t
I
I 1
D
D
I
I
A
t
Pt ArAlAt(S[1r[A
ll
PA UA P
|lil P n r lmill AK I( I(1I S
llA
G
Perhimpunon Dokter Spesiolis Penyokil Dqlqm lndonesio
Editor Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP dr. Simon Salim, SpPD, FINASIM, MKes, AIFO dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM dr. Juferdy Kurniawan, SpPD
dr. Dicky L. Tahapary, SpPD
Tim Editor Pelaksana 1. Dr. dr. Ari Fahrial Syam,
SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP
2. Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM 3. Dr,
dr.Iris Rengganis,
SpPD, K-AI, FINASIM
4. Dr. dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM 5. dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV FINASIM 6. dr. Ceva W. Pitoyo, SpPD, K-B FINASIM, KIC 7. dr. Edy RizalWahyudi, SpPD, K-Ger, FINSIM B, dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM
9. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM 10.dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, K-EMD, FINASIM
1L.dr. Rudi Putranto, SpPD, K-Psi, FINASIM 12.dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD, FINASIM
17.5 cm x 25 cm xiv+ 990 Halaman
ISBN : 987-602-8907 -67 -5 Hok Cipto Dilindungi Undong-undong Dilorong memperbonyok, mencetok, don menerbitkon sebogion otou seluruh isi buku ini dengon coro don bentuk opopun tonpo seizin penulis don penerbit
Diterbitkon pertomo koli oleh
lnlernoPublishing Pusot Penerbilqn llmu Penyokil Dolom Telp. : 021-31 90377 5 Foks. : 021-31903776 Emoil :
[email protected]
Cetokon Pertomo, September 2015
Gombor sompul ; Google
iv
KATA PENGANTAR Assal amu' ala ikum Wr. W b.
uji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas keberhasilan penyusunan buku Panduan Praktik Klinis (PPK) PAPDI. Dengan terbitnya buku PPK PAPDI ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/ panduan segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien. Buku PPK PAPDI ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu penatalaksanaan dan prosedur.
Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka meningkatkan
profesionalisme Dokter Spesialis Penyakit Dalam, diharapkan buku ini menjadi acuanf panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam di
rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lain di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia.
Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang berkualitas dan bertanggung jawab, disamping mengacu pada buku PPK PAPDI yang sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai panduan kerja yang bermutu dan
dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggungjawab secara moral dalam sikap dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu Dokter
Spesialis Penyakit dalam harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan pasien baik melalui pendidikan
formal maupun non formal. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku PPK PAPDI yang telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para Ketua Perhimpunan Seminat
dalam Lingkup Ilmu Penyakit Dalam yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat membantu dalam melaksanakan tugas sehari-hari Dokter
Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian
masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan bimbingan dan meridhoi segala aktivitas para Dokter spesialis Penyakit Dalam seluruh Indonesia. Amin. fakarta, September 2015
Ketua Umum PB PAPDI
Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP
KONTRIBUTOR a
Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PERALMUNI)
a
Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI)
a a
Perhimpunan Nefrologi Indonesia [PERNEFRIJ Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI)
a
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI)
a
Perhimpunan Hematologi Dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) Dan Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakitdalam Indonesia (PERHOMPEDTN)
a
Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI)
o
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)
o
Perhimpunan Kedokteran Psikosomatik Indonesia (PKPI)
o
Perhimpunan Respirologi Indonesia [PERPARI) Perhimpunan Reumatologi Indonesia (lRA)
o a
Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Dan Infeksi Indonesia IPETRI)
vilt
DAFTAR ISI AI.ERGI !MUNOLOGI 1.
Asma Bronkial Acquire d
Im
muno
5 d efici en
cy
Sy n
dro me (AI DS)
Renjatan Anafilaksis,.
1.2
22 29
Vaksinasi Pada Orang Dewasa
33
HIV/AIDS Tanpa Komplikasi
40
METABOTIK ENDOKRIN Diabetes Melitus
47
Diabetes Melitus Gestasional
60
Dislipidemia.
64
Hipoglikemia
73
Hipogonadisme
77
Hipotiroidisme
B5
Hiperparatiroidisme Karsinoma Tiroid Kelainan Adrenal
....................90
93 ,
96
Kista Tiroid
105
Krisis Hiperglikemia
109
Krisis Tiroid
115
Perioperatif Diabetes Melitus
L18
Kaki Diabetik....................
1.23
Sindrom Ovarium Polikistik IPCOS).....,.... Struma Difusa Non Toksik.
131
Struma Nodosa Non Toksik (SNNT).........
737
Struma Nodosa Toksik..........
744
1.34
t47 Tirotoksikosis
151
Tumor Hipofisis
756
Obesitas
762
GASTROENTEROLOGI Diare Kronik
1,67
Gastroesophageal Reflux Disease IGERD)
1,72
Hematemesis Melena.....
1.7
6
ematoke2ia......................
782
Ileus ParaIitik....................
186
Konstipasi
189
Pankreatitis Akut..............
196
Penyakit Tukak Peptik..,........
20L
Tumor Gaster
208
Tumor Kolorektal,,,
2t1
H
HEPATOTOGI Batu Sistem
Bi1ier.............
......,...223
Hepatitis Imbas Obat
227
Hepatitis Virus Akut..
232
Hepatitis B Kronik..
236
Hepatitis
Kronik..
240
Hepatitis D Kronik.
242
Hepatoma
244
C
251
Kolesistitis
Kronik..........
Penyakit Perlemakan Hati Non Sirosis Hati
x
............261,
Alkoholik....
......................263
268
GERIATRI Dehidrasi
287
Gangguan Kognitif Ringan Dan Demensia
290
Imobilisasi
297
Inkontinensia Urin
302
Instabilitas dan fatuh...,.
305
Tatalaksana Nutrisi Pada "Frailty" Usia Lanjut.
31,6
Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (Comprehensive Geriatric Assessment)... 321,
Sindrom Delirium Akut..
331
Sarkopenia
344
GINJAT HIPERTENSI Batu Saluran
Kemih...........
........363
Gangguan Asam Basa..
368
Alkalosis Metabolik
374
Alkalosis Respiratorik
376
Gangguan Ginjal Akut.
379
Gangguan Kalium..
3BB
Gangguan Kalsium
394
Gangguan Natrium
400
Hiponatremia
400
Hipertensi..
408 41,5
Infeksi Saluran Kemih
478
ISK Pada Wanita Hamil
422
lamur. Krisis Hipertensi.............. Penyakit Glomerular. ISK Yang Disebabkan Oleh
................423 ...........426 ...............,433
437 Penyakit Ginjal Polikistik
443
Sindrom Nefrotik.......
448
HEMATOTOGI ONKOTOGI MEDIK Anemia Aplastik.......
451,
Anemia Defisiensi Besi..
455
Anemia Hemolitik
461.
Anemia Penyakit Kronik.
470
Dasar-Dasar Kemoterapi
475
Diatesis Hemoragik
483
Hemoglobinopati..............
49L
Trombositopenia
Imun.
.....,.....498
Koagulasi Intravaskular Disem inata
504
Leukemia....
510
Limfoma
51.7
Polisitemia Vera ..............
523
Sindrom Antifosfolipid.,...........,,,,...
530
Sindrom Lisis Tumor
535
Terapi Suportif pada Pasien Kanker
537
Trombosis Vena Dalam
544
Trombositosis Esensial
551
KARDIOLOGI Angina Pektoris
Stabi1.......,,...
...........................
555
Angina Pektoris Tidak Stabil /Non St Elevation Myocardial Infarction (APTS/NSTEMT)
560
ST Elevation Myocardial
Infarction (STEMI)
564
Gagal fantung
594
Endokarditis Infektif
606
Penyakit Katup fantung P erip artu m C ardi o my o p athy
618 ...............
627
Penyakit f antun g Kongenital
642
Hipertensi Pulmonal
6+9
Penyakit Arteri Perifer
..........
Kelainan Sistem Vena Dan Limfatik.......
656 664
PSIKOSOMATIK Ansietas
673
Dispepsia Fungsional..
680
Nyeri Psikogenik...............
685
Penyakit fantung Fungsional IN eurosis Kardiak) Sindrom Kolon Iritabel ....,,.,,,,,........
6BB
Sindrom Lelah Kronik
696
Sindrom Hiperventi1asi........,..,,,.......
700
Pengelolaan Paliatif pada Penyakit
PUTMONOTOGI Acute Respirato ry
Kronis...........
691,
,.....,...,..705
709
Distress Syndrome
Bronkiektasis
71,3
Massa Mediastinum..
737
Penyakit Paru Kerja..
742
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
746
Penyakit Pleura
754
Pneumonia Atipik..
763
Pneumonia Didapat Di Rumah Sakit..............
767
Pneumonia Didapat Di Masyarakat....................
774
Sindrom Vena Kava
Superior......
....................
785
Kelainan Napas Saat Tidur (Sleep-Disordered Breathing/Sleep Apnea) ...................790
Tuberkulosis Paru
794
Tumor Paru
802
860
Spondiloartropati
TROPIK INFEKSI Chikun gu nya.....................,
871.
Demam Berdarah Dengue.........
877
Demam Neutropenia
BB6
Demam Tifoid
892
Diare Infeksi...
898
D
iare Terkait Antib iotik ( I nfe ks i
CIo
stri dium
D
iffi
ci
le
)
905
Fever Of Unknown Origin
908
Filariasis
91,1.
Leptospirosis
91,4
Human Immunodeficiency Virus (HlY)/Acquired I mmunodeficiency Syndrome (ArDSl
918
Infeksi Jamur...........
930
Infeksi Oportunistik Pada Aids....
934
Infeksi Pada Kehamilan
945
Intoksikasi Organofosfat
949
Intoksikasi 0piat.............
953
Keracunan Makanan
956
Malaria
959
Penatalaksanaan Gigitan UIar...............
970
Penggunaan Antibiotika Rasi onal
976
Rabies
981
Sepsis Dan Renjatan Septik
986
PI II[1[[S[
[A
tBt[[ Gtl uE YllflI [1[
PA UA
..L. .
P AKT
Klr S
ALERG MU Alergi Obot Asmo Bronkiol Acq uired lmm u nodefi cie ncy Syndrome {AIDS} Renjoton Anofiloksis Urtikorio Voksinosi Podo Orong Dewoso ........ HIV/AIDS Tonpo Komplikosi.........
..........".,,.......... I Z
ALERG
O
AT
PENGERTIAN
AIergi obat merupakan reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat adanya interaksi antara agen farmakologi dan sistem imun manusia. Terdapat empat jenis reaksi imunologi menurut Gell dan Coombs, yaitu hipersensitivitas tipe 1 (reaksi dengan IgE), tipe 2 (reaksi sitotoksik), tipe 3 (reaksi kompleks imun) dan tipe 4 (reaksi imun
selular).1 Manifestasi alergi obat tersering adalah di kulit, yang terbanyak yaitu berupa ruam makulopapular. Selain di kulit, alergi obat dapat bermanifestasi pada organ lain, seperti
hati, paru, ginjal, dan darah. Reaksi alergi obat dapat terjadi cepat atau lambat, dapat
terjadi setelah 30 menit pemberian obat hingga beberapa minggu.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Riwayat obat-obatan yang sedang dipakai pasien, riwayat obat-obatan masa Iampau,
lama pemakaian dan reaksi yang pernah timbul, lama waktu yang diperlukan mulai
dari pemakaian obat hingga timbulnya gejala, gejala hilang setelah pemakaian obat dihentikan dan timbul kembali bila diberikan kembali, riwayat pemakaian antibiotik topikal jangka lama, keluhan yang dialami pasien dapat timbul segera ataupun beberapa
hari setelah pemakaian obat (pasien dapat mengeluh pingsan, sesak, batuk, pruritus, demam, nyeri sendi, mual)1'3'a
Pemeriksoon Fisik Pasien tampak sesak, hipotensi, limfadenopati, ronki, mengi, urtikaria, angioedema,
eritema, makulopapulaq, eritema multiforme, bengkak dan kemerahan pada sendil'4's
Pemeriksoon Penunjong:r.3-6
. . o
Pemeriksaan hematologi: darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati
Urinalisis lengkap Foto toraks
a
Pemeriksaan RAST (Radio Allergo Sorbent test)
o
Pemeriksaa n Coombs indirek
o
Pemeriksaan fiksasi komplemen, reaksi aglutinasi
a
Uji tusuk kulit (skin prick test)
a
Uji kulit intradermal
a
Uji tempel(p atch test)
DIAGNOSIS BANDING4
. . . . . . . .
Sindrom karsinoid Gigitan serangga Mastos itosis
o
P
a
Penyakit Kawasaki
Asma
a
Alergi makanan
a
eny akit g r aft-
ve
rsu s-h
o
st
Psoriasis
Infeksi virus Infeksi Streptococcus
Keracunan makanan
Alergi lateks Infeksi
IATATAKSANA
Non Formokologis' Tindakan pertama adalah menghentikan pemakaian obat yang dicurigai
Formokologis . Terapi tergantung dari manifestasi dan mekanisme terjadinya alergi obat. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat ringannya reaksi alergi obat. Gejala
ringan biasanya hilang sendiri setelah obat dihentikan.l Pada kasus yang berat,
kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan.a
.
Pada kelainan
kulit yang berat seperti pada
SSJ,
pasien harus menjalani perawatan,
Pasien memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat. Perawatan kulit juga
memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari hitungan hari hingga minggu. Hal lain yang harus diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder yang membuat pasien perlu diberikan antibiotika.l
. .
Tata Iaksana anafilaksis dapat dibaca pada bagian anafilaksis.
Pada kasus
urtikaria dan angioedema pemberian antihistamin saja biasanya
sudah memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih berat seperti vaskulitis, penyakit
serum, kelainan darah, hepatitis, atau nefritis interstisial biasanya memerlukan
2
Berikut ini adalah algoritma penatalaksanaan alergi obat:a Anamnesis: gejala, daftar obat yang sedang digunak an, temporal sequence Pemeriksaam fisik Pemeriksaan laboratorium
Ya
f-
Merujuk pada reaksi
obat-
Tidak
Cari Etiologi lain
Kecurigaan terhadap hipersensitivitas terhadap obaUreaksi imunologi I
I
Ya
Tidak
I
I
Evaluasi dan terapi etiologi tersebut
Mekanisme non imun - Efek samping obat - Toksisitas obat - lnteraksi antar obat - Overdosis obat - Pseudoalergi - ldiosinkrasi - lntoleransi
Mekanisme imunologis: - Diperantarai lgE - Sitotoksik - Kompleks imun - Reaksi tipe lambat - Mekanisme imun lain
Manajemen: - Modifikasi dosis - Substitusi obat - Atasi efek samping - Lakukan pemberian obat bertahap - Edukasi pasien
Evaluasi dengan melakukan
'"'"l',o*"' Apakah tes mendukung diagnosis alergi obat karena reaksi imunologi? Tidak
Ya
I
I
Apakah tes memiliki nilai kemaknaan tinggi
Diagnosis alergi obat ditegakkan
Tidak
Ya
I
Berikan obat dengan observasi
Manajemen:
- Desensitisasi atau uji bertahap sebelum obat diberikan - Reaksi anafilaksis diberikan terapi emergensi - Hindari pemakaian obat - Pemberian profilaksis sebelum pemakaian obat - Waspada pada penggunaan obat di masa mendatang - Edukasi pasren
Gombor l. Algoritmo Penololoksonoon Alergi Obot4
kortikosteroid sistemik dosis tinggi (60-100 mg prednison atau setaranyal sampai gejala terkendali. Kortikosteroid tersebut selanj utnya diturunkan dosisnya secara
bertahap selama satu sampai dua minggu.
1
KOMPTIKASI Anafilaksis, anemia imbas obat, serum sickness, kematian3's-6 PROGNOSIS
Alergi obat akan membaik dengan penghentian obat penyebab dan tatalaksana yang tepat. Apabila penghentian pemberian obat yang menjadi penyebab alergi segera dilakukan, maka prognosis akan semakin baik.3-s
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Divisi Alergi-lmunologi - Departemen Penyakit Dalam
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UN!T TERKAII
.
RS
: Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam,
pendidikan
Bagian Kulit dan Kelamin a
RS non
pendidikan
; Departemen
Kulit dan Kelamin
REFERENSI
l.
Djouzi S, Sundoru H, Mohdi D, Sukmono N. Alergi obot. Dolom: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, ed. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009 p. 387 - 91 .
2.
Borotowidjojo KG, Renggonis l. Alergi Dosor edisi ke-1. Jokorto: Pusot Penerbilon llmu Penyokit Dolom. 2009. h. 457-95.
3.
Shinkoi
K,
Stern
R,
Wintroub
B.
Cutoneous drug reoctions. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSih ed. United Stotes of Americo: The McGrow-Hill Componies,2012p.432-9. E, Houser S,
4.
Riedl M, Cosillos A. Adverse drug reoctions: types ond treotment options. Am Fom Physicion 2003;
5. 6.
Worrington
68(9):1781-91. R,
Silviu-Don
F.
Drug ollergy. Allergy, Asthmo & Clinicol lmmunology 201 1; /(Suppl 1):SIO
Greenberger PA. Drug ollergy. J Allergy Clin lmmunol 2006:117(2 Suppl):5464-70
ASMA BRONK AL
PENGERTIAN Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemen selular. Inflamasi kronik ini terkait dengan hiperreaktivitas saluran napas, pembatasan aliran udara, gejala respiratorik dan perjalanan penyakit yang kronis. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi aliran udara dalam paru yang reversibel baik secara spontan ataupun dengan pengobatan.l'3
Asma disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah riwayat keluarga dan atopi. Obesitas juga terkait dengan peningkatan prevalensi asma. Beberapa pemicu serangan asma antara lain alergen, infeksi virus pada saluran napas atas, olahraga dan hiperventilasi, udara dingin, polusi udara (asap rokok, gas iritan), obat-obatan seperti penyekat beta dan aspirin, serta stres.2 Pada asma, terdapat inflamasi mukosa saluran napas dari trakea sampai bronkiolus
terminal, namun predominan pada bronkus. Sel-sel inflamasi yang terlibat pada asma antara lain sel mast, eosinofil, Iimfosit T sel dendritik, makrofag, dan netrofil. Sel-sel struktural saluran napas yang terlibat antara lain sel epitel, sel otot polos, sel endotel, fibroblas dan miofibroblas, serta sel saraf. Penyempitan saluran nafas terutama terjadi
akibat kontraksi otot polos saluran napas, edema saluran napas, penebalan saluran napas akibat remodeling, serta hipersekresi mukus.2
PENDEKATAN DIAGNOSIS Asma dapat didiagnosis dari gejala yang dialami dan riwayat penyakit pasien
Anomnesisr-3 Episode berulang sesak napas, mengi, batuk, dan rasa berat di dada, terutama saat malam dan dini hari. Riwayat munculnya gejala setelah terpapar alergen atau terkena udara dingin atau setelah olahraga. Gejala membaik dengan obat asma, Riwayat asma pada keluarga dan penyakit atopi dapat membantu diagnosis.
Pemeriksoon Fisikt-3 Temuan fisis paling sering adalah mengi pada auskultasi. Pada eksaserbasi berat,
mengi dapat tidak ditemukan namun pasien mengalami tanda lain seperti sianosis,
mengantuk, kesulitan berbicara, takikardi, dada hiperinflasi, penggunaan otot pernapasan tambahan, dan retraksi interkostal.
Pemeriksoon Penunjongt'3 Spirometri (terutama pengukuran VEPl [volume ekspirasi paksa dalam 1 detik] dan KVP [kapasitas vital paksa]) serta pengukuran APE (arus puncak ekspirasi) adalah pemeriksaan yang penting,
.
Spirometri: peningkatan VEPl
>1,2o/o
dan 200cc setelah pemberian bronkodilator
menandakan reversibilitas penyempitan jalan napas yang sesuai dengan asma. Sebagian besar pasien asma tidak menunjukkan reversibilitas pada tiap pemeriksaan sehingga dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ulang.
.
Pengukuran APE Idealnya dibandingkan dengan nilai terbaik APE pasien sendiri
sebelumnya, dengan menggunakan alat peak flow meter sendiri, Peningkatan 60 L/menit (atal >20o/o dari APE prebronkodilator) setelah pemberian inhalasi
bronkodilator atau variasi diurnal APE lebih dari 20o/o flebih dari 10% dengan pemeriksaan dua kali sehari) mendukung diagnosis asma.
Pemeriksaan IgE serum total dan IgE spesifik terhadap alergen hirup lradioallergosorbent fest IRASTJ] dapat dilakukan pada beberapa pasien. Foto toraks dan uji tusuk kulit (skin prick rest/SPT) dapat membantu walaupun tidak menegakkan diagnosis asma. Selain itu, dapat pula dilakukan uji bronkodilator atas indikasi, tes provokasi bronkus atas indikasi, dan analisis gas darah atas indikasi. KLASIF!KASI ASMA BERDASARKAN TINGKAT KONTROT Tobel
l.
Klosifikosi osmo berdosorkon lingkol konlrol osmo3
Fungsi poru (APE otou
vEPr)
6
DIAGNOSIS BANDING Sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas atas dan terhirupnya benda asing, disfungsi pita suara, penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), penyakit paru parenkim difus, gagal jantung
IAIATAKSANA Nonformokologis2 Menghindari paparan terhadap alergen dan penggunaan obat yang menjadi pemicu asma, penurunan berat badan pada pasien yang obese.
Formokologis Tahap-tahap tatalaksana untuk mencapai kontrol3:
1.
Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan Menggunakan agonis-p2 inhalasi keria cepat. Alternatifnya adalah antikolinergik
inhalasi, agonis-B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja singkat.
2.
Obat penghilang sesak ditambah satu obat pengendali
kortikosteroid inhalasi dosis rendah [budesonid 200-400 Fg atau ekivalennya). Alternatif obat pengendali adalah leukotriene mo difier teofilin lepas-lambat, kromoli n. Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali
3.
Obat penghilang sesak ditambah satu atau dua obat pengendali
Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan agonis-p2 inhalasi keriapaniang (LABA). Alternatif pengendali adalah kortikosteroid inhalasi dosis sedang fbudesonide 400-800 pg atau ekivalennyal atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan teofilin lepas-lambat.
4.
Obat penghilang sesak ditambah dua atau lebih obat pengendali
Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi
kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi [budesonide 800-1600 pg atau ekivalennya) dengan LABA. Alternatif pengendaliadalah kombinasi kortikosteroid
5.
inhalasi dosis sedang/tinggi dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan teofilin lepas-lambat. Obat penghilang sesak ditambah pilihan pengendalitambahan Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali tahap 4 ditambah
kortikosteroid oral. Alternatifnya adalah ditambah terapi anti-lgE
Tinqkat kontrol Terkontrol
e e
Tatalaksana pertahankan dan lakukan penurunan tahap
a o
secara perlahan sampai ditemukan tahap
)
paling rendah yang masih dapat mengontrol
q
terkontrol
pertimbangkan peningkatan tahap sampai
Terkontrol sebagian
,
@
Belum terkontrol
o
peninqkatan tahap sampai asma terkontrol
o J
Eksaserbasi
Tata laksana sebaqai eksaserbasi
diturunkan
Tahap
ditingkatkan
TAHAP PENGOBATAN
Tahap 2
1
Tahap
3
Tahap 4
Tahap 5
Edukasi asma, pengendalian lingkungan (ika peningkatan tahap dipertimbangkan untuk mengendalikan asma yang tidak terkontrol, pertamatama periksa cara pemakaian inhaler, periksa adherens, dan konfirmasi apakah gejala benar disebabkan oleh asma)
agonis-p2 kerja cepat sesuai kebutuhan Pilihan obat pengendali*
agonis-B2 kerja cepat sesuai kebutuhan
Pilih satu
Pilih satu
kortikosteroid inhalasi dosis rendah
Selain terapi
Selain terapi
pada tahap 3,
pada tahap 4,
pilih satu atau lebih dari terapi berikut kortikosteroid inhalasi dosis sedang/ tinggi
tambahkan salah satu dari terapi berikut kortikosteroid oral (dosis terendah)
aleukolriene
modifier-.
kortikosteroid inhalasi dosis sedang atau tinggi kortikosteroid inhalasi dosis
leukotriene modifier
terapi anti-lgE
teofilin lepaslambat
rendah
ditambah leukotriene modifier kortikosteroid inhalasi dosis rendah
ditambah teofilin lepas-lambat -Kotak yang diarsir merupakan terapi yang direkomendasikan berdasarkan data rerata kelompok Harus dipertimbangkan kebutuhan dan kondisi pasien **antagonis reseptor atau inhibitor sintesis
Gombor 'l . Pendekolon tololoksono osmo berdosorkon lingkot konlrol3
8
Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut:3
1. 2.
Oksigen ftarget saturasi oksigen 95%]
3.
Dapat juga menggunakan kombinasi ipratropium bromida dengan agonis-p2
Menggunakan agonis-p2 inhalasi kerja cepat dengan dosis adekuat (pemberian tiap 20 menit selama satu jam pertama, selanjutnya setiap jam) inhalasi kerja cepat.
4.
Kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1 mg prednisolon/kg atau ekivalen dalam periode 24 jam.
5.
Metilsantin tidak dianjurkan. Namun teofilin dapat digunakan jika agonis-p2 inhalasi tidak tersedia. Dapat menggunakan2 g magnesium sulfat IV pada pasien dengan eksaserbasi berat yang tidak respons dengan bronkodilator dan kortikosteroid sistemik Antibiotika bila ada infeksi sekunder
6.
7. B. Pasien diobservasi
1-2 jam kemudian. Jika respons baik dan tetap baik 60 menit sesudah
pemberian agonis-p2 terakhir tidak ada distres pernapasan, APE >70%, saturasi oksigen >90o/o, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan
[3-5 hari): inhalasi agonis-p2 diteruskan, steroid oral dipertimbangkan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotika diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat.
9.
Bila setelah observasi 1-2 jam respons kurang baik atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi, gejala dan tanda tetap ada,
APE <600/o dan
tidak ada perbaikan saturasi
oksigen, pasien harus dirawat. 10. Bila setelah observasi L-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi, gejala bertambah berat, APE <30o/o,PCOZ >45 mmHg, PO2 <60 mmHg, pasien harus dirawat di unit perawatan intensif. Tobel 4. Derojol keporohon eksoserbosi osmo3
Sesok nopos
KOMPTIKASI Penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), gagal jantung. Pada keadaan eksaserbasi
akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks. PROGNOSIS Keadaan yang berkaitan dengan prognosis yang kurang baik antara lain asma
tidak terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi dalam satu tahun terakhiC menjalani perawatan kritis karena asma, VEPl yang rendah, paparan terhadap asap rokok, pengobatan dosis tinggi.2 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Divisi Alergi-lmunologi, Divisi Pulmonologi - Departemen
Penyakit Dalam
.
RS
non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKATT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
ICU/Medical High Care ICU
REFERENSI
l.
Sundoru H, Sukomto. Asmo bronkiol. Dolom:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto: InternoPublishing, 2009 1,.404-14
2.
Bornes PJ. Asthmo. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies, 2012.
3.
Globol initiotive for osthmo. Globol strotegy for osthmo monogement ond prevention. 20l
h.2102-15 )
il
ACQU'RED I MMUNOD EFICIENCY SyNDROME (A|DS)
PENGERTIAN AIDS adalah infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus yang
menyebabkan suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium lanjutJ.l
2
Stadium AIDS menurut WHO yaitu:2
. .
Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati generalisata Stadium
-
2
Beratbadan turun kurangdari l0o/o Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
.
Infeksi saluran napas atas rekuren
Stadium
.
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir 3
Berat badan turun lebih dari
700/o
Diare yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) kurang dari 1 bulan
Kandidiasis oral Oral hairy leucoplakia
Tuberkulosis paru Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositisJ
Stadium 4
-
HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii
Toksoplasmosisserebral
Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV)
Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1. bulanJ atau viseral Prog re s siv e multifo cal leuco encephal op athy
Mikosis endemik diseminata Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru Septikemia salmonela non-tifosa Tuberkulosis ekstrapulmonar Limfoma Sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV DIAGNOSISI.4
Anomnesis
. . .
Kemungkinan sumber infeksi HIV Gejala dan keluhan pasien saat ini, termasuk untuk mencari adanya infeksi
oportunistik, antara lain demam, batuk, sakit kepala, diare Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk infeksi oportunistik
. . . .
Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis [TBJ termasuk kemungkinan kontak dengan TB sebelumnya Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMSJ Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retroviral Therapy [ART)) termasuk
riwayat regimen untuk PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) sebelumnya
. . . . . .
Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual Kebiasaan merokok Riwayat alergi Riwayat vaksinasi Riwayat penggunaan NAPZA suntik
Pemeriksoon Fisik Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti yang
terdapat pada tabel di bawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mencari faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada pengguna NAPZA suntik, dan tanda-tanda IMS.
Pemeriksoon Penunjong
.
Pemeriksaan penyaring'. enzyme immunoassay (EIA) atau rapid tests (aglutinasi,
immunoblot) dengan tiga metode yang berbeda
. .
Pemeriksaan konfirmasi: metode Western BIot (WBJ bila diperlukan Pemeriksaan Darah lainnya
-
DPL dengan hitung jenis
-
Hitung CD4 absolut
Total lymphocye count (TLC) atau hitung limfosit total: [% limfosit x jumlah Leukosit] (dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normal) Pemeriksaan HIV RNA yrral load dengan polymerase chain reaction
Pemeriksoon HIV seboiknyo ditoworkon podo:
. . . . . .
Ibu hamil Pasien tuberkulosis Pasien yang menunjukkan gejala infeksi
oportunistik
Kelompok berisiko fpengguna narkoba suntik, pekerja seks komersial (PSK), Lelaki seks dengan lelaki (LSL) Pasangan atau anak dari orang yang terinfeksi HIV
Infeksi menular secara seksual (lMS)
Konseling untuk tes onti-HlV dopot dilokukon dengon coro: l. Voluntary Counseling and Testing (VCT)/Konseling dan Tes Sukarela [KTS) Konseling yang dilakukan atas dasar permintaan dan atau kesadaran seorang klien untuk mengetahui faktor risiko dan status HIV-nya.
2.
Provider-initiated Testing and Counseling (PITC)/Konseling dan Tes Atas Inisiasi Petugas (KTIP) Konseling yang dilakukan atas dasar inisias i tenaga kesehatan, terutama berdasarkan
hasil pemeriksaan fisik yang dicurigai berhubungan dengan infeksi HIV.
DIAGNOSIS BANDINGI,2 Penyakit imunodefisiensi primer
Pemeriksoon Lonjutonl'a
. .
Serologi Hepatitis B dan Hepatitis
C
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik
'),. Tuberkulosis
a. b.
Pemeriksaan BTA sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dan atau foto toraks Diagnosis definitif dengan kultur BTA, tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama
2. 3.
Diare: pemeriksaan analisis feses
Infeksi otak: ensefalitits toksoplasma, meningoensefalitis tuberkulosis, atau
kriptokokkus. Diagnosis dan tata laksana bekerja sama dengan Departemen Neurologi.
IAIALAKSANA'-4
. . . . .
.
Konseling
Suportif Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik
Profilaksiskotrimoksasol: Profilaksis kotrimoksasol diberikan sebagai pencegahan terhadap pneumonia Pneumocystis jirovecii dan infeksi toxoplasmosis pada pasien dengan CD4 kurang dari 200 sel/mm3 Profilaksis primer menggunakan kotrimoksasoldouble strength IDS) 1 tablet/hari.
Terapiantiretroviral (ART) dengan pemantauan efek samping dan adherens minum obat. Pada tabel 1 dapat dilihat indikasi untuk memulai ART. Pada tabel 2 dapat
dilihat rekomendasi regimen lini pertama ART pada target populasi yang belum pernah terapi ARV. Dosis ART dapat dilihat pada tabel 3, Tobel
l. lndikosi unluk memuloi
ART
Simlomolik
ldolom 8 minggu) Hepolllis
CD4 beropopun
B
lbu homll
WHO siodium opopun
CD4 beropopun
t5
Tobel 2. Obot ARV yong digunokon2'a
Nomo
l.
Generik Golongon (ZDV) NRTI
Zidovudin
Formulosi
Toblet:
300 mg/dosis, 2xlhori
300 mg
2.
Lomivudin (3TC)
NRTI
3.
Kombinosi letop
NRT
ZDV + 3TC
E
150
Toblet:
I toblet/dosis, 2xlhorl
300 mg ZDV plus 150 mg 3TC
Neviropin (NVP)
4
mg/dosis.2xlhori
Toblet: 150 mg
NNRTI
Efovirenz (EFV)
NNRTI
200 mg
duo minggu pertomo sekoli sehori. Selonjutnyo duo koli sehori.
600 mg
33 - < 40 kg: 400 mg sekoli sehori
Toblet:
Dosis moksimol: > 40 kg: 500
6. 7. 8.
mg sekoli sehori
Stovudln (d4I)
NRTI
Toblet: 30 mg
30 mg/dosis, 2xlhori
Abocovh (ABC)
NRTI
Toblet:300 mg
300 mg/dosis, 2xlhori,
Tenofovir
NRTI
Toblet:300 mg
Diberikon setiop 24.iom lnteroksi obot dengon didonosine
disoproxll fumorol
(ddl), tidok logi dipodukon dengon ddl
(rDF)
Tenofovir + Emtricitobin
NRT
Toblet: 200 mg/ 300
I ioblei/dosis, lx/hori
mg
Lini keduo
L
topinovir/rilonovir
(tPV/r)
Inhibitor proteose
suhu 200m9
Toblet tohon
ponos,
400 mg/100 mg setiop 12
jom-
untuk posien noive
loPinovir + 50 mg ritonovrr
2.
TDF
NRTI
Toblet: 300
mg
Diberikon setiop 24 jom lnieroksi obot dengon ddl, tidok
logi dipodukon dengon ddl kelerongon: NRTI=nuc/eoside reyerse tronscriplose inhibitor NNRTI=nonnuc/eoside reverse fronscriplose inhibitor
Pada ODHA yang mengalami resistensi pada
yang digunakan adalah
lini pertama maka kombinasi obat
:
ITDF atau ZDV) + 3TC atau FTC+(LPV/RTV)
Apabila pada lini pertama menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3TC atau FTC) sebagai dasar NRTI pada regimen
lini kedua. Apabila pada lini pertama
menggunakan TDF maka gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua.
16
Tobel 3. Rekomendosi regimen lini perlomo podo lorgel populosi yong belum pernoh leropi ARVI-s
Kelerongon: ZDV: zidovudinej TDF='tenofovir; 3TC: lomivudine; FTC: emtricitobinej Bilo posien memiliki Hb<9 moko regimen yong digunokon odoloh TDF+3TC Jiko 6-l 2 bulon kemudion regimen digonli menjodi AZT+3TC otou TDF+3TC
efovirenz; NVP: neviropine belum lersedio, d4T (stovudine)+3TC selomo
EFV: TDF
Bila terdapat indikasi memulai ART dilakukan pemeriksaan penunjang yang sesuai
dengan ART yang diberikan untuk mengetahui ada tidaknya kontraindikasi.
. ZDY : pemeriksaan kadar hemoglobin . NVP : pemeriksaan SGPT . TD : pemeriksaan fungsi ginjal (kreatinin darah) . LPV /r : pemeriksaan profil lipid dan kadar gula darah puasa . Bagi perempuan usia subur yang akan mendapat efavirenz dilakukan
tes kehamilan
sebelum mendapat ARV. Tobel 4. Rekomendosi pemeriksoon loborolorium unluk memonilor leropi ARV (modifikosi Depkes)s
Podo
Tobel 5. Krilerio Gogol Teropi
Tobel 6. Efek Somping ARV don Subsilusinyor,'z
di
UN
on
n
U
Tobel 7. Jodwol voksin podo posien HIV dewoso
B
jiko
19
R=
rekomendosi;
RS
= rekomendosi podo orong tertentu: CS = dipertimbongkon podo orong tertentu
KOMP[IKASI Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ lain.1-a PROGNOS!S Pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan
penyebaran virus Human Immunodefficiency /irus (HIV) hingga
92Vo.1-4
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Departemen
IImu Penyakit Dalam - Divisi Alergi Imunologi
: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
Pendidikan
Semua Sub Bagian
di Lingkungan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam a
RS non
pendidikan
REFERENS!
l.
Fouci AS, Lone HC. Humon lmmunodeflciency Virus: AIDS ond reloted disorders. In: Fouci A, Brounwold E, Kosper D. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lTth ed. New York: McGrowHill; 2009: I l38-1204
2.
HlV. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p. 2130-32.
3 4.
Deportemen Kesehoton
5.
Rl.
Toio Loksono HIV/AIDS. 2012
World Heolth Orgonizotion. Antiretrovirol iheropy for hiv infection in odults ond odolescent. 20lO revision. [Updote 20lO; cited 2011 Mor 1l] Avoiloble from http://www.who.ini
Antiretrovirol Drugs for Treoting Pregnont Women ond Preventing HIV Infections in Infonts: Guidelines on core, treotment ond support for women living with HIV/AIDS ond their children in resource-constroined settings. World Heolth Orgonizotion. Switzerlond. 2004
6.
Centers for Diseose Control ond Prevention. Recommended Adult lmmunizotion Schedule. United Stotes. 2012. Diunduh dori http://www.cdc.gov/voccines/recs/schedules/downloods/odult/ odult-schedule.pdf podo tonggol 2 Mei 2012
RENJAT
N
AFILAKS
S
PENGERTIAN Anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas tipe
1
yang beronset cepat, sistemik, dan
mengancam nyawa. lika reaksi tersebut hebat dapat menimbulkan syok yang disebut syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Untuk
itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik. Insidens syok anafilaktik 40-60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40 persen akibat zat kontras radiografi, dan 10-20 persen akibat pemberian obat penisilin. Belum ada data yang akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya syok anafilaktik di Indonesia. Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat pertahun. Penisilin merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Menegakkan diagnosis penyakit alergi diawali dengan anamnesis yang teliti. Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai dengan tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok
anafilaktik, gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya
sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya, makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas. Gejala pada
kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan
pada
reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting
untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan napas dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu
setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk kemungkinan
timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa perut kram, mual, muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan napas dan sirkulasi. Foktor Risiko Faktor risiko terjadinya anafilaksis antara Iain usia, jenis kelamin, rute pajanan, maupun riwayat atopi. Anafilaksis lebih sering terjadi pada wanita dewasa [60%) yang umumnya terjadi pada usia kurang dari 39 tahun. Pada anak-anak usia di bawah 15 tahun, anafilaksis lebih sering terjadi pada laki-laki. Rute pajanan paraenteral biasanya
menimbulkan reaksi yang lebih berat dibanding oral.
Pemeriksoon Fisik Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring dan bronkospasme. Hrpotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik.
Adanya takikardia, edema periorbital, mata berairl hiperemi konjungtiva. Tanda
prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema.
Pemeriksoon Penunjong Pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat,
demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit kulit(skin pricktest/SPT) untuk mencari
faktor pencetus yang disebabkan oleh alergen hirup dan makanan dapat dilakukan setelah pasiennya sehat.
Penegokon Diognoslis Diagnosis Klinis
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka World Allergy Organization telah membuat beberapa kriteria di mana reaksi anafilaktik dinyatakan sangat mungkin
bila [Simons et a[. 20LL):
7.
Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan
mukosa, atau keduanya [misal: urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini:
a.
Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme,
stridot
penurunan arus puncak ekspirasi/APE, hipoksemia)
b.
Penurunan tekanan darah atau gejalayangberkaitan dengan kegagalan organ
target [misal: hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia).
3.
Atau, dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera [beberapa menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen yang mungkin (likely allergen),yaitu'.
a. b. c.
Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit Gangguan respirasi Penurunan tekanan darah atau gejalayangberkaitan dengan kegagalan organ
target
d. 5.
Gejala gastrointestinal yang persisten (misal: nyeri kram abdomen, muntah)
Atau, penurunan tekanan darah segera [beberapa menit atau lam) setelah terpapar
alergen yang telah diketahui (known allergen), sesuai kriteria berikut:
a. b. c.
Bayi dan anak : Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau
terjadi penurunan >30o/o dari tekanan darah sistolik semula Dewasa : Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan >30o/o dari tekanan darah
sistolik semula.
DIAGNOSIS BANDING
l.
Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis
a. Serangan asma akut b. Sinkop c. Gangguan cemas/serangan panik d. Urtikaria akut generalisata e. Aspirasi benda asing f. Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, g. Kelainan neurologis akut [kejang, strok) 2.
Sindrom/usft
a. b. c. d. 3.
emboli paru)
Peri-menopause
Sindrom karsinoid Epilepsi otonomik Karsinoma tiroid meduler
Sindrompasca-prandial
a.
Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari ikan, misalnya tuna, yang disimpan pada suhu tinggi.
b.
c. d. e.
Sindrom alergi makanan berpolen, umumnya buah atau sayur yang mengandung
protein tanaman yang telah bereaksi silang dengan alergen di udara Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome Sulfit Keracunan makanan
4.
Syok jenis lain
a. Hipovolemik b. Kardiogenik c. Distributif d. Septik 5.
Kelainannon-organik a. Disfungsi pita suara
b. c. 6.
Episodepsikosomatis
Peningkatan histamin endogen
a. b. 7.
hiperventilasi
Mastositosis/kelainan klonal sel mast Leukemia basofilik
Lainnya
a.
Angioedema non-alergik, misal: angioedema herediter tipe I, II, atau III, angi oedema
terkait
.4CE-
inhib
itor)
b. Systemic capillary leak syndrome c. Red man syndrome akibat vancomycm d. Respon paradoksikal pada feokromositoma TATA[AKSANA
1.
Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat fdiganjal dengan kursiJ akan membantu menaikkan yenous return sehingga tekanan darah
ikut meningkat.
2.
Pemberian Oksigen 3-5 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat
ekstrim tindakan t29
3. 4.
rakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan. Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama
guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
5.
Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:L000 diberikan secara intramuskuler yang dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif,, dapat diberi secara intravenous setelah 0,7-0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian
Pefrimpuncn Dokter spelo
is
Psyol
subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan
mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
6.
Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
7.
Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa
serum sickness atat prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCI 5-20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison 100-250 mg IV.
B. Resusitasi
Kardio Pulmoner [RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan secepatnya.
9.
Penatalaksanaan reaksi anafilaksis
HINDARKAN
/
HENIIKAN poporon olergen yong diketohui
/ dicurigoi
!
NltAl CAB - MSW dengon segero don secepot mungkin Circulotion, Aitwoy. Bteothing. Menro, Sfolus, Skin, Bocty Weight L
simultan
I CARI BANIUAN ! Hubungi I 1B (ombu ons)
otou
RS
EPINEFRIN
EtEVASt
!
mid onteroloteroi poho
terdekot
Dosis 0,01 mg/kgBB (sedioon ompul lmg/ml); moksimol podo dewoso 0,5 mg, moksimol podo onok 0,3 mg
OBSERVASI
I
Telentongkon posien dengon lungkol bowoh dielevosi Posisi pemulihon bilo terjodi distres oiou posien muntoh
Segero injeksikon Epinefrin lM podo
JANGAN BIARKAN PASIEN DUDUK ATAU BERDIRII
!
Ulongi Epinefrin 5 - l5 menit kemudlon bilo belum odo perboikon OKSIGEN
INTRAVENA
!
o odo indikosi. beri Oksigen 6-8 liter / menil dengon sungkup muko otou Bi
oro pharyngeal aiway
(oPA)
Niloi don
RJP
!
Posong infus (dengon jorum ukuron I 4 - I 6 gouge) Bl o syok, berikon NoCl 0,9% I 2 liter secoro cepol (podo 5 - l0 menil pertomo, dopot diberikon 5 - l0 ml/kgBB untuk dewoso don I 0 ml/kgBB unluk onok)
!
Di setiop soot, opobilo perlu, lokukon Resusitosi Jonlung Poru (RJP) dengon
kompresi iontung yong kontiniu (Dewoso:
100Anok:
120 100
x/menit, kedolomon x/menit, kedolomon
5 4
- 6 cm -
5
cm)
MONITOR ! MENTAL. don OKSIGENASI setiop 5 l5 menlt sesuol kondisi posien Observosi I - 3 x 24 jom oiou rujuk ke RS terdekot Untuk kosus ringon, obseryosi cukup dilokukon selomc 6 jom
cotol TANDA VIIAL,
STATUS
-
IAMBAHAN Kortikosteroid untuk semuo kosus berot, berulong, don posien dengon osmo o Methyl predniso one 125 - 250 mg lV o Dexomethosone 20 mg lV
TERAPI
o
Hydrocodisone 100-500 mg lV pelon
lnholosi shorl aclmg P2-agonisl podo bronkosposme berot Vosopressor lV Antihislomin lV Bilo keodoon stobil, dopot muloi diberikon korlikosteroid don onilhistomin PO
selomo3x24jom (Slmons et
ol
201
l)
Gombor l. Algorilmo Penongonon Reoksi Anofiloktik
27
Rencono Tindok Lonjut Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis serta memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk menghindari alergen penyebab agar tidak terjadi reaksi anafilaktik lagi. Konseling
don Edukosi
Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen [serum, penisillin, anestesi lokal, dll) harus selalu waspada untuktimbulnya reaksi anafilaktik. Penderita yang tergolong risiko
tinggi [ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnyal harus lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang
lebih aman.
Krilerio Rujukon Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder. KOMPTIKASI Kerusakan otak, koma, kematian.
PROGNOSIS Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad bonam.
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
: Divisi
Alergi-lmunologi Klinik - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UN!I TERKAIT . RS pendidikan . RS non pendidikan REFERENSI I
.
Simons FER, et.ol. 2012 Updote: World Allergy Orgonizotion Guidelines for the ossessment ond monogement of onophyloxis. Curr Opin Allergy Clin lmmunol 2012; 12:389-99
2.
Simons FER, et.ol. World Allergy Orgonizotion Guidelines for of Anophyloxis. WAO Journol 2011; 4:13-37
3.
Borotowidjojo KG, Renggonis l. Reoksi Anofiloksis don Anoflloktoid. Dolom: Alergi Dosor. Jokorto: lnterno Publishing. 2009. Hol. 67-94. .
the Assessment ond Monogement
I'RT
KA IA
PENGERTIAN
Urtikaria adalah suatu kelainan yang terbatas pada superfisial dermis berupa bentol (wheat) yang terasa gatal, berbatas jelas, dikelilingi daerah eritematous, tampak kepucatan di bagian tengahnya, bersifat sementara, gejala puncaknya selama 3-6 jam dan menghilang dalam 24 jam,lesi Iama berangsur hilang sejalan dengan munculnya Iesi
baru, serta dapat terjadi di manapun pada permukaan kulit di seluruh tubuh, terutama ekstremitas dan wajah. Episode urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut
urtikaria akut, sedangkan yang menetap lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik.l'a Klosifikosi2
L.
lgE-dependenf: Sensitifitas terhadap alergen seperti tungau debu rumah, serbuk sari, makanan, obat, jamur udara, bulu binatang peliharaan, venom Hymenoptera)
2.
Fisik: dermografisme, dingin, cahaya, kolinergik, getaran, berhubungan dengan olahraga
3.
Autoimun
4.
Perantaraan bradikinin
a.
Angioedema herediteq, defisiensi inhibitor
C1,:
null ftipe 1J dan disfungsional
(tipe 2)
b. Angioedema didapat: defisiensi inhibitor C1: anti idiotipe dan anti-C1 inhibitor c. Ang ioten sin- co nv ertin g nzyme (ACE) inhib itor e
5.
Perantaraankomplemen
a. Vaskulitis nekrotikans b. Serum-sickness c. Reaksi produk darah 6.
Non imunologis
a.
Zat pelepas langsung sel mast [opiat, antibiotik, kurare, D-tubocurarin, media
radiokontras)
b. 7.
Zat pengubah metabolisme asam arakidonat [aspirin, NSAID, azo-dyes, benzoat)
Idiopatik
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesisr-6
. .
Onset dan lamanya keluhan, apakah sudah pernah berulang atau baru pertama kali
Faktor pencetus; misalnya zat farmakologis [seperti antibiotik, analgetik, antikonvulsan, cairan infus, imunisasiJ, makanan tertentu, bahan pengawet, bahan
. .
kimia [contact urticaria), rangsang tekanan (pressure urticaria) atau rangsang fisik (physrcal urticaria) seperti paparan dingin, air (aquagenic urticqria), cahaya (solar urticaria), dan trauma ringan. Faktor yang memperberat: seperti stres, temperatur panas, alkohol. Riwayat infeksi terutama karena virus (infeksi saluran napas atas, hepatitis, rubela)
Pemeriksoon Fisik''6 . Bentuk, distribusi, dan aktivitas lesi urtikaria pada kulit . Adakah angioedema pada profunda dermis dan jaringan subkutan, keterlibatan mukosa atau submukosa, mema4 keterlibatan jaringan ikat, dan edema kulit yang luas
.
Kemungkinan kelainan sistemik atau metabolik, seperti gangguan tiroid, ikterus,
.
artritis Urtikariayang ditemukan di tungkai saja dan tidak hilang dalam 24 jam dicurigai adanya urtikaria vaskulitis.
Pemeriksoon Penunjong
. . .
t-6
Pemeriksaan dasar: darah perifer lengkap, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal Tes Alergi IgE Atopi
DIAGNOSIS BAND!NG
Mastositosis [urtikaria pigmentosa), mastositosis sistemik, vaskulitis kulit (cutaneous vasculitis), Episodic Angioedema Associated with Eosinophilia IEAAE), angioedema herediter; urtikaria papular; dermatitis atopik, eritema ultiformis, pemfigoid
bulosa.1,2,3
TATATAKSANA
. .
30
Paliatil edukasi untuk mengurangi gejala, menghindari pencetus Urtikaria akut akan sembuh sendiri dan memberikan respons yang baik dengan pemberian antihistamin generasi pertama.s
a
Medikamentosa:1
Lini 1 : Antihistamin generasi pertama (klorfeniramin, hidroksizin, difenhidramin),
antihistamin generasi kedua (setirizin, loratadinJ, antagonis H2 fsimetidin, ranitidin) per oral Lini 2 : Kortikosteroid per oral jangka panjang, pada beberapa kasus yang berat, kalau perlu dilakukan biopsi bila dicurigai adanya vaskulitis untuk klasifikasi
histopatologis. Bila disertai angioedema yang berat, injeksi adrenalin intramuskular dapat diberikan. KOMPTIKASI
.
Sumbatan jalan napas akibat angioedema akut pada faring atau laring
.
Gangguan
tidur dan aktivitas sehari-hari
PROGNOSIS Belum ada data pasti mengenai kasus urtikaria, tapi diperkirakan L5-23% individu
pernah mengalami urtikaria, dan sebagian besar menjadi kronik dan sering kambuh. Pada25
%o
kasus urtikaria seringkali disertai angioedema. Diperkirakan wanita dua
kali lebih sering mengidap urtikaria dari pada laki-laki.a UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Alergi-lmunologi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
Departemen Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif
RS
nonpendidikan
Bagian Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif
REFERENSI
l.
Boskoro A, Soegiorio G, Effendi C, Konthen PG. Urtikorio don Angioedemo. Dolom:Setioti S, Alwi l, Sudoyo AW, Simodibroto M, Setiyohodi B, Syom AF, eds. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Edisi Vl Jilid l. Jokorto: Interno Publishing; 2014. h495-503.
2.
Sundoru Heru. Urtikorio. Dolom :Setioti Siti, et ol editor. Limo Puluh Mosoloh Kesehoton Di Bidong llmu Penyokit Dolom. jilid l. Jokorto : Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI; 2008. h. 24s-s0
3.
Borotowidjojo KG, Renggonis l. Urtikorio don Angioedemo dolom Alergi Dosor edisi ke-1 . Jokorto: Pusot Penerbiton llmu Penyokit Dolom;2009. Hol 95-123.
4.
Bernstein JA, et.ol. The diognosis ond monogemeni of lmmunol. 2014:133(5):1270-7 .
J Allergy Clin
ocute ond chronic urticorio: 2014 updote.
5.
Miynek A, et ol. How to ossess diseose octivity in potients with chronic urticorio? Allergy.
6.
Mothios SD,etol. Evoluoiing the minimolly importont difference of the urticorio octivity score onother meosures of diseose octivity in potients with chronic idiopothic urticorio. Ann Allergy Asthmo lmmunol 108 (2012) 20-24.hIIp: //morcus-mourer.info/ fileodmin/documents/ publicotions/ originol/ 1 2l _ Mothios _et _ol Evoluoting _UAS_CIU_AAAI_2O1 2.pdf
2008;63(6)
32
:77
7-80.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
I 1 B4 451 92
VAKSI AS PADA ORANG WASA PENGERTIAN Imunisasi adalah induksi yang bertujuan untuk membentuk suatu imunitas dengan
berbagai cara, baik secara aktif maupun pasif. Sebagai contoh imunisasi pasif adalah pemberian imunoglobulin, sedangkan vaksinasi merupakan imunisasi aktif dengan cara pemberian vaksin.l JENIS VAKSIN Tobel
l.
Jenis-jenis voksinr
2
Virus yong
Polio
voricello, Bokteri yong d bocterium) Virus yong teloh dimotikon
virus/
Sel bokteri yong dimotikon (kil/ed whole cell
Polio solk, Pertusis, kolero, ontroks
bocleriom) Difteri, tetonus
Toxoid Mole c ulor
v
occine: profein
Acellulor periusis, subunit lnfluenzo, Hepolitis
B,
HPV**
Moleculor voccine:
Hoemophilus
Moleculor
Hib,
Vi tifoid,
conjugote Combinotion voccine Kelerongon: .BCG Eocil/us Co/melle Gu6rin, voksin onlituberkulosis = **HPV Humon Popillamo virus =
Beberapa vaksin dapat diberikan secara bersamaan pada satu waktu. Bila dua atau
lebih vaksin hidup diberikan secara terpisah, maka sebaiknya pemberian pertama dan kedua berjarak lebih daripada 28 hari. Apabila pemberian vaksin hidup [MMR, MMRV varicella zoster, yellow fever) dilakukan kurang daripada 28 hari, maka pemberian
vaksin hidup kedua perlu diulang untuk mencegah menurunnya efektivitas vaksin
hidup yang kedua. Namun terdapat pengecualian, misalnya pemberian vaksinyellow
fever dapat dilakukan kurang daripada 28 hari setelah pemberian vaksin campak.l'2 Memperpanjang interval pemberian vaksin tidak mengurangi efektivitas vaksin sehingga dosis tidak perlu diulang atau ditambah. Sebaliknya, mempercepat interval pemberian vaksin dapat mempengaruhi proteksi dan respons antibodi. Oleh karena itu, vaksin tidak boleh diberikan lebih cepat daripada interval minimum, kecuali ada dukungan data uji klinik. Selain itu, vaksin juga tidak boleh diberikan lebih cepat dari usia minimum yang telah ditentukan, misalnya pada vaksinasi di sekolah yang perlu
diperhatikan adalah usia, bukan kelas siswa. fadi, bila usia siswa belum mencapai usia yang diindikasikan pada pemberian vaksin, meski ia satu kelas dengan temannya, ia
tidak divaksin. Meski demikian, berdasarkan rekomendasi Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), pemberian vaksin empat hari sebelum interval dari usia minimum diperbolehkan.3 JADWAT IMUNISASI YANG DIREKOMENDASIKAN Setiap orang dewasa yang ingin mendapatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi
dapat dilakukan pencegahan dengan pemberian vaksinasi. fadwal Imunisasi Dewasa telah direkomendasikan oleh PAPDI, dan dibawah ini dapat rekomendasi tahun 2014.
B
Hepotiiis A & B (kombinosi) Demom Tifoid Yellow Fever
Hepotitis
(Td/rdop)
lnfluenzo
setiop iohun
I otou
Wojib bilo okon
& 6)
3 dosis (bulon ke-0, I & 6) I dosis untuk 3 tohun 'l dosis untuk ion ke tertentu
I
tohun)
3 dosis (bulon ke-0,
5
tohun
(pengulongon diberikon seteloh
2 dosis (jedo minimum 28 hori)
2 dosis
I otou
2 dosis (bulon ke 0 & 4-8 minggu kemudion)
tohun
dosis
dosis
1O
I
I
I
dosis
lmunisosi primer diberlkon 3 dosis (bulon ke-O, 1 , 7-,13) selonjufnyo 1 dosis booster Td/Tdop diberikon setiop l0
1 dosis
Tobel 2. Jodwol lmunisosi Dewoso yong Direkomendosikon oleh PAPDI Tohun 2014
USIA TANJUI Orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki kekebalan tubuh yang menurun.
Produksi dan proliferasi limfosit T berkurang sesuai usia sehingga imunitas selular dan produksi antibodi berkurang sehingga lebih mudah terserang penyakit.a Menurut
American Geriatrics Society, vaksinasi yang dianjurkan bagi individu > 65 tahun yaitu,
seperti tercantum pada tabel 3. Tobel 3. Voksinosi yong dionjurkon podo usio lonjuls
Herpes Ioster
HAMIT
terjadi perubahan pada tubuhnya termasuk sistem imun, Pada kehamilan, sistem imun mengalami pergeseran dari imunitas selular menjadi imunitas Pada wanita hamil
humoral sehingga wanita hamil rentan terkena infeksi.6 Rekomendasi vaksinasi untuk wanita hamil dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tobel 4. Rekomendosi voksin bogi wonilo homilr'2
6
PEMBERIAN VAKSIN PADA IMUNODEFISIENSI SEKUNDER
Imunodefisiensi sekunder merupakan bagian dari imunokompromais (gangguan sistem imun). Infeksi sering menjadi penyebab kematian pada pasien imunokompromais, karena itu vaksinasi dibutuhkan untuk mencegah risiko terkena infeksi.T Dibawah
ini terdapat rekomendasi pemberian vaksin pada pasien dengan
imunodefisiensi sekunder, Tobel 5. Rekomendosi Pemberion Voksin podo lmunodefisiensi sekunderT
HIV/AIDS
OPV*2
HAJI',8
Kementerian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, sejak tahun 2002 telah mewajibkan
negara-negara yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan vaksinasi meningokok tetravalen (A/C/Y /W-13 5) sebagai syarat pokok pemberian visa haji dan umroh, dalam upaya mencegah penularan meningitis meningokokus. Cara pemberian vaksin berupa dosis tunggal 0,5 mL disuntikkan subkutan di daerah deltoid atau gluteal. Respons antibodi terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 1.0-1,+ hari dan dapat
bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin diberikan pada jemaah haji minimal L0 hari sebelum
berangkat ke Arab Saudi dan bagi jemaah yang sudah divaksin sebelumnya fkurang dari tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang. Di samping vaksin meningokok dianjurkan juga pemberian vaksin influenza dan
pneumokok mengingat lingkungan tempat tinggal yang berdesakkan dan usia jemaah yang sebagian besar termasuk usia lanjut. UNlT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Alergi-lmunologi, Departemen Penyakit Dalam RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam RS
: Divisi
UNIT TERKAIT
. .
38
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Bagian Penyakit Dalam Bagian Penyakit Dalam
REFERENSI
1.
Winulyo EB. lmunisosi Dewoso. Dolom: Setioti S, Alwi l, Sudoyo AW, Simodibroto M, Setiyohodi B, Syom AF (ed). Buku A.jor llmu Penyokit Dolom Jilid l. Edisi ke-6. Jokorto: Interno Publishing; 2014.
2.
Yunihostuti
h.951-7
.
E.
Voksinosi
podo Kelompok
M, Setiyohodi B, Syom AF (ed.). Publishing;
201
4. h.
9
Khusus.
Dolom:Setioti
S,
Alwi
l,
Sudoyo AW, Simodibroto
Buku Aior llmu Penyokit Dolom Jilid l. Edisi ke-5..Jokorto: lnterno
58-62.
3.
Center for Diseose Control & Prevention. Recommended immunizotion schedule, United Stotes Woshington DC: Center for Diseose Control & Prevention; 2014.
4.
The Americon Geriotrics Society. A Pocket Guide To Common lmmunizotion for the Older Adults. Centers for Diseose Control ond Prevention. USA, 2009.
5
Wohyudi ER, Yosmin E. Voksinosi podo Usio Lonjut. Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (ed). Tohun20l2. Jokorto: Bodon Penerbit Fokultos Kedokteron Universitos lndonesio; 2012. h.261 -7.
6.
Ocvyonti D, Novionti H. Voksinosi podo Kehomilon. Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (ed). Tohun2012. Jokorto: Bodon Penerbit Fokultos Kedokteron Universitos lndonesio; 2012. h.268-79.
7.
Yunihostuti E, Winulyo BE, Sukmono N, Yogoni l. Voksinosi podo Posien lmunokompromois. Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (Ed). Tohun20l2. Jokorto: Bodon Penerbit Fokultos Kedokteron Universitos Indonesio; 2O12. h.331-41 .
8.
Koesnoe S, Novionti H. Voksinosi untuk Jemooh Umroh don Hoji. Dolom: Pedomon lmunisosi podo Orong Dewoso. Djouzi S, Renggonis l, Koenoe S, Ahoni AR (ed). Tohun20l2. Jokorto: Bodon Penerbit Fokultos Kedokteron U niversitos lndonesio; 201 2. h.320-6.
Hrv/A
DS
TA
PA
KO
PL KAS!
PENGERTIAN Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di dunia serta menyebabkan krisis multi dimensi. Berdasarkan hasil estimasi
Departemen Kesehatan tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 orang dengan HIV dan AIDS di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan WHO memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Keluhan Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu. Pasien datang dapat dengan keluhan:
1. 2. 3. 4.
Demam (suhu>37,5oC) terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan. Keluhan disertai kehilangan berat badan [BB) >10% dari berat badan dasar. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya.
Faktor Risiko 1,. Penjaja seks laki-laki atau perempuan 2. Pengguna NAPZA suntik
3. 4. 5. 6. 7.
Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan transgender Hubungan seksual yang berisiko/tidak aman Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (lMS) Pernah mendapatkan transfusi darah Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV
B. Bayi dari ibu dengan
9.
HIV/AIDS
Pasangan serodiskor (yang satu terinfeksi HIV, lainnya tidak) dan salah satu pasangan positif HIV
Pemeriksoon Fisik
1.
Keadaan Umum
a. b, 2.
Berat badan turun Demam
Kulit
a.
Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering, dermatitis seboroik.
b.
Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes zoster.
3. Pembesaran kelenjar getah bening 4. Mulut: kandidiasi oral, oral hairy leukoplakra, keilitis angularis 5. Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru 6. Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa. 7. Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra B. Neurologi:
tanda neuropati dan kelemahan neurologis.
Pemeriksoon Penunjong L. Laboratorium a. Hitung jenis leukosit
:
Limfopenia, dan CD4 hitung <500 (CD4 sekitar 30 % dari jumlah total limfosit)
b.
Tes HIV menggunakan strategi III yaitu menggunakan 3 macam tes dengan
titik
tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot
c. Z.
Pemeriksaan DPL
Radiologi: Rontgen toraks Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya, Terdapat dua
macam pendekatan untuk tes HIV
:
7. Konseling dan tes HIV sukarela IKTS-VCT - Voluntary Counseling & Testing) 2. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK - PITC = ProviderInitiated Testing and Counseling) Penegoko n Diognostis (Assessmenf) Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes HIV. Stadium
klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan.
Tobel l. Stodium Klinis HIV I
Slodium 2 Sokit Ringon
kron 4
DIAGNOSIS BANDING Penyakit gangguan sistem imun.
TATATAKSANA
,'Pengoboton TB horus di muloi terlebih dohulu, kemudion obol ARV diberikon dolom 2-8 minggu sejok muloiTB, tonpo menghentikon teropoi TB Podo ODHA dengon CD4 kurong dori 50 sel/mm3, ARV horus dimuloi dolom 2 minggu seleloh muloi pengoboton TB Sedongkon untuk ODHA dengon meningitis kriptokokus, ARV dimuloi seleloh 5 minggu pengoboton kripiokokus "Dengon memperhotikon kepotuhon
terutomo bilo
TDF
merupokon poduon lini
.
Jonqon memuloi dengon TDF podo pemokoion teropi ARvowol, jiko CCT hitung <50 ml/menit olou podo penderito diobeles lomo, hiperlensi yong lidok terkonlrol don gogol ginjol
.
Jongon memuloi dengon
AZT
sebelum teropi ARV bilo Hb
Tobel 4. Dosis Antketrovirol untuk ODHA Dewoso
Nucleolide
RTI
AZT -3TC (Duvirol @)
Rencono Tindok lonjul
44
1.
Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV
2.
Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali Pemantauan Pasien dalam Terapi Antiretroviral
a.
Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4,8,1.2 dan 24 minggu sejak memulai terapi ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil.
b.
Pemantauan laboratorium
.
Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan, atau lebih sering bila ada indikasi klinis.
.
Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (HbJ sebelum memulai terapi dan pada minggu ke 4, B dan 72 sejak mulai terapi atau ada indikasi tanda dan gejala anemia
.
Bila menggunakan NVP untukperempuan dengan CD4 antara 250-350 sel/ mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim transaminase pada minggu
2,4, B dan L2 sejak memulai terapi ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan berdasarkan gejala klinis.
.
Evaluasi fungsiginjal perlu dilakukan untukpasien yang mendapatkan TDF.
Konseling don Edukosi
1.
Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (lMSl, dan kelompok
risiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok penanggulangan HIV/AIDS
untuk menguatkan dirinya dalam menghadapi pengobatan penyakitnya. Kriterio Rujukon
7.
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi.
2.
Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi.
Sorono Prosorono Layanan VCT
PROGNOSIS Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan. Terapi
hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum merupakan terapi
definitil sehingga prognosis pada umumnya buruk.
45
UNlT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
:
DivisiAlergi-lmunologi Klinik - Departemen Penyakit Dalam,
Divisi Tropik Infeksi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Pulmonologi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Departemen Neurologi, Departemen Kulit dan Kelamin Bagian Neurologi, Bagian Kulit dan Kelamin
REFERENSI
I.
Direktorot Jenderol Pengendolion Penyokit don Penyehoton Lingkungon. Pedomon Nosiono/ Iofo/oksono lnf eksi HIV don Teropi Antirelrovtol podo Orong Dewoso.Jokorto: Kemenkes. 201 I .
2.
Djoerbon 7, Djouzi S. HIV/AIDS di lndonesio.Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. 4thEd. Vol ll. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI. 2006. Hol. 1825-30.
3.
Yunihostuti. E, Korjodi TH, Suroyo Yudionto. B, Nelwon JE, Ujoinoh ZN, Kurnioti N, lmron D, dkk
Pedomon Loyonon HIV RSCM 2014.
46
PtltII[1il(SI
Al
I r[[ Grl UPI YI tI A1[
PA
P AKT
Kl
S
MEA O
KE
Diobetes Melitus Diobetes Melitus Gestosionol Dislipidemio ............ Hipoglikemio.... Hipogonodisme ..... Hipoporotiroidisme Hipotiroidisme........., Hiperporotiroidisme Korsinomo Tiroid .... Keloinon Adrenol Kisto Tiroid Krisis
--'
90 ?6
l
Hiperglikemio
I
i
_)
Krisis Tiroid
Perioperotif Diobetes Melitus Koki Diobetik.............. Sindrom Ovorium Polikistik (PCOS Strumo Difuso Non Toksik Strumo Nodoso Non Toksik (SNNT) ... Strumo Nodoso Toksik........
lr8
--,;-' 144
Tiroiditis
147
Tirotoksikosis .....
t5l
Tumor Hipoflsis. Obesitos
155 162
ABET S MEt
TUS
PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.l Dalam praktik sehari-hari DM tipe 2 yang paling sering ditemui, sehingga pembahasan lebih banyak difokuskan pada DM tipe Tobel
l.
Klosifikosi Diobeles Melilusr'2
2.
PENDEKATAN D!AGNOSIS
Kriteria diagnosis DM (Gambar 1)
1..
1
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau
2.
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > L26 mg/dL Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya B jam
3.
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/d\ TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan ke dalam air. Keluhon Klinik Diobetes
Keluhon Klosik {+)
GDP
otou
> 126 >
,nn
Keluhon Klosik
< 126
GDP
< 200
otou
GDS
> 126 >
(-)
00 40
100-r25
,nn
GDS
\40-l,99
Ulong GDS otou GDP
v TIGO GD 2 jom
GDP
otou
> 126
GDS
>200
< 126 < 200
i
v
> 200
v
140-199
v DIABETES MELITUS
v TGT
GDPT
Normol
bebonontorol4Gl99mg/dL 'TGT:DiognosisTGTditegokkonbilosetelohpemeriksoonTTGOdidopotkonglukosoplosmo2jomseleloh GDPT: Diognosis GDPT dilegokkon bilo seleloh pemeriksoon glukoso plosmo puoso didopotkon ontoro 100-125 mgldL {5,6-6,9 mmol/L) don pemeriksoon TTGO gulo doroh 2 jom < 140 mg/dl
Gombor 1. Algorilmo Alur Diognosis DMt
I I
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1,994)
.
1
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari fdengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa)
. . . .
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atat 1,75 gram /kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 1am setelah minum larutan glukosa selesai
. .
Diperiksa kadar glukosa darah2 (dua) iam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokokl
ANAMNESIS
. .
Gejala yang timbul
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi : glukosa darah, A1C, dan hasil
pemeriksaan khusus yang terkait DM
. . .
Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
.
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani
.
Riwayat komplikasi akut [ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan
.
hipoglikemia) Riwaya infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki
.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, jantung,
susunan saraf, mata, saluran pencernaan, dll.)
. .
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayatpenyakit jantungkoroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
. . .
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan'
Pemeriksoon Fisik' . Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang . Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
. . . . .
Pemeriksaanfunduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar
tiroid
Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan kulit (acantosis nigricon dan bekas tempat penyuntikan insulinJ dan
pemeriksaan neurologis
.
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinann adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brochial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
.
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lainl
Pemeriksoon Penunjong
. . . . . . . .
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
HbAlc Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen, dan protein dalam urrn Elektrokardiogram Foto sinar-x dada
DIAGNOSIS BANDING
. .
Hiperglikemiareaktif Pre diabetes
TATATAKSANA
Non formokologis''
. . .
50
Edukasi Terapi gizi medis
Kebutuhan kalori'
Cara menghitung berat badan ideal pasien DM menggunakan rumus Brocca:
Berol Bodon ldeol(Bel1= 9O7"x(TB dolom cm-100) x
I
kg
Bagi pria dengan tinggi badan <160 cm dan wanita <150 cm
rumus dimodifikasi menjadi
gg1= ITB dalam cm-100J x normal :BBIt10% BB kurus : <(BBI - 10o/o)
:
l
kgBB
BB gemuk : >(BBI + Llo/o) Indeks massa tubuh
(lMT) dapat dihitung dengan rumus
:
tvt=
BB(kg) TB(m'z)
Kebutuhan kalori basal:
Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 25 kal/kgBB (untuk wanita) Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 30 kal/kgBB (untuk pria) Faktor- fakto r yan g m e nentuka n kebutuhan kalori
1.
Umur
2.
60-69 tahun -10% >70 tahun -20o/o
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
3.
40-59 tahun -5%
Istirahat
+100/o
Aktivitas ringan
+20o/o
Aktivitas sedang
+300/o
Aktivitas sangat berat +50%
Berat Badan Kegemukan -20-300/o
4.
Kurus +20-30o/o
Stres metabolik: +10-30%
:
Klasifikasi IMT IWHo WPR/IASO/IOTFJ Iobel 2. Klosifikosi
lMTr
Untuk wanita paling sedikit 1000-1200 kkal, untuk pria L200-1600 kkal, dibagi menjadi makan pagi(20o/o), siang (30%), dan sore (25o/o), serta 2-3 porsimakanan
ringan (10-15%) diantaranya. a
Karbohidrat
-
Karbohidrat 45-650/o total asupan energi, diutamakan yang berserat tinggi Pembatasan karbohidrat total
Pemanis alternatif dapat digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi
harian
-
Makan 3x/hari. makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori lain dapat diberikan a
Lemak
-
Asupan lemak + 20-25o/o kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi Lemak jenuh <7o/o kebutuhan kalori Lemak tak jenuh ganda <
1,0o/o,
selebihnya dari lemak tak jenuh tunggal
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan penuh susu (whole
milk)
a
Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari
Protein
-
L0-20o/o
total asupan energi
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe
-
Pada pasien dengan nefropati : 0,8 g/KgBB/hari atau 10% kebutuhan energi dan 650/o hendaknya bernilai biologik tinggi
o
Natrium - <3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur - Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg
-
Sumber natrium antara lain adalah garam dapuc vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
nitrit
Serat
-
Kacang-kacangan, buah, sayuran, serta sumber karbohidrat yang tinggi serat
-!25 g/hari Pemanis alternatif
-
Fruktosa tidak dianjurkan Pemanis sesuai batas aman konsumsi harian Pemanis tak berkalori yang dapat digunakan: aspartam, sakarin, acesulfam
potassium, sukralose, dan neotame a
Latihan
-
Teratu4 4-5x seminggu selama kurang lebih 30 menit (total durasi minimal 150 menit/mingguJ
-
Yang dianjurkan, yang bersifat aerobik: jalan kaki, bersepeda santai,iogging,
dan berenang
Formokologis'" Tobel 3. Obot Hipoglikemik Orol'
54
Tobel 4. lndikosi penggunoon insulinr
to
SI
Seloin indikosi di otos, terdopol beberopo kondisi tertentu yong memerlukon pemokoion insulin, seperti penyokit hoti kronik, gongguon fungsi ginjol, don teropl steroid dosis tinggi
Tobel 5. Jenis-Jenis lnsulinr
lndividuolisosi Teropi Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh ADA/E ASD 2012, maka diperlukan pendekatan individual untuk menentukan regimen dan target pengobatan pada penyandang DM tipe
2.4
Kurong oglesif
lebih ogresif
Sikop poslen don usoho yong
Kurong motlvosi, tidok penurut,
Motivosi iinggi, mengikuti nosihot, mempunyoi koposilos perowoton
dihoropkon
koposilos perowoton diri yong
diri yong boik
buruk
Risiko potensiol yong berhubungon dengon hipoglikemio otou hol loin yong merugikon
Rendoh
Durosi penyokil
Boru terdiognoso
Horopon hidup
Ponjong
Kormobid yong penting
Tidok odo
Rlngon
Berol
Komplikosi voskulor
Tidok odo
Ringon
Berot
Resources, suppod syslem
Tersedio
Tinggi
Sudoh lomo
Pendek
Terbotos
Gombor 2. Algorilmo individuolisosi leropia
KOMPTIKASI Ketoasidosis diabetik (KADl, status hiperglikemia hiperosmolar [SHH), hipoglikemi,
retinopati, nefropati, neuropati, penyakit kardiovaskular
1,3
PROGNOSIS
Diabetes menyebabkan kematian pada 3 juta orang setiap tahun (7,2-5,2o/o kematian di dunia).1
56
DM
Tahap-l
Tahap-l
I
Tahap-lll
GHS GHS +
Monoterapi GHS +
Catatan:
t.
GHS=
Kombinasi2 OHO
goyo hidup GHS +
sehot
2.
Dinyotokon gogol bilo
teropi selomo 2-3 bulon podo liop tohop tidok mencopoi tor get teropi HbAlc <7%
3.
odo pemeriksoon HbA I c dopot diperguBilo tidok
Jolur pilihon olternotif, bilo:
Kombinasi 2 OHO
tidok terdopot insulin
+
Diobetesi betul-betul menolok
Basal insulin
insulin
Kendoli glukoso belum optimol
nokon pemeriksoon glukoso doroh Roto+oto hosil pemeriksoon beberopo koli glukoso
doroh sehori yong dikonversikon
GHS
ke HbAlc menurut kriterio ADA,
+
Kombinasi3 OHO
20r 0
Gombor 3. Algoritmo pengeloloon
DM tipe-2
lonpo dekompensosi'
lnsulin intensif
(,
@
<7o/o
7 -8"/o
>97o
8-9%
<10%
9-10"/o
GHS GHS +
Goyo Hidup Sehot
.
Penu-
.
runon berot bodon Mengotur diit
.
Monoterapi Met, SU, AGl, Glinid, TZD, DPP 4-I
GHS +
Kombinasi obat
2
Met, SU, AGl, Glinid, TZD DPP 4-I GHS +
Lotihon
Kombinasi obat
JOSmOnr
terotur Cototon: l. Dinyotokon gogol bilo teropi selomo 2-3 bulon podo tiop tohop tidok mencopoi torget teropi HbAlc <7% 2. Bilo tidok odo pemeriksoon HbAlc dopot dipergunokon pemeriksoon estimoled overoged g/ucose Roto+oto hosil pemeriksoon beberopo koli glukoso dqroh sehori yong dikonversikon ke HbAlc menurut kriterio ADA, 2010
3
Met, SU, AGl, Glinid, TZD DPP 4-I
GHS +
Kombinasi obat
3
Met, SU, AGl, Glinid, TZD, DPP 4-I +
Basal insulin
Gombor 4. Algorilmo pengeloloon DM lipe-2 lonpo dekompensosi (lerulomo unluk inlernis)'
GHS +
lnsulin lntensif
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik : Bagian
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Patologi Klinik,
pendidikan
Mata dan Gizi. a
RS
non pendidikan
Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.
REFERENSI
l. 2. 3.
PERKENI. Konsensus
Pengeloloon Diobetes Melitus Tipe 2 di Indonesio. 201 l.
The Expert Committee on The Diognosis ond Clossiflcotion of Diobetes Mellitus. Report of The Expert Committee on The Diognosis ond Clossifrcotion of Diobetes Mellitus. Diobetes Core, Jon 2003;26(Suppl. I ):55-20. Suyono S. Type 2 Diobetes Mellitus is o Beto-Cell Dysfunction. Prosiding Jokorto Diobetes Meeting 2002: The Recent Monogement in Diobetes ond lis Complicotions : From Moleculor to Clinic. Jokorto, 2-3 Nov 2002. Simposium Current Treotment in Internol Medicine 2000. Jokorto,l l-12
November 2000: I 85-99.
4.
Inzucch SE, Bergenstol RM, Buse JB et ol. Monogement of HyperglycemioinType2 Diobetes: A Potient-Centered Approoch. Position Stotement of the Americon Diobetes Associotion (ADA) ond the Europeon Associotion for the Study of Diobetes (EASD).Diunduh dori http://core podotonggolT )uni20l2 diobetesjournols.org/contenl/35l6ll364.full.pdf+html
D ABETES MEt TUS GESTAS ONAL
PENGERIIAN Diabetes Melitus Gestasional (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis pertama kali saat kehamilan, dan terjadi pada 5-L0% kehamilan. Definisi ini berlaku dengan tidak
memandang apakah pasien diabetes melitus hamil yang mendapat terapi insulin atau
diet saja, juga apabila pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa menetap. Demikian pula ada kemungkinan pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Resistensi insulin pada kehamilan normal diperkirakan meningkat 40-70o/o umumnya pada trimester pertama. Pada GDM terjadi gangguan fungsi sel beta
pankreas, dan terjadi penurunan insulin. Resistensi insulin memperberat keadaan defek sel beta pankreas pada GDM. Risiko tinggi diabetes gestasional:
1. Umur lebih dari 30 tahun 2. Obesitas dengan indeks massa tubuh > 30 kg/m'z 3. Riwayat diabetes melitus dalam keluarga 4. Pernah menderita diabetes melitus gestasional sebelumnya 5. Pernah melahirkan anak besar >4000 gram 6. Adanya glukosuria PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Wanita dengan diabetes gestasional hampir tidak pernah memberikan keluhan, sehingga perlu dilakukan skrining. Anamnesis ditujukan untuk mencari faktor risiko diabetes melitus gestational.
Pemeriksoon Fisik Pada umumnya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksoon Penunjong
.
Pemeriksaan laboratorium: glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, HbAlc
flinis
Tobel
l.
Niloi Glukoso Plosmo Puoso don Tes Toleronsi Glukoso Orol dengon Bebon Glukoso 75 grom
Glukoso plosmo puoso
Diobetes melitus
>200
mg/dl
Menurut WHO dalam Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus 7999, diagnosis diabetes gestasional harus melakukan tes toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Dinyatakan diabetes gestasional bila glukosa plasma puasa > 126 mg/dl danf atau dua jam setelah beban glukosa > 200 mg/ dl, atau toleransi glukosa terganggu (dianggap diabetes).
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
t.
Terapi Nutrisi Medik
a. )umlah kalori yang dianjurkan adalah 30 kkal/berat badan ideal sebelum hamil. b. Sasaran glukosa plasma puasa < 105 mg/dl dan dua jam setelah makan < 130 mg/dl. Apabila sasaran tidak tercapai dapat diberikan terapi insulin
2.
Terapi Insulin
a. fenis insulin yang dipakai adalah insulin manusia. b. Insulin analog dipakai jika tidak tersedia insulin manusia. c. Dosis dan frekuensi sangat tergantung kadar glukosa darah. d. Pada umumnya insulin dihentikan pada saat pasien bersalin untuk mencegah hipoglikemia
3.
Terapi Farmakologis
Tobel 2. Teropi Formokologis podo Diobeles Melitus Gestosionol Mekonisme
Pengombiloninsulin Menstimulosisekresiinsu- Meningkotkon melolui
reseptor
lin oleh sel
beto ponkreos
Onset
500
Dosis
Jom
Melewoii
FDA: food
plosento
Minimol (honyo froksi
ond Drug Administrolion
'Beberopo insulin onolog terboru termosuk kotegori b
'
C
Rekomendosi penggunoon dolom kehomilon mosih tidok cukup Pengolomon minimol podo penggunoon di usio gestosi < 1 I minggu Risiko podo neonotes belum terbukti koreno keterbotoson penelition
KOMPTIKASI
.
Komplikasi pada ibu
.
Preeklampsi Infeksi kandung kemih Persalinan seksio sesaria Dan trauma persalinan akibat bayi besar
Komplikasi pada anak
-
Makrosomia (paling sering) Hambatan pertumbuhan janin Cacat bawaan
Hipoglikemia Hipokalsemia dan hipomagnesemia
Hiperbilirubinemia Polisitemiahiperviskositas Sindrom gawat napas neonatal
PROGNOSIS
Hipertensi kronik terjadi pada 1 dari 10 ibu hamil dengan diabetes melitus.3 Preeklamsia terjadi lebih sering pada wanita dengan diabetes melitus (mencapai
dibandingkan pada wanita yang tidak mengidap diabetes mellitus. Preeklamsia berhubungan dengan kontrol glikemik. Jika glukosa darah puasa < L05 mg/dl preeklamsia terjadi pada 7.8 %, sedangkan glukosa darah puasa > 105 1,2o/o)
mg/dL preeklamsia terjadi pada 13.8%.a Risko abortus dalam kehamilan terjadi pada 9-'1.4 o/o kasus. Malformasi terjadi pada 13.3 o/o dari 105 wanita hamil dengan diabetes melituss ,sedangkan risiko bayi lahir dengan besar usia gestasi terjadi pada 30 %o kasus.6 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
:
Divisi Metabolik Endokrin, Divisi Kardiologi - Departemen
Penyakit Dalam, Departemen Obstetri Ginekologi Departemen Kesehatan Anak
.
RS
non
pendidikan : Bagian Penyakit Dalam, Bagian Obstetri Ginekologi, Bagian Kesehatan Anak
UNIT TERKAII
. .
RS
Pendidikan
RS non
Pendidikan
Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi KIinik Bagian Patologi Klinik, Gizi Klinik
REFERENS!
1. 2. 3.
Adom JMF. Diobetes Melitus Gestosionol dolom Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll edisi Pusot Penerbiton Deportemen llmu enyokit Dolom. Jokorto, 2006 1927-1929lr
IV.
Pridjion G, Benjomin TD. Updote Gestotionol Diobetes. Obstet Gynecol Clin N Am 37 (2010l'255-267
Tobios DK, Hu FB, Formon JP, Chovorro J, Zhong C. lncreosed Risk of Hypertension After Gestotionol Diobetes Mellitus: Findings from o lorge prospective cohort study. Diobetes Core. Jul 201 i ;34(71:1582-4.
4.
Yogev Y, Xenokis EM, Longer O. The ossociotion between preeclompsio ond the severity of gestotionol diobetes: the impoct of glycemic control. Am J Obstet Gynecol. Nov 2004; I 9l (5) : I 555 50.
5
Lucos MJ, Leveno KJ, Willioms ML, Roskin P, Wholley PJ. Eorly pregnoncy glycosyloted hemoglobin, severity of diobetes, ond fetol molformotions. Am J Obstet Gynecol. Aug 1989;l 61(21:426-31
6.
Ehrenberg HM, Mercer BM. Cotolono PM. The influence of obesity ond diobetes on the prevolence of mocrosomio. Am J Obstet Gynecol. Sep 2004;l9l (3):96a-8
D SL PIDEM A
PENGERTIAN
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kadar
kolesterol HDL. European Atherosclerosis Society (EAS) menetapkan klasifikasi sederhana yaitu : . Hiperkolesterolemia (peningkatan lipoproterin LDL, Kolesterol > 240 mg/dL), . Hipertrigliseridemia (peningkatan Iipoprotein VLDL, Trigliserida > 200 mg/dL), . Dislipidemia campuran I peningkatan VLDL + LDL; kadar TG > 200 mg/ dL + Kolesterol > 240 mg/dL). Berdasarkan patogenesisnya, dislipidemia dibagi 2 menjadi dislipidemia primer (akibat kelainan genetik) dan dislipidemia sekunder [akibat penyakit lain). 1
Tobel I
emio Sekunder Podo Beberopo Penyokill -3
PENDEKATAN DIAGNOSIS'
.
