[optima] Pem Neurologi Cbt Batch 1'2020.pdf

  • Uploaded by: iza
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View [optima] Pem Neurologi Cbt Batch 1'2020.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 18,401
  • Pages: 361
Loading documents preview...
C B T O P T I M A B AT C H F E B R U A R I 2 0 2 0

NEUROLOGI | DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA | | DR. AARON | DR. CLARISSA

Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 WA. 081380385694/081314412212

Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d

TO 1

SOAL NO 1 • Ny Arlina Suryani seorang wanita berusia usia 27 tahun datang ke Poliklinik Puskesmas dengan keluhan nyeri kepala seperti diikat sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan nyeri kepala seperti terikat yang dirasakan hilang timbul hampir setiap hari. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78x/ menit, laju napas 16x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis tidak ditemukan adanya deficit neruologis fokal. Diagnosis kerja pada pasien Ini adalah…

A.Cluster headache B.Tension type headache C.Trigeminal neuralgia D.Migren klasik E. Arteritis temporalis • Jawaban: B. Tension type headache



• •

• •

Wanita 27 tahun dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan nyeri kepala seperti terikat yang dirasakan hilang timbul hampir setiap hari. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal dan tidak ditemukan adanya deficit neruologis fokal. Berdasarkan gejala dan tanda yang ada tersebut diagnosis kerja yang tepat pada kasus ini adalah Tension Type Headache. Cluster headache biasanya nyeri kepala dirasakan sebelah, dengan intensitas hebat. Disertai gejala autonomy seperti mata merah berair atau rhinorea. Trigeminal neuralgia  salah satu jenis alodinia oleh karena adanya lesi pada n. V. Nyeri dapat dirasakan pada sebagian dahi, pipi, dan atau rahang bawah. Nyeri muncul dengan rangsangan yang normalnya tidak menyebabkan nyeri missal sentuhan, sikat gigi, dsb. Migrain sifat nyeri seperti tertusuk/ berdenyut, dapat dirasakan pada sebagian/ seluruh kepala. Arteritis temporalis/ Giant Cell Arteritis  nyeri kepala akibat peradangan pembuluh darah biasanya pada area temporal sehingga sering disebut pula temporal arteritis. Selain sakit kepala, gejala biasanya disertai nyeri rahang, dan penglihatan kabur atau ganda.

1. Tension Headache Nyeri Kepala Tension •Nyeri kepala ini sering ditemui dalam praktek sehari – hari •Prevalensi antara 30 – 78% • dapat dibagi lagi menjadi 4 kelas yaitu : 1. Infrequent episodic tension type headache 2. Frequent episodic tension type headache 3. Chronic tension type headache 4. Probable tension type headache

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013

Kriteria Diagnosis infrequent tension type headache Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul <1 hari per bulan dan memenuhi kriteria A - E A.

B.

Berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari Setidaknya terdapat dua dari empat karakteristik Lokasi bilateral Terasa tertekan atau terikat Intensitas ringan – sedang Tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau menaiki tangga

C. Memenuhi kedua kriteria berikut: a. Tidak terdapat mual atau muntah b. Tidak terdapat fotofobia atau fonofobia

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013

Kriteria Diagnosis frequent tension type headache Setidaknya 10 kali serangan nyeri kepala yang muncul dalam 1 14 hari per bulan selama > 3bulan dan memenuhi kriteria A - E A.

B.

Berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari Setidaknya terdapat dua dari empat karakteristik Lokasi bilateral Terasa tertekan atau terikat Intensitas ringan – sedang Tidak dipengaruhi oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau menaiki tangga

C. Memenuhi kedua kriteria berikut: a. Tidak terdapat mual atau muntah b. Tidak terdapat fotofobia atau fonofobia

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013

Tatalaksana • TTH umumnya mempunyai respon yang baik dengan pemberian analgesik seperti ibuprofen, parasetamol / asetaminofen, dan aspirin. • Kombinasi Analgesik/sedative digunakan secara luas (contoh , kombinasi analgesik/antihistamine seperti Syndol, Mersyndol and Percogesic). • Pengobatan lain pada TTH termasuk amitriptyline / mirtazapine / dan sodium valproate (sebagai profilaksi). The International Classification of Headache Disorders: 2nd edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.

SOAL NO 2 • Seorang laki-laki berusia 61 tahun dibawa ke IGD RS karena kesadaran menurun sejak 2 jam yang lalu. Sebelumnya pasien muntah menyemprot dan kejang sebanyak 2 kali. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang Ialu, namun tidak minum Obat dengan teratur. Tidak terdapat riwayat trauma. Pemeriksaan fisik: Sopor, TD 240/120 mmHg, Nadi 100 x/menit, RR 24x/menit, suhu 36OC, meningeal sign (-), refleks Babinski (+). Diagnosis yang paling mungkin adalah…

A.Stroke hemoragik B.Transient Ischemic Attack C.Epilepsi D.Ensefalopati hipertensif

E.Stroke infark

• Jawaban: A. Stroke hemoragik





• •



Laki-laki berusia 61 tahun dengan kesadaran menurun yang sejak 2 jam yang lalu, sebelumnya pasien muntah menyemprot dan kejang sebanyak 2 kali, tedapat riwayat hipertensi tidak terkontrol. Pemeriksaan fisik: Sopor, TD 240/120 mmHg, Nadi 100 x/menit, dan refleks Babinski (+). Berdasarkan gejala dan tanda tersebut kondisi pasien menurun secara tiba-tiba dan cepat, sehingga diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah stroke hemoragik. Transient Ischemic Attack  gangguan deficit neurologis yang membaik <24 jam, dan tidak ditemukan adanya bukti kerusakan saraf. Epilepsi  kejang berulang yang disebabkan aktifitas listrik abnormal pada susunan saraf pusat yang tidak diketahui sebabnya. Ensefalopati hipertensif  merupakan suatu sindrom akibat dari peningkatan tekanan arteri mendadak tinggi yang dapat mempengaruhi fungsi otak, pada umumnya didahului oleh sakit kepala yang berat dan diikuti oleh konvulsi, mual, muntah, perubahan penglihatan, dan menurunkan kesadaran. Stroke infark  deficit neurologis yang terjadi mendadak akibat terganggunya aliran darah ke otak baik yang disebabkan thrombus maupun emboli.

2. Stroke

2. Stroke “Suatu sindroma klinis yang ditandai oleh gangguan fungsi otak fokal maupun global mendadak berlangsung lebih dari 24 jam, mempunyai kecenderungan perburukan bahkan kematian yang diakibatkan oleh satu-satunya gangguan vaskuler” Terminologi Baru memasukkan juga stroke spinal

15

15

Jenis Stroke Stroke Hemoragik

Intracerebral hemorrhage (59%)

Stroke Iskemik Lacunar small vessel disease (25%) Atherothrombotic disease (20%)

SAH (41%) Embolism (20%)

16 Albers GW et al. Chest. 1998;114:683S698S. Rosamond WD et al. Stroke. 1999;30:736-

Cryptogenic (30%) 16

Stroke Hemoragik • Stroke hemoragik ialah suatu gangguan organik otak yang disebabkan adanya darah di parenkim otak atau ventrikel. • Gejala prodomal yaitu : – Gejala peningkatan tekanan intrakranial dapat berupa : sakit kepala, muntah-muntah, sampai kesadaran menurun.

• Gejala penekanan parenkim otak (perdarahan intraserebral), memberikan gejala tergantung daerah otak yang tertekan/terdorong oleh bekuan darah  defisit neurologis.

Stroke Iskemik -- Infark • Saat serangan stroke  terjadi kerusakan sel otak di daerah tertentu segera. • Daerah yang rusak tersebut dinamakan infark. • Kerusakan akan terjadi beberapa menit – jam setelah serangan terjadi. • Penumbra: • • •

Area dimana masih ada aliran darah namun tidak mencapai batas optimal. Berpotensi untuk menjadi infark. Merupakan target penanganan fase akut.

19

19

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.

• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.

• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.

• Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi

SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Lakunar • Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadangkadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. • Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai : – – – –

Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna Stroke sensorik murni akibat infark thalamus Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal

SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Trombotik Pembuluh Besar • Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. • Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hatihati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik • Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. Stroke Kriptogenik • Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.

Brain Vascularization

Gejala Stroke

27

27

Gejala Stroke • Kelumpuhan mendadak wajah atau anggota badan (pada umumnya sesisi – hemiparesis) • Gangguan bicara/komunikasi mendadak ( disartria atau afasia) • Gangguan sensibilitas (kebas atau kesemutan) • Gangguan status mental (kesadaran menurun) • Gangguan penglihatan (buta satu, dua mata atau sesisi) • Gangguan keseimbangan (vertigo, ataksia ) • Gangguan daya ingat (amnesia,dll)

28

28

Deteksi dini Stroke: Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS).

1. Facial droop. Suruh pasien tersenyum atau memperlihatkan gigi. 2. Arm drift. Suruh pasien mengangkat tangan 90º dari tubuh dan tahan 10 detik. 3. Slurred speech. Suruh pasien mengulang kalimat sederhana. 4. Time. Segera mencari RS terdekat.

FAST 29

29

Diagnosis • Anamnesis. • Pemeriksaan fisik. • Pemeriksaan penunjang • golden standard CT Scan kepala)

Skor Stroke Siriraj • (2.5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0.1 D) – (3 x A) – 12 – – – – –

S : kesadaran (0 = CM, 1 = somnolen, 2 = sopor/koma) M : muntah (0 = tidak ada, 1 = ada) N : nyeri kepala (0 = tidak ada, 1 = ada) D : tekanan darah diastolik A: ateroma (0 = tidak ada, 1 = salah satu/lebih : DM, angina, penyakit pembuluh darah)

• Penilaian – SSS > 1 – SSS < -1 – SSS -1 s/d 1

= perdarahan supratentorial, = infark serebri, = meragukan 31

Algoritma Stroke Gadjah Mada • Komponen yang dinilai

1. Penurunan kesadaran 2. Nyeri kepala 3. Refleks Babinski

• Penilaian • Stroke perdarahan : – 3 atau 2 dari 3 positif – hanya penurunan kesadaran (+) – hanya nyeri kepala (+)

• Stroke iskemik

:

– hanya refleks Babinski (+) – semua (-)

32

Pemeriksaan Penunjang • CT scan atau MRI tanpa kontras. • Darah: darah perifer lengkap, KGD, Elektrolit, RFT, hemostasis lengkap. • EKG • AGD • Lain-lain sesuai indikasi.

33

MANAJEMEN Empat hal utama dalam penatalaksanaan stroke akut di rumah sakit: 1. Penanganan kondisi fisiologi pasien. 2. Terapi spesifik yang berhubungan langsung dengan berbagai patogenesis stroke. – rekanalisasi/reperfusi - trombolisis, neuroproteksi)

3. Profilaksis dan penanganan komplikasi. 4. Rehabilitasi secepatnya.

35

35

Manajemen Umum Stroke Akut (PPK Neurologi, 2016) A.

Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan – Bebaskan jalan nafas: •

Triple maneuver.



Pasang pipa orofaring.



Suction (hati-hati pada peninggian TIK)



Pertimbangkan intubasi atau pasang LMA bila SKG ≤ 8

– Terapi oksigen  Nilai oksigenasi  Target O2 Sat > 95%.

B.

Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid) – Stroke  datang terlambat  dehidrasi??. – Lakukan rehidrasi IV 50 – 150 cc/jam – Pilih cairan isotonik, jangan berikan cairan hipotonik karena akan menyebabkan/memperberat edema otak – Bila TIK ↑, hati-hati kelebihan cairan. – Pantau elektrolit setiap hari dan segera terapi bila ada kelainan.

C.

Pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan) • • • • • •

Tinggikan posisi kepala 300 Leher dalam posisi lurus Hindari cairan hipotonik Hindari demam. Jaga normovolemia Rapid sequence intubation

D. E.

Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan) Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan

F. G.

Gastroprotektor, jika diperlukan Manajemen nutrisi

H.

Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau LMWH

Tatalaksana Spesifik Stroke Hemoragik A. B.

C.

D. E. F. G.

Koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine Complex Concentrate, jika perdarahan karena antikoagulan) Manajemen hipertensi • Stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg, berikan obat antihipertensi, • Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 % dalam 1 jam pertama. • Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi (pilihan obat Nicardipin atau Diltiazem) • Pantau TD secara berkala. Manajemen gula darah • Stroke  hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif). • Hiperglikemia  neurotoksik  infark meluas  outcome buruk. • Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin Pencegahan stroke hemoragik (manajemen factor risiko) Neuroprotektor Perawatan di Unit Stroke Neurorestorasi / Neurorehabilitasi

Tindakan Operatif Stroke Hemoragik A. Kraniotomi evakuasi hematom, sesuai indikasi B. Kraniotomi dekompresi, sesuai indikasi C. VP Shunt / external drainage, sesuai indikasi

Kriteria Operatif pada Stroke Hemoragik Stroke Hemoragik dibuktikan dengan CT Scan kepala non kontras Operatif: •Perdarahan lobar ≥ 50 CC. •Perdarahan serebelar >3 cm. •Hidrosefalus akut •Lesi struktural vaskuler tertentu •IVH masif dengan ancaman hidrosefalus •Syarat : GCS > 4.

Non Operatif •Selain kondisi yang menjadi indikasi operatif. •GCS ≤ 4

40

Tatalaksana Spesifik Stroke Iskemik A. Trombolisis intravena : • alteplase dosis 0.6-0.9 mg/kgBB, pada stroke iskemik onset <6 jam

B. Terapi endovascular : • trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah intrakranial, onset <8 jam

C. Manajemen hipertensi • Stroke iskemik TDS > 220 mmHg atau TDD > 120 mmHg; dan stroke hemoragik TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg, berikan obat antihipertensi,. • Penurunan TD hendaklah perlahan-lahan (maksimal 25 % dalam 1 hari pertama pada Stroke iskemik kecuali akan dilakukan trombilisis). • Berikan obat antihipertensi parenteral dengan dosis titrasi (pilihan obat Nicardipin atau Diltiazem) • Pantau TD secara berkala.

D. Manajemen gula darah insulin • • •

E.

