Nyeri Viseral

  • Uploaded by: Amsir Limbong
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nyeri Viseral as PDF for free.

More details

  • Words: 4,127
  • Pages: 15
Loading documents preview...
NYERI VISCERAL PADA SISTEM UROLOGI

OLEH :

dr. SIDHARTA DARSOYONO, Sp.B, Sp.U dr. MOCH YUSUF HANDOYO

SUB BAGIAN SMF BEDAH UROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO/ RSUP DR. KARIADI SEMARANG 2013

NYERI VISCERAL PADA SISTEM UROLOGI Anatomi sistem urologi GINJAL Merupakan sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. URETER Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli. Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli, secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah: (1) pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelviureter junction, (2) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan (3) pada saat ureter masuk ke buli-buli. Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli (intramural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau refluks vesiko-ureter pada saat bulibuli berkontraksi. Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi dua bagian yaitu: ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Di samping itu secara radiologis ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, (2) ureter 1/3 medialmulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum, dan (3) ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke bulibuli.

Persarafan Ureter mendapatkan persarafan simpatis utama dari T11 dan L1 melalui renal, testis/ ovarium atau pleksus hipogastrik. Serat parasimpatis muncul dari S2 ke S4. Kebanyakan saraf ke ureter adalah sensorik, mendeteksi peregangan di dinding ureter. Serat aferen bepergian dengan saraf simpatis memasuki sumsum tulang belakang pada L1 dan L2. Oleh karena itu, rasa sakit yang timbul dari ginjal kolik dapat disebut pinggang dan inferiomedial labia majora menuju/ skrotum dan mungkin ke daerah anterior paha karena persarafan yang oleh cabang femoral saraf genito femoralis (L1-L2). BULI-BULI Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli. Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyaikapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300 – 450 ml; sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah: Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} ´ 30 ml Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4.. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher bulibuli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. URETRA Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter

uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23- 25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat beb erapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis. Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urine tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna. KELENJAR PROSTAT Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona preprostatik sfingter, dan zona anterior (McNeal 1970). Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat. Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus. Pleksus

prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. TESTIS Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Pleksus saraf simpatis dari pleksus prevertebral (berasal dari T10-T11), saraf parasimpatis vagal dan serat aferen viseral yang masuk sumsum tulang belakang melalui dorsal root saraf toraks 10 EPIDIDIMIS Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput, korpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis berhubungan dengan vasa deferens. VAS DEFERENS Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Dalam perjalannya menuju duktus ejakulatorius, duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2) pars skrotalis (3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum, dan (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini merupakan bagian yang dipotong dan diligasi saat vasektomi. Duktus ini terdiri atas otot polos yang mendapatkan persarafan dari sistem simpatik sehingga dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior.

PENIS Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik tunika albuginea sehingga merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus yang kemudia menempel pada rami osis ischii. Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis dan di sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora itu dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superfisial lagi oleh fasia Colles atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa. Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terdapat jaringan erektil yaitu berupa jaringan kavernus (berongga) seperti spon. Jaringan ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium dan otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup banyak sehingga menyebabkan ketegangan batang penis. NYERI VISERAL Nyeri viseral biasanya menjalar dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari tempat asal nyerinya, namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri. Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan. Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks kontraksi otot-otot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika proses inflamasi terjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi maligna dari organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus, menggrogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ padat terkena. Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos, distensi struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Distensi pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi pembuluh darah sehingga menyebabkan distensi berlebih dari jaringan. Rangsang nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana rangsang dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui nervus parasimpatis di sakral. Impuls nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical, ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem simpatis. Impuls ini masuk ke spinal cord melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia

miokard. Parenkim otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat sensitif pada nyeri. Ada dua jenis nyeri yang berasal organ genito-urinarius : 1. Nyeri lokal dirasakan di atau dekat organ yang terlibat. Dengan demikian, rasa sakit dari sakit ginjal (T10-12, L1) dirasakan di sudut costovertebral dan pinggang, di bawah tulang rusuk ke-12. Nyeri dari testis yang meradang dirasakan dalam gonad itu sendiri. 2. Nyeri alih/ penjalaran nyeri: dimaksud berasal dari suatu organ yang sakit tetapi merasa agak jauh dari organ tersebut. Kolik ureter(Gambar) yang disebabkan oleh batu di ureter atas mungkin dihubungkan dengan sakit parah pada testis ipsilateralnya. ini dijelaskan oleh persarafan umum dari 2 struktur (T11-12). Sebuah batu di ureter bawah mungkin menyebabkan rasa sakit alih ke dinding skrotum, dalam hal ini, testis itu sendiri tidak hyperesthetic. nyeri terbakar saat berkemih yang menyertai sistitis akut dirasakan pada uretra distal pada wanita dan pada kelenjar urethra pada laki-laki (S2-3). Kelainan organ urologi juga dapat menyebabkan nyeri pada organ lain (misalnya, gastrointestinal, ginekologi) yang memiliki suplai saraf sensorik yang sama. Nyeri Ginjal. Khas pada sakit ginjal dirasakan sebagai rasa nyeri tumpul dan konstan pada sudut costovertebral sedikit ke lateral otot sacrospinalis dan tepat di bawah tulang rusuk ke-12. Nyeri ini sering menyebar sepanjang daerah subkostal menuju umbilicus atau kuadran perut bagian bawah. Ini dapat dijumpai pada penyakit ginjal menyebabkan distensi tiba-tiba kapsul ginjal. Pielonefritis akut (dengan edema mendadak) dan obstruksi saluran kemih akut (dengan tekanan balik ginjal mendadak) keduanya menyebabkan rasa sakit yang khas. Ini harus menunjukkan, bagaimanapun, bahwa banyak penyakit ginjal kronis yang tidak menimbulkan rasa sakit karena perkembangan yang sangat lambat sehingga pengembangan kapsuler ginjal secara mendadak tidak terjadi. Seperti kanker, pielonefritis kronis, batu staghorn, TBC, ginjal polikistik, dan hydrone-phrosis karena obstruksi saluran kemih kronis. Nyeri Ureter Nyeri saluran kemih biasanya dirangsang oleh obstruksi akut (bagian dari batu atau klot). Rangsang nyeri oleh karena distensi dari kapsul ginjal yang dibarengi dengan nyeri kolik (akibat spasme dari ginjal, otot pelvis dan ureter) yang menjalar dari sudut costovertebral ke arah kuadran anterior abdomen, sepanjang perjalanan ureter. Pada laki-laki dapat juga dirasakan di kandung kemih, skrotum, atau testis. Pada wanita, nyeri itu dapat menyebar ke vulva. Sifat nyeri kolik ini disebabkan oleh adanya hiperperistaltik dan spasme dari otot polos nya untuk mengeluarkan benda asing atau karena obstruksi yang sangat. Posisi sumbatan atau sumbatan dapat diperkirakan berdasarkan

anamnesa dan pemeriksaan fisik. Jika batu berada di ureter bagian atas maka sifat penjalaran nyeri ke arah testis, dikarenakanasal dari inervasinya sama dengann ginjal dan ureter proksimal (T11-12). Pada ureter medial nyeri alih/ penjalaran dapat dirasakan pada titik Mc burney dan dapat disangkakan dengan appendicitis, pada sisi kiri, dapat disangkakan dengan divertikulitis pada kolon desenden atau kolon sigmoid (T12-L1). Saat batu mencapai buli, gejala yang muncul adalah iritatif, seperti urgensi dan frekuensi, karena mulai terjadi peradangan dan edema.

Nyeri Buli Kandung kemih yang terlalu penuh akibat obstruksi akut merangsang nyeri pada suprapubis secara langsung oleh karena distensinya. Pada kasus obstruksi kronis, nyeri tersebut jarang bahkan mungkin tidak dirasakan oleh pasien, walaupun sudah besar sekali bulinya. Nyeri buli terutama diakibatkan oleh adanya infeksi pada buli itu sendiri, dimana akan dijalarkan atau dialihkan ke distal dari uretra dan berhubungan dengan proses miksi. Nyeri yang dirasakan paa akhir kencing menggambarkan terjadinya sistitis berat. Nyeri Prostat Nyeri langsung dari kelenjar prostat jarang terjadi. Kadang-kadang, ketika prostat meradang akut pasien mungkin hanya mengalami ketidak nyamanan yang samar atau rasa penuh di daerah perineum atau rektum (S2-4). Nyeri punggung belakang kadang merupakan tanda juga dari adanya

