Panduan Praktek Klinik Obstetrik Dan Ginekology

  • Uploaded by: Ali
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Praktek Klinik Obstetrik Dan Ginekology as PDF for free.

More details

  • Words: 56,981
  • Pages: 318
Loading documents preview...
PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PRENATAL DIAGNOSTIK 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis

-

Pengertian

Adalah prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.

Anamnesis

1. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir. 2. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali. 3. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan berat badan dalam satu minggu terakhir. 4. Menanyakan riwayat batuk lama, penurunan berat badan, demam, hemoptoe

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan Leopold I-IV

Kriteria Diagnosis

Prenatal diagnostik perlu dipertimbangkan pada:  Mempunyai keluarga dekat atau anak yang sebelumnya mengalami kondisi yang serius/kecacatan yang diduga kelainan kromosom.  Diabetes-Hyperglikemia  Wanita dengan lingkungan Hypertermia  Salah satu pasangan memiliki kondisi yang serius yang kemungkinan menurun ke bayinya. (carier translokasi / inversi kromosom)  Kedua pasangan adalah carier dari kelainan gen yang sama (carier translokasi / inversi kromosom).  Wanita hamil pada umur 35 tahun atau lebih saat melahirkan.  Terpapar terhadap zat-zat kimia atau lingkungan yang berbahaya.  Terpapar dalam waktu lama terhadap obat-obatan seperti: valvroic acid, carbamazepin, efavirenz, atau obat teratogenik lainnya.  Pada beberapa kasus abortus berulang trimester pertama.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Prenatal test dikerjakan pada waktu tertentu yang dimulai sejak umur kehamilan 8-10 minggu sampai 20 minggu, dan meliputi:  Prenatal skriining test: Dapat mengidentifikasi bayi yang berada pada peningkatan risiko mengalami masalah tertentu yang meliputi: o USG o Skrining awal kehamilan (trimester pertama): pemeriksaan nuchal transluscency dengan atau tanpa pemeriksaan darah ibu, o Skrining trimester kedua: Pemeriksaan darah ibu.





Prenatal diagnostic tes yang digunakan untuk melihat apakah bayi benar-benar memiliki masalah tertentu meliputi: o USG. o chorionic villus sampling (CVS). o Amniosentesis. o kordosentesis. Diagnosis genetik Praimplantasi (PGD) digunakan untuk menguji embrio yang dibuat melalui fertilisasi in vitro (IVF) terapi sebelum dilakukan implantasi.

Perlu dilakukan konseling sebelum tes kehamilan dilakukan, apakah itu merupakan tes skrining atau tes diagnostik. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan mendiskusikan:  Bagaimana dan kapan tes dilakukan?  Keuntungan dan kerugian dari setiap tes.  Setiap risiko untuk bayi yang mungkin timbul dari setiap tes.  Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat ditawarkan setelah ibu menerima hasilnya.  Apakah tes lebih lanjut akan berarti bagi ibu dan bayi? Trimester pertama: 1. Nuchal Translucency:    



Adalah ruang anechoic yang terletak dibelakang leher janin pada umur kehamilan 11-14 minggu. Fetus harus dalam posisi sagital menggunakan pembesaran 75% dari layar. Amnion harus bisa dibedakan secara jelas dengan kulit janin.

Pengukuran dilakukan pada level ketebalan maksimum dari subcutaneus translucency antara kulit dengan jaringan lunak yang menutupi tulang servikal.(inner to inner). Bila ketebalan NT > 3 mm dicurigai kemungkinan kelainan kromosom atau down syndrom.

2. Marker Biokimia: 

PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein-A)

o o 

Serum analit. Pada down syndrome nilai PAPP-A rendah mendekati 0,4 MoM.

Free β hCG. oPada down syndrome nilainya meningkat mendekati 2.0 MoM.

3. Early Amnioscentesis   



Merupakan diagnostik tes.

Dilakukan pada umur kehamilan 11-14 minggu. Keuntungannya: dapat mendiagnosa lebih dini

Kekurangannya: tehnik lebih sulit, risiko abortus lebih tinggi

4. Chorionic Villous Sampling (CVS)    

Merupakan diagnostik tes.

Dilakukan pada umur kehamilan 10-13 minggu. Keuntungan dan kerugian sama dengan early amnioscentesis. Bisa transabdominal atau transcervical.

Trimester Kedua: 1. USG:

Mencari tanda-tanda defect Structural Mayor



          

Ventrikulomegali Cystic hygroma Nonimun hidrops Holoprosenchepali Cardiac defect Dandy walker kompleks Atresia esofagus Duodenal atresia Hernia diafragmatika. Cleft lift/palate Omphalocele Gastroschisis

Mencari tanda-tanda soft marker (defect structural minor):



         

Increased nuchal thickening. Absent of nasal bone Tricuspid regurgitation Renal pyelectasis. Shortened femurs. Echogenic bowel. Echogenic foci of the left ventricle. Increased fetal iliac angle. hypoplasia of the middle phalanx of the fifth digit. choroid plexus cysts.

2. Marker Biokimia:

Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAF)





 

Batas atas nilai normal adalah 2-2,5 MoM.



Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran: Umur kehamilan, berat badan ibu, kehamilan multifetus, diabetes dan ras Afrika-Amerika.



Pada neural tube defect (NTD) seperti: Spina bifida, anencephali, dan meningoenchepalocele nilainya meningkat ≥

 

 

Glikoprotein yang disintesa pada awal kehamilan oleh yolk sac, selanjutnya oleh traktus gastrointestinal dan liver. Konsentrasinya meningkat pada serum maternal dan air ketuban sampai umur kehamilan 13 minggu.

2,5 MoM.

Pada Down syndrome nilainya rendah yaitu ≤ 0,7 MoM. Unconjugated Estriol: Menurun pada down syndrome atau trisomy. Free β hCG.



Meningkat pada down syndrome nilainya mendekati 2.0 MoM.

3. Invasive Test:  Second trimester Amnioscentesis: 



 



Dilakukan pada umur kehamilan 15-19 minggu. Tehnik lebih mudah dan risiko komplikasi lebih rendah dari

pada early amnioscentesis. Cordocentesis.

Dilakukan pada umur kehamilan 15-20 minggu. Terutama dilakukan pada kasus fetal anemia, konfirmasi red

cell dan platelet alloimunization.

Konsultasi

1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal

Perawatan Rumah Sakit

Rawat jalan

Terapi / tindakan Tempat Pelayanan

Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi

Penyulit

-

Informed Consent

Informed consent tertulis

Tenaga Standar

1. PPDS I Obgin tk senior A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan

Rawat jalan

Masa Pemulihan

-

Hasil

-

Patologi

-

Otopsi

-

Prognosis

-

Tindak Lanjut

Ruang Poliklinik Fetomaternal Obstetri dan Ginekologi

Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

Indikator Medis

Dilakukan pemeriksaan prenatal diagnostik untuk mengidentifikasi abnormalitas struktur dan fungsi atau defek pada janin intra uterin.

Edukasi

Cegah penularan TB dari ibu ke bayi melalui kontak langsung

Kepustakaan

1. Cunningham F.G, Prenatal Diagnosis and Fetal Theraphy, Williams Ostetries.23 rd edition, New York : Mc Graw – Hill Medical Publishing Division, 2010, P.289-301. 2. Kurjak A, Chervenak F.A, Donald School Textbook of Ultrasound in

Obstetrics and Gynecology, 2008. 3. Anonim, Guideline: Prenatal screening tests for trisomy 21 (Down syndrome), trisomy 18 (Edwards syndrome) and neural tube defects, Human Genetics Society of Australasia, July 2007. 4. Van den Hof M.C et al, SOGC Clinical Practice Guidelines, Fetal Soft Markers in Obstetric Ultrasound, June 2005.

Skema urutan pemeriksaan skriining dan diagnostik pranatal

Konsepsi

Dating USG (8-10 mg) - Konfirmasi kondisi kehamilan. - Jumlah fetus. - Bagaimana perkembangan fetus CVS (10-13 mg) - Diagnostik tes - Transabdominal atau transvagina - Risiko abortus 1-2 %

Skriining trimester I (11-13 Mmg) - Nuchal Translucency - PAPP-A. - Free β hCG. Early Amnioscentesis (11-14 mg)

- Diagnostik tes - Transabdominal - Risiko abortus 1-2 % Serum maternal (15-18 mg) - Skriining tes untuk menentukan kelainan kromosom dan NTD. - Untuk membuat keputusan perlu tidaknya amnioscentesis. - 5% janin mempunyai peningkatan risiko - 60 % down syndrom akan terdiagnosa. - 95% akan terdiagnosa bila dikombinasi dengan detailed scan USG. Anomaly scan (18-20mg) - Diagnostik tes kelainan fisik - Tidak semua kelainan terdeteksi - Pemeriksaan amnioscentesis atau cordocentesis mungkin perlu dipertimbangkan sebagai pemeriksaan lanjutan.

Amnioscentesis (15-19 mg) - Diagnostik tes. - Transabdominal. - Risiko abortus kurang dari 1%

Cordocentesis (18-20 mg) - Diagnostik tes. - Transabdominal. - Risiko abortus kurang dari 1%

Bagan alir diagnostik NTD menggunakan biomarker MSAF

Maternal Serum Alpha Protein pada umur

kehamilan 15-20 mg

Nilai AFP disesuaikan dengan umur, berat badan, diabetes, keh. Multifetus.

Nilai AFP 0,7 MoM

Lihat Biomarker maternal yang lain (triple tes)

Nilai AFP < 2,0 MoM

Nilai AFP ≥ 2,0 MoM

Hasil skriining Normal USG untuk verifikasi umur kehamilan, multifetus, IUFD, dan nilai ulang nilai AFP sebagai mana diperlukan

Hasil abnormal Nilai AFP ≥ 2,5 MoM

- Konseling - Tawarkan specialized sonography.

- Amnioscentesis

Hasil Abnormal (Susp. Neural Tube Defect)

Nilai AFP < 2,5 MoM

Hasil skriining normal

Bagan alir Skriining Down Syndrome

Wanita dengan risiko Down Syndrome

Dating USG saat UK 8-10 mg

SkriiningTrimester I - NT

- PAPPA - Β hCG

Integrated skriining Trimester II (15-18 mg)  MSAF  Β hCG  Estriol

Squential

- Verifikasi umur kehamilan (bila belum) - Targeted USG

- Early Amnioscentesis - CVS - KIE Risiko

- Amnioscentesis - Cordocentesis

Fetal Karyotyping

RSUP SANGLAH DENPASAR

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ASUHAN ANTENATAL 2015

No. ICD Diagnosis

Z34(Z34.0; Z34.8 ; Z34.9) Sesuai kriteria diagnostik pada ICD-10

Pengertian

Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil dengan tujuan menyelaraskan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi dan menurunkan insiden morbiditas/ mortalitas maternal dan perinatal.

Anamnesis

Kunjungan I (8-13minggu) 1. Memastikan dukungan suami/keluarga pada kehamilan 2. Eksplorasi dan hitung umur kehamilan dan taksiran persalinan (dating pregnancy) 3. Eksplorasi riwayat pengobatan/penanganan penyakit sebelum hamil (asma, antung/ hipertensi, DM, ginjal, hati, HIV, TB, Alergi obat/ makanan, Thalasemia, Malaria, Epilepsi, Psikiatri, Obat yang rutin diminum, Status Imunisasi TT, Riwayat Transfusi, dll) 4. Eksplorasi riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya (abortus ,prematuritas, postdate, kehamiln ganda, kehamilan makrosomia, IUFD, kelainan bawaan, partus lama ,FE /VaE, Kuretase, SC (Corpore/ LSCS), Preeclampsia, perdarahan antepartum/ intrapartum dan postpartum. 5. Riwayat kehamilan yang sekarang : HPHT, TP, Perdarahan, Mual/muntah, pemakaian obat Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 2. Keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, demam, batuk lama, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) Kunjungan III (24-32 minggu) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll) Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan 2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas, gerakan anak, perdarahn, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)

Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur,Berat Badan,Tinggi Badan, Jantung/Paru, Tinggi fundus Uteri (fetal Growth), presentasi bayi, anemia, edema, pemeriksaan kapasitas panggul, pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Sesuai dengan diagnostik obstetri Kunjungan I (8-13minggu) 1. Laboratorium a) Panel anemia,fungsi ginjal golongan darah dan Rh, Pemeriksaan HbsAG, HIV-PITC, darah Mal (endemis), BTA (berisiko), Sifilis (berisiko) - Urine Lengkap (MSSU) - Kultur Urine



bacteriuria, proteinuria

b) Skrining DMG untuk yang beresiko 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : memastikan adanya kehamilan, lokasi kehamilan, usia kehamilan dan taksiran persalian, janin hidup/mati, fetus, diagnosis penyakit tropoblas, evaluasi uterus, struktur adneksa dan kavum douglasi b) Pemeriksaan USG Level II (targeted Asessement) : -deteksi perkiraan kegagalan kehamilan, jumlah korionisitas/amnionisitas, NT pada 11-13 minggu, Doppler studies (Skrining Preeklampsia) Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Laboratorium a) UL-Kultur Urine Ulangan b) Penapisan DMG untuk yang beresiko c) Penapisan PE dan Prematuritas (Faktor risiko Prematur) 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban, Fetal Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan deteksi abnormalitas tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning- Doppler studies (penapisan PE,IUGR)-Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya c) Intervensi USG : tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya Kunjungan III (24-32 minggu) 1..Laboratorium a) DL b) Penapisan DMG untuk yang beresiko 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan sebelumnya

Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Laboratorium a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV) 2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,Volume air ketuban,-Plasenta,serviks dan tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler studies c) Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung dari hasil pemeriksaan sebelumnya

Konsultasi

1. SMF/Bag obstetri dan ginekologi divisi kedokteran fetomaternal

Perawatan Rumah Sakit

Sesuai indikasi medis dan obstetri

Terapi / tindakan

Kunjungan I (8-13minggu) 1. Koreksi anemi 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Pengobatan penyakit sebelum hamil Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Koreksi anemia 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya Kunjungan III (24-32 minggu) 1. Koreksi anemia 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Koreksi anemia 2. Terapi ARV 3. Terapi bakteriuria 4. Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina.

5. 6.

Senam hamil Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya

Tempat Pelayanan

Poliklinik obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah denpasar

Penyulit

Kehamilan dengan penyulit medis dan obstetri

Informed Consent

1. Tertulis 2. Lisan

Tenaga Standar

Senior A (Screener)

Lama Perawatan

-

Masa Pemulihan

-

Hasil

Kondisi ibu dan kandungan baik

Patologi

-

Otopsi

-

Prognosis

Dubious ad bonam

Tindak Lanjut

sesuai jadwal kunjungan berdasarkan tabel focused ANC

Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

Indikator Medis

-

Edukasi

Kunjungan I (8-13minggu) 1. Edukasi tanda-tanda bahaya ( perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 2. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . 3. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat 4. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kunjungan II (14-24 minggu) 1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan, nyeri perut 2. Kesiapana persalian/ kegawat daruratan 3. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 4. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari 5. Kesiapan menghadapi persalinan ( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kunjungan III (24-32 minggu)

1. 2. 3. 4. 5.

Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan Cara persalinan Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kunjungan IV (36-38minggu) 1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 2. Kesiapan persalian/ kegawatdaruratan 3. Cara Persalinan 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan( tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan berikutnya Kepustakaan

1. Karkata K, M, Ed. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawasari, 2012, h.1-31. 2. Cuningham F.G. Prenatal care 3. Anonim, NICE Clinical Guideline, Antenatal Care , Routine care for Healthy Pregnant Woman, Clinical Guideline March 2008. 4. Anonim, Group Health, Prenatal care, Screening and testing Guideline, June 2012. 5. Akkerman D, Cleland L, Croft G, et al, Routine Prenatal, in Institute for Clinical Systeme Improvement, Health Care Guideline, fifteenth ed. July 2012. 6. Kypros A, Nicolaides, A model for a new pyramide of prenatal care based on the 11 to 13 week’s assessment, Wiley online Library, DOI: 10.1002/pd.2685, 2011.

Bagan alur antenatal care

Hamil

ANC Rutin (Focused ANC)

Kunjungan I (8-13 mgg)

Kunjungan II

Kunjungan III

Kunjungan IV

(14-24 mgg)

(24-32 mgg)

(36-38 mgg)

Tujuan* Jenis pelayanan Riwayat* Pemeriksaan Fisik dan Obstetrik* Penapisan dan pemeriksaan penunjang* Pengobatan/ intervensi* Preventif* Edukasi & konseling* Tempat Pelayanan dan Rujukan* Kriteria merujuk*

*sesuai dengan tabel focused ANC-The four Basic Needs

PELAYANAN ANTENATAL TERFOKUS “FOUR BASIC NEEDS”

1.Pencegahan/Promosi Kesehatan, 2. Deteksi dan penanganan penyakit dasar, 3. Deteksi didni dan penanganan komplikasi dan 4.Persiapan persalinan dan kesiapan menghadapi komplikasi

PAKET KUNJUNGAN

PAKET KUNJUNGAN II (14-24

PAKET KUNJUNGAN III ( 24-28

PAKET KUNJUNGAN IV ( 28-34

PAKET KUNJUNGAN V ( 34-40

I (8-13 MINGGU)

MINGGU)

MINGGU )

MINGGU)

MINGGU)

Tujuan

1. Penapisan, pencegahan penyakit dan pengobatan dini serta menilai kesehatan ibu 2. Deteksi dan tatalaksana kondisi penyakit sebelum hamil 3. Melaksanakan edukasi dan konseling 4. Memastikan umur kehamilan

1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, memprediksi dan mencegah terjadinya Preeklamsia dan prematuritas, mengkoreksi anemia, menangani kelainan medis yang muncul 3. Melaksanakan edukasi dan konseling

1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, deteksi adanya preeklamsia, anemia, komplikasi medis, prematuritas 3. Perencanaan kesiagaan terhadap kegawat daruratan

1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, deteksi adanya preeklamsia, anemia, komplikasi medis, prematuritas 3. Perencanaan persalinan dan kesiagaan terhadap kegawat daruratan (mode and timing of delivery, edukasi dan konseling)

1. Deteksi dan penanganan komplikasi kehamilan dan persalinan 2. Menilai kesehatan ibu dan janin, deteksi adanya preeklamsia, anemia, komplikasi medis, prematuritas Perencanaan persalinan dan kesiagaan terhadap kegawat daruratan (mode and timing of delivery, edukasi dan kons 3. eling)

Anamnesis terarah

6. Memastikan dukungan suami/keluarga pada kehamilan 7. Eksplorasi dan hitung umur kehamilan dan taksiran persalinan (dating pregnancy) 8. Eksplorasi riwayat pengobatan/penanganan penyakit sebelum hamil (asma, jantung/ hipertensi, DM, ginjal, hati, HIV, TB, Alergi obat/ makanan, Thalasemia, Malaria, Epilepsi, Psikiatri, Obat yang rutin diminum, Status Imunisasi TT, Riwayat Transfusi, dll) 9. Eksplorasi riwayat kehamilan/persalinan sebelumnya (abortus ,prematuritas, postdate, kehamilan ganda, kehamilan makrosomia, IUFD, kelainan bawaan, partus lama, FE/VaE, Kuretase, SC (Corpore/ LSCS), Preeclampsia, perdarahan antepartum/ intrapartum dan

3. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 4. Keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, demam, batuk lama, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)

3. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan pada kunjungan sebelumnya 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan (sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)

3. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan 4. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)

1. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kelainan medis yang didapatkan 2. Tanyakan keluhan yang berhubungan dengan kehamilan(sesak nafas, gerakan anak, perdarahan, keluar air dari vagina, nyeri perut, sakit kepala, dll)

postpartum. 10. Riwayat kehamilan yang sekarang : HPHT, TP, Perdarahan, Mual/muntah, pemakaian obat

Pemeriksaan Fisik Umum dan Obstetrik

Tekanan darah, nadi, respirasi, Temperatur, Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Masa Tubuh (IMT), payudara, Jantung, Paru, Abdomen (adneksa) Pemeriksaan dalam (menilai masalah pada organ genitalia: vagina, cerviks, bartholin, kelenjar skene, dan uretra), ekstremitas

Tekanan darah, nadi, respirasi, temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia , Jantung, paru, tinggi fundus uteri (fetal growth), DJJ, ekstremitas (odema), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya

Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia, Jantung/Paru, edema, Tinggi fundus Uteri (fetal growth), DJJ, ekstremitas (odema), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya

Tekanan darah, nadi, Respirasi, Temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia, Jantung/Paru, edema , Tinggi fundus Uteri (fetal growth), DJJ , presentasi bayi, ekstremitas (odema), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya

Tekanan darah, nadi, Respirasi, temperatur, Berat Badan, tanda klinis anemia, Jantung/Paru, edema , Tinggi fundus uteri, DJJ, Uteri (fetal growth), presentasi bayi, pemeriksaan kapasitas panggul, ekstremitas (odema ), pemeriksaan fisik lain yg terkait dengan hasil pemeriksaan sebelumnya

Penapisan dan pemeriksaan penunjang

3. Laboratorium c) Panel anemia, fungsi ginjal, fungsi hati, golongan darah dan Rh, Pemeriksaan HbsAG, HIV-TIPK, darah Mal (atas indikasi), BTA (atas indikasi), Sifilis (atas indikasi), Urine Lengkap (bakteriuria, proteinuria), Kultur Urine (indikasi) d) Skrining DMG untuk yang beresiko

3. Laboratorium d) UL Ulangan, Kultur (indikasi) e) Penapisan DMG untuk yang beresiko f) Penapisan PE dan Prematuritas (Indkasi Faktor risiko Prematur)

1.Laboratorium c) DL d) Penapisan DMG

3. Laboratorium b) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)

1. Laboratorium a) Pemeriksaan CD4 dan viral load (pada ibu dengan HIV)

4. Ultrasound d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing, Volume air ketuban, Plasenta, serviks dan tali pusat e) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler study f) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya

4. Ultrasound d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,- Volume air ketuban,Plasenta,serviks dan tali pusat e) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomali Scanning, Doppler study f) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya

2. Ultrasound a) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Fetal Growth and Wellbeing,- Volume air ketuban,Plasenta,serviks dan tali pusat b) Pemeriksaan USG Level II: Fetal anomalic Scanning, Doppler study c) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya

4. Ultrasound c) Pemeriksaan USG Level I : memastikan adanya kehamilan, lokasi kehamilan, usia kehamilan dan taksiran persalian, janin hidup/mati, fetus, diagnosis penyakit tropoblas, evaluasi uterus, struktur adneksa dan kavum douglasi d) Pemeriksaan USG Level II

2. Ultrasound d) Pemeriksaan USG Level I : Usia Gestasi, Volume air ketuban, Fetal Growth and Wellbeing, Plasenta, panjang serviks dan deteksi abnormalitas tali pusat e) Pemeriksaan USG Level II : Fetal anomalic Scanning, Doppler study (penapisan PE, IUGR), Pemeriksaan lainya tergantung dari hasil pemeriksaan pada kunjungan sebelumnya f) Intervensi USG : Pemeriksaan /intervensi lainnya tergantung

(targeted Asessment): deteksi perkiraan kegagalan kehamilan, jumlah korionisitas/amnionisitas, NT pada 11-13 minggu, Doppler study (Skrining Preeklampsia) Pengobatan/ intervensi

5. 6. 7. 8.

Preventif

Edukasi & konseling

Koreksi anemi Terapi ARV Terapi bakteriuria Pengobatan penyakit sebelum hamil

kondisi/kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan sebelumnya

7. 8. 9. 10.

Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakteriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 11. Senam hamil 12. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya

1. 2. 3. 4.

Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakateriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya

1. 2. 3. 4.

Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakteriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medis ibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya

1. 2. 3. 4.

Koreksi anemia Terapi ARV Terapi bakteriuria Aspirin dan Kalsium pada yang ditemukan persisten notching pada doppler a.uterina. 5. Senam hamil 6. Terapi dan intervensi tergantung dari masalah medisibu dan janin yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya

1. Pemberian asam folat 400 µgram/hari sampai umur kehamilan 12 minggu 2. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT1,TT2) sesuai ketentuan.

1. Tablet besi dan asam folat 2. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian tablet calcium 4. Pemberian tablet DHA

1. Tablet besi dan asam folat 2. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT1,TT2) sesuai ketentuan. 3. Pemberian anti- D globulin. pada ibu rhesus (-) (UK 28 minggu) 4. Pemberian tablet calcium 5. Pemberian tablet DHA

1. Tablet besi dan asam folat 2. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian tablet DHA

1. Tablet besi dan asam folat 2. Pemberian tablet calcium 3. Pemberian tablet DHA

5. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 6. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . 7. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat 8. Penjadwalan kunjungan berikutnya

7. Edukasi tanda bahaya, perdarahan, nyeri perut 8. Kesiapan persalinan/ kegawat daruratan 9. Edukasi tanda-tanda bahaya (perdarahan, mual yang berlebihan, nyeri perut) 10. Konseling Nutrisi, obat/ bahan berbahaya, aktifitas sehari hari 11. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat

7. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 8. Kesiapan persalinan/ kegawatdaruratan 9. Cara persalinan 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari . 11. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 12. Penjadwalan kunjungan

7. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 8. Kesiapan persalinan/ kegawatdaruratan 9. Cara Persalinan 10. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari. 11. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat.

1. Edukasi tanda bahaya, perdarahan,nyeri perut 2. Kesiapan persalinan/ kegawatdaruratan 3. Cara Persalinan 4. Konseling Nutrisi, obat/bahan berbahaya, aktifitas sehari hari. 5. Kesiapan menghadapi persalinan (tempat, kapan, biaya) dan kesiagaan menghadapi gawat darurat. 6. Penjadwalan kunjungan

Tempat Pelayanan dan Rujukan

Fasilitas kesehatan primer, Sekunder dan Tersier (Forum Konsultasi ADACs)

Kriteria merujuk

Semua kehamilan dengan komplikasi dan kelainan medis, USG level I di Fasilitas kesehatan sekunder,USG Level II di Fasilitas kesehatan Tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus

darurat. 12. Penjadwalan kunjungan berikutnya Fasilitas kesehatan primer, Sekunder dan Tersier (Forum Konsultasi ADACs) Semua kehamilan dengan kelainan medis, komplikasi kehamilan/ persalinan/ nifas. Ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bermakna, USG level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder,USG level II di Fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus

berikutnya

12. Penjadwalan kunjungan berikutnya

berikutnya

Fasilitas Kesehatan Primer, sekunder dan tersier (Forum Konsultasi ADACS)

Fasilitas kesehatan primer, sekunder dan tersier (Forum Konsultasi ADACS)

Fasilitas kesehatan primer, sekunder dan tersier (Forum Konsultasi ADACS)

Semua kehamilan dengan kelainan medis,komplikasi kehamilan/ persalian/ nifas, Ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bermakna, USG Level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder dan USG Level II di fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus

Semua Kehamilan dengan kelainan medis,komplikasi kehamilan/ persalinan/ nifas, ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bremakna, USG Level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder dan USG Level II di Fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus

Semua Kehamilan dengan kelainan medis,komplikasi kehamilan/ persalinan/ nifas, ditemukan preeklamsia/ risiko preeklamsia yang bermakna, USG Level I di Fasilitas Kesehatan Sekunder dan USG Level II di Fasilitas kesehatan tersier atau tidak sesuai dengan kriteria ANC terfokus

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI HIPEREMESIS GRAVIDARUM 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2

No. ICD Diagnosis

O21.1 Hiperemesis Gravidarum

3

Pengertian

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau menetap pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari dan menimbulkan komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% dari berat sebelum hamil, adanya tanda-tanda dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan ketonuria.

4

Anamnesis

1. Sejak kapan keluhan mual dirasakan 2. Berapa kali muntah 3. Berapa kali muntah kering

5

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan Ginekologi

6

Kriteria Diagnosis

1. Klinis ditemukan keadaan mual muntah yang berlebihan, menetap, dan mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari 2. Adanya komplikasi seperti penurunan berat badan lebih 5% berat sebelum hamil, adanya tanda dehidrasi, atau adanya ketonuria.

7

Diagnosis Banding

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Gastritis dengan refluk esophagitis. Ulkus peptikum. Hyperthyroidisms Addison’s disease. Hyperkalsemia. Diabetes Melitus. Pankreatitis. Pyelonefritis

8

Pemeriksaan Penunjang

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Konfirmasi adanya kehamilan (USG) Darah lengkap BUN / kreatinin Urinalisis Tes fungsi hati Elektrolit

9

Konsultasi

Penyakit dalam

10

Perawatan Rumah Sakit

PUQE index ≥ 13 (HG berat) 19

11 Terapi / tindakan

1. PUQE index score < 6 (HG ringan)  Hentikan vitamin yang mengandung zat besi  Lanjutkan asam folat  Modifikasi diet/lifestyle  Hindari faktor pencetus  Jahe dan Vit B6  H2RAS atau PPIS (Bila reflux, heart burn, H pylori) 2. PUQE index score 7-12 (HG moderat) 2.1 Tanpa Dehydrasi  Vit B6 Bila perlu Methoclopramid 2.2 Dehydrasi  Therapi cairan pengganti dengan vitamin dan elektrolit  Vit B6 Bila perlu Methoclopramid 3. PUQE index ≥ 13(HG berat)       

12 Tempat Pelayanan

MRS Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1. Puasa 24 jam Metoclopramide IV dan/atau Ondansetron Pertimbangkan nutrisi enteral bila perlu. Bila UK > 10 minggu, bisa dipertimbangkan methylprednisolon  Pertahankan berat badan/tanda vital Ruang bersalin dan ruang perawatan post partum

13 Penyulit

1. Abortus,PJT, KJDR 2. Dehidrasi berat 3. Endefalopati wernicke 4. MOF (multipel organ failure)

14 Informed Consent

Informed consent tertulis (Diagnosis dan perencanaan terapi dan perawatan) 1. PPDS I tk Patol A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal (PUQE index ≥ 13/HG berat)

15 Tenaga Standar

16 Lama Perawatan

3 - 5 hari

17 Masa Pemulihan

Selama perawatan di ruang obstetri

18 Hasil

Klinis dan hasil laboratorium membaik 20

19 Patologi

Tidak diperlukan

20 Otopsi

Tidak diperlukan

21 Prognosis

Dubius ad bonam.

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi 24 Indikator Medis 25 Edukasi 26 Kepustakaan

1. Keluhan berkurang 2. Laboratorium baik Intake/ diet yang cukup, kontrol kembali jika keluhan berulang 1. Arsenault et al, The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no 120, October 2002. 2. County Durham and Darlington, NHS Foundation Trust, Hyperemesis Gravidarum, Darlington 2011. 3. Buhling K.J, David M, Nausea and Hyperemesis Gravidarum, Hormone consultation, Department of Gynecology, University Medical Center, Hamburg, 2008. 4. CME Resource, Hyperemesis Gravidarum, Sacramento, California 2008. 5. Royal Cornwall Hospitals, Clinical Guideline for Day-Case Rehydration for Woman With Moderate Hyperemesis Gravidarum in Pregnancy, February 2012. 6. Mella M.T. Nausea/Vomiting of pregnancy and hyperemesis gravidarum in Berghella V. Maternal – Fetal Evidence Based Guidelines, Informa Healthcare, 2012, hal 73-78.

21

Bagan penanganan hyperemesis gravidarum PUQE index assesment

PUQE index ≥ 13

PUQE index score < 6 (HG ringan)

(HG berat)

PUQE index score 712 (HG moderat)

MRS - Hentikan vitamin yang mengandung zat besi

- Lanjutkan asam folat

- Modifikasi diet/lifestyle - Hindari faktor pencetus

- Jahe -Vit B6

- Th/ Cairan Intra Vena, elektrolit dan Vit B1. - Puasa 24 jam

- H2RAS atau PPIS bila reflux, heart burn, H pylori

- Metoclopramide IV dan/atau - Ondansetron Tanpa Dehydrasi

Dehydrasi

- Therapi cairan pengganti dengan vitamin dan elektrolit

Vit B6 Bila perlu Methoclopramid

Vit B6 Methoclopramid dan/atau Ondansetron

- Pertimbangkan nutrisi enteral bila perlu.

Bila UK > 10 minggu, bisa dipertimbangkan methyl prednisolon

Pertahankan berat badan/tanda vital

Keterangan: - H2RAS : Histamine 2 reseptor antagonis, - PPIS : Proton pump inhibitor

22

Tabel PUQE index assesment

1. Rata-rata dalam sehari berapa lama merasa mual dan rasa nyeri di lambung? > 6 jam 4-6 jam 2-3 hari ≤ 1 jam ( poin 5) (poin 4) (poin 3) (poin 2)

Tidak ada (poin 1)

2. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah? ≥ 7 kali (poin 5)

5-6 kali (poin 4)

3-4 kali (poin 3)

1-2 kali (poin 2)

Tidak ada (poin 1)

3. Rata rata dalam sehari berapa kali mengalami muntah kering (tanpa keluar sesuatu) ≥ 7 kali ( poin 5)

5-6 kali (poin 4)

3-4 kali (poin 3)

Interpretasi: Mild NVP bila scornya ≤ 6 Moderate NVP bila scornya 7-12 Severe NVP bila scornya ≥ 13 NVP: Nausea/Vomiting of Pregnancy Sumber: Daftar pustaka no:6.

23

1-2 kali (poin 2

Tidak ada (poin 1)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABORTUS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1

No. ICD

O04

2

Diagnosis

Abortus

3

Pengertian

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin viabel (<24minggu/ BB<500gram) disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Catatan : Klasifikasi abortus : 1. Menurut mekanisme terjadinya : a. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa provokasi dan intervensi. b. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi yang terdiri dari : - Abortus provokatus terapeutikus adalah abortus provokatus yang dilakukan atas indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu atau janin. - Abortus provokatus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan tanpa indikasi medis. 2. Menurut klinis : a. b. c. d. e. f. g.

Abortus iminens. Abortus insipien. Abortus inkomplit. Abortus komplit. Abortus infeksiosus. Abortus habitualis. Missed abortion.

4

Anamnesis

1. Adanya tanda - tanada kehamilan. 2. Nyeri perut bagian bawah. 3. Keluar darah bergumpal - gumpal dari vagina.

5

Pemeriksaan Fisik

1. Umum. 2. Ginekologi: a. Abdomen : Tinggi fundus uteri b. Inspekulo c. Colok Vagina

6

Kriteria Diagnosis

Abortus Iminens : 24

Adanya tanda - tanda kehamilan. Nyari perut bagian bawah. Perdarahan pervaginam. Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan. Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan osteum uteri tertutup. Abortus Insipien : Adanya tanda - tanda kehamilan. Nyeri perut bagian bawah. Tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kahamilan. Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan osteum uteri terbuka dan ketuban utuh. Abortus Inkomplit : Adanya tanda - tanda kehamilan. Nyeri perut bagian bawah. Tinggi fundus lebih kecil dari umur kehamilan. Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan osteum uteri terbuka dan teraba jaringan. Abortus Komplit : Adanya tanda - tanda kehamilan. Tidak ada nyeri perut bagian bawah dan perdarahan pervaginam. Tinggi fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan. Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan osteum uteri tertutup. Abortus Infeksiosus : Adanya tanda - tanda kehamilan. Nyeri perut bagian bawah. Tinggi fundus lebih kecil atau sama dengan umur kehamilan. Pada pemeriksaan inspekulo dan colok vagina didapatkan osteum uteri terbuka dan teraba jaringan. Ada tanda – tanda infeksi (klinis dan laboratorium) 7

Diagnosis Banding

1. KET 2. Mola Hidatidosa 3. Kehamilan dengan kelainan pada cerviks 4. Perdarahan Implantasi

8

Pemeriksaan Penunjang

9

Konsultasi

1. DL. 2. UL. 3. USG 5. Anestesia dan reanimasi

10

Perawatan Rumah Sakit

Abortus infeksiosus 25

11 Terapi / tindakan

Abortus Imminen  Tirah baring , tidak melakukan koitus  Isoksuprine 3x1 Abortus Insipien  lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.  Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan Abortus Inkomplit  Kuretase dengan atau tanpa GA Abortus infeksiosus  Perbaiki keadaaan umum  Antipiretik (parasetamok 3 x500mg)  Kuretase setelah 6 jam bebas panas atau 12 jam setelah antibiotika terakhir

12 Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

Ruang bersalin. Ruang Nifas Ruang HCU Poliklinik 108

13 Penyulit

1. 2. 3. 4.

Perdarahan Perforasi Infeksi Syok

14 Informed Consent

Ya, tertulis.

15 Tenaga Standar

1. PPDS I tk junior B (abortus Imminen, inkomplit) PPDS I tk Patol A (abortus Insipien) PPDS I tk Senior B (abortus infeksiosus) 2. Dokter spesialis obstetri dan Ginekologi

16 Lama Perawatan

1. Rawat jalan (abortus imminen, insipien, inkomplit) 2. Rawat inap (abortus infeksiosus)

17 Masa Pemulihan

7-14 hari paska tindakan

18 Hasil 19 Patologi

Abortus imminen (keluhan flek pervaginam berkenti) Abortus inkomplit dan insipen (hasil kensepsi dievakuasi seluruhnya) Abortus infeksiosus (klinis dan laboratorium membaik) Diperlukan (bila pasien belum menikah)

20 Otopsi

Tidak diperlukan

21 Prognosis

Dubius ad bonam

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108. 26

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

- Dilatasi dan evakuasi (D&E) pada kasus abortud Usia kehamilan diatas 15 minggu dapat dilakukan denganpersiapan cerviks yang baik (Level evidence A). - Terminasi kehamilan dengan menggunakan suction pada kehamilan trismester pertama dianjurkan (Level evidence A).

24 Indikator Medis

Klinis dan laboratorium baik

25 Edukasi

1. 2. 3. 4.

Diagnosa Rencana tindakan Komplikasi tindakan Prognosis

26 Kepustakaan

1. Di Renzo J.C, International Guidelines, Guidelines for Management of Spontaneus Preterm Labor, J. Perinat. Med. 34 (2006) New York 2006. 2. RCOG, Antenatal Corticosteroids for Reduce Perinatal Morbidity and Mortality, Green Top Guideline no 7, 2010. 3. DI Renzo J.C, et al, Guidelines for Management of Spontaneus Preterm Labour Archive of Perinatal Medicine, 13(4), 29-35, 2007. 4. Crane J, Antenatal Corticosteriod Therapy for Fetal Maturation, SOGC Committee Opinion, January 2007. 5. Royal Cornwall Hospital, Woman’s and Child Health Division Maternity Service, Guideline for the Management of Preterm Prelabour Ruptur of Membranes, 2010. 6. Queensland Maternity and Neonataal Clinical Guideline, Assessment and Management of Preyerm Labour, September 2009. 7. RCOG. 2004. Evidence-based Clinical Guideline Number 7

27

Bagan alur penanganan abortus Penampilan Wanita usia reproduksi :  Terlambat haid  Perdarahan 

 

Kram atau nyeri perut

bawah Keluar massa kehamilan Demam, mengigil

Langkah awal Nilai tanda syok Nadi cepat, lemah Hipotensi Pucat, berkeringat Gelisah, apatis atau tidak sadar Temperatur > 38  C

Bila ditemui syok,segera Lakukan stabilisasi ( penatalaksanaan syok ) Setelah syok teratasi, lanjutkan evaluasi klinis

EVALUASI KLINIS

Anamnesa Px Fisik Px Vagina Lain-lain

HPHT, terlambat haid, lama, jumlah perdarahan, lama/intensitas kram, kontrasepsi yang digunakan, nyeri perut/punggung, alergi, gangguan perdarahan/pembekuan Tanda vital, pemeriksaan jantung, paru abdomen dan ekstremitas Tanda-tanda gangguan sistemik ( sepsis, perdarahan intra abdomen ) Trauma vagina/serviks, pus, nyeri tekan/goyang, besar/arah/konsistensi uterus, dinding perut tegang, derajat abortus Bersihkan massa kehamilan, konfirmasi Rh negatif dan pemberian TT

PENATALAKSANAAN

Perdarahan ringan

Perdarahan hebat

Trauma intra

hingga sedang Kain pembalut tidak basah setelah 5 menit Darah segar tanpa bekuan Darah campur lendir Lakukan AVM

abdomen Perut kembung Bising usus melemah Dinding perut tegang Nyeri ulang-lepas Mual, muntah Nyeri punggung Demam Nyeri perut, kram

Jumlahnya banyak, Segar, dengan atau tanpa bekuan Pembalut, handuk atau pakaian, segera basah oleh darah Pucat Bila komplikasi teratasi dan pasien stabil, lakukan AVM

Pikirkan kemungkinan perforasi uterus Tunda AVM

28

Infeksi/Sepsis Demam, menggigil Sekret berbau Riwayat abortus provokatus Nyeri perut Perdarahan lama Gejala seperti influenza Tangani sesuai abortus infeksiosus Setelah itu lakukan AVM

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN EKTOPIK 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1.

No. ICD

O00.8

2.

Diagnosis

Kehamilan Ektopik

3.

Pengertian

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana embrio berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri yang normal; termasuk kehamilan servikal dan kornual.

4.

Anamnesis

Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi, perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan positif.

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

7.

Diagnosis Banding

Abortus imminens Kehamilan ektopik terganggu

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. USG 2. Laparoskopi diagnosis

9.

Konsultasi

Dokter Spesialis Anasthesi

10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan (ICD)

1. Pemeriksaan fisik umum : 2. Pemeriksaan obstetri : a. Palpasi. b. Pemeriksaan colok vagina. 1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi, perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan yang positif. 2. Pemeriksaan fisik umum : a. Keadaan umum baik. b. Tanda-tanda vital dalam batas normal. 3. Pemeriksaan obstetri : a. Palpasi terdapat nyeri tekan. b. Colok vagina didapatkan : - Uterus membesar. - Massa di adneksa.

Semua pasien dengan hamil ektopik harus dirawat di rumah sakit. 1. Laparoskopi operatif 2. Laparotomi 29

Catatan: kehamilan servikal dibicarakan khusus. 12. Tempat Pelayanan

1. Ruang bersalin resiko tinggi 2. Kamar operasi. 3. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 4. Poliklinik 108.

13. Penyulit

Syok.

14. Informed Consent

Ya, tertulis

15. Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

16. Lama Perawatan

Laparotomi 2-3 hari.

17. Masa Pemulihan

30 hari.

18. Hasil

Kehamilan ektopik dievakuasi Perdarahan diatasi.

19. Patologi

Harus.

20. Otopsi

Tidak kecuali ada delik aduan.

21. Prognosis

Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24. Indikator Medis

Kehamilan ektopik tidak menjadi terganggu.

25. Edukasi

1. Masa pemulihan (Perawatan luka, aktivitas ringan, pemahanan tentang nyeri pasca operasi dan nutrisi). 2. Mobilisasi dini. 3. Fungsi reproduksi (jarak kehamilan berikutnya, risiko berulang, dan kontasepsi).

26. Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM ) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Ectopic Pregnancy. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. 30

PPDS I tingkat Senior B Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anasthesi.

Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.

31

Bagan Alur Pada Kehamilan Ektopik

Kehamilan Ektopik

Akut abdomen (-)

Akut abdomen (+)

Resusitasi

MRS rapid test, USG transvaginal Observasi 24 jam T/N/R Keluhan/Hb

Kronik

(Hematocele)

USG transvaginal GS(+)

GS (-)

GS (+)

Intra

PPT(+)

Extra uterine Cairan Bebas GS (+) ekstrauterine

Hamil intrauterine

Laparoskopii diagnostik

KE

Laparotomi

32

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD

O009

2. Diagnosis

Kehamilan EktopikTerganggu

3. Pengertian

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana embrio berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri yang normal; termasuk kehamilan servikal dan kornual disertai gangguan hemodinamik berupa syok hipovolemik akibat perdarahan.

4. Anamnesis

Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi, perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan positif.

5. Pemeriksaan Fisik

6. Kriteria Diagnosis

7. Diagnosis Banding

1. Pemeriksaan fisik umum : 2. Pemeriksaan obstetri : a. Inspeksi. b. Palpasi. c. Pemeriksaan colok vagina. 1. Tanda – tanda hamil muda seperti terlambat menstruasi, perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan tes kehamilan yang positif. 2. Pemeriksaan fisik umum : a. Keadaan umum : jelek. b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik. 3. Pemeriksaan obstetri : a. Inspeksi terdapat distensi abdomen. b. Palpasi terdapat akut abdomen. c. Colok vagina didapatkan : - Slinger pain. - Uterus membesar. - Massa di adneksa disertai nyeri. - Cavum Douglas bulging. 1. Abortus imminens 2. Kehamilan ektopik

8. Pemeriksaan Penunjang

USG

9. Konsultasi

Dokter Spesialis Anasthesi. 33

10. Perawatan Rumah Sakit

Semua pasien dengan kehamilan ektopik terganggu harus dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan (ICD)

1. Perbaikan keadaan umum. a. Resusitasi cairan intravena dimana jenis dan jumlahnya sesuai dengan shok hipovolemik. b. Oksigen 4-8 liter per menit. c. Siapkan donor. d. Antibiotika. 2. Laparotomi. Catatan : kehamilan servikal dibicarakan khusus.

12. Tempat Pelayanan

1. Ruang bersalin resiko tinggi 2. Kamar operasi. 3. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 4. Poliklinik 108.

13. Penyulit

Syok.

14. Informed Consent

Ya, tertulis

15. Tenaga Standar

1. PPDS I tingkat Senior Senior B. 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. 3. Dokter Spesialis Anasthesi.

16. Lama Perawatan

Laparotomi 2-3 hari.

17. Masa Pemulihan

30 hari.

18. Hasil

1. Kehamilan ektopik dievakuasi. 2. Perdarahan diatasi.

19. Patologi

Harus.

20. Otopsi

Tidak kecuali ada delik aduan.

21. Prognosis

Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24. Indikator Medis

1. Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel. 2. Sumber perdarahan berhasil dihentikan. 34

25. Edukasi

26. Kepustakaan

1. Masa pemulihan ( perawatan luka, aktivitas ringan, pemahanan tentang nyeri pasca operasi dan nutrisi ). 2. Mobilisasi dini 3. Fungsi reproduksi ( jarak kehamilan berikutnya, resiko berulang, dan kontasepsi ). 4. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM ) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 5. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Ectopic Pregnancy. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.

35

Bagan Alur Pada Kehamilan Ektopik terganggu

Kehamilan Ektopik

Akut abdomen

Akut abdomen

(-)

(+)

MRS rapid test, USG transvaginal Observasi 24 jam T/N/R Keluhan/Hb

Resusitasi

USG transvaginal GS(+) Intra

GS (-) PPT(+)

GS (+) Extra uterine Cairan Bebas GS (+) ekstrauterine

Hamil intrauterine

Laparoskopii diagnostik

KE

Laparotomi

36

Kronik (Hematocele)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR) 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2.

No. ICD Diagnosis

O36.4 Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR)

3.

Pengertian

Kematian janin dalam uterus dengan berat janin 500 gram atau lebih, usia kehamilan telah mencapai >24 minggu

4.

Anamnesis

Tanyakan gerakan janin, riwayat trauma, riwayat penyakit ibu, dan keluhan lain seperti perdarahan atau keluar cairan pervaginam.

5.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan LEOPOLD I-IV

6.

Kriteria Diagnosis

1. Anamnesis : gerak janin (-) 2. Pemeriksaan Fisik : DJJ (-) 3. Pemeriksaan Penunjang USG: DJJ (-) spalding sign (+)

7.

Diagnosis Banding

Pseudosiesis (Hamil semu)

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. 2. 3.

9.

Konsultasi

1. 2.

Doppller: Untuk menentukan denyut jantung janin USG: Untuk menentukan aktivitas / denyut jantung janin untuk Mencari adanya tanda tanda kelainan kongenital sebagai penyebab IUFD dan menentukan jumlah air ketuban. Laboratorium: DL, BT/CT, BUN/SC, SGPT/SGPT, BS, bila pasien setuju, dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari IUFD yang lebih spesifik seperti: TORCH, ACA, HbA1c, Pemeriksaan PA plasenta, dan karyotiping. Bagian Forensik bila diperlukan otopsi lebih lanjut. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit

Selama induksi harus dirawat di ruang bersalin/kamar bersalin

11. Terapi / tindakan

1. 2. 3. 4.

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit

Kamar bersalin dan ruang nifas DIC, Perdarahan, infeksi intra uterin. 37

Induksi persalinan. Partus spontan pervaginam Embriotomi, bila terjadi kala II lama. SC, bila terjadi letak lintang partus kasep, atau pasien menolak embriotomi.

14. Informed Consent

1. Cara persalinan : Prosedur induksi persalinan 2. Risiko / komplikasi tindakan 3. Tindakan yang dilakukan bila induksi gagal.

15. Tenaga Standar

1. PPDS I Obgin tk patol A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

16. Lama Perawatan

Antara 2-4 hari tergantung jenis tindakan

17. Masa Pemulihan

Selama 2-3 hari di ruang pemulihan

18. Hasil

1. Melahirkan janin 2. Trauma pada ibu seminimal mungkin 3. Mencegah komplikasi DIC, Perdarahan dan infeksi intra uterin.

19. Patologi

Pemeriksaan PA plasenta (tidak rutin)

20. Otopsi

Dilakukan dengan pertimbangan khusus, dan atas persetujuan keluarga.

21. Prognosis

Dubious ad bonam. Tergantung ada tidaknya komplikasi berupa DIC dan infeksi intra uterin.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

- Bila serviks belum matang penggunaan prostaglandin E2 lebih baik dari oksitosin (Ia/A) - Bila serviks matang: Induksi oksitosin (IV/C), Induksi misoprostol (Ib/A)

24. Indikator Medis

Bisa melahirkan janin dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.

25. Edukasi

Mobilisasi dini, KB post partum, Menginformasikan kemungkinan penyebab KJDR, dan melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum kehamilan berikutnya.