Stroke  hiperglikemia reaktif (akibat defisiensi insulin relatif). Hiperglikemia  neurotoksik  infark meluas  outcome buruk. Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan pemberian insulin

Pencegahan stroke sekunder • antiplatelet :aspirin, clopidogrel, cilostazol • atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban

F. Neroprotektor • citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033

G. Perawatan di Unit Stroke H. Neurorestorasi / Neurorehabilitasi

Tindakan Intervensi/Operatif Stroke Iskemik A. Carotid Endartersctomy (CEA), sesuai indikasi B. Carotid Artery Stenting (CAS), sesuai indikasi C. Stenting pembuluh darah intracranial, sesuai indikasi

Diagnosis Banding Stroke • • • • •

Kejang  Todd’s Paralysis Migren  migren dengan aura Sinkop Hipoglikemia Dll.

44

SOAL NO 3 • An. Chaerur Zamzami, seorang anak Jaki-laki berusia 10 tahun datang ke Poliklinik Puskesmas Tabur Daun diantar oleh ibunya dengan keluhan anak sering melamun secara tiba-tiba. lbu pasien juga mengeluhkan bahwa anaknya tersebut kadang-kadang terlihat seperti kejang tetapi tanpa adanya panas badan baik ketika kejang maupun sebelumnya. Hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang yang tepat untuk dianjurkan kepada pasien adalah…

A.Darah lengkap B.Electromyography C.Electroencephalography D.MRI E. Lumbal pungsi • Jawaban: C. Electroencephalography

• Anak laki-laki usia 10 tahun sering tampak melamun secara tiba-tiba, terkadang terlihat seperti kejang tanpa disertai demam. Kemungkinan diagnosis pada kasus ini mengarah pada epilepsy. Pemeriksaan penunjang yang tepat pada kasus ini adalah electroencephalography (EEG). • Darah lengkap  mungkin dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi saraf pusat, namun sangat tidak spesifik. • Electromyography  pemeriksaan untuk neuropati perifer. • MRI  pada kasus epilepsy, temuan MRI tidak spesifik. • Lumbal pungsi  untuk menyingkirkan adanya infeksi saraf pusat.

3. Kejang • Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)

Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : – Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. – Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jtuh dari udara, parestesia. – Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. – Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.

b) Parsial kompleks – Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks – Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. – Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku – Durasi >30 detik, – frekuensi tidak menentu – Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a) Kejang absens – Gangguan kewaspadaan dan responsivitas – Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik – Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh – Dipicu oleh hiperventilasi b) Kejang mioklonik – Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. – Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. – Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok – Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c) Kejang tonik klonik – Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit – Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih – Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. – Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d) Kejang atonik – Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. – Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

http://doosesyndrome.org/mae-explained/atypical-absence-seizures https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17484751

https://www.epilepsydiagnosis.org/seizure/absence-atypicaloverview.html

Atypical Absence Seizure • Similar to absence seizures but, as the name suggests, they are unusual or not typical. • The child will stare, as with an absence seizure, but more pronounced motor symptoms such as tonic (stiffening) or clonic (jerking) spells or may have automatisms (involuntary behaviours) or tone changes of the head (head drop) and body. • Variabel impairments of consciusnesswill be somewhat responsive • Last longer than typical absences • Precipitated by drowsiness • Not provoked by hyperventilation or photic stimulation • Usually more difficult to treat • Associated with a severely abnormal cognitive and neurodevelopmental outcome in children

EEG • Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. • Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan untuk tindakan dan penanganan selanjutnya kepada pasien. • Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang.

Epilepsi • Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

Epilepsy - Classification • Focal seizures – account -

for 80% of adult epilepsies Simple partial seizures Complex partial seizures Partial seizures secondarilly generalised

• Generalised seizures (include absance type) • Unclassified seizures

Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi

Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence: A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi

Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Perdossi. 2014

Farmakoterapi Childhood Absence Perbandingan

Odds Ratio

Asam Valproat vs Ethosuximide

1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)

Ethosuximide vs Lamotrigine

2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)

Asam Valproat vs Lamotrigine

3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)

• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans. • Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan ethosuximide. • Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih rendah. • Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate. Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.

Penghentian OAE Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni, 1. Syarat umum yang meliputi : • Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan. • Gambaran EEG normal • Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6bulan. • Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE • Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya. • Epilepsi simtomatik • Gambaran EEG abnormal • Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan. • Penggunaan OAE lebih dari 1 • Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi • Mendapat terapi 10 tahun atau lebih. • Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. • Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi. Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

SOAL NO 4 • Tn. Dodi Mulyanto, seorang laki-laki berusia 23 tahun mengalami penurunan kesadaran sejak 30 menit yang lalu setelah mengalami benturan di kepala akibat terjatuh dari sepeda motor 2 jam yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan TD 130/80 mmHg, Nadi 88x/menit, RR 22x/menit, GCS E3M5V4, dengan pupil anisokor. Dari hasil pemeriksaan CT-Scan didapat gambaran bulan sabit dan terdapat midline shift berjarak 10 mm. Diagnosis pada pasien ini adalah…

A.Epidural Hematoma B.Subdural Hematoma C.Epidural Hematoma + Herniasi Cerebri D.Subdural Hematoma + Herniasi Cerebri E.Subarachnoid Hematoma + Herniasi Cerebri

• Jawaban: D. Subdural Hematoma + Herniasi Cerebri

• Laki-laki berusia 23 tahun mengalami penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas, pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS E3M5V4, dengan pupil anisokor serta hasil pemeriksaan CT-Scan didapat gambaran bulan sabit dan terdapat midline shift berjarak 10 mm. Diagnosis yang tepat berdasarkan gejala dan tanda yang ada adalah D. Subdural Hematoma + Herniasi Cerebri. Indikasi operasi pada SDH yakni apabila terjadi midline shift > 5mm atau ketebalan perdarahan >10 mm berdasarkan temuan CT Scan.

4. SUBDURAL HEMATOM Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan duramater  regangan dan robekan vena-vena drainase yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater. • Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek massa. • Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd : 1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma. 2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma. 3. SDH khronis : > 21 hari.  gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter Coup) •

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc. Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak, gangg. Pemb. Drh arteri. • Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam, gangg. Pembekuan. • Tindakan operasi dilakukan bila : 1. Perdarahan berulang. 2. Kapsulisasi. 3. Lobulat (multilobulat) 4. Kalsifikasi. • •

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Subdural hematom

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• SDH akut : kurang dari 72 jam • SDH subakut : 3-21 hr pasca trauma. • SDH khronis : > 21 hari. • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

Midline Shift (MLS) • Pergeseran/midline Shift dapat dihitung dengan menarik garis lurus dari crista galli ke Protuberansia oksipitalis interna, tegak lurus dengan septum pellucidum. • MLS menunjukan adanya potensi herniasi. • Pada SDH indikasi operasi apabila MLS >5 mm atau ketebalan perdarahan >10 mm. • Pada ICH indikasi operasi lebih ketat, yakni MLS > 2mm.

Macam-macam Herniasi Otak

Herniasi Subfalcine (Cingulate) • Definisi: gyrus cingulai mengalami herniasi ke bawah falks cerebri. • Etiologi: lesi supratentorial lateral • Gambaran klinis: – Biasanya asymptomatic, lakukan observasi ketat secara klinis atau radiologis. – Waspadai terjadinya herniasi transtentorial, yang akan beresiko menekan arteri serebri anterior.

Herniasi Tentorial Central (Axial) • •



Definisi: Pergeseran otak (diencephalon dan mesencephalon) ke kaudal melalui incisura trans tentorial Etiologi: lesi supratentorial midline, pembengkakan cerebral yang difus, herniasi uncal tahap lanjut. Gambaran klinis: – Deteriorasi mulai dari rostral ke caudal ( kegagalan diencephalon sampai medulla oblongata secara berurutan). – Penurunan tingkat kesadaran ( penekanan mesencephalon). – Gangguan pergerakan bola mata gangguan gerakan ke atas (“sunset eyes“) – Etiologi: • Perdarahan batang otak akibat robekan vasa perforantes arteri basilaris. • Etiologi: Diabetes insipidus (akibat penarikan tangkai hipofisis dan hypothalamus)

Herniasi Tentorial Lateral (Uncal) • Definisi: uncus lobus temporalis dan hipokampus bergeser ke medial ke arah tepi tentorial dan batang otak. • Etiologi: lasi supratentorial lateral (seringkali akibat hematoma post trauma yang meluas secara cepat). • Gambaran klinis: – Dilatasi pupil ipsilateral, refleks negatif (tanda paling awal, dan paling terpercaya), kelumpuhan gerak bola mata (penekanan pada N III). – Penurunan tingkat kesadaran (penekanan mesencephalon) – Hemiplegia kontralateral.

• Beberapa kasus  “Kernohan’s notch”: kompresi pedunculus serebri (mesencephali) kontralateral karena pergeseran otak  hemiplegia ipsilateral (bisa mengakibatkan kesalahan menentuan letak lesi). • Bila berlanjut  gangguan batang otak sebagai disfungsi rostro-kaudal dari pons dan medulla oblongata seperti pada herniasi sentral.

Koma karena Lesi Supratentorial • Ada 3 jenis proses lesi : – Gangguan bilateral difus (kortikal dan substansia alba). – Lesi destruktive sub-kortikal. – Lesi destruktive oleh massa pada hemisferium serebri.

• Sindrom herniasi sentral dari rostro-kaudal. • Tanda Klinik : – Fase Diensefalik : penurunan kesadaran, pernafasan CheyneStokes, pupil midriasis dan hemiparese kontralateral. – Fase Midbrain-Pons Atas: pernafasan takipneu, oftalmoplegia intranuklear, gangguan reflek okulo-vestibuler dan postur deserebrasi. – Fase Pontin Bgn Bawah-Medulla Atas : pernafasan cepat dan dangkal (hiperventilasi), oftalmoplegia intranuklear dan tidak ada reflek okulo-vestibuler.

Herniasi Tonsil (“Coning”) • Definisi: tonsil cerebelli herniasi melalui foramen magnum (disebut juga herniasi foramen magnum) • Etiologi: lesi infra tentorial, atau terjadi setelah adanya herniasi tentorial central • Gambaran klinis: – Kompresi pusat kardiovaskuler dan respirasi di medulla oblongata (fatal) – Dapat diakibatkan oleh LP (lumbar punction) pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) (umumnya di fossa posterior basis cranii)

Herniasi ke atas (Upward) • Definisi: heniasi vermis cerebelli melalui incisura tentorii, dan menekan mesencephalon. • Etiologi: massa yang besar di fossa posterior basis cranii sehingga menyebabkan herniasi serebellum ke arah rostral, sering kali setelah VP (ventriculoperitoneal) shunting. • Gambaran klinis: – Kompresi arteri cerebelli superior infark cerebelli – Kompresi aqueductus cerebri (mesencephali)  hydrocephalus

Koma karena Lesi Subtentorial • Lesi pada fossa posterior (Kompresi batang otak/ destruksi batang otang)  penyebab koma. • Tekanan langsung pada tegmentum pons dan midbrain menyebabkan iskemia dan oedem ARAS. “upward herniation” vermis superior serebelum melalui insisura tentorial. “downward herniation” tonsil serebelar melalui foragmen magnum.

SOAL NO 5 • Tn. Effendi Tarantua, seorang laki-laki berusia 35 tahun, dibawa oleh keluarganya ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan kelemahan sisi tubuh bagian kanan sejak 1 jam yang lalu. Pemeriksaan tekanan darah 160/80mmHg, nadi 80x/ menit, laju pernapasan 16x/ menit, dan suhu 36,8OC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan wajah tidak simetris, lipatan nasolabial kanan lebih mendatar dibandingkan kiri, kerutan dahi masih simetris. Apakah diagnosis klinis pada kasus ini?

A.Paresis N. fasialis kanan sentral

B.Paresis N. fasialis kanan perifer C.Paresis N. fasialis kiri sentral D.Paresis N. fasialis kiri perifer E. Paresis N. fasialis bilateral

• Jawaban: A. Paresis N. fasialis kanan sentral

• Pasien mengalami kelemahan sisi tubuh bagian kanan dan paresis wajah bagian kanan tiba-tiba sejak 1 jam yang lalu. Diagnosis pada kasus ini mengarah pada stroke dengan kemungkinan lokus setinggi korteks serebri yang merupakan lesi sentral sehingga bermanifestasi pada sisi kontralateral dari lesi. Pada pemeriksaan fisik wajah tampak tidak simetris dengan lipatan nasolabial kanan lebih mendatar dibandingkan kiri namun kerutan dahi masih simetris. Dari keterangan yang telah didapatkan jawaban yang tepat pada kasus ini adalah paresis N. fasialis kiri sentral (secara topis/ diagnosis topis). Pada soal yang ditanyakan adalah diagnosis klinis, sehingga jawaban yang tepat adalah A. Paresis N. Fasialis kanan sentral.

5. Nervus Fasialis Saraf fasialis mempunyai 2 sub divisi: 1. Nervus fasialis yang sebenarnya 2. Saraf intermediet: – Aferen Otonom – Eferen Otonom – Aferen somatik

Manifestasi Klinis

• Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (kontralateral)

Lesi sentral dan perifer a) Lesi pada bagian sentral, yang lumpuh adalah bagian bawah dari wajah b) Lesi bagian perifer, yang lumpuh adalah semua otot sesisi wajah dan mungkin juga termasuk saraf yang mengurus pengecapan dan salivasi

TO 2

SOAL NO 6 • Tn El Barrack Yudoso, laki-laki usia 42 tahun dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh dari sepeda motor 1 jam yang lalu. Pasien sempat pingsan, namun segera sadar dan bangun kembali. Saat sedang beristirahat tiba-tiba pasien jatuh pingsan kembali. Pada pemeriksaan tidak ditemukan adanya kaku kuduk, jejas di temporal (+). Setelah dilakukan pemeriksaan CT Scan, apakah hasil yang diharapkan?

