Pajak Internasional Resume

  • Uploaded by: Nico Aditya Pradana
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pajak Internasional Resume as PDF for free.

More details

  • Words: 2,104
  • Pages: 8
Loading documents preview...
PAJAK INTERNASIONAL

1.

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

1. Prof. Dr. Ottmar Buhler Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional). Sedangkan dalam arti luas hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang perpajakan. 2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masyarakat. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-undang nasional mengenai :

2.



Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri



Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda



Traktat-traktat

SUMBER-SUMBER HUKUM PAJAK INTERNASIONAL Sumber hukum pajak internasional terdiri dari : 1. Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak lain. 2. Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain a.

Untuk menghindari pajak berganda

b.

Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing

c.

Untuk mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)

d.

Untuk memberantas penyelundupan pajak

e.

Untuk menetapkan tarif douane

3. Putusan hakim (nasional maupun internasional)

3.

SUBJEK PAJAK Subjek Pajak Luar Negeri baik itu orang pribadi ataupun badan memiliki kewajiban pajak subjektif

yang dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana melalui Bentuk Usaha Tetap atau pada saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap atau pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri adalah: 1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; dan 2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia Dari pengertian di atas dapat dibedakan dua jenis Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu : 1. Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, dan 2. Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Selain itu, ada juga Wajib Pajak Luar Negeri yang pengenaan pajaknya diatur khusus pada Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang

di

Indonesia.

Subjek Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang merupakan Warga Negara Indonesia berubah statusnya menjadi Subjek Pajak luar negeri dalam bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri. Dengan perubahan status tersebut, penghasilan yang diterima sehubungan pekerjaan yang dilakukan di luar Indonesia dan penghasilan lainnya yang bersumber dari luar Indonesia, tidak dikenakan pajak di Indonesia. 4.

PENYELESAIAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL Ada beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak

berganda internasional, antara lain: 1. Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan dengan:  Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa Negara dalam suatu perjanjian;  Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara. 2. Metode unilateral atau sepihak Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melalui yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:  Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan

 Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh. 3. Metode Pembebasan Metode ini dianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber, yaitu dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu:  Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption;  Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.

5.

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) / TAX TREATY P3B (Tax Treaty) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2 (dua) negara

(bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua negara yang melakukan perjanjian (both Contracting States). Pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda. Pencegahan pajak berganda tersebut diatur dengan membatasi hak pemajakan

dari

negara

sumber

atas

penghasilan

yang

timbul

dari

wilayah

juridiksinya.

Tujuan diadakannya P3B adalah: 1. Mencegah terjadinya pemajakan berganda, serta mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion); 2. Memberikan kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua Negara; 3. Peningkatan investasi dan Sumber Daya Manusia; 4. Pertukaran informasi melalui Exchange Of Information (EOI) guna mencegah penghindaran pajak; dan 5. Penyelesaian sengketa melalui Mutual Agreement Procedure (MAP), dan bantuan dalam penagihan pajak.

Kedudukan

P3B

adalah

lex

specialist terhadap Undang-Undang domestik (aturan hukum khusus akan

mengesampingkan

aturan

hukum umum). Artinya jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik yang bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan

adalah

P3B.

menentukan

Dalam

ketentuan hak

pemajakan, azas yang digunakan adalah sumber penghasilan, status kewarganegaraan, dan status kependudukan.Pada awalnya tax treaty bertujuan mengurangi double taxation sehingga aturan yang ada dalam tax treaty mengurangi hak pemajakan both contracting states. Kelemahan ini kemudian dimanfaatkan tax planner untuk menghindari pajak sehingga wajib pajak bebas pajak. Negara-negara kemudian sadar adanya double non-taxation. Dalam perpajakan internasional, terdapat 3 (tiga) metode hak pemajakan. 

Pertama, pemajakan unilateral dimana hak pemajakan di dalam wilayah kedaulatan Indonesia diatur sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia dan berlaku bagi seluruh masyarakat atau badan internasional yang ada di wilayah Indonesia.



Kedua, metode pemajakan bilateral (tax treaty) dimana hak pemajakan diatur melalui perjanjian antara kedua negara yang mengatur hak pemajakan atas penghasilan dan warga negara kedua belah pihak.



Ketiga, metode pemajakan multilateral (tax convention) yang didasari oleh konvensi internasional dimana ketentuan atau ketetapan atau keputusan yang dihasilkan digunakan untuk kepentingan negara-negara tersebut.