26. Kepustakaan

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Intra uterine fetal death. rd In: Williams Obstetrics, 23 edition 2010. 2. Reddy U. M. Fetal death, in Berghella V. Maternal –Fetal Evidence nd Based Guideline, 2 Ed Informa Healthcare 2012. pp 390-393. 3. Anonim, Stillbirthcare, Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline, May 2011. 4. Weiner C.P Fetal Death, in James D, High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.

38

Bagan Alur Penanganan KJDR :

KJDR Faal hemostasis Donor

Inpartu

Lintang / Kasep

Tidak Inpartu

Bujur dan Tdk kasep

Letak Bujur Evaluasi pelvic score

PS ≥ 5

PS < 5

Partograf WHO Misoprostol

Induksi

PS ≥ 5

PS < 5

Kala II Foley Cateter atau

SC

Embriotomi

Spontan

Catatan:  Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun  Pasien yang menolak embriotomi bisa dilakukan SC

39

40

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KETUBAN PECAH DINI 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1.

No. ICD

042.9

2.

Diagnosis

Ketuban Pecah Dini

3.

Pengertian

Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan lebih dari 20 minggu, tanpa disertai tanda-tanda persalinan.

4.

Anamnesis

1. Menanyakan sejak kapan keluar air, warna dan bau. 2. Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul dan keluar lender campur darah. 3. Menanyakan riwayat demam, trauma dan tindakan medis seperti versi luar dan prosedur amniocentesis.

5.

Pemeriksaan Fisik

1. 2. 3. 4.

Fisik umum Leopold I-IV , his dan djj Inspikulo dan colok vagina Tes kertas lakmus.

6.

Kriteria Diagnosis

1. 2. 3. 4.

Hamil lebih dari 20 minggu Keluar air dari OUE Kertas lakmus merah menjadi biru. Tidak ada tanda tanda inpartu.

7.

Diagnosis Banding

1. Fluor Albus pada kehamilan. 2. Inkontinensia urin.

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. USG: untuk mengetahui jumlah air ketuban dan konfirmasi berat badan dan kesejahteraan janin. 2. DL, UL, CRP

9.

Konsultasi

1. Dokter spesialis anak 2. Dokter obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit

Semua pasien dengan diagnosis KPD harus masuk rumah sakit.

11. Terapi / tindakan

1. KPD Pada Kehamilan Aterm dan mendekati aterm (≥ 35 Minggu) a. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg. b. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan SC. b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilahirkan. 41

0

c. Bila AT normal dan t rectal < 37,6 C, dilakukan observasi tanda tanda inpartu dalam waktu 12 jam, bila belum inpartu lakukan drip oksitosin. d. Bila terdapat komplikasi pada ibu seperti hipertensi dalam kehamilan, leukosit > 12.000, CRP >10mg/L dan pelvik skor < 5, dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara: - Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. - Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir. 1. Ketuban Pecah Dini Preterm (UK <35 mg) : a. Perawatan di Rumah Sakit. b. Hindari pemeriksaan servik secara digital, hanya boleh dilakukan inspikulo dengan spekulum steril. b. Dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai presentasi janin, adanya solutio plasenta, perkiraan berat janin, dan jumlah air ketuban. c. Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg atau eritromisin 3 x 500 mg selama 7 hari. d. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK kurang dari 35 minggu) : Deksametason 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari. e. Lakukan amnioinfusion setiap minggu selama perawatan konservatif (sampai dengan 34 minggu) dilanjutkan tirah baring dengan posisi bokong lebih tinggi. f. Bila terdapat komplikasi pada ibu berupa hipertensi dalam kehamilan, febris atau leukosit > 12.000, CRP >10mg/L dipertimbangkan melakukan menajemen aktif dengan cara: - Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. - Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 25 µg setiap 6 jam pervaginam maksimal 2 kali pemberian, bila PS baik dilakukan induksi dengan oksitosin drip 6 jam setelah dosis terakhir. g. Observasi di kamar bersalin : - Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetric. - Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi h. Di ruang Obstetri : - Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam. - Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit, neutrofil count, marker infeksi seperti: IL-6, CRP. i. Bila fasilitas memungkinkan dilakukan tes pematangan paru (tes

42

kocok) pada umur kehamilan 32-34 minggu setelah pemberian kortikosteroid 2 hari, bila terbukti matang janin dilahirkan. 12. Tempat Pelayanan

Ruang Bersalin resiko tinggi, Kamar Operasi, Ruang Pemulihan, Ruang perawatan post partum (Bakung, Anggrek, Ratna, Mahotama, Wing Internasional) Poli 108.

13. Penyulit

1. 2. 3. 4.

14. Informed Consent

Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

16. Lama Perawatan

1. KPD Preterm: 5 hari 2. KPD Aterm: 2 hari

17. Masa Pemulihan

Selama masa nifas

18. Hasil

- Bayi lahir vigorous. - Tidak terjadi sepsis maternal dan neonatal.

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Bila ada kasus kematian

21. Prognosis

≥ 35 mg prognosis dubius ad bonam < 35 mg prognosis dubius ad malam

22. Tindak Lanjut

- Kontrol poli 108 - Perawatan di ruang NICU

Infeksi intra uterin. Tali pusat menumbung. Lahir prematur Amniotic Band Syndrome.

PPDS I Obgin tingkat patol A Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Dokter obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak.

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi 24. Indikator Medis

- Bayi lahir RDS - Sepsis neonatorum

25. Edukasi

- Perawatan bayi prematur. - ASI eksklusif - KB post partum

26. Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) “Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1.2012. 43

2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950975. 2010. 3. Anonim, The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists, Term Prelabour Rupture of Membranes (Term PROM), july 2013. 4. Anonim, Royal College of Obstetrians and Gynaecologist,Neonatal Corticosteroids to Reduce Neonatal Morbidity and Mortality, Greentop Guideline no 7, October 2010. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.

44

Bagan Alur KPD KPD

Pengelolaan awal : - Pastikan umur kehamilan - Evaluasi kesejahteraan janin - Antibiotik profilaksis

U. K ≥ 35 mg

U.K < 35mg - Korioamnionitis -

Lahirkan

Ya

(Sesuai indikasi Obstetrik)

-

Fetal distress/kel

Kondisi ibu,

HDK,febris,

letak/CPD

janin baik

Leuko,CRP

SC

Kesejahteraan janin jelek Kelainan kongenital Leuko + CRP

U.K. 20-28 minggu

Tdk

U.K. 28 - <35 minggu

Tunggu 12 jam Konseling: Inpartu

komplikasi KPD jangka panjang.

Tidak

Konservatif sampai UK 35 mg

Prognosis jelek

Inpartu

- Kortikosteroid

Pervaginam

- UK 35 mg - Terbukti paru matang - Tanda korioamnionitis - Anhidramnion - Fetal distress

Ripening/ induksi

- Antibiotika - Tokolitik - Evaluasi kesejahteraan

janin dan kondisi ibu.

- Perawatan R.Obstetri - amnioinfusion

Catatan: - Pemberian tokolitik pada umur kehamilan > 32 minggu hanya untuk memberi kesempatan pematangan paru janin selama 48 jam.

45

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI GAWAT JANIN 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 2. Diagnosis

068 Gawat Janin

3. Pengertian

Gawat janin adalah kondisi janin intrauterin yang kritis oleh berbagai sebab ditandai dengan bradikardia / takikardia persisten dan atau adanya gambaran patologis pada kardiotokogram. Catatan : Kondisi tersebut ditandai oleh penurunan pH darah janin yang dapat disebabkan oleh: 1. Hipotensi maternal. 2. Insufisiensi plasenta. 3. Kontraksi uterus berlebihan dan terus menerus (tetatnia uterus intra uetrin). 4. Kondisi gawat darurat seperti rupture uterus, solusio plasenta, prolaps tali pusat. 5. Maternal drugs yaitu oba-obat yang sedang dikomsumsi seperti sedatif, narkotik, beta mimetik. Takikardia dapat juga disebabkan oleh febris. Kejadian gawat janin di RSUP Sanglah Denpasar selama tahun 2012 sebesar 4,7 %.

4. Anamnesis

1. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan; BB ibu tidak naik selang 2 kali ANC atau turun dari ANC sebelumnya pada trimester 2 dan 3. Kenaikan berat badan pada BMI normal adalah 18-25 kg/cm seberat 11-16 kg. 2. Penyakit kronis seperti PE, diabetes mellitus, astma, jantung, dan ginjal. 3. Gerakan janin berkurang dibanding sebelumnya. 4. Keluar air pervaginam yang tidak dapat dikendalikan, bau amis, dan warna putih agak keruh. Dapat membasahi celana dalam. 5. Sakit perut hilang timbul.

5. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri : a. Palpasi. Leopold I - IV. b. Auskultasi. Denyut jantung janin. 46

c. Pemeriksaan colok vagina. 6.

Kriteria Diagnosis

1. Frekuensi denyut jantung janin <100 x/menit atau >170x/menit. Air ketuban bercampur mekonium warna kehijauan pada janin letak kepala. 2. Kardiotokografi patologis : 2.1. Bila terdapat 2 atau lebih kriteria non reassuring.  



Frekuensi denyut jantung janin 100 - 109 x/menit atau

161 - 180 x/menit.

Variabilitas <5 selama 40 - <90 menit. Adanya deselerasi dini dan deselerasi yang

memanjang selama 3 menit. 2.2. Bila terdapat 1 atau lebih kriteria abnormal.   



Frekuensi denyut jantung janin < 100 atau > 180. Terdapat pola sinusoidal ≥ 10 menit. Variabilitas <5 selama ≥ 90 menit.

Adanya pola deselerasi yang tidak normal, deselerasi

lambat, atau deselerasi yang memanjang selama 3 menit.

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. Kardiotokografi 2. pH darah tali pusat post partum.

9.

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah Sakit

Kelainan irama jantung kongenital.

Semua ibu hamil dengan gawat janin dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan

1. Memperbaiki keadaan umum ibu sesuai dengan penyebab. 2. Kalau sedang induksi maka menghentikan kontraksi dengan menghentikan infus oksitosin dan bila perlu berikan tokolitik. 3. Resusitasi intrauterine : 2.1 Posisi ibu supinasi. 2.2 Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/ mt. 2.3 Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi. 4. Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan dan kemungkinan prolaps tali pusat. 5. Dilakukan percepatan kala II bila gawat janin terjadi pada pembukaan lengkap. 6. Persiapan kamar operasi untuk dilakukan seksio sesarea.

12. Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

Ruang bersalin resiko tinggi Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108. 47

13. Penyulit

14. Informed Consent

1. Intra uterine fetal death. 2. Infeksi neonatus. 3. Infeksi puerperalis. Ya, tertulis.

15. Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

Dokter PPDS I Obgin tingkat Chief Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak..

16. Lama Perawatan

1. Persalinan pervaginam 1 - 2 hari. 2. Seksio sesarea 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan

42 hari.

18. Hasil

Tidak terjadi kematian bayi.

19. Patologi

Tidak diperlukan.

20. Otopsi

Tidak diperlukan.

21. Prognosis

Dubius ad malam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24. Indikator Medis

1. Skor APGAR. 2. Sepsis neonatorum. 3. Kematian Perinatal.

25. Edukasi

1. ASI eksklusif. 2. Mobilisasi dini. 3. KB post partum.

26. Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM ) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1 2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 3. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Antepartum Assessment. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 4. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical Excellence. 2003. 48

6. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic th Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4 ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111. 7. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.

Bagan alur penanaganan fetal distress

Gawat Janin

Kala I

Kala II

Evaluasi syarat – syarat FE

Resusitasi intrauterin

Tidak

Terpenuhi

terpenuhi

SC

FE

49

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PERSALINAN DENGAN LETAK SUNGSANG 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 2. Diagnosis

O32.1 Persalinan Dengan Letak Sungsang

3. Pengertian

Persalinan dengan letak sungsang adalah persalinan dengan presentasi bokong dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus uteri sedangkan bokong merupakan bagian terbawah.

4. Anamnesis

Menanyakan keluhan ibu seperti sakit perut hilang timbul, keluar air ketuban disertai warnanya, dan gerakan anak.

5. Pemeriksaan Fisik

6. Kriteria Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri : a. Palpasi. Leopold I - IV. b. Auskultasi. Denyut jantung janin. c. Pemeriksaan colok vagina. 1. Pemeriksaan fisik umum dalam batas normal. 2. Palpasi : a. Leopold I : teraba bagian bulat, keras, dan balotemen. b. Leopold II : teraba punggung di satu sisi dan bagian kecil di sisi lain c. Leopold III - IV : bokong teraba di bagian bawah uterus. b. Auskultasi : denyut jantung janin biasanya diatas umbilikus. c. Pemeriksaan dalam : a. Frank breech : teraba sakrum, tuberositas ischiadika, anus, dan apabila penurunan sudah di bawah bisa teraba genitalia. b. Complete breech : kaki teraba sejajar dengan bokong. c. Footling : satu atau kedua kaki lebih rendah dari bokong. d. Kneeling : satu atau kedua lutut lebih rendah dari bokong.

7. Diagnosis Banding

Mioma uteri.

8. Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi diperlukan untuk : 1. Konfirmasi letak janin, bila pemeriksaan fisik tidak jelas. 2. Menentukan letak plasenta. 3. Menentukan kemungkinan cacat bawaan. 50

9. Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah SakitSemua ibu hamil dengan letak sungsang dalukan perawatan di rumah sakit sesuai indikasi medis dan obstetrik. 11. Terapi / tindakan

1. Tindakan pertolongan persalinan sungsang : b. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai pembukaan, selaput ketuban, dan penurunan bokong serta kemungkinan adanya penyulit. c. Instruksikan pasien agar mengedan dengan benar selama ada his. d. Pimpin persalinan hingga bokong turun ke dasar panggul, lakukan episiotomi saat bokong membuka vulva dan perineum tipis 2. Melahirkan bayi : a. Cara Bracht : 









Segera setelah bokong lahir, bokong dipegang dengan

cara Bracht ( kedua ibu jari penolong sejajar dengan panjang paha, jari - jari yang lain memegang daerah panggul ).

Bila terdapat hambatan pada tahapan lahir bahu atau

kepala maka segera lanjut ke metode manual aid yang sesuai.

Longgarkan tali pusat setelah lahirnya perut. Lakukan hiperlordosis janin pada saat angulus scapula

inferior tampak di bawah simfisis ( dengan mengikuti gerak rotasi anterior yaitu punggung janin didekatkan ke arah perut ibu tanpa tarikan ) disesuaikan dengan lahirnya badan bayi.

Gerakan ke atas hingga lahir dagu, mulut, hidung, dahi,

dan kepala. Letakkan bayi di perut ibu, bersihkan jalan nafas bayi oleh asisten, dan tali pusat dipotong. b. Cara Lovset :   

Dilakukan bila ada hambatan dalam melahirkan bahu

bayi.

Setelah bokong dan kaki bayi lahir, pegang bayi dengan

kedua tangan.

Memutar bayi 180 derajat ke kanan untuk melahirkan

bahu kanan, lalu memutar kembali 180 derajat ke arah yang berlawanan untuk melahirkan bahu kiri. c. Cara Mauriceau :   

Dilakukan bila ada hambatan dalam melahirkan kepala

bayi.

Letakkan bayi di atas tangan kiri sehingga badan bayi

seolah - olah menunggang kuda.

Jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri diletakkan pada

maksila untuk memfleksikan kepala.

51

 



Tangan kanan memegang tengkuk bayi. Minta seorang asisten menekan fundus uteri.

Bersamaan dengan adanya his, seorang asisten menekan

fundus uteri, penolong persalinan melakukan tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir dibimbing jari yang dimasukkan untuk menekan dagu / mulut. 3. Seksio Sesarea bila: a. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya ( disproporsi feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros <3) b. Bekas operasi. c. Tali pusat menumbung. d. Didapatkan distosia. e. Umur kehamilan : 



f.

Prematur ( EFW < 2000 gr ). Posterm ( umur kehamilan > 42 minggu ).

Nilai anak :  BOH.  HSVB. g. Komplikasi kehamilan dan persalinan :  Hipertensi dalam kehamilan.  Ketuban pecah dini. 12. Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

13. Penyulit

1. Pada bayi : a. Kematian bayi. b. Prolaps funikuli. c. Trauma pada bayi. d. Asfiksia. 2. Pada ibu : a. Solutio plasenta. b. Perlukaan pada vagina.

14. Informed Consent 15. Tenaga Standar

Ruang bersalin resiko tinggi Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108.

Ya, tertulis. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I tk Patol A. 3. Dokter Spesialis Anak.

16. Lama Perawatan

Persalinan pervaginam 1 - 2 hari dan seksio sesarea 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan

Masa pemulihan 42 hari. 52

18. Hasil

Vigorous baby.

19. Patologi

Tidak diperlukan.

20. Otopsi

Tidak diperlukan.

21. Prognosis

Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

- SC elektif pada kasus sungsang menurunkan komplikasi yang serius dibandingkan dengan mereka yang menjalani persalinan pervaginam (Level evidence A) - Kesehatan bayi jangka panjang tidak ditentukan dari cara persalinan bayi tersebut. (Level evidence A)

24. Indikator Medis

1. Skor APGAR. 2. Kematian Perinatal.

25. Edukasi

1. ASI eksklusif. 2. Mobilisasi dini. 3. KB post partum.

26. Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 3. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Breech Presentation & Delivery. In:William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 4. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 5. RCOG. 2010. Breech presentation. Top green guideline.

53

Bagan alur penanganan letak sungsang

Letak Sungsang

CB/FB

Footling

Aterm

Cara Bracht Cara Lovset Mauriceau Pervaginam

Prolap tali pusat

Preterm

EFW

Evaluasi Skor ZA

Skor ZA > 3

KPD

2000 2500

Skor ZA < 3

SC

Pervaginam

EFW

10002000

Manajeme n prolap tali pusat sesuai PPK prolap tali pusat

54

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT (PJT) 2015

1. 2

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis

3

Pengertian

Adalah ketidakmampuan janin untuk menerima potensi pertumbuhannya secara genetik di dalam rahim, atau janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, yang disebabkan oleh berkurangnya perfusi plasenta, kelainan kromosom, dan faktor lingkungan atau infeksi.

4

Anamnesis

Tentukan adanya faktor-faktor risiko PJT

5

Pemeriksaan Fisik

Mengukur tinggi fundus uteri  Tinggi fundus sesuai dengan UK setelah 20 minggu.  Pengukuran serial dimulai setelah UK 20 minggu.  Selisih 3 cm atau lebih dari normal, khususnya saat UK 32-34 minggu dicurigai PJT.  Akurasinya bervariasi luas.  Sebaiknya dilakukan oleh pemeriksa yang sama.

6

Kriteria Diagnosis

Janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil Klasifikasi PJT adalah sebagai berikut: Stage 0 : EFW <10persentil . Doppler a.umbilikalis dan MCA normal Stage I : EFW <10persentil, Doppler a.umbilikalis atau MCA abnormal Stage II : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler a.umbilikalis. Stage II I : EFW <10persentil, absent atau reverse Doppler duktus venosus.

7

Diagnosis Banding

8

Pemeriksaan Penunjang

P05.9 Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)

Kehamilan Preterm 1. Harus dilakukan USG pada kehamilan risiko tinggi untuk menentukan: - Perkiraan berat badan. - Biometri janin meliputi: BPD, HC, AC, rasio HC/AC, dan BPD/AC. - Doppler arteri meliputi a. Umbilikalis, a. Uterina, a. Cerebri media. - Doppler vena meliputi v. Umbilikalis dan Ductus Venosus. 55

- Survey anatomi untuk menentukan adanya kelainan kongenital. - Volume air ketuban dengan AFI atau single vertical pocket. - NST. 2. Evaluasi/ Periodik monitoring: -

Untuk menentukan apakah janin perlu dilahirkan atau tidak. Dimulai pada saat dimana fetus dianggap viabel. Penentuan EFW (USG) serial setiap 2 minggu. Profil Biofisik(BPP): 2 kali /minggu Indeks Cairan Amnion (AFI) Doppler velocimetri: 1x/minggu Absent atau Reverse end diastolic flow menandakan kondisi yang jelek pada janin sedangkan Doppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus merupakan tanda janin akan segera meninggal.

9

Konsultasi

Dokter Konsultan fetomaternal

10

Perawatan Rumah Sakit

11

Terapi / tindakan

Semua pasien PJT yang akan diterapi segera harus dirawat di rumah sakit 1. Terapi Segera (melahirkan bayi):  Lakukan induksi bila: - Umur kehamilan ≥ 37 minggu. - Terdapat kelainan kongenital. - Infeksi intra uterin - Kondisi maternal yang tidak memungkinkan kehamilan diteruskan.  Lakukan SC bila dijumpai: - NST Pathologis dengan late deselerasi berulang. - Doppler abnormal vena umbilikalis dan duktus venosus. 2. Perawatan lanjut :  Pada saat diagnosis PJT dikonfirmasi, janin belum viabel.  Tujuannya untuk menentukan tingkat pertumbuhan janin, kesejahteraan janin, volume air ketuban dan untuk meminimalkan komplikasi.  Perbaiki nutrisi/oksigenasi.  Berikan kortikosteroids bila UK ≤ 34 minggu.  Monitoring yang dilakukan meliputi: - USG Doppler untuk menentukan adanya Absent atau Reverse end diastolic flow arteri umbilikalis dan doppler vena tiap minggu. - BPP serial, modified BPP, atau NST 1-2x/ minggu. - USG serial untuk menentukan tingkat pertumbuhan (12x/minggu).  Intervensi: 56

- Bila antenatal surveillance reasuring, lanjutkan kehamilan. - Bila didapatkan oligohidramnion, AEDF, REDF dan NST non reasuring, segera lahirkan janin bila umur kehamilan > 34 minggu. Sedangkan bila umur kehamilan ≤ 34 minggu, berikan kortikosteroids dan konservatif dengan monitoring ketat. - Bila didapatkan NST pathologis, Doppler DV dan v. umbilikalis abnormal, dan 2 minggu tidak ada pertumbuhan segera lahirkan. - Evaluasi pematangan paru mungkin membantu mempertimbangkan keputusan melahirkan janin. - PJT dengan UK< 34 dirawat sampai UK 36 minggu selama hasil monitoring membaik. 12 Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

Ruang bersalin. Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108.

13 Penyulit

Kematian janin dalam rahim (KJDR)

14 Informed Consent

Ya, tertulis

15 Tenaga Standar

1. PPDS I tk Patol A 2. Dokter obstetri dan Ginekologi 3. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal

16 Lama Perawatan

Bila dilakukan terminasi (lama perawatan pasca salinnya diperhitungkan sesuai CPW)

17 Masa Pemulihan

1 – 2 minggu

18 Hasil

Didapatkan penigkatan berat badan janin

19 Patologi

Tidak perlu

20 Otopsi

Tidak perlu

21 Prognosis

 Buruk: Disebabkan oleh faktor intrinsik fetus: kelainan kongenital, aneuploidi, infeksi pada fetus.  Baik: Oleh karena faktor nutrisi yang tidak adekuat atau oksigenasi yang jelek.

57

22 Tindak Lanjut

Kontrol kehamilan 1-2 minggu untuk monitoring keadaan bayi

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

- AC (Abdominal Circumference) atau EFE (estimated Fetal Weight) <10persentil digunakan untuk mendiagnosa SGA (Small Gestasional Age ) (Level evidence A) - Pada kasus High risk Pregnancy, penggunaan Dopler artery umbilikalis menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi Level evidence A)

24 Indikator Medis

Peningkatan berat badan janin diatas 10 persentile

25 Edukasi

Kondisi bayi di dalam kandungan Faktor penyebab terjadinya PJT Memperbaiki keadaan sesuai dengan penyebab PJT Tindakan aktif dilakukan bisa selama monitoring ditemukan penilaian yang abnormal dan mengancam janin. 1. Figueras F. Gardosi J. Intrauterine Growth Restriction: New Conceps in Antenatal Surveillance, Diagnosis and Management. American Journal of Obstetrics and Gynecology, April 2010, p.293-296. 2. Lausman A et al, Screening, Diagnosis and Management of Intrauterin Growth Restriction, J Obstet Gynaecol Can 2012;34(1):17–28. 3. Perinatal Health Programe, Intra Uterine Growth Restriction Diagnosis and Management, Practice Resource for Health Providers, may 2008. 4. Liston R, Sawchuck D, Young D, Fetal Health Surveillance: Antepartum and Intrapartum Consensus Guideline, JOGC Vol: 29 No: 9 September 2007. 5. Clinical Guideline King Edward Memorial Hospital, Intra Uterine Growth Restriction, Perth, 2010. 6. Peregrine E, Peebles D, Fetal Growth and Growth nd Restriction, in Rodeck C, Whittle M. Fetal Medicine, 2 Ed 2009. 7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012 8. RCOG. 2014. The Investigation and Management of the Small–for–Gestational–Age Fetus. Green–top Guideline No. 31.

26 Kepustakaan

1. 2. 3. 4.

58

Bagan Alur Penanganan PJT Suspek PJT

Keterangan: DV: Ductus Venosus MCA: Midle Cerebral Arteri AEDF: Absent End Diastolic Flow REDF: Reverse End Diastolic Flow

Fetal Surveilance: - Pastikan umur kehamilan - EFW < 10 percentile. - Ratio BPD/AC, HC/AC, FL/AC serial -

Sebelum Uk 34 minggu



Placenta grd III

Oligohydramnion, AFI≤ 5 Doppler a. Umbilikalis abnormal Doppler MCA, a. Uterina abnormal

>37 minggu

<37 minggu

DIAGNOSA PJT

Stage 0,I

Stage II

ANC 2xseminggu Kortikosteroids

NST normal

MRS ANC @ hari kortikosteroid

Pemeriksaan: Doppler a.umbilikalis@ANC NST@ ANC BPP@ ANC

AFI>5

Stage III

MRS,kortikoster oid saat didiagnosa dan lahirkan tanpa

Pemeriksaan: NST @ hari BPP @hari

memandang usia kehamilan

BPP score Expektan ≥ 37 mg

Expektan ≥34 minggu

BPP 6-8 NST (N)

BPP ≤4

NST (abN)

AFI<5 amnioinfusion

Terminasi SC/pervaginam

(Sesuai Indikasi)

SC Cito

59

PANDUAN PRAKTIK KLINIS GAWAT DARURAT SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PLASENTA PREVIA 2015

1 2

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis

3

Pengertian

Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah uterus (SBR) sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

4

Anamnesis

Hamil 20 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam tanpa nyeri, berulang, merah segar, berulang.

5

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri. a. Palpasi b. Auskultasi c. Denyut jantung janin

6

Kriteria Diagnosis

Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang sifatnya tidak nyeri dan darah segar

7

Diagnosis Banding

1. Non obstetrik yaitu: b. Trauma vagina c. Kanker serviks d. Polip serviks. e. Apedisitis akut 2. Obstetrik yaitu : a. Plasenta previa b. Vasa previa c. Persalinan prematur

8

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: a. Darah lengkap b. Faal hemostasis 2. USG : Tampak plasenta di korpus uteri sampai dengan SBR dengan atau tanpa menutupi OUI

9

Konsultasi

O.44 Plasenta Previa

1. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal 2. Dokter Spesialis Anak 3. Dokter Spesialis Anasthesi

60

10 Perawatan Rumah Sakit

11 Terapi / tindakan

Semua ibu hamil dengan plasenta previa harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan konservatif atau aktif berdasarkan alur penatalaksanaan plasenta previa Penanganan Aktif 1) Tujuannya adalah segera melahirkan anak (terminasi) 2) Indikasi : a. Jika perdarahan merembes dan diagnose sudah ditegakkan Plasenta Previa langsung seksio sesaria tanpa DSU, dengan memperhatikan keadaan umum ibu, perbaikan keadaan umum dilakukan dalam waktu relatif cepat. Lakukan konsultasi dengan anastesi selama menunggu persiapan operasi sampai memungkinkan untuk dilakukan operasi, b. Gawat janin, perdarahan aktif dan banyak dengan evaluasi bertahap (perdarahan profuse lebih dari 500 cc dalam 30 menit) 3) Double Set Up (DSU) a. Batasan  Examination in theater  Merupakan cara pemeriksaan yang akurat tentang hubungan antara plasenta dengan OUI b. Indikasi  Dilakukan hanya bila kehamilan akan diakhiri  Kehamilan aterm  Kehamilan preterm dimana perawatan konservatif diputuskan gagal, yaitu :  

perdarahan masih merembes

keluar dari vagina,

perdarahan bercak, akan tetapi

menyebabkan penurunan Hb lebih dari 2 gr% dengan pemeriksaan serial 3 kali tiap 6 jam.  Diagnosis plasenta previa dari USG meragukan (inkonklusif)  Adanya perdarahan pervaginam yang tidak aktif pada saat inpartu dengan kecurigaan plasenta letak rendah / plasenta marginalis c. Persiapan  Persiapan darah  Tim kamar operasi sudah siap operasi (operator, asisten dan instrumen 61

f.

B.

menggunakan gaun operasi) d. Prosedur dan tata laksana  Pasien dikerjakan di meja operasi dengan posisi litotoni  Kandung kencing dikosongkan  Masukkan 2 jari kedalam vagina, raba setiap bagian dari fornik, apakah teraba ada plasenta antara jari dengan bagian terbawah janin (bantalan)  Bila tidak teraba bantalan, maka jari dimasukkan ke cervical os dan raba sekitarnya hingga teraba ujung plasenta  Bila tidak ada teraba plasenta, diagnosis plasenta previa dapat disingkirkan  Bila ujung plasenta teraba, tetapi tidak meluas sampai di servical os, dan tidak ada perdarahan pecahkan ketuban, dan tunggu partus pervaginam (sesuai penatalaksanaan plasenta previa parsialis)  Bila teraba plasenta, hentikan pemeriksaan dan lakukan SC Interpretasi hasil temuan saat DSU :  Bila plasenta previa totalis, dilakukan seksio sesaria  Bila plasenta previa parsialis, dilakukan amniotomi. Pada keadaan ini seksio dilakukan bila:  Setelah 12jam tak terjadi persalinan  Terjadi perdarahan lagi  Terjadi gawat janin  Terjadi febris (infeksi intra uterin)  Bila tak teraba plasenta, dilakukan inspikulo untuk melihat asal perdarahan, bila perdarahan berasal dari OUI tetap dilakukan amniotomi, selanjutnya sama dengan penatalaksanaan plasenta previa parsialis

Perawatan Konservatif 1) Dilakukan pada bayi prematur (EFW kurang dari 2500 gr dan atau umur kehamilan kurang dari 37 minggu) dengan syarat bayi hidup dengan perdarahn sedikit/berhenti 2) Cara perawatan konservatif a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan 62

transfusi sampai HB lebih dari 10 gr% c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga kemungkinan perawatan konservatif gagal), dengan deksametasone 5 mg, 4 kali tiap 6 jam. d. Bila perdarahan berhenti penderita dipindahkan ke ruangan setelah sebelumnya dilakukan USG di IRD e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi denyut jantung janin, perdarahan setiap 6 jam. f. Perawatan konservatif gagal bila terjadi perdarahan berulang (penanganan aktif). g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan mobilisasi. h. Nasehat waktu pulang :  Istirahat.  Dilarang koitus/manipulasi vagina.  MRS bila terjadi perdarahan lagi.  Periksa ulang (ANC) 1 minggu kemudian. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG persalinan direncanakan sebagai berikut : 1) Bila plasenta menutupi OUI, tunggu sampai kehamilan 35 – 36 minggu kemudian USG ulang (dipertimbangkan). Bila jarak tepi plasenta 0 sampai 20 mm (plasenta letak rendah) dan tidak ada kelainan lain seperti kepala sudah masuk PAP, tidak ada klinis perdarahan, persalinan pervaginam bisa dianjurkan.Bila kepala belum masuk dan ada klinis perdarahan persalinan direkomendasikan dengan SC. Bila plasenta overlapping lebih 0 mm dari OUI persalinan direncanakan dengan SC. 2) Bila plasenta letaknya normal (>20 mm dari OUI) ditunggu inpartu, persalinan diharapkan normal. a. Plasenta Previa pada kehamilan aterm tanpa komplikasi: Perencanaan operasi SC dilakukan setelah umur kehamilan 38 minggu, kalau memungkinkan umur 38 – 39 minggu b.

63

Plasenta Previa Akreta: Pada waktu melakukan SC hindari insisi pada lokasi plasenta, Plasenta tidak diangkat namun langsung dilakukan histerektomi atau penanganan

konservatif

12 Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

IRD obstetri, Ruang bersalin Kamar operasi. NICU Poliklinik 108. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta.

13 Penyulit

1. 2. 3. 4.

Gagal ginjal. DIC. HPP. IUFD.

14 Informed Consent

Tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga

15 Tenaga Standar

1. 2. 3. 4. 5.

16 Lama Perawatan

1. Konservatif, dirawat selama 3 hari 2. Aktif dirawat selama 3 hari

17 Masa Pemulihan

42 hari.

18 Hasil 19 Patologi

1. Penyulit pada ibu berhasil diatasi. 2. Bayi dilahirkan dengan selamat Tidak perlu.

20 Otopsi

Tidak perlu.

21 Prognosis

Dubius ad bonam

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

24 Indikator Medis

PPDS I tk Patol A Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak. Dokter Spesialis Anasthesi

- Mode persalinan pada kasus plasenta previa dengan plasenta berada kurang dari 2 cm dari OUI , dilakukan dengan SC (level evidence C) - SC Elektif pada wanita hamil dengan placenta previa dtidak direkomendasikan pada UK ˂ 38 minggu (level evidence D) 1. Ibu tidak jatuh ke dalam syok ireversibel. 64

2. Bayi yang dilahirkan baik. 25 Edukasi

Menerangkan kemungkinan dan penyulit yang dapat terjadi kepada pasien dan keluarga

26 Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012 3. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 4. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical Excellence. 2003. 6. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. th Basic Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4 ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111. 7. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 8. RCOG. 2011. Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa praevia: diagnosis and management. Green-top Guideline No. 27.

65

Bagan Alur Plasenta Previa

Plaenta Previa

Perdarahan aktif (-) (˂ 500cc)

Preterm ˂37 minggu

Perdarahan aktif (+) (˃ 500cc)

Aterm ≥ 37 minggu

Konservatif

Perdarahan aktif

Total

Letak

Partial Marginalis

Rendah (0-20mm)

Kepala

Kepala

masuk PAP

tidak Masuk PAP

Pervaginam

Secio cesaria

66

` PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI SOLUSIO PLASENTA 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2.

No. ICD Diagnosis

O45 Solusio Plasenta

3.

Pengertian

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari implantasi normal pada endometrium cavum uterus sebelum janin lahir umur kehamilan >20 minggu.

4.

Anamnesis

1. Adanya nyeri perut dengan ciri - ciri : a. Terjadinya secara tiba - tiba. b. Tajam seperti teriris. c. Perut kaku seperti papan (Woodly Hard). 2. Perdarahan pervaginam berwarna merah dan kehitaman. 3. Gerak janin berkurang sampai hilang. 4. Terdapat faktor risiko seperti : a. Trauma. b. Hipertensi. c. Multiparitas. d. Umur > 35 tahun. e. Pecah ketuban. f. Abnormalitas plasenta.

5.

Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan fisik umum. 4. Pemeriksaan fisik obstetri. d. Palpasi e. Auskultasi Denyut jantung janin.. 5. Pemeriksaan colok vagina.

6.

Kriteria Diagnosis

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Hamil > 20 minggu. Nyeri perut yang terjadi secara tiba - tiba, tajam dan perut papan. Perdarahan pervaginam berwarna merah dan kehitaman. Gerak janin berkurang sampai hilang. Terdapat faktor risiko. Keadaan umum lemah. Tanda – tanda vital tidak sesuai dengan jumlah perdarahan. Bagian – bagian janin sulit teraba dan perut kaku seperti papan (Woodly Hard). Denyut jantung janin sulit didengar. Perdarahan retroplasenter. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan pembukaan servik. Anemia dan gangguan faal hemostasis. 67

Catatan : Grade solusio plasenta : 1. Grade 0: Asimptomatis, ditemukan secara kebetulan, adanya retroplacental clot yang kecil. 2. Grade 1: Terdapat perdarahan pervaginam ringan, ketegangan uterus (uterine tenderness ) ringan, tidak ada gawat janin, ibu dalam keadaan baik dan tidak ada koagulopati. 3. Grade 2: Terdapat perdarahan sedang, tidak terdapat perdarahan pervaginam, ketegangan uterus ( uterine tenderness ) sedang sampai berat dan mungkin kontraksi tetani, ada tanda - tanda gawat janin, maternal takikardia dan hipofibrinogenemia. 4. Grade 3: Terdapat perdarahan pervaginam atau tidak, tetania uteri jelas, ibu syok, gawat janin sampai mati, hipofibrinogenemia dan koagulopati. 7.

Diagnosis Banding

3. Non obstetrik yaitu: g. Trauma vagina. h. Kanker serviks. i. Polip serviks. j. Apedisitis akut. 4. Obstetrik yaitu : d. Plasenta previa. e. Vasa previa. f. Persalinan prematur.

8.

Pemeriksaan Penunjang

3. Laboratorium: c. Darah lengkap. d. Faal hemostasis (BT,CT,PT,APTT) 4. USG : a. Retroplacental clot. b. Perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage). c. Tanda perluasan perdarahan ke otot rahim. d. Bila bekuan darah banyak akan tampak daerah hiperekoik dibandingkan dengan daerah plasenta yang lain.

9.

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal 2. Dokter Spesialis Anak. 3. Dokter Spesialis Anasthesi.

10.

Perawatan Rumah Sakit

Semua ibu hamil dengan solusio plasenta harus dirawat di rumah sakit.

11.

Terapi / tindakan

Penanganan solusio plasenta tergantung dari umur kehamilan dan grading : 1. Aktif : 1.1. Umur kehamilan > 35 minggu dan 20 - 35 minggu dengan solusio plasenta grade 2 dan 3. 1.2. Grading: a. Pada solusio plasenta grade 0 - 1 persalinan; diusahakan 68

pervaginam dengan monitoring KTG. b. Pada grade 2 - 3 persalinan dilakukan dengan seksio sesarea. c. Pada KJDR dilakukan amiotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin, persalinan harus terjadi dalam 6 jam. 2. Konservatif : 2.1. Umur kehamilan 20 sampai 35 minggu. 2.2. Grading : a. Pada solusio plasenta grade 1 ( ibu dan janin stabil ) bisa dilakukan penanganan konservatif dengan pengawasan ketat. - Diberikan steroid untuk pematangan paru janin. - Pasien bisa dipulangkan bila keadaannya stabil, janin baik dan tidak ada perdarahan pervaginam. - Induksi persalinan dilakukan bila ada indikasi lain atau telah mencapai 37 minggu. b. Pada grade 2 atau 3 dilakukan persalinan dengan seksio sesarea. 12.

Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4. 5.

Ruang bersalin Kamar operasi. NICU Poliklinik 108. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta.

13.

Penyulit

1. 2. 3. 4.

Gagal ginjal. DIC. HPP. IUFD.

14.

Informed Consent

15.

Tenaga Standar

1. 2. 3. 4. 5.

16.

Lama Perawatan

1. Partus pervaginam 1 - 2 hari. 2. Seksio seksio sesarea 2 - 3 hari.

17.

Masa Pemulihan

42 hari.

18.

Hasil

1. Penyulit pada ibu berhasil diatasi. 2. Bayi dilahirkan dengan selamat.

19.

Patologi

Tidak perlu.

Ya, tertulis. PPDS I tingkat Chief. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak. Dokter Spesialis Anasthesi.

69

20.

Otopsi

Tidak perlu.

21.

Prognosis

Dubius ad bonam

22.

Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23.

Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

-

Tokolitik tidak digunakan untuk menunda pesalinan pada kasus APB dengan hemodinamik tidak stabil atau ada penurunan keadan janin (level evidence GPP). Direkomendasikan pemberian ergometrin untuk manajemen kala III pada kasus solusio placenta (jika tidak ada tanda hipertensi) (level evidence B)

24.

Indikator Medis

1. Ibu tidak jatuh ke dalam syok ireversibel. 2. Bayi yang dilahirkan tidak KJDR.

25.

Edukasi

Menerangkan penyulit yang bisa terjadi pada solusio plasenta pada ibu dan bayi.

26.

Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM ) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical Excellence. 2003. 5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic th Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4 ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111. 6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 7. RCOG. 2011. Antepartum haemorrage. Green top guidline No.63.

70

Bagan Alur Pada Solusio Plasenta

Solusio Plasenta

> 35 minggu

Grade 0-1

20 - 35 minggu

Grade 2-3

KJDR

Grade 0-1

Induksi

SC

Gagal

71

Konservatif

Berhasil

Lahir

Grade 2-3

Gagal

SC

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 2. Diagnosis 3. Pengertian

0.16 Hipertensi Dalam Kehamilan Adalah hipertensi yang disertai atau tanpa proteinuria sebelum dan atau selama kehamilan sampai 12 minggu post partum. - Hipertensi: Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg - Proteinuri: 0,3 gr/L dalam 24 jam kwalitatif + 2 sampai +4 Hipertensi dalam kehamilan terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5.

Gestasional hipertensi. Preeklampsia. Eklampsia. Superimposed preeklampsia. Hipertensi kronis.

4. Anamnesis

- Sejak kapan diketahui menderita hipertensi - Adanya keluhan berupa nyeri kepala, pengelihatan kabur, dan nyeri perut di kuadran kanan atas. - Riwayat terapi hipertensi. - Adanya penyakit kronis yang lain seperti sakit jantung, ginjal, Diabetes melitus, Penyakit tiroid dan stroke.

5. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan Leopold I-IV dan DJJ.

6. Kriteria Diagnosis

1. Gestasional hipertensi: Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kalinya pada kehamilan > 20 minggu tanpa disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu post partum. 2. Hipertensi kronis: Tekanan darah ≥ 140/ 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu post partum. 3. Preeklampsia: 3.1 Preeklampsia ringan Tekanan darah sistolik ≥ 140 sampai < 160 mmHg, tekanan diastolik ≥90 sampai <110 mmHg dan proteinuria > 0,3 g/L atau kwalitatif +2. 3.2 Preeklampsia berat: Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg, diastolik ≥ 110 mmHg dan proteinuria > 5 gr/24 jam atau kualitatif +4, oligouria, edema paru 72

atau sianosis, sindroma HELLP, dan tanda-tanda impending eklampsia.  HELLP sindrom (platelet < 100 , SGOT/SGPT > 70 dan LDH >600)  Impending eklampsia (nyeri kepala frontal, pengelihatan kabur dan nyeri perut kuadran kanan atas)  Oligouria (produksi urin < 500 cc/24 jam). 4. Superimposed preeklampsia: Preeklampsia pada pasien hipertensi kronis 5. Eklampsia: Preeklampsia disertai oleh kejang-kejang dan atau koma. Catatan: khusus Eklampsia akan dibahas tersendiri

7.

Diagnosis Banding

1. Kehamilan dengan penyakit jantung 2. Kehamilan dengan Sindroma Nefrotik. 3. Tirotoksikosis.

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: DL, UL, BUN/SC, SGOT/SGPT, LDH, lipid profil 2. Rontgen: Foto Thorax 3. USG dan KTG

9.

Konsultasi

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal 2. Intensive care pada kasus Eklampsia

10. Perawatan Rumah Sakit

1. Preeklampsia Ringan: Rawat inap bila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Hasil fetal assessment ragu-ragu atau jelek. b. Kecenderungan terjadi preeklampsia berat c. Perawatan poliklinik selama 2x seminggu selama 2 minggu, keadaan tetap. d. Akan dilakukan terminasi pada umur kehamilan aterm. 2. Preeklampsia berat: semua preeklampsia berat harus rawat inap. 3. Eklampsi: semua eklampsi harus rawat inap.

11. Terapi / tindakan

2. Preeklampsia Ringan 1.1 Penanganan konservatif 1.1.1 Rawat jalan: 1. Tidak mutlak tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. 2. Diet reguler, tidak perlu diet khusus. 3. Dilakukan pemeriksaan fetal assesment (USG dan NST) setiap 2 minggu. 4. ANC setiap minggu. 4.1 Umur kehamilan <37 minggu dan gejala tidak memburuk maka kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. 4.2 Umur kehamilan ≥ 37 minggu:  Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau mencapai 40 minggu.  Bisa dipertimbangkan ripening/induksi dengan 73

misoprostol.  Bila serviks matang maka dilakukan induksi persalinan. 1.1.2 Rawat inap:  Hasil fetal assessment meragukan atau jelek.  Kecenderungan terjadi preeklampsia berat.  Perawatan poliklinik selama 2x seminggu selama 2 minggu, tidak ada perbaikan.  Hasil test laboratorium yang abnormal  Adanya gejala preeklampsia berat (satu atau lebih). 1.2 Penanganan aktif pada kondisi: 1. Kehamilan aterm. 2. Hasil fetal assessment jelek. 3. Terdapat tanda-tanda impending eklampsia. Catatan: Pemeriksaan kesejahteraan janin: - Pengamatan gerakan janin setiap hari oleh ibu sendiri. - NST 2 x setiap minggu; bila NST non reaktif dilakukan penilaian profil biofisik janin. - Evaluasi biometri janin setiap 3-4 minggu. Kalau perlu, USG Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina. 2. Preeklampsia Berat  Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke sisi kiri secara intermiten.  Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%. Diberikan: MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang. Pemberian MgSO4 dibagi :

 

Loading dose (initial dose) : dosis awal: 4g MgSO4 40% dilarutkan dalam normal Saline I.V/ 10-15 menit. Maintenance dose : Mg SO4 1g/jam/I.V. dalam 24 jam

Cara pemberian: Ambil 4g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline I.V. / 10-15 menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc) dimasukan kedalam satu botol larutan Ringer Dektrose 5% diberikan perinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis dalam 6 jam. Syarat-syarat pemberian MgSO4 Lanjutan : - Refleks patella normal. - Respirasi > 16 kali/menit - Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam - Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc. Antidotum:

74

Bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc dalam 3 menit. Bila kejang lagi setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan, dapat diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV dan apabila tetap kejang (refrakter terhadap MgSO4 ) dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini : - 100 mg IV sodium thiopental - 10 mg IV diazepam - 250 mg IV sodium amobarbital Catatan : Bila diluar sudah diberikan pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan dengan MgSO 4. 

Anti Hipertensi: Bila tekanan darah ≥180/110 atau MAP>125 mmHg Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip. Methyl dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.



Diuretikum: Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi : Edema paru Payah jantung kongestif Edema anasarka



Sikap terhadap kehamilannya : 2.1.1 Ekspektatif / konservatif : o Bila umur kehamilan < 35 minggu. o Diberikan steroids untuk pematangan paru. o Dilakukan expektan manajemen. 2.1.2 Aktif /agresif : o Bila umur kehamilan ≥ 35 minggu. o Kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. o Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut, stroke, edema paru, solutio plasenta dan fetal distress. o Pada HELLP syndrome, persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur kehamilan <35 minggu, untuk memberikan kesempatan pematangan paru. Catatan: 1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam. 2. Penderita belum inpartu 2.1 Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Indikasi seksio sesarea adalah:

75

1. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam. 2. Induksi persalinan gagal. 3. Terjadi gawat janin. 3. Penderita sudah inpartu a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurve Friedman. b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit. c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi); tidak rutin dikerjakan kecuali: 1. Tekanan darah tidak terkontrol (MAP> 125) 2. Tanda-tanda impeding eklampsia. 3. Kemajuan kala II tidak adekuat. d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan atau janin, atau indikasi obstetrik. e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau epidural dan tidak diajurkan anestesia umum. 3. Gestational Hipertensi 3.1 Anti hipertensi; bila tensi ≥ 160/100 mmHg. Jenis, dosis dan cara pemberian sesuai dengan PE berat. 3.2 Terminasi kehamilan; analog PE ringan. 4. Superimposed Preeklampsia Penanganannya sama dengan penanganan PE berat. 12. Tempat Pelayanan

Poliklinik 108 dan Ruang Bersalin, Kamar Operasi dan Pemulihan, ruang perawatan post partum (Bakung, Mahotama, Ratna, Anggrek, Wing Amerta, Sanjiwani) RSUP Sanglah Denpasar.

13. Penyulit

1. Pada ibu: a. Perdarahan intra serebral b. Sindrome HELLP c. DIC d. Payah jantung e. Gagal ginjal f. Ablatio retina g. Ruptur hepar 2. Pada anak: a. Pertumbuhan janin terhambat (PJT). b. Kematian janin dalam kandungan (KJDK).

14. Informed Consent

Ya, (tertulis)

15. Tenaga Standar

1. Dokter PPDS I Patol B 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal 4. Dokter Spesialis Anestesi (intensive care) 76

5. Dokter Spesialis Anak 16. Lama Perawatan

3-5 hari

17. Masa Pemulihan

Selama masa nifas (42 hari)

18. Hasil

Hasil perawatan hipertensi dalam kehamilan: 1. Pada PE ringan, menencegah terjadinya PE berat dan eklampsia, serta melahirkan bayi vigorous serta ibu selamat. 2. Pada PE berat, mencegah terjadinya eklampsia, perdarahan intra serebral, kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP, serta melahirkan bayi vigorous serta ibu selamat

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan kecuali ada sengketa medis.

21. Prognosis

PE ringan, Gestasional hipertensi: dubius ad bonam PE berat, Superimposed preeclampsia: dubius ad malam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poli 108 Bila ada penyulit, perawatan bersama bagian lain

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

- Nifedipine diberikan secara oral bukan sublingual (level evidence A) - Magnesium sulphate adalah therapy pilihan untuk mengontrol seizures. loading dose 4 g diberikan secara I.V selama 5–10 menit, diikuti dosis maintenence 1 g/jam selama 24 jam setelah kejang terakhir. (level evidence A)

24. Indikator Medis

Tidak terjadi penyulit pada ibu seperti: eklampsia, perdarahan intra serebral, kegagalan jantung dan ginjal, DIC, dan Syndrome HELLP. Tidak terjadi asfiksia atau stillbirth.

25. Edukasi

Risiko Preeklampsia berulang pada kehamilan berikutnya. Kemungkinan akan menetap menjadi hipertensi khronis, sehingga perlu kontrol rutin pasca nifas.