A.Lesi hiperdens berbentuk cressent B.Lesi hiperdens berbentuk lenticular C.Lesi hiperdens pada parenkim otak D.Lesi hiperdens pada sisterna otak E.Lesi hiperdens bikonkaf • Jawaban: E. Lesi hiperdens bikonkaf

• Pasien mengalami penurunan kesadaran setelah KLL. TErdapat lucid phenomenon, yakni Pasien sempat pingsan, namun segera sadar dan bangun kembali. Saat sedang beristirahat tiba-tiba pasien jatuh pingsan kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jejas di temporal, kaku kuduk (-). Berdasarkan gejal dan tanda tersebut diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah perdarahan epidural. Gambaran CT Scan kepala dari diagnosis tersebut B. Lesi hiperdens nernemtuk lenticular, atau nama lainnya adalah bikonveks. • Lesi hiperdens berbentuk cressent  subdural hematom. • Lesi hiperdens pada parenkim otak  intracerebral hematom. • Lesi hiperdens pada sisterna otak  subarachnoid hematom. • Lesi hiperdens bikonkaf  gambaran cressent pada subdural hematom terkadang disebut sebagai “biconcave-lens shape”.

6. EPIDURAL HEMATOM Pengumpulan darah diantara tengkorak dg duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh karena ada fraktur atau robekan langsung. • Gejala (trias klasik) : 1. Interval lusid. 2. Hemiparesis/plegia. 3. Pupil anisokor.  Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural. •

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

EPIDURAL HEMATOM Epidural

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• SDH akut : kurang dari 72 jam • SDH subakut : 3-21 hr pasca trauma. • SDH khronis : > 21 hari. • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

SOAL NO 7 • Nn Kim Joon Hara, seorang perempuan berusia 34 tahun, datang ke Unit Gawat Darurat RS dengan GCS E1V1M3, dimana 1 jam SMRS mengalami kecelakaan lalu lintas saat bersepeda. Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, pernapasan cepat dan dalam dengan frekuensi 30x/menit. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda rangsang meningeal (-), pupil dilatasi (+), reflex cahaya langsung dan tak langsung (-), dan reflex babinsky (+). Jika terdapat herniasi otak pada pasien ini maka herniasi terjadi di bagian?

A.Medula oblongata B.Mesensefalon C.Pons D.Subkorteks serebri E. Korteks serebri • Jawaban: B. Mesensefalon

• Pasien wanita mengalami penurunan kesadaran dengan GCS E1V1M3 pasca kecelakaan lalu lintas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pernapasan cepat dan dalam dengan frekuensi 30x/menit. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda rangsang meningeal (-), pupil dilatasi (+), reflex cahaya langsung dan tak langsung (-), dan reflex babinsky (+). Dapat disimpulkan lesi yang terjadi pada mesensefalon/ midbrain dilihat dari pola pernapasan yang cepat dan dalam/ hiperevntilasi (lebih tepatnya central neurogenic hyperventilation); dan ditemukan pupil dilatasi, unreactive (refleks cahaya negative).

7. Koma • Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. • Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering ditemukan/dijumpai. • Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Penyebab dapat disingkat “SEMENITE” • S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark) • E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll • M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb). • E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium). • N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi, muntah). I ; Intoksikasi – keracunan. • T ; Trauma – kecelakaan. • E ; Epilepsi. Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi Central Neurogenic hiperventilation

Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Head Trauma • Biot’s breathing (aka cluster respiration) • A respiratory pattern characterized by periods or “clusters” of rapid respirations of near equal depth or VT followed by regular periods of apnea. • Causes: – Biot’s breathing can be caused by damage to the medulla oblongata by stroke (CVA) or trauma, – pressure on the medulla due to uncal or tentorial herniation – can also be caused by prolonged opioid abuse.

• Cheyne-stokes – Tidal volume waxes and wanes cyclically with recurrent periods of apnea. – Causes include CNS dysfunction, cardiac failure with low cardiac output, sleep, hypoxia, profound hypocapnia

• Apneustic – End-inspiration pause before expiration. – Reflection of Pontine damage • Central Neurogenic – Exhibits very deep and rapid respirations – Usually seen with lesions of the midbrain and upper pons – Respirations are generally regular and the PaCO2 decrease due to the hyperventilation

• Kussmaul – Deep, rapid respiration with no endexpiratory pause. – Causes profound hypocapnia – Seen in profound metabolic acidosis, i.e. diabetic ketoacidosis

http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf

Pola Pernapasan

ypes of brain herniation[3] 1) Uncal 2) Central 3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6) Tonsillar

SOAL NO 8 • Seorang laki-laki, 32 tahun, dibawa ke UGD dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam yang lalu. Satu minggu sebelumnya mengeluh demam disertai sakit kepala dan mual. Riwayat penggunaan narkoba suntik sejak 2 tahun lalu dan 3 bulan terakhir berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik GCS E2M5V3, kaku kuduk (+). Analisis cairan serebrospinal didapatkan warna jernih, jumlah sel 150/uL dominan limfosit, glukosa 40 mg/dL, protein meningkat, India ink (+). Apakah diagnosis pasien?

A.Meningitis TB B.Meningitis bakterial C.Meningitis kriptokokus D.Ensefalitis toksoplasma E. Meningoensefalitis viral • Jawaban: C. Meningitis kriptokokus

• Laki-laki 32 tahun, dengan penurunan kesadaran disertai demam, sakit kepala, mual. Terdapat riwayat penggunaan narkoba suntik dan penurunan berat badan yang mengarah kepada ODHA. Pada pemeriksaan fisik GCS E2M5V3, kaku kuduk (+). Analisis cairan serebrospinal didapatkan warna jernih, jumlah sel 150/uL dominan limfosit, glukosa 40 mg/dL, protein meningkat, India ink (+). Adanya penurunan kesadaran disertain demam, sakit kepala dan kaku kuduk mengarhkan diagnosis kasus ini kepada meningitis. Kausal meningitis pada kasus ini ditentukan dari analisis CSF yang sesuai dengan infeksi kriptokokus (india ink (+)), ditambah dengan factor risiko ODHA. Diagnosis yang tepat pada kasus ini meningitis kriptokokus.

8. Manifestasi Neurologis pada Pasien HIV (+)

Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed.

Meningitis Kriptokokus • Etiologi: Cryptococcus sp • Pada HIV dgn CD4 <200 • Manifestasi klinis: – Sakit kepala, demam, letargi – Defisit sensoris – Gangguan memori Criprococcus pada LCS dengan – Paresis nervus kranialis pewarnaan tinta India – Penurunan visusAkibat peningkatan TIK – Meningismus

Meningitis Kriptokokus Pemeriksaan Penunjang • Visualisasi kapsul sel jamur pada LCS dengan tinta india • Kultur LCS dan darah • Deteksi antigen di LCS dan darah • MRI: peripheral nodular enhancement

Tatalaksana • Fase induksi: (2 minggu) – Amfoterisin B 0,7-1 mg/kgBB/hari + – Flusitosine 100mg/kg

• Fase konsolidasi: (10 minggu) – Flukonazole 400 mg/hari

• Maintenance: (seumur hidup) – Flukonazole 200 mg/hari

MRI: peripheral nodular enhancement

Korteks/substansia grisea

Substansia alba

CMV Encephalitis • Berkaitan dengan HIV – Mengenai 12%pasien dengan HIV – Sangat jarang mengenai pasien imunokompeten • Umumnya pada pasien HIV dgn CD4 < 50 sel/mm³ • Manifestasi klinis: – Confusion – Penurunan kognitif – Palsi nervus kranialis • Diagnosis: – Gejala klinis – Deteksi antigen/DNA/isolat virus dari spesimen klinis (darah/LCS) – CT dan MRI: hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI) pada substansia alba

Korteks/substansia grisea Substansia alba Substansia grisea

Hiperdensitas Substansia alba

Substansia alba Substansia grisea Hiperdensitas

HSV Encephalitis • Etiologi: Herpes simplex virus • Manifestasi klinis: – Demam (90%) – Sakit kepala (81%) – Gejala psikiatrik  halusinasi, agitasi, psikotik (71%) – Kejang (67%) – Muntah (46%) – Defisit neurologi fokal  afasia, ataksia, kelemahan UMN/LMN, gerakan involunter, defisit n.kranialis (33%) – Memory loss (24%)

• Herpes Simplex Encephalitis (HSE) – disfungsi serebral general atau vocal akibat penyebaran HSV secara neuronal melalui N. trigerminus atau N. olfaktorius

• Biasanya terjadi pada neonatus, bayi, dan dewasa, tidak berkaitan dengan kondisi imunosupresi • Terutama mengenai lobus frontotemporalgejala Memory loss menonjol

Pemeriksaan penunjang: • Analisis dan serologi LCS, PCR untuk HSV • CT Scan/MRI (MRI lebih sensitif): adanya hiperdensitas (CT)/hiperintensitas (MRI) pada area substansia alba dan cortex • EEG: periodic focal temporal lobe spikes on a background of slow or low-amplitude ("flattened") activity

Hiperdensitas

Korteks

Substansia alba

Tatalaksana • Asiklovir 10 mg/kg/8h selama 21 hari

Korteks/substansia grisea

Korteks

Substansia alba

Hiperdensitas

Substansia alba

Toxoplasma Encephalitis • Disebabkan oleh Toxoplasma gondii • Pada HIV stadium lanjut dengan CD4 < 200 • Manifestasi klinis: Awal – Gejala konstitusional – Sakit kepala – Demam (tidak selalu) Lanjut: – Bingung dan mengantuk – Kejang – Kelemahan fokal – Gangguan bahasa – Ataksia – Palsi n. kranialis

Toxoplasma Encephalitis Enhancing mass lesion Diagnosis • Gejala klinis • Satu atau lebih enhancing mass lesions pada CT scan, MRI, atau pemeriksaan radiologis lainnya • Ditemukan T. gondii pada LCS/biopsi otak

Biopsi hanya dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi empiris selama 2-4 minggu

Lesi hipodens

Ring enhancing lesions

Toxoplasma Encephalitis Terapi: • Sulfadiazine + pirimetamin + leukovorin selama 4-6 minggu Alternatif: • Klindamisin + pirimetamin; • Atovaquone + pirimetamin; • Azitromisin + pirimetamin + rifabutin

Progressive Multifocal Leukoencephalopathy • Disebabkan oleh virus John Cunningham (JC), genus polyomavirus • Terjadi pada ±4% pasien dengan AIDS. • Gejala klinis: – Defisit neurologis multifokal, dengan/tanpa penurunan kesadaran – Kejang – Ataksia – Hemiparesis – Defek lapang pandang – Afasia – Defek sensoris

• Jika terdapat demam, sakit kepala, mual, muntah  pikirkan diagnosis lain

Pemeriksaan penunjang: • MRI: Multifocal, asymmetric periventricular and subcortical involvement with little/no mass effect/enhancement

• Pemeriksaan PCR JCV DNA dari LCS Tatalaksana • Belum ada tatalaksana yang terbukti efektif

SOAL NO 9 • Tn Ibrahim Samad Jaelolo, seorang laki-laki berusia 63 tahun dibawa oleh keluarganya ke Instalasi Gawat Darurat RS dengan gangguan bicara yang mendadak. Pemeriksaan tanda vital 140/90 mmHg, denyut nadi 90x/ menit, laju pernapasan 20x/ menit, dan suhu afebris. Pasien dapat memahami, mengikuti, dan menjalani pemeriksaan instruksi. Namun pasien tidak bisa mengekspresikan dalam bentuk kata atau kalimat. Letak kelainan pada pasien ini adalah…

A.Lobus Parietal B.Lobus Oksipital C.Lobus Frontal D.Lobus Temporal E. Cerebellum • Jawaban: C. Lobus Frontal

• Laki-laki 63 tahun, dengan gangguan bicara secara tiba-tiba. Pemeriksaan tanda vital ditemukan hipertensi. Pasien dapat memahami, mengikuti, dan menjalani pemeriksaan instruksi. Namun pasien tidak bisa mengekspresikan dalam bentuk kata atau kalimat. Dari gejala tersebut diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah afasia motoric. Area yang mengalami gangguan pada afasia mototik adalah area Broca, yang berada pada lobus frontal.

9. Afasia • Kelainan yang terjadi karena kerusakan dari bagian otak yang mengurus bahasa. • yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik.

• Afasia menimbulkan problem dalam bahasa lisan (bicara dan pengertian) dan bahasa tulisan (membaca dan menulis). Biasanya membaca dan menulis lebih terganggu dari pada bicara dan pengertian. • Afasia bisa ringan atau berat. Beratnya gangguan tergantung besar dan lokasi kerusakan di otak.

Pembagian Afasia : 1. Afasia Motorik (Broca) 2. Afasia Sensorik (Wernicke) 3. Afasia Global

Afasia Motorik : - Terjadi karena rusaknya area Broca di gyrus frontalis inferior. - Mengerti isi pembicaraan, namun tidak bisa menjawab atau mengemukakan pendapat - Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia Broca - Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent)

Afasia Sensorik - Terjadi karena rusaknya area Wernicke di girus temporal superior. - Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa mengeluarkan kata-kata(fluent) - Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia Wernicke

• Afasia Global - Mengenai area Broca dan Wernicke - Tidak mengerti dan tida bisa mengeluarkan kata kata

• Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa. • Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal campuran.

• Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan sesuai dengan penamaannya namun penderita mampu mengulangi kata/ kalimat lawan biacaranya.

Summary of Aphasias Type of Aphasia

Spontaneous speech

Paraphasias

Comprehension

Repetition

Naming

Broca’s

Nonfluent

-

Good

Poor

Poor

Global

Nonfluent

-

Poor

Poor

Poor

Transcortical motor

Nonfluent

-

Good

Good

Poor

Wernicke’s Aphasia

Fluent

+

Poor

Poor

Poor

Transcortical sensory

Fluent

+

Poor

Good

Poor

Conduction

Fluent

+

Good

Poor

Poor

Anomic

Fluent

+

Good

Good

Poor

28/02/2006

SOAL NO 10 • Tn Gregorio Komang Widiasha, laki-laki berusia 30 tahun dibawa oleh Satpol PP ke IGD Rumah Sakit. Pasien merupakan korban kecelakaan lalu lintas. Pasien ditabrak mobil saat hendak menyebrang di Zebra Cross. Keadaan hemodinamik pasien stabil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan respon membuka mata dengan suara, menjauhi rangsangan nyeri dari pemeriksa dan bicara melantur, tidak nyambung. Berapakah GCS pada pasien?

