Mini Projek Gizi Buruk

  • Uploaded by: fathiaR
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Projek Gizi Buruk as PDF for free.

More details

  • Words: 7,625
  • Pages: 36
Loading documents preview...
MINI PROJECT HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PEMBERIAN ASI DAN GIZI BURUK DI WILAYAH PUSKESMAS NEGARA

Oleh : dr. Shorea Sylviana Puteri

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA PUSKESMAS NEGARA KABUPATENHULU SUNGAI SELATAN 2015 DAFTAR ISI 1

BAB I....................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN....................................................................................................... 3 1.1 Latar Belakang................................................................................................... 3 1.2 Masalah Penelitian.............................................................................................. 4 1.3 Pembatasan Masalah........................................................................................... 4 1.4 Rumusan Masalah............................................................................................... 4 1.5 Tujuan Penelitian............................................................................................... 5 1.6 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 5 BAB II...................................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 6 2.1 Definisi Gizi Buruk.............................................................................................. 6 2.2 Pengukuran Gizi Buruk........................................................................................ 6 2.3 Klasifikasi Gizi Buruk.......................................................................................... 8 2.4. Faktor risiko...................................................................................................... 9 BAB III................................................................................................................... 25 METODOLOGI PENELITIAN................................................................................... 25 A.

Desain Penelitian............................................................................................. 25

B.

Tempat dan Waktu........................................................................................... 25

C.

Populasi dan Sampel........................................................................................ 25

D.

Sumber Data................................................................................................... 25

BAB IV................................................................................................................... 26 GAMBARAN UMUM................................................................................................ 26 BAB V.................................................................................................................... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................... 29 BAB VI................................................................................................................... 31 SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................... 31 6.1 Simpulan......................................................................................................... 31 6.2 Saran.............................................................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 33

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDG’s) atau TujuanPembangunan Milenium merupakan tujuan pembangunan global. Salah satu tujuan dalamMDG’s yaitu menurunkan angka gizi buruk dari 17,9 persen padatahun 2010 menjadi 15,1 persen pada tahun 2015. Target Millenium Development Goals (MDG's) 2015 sebesar 15% tak tercapai.50,51 Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk,diantaranya adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), serta penyakit penyerta.10,11 Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup.12 Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan. 1 Selain status sosial ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini dikarenakan bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi penyakit karena kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita.13 Asupan makanan keluarga, faktor infeksi, dan pendidikan ibu juga bisa menjadi penyebab kasus gizi buruk.14 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktorfaktor tersebut dengan kejadian gizi buruk.menunjukkan bahwa terdapat hubungan status ekonomi,pendidikan ibu, pengetahuan ibu dalam monitoring pertumbuhan, perhatian dari ibu,pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, dan asupan makanan balita dengan kejadian gizi buruk.11Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.15 Selain pendidikan, pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap terjaga baik.16,17

3

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi4,9% di tahun 2010. 6Merujuk pada data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %. 51Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014 ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun 2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%. Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi buruk pada balita mempunyai peranan yang bervariasi,sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktoryang mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di puskesmas Negara. 1.2 Masalah Penelitian Masalah yang diangkat adalah angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang yaitu pada bulan febuari sampai april tahun 2015 di wilayah kerja PuskesmasNegara Kabupaten Hulu Sungai Selatan. 1.3 Pembatasan Masalah Tidak semua faktor penyebab masalah gizi buruk diteliti karena adanya keterbatasan waktu pengamatan. Penelitian kejadian gizi buruk difokuskan pada faktor pemberian ASI. 1.4 Rumusan Masalah Apakah peranan ASI Ekslusif mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk dan gizi kurang di kecamatan daha utara pada tahun 2015?