26. Kepustakaan

1. Sibai B.M, Diagnosis and Management of Gestational Hypertension and Preeclampsia, The American College of Obstetricians and Gynecologist, 2003. 2. National Collaborating Centre for Woman’s and Children’s Health, NICE Guideline, Hypertention in Pregnancy: The Management of Hypertensive Disorders during Pregnancy, January 2011. 3. Dean S, Management of Hypertensive Disorders in Pregnancy inc Severe Pre-Eclampsia and Eclampsia, NHS Trust, 2011. 4. WHO Recomendations for Prevention and Treatment of Preeclampsia and Eclampsia, 2011. 5. Magee L.A, et al, Diagnosis Evaluation and Management of the Hypertensive Disorders in Pregnancy, SOGC Clinical Practice Guideline, no 77

26 March 2008. 6. Sibai B.M, Diagnosis, Prevention and Management of Eclampsia, Clinical Expert, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Cincinati, vol: 105 no: 2 2005. 7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 8. RCOG. 2006. The management of severe pre-eclampsia/eclampsia. Top green guideline no. 10(a)

Bagan alur PE Ringan

Preeklampsia Ringan

Evaluasi Maternal dan Fetal

≥ 40 minggu ≥ 35 dengan: PPROM IUGR NST non reassuring

< 37 mg

PS >5

37-39 mg

PS<5

Rawat jalan

MRS

Maternal & Fetal memburuk.

Repening/Induksi/SC

Umur kehamilan ≥40 mg. PS >5 saat UK ≥ 37 mg. Inpartu

78

79

Bagan Alur Penanganan PE Berat Preeklampsia Berat

-

MRS Evaluasi Maternal dan Fetal 24 jam MgSO4 24 jam Antihipertensi bila sistolik ≥ 160 mmHg dan atau Diastolik ≥ 110 atau MAP > 125 mmHg

- Maternal distress - Nonreassuring fetal status - Umur kehamilan > 35 mg

Ya

Tidak Ya PJT Berat

Steroids

Tidak

< 23 mg

Pertimbangkan Terminasi Kehamilan

23- <34 mg

Konservatif gagal

34-35 mg

Konservatif: - Steroids - Antihypertensi - Evaluasi kondisi Maternal dan fetal tiap hari

Keterangan: - Maternal Distress: Trombositopenia, impending eklampsia, Edema paru dan Syndrom HELLP. - PJT berat: Reverse atau absent end diastolic flow, Doppller ductus venosus abnormal dan 2 mg tdk ada pertumbuhan.

80

- MgSO4 - Lahirkan

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI EKLAMPSIA 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2

No. ICD Diagnosis

015 Eklampsia

3

Pengertian

Eklampsia adalah kejang-kejang pada ibu hamil, bersalin dan nifas dengan atau tanpa penurunan kesadaran dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia dan tidak dapat dibuktikan adanya penyebab yang lain. Catatan: 10% kasus eklampsia adalah atypical (tanpa didahului oleh gejala PE).

4

Anamnesis

1. Menanyakan waktu mulai kejang, keluhan sebelum kejang seperti mata kabur, sakit kepala, bercak-bercak hitam pada pengelihatan (skotoma), nyeri ulu hati, mual dan muntah pada pasien sadar (auto anamnesis). 2. Kalau pasien tidak sadar, dilakukan heteroanamnesis tentang waktu, tipe, lama kejang, dan kembalinya kesadaran setelah kejang. 3. Menanyakan riwayat tekanan darah tinggi selama dan sebelum hamil. 4. Menanyakan riwayat epilepsi, demam dengan nyeri kepala dan kaku kuduk. 5. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, dan operasi.

5

Pemeriksaan Fisik

1. Umum: - Tanda-tanda vital (tingkat kesadaran dengan GCS, tekanan darah, nadi, respirasi, temperatur, dan nyeri). - Pemeriksaan toraks, jantung dan paru. - Pemeriksaan tanda tanda komplikasi seperti lidah tergigit, fraktur, dan ruptur hepar. - Pasien yang sudah diberikan MgSO4 dilakukan pemeriksaan refleks patela, produksi urine dan respirasi. 2. Obstetrik: - Leopold I-IV, djj dan gejala solusio plasenta. - Colok vagina setelah stabilisasi.

6

Kriteria Diagnosis

Kehamilan diatas 20 minggu, persalinan dan nifas. Kejang dan atau penurunan kesadaran. 81

Preeklampsia. Catatan: Tanda-tanda preeclampsia (lihat PPK Hipertensi Dalam Kehamilan) 7

Diagnosis Banding

1. Cerebro Vascular Accident 1.1 Perdarahan intra serebral 1.2 Trombosis arteri serebralis atau trombosis vena serebralis 2. Komplikasi hipertensi. 2.1 Hypertensive encephalopathy 2.2 Phaeochromocytoma 3. Space-occupying lesions cerebral nervous system (SOL CNS) 3.1 Tumor otak 3.2 Abses 4. Gangguan metabolik 4.1 Hipoglikemia 4.2 Uremia 4.3 Kekurangan sekresi anti diuretic hormone (ADH) yang menyebabkan intoksikasi air 5. Penyakit infeksi 5.1 Meningitis 5.2 Ensefalitis 5.3 Tetanus

6. Thrombotic thrombocytopenic purpura 7. Epilepsi 8. Malaria serebral 8

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: darah lengkap (DL), faal hemostasis (meliputi BT,CT, PTT, APTT, LDH), fungsi ginjal (yaitu BUN, kreatinin, asam urat), fungsi hati (yaitu bilirubin, SGOT, SGPT), urine lengkap (UL), lipid profile. 2. Penilaian kesejahteraan janin dengan kardiotokografi (KTG) 3. Ultarsonografi disesuaikan dengan kondisi ibu. 4. Foto toraks ( kalau ada kecurigaan edem paru, gagal jantung). 5. Computed Tomography (CT) scan, atas indikasi: a. Gejala eklampsia yang tidak khas b. Kejang berulang pada pasien yang sudah mendapat MgSO4 c. Penurunan kesadaran GCS < 8 d. Defisit neurologi fokal e. Kesadaran tidak kembali cepat (tidak pulih < 48 jam) f. Kasus eklampsia atipikal: post partum eklampsia > 48 jam g. Kemungkinan penyebab kejang lain: tumor otak, ruptur 82

aneurisma, metastase penyakit trophoblast gestasional, serebral vaskulitis h. Kecurigaan CVA 9

Konsultasi

Konsultasi dengan disiplin lain atas indikasi: 1. Kardiologi; kalau ada gejala gagal jantung atau edema paru. 2. Neurologi; Adanya defisit neurologis, dan eklampsia refrakter. 3. Anestesiologi; rencana rawat intensif dan praoperatif. 4. Neonatologi; konsultasi penanganan neonatus prematur, tindakan operatif pervaginam atau seksio sesar 5. Penyakit Dalam; kalau ada kemungkinan gangguan metabolik sebagai diagnosis banding, disseminated intravascular coagulation (DIC), dan gagal ginjal 6. Bedah; kalau ada kecurigaan ruptur hepar.

10

Perawatan Rumah Sakit

Semua pasien eklampsia harus dirawat di rumah sakit

11

Terapi / tindakan

1. Menghentikan kejang dan mencegah kejang ulangan dengan pemberian MgSO4 (dosis dan tatacara pemberian sama dengan pada PE berat). 2. Menurunkan tekanan darah Tekanan darah harus diturunkan sampai sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg atau MAP 106 – 125mmHg. a. Pengobatan awal yang dipergunakan menurunkan tekanan darah adalah nicardipine (bila tidak tersedia diberikan Nifedipin oral). Tata cara pemberian nifedipin: - Berikan Nifedipine oral 10 – 20 mg, kemudian berikan setiap 30-45 menit sampai tekanan darah menurun (tercapai stabilisasi) dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan setiap 4-6 jam. - Dilakukan monitoring janin kontinyu sampai tekanan darah stabil. b. Bila pasien tidak sadar, anti hipertensi yang diberikan adalah nicardipin. Tata cara pemberian: - Buat larutan 25 mg nicardipine dalam 240 cc RL, atau 20 mg nicardipin dalam 200 cc RL sehingga konsentrasinya menjadi 0,1 mg/cc. - Berikan dalam bentuk infus dengan kecepatan 5 mg/jam atau 50 cc/jam, sampai mencapai target MAP yang diinginkan. - Jangan melebihi 15 mg/jam atau 150 cc/jam. 3. Memperbaiki keadaan umum ibu a. Infus RL / Dextrose 5% dengan jumlah 80 ml/jam atau 1

83

ml/kgBB/jam. b. Pasang CVP untuk pemantauan keseimbangan cairan (bila perlu). c. Koreksi keseimbangan asam basa sesuai pemeriksaan analisa gas darah. 4. Mencegah dan mengatasi komplikasi 1.1 Edema paru. a. Posisi semi fowler, kepala dan dada ditinggikan sehingga meningkatkan ventilasi b. Diberikan Furosemide 20 – 40 mg intravenous dalam dua menit. Bila respon adekuat tidak terjadi dalam 3050 menit, dosis ditingkatkan menjadi 40-60 menit dengan injeksi pelan intra vena sampai dosis maksimal 120 mg dalam satu jam. c. Morphine Sulfat 3-5 mg IV (hindari pada peningkatan tekanan intra kranial, penurunan kesadaran ) d. Diit rendah garam dan restriksi cairan (monitor CM / CK) e. Oksigen 8-10 L/mnt dengan “face mask” atau dengan CPAP dengan monitoring saturasi oksigen dengan pulse oximeter f. Posisi kepala dan dada ditinggikan. 1.2 Gagal jantung kongestif Adanya tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan pemberian: 1. Preparat β-bloker (Propranolol 1 mg IV tiap 2 menit sesui dengan pengamatan pasien) 2. Preparat inotropik (Digoxin, dosis awal 0,5 mg IV dalam 5 menit kemudian 0,25 mg IV tiap 6 jam sebanyak dua kali pemberian, diikuti dosis pemeliharaan 0,125-0,375 mg IV / PO empat kali sehari) Catatan: Jika diperlukan dilakukan konsultasi dengan Bagian Kardiologi. 1.3 Gagal ginjal. a. Terapi suportif termasuk pemberian obat antihipertensi b. Bila terjadi peningkatan volume darah intra vaskuler, batasi pemberian garam 1-2 gram per hari dan batasi air (< 1 L/hari) c. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit d. Nutrisi sesuai dengan pasien gagal ginjal, batasi protein (0,5g/kgBB/hari), dan rendah karbohidrat (-100 gram/hari) e. Dialisis kalau ada indikasi:

84

- Klinis uremia - Peningkatan volume intravaskuler yang sulit diatasi - Hiperkalemia atau asidosis yang resisten dengan perawatan konservatif - Profilaksis dialisis bila : BUN > 50-70 mg/dl atau kreatinin > 6-7 mg / dl Pasien eklampsia dengan gagal ginjal harus dikonsultasikan kepada bagian Penyakit Dalam Divisi Nefrologi.

f.

1.4 Disseminated Intravascular Coagulation a. Mempertahankan volume sirkulasi dan memberikan pengganti komponen darah atau faktor pembekuan sesuai dengan hasil pemeriksaan darah. b. Diberikan PRC; transfusi cepat sampai klinis membaik atau hematokrit ≥ 25%. Berikan satu ampul Calsium Glukonas setiap pemberian 5 kantong PRC c. Cryoprecipitat, volume 35-40 cc Diberikan bila fibrinogen < 100 mg/dl Tiap unit meningkatkan fibrinogen 5-10 mg/dl. d. Fresh Frozen Plasma (FFP), volume 250 cc Diberikan untuk mengkoreksi PT, aPTT, dan fibrinogen. Diberikan bila kadar fibrinogen kurang < 100 mg/dl atau <150 mg/dl yang disertai dengan tanda perdarahan. Diberikan 4 kantong pada awal, kemudian diberikan lagi sesuai dengan kebutuhan e. Platelet Konsentrat Berikan bila kadar trombosit < 20.000 /mm3 meskipun tidak ada tanda perdarahan atau kadar trombosit < 50.000 /mm3 bila disertai dengan perdarahan f. Persalinan segera dilakukan setelah syarat terpenuhi. Catatan: Pasien eklampsia dengan DIC harus dikonsultasikan dengan Bagian Penyakit Dalam Divisi Hematologi. 1.5 Ruptur hepar Segera lakukan konsultasi Bagian Bedah Digestif untuk dilakukan eksplorasi laparotomi 5.6 Perdarahan intra cranial. Apabila dicurigai adanya perdarahan intracranial maka dikonsulkan ke bagian Bedah Saraf. 5.7 Koma Konsultasi ke Bagian Anestesi dan Rawat Intensif. 6. Penanganan Obstetri: Sikap terhadap kehamilan:

85

b. Sikap dasar adalah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin, setelah kondisi ibu stabil. Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini: a. Setelah pemberian obat anti kejang terakhir. b. Setelah kejang terakhir c. Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir. d. Penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).

c. Cara terminasi kehamilan: b. Bila hasil KTG Normal induksi persalinan dengan drip Oksitosin; dengan syarat PS ≥ 5 c. Seksio Sesaria bila: i. Syarat drip oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontraindikasi drip oksitosin ii. PS < 5 iii. Persalinan (fase aktif) belum terjadi dalam waktu 12 jam pasca induksi iv. Bila hasil KTG patologis v. Umur hamil < 32 minggu (kurang dari 1/3 berhasil induksi) d. Perawatan pasca persalinan: a) Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya. b) Pemeriksaan laboratorium untuk monitoring dikerjakan setelah 24 jam persalinan 12

Tempat Pelayanan

IRD Obstetri, ICU, dan ruang nifas RSUP Sanglah Denpasar.

13

Penyulit

Eklampsia refrakter, gagal ginjal, DIC, ruptur liver, perdarahan intra cranial, serta komplikasi akibat kejang seperti lidah tergigit, fraktur dan hipoksia janin.

14

Informed Consent

Ya, Tertulis 1. Pemberian obat-obatan. 2. Rencana persalinan. 3. Rencana perawatan.

15

Tenaga Standar

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

16

Lama Perawatan

Perawatan selama tindakan stabilisasi awal, persalinan, 86

Dokter PPDS I Patol B Spesialis Obstetri & Ginekologi Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Anestesi Neonatologi Kardiologi Penyakit Dalam

stabilisasi pasca persalinan di ruang intensif, perawatan lanjutan di ruangan minimal tiga hari setelah tercapai keadaan seperti preeklampsia ringan. 17

Masa Pemulihan

Selama masa nifas.

18

Hasil

Tercapainya stabilisasi tanda vital, tidak adanya komplikasi masa nifas, tidak adanya parameter laboratorium yang bisa mempengaruhi kesehatan ibu.

19

Patologi

Konseling untuk melakukan pemeriksaan PA plasenta untuk mengetahui adanya placental vasculopathy.

20

Otopsi

Pada kasus kematian ibu dengan penyebab yang tidak jelas: gangguan kejang, kemungkinan aneurisma serebral, dikonseling untuk dilakukan otopsi dalam.

21

Prognosis

Dubius ad malam.

22

Tindak Lanjut

Pasien pulang dari rumah sakit dianjurkan untuk periksa kembali ke Poliklinik obstetri dan Ginekologi 108.

23

Tingkat Evidens Rekomendasi

1. Terapi anti hipertensi awal adalah labetalol, nifedipine atau hydralazine (I-A) 2. Untuk pasien HDK pertimbangkan untuk persalinan pervaginam, SC dilakukan atas indikasi obstetri (II-2B) 3. MgSO4 direkomendasikan sebagai pengobatan garis pertama pada eklampsia (I-A).

24

Indikator Medis

1. Komplikasi maternal terjadi pada 70% penderita eklampsia termasuk DIC, gagal ginjal, komplikasi hepatoseluler, perdarahan intrakranial, pneumonia aspirasi, edema paru, HPP. 2. Kematian maternal terjadi dalam 0-13,9% 3. Kematian perinatal terjadi dalam 9-23%

25

Edukasi

1. Risiko eklampsia berulang pada kehamilan berikutnya. 2. Konseling untuk diit, menurunkan berat badan, menghentikan merokok, menghentikan alkohol 3. Pada kasus onset awal < 34 minggu dianjurkan untuk penapisan trombhophilia dan penapisan penyakit ginjal. 4. Rekomendasi kalau ingin hamil dalam 2-10 tahun 5. Konseling untuk risiko penyakit vaskular jangka panjang.

26

Kepustakaan

1. Sibai BM. Hypertensive Emergencies. In : Obstetric Intensive Care Manual. Foley MR, Strong TH, Garite TJ (editors). rd 2011.. Mc Graw Hill : 3 editions. 49-61. 2. Sibai BM, Stella CL.2009. Diagnosis and management of atypical preeclampsiaeclampsia.. Am J Obstet Gynecol. 87

vol;200:481.e1-481.e7. 3. Magee L, Helewa M, Moutquin J, Dadelszen P..2008. Diagnosis and Management of Hypertentiaon in pregnancy. SOGC.Vol 30 No.3.Sup 1. 4. Anonim. Protap Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP Sanglah. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.

88

Bagan alur penanganan Eklampsia

Eklampsia

-

Kejang refrakter

Prosedur bantuan hidup dasar. Anti kejang Mg SO4 Anti hipertensi

Koma

Kejang (-) Kondisi ibu stabil.

Sodium tiopenthal

Rawat di ICU

- Stabilisasi 4-6 jam - Fetal assessment. - Evaluasi Pelvik skor

- Rawat di kamar bersalin RT Penanganan

komplikasi fetal distress

Tidak fetal distress

CT scan PS<5

Konsul ke bagian Neurologi, Kardiologi, Anestesi

Neonatologi, Bedah

PS>5

Induksi persalinan

Harus Kala II dalam 24 saraf dan bagian lain

yg terkait Gagal

SC

89

Berhasil

Percepa t Kala II

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PERSALINAN PRETERM 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2.

No. ICD Diagnosis

O60.1 Persalinan Preterm

3.

Pengertian

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan < 37 minggu dan atau dengan perkiraan berat badan janin < 2500 gram.

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. DL. 2. UL.

9.

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi. 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.

10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan

2. Pastikan umur kehamilan. 3. Sakit perut hilang timbul semakin sering, lama dan kuat. 4. Keluar lendir bercampur darah dari vagina. 1. Umum. 2. Obstetrik : a. Palpasi. Leopold I - IV. b. Auskultasi. Pemeriksaan djj. c. Pemeriksaan colok vagina. 1. Kehamilan < 37 minggu. 2. His ≥ 2 kali dalam 10 menit. 3. Pembukaan serviks ≥ 2 cm, penipisan ≥ 50 %, dan lendir bercampur darah. Pembukaan serviks ≥ 2cm atau kemajuan pembukaan yang bermakna oleh pemeriksa yang sama dalam 2 jam. IUGR.

Semua persalinan preterm harus dirawat di rumah sakit. 1. 2. 3. 4.

Tirah baring ke satu sisi. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm. Pemberian tokolitik : 90

a. Nifedipin. Dosis inisial 20 mg, bila kontraksi tetap dalam 30 menit berikan lagi 20 mg. Dosis maksimal dalam 1 jam pertama 40 mg. Jangan memberikan lagi sampai 3 jam setelah pemberian yang kedua. Bila kontraksi tetap, berikan lagi 20 mg sampai kontraksi hilang atau pasien memasuki fase aktif persalinan. Nifedipin slow release diberikan setelah 24 jam, 2 - 3 kali sehari sesuai dengan dosis yang dibutukan untuk menghentikan kontraksi uterus dalam 24 jam. b. COX - 2 inhibitors. Diberikan pada umur kehamilan < 32 minggu. Dosis awal 100 mg, dilanjutkan 50 mg per oral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian. 5. Pemberian kortikosteroid ( Dexamethason ) pada umur kehamilan 24 - 34 minggu. Diberikan dengan dosis 6 mg/12 jam intramuskuler selama 2 hari. 6. Pemberian antibiotika sesuai dengan pola kuman RSUP Sanglah. 7. Pada kasus yang kematangna parunya diragukan (32-35minggu) Lakukan tes kocok untuk menentukan pematangan paru. Catatan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Tokolitik tidak diberikan pada keadaan : infeksi intrauterine. solusio plasenta. lethal fetal malformation. kematian janin dalam rahim ( KJDR ). tanda - tanda insufisiensi plasenta. Preeclampsia

12. Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

13. Penyulit

1. Prematuritas. 2. Gawat janin. 3. KJDR.

14. Informed Consent 15. Tenaga Standar

Ruang bersalin resiko tinggi Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108.

Ya, tertulis. 1. 2. 3. 4. 5.

PPDS I tingkat Patol A. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Anasthesi. Dokter Spesialis Anak. 91

16. Lama Perawatan

17. Masa Pemulihan 18. Hasil

1. Partus pervaginam 1-2 hari. 2. Seksio sesarea 2 - 3 hari. 3. Perawatan konservatif 7 hari. 42 hari 1. Perawatan konservatif berhasil. 2. Penyebab persalinan preterm berhasil diatasi. 3. Bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat.

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan

21. Prognosis

Dubius ad gonam

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24. Indikator Medis

Nivedipin dan atosiban memiliki kemampuan tokolitik untuk mencegah persalinan preterm selama 7 hari. (level evidence A) Dibandingkan dengan beta-agonis, nifedipin berhubungan dengan peningkatan outcome bayi (level evidence A)

Tidak terjadi persalinan preterm, gawat janin dan KJDR.

25. Edukasi

1. ASI eksklusif. 2. Mobilisasi dini. 3. KB post partum.

26. Kepustakaan

1. Di Renzo J.C, International Guidelines, Guidelines for Management of Spontaneus Preterm Labor, J. Perinat. Med. 34 (2006) New York 2006. 2. RCOG, Antenatal Corticosteroids for Reduce Perinatal Morbidity and Mortality, Green Top Guideline no 7, 2010. 3. DI Renzo J.C, et al, Guidelines for Management of Spontaneus Preterm Labour Archive of Perinatal Medicine, 13(4), 29-35, 2007. 4. Crane J, Antenatal Corticosteriod Therapy for Fetal Maturation, SOGC Committee Opinion, January 2007. 5. Royal Cornwall Hospital, Woman’s and Child Health Division Maternity Service, Guideline for the Management of Preterm Prelabour Ruptur of Membranes, 2010. 6. Queensland Maternity and Neonataal Clinical Guideline, Assessment and Management of Preyerm Labour, September 2009. 7. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 8. Preterm labor, tocolytic Drugs. 2011. Green-Top guidlines. No.1B 92

93

Bagan Alur Persalinan Preterm Persalinan Preterm

Evaluasi Kausa PPI: Laboratorium, Swab vagina, fetal scan anomali.

Tanda infeksi (-)

Tanda Infeksi (+)

Korioamnitis (+) Fetal anomali (+)

Tirah baring ke satu sisi

Terapi antibiotika

Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin

empiris

Pemberian

Pemberian

pematangan paru

tokolitik

Berhasil

Gagal

Lahir

94

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN POSTERM 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 2. Diagnosis 3. Pengertian

O.48 Kehamilan Posterm Umur kehamilan yang mencapai ≥ 42 minggu atau ≥ 294 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegel. Rumus tersebut harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG pada trimester pertama. Postdate adalah umur kehamilan yang melewati 40 minggu.

4. Anamnesis

1. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir. 2. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali. Idealnya, USG yang pertama kali dilakukan pada kehamilan trimester I dengan menentukan CRL. 3. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan berat badan dalam satu minggu terakhir.

5. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan Leopold I-IV 3. Auskultasi djj

6. Kriteria Diagnosis

1. Umur kehamilan 42 minggu atau lebih. HPHT harus jelas dan dikonfirmasi dengan USG trimester I (pengukuran CRL). HPHT yang tidak jelas diperlakukan sebagai postdate. 2. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 5 hari antara perkiraan dari HPHT dan USG trimester I maka yang dipakai adalah USG. 3. Pada USG dimana terdapat perbedaan lebih dari 10 hari antara perkiraan dari HPHT dan USG trimester II, maka yang dipakai adalah USG. Catatan: Jika umur kehamilan tidak diketahui dimana tidak ada data HPHT dan USG trimester I dan II, tetapi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG on site menunjukan kehamilan aterm maka dikelola sesuai kehamilan posterm.

7. Diagnosis Banding

Hamil dengan IUGR. Janin besar.

8. Pemeriksaan Penunjang

1. USG 2. NST 95

9.

Konsultasi

1. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal 2. Bagian Anak Divisi Perinatologi

10. Perawatan Rumah Sakit

Pasien dilakukan rawat inap di ruang bersalin.

11. Terapi / tindakan

Tergantung indikasi obstetri. 1. Pervaginam melalui induksi persalinan. 2. SC

12. Tempat Pelayanan

Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan post partum

13. Penyulit

Sindrom aspirasi mekonium, fetal distress, makrosomia dan CPD

14. Informed Consent

Informed consent tertulis (prosedur induksi, persalinan, seksio sesarea dan risiko tindakan lainnya).

15. Tenaga Standar

3. PPDS I Obgin tk patol A 4. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

16. Lama Perawatan

Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

17. Masa Pemulihan

Selama masa nifas.

18. Hasil

Ibu sehat dan bayi vigorous.

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan

21. Prognosis

Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

- Tentukan umur kehamilan (lebih awal) sebaiknya saat UK 10-14 minggu.(Ia/A) - Induksi persalinan saat umur kehamilan 41 minggu menurunkan mortalitas perinatal tanpa meningkatkan luaran yang buruk. (Ia/A) - Monitoring dengan melakukan pengukuran volume air ketuban, perkiraan berat janin, dan pemeriksaan KTG 2 kali seminggu. (Ia/A)

24. Indikator Medis

1. Apgar score lebih dari tujuh (90%) 2. Kontaminasi air ketuban ke paru (10%) 3. Sepsis neonatotorum (5%).

25. Edukasi

Mobilisasi dini, ASI eksklusif, KB post partum

26. Kepustakaan

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In : rd Williams Obstetrics, 23 edition 2010. 96

2. Marino T, Norwitz E.R, Prolonged Pregnancy, in Queenan’s Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth ed 2012. 3. Albert Reece, John C. Hobbins. Prolonged Pregnancy. In : Clinical rd Obstetrics The Fetus & Mother, 3 edition, 2007 4. Norwitz ER, Robinson JN. Management of Postterm Pregnancy. In : ACOG Practice Bulletin. Number 55, September 2004:639-45. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Lewat Waktu, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 6. Balchin I, Steer P.J, Prolonged Pregnancy, in James D, High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011.

97

Bagan Alur Penanganan Posterm UK 41 Minggu. Evaluasi Leopold, kesra (NST & USG), dan penilaian PS

KelainanKelainanLetakLetak

NST& USG Normal PS baik

Let kep

POSTTERM

Penanganan sesuai

(42 Minggu / Lebih)

protap letsu/letli

Konseling induksi

PENANGANAN SESUAI PENILAIAN KESEJAHTERAAN JANIN

Kesejahteraan Janin Baik

Kesejahteraan Janin

Kesejahteraan Janin

(USG / NST baik )

Mencurigakan

Jelek

Nilai Pelvic Sore

Nilai Pelvic Sore

PS < 5

PS ≥ 5

PS ≥ 5

PS < 5

NST ulang

Ripening

Baik

Induksi

Berhasil

BPP score (Baik)

Tetap

Patologis

BPP score (Buruk)

Gagal SC

Pervaginam

98

99

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN KEMBAR / GEMELI 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

Menanyakan apakah gerak anak banyak, perut cepat besar, dan berat badan cepat bertambah? Riwayat kehamilan kembar dalam keluarga. Riwayat pemakaian obat obat pemicu ovulasi.

5.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan LEOPOLD I-IV, teraba lebih dari dua bagian besar janin, lebih dari satu punctum djj.

6.

Kriteria Diagnosis

1. Pemeriksaan Leopold: uterus lebih besar, teraba 3 bagian besar 2. Dua denyut jantung janin ditempat berbeda 3. Konfirmasi dengan USG

7.

Diagnosis Banding

1. Polihidramnion 2. Hamil dengan mioma 3. Bayi besar (Makrosomia)

8.

Pemeriksaan Penunjang

USG: - Tentukan jumlah janin, posisi janin satu terhadap yang lain, taksiran berat janin dan khorionisitas. - Tentukan kemungkinan terjadinya kelainan kongenital seperti conjoint twins, tanda tanda Down syndrome, dan Twin-Twins Transfusion Syndrome (TTTS). Laboratorium : DL, UL, NST

9.

Konsultasi

1. 2.

O30.0 Kehamilan Kembar / Gemeli Kehamilan dengan janin lebih dari satu

Bagian Neonatologi Bagian Obstetri dan ginekologi Divisi Fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit

Selama persalinan dirawat di ruang bersalin, post partum dirawat di ruang nifas.

11. Terapi / tindakan

1. Partus pervaginam, bila presentasi kepala-kepala, atau kepalasungsang. 2. Versi luar/versi ekstraksi, untuk bayi kedua yang posisinya melintang. 3. SC, bila bayi pertama selain presentasi kepala, atau ada penyulit seperti KPD, fetal distress, LMR dan penyulit lainnya.

12. Tempat Pelayanan

Ruang bersalin resiko tinggi dan ruang nifas 100

13. Penyulit

1. Abortus 2. Persalinan prematur 3. Twin-twin transfusion syndrome (TTTS) 4. Solutio plasenta. 5. Preeklampsia 6. Polihidramnion 7. IUGR 8. Kelainan kongenital 9. Inersia uteri 10. HPP 11. Infeksi puerperalis

14. Informed Consent

Ya, tertulis (Prosedur persalinan, risiko komplikasi tindakan)

15. Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

16. Lama Perawatan

Antara 2-4 hari tergantung jenis tindakan

17. Masa Pemulihan

Selama 2-3 hari di ruang pemulihan

18. Hasil

Ibu melahirkan dengan selamat dan Bayi lahir Vigorous.

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan

21. Prognosis

Dubius ad bonam. (Tergantung khorionisitas janin, adanya twin-twin transfusion syndrome, penyulit pada ibu dan letak janin)

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

- Penentuan zygositas dan khorionisitas pada umur kehamilan 10-14 minggu. (III/B) - Suplementasi zat besi dan asam folat sejak trimester kedua. (IIb/B) - Anomali scan rutin pada umur kehamilan 18-22 minggu. (III/B) - Menunggu persalinan spontan bila tidak terjadi komplikasi. (Ia/A) - Melakukan persalinan pervaginam kecuali janin pertama tidak dalam posisi membujur. (III/B) - Bila bayi kedua letak lintang, lakukan amniotomi dan lahirkan. (III/B) - Pertimbangkan infus oksitosin bila terjadi inersia uteri, khususnya setelah bayi pertama lahir.(GPP)

24. Indikator Medis

1. Twin-twin transfusion syndrome. 2. Partus spontan anak kedua. 101

PPDS I Obgin tk patol A Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal Dokter Spesialis Anak.

3. Apgar score anak kedua lebih dari 7. 25. Edukasi

Mobilisasi dini, KB post partum, ASI eksklusif.

26. Kepustakaan

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Twins Pregnanacy. In: rd Williams Obstetrics, 23 edition 2010. 2. Hayes E.J, Broetzman M. Multiple Gestation, in Berghella V. Maternal nd –Fetal Evidence Based Guideline, 2 Ed Informa Healthcare 2012. 3. Anonim, Twin Pregnancy, South Australian Perinatal Practice Guideline, January 2012. 4. Fuchs K.E, D’Alton M.E, Multiple Gestations, in Queenan’s Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth ed 2012. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Penatalaksanaan Kehamilan Multifetus, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal, 2012.

102

Bagan Alir Persalinan Kembar/gemeli

Hamil Gemeli Aterm

Anak I

Anak I letak kepala

Let. Lintang atau Sungsang

Monitor denyut Gawat janin

jantung janin

Tidak gawat janin

Pervaginam

Periksa anak II dengan segera

Letak lintang

Longitudinal (membujur)

Versi luar

Tunggu His adekuat

His Adekuat

Gagal

His Inadekuat

Berhasil

Oksitosin Seksio Sesarea

Versi

Persalinan II Pervaginam Spontan/Vacum/Forcep, Brach

ekstraksi

103

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PROLAPSUS FUNIKULUS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1.

No. ICD

O69.0

2.

Diagnosis

Prolapsus Funikulus

3.

Pengertian

Prolapsus funikuli adalah tali pusat berada didepan bagian terendah janin pada saat ketuban pecah yang dapat terjadi pada inpartu dan ketuban pecah dini.

4.

Anamnesis

Menanyakan keluhan ibu seperti keluar air ketuban, sakit perut hilang timbul, dan gerakan anak.

5.

Pemeriksaan Fisik

   

6.

Kriteria Diagnosis

1. 2. 3. 4.

Pemeriksaan abdomen meliputi penilaian his, Leopold I-IV, untuk menentukan apakah kepala masih melayang Pemeriksaan denyut jantung janin untuk menentukan apakah ada gawat janin. Pemeriksaan dalam teraba adanya tali pusat didepan bagian terendah janin. Apakah tali pusat masih berdenyut. Adanya pecah ketuban Adanya kelainan presentasi janin atau bagian terendah belum masuk pintu atas panggul. Adanya tanda tanda gawat janin mendadak setelah pecah ketuban Terabanya tali pusat didepan bagian terbawah janin.

7.

Diagnosis Banding

Tangan Menumbung

8.

Pemeriksaan Penunjang

USG

9.

Konsultasi

1. Bagian Neonatologi 2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

10. Perawatan Rumah Sakit

Semua pasien dengan prolap funikuli dilakukan rawat inap

11. Terapi / tindakan

Tergantung apakah janin viable atau tidak, masih hidup atau tidak. 1. Bila janin viable: a. Segera lakukan reposisi manual tali pusat, dan tangan tetap menahan tali pusat sampai bayi lahir. b. Letakkan pasien dengan posisi trendelenberg atau nungging (knee-chest position) 104

c. Pasang O2 dengan sungkup. d. Monitoring denyut jantung janin e. Cek DL, BT, CT f. Siapkan Whole blood 2 kantong g. Konsultasi Anesthesi dan neonatologi. h. Lakukan Inform Consent untuk dilakukan SC green code i. Segera lakukan SC green code. j. Bila janin sudah meninggal lahirkan pervaginam. 2. Bila janin belum viable (<28 minggu): a. Expectant Management b. Konsultasi ke divisi Fetomaternal c. Ampicillin 4x500 mg d. Reposisi manual e. KIE prognosis dan risiko infeksi f. Pertimbangkan terminasi kehamilan g. Bila DJJ negatif lahirkan pervaginam 12. Tempat Pelayanan

Ruang bersalin resiko tinggi, kamar operasi, ruang nifas, ruang NICU

13. Penyulit

Gawat janin

14. Informed Consent

Ya, Tertulis (rencana tindakan, risiko tindakan operasi, prognosis)

15. Tenaga Standar

1. PPDS I Obgin tingkat Patol A 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

16. Lama Perawatan

3 hari perawatan di ruang pulih dan ruang nifas.

17. Masa Pemulihan

2-3 hari

18. Hasil

Melahirkan bayi sehat dan ibu sehat.

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan

21. Prognosis

Dubius ad malam. (Tergantung lamanya prolaps funikuli dan kecepatan tindakan)

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

 SC merupakan mode persalinan yang dipilih dalam kasus prolap tali pusat jika pervaginam tidak mengancam untuk mencegah hipoksia janin (level evidence B)  Hindari memecahkan ketuban pada saat memeriksa dalam, jika talipusat prolap maka tindakan SC harus segera dikerjakan (level evidence A) 105

24. Indikator Medis

- Fetal distress bisa diatasi atau dicegah. - Bayi lahir hidup.

25. Edukasi

Mobilisasi dini, ASI eksklusif dan KB post partum Hati hati pada kehamilan selanjutnya, ANC rutin, bila terjadi pecah ketuban segera periksa ke bidaan atau ke rumah sakit.

26. Kepustakaan

1. Norwitz E.R, Belfort M.A, Saade G.R, Miller H, Obstetric Clinical Algorithms, management and avidence. Wiley-Blackwell, 2012 2. Anonim, Cord Prolapse in Emergency procedures, Clinical Guidelines, Woman and Newborn Health service, King Edward Memorial Hospital, 2012. 3. Royal College Obstetrician & Gynecologist. 2014. Umbilical Cord Prolapse . Green-top guidlines No 50.

106

Bagan alur Prolapsus Funikuli :

Prolapsus Funikulus

Tidak Viabel (< 28 mg/1000 gr)

-

-

Viabel

- Asking for Help (green code) - Reposisi secara manual, dan jari tetap menahan bagian terendah janin sampai bayi lahir Posisi Trendelenberg atau nungging (kneechest position) - Resusitasi intrauterine. - Segera pindahkan ke kamar operasi

Pertimbangkan ultrasonografi untuk konfirmasi diagnosis oleh Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Konsultasi ke bagian neonatologi

Expectant Management - Ampicillin 4x500 mg - Reposisi manual

DJJ Positif

DJJ Negatif

-

Monitoring denyut jantung janin Cek DL, BT, CT Siapkan darah Lakukan inform consent untuk dilakukan SC darurat

- Rawat inap - KIE prognosis dan risiko infeksi

Induksi persalinan

- Pertimbangkan terminasi Lakukan SC green code

107

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN / PERSALINAN DENGAN JARINGAN PARUT UTERUS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1.

No. ICD

034.2

2.

Diagnosis

Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus

3.

Pengertian

Kehamilan dengan adanya riwayat seksio atau histerotomi atau miomektomi pada kehamilan sebelumnya.

4.

Anamnesis

-

Riwayat SC, miomektomi dan histerotomi Persalinan spontan sebelumnya Indikasi seksio sebelumnya Berapa kali operasi seksio sebelumnya Adanya penyulit pada operasi sebelumnya Jenis insisi pada operasi seksio sebelumnya.

5

Pemeriksaan Fisik

-

Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan obstetri:  Pemeriksaan Leopold I-IV  Auskultasi djj

6

Kriteria Diagnosis

Adanya riwayat operasi SC dan atau miomektomi

7

Diagnosis Banding

-

8

Pemeriksaan Penunjang

USG - Untuk menentukan biometri janin - Menentukan kesejahteraan janin/Biophisical profil - Ketebalan scars pada SBR (baik bila ≥ 3 mm).

9

Konsultasi

1. Bagian pediatri 2. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fetomaternal

10

Perawatan Rumah Sakit

Saat inpartu perawatan rumah sakit

Hamil dengan riwayat laparotomi Hamil dengan riwayat operasi tumor adneksa.

108

11 Terapi / tindakan

1. Ekspektatif pervaginam bila syarat syarat terpenuhi: - Tidak ada CPD - Presentasi kepala - Riwayat SC tidak lebih dari 1 kali - Tidak ada penyulit seperti KPD, bayi besar, Plasenta previa, hamil lewat waktu. 2. Tidak dibenarkan melakukan induksi atau akselerasi dengan oksitosin atau prostaglandin. 3. Persalinan pervaginam dipercepat dengan vakum atau forcep bila dipimpin mengedan 30 menit belum lahir. (apabila syarat VaE dan FE terpenuhi dipilih VaE) 4. Seksio Sesarea bila: - Bila syarat pervaginam tidak terpenuhi - Indikasi Obstetri: Fetal distress, distosia.

12 Tempat Pelayanan

Ruang bersalin resiko tinggi, Ruang operasi dan ruang nifas

13 Penyulit

Ruptur uteri, Syok hipovolemik, fetal distress.

14 Informed Consent

Ya, Tertulis

15 Tenaga Standar

1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal 3. PPDS tingkat patol B (pervaginam), untuk SC dilakukan oleh Senior A

16 Lama Perawatan

2-3 hari

17 Masa Pemulihan

6-7 hari

18 Hasil

- Bayi lahir vigorous - Bisa melahirkan spontan, dengan atau tanpa bantuan vakum atau forcep.

19 Patologi

Tidak diperlukan

20 Otopsi

Tidak diperlukan

21 Prognosis

Baik

22 Tindak Lanjut

Kontrol ke poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

- Secara keseluruhan ibu hamil yang berusaha melakukan VBAC, mempunyai risiko morbiditas 50 % lebih besar, walaupun hal ini tergantung latar belakang risiko kegagalannya (III/B) - Risiko komplikasi yang serius namun jarang terjadi pada kehamilan berikutnya, terutama wanita dengan ≥ 5 kali SC (Hysterektomi 3%-7%, placenta akreta 2%-7%, cedera blass 2,4%, dan transfuse darah 14%) (III/B). - Keberhasilan VBAC lebih tergantung pada: Indikasi SC sebelumnya 109

letak sungsang atau fetal distress, Pernah melahirkan pervaginam sebelumnya, Onset persalinan spontan, BMI normal atau rendah, Persalinan sebelum 41 minggu, tidak ada DM, berat bayi lebih rendah, kemajuan persalinan yang normal (III/B) - Ruptura uteri kemungkinan besar terjadi karena: Operasi SC sebelumnya bukan di SBR, tidak pernah melahirkan spontan sebelumnya, Interval kehamilan yang pendek, bayi yang besar, Induksi persalinan dengan prostaglandin (III/B) 24 Indikator Medis

- Persalinan tanpa komplikasi - Keadaan ibu dan bayi baik

25 Edukasi

- Harus melahirkan di rumah sakit yang bisa melakukan operasi SC dalam waktu 30 menit. - Bila anak SC sudah tiga kali sarankan untuk steril.

26 Kepustakaan

1. Smith G.S, Delivery after Previous Cesarean Section, , in James D, High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011. 2. Landon M.B, Vaginal Birth after Cesarean Delivery,in Queenan’s Management of High Risk Prgnancy, An Evidence –Based Approach, sixth edition, 2012. 3. “Penata Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1. 4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D. 2010. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975. 5. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.

110

Bagan Alur Penanganan Kehamilan / Persalinan Dengan Jaringan Parut Uterus:

LMR Bekas SC/Miomektomi

YA

Klasik/korpore Bekas SC ≥ 2 kali Riwayat ruptur uteri. Panggul sempit. Penyulit: kel letak, plasenta previa, KPD > 12

KPD

jam

TDK

Tunggu Inpartu (rawat jalan)

Kehamilan 41-42 minggu.

Induksi dengan Foley Cateter.

Gagal

Elektif SC UK 38- 39 mgg

Inpartu

Distocia/Fetal distress

Persalinan maju

SC cito

Pervaginam (Bila Kala II lebih dari 30 menit dilakukan VaE)

111

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG 2015

1. 2. 3.

No. ICD Diagnosis Pengertian

099.4 Kehamilan Dengan Penyakit Jantung Kehamilan dengan penyakit jantung baik penyakit jantung kongenital ataupun didapat.

4.

Anamnesis

- Adanaya sesak nafas terutama saat beraktifitas - Berdebar debar. - Adanya oedem pada tungkai. - Batuk dan sesak pada malam hari. - Adanya nyeri dada. - Riwayat serangan jantung atau stroke.

5.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum: - Frekuensi nafas meningkat. - Peningkatan tekanan vena jugularis. - Auskultasi/Perkusi: Adanya murmur dengan berbagai derajatnya, irama Gallop, gamgguan irama jantung. Iktus kordis jelas terlihat dan batas-batas jantung membesar.

6.

Kriteria Diagnosis

- Anamnesis: adanya keluhan akibat penyakit jantung. - Pemeriksaan Fisik: Adanya murmur, gangguan irama dan pembesaran jantung. - Pemeriksaan penunjang: Adanya kelainan anatomis dan fungsi jantung.

7.

Diagnosis Banding

- Penyakit paru obstruktif kronis. - Penyakit ginjal.

8.

Pemeriksaan Penunjang

- Elektrokardiografi. - Echocardiografi. - Thorax foto

9.

Konsultasi

Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis jantung. Dokter Spesialis Anesthesia Dokter Spesialis anak.

10. Perawatan Rumah Sakit

Fungsional klas III-IV, dan pada saat inpartu.

11. Terapi / tindakan

- Terapi sesuai saran teman sejawat kardiologi. 112

- Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung WHO kelas I/II. Pada WHO kelas III/IV dipertimbangkan abortus provokatus medisinalis. - Batasi pemberian cairan. - Percepat kala II dengan forceps atau vacum ekstraksi (bila syarat VaE dan FE terpenuhi dipilih VaE) - Kalau memungkinkan, kurangi nyeri dengan ILA. - Pada penyakit jantung oleh karena RHD berikan propilaksis SBE; ampicillin 1 gram dan gentamisin 80 mg diberikan 1 jam sebelum tindakan dan 6 jam setelah tindakan. 12. Tempat Pelayanan

Kamar bersalin Resiko Tinggi dan kamar operasi, UPIJ RSUP Sanglah Denpasar

13. Penyulit

Gagal jantung, prematuritas bayi / infeksi SBE

14. Informed Consent

- Mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan. - Komplikasi yang mungkin terjadi. - Rencana perawatan. - Prognosis.

15. Tenaga Standar

1. PPDS I tingkat patol B 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. 3. Bagian obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal

16. Lama Perawatan

5-10 hari

17. Masa Pemulihan

7 hari

18. Hasil

Bayi lahir viable dan vigorous. Ibu melahirkan dengan selamat.

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan

21. Prognosis

Dubius Tergantung fungsional klass dan jenis kelainan jantung yang dialami.

22. Tindak Lanjut

Kontrol ke poli kebidanan dan poli kardiologi.

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24. Indikator Medis

Penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.

25. Edukasi

- Disarankan untuk tidak hamil lagi, pakai kontrasepsi mantap. - Batasi aktifitas. - Pola hidup sehat. 113

26. Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) “Penata Laksanaan Obstetri dan Ginekologi, edisi 1. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In: William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975. 3. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.

114

Tabel 1. Klasifikasi penyakit jantung berdasarkan resiko maternal Kelompok I

II

III

Penyakit Jantung - ASD - VSD - PDA - Gangguan katup pulmonal/tricuspid - Tetralogy of fallot yang dikoreksi - Katup bioprostetik - MS, NYHA klas I/II -

Coarctatio aorta tanpa kelainan katup Tetralogy of fallot tanpa koreksi Marfan Syndrome dengan aorta normal Katup prostetik mekanis MS dengan fibrilasi atrial atau NYHA klas III atau 1V Stenosis aorta Riwayat infark miokard Hipertensi pulmonal primer maupun sekunder (termasuk Eisenmenger Syndome) Coartatio aorta dengan kelainan katup Marfan syndrome dengan kelainan aorta Kardiomiopati peripartum

Mortality Risk <1%

5-15%

25-50%

Tabel 2. Prinsip-prinsip klasifikasi WHO yang telah dimodifikasi risiko kardiovaskular maternal Kelas Risiko Kelas I Kelas II Kelas III

Kelas IV

Risiko Kehamilan Oleh karena Kondisi Medis Tidak terdeteksi peningkatan risiko kematian maternal dan tidak /peningkatan morbiditas ringan. Sedikit peningkatan risiko kematian maternal atau peningkatan morbiditas sedang. Peningkatan yang signifikans dari kematian maternal atau morbiditas berat. Diperlukan konsul cardiologist. Jika diputuskan hamil, konsul intensif ke dokter ahli cardiologi diperlukan dan monitoring oleh ahli obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal diperlukan selama kehamilan, persalinan dan puerperium. Risiko yang sangat berat terjadinya kematian maternal atau morbiditas berat. Kehamilan merupakan kontra indikasi. Jika kehamilan sudah terjadi, dipertimbangkan terminasi, jika kehamilan diteruskan, dirawat seperti kelas III.

115

Tabel 3. Aplikasi klasifikasi WHO yang telah dimodifikasi risiko kardiovaskular maternal WHO Kelas I

WHO Kelas II

WHO Kelas II-III

WHO Kelas III

WHO Kelas IV

Defek kecil atau ringan, tidak ada komplikasi : -stenosis pulmonal -patent ductus arteriosus -mitral valve prolapsed Lesi sederhana yang berhasil dikoreksi (ASD,VSD,PDA, anomaly drainase vena pulmonal) Denyut ektopik atrial atau ventricular ASD atau VSD yang tidak dioperasi Tetralogy of Fallot yang dikoreksi Kebanyakan aritmia Gangguan ringan ventrikel kiri Hipertropik kardiomiopati Penyakit jantung katup yang bukan termasuk kategori WHO I dan IV Sindrom Marfan tanpa dilatasi aorta Aorta <45 mm pada pnyekita aorta yang dihubungkan dengan katup aorta bicuspid Koarktasio aorta yang sudah dikoreksi Katup mekanik Ventrikel kanan sistemik Sirkulasi Fontan Penyakit jantung sianotik yang tidak dikoreksi Penyakit jantung kongenital yang kompleks lainnya Dilatasi aorta 40-45 mm pada sindrom Marfan Dilatasi aorta 45-50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan penyakit katup aorta bicuspid Hipertensi arteri pulmonalis oleh berbagai penyebab Disfungsi berat ventrikel sistemik (LVEF <30%, NYHA Kelas III-IV) Riwayat kardiomiopati peripartum dengan kerusakan residual fungsi ventrikel kiri Stenosis mitral berat, stenosis aorta berat simptomatis Sindrom Marfan dengan dilatasi aorta >45 mm Dilatasi aorta >50 mm pada penyakit aorta yang dihubungkan dengan katup aorta bicuspid Koarktasio aorta berat

116

Bagan Alur Kehamilan dengan penyakit jantung

Gejala kelainan jantung: - Murmur - Edema tungkai bawah - Sesak nafas

- Tentukan fungsionsl klass (NYHA) - Konsul Bag Kardiologi

- Pemeriksaan lab - Lakukan ekhokardiografi

Tentukan jenis kelainan anatomi, fungsional, dan risiko penyakit jantung

FC I-II + Risiko rendah.

Partus spontan

FC III-IV + Risiko rendah/sedang

FC I-II + Risiko tinggi

FC III-IV + Risiko tinggi

Kala II dIpercepat dengan FE/VE SC

Gagal

117

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI DIABETES MELITUS GESTASIONAL 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD

024.9

2. Diagnosis

Diabetes Melitus Gestasional

3. Pengertian

Adalah intoleransi karbohidrat dengan derajat bervariasi yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan tanpa memandang pemakaian insulin atau tidak dalam penanganannya.