Untuk menegakkan diagnosis, perlu pemeriksaan kadar kolesterol total, HDL, LDL dan TG plasma darah vena. Persiapan puasa 12 jam sebelumnya diperlukan untuk pemeriksaan TG dan LDL
indirek yang menggunakan rumus Friedwald yaitu
LDL = Kol Total - kol HDL -TG/S *Rumus ini tidak dapat digunakan apabila kadar TG > 400 a
mg/dl
Pemeriksaan penyaring dianjurkan untuk setiap orang usia > 20 tahun (bila normal
perlu diulang tiap 5 tahun) a
Pemeriksaan lain dapat disesuaikan dengan klinis untuk mencari adakah penyakit Iain yang menyertai atau menjadi penyebabnya (misalnya glukosa darah, tes fungsi
hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG)
.
Penting untuk menilai seberapa besar faktor risiko penyakit jantung koroner [Pf KJ sebelum memulaiterapi dislipidemia. Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai, di antaranya yaitu:
-
1
Merokok
Hipertensi (TD > L40 /90 atau dalam terapi antihipertensiJ Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL)" Riwayat PJK dini dalam keluarga (ayah < 55 tahun, ibu < 65 tahun) Umur pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun
Terdapat 3 kelompok faktor risiko, menurut NCEP ATP III dengan Framingham Risk Score [FRS_)
untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung koroner (PJK)
umul kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi (llhat appendrxJ. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka yang meliputi:
persentase risiko PJK dalam 10 tahun.' kolesterol HDL [> 60 mg/dl) dianggap sebagai faktor risiko negatil artinya mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.
1.
Risiko tinggi:
a. b.
Mempunyai riwayat
Pf
K
Mereka yang memiliki risiko yang disamakan dengan PJK:
-
Diabetes
kronik
Gagal ginjal
Bentuk lain aterosklerosis: stroke, penyakit arteri perifeq, aneurisma aorta
abdominalis
-
Faktor risiko multipel ( > 2 faktorJ dan mempunyai risiko PfK dalam 10 tahun > 20
o/o
2. Risiko multipel ( > 2 faktor risiko) dengan risiko PJK dalam waktu L0 tahun < 20 o/o 3. Risiko Rendah ( 0 - 1 faktor risikoJ dengan risiko Pf K dalam waktu 10 tahun < 1-0 o/o DIAGNOSIS BANDING '
.
Hiperkolesterolemia sekunder karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi, sindrom
nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat [progestin, siklosporin, thiazide)
.
.
Hipertrigliseridemia sekundet karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penyekat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik, gammopati monoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: lnhrbitor protease HDL rendah sekundeL karena malnutrisi, obesitas, merokok, penyekatbeta, steroid
anabolik TATATAKSANA
A. Posien dengon hiperkoleslerolemio'-3 Non formokologis (Perubohon Goyo Hidup/PGH): . Terapi nutrisi medis, dengan: - mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak frans tidak jenuh sampai <7 - l0 o/ototal energi.
-
mengurangi asupan kolesterol sampai < 250 mg/hari menggantikan makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan alternatif Iainnya (misal produk susu rendah lemak, karbohidrat dengan indeks
-
glikemik rendah) mengkonsumsi makanan padat gizi dan kardioprotektif (sayuran, kacangkacangan, buah, ikan, dsb)
-
menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak, soft drink)
-
mengurangi berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik
mengkonsumsi suplemen yang dapat menurunkan kadar lipid [seperti asam lemak omega 3, makanan tinggi serat, dan sterol sayuran.
Respons perbaikan diet terlihat dalam 3
-
4 minggu, namun penyesuaian diet
sebaiknya diperkenalkan bertahap
. .
Aktivitas fisik diperbanyak atau rutin berolahraga Menghentikan rokok dan minuman beralkohol, terutama bila disertai hipertensi,
hipertrigliseridemia, atau obesitas sentral
.
Mempertahankan atau menurunkan berat badan
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan Iatihan jasmani. Tobel 3. Foktor Risiko Ulomo (terkecuoli kolesterol tDt) yong Menenlukon Sosoron
Koleslerol ID[+a
*Dlobetes mellitus disomokon dengon penyokit jonlung koroner (P.lK) rKoleserol HDL >60 mg/dLdihitung sebogoi foktor rislko negotif , oleh koreno itu dopot mengurongi sotu dari f oktor risiko di otos
Tobel 4. Torgel KoleslerololDl (mg/d[) don Boloson unluk Pemberion Teropi berdosorkon
Kelompok Risiko
Formokologist Predominan
.
Golongan statin:
.
5
Pitavastatin
1,-
- 40 mg Lovastatin 10 - 80 mg Pravastatin 10 - 40 mg Fluvastatin 20 - 80 mg Atorvastatin 10 - 80 mg Rosuvastatin 10 - 40 mg 4 mg
Golongan bile acid sequestranti
.
Simvastatin
Kolestiramin 4
-
16 g
Golongan nicotinic acid:
-
Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5
-
3g
Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan prime6, dimulai dengan statin atau
bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu.
Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai: intensifkan atau naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi
non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan. Pasien dengan
PJK,
kejadian koroner mayor atau dirawat
untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS;ika kolesterol LDL > L00 mg/d1.1 B. Posien
. .
dengon hipertrigliseridemio
Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas.
Penatalaksanaaanfarmakologis:2 Target terapi:
-
Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL.
-
Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30
-
mg/dl lebih tinggi dari target kadar kolesterol
LDL flihat tabel di atas). Pendekatan terapi obat:
L. 2.
Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau
Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari:
. .
Gemfibrozil2 x 600 mg atau 1 x 900 mg Fenofibrat 1 x 200 mg
Penyebab primer dislipidemia sekunde4 juga harus ditatalaksana.
KOMPLIKAS! Aterosklerosis, penyakit j antu n g koroneI stroke, pankreatitis akutl PROGNOSIS Risiko menjadi PJK dalam 10 tahun ke depan berdasarkan Skor Framingham yaitu
menjumlahkan poin-poin dari faktor usia, nilai kolesterol, nilai HDL, tekanan darah
sistolik.l
lndonesro
Tobel 5. Skor Frominghom unluk Risiko PJK dolom l0 Tohun untuk Wonitos longkoh 7 (Jumloh Poin dori longkoh I -6)
Longkoh I Pon o
t-el
-4
t4l
0 3 6
I0l I3l t6l
7
171
I
t8l t8l
HDL C
Tekonon Doroh
8
Longkoh 2
Longkoh
8
2
90
<4,1
4 5,1
>280
6,22-7 >7.25
t8l Le)
Longkoh 4
tongkoh 9 (Perbondingon dengon roto+ofo orong dolom usio yong somo) < 120
12U129
0
I01
30-34
3G.r 39 14Gt 59 r
<1%
2l2l
>l 60 Kelero.go. opob o ekononsG o k dond05rorkmenuniukkon erlmo$ porn yong berbedo g!nokon ppo n led ngg
Longkoh
12%
5 60-64
berol termosuk ongino pekloris "Risikoringondihitungdoriorongdengonusioyongsomo tekonondorohyongoptimo LDL'C 100-l29mg/dl olou kolesterol 160 l99mg/dl, HDLC 45m9/dl podo pno otou 55mg/dL podo wonilo bukon perokok, tidok diobetes 'P.JK
longkoh
1Z%
6
Yo
Tidok
2
Tobel 6. Skor Frominghom unluk Risiko PJK dolom l0 Tohun untuk Prio
tongkoh
1
longkoh
2
longkoh
3
tongkoh 9 (Perbondingon dengon rotoroto orong dolom usio yong somo)
Longkoh 4
yong
longkoh
non sistolik don diostolik menunjukkon gunokon ppoin lertinggi
5 berot lermosuk ongino pektoris "Ris ko ringon dihifung dori olong dengon u5io yong somo, lekonon doroh yong optimo , LDL-C I 00 I 29mgldL otou koleslerol I 60- | 99mg/dL, HDL-C 45mg/dL podo prio otou 55mg/dL podo wonito , bukon perokok, lidok diobeles 'PJK
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
:Divisi Metabolik Endokrin, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam
.
RS non
Pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Patologi Klinik, Gizi Klinik Bagian Patologi Klinik, Gizi Klinik
REFERENSI
l.
Adom JMF, Soegondo
2.
Semiordji G. Notionol Cholesterol Educotion Progrom - Adult Treotment Ponel lll (NCEP-ATP lll):Adokoh hol yong boru? Mokoloh Siong Klinik Bogion Metobolik Endokrinologi
S, Semiordji G, Adrionsyoh H. Editor. Petunjuk Proktis Penotoloksonoon Dislipidemio. PB PERKENI. April 2004
Bogion llmu Penyokit Dolom, 2002.
3.
Cotopono A, Bocker G et oll. ESC/EAS Guidelines for the monogement of dyslipidoemios : monogement of dyslipidoemios of the Europeon Society of Cordiology (ESC) ond the Europeon Atherosclerosis Society (EAS) . Europeon Heorl Journol ,2011l' 32, I 769-l 8l 8. Reiner
Z,
The Tosk Force for the
HIPOGLIKEM A
PENGERTIAN
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah < 7 0 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis. Kasus hipoglikemia paling banyak
dijumpai pada penderita diabetes, sehingga pada panduan pelayanan medis ini akan dibatasi pada kondisi tersebut. Hipoglikemia pada penderita diabetes biasanya terjadi karena
. .
:
1'2
Kelebihan obat atau dosis obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca persalinan
. .
Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat Kegiatan jasmani berlebihan.
PENDEKATAN D!AGNOSIS
Gejolo don Tondo Klinist,2,3
. .
Stadium parasimpatik: lapa4 mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara
. .
Stadium simpatik: keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar Stadium gangguan otak berat: tidak sadar; dengan atau tanpa kejang
Anomnesisr's
. . . . . .
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis. Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll. Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik beta, dll.
Pemeriksoon Fisik Pucat, diaforesis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung meningkat, penurunan
kesadaran, defisit neurologik fokal transien. Trios Whipple untuk
membuktikon odonyo hipoglikemiot
t. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia 2. Kadar glukosa plasma rendah 3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat Pemeriksoon Penunjong Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-Peptide.2
DIAGNOSIS BANDING2 Hipoglikemia karena penyebab lain, seperti
.
Obat:
. . . .
sering: alkohol, kadang: kinin, pentamidine
jarang: salisilat, sulfonamid
Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, autoimun, sekresi insulin ektopik Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati, gagal jantung Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin
Tumor non-sel: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma
.
Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol
IATATAKSANA
Stodium Permuloon (sodor) r.3 . Berikan gula murni 30 gram [2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni fbukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetesJ dan makanan yang mengandung karbohidrat . Hentikan obat hipoglikemik sementara,
. . .
74
Pantau glukosa darah sewaktu
Pertahankan GD diatas 100 Cari penyebab
mg/dl fbila sebelumnya tidak sadar)
Stodium Lonjut (komo hipoglikemio olou lidok sodor don curigo hipoglikemio)r,3
l. Diberikan Iarutan Dekstrosa 40 0/o sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dekstrosa 1,0 Vo per infus, B jam per kolf bila tanpa penyulit lain, 3. Periksa GD sewaktu [GDsJ, kalau memungkinkan dengan glukometer: . Bila GDs < 50 mg/dL ) + bolus Dekstrosa 40 0/o50 mL IV . Bila GDs < 100 mg/dL ) + bolus Dekstrosa 400/o25 mL IV 4. Periksa GDs setiap 15 menit setelah pemberian Dekstrosa 40 o/o: . Bila GDs < 5 0 mg/ dL ) + bolus Dekstrosa 40 o/o 50 mL IV . Bila GDs < 100 mg/dL ) + bolus Dekstrosa 40o/o25 mL IV . Bila GDs 100 - 200 mg/dL ) tanpa bolus Dekstrosa 40 . Bila GDs > 200 mg/dL ) pertimbangkan menurunkan kecepatan drip o/o
Dekstrosa 10
5.
o/o
Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL ) pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5
6.
Bila GDs > 100
o/o
atau NaCl 0,9 %,
mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing
selang 2 jam,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL
) 7.
pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5
%o
atau NaCl 0,9 %.
Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 4 jam, pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai kebutuhan sampai efek obat penyebab hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien sudah dapat makan
seperti biasa.
B. Bila hipoglikemia
belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,
seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/lM atau kotison, adrenal
9.
Bila pasien belum sadar; sementara hipoglikemia sudah teratasi, maka cari penyebab
lain atau sudah terjadi brain damage akibat hipoglikemia berkepanjangan. KOMPTIKASI Kerusakan otak, koma, kematian.3
PROGNOSIS Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas pada pasien dalam kondisi kritis. Pada22o/o pasien mengalami episode hipoglikemia lebih dari 1 kali. Angka mortalitas
meningkat sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia.3
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
: Semua Sub-Bagian di Lingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam
a
RS non
pendidikan
REFERENS!
1.
Rudionto A. KONSENSUS Pengeloloon don Pencegohon Diobetes Melitus Tipe 2 di lndonesio 20l l. Jokorto: PB PERKENI.
2.
Cryer PE. Hypoglycemio. ln Brounwold E, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Longo DL, Jomeson JL. Horrison's Principles of lnternol Medicine.lSth ed. New York: McGrow-Hill; 200.
3.
Arsono PM, Purnomosori D. Hipoglikemio don Hiperglikemio. Dolom: Abdulloh M, Arsono PM, Setyohodi B, Soeroto AY, Suryonto A. EIMED PAPDI Kegowotdoruroton Penyokit Dolom (Emergency in lnternol Medicine). Jokorto: lnterno Publishing; 201 l;ho|.305-13.
H POGONAD SME
PENGERTIAN Hipogonadisme adalah suatu kondisi yang dihasilkan akibat menurunnya produksi fungsigonad secara abnormal, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan seksual,
serta karakteristik seksual sekunder. Sering juga disebut dengan hipogenitalisme.l Hipogonadisme bermanifestasi berbeda pada pria dan wanita sebelum dan sesudah onset pubertas.2
HIPOGONADISME PADA PRIA Pada pria, hipogonadisme merujuk pada rendahnya tingkat sirkulasi testosteron. Sebagian besar pria dengan defisiensi androgen akan menjadi infertil. Pada pria, hipogonadisme primer merupakan suatu tanda kelainan yang berasal dari testis, sedangkan hipogonadisme sekunder diakibatkan adanya gangguan hipotalamus atau hipofisis yang mengakibatkan menurunnya kadar hormon gonadotropin [LH, FSH, atau keduanya) dan gangguan fungsi testis. Kombinasi hipogonadisme primer dan sekunder terjadi pada proses penuaan dan pada sejumlah penyakit sistemik, seperti alkoholisme, penyakit hati, diabetes melitus, infeksi HIV dan penyakit sickle cell.3's
Tipe-tipe hipogonodisme:4,5 . Hipogonadisme primer-defek gonad seperti sindrom Klinefeltel sindrom Turnel mumps
.
Hipogonadisme sekunder -defek hipotalamus (seperti sindrom Kallman) atau defek hipofisis (seperti hipopituitarisme)
.
Resistensi target organ seperti sindrom insensitivitas androgen atau defisiensi
5-alpha-reductase
.
Hipogonadisme late-onset-sindrom defisiensi testosteron yang berhubungan dengan umur
PENDEKATAN DIAGNOSIS Dalam menegakkan diagnosis, berikut adalah langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan:a's
1.
Evaluasi kesehatan secara umum untuk melihat tanda dan gejala defisiensi
androgen dan mengeksklusikan penyakit sistemik, gangguan makanan, dan masalah gaya hidup seperti olahraga yang berlebihan atau penyalahgunaan obatobatan seperti etanol, marijuana, dan opiat.
2. 3.
Mengukur testosteron total, lebih baik dilakukan sampel darah pada pagi hari.
Pengukuran LH pada pasien yang dianggap mengalami defisiensi androgen untuk menentukan apakah defek tersebut terjadi pada tingkat testikular atau pada tingkat hipotalamus-hipofisis. Pada defisiensi androgen, pasien seringkali
menunjukan keterlambatan perkembangan seksual atau terjadi seksual inkomplit dan proporsi eunuchoidal. Pada pasien yang mengalami defisiensi androgen pada masa prepubertal juga didapatkan suara yang high-pitched dan tidak mengalami
resesi temporal rambut seiring berjalannya umur. Pada lelaki yang mengalami
defisiensi androgen setelah lengkapnya maturasi pubertas, gejala-gejalanya meliputi berkurangnya gairah seksual dan aktivitas, menurunnya ereksi spontan, hilangnya rambut badan, infertilitas, berkurangnya massa otot dan tenaga, hot /ush, berkeringat, berkurangnya tinggi badan yang berhubungan dengan fraktur atraumatik, testis mengkerut atau mengecil dan terjadi pembesaran payudara. 4. Selain itu diajukan kriteria minimum untuk diagnosis dari hipogonad lateonset
.
Setidaknya tiga gejala seksual
. .
i
Ereksi pagi yang buruk Gairah seksual rendah
Disfungsi ereksi
Tingkat testosteron total < 1L nmol/L (3.2 ng/mL) Tingkat testosteron total < 220 pmol/L (6a pg/mL)
Keluhon Ulomo Pada kebanyakan lelaki yang lebih tua libido rendah. Gejala lain : disfungsi ereksi,
penurunan massa otot dan kekuatan, penurunan vitalitas, mood menurun.
Riwoyot Medikosi Pada lelaki lebih muda ditanyakan riwayat konsumsi maternal estrogen, progestin
atau androgen pada kehamilan 2 bulan awal.
Riwoyot Keluorgo Kematian saudara kandung saat neonatus meningkatkan kecurigaan hiperplasia
adrenal kongenital. Infertilitas dari saudara kandung orangtua meningkatkan kecurigaan bentuk pseudohermafroditisme genetik lelaki
Pemeriksoon Fisik (podo Leloki Mudo) Pemeriksaan fisik sebaiknya difokuskan pada karakteristik seks sekunder seperti tumbuh rambut, ginekomastia, volume testis, prostat, tinggi dan proporsi tubuh. Eunuchoid proportions didefinisikan dengan rentang lengan >2 cm lebih besar dari tinggi
badan dan dicurigai defisiensi androgen terjadi sebelum fusi epifiseal. Rambut tumbuh pada wajah, aksila, dada, dan regio pubis merupakan daerah yang pertumbuhannya bergantung dengan androgen. Bagaimanapun juga perubahan fisik tidak dapat diketahui
kecuali defisiensi androgen yang terjadi cukup berat dan berkepanjangan. Etnisitas juga mempengaruhi pertumbuhan rambut tubuh. Pasien dengan sindrom Klinelfelter volume testisnya berkurang (1-2 mL). Volume testis paling baik diperiksa menggunakan Prader orchidometer.
Pemeriksoon Penunjong3-s Laboratorium
.
.
-
Pengukuran testosteron serum total, FSH, LH [ketiganya diambil pada sampel darah pagi hariJ, prolaktin serum, hormon hipofisis lain
-
Analisis semen untuk memeriksa infertilitas
Radiologis
-
USG
pelvis untuk mencari uterus, testis tersembunyi (cryptochismus)
Studi kontras dari orifisium perineal dapat membantu anatomi internal dan mengkonfirmasi keberadaan vagina
-
MRI Kepala
DIAGNOSIS BANDING3.5 Hipogonadisme prime4, hipogonadisme sekundeI resistensi target organ (sindrom
insensitivitas androgen atau defisiensi 5-alpha-reductase), hipogonadisme late-onset TATA[AKSANA3-5 Terapi pengganti androgen dapat dilihat pada Tabel 1. Indikasi dan kontraindikasi
pemberian androgen dapat dilihat pada Tabel
2.
KOMPTIKAS! Organ seksual tidak berkembang, kegagalan perkembangan karakteristik seksual
Hipogonodisme
---------->
klinis
Pertimbongon penyokit sistemik
Testosteron
totol
Borderline rendoh 200-
Rendoh<200 ng/dL
Normol >350 ng/dL
350 ng/dL
Ulong Testosteron totol, Ukur Testosteron bebos
Cenderung
Testosteron
Testosteron
bebos rendoh
Deflsiensi
defisiensi
bebos
ondrogen
normol
tereksklusi
ondrogen
Totol
T
<300
ng/dl
LH
LH
tinggi
rendoh otou normol
LH
Gogol gonod primer
Hipogonodotropik hipogonodisme
Klinelfelter, kriptorkismus, post orkitis
Deflsiensi GnRH
Prolokiinomo Mosso sello
Keterongon gombor : GnRH, gonodolropin-re/eosing hormone; lH,luleinizing hormonei
Gombor l. Evoluosi Hipogonodisme3
T,
teslosteron
sekunder [pubertas), osteoporosis, hilangnya massa otot, dan penurunan fungsi seksual termasuk disfungsi ereksi dan penurunan libido (dewasa).a'6'7 PROGNOSIS Tobel
l. lndikosi don Konlroindikosi
Tero
Penggonti Teslosteron5
ondrogen
Tobel 2. lndikosi yong Direkomendosikon untuk Teropi Penggonli Teslosterona
Pada usia lanjut laki-laki, perbaikan manifestasi klinis diperkirakan dalam 3-6
bulan dengan terapi pengganti testosteron.6,T UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
: Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UN!T TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
: Semua
Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam
REFERENSI
l. 2.
Dorlond's lllustroted Medicol Dictionory. 23rd Ed. Philodelphio. Elsevier. 2007 Viswonothon V, Eugster EA. Etiology ond treotment of hypogonodism in odolescents. Endocrinol Metob Clin North Am. Dec 2009;38(4):719-38.
3.
Bhosin S, Jomeson J. Disorders of the Testes
4.
Kronenberg H, Melmed S, Polonsky K. Testiculor disorder. Williom's textbook of endocrinology I llh edition. Philodelphio. Sounders Elsevier. 2008
5.
Swerdloff R, Wong C. The Testis ond Mole Sexuol Function. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008
6.
Wong C, Nieschlog E, Swerdloff RS et ol. lSA, ISSAM, EAU, EAA ond ASA recommendotions: investigotion, treotment ond monitoring of lote-onset hypogonodism in moles.
7.
Otten
ond Mole Reproductive System. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of Internol Medicine l8rh edition. United Stotes of Americo. McGrow Hil.2012
B,
R. Hypogonodism in Moles With Congenitol Adrenol Hyperplosio hypogonodism : bosic, clinicol, ond theropeutic principles. New Jersey. Humono
Stikkelbroeck N, Hermus
ln: Winters S.Mole Press. 2004
POPA AT RO D S
PENGERTIAN
Hipoparatiroidisme adalah keadaan berkurangnya hormon paratiroid; yang dapat dibagi menjadi hipoparatiroidisme herediter dan hipoparatiroidisme akuisita.l Hipoparatiroidisme herediter terjadi akibat defek genetik, biasanya awitan lebih
dini, sering muncul pada dekade pertama. Hipoparatiroidisme akuisita dapat terjadi sekunder setelah pembedahan pada daerah leher. Penyebab yang lebih jarang adalah jejas imbas radiasi setelah terapi radioiodin pada hipertiroidisme dan jejas kelenjar pada
pasien dengan hemokromatosis atau hemosiderosis setelah transfusi darah berulang.
Hipoparatiroidisme transient dapat terjadi paska pembedahan untuk hipertiroidisme.l
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis don pemeriksoon fisikt 1. Manifestasi neurologik dan neuromuskular: spasme otot, spasme carpopedol, grimacing wajah, spasme laring, kejang 2. Gagal napas dapat terjadi 3. Gejala ekstrapiramidal lebih sering terjadi pada hipoparatiroid herediter: distonia, pergerakan chore o athetoti c
4. 5. 6.
Perubahan status me ntal: iritabilitas, depresi, psikosis
7. 8. 9.
Tanda Chvostek's d,an Trousseau dapat ditemukan
Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat terjadi Papiledema dan peningkatan tekanan intrakranial Perubahan kronik pada kuku dan rambut
Katarak lentikular
10. Alopesia dan kandidiasis lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme herediter
Pemeriksoon penunjongt'2 . Hipokalsemia,hiperkalsiuria
. .
Kalsifikasi ganglia basal lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme herediter EKG:
interval QT memanjang, aritmia
DIAGNOSIS BANDING Pseudohipoparatiroidisme, hipokalsemia oleh sebab lain (lihat bab Gangguan Kalsium).1
TATAI.AKSANA
Formokologis 7. Kalsium oral dosis tinggi (>1 g kalsium elemental); jika perlu dikombinasikan dengan vitamin D dosis 40.000-120.000 U/hari [1-3 mg/hari).1 2. Diuretik tiazid.l 3. Penambahan terapi pengganti hormon paratiroid 1-84 pada terapi konvensional (kalsium dan vitamin D) terkait dengan penurunan kebutuhan kalsium dan vitamin D harian.2'3
KOMPTIKASI Kejang, gagal napas, parkinsonisme, perubahan kronik pada kuku dan rambut,
katarak Ientikulac insensitivitas terhadap digoksin.a PROGNOSIS
Hipoparatiroidisme permanen dapat terjadi pada
3,Bo/o
yang menjalani
tiroidektomi.2
UNII YANG MENANGANI . RS Pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam . RS non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNII TERKAIT . RS Pendidikan . RS non Pendidikan REFERENSI
l. 2.
Potts Jr JT. Diseoses of the porothyroid glond. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrowHill Componies; 2012. Hol. Rubin MR, Sliney J, McMohon DJ, Silverberg SJ, Bilezikion JP. Theropy of hypoporothyroidism with
intoct porothyroid hormone. Osteoporosis lnI
2010;21 (11):1927-34
3.
Sikjoer T, Rejnmork L, Rolighed L, Heickendorff L, Mosekilde L. The
4.
Sitqes-Seno A, Ruiz S, Girvenl M, Duenos JP, Soncho JJ. Outcome of protrocled hypoporothyroidism ofter totol thyroidectomy. Br .J Surg 2010;97 l1 I ): I 68/-95
effect of odding PIH(l-84) to conventionoltreotment of hypoporothyroidism:o rondomized plocebo-controlled study. J Bone Miner Res 201 1 ;2611 0l:2358-7 0
HIPOT RO D SME
PENGERTIAN
Hipotiroidisme adalah berkurangnya efek hormon tiroid di jaringan. Terdapat 3 bentuk hipotiroidisme, yaitu hipotiroidisme sentral (kerusakan hipotalamus/ hipofisis seperti, tumor, nekrosis sistemik, iatrogen, infeksiJ, hipotiroidisme primer [kerusakan kelenjar tiroid seperti pasca radiasi, tiroiditis, atrofi, dishormogenesis, hipotiroidisme transien), hipotiroidisme karena sebab lain ffarmakologis, defisiensi
yodium, kelebihan yodium dan resistensi periferJ. Hipotiroidisme juga dapat dibedakan berdasarkan gejala yaitu hipotiroidisme klinik dan subklinik.l DIAGNOSIS
Anomnesisr
. . . . . . . . . . . . . . . . .
Rasa capek
Sering mengantuk
Tidak tahan dingin Lesu, Iamban
Rambut alis mata lateral rontok Rambut rapuh Lamban bicara Berat badan naik
Mudah lupa Dispnea Suara serak
Otot lembek Depresi Obstipasi Kesemutan
Reproduksi: oligomenorea, infertil, aterosklerosis Tipe sentral: gangguan visus, sakit kepala, muntah
Pemeriksoon Fisikl . Kulit kering, dingin, pucat, kasar
. . . . . . . .
Gerakan lamban Edema wajah
Refleks fisiologis menurun Lidah tebal dan besar Otot lembek, kurang kuat Obesitas Edema ekstremitas
Bradikardia
Pemeriksoon Penunjongt,2 . Darah perifer lengkap (bisa terdapat sitopenia)
. . . . . . .
Kreatin fosfokinase
Antibodi TPO Anti-Tg-Ab Pemeriksaan TSH, T3, FT4
Profil lipid Biopsi aspirasi jarum halus bila terdapat struma Elektrokardiogram (untukmencari komplikasi jantung) Pada
hipotiroidisme subklinis, TSH naik, namun kadar hormon tiroid dalam batas
normal. Gejala dan tanda tidak ada atau minimal.l'2
DIAGNOSIS BANDING Euthyroid
sick syndrome,
insufisiensi adrenal, gagal hati, efek obat-obatan, depresi,
sindrom lelah kronik3 TATATAKSANA
Nonformokologis edukasi, pemantauan fungsi tiroid berkalaa
Formokologis
.
Levotiroksin: pagi hari dalam keadaan perut kosong. Dosis rerata substitusi L-T adalah 1,1,2 ytg/hariatau 1,6 pg/kgBB atau 100
25
-
-
1,25 pg sehari. Untuk L-T adalafi
50 pg. Sebagian besar kasus membutuhkan L-T 100- 200 pg/harii Untuk
pasien-pasien kanker tiroid pasca tiroidektomi, dosis T4 rata-rata adalah 2,2 Vtg/ kgBB/hari. Target TSH disesuaikan dengan latar belakang kasus. a
Untuk hipotiroidisme subklinis, tidak dianjurkan memberikan terapi rutin apabila TSH <10 mU/L. Substitusi tiroksin diberikan untuk memperbaiki keluhan dan
kelainan objektif jantung. Terapi diberikan dengan levotiroksin dosis rendah (25-50 pg/hari) hingga mendapatkan kadar TSH normal.l Berikut adalah algoritma penatalaksanaan pasien hipotiroidisme
Ukur kodor
TSH
Meningkol
Normol
Kecurigoon keloinon
Ukur kodor fT4
Rendoh
Hipotiroidisme
Tidok
Ukur kodor
Hipotiroidisme
fl4
pemeriksoon lon.juton
TPOAb-,
TPOAb,
simtomotik
osimtomotik
TPOAb+
TPOAb+
Rendoh
Hipotiroidisme pnmer
Teropi
T4
Follow up
Teropi
Singkirkon
Normol
me
penyebob loin
pemeriksoon lonjuton
T4
tohunon e
Singkirkon efek obot, sick uthyroid syndrome, evoluosi fungsi hipofisis
Gombor l. Algoritom Tololoksono Posien Hipoliroidisme2
n
HIPOTIROIDISME PADA KEHAMITAN WHO merekomendasikan intake iodium sebesar 200pg/hari selama kehamilan
untuk mempertahankan produksi hormon tiroid yang adekuat. Hipotiroidisme pada kehamilan berbahaya bagi ibu maupun bayi. Hipotiroidisme berat pada ibu dapat menyebabkan anemia, miopati, gagal jantung kongestif, pre-eklamsia, abnormalitas plasenta, berat bayi lahir rendah dan perdarahan postpartum. Hipotiroidisme ringan dapat bersifat asimtomatik pada kehamilan. Bagi bayi, hipotiroidisme pada ibu dapat
menyebabkan hipotiroidisme kongenital yang dapat menyebabkan abnormalitas fungsi kognitif, neurologik dan gangguan perkembangan. Karena itu, semua bayi baru
lahir hendaknya dilakukan penapisan untuk mengetahui ada tidaknya hipotiroidisme kongenital sehingga bayi dapat segera diberikan terapi. Abnormalitas ringan pada perkembangan otak bayi dapat timbul pada wanita hamil dengan hipotiroidisme
ringan yang tidak diterapi. Karena itu, beberapa ahli merekomendasikan untuk memeriksa kadar TSH wanita sebelum hamil atau segera setelah kehamilan ditegakkan, terutama apabila wanita tersebut berisiko tinggi memiliki kelainan tiroid fwanita yang sebelumnya mendapat terapi hipertiroidisme, wanita dengan riwayat keluarga menderita kelainan tiroid atau goiterJ, Kadar TSH >2,5 mlU/L dapat
mlU/L tanpa penurunan fT4 dianggap sebagai >10 hipotiroidisme subklinik. Kadar TSH mlU/L dianggap sebagai hipotiroidisme primer tanpa melihat ada tidaknya penurunan kadar fT4.s dianggap abnormal. Kadar TSH 2,5
-
10
Wanita dengan riwayat hipotiroidisme harus memeriksa kadar TSH pada awal kehamilan. Apabila TSH normal, maka tidak perlu dimonitor lebih lanjut. Namun apabila
diketahui terdapat hipotiroidisme, maka terapi dengan levotiroksin diperlukan untuk mencapai kadar TSH (0,1- 2,5 mlU /L pada trimester 7,0,2 - 0,3 mlU/L pada trimester 2,0,3 - 3,0 mlU/L pada trimester 3J dan fT4 normal. Terapi hipotiroidisme pada
kehamilan sama dengan pasien yang tidak hamil, hanya saja kebutuhan levotiroksin
tiroid dapat diulang setiap 6 - B minggu selama kehamilan. Apabila terdapat perubahan pada dosis levotiroksin, maka tes fungsi tiroid harus dilakukan 4 minggu kemudian. Setelah melahirkan, maka dosis levotiroksin saat kehamilan meningkat25
- 50%.
Tes fungsi
kembali seperti tidak hamil. Suplemen kehamilan yang mengandung zat besi dapat menurunkan absorpsi hormon tiroid pada saluran cerna sehingga harus dikonsumsi dengan jarak minimal2 - 3 jam dari konsumsi Ievotiroksin.s'6 KOMPTIKASI Koma miksedema, depresi, kelainan neuropsikiatri(myxedema madness), penyakit
jantun g, komplikasi pengobatan2'a
PROGNOSIS Kebanyakan kasus hipotiroidisme klinik membutuhkan terapi seumur hidup.
Komplikasi koma miksedema terkait dengan kematian. Sekitar 4070 kasus hipotiroidisme subklinis akan berkembang menjadi hipotiroidisme klinis, hal ini terkait dengan kadar awal TSH. Sisanya akan mengalami resolusi spontan dalam waktul-5tahun.z,3 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
o
RS
non Pendidikan
REFERENSI
l.
Djokomoeljonto R. Kelenjor tiroid, hipotiroidisme, don hipertiroidisme. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 51h ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:1993 - 2OO8
2.
Lomeson JL, Weetmon AP.Disorders of the thyroid glond. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth ed.
3.
Gordner DG, Shobock D, editors. Greenspon's bosic ond clinicol endocrinology.
United Stotes of Americo;The McGrow-Hill Componies,2012:2911 -39 8ih
ed. Son
Fronsisco.
4.
Allohobodio A, RozviS, Abrohom
P,
Fronklyn J. Diognosis ond treotment of primory hypothyroidism.
BMJ.2009;33:b725
5.
Stognoro-Green A, Abolovich M, Alexond er E, Azizi F, Mestmon J, Negro R, et ol. Guidelines of the Americon thyroid ossociotion for the diognosis ond monogement of thyroid diseose during pregnoncy ond postportum. Thyroid. 2011:21(10):1081 - 1125
6.
Alinbinde, Steven W. et ol. Thyroid ond Others Endocrine Disorders During Pregnoncy. Current Diognosis & Treotment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. The Moc-Grow Hill Componies. 2007.
H
P RPARAT RO DISME
PENGERTIAN
Hiperparatiroidisme adalah keadaan berlebihnya sekresi hormon paratiroid; yang dapat dibagi men jadi 3 kategori, yaitu prime4, sekunder dan tersier.l'2Hiperparatiroidisme
primer terjadi jika sekresi hormon paratiroid yang berlebihan disebabkan oleh kelenjar paratiroid yang autonom, menyebabkan hiperkalsemia, dengan insidens tertinggi pada wanita pascamenopause.2-a Perubahan patologik yang dapat terjadi pada hiperparatiroidisme primer adalah adenoma, hiperplasia dan karsinoma.3 s Hiperparatiroidisme sekunder terjadi jika hipokalsemia atau defisiensi vitamin D menjadi stimulus produksi hormon paratiroid, sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dan pasien defisiensi vitamin
D,
terutama orang lanjut usia.a Hiperparatiroidisme
tersier disebabkan oleh kelenjar yang berfungsi secara autonom pada pasien dengan hiperparatiroidisme sekunder yang telah berjalan lama, misalnya pada kasus gagal ginjal kronik yang telah berjalan
lama.a's
PENDEKATAN DIAGNOSI52,4,5
Anomnesis
.
Gejala konstitusional nonspesifik: kelelahan, kelemahan, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi, nyeri tulang.
.
Gejala neuropsikologik: gangguan
tidut
depresi, mental confusion, konsentrasi
menurun, iritabilitas, demensia
. . . .
Manifestasi pada sistem rangka: osteoporosis, patah tulang atau riwayat patah tulang
Riwayat batu ginjal berulang Riwayat penggunaan obat: diuretik tiazid, Iitium
Riwayathipertiroidisme, hiperkalsemia.
Pemeriksoon Fisik Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, kalsifikasi valvulat hipertrofi ventrikel
Pemeriksoon Penunjong
. .
Pemeriksaan darah Peningkatan kalsium serum total dan peningkatan hormon paratiroid, penurunan
kadar fosfat serum, peningkatan kadar 1,25-dihidroksi vitamin D, peningkatan marker pembentukan faktivitas osteoblastikJ dan resorpsi tulang [osteoklastik). Pada hiperparatiroidisme sekunder, terjadi peningkatan hormon paratiroid, hipokalsemia atau defisiensi vitamin
. . . . . .
D. Pasien dengan
hiperparatiroidisme tersier
memiliki kadar kalsium darah yang normal atau meningkat, penurunan kadar vitamin D, penurunan kadar fosfat dan peningkatan fosfatase alkali. Pencitraan: nefrolitiasis dan gambaran keropos tulang Penurunan GFR Pemeriksaan urin: hiperkalsiuria, peningkatan ekskresi kalsium urin 24 jam.
interval QT memendek Densitometri tulang: penurunan densitas tulang EKG:
Kedokteran nuklir: Sestamibi scan
DIAGNOSIS BANDING2,4 Keganasan, penggunaan litium dan tiazid, benign familial hypercalcemic hypocalciuria, hiperkalsemia oleh sebab lain (lihat bab Gangguan Kalsium). TAIATAKSANA
Formokologis don Bedoh2-5 1,. Hiperparatiroidisme primer
a. b, c.
Eksisi jaringan kelenjar paratiroid abnormal adalah terapi definitif
Kalsium 1000-1.200 mg per hari pascareseksi Pada penyakit ringan: pertahankan hidrasi, bisfosfonat [alendronat 10 mg
oral sekali sehari), terapi pengganti hormon estrogen atau raloxifene, dan kalsimimetik
2.
(ci na calcet).
Hiperparatiroidisme sekunder a. Atasi penyebab primernya
b. Terapi dengan kalsium dan vitamin D atau analog vitamin c. Pengikat fosfat d. Kalsimimetlk (cinacalcet) 3.
Hiperparatiroidisme tersier Paratiroidektomi subtotal dan total
D
KOMPTIKASI
Fraktur patologis, pankreatitis, batu ginjal berulang.
4,5
PROGNOSIS
Hiperparatiroidisme primer ringan yang tidak ditatalaksana terkait dengan peningkatan mortalitas, penyakit kardiovaskular; gagal ginjal, dan batu ginjal. Pada pasien hiperparatiroidisme primer simtomatik, paratiroidektomi bersifat kuratif dan bermanfaat. Pada hiperparatiroidisme sekunder, sekitar 1-2o/o pasien membutuhkan paratiroidektomi setiap tahunnya. Pada hiperparatiroidisme tersiel kelenjar abnormal jarang mengalami i nvolusi.a'6 UNIT YANG MENANGANI
.
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
.
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
Departemen Bedah
RS
non Pendidikan
Bagian Bedah
REFERENSI 1
.
2.
Hiperporotiroidisme. Dolom:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnterno Publishing; 2009. Potls Jr JT. Diseoses of the SL,
3. 4
Loscolzo
S,
penyuniing.
porothyroid glond. ln: Longo
l, penyunting.
DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser Honison's principle of internol medicine. lSth Edition. McGrow-Hill. 2012.
Froser WD. Hyperporothyroidism. Loncet 2009:37419684):1 45-58.
Ahmod R, Hommond JM. Primory, secondory, ond tertiory hyperporothyroidism. Otoloryngol Clin N Am 2004;37:701-13
5.
RS, Chen H. Secondory ond tertiory hyperporothyroidism, stote of the ort surgicol monogement. Surg Clin North Am 2009;8915):1227
Pitt SC, Sippel
KA SNO ATROD PENGERIIAN
Karsinoma tiroid merupakan keganasan kelenjar tiroid yang paling sering ditemukan. Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar: asal sel yang berkembang menjadi sel ganas dan tingkat keganasannya.l Untuk kepentingan praktis,
berdasarkan tingkat keganasan, karsinoma tiroid dibagi atas 3 kategori
1.
Tingkat Keganasan Rendah
a. b. 2.
Karsinoma folikular (dengan invasi minimal)
Tingkat Keganasan Menengah
a. b. c. d. 3.
Karsinoma papilar
Karsinoma folikular (dengan invasi luasJ Karsinoma medular Limfoma maligna Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk
Tingkat Keganasan Tinggi
a. Karsinoma tidak berdiferensiasi (anaplastikJ b. Haemangioendothelioma maligna (angiosarkoma) PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis ( Foktor risiko don gejolo penekonon )''
. . . . . .
Usia <20th atau >70th Jenis kelamin pria
Keluhan disfagia dan serak Riwayat radiasi pengion saat anak-anak Riwayat keganasan tiroid sebelumnya Gejala penekanan dan metastasis
Pemeriksoon
. .
Fisikr,2
Modul padat, keras, tidak rata dan terfiksir
Limfadenopatiservikal
:2
Pemeriksoon Penunjong L. BiopsiAspirasi farum Halus
2. 3.
Laboratorium Pencitraan
. . 4.
(BAJAHJ
USG
SkintigrafiTiroid
Histopatologi
DIAGNOSIS BANDING Nodul Tiroid Jinak
IATALAKSANA'
1.
Operasi
.
Tiroidektomi total merupakan prosedur awal pilihan pada hampir sebagian besar pasien karsinoma tiroid.
2.
Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
.
Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total, kadar
hormon tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin sehingga TSH endogen terstimulasi hingga mencapai kadar di atas 25-30 mU/L. Mengingat
.
waktu paruh L-tiroksin adalah 7 hari, biasanya diperlukan waktu 4-5 minggu. Pasien juga menghindari makanan yang mengandung tinggi yodium paling kurang 2 minggu sebelum skintigrafi dikerjakan.
3,
Terapi Supresi L-Tiroksin
. .
Kelompok Risiko Rendah :TargetTSH : 0.1-0.5 mU/L Kelompok Risiko Tinggi : Target TSH : 0.01
mU
/L
4. Tyrosine kinase inhibitor 5. Radioterapipaliatif EVATUASI
7. 2.
Skintigrafi Seluruh Tubuh (Whole Body Scan) . Dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama USG
.
Mengevaluasi kekambuhan atau adanya KGB lokal atau metastasis regional
3. Pencitraan Lain: CT scan, Rontgen dada, MRI dan FDG-PET tidak rutin dikerjakan 4. Tiroglobulin Tiroglobulin dan TSH diperiksa setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
KOMPLIKASI
. .
Penekanan saluran nafas Metastasis fails
PROGNOSIS Pada pasien muda, rata-rata kesembuhan 97o/o pada karsinoma
tiroid baik yang folikular maupun yang papilar. Karsinoma tiroid tipe medulac memiliki prognosis lebih buruk karena menyebar ke kelenjar limfe lebih cepat sehingga membutuhkan terapi lebih agresif.l UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
: Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS Pendidikan RS
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
non Pendidikan
REFERENSI
l.
Jomeson JL, Weetmon AP. Disorder of the Thyroid Glond. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lSrhed. New York:
2.
Subekti lmom. Pengeloloon korsinomo tiroid. Dolom : Penotoloksonoon Penyokit-Penyokit Tirold bogi Dokter. Perkumpulon Endokrinologi lndonesio Cobong Jokorto. Jokorto. 2008. Hlm 88-102.
McGrow-Hill;
2O1
2. 29
1 1
-39
KELA NAN ADRENAL
PENGERTIAN Kelainan adrenal memiliki karakteristik defisiensi atau produksi berlebihan dari satu atau beberapa kelas kortikosteroid utama. Defisiensi hormon dapat disebabkan
oleh kelainan enzimatik atau glandular bawaan atau rusaknya kelenjar hipofisis atau adrenal oleh karena penyakit autoimun, infeksi, infark, atau kondisi iatrogenik
seperti pembedahan atau supresi hormonal. Hormon yang berlebihan biasanya diakibatkan oleh neoplasia atau keganasan, yang meningkatkan produksi hormon adrenokortikotropik (ACTHJ oleh sel neuroendokrin atau adanya neoplasia di tempat lain yang menghasilkan ACTH (ACTH ektopikJ, atau meningkatnya produksi glukokortikoid atau mineralokortikoid oleh nodul adrenal.l Kelainan adrenal yang akan dibahas pada bab ini adalah Sindrom Cushing, tumor adrenal, hirsutisme, hiperaldosteronisme, dan insufisiensi adenokortikal.
DIAGNOSIS
A. S'NDROM CUSH'NG / HIPERKORT'SOI'SME',2 Adalah sekumpulan gejala yang terjadi akibat paparan kronik glukokortikoid yang
berlebih oleh karena sebab apapun. Kelainan ini dapat merupakan ACTH-depedent (contohnya pituitary corticotrop adenoma, sekresi ACTH ektopik oleh tumor non-
hipofisis) alau ACTH-independent (contohnya adenoma adrenokortikal, karsinoma adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodularJ, serta dapat pula iatrogenik (pemberian glukokortikoid eksogen untuk mengobati keadaan inflamasi). Adapula yang dinamakan penyakit Cushing, yaitu sindroma Cushing sekunder akibat hipersekresi ACTH hipofisis (Tabel 1)
Tobel 1. Sindrom Cushingt,2
TATATAKSANA
Non formokologis :-
Formokologis Hiperplasia adrenal :"medical" adrenalektomi [Mitotan (2-3 g/hari)|, penghambat steroidogenesis [ketokonazol [600-L200 mg/hari)], penghambat sintesis steroid
aminoglutetimid (1 g/hari) dan metiraponi (2-3 g/hari), mifepristone. Bedoh Adenoma atau karsinoma, hiperplasia bilateral (adrenalektomiJ
Tondo klinik Osteoporosis Diobetes melitus Hipertensi diostolik Adipositos sentrol Hirsutisme don omenoreo
Tes skrining
LKortisol plosmo podo jom 08.00 > 140 nmol/L (5 S/dL) seteloh 1 mg
deksometoson podo tengoh molom; 2.kortisol bebos urin > 275 nmol/L (100
!9/hori) tengoh molom
3. Solivory Cortisol
Tes supresi
deksometoson
Respon kortisol podo hori ke-2
menjodi 0,5 mg per
6
jom
Respon obnormol
Respon normol
Respon kortisol podo hori ke-2 supresi deksomeloson (2 mg
per
Supresi
Hiperplosio odrenol Sekunder terhodop sekresi ACTH hipofisls
5
jom)
Tidok odo respon Hiperplosio odrenol sekunder terhodop tumor
-
yong menghosilkon ACTH Neoplosio odrenol ACTH
ACTH tinggi
ACTH rendoh
Hiperplosio odrenol sekunder terhodop tumor
Neoplosio
yong menghosilkon ACTH Pencitroon pituitori don/otou pengombilon sompel doroh veno yong
I 7-KS-urin otou DHEA sulfot serum
CIscon obdomen
selektif
v Positif Adenomo hipofisis
Negotif Tumor ektopik
Tinggi (> 6 cm) Korsinomo odrenol
Normol+endoh (<3 cm) Adenomo odrenol
Gombor l. Alur Diognoslik unluk Mengevoluosi Posien Tersongko Menderilo Sindrom Cushingr
Komplikosi Trombosis vena dalam, emboli paru, ansietas, depresi, paranoid akut, psikosis
depresil osteoporosis. Karsinoma adrenal : metastatis paru dan hati Prognosis
. .
Overt Cushing's berhubungan dengan prognosis buruk Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah diagnosis
.
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai prognosis
baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. B. IUMOR ADRENAI.',2
Tumor adrenal memiliki hubungan dengan sindrom Cushing dan sindrom Conn serta tumor-tumor lain yang mensekresi androgen (menyebabkan virilisasi pada perempuanJ, yang mengekskresikan estrogen (menyebabkan feminisasi pada laki-laki dan perdarahan uterus pada perempuan pascamenopause) Tobel 2. Iumor Adrenolr,2
TATALAKSANA
Nonformokologis Kondisi dimana operasi tidak memberikan hasil yang baik diantaranya adalah kelainan adrenal bilateral seperti corticotropin-dependent Cushing disease atau hiperaldosteronisme bilateral. Adenoma kortikal adrenal non- fungsional bukan merupakan premalignan dan tindak pembedahan tidak diindikasikan.
Temuon CT/MRI mosso odrenol yong didopotkon secoro insidentol
. . . .
Skrining hormon berlebihon 24 jom untuk ekskresi kotekolomin
Metonefrin plosmo otou urin
otou metonefrin Urin 24 jom untuk ekskresi kortisol bebos, ACTH plosmo, cortisol plosmo (otou solivo) tengoh molom, tes deksometoson I mg sotu molom penuh (melokukon poling sedikii didopotkon duo dori empot tes) Aldosteron plosmo don renin plosmo Jiko tumor >2 cm; l7-hidroksiprogesteron don DHEAS
Positif
Negotif don pencitroon tidok Tes konflrmosi
Negotif topi: hosil pencitroon tidok didopotkon kegonoson: . Ukuron >4cm . Densitos CT yong
.
tinggi (>20
didopotkon odonyo kegonoson . Ukuron <4 cm . Densitos CT yong rendoh (
:
.
Wosh-out kontros CT >50%
HU)
Wosh-out kontros CT <40%
Ulongi skrinlng untuk hormon
Ulongi skrining untuk
yong berlebih seteloh l2 bulon; ulongi pencitroon seteloh 5-12 bulon
hormon yong berlebih seteloh l2 bulon
Neg
Pos
F/U jiko
F/U iiko
diperlukon
diperlukon
Uniloterol odrenolektomi
Keterongon gombor: F/U = follow up Gombor 2. Algorilmo lolo loksono posien dengon mosso odlenol yong dilemukon secolo insidenlolt
Formokologis Pasien dengan hiperaldosteronisme idiopatik bilateral yang tidak dapat dioperasi
atau menolak dioperasi harus diberikan penyekat reseptor mineralkortikoid selektif dan nonselektif.
Bedoh Pengobatan untuk tumor adrenal yang secara hormonal aktif
100
PROGNOSIS Delapan puluh persen adenoma adrenal merupakan non fungsional dan jinak. Dan sebesar 20o/o, adenoma adrenal adalah fungsional atau ganas dan membutuhkan
evaluasi dan pengobatan lebih lanjut untuk mencegah komplikasi.
c.
H,RSUflSME S'MPI. EKS (tDtOP ATtKy'z
Gomboron Klinis Pertumbuhan rambut ekstra pada daerah wajah, bibir atas, dan dagu. Rambut pada lengan bawah meningkat dan rambut tumbuh panjang antara payudara dan pubik, meluas sampai ke paha atas dan dinding perut depan (male escutclreon). Kulit cenderung berkeriput, dan dapat muncul jerawat TATALAKSANA
Non formokologis Depilatory cream, bleaches dan heavy layer cosmetics
Formokologis Siproteron asetat Prognosis Riwayat hirsutisme simpleks tidak jelas tetapi memberi kesan rambut tubuh
berlebihan dan tidak berkembang lebih luas setelah usia 35 tahun dan cenderung berkurang setelah menopause D. H'PERAI.DOSIERON
IS MEI,2
Etiologi hiperaldosteronisme ada tiga macam yaitu primer, sekundet dan kelebihan
mineralkortikoid non aldosteron. Pada hiperaldosteronisme primer terjadi kelainan pada adrenal dan tidak peningkatan hormon aldosteron tidak bergantung pada renin. Penyebab hiperaldosteronisme diantaranya adalah hiperplasia (70o/o), adenoma
(sindroma Conn, 25o/o), karsinoma (5%). Pada hiperaldosteronisme sekunder terjadi kelainan pada ekstraadrenal dan
peningkatan aldosteron bergantung dari renin. Primary reninism: tumor yang mengsekresi renin (jarang), Secondary reninism: penyakit renovaskular (RAS, hipertensi malignaJ, edema dengan penurunan volume arteri yang efektif (CHF,
sirosis, sindroma nefrotik, hipovolemia, diuretik, diabetes tipe2, Bartter (gangguan
Na/K/zCltransporter-mendapat Ioop diuretic), Gitelman (gangguan transporter Na/ Cl renal-mendapat diuretik golongan thiazid) ) Adapula kelainan kelebihan mineralkortikoid nonaldosteron yang menyerupai hiperaldosteronisme yaitu defisiensi 11u-HSD (kekurangan penginaktivasi kortisol,
yang berikatan dengan reseptor mineralkortikoid nonselektif), Black licorice (glycyrrhizinic)
Anomnesis Sakit kepala, poliuria, nokturia, parestesia, kelemahan otot
Pemeriksoon Fisik Hipertensi, edema, hiporefleksi, paralisis, distensi abdomen
Pemeriksoon Penunjong
.
Laboratorium: Hipokalemia, kadar aldosteron tinggi, kadar renin rendah
.
Radiologi:
CT scqn
adrenal
Diognosis Bonding Hipertensi esensial, adenoma adrenal, Sindrom Bartter, Sindrom Conn, Sindrom Cushing, hipertensi renovaskular
Iololoksono
. .
Nonfarmakologis : diet rendah garam Farmakologis : Spironolakton (awal400 mg/hari per oral, kemudian 100-400 mg sekali sehari atau setiap 72 jam), amiloride, triamterene, nifedipin
. .
Terapi invasif:
-
Tindakan operatif : untuk kasus adenoma atau karsinoma
Komplikosi Komplikasinya adalah komplikasi yang berhubungan dengan hipertensi kronik (infark miokard, penyakit serebrovaskulari gagal jantung kongestif ) E.'NSUF'S'ENS' ADRENALI'2 Adalah defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi mendadak biasanya disebabkan oleh penyakit atau stres yang berat. Insufisiensi adrenal akut juga dapat
terjadi akibat stres, infeksi berat, pada pasien dimana respons adrenal menurun karena sesuatu sebab atau gangguan pelepasan ACTH akibat kerusakan hipofisis atau terapi
kortikosteroid lama.
Anomnesis Akut: Nyeri kepala, mual, muntah, diare Kronik: lesu, letih, lemah, anoreksia, mual, penurunan berat badan, muntah-muntah, nyeri perut, depresi, psikosis
Pemeriksoon Fisik Hipotensi
Kronik: kurus, lemah, hipotensi, pigmentasi pada perut, tempat-tempat tertekan [daerah tali pinggang, lipatan telapak tangan, areola, perineum dan daerah yang terpapar sinar matahari), vitiligo, atau pigmentasi kelabu pada muka pipi, gusi dan bibir Pemeriksoon Penunjong . Kadar kortisol darah . Kronik: hipoglikemia . Tes Synacthen (ACTH stimulation test)
.
CT scan adrenal
Diognosis Bonding Krisis adrenal, perdarahan adrenal, eosinofilia, histoplasmosis, sarkoidosis TATALAKSANA Non farmakologis: Edukasi pasien
Farmakologis: Pemberian larutan NaCI0,9%, kortikosteroid, glukosa intravena, dan pengobatan penyakit pencetusnya Alternatif lain: hidrokortison IV dengan larutan NaCl 0,9%
Kronik:
.
Pemberian kortisol Mula-mula pasien diberikan kortison dosis tinggi. Untuk jangka panjang, dosis 25 mg pagi hari dan 1,2,5 mg pada sore hari per oral
.
Mineralkortikoid (fludrokortison 100 pg/hari)
Komplikosi Syok, krisis adrenal Prognosis Kecuali risiko krisis adrenal, kesehatan dan usia pasien biasanya normal, sedangkan
pigmentasi dapat menetap
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik
-
Endokrinologi
.
RS non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
pendidikan
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RS non
a
pendidikan
REFERENSI I
.
2.
Arlt W. Disorder of the Adrenol Cortex. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. 18thed. New York: McGrow-Hill:2012.2940-61
Niemon L. Adrenol Cortex. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23,d Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008
104
K STA
T OID
PENGERTIAN
Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan L0
-
25
0/o
dari
seluruh nodul tiroid. Insidens keganasan pada nodul kistik lebih rendah dibandingkan nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan. Sebagian nodul
kistik mempunyai bagian yang solid.l
PENDEKAIAN D!AGNOSIS Anomnesisr,2
.
Anamnesis Umum:
-
Sejak kapan benjolan timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap Cara membesarnya: cepat atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja
. . . . . .
Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan, sesak nafas
Penurunan berat badan
Keluhantirotoksikosis
Pemeriksoon
. .
Fisikt,2
Umum Lokal:
-
Nodus tunggal atau banyak, atau difus
Nyeri tekan Konsistensi: kistik Permukaan
Perlekatan pada jaringan sekitarnya
Pendesakan atau pendorongan trakea Pembesaran kelenjar getah bening regional Pemberton's sign
Peniloion Risiko Kegonoson2 Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:
. . . . . .
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau diffusa jinak Riwayat keluarga dengn tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun. Gejala hipo atau hipertiroidisme.
Nyeri berhubungan dengan nodul. Nodul lunak, mudah digerakkan.
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah
keganasan tiroid:2
. . . . .
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun Jenis kelamin laki-laki
Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu
- bulan )
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (iuga meningkatkan
insiden penyakit nodul tiroid jinak)
. . . . .
Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan Paralisis pita suara, Temuan limfadenopati servikal Metastasis jauh ( paru-paru, dll)
Longkoh Diognostik I: TSHs, FI4 Bila Hasil : Non toksik o Langkah diagnostik II:
)
Pungsi aspirasi kista dan BAIAH bagian solid dari kista tiroid
Pemeriksoon Penunjon94 . USG tiroid:
-
dapat membedakan bagian padat dan cair, dapat untuk memandu BAfAH: menemukan bagian solid. Gambaran USG Kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis.
a
Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin.
o
Biopsi Aspirasi farum Halus (BAfAHJ: pada bagian yang solid.
DIAGNOSIS BANDING
. . .
Kista
tiroid
kista degenerasi Karsinoma tiroid
IATATAKSANA Pungsi aspirasi seluruh cairan kista:1-3
. . . .
Bila kista regresi
)
Observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi
)Pungsi aspirasi dan Observasi
)
Operasi Lobektomi
Modalitas lain : Injeksi Ethanol [Skleroterapi)
KOMPTIKASI Penekanan pada organ sekitar yang dapat mengakibatkan kesulitan makan, menelan, bernapas, dapat juga terasa nyeri.
PROGNOSIS Prognosis tergantung tipe kista tiroid. UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklit Patologi
Klinik, Departemen Bedah-Onkologi, Departemen Patologi Anatomi a
RS
non Pendidikan
Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah.
REFERENSI
.
Koriodi SHKS. Strumo Nodoso Non-Toksik. Dolom Wospodji S, et ol. (eds). Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 3. Jokorto, Boloi Penerbit FKUI:757-65.
2.
Suyono S. Pendekoton Posien dengon Strumo. Dolom Morkum HMS, Sudoyo HAW, Effendy S, Setioti S, Goni RA, Alwi I (eds). Noskoh Lengkop Pertemuon Ilmioh Tohunon llmu Penyokit Dolom
I
I
997. Jokorto, 1997 :207 -1 3.
3.
Subekti l. Strumo Nodoso Non-Toksik (SNNT). ln Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Moryontoro, Goni RA, Monsjoer A (eds). Pedomon Diognosis don Toto Loksono di Bidong llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUl,l999:187-9.
4.
SoebordiS. Pemeriksoon Diognostik Nodul Tiroid. Mokoloh Jokorto Endocrinology Meeting 2003.
Jokorto, 18 Oktober 2003.
KRISIS HIPERGL KEM
A
PENGERTIAN
Krisis hiperglikemia, mencakup ketoasidosis diabetik (KAD) dan status hiperglikemia hiperosmolar (SHH), merupakan komplikasi metabolik akut paling serius pada pasien diabetes melitus. Krisis hiperglikemia terjadi akibat defisiensi insulin dan peningkatan hormo n counterre g ul atory fglukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone). SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang
relatif (terhadap
kebutuhan insulin) menimbulkan hiperglikemia berat dan dehidrasi dan akhirnya menyebabkan kondisi hiperosmolalitas. I(AD terjadi bila defisiensi insulin yang berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi, tapi juga mengakibatkan produksi keton meningkat serta asidosis metabolik. Spektrum kedua kondisi ini dapat saling overlap.l'a PENDEKATAN DIAGNOSIS
L.
KAD
.
Anamnesis3'a
Mual/muntah, haus/poliuria, nyeri perut, sesak napas; gejala berkembang dalam waktu <24 jam. Faktor presipitasi meliputi riwayat pemberian insulin inadekuat, infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi intraabdominal, sepsis), infark (serebral, koroner, mesenterika, perifer), obat [kokain), kehamilan.
.
Pemeriksaan Fisika Takikardia, dehidrasi, hipotensi, takipnea, pernapasan Kussmaul, distres pernapasan, napas bau keton, nyeri tekan perut [menyerupai pankreatitis akut), letargi atau koma.
.
PemeriksaanPenunian93,s Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia [>250 mg/dL), ketonemia dan atau ketonuria dan asidosis metabolik [HCO3<18) dengan anion gap meningkat.
2,
SHH
.
Anamnesis6
Riwayat poliuria, berat badan turun, dan berkurangnya asupan oral yang
terjadi dalam beberapa minggu dan akhir nya terjadi letargil koma. Faktor presipitasi meliputi infark miokard, stroke, sepsis, pneumonia, infeksi berat Iainnya, keadaan seperti riwayat stroke sebelumnya atau demensia atau situasi sosial yang menyebabkan asupan air berkurang.
.
Pemeriksaan Fisik6 Dehidrasi, hipotensi, takikardia, perubahan status mental.
.
PemeriksaanPenuniang6 Hiperglikemia (dapat >600 mg/dl), hiperosmolalitas (>350 mOsmol/L), azotemia prerenal. Asidosis dan ketonemia tidak ada atau ringan. pH >7,3 dan
bikarbonat >L8 mEq/L. Tobel
l. Krilerio Diognoslik
KAD
don
SHH6
>12
GD = glukoso doroh; Osmololitos serum efeklif- 2 x {No- ukur (mEq/L)l + glukoso Anion sop = (No') - l(Cl' + HCO3 (mEq/t)l
(mg/dl)/ l8;
DIAGNOSIS BANDING Starvation ketosis, qlcoholic ketoacidosis, asidosis laktat, penyalahgunaan obatobatan (salisilat, metanol, etilen glikol, paraldehid), akut pada gagal ginjal kroniks TATATAKSANA
L.
Pemberian cairana Pemberian cairan mengikuti algoritma
Colron inkoveno
Menentukon stotus hidrosi
Renjoion kordiogenik
Hipovolemio berot
Dehidrosi
NoCl09%
Evoluosi notrium
Observosi
serum terkoreksi
hemodinomik
No serum normol
No serum rendoh
(l
L/hori)
No serum tinggi
nngon
NoCl 0.45 % (250-500 ml/jom) tergontung stotus hidrosi
NoCl 0.9 % (250-500 mL/jom)
Jiko glukoso serum mencopoi 200 mg/dL (KAD) otou 300 mg/dl (SHH), gonti coiron dekstroso 5 % menjodi NoCl 0.45 % (150-250 ml/jom)
Gombor 1. Algorilmo Pemberion Coiron4
llt
2.
Terapi insulina lnsulin: regulor
0,1 U/ksBB
sebogoi bolus lV
0,1 U/ksBB/jom sebogoi infus insulin kontinu lV
Jiko GD lidok turun 50-75 mg/dL, noikkon drlp insulin
KAD
SHH
Ketiko
cD mencopoi
200 mg/dL,
Ketiko kodor GD mencopoi 2OO mg/dL, turunkon infus insulin regulor menjodi 0,05-0,1 U/kgBB/jom lV Pertohonkon kodor GD ontoro 150 don 200 mg/dL
turunkon infus insulin regulor menjodi 0,05-0, I U/kgBB/jom lV. Pertohonkon kodor GD ontoro 200 don 300 mg/dL
sompoi terjodi resolusi KAD
sompoi posien sodor penuh.
Perikso kodor elektrolit, pH veno, kreotinin, don GD tiop 2-4 jom sompoi posien stobil. Seteloh terjodi resolusi KAD otou SHH don ketiko posien mompu untuk mokon, berikon regimen insulin subkuton. Untuk menggonti dori lV ke subkuton, lonjutkon inf us insulin lV selomo I -2 jom seteloh insulin subkulon dimuloi untuk mencopoi kodor insulin plosmo yong odekuot Podo posien insulin-noive, muloi dengon 0,5 U/kgBB sompoi 0,8 U/kgBB per hori don sesuoikon sesuoi kebutuhon. Cori foktor presipitosi
Gombor 2. Algoritmo Prolokol Totoloksono lnsulin podo Posien Dewoso dengon KAD otou
lt 2
SHHa
3.
Koreksi kaliuma
Kolium
Perikso fungsi ginjol (urine output - 50 ml/hori/kgBB)
Kolium < 3.0 mEq/L
Kolium 3.0-5.0 mEq/L
Kolium > 5.0 mEq/L
Jongon memberikon insulin terlebih dohulu Ko ium 20-30 mEq/L sompoi
Kolium 20-30 mEq/L dolom setiop liter coiron introveno untuk menjodo kodor
Jongon berikon kolium Perikso kodor kolium setiop 2 jom.
kolium > 3.0 mEq/L
kolium 4-5 mEq/L
Gombor 3. Algorilmo Koreksi Kolium podo Posien Dewoso dengon KAD olou
SHH4
4. Bikarbonata . Jika pH vena <6,9 , berikan 1.00 mmol natrium bikarbonat dalam 400 ml sterile water ditambah 20 mEq KCI diberikan selama 2 jam, Jika pH masih <7, ulangi setiap 2 jam sampai pH >7. Periksan kadar kalium serum setiap 2 jam.
. 5.
f
ika pH vena > 6.9 : tidak perlu diberikan natrium bikarbonat.
Pemantauana's Pantau tekanan darah, nadi, napas, status mental, asupan cairan dan urin tiap 1-4 jam
KOMPTIKASI Renjatan hipovolemik, trombosis vena, perdarahan saluran cerna atas, sindrom
distres pernapasan akut.
Komplikasi pengobatan adalah hipoglikemia, hipokalemia, over load edema serebrals'6
PROGNOSIS KAD memiliki angka kematian
2%o
untuk usia < 65 tahun dan220/o untuk usia
65 tahun. SHH memiliki angka mortalitas 20
-
300/o.s'6
>
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Metabolik
Endokrin
.
RS
non Pendidikan
:
Bagian IImu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
. .
RS
Pendidikan
ICU
RS
non Pendidikan
ICU
REFERENSI
l. 2.
Soewondo Prodono. Ketoosidosis Diobetik. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnterno Publishing; 2009. Hol 1906-l9l l. Dovis Joe C. Diobetes Mellitus. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies;2012.
SL, Loscolzo
lt 4
3.
Perkeni. Petunjuk proktis teropi insulin podo posien diobetes melitus. Jokorto:Pusot penerbiton ilmu penyokit dolom;201 I
4.
Kitobchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in odult potients with diobetes. Diobetes Core 2OO9:32(7):1335-43. Diunduh dori http://core.ciiobetesjournols.org/ contenl/32/7 ll335.full.pdf+html pod otonggol 7 Juni 2012.
5. 6.
Trochtenborg DE. Diobetic ketoocidosis. Americon Fomily Physicion2O0S:71(91:1705-14 Stoner GD. Hyperosmolor hyperglycemic stote. Americon Fomily Physicion2OO5;71(91:1723-30
KRSST OD PENGERIIAN Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus:
infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obat anti-tiroid, terapi I"t, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid terlalu kuat.
1
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung sampai tidak sadar; diare, amenorea.l Pemeriksoon
. . . . . . .
Fisikt.2
Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain
Sistem saraf pusat terganggu: delirium, koma Demam tinggi sampai 40oC
Takikardia sampai 130-200 x/menit Dapat terjadi gagal jantung kongestif Diare
Ikterus
Pemeriksoon Penunjong
.
TSHs sangat rendah, fT +/TZtinggi, anemia
normositik normokromik, limfositosis
relatil hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat hiperbilirubinemia, azotemia prerenal
.
EKG: sinus
takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.
Tobel l. Skor lndeks Klinis Krisis Tiroid (Burch-Wortosky, 1993)r
5
l0
TATA[AKSANA'
1.
Perawatan suportif
. .
:
Kompres dingin, antipiretik (asetaminofenJ
Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dekstrosa 5% dan NaCl0,9 %
. 2.
Mengatasi gagal jantung: O2, diuretik, digitalis
Antagonis aktivitas hormon tiroid:
.
Blokade produksi hormon tiroid: PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO.
Alternatif: Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam
PO
Pada keadaan sangat berat, dapat diberikan melalui pipa nasogastrik [NGT) PTU 600
.
-
1000 mg atau metimazol 60-100 mg.
Blokade ekskresi hormon tiroid
Solutio Lugol (salurated solution of potassium iodida)
.
Penyekat beta
B tetes
tiap 6 jam
Propanolol 60
. 3.
- B0
mg tiap 6 jam PO atau 1
-
5 mg
tiap 6 jam intravena, dosis
disesuaikan respons ftarget: frekuensi jantung < 90 x/menitJ.
Glukokortikoid
Hidrokortison L00-500 mg IV tiap L2 jam; Deksametason 2 mg tiap 6 jam. . Bila refrakter terhadap terapi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal. Pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik spektrum luas, dll.
KOMPTIKASI Krisis tiroid: kematian PROGNOSIS
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = l0 -1.5
o/o.1
UNII YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Dalam Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiovaskular
pendidikan
- Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklir, Patologi Klinik, Departemen Bedah-Onkologi. RS
a
non Pendidikan
Bagian Neurologi, Patologi KIinik, Radiologi, dan Bedah.
REFERENSI
.
R. Kelenjor tiroid, hipotiroidisme, don hipertiroidisme. ln: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 5. Jokorto: lnternoPublishing. I 993-2008.
2.
Jomeson JL, Weetmon AP. Disorder of the Thyroid Glond. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhed. New York:
1
Djokomoeljonto
McGrow-Hill; 201 2. 29 1 1 -39
117
PE IOPERAT
F IABET S
LITUS
PENGERTIAN
Perioperatif secara umum merupakan tiga fase pembedahan yaitu preoperatif, intraoperatifdan pasca operasi. Tujuan dari evaluasi dan penatalaksanaan perioperatif adalah mempersiapkan kondisi pasien yang optimal sebelum operasi, selama operasi dan setelah operasi. Secara umum evaluasi perioperatif pada pasien DM sama dengan kondisi pasien lain yang akan menjalani operasi. Pada pasien DM maka evaluasi difokuskan pada evaluasi komplikasi jangka panjang DM [mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropatiJ yang akan meningkatkan risiko operasi. Perhatian khusus perlu diberikan pada evaluasi fungsi kardiovaskuler dan ginjal. Evaluasi risiko kardiovaskuler merupakan prioritas utama. Adanya neuropati otonom juga dapat memperberat dan memperpanjang fase pemulihan pasca operasi. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Evoluosi Pro Operosi Posien DM . Penilaian risiko operasi - Faktor risiko rutin : jantung, paru, ginjal, hematologi - Faktor risiko terkait DM : komplikasi makrovaskular; mikrovaskular . Penatalaksanaandiabetes - Klasifikasi DM - Farmakologi : tipe, obat, dosis, waktu - Perencanaan makan : kandungan KH, waktu makan - Aktivitas - Hipoglikemia : frekuensi, kewaspadaan, beratnya . Antisipasipembedahan - Tipe prosedur pembedahan - Rawat jalan atau rawat inap - Tipe anestesia - Waktu mulainya pembedahan
-
Lamanya pembedahan
Pemeriksoon Penunjong
. . . . . . . . . . .
Glukosa Darah
Profil Lipid HbAIC DPL
Fungsi
hati: SGOT/PT
Fungsi ginjal : Ur/Cr
Elektrolit Hemostasis
Urinalisa EKG
Foto Toraks
DIAGNOSIS BANDING
KOMPTIKASI Hipoglikemia, Hiperglikemia
IATATAKSANA
1.
Kontrol Gula Darah (GDJ
. . .
Biasanya dilakukan saat rawat jalan sebelum tindakan Target GD belum ada keseragaman (secara umum GD 140-1BOmg/dl)
Untuk memperbaiki kontrol
2.
GD
Pemeriksaan GD lebih sering Dosis insulin disesuaikan
Pemberian Insulin
.
GD dikendalikan dengan
insulin kerja pendek (insulin manusial atau insulin
kerja cepat analog
.
Regimen insulin di rumah dapat dilanjutkan, terutama jika menggunakan
.
insulin basal Pemberian Insulin
-
Metode pemberian insulin sebaiknya dapat memberikan kontrol GD yang
baik sehingga dapat mencegah hiper- atau hipoglikemia dan mencegah gangguan metabolik lain.
-
Regimen insulin intravena
flV)
sebaiknya mudah dimengerti dan dapat
diterapkan dalam berbagai situasi.
-
Pemberian insulin intravena
(lV)
harus disertai pemantauan GDS secara
bedside. Insulin IV memiliki waktu paruh 5 menit dan efek biologik sekitar 20 menit.
-
Kecepatan infus insulin dapat disesuaikan dengan kadar GD.
Perkiraan kebutuhan insulin awal dapat diperkirakan berdasarkan tipe DM, terapi sebelumnya, derajat kontrol glikemik, terapi steroid, obesitas, infeksi dan gagal ginjaL
3.
Obat oral
. . .
Umumnya dihentikan sebelum tindakan SU
kerja panjang:48-72 jam sebelum tindakan
SU
kerja pendek, pemicu sekresi insulin lain dan metformin dapat dihentikan
pada malam sebelum tindakan atau pada hari tindakan
4.
Tipe Operasi
.
Operasi Kecil
.
6.
Paling sering ditemukan Persiapan sama dengan operasi besar
Operasi besar
5.
Tidak memerlukan persiapan khusus
Operasi Sedang
.
OAD oral atau insulin dapat diteruskan bila kadar GD terkendali baik
Memerlukan anestesi umum dan dipuasakan Diberikan infus insulin dan glukosa Periksa gula darah setiap jam di meja operasi
Operasi Rawat falan
. . . .
Iika tidak membutuhkan anestesi umum OAD atau insulin dapat dilanjutkan bila GD sudah terkontrol baik
.
Stres kondisi akut maka kontrol GD dapat memburuk dan bahkan dapat
Tidak memerlukan puasa dan pasca tindakan dapat makan seperti biasa
Jika memungkinkan tindakan dilakukan sepagi mungkin Operasi Gawat Darurat
mencetuskan KAD
. . .
Nilai kontrol GD, dehidrasi, asam basa Lebih agresif, periksa GD setiap jam di meja operasi Pada KAD maka operasi ditunda 4-6 jam jika mungkin, dan sebelumnya
diberikan terapi standar KAD
.
Pengosongan lambung
-
semua pasien DM dengan trauma maka dianggap lambung penuh karena
kemungkinan adanya gastroparesis DM, sehingga sebaiknya ditunda 4-6 jam jika memungkinkan
. 7.
Infus insulin intravena
Penatalaksanaan Intra Operasi
.
Semua pasien yang menggunakan insulin baik
tipe L maupun tipe 2 harus
mendapatkan insulin selama prosedur operasi
. .
DM tipe 2 yang terkontrol baik dengan diet dan OAD mungkin tidak membutuhkan insulin jika prosedur relatif mudah dan singkat Kontrol GD yang buruk dan prosedur operasi yang sulit : Pemberian insulin bermanfaat
8.
Pemberian Glukosa, Cairan dan Elektrolit
.
Selama puasa sebaiknya diberikan glukosa yang adekuat dengan tujuan mencegah hipoglikemia, mencukupi kebutuhan energi dan katabolisme berat.
. . .
Dapat diberikan dekstrosa
5o/o
1.00cc/iam, disesuaikan dengan status hidrasi.
Pada stress berat diperlukan glukosa lebih banyak.
Jika dibutuhkan penambahan cairan dapat diberikan cairan yang tidak mengandung dekstrosa.
. 9.
Kalium seharusnya dilakukan monitor sebelum dan sesudah operasi
Paska tindakan operasi
.
lnfus dextrose dan insulin dilanjutkan sampai pasien bisa makan Ialu dimulai dengan pemberian insulin subkutan sesuai dengan kebutuhan.
.
Pada pasien dengan
nutrisi enteral tetap dianjurkan pemberian insulin kerja
singkat tiap 6 jam dan pengawasan hipoglikemia.
.
Bila tidak bisa makan per oral maka dapat diberikan nutrisi parenteral.
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
:
Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNII IERKAIT
. .
RS Pendidikan RS
non Pendidikan
Semua
Divisidi lingkungan Departemen Imu Penyakit Dalam
REFERENSI
.
Perkumpulon Endokrinologi lndonesio. Petunjuk proktis teropi insulin podo posien diobetes melitus.
2.
Jocober Sl, Sowers JR. Scott J. An Updote on Perioperotive Monogement of Diobetes. Arch lntern Med. 1999;1 59:2405-1
3.
Kedokteron Perioperotif 200/
1
PB PERKENI.
Jokorto 201 l. 1
122
K K DA
TK
PENGERTIAN
Kaki diabetes merupakan komplikasi kronik DM yang diakibatkan kelainan neuropati sensorik, motorik, maupun otonomik serta kelainan pada pembuluh darah, Alasan terjadinya peningkatan insiden ini adalah interaksi beberapa faktor patogen:
neuropati, biomekanika kaki abnormal, penyakit arteri perifeI penyembuhan luka yang buruk dan infeksi.l
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Lama menderita DM, kontrol gula darah, gejala komplikasi (jantung, ginjal, penglihatan) penyakit penyerta, riwayat pengobatan saat ini, pemakaian sepatu, ada callus, ada kelainan bentuk kaki, riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki, nyeri pada tungkai saat beristirahat. l
Pemeriksoon
a.
Fisik2
Pemeriksaanvaskular
Palpasi pulsasi arteri, perubahan warna kulit, adanya edema, perubahan suhu, riwayat perwatan sebelumnya, kelainan lokal di ekstremitas: kelainan pertumbuhan kaki, rambut, atrofi kulit.
b.
Pemeriksaanneuropati
Vibrasi dengan garputala L28 Hz, sensasi halus dengan kapas, perbedaan dua titik, sensasi suhu, panas dan dingin, pinprick untuk nyeri, pemeriksaan refleks fisiologis, pemeriksaaan klonus, dan tes Romberg.
c.
kulit Tekstur, turgor dan warna, kulit kering, adanya callus, adanya fisura, ulkus, gangren, infeksi, jamuS sela-sela jari, adanya kelainan akantosis nigikans dan Pemeriksaan
dermopati,
d.
Pemeriksaan tulang dan otot
Pemeriksaan biomekanik, kelainan struktur kaki (hammer toe, charcot, riwayat amputasi,/o ot drop), keterbatasan tendon achilles, evaluasi cara berjalan, kekuatan
otot, tekanan plantar kaki.
e.
Pemeriksaan sepatu atau alas kaki Jenis sepatu, kecocokan dengan bentuk kaki, insole, benda asing di dalam.
Tobel 'l . Klosifikosi podo Ulkus Diobetik berdosorkon Klosifikosi
PEDIS
lnfernofionol Consensus on
fhe Diobefic Foot 20032 lmpoired Perfusion
Size/Extent in mm2
Tuliskon
dolom ukuron mm2
DIAGNOSIS BANDING Peripheral arterial disease (PADI, vaskulitis, tromboangiitis obliterans (penyakit Buerger'sJ, venous stasis ulcer.l
IATATAKSANA Pengelolaan kaki diabetik dimulai sejak diagnosis diabetes ditegakkan. Pengelolaan
awal meliputi deteksi dini kaki diabetik dan identifikasi kaki diabetik. Terdapat sistem
skoring neuropati yang dibuat untuk mempermudah deteksi dini yaitu Modified Diabetic Examination Score yaitu:
a.
Pemeriksaan kekuatan otot
-
124
Otot Gastroknemius : plantar fleksi kaki Otot Tibialis anterior: dorsofleksi kaki
b.
Pemeriksaan refleks
-
Tendon Patela Tendon Achilles Pemeriksaan sensorik pada Ibu jari kaki Sensasi terhadap tusukan jarum Sensasi terhadap perabaan Sensasi terhadap vibrasi Sensasi terhadap gerak posisi
Pengelolaaan kaki diabetik dengan risiko tinggi dan kaki diabetik dengan luka,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. PERAWATAN KAKI DIABEIIK TANPA tUKA DAN RISIKO TINGGI DeleksiDinia
.
Kaki berisiko tinggi
-
Penyandang DM yang memiliki satu atau Iebih risiko
terdiri dari kelainan
neuropati, vaskular (iskemiaJ, deformitas, kalus dan pembengkakan.
-
Dilakukan kontrol mekanik, metabolik, edukasi dan ditambah dengan kontrol vaskular
.
Kaki dengan sensasi normal disertai deformitas
-
Kelainan deformitas yang lazim dijumpai antara lain claw toes, hammer toes, metatarsal heads yang menonjol, hallux rigidus, hallux valgus dan callus
-
Adanya kulit kering atau fisura akibat neuropati dapat diatasi dengan pemberian krim pelembab untuk mencegah timbulnya lecet, mengingat setiap lecet berpotensi sebagai tempat masuknya infeksi bakteri
. .
Kaki insensitifitas dengan deformitas Iskemia dengan deformitas
Iindokon Pencegohon Dilakukan bila belum ada luka di kaki fTexas Modifikasi Stadium A Tingkat 0J dan berdasarkan kategori risiko lesi kaki diabetik.a
Langkah-langkah pencegahan perlu dijelaskan saat edukasi perawatan kaki diabetes, diantaranya sebagai berikut:s
. .
Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di atas pasir dan di air. Periksa kaki setiap hari untuk deteksi dini dan laporkan pada dokter fperawat apabila ada kulit terkelupas, kemerahan, atau luka.
. .
Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya, Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim
pelembab ke kulit yang kering.
. . .
Potong kuku secara teratur.
Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi. Gunakan kaos kaki dari bahan katunyangtidak menyebabkan lipatan pada ujung-
ujung jari kaki.
. . . .
Kalau ada kalus atau mata ikan, ditipiskan secara teratur.
fika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kali yang dibuat khusus. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi. fangan gunakan bantal panas atau botol berisi air panas atau batu untuk kaki. Studi yang dilakukan dr.Allaida S.R.SpRM membuktikan edukasi perawatan kaki
yang diberikan terus menerus meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku penderita kaki diabetes. Senam kakiyang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan
ketahanan otot, mempertahankan lingkup gerak sendi dorso dan plantar fleksi serta mempertahankan vaskularisasi daerah kaki.s
Sepolu Diobetess
.
Kategori risiko 0: meskipun belum ada gangguan sensasi, karena gangguan sensasi pada kategori tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu.
.
Kategori resiko 1: saat mana sudah terdapat gangguan sensoris dan pembentukan calus
.
Kategori resiko 2 dan3: sudah terdapat deformitas dan kerapuhan jaringan akibat
tukak terdahulu
Peron Senom Kokis
1. 2.
3.
Latihan untuk sendi pergelangan kaki, otot kaki serta jari-jari kaki
Latihan yang ditujukan pada otot paha (otot adduktor, abduktor, quadrisep, homstring)dan otot betis (grasrrocnemius dan soleus) Latihan umum yang menggunakan/menggerakkan kaki : jalan kaki, bersepeda (statis) khusus bagi yang gemuk, senam aerobik, berenang(bila tidak ada luka terbuka)
B. PERAWATAN KAKI DIABETIK DENGAN TUKA Tatalaksana holistik kaki diabetes meliputi 6 aspek kontrol yaitu kontrol mekanik,
kontrol metabolik, kontrol vaskulat kontrol luka, kontrol infeksi dan kontrol edukasi.a
t.
Kontrol mekanik: - Mengistirahatkankaki.
-
Menghindari tekanan pada daerah kaki yang Iuka (non weight bearing).
Menggunakan bantal saat berbaring pada tumit kaki/bokong/tonjolan tulang,untuk mencegah lecet.
-
Memakai kasur anti dekubitus bila perlu.
Mobilisasi (bila perlu dengan alat bantu berupa kursi roda atau tongkat). Pada luka yang didominasi oleh faktor neuropati maka tujuan utama adalah
mendistribusikan beban tekanan pada kaki, sedangkan yang didominasi faktor vaskular tujuan utamanya adalah menghindari luka pada daerah yang rentan.
2.