infeksi di prostat, namun jarang. Radang dari kelenjar prostat sering menyebabkan terjadinya disuria, frekuensi dan urgensi. Nyeri testis Nyeri akibat trauma akan langsung dirasakan pada lokasi cideranya. Tidak menyebabkan nyeri alih yang jelas. Nyeri epididimis Infeksi akut epididimis adalah penyebab nyeri yang sangat umum. Rasa sakit dapat dimulai pada skrotum, dan beberapa akibat reaksi inflamasi ini akan melibatkan testis yang berdekatan juga, memperburuk kondisi ketidaknyamanan. Pada tahap awal epididimitis, nyeri mungkin pertama kali dirasakan di selangkangan atau kuadran perut bagian bawah. (Jika di sisi kanan, itu mungkin merangsang appendicitis). Nyeri ini mungkin akibat penjalaran atau sekunder dari infeksi pada vas deferen. GEJALA SALURAN CERNA PADA PENYAKIT UROLOGI Apakah penyakit ginjal atau saluran kemih nyata atau tidak, gejala pada gastrointestinal sering tampak. Pasien dengan pielonefritis akut tidak hanya merasakan nyeri yang terlokalisir pada traktus urogenitalnya, gejala iritabilitas vesikalis, menggigil, dan demam, tetapi juga nyeri dan distensi pada perut bisa terjadi. Rangsangan nyeri akibat turnya batu lewati ureter akan juga merangsan timbulnya mual dan muntah, juga dapat menimbulkan distensi dari abdomen. Namun, gejala urinari sejauh ini terselimuti oleh gejala gastrointestinal yang biasanya diabaikan. Distensi dari pelvis renalis akibat sumbatan atau pemeriksaan uretrogram dapat menyebabkan pasien menjadi mual, muntah, dan mengeluh nyeri kolik di perut. Pada penelitian disebutkan refluks inilah yang menyebabkan reflek reno intestinal yang menmbingungkan. Kondisi ini dinamakan ‘silent urologic disease”. Renointestinal reflek merupakan hal yang sering membingungkan, dikarenakan asal dari rangsanganya adalah melalui sensorik dan autonomik sistem. Rangsang aferen yang didapat pada kapsul ginjal, merangsang reflek dari pilorus, sehingga terasa nyeri seperti ulkus peptikum atau merangsang perubahan tonus otot polos pada usus dan adneksa. Keterkaitan organ-organ sistem urogenital juga berperan dalam mengintepretasikan nyeri visceral. Ginjal kanan yang berdekatan dengan fleksura hepatika dari kolon, duodenum dan capurt pankreas, CBD, hepar dan vesika velea. Ginjal kiri berhubungan dengan fleksura lienalis kolon, lambung, pankreas dan lien. Adanya infeksi ataupun desakan tumor dipastikan ikut merangsang organ-organ tersebut.

Letak teraktus urinarius yang retroperitoneal, namun masih berhubungan. Sehingga jika terjadi infeksi pada ginjal akan merangsang dari peritoneum dan terjadi rebound tenderness. Pada kasus kronis, gangguan pada ginjal seperti batu sal kemih, kanker dan pyelonefritis kronis dapat mempenngaruhi sistem gastrointestinal dari mulai lambung, vesika velea, appendiks dan lainya, sehingga jika terbukti tidak ada gangguan pada sistem gastrointestinalnya, maka konsentrasi untuk mencari kelainan pada sistem urogenitalnya.

PENANGANAN NYERI Penanganan nyeri yang efektif harus mengetahui patofisiologi dan pain pathway sehingga penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara farmakoterapi (multimodal analgesia), pembedahan, serta juga terlibat didalamnya perawatan yang baik dan teknik non-farmakologi (fisioterapi, psikoterapi). Farmakologis Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan opioid intraspinal. Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari obat-obatan analgetik yang digunakan untuk penanganan nyeri paska pembedahan.

Tabel. Pilihan terapi untuk penanganan nyeri

Pedoman terapi pemberian analgesia untuk penanganan nyeri berdasarkan intensitas nyeri yang dirasakan penderita yang direkomendasikan oleh WHO dan WFSA. Dimana terapi analgesia yang diberikan pada intensitas nyeri yang lebih rendah, dapat digunakan sebagai tambahan analgesia pada tingkat nyeri yang lebih tinggi. Analgesia Multimodal Analgesia multimodal menggunakan dua atau lebih obat analgetik yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda untuk mencapai efek analgetik yang maksimal tanpa dijumpainya peningkatan efek samping dibandingkan dengan peningkatan dosis pada satu obat saja. Dimana analgesi multimodal melakukan intervensi nyeri secara berkelanjutan pada ketiga proses perjalanan nyeri, yakni: •

Penekanan pada proses tranduksi dengan menggunakan AINS



Penekanan pada proses transmisi dengan anestetik lokal (regional)