4. Anamnesis

-

5. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik Umum Pemeriksaan Leopold I-IV Auskultasi djj.

6. Kriteria Diagnosis

Hamil Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl dan gula darah 2 jam PP > 140 mg/dl dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Catatan: TTGO dilakukan dengan memberikan beban 75 gram glukosa

Umur ibu hamil lebih dari 30 tahun Riwayat DM dalam keluarga Pernah DMG atau intoleransi glukosa pada kehamilan sebelumnya Infeksi saluran kemih berulang-ulang sebelum hamil Riwayat glukouria berulang. Riwayat abortus, janin mati tanpa sebab yang jelas dan bayi besar Riwayat pre eklampsia, polihidramnion.

anhidrus setelah berpuasa selama 8 – 14 jam. (untuk kelompok resiko tinggi dilakukan pada pertemuan pertama, jika hasilnya negatif dilakukan pemeriksaan gula darah ulang pada usia kehamilan 24-28 minggu) 7. Diagnosis Banding

Kehamilan dengan Hypertiroid

8. Pemeriksaan Penunjang

TSHS dan FT4 Hb A1c USG NST

9. Konsultasi

   

Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Bagian Penyakit Dalam (Subdivisi Endokrinologi), Bagian Mata Bagian Gizi klinik 118

10. Perawatan Rumah Sakit

Ya Bila gula darah tak terkontrol atau pasien Inpartu.

11. Terapi / tindakan

1. Diet sesuai dengan Gizi Klinik 2. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan perencanaan makan sesuai dengan dokter penyakit dalam. 3. Bila ada keluhan pengelihatan kabur, mata berair konsul ke bagian Mata. 4. Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah 5. Pemantauan HbA1C secara berkala tiap 6-8 minggu 6. Pemberian deksamethason untuk pematangan paru janin 7. Penentuan skenario terminasi / persalinan

12. Tempat Pelayanan

Poliklinik Kamar bersalin Ruang perawatan obstetrik

13. Penyulit

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

14. Informed Consent

Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar

1. PPDS I tingkat patol B 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 3. Dokter Spesialis bstetsi dan gnekologi divisi fetomaternal

16. Lama Perawatan

2-4 hari

17. Masa Pemulihan

42 hari

18. Hasil

Gula darah ibu terkontrol Bayi lahir vigorous

19. Patologi

Tidak perlu

20. Otopsi

Tidak perlu

21. Prognosis

Dubius ad bonam

22. Tindak Lanjut

Kontrol poli 108

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi 24. Indikator Medis

-

Ketoasidosis Pre eklampsia Polihidramnion Hipoglikemia pada bayi Kelainan kongenital Makrosomia / PJT KJDR Trauma persalinan

Bayi lahir vigorous 119

Gula darah ibu terkontrol 25. Edukasi

1. 2. 3. 4. 5.

ASI eksklusif Mobilisasi dini KB post partum Pengaturan diet Kontrol gula darah

26. Kepustakaan

1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D. 2010. Ante partu Haemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. p.950-975. 2. Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012.

120

Bagan alur Penatalaksanaan Obstetrik Diabetes Mellitus Gestasional DMG

 Terkendali

 Tidak terkendali  Ada komplikasi pada ibu

 Pantau kesejahteraan janin (USG/KTG)  Sejak U.K 32 minggu 3x seminggu (NST)  Setiap 2 minggu untuk biometri janin

 Rawat/MRS  Pantau kesejahteraan janin  USG/KTG

Terkendali  Makrosomia (-)  PJT (-)  Terkendali

 Makrosomia (+)  PJT (+)  Tidak terkendali  Pasien tdk patuh  Riwayat KJDK  Hipertensi kronik

Tidak terkendali

Amnioscentesis +Tes pematangan paru

Tunggu sampai 40 mg.

UK ≥ 38 Minggu

UK < 38 Minggu

Tes (+)

Tes (-)

Steroids 2 hari LAHIRKAN Catatan: 1. Bila amnioscentesis dan tes pematangan paru tidak bisa dikerjakan, langsung berikan steroids 2 hari baru dilahirkan 2. Kehamilan deenagna risiko tinggi DMG dilakukan Skrining saat kunjungan pertama tanpa memandang umur kehamilan dan diulang lagi saaat UK 24 minggu 3. Kehamilan dengan risiko rendah dilakukan skrining pada UK 24 minggu dan bila positif diulang kembali pada saat UK 28 minggu.

121

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN INFEKSI HUMAN IMUNODEFISIENSI VIRUS (HIV) 2015

1.

No. ICD

098.5

2.

Diagnosis

Kehamilan Dengan Infeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV)

3.

Pengertian

Kehamilan dengan infeksi human imunodefisiensi virus (HIV) baik yang sudah diderita sebelum hamil ataupun yang baru terdiagnosis setelah hamil, tanpa memandang stadium HIVnya.

4.

Anamnesis

 Adanya faktor risiko: seperti prilaku seks tidak aman, multipartner, penyalahguna obat (IDU) atau pernah mendapat transfusi darah.  Riwayat penyakit HIV pada suami, suami meninggal dengan penyebab tidak jelas.  Adanya diare kronis, penurunan berat badan > 10% dan adanya penyakit menular seksual.  Adanya tanda-tanda infeksi oportunistik seperti: lymfadenopathy generalisata, pneumonia pneumonitis jiroveci, TB paru, sarkoma Kaposi, herpes zoster dll.  Riwayat minum ARV sebelumnya dan jenis obat yang diminum, kalau sudah terdiagnosa HIV.

5.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum untuk menentukan stadium HIVnya, dengan mencari tanda-tanda infeksi oportunistik. Pemeriksaan obstetri, dengan Leopold I-IV

6.

Kriteria Diagnosis

Antibodi HIV (+) 3 kali, yang meliputi 1 kali tes skrining dan 2 kali tes konfirmasi (strategi tiga).

7.

Diagnosis Banding

Kehamilan dengan imunodefisiensi seperti: penggunaan kortikosteroids jangka panjang, malnutrisi yang berat, dan penyakit kronis sistemik.

8.

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium meliputi: DL, BUN/SC, SGOT/SGPT, pemeriksaan penyakit menular seksual dengan vaginal swab. Pemeriksaan CD4 dan viral load.  PemeriksaanUSG untuk menentukan umur kehamilan pada trimester pertama, menyingkirkan anomaly fetus pada umur kehamilan 18-22 minggu, biometri dan kesejahteraan janin.

9.

Konsultasi

 Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal  Bagian Penyakit Dalam subdivisi tropik.  Bagian anesthesi. 122

 Divisi Neonatologi  Bagian lain tergantung lokasi, jenis infeksi oportunistik dan komplikasi yang dialami. 10. Perawatan Rumah Sakit

Saat persalinan

11. Terapi / tindakan

1. ANC: pemberian obat ARV, dan konseling mengenai cara persalinan dan pemberian PASI. 2. Berikan ARV sejak pertama diketahui hamil dengan HIV tanpa memandang umur kehamilan, CD4 dan viral loadnya. 3. Tentukan stadium HIV 4. Pengobatan :  Obat pilihan utama ARV : TDF 300mg + 3TC atau FTC 300 mg + Evafirenz 600 mg.  Obat alternatif : o AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV* (1x600mg) o TDF(1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV (1x600mg)  Bila ibu hamil dengan kecurigaan infeksi HIV datang saat inpartu, segera lakukan tes HIV, bila reaktif langsung berikan ARV.  ODHA yang sebelumnya telah mendapatkan terapi ARV kemudian hamil, lanjutkan dengan ARV yang sama selama dan setelah persalinan.  ODHA hamil dengan hepatitis B yang memerlukan terapi: o TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP (2x200mg) atau o TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV (1x600mg)  ODHA hamil dengan tuberkulosis aktif, Bila OAT sudah diberikan, maka dilanjutkan. Bila OAT belum, maka diberikan terlebih dahulu sebelum ARV. Rejimen untuk ibu: Bila OAT sdh diberikan dan TB telah stabil: AZT (d4T) + 3TC + EFV 5. Persalinan: - Direncanakan untuk SC elektif pada umur kehamilan 38 mg. - Persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi 6. Postpartum: Ibu tidak diperkenankan menyusui, kecuali bila penderita tidak mampu membeli PASI atau syarat AFFAS tidak terpenuhi, terpaksa ASI diberikan kepada bayinya.

12. Tempat Pelayanan

Poli kebidanan dan kamar bersalin RSUP Sanglah Denpasar

13. Penyulit

Infeksi oportunistik Transmisi vertikal ke bayi

14. Informed Consent

Perlu (tertulis)

15. Tenaga Standar

1. PPDS tk Patol B, jika dilakukan SC dilakukan oleh Chief 123

2. 3. 4. 5.

Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi fetomaternal Dokter spesialis Anak Dokter penyakit dalam

16. Lama Perawatan

2-3 hari atau lebih tergantung stadium HIV.

17. Masa Pemulihan

 Pasien HIV tidak bisa disembuhkan, pemulihan kondisi tergantung stadium HIV-nya, makin berat makin lama pemulihannya.  Stadium I perawatan post operasi sama seperti pasien biasa.

18. Hasil

 Melahirkan bayi tanpa terjadi penularan vertikal dari ibu ke bayi dengan kondisi vigorous.  Mengurangi komplikasi pada ibu

19. Patologi

Tidak diperlukan

20. Otopsi

Tidak diperlukan

21. Prognosis

Dubius ad malam, tergantung keteraturan minum ARV dan stadium HIV. 1. Pengawasan ketat dan pengobatan teratur. 2. Disarankan kontrasepsi mantap, dan kondom, ANC Teratur. 3. Disarankan memberikan PASI

22. Tindak Lanjut

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

 Melakukan pemeriksaan DL, fungsi ginjal dan liver tiap bulan pada trimesterIII (Ia/A)  Melakukan pemeriksaan USG pada umur kehamilan 18-20 mg untuk menyingkirkan anomaly fetus (GPP)  Merekomendasikan SC pada pasien dengan viral load > 1000 copy/ml setelah umur kehamilan 34 minggu, Merencanakan SC saat umur kehamilan 38 minggu bila datingnya adekuat, melakukan persalinan pervaginam bila viral load tidak terdeteksi (Ia/A)  Jika melakukan persalinan pervaginam, minimalkan lama waktu pecah ketuban (II/B)  Bila pasangannya HIV negativ, sarankan menggunakan kondom untuk proteksi (Ia/A).

24. Indikator Medis

 Transmisi HIV ke janin tidak ada (konfirmasi setelah usia anak 18 bulan)

25. Edukasi

 Minum ARV teratur seumur hidup  Selalu gunakan kondom bila berhubungan intim.  Sebaiknya tidak hamil lagi, kecuali terpaksa maka syaratnya viral load harus sudah tidak terdeteksi dan CD4 > 350  Minum roborantia  Pola hidup sehat: tidak merokok, minum alkohol, nutrisi yang cukup, olah raga teratur 124

26. Kepustakaan

1.Anonim, Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) bagi petugas kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2013. 2.Karkata M.K, Kristanto H, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunana Kedokteran Fetomaternal (HKFM), 2012. 3.Watts D H, Human Immunodeficiency Virus, in James D, High Risk Pregnancy management option, Elsevier Saunders 2011. 4.Minkoff H.L, HIV Infection, in Queenan’s Management of High Risk Pregnancy, an Evidence-Based Approach, sixth ed 2012.

125

Bagan Alur Penaganan Pasien Hamil dengan HIV:

Hamil dengan Status

Diketahui HIV Sejak

HIV tidak diketahui / Curiga HIV

sebelum Hamil

KIE untuk Tes HIV (Strategi 3)

Tes (-)

Datang saat inpartu

Tes HIV (+)

Lanjutkan ARV yang sama

Tes (+)

1)ANC Rutin 2)ARV dengan regimen TDF + 3TC+ EFV (bagi yg belum pernah dapat ARV) 3)Pemeriksaan lab lengkap 4)Penanganan infeksi oportunistik 5)Perbaikan nutrisi. 6)Konseling rencana persalinan dan pemberian PASI.

Berikan Regimen ARV (TDF +3TC + EFV)

Periksa viral load saat UK 37-38 mg/6 bulan setelah ARV

Tidak bisa

Bisa diperiksa

diperiksa

Terdeteksi

SC

126

Tidak Terdeteksi

Partus Pervaginam

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN SLE 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2 3

No. ICD Diagnosis Pengertian

M32.1 Kehamilan dengan SLE Kehamilan yang disertai dengan Lupus; adalah penyakit peradangan kronis pada sistem persendian tubuh sehingga mampu mempengaruhi fungsi organ tubuh seperti kulit, sendi, darah, dan ginjal (memenuhi kriteria ACR (American College of Rheumatology)

4

Anamnesis

1. Anamnesis obstetri 2. Anamnesis SLE : Riwayat lamanya exacerbasi sebelum kehamilan terjadi

5

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan fisik obstetrik Palpasi. a. Leopold I - IV. b. Auskultasi. c. Denyut jantung janin. 3. Pemeriksaan colok vagina.

6

Kriteria Diagnosis

SLE ditegakkan secara klinis dan laboratories menurut American Rheumatism Association (ARA). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari 11 kriteria ARA tersebut (Empat dari 11 kriteria positif untuk memenuhi 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas)

7

Diagnosis Banding

         

8

Pemeriksaan Penunjang

DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester)

Artritis reumatoid dan penyakit jaringan ikat lainnya Endokarditis bakterial subakut Septikemia Reaksi terhadap obat Limfoma Leukimia Trombotik trombositopenik purpura Sarkoidosis Lues II Sepsis bakterial

127

9

Konsultasi

1. 2.

Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal Bagian ilmu penyakit dala divisi rhematology

10

Perawatan Rumah Sakit

1. 2.

Sesuai indikasi Obstetri Jika ditemukan flare dilakukan perawatan bersama sejawat Interna

11

Terapi / tindakan

Prenatal:  Rawat jalan bersama penyakit dalam divisi rhematologi  ANC dilakukan 1-2 minggu pada TMT 1 dan setiap 1 minggu pada TMT III  Deteksi adanya HDK dan proteinuria  USG dilakuakan tiap 1 bulan pada TMT II  Echocardiografi fetal uk 16 - 24 mg (skrining CCHB) jika SSA/ro (+)



(Jika terdiagnosa CCHB/ congenital complete hearh block

dilakukan konsultasi ke divisi fetomaterna untuk pemberian dexametasone 4mg/hari selama 6 minggu sampai gejala hilang) Medikamentosa  Dilakukan pemberian prednisone o SLE ringan : 0,5mg/kbBB/hari o SLE berat:1-1,5mg/kgBB/hari Atau o Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon) (terapi diberikan selama 6 minggu dan dilakukan tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare ditemukan selama kehamilan maka obat dilanjutkan gingga 6 bulan postpartum)  OAINS o Aspirin 1x 75mg (sampai 2 minggu sblm partus) Jika dengan semua obat diatas keadaan tidak membaik selama 4 minggu dapat dipertimbangkan pemberian immunosupresan (konsul ke divisi fetomaternal) Persalinan  Sesuai indikasi obstetri (untuk mencegah eksaserbasi berikan metilprednisolone i.v sampai 48jam post partum) 12 Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

Ruang bersalin resiko tinggi Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108.

13 Penyulit

Masalah utama yang terjadi pada kehamilan dengan SLE yaitu meningkatnya komplikasi kehamilan terkait dengan penyakit SLE dan terjadinya flare akibat kehamilan sehingga dapat mempengaruhi 128

terhadap kondisi ibu maupun janin  Kelahiran premature  KJDR  PJT  HDK  APB  Pulmonari hipertensif 14 Informed Consent

Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien

15 Tenaga Standar

1. 2. 3. 4. 5.

16 Lama Perawatan

Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama perawatan.

17 Masa Pemulihan

42 hari.

18 Hasil

Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

19 Patologi

Tidak diperlukan.

20 Otopsi

Tidak diperlukan.

21 Prognosis

Dokter PPDS I Obgin tingkat Patol B Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter spesialis obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal Dokter spesialis penyakit dalam divisi rhematology Dokter Spesialis Anak.

 Penderita SLE yang telah mengalami remisi lebih dari 6 bulan sebelum hamil mempunyai resiko 25% terjadinya eksaserbasi pada saat hamil dan 90% kehamilannnya baik. Tetapi bila masa remisi SLE sebelum hamil kurang dari 6 bulan maka resiko eksaserbasi LES pada saat hamil menjadi 50 %, dengan luaran kehamilan yang buruk.  Apabila kehamilan terjadi pada saat LES sedang aktif maka risiko kematian janin 50-75% dengan angka kematian ibu menjadi 10%.  Risiko eksaserbasi meningkat tiap semester, yaitu 13% pada trimeseter I, 14% pada trimester II, 53% pada trimester III serta 23% pada masa nifas.

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik Obatetri dan Ginekologi 108

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

1. Kehamilan pada ibu dengan penyakit Sistemik Lupus Erithematosus (SLE) sangat berhubungan dengan tingkat kesakitan dan kematian ibu serta janin. (level B) 2. Resikokematian ibu hamil yang menderita SLE memiliki dampak 20 kali lebih tinggi karena komplikasi yang disebabkan oleh preeklamsi, trombosis, infeksi dan kelainan darah (level B) 3. Flare pada kehamilan dilaporkan antara 13 % - 68 % pada penderita 129

SLE yang hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil Jumlahnya meningkat selama kehamilan dan pada masa post partum antara 30% sampai 50% (level B) 24 Indikator Medis

Kondisi ibu dan bayi baik

25 Edukasi

1.

2.

26 Kepustakaan

1. 2. 3. 4.

Disarankan bagi wanita dengan penyakit SLE sebaiknya merencanakan kehamilan bila kondisinya sudah stabil, dan sebaiknya menunda kehamilan hingga penyakit SLE telah mencapai masa remisi selama minimal 6 bulan sebelum konsepsi untuk mencegah resiko terjadinya dampak yang buruk terhadap ibu dan janin Dampak buruk yang terjadi pada ibu diantaranya adalah meningkatkan resiko untuk terjadinya preeklamsi dan eklamsi, sedangkan dampak pada janin dapat meningkatkan resiko terjadinya kematian janin, SGA, IUGR, kelahiran prematur, perdarahan dan abortus Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. L.W Kwok, L.S tam, Y.Y Leung and EK Li. 2011. Predictors of Maternal and Fetal Outcomes in Pregnancies of Patients with Systemic Lupus Erythematosus. jurnal permissions. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma. Lupus Eritematosus Sistemik pada Kehamilan. 170 JPeny Dalam, Volume 8 Nomor 2 Mei 2007. Varghese stephy, Crocker Ian, Bruce N Ian & Tower Clare. 2011. Systemic LupusErythematosus, Regulatory T Cells and Pregnancy. From www.expertreviews.com/toc/eci/7/5. Diunduh tanggal 10 Januari 2015.

Tabel Klasifikasi SLE menurut ARA (revisi 1997) ITEM

DEFINISI

Malar rash

Ruam berupa erithema terbatas, rata atau meninggi, letaknya didaerah hidung dan pipi Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat disertai penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal terhadap cahaya matahari. Adanya luka dimulut atau nasofaring, biasanya 130

Discoid rash

Photosensitivity Oral ulcers

Non erosive arthritis

tidak nyeri Artritis non-erosif yang mengenai dua sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi

Pleuritis/pericarditis

Adanya pleuritis dan perikarditis

Renal disorder

a. a.Proteinuria yang selalu > 0,5g/hari atau >3+ atau b. b.Ditemukan sel silider, mungkin eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran a. Menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia, ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit. Anemia hemolitik, Leukopenia, Limpositopenia, Trombositopenia

Neurological disrder

Haematological Imunological disorder

Positive ANA

a. Adanya sel LE atau b. Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer abnormal atau c. Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen inti atau otot polos atau d. Uji serologis untuk sipilis yang positif semu selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat oleh uji imobilisasi Treponema pallidum atau uji fluoresensi absorbsi antibodi treponema Titer abnormal antibodi antinuclear yang diukur dengan cara imuno fluoresensi atau cara lain yang setara pada waktu yang sama dan dengan tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindroma lupus karena obat

131

Bagan Alur SLE dalam kehamilan HAMIL DENGAN SLE Lakukan pemeriksaan laboratorium lengkap: DL, LED, LFT, RFT, UL, Anti ds DNA, antibodi anti DNA, antibodi anti kardiolipin, antikoagulan Lupus, C3, C4 dan Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (Pemeriksaan laboratorium tersebut diulang tiap trimester) Resiko rendah

Resiko Tinggi

Prednisone 0,5mg/kbBB/hari

pemberian prednisone 1-1,5mg/kgBB/hari

Gagal Metilprednisolone (I.V) 1gram atau 15mg /kgBB /hari (jika terapi oral tidak berespon) (terapi diberikan selama 6 minggu dan dilakukan tappering off/ bila exaserbasi kembali muncul dosis dikembalikan seperti semula dan jika flare ditemukan selama kehamilan maka obat dilanjutkan gingga 6 bulan postpartum)

Anti SSA/R0 dan Anti SSB/La (-)

(+)

Echocardiografi fetal uk 16 - 32 mg tiap 2 minggu

USG Rutin (Sesuai Jadwal)

(skrining CCHB) CHB (+)

CHB(+)

komplit

inkomplit

Pemasangan

Dexameta

neonatal peacemaker

sone 4mg/hari (Selama 6 minggu sampai gejala hilang)

Kesejahteraan janin baik

Kesejahteraan janin buruk

Lanjutkan kehamilan

Terminasi kehamilan Inpartu

Stress dose hidrokortison 100 mg/hari setiap 8-12 jam dan diberikan 2 -3 dosis Note: Stress dose diberikan jika pasien menerima dosis prednison minimal 20mg/hari selama lebih dari 3 minggu

132

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN ASMA 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2 3

No. ICD Diagnosis Pengertian

Z33, J45 Kehamilan dengan asma Hamil yang disertai dengan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.

4

Anamnesis

1. Anamnesis Obstetri 2. Anamnesis Penyakit asma  Kapan serangan asma terakhir dan frekwensi serangan  Frekuensi gejala serangan pada malam hari  Terapi asma yang didapat

5

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan fisik obstetri

6

Kriteria Diagnosis

Klinis Pasien sesak nafas, riwayat asma sebelumnya, ditemukan suara paru tambahan whizing atau rhonci

7

Diagnosis Banding

Pneumonia

8

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium lengkap dan analisa gas darah

9

Konsultasi

10

Perawatan Rumah Sakit

Pada serangn asma akut yang partial respon, tidak respon dan status asmatikus dilakukan perawat inap

11

Terapi / tindakan

Tatalaksana asma pada kehamilan : Sesuai dengan tabel penatalaksanaan asma kronis dan alur penatalaksanaan asma akut selama kehamilan. Mode persalinan:

1. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal 2. Dokter sepsialis penyakit dalam 3. Dokter spesialis anesthesia 4. Dokter spesialis anak

 Pada kehamilan dengan penyakit asma, diupayakan persalinan secara spontan. Namun bila ternyata penderita berada dalam serangan, tindakan vakum ekstraksi dan forseps dapat diambil untuk mempercepat kala II.  Obat maintenance dilanjutkan selama persalinan, dosis steroid diberikan 4 minggu sebelum persalinan (100mg hydrocortison/ 8 133

jam ) sampai 24 jam pasca salin 12 Tempat Pelayanan

Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas

13 Penyulit

 

14 Informed Consent

Ya tertulis

15 Tenaga Standar

1. PPDS 1 tk Patol B 2. Spesialis obstetri dan ginekologi 3. Spesialis obstetri dan ginekologi konsultasb fetomaternal

16 Lama Perawatan

5 – 7 hari (tergantung respon obat terhadap serangan asmanya)

17 Masa Pemulihan

5 – 7 hari

18 Hasil

Mempertahankan PO2 diatas 60mmHg dengan saturasi 95%

19 Patologi

Tidak diperlukan

20 Otopsi

Tidak diperlukan

21 Prognosis

Tergatung status asmanya

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik Obstetri dan ginekologi Kontrol poliklinik penyakit dalam divisi Pulmonologi

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

Wanita dengan asma berat akan cenderung mengalami eksaserbasi selama kehamilan (level evidence B)

24 Indikator Medis

Kondisi ibu dan janin baik

25 Edukasi

1. Menghindari alergen yang menjadi pencetus seragan asma 2. Memberikan pemahaman tentang pengaruh asma terhadap kehamilan dan sebaliknya 3. Penggunaan obat – obatan untuk maintenance asma pada kehamilan.

26 Kepustakaan

1. NIHA. 2004. Working Group Report on Managing Asthma During Pregnancy: Recommendations for Pharmacologic Treatment. National Institutes of Health, National Heart, Lung, and Blood Institute, United State of America 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia. 3. Urbano FL (2008) Review of the NAEPP 2007 Expert Panel Report (EPR-3) on Asthma Diagnosis and Treatment Guidelines. J Manag Care Pharm 14 (1):41-9. 134

Ibu : preeclampsia Janin: preterm labor, BBLR, kematian janin, PJT, placental abruption, KPD

4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In: rd Williams Obstetrics, 23 edition 2010.

135

Tabel Klasifikasi asma menurut NIH Severity Intermittent Component Symptoms

≤ 2 hari/minggu

Nocturnal awakenings

≤ 2x/bulan

Short-acting – β agonist for symptoms

≤ 2 hari/minggu

Interference with normal activity Lung function

tidak



Normal diantara exacerbasi >80% diprediksi

FEV1

Mild >2 hari/minggu, tidak seharian 3–4x/bulan ≥2 hari/minggu, tapi bukan >1x/hari Limitasi minor

≥80% diprediksi Normal

Normal FEV1/FVC Tabel Penatalaksanaan asma kronik dalam kehamilan 

Severity Mild intermittent Mild persistent Moderate persistent

Severe persistent

a

Severe Sepanjang hari

>1/minggu, tidak malam hari sehari

Sering 7x/minggu

Beberapa limitasi

Limitasi Berat

60–80% diprediksi menurun 5%

<60% diprediksi menurun >5

Beberapa kali sehari

Langkah Therapy a β-agonists inhalasi b

Corticosteroids inhalasi dosis rendah Alternatif —cromolyn, leukotriene antagonists, atau theophylline c Dosis rendah corticosteroids inhaled dan long-acting β -agonists atau medium-dose steroids inhaled dan long-acting β -agonist jika dibutuhkan Alternatif —dosis rendah (atau medium jika diperlukan) steroids inhalasi dan theophylline atau leukotriene antagonists Corticosteroids inhalasi dosis tinggi dan long-acting β -agonist dan steroids oral jika diperlukan Alternative—high-dose inhaled corticosteroids and theophylline and oral steroids

Albuterol dipilih karena lebih aman untuk ibu hamil. Budesonide dipilih karena lebih umum digunakan pada kehamilan .

b c

Persistent Moderate sehari

Salmeterol dipilih karena avaibilitas obatnya yang panjang.

136

Bagan Alur penatalaksanaan serangan asma akut dalam kehamilan

Hamil dengan Serangan asma akut

Terapi awal :1st line: short acting β2 – agonist inhaler. Samapai dengan 3 kali 2-4 puff dengan MDI interval 20 menit atau penanganan dengan

nebulizer.

Respon Baik (mild exacerbation) Tidak ada sesak dan whezzing (FEV1 or PEFR meningkat

Respon tidak sempurna (Moderate exacerbation) Sesak ringan-sedang (FEV1 or PEFR dibawah 50 -80%)

diatas 80%)

Rawat Jalan

 Lanjutkan pemberian short acting β2 – agonist inhaler setiap 3 – 4 jam selama 24 – 48 jam.  Pada pasien yang manggunakan Kortikosteroid inhaler, dosis dinaikkan 2 kali lipat selama 7 – 10 hari.

Respon jelek (Severe exacerbation) Sesak memberat, mengantuk, penurunan kesadaran (FEV1 or PEFR meningkat dibawah ≤ 40%)

Status asmatikus

Rawat inap (ruang bersalin/intermediete/HCU)

 Lanjutkan terapi dengan

menggunakan short acting β2 – agonist inhaler  dtambah dengan Kortikosteroid oral

137

 Ulangi pemberian short acting β2 – agonist inhaler secepatnya  pemberian kortikosteroid oral.  Jika sesak tambah berat dan tidak response hubungi tim emergency.

Konsul anestesi untuk

dilakukan intubasi

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN HIPERTIROID 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2 3

No. ICD Diagnosis Pengertian

Z33, E05 Kehamilan Dengan Hipertiroid Kehamilan disertai dengan peningkatan aktivitas kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid (triiodothyronine (T3) dan/atau thyroxine (T4))

4

Anamnesis

1. Anamnesis Obstetri 2. Anamnesis Penyakit Hiertiroid a. Sejak kapan didiagnosa hipertiroid b. Riwayat pengobatannya c. Keluhan subyektif hypertiroid sesuai index wayne

5

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan fisik obstetri

6

Kriteria Diagnosis

Klinis (gejala dan Tanda) : index Wayne ≥20 Laboratorium : FT4 (meningkat) >1,2 ng/dL dan TSHs (menurun) <0,6 µIU/mL

7

Diagnosis Banding

Ansietas neurosis, pheocromositoma, Macro and Micro Pituitary Adenoma.

8

Pemeriksaan Penunjang

FT4, Thyroid-stimulating hormone (TSHs), USG tiroid

9

Konsultasi

1. 2. 3. 4.

10

Perawatan Rumah Sakit

1. Sesuai indikasi obstetri 2. Jika ditemukan tiroid storm (perawatan di ruang HCU)

11

Terapi / tindakan

Penatalaksanaan Hipertiroid  PTU 100-600mg/hari atau metimazole 10-40mg/hari  Tiroidektomi subtotal (untuk yang gagal dengan thionamide) Penatalaksanaan kehamilan

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal Dokter sepsialis penyakit dalam Dokter spesialis anesthesia Dokter spesialis anak

Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk mencegah decompensasi kordis. 138

12 Tempat Pelayanan

Ruang bersalin resiko tinggi, poliklinik, ruang nifas

13 Penyulit

Ibu : Preeklampsia, Gagal jantung, mortalitas Janin : persalinan preterm, PJT, stilbirth, tirotoksikosis, hipotiroid, goiter

14 Informed Consent

Ya tertulis

15 Tenaga Standar

4. PPDS 1 tk Patol B 5. Spesialis obstetri dan ginekologi 6. Spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal

16 Lama Perawatan

2-3bulan

17 Masa Pemulihan

2-6 bulan (diatas 6 bulan persisten)

18 Hasil

Eutiroid dalam 2-3 bulan dengan medikamentosa

19 Patologi

Tidak diperlukan

20 Otopsi

Tidak diperlukan

21 Prognosis

Dubius ad bonam (jika Hipertiroid terkontrol)

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik Obstetri dan ginekologi Kontrol poliklinik penyakit dalam divisi Pulmonologi

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

 Propylthiouracil harus digunakan bila terapi obat antitiroid dimulai pada trimester pertama. Methimazole harus digunakan bila terapi obat antitiroid dimulai setelah trimester pertama. (level evidence B)

24 Indikator Medis

Kondisi ibu dan janin baik

25 Edukasi

1. Kondisi kehamilannya 2. Status hormon tiroidnya 3. Pengobatan hipertiroid yang dijalankan selama kehamilan dan postpartum 1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. In: rd Williams Obstetrics, 23 edition 2010. 2. Leslie De Groot, Marcos Abalovich, Erik K. Alexander, Nobuyuki Amino, Linda Barbour,Rhoda H. Cobin, Creswell J. Eastman, John H. Lazarus, Dominique Luton, Susan J. Mandel, Jorge Mestman, Joanne Rovet, and Scott Sullivan. 2012. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and Postpartum: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab, August 2012, 97(8):2543–2565. 3. American Thyroid Assosiation (ATA). 2012. How should hyperthyroidism in pregnancy be managed. American Thyroid Association. 139

26 Kepustakaan

140

Tabel Indeks Wayne No.

Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat

Nilai

1.

Sesak saat kerja

+1

2.

Berdebar

+2

3.

Kelelahan

+3

4.

Suka udara panas

-5

5.

Suka udara dingin

+5

6.

Keringat berlebihan

+3

7.

Gugup

+2

8.

Nafsu makan naik

+3

9.

Nafsu makan turun

-3

10.

Berat badan naik

-3

11.

Berat badan turun

+3

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10.

Tanda Tyroid Teraba Bising Tyroid Exoptalmus Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola Mata Hiperkinetik Tremor Jari Tangan Panas Tangan Basah Fibrilasi Atrial Nadi Teratur <80 x/menit 80-90 x/menit >90 x/menit

Hipertiroid : ≥ 20 Eutiroid: 11 - 18 Hipotiroid: <11

141

Ada +3 +2 +2 +1 +4 +1 +2 +1 +4

Tidak -3 -2 -2 -2 -1 -

+3

-3 -

Bagan alur Kehamilan dengan Hipertiroid

Curiga Kehamilan dengan Hipertiroid

Ada tanda – tanda Klinis hipertiroid Laboratorium: TSHs (menurun) FT4 (meningkat) T3 (meningkat)

Tanda krisis tiroid (-)



PTU 3x100mg selama 68minggu atau metimazole 10-40mg/hari



Tiroidektomi subtotal (untuk yang gagal dengan

Tanda krisis tiroid (+)

Lihat bagan alur krisis tiroid

Penatalaksanaan kehamilan Tidak diperlukan pengelolaan spesifik kecuali ditemukan tiroid storm dilakukan percepat kala II denga VaE atau FE untuk mencegah decompensasi kordis.

142

  

Dirawat di Obstetri intensive care Unit Konsul endokrinology Fetomaternal neonatology

Penilaian supportif awal:  Oksigen  Infus 

Pemeriksaan laboratorium lengkap (DL,LFT,RFT,elektrolit, AGD) dan EKG

 

Posisi ibu miring kekiri. Pasang NGT ( jika pasien kesulitan menelan)

Terapi menurunkan sintesis hormon thyroid  PTU oral 300-600mg (loading dose) dilanjutkan 4x150-300mg  1 jam setelah pemberian PTU diberikan d. Sodium iodida 4x500mg tiap 8-12 jam e. Lugol 30-60tts/hari f. c.Iodida dihentikan setelah perbaikan awal

Terapi menurunkan sintesis hormon thyroid  PTU oral 300-600mg (loading dose) dilanjutkan 4x150-300mg  1 jam setelah pemberian PTU diberikan a. Sodium iodida 4x500mg tiap 8-12 jam b. Lugol 30-60tts/hari c. c.Iodida dihentikan setelah perbaikan awal

Pemberian adrenal glukokortiroid untuk menghambat konversi perifir T4 – T3.

1. 2. 3.

Hidrokortison 4x100mg tiap 8 jam atau Prednison 60mg/hari atau Dexametosone, 2mg Iv atau Im tap 6 jam

4.

Glukokortikoid dapat dihentikan setelah perbaikan awal

Plasmaparesis atau dialisis peritoneal (untuk membuang sirkulasi hormon tiroid) diperhitungkan jika terapi konvensional gagal

Jika terapi konvensional gagal Pertimbangkan tiroidektomi subtotal (pada trisemester II) atau terapi radioaktif iodine (pada postpartum)

143

Terapi untuk mengontrol takikardia 1. Propanolol 1-2mg/menit i.v Atau dosis yang cukup untuk menurunkan denyut jantung hingga 90x/menit; 4x40-80 mg (po) tiap 4-6jam 2. Pertimbangkan kateter arteri pulmonalis

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KEHAMILAN DENGAN INFEKSI TUBERKULOSA 2015

No. ICD Diagnosis

A.15- A.19 Kehamilan dengan infeksi Tuberkulosa

Pengertian

Kehamilan disertain dengan infeksi bakteri tuberkulosa

Anamnesis

4. Menanyakan dan memastikan hari pertama haid terakhir. 5. Menanyakan saat dan hasil USG pertamakali. 6. Menanyakan keluhan saat ini, gerak anak, dan penurunan berat badan dalam satu minggu terakhir. 7. Menanyakan riwayat batuk lama, penurunan berat badan, demam, hemoptoe

Pemeriksaan Fisik

4. Pemeriksaan fisik umum 5. Pemeriksaan Leopold I-IV

Kriteria Diagnosis

Tuberkulosis aktif: infeksi TBC dengan gejala klinis yang khas Tuberkulosis laten: adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif

Diagnosis Banding

Pneumonia, HIV dan infeksi tropis lainnya

Pemeriksaan Penunjang

3. USG 4. Laboratorium: Sputum BTA, rontgen thorax dan tes tuberkuliln

Konsultasi

3. Bagian Obstetri dan ginekologi divisi Fetomaternal 4. Bagian penyakit dalam divisi tropis 5. Bagian Anak Divisi Perinatologi

Perawatan Rumah Sakit

Pasien dilakukan rawat inap sesuai indikasi obsetri dan kriteria rawat inap dari penyakit dalam

Terapi / tindakan

Terapi medis (Obat Anti Tuberkulosa) sesuai bagan alur Terapi Lini I  Rifampisin 8-12mg/kgBB/hari)  Isoniazid 4-6 mg/kgBB/hari  Pirazinamid 20 – 30mg/kgBB/hari  Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari 144

Terapi Lini II (digunkan pada kasus MDR/Multipel Drug Resistance)  Kanamisin  Kapromisin  Amikasin  streptomisin Terapi Obstetri: Sesuai dengan indikasi obstetri Tempat Pelayanan

Ruang bersalin, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan postpartum

Penyulit

BBLR, IUGR, persalinan preterm dan TB Neonatal.

Informed Consent

Informed consent tertulis

Tenaga Standar

5. PPDS I Obgin tk patol B 6. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan

Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

Masa Pemulihan

Selama masa nifas.

Hasil

Ibu sehat dan bayi vigorous.

Patologi

Tidak diperlukan

Otopsi

Tidak diperlukan

Prognosis

Dubius ad bonam.

Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

Indikator Medis

Tidak terjadi Penularan TB dari ibu ke bayi

Edukasi

Cegah penularan TB dari ibu ke bayi melalui kontak langsung

Kepustakaan

7. Tripahty SN. Tuberculosis and pregnancy. Int J Gynaecol Obstet 2003; 80: 247-53. 8. Kothari A, Girling J. Tuberculosis and pregnancy: result of a study in a high prevalence area in London. Eur J Obstet Gynecol 2006; 126: 4855. 9. Small PM, Fujiwara PI. Management of tuberculosis in The United States. N Engl J Med 2001; 345: 189-99. 10. Khilnani GC. Tuberculosis and pregnancy. Indian J Chest Dis Allied Sci 2004; 46: 105-11. 11. Frieden TR, Sterling TR, Munsiff SS, Watt CJ. Tuberculosis. Lancet 145

2003; 362: 887-96. 12. Arora Vk, Gupta R. Tuberculosis and pregnancy. Ind J Tub 2003; 50: 13-6. 13. Queesland Tuberculosis Control Centre. Guidelines for treatment of tuberculosis in pregnancy. 2006.

146

Bagan alur Kehamilan dengan infeksi Tuberkulosa

Kehamilan dengan TBC

TBC Aktif

BTA(+)

BTA(-)

Resiko

Resiko

rendah

tinggi

Isoniazid Rifampisin Etambutol Piridoxin (9Bulan)

TBC Laten

Isoniazid Rifampisin Etambutol Piridoxin pirazinami d (9Bulan)

Kontak (+)

Thorax (+)

Thorax (-)

Isoniazid Rifampisin Etambutol Piridoxin

Profilaksis (isoniazid piridoxin) (9 bulan

(9Bulan)

pada trisemester II)

147

Isoniazid Rifampisin Etambutol Piridoxin (Mulai pada Trisemester II)

Kontak (-)

-

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RUPTUR UTERUS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 2. Diagnosis

O71.1 Ruptur Uterus

3. Pengertian

Ruptur uterus adalah diskontinuitas uterus pada kehamilan dengan atau tanpa ekspulsi janin. Catatan : Ruptur uterus dibedakan atas: 1. Ruptura uterus tanpa parut yaitu rupura uterus yang terjadi secara spontan. 2. Ruptur uterus dengan parut adalah ruptur uterus yang terjadi terkait dengan lokus minoris pada uterus sampai miometrium. a. SC korporeal. b. Post miomektomi. 3. Ruptura uterus traumatika adalah rupture uterus yang disebabkan oleh trauma fisik seperti terbentur, tertusuk atau tertembak. 4. Ruptur uterus violenta adalah ruptur uterus yang terjadi pada uterus yang sudah berpotensi ruptur dan diinduksi oleh tindakan obstetri seperti ekstraksi forsep, embriotomi dan versi ekstraksi. 5. Ruptur uterus tidak khas

4. Anamnesis

1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti teriris (dapat menyebar ke bahu). 2. Hilangnya kontraksi uterus. 3. Badan lemas sampai pingsan. 4. Tidak adanya gerakan janin. 5. Perdarahan pervaginam. 6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan. 7. Riwayat trauma fisik.

5. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri. a. Palpasi. b. Auskultasi. Denyut jantung janin. c. Pemeriksaan colok.

6. Kriteria Diagnosis

Anamnesis 1. Adanya nyeri perut hebat yang terus menerus seperti teriris ( dapat menyebar ke bahu ). 148

2. Hilangnya kontraksi uterus. 3. Badan lemas sampai pingsan. 4. Tidak adanya gerakan janin. 5. Perdarahan pervaginam. 6. Riwayat operasi kebidanan dan kandungan. 7. Riwayat trauma fisik. Pemeriksaan fisik : 1. Pemeriksaan fisik umum : a. Keadaan umum lemah. b. Tanda – tanda vital sesuai syok hipovolemik. 2. Pemeriksaan fisik obstetri : a. Akut abdomen. b. Bagian – bagian janin mudah teraba. c. Monitoring dengan KTG ditemukan bradikardia secara tiba – tiba sampai kematian janin. d. Perdarahan pervaginam yang kadang – kadang disertai hematuria. e. Pada pemeriksaan colok vagina didapatkan bagian terbawah janin mudah didorong ke atas. f. Perdarahan post partum teraba dikontinuitas dinding uterus. 7.

Diagnosis Banding

1. Solusio plasenta. 2. Kehamilan abdominal.

8.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium. 2. Doppler / kardiotokografi. 3. USG.

9.

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi.

10. Perawatan Rumah Sakit

Semua ibu hamil dengan uterus ruptur harus dirawat di rumah sakit.

11. Terapi / tindakan

1. Perbaikan keadaan umum. e. Resusitasi cairan intravena dimana jenis dan jumlahnya sesuai dengan shok hipovolemik. f. Oksigen 4-8 liter per menit. g. Siapkan donor. h. Antibiotika. 2. Laparotomi. a. Keluarkan janin dan plasenta. b. Repair ruptur. c. Histerektomi.

12. Tempat Pelayanan

1. Ruang bersalin resiko tinggi 2. Kamar operasi. 3. NICU. 149

4. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108. 13. Penyulit

14. Informed Consent 15. Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

Syok. Robekan uterus yang luas. Cedera organ sekitar. Infeksi pasca operasi.

Ya, tertulis. 1. 2. 3. 4.

PPDS I Obgin tingkat Chief. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Anak. Dokter Spesialis Anasthesi.

16. Lama Perawatan

Laparotomi 2 - 3 hari.

17. Masa Pemulihan

42 hari.

18. Hasil

1. Dilakukan reparasi ruptur. 2. Histerektomi.

19. Patologi

Tidak perlu.

20. Otopsi

Tidak perlu.

21. Prognosis

Dubius ad bonam.

22. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23. Tingkat Evidens & Rekomendasi

Resiko terjadinya ruptur uterus pada pasien dengan riwayat SC satu kali adalah 22-74/10.000 (level evidence B) - Wanita yang melakukan persalinan pasca operasi mempunyai 1% kebutuhan akan transfusi dan endometritis. (level evidence B) Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel. Sumber perdarahan berhasil dihentikan.

24. Indikator Medis 25. Edukasi

26. Kepustakaan

-

1. Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan berikutnya. 2. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan menstruasi. 3. Mobilisasi dini. 4. Nutrisi.

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal ( HKFM ) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 150

2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Obstetrical Hemorrhage. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Suwardewa T.G.A., Gondo H.K. 2011. Kardiotokografi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical Excellence. 2003. 5. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic th Pattern Recognition. In :Fetal Heart Monitoring. 4 ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111. 6. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 7. RCOG. 2007. Birth After Pervious SC.greentop guidlines No.45.

151

Bagan Alur Pada Ruptur Uterus Ruptur Uterus

Perbaikan keadaan

umum ibu

Laparotomi

Keluarkan janin dan plasenta

Evaluasi robekan uterus

Luas

Paritas > 3

robekan

Tidak luas dan robekan teratur (<10cm) Baru < 6 jam

Luas dan tidak beraturan (≥10cm) Lama > 6jam

Repair

Berhasil

Histerektomi

Gagal

152

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PARTUS KASEP 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2

No. ICD Diagnosis

063.0 Partus Kasep

3

Pengertian

Partus kasep adalah suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu ataupun anaknya.

4

Anamnesis

1. Menanyakan sejak kapan keluar air, warna dan bau. 2. Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti sakit perut hilang timbul dan keluar lender campur darah. 3. Menanyakan adanya komplikasi peralinan pada ibu seperti riwayat demam, trauma dan tindakan medis sebelumnya (jika merupakan kasus rujukan) dan komplikasi pada janin seperti gerak anak menurun atau tidak bergerak.

5

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum 2. Pemeriksaan fisik obstetrik Palpasi. a. Leopold I - IV. b. Auskultasi. c. Denyut jantung janin. 3. Pemeriksaan colok vagina.

6

Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya partus lama yaitu terdapat perpanjangan dari fase-fase persalinan ditambah dengan komplikasi pada ibu dan atau janin seperti: 1. Komplikasi pada Anak. a. Kaput suksedanium besar. b. Fetal Distress. c. Kematian Janin. 2. Komplikasi pada Ibu a. Vagina/Vulva edema. b. Porsio edema. c. Ruptura Uteri. d. Febris. e. Ketuban hijau. f. Dehidrasi. 3. Tanda-tanda infeksi intrauterin: Kriteria Gibbs: temperatur rektal lebih dari 37,8°C disertai dengan 2 atau lebih tanda-tanda berikut : a. Maternal tachycardia (lebih dari 100 kali permenit). 153

b. Fetal tachycardia (lebih dari 160 kali permenit). c. Uterine Tenderness d. Foul Odour of Amniotic Fluid 3 e. Maternal leucocytosis (lebih dari 15.000 cel / mm ) 4. Tanda-tanda ruptura uteri : a. Perdarahan melalui OUE. b. His hilang. c. Bagian anak mudah teraba dari luar. d. VT : Bagian terendah janin mudah didorong ke stas. e. Robekan dapat meluas ke servik dan vagina. 5. Tanda-tanda gawat Janin : a. Air ketuban bercampur mekonium. b. Denyut jantung janin bradikardia/takikardia/ireguler. c. Gerak anak berkurang. 7

Diagnosis Banding

Partus Lama

8

Pemeriksaan Penunjang

9

Konsultasi

Bagian Obstetri dan ginekologi divisi fetomaternal

10

Perawatan Rumah Sakit

Semua ibu hamil dengan partus kasep harus dirawat di rumah sakit.

11

Terapi / tindakan

Perbaikan keadaan umum ibu. a. Pasang infus & kateter urine. b. Beri cairan kalori dan elektrolit.  Normal salin, 500 cc.  Dekalitrose 5-10%, 500 cc c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah. d. Pemberian antibiotika berspektrum luas :  Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3 hari.  Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari. e. Pemberian obat penurun panas :  Xylomidon 2 cc im. Terminasi kehamilan:

1. Laboratorium a. DL b. LED 2. Kardiotokografi

Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontra indikasi saat itu. 12

Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

Ruang bersalin resiko tinggi Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108. 154

13 Penyulit

14 Informed Consent

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Infeksi intra uterin (chorioamnitis) Infeksi puerperalis Gawat janin Kematian janin dalam rahim HPP Retensio urine

Ya, tertulis dan lisan kepada pasien dan keluarga pasien

15 Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

Dokter PPDS I Obgin tingkat Patol A Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter obstetri dan Ginekologi divisi fetomaternal Dokter Spesialis Anak.

16 Lama Perawatan

Tanpa penyulit pasca persalinan 1. Persalinan pervaginam 1 - 2 hari. 2. Seksio sesarea 2 - 3 hari. Dengan penyulit: disesuaikan klinis dan keadan pasien selama perawatan.

17 Masa Pemulihan

42 hari.

18 Hasil

Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

19 Patologi

Tidak diperlukan.

20 Otopsi

Tidak diperlukan.

21 Prognosis

Dubius ad malam.

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24 Indikator Medis

Kondisi ibu dan bayi baik

25 Edukasi

1. ASI eksklusif. 2. Mobilisasi dini. 3. KB post partum.

26 Kepustakaan

1. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Antepartum Assessment. In : William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill. 2. The Use of Electronic Fetal Monitoring National Institute for Clinical Excellence. 2003. 3. Freeman K.R., Garite T.J., Nageotte M.P., Miller L.A.2013. Basic th Pattern Recognition. In: Fetal Heart Monitoring. 4 ed. Lippincot Williams & Wilkins. pp.85-111. 155

4. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.

156

Bagan Alur partus kasep

Pastus Kasep Hemodinamik maternal tidak terganggu

Hemodinamik maternal Terganggu (Syok)

 

  

  

Pasang infus & kateter urine. Beri cairan kalori dan elektrolit. Grojog cairan RL 1000CC. (Bila perlu transfusi)

Pemberian obat penurun panas Pemeriksaan laboratorium (DL,UL, SPT,SGOT, BUN/SC.) Evaluasi Penyebab syok  Sepsis

Ruptur

Pasang infus & kateter urine. Pemberian obat penurun panas Pemberian antibiotika berspektrum luas : Ampicillin 3 kali I gr/hari i.v. dilanjutkan 4 kali 500 mg po selama 3 hari, Metronidazole 3 x 1 gr supositoria selama 5-7 hari. Pemeriksaan laboratorium (DL,UL, SPT,SGOT, BUN/SC.)