Kontrol luka: - Evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang adekuat perlu dilakukan secepat mungkin, jika perlu dapat dilalukan dengan tindakan operatif.
3.
Pembalutan luka dengan pembalut yang basah atau lembab.
Debridemen dan nekrotomi. Amputasi
Kontrol infeksi (mikrobiologi): diperlukan pada ulkus neuropati maupun ulkus neuroiskemia (PAD),
-
Terapi antimikroba empirik pada saat awal bila belum ada hasil pemeriksaan
kultur mikroorganisme dan resistensi. Luka yang superfisial: diberikan antibiotik untuk kuman gram positif. Luka lebih dalam diberikan antibiotik untuk kuman gram negatif ditambah golongan metronidazol bila ada kecurigaan infeksi bakteri anaerob. Pada luka yang dalam, luas, disertai gejala infeksi sistemik yang memerlukan
perawatan di rumah sakit: dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang dapat mencakup kuman gram positil gram negatif dan anaerob. Sehingga dapat digunakan2 atau 3 golongan antibiotik.
-
Penggunaan antibiotik diobservasi seminggu kemudian, dan disesuaikan
kultur mikroorganisme. Kontrol vaskular: sebaiknya ditelusuri sampai diketahui perlu tidaknya penilaian status vaskular secara invasif den gan hasil
4.
-
Periksa anklebrachialindex (ABI), transcutaneousoxygentension,toepressure bahkan angiografi.
-
Pemeriksaan TcPO2 : untuk menentukan daerah dengan oksigenasi yang masih
cukup sehingga terapi revaskularisasi diharapkan masih memiliki manfaat.
5.
Tindakan bedah vaskular atau tindakan endovaskular.
Kontrol metabolik: - Perencanaan nutrisi yang baik selama proses infeksi dan penyembuhan luka,
-
Regulasi glukosa darah yang adekuat.
Pengendalian komorbiditas bila ada (misalnya hipertensi, dislipidemia, gangguan fungsi hati/ginjal, gangguan elektrolit, anemia, infeksi penyerta serta hipoalbuminemia).
6.
Kontrol edukasir
.
Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi luka kaki pasien saat ini,
rencana diagnosis, penatalaksanaan/terapi, penyulit yang mungkin timbul, serta bagaimana prognosis selanjutnya. Pemberian edukasi penting mengingat kerjasama pasien dan keluarganya mutlak diperlukan dalam penatalaksanaan yang optimal dan untuk menghindari salah pengertian.
Nekrotomidon Amputosi
.
Tujuan6
-
Membuang semua jaringan nekrotik yang avital (non viable), jaringan infeksi, dan juga callus di sekitar ulkus
.
Mengurangi tekanan pada jaringan kapiler dan tepi luka Memungkinkan drainase dari eksudat dan pus Meningkatkan penetrasi antibiotik ke dalam luka yang terinfeksi
Indikasi5
a.
Debridement/Nekrotomi: Indikasi nekrotomi adalah sebagai berikut: - Terdapat debris dan jaringan nekrosis pada luka kronis di jaringan kulit, jaringan subkutan,fasia, tendon, otot bahkan tulang.
b.
Terdapat kerusakan jaringan dan pus pada ulkus yang terinfeksi.
Amputasi: Tindakan amputasi biasanya dilakukan secara elektif, namun bila ada infeksi dengan ancaman kematian dapat dilakukan amputasi secara emergensi.
Indikasi amputasi adalah sebagai berikut:
1. Jaringan nekrotik luas 2. Iskemi jaringan yang tidak dapat direkonstruksi 3. Gagal revaskularisasi
4. 5. 6. 7.
Charcot's of Foot dengan instabilttas
Infeksi akut dengan ancaman kematian (gas gangren dan necrotizing fasciitis) Infeksi/luka yang tidak membaik dengan terapi adekuat Gangren
B. Deformitas
9.
anatomi yang berat dan tidak terkontrol
Ulkus berulang
Peron Nukisi dolom Penyembuhon [uko7 . Fungsi nutrisi: membantu proses penyembuhan luka (inflamasi, granulasi dan epitelisasi/r emo delli ng).
. . . .
Perhitungan kecukupan kalori sama seperti pada penatalaksanaan ulkus DM.
Protein 1,5-2 gram/kg berat badan/hari. Lemak 20-25 o/o kebutuhan energi dengan jenuh <7o/o,lemak tidak jenuh
KOMPT!KASI Osteomielitis, sepsis, amputasi PROGNOSIS Di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi masing masing
L60/o dan 25o/o (data RSUPN Cipto Mangunkusumo 2003J.
Sebanyak 14,3o/o akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak
37%o
akan meninggal 3 tahun pasca-amputasi.2'3
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
:
Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
pendidikan
Departemen Bedah, Departemen Rehabilitasi Medik, Divisi Kardiologi, Divisi Hematologi - Departemen Penyakit Dalam
a
RS non
pendidikan
Bagian Bedah, Bagian Rehabilitasi Medik.
REIERENSI
l. 2.
Powers A. Diobetes Mellitus. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine l8th edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 2012 Wospodji S. Koki Diobetes. Dolom: Sudoyo,Setiyohodi, Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jokorto. Interno Publishing. 201 Konsensus Koki Diobetik. Jokorto. Pengurus Besor Perkumpulon Endokrinologi lndonesio (PB 1
3.
PERKENT).2008
4. 5. 6.
Pedomon Penotoloksonoon Koki Diobetes. Jokorto. Perkeni.20l0 Adhiorto. Penotoloksonoon Koki Diobetes. Dolom : KoriodiSHKS, Arifin AYL, Adhiorto lGN, Permono H, Soetedjo NNM. Editors. Noskoh Lengkop Forum Diobetes Nosionol V. Bondung. 201 I lsmiorto YD. Aspek Bedoh Penongonon Luko Diobetes. Dolom : Koriodi SHKS, Arifln AYL, Adhiorto lGN, Permono H, Soetedjo NNM. Editors . Noskoh Lengkop Forum Diobetes Nosionol V. Bondung. 2011
7.
Perkumpulon Endokrinologi Indonesio. Konsensus pengeloloon don pencegohon diobetes melitus
tipe 2 di lndonesio.
r30
PB PERKENI.
Jokorto, 201 1.
s
oM ovAR
u
Por
K sT K
(Pcos)
PENGERTIAN Sindrom ovarium polikistik (PCO\ yang didapatkan pada sekitar
5
- L0o/operempuan
produktil didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis akibat resistensi insulin yang ditandai dengan obesitas, menstruasi tidak teratul dan terdapat tanda berlebihan
usia
androgen [seperti hirsutisme, jerawat). Pada mayoritas pasien, ditemukan kista multipel dalam ovariumnya, dengan etiologi multifaktorial yang tidak jelas.l Istilah lain PCOS adalah Gambaran Ovarium Polifolikular (polyfollicular ovarian appearance).2
PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan hormon, kehamilan, atau
infertilitas, Mayoritas perempuan dengan tidak teratur (oligomenorea).
PCOS
memiliki periode menstruasi yang
Krilerio diognosis Kriteria diagnosis PCOS dari Eshre/Asrm (Rotterdam)2003 dipenuhi minimal
2
dari 3 kriteria berikut:1
1. Disfungsi ovulasi yang menyebabkan menstruasi tidak teratur dan infertilitas 2. Hiperandrogenisme dengan bukti klinis atau laboratoris (biokimiaJ 3. Dengan USG pelvis atau transvaginal, pada bagian perifer dalam satu ovarium ditemukan > 10 kista folikular tampak seperti untaian mutiara, berukuran 2
-
6
mm atau kadang lebih besar berisi sel-sel atresia,
Pemeriksoon Penunjong
.
Gula darah puasa/ sewaktu fatau TTGO bila perlu) dan profil lipid untuk mencari
adakah sindrom metabolik.
. . .
Hormon kortisol pada pagi hari [pk 08.00), untuk menyingkirkan sindrom Cushing Hormon L7-hidroksi progesteron pada pagi hari, untukmenyingkirkan vrrilisme adrenal DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate) serum,
hasilnya abnormal
.
USG, juga
untuk menyingkirkanvirilizing tumor
dinilai sebagai amenorea bila
DIAGNOSIS BANDING Hirsutisme idiopatik, hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, hiperplasia adrenal non
klasik, tumor ovarium, tumor adrenal, sindrom Cushing, resistensi glukokortikoid, hiperandrogen dengan penyebab lain yang jarang.l TATA[AKSANA3 o Prinsip penatalaksanaan disesuaikan dengan gejala
klinis dan apakah
menginginkan kehamilan.
.
Setiappasien PCOSyangoverweightsebaiknyadimotivasiuntukmenurunkanberat badannya, untuk memperbaiki manifestasi klinis (terutama menstruasi yang tidak
teratur) dan menurunkan risiko DM tipe 2. - Metformin (untuk mengurangi resistensi insulin sehingga dapat mengembalikan siklus ovulasi yang teratur) - Thiazolidinedione (tidak disarankan untuk perempuan yang ingin hamil)
-
Klomifen sitrat [untuk mengembalikan ferti]itas agar kehamilan dapat terjadi) Progesteron [medroksi progesteron 5 - 10 mg PO, 1.x/hari, selama 10 - ]-4 hari
tiapl-2bulana
-
Progestogen-impregnated intra uterine coil
PROGNOSI53,4,5
Wanita dengan PCOS memiliki risiko jangka panjang yang lebih besar untuk terjadinya:
. . . . . .
intoleransi glukosa, DM tipe
2,
hipertensi, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia
obesitas ; bertambahnya rasio pinggang-pinggul
infertilitas involunter
(77 ,5o/o vs 1.,3o/o
kelompok kontrol)
risiko hiperplasia atau kanker endometrium risiko penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular hirsutisme
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
:
Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian
Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
RS
Pendidikan
Departemen Obstetri dan Ginekologi
.
RS
non Pendidikan
Bagian Obstetri-Ginekologi
REFERENSI
l.
Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Lorsen PR, editors. Disorders in femole reproductive system. ln: Willioms Textbook of Endocrinology, I l'n ed. Philodelphio, Po: Sounders-Elsevier; 2008.
2.
Gozvoni MR, Homilton M, Kingslond CR, et ol. Polycystic ovorion syndrome: o misleoding lobel? Loncet. 2000; 355(9201 l:411-2.
3.
Colledge
4.
Porter RS, Koplon JL, editors. The Merck Monuol of Diognosis ond Theropy l9th ed. USA: Merck Reseorch Loborotories, 201 l.
5.
NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. In : Dovidson's Principles 2l ned.Churchill Livingstone-Elsevier: 20lO
ond Proctice of Medicine
Wild S, Pierpoint T, Jocobs H, et ol. Long{erm consequences of polycystic ovorion syndrome: 3l yeorfollow-up study. Hum Fertil (Comb) 2000;3(2):l0l-5.
results of o
6.
Wild S, Pierpoint T, McKeiqueP, et ol. Cordiovosculor diseose in women with polycystic ovory syndrome ot long-term follow up: o relrospective cohort study. Clin Endocrinol (Oxf). 2000;s2(s):s9s-600.
STRU
AD USA O
TOKSK
PENGERTIAN Pembesaran kelenjar tiroid difus tanpa adanya nodul maupun hipertiroid. Struma
difusa non toksik paling sering disebabkan oleh defisiensi yodium dan disebut juga goiter endemik apabila menyerang >5% populasi. Pada area yang kekurangan iodium, pembesaran tiroid mencerminkan efek kompensasi untuk mempertahankan iodium sehingga tetap dapat memproduksi hormon yang cukup. WHO, UNICEF dan ICCIDD
menganjurkan kebutuhan yodium sehari adalah 90 mcg untuk anak pra sekolah, 120 mcg untuk anak sekolah dasar (6
-
12 tahun), 150 mcg untuk dewasa fdi atas 12 tahun)
dan 200 mcg untukwanita hamil dan menyusui. Goiter endemik juga disebabkan oleh pajanan terhadap goitrogen lingkungan seperti singkong yang mengandung tiosianat,
sayur-sayuran dari famlli Cruciferae (kol, kembang kol) dan susu sapi pada area yang memiliki rumput yang mengandung goitrogen. Goiter juga dapat terjadi pada defek sintesis hormon tiroid yang diturunkan.l PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Goiter kebanyakan asimtomatik. Apabila goiter sangat besar, maka dapat menimbulkan gejala-gejala kompresi trakea atau esofagus. Goiter substernal dapat mengobstruksi thorq cic o utl e t.'
Pemeriksoon Fisikl
.
Palpasi kelenjar tiroid menunjukkan adanya pembesaran yang tidak nyeri, lunak dan tidak adanya nodul pada kelenjar tiroid
.
Apabila terjadi obstruksi thoracic outlet didapatkan Pemberton's sign positif (rasa pusing yang disertai dengan kongesti wajah dan obstruksi vena jugularis eksterna saat lengan dinaikkan di atas kepalaJ.
Pemeriksoon Penunjong:2 . Tes fungsi tiroid: untuk menyingkirkan adanya hipotiroid atau hipertiroid. Pada simple goiter, kadar T4 dan TSH adalah normal. Pada bentuk yang baru dan lama T4 dapat ditemukan rendah
. . . .
Antibodi TPO: untuk mengidentifikasi pasien dengan peningkatan risiko penyakit tiroid autoimun Kadar iodium urin: rendah, <1,0 g/dL
tiroid; peningkatan ambilan yodium radioaktif Pengukuran laju pernapasan/CT/MRI: diperlukan pada pasien goiter substernal yang memiliki gejala atau tanda obstruksi
Scan
DIAGNOSIS BANDING Tiroiditis, adenoma non neoplastik, kista tiroid/paratiroid/tiroglosus
,
hyperplasia
remnant post bedah, keganasanl TATATAKSANA
Non formokologis Edukasi.2
Formokologis Terapi dengan iodium maupun hormon tiroid dapat mengecilkan goiter pada defisiensi iodium, tergantung pada lamanya goiter dan derajat fibrosis yang timbul. Pemberian hormon tiroksin harus berhati-hati terutama apabila TSH rendah atau normal. Pada pasien muda, dosis levotiroksin dapat dimulai pada 100 mcg/hari sedangkan pada pasien yang lebih tua dimulai pada 50 mcg/hari. Regresi nyata biasanya terlihat dalam 3 - 6 bulan terapi.2 Bedoh Terapi bedah dilakukan apabila terjadi kompresi trakea ataupun obstruksi thoracic
outlet. Tirodektomi subtotal atau hampir total dapat dilakukan untuk kepentingan kosmetik, Operasi harus diikuti penggantian hormon dengan levotiroksin agar TSH tetap pada batas bawah nilai normal sehingga mencegah timbulnya kembali goiter.
KOMPTIKASI Kompresi saluran napas dan esofagus, obstruksi thoracic outlet, sindrom vena kava superio4 penekanan nervus frenikus atau laringeus rekuren, sindrom Horner. Stroke dan iskemik serebral dapat terjadi akibat kompresi arteri atau sindrom pintas
tiroservikal.l PROGNOSIS Pada pasien tua, goiter yang telah lama diderita dan tingkat fibrosis yang lebih
tinggi, kurang dari sepertiga yang menunjukkan respons dengan terapi farmakologis.a UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNII TERKAIT
o
f,$ Pendidikan
Semua Divisi
di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam a
RS
non Pendidikan
REFERENSI
1.
Djokomoeljonto Gongguon okibot kekurongon iodium . ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi I, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokii dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2009 - 15
2.
Lomeson JL, Weetmon AP.Disorders of the thyroid glond. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2:2911 - 39
3.
Fritzgerold PA. Endocrine disorders. ln: McPhee S, Popodokis M, Robow M. Cunent medicol diognosis ond treotment 201 1. 50h ed. Colifornio; The McGrow -Hill Educotion. 20,10:1051 - ?0
4.
Gordner DG, Shobock D, editors. Greenspon's bosic ond clinicol endocrinology. 8th ed. Son Fronsisco
5.
r36
Peloquin JM, Wondisford FE. Nontoxic diffuse ond nodulor goiter. ln: Wondisford FE, Rodovick editors.Clinicol monogementof thyroid. l'r ed.Philodelphio;Sounders,2OO9:339-47
S,
STRUMA
NODOSA ON TOKS K (SNNT)
PENGERTIAN Pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme.l Berdasarkan jumlah nodul, dibagi:1'2
. .
Struma mononodosa non toksik Struma multinodosa non toksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif:
. . .
Nodul dingin Nodul hangat Nodul panas
Berdasarkan konsistensi nya:
. . ' .
Nodul lunak Nodul kistik Nodul keras Nodul sangat keras
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis3
.
Sejak kapan benjolan
. . .
Cara membesarnya: cepat, atau lamba
timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja
. . . . . .
Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan, sesak nafas
Penurunan berat badan
Keluhantirotoksikosis
Pemeriksoon
. .
Fisik4's
Umum Lokal:
-
Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
Nyeri tekan Konsistensi Permukaan
Perlekatan pada jaringan sekitarnya Pendesakan atau pendorongan trakea Pembesaran kelenjar getah bening regional Pemberton's sign
Peniloion risiko kegonoson3 Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid: . Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak
. . . . .
Riwayat keluarga dengn tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun. Gejala hipo atau hipertiroidisme.
Nyeri berhubungan dengan nodul. Nodul lunak, mudah digerakkan.
Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah
keganasan tiroid:3
. . . . . . . . . .
Umur < 20 tahun atau > 70 tahun Jenis kelamin laki-laki
Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas Pertumbuhan nodul cepat I beberapa minggu - bulan ) Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (iuga meningkatkan kejadian penyakit nodul tiroid jinakJ Riwayat keluarga kanker tiroid meduler Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, iregular dan sulit digerakkan Paralisis pita suara Temuan limfadenopati servikal Metastasis jauh ( paru-paru, dll)
DIAGNOSIS BANDING6
.
Struma nodosa pada: Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain.
. . . . . . . . .
Tiroiditis akut Tiroiditis subakut Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif [RiedelJ Simple Goiter Struma endemik Kista tiroid, kista degenerasi Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik Limfoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
. .
Biosi aspirasi jarum halus (BAIAH) nodul tiroid BAJAH merupakan prosedur diagnostikyang penting dilakukan pada kasus SNNT,
dapat dilakukan tanpa menunggu hasil laboratorium bila klinis eutiroid.
. . .
Laboratorium: T4 atau FT4, dan TSHs sesuai gambaran klinis6
tiroid: USG baik untuk mengukur jumlah, ukuran, dan karakteristik sonografi nodul. USG
Karakteristik sonografi yang curiga keganasan adalah hypoechoic, mikrokalsifikasi, makrokalsif lkasi, intranodular vaskularity, taller-thon-wide dimensions, dan batas yang samar.B
longkoh diognostik
l: TSHs, FI43
Hasil klinis: Non-toksik o Langkah diagnostik II: BAfAH nodul qilold
Hasil
:
a. Ganas b. Curiga c. f inak d. Tak cukup/sediaan
tak representative (dilanjutkan di tatalaksana)
IATALAKSANA3, Sesuai hasil BAJAH, maka Tata Laksana
Nodul tiroid
TSH
Rendoh
Menemukon kriterio yong diutorokon dolom teks
Normol RAIU
Co/d/tdk Hot
spesifik
Mungkin jinok,
odenomo toksik
:
BAJAH
oblosi, reseksi, teropi
medikomentoso
Jinok
Tdk posti
Mencurigokon
(70%)
(1s%)
(10%)
Observosi otou
Teropi
teropi supresi
supresif
RAIU
Hot Sembuh
Tdk sembuh
Observosi
Bedoh
Bedoh
Co/d
Cold
Hot
Mungkin jinok,
odenomo toksik
:
medlkomentoso
140
1.
Bedoh
RAIU
oblosi, reseksi. teropi
Gombor
Gonos
Algorilmo Pendekoton Diognosis Nodul
Tiroid.'z
A.
Ganas
.
Operasi Tiroidektomi near-total/ Total tiroidektomi
B. An undetetminole significonce (AUS) Tobel
l.
Rekomendosi Monojemen Sesuoi Kriterio Belhesdo
fl
*Dolom kosus dengon "kecurlgoon odonyo metoslosis" otou "Gonos" merupokon interpretosi yong menyotokon tumor metostosis doripodo kegonoson tiroid primer, moko tindokon operosi tidok dlindikosikon a
a
Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku IVCJ Bila hasil - ganas-+ Operasi Tiroidektomi near-total.
Bila hasil = jinak -+ Operasi Lobektomi alternatif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule -+ Operasi
C. Iok cukup/sedioon tok representolif ika nodul Solid saat BAIAH): ulang BAJAH Bila klinis curiga ganas tinggi -> Operasi Lobektomi Bila klinis curiga ganas rendah -+ Observasi a
ika nodul Kistik (saat BAJAH) : aspirasi. Bila kista regresi -+ Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah -+ Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi -+ Operasi Lobektomi
D. Jinok Tata Laksana dengan Levo-tiroksin (LT J dosis subtoksis.(terapi supresi) . dosis dititrasi mulai 2 x25 ug (3 hari),
. . . .
dilanjutkan 2 x 50 ug (3 - 4 hari), bila tidak ada efek samping atau tanda toksis: dosis 1 menjadi 2 x 100 mg sampai 4 - 6 minggu, kemudian evaluasi TSH I target 0,1 - 0,3 mlU/L) supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila
mengecil > 50o/o dari volume awal)
.
Bila nodul mengecil atau tetap
+ -
.
L-tiroksin distop dan diobservasi: Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1 - 0,3 mlU/L). - Bila setelah l-tiroksin distop, struma tidak berubah, diobservasi saja. Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --+ obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi -+ hasil PA:
-
Jinak: Observasi Ganas: Tata Laksana dengan L-tiroksin
. .
Individu dengan risiko ganas tinggi: target TSH < 0,01 - 0,05 mlU/L Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 - 0,1 mlU/L
KOMPTIKASI Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut/subakut
PROGNOSIS Prognosis baik. Biasanya SNNT berkembang sangat lambat. Bila ada pertumbuhan yang cepat harus dievaluasi kemungkinan adanya degenerasi, perdarahan pada nodul,
atau adanya neoplasma.
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
: Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
RS Pendidikan
Dalam RS non
a
Pendidikan
REFERENSI 'I
.
Brunicordi, Chorles F. Schwortz's Principle Of Surgery, 8rh Edition. Copyright @2007 The McGrowHill
Componies.
2. 3.
Gonong, Williom
4.
Cooper DS, Doherty GM, Hougen BR, et ol. Revised Americon Thyroid Associotion monogement guidelines for potients with thyroid nodules ond differentioted thyroid concer. Thyroid. Nov
F. Buku
ojor fisiologi Kedokteron, Edisi 20. EGC, lokorto, 2002 : 305-309.
Koriodi SHKS. Strumo Nodoso Non-Toksik. Dolom Wospodji S, et ol. (eds). Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 3. Jokorto, Boloi Penerbit FKUI:757-65.
2009; I 9( I 1 ):1 | 67 -21 4.
5.
Bohn
RS,
Costro MR. Approoch to the potient with nontoxic multinodulor goiter. J Clin Endocrinol
Metob. Moy
201 1:96(51:1202-12.
[Medline].
6.
Subekti l. Skumo Nodoso Non-Toksik (SNNT). ln Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Moryontoro, Goni RA, MonsjoerA (eds). Pedomon Diognosis don Toto Loksono di Bidong llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUl,l999:187-9.
7.
Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser
SL,
Jomeson JL, Loscolzo J : Horrison's Principles of lnternol
medicine, lBth edition : www.occesmedicine.com
8.
Cooper DS, Doherty GM, Hougen BR, et ol. Revised Americon Thyroid Associotion monogement guidelines for potients with thyroid nodules ond differentioted thyroid concer. Thyroid. Nov 1 1 l:1 1 67 -21 4. [Medline]. Jomeson JL, Weetmon AP. Disorders of the Thyroid Glond. ln Brounwold E, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Longo DL, Jomeson JL. Horrison's Principles of lnternol Medicine.l8rh ed. New York:
2009; I 9(
9.
McGrow-H ill,
10. Bohn
RS,
2OO
1
:20 60-84.
Costro MR. Approoch to the potieni with nontoxic multinodulor goiter. J Clin Endocrinol
Metob. Moy 201 1;96(51:1202-12.
STRUMA NODOSA TOKS K
PENGERTIAN Adalah nodul tiroid soliter berkapsul yang berfungsi secara autonom menghasilkan
hormon tiroid. Disebut juga adenoma tiroid toksik.l-3 Sebagian besar pasien mengalami mutasi somatik pada gen reseptor TSH. Mutasi
ini menyebabkan peningkatan proliferasi dan fungsi sel folikular tiroid. Sebagian kecil mengalami mutasi pada gen protein Gs-alpha [Gr"].'''
PENDEKAIAN DIAGNOSIS2,3
Anomnesis Gejala tirotoksikosis ringan (kelelahan, tidak tahan panas, refleks hiperaktif, peningkatan berkeringat, peningkatan nafsu makan, palpitasi, polidipsia, tremoI berat badan turun) Pemeriksoon fisik Nodul tiroid yang biasanya cukup besar (> 3cm) sehingga dapat dipalpasi
Pemeriksoon penuniong . Tes fungsi tiroid: TSH rendah
. .
definitil menunjukkan adanya uptake lokal pada nodul dan berkurangnya uptake pada bagian lain dari kelenjar tiroid Thyroid scan: dapat menjadi tes diagnostik
USG
DIAGNOSIS BANDING Graves disease, struma multinodosa toksik,
TATATAKSANA
.
Farmakologis4
-
Antitiroid dan penyekat beta:
tiroiditis, nodul tiroid.
a
Dapat menormalkan fungsi
tiroid namun bukan terapi jangka panjang optimal.
Bedaha
-
Lobektomi tiroid ipsilateral atau isthmusektomi (jika adenoma terdapat pada isthmus). Lebih dipilih pada pasien dengan gejala dan tanda kompresi pada leher, ukuran goiter besar (>80 g), ekstensi substernal atau retrosternal, atau kebutuhan untuk koreksi cepat status tirotoksikosis, Kontraindikasi mencakup komorbiditas signifikan seperti penyakit kardiopulmoner dan kanker stadium akhir. Kontraindikasi relatif adalah kehamilan.
Radiasia
-
Terapi radioiodin: Lebih dipilih pada pasien usia lanjut, memiliki komorbiditas, riwayat operasi atau jaringan parut pada anterior leheI dan ukuran struma kecil. Kontraindikasi mencakup kehamilan, laktasi, wanita yang merencanakan akan hamil dalam
a
4-6 bulan. Terapi Lainnyaa,s
-
Injeksi etanol berulang atau ablasi termal radiofrekuensi per kutan.
KOMPTIKASI
Hipertiroidisme, tirotoksikosis, krisis tiroid. Komplikasi terapi: hipotiroid. PROGNOSIS Kebanyakan pasien yang diterapi memiliki prognosis baik. Prognosis buruk berhubungan dengan hipertiroid yang tidak ditangani. Jika tidak ditangani, hipertiroid dapat menyebabkan osteoporosis, aritmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi iodine'' dapat mengakibatkan hipertiroid, pada beberapa pasien fmenurut beberapa penelitian berkisar 73o/o, tergantung pada ukuran goiter dan dosis radioiodineJ membutuhkan terapi ulang atau operasi pengangkatan tiroid. Hipotiroid setelah ablasi
radioiodine telah dilaporkan pada 0-35o/o individu. Tatalaksana operatif terdiri dari lobektomi nodul yang hyperfungtioning.Tingkat hipotiroid berkaitan dengan prosedur ini, sangat rendah. Tingkat kekambuhan hipertiroid dengan operasi, dilaporkan berkisar 0-9o/0."
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik
Endokrin
.
RS
non
Pendidikan :
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
o
UNIT TERKAIT
o .
RS
Pendidikan
: Departemen
RS
non Pendidikan
: Bagian
Ilmu Bedah
Ilmu Bedah
REFERENSI
I.
Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; InternoPublishing; 2009. hol
2.
Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Honison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012. Nol,
3.
Mondel SJ, Lorsen PR, Dovies
TF. Thyrotoxicosis.
Dolom: Melmed S, Polonsky KS, Lorsen
PR,
Kronenberg HM, penyunting. Willioms textbook of endocrinology. Edisi Xll. Philodelphio: Elsevier Sounders; 201 I
4. 5.
Bohn RS, Burch HB, Cooper DS, Gorber JR, Greenlee MC, Klein l, et ol. . Hyperthyroidism ond other couses of thyrotoxicosis: monogement guidelinesof the omericon thyroid ossociotion ond omericon ossociotion of clinicol endocrinologists. Endocrine Proctice 2011: 17(31:. 456-520 Siegel RD, Lee SL. Toxic nodulor goiter: toxic odenomo ond toxic multinodulor goiter. Endocrinol
Metob Clin North Am 1998: 27
6.
(
l
): 1 5l -68
Allohobodio A, Doykin J, Sheppord MC, et ol. Rodioiodine treotment of hyperthyroidism-prognostic foctors for outcome. J Clin Endocrinol Metob. Aug 2001;86(8l:3611-7
TRODlTS
PENGERT!AN Istilah tiroiditis mencakup kelainan-kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi pada tiroid. Gejala yang timbul dapat berupa asimtomatik sampai nyeri yang hebat pada
tiroid, dengan atau tanpa manifestasi disfungsi tiroid maupun pembesaran kelenjar tiroid. Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit, tiroiditis dapat dibagi atas tiroiditis akut, subakut serta tiroiditis kronis.l PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik masing-masing tipe tiroiditis dapat dilihat pada
tabel
L.
Pemeriksoon Penunjong
.
Kadar T3, T4, TSH
.
Sidik tiroid
DIAGNOSIS BANDING Ienis-jenis tiroiditis, karsinoma tiroid.
TAIATAKSANA Apabila pasien dalam keadaan hipotiroid dapat diberikan levotiroksin untuk mencapai kondisi eutiroid.l
KOMP[IKASI Hipotiroidisme permanen, thyroid storm3 Obstruksi trakea, paralisis pita suara, gangguan saraf simpatis regional, ruptur abses ke jaringan sekitar, trombosis vena
jugularis internal (sindrom LemierreJ, sepsis, abses retrofaring, mediastinitis, perikarditis, pneumonia.2
Tobel 'l . Diognosis Tiroidilis.r'2'6
Riedel
PROGNOSIS
.
Tiroiditis akut : Apabila pasien diterapi dengan antibiotik yang tepat, maka kelainan tiroid ini umumnya bersifatsef limiting. Kelainan tiroid ini jarang menimbulkan komplikasi apabila diterapi dengan baik.3
.
.
Tiroiditis subakut: - Tiroiditis karena kehamilan : Sebanyak 20 - 50o/o kasus dapat terjadi hipotiroid permanen, 70% kasus kambuh pada kehamilan berikutnya.l - Tiroiditis de duervain's: Sebanyak 45o/o fungsi tiroid akan kembali normal dalam 6 sampai 12 bulan hanya 5o/oyang menetap hipotiroid Tiroiditis kronis - Tiroiditis Hashimoto : Sebanyak 24o/o pasien dengan hipotiroidisme karena tiroiditis autoimun kronik yang mendapat terapi tiroksin >1 tahun akan tetap menjadi eutiroid walaupun terapi sudah dihentikan.l - Tiroiditis Riedel merupakan penyakit self-limiting.'g Apabila tidak diobati :
penyakit juga dapat menjadi progresif, kadang-kadang stabil atau regresi.l UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakrt Dalam
UNIT IERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
:
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
pendidikan
REFERENSI
1.
Wiyono P. Tiroiditis. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom.5rh ed. Jokofio; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI,2009:201
6-2021
2.
Lomeson JL, Weetmon AP.Disorders of the thyroid glond. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012:2911 - 39
3.
Yomodo M, Sotoh T, Hoshimoto K. Thyroiditis. In: Wondisford FE, Rodovick S, editors. Clinicol monogement of thyroid diseose. l'r ed. Philodelphio; Sounders Elsevier, 2009: 191 - 203
4. 5.
Gordner DG, Shobock D, editors. Greenspon's bosic ond clinicol endocrinology.
Brh
ed. Son Fronsisco
Stognoro-Green A, Abolovich M, Alexonder E, et ol. Guidelines of the omericon thyroid ossociolion forthe diognosis ond monogement of thyroid diseose during pregnoncy ond postportum. Thyroid. 2Ot1:21(10):1081-125
6. 7.
Doyon CM, Doniels GH. Chronic outoimmune thyroiditis. N Engl J Med. 1996;335121:99-107 Bindro A, Brounstein GD. Thyroidiiis. Am Fom Physicion. 2006:73(10):1769-76
8. 9.
Peorce EN, Forwell AP, Brovermon
LE. Thyroiditis. N Engl J
Med. 2003;348.26):2646-55
Slotosky J, Shipton B, Wohbo H. Thyroiditis: differentiol diognosis ond monogement.Am Fom Physicion. 2000;61 (41:1047-52, 1054
T ROTOKS KOSIS
PENGERTIAN
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.l PenyakitGraves adalah penyakit autoimun yang
dikarakteristikkan dengan adanya antibodi terhadap reseptor tirotropin (TRAb). Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme.2 Tobel
l. Mocom-mocom
Tirotoksikosis'?
Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang dikarakteristikkan dengan hipertiroid karena adanya autoantibodi yang bersirkulasi dalam darah. TSH Receptors Antybody ITRAb) berikatan dengan reseptor tirotropin aktif sehingga menyebabkan kelenjar tiroid berkembang dan terjadi peningkatan sintesis hormon tiroid oleh folikel tiroid.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Gejolo don tondo Iirotoksikosis Geiala : Hiperaktivitas, iritabilitas, disforia, intoleransi panas, mudah berkeringat, palpitasi, lemah dan lesu, berat badan turun dengan peningkatan nafsu makan, diare,
poliuria, oligomenorrhea, hilangnya libido Tanda: Takikardi; atrial fibrilasi pada usia lanjut, tremot goiter, kulit hangat dan lembab, kelemahan otot, miopati proksimal, lid lag retraction dan lid retraction, ginekomastial
Gejolo don tondo penyokit Groves Pada penyakit Graves selain gejala dan tanda tirotoksikosis, dapat ditemukan pula
oftalmopati Graves, dermopati tiroid, akropati tiroid. Akronim untuk perubahan pada oftalm opati Graves, yaitu "NO SPECS"2 0 = No Signs or symptoms 1 = Only signs (lid log retraction dan lid rectraction), no symptoms 2 = Soft-tissue involvement (periorbital edema) 3 = Proptosis [>22 mmJ
4 = Extraocular-muscle involvement (diplopia) 5 = Corneal involvement 6 = Sight lost
Penunjong TSH, FT4, T, (dengan indikasi) sidik
tiroid
DIAGNOSIS BANDING2 . Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat: kelebihan iodium (fenomena/od Basedow)
.
Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme: tiroiditis subakut, tiroiditis srlenf destruksi
tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksiko
.
152
sis
fa cti ti a)
Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional
Tersongko Tirotoksikosis
Ukur TSH,
rendoh, T, bebos tinggi
TSH
To
bebos
rendoh, T, bebos normol
TSH normol otou meningkot, T, bebos iinggi
Ukur T- bebos
odenomo otov thyroid
TSH
Tirotoksikosis
pflmer
sy
ndro me
Tidok diperlukon
Normol
tes
Hipertiroid
T. toksikosis
subklinis
Follow up
Terdopot monifestosl penyokit Groves
6-12 minggu
Tidok
Yo
Penyokit Groves
Tidok
Yo
Pengombilon rodionukleido rendoh
Hipertiroid nodulor toksik
Yo
Tiroiditis destruktif , kelebihon
iodin otou hormon tiroid
don T4 bebos normol
ISH-secrefing pit uitory hormo ne resistonce
Tinggi
TSH
Tldok
Singkirkon penyebob loin termosuk stimulosi oleh gonodotropin korionik
Gombor 2. Algoritmo Evoluosi Tirotoksikosis'?
tombohon
IAIATAKSANA Formokologis 1. Obat Antitiroid . Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300- 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/ hari.
. .
Metimazoldosis awal 20 - 40 mg/han. Indikasi: - Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan - sedang dan tirotoksikosis
-
Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan iodium radioaktif
2.
Persiapantiroidektomi Pasien hamil, lanjut usia
Krisis tiroid
Penyekat adrenergik beta Pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi
eutiroid setelah
antitiroid. Propanolol dosis 40 - 200 mg dalam 2-3 dosis. Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab. FT4 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 72-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps. 6-1.2 minggu pemberian
Bedoh' Indikasi
. . . . .
Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan
Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima terapi iodium radioaktif Adenoma toksik, struma multinodosa toksik Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Rodioiodinel.2 Indikasi
154
antitiroid
a
Pasien berusia >35 tahun
a
Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
a
a
Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid
a
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
KOMPLIKASII
Penyakit Graves: penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. PROGNOSIS Cenderung tidak mengalami remisi pada laki-laki usia < 40 tahun dengan ukuran gondok yang besar dan tirotoksikosis yang klinis lebih berat (didapatkan titer antibodi
reseptor TSH yang tinggi).r UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
RS
pendidikan
Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklil Patologi Klinik, Departemen Bedah-Onkologi.
RS
a
non Pendidikan
Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah,
REFERENSI 1
.
2.
R. Kelenior tiroid, hipotiroidisme, don hipertiroidisme. ln: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 5. Jokorto: lnternoPublishing. 1 993-2008.
Diokomoeljonto
Jomeson JL, Weetmon AP. Disorder of the Thyroid Glond. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhed. New York: McGrow-Hill; 201 2. 29 1 1 -39
TUMORHPO SS
PENGERTIAN
Tumor hipofisis jarang ditemukan dan terdiagnosis biasanya karena gangguan hormonal, mass effect, atau tidak sengaja pada pemeriksaan CT Scan atau MRI karena trauma kepala atau nyeri kepala.l Tumor hipofisis, biasanya dapat berupa adenoma
mikro (diameter < 10 mm) ataupun adenoma makro fdiameter > 10 mm). Sekitar 92o/o lesi di sella tursika merupakan adenoma hipofisis. Adenoma hipofisis adalah neoplasma jinak yang muncul dari satu atau lima tipe sel hipofisis anterior. Tumor/ adenoma hipofisis merupakan penyebab tersering dari sindrom hiposekresi dan hipersekresi hormon hipofisis pada orang dewasa. Manifestasi secara klinis dan secara fenotipe biokimiawi dari tumor hipofisis, tergantung dari tipe sel tumor asal dan besar ukuran tumor tersebutl. Sekitar 15 % neoplasma intrakranial merupakan tumor hipofisis yang ditemukan pada populasi dengan prevalensi B0/100.000 sering ditemukan pada wanita usia reproduktif, dengan perkiraan insiden
2.
1.,2
Paling
-
1,7
/
juta orangf tahun di Denmark dengan 60% kasus hiperkortisolisme.3 Prevalensi pada growth hormone-secreting pituitary adenoma adalah 50 - 60 kasus/L,000,000 orang. Pada wanita lebih sering ditemukan corticotropin-secreting pituitary adenoma, daripada pria dengan perbandingan B:1.3 Tumor hipofisis dapat pula digolongkan menjadi 2 jenis: a's -),. Functioning satu
-
Prolactin-secreting tumors, (kadar prolaktin serum >100 pg/LJ Growth Hormone-secreting tumors,
Corticotropin (adrenocorticotropic hormone IACTH])-secreting tumors, Thyrotropin (thyroid-stimulating hormone [TSH])-secreting tumors, and Gonadotropin (Follicle-Stimulating Hormone [FSH]/ Luteinizing Hormone tLHl)secreting tumors Beberapa tumor mensekresi gabungan/campuran beberapa hormon, misalnya
prolaktin dan hormon lain [contoh Growth Hormone), dengan kadar prolaktin serum berkisar antara 30-100 pg/L.
2.
Non-functioning Biasanya berupa adenoma hipofisis jinak, yang mengsekresi hormon hipofisis yang
tidak dapat terdeteksi secara klinis. Prolaktin disekresikan melalui penekanan pembuluh portal dan pituitary stalk, dengan kadar prolaktin serum 25-75 1tg/L fStalk effectJ.
PENDEKAIAN D!AGNOSIS Manifestasi klinik tumor hipofisis diakibatkan oleh massa tumol hipopituitari, serta sekresi hormon yang berlebihan. Pada tiap kasus mungkin ditemukan gabungan
dari ketiga efek tersebut.
Anomnesis Gejala sakit kepala, migren, gangguan penglihatan, masalah lapangan pandang menyempit atau gangguan saraf ekstraokular.a Pada kecurigaan disfungsi gonad atau defisiensi hormon hipofisis, perlu ditanyakan bagaimana riwayat menstruasi: oligomenorea /amenorea (t20 o/o wanita yang mengalami amenorea primer/ sekunder 6) dan infertilitas pada wanita usia reproduktil atau disfungsi ereksi dan menurunnya Iibido pada
pria.1'2
Pemeriksoon Fisik
. . .
Pemeriksaan luas lapangan pandang (visual field testingJ untuk menilai fungsi optic chiasm dan traktusnya.
Akromegali (pembesaran akral, perubahan wajah), moon face, buffalo hump, penipisan kulit, osteoporosis, hirsutisme Produksi keringat berlebih, nodul tiroid, tirotoksikosis, muscle wasting, tekanan darah meningkat
Manifestasi klinis akibat efek massa tumor hipofisis terhadap struktur sekitar dapat dilihat pada tabel
1.
Tobel l. Monifestosi Klinik Akibot Efek Mosso Tumor Hipofisis Terhodop Struklur yong Terkeno2 Struktur Hipofisis don
Gongguon pertumbuhon,
hipoodrenol-
Spes o h
Slrukfur yong lerkeno Sinus kovernosus
Pemeriksoon Penunjon92
. . .
Magnetic resonance imaging (MRI) Computed Tomography (CT) Scan kepala, fokus pada hipofisis dan regio parasella Pemeriksaan laboratorium hormon dalam darah
:
[1) prolaktin basal; (2) insulin-like growth factor (lGF) I; (3) ACrH; (4) FSH dan LH; and
tiroid :TSH dan FT4. Selain itu, perlu juga diperiksa kadar hormon testosteron atau estradiol, dan kadar kortisol pk. 8 pagi hari. Pemeriksaan laboratorium analisis sperma dapat (5J Tes fungsi
didapatkan abnormalitas spermatogenesis pada prolaktinoma.
.
Angiografi (untuk menyingkirkan adanya aneurisma) Pemeriksaan penapis pada adenoma hipofisis fungsional
:
Tobel 2. Pemeriksoon Penopis podo Adenomo Hipofisis Fungsionol2
Orong normol mompu mensupresi kodor GH <0.4 ttg/L
dopot meningkotkon kodor proloktin
ACTH
Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Gejala dan tanda akibat efek massa Sakit kepala Gangguan penglihatan MRI
Evaluasr
Hipotpituitari TSH, ACTH, FSH, LH Uji lapang penglihatan
Galaktorea, lmpotensi, Amenorca
Gambaran klinis akromegali
Gambaran klinis Cushing
Prolaktin
IGF-1 dan GH pasca pembebanan glukosa
Kortisol
SETUM
dan
ACTH
MRI
MRI
MRI
Kepala
Kepala
Kepala
Catatan : Pada pasien dengan efek massa, sakit kepala, serta gangguan penglihatan segera dilakukan pemeriksaan l\ilRl dan pemeriksaan fungsi penglihatan Pada pasien dengan kecurigaan adenoma hipoflsis fungsionalperlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dahulu
Gombor l. Pendekoton Kecurigoon Adenomo Hipofisis,
DIAGNOSIS BANDING2
.
Prolaktinoma:
-
Kehamilan Perdarahanpostpartum
Hipotiroidismeprimer Penyakit pada payudara atau akibat stimulasi payudara Penggunaan obat (fenotiazin, antidepresan, haloperidol, metildopa, reserpin,
opiat, amfetamin, simetidinJ
. . . .
Gagal ginjal
kronik
Liver disease Polycystic ovarian disease Gangguan dinding dada
a
Lesi medula spinalis
a
Riwayat iradiasi kepala
TATAtAKSANAI,2,5 Tata laksana tumor hipofisis harus bersifat komprehensif dan individualistik. Tujuan tata laksana meliputi beberapa aspek
L. 2. 3. 4.
:
Mengontrol manifestasi klinis akibat kelebihan sekresi hormon. Mempertahankan fungsi hipofisis yang normal semaksimal mungkin. Memperbaiki gangguan fungsi hipofisis yang terjadi. Mengendalikan pertumbuhan tumor serta efek mekanikyang ditimbulkan oleh tumor.
Beberapa modalitas yang ada adalah tindakan bedah, radioterapi, serta medikamentosa.
1.
Tindakan bedah Tindakan operasi (mikro) transfenoid sangat efektifpada 90% kasus dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang rendah. Tindakan operasi transkranial biasanya dikerjakan pada tumor dengan perluasan ekstensif ke suprasella atau fossa media. Pembedahan atau radioterapi merupakan terapi pilihan pada tumor hipofisis nonsekretorik. Ketelitian saatfollow up pasien sangat penting, terutama yang menjalani operasi pembedahan mikro trans-sfenoid, sebaiknya kontrol dalam 4 - 6 minggu
untuk memastikan adenoma tersebut sudah diangkat seluruhnya dan masalah hipersekresi endokrin sudah teratasi.
2.
Radioterapi (Stereotactic radio surgery) Radioterapi jarang menjadi pilihan pertama pada tata laksana tumor hipofisis.
Radioterapi saat ini berperan sebagai terapi tambahan pada pasien adenoma fungsional maupun non fungsional, terutama yang gagal dengan terapi pembedahan.
3.
Medikamentosa Tata laksana medikamentosa dapat menjadi pilihan utama pada beberapa kasus
tumor hipofisis. - Prolaktinoma(baik mikroprolaktinoma maupun makroprolaktinoma)) agonis dopamin/analog merupakan terapi lini pertama; yang sering digunakan adalah
-
bromokriptin fper oral 1,5 - 10 mg dalam dosis terbagi) dan cabergoline. Akromegali) pengobatannya terdiri atas tiga golongan, yaitu agonis dopamin [bromokriptin 10 - 20 mg p.o tid - qid), analog somatostatin (octreotide 1.00 pg s.c), dan antagonis reseptor hormon pertumbuhan. Meskipun bromokriptin kurang efektif bila dibandingkan dengan octreotide, namun bromokriptin dapat diberikan per oral.
Adenoma Tirotropin
)
dapat digunakan analog somatostatin kerja panjang
(octreotide; dosis seperti pada akromegali)
)
Penyakit Cushing
Ketokonazol, yang menghambat enzim sitokrom P-450
yang terlibat pada biosintesis steroid, efektifdalam penyakit cushing ringansedang, dengan dosis 600
-
1,200 mg p.o per hari.
PROGNOSIS
.
Meskipun telah menjalani operasi transfenoid, Penyakit Cushing dapat muncul kembali pada
. .
t
25
o/o
pasien.T
Insiden (adjusted) dalam 3 tahun untuk terjadinya sindroma metabolik adalah 23,4o/o pada riwayat Penyakit Cushing vs 9,2 o/o pada riwayat adenoma hipofisis non-function Ing [p= 0,0 1)
Tidak terdapat perbedaan bermakna pada insiden (adjusted) 3 tahun untuk terjadinya penyakit kardiovaskular atau penyakit serebrovaskulac atau diabetes melitus.B
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Metabolik
Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Departemen Mata, Departemen Neurologi, Departemen Bedah Saraf, Departemen Radioterapi
RS
non Pendidikan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
REFERENSI 1
.
Contemporory Endocrinology: Hondbook of Diognostic Endocrinology. Humono Press. Totowo. NJ. 2003 Holl JE, Niemon LK. Editors.
2.
Jomeson JL, Melmed S. Disorders of the Anterior Pituitory ond Hypotholomus. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8th Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Feni FF. Editor. Ferri's Clinicol Advisor, I't ed. Mosby Elsevier. 2009.
McDermott MT. Editor. Endocrine Secrets, 4th edition. Elsevier Mosby. Rokel RE, Bope
ET.
Conn's Current Theropy,
60rh
ed. Sounders Elsevier. 2008
Pituitory Tumor. From: Dynomed. www.seorchebscohost.com J Clin Endocrinol
Metob 2009 Jun;9416):1897.
J Clin Endocrinol
Metob 2010 Feb;95(2):630.
O
STAS
PENGERTIAN Obesitas merupakan suatu keadaan di mana terdapat massa jaringan adiposa yang
berlebih.l Penyakit ini bersifat multifaktorial dan dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat juga terjadi secara sekunder akibat adanya penyakit penyebab. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan obesitas adalah defisiensi hormon tiroid fhipotiroidismeJ, sindrom ovarium polikistik sindrom Cushing kelainan dihipotalamus, dan mutasigenetik.2 Pada tahun 2000 WHO membuat klasifikasi berat badan berdasarkan IMT flndeks Massa Tubuh). Obesitas didefinisikan bila IMT seseorang > 30 kg/m'Z. Sedangkan wilayah
Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri.3
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Diagnosis obesitas ditegakkan dengan cara pengukuran IMT yaitu berat badan dalam kilogram [kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat [m'z). Pada pemeriksaan
fisih
harus diperiksa tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat badan, tinggi badan, IMT dan lingkar perut. Berikut adalah klasifikasi berat badan Iebih dan obesitas menurut kriteria Asia Pasifik (tabel 1). Tobel
l
Klosifikosi Berol Bodon lebih don Obesilos Berdosorkon IMT don Lingkor Perut Menurul
Krilerio Asio Posifik3
>90cm(
Kelerongon
:
*Lingkor perut seboiknyo diukur podo pertengohon ontoro bolos bowoh igo don kristo ilioko, dengon menggunokon ukuron pito secoro horisontol podo soot okhir ekspirosi dengon keduo tungkoi dileborkon 20 - 30 cm.
Pemeriksoon Penunjong Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya penyakit endokrin
lainnya sebagai penyebab obesitas, skrining untuk keadaan komorbid fsindrom metabolik), dan untuk melihat adanya komplikasi dari organ target.4 IATA[AKSANA4,5 Berikut adalah manajemen penanganan obesitas menurut IMT [tabel 2) Tobel 2. Monojemen Penongonon Obesilos berdosorkon lMT6
Kelerongon: *Dopot dipertimbongkon opobilo terdopol foktor risiko goyo hidup
otou berot bodon gogol terkontrol dengon
modiflkosi
Nonformokologis
.
Perubahan gaya hidup
-
Terapi diet : Bertujuan membuat defisit kalori sebesar 500
-
1000 kkal/hari
Aktivitas fisik: Program aktivitas fisik harus dibuat berdasarkan status kesehatan dan kondisi fisikpasien. Perlu juga diperhatikan asupan cairan pasien sebelum, saat,
dan sesudah melakukan aktMtas fisik, Pada tahap awal dapat melakukan aktrvrtas
fisik sedang selama 30 - 45 menit sehari, sebanyak 3 - 5 kali seminggu. Aktivitas fisik dapat ditingkatkan sesuai kemampuan pasien. Pasien juga harus melakukan latihan kekuatan otot dengan 1
-
3 set latihan untuk otot-otot utama setidaknya
dua kali dalam seminggu.
.
Terapi perilaku
Formokologis Orlistat Pembedohon Indikasi: BMI > 35 kg/m'z; adanya satu atau lebih penyakit komorbid yang dapat teratasi secara signifikan dengan penurunan berat badan [imobilitas, artritis, DM Tipe 2); berat badan tidak dapat dikontrol setelah dilakukan pengontrolan diet, aktivitas fisik, terapi perilaku dan obat-obatan.
o.
s Posien
dotong E BMI > 30
Pemeriksoon BMI > 23
Niloi foktor risiko
Kg/m'
kg/m2 otou
{LBMI23-29,9 > 80 cm (W),
(P)l
olou
,
LP
90 cm
lyo
don>2foktor
Dokter don posien
risiko
I BMI dihitung dolom 2 tohun terokhir
Yo
menentukon tujuon serto strotegi penurunon berot bodon don pengontrolon foktor
Tidok
Yo
risiko
Apokoh posien Hitung berot bodon, tinggi bodon, lingkor
pinggong
Hitung berot bodon, iinggi bodon, lingkor pinggong (LP),
(LP),
kemudion hitung BMI
ingin menurunkon berot bodonyo?
Yo
kemudion hitung BMI Perkembongon
Tidok
teropi/ opokoh tujuon tercopoi
Edukosi
BMI < 23 Kg/m'?
pengontro{on
berot bodon
Yo Yo
Pengukuron berot lingkor pinggong,
Tidok
Soronkon untuk pertohonkon beroi
bodon
don BMI secoro periodik
Tidok
Niloi penyebob kegogolon pengontrolon berot bodon
Konseling, teropi diet, teropi periloku, oktifltos flsik
Gombor
l. Algoritmo Penongonon Obesitos don
Overweight
a
KOMPTIKASI Peningkatan angka mortalitas, disabilitas, morbiditas, peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular; peningkatan risiko DM tipe 2, peningkatan risiko kankel demensia, peningkatan risiko GERD, batu saluran empedu, penyakit hati, penyakit ginjal kronik, batu ginjal, infertilitas pada laki-laki, low back pain, fraktur, osteoartritis.l,2 PROGNOSIS Tiap peningkatan 5 kg/m' pada BMI > 25kg/mz berhubungan dengan peningkatan
risiko kematian sebesar
30o/o.s
UNIT YANG MENANGAN!
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
:
Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UN!I IERKAIT
.
RS Pendidikan
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Gizi, Departemen Bedah
a
RS non
Pendidikan
REFERENS!
l.
M. Biology of Obesity: lntroduction. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine lBthEdition. New York, McGrow-Hll. 2012.
2.
Sugondo
3.
Notionol Heort Lung ond Blood lnstituie. Executive summory of the clinicol guidelines on the idenlificotion, evoluotion, ond treotment of overweight ond obese odults. Arch Intern Med. 1998
Flier J, Morotos-Flier
S. Obesitos. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: Interno Publishing;2010:1973-1983.
Sep 28; 1 58( l 7): I 855-67.
4. 5.
Bodorsono S, Moersodiko N, Purnomosori D, Sukordji K, Tohopory D. ldentificotion, Evoluotion ond Treotmen.l of Overweighi ond Obesity in Adults: Clinicol Proctice Guidelines of the Obesity Clinic, Wellnes Cluster Cipto Mongunkusumo Hospitol, Jokorto, Indonesio. NotionolTosk Force on the Prevention ond Treotment of Obesity. Medicol core for obese potients: . 2OO2 Jon I ;65( I ):81 -8.
odvice f or heolth core professionols. Am Fom Physicion
6.
Institute for Clinicol Systems lmprovement. Prevention ond Monogement of Obesity (Moture Adolescent ond Adults). 5lh ed. Bloomington, MN; lnstitute for Clinicol Systems lmprovement. April 2011
r65
PtltlI[1[[S[ [[ DI
IA GIl Uft Y[I(I [1[
PAA P AKTK Kl S
G TR NE Diore Kronik..... Gostroeso phoge ol Refl ux Diseose..,( Hemotemesis Meleno.. Hemotokezio ................. lleus Porolitik .................. Konstiposi
a::.
147 G ERDI
l /,- ,i
Ponkreotitis Akut Penyokit Tukok Peptik.......... Tumor Goster Tumor Kolorektol
I
\>-
-r" .-l
a'
,---'t'----.
t,
,,n'n
,""'
D
AR
KRON K
PENGERTIAN Diare kronikadalah diareyangberlangsunglebih dari 14 hari sejakawal diare. Diare
dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1
L. 2. 3.
Lama waktu: akut atau kronik
4. 5.
Penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif
Mekanisme patofisiologi: sekretorik, osmotik, dll
Berat ringannya diare: ringan atau berat Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr
1. Waktu dan frekuensi diare 2. Bentuk tinja 3. Keluhan lain yang menyertai
seperti nyeri abdomen, demam, mual muntah,
penurunan berat badan
4. 5.
Obat-obatan: laksan, antibiotika, imunospresan, dll
Makanan/minuman
Pemeriksoon Fisikt Keadaan umum, status dehidrasi
Pemeriksoon Penunjongr . Pemeriksaan tinja, darah, urin
.
Pemeriksaan anatomi usus sesuai indikasi: Barium enemaf colon in loop (didahului BNOJ, Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium
follow through atau enteroclysis,
USG abdomen, CT Scan abdomen
.
Fungsi usus dan pankreas: tes fungsi pankreas, CEA dan CAL9-9.
Tobel
l.
Diognosis Bonding Penyebob Tersering Diore Kronis di lndonesiot
lnfeksi
tiroid, kemor
DIAGNOSIS BANDING Penyebab tersering diare kronis di Indonesia dapat dilihat pada tabel
1
TATALAKSANA Nonformokologis Seperti tatalaksana pada diare umumnya. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada
tabel diare infeksi.
DIARE KRONIS
Doroh per rektum
Nyeri memburuk sebelum
Doroh (-),
hilong dengon BAB, perosoon def ekosi tidok
molobsorbsi
BAB,
tuntos
Kolonoskopi + biopsi
I
Curigo
Usus holus:
Pertimbongkon diore fungsionol
IBS
pencitroon, biopsi, osprrosr
Terbotos untuk penyokit orgonik
Doroh (-), Pengecuolion diet: sorbitol. loktoso
Gombor
l
Monojemen Diore Berdosorkon Gejolo Penyerlo3
DIARE KRONIS
untuk penyokit orgonik
Hb don olbumin rendoh. MCV & MCH obnormol,
Rendoh K+
Semuo tes
penopison normol
bonyok lemok podo feses Volume feses, osmoloritos, pH; /oxotive screen;
Reoksi opioid +
iindok lonlut
hormono/screen Kolonoskopi + biopsi
Usus kecil: X+oy,
biopsi, ospirosi
;
lemok feses 48 jom
Lemok feses >20 g/hori, fungsi ponkreos
Normol don lemok feses < I 4glhori
Diore kronik persisten
Titrosi
teropi untuk
mempercepot tronsit
Gombor 2. Algorilmo Pendekolon Diognosis Diore Kronis Berdosorkon [oborolorium Sederhono3
Formokologis Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah obat anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan aman pada keadaan gejala stabil.2
1.
Loperamid: 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum
mg/hari. Kodein: Karena memiliki potensi adiktii obat ini sebaiknya dihindari, kecuali pada keadaan diare yang menetap. Kodein dapat diberikan dengan dosis L5-60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-B ml. Klonidin: B2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal. Diberikan 0,1-0,2 mg/hari selama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan diare sekretorik, kriptosporodiosis dan diabetes. Octreotide: Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal dan absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptida 16
2. 3. 4.
gastrointestinal. Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan oleh Vipoma dan tumor carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan
5,
dengan AIDS. Dosis efektif 5Omg -25Omg subkutan tiga kali sehari. Cholestiramin: mengikat garam empedu dan mencegah reabsorsinya, berguna pada pasien diare sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau
6.
penyakit ileum. Dosis 4 gr 1 s/d 3 kali sehari. Atapulgit, biasanya dosis yang diberikan 3x2 tablet selama diare.
KOMPLIKASI Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa/ gas darah, gagal ginjal akut, kematianl PROGNOSIS Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya. Prognosis baik pada penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan, tergantung pada kemampuan
untuk menghindari pemakaian obat-obat tersebut.2
UNlT YANG MENANGAN!
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi
-
Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
. . 170
pendidikan: Departemen Bedah Digestif, ICU/Medical High Care RS non pendidikan: lCU, Bagian Bedah RS
REFERENSI
1.
Kolopoking SM. Pendekoton Diognostik Diore Kronik. Dolom Alwi l, Setioti
2. 3.
S,
Setiyohodi
Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: Interno Publishing; 201 0:534-559. McQuoid K. Chronic Diorrheo. ln Lowrence M (Eds). Current Medicol Diognosis & Treotment 37th Ed. Prentice Holl lnternotionol lnc, 1998: 544 Comilleri M, Murroy JA. Diorrheo ond Constipotion. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. I Bth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012. Chopter B,
40, p308.
GASIROESOPHAG AI. REFLUX D'SEASE (GERD)
PENGERTIAN Gastroesophageal Reflux Disease IGERD) merupakan suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, laring, dan saluran napas; akibat kelemahan
otot sfingter esofagus bagian bawah (LES/Lower Esophageal Sfingter). Refluks dapat
terjadi melalui 3 mekanisme yaitu refluks spontan pada saat relaksasi LES, aliran balik sebelum kembalinya tonus LES setelah menelan, meningkatnya tekanan dalam abdomen.t''
Faktor risiko terjadinya refluks esofagus yaitu alkohol, hernia hiatus, obesitas, kehamilan, skleroderma, rokok, obat-obatan seperti antikolinerglk, beta blocker, bronkodilat
or,
Colcium channel blockers, progestin, sedatil antidepresi trisiklik.3
Terdapat dua kelompok pasien GERD yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya mucosal break diesofagus pada pemeriksaan endoskopi IGERD) dan pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan mucosal break
(non
ero sive refl ux d i se a se / N E RD).4
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesis Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan seperti:
.
1'2'a
Keluhan paling sering: merasakan adanya makanan yang menyumbat di dada,
nyeri seperti rasa terbakar di dada yang meningkat dengan membungkukkan badan, tiduran, makan; dan menghilang dengan pemberin antasida, non cardiac
.
chest pain [NCCP).
Keluhan yang jarang dikeluhkan: batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups, suara serak atau perubahan suara, sakit tenggorokan, bronchitis
.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat pemakaian obat-obatan.
Pemeriksoon Fisik Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang khas untuk GERD. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan inflamasi yang mengindikasikan
laring
GERD.
Pemeriksoon Penunjong Jika keluhan tidak berat, jarang dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dilakukan jika keluhan berat atau timbul kembali setelah diterapi. ''o
. . .
Esophagogastroduodenoscopy (EGD): melihat adanya kerusakan esofagus
Barium meal: mehhat stenosis esofagus, hiatus hernia. Continuous esophageal pH monitoring: mengevaluasipasien GERDyang tidak respon
dengan PPI Qtroton pump inhibitorJ, evaluasi pasien-pasien dengan gejala ekstra esophageal sebelum terapi PPI, memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti
refluks atau mengevaluasi NERD berulang setelah operasi anti refluks.
.
Manometri esofagus: mengevaluasi pengobatan pasien NERD dan untuk tujuan penelitian.
.
Stool occult blood test: untuk melihat adanya perdarahan dari iritasi esofagus, lambung, atau usus.
.
Pemeriksaan histopatologis: menentukan adanya metaplasia, displasia, atau keganasan.
DIAGNOSIS BANDING'
. . . . . . .
Dispepsia
Ulkus peptikum
Kolik bilier Eosinophilicesophagitis Infeksi esofagitis Penyakit jantung koroner Gangguan motilitas esofagus
TATALAKSANA Nonformokologis2
1.
Modifikasi gaya hidup, menghentikan obat-obatan (anti kolinergik, teofilin) dan mengurangi makan makanan yang yang dapat menstimulasi sekresi asam seperti kopi, mengurangi coklat, keju dan minuman bersoda.
2. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika keluhan seringkali dirasakan 3. Makanan selambat-lambatnya 2 jam sebelum tidur.
pada malam hari.
Formokologis2,4
1. 2.
Histamine type-Z receptor antagonists (H2RAs) Proton pump inhibifors IPPIs): umumnya diberikan selama B miggu dengan dosis ganda.
3.
Untuk NERD, terapi inisial dengan dosis standar selama B minggu laludiberikan pada saat keluhan timbul dan dilanjutkan sampai keluhan hilang.'
4.
Antasida hanya untuk mengurangi gejala yang timbul
Tindokon invosif3,a 7. Pembedahan anti refluks: Laparoscopic Nissen fundoplication 2. Terapi endoskopi: radiofrequency ablation, endoscopic suturing, endoscopic impl a ntation, e ndo
sco p
ic g astropl asty
KOMPTIKASI Refluks esofagus dapatmenimbulkan komplikasi esofagus maupun ekstra esofagus.
.
Komplikasi esofagus: striktu[ ulkus, Barrett's esophagus bahkan adenokarsinoa di kardia dan esofagus.'''
.
Komplikasi ekstra esofagus: asma, bronkospasme, batuk kronik atau suara serak, masalah gigi,3
PROGNOSIS Pengobatan dengan penghambatsekresi asam lambung dapat mengurangi keluhan,
derajat esofagitis dan perjalanan penyakit. Risiko dari striktur menjadi Barrett's esophagus atau adenokarsinoma yaitu 60/o dalam 2-20 tahun pada kasus.' UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
UNII IERKAIT . RS pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi
RS non
pendidikan
Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, High Care
a
-
Bagian Bedah
ICU /Medical
REFERENSI
L
Mokmun
2.
Kohrilos PJ. EsophogeolStructure ond Function. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J,Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth
D. Penyokit Refluks Gostroesofogeol. Dolom: Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ledisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2005. hlm 317 - 321.
ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2012.
3.
Longstreth GF. Gostroesophogeol reflux diseose. ln. Peptic esophogitis; Reflux esophogitis;
Heortburn - chronic; Dyspepsio - GERD. 201 l. Diunduh dori http:,/,/ www.ncbi. nlm.nih.govlpubmedheolth/ PMH000l3l l,/ podo tonggol 7 Mei2012. GERD;
4.
Kelompok Studi GERD lndonesio. Konsensus Nosionol: Penotoloksonoon Penyokit Refluks Gostroesofogeol di lndonesio. Perkumpulon Gostroenterologi Indonesio.2004.
HEMATEMESSM LE A
PENGERTIAN Hematemesis adalah muntah darah kehitaman yang merupakan indikasi adanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBAJ, terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi
dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam) biasa berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifestasi dalam bentuk melena.l PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr.2
1,. fumlah, warna, perdarahan
2. 3. 4.
Riwayat konsumsi obat NSAID jangka panjang
Riwayat merokok, pecandu alkohol Keluhan lain seperti mual, kembung, nyeri abdomen, dll
Pemeriksoon Fisik',2 Memeriksa status hemodinamik:
1. Tekanan darah dan nadi posisi baring 2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi 3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dinginJ +. Kondisi pernapasan
5.
Produksi urin
Pemeriksoon Penunjongt,2 1. Laboratorim; darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, masa pembekuan dan perdarahan, petanda virus hepatitis, ratio BUN/Kreatinin
2. 3.
Radiologi: 0MD (Oesophagus Maag Duodenum) jika ad aindikasi Endoskopi saluran cerna
Tobel
l. Keporohon perdorohon soluron cerno bogion olos berdosorkon Blolchford (Modifi kosi)
skor Glosgow
-
3
Keterongon: Skor 0: risiko minimol okon membutuhkon inleruensi sepertitronsfusi, endoskopi olou pembedohon,
dopot dipulongkon dini olou
rowot jolon
Skor I - 5: memiliki risiko yong meningkot membutuhkon infervensi Skor > 6: memiliki risiko > 50 % okon membuluhkon inlervensi
Tobel 2. Beberopo Etiologi Hemolemesis Melenor.2
177
DIAGNOSIS BANDING Hemoptoe, hematokezia.
IATALAKSANA Stobilisosi hemodinomika 'J.. Jaga patensi jalan napas
5
2. Suplementasi oksigen 3. Akses intravena 2line dengan jarum besa4 pemberian
cairan Normal Saline atau
Ringer Laktat
4. 5.
6.
Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb, Ht, serum elektrolit, ratio Blood Urea
Nitrogen (BUN): serum kreatinin Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell (PRC) apabila kehilangan darah sirkulasi > 30o/o atau Ht < 78o/o (atau menurun >6%) sampai target Ht2o-25o/o pada dewasa muda atau 30% pada dewasa tua Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) atau trombosit apabila INR >
7.
1,5 atau trombositopenr
Pertimbangkan lntersive Care Unit (lCU) apabila Pasien dalam keadaan syok Pasien dengan perdarahan aktifyang berlanjut Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan transfusi darah multipel, atau dengan akut abdomen :
a. b. c.
Nonformokologis Balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esophagus.l
Formokologisr
.
Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 72gro/o. Bila perdarahan berat (25-30o/o),boleh dipertimbangkan tran sfusiwhole blood.
Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnyadekstran/
hemacelJ atau NaCI0,9%o atau RL a
Untuk penyebab non varises
7.
:
Penghambat pompa proton dalam bentuk bolus maupun drip tergantung kondisi pasien jika tidak ada dapat diberikan Antagonist H2 reseptor.
2.
Sitoprotektor: Sukralfat 3-4xL gram atau Teprenon 3 x l tab atau Rebamipide 3x100 mg
3. a
Inje}<si
vitamin
K 3x1 ampul,
Untuk penyebab varises
1.
untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
:
Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mcg/jam intravena atau okreotide [sandostatin) 0,7 mg/2jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2.
Vasopressin : sediaan vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1-0,5 U/menit. Pemberian vasopressin disarankan bersamaan dengan preparan nitrat misalnya nitrogliserin iv dengan dosis awal 40 mcg/menit lalu titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 mcg/menit. Hal ini untuk mencegah insufisiensi aorta mendadak.
3.
Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-)
4. 5.
Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x
I tablet/hari hingga
keadaan umum stabil
Metoklorpramid 3 x L0 mg/hari
-
Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan Pada pasien dengan pecah varises/penyakithati kronik/sirosis hati dapat
ditambahkan
:
a. Laktulosa4x 1 sendokmakan b. Antibiotika ciprofloksacin 2x500 mg atau sefalosporin generasi ketiga. Obat ini diberikan sampai konsistensi dan frekuensi tinja normal.
HEMOSIASIS ENDOSKOPI . Untuk perdarahan non varises: Penyuntikan mukosa disekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin L: L0000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis L0 ml. Penyuntikan ini harus dikombinasi dengan terapi endoskopik lainnya
seperti klipping, termo koagulasi atau eleltro koagulasi.
.
Untuk perdarahan varises: dilakukan Iigasi atau sklerosing
TATATAKSANA RADIOTOGI Terapiangiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan
belum bisa ditentukan asal perdarahan. Pada varises dapat dipertimbangkan I/PS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt). Pada keadaan sumber perdarahan yang tidak jelas dapat dilakukan tindakan arteriografi. Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif.
KOMPT!KASI Syok hipovolemik, pneumonia aspirasi, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia karena perdarahanl
PROGNOSIS Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan pecahnya
varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umu[ kadar Hb,
tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas maka
perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya terjadinya pecahnya varises pada pasien. UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
UNII TERKAII . RS pendidikan
: Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
Divisi Hematologi - Onkologi Medik - Departemen Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/ Medical High Core
a
RS
non pendidikan
ICU, Bagian Bedah
REFERENSI
l.
Adi P. Pengeloloon Perdoroh soluron Cerno Bogion Atos. Dolom Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno
2.
Cirrhosis ond its Complicotions, Peptic Ulcer Diseose ond Reloted Disorders. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201
Publishing;
201 0:447
-452.
1
r80
3.
Stephens JR, Hore NC, Worshow U, Homod N, Fellows HJ, Pritchord C, Thotcher P, Jockson L, Michell N, Murroy lA, Hyder Hussoini S, Dolton HR. Monogement of minor upper gostrointestinol hoemorrhoge in the community using the Glosgow Blotchford Score. Eur J Gostroenterol Hepotol. 2OO9:21
4.
{1
2) :1
340-5.
Zuccoro G Jr. Monogement of the odult potient with ocute lower gostrointestinol bleeding. Americon College of Gostroenterology. Proctice Porometers Committee. Am J Gostroenterol. 1998;9318):120a.
5.
Scottish lntercollegiote Guidelines Network (SIGN). Monogement of ocute upper ond lower gostrointestinol bleeding. A notionol clinicol guideline. SIGN publicotion; no. 105. Edinburgh (Scotlond) : Scottish Intercollegiote Guldelines Network (SIGN); 2OO8
HEMATOKEZ A
PENGERTIAN Hematokezia merupakan suatu gejala perdarahan gastrointestinal, yaitu keluarnya
darah segar atau merah marun dari rektum.l Hematokezia lebih sugestif ke arah perdarahan saluran cerna bagian bawah [SCBB), namun pada 10o/o kasus, dapat juga berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang masif.2Apabila hematokezia merupakan gejala klinis dari perdarahan SCBA, maka akan terjadi instabilitas hemodinamik dan terjadi penurunan hemoglobin.l Evaluasi diagnostik perdarahan SCBB lebih sulit secara signifikan dibandingkan dengan perdarahan SCBA. Hal ini disebabkan oleh: 1J lokasi perdarahan dapat terjadi
di traktus gastrointestinal manapun, 2) perdarahan seringkali bersifat intermitent (hilang-timbul), 3) bukti adanya perdarahan aktif mungkin tidak jelas sampai perdarahan berhenti, dan 4) operasi kegawatdaruratan mungkin dibutuhkan untuk diagnosis spesifik dan lokalisasi perdarahan.3
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis don Pemeriksoon Fisik Anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat mendiagnosis sumber perdarahan. Endoskopi merupakan pilihan pemeriksaan pada pasien dengan perdarahan SCBA dan sebaiknya dilakukan secepatnya pada pasien dengan instabilitas
hemodinamik (hipotensi, takikardi, atau perubahan postural nadi dan tekanan darah).1
DIAGNOSIS BANDING Tobel
l.
Diognosis Bonding Perdorohon SCBB berdosorkon Koroklerislik Klinis4,s
onemio deflsiensi Fe
Perdorohon se/f-limiied yong terjodi dolom 30 hori seteloh
I
I
-
14
polipektomi otou biopsi sebelumnyo
kon
Hemoroid
BAB
tidok otou terdopot
Perdorohon
lt
Pemeriksoon Penuniongr,3,4 . Laboratorium: darah lengkap, elektrolit, koagulasi, golongan darah
.
Kolonoskopi:
-
Merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik utama terpilih pada penderita perdarahan SCBB. Selama prosedur berlangsung, operator dapat mengevaluasi
perubahan mukosa kolon, patologi infeksius, kolitis, dan perubahan iskemik
-
untuk menyingkirkan diagnosis banding. Sebaiknya dilakukan dalam 1,2-48 jam saat geiala pertama kali muncul, dan setelah dilakukan persiapan bilas kolon (L L polyethylene glycol solution tiap 30-45 menit selama sedikitnya 2 jam atau sampai cairan jernih)
.
Pencitraan radionuklir (Blood pool scan):
.
Dilakukan apabila kolonoskopi gagal mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan.
Angiografi:
-
Injeksi zat kontras ke dalam arteri mesenterika superior dan inferior dan cabang-cabangnya untuk menentukan lokasi perdarahan.
IATATAKSANA Penatalaksanaan perdarahan SCBB memiliki 3 komponen yaitu:1'2'a
1,. Resusitasi dan penilaian awal
2. 3.
ldentifikasi sumber perdarahan
)
dengan pemeriksaan penunjang tersebut diatas
Intervensi terapeutik untuk menghentikan perdarahan
r83
a. Endoskopi: injeksi epinefrin, elektrokauteL pemasangan endoklip,lem fibrini b. Angiografi: infus vasopresor intra-arterial, embolisasi c. Bedah: apabila diperlukan transfusi dalam jumlah besar [contoh: >4 unit PRC dalam 24 jam), instabilitas hemodinamik yang tidak merespon terapi medis, perdarahan berulang yang tidak merespon terapi, perdarahan divertikular > 2 episode
Resusilosi don peniloion owol
)
lihat klasifikasi syok hipovolemik dan penanganannya pada bab Hematemesis - Melena Resusitasi
Protokol Penilaian Awal6
.
Pertimbangkan rawat jalan denganfollow-up apabila:
.
Usia < 60 tahun Tidakadatanda gangguan hemodinamik (sistolik> 100 mmHg, nadi < 100 x/menit)
Tidak ada tanda perdarahan rektal yang terlihat jelas Sumber perdarahan jelas pada pemeriksaan rektal/ sigmoidoskopi
Pertimbangkan rawat inap dan endoskopi dini apabila:
-
Usia > 60 tahun (semua pasien > 70 tahun harus dirawat) Ada tanda gangguan hemodinamik (sistolik < L00 mmHg nadi > L00 x/menit) Adanya tanda perdarahan per rektal yang terlihat jelas lgross rectal bleeding)
Riwayat konsumsi aspirin atau NSAID
Memiliki penyakit komorbid
KOMPT!KASI Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena perdarahan
PROGNOSIS Meskipun sebagian besar perdarahan divertikular bersifatself-limited dan sembuh spontanT'8, hilangnya darah bersifat masif dan cepat pada 9-1,9o/o pasien.e'1o Pada
pasien dengan penyakit komorbid, malnutrisi, atau penyakit hati, memiliki prognosis
buruk.s Penggunaaan aspirin dan NSAID berkaitan erat dengan meningkatnya risiko perdarahan divertikular [odds ratio = 1,9-1.8,4).11 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi
: Bagian Penyakit Dalam
-
Departemen Penyakit Dalam
UNII TERKAII RS pendidikan
.
Divisi Hematologi
-
Onkologi Medik
-
Departemen
Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU RS non
a
pendidikan
/Medical High Care
ICU, Bagian Bedah
REFERENSI
I
Loine L. Gostrointestinol Bleeding. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine l8th Edition. New York: McGrowHll.2012.
JL,
2.
Bjorkmon D. Gostrointestinol Hemorrhoge ond Occult Gostrointestinol Bleeding. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine 23rd Edition. Philodelphio: Sounders, Elsevier.2OOS.
3. Currie G, Towers
P, Wheot J. lmproved Detection ond Locolizotlon of Lower Gostrointestinol Troct Hemorrhoge by Subtroction Scintigrophy: Phontom Anolysis. J Nucl Med Technol 2005; 34:160-8.
4.
Wilkins T, Boird C, Peorson AN, 1 2009:8019):977-83
5.
Zuccoro G Jr. Monogement of the odult potient with ocute lower gostrointestinol bleeding. Americon College of Gostroenterology. Proctice Porometers Commitiee. Am J Gostroenterol. 998;93(8) :l 204. Scottish lntercollegiote Guidelines Network (SIGN). Monogement of ocute upper ond lowergostrointestinol bleeding. A notionol clinicol guideline. SIGN publicotion; No. 105. Edinburgh (Scotlond):Scottish lntercollegiote Guidelines Network (SIGN); 2008, Stollmon NH, Roskin JB. Diognosis ond monogement of diverticulor diseose of the colon in odults. Ad Hoc Proctice Porometers Committee of the Americon College of Gostroenterology. Am J Gostroeniercl. 1999:94(11 ):3,l 10-21 . McGuire HH Jr. Bleeding colonic diverticulo. A reopproisol of noturol history ond
Schode
RR.
Diveriiculor bleeding. Am Fom Physicion. Nov
1
6. / 8.
monogement. Ann Surg.
9. 10. I
1.
1
99
4:220(51:65T6.
lmpoct of emergency ongiogrophy in mossive lower gostrointestinol bleeding. Ann Surg. I 985;204(5):530-5. Peuro DA, Lonzo FL, Gostout CJ, Foutch PG. The Americon College of Gostroenterology Bleeding Registry: preliminory findings. Am J Gostroenterol. 1997:92161:924-4. Loine L, Smith R, Min K, Chen C, Dubois RW. Systemotic review: the lower gostrointestinol Browder W, Cerise EJ, Litwin MS.
odverse effects of non-steroidol onti-inflommotory drugs. AlimentPhormocol 2006;2a$):7 s1-67
.
Ther.
LEUS PARAL T K
PENGERIIAN
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.l Keadaan ini dapat disebabkan oleh tindakan/operasi yang berhubungan dengan rongga perut, hematoma
retroperitoneal yang berhubungan dengan fraktur vertebra, kalkulus ureteral, atau pielonefritis berat, penyakit paru seperti pneumonia lobus bawah, fraktur iga, infark miokard, gangguan elektrolit [berkurangnya kalium), dan iskemik usus, baik dari oklusi vaskular ataupun distensi usus.2 PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesis2
. .
Rasa
tidak nyaman pada perut, tanpa nyeri kolik
Muntah sering terjadi namun tidakprofuse, sendawa, bisa disertai diare, sulit buang
air besar
. .
Dapat disertai demam
Perlu dicari juga riwayat: batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen, diabetes, hipokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis akut, pneumonia, dan semua jenis infeksi tubuh
Pemeriksoon Fisik2 . Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan kesadaran, demam, tanda dehidrasi, syok,
.
Distensi abdomen [+), rasa tidak nyaman pada perut, perkusi timpani, bising usus yang menurun sampai hilang.
.
Reaksi peritoneal
.
penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis. Pada colok dubur: rektum tidak kolaps, tidak ada kontraksi
(-) (nyeri tekan
dan nyeri lepas tidak ditemukan). Apabila
Pemeriksoon Penunjongr,2 . Laboratorium: darah perifer lengkap, amilase-lipase, gula darah, elektrolit, dan analisis gas darah
.
Radiologis: foto polos abdomen, akan ditemukan gambaran airfluid level. Apabila meragukan, dapat mempergunakan kontras
DIAGNOSIS BANDING Ileus obstruktif
IATA[AKSANAI,'
.
Non farmakologis
-
Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positifatau dapat buang
angin melalui dubur
.
Pasang kateter urin
Farmakologis
.
Pasang NGT dan rectal tube bila perlu
Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit
Natrium dan kalium sesuai kebutuhan/24jam Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah kebutuhan lain Metoklopramid fgastroparesis), cisapride [ileus paralitik pasca operasiJ,
klonidin (ileus karena obat-obatan) Terapi Etiologi
KOMPT!KASI Syok hipovolemik, septikemia sampai dengan sepsis, malnutrisi
PROGNOSIS Tergantung penyebabnya
UNII YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
.
RS
non pendidikan
Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam :
187
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
: Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU
/
Medical
High Care a
:
ICU,Bagian Bedah
REFERENSI
r88
1.
Djumhono A, Syom A. lleus Porolitik. Dolom: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l. 2009. Hol 307-8
2.
Silen W.
Acute lntestinol Obstruction. ln: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lniernol Medicine. lSlh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
KONST PAS
PENGERTIAN
Konstipasi merupakan gangguan motilitas kolon akibat terganggunya fungsi motorik dan sensorik kolon. Keluhan ini sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, dan biasanya merujuk pada kesulitan defekasi yang persisten atau rasa tidak puas, Meskipun konstipasi seringkali hanya menjadi suatu gejala yang mengganggu, hal ini dapat menjadi berat dan mengancam nyawa. Pada konstipasi fungsional, transit time biasanya normal, dan tidak ada kelainan
evakuasi. Pasien sering mengeluh nyeri yang terkait dengan konstipasi, dan seringkali
tumpang tindih dengan sindrom kolon iritabel dengan predominan konstipasi.l'2 Tobel
l.
Etiologi Konsliposi podo Dewoso2
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis don Pemeriksoon Fisik Pada konstipasi, sangat penting untuk membedakan suatu gangguan evakuasi, yang sering juga disebut sebagai obstruksi outlet fungsional, mulai dari konstipasi akibat waktu transit lama atau penyebab lainnya. Berikut merupakan gambaran klinis sugestif gangguan evakuasi (tabel 2).
Tobel 2. Gomboron Klinis Sugestif Gongguon Evokuosir
Perlu juga diperhatikan apakah ada tanda-tanda "alarm" seperti penurunan berat badan, perdarahan rektum, atau anemia, terutama pada pasien usia > 40 tahun, harus
dilakukan sigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit struktural seperti kanker atau striktur.l
Pemeriksoon Penunjongl,2
.
Laboratorium: darah perifer Iengkap, glukosa dan elektrolit fterutama kalium dan kalsium) darah, fungsi tiroid
.
Anuskopi fdianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)
.
Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya
akut untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan
dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan.
.
Pemeriksaan yang intensil dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan bila
pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.
-
Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopiJ atau fisiologis (trans time di kolon, sinedefekografi, manometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi biasanya dikerjakan pada konstipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari
rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.
-
Trons time suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.
-
Sinedefekografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk
menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung,
-
Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.
-
Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan
fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons
sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomis maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.
Krilerio Diognosis3 Dalam menegakkan diagnosis konstipasi fungsional, digunakan kriteria Rome
III yaitu munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir atau sudah dimulai sejak 6 bulan sebelum terdiagnosis:
L.
Terdapat >2 gejala berikut:
a. b. c.
Mengejan sedikitnya 25o/o dari defekasi Feses keras sedikitnya 25o/o dari defekasi
Sensasi tidak puas saat evakuasi pada sedikitnya 25o/o dari defekasi
d. e.
f. 2. 3.
Sensasi obstruksi anorektal pada sedikitnya250/o dari defekasi
Diperlukan manuver manual untuk memfasilitasi pada sedikitnya 25o/o dari defekasi (evakuasi jari, bantuan dasar panggul) Defekasi < 3 kalidalam seminggu
Feses lunak jarang
terjadi tanpa penggunaan laksatif
Kriteria tidak memenuhi sindrom kolon iritabel
TATA[AKSANA4
.
Non-farmakologis - Apabila diketahui bahwa konsumsi obat-obatan menjadi penyebab, maka menghentikan konsumsi obat dapat menghilangkan keluhan konstipasi. Namun pada kondisi medis tertentu, konsumsi obat tidak boleh dihentikan sehingga
digunakan cara-cara lain untuk mengatasinya.a
-
Bowel training. Pasien dianjurkan untuk defekasi di pagi hari, saat kolon dalam keadaan aktif, dan 30 menit setelah makan, dengan mengambil keuntungan dari
refleks gastrokolon.a Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
-
Asupan cairan yang cukup dan diet tinggi serat.l's Rekomendasi asupan serat adalah 20
.