Peningkatan proses modulasi dengan opioid

Analgesia multimodal merupakan suatu pilihan yang dimungkinkan dengan penggunaan parasetamol dan AINS sebagai kombinasi dengan opioid atau anestesi lokal untuk menurunkan tingkat intensitas nyeri pada pasien-pasien yang mengalami nyeri paska pembedahan ditingkat sedang sampai berat. Analgesia multimodal selain harus diberikan secepatnya (early analgesia), juga harus disertai dengan inforced mobilization (early ambulation) disertai dengan pemberian nutrisi nutrisi oral secepatnya (early alimentation). Analgesia Preemptif Analgesia preemptif artinya mengobati nyeri sebelum terjadi, terutama ditujukan pada pasien sebelum dilakukan tindakan operasi (pre-operasi). Pemberian analgesia sebelum onset dari rangsangan melukai untuk mencegah sensistisasi sentral dan membatasi pengalaman nyeri selanjutnya. Analgesia preemptif mencegah kaskade neural awal yang dapat membawa keuntungan jangka panjang dengan menghilangkan hipersensitifitas yang ditimbulkan oleh rangsangan luka. Dengan cara demikian keluhan nyeri paska bedah akan sangat menurun dibandingkan dengan keluhan nyeri paska pembedahan tanpa memakai cara analgesia preemptif. Bisa diberikan obat tunggal, misalnya opioid, ketorolak, maupun dikombinasikan dengan opioid atau AINS lainnya, dilakukan 20 – 30 menit sebelum tindakan operasi. PCA (Patient Control Analgesia) Pasien dikontrol nyerinya dengan memberikan obat analgesik itu sendiri dengan memakai alat (pump), dosis diberikan sesuai dengan tingkatan nyeri yang dirasakan. PCA bisa diberikan dengan

cara Intravenous Patient Control Analgesia (IVPCA) atau Patient Control Epidural Analgesia (PCEA), namun dengan cara ini memerlukan biaya yang mahal baik peralatan maupun tindakannya. Parasetamol Parasetamol banyak digunakan sebagai obat analgetik dan antipiretik, dimana kombinasi parasetamol dengan opioid dapat digunakan untuk penanganan nyeri berat paska pembedahan dan terapi paliatif pada pasien-pasien penderita kanker. Onset analgesia dari parasetamol 8 menit setelah pemberian intravena, efek puncak tercapai dalam 30 – 45 menit dan durasi analgesia 4 – 6 jam serta waktu pemberian intravena 2 – 15 menit. Parasetamol termasuk dalam kelas “aniline analgesics” dan termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non steroid (masih ada perbedaan pendapat). Parasetamol memiliki efek anti inflamasi yang sedikit dibandingkan dengan obat AINS lainnya. Akan tetapi parasetamol bekerja dengan mekanisme yang sama dengan obat AINS lainnya (menghambat sintesa prostaglandin). Parasetamol juga lebih baik ditoleransi dibandingkan aspirin dan obat AINS lainnya pada pasien-pasien dengan sekresi asam lambung yang berlebihan atau pasien dengan masa perdarahan yang memanjang. Dosis pada orang dewasa sebesar 500 – 1000 mg, dengan dosis maksimum direkomendasi 4000 mg perhari. Pada dosis ini parasetamol aman digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa. Mekanisme kerja utama dari parasetamol adalah menghambat siklooksigenase (COX) dan selektif terhadap COX-2. Analgetik dan antipiretik dari parasetamol sebanding dengan aspirin dan obat AINS lainnya, akan tetapi aktifitas anti inflamasi perifernya dibatasi oleh beberapa faktor, dimana diantaranya terdapat kadar peroksida yang tinggi di lesi inflamasi. Oleh karena itu selektifitas akan COX-2 tidak secara signifikan menghambat produksi pro-clotting tromboxane. Parasetamol menurunkan bentuk oksidasi dari enzim COX, yang melindungi dari pembentukan kimiawi bentuk pro-inflammatory. Ini juga akan menurunkan jumlah dari prostaglandin E 2 di SSP, akibatnya menurunkan batas ambang hipotalamus di pusat termoregulasi. Parasetamol menghambat kerja COX dengan dua jalur, yang pertama bekerja dengan cara menghambat COX-3 (variant dari COX-1). Enzim COX-3 ini hampir sama dengan enzim COX lainnya dengan menghasilkan kimiawi pro-inflammatory dan penghambat selektif oleh parasetamol. Jalur kedua bekerja seperti aspirin dengan memblok siklooksigenase, dimana didalam lingkungan inflamasi dengan konsentrasi peroksida yang tinggi dan melindungi aksi kerja parasetamol dalam keadaan oksidasi tinggi. Ini berarti bahwa parasetamol tidak memiliki efek langsung pada tempat inflamasi, akan tetapi bereaksi di SSP dimana keadaan lingkungan tidak teroksidasi. Namun mekanisme kerja pasti dari parasetamol di COX-3 masih diperdebatkan. Bioavailibilitas dari parasetamol adalah 100%. Parasetamol dimetabolisme di hati dengan tiga jalur metabolik, yakni glucuronidation 40%, sulfation 20-40% dan N-hydroxylation serta GSH konjugasi 15%, dengan obat dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal 61,62 .

Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi lambung, tidak mempengaruhi koagulasi darah atau fungsi ginjal. Parasetamol dipercaya aman digunakan pada wanita hamil (tidak mempengaruhi penutupan ductus arteriosus), tidak seperti efek yang ditimbulkan oleh penggunaan obat AINS. Tidak seperti aspirin, parasetamol tidak berhubungan dengan resiko penyebab sindroma Reye pada anak-anak dengan penyakit virus. Ketorolak Ketorolak atau ketorolak trometamin merupakan obat golongan anti inflamasi non steroid, yang masuk kedalam golongan derivate heterocyclic acetic acid dimana secara struktur kimia berhubungan dengan indometasin. Ketorolak menunjukkan efek analgesia yang poten tetapi hanya memiliki aktifitas anti inflamasi yang sedang bila diberikan secara intramuskular atau intravena. Ketorolak dapat dipakai sebagai analgesia paska pembedahan sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan opioid, dimana ketorolak mempotensiasi aksi nosiseptif dari opioid. Mekanisme kerja utama dari ketorolak adalah menghambat sistesa prostaglandin dengan berperan sebagai penghambat kompetitif dari enzim siklooksigenase (COX) dan menghasilkan efek analgesia. Seperti AINS pada umumnya, ketorolak merupakan penghambat COX non selektif. Efek analgesianya 200 – 800 kali lebih poten dibandingkan dengan pemberian aspirin, indometasin, naproksen dan fenil butazon pada beberapa percobaan di hewan. Satu-satunya efek samping dari penggunaan parasetamol adalah resiko terjadi hepatotoksik dan gangguan gastrointestinal pada penggunaan dosis tinggi, yaitu diatas 20.000 mg perhari. Sedangkan efek anti inflamasinya kurang dibandingkan efek analgesianya, dimana efek anti inflamasinya hampir sama dengan indometasin Setelah injeksi intramuskular dan intravena, onset analgesia tercapai dalam waktu 10 menit dengan efek puncak 30 – 60 menit dan durasi analgesia 6 – 8 jam dengan waktu pemberian intravena > 15 detik. Bioavailibilitas dari ketorolak 100% dengan semua jalur pemberian baik intravena maupun intramuskular. Metabolisme berkonjugasi dengan asam glukoronik dan para hidroksilasi di hati. Obat dan hasil metabolitnya akan diekskresikan melalui ginjal 90% dan bilier sekitar 10% . Efek samping dari ketorolak bisa bermacam-macam, yaitu : 1. Secara umum Bronkospasme yang mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit nasal poliposis, asma dan sensitif terhadap aspirin. Dapat juga terjadi edema laring, anafilaksis, edema lidah, demam dan flushing. Ketorolak menghambat asam arakhidonat dan kolagen sehingga mencetuskan agregasi platelet sehingga waktu perdarahan dapat meningkat pada pasien yang mendapatkan anestesi spinal, akan tetapi tidak pada pasien yang mendapat anestesi umum. Perbedaan ini dimungkinkan karena reflek status hiperkoagulasi yang dihasilkan respon neuroendokrin karena stress

pembedahan berbeda pada anestesi umum dan anestesi spinal. Dapat juga terjadi purpura, trombositopeni, epistaksis, anemia dan leukopeni. Dapat menimbulkan erosi mukosa gastrointestinal, perforasi, mual, muntah, dispepsia, konstipasi, diare, melena, anoreksia dan pankreatitis. Hipertensi, palpitasi, pallor dan syncope, Ruam, pruritus, urtikaria, sindroma Stevens-Jhonson, sindroma Lyell gangguan fungsi platelet dan hemostatik Non-Farmakologis Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation).

Related Documents


More Documents from "Berril Fanny Causari"

Nyeri Viseral
March 2021 0