A.E3V4M5 B.E3V4M4 C.E3V2M3 D.E2V3M4 E.E2V3M5

• Jawaban: B. E3V4M4

• Pasien mengalami penurunan kesadaran pasca kecelakaan lalu lintas. Pasien membuka mata dengan respon suara (E=3); Bicara melantur, tidak nyambung (V=4); Menjauhi rangsangan nyeri (M=4).

10. Glasgow Coma Scale • Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin tertinggi bernilai 15.

Jenis Pemeriksaan Respon buka mata (Eye Opening, E) · Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) · Respon terhadap suara (suruh buka mata) · Respon terhadap nyeri (dicubit) · Tida ada respon (meski dicubit) Respon verbal (V) • Berorientasi baik • Berbicara mengacau (bingung) • Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”) • Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) • Tidak ada suara

Respon motorik terbaik (M) • Ikut perintah • Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) • Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) • Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) • Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) • Tidak ada (flasid)

Nilai 4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3

2 1

SOAL NO 11 • Nn Cinta Utama, wanita berusia 35 tahun datang dibawa keluarganya ke Puskesmas Kecamatan Kalipasir dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sebelah kanan sejak 4 jam yang lalu. Keluhan nyeri kepala disertai mual dan muntah. Sebelum serangan pasien melihat kilatan cahaya. Pemeriksaan TD 120.80 mmHg, nadi 84x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Apakah terapi yang tepat pada pasien tersebut?

A.Karbamazepin B.Asam mefenamat C.Aspirin D.Ergotamine E.Sumatriptan

• Jawaban: C. Aspirin

• Pasien wanita 35 tahun dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sejak 4 jam yang lalu. Keluhan nyeri kepala disertai mual dan muntah. Sebelum serangan pasien melihat kilatan cahaya. Pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Dari gejala dan tanda yang dijabarkan diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah migrain. Tatalaksana yang tepat menurun PPK neurologi 2016 sebagai terapi lini pertama adalah aspirin. Ergotamin dan sumatriptan diberikan bila analgetik NSAID tidak memberikan respon

11. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013

• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi • Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) : • Gangguan neurobiologis • Perubahan sensitivitas sistem saraf • Avikasi sistem trigeminalvaskular • Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.

Faktor Predisposisi • Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal. • Puasa dan terlambat makan • Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan. • Cahaya kilat atau berkelip • Banyak tidur atau kurang tidur • Faktor herediter • Faktor kepribadian

Kriteria Diagnosis Migrain

Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011

https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3

Migraine Severity Index

https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3

Tatalaksana Migrain A. Terapi abortif migrain: a) Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) b) Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin, diberikan jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.

B. Terapi profilaksi migrain: – Prinsip umum : • Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum untuk meminimalkan efek samping. • Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi. • Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid pasien. • Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara bertahap.

A. Terapi Abortif Migrain No

Golongan Obat

Dosis

Keterangan

1.

Analgetik dan OAINS a. Aspirin b. Ibuprofen c. Paracetamol d. Diklofenak

500-1000mg per 4-6 jam 400-800mg per 6 jam 500-1000mg per 6-8 jam 50-100mg

LOE A LOE A LOE B Sediaan Powder

Antimuntah a. Metoklopramid b. Domperidon

10mg per oral 10mg p.o atau 30mg supp

Mengurangi mual / muntah & meningkatkan pengosongan lambung (LOE B)

Triptan a. Sumatriptan b. Eletriptan c. Rizatriptan

30mg 40-80 mg 10 mg

LOE A LOE A LOE A

2.

3.

4.

Ergotamin

Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain akut (LOE A)

NB: LOE (Level of Evidence) PPK Neurologis 2016

B. Terapi Profilaksis Migrain No Obat 1.

2.

3. 4.

Dosis

Keterangan

Beta bloker a. Propanolol b. Timolol c. Metoprolol

80-240 per hari 10-15mg; 2x/ hari 45-200mg per hari

LOE A, terapi profilaksi lini pertama LOE A, terapi profilaksis alternatif LOE A, terapi profilaksis alternatif

Antiepilepsi a. Topiramat b. As. Valproat

25-200mg per hari 400-1000mg per hari

LOE A, terapi migrain episodik LOE A, terapi migrain episodik

Antidepresi • Amitriptilin

10-75mg

LOE B

OAINS • Ibuprofen

2 x 200mg per hari

LOE B

NB: LOE (Level of Evidence) PPK Neurologis 2016

SOAL NO 12 • Nn Marie Antoinette, seorang wanita berusia 27 tahun, datang ke Unit Gawat Darurat RS dengan keluhan wajahnya sebelah kiri tidak dapat digerakkan sejak satu hari yang lalu. Mulutnya tiba-tiba mencong ke kanan. Pasien riwayat berpergian ke luar kota, sepanjang perjalanan pasien duduk di dekat jendela dan jendelanya terbuka. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/ menit, laju pernapasan 18x/ menit, dan suhu 36,7OC. Apakah diagnosis dari pasien tersebut?

A.Neuralgia post herpetik B.Neuralgia Trigeminal C.Stroke iskemik D.Stroke hemoragik E.Bells Palsy

• Jawaban: E. Bell’s Palsy

• Wanita 27 tahun, dengan keluhan wajahnya sebelah kiri tidak dapat digerakkan sejak satu hari yang lalu. Sebelumnya pasien bepergian jauh dan duduk di dekat jendela yang terbuka. Hemodinamik pasien stabil. Berdasarkan petunjuka yang ada tersebut, diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adlaah Bell’s Palsy.

12. Bell’s Palsy

SOAL NO 13 • Seorang laki-laki berusia 35 tahun dibawa keluarga ke UGD RS dengan keluhan bicara ngelantur sejak 2 hari yang lalu. Keluhan terjadi setelah mengalami demam. Keluhan demam sejak 7 hari yang lalu disertai nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran perlahan-lahan, GCS 3-4-5, S 39O C, kaku kuduk (+), dan motorik lateralisasi kanan. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Apakah hasil pemeriksaan fisik yang khas pada kasus di atas?

A.Nyeri kepala, meningeal sign (+), panas B. Meningeal sign (+), panas, bicara ngelantur C. Meningeal sign (+), panas, penurunan kesadaran D.Nyeri kepala, meningeal sign (+), bicara ngelantur E. Nyeri kepala, meningeal sign (+), penurunan kesadaran • • Jawaban: C. Meningeal sign (+), panas, penurunan kesadaran

• Laki-laki 35 tahun dengan penurunan kesadaran, demam, dan nyeri kepala. Gejala dan tanda yang ada pada pasien mengarahkan diagnosis pada meningitis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran perlahan-lahan, GCS 3-4-5, demam, kaku kuduk (+), dan motorik lateralisasi kanan. Gejala khas pada meningitis antara lain: pemeriksaan tanda rangsang meningeal (+), demam dan adanya penurunan kesadaran.

13. Meningitis Bakterialis

Akurasi TRM Kernig’s

Brudzinksi’s

Kaku Kuduk

Sensitivitas

5%

5%

30%

Spesifisitas

95%

95%

68%

PPV

27%

27%

26%

NPV

72%

72%

73%

Diagnostic Accuracy of Signs of Meningitis • CID 2002:35 (1 July)

SOAL NO 14 • An Frans Sanjaya Liem, anak laki-laki 15 tahun mengalami kejang 20 menit lalu. Pasien segera dilarikan IGD Rumah sakit oleh orangtuanya. Saat kejang, kepala pasien menengadah ke atas, mata melotot, berkeringat, air liur keluar, dan seluruh tubuh kaku kemudian kelojotan. Kejang terjadi 1 kali dengan durasi sekitar 2 menit. Setelah kejang, pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat epilepsi sejak 10 tahun yang lalu. Jenis kejang yang dialami pasien adalah....

A.Kejang umum tonik B.Kejang umum petit mal C.Kejang parsial sederhana D.Kejang parsial kompleks E.Kejang umum tonik-klonik

• Jawaban: E. Kejang umum tonik-klonik

• Anak laki-laki 15 tahun, engan riwayat epilepsy mengalami kejang. Saat kejang, kepala pasien menengadah ke atas, mata melotot, berkeringat, air liur keluar, dan seluruh tubuh kaku kemudian kelojotan. Kejang terjadi 1 kali dengan durasi sekitar 2 menit. Setelah kejang, pasien tidak sadar. Sesuai dengan penjabaran tersebut jenis kejang yang dialami pasien adalah E. Kejang umum tonik-klonik.

14. Kejang • Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)

Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : – Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. – Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jtuh dari udara, parestesia. – Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. – Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.

b) Parsial kompleks – Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks – Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. – Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku – Durasi >30 detik, – frekuensi tidak menentu – Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a) Kejang absens – Gangguan kewaspadaan dan responsivitas – Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik – Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh – Dipicu oleh hiperventilasi b) Kejang mioklonik – Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. – Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. – Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok – Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c) Kejang tonik klonik – Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit – Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih – Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. – Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d) Kejang atonik – Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. – Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi

Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence: A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi

SOAL NO 15 • Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri disertai rasa kesemutan pada kedua tungkai dan lengan sejak 3 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisis ditemukan tekanan darah 130/85 mmHg, denyut nadi 78x/menit, temperatur 36,8◦C, frekuensi nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan hipoestesia kaos kaki dan sarung tangan pada keempat ekstrimitas. Riwayat mederita DM Tipe 2 selama 10 tahun. Apa diagnosis paling tepat?

A.Miopati

B.Neuropati C.Polineuropati D.Mononeuropati E. Motor Neuron disease

• • Jawaban: C. Polineuropati

• Neuropati diabetikamerupakan komplikasi yang paling sering padadiabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM tipe 1 dan tipe2. Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda disfungsipada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus setelah penyebab lainnya disingkirkan. Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan ak son saraf. Klasifikasi neuropati yang dialami pasien merupakan distal symmetric polyneuropathy.

15. Neuropati Diabetikum • Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2. • Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus setelah penyebablainnya disingkirkan. • Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf. • Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati

Faktor Resiko • • • • • •

Hiperglikemia Kerusakan pembuluh darah Dislipidemia Hipertensi Penyakit kardiovaskular Gaya hidup

186

Klasifikasi Diabetic Neuropathy • Peripheral simetric distal polyneuropathy (sensoric >> motoric) • Autonomic neuropathy • Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy (motoric >> sensoric) 187

Symmetric Polyneuropathy • Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy • Mengenai ekstremitas bawah distal dan tangan (“stocking-glove” sensory loss) • Gejala/tanda – Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm – Numbness – Tingling – Paresthesia 188

Autonomic neuropathy • Mengenai saraf otonom yang mengendalikan organ internal

– Genitouri kontrol kandung kemih (43-87% DM1, 25% DM-2)) erectile dysfunction (35-90%) – Gastrointestinal Kesulitan menelan (50%) Konstipasi GET turun (40%) Diare – Kardiovaskular (50%) HR cepat-tidak teratur Hipertensi orthosatik - Disfungsi sudomotor - kulit kaki kering - Gagal merespons - hipoglikemia

189

Mononeuropathy • Peripheral mononeuropathy

– Saraf tunggal rusak karena kompresi atau iskemia – Terjadi pada wrist (carpal tunnel syndrome), elbow, atau foot (unilateral foot drop) – Gejala • • • •

numbness edema nyeri prickling 190

Mononeuropathy, lanjut. • Cranial mononeuropathy

– Mempengaruhi saraf III, IV dan VI yang menghubungkan otak dan kontrol penglihatan, pergerakan mata, pendengaran, dan rasa – Gejala dan tanda-tanda • Nyeri unilateral dekat mata yang kena • Paralisis otot mata • Penglihatan ganda

191

192

Tatalaksana • Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetik dibagimenjadi tiga bagian: 1. Diagnosis neuropati diabetik sedini mungkin. 2. Kendali glukosa darah 3. Perawatan kaki sebaik- baiknya. Strategi perawatan kaki dilakukan setelah pengendalian glukosa darah.

SOAL NO 16 • Pasien laki-laki, 60 tahun, mengeluh nyeri punggung menjalar ke paha kiri terutama saat angkat badan berat. Pada kaki kiri terasa kesemutan dan terbakar hingga ke ibu jari. Riwayat trauma disangkal. Tidak ada keluhan pada buang air kecil/buang air besar. Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis kaki kiri, ditemukan laseque (+), tonus normal, tenaga kaki kiri +4, reflex fsisiologis +2, babinski (-). Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah…

A.X-ray thorakolumbaL B.Ct-scan C.MRI D.Electromyografi E.X-ray lumbosacral

• Jawaban: C. MRI

• Laki-laki 60 tahun, dengan keluhan nyeri punggung yang menjalar ke paha kiri terutama saat mengangkat beban berat, disertai rasa kesemutan dan terbakar di kaki kiri. Pemeriksaan neurologis tungkai kiri diapatkan lasegue (+). Berdasarkan gejala dan tanda tersebut diagnosis pada kasus ni mengarah pada HNP. Pemeriksan penunjang yang diperlukan dalam kasus ini adalah MRI sebagai Gold Standard.

16. HNP • HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Gejala Klinis • Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang. 1. 2.

3. 4.

Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk, mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Pemeriksaan • Motoris – –



Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.

Sensoris – –

Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus 1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT) – Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari kaki (L5). Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1). Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi untuk segera operasi. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Straight leg raise test • The knee is extended and the hip is flexed until a complaint of pain or tightness is reached. • The leg is then carefully returned to the table and the contralateral leg is tested in a similar fashion • A positive test is demonstrated when reproduction of symptoms radiating down the leg is produced at 30-70° of leg elevation • Sensitivity of 91% and specificity of 26% • If pain radiates below the knee, L4-S1 nerve root impingement has been identified

• Reproduction of symptoms in the opposite leg being tested is termed crossed straight leg and indicates a large central lumbar disc herniation • Sensitivity of 28%-29% and a specificity of 88%-90% for nerve root impingement

• Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan Nyeri Pinggang Bawah dan nyeri yang dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi: – Tes laseque – Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki. Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5 – Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1 – Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1) – Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP • Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak ada HNP.

– Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1 yang mencakup 90% kejadian HNP • Namun pemeriksaan ini tidak cukup untuk menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.