-
35 gram per hari.s
Aktivitas dan olahraga teratur.4
Farmakologis Apabila terapi nonfarmakologis diatas tidak mampu meredakan gejala, maka dapat
digunakan obat-obatan seperti tercantum pada tabel
3.
Tobel 3. Golongon Obol yong Digunokon podo Konsliposi Kronik4
Formulo
Dosis dewoso
l-oksolif osmolik
Coiron: 400 mg per 5 mL
Coiron: 45 mL (dilorutkon dolom 120 ml oir), 90
20
-
45
ml/hori
Costor oil Senno
Tegoserod
Kelerongon:
*Dopot dibogi dolom beberopo dosis **Diberikon podo konstiposi podo wonito yong berhubungon dengon sindrom kolon iritobel a
Terapi lainnya5
a
Bakterioterapi (probiotik): lactobacillus,bifidobacterium Complimentary Alternative Medicine: herbal, akupuntur
Bedah
-
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Secara umum, tindakan pembedahan tidak dianjurkan pada konstipasi yang
disebabkan oleh disfungsi anorektal.4
-
Kolektomi subtotal dengan ileorektostomi merupakan prosedur pilihan bagi pasien dengan konstipasi transit lama yang persisten dan sulit dikontrol.T
-
Koreksi pembedahan dibutuhkan bagi pasien dengan rektokel besar yang mengganggu defekasi.a
Teropi Konstiposi podq Kehomilon Konstipasi pada kehamilan lanjut merupakan masalah yang sering terjadi karena meningkatnya sirkulasi hormon progesteron,yang memperlambat motilitas gastrointestinal.a Suplementasi serat terbukti dapat meningkatkan pergerakan usus
dan melunakkan feses.T Meskipun laksatif stimulan lebih efektif daripada bulklaxatives,
namun mereka lebih cenderung menyebabkan diare dan nyeri perut.T Oleh karena itu,
wanita hamil sebaiknya dianjurkan untuk menambah asupan serat ke dalam makanan, namun apabila konstipasi menjadi persisten, dapat diberikan laksatif stimulan.
KOMPTIKAS! Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi anorektal, perforasi usus, retensio urin, hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta prolaps rektum.s PROGNOSIS Secara umum, konstipasi memiliki dampak signifikan terhadap indikator kualitas
hidup (quality of ltfe) terutama pada usia lanjut.e Hampir B0% dari 300 anak yang dievaluasi pada usia 16 tahun memiliki prognosis baik. Prognosis buruk setelah usia 16 tahun secara signifikan berhubungan dengan usia ketika onset gejala, lamanya jeda
antara onset gejala dengan kunjungan pertama ke dokter, dan rendahnya frekuensi defekasi [sekali seminggu) saat datang berobat. Risiko prognosis buruk sebanyak L6% pada tipikal pasien dengan onset keluhan saat usia 3 tahun, tertundanya berobat selama tahun, frekuensi defekasi dua kali seminggu, dan 10 episode inkontinensia per minggu.
5
Apabila penundaan antara onset dan berobat 1 tahun, risiko berkurang menjadi dan bila jeda waktu 9 tahun, risiko meningkat menjadi
7o/0,
31.o/o.10
UNlI YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
Departemen Bedah Digestif, Departemen Gizi Klinik Bagian Bedah, Bagian Gizi
REFERENSI
.
Comilleri M. Disorders of Gosirointestinol Motility. In:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008
2.
Comilleri M, Murroy J. Diorrheo ond Constipotion. In: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Honison's Principles of lnternol Medicine. l8rhed. New York: McGrow-Hill;
I
2012.
3.
Functionol Constipotion. Rome lll Diognostic Criterio for Functionol Gostrointestinol Disorders. Diunduh dori http://www.romecriterio.org/ossets/pdf/19_Romelll_opA_885-898.pdf podo tonggol 9 Mei2012.
4. 5.
Hsieh C. Treotment of Constipotion in Older Adults. Am Fom Physicion 2005:72:2277-84,2285.
Thomos DR, Forrester L, Gloth MF, Gruber J, Krouse RA, Prother C, et ol. Clinicol consensus: the constipotion crisis in longJerm core. Ann Long-Term Core 2003;Suppl:3-14.
6.
Leung L, Riutto T, Kotecho J, Rosser W. Chronic Constipotion: An Evidence-bosed Review. J Am Boord Fom Med 201 1:24:436 - 451
7. 8.
Comeron JL. Cunent surgicol theropy. 7th ed. St. Louis: Mosby, Jewell
D-J,
Young G. Interventions for treoting constipotion in pregnoncy. Cochrone Dotobose
Syst Rev 2001 ;(2):CD001
9.
2001
1
a2.
O'Keefe EA, Tolley NJ, Zinsmeister AR, Jocobsen
SJ.
Bowel disorders impoir functionol stotus ond
quolity of life in the elderly: o populotion-bosed study. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 1995;50: Mt 84 -9. 10. Bongers ME, von Wijk MP, Reitsmo JB, Benningo MA. Long-term prognosis for childhood constipotion: Clinicol outcomes in odulthood. Pediotrics 201O ; I 26(1):e1 56-62
PANKREAT T S AKUT
PENGERT!AN
Pankreatitis akut adalah proses peradangan pankreas yang reversibel.l Hal ini memiliki karakteristik episode nyeri perut yang diskret [menyebar) dan meningkatnya serum amilase dan lipase.2 DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala klinis khas pada pankreatitis akut adalah onset nyeri perut bagian atas yang akut dan persisten, dan biasanya disertai mual dan muntah. Lokasi tersering adalah regio epigastrium dan periumbilikalis. Nyeri dapat menjalar ke punggung, dada, pinggang, dan perut bagian bawah. Pasien biasanya sulit tidur dan membungkuk ke depan (knee-chest position) untuk meredakan nyeri karena posisi supine dapat memperberat intensitas nyeri.l'a
Pemeriksoon Fisik
.
Demam [biasanya <38,50CJ, takikardi, gangguan hemodinamik (hipotensiJ, nyeri perut berat, guarding /defans muscular, distres pernapasan, dan distensi abdomen.
Bising usus biasanya menurun sampai hilang akibat ileus. Ikterus dapat muncul tanpa adanya batu pankreas sebagai akibat dari kompresi duktus koledokus dari edema pankreas.2'a
.
Pada serangan akut, dapat terjadi hipotensi, takipneu, takikardi, dan hipertemi.
Pada pemeriksaan
kulit dapat terlihat daerah indurasi yang nyeri dan eritema
akibat nekrosis lemak subkutaneus.2
.
Pada pankreatitis dengan nekrosis berat, dapat muncul ekimosis besar yang
terkadang muncul di pinggang (tanda Grey Turner) atau area umbilikus (tanda Cullen); ekimosis ini diakibatkan oleh perdarahan dari pankreas yang terletak di daerah retroperitoneal.2
.
Perlu juga dicari: tanda Murphy untuk membedakan dengan kolesistitis akut.s
Pemeriksoon Penunjong2-a . Laboratorium: darah rutin [biasa ditemukan leukositosis), serum amilase, lipase, gula darah, serum kalsium, LDH, fungsi ginjal, fungsi hati, profil lipid, analisis gas darah, elektrolit
.
Radiologis:
USG abdomen, foto abdomen, CT scan abdomen dengan kontras, MRI (lebih abdomen baik untuk ibu hamil dan pasien yang memiliki alergi terhadap
zat kontrasJ Tobel
l.
Diognosis Ponkreolilis Akut Berdosorkon Etiologi,
Alkohol
Kelerongon: -TPN
=
Iotol Porenteroi Nuirition
'-ddl = 2',3Ldideoxyinosine ".CMV = infeksi sitomegolovirus
DIAGNOSIS BANDING Perforasi ulkus peptikum, kolesistitis akut, kolik bilier, obstruksi intestinal akut, oklusi pembuluh darah mesenterika, kolik renal, infark miokard, diseksi aneurisma aorta, kelainan jaringan ikat dengan vaskulitis, pneumonia, diabetes ketoasidosis.2'a
TATATAKSANA
Nonformokologis
.
Suportif: pada pankreatitis ringan, oralfeeding sebaiknya dimulai dalam 24-72 jam setelah onset, Apabila pasien tidak dapat mentoleransi, dapat dipertimbangkan enteral feeding dengan NGT. Nutrisi parenteral hanya diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi enteral feeding atau pemberian infus yang adekuat tidak
dapat dicapai dalam 2-4 hari.2
.
Resusitasi cairan dengan kristaloid (sampai dengan 10 L/hari bila terjadi gangguan
hemodinamik pada pankreatitis berat),11 Koloid seperti packed red cells diberikan apabila Ht <
.
25o/o dan
albumin apabila serum albumin < 2 mgf
dL.12
Bedah: dapat dipertimbangkan nekrosektomi apabila terjadi infeksi pada nekrosis
pankreas atau peripankreas. Teknik debridement yang dapat dipertimbangkan
adalah open packing atau single necrosectomy with continuous lavage. Pada pankreatitis bilieri dapat dipertimbangkan kolesistektomi.2,ll Formokologisz,a,to,r
. .
I
Analgesik dan sedatif
Antibiotik sistemik diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi/sepsis sambil menunggu hasil kultur, Apabila hasil kultur negatif, maka antibiotik dihentikan.
KOMPLIKASI'
.
Lokal: nekrosis pankreas yang terinfeksi, infeksi pankreas atau peripankreas, ascites, pseudokista pankreas
.
Sistemik: gagal ginjal, gagal napas
PROGNOSIS
Tergantung berat-ringannya pankreatitis akut, maka disusun sistem skoring prognostik berdasarkan klinis pasien seperti tercantum pada tabel 2 dan tabel 3.
r98
Killerlo Ronsonro Perhitungon
menggunokon usio, suhu
Skoring: I poin untuk tiop kriterio terpenuhi, 48 jom
. PoOz<
60 mmHg
seteloh dirowol inop
Skoring:
I poin untuk
Kelerongon:
-APACHE ll Acute Physiology ond Chronic Heolth Evoluotion = **PoO, portiol orterioloxygen lension =
LR
negollf o,25
0,36 0,47
Kelerongon: 'LR = /ikeiihood rofio
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam :
UNIT TERKAIT
.
RS
a
RS non
pendidikan pendidikan
Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU High Care ICU, Bagian Bedah
/
Medical
REFERENSI
l. 2.
Corroll J, Herrick B, Gipson T, ei ol. Acute Poncreotitis: Diognosis, Prognosis, ond Treotment. Am Fom Physicion . 2OO7 7 5(1OF 51 3-20.
Owyong C. Poncreotitis. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.23rd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008
3.
Nurmon A. Ponkreotitis Akut. Dolom: Sudoyo A, Setiyohodi Dolom. Edisi V. Jilid l. 2009. Hol 731-8
4.
Greenberger N, Conwell D, Wu B, et ol. Acute ond Chronic Poncreotitis. In: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of Internol Medicine. lSthed.
B,
Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit
New York: McGrow-Hill; 2012.
5. 6.
Urbono F, Corroll M. Murphy's Sign of Cholecystitis. Hospitol Physicion. 2000;1 I :51-2. Knous WA, Zimmermon JE, Wogner DP, Droper EA, Lowrence DE. APACHE-ocute physiology ond chronic heolth evoluotion: o physiologicolly bosed clossificotion system. Crit Core Med 1981:9:591-7.
7.
Bolthozor EJ, Robinson DL, Megibow AJ, Ronson JH. Acute poncreotitis:volue of CT in estoblishing prognosis. Rodiology 1 990:1 7 4:331 -6.
8.
Mortele
9.
K, Wiesner W, lntriere L et ol. A Modified CT Severity lndex for Evoluoting Acute Poncreotitis: lmproved correlotion with Potient Outcome. AJR 2004;183:1261-5.
Blomey SL, lmrie CW, O'Neill J, Gilmour WH, Corter DC. Prognostic foctors in ocute poncreotitis.
Gut 1984;25:1340-6,
10. Ronson JH. Etiologicol ond prognostic foctors in humon ocute poncreotitis: o review. Am Gostroenterol I
l.
12.
200
1
982;7
7
J
:633-8.
Tolukdor R, Vege S. Recent developments in ocute poncreotitis. Clinicol Gostroenterology ond Hepotology.2009;7:S3-S9. Forsmork CE, Boillie J. 2007: 132:2022-44.
AGA lnstitute technicol review on ocute poncreotitis. Gostroenterology
P NYAK T TUKAK P
PT K
PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa. Dispepsia
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Bedasarkan Rome III, dispepsia fungsional merupakan rasa penuh (kekenyangan) setelah makan (bothersome postprandial fullness), perasaan cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di ulu hati, dan tidak ditemukan kelainan struktural yang dapat menjelaskan keluhan saat dilakukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas [SCBA). flebih lanjut lihat di bab Dispepsia Fungsional). Sedangkan dipepsia organik
banyak disebabkan oleh tukak peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, keganasan
lambung atau esofagus, kelainan pankreas atau bilier, intoleran makanan dan obat, infeksi, atau penyakit sistemikl Tukak peptik adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Tukak peptik terbagi dua yaitu tukak duodenum dan tukak lambung. Kedua tukak ini
seringkali berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. H.pylori adalah organisme
yang hidup pada mukosa gaster, gram negative berbentuk batang atau spiral, mikroaerofilik berflagela, mengandung urease, hidup di bagian antrum dan migrasi ke proksimal lambung berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri; dan diperkirakan berhubungan dengan beberapa penyakit.
2'3
Tukak adalah suatu gambaran bulat atau oval berukuran >5 mm mencapai submukosa
pada mukosa lambung dan duodenum akibat terputusnya integritas mukosa. Faktor yang berperan yaitu faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresifyaitu H.pylori, obat
nonsteroid antiinflamasi IOAINS), sedangkan faktor defensif yaitu:2
.
Faktor preepitel:
-
Mukus dan bikarbonat: untuk menahan pengaruh asam lambung atau pepsin
Mucoid cap: struktur terdiri dari mucus dan fibrin yang terbentuk sebagar respon terhadap rangsangan infl amasr
-
Active surface phospholipid: meningkatkan hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan vis kositas mu kus.
.
Faktor epitel:
.
Kecepatan perbaikan mukosa rusak Pertahanan seluler Kemampuan transporter asam-basa
Faktor pertumbuhan, prostaglandin, dan nitrit oksida
Faktor subepitel
-
Aliran darah (mikrosirkulasi) Prostaglandinendogen
Faktor lain yaitu stres beperan sebagai faktor agresif dan defensif. Stress ulcer merupakan erosi mukosa lambung atau timbulnya ulkus dengan perdarahan pada pasien penderita syok, sepsis, luka bakar masif, trauma berat, atau cedera kepala. Ulkus paling banyak terjadi pada daerah fundus dan corpus yang merupakan lokasi produksi asam lambung. Peningkatan asam lambung juga menjadi faktor penyebab khususnya pada pasien dengan trauma kepala (Cushing's ulcer) dan luka bakar berat
(Curling's ulcer), selain itu iskemik mukosa lambung dan rusaknya jaringan mukosa juga berperan dalam terjadinya stress ulcer.z
DIAGNOSIS Diagnosis tukak duodenum dan tukak gaster yaitu:2'3 Tabel 1. Diagnosis Tukak Gaster dan Tukak Duodenum2,3
Roso sokit tidok menghilong dengon pemberion mokonon.
food
relief
.
Roso sokit menghilong
dengon
Dispepsio, muol, muntoh, onoreksio
don kembung.
Tondo-tondo peritonitis jiko diserioi perforosi.
Non H.Pylori: PPl, HrRA, Antosido:
lihot tobel 3
e Secara umum jika ditemukan rasa nyeri yang konstan, tidak reda dengan obat
antasida atau makanan, menjalar ke punggung menindikasikan adanya perforasi. Sedangkan nyeri yang bertambah dengan makanan, mual, memuntahkan makanan yang tidak tercerna mengindikasikan gasfrr c outlet obstruction. Nyeri mendadak dapat
dikarenakan adanya perforasi.s Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan pula ada tidaknya alarm symptom yaitu:
. . . . . . .
2
Usia >45-50 tahun keluhan pertama kali muncul
Adanya perdarahan hematemesis atau melena BB menurun > L00/o
Anoreksia atau rasa cepat kenyang Riwayat tukak peptik sebelumnya
Muntah yang persisten Anemia yang tidak diketahui sebabnya
Jika tukak dicurigai disebabkan karena H.Pylori, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dapat dilihat pada tabel 2. Tobel 2. Tes unluk Mendeleksi H.pylori'z
t,o >95
n
Serologi
Sloo/ ontigen
>90
Indikasi endoskopi pada kasus dyspepsia:s L. Individu dengan alarm symptom
2.
Usia > 55 tahun dengan onset dispepsia
Endoskopi tidak perlu dilakukan pada kasus:
s
1,.
Pasien sudah terdiagnosa ulkus duodenum yang respon dengan terapi
2. 3.
Usia < 55 tahun dengan dispepsia tanpa komplikasi Sebelumnya sudah pernah dilakukan endoskopi akibat keluhan yang sama.
Dispepsio belum diinvestigosi selomo 3 bulon otou lebih
PF, onomnesis, singkirkon penyebob dyspepsio orgonik, misolnyo obot-oboton
Tondo bohoyo*
Yo
Tidok
Teropi empiris
Rujuk
Respon seteloh
R
Endoskopi SCBA
2 minggu
Tidok
Lonjutkon
teropi
Yo
Temuon menjeloskon
gejolo
Apobilo odo indikosi: porosit don doroh somor tinjo, kimio doroh, don/otou pencitroon obdomen
Hosil pemeriksoon
Dispepsio orgonik
menjeloskon gejolo
Dispepsio fungsionol
Kelerongon: 'Tondo bohoyo: penurunon berot bodon (uninlended), disfogio progresif, muntoh rekuren/persisten, perdorohon so uron cerno, onemio,
demom,mossodoerohobdomenbogionolos,riwoyolkeluorgokonkerlombung,dispepsio PFr
owitonborupodoposien>45tohun
pemeriksoon fisik, SCBA: so uron cerno bogion oios
Gombor l. Algoritmo Penololoksonoon Dispepsio6
DIAGNOSIS BANDING
. . . . . . . . . . 204
4
Akalasia
Penyakit refluks gastroesofagus Pankreatitis Hepatitis Kolesistitis Kolik bilier Keganasan esofagus atau gaster
Inferior myocardial infarction Referred pain (pleuritis,perikarditis) Sindrom arteri mesenterium superior Terapi
TATATAKSANA
Tonpo Komplikosi2 . Suportif: nutrisi
. .
Memperbaiki atau menghindari faktor risiko Pemberian obat-obatan: Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung [PPI misalnya omeprazol, rabeprazol dan lansoprazol danf atau H2-Receptor Antagonist [H2RA]1, prokinetik, dan sitoprotektor [misalnya rebamipid,teprenon, sukralfat),
di mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui
down-regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih baik dari PPI, yaitu DLBS
241.1..6
Dengon Komplikosi Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau
suportif
sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis melena secara umum.2
Ioloksonoon olou tindokon khusus:
.
2
Tindakan atau terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol
atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan
klipping,
heat
probe atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.
. . .
Pemberian obat somatostatin jangka pendek. Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi. Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan
tetap masuk dalam keadaan gawat I s.d. II maka pasien masuk dalam indikasi operasi
flihat
pada Bab Hematemesis-Melena)
KOMPLIKAS14
. . . . . .
Perdarahan: hematemesis, melena disertai tanda syok jika perdarahan masif
Anemia defisiensi besi jika perdarahan tersembunyi Perforasi Penetrasi tukak yang dapat mengenai pankreas
Obstruksi atau stenosis Keganasan: jarang
205
Tobel 3. Obol-obolon unluk Ulkus Peptikum'?
Tobel 4. Kombinosi Erodikosi H. Pylori6
Kelerongon: *PPlyong digunokon antoro loin robeprozole 20 mg, losoprozole 30 mg, omeprozole 20 mg, pqntoprozole 40 mg, esomeprozole 40 mg Cotolon: Teropi sekuensiol (dopot diberikon sebogoi lini pertomo opobilo lidok odo dolo resistensi kloritromisin):PPl + omoksisilin selomo 5 hori diikuti PPI + klorilromisin don nitroimidozole (iinidozole) selomo 5 hori
206
PROGNOSIS Tukak gaster yang terin feksi H.pylori mempunyai angka kekambuhan 60o/ojika tidak
dieradikasi danSo/ojika dieradikasi. Sedangkan untuk tukak duodenum yang terinfeksi H.pylori mempunyai angka kekambuhan 80 % jika kuman tetap ada dan 5 % jika sudah dilakukan eradikasi. Tukak yang disebabkan karena pemakaian OAINS menunjukkan
penurunan keluhan dispepsia jika dikombinasi dengan pemberian PPI pada 66% kasus.T
Risiko perdarahan merupakan komplikasi tukak tersering pada 75-25
o/o
kasus dan
tersering pada usia lanjut, di mana 5% kasus membutuhkan tranfusi. Perforasi terjadi 2-3
o/o
kasus. Kasus perdarahan dapat terjadi bersamaan dengan kasus perforasi pada
10 % kasus. Sedangkan obstruksi saluran cerna dapat terjadi pada2-3o/o kasus. Adapun angka kematian sekitar 15.000 dalam setahun karena komplikasi yang terjadi.
2
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi
-
Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
. .
RS
pendidikan
RS non
: DepartemenPenyakit Dalam ( RS
tertentu )
pendidikan
REFERENSI
l. 2. 3. 4. 5.
P, Tock J. Dyspepsio: Orgonic Versus Functionol. Journol of Clinicol Gostroenterology. 20 1 2;a613): 1 75-90. Volle JD. Peptic Ulcer Diseose. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine 18th ed. New York: The McGrow-Hill Componies, 2012. Torigon Pengorepon. Tukok Goster. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 513-522 Akil HAM.TukokDuodenum.Dolom:Alwi l,Setioti S,Setiyohodi B,SimodibrotoM,Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 523-8. DyspepsioMonogeemntGuidelines.British Society of Gostroenterology.2002. Dunduh dori
Oustomonolokis
www. bsg.org.uk,/pdf_word_docsldyspepsio.doc podo ton g gol 7 Mei
6. 7.
201 2.
Kolopoking MS, Mokmun D, Abdulloh M, et ol. Konsensus nosionol penotoloksonoon dispepsio don inf eksi Helicobocter pylori. Jokorto, 201 4. NHS. Dyspepsio-proven peptic ulcer-whot is the prognosis? Diunduhdorihltp:/ ,/wvtw. cks.nhs. uk,/dyspepsio_proven peptic_ulcer,/bockground_informotion,/prognosis. podo tqnggol 7 mei2012
207
TU
OR GASTE
PENGERTIAN
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa
latin, yang berarti bengkak. Istilah tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologi jaringan tidak normal. Karsinoma gaster adalah pertumbuhan abnormal secara tidak terkontrol dari sel-sel pada gaster, yang membentuk masa (tumor).l Klasifikasi tumor gaster dapat dilihat pada gambar 1.
Tumor Goster
Mukoso
Non neoplostik polip
Tidok berkoiton dengon sindrom
Non mukoso
Neoplostik polip
Berkoiton dengon sindrom polyposis
Gosfrointestinol stromol
tumor (GIST) Lipomo, fibromo, g/omus lumor
polyposis
Polip hiperplostik lnfl
ommoiory
fr
broid polyp
Xo n to m o /xo nth e losm
Poncreos ektopik
o
Hemotomotous polyp Polip juvenile Cowden diseose Cronkhill Conodo
Gordner
Gombor
l
voskulor
mesenkim
Sx
Sx
Klosifikosi Tumor Gosler2
Hemongiomo, lymphongiomo
Polip fundus Polip odenomo Korsinoid goster
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Berat badan turun, nyeri epigastrium, muntah, keluhan pencernaan, anoreksia, disfagia, nausea, kelemahan, sendawa, hematemesis, regurgitasi, dan cepat kenyang.l
Faktor risiko kanker gaster: diet tinggi garam, nitrat (pengawet makanan), obesitas, merokok, hormon reproduksi, riwayat kanker pada keluarga, riwayat ulkus gaster.3
Pemeriksoon Fisik Mungkin ditemukan adanya masa didaerah epigastrium. Jika sudah metastasis ke hati maka hati teraba ireguler, teraba pembesaran kelenjar limfe klavikula.l
Pemeriksoon Penunjongt
. . .
Radiologi USG abdomen
Gastroskopi dan biopsi: curiga ganas jika ditemukan mukosa merah, erosi pada permukaan dan tidak adanya pedikle.
. . .
Endoskopi ultrasound Pemeriksaan darah pada tinja, darah samar (+), test benzidin
Sitologi: pemeriksaan papanicolaou dari cairan lambung.
DIAGNOSIS BANDING' Karsinoma esofagus
TAIALAKSANAI Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan:
1. 2. 3.
Pembedahan: reseksi tumor dan jaringan sekitar, pengambilan kelenjar linfe
Kemoterapi: 5FU, trimetroxote, mitomisin
C,
hidrourea, epirubisin, dan karmisetin
Radiasi
KOMPTIKASI Perforasi, hematemesis, obstruksi, adhesi, metastasis
PROGNOSIS Faktor yang menentukan prognosis adalah derajat invasi dinding gastel adanya penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di peritoneum dan tempat lain.
1
Kanker
209
gaster lanjut memiliki rata-rata bertahan dalam 5 tahun sebesar 60-800/o, tumor yang menginvasi subserosa memiliki angka bertahan 5 tahun sebesar 50%. Pada pasien dimana kelenjar limfe telah terkena sekitar 16 kelenjar limfe, angka bertahan 5 tahun adalah 44o/o, sementara apabila yang terken a7 -1.5 kelenjar limfe maka angka
bertahannya sekitar 30o/o.Pada GIST Pada MALToma, angka bertahan
5
tahun sebesar
99Vo pada kelompok risiko rendah, B5-880/o pada kelompok risiko sedang dan 270/o pada kelompok risiko tinggi. Pada GIST, angka kekambuhan pada risiko rendah adalah 2,4o/o, 1.,9o/o pada
risiko sedang dan 62,50/o pada risiko tinggi. Penggolongan tingkat
risiko pada
dapat dilihat pada tabel
G1S7,
Tobel
l. Penggolongon Tingkol
Risiko
1.3
podo
GISTa
5-10 cm Risiko
Kelerongon:
HPF:
high power field
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
.
RS
non
pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi
-
Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
RS
pendidikan
Divisi Hematologi - Onkologi Medik
- Departemen Penyakit
Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/ Medical High Care a
RS non
pendidikan
ICU, Bagian Bedah
REFERENSI
I.
Julius. Tumor Goster. Dolom Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokii Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010:575-580.
2.
Pork DY, Louwers GY. Gostric polyps: clossiflcotion ond monogement. Arch Pothol Lob Med. 2008;1 32(4):533-40
3.
Beozi l, Mondolesi A, Arduini F, Costogliolo A, Ronoldi R. Gostrointestinol stromol tumor. A study 158 coses: clinicopothologicol feotures ond prognostic foctors. Anol Quont Cytol Histol
of
2OO6:2813fi37-47
210
.
TU
OR KOTOREKTAL
PENGERTIAN
Tumor kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yakni polip kolon dan kanker kolon. Polip adalah tonjolan diatas permukaan mukosa, Makna klinis yang penting dari
polip ada dua yakni pertama kemungkinan mengalami transformasi menjadi kanker kolorektal dan kedua dengan tindakan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat dicegah.l Faktor risiko kanker kolorektal:2
'),. Umur risiko terkena kanker kolorektal meningkat dengan bertambahnya Kebanyakan kasus terjadi pada usia 60 - 70 an tahun.
2.
3.
usia.
Adanya polip (tumor jinakJ pada usus besar; polip fterutama adenomatous). Riwayat kanker: wanita yang memiliki kanker ovarium, rahim, atau payudara juga
berisiko tinggi terserang penyakit kanker kolorektal.
4.
Adanya riwayat kanker usus besar pada keluarga, terutama keluarga dekat (atau bisa juga beberapa kerabat) yang terkena sebelum usia
55
tahun bisa meningkatkan
resiko kanker ini. Selain itu, keberadaan Familial adenomatous polyposis (FAP) membawa resiko yang mendekati 100% terkena kanker kolorektal pada usia 40 tahun jika tidak diobati. Juga perlu diperhatikan bahwa Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) atau syndrome Lynch, yaitu kondisi genetik autosomal dominan yang memiliki risiko tinggi kanker usus besar serta kanker lainnya.
5.
Merokok. Perokok Iebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal dibandingkan non-perokok. Sebuah studi American Cancer Society menemukan bahwa wanita yang merokok lebih dari 4oo/o lebih cenderung meninggal karena
kanker kolorektal dibandingkan wanita yang tidak pernah merokok, sedangkan pria perokok memiliki lebih dari 30% peningkatan risiko kematian akibat penyakit
6.
ini dibanding laki-laki yang tidak pernah merokok. Makanan. Studi menunjukkan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan kurang mengkonsumsi buah sega[ sayuran, ikan, dan unggas meningkatkan resiko terkena
kanker kolorektal.
7.
Fisik tidak aktif.
8,
Primary sclerosing cholangitis (PSC)
-
penyakit hati kronis
-
membuka peluang
terkena risiko independen untuk colitis ulseratif.
9.
Radang usus. Sekitar satu persen pasien kanker kolorektal memiliki riwayat ul
cerativ e coliti s kronis.
terutama peminum berat, dapat memiliki risiko terkena kanker ini (khususnya pada priaJ. NIAAA (melalui studi epidemiologi) telah menemukan
10. Alkohol.
hubungan dosis kecil (tapi konsisten/sering) minuman ber-alkohol dengan kanker
kolorektal [walaupun peminum itu juga mengkonsumsi makanan serattinggi dan rendah IemakJ. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr
1.
Perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia, dan konstipasi).
2.
Gejala obstruksi:
a. Parsial: nyeri abdomen b. Total: nausea, muntah, distensi, dan obstipasi 3.
Invasi lokal bisa menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, dan obstruksi urethra.
4.
Anamnesa adanya faktor risiko kanker kolorektal seperti tercantum diatas.
Pemeriksoon
Fisik2
Dapat ditemukan masa yang nyeri pada abdomen. Nyeri dapat menjalar ke pinggul
sampai tungkai atas. Bila ada obstruksi dapat ditemukan distensi abdomen. Tumor pada kolon
kiri lebih sering menyebabkan gejala obstruksi. Metastasis paling sering
ke organ hati, dapat ditemukan hati teraba ireguler.
Pemeriksoon Penunjongr
.
Laboratorium :perdarahan intermitten dan polip yangbesar dapat dideteksi melalui darah samar feses atau anemia defisiensi Fe.
. .
Radiologi;Kolonoskopi Evaluasihistologi: gambaranatipikberat menunjukkan adanya fokuskarsinomatous yangbelum menyentuh membrane basalis. Bilamana sel ganas menembus membrane basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma intra mukosa.
Berikut dijelaskan mengenai strategi penapisan kanker kolorektal.
212
DIAGNOSIS BANDING4 Tumor Retrorektal, Volvulus, Prolaps rekti
TATA[AKSANA'
1.
Kemoprevensi: obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) termasuk aspirin. Beberapa OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah
terbukti secara efektif menurunkan
insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatus Polyposis)
2.
Endoskopi dan operasi
.
Bila ukuran < 5 mm maka pengangkatan cukup dengan biopsy atau elektrokoagulasi bipolar
.
Hemikolektomi apabila tumor di caecum, kolon
.
tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desending Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR
ascen
ding,kolon transfersum
(Low Anterior Resection)
3.
Terapi ajuvan
5FU (pada Dukes CJ, irnotecan (CPT 11) inhibitor topoisomer, Oxaliplatin. Manajemen kanker kolorektal yang non reseksibel:
. .
Nd-YAG foto koagulasi laser
Self expanding metal endoluminal stent
KOMPLIKASI
1,. Perdarahan masif dapat menyebabkan anemia defisiensi
2.
besi,
Metastase
PROGNOSIS Pada Familial adenomatous Polyposis, kemungkinan berkembang menjadi kanker
noncolorektal adalah 1.lo/o pada usia 50 tahun dan 52o/o pada usia 75 tahun.s Pada kanker kolorektal, prognosis tergantung pada stadium kanker. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel
1.
213
Tobel l. Skotegi Penopison Konker Koloreklol3
214
ng
pertomo dengon konker
Tobel 2. Stodium don Prognosis Konker Koloreklolr
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
:
Divisi Gastroentero-Hepatologi
: Bagian
-
Departemen Penyakit Dalam
llmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
Divisi Hematologi-Onkologi Medik
- Departemen Penyakit
Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah a
RS non
pendidikan
Bagian Bedah
REFERENSI
1.
Abdulloh, M. Tumor kolorektol. ln: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: Interno Publishing; 2010: Hol 5567-75.
2. 3.
Cohen, AM. Colorectol tumors. Oxford Textbook of Surgery 2nd Edition.
4.
Colon, rectum ond onus. In: Brunicondi, Chorles Chopter 28.
5.
Wehbi M. Fomiliol odenomotous polyposis. Diunduh dori : http://emedicine. medscope.com/
Gostrointestinol endoscopy. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, -Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine l8th ed. United New York: The McGrow-Hill Componies, 20l 2.
ortic lel
216
I 7 537
7
I
ollowup
#
o2650
F.
Schwortz's Principles of Surgery 8th Edition.
Pr Ir[1il(sAlr[[
rIGrl ftY[!I[1[
I
AK I( H P OIOGI .>lti.
Abses Hoti .................. Botu Sistem Bilier........ Hepotitis lmbos Obot Hepotitis Virus Akut Hepotitis B Kronik......... Hepotitis C Kronik........ Hepotitis D Kronik ........
Hepotomo..... lkterus
Kolongitis........ Kolesistitis Kolesistitis Kronik........
Penyokit Perlemokon Hoti Non A Sirosis Hoti........... Tumor Ponkreos.. Tumor Sistem Bilier
- - _l-
&
'
.\! .\l
,".
\
7i
ABSES HAT
PENGERIIAN Abses hati adalah rongga patologis yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi
bakteri, parasit, jamu4, yang bersumber dari saluran cerna, yang ditandai adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi, atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati dapat terbentuk
soliter atau multipel dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat
terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi 2 yaitu abses hati amebik [AHA) dan piogenik (AHP).1''? Abses hati piogenik adalah rongga supuratif pada hati yang timbul dalam jaringan
hati akibat infeksi bakteri seperti enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides,fusobocterium, staphylococcus aureus, salmonella typhi. Sedangkan abses hati amebik disebabkan infeksi Entamoeba
histolytica Abses hati amebik lebih banyak terjadi pada laki-laki dan jarang pada anak-anak2 Abses hati piogenik dapat terjadi karena beberapa mekanisme:
.
Infeksi dari traktur bilier (kolangitis, kolesistitisJ atau dari fokus septik sekitarnya
(pylephlebitis)
. .
Komplikasi lanjut dari sfingterektomi endoskopik untuk batu saluran empedu atau 3-6 minggu setelah operasi anastomosis bilier-intestinal. Komplikasi bakteremia dari penyakit abdomen seperti divertikulitis, apendisitis, ulkus peptikum perforasi, keganasan saluran cerna, inflammatory bowel disease, peritonitis, endokarditis bakteria, atau penetrasi benda asing melalui dinding kolon.
.
40
%o
abses hati piogenik tidak diketahui sumber infeksinya. Adanya flora dalam
mulut diduga menjadi penyebabnya, terutama pada pasien dengan penyakit periodontal berat. Sedangkan abses hati amebik terjadi karena2
.
Entqmoeba histolytica keluar sebagai trofozoit atau bentuk kista. Setelah terinfeksi, kista melewati saluran pencernaan dan menjadi trofozoit di kolon, lalu menginvasi
mukosa dan menyebabkan ulkus
/ask
shaped. Selanjutnya organisme dibawa
menuju hati dan dapat menyebabkan abses di paru-paru atau otak. Abses hati dapat ruptur ke dalam pleura, perikardium, dan rongga peritoneum. DIAGNOSIS Tobel 1. Diognosis Abses Holi',2
218
Iobel 2. Perbondingon
Klinis Abses Piogenik
don Amebik,
DIAGNOSIS BANDING Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinomikosis hati
TATALAKSANA
Abses hoti piogenik2,3
.
Pencegahan dengan mengatasi penyakit bilier akut dan infeksi abdomen dengan
adekuat
. .
Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein
Antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil kultur kuman:
-
Kombinasi antibiotik sebaiknya terdiri dari golongan inhibitor beta laktamase generasi I atau III dengan/atau tanpa aminoglikosida. Pasien yang tidak dapat mengkonsumsi golongan beta Iaktamase dapat diganti dengan fluorokuinolon.
-
Kombinasi Iain terdiri dari golongan ampisilin, aminoglikosida (jika dicurigai adanya sumber infeksi dari sistem bilierJ, atau sefalosporin generasi III [jika
dicurigai adanya sumber infeksi dari kolon) dan klindamisin atau metronidazol
[untuk bakteri anaerob).
219
-
Jika dalam waktu 4-72 jambelum ada pebaikan klinis,maka antibiotika diganti
dengan antibiotika yang sesuai hasil kultur sensitifitas. Pengobatan secara parenteral selama minimal 14hari lalu dapat diubah menjadi oral sampai 6 minggu kemudian. fika diketahui jenis kuman streptokokus, antibiotik oral dosis tinggi diberikan sampai 6 bulan. a
Drainase terbuka cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi konservatifatau bila abses berukuran besar (> 5 cm). fika abses kecil dapat dilakukan aspirasi berulang. Pada abses multipel, dilakukan aspirasi jika ukuran abses yang besat sedangkan abses yang kecil akan menghilang dengan pemberian antibiotik.
a
Surgical drainage: dilakukan jika drainase perkutaneus tidakkomplit dilakukan, ikterik yang persisten, gangguan ginjal, multiloculated abscess, atau adanya ruptur abses.
Abses hotiAMEBlK'?
.
Metronidazol:
.
harus diberikan sebelum dilakukan aspirasi
Metronidasol 3x 750 mg setiap hari per oral atau secara intravena selama 7-10 hari.
Amebisid luminal:
-
/odoquinol 3x650 mg setiap hari selama 20 hari Diloxanide furoat 3x500 mg setiap hari selama 10 hari Aminosidin (paromomisinJ 25-35 mg/kg berat badan setiap hari dalam dosis
terbagi tiga selama 7-10 hari
.
Aspirasi cairan abses:
-
-
Indikasi:
. . .
Tidak respon terhadap pemberian antibiotik selama 5-7 hari
kiri berdekatan dengan perikardium jika Dilakukan diagnosa belum dapat ditentukan [merah tengguli) Adanya cairan aspirasi berwarna merah-kecoklatan mendukung diagnosis ke Jika abses di lobus hati
arah abses amebik
-
Tropozoit jarang dapat terindentifikasi.
KOMPTIKASI
Abses hotipiogenik'z . Empiema paru . Efusi pleura atau pericardium
220
a
Trombosis vena portal atau vena splanknik
a
Ruptur ke dalam perikardium atau thoraks
a
Terbentuknya fistel abd omen
a
Sepsis
o
Metastatic septic endophthalmitrs terjadi pada 10 % pasien dengan diabetes mellitus karena infeksi Klebsiella pneumonta.
Abses hotiAMEBIK Koinfeksi dengan infeksi bakteri, kegagalan multiorgan, dan ruptur ke dalam peritoneum, rongga thoraks, dan perikardium2. Lain-lain dapat sama dengan komplikasi abses piogenik di atas. PROGNOSIS Jika diterapi dengan antibiotika yang sesuai dan dilakukan drainase, angka kematian
adalah t0-1.6o/o. Abses piogenik yang unilokular abses di lobus kanan hati mempunyai
prognosis lebih baik dengan angka harapan hidup 90%. Jika abses multipel terutama yang mengenai traktur bilier, akan mempunyai prognosis lebih buruk. Pada abses amebik yang berada di lobus
kiri lebih besar kemungkinan ruptur ke
peritoneum. Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan diagnosis dan penanganan
serta hasil kultur memperlihatkan adanya bakteri yang multipel, tidak dilakukan drainase, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura, atau adanya penyakit lain seperti keganasan bilier, disfungsi multiorgan, sepsis.l UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
UN!T YANG IERKAIT
.
RS
Pendidikan
Departemen IImu Penyakit Dalam
- Divisi Tropik
Infeksi,
Departemen Bedah -Divisi Bedah Digestif, Departemen Parasitologi a
RS
non Pendidikan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Bedah Digestif
REFERENSI
l. 2.
Sherlock S, Dooley J Tumours of the Gollblodder ond Bile Ducts. ln:: Dooley J, Lok A, Burroughs A, Heothcote . Diseoses of the Liver ond biliory System. l2r'ed. UK: Blockwell Science. P.632-659. Kim AY,
Chung
RT.
Bocteriol, Porositic, ond Fungol Infections of the Liver, Including Liver Abscess. L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose:
.
ln: Feldmon M, Friedmon
Pothophysiology/Diognosis/Monogement.
3.
222
9rh
ed.
USA: Elsevier.
Chopter 82.
Nozir NT, Penfield JD, Hojjor V. Pyogenic liver obscess. Clevelond Clinic Journol of Medicine July 20lO vol. 777 426-427. Diunduh dori http://www.ccjm.org/contentlTT 17 l426.full podo tonggol 20 )uni 2012.
BATUSSTE BLE
PENGERTIAN Pembentukan batu pada sistem bilier; baik di kandung empedu fkolesistolitiasis) maupun di saluran empedu (koledokolitiasis). Menurut gambaran makroskopik dan
kimiawinya batu empedu dibagi menjadi: batu kolesterol fkomposisi kolesterol>70o/o), batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate dan batu pigmen hitam. Insiden
terjadinya batu di duktus koledokus meningkat dengan seiringnya usia [25% pada pasien usia lanjut).1'2 Faktor risiko terbentuknya batu:3 . Usia dan jenis kelamin: batu kolesterol jarang sering terjadi pada anak-anak dan remaja, insiden meningkatsesuai pertambahan usia dan wanita lebih banyakterkena
daripada laki-laki. Pada wanita usia 70 tahun insiden meningkat sampai 50%.
.
Diit: makanan mengandung tinggi kalori, kolesterol, asam lemak tersaturasi, karbohidrat, protein, dan garam dengan jumlah serat yang rendah meningkatkan insiden batu empedu.
.
Kehamilan dan paritas: kehamilan meningkatkan risiko terjadinya biliary sludge dan batu empedu. Selama kehamilan, empedu menjadi leblh lithogenic karena
peningkatan kadar estrogen sehingga terjadi peningkatan sekresi kolesterol dan supersaturated brle. Selain
itu hipomotilitas kendung empedu menyebabkan
peningkatan volume dan stasis empedu.
.
Penurunan berat badan terlalu cepat menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol
oleh hati selama restriksi kalori, peningkatan produksi musin oleh kandung empedu, dan gangguan motilitas kandung empedu. Sebagai profilaksis dapat
.
diberikan Ursodeoxy Cholic Acid [UDCA) 600 mg setiap hari Total parenteral nutrition [TPN) dalam jangka waktu lama akan menyebabkan gangguan pada relaksasi sfingter Oddi sehingga menimbulkan aliran ke kandung empedu. Sebagai profilaksis dapat diberikan cholecystokinin (CCK) octapeptide 2
kali sehari intravena.
. .
Biliary sludge: mencetuskan kristalisasi dan glomerasi kristal kolesterol dan mempresipitasi kalsium bilirubinat. Obat-obatan: estrogen, clofibrate, oktreotid (analog somatostatin), seftriakson.
o
Abnormalitas metabolisme lemak: hipertrigliseridemia berhubungan dengan peningkatan insiden batu empedu.
a
Penyakit sistemik: obesitas, diabetes melitus, penyakit crohn
a
Trauma saraf spinal: diperkirakan meningkatkan risiko batu empedu karena gangguan
relaksasi kandung empedu menyebabkan meningkatnya risiko stasis empedu.
DIAGNOSIS
Anomnesis Biasanya asimtomatik, ada juga yang menimbulkan keluhan kolik bilier, yakni
nyeri di perut bagian atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari
1.2
jam.'''
Pemeriksoon fisik
Ikterus, nyeri epigastrium, dan tanda-tanda komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis.l-3
Pemeriksoon penunjongt
. . . . .
-3
Pemeriksaan fungsi hati Foto polos abdomen: sebatas hanya untuk mendeteksi batu terkalsifikasi.l USG: Pencitraan utama ERCP: sensitifitas 90
untuk deteksi batu kandung empedul'2 spesifitas 98 o/o, dan akurasi 96 o/o.1'2
0/0,
MRCP: Pencitraan saluran empedu sebagai
struktur yang terang dengan gambaran
batu sebagai intensitas rendah.l'2
.
EUS (endoscopic ultrasonoraphy): gambaran sama dengan USG abdomen tetapi
melalui pendekatan pra endoskopi
.
Pemeriksaan empedu untuk melihat kristal kolesterol (tes Meltzer Lyon)
DIAGNOSIS BANDING
. .
kolesistolitiasis: tumor kandung empedu, sludge, polip. Koledokolitiasis: tumor saluran bilier
TATATAKSANA
Kolelitiosis t'3 . Pasien batu asimtomatik tidak memerlukan terapi bedah . Kolesistektomi laparoskopik jika bergejala . ESWL: Kriteria untuk dilakukan ESWL (Tabel 1):
224
Iobel l. Krilerio Dilokukon
ESWL3
Koledokolitiosis2
.
Kolesistektomi baik secara laparoskopik maupun endoskopik [ERCP) dikerjakan pada pasien:
.
Gejala cukup sering maupun cukup berat hingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
Adanya komplikasi batu saluran empedu Adanya faktor predisposisi pada pasien untuk terjadinya komplikasi
Terapi farmakologik dengan menggunakan Ursodeoxy Cholic,Acrd (UDCA) untuk mencegah dan mengobati batu kolesterol dosis B-10 mg/hari selama 6 bulan sampai 2 tahun, persentase keberhasilan lebih baik pada batu diameter < 10 mm.1'2
Kriteria untuk diberikan terapi farmakologik: Tobel 2. Kriterio Pemberion Tololoksono Formokologik3 kondung
Sing/e
Diometer < 6 mm
otou 5-10 mm {occeplob/e/
KOMPLIKASI Kolesistitis akut, kolangitis, apendisitis, pankreatitis, secondary biliary cirrhosis.l'2'3 PROGNOSIS Adanya obstruksi dan infeksi di dalam saluran bilier dapat menyebabkan kematian.
Akan tetapi dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, prognosis umumnya baik.
225
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT YANG IERKAIT
.
RS
.
RS non
Pendidikan Pendidikan
: Departemen Bedah - Divisi Bedah Digestif : Bagian Bedah
REFERENSI
226
l.
Lesmono L.A. Penyokit Botu Empedu. Dolom: Sudoyo A.W., Setyohodi B., ldrus llmu Penyokit Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. h.721-6.
2.
Greenberger NJ. Diseoses of the Gollblodder ond Bile Ducts. In: Fouci AS, Kosper DL, Longo DL, Brounwold E, Louser SL, Jomeson J.J, et ol, eds. Honison's Principles of Internol Medicine. Edisi ke-l 7. New York: McGrow-Hill 2008. Chopter 31 1.
3.
Wong DQ, Afdhol NH. Gollstone Diseose. In: Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh ed. USA: Elsevier. Chopter 66.
1.,
dkk. Buku Ajor
H PAT T S MBAS OBAT PENGERTIAN
Hepatitis imbas obat atau yang sekarang lebih dikenal dengan drug-induced liver
injury (DILI) merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping obat atat hepatic drug reactionsketika mengkonsumsi obat tertentu. Hepatitis imbas obat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit hati akut maupun
kronis.l Pada umumnya, ada 2 tipe hepatotoksisitas utama yaitu toksik langsung (direct toxic) dan idiosinkrasi. Hepatitis toksik langsung dapat diduga terjadinya pada
individu yang terpapar dengan obat tertentu dan tergantung dosis (dose dependent). Periode laten antara paparan dan jejas hati biasanya singkat (seringkali hanya beberapa jam), meskipun manifestasi klinisnya dapat terlambat 24-48 jam.2 Faktor risiko hepatotoksisitas imbas obat tercantum pada tabel Tobel
l.
Foklor Risiko Hepololoksisilos lmbot Obol3
Usio
Nutrisi
Kelerongon : = meningkot, HAART = high/y octive ontirelravirol theropy
1.
DIAGNOSIS
Anomnesisa
. . . . . .
Riwayat konsumsi obat atau jamu dalam 5-90 hari terakhir Tanggal mulai dan tanggal berhenti konsumsi untuk tiap obat dan jamu Riwayat hepatotoksisitas dan konsumsi obat yang dimaksud Onset gejala fdemam, ruam, lelah, nyeri perut, nafsu makan menurun) Penyakit lainnya, dari obat yang dikonsumsi Episode hipotensi akut
Pemeriksoon Fisik4 . Ikterik, ruam, demam, klinis adanya pruritus
. .
Hepatomegali,splenomegali Stigmata penyakit hati kronis
Pemeriksoon Penunjong4 . Laboratorium - Rutin: darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit [ditemukan gambaran eosinofilia), trombosit protein total, albumin/globulin, prothrombin time (PT) / INR, kreatinin - Kimia hati: SGOT SGPT alkali fosfatase, bilirubin total/direk, gamma GT
-
Serologis: IgM anti-HAV HBsAg, IgM anti-HCV HCV RNA, anti-HEV anti-EBV
anti-CMV
- Autoantibodi: antibodi
antinuklear, antibodi otot polos, antibodi
antimitokondrial
. .
Khusus: serum besi, ferritin, ceruloplasmin, a-1-antitrypsin
Radiologis:
USG, CT scan, MRI/MRCP [atas
Biopsi hati, dengan indikasi
-
indikasi)
:
Apabila hubungan temporal antara konsumsi agen hepatotoksik dengan onset jejas hati tidak jelasl
Tobel 2. Terminologi Jejos Holi lmbos Obol menurul Krilerio Konsensus CIOMSs
Keterongon: CIOMS = Council for Internotionol Orgonizotions of Medicol Sciences; ALP = olkoline phosphotose, ALT = olonine ominotronsferose
DIAGNOSIS BANDING Hepatitis viral akut, hepatitis autoimun, syok hati, kolesistitis, kolangitis, sindrom Budd-Chiari, penyakit hati alkoholik, penyakit hati kolestatik, kondisi hati yang berhubungan dengan kehamilan, keganasan, penyakit Wilson, hemokromatosis, gangguan koagulasi.l'a Tobel 3. Aksis don Skoring Jejos Holi lmbos Obol
onset
Teropi
0 s/d
+l
0 s/d
+l
-3 s/d 0
Monifeslosi
Monifestosi
+
229
0 s/d +l
>8
'Kolestolik/mixed coses;
DLST:
Definitif
drug lymphocyte slimu/ofion lest
IATALAKSANA
Terapi sebagian besar bersifat suportif, kecuali pada hepatotoksisitas acetaminophen. Pada pasien dengan hepatitis fulminan akibat hepatotoksisitas obat, maka transplantasi hati dapat menyelamatkan nyawa. Penghentian konsumsi dari agen yang dicurigai diindikasikan pada tanda pertama terjadinya reaksi simpang obat. Pada kasus toksin direk, keterlibatan hati sebaiknya juga diperhatikan keterlibatan
ginjal atau organ lain, yang juga dapat mengancam nyawa. Glukokortikoid untuk hepatotoksisitas obat dengan gambaran alergi, silibinin untuk keracunan jamur hepatotoksik, dan ursodeoxycholic acid untuk hepatotoksisitas obat kolestatik tidak dianjurkan.2
KOMPLIKASI Gagal hati sampai dengan kematian.
PROGNOSIS Tergantung etiologi dan respons terapi. Pada sebagian besar kasus, fungsi hati akan kembali normal apabila obat dihentikan. UNIT YANG MENANGAN!
.
RS
pendidikan
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
. 230
RS
non
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNII TERKAIT . RS pendidikan
.
RS non
pendidikan
REFERENSI
l.
Teoh NC, Chitturi S, Forrell GC. Liver Diseose Coused by Drugs. ln : Feldmon M, Friedmon LS, Brondt LJ. Sleisenger ond Fordtrond's Goskointestinol ond Liver Diseose. 9th Edition. Philodelphio: Sounders, Elsevier. 201 0. Hol 1 431 -9
2.
Dienstog J. Toxic ond Drug-lnduced Hepotitis. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhEdition. New York, McGrow-
til.2012.
3.
Mitchell S, Hilmer SN. Drug-induced liver injury in older odults. Theropeutic Advonces in Drug Sofety 2010;l:65.
4.
Seeff LB, Fontono RJ. Drug-lnduced Liver lnjury. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et ol. Sherlock's Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2rh Edition. United Kingdom: Blockwell Publishing Ltd. 201 I
231
7
HEPAT TIS VIRUS AKUT
PENGERIIAN
Hepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama < 6 bulan.l DIAGNOSIS
Anomnesis Anoreksia; nausea, muntah, fatique, malaise, atralgia, myalgia, sakit kepala, L-5 hari sebelum ikterus timbul. Urine pekat dan kadang feses seperti dempul. Setelah
ikterus timbul, gejala-gejala diatas menjadi berkurang. Demam tidak terlalu tinggi, biasa terjadi pada hepatitis A dan E (jarang pada B dan C).
Pemeriksoon Fisik Ikterus, hepatomegali, splenomegali.
1
[oborotorium SGOT SGPT bilirubin. Serologi hepatitis
1. 2. 3.
:
Hepatitis A : IgM anti HAV (+)3 Hepatitis B : dapat dilihat pada tabel
2
Hepatitis C : HCV RNA (+) setelah 7-10 hari pajanan, anti HCV (+) 5-10 minggu setelah pajanan dan dapat bertahan seumur hidup
4.
Hepatitis D : HDV Ag, HDV-RNA and Ig M anti-HDV (+) sekitar 30-40 hari setelah gejala awal timbul.6
5.
Hepatitis E : lg
G
dan Ig M anti HEV.3
Tobel
l.
Epidemiologi don Monifeslosi Klinis Hepotilis
Virus.'?
Kelerongon tobel
a b c d e. I
Primer dengan koinfeksi HIV dan level tinggi viremia pada index kaus ; risiko 5% Hingga 5% pada koinfeksi HBV/HDV akut, sampai dengan 20%o pada superinfeksi HDV dari infeksi kronis HBV TergantunB populasi Pada koinfeki HBV/HDV akut, frekuensi menuju kronis sama seperti HBV; pada superinfeksi HDV kekronisan tetap Pada wani[a hamil 10-20% Umum pada Negara mediterania, jarang pada amerika utara dan eropa barat
Tobel 2. Polo Serologis podo lnfeksi Virus Hepolilis
87
233
DIAGNOSIS BANDING Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis,
2
TATATAKSANA
. .
Hepatitis A akut: Terapi suportif.3 Hepatitis B akut Hepatitis B akut ringan-sedang: Terapi suportif.5 Tidak ada indikasi terapi anti virus.
Hepatitis B akut berat: pemberian antivirus mungkin dapat dipertimbangkan
Monitor pasien dengan pemeriksaan HBV DNA, HBsAg 3-6 bulan untuk mengevaluasi perkembangan menjadi hepatitis B kronik.3
.
Hepatitis
C
akut
Peginterferon alfa-Za (180 pg) atau alfa-2b (1.5 pg/kg) seminggu sekali selama 12 minggu pada genotipe non 1, pada genotipe 1 selama 24 minggu.
. .
Hepatitis D akut: Terapi suportif.5 Lamivudine dan obat antiviral, tidak efektif melawan replikasi virus.3 Hepatitis E akut: Terapi suportif.
KOMPTIKASI Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik.l PROGNOSIS
.
Hepatitis A akut Biasanya sembuh komplit dalam waktu 3 bulan, tidak menyebabkan hepatitis virus
.
kronik. Rata-rata angka mortalitas < 0,2o/o.3 Hepatitis B akut Sekitar 95-99o/o pasien dewasa penderita hepatitis B yang sebelumnya sehat, sembuh dengan baik. Pada pasien dengan hepatitis B berat sehingga harus dirawat,
rata-rata tingkat kematian sebesar 1% tetapi meningkat pada usia lanjut dan yang
memiliki komorbit. Pada pasien pengguna obat suntik, penderita hepatitis
B dan D
secara bersamaan, dilaporkan rata-rata kematian 5%.'z Risiko berkembang menjadi
kronis tergantung pada usia, yaitu:90o/o pada bayi, sekitar pada dewasa.3
.
Hepatitis
C
akut
Sekitar 50-85% berkembang menjadi kronik.3
.
Hepatitis D akut Risiko fulminant hepatitis pada koinfeksi sekitar
234
570.6
30olo pada infant, < 1,0o/o
Hepatitis
a
E
Pada wabah
akut hepatitis
E
di India dan Asia, rata-rata tingkat kematian adalah
1-20/o
dan 10-20o/o pada wanita hamil.2'a
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi GastroenteroHepatologi
.
RS
non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNII IERKAIT . RS pendidikan
.
RS non
pendidikan
REFERENS!
.
Sonityoso, Andri. Hepotitis Virol Akut. Dolom ;Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Seiioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:544-652.
2.
Acute Virol Hepotitis. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l81h ed. United Stotes of Americo;
1
The McGrow-Hill Componies, 201 2.
3.
Acute Virol Hepotitis. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine
23'o
edition. Sounders
:
Philodhelphio. 2007.
4. 5.
Liver ond Biliory troct. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine Diognosis ond Treotment. The Mccrow Hills Componies. 20l l. Lisotti A, Azzoroli F, Buonfiglioli F,
Montognoni M, Alessondrelli
F,
A.
Current Medicol
Mozzello G. Lomivudine treotment
for severe ocute HBV hepotiiis. Int J Med Sci 2008; 5(6):309-312. Avoiloble from http://www. medsci.orglvO5p0309.him
6.
Heothcote,
.J.
et oll. Monogement of ocute virol hepotitis. World Gostroenterology Orgonisotion,
2007.
7.
Torbenson M, Thomos DL. Occult Hepotitis B. Loncet lnfect Dis 2002;2:479-86.
235
HEPATIT S B KRONIK
PENGERIIAN Suatu sindrom klinis dan patologis yg disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai
oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana seromarker virus
hepatitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak > 6 bulan. DIAGNOSIS
Anomnesis Dapat tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia, ikterus
persisten atau intermiten. Faktor risiko penularan virus hepatitis yaitu pengguna narkoba suntik, infeksi hepatitis B pada ibu, pasangan atau saudara kandung, penerima transfusi darah, perilaku seksual risiko tinggi, riwayat tertusuk jarum suntik atau terkena cairan tubuh pasien berisiko.2
Pemeriksoon fisik Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah
terjadi komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme.
Pemeriksoon penunjong2
. .
Seromarker hepatitis : HBsAg (+), pemeriksaan selama 6 bulan, Anti-HBc [+J, IgM anti-HBc (-), Anti-HBs (-) Aminotransferase meningkat [100-1000 unitJ, alanin aminotransferase (ALT) lebih meningkat daripada aspartate aminotransferase (AST), alkali fosfatase normal atau meningkat ringan.
.
Serum bilirubin meningkat (3-10
mg/dl), hipoalbuminemia, protrombin time
(PT) memanjang.
.
hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostructure, permukaan mulai ireguleI vena hepatika mulai kabur/terputus-putus), sirosis (parmukaan hati yang iregular; perenkim nodule[ hati mengecil, dapat disertai pembesaran limpa, pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoselular. USG
a
Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, harus dilakukan sebelum memulai terapi antivirus, dan dianjurkan pada pasien dengan SGPT normal.
a
Tumor marker karsinoma hepatoseluler: Alfa feto protein (AFP), PIVKA-ll (Prothrombine Induced by Vitamin
K Absence).
Monitoring untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit tiap 1-3 bulan dan USG abdomen dengan AFT tiap 6 bulan.
SGOT, SGPT
KRIIERIA DIAGNOSTIK
Hepatitis B: dikatakan hepatitis B kronik bila HBsAg positif dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 6 bulan.
D!AGNOSIS BANDING Perlemakan hati
TATALAKSANA',6
.
Interferon: 1x 5 juta unit atau 10 juta unit 3 kali seminggu, subkutan, selama 4-6 bulan untuk HBeAg (+J, dan setidaknya 1 tahun untuk pasien dengan HBeAg (-), bila dengan pegylated interferon baik HBeAg [-J dan HBeAg (+) diberikan selamal tahun
. . . . . . . .
Lamivudine: 1x100 mg Adefovir dipivoxil:1 x 10 mg PEG IFN cr- 2a
[monoterapi): L80 gram atau PEG IFN cr- 2b 1,5ug /KgBB
Entecavir: 1x0,5 mg Telbivudine: 1x600 mg Tenofovir: Lx300 mg Thymosin L selama 6 bulan Lamapemberian antivirus tergantung pada status HBeAg pasien ketika memulai
terapi dan target pencapaian HBV DNA serta HBeAg loss KOMPTIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular.
PROGNOSIS 5-year mortality rate adalah 0-2o/opada pasien tanpa sirosis,l4-20o/o pada pasien
dengan sirosis kompensasis, dan 70-860/o yang dekompensasi. Risiko sirosis dan karsinoma hepatoselular berhubungan dengan level serum HBV
DNA.4
237
HBsAg (+)
HBV DNA <
2O.OOO
HBV DNA > 20.000 lU/ml
IU/
ml (<10s kopi/ml)
ALT normol
Tidok odo teropi, pontou HBV DNA, HbeAg, ALT
setiop 3-6 bulon
(>105
ALT
normol
Tidok odo teropi, pontou HBV DNA, HbeAg,
setiop 3 bulon
ALT
kopi/ml)
ALT l-2x ULN
ALT 2-5x ULN
Tidok odo teropi, pontou HBV DNA, HbeAg,
Teropi jiko penyokii persisten selomo 3-6 bulon otou odo kecurigoon dekompensosi hoti. Lini periomo : interferon, entecovir, tenefovir, telbivudine, lomivudine, odefovir.
ALT
setiop I -3 bulon
Biopsi hoti jiko usio > 40 tohun, teropi jiko podo biopsi tompok flbrosis otou inflomosi sedong otou membesor
dok odo kecurigoon dekompensosi hoti. Jiko odo dekompensosi hoti, rekomedosi teropi : interferon, entecovir, tenefovir, telbivudine, lomivudine, odefovir
Tidok Respon
Pontou HBV
Pertimbongkon strotegi loin
setiop 1-3 bulon
238
lndikosi teropi Jiko HBV DNA > 2x106 lUlml o observosi serokonversi selomo 3 bulon jiko ti-
Respon
DNA, HbeAg, ALT
Gombor l. Algorilme Monogemen lnfeksi Hepolitis
ALT >5x ULN
B Kronik
termosuk tronsplontosi hoti
dengon HBsAg
Posilif.6
HBsAg (-)
HBV DNA < 2.000 lU/ml
HBV DNA > 2.000 lU/ml
(<10' kopi/ml)
(>l0r kopi/ml)
ALT normol
ALT
normol
Tidok odo
Tidok odo
teropi, pontou
teropi, pontou
HBV DNA, ALT setiop 6-12
seiiop 3 bulon
HBV DNA, ALT
ALT l-2x ULN
ALT >2x ULN
Tidok odo leropi, pontou
Teropi jiko penyokit persisten selo-
HBV DNA,
mo 3-6 bulon otou odo kecurigoon dekompensosi hoti. Lini pertomo : interferon, entecovir, tenefovir, telbivudine, lomivudine. Dibutuhkon teropi ontivirus jongko ponjong
ALT
bulon
Biopsi hoti jiko usio > 40 tohun, teropi jiko podo biopsi tompok fibrosis otou inflomosi sedong otou membesor
setiop I -3 bulon
Respon
Tidok Respon
Pontou HBV
Lonjutkon teropi untuk mengenoli respon lombot,
DNA, ALT setiop
l-3 bulon seteloh teropi
pertimbongkon strotegi loin
Gombor 2. Algorilme Monogemen lnfeksi Hepotilis B Kronik dengon HbsAg Negotif.6
239
HEPATITIS
C KRONIK
PENGERIIAN Suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai
oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana penanda virus hepatitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak > 6 bulan. DIAGNOSIS
Anomnesis Umumnya tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia. Faktor risiko: penggunaan narkoba suntik, menerima transfusi darah, tingkat ekonomi rendah, perilaku seksual risiko tinggi, tingkat edukasi rendah, menjalani tindakan invasil
menjalani hemodialisis, tertusuk jarum suntikatau terkena cairan tubuh pasien berisiko.2
Pemeriksoon Fisik Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah terjadi
komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme. Manifestasi ekstrahepatik(cryoglobulinemia, porfiria kutanea tarda, glomerulonefritis
membranoproliferatii dan sialoadenitis limfositikJ.2 Pemeriksoon Penunjong . Seromarker hepatitis (Anti HCVJ . fumlah virus: HCV RNA kuantitatif dan genotipe
.
Enzim hati: SGOT dan SGPT untuk menilai aktifitas kerusakan hati dan keputusan
pengobatan antivirus
.
hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostrucfure, permukaan mulai iregulal vena hepatik mulai kabur/terputus-putusJ, sirosis (parmukaan hati
USG
yang iregular; parenkim nodule4 hati mengecil, dapat disertai pembesaran limpa,
pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoseluler.
.
Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, dianjurkan untuk dilakukan
sebelum memulai terapi antivirus, terapi antivirus sangat dianjurkan diberikan pada fibrosis F2 dan F3 (skor METAVIRJ.
. .
240
Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II (Prothrombine Induced by Vitamin
K
Absence).
Monitoring tahunan untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit SGOT SGPT tiap 1-3 bulan dan USG abdomen serta AFT per 6 bulan
Kriteriq Diognosis Hepatitis C kronik: anti HCV positif dan HCV RNA terdeteksi dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 6 bulan. DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati
TATALAKSANA4J Pada infeksi hepatitis C kronis genotip 1:
.
Terapi dengan pegylated interferon (peg-lFN) dan ribavirin selama
1.
tahun
-
72
minggu. Peg-lFNcr-2a 180 g seminggu sekali atau peg-lFNcr-2b 1,5 mg/kg BB. Bila menggunakan Peg-lFNcr-2a. Dosis ribavirin 1000 mg (BB 75 kg) dan 1200 mg (BB >7Smg), bila menggunakan peg-lFNo-2b dosis ribavirin + 15 mg/kg BB, ribavirin
diberikan dalam 2 dosis terbagi.
.
ika respon virologis cepat [serum HCV RNA tidak terdeteksi (<50 IU/mlJ dalam 4 mingguJ, maka terapi dapat distop setelah 24 minggu, bila HCP RNA < 4 x 10s IU/ml.
f
.
fika respon virologis dini (serum HCV RNA tidak terdeteksi [< 50 IU/ml) atau terjadi penurunan 2 log serum HCV RNA dari level awal setelah 12 mingguJ, terapi dilanjutkan sampai 1 tahun.
.
Terapi distop jika pasien tidak mencapai respon virologis dini dalam waktu L2 minggu
Pada infeksi hepatitis C
kronik genotip 2 dan 3: Interferon konvensional dan ribavirin
atau peg-lFN-dengan ribavirin selama 24 minggu. Dosis Interferon/Feg IFN sama dengan geotipe 1, hanya dosis ribavirin 800 mg sehari dalam 2 dosis terbagi. Pada infeksi hepatitis c kronik genotip 4, berikan
terapi peg-lFN+ribavirin selama 48 minggu, dosis Peg IFN dan ribavirin sama dengan geotipe 1. Pantau kemungkinan terjadinya efek samping terapi Ribavirin, yaitu anemia. Dosis ribavirin sedapat mungkin dipertahankan, bila terjadi anemia dapat diberikan
eritropoietin untuk meningkatkan Hb. Pantau kemungkinan efek samping terapi interferon, yaitu neutropeni, trombositopenia, depresi, dan lain-lain. Bagi pasien yang memiliki kontaindikasi penggunaan interferon atau tidak berhasil
dengan terapi interferon maka berikan terapi ajuvan
. . . .
Flebotomi Urcedeoxycholic acid (UDCA) 600mg/hari
Glycyrrhizin Medikasi herbal: silymarin atau silibinrn
:
Antiviral terbaru untuk terapi hepatitis
. . .
C
kronik [terutama genotip 1) adalah:
Teleprevil, dikombinasikan dengan peg-lFN + Ribavirin. Boceprevir; dikombinasikan dengan peg-lFN + Ribavirin
DirectActing Antiviral (DAA),lain seperti: sofosbuvil ledipasvir dll, antiviral (DAA)
dapat diberikan pada pasien yang kontraindikasi pada interveron atau gejala pengobatan dengan interveron tersebut. KOMPTIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular,
PROGNOSIS Rata-rata per tahun terjadinya karsinoma hepatoselular pada pasien sirosis dengan
infeksi hepatitis C adalah 1-40/o, mtncul setelah 30 tahun infeksi virus hepatitis C. Indikator prognosis pada hepatitis C kronis adalah dengan biopsi hati. Pasien dengan nekrosis dan inflamasi sedang-berat atau adanya fibrosis, progresifitas ke arah sirosis sangat tinggi dalam 10-20 tahun kedepan. Diantara pasien dengan sirosis kompensasi
yang terkait hepatitis C, angka bertahan 10 tahun adalah B0o/o, mortqlity rate 2-60/o,
sementara pada sirosis dekompensasi terkait infeksi virus hepatitis
C
mortality rate
4-5o/oftahtn, dan L-20/o/tahun pada karsinoma hepatoseluler terkait infeksi virus hepatitis
C.a
HEPATITIS D KRONIK Hepatitis D kronik biasa mengikuti infeksi hepatitis B. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sama seperti pada hepatitis B.2 TATALAKSANA2
.
Sesuai dengan Hepatitis B
kronik
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
.
242
RS
non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
pendidikan
.
RS
non pendidikan
REFERENSI
l.
Gunowon, Stephonus. Soemohordjo, Soewignjo. Hepotitis B Kronik. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2OO9:653-661.
2.
Chronic Virol Hepotiiis. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012: 291 1 - 39
3.
Liow YF, Leung N, Koo JH, et ol. Asion-Pociflc consensus stotement on the monogement of chronic B: o 2008 updote. Hepotol lnt 2008. Avoiloble ot: http://vwvw.springerlink.com/content/ du475u I 2q65517 5l Accessed .)oly 27 , 2008.
hepotitis
4.
Liver ond Biliory troct. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine Diognosis ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 2011
5.
Asion Pocific Associotion for the Study of the Liver consensus siotements on the diognosis, monogement ond treotment of hepotitis C virus infection. Diunduh dori : http://onlinelibrory. wiley.com/doi/10.1I l1/j.1440-1746.2007.04883.x/pdf podo tonggol 30 mei 20'l 2.
5
Amoropurkor, D.
Et
A.
Current Medicol
oll. APASL guidelines on the monogement chronic hepotitis B. Feb I 6-19,2012
243
HEPATOMA
PENGERTIAN Hepatoma fhepatocarcinoma/hepatocellular carcinoma/HCC) merupakan kanker yang berasal dari sel hati.1 HCC merupakan kanker no. 5 tersering di dunia dan no. 3 yang paling sering menyebabkan kematian. Insidens HCC bervariasi di setiap negara, secara umum bergantung pada prevalensi penyakit hati kronis, khususnya hepatitis
virus kronis. Faktor risiko hepatoma dibagi menjadi 2 yaitu:2
.
Umum : sirosis karena sebab apapun, infeksi kronis Hepatitis B atau
C,
konsumsi
etanol kronis, NASH/NAFL, aflatoxin B, atau mikotoksin lainnya
.
Lebih jarang: sirosis bilier primeI hemokromatosis, defisiensi-an titrypsin, penyakit
penyimpanan glikogen, citrullinemic, tirosinemia herediter, penyakit Wilson DIAGNOSIS
Anomnesis Penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut
kanan atas, jaundice, nausea.l
Pemeriksoon Fisik Hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.l
Pemeriksoon Penunjong2 . Laboratorium: anemia, trombositopenia, kreatinin meningkat, prothrombin time (PT) memanjang, partial thromboplastin time (PTT), fungsi hati; aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferose (ALTJ meningkat IAST>ALT),
bilirubin meningkat.
.
Serologis: peningkatan Alfa Feto Protein (AFP), AFP-L3, des-y-carboxy prothrombin (DCP), atau (PIVKA-2), vitamin B12,
hepatitis B, dan
C.
ferritin, antibodi antimitokondria, serologis
a a
Biomarker terbaru: profil genomik berbasis jaringan dan serum Radiologis: - USG: lesi fokal/ difus di hati. - CT-Scan abdomen atas dengan kontras 3 fase/multifase: nodul di hati yang menyangat kontras terutama di fase arteri dan 'early wash out'di fase vena (typical pattern).
DIAGNOSIS BANDING Abses hati
TATATAKSANA Algoritma terapi pada hepatoma dapat dilihat lebih lengkap pada gambar
1.
KOMPLIKASI Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati.1
PROGNOSIS Pasien dengan hepatoselular karsinoma dini dapat bertahan selama 5 tahun setelah dilakukan reseksi, transplantasi hati atau terapi perkutaneus sebesar 50-
70%. Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun telah dilakukan terapi kuratif. Kesintasan 1 dan 2 tahun adalah masing-masing 1.0-72o/o dan B-50%. Demikian pula, HCC stadium lanjut dan Child-Pugh
C
mempunyai prognosis yang sangat buruk.
Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar 5% pada HCC stadium Child-Pugh dengan peritonitis bakteri spontan dan stadium lanjut.12
C
245
tr
Mosso < I cm podo t-lSG observosi sirosls hoti
USG u
ong dolom 3 4 bulon kedepon
Slobil dolom I 8-24 bulon
Membesor
Kembo i ke protokol stondor Evoluosi
Totoloksono seSuoi ukuron lesi
dolom 6 l2
tr
Mosso l-2 cm podo USG obseNosr sirosis hotl
Duo studi penciiroon dinomis
o voskulor tipikol podo 2 studi pencitroon dinomis
Po
Polo voskulor otipikol podo keduo leknik
Polo voskulor lipikol
dengon sotu leknik
olou AFP > 20Ong/mL
Diognosis HCC
Biopsi
Non
Pos trf
lonjuton
diognosiik
lMRl dengon konkos khusus/USG kontros
Perubohon ukuron/profll
Non HCC
Lllong biopsi
don otou pencitroon
c
Mosso > 2 cm podo USG observosi sirosis hotl
Polo voskulor
otipikol podo
teknik pencitroon dinomis otou AFP > 200n9/mL
I
Polo voskulor tipiko podo I teknik pencitroon dinomis
Dlognosis HCC
Biopsi
Positlf
HCC
Non HCC
Non diognostik
otou pencitroon lonjuton (MR dengon koniros
Perubohon
ukuron/proll
Ulong biopsi
don olou pencilroon
Gombor l. Algorilmo Totoloksono Hepolomo3
246
PS O
CP-A
PS
PS >2
0/2 CP-A/B
CP-C
I Single < 2 cm
Single
<3lesi <3cm
Multinodulor
PS-O
PS-O
lnvosi veno porto NI MI PSI.2
3nodul<3cm
Tekonon portol,
Terminol
Meningkot
Yo
Tidok
bilirubin
Kemoembol
Normol
Sorofenib
Penyokit terkoit Teropi
simptomotik Tidok
Reseksi
OLT
Kesintoson 5 tohun 50-70%
Yo
PEI/RFA
Kesintoson 5 tohun 40-50% Kesintoson l0 tohun lO%
Gombor 2. Skemo Slodium don Slrolegi Tololoksono Hepolomo berdosorkon Borcelono Concer ol the Liver Clinic (BCLC). s
247
Klasifikasi dan stadium Hepatoma dapat dilihat pada tabel
1
Tobel l. Slodium Hepotomo Menurul Berbogoi Klosifikosi
CLIP6
Niloi
27
C : Lonjut
CUPIE
Niloi
Stodium TNM'
29
Jlsr0
30
ER
2l
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen llmu Penyakit Dalam
-
Divisi Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Divisi Kardiologi Departemen IImu Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif, Radiologi Intervensi
RS
non Pendidikan
Bagian Bedah, Bagian Radiologi
REFERENSI
. 2.
Webster's New World Medicol Dictionory. 3'd Edition. Wiley Publishing. 2008.
3.
Shermon M. Primory Molignont Neoplosms of the Liver. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK,
'I
248
Corr Bl. Tumors of the Liver ond Biliory Tree. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. 18rh Edition New York, McGrow-Hill. 2012.
et ol. Sherlock's Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2r" Edition. United Kingdom: Blockwell Publishing Ltd. 201 l. Hol 581-95.
4.
Okudo K, Ohtsuki T, Oboto H, Tomimotsu M, Okozoki N, Horegowwo H, et ol. Noturol history of hepotocellulor corcinomo ond prognosis in relotion to treotment. Concer. 1985;56:9,l8-28.
5.
Chevret
S,
Trinchet .JC, Mothieu D, Roched AA, Beougrond M, Chostong C. A new prognostic
clossificoiion for predicting survivol in potients with hepotocellulor corcinomo. J Hepotol. 1999:31:133-41.
6.
CLIP. Prospective
volidotion of the CLIP score: o new prognostic system for potients with cirrhosis
ond hepotocellulor corcinomo. Hepotology 2000
;31 :840-5.
7.
Llovet JM, Bru C, Bruix J. Prognosis of hepotocellulor corcinomo: the BCLC stoging clossiflcotion. Semin Liver Dis. I 999;l 9:329-38.
8.
Leung TW, Tong AM, Zee B, Lou WY, Loi PB, Leung KL, et ol. Conskuction of the Chinese University Prognostic lndex for hepotocellulor corcinomo ond comporison with the TNM stoging system, the Okudo stoging system, ond the Concer of the Liver ltolion Progrom stoging system: o study
9.
Vouthey J, Louwers G, Esnoolo N, Do KA, Belghiti J, Mirzo N, et ol. Simplified stoging for hepotocellulor corcinomo. J Clin Oncol. 2002;20:1 527-36.
'I
M, Chung H, Osoki Y. Prognostic stoging system for hepotocellulor corcinomo (CLIP score): volue ond limitotions, ond o proposol for o new stoging system, the Jopon lntegroted Stoging Score (JlS score) J Gostroenterol. 2003;38:207-15.
bosed on 926 potients. Concer. 2002:94:176C-69.
O. Kudo its
'I
l.
I2.
Villo E, Colontoni A, Commo C, Grottolo A, Buttofoco P, Gelmini R, et ol. Estrogen receptor clossificotion for hepotocellulor corcinomo: comporison with clinicol stoging systems. J Clin Oncol.2003;21:441-6. Pons F, Vorelo M, Llovet JM. Stoging systems in hepotocellulor
corcinomo. HPB (Oxford). 2005;
7(l):35-al.
249
I
KTERUS
DEFINISI
Ikterus adalah warna kuning pada jaringan tubuh karena deposit bilirubin.2 Terlihatnya ikterus jika level bilirubin > 3 mg/dLz ftergantung dariwarna kulit'zJ. Ikterus diklasifikasikan menjadi tiga kategori, tergantung pada bagian mana dari mekanisme fisiologis mempengaruhi patologi. Klasifikasi ikterus tersebut adalah
L. 2. 3.
:
Pra-hepatik: Patologi yang terjadi sebelum hati. Hepatik: Patologi terletak di dalam hatr. Post-hepatik: Patologi terletak setelah konjugasi bilirubin dalam hati.
DIAGNOSIS
Anomnesisr
.
Penggunaan obat-obatan jangka panjang seperti anabolik steroid, vitamin, herbal,
dll.
. .
Riwayat penggunaan obat-obatan suntik, tato, aktivitas seksual risiko tinggi Riwayat konsumsi makanan dengan kontaminasi yang tidak baik, konsumsi alkohol
jangka panjang
.
Atralgia, mialgia, rash, anoreksia, berat badan turun, nyeri perut, pruritus, demam, perubahan warna urin dan warna feses
Pemeriksoon Fisikt
.
Stigmata penyakit hati kronis: spider nevi, palmar eritema, gynecomastia, caput medusa.
. .
Atrofi testis pada sirosis hepatis dekompensata. Pembesaran kelenjar limfe supraclavicular atau nodul periumbilical: curiga keganasan abdomen
. . .
Distensi vena jugulac gejala gagal jantung kanan: pada kongesti hati Efusi pleura kanan, ascites: pada sirosis hati dekompensata
Hepatomegali,splenomegali
[oborotoriumr,2
. .
Darah: Alkalin fosfatase (ALPJ, Aspartat aminotranferase (AST), Alanin Aminotransferase (ALT), bilirubin total, konjugasi bilirubin, bilirubin tak terkonjugasi, albumin, protrombim time (PT) Urin: urobilinogen, bilirubin urin
Tobel
l.
Klosifikosi lkleruss
Bilirubin totol
Bilirubin tok terkonjugosi
Meningkot
ngkot
Bilirubin terkoniugosi ldirectJ
(indtect)
Meningkot Meningkot
Meningkot N
orm o l/ m
eningkot
orm o l/m
gkot
Normol
Menurun otou negotif
Urobilinogen
Meningkot
Worno urine
Normol
Gelop
Gelop
Worno feses
Normol
Normol
Pucot
N
e
nin
Meningkot Meningkot
Botu soluron bilier
empedu, konker poncreos, konker soluron empedu
DIANOSIS BANDING Hiperkarotenemia TATALAKSANA'
7.
Tatalaksana suportif : koreksi cairan dan elektrolit, penurun demam (jika disertai
demam), dan lain lain.
2.
Tatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasari, dapat dilihat pada bab malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem bilier.
KOMPLIKASI Sepsis, komplikasi lain sesuai dengan penyakit penyebabnya.
PROGNOSIS Prognosis tergantung penyakit penyebabnya, lebih lengkap dapat dilihat pada bab
malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem biliec dan lain lain.
Anomnesis, Pemeriksoon Fisik, ob ALT, AST, ALP, PT, olbumin
lsoloted
Bilirubin don tes fungsi holi
elevotion bilirubin
loinnyo meningkol
Hiperbilirubinemio indirek (direk < 15%)
Polo hepotoseluler: peningkoton ALT/AST
Hiperbilirubinemio direk (direk > l5%)
diluor proporsi ALP
Obot :riFompisin, probenecid
Keloinon bowoon dubin Johnson syndrome, rotor s syndrome
l.
Serologis virus : ontigen
permukoon Hep B, lgM Hep A, core onltbody (lsM), Hep C RNA
Keloinon bowoon: Gilbert's syndrome,
Polo kolestotik :ALP diluor proporsi AST/ALT
2. Skrining kerocunon
Diktus tidok
Dilotosi duktus:
level ocetominophen
syndrome
3. Ceru oplosmin (jiko usio < 40 tohun) 4 ANA, SMA, LKM, SPEP
;
kolestosis
;
CriglerNojjor
porenkimol
CT/ERCP/MRCP
Ke oinon hemolitik, eritropoiesis inef ektif
dilotosi
lkterus Obstruktif
Tes serologis: AMA, serologis hepotitis, Hep A, CMV, EBV
o Tes virologist
tombohon:CMV DNA, EBV copsid ontigen, Hep D ontibody (]iko odo
indikosi), Hep
E
Biopsi hoti
lgM
(jiko odo indikosi)
o Biopsi holi
Gombor
l
* Algorilmo Evoluosi Posien dengon lkterust
UNII YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Bedah
REFERENSI
l.
Joundice. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americq; The McGrowHill
252
Componies,20l2.
2.
Liver ond Biliory troct. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine Diognosis ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 201 I
3.
Approoch to potient with,ioundice or obnormol liver test results. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders : Philodhelphio. 2007.
A.
Current Medicol
KOIA GTS PENGERTIAN
Kolangitis adalah inflamasi dan infeksi pada saluran empedu yang paling sering disebabkan oleh karena koledokolitiasis. Penyebab lain antara Iain karena intervensi/
manipulasi dan pemasangan stent, keganasan hepatobiliel, hepatolitiasis.l-3 Kuman tersering penyebab infeksi yaitu Escherichia coli, Klebsiella, Enterococcus Sp, dan Bacteroides fragilis.a Ada 2 jenis kolangitis yaitu primary sclerosing cholangitis dan secondary sclerosing cholangitis. Pada bab
ini akan dibahas mengenai
secondary
sclerosing chol angitis. Secondary sclerosing chol angiti s disebabkan olehs
. .
Trauma saat operasi Iskemia misalnya trombosis arteri hepatik setelah transplantasi, atau kemoterapi
trans arterial
. . . . . . . .