Hal-hal yang diatur dalam perjanjian P3B diantaranya adalah: 1. subjek pajak yaitu pengaturan terhadap Subjek Pajak Dalam Negeri, Luar Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); 2. objek pajak yaitu antara lain penghasilan atas kegiatan usaha, penghasilan atas penjualan saham dan aset, dividen, bunga, royalti, dan penghasilan atas jasa tertentu; 3. jenis pajak, tarif, dan kondisi khusus lainnya yang secara umum menjadi sengketa atau rentan terjadi pemajakan berganda; serta 4. prosedur dalam melaksanakan MAP, EOI, dan bantuan penagihan pajak.

Sedangkan

metode

penghindaran

pajak

berganda

yang

digunakan

yaitu

dengan

pembebasan/pengecualian pajak, kredit pajak, dan metode lainnya seperti pembagian/pengurangan tarif dan pemajakan dengan jumlah tetap. Model Tax Treaty Dalam Perpajakan Internasional terdapat dua model persetujuantax treaty utama yang digunakan sebagai model untuk tax treaty antar negara-negara di dunia, antara lain : Model Perbedaan

Pengertian

OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)

UN (United Nations Model)

Model Tax Treaty dari Organisation for Model Tax Treaty dari United Economic Co-Operation & Development atau Nation (PBB) yang didesain Organisasi Kerjasama Ekonomi & sebagai Model Tax Treaty antara Pembangunan yang didesain sebagai Model Tax Negara2 Anggota UN (PBB) yaitu Treaty antara Negara-negara Anggotanya (pada antara Negaraumumnya adalah Negara-negara Maju) dengan negara Berkembang dan antara Negara-negara Lainnya Negara Berkembang dengan Negara Maju.

Penggunaan Tax Treaty

Maju

Berkembang

Prinsip yang dianut

hak pemajakan ada pada negara domisili (resident country)

terdapat sharing of taxation antara negara sumber dengan negara domisili.

Perumusan Model Konvensi

selaras dengan kebutuhan harmonisasi hubungan perpajakan diantara negara OECD

karakteristik hubungan ekonomi negara maju dengan negara berkembang diwarnai oleh ketimpangan arus penghasilan antar kedua kelompok negara tsb

Sifat dalam penyelesaian masalah perpajakan

diskriminatif dalam menyelesaikan masalah pajak internasional antara negara maju dengan negara berkembang.

tidak diskriminatif dan lebih mengutamakan kepentingan negara berkembang dalam masalah perpajakan internasional

Masa aktivitas proyek BUT (proyek bangunan, konstruksi, perakitan, instalasi, atau aktivitas supervisi)

12 bulan

6 bulan

Tipe asuransi

perusahaan asuransi dianggap memiliki Bentuk mengatur bahwa perusahaan Usaha Tetap jika perusahaan asuransi tersebut asuransi, kecuali berkenaan memenuhi ketentuan ayat (1) atau ayat (5) yaitu dengan reasuransi, dapat dianggap melalui agen tidak bebas mempunyai BUT apabila perusahaan asuransi tersebut mengumpulkan atau menerima premi atau menanggung resiko di negara sumber melalui orang /

badan yang bukan agen independent kegiatan jasa termasuk konsultasi yang dilakukan perusahaan di negara lain

jasa ini tidak diatur secara khusus

diatur yaitu di Pasal 5 ayat (3) huruf b

Permanent Establishment pasal 5 ayat 3

A building site or construction or installation project constitutes a permanent establishment only it it last more than twelve month.

A building site, a construction, assembly or installation project or supervisory activities in connection therewith, but only if such site, project or activities last more than six month within any twelve month period.

6.

TUJUAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL Adanya kebijakan pajak internasional khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk menghilangkan

pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;  Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara yang berbeda.  Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B untuk jenisjenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk mengenakan pajak.  Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.  Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu Wajib Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka Wajib Pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.

7.

PERMASALAHAN DALAM PERPAJAKAN INTERNASIONAL

1.

Transfer Pricing Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di

negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba).

2.

Treaty Shopping Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi

kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.

3.

Tax Heaven Countries Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah,

pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencargencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.

Sumber Kurniawan, A. M., 2011. Pajak Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia. http://kartikautami27.blogspot.com/2011/04/perpajakan-internasional.html ebook Pajak Internasional yang buat oleh Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak (2014) http://methaardiah.blogspot.co.id/2014/06/perpajakan-internasional.html

TUGAS RESUME PAJAK INTERNASIONAL

MATA KULIAH PERPAJAKAN LANJUTAN

Disusun oleh:

Nico Aditya Pradana

155020500111047

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Related Documents


More Documents from "Dhruv Tamrakar"

January 2021 6
March 2021 0