– Tes Konfirmasi untuk SLR adalah test Bragard http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2647081/

Lasegue’s Test (Straight Leg Raising Test) • Prosdur: pasien supine. Fleksikan sendi pinggul pasien dengan lutut tertekuk. Jaga pinggul tetap dalam keadaan fleksi, kemudian ekstensikan tungkai bawah. • Tes positif: radikulopati sciatik (+), jika: – Nyeri tidak ada pada kondisi pinggul dan lutut fleksi. – Nyeri muncul saat pinggul fleksi, dan kemudian lutut diekstensikan.

Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01

Bragard’s Test • Prosedur: pasien supine. Kaki pasien lurus kemudian elevasi hingga titik dimana rasa nyeri dirasakan. Turunkan 5o dan dorsofleksi kaki. • Positive Test: nyeri akibat traksi nervus sciatik. – Nyeri dengan dorsiflexion 0° to 35° – extradural sciatic nerve irritation. – Nyeri dengan dorsiflexion from 35° – 70° – intradural problem (usually IVD lesion). – Nyeri tumpul paha posterior tight hamstring.

Sicard's Sign • If the SLR is positive, lower the leg to just below the point of pain and quickly dorsiflex the great toe

• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test – Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka. – Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua sendi tersebut.

Patrick Test

Contra-patrick Test

Pemeriksaan Penunjang • Radiologi – Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata dan pembentukan osteofit. – Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus. – CT scan untuk melihat lokasi HNP – Diagnosis ditegakan dengan MRI setinggi radiks yang dicurigai.

• EMG – Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Tatalaksana

• •

Medikamentosa: anti nyeri NSAID/ opioid, muscle relaxant, transquilizer. Fisioterapi – Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dan maksud bila anulus fibrosis masih utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula. – Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxan trankuilizer. – Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri. – Bila setelah tirah baring masih nyeri, atau bila didapatkan kelainan neurologis, indikasi operasi. – Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi, jangan mengangkat benda berat, tidur dengan alas keras atau landasan papan. – Fleksi lumbal – Pemakaian korset lumbal untuk mencegah gerakan lumbal yang berlebihan. – Latihan, seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Berenang adalah pilihan terbaik dengan very low impact environment untuk meningkatkan denyut jantung dan pembakaran kalori yang efektif tanpa membuat persendian dan tulan belakang cedera. – Jika gejala sembuh, aktifitas perlahan-lahan bertambah setelah beberapa hari atau lebih dan pasien diobati sebagai kasus ringan.



Operasi

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

SOAL NO 17 • Tn Atma Widjaja, seorang laki-laki usia 48 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kanan, 3 jari bagian medial, dan terdapat rasa kebas. Diketahui pasien bekerja sebagai tukang gado-gado. Keluhan nyeri menjalar dan kesemutan dari pergelangan tangan ke ujung-ujung jari setelah menekuk pergelangan tangan selama kurang lebih 60 detik. Apakah pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis pasien tersebut?

A.Tinnel test B.Allen test C.Psoas sign test D.Menilai refleks biseps E.Menilai Hoffman tromner

• Jawaban: A. Tinnel test



• •





Pasien dengan profesi penjual gado-gado, mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan kanan dan 3 jari bagian medial. Keluhan disertai dengan rasa kebas. Dari keterangan soal juga ditambahkan Keluhan nyeri menjalar dan kesemutan dari pergelangan tangan ke ujung-ujung jari setelah menekuk pergelangan tangan selama kurang lebih 60 detik. Berdasarkan gejala tersebut kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS), pemeriksaan yang tepat dalam hal ini: Tinnel Test. Allen test  pemeriksan yang digunakan untuk memeriksa perdarahan kolateral dari a. radialis. Psoas sign test  salah satu pemeriksaan fisik dalam diagnosis appendicitis akut. Pasien diminta terlungkup, kemudian secara pasif dilakukan ekstensi panggul. Hasil positif apabila didapatkan nyeri pada perut kanan bawah saat dilakukan ekstensi panggul. Menilai reflex biseps  untuk mengetahui tingkat reflex fisiologis biseps, sebagai indicator adanya gangguan saraf UMN/ LMN dari system saraf. Menilai Hoffman trimmer  salah satu reflex patologis yang dapat muncul akibat lesi di system saraf pusat.

17. Carpal Tunnel Syndrome

Pemeriksaan Penunjang • Electrophysiology – Nerve conduction study (NCS) – Electromyograph (EMG)

• MRI – wrist & hand

Electromyography(EMG) • is a technique for evaluating & recording the electrical activity produced byskeletal muscles • is performed using aninstrument called an electromyograph, to produce a record called an electromyogram • a resting muscle does not show recordable electrical potential but with increase force of contraction, amplitude of potential increases • an electromyograph detects electrical potential generated by musclecells when these cells are electrically or neurologically activated

SOAL NO 18 • Pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke poliklinik dengan kelemahan pada tungkai bawah disertai demam sejak 3 bulan yang lalu. Tungkai juga sering dirasakan seperti kesemutan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80mmHg, denyut nadi 80kali/menit, RR 20kali/menit, suhu 37,2C. Ditemukan gibus setinggi vertebra torakal X. Hipestesi dari umbilikus ke bawah. Refleks fisiologis meningkat, terdapat refleks babinsky. Tatalaksana yang tepat adalah…

A.Metilprednisolon B.Metilkobalamin C.OAT + prednison D.OAT + citicoline E.OAT + metilkobalamin

• Jawaban: C. OAT + prednisone

• Laki-laki usia 60 tahun dengan kelemahan pada tungkai bawah disertai demam sejak 3 bulan yang lalu disertai kesemutan. Pada pemeriksaan ditemukan gibus setinggi vertebra torakal X, hipestesi dari umbilikus ke bawah, refleks fisiologis meningkat, dan terdapat refleks babinsky. Berdasarkan temuan klinis tersebut diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah Spondilitis TB. PIlihan terapi yang tepat pada kaus ini adalah OAT + prednisone. OAT diperlukan untuk eradikasi kuman TB, sedangkan steroid (prednisone) banyak diberikan sebagai terapi adjuntiva pada kasus TB, dalam hal ini untuk memperbaiki gejala deficit neurologis yang terjadi pada pasien.

18. Spondilitis TB • “Spondilitis TB dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang. • Bersifat kronis destruktif yang mengenai tulang vertebra .” • Paling sering terkena di: – Tulang penahan beban (weight bearing) dan tulang yang bergerak cukup besar (mobile) • Tulang vertebra, panggul, lutut dan tulang di kaki

– Area torako-lumbal • terutama torakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang paling sering, diikuti dengan area servikal223dan sacral

Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen.

Arteri

Penyebaran dari abses paravertebral yang telah terbentuk

JALUR PENYEBARAN Vena  pleksus Batson

Anamnesis • Adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri • Terdapat Gejala – gejala TB • Paraparesis, rasa kebas, baal, gangguan defekasi dan miksi

Pemeriksaan Fisik • • •







Kelainan bentuk tulang belakang Pernapasan cepat Infiltrat paru akan terdengar sebagai ronkhi, kavitas akan terdengar sebagai suara amforik atau bronkial dengan predileksi di apeks paru Terdapat abses paravertebra yang dapat teraba, bahkan terlihat dari luar punggung berupa pembengkakan Pada pemeriksaan neurologis bisa didapatkan gangguan fungsi motorik, sensorik, dan autonom Jika kelumpuhan sudah lama, otot akan atrofi , yang biasanya bilateral

Pemeriksaan Laboratorium • Hitung-jumlah lekosit dapat normal atau meningkat sedikit, pada hitung jenis ditemukan monositosis • Laju Endap Darah (LED) biasanya meningkat • Peningkatan kadar Creactive protein (CRP) • Uji Mantoux positif pada sebagian besar pasien





X-Ray

Foto polos tulang vertebra menunjukkan erosi end plate vertebra

Foto polos lateral menunjukkan terbentuknya gibbus oleh karena kifosis torakolumbal



Foto lateral vertebra menunjukkan adanya penyempitan diskus intervertebralis dan erosi corpus vertebra



Foto vertebra AP menunjukkan adanya abses

CT Scan



Gambaran CT scan tulang belakang dan toraks. (A) Terlihat fraktur kompresi pada vertebra torakal 3 dengan destruksi litik.

Gambaran CT scan non kontras vertebra potongan aksial tampak abses pada m. psoas kiri dengan kalsifikasi di tengah





Gambaran CT scan vertebra menunjukkan terbentuknya abses paravertebral dan destruksi di bagian

CT scan vertebra potongan transaksial tampak paravertebral abses

MRI



Gambaran MRI vertebra terlihat adanya fraktur kompresi, kifosis di T5-T6, dan abses paravertebral.



Gambaran MRI terlihat akumulasi cairan di daerah dorsal yang menggambarkan abses paravertebral



Foto MRI menunjukkan destruksi korpus vertebra dan diskus intervertebralis, serta abses paravertebral

• •



TATALAKSANA Penanganan spondilitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian yang berjalan dapat secara bersamaan, medikamentosa dan pembedahan. Tujuan penatalaksanaan : – mengeradikasi kuman TB – mencegah dan mengobati defisit neurologis – memperbaiki kifosis Terapi Medikamentosa – CDC merekomendasikan pengobatan spondilitis TB pada bayi dan anak-anak setidaknya harus selama 12 bulan. – Regimen terapi OAT untuk pasien TB : ⁻ Kategori I : kasus baru TB paru / kasus baru dengan TB ekstraparu  2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4HR fase lanjutan atau 2HRZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 4H3R3 fase lanjutan, atau 2RHZE(HRZS) fase inisial dilanjutkan 6HE fase lanjutan ⁻ Kategori II : kasus gagal pengobatan, relaps, drop-out, diberikan 2RHZES fase inisial dilanjutkan 5HRE fase lanjutan, atau 2HRZES fase inisial dilanjutkan 5H3R3E3 fase lanjutan. – dikatakan gagal jika dalam 3–4 minggu, nyeri dan atau defisit neurologis masih belum menunjukkan perbaikan setelah pemberian OAT yang sesuai.

Tatalaksana Medikamentosa • Multidrug resistance TB (MDR-TB) didefinisikan sebagai basil TB yang resisten terhadap isoniazid dan rifampisin. – Regimen untuk MDR-TB harus disesuaikan dengan hasil kultur abses. – Perbaikan klinis umumnya bisa didapatkan dalam 3 bulan jika terapi berhasil. – Rekomendasi penganganan MDR-TB, yaitu dengan kombinasi 5 obat, antara lain • • • • •

Salah satu dari OAT lini pertama yang diketahui sensitif melalui hasil kultur resistensi OAT injeksi untuk periode minimal selama 6 bulan Kuinolon Sikloserin atau etionamid Antibiotik lainnya seperti amoksisilin klavulanat dan klofazimin

– Durasi pemberian OAT setidaknya selama 18–24 bulan.

Penggunaan Steroid pada Spondilitis TB • Pada PPK Neurologi 2016 penggunaan steroid termasuk ke dalam tatalaksana spondilitis TB. Regimen dalam PPK Neurologi 2016: – – – –

Obat anti TB oral Steriod: dexamethasone iv, dilanjut po Edukasi: pengobatan jangka panjang, perawatan di rumah, Diet:tinggi kalori dan protein

• Pada beberapa jurnal disebutkan peran steroid dalam terapi TB. • Penggunaan steroid bermanfaat pada infeksi TB di Sistem Saraf Pusat dan perikarditis TB. • Tidak ada anjuran mengenai penggunaan neurotropik, seperti: citicolin, piracetam, meticobal, dsb; untuk terapi spondilitis TB. 1. 2. 3.

Chhabra N, Dixit R, Aseri ML. Adjunctive Corticosteroid Therapy in Tuberculosis Management: A Critical Reappraisal. IJPSR/Vol. II/ Issue I/January- March, 2011/10-15. Khadiravan T & Dee[anjali S. Role of Corticosteroids in the Treatment of Tuberculosis: An Evidence-based Update. JIPMER. 2010. PPK Neurologis 2016

Pembedahan • Pada pasien yang direncanakan dioperasi, minimal 10 hari sebelum operasi OAT harus sudah diberikan. • Indikasi pembedahan spondilitis TB : – Defisit neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia – Deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau disertai nyeri, dalam hal ini kifosis progresif (30º untuk dewasa, 15º untuk anakanak) – Tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu – Abses luas – Biopsi perkutan gagal untuk memberikan diagnosis – Nyeri berat karena kompresi abses

SOAL NO 19 • Tn Juli Pangandaan Hutasoit, laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS setelah kecelakaan lalu lintas. Setelah dilakukan primary survey, dokter memeriksa status neurologis pasien. Pada pemeriksaan refleks cahaya didapatkan: – Okular dekstra: refleks langsung (+), refleks tidak langsung (+) – Okular sinistra: refleks langsung (-), refleks tidak langsung (-)

• Diagnosis klinis yang paling tepat pada pasien adalah?

A.Paresis N. IV dekstra B.Paresis N. III dekstra C.Paresis N. III sinistra D.Paresis N. II dekstra E.Paresis N. II sinistra

• Jawaban: C. Paresis N. III Sinistra

• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, dan pada pemeriksaan pupil didapatkan refleks cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung mata kiri negative, sedangkan tidak ada gangguan refleks cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung pada mata kanan. • Apabila terjadi gangguan pada salah satu N. II, dimisalkan N. II Sinistra (secara total di bawah ciasma optikum), maka reflex cahaya langsung Ocular Sinistra (-) dan reflex cahaya tidak langsung Ocular Dextra (-), serta terdapat gangguan penglihatan pada mata kanan. • Secara motoric pupil hanya mendapatkan persarafan eferen secara ipsilateral dari midbrain, melalui jaras N. III yang mempersarafi otot siliaris. Sehingga lesi pada N. III Sinsitra akan, menyebabkan kelumpuhan otot siliaris ipsilateral, dan menghasilkan reflex cahaya langsung Ocular Sinistra (-); Refleks cahaya tidak langsung Ocular SInistra (-).