Batu kandung empedu
Infeksi bakteri/virus (sitomegalovirus, kriptosporidiosis, sepsis berat) Luka caustic misalnya pada terapi formalin untuk kista hidatid
Pankreatitis autoimun berhubungan dengan IgG4 Keganasan
Penyakit hati polikistik Sirosis
Kistik fibrosis
DIAGNOSIS
Anomnesis Nyeri abdomen yang dirasakan tiba-tiba dan hilang-timbul, dapat disertai dengan menggigil dan kaku. Riwayat koledokolitiasis atau manipulasi traktus bilier.a
Pemeriksoon Fisik lanjut dapat terjadi perubahan status mental, konfusi, letargi, atau delirium. Trias Charcot terdiri dari nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterik, Pada pasien usia
dan demam. Perubahan status mental disertai hipotensi dan Trias Charcot dikenal dengan Reynolds' pentad yangbisa terjadi pada kolangitis supuratifberat.
a
Pemeriksoon Penuniong4
. .
DPL: leukositosis Fungsi hati : hiperbilirubinemia, peningkatan alkali fosfatase, enzim transaminase,
serum amilase jika ada pankreatitis.
. . . . .
Kultur darah: positif pada 50 % kasus Kultur empedu: positif hampir pada semua kasus. Ultrasonografi abdomen: untuk diagnosis dan terapeutik Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) Percutaneous transhepatic cholangiography (PTC)
DIAGNOSIS BAND!NG Primary sclerosing cholangitis, infeksi
IAIA[AKSANA4
. .
Hidrasi dengan cairan intravena dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit
Antibiotik:
-
Derivat penisilin (piperasilin) : untuk gram negatif
-
Ampisilin untuk gram positif
Sefalosporin generasi II atau III [ceftazidim): untuk gram negative, cefoksitin 2 gram intravena setiap 6-8 jam
Metronidasol untuk kuman anaerob
Fluorokuinolon [siprofloksasin,levofloksasin] Keadaan umum pasien akan membaik dalam 6-1,2 jam setelah pemberian antibiotik dan dapat diatasi dalam 2-3 hari. Jika dalam 6-1.2 jam tidak membaik, harus segera dilakukan tindakan dekompresi secepatnya,
.
Dekompresi dan drainase sistem bilier: lika tekanan dalam bilier meningkat karena adanya obstruksi
-
Non operatif
" . .
254
Percutaneouscholecystostomy
Percutaneous transhepatic biliary drainage (PTBD): tindakan drainase
bilier tanpa operasi. Drainase bilier dengan pemasangan NBT (Naso Billiary Tube) atau Stent bilier melalui tindakan ERCP
Operatif: jika tindakan non operatif tidak berhasil. KOMPTIKASI Sepsis, kematian
PROGNOSIS Angka kematian bervariasi antara 13-88
o/o
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNII YANG IERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan
REFERENSI
l.
Lee JG. Diognosis ond monogement of ocute cholongitis. Nol Rev Gosfroentero/ Hepotoi. Aug 4 2009
2.
Esmoeilzodeh M, Ghofouri A, Mehrobi A. Vorious techniques for the surgicol treotment of common bile duct stones: o meto review. Gosfroentero/ Res Proct. 2009:2009:840208.
3.
Li FY, Cheng NS, Moo H, Jiong LS, et ol. Significonce of controlling chronic proliferotive cholongitis in the treotment of hepotolithiosis. World J Surg. Jul 30 2009; Diunduh dori http://www.wjgnet. com I 1 0Ol -9327 / 1 5 I 9 5.osp podo ton g gol 22 Mei 201 2.
4.
Wong D, Afdhol N. Gollstone Diseose. ln : Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh ed.
5.
Rushbrook
USA: Elsevier.
E
Chopter 65.
S, Chopmon
Diseoses of the Liver
RW. Sclerosing Cholongitis. In: Dooley J, Lok A, Burroughs A,
ond biliory System. l2ih ed.
UK : Blockwell
Heothcote
Science.p 342-352
255
KOTES ST TIS
PENGERTIAN
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu dengan/atau tanpa adanya batu, akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kolesistitis
akut yaitu statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Kuman yang tersering menyebabkan kolesistitis akut yaitu E.Coli, Strep. Fecalis, Klebsiella, anaerob (Bacteroides dan Clostridia);kuman akan mendekonjugasi
garam empedu sehingga menghasilkan asam empedu toksik yang merusak mukosa. Penyebab utama adalah batu kandung empedu yang terletak di duktus sistikus sehingga
menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus) seperti karena regurgitasi enzim pankreas. Wanita, obesitas, dan usia lebih dari 40 tahun akan lebih sering terkena.l'2
DIAGNOSIS
Anomnesis Nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah pundak, skapula kanan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda, disertai demam.l
Nyeri dapat dirasakan tengah malam atau pagi hari, penjalaran dapat ke sisi kiri menstimulasi angina pektoris. Nyeri timbul dipresipitasi oleh makanan tinggi lemak, palpasi abdomen, atau yawning. 2
Pemeriksoon Fisik Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan adanya infeksi kuman. Posisi pasien akan menekuk badannya, teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tandatanda peritonitis lokal, tanda Murphy (*), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu
di saluran empedu ekstrahepatikl
Pemeriksoon Penunjong',2
.
Laboratorium: DPL (leukositosis ), SGOT SGPT, fosfatase alkali , bilirubin meningkat (jika kadar bilirubin total > 85.6 mol/L atau 5 mg/dl dicurigai adanya batu di duktus koledokus), kultur darah
.
USG
hati: penebalan dinding kandung empedu (double layer) pada kolesistisis
akut, sering ditemukan
.
pu/,a sludge atau
batu
Cholescintigraphy
Tobel
l.
Kriterio Diognosis Kolesislilis Akul Tonpo Botu3
Krilerio Diognosis Kolesislitis Akul dengon Bolu
. .
:2
Tanda Murphy (+)
Ultrasonografi
-
:
Penebalan dinding kandung empdu (> 5 mm)
Distensi kandung empedu Adanya cairan di perikolesistik Adanya edema subserosa ftanpa asites) Adanya udara intramural Kerusakan membran mukosa
Kolesistisis (+)
DIAGNOSIS BANDING Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal2 TATALAKSANA Kolesistitis Akut Tonpo Botu2
-
Tirah baring
257
Pemberian diet rendah Iemak pada kondisi akut atau nutrisi parsial/parenteral
bila asupan tidak adekuat Hidrasi kecukupan cairan tambahkan hidrasi intravena sesuai klinis
Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolitJ
Antibiotika parenteral: untuk mengobati septikemia dan mencegah peritonitis dan empiema.
Anibiotik yang bersprektrum luas seperti golongan sefalosporin, dan metronidazol
Kolesistektomi awal lebih disarankan karena menurunkan morbiditas dan mortahtas.lika dilakukan selama 3 hari pertama, angka mortalitas 0.5 %. Ada juga yang berpendapat dilakukan setelah 6-B minggu setelah terapi konservatif
dan keadaan umum pasien lebih baik.
Kolesistilis Akut dengon Bolu2
-
Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit)
-
Antibiotikaparenteral Surgical Cholecystectomy dan Cholecystostomy segera
Percutaneous Cholecystostomy dengan bantuan ultrasonografi: jika kondisi umum pasien buruk
-
Transpapillary Endoscopic Cholecystostomy Endoscopic Ultrasound Biliary Drainage IEUS-BD)
KOMPTIKASI
Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik2 PROGNOSIS Penyembuhan total didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu, dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi rekuren, maksimal 30 % akan rekuren dalam 3 bulan ke depan. Pada 50 % kasus dengan serangan akut akan membaik tanpa operasi, dan 20 %o kasus memerlukan
tindakan operasi. Tindakan bedah akut pada usia lanjut (> 75 tahun) mempunyai prognosis yang buruk.2 Pencegahan kolesistitis akut dengan memberikan CCK 50 ng/ kg intravena dalam 10 menit, terbukti mencegah pembentukan sludge pada pasien yang mendapatkan total parenteral nutrition.3
258
KOTESISTITIS KRONIK
PENGERTIAN
Kolesistitis kronik adalah inflamasi pada kandung empedu yang berlangsung lama dan berhubungan dengan adanya batu di kandung empedu, kolesistitis akut atau subakut
yang berulang, atau iritasi dinding kandung empedu karena batu. Adanya bakteria di dalam empedu ditemukan pada > 25 % pasien dengan kolesistitis kronik.a
DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea setelah makan makanan berlemak. Perlu ditanyakan riwayat batu empedu dalam keluarga, ikterus, kolik berulang,2
Pemeriksoon Fisik Ikterus, nyeri tekan pada daerah kandung empedu, tanda Murphy
(*)'
Pemeriksoon Penuniongl
.
Ultrasonografi: melihat besal bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai
90-95
.
o/o
MRCP (Magnetic Resonance Choledochopancreaticography):
melihat adanya batu
di kandung empedu dan duktus koledokus
.
ERCP IEndoscopy Retrogade Choledochopancreaticography):
bisa digunakan juga
untuk terapi
.
Kolesistografi oral: gambaran duktur koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu
DIAGNOSIS BANDING Intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma, kolon kanan, pankreatitis
kronik, dan kelainan duktus koledokus.2 TAIATAKSANA fika gejala + dengan/tanpa batu empedu : kolesistektomi2
259
KOMPTIKAS! Keganasan kandung empedu, iaundice, pankreatitis, empiema dan hydrops, gangren, perforasi, pembentukan batu kandung empedu dan fistula.3'a PROGNOSIS Angka rekurensi mencapai 40
o/o
dalam 2 tahun. Jarang menjadi karsinoma kandung
empedu dalam perkembangan selanjutnya.2 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi
Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan
REFERENSI
260
1.
Pridody. Kolesistitis. Dolom Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioii, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid L Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010.1,o1.718-726
2.
Sherlock S, Dooley J. Gollstones ond Benign Biliory Diseose. In: Dooley J, Lok A, Bunoughs A, Heothcote E. Diseoses of the Liver ond biliory System. l2rh ed. UK : Blockwell Science. P257-293
3.
Andersson KL, Friedmon LS. Acolculous Biliory Poin, Acolculous Cholecystitis, Cholesterolosis, Adenomyomotosis, ond Polyps of the Gollblodder. ln : Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Goskointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/Monogement. 9rh ed. USA: Elsevier. Chopter 67.
4.
Greenberger NJ. Diseoses of the Gollblodder ond Bile Ducts. ln: Fouci AS, Kosper DL, Longo DL, Brounwold E, LouserSL, Jomeson JJ, et ol, eds. Horrison's Principles of lnternol Medicine. Edisi ke-I7. New York: McGrow-Hill 2008. Chopter 31 1.
P NYAK T PERLE AKA
T
NON ATKOHOLIK PENGERIIAN Penyakit perlemakan hati non alkoholik INAFLD/Non Alcoholic Fatty Liver atau NASH/ Non Alcoholic Steatohepatitis) merupakan suatu sindrom klinis dan patologis akibat
perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis
hati. Perlemakan hati (Fatty liver atau steatosis) merupakan suatu keadaan adanya lemak di hati (sebagian besar terdiri dari trigliserida) melebihi 50/o dari pada
seluruh berat hati yang disebabkan kegagalan metabolisme lemak hati dikarenakan defek di antara hepatosit atau proses transport kelebihan lemak, asam lemak, atau
karbohidrat karena melebihi kapasitas sel hati untuk sekresi lemak. Kriteria non alkoholik disepakati bahwa konsumsi alkohol <20 gram/hari. Terjadinya perlemakan hati melalui 4 mekanisme yaitu :1,2
. .
Peningkatan lemak dan asam lemak dari makanan yang dibawa ke hati.
Peningkatan sintesis asam lemak oleh mitokondrial atau menurunnya oksidasi yang meningkatkan produksi trigliserida
. .
Kelainan transport trigliserid keluar dari hati Peningkatan konsumsi karbohidrat yang selanjutnya dibawa ke hati dan dikonversi
menjadi asam lemak. Faktor risiko : obesitas, diabetes melitus, hipertrigliserida, obat-obatan (amiodaron,
tamoksifen, steroid, estrogen sintetik), dan toksin (pestisidaJ.3 Berdasarkan tingkat gambaran histopatologik ada beberapa perjalanan ilmiah penyakit ini yaitu perlemakan
hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatitis yang disertai fibrosis dan sirosis. Hipotesis terjadinya NAFLD yaitu :2 . First Hit terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit akibat peningkatan lemak bebas pada dislipidemia, obesitas, diabetes mellitus. Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak pada mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kerusakan mitokondria itu sendiril'2
lckil Do om ndonesio
a
Second
Hit
peningkatan stres oksidatif dapat terjadi karena resistensi insulin, peningkatan
endotoksin di hati, peningkatan aktivitas un-coupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P 450, peningkatan cadangan besi, dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stres oksidatif yang terjadi melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktifasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis.
1'2
DIAGNOSIS
Anomnesis Umumnya pasien tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit hati, Beberapa pasien mengeluhkan rasa lemah, malaise, rasa mengganjal di perut kanan atas. Riwayat konsumsi alkohol, riwayat penyakit hati sebelumnya.2 Pemeriksoon Fisik Dapat ditemukan adanya kelebihan berat badan, hepatomegali, komplikasi sirosis
yaitu asites, perdarahanvarises. Sindrom resistensi insulin : obesitas (lemakviseral].1'2
Pemeriksoon Penunjong2-4 . Fungsi hati : peningkatan ringan [<4 kali) AST faspartate aminotransferase), AlIl (alanine aminotransferaseJ. AST>ALT pada kasus hepatitis karena alkohol.
. .
Alkali fosfatase, gamma GT (glutamil transferase) : dapat meningkat Bilirubin serum, albumin serum, dan prothrombin time: dapat normal, kecuali pada kasus NAFLD terkait sirosis hepatis.
. . . . . .
Gula darah, profil lipid, seromarker hepatitis.
ANA, anti ds DNA : titer rendah [< 1 : 320J USG: gambaran bright liver CT Scan
MRI: deteksi lnfiltrasi lemak
Biopsi hati : baku emas diagnosis. Ditemukan 5-10
%o
sel lemak dari keseluruhan
hepatosit, peradangan lobulus, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis. Kegunaan biopsy hati : membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan tanpa atau disertai inflamasi, menyingkirkan etiologi penyakit
hati lain, memperkirakan prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu. Grading dan staging NAFL :
262
DIAGNOSIS BANDING Hepatitis B dan C kronik, penyakit hati autoimun, hemokromatosis, Penyakit Wilson's, defisiensi a,
antitripsinl
TATATAKSANA
Non formokologis Mengontrol faktor risiko : penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki
profil lipid, memperbaiki resistensi insulin, mengurangi asupan lemak ke hati, dan olah ragaz'3
Aminotronsferose serum meningkot
don/otou hepoiomegoli
I Anomnesis menyingkirkon odonyo pemokoion
olkohol don pemeriksoon penunjong loinnyo untuk menyingkirkon penyebob loin
* USG, CT scon,
otou
MRI
Perlemokon hoti +
Normol
Pikirkon biopsi hoti untuk
Biopsi hoti I
menentukon stoge penyokit don risiko progresi
Gombor l. Algoritmo Pendekolon Diognosis podo
NAFLD4
263
Formokologis . Antidiabetik dan insulin sensitizer:2'3
-
metformin 3x500 mg selama
4 bulan didapatkan perbaikan konsentrasi AST dan
ALf, peningkatan sensitivitas insuin, dan penurunan volume hati. Cara kerja: meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan produksi glukosa
. .
hati melalui penghambatan TNF-ct. Tiazolidindion [pioglitazonJ: memperbaiki kerja insulin dijaringan adipose.s Obat anti hiperlipidemia2'3
.
Gemfibrozil: perbaikan ALT dan konsetrasi lipid setelah pemberian l- bulan
Atorvastatin: perbaikan parameter biokimiawi dan histologi
Antioksidan2'3's
-
Tujuan: mencegah steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis
Vitamin
E,
Vitamin
E
vitamin
C,
betain, N-asetilsistein.
400, 800 IU/hari dapat menurunkan TGF-8, memperbaiki inflamasi
dan fibrosis, perbaikan fungsi hati dengan cara menghambat produksi sitokin
oleh leukosit.
-
Betain berfungsi sebagai donor metil pada pembentukan lesitin dalam siklus
metabolik metionin, dengan dosis 20 mg/hari selama 12 bulan terlihat perbaikan bermakna konsentrasi ALI steatosis, aktivitas nekroinflamasi, dan fibrosis.
-
Ursideoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu yang mempunyai efek
imunomodultori pengaturan lipid, efek sitoproteksi. Dosis 13-15 mg/kg berat badan selama satu tahun menunjukkan perbaikan ALL fosfatase alkali, gamma GT dan steatosis tanpa perbaikan bermakna derajat inflamasi dan fibrosis.
2
KOMPLIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular
3
PROGNOS!S Pada257 pasien NAFL yang dipantau selama 3,5 tahun sampai 11 tahun melalui biopsi hati, didapatkan 2B %o mengalami kerusakan hati progrestf ,59 o/o tidak mengalami perubahan, dan 13 %o membaik. Pasien steatohepatitis non alkoholik memiliki kesintasan yang lebih pendek yaitu 5-10 tahun, kesintasan 5 tahun hanya 670/o dan kesintasan 10 tahun 59%. Banyak faktor yang mempengaruhi mortalitas yaitu obesitas, diabetes melitus dan komplikasinya, komorbiditas lain yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hati sendiri.2
264
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa NAFL merupakan kondisi yang
berlangsung kronik [beberapa tahun) dan tidak akan berkembang menjadi penyakit hati berat. Fungsi hati tetap stabil dalam beberapa waktu. Pada beberapa pasien, NAFLD dapat berkembang menyebabkan kerusakan hati pada
stabil, dan 43
%o
3%o
pasien, 54
o/o
tetap
pasien memburuk. Risiko menjadi sirosis yaitl8-26o/o.3
UNII YANG MENANGANI . RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi GastroenteroHepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan
REFERENSI I
.
2.
S, Dooley J. Non-olcoholic Fotty Liver Diseose ond Nutrition. ln: Dooley J, Lok A, Bunoughs A, Heothcot. Diseoses of the Liver ond biliory System. l2rh ed. UK : Blockwell Science. P546-567
Sherlock
Hoson lrson. Perlemokon Hoti Non Alkohol. Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi,
l.
Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: Interno Publishing; 2010. Hol.595-701
3.
Koplon M. Nonolcoholic steotohepotitis (NASH). Diunduh dori http://www.u ptodote.com/ podo contents/potient-informotion-nonolcoholic-steotohepotitis-nosh-beyond-the-bosics tonggol 22 Mei 2012
4.
Reid AE. Nonolcoholic fotty liver diseose. In : Feldmon M, Friedmon L, Brondi L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/Diognosis/ Monogement. 9rh ed. USA: Elsevier.
5.
Chopter 85.
Sonyo AJ, Cholosoni N, Kowdley KV et oll. Pioglitozone, Vitomin Steotohepotitis. N Engl J Med 2010;362:1 675-85.
E,
or Plocebo for Nonolcoholic
265
S!ROSIS HAT
PENGERTIAN Sirosis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobulus
normal oleh fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai dengan regenerasi yang membentuk nodulus. Penyakit ini memiliki periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema dan
ikterus. Pada stadium Ianjut, gejala utamanya berupa asites, jaundice, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat yang dapat berakhir menjadi koma hepatikum.l'3
Etiologi sirosis dapat dilihat pada tabel Tobel
l.
Eliologi
1.
Sirosis'?
Hepotitis
Sirosis bilior
:
Hepotitis virus kronis, Penyokit hoti
: hemokromotosis,
penyokil
o,-ontitripsin,
fibrosis kistik Sirosis
kriptogenik
D!AGNOSIS
Anomnesisa
. . . . . . .
Perasaan mudah lelah dan berat badan menurun
Anoreksia, dispepsia Nyeri abdomen Jaundice, gatal, warna urin lebih gelap dan feses dapat lebih pucat Edema tungkai atau asites Perdarahan : hidung, gusi, kulit, saluran cerna
Libido menurun
o
Riwayat: ja u ndice, hepatiti s, obat- obatan hepato toksik, transfusi darah
o
Kebiasaan minum alkohol
a
Riwayat keluarga : penyakit hati, penyakit autoimun
a
Perlu juga dicari gejala dan tanda:
-
Gejala awal sirosis [kompensata):
Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun.
-
Ge;ala lanjut sirosis (dekompensata):
Bila terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut
badan, gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar. Bisa terdapat gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis melena,
ikterus, perubahan siklus haid, serta perubahan mental. Pada laki-laki dapat impotensi, buah dada membesa(, hilangnya dorongan seksualitas.
Pemeriksoon Fisik2'4 Status nutrisi, demam, fetor hepatikum, ikterus, pigmentasi, purpura, clubbing finger, white nails, spider naevi, eritema palmaris, ginekomastia, atrofi testis, distribusi rambut tubuh, pembesaran kelenjar parotis, kontraktur dupuytren(dapat ditemukan pada sirosis akibat alkoholisme namun dapat juga idiopatik),
.
hipogonadisme, asterixis bilateral, tekanan darah.
.
Abdomen: asites, pelebaran vena abdomen, ukuran hati bisa membesar/normal/ kecil, splenomegali
. .
Edema perifer Perubahan neurologis: fungsi mental, stupoc tremor
Pemeriksoon Penunjong2'4
7.
Laboratorium:
a.
Tes
. . . . . . .
biokimia hati SGOT/SGPT: dapat meningkat tapi tak begitu tinggi, biasanya SGOT lebih meningkat dari SGPT dapat pula normal Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari batas normal atau normal GGT: dapat meningkat atau normal
Bilirubin: dapat normal atau meningkat Albumin: menurun Globulin meningkat: rasio albumin dan globulin terbalik Waktu protrombin: memanjang
267
b.
Laboratoriumlainnya Sering terjadi anemia, trombositopenia, leukopenia, neffopenia dikaitkan dengan
hipersplenisme. Bila terdapat asites, periksa elektrolit, ureum, kreatinin, timbang setiap hari, ukur volum urin 24 jam dan ekskresi natrium urin.
2.
Pencitraan
.
USG : sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya massa,
pada sirosis lanjut hati mengecil dan nodula4, permukaan ireguler; peningkatan
ekogenitas parenkim hati, vena hepatika sempit dan berkelok-kelok.
. . . 3. 4.
Transient Elastography (fibroscan@)
informasi sama dengan USG biaya relatif mahal, MRI EEG bila ada perubahan status neurologis CT scan :
esofagugastroduodenoskopi, skrining varises esofagus. Biopsi hati : Algoritma biopsi pada pasien dengan hepatitis virus kronis dapat
dilihat pada gambar
1.
5. Cek AFP untuk skrining hepatoma. 6. Mencari etiologi: serologi hepatitis [HbsAg, anti HCV), hepatitis autoimun (ANA, antibodi anti-smooth muscle), pemeriksaan Fe dan Cu (atas kecurigaan adanya penyakit Wilson), pemeriksaan ur-antitripsin (atas indikasi pada yang memiliki riwayat merokok dan mengalami PPOK), biopsi hati. Hepotitis virus kronis
Lokukon 2 tes fibrosis non-invosif
Hosil bertentongon
Biopsi honyo bilo hosilnyo
okon mempengoruhi totolqksono
Hqsil sesuoi
Bukti odonyo flbrosis ringon
Hosil intermediote
F4
IF2-3]
lF0/t l
Biopsi tidok
Biopsi honyo bilo
Biopsi tidok
dilokukon
hosilnyo okon
dilokukon
mempengoruhi totoloksono Gombor l. Algorilmo Biopsi podo Posien dengon Hepotilis Virus
268
Kronisa
Tobel 2. Gomboron Hislopolologis dori Eliologi Sirosis4
+
+
tos
s
+
+
ontiiripsin +
oliron veno
t +
Keterongon: biosonyo tidok odo;1 mungkin odo; + biosonyo odo
DIAGNOSIS BANDING Hepatitis kronik aktif.2 KOMPTIKASI Varises esofagus/gasteri hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, sindrom hepatorenal, sindrom hepatopulmonal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum,
gastropati hipertensi portal.l
TAIA[AKSANA'.4 . Istirahat cukup
. . . .
Diet seimbang (tergantung kondisi klinis) Pada pasien sirosis dekompensata dengan komplikasi asites: diet rendah garam
Laktulosa dengan target BAB 2-3 x seharr. Terapi penyakit penyebab, lebih lengkap dapat dilihat pada tabel
1.
269
PROGNOSIS Lihat pada tabel 3 dan 4. Tobel 3. Beberopo Penyebob Tersering Sirosis Hepotiss Anomnesis
Stop konsumsl olkohol.
Podo posien
<
270
50%.
Tobel 4. Sislem Peniloion Chr'ld-furcolte-P ughs
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS
non
Pendidikan
::-
REFERENSI
l. 2.
Dorlond's lllustroted Medicol Dictionory. 23rd Ed. Philodelphio. Elsevier. 2007 Bocon BR. Cinhosis ond lts Complicotions. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 201 2.
JL,
3.
Nurdjonoh S. Sirosis Hoti. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto : lnterno Publishing. 2009. Hol 668-73.
4.
McCormick PA. Hepotic Cirrhosis. ln : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et ol. Sherlock's Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2th Edition. United Kingdom: Blockwell Publishing Ltd. 20,l I . Hol 103-l 9
5.
Elsoyed EY, Riod GS, Keddeos MW. Prognostic Volue OF MELD Score in Acute Voriceol Bleeding. Reseorc her 20 1 0:214) :22-27
TUMOR
PA
KREAS
PENGERTIAN
Tumor pankreas dapat diklasifikasikan sebagai neoplasma eksokrin atau endokrin berdasarkan asal dari selnya dan morfologi tumor (solid atau kistik). Kasus adenokarsinoma duktus terjadi sekitar 90o/o dari kasus neoplasma pankreas. Adenokarsinoma duktus infiltrat merupakan tumor pankreas yang paling sering terjadi. Karsinoma sel asina4, tipe Iain dari tumor pankreas solid, menyerupai bola kecil sel epitel yang berbentuk piramid. Tumor pankreas eksokrin ini lebih banyak mengenai pria. Seringkali overproduksi lipase menyebabkan sindrom metastasis nekrosis lemak, yang dikarakteristikan dengan nekrosis lemak periferi eosinofilia, dan poliartralgia. Tumor pankreas kistik termasuk neoplasma (tipe musin, serosaJ, dan tumor solid-pseudopapillary sangat jarang terjadi, umumnya jinak dan dapat disembuhkan dengan reseksi bedah. Namun terkadang, tumor kistik memiliki komponen invasif yang memberikan prognosis buruk secara keseluruhan.l Klasifikasi tumor primer pankreas menurut WHO dapat dilihat pada tabel 1. Karsinoma pankreas merupakan penyakit kanker no.4 yang menyebabkan kematian terbanyak di Amerika Serikat dan sering dikaitkan dengan prognosis buruk. Faktor risiko yang dapat menyebabkan karsinoma pankreas antara lain merokok [2025o/o), pankreatitis kronis, dan diabetes.l Pembagian stadium karsinoma pankreas
tidak menggunakan sistem tumor-nodus-metastasis (TNM), namun dibagi menjadi 3 kategori primer yaitu 1) terlokalisir; dan dapat direseksi; 2) lokasi meluas, dan tidak dapat direseksi; dan 3) adanya metastasis.3 Skrining rutin CA 19-9 dan carcinoembryonic antigen (CEA) tidak dianjurkan karena tidak memiliki sensitivitas yang cukup, dan computed tomography ICT) tidak memiliki resolusi yang adekuat untuk mendeteksi displasia pankreas. Endoscopic ulffasound [EUS) merupakan alat skrining yang menlanjikan, dan merupakan usaha preklinis untuk mendeteksi biomarker yang dapat mendeteksi stadium awal karsinoma pankreas.l
ktilr
Pandua H roi!4r5pe3o;sFeryokl
P.
rlnrriLrnon
is
D.nom ndone\iar
Tobel
l.
Klosifikosi WHO Terhodop Tumor Eksokrin Ponkreos2
v
Moture cystic
lomo
uclnous
tumor i.
tumor
ii. iii.
Serous cystode
nocorcinomo
iv.
DIAGNOSIS
Anomnesisr . Rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, pruritus, Ietargi, penurunan berat badan
. . .
farang: nyeri epigastrium, nyeri punggung, diabetes new onset Penyakit komorbid seperti pankreatitis kronis, diabetes Riwayat kebiasaan merokok
Pemeriksoon Fisikl . Ikterik, kakesia, tanda bekas garukan
. .
Kandung empedu teraba [tanda Courvoisier) Tanda metastasis jauh : hepatomegali, asites, limfadenopati supraklavikular
(nodus Virchow), limfadenopati periumbilikus (nod us Sister M ary
Jo
kiri
seph)
Pemeriksoon Penunjongr'4 . Laboratorium - Rutin : darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit, amilase, lipase, serum bilirubin, alkali fosfatase, protein total, albumin/globulin,
273
a
Tumor-associated carbohydrate antigen 19-9 ICA 19-9)
Radiologis: CT scan, ERCP, MRI, Positron-emission tomography with fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET), EUS
o a
Sitologi : EUS-guided fine needle aspiration (EUS-FNA) Laparoskopi
DIAGNOSIS BANDING Diagnosis
ini harus dipertimbangkan pada semua pasien > 40 tahun dengan
ikterik progresif atau intermiten, terutama bila diperkuat dengan gejala seperti nyeri abdomen persisten atau tidak dapat dijelaskan, lemah dan berat badan menurun, diare,
glikosuria, faecal occult blood (+), hepatomegali, limpa teraba atau tromboflebitis migrans.3
TATALAKSANA'-5
1.. Reseksi (pancreaticoduodenectomy / operasi Whipple) 2. Adjuvan: 5-fluorouracil (5-FU), asam folinik
3.
Paliatif: diberikan pada pasien yang tidak dapat menjalani reseksi untuk meredakan
ikterik, obstruksi duodenum atau nyen
Pendekolon Diognosis Curigo konker ponkreos
Helicol CT
Tidok tompok
tumor
ERCP
don olou
Tumor coput
poncreos < 2cm
Tumor corpus
Tumor coput
otou coudo onkreos
ponkreos > 2cm
Loporoskopi
EUS
dengon sitologi
(+) h eksplorosi untuk reseksi
Gombor l. Algorilmo Diognosis Konker Ponkreos2
274
(-)
Stadium kanker pankreas dapat dilihat pada tabel2. Tobel 2. Stodium Konker Ponkreos2
20%
87
Ml
Metostose iouh
2%
53%
KOMPTIKASI
Ikterik, nyeri, obstruksi usus, penurunan berat badan.2,s PROGNOSIS Prognosis tumor pankreas dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. Tobel 3. Prognosis Tumor Ponkreosr Lokol
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
Departemen Bedah Digestif
RS
non Pendidikan
Bagian Bedah
REFERENSI Hidolgo M. Progress in Poncreotic Concer: Where Are We Now ond Where Must We Go?. Optimol Treotment of Locolly Advonced/Metostotic Poncreotic Concer: Current Progress ond Future Chollenges. Clinicol Core Options Oncology. Diokses melolui http://vwwv.clinicoloptions.com/ Oncology/Treotment%20Updotes/Poncreotic/Modules/Progress/Poges/Poge%202.ospx podo
tonggol 25 Juni 2012.
275
2.
Jimenez RE, Costillo CF. Tumors of the Poncreos. ln : Feldmon, Friedmon, Brondt. Sleisenger ond Fordtron's Goskointestinol ond Liver Diseose.9th Edition. Vol 1.2010
3.
Chong l, Cunninghom D. Poncreotic Concer. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Honison's Principles of lnternol Medicine. l8th Edition. New York, McGrowH11.2012.
4.
Ko A. Poncreotic Adenocorcinomo. CCO in Proctice. Diokses melolui http://www. clinicoloptions. com/inProctice/Oncology/Gostrointesiinol_Concer/ch l3 Gl-Poncreos.ospx podo tonggol 22 Mei2012.
5.
Koti RS, Dovidson BR. Molignont Biliory Diseoses. In : Dooley .JS, Lok ASF, Burroughs AK, et ol. Sherlock's Diseoses of the Liver ond Biliory System. l2th Edition. United Kingdom: Blockwell Publishing Ltd. 201 l. Hol 302-8.
276
TUMOR S STEM BIL
ER
Tumor sistem bilier dibagi berdasarkan anatomis yaitu tumor jinak dan ganas kandung empedu, tumor jinak saluran empedu ekstrahepatik, karsinoma saluran empedu
intrahepatik (cholangiocarcinoma). Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai karsinoma kandung empedu dan cholangiocarcinoma.
Tumor sistem bilier
Kondung empedu
Soluron empedu
Tumor Jinok
Korsinomo
lntrohepotik
Ekstrohepotik
. Polip kolesterol
. Adenokorsinomo . Adenoskuomoso . Korsinomo sel skuomoso . Smo// ce// corcinomo
Cholongiocorcinomo
. Popilomo . Adenomiomo . Fibromo . Tumor sel gronulor
. Adenomo
Gombor l. Algorilmo Pembogion Tumor Sislem Bilierr
A. KARSINOMA KANDUNG
EMPEDU
PENGERTIAN
Merupakan kanker yang berawal di dalam kandung empedu, termasuk dalam keganasan yang jarang terjadi. Jenis keganasan tersering yaitu adenokarsinoma fadenokarsinoma papilla), jenis lain yang lebih jarang terjadi yaitu adenoskuamosa, karsinoma sel skuamos a, dan small cell carcinoma. Faktor risiko terjadinya karsinoma kandung empedu : batu empedu, porcelain gallbladder, jenis kelamin perempuan, obesitas, usia lanjut, etnis Amerika-Meksiko, adanya kista koledokus, abnormalitas
duktus biliec polip kandung empedu, paparan bahan kimia, tifoid kronik, riwayat keluarga menderita karsinoma kandung empedu.2
DIAGNOSIS
Anomnesis Pada stadium awal umumnya tidak menimbulkan gejala sampai pada stadium lanjut. Beberapa keluhan pasien yaitu nyeri abdomen kuadran kanan atas, mual dan muntah, ikterik, napsu makan menurun, kehilangan berat badan, pembengkakan abdomen, gatal-gatal, tarry stools2 Pemeriksoon Fisik Pasien tampak ikterik, dapat ditemukan pembesaran kandung empedu atau teraba masa pada area kandung emperu, nyeri tekan abdomenl'2
Pemeriksoon Penunjong . Tes fungsi hati dan kandung empedu : bilirubin, albumin, alkalin fosfatase, AST (aspartate aminotronsferase), Al-il (alanine aminotransferase), and Gama GT (g luta mil transferase). . Tumor markers; CEA dan CA79-9 . Pemeriksaan urin dan feses
. .
Ultrasonography: adanya masa di lumen kandung empedu CT
Scan (Computed Tomography): masa di daerah kandung empedu sebagai diagnosis
awal, menentukanstaging dari penyebaran tumor dan keterlibatanlymph nodes, juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam biopsi dengan jarum, Dapat dilakukan CT scanner (CT angiography) untuk melihatkeadaan pembuluh darah hepatik dan portal.
.
Magnetic resonance imaging (MRI) scan: melihat secara detail kandung empedu dan salurannya, serta organ
sekitar.
Salah satu jenis MRI yang berguna pada kasus
ini yaitu MR cholangiopancreatography IMRCP) yang dapat melihat Iangsung ke dalam saluran empedu dan MR angiography (MRA) yang dapat melihat keadaan pembuluh darah hepatik dan portal.
.
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) : melihat adanya sumbatan pada duktus biliaris atau duktus pankreatikus.
.
Percutaneous transhepatic cholangiography IPTC): dapat digunakan untuk mengambil sampel cairan atau jaringan
.
Laparoskopi : membantu, merencanakan operasi atau terapi lain, konfirmasi staging kankeri pengambilan sampel biopsi, mengangkat kandung empedu pada kasus batu empedu atau inflamasi kronik (laparoscopic cholecystectomy).
. 278
Biopsi
Tobel
l
Stoging untuk Korsinomo Kondung Empedu
:3
DIAGNOSIS BANDING Batu kandung empedu, sludge
IAIATAKSANA . Operasi : kolesistektomi
. .
Radiasi
Kemoterapi
KOMPTIKASI Metastasis, obstruksi sistem bilier
PROGNOSIS
Faktor yang menentukan prognosis yaitu staging dari kanker, kanker dapat diangkat seluruhnya atau tidak, tipe dari kanker (dilihat dari mikroskop), kanker pertama kali didiagnosis atau rekuren. Prognosis umumnya buruk karena umumnya tidak dapat dioperasi saat terdiagnosis. Pada 50 0/o kasus sudah terjadi metastasis jauh. Rata-rata harapan hidup dari saat terdiagnosis yaitu 3 bulan, 14 o/o dapat bertahan sampai 1 tahun. Kanker jenis papilari danwell-differentated adenokarsinoma mempunyai harapan hidup lebih lama dibandingkan jenis tubuler dan undifferentiated. 1'3 Berdasarkan staging angka harapan hidup dalam 5 tahun yaitu :2
279
Iobel 2. Angko Horopon Hidup sesuoi sloging2
B. KOTANG OKARSINOMA PENGERTIAN
Kolangiokarsinoma adalah keganasan yang berasal dari sel epitel bilier; dapat
timbul pada saluran intra- dan ekstrahepatik. Merupakan keganasan primer hepatik yang kedua terbanyak. Umumnya tumor ini jenis adenokarsinoma.a Klasifikasi terbagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik (terbagi lagi menjadi hilar dan distalJ. Kolangiokarsinoma berhubungan dengan kolitis ulseratif denganf atau tanpa
kolangitis sklerosing, usia lanjut >60 tahun, jenis kelamin laki-laki.1 Faktor risiko untuk kolangiokarsinoma
. . . . . . . . . .
:a
Prosedurdrainasebilier-enterik PenyakitCaroli Kista duktus koledokus Sirosis hepatik
Infeksi Clonorchis sinensis Hepatitis
C
Hepatolithiasis Infeksi Opisthorchis viverrini Primary sclerosing cholangitis
Toksin(dioksin,polivinilkloridaJ
Klosifikosi Bismufh - Corlefle Khusus untuk kolangiokarsinoma yang terletak pada daerah perihilar, dibagi berdasarkan keterlibatan duktus hepatikus menjadi
280
:
. . .
Tipe I: tumor distal dari pertemuan duktus hepatikus kiri dan kanan Tipe II: tumor mencapai daerah pertemuan kedua duktus Tipe III: tumor yang mencakup duktus hepatikus komunis dan salah satu duktus hepatikus (duktus hepatikus kanan tipe IIIa, duktus hepatikut kiri tipe IIIbJ
.
Tipe IV: tumoryang multisentrik, atau mencakup daerah pertemuan kedua duktus dan kedua duktus kanan dan kiri.
Bila tumor melibatkan daerah pertemuan kedua duktus maka disebut klatskin tumor.
Adenokarsinoma dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan bentuk pertumbuhannya: nodula4, sklerosis, dan papiler.
. . .
Sklerosis: terdapat banyak jaringan yang fibrosis, cepat menginvasi dinding duktus.
fenis yang terbanyak. Noduler: lesi anular yang mengkonstriksi duktus bilier, sangat invasif.
Papiler: lesi tampak sebagai massa yang jelas pada duktus biliaris komunis, menyebabkan obstruksi bilier sejak awal penyakit.
Tipe
I
Tipe
Tipe ll
llla
Tipe lllb
Tipe lV Gombor 2. Klosifikosi Bismufh-Corleffe unluk Kolongiosorkomo5
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Umumnya tidak bergejala sampai timbul obstruksi bilier. Gejala yang sering dikeluhkan yaitu pruritus, nyeri abdomen, terasa sebagai nyeri tumpul di region kanan atas. penurunan berat badan, demam, tinja berwarna seperti dempul, urin warna gelap
Pemeriksqon Fisik Ikterus, hepatomegali, massa abdomen bagian kanan atas, penurunan berat badan,
tanda Courvoisier: fkandung empedu teraba), biasanya karena sumbatan tepat di distal duktus sistikus.l
Pemeriksoon Penunjong . Laboratoriuml - Peningkatan bilirubin total dan direk, alkali fosfatase, 5'-nukleotidase, dan y-glutamiltransferas
.
e
SGOT dan SGPT dapat meningkat pada obstruksi
bilier lama
Tumor marker: CEA, CA 19-9
Billiary insulin-like growth factor Fluorescence in situ hybridization
Imaging I
-
USG: dapat
ditemukan gambaran massa, dilatasi duktus bilier intrahepatik pada
sumbatan proksimal (pada tumor duktus intrahepatik atau pada pertemuan kedua duktus), dilatasi duktus intra- dan ekstrahepatik pada sumbatan distal.
Klatskin tumor tampak sebagai tidak menyatunya duktus hepatikus kanan dan kiri. Tumor papiler: massa intralumen polipoid. Tumor noduler : massa
-
diskret disertai penebalan dinding duktus. CT scan: berguna untuk mendeteksi tumor intrahepatik, level obstruksi bilieC dan adanya atrofi hepar. MRCP: massa hipointens pada T1, hiperintens pada T2. Dapat juga untuk melihat struktur anatomis sekitar ) evaluasi resektabilitas Kolangiografi: melalui endoscopic retrograde pancreatography (ERCP) atau perkutan, dengan percutaneous transhepatic cholangiogram IPTC]. ERCP/PTC +
)
sampel empedu/sitologi brushing
Endoscopic ultrasonography (EUS): dapat menunjukkan gambaran massa, lebih
baik untuk lesi distal.
282
-
PET scan: dapat mendeteksi mulai dari lesi 1 cm, dan lesi
- lesi metastasis
Angiografi : Digunakan untuk melihat adanya pembuluh darah yang melingkari lesi, sekaligus mendeteksi trombosis vena porta.
Kriteria diagnosis untuk kolangiokarsinoma ftabel 3). Tobel 3. Kriterio Diognosis unluk Kolongiokorsinomo
:a
Suspek kolongiokorsinomo
Pemeriksoon CA l9-9, kolongiogrofi endoskopi (brushing, sitologi,
Skiktur dominon, CA l99 > 129 U/ml. Biopsi,
sitologi, otou FISH polisomi yong positif
FISH)
Tidok odo striktur
dominon, CA 19-9 < 129
lnderterminote
U/ml. Biopsi, sitologi, otou polisomi yong negotif
FISH
MRI
Moss voscu/or
Negotif
encosemenl
Klinis
Klinis
signifikon
tidok signifikon
PET
Penotoloksonoon kolo ngioko rsinomo
Hot spof
scon
Negotif
Observosi
Gombor 3. Algorlimo Pendekoton Diognosis Kolongiokorsinomoa
283
Stag ing kolangiokarsinoma berdasarkan
. .
:6
KlasifikasiBismuth-Corlette Klasifikasi TNM (tabel 4).
Tobel 4. Klosifikosi INM6
DIAGNOS!S BANDING Koledokolitiasis, striktur duktus biliaris jinak, kolangitis sklerotikans, keganasan pankreas, pankreatitis kronik
TATA[AKSANA'
. . . . .
284
Terapi diutamakan reseksi pada yang masih memenuhi kriteria Radioterapi dengan atau tanpa sensitisasi menggunakan kemoterapi
Brakiterapiintralumen Terapi fotodinamik Kemoterapil.gemcitabin.
KOMPTIKASI Kolangitis, kematian. PROGNOSIS Prognosis tergantung Iokasi tumor, lokasi lebih distal lebih besar kemungkinan
direseksi daripada yangdi hilus. Secara histologik well-differentated lebih baik prognosisnya daripada yang undffirentiated. Jika direseksi, angka harapan hidup 1 tahun sebesar 50o/o,2 tahun 20o/o, dan 3 tahun 1.0
o/o.1
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Gastroentero-
Hepatologi
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNII YANG TERKAII
. .
RS
Pendidikan
: Departemen Bedah
RS
non Pendidikan
: Departemen Bedah
Digestif
REFERENSI
l.
Sherlock S, Dooley J. Tumours of the Gollblodder ond Bile Ducts. ln: Dooley J, Lok A, Bunoughs A, Heothcote E Diseoses of the Liver ond biliory System. I 2rh ed. UK : Blockweli Science. P294-311
2.
Americon Concer Society. Gollblodder Concer.2012. Diunduh dori http:// www. concer.org/
Concer/GollblodderConcer/DetoiledGuide/gollblodder-concer podo tonggol2l Mei 2012
3.
Notionol Concer lnsiitute. Gollblodder Concer Treotment. 201
I.
gov/concertopics/pdq/treotment/gollblodder/Potient/poge1
4.
Blechocz B, Gores G. Tumors of the Bile Ducts, Gollblodder, ond Ampullo. ln : Feldmon M, Friedmon L, Brondt L. Sleisenger ond Fordtron's Gostrointestinol ond Liver Diseose: Pothophysiology/
Diognosis/Monogement.
5. 6.
Diunduh dori http:// vwwv.concer. podo tonggol 21 Mei 2012.
Blechocz
BR,
91h
ed.
USA: Elsevier.
Chopter 59.
Gores GJ. Cholongiosorcomo. Clin Liver Dis 2008; l2:l3l-150.
DeOliveiro ML, Schulic RD, Nimuro Y et oll. New Stoging System ond C h
olon gio
corcinomo
H
E P
ATOLOGY 20 I
I;5
3
o
Regisfry for Perihilor
: 1 363- I 37 I )
28s
PI Ir[1[ S[ [[ lBt IGtl P nlIfll
PAA PAK I( Kl S
1
GER A lnkontinensio Urin lnstobilitos don Jotuh Totoloksono Nutrisi Podo "Froi ,;.; Pendekoton Poripurno Posien Geriotri (Comprehensive Geriofric Ass essment) Sindrom Delirium Akut ............. Ulkus Dekubitus..........
;;
I
i;;i,;
t"'-..
1A'
i;.-.
cni
t:
i
DEHIDRAS
PENGERIIAN Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih
banyak dari natrium [dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonikJ, atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi hipotonik).1
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/LiterJ. Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum [135-145 mmol/Liter) dan osmola]itas efektif serum (270-2BS mosmol/Liter). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/LiterJ dan osmolalitas efektif serum (kurang dari2TO mosmol/Liter).
Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi
penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan tanggapan ginjaI terhadap vasopresin. DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, mengantuk.l
Pemeriksoon Fisik Aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang. Penurunan turgor dan mata cekung sering tidak jelas. Penurunan berat badan akut Iebih dari 3%. Hipotensi ortostatik.l
I
I
Loborotorium Urin : berat jenis (Bf) urin >1,019 [tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood lJrea Nitrogen/Kreatinin >16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna).
Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload [gagal jantung kongestif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik). )ika memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan pengukuran kadar natrium plasma darah, osmolaritas serum, dan tekanan vena sentral.
TATATAKSANA Lakukan pengukuran keseimbangan cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai kebutuhan. Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral
sebanyak 1500-2500
ml/
24 jam (30 ml/kg berat badan
/2a jam) untuk kebutuhan
dasat ditambah dengan penggantian defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu dilakukan setiap hari. Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan
seperti ortopnea, sesak napas, perubahan pola tidur, atau confusron. Pemantauan dilakukan setiap 4-8 jam tergantung beratnya dehidrasi. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi.
.
Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur
.
Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium (jus tomatJ, juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran
.
Dehidrasi hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar
sodium yang lebih tinggi Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah aiL maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat
dihitung dengan rumus: Defisit cairan fliterJ = Cairan badan total [CBTJ yang diinginkan - CBT saat ini CBT yang
CBT saat CBT saat
288
diinginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini 140
ini fprial = 50o/o x berat badan (kg) ini [perempuanJ = 45o/o x berat badan [kg]
Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0,9% atau Dekstrosa 5% dengan volume sebanyak 25-30o/o dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi
hipertonik digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.l KOMPTIKASI Gagal ginjal, sindrom delirium akut, kejang.
PROGNOSIS Deteksi dan terapi dini dehidrasi menghasilkan prognosis kesembuhan yang baik. Bila tidak ada komplikasi maka keseimbangan cairan akan terkoreksi. KOMPETENSI
. .
Spesialis Penyakit Dalam :43, B4
Konsultan Geriatri
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen
IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Geriatri,
Departemen Rehabilitasi Medik
.
RS non
pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam
UNII IERKAIT . RS pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RS non
pendidikan
REFERENSI I
.
Kuswordhoni, RA Tuty. Sori, Nino Kemolo. Dehidrosi don gongguon elektrolit. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit
Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom RSCM ; 2009. HolomonT9T-801
FKUI-
.
289
G GGU KOGTRGA AS PENGERTIAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas, terdapat suatu kondisi penurunan fungsi kognitif ringan yang disebut dengan mild cognitive impairment (MCI] dan vascular cognitive impairment (VCI), yang sebagian akan berkembang menjadi demensia, baik penyakit Alzheimer maupun demensia tipe lain.
Nlild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi "sindrom predemensia" (kondisi transisi fungsi kognisi antara penuaan normal dan demensia ringan), yang pada berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia (terutama demensia Alzheimer) yang simtomatik.l Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi
kognitif ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat penyakit vaskular dan aterosklerosis.l
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial] dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran, sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.l
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit
Alzheimer; munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif. Demensia vaskular merupakan demensia yang terjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya strok); munculnya gejala biasanya bertahap sesuai serangan strok yang mendahului (sfep ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapat kedua jenis terjadi
3 bulan pasca
ini (tipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim terdapat faktor risiko seperti: hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan faktor risiko aterosklerosis lain.2 Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms of dementia [BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan perilaku dan kepribadian. Gejala BPSD dapat berupa depresi, wandering/pacing, pertanyaan berulang atat manerism, kecemasan, atau agresivitas.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Memori pasien, tingkat aktivitas sehari-hari, juga diperlukan anamnesis dari orang terdekat pasien, riwayat stroke, hipertensi, diabetes.l
Pemeriksoon Penunjongl . Pemeriksaan neuropsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination (MMSE), The Global Deterioration Scale (GDS), danThe Clinical Dementia Ratings (CDR). Nilai
MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus
mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan MMSE.
. . . .
Fungsi tiroid, hati, dan ginjal Kadar vitamin
B,
Kadar obat dalam darah fterutama yang bekerja pada susunan sarafpusat) CT scan, MRI
Untuk kriteria diagnosis MCI dan VCI dapat dilihat pada Tabel 1, sementara kriteria diagnosis demensia dapat dilihat pada Tabel 2. Tobel
l.
Krilerio Diognosis unluk MCI don VCI
Tobel 2. Krilerio Diognosis unluk Demensio (Sesuoi dengon DSM lV)2
DIAGNOSIS BANDING Transient ischemic attack, delirium, depresi,/actitious disorder, normal aging.2
Kondisi klinis lain yang juga harus dibedakan adalah pengaruh obat-obatan dan defisit sensori pada orang tua. Beberapa jenis obat yang sering dikatakan menimbulkan confusi adalah opiat, benzodiasepin, neuroleptill antikolinergik, H2 blockers, dan kortikosteroid. Gangguan sensoris pada orangtua seperti impairment of hearing dan vision juga sering menyebabkan identifikasi yang salah dengan demensia. [current) Demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/ atau penyakit Parkinson.2 3. Krilerio unluk Diognosis Klinis Penyokil Alzheimer menurul fhe Nofionol lnsfilule of Neurologicol ond Communicolive Disorders ond Sfroke (NINCDS) don fhe Alzheimer's Diseose ond Relofed Disorders Associolion (ADRDA)A
Tobel
292
g
Adonyo trisomi-21
Tobel 4. Penololoksonoon lerhodop Foklor Risiko Timbulnyo Gongguon Kognilif podo Usio Lonjul Hipertensi
.
Kurongi osupon gorom
PPOK
.
Ruiuk ke konsulton yong sesuoi
.
Rekomendosi JNC Vll
podo
Kelerongon: ACE=ongioiensin-converting enzyme, ARB=ongiolensin receplorblocker, TDS=tekonon doroh sistolik, TDD=tekonon
doroh diosiolik, HDL=high-density-lipoprotein, LDL=low-densiiy-lipoprolein, JNC Vll= lhe seventh reporf of lhe Joint Notionol Commillee on Prevenfion, Deteclion, Evoluotian, ond Treotmenl of High Blood Pressur, PERKEN|=Perkumpulon Endokrinologi lndonesio, DM= diobeles melitus. OHO=obot hipoglikemik orol, 6pp=gulo doroh puoso, IMT=indeks mosso tubuh
TATAtAKSANAI,2,3
.
Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan sosial yang lebih intensif serta partisipasi pada aktivitas yang merangsang fungsi kognitif dan stimulasi mental maupun emosional untuk menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan memperlambat munculnya manifestasi klinis gangguan kognitif.
. .
Latihan memori multifaset dan latihan relaksasi Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga, Iatihan orientasi realitas,
rehabilitasi, dukungan kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian
untuk pasien, reminiscence, terapi musik, psikoterapi, modifikasi perilaku, konsultasi untuk pramuwerdha, jaminan nutrisi yang optimal
.
Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan pembatasan waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi pencetus
gejala; psikoterapi dan konseling diberikan bersama dengan obat (risperidon,
sertralin, atau haloperidol, sesuai dengan gejala yang muncul
. . .
Tatalaksana pada demensia berat terutama modalitas non-farmakologi Tatalaksana faktor risiko gangguan kognitif
Medikamentosa dapat dilihat pada Tabel
5.
Tobel 5. Obol-obolon yong Dipergunokon unluk Menghombot Penurunon don Memperboiki Fungsi Kognitif podo Demensio don Gongguon Kognitif Ringon*'2
*ModiRkosi dori Cummings (2004) NMDA=N-melhyl o-osporlote
KOMPTIKASI Jatuh, rusaknya struktur sosial keluarga, isolasi, malnutrisi PROGNOSIS Rata-rata harapan hidup pasien demensia sekitar delapan tahun dengan kisaran L-20 tahun. Pasien dengan awitan dini atau memiliki riwayat demensia dalam keluarga,
294
progesifitasnya lebih cepat. 1,0-LSo/o pasien berpotensi untuk kembali ke kondisi awal jika terapi dimulai sebelum terjadi kerusakan otak permanen.2 KOMPETENSI
. .
Spesialis Penyakit Dalam
Konsultan Geriatri Pasien usia lanjut dengan keluhan memori subyektif/ dilaporkan keluarga
Faktor risiko:
Anamnesis . Lama keluhan . Awitan
. Progresivitas . Aktivitas hidup
sehari-hari
. Riwayat keluarga . Penggunaan obat-
. Hipertensi . Diabetes melitus
. Dislipidemia
'
l\ilerokok
.
PPOK
. Gagal jantung . Hiperkoagulasi . Hiperagregasi trombosit
. Neurosifilif
. Obesitas
Kelola semua faktor risiko sesegera & seoptimal mungkin
& HIV
obatan dan alkohol
. Riwayat CABG
Laboratorium: . Fungsi tiroid . Fungsi hati . Fungsi ginjal . Kadar obat dalam darah (Terutama yang bekerja pada SSP)
Modifikasi/terapi bila ada
Terapi sesuai penyebab bila abnormal
Optimalisasi pengelolaan faktor resiko
lvll\,ilSF 24-28
I\rtvlSE<24 gaan
Mt\4SE>28 Normal (?)
Lanjutkan pengelolaan faktor resiko: . Terapi
antihipertensi lnjeksi/obat hipoglikemik . Obat penurun kadar lemak . Antikoagulan . Olahraga yang teratur . Suplementasi asam folat &
. Edukasi
Rujuk SpKJ/SpS/ Konsultan Geriatri
Edukasi lnhibitor kolineslerase (masih kontroversi) Kerjasama dengan spesialis terkait
Evaluasi fungsi kognitif tiap 6 bulan
Skor M meningkat
Skor MMSE tetap/turun
(
vir,812
. Konsumsi serat larut air . Asupan kalori
Evaluasi 6 bulan
yang baik (proper caloric intakel . Berhenti merokok
Gombor l. Algorilme Evoluosi don Penololoksonoon Posien Usio lonjul dengon Penurunon Fungsi Kognitif
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Departemen IImu Penyakit Dalam : Bagian
-
Divisi Geriatri
Ilmu Penyakit Dalam
295
UNIT TERKAIT
. .
pendidikan RS non pendidikan RS
Psikiatri - Divisi Psikiatri-Geriatri : Bagian Psikiatri : Departemen
REFERENSI
L
Dementio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's prlnciples of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo;The McGrowHill
2.
Componies, 201 I
Dementio. Dolom : Koplon ond Sodock's Synopsis of Psychiotry
lOrh
Edition. Lippincott Willioms
& Wilkins. 2007
296
3.
Rochmon, Wosiloh. Murti, Kuntjoro Hori, Demensio. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 837-844.
4.
McKhon Guy el ol. Clinicol diognosis of olzheimer diseose. Report of the NINCDSADRDA Work group ne urology, Neurolo gy 1 98 4(3 4l :9 39 -9 43.
5.
Current: Sink KM, Yoffe K. Cognitive impoirment ond dementio. In: Willioms BA, Chong A, Aholt C, Conont R, Ritchie C, Chen H, Londefeld CS, Yukowo M. Current Diognosis ond treotment Geriotrics. 2nd ed. New York; Mc Grow Hill, 2014.
OB
L SAS
PENGERTIAN
Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik persepsi, keterampilan motorik, kondisi jasmani, tingkat kognitif, dan kesehatan
premorbid, serta variabel eksternal seperti keberadaan sumber-sumber komunitas,
dukungan keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan institusional.l Imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfeI atau ambulasi selama lebih dari tiga hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi
fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan" deconditioning".l Berbagai faktor jasmani, psikologis, dan lingkungan yang dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut dapat dilihat pada Tabel Tobel
l.
1.
Penyebob Umum lmobilisosi podo Usio [onjul'
Gongguon neurologis
Penyokit kordiovoskulor
Penyebob lingkungon
DIAGNOSIS
Anomnesist . Riwayat dan lama disabilitas/imobilisasi
. . ' . . . . .
Kondisi medis yg merupakan faktor risiko dan penyebab imobilisasi Kondisi premorbid Nyeri Obat-obatan yang dikonsumsi Dukungan pramuwerdha
Interaksi sosial Faktor psikologis Faktor lingkungan
Pemeriksoon Fisikt . Statuskardiopulmonal . Kulit
.
Muskuloskeletal: kekuatan dan tonus otot, lingkup gerak sendi, lesi dan deformitas
kaki
. . . .
Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi dan sensorik Gastrointestinal Genitourinarius Status Fungsional: Antara Iain dengan pemeriksaan indeks aktivitas kehidupan
sehari-hari (AKS) Barthel
.
Status Mental: Antara lain penapisan dengan pemeriksaan geriatric depression scale (GDSJ
. .
Status Kognitif: Antara lain penapisan dengan pemeriksaan mini-mental state examinotion [MMSEJ, qbbreviated mental rest (AMT)
Tingkat Mobilitas: Mobilitas di tempat tidut kemampuan transfe[ mobilitas di kursi roda, keseimbangan saat duduk dan berdiri, cara berjalan [gait), nyeri saat bergerak.
Pemeriksoon Penuniongt Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab imobilisasi (foto lutut, ekokardiografi, dll) dan komplikasi akibat imobilisasi (pemeriksaan albumin, elektrolit, glukosa darah, hemostasis, dll.
.
298
TATALAKSANA'
Iotoloksono Umum . Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha
.
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien
.
Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi
.
Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi penyerta lainnya
.
Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentikan bila memungkinkan.
.
Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral
.
Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis sudah tercapai, meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi
.
[pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik),latihan koordinasi/keseimbangan [misalnya berjalan pada satu garis lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi
.
Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet
TAIATAKSANA KHUSUS
. . .
Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat Tabel
1J
Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasr
Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten
.
Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi lebih lanjut
299
a
Upayakan dukungan Iingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen
a
Low dose heparin ILDHJ, dan Low Molecular Weight Heparrn (LMWH), pencegahan kontraktur dan pneumonia (gerakan-gerakan yang harus dikerjakan, pencegahan
ulkus dekubitusJ KOMPLIKASI Trombosis, emboli paru, kelemahan otot, kontraktur otot dan sendi, osteoporosis,
ulkus dekubitus, hipotensi postural, pneumonia dan infeksi saluran kemih, gangguan
nutrisi [hipoalbuminemiaJ, konstipasi dan skibala.l'2 PROGNOSIS Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi
yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Tobel 3. Efek lmobilisosi podo BerbogoiSislem Orgon
Neurologi don psikiolri
300
KOMPETENSI
. .
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Geriatri
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri, Departemen Rehabilitasi Medik pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
R
S
non
pendidikan
REFERENSI
l.
2.
Setioti, Sili. Roosheroe, Aryo Govindo. lmobilisosi Podo Usio Lonjut. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen Ilmu Penyokit Dolom FKUIRSCM ; 2009. Holomon 859-864. Stechmiller JK, Cowon L, Whitney JD, et ol. Guidelines for the prevention of pressure ulcers. Wound Repoir Regen 2008; l6(2):151-l 68
NKONT NENS A
UR
PENGERTIAN
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah higiene dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi, dan isolasi sosial.l Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat-obatan, masalah psikologik, dan skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terapi.l
Inkontinensia urin persisten dapat dibedakan menjadi:
. . .
2
Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih, keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), yang disebabkan oleh overaktivitas otot detrusor karena hilangnya kontrol neurologis atau iritasi lokal Inkontinensia urin tipe stres adalah kegagalan mekanisme sfingter menutup ketika ada peningkatan tekanan intra-abdomen mendadak seperti bersin, batuk, mengangkat barang berat dan tertawa. Inkontinensia urin tipe overJlow dicirikan oleh menggelembungnya kandung kemih melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void residu [PVR) >100 cc.
Penyebab reversibel dari inkontinentia (DIAPPERS):3
Delirium or confusion = delirium atau acute cofusional state Infection, urinary symptoms = infeksi, gejala traktus urinarius Atrophic genital trqct chqnges (vaginitis or urethritlsJ = 211o6 traktus genitalia [vaginitis atau urethritis) )
Pharmaceutical agents = obat-obatan atau zatyangmenimbulkan efek seringberkemih Psychological factors = faktor psikologi Excess urine production (excess
volume overload, metabolic such qs hyperglycemia or hypercalcemia) = kelebihan produksi urin [konsumsi cairan yang
fluid intake,
banyak, kondisi overload atau metabolik seperti hiperglikemia atau hiperkalsemia)
Restricted mobility (chronic illness, injury or restraint) = mobilitas terbatas (penyakit kro ni s, ke celakaan atau r e str a i nt/ diikat) Stool impacfion = skibala
DIAGNOSIS
Anomnesis Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria, hesitancy, pancaran lemah, tanyakan frekuensi miksi, banyaknya kejadian inkontinensia, konsumsi cairan, gejala ginekologis:
perdarahan pervaginam, iritasi vagina.a
Pemeriksoon Fisik Pemeriksaaan neurologis: kesadaran, nervus cranialis, fungsi motorik, refleks spinal, dan fungsi sensoris. Pemeriksaan pelvis : inflamasi atau infeksi traktus genitalia
dapat meningkatkan sensasi aferen yang menyebabkan irritative voiding symptoms.a
Pemeriksoon Penunjong Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium darah dan urin, perineometri, urodynamic study. TATATAKSANA Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensi urin.1
.
Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive blqdder, diberikan latihan otot dasar panggul, bladder training, schedule toiletting, dan obat yang bersifat antimuskarinik [antikolinergikJ seperti tolterodin, solifenacin, propiverine atau oksibutinin. Obat antimuskarinik yang dipilih seyogyanya yang bersifat uroselektif.
.
Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada orang usia lanjut).
.
Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan,
perlu diatasi sumbatannya (misalnya hipertrofi prostat). KOMPLIKASI
Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer.
303
PROGNOSIS
. . .
Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul, prognosis cukup baik. Inkontinensia urin tipe urgensi atauoveractive bladderumumnya dapat diperbaiki dengan obat-obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik. Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya [misalnya dengan mengatasi sumbatan/retensi urin).
KOMPETENSI
. .
Spesialis Penyakit Dalam ; 43,84
Konsultan Geriatri
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
: Divisi Geriatri-Departemen Penyakit Dalam
RS
non pendidikan
: Departemen Penyakit Dalam
REFERENSI
l.
Setioti, Siti. Promontoro, I Dewo Putu. lnkontinensio Urin don kondung kemih hiperoktif. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot Informosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit
2.
Clinicol problems of oging. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
3. 4.
Resnick NM. Urinory incontinence in the elderly. Medicol Grond Rounds 1984;3:28l-90.
I
Dolom FKUI-RSCM ; 2009. Holomon 837-844.
304
Botros, Sylvio M. sond, Peter K. Urinory lncontinence. Diunduh podo : http://www. menopousemgmt. com/issues/13-05/MMl3-5 Incontinence.pdf podo tonggol 28 Mei 2012.
NSTA LITAS AN JATUH
PENGERTIAN
Stabilitas adalah proses menerima dan mengintegrasikan inpuf sensorik serta merencanakan dan melaksanakan gerakan untuk mencapai tujuan yang membutuhkan postur tegak, atau mengontol pusat gravitasi tetap berada di atas landasan penopang.l
Instabilitas adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mempertahankan stabilitas2. fatuh adalah suatu kondisi seseorang mengenai lantai atau posisi yang lebih rendah karena ketidak hati-hatian (inadvertently) dengan atau tanpa penurunan kesadaran.3
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk
mengontrol posisi tubuh dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak
mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang fkaki, saat berdiri) pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom delirium akutJ.l Terdapat faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinya jatuh. Faktor
intrinsik terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal: osteoartritis genu/vertebra lumbal, plantar fascii fis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti vertigo
yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik: penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, infark miokard akut, gagal jantung, infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak [hiperkoagulasi, strok, dan transient ischemic attact/TlA), diabetes melitus dan/atau hipertensi fterutama jika tak terkontrol), paresis inferiorl penyakit atau sindrom parkinson, demensia, gangguan saraf Iain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemia atau hiperglikemia, dan hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara lain: alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai, lampu
ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang
terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi/ closet terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk.l Tobel
l.
Penyebob joluh'
DIAGNOSIS
Anomnesis Terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizziness,vertigo, rasa bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri. Riwayat
jatuh, frekuensi, dan gejala yang dirasakan saat jatuh, riwayat pengobatan, dan faktor risiko jatuh perlu ditanyakan.a
Pemeriksoon Fisik Pendekatan dalam pemeriksaan jasmani dapat menggunakan singkatan "I HATE
FALLING"yaitu:s
I
inflamasi pada sendi fdeformitas sendiJ H : hipotensi (orthostatikJ
306
:
A: auditory and visual abnormalities T : tremor (penyakit Parkinson atau penyebab lain)
E: equilibrium problem F : Foot problem A : aritmia, heart block atau penyakit katup jantung
L: leg-length discrepancy (akibat fraktur femur misalnya) L: lack of conditioning (generalize weakness) I : illness N : nutrisi (status G
:
nutrisi buruk, kehilangan berat badan)
gait disturbance
Pemeriksaan lain dapat dilakukan seperti pada Tabel
2.1'3
Tobel 2. Evoluosi podo Posien Usio lonjut yong Joluhl
h
jotuh
307
Pemeriksoon penunjong Beberapa pemeriksaan (dapat dilihat pada bab prosedural) seperti the timed up-and-go rest (TUGJ, uji menggapai fungsional (functional reach fesfJ, dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna
yang menyebabkan seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam
mobilitas. Instrumen untuk memeriksa keseimbangan dan mobilitas fungsional dapat dilihat pada lampiran 1.1 Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko; menemukan penyebab/pencetus: . Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atautransient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi . Darah perifer lengkap . Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah 1
. . . . . .
Analisis gas darah Urin lengkap dan kultur resistensi urin Hemostasis darah dan agregasi trombosit Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki [sesuai indikasi) EKG
Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)
Penilaian Risiko fatuh Ada beberapa metode untuk menilai risiko jatuh pada geriatri seperti the downtown fall risk index dan rumus seperti di bawah ini ;67 Rumus menghitung kemungkinan jatuh pada geriatri exp [-7.519 + 0.026 x [reaction time]
Kemungkinan jatuh 1,
Keterangan
. . .
-
+ exp [-7.519 + 0.026 x freaction timeJ
0.071x
-
:6
fABCll -
0.07 Lx (ABCL)
2.1,39 x (Berg 74)
-
l
2.1,39 x (Berg 14)]
x100%
:
Skala uji keseimbangan Berg: lihat di lampiran
Reaction time . merupakan waktu yang diukur dari pemberian unexpected stimulus sampai merespon terhadap stimuli tersebut Skala Activities-specific Bolqnce Confidence (ABC) : terdiri dari 16 poin (subscale), subjek diminta untuk menentukan tingkat kepercayaan diri mereka ketika diminta menyelesaikan suatu aktivitas.
Cotoion:
risiko jotuh dengon rumus di otos leblh bonyok untuk kepentingon penelilion
Tobel 3. Peniloion Klinis don Tololoksono yong Direkomendosikon bogi Orong Usio Lonjul yong Berisiko Joluh' Lingkungon soot jotuh sebelumnyo
Perubohon lingkungon don oktivitos untuk mengurongi kemungkinon jotuh berulong konsumsi
309
lndone5io
Tobel 4. The downlown foll risk indexT jotuh Yo
I
Obotoboton
Tidok odo
0
Stotus mentol
Orientosi
Keterongon : skor > 3 : risiko tinggi untuk jotuh
TATATAKSANA
.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati
trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan
agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak
licin, dan sebagainya.
.
1
Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi, dan keseimbangan),latihan Tai Chi, adaptasi perilaku [bangun dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot untuk keseimbangan, dan teknik bangun setelah jatuhJ perlu dilakukan untuk mencegah morbiditas hkibat
.
.
3r0
instabilitas dan jatuh berikutnya. 1 Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari.l Keluarga harus dilibatkan dalam program pencegahan jatuh berulang
a
Penatalaksanaan faktor risiko juga dilakukan seperti pada Tabel 3.1
a
Suplementasi vitamin D dengan dosis 800 IU setiap hari dapat diberikan pada usia lanjut yang berisiko jatuh, adanya defisiensi vitamin D, adanya gangguan keseimbang an atau
a
ga
it3
Algoritme pendekatan dan penanganan jatuh pada usia lanjuts,e dapat dilihat pada Iampiran
2.
KOMPTIKASI
Fraktur ftersering tulang vertebra, panggul, ibu jari, tungkai, pergelangan kaki, lengan atas, tangan), memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasil0 PROGNOSIS Kemungkinan jatuh berulang lebih dari satu kali setiap tahunnya, terjadi pada 50% penghuni rumah perawatan/panti werdha,l0-25o/o mengalami komplikasi serius. f
atuh dapat memengaruhi kualitas hidup. Ketakutan mengalami jatuh dialami25-40o/o
orang berusia lanjut.l Jatuh menyebabkan kematian karena kecelakaan dan terbanyak menyebabkan perawatan di rumah sakit. Sebanyak20-30oh kasus jatuh menyebabkan luka berat seperti laserasi, fraktur
panggul, atau trauma kepala (46%). Kematian berhubungan dengan usia ( 82oh kasus terjadi pada usia > 65 tahun), jenis kelamin laki-laki, ras
kulit
put;rh, non-Hispanics.e
KOMPETENSI
. .
Spesialis Penyakit Dalam
Konsultan Geriatri
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
: Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Geriatri
pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non pendidikan
Departemen IImu Penyakit Dalam Departemen IImu Penyakit Dalam
REFERENSI
1.
Setioti Siti, Loksmi Niko Adhi. Gongguon Keseimbongon Jotuh don Froktur. Dolom: Suyono, S Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.8l2-825.
I
2.
lnstobility. Dorlond's Medicol Dictionory for Heolth Consumers.2OOT. Diunduh dori http://medicoldictionory.thefreedictionory.com/instobility podo tonggol 29 Mei 201 2.
3.
Yoshido S. A Globol Report on Folls Prevention Epidemiology of Folls. Diunduh dori http://www. who.int/ogelng/projects/l .Epidemiology%2Oot%2Otolls%20in%20older7.20oge.pdt podo tonggol 20 Mei 2012.
4.
2010 AGS/BGS Clinicol Proctice Guideline: Prevention of Folls in Older Persons. http://www.
5. 6.
Sloon JP. Mobility foilure. In: Protocols in primory core geriotrics. New York: Springer, 1997:33-8.
omericongeriotrics.org/flles/documents/heolth_core_pros/Folls.Summory.Guide.pdf
7
.
Lojoie Y, Gollogher S Predicting folls within the elderly community:comporison of posturol swoy, reoction time, the Berg bolonce scole ond the Activities-specific Bolonce Confrdence (ABC) scole for comporing follers ond non-follers. Arch. Gerontol. Geriqtr.38 (2004) ll-26. Diunduh dori http://mrvor.fdv.uni-lj.si lsololinfo{/Iino/clonki/dolinor_evo.pdf podo tonggol 28 Mei 2012. E. Prediction of folls omong older people in resideniiol core focilities by the Downtowm lndex. Aging Clin Exp Resp, vol 15, no 2.2002. Diunduh dori http://ourfuture.eu/OurFutureEU/
Rosendohl
Files/results//H eollh%2Oond%20Sociol%20Services/Home%2OVisits/Prediction%21ot%20'f olls%2O o mon g%20o1 d er7.20p e ople%20%20DFR l. pdf pod o to n g go I 29 Mei 201 2.
8.
Summory of the Updoted Americon Geriotrics Society/British Geriotrics Society Clinicol Proctice Guideline for Prevention of Folls in Older Persons. e Ponel on Prevention of Folls in Older Persons, Americon Geriotrics Society ond British Geriotrics Society. http://www. omericongeriotrics.org/
files/documents/heolth_core_pros/JAGS.Folls.Guidelines.pdf
312
9.
Ferrucci L. Cllnicol Problems of Aging..In: Longo Fouci Kosper, Horrlson's Principles of Internol Medicine l8'f' edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 201 2
10.
Folls Among Older Adults. Centers for Diseose Controlond Prevention. 2012. Diunduh dori http:// www.cdc.gov/HomeondRecreotionolSofety/Folls/odultfolls.html podo tonggol 20 Mei 2012.
Lompiron I UJI IHE TIMED UP AND GO
Tujuan : mengukur mobilitas, keseimbangan, dan pergerakan.
1
Cara pelaksanaan : subyek bangun dari kursi setinggi 46 cm dengan sandaran lengan
dan punggung, berjalan sepanjang 3 metel berbalik arah kembali menuju kursi, dan
duduk kembali.l
Hasil
:
Tabel 4. Hasi pemeriksaan
lhe Timed Up qnd Go'
< l0
<20 20-29 >30
onoSt
Mobilitos tergonggu don
oktivitos risiko
UJI MENGGAPAI FUNGSIONAL
Tujuan : menilai kontrol postural dinamisr Cara pelaksanaan : mengukur jarak terjauh seseorang yang berdiri mampu menggapai atau mencodongkan badannya ke depan tanpa melangkah
Hasil
1
:
Tobel 5. Hosil pemeriksoon uji menggopoi fungsionolr Normol
0,47 Berisiko
jotuh
inci
< 5 inci
UJI KESEIMBANGAN BERG Tujuan : menguji aktivitas dan keseimbangan fungsional dengan menilai kemampuan mengerjakan 14 tugas.
1
Hasil : Setiap tugas dinilai dengan rentang dari angka 0 jika tidak mampu melakukan sampai angka 4 : mampu mengerjakan dengan normal sesuai dengan waktu dan jarak yang ditentukan. Skor maksimum 561 Tugas-tugas yang dinilai dalam 10-20 menitl
. .
Duduktanpa bantuan Bangkit dari duduk ke berdiri
. . . . . . . . . . . .
314
Berdiri ke duduk Transfer Berdiri tanpa bantua Berdiri dengan mata tertutup Berdiri dengan kedua kaki rapat Berdiri dengan kedua kaki dalam posisi tandem Berdiri dengan satu kaki Rotasi punggung saat berdiri
Mengambil obyek tertentu dari lantai
Berputar 360 o Melangkahi kursi tanpa sandaran Menggapai ke arah depan saat berdiri
lompiron 2 Menonyokon riwoyot jotuh dolom setohun terokhir
Jotuh > I koli, kesuliton dolom keseimbongon don goif, mencori
penyebob medis.
Menentukon foktor risiko multifoktoriol
Anomnesis mengenoi jotuh Riwoyot pengoboton Pemeriksoon keseimbongon don goit Kognisi, visuol Fungsi sendi ekslremitos
bowoh Keloinon neurologls Kekuoton otot Detok jontung don iromo
Tidok odo jotuh
Pencegohon jotuh, edukosi, don progrom lotihon meliputi keseimbongon, goif, lolihon koordinosi, lotihon kekuoton
1 koli jotuh dolom 6 bulon
Gongguon keseimbongon
don goil
Tidok odo
mosoloh
Pemeriksoon odokoh
gongguon keseimbongon don goil
lntervensi foktor risiko Penyesuoion obot Merenconokon progrom lotihon individuol Mengoboti keloinon visuol Mengotosi hipotensi posturol
Menongoni gongguon detok jontung don iromo jontung Suplementosi dengon vitomin D Mengurongi bohoyo yong odo
jonlung
di lingkungon
Hipotensi posturol Environment hozord
mondiri don perubohon tingkoh
Gombor
Edukosi don lotihon penongonon loku
l. Algorilme pendekolon don penongonon joluh podo usio
lonjuls.
3r5
TATAL KSA
ANUTRS A" SAtA
ALTY''
JUT
ANOREKSIA PADA USIA TANJUT Asupan makanan berkurang sekitar 25o/o pada usia 40-70 tahun. Mekanisme anoreksia pada usia lanjut dipengaruhi faktor fisiologis, psikologis, dan sosial yang
berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan, Termasuk perubahan rasa kecap dan pembauan, meningkat sensitifitas efek kenyang [satiati) makanan, kesulitan
mengunyah, dan gangguan fungsi usus.1'2 Penyebab lain anoreksia pada usia Ianjut adalah peran hormon yang mempengaruhi nafsu makan, yaitu kolesistokinin, ghrelin,
dan leptin. Kehilangan nafsu makan atau anoreksia dengan bertambahnya umur, berperan pada asupan makanan yang kurang, protein-energi malnutrisi dan berat badan turun.3 Faktor psikologis misalnya depresi dan demensia, dan faktor sosial misalnya hidup dan makan sendiri. Asupan makanan kurang dan diet yang monoton pada orang usia Ianjut berisiko terjadi asupan nutrientyang tidak adekuat (malnutrisi).
Nutrisi buruk menyebabkan menurunnya kapabilitas fisik, sebaliknya menurunnya kekuatan otot dan kapabilitas fisik menyebabkan meningkatkan risiko nutrisi buruk yang merupakan lingkaran "setan" yang saling berhubungan.a
FRAILTY
Frailty merupakan sindroma geriatri yang dihasilkan dari kumulasi penurunan sistem fisiologi yang multipel, dengan gangguan cadangan homeostatik dan penurunan kapasitas terhadap stress, termasuk kerentanan terhadap risiko jatuh, perawatan ulang, dan mortalitas. Fried dkk, menyatakan terdapat tiga atau lebih gejala : penurunan berat badan, kelelahan, kelemahan, kecepatan berjalan menurun dan aktifitas fisik lambat. Frailty dan sarkopenia tumpang tindih; sebagian besar
usia lanjut yang frail memperlihatkan sarkopenia, dan beberapa usia lanjut yang sarkopenia juga mengalamifrail.s Sarkopenia adalah sindroma yang ditandai dengan menurunnya kekuatan dan massa otot secara progresif yang dapat menyebabkan disabilitas, kualitas hidup menurun dan kematian.5 Salah satu penyebab sarkopenia
adalah asupan energi dan protein tidak adekuat, misalnya malabsorpsi, gangguan gastrointestinal atau obat-obatan.s
PADA FRAILTY ISARKOPENIA Asupan makanan yang menurun pada usia lanjut menyebabkan kekuatan dan massa otot berkurang. Asupan energi rendah yang tidak sesuai dengan energi "expenditure", memicu penurunan berat badan, termasuk massa otot berkurang.l Asupan makanan yang sedikit, mikronutrient pada tubuhpun berkurang. Nutrisi penting yang berhubungan dengan frailty dan sarkopenia pada usia lanjut adalah NUTRISI PENTING
protein, vitamin
D,
dan sejumlah antioksidan misalnya carotenoid, selenium, vitamin E
Penelitian lain membuktikan long-chain polyunsaturated fatty acid berpengaruh pada kekuatan otot usia lanjut.B dan
C.7
Protein
Protein merupakan suatu "kunci" nutrient pada usia lanjut.e Diet protein yang mengandung asam amino diperlukan untuk sintesis protein otot. Absorbsi asam amino mempunyai efek stimulasi pada sintesis protein otot setelah makan.10 Pada asupan makanan yang kurang dan konsumsi protein bersamaan dengan karbohidrat, menyebabkan respon sintesa asam amino tidakbekerja baikpada usia lanjut. e'11Asupan
protein pada usia lanjut perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mencegah kehilangan otot pada sarkopenia.e Suplementasi asam amino dapat meningkatkan massa otot dan meningkatkan fungsi fisik.12 Pada kondisi sarkopenia terjadi penurunan massa otot 3-B% per dekade. Untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya sarkopenia, seorang usia lanjut perlu mengkonsumsi protein dalam jumlah adekuat. Untuk memaksimalkan sintesis protein otot, asupan protein 25-30 gram protein dengan kualitas tinggi per kali makan (setara dengan L0 gram asam amino esensial). Leusin, suatu insulin secretagogue, dapat meningkatkan sintesis protein otot, sehingga suplementasi leusin ke dalam asupan makanan dapat mencegah terjadinya sarkopenia,ll'13
Vitomin
D
Hubungan defisiensi vitamin D osteomalasia dan myopati sudah dikenal sejak beberapa tahun yang lalu.la Tetapi, peranan vitamin D langsung terhadap kekuatan otot dan fungsi fisik masih kontroversial.ls Mekanisme status vitamin D terhadap fungsi otot
cukup kompleks, termasuk peranan genomik dan nongenomik,14'16 Reseptor vitamin D, suatu target organ telah diisolasi dari otot skeletal.la dan polimorfisme reseptor
317
vitamin D berhubungan dengan perbedaan kekuatan otot.17 Pada tingkat genomik, ikatan bentuk aktif biologis vitamin (1,25-dihidroksivitamin D) meningkatkan transkripsi protein, termasuk metabolisme kalsium.la Mekanisme nongenomikvitamin D belum sepenuhnya dipahami.16
Banyak penelitian yang menyatakan terdapat efek langsung vitamin D terhadap
kekuatan otot. Penelitian NHANES III pada usia > 60 tahun status vitamin D rendah
(serum 25-hidroksivitamin D < 15 ng mL-1 ) berhubungan dengan empat kali peningkatan risiko frailty (18J. Studi metanalisis suplementasi vitamin D (700-1000 IU per hari) menunjukkan berkurang risiko jatuh 1.9o/o.1e Anlioksidon Kerusakan yang disebabkan stres oksidatif dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi fisik usia Ianjut.20 Kerusakan DNA, lipid, dan protein dapat terjadi bllareactive oxygen species [ROS) pada sel meningkat. Kerja ROS diimbangi oleh mekanisme pertahanan antioksidan yang termasuk enzim dismutase peroksidase dan peroksidase
gluthation, sebagai antioksidan eksogen pada diet, misalnya selenium, karotenoid, tokopherol, flavonoid, tanaman polyphenol yang lain.10'20 Pada usia lanjut, akumulasi oksidatif dan berperan pada hilangnya massa dan kekuatan otot.10 Sejumlah studi observasional menunjukkan hubungan positif antara status anti oksidan tinggi dengan pengukuran fungsi fisik.T Pada studi cross-sectional dan ROS memicu kerusakan
longitudinal, status oksidan rendah merupakan prediksi penurunan fungsi fisik. Studi InCHIANTI pada usia lanjut laki-laki dan wanita, kadar karotenoid plasma tinggi berhubungan dengan risiko yang rendah terhadap disabilitas berjalan yang berat, di-
follow-up selama enam tahun. Pada studi ini setelah diperhitungkan faktor perancu termasuk Ievel aktifitas fisik dan morbiditas yang lain, OR 0,44 {95o/o Cl 0,27 -0,7 4).21 Lo n g
-
Ch oin
P
oly
uns
ol ur
oled F olly Acid s ( tC P U FAs)
Sarkopenia merupakan suatu keadaan inflamasi yang diperantarai sitokin dan stres oksidatif.22 Salah satu mediator dan regulator inflamasi adalah eicosanoids yang berasal dari20-carbon polyunsaturated fatty acid. Peningkataneicosanoids didapat dari asupan diet seimbang yang mengandung n-3 dan n-6 LCPUFAs. n-3 LCPUFAs adalah agen anti inflamasi yang potent.B Studi observasional membuktikan bahwa kekuatan
genggaman (grip strength) pada usia lanjut meningkat setelah konsumsi minyak ikan, sumber makanan yang kaya kandungan n-3 LCPUFA
t23)
Studi lain pada pasien
rheumatoid artritis yang mengkonsumsi minyak ikan, dapat meningkatkan kekuatan genggaman.s Pada penelitian randomized controlled fria1, suplementasi n-3LCPUFA
(eicosapentaenoic dan docosahexaenoic acids) meningkatkan respon anabolik asam amino. Stimulasi sintesis protein otot oleh n-3 LCPUFA berguna untuk pencegahan dan tatalaksana sarkopenia.2a NUTRISI DAN EXERC'SE
Intervensi "exercise" terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot dan fungsi fisik pada usia lanjut.2s Kombinasi asupan nutrisi dan exercise lebih efektif dari asupan nutrisi saja dalam mengatasi/railty/sarkopenia. Studi tentang efek interaksi
diet dan exercise pada perbaikan fungsi fisik telah banyak dilakukan, terutama yang berhubungan dengan suplementasi protein/asam amino. Konsumsi asupan tinggi
protein dapat meningkatkan sintesa protein otot pada usia lanjut sampai 50%0, sedangkan kombinasi asupan tinggi protein dengan exercise dapat meningkatkan sintesa lebih dari 100Vo.26 KESIMPUTAN Perlu pemahaman strategi mencegah atau menundafrailty/sarkopenia pada usia
lanjut. Faktor gaya hidup (lifestyle) berpengaruh pada penurunan massa dan kekuatan otot. Hal yang penting dalam diet adalah asupan nutrisi yang adekuat dalam hal kualitas dan kuantitas yang mencakup nutrient protein, vitamin D dan antioksidan. Nutrisi dan
diet adekuat selama hidup merupakan kunci dalam pencegahan sarkopenia dalam meningkatkan kapabilitas fisik pada usia lanjut. Gabungan asupan nutrisi yang adekuat dan exercise Iebih baik dalam pencegahan dan tatalaksana sarkopenia.