Uteri Sesuai PPK penangnan Sepsis

Sesuai PPK penangnan Ruptur Uteri

DJJ Normal

KJDR

distrees

Evaluasi 3 P

Evaluasi 3 P

CPD (+) Kelainan Letak

Fetal

Kala I

CPD (-)

Drip oxitocin

CPD (-)

CPD (+) Kelainan Letak

SC

157

Kala I

Kala II

Kala II

Cuna m mozo k

FE

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PERDARAHAN POST PARTUM 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2

No. ICD Diagnosis

O72 Perdarahan Post Partum

3

Pengertian

Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang terjadi setelah partus kala II yaitu > 500 cc pada persalinan pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea. Penyebab PPP : 1. Atonia uteri. (Tonus) 2. Robekan jalan lahir (Trauma) 3. Retensio / sisa plasenta (Tissue) 4. Gangguan pembekuan darah (Trombin) Perdarahan post partum terdiri atas: 1. Primer adalah bila PPP terjadi dalam 24 jam pertama. 2. Sekunder adalah bila PPP terjadi setelah 24 jam.

4

Anamnesis

1. Jumlah darah yang keluar. 2. Gejala - gejala seperti pusing, berdebar - debar, lemah, berkeringat dingin, sesak nafas dan air kencing ( jumlah dan warna).

5

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum. 2. Pemeriksaan fisik obstetri.

6

Kriteria Diagnosis

Kriteria umum : 1. Perdarahan > 500 cc pada partus pervaginam dan > 1000 cc pada seksio sesarea atau perdarahan aktif. 2. Keadaan umum cukup / buruk. 3. Kesadaran GCS ≤15. 4. Tekanan darah sistolik ≤ 100 mmHg dan diastolik ≤ 60 mmHg. 5. Nadi ≥ 100x/menit dan lemah. 6. Respirasi > 20 x/ menit, cepat dan dangkal ( kusmaul ). 7. Suhu tubuh dalam batas normal. 8. Skala nyeri Kriteria khusus : 1. Atonia uteri. - Palpasi teraba tinggi fundus uteri setinggi pusat atau lebih dan kontraksi yang lembek. - Inspekulo perdarahan merah atau stolsel keluar dari OUE. 2. Robekan jalan lahir. 158

Palpasi teraba fundus uteri setinggi 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik. Inspeksi vulva dan inspekulo vagina disertai serviks tampak robekan dengan perdarahan aktif. - Pemeriksaan bimanual teraba robekan uterus. 3. Retensio plasenta / sisa plasenta. 3.1. PPP primer. - Plasenta tidak lahir 30 menit pada kala III. - Plasenta lahir inkomplit. - Palpasi tinggi fundus uterus 2 jari bawah pusat dan kontraksi baik. - Digitalisasi ditemukan sisa jaringan. -

Palpasi teraba fundus uterus tidak sesuai dengan involusi dan kontraksi lembek. - Inspekulo darah berasal dari OUE. - Dapat disertai oleh tanda-tanda infeksi puerperalis. 4. Gangguan pembekuan darah. - Palpasi fundus uterus sesuai dengan involusi. - Inspeksi dan inspekulo perdarahan merembes dari OUE atau timbul hematoma pada bekas jahitan atau tempat suntikan. - Faal hemostasis memanjang. -

Catatan : Faktor risiko perdarahan pasca persalinan : 1. Anemia. 2. Perdarahan antepartum. 3. Korioamnionitis. 4. Grandemultipara. 5. Gangguan koagulasi. 6. Pemberian MgSO4. 7. Gemelli. 8. Persalinan dengan tindakan. 9. Partus presipitatus. 10. Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya. 11. Persalina lama. 12. Kelainan uterus. 13. Riwayat seksio sesarea. 14. Persalinan dengan induksi. 7 Diagnosis Banding

1. 2. 3. 4.

Mioma uterus. Kanker serviks. Polyp serviks. Syok kardiogenik.

8 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: a. Darah lengkap. b. Faal hemostasis. 2. USG. 3. KTG.

159

9

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anasthesi. 2. Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.

10 Perawatan Rumah Sakit

Semua pasien dengan perdarahan post partum harus dirawat di rumah sakit.

11 Terapi / tindakan

Penanganan umum: 1. Posisikan pasien ( Fowler ). 2. Longgarkan jalan nafas dan berikan oksigen sungkup 4 liter/menit. 3. Pasang IV line dengan abocath G.18 single dan atau double serta sampel darah. 4. Cairan RL tetesan cepat 1000 cc/30 menit. Penanganan sesuai penyebab : 1. Atonia uteri. a. Masage fundus uteri. b. Berikan uterotonika. c. Lakukan kompresi bimanual. d. Bila tetap terjadi perdarahan lakukan tamponade balon intra uterin dengan menggunakan Sengstaken - Blakemore Oesophageal Catheter ( SBOC ) atau kondom kateter masukkan cairan antara 300 - 400 cc untuk menimbulkan kompresi.

Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya pada atonia uteri Jenis dan cara

Oksitosin

Ergometrin

Misoprostol

Dosis dan cara pemberian awal

IV : infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologik dengan 60 tetesan per menit IM : 10 unit

IM atau IV (secara perlahan) 0,2 mg

Oral 600 mcg atau rektal 800 mcg

Dosis lanjutan

IV : infus 20 unit dalam 1 liter larutan garam fisiologik dgn 40 tetes/menit

Ulangi 0,2 mg setelah 15 menit jika masih diperlukan beri IM / IV setiap 2 - 4 jam

400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal perhari

Tidak lebih dari 3 liter larutan dengan oksitosin

Total 1 mg atau 5 dosis

Total 1200 mcg

Indikasi kontra

Tidak boleh memberi IV secara cepat atau 160

Preeklampsia, vitium

Nyeri kontraksi,

atau hati-hati

bolus

kordis, hipertensi

asma

Gambar 1. Tamponade balon

e. Bila tetap terjadi perdarahan disertai hemodinamik masih stabil dan ingin mempertahankan fertilitas dapat dilakukan jahitan kompresi : - B - Lynch. Menggunakan kromik catgut no. 1 atau no. 2, Vicryl 0 ( Ethicon ). Tindakan B - Lynch ini harus didahului tes tamponade untuk menilai efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus secara langsung di meja operasi. - Cho multiple square. Dilakukan pada perdarahan oleh karena plasenta previa. - Metode Hayman. Dilakukan pada pasien yang sebelumnya tidak dilakukan seksio sesarea. Gambar 2. B - Lynch, Cho multiple square dan metode Hayman

161

Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management

f.

Systemic Pelvic Devascularization - Ligasi a. uterina. - Ligasi a. hipogastrika.

162

Sumber : B - Lynch Conservative Surgical Management 2. Robekan jalan lahir. a. Periksa vulva, vagina dan serviks untuk menentukan lokasi sumber perdarahan dilakukan ligasi dan repair. b. Periksa tanda - tanda ruptur uteri, bila terjadi ruptur uteri segera lakukan laparotomi dan dilakukan repair atau histerektomi. 3. Retensio / sisa plasenta. a. Bila plasenta belum lahir segera lakukan menajemen aktif kala III. b. Bila gagal lakukan plasenta manual. c. Bila plasenta keluar tidak lengkap lakukan kuretase dengan hati - hati menggunakan sendok kuret tumpul yang terbesar. 4. Gangguan pembekuan darah. a. Lihat tanda - tanda gangguan pembekuan darah secara klinis seperti petechie, perdarahan subkonjungtiva dan bekas tusukan jarum. b. Bila uterus berkontraksi baik dan trauma jalan lahir sudah teratasi tetapi tetap terjadi perdarahan lakukan pemeriksaan faktor - faktor pembekuan darah seperti BT / CT, PTT / APTT, kadar fibrinogen dan D - dimer. c. Transfusi komponen darah : - 4 unit PRC. - 4 unit Fresh Frozen Plasma. - 1 unit Trombosit Konsentrat. - Kalsium glukonas. d. Pemberian Cryoprecipitate 1 unit per 10 kg berat badan dipertimbangkan bila : - Perdarahan secara klinis masih terjadi. - Tampak tanda - tanda DIC. - Kadar fibrinogen kurang dari 1 g/L. 12 Tempat Pelayanan

6. Ruang bersalin. 7. Kamar operasi. 163

8. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 9. Poliklinik 108. 13 Penyulit

14 Informed Consent

1. Syok. 2. DIC. 3. Gagal ginjal. Ya, tertulis.

15 Tenaga Standar

1. 2. 3. 4.

16 Lama Perawatan

1. Partus pervaginam 1 - 2 hari. 2. Seksio seksio sesarea 2 - 3 hari. 3. Tergantung kondisi pasien.

17 Masa Pemulihan 18 Hasil

PPDS I tingkat Chief. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Anasthesi. Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

42 hari 1. Perdarahan pada ibu berhasil diatasi. 2. Ibu tidak jatuh ke dalam keadaan syok. 3. Ibu berhasil diselamatkan.

19 Patologi

Tidak perlu.

20 Otopsi

Tidakl perlu.

21 Prognosis

Dubius ad bonam

22 Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

23 Tingkat Evidens & Rekomendasi

-

24 Indikator Medis

Manajemen aktif kala III menurunkan kehilangan darah dan menurunkan resiko HPP (level evidence A) Penggunaan Oxitosin untuk penanganan rutin aktif manajemen kala III menurunkan resiko HPP hingga 60% (level evidenec A)

Tidak jatuh ke dalam syok ireversibel.

25 Edukasi

1. 2. 3. 4.

Bila uterus bisa dipertahankan, terangkan risiko untuk kehamilan berikutnya. Bila dilakukan histerektomi, terangkan fungsi reproduksi dan menstruasi. Mobilisasi dini. Nutrisi.

26 Kepustakaan

1. WHO Guidelines for the Management of Post Partum Haemorrhage and Retained Placenta, WHO Library Cataloguing in Publication Data, 2009. 2. RCOG, Green Top Guidelines, Prevention and Management of Postpartum 164

Haemorrhage, no 52 May 209. 3. Postpartum Haemorrhage: Guidelines, Southampton University Hospital NHSTrust, January 2011. 4. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guidelines, Primary Postpartum Haemorrhage, July 2009. 5. SOGC Clinical Practice Guidelines, Active Management of the Third Stage of Labour: Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage, no 235, October 2009. 6. Belfort M.A. Postpartum Hemorrhage, in Queenan’s Management of High Risk Pregnancy. Sixth ed. 2012. p.289 - 291. 7. Francois K. Postpartum Hemorrhage, in Obstetric Intensive Care Manual, Third Ed. Mc Graw Hill, 2011.p. 27 - 38. 8. Lynch, C.B. Conservative Surgical Management, in Postpartum Hemorrhage, p.287 - 297. 9. Koh E, Daavendra K, Tan L K, B-Lynch Suture for The Treatment of Uterine Atony, Singapore Med J 2009. 10. www. medscape.com, Use of a Condom for Control Massive Postpartum Hemorrhage, 2010. 11. Rather S Y, et al. Use of Condom for Control Intractable PPH, J & K Health Service, Kashmir, Vol 12, 2010. 12. Karkata M K, Kristanto H, Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin, Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Pelawa Sari, 2012. hal.166 - 174. 13. RCOG. 2011. Prevention And Management Of Postpartum Haemorrhage. Green-top Guideline No.52.

165

Bagan Alur Pada Perdarahan Pasca Persalinan Penanganan Segera: - Ask for HELP. - Baringkan pasien kepala lebih rendah. - Penilaian Vital Sign. - Lakukan Resusitasi ABC - Pasang IV line double + ambil sampel darah, periksa lab, siapkan transfusi darah - Pemeriksaan Obstetri.

Tissue

Tone Tidak - Massage fundus uteri - Kosongkan blass, pasang kateter. - Kompresi bimanual interna. - Oxytosin drip 20 u ~ 60 tts/mt - Misoprostol 800-1000 mg per rektal.

- Menajemen aktif kala III. - Oxytosin 5-10 IU. - Bila gagal lakukan plasenta Manuil. Inkomplit lakukan kuret

Plasenta Lahir ?

Ya Tidak Kontraksi Uterus Baik ?

Trauma

Ya

Trauma jalan lahir ?

Ya

- Periksa robekan jalan - lahir.(vagina,cervix, uterus) Repair robekan.

Tetap Perdarahan Kontraksi jelek

- Koreksi inversio uteri. - Bila ruptur uteri dilakukan laparotomi. (Repair/Hysterektomi)

Tidak

Trombin

Balon intra uterin (Kondom kateter)

Tetap Perdarahan

- Bila semua prosedur telah dilakukan tetapi tetap perdarahan pikirkan gangguan pembekuan darah. - Terdapat tanda-tanda DIC - BT/CT memanjang, TC menurun, Fibrinogen menurun < 1g/L, PTT/APTT memanjang.

Kontraksi Jelek

Bedah konservatif:

Transfusi:

- Jaritan kompresi (B

- Whole blood/Fresh blood.

Lynch/Metode Surabaya/Cho - Ligasi arteri uterina/Hypogastrika

Hysterektomi

166

- Fresh Frozen Plasma. - Trombosit konsentrat. - Cryoprecipitates.

167

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI EMBOLI AIR KETUBAN 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2

No. ICD Diagnosis

O88.1 Emboli Air Ketuban

3

Pengertian

Masuknya air ketuban, sel - sel fetus atau material debris lainnya ke dalam sirkulasi maternal yang dapat mengakibatkan reaksi anafilaktik dan obstruksi mekanis pada pembuluh darah utama ibu.

4

Anamnesis

Pasien dalam proses persalinan, operasi seksio sesarea, tindakan kuretase atau pada masa nifas mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, gangguan kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan gangguan pembekuan darah (DIC) dengan menyingkirkan penyebab yang lain seperti penyakit jantung, penyakit paru, reaksi anafilaksis dan perdarahan.

5

Pemeriksaan Fisik

3. Pemeriksaan fisik umum. 4. Pemeriksaan fisik obstetri : d. Palpasi. Leopold I - IV. e. Auskultasi. Denyut jantung janin. f. Pemeriksaan colok vagina.

6

Kriteria Diagnosis

1. Pasien dalam proses persalinan, tindakan operasi seksio sesarea, tindakan kuretase dan pasca persalinan. 2. Mengeluh sesak nafas, sianosis, syok, penurunan kesadaran sampai koma, kejang dan terkadang didapatkan gangguan pembekuan darah (DIC). 3. Pemeriksaan saturasi oksigen didapatkan tanda hipoksemia (SaO2< 60). 4. Pemeriksaan post mortem ditemukan sel squamous atau debris di pembuluh darah pulmonal ibu.

7

Diagnosis Banding

1. Syok anafilaksis. 2. Syok kardiogenik. 3. Syok hipovolemik.

8

Pemeriksaan Penunjang

1. 2. 3. 4.

DL. UL. BT / CT. Faktor - faktor pembekuan darah. 168

9

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anak. 2. Dokter Spesialis Anasthesi. 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi.

10

Perawatan Rumah Sakit

11

Terapi / tindakan

1. 2. 3. 4.

12

Tempat Pelayanan

1. 2. 3. 4.

13

Penyulit

1. Kematian janin dalam rahim 2. Kematian ibu.

14

Informed Consent

15

Tenaga Standar

16

Lama Perawatan

Lama perawatan tergantung dari kondisi pasien.

17

Masa Pemulihan

42 hari.

18

Hasil

Tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

19

Patologi

Didapatkan sel squamous atau debris di dalam pembuluh darah pulmonal ibu.

20

Otopsi

Diperlukan

21

Prognosis

Dubius ad malam.

22

Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108

23

Tingkat Evidens & Rekomendasi

24

Indikator Medis

Semua ibu hamil dengan emboli air ketuban dirawat di rumah sakit. Oksigenasi dengan sungkup 4 lt/mt. Infus NaCl dengan tetesan sesuai kondisi. Ventilasi mekanis. Resusitasi jantung paru ( RJP ).

Ruang bersalin. Kamar operasi. NICU. Ruang Bakung, Anggrek, Flamboyan, Mahotama, Sanjiwani dan Wing Amerta. 5. Poliklinik 108.

Ya, tertulis. 1. 2. 3. 4. 5.

Dokter PPDS I Obgin tingkat chief Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi. Dokter Spesialis Anak. Dokter Spesialis Anasthesi.

Ibu dan bayi berhasil diselamatkan. 169

25 Edukasi

1. ASI eksklusif. 2. Mobilisasi dini. 3. KB post partum.

26 Kepustakaan

1. Buku Panduan Himpunan Kedokteran Fetomaternal (HKFM) Penatalaksanaan Obstetri dan Ginekologi. 2004. edisi 1. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et al. 2010. Antepartum Assessment. In: William Obstetrics. 23rd.Ed. Mc Graw Hill.

170

Bagan alur Emboli air ketuban

Suspek Emboli air ketuban :  Sesak  sianosis  Syok  Kejang- kejang Resusitasi  Airway control  O2 100%  Iv line (Bolus cairan)  Hidrokortison 4x500 mg (iv)  Drip Dopamin Terjadi henti jantung (cardiac arrest) lakukan Resus call Hamil ≥ 28 minggu



Lakukan RJPO dalam waktu

 

4 menit (Left Uterus displacement) Siapkan peralatan SC

Hamil < 28 minggu

Lakukan resusitasi Jantung paru Membaik

4 menit RJP gagal Perimortem SC (Green code) Bayi harus lahir kurang dari 5 menit

Lanjutkan resusitasi jantung

Perawatan ruang intensif

paru

171

172

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI SEPSIS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1 2

No. ICD Diagnosis

A.40 Sepsis

3

Pengertian

Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksindilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi, Sepsis merupakan SIRS ditambah dengan sumber infeksi yang jelas

4

Anamnesis

5

Pemeriksaan Fisik

Panas badan / hipotermia, sesak nafas, berdebar debar dan sampai penurunan kesadaran Pemeriksaan fisik Umum: KU: baik - sampai penurunan kesadaran  Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat;  Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C;  Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit;

6

Kriteria Diagnosis

Tanda dan gejala infeksi ini harus memenuhi paling sedikit 2 kriteria dari Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) disertai dengan sumber infeksi yang jelas. 1. Meningkatnya denyut jantung >90/menit, saat istirahat; 2. Suhu tubuh yang meninggi >38C atau yang rendah <36C; 3. Meningkatnya bunyi pernafasan >20/menit; 4. Jumlah sel-sel darah putih yang tidak normal, yaitu >12000 sel/cu mm atau <4000 sel/cu mm.

7 8

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

SIRS Pemeriksaan Laboratorium 1. DL, LFT, RFT, Elektrolit, BS 2. Kultur darah, urine dan sumber infeksi lainnya

9

Konsultasi

1. Dokter Spesialis Anasthesi. 2. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi Fetomaternal 3. Dokter Penyakit dalam.

10

Perawatan Rumah Sakit

Perawatan Ruang Intermediet - ICU

11

Terapi / tindakan

Sesuai algoritme penanganan sepsis

12

Tempat Pelayanan

Ruang IRD kebidanan Ruang intermediet Ruang ICU

13

Penyulit

1. 2. 3.

Multiple organ disfungtion Multipel organ failure Mortalitas

173

14 Informed Consent

Lisan dan tertulis

15 Tenaga Standar

16 Lama Perawatan

1. 2. 3.

Dokter Spesialis Anasthesi. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi divisi Fetomaternal Dokter Penyakit dalam.

Tergantung kondisi klinis dan laboratorium pasien selama perawatan

17 Masa Pemulihan 18 Hasil 19 Patologi

-

20 Otopsi

-

21 Prognosis

Dubious ad bonam sampai dubious ad malam

22 Tindak Lanjut 23 Tingkat Evidens & Rekomendasi 24 Indikator Medis 25 Edukasi 26 Kepustakaan

Klinis dan laboratorium 1. 2.

Andersen Cancer centre. 2013. Adult sepsis management. Department of clinical effectiveness.

174

Bagan alur Penanganan Sepsis

Kriteria SIRS (+) Explorasi kausa

 Penilaian infeksi  Penilaian tanda disfungsi organ  DL, AGD, elektrolit, PT, PTT, D-Dimer, Fibrinogen, Bilirubin, LFT, ALP, LDH, albumin  kultur (darah, sputum, urine dan sumber lain)  antibiotika spektrum luas (triple antibiotika)

 IV line  Fuid challenge 30 mL/Kg Nacl 0,9% atau RL selama 30 – 60 menit (maximum 2 liters), turunkan volume  Periksa MAP jika diperlukan lakukan bolus cairan 2

 Pertahankan Saturasi O ˃ 92 (Pasang Monitor)

MAP ˂ 65mmHg atau laktat ≥ 4 mmol/L

Disfungsi end organ

Syok septik  Pasang CVA

Ya Sepsis Berat  Monitor dan mempertahankan pernafasan / hemodinamik  Antibiotika spektrum luas  Cairan IV  Pemeriksaan laboratorium

Tidak Sepsis  Penilaian ulang  Monitoring dan mempertahankan status hemodinamik dan respiratory  Antibiotika spektrum luas  Cairan IV  Pemeriksaan laboratorium

175

 Monitor dan mempertahankan status hemodinamik  Bolus cairan Nacl 0,9% atau RL 30ml/kg BB selama 30 menit

 Pertimbangkan pemebrian Norepineprin pada hipotensi yang persisten  Perawatan ICU

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ENDOMETRIOSIS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian Anamnesis

N80.9 Endometriosis Gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan sebagai adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal. 8. Menanyakan keluhan nyeri yang berhubungan dengan haid. Keluhan panggul seperti nyeri panggul, disminore, dispareuni adalah keluhan klasik endometriosis. 9. Menanyakan keluhan infertilitas, termasuk sudah berapa lama usia pernikahan tanpa anak. 10. Pada wanita dengan infertilitas yang dilakukan laparaskopi didapat keluhan desminorea sebagai prediktif utama diagnosis endometriosis. 11. Sebaiknya dipertimbangkan juga diagnosis endometriosis pada perempuan usia reproduksi dengan keluhan ginekologi, missal : dischezia, disuria,hematuria, perdarahan rectum dan nyeri bahu.

Pemeriksaan Fisik

6. Pemeriksaan fisik umum 7. Pemeriksaan fisik dengan inspeksi dengan menggunakan speculum, dilanjutkan pemeriksaan bimanual dan palpasi rectovagina. pemeriksaan vagina tidak dilakukan untuk remaja yang belum menikah. 8. Diagnosis deep endometriosis dipertimbangkan apabila pada pemeriksaan klinis didapatkan indurasi atau nodul pada dinding rektovagina atau pada fornik posterior vagina. 9. Diagnosis ovarian endometriosis dipertimbangkan apabila didapatkan massa pada adneksa.

Kriteria Diagnosis

4. Wanita dengan keluhan nyeri haid. 5. Remaja putri dengan keluhan nyeri kram, nyeri siklik , nyeri non siklik, konstipasi, nyeri menjalar kekaki atau punggung. 6. Pada wanita infertilitas dengan keluhan dimenore.

Diagnosis Banding

1. Penyakit radang panggul menahun 2. Salpingitis akut berulang 3. Neoplasma ovarium jinak atau ganas 4. Kehamilan ektopik 5. USG abdominal dan USG transvaginal 6. Laparoskopi

Pemeriksaan Penunjang Konsultasi

Bagian Obstetri dan ginekologi divisi FER. 176

Perawatan Rumah Sakit

Pasien dilakukan di ruang ginekologi.

Terapi / tindakan

Tergantung indikasi obstetri. 3. Terapi medis yang melibatkan berbagai obat hormon dan analgetika. 4. Terapi bedah.

Tempat Pelayanan

Ruang poliklinik.

Penyulit

Adhesi, kista ovarium, kanker ovarium.

Informed Consent

Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan inspeksi, USG, laparoskopi dan risiko tindakan lainnya).

Tenaga Standar

7. PPDS I Obgin tk senior A 8. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan

Antara 2-3 hari tergantung jenis terapi.

Hasil

Nyeri endometriosis hilang.

Patologi

Diperlukan

Otopsi

Tidak diperlukan

Prognosis

Dubius ad bonam.

Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik.

Indikator Medis

4. USG transvaginal (sensitivitas 64-89 %) 5. Laparoskopi untuk inspeksi visualisasi lesi endometriosis merupakan cara penentuan diagnosis definitive.

Edukasi

Kontrol bila nyeri menetap.

Kepustakaan

14. Dunselman GAJ, Vermeulen N, Becker C, Calhaz-Jorge C, D’Hooghe T, De Bie B, Heikineheimo O et al. ESHRE guideline : Management women with endometriosis. Hum Rsprod 2014 ; 0;1-13. 15. Giudice LC. Clinical practice : endometriosis. N Eng! J Med 2010 ; 362:2389-2398. 16. Samsulhadi, Endometriosis : Dari biomolekuler sampai masalah klinis. Majalah Obebstetri dan Ginekologi 2002.10 (1) : 43-50. 17. Burney RO and Giudice LC. Pathogenesis and pathophysiology of endometriosis. Fertil Steril 2012 ; 98:511-9. 18. Lebovic Di, Mueller M, Taylor RN. Immunobiology of endometriosis. Fetril Steril 2001, 75(1): 1-10. 19. HIFERI. Konsensus tatalaksana nyeri haid pada endometriosis. 2013.

177

NYERI curiga endometriosis

Anamnesis : dismenore, dispareuni & nyeri yang lain 1. Belum menikah / remaja

2. sudah menikah/ belum ingin anak

3. perimenopause

Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan colok dubur / USG abdomen

Massa -

Massa +

Terapi empiris :  

NSAID PKK

Massa – 4 cm 

Selama 1-3 bulan

Nyeri hilang

Nyeri tidak hilang

Lanjutkan terapi  

PKK  Progestogen Selama 3 bulan

Nyeri

Laparoskopi ablasi - eksisi

PKK / Progestogen

Tidak hilang

Selanjutnya lihat

Usia penderita

Selama 3 bulan

Lanjutkan dengan Usia ≤ 18

tahun

Usia > 18 tahun 178

PKK kontinu 3 bulan

Massa ≥ 4 cm

Laparoskopi kistektomi, ablasi - eksisi

Agonis GnRH + add-back 3-6 bulan

NYERI curiga endometriosis

Anamnesis : dismenore, dispareuni & nyeri yang lain 2. Belum menikah / remaja

2. sudah menikah/ belum ingin anak

3. perimenopause

Tentukan apakah terdapat massa ( endometrioma) atau tidak dengan pemeriksaan dalam / USG transvagina 2. selanjutnya sama dengan penatalaksanaan untuk yang belum menikah / remaja

Massa –

Massa +

Terapi empiris :  

NSAID PKK

Selama 1-3 bulan

Nyeri hilang

Nyeri tidak hilang

Lanjutkan terapi  PKK /

Pertimbangkan terapi bedah konservatif atau radikal TAH-BSO dengan tambahan terapi hormon estrogen progesteron

 Progestogen Selama 3 bulan

3.

179

INFERTILITAS curiga endometriosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik terkait diagnosis endometriosis Lakukan tindakan laparoskopi untuk visualisasi stadium endometriosis berdasarkan klasifikasi “ASRM”

Stadium 1 atau 2

Stadium 3 atau 4

Laparoskopi ablasi atau eksisi

Laparoskopi ablasi – eksisi restorasi organ reproduksi

Perhatikan usia penderita

Usia < 35 tahun

Periksa cadangan ovarium

Usia ≥ 35 tahun

Expectant 3-6 bulan

Periksa cadangan ovarium

Abnormal

Normal

Bila tidak hamil

Inseminasi intra uteri

Normal

Stimulasi ovarium minimal

bila tetap tidak hamil

Fertilitasi in virto Alogoritma penggunaan agonis GnRH selama 3 bulan sebelum fertilisasi in virto meningkatkan angka kehamilan

180

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI INFERTILITAS 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 27. No. ICD

N.97

28. Diagnosis

Infertilitas Wanita

29. Pengertian

Infertilitas primer adalah kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan pasangan memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan harmonis selama 1 tahun tanpa kontrasepsi, walau sebelumnya pernah hamil atau mempunyai anak .

30. Anamnesis

12. Menanyakan riwayat menstruasi dan membuat menogram dalam 3 bulan terakhir. 13. Menanyakan riwayat sosial terkait faktor risiko infertilitas 14. Menanyakan riwayat medis pasien sebelumnya 15. Menanyakan riwayat penggunaan kontrasepsi dan pengobatan sebelumnya

31. Pemeriksaan Fisik

10. Pemeriksaan fisik umum 11. Pemeriksaan ginekologi

32. Kriteria Diagnosis

1. Pasangan belum memiliki anak setelah satu tahun 2. Hubungan seksual teratur (minimal 2 kali seminggu) 3. Tidak menggunakan kontrasepsi

7.

Tidak ada

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan ultrasonografi terkait fertilitas 2. Pemeriksaan fungsi ovulasi berupa kadar hormonal (LH, FSH, progesteron, AMH, estradiol 3. Pemeriksaan klamidia trakomatis 4. Pemeriksaan uterus dan tuba (histerosalfingografi, SIS, histeroskopilaparokopi) 5. Pemeriksaan sperma analisa

Konsultasi

6. Bagian Obstetri dan Ginekologi Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi 7. Bagian Andrologi 8. Bagian Urologi

Perawatan Rumah Sakit

Pasien rawat jalan. Rawat inap dilakukan bila 181

akan dilakukan

Terapi / tindakan

pemeriksaan operatif seperti laparoskopi. Tatalaksana Terkait Kausa Infertilitas: 1. Faktor Uterus - Endometriosis dan Adenomiosis : Laparoskopi, laparotomi, reseksi / prosedur Osada, Fertilisasi in Vitro 2. Gangguan Ovulasi - SOPK : perubahan gaya hidup, induksi ovulasi - SOPK resisten : induksi ovulasi dengan rFSH dosis rendah kronis, laparoscopic drilling - SOPK gagal lini kedua : FIV - Hiperprolaktinemia : Agonis dopamine - Cadangan ovarium menurun : kemungkinan FIV - Gangguan hipofisis : induksi ovulasi dengan rFSH dan rLH 3. Faktor Tuba - Oklusi tuba unilateral : laparoskopi atau laparotomi, rekonstruksi tuba - Oklusi tuba bilateral : kemungkinan FIV - Hidrosalfing bilateral : laparoskopi salfingektomi, kemungkinan FIV

Tempat Pelayanan

Ruang poliklinik fertilitas, ruang tindakan, ruang operasi, ruang pulih

Penyulit

Hamil ektopik, OHSS, hamil kembar, perdarahan, infeksi

Informed Consent

Informed consent tertulis (prosedur diagnosis, terapi dan risiko tindakan lainnya).

Tenaga Standar

9. PPDS I Obgin tk senior B 10. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan

Satu hingga beberapa siklus

Masa Pemulihan

1-3 hari, tergantung besar rindakan

Hasil

Kehamilan

Patologi

Biopsi endometrium, dan biopsi jaringan yang dieksisi pada tindakan diagnostic atau kuratif

Otopsi

Tidak diperlukan

Prognosis

Tergantung pada jenis kelainan dan berat ringan derajat penyakit

Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108, Klinik bayi tabung

Tingkat Evidens & Rekomendasi

- 84% pasangan yang berhubungan rutin tanpa kontrasesi akan mengalami kehamilan dalam setahun pertama dan 92% dalam tahun kedua (Level 3,4) - Merokok dan alkohol dapat menurunkan tingkat kesuburan (Level 2,3) - Wanita dengan IMT >29 kg/m2 mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk hamil dan menurunkan massa tubuh dapat membantu meningkatkan kemungkinan kehamilan (Level 2) - Pemeriksaan progesteron fase midluteal sebaiknya dilakukan pada 182

-

-

wanita infertil dengan menstruasi regular (Level 2) Pemeriksaan klamidia trakomatis sebaiknya ditawarkan sebelum instrumentasi uteri (Level 2) Wanita tanpa komorbiditas yang diketahui (PRP, KET sebelumnya, endometriosis) sebaiknya menjalani HSG untuk penapisan oklusi tuba (Level 2) Pasien sebaiknya tidak dianjurkan menjalani histeroskopi saja untuk koreksi kelainan uterus, karena manfaat terhadap tingkat kehamilan belum diketahui, kecuali ada indikasi medis (Level 2) Pemeriksaan lender serviks passka koitus tidak rutin dilakukan (Level1) Klomifen sitrat dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II sebagai lini pertama dalam 12 bulan (Level 1) dengan risiko kehamilan ganda (Level 2), serta pada infertilitas idiopatik (Level 1) Metformin dapat diberikan pada penderita SPOK resisten klomifen sitrat dengan IMT >25 kg/m2 Gonadotropin dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas II yang tidak mengalami ovulasi dengan klomifen sitrat, serta pada prosedur FIV (Level 1) GnRH analog dapat diberikan pada kelainan ovulasi WHO kelas I secara pulsatil (Level 2) dan sebagai downregulator pada prosedur FIV (Level 1) Agonis dopamine dapat diberikan pada penderita gangguan ovulasi WHO kelas IV (Level 1) Ablasi atatu reseksi operatif dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan pada beberapa kondisi, seperti endometriosis minimal ringan (Level 1), endometrioma ovarium (Level 1), dan endometriosis sedang berat (Level 2) Inseminasi intrauterine dapat ditawarkan pada penderita fertilitas pria ringan, infertilitas idiopatik, dan endometriosis minimal ringan sebanyak hingga 6 siklus (Level 1)

Indikator Medis

Keberhasilan FIV per siklus berdasarkan usia wanita: - 23-35 tahun : >20% - 36-38 tahun : 15% - 39 tahun : 10% - 40 tahun atau lebih : 6%

Edukasi

Hindari konsumsi alkohol, merokok, manajemen stress, olahraga ringan sedang, pengaturan indeks massa tubuh, efek samping dan kemungkinan keberhasilan terapi.

Kepustakaan

20. RCOG. Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems. 2004 21. Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, Hoffman B, Bradshaw K, Cunningham. Williams Gynacology: McGraw-Hill 22. WHO. Infertility. 2013 23. ASRM Defiitions of infertility and recurrent pregnancy loss: a committee opinion. Fertil Steril. 2013;Jan 99 (1):63 24. Speroff L, Fritz MA. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. 2010 25. Kamath M, Bhattcharya S. Best practice & research clinical obstetrics 183

and gynaecology. 2012 26. Belen A,Jacobs H. Infertility in practice. Leeds and UK: Elsevier Science;2003 27. World Health Organization. WHO manual for standardized investigation and diagnosis of the infertile couple. Cambridge: Cambridge university press. 2000

Algoritma Penanganan Infertilitas

184

185

187

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI MENOPAUSE 2015

No. ICD Diagnosis Pengertian

N95.1 Menopause Menopause Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen, dipastikan setelah: amenore 12 bulan dan bila dilakukan pemeriksaan ditandai oleh kadar FSH tinggi (>35 mIU/ml) dengan Estradiol rendah (<30 pg/ml) Perimenopause(klimaterium) Masa perubahan antara premenepause dan pasca menopause (sampai 12 bulan setelah menopause), ditandai dengan haid mulai tidak teratur,oligomenorea,menoragia,PMS, dismeneroa, serta muncul keluhan klimaterik, dengan kadar pemeriksaan FSH, LH dan Estrogen yang bervariasi. Pasca menopause Masa setelah menopause sampai masa senium yang dimulai setelah 12 bulan amenore dengan keluhan klimaterik dan ditemui kadar FSH dan LH yang tinggi serta Estradiol yang rendah Senium Masa pasca menopause lanjut sampai usia > 65 tahun. Menopause iatrogenik adalah pengangkatan kedua ovarium atau kerusakan ovarium akibat radiasi atau penggunaan obat sitostatika, atau penyebab lainnya. Menopause prekok Menopause yang terjadi pada usia <40 tahun yang itandai dengan keluhan maupun profil hormon FSH, LH dan Estradiol sama seperti masa menopause alamiah

Anamnesis

16. Ditanyakan pola haidnya, haid tidak teratur atau amenore 17. Apakah ada keluhan klimatorik Jangka pendek : - vasomotorik : semburan panas (hot flushes) - Jantung berebar-debar - Sakit kepala - Keringat banyak di malam hari Jangka panjang : - Osteoporosis - Aterosklerosis - Penyakit jantung koroner - Stroke - Demensia tipe Alzeimer - Kanker usus berat 188

Urogenital : Nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi, perdarahan pasca senggama, ISK, disuria, inkontinensia urin, gatal pada vagina dan vulva, mudah iritasi, prolaps organ panggul. Keluhan psikologik : Perasaan takut, gelisah, mudah tersinggung, cepat marah, konsentrasi menururn, perubahan perilaku, gangguan libido, dan depresi Kulit dan kuku : Kering, menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh berwarna kuning Tulang dan otot :Myalgia dan atralgia : Mata :Keratokonjungtivitis sika Rambut :Menipis, dapat tumbuh rambut di sekitar bibir dan telinga Metabolisme :Hiperkolesterolimia (LDL meningkat, HDL menurun) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum - Status Generalis - Status Ginekologi

Kriteria Diagnosis

7. Wanita usia 40-65 tahun 8. Amenore lebih dari 6 bulan 9. Anamnesa keluhan sesuai dengan gejala klinis klimatorik 10. Laboratorium FSH tinggi (> 35mIU/ml) dan Estradiol rendah (< 30 pg/ml)

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan kadar FSH ,LH dan Estradiol 2. Pemeriksaan fungsi tyroid (TSH dan FT4) Dilakukan jika didapatkan keluhan klimatorik (vasomotor) tetapi hasil FSH, LH, dan Estradiol normal 3. Pemeriksaan Densitometer Pemeriksaan densitometer hanya dilakukan pada wanita dengan faktor risiko osteoporosis seperti menopause dini, pasca menopause, telat menarche, kurus, kurang olah raga, kurang aktivitas, kebiasaan merokok, minum kopi, soda dan alkohol, diet rendah kalsium, nyeri tulang dengan penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan hipertyroid. Hasil densitometer berupa T-skor dan Z-skor T-skor adalah skor yang memfasilitasi klasifikasi wanita ke dalam risiko untuk berkembang menjadi osteoporosis, sedangkan Z-skor adalah skor yang digunakan untuk memperkirakan risiko fraktur di masa yang akan datang. Z-skor menentukan perbedaan nilai simpang baku wanita dibandingkan dengan wanita dengan usia yang sama tanpa osteoporosis. Nilai T-skor >-1 SD : densitas tulang normal Nilai T-skor di antara -1 dan -2,5 SD : osteopenia Nilai T-skor <-2,5 SD : osteoporosis Nilai T-skor <2,5 : osteoporosis berat dan telah terjadi patah tulang 189

Konsultasi

Bagian Obstetri dan ginekologi divisi FER.

Perawatan Rumah Sakit

Tidak perlu perawatan di Rumah sakit

Terapi / tindakan

Terapi sulih hormon (HRT) Prinsip dasar terapi : 1. Untuk wanita yang masih memiliki uterus, pemberian estrogen harus selalu dikombinasikan dengan progestogen. Tujuan penambahan progestogen adalah untuk mencegah kanker endometrium. 2. Untuk wanita tanpa uterus, maka cukup pemberian estrogen saja dan estrogen diberikan secara kontinu (tanpa istirahat) 3. Pada wanita perimenopause yang masih haid dan masih tetap menginginkan haid, sulih hormon diberikan secara sekuensial. Contohnya estrogen diberikan mulai hari pertama haid sampai hari ke-26 haid, dan progestogen diberikan mulai hari ke-13 haid sampai hari ke-26 haid. Dua sampai 3 hari setelah obat habis, biasanya akan terjadi perdarahan lucut, dan setelah itu antara hari pertama sampai hari ke-5 haid dimulai lagi dengan sulih hormon yang baru. Pada pemberian secara sekuensial progestogen harus diberikan 10-14 hari 4. Pada wanita pascamenopause yang masih menginginkan haid, sulih hormon diberikan secara sekuensial. Bila dengan pemberian secara sekuensial ternyata tidak juga haid, maka sulih hormon diberikan secara kontinu saja 5. Pada wanita pasca menopause yang tidak menginginkan haid lagi, sulih hormon diberikan secara kontinu 6. Jenis estrogen yang digunakan adalah jenis estrogen alamiah, dan jenis progestogen yang diberikan adalah jenis yang mirip dengan progestogen alamiah, 7. Pemberian Dimulai dengan dosis rendah 8. Pada wanita dengan gangguan libido, estrogen dapat dikombinasikan dengan androgen, atau diberikan sulih hormon yang salah satu komponennya memiliki sifat androgenik Jenis Estrogen yang dianjurkan : Estrogen equin konjugasi 0,3-0,625mg - 17 β estradiol 1-2 mg - Estradiol valerat 1-2 mg - Estropipate 0,625-1,25mg Jenis Progestogen yang dianjurkan Progesteron :pemberian sekuensial 300mg dan kontinu 100mg Spiroteron asetat: Sekuensial 1 mg dan kontinu 1mg Meroksiprogesteron asetat(MPA) : Sekuensial 10 mg dan kontinu 2,5 mg - Didrogesteron : Sekuensial 10 mg dan kontinu 10 mg - Klormardinon aseta (KMA) : Sekuensial 1-2 mg dan 190

kontinu 1-2mg - Nomogestrel asetat : Sekuensial 5 mg dan kontinu 2,5mg Cara Pemberian : - Oral : pemberian yang utama dan dianjurkan - Sublingual - Transdermal : plester koyok atau gel 50-100mcg - Semprot hidung : 2kali semprot dengan dosis 300mcg - Implant dan intramuskuler : jarang digunakan karena banyak meninmbulkan efek perdarahan - Vaginal krem :hanya untuk pengobatan lokal pada vagina. Tempat Pelayanan

Ruang poliklinik

Penyulit

Efek samping Terapi Sulih Hormon - Nyeri payu dara - Peningkatan berat badan - Sakit kepala - Keputihan - Perdarahan Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan inspeksi, USG, dan prosedur lainnya).

Informed Consent Tenaga Standar

11. PPDS I Obgin tingkat senior B dan senior Advance 12. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

Lama Perawatan

-

Hasil

Keluhan berkurang sampai menghilang

Patologi

Tidak diperlukan

Otopsi

Tidak diperlukan

Prognosis

Dubius ad bonam.

Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik ( setelah pemberian Terapi Sulih Hormon) - Kontrol 1 bulan : pemeriksaan TD, BB, dan keluhan efek samping - Kontrol 3 bulan : pemeriksaan TD, BB, dan ditanyakan ulang keluhan efek samping - Kontrol 6 bulan : pemeriksaan TD, BB, keluhan efek samping, pemeriksaan ginekologi, Papsmear,pemeriksaan kimia arah jika ada indikasi - Kontrol 12 bulan : dianjurkan Mamografi dan USG payudara, analisa hormon FSH, LH dan Estradiol 1. Klinis : gejala klimaterik 2. Laboratorium : Kadar FSH, LH, dan Estradiol 191

Indikator Medis

3. USG Ginekologi dan payudara 4. Mamografi Edukasi

Kepustakaan

Konseling Menopause Jika pasien memutuskan menggunakan Terapi Sulih Hormon, maka harus dijelaskan mengenai cara penggunaan, lama penggunaan, manfaat penggunaan serta efek samping yang dapat terjadi. 1. Baziad, Ali. Menopause. Dalam Endokrinologi Ginekologi edisi 3. Jakarta.2008 Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hal 115-143 2. Djuwantono,Tono.Bayuaji.Hartanto.Permadi.Wiryawan. Permasalahan Menopause Saat Ini Dalam Step by Step Penanganan Kelainan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Dalam praktek Sehari-Hari. Bandung. 2012 Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Hal 287 – 319. 3. Fritz,Marck A. Sperrof,Leon. Menopause and Perimenopause Transisition in Clinical Gynecologic Endrocrinology and Infertility University of North Carolina at Chapel Hill. USA.8th Edition P 673-678. Lippincott Williams and Wilkins. 4. Cunningham et.al. Reproductive Endocrinology, Infertility, and the Menopause in Williams Gynecology 2nd Edition Department of Obstetrics and GynecologyUniversity of Texas Southwestern Medical Center at DallasParkland Health and Hospital System Dallas, Texas. USA p 428-435

192

SkemaPenatalaksanaan Menopause Menopause Usia > 40 tahun dan < 40 tahun

Keluhan (+)

Pencegahan Ada sarana

Keluhan (-)

Tidak Ada Sarana

Tidak Ada Sarana Usia Amenorhea > 6 bulan

Usia amenore >6 bulan

-FSH, LH,E2 - Densitometer tulang - USG - Rontgen tulang

HRT

-FSH > 40 IU/ml -E2 < 30 pg/ml -Sitologi: Atrofi -Osteoporosi (+)

-FSH dan E2 Normal

-Osteoporosi (+)

Konsultasi Bagian Lain

Konsultasi bagian lain

Observasi Terapi Pencegahan

Pencegahan

193

Terapi

TTT

Timbul Keluhan atau Menopause > 1 tahun tanpa keluhan

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL 2015

33.

No. ICD

34.

Diagnosis

Perdarahan Uterus Abnormal

35.

Pengertian

Semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan 1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya. 2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut. 3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia.

36.

Anamnesis

18. Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus, faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya (Rekomendasi B). Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal. 19. Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand (Rekomendasi B). 20. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi. 21. Penilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf (PBAC) atau skor “perdarahan”. Data ini juga dapat digunakan untuk diagnosis dan menilai kemajuan pengobatan PUA (Rekomendasi C). 22. Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan positif. 194

23. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian antikoagulan dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C1. 37.

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik. 2. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. 3. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa. 4. Pemeriksaan Ginekologis

5. Kriteria Diagnosis

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not yet classified. A. Polip (PUA-P) Definisi : bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Gejala : PUA.

Diagnostik : histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. endometrium yang memiliki vaskularisasi dan di lapisi oleh epitel endometrium. B. Adenomiosis (PUA-A) Definisi : lapisan miometrium Gejala : nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik. abnormal.

195

m ektopik pada

Diagnostik endometrium pada hasil histopatologi. pemeriksaan MRI dan USG. mendiagnosis adenomiosis.

cukup untuk

miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium. endometrium ektopik pada jaringan miometrium. C. Leiomioma (PUA-L) Definisi Gejala

abdomen Diagnostik penyebab tunggal PUA. hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri.

(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya; subserosum. D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M) Definisi : endometrium Gejala : Diagnostik merupakan penyebab penting PUA. an hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi 196

FIGO dan WHO.

E. Coagulopathy (PUA-C) Definisi : uterus Gejala : Perdarahan uterus abnormal Diagnostik yang terkait dengan PUA. memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah penyakit von Willebrand. F. Ovulatory dysfunction (PUA-O) Definisi Gejala : Diagnostik manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. (PUD). rdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak. (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan. G. Endometrial (PUA-E) Definisi : dengan terjadinya perdarahan uterus. Gejala : Diagnostik

197

siklus haid teratur. lokal endometrium. endothelinfibrinolisis.

yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal endometrium. -E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi. H. Iatrogenik (PUA-I) medis seperti penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR. estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding (BTB). sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut :

koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C. I. Not yet classified (PUA-N) not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi. kronik atau malformasi arteri-vena.

6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Test Kehamilan DL, BT/CT PT, APTT, Fibirinogen, D-dimer vWF, agregasi trombosit SGOT/SGPT FT4, TSH, FSH, LH, E2,SHGB, DHEAS Ureum, Creatinin GDS, Pap smear USG Transabdominal USG Transvaginal Progesteron serum D & K atau biopsy untuk pengambilan sampel endometrium SIS 198

8.

Konsultasi

9.

Perawatan Rumah Sakit

10. Terapi / tindakan

15. Histeroskopi 16. Kolposkopi 9. Bagian Penyakit Dalam 1. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang stabil 2. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Tergantung dari penyebab perdarahan

11. Tempat Pelayanan

Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan ginekologi.

12. Penyulit

Syok hipovolemik, penyakit metabolik penyerta

13. Informed Consent

Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan dan risiko tindakan lainnya).

14. Tenaga Standar

13. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B 14. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

15. Lama Perawatan

Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

16. Masa Pemulihan

Tergantung penyebab perdarahan

17. Hasil

Hemodinamik stabil dan penegakan diagnostik penyebab perdarahan

18. Patologi

Dilakukan untuk kecurigaan penyebab kelainan struktural

19. Otopsi

Tidak diperlukan

20. Prognosis

Dubius ad bonam.

21. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

22. Tingkat Evidens & Rekomendasi 23. Indikator Medis 24. Edukasi 25. Kepustakaan

1. Munro MG, Critchley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system (PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive age. International journal of gynaecology and obstetrics: the official organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics. 2011 Apr; 113(1): 3-13. 2. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of heavy menstrual bleeding ; Nice Guideline, 2007. 3. Marret H, Fauconnier A, Chabbert-Buffet N, Cravello L, Golfier F, Gondry J, et al. Clinical practice guidelines on menorrhagia: 199

management of abnormal uterine bleeding before menopause. European journal of obstetrics, gynecology, and reproductive biology. 2008 Oct;152(2): 133-7. 4. Oehler MK, Rees MC. Menorrhagia: an update. Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica. 2003 May;82(5): 405-22.