19. PUPIL  MERUPAKAN LUBANG DI TENGAH IRIS  INDIKATOR MENGENAI STATUS FUNGSIONAL JARINGAN SEKITARNYA

DAN KEADAAN RETINA  SUSUNAN IRIS : 1. STROMA KOLAGEN LONGGAR, SARAF DAN VASA

2. LAPISAN OTOT POLOS 3. LAPISAN PIGMEN DI BELAKANG  FUNGSI : 1. MENGATUR JUMLAH CAHAYA YANG MENCAPAI RETINA

2. MENGURANGI ABERASI SFERIS ABERASI KROMATIS 3. MENINGKATKAN KEDALAMAN FOKUS

REFLEKS CAHAYA  REFLEKS CAHAYA LANGSUNG LINTASAN IMPULS DARI MATA YANG DISINARI

SAMPAI TERJADI PENGECILAN PUPIL.  REFLEKS CAHAYA TIDAK LANGSUNG ADALAH ADANYA PENGECILAN PUPIL APABILA MATA YANG LAIN DISINARI.  REFLEKS CAHAYA DIREK NORMAL KALAU BAGIAN AFEREN DAN EFEREN IPSILATERAL NORMAL.

 REFLEKS CAHAYA INDIREK NORMAL KALAU AFEREN DAN EFEREN KONTRALATERAL NORMAL.

 ORANG BUTA ? KALAU MATA KANAN BUTA (LESI N. II) MAKA REFLEKS LANGSUNG MATA

KANAN NEGATIF DAN REFLEKS INDIREK MATA KIRI NEGATIF PENYINARAN MATA KIRI : DIREK NORMAL, INDIREK MATA KANAN NORMAL

Swinging light test • The swinging light test : – Used to detect a RAPD; detecting differences between the two eyes in how they respond to a light shone in one eye at the time

• The test can be very useful for detecting unilateral or asymmetrical disesase of the retina or optic nerve (but only optic nerve disease that occurs in front of the optic chiasm) • Interpretation: – Swinging light test Normal – Swinging light test positif RAPD – Swinging light test negatif  non reactive pupil

The swinging light test Swinging light test Normal

Swinging light test +

Swinging light test -

Pemeriksaan refleks cahaya pada Paresis N. III Sinsitra: • Pupil OD: RCL (+); RCTL (+) • Pupil OS: RCL (-); RCTL (-)

TO 3

SOAL NO 20 • Nn Kartika Wulan Bestari, wanita karir berusia 25 tahun datang ke Poliklinik RS Setia Bunda dengan keluhan nyeri wajah sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan nyeri dirasakan seperti tersengat listrik. Nyeri terutama muncul saat pasien sikat gigi atau minum minuman dingin. Pemeriksaan TD 110/70mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan suhu afebris. Keluhan penyerta apa yang mengikuti diagnosis kasus diatas?

A.Anhidrosis B.Hiperalgesia C.Hemiparesis D.Anopsia E. Hemiplegia • Jawaban: B. Hiperalgesia

• Wanita 25 tahun dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 1 minggu. Keluhan nyeri seperti tersengat listrik terutama saat pasien sikat gigi atau minum minuman dingin. Kemungkinan diagnosis berdasarkan gejala dan tanda tersebut adalah neuralgia trigeminal. Patomekanisme yang terjadi pada neuralgia trigeminal sebenarnya adalah Alodinia, yakni gangguan pada pusat nyeri yang sehingga tubuh pasien mengenali nyeri terhadap rangsangan yang normalnya tidak menyebabkan nyeri (mis: sikat gigi, tersentuh, terkenan makanan/ minuman dingin). Sedangkan hiperalgesia respon nyeri yang berlebihan terhadap rangsangan yang normalnya menyebabkan nyeri. Pada beberapa literature kedua gejala tersebut (alodinia dan hiperalgesia) dapat menyertai neuralgia trigeminal. • Anhydrosis  kondisi tubuh tidak dapat mengeluarkan keringat. • Hemiparesis  berkurangnya kekuatan motoric pada satu sisi tubuh. • Anopsia  kehilangan penglihatan. • Hemiplegia  hilangnya kekuatan motoric pada sisi tubuh secara total (kelumpuhan).

20. Neuralgia Trigeminal

SOAL NO 21 • Laki – laki 31 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan nyeri kepala sebelah kiri yang dirasakan setiap hari selama 2 minggu. Keluhan dirasakan hingga 8x sehari dan masing – masing durasinya 20 menit. Nyeri kepala terlokalisir didaerah periorbital disertai mata kiri merah dan banyak mengeluarkan air mata dan rhinorrhea. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 2 tahun lalu selama 3 minggu. Terapi profilaksis yang tepat untuk kasus ini adalah…

A.Alopurinol B.Verapamil C.Sumatriptan D.Paracetamol E. Kolkisin • Jawaban: B. verapamil

• Laki-laki 31 tahun dengan keluhan sakit kepala sebelah kiri, yang terlokalisir pada area periorbita kiri disertai gelala autonomy berupa marah dengan lakrimasi dan rhinorea. Keluhan sakit kepala episodic 8x sehari dengan durasi 20 menit yang berlangsung selama 2 minggu. Pasien juga pernah mengalami keluhan yang sama 2 tahun yang lalu. Berdasarkan gejal dan keterangan tersebut diagnosis yang paling sesuai pada kasus ini adalah Cluster headache. Terapi pilihan untuk prfilaksis Cluster headache adalah verapamil. • Sumatriptan  dapat diberikan untuk terapi akut.

21. Cluster Type Headache

SOAL NO 22 • Nn Dieni Estika Putri, wanita 21 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS Ciputat Indah dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu. Satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan nyeri kepala disertai demam. KU: Somnolen, TD 130/90 mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 20x/ menit, dan suhu 38,8OC. Status neurologis didapatkan kaku kuduk dan hemiparesis kanan. Riwayat keluar cairan dari telinga sejak 6 bulan yang lalu. Apakah terapi antibiotik yang tepat pada pasien ini?

A.Ampisilin B.Tetrasiklin C.Doksisiklin D.Levofloxacin E.Ceftriaxone • Jawaban: E. Ceftriaxone

• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah abses otak. Hal tersebut ditunjang dari adanya penurunan kesadaran disertai riwayat sakit kepala dan demam, gejala deficit fokal berupa hemiparesis dextra, dan port d’ entry dari infeksi telinga. Terapi antibiotic yang tepat adalah ceftriaxone yang merupakan terapi lini pertama, dengan dosis 2gr/ 12 jam. • Diagnosis banding pada kasus ini adalah meningoencephalitis, namun pada soal jelas tertulis deficit neurlogis yang terjadi adalah deficit fokal yakni hemiparesis. Sedangkan pada meningoencephalistis deficit neurologis terjadi secara difus  penurun kesadaran, kaku, kuduk, kejang

22. Abses Otak • Infeksi supuratif fokal di dalam parenkim otak, diliputi oleh kapsul bervaskular • Faktor Predisposisi : – – – – –

Otiti media dan mastoiditis Sinusitis paranasal Infeksi pyogenik di torax atau bagian tubuh lainnya Trauma tembus kepala atau prosedur neurosurgery Infeksi dental

• Etiologi : – Immunocompetent : Streptococcus spp. [anaerobic, aerobic, and viridans (40%)], Enterobacteriaceae [Proteus spp., E. coli sp., Klebsiella spp. (25%)], anaerobes [e.g., Bacteroides spp., Fusobacterium spp. (30%)], and staphylococci (10%). – Immunocompromised : HIV infection, organ transplantation, cancer, or immunosuppressive therapy  Nocardia spp., Toxoplasma gondii, Aspergillus spp., Candida spp., and C. neoforma

• Manifestasi klinis abses serebri bergantung dari lokasi abses, lokasi fokus primer dan tingginya tekanan intrakranial

• Trias Klasik : – Nyeri kepala : konstan, tumpul di sebelah atau seluruh kepala, makin lama makin memberat – Demam  muncul pada 50% pasien – Defisit neurologis fokal  hemiparesis, aphasia, gangguan lapang pandang, kejang

Lokasi

Tanda dan Gejala

Lobus frontalis

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kulit kepala lunak/lembut Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal Letargi, apatis, disorientasi Hemiparesis /paralisis Kontralateral Demam tinggi Kejang

Lobus temporal

1. 2. 3. 4. 5.

Dispagia Gangguan lapang pandang Distonia Paralisis saraf III dan IV Paralisis fasial kontralateral

cerebellum

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Ataxia ipsilateral Nystagmus Dystonia Kaku kuduk positif Nyeri kepala pada suboccipital Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

Sumber Infeksi

Sinus paranasal

Infeksi pada telinga tengah

Tatalaksana

• Terapi kausal: – Terapi empiricKombinasi

• Sefalosporin generasi III intravena – Ceftriaxone 2 g/12 jam iv atau Cefotaxime 2 g/8 jam iv

• Metronidazole 500 mg/8 jam IV

– Terapi empirik diberikan hingga didapatkan antibiotik yang sesuai dengan hasil tes sensitivitas kuman yang diisolasi dari abses atau dari sumber infeksi. – Jika hasil isolasi tidak ditemukan kuman penyebab, maka terapi empirik dapat dilanjutkan hingga 6-8 minggu. • Antiedema: – dexamethason/manitol sesuai indikasi • Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter >2,5 cm PPK Neurologi 2016

SOAL NO 23 • Ny Fatimah Nelwan, seorang perempuan 30 tahun datang ke RS Umum Daerah Kreo Selatan dengan keluhan nyeri pada wajah dan dahi sebelah kiri. Keluhan nyeri dirasakan sudah sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya pernah terkena herpes pada tempat yang sama. Tanda – tanda vital dalam batas normal, terdapat reaksi hiperalgesia pada wajah dan dahi sebelah kiri. Terapi yang tepat pada kasus ini adalah…

A.Amoksisilin B.Tramadol C.Kolkisin D.Ibuprofen E. Cialis • Jawaban: B. Tramadol

• Perempuan 30 tahun, dengan keluhan nyeri pada wajah dan dahi sebelah kiri disertai riwayat terkena herpes di tempat yang sama. Pada pemeriksaan ditemukan hiperalgesia pada wajah dan dahi sebelah kiri. Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah neuralgia pasca herpes (post herpetic neuralgia). Terapi pilihan menurut American Academy of Neurology pada neuralgia pasca herpes adalah amitriptilin, pregabalin, atau gabapentin. Namun, Tramadol bisa menjadi pilihan alternative, dengan dosis 50-100mg/ hari selama 6 minggu. • Golongan NSAID hanya memiliki efikasi yang sedikit terhadap nyeri neuropatik. (Ibuprofen). • Cialis  Tadalafil  untuk disfungsi ereksi.

23. Neuralgia Post Herpetik • Neuralgia Post Herpetik (NPH) merupakan nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan). • Nyeri pada NPH merupakan nyeri neuropatik yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan proses pengolahan sinyal pada sistem saraf pusat. • Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah sehingga menunjukkan respon berlebihan terhadap stimulus. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:Elsevier.

Manifestasi Klinis Dworkin membagi neuralgia post herpetik ke dalam tiga fase: • Fase akut: – fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. – Biasanya berlangsung < 4 minggu2.

• Fase subakut: – fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4 bulan

• Neuralgia post herpetik: – dimana nyeri menetap >4 bulan setelah onset lesikulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006. Canada:Elsevier.

SOAL NO 24 • Tn Edi Sudjana Marwan, laki-laki 35 tahun datang ke Puskesmas Tegal Barang dengan keluhan nyeri kepala berdenyut sebelah kanan. Keluhan dirasakan semakin memberat saat stress, beraktivitas dan mereda dengan istirahat. Pasien gemar makan keju dan coklat. Pada pemeriksaan hemodinamik stabil dan tidak ditemukan kelainan neurologis. Apa terapi non farmakologi yang paling sesuai untuk pencegahan keluhan pasien tersebut?

A.Mengurangi konsumsi keju dan coklat B.Hindari pencetus C.Istirahat D.Pola hidup bersih dan sehat E. Olahraga teratur • Jawaban: B. Hindari pencetus

• Laki-laki 35 tahun dengan keluhan nyeri kepala sebelah yang dirasakan berdenyut memberat saat stress, beraktifitas, dan mereda dengan istirahat. Dengan adanya nyeri kepala berdenyut mengarahkan diagnosis Migraine. Terapi non-farmakologis pada pasien migraine salah satunya adalah hindari pencetus. Selain itu, tidak dipilih pilihan A. Mengurangi konsumsi keju dan cokelat, karena meskipun pada beberapa literature disebutkan dapat mencetuskan migraine, dalam kasus ini pencetus migraine pasien masih belum jelas, kemungkinan akibat stress (merujuk pada kalimat kedua pada soal) sehingga jawaban A tidak dipilih.

24. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013

Kriteria Diagnosis Migrain

Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011

https://www.medscape.com/viewarticle/446557_3

Migraine Severity Index

Tatalaksana Migrain A. Terapi abortif migrain: a) Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) b) Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin, diberikan jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.

B. Terapi profilaksi migrain: – Prinsip umum : • Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum untuk meminimalkan efek samping. • Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi. • Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid pasien. • Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara bertahap.

A. Terapi Abortif Migrain No

Golongan Obat

Dosis

Keterangan

1.

Analgetik dan OAINS a. Aspirin b. Ibuprofen c. Paracetamol d. Diklofenak

500-1000mg per 4-6 jam 400-800mg per 6 jam 500-1000mg per 6-8 jam 50-100mg

LOE A LOE A LOE B Sediaan Powder

Antimuntah a. Metoklopramid b. Domperidon

10mg per oral 10mg p.o atau 30mg supp

Mengurangi mual / muntah & meningkatkan pengosongan lambung (LOE B)

Triptan a. Sumatriptan b. Eletriptan c. Rizatriptan

30mg 40-80 mg 10 mg

LOE A LOE A LOE A

2.

3.

4.

Ergotamin

Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain akut (LOE A)

NB: LOE (Level of Evidence) PPK Neurologis 2016

B. Terapi Profilaksis Migrain No Obat 1.

2.

3. 4.