REFERENSI
l.
Nieuwenhuizen WF, Weenen H, Rigby P, Hekington MM. Older odults ond potients in need of nutritionolsupport: review of current treotment options ond foctors influencing nutritionolinioke. Clin Nutr 2010: 29(2F 60-69.
2. 3.
Murphy C. The chemicol senses ond nutrition in older odults. Jour Nuk Eld 2008:27(3-4):247-65.
4.
Robinson S, Cooper C, Soyer AA. Nukition ond sorcopenio: o review of the evidence ond implicotions for preventive strotegies. .lour Aging Reseorch 2012:.1-6.
5.
Cruz-jentoft AJ, Boeyens JP, Bouer JM, Boirie Y, Cederholm T, Londi F, et ol. Sorcopenio:Europeon consensus on definition ond diognosis. Age ond Ageing 2010; 39: 412-23.
6.
Delmonico MJ, Horris TB, Lee JS et ol. Alternotive definitions of sorcopenio, lower extremity performonce,ond functionol impoirment with oging in older men ond women. J Am Geriotr
Richord N, Boumgortner, Woters DL. Sorcopenio ond sorcopenic-obesity. In: Pothy MSJ, Sincloir AJ, Morley JE, eds Principles ond Proctice of Geriotric Medicine. 4th ed. John Wilwy & sons Ltd. ; 2006.p.909-27.
Soc 2007; 55:769-74.
7.
ond the role of nutrition in older people. A review of the current literoture. Acto Biomedico 20lO; 8l(5):37-45. Koiser M, Bondinelli, Lunenfeld B. Froilty
8.
Colder PC. N-3 Polyunsoturoted fotty ocid, inflommotlon, ond inflommotory diseose. Am Jour of Clin Nutr 2006; 83(6): 15055-l5l 95.
9.
Wolfe RR, Miller SL, Miller KB. Optimol protein intoke in the elderly. Clin Nutr 2008: 27l5l:
67
5-84.
Dietory implicotion on mechonisms of sorcopenio: roles of protein, omino ocids ond ontioxidonts. Jour Nutr Biochem 2010;21(1): l-13.
10. Kim JS, Wilson JM, Lee I
L
I
2.
SR.
Poddon-Jones D, Rosmussen BB. Dietory protein recommendotions ond the prevention of sorcopenio. Curr Opin Clin Nutr Metob Core 2009;1211):86-90. Borsheim
E, Bui QT, TissierS,
Koboyoshi H, Fenondo A, Wolfe
RR.
Effect of omino ocid supplementotion 20OB; 27l2l: 189-95.
on muscle moss, strength ond physicol function in elderly. Clin Nutr
pengeloloon nutrisi podo usio lonjut 2012.
13.
Konsensus
I4.
Homilton B. Vitomin D ond humon skeletol muscle. Scondinovion Jour Med Sci Sports 2010:2012): r
PB
Pergemi
82-90.
B, Beouchet O. Vitomin D+eloted chonges in physicol performonce: o systemotic review. Jour Nutr Heolth Aging 2009; 13(lO): 893-98.
15. Annweiler C, Schott AM, Benut G, Fontino I
6.
Ceglio
L.
Vitomin D ond its role in skeletol muscle. Cun Op Clin Nutr Metob Core 2009; 1216):628-33.
P, Vondevyver C, Vonhoof J, Cossimon JJ, Boonen S, Rous J. Quodriceps ond grlp strength ore reloted to vitomin D receptor genotype in elderly nonobese women. Jour Bon Min Reseorch 1 997 ; 1 211 2) : 2082-88.
17. Geusens
ER, Holl YN, de Boer lH, Chertow GM. Vitomin D deficiency ond froilty in older Amerlcons. .Jour lnt Med 20l O;26812):1 7l -80.
18. Wilhelm-Leen ,)9.
Bischoff-Ferrori HA, Dowson-Hughes B, stoehelin HB et ol. Foll prevention with supplementol ond British Med Jour 2009; 339: lD b 3692.
octive forms of vitomin D: o meto-onolisis of rondomised controlled triols.
20. Sembo
RD, Ferruci L, Sun et ol. Oxidotive stress ond severe wolking disobility omong olderwomen. Am Jour Med 2007; 120(121:1084-89.
21. Louretoni F, Sembo
RD, Bondinelli S, et ol. Corotenoids os protection ogoinst disobility in older persons. Rejuvenotion Reseorch 2008; I I (3):557-63.
22. Jensen GL. Inflommotion:
roles in oging ond sorcopenio. Jour Porent Ent Nutr 2008; 3216) 656-59.
23. Robinson SM, Jomeson KA, Botelonn
SF et ol. Diet ond its relotionship with grip strength in community-dwelling older men ond women: the Hertfordshire cohort study. Jour Am Ger Soc
2008; 55(l ): 84-90.
320
24.
Smith Gl, Atherton P, Reeds DN et ol. Dietory omego-3 fotty ocid supplementotion increoses the rote of muscle protein synthesis in older odults: o rondomized controlled triol. Am Jour Clin Nutr 201 1: 93(2): 402-12.
25.
Liu CJ, Lothom NK. Progressive resistence strength troining for improving physicol function in older odults. Cochrone Dotobose of Systemotic Review 2009;3: orticle 1DCD002759.
26.
Symons
TB, Sheffleld-Moore M, Momerow MM, Wolfe RR, Poddon-Jones D. The onobolic response to resistence exercise ond o protein-rich meol is not diminished by oge. Jour Nutr Heolth Aging 2010; l5(5): 376-81.
PE DEKATAN GER ATR
(CO
PA
U NA PAS EN
PREHENS'yE GERTA tC
ASSESS ENr)
BATASAN DAN URAIAN Pendekatan paripurna pasien geriatri/P3G (comprehensive geriatric asssessmentf CGAJ merupakan
prosedur evaluasi multidimensi. Pada prosedur ini berbagai masalah
pada pasien geriatri diungkap, diuraikan, semua aset pasien (berbagai sumber dan
kekuatan yang dimiliki pasien) ditemu-kenali, jenis pelayanan yang dibutuhkan diidentifikasi, rencana asuhan dikembangkan secara terkoordinir, dimana semua itu berorientasi kepada kepentingan pasien. Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60 tahun atau lebihJ berbeda dengan pasien dewasa muda. Pasien geriatn memiliki karakteristik multipatologi, daya cadangan faali yang rendah, gejala dan tanda klinis yang menyimpang, menurunnya status fungsional, dan gangguan nutrisi. Selain itu, perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat timbulnya.
Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu pada satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Kedua adalah menurunnya daya cadangan faali, yang menyebabkan pasien geriatri
amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih (failure to thrive). Hal ini terjadi akibat penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan bertambahnya usia, yang walaupun normal untuk usianya namun menandakan menipisnya daya cadangan
faali. Ketiga adalah penyimpangan gejala dan tanda penyakit dari yang klasik, misalnya
pada pneumonia mungkin tidak akan dijumpai gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak, melainkan terdapat perubahan kesadaran atau jatuh. Keempat adalah terganggunya status fungsional pasien geriatri. Status fungsional adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Status fungsional menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai
manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan secara umum. Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk. Gangguan nutrisi
ini secara langsung akan mempengaruhi proses penyembuhan dan pemulihan. f ika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti pneumonia, maka pasien geriatri juga seringkali muncul dengan gangguan fungsi kognitif, depresi, instabilitas, imobilisasi, dan inkontinensia [sindrom geriatri). Kondisi tersebut akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian (neglected) atau kemiskinan [masalah finansial), Berdasarkan uraian di atas tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan dalam
evaluasi medis bagi pasien geriatri mutlak harus bersifat holistik atau paripurna yang tidak semata-mata dari sisi bio-psiko-sosial saja, namun juga harus senantiasa
memperhatikan aspek promotif, preventif, kuratil dan rehabilitatif. Komponen atau
domain dari Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri /P3G (Comprehensive Geriatric Assessment/CGA) meliputi status fisik medik, status fungsional, status kognitif, status emosional/psiko-afektil status nutrisi dan status sosial ekonomi. SIATUS FISIK MEDIK
Dalam melakukan penilaian fisik medik pada pasien geriatri, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan suatu keharusan. Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis sistem organ yang secara aktif ditanyakan oleh dokter
(mengingat seringkali pasien geriatri memiliki hambatan dalam menyampaikan keluhan atau tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu keluhan) dan pemeriksaan fisik Iengkap yang mencakup pula pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal. STAIUS FUNGSIONAT Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri
tidak akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat dipulangkan karena belum mampu duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan dan minum serta membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi berbagai hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian masalah. Nilai dari kebanyakan intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur
dari pengaruhnya pada kemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan secara keseluruhan.
Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan
instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily living/ADL) Barthel atau
322
Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program
untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih, mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien. KOGNlIIF Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat Iebih menonjol terutama saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri yang dirawat inap karena penyakit akut antara lain memori segera dan jangka STATUS
pendek, persepsi, proses piki4 dan fungsi eksekutif. Gangguan tersebut dapat menyulitkan
dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak lanjut. Adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga pada akhirnya pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu luga.
Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan (mild cognitive
impairmentfivlCl dan vascular cognitive impairment/VCl) maupun yang lebih berat (demensia ringan, sedang, dan berat). Hal tersebut tentunya memerlukan pendekatan diagnosis dan terapeutik tersendiri. Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara
obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti Abbreviated Mental Test (AMT) d.an the Mini-Mental State Examination (MMSE). SIATUS EMOSIONAL/PSI KO.AFEKII
F
Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat mempengaruhi hasil pengelolaap. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak bekerja sama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien cenderung bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan diterapkan. Hal ini tentu
akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti dan mematuhi berbagai modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan mengancam proses penyembuhan dan pemulihan. Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric Depression Scale IGDSJ yang
terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini bertujuan untuk menapis
adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaian. Pendekatan secara profesional dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti.
STATUS NUTRISI
Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang pasien geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status imun dan keadaan umum
pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti rendahnya asupan makanan disangka sebagai kondisi normal yang terjadi pada pasien
geriatri. Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar bahwa memang ada masalah di bidang gizi.Pada saat tersebut biasanya sudah terlambat atau setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk mengobati status gizi buruk. Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi [anamnesis asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi. Dari anamnesis harus dapat dinilai berapa kilokalori energi, berapa gram protein, dan berapa gram lemak yang rata-rata dikonsumsi pasien. f uga perlu dievaluasi berapa gram serat dan
mililiter
cairan yang dikonsumsi. fumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih spesifik sehingga memerlukan perangkat instrumen lain dengan bantuan seorang ahli gizi. Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks massa tubuh dengan memperhatikan perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat usia
dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan ras Asia dapat dipakai
untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi secara biokimiawi.
Instrumen untuk mengkaji status nutrisi pasien geriatri yaitu dengan Mini Nutrisional Assessment (MNAl. Mini Nutrisional Assessment terdiri dari pertanyaan penapisan dan pengkajian meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, emosional dan nutrisi dapat dilihat pada lampiran. REFERENSI
1.
Soejono CH. Pengkojion poripurno podo posien geriotri. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi
l,
Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. lnternoPublishing Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom. 201 0.p.7 68-7 5
324
2.
Reuben DB, Rosen S. Principles of Geriotric Assessment. ln : Holter JB, Ouslonder JG, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthono S. Eds. Hozzord's Geriotric Medicine ond Gerontology. 6'n ed. New York: McGrow-Hill Componies, Inc. 2009. p.l4l -52
3.
Evoluoiing the geriotric potient. In : Kone RL, Oustlonder JG, Abross lB, Resnick B. Eds. Essentiols of Clinicol Geriotrics.6rh ed. New York: McGrow-Nill.2OO9.p.41-77
4.
Steinweig KK. Initiol ossessment. ln : Hom RJ. Sloone PD. Worshow GA, Bernord MA. Floherty E. Eds. Primory core geriotrics o cose-bosed opprooch.5rh ed.Philodelphio:Mosby Elsevier. 2007.p.50-71
Lampiran
1
INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI BARTHEL (AKS BARTHEL)6
Mondiri TOT,
Keierongon 20
29
9
: Skor AKS BARTHEI,
Mondiri Kelergontungon ringon Ketergontungon sedong
58
0-4
Kelergontungon berot Kelergonlungon totol
325
Lampiran 2 ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)?
326
Lampiran
3
MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)
IUMLAH NrLAr [ )
Lampiran 4 GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS) Pilihloh jowobon yong poling tepot, yong sesuoi dengon perosoon posien/responden dolom duo
minggu terokhir. Jowobon yong bercelok tebol diberi niloi
Totol Niloi : .............
l.
(hitung jumloh jowobon yong bercetok tebol)
Setiop jowobon yong bercelok lebol/huruf KAPITAL mempunyoi niloi Niloi
ontoro
5-9
:kemungkinon besordepresi
Niloi l0 otou lebih : depresi
328
I
Lampiran
5
M'N' NUrR'flONAt Nomo
Umur
Medis
ASSESSMENT
Jenis kelomin :TB Tonggol pemeriksoon :
(MNA) BB
No. Rekom
Jowobloh pertonyoon (PENAPISAN) berikut ini dengon menulis ongko yong tepot podo kotok. Jumlohkon jowobonnyo, jiko skor I I otou kurong, teruskon dengon PENGKAJIAN untuk mendopotkon SKOR INDIKATOR MALNUIRISI. PENAPTSAN (SCREENTNG)
A. Apokoh odo penurunon osupon mokonon dolom jongko woktu
3 bulon oleh koreno kehilongon nofsu mokon, mosoloh pencernoon, kesuliton menelon, otou mengunyoh? 0 = nofsu mokon yong songot berkurong I = nofsu mokon sedikit berkurong (sedong) 2 = nofsu mokon bioso so.io Penurunon berot bodon dolom 3 bulon terokhir: 0 = penurunon berot bodon lebih dori 3 kg '| = tidok tohu 2 = penurunon berot bodon 1 -3 kg 3 = tidok odo penurunon berot bodon
E
B.
C. Mobilitos 0 = horus berboring di tempot tidur otou menggunokon kursi rodo I = biso keluor dori tempot tidur otou kursi rodo, tetopi tidok biso ke
luor rumoh. 2 = biso keluor rumoh
D. Menderito
Q=yo
stres psikologis otou penyokit okut dolom 3 bulon terokhir
2=tidok
E. Mosolohneuropsikologis
F.
0 = demensio beroi otou depresi berol I = demensio ringon 2 = tidok odo mosoloh psikologis lndeks mosso tubuh (lMT) (berot bodon dolom
0=lMT<]9 l=lMT19-<21 2 = IMT 2l - <
23
kgitinggibodon dolom
m2)
3 = IMT 23 otou lebih
Skor PENAPISAN (subtotol moksimum
l4 poin)
Skor 212 normol, tidok berisiko > tok perlu melengkopi form pengkojion Skor
S1
1 kemungkinon molnutrisi +lonjutkon pengkojion
E E E E E
PENGKAJTAN (ASSESSMENT)
G. Hidup mondiri, iidok tergontung orong loin (bukon di rumoh sokit otou ponti werdho)
0=tidok
l=yo
H. Minum obot lebih dori
Q=yo
l.
3 mocom
l=tidok
dolom I hori
Terdopot ulkus dekubitus/luko tekon otou luko di kulit
Q=yo
l=tidok
E 329
E
J.
Beropo koli posien mokon lengkop dolom t hori ? 0= I koli I =2 koli2=3koli K. Konsumsi bohon mokonon tertentu yg diketohui sebogoi bohon mokonon sumber protein (osupon protein) o Sedikitnyo 1 penukor dori produk susu (susu, keju, yogurt) per hori (yoltidok) . Duo penukor otou lebih dori kocong-kocongon otou telur perminggu (yoltidok) . Doging, ikon, otou unggos tiop hori (yoltidok) 9,6 = jiko 0 otou 1 pertonyoon jowobonnyo 'yo' 6,5 = jiko 2 pertonyoon jowobonnyo 'yo' 1,9 = jiko 3 pertonyoon jowobonnyo 'yo'
L.
E
Adokoh mengkonsumsi 2 penukor otou lebih buoh otou soyuron per hori ?
0=tidok I =yo
M. Beropo bonyok coiron
(oir, jus,kopi,teh, susu,...) yong diminum setiop hori 0,0 = kurong dori 3 gelos
?
0,5=3sompoi 5gelos 1,0 = lebih dori 5 gelos
N. Coro mokon 0 = tidok dopol mokon lonpo bontuon | = mokon sendiri dengon sedikit kesulilon 2 = dopot mokon sendiri tonpo mosoloh
O. Pondongon posien terhodop
stotus gizinyo
0 = meroso dirinyo kekurongon mokon/kurong gizi
I
= tidok dopot meniloi/tidok yokln okon stotus gizinyo 2 = meroso tidok odo mosoloh dengon stotus gizinyo.
P.
Q.
Dibondingkon dengon orong loin yong seumur, bogoimono posien melihot stotus kesehotonnyo ? 0,0 = tidok seboik mereko 0,5 = tidok tohu 1,0 = somo boik 2,0 = lebih boik Lingkor Lengon otos (LLA) dolom cm 0,0 = LLA <
R.
21
Lingkor betis
(LB)
0,5 = LLA 21
-
<
dolom cm
0=LB<31 l=LB>31 Skor PENGKAJIAN ( moksimum SKoT
PENAPISAN
22
1,0 =
llA>22
E E E
l6 poin)
:
PENILAIAN TOTAL (moksimum 30 poin) SKOR INDIKAIOR MATNUTRISI
l7 sompoi 23,5 poin : berisiko molnulrisi kurong dqri l7 poin : molnulrisi.
=
330
1
SN ROMD LRUMAKUT PENGERI!AN Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi. Penyebabnya
yaitu defisiensi neurotransmiter asetilkolin, gangguan metabolisme oksidatif di otak yang berkaitan dengan hipoksia dan hipoglikemia, meningkatnya sitokin otak pada penyakit akut; sehingga mengganggu transduksi sinyal neurotransmiter serta second messenger system dan akibatnya menimbulkan gejala serebral dan aktivitas psikomotor.
Faktor predisposisi dan fator pencetus yaitu:t Tobel 1. Foktor Predisposisi don Foklor Pencelus Sindrom Delirium Akulr
.
.
Usio
songot lonjut > 80 tohun
Usio lonjut Usio
ro Poliformosi
.
lotrogenik : pembedohon, koterisosi,
yong ropuh lfrogile) sedong n,
CVD (cerebro voscuior diseose./
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala yang dapat dijumpai yaitu gangguan kognitif global berupa gangguan memori jangka pendek, gangguan persepsi fhalusinasi, ilusi), gangguan proses pikir fdisorientasi waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan, autoanamnesis sulit
dipahami. Pasien mengomel terus atau terdapat ide-ide pembicaraan yang melompat-
lompat, gangguan siklus tidur [siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga). Gejala-gejala tersebut terjadi secara akut dan fluktuatif, dari hari ke hari dapat terjadi perubahan gejala secara berganti-ganti. Pada anamnesis perlu ditanyakan fungsi intelektual sebelumnya, status fungsional, awitan dan perjalanan konfusi, riwayat serupa sebelumnya, Faktor pencetus dan faktor predisposisi juga perlu ditanyakan pada anamnesis.l'2
Pemeriksoon Josmoni Perubahan kesadaran dapat dijumpai. Perubahan aktivitas psikomotor baik hipoaktif (23o/o), hiperaktif (25oh), campuran keduanya [35%), atau normal (15%). Pasien dapat berada dalam kondisi fully alert di satu hari namun hari berikutnya pasien tampak gelisah. Gangguan konsentrasi dan perhatian terganggu saat pembicaraan.lPemeriksaan neurologis, tingkat kesadaran (Glasgow Coma Scale), pemeriksaan tanda-tanda vital (adanya demam).2 Pemeriksoon Penunjongr Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/ pencetus:
.
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atattransient ischemic attacki lakukan brain CT scan jika ada indikasi
. . . . . . . . .
Darah perifer lengkap
Elektrolit (terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah, fungsi hati, Analisis gas darah Urin lengkap dan kultur resistensi urin Foto toraks EKG
Kultur darah Uji atensi (mengurutkan nama hari dalam seminggu, mengurutkan nama bulan dalam setahun, mengeja balik kata "pintu"J Uji status mental : MMSE (Mini-mental State Examination), Delirium Rating Scale, D
.
elirium
ptom
I
nte rview.
Pemeriksaan lain sesuai indikasi yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
jasmani
332
Sy m
:2
CT Scan : jika ditemukan kelainan neurologis
-
Kadar
B,
dan asam folat
Analisis gas darah
Kultur sputum Pungsi lumbaljika dicurigai adanya meningitis
Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Mqnual of Mental Disorders (DSM-rV-TR):
.
Meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian, perubahan kognitif
(gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, gangguan tersebut timbul dalam
jangka pendek fjam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan jasmani, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi medis umum maupun akibatintoksikasi, efek samping, atau putus ob atf zat. Berdasarkan DSM-lVtelah disusun algoritme (CAM/ Confusion Assessment Methode) ditambah uji status mental lainnya yang dapat dipakai
sebagai uji baku emas diagnosis.l
Proses
okut don berfluktuosi
Gongguon perhotion/konsentrosi
Gongguon proses pikir
Perubohon kesodoron
Sindrom delirium
Gombor l. Algoritme Conlvsion Assessmenl Melhode'
333
SISIEM PENSKORAN PASCA.OPERASI Ada beberapa sistem penskoran untuk menentukan risiko demensia setelah
tindakan operasi seperti :dapat dilita pada tabel2. Tobel 2. Sislem Skoring untuk Foklor Risiko Seleloh Tindokon Operosi3 Usio > 70
Kelerongon
tohun
skor 0:risiko limbulnyo delirium posi operosi sebesor 2 % skor l-2 : risiko timbulnyo delirium posl operosi sebesor % skor > 3 : risiko timbulnyo de irium post operosi sebesor 50 %
ll
DIAGNOSIS BANDING Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis, gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan kognitif pasca operasi [GKPO).1 Tobel 3. Conlusion Assessmenl Method (CAM) dolom Mendiognosis Delirium4
l. Anomnesis didopotkon dori keluorgo otou perowot dengon menonyokon odokoh perubohon siotus mentol okut? Apokoh
3.
loin. 4.
PENATATAKSANAANI
.
Tujuan pengobatan: menemukan dan mengatasi pencetus serta faktor predisposisi
.
Penanganan tidak hanya dari aspek jasmaniah, namun juga aspek psikologik/
psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian obat. Berikan oksigen, pasang infus dan monitor tanda-tanda vital pasien setidaknya 4 jam sekali
-
Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah
selanjutnya; tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus.
. .
Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik
Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia
urln
.
Awasi kemungkinan imobilisasi flihat topik imobilisasi) - Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. fika
memang diperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepin dan monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan
-
antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; targetnya adalah penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur secepatnya (algoritme 2). Kaji status hidrasi secara berkala, hitung urine output setiap 4 jam Berisiko menyokiti diri sendiri/orong loin
Tidok
Poronoid/delusi
Lorozepom 0.5-) mg po (per orol) Holoperidol 0.5m9
- lmg
Non-urgenl treotment ogilotion loggression
lritobel
Lorozepom 0.5-1 mg po sompoi 2mg/24 jom
Gongguon tidur:
H
-
Zoplicone 3.75-7.5 mg Trodozone 50 mg (titrosi) o lusin osi/
de
lus
i
Lorozepom 0.5-'l mg po Holoperidol 0.5 mg po
Gombor 2. Algorilme pedomon pemberion sedosi2
33s
Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender
yang besar dan jika memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar
bagi pasien dari rumah, hindari stimulus berlebihan, keluarga dan tenaga kesehatan harus berupaya sesering mungkin mengingatkan pasien mengenai hari dan tanggal, jika kondisi klinis sudah memungkinkan pakai alat bantu dengar atau kacamata yang biasa digunakan oleh pasien sebelumnya, motivasi
untuk berinteraksi sesering mungkin dengan keluarga dan tenaga kesehatan, evaluasi strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien bahwa dirinya sedang bingung dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik
KOMPTIKASI Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli paru, sepsis
PROGNOSIS Gejala dan tanda sindrom delirium dapat bersifat akut maupun menetap sampai
berbulan-bulan. Pasien dengan sindrom delirium mempunyai risiko 1,71 kali lebih
tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan. Peningkatan risiko demensia pasca delirium sebesar 5.97. Delirium berhubungan dengan status fungsional yang lebih rendah, baik pada kelompok dengan maupun tanpa demensia. Pasien dengan sindrom delirium mempunyai skor ADL Barthel (Activities of daily living) yang lebih buruk dibandingkan dengan kontrol. Gejala sisa delirium dariL25 pasien didapatkan hanya 44 o/o dari pasien yang gejalanya sudah tidak sesuai kriteria diagnostic DSM-lV untuk delirium. Setelah enam bulan pascarawat terdapat 13% pasien menunjukkan gejala delirium, 69% pasien menunjukkan gejala perubahan aktivitas namun tidak sesuai kriteria diagnostik delirium, dan hanya 1B% pasien menunjukkan gejala resolusi komplit. Risiko kematian meningkat jika komorbiditasnya tinggi, penyakit yang lebih berat, dan jenis kelamin laki-laki. Pencegahan delirium
:
UNIT YANG MENANGANI
. .
1
pendidikan : Departemen Penyakit Dalam - Divisi Geriatri RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam RS
UNII YANG IERKAIT
. .
336
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Departemen Psikiatri
RS
non pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Saral Bagian Psikiatri
Tobel 2. Pencegohon Delirium don Keluoronnyor,s
REFERENSI
.
Soejono Czeresno H.Sindrom Delirium Akut (Acute Confusionol Stote. Dolom:Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto : lnterno Publishing; 201 O. Lol.9O7 -9 1 2.
2.
Purchos M, Guidelines for the Diognosis ond Monogement of Acute Confusion. Diunduh dori http://www.ocutemed.co.uk podo tonggol 19 Mei 2012.
3.
Morcontonio ER, Goldmon L,Mongione CM, et ol. A clinicol prediction rule for delirium ofter elective noncordioc surgery. JAMA 1994; 271:134-139.
4.
lnouye SK, von Dyck CH, Alessi CA, Bolkin S, Siegol AP, Horwitz Rl. Clorifying confusion: the confusion ossessment method. A new method for detection of delirium. Ann lntern Med (1990) I l3:941-8.
5.
Guidelines for the prevention, diognosis ond monogement of delirium in older people in hospitol. British Geriotrics Society ClinicolGuidelines.20O6.Diunduhdori http://www .bgs.org.uk/Publicotions/ Clinicol%20Guidelines/clinicoll-2_fulldelirium.him podo tonggol 19 Mei 2012.
1
337
ULKUS DEKUB TUS
PENGERTIAN Ulkus dekubitus (UDJ atau Iuka akibat tekanan merupakan salah satu komplikasi
imobilisasi pada usia lanjut. UD adalah luka akibat peningkatan tekanan pada daerah kulit yang sama secara terus-menerus. Pada posisi berbaring, tekanan akan memberikan pengaruh pada daerah kulit ,dimana terjadi penonjolan tulang yang menyebabkan aliran darah terhambat, dan terbentuknya anoksia jaringan dan nekrosis.l UD dapat terjadi dimana saja, namun B0%-nya terjadi pada tumit, malleolus lateralis, sakrum, tuberositas ischium, dan trochanter mayor.2 Opini bahwa semua UD dapat dicegah masih kontroversial. Beberapa faktor risiko UD pada geriatri tercantum pada tabel 1. Tabel 1. Beberapa Faktor Risiko Ulkus Dekubitus pada Geriatri3
DIAGNOSIS
Anomnesiss
. . .
Identifikasi faktor-faktor risiko seperti tercantum pada Tabel Onset dan durasi ulkus Riwayat perawatan luka sebelumnya
1
o
Identifikasi faktor lainnya: kesehatan fisiologis, status kognitif dan perilaku, sumber daya sosial dan finansial, akses terhadap caregiver dan kemungkinan p en
elantaran
/
(a b us e ne g le cte
d
ca
se)
Pemeriksoon Fisik3,4 . Inspeksi kulit dari kepala hingga ujung kaki, depan hingga belakang, palpasi sesuai indikasi: perhatikan jumlah, lokasi, ukuran [panjang, lebar, kedalaman) ulkus dan periksalah apakah ada eksudat, bau, traktus sinus, formasi nekrosis atau eschar, undermining(cekungan),tunneling (terowongan), infeksi, penyembuhan [granulasi dan epitelialisasi), dan batas luka. Kemudian klasifikasikan ke dalam stadium klinis seperti tercantum pada Tabel
. .
2.
Penilaian ulang kulit tiap B-24 jam, dengan perubahan kondisi atau level of care Tanda infeksi
(NPUAP)s
Tobel 2. Slodium Ulkus Dekubitus menurul Notionol Pressure Ulcer Advisory Ponel
dosor luko
ns)
(lope
Kelerqngon: kedolomon UD slodium lll otou lV bervoriosi lergontung lokosi onotomis Koreno jemboton?? jaringanonloro hidung, telinga, oksipul, don molleolus lidok memilikijoringon subkuton, moko ulkus podo doeroh ini dopot dongkol Seboliknyo, oreo dengon joringon lemok yong cukup dopot berkembong meniodi ulkus stodium lll don lV dolom Podo ulkus stodium lV, tulong otou tendon dopot terekspos otou dipolposi secoro longsung
339
PEMERIKSAAN PENUNJANG4,5
.
Laboratorium (sesuai indikasi) : darah perifer lengkap, protein total, albumin, gula darah
.
Sesuai indikasi: foto toraks, USG, termografi
DIAGNOSIS BANDING6,'
. . . . . .
Eritema non-palpable yang menghilang pada penekanan, penyebab lainnya Dermatitis terkait kelembaban (moisture-associated dermatitis) Luka kronis tipe Iainnya (ulkus diabetikum, ulkus venosus, ulkus arteriosusJ
Ulkus dekubitus atipikal Pioderma gangrenosum Osteomielitis
TATALAKSANA
Stod
I
Stod
ll
dengon
selulitis
Slod
lll
lonpo jor
proteklif bilo perlu
Bersihkon luko, dressing
jor nekrotik
Berslhkon luko, dressing lembo-
lembob
obsorbenl
(mis film
lhydrogel, foom, olou olginote; konsul Bedoh
tronsporon)
selulilis
lnfeksi sistemik otou selulitis meluos
S'lod lV lonpo
nekrolik
Dressing
Joringon nekrotik (ulkus stod lll-lV)
Ulkus bersih
Ulkus bersih
lonpo
Debridemenl: opobilo selulitis otou sepsls meluos ) lojom, bilo non-urgenl ) oulollsis, mekonik. enzlmolik
ry I
Tidok odo kemojuon dolom l4 hori
Anlibiolik lopikol;
Tidok odo kemojuon
Kullur loringon;
dolom 2-4 minggu; selulitis otou sepsis
pertimbongkon
persisten
Bersihkon luko. dressing lembob-
dressing lembobobsorbenl: bersihkon luko
osleomielilis
obsorbenf
Bersihkon luko: dressing lembob-
obsorbenl; Antibiolik sistemik
Gombor 1. Algoritmo Penotoloksonoon Ulkus Dekubitus3
340
a
Pencegahan: skrining risiko dengan Skala Braden, yang menilai durasi dan intensitas tekanan eksternal ffungsi sensoris, aktivitas, mobilisasiJ, hindari kulit terhadap faktor yang berpotensi melukai (kelembaban, status gizi kurang, friksiJ.6 Preventive positioning (miring 30s ke kanan dan ke kiri setiap dua jamJ diberikan untuk mencegah dekubitus pada sakrum dan spina iliaca anterior superior [SIAS). Therapeutic positioning diberikan dengan teknik yang sama namun dilakukan setiap satu jam.
a
a
Komponen dasar tatalaksana UD: mengurangi tekanan pada kulit, membersihkan luka, debridement jaringan nekrotik, mengatasi kolonisasi dan bacterial load, dan
pemilihan wound dressing.3 Status gizi pada semua stadium UD: pada pasien malnutrisi, diet tinggi kalori (30-35 kal/kg/hari) tinggi protein (1.,25-1.,5 g/kg/harl) dan hidrasi cukup dapat membantu penyembuhan luka, durasi rawat inap lebih pendek, dan komplikasi yang lebih sedikit. Protein, vitamin
C,
dan suplemen zinc dapat dipertimbangkan
apabila intake kurang atau terdapat bukti defisiensi.:r'5'8 a
Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, osteomielitis, atau bakteremia. Rejimen terapi ditujukan untuk gram positil negatif, dan anaerob. Karena tingginya angka mortalitas, antibiotik empiris dapat diberikan pada suspek
sepsis atau bakteremia. Antibiotik topikal tidak diindikasikan.E a
a
Tempat tidur khusus: penggunaan kasur anti-dekubitus yang berisi udara (alternating pressure air mattress) menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus pada tumit daripada kombinasi matras viskoelastis dan reposisi tiap 4 jam, namun tidak untuk sakral.e Perawatan luka: Iuka harus dibersihkan sebelum mengganti dressing (pemilihan dressing dapat dilihat pada Tabel 3). Debridement iaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan normal saline. Antiseptik seperti povidone iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit flarutan Dakin) harus dihindari karena menghancurkan jaringan granulasi. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin sebaiknya digunakan selama 2 minggu
untuk membersihkan luka yang tidak sembuh seperti seharusnya setelah
perawatan optimal 2-4 minggu.3 a
Konsultasi Bedah dipertimbangkan pada UD stadium III dan IV yang tidak respon dengan perawatan optimal atau bila kualitas hidup pasien dapat meningkat dengan
penutupan luka secara cepat.3 a
Wrap therapy dapat dipertimbangkan pada UD stadium III dan
a
Manfaat terapi elektromagnetik, ultrasound, oksigen hiperbarik masih belum jelas.3
IV.11
Tqbel 3. Pemilihon Dressinglo
Kelelongon:
'Dopot digunokon podo UD stodium ..Diindikosikon podo dosor luko kering untuk rehidrosi olou rehldrosijoringon I
. .
nekrosis untuk debridemenl
Tranplantasi kulit (skin grafting) sesuai indikasi Terapi sel punca (stemcell therapy) [masih dalam fase penelitian pendahuluan)
KOMPTIKASI Hipoalbuminemia, anemia, Infeksisepsiss PROGNOSIS Prognosis ulkus dekubitus stadium I dapat diprediksi dengan penilaian awal dan manajemen yang sesuai.s Studi di Texas menunjukkan angka mortalitas sebanyak 68,9%
ditemukan pada pasien yang mengalami ulkus dekubitus stadium III-lV nosokomial, dengan rata-rata 47 hari mulai dari onset ulkus dekubitus hingga kematian. Menurut
penelitian ini, pasien dengan beban penyakit berat yang mendekati akhir hidupnya, berkembangnya ulkus dekubitus/ull-thickness nosokomial merupakan suatu proses patologis komorbid.l2 KOMPETENSI
. .
Spesialis Penyakit Dalam
A3, 83
Konsultan Geriatri
A3,83/84
UNIT YANG MENANGANI
1
.
RS
pendidikan
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri,
Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah Ortopedi, Bedah Plastik, Bedah Vaskulart Departemen Gizi Klinik
.
342
RS
non
pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin
pendidikan
REFERENSI
l.
Setioti S, Roosheroe AG. lmobilisosi Podo Usio Lonjut. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l. 2009. Hol 859-63.
2.
Coruso LB. Geriotric Medicine. In:Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lTlh Edition. New York, McGrow-Hill. 2008
3.
Bluestein D, Jovoheri A. Pressure Ulcers : Prevention, Evoluotion, ond Monogement. Am Fom Physicion.2OO8;78(10):l185-l 194, ll95-l 195. Diunduh dori http://www.oofp.org/ofp/2008/11151 pl 186.pdf podo tonggol25 Mei 2012.
4.
lnstitute for Clinicol Systems lmprovement. Heolth Core Protocol: Pressure Ulcer Prevention ond Treotment Protocol.3rd Edition. Jonuory 2012. Diokses melolui http://www.icsi.org/pressure ulcer_
treotment_protocol_review_ond_comment-/pressure_ulcer_treotmeni_protocol_.html podo tonggol 25 Mei 2012.
5.
Soto M, Sonodo H, Konyo C, et ol. Prognosis of stoge I pressure ulcers ond reloted foctors. lnt Wound J. 2005 Dec;3(4):355-62. [Abskoct]
6.
Anders J, Heinemonn A, Leffmonn C, et ol. Decubitus Ulcers: Pothophysiology ond Primory Prevention. Dtsch Aztebl Int.20l0 Moy;107121):371-382. Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih. gov/pmc/orticles/PMC2883282/pdi lDlsch_Aztebl_lni-107-037I .pdf podo tonggol 25 Mei 2O12
7.
Pressure Ulcer. Tersedio di http://bestproctice.bmj.com/best-proctice/monogroph/378/ diognosis/ diff erentiol.html
8.
N-J, Chow AW. lnfected Pressure Ulcers in Elderly Individuols. Clinicol lnfectious Diseoses 2002; 35:139O-6. Diunduh dori http://cid.oxfordjournols.orgl content/35/l 1/1390.full.pdf podo longgol 25 Mei 2012.
9.
Vonderwee K, Grypdonck MH, Defloor T. Effectiveness of on olternoting pressure oir mottress for the prevention of pressure ulcers. Age ond Ageing 2005;34'.261-267. Diunduh dori http://ogeing. oxfordjournols.orglcontent/34 I 3 I 261.f ull.pdf podo tonggol 25 Mei 201 2.
Livesley
10. Lyder CH. Pressure Ulcer Prevention ond Monogement. JAMA I
l.
I
2OO3;28912):223-6.
Bito S, Mizuhoro A, Oonishi S, et ol. Rondomised conkolled triol evoluoting the efflcocy of wrop theropy for wound heoling occelerotion in potients with NPUAP stoge ll ond lll pressure ulcer. BMJ Open 2012;2:eOO037l. Diunduh dori http://bmjopen.bmj.comlcontenll2ll/ e000371. full. pdf podo tonggol 25 Mei 2012.
I
I
12. Brown G. LongJerm outcomes of fullJhickness pressure ulcers: heoling ond mortolity. Ostomy Wound Monoge 2003 Oct;49(1 0):42-50. [Abstroct]
I
I
I ! I
I
I
343
SARKOPE A
DEFINISI SARKOPENIA
Sarkopenia merupakan sindroma yang ditandai dengan berkurangnya massa
otot rangka serta kekuatan otot secara progresif dan menyeluruh. Sarkopenia umumnya diiringi inaktivitas fisik, penurunan mobilitas, cara berjalan yang lambat, dan enduransi fisik yang rendah. Otot rangka mengalami penurunan sejalan dengan
bertambahnya usia baik pada wanita ataupun pria. Massa dan kekuatan otot tertinggi dicapai pada usia belasan sampai dengan dua puluhan dan kemudian mulai mengalami
penurunan pada usia tiga puluhan. Kecepatan penurunan kekuatan otot sekitar 10I5o/o per dekade setelah usia 50 tahun, dan akan menurun dengan cepat setelah usia 75 tahun.l
Definisi Sarkopenia menurut The EuropeanWorking Group on Sarkopenia in Older People (EWGSOPJ 2010 dapat ditegakkan bila didapatkan penurunan massa otot
rangka ditambah salah satu atau lebih dari dua kriteria berikut yaitu kekuatan otot
buruk dan atau performa fisik yang kurang. 2,3 Penurunan massa otot didefinisikan berdasarkan Indeks Otot Rangka (Skeletal Muscle Index/SMI) yaitu , massa otot rangka apendikular (Appendicular Skeletal Muscle/ASMJ [kg) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat ISMI = kg/m'). Massa otot rangka apendikular didapatkan dari penjumlahan total dari massa otot rangka kedua Iengan dan kedua kaki. Titik pintas (Cut-offl SMI adalah nilai kurang dari 2
kali standar deviasi referensi populasi laki-laki atau perempuan dewasa muda yang
sehat di wilayah tersebut. Pemeriksaan massa otot rangka dapat dilakukan dengan
pemeriksaan Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXAJ atau dengan Bioelectric Impedance Analysis (BIA).3'4 Kriteria diagnosis tersebut sulit diterapkan di Indonesia karena belum ada data normatif besaran massa otot rangka pada populasi dewasa
muda serta data referensi kekuatan otot pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Selain itu, hingga kini belum ada standar teknik pengukuran besaran massa otot untuk usia lanjut.1,2
Tobel
l.
Krilerio Sorkopenio podo Populosi Asios
Chino
BIA
Fsk
Toiwon
Ber.jolon
Saat ini teknik yang dianggap sebagai baku emas untik pemeriksaan masa otot adalah pemeriksaan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), Bioelectric lmpedance Analysis (BIA) computed tomography, magnetic resonance imaging, serta pengukuran
ekskresi kreatinin urin, pengukuran antropometri dan aktivasi netron.
r'4'6
I
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Diognosis Sorkopenio Berdasarkan European Working Group on Sarkopenia in Older People (EWGSOPJ tahun 2010 oleh Cruz-f entoftAJ dkk., kriteria sarkopenia harus memenuhi yaitu adanya
345
massa otot yang kurang disertai kekuatan otot yang berkurang dan atau perfoma
aktivitas fisik yang menurun.2'7 Seperti terlihat pada gambar di bawah ini mengenai algoritma diagnosis sarkopenra
Normal
Gombor 3. Algorilmo Diognosis Sorkopenio menurul EWGSOP
'z
Menurut EWGSOP sarkopenia dibagi menjadi tiga tahap yaitu presarkopenia, sarkopenia dan sarkopenia berat, seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini. Dimana pada stadium presarkopenia hanya ditemukan penurunan masa otot tanpa adanya penurunan kekuatan dan performa otot, sedangkan pada sarkopenia ditemukan adanya
penurunan masa otot disertai dengan penurunan kekuatan otot atau performa otot, sedangkan pada sarkopenia berat ditemukan penurunan dari ketiga hal tersebut.2 Tobel 3. Krilerio Sorkopenio
Presorkopenio
J .t
Monojemen Sorkopenio Keberhasilan penatalaksanaan pada sarkopenia sangat bergantung pada latihan fisik, gaya hidup, dan pola makan. Latihan fisik memberikan dampak positif
346
pada sarkopenia terutama yang berkaitan dengan kondisi penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. pengaturan pola makan sebaiknya tetap dikombinasikan dengan program latihan fisik, mencakup latihan tahanan dan peregangan. Latihan tahanan progresif sebanyak 2-3 kali per minggu
terbukti meningkatkan kapasitas fisik dan mencegah/mengurangi disabilitas dan kelemahan otot pada usia lanjut. Faktor psikologis pada pasien dengan sarkopenia danfrailty syndromeitgapenting, sehingga terapi suportif psikologis diperlukan pada penatalaksanaan sarkopenia.
t
Tujuan dari penatalaksanaan sarkopenia adalah tercapainya perbaikan dari keluaran primer dan sekunder. Untuk terapi yang bersifat intervensi EWGSOP merekomendasikan tiga variabel keluaran yaitu massa otot, kekuatan otot dan performa fisik
LAIIHAN DAN AKTIVITAS FISIK Latihan fisik dibedakan menjadi dua jenis latihan yaitu latihan aerobik dan latihan
tahanan. Dalam latihan aerobik, sejumlah besar otot bergerak secara ritmis dalam waktu yang cukup Iama sedangkan pada latihan tahanan adalah menitikberatkan pada daya tahan dalam melawan beban seperti pada olahraga angkat berat.2 Latihan tahanan
merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan sarkopenia. Program 2 minggu latihan tahanan dengan 60-90
%o
kekuatan maksimum
pada otot kuadrisep terbukti meningkatkan kecepatan sintestis protein sampai
1,00o/o.3
Latihan tahanan pada usia lanjut adalah meningkatnya kadar hormon yang akan meningkatkan IGF-1 plasma. IGF-1 plasma mempunyai efek anabolik yaitu merangsang
sintestis protein dan selanjutnya menimbulkan hipertrofi otot. a Latihan tahanan merupakan stimulus hipertrofi otot yang jauh lebih kuat dibandingkan latihan aerobik (endurance). Kekuatan otot dan massa otot atlet angkat berat yang berusia lanjut lebih
baik dibandingkan perenang.s Latihan kekuatan otot pada usia lanjut perlu diawasi secara ketat. Pengawasan yang
dilakukan menyangkut intensitas, lama, dan frekuensi latihan. Intensitas beban dimulai
dari yang paling ringan misalnya L kg kemudian sedikit demi sedikit ditingkatkan. Lakukan 2-3 set dari setiap macam Iatihan, seminggu berlatih 2-3 kali dengan paling sedikit satu hari istirahat. Sebelum melakukan Iatihan penderita kiranya menjalani pemeriksaan medis terlebih dahulu. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui penyakit yang merupakan kontraindikasi dalam melakukan latihan beban. BerdasarkanAmerican College of Sports Medicine, penderita dalam melaksanakan Iatihan harus sesuai dengan petunjuk tenaga medis, jika terdapat kondisi yang tidak
I
stabil, seperti: diabetes yang tidak terkontrol, hiperetensi, hernia, katarak, dan perdarahan retina. Sedangkan latihan beban harus dihindari oleh pasien dengan irama jantung tidak teratur, gangguan kognitif berat dan demensia..A merican College
Of
Sport
Medicine (ACSM) dan American Heart Association (AHA) merekomendasikan latihan dengan intensitas 70-90o/o dari 1-RM (Maximal Repetition) dengan frekuensi 2 hingga
kali per minggu secara tidak berurutan (selang t hariJ cukup untuk meningkatkan massa dan kekuatan otot pada usia lanjut. Sedangkan pada latihan aerobik, walaupun peningkatan massa otot yang didapat tidak sebanyak pada Iatihan tahanan, namun latihan aerobik terbukti dapat mengurangi presentase Iemak tubuh, dimana hal ini 3
cukup berperan penting untuk meningkatkan fungsi otot relatifterhadap berat badan. NUTRISI Sebagian besar populasi usia Ianjut tidak dapat memenuhi asupan nutrisi terutama
protein sesuai jumlah yang dianjurkan sehingga terjadi pengurangan massa otot dan gangguan fungsionalT Hal ini disebabkan karena berkurangnya kemampuan ekonomi untuk membeli bahan makanan dengan nilai biologis tinggi, kesulitan mengunyah, ketakutan untuk mengkonsumsi terlalu banyak lemak atau kolesterol dan intoleransi terhadap beberapa jenis makanan.
11
Asupan protein yang tidak adekuat adalah barrier
utama untuk mendapatkan peningkatan massa otot pada usia lanjut walaupun telah menjalani latihan tahanan dan aerobik. Asupan nutrisi merupakan kontributor utama proses menua terutama dalam
terjadinya sarkopenia dan sindroma kerapuhan. Pada penelitian kohort 10 tahun di Amerika Serikat yang melibatkan 304 orang sehat dengan rerata usia 72 tahun saat penelitian dimulai, sindroma kerapuhan atau kematian dalam 10 tahun lebih banyak terjadi pada kelompok yang mengkonsumsi kalori lebih tinggi dari anjuran RDA (2530 kal/kgBB/ hari). Sebaliknya, pada kelompok yang mengkonsumsi protein lebih
tinggi dari anjuran RDA (>0.8 gr/kgBB/hari) lebih sehat daripada kelompok yang mengkonsumsi protein lebih sedikit.12 PROIEIN I
Protein merupakan nutrisi kunci pada usia lanjut. Asupan protein yang tinggi diperlukan untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif yang dapat memperburuk pengurangan massa otot secara progresifyang berhubungan dengan proses menua.
Diit tinggi protein ini terbukti dapat memperbaiki status fungsional, meningkatkan kualitas hidup, mempercepat penyembuhan, memperpendek masa perawatan di rumah sakit, mempercepat penyembuhan trauma sehingga dapat menurunkan biaya
348
perawatan. Akibat penurunan massa otot, komposisi tubuh akan berubah sehingga komposisi lemak menjadi lebih tinggi. Usia lanjut dengan komposisi lemakyang lebih tinggi akan lebih mudah menderita gangguan toleransi glukosa dan diabetes dan resistensi insulin. Penurunan massa otot menyebabkan penurunan kekuatan otot dan berakibat pada gangguan kesehatan tulangl3 Otot berperan dalam metabolisme protein tubuh sebagai cadangan asam amino untuk mempertahankan sintesa protein pada organ dan jaringan vital terutama pada saat tidak ada absorbsi usus melalui proses glukoneogenesis. Kondisi patologis dan
penyakit kronis dapat menyebabkan pengurangan massa otot; Gangguan metabolism otot memainkan peranan terutama sebagai respons terhadap stress. 1a Kekurangan asupan protein dan inaktifitas merupakan faktor utama penyebab deplesi otot. Asupan
protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan laju sintesa protein lebih rendah daripada degradasi protein otot sehingga dapat mempercepat terjadinya sarkopenia.
1s
Berdasarkan rekomendasi RDA, jumlah protein yang harus dikonsumsi untuk
untuk dewasa adalah sebesar 0.8 gr/kgBB/hari tanpa melihat umur. Jumlah protein ini didasarkan pada penelitian keseimbangan nitrogen selama 70-74 hari. Jumlah
tersebut merupakan perkiraan asupan protein minimal yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen pada dewasa muda yang sehat untuk mempertahankan kesehatannya secara optimal untuk mencegah kehilangan massa otot secara progresif pada populasi normal. Pada survey yang diselenggarakan oleh USDA tahun 1996 di Amerika Serikat, didapatkan data bahwa 32-47o/o wanita dan 22-38 % Iaki-laki berusia lebih dari 50 tahun dan lebih dari 40 %o usia lanjut berusia lebih dari 70 tahun mengkonsumsi protein kurang dari jumlah tersebut. 11 ls 13 Beberapa penelitian membuktikan bahwa jumlah tersebut tidak cukup untuk mencegah terjadinya sarkopenia 13,16 Gangguan sistem imun dan inflamasi kronis pada usia lanjut dapat menyebabkan katabolisme protein. Sitokin inflamasi yang berperan dalam hal ini adalah Tumor Necrosis Factor cr (TNF a), Interleukin 6 (lL-6) dan C-reactive protein (CRP). Sitokin ini juga berhubungan dengan penurunan status fungsional, degradasi otot dan mortalitas pada usia lanjut. Pada Penelitian Framingham didapatkan hubungan antara tingginya
IL-6 dan TNF c berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan meningkatkan mortalitas. Sebagian besar sitokin inflamasi berasal dari jaringan adiposa, sehingga peningkatan proporsi lemak karena penurunan massa otot menyebabkan terjadinya
peningkatan sitokin inflamasi. Hal ini terutama terlihat pada usia lanjut dengan rheumathoid arthritis dan osteoarthritis dan disebut sarcopenic obesity. Penelitian juga membuktikan, sitokin inflamasi yang diproduksi oleh jaringan adiposa juga akan
349
memacu terjadinya katabolisme otot sehingga terjadi lingkaran setanyangmenginisiasi
dan mempertahankan terjadinya sarcopenic obesity. Penderita dengan sarcopenic obesity mempunyai risiko disabilitas 2-3 kali lebih besar daripada non-sarcopenic obesity. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan massa otot dan penurunan komposisi Iemak dapat menurunkan sitokin inflamasi dan selanjutnya mencegah terjadinya katabolisme protein.l3 Sejumlah penelitian prospektif selama 3 tahun terakhir membuktikan bahwa kecukupan asupan protein berperngaruh secara positif terhadap preservasi otot dan mencegah terjadinya sarkopenia pada usia lanjut berusia lebih dari 70 tahun. lsPenelitian terhadap 608 orang usia lanjut sehat etnis China mulai tahun 1993-1997 oleh Stookey, dkk membuktikan bahwa pada kelompok yang mendapat intake protein tinggi, terjadinya penurunan massa otot lebih rendah pada follow up selama 4 tahun
dibandingkan pada kelompok yang mendapat intake protein rendah.17 Penelitian lain dari Houston di Memphis dan Pitstburg pada 2732 usia Ianjut selama 3 tahun membuktikan bahwa asupan protein merupakan faktor yang dapat dimodifikasi untuk terjadinya sarkopenia, pada kelompok usia lanjut dengan konsumsi protein rata-rata 1,.L gr/kg BB/ hari penurunan massa otot lebih rendah 40% dibandingkan pada kelompok yang mengkonsumsi protein sebanyak 0.7 gr/kgBB fhari.18 Manfaat dari pemberian diit tinggi protein ini juga terjadi pada usia Ianjut dengan
malnutrisi bahkan pada penderita perfusi organ. Peningkatan asupan protein dari 0.5 gr/kgBB/hari menjadi 1 gr/kgBB/hari selanjutnya ditingkatkan hingga 2 gram/ kgBB/hari per hari terbukti dapat meningkatkan sintesis protein secara progresifdan memperbaiki keseimbangan nitrogen.
13
Efek positif asupan protein terhadap komposisi tubuh diperantarai oleh stimulasi
insulin-like growth factor 1 (lGF-1). Pada usia lanjut, terjadi penurunan kadar IGF-1 yang berakibat pada penurunan sintesa protein dan mempercepat terjadinya penurunan
nutrisi dapat meningkatkan kadar IGF-1- pada usia lanjut.13 Efek lain dari peningkatan kadar protein pada usia lanjut adalah peningkatan kepadatan tulang. Diit tinggi protein dapat meningkatkan retensi kalsium dalam otot terutama bila asupan kalsium rendah. Ini merupakan efek sinergistik dari diit tinggi protein dan kalsium bagi kesehatan tulang. Selain itu asupan protein tinggi meningkatkan kepadatan tulang melalui efek peningkatan massa otot dan kekuatan massa otot. Intervensi
otot. Rangsang mekanis pada tulang merupakan hal yang penting untuk meningkatkan
kekuatan tulang dan massa tulang melalui peningkatan kekuatan kontraksi otot. Korelasi antara kekuatan otot yang diukur dengan hand grip dengan bone mineral content dan kepadatan tulang.13
3s0
Manfaat lain dari diit tinggi protein adalah dapat mempercepat penyembuhan luka yang dibuktikan melalui beberapa meta analisis. Pemberian suplementasi protein 61
atau37 gram protein selama 8 minggu dapat memperbaiki penyembuhan luka secara signifikan.l3 Terdapat hubungan antara asupan protein dengan fungsi kardiovaskuler, Penelitian Nurses Health Study dengan penelitian prospektif selama 14 tahun pada 80.000 wanita
berumur 34-59 tahun menunjukkan terdapat hubungan antara asupan protein dengan angka kejadian penyakit jantung iskemik. Selain itu, diit tinggi protein mempunyai efek proteksi terhadap peningkatan tekanan darah. Diit tinggi protein dapat memperbaiki fungsi endotel kapiler sehingga mencegah kekakuan pembuluh darah.
13
Penelitian selama 6 bulan terhadap B2 penderita fraktur panggul berusia ratarata B0 tahun, suplementasi kasein 20 gr/hari dapat meningkatkan serum IGF-I dan kekuatan kontraksi otot bisep sebesar L5.7 Manfaat
o/ore
diit rendah protein pada penderita gagal ginjal dan untuk mencegah
kerusakan ginjal masih dipertanyakan. Pada penelitian tehadap 585 orang penderita gagal ginjal yang diberikan protein 0.58
/kgBB /hari, tidak memberikan manfaat terhadap penurunan progresifitas gagal ginjal. Tidak ada bukti bahwa diit rendah protein memberikan manfaat bagi penderita yang tidak memiliki penyakit ginjal. Diit
-
1.3 gr
rendah protein hanya direkomendasikan bagi penderita gagal ginjal akibat diabetes,
hipertensi dan polycystic kidney disease. Kontraindikasi pemberian protein tinggi adalah pada penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam amino L-dopa. Pada kelompok ini diperlukan asam amino spesifikyang mencukupi kebutuhan
untuk sintesa protein yang tidak mempengaruhi produksi neurotransmitter.l3 Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, makan asupan protein lebih besar
dari yang direkomendasikan tersebut dapat memperbaiki massa otot, kekuatan otot dan fungsi otot pada usia lan;ut terutama pada keadaan gangguan status imun, penyembuhan luka, gangguan metabolisme tulang yang membutuhkan protein yang lebih tinggi. f umlah asupan protein 1.5 gr/kgBB/hari atau 75-20 % total kalori merupakan jumlah yang cukup bagi usia lanjut untuk mengoptimalkan kesehatan tanpa mengganggu fungsi ginjal, kesehatan tulang dan fungsi kardiovaskularl3
7
Perubahan
komposisi protein ini harus disertai dengan penurunan proporsi karbohidrat dan lemak sehingga jumlah kalori yang masuk tetap. Untuk memenuhi kebutuhan protein tersebut, diperlukan suplementasi protein yang cukup untuk mencegah sarkopenia. 15_ENREE jLo
20,21 22
Jenis protein yang diperlukan dalam proses sintesa protein adalah asam amino
esensial. Protein otot berespons terhadap pemberian
1-5
gram asam amino esensial
lebih baik dibandingkan dengan pemberian hormone anabolik termasuk testosteron, insulin dan growth hormone . Protein berkualitas tinggi seperti protein whey, kasein
dan protein sapi menstimulasi sintesis protein otot sesuai proporsi asam amino esensial yang terkandung di dalamnya. Pada dosis rendah, asam amino esensial yang dikonsumsi usia lanjut kurang responsif dibandingkan dengan pada orang yang lebih muda, sehingga pada orang tua, jumlah asam amino esensial yang dibutuhkan juga lebih tinggi. 13 Pemberian protein yang direkomendasikan per hari dibagi menjadi 3
kali pemberian untuk menghasilkan efek sintesis protein yang lebih tinggi seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Pemberian suplementasi protein secara merata dalam 3 kali makan Iebih baik dalam menghasilkan efek anabolik dibandingkan dengan
pemberian protein dengan distribusi tidak merata13'16
23
Pemberian asam amino esensial merupakan stimulus utama sintesa protein. Leusin
adalah insulin secretagog yang penting dalam proses translasi, inisiasi dan sintesis protein. Leusin merupakan asam amino paling poten yang mempunyai efek anabolic dengan menstimulasi mTOR pathway (mammalian target of rapamycinJ. mTOR merupakan sensor nutrisi leusin pada ptpt. Asam amino esensial berperan secara sinergis dengan latihan fisik untuk meningkatkan fraksi sintesa protein. Pemberian B gram asam amino esensial selama 18 bulan pada usia
lanjut dengan sarkopenia menurunkan produksi TNF-alfa, meningkatkan massa otot dan memperbaiki sensitivitas insulin.lo'
6
KREATIN
Kreatin adalah asam amino yang penting untuk otot. Kreatin berperan penting dalam metabolisme protein dan metabolisme seluler. Kreatin meningkatkan ekspresi faktor transkripsi miogenik seperti miogenin dan faktor regulasi miogenik yang akan meningkatkan massa dan kekuatan otot. Suplementasi kreatin akan meningkatkan kadar fosfokreatin otot. Hal tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan
latihan dengan intensitas tinggi, yang akan mendorong terjadinya proses sintesis protein otot. 7 Kreatin sebagai bahan alami makanan terutama terdapat pada produk daging dengan asupan harian rata-rata 2 gram per hari. Masih terdapat pertentangan mengenai suplementasi keratin karena dapat meningkatkan risiko terjadinya nefritis
interstitial sehingga menjadi perhatian khusus pada pemberian terhadap orang usia lanjut. Kreatin saat ini bukan menjadi rekomendasi terapi sarkopenia. 7
352
B-HYDROXY -B-METHytBUIyRATE (HMB) Usia lanjut yang mengalami imobilisasi selama 10 hari dapat kehilangan 1 kg massa otot yang selanjutnya dapat menurunkan kekuatan otot dan menyebabkan sarkopenia, Untuk mencegah terjadinya hal ini dapat diberikan campuran asam amino esensial fleusin, isoleusin dan valin). Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah
pemberian p-Hydroxy -B-methylbutyrate [HMBJ yang merupakan metabolit dari leusin. Penelitian dengan memberikan makan dan 2 dosis HMB 1.5 g/ dosis dalam 10 hari tirah baring disertai dengan rehabilitasi dan latihan fisik 3 kali per minggu dapat mencegah penurunan massa otot 2 kg dibandingkan dengan plasebo.2a
Berdasarkan penelitian, HMB bermanfaat pada keadaan terjadinya penurunan massa otot karena AIDS, kanker; tirah baring atau pada periode defisit kalori. HMB
juga aman dan dapat memperbaiki tekanan darah dan kolesterol LDL. Dosis yang dianjurkan adalah 1 gr HMB 3 kali per hari. Beberapa penelitian tentang efek samping HMB terutama berhubungan dengan efek antikataboliknya dan peningkatan ekspresi
gen ubiquitin. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang HMB24. Penemuan-penemuan baru dalam bidang fisiologi molekular telah mengidentifikasi beberapa target obat yang potensial yang berhubungan dengan perubahan otot rangka
kualitatif dan kuantitatif yang dikenal dengan sarkopenia pada manusia yang menua. Beberapa contoh jalur potensial dan target molekular untuk obat sarkopenia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
32
Tobel. Conloh Jolur Potensiol don Torgel Molekulor unluk Obol Sorkopenio mosso don kekuoton otot
Reseptor ondrogen
Peroxisome proliferotor-octivoted
receplor-delto
Meningkotkon serobut tipe I don
receplor Meningkotkon mosso otot don
Sitokin inflomotorik
Menurunkon efek kotobolik
VITAMIN D Kadar vitamin D menurun sesuai dengan penambahan usia. Tidak jarang didapatkan kadar vitamin D yang sangat rendah pada orang usia lanjut. Studi longitudinal [jangka panjang) yang dilakukan di Amsterdam, Belanda oleh Visser
353
dkk. (2003) menuniukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah berhubungan erat dengan melemahnya kekuatan dan menurunnya massa otot rangka. Peranan vitamin D dalam osteoporosis telah lama diketahui. Pada beberapa tahun terakhir, peranan vitamin D dalam sarkopenia telah banyak diteliti. 25Beberapa penelitian membuktikan bahwa penurunan kadar 1,25 hidroksivitamin D dan 25-hidroksivitamin D (25-OHD) berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, peningkatan body sway dan risiko jatuh, sindroma kerapuhan dan disabilitas pada usia lanjut. 26 Kadar vitamin D yang rendah juga dapat disebabkan insufisiensi ginjal dan rendahnya asupan kalsium atau karena hiperparatiroid sekunder, Kadar vitamin D yang rendah berhubungan dengan
sarkopenia
2s
Reseptor vitamin D pada otot menurun sejalan dengan penambahan usia. Vitamin D dalam bentuk metabolit aktif 1.25(OHJ2D menstimulasi diferensiasi mioblas yang
selanjutnya menstimulasi masuknya kalsium ke dalam sel yang diperlukan dalam kontraksi otot. Kadarvitamin
D
menurun seiring dengan bertambahnya usia dan kadar
vitamin D pada kulit usia lanjut lebih rendah empat kali lipat dibandingkan kadar orang dengan usia muda. Vitamin D memiliki peranan pada sintesis protein otot dan mendorong pengambilan kalsium melalui membran sel, Kadar vitamin D yang rendah biasanya berdampak pada kelemahan otot, kesulitan bangun dari tempat duduk, kesulitan menaiki tangga, dan masalah keseimbangan, Beberapa sumber makanan yang mengandung vitamin D antara lain: ikan, hati sapi, teluL dan sereal. 7'1s Sekitar 30-90 %o usia lanjut mengalami defisiensi vitamin D terutama pada pasien rawat inap. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya paparan sinar matahari dan menurunnya kemampuan kulit usia lanjut untuk mensintesa vitamin D3. 2s Hubungan vitamin D dengan fungsi otot rangka adalah melalui reseptor Vitamin D (Vitamin D receptors/VDR) yang terdapat di otot rangka. Peran VDR pada otot rangka adalah dalam proses stimulasi sel-sel otot rangka untuk meningkatkan asupan
fosfat-inorganik yang penting dalam menghasilkan senyawa fosfat kaya-energi seperti ATP dan Creatine-phosphate yang berperan penting dalam proses kontraksi otot. Peran VDR lainnya adalah bertugas dalam mengatur distribusi dan regulasi kalsium
intraseluler. Keadaan defisiensi vitamin D juga dapat mengakibatkan suatu keadaan
hipoparatiroidisme sekunder dimana hal tersebut menyebabkan perburukan pada fungsi otot. Pada studi percobaan yang dilakukan pada tikus, kadar PTH yang berlebihan
meningkatkan proses katabolisme protein otot, mengurangi serabut otot tipe 2 dan senyawa fosfat intraseluler kaya energi, serta mengurangi asupan oksigen mitokondria.
26
Terdapat hubungan yang sangat erat antara osteoporosis dengan sarkopenia. Pasien-pasien osteoporosis biasanya disertai dengan menurunnya massa otot dan
354
kekuatan otot, dimana hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya kepadatan massa tulang berhubungan erat dengan berkurangnya massa otot. Pada pasien-pasien usia
lanjut yang memiliki pola diet dengan asupan kalsium dan vitamin D yang buruk, disertai juga dengan menurunnya kemampuan menghasilkan vitamin D melalui kulit dan menurunnya produksi kalsitrio| (L,25(OH)2 vit D) oleh ginjal, keadaan ini dapat meningkatkan risiko kejadian jatuh disebabkan karena terjadi suatu miopati proksimal yang disebabkan oleh karena defisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme sekunder.
26
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D dapat memperbaiki lemahnya kekuatan dan berkurangnya massa otot (sarkopeniaJ, dan bahkan membalikkan proses ini. Suatu studi oleh Bischoff-Ferrari dkk. (2004) menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D memberikan suatu manfaat yang baik dalam meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan risiko kejadian jatuh pada usia lanjut.
27
Terdapat beberapa studi tinjauan sistematik dan meta-analisis yang dilakukan
tentang pengaruh suplementasi vitamin D pada kekuatan otot. Latham dkk (2003)
melakukan suatl tinjauqn sistematrk dan meta-analisis tentang efek suplementasi vitamin D pada kekuatan, performa fisik dan kejadian jatuh pada usia lanjut. Total sebanyak L3 studi dengan jumlah subjek sebanyak 2496 masuk sesuai kriteria inklusi. Walaupun disimpulkan masih kurang cukup bukti-bukti, namun beberapa data yang
dianalisis menunjukkan manfaat suplementasi vitamin D disertai kalsium dalam meningkatkan kekuatan otot rangka pada usia lanjut.28 Suatu studi tinjauan sistematik dan meta-analisis berikutnya oleh Muir dkk
(201L) memelajari pengaruh suplementasi vitamin D pada kekuatan otot, cara berjalan (gait), dan keseimbangan pada orang usia lanjut. Total sebanyakTL4 artikel yang diulas dan 13 studi RCT yang masuk kriteria inklusi menunjukkan hasil bahwa suplementasi vitamin D dengan dosis berkisar antara 800-1000 IU secara konsisten memberikan efek yang menguntungkan pada kekuatan dan keseimbangan tubuh. Studi meta-analisis yang terakhir dilakukan oleh Beaudart dkk. (201,4) dengan total subjek sebanyak 56L5 dari 30 studi RCT dengan rerata usia 61 tahun menunjukkan bahwa suplementasivitamin D memiliki efekyang baik dalam meningkatkan kekuatan
otot, namun masih diperlukan suatu studi lanjutan untuk menentukan dosis vitamin D, durasi pemberian dan cara administrasi obat yang optimal dalam meningkatkan
kekuatan otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh.2e Suatu studi analisis kohort retrospektif menggunakan basis data pasien dari
National Center Geriatrics and Gerontology di Jepang oleh Sadayuki dkk. (2009) menunjukkan bahwa pemberian vitamin D Alfakalsidol, suatu vitamin D anabolik, pada kelompok pasien osteoporosis disertai massa otot rendah dibanding kelompok
3s5
yang tidak diberikan Alfakalsidol dapat memberikan manfaat yang baik untuk massa
otot. Pemberian Alfakalsidol dapat mempertahankan hilangnya massa otot sejalan dengan bertambahnya usia, dan terbukti dapat meningkatkan Indeks Massa Otot Rangka (Skeletal muscle index).30 O'Donnel
S.
et al (2008) melakukan suatutinjauan sistematiktentang manfaat dan
bahaya pemberian Alfakalsidol dan kalsitriol dalam menghindarkan jatuh dan kejadian
fraktur dimana dari penelitian tersebut didapatkan 51 penelitian metanalisis dari 1019 artikel. Alfakalsidol dan kalsitriol secara bermakna mengurangi risiko kejadian fraktur non vertebra karena diduga memiliki efek pleiotropik selain kepada tulang, yaitu efeknya kepada VDR yang terdapat di otot dimana kejadian fraktur non vertebra berhubungan erat dengan kejadian jatuh. Diduga pengaruh kalsitriol/kalsidol terhadap peningkatan kekuatan otot.
31
Morley dkk. [2010) yang tergabung dalam The Society for Sarkopenio, Cachexia, and Wasting Disease di Amerika Serikat memberikan suatu rekomendasi tatalaksana
nutrisi dalam penatalaksanaan sarkopenia. Rekomendasi yang dianjurkan adalah semua pasien usia lanjut dengan sarkopenia sebaiknya selalu diperiksakan kadar vitamin D [25 [OHJ vitamin D) dan perlu diberikan suplementasi vitamin D yang sesuai untuk meningkatkan kadar vitamin D diatas L00 nmol/L. Vitamin D yang diberikan dapat berupa vitamin D2 maupun D3, dan dinyatakan dalam rekomendasi bahwa dosis
vitamin D sampai 50.000 IU per minggu aman diberikan tanpa efek samping yang bermakna. Heaney dkk. merekomendasikan rumus "Rule of thumb" dalam menentukan
dosis suplementasi vitamin D yang diberikan, yaitu untuk setiap kenaikan
I
ng/ml
(2.5 nmol/L) serum 25 OH Vit D maka diperlukan L00 IU asupan vitamin D. Sebagai
contoh, pasien dengan kadar serum 25(OH)D 15 ng/ml akan memerlukan 1500 IU/
hari untuk mencapai kadar sampai 30 ng/ml.
30
IERAPI HORMONAT
diikuti dengan penurunan kadar hormon-hormon esensial pada tubuh terutama hormon pertumbuhan (growth hormone) dan testosteron. Kekurangan atau minimalnya hormon testosteron berpengaruh pada berkurangnya massa dan kekuatan otot serta penurunan densitas tulang. Pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan risiko keterbatasan fungsional, disabilitas, fraktur dan risiko jatuh. Menopause juga berhubungan dengan penurunan densitas tulang dan Proses penuaan akan
penurunan kekuatan otot.
.
356
30
Growth hormone [GH) menstimulasi pertumbuhan pada fase awal kehidupan dan ini dibutuhkan untuk pemeliharaan otot dan tulang pada masa dewasa.
Meskipun seseorang memiliki pola makan dan latihan yang baik, tanpa adanya
kadar hormon pertumbuhan yang adekuat akan sulit untuk mempertahankan kekuatan otot. Pada orang usia lanjut terjadi ketidakseimbangan sekresi hormon pertumbuhan. Berbagai penelitian yang melibatkan percobaan dengan terapi penggantt hormon melaporkan insidensi berbagai efek samping contohnya retensi cairan, ginekomastia, dan hipotensi ortostatik. Pada penelitian pada tikus yang dilakukan oleh Briosche (2013), pemberian GH dengan dosis rendah dapat
meningkatkan lean body mass dan meningkatkan sintesis protein otot, Namun studi-studi mengenai suplemantasigrowth hormone memberikan hasil kurangbaik, bahkan GH meningkatkan mortalitas pada penderita yang mengalami sakit berat dengan malnutrisi. Efek samping yang didapatkan antara lain artralgia, edema, efek
samping kardiovaskularl dan resistensi insulin membatasi penggunaan hormon ini. GH juga mempunyai efek karsinogenik.30 a
Hormon testosteron : pemberian hormon ini tidak dranjurkan sebagai terapi dari sarkopenia dikarenakan efek samping yang besar yaitu peningkatan kadar Prostat Specific Antigen (PSA), hematokrit dan risiko kardiovaskular dibandingkan dengan bukti-bukti yang lemah untuk peningkatan performa fisik. Studi lain untuk
pemberian DHEA juga melaporkan tidak adanya perubahan dari kekuatan otot. a
Estrogen dan tibolone: pada penelitian mengenaikekuatan otot dan komposisi tubuh, kedua hormon ini dapat meningkatkan kekuatan otot, tapi hanya tibolone yang dapat meningkatkan lean body mass dan menurunkan massa lemak total.
Tibolone adalah steroid sintetis yang mempunyai efek estrogenik, androgenik dan progestogenik. MIOSTATIN Miostatin baru-baru ini ditemukan sebagai inhibitor alami terhadap pertumbuhan
otot, dan adanya mutasi pada gen miostatin ini mengakibatkan hipertrofi otot. Antagonis miostatin dapat meningkatkan regenerasi jaringan otot pada mencit dengan
meningkatkan proliferasi dari sel satelit.
Sel
satelit ini sangat penting untuk regenerasi
sel otot. Terapi dengan miostatin mungkin dapat digunakan pada sarkopenia di masa
yang akan datang.
ANG'OTENS'N ,, CONyERflNG ENZYME tNHtBtTORS (ACE INHIBITORS) Penelitian yang ada menunjukkan bahwaACE inhibitors dapat mencegah terjadinya sarkopenia. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron mungkin terlibat dalam proses sarkopenia. Angiotensin II dapat menyebabkan atrofi otot, mekanisme stres
357
oksidatil metabolik dan aktivasi alur inflama
si. ACE
inhibitors ini menurunkan kadar
Angiotensin II pada otot polos di vaskular. Angiotensin II berperan dalam sarkopenia melalui jalur pembentukan sitokin proinflamasi. ACE inhibitors juga berperan dalam
memperbaiki toleransi olahraga melalu komposisi rantai panjang dari miosin pada otot rangka. Polimorfisme dari gen ACE juga mempunyai efek anabolik dan efisiensi muskular setelah olahraga.l INHIBITOR SITOKIN
Inhibitor sitokin seperti talidomid dapat meningkatkan berat badan dan menimbulkan efek anabolik pada pasien AIDS. TNF o menyebabkan atrofi otot secara in vitro. Antibodi anti TNF o yang biasa diberikan sebagai terapi pada pasien artritis
reumatoid dapat menjadi terapi alternatif pada sarkopenia. Akan tetapi sampai saat ini belum ada penelitian pada penderita sarkopenia, dan juga mengingat keterbatasan dana dan efek samping dari obat ini. Dari data-data epidemiologi didapatkan bahwa
lemak ikan mempunyai efek anti inflamasi yaitu omega-3, danzat ini mungkin dapat mencegah sarkopenia.l
OBAT.OBAT tAIN Obat-obatan lain yang masih dalam tahap penelitian, misalnya:
.
penelitian baik pada hewan maupun manusia yang menyelidiki efek agonis p pada otot rangka. Carter dan Lynch (1994) meneliti efek anabolik dari salbutamol atau klenbuterol dosis rendah pada tikus berusia tua,
Agonis
B. Terdapat beberapa
didapatkan hasil bahwa pemberian subkutan salbutamol dosis 1.03 mg/kg atau
klenbuterol dosis 600 mcg/kg selama 3 minggu dapat meningkatkan massa otot sebanyak 190lo dengan salbutamol dan25o/o dengan klenbuterol. Pada penelitianpenelitian selanjutnya dengan generasi agonis F yang lebih baru (formoterol dan salmeterol), Ryall [2006) menemukan bahwa formoterol dan salmeterol dapat memperlihatkan efek anabolik yang signifikan pada otot rangka bahkan dengan dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan generasi agonis p yang lebih
tua. Beberapa konsekuensi yang paling serius dari pemberian kronik agonis B berhubungan dengan respon sistemik aktivasi adrenoseptor- p. Penelitian saat ini berfokus pada penemuan metode baru untuk pemberian obat sehingga dapat menghindariefek samping sistemik yang tidak diinginkan,
.
Urokortin
/1,
33
peptida ini merangsang pelepasan ACTH (adrenocoticotropichormone)
dari kelenjar pituitary. Urokortin II intravena dapat mencegah atrofi otot yang disebabkan pembalut gips dalam salah satu tatalaksana tulang fraktur atau obat-
358
obatan tertentu. Tapi penggunaannya untuk membangun massa otot pada manusia
belum diteliti dan tidak direkomendasikan.3a a
Bimagrumab, yang merupakan suatu antibodi monoklonal, Bimagrumab merangsang pertumbuhan otot dengan mengikat reseptor pada sel-sel otot yang
normalnya mengikat miostatin, yang menghambat pertumbuhan otot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Brimagumab dosis tunggal setelah pembukaan gips pada 24 pasien yang mengalami imobilisasi selama 2 minggu, setelah 12 minggu didapatkan volume otot paha kembali normal dalam waktu 4 minggu dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan placebo." a
SARM (Selective Androgen Receptor Molecules), yang saat ini sedang
diteliti untuk
mengetahui senyawa androgenik yang memiliki efek spesifik pada otot tapi dengan efek samping yang minimal. Ostarine adalah salah satu SARM yang meningkatkan massa otot dan performa fisik pada pasien usia lanjut.
36
REFERENSI
l.
Cesori M, Fenini A, Zomboni V, Pohor M. Sorcopenio: Current Clinicol ond Reseorch lssues. The
Open Geriotric Medicine Journol. 2008:1:1 4-23.
2.
Cruz-Jentoft Aj, Boeyens Jp, Bouer Jm, Cederholm T, Londi F, Mortin Fc, et ol. Sorcopenio: Europeon consensus on definition ond diognosis. Report of the Europeon Working Group on Sorcopenio in Older People. Age ond Ageing 2010.2010;39:412-23.
3.
Nokosoto, Yuri R., Cornes, Bruce A. Myopothy, Polymyolgio Rheumotico, ond Temporol Arteritis in hozord's geriotric medicine ond gerontology Sixth Edition. Hlm 1475. 2009. Mc crow Hill
4.
Rom O, Koisori S, Aizenbud D, Reznick AZ. Lifestyle ond Sorcopenio-Etiology, Prevention, ond Treotment. Rombom Moimonides Medicol Journol. 2012:3:1-12.
5.
Chen
6.
Setioti
L.K, Liu 1., Woo Jeon, Assontochoi P, Auyeung T, Bohyoh K.S, Sorcopenio in Asio: Consensus Report of the Asion Working Group forSorcopenio JAMDA l5 (2014) 95e10'l
S. Geriotric Medicine, Sorkopenio, Froilty, don Kuolitos Hidup Posien Usio Lonjut: Tontongon Moso Depon Pendidikon, Penelition don Peloyonon Kedokteron di lndonesio. eJKl.20l3;l No
3:236-45.
. 8.
Rosenberg l. Sorcopenio: Origins ond Clinicol Relevonce. J Nutr. 1997;127:9905-lS.
9.
Visser M. Towords
7
Bergero MJ, Doherty TJ. Sorcopenio: Prevolence, Mechonisms, ond Functionol Consequences. lnterdiscipl Top Gerontol Bosel, Korger,. 2010;37:94-l 1 4.
o definiiion of sorcopenio-resulds from epidemiologic studies The Journol of Nutrition, Heolth & Aging. 2009;13 No 8:713-l 5.
10. Jonssen l, Shepord D, Kotzmozyk P, Roubenoff
R. The
Heolthcore Costs of Sorcopenio in the
United Stotes. JAGS. 2004;52:80-5.
ll.
Doto tobles: results from USDA's 1996 Continuing Survey of Food Intokes by lndividuols ond ,l996 Diet ond Heolth Knowledge Survey. Online ARS Food Surveys Reseorch: USDA Agriculturol Reseorch Service. 1996. BJ, Hung WC, Romero LJ. Chonges in nutritionol stotus ond potterns of morbidity omong free living elderly persons: A lOyeor longitudinol study. . Nutrition 199/;13:5,)5-9.
12. Vellos
13. Wolfe
RR,
Miller SL, Miller KB. Optimol protein intoke in the eldedy. Clin Nutr 2OO8:27:675-84.
359
14. Wolfe
RR. The
underopprecioted role of muscle in heolth ond diseose. Am J Clin Nutr 2006;84:475-
82.
15. Mithol A, Bonjour
JP, Boonen S, Burckhordt P, Degens H, Fuleihon GEH, et ol. lmpoct of nutrition on muscle moss, strength, ond performonce in older odults. Osteoporos lnl 2Ol3;24:1555-66.
16. Poddon-Jones D, Rosmussen
BB.
Dietory protein recommendotions ond the prevention of
sorcopenio. Curr Opin Clin Nutr Metob Core 2009:12:86-90.
17. Stookey JD AL, Popkin BM. . Do protein ond energy intokes exploin long-term chonges in body composition? . J Nuk Heolth Aging.
18. Houston
2OO5:9'.5-17.
Anne B Newmon, et ol. Dietory protein intoke ossocioted with leon moss chonge in older, community-dwelling odulh: the Heolth, Aging, ond Body Composition (Heolth ABC) Study. Am I Clin Nutr 2008. 2008;87:150-5. DK, Nicklos BJ, Ding J, Honis TB, Tylovsky FA;
is
19. Schurch MA,
Rizzoli R, Slosmon D, Vodos L, Vergnoud P, Bonjour J. Protein supplements increose serum insulinlike growth foctor-l levels ond ottenuote proximol femur bone loss in potients with
recent hip frocture. A rondomized, double-blind, plocebo-controlled triol. . Ann lntern Med I
998;l 28:801-9.
20. Cotnpbell
WW, Troppe TA, Wolfe RR, Evons WJ. The Recommended Dietory Allowonce for Protein Moy Not Be Adequote for Older People to Mointoin Rongko Muscle. Journol of Gerontology. 2001 ;56,4(5):M373-80.
21
.
Poddon-Jones D, Rosmussen BB. Dietory protein recommendotions ond the prevention of sorcopenio: Protein, omino ocid metobolism ond theropy. Cun Opin Clin Nutr Metob Core. 2009:12(t ):86-90.
22. Goffney-Stomberg
E, lnsogno KL, Rodriguez NR, Kerstetter JE. lncreosing Dietory Protein Requirements in Elderly People for Optimol Muscle ond Bone Heolth. J Americon Geriotrics
Society. 2OO9;57
:1
07
3-9.
23.
Arnol M-A, Mosoni L, Boirie Y, Houlier M-1, Morin L, Verdier E, et ol. Protein pulse feeding improves protein retention in elderly women. Am J Clin Nuk 1999. 1999:69:1202-8.
24.
Wilson GJ, Wilson JM, Monninen AH. Nutrition & Metobolism Review Effects of beto-hydroxy-betomethylbutyrote (HMB) on exercise performonce ond body composition ocross vorying levels of
oge, sex,ond troining experience: A review. Nukition & Metobolism 2008;5.
25.
VisserM, Deeg DJH, Lips P. Low Vitomin D ond High Porothyroid Hormone Levels os Determinonts of Loss of Muscle Strength ond Muscle Moss (Sorcopenio):The Longitudinol Aging Study Amsterdom. The Journol of Clinicol Endocrinology & Metobolism 88112):57 66-5772. 2003;88112):57 66-72.
26. 27.
Mosekilde L. Vitomin D ond the Elderly. Clinicol Endocrinology l2OO5) 62,265-281 Bischoff-Ferrori HA, Dowson-Hughes B, Stoehelin HB, Orov JE, Stuck AE, Theiler R, et ol. Foll prevention with supplementol ond octive forms of vitomin D: A meto-onolysis of rondomised
controlled triols. BMJ.