4

1.5Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Menyusun upaya menurunkan kejadian gizi buruk dan gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Negara berdasarkan analisis faktor ASI. 1.5.2 Tujuan Khusus Menganalisis pengaruh ASI terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi Peneliti 1.Mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan kedokteran 2. Memperluas wacana tentang gizi buruk 1.6.2 Bagi Institusi Puskesmas Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk mengentaskan kejadian kasus gizi burukdan gizi kurang terkait faktor ASI. 1.6.3 Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran ASI sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk dan gizi kurang, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan terjadinya gizi buruk dan gizi kurang.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi Buruk Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.2 Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata.21 Hal ini merupakansuatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.2 Balita disebut gizi buruk apabilaindeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD.Keadaan balita dengan gizi buruk sering digambarkan dengan adanya busung lapar.2 2.2 Pengukuran Gizi Buruk Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain: - Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau mata.22 Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis).23 - Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakankombinasi dari ketiganya.24

6

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :3 1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. 2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD. 3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. 4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :3 1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. 2. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD. 3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. 4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:3 1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. 2. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD. 3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. 4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.3

7

2.3 Klasifikasi Gizi Buruk Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 : 2.3.1 Marasmus Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada balita. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang.26 Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta menghilangnya

lemak

di

bawah

kulit

merupakan

proses

fisiologis.Tubuh

membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.27 2.3.2 Kwashiorkor Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. 4,5 Hal ini seperti marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk.25 Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada biopsi hati ditemukan perlemakan.24 Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan 8

menimbulkan kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.27 2.3.3 Marasmiks-Kwashiorkor Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak mencolok.28 2.4. Faktor risiko Faktor risiko gizi buruk antara lain : 2.4.1 Asupan makanan Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.2 Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori.Distribusi kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.26 Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan sebaik mungkin.Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan

9

makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.26 Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam.Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah.29Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi balita.30 2.4.2 Status sosial ekonomi Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. 31 Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.12Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.29 Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya.32 10

Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat.Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001.34. 2.4.3 Pendidikan ibu Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan.35 Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.36 Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa,dan negara.36 Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,pendidikan menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan 11

menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.36 Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang.35 2.4.4 Penyakit penyerta Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut adalah: 1. Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.26 2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.26 3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiencyvirus’. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien 12

ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit.26 Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak KEP(p=0,034) CI 95%.14 2.4.5 Pengetahuan ibu Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan keluarga.Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.35 2.4.6 Berat Badan Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang

13

baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena prematur.37 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.15 2.4.7 Kelengkapan imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat.16 Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. 34 Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang

14

paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa.13 Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan

secara

bertahap

dan

lengkap

terhadap

berbagai

penyakit

untuk

mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit penyakit. Macam- macam imunisasi antara lain:13 a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml pada anak disuntikkan secara intrakutan.13 b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.Usia pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir.13 c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan inactivated polio vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah diberikan dan murah sehingga banyak digunakan.13 d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi.13 e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9 bulan dan pada usia 6 tahun.13

15

f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11 bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.13 g. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen capsular Vi polysaccharida.13 h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia diatas 12 tahun dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan interval 4-8mg.13 i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun.13 j. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan.13 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur, imunisasi yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.11 2.4.8 ASI Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia periode 1997-2003 cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah. 9Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.25 Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan disempurnakan sampai umur dua tahun. 29 Memberi ASI kepada bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam atau natural, ideal, 16

fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi.27 Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita.Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.29\ Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garamgaram organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi. Sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan, sangat dianjurkan.54 ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat (Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI terus diberikan sampai 2 tahun.55 World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: “ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi”. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan pertumbuhan bayi yang optimal.Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam kurun waktu 19902015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32).Penyebab utama kematian bayi dan balita 17

adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).56 Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31% pada tahun 2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2004). Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi dari WHO dan The United Nations Children’s Fund (UNICEF), sebagai salah satu program perbaikan gizi bayi atau anak balita.Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30.000 balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%.dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% menjadi 27,9%57. Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi dibawah umur 6 bulan yang diberi ASI eksklusif hanya 15,3%. Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2005), karena adanya zat antibodi juga zat gizi lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare dan volume tinja.58

18



Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemberian ASI terhadap dampak Gizi buruk di Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo :

N

Faktor Bayi

Faktor Ibu dan Keluarga

Faktor Petugas

O 1 2

Bingung Putting Kelainan Bawaan

Psikis Ibu Motivasi dan dukungan

Monitor dan evaluasi Pencatatan

Luka pada putting susu ibu

keluarga Penyakit Penyerta

Pelaporan Motivasi dan

3

dukungan tenaga 4

Bayi merasa tidak nyaman

Pendidikan, Pengetahuan dan

kesehatan Konseling IMD

sikap ibu mengenai pemberian 5

Kurangnya dukungan tenaga

ASI Social, ekonomi dan budaya

kesehatan atau institusi

setempat

kesehatan tempat melahirkan

A. Faktor-faktor dari bayi 1. Bayi sering menangis Sebab bayi menangis : • Bayi merasa tidak aman • Bayi merasa sakit • Bayi Basah • Bayi kurang gizi Tindakan ibu : ibu tidak perlu cemas, karena akan mengganggu proses laktasi, perbaiki posisi menyusui, periksa pakaian bayi: apakah basah, jangan biarkan bayi 2.

menangis terlalu lama. Bayi bingung putting Nipple Confusion adalah keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susuformula dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada ibu. Terjadi karena mekanisme menyusu pada puting berbeda dengan botol. Tanda-tanda : mengisap puting seperti menghisap

dot,

menghisap

terbutus-putusdan

sebentar,

bayi

menolak

menyusu.Tindakan: jangan mudah memberi PASI,jika terpaksa berikan dengan sendok atau pipet. 3. Bayi premature

19

Susui dengan sering,walau pendek-pendek, rangsang dengan sentuh langit-langit bayi dengan jari ibu yang bersih, jika tidak dapat menghisap berikan dengan pipa nasogastrik, tangan, dan sendok. Uraian sesuai dengan umur bayi : • Bayi umur kehamilan < 30 mgg : BBL < 1250 gr. Biasanya diberi cairan infus selama 24-48 jam. Lalu diberikan ASI menggunakan pipa nasogastrik • Usia 30-32 mgg : BBL 1250 – 1500 gram. Dapat menerima ASI dari sendok, 2 kali sehari, namun masih menerima makanan lewat pipa, namun lama kelamaan makanan pipa makin berkurang dan ASI ditingkatkan. • Usia 32-34 mgg : BBL 1500-1800 gram. Bayi mulai menyusui langsung dari payudara namun perlu sabar. • Usia > 34 mgg: BBL > 1800 gram. Mendapatkan semua kebutuhan dari payudara. 4. Bayi kuning Pencegahan : segera menyusui setelah lahir, dan jangan dibatasi atau susuiseseringmungkin.Berikan bayi kolustrum, kolustrum mengandung purgatif ringan, yang membantu bayi untuk mengeluarkan mekonium. Bilirubin dikeluarkan melalui feses, jadikolustrum berfungsi mencegah dan menghilangkan bayi kuning. 5. Bayi kembar Ibu optimis ASI nya cukup, susui dengan football position, susui pada payudara dengan bergantian untuk variasi bayi, dan kemampuan menghisap mungkin berbeda 6. Bayi sakit Tidak ada alasan untuk menghentikan pemberian ASI. Untuk bayi tertentu seperti diare, justru membutuhkan lebih banyak ASI untuk rehidrasi.Yakinkan ibu bahwa alam telah menyiapkan air susu bagi semua makhluk, sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu semua ibu sebenarnya sanggup menyusui bayi kembar. 7. Bayi sumbing Bayi tidak akan mengalami kesulitan menyusui, cukup dengan berikan posisi yang sesuai, untuk sumbing pallatum molle ( langit-langit lunak ), dan pallatum durum (langit-langit keras). Manfaat menyusui bagi bayi sumbing : melatih kekuatan otot rahang dan lidah, memperbaiki perkembangan bicara, mengurangi resiko terjadinya otitis media. Untuk bayi dengan palatoskisis ( celah pada langit-langit ) : Menyusui dengan posisi duduk, putting dan areola pegang saat menyusui, ibu jari ibu digunakan sebagai penyumbat lubang, kalau mengalami labiopalatoskisis, berikan ASI dengan sendok, pipet, dot panjang. 20