Dosis

Keterangan

Beta bloker a. Propanolol b. Timolol c. Metoprolol

80-240 per hari 10-15mg; 2x/ hari 45-200mg per hari

LOE A, terapi profilaksi lini pertama LOE A, terapi profilaksis alternatif LOE A, terapi profilaksis alternatif

Antiepilepsi a. Topiramat b. As. Valproat

25-200mg per hari 400-1000mg per hari

LOE A, terapi migrain episodik LOE A, terapi migrain episodik

Antidepresi • Amitriptilin

10-75mg

LOE B

OAINS • Ibuprofen

2 x 200mg per hari

LOE B

NB: LOE (Level of Evidence) PPK Neurologis 2016

Terapi Non Farmakologi • Identifikasi dan menghindari pencetus migrain • Meditasi • Latiham relaksasi • Psikoterapi

SOAL NO 25 • Laki-laki, 50 tahun, mengeluhkan kelemahan pada tangan dan kaki kiri tiba-tiba saat bangun tidur. Keluhan dirasakan sejak 1 jam yang lalu. Keluhan pusing atau mual-mual tidak ada. Terdapat riwayat darah tinggi dan kencing manis sejak 10 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran Compos mentis, TD 180/ 90 mmHg, nadi 80x/ menit, dan RR 20x/ menit, pupil isokor. Pemeriksaan neurologis: hemiparesis sinistra, refleks babinsky (+). Kemungkinan diagnosis pasien adalah...

A.Stroke hemoragik

B.Stroke infark C.Epilepsi D.Tumor serebri E. Parkinson

• Jawaban: B. Stroke infark

• Pasien mengalami hemiparesis sinistra secara mendadak saat bangun tidur yang merupakan tanda adanya Cerebro-Vascular Disease (CVD). Darin tanda dan gejala yang ditemukan kemungkinan pasien mengalami stroke infark. Manifestasi klinis dari stroke infark biasanya terjadi pada saat aktifitas ringan dan jarang ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. • Pilihan A tidak dipilih oleh karena biasanya terjadi saat pasien beraktifitas, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, dan penurunan kesadaran terjadi dengan cepat.

25. Stroke

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.

• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.

• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.

• Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi

SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Lakunar • Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadangkadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. • Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai : – – – –

Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna Stroke sensorik murni akibat infark thalamus Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal

SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Trombotik Pembuluh Besar • Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. • Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hatihati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik • Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. Stroke Kriptogenik • Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.

SOAL NO 26 • Tn Jaipur Omar, seorang laki-laki, 30 tahun, dibawa oleh keluarganya ke Puskesmas Matraman Dalam dengan keluhan sering kejang. Berdasarkan alloanamnesis pasien mengalami kejang tiga kali dalam satu bulan. Durasi tiap kejang selama 5-10 menit, badan kaku, kemudian kejang klojotan, mulut berbusa dan tidak sadarkan diri. Riwayat penyakit kronis sebelumnya disangkal. Keadaaan umum pasien saat ini stabil. Status neurologis dalam batas normal. Terapi awal untuk maintenance pada pasien ini adalah…

A.fenitoin B.limotrigin C.karbamazepin D.phenobarbital

E.Asam valproat • Jawaban: E. Asam valproat

• Dari keterangan soal, kemungkinan diagnosis yang dialami pasien adalah epilepsi tonik klonik. Terapi rumatan lini pertama yang sesuai pada kasus ini adalah asam valproat.

26. Epilepsi • Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

Epilepsy - Classification • Focal seizures – account -

for 80% of adult epilepsies Simple partial seizures Complex partial seizures Partial seizures secondarilly generalised

• Generalised seizures (include absance type) • Unclassified seizures

Pilihan Terapi Sindrom Epilepsi

Etosuksimid: tidak tersedia di Indonesia

Level of confidence: A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin sebagai monoterapi; C: mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi

Farmakoterapi Childhood Absence Perbandingan

Odds Ratio

Asam Valproat vs Ethosuximide

1,26 (95% CI; 0,80 – 1,98)

Ethosuximide vs Lamotrigine

2,66 (95% CI; 1,65 – 4,28)

Asam Valproat vs Lamotrigine

3,34 (95% CI; 2,06 – 5,42)

• Dari table di atas dapat disimpulkan asam valproate dan ethosuximide lebih efektif dbandingkan lamotrigine dalam tatalaksasa kejang absans. • Tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas asam valproate dan ethosuximide. • Di negara-negara barat ethoximide lebih dipilih dibandingkan asam valproate karena memiliki efek samping terhadap attentional dysfunction yang lebih rendah. • Namun ethosuximide tidak terdapat di Indonesia (secara umum), sehingga terapi lini pertama untuk kejang absans di Indonesia adalah asam valproate. Ethosuximide, Valproic Acid, and Lamotrigine in Childhood Absence Epilepsy. Glauser TA, et al. 2010. NEJM, 362(9): 790-799.

Penghentian OAE Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni, 1. Syarat umum yang meliputi : – Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan. – Gambaran EEG normal – Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6bulan. – Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE – Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya. – Epilepsi simtomatik – Gambaran EEG abnormal – Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan. – Penggunaan OAE lebih dari 1 – Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi – Mendapat terapi 10 tahun atau lebih. – Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi. Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010

SOAL NO 27 • Tn. Seno, 52 tahun, dibawa dengan keluhan tangan gemetar terutama saat sedang istirahat. Keluhan ini sudah berlangsung lama sejak 2 tahun lalu. Pasien sering terjatuh bila berjalan sendiri, oleh karena itu pasien perlu dituntun oleh salah satu anggota keluarganya. Pada pemeriksaan ditemukan pill rolling tremor (+), cogwheel phenomenon (+). Apa pemeriksaan lain yang dilakukan pada pasien?

A.Tes Epley B.Tes Wartenberg C.Tes Tensilon D.Tes Allen E.Tes Romberg • Jawaban: E. Tes Romberg

• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah Parkinson. Tampak adanya gangguan koordinasi motoric yang ditandai dengan adanya tremor kasar dan cogwheel phenomenon. Pasien juga sering terjatuh saat berjalan. Pemeriksaan lain yang daoat dilakukan adahal tes Romberg untuk menguji gangguan keseimbangan dan postural pasien. • Tes epley/ Epley’s maneuver  dilakukan dalam diagnosis BPPV. • Tes wartenberg & tensilon  dilakukan dalam diagnosis Myasthenia Gravis. • Tes Allen  pemeriksaan fisik untuk menilai system kolateral arteri radialis.

27. Parkinson • Parkinson: – Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus. – Gangguan kronik progresif: • Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga bibir & slrh kepala • Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus • Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka topeng, bicara lambat, hipofonia • Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri

Parkinson Disease Gejala dan Tanda Parkinson Gejala awal tidak spesifik • Nyeri • Gangguan tidur •Ansietas dan depresi •Berpakaian menjadi lambat •Berjalan lambat

Gejala Spesifik • Tremor • Sulit untuk berbalik badan di kasur •Berjalan menyeret •Berbicara lebih lambat

Tanda Utama Parkinson : 1. Rigiditas 2. Bradykinesia

: peningkatan tonus otot : berkurangnya gerakan spontan (kurangnya kedipan mata, ekspresi wajah berkurang, ayunan tangan saat berjalan berkurang ), gerakan tubuh menjadi lambat terutama untuk gerakan repetitif 3. Tremor : tremor saat istirahat biasanya ditemukan pada tungkai, rahang dan saat mata agak menutup 4. Gangguan berjalan dan postur tubuh yang membungkuk

Pemeriksaan Fisik • Empat gejala utama parkinson: – Resting tremor/ shaking – Bradykinesia – slowness of movement – Rigidity (stiffness) of the arms, legs, or trunks – Postural instability – balance problems and possible falls

• Jika terdapat 2 dari 4 gejala utama di atas maka, perlu dipertimbangkan diagnosis Parkinson’s Disease.

• Assymetric Resting Tremors – khas pada Parkinson.

• Finger tapping test/ Dexterity test: • Pasien diminta untuk melakukan finger tapping dan mempertahankan kecepatan (10-15 dtk) dan amplitudo. • Kecepatan dan amplitudo yang menurun, menunjukan adanya bradykinesia.

Cogwheel rigidity

Postural instability

Pull-test: • Berdiri di belakang penderita, kemudian berikan sedikit tarikan pada bahu penderita. • Lalu perhatikan ada atau tidaknya gerakan menstabilkan postur tubuhnya. • Hilangnya refleks ini akan memberikan gambaran sikap jatuh penderita seolah-olah akan duduk di kursi atau biasa disebut sitting en bloc.

Penatalaksanaan Parkinson •

Prinsip pengobatan parkinson adalah meningkatkan aktivitas dopaminergik di jalur nigrostriatal dengan memberikan : – Levodopa  diubah menjadi dopamine di substansia nigra – Antagonis dopamine – Menghambat metabolisme dopamine oleh monoamine oxydase dan cathecolO-methyltransferase – Obat- obatan yang memodifikasi neurotransmiter di striatum seperti amantadine dan antikolinergik

Wilkinson I, Lennox G. Essential Neurology 4th edition. 2005

SOAL NO 28 • Tn Sanzhez Oliviera, pasien laki-laki, 68 tahun, datang ke tempat praktek Anda karena keluhan nyeri punggung sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan nyeri muncul terutama saat membungkuk mengambil barang. Tidak ditemukan adanya riwayat oenyakit kronis sebelumnya. Keadaan umum pasien baik, hemodinamik stabil. Pemeriksaan status neurologis tungkai bawah: kekuatan motoric 4444/ 4444. Dari pemeriksaan rontgen didapatkan penyempitan foramen intervertebralis L4 – S1. Kemungkinan diagnosis pasien adalah…

A.Canal stenosis B.Ischialgia C.Spondilolistesis D.Spondilitis E. Ankylosing Spondilitis • Jawabanan: A. Canal stenosis



• • • •

Laki-laki, 68 tahun, dengan keluhan nyeri punggung sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan nyeri muncul terutama saat membungkuk mengambil barang. Pemeriksaan status neurologis tungkai bawah: kekuatan motoric 4444/ 4444. Berdasarkan gejal dan tanda tersebut diagnosis yang paling mungkin pada kasis ini adalah canal stenosis. Istilah lain: spinal stenosis, yakni penyempitan abnormal (stenosis) pada kanal tulang belakang (kanal spinalis) yang mungkin terjadi di salah satu daerah tulang belakang, paling sering di punggung bawah atau leher. Penyempitan ini menempatkan tekanan pada saraf dan sumsum tulang belakang dan dapat menyebabkan rasa sakit. Ischialgia  lesi saraf ischiadicus, yang menyebabkan nyeri di belakang paha yang menjalar hingga telapak kaki, keluhan dapat disertai kesemutan ataupun rasa baal. Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis. Spondilitis/ spondiloartritis: peradangan pada persendian tulang belakang, mis: ankylosing spondylitis. Ankylosing Spondilitis  peradangan kronis yang dapat menyebabkan menutupnya celah antar ruas tulang belakang.

28. Spinal Stenosis • Definisi: penyakit degeneratif, terjadi akibat penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan ligamen kuning, sendi faset yang membesar, dan diskus yang menonjol. • Penyempitan  kompresi saraf  nyeri (nyeri punggung bawah, nyeri pantat, dan rasa sakit di kaki dan mati rasa) biasanya memburuk saat berjalan dan berkurang saat istirahat. • Istilah stenosis tulang belakang bukan merujuk pada ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun lebih pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh penekanan saraf yang terkait.

• Etiologi – Penyebab paling umum: arthritis degeneratif dan penyakit degeneratif diskus. – Penyebab lain: tumor, infeksi, gangguan metanolisme tulang, mis: Paget’s disease

• Gejala dan Tanda: – – – – –

Nyeri punggung bawah Kelemahan (kelumpuhan) Mati rasa / baal Nyeri Kesemutan

• Diagnosis – – – –

Ditegakan secara klinis X-ray MRI Pemeriksaan khusus lain: EMG

Penatalaksanaan Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif: • NSAID • Analgesik untuk menghilangkan nyeri. • Blok akar saraf • Fisioterapi untuk mempertahankan gerakan tulang belakang, memperkuat otot perut dan punggung, serta membangun stamina, semua hal tersebut membantu menstabilkan tulang belakang. • Korset lumbal • Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui berbagai teknik, sebagian besar dengan memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan metal yang memenetrasi kulit.

Operasi dipertimbangkan dilakukan sesegera mungkin apabila ada rasa baal atau kelemahan yang mengganggu proses berjalan, gangguan fungsi usus besar (buang air besar) atau kandung kemih (buang air kecil).

SOAL NO 29 • Seorang laki-laki usia 35 tahun terjatuh sewaktu naik kuda, dengan kepala jatuh lebih dulu dan leher terpuntir, penderita sadar, bisa jalan normal, pada pemeriksaan otot bahu dan lengan kiri (m.Deltoid, m.Biceps, m.Triceps) lumpuh tipe LMN, sikap lengan terjulai tak bergerak dengan posisi pronasi sedang tangan dan jari-jari tangan masih bisa bergerak normal, kulit bahu dan lengan atas tebal, kedua tungkai normal, Berak dan Kencing normal. Sindroma di atas disebut…

A.Brown Sequard Palsy B.Cervical Root Palsy C.Erbs Palsy D.Klumpke Palsy E.Carpal Tunnel Palsy

• Jawaban: C. Erbs Palsy

• KeKerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus brakialis (Erb’s Palsy) menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks bisep. Lengan penderita berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pronasi, dan telapak tangan ke dorsal. • Brown sequard palsy  Gangguan motorik dan propioseptik sisi ipsilateral dan gangguan sensasi rasa suhu dan nyeri pada sisi kontralateral • Cervical root palsy  suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan diskus intervetebralis. • Klumpke palsy  lesi pada lower brachial plexus (C8 – T1), gejala berupa claw hand, gangguan sensorik pada aspek medial ekstrimitas atas, terkadang dapat disertau ptosis ataupun Horner’s syndrome. • Carpal tunnel palsy  Carpal tunnel syndrome  kondisi yang membuat tangan mengalami sensasi kesemutan, mati rasa, nyeri, atau lemah pada digiti 1, 2, 3, dan sebagian digiti 4.