2009 :339 :339.
b3692
28. Lothom
N K, Anderson C.S., Reid l.R. Effects of Vitomin D Supplementotion on Strength, Physicol Performonce, ond Folls in Older Persons: A Systemotic Review. J Am GeriotrSoc 2003;51 :1219-1226
29.
Muir. W.S. Effect of Vitomin D Supplementotion on Muscle Strength, Goit ond Bolonce in Older Adults : Systemotic Review ond Meto-Anolysis. J Am Geriotr Soc. 201 1 :l- l0
30.
Morley JE. Vitomin D redux. J Am Med Dir Assoc 2009:10:591-2.
3,). Burton L, Sumukodos D. Optimol monogement of sorcopenio. Clinicol lnterventions ln Aging 2010:5:217-28.
32.
Considerotions in the Developmenl of Drugs to Treot Sorcopenio. J Am Geriotric Soc. 201 I ;59(3);530-535. 33. Ryoll JG, Lynch GS. Role of p-Adrenergic Signolling in Skeletol Muscle Wosting: lmplicotions for Sorcopenio: Sorcopenio - Age+eloted Muscle Wosting ond Weokness. London: Springer; 201 1. p.449-471.
350
Bross EP, Sietsemo KE.
34.
Blohd W. Sorcopenio with Aging. J Nuk Heolth Aging. Jul 2013;1717):612-618.
35.
Solvo A. Experimentol Treotment Shows Promise in Reversing Loss of Muscle Moss. The lnternotionol Conference on Froilty & Sorcopenio Reseorch 2014. Press Releose.
35.
Morley JE. Froilty: Pothy's Principles ond Proctice of Geriotric Medicine, Wiley & Sons, Ltd; 2012. p. 1387-1393.
5th
edition. Oxford: John
Pt I
Ir[1[ s[ [[
tm G[ uP n[llD[l[
PAA P AKTK Kl S
Botu Soluron Kemih. Gongguon Asom Boso .......... Alkolosis Metobolik Alkolosis Respirotorik............... Gongguon Ginjol Akut........... Gongguon Kolium Gongguon Kolsium. Gongguon Notrium Hiponotremio .......... Hipertensi Hipertrofi Prostot Benigno ...... lnfeksiSoluron Kemih ISK podo Wonito Homil ISK yong disebobkon oleh Jo Krisis Hipertensi.......... Penyokit G|omeru1or............... Penyokit Ginjol Kronik Penyokit Ginjol Polikistik.......... Sindrom Nefrotik....
J{
..-.. 4
400
433 437
..443 ..448
BATU SATURAN KEMIH
PENGERTIAN Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureteI vesika
urinaria.l Faktor resiko batu saluran kemih adalah:2 . Volume urin yang rendah . Hiperkalsiuria,hiperoksalaturia . Faktor diet: asupan cairan kurang, sering konsumsi soda, jus aple, jus jeruk bali, asupan tinggi natrium klorida, rendah kalsium, tinggi protein . Riwayat batu saluran kemih sebelumnya . Renal tubular asidosis tipe 1 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr Nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga, faktor resiko batu ginjal penyakit gout
Pemeriksoon Fisikl Nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah, terdapat tanda balotemen
Pemeriksoon Penunjong . Laboratorium':hematuria . Radiologi: bayangan radio opak pada foto BNO, filling defect pada IVP atau pielogra antegrad/retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta hidronefrosis pada USG DIAGNOSIS BANDING . Nefrokalsinosis . Lokasi batu: batu ginjal, batu ureter, batu vesika . Jenis batu: asam urat, kalsium, struvite
(,
o.
s Tobel 1. Beberopo Etiologi Botu Soluron Kemih,
50-55
Hiperurikosurio
20
l:l Gout
Diet
TATATAKSANA
Nonformokologis'
. . .
Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani Batu urat: diet rendah asam urat
Minum banyak (2,5 L/hari) bila fungsi ginjal masih baik
Formokologis
. . . .
Antispasmodik bila ada kolik
Antimikroba bila ada infeksi Batu kalsium: kalium sitrat
Batu urat: allopurinol, pemberian oral bicarbonate or potassium citrqte untuk membuat pH urin menjadi basa.3
Bedoh3
.
Extracorporeal shock-wave lithotripsy (untuk batu pada proksimal ginjal dan urethra
. . . .
Percutaneous lithotripsy funtuk batu >2cm) Ureteroscopy (untuk batu pada ginjal dan ureter)
Pielotomi Nefrostomi
KOMPLIKASI Abses, gagal ginjal, fistula saluran kemih, stenosis urethra, perforasi urethra, urosepsis, renal loss karena obstruksi kronis.a
PROGNOSIS Batu saluran kemih adalah penyakit seumur hidup. Rata-rata kekambuhan pada
pertama kali batu terbentuk adalah 50% dalam 5 tahun dan 80% dalam 10 tahun. Pasien yang mamiliki risiko tinggi kambuh adalah yang tidak patuh pada pengobatan,
tidak modifikasi gaya hidup, atau ada penyakit lain yang mendasari. Fragmen batu yang tersisa pada pembedahan biasanya keluar dengan sendirinya jika ukuran batu tersebut < 4mm.a
366
UNII YANG MENANGAN!
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
Departemen Bedah Urologi
RS
non pendidikan
Bagian Urologi
REFERENSI
1
lnfeksi soluron Kemih. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit
Dolom FKUI, 2009:2009
2.
15
Nephrolithiosis. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stoies of Americo; The McGrowHill
3. 4.
-
Componies, 201 l.
Nephrolithiosis. Dolom : Acosto, Jose. Sobiston Textbook of Surgery l8ih Edition. Sounders. 2008 Stoller ML. Urinory stone diseose. ln : Tonogho EA, McAninch JW, eds. Smith's Generol Urology, l6rh Edition. New York, NY:McGrow-Hill.2004:256-291 .
367
GANGGUAN ASAM BASA
PENGERTIAN
Ganggguan asam basa
terdiri dari dua yaitu asidosis dan alkalosis. Tingkat
keasaman arteri (pHJ dipertahankanT.35-7.45. Asidosis jika pH <7.35 dan alkalosis
jika pH > 7 .45. Pengontrolan tekanan CO, [PaCOr) dilakukan oleh sistem saraf pusat dan sistem respirasi, sedangkan pengaturan bikarbonat plasma diatur oleh ginjal dengan mengekskresi dan meretensi asam atau basa. Regulasi pH darah digambarkan dengan rumus Henderson-Hasselbalch:1'2
pH
Tobel
l.
6.1 + log HCO3
r
PaCO, x 0.030'l
Pengoruh Gongguon Asom-Boso lerhodop Sistem Orgon:3
Langkah-lan gkah mendiagnosis kelainan asam-basa1
1. 2.
Memeriksa analisa gas darah dan elektrolit
3.
Memeriksa adakah kelainan asam basa [pH lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai normal)
4. 5.
Memeriksa apakah kelainan asam basa respiratorik atau metabolik
Memeriksa akurasi hasil anallisa gas darah dengan membandingkan pH dengan ion H
Bila terdapat asidosis metabolik menghitung anion gap (AG)
a. b.
Untuk menentukan penyebab asidosis metabolik
)ika AG meningkat: mencerminkan adanya anion yang tak terukur dalam
plasma yang bersifat asam seperti asam bukan klorida yang mengandung bahan
inorganik (fosfat, sulfat), bahan organik (asam keto, laktat, anion uremia), bahan eksogen (salisilat, toksin lain)
c.
ika AG menurun: terdapat penurunan albumin atau peningkatan kation yang
f
e.
tidak terukur [kalsium, magnesium, kalium, bromine, imunoglobulin) Nilai normalB-1.2 mEq/L AG meningkat menunjukkan adanya penambahan asam lain sedangkan jika
f.
normal menunjukkan bikarbonat yang kurang yang menjadi penyebab asidosis metabolik AG dihitung dengan rumus
d.
AG
AG = Na
f
-
(Cl+ HCO3)
ika terjadi peningkatan glukosa plasma, gunakan kadar natrium yang diukuri
jangan menggunakan kadar natrium terkoreksi.
6.
Mengetahui 4 penyebab high AG yaitu ketoasidosis, asidosis asam laktat, gagal ginjal, toksin
7
.
B.
Mengetahui 2 penyebab hiperkloremik atau asidosis nongop (hilangnya bikarbonat
dari saluran cerna, renal tubular acidosis/RTA). Mengestimasi respon kompensasi [Tabel2) Tobel 2. Gongguon Asom Boso Sederhonor
B. Membandingkan
a.
AG dan HCOr-
Menentukan ada tidaknya gangguan Iain selain asidosis metabolik beranion gap yang mempengaruhi kadar bikarbonat
b. c.
Menghitung A HCO3 = 25 - HCO3 Menghitung A AG = AG hitung - AG expected
d.
AG expected = albumin x 2.5
e.
Hasil perbandingan:
L AG/n HCO3
Tobel 2. Hosil Perbondingon AG don HCO
10. Membandingkan perubahan pada [Cl'] dengan perubahan pada [Na.]
AS DOSIS METABOTIK PENGERTIAN Asidosis metabolik adalah adalah suatu keadaan patologis ditandai dengan penurunan HCO3 -1 dan sebagai kompensasi terjadi penurunan PCOZ . Asidosis metabolik dengan
anion hgap[AG) disebabkan oleh: ketoasidosis, laktat asidosis, gagal ginjal, intoksikasi [metanol, salisilat, etilen glikol, propilen glikol, asetamonofen). Sedangkan asidosis metabolik tanpa AG disebabkan oleh diare atau asidosis tubulus renalis IRTAJ3 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Riwayat penyakit yang diderita seperti penyakit ginjal [gagal ginjal akut), diabetes lcohol, riwayat konsumsi alkohol, kelaparan, gangguan herediter, obat-obatan yang
rutin dikonsumsi, atau riwayat operasi sebelumnya. Pada kasus kronik pasien dapat tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) atau merasa lelah, letih dan nafsu makan menurun.
. . . . . . . . .
370
1,3
Kehilangan melalui saluran cerna: daire, fistula intestinal atau pankreas, drainase Renal Tubular Acidosis
Gagalginjaltahapawal Intoksikasi: asetazolamid, kolestiramin, toluen Dilusi karena infus bikarbonat terlalu cepat Post-hypocapnia respiratory alkalosis Renal wasting HCOl.
Koreksi alkalosis respiratorik terlalu cepa Diversi ureter
Pemeriksoon Fisik Penurunan tekanan darah, takikardia, hiperventilasi (pernapasan Kussmaul's),
kulit dingin dan lembab, disritmia, dan
syok.1,3
Pemeriksoon Penunjong3
. . . . . .
Analisis gas darah: pH < 7.35. PaCO, < 35 mmHg, bikarbonat < 22 mEq/L
Elektrolit serum: mungkin terjadi peningkatan kalium. Osmolalitas darah, glukosa darah, ureum, kreatinin Keton urin
Skrining toksin
disritmia akibat hiperkalemia, memuncaknya gelombang T penurunan segmen Sl penurunan ukuran gelombang R, menurun atau tidak terdapatnya EKG:
gelombang B dan melebarnya kompleks
QRS.
DIAGNOSIS BANDINGl
.
AG normal: saluran cerna diare, fistula, ileal loop), ginjal (renal tubular acidosis,
carbonic anhydrase inhibitor, post hypocapnia).
.
AG meningkat: eksogen [salisilat, metanol, paraldehidJ, endogen
flaktat asidosis,
ketoasidosis, uremia) TATALAKSANA3
. .
Terapi penyakit yang mendasarinya Terapi asidosis metabolik dengan AG
-
.
Jika keton urin negatif: hitung osmolalitas gap (OG). Jika OG > 10: curiga intoksikasi. Osmolalitas 9aP = osmolalitas terukur - osmolalitas perhitungan Osmolalitas perhitungan = [2x Na] + [glukosa/18] + [BUN/2.8]
Terapi asidosis metabolik tanpa AG
-
Terapi penyakit yang mendasarinya Periksa AG urin (UAGI UAG = [natrium
urin
+
kalium urin] - klorida urin
Hasil UAG yang negatifmenunjukkan adanya peningkatan ekskresi NH4+ yang
merupakan respon ginjal terhadap asidosis, adanya gangguan pada saluran cerna, RTA tipe II, intoksikasi, atau dilusr.
-
Hasil UAG yangpositif menunjukkan adanya kegagalan ginjal mensekresi NHn*,
tipe I atau IV gagal ginjal tahap awal. Terapi asidosis metabolik berat (pH < 7,2J RTA
a
a
Ketoasidosis diabetik: insulin dan cairan Ketoasidosis berhubungan alkohol: saline dan glukosa Gagal ginjal akut: dialisis
Terapi bikarbonat dengan natrium bikarbonat2
-
Menghitung ruang bikarbonat/ Ru-bikar: Ru-bikar: [0.4+ [2.6: HCO3)] x berat badan (kg) Ru-bikar : [0.4+ [2.6 : HCO3)] x berat badan (kgJ Mengitung rerata Ru-bikar: [Ru-bikar dari hasil pemeriksaan HCO3] bikar dari hasil HCO3 yang diharapkanl
-
[Ru-
Jumlah bikarbonat yang dibutuhkan [mEqJ = Rerata Ru-bikar x berat badan x [HCO, yanB diharapkan - HCO3 hasi pemeriksaan]
Diberikan melalui drip intravena dalam 1000 ml dekstrosa 5% dalam air ( Dr\M) KOMPTIKASI
Aritmia, koma dan kematian jika asidosis metabolik berat3 PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Pada 543 pasien yang menderita asidosis metabolik, 44o/o di antaranya menderita asidosis laktat,3To/o
di antaranya menderita asidosis dengan AG yang tinggi, dan 19 7o dengan asidosis hiperkloremik. Angka kematian mencapai 45o/o pada kasus asidosis metabolik, pasien dengan laktat asidosis 56%, asidosis dengan AG yang tinggi39o/o, dan asidosis
hiperkloremik
29o/o3t
AS!DOSIS RESPIRATORIK PENGERTIAN
Peningkatan PaCO, dengan kompensasi peningkatan HCO, Faktor resiko yaitu:3
. . 372
Penyakit pernapasan akut: pneumonia,ARDS (acute respiratory distress syndrome) Obat-obatan yang mendepresi susunan sarafpusat
a
Trauma dinding dada:
a
Trauma sistem saraf pusat: dapat menimbulkan depresi pernapasan
a
Kerusakan otot pernapasan: hiperkalemia, polio, sindroma Guillain-Barce
o
Asfiksia: obstruksi mekanik, anafilaksis
flail
cftesf, pneumotoraks
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Sesak nafas, asteriksis, gelisah menimbulkan letargi, perubahan status mental,
dan
koma3 \
Pemeriksoon Fisik Peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan, diaphoresis, dan sianosis. Dapat
ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti edema papil, dilatasi pembuluh darah konjungtiva dan wajah.
Pemeriksoon Penunjong3
. . . .
Analisa gas darah (AGD): PaCO, > 40 mmHG , pH < 7 .40
Elektrolit serum Rontgen paru: melihat adanya penyakit pernapasan yang mendasari Skrining obat
DIAGNOSIS BAND!NG Dilihat dari beberapa faktor resiko yang dapat menyebkan terjadinya asidosis respiratori
3
TAIA[AKSANA2,3
. . . .
Terapipenyakityangmendasarinya Menaikkan frekuensi napas dan menurunkan CO,
Akut: Oksigen jika saturasi oksigen rendah, ventilator Kronik: oksigen, bronkodilator dan antibiotik sesuai indikasi, fisioterapi dada
KOMPTIKASI Gagal napas, syok3
373
PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. f ika cepat diatasi maka maka tidak ada efek jangka panjang. Asidosis respiratorik dapat terjadi secara
kronik bersamaan dengan penyakit paru atau gagal napas yang membutuhkan ventilasi mekanik.3
AtKAtOSIS METABOTIK PENGERIIAN5
Peningkatan HCO, dengan peningkatan PaCO, sebagai kompensasi. Penyebab alkalosis metabolik yaitu:
. .
Saline responsive: kehilangan H* melalui muntah, penghisapan dari selang
NGT,
adenoma villous,laksatil cystic fibrosis; dari ginjal misalnya pemakaian diuretik
Saline resistant: kelebihan mineralokortikoid, hipokalemia berat, hipokalsemia atau hipoparatiroidisme, sindroma Bartter's,sindroma Gitelman's
DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala klinis kelemahan otot, ketidakstabilan saraf otot, menurunnya refleks, perubahan status mental seperti apatis, stupor, Riwayat penyakit sebelumnya dan obat-obatan seperti diuretik tiazid. 1,3 Pemeriksoon Fisik Konfusi, aritmia, peningkatan kepekaan neuromuskular, dapat ditemukan ileus karena penurunan motilitas saluran pencernaan. 1,3 Pemeriksoon Penunjong'.3
. . . .
I
374
Analisa gas darah (AGD): pH > 7.40, bikarbonat > 26 mEq/L Klorida urin
Elektrolit serum: umumnya dijumpai penurunan kalium dan klorida. EKG: melihat ada tidanya disritmia terutama pada kasus berat
Alkolosis Metobolik
v Klorido urin < 20
Klorido urin >20
+ So/ine responsive
Kehilongon dori sol
Soiine resislonf
Diuretik
droinose
loksotif, cystic fibrosis
NGT,
odenomo
Normol otou hipotensi
Hipertensl
Seleloh hipokopnio,
uron cerno : munloh vilus
H
diuretik,
Hipero ldosleron ism e
sindromo Bortter's. sindromo Gilelmon's
derojoi n on
Algoritme
l.
Hipokolemio berot,
ipe ro ldosteron ism e
derojot l,
-
2,
m i n e r o o c o rli c o I
i
d
Pendekolon Alkolosis Metobolik3
DIAGNOSIS BANDING5
.
Sensitif terhadap klorida ( klorida urin < 10 mEq/L): saline responsive
-
Kehilangan klorida dari urin: pemakaian diuretik, kistik fibrosis, post hiperkapnia
-
Kehilangan klorida dan H.dari saluran cerna: penghisapan selang NGT muntah,
kelainan kongenital
.
Resisten terhadap klorida (klorida urin >L0 mEq/L): saline resistant
-
Hipertensi: kelebihan mineralokortikoid: sindrom Cushing, sindrom Con4 Normotensif atau hipotensir hipokalemia berat, sindrom Barttler.
TATA[AKSANA2,3
. . . .
Terapi penyakit yang mendasarinya Infus normal saline Kalium klorida [KCI) sesuai indikasi Antagonis reseptor histamin Hr. menurunkan produksi HCI dan mencegah alkalosis metabolik yang dapat terjadi akibat penghisapan dari NGT
.
Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid
375
a
Asam hidroklorida (HCIJ 0.1 N juga efektii tetapi dapat menyebabkan hemolisis dan harus diberikan melalui pembuluh darah sentral dan perlahan-lah
KOMPTIKAS!
Aritmia jantung, gangguan elektrolik, koma PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Angka kematian pada pH darah 7.55 sebesar 45
dari7,65 yaitu B0
%0,
sedangkan angka kematian pada pH darah lebih
o/0.3's
ALKALOSIS RESP RATORIK PENGERTIAN
Penurunan PCO, dengan penurunan HCO, sebagai kompensasi. Terjadi karena peningkatan ventilasi alveolar. Penyebab terjadinya alkalosis respiratorik:
. .
3
Hipoksia: hiperventilasi pada pneumonia, edema pulmonal, penyakit paru restriktif
Hiperventilasi primer: gangguan sistem saraf pusat, nyeri, cemas, obat fsalisilat, progesteron, metilxantinJ, kehamilan, sepsis, gagal hati,
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala yang dikeluhkan: kepala terasa melayang, ansietsas parestesia, tetani, pingsan, dan kejang jika sudah berat.
3
Pemeriksoon Fisik Ditemukan adanya peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan3
Pemeriksoon Penunjon93
. . . . 376
Analisis gas darah [AGD): PaCOr< 40 mmHG,pH> 7.40, PaO, menurun
Elektrolit serum Fosfat serum: penurunan EKG:
disritmia
DIAGNOSIS BANDING Dibedakan berdasarkan etiologinya
TATAIAKSANA3
. . .
Terapi penyakit yang mendasarinya Memastikan apakah ansietas merupakan penyebabnya dan penurunan PaCO, Jika gejala memberat: pasien perlu menghirup kembali COrmelalui masker oksigen yang dihubungkan dengan reservoir COr.atau mengunakan sejenis kantong untuk bernapas.
. . .
Terapi oksigen jika hipoksia dalah faktor penyebabnya Sedatif dan tranquilizer jika disebabkan karena cemas
Ventilasimekanik
KOMPTIKASI Aritmia jantung, gangguan elektrolik, koma PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Angka kematian
seiring dengan meningkatnya pH, mencapai 48,5 o/o jika pH > 7.60. Pasien dengan alkalosis respiratori dan alkalosis metabolik mempunyai prognosis lebih 27,9
o/o
buruk (44.20/o)6 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG IERKAIT
.
RS
pendidikan
.
RS
non pendidikan
Unit Perawatan Intensif
REFERENSI
.
DuBose TD. Acidosis ond olkolosis . ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 18'ned. New York: McGrow-Hill Medicol Publishing Division; 20l 2.
2.
Siregor P. Gongguon Keseimbongon Coiron don Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi V. Jokorto: Interno
I
377
Publishing; 2009: Hol 189-196.
3.
Seifter JL. Acid-bose disorders. ln: Goldmon L, Schofer Al, eds. Cecil Medicine. 24th ed. Philodelphio, Po: Sounders Elsevier; 201 I :chop 120.
4.
Gunnerson K, Soul M, He S, et ol. Loctote vs. non-loctote metobolic ocidosis: o retrospective outcome evoluotion of criticolly ill potients. Crit Core.2006:1011):R22.
5. 6.
378
Gollo J. Metobollc olkolosis. JASN. 2000;l 1(21:369-75. Anderson LE, Henrich WL. Alkolemio-ossocioted morbidity ond mortolity in medicol ond surgicol potients. South Med J. 1987;80(61:729-33.
GANGGUANGNJ TAKUT PENGERTIAN Gangguan ginjal akut atau yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut [GGA), sekarang disebut jejas ginjal akut (acute kidney injury / AKI). AKI merupakan kelainan
ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui melalui pemeriksaan darah, urin, jaringan, atau radiologis.l'2 Kriteria diagnosis AKI menurut the International Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGOJ sebagai berikut:3
o .
peningkatan serum kreatinin (SCr) > 0,3mg/dL(>26,5 pmol/L) dalam 48 jam; atau
peningkatan SCr > 1,5 x baseline, yang terjadi atau diasumsikan terjadi dalam
kurun waktu 7 hari sebelumnya; atau
.
Volume urin < 0,5 ml/kgBB/iam selama > 6 jam
Tobel
l. Stodium AKI Berdosorkon Derojol Keporohonnyo3
Kelerongon
:
eGFR = Esfimoled glomerulor filtrotion
rote (estimosi loju filtrosi glomerolus /
LFG)
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr 1,. Suspek pre-renal azotemia: muntah, dtare, poliuria akibat glikosuria, riwayat konsumsi obat termasuk diuretik, nonsteroidal anti-inflammatory drags (NSAID),
angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors, dan angiotensin receptor blocker (ARB).
2. 3.
Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital
)
sugestif obstruksi ureter
Sering kencing di malam hari (nokturia) dan gangguan berkemih lain; dapat muncul
pada penyakit prostat
4.
Riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan pelvis atau paraaorta
)
suspek post-renal
Pemeriksoon Fisik' 1. Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun, turgor kulit menurun, dan membran mukosa kering.
2. 3,
Perut kembung dan nyeri suprapubik
)
pembesaran kandung kemih
AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis)sugestif vaskulitis
sistemik
Jejos ginjol okut
Pre-renol
.
Iubulus don interstitium
Hipovolemio Cordioc outpul t Volume sirkulosi efeklif J . Gogol jonlung kongeslif . Gogol hoti Autoregulosi ginjol tergonggu
. . .
Post-renol
lnkinsik
Obstruksi soluron kondung
kemih Obstruksi pelvo-ureterol
biloierol (olou obstruksi unilolerol dori fungsi ginjol soliter)
NSAID
ACE-I
/
ARB
Siklosporin
Glomerulor Glomerulo nefritis okut
Voskulor Voskulitis
Hipertensi moligno TTP-HUS
lskemi
Ket: IfP-HUS = thrombotic thrombocytopenic urpuro-he molylic ure mic syndrome
p
Sepsis
/ infeksi
NEFROTOKSIN
Eksogen: kontros, ominoglikosido, cisplotin, omtoterisin B Endogen: hemolisis, mielomo, krislol introtubulor, rhobdomiolisis
Gombor l. Klosifikosi don Eliologi Moyor AKlr
380
4.
Reaksi idiosinkrasi Idemam, artralgia, rash kemerahan yang gatalJ
)suspek nefritis
interstitial alergi
5.
Tanda iskemik pada ekstremitas bawah positif
)
suspek rhabdomiolisis
Pemeriksoon Penunjongl l. Laboratorium: darah perifer lengkap, urinalisis, sedimen urin, serum ureum, kreatinin, asam urat, kreatin kinase, elektrolit, lactate dehydrogenase (LDH), blood urea nitrogen (BUN), antinuclear antibodies (ANAs), antineuffophilic cytoplasmic antibodies (ANCAs), antiglomerular basement membrane antibodies IAGBM), dan cryoglobulins.
2.
Radiologis: USG ginjal dan traktus urinarius, CT scan, pielografi antegrad atau retrograd, MRI
3.
Biopsi ginjal
Tobel 2. Krilerio diognosis conlrosf-induced nephropolhy
(crNr Hipotensi' lntro-oortic bolloon pump (IABP)
J
Gogol jontung kongestifb
5
Usio > 75 tohun
Anemio.
3
Diobetes
3
Volume zot kontros
I
tiop SCr > 1,5
mg/dl
100 cc3 4
s5
7,5%
o,o4%
6- t0 I - l6
14%
o,12%
26,1%
1,09%
> t6
57,3%
12,6%
olou
2bilo eGFR < 60 mL/menit/1,73
m'?
40-60
4 bilo 20-40 6 bilo <20
Kelerongon: .Tekonon sistolik <80 mmHg selomo sedikitnyo I jom don memerlukon leropi inotropik otou IABP dolom 24 jom periprosedurol bGogoljoniung kongeslif menurul klosifikosi New york Heorf Associolion (NYHA) kelos lll/lV don/olou riwoyot edemo poru 'Ht <39% podo loki-loki, <36% podo perempuon
AKI PASCA BEDAH JANTUNG Selain CIN, terdapat risiko AKI pada pasien pascabedah jantung yang dikenal dengan
skoring AKICS (Acute Kidney lnjury predictionfollowing elective cardiac surgery], skoring Cleveland dan skoring Toronto seperti tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tobel 3. Skoring AKICS 2007s
Skor minimol = 0. moksimol = 20 Kelerongqn : CPB = cordiopulmonory byposs; Cr = kreotinin; CVP = cenlrol venous pressure Pre-op = pre aperative: CHF = congesfive heort foilure (gogol jontung kongeslif)
Tobel 4. Skoring Clevelond don Toronlo (2008)6 0 0
I
2
Elektif
Kelerongon : LVEF = /eFf venlricle ejection froclian
382
DIAGNOSIS BANDING Tobel 5. Penyebob AKI'
tn
PGK
Nefropoli
tros
P
m
n
dolom Penyokit
kin
7 hori
o
Keterongon: AGBM = onti-g/omerulor bosement membrone, FeNo = frocliono/ excretion of sodium, TTP/HUS = thrombotic lhrombocylopenic purpurolhemolytic uremic syndrome. ANA = onlinucleor ontibody, ANCA = ontineutraphilic cylop/osmic ontibody
384
TATAI.AKSANA Tobel 6. Monojemen Tololoksono AKI Berdosorkon Slodium3
1.
Asupan nutrisi3
. . . .
Pemberian nutrisi enteral lebih disukai Target total asupan kalori per hari: 20
30 kkal/kgBB pada semua stadium
Hindari restriksi protein Kebutuhan protein per hari:
2
-
AKI non-katabolik tanpa dialisis: 0,8
-
L g/kgBB
AKI dalam terapi penggantian ginjal [TPGJ: 1 - 1,5 g/kgBB AKI hiperkatabolik dan dengan TPG kontinu: s/d maksimal L,7 g/kgBB
Asupan cairan dan terapi farmakologis3
.
Tentukan status hidrasi pasien, bila tidak ada syok hemoragik ) infus kristaloid
isotonik
. .
Pada pasien dengan syok vasomotor d berikan vasopressor dengan cairan IV Pada seting perioperatif atau syok sepsis, tatalaksana gangguan hemodinamik
dan oksigenasi sesuai protokol
.
Pada pasien sakit berat berikan terapi insulin dengan target glukosa plasma
1,L0-149 mg/dL
. .
Diuretik hanya diberikan pada keadaan volume overload Tidak dianjurkan: dopamin dosis rendah, atrial natriuretic peptide (ANP), recombinant human (rh) IGF-1
3.
Intervensi dialisisl'3
.
Indikasi dialisis:
-
Terapi yang sudah diberikan tidak mampu mengontrol volume overload, hiperkalemia, asidosis, ingesti zat toksik
3Bs
-
Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi perikardial, ensefalopati, uremic bleeding
o
Inisiasi dialisis secepatnya pada keadaan gangguan cairan, elektrolit, keseimbangan asam-basa yang mengancam nyawa
a
Pertimbangkan kondisi klinis lain yang dapat dimodifikasi melalui dialisis
o
(tidak hanya ratio BUN: kreatinin saja) Gangguan ginjal akut stadium III
a
Diskontinu dialisis bila tidak lagi dibutuhkan (fungsi intrinsik ginjal telah pulih) atau jika dialisis tidak lagi memenuhi tujuan terapi
Anjuron podo Keodoon Khusus
7.
ClNf contrast-induced AKI ICI-AKI)3
.
Klasifikasikan stadium AKI setelah administrasi zat kontras teriodinasi intravaskular dan evaluasi penyebab lain CI-AKI
.
Menilai risiko CI-AKI, skrining gangguan fungsi ginjal pada semua pasien yang akan menjalani prosedur yang membutuhkan administrasi zat kontras intravaskular
.
Pada pasien dengan risiko tinggi CI-AKI:
. 2,
Pertimbangkan metode pencitraan lain Gunakan dosis zatkontras terendah pada pasien dengan risiko tinggi CI-AKI
Gunakan zat kontras dengan osmolaritas rendah atau isoosmolar
Hidrasi dengan pilihan cairan infus: NaCl 0,9o/o atau NaHCO3 isotonik N-acetylcysteine diberikan per oral bersama dengan infus kristaloid isotonik
Tidak dianjurkan: Teofilin, fenoldopam, hemodialisis profilaksis, hemofiltrasi
AKICS
.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memodifikasi faktor potensial yang dapat
menyebabkan AKICS antara lain anemia pre-op, transfusi darah perioperatif, dan re-eksplorasi pembedahan.T
KOMPLIKASI Gangguan asam basa dan elektrolit, uremia, infeksi, perdarahan, komplikasi pada
jantung, malnutrisi.l PROGNOSIS Tingkat mortalitas AKI yang berat hampir
50o/o,
tergantung tipe AKI dan penyakit
komorbid pasien. Pada studi Madrid, pasien dengan nekrosis tubular akut memiliki
386
angka mortalitas 60%, sedangkan pada penyakit pre-renal atau post-renal 35%. Sebagian besar kematian bukan disebabkan AKI itu sendiri, melainkan oleh penyakit penyerta dan
komplikasi. Pada data Madrid,
600/o
kematian disebabkan oleh penyakit primer dan
40%o
lainnya disebabkan oleh gagal kardiopulmonal atau infeksi. Sekitar 50% orang pulih sepenuhnya dari nekrosis tubular akut,4Oo/o tidak pulih dengan sempurna, hanya 5-70o/o yang memerlukan hemodialisis.s
UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam . RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam . Hemodialisis : Subspesialis Ginjal-Hipertensi dan internist dengan sertifikasi hemodialisis UNIT TERKAII
.
RS
pendidikan
: Unit Hemodialisis,lCU/Medical High Care, Departemen Bedah Urologi
RS non
a
pendidikan
: Unit hemodialisis, ICU
REFERENSI
.
Bonventre J, Woikor S. Acute kidney injury. ln: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL,LoscolzoJ.Horrison'sPrinciplesof lnternol Medicine. l8thEdition.NewYork: McGrow-Hill; 2012. holomon
2.
Molitoris B. Acute kidney iniury. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil medicine. 23'd Edition. Philodelphio: Sounders, Elsevier; 2008. holomon
3.
The lnternotionol Kidney Diseose: lmproving Globol Outcomes (KDIGO). KDIGO clinicol proctice guideline for ocute kidney injury. Kidney lnternotionol Supplements (201 2) 2, Diunduh dori http://
1
www.kdigo.org/clinicol_proctice_guidelines/pdf/KDIGO%2OAKl%20 16 Mei 2012.
GUdeline.pdf podo tonggol
4.
Mehron R, Aymong
5.
Polombo H, Cosko l, Neto ALC, et ol. Acuie kidney injury prediction following elective cordioc surgery: AKICS Score. Kid ney lnternolionol. 2007 :7 2: 624-31 .
6.
Condelo-Toho A, Elios-Mortin E, Abroiro V, et ol. Predicting ocute renol foilure ofter cordioc surgery externol volidotion of two new clinicol scores. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:.)260-5.
7.
Korkouti K, Wijeysundero D, You T, et ol. Acute kidney injury ofter cordioc surgery: focus on modifio ble risk f octors, Circulotion 2009 :1 1 9 49 5- 502.
8.
Junco E, Poscuol J, Modero R, Verde E. The spectrum of ocute renol foilure in the intensive core unit compored with thot seen in other settings. The Modrid Acute Renol Foilure
E, Nikolsky E, et ol. A simple risk score for prediction of controst-induced nephropothy ofter percutoneous coronory intervention. J Am Coll Cordiol. 2OO4: 44:1393-9.
:
Liono
F,
Study Group. Kidney lnt Suppl 1998; 66:516-524.
387
GANGGUAN KALIUM PENGERTIAN Gangguan kalium ada 2 yaitu hipokalemia dan hiperkalemia. Nilai normal kalium
plasma yaitu 3.5-5 meq/L. Hipokalemia yaitu kadar kalium plasma < 3.5 meql/L, dan
hiperkalemia jika kadar kalium plasma > 5 meq/L. Kalium adalah kation utama dalam
intraselular dan berperan penting dalam metabolism sel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saral pengeluaran hormone, transport cairan, perkembangan janin. Ginlal merupakan pengatur utama keseimbangan kalium dengan mengatur jumlah yang diekskresikan dalam urin. Penyebab dari hipokalemia dan hipeikalemla pada tabel 1.1 Tobel 1. Penyebob Terjodinyo Hipokolemio don Hiperkolemio
r
PENDEKATAN DIAGNOSIS Tobel 2. Diognosis Gongguon Kolium
r.2
song, dlore, kendur, muol, muntoh,
porestesi,
kelemohon ekstremitos bowoh
Penunjong
DIAGNOSIS BANDING
TATALAKSANA
A.
HIPOKATEMIA Pendekatan tataiaksana hipokalemia:3
.
Menyingkirkan adanya transcellular shrlrs [keadaan yang menyebabkan masuknya
kalium ke dalam sel)
.
Pemeriksaan kalium urin 24 jam
a
Menghitung transtubulqr potassium gradient ITTKGJ
=
urin/Kalium PIasma) (osmolalitas urin/osmolalitas plasma)
TTKG = (Kalium
Jika Kalium urin > 30 meq/hari atau > 15 mEq/L atau TTKG >7: kehilangan kalium
melalui ginjal, cek tekanan darah, cek klorida urin. Jika Kalium urin < 25 meq/hari atau < 15 mEq/L atau TTKG < 3: kehilangan kalium
tidak melalui ginjal
Hipokolemio
Kolium urin > 30 meq/ hori otou TTKG > 7
Kolium urin < 25 meq/ hori olou TTKG < 3
Diore, loksolif, vilus odenomo
Asidosis
KAD, RTA
Tekonon doroh normol otou hipotensi
Hiperlensi
Perikso stotus osom-boso
hiperoldosleronisme derojol 1, hiperoldosleronisme derojo'l 2, nonoidoslerone mineroloc ottic oid
Compuron
Alkolosis
Deflsiensi
Klorido urin
mognesrum
>24
v Muntoh/
Algoritme
390
l.
NGT
Diuretik, sindromo Borlter's, sindromo Giteimon's
Penololoksonoon Hipokolemio4
lndikosi Koreksi Kolium
.
Indikasi mutlak: pemberian kalium mutlak diberikan pada keadaan
.
Pasien sedang dalam pengobatan digitalis Pasien dengan ketoasidosis diabetik Pasien dengan kelemahan otot pernapasan
Hipokalemia berat (kalium < 2 meqlL)
Indikasi kuat: kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu insufisiensi koroner atau skemia otot jantung, ensefalopati hepatikum, pasien memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke intrasel.
.
Indikasi sedang: pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada hipokalemia ringan [kalium 3-3,5 meq/LJ
Tololoksono Hipokolemior.2 1. Penurunan kalium plasma l.mEq/L sama dengan kehilangan 200 mEq dari total tubuh
2. Pengobatan penyebab dasar 3. Terapi hipomagnesia jika ada. 4. Penggantiam kalium secara oral (slow correction):40-60
meq dapat menaikkan
kadar kalium sebesar 7-1,,Smeq/L
5.
Penggantian kalium secara intravena dalam bentuk larutan KCI (rapid correction): jika hiperkalemia berat atau pasien tidak mampu menggunakan kalium per oral.
dilarutkan dalam 100 cc NaCl isotonik. Pemberian melalui vena besar dengan kecepatan maksimal L0 meq/jam atau konsentrasi maksimal 30-40 meq/L karena dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam hidup. fika melaui KCI 20 meq
vena perife4 KCI maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonic 1000 cc dengan kecepatan dikurangi untuk mencegah iritasi pembuluh darah. Dosis untuk berat
badan
< 40 kg: 0,25 meqlL x kg x jam > 40 kg: L0-20 meq/L
6.
x2 jam
x2 jam
Pada kasus aritmia berat atau kelumpuhan otot pernapasan: KCI diberikan dengan
kecepatan 40-100 meq/L.
7.
Pasien yang menerima 10-20 meq/jam harus pada pemantauan jantung secara
kontinu, Jika terdapat gelombang T datar menunjukkan adanya hiperkalemia dan memerl ukan perhatian segera.
B. HIPERKATEMIA Pendekatan terapi hiperkalemia:
.
s
Menyingkirkan adanyapseudohyperkalemia, misalnya pemberian kalium intravena, hemolisis selama venipucture, peningkatan sel darah putih atau trombosit
. .
Menyingkirkan adanya transcellular shifts Menetukan LFG. fika LFG normal pikirkan menurunnya kadar natrium di distal dan menurunnya aliran urin
Tololoksono Hiperkolemio6 1,. Pengobatan penyebab dasar 2. Pembatasan asupan kalium: menghindari makanan yang mengandung kalium tinggi
3.
Pengecekan ulang kadar kalium L-2 jam setelah terapi untuk menilai keefektifan terapi,
dan diulang secara rutin sesuai kadar kalium awal dan gejala kilnis.
4.
Subakut: slow correction
-
Kation yang mengubah resin (sodium polystyrene sulfonate/ Kayexalate): diberikan secara oral, selang nasogastrik, atau melalui retensi enema untuk menukar natrium dengan kalium di usus. Dosis 20-60 gram per oral dengan 100-200 ml sorbitol atau 40 gram Kayexalate dengan 40 gram sorbitol dalam 100 ml air sebagai enema.
5.
Akut: rapid correction
-
Kalsium glukonat intravena: untuk menghilangkan efek neuromuskular dan jantung akibat hiperkalemia
-
Glukosa dan insulin intravena: untuk memindahkan kalium ke dalam sel, dengan efek penurunan kalium kira-kira 6 jam. Dosis: insulin 10 unit dalam glukosa 40o/o, 50 ml bolus intravena, Ialu diikuti dengan infuse Dekstrosa 5 % untuk mencegah hipoglikemia.
6. 7.
Natrium bikarbonat: untuk memindahkan kalium ke dalam sel, dengan efek penurunan kalium kira-kira 1.-2 jam.
Pemberian cr2 agonis [albuterol): untuk memindahkan kalium ke dalam sel. Dosis 10-20 mg secara inhalasi maupun tetesan intravena. Dialisis: untuk membuang kalium dari tubuh paling efektif.
KOMPLIKASI Aritmia jantung, henti jantung.5
392
PROGNOSIS Pada hipokalemia jika diterapi dengan adekuat akan sembuh. Resiko peningkatan
kadar kalium mencapai 7-B meq/L menjadi fibrilasi ventrikel yaitu 5
%0,
sedangkan
jika kadar kalium 10 meq/L resiko menjadi fibrilasi ventrikel meningkat 90 o/o.Pada kasus berat resiko mortalitas sebesar 67
o/o.6
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG IERKAII
.
RS
pendidikan
I
: Divisi Kardivaologi - Departemen Penyakit Dalam, Unit Perawatan Intensif
o
RS non
pendidikan
I
: Bagian Perawatan Intensif
REFERENS!
1.
Aminoff M..Fluid ond Electrolyte Disturbonces . ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. l8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2O12.
S,
2. 3.
Siregor Porlindungon. Gongguon Keseimbongon Coiron don Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S, Seiiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi lV. Jokorto: lnterno Publishing; 2006: Hol 134-142. Gennori FJ. Hypokolemio. N Engl J Med I 998:339 451-458August 13, 1998. Diunduh dori http:// www.nejm.org/doi/pdI/10.1056/NEJM199808133390707
4.
podo tonggol l5 Mei 2012.
Anoligo AC. Algorithms forHypokolemio K<3.5. Diunduh dori http://www. clevelondclinicmeded.
com/medicolpubs/micu/ podo tonggol l5 mei 2012
5. 6.
Weisberg LS. Monogement of severe hypokolemio. Crit Core Med. 2008; 36:3246-51
.
ElliotM.Monogementof potientwithocutehyperkolemio.CMAJ.2010;182(15): I631-5.
393
GANGGUAN KALS U
PENGERIIAN Kadar kalsium ion normal adalah 4.75-5.2 mg/dl atau 1-l-.3 mmol/L. Nilai normal kalsium total serum : 8.2-70.2 mg/dl. Hipokalsemia jika kadar kalsium total plasma < 8.2 mg/dl. Gejala hipokalsemia belum timbul bila kadar kalsiumion >3.2 mg/dl atau>0.8 mmol/L atau kalsium total sebesar>8-8.5 mg/dl. Gejala hipokalsemia akan
timbul jika kadar kalsium ion < 2.8 mg/dl atau< 0.7 mmol/L atau kadar kalsium total < 7 mg/ dl. Hiperkalsemia jika kadar kalsium total plasma >L0.2 mg/ dl. Kalsium aktif terdapat dalam bentuk kalsium terionisasi. Pemeriksaan serum kalsium merupakan
kalsium total yaitu gabungan dari kalsium bebas dan yang terikat albumin. Nilai kalsium total dapat tetap normal dengan penurunan kalsium terionisasi seperti pada alkalosis (menyebabkan banyak kalsium yang terikat dengan albumin, sehingga pemeriksaan paling akurat dengan memeriksa kalsium terionisasi secara langsung. Tobel
l. Penyebob letjodinyo Hipokolsemio don Hiperkolsemio'2
respon
1'2
Tobel 2. Foklor Risiko Gongguon Kolsiumr'3 Peningkoton pemokoion
kolsium dolom coiron
kolsium: kelebihon
PENDEKATAN DIAGNOSIS
A. HIPOKATSEMIA Anomnesis Pasien dengan hipokalsemia dapata simptomatik jika penurunan kadar kalsium
plasma ringan dan sudah kronik. Sedangkan jika penurunan kalsium sedang-berat dapat menimbulkan keluhan-keluhan seperti kebas, kramotot, parestesia umumnya di
jari kaki, jari-jari tangan, dan regio circumoral, peningkatkan reflex, yang disebabkan karena meningkatnya iritabilitas neuromuskular. f ika sudah berat dapat terjadi tetani dan kejang. Pada anamnesis iuga perlu ditanyakan factor risiko seperti pada tabel 2.1 Pemeriksoon
.
Fisikt,2
Tanda Trousseau's: spasme karpal karena iskemia. Cara : dengan mengembangkan manset pada lengan atas 20 mmHg lebih tinggi dari tekanan sistolik selama 3 menit.
.
Tanda Chvostek's: kontraksi unilateral dari wajah dan otot kelopak mata karena
iritasi saraf fasial dengan memperkusi wajah tepat di depan telinga.
Cara:
mengetukkan ringan saraf wajah di daerah anterior telinga
.
Hipokalsemia berat: spasme carpopedal, bronkospasme, laringospasme, kejang.
Pemeriksoon Penunjongr,2 . Kadar kalsium serum total mungkin< 8.5 mg/ dl
.
Kadar albumin serum: penurunan kadar albumin serum 1.0 d/dl terjadi penurunan 0.8-1.0 mg/dl kadar kalsium total
395
a
Kadar forfoL magnesium serum
a
Kadar hormone paratiroid (PTH)
a
EKG :
interval QT memanjang, Torsades de pointes
B. HIPERKAISEMIA
Anomnesis Hiperkalsemia ringan (kadar kalsium 11-11,5 mg/dlJ umumnya asimptomatik dan
terdeteksi saat pemeriksaan kalsium rutin. Beberapa pasien mengeluhkan keluhan neuropsikiatrik seperti kesulitan konsentrasi, perubahan kepribadian, ataudepresi. Keluhan lain dapat berupa ulkus peptikum atau nefrolitiasis. Hiperkalsemia berat
(kadar kalsium>12-13 mg/dlJ jika terjadi secara mendadak atau akut, dapat menyebabkan letargi, stupol koma. Keluhan lain seperti mual, nafsu makan menurun, konstipasi, pankreatitis, poliuria, polidipsi perlu ditanyakan. Keluhan nyeri pada tulang ataua danya fraktur patologis dapat mengarahkan kehiperparatiroid ismekronik. Pada
anamnesis juga perlu ditanyakan faktor risiko seperti pada tabel2.1'a
Pemeriksoon Fisik Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik untuk hiperkalsemia, penemuan
dapat tergantung etiologi penyebab. Pada pasien dengan keganasan dapat ditemukan adanya perubahan kulit,limfadenopati, hepatosplenomeglali. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan hipertensi dan bradikardia, akan tetapi tidak spesifik. Pemeriksaan sendi ditemukan nyeri pada palpasi, kelemahan otot, hiperrefleksia, fasikulasi ototli dahd apatdi temukan. Tanda-tanda dehidrasi juga perlu diperhatikan. Tingkat kesadaran pasien mungkin menurun menjadi letargi atau stupor. Jika kadar kalsium 13-15 mg/dl dikenal dengan istilah krisis hiperkalsemia yang ditandai dengan poliuria, dehidrasi, dan perubahan status mental.
a
Pemeriksoon Penunjongt,4 . Kadar kalsium serum total :> 10.5 mg/dl . Kalsium terionisasi :> 5.5 mg/dl . Hormon paratiroid . Fungsi ginjal: kreatinin dan ureum . Rontgen tulang: osteoporosis, . EKG : pemendekan segmen ST dan interval Ql bradikardia, blok
396
AV.
DIAGNOSIS BANDING2
.
Hipokalsemia :Hydrofluoric Acid Burns,hiperkalemia, hipermagnesemia, hipernatremia, Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Coma, hipoparatiroidisme, hiperfosfatemia.
.
Hiperkalsemia: hiperparatiroidisme, keganasan, sarkoidosis, intoksikasi obat seperti litium, teofilin.
TATAI.AKSANA
A. HIPOKAISEMIAI
1. Pengobatan penyakit 2. Penggantian kalsium
dasar
tergantung dari tingkat keparahan penyakit, progresifitas,
dan komplikasi yang timbul.
3. Peningkatan asupan diet kalsium: 1000-1500 mg/hari pada orang dewasa. 4. Antasida hidroksia lumunium: mengurangi kadar fosfor sebelum mengatasi hipokalsemia
5.
Hipokalsemia akut (simptomatikJ
a. b. c.
Kalsium glukonat 10 % 10ml ( 90 mg atau 2.2 mmol) diencerkan dengan 50 ml Dekstrosa 5 o/o atau 0.9 Na Cl secara intravena selama 5 menit. Dilanjutkan pemberian secara infus L0 ampul kalsium glukonat (atau 900 mg kalsium dalam l- Iiter Dekstrosa 5 %o atau 0.9 NaCl) dalam 24 jam. Jika ada hipomagnesemia dengan fungsi ginjal normal larutan magnesium sulfat 10 %o sebesar 2 gram selama 10 menit, dilanjutkan dengan 1 gram dalam 100 cc cairan per 1 lam
6.
:
,
Hipokalsemiakronik:
a.
Tujuan: meningkatkan kadarkalsium sampai batas bawah normal, menghindari
terjadinya hiperkalsiuria yang dapat mencetuskan batu ginjal.
b.
Suplemen kalsium 1.000-1.500 mg/hari dalam dosis terbagi. Kalsium karbonat;
250 mg kalsium elemental dalam 650 mg tablet.
c. Vitamin D2 atau D3 25.000-100.000 /hari d. Kalsitriol [1,25 [OH)rD)0.23-2 gram/hari U
7.
gram/dl (dari nilai normal 4.1. gram/dlJ, koreksi konsentrasi kalsium dengan menambahkan 0.8 mg/ dl dari kadar kalsium total :
Jika albumin serum menurun: penurunan albumin serum 1.0
Koreksi konsentrasi kalsium = kalsium hasil pemeriksaan (mg/dl) + [ 0.8 x (4- albumin [gr/dl)
397
B. HIPERKATSEMIA'
1. Pengobatan penyebab dasar 2. Diet rendah kalsium 3. Hiperkalsemia ringan (asimtomatik ) : tidak memerlukan koreksi cepat 4. Hiperkalsemia yang bergejala (simtomatik) . Hidrasi karena hiperkalsemia berhubungan dengan dehidrasi : 4-8 liter cairan isotonic secara intravena dalam 24 jam pertama, dengan target urin L00150 ml per jam. Jika ada penyakit komorbid (gagal jantung kongestif) dapat ditambahkan loop diuretic untuk meningkatkan ekskresi natrium dan kalsium; setelah status volume menjadi normal.
.
Penghambat resorbsi tulang: pada keganasan atau hiperparatiroidisme berat Tobel 3. Obol Penghombol Resorbsi Tulongr.2
Pemberian bifosfonat harus memperhatikan fungsi ginjal.
. . . .
Untuk mencegah kekambuhan dapat diberikan bifosfonat secara infus IV Glukokortikoid : pada kasus hiperkalsemia karena peningkatan 1.,25(OH)2D. Hidrokortison 100-300 mg/harisecara IV ataup rednison 40-60 mg/hari per oral selama 3-7 hari. Obat yang menurunkan-1.,25 [OH)2D : ketokonazol, klorokuin, hidroksiklorokuin
Dialisis
KOMP[IKASI Hipokalsemia dapat terjadi kejang dan laringospasme. Hiperkalsemia dapat meningkatkan resiko terjadinya batu ginjal, dehidrasi, gagal ginjal, resiko patah tulang, dan osteoporosis.l,a,s
PROGNOSIS Pada hipokalsemia dapat meninggalkan kelainan neurologis seperti kejang dan
tetani. Kematian sangat jarang karena hipokalsemia. Hiperkalsemia yang berhubungan
dengan keganasan mempunyai prognosis lebih buruk, harapan hidup dalam 1 tahun sekitar 10-30o/o. Dalam suatu studi, 50 o/o pasien meninggal dalam 1 bulan
398
setelah dimulainya terapi, dan 750/o meninggal dalam 3 bulan. Hiperkalsemia yang berhubungan dengan hiperparatiroidisme mempunyai prognosis baik jika diterapi.3-s UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
: Bagian
- Divisi Ginjal-Hipertensi
Ilmu Penyakit Dalam
UNII YANG TERKAII
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Neurologi, Bagian Perawatan
Intensif
REFERENSI
I
Hypercolcemio ond Hypocolcemio .ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2O12. KhosloS.
S,
2.
Siregor P. Gongguon Keseimbongon Coirondon Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi IV. Jokorto: lnterno Publishing; 2006: Hol 134-142.
3.
Anne L. Schofer.Hypocolcemio: Diognosis ond Treotment.2Ol endotext.org/porothyroid/porothyroidT/porothyroidT.htm
l. Diunduh dorihttp://www. podo tonggol 9 Mei 201 2.
4.
Ciommoichello D. Hypercolcemio. Diunduhd dori http://www.emjournol.net/ htdocs/poges/ ort/l lShypercolcemio.html.podo tonggol 9 Mei 2012.
5.
Cooper R.Hypercolcemio. Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmedheolth/ PMH000l 404l
podo tonggol 9 Mei 2012
GANGGUAN NATR UM HIPONATREMIA PENGERTIAN
Hiponatremia adalah penurunan kadar natrium (NaJ plasma < 135 mEq/L. Hiponatremia akut adalah hiponatremia yang terjadi < 48 jam dan membutuhkan penanganan segera, sedangkan hiponatremia kronik adalah hiponatremia yang berlangsung
> 48
jam. Gejala akan munculjika kadar natirum < 725mEq/L. Hiponatremia
dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan osmolalitas plasma:1
. .
Isotonik hiponatremia: osmolalitas plasma normal Hipertonik hiponatremia: osmolalitas plasma meningkat. Cairan berpindah dari intrasel ke ekstrasel sebagai respon adanya kosentrasi terlarut yang meningkat (glukosa, manitol)
.
Hipotonik hiponatremia: osmolalitas plasma menurun. Berdasarkan perjalanan penyakit dan status volume intravaskular yaitu hipovolemia hiponatremia, euvolemik hiponatremia, dan hipervolemia hiponatremia. Pembagian klasifikasi dari h iponatremia yaitu:
Tobel
l.
Klosifikosi Hipolonik Hiponolremio'?
Tetop
sodium
Coiron
Songol
Meningkot
PENDEKATAN DIAGNOSIS Pendekatan dalam mendiagnosis hiponatremia yaitu menentukan osmolaliats plasma. Jika hipotonik hiponatremia tentukan status volume (tanda vital, ortostatik, JYP (Jugular Venous Pressure), turgor kulit, membrane mukosa, edema perifer; BUN,
kreatinin, asam urat)3
Anomnesis Umumnya tidak menimbulkan gejala, Gejala yang dikeluhkan berhubungan dengan disfungsi susuan saraf pusat seperti mual, muntah, sakit kepala, perubahan
kepribadian, kelemahan, keram otot, agitasi, disorientasi, kejang, bahkan koma. Pada kasus asimptomatik dapat mulai bermanifestasi kehilangan kestabilan sehingga beresiko jatuh, Selain itu perlu ditanyakan riwayat penyakit seperti yang tercantum dalam table 1. 1'2
Pemeriksoon Fisik Perubahan kesadaran atau perubahan kepribadian, hipotermia, reflex menurun,
pola pernapasan Cheyne-Stokes, pseudobulbar palsy, kulit dingin dan basah, tremor, dan disertai gangguan saraf sensorik.
1'2
Pemeriksoon Penunjongr . Natrium serum: < 1,37 mEq/L
. . . . .
0smolalitas serum: menurun kecuali pada kasus pseudohiponatremia, azotemia,
intoksikasi etanol, metanol. Berat jenis urin Natrium urin Fungsi ginjal: ureum, kreatinin, asam urat Glukosa darah [setiap peningkatan glukosa 100mg/dl menurunkan natrium 2.a mBq/L), profile lemak
. .
Fungsi tiroid
Radiologi: mencari apakah ada efek hiponatremia pada paru atau susunan saraf pusat
DIAGNOSIS BANDING Berdasarkan klasifikasi hipotonik hiponatremia (tabel 1)
Hipotonik
Hipovolemio
Euvolemik
Hipervolemio hiponotremio
hiponotremio
No urin >20
No urin <20
Kehilongon melolui ginjol, defisiensi minerolokortikoid
Kehllongon seloin dori ginjol
No urin <20
Anomnesis
Osmololitos urin > 100
Osmololitos urin bervoriosi
No urin >20
Congeslive
Gogol
Heoi
ginjol
Sirosis
Nefrosis
Osmololitos urin > 100
I . SIADH . Hipotiroid . Defisiensi
polydipsio
Ulongi
/ow so/ufe
cemeriksoon
glukokortikoid
Algorilme
l.
Pendekolon Hiponotremio'
3
IATATAKSANA2,3
1,. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
. . .
Cepat lambatnya onset penyakit
Derajat, durasi, dan gejala dari hiponatremia Ada atau tidaknya factor resiko yang dapat meningkatkan resiko komplikasi
neurologis
2.
Menyingkirkan diagnosis pseudohiponatremia atau hipertonik hiponatremia (hiperglikemia)
3. 4.
Mengatasi penyakit dasarnya
Hiponatremia asimptomatik: menaikkan natrium dengan kecepatan < 0.5 mEq/L/ Jam
5.
Hiponatremia akut simptomatik:
.
Tujuan: meningkatkan kadar natirum 1.5-2 mEq/L/jam sampai gejala berkurang atau sampai konsentrasi natrium serum > 1LB mEq/L dan mengobati penyakit dasarnya
402
.
Peningkatan kadar natrium harus < 1,2 mEq/L dalam 24 jam pertama dan < 1B mEq/L dalam 48 jam pertama untuk menghindaridemielinisasi osmotik.
.
Cairan saline hipertonik 3 % diberikan secara infuse intravena dengan kecepatan 1.-2ml/kg/jam dan ditambah loop diuretic Jika ada gejala neurologik berat: kecepatan dapat dinaikkan menjadi 4-6 ml/ kg/jam.
. .
f
ika gejala sudah menghilang dan kadar natrium > 118 Eq/L, pemberian cairan
diturunkan menjadi maksimal B mEq/L dalam 24 jam sampai target kadar natrium 125 mEqlL.
. 6.
Pemantauan ketat natrium serum dan elektrolit sampai terjadi kenaikan kadar
natrium dan gejala meghilang. Hiponatremia kronik simptomatik
.
fika tidak diketahui durasi atau onset gejala, koreksi dilakukan dengan hati-hati karena otak sudah beradaptasi dengan kadar natrium yang rendah.
.
]ika gejala berat: tatalaksana seperti kasus hipernatremia akut. Peningkatan natrium tidak melebihi 10-12 mEq/L pada24 jam pertama, dan < 6 mEq/L/ hari pada hari berikutnya.
. 7.
lika gejala ringan-sedang: koreksi dilakukan secra perlahan. 0.5 mEq/L/jam, sampai target tercapai terapi tetap diteruskan. Maksimal pemberian 10 mEq/L dalam 24 jam
Hiponatremia kronik asimptomatik
.
Tujuan terapi: mencegah penurunan natrium serum dan menjaga kadar natrium mendekati normal.
B.
Hipervolemia hiponatremia: restriksi cairan 1000-1500 ml/ hari dan restriksi natrium. CHF: furosemid dan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor.
9.
Euvolemik hiponatremia [SIADHJ : restriksi cairan 1000-1 500 ml/hari. L0. Hipovolemia hiponatremia: berikan normal saline (NS) atau D5NS Rumus untuk mengetahui jumlah natrium dalam larutan natrium hipertonikyang
diberikan:
3
Na infus
-
Na serum
TBW+
1
TBW (total-body water); berat badan [kg) x konstanta
Konstanta: 0.6 flaki-laki), 0.5 (perempuan), 0.5 flaki-laki usia lanjutJ, 0.45 [perempuan usia lanj ut)
403
KOMPTIKASI Kejang, herniasi batang otak, kerusakan otak permanen, koma disebabkan karena
edema serebral.
1'2
PROGNOSIS Wanita yang belum menopause, anak prepubertas, dan pasien dengan hipoksia serebral lebih besar kemungkinan berkembang menjadi ensefalopati dan sequelae gejala neurologic yang berat.l'2
HIPERNATREMIA PENGERTIAN
Hipernatremia adalah peningkatan kadar natrium plasma > 1.45 mEq/L akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit lebih besar daripada kehilangan natrium.l'4 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Pasien dapat mengeluhkan rasa haus, kelelahan, iritabilitas atau gelisah, disorientasi, mulut kering, demama's Pemeriksoon Fisik Hiperventilasi, demam ringan, kulit kemerahan, edema perife4 edema pulmonary, hipotensi, peningkatan tonus otot, peningkatan refleks tendon dalam, disertai oligouria atau anuria.Tingkatkesadaran pasien dapatkoma jika perjalanan penyakitsudah progresif.
Hipernatremia yang disertai hipovolemia dapat menunjukkan tanda-tanda kekurangan cairan seperti takikardia, hipotensi.a,s
Pemeriksoon Penunjong4,5 Natrium serum > L47 mEq/L. fika > 150-170 mEq/L bisanya karena dehidrasi, sedangkan jika > 170 mEq/L karena diabetes insipidus. Natrium > 190 mEq/L
.
karena asupan natrium yang tinggi dan kronik.
.
404
Osmolalitas serum: meningkat
a
a a
Berat jenis urin: meningkat. Menurun pada diabetes insipidus. f ika normal dapat
terjadi pada pemakaian diuretik. Natrium urin Water Deprivation Test: pada diabetes insipidus, osmolalitas urin tidak meningkat
dengan hipernatremia a
Antidiuretic Hormone (ADH) Stimulation: diabetes insipidus nefrogenik, osmolalitas
a
urin tidak meningkat setelah pemberian ADH ( desmopressin). CT Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala: melihat adanya tarikan pada vena duramater dan sinus yang dapat menyebabkan perdarahan intracranial dan meningkatkan kadar natrium Pendekatan diagnostik pada pasien hipernatremia:1 Volume ekstroselulor
Tidok mening
Meningkoi
Volum minimum
Pemberion NoCl hipertonik otou NoHC03
podo konsentrosi urin moksimum Yo
Tidok
Osmololiios urin
insensib/e woter
>750 mosmol/hori
/osses, kehilongon
coiron dori soluron Tidok
cerno,, ginjol Yo
Renol berespon
Diuretik, osmoiik
terhodop
diuresis
desmopresin
Osmololitos urin
menigkot
Diobetes insipidus sentrol
Osmololitos urin
tetop
Diobetes insipidus nefrogenik
Algorlime 2. Pendekolon Diognoslic Posien Hipernotremiol
DIAGNOSIS BANDING Berdasarkan penyebabnya seperti pada algoritme
2
IATA[AKSANA'
L.
Tujuan: menghentikan kehilangan cairan yang sedang terjadi dengan mengatasi penyakit penyebabnya dan mengoreksi defisit cairan.
2.
Tentukan defisit cairan
. . . 3.
EstimasiTBW
Kalkulasifree-water deficit: {([Nat]-140)/740] x TBW Pemberian defisit dalam 4B-7 jam tanpa menaikkan konsentrasi natrium plasma > 1,0 mM/24 jam
Tentukan ongoing water losses
.
Kalkulasi electrolyte-free water clearance
o
Volume urin (1- natrium urin + kalium urinJ
Natrium plasma
4.
Tentukan insensible losses : t 10 mL/kg/hari, berkurang jika dalam ventilsi mekanik, bertambah jika demam.
5.
Menjumlahkan defisit cairan, ongoing water
losses, dan insensrble losses. Pemberian
dalam 4B-72jam dan maksimal L0 mM/hari.
6. Cairan diberikan secara oral atau melalui selang nasogastrik. 7. Pemberian intravena cairan hipotonik yang dapat diberikan: dekstrosa 5%, NaCl o/o,
atau 0.45 % NaCl. Semakin hipotonik cairan yang diberikan, kecepatan pemberian juga semakin Iambat 0.2
B. Dialisis KOMPLIKASI4
. . .
Kejang Retardasi mental Otak mengecil sehingga menarik pembuluh darah otak yang dapat meningkatkan
resiko perdarahan maupun infark.
. .
Kongesti vena menyebabkan thrombosrs
Hiperaktivitas
PROGNOSIS Resiko kematian akibat hipernatremia mencapai 40-60
%o
kasus berhubungan
dengan tignkat keparahan penyakit penyertanya, terbanyak terjadi pada usia tua. Pada
hipernatremia akut dan kadar > 180 mEq/L kerusakan neurologik permanen terjadi pada 10-30 0/o kasus. Durasi perjalan penyakit yang lama (> 2 hari) akan meningkatkan resiko kematian. 1,s,6 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi
pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam
UNIT YANG IERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Depertemen Neurologi, Unit Perawatan Intensif : Bagian Neurologi, Bagian Perawatan Intensif
REFERENSI
.
Aminoff M..Fluid ond Electrolyte Disturbonces . In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,20l2.
2.
Douglos lvor. Clevelond Clinic Journol of Medicine vol 73, supplement 3. 2006. Diunduh dori pod otonggol 10 Mei 201 2. http://www.ccjm.org/content/73lSuppl_3/S4.full.pdf
3.
Androgue H, Modios N. Hyponotremio. Diunduh dori http://www.nejm.org/doi/full/l0.1056/ NEJM200005253422107 podo tonggol I O Mei 20l 2.
4.
Siregor Porlindungon. Gongguon Keseimbongon Coiron don Elektrolit. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid I Edisi lV. Jokorto: lnterno Publishing; 2006: Hol 134-142.
5.
Ciommoichello D. Hypernotremio. Diunduh dori http://www.emjournol.net/htdocs/poges ort/l l8_hypernotremio.html podo tonggol 10 Mei 2012
6.
Alshoyeb, Holo, Arif, Bobor Fotimo. Severe Hypernotremio Correction Rote ond Mortolity in Hospitolized Potients. Americon Journol of the Medicol Sciences:. Moy 20l l - Volume 341 - lssue 5 - pp 355-350. Diunduh dori http://journols.lww.com/omjmedsci/Abstrocti20l I /05000/ Severe_ Hypernotremio_Correction_Roie_ond_Mortolity.S.ospx podo tonggol l0 Mei 2012.
I
/
407
H PERTENS
PENGERTIAN
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah (TD) sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang yang
tidak sedang minum obat antihipertensi.l'2 Tobel
l.
Klosifikosi Tekonon Doroh Berdosorkon Joinl Nofionol Commtflee Vll (2007)3
PENDEKATAN DIAGNOS!S
Peniloion Awo! Klinis Hipertensi Penilaian awal klinis hipertensi sebaiknya meliputi tiga hal yaitu klasifikasi hipertensi, menilai risiko kardiovaskular pasien, dan mendeteksi etiologi sekunder hipertensi yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Penilaian awal tersebut diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, spesimen urin pagi, dan EKG l2-lead saat istirahat. Pada pasien tertentu, pemantauan TD berjalan dan ekokardiografi dapat memberikan informasi tambahan mengenai beban sistem kardiovaskular berdasarkan urutan waktu.2
lndikosi Pemonlouon ID Berjolon (ombulolory blood pressure monitoring) 1. Kecurigaan hipertensi white coat 2. Kecurigaan white coat aggravation pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol secara medis
3. 4. 5.
Kecurigaan hipertensi nokturnal atau hipertensi terselubung(maskedhypertension)
Hipertensi pada kehamilan Kecurigaan hipertensi ortostatik atau kegagalan otonom
Anomnesisr 1. Durasi hipertensi 2. Riwayat terapi hipertensi sebelumnya dan efek sampingnya bila ada 3. Riwayat hipertensi dan kardiovaskular pada keluarga 4. Kebiasaan makan dan psikososial 5. Faktor risiko lainnya: kebiasaan merokok, perubahan berat badan, dislipidemia, diabetes, inaktivitas fisik 6. Bukti hipertensi sekunder ftabel 2): riwayat penyakit ginjal, perubahan penampilan, kelemahan otot [palpitasi, keringat berlebih, tremor), tidur tidak teratur, mengorok, somnolen di siang hari, gejala hipo- atau hipertiroidisme, riwayat konsumsi obat yang dapat menaikkan tekanan darah 7. Bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, buta sementara, penglihatan kabur tiba-tiba, angina, infark miokard, gagal jantung, disfungsi seksual Tobel 2. Etiologi Sekunder Hiperlensir
Pemeriksoon Fisikt,s 1. Pengukuran tinggi dan berat badan, tanda-tanda vital
2.
Metode auskultasi pengukuran TD:
.
Semua instrumen yang dipakai harus dikalibrasi secara rutin untuk memastikan
.
keakuratan hasil. Posisi pasien duduk di atas kursi dengan kaki menempel di lantai dan telah beristirahat selama 5 menit dengan suhu ruangan yang nyaman.
409
a
Dengan sfigmomanometeL oklusi arteri brakialis dengan pemasangan cuff di lengan atas dan diinflasi sampai di atas TD sistolik. Saat deflasi perlahan-lahan, suara pulsasi aliran darah dapat dideteksi dengan auskultasi dengan stetoskop
tipe bell/genta di atas arteritepat dibawah cuff. a
a a
Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan menggunakan cuff Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5. Pengukuran pertama harus di kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer a
Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll) Tqbel 3. Rekomendosi lollow-up pengukuron TD podo dewoso lonpo kerusokon orgon
lorgel3
3. Palpasi leher apabila terdapat pembesaran kelenjar tiroid 4. Palpasi pulsasi arteri femoralis, pedis 5. Auskultasi bruit karotis, bruit abdomen 6. Funduskopi 7. Evaluasi gagal jantung dan pemeriksaan neurologis Pemeliksoon Penuniong Urinalisis, tes fungsi ginjal, ekskresi albumin, serum BUN, kreatinin, gula darah,
elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG; sesuai penyakit penyerta: asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh darah besa6, USG ginjal, ekokardiografi.l'2 DIAGNOSIS BANDING Peningkatan tekanan darah akibatwhite coathypertension,rasa nyeri, peningkatan
tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll
410
IATA[AKSANA3
1. 2.
Modifikasi gaya hidup (Tabel4J. Pemberianp-blockerpadapasien unstableangina
f non-STelevatedmyocardialinfark
[NSTEMI) atau STEMI harus memperhatikan kondisi hemodinamik pasien. p-blocker hanya diberikan pada kondisi hemodinamik stabil.6 [Gambar 1)
3.
Pemberian angiotensin convertin enzyme inhibitor (ACE-l) atau angiotensin receptor blocker (ARBI pada pasien NSTEMI atau STEMI apabila hipertensi persisten, terdapat infark miokard anterioI disfungsiventrikel kiri, gagal jantung, atau pasien menderita diabetes danpenyakit ginjal kronik.6
4.
Pemberian antagonis aldosteron pada pasien disfungsi ventrikel kiri bila terjadi gagal jantung berat (misal gagal jantung New York Heart Association/NYHA kelas
III-lV atau fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% dan klinis terdapat gagal jantung)5
5.
Kondisi khusus lain:
a.
Obesitas dan sindrom metabolik
Terdapat 3 atau lebih keadaan berikut : lingkar pinggang laki-laki >102 cm
atau perempuan >89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa 110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi 150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuanJ
) modifikasi gaya hidup yang intensif dengan pilihan terapi
utama golongan ACE-1. Pilihan lain adalah ARB, CCB.3
b.
Hipertrofi ventrikel kiri3
. . . c.
Tatalaksanaagresiftermasukpenurunan
beratbadandan restriksi garam
Pilihan terapi: dengan semua kelas antihipertensi Kontraindikasi: vasodilator langsung, hidralazin dan minoksidil
Penyakit arteri perifer: semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain, dan pemberian aspirin.3
d.
Lanjut usia (> 65 tahun)7
. . . . . e.
Identifikasi etiologi lain yang bersifat ireversibel Evaluasi kerusakan organ target Evaluasi penyakit komorbid lain yang mempengaruhi prognosis
Identifikasi hambatan dalam pengobatan Terapi farmakologis: diuretik thiazid finisial),
CCB.
Kehamilan3
. .
Pilihan terapi: metildopa, B-blocker: dan vasodilator.
Kontraindikasi:ACE-I dan ARB.
411
Tobel 4. Modifikosi Goyo Hidup podo Penderilo Hiperlensil
Modiflkosi goyo hidup
Torget TD <140/90 mmHg (otou <130/80 mmHg podo posien DM otou penyokit ginjol kronis) tidok tercopoi
lnisiosi
Pencegohon umum PJK
Torget <140190
Risiko tinggi PJK
Torget <130/80
obot lini pertomo
Stob/e ongino, unsfob/e ongino
Disfungsi ventrikel kiri Torget
/
NSTEMI, STEMI
Torget
ACE-l otou ARB otou CCB otou diuretik thiozid otou kombinosi
B-b/ocker- + ACE-l
otou
ARB
ACE-I otou ARB don B-blocker don ontogonis oldosteron don diuretik thiozid otou diuretik loop, don ISDN / hydrolozine
Torget TD mosih belum
tercopoi seteloh optimolisosi dosis
Pertimbongkon rujuk ke spesiolis hipertensi
Gombor l. Algoritmo Penololoksonoon Hiperlensi3,6
412
KOMPLIKAS!
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis pembuluh darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina pektoris, gagal jantung.l'2
PROGNOSIS Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.
Terapi kombinasi obat dan modifikasi gaya hidup umumnya dapat mengontrol tekanan darah agar tidak merusak organ target. Oleh karena itu, obat antihipertensi harus terus diminum untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi. Studi menunjukkan
kontrol tekanan darah pada hipertensi menurunkan insidens stroke sebesar 35-44o/o,3 tetapi sampai saat ini belum jelas apakah golongan obat antihipertensi tertentu memiliki perlindungan khusus terhadap stroke. Satu studi menunjukkan efek ARB (antagonis reseptor AII) dibandingkan dengan penghambat ACE menurunkan risiko infark miokard, stroke, dan kematian 13o/o lebih banyak, termasuk 25%o penurunan risiko stroke baik fatal
maupun non-fatal.8 Tobel 5. Obot Anti Hiperlensi Orol3
Angiolensin
re
ceptor b/ocker
(ARB)
Vosodilotor direk
413
Tobel 6. Petunjuk pemilihon obol dengon indikosi khususs
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UN!T TERKAII
.
RS
pendidikan
ICCU/ ICU,Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Departemen
Neurologi RS non
a
pendidikan
ICCU/ rcU, Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Neurologi
REFERENSI I
.
Kotchen
T.
Hypertensive vosculor diseose. In: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser
Loscolzo J. Honison's Principles of Internol Medicine. l8rh Edition. New York: McGrow-Hill;
2.
Victor
R.
SL,
Jomeson
JL,
20l2.holomon
Arteriol hypertension. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio:
Sounders, Elsevier; 2008.
3.
Chobonion AV et ol: The Seventh Report of the Joint Notionol Committee on Prevention, Detection, Evoluotion, ond Treotment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA. 2003;289:2560.
4.
O'Brien
5.
Pickering TG, Holl JE, Appel LJ, et ol. Recommendotions for blood pressure meosurement in humons ond experimentol onimols porl 1 : blood pressure meosurement in humons o stotement for professionols from the Subcommittee of Professionol ond Public Educotion of the Americon Heort Associotion Council on High Blood Pressure Reseorch. AHA Scientific Stotement. Hypertension.
E, Asmor R, Beilin L, et ol. Proctice guidelines of the Europeon Society of Hypertension for clinic, ombulotory ond self blood pressure meosurement. J Hypertens 2005;23:697-701 .
2005:45:1 42-61
414
.
6.
Rosendorff C, Block H, Connon C, et ol. Treotment of hypertension in the prevention ond monogement of ischemic heort diseose. Circulotion. 2007 :1 1 5:27 61 -88.
7.
Aronow W, Fleg JL, Pepine CJ, et ol. ACCF/AHA 201 in the Elderly. J Am Coll Cordiol.2011:57:2037-114.
8.
Psoty BM, Smith NL, Siscovick DS, et ol. Heolth outcomes ossocioted with ontihypertensives theropies used os first line-ogent. A systemotic review ond meto-onolysis. JAMA. 1997:277:739-45.
1
Expert Consensus Document on Hypertension
H PERTROF PROSTAT BEN GNA
PENGERTIAN
Hipertropi prostat adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat asli ke perifer.l
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr
1.
Gejala iritatif, yaitu sering miksi [frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi (nokruria), perasaan ingin miksiyang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri saat miksi (disuria).
2.
Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau
mau miksi harus menunggu lam4 harus mengedan, miksi terputus-putus, waktu
miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow.
Pemeriksoon Fisik Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, serta kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. Pada
perabaan melalui colok dubur diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi
dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa
urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
Pemeriksoon Penunjong Urinalisis, serum prostate spesific antigen (PSA), serum creatinin. transrectal ultrasonography (TRUS) of the prostafe untuk melihat ukuran dan volume prostat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Striktur uretra 2. Kontraktur leher vesika urinaria 3. Kanker prostat 4. Kanker vesika urinaria 5. Bladder calculi 6. Infeksi saruran kemih dan prostatitis 7. Neurogenic bladder TAIATAKSANA
Medikomentosol o Antagonis a-adrenergik [menghilangkan ketegangan otot halus): terazosin, doksazosin, dan tamsulosin
.
Inhibitor 5-a reduktase (mengurangi ukuran prostatJ: finasteride
Pembedohon2
.
Transuretral resection ofprostate (TURP) Indikasi: retensi urin akut, infeksi berulang, hematuria berulang, azotemia
.
Open prostatectomy
Indikasi sama seperti TURP. Teknik ini dapat lebih dipertimbangkan untuk obstruksi saluran keluar vesika urinaria, perkiraan pembesaran prostat > 100 gram, dan pada laki-laki dengan ankilosis panggul atau penyakit ortopedi lainnya. KOMPTIKASI
1. Retensio urine 2. Insufisiensi renal 3, Infeksi saluran kemih berulang 4. Gross hematuria 5. Bladder calculi 6. Gagal ginjal atau uremia PROGNOSIS
Sekitar 2,5% pasien mengalami retensio urine akut dan 60/o membutuhkan terapi invasif dalam 5 tahun. Risiko progresivitas BPH meningkat pada volume prostat dan level PSA yang tinggi. Turunnya risiko progresivitas BPH tampak pada 39o/o pasien
416
diterapi dengan doksazosin, 340/o dengan finasterid, dan 660/o dengan kombinasi keduanya. Kombinasi doksazosin dan finasterid menurunkan risiko retensi urin akut sebesar Blo/o dan operasi invasif sebesar
690/o.:)
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Departemen Bedah Urologi : Bagian Bedah
REFERENSI
l.
AUA guideline on the monogement of benign prostotic hyperplosio: diognosis ond treotment
recommendotions. Diunduh dori http://www.ouonet.org/guidelines/moin_reports/bph_ monogement/chopt_l_oppendix.pdf podo tonggol
l5
Mei 20 2. 1
2.
AUA clinicol guidelines - monogement of BPH. Diunduh dori http://www.ouonet.org/conient/ guidelines-ond-quolity-core/clinicol-guidelines.cfm?sub=bph podo tonggol l5 Mei 2012.
3.
McConnell JD, Roehrborn CG, Boutisto O, et ol. The long term effect of doxozosin, flnosteride, ond combinotion theropy on the clinicol progression of benign prostotic hyperplosio. N Engl J Med. 2003;349
:2387 -98.
417
INFEKSI SATURAN
K MIH
PENGERIIAN Infeksi Saluran Kemih (lSK) adalah keadaan adanya infeksi fada perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Bakteriuria bermakna adalah
bila ditemukan pada biakan urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 per ml urin segar (yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi).1
Konsensus 201,0 Infectious Disease Society of America (IDSA) memberikan batasan hasil positif kultur urine pada wanita adalah 103-104 organisme/ml urine yang diambil secara midstream.z Sebanyak 20-40o/o wanita penderita ISK dengan gejala, memiliki hasil kultur bakteri 1O'?-L0a/ml urine.3 Faktor risiko: Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, pemasangan kateter urin yang lama, endapan obat intratubularl refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistih kehamilan, DM, atau pengaruh obatobat estrogen.4 ISK
sederhono/tok Berkomplikosi ISK yang terjadi tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal
ISK
Berkomplikosi ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu
hamil PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisa ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria
Anannesa adanya faktor risiko seperti disebutkan diatas.
GEJATA
DIAGNOSIS DAN PERTIMBANGAN MANAJEMEN
KARAKTERISTIK PASIEN
KUNTS
Pertimbongkon Wonito sehot tidok homil, riwoyot jelos
sistisis
tonpo
komplikosi . Tidok diperlukon kultur urin
.
Pertimbongkon telephone
monogement Wonito dengon onomneso tidok jelos, terdopot foktor risiko
Pertimbongkon
sistisis
tonpo
komplikosi otou PMS
. .
Urinolisis, dipstick, kultur evoluosi PMS, pemeriksoon pelvis
Gejolo okut :disurio, frekuensi, urgensr
Prio
dengon nyeri
perineol, prostot, pelvis
Pertimbongkon prostotitis okut
. .
Urinolisis
don kultur
Pertimbongkon evoluosi urologi
Pertimbongkon CAUTI . Gonti otou cobut koteter
Ado koteter urin
. .
don kultur Kultur doroh bilo odo gejolo Urinolisis
Pertimbongkon Posien loin
. .
ISK
komplikosi
don kultur Cori odonyo obnormolitos fungsi moupun onotomi Urinolisis
Pertimbongkon pyelonefritis
Gejolo okut n punggung demom, kemungkinon
gejolo
sistisis
Gejolo okut nyefl punggu nouseo/ demom, kemungkinon gelolo
sistisis
Wonito sehot, tidok homil
Posien loinnyo
Posien dengon tondo don gejolo infeksi sistemik don
tidok odo gejolo yong jelos
tonpo komplikosi
. .
kultur urin
pertimbongkon rowot jolon
Periimbongkon pyelonef rilis
.
kultur urin, kultur doroh
Pertimbongkon
ISK
komplikosi /
pielonefritis
.
pertimbongkonetiologi
.
potensiol loinnyo kultur urine, kultur doroh
4\9
GEJATA
DIAGNOSIS DAN PERTIMBANGAN MANAJEMEN
KARAKTERISTIK PASIEN
KLINIS
Posien dengon
kehomilon, penerimo tronsploniosi ginjol, okon melolui prosedur urologi Kultur urine (+),
Pertimbongkon Bokteriuri osimpfomotik
.
Skrining don teropi
invosif
tidok odo: Gejolo soluron kemih Posien loinnyo
Gejolo sistemik yong
Pertimbongkon Bokteriuri osimptomotik . tidok odo tombohon pemeriksoo
penunjong otou totoloksono
berhubungon
dengon soluron kemih
Posien dengon koteter urin
Pertimbongkon Bokteriuri osimptomotik terkoit koteter . tidok odo tombohon pe
penunjong otou totoloksono Lepos koteter yong tidok
.
diperlukon
Pertimbongkon sistisis rekuren . kultur urine untuk menegokkon Wonito sehot. lidok homil
.
Gejolo okut
diognosis
pertimbongkon proflloksis otou memuloi teropi
infeksi soluron
kemih rekuren
Pertimbongkon prostotitis Prio
Gombor
Pemeriksoon
l.
bocteriol kronik
. .
-Tes meores-sfomey 4-gloss -Pertimbongkon konsul urologi
Pendekolon Diognosis Podo lnfeksi Soluron Kemih{
Fisik4
Febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra, demam
Pemeriksoon Penunjong'
. . . .
420
DPL, tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah
Kultur urin (+):bakteriuria >10s/ml urin Foto BNO-IVP bila perlu USG ginjal bila perlu
DIAGNOSIS BANDING . Keganasan kandung kemih . Nonbacterialcystitis . Interstitialcystitis . Pelvic inflammatory disease . Pyeolonephritis akut . Urethritis . Vaginitis TATA[AKSANA'
Nonformokologis Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
. .
Menjaga higiene genitalia eksterna
Formokologis Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; Bila hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan
.
Tobel l.Anlimikrobo podo ISK Bowoh lok Berkomplikosia
Tobel 2. Obol porenlerol podo ISK olos Akul Berkomplikosia
lSK PADA WANITA HAMII? PENGERTIAN
Bakteriuria asimptomatik: ditemukan minimal 10s/ml bakteri specimen urin steril pada 2 kali pemeriksaan berturut-turut
Infeksi saluran kemih: ditemukan 103/ml bakteri dan adanya gejala ISK. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Riwayat faktor risiko: wanita usia tua, paritas tinggi, status sosial ekonomi rendah,
riwayat ISK sebelumnya, abnormalitas fungsi dan anatomi, memiliki penyakit diabetes
mellitus atau sickle seII.