200

Bagan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal akut dan banyak

201

Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronis

202

Panduan Investigasi Evaluasi Uterus

203

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABORTUS BERULANG 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 38. No. ICD 39. Diagnosis 40. Pengertian

629.81 (ICD 9) N96 (ICD 10) Abortus berulang Kejadian keguguran paling tidak sebanyak 2 kali atau lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan/atau berat janin kurang dari 500 gram

41. Anamnesis

24. Menanyakan keluhan saat ini, jumlah perdarahan dan adanya jaringan yang keluar 25. Menanyakan adanya telat haid dan hari pertama haid terakhir 26. Menanyakan riwayat obstetrik sebelumnya 27. Menanyakan riwayat medis 12. Pemeriksaan fisik umum 13. Pemeriksaan ginekologi 14. Pemeriksaan ultrasonografi 15. Pemeriksaan laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin, bleeding time, cloting time, faal hemostasis 11. Wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau kurang (terdapat riwayat terlambat haid dan dikonfirmasi dengan tes kehamilan) 12. Terdapat perdarahan yang disertai dengan keluarnya hasil konsepsi 13. Riwayat keguguran sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih berturutturut dari anamnesis dengan pasien

42. Pemeriksaan Fisik

43. Kriteria Diagnosis

44. Diagnosis Banding

Abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion

45. Pemeriksaan Penunjang

7. Laboratorium: tes kehamilan, hematologi rutin,bleeding time, cloting time, faal hemostasis 8. USG 9. Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mencari etiologi

46. Konsultasi

10.

47. Perawatan Rumah Sakit

Pasien dirawat one day care

48. Terapi / tindakan

Kuretase 5. Dengan perlindungan oksitosin drip bila > 12 minggu 6. Tanpa perlindungan oksitosin drip bila < 12 minggu 204

Bagian Obstetri dan Ginekologi divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi 11. Bagian Anestesi

49. Tempat Pelayanan 50. Penyulit

Ruang tindakan IRD Kebidanan Perdarahan, perforasi uterus, reaksi anafilaktik

51. Informed Consent

Informed consent tertulis (prosedur tindakan, tujuan, risiko dan komplikasi, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi).

52. Tenaga Standar

15. PPDS I Obgin tk Senior A-senior B 16. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

53. Lama Perawatan

One day care

54. Masa Pemulihan

Dua jam post kuretase

55. Hasil

Perdarahan berhenti

56. Patologi Anatomi 57. Otopsi

Dikerjakan untuk konfirmasi keguguran dan mencari etiologi keguguran berulang Tidak diperlukan

58. Prognosis

Dubius ad bonam.

59. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108 satu minggu setelah kuretase.

60. Tingkat Evidens & Rekomendasi

61. Indikator Medis 62. Edukasi 63. Kepustakaan

- Menunda kehamilan berikutnya sampai sekitar 3 bulan post kuretase.(IIa/B) - Perencanaan kehamilan berikutnya dengan mencari dan mengobati etiologinya (IIb/C) 6. Perdarahan berhenti 7. Diikuti oleh kehamilan yang berhasil KB post kuretase, pemeriksaan patologi anatomi dan penunjang untuk mencari etiologi, perencanaan kehamilan berikutnya 28. Fritz MA, Speroff L. Recurrent Eary Pregnancy Loss. In Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 8th edition, 2011. 29. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Abortion. In : Williams rd Obstetrics, 23 edition 2010. 30. Baziad, A. Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang, HIFERI-POGI, 2010. 31. Handono B, Firman FW, Mose JC. Abortus Berulang, Refika Aditama, 2009.

205

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 64.

No. ICD

65.

Diagnosis

Sindroma Ovarium Polikistik

66.

Pengertian

Merupakan kumpulan gejala yang meliputi hiperandrogenisme, anovulasi kronik, dengan gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG yang berhubungan dengan kelainan endrokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofisis atau adrenal yang mendasarinya.

67.

Anamnesis

68.

Pemeriksaan Fisik

28. Gangguan menstruasi, paling sering oligomenorea dan amenorea 29. Tanda-tanda adrogenisme : hirsutisme, akne, alopesia androgenic, dan tanda-tanda lainnya. 30. 26. Pemeriksaan fisik umum 27. Pemeriksaan fisik tanda hirsutisme dan hiperandrogen ( pertumbuhan bulu pada area tertentu, jerawat dll) Berdasarkan kriterian Rotterdam tahun 2003 1. Oligo atau anovulasi 2. Hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi 3. Gambaran ovarium polikisrik pada pemeriksaan ultrasonografi. Untuk mendiagnosis SPOK dibutuhkan minimal 2 dari 3 kriteria dan tidak diketemukan kelainan-kalainan endrokrinologis lainnya, seperti congenital adrenal hyperplasia (CAH), hiperprolaktinemia, kelainan tiroid, ataupun tumor yang menghasilkan hormone androgen. 1Hyperplasia androgen kongenital non klasik 2.Tumor yang mensekresikan androgen 3Sindroma resistensi insulin berat 4Sindroma chusing 5.Hirsutisme idiopatik

28. Kriteria Diagnosis

29. Diagnosis Banding

30. Pemeriksaan Penunjang

31. Konsultasi 32. Perawatan Rumah Sakit

17. USG : adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki dameter 2-9 mm pada masing-masing ovarium, atau peningkatan volum ovarium > 10 ml 18. FSH dan E2 serum 19. Testosterone, DHEA,Androsteneidon, SHBG 20. Kadar progesterone serum pada fase luteal putatif 21. Kadar glukosa dan insulin pada TTGO 2 jam 12.

Bagian Penyakit Dalam 3. Perawatan Poliklinis untuk pasien dengan hemodinamik yang 206

33. Terapi / tindakan

stabil 4. Perawatan Rawat inap bangsal Ginekologis untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Tergantung dari penyebab perdarahan

34. Tempat Pelayanan

Ruang IRD Kebidanan, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan ginekologi.

35. Penyulit

Resistensi insulin, obesitas, kelainan hiperadrogenisme lainnya

36. Informed Consent

Informed consent tertulis (prosedur pemeriksaan, pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan dan risiko tindakan lainnya).

37. Tenaga Standar

17. PPDS I Obgin tingkat Senior A dan Senior B 18. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi

38. Lama Perawatan

Antara 2-3 hari tergantung jenis tindakan.

39. Masa Pemulihan

Tergantung keadaan umum pasien

40. Hasil

Hemodinamik stabil

41. Patologi

Tidak ada

42. Otopsi

Tidak diperlukan

43. Prognosis

Dubius ad bonam.

44. Tindak Lanjut

Kontrol poliklinik 108.

45. Tingkat Evidens & Rekomendasi 46. Indikator Medis 47. Edukasi 48. Kepustakaan

Perubahan gaya hisup menjadi gaya hidup sehat 5. HIFERI, Konsensus Infertilitas.2010 6. Norman RJ, Dewailly D, Lergo RS, Hickey TE. Polycystic Ovary Syndrome. Lancet. 2007;370: 685-97 7. Ehrman DA. Polycystic Ovary Syndrome. N Eng J Med 2005;352:1223-36 8. Firtz Marc A SL. Clinical Gynecologuc Endrocrinolgu and Infertility 8ed. New York : Lippincott Williams & Wilkins; 2011

207

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5. 6.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Ginekologi

7.

Pemeriksaan Penunjang

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI INFEKSI SALURAN KEMIH 2015

N 31.2 Infeksi Saluran Kemih (ISK) Jumlah kuman pada biakan urin > 100.000 cfu/ml Etiologi:  60-90% Escherichia .coli  Bakteri gram negatif lain seperti Klebsiella pneumoniae dan Proteus  Mirabilis, Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus  Bakteri gram positif : Enterocoocus faecalis, Streptpcoccus agulactiae Faktor Risiko 1. Trauma: sanggama, kateterisasi 2. Kehamilan 3. Bendungan (Prolaps) 4. Usia dan menopause 5. Penyakit sistemik: Diabetes Mellitus dan Lupus Eritematosus Faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan ISK pada kehamilan, antara lain: 1. Perubahan morfologi pada kehamilan 2. Riwayat ISK 3. Kelompok sosial-ekonomi rendah 4. Aktivitas seksual 5. Penggunaan alat-alat medis Jenis ISK: 1. Simptomatik 2. Asimptomatik 1. Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria 2. Rasa panas 3. Nyeri suprasimfisis 4. Prolaps uteri 5. Gejala pielonefritis akut: a. Menggigil b. Nausea c. Malaise d. Nyeri sudut kostovertebra Nyeri suprasimfisis Uretra: luka, tanda infeksi, pus, sistokel, prolaps lainnya Bimanual: nyeri tekan di daerah suprasimfisis Dipstick urinalysis 208



Pemeriksaan urin yang cepat, nyaman, murah dan terbaik dikerjakan pada urin pertama pagi  Dipengaruhi oleh pemberian obat phenazopyridine, nitrofurantoin, metronidazole, vitamin B kompleks  Cara kerjanya adalah dengan mendeteksi nitrit, dimana bakteri gram negatif akan mengubah nitrat menjadi nitrit.  Dapat terjadi false negatif pada ISK yang disebabkan oleh bakteri yg tidak menghasilkan nitrat (enterobakter) Urinalisis Dikatakan positif apabila:  Sel epitel ≥10/lp : kesan infeksi  Lekosit ≥10WBC/lp dan eritrosit ≥ 2-3 RBC/lp + gejala ISK  Apabila terdapat casts maka merupakan ISK atas Kultur urin dan tes sensitivitas

8. 9. 10.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi

11.

Terapi / tindakan

 Kultur tidak rutin dikerjakan pada semua ISK  Ditemukan ≥100.000 cfu/ml  50% ISK mempunyai ≤100.000 cfu/ml  Sering kultur hanya 100 cfu/ml mempunyai gejala klinis ISK   Kultur (+) disertai dengan adanya gejala klinis meyakinkan adanya ISK Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1. Mikrobiologi 2. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Asimptomatik 1. Anak-anak, orang tua dan ibu hamil, harus diobati dengan antibiotik 2. Minum teratur yang lebih asam/jus 3. Menghindari faktor risiko Simptomatik : 1. Sistitis a. Tidak dirawat b. Antibiotik Trimetropim atau Nitrofurantoin, Ampicilin selama 5 - 7 hari c. Fosfomycin trometamol (3g dosis tunggal) atau sefalosporin oral generasi II dan III perlu dipertimbangkan untuk terapi jangka pendek yang efektif d. Antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur e. Analgetik dan antipiretik f. Minum banyak g. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang 209

2. PNA (Pielonephritis Akut) a. Rawat pasang infus b. Pemeriksaan darah lengkap termasuk: PO2, PCO2 dan elektrolit c. Keseimbangan cairan, dan pasang kateter trans uretra d. Berikan cairan 2,5-3 liter e. Antibiotik  Gentamicin 5 mg / kgbb (maximum dosis awal 480 mg) IV sehari sekali untuk 3 hari, atau sampai hasil sensitifitas ada dan dikombinasi dengan ampisilin atau amoksisilin 2 g IV dosis awal kemudian 1 g IV setiap 4 jam untuk 3 hari  Cefazolin 1-2 g IV setiap 6 sampai 8 jam selama 3 hari atau Ceftriaxone 1 g IV sekali sehari selama 3 hari atau Cefotaxime 1 g IV setiap 8 jam selama 3 hari Trimethoprim 300 mg oral setiap hari untuk 10 hari Atau amoksisilin + asam klavulanat (500 + 125) 625 mg oral dua kali sehari untuk 10 hari (pada umur kehamilan < 20 minggu) f. Kultur urin dan darah g. Antibiotik sesuai hasil kultur kalau sudah ada h. Setelah 2 minggu pasca terapi, kultur diulang 

Tata laksana pada wanita hamil:

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit 14. Informed Consent 15. Tenaga Standar 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut

a. Pada ISK simptomatik diberikan terapi antibiotik b. Pada kasus ISK asimtomatik, dilakukan kultur urin kuantitatif pada kunjungan ANC pertama c. Jika kultur urin negatif, tidak perlu dilakukan kultur urin ulang d. Jika kultur urin positif, dilakukan kultur urin ulang. Jika hasilnya positif, maka diberikan antibiotik, dilanjutkan dengan kultur urin tiap kunjungan ANC sampai saat persalinan Poliklinik Uroginekologi Rekonstruksi, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai penyebab retensio urin Ya, tertulis Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi yang bertugas di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi Antara 1-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi. 210

23. Edukasi 24. Indikator Medis 25. Kepustakaan

Minum cukup dan menghindari faktor risiko 1. Arsyad MM.Infeksi kandung kemih nosokomial paska bedah ginekologi berencana.Jakarta: Tesis bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI,1984. 2. Cardozo L.Urinary tract infection.New York,London,Tokyo: Curchill Livingston 1997;351-9. 3. Freed SZ. In :Urology in pregnancy.Baltimore: Williams & Wilkins,1982;107-112. 4. Harris RE,Thomas VL,Shelohor A.Asimptomatic bacteriuris in pregnancy: Antibody-coated bacteriuria,renal function,and intrauterine growth retardation. AM J Obstet Gynecol 1976;126-20. 5. Kass EH. Pyelonephritis and bacteriuria. In: ARCH Intern Med 1962; 50-56. 6. Lacy LS.Urinary tract infection. In:Buchetown BJ,Schmidt JD.Gynecologic and Obstetric Urology.Philadelphia,London, Toronto: WB Saunders Co, 1978; 301-24. 7. Marchant DJ. Effects of pregnancy and progestational agent of urinary tract. AM J Obstet Gynecol 1972;112: 487. 8. Ocviyanti D, Santoso BI, Junizaf. Penggunaan tes nitrit dan tes esterase leukosit untuk penapisan bakteriuria tanpa gejala pada wanita hamil. Maj Obstet Ginekol Indones,1996; 20:83. 9. Scottish intercollegiate guideline network. Management of suspected bacterial urinary tract infection in adults. A national clinical guideline, July 2006.

211

Bagan Alur Penanganan ISK pada Kehamilan Simptomatik Bakteriuria (17-20% kehamilan)

Asimptomatik Bakteriuria

B Tata Laksana Antibiotika

AKultur urin kuantitatif SKRINING RUTIN ANC kunjungan pertama

Kultur positif

TIDAK

A Kultur urin ulang

A ANTIBIOTIK

A Kultur urin ulang tiap kunjungan ANC sampai persalinan

212

Tidak perlu kultur ulang

Bagan Alur Penanganan ISK pada Wanita Tidak Hamil B Trimetropim / Nitrofurantoin selama 3 hari

Tanda dan Gejala ISK: 1. Disuria, urgensi, frekuensi jika gejala < 2, poliuria. 2. Nyeri suprapubik, demam, nyeri sudut kostovertebra.

B Dipstick Antibiotik Empiris

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

PNA

Kultur Urin

A Terapi antibiotika empiris / Siprofloksasin 500 mg selama 7 hari

Terapi disesuaikan dengan hasil kultur

Ulangi kultur paska pemberian antibiotika

142

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RETENSIO URIN 2015 RSUP SANGLAH 1. 2. 3.

4.

5. 6.

7. 8. 9.

10. 11.

12. 13. 14. 15.

DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian

N 31.2 Retensio Urin Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetri dan urin sisa > 100 ml untuk kasus ginekologi. Anamnesis 1. Rasa tidak lampias setelah berkemih 2. Waktu berkemih menjadi lama 3. Frekuensi berkemih lebih lama 4. Tidak bisa berkemih 5. Distensi abdomen, sering disangka sebagai kista intra abdomen 6. Sensasi ingin berkemih (kandung kemih merasa penuh) Pemeriksaan Fisik 1. Palpasi abdomen: teraba massa kistik di daerah suprasimpisis 2. Pemeriksaan bimanual: terasa massa kistik mendesak dinding vagina anterior bagian proksimal Pemeriksaan 1. USG Penunjang 2. Kateterisasi 3. Res urin 4. Residu urin Kriteria Diagnosis Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Diagnosis Banding Kista ovarium Konsultasi  Mikrobiologi  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi  SMF Urologi  SMF Neurologi Perawatan Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) Rumah Sakit Terapi / tindakan 1. Pasang kateter 2. Banyak minum 2 – 3 liter/hari 3. Antibiotika 5 – 7 hari 4. Urin segera dikultur dan antibiotika disesuaikan bila hasil kultur sudah didapat 5. Siprofloksasin 2 x 500 mg dan Sulbactam 3 x 500 mg 6. Prostaglandin E2: misoprostol 2 x 200 mcg Tempat Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan Pelayanan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Penyulit Sesuai penyebab retensio urine Informed Consent Ya, tertulis Tenaga Standar 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Uroginekologi & Rekonstruksi 143

16. Lama Perawatan 17. Masa Pemulihan 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi Antara 1-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Minum cukup, tidak menahan BAK 1. Buku Ajar Uroginekologi Indonesia 2. Tanton SL. Ed. Clinical Gynaecologic Urology. Mosby, 1984. 3. Cardozo L. Voiding Difficulties and retention. In: Clinical st Urogynecology: The King’s Approach. 1 ed. Churrchill Livingstone, London. 1977; 307-308. 4. Ramsey S, Palmer M. The management of female urinary retention. International Urology and Nefrology. 2006: 38: 533535. 5. djusad S. Penatalaksanaan retensio ruin pada kasus obstetrik dan ginekologi. Simposium Sehari Penatalaksaan Mutakhir Gangguan Berkemih Pada Wanita. Jakarta 2002. 6. Kartono H, Santoso BI, Junizaf. Thesis perbandingan penggunaan kateter menetap selama 6 jam dan 24 jam pasca seksio sesarea dalam pencegahan retensio urin, 1998. 7. Rahardjo P, Santoso BI, Junizaf. Thesis penggunaan Prostaglandin E2 Intravagina dalam usaha mencegah retensio urin pasca histerektomi vaginal yang disertai kolporafi anterior dan kolpoperineorafi, 1999.

144

Bagan Alur Penanganan Retensio Urin Retensio Urin Periksa residu urin pasca berkemih  katerisasi Urinalisa, kultur Urin Antibiotik, hidrasi 3 ltr/hari, Prostaglandin 2x200mcg

< 500 ml Dauer kateter intermiten

< 500-1000 ml

1000-2000 ml

Dauer kateter 1 x 24 jam

Dauer kateter 2 x 24 jam

>2000 ml Dauer kateter 3 x 24 jam

Buka-tutup kateter/4 jam (selama 24 jam) Kecuali bisa BAK, dapat dibuka segera Kateter dilepas pagi hari Evaluasi 4-5 jam kemudian

Bisa BAK spontan

Tidak bisa BAK spontan

Cek residu urin Obstetri ≥ 200ml Ginekologi ≥ 100 ml

Obstetri < 200ml Ginekologi <100 ml

Intermiten : katerisasi tiap 5 jam selama 24 jam

145

Pulang

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6. 7. 8.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang 9. Konsultasi 10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan

12. 13. 14. 15. 16. 17.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar Lama Perawatan Masa Pemulihan

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RUPTUR PERINEUM DERAJAT I & II 2015

O70.0; O70.1 Ruptur perineum derajat I &II Ruptur perineum adalah robekan atau terkoyaknya jaringan perineum (bagian yang terletak antara vulva dan anus) secara paksa. 1. Derajat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit. 2. Derajat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani. 1. Adanya robekan pada perineum pasca persalinan baik spontan atau dengan episiotomi. 2. Adanya riwayat trauma benda tajam ataupun tumpul (kecelakaan) Inspeksi : Tampak luka lecet atau luka robek pada perineum Palpasi : Teraba robekan pada perineum, tidak mengenai sfingter ani. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Perawatan post partum ruang rawat obstetri (Bakung Timur) 1. 2. 3.

Hygiene vulva Repair dilakukan dengan anestesi lokal Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan tahapan repair 4. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis menggunakan benang poliglactin 2.0. 5. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau satu-satu dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0) 6. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan mukosa rektum tidak terkena Ruang bersalin. Infeksi Ya, tertulis. Dokter PPDS I Obgin tingkat Junior B ke atas Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat 42 hari 146

18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

Kembalinya fungsi fisiologis Tidak diperlukan. Tidak diperlukan. Baik Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Vulva hyegene 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia 2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Analsphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med 1993;329:1905–11. 3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A. Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7 4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR, O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61. 5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3. 6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7

147

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6. 7. 8. 9.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Konsultasi

10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RUPTUR PERINEUM DERAJAT III & IV 2015

O 70.2; O 70.3 Ruptur perineum derajat III & IV Ruptur perineum adalah robekan atau terkoyaknya jaringan perineum hingga mengenai sfingter ani dan mukosa rektum 1. Derajat III : a. IIIa : Robekan otot sfingter ani eksterna < 50% b. IIIb : Robekan otot sfingter ani eksterna > 50 % c. IIIc : Robekan sudah termasuk otot sfingter ani interna 2. Derajat IV : Derajat III + mukosa anus Adanya robekan pada perineum pasca persalinan yang mengenai sfingter ani atau mukosa rektum Faktor risiko : 1. Persalinan dengan bayi besar 2. Persalinan dengan instrumentasi 3. Penatalaksanaan persalinan yang kurang tepat a. Inspeksi : Tampak luka robek perineum hingga mengenai sfingter ani atau mukosa rektum b. Palpasi : Teraba robekan pada perineum hingga mengenai sfingter ani atau mukosa rectum Anamnesis & Pemeriksaan fisik Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi Perawatan post partum (Bakung Timur) dan komplikasi ruptur perineum 1. Hygiene vulva 2. Reparasi dilakukan dengan anestesi lokal yang adekuat 3. Konsultan yang berpengalaman harus ada pada saat reparasi robekan derajat 3 dan 4 4. Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena 5. Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan tahapan repair 6. Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair menggunakan benang poliglactin 3.0 dengan simpul berada pada mukosa rektum (intra lumen) 148

7. Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0 polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode interrupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit dengan benang (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau end to end. 8. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis menggunakan benang poliglactin 2.0. 9. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau interuptus dengan benang polyglactin (chromic no. 2.0) 10. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa repair intak Tatalaksana pasca reparasi : 1.

12. 13. 14. 15.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. Lama Perawatan 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi

25. Kepustakaan

Analgesik adekuat, hindari analgesik yang mengandung codein karena menyebabkan konstipasi, seperti analgesik antiinflamasi nonsteroid atau paracetamol oral 2. Hindari analgesik perrektal 3. Laksan atau pelunak tinja disarankan selama 7-10 hari (seperti laktulosa +/- fybogel) untuk menhindari konstipasi 4. Pemberian antibiotika pasca penjahitan 5. Hygiene vulva 6. Diet tinggi serat 7. Lakukan latihan otot dasar panggul 8. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi Ruang bersalin. Infeksi Ya, tertulis. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. Dokter PPDS I Obgin tingkat Senior B ke atas. Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat dan pasien harus BAB Spontan Selama 3 Bulan Kembalinya fungsi fisiologis Tidak diperlukan. Tidak diperlukan. Dubia ad bonam Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108 1. Vulva hiegene 2. Diet tinggi serat 3. Latihan otot dasar panggul 4. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia 2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Anal-sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med 1993;329:1905–11. 3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A. Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum 149

endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7 4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR, O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61. 5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3. 6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7

150

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5. 6. 7. 8.

Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Konsultasi

9.

10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI RUPTUR PERINEUM LAMA DERAJAT III & IV 2015

O 70.2; O 70.3 Ruptur perineum lama derajat III & IV 1. Satu dari 4 primipara menderita inkontinensia fekal setelah persalinan dan ditemukan bukti adanya cedera sphingter ani setelah melahirkan pervaginam. 2. Hingga 50% dari wanita dengan robekan perineum derajat 3 dan 4 setelah persalinan menderita inkontinensia fekal. 3. Perubahan gejala anal meliputi urgensi fekal dan inkontinensia dari flatus, buang air besar cair, atau buang air besar padat. 4. Dan hal ini disebabkan karena luka perienum yang tidak terjahit sempurna. Definisi: 1. Derajat III : mengenai spingter ani eksterna 2. Derajat IV : mengenai spingter ani dan mukosa rektum Pasien mengeluhkan inkontinensia fekal baik berupa flatus, buang air besar cair, atau buang air besar padat Faktor risiko 1. Jahitan perineum terdahulu yang kurang baik, sehingga luka perineum tidak terjahit sempurna 2. Higiene vulva yang buruk Terdapat luka perineum lama yang tidak terjahit sempurna Anamnesis & Pemeriksaan fisik USG perineum/endoanal Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi & Rekonstruksi Ruangan perawatan ginekologi (Cempaka Timur) 1. 2. 3. 4.

5. 6. 7.

Hygiene vulva Dilakukan reparasi minimal 3 bulan pasca repair awal Reparasi dilakukan dengan anestesi regional yang adekuat Antibiotika spektrum luas dosis tunggal untuk propilaksis diberikan saat operasi. Sebagai contoh sefalosporin generasi pertama 1 gr dan metronidazole 500 mg intravena.(Level evidence IV) Pemeriksaan ulang harus dilakukan untuk menentukan tahapan repair Dibuat sayatan untuk membuat luka baru Bila mukosa rektum robek, dilakukan repair dengan menggunakan benang poliglactin 3.0 151

8.

Robekan sfingter ani interna dijahit dengan benang 3.0 polydioxanone (PDS) atau vycryl 2.0 dengan metode interupted. Dan robekan sphingter ani eksterna dijahit dengan benang polydioxanone (PDS) 2.0 dengan metode overlapping atau end to end. 9. Perineum harus diperbaiki dengan beberapa lapis menggunakan benang poliglactin 2.0. 10. Kulit perineum didekatkan dengan jahitan subkutikuler atau interuptus dengan benang poliglactin (chromic no. 2.0) 11. Lakukan pemeriksaan rektal untuk memastikan bahwa repair intak Tatalaksana post operasi : 1.

12. 13. 14. 15.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. Lama Perawatan 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut

23. Indikator Medis 24. Edukasi

25. Kepustakaan

Analgetik adekuat, hindari analgetik yang mengandung kodein karena menyebabkan konstipasi, seperti analgetik antinflamasi nonsteroid (parasetamol oral) 2. Hindari analgetik per rektal 3. Laksan atau pelunak tinja disarankan selama 7-10 hari (seperti laktulosa +/- fybogel) untuk menghindari konstipasi 4. Pemberian antibiotika post op 5. Hygiene vulva 6. Diet tinggi serat 7. Lakukan latihan otot dasar panggul 8. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi Ruang operasi IBS Infeksi Ya, tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi Selama 3 hari pasca pemberian antibiotik adekuat dan pasien harus BAB Spontan Selama 3 Bulan Kembalinya fungsi fisiologis Tidak diperlukan. Tidak diperlukan. Dubia ad bonam Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 1. Vulva hiegene 2. Diet tinggi serat 3. Latihan otot dasar panggul 4. Pemeriksaan USG 3 bulan pasca operasi 1. Buku Ajar Uroginekologi Universitas Indonesia 2. Sultan AH, Kamm MA, Hudson CN, Thomas JM, Bartram CI. Anal-sphincter disruption during vaginal delivery. N Engl J Med 1993;329:1905–11. 3. Faltin DL, Boulvain M, Irion O, Bretones S, Stan C, Weil A. Diagnosis of anal sphincter tears by postpartum 152

endosonography to predict fecal incontinence. Obstet Gynecol 2000;95:643–7 4. Donnelly V, Fynes M, Campbell D, Johnson H, O’Connell PR, O’Herlihy C. Obstetric events leading to anal sphincter damage. Obstet Gynecol 1998;92:955–61. 5. Buekens P, Lagasse R, Dramaix M, Wollast E. Episiotomy and third-degree tears. Br J Obstet Gynaecol 1985;92:820–3. 6. Anthony S, Buitendijk SE, Zondervan KT, van Rijssel EJ, Verkerk PH. Episiotomies and the occurrence of severe perineal lacerations. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:1064–7

153

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD Diagnosis Pengertian

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI STRES INKONTINENSIA URIN 2015

N39.3 Stres inkontinensia urin Stres inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol, dapat dilihat secara obyektif, suatu masalah sosial dan higienis. Stres inkontinensia urin adalah suatu kelainan yang paling banyak ditemukan dari seluruh inkontinensia urin yang ada. Stres inkontinensia urin menurut (ICS) adalah keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol bila tekanan dalam kandung kemih melebihi tekanan penutupan uretra; dalam keadaan ini kandung kemih tidak aktif atau tidak berkontraksi. Angka Kejadian: 20-53 %, angka kejadian ini sangat bervariasi karena tergantung dari difinisi, cara penelitian dilakukan serta populasi yang diteliti. Etiologi 1. Hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal 2. Intrinsik sfingter uretra defisiensi. Faktor risiko 1. Kehamilan 2. Persalinan 3. Paritas 4. Obesitas 5. Usia 6. Menopause 7. Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan intra abdominan meningkat, seperti: sakit paru yang kronik, pemain olah raga angkat besi. Patofisiologi Kandung kemih dan uretra bagian proksimal disokong oleh dinding vagina anterior, otot levator ani, fasia pubo servikalis, fasia pubo uretralis dan arkustendenious, fasia pubo uretralis. Pada keadaan persalinan pervaginam atau karena faktor-faktor risiko lainnya, penyokong uretra proksimal dan leher kandung kemih menjadi rusak atau melemah, sehingga bladder neck dan uretra proksimal menjadi hipermobilitas. Bila tekanan intra abdominal (tekanan transmisi) meningkat mendadak, tekanan ini akan ditransmisikan pada seluruh organ-organ visera termasuk pada kandung kemih, leher kandung kemih dan uretra bagian proksimal. Tekanan transmisi pada kandung

154

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Pemeriksaan Penunjang

kemih akan lebih tinggi dari pada tekanan transmisi yang mengenai leher kandung kemih dan uretra. Hal ini akan menyebabkan stres inkontinensia urin, seperti pada penderita mendadak batuk, tertawa, bersin, melompat. Pada instrinsik sfingter uretra defisiensi disebabkan oleh karena adanya tumor pada onuh medula spinalis atau myelodisplasia, pasca radikal vulvektomi, pasca radiasi, kekurangan estrogen dan trauma pada uretra. Kelainan yang disebabkan disefisiensi uretra ini disebut ISD (Intrinsik Sfingter Disefisiensi). Hipermobilitas menyebabkan penyebab utama dari stres inkontinensia urin yaitu sekitar 90-95%, sedangkan ISD sekitar 5-10%. Keluar urin tanpa dapat dikontrol karena aktifitas tubuh, dan urin dapat dilihat keluar dari uretra pada pemeriksaan bila penderita disuruh batuk. Diperhatikan adanya sistokel atau prolaps uteri pada stadium lanjut. Penderita disuruh batuk, kemudian terlihat urin keluar dari uretra. Perlu dilakukan pula penilaian urin sisa, bila urin sisa lebih dari 100 cc kemungkinan penderita mengalami retensio urin, bila urin sisa kurang dari 50 cc, maka penderita mengalami kelainan stres inkontinensia urin. 1. Pemeriksaan Q Test Bila terdapat penyimpangan-penyimpangan lebih dari 30 maka penderita kemungkinan mengalami stres inkontinensia urin 2. Bony Test Penekanan uretra dengan dua jari, bila kandung kemih terisi, penderita disuruh batuk maka urin tidak akan keluar dari uretra sedangkan kalau tidak ditekan urin akan keluar. 3. Pemeriksaan Pad Test Penderita disuruh minum sebanyak 500 cc kemudian dalam waktu 30 menit penderita disuruh naik tangga, jalan dan batuk-batuk. Lima belas menit kemudian penderita disuruh duduk berdiri, duduk berdiri sebanyak 10 kali dan batuk yang kuat serta mengambil barang yang jatuh di lantai. Enam puluh menit setelah tes ini selesai (lama tes 60 menit). Pad ditimbang dengan hasil kemungkinan: a. Timbangan Pad bertambah 2 gram, ini berarti tidak ada stres inkontinensia urin b. Pad bertambah beratnya 2-10 gram disebut stres inkontinensia urin derajat ringan c. Pad bertambah 10-20 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin sedang d. Pad bertambah beratnya 20-40 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat berat. e. Pad bertambah beratnya 40-50 gram, ini berarti penderita mengalami stres inkontinensia urin derajat sangat berat. 4. Pemeriksaan Urodinamik

155

7. 8. 9.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi

10. 11.

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan

12. 13. 14. 15.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut

23. 24. 25.

Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

Pemeriksaan urodinamik dikerjakan hanya pada kasus-kasus yang diragukan diagnostiknya atau terapi direncanakan operatif. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Inkontinensia urin overflow  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi  SMF Rehabilitasi Medik  SMF Bedah Urologi Ruang perawatan ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif a. Behavior therapy b. Latihan Kegel c. Latihan otot dasar panggul dengan Cone, Perineometri, stimulator, d. Pakai kateter atau pembalut 2. Operatif a. Cara Marshal Marchetty Kraz (MMK) b. Burch Colposuspensi c. Sling dengan menggunakan fasialata, fasiagrasilis, prolene dan rektus abdominis Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 2-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Perawatan konservatif maupun operatif 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652. 2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York, Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278. 3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore, London-Los Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502. 5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14. 156

6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical gynecological urology Butterworth Heinemann London, Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis Turonto 1984; 169-190. 8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.

157

Bagan Alur Penanganan Stres Inkontinensia Urin

Inkontinensia Aktivitas Fisik

 

Inkontinensia dengan gejala campuran

Inkontinensia dengan urgensi/frekuensi

Nilai apakah terdapat prolaps Urodinamik

Strees Inkontinen sia

Inkompeten si Spinkter

Inkontinensia

Urg e Incontinence

Campuran

Hipersen sitivitas kandung kemih

Overactive destrusor

Overflow Incontine nce

Obstruksi outlet bladder Underactive destrusor

Jika terapi konservatif Stress inkontinece surgery: tension - Low sling - Colposuspensi on - Buling agents - AUS

Jika terapi konservatif gagal - Neurostimulation - Sacral blocade - Botulinumtoxin destrussor injection - Bladder augmentation - Urinary diversion

158

- kateterisasi intermiten - Biofeedback - Neurostimulation - Correct anatomic (conrrect prolaps)

RSUP SANGLAH DENPASAR

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI OVERACTIVE BLADDER atau OVERAKTIF KANDUNG KEMIH (OKK) 2015

1. 2.

No. ICD Diagnosis

N32.81 Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)

3.

Pengertian

Overactive bladder atau Overaktif kandung kemih (OKK) merupakan bentuk inkontinensia urin yang sangat mengganggu penderita yang menyebabkan penderita dapat stress, depresi, gelisah dan gangguan konsentrasi, merasa malu dan mengisolasi diri sehingga sangat berpengaruh pada kualitas hidup penderita. Definisi Overactive bladder menurut ICS adalah kumpulan gejala yang terdiri urgensi dengan atau tanpa urge incontinence biasanya disertai frekuensi (berkemih lebih dari 8 kali/24 jam) dan nokturia (bangun berkemih malam hari lebih dari satu kali), tidak ada infeksi saluran kemih atau patologi lainnya. Angka Kejadian: 16,5% pada wanita reproduksi, dan sekitar 20-40% dari seluruh prevalensi inkontinensia urin. Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan menopause. Etiologi: 1. Kelainan neurogenik, disebut juga overactive kandung kemih hiperefleksia. Kelainan yang menyebabkan OKK ini adalah seperti penyakit Parkinson, multiple sklerosis, stroke, tumor otak, trauma atau tumor medulla spinalis 2. Idiopatik, tidak jelas sebabnya mungkin karena saraf perifer pada kandung kemih sendiri atau pada reseptor pada kandung kemih, gangguan metabolisme, kelainan bawaan dan lain-lain. Gejala

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

1. Urgensi 2. Urge inkontinensia 3. Frekuensi 4. Nokturia 1. Urgensi 2. Urge inkontinensia 3. Frekuensi 4. Nokturia Dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk menghindarkan dari 159

6.

Pemeriksaan Penunjang

7. 8. 9.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi

10.

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan

11.

12. 13. 14. 15.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut

23. 24.

Indikator Medis Edukasi

25.

Kepustakaan

infeksi saluran kemih (alat genital bawah), adanya sistokel dan rektokel atau kekurangan hormonal. 1. Urinalisis, dapat dilihat jumlah leukosit kurang dari 10. 2. Daftar harian berkemih dalam 24 jam yang dilakukan selama 3 hari, dari daftar harian berkemih ini dapat dilihat urgensi, frekuensi, nokturia ataupun urge inkontinensia sekaligus dapat mengetahui kapasitas kandung kemih serta faktorfaktor yang mungkin berpengaruh pada kandung kemih ini. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Rehabilitasi Medik Ruang rawat Ginekologi (Cempaka Timur) A. Konservatif: 1. Behavior therapy Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan. 2. Bladder drill 3. Obat-obat antimuskarinik 4. Melakukan over distanded 5. Latihan otot dasar panggul seperti senam Kegel B. Operatif: 1. Neuromodulasi 2. Sistoplasti 3. Suntikan Botox Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis 1. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi 2. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekontruksi 3-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108 Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Merubah gaya hidup seperti, minum kopi, minuman alkohol, minum terlalu banyak atau minuman yang dapat merangsang kandung kemih dihindari atau dihentikan 1. Abrams P, Khoury B, Wein A. Incontinence. 1 st International Consultation on Incontinence. June 28, 1998. Monaco p. 231160

245. 2. Abrams P, Wein A.J. The Overactive Bladder. A widespread and treatable condition. Printed in Sweden by Nyströms Tryckeri AB 1998. 3. Cardozo L. Urogynecology. Churchill. Livingstone, New YorkLondon-San Francisco-Tokyo 19997 p. 287-313. 4. Ostergard R.P, Bent E.A. Urogynecology and Urodynamic. Williams & Wilkin’s. Baltimore-London-Los Angeles-Sydney 1996 p. 35-46, 465-490. 5. Staton L.S, Clinical Gynecologic Urology. The CV Mosby Company. St. Louis-Toronto. 1998 p. 193-201. 6. Sutherst R.J., Frazer M.I. Richmond D.H. Haylen B.H. Clinical Gynecological Urology. Butterworth-Heiman. London-BostonSingapore-Sydney-Toronto. 1990 p. 21-30, 111-130.

161

Bagan Alur Penanganan Overactive Bladder atau Overaktif Kandung Kemih (OKK)

Anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis Diagnosis belum jelas, diperlukan informasi tambahan

Tanda dan gejala overactive bladder, urinalisa negatif

A Edukasi pasien: Fungsi saluran Keuntungan dan risiko terapi alternative setuju dengan tujuan perawatan

Pasien mengingikan terapi

Kultur urine, post-void residual urine assessment, bladder diary, kuisioner

Bukan overactive Bladder

Behavioral treatment Perimbangkan menambahkan antimuskarinik

Tanda dan gejala overactiver bladder

Tujuan tercapai

Ikuti A

Follow-up efektivitas dan efek samping

tujuan terapi tak tercapai, pasien menginginkan terapi lanjutan

Antimuskarinik dengan penanganan Efek samping (mulut kering, konstipasi); perimbangkan modifikasi dosisi atau antimuskarinik lainnya yang efek sampingnya lebih sedikit Tujuan terapi tak tercapai, pasien meninginginkan terapi lanjutan

Tujuan tercapai

Follow-up efektivitas dan efek samping

162

Penilaian kembali assessment: perimbangkan kultur urine, post-void residual urine assessment Kuisione simptom, prosedur diagnostic lain yang diperlukan untuk differensial diagnosis

Tetap merupakan overactive bladder

Pertimbangkan pada beberapa pasien yang diseleksi: Sacral Neuromodulation, peripheral tibial nerve stimulation, Intradestrusor anabotulinumtoxin (Botox) Multipel terapi dapat dilakukan, tetapi tidak boleh dikombinasikan

Tujuan terapi tercapai

Pada kasus yang jarang, pertimbangkan Urinary diversion atau augmentation cytoplasty

Follow-up efektivitas dan efek samping

163

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI INKONTINENSIA ALVI 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 R 17 Diagnosis Inkontinensia Alvi PengertianKetidakmampuan untuk mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang padat melalui anus Insidensi Prevalensi : 0,3–2,2 %. Etiologi 1. Kelainan atau penyakit saraf atau neurologi a. Lesi di daerah solkus yang menyebabkan kerusakan pada otot dasar panggul dan sfingter ani b. Perubahan degeneratif dan usia yang menungkin menyebabkan kegagalan sensorik dan kelemahan otot sfingter ani c. Penyakit metabolik seperti DM yang menyebabkan penyakit autonum neuropati d. Penyakit sistemis yang lain, Parkinson, multiple sclerosis, miotonik distrofi dan lain-lain 2. Kelainan bawaan kolorektal, seperti anus imperforata, agenesis rektal, Hirschsprungs dan koreksi yang tak sempurna dari kelainan diatas, radang seperti ulseratif colitis, fistula anovaginal dan tumor rektum 3. Kerusakan sfingter ani dan dasar panggul karena trauma sfingter ani dan saraf pudendus dan robekan perineum akibat episiotomi dan forsep 4. Prolaps rekti Patofisiologi Dua komponen yang penting yang menimbulkan inkontinensia fekal yaitu otot sfingter ani dan pubo rektalis. Kontraksi otot sfingter ani interna dapat bertahan lama sehingga membantu penutupan liang anus sampai 85% dan ini cukup membuat terjadinya kontinensia selama 24 jam termasuk waktu tidur. Sfingter ani eksterna membantu sfingter ani interna pada keadaan mendadak seperti pada batuk, berbangkis dan sebagainya. Otot puborektalis akan membentuk sudut anorektal dengan mengadakan sling sekeliling posterior pada tempat hubungan anus dan rektum dan penting untuk mengontrol feses yang padat, sedangkan kontraksi yang terus menerus dari sfingter ani interna berperan penting untuk mengontrol feses cair. Aliran

164

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Pemeriksaan Penunjang

7. 8. 9.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi

10.

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan

11.

12.

Tempat Pelayanan

13. 14. 15.

Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. 17. 18.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil

darah yang mengalir pada arterio venosus (cusen) mengontrol flaktus. Tidak dapat mengontrol pengeluaran gas, cairan atau faeses yang padat melalui anus 1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologi 2. Pemeriksaan ginekologi, diperhatikan dinding vagina kemungkinan ada prolaps genital 3. Pemeriksaan colok anus, untuk menilai tonus otot sfingter ani serta daerah ampula rekti 1. Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan gula darah untuk Diabetes Melitus 2. Pemeriksaan penunjang, anal manometri, Proktometrografi, elektro neografiEndo anal ultrasound, MM Ray Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Inkontinensia urin overflow  Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi  SMF Rehabilitasi Medik  SMF Neurologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif a. Pengobatan, dengan tujuan agar feses mempunyai bentuk semisolid sehingga dapat ditahan sampai waktu yang tepat untuk dikeluarkan seperti hemodium b. Bio feedback, melatih aktivitas anorektal dan dasar panggul, untuk ini digunakan EMG atau Manometri sebagai motivasi 2. Operatif, dilakukan sfingterorafi dan mungkin dengan ekstended levator plati Perawatan pos operatif 1. Makan lunak, banyak serat, pemberian antibiotika. Bila penderita sudah bisa buang air besar pasien boleh dipulangkan dengan makan lunak banyak serat sampai 2 minggu post operasi 2. Penderita pasca reparasi ruptura perinei total lama dan pasca sfingterorafi dapat hamil seperti biasa, akan tetapi harus melahirkan dengan operasi sesarea Poliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis 1. Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 2-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik 165

19. 20. 21. 22.

Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut

23. Indikator Medis 24. Edukasi 25. Kepustakaan

Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Perawatan konservatif maupun operatif 1. Abrams P, Kitoury S, Wein L. Incontinence 1 st international consultation on incontinence Monaco 1998; 581-652. 2. Cardozo L.Urogynecology. Churchill Livingtone, New York, Edinburg, London, Tokyo 1997; 33-37, 231-278. 3. Heinemann London, Butther, Toronto, 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 4. Ostergard DR, Bent AE; Urogynecology and Urodynamics Theory and Practice. Williams & Wilkins, Baltimore, LondonLos Angeles, Sydney, 1991; 4-59, 493-502. 5. Scussler B, Laycock J, Nordan P, Stantuan S. Pelvic Floor Preeducation. Springer-Verlag London Limited 1994; 9-14. 6. Suthorst J.R Frazer MI, Richmond DH, Haylen BH. Clinical gynecological urology Butterworth Heinemann London, Butther, Toronto 1990; 16-30, 31-36, 89-109. 7. Stanton LS. Clinical Gynecologic Urology. Mosby st Louis Turonto 1984; 169-190. 8. Walter MD. Karane MM. Clinical Uroginecology. Mosby st Louis Baltimore, London, Sydney, Turonto 1997; 6-13.

166

Bagan Alur Penanganan Inkontinensia Alvi Anamnesis, Pemeriksaan, Grading klinik Trauma obstetrik/ Diare + pembedahan/ Inkontinensi neurologi dan lainnya

Masalah lokal

Sigmoidoskopi/Kol onos-kopi/Barium Enema+Profil Loperamide/ Dephenoxylate/

Tidak Membaik

Terkonfir masi

Gangguan

Manometri Anorektal+Endoso nografi Anal+

Defek/kelemah Defek/kelemahan an sfingter + sfingter +abnormal operasi

Biofeedb ack

rektal

Sesuai

Operasi

Membaik

Curiga prolaps

anorektal

Tidak terkonfirmasi

Defekogr

Normal

Gangguans Disinergi defekasi± nsa gangguan evakuasi

Biofeedback Biofeedback Terapi biofeedback atau untuk memperbaiki Kolostomi disinergi

Repair sfingter anterior Injeksi augmentasi



PNTML: Pudendal Nerve Terminal Latency mengukur integritas neuromuscular antara bagian terminal nervus pudenda dan sfingter anal

167

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4. 5.

Anamnesis Pemeriksaan Fisik

6. 7.

Pemeriksaan Penunjang Kriteria Diagnosis

8.

Diagnosis Banding

9.

Konsultasi

10. 11.

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan

12. 13.

Tempat Pelayanan Penyulit

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI FISTULA VAGINA ANOREKTAL 2015

N82.3, Q52.2 Fistula Vagina Anorektal Fistula rektovagina, biasanya terjadi akibat trauma obstetri dan prevalensinya sangat jarang, sekitar 0,08 – 0,1% Fistula vagina anorektal adalah terdapatnya lubang antara vagina dengan rektum atau anal. Etiologi 1. Trauma obstetri karena partus lama, tindakan penjahitan ruptur perinei total yang tidak baik 2. Radiasi 3. Tumor ganas 4. Kelainan bawaan Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina 1. Pemeriksaan ginekologi Tampak lubang antara vagina dengan anus, terdapat faeses di dalam vagina 2. Pemeriksaan colok anus, terdapat lubang antara rektum dengan vagina 3. Pemeriksaan dengan sondase dari vagina tembus ke dalam liang rektum atau anal Tes biru metelin, sistoskopi, USG dan MRI Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika fistula sangat kecil maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Radiologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Fistula yang baru pasca trauma obstetri dilakukan secara konservatif dengan cara merawat luka fistula dengan baik 2. Fistula yang besar, dilakukan operasi setelah 3 bulan kemudian 3. Fistula pasca radiasi dilakukan operasi setelah 1 sampai 2 tahun kemudian 4. Fistula karena bawaan, dapat dilakukan sesuai dengan keluhan penderita Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai tindakan operasi 168

14. Informed Consent 15. Tenaga Standar 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi

Informed consent tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi 3-5 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108. Makanan tinggi serat Kepustakaan1. Junizaf. Fistula vesiko vagina. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta: Subbagian Uroginekologi Rekonstruksi Bagian Obsetri & Ginekologi FKUI/RSCM; 2002. 16-9. 2. Devesa JM, Devesa M, Velasco GR, et al. Benign rectovaginal fistulas: Management and Results of a personal series. Tech Coloproctol. 2007; 11:134-128. 3. Tsang CBS, Rothenberg DA. Rectovaginal Fistulas. Therapeutic options. Surg Clin N Am 1997; 77 (1): 9-114. 4. Benson JT. Atlas of Clinical Gynecology: Urogynecology and Reconstructive Pelvic Surgery. Vol 5. Philadelphia: Current Medicine;2000 5. World Health Organization;Department of Making Pregnancy Safer. Obsetric Fistula. Guiding Principles For Clinical Management and Programme Development.2006. 6. Dolea Carmen, AbouZhar Carla. Global Burden Of Obstructed Labour in The Year 2000. World Health Organization.Geneva;2003. 7. Suskhan, B. I Santoso, et al. Penatalaksanaan Fistula Rektovaginal di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 19851996. Indones J.Obstet Gunecol;1996. 20 (4):249-253. th 8. Schwartz, Spencer S, Galloway DF. Principles of Surgery. 7 ed. United States of America: Mc Graw Hill; 1999. 1309-1306. 9. Corman ML. Rectovaginal and Rectouretheral fistulas. th Colon& Rectal Surgery. 5 ed. Philadelphia: Lipincott Williams & Wilkins; 2005. 333-345 10. Zinner MJ, Ashley SW. Enterovaginal Fistula. Mangiots’s th Abdominal Operations. 11 ed. USA; Mc Graw Hill; 2007. 2408-2391 11. Rothenberg DA, Goldberg SM. The Management of Rectovaginal Fistulae. Surg Clin Am;1983;63(1):61-79 12. VenkateshKS, Ramanujum PS, Larson DM, et al. Anorectal Complications of Vaginal Delivery. Dissease Colon Rectum. 1989;32:1039-41 13. Rakinic Jan, MD. Rectovaginal Fistula. eMedicine Clinical Reference. 2006 14. Keighley MR, Williams NS. Rectovaginal Fistula. Surgery of nd the Anus, Rectum &Colon. 2 ed. London: WB

169

Saunders;2001. 1306-7 15. Bauer JJ, Gorfine SR, Kreel I, et al. Colorectal Surgery Illustrated A Focussed Approach.USA; Mosby Year Book; 1993. 16. Ruiz D, Bashankaev B, Speranza J, Wexner SD. Graciloplasty for Rectourethral, Rectovaginal and Rectovesical Fistulas: Technique Overview, Pitfalls and Complications.Tech Coloproctol. Springer;2008. 12:277-282. 17. Chitrathara K, Namratha D, Francis V, Ganggadharan VP. Spontaneus Rectovaginal Fistula and Repair Using Bulbocavernosus Muscle Flap. Tech Coloproctol;2001.5:4749. 18. Pemberton JH. Fistula in Ano. In: Keighley MR, Fazid VW, Pemberton JH. Atlas of Colorectal Surgery.New York: Churcill Livingstone; 1995. 111-8. 19. Thompson JD. Relaxed Vaginal Outlet, Rectocele, Faecal Incontinence and Rectovaginal Fistula. In: Thompson J, Rock JA, eds. Telinde’s Operative Gynecology.Philadelphia: JB Lipincott Co;1992. Pp 967-9

170

Bagan Alur Penanganan Fistula Vagina Anorektal

ANAMNESIS 0. Terasa keluarnya flatus, cairan atau feses ke dalam vagina 1. Vaginitis atau Sistitis 2. Vaginal discharge yang berbau

PEMERIKSAAN PENUNJANG methylen Tes blue, sigmoidoskopi atau kolonoskopi, USG, CT scan dan MRI

. PEMERIKSAAN FISIK -Pemeriksaan ginekologi tampak lubang antara

DIAGNOSIS FISTULA RECTOVAGINA GENITALIA NON OPERASI 1. Fistula yang baru

OPERASI 1. Fistula yang besar, dilakukan

pasca trauma obstetri dilakukan secara konservatif dengan cara merawat luka fistula dengan baik 2. Pemberian antibiotik

operasi setelah 3 bulan kemudian 2. Fistula pasca radiasi dilakukan operasi setelah 1 sampai 2 tahun kemudian 3. Fistula karena bawaan, dapat dilakukan sesuai dengan keluhan penderita 4. Tehnik operasi: - Fistulektomy dan sfingteroplasti dilanjutkan rectal flap maupun vaginal flap - Prokto-kolektomi diikuti vaginal flap - Muscular graft

171

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI FISTULA UROGENITALIA 2015

N 82 Fistula Urogenitalia Terdapatnya saluran abnormal yang menghubungkan traktrus urinarius dan traktus genitalia, sehingga urin masuk dan keluar melalui saluran genitalia (vagina) Etiologi: Fistula obstetri: 1.Trauma obstetrik: persalinan lama, persalinan dengan tindakan, seperti: forsep, vakum dan seksio sesarea Fistula ginekologi: 1. Trauma ginekologi (pasca operasi ginekologi) 2. Pasca terapi radiasi 3. Malignansi / keganasan 4. Kelainan bawaan Jenis fistula

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

1. Fistula uretrovaginal 2. Fistula uterovesikovaginal 3. Fistula vesikovaginal 4. Fistula vesikoservikovaginal 5. Fistula ureterovaginal 1. Terasa daerah kemaluan basah terus, cairan keluar dari vagina 2. Tidak ada rasa ingin berkemih dan kalau ada jarang sekali (uretra vesikovaginal) 3. Kejadian sesudah melahirkan, operasi, radiasi, tumor ganas, genitalia dan kelainan bawaan a. Inspeksi dan Inspekulo:  Terdapat cairan keluar dari lubang yang ada di vagina  Didapatkan lubang di dinding vagina



identifikasi letak,

besarnya, tepinya, jumlahnya b. Vaginal touche: perabaan jaringan sekitar fistula, dinding fistula serta kekakuan dinding fistula dan pemeriksaan genitalia interna c. Pada fistula yang sangat kecil dan sulit dilihat dengan mata 

6.

