ketentuan sebagai

berikut : -

Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru

-

Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume sebelah paru

3.

Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm. Far advanced lesion 8

Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced lesion atau ada kavernae yang sangat besar.

Tersangka penderita TBC (suspek TBC) Periksa dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu

Hasil BTA + + +/+ + -

Beri antibiotik spektrum luas

Periksa Rontgen Dada

Hasil mendukung TBC

Hasil BTA - -

Hasil BTA + - -

Tidak ada perbaika n

Hasil tidak mendukung TBC

Ada perbaik an

Ulang pemeriksaan dahak mikroskopik

Penderita TBC BTA positif

Hasil BTA +++ +++--

9

Hasil BTA ---

Periksa Rontgen dada

Hasil mendukung TBC TBC BTA negatif Rontgen positif

Hasil Rontgen (-) Bukan TBC, penyakit lain

Gambar 1.1. Alur Diagnosis TB paru7 2.7.

Penatalaksanaan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9 1.

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).

3.

Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.  Tahap awal (intensif) Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.  Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

10

Tabel 2.1. Obat Anti Tuberkulosis7 Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

Dosis yang direkomendasikan (mg/kg) Harian

3x seminggu

Bakterisid

5 (4 – 6)

10 (8 – 12)

Rifampicin (R)

Bakterisid

10 (8 – 12)

10 (8 – 12)

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid

25 (20 – 30)

35 (30 – 40)

Streptomicin (S)

Bakterisid

15 (12 – 18)

15 (12 – 18)

Ethambutol (E)

Bakteriostatik

15 (15 – 20)

30 (20 – 35)

Panduan OAT dan kategorinya :7,9,10 1.

Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3) Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru : - Pasien baru TB paru BTA positif. - Pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif. - Pasien TB ekstra paru. 9

Tabel 2.2

9

Tabel 2.3

2.

Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)7,10 Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya : - Pasien kambuh. - Pengobatan pasien gagal. - Pasien dengan pengobatan setalah putus berobat (default). 11

10

Tabel 2.4

3. OAT sisipan (HRZE)7,10 Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel 2.5. Dosis KDT untuk sisipan10

2.8. Evaluasi Pengobatan 2.8.1. Evaluasi Klinis Pasien dievaluasi secara periodik terhadap respons pengobatan, ada tidaknya efek samping obat, dan ada tidaknya komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.11 2.8.2. Evaluasi Bakteriologi Evaluasi bakteriologik bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu pada :11 -

Sebelum pengobatan dimulai.

-

Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif).

-

Pada akhir pengobatan. 12

Bila ada fasilitas biakan dilakukan pemeriksan biakan dan uji kepekaan. 2.8.3. Evaluasi radiologi Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :11 -

Sebelum pengobatan.

-

Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).

-

Pada akhir pengobatan.

2.8.4. Evaluasi pada pasien yang telah sembuh Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks (sesuai indikasi/bila ada gejala).11

Tabel 2.6. Tindak Lanjut Evaluasi Pemeriksaan Dahak11

2.9.

Komplikasi

13

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang akan timbul adalah10 1. Batuk darah. 2. Pneumotoraks. 3. Gagal nafas. 4. Efusi pleura.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.

Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan mengambil data rekam medis dan hasil

kuisioner pasien TB paru yang sedang menjalani pengobatan di Puskesmas Ipuh periode tahun 2016. 3.2.

Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Juni – September 2016. Pengambilan data

dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 di Poli Umum Puskesmas Ipuh. 3.3.

Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah semua pasien TB paru yang menjalani pengobatan OAT di

Poli Umum Pukesmas Ipuh periode 2016. 3.4.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1. Kriteria Inklusi Semua Pasien TB paru kategori 1, yaitu pasien dengan BTA positif, pasien TB paru BTA negatif foto thoraks positif, dan pasien TB ekstra paru yang berobat ke Puskesmas Ipuh periode 2016. 3.4.2. Kriteria Eksklusi 1.