29. Cedera Pleksus Brakhialis • Pleksus brakhialis dibentuk oleh radiks C5 – T1 • Cedera pleksus Brakhialis dapat dibagi menjadi cedera pleksus bagian atas dan bawah

Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy • Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”) • Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral rotators of shoulder and flexors & supinators of elbow • Loss of sensation to lateral aspect of UE • More common; better prognosis

Bayne & Costas (1990)

Netter 1997

Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy • Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy • Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the muscles working the hand: “claw hand” • Loss of sensation to medial aspect of UE • Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome • Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw hand” 2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997

Diagnosis

Karakteristik

Brown-sequard syndrome

Akibat hemilesi medulla spinalis. Manifestasi klinisnya adalah : 1. Kelumpuhan LMN ipsilateral setinggi lesi 2. Defisit sensorik ipsilateral setinggi lesi 3. Kelumpuhan UMN ipsilateral dibawah tingkat lesi 4. Defisit proprioseptif ( getaran, posisi, gerakan ) ipsilateral dibawah lesi 5. Deficit protopatik ( nyeri, suhu, perabaan ) kontralateral dibawah lesi.

Cervical Root syndrome

Cervical Root Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis. Gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome atau CTS (sindrom terowongan/lorong karpal) adalah kondisi yang memengaruhi tangan dan jari hingga mengalami sensasi rasa kesemutan, mati rasa, atau nyeri. Saraf yang mengalami kelainan adlah nervus medianus.

SOAL NO 30 • Ny Theresia Simampoue, seorang perempuan berusia 43 tahun, dibawa oleh keluarganya ke IGD Rumah Sakit dengan penurunan kesadar sejak 1 jam yang lalu. Keluhan tersebut diawali dengan keluhan anggota gerak sebelah kanan terasa lemas sejak 2 jam sebelumnya, disertai nyeri kepala (+) dan muntah (+). KU: Sopor, TD 210/110mmHg, nadi 90x/ menit, laju napas 24x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan neurologis didapatkan refleks babinski (+) pada tungkai kanan. CT Scan: midline shift ke kiri. Tindakannya adalah…

A.Berikan anti muntah B.Infus mannitol C.Berikan nitroprusside D.Turunkan TIK E. Analgesik • Jawaban: D. Turunkan TIK

• Pasien mengalami gejala peningkatan tekanan intrakranial, antara lain, nyeri kepala, muntah menyemprot, dan terjadi defisit neurologis. Tatalaksana yang tepat pada pasien adalah menurunkan TIK untuk mengembalikan cerebral blood flow ke tingkat normal. Tatalaksan untuk menurunkan TIK, termasuk elevasi kepala 30°, hiperventilasi ringan, pertahankan tekanan perfusi otak, pertahankan normovolemia, pertahankan normothermia, pencegahan kejang, diuretika, dan kortikosteroid.

30. Tekanan Intra Kranial • Normal : 4-14 mmHg. • Tekanan intrakranial diatas 20mmHg : kerusakan otak. • Doktrin Monro-Kellie. • Isi kavitas kranial : otak, darah, & cairan cerebrospinal.

Doktrin Monro-Kellie

• • •

TIK tinggi  kerusakan otak. Lesi massa fokal  pergeseran garis tengah dan herniasi otak. 4 macam herniasi otak : 1. herniasi subfalcine 2. herniasi uncal 3. herniasi transtentorial 4. herniasi tonsillar

• Tekanan perfusi otak : pertukaran oksigen dan nutrisi dari pembuluh darah ke jaringan otak. Tekanan Perfusi Otak = Tekanan Arteri Rata-Rata – Tekanan Intrakranial. Tekanan intrakranial > 30 mmHg Tekanan arteri rata-rata < 90 mmHg Tekanan perfusi otak < 50 mmHg ↓ Morbiditas dari penderita.

ypes of brain herniation[3] 1) Uncal 2) Central 3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6) Tonsillar

Pengelolaan peningkatan TIK • Tindakan umum

– Elevasi kepala 30°

• Meningkatkan venous return  CBV menurun  TIK turun

– Hiperventilasi ringan

• Menyebabkan PCO2   vasokonstriksi  CBV  TIK 

– Pertahankan tekanan perfusi otak • (CPP) > 70 mmHg • (CPP=MAP-ICP)

– Pertahankan normovolemia

• Tidak perlu dilakukan dehidrasi, karena menyebabkan CPP   hipoperfusi iskemia

– Pertahankan normothermia

• Suhu dipertahankan 36-37°C • Terapi hipothermia (ruangan berAC) • Setiap kenaikan suhu tubuh 1°C meningkatkan kebutuhan cairan ± 10% PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

– Pencegahan kejang • Diphenil hidantoin loading dose 13-18mg/kgBB diikuti dosis pemeliharaan 68mg/kgBB/hari

– Diuretika • Menurunkan produksi CSS • Tidak efektif dalam jangka lama

– Kortikosteroid • Tidak dianjurkan untuk cedera otak • Bermanfaat untuk anti edema pada peningkatan TIK non trauma, misal tumor/abses otak

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

– Manitol 20% • Osmotik diuresis, bekerja intravaskuler pada BBB yang utuh • Efek – Dehidrasi (osmotik diuresis) – Rheologis – Antioksidan (free radical scavenger)

• Dosis 0,251g/kgBB/pemberian, diberikan 4-6x/hari • Diberikan atas indikasi: – Ada tanda klinis terjadinya herniasi – Klinis & radiologis TIK meningkat

• Terapi primer peningkatan TIK – Evakuasi/eksisi massa (hematoma) • Kraniotomi – Memperbaiki BBB – Mengurangi penekanan CBF   iskemia

– Drainase CSS • Dengan ventrikulostomi • 100-200 cc/hari

SOAL NO 31 • Tn Ibas Baskoro Sukmoro, laki-laki, 28 tahun, dibawa teman kantornya ke IGD Rumah Sakit setelah mengalami keluhan nyeri kepala berat sejak 2 jam SMRS. Berdasarkan alloanamnesis, pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnyya. Keadaan umum: somnolen, TD 180/100mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 24x/ menit, dan suhu afebris. Pemeriksaan status neurologis didapatkan kaku kuduk dan defisit neurologis minimal. Dokter segera melakukan pemeriksaan CT Scan kepala, dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Kemungkinan etiologi pada kasus di atas adalah…

A.Ruptur Aneurisme Berry B.Robekan pada Bridging Vein C.Ruptur A. Cerebri Media D.Ruptur A. Meningea Media E. Tromboemboli • Jawaban: A. Ruptur Aneurisme Berry

• Laki-laki, 28 tahun mengalami keluhan nyeri kepala berat sejak 2 jam SMRS. Pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran, tekanan darah meningkat, kaku kuguk, dan deficit neurologis minimal. Hasil CT Scan kepala menunjukan lesi hiperdens di dalam ventrikel. Berdasarkan gejala dan tanda tersebut diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah perdarahan subarachnoid. Etiologi yang mendasari perdarahan subarachnoid tersebut adalah rupture aneurisme berry.

31. Subarachnoid Hematom • Perdrhan fokal di daerah subarahnoid. CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus serebri daerah yg berdktan dg hematom. • Gjl klinik = kontusio serebri. • Penatalaks : perwatan dg medikamentosa dan tidak dilakukan op.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• akut: 1- 3 hr pasca trauma • Subakut: 4-21 hr pasca trauma • Kronik : > 21 hari • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

Aneurysm

12/20/2019© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

CT Scan non-contrast showing blood in basal cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery 12/20/2019© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

SOAL NO 32 • Laki-laki, 35 tahun, sering berobat ke poliklik sejak 1 tahun yang lalu karena keluhan kejang. Karena merasa sudah sembuh pasien mulai jarang berobat. Kemudian pasien dibawa ke RS dengan serangan yang berulang-ulang setiap 5 menit, dari satu serangan ke serangan berikutnya pasien tidak sadar penuh. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70mmHg, suhu 37⁰C, nadi 110x/mnt. Apa diagnosa yang tepat?

A.Epilepsi umum sekunder terhadap partial seizures B.Epilepsi ensefalopati metabolik C.Status epileptikus D.Epilepsi psikomotor E. Epilepsi umum grandmal • Jawaban: C. Status epileptikus

• Status epileptikus didefinisikan sebagai kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit atau kejang berulang dimana di antara serangan yang pertama dan berikutnya kesadaran pasien tidak kembali normal. Pada pasien ini serangan terjadi berulang namun kesadaran tidak kembali sempurna, oleh karena itu dapat didiagnosis sebagai status epileptikus. • Epilepsi umum sekunder terhadap partial seizures  epilepsy dengan awitan yang diawali dengan kejang partial yang kemudian berkembang menjadi kejang umum (biasanya tonik klonik). • Epilepsi ensefalopati metabolic  kejang yang terjadi akibat ensefalopati metabolic (mis: insufisiensi adrenal, ensefalopati hepatikum, intoksikasi, dsb). • Epilepsi psikomotor  terminologi yang digunakan untuk kasus kejang parsial kompleks dengan awitan psikomotor atau epilepsi lobus temporal. Gejala epilepsy lobus tempotal antara lain: sensasi abnormal (“funny feeling” pada area tungkai bawah atau abdomen), halusinasi (penglihatan, rasa, atau penciuman), vivid déjà vu. • Epilepsi umum grandma  epilepsy dengan awitan kejang tonik-klonik

32. Status Epileptikus • Definisi Konseptual – Bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.

• Definisi operasional status epileptikus konvulsif – Adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.

• Definisi status epileptikus non konvulsif – Adalah bangkitan epileptik berupa perubahan kesadaran maupun perilaku tanpa disertai manifestasi motorik yang jelas namun didapatkan aktivitas bangkitan elektrografik pada perekaman elektroensefalografi (EEG). PPK Neurologis Perdossi 2016.

Tatalaksana Status Epileptikus • Status epileptikus adalah keadaan yang mengancam nyawa. • Tujuan pengobatan : menghentikan kejang yang terjadi secara klinis dan elektrofisiologis.

• Tatalakana : 1. Lakukan CAB (Circulation, Airway, Breathing) 2. Hentikan kejang 3. Cari penyebab 4. Mengatasi penyebab

Algoritme Stadium 1 (0−10 menit) • Diazepam 10 mg IV bolus lambat dalam 5 menit, stop jika kejang berhenti, bila masih kejang dapat diulang 1 kali lagi atau Midazolam 0.2 mg/kgBB IM • Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi • Berikan oksigen • Periksa fungsi kardiorespirasi • Pasang infus

Stadium 2 (0−30 menit) • Monitor pasien • Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptik • Pemeriksaan emergensi laboratorium • Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi • Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat

Stadium 3 (0−60 menit) • Pastikan etiologi • Siapkan untuk rujuk ke ICU • Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi • Vasopressor bila diperlukan • Phenytoin i.v dosis of 15–18 mg/kg dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit dan/atau bolus Phenobarbital 10–15 mg/kg i.v.dengan kecepatan pemberian100 mg/menit.

Stadium 4 (30−90 menit) • Pindah ke ICU • Anestesi umum dengan salah satu obat di bawah ini : – Propofol 1–2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2–10 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol – Midazolam 0.1–0.2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0.05–0.5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol – Thiopental sodium 3–5 mg/kg bolus, dilanjut 3–5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai terkontrol

• Perawatan intensif dan monitor EEG • Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan • Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang

Behrouz, R. : JAOA • Vol 109 • No 4 • April 2009 •

SOAL NO 33 • Perempuan dibawa ke RS dengan kelemahan anggota gerak bawah setelah jatuh terduduk. Selain itu didapatkan saddle anastesi dan gangguan BAB dan BAK. Tanda vital TD: 120/80, N: 100, RR: 22, S: afebris. Pemeriksaan neurologi adanya kelemahan di kedua tungkai; Saddle anestesi (+); Kekuatan anggota gerak bawah 33333/33333; Terdapat penurunan sensasi terhadap nyeri dan suhu dari setinggi dermatom lumbal. Apakah diagnosis pasien tersebut?

A.HNP Lumbal B.Radikulopati lumbal C.Syringomyelia D.Sindrom conus medullaris E. Mielopati • Jawaban: D. Sindrom conus medularis

• Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bawah setelah jatuh terduduk. Dari pemeriksaan didapatkan paraparesis, saddle anesti, dan gangguan sensorik nyeri dan suhu setinggi dermatom lumbal. Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah sindrom conus medullaris. • Syringomyelia: tumbuhnya kista berisi cairan (syrinx) di dalam sumsum tulang belakang. Gejala yang ditimbulkan antara lain kelemahaan otot, atrofi otot, hilangnya reflex, dan sensitivitas sesuai dengan letak lesi.

33. Conus Medullaris Syndrome • A constellation of signs and symptoms including: – – – – – –

Bowel dysfunction Bladder dysfunction Sexual dysfunction Poor rectal tone Perianal sensory changes Sometimes, lower extremity weakness

• Most distal bulbous part of spinal cord situated at level of L1-L2 vertebral bodies and comprises of sacral segments S1-S5. • Signs shows involvement of:1. 2. 3.

Saddle anesthesia ( S3-S5) Absent Bulbocavernous reflexes ( S2-S4) Absent anal reflexes ( S4-S5)

• Symptoms include both upper and lower motor neuron lesions.

Conus Medullaris Syndrome • Etiologies – – – – –

Tumor Vascular lesion Diabetic neuropathy Trauma Disc herniation

• Symptoms – – – – – – – –

Back pain Unilateral or bilateral leg pain Bladder dysfunction Bowel dysfunction Sexual dysfunction Diminished rectal tone Perianal sensory loss Lower extremity weakness

Cauda Equina Syndrome Etiologies

• Cauda equina is the collection of nerve containing nerve roots from L1-L5 and S1-S5. • Most centrally located nerve roots are from most caudal segments. • Lesions give rise to lower motor neurons symptoms. • Radicular pain is prominent and symptoms are usually unilateral. • Bladder dysfunction with a decrease in perianal sensation

– Disc herniation – Disc fragment migration – Iatrogenic epidural hematoma • •

Post LP or spinal anesthesia Postoperatively

– Infection – Tumor – Trauma Symptoms • Back pain • Radicular pain • Bilateral • Unilateral • Motor loss • Sensory loss • Urinary dysfunction • Overflow incontinence • Inability to void • Inability to evacuate the bladder completely • Decrease in perianal sensation

Related Documents


More Documents from "Annisa Nadia"