Pemeriksaan Penunjang

1. 2. 3. 4.

dilakukan tes biru metilen

Tes biru metilen Sistoskopi Tes endokarmin/adona IVP (jika perlu) 172

7. 8. 9.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Konsultasi

10.

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan

11.

12.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang Inkontinensia urin overflow 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Urologi 3. SMF Radiologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur)

1. Konservatif : Batasan: fistula kecil yang timbul segera pasca persalinan atau beberapaharipasca ginekologi Terapi : - Katerisasi 2-3 minggu - Pemberian antibiotika - Bila gagal dengan terapi konservatif dilakukan reparasi fistula secara operatif 3 bulan kemudian, selalu menjaga kebersihan genitalia eksterna dan sekitarnya. 2. Operatif : Batasan : Fistula yang besar, fistula lama atau fistula yang gagal dengan terapi konservatif. Terapi : Repair fistula dapat dilakukan melalui vagina atau transvesika atau kedua-duanya atau trans abdominal tergantung dari besar dan letak fistula serta kemampuan operator. Perawatan fistula pasca repair harus diperhatikan dengan baik karena akan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Tata laksana post operatif: 1. Pasien minum sebanyak 2000 - 2500 cc/hari selama perawatan. 2. Dipasang Folley Catetherthree way no 14-16 yang dipertahankan selama 10 hari. Dilakukan spuling hanya bila terdapat hematuria atau kristal endapan pada urine (warna tidak jernih). Cara spuling adalah bilas dengan NaCl 0,9 % sebanyak 14 tts/mnt sampai dengan urine jernih dan hentikan setelah urine jernih. Yakinkan selama perawatan tidak ada hambatan di FC, urine dapat mengalir dengan lancar dan tidak ada rembesan dari vagina. Pasien dalam waktu 10 hari masih dalam keadaan bedrest. 3. Pada hari ke-10 Folley Catether dapat dilepas dan tiap 2 jam pasien diminta untuk BAK sampai pasien bisa merasakan sensasi berkemih sendiri. Pasien dapat pulang bila sudah merasakan sensasi berkemih dan dapat berkemih dalam waktu 2 – 3 jam. 4. Obat Antibiotika intravenus diberikan 1 hari post op dan Antibiotika dapat diganti dengan AB oral pada hari ke-2 sampai dengan 5. Analgetik diberikan kalau perlu. 5. Kontrol 1 minggu setelah pulang.  6. Pasien boleh coitus 8-12 minggu post operasi. 7. Selama perawatan dilarang keras melakukan pemeriksaan dalam melalui vagina. Tempat PelayananPoliklinik Obgin, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), dan

173

13. Penyulit 14. Informed Consent 15. Tenaga Standar 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Sesuai tindakan operasi Informed consent tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 7-14hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi. Perawatan konservatif maupun operatif 1. Harris WJ: Early complications of abdominal and vaginal hysterectomy. Obstet Gynecol Surv 50:795, 1995 2. Cunningham, et al. Genitourinary fistula. In: Williams Gynecology, The McGraw-Hill Companies. 2008. 3. Walters MD, Karam MM. Lower Urinary Tract Fistulas. In: st Clinical urogynecology. 1 ed. St Louis: Mosby, 1993; 330-41. 4. Nichols DH, Randall CL. Vesico Vaginal Fistulae. In: Vaginal rd

5.

6. 7. 8. 9.

10.

11.

12.

Surgery. 3 ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1989; 369-87. Copenhaver EH, Malone PD, Steckel FE, Greene AS. Repair of Urinary Fistula. In: Surgery of the vulva and vagina. A Practical st ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1981; 69Guide. 1 75. Jacobs AJ, Gast MJ. Urogynecology. In: Practical Gynecology. ed. Singapore: Simon & Schuster Asia Ptc Ltd, 1994; 2241st 38. Lapides C, Diokno AC. Clean intermittent self catheterization in urinary tract disease. J Urol 1972; 107: 458-61. Wall LL. Obstetric Fistulas: Hope for a new beginning. International Urogyne Pelvic Floor Dysfunc 1995; 6 (5): 292-5. Maresh M. Urological Gynecology. In: Audit in Obstetrics and Gynaecology. 1st ed. London: Oxford Blackwell Scientific Publications, 1994; 246-62. Glenn HW. Management of Genitourinary Fistulas. In: st Urogynecologic Surgery. 1 ed. Baltimore: Aspen Publishers, Inc, 1992; 131-8 Buchsbaum HJ, Schmidt JD. Vagina repair of vesicovaginal and urethrovaginal fistulae. In: Gynecologic and Obstetric Urology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1993; 355-69. Friedman EA. Fistulas of the lower urinary tract. In: Atlas of Gynecological Surgery. 4th ed. Stuttgart: Georg Thieme Verlag, 1985; 20.1-21.

174

Bagan Alur Penanganan Fistula Urogenital

Diduga Fistula Ureterovaginal Singkirkan Fistula Vesicovaginal ( Sistoskopi±VCUG, double dye test)

Konfirmasi diagnosis (IVP±RPG/CT) Pemasangan Stent Tidak

Berhasil

Repair dengan pembedahan

Lepas stent dalam 4-6 minggu Ulang pencitraan Fistula membaik

Fistula menetap VVF tanpa cedera ureter Tanpa komplikasi ( kecil, postoperasi) Diameter <35 mm

Kompleks ( ukuran besar, radiasi)

Diameter > 5mm

Evaluasi untuk menunda repair (infeksi, keadaan tidak stabil)

Terapi konservatif: Kateter Repair

VVF menetap

Abdominal

Repair segera

Vaginal

175

Transvesical

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 10 2. Diagnosis 3. Pengertian

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PROLAPS ORGAN PANGGUL 2015

N81.1; N81.2; N81.5; N81.6 Prolaps Organ Panggul Turunnya atau menonjol organ panggul ke dalam lubang vagina, bahkan dapat keluar ke lubang vagina Etiologi Kelemahan atau kerusakan penyanggah otot atau ligamen yang menggantung dinding/organ panggul. Prevalensi: Pasien yang pernah melahirkan kemungkinan menderita POP hampir 50% dan 20% pasien yang dilakukan operasi ginekologi adalah kasus-kasus POP Faktor risiko: 1. Persalinan pervaginam 2. Paritas 3. Usia 4. Menopause 5. Obesitas 6. Keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat 7. Ras 8. Genetik 9. Pasca operasi vaginal histerektomi Jenis Prolaps Organ Panggul

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

1. Sistokel 2. Rektokel 3. Enterokel 4. Prolaps uteri 5. Prolaps puncak vagina 1. Terasa ada benjolan di introitus vagina, 2. Terasa ada yang keluar dari introitus vagina 3. Nyeri di daerah punggung 4. Inkontinensia urin 5. Konstipasi 6. Susah berjalan 7. Perdarahan pervaginam 8. Kesulitan dalam berhubungan seksual Pemeriksaan Ginekologi a. Dilakukan secara sistematik, mulai dari vulva dan perineum, dinding vagina bagian anterior dan posterior serta puncak vagina. b. Lakukan valsava manouvre untuk melihat sampai dimana turunnya 176

vagina. c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kekuatan dinding pelvik sekaligus keadaan genitalia internal lainnya. d. Pergunakan POP - Q untuk menentukan derajat prolaps

Deskripsi dan stadium prolaps dengan sistem POP - Q ____________________________________________________________ _____ Titik/Jarak

Keterangan

____________________________________________________________ Aa dari

Titik tengah dinding vagina anterior, 3 cm proksimal meatus uretra.

Ba

Dinding vagina anterior, jarak antara Aa dan forniks anterior

C

Titik yang menunjukkan tepi serviks atau stump vagina pada pasien pasca histerektomi total. D

Forniks posterior, tidak digunakan pada pasien pasca histerektomi

Ap

Titik pada dinding vagina posterior, 3 cm proksimal dari himen

Bp

Dinding vagina posterior, jarak antara Ap dan forniks posterior

Genital hiatus (gh)

Jarak antara titik tengah meatus uretra dengan titik posterior himen

Perineal body (pd)

Jarak antara tepi posterior dari genital hiatus ke pertengahan anus

177

Total vaginal length (tvl)

Jarak terjauh vagina ssat C dan D berada pada posisi normal

____________________________________________________________ _____ Stadium ____________________________________________________________ _____ Stadium 0

Normal

Stadium 1

Seluruh titik berada pada < -1 cm

Stadium 2

Titik terendah berada pada jarak tidak lebih dari 1 cm dari himen (-1 dan +1 cm)

Stadium 3

Titik terendah pada jarak > 1 cm dari himen, namun tidak prolaps total

Stadium 4

Prolaps total dengan titik terendah sama dengan total vaginal length

____________________________________________________________ _____

6.

7.

Pemeriksaan Penunjang

Kriteria Diagnosis 8. Diagnosis Banding 9. Konsultasi 10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan

Sitologi atau biopsi bila ada erosi dan suspek keganasan, pemeriksaan ivp pada prolaps uteri yang besar sekali pada stadium IV dan dengan gangguan berkemih. Pemeriksaan laboratorium lengkap serta pemeriksaan lain bila direncanakan pengobatan dengan rencana operasi Anamnesis dan pemeriksaan fisik Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konservatif A. Pencegahan, dengan mengurangi faktor risiko, seperti: mengurangi berat badan, pekerjaan-pekerjaan berat dan lain-lain, Latihan otot dasar panggul (untuk prolaps uteri stadium I). B. Pemberian hormonal estrogen pada mereka yang sudah berusia lanjut, seperti: krim C. Pemasangan pesarium perlu diperhatikan besarnya dan jenisnya pesarium, serta keluhan-keluhan yang dirasakan akibat penggunaan pesarium. 178

D. Perlu dilakukan pengontrolan secara rutin dalam waktu 2-3 bulan untuk melihat adanya erosi, infeksi dari dinding vagina. 2. Operatif. A. Bagi penderita yang masih dalam masa reproduksi dan uterus tidak ingin diangkat dilakukan: a. Ventrofiksasi, cara Operasi Purandare b. Uterosakroligamenfiksasi c. Sakrospinosis ligamenfiksasi d. Fasia illiokoksigeus suspensi B. Kompartemen vagina anterior a. Kolporafi anterior C. Kompartemen posterior: a. Kolporafi posterior b. Kolpoperineorafi D. Kompartemen superior a. Histerektomi b. Kolpokleisis c. Sakrospenosis fiksasi d. Fasia iliokoksigeus fiksasi e. Mc. Call Pada operasi ini dapat pula dipergunakan grapt untuk membantu ligamen atau fasia yang lemah. Perawatan:

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit 14. Informed Consent 15. Tenaga Standar

16. Lama Perawatan 17. Masa Pemulihan 18. Hasil 19. Patologi 20. Otopsi 21. Prognosis 22. Tindak Lanjut

3-4 hari, kateter nomor 12 dipasang dalam waktu 24 jam pasca operasi, pemberian antibiotika, dan penderita dapat dipulangkan bila sudah berkemih secara spontan. Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Adanya angka rekurent terjadinya POP pasca tindakan Ya,perlu diberikan pada pasien dan keluarga karena kelainan mungkin tidak hanya satu dan banyaknya teknik operasi yang dapat dilakukan, sehingga operasi ditentukan atas keinginan pasien dan keluarga dan kompetensi operator. Dokter PPDS I Obgin yang bertugas di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Antara 1-3 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi 179

23. Indikator Medis 24. Edukasi Menghindari faktor risiko POP 25. Kepustakaan1. Cardozo L. Prolapse. In: Urogynecology the king’s approach. Churchill Livingstone, 1977: 321-46. 2. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorder of the pelvic Floor. In: th Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Ed. Novak’s Gynecology. 2 ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 619-63. 3. Rock JA, Thompson JD. Surgical Correction of Defects in Pelvic Support. In: Rock JA, Thompson JD. Ed Te linde’s Operative th Gynecology 8 ed. New York, Lippincot-Raven, 1977: 951-1077. 4. Junizaf. Kelainan letak alat-alat genital. Dalam: Wiknjosastro H. Ed. Ilmu kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo: 1997; 420-46. 5. Symmonds RE, Williams TJ, Lee RA, Webb MJ. Poshysterectomy enerele and vaginal vault prolapse. Am, J Obstet. Gynecol. 1981; 140: 852-59. 6. Bimbaum SJ. Rational therapy for the prolapsed vagina. Am. J Obstet. Gynecol. 1973; 115:411-19. 7. Morley GW, John OL. Sacrospinous ligament fixation for eversion of the vagina. Am J Obstet. Gynecol. 1988; 158:827-81. 8. Timmons MC, AddisonWA, Addison SB, Cavenar MG. Abdominal Sacral Colpoxy in 163 Women with Posthysterectomy vaginal vault prolapse and enterocele. The Journal Reproductive Medicine. 1992;37:323-37. 9. Barrington JW, Edwards G. Posthysterectomy Vault Prolapse. International Urogynecology Journal. 2000;11:241-45. 10. Pohl JF, Frattarelli JL. Bilateral transvaginal sacrospineous colpopexy: Preliminary experience. Am. J. Obstet. Gynecol. 1997;177:1352-62. 11. Bump RC, Mattiason A, Brubaker LP. The Standardization of terminology of female pelvic organ prolapse and pelvic floor dysfunction. Am.J. Obstet. Gynecol. 1996;175:10-7.

180

Bagan Alur Penanganan Prolaps Organ Panggul

Anamnesa Pemeriksaan Fisik:

Terapi

Modifikasi gaya hidup:

Konservatif: 1. Estrogen

1. Senam kegel

2. Pesarium:

2. Stop merokok

Operatif

Cuci pasang teratur

Anterior 1.Kolporafi

Posterior 1.Kolporafi

Superior 1.Histerektomi

2.Kolpope-

2.Kolpokleisis

rineorafi

181

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ELONGATIO COLLI 2015

1. 2. 3.

No. ICD Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6. 7. 8.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

N 88.4 Elongatio Colli Perpanjangan atau hipertrofi serviks menuju ke arah introitus dengan jaringan penunjang uterus lainnya masih dalam keadaan baik. 1. Terdapat benjolan keluar dari dalam kemaluan 2. Perasaan berat pada perut bagian bawah 3. Rasa tidak nyaman, nyeri Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan Ginekologi 1. Posisi litotomi atau berdiri dimana harus dalam keadaan rileks dan diminta untuk mengedan atau batuk 2. Tentukan organ apa yang muncul melalui introitus : serviks/ sistokel, rektokel atau enterokel 3. Pengukuran panjang serviks harus dilakukan dengan cara sondase untuk menentukan panjang kanalis servikalis Anamnesis, pemeriksaan fisik, USG Sistokel, rektokel, enterokel -

9.

Konsultasi

Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi RSUP Sanglah

10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit

Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) RSUP Sanglah 1. Lakukan sitologi atau biopsi serviks untuk menyingkirkan keganasan 2. Pasien elongatio coli harus dianjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan berat (merupakan faktor risiko) 3. Terapi operasi Manchester-Fothergill (operasi suatu amputasi serviks dan pengikatan ligamentum kardinale ke titik bagian anterior serviks serta kalau perlu dilakukan kolporafi posterior) 4. Pada pasien usia tua, sebelum dilakukan operasi, perlu dilakukan D&C dengan 2 alasan:  Dilatasi kanalis akan memudahkan penjahitan mukosa vagina ke kanalis servikalis  Adanya uterus yang ditinggalkan, maka harus dipastikan tidak ada keganasan Poli Kebidanan dan Kandungan bagian Uroginekologi dan Rekonstruksi, ruang operasi, ruang pulih dan ruang perawatan pasca operasi. Infeksi, keganasan, perlengketan 182

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Informed Consent Tenaga Standar Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Edukasi Indikator Medis Kepustakaan

Informed consent tertulis Dokter Spesialis Uroginekologi & Rekonstruksi Antara 2-3 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol Poliklinik Kebidanan dan Kandungan 108 Vulva hygiene 1. Junizaf. Ellongatio Colli. Dalam: Buku Ajar Uroginekologi Indonesia edisi 1, Himpunan Uroginekologi Indonesia, Jakarta, 2011. Hal 69 – 73.

183

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2. 3.

No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Pemeriksaan Penunjang

7. 8.

Kriteria Diagnosis Diagnosis Banding

9.

Konsultasi

10.

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan

11.

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI AGENESIS SALURAN GENITALIA WANITA 2015

Q 52.8 Agenesis Saluran Genitalia Wanita Tidak terbentuknya sebagian atau seluruh saluran reproduksi, termasuk tuba falopii, uterus, serviks, dan vagina. Prinsip Dasar 1. Agenesis terjadi akibat gangguan fusi saluranMüller. Sebagian besar kasus adalah agenesis vagina. 2. 90% kasus agenesis vagina merupakan bagian dari sindroma Rokitansky-Mayer-Küstner-Hauser(MRKH), yang diikuti abnormalitas ginjal (saluran kemih) dalam berbagai derajat, masalah skeletal dan gangguan pendengaran. 3. 7-8% kasus agenesis vagina ditemukan pada pasien dengan sindroma insensitivitas androgen yang memiliki kariotipe 46,XY. 1. Tidak pernah mendapat haid pada usia sekitar 15-16 tahun dengan/tanpa tanda seks sekunder normal. Pada kasus yang masih terdapat endometrium fungsional nyeri siklik dan perut membesar dapat menjadi keluhan tambahan. 2. Kesulitan berkemih atau ISK berulang (pada MRKH yang disertai kelainan saluran kemih) 3. Sulit/tidak dapat melakukan hubungan seksual (penetrasi) 1. Pertumbuhan tanda seks sekunder baik. 2. Hanya terdapat lesung vagina atau vagina sangat pendek (< 5 cm) karena 1/3 vagina distal terbentuk dari sinus urogenital). 3. Tidak dijumpai massa pelvis. Kadang teraba uterus yang hipoplastik 4. Lipatan peritoneal dapat diraba pada pemeriksaan bimanual rektoabdominal. Pemeriksaan Penunjang 1. USG genitalia interna dan ginjal 2. Pemeriksaan kromosom dan seks kromatin 3. IVP 4. MRI dan Laparoskopi jika diperlukan. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 1. Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi 2. SMF Bedah Urologi Ruang perawatan Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Konseling pada pasien dan 184

keluarga:

hasil pemeriksaan

12. 13. 14. 15.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

kromosom, pilihan terapi, waktu pelaksanaan terapi. 2. Tatalaksana ditunda hingga usia dewasa (usia > 16 tahun) sedapat mungkin mendekati waktu pasien akan menikah, khusus untuk direncanakan tindakan operasi 3. Pada kasus yang tidak direncnankan untuk operasi dapat dilakukan businasi dengan menggunakan dilator hegar atau modifikasi Ingram (bicycle seat stool). 4. Laparotomi evakuasi dilakukan pada agenesis vagina dengan hematometra, kadang-kadang hingga histerektomi. 5. Pada kasus pasien AIS, dilakukan pengangkatan gonad (testis) intraabdomen terlebih dahulu, biasanya per laparoskopi atau laparatomi untuk mencegah risiko keganasan. Poliklinik Uroginekologi dan Rekonstruksi Sesuai penyebab agenesis saluran genetalia Ya, tertulis Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Divisi Uroginekologi & Rekonstruksi Tergantung tindakan yang dikerjakan Tergantung penyulit yang ada Baik Tidak diperlukan Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi108. Konseling mengenai fertilitas 1. Oliver GD. Clinical aspects of urinary, genital and lower bowel anomalies and ambiguous genitalia. In: Drutz HP, Herschorn S, Diamant NE. Eds. Female pelvic medicine and reconstructive surgery. London: Springer, 2003. 2. Vaginal hypoplasia. Diunduh dari http://www.medhelp.org/www/ais/31_hplasia.htm . Last updated 21 Aug 2006. 3. Vaginal agenesis. Diunduh dari http://www.urologyhealth.org/adult/index.cfm?cat=01&topic= 150. Last revised Oct 2009 4. Rokitansky-Mayer-Küster-Hauser Syndrome. Diunduh dari MRKH foundation. http://mrkh.org/

185

Bagan Alur Penanganan Agenesis Saluran Genitalia Wanita

Vaginal agenesis Uterus (-)

Rekonstru

Tdk

ksi vagina sebelumn ya?

Ya

Dilatati Ber Tdk on hasil ?

Laparosk opi Vecchieti

tidak

Operasi

Laparosko Tdk

Berhasil?

tidak

abdominal sebelumn ya?

pi Davydov

ya Intestinal vaginoplasty Tdk

ya

Vaginal dimple? ya

ya

Berhasil?

ya

Lanjutkan dilatasi

186

ya

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABORTUS 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

O.20.0, O.03, O.02.1, O.06.9, O.08.0 Abortus Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Dimana sebagai batasan adalah umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 mg. Abortus Iminens a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Perdarahan pervaginam. d. Nyeri perut bagian bawah derajat ringan Abortus Insipiens a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Perdarahan pervaginam banyak. d. Nyeri perut bagian bawah derajat sedang-berat Abortus inkomplit a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Perdarahan pervaginam banyak. d. Nyeri perut bagian bawah derajat berat Missed Abortion a. Tanda-tanda kehamilan. b. Perdarahan atau tanpa perdarahan pervaginam. c. Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur kehamilan. Abortus infeksiosus a. Amenore. b. Tanda-tanda hamil. c. Sering diawali oleh abortus provokatus. d. Febris. e. Perdarahan pervaginam

187

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan USG Penunjang Konsultasi PerawatanRumahSakit Abortus Iminens : tidak perlu perawatan (MRS) Abortus Insipiens : tidak perlu perawatan (MRS) Abortus inkomplit : tidak perlu perawatan (MRS) Missed Abortion : tidak perlu perawatan (MRS) Abortus infeksiosus : perlu perawatan (MRS) Terapi / tindakan Abortus Iminens (ICD 9-CM) a. Rawat jalan. b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual. c. Medikamentosa: - Penenang: Luminal, Diazepam. (Diazepam 3 kali 2 mg, per oral selama 5 hari atau Luminal 3 kali 30 mg). - Tokolitik: Papaverin, Isoksuprine. (Isoksuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari). - Progesteron Abortus Insipiens a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretasi, lebih dari12 minggu dilakukan oksitosin titrasi dan kuretase. b. Medikamentosa: - Metil ergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari. - Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari. Abortus inkomplit a. Perbaikan keadaan umum. b. Kuretase dengan atau tanpa digital plasenta pre kuretase. 188

9. 10.

11.

Abortus Iminens Vaginal toucher didapatkan osteum uteri tertutup dan tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan. Abortus Insipiens Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka, ketuban utuh, dan tinggi fundus uterus sesuai dengan umur kehamilan. Abortus inkomplit Vaginal toucher didapatkan osteum uteri terbuka teraba jaringan kehamilan dan tinggi fundus uterus lebih kecil dari umur kehamilan. Missed Abortion Tinggi fundus uterus sesuai atau lebih kecil dari umur kehamilan. Abortus infeksiosus Tinggi fundus uteri sesuai atau lebih kecil umur kehamilan, nyeri tekan abdomen, osteum uteri terbuka atau tertutup, tanda-tanda infeksi genitalia intern (temperatur rektal lebih tinggi dari aksila, flour panas dan berbau, nyeri goyang serviks, nyeri adneksa) Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Molla hidatidosa, Kehamilan ektopik

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit 14. Informed Consent 15. Tenaga Standar 16. Lama Perawatan 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Masa Pemulihan Hasil Patologi Prognosis Otopsi Tindak Lanjut IndikatorMedis

24. Edukasi 25. Kepustakaan

c. Medikamentosa: - Metilergometrin 3 kali 5 mg per oral selama 5 hari. - Amoksisilin 3 kali 500 mg per oral selama 5 hari. Missed Abortion a. Umur kehamilan kurang dari 12 minggu dilakukan kuretase langsung. b. Umur kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan:. - Rawat inap; dipasang stiff laminaria 12-24 jam, dan - Titrasi oksitosin atau Prostaglandin Abortus infeksiosus a. Antipiretik: Paracetamol 3x 500 mg b. Ampicillin 3 kali l g, Gentamisin 2 kali 80 gr, Metronidazol supp 3 kali 1 gr. c. Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam bebas panas atau dalam waktu 12-24 jam apabila panas tidak turun. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Perdarahan, perforasi uterus, infeksi Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A ke atas Perawatan (MRS) dilakukan pada abortus infeksiosus dan abortus dengan gangguan kondisi umum, selama 57 hari 2-3 minggu Baik Tidak diperlukan Baik Tidak diperlukan Kontrol poliklinik Obstetri dan Ginekologi 108. Tidak ada perdarahan pervaginam, nyeri perut, panas badan Risiko abortus berulang 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. CunninghamF.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

189

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI LEKORE 2015

RSUP SANGLAH DENPASAR 1. 2. 3.

No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan Penunjang Konsultasi

Swab vagina

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

Tidak perlu perawatan (MRS)

9. 10. 11.

12. 13. 14. 15.

Tempat Pelayanan Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. 17. 18.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil

N89.8 Lekore Adalah setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan darah. Keputihan encer sampai kental warna kekuningan, kehijauan, seperti susu basi, berbau, rasa gatal sampai membakar, dan nyeri saat berkemih. Inspekulo tampak lekore encer sampai kental warna kekuningan, kehijauan, seperti susu basi, tanda peradangan, dan bintik-bintik merah pada mukosa vagina dan atau sampai serviks vagina. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Tidak ada

3. Mikrobiologi

1. Trickomonas Vaginalis.  Metronidazole 2 kali 500 mg per oral selama 5 hari.  Metronidazole supp pervaginam 2. Vaginosis bakterial oleh Gardenella. vaginalis.  Metronidazole 2 kali 500 mg selama 7 hari per oral.  Klindamicin 2 kali 300 mg selama 7 hari per oral. 3. Candida Albicans  Ketokonazole l50 mg, l kali dosis tunggal per oral.  Trikonazole 2 kali 500 mg selama selama 5 hari per oral. 4. Nesseria Gonore  Ampisilin 1000 mg dosis tunggal, atau  Thiamfenikol 1000 mg dosis tunggal. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin Tidak ada Ya, tertulis 3. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 4. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol ke atas Pasien tidak dirawat (MRS) Tergantung penyulit yang ada Baik 190

19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

Ya Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108 Keluhan keputihan, gatal dan nyeri tidak ada Hindari faktor risiko, obati pasangan seksual 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. CunninghamF.G.,Schorge.J.O.,Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

191

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI PENYAKIT RADANG PANGGUL 2015 1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4. 5.

Anamnesis Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

N70, N71, N73, N74 Penyakit Radang Panggul Penyakit peradangan organ genitalia di atas niveu orifisium uterus internum meliputi endometritis, miometritis, pelvik selulitis, salpingitis, salpingo-oovoritis, pelvioperitonitis, dan abses (abses tubo-ovarial dan abses kavum Douglasi). Nyeri perut bawah, keputihan, panas badan a. Suhu meningkat disertai takikardia. b. Nyeri suprasimfiser; biasanya bilateral. c. Rebound tendernes dan dapat disertai menoragia, metroragia, dan ileus paralitik d. Pemeriksaan Ginekologi Pemeriksaan abdomen: Nyeri spontan-tekan abdomen bawah terutama suprasifisis Perut distensi minimal sampai sedang. Inspekulo: cairan sekresi vagina, osteum uterus eksternumkanalis servikalis berwarna kuning atau putih seperti susu dan berbau tidak sedap. Vaginal toucher: besar dan konsistensi uterus sulit dievaluasi, nyeri daerah parametrium dan adneksa, nyeri goyang porsio dan fornices. Kadang, adanya penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah vagina. Kriteria mayor: 1. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa rebound. 2. Nyeri bila serviks uterus digerakkan, dan 3. Nyeri pada adneksa. Kriteria minor: Disertai oleh salah satu atau lebih hal di bawah ini: 1. Mikroorganisme patologi pada sekret endoserviks. 2. Suhu rektal diatas 38°C. 3. Leukosit lebih dari 10.000/mm3. 4. Pus dalam kavum peritoneum (dengan kuldosintesis atau laparoskopi). 5. Abses padat pada pemeriksaan bimanual atau USG.

Derajat Derajat I

Deskripsi Radang panggul tanpa penyulit, terbatas 192

7.

Diagnosis Banding

8

Pemeriksaan Penunjang

9

Konsultasi

10

Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

11

pada tuba dan ovarium, dengan atau tanpa pelvio-peritonitis Derajat II Radang panggul dengan penyulit, didapatkan massa radang atau abses pada kedua tuba atau ovarium Derajat III Radang panggul dengan penyebaran diluar organ-organ pelvik 1. Kehamilan Ektopik Terganggu. 2. Abortus septik. 3. Ruptur kista. 4. Apendisitis. 1. DL dan kultur darah, cairan tubuh, sekresi vagina. 2. USG 3. Kuldosentesis 4. Laparoskopi 1. Dokter spesialis Bedah atau Bedah Digestif 2. Dokter spesialis Terapi Intesif ketika terdapat tanda septik dan dapat dirawat bersama Anetestsilogist & Terapi Intensif 3. Dokter spesialis Gizi Klinik PRP grade I : Tidak perlu perawatan (MRS) PRP grade II dan III: perawatan (MRS) Penyakit Radang Panggul Derajat I adalah: 1. Rawat jalan 2. Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat. 3. Tidur yang cukup 4. Makanan tinggi kalori dan protein 5. Tidak melakukan hubungan seksual 6. Medikamentosa a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari. b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama. c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari. d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 710 hari. 6.2 Analgetik. 6.3 Anti-inflamasi Penyakit Radang Panggul Derajat II dan III adalah: 1. Rawat inap 2. Istirahat ditempat tidur, kalau perlu posisi Fowler. 3. Medikamentosa: a. Kombinasi I. 

Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari.



Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari.



Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari selama 57 hari.

b. Kombinasi II. 

Sefalosporin

selama7 hari. 193

generasi III, 2-3 x l g/hari



12

Tempat Pelayanan

13

Penyulit

14 15

Informed Consent Tenaga Standar

16

Lama Perawatan

17 18 19

Masa Pemulihan Hasil Patologi

20 21

Otopsi Prognosis

22 23

Tindak Lanjut Indikator Medis

24

Edukasi

25

Kepustakaan

Metronidazole 1 g rektal supp, 2 x/hari

selama 5-7 hari. 3.2 Analgetik. 3.3 Anti inflamasi Catatan: khusus abses tubo-ovarial diutarakan tersendiri Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruangan Cempaka Timur Jangka pendek adalah pembentukan abses, peritonitis, peri-hepatitis, dan selulitis. Jangka panjang adalah infeksi berulang, infertilitas, hamil ektopik, dismenore, disparunia, dan nyeri pelvik kronik. Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Patol A ke atas PRP-I adalah 5 hari rawat jalan PRP-II adalah 3-5 hari rawat inap PRP-III adalah 6-10 hari rawat inap 10-14 hari Baik Pada PRP derajat II dan III yang dilakukan tindakan operatif Tidak diperlukan PRP-I adalah dubia ad bonam PRP-II adalah dubia ad bonam PRP-III adalah dubia ad malam Rawat jalan selama 2 minggu 1. Keluhan nyeri perut bawah, keputihan, panas badan tidak ada. 2. Suhu rektal di bawah 37,5°C. 3. Leukosit kurang dari dari 10.000/mm3. 4. Pus dalam kavum peritoneum sudah dievakuasi Risiko terjadinya PRP berulang, Pencegahan faktor risiko PRP 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

194

Alur Diagnosis dan Penanganan Penyakit Radang Panggul dan Abses Tuba Ovarium

Keputihan berbau, nyeri dan panas perut bawah dan jalan menunduk, meringis, terlihat nampak sakit dan gelisah

Inspekulo: lekore panas dan berbau. Tanda radang Celsus vagina dan serviks

Radang Panggul Derajat I

Vaginal Toucher: Uterus ≥ normal, nyeri goyang serviks dan fornices. Parametrium nyeri dan sulit dievaluasi

Palpasi: nyeri

Suhu aksila-rektal

suprasimfisis, sulit dievaluasi

selisih 0,5%. Lekosit ≥ 10.000

Radang Panggul

Teraba tumor di regio adneksa, nyeri tekan dan adesif

Derajat Ii-II

Penanganan: 1. 2. 3. 4.

Rawat jalan Lebih banyak istirahat; hindari pekerjaan berat. Tidur yang cukup Makanan tinggi kalori dan protein

5.

Tidak melakukan hubungan seksual

6.

Medikamentosa 6.1 Antibiotika: a. Amoksisilin 3 gr x/hari selama 1 hari. b. Thiamfenikol: 3,5 gr per oral pada hari pertama. c. Dilanjutkan dengan 4 x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari. d. Eritromisin: 4x 500 mg/hari/per oral selama 7-10 hari.

1.

Rawat inap

2.

Istirahat ditempat tidur, kalau perlu posisi Fowler. Medikamentosa: 3.1 Antibiotika.

3.

a. Kombinasi I. 





Ampisilin 4 x 1-2 gr/hari iv selama 5-7 hari. Gentamisin 5 mg/Kg BB/hari im/iv 2 x /hari selama 5-7 hari. Metronidazole 1 g rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari .

b. Kombinasi II. 



Sefalosporin generasi III, 2-3 x l g/hari selama7 hari . Metronidazole 1 g rektal supp, 2

ATO Utuh

1. 2. 3. 4. 5.

ATO Pecah

Konservatif Pasang venous line. Tirah baring semi Fowler. Observasi tanda vital dan produksi urine. Antibiotika. Kombinasi I: Ampisilin 4 x 12 g/hari iv selama 5-7 hari.

Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari

Antibiotika: Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari.

Laparotomi(salpingoooforektomi, kalau perlu TAH / SVH), kultur pus, dan pasang drainase pervaginam atau perabdominal kontra Mc Burney.

195

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI ABSES TUBO OVARIAL 2015 RSUP SANGLAH DENPASAR 1. No. ICD 10 2. Diagnosis 3. Pengertian 4. Anamnesis

5. Pemeriksaan Fisik

N.70 Abses Tubo Ovarial Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii unilateral atau bilateral 1) Ringan tanpa keluhan. 2) Berat dengan keluhan, seperti: a. Suhu badan naik, akut abdomen sampai syok septik. b. Nyeri panggul dan nyeri perut bagian bawah. c. Febris pada 60-80% kasus. d. Takikardia. e. Ileus, dan f. Pembentukan massa. Abdomen:  Nyeri spontan atau tekan abdomen bawah terutama suprasifisis  Perut distensi minimal sampai sedang. Inspekulo:  

Cairan sekresi vagina, Osteum uterus eksternum-kanalis servikalis berwarna kuning atau putih seperti susu  Berbau tidak sedap. Vaginal toucher:

6. Kriteria Diagnosis

7. Diagnosis Banding

 Nyeri daerah parametrium dan adneksa  Nyeri goyang porsio dan fornices.  Teraba masssa di regio adneksa baik unilateral maupun bilateral dengan ukuran bervariasi 5-15 cm, konsistensi ireguler-multikistik, sulit digerakkan / perlekatan dengan jaringan sekitar, nyeri sangat menonjol.  Penonjolan yang lembut Kavum Douglasi kearah vagina kalau ATO pecah. Gejala klinis seperti di atas, ditambah dengan: 1) Leukositosis lebih dari 12.000 dan peningkatan LED. 2) Tanda-tanda ileus (Rontgen BOF). 3) Massa di adneksa (USG), dan 4) Pus positif pada punksi kavum Douglasi. 1) ATO utuh tanpa keluhan: a. Tumor ovarium. b. Kehamilan ektopik. c. Abses periapendiks. d. Hidrosalping. 196

8.

Pemeriksaan Penunjang

9.

Konsultasi

10. Perawatan Rumah Sakit 11. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit

e. Mioma uteri. 2) ATO dengan keluhan: a. Perforasi appendisitis. b. Perforasi divertikel. c. Perforasi ulkus peptikum. d. Kista ovarium terinfeksi/terpeluntir.  DL, UL, LFT, BUN, SC,  Kultur darah, cairan tubuh-sekresi kanalis tuba internum  USG  Spesialis Bedah atau Bedah Digestif  Spesialis Terapi Intensif  Spesialis Gizi Klinik Perlu perawatan (MRS) 1) ATO utuh. a. Konservatif. b. MRS pasang infus. c. Tirah baring semi Fowler. d. Observasi tanda vital dan produksi urine. e. Antibiotika. Kombinasi I:  Ampisilin 4 x 1-2 g/hari iv selama 5-7 hari.  Gentamisin 5 mg/kg BB im/iv 2 x/hari selama 5-7 hari.  Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 57 hari. Kombinasi II:  Sefalosporin generasi III 2-3x1 g/hari selama 5-7 hari.  Metronidazole 1 gr rektal supp 2 x/hari selama 57 hari. f. Operatif laparotomi. 2 ATO Pecah. ) a. Laparotomi (salpingoooforektomi), kultur pus, dan pasang drainase. b. Antibiotika:  Sefalosporin generasi III, 2-3 x 1 g l /hari selama 5-7 hari.  Metronidazole I gr rektal supp 2 x/hari selama 5-7 hari. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1) ATO utuh: a. Pecah sampai sepsis (jangka pendek). b. Ileus, infertil, kehamilan ektopik dan nyeri (jangka panjang). 2) ATO pecah: a. Syok septik. b. Abses (intra abdominal, subprenikus, paru, dan otak). c. Penyulit terkait laparotomi 197

14. Informed Consent 15. Tenaga Standar 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. PPDS I tingkat Chief. 5-10 hari Tergantung penyulit yang ada Baik Jaringan yang diangkat durante operasi Tidak dikerjakan Dubius ad bonam Kontrol Poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Pasien tidak nyeri, tidak panas Keluhan dapat berulang selama faktor risiko masih ada. 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

198

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI MIOMA UTERUS 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

7.

Diagnosis Banding

7.

Pemeriksaan Penunjang

8. 9.

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit

D.25 Mioma Uterus Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. 1. Rasa penuh dan berat pada perut bagian bawah dan teraba benjolan padat kenyal. 2. Gangguan haid: menoragia, metroragia,dan dismenorea. 3. Akibat penekanan: disuria, polakisuria, retensio urine, konstipasi, edema tungkai, varises, nyeri dan rasa kemeng didaerah pelvis. 4. Infertilitas dan kehamilan ektopik. 5. Tanda abdomen akut. 1 Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat digerakkan, dan tanpa nyeri. 2 Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus. 1. Anamnesis, sesuai dengan gejala di atas. 2. Palpasi abdomen, terdapat masa padat, batas jelas, dapat digerakkan dan tanpa nyeri. 3. Pemeriksaan dalam ditemukan tumor menyatu dengan uterus. 4. USG didapatkan gambaran massa dengan batas tegas, bentuk bulat, hiperekoik homogen, dan vaskularisasi diluar massa. 5. Dilatasi dan kuretasi serta pemeriksaan histopatologik PA pada gangguan perdarahan yang menunjukkan proliferasi atau hiperplasia simpleks endometrium. 6. Pemeriksaan PA pasca operatif. 1. Tumor solid ovarium. 2. Adenomiosis. 3. Kelainan bentuk uterus. 4. Tumor solid non ginekologi. 5. Kehamilan. 6. Miosarkoma. USG: gambaran tumor bentuk bulat atau bulat lonjong baik soliter maupun multipel dengan hiperekoik homogen, dinding tegas, tanpa efek lateral dan pantulan posterior, pembuluh darah diluar massa tumor. Divisi Onkologi dan ginekologi tidak perlu perawatan (MRS), bila tidak disertai dengan gangguan hemodinamik 199

10. Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

5.1 Konservatif Terapi konservatif kalau tanpa keluhan dan tanda-tanda degenerasi ganas. Keluhan positif yaitu: 1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis. 2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia. 3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi. 4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler gluteal. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi. 5.2 Operatif Terapi operatif tergantung pada:

11. Tempat Pelayanan 12. Penyulit

1. Adanya keluhan gangguan haid serta komplikasinya dan atau keluhan pendesakan organ sekitar. 2. Infertilitas post terapi GnRH agonist 3. Nyeri pelvik kronis akibat pendesakan, perlekatan, dismenore, disparunea, hemorrhoid, disuria berulang, nyeri defekasi, dan manipulasi. 4. Ketentuan: a. Umur penderita lebih dari 50 tahun adalah TAH-BSO atau SVH tergantung kondisi serviks. b. Menginginkan anak dilakukan miomektomi atau enukleasi mioma baik post GnRH agonist maupun langsung.. c. Pada kasus dengan gangguan haid dimana umur lebih dari 40 tahun dilakukan D & C untuk pemeriksaan PA dan USG endometrium untuk diagnosis kemungkinan keganasan. d. Pemerikasaan inspeksi asam asetat (IVA), sitologik Pap smear atau kolposkopi serviks e. Pendekatan operatif adalah laparotomi dan atau laparoskopi Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perdarahan pervaginam berulang yang mengakibatkan anemia dengan semua bentuk patologi fungsional akibat anemia. 200

13. 14. 15. 16.

Informed Consent Tenaga Standar Lama Perawatan Masa Pemulihan

17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi

24. Kepustakaan

2. Torsi pada mioma yang bertangkai. 3. Infeksi kandung kemih, penyakit radang panggul, dan proktitis. 4. Degenerasi merah, kistik sampai nekrosis. 5. Degenerasi hialin. 6. Degenerasi ganas berupa miosarkoma. 7. Infertilitas. 8. Nyeri pelvik kronis dan semua ikutannya. Ya, tertulis Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Antara 3-5 hari 1. Terapi konservatif dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan 2. Pada pemberian GnRH analog dilakukan evaluasi setiap 6 bulan. 3. Terapi operatif adalah 4 minggu. Baik Ya. Dilakukan untuk menentukan penanganan lanjutan Tidak dilakukan Dubia ad bonam Tergantung perkembangan penyakit Tidak ada gangguan haid dan penekanan organ Miomektomi : risiko mioma uteri berulang Histerektomi : tidak haid lagi 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

201

Alur diagnosis dan penanganan Mioma Uterus

Mioma Uterus

Ukuran ≥ 12 Minggu

Ukuran < 12

Minggu

Keluhan Negatif

Keluhan Positif

Konservatif

GnRHAgonis

Berhasil

Gagal

Keluhan Negatif

Operatif

Catatan: Keluhan positif yaitu: 1. Infertilitas. Pada mioma uterus dengan keluhan infertilitas dilakukan histerosalfingografi untuk mengetahui kavum uterus, patensi tuba, hidrosalfing, dan tanda-tanda infeksi kronis. 2. AUB-L berupa menorhagi, metrohagia, dan menometrohagia. 3. Komplikasi perdarahan seperti lemah, lesu, penyakit jantung anemia, mudah infeksi, penuruanan kinerja dan konsentrasi. 4. Pendesakan ke organ pelviks yaitu gangguan berkemih dan defekasi, nyeri pelvic kronik dan kemeng di region suprasimfisis. 5. GnRH agonis diberikan 3-6 kali setiap bulan sekali yang dimulai pada hari ke-3 sampai 5 mentruasi dengan dosis 375 mg intramuskuler gluteal. 6. Operatif dapat berupa ligasi dan atau histeroskopi pada miom sub mukosa atau geburt, miomektomi, histerektomi, dan embolisasi.

202

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI LESI PRAKANKER 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5. 6.

Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnosis

7. 8.

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

9. 10. 11.

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

12.

Tempat Pelayanan

13. 14. 15.

Penyulit Informed Consent Tenaga Standar

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Lama Perawatan Masa Pemulihan Hasil Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis Edukasi Kepustakaan

N87.0, N87.1, D06 Lesi Prakanker Serviks Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS)/ Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN) I atau Low grade Squamous Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS/CIN II-III atau High grade Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL). 1. Tanpa gejala. 2. Dengan gejala seperti keputihan berbau, perdarahan pasca senggama, tidak nyaman pada daerah suprasimfisis. Inspekulo nampak erosi, ektropion, dan servisitis. 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ginekologis 4. Pemeriksaan penunjang Kanker serviks, servisitis, polip serviks 1. Sitologi dengan Pap Smear. 2. Kolposkopi untuk diagnostik dan biopsi terarah (Kolposkopibiopsi). 3. Kuretasi endoserviks (KES). Divisi Onkologi dan Ginekologi Tidak perlu dirawat (MRS) CIN I : Observasi papsmear setiap 3 bulan CIN II : Cryoterapi, kauterisasi CIN III : Konisasi, Histerektomi (TAH) Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Perdarahan, infeksi pada serviks Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas Tidak perlu dirawat (MRS) Tergantung penyulit yang ada Baik Ya Tidak diperlukan Baik Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108 Keluhan keputihan, perdarahan, nyeri tidak ada Kontrol teratur setelah tindakan, hindari faktor risiko 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 203

2. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

204

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KARSINOMA VULVA 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

C.51.9 Kanker Vulva Keganasan yang tumor primernya tumbuh pada daerah vulva dan bukan merupakan tumor metastasis dari organ genitalia maupun ekstragenitalia. a. Gatal-gatal pada daerah vulva. b. Benjoan atau massa pada daerah vulva c. Kadang-kadang disertai perdarahan. d. Benjolan pada daerah lipatan paha a. Tumor berdungkul seperti bloom kol atau bentuk ulkus di daerah vulva. b. Pembesaran kelenjar inguinal berupa masa padat atau ulkus. c. Tanda-tanda lain sesuai luasnya penyakit. 1) Anamnesis. 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan ginekologis 4) Pemeriksaan penunjang Stadium Kanker Vulva (FIGO 2009) Stadium IA IB II

IIIA

IIIB IIIC IVA

Klinik/patologi Lesi < 2cm terbatas di vulva atau perineum dengan invasi stroma < 1mm Lesi > 2cm terbatas di vulva atau perineum dengan invasi stroma > 1mm Tidak ada metastasi KGB Tumor dengan ukuran berapapun dengan penyebaran (1/3 bawah vagina, 1/3 bawah uretra, anus) Tidak ada metastasi KGB Tumor dengan ukuran berapapun dengan KGB inguinal-femoral positif (i) 1 KGB metastasis > 5mm (ii) 1-2 KGB metastasis < 5mm (i) 2 atau lebih KGB metastasis > 5mm (ii) 3 atau lebih KGB metastasis < 5mm Positif 1 KGB atau lebih dengan penyebaran ekstracapsular (i) Tumor menginvasi struktur regional lain (2/3 atas uretra, 2/3 atas vagina). Mukosa kandung kemih, mukosa rektum, atau melekat pada tulang pelvik (ii) KGB inguinal-femoral yang melekat atau 205

IVB

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan Penunjang

9. 10.

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit

11.

Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

12.

Tempat Pelayanan

13.

Penyulit

14.

Informed Consent

15.

Tenaga Standar

16.

Lama Perawatan

17.

Masa Pemulihan

18.

Hasil

19. 20. 21.

Patologi Otopsi Prognosis

22.