Pasien TB paru dengan pengobatan OAT kategori 2, yaitu kasus kambuh, gagal pengobatan, atau putus obat. 14

2.

Pasien dengan diagnosis bukan TB paru.

3.

Pasien TB paru yang pindah berobat ke PKM lain.

4.

Pasien dengan MDR TB dan XDR TB.

5.

Pasien dengan profilaksis TB paru.

3.5.

Definisi Operasional Variabel dependen dan independen dibuat berdasarkan definisi operasional, yaitu dari

cara mengukur setiap variabel, alat ukur yang digunakan pada setiap variabel, hasil ukur pada setiap variabel, dan juga skala yang digunakan pada setiap variabel.

Variabel

Definisi Operasional

Cara ukur

Alat Ukur

Hasil

Skala

Variabel dependen Pasien TB paru dengan Pasien TB paru kategori 1

1. Pemeriksaan

BTA posiif, TB paru BTA negatif foto toraks

2.

mikroskopis Foto roentgen

Buku register

0. Kategori 1 1. Bukan

pasien TB

kategori 1

Kuesioner

0.Tidak patuh 1. Patuh

Ordinal

toraks

positif, dan TB ekstra paru. (Depkes RI, 2006)

Variabel independen Kepatuhan

Kepatuhan pasien

minum OAT

dalam mengonsumsi

Wawancara

Ordinal

OAT selama minimal 6 bulan yang terbagi dalam fase intensif dan fase lanjutan. (Depkes RI, 2006)

3.6.

Pengumpulan Data Data diambil dari buku register pasien TB paru puskesmas Ipuh, pencatatan dilakukan

berdasarkan umur, jenis kelamin, alamat, gejala klinis, hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat didukung dengan hasil foto rontgen, serta lama pengobatan OAT. 3.7.

Pengolahan dan Analisis Data 15

Pengolahan data dilakukan secara manual, disusun dalam bentuk tabel, dan dianalisis secara deskriptif untuk menarik kesimpulan.

BAB IV HASIL PENELITIAN Semua subjek penelitian menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian dan telah menandatangani informed consent. Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus 2016 dengan melakukan survey melalui kuesioner yang kami berikan kepada setiap pasien TB paru di Puskesmas Ipuh. Dari 12 subjek penelitian didapatkan gambaran kepatuhan minum obat, meliputi kepatuhan pasien terhadap konsumsi OAT, jadwal pengambilan OAT di puskesmas, serta tingkat keberhasilan fase intensif dan fase lanjutan. Sebanyak 2 pasien menjalani pengobatan fase intensif dan 10 pasien menjalani fase lanjutan. Terdapat delapan pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner terstruktur untuk mengetahui luaran kepatuhan minum obat pada subjek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok pada fase intensif dan kelompok pada fase lanjutan. Tabel 4.1. Gambaran Kepatuhan Minum OAT Fase Intensif No

Poin Pertanyaan

1

Apakah pasien mengetahui aturan minum OAT Apakah pasien mengetahui jumlah OAT yang dikonsumsi Apakah pasien pernah mengurangi atau berhenti mengonsumsi OAT jika telah merasa sembuh Apakah pasien pernah lupa membawa OAT jika sedang bepergian jauh dan lama Apakah pasien rutin mengambil OAT di puskesmas jika obat telah habis

2 3 4 5

Kategori Ya Jumlah Persentase 2 100%

16

Kategori Tidak Jumlah Persentase -

2

100%

-

-

-

-

2

100%

-

-

2

100%

2

100%

-

-

6 7 8

Apakah pasien pernah dinyatakan putus minum OAT dan harus mengulangi pengobatan dari awal Apakah pasien tetap melanjutkan konsumsi OAT jika pasien merasakan efek samping dari pengobatan Apakah pasien merasa kesulitan untuk mengonsumsi OAT