8. Bayi dengan lidah pendek ( Lingual Frenulum ) Keadaan ini jarang terjadi, dimana bayi mempunyai jaringan ikat penghubunglidah dan dasar mulut yang tebal dan kaku, sehingga membatasi gerak lidah, dan bayi tidak dapat menjulurkan lidah untuk menangkap puting. Cara menyusui : Ibu membantu dengan menahan kedua bibir bayi segera setelah bayi dapat menangkap puting dan areola dengan benar 9. Bayi yang memerlukan perawatan Ibu ikut dirawat supaya pemberian ASI bisa dilanjutkan. Seandainya tidak memungkinkan, ibu dianjurkan untuk memerah ASI setiap 3 jam dan disimpan didalam lemari untuk kemudian sehari sekali daiantar kerumah sakit.Perlu ditandai pada botol waktu ASI tersebut ditampung, sehingga dapat diberikan sesuai jam nya. B. Faktor-faktor dari Ibu dan Keluarga 1. Perubahan sosial budaya - Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya. Kenaikan tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan menyusui dan lamanya menyusui. - Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. Persepsi masyarakatkan gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan terentu bahwa susubotol sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang selalu mau meniru orang lain, atau tanya untuk prestise. - Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan keluarnya. 2. Faktor psikologis - Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.

21

Adanya anggapan para ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan. Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengubah payudara, walaupun menyusui atau tidak menyusui. - Tekanan batin. Ada sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi sehingga dapat mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan mengurangi menyusui. 3. Faktor fisik ibu Alasan yang cukup sering basi ibu untuk menyusui adalah karena ibu sakit, baik sebentar

maupun

lama.Tetapi.sebenarnya

jarang

sekali

ada

penyakit

yang

mengharuskan berhenti menyusui. Dari jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi bayi makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit. 4. Faktor kurangnya petugas kesehatan Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara pemanfaatannya. 5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI. Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan distribusi susu buatan menimbulkan tumbuhnya kesediaan menyusui dan lamanya baik di desa dan perkotaan. Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus dan bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia. 6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.

Penyediaan susu bubuk di

Puskesmas disertai pandangan untuk meningkatkan gizi bayi, seringkali menyebabkan salah arah dan meningkatkan pemberian susu botol. Prornosi ASI yang efektif haruslah dimulai pada profesi kedokteran, meliputi pendidikan di sekolah-sekolah kedokteran yang menekankan pentingnya ASI dan nilai ASI pada umur 2 tahun atau lebih. 7. Faktor pengelolaan laktasi di ruang bersalin 22

Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini mungkin setelah lahir.Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua dapat dilaksanakan menyusui dini.Ada beberapa persalinan yang terpaksa tidak dapat berjalan lancar dan terpaksa dilakukan dengan tindakan persalinan misalnya seksio sesaria. Dengan mengingat hal diatas, pengelolaan laktasi dapat dikelompokkan 2 cara, yaitu persalinan normal dan persalinan dengan tindakan. a. Persalinan normal Pada persalinan normal, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.Oleh karena itu, dapat segera dilaksanakan menyusui dini.Hal tersebut perlu oleh karena menyusui dini mempunyai beberapa manfaat baik terhadap ibu maupun terhadap bayi.Kalau bisa bayi disusukan ke kedua puting ibu secara bergantian.Setelah jalan nafasnya dibersihkan, usahakan menyusui sedini mungkin dan tidak melebihi waktu lewat ½ jam sesudah lahir. b. Persalinan dengan tindakan Dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian masalah : 1. Persalinan dengan tindakan narkosa misalnya seksio sesaria menyusui dini perlu ditunda sampai pasien sadar, karena ASI pada ibu dan tindakan ini mempunyai efek terhadap bayi. Misalnya bayi menjadi mengantuk sehingga malas menyusu.Sebaiknya sesudah ibu sadar ditanyakan dahulu untuk menyusui bayinya pada saat tersebut. 2. Persalinan dengan tindakan tanpa narkosa. Persalinan dengan tindakan tanpa narkosa yang kemungkinan mempunyai pengaruh pada bayi. Dalam hal ini bayi tidak dapat menyusui secara aktif , oleh karena itu ASI diberi secara aktif pasif yaitu

dengan

pipet/sendok.