Tindak Lanjut

ulserasi Adanya metastasis di daerah mana saja termasuk KGB pelvik

1. Kanker vagina. 2. Kanker metastasis (misalnya: penyakit trofoblas gestasional). a. Pap Smear. b. Kolposkopi. c. Biopsi. Divisi Onkologi dan Ginekologi Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. Operabel: 1. Wide eksisi 2. Vulvektomi simpel 3. Radikal vulvektomi + limfadenektomi groin 4. Radiasi ajuvan Non operabel: 1. Radioterapi 2. Kemoterapi Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Hidup tanpa tumor Hidup dengan tumor Meninggal Ya. Tidak diperlukan Stadium dini: dubia ad bonam Stadium lanjut: dubia ad malam Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. a. Tiga bulan I : setiap minggu. b. Sembilan bulan II : setiap bulan. 206

23. Indikator Medis

24. Edukasi 25. Kepustakaan

c. Satu tahun II : setiap 3 bulan. d. Selanjutnya : setiap 6 bulan. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO nd and IGCS, 2 edition. November 2013 3. Beller U, Benedet JL, Cresseman WT, Ngan HYS, Quinn MA, Marisovuemere P,et al. Carcinoma at the vulvvagina. Int J. Gynecol Obstet 2006. 56 (Suppl 1) 529. 4. Clinical practice Guidelines in Gynecology VI. 2003. National Comprehensive Cancer Network 5. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010. Guthes publishing 6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 103-4, 2009

207

Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Vulva

Tumor primer stadium dini

Lesi < 2cm, KGB klinis (-)

Lesi > 2cm, KGB klinis (-)

Eksisi lokal Radikal Limfadenektomi Inguinofemoral Wedge biopsy

Invasi > 1mm

Invasi < 1mm

Biopsi eksisional

Invasi > 1mm

Eksisi lokal Radikal Limfadenektomi Inguinofemoral unilateral, kecuali: 1. Diameter garis tengah ≤ 1cm 2. Keterlibatan labia minora 3. Nodus ipsilateral positif

208

Invasi < 1mm

Penanganan kanker vulva stadium lanjut

Tumor primer lokal stadium lanjut

Tumor dapat direseksi stoma (-)

Reseksi dengan stoma

Preoperatif radioterapi + kemoterapi

Reseksi tumor radikal

Batas surgikal

Positif

Radioterapi post operatif

Reseksi dasar tumor

Sempit (<5mm)

>5mm

Dipertimbangkan radioterapi

Observasi

209

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KANKER SERVIKS 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

C53.9 Kanker Serviks Penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim atau serviks. 1. Tidak memberikan gejala. 2. Keputihan. 3. Perdarahan pervaginam abnormal. 4. Perdarahan post koital. 5. Perdarahan pasca menopause. 6. Gangguan kencing dan defekasi. 7. Nyeri daerah pelvis, pinggang/punggung, dan tungkai. Pemeriksaan Fisik Umum. a. Pembesaran kelenjar limfe supra klavikula dan inguinal. b. Pembesaran lever, ascites, dan atau lain-lain sesuai dengan organ yang terkena. Pemeriksaan Ginekologi. a. Vaginal toucher. 1. Vagina: fluor, fluksus, dan tanda-tanda penyebaran/infiltrasi pada vagina. 2. Porsio: berdungkul, padat, rapuh, dengan ukuran bervariasi, eksofitik atau endofitik. 3. Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu dilakukan sondase untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi piometra dan hematometra. 4. Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/ padat, apakah terdapat tumor. b. Rectal Toucher. Menilai penyebaran penyakit kearah dinding pelvis yaitu Cancer Free Space (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan dinding pelvis. Kriteria: CFS 100% : belum ada tanda-tanda penyebaran. CFS 25-100%: ada penyebaran, tetapi belum mencapai dinding pelvis. CFS 0% : berarti penyebaran mencapai dinding pelvis. c. Pemeriksaan VT dan RT untuk menilai penyebaran ke organ sekitar kolon, rektum dan vesika urinaria.

210

6.

Kriteria Diagnosis

1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ginekologis 4. Pemeriksaan penunjang Stadium Klinis Kanker Serviks (FIGO 2009) Stadium Deskripsi Kedalaman invasi < 5 mm dan penyebaran IA horizontal maksimal < 7 mm IA1 Kedalaman invasi < 3 mm IA2 Kedalaman invasi 3-5 mm IB Lesi lokal lanjut namun terbatas pada serviks IB1 Lesi kurang atau sama 4 cm IB2 Lesi lebih dari 4 cm Lesi keluar melewati uterus namun belum II mencapai dinding pelvis IIA Tanpa invasi ke parametrium IIA1 Lesi yang tampak < 4 cm IIA2 Lesi yang tampak > 4 cm IIB Dengan penyebaran ke parametrium Tumor menyebar sampai dinding panggul dan atau III mencapai 1/3 bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis/kerusakan ginjal Tumor mencapai 1/3 distal dinding vagina, namun IIIA belum mencapai dinding panggul Penyebaran sampai dinding panggul dan atau IIIB terdapat hidronefrosis dan kerusakan ginjal IV A Penyebaran ke organ sekitar IV B Penyebaran jauh

7

Diagnosis Banding

8

Pemeriksaan Penunjang

9 10

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit

11

Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

1. Kanker endometrium 2. Servisitis kronik a. Pap smear sebagai skrining. b. Biopsi dengan/tanpa tuntunan kolposkopi. c. Konisasi. d. Tes fungsi ginjal, hati, dll. e. Pemeriksaan lain sesuai dengan keperluan: 1. Kolposkopi 2. USG 3. Sistoskopi 4. Rektoskopi, apabila terdapat keluhan perdarahan per anum. 5. Foto thorak 6. CT, MRI, dan PET Scan Divisi Onkologi dan ginekologi Tidak perlu perawatan (MRS), kecuali terjadi gangguan kondisi umum, persiapan operasi dan kemoterapi Stadium IA1: a. fertilitas dipertahankan : Konisasi b. fertilitas tidak dipertahankan : Histerektomi c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi 211

+ Brachyterapi) Stadium IA2: a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi Kelenjar Getah Bening (KGB) b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik c. Kontraindikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) Stadium IB1: a. fertilitas dipertahankan : Trakelektomi + diseksi KGB b. fertilitas tidak dipertahankan : Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta c. Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) Stadium IB2 dan IIA: Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB pelvik dan paraaorta Kontra indikasi operasi: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) Stadium IIB:

  Neoadjuvant kemoterapi 3 seri evaluasi operabilitas  operabel Radikal Histerektomi + Limfadenektomi KGB

12 Tempat Pelayanan

13 Penyulit

14 Informed Consent 15 Tenaga Standar 16 Lama Perawatan 17 Masa Pemulihan

pelvik dan paraaorta Stadium IIIA, IIIB: Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan Khemoterapi Stadium IVA, IVB: a. Radioterapi (Eksternal radioterapi + Brachyterapi) dan Khemoterapi b. Paliatif terapi Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. Tergantung beberapa faktor yaitu: 1. Keadaan umum 2. Pilihan terapi 3. Stadium penyakit 4. Infeksi, 5. Efek samping tindakan. Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum 212

18 Hasil

19 Patologi 20 Otopsi 21 Prognosis 22 Tindak Lanjut 23 Indikator medis

24 Edukasi 25 Kepustakaan

2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan 1. Tidak ditemukan lesi prakanker 2. Hidup tanpa massa kanker 3. Hidup dengan kanker 4. Meninggal Ya. Setelah dilakukan tindakan operasi dan pemantauan terapi Tidak dikerjakan Hidup tanpa kanker Hidup dengan kanker Meninggal (dubia ad malam) Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur, harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang diberikan jangka pendek dan panjang 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. European Society Gynecology Oncology (ESGO). Algorithms for management of cervical cancer, 2011 3. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National Comprehensive Cancer Network 4. Bloss JD, Blessing JA, Behrens BC, Mannel RS, Rader JS, Sood AK, Markman M, Benda J. Randomized Trial of Cisplatin and Ifosfamide With or Without Bleomycin in Squamous Carcinoma of the cervix. A Gynecologic Oncology Grup Study. J.Clin Oncol 20.1832-1837. 5. Delgado G,Bundy B, Zaino R, Sevin BU, Cressman WT, Major F. Perspective surgical pathological study of disease-free Interval in patterns with stage IB Squamose cell carcinoma of cervix. A Gynecologic Oncology Group Study. Gynecologic Oncology 1990;38-352-7. Landoni F, Maneo A, Colombo A, Placa F, Milaini R, Perego P, Favini G, Ferri L, Mangioni C. Randomized study of radical surgery versus radiotherapy for stage IB-IIA cervical cancer, Lancet. 1987;350,535-40 6. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 1034, 2009 7. Sedis A, Bundy BN, Rotman M, Lentz S, Muderspath LL, Zaino R. A randomized trial of pelvic radiation versus further therpy in selected patients with stage IB Carcinoma of the cervix after radical hysterectomy and pelvic lymphadenectomy : a Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol Oncol 1999, 73: 213

177-83.

Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Serviks Radiasi praoperasi Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta

Kekambuhan

Kemoterapi neoadjuvan

Kemoterapi adjuvan Kanker serviks uteri stadium IB2, IIA

Kontraindikasi operasi

Radiasi eksterna dan radiasi interna

214

Kemoradiasi adjuvan

Radiasi praoperasi Histeroktomi radikal + limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan kelenjar getah bening para aorta

Kekambuhan

Kemoterapi neoadjuvan Kemoterapi adjuvan

Kemoradiasi adjuvan

Kanker serviks uteri stadium IB2, IIA

Kontraindikasi operasi

Radiasi eksterna dan radiasi interna

Metastasis jauh (+)

Kanker serviks uteri stadium IIB, III:IVA

Radiasi KGB pelvis + paraaorta konkuren Kemoterapi berbasis eisplatin + brakhitherapi

CT Toraks. PET

Scan (-)

Pertimbangkan Metastasis jauh (-)

biopsi pada jaringan

yang dicurigai

Terapi sistemik (+)

215

Radiasi individual

Penanganan Kanker Serviks dengan Kehamilan

Kanker Serviks dengan Kehamilan

Stadium 0/CIS

Preterm

Stadium IA1 dan IA2

Term

Konservatif

Stadium ≥ IB1

Usia Kehamilan

Pap Smear/ Kolposkopi @ 4 minggu 37-38

≤20

20-30

>30

Konisasi Trimeter II Pematangan Paru

Invasif (+)

Invasif (-)

Partus Spontan/ SC

SC

Sesuai Kanker Serviks Invasif

Aborsi

SC

Partus Spontan/ SC

Anak Kurang

Penanganan

SC

Folow up

Anak Cukup

Histerekto

Penanganan

Penanganan sesuai Kanker

mi Total

Sesuai CIS

Serviks Invasif

216

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KARSINOMA ENDOMETRIUM 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

C54.1 Kanker Endometrium Kanker pada endometrium uterus a. b. c. d.

Umur rata-rata 60 tahun. Perdarahan pervaginam. Lekore. Ada masa atau perasaan tidak enak pada perut bagian bawah. a. Kegemukan. b. Hipertensi. c. Bila terjadi metastasis. 1. Asites. 2. Tanda-tanda lain sesuai dengan organ yang terkena. Pemeriksaan Ginekologis a. Perdarahan pervaginam, lekore. b. Piometra, dan c. Evaluasi besar dan mobilitas uterus, tanda-tanda penyebaran pada adneksa, parametrium, dan kavum Douglasi. 1. Anamnesis. 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan ginekologis 4. Pemeriksaan penunjang Stadium Surgical pada Kanker endomerium (FIGO 2009) Stadium Stadium I Stadium IA Stadium IB Stadium II Stadium III Stadium IIIA Stadium III B Stadium III C 217

Deskripsi Tumor terbatas pada corpus uterus Tidak ada invasi atau invasi < dari ½ myometrium Karsinoma menyebar ke serviks uteri. Tumor menembus stroma serviks tapi tidak menembus keluar uterus Lokal dan/atau penyebaran tumor regional Tumor menembus lapisan serosa dari corpus uterus dan/atau adneksa Penyebaran ke pelvik dan atau parametrium Metastasis ke KGB pelvik

Stadium III C1 Stadium III C2 Stadium IV Stadium IV A Stadium IVB

7

Diagnosis Banding

8

Pemeriksaan Penunjang

9 10

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit

11

Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

1. 2. 3. 1.

dan/atau paraaorta KGB pelvik (+) KGB paraaorta (+) dengan atau tanpa KGB pelvik (+) Invasi ke kandung kemih dan/atau mukosa usus dan/atau metastasis jauh Invasi ke kandung kemih dan atau mukosa usus Metastasis jauh, termasuk metastasis intraabdominal dan/ atau KGB inguinal

Kanker serviks Tumor Ovarium Tumor korpus uterus Ultrasonografi: a. USG b. USG Saline Infusion Sonography (SIS): c. USG transvaginal d. USG trans rektal 2. Mikrokuret Pipelle 3. Kuretasi bertingkat atau fractional curetage 4. Sitologi endometrium 5. Histeroskopi diagnostik dengan biopsi terarah 6. Ca-125 Divisi Onkologi dan Ginekologi Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. 1. Operatif Operatif merupakan pertimbangan pertama adalah TAH dan BSO. Limfedenektomi berdasarkan pertimbangan stadium klinis, tipe histologik, dan diferensiasi sel yang terdiri atas lifedenektomi pelvic (iliaka interna et eksterna) dan para aorta (sampai vena renalis kiri). Insisi median untuk dapat menilai adanya metastasis ke organ lever, sub diafragma, lien, gaster, omentum, dan organ abdomen lainnya. Kanker endomterium Stadium I dan diferensiasi sel baik dilakukan TAH BSO. Uterus dibelah untuk menilai kedlaman invasi pada miomterium. Apabila invasi > ½ miometrium maka dilakukan limfadenektomi. Indikasi limfedenektomi adalah: a. Invasi miometrium > ½ b. Kelompok risiko tinggi. c. Jendi histopatologik. 2. Kemoterapi Indikasi: direncanakan kemoradiasi dan kanker endomterium rekurensi pada pemberian kemoterapi 3. Radioterapi (Eksternal radiasi dan Brachyterapi) 218

12 Tempat Pelayanan 13 Penyulit

14 Informed Consent 15 Tenaga Standar 16 Lama Perawatan 17 Masa Pemulihan

18 Hasil 19 Patologi 20 Otopsi 21 Prognosis 22 Tindak Lanjut 23 Indikator Medis

24 Edukasi 25 Kepustakaan

Radiasi External Beam Radiotherapi (EBRT), radiasi eksterenal, dan atau Brachytherapi (BT) dengan dosis sesuai dengan stadium kanker endometrium.Semua kanker endometrium diberikan BT vagina adjuvant pasca pembedahan; kecuali stadium IA dengan resiko rendah. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) Tergantung beberapa faktor yaitu: 1. Keadaan umum 2. Pilihan terapi 3. Stadium penyakit 4. Infeksi, 5. Efek samping tindakan Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultan Onkologi dan Ginekologi. 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas. Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum 2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan. Hidup tanpa massa kanker Hidup dengan kanker Meninggal Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas. Tidak dilakukan Hidup tanpa kanker Hidup dengan kanker Meninggal (dubia ad malam) Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). Hidup bersama kanker, Pemantauan atau kontrol secara teratur, harapan hidup terkait stadium, komplikasi akibat tindakan yang diberikan jangka pendek dan panjang 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. Crowder S, Lee Christine, Santoso T. Cancer servix. In JT Santoso and RL Coleman. Handbook of Gyn Oncology. Mc Graw Hill, New York, 2000.p 25-32 219

3. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO and nd IGCS, 2 edition. November 2013 4. Clinical Practice Guidelines in Oncology V.2.2013.National Comprehensive Cancer Network 5. Passiectt ED, Wewers ME, Ruffin MT. Educational strategies for the prevention of cervical cancer. In : TE Rohan, KV Shah ieds). Cervical cancer From etiology to prevention. Kluwer Academic Publisher, 2004.pp 23W-51 6. All Ayhatt. Textbook of Gynecological Oncology. 2010. Guthes publishing 7. Pecorelli S. Revised FIGO Staging for Carcinoma of the Vulva, Cervix, and Endometrium. Int J Gynancol Obatet 105 (2); 103-4, 2009

220

Alur Diagnosa dan Penanganan Endometriosis

Kanker Endometrium Stadium I

Histerektomi (Hst) + Salfingo-ooforektomi bilateral (SOB)

Stadium I (terbukti)

Stad II occult

Risiko rendah

Risiko tinggi

< 1/3 miometrium (M1) Derajat 1

> 1/3 miometrium (M2, M3) Derajat 2,3

Jarak > 1 cm dari OUI

Jarak proses ke OUI < 1 cm Adenoskuamosa, clear cell

Sitologi bilasan peritoneum

Sitologi bilasan peritoneum

(-)

(+)

Pengamatan lanjut

Terapi hormon

KGB Paraaorta (+)

KGB Paraaorta (-)

Radiasi (SP+IV) atau

Radiasi + kemoradiasi

221

Radiasi

(SP+PA+IV)*

Stadium II

Radiasi praoperasi (lihat

Kontraindikasi operasi

Occult

bagan 4.9.3)

Risiko operasi >

Risiko operasi < Radiasi + hormonal (IV-

Hst + SOB

SP)

Biopsi KGB Paraaorta Sitologi Radikal + limfadektomi biopsi KGB paraaorta sitologi peritoneum

KGB paraaorta (+)

Histerektomi extended

KGB paraaorta (-)

Radiasi (IV – SP – PA) KGB paraaorta (+)

G1 Hormon

KGB paraaorta (-)

G2, G3 Kemoterapi

G1 Hormon

222

KGB pelvis (+)

KGB pelvis (-)

Radiasi (SP+IV)

Radiasi (IV)

G2, G3 Kemoterapi

Kanker endometrium stadium III

Mikroskopik

Klinik

Diketahui saat operasi

Lihat II Debuking

G1

G2, G3

Hormonal

Kemoterapi

Radiasi SP

G1 hormonal

G2, G3

*)

+ kemoterapi

Hormonal + kemoterapi

223

Kemoterapi

Kanker Endometrium Stadium IV

Intrapelvis

Metastasis jauh

Radiasi

Hormonal

Kemoterapi

Hormonal + Kemoterapi

Kemoterapi

Kanker Endometrium Stadium Residif

Pelvis

Lokal (sentral/sub uretra/puncak vagina)

Rad (+)

Rad (-)

Ekstra pelvis

Luas

Terbatas (tulang/KGB

Luas

supraklavikula)

Rad (+)

Rad (-)

Radiasi

Hormonal kemoterapi Operasi

Radiasi (IV+SP) Hormonal kemoterapi

224

Hormonal kemoterapi

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI KANKER OVARIUM 2015

C56.9 Kanker Ovarium Kanker ovarium adalah keganasan pada organ ovarium baik primer maupun sekunder. 1. Perut cepat membesar. 2. Berat badan menurun. 3. Nafsu makan menurun. 4. Sulit bernafas atau sesak. 5. Nyeri perut atau perut terasa penuh. 6. Gangguan buang air besar. Teraba massa tumor padat atau kistik atau kombinasi, permukaan tumor tidak rata, dapat nyeri atau tidak, mobilitas terbatas atau terfiksir dan ascites. 1. Diagnosis kanker ovarium didasarkan atas gejala klinik dan pemeriksaan penunjang (USG dan petanda tumor). 2. Diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi atau histopatologik bahan organ ovarium yang dicurigai degenerasi ganas. 3. Penentuan stadium berdasarkan surgical staging-durante operatif. Stadium Kanker Ovarium (FIGO 2009) Stadium Deskripsi I Tumor tumbuh terbatas pada ovarium IA Tumor terbatas hanya 1 ovarium IB Tumor pada kedua ovarium IC Tumor dengan stadium IA atau IB dengan pertumbuhan tumor di permukaan luar satu atau kedua ovarium; atau dengan kapsul pecah; atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneoum positif II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul IIA Perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba IIB Perluasan ke jaringan pelvis lainnya III Tumor mengenai satu atau kedua tumor dengan implan di peritoneum, di luar pelvis dan/atau KGB retroperitoneal atau inguinal positif. Metastasis permukaan hati masuk stadium III. Tumor terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus 225

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan Penunjang

9.

Konsultasi

10

Perawatan Rumah Sakit

11

Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

besar atau omentum IIIA Tumor terbatas di pelvis kecil dengan KGB negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya pertumbuhan (seeding) di permukaan peritoneum abdominal IIIB Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan KGB negatif IIIC Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implan di permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan KGB negatif IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Disertai efusi pleura dengan hasil sitologi positif dimasukkan ke dalam stadium IV. Begitu juga metastasis ke parenkim hati 1. Tumor ovarium jinak. 2. Tumor uterus mioma uterus. 3. Tuberkulosis peritoneal dan PID. 4. Tumor abdomen non-ginekologik (endometriosis) 1. USG Tampak massa tumor di regio pelvis dengan ukuran, bentuk asimetrik, hiperekoik-campuran, dinding tebal atau tidak jelas, papil-papil, efek lateral negatif, posterior enchacement positif, dan ascites. Collor dopler tampak neovaskularisasi dan peningkatan resistensi vaskular. 2. CT Scan 3. MRI 4. Petanda tumor a. CA-125, CA-19.9, HE-4, dan CEA untuk kanker ovarium epitelial dan usia ke arah tua (premenopause, menopause, post menopause/senilis). b. AFP, LDH, dan β-hCG kuantitaif pada usia muda. 1. Divisi Onkologi dan ginekologi 2. Bedah Digestif Perlu perawatan (MRS) pada kondisi: 1. Perawatan perioperatif dan post operatif. 2. Perawatan yang ditujukan untuk perbaikan keadaan umum, baik pre kemoterapi atau dalam kemoterapi. 3. Perawatan yang dilakukan untuk pemberian kemoterapi. 1. Operatif-Laparotomi Frozen Section (FZ) atas indikasi curiga ganas pada massa pelvik. Hasil FZ dibedakan atas: a. Tumor ovarium jinak. b. Tumor ovarium borderline. c. Tumor ovarium ganas. d. Keganasan ovarium belum dapat dipastikan. Hasil tersebut dipakai untuk pertimbangan jenis tindakan atau 226

organ yang diangkat atau preservasi dimana operasi sedang berlangsung. a. Pada tumor ovarium jinak dilakukan pengangkatan tumornya saja. b. Pada tumor ovarium borderline dapat dilakukan: - TAH-BSO pada kasus usia perimenopause dan lanjut. - Pengangkatan massa tumor saja pada usia reproduktif. c. Pada tumor ovarium ganas: 1. Complete surgical staging dengan bilasan cairan peritoneum, histerektomi, salfingo-ovorektomi bilateral, limfadenektomi pelvic dan para aorta, omentektomi apedesektomi, biopsy peritoneum (parakolika, subdiagfragma, prevesikal, kavum Douglasi, dan perlekatan sertan lesi yang dicurigai). 2. Conservative surgical staging (fungsi reproduksi), konservatif yaitu tindakan salpingo-ooforektomi unilateral, omentektomi, limfadenektomi ipsilateral, sitologi, biopsi, appendiktomi. 3. Debulking dengan mengambil massa tumor serta assosianya sebanyak-banyaknya untuk mengecilkan massa tumor pada stadium lanjut. Pada keganasan ovarium belum dapat dipastikan maka menunggu hasil PA definitif. Pertimbangkan preservasi fertilitas pada usia muda dan atau menginginkan anak dari rahim sendiri. 2.Kemoterapi 2.1 Kemoterapi Adjuvan Pemberian intravena dan atau intraperitoneal setiap 3-4 minggu. Regimen: Platamin (Cysplatin dosis 50-100 mg/m2 atau Carboplatin AUC 5-6). Tumor ovarium epithelial dengan regimen sebagai berikut: Kemoterapi diberikan intravena/intraperitoneal setiap 3 minggu; berbasis Platinum (Cysplatin dosis 50–100 mg/m2/Carboplatin AUC 5-6). Regimen sangat tergantung jenis selnya yaitu: Kanker ovarium epitelial: 1. Cyclophosphamide Adriamycin Platinum (CAP) 2. Cyclophosphamid dan Platosin (CP) 3. Cyclophosphamide dan Carboplatin (CC) 4. Adryamycin dan Platinum (AP) 5. Epirubicyn dan Platinum ( EP) 6. Paclitaxel dan Carboplatin (PC). 7. DocetaxeldanCarboplatin/Cisplatin/Oxaliplatin 8. GemcitabindanOxaloplatin/Carboplatin ditambah dengan Bevacizumab 1. BEP Bleomycin Etoposide Platinum (BEP), 2. Platamin, Vinscritin, Belomycin (PVB) 3. Bleocyn, (BIP), 4. Taxane+Carboplatin, 227

5. VAC Kanker Ovarium Residif Dibedakan atas:

1. Residif > 6 bulan dapat diberikan platinum (Platamin sensitive) lini pertama, atau dapat diberikan kemoterapi lini kedua antara lain: a. Gemcitabine 1000–1250 mg/m2 ( D1, D8 setiap 3 minggusekali). b. Liposomal doxorubicin 50–80 mg/m2 (setiap 4 minggu sekali). c. Topotekan / Irinotekan. d. Etoposide e. Dapat ditambah dengan penghambat angiogenesis (Bevacizumab) 2. Residif < 6 bulan resisten platinum (jika terjadinya residif kurang dari 6 bulan). a. Oxaliplatin dikombinasikan dengan regimen lini ke-2 b. Penghambat angiogenesis (Bevacizumab) Rentang respon pada kanker ovarium residif berkisar 1015% 2.2 Kemoterapi Neo-Adjuvan

12

Tempat Pelayanan

13

Penyulit

14

Informed Consent

15

Tenaga Standar

16

Lama Perawatan

17

Masa Pemulihan

Adalah kemoterapi sebelum pembedahan primer yang biasanya diberikan 3 siklus. Regimen dan dosis seperti kemoterapi adjuvan. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perlekatan dengan organ sekitar 2. Perdarahan intra abdominal 3. Trauma usus, vesika urinaria Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum, 2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi Konsultan Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan Tergantung pada beberapa faktor: 1. Keadaan umum 2. Pilihan atau jenis pengobatan, 3. Stadium penyakit, 228

18

Hasil

19 20 21

Patologi Otopsi Prognosis

22 23

Tindak Lanjut Indikator Medis

24

Edukasi

25

Kepustakaan

4. Penyulit infeksi, 5. Efek samping dari tindakan Hidup tanpa massa kanker Hidup dengan kanker Meninggal Ya. Histopatologik adalah diagnostik baku emas. Tidak diperlukan 1. Stadium IA dan IB, risiko rendah dan borderline adalah dubius ad bonam. 2. Stadium IC ke atas, risiko tinggi adalah dubius ad malam. Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. 1. Monitoring efek samping saluran cerna, kadar hemoglobin, neutofil dan trombosit. 2. Penilaian waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengobatan. 3. Penilaian respon secara klinis (pemeriksaan rektovaginal toucher dan USG). 4. Penilaian tumor marker ovarium. Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche Indonesia. 2. Berek JS. Epithelial ovarian cancer. In : Berek JS, Hacker nd NF, editors. Practical gynecologic oncology, 2 . Baltiomore, Williams & Wilkins, 2000 3. Havtiesky LJ, Whitehead CM, Rubatt JM. Evaluation of biomarkers patients for early stage ovarian cancer detection and monitoring for disease recurrence. Gynecology Oncology. Elseivere 2008; 10(3) 4. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and Clinical Practice Guidelines of Gynecologic Cancer. FIGO and IGCS, 3th edition. November 2006 5. Crowder S, Lee C. Ovarian Cancer. In : Santoso JT and Colesman RL. Handbook of Gyn Oncology New York : Mc Graw Hill. 2000.p50-8 6. Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic nd oncology. 2 ed. Baltimore, Williams & Wilkins, Publisher. 1994. P 377-402. 7. Rubin SC. Chemotherapy of gynecologic of pathologic nd cancer 2 Ed. Baltimore. Philadelphia Lippincott, Williams & Wilkins, Publisher. 2004

229

Alur Diagnosa dan Penanganan Kanker Ovarium

Tumor Ovarium -

klinis USG Petanda tumor

Suspek ganas

Laparotomi

Benign/Jinak

Borderline

Ganas jenis sel tak jelas

Reproduksi

Surgical staging* Konservatif

Malignan/ganas

Epitel

Germinal

Suspek

Mesenkimal

Reproduksi Reproduksi

Reproduksi

Surgical staging* Konservatif

Surgical staging** Radikal

Surgical staging** Radikal

Non epitel

Sesuai

Sesuai

Sesuai

230

Sesuai

Penanganan kanker ovarium

Second look laparotomi/ laparoskopi

Negatif

Pengamatan lanjut

Massa tumor <2cm

1. Kemoterapi intraperitoneal 2. Kemoterapi sistemik

231

Massa tumor >2cm

“Second line chemotherapy” (Penelitian)

Penanganan kanker ovarium

Epitelial borderline

Stadium I

Reproduksi (+)

Stadium II, III, IV

Reproduksi/ usia tua (-)

Surgical staging*

Surgical staging**

Surgical staging/ radikal debulking**

Histologik parafin

Jinak

Histologik parafin

Borderline

Ganas

Pengamatan

Pengamatan

Bagan 6.9.3

lanjut

lanjut

Dan 6.9.4

232

PANDUAN PRAKTEK KLINIS SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI MOLA HIDATIDOSA 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6

Kriteria Diagnosis

7

Diagnosis Banding

8

Pemeriksaan Penunjang

O.01.9 Mola Hidatidosa Kehamilan patologik neoplasma jinak sel trofoblas dimana sebagian atau seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung menyerupai buah anggur yang diakibatkan kegagalan plasentasi dan atau fekundasi fisiologis. 1. Perdarahan pervaginam 2. Telat haid 3. Mual, muntah, pusing 4. Riwayat hubungan seksual 1. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan 2. Perdarahan pervaginam, biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dan jaringan mola. 3. Tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin. 4. Tanda Hegar dan Piscacek positif 5. Sering disertai hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun kriteria risiko Mola Hidatidosa ditentukan berdasarkan: 1) Mola Hidatidosa Risiko Rendah dengan kriteria (salah satu): a. Serum -hCG kurang dari 100.000 IU/ml, atau b. Besar uterus < umur kehamilan, atau c. Kista ovarium kurang dari 6 cm. 2) Mola Hidatidosa Risiko Tinggi dengan kriteria (salah satu): a. -hCG > 100.000 IU/ml, atau b. Besar uterus lebih dari umur kehamilan, atau c. Kista ovarium > 6 cm, atau d. Terdapat faktor metabolik atau epidemiologik seperti umur lebih dari 40 tahun, toksemia, koagulopati, emboli sel trofoblas, dan hipertiroidisme. 1. Abortus iminens. 2. Kehamilan kembar. 3. Kehamilan dengan mioma uteri. 1. USG. a. Complete Mole, tampak gambaran ekogenik merata seperti badai salju atau multiple vesikel intra uterin dan tidak terlihat sakus gestasional. b. Partial Mole, tampak gambaran multiple vesikel intra uterine disertai dengan gestasional sac dengan atau tanpa fetus. 2. Kadar -hCG darah atau serum yang tinggi. 233

9 10 11

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

3. Histopatologik. a. Degenerasi hidropik vili korealis. b. Berkurang atau hilangnya pembuluh darah vili. c. Proliferasi sel-sel trofoblas. Divisi Onkologi dan ginekologi Perlu perawatan (MRS) Panduan Praktek Klinis Tingkat I (PPK I) 1) Mola Hidatidosa yang ditemukan segera dirujuk atau direferal ke Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II). 2) Mola Hidatidosa yang mengalami abortus segera dilakuan evakuasi: 3.1 Evakuasi dilatasi vakum Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500 cc dektrosa 5%= 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam. 3.2 Pasca evakuasi dilatasi vakum segera rujuk atau referal ke PPK II. Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II) A. Evakuasi Mola Hidatidosa. 1) MRS walaupun tanpa perdarahan. 2) Persiapan pre evakuasi: a. Pemeriksaan fisik. b. Pemeriksaan darah tepi, faal hemostasis. c. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu. 3) Evakuasi: 3.1 Evakuasi dilatasi vakum a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam. b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam. c. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali diperlukan perbaikan keadaan umum. d. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam. 3.2 Histerektomi a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup. b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret pertama atau ke satu. B. Pengawasan lanjut. 234

1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi proses keganasan secara dini. 2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun. 3) Pengawasan 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah. 4) Sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi hal yang perlu dievaluasi adalah klinis atau HBsE, meliputi: a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 5) Apabila sebelum minggu ke-12 pasca evakuasi ditemukan adanya permasalahan klinis atau HBsE didiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN). Kemudian mengikuti alur PPK II TTG. 6) Pada minggu ke-12 pasca evakuasi tidak ditemukan permasalahan pada klinis atau HBsE, dilakukan pemeriksaan -hCG semikuantitatif urine dengan Pack test. 7) Apabila pada minggu ke-12 pasca evakuasi Pack test positif didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian mengikuti alur PPK II TTG. 8) Pengawasan lanjut setelah Pack test negative, meliputi: a. Pemeriksaan meliputi: 1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. 2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 3. Kadar β-hCG semikuantitatif urine dengan Pack test. 4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. b. Jadwal Pemeriksaan: 1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali 2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali 3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan. 9) Kontrasepsi. a. Sebelum tercapai Pack test negatif dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi kondom. b. Setelah tercapai Pack test negatif dapat menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak. 10) Akhir pengawasan lanjut. a. Hamil lagi sebelum satu tahun. b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun laboratorik. A. Evakuasi Mola Hidatidosa. 235

1) MRS walaupun tanpa perdarahan. 2) Persiapan pre evakuasi: a. Pemeriksaan fisik. b. Foto rontgen toraks. c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal, faal hemostasis, elektrolit, TSH, T3, dan T4. d. Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan perdarahan banyak dan atau keluar jaringan mola, persiapan untuk evakuasi segera. Jenis pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang dianggap perlu. 3) Evakuasi: 3.1 Evakuasi dilatasi vakum a. Osteum uterus belum terbuka dan serviks kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama 12-24 jam. b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan drip oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5% = 28 tetes/menit. Evakuasi dilakukan dengan kuret isap dilanjutkan dengan kuret tumpul, diakhiri dengan kuret tajam. c. Diambil spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi yang dibagi atas dua sampel yaitu: 1. PA 1 adalah jaringan dan gelembung mola. 2. PA 2 adalah kerokan endometrial uterus yaitu jaringan mola hidatidosa yang melekat pada dinding uterus. d. Penderita dipulangkan satu hari pascaevakuasi, kecuali diperlukan perbaikan keadaan umum. e. Tindak lanjut dilakukan konfirmasi USG 1 minggu pasca evakuasi. Apabila terdapat sisa jaringan maka dilanjutkan dengan evakuasi ke-2. Evakuasi kedua dilakukan dengan kuret tajam dan dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi. 3.3 Histerektomi a. Indikasi umur > 40 tahun dan anak cukup. b. Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca kuret pertama atau ke satu. B. Pengawasan lanjut. 1) Tujuan untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui apakah proses involusi berjalan normal atau terjadi proses keganasan secara dini. 2) Lama pengawasan lanjut adalah satu tahun. 3) Pengawasan 3 bulan pertama pasca evakuasi setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan 2 minggu pada mola hidatidosa risiko rendah. 4) Hal-hal yang perlu dievaluasi a. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. b. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi c. Kadar -hCG serum kuantitatif. d. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. 5) Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif 236

11 Tempat Pelayanan 12 Penyulit

13 Informed Consent 14 Tenaga Standar 15 Lama Perawatan 16 Masa Pemulihan 17 18 19 20

Hasil Patologi Otopsi Prognosis

Adapun batas akhir penilaian -hCG kuantitatif adalah: a. Pada minggu ke-4, kadar -hCG ≤ 1000 m IU/ml). b. Pada minggu ke-6, kadar -hCG ≤ 100 m IU/ml). c. Pada minggu ke-8 kadar -hCG ≤ 20-30 mIU/ml. d. Pada minggu ke-12 kadar -hCG ≤ 5 m lU/ml). 6) Apabila kadar -hCG kuantitatif lebih tinggi dari pada ketentuan batas tersebut didiagnosis sebagai TTG atau GTN. Kemudian mengikuti alur PPK III TTG. 7) Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal. a. Pemeriksaan meliputi: 1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. 2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 3. Kadar β-hCG serum. 4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. b. Jadwal Pemeriksaan: 1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali 2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali 3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan. 8) Kontrasepsi. a. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi kondom. b. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak. 9) Akhir pengawasan lanjut. a. Hamil lagi sebelum satu tahun. b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun laboratorik. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Obstetri (Bakung Timur), Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perdarahan profius. 2. Perforasi uterus spontan atau iatrogenik. 3. Emboli sel trofoblas. 4. Generasi ganas berupa Penyakit Trofoblas Ganas (PTG). 5. Tirotoksikosis. Ya, tertulis 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas 3. Dokter Spesialis Penyakit Dalam 5-7 hari 12 minggu post evakuasi Tergantung penyulit yang ada Dubius ad bonam Ya Tidak diperlukan Dubius ad bonam 237

21 Tindak Lanjut 22 Indikator Medis

23 Edukasi 24 Kepustakaan

Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Perdarahan pervaginam, massa molla hidatidosa tidak ada, besar uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah satu tahun tidak ada keluhan baik klinik maupun laboratorik. Pemantauan teratur sesuai jadwal, pemakaian kontrasepsi, tidak boleh hamil selama satu tahun. 1. Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. 2003. Lab / SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2. Cunningham F.G., Leveno K.J., Gant N.F., Hauth J.C., Gilstrap L., Wenstrom K.D.. In : William Obstetrics. 23 rd.Ed. Mc Graw Hill. 3. Cunningham F.G., Schorge.J.O., Schaffer.J.I., Halvorson,L.M., Hoffman,B.L., Bradshaw,K.D. In : William Gynecology 2008. Mc Graw Hill.

238

PANDUAN PRAKTEK KLINIS GAWAT DARURAT SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI TUMOR TROFOBLAST GESTASIONAL 2015

1. 2. 3.

RSUP SANGLAH DENPASAR No. ICD 10 Diagnosis Pengertian

4.

Anamnesis

5.

Pemeriksaan Fisik

6.

Kriteria Diagnosis

001.9 Tumor Trofoblast Gestasional Sekelompok penyakit yang mempunyai tendensi neoplastik atau ganas dan berkaitan dengan vili korialis, terutama sel trofoblasnya yang berasal dari suatu kehamilan baik mola maupun non mola, meliputi: Mola invasif, Koriokarsinoma, Plasental site trophoblastik tumor, dan Persisten trofoblastik diseases. a. Riwayat pasca evakuasi mola hidatidosa atau kehamilan lain. b. Perdarahan pervaginam tidak teratur. c. Batuk darah, sesak nafas, dan nyeri ulu hati. d. Keluhan sesuai dengan perluasan penyakit ke sistem lainnya. a. HBsE (Trias Acostasizon): 1. H (History) yaitu pasca mola hidatidosa, partus, abortus, dan hamil ektopik. 2. B (Bleeding) yaitu perdarahan pervaginam tidak teratur. 3. sE (softnes and Enlargement) yaitu uterus membesar dan lunak. b. Bintik tumor kebiruan pada dinding/mukosa vagina. c. Tanda-tanda kelainan fisik adalah sesuai dengan organ yang terkena penyebaran penyakit misalnya paru-paru, hati, otak dan lain-lain. 1) Anamnesis. 2) Pemeriksaan fisik 3) Pemeriksaan ginekologis 4) Pemeriksaan penunjang Diagnosis penyakit trofoblas ganas juga dapat ditegakkan hanya berdasarkan klinis (HBsEs) dan peningkatan kadar βHCG yang dikenal dengan Persisten trofoblastik diseases. Stadium Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) (FIGO 2009) Stadium Stadium I Stadium II Stadium III

Diskripsi Penyakit terbatas pada uterus Penyakit menyebar ke vagina dan atau pelvis Penyakit menyebar ke paru dengan atau tanpa adanya penyakit pada uterus, vagina atau pelvis Stadium IV Metastasis jauh dengan atau tanpa metastasis paru Sistem Skoring Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) 239

Faktor Prognosis Umur (tahun) Kehamilan sebelumnya Interval kehamilan (bulan) β-hCG (mIU/mL) Diameter tumor (cm) Lokasi metastasis Jumlah metastasis Kegagalan Keterangan:

7.

Diagnosis Banding

8.

Pemeriksaan Penunjang

9. 10.

Konsultasi Perawatan Rumah Sakit

11.

Terapi / tindakan (ICD 9-CM)

0 <40

Skor prognosis 1 ≥40

molla

abortus

Hamil aterm

<4

4-7

7-12

<10 <3

3

3

10 -10

4

3-5

paru ginjal, lien 1-4

2

4

4

>12 5

10 5 10 ≥5

≥10

Trak. GI 5-8

hati, otak >8

1

≥2

Skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah Skor prognosis total > 7: risiko tinggi 1) Kanker endometrium 2) Hiperplasia endometrium Laboratorium: a. Kadar -hCG serum tinggi, atau b. Kadar -hCG serum tidak turun pada pemantauan pasca evakuasi mola hidatidosa. c. DL, LFT, RFT, Fungsi Tiroid (TSH, T3 dan T4), BT/CT, Elektrolit, GDS. Pemeriksaan penunjang: a. Foto thorak. b. USG abdomen-pelvis. c. CT-Scan abdomen, kepala. Divisi Onkologi dan Ginekologi . Pemberian khemoterapi dan atau tindakan histerektomi. . Perbaikan kondisi. Panduan Praktek Klinis Tingkat II (PPK II) 1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN) pada pemantauan pasca evakuasi molla hidatidosa. 2. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan skor prognosis total > 7: risiko tinggi. 3. Pada TTG risiko rendah diberikan khemoterapi tunggal: Methotrexate (MTX). 4. Pada TTG risiko tinggi dirujuk atau referral ke PPK III. 5. Khemoterapi MTX: 240

a. Persyaratan laboratorium sebelum kemoterapi MTX: 1. Hemoglobin ≥ 10 gr% 2. Leukosit ≥ 3000.mm3 3. Trombosit ≥ 100.000/mm3 4. SGOT/SGPT ≤ 2 kali nilai normal 5. Ureum/kreatinin normal b. Dosis MTX: 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3 x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu. c. Diberikan sampai pack test negatif, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi MTX dengan dosis yang sama). d. Pemberian MTX gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Resisten apabila 5 seri pemberian pack test tetap positif. e. Kemoterapi MTX gagal, rujuk atau referral ke PPK III. Panduan Praktek Klinis Tingkat III (PPK III) 1. Setelah terdiagnosis sebagai Tumor Trofoblastik Gestasional (TTG) atau Gestasional Trofoblastik Neoplasia (GTN). 2. Evaluasi stadium TTG menurut FIGO 2009. 3. Evaluasi risiko dari TTG berdasarkan sistem skoring prognosis. Apabila skor prognosis total ≤ 7: risiko rendah dan skor prognosis total > 7: risiko tinggi. 4. TTG risiko rendah dengan stadium I, II, atau III diberikan khemoterapi tunggal: a. Methotrexate (MTX): 20 mg/hari atau 0,4 mg/kgBB/hari im, atau 3 x 5 mg/hari oral selama 5 hari, setiap 2 minggu, atau b. Actinomycin-D (ACD): 0,5 mg/hari atau 10-12 mcg/kgBB iv selama 5 hari, setiap 2 minggu. c. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu sekali setelah pemberian khemoterapi. d. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama). e. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri. 3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi tidak mencapai normal. f. Pada kegagalan khemoterapi tunggal maka dilakukan pemberian khemoterapi kombinasi atau sesuai dengan penanganan TTG risiko tinggi. 5. TTG risiko tinggi dengan stadium I, II, III atau risiko rendah dengan stadium IV atau pada kegagalan khemoterapi tunggal diberikan khemoterapi kombinasi Etoposide, MTX, Actinomycin, Cyclophosphamid dan Oncovin (EMA-CO). Cara pemberian: a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc 241

aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im). b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc aquabides (iv) pelan. c. Hari 8: Cyclophospamide 600 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Vincristine (Oncovin) 1 mg/m2 dalam 20 cc aquabides (iv) pelan. d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu sekali setelah pemberian khemoterapi. e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama). f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri. 3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi tidak mencapai normal. 6. Pada Khemoterapi EMA-CO yang gagal maka dilakukan pemberian khemoterapi kombinasi jenis Etoposide, MTX, Actinomycin, Etoposide dan Adriamycin (EMA-EP). Cara pemberian: a. Hari 1: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc aquabides (iv) pelan. MTX 100 mg/m2 (im). b. Hari 2: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Actonomycin 0,5 mg dalam 10 cc aquabides (iv) pelan. c. Hari 8: Etoposide 100 mg/m2 dalam 500 cc NaCl 0,9% selama 1 jam. Cisplatin 60 mg dalam 500 cc Dextrosa 5% (bungkus karbon) dalam waktu 2-3 jam. d. Dilakukan pemantauan kadar -hCG setiap 2 minggu sekali setelah pemberian khemoterapi. e. Diberikan sampai -hCG normal, dilanjutkan 2 seri after course (terapi konsolidasi dengan dosis yang sama). f. Pemberian khemoterapi dianggap gagal apabila: 1. Terdapat tanda-tanda metastase. 2. Titer -hCG terus meningkat atau menetap setelah pemberian 2 seri. 3. Resisten, apabila 5 seri pemberian -hCG mengalami penurunan tetapi tidak mencapai normal. 7. Pada Khemoterapi EMA-EP yang gagal maka dipertimbangkan melakukan operasi pada tumor yang terlokalisir, misal: uterus, paru, otak dan radioterapi. Pada metastasis otak, diberikan radioterapi 25-30 gy, metastasis paru-paru, diberikan radioterapi 20 Gy. 8. Pengawasan lanjut setelah -hCG serum normal. a. Pemeriksaan meliputi: 1. Keluhan, seperti: perdarahan, batuk atau sesak nafas. 2. Pemeriksaan ginekologik, menilai tanda subinvolusi 3. Kadar β-hCG serum. 242

12. Tempat Pelayanan 13. Penyulit 14. Informed Consent 15. Tenaga Standar 16. Lama Perawatan 17. Masa Pemulihan 18. Hasil

19. 20. 21. 22. 23.

Patologi Otopsi Prognosis Tindak Lanjut Indikator Medis

24. Edukasi 25. Kepustakaan

4. Penunjang lainnya, apabila diperlukan misalnya: foto toraks. b. Jadwal Pemeriksaan: 1. Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali 2. Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali 3. Selanjutnya sewaktu-waktu apabila ditemukan keluhan. 4. Lama pengawasan 2 tahun. 9. Kontrasepsi. a. Tidak diijinkan hamil selama 2 tahun. b. Sebelum tercapai -hCG serum normal dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi kondom. c. Setelah tercapai -hCG serum normal dapat menggunakan kontrasepsi kondom, pil Kombinasi atau Kontrasepsi mantap untuk pasien yang tidak menginginkan anak. 10. Akhir pengawasan lanjut. a. Hamil lagi sebelum satu tahun. b. Setelah satu tahun, tidak ada keluhan baik secara klinik maupun laboratorik. Poliklinik Obgin 108, IRD Obgin, Ruang Ginekologi (Cempaka Timur) 1. Perdarahan uterus 2. Metastasis tumor, misal paru, hati, otak Ya, tertulis tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi konsultasn Onkologi Ginekologi 2. Dokter PPDS I Obstetri & Ginekologi tingkat Senior B ke atas Lama perawatan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Pemulihan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: keadaan umum pasien, pilihan obat, stadium penyakit, penyulit infeksi, efek samping yang ditimbulkan. Hidup tanpa tumor Hidup dengan tumor Meninggal Sembuh dengan kadar β-HCG normal Progresif Ya Tidak diperlukan Dubia ad bonam Kontrol poliklinik Obstetri & Ginekologi 108. Perdarahan pervaginam, massa tidak ada, besar uterus dan kadar -hCG serum normal. Setelah 2 tahun tidak ada keluhan baik klinik maupun laboratorik. Edukasi tentang diagnosis, stadium penyakit, rencana terapi, hasil pengobatan dan kemungkinan komplikasi pengobatan. 1. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia. 2013. Panduan Pelayanan Klinik Kanker Ginekologi edisi 3. PT Roche 243

2. 3.

4.

5. 6.

Indonesia. Elston CW. The Histopathology of Throphoblastic tumors. J. Clin Path 1976;29(10);113-31 Shahib N, Martasoebrata D, Kondo H, et al. Genetik Origin of Malignant Trophoblastic Neoplasma Analyzed by Sequance Tag Site Polymorphic Markers Gynecol Oncol 2001;81-247-53 Shih IM, Kurman RJ. Molecular Basic of Gestational Trophoblastic Dissease. CurrMol Med 2002;2-1-12 Fisher RA and Hodges MD. Genomic Imprinting in Gestational Trphoblastic Disease. A Review. Placenta 2003;24,111-8. Li HW, Tsao SW and Cheong ANY. Current Understanding of the Molecular Genetics of Gestational Trophoblastic Disease. Placenta 2002;23-20-31.

244

Alur Diagnosa dan Penanganan Tumor Trafoblas Gestasional PENYAKIT TROFOBLAS GANAS Stadium

Stadium I, II, III Risiko Rendah

Risiko

Risiko Rendah

Risiko Tinggi

Stadium IV

Stadium I, II, II, IV

Kemoterapi MTX

Berhasil

Gagal

Sembuh

Komoterapi Kombinasi EMA-CO Berhasil

Gagal

Komoterapi Kombinasi EMA-EP

Berhasil

Faktor Prognosis 1. Umur (tahun) 2. Kehamilan sebelumnya 3. Interval kehamilan (bulan) 4. β-hCG (mIU/mL) 5. Diameter tumor (cm) 6. Lokasi metastasis

0 <40 mola <4 3 <10 <3 paru

7. Jumlah metastasis 8. Kegagalan kemoterapi

245

Gagal

Skor Prognosis 1 2 ≥40 abortus Hamil aterm 4-7 7-12 3 4 4 5 10 -10 10 -10 3-5 ≥5 ginjal, Trak. GI lien 1-4 5-8 1 obat

Operatif pada Organ Regio Metastasis

4 >12 5 ≥10 hati, otak >8 ≥ 2 obat

Related Documents


More Documents from "Artika Nesa"