-

-

2

100%

2

100%

-

-

-

-

2

100%

Pada kelompok fase intensif, pertanyaan pertama sebanyak 2 pasien yang mengetahui aturan minum OAT. Pada pertanyaan kedua sebanyak 2 pasien yang mengetahui jumlah OAT yang dikonsumsi dan. Pada pertanyaan ketiga sebanyak 2 pasien yang tidak pernah mengurangi atau mengonsumsi OAT ketika merasa telah sembuh. Pada pertanyaan keempat sebanyak 2 pasien tidak pernah lupa membawa OAT ketika sedang bepergian jauh dan lama. Pada pertanyaan kelima 2 pasien rutin mengambil OAT ke puskesmas jika obat telah habis. Pada pertanyaan keenam 2 pasien dinyatakan tidak putus minum OAT. Pada pertanyaan ketujuh 2 pasien tetap melanjutkan mengonsumsi OAT walaupun merasakan efek samping dari pengobatan. Pada pertanyaan kedelapan 2 pasien tidak merasakan kesulitan mengonsumsi OAT. Berdasarkan data tersebut dapat dinilai jumlah kedua pasien TB fase intensif dinyatakan patuh mengonsumsi OAT dengan persentase 100 %. Tabel 4.2. Gambaran Kepatuhan Minum OAT Fase Lanjutan No

Poin Pertanyaan

1

Apakah pasien mengetahui aturan minum OAT Apakah pasien mengetahui jumlah OAT yang dikonsumsi Apakah pasien pernah mengurangi atau berhenti mengonsumsi OAT jika telah merasa sembuh Apakah pasien pernah lupa membawa OAT jika sedang bepergian jauh dan lama Apakah pasien rutin mengambil OAT di puskesmas jika obat telah habis Apakah pasien pernah dinyatakan putus minum OAT dan harus mengulangi pengobatan dari awal Apakah pasien tetap melanjutkan konsumsi OAT jika pasien merasakan efek samping dari pengobatan Apakah pasien merasa kesulitan untuk mengonsumsi OAT

2 3 4 5 6 7 8

Kategori Ya Jumlah Persentase 10 100%

17

Kategori Tidak Jumlah Persentase -

10

100%

-

-

-

-

10

100%

-

-

10

100%

10

100%

-

-

-

-

10

100%

10

100%

-

-

-

-

10

100%

Pada kelompok fase lanjutan, pertanyaan pertama sebanyak 10 pasien yang mengetahui aturan minum OAT. Pada pertanyaan kedua sebanyak 10 pasien yang mengetahui jumlah OAT yang dikonsumsi. Pada pertanyaan ketiga sebanyak 10 pasien yang tidak pernah mengurangi atau mengonsumsi OAT ketika merasa telah sembuh. Pada pertanyaan keempat sebanyak 10 pasien tidak pernah lupa membawa OAT ketika sedang bepergian jauh dan lama. Pada pertanyaan kelima 10 pasien rutin mengambil OAT ke puskesmas jika obat telah habis. Pada pertanyaan keenam 10 pasien dinyatakan tidak putus minum OAT. Pada pertanyaan ketujuh 10 pasien tetap melanjutkan mengonsumsi OAT walaupun merasakan efek samping dari pengobatan. Pada pertanyaan kedelapan 10 pasien tidak merasakan kesulitan mengonsumsi OAT. Berdasarkan data tersebut dapat dinilai jumlah sepuluh pasien TB fase lanjutan dinyatakan patuh mengonsumsi OAT dengan persentase 100 %.