Walaupun

demikian

bila

keadaan

bayi

memungkinkan untuk diangkat menyusui dini dapat dilakukan seperti biasa. Pendapat daripada ahli-ahli kesehatan dan kebiasaan rumah-rumah sakit mempunyai dampak terhadap pendapat para ibu tentang alternatif pemberian susu kepada bayi. Terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan perlu sekali diberi penyuluhan tentang cara-cara pemberian ASI yang menjamin kelancaran produksi ASI sejak bayi lahir.

23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.

B. Tempat dan Waktu Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Negara.Waktu untuk data yang diambil selama bulan Febuari-April tahun 2015. Data yang diambil darihasil pengukuran antropometri balita 0-5 tahun yang datang ke posyandu di wilayah Puskesmas Negara.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Balita usia 0-5 tahun di wilayah Puskesmas Negara. 2. Sampel Balita usia 0-5 tahunyang mengalami gizi buruk dan kurang di wilayah Puskesmas Negara.

D. Sumber Data 1. Data Primer Data Primer diperoleh langsung dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5 tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi buruk di wilayah Puskesmas Negara Kecamatan Daha Utara. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari catatan medik balita 0-5 tahun gizi buruk yang dimiliki oleh bagian Gizi Puskesmas NegaraKecamatan Daha Utara.

24

BAB IV GAMBARAN UMUM

Puskesmas Negara merupakan salah satu dari 20 Puskesmas yang berada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang terletak di wilayah Kecamatan Daha Utara tepatnya di Desa Tambak Bitin Kecamatan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.Kal- Sel .Adapun Ruang lingkup kerja dari Puskesmas Negara sendiri terdiri dari 12 desa cakupan yang terdiri dari desa 1.

Pandak Daun

2.

Paramaian

3.

Pakan Dalam

4.

Tambak Bitin

5.

Panggandingan

6.

Pakapuran Kacil

7.

Baruh Kembang

8.

Mandala Murung Mesjid

9.

Sungai Mandala

10.

Sungai Garuda

11.

Balah paikat

12.

Murung Raya Pada umumnya orang-orang atau warga masyarakat Negara sendiri sering menyebut

Puskesmas Negara dengan Rumah Sakit, hal itu disebabkan karena Jumlah pasien rawat inab yang selalu banyak dibandingkan dengan jumlah pasien rawat inab Puskesmas lain yang lebih sedikit, terlebih kalau terjadinya wabah seperti Diare, Thypoid dan Demam Berdarah Hal itu juga disebabkan karena jarak Puskesmas Negara yang berjauhan dengan Rumah Sakit Pemerintah Haji Hasan Baseri Kandangan, yang membuat Puskesmas Negara menjadi rujukan awal bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan khusunya Opname. Adapun dalam usaha pemberian pelayanan terhadap masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Negara, Puskesmas Negara telah dilengkapi pula dengan Puskesmas Rawat Inap

25

dengan 10 tempat tidur, dan personal tenaga (PNS, PTT dan Non PNS) tahun 2010 sebagai berikut : Dokter

: 2 orang

Staf Kasir

: 2 orang

Loket

: 3 orang

Sarjana Perawat

: 3 orang

Akademi Perawat

: 44 orang

SPK

: 3 orang

Bidan

: 14 orang (PKM Induk dan Desa)

Perawat gigi

; 3 orang

Sanitarian

: 1 orang

Promosi Kesehatan

: 1 orang

Apoteker

: 3 orang

Asisten Apoteker

: 2 orang

Gizi

: 3 orang

Sopir

: 2 orang

Analis kesehatan : 1 orang Jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia adalah : Puskesmas Induk

: 1 buah

Puskesmas Perawatan

: 1 buah (10 Tempat Tidur)

Pustu

: 3 buah

Puskesmas Keliling : 2 buah Sedangkan sarana pelayanan yang bersumber dari masyarakat antara lain Posyandu