18

BAB V PEMBAHASAN Masalah putus obat merupakan salah satu masalah yang penting dalam manajemen TB. Rendahnya kepatuhan minum obat dapat berakibat pada resistensi bakteri Mycobacterium tuberculosa terhadap obat anti tuberculosis. Pasien yang tidak teratur minum obat akan mengakibatkan peningkatan angka kegagalan pengobatan TB bahkan dapat menimbulkan drug resistance-tuberculosis (DR-TB).5,8 Instrumen yang paling penting dalam mendiagnosis TB adalah pemeriksaan mikroskopis langsung terhadap apusan dahak/sputum. Pemeriksaan mikroskopis terhadap apusan dahak dilakukan secara teratur untuk mencari bacilli tahan asam (BTA) pada interval yang ditentukan selama periode pengobatan. Puskesmas Ipuh menjadwalkan pengambilan dahak pada minggu terakhir bulan ke 2, bulan ke 5 dan bulan ke 6. Pada penelitian ini, 2 pasien berada dalam fase intensif pengobatan OAT kategori 1 dan 10 pasien berada dalam fase lanjutan pengobatan OAT kategori 1 telah mengalami konversi sputum ke BTA negatif pada minggu terakhir bulan ke-2 (akhir fase intensif). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terhadap kepatuhan minum obat yang menyatakan bahwa 100% responden Puskesmas Ipuh patuh minum obat dalam fase intensif OAT. Penelitian oleh Bello dan Itiolla yang dilakukan di Iliorin, Nigeria juga mendapatkan hasil yang serupa. Didapatkan tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi, yaitu sebesar 94.6% pada populasi yang diteliti.10 Responden yang sedang dalam pengobatan OAT fase lanjut juga menunjukkan tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi yaitu sebesar 100%. Selain itu, tingkat kepatuhan terhadap jadwal pemeriksaan dahak dan pengambilan obat didapatkan sebesar 100%. Namun, hal ini berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Adene et al pada pasien TB di Etiopia yang mana tingkat kepatuhan minum obat pada fase lanjut lebih rendah yaitu 86.67% 19

dibandingkan dengan kepatuhan minum obat pada fase intensif yang sebesar 94.44%. Berdasarkan hasil penelitian ini mereka menyimpulkan bahwa ketidakpatuhan minum obat akan lebih tinggi apabila pasien berada pada fase lanjut OAT.9,10 Tingginya tingkat kepatuhan pengobatan pada responden dapat disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu obatobatan dan layanan kesehatan diberikan secara gratis, regimen dosis satu kali sehari selama fase intensif, efek samping yang ringan dan dapat dikoreksi, instruksi tertulis yang telah jelas tentang aturan minum obat, pusat pelayanan kesehatan yang mudah diakses oleh masyarakat8. Data mengenai perilaku pasien dan kepatuhan minum obat hanya didapatkan melalui wawancara sehingga memungkinkan terjadinya bias. Seharusnya dilakukan observasi terhadap perilaku subjek penelitian di lingkungan tempat tinggal responden. Selama proses pengumpulan data atau wawancara, kehadiran pihak ketiga tidak dapat dihindarkan sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi jawaban yang diberikan responden.

20

DAFTAR PUSTAKA 1.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta: 2006.

2.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam Fakultas Kedoktern UI, Jakarta: 2006.

3.

Tuberkulosis causes, symptoms, treatment and prevention. www.emedicinehealth.com/tuberkulosis/page3_em.htm. Diakses 3 Agustus 2016.

4.

University of Maryland Medical Center. Pulmonary www.umm.edu/ency/artcle/000077.htm. Diakses 3 Agustus 2016.

5.

World Health Organization. Tuberkulosis Facts 2007. http://www.who.int/TB/en/. Diakses 3 Agustus 2016.

6.

Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008.

7.

Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Indonesia. Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006.

8.

Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients in the University of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and Pharmacology: 4(3),p 109-114.

9.

Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to AntiTuberculosis Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberculosis in Northwest Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.

10.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 21

Tuberkulosis.

11.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.

22

Related Documents

Mini Project Tbc
January 2021 0
Mini Pro Merie Tbc
January 2021 1
Mini Project
January 2021 2
Mini Project Hipertensi
January 2021 1
Mini Project Gizi Buruk
January 2021 1

More Documents from "dellakusuma"