: 21 buah

Desa Siaga : 5 desa Luas wilayah kerja Puskesmas Negara sendiri yaitu 363 Ha yang terdiri dari sebagian besar daerah rawa basah dan hutan. Wilayah Puskesmas Negara memiliki iklim tropis basah, yaitu setiap tahunnya mengalami musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan dengan curah hujan yang besar sehingga air sungai cukup tinggi sampai menggenangi sebagian jalan-jalan. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : 26

o

Sebelah Utara

Kecamatan Babirik Kabupaten HSU

o

Sebelah Selatan

Kecamatan Daha Selatan

o

Sebelah Timur

Kecamatan Labuan Amas Kab HST

o

Sebelah Barat

Kecamatan Danau Panggang Kab HSU

Demografi dari 12 desa yang ada, Puskesmas Negara memiliki sarana pendidikan sebagai berikut : 

Taman Kanak-kanak

14 buah



Sekolah Dasar/MIN

16 buah



Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

3 buah



Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

2 buah

Data kepedudukan pada wilayah kerja Puskesmas Negara 

Jumlah Penduduk 18.821 jiwa

27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010. 6 Merujuk pada data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survey Puskesmas Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan pada bulan Febuari-April tahun 2015 ditemukan kasus gizi buruk pada bulan Febuari sebesar 27 orang dengan anak yang lulus asi aksklusif selama 6 bulan sebanyak 8 orang. Pada bulan Maret didapatkan 24 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif selama 6 bulan sebanyak 13 orang. Pada bulan April didapatkan 80 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif selama 6 bulan sebanyak 9 orang. Bayi yang mendapatkan asi ekskusif di daerah puskesmas Negara sangat sedikit dari jumlah bayi yang wajib mendapatkan asi eksklusif sebanyak 404 orang pada bulan Febuari namun yang tercatat mendapatkan asi eksklusif hanya sebesar 8 orang. Pada bulan Maret tercatat terdapat 404 orang bayi yang harusnya mendapat asi eksklusif, namun hanya 13 orang yang lulus asi eksklusif. Pada bulan April tercatat terdapat404 orang bayi yang harusnya mendapatkan asi eksklusif, namun hanya 9 orang yang lulus asi eksklusif. Dari skrining gizi buruk terhadap balita dengan BGM Kecamatan Daha Utara, didapati bahwa hampir semua balita tersebut tidak mendapatkan ASI secara eksklusif .ASI berupa emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satusatunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi. ASI mempunyai peranan yang penting selama masa emas tumbuh kembang anak terutama selama 6 bulan awal pertumbuhan. Mengingat kandungan nutrisi ASI yang lengkap dan cocok untuk bayi. Disamping itu pemberian ASI lebih praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak tersebut. ASI merupakan makanan alam atau natural, ideal, 28

fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi. Selain itu ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit sehingga berperan langsung terhadap status gizi balita karena ASI cepat terserap sesuai dengan sistem pencernaan bayi. ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat. Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI terus diberikan sampai 2 tahun.

29

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Status sosial ekonomi, pendidikan ibu,penyakit penyertadan pemberian ASI merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk.Faktor risiko kejadian gizi buruk yang paling dominan adalah Pemberian ASI. 6.2 Saran 6.2.1 Puskesmas 6.2.1.1

Peranan tenaga kesehatan lebih ditingkatkan dalam memberikan

penyuluhan atau petunjuk kepada ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang manfaat ASI Eksklusif. 6.2.1.2

Memotivasi ibu hamil dan keluarga saat ANC untuk memberikan ASI

ekslusif 6.2.1.3

Petugas kesehatan mampu secara aktif memberikan informasi kepada

masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir. 6.2.1.4

Perlu dilakukan skriningawal terhadap balita agar tidak mengalami gizi

buruk secara kronik. 6.2.1.5

Perlu dilakukan monitoring evaluasi lebih lanjut mengenai pelaporan

pemberian ASI eksklusif. 6.2.1.6

Perlu koordinasi dengan pemegang TB.

6.2.1.7

Perlu koordinasi dengan petugas konseling.

6.2.1.8

Meningkatkan IMD.

6.2.1.9

Meningkatkan peranan lintas sektor dalam memberikan pengetahuan

kepada masyarkat cara menyusui yang benar. 6.2.1.10

Melakukan pendekatan kepada tokoh agama dan tokoh masyarkat

mengenai budaya pemberian ASI.

30

6.2.2. Masyarakat 6.2.1.1 Masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan anak secara berkala ke Posyandu setempat. 6.2.1.2 Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam mengikuti kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar IlmuKesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta; 2003. 2. Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru; 2005. 3. Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011. 4. Kumar S.Global Database on Child Growth and Malnutrition [Internet]. 2007[cited 2011 Desember 14].Available from: http://Who.int//nutgrowthdb>.2007 5. Tropical Medicine Central Resource.Kwashiorkor (Protein – Calorie Malnutrition) [Internet].2008[cited 2011 Desember 14]. Available from: http://tmcr.Usuhs.mil/tmcr/chapter16/Kwashiorkor.htm 6. Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.Anak dengan Gizi Baik Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di Masa Depan[Internet].2011[cited 2011 Desember 14].Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1346-anak-dengan-gizi-baik-menjadiaset-dan-investasi-bangsa-di-masa-depan.html 7. Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah[Internet].2010[cited 2011 Desember 14].Available from: http://www.docstoc.com/docs/66364904/Laporan-Akhir-EKPD-2010-Provinsi-Jawa-Tengaholeh-Universitas-Diponegoro 8. Sudaryat S, Soetjiningsih.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah.Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud Denpasar; 2000. 9. World Health Organisation.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta: WHO Indonesia ; 2009. 10. Kusriadi.Analisis Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Kurang Gizi Pada Anak Balita Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)[karya tulis ilmiah].Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2010. 11. Anwar K,Juffrie M,Julia M.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005[cited 2011 Desember 14]:2(3):81-85.Available from:http://ijcn.or.id/v2/content/view/33/40/ 32

12. Effendi.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 1998. 13. Hidayat AAA.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika;2008. 14. Razak AA,Gunawan IMA,Budiningsari RD. Pola Asuh Ibu Sebagai Faktor Risiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita.Jurnal Gizi Klinik Indonesia[Internet].2009[cited 2011 Desember 14]:6(2):95-103.Available from: http://www.i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=10761 15. Kosim, Sholeh M.Buku Ajar Neonatologi Edisi I.Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2008. 16. Supartini Y.Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.Jakarta:EGC; 2002. 17. Mexitalia M. Air Susu Ibu dan Menyusui. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Edisi ke-1.Jakarta: IDAI;2011. hal. 77-95. 18. Hartono A. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit.Jakarta: EGC; 1997. 19. Wahyuni S, Julia M, Budiningsari D. Pengukuran Status Gizi Pasien Anak Menggunakan Metode SGNA Sebagai Prediktor Lama Rawat Inap, Status Pulang dan Kejadian Malnutrisi di Rumah Sakit.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2005 [cited 2012 Mei 25]: 2(1): 80-84. Available from: http://dc183.4shared.com/doc/gV1MYaob/preview 20. Lada C, Aspatria U, Jutomo L. Kajian Jenis-Jenis Penyakit Infeksi dan Lamanya Perawatan Bagi Balita Penderita Gizi Buruk di Panti Rawat Gizi Panite Kabupaten Timor Tengah Selatan.Jurnal Gizi Klinik Indonesia [Internet].2007 [cited 2012 Mei 25]: 2(2): 1-5. Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1109819_2085-9341.pdf 21. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001. 22. Paryanto E.Gizi Dalam Masa Tumbuh Kembang.Jakarta:EGC;1997. 23. Soendjojo RD,Sritje H,Mien S.Menstimulasi Anak 0-1 Tahun.Jakarta:PT Elexmedia Komputindo.2000. 24. Departemen Kesehatan RI.Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI;2002. 25. Kliegman R.Nelson Textbook of Pediatrics. USA: Saunders Elsevier;2007. 26. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Infomedika;2007. 33

27. Walker,Allan.Pediatric Gastrointertinal Disease.USA:DC Decker;2004. 28. Dini L.Konsumsi Pangan Tingkat Rumah Tangga Sebelum dan Selama Krisis Ekonomi.Jakarta:PT Gramedia Pustaka;2000. 29. Soekirman.Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.Jakarta:EGC;2000. 30. Rumiasih. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Magelang[karya tulis ilmiah].Semarang: Universitas Diponegoro;2003. 31. Pius,Dahlan.Kamus Ilmiah Populer.Surabaya:Arkola;2001. 32. Departemen Kesehatan RI.Program Gizi Makro.Jakarta:Depkes RI;2002. 33. Soekanto,Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada;2000. 34. Taruna J.Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi Buruk pada Anak Balita di Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2002[karya tulis ilmiah].Jakarta:Universitas indonesia;2002. 35. Abu A.Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Rineka Cipta;1997. 36. Departemen Kesehatan RI.Analisis Situasi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Depkes RI;2004. 37. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED.Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).Jakarta:EGC;2008. 38. Dahlan S.Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT Arkans;2006. 39. Retno S.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Setelah Mendapatkan PMT Pemulihan di Provinsi DKI Jakarta [karya tulis ilmiah]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008. 40. Goode W.Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara;2000. 41. Faiza R, Elnovriza D, Syafianti.Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang.Jurnal Media Gizi Keluarga [Internet].2007 [cited 2012 Juni1]:31(1):80-88.Available from: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/311078088 42. Dewati M. Analisis Pengaruh Pendapatan Keluarga, Jumlah Anggota Keluarga, Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendidikan Ayah Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo [karya tulis ilmiah].Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret; 2008.

34

43. Oetomo D. Gizi Buruk Balita di Surakarta Dikaji dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola Konsumsi Makan Balita [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret;2006. 44. Sumiati I. Evaluasi Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita Kurang Energi Protein di RSUD Ulin Banjarmasin [karya tulis ilmiah]. Malang: Universitas Brawijaya; 2007. 45. Nadimin. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan [Internet].2010 [cited 2012 Mei 28]:10(2):1-7. Available from: http://jurnalmediagizipangan.files.wordpress.com/2012/04/1-hubungan-keluarga-sadar-gizidengan-status-gizi-balita 46. Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita di Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012. 47. Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu [karya tulis ilmiah]. Bengkulu:Universitas Bengkulu ;2011. 48. Lingga NK.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [karya tulis ilmiah]. Medan:Universitas Sumatera Utara;2010. 49. Wahyuni. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dan Pemberian Vitamin A dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Babura Kecamatan Medan Maru [karya tulis ilmiah]. Medan; UniversitasSumatera Utara;2005. 50.http://health.liputan6.com/read/520968/angka-penurunan-gizi-buruk-balita-sulit-penuhitarget-mdgs 51.Hans Obor (2011). Kasus gizi burukmasih tinggi [Online]. Available: http://nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=9426%3Akasus-gizi-buruk-masihtinggi&option=com_content&Itemid=56. 52.http://www.bhasafm.co.id/kabupaten-situbondo-jadi-salah-satu-kantong-gizi-buruk-di-jawatimur/ 53.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/3/Chapter%20I.pdf 54.Arif, N. (2009).Panduan MediaPressindo.

Ibu

Cerdas ASI

dan

Tumbuh

Kembang. Yogyakarta:

55. Prasetyono, 2009.Buku Pintar ASI eksklusif.Jogjakarta : Diva Pres. 35

56. Sitaresmi, M, N,. (2010). Isu Kebijakan Tentang Pemberian ASI secara Eksklusif, http://kebijakan kesehatanindonesia.net/node/2, diakses 15 Februari 2014 57.Sutama,2008.Pemberian ASI Eksklusif Masih Rendah. http://asiku.wordpress-.com/2008/08/07/pemberian-asi-eksklusif-masih-rendah/,diakses 24 Juni 2011. 58. Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi,Jakarta: Perkumpulan perinatologi Indonesia 59. Roesli, U, 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

36

Related Documents

Mini Projek Gizi Buruk
January 2021 1
Mini Project Gizi Buruk
January 2021 1
Referat Gizi Buruk
January 2021 1
Referat Gizi Buruk
February 2021 1
Patofisiologi Gizi Buruk
January 2021 1
Mini Projek Balita Romi
January 2021 1

More Documents from "romi"

Mini Projek Gizi Buruk
January 2021 1