Pemeriksoon Fisik Sama seperti ISK pada umumnya
Pemeriksoon Penunjong Urinalisis, kultur urin. Ulangi pemeriksaan setelah 2 minggu untuk melihat eradikasi
bakteri. TATALAKSANA ISK pada kehamilan diterapi dengan antibiotika dan menghilangkan faktor predisposisi. Terapi antibiotika lebih lengkapnya dibahas pada tabel 3. Tobel 3. Teropi Anlibioliko podo Wonilo Homil dengon
422
lSK6
Nitrofurontoin, 4xl O0mg/hori untuk I 0
Nilrofurontoin, I OOmg of bedtime for reminder of
ISK
YANG DISEBABKAN OLEH JAMURs
PENGERTIAN
Infeksi simple: kultur urin ditemukan > 10s/ml organism. Infeksi complex: melibatkan infeksi saluran kemih bagian atas dan kultur darah positif. Infeksi jamur pada saluran kemih kebanyakan adalah infeksi oportunistik. Yang paling
sering menyebabkan funguria adalah spesies Candida. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomneso Penderita dapat tanpa gejala, disuria dan frekuensi. Adanya faktor resiko: imunosupresan, diabetes, penggunaan antibiotika atau kortikosteroid jangka panjang, penggunaan kateter urin jangka panjang.
I
Pemerikson Fisik Sama seperti ISK pada umumnya.
Pemeriksoon Penunjong Kultur urin, urinalisis, pada
CT scan dan IVP dapat
tampakfungal ball
TATALAKSANA
Infeksi simple: stop antibiotik yang biasa digunakan, Iepas kateter urin. Bila cara ini tidak berhasil maka lakukan irigasi saluran kemih dengan amphoterisi B [50mg/L sebanyak 42ml/jam) Infeksi complex: Terapi utama ISK jamur adalah dengan amphoterisin B intravena. Untuk mengurangi efek sistemik seperti menggigil, demar dan kaku yang berhubungan dengan terapi, maka berikan premedikasi steroid, meperidine, ibuprofen, dan
dantrolene. fika terdapatfungal ball: ambilfungal ball secara percutaneus lanjutkan dengan irigasi pelvis renalis dengan amphoterisin B.
423
KOMPTIKASI
Batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten, gangguan fungsi ginjals PROGNOSIS Infeksi saluran kemih tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun
telah diberikan pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah, hal ini terjadi
terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara
doktec dan pasien sangat diperlukan untuk mencegah terladinya perburukan yang mengarah ke fase terminal gagal ginjal kronis.a UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi, Departemen Bedah Urologi
-
Departemen Ilmu Penyakit Dalam a
RS non
pendidikan
: Bagian Bedah
REFERENSI
1. 2. 3.
Infeksi soluron Kemih. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Sih ed. .Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2009 - 15
lnfection of the Urinory Troct. Dolom: Wein et ol. Compbell-Wolsh Urology
9ih
Edition. Sounders.
Mehnert-Koy SA. Diognosis ond Monogement of Uncomplicoted Urinory Troct Infections. Americon Fomily Physicion [seriol online]. August 1 , 2OO5;27 /No.3:l -9. Accessed September 22, 2010. Avoiloble ot http://www.oofp.org/ofp/20050801 /45l.html.
4.
Urinory Houser
troct lnfections, Pyelonephirits, od Prostotitis. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, S, Jomeson J, Loscolzo J, editors Horrison's principles of internol medicine. 18rh ed. United
Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2012:2911
5.
Urinory troct lnfection. Copyrights 201 2
@
-
39
Moyoclinic. Diunduh dori http://www.moyoclinic.com/
heolth/urinoryJroct-inf ection/DS00286
6.
424
Renol ond Urinory Troct Disorders. Dolom: Cunninghom, Gory F et ol. Willioms Obsketic Edition. The McGrow-Hills Componies.
22"d
7
.
B.
Hickey, Kimberly W. Renol Complicotions. Dolom:Evons, Arthur Willioms & Wilkins. 2007
T.
Monuol of Obstretic. Lippincott
Urology. Dolom ; Brunicondi, Chorles F. Schwortz's Principle of Surgery Hill Componies.2O0T
8rh
Ediiion. The McGrow-
.
(
I
425
KRISSHPERTE
S
PENGERTIAN
Istilah "Krisis Hipertensi" merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah mendadak pada penderita hipertensi, dimana tekanan darah sistolik [TDS) >180 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDDJ >120 mmHg, dengan komplikasi disfungsi dari target organ, baik yang sedang dalam proses (impending) maupun sudah dalam tahap akut progresif, Yang dimaksud target organ disini adalah jantung, otak, ginjal, mata (retina), dan arteri perifer.l Sindroma klinis
krisis hipertensi meliputi :2 l. Hipertensi gawat (hypertensive emergencyJ: peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan target organ akut.
2.
Hipertensi mendesak (hypertensive urgency): peningkatan tekanan darah tanpa disertai kerusakan target organ akut progresif.
3.
Hipertensi akselerasi (accelerated hypertension): peningkatan tekanan darah yang berhubungan dengan perdarahan retina atau eksudat.
4.
Hipertensi maligna (malignant hypertension): peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan edema papil. Dari klasifikasi di atas, jelas terlihat bahwa tidak ada batasan yang tajam antara
hipertensi gawat dan mendesak, selain tergantung pada penilaian klinis. Hipertensi gawat (hypertensive emergency/ HEJ selalu berkaitan dengan kerusakan target organ, tidak dengan level spesifik tekanan darah. Manifestasi klinisnya berupa peningkatan tekanan darah mendadak sistolik >180 mmHg atau diastolik >120 mmHg dengan adanya atau berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat progresif seperti
perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark serebri, perdarahan intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, insufisiensi renal, atau eklampsia. lstilah hipertensi akselerasi dan hipertensi maligna sering dipakai pada hipertensi mendesak.
Tobel
PEN
.
l.
Koroklerislik Klinis HE,
DEKATAN DIAGNOSIS3-5
Anamnesis: selain ditanyakan mengenai etiologi hipertensi pada umumnya, perlu juga ditanyakan gejala-gejala kerusakan target organ seperti : gangguan penglihatan, edema pada ekstremitas, penurunan kesadaran, sakit kepala, mual muntah, nyeri dada, sesak napas, kencing sedikit
/
/
berbusa, nyeri seperti disayat
pada abdomen.
.
Pemeriksaan fisik: Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi perifeq, bunyi lantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan cairan, funduskopi, dan status neurologrs.
.
Pemeriksaan penuniang: darah perifer lengkap, panel metabolik, urinalisis, toksikologi urin, EKG, CT Scan, MRI, foto toraks
Berikut merupakan evaluasi triase hipertensi emergency dan hipertensi urgency [tabel 2) Tobel 2. Evoluosi Triose podo Hiperlensi Emergency don Hiperlensi Urgency2
Teropi
Rencono
Kelerongon : tekonon doroh; IGD = instolosi gowot doruro't; ICU = inlensive core unit
TD =
DIAGNOSIS BANDING
Penyebob hiperlensi emergency3'a Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema
. .
Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut, pasca operasi bypass koroner
.
Kondisi ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
.
Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis
. . . . .
I
Eklampsia Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular Luka bakar berat Epista'ksis berat
Thromboticthrombocytopenicpurpura
TATAIAKSANA
.
Hipertensi mendesak (hypertensive urgency / HU) dapat diterapi rawat jalan dengan antihipertensi oral; terapi ini meliputi penurunan TD dalam 24-48 jam. Penurunan TD tidak boleh lebih dari 25o/o dalam 24 jam pertama.6 Terapi lini pertama HU seperti tercantum pada tabel 3. Nifedipine oral ataupun sublingual (SL) saat ini tidak lagi dianjurkan karena dapat menyebabkan hipotensi berat dan
iskemik organ.T Tobel 3. Teropi lini perlomo podo
428
HU2.8
200-400
2-12
1-2
a2 Dosis moks: 1200
mg PO
Ronge dosis: 2,5-5 mg PO
a
'l-2
jom
12-l
B
jom
Pada sebagian besar HE, tujuan terapi parenteral dan penurunan mean
arterial pressure (MAPI secara bertahap (tidak lebih dari 250/o dalam beberapa menit sampai 1 jam). Aturannya adalah menurunkar, arterial pressure yang meningkat sebanyak 1-0% dalam
l
jam pertama, dan tambahan 15% dalam 3-1.2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 2-6
jam sam pai tekanan darah 1,60 / L0 0- 1 1 0mmHg selanj utnya sampai mendekati
normal. TD dapat diturunkan lebih lanjut dalam 48 jam berikutnya. Pengecualian untuk aturan ini antara lain pada diseksi aorta dan perdarahan pasca operasi dari bekas jahitan vaskulaI yang merupakan keadaan yang membutuhkan normalisasi TD secepatnya. Pada sebagian besar kasus, koreksi cepat tidak diperlukan karena
pasien berisiko untuk perburukan serebral, jantung, dan iskemi ginjal.l'a a
Pada hipertensi kronis, autoregulasi serebral di-sef pada TD yang lebih tinggi
daripada normal. Penyesuaian kompensasi ini untuk mencegah overperfusi jaringan [peningkatan TIKJ pada TD sangat tinggi, namun juga underperfusion (iskemiserebral) apabila TD diturunkan terlalu cepat. Pada pasien dengan penyakit jantung koroneL penurunan TD diastolik terlalu cepat di ICU dapat memicu iskemik
miokard akut atau infark.a a
Terapi antihipertensi parenteral pada HE seperti tercantum pada tabel 4. Tobel 4. Teropi onlihiperlensi porenlerol podo
HE3
bioso 2-4
nit; moks
se
om 2 menil otou 20 mg podo intervol l0 menit s/d totol 300 mg
n 40-80 mg
429
lndonetio
Doki6r
Tololoksono Krisis Hiperlensi podo Keodoon Khusus Berikut adalah terapi pilihan krisis hipertensi pada beberapa keadaan khusus seperti tercantum pada tabel 5-7, Tobel 5. Teropi Anlihiperlensi Porenlerol Terpilih bogi HE Podo Keodoon Khusus2'3
ensefolopoti
Nitro
Stroke iskemik
Diseksi
O%-20%
dolom
2-3
jom
6-12
jom
oorio
Preeklompsio/eklompsio Hydrolozin, lobetolol, nicordipin dolom kehomilon Tobel 6. Tololoksono Pre-Eklompsio dolom Kehomilone
> 4x / hori, tergontung
Pengukuron TD
klinis
tronsominose, bilirubin
3xlminggu
TlK,
430
kejong otou hipoglikemio
trombolisis:
(mox 300 mg)
TDS
KOMPLIKASI Kerusakan organ target
PROGNOSIS Tergantung respon terapi dan kerusakan target organ UN!T YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
ICCU,
Departemen Kesehatan Mata, Depaftemen PenyakitSaraf
ICCU
/
ICU, Bagian Kesehatan Mata, Bagian Penyakrt Saraf
REFERENS! I
.
Chobonion AV et ol:The Seventh Report of the Joint Notionol Committee on Prevention, Detection, Evoluotion, ond Treotment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA. 2003; 289:2560-72.
2.
Vidt DG. Hypertensive Crisis. In : Corey W, Abelson A, Dweik R, et ol. Current Clinicol Medicine. 2nd Edition. The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio:Elsevier.20lO. Tersedlo di http:// www.clevelondclinicmeded.com/medicolpubs/diseosemonogement/nephrology/hypertensivecrises/
3.
Kotchen
T.
Hypertensive Vosculor Diseose. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson of lnternol Medicine. lSrhEdition. NewYork: McGrow-Hill Medicol
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles
Publishing Division; 201 2.
4.
Victor R. Arteriol Hypertension. ln:Goldmon Po: Sounders Elsevier; 2007.
5.
Roesmo J. Krisis Hipertensi. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. Jokorto: lnterno Publishing; 2009. Hol I 103-4
6. 7.
Vodiyo C, Ouellette J. Hypertensive urgency ond emergency. Hospitol Physicion. 2007;43:43-50.
L,
Ausiello D, eds. Cecil medicine 23'd ed. Philodhelphio,
BenderS, Filippone J, HeitzS, Bisognono J. A systemotic opprooch to hyperiensive urgencies ond
emergencies. Cun Hypertens Rev. 2005;
I :27 5-281
.
8.
Hordy Y, Jenkins A. Hypertensive Crisis : Urgencies ond Emergencies. US Phorm. 20l I ;35(3):Epub. podo 12 Diokses melolui http://www.usphormocist.com/content/d/feoIorelill444lc/271121 Mei2O12.
9.
Notionol InstituteforHeolthondClinicol Excellence.NlCEclinicol guideline 107-Hypertensionin pregnoncy: the monogement of hypertensive disorders during pregnoncy. August 2010. Diunduh podo tonggol l8 Mei 2012. dori http://www.nice.org.uk/nicemedio/live/13098/50418/50418.pdf
10. Goldstein
LB, Adoms R, Alberts MJ, et ol. Americon Heort Associotion; Americon Stroke Associotion Stroke Council. Primory prevention of ischemic stroke: o guideline from the AHA/ASA. Circulotion
2005;l I 3:e873-e923.
PE YAK T GLOMERULAR
PENGERTIAN Penyakit Glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus
dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder.l
Penyokil Glomerulor Primerr 1. Kelainan minimal
2. 3.
Glomerulosklerosis fokal segmental
Glomerulonefritis (GN) difus: a. GN membranosa (nefropati membranosa) b. GN proliferatif (terdapat sedimen aktif pada urinalisis: sedimen eritrosit (+), hematuriJ: - GN proliferatif mesangial - GN proliferatif endokapiler - GN membranoproliferatif (mesangiokapiler) - GN kresentik dan necrotizing
c. 4.
GN sclerosing
Nefropati IgA
Penyokil Glomerulor Sekunder 1. Nefropati diabetik 2. Nefritis lupus
3. 4. 5.
GN pasca infeksi
terkait hepatitis GN terkait HIV GN
Kelerongon
. . . .
Difus: lesi mencakup >80% glomerulus. Fokal: lesi mencakup <80% glomerulus. Segmental: lesi mencakup sebagian gelung glomerulus. Global: lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus.
DIAGNOSIS'
Anomnesis Warna urine, keluhan penyerta: lemas, bengkak, sesak, kadang terdapat syndroma
uremik: mual, muntah.
Pemeriksoon Fisik Dapat ditemukan hipertensi, edema anasarka
Pemeriksoon Penunjong . Urin : proteinuria, hematuria, piuria, silinder eritrosit. . Darah : kreatinin meningkat
.
Biopsi ginjal
DIAGNOSIS BANDING Etiologi dari penyakit glomerular TATATAKSANA Tatalaksana tergantung etiologi, terapi beberapa penyakit glomerular dapat dilihat
lebih lengkap pada tabel Tobel
1.
l. Beberopo Penyebob Penyokil Glomerulus Sekunder
glomerulonefrilis
Biosonyo podo onok usio 2-14 tohun don orong tuo, riwoyot streptococcus foringitis, riwoyot impetigo, gejolo sistemik : sokit kepolo, moloise, onoreksio, nyeri
titer ASO onti DNA-ose,
focus mesongiol, tmun
434
don dori
Tersering2
KOMPLIKASI Gagal ginjal akut dan kronis, penyakit ginjal stadium akhir.2
PROGNOSIS Prognosis tergantung etiologi. Prognosis beberapa penyakit glomerular dapat
dilihat lebih lengkap pada tabel
1.
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
1. 2.
Penyokit glomerulor. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2009 - 15 Lewis JB, Neilson EG. Glomerulor Diseose. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S,
Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSth ed. United Stotes
of Americo; The Mccrow-Hill Componies, 2012:
291 1
-
39
PENYAK T G NJAL KRON K
PENGERTIAN
Penyakit ginjal kronik [PGK) merupakan penurunan progresif fungsi ginjal yang bersifat ireversibel. Menurutguideline The National Kidney Foundation's Kidney Disease Outcomes Quality Initiative [NKF KDOQI), PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
persisten dengan karakteristik adanya kerusakan struktural atau fungsional (seperti
mikroalbuminuria/proteinuria, hematuria, kelainan histologis ataupun radiologisJ, dan/atau menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) menjadi <60 ml/menit/1,73 m'? selama sedikitnya 3 bulan.l
Berikut adalah stadium PGK dan rencana tindakan berdasarkan klinis ftabel 1) dan klasifikasi tekanan darah (tabel
2J.
Proteinuria merupakan suatu marker dini dan sensitif pada berbagai tipe kerusakan ginjal. Albumin merupakan protein yang paling banyak terdapat pada urin penderita PGK. Nilai normal ekskresi albumin urin pada dewasa adalah 10 mg/hari, dan dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti postur tubuh, olahraga, kehamilan, dan demam.2 Oleh karena itu, sering terjadi hasil proteinuria dan albuminuria palsu dalam praktek sehari-hari karena berbagai kondisi seperti tercantum pada tabel 2. Penilaian hasil proteinuria pada dewasa dilakukan dengan pengambilan spesimen urin pagi hari dan hasil > +1 pada dipstickmemerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan penilaian kuantitatif dalam 3 bulan. Pada pasien dengan proteinuria > +2 pada tes kuantitatif dalam interval 1-2 minggu, didiagnosis sebagai proteinuria persisten dan dilakukan evaluasi dan tatalaksana lebih Ianjut seperti pada pasien PGK. Monitoring proteinuria pada PGK selalu menggunakan tes kuantitatif.2 Tobel 'l . Slodium PGK don rencono Tindokon Berdosorkon Klinis2
dengon
>90
Diognosis, totoloksono penyokit
Fenyo(il
U5
Gogol ginjol kronik /endstoge renol diseose/ESRD)
<15
Tobel 2. Slodium PGK Berdosorkon Klosifikosi Tekonon Doroh2
Normol 9LFG*
<15 (otou diolisis)
5
Keterongon: Doeroh yong diorsir merupokon PGK beserto stodiumnyo TDT = tekonon doroh linggi / hiperlensi, yoitu sistolik 3I 40/90 podo dewoso don > persentil 90 podo onok menurut tinggi don berot bodon 'Dopot normol podo boyi don orong tuo
Tobel 3. Kondisi yong Menyebobkon Hosil Positif Polsu podo Proleinurio don Albuminurio2 Dehidrosi
Penilaian awal
I skrining
)
konsenkosi protein urin
t
pada dewasa dengan risiko tinggi PGK, pemeriksaan
sampel albumin urin sebaiknya menggunakan albumin-specific dipstick atau ratio
albumin-kreatinin. Sedangkan untuk monitoring proteinuria pada dewasa dengan PGK, ratio protein-kreatinin pada sampel urin sebaiknya diperiksa menggunakan ratio albumin-kreatinin dan ratio protein total-kreatinin, apabila ratio albumin-kreatinin tinggi [> 500 mg - 1.000 mg/g).'
438
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesis3,a
. . .
Riwayat hipertensi, DM, ISK, batu saluran kemih, hipertensi, hiperurisemia, lupus Riwayat hipertensi dalam kehamilan (pre-eklampsi, abortus spontan) Riwayat konsumsi obat NSAID, penisilamin, antimikroba, kemoterapi, antiretroviral,
proton pump inhibitors, paparan zat kontras
.
Evaluasi sindrom uremia : lemah, nafsu makanr, berat badanl., mual, muntah,
nokturia, sendawa, edema perifer, neuropati perifer, pruritus, kram otot, kejang sampai koma
.
Riwayat penyakit ginjal pada keluarga, juga evaluasi manifestasi sistem organ
seperti auditorik, visual, kulit dan lainnya untuk menilai apa ada PGK yang diturunkan (Sindrom Alport atau Fabry, sistinuria) atau paparan nefrotoksin dari Iingkungan (logam berat)
Pemeriksoon Fisik3 . Difokuskan kepada peningkatan tekanan darah dan kerusakan target organ funduskopi, pemeriksaan pre-kordial (heaving ventrikel kiri, bunyi jantung IV) . Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: edema, polineuropati . Gangguan endokrin-metabolik: amenorrhea, malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, infertilitas dan disfungsi seksual . Gangguan saluran cerna:anoreksia, mual, muntah, naflas bau urin (uremicfetor),
:
disgeusia (metallic taste), konstipasi
.
Gangguan neuromuskular: letargi, sendawa, asteriksis, mioklonus, fasikulasi otot, restless leg syndrome, miopati, kejang sampai koma
.
Gangguan dermatologis : palor; hiperpigmentasi, pruritus, ekimosis , uremic frost, ne p hrog e ni c fib ro si ng derm o p athy
Pemeriksoon Penunjong3.4 Laboratorium : darah perifer lengkap, penurunan LFG dengan rumus KockroftGault, l,serum ureum dan kreatinin, tes klirens kreatinin (TTK) uku4 asam urat, elektrolit, gula darah, profil lipid, analisa gas darah, serologis hepatitis, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, urinalisis
.
. .
Radiologis : foto polos abdomen, BNO IVB Biopsi ginjal
USG, CT scan,
ekokardiografi
Rumus Kockrott-Goult
:3
Creqtinine Clearqnce atau LFG = [(140-umur) x berat badan]/(72 x SCrJ ml/menit/L,73 m'z Keterangan : pada wanita hasil LFG x 0.85
DIAGNOSIS BANDING Penyakit ginjal akut, Acute on Chronic Kidney Disease TATALAKSANA Nonformokologi5t.s,n
.
Nutrisi : pada pasien non-dialisis dengan LFG <20 mL/menit, evaluasi status nutrisi
dari 1) serum albumin dan/atau 2J berat badan aktual tanpa edema. Tobel 2. Anjuron Nutrisi podo PGK berdosorkon
a
Protein
-
LFG2'a
:
pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien
o
pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari pasien peritoneal
dialisis
1,3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan lemak: 30-40o/o dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
440
a
Pengaturan asupan karbohidrat : 5 0 - 600/o dari kalori total
a
Natrium: <2 gramfhari (dalam bentuk garam <6 gram/hari)
a
Kalium: 40-70 mEq/hari
a
Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD:1,7 mg/hari
a
Kalsium: 1400-L600 mg/hari (tidak melebih 2000 mg/hariJ
a
Besi: 10-18 mg/hari
a
Magnesium: 200-300 mg/hari
a
Asam folat pasien HD: 5 mg
a
Air: jumlah urin24 jam + 500 ml (insensible water loss).
Formokologisr.s.a
.
Kontrol tekanan darah:
-
Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II: evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35o/o atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
. . . . . . . .
Penghambat kalsium
Diuretik
kontrol gula darah: hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbAIC untuk DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 60/o Koreksi anemia dengan target Hb 1,0-L2 g/dl Pada pasien DM,
Kontrol hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l Koreksi hiperkalemi
Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golongan statin Terapi ginjal pengganti
KOMPTIKASI Kardiovaskular; gangguan keseimbangan cairan, natrium, kalium, kalsium, fosfat, asidosis metabolik, osteodistrofi renal, anemia.l'3
PROGNOSIS Penting sekali untuk merujuk pasien PGK stadium 4 dan 5. Terlambat merujuk (kurang dari 3 bulan sebelum onset terapi penggantian ginjalJ berkaitan erat dengan meningkatnya angka mortalitas setelah dialisis dimulai. Pada titik ini, pasien lebih baik ditangani bersama oleh pelayanan kesehatan tingkat primer bersama nefrologis. Selama fase
ini, perhatian harus diberikan terutama dalam memberikan edukasi
pada pasien mengenai terapi penggantian ginjal (hemodialisis, dialisis peritoneal,
transplantasi) dan pemilihan akses vaskular untuk hemodialisis. Bagi kandidat transplantasi, evaluasi donor harus segera dimulai.l UNIT YANG MENANGANI
. RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi . RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam . Hemodialisis Subspesialis Ginjal-Hipertensi dan internis dengan sertifikasi :
hemodialisis
UNII TERKAIT . RS pendidikan
Unit Hemodialisis,
ICU
/
Medical High Care, Departemen
Bedah Urologi a
RS non
pendidikan
Unit hemodialisis, lCU, Bagian Bedah
REFERENSI
l.
Loscono M, Schreiber M, Nurko S. Chronic Kidney Diseose. ln : Corey W, Abelson A, Dweik
R,
et ol. Current Clinicol Medicine. 2nd Edition The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio
:
Elsevier. 2010. Hol 853-6
2.
The Nolionol Kidney Foundotion : NKF KDOQI Clinicol Proctice guidelines for Chronic Kidney Diseose: Evoluotion, clossificotion, ond strotificotion. Am J Kidney Dis 2002;39:Sl-256
3.
Borgmon J, Scorecki K. Chronic Kidney Diseose. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8ih Edition. New York, McGrow|1il.2012.
4.
442
Suwitro K. Penyokit Ginjol Kronik. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodl B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid 11.2009. Hol 1035-40
P NYAKTG JALPOTKSTK
PENGERTIAN Merupakan penyakit ginjal yang diturunkan secara autosomal dominan (autosomal
dominant polycystic kidney disease/ADPKD) maupun autosomal resesif (autosomal recessive polycystic kidney disease/ARPI(D). ADPKD lebih sering dijumpai pada orang
dewasa, sedangkan ARPKD lebih banyak pada anak-anak. Penyakit kista ginjal juga
dapat dijumpai pada beberapa penyakit ginjal keturunan lainnya, seperti di tabel 2.
Hampir semua kasus ADPKD disebabkan akibat mutasi pada gen PKDl dan PKD
2.
Mutasi gen PKD 2 berjalan lebih lambat dan onset gejala muncul lebih lama. Mutasi PKDI. mencakup sekrtar B5o/o kasus dan menyebabkan gagal ginjal yang lebih dini
dibandingkan mutasi PKD2. PKDl dan PKD2 merupakan protein transmembran yang ada di semua nefron yang berfungsi dalam regulasi trankripsi gen sel epitel, apoptosis, differensiasi, dan interaksi matriks sel pada fetal dan orang dewasa. Gangguan pada protein akan menyebabkan terganggunya proses-proses tersebut, proliferasi sel berlebihan, sekresi cairan dalam kista. Pada umumnya penyakit ini akan
asimpotomatik, kista akan membesar, menekan parenkim ginjal sekitarnya, secara progresif akan menganggu fungsiginjal dan menimbulkan gejala. Faktor risiko untuk progresivitas penyakit yaitu usia muda saat terdiagnosa, ras kulit hitam, laki-laki, ditemukan adanya mutasi pada PKD1, dan adanya hipertensi.
1
ARPKD merupakan penyakit primer pada balita dan anak-anak. Pada 50 % neonates akan meninggal karena hipoplasia paru, oligohidromnion karena penyakit
ginjal berat, dan sepertiganya akan berkembang menjadi gagal ginjal tahap akhir. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonography saat dalam kandungan. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik, yang dilakukan adalah terapi simptomatik sesuai keadaan klinis pasien.l'2
PENDEKATAN DIAGNOSIS
timbul keluhan pada saat dilakukan skrining. Diagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan pemeriksaan imaging yang menunjukkan kista multipel pada kedua ginjal, bahkan pada hepar. Kriteria untuk Pada umumnya diagnosis ditegakkan sebelum
diagnosis ADPKD dengan ultrasonography padapasien yang asimpomatik berdasarkan pada onset yang lama timbul pada PKD2 dan asumsi bahwa genotip dari individu dan keluarga yang sedang diperiksa tidak diketahui. Sensitifitas dan spesifisitas diagnosis ADPKD berdasarkan usia:
1
Tobel l. Sensitifilos don Spesifisilos Diognosis ADPKD berdosorkon Usiol
Anomnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat penyakit pada keluarga, riwayat hipertensi sebelumnya. Gambaran klinis dapat berupa rasa nyeri pada perut (flank pain),hematuria, infeksi saluaran kemih, dan keluhan poliuria atau nokturia, urin berwarna merah.l'2 Sedangkan manifestasi di luar ginjal dapat menyebabkan kista di hati yang membesar sehingga merusak hati dan menimbulkan masalah di abdomen. Kista di
limpa dan pankreas umumnya bersifat asimptomatik. Pada jantung dapat dijumpai kelainan katup. Sehingga perlu ditanyakan keluhan-keluhan yang mencakup organorgan tersebut. l
Pemeriksoon Fisik Terabanya massa pada abdomen, nyeri tekan pada abdomen, tanda-tanda peritonitis lokal, hipertensi. 1
Pemeriksoon Penunjongt,2 . Fungsi ginjal : ureum, kreatinin serum . Kultur darah jika curiga ada infeksi . Urinalisis : proteinuria ringan
. .
Ultrasonography Computed tomography (CT): Iebih sensitif untuk deteksi pada usia muda yang
belum ada gejala
)
.
444
Magnetic resonance imaging (MRI)-72 : telihat ada kista dalam ginlal
DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit ginjal yang diturunkan [tabel 2).1 Tobel 2. Penyokil Kisto Ginjol yong Dilurunkonr'3
I
.445
TAIATAKSANA Belum ada tatalaksana yang dapat mencegah pertumbuhan kista atau penurunan
fungsi ginjal.l'2
.
.
Hipertensi : obat antihipertensi dengan target tekanan darah < L30/90 mmHg. angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors dan angiotensin receptor blockers (ARBs) dapat memperlambat pertumbuhan volume gin;al dan penurunan glomerular filtration rate (GFR). Nyeri : obat analgesik, drainase dengan aspirasi perkutan, skleroterapi dengan alkohol, atau tindakan bedah untuk dratnase
. . .
fika ada infeksi pada kista : antibiotik yang larut lemak seperti trimethoprim' sulfamethoxazole dan fluoro quin olone s Peritoneal atau hemodialisis Tindakan bedah jika kista membesar secara masif atau terinfeksinya kista, berupa
bilateral nephrectomy dan membutuhkan transplantasi ginjal. KOMPTIKASI Batu ginjal, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut, infeksi pada kista ginjal.l
PROGNOS!S Risiko untuk menjadi batu ginjal sekitar 2
o/o
pada pasien dengan ADPKD, dan
meningkatkan risiko 2-4kali lipat terjadinya perdarahan serebral dan subaraknoid.
Aneurisma sakular pada sirkulasi serebral anterior terdeteksi pada L00/o pasien yang asimptomatik saat skrining magnetic resonance angiography (MRA),tmumnya kecil dan kecil kemungkinan akan ruptur spontan. Jika ada riwayat keluarga dengan perdarahan intrakranial, maka besar kemungkinan akan terjadi hal serupa sebelum usia 50 tahun; dan jika selamat akan mempunyai aneurisma >l-0mm dan hipertensi yang tidak terkontrol. Abnormalitas katup jantung terjad pada 25 o/o kasus. Insiden terjadinya kista hepar berkisar 83 o/opada pemeriksaan MRI pasien usia 15-46 tahun,
wanita mempunyai kecenderungan menjadi kista masif. Sekitar 4 berakhir dengan end-stage renal disease (ESRD).1
%o
kasus akan
UNlT YANG MENANGANI
. .
446
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNII YANG IERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
.
Solont, Dovid J. Polycystic Kidney Diseose ond Other lnherited Tubulor Disorders, ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson .J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. I8ih ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2012.
2.
Pirson, Yves. Auiosomol Polycystic Kidney Diseose, ln:Dovidson A, Comeron J, Grunfeld J, editors. ,1998. Oxford Textbook of Clinicol Nephrology. 2'd ed. United Stotes of Americo.
3.
Gronthom J, Winklhofer F. Cystic Diseose of The Kidney. In: Brenner B, Rector Rector the Kidney. 7rh ed. United Stotes of Americo; Sounders. 2003.
I
F,
editors. Benner &
447
S NDROM
N FROT K
PENGERTIAN Sindrom nefrotik [SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24 jam disertai hipoalbuminemia <3,5 g/L, edema, hiperkolesterolemia dan lipiduria.l
PENDEKATAN DIAGNOSIS Gejala klasik SN ditandai dengan edema, proteinuria berat , hpoalbuminemia,
hperkolesterolemia, dan lipiduria.2
SN dapat
bermanifestasi dengan spektrum keluhan
yang luas, mulai dari proteinuria asimtomatik sampai keluhan yang sering yaitu bengkak,
Anomnesist Bengkak biasanya berawal pada area dengan tekanan hidrostatik intravaskular yang tinggi seperti kedua kaki dan ankle,tetapi dapat juga terjadi pada area dengan
tekanan hidrostatik intravaskular yang rendah seperti periorbita dan skrotum. Bila bengkak hebat dan generalisata dapat bermanifestasi sebagai anasarka. Keluhan buang air kecil berbusa. Gejala-gejala lain dapat muncul sebagai manifestasi penyakit penyebab SN sekunder seperti diabetes melitus, nefritis lupus riwayat obat-obatan,
riwayat keganasan atau amyloidosis.
Pemeriksoon Fisikr Pretibial edema, edema periorbita, edema skrotum, edema anasarka, asites Xanthelasmas bisa didapatkan akibat hyperlipidemia.
Pemeriksoon Penunjong
.
Laboratorium: Proteinuria masif >3,5 gram /24 jam, hiperlipidemia,
.
hipoalbuminemia (<3,5 gram/dlJ, lipiduria, hiperkoagulabilitas Biopsi ginjal: dapat digunakan untuk penegakkan diagnosis
Tobel
l.
Polo Klinis Sindromo Nefrolik'
+
Membronous
+
DIAGNOSIS BANDING Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etiologi
SN.1
IAIATAKSANA Nonformokologisl . Istirahat
.
Restriksi protein dengan diet protein 0;8 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam
. . .
urin/24 jam
Diet rendah kolesterol <600 mg/hari Berhenti merokok Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema
Formokologist
. .
Pengobatan edema: diuretik loop Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan/atau antagonis reseptor
Angiotensin II
. .
Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin Pengobatan hipertensi dengan targettekanan darah <125/75 mmHg. Penghambat ACE dan antagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama
.
Pengobatan kausal sesuai etiologi SN (lihat topik penyakit glomerular)
KOMPTIKASI Gagal jantung, sirosis hepatis, penyakit ginjal kronik, tromboembolil PROGNOSIS Hanya sekitar 20% pasien yang menderita fokal glomerulosclerosis mengalami
remisi dari proteinuria,'1.0o/o membaik tapi masih mengalami proteinuria. Stadium akhir penyakit ginjal berkembang pada 25-30o/o pasien dengan fokal segmental glomerulosclerosis dalam waktu 5 tahun dan 30-40% dalam L0 tahun. Prognosis pasien dengan perubahan nefropati minimal memiliki risiko kambuh. Tetapi prognosis jangka panjang untuk fungsi ginjalnya baik, dengan sedikit risiko gagal ginjal. Respon
pasien yang buruk terhadap steroid dapat menyebabkan hasil yang buruk. Pada
sindroma nefrotik sekundel mortalitas dan morbiditas tergantung pada penyakit primernya. Pada nefropati, diabetik tingkat proteinuria berhubungan langsung dengan mortalitas. Pada amyloidosis primer, prognosis buruk, meskipun dengan kemoterapi. Pada amyloidosis sekunder, perbaikan penyakit penyebab
diikuti oleh perbaikan
amyloidosis dan sindroma nefrotik yang mengikuti.3'a UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
:
Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal-Hipertensi
: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UN!T TERKAIT
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
REFERENSI
l.
Sindromo Nefrotik In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom.5rh ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUl,2009:2009- l5
2.
Glomerulor Diseose. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8'h ed. United Stotes of Americo; The McGrowHill Componies, 2012:2911 - 39
3.
Donodio JV Jr, Tones VE, Veloso JA, Wogoner RD, Holley KE, Okomuro M ldiopothic membronous nephropothy: the noturol history of unkeoted potients. Kidney lnt. Mor I 988;33(3):708-l 5. [Medline]
.
4.
450
Jude EB, Anderson SG, Cruickshonk JK, et ol. Noturol history ond prognostic foctors of diobetic nephropothy in type 2 diobetes. Quort J Med. 2002;95:371-7. [Medline].
P II[1il(S[ [[ I IG1 PIntfll
PA
K
I E AOO
N
MI Anemio Anemio Anemio Anemio
Aplostik.... Defisiensi Besi ...........
Hemolitik.. Penyokit Kronik Dosor-Dosor Kemoteropi ........ Diotesis Hemorogik .................. Hemoglobinopoti...... Trombositopenio lmun ............ Koogulosi lntrovoskulor Disem Leukemio Limfomo Polisitemio Vero.....,....... Sindrom Antifosfolipid ... Sindrom Lisis Tumor Teropi Suportif podo Posien Konker Trombosis Veno Dolom Trombositosis Esensiol
\-.a
\
".--.llI
,./f
4
535 544
55r
ANEM A APTAST
K
PENGERTIAN Anemia aplastik (AA) adalah suatu kelainan hematologi dengan manifastasi klinis
pansitopenia dan hiposelularitas pada sumsum tulang, dapat bersifat didapat atau
diturunkan fTabel Tobel
l.
1)1'z
Klosifikosi Anemio Aploslik Berdosorkon Etiologit,'?
Berdasarkan beratnya penyakit, AA dapat dibagi:
1. Anemia aplastik
berat
Selularitas sumsum tulang <
. o o 2.
25o/o dan
terdapat 2 dari 3 gejala berikut
500/ul
Trombosit < 20.000/ul Retikulosit < 10
%o
Anemia aplastik sangat berat
o o 3.
Granulosit <
Seperti anemia apalastik berat
Netrofil <0.2xLje/L
Anemia aplastik tidak berat
.
Tidak memenuhi kedua kriteria di atas
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Onset keluhan dapat terjadi perlahan-perlahan berupa lemah, dyspnea, rasa lelah,
pusing, adanya perdarahan [petekie, epistaksis, perdarahan dari vagina, atau lokasi lain) dapat disertai demam dan menggigil akibat infeksi. Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan kerja, hobiJ, menderita infeksi virus 6 bulan terakhir
[hepatitis, parvovirus), pernah mendapat transfusi darah1,3
Pemeriksoon Fisik Pasien tampak pucat pada konjungtiva atau kutaneus, resting tachycardia, perdarahan [ekimosis, petekie, perdarahan gusi, purpura). Jika ditemukan limfadenopati dan splenomegali perlu dicurigai adanya leukemia atau limfoma.l'a
Pemeriksoon Penunjongr,2 . Normositiknormokrom,makrositik . Darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia, tidak terdapat sel abnormal pada hitung jenis leukosit
. . .
Hitung retikulosit: rendah (< \o/o) Serologi virus (hepatitis)
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: terdapat spicules yang kosong, terisi lemak, dan sel hematopoietik yang sedikit. Limfosit, sel plasma, makrofag, dan sel mast
mungkin prominen
.
MRI (Magnetic resonance imaging): membedakan lemak pada sumsum tulang dengan sel hematopoietic, mengestimasi densitas sel hematopoietik pada sumsum
tulang, dan membedakan anemia aplastik dengan leukemia mielogenik hipoplasia.
DIAGNOSIS BANDING Sindrom mielodisplastik [MDS), anemia karena keganasan sumsum tulang, hipersplenisme, Ieukemia akut3'a
IAIATAKSANA Pemilihan terapi berdasarkan beberapa faktor seperti usia pasien, kondisi umum, dan ketersediaan donor stem cell.l
Tololoksono Penunjong
.
r,2
Menghentikan obat-obatan yang diduga sebagai faktor pencetus dan mengganti dengan obat lain yang lebih aman
452
a
a a
a
Transfusi komponen darah (PRC/packed red cell dan/atau TC) sesuai indikasi [pada topik transfusi darah) Menghindari dan mengatasi infeksi: antibiotik spektrum luas Kortikosteroid: prednison
mg/ kgBB / hari, metilprednisoton 1- mg/kg berat badan Androgen: Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal diberikan selama 3 1.-2
bulan.Nandrolone decanoate 400 mg IM (intramuskular)/minggu o
Terapi imunosupresif:
. . a
Siklosporin 10-12 mg/kgBB/bari selama 4-6 bulan ATG (antithymocyte
globulin) L5-40 mg/kgBB/hari intravena selama 4-l-0 hari
Terapi kombinasi: untuk anemia aplastik berat. ATG 40 mg/kg/hari untuk 4 hari,
siklosporin L0-1.2 mg/kg/hari for 6 bulan, dan metilprednisolon L mg/kg/hari untuk 2 minggu.
.
Transplantasi sumsum tulang alogenik, bila ditemukan HLA yang cocok, dilakukan tes histokompatibilitas pada pasien, orang tua, dan keluarga.
Krilerio Respons Tololoksono2 Tobel 2. Krilerio Respon Tololoksono Anemio Aploslik'?
Penyebab kegagalan terapi dapat karena kelelahan cadangan sel asal, imunosupresi tidak cukup, kesalahan dalam mendiagnosis, atau adanya kegagalan sumsum tulang herediter.a
KOMPTIKASI Infeksi [bisa fatal), perdarahan, gagaljantung akibat anemia berat3 PROGNOSIS Tergantung pada jumlah neutrofil, trombosit, dan ada tidaknya komorbiditas. Jumlah neutrofil < 200/1tl mempunyar respon yang rendah terhadap imunoterapi.
4s3
Transplantasi sumsum tulang dapat menyembuhkan pada B0% pasien berusia < 20 tahun,70o/o pada usia 20-40 tahun, dan 50% pada usia > 40 tahun. Pada pasien yang menerima terapi dengan siklosporin sebelum transplantasi, risiko menjadi kanker sebesar 11%. Dalam 10 tahun, anemia aplastik dapat berkembang menjadi paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria, sindrom mielodisplastik, atau leukemia mielogenik akut sebesar 40% pasien yang menerima terapi imunosupresan. Angka relaps pada pasien yang menerima imunosupresi adalah 35 % dalam 7 tahun.aPada 168 pasien
yang menerima transplantasi, angka harapan hidup dalam 15 tahun sebesar 69
%0,
sedangkan pada 227 pasien yang menerima terapi imunosupresan angka harapan hidup hanya 38%.1
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Hematologi -
Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Unit Transfusi Darah Unit Transfusi Darah
REFERENS!
l. 2.
Lichtmon M. Aplostic Anemio: Overview. ln: Lichtmon M, Beutler E, Kipps T, editors. Willioms Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 33 Morsh J. et oll. Guidelines forthe diognosis ond monogement of oplostic onoemio., British Journol 147, 4T70.2010. Diunduh dori http://www.bcshguidelines.com/documents/
of Hoemotology,
3.
Aplost onoem_bjhjune201O.pdf podo tonggol 22 Mei 2012 Young N.S..Aplostic onemio, myelodysplosio, ond reloted bone morrow foilure syndromes: introduction. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine lBih edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill. 2012
4.
Widjonorko A, Sudoyo A, Solonder,
H. Anemio oplostik. Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.l 117-1126 L.
4s4
ANEMIA DEFIS
ENS
ES!
PENGERTIAN
Anemia adalah menurunnya kadar hemoglobin (HbJ di bawah normal yang disebabkan banyak faktor seperti defisiensi besi, asam folat,B1.2, hemolitik, aplastik, atau penyakit sistemik kronik. Nilai normal hemoglobin bervariasi sesuai usia dan jenis
kelamin, sehingga nilai yang digunakan sebagai patokan untuk mendiagnosis anemi yaitu:1 Tobel
l. Niloi Hb unluk (rilerio Anemiol
Anemia defisiensi besi adalah salah satu golongan anemia hipoproliferatif yang
disebabkan karena kelainan metabolisme besi. Besi merupakan elemen penting dalam fungsi semua sel karena perannya dalam transport oksigen sebagai bagian dari hemoglobin. Besi juga merupakan bagian penting dari enzim sitokrom dalam mitokondria. Jika kekurangan besi maka sel akan kehilangan kemampuan dalam transpor elektron dan metabolisme energi, sehingga mengganggu sintesis Hb. Metabolisme sel besi lebih dipengaruhi absorbsi daripada eksresi. Kehilangan besi terjadi karena perdarahan atau kehilangan sel. Laki-laki dan wanita yang tidak 1, mg/hari, sedangkan wanita yang sedang o/o/hari. Besi akan diabsorbsi dari saluran cerna menstruasi kehilangan besi 0.6-2.5
menstruasi kehilangan besi sebesar
(proksimal usus halus) dalam bentukferrous atau dari cadangan ke dalam sirkulasi dan berikatan dengan transferin (protein pengangkut besi). Distribusi besi dalam tubuh terbagi menjadi:2
I
Tobel 2. Dislribusi Besi dolom Tubuh2
Absorbsi besi dihambat oleh oksalat, phytates, fosfat, dan red wlne. Sedangkan yang dapat meningkatkan absorbsi besi yaitu hidrokuinon, askorbat, laktat, piruvat, suksinat, fruktosa, sistein, dan sorbitol. Progresivitas defisiensi besi dapat dibedakan menjadi 3 stadium yaitu negative iron balance, iron-deficient erythropoiesri dan anemia
defisiensi besi seperti pada tabel di bawah ini:2'3 Tobel 3. Slodium Defisiensi Besi2
Kelerongon: lot'ol ton binding copocify IIIBC), serum ton
456
(Sl)
Penyebab dari defisiensi besi dapat dilihat pada tabel 4. Tobel 4. Penyebob Defisiensi Besi2'3
Meningkotnyo kebuluhon besi
o
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala klinis bervariasi tergantung beratnya dan lamanya anema, berupa rasa lemah dan lelah, sakit kepala, light-headedness, kesemutan, rambut rontok, restless leg, dan gejala angina pektoris pada kasus berat. Gejala khas yaitu adanya glositis, disfagia, pica, koilonychia (spoon nail) jarang ditemukan.3 Pemeriksoon Fisik Pasien tampak lemah dan pucat (anemisJ, disertai takikardia, adanya glositis I lidah
bewarna merah dan permukaannya licin), stomatitis, angular cheilitis, koilonychia. Perdarahan maupun adanya eksudat pada retina dapat ditemukan pada anemia berat. Splenomegali mengindikasikan adanya penyebab defisiensi besi lainnya.3,a
457
Pendekoton diognosis onemio defisiensi besi:' Anemio, MCV < 95 pm3 (95 fL)
Perikso feritin
< 45 ng per mL (45 mcg per L
46 to 99 ng per mL (46 to 99 mcg per L)
menurun, meningkot,
Hosil loin
TlBCmeningkot, besi serum menurun, tronsferin menurun
cek
> 100 ng per ml (100 mcg per L)
TIBC
TfR
Soturosi tronsferrin
meningkot
soturotion
TfR
FE
meningkot
Hosil loin : jiko dicurigoi perikso biopsi sumsum tulong
TfR
menurun
Anemio defisiensi besi -
Besi
rendoh
Anemio defisiensi besi
Besi normol
Cori penyebob loin
teropi Kelerongon : ng : Nonogrom mcg :mrcrogrom pm : mikrometer
Algorilme
l.
Pendekolon Diognosis Anemio Defisiensi Besir
DIAGNOSIS BANDING Talasemia, anemia sideroblastik anemia penyakit kronik, dan keracunan logam berat3
TAIATAKSANA
.
Tatalaksana diet3
458
Makan makanan yang bervariasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Makan makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti daging merah
a
Preparat besi oral2'3 - Preparat besi inorganik mengandung 30 dan 100 mg besi elemental.
-
Dosis 200-300 mg besi elemental per hari harus diabsorbsi sebanyak 50 mg/hari.
Tujuan terapi tidak hanya memperbaiki anemia tetapi juga menambah cadangan besi minimal 0.5-1 gram, sehingga diperlukan terapi selama 6-12 bulan setelah anemia terkoreksi. Dosis: 3-4 kali L tablet (L50 dan 200 mg) diminum
l
jam sebelum makan. Efek samping: mual, heartburn, konstip asi, metalic taste,buang air besar hitam Macam-macam preparat besi oral:
Tobel 5. Preporol Besi Orol'?
a
Preparat besi parenteral3
-
Indikasi: malabsorbsi, intoleransi terhadap preparat oral, dibutuhkan dalam jumlah banyak.
-
Dosis besi (mg) = [15-Hb yang diperiksa) x berat badan (kg) x 2.3 + 500 atau
1000 mg (untuk cadangan)2
-
Iron sucrose:5 ml (100 mg besi elemental) diberikan secara intravena tidak
melebihi 3x seminggu. Efek samping: hipotensi, kram, mual, sakit kepala, muntah, dan diare
-
Iron Dextran: dosis untuk tes 0.5 ml secara intravena sebelum terapi dimulai, selanjutnya diberikan 2ml setiap dosis. Efek samping: hipotensi, mialgia, sakit kepala, nyeri perut, mual dan muntah, limfadenopati, efusi pleura, pruritus,
a
urtikar ia, kejang, flu s hing, m en ggi gil, fl eb iti s, d i z z i n e s s Transfusi sel darah merah: diberikan jika ada gejala anemia, instabilitas kardiovaskular, perdarahan masih berlangsunB, dan membutuhkan intervensi segera.2
KOMPTIKASI Gangguan jantung fkardiomegali atau gagal jantungJ, gangguan pertumbuhan pada
anak dan remaja.2'3
459
PROGNOSIS Jika penyebab defisiensi besi diatasi maka prognosis akan baik. Terapi inadekuat akan menyebabkan anemia rekuren, sehingga terapi harus diberikan minimal 12 bulan
setelah anemia terkoreksi.
2,3
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Hematologi -
Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
.
.RS pendidikan
a
RS non
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi bila yang absobsi
pendidikan
REFERENSI
l.
Killip S. lron
Deflciency Anemio. Americon Acodemy of Fomily Physicions.Volume 75, Number
2007. Diunduh dori
2.
5.
www.oofp.org/ofp podo tonggol23 Mei 2012.
Adomson J. lron deflciency ond other hypoproliferotive onemios. In:Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of lnternol Medicine l 81h ed. Mc
Grow Hill. Chopter 98
3.
Beutler E. Disorders of iron metobolism. ln:Lichtmon M, Beutler E, Kipps T, editors. Willioms Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 40
4.
Bokto l, Suego B, Chormoyudo T. Anemio deflsiensi besi. Dolom:Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 201 0. Hol.l 127 -1 1 40.
ANEMAHEMOLTK
PENGERTIAN Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena destruksi atau pembuangan
sel darah merah dari sirkulasi sebelum waktunya,
yaifi
1.20 hari yang merupakan
masa hidup sel darah merah normal. Ada 2 mekanisme terjadinya hemolitik yaitu
.
hemolitik intravaskular
:
:1,2
destruksi sel darah merah terjadi di dalam sirkulasi pembuluh darah dengan pelepasan isi sel ke dalam
plasma. Penyebabnya antara lain karena trauma mekanik dari endotel yang rusak, fiksasi komplemen serta aktivasi pada permukaan sel, dan infeksi.
.
hemolitik ekstravaskular
:
destruksiseldarahmerahyangadakelainanmembran
oleh makrofag di limpa dan hati. Sirkulasi darah difiltrasi melalui splenic cords menuju sinusoid limpa. Sel darah merah dengan abnormalitas struktur membran tidak dapat melewati proses filtrasi sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag yang ada di sinusoid.
Klasifikasi anemia hemolitk dapat berdasarkan mekanisme terjadinya, secara
klinis fakut atau kronik), dan berdasarkan penyebabnya
:3
Tobel 1. Klosifikosi Anemio Hemolilik3
Herediter Acquied
He
defek
(PNH)
uremtc
Destruksi toksik,
zot outoimun
5peslo
5
DIAGNOSIS ANEMIA HEMOTIIIK Tobel 2. Diognosis don Teropi Anemio Hemolilik','?
Acqvired lmmune-mediofed
Antibody
ldiopotik,
dorohmeroh
preeklomsio, hiperiensi
di
Herediler Enzymopothies
sirkulosi
Defisiensi G6PD
lnfeksi.
obot
Mem
Hemoglobinopoti Tolosemio don sick/e ceii diseose Kelerongon :ITP = thrombolic lhrombocytopenic purpuro; caogulolion: G6PD - glucoie 6 phosphote dehydrogenose
HUS
= hemo/ylic uremic syndrome; DiC = disseminoled introvasculor
Pendekatan diagnosis pada anemia hemolitik yaitu H
\+
perDiltruotnemto indirek
Anemio
:1
Relikulosilosis
Pikirkon diognosis loin, termosuk
Evoluosi hemolisis : DPL, retikulosit, LDH, Bilirubin indirek, hoptoglobulin, SDT {sedioon doroh tepi)
yong menyebobkon normositik normokrom, seperti penyoki't kronik, gogol ginjol kronik
Tidok
Yo
lnf
keluorgo
mikrositik,
lif
Sick/e ce/is
Demom
eksi/
obot
/ riwoyol trovelling
hipokromik
+
Anemio hemolilik mikroongiopotik
lmmune hemo/ysis : keloinon limfoprolifero-
Anemio
Schisfocyfes
Sferosit, DAT -, riwoyol
Sferosit, DAT +
Sferositosis
G6PD
Tolosemio
herediler
Anemio
opuson doroh tebol tipis, kullur doroh.
Sick/e ce/is
serologis Bobersio
/kegono-
son, penyokit
outoimun, inleksi, lrons-
PTlPTT, fungsi ginjol don holi,
fusi doroh
teokonon doroh
TTP, HUS,
Eleklrof oresis
hemoglobin
DlC, eklomsio,
preeklomsio, hipertensi proslhetic
Keterongon
:
Loktof dehidrogenose PT : Prothrombin time PTT : Porfio/ thromboplostin lime HUS: Hemo/yfic Uremic Syndrome LDL :
DAT
Dkect ontiglobulin tesl
G5PD TTP
G/ucose-6-phos phot e de hy drogenose Thrombolic Thrombocylopenic Purpuro
DIC
Disseminoted
in
trov osc ulor co
o g
ulotion
Gombor l. Algorilme Evoluosi Anemio Hemolilk'
Pada bab ini akan dibahas mengenai anemia hemolitik autoimun secara khusus
463
ANEM!A HEMOTITIK AUTOIMUN PENGERTIAN
Anemia hemolitik autoimun (AHA) adalah anemia hemolitk yang ditandai adanya
autoantibodi terhadap sel darah merah autolog yang ditandai dengan pemeriksaan DAT/tes Coombsyang positif. Penyebab pasti belum diketahui. Klasifikasi dari anemia hemolitik autoimun yaitu:3,4 (Tabel 3) Tobel 3. Klosifikosi Anemio Hemolitik Auloimunr!
onemio: post infeksi ( Mycoplosmo pneumonio, mononucleosis), berkoiton dengon kegonoson sel B, keloinon, AHA
Anemio hemolitik Donolh-Londsleiner ,umumnyo berhubungon dengon sindrom virus okul podo onok-onok (sering)
Secondory mixed AHA
464
Pada umumnya B0o/o kasus tergolong warm-reactive antibodres terhadap IgG. Golongan cold agglutinins mempunyai autoantibody terhadap lgM, dan cold hemolysins terhadap IgG. Autoantibodi akan terikat pada sel darah merah. Pada saat
sel darah merah dilapisi oleh antibodi, maka akan difagositosis oleh makrofag dan memicu terjadinya eritrofagositosis yang dapat berlangsung intravaskular maupun ekstravaskular.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Tobel 4. Diognosis Anemio Hemolitik Autoimun2{
AHAWorm-Anlibody Anomnesis
Pemeriksoon fisik
AHA
Keluhon onemio. ikterik. Keluhon penyokit penyebobnyo. Keluhon ongino otou gogol jontung. Riwoyot dolom keluorgo. Dopot okut moupun kronlk
Cold-Anlibody
Berlongsung kronik. Se/f limiting
dolom 1-3 mingu
Dopot normol, pucot, ikterik, tokikordio, demqm,
hepotosplenomegoli Pemeriksoon
penunjong
hemoglobin menurun, hemotokril < l0% otou normol jiko sudoh terkompensosi, leukopenio, neutropenio, trombosit normol DPL :
Hitung retikulosit : meningko.t Bilirubin plosmo : peningkoton
bilirubin unconlugoted don bilirubin totol Loktot dehidrogenose : meningkot, merupokon hosil dori destruksi sel doroh meroh Hoploglobin : menurun Sedioon doroh tepi :sferosit, frogment sel dqroh meroh, sel doroh meroh berinti DAT + : terdeteksi odonyo outoontibody don/otou frogmen proleolitik dori komplemen (C3) Urinolisis : urobilinogen +, bilirubin +/-, hemoglobinurio Aspirosi sumsum
tulong : eritroid
hiperplosio
Direcf onliglobulin fesf (DAT) Diagnosis untukanemiahemolitikautoimun
membutuhkan adanya immunoglobulin
dan/atau komplemen yang terikat pada sel darah merah. Hasil yang positif menandakan
46s
bahwa sel darah merah terlapisis oleh Ig
G
atau komplemen terutama C3. Hasil positif
lemah juga dapat ditemukan tanpa adanya tanda hemolisis. Pada 34
%o
kasus positif
pada pasien AIDS dengan/atau tanpa tanda hemolisis. Hasil negatif ditemukan pada
2-5
o/o
kasus karena jumlah globulin pada pada permukaan sangat sedikit sehingga
tidak terdeteksi. Metode lama (tube method) hanya dapat mendeteksi sampai 150200 molekul Ig G/sel, sedangkan dengan metode terbaru sedikitnya B Ig G molekul/ sel akan menimbulkan aglutinasi sebanyak 5 DAT yaitu
o/o.
Ada 3 kemungkinan pola reaksi pada
:a's
Tobel 5. Kemungkinon Polo Reoksi podo DAT4
DIAGNOSIS BANDING Penyakit autoimun lain seperti sferositosis herediter (hereditary spherocytosisf HS), Zieve syndrome, sepsis karena klostridium, anemia hemolitik yang mengawali
penyakit Wilson.a TATATAKSANA Jika pasien mengalami hemolisis minimal, hematokrit stabil, dengan DAT
positif
umumnya tidak membutuhkan terapi dan hanya diobservasi jika terjadi kelainan klinis.
Transfusi PRC (packed red cell) dapat diberikan terutama jika ada penyakit komorbid
seperti penyakit arteri koroner simptomatik atau anemia berat dengan kegagalan sirkulasi seperti pada paroxysmal cold hemoglobinuria.a
Anemio Hemolilik Autoim u n dengon
.
W
orm - Anlibodyr.a'd
Glukokortikoid:
o
Menurunkan angka kematian pada kasus berat, memperlambat proses hemolisis
o o 466
remisi komplit dan 10 0/o kasus berespon minimal atau tidak berespon terhadap glukokortikoid. Prednison 60-100 mg po [per oralJ sampai hematokrit stabil atau mulai 20o/o kasus
meningkat, dosis diturunkan sampai mencapai 30 mg/hari. Jika keadaan membaik, prednison dapat diturunkan 5mg/hari setiap minggu sampai mencapai dosis 15-20 mg/hari, yang selanjutnya diberikan selama 2-3 bulan setelah episode akut hemolitik reda. Terapi dapat dihentikan setelah 1-2 bulan atau diganti alternate-day therapy schedule.
o o o
Alternate-day therapy schedule: hanya dapat diberikan setelah remisi stabil
pada dosis prednison 1.5-20 mg/hari, untuk mengurangi efek samping glukokortikoid. Terapi diberikan sampai DAT negatif. Metilprednisolon 100-200 mg IV (dosis terbagi) dalam 24 jam pertama, atau prednison dosis tinggi selama l0-L4 hari jika keadaannya berat Jika terapi dihentikan, masih dapat terjadi remisi, sehingga harus dilakukan
pemantauan minimal beberapa tahun setelah terapi. fika remisi makan diperlukan terapi glukokortikoid ulang, splenektomi, atau imunosupresan. a
Rituximab
o
Antibodi monoklonal terhadap antigen
CD 20 yang ada pada
limfosit
B, sehingga
dapat mengeliminasi limfosit B pada kasus AHA
o a
Dosis: 375 mg/m'?/minggu selama 2-4 minggu
Obat imunosupresan
o
cyclophosphomide, 6-mercaptopurine, azathioprine, and 6-thioguanine'. dapat
mensupresi sintesis autoantibodi.
o
cyclophosphamide 50 mg/kg berat badan
o
turut. fika pasien tidak dapat mentoleransi dapat diberikan cyclophosphamide 60
o
idel/hari selama 4 hari berturut-
mg/m' azathioprine B0 mg/mzsetiap hari. Jika pasien dapat mentoleransi: terapi dilanjutkan sampai 6 bulan untuk melihat respon. Jika berespon, dosis dapat diturunkan. Jika tidak ada respon, dapat digunakan obat alternatif lain.
o o o
a
Indikasi: jika tidak respon terhadap terapi glukokortikoid
retikulosit Efek samping: meningkatkan risiko keganasan, sistitis hemoragik berat. Splenektomi: o lndikasi : pasien yang mendapatkan prednison berkepanjangan > 15 mg/hari untuk menjaga konsentrasi haemoglobin o 2 minggu sebelum operasi, diberikan vaksinasi H. influenzae type b, Selama terapi: monitor DPL,
pneumo
co
c
cal, dan
m
e
ni ng
o co c
cal
467
o
Tatalaksana lain
o
:
Asam folat 1 mg/hari : untuk memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah yang meningkat.
o o o
Plasmaferesis: masih kontroversial Thymectomy: pad,aanakyang refrakter terhadap glukokortikoid dan splenektomi Danazol; golongan androgen, dikombinasi dengan prednison dapat menurunkan
kebutuhan splenektomi, memperpendek durasi prednison
o o
Globulin IV dosis tinggi Purine analogue 2-chlorodeoxyadenosine (cladribine)
Anemio Hemolilik Autoimun dengon Cold-Antibodyr'a'd
. . . . .
Menjaga suhu pasien tetap hangat, terutama daerah ekstremitas
Rituximab:375 mg/m2 /minggu selama 4 minggu dapat meningkatkan hemoglobin
Klorambusil,siklofosfamid Interferon: menurunkan titer aglutinin Plasma exchange
KOMPTIKASI Emboli paru, infeksi, kolaps kardiovaskular, tromboemboli, gagal ginjal akut3 PROGNOSIS Pasien dengan AHA warm antibodyidiopatik dapat relaps dan remisl. Tidak ada faktor yang dapat memprediksi prognosisnya. Umumnya berespon terhadap
glukokortikoid dan splenektomi. Angka kematian mencapai 460/o pada beberapa kasus. Angka harapan hidup dalam L0 tahun sebesar 73o/o. Sedangkan prognosis AHA warm antibody sekunder tergantung penyakit penyebabnya. Pada kasus AHA cold antibody idiopatik, perjalanan penyakit umumnya benign dan bertahan untuk beberapa tahun. Kematian karena infeksi, anemia berat, atau proses limfoproliferatif yang mendasarinya. Jika disebabkan karena infeksi, AHA cold antibody akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu. Pada kasus hemoglobinuria masif dapat terjadi gagal ginjal akut yang membutuhkan hemodialisis.a UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Onkologi Medik
. I
468
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
- Divisi Hematologi -
UNIT YANG IERKAIT
. .
RS
pendidikan
:-
RS
non pendidikan
:-
REFERENSI
I.
Dholiwol G. Hemolytic Anemio. Americon Fomily Physicion, June 1,2004 lVOL.69, No. I l. Diunduh dori http://www.oofp.org/oIp/2OO4l060l lp2599.html podo tonggol23 Mei 2012.
2.
Porjono E, Horiodi K. Anemio Hemolitik Autoimun. .Dolom: Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.l 152-l 156
3.
Luzzoto L. Hemolytic Anemios ond Anemio Due to Acuie Blood Loss. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine lBlh edition.United Stotes of Americo.Mcarow Hill. 2012
4.
Pockmon C. Hemolytic Anemio Resulting from lmmune Injury . In : Lichtmon M, Beutler E, Kipps editors. Willioms Hemotology 71h ed. Mc Grow Hill. Chopter 52
T,
5.
Neff A. Autoimmune Hemolytic Anemio. In: Geer J, Foerster J, Luken J. Wintrobe's Clinicol Hemotology I lrh ed. Lippincott Willioms&wilkins. Chopter 35.
6.
Lechner K, Joger U. How I treot outoimmune hemolytic onemios in odults. The Americon Society of Hemotology .BLOOD, 16 September 2010 Vol I 16, No I I . Diunduh dori bloodjournol. hemotologylibrory.org podo tonggol 23 Mei 2012.
ANEM A PE YAK T KRONIK
PENGERTIAN Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya sel darah merah dalam tubuh. Anemia penyakit kronik adalah anemia yang terjadi pada yang ditemukan pada kondisi penyakit
kronik seperti infeksi kronik inflamasi kronik, atau beberapa keganasan. Pada penyakit inflamasi, sitokin dihasilkan oleh leukosit yang aktif dan sel lain yang ikut berperan
menurunkan kadar hemoglobin (Hb). Ada beberapa mekanisme terjadinya anemia pada anemia penyakit kronik :1'2
.
Anemia yang terjadi disebabkan karena sitokin inflamasi yaitu interleukin-6 flL-6) menghambat produksi sel darah merah. IL-6 meningkatkan produksi hormon hepcidin yang diproduksi oleh sel hepatosit berperan dalam regulator zat besi. Hormon hepcidin akan menghambat pelepasan zat besi dari makrofag dan hepastosit, sehingga jumlah zat besi untuk pembentukan sel darah merah terbatas.
. .
Inhibisi pelepasan eritropoietin dari ginjal oleh IL-1 dan TNF a(tumour necrosis factor)
Inhibisi langsung proliferasi progenitor eritroid oleh TNF o dan INF y (interferony), dan IL
.
1
Peningkatan eritrofagositosis makrofag RES (reficulo endothelial system) oleh TNF o
Keadaan yang berkaitan dengan anemia penyakit kronik yaitu Tobel
l. Keodoon yong Berkoiton dengon Anemio Penyokil
Penyebab dari anemia penyakit kronik
.
:1
Kronikr's
:1
Ketidakmampuan tubuh meningkatkan produksi eritrosit (sel darah merahJ sebagai kompensasi pemendekan umur eritrosit
a
Destruksi sel darah merah
a
Sekresi hormon eritropoietin yang tidak adekuat dan resistensi terhadap hormon
tersebut a
Eritropoiesis yang terbatas karena menurunnya jumlah zat besi
a
Absorpsi zat besi dari saluran cerna yang terhambat
PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis cukup sulit terutama jika bersamaan dengan defisiensi zat besi. Penyebab
anemia lain harus disingkirkan sebelum mendiagnosis, seperti perdarahan, malnutrisi,
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin 81.2, dan hemolisis.2
Anomnesis Keluhan-keluhan yang didapatkan berupa rasa lemah dan lelah, sakit kepala, nafas pendek3
Pemeriksoon Fisik Pucat, tampak anemis, dapat ditemukan kelainan-kelainan sesuai penyakit penyebabnya.a
Pemeriksoon Penunjong2.5 . Hemoglobin [Hb): menurun ( kadar : 8-9 g/dl) . Hitung retikulosit absolut : normal atau meningkat sedikit3 . Feritin serum: normal atau meningkat. Merupakan penanda simpanan zat besi, kadar 15 ng/ml mengindikasikan tidak adanya cadangan zat besi . Besi dalam serum: menurun [hipoferemia). Half-life; 90 menit . Transferin serum: menurun, Half-life : 8-L2 hari, sehingga penurunan transferin serum lebih lama terjadi daripada penurunan kadar besi serum. . Saturasi transferin . Reseptor transferin terlarut (soluble transferrin receptor): menurun . Rasio reseptor transferin terlarut dengan log feritin . Kadar sitokin . Eritropoietin . Hapusan darah tepi: normositik normokrom, dapat hipokrom mikrositik ringan
.
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang : jarang dilakukan untuk mendiagnosis anemia penyakit kronik, tetapi dapat dilakukan sebagai gold standard untuk membedakan dengan anemia defisiensi besi. Morfologi sumsum tulang dan pewarnaan zat besi
normal, kecuali dikarenakan penyakit penyebabnya. Hal yang penting diperhatikan adanya simpanan zat besi dalam sitoplasma makrofag atau berfungsi
di dalam
nucleus. Pada individu normal, dengan pewarnaan Prussian blue partikel dapat
ditemukan di dalam atau di sekitar makrofag, sepertiga mukleus mengandung 1-4 badan inklusi halus bewarna biru fsideroblas). Pada anemia penyakit kronik, partikel besi di sideroblas bekurang atau tidak ada, tetapi di makrofag meningkat. Peningkatan simpanan zat besi di makrofag berhubungan dengan menurunnya kadar besi di sirkulasi.a
Perbedaan anemia penyakit kronik dengan anemia defisiensi besi dari hasil pemeriksaan labroratorium
:
Tobel 2. Perbedoon Anemio dorl Hosil Pemeriksoon Penunjongs,6
DIAGNOSIS BANDINGI
. . .
Supresi sumsum tulang karena obat: besi serum meningkat, hitung retikulosit rendah
Hemolisis karena obat: hitung retikulosit, haptoglobin, bilirubin, dan laktat dehidrogenase meningkat Kehilangan darah kronik: serum besi menurun, feritin serum menurun, transferin
meningkat
. . .
Gangguan ginjal Gangguan endokrin: hipotiroid, hipertiroid, diabetes mellitus
Metastasis sumsum tulang: poikilosit, normoblas, teardrop-shaped red cells, sel
mieloid imatur
.
Thalasemia minor
TATALAKSANA',7
. . .
472
Mengenali dan mengatasi penyakit penyebabnya Terapi besi: kegunaannya masih dalam perdebatan
Kontraindikasi jika feritin normal [ >100 ng/mlJa
t
Agen Erythropoietic:
o o o
lndikasi: anemia pada kanker yang akan menjalani kemoterapi, gagal ginjal kronik, infeksi HIV yang akan menjalani terapi mielosupresif. 3 jenis: epoetin o, eportin B, darbepoetin a Epoetin :Dosis awal 50-150 U/kg berat badan diberikan 3 kali seminggu selama
minimal 4 mingu, jika tidak ada respon dosis dinaikkan 300 U/kg diberikan kali seminggu 4-B minggu setelah dosis awal. Target: Hb Ll-1-2 gram/dl 3
o o o
Sebelum pemberian harus menyingkirkan adanya anemia defisiensi besi
Monitoring selama terapi: setelah terapi selama 4 minggu dilakukan pemeriksaan kadar Hb, dan 2-4 minggu kemudian. Jika Hb meningkat
terhadap terapi agen erythrop
o
i
etic.
Transfusi darah: jika anemia sedang-berat (Hb<6.5 gram/dlJ dan bergejala KOMPTIKASI Gagal jantung, kematian3
PROGNOSIS Keluhan anemia akan berkurang jika mengobati penyakit penyebabnya . Pada suatu penelitian dinyatakan bahwa anemia berhubungan dengan gagal ginjal, gagal jantung kongestif, dan kanker. Derajat anemia berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit, prognosis buruk pada pasien dengan penyakit keganasan, gagal ginjal kronik, dan gagal jantung kongestif. Kematian yang terjadi tidak dikarenakan anemia secara langsung. Belum terbukti bahwa perbaikan anemia saja akan meningkatkan prognosis
penyakit penyebabnya seperti kanker atau penyakit inflamasi.2'3 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi
-
UNIT YANG TERKAIT
.
RS
pendidikan
Semua Divisi di Iingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
yang terkait RS
a
non pendidikan
REFERENS! I
.
Gons 7
2.
T.
Anemio of Chronic Diseose. ln :Lichtmon M, Beutler Hill. Chopter 43
f'ed. Mc Grow
editors. Willioms Hemotology
Zorychonski R. Clinicol porodigms Anemio of chronic diseose: A hormful disorder or on odoptive. CMAJ. 2008 August l2; 1 79(4): 333-337. Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/orticles/ PMC24929761
podo tonggol
19
Mei2012.
3.
Gordner LB, Benz Jr EJ. Anemio of chronic diseoses. In: Hoffmon R, Benz EJ, Shottil SS, et ol., eds Hemotology: Bosic Principles ond Proctice. 5th ed. Philodelphio, Po: Elsevier Churchill Livingstone; 2008:chop 37.
4.
Supondimon l, Fodjori H, Sukrismon L. Anemio Podo Penyokit Kronis. Dolom:Suyono, S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, S. Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.l 138-1 1 40
5. 6. 7.
Weiss G,
Goodnough
LT.
Anemio of chronic diseose. N Engl J Med.2005,352: l0l l-1023.
Silver B, Anemio, Diunduh dori https://www.clevelondclinicmeded.com/medicolpubs/
diseosemonogement/hemotology-oncology/onemio/#top podo tonggol 19 Md2012. Adomson J. lron Deflciency ond Other Hypoproliferotive Anemios. ln:Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of lnternol Medicine l81h
474
E, Kipps T,
ed. Mc Grow Hill. Chopter 98
DASA
DASAR KEMOTERAP!
PENDAHUTUAN Agen kemoterapi diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Kelompok agen kemoterapi yang sering digunakan dapat dilihat pada tabel Tobel 'l . Agen Kemoteropi yong Umum Digunokont.2
1.
Cisplotin
Oxoliplolin
muntoh, poru
476
477
mg/m2 q3
Pemetrexed
Anemio, n Thrombositopenio
folot/
kolsium 2$O
mglm2 q3
minggu Neuropoti, onemio,
Relinoids Tretinoin
Bexorotene
Hypercho o Hyperlriglyceridemio Kutoneus, lerotogenik
Wospodo podo hoti
Dokter
Iorgeled loxins Denileukin diftitox
9-18 mg/kg per hori x 5 d q3 minggu
Nouseo/munloh,
Hypersensitivitos
menggigil/demom
okut, hipotensi,
(MI, DVT, CVA)
Penghombol Tyrosine Kinose
Rosh, diore
400 mg/hori
Foligue, diore,
Penghombol mTOR Temsirolimus
25 mg setiop
l0 mg setio
480
minggu
Stomotitis.
I lom sebelum, 2 jom sesudoh mokon
PENANGANAN KOMPTIKAS! AKUT KEMOTERAPI Mielosupresi2
Monifeslosi klinik Febril neutropenia. Neutropenia maksimal muncul 6-L4hari setelah pemberian kemoterapi.
Tololoksono
1. Rontgen toraks 2. Kultur darah, urin, sputum 3. Resistensi obat 4. Antibiotika empiris sambil menunggu kultur metronidazol
5.
/
: seftazidim, vankomisin atau
imipenem jika curiga kuman anaerob dari abdomen atau tempat lain.
Antibiotika sesuai kuman penyebab
Nouseo don muntoh2 Nausea dan muntah dapat terjadi akut (<24 jam kemoterapi) dan delayed (>24 jam
kemoterapi]. Profilaksis antiemetik pada obat kemoterapi yang sangat menginduksi muntah:
.
Kombinasi 100 mg penghambat 5-HT3 dolasetron (AnzametJ fiv atau oral), L2 mg deksametason, dan 125 mg NK1 antagonist aprepitont (oral), pada hari saat pemberian agen kemoterapi.
.
Pemberian deksametason (B mg) and aprepitant (80 mg) hari ke 2-3 untuk delayed nausea.
Atau
.
3x0.15 mg/kg antagonis 5-HT3 ; ondansetron (iv), diberikan sebelum dan 4-B jam setelah kemoterapi
Diore2
.
Diare terkait kemoterapi dapat timbul segera atau delayed (48-72 jam setelah pemberian obatJ.Tatalaksana
. . .
:
Hidrasi
elektrolit Dosis loperamid tinggi, dosis awal 4 mg, lanjutkan 2 mg setiap 2 jam sampai jam bebas diare. Maksimal dosis 16 mg/hari. Jaga keseimbangan
1'2
a
Untuk yang tidak respon terhadap loperamid : Oktreotid (100-150 mgJ, somatostatin analog, atau opiate-based preparations
Mukosilis2
. .
Terapi anestesi topikal dan barrier-creating preparations Mukosistis berat : palifermin atau keratinocyte growth foctor
Alopesio2
. .
Mulai muncul sekitar awal minggu kedua atau ketiga setelah siklus pertama Chemo cops mengurangi temperatur
kulit kepala sehingga mengurangi derajat
alopesia
. .
Kosmetik Dukungan psikologis
UN!T YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi
-
Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non pendidikan
Unit Perawatan Khusus Imunosupresi Unit Perawatan Khusus Imunosupresi
REFERENSI
482
l.
Solmon, S. E. ond Sortorelli, A. C. Concer Chemotheropy, in Bosic ond Clinicol Phormocology, (Koizung, B. G., ed) Appleton-Longe, 1998, p. 881-91 I .
2.
Principle of concer treotment. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. I8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
DIATESIS HEMORAG!K
PENGERTIAN
Diathesis adalah suatu tampilan fisik atau kondisi tubuh yang menyebabkan
jaringan tubuh bereaksi secara khusus terhadap stimulus ekstrinsik tertentu yang akan membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit tertentu. Diatesis hemoragik (hemorrhagic diathesis/bleeding diathesis/bleeding tendency) merupakan suatu
predisposisi hemostasis abnormal atau kecenderungan perdarahan (bleeding tendency).1Proses patofisiologis ini terbagi menjadi 3 kategori yaitu kelainan fungsi atau jumlah trombosit, gangguan faktor koagulasi, dan kombinasi dari keduanya.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesis2-a
.
Riwayat perdarahan spontan di masa lalu, perdarahan di berbagai tempat (multiple sitesJ, perdarahan terisolasi (mis hematuria, hematemesis, hemoptisis)
.
Riwayat perdarahan masif pasca operasi atau trauma (immediate atau delayed),
termasuk sirkumsisi, tonsilektomi, melahirkan, menstruasi, pencabutan gigi, vaksinasi, dan injeksi
. . .
Riwayat penyakit komorbid (gagal ginjal, infeksi HIV penyakit mieloproliferatil penyakit jaringan ikat, limfoma, penyakit hati) Riwayat transfusi Riwayat kebiasaan makan, malabsorpsi, dan antibiotik
)
predisposisi defisiensi
vitamin K
.
Riwayat konsumsi obat seperti aspirin, nonsteroidal anti-inflammatory drugs
.
Riwayat koagulopati dalam keluarga (hemofilia, dll)
INSAIDS)
Pemeriksoon
.
Fisik2'5
Identifikasi tanda perdarahan (perdarahan mukosa, petekia, purpura, ekimosis/common bruises, perdarahan jaringan lunah saluran cerna, epistaksis, hemoptisis)
a
Tanda infeksi
o
Tanda penyakit autoimun
Tobel
l. Koroklerislik
Polo Perdorohon podo Gongguon Hemostosis Sislemika
gos-
Pemeriksoon Penunjong2-s . Laboratorium: o Inisial: darah perifer lengkap, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) dan morfologi darah tepi o Skrining pre-operatif : bila riwayat perdarahan negatif ) darah perifer lengkap, PT aPTT, bleeding time (BT)
o
Lainnya (sesuai indikasi): thrombin time (TT), faktor koagulasi, fibrin degradation products IFDP), agregasi trombosit, serologi virus fDengue, CMY, Epstein Barr Virus, hepatitis C, HIV rubella), serologi LES, elektroforesis serum protein, imunoglobulin, fungsi hati, defisiensi IgA atau monoclonal g
484
ammopathres [selektif), tes Coomb
Bleeding time (BT) m ema nra ng
aPTT memanjang
Riwayat konsumsi obat yang mengganggu fungsi trombosit?
1:1 mix (skrining inhibitor)
PT
dan/atau
Tidak
Ya
Gagal gin.ial, penyakit hati, kelainan mieloproliferatif
Hentikan
obat
Terkoreksi
Tidak terkoreksi
Periksa assay faktor koagulasi individual
Tes antikoagulan lupus, inhibitor faktor koagulan spesif ik
Ulang BT te rkore ksi Ya
Ya
Tidak perlu
Periksa penyakit von Willebrand; agregasi trombosit
tindak lanjut
Te ra
pi
Gombor 1. Algorilmo Diognosis Posien dengon
r
BT, PT, oPTT
Memonjong4
PTi
PT normal (N)
aPTT
aPTT (N) Trombosit (N)
I
Trombosit (N)
Tanpa perdarahan
. Detisiensi faktor Xll,
Terkaitjejas : defisiensl faktor Xl, hemophilia A
Tanpa perdarahan
Perdarahan
HK, atau
. Antikoagulan lupus
P(
Defisiensi faktor V ll derajat berat
atau B derajat ilngan sampar
c Minor
' Hemophilia A atau
B derajat
berat
. vWD tape 3 (berat)
PTT
.
Defisiensi faktorVll derajat ringan
.
Konsumsi antikoaBUlan oral
D
aPrT (N)
PT1
Trombosit (N)
aPTT (N) Trombosit (N)
'inhibitor faktor Vlll didapat . vW0 didapat
Tanpa perdarahan Dengan /.Ianpa perdarahan
. Hipofibnnogenemia . Defisiensi faktor ll, V X derajat ringan
.
XID
. AntikoaBulan lupus
K€leiangan:
HK
= high molecularweighl kininogen: = prekehkrein; vWD = penyakit von Wr lebrand; KID = koegulasi inlravaskular diseminale
PK
. Afibrinogenemia . Defisiensi hktor ll, V X derajal berat . (ombinasi defisiensi faktor V dan Vlll . l(ombinasi deli5iensr faktor vitamin-K dep€ndpnt . lnhibitor faktor ll dan V didapat . lnhibtor f"ktor X didapat (amiloidosis)
Gombor 2. Algorilmo Diognosis Tentolif Gongguon Hemoslosis3
485
Tobel 2. Penyebob
PT
don
oPTT
Memonjong2
DIAGNOSIS BANDING Sesuai etiologi
TATATAKSANA
L.
Gangguan koagulasi : hemofilia A dan B, vWD
-
Preventif : hindari olahraga kontak, higiene oral yang baik, teknik imunisasi yang hati-hati, terapi pengganti segera setelah trauma, tatalaksana episode
perdarahan akut. Terapi profilaksis primer dapat menurunkan insidens artropati, namun inisiasi terapi dan biaya yang dibutuhkan masih menjadi kontroversi.2 Hindari juga pemberian aspirin, NSAIDs, dan obat lain yang dapat mengganggu agregasi trombosit.s
-
Terapi pengganti2
o
Hemofilia A: recombinant atau plasma-derived factor VIII L. Plasma ) kriopresipitat (-80 unit faktor VIII dalam larutan 10
2. 3.
Generasi pertama: Bioclate, Helixate FS, Kogenate, Recombinate
Generasi kedua: Kogenate FS dan B-domain deleted recombinant
factor
7111
(BDDTFVIIIJ
4.
Karena waktu paruh faktor VIII hanya 1.2 jam, maka kadar faktor tersebut harus diperiksa tiap 1.2 jam.
5.
Dosis pemeliharaan: 1/2 dosis awal dan diberikan setiap hari. Monitoring kadar faktor pembekuan biasanya dianjurkan setiap pasca trauma besar, perdarahan, atau operasi.
486
cc)5
Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganti dosis faktor
6
VIII: Dosis (unit) = (target kadar faktor - baseline) x berat badan
7.
lkgl/Z
Dosis faktor VIII untuk terapi perdarahan tercantum pada tabel 3.
Tobel 3. Dosis Foktor Vlll unluk Teropi Perdorohon"a
intromuskulor superfisiol Troktus gostrointestinol
-50
-25
Epistoksis
30-50
t2
7-10
12
Sompoi sembuh
2
r00
2
50-l 00
2
50-r 00
12
2
Retroperitoneol
7-10
Kelerongon 'Posien dengon perdorohon ringqn otou sedong mungkin merespon desmopressin, yong sehorusnyo digunokon doripodo doroh otou produk doroh bilo memungkinkon bFoktor Vlll dopoi diberikon dolom infus kontinu opobilo posien dirowot inop Sete oh bolus inisio , sekitor 150 U foktor Vlll perjom biosonyo cukup unluk dewoso ukuron rolo roto Dosis diberikon liop 12-24jom 'Frekuensi dosis don durosi teropi dopol disesuoikon, tergontung dori keporohon don durosi episode perdorohon :
o
Hemofilia B: recombinant atau plasma-derived factor IX l. Pengganti faktor lX: prothrombin complex concentrates mengandung faktor II, VII, X, dan IX
2.
(PCCs) yang
Karena waktu paruh faktor IX hanya sekitar 16 jam, maka level faktor
tersebut harus diperiksa tiap 16 jam.
3.
Dosis pemeliharaan:
L/2 dosis awal dan diberikan setiap hari.
Monitoring kadar faktor pembekuan biasanya dianjurkan setiap pasca trauma besal perdarahan, atau operasi.
4.
Rumus yang digunakan untuk menghitung pengganti dosis faktor IX:
Dosis (unit) = (target kadar faktor - baseline) x berat badan [kg] x 1,2
Desmopressin [DDAVP): terapi pilihan pada penderita hemofilia A ringan dengan perdarahan ringan-sedang
Terapi antifibrinolisis pada hemofilia A (asam traneksamat atau asam e-aminocaproic/EACA): bermanfaat perdarahan gusi dan menoragia. Dosis oral
487
asam traneksamat dewasa 4x1. g/hari, EACA loading dose 4-5 g dilanjutkan 1
g/jam (continuous infusion) pada dewasa atau 4 g tiap 4-6 jam per oral selama 2-B hari tergantung dari derajat perdarahan. Terapi ini dikontraindikasikan bila ada hematuria.6
-
Fibrin glue/fibrin tissue adhesives dapat digunakan untuk terapi adjuvan untuk
faktor VIII.5
2.
Faktor VIIa rekombinan
)
pada pasien hemofilia dengan titer inhibitor tinggi.
Dosis anjuran: 90 llg/kg tiap 2 jam sampai tercapai hemostasis Gangguan inhibisi faktor koagulasi: autoantibodi faktor VIII'z
-
Tatalaksana etiologi bila diketahui. Apabila imbas obat
)
stop konsumsi maka
perdarahan akan berhenti dalam beberapa bulan. Sebagian besar (inhibitor post partum) sembuh dalam waktu 2-3 bulan pasca persalinan
-
Pasien simptomatik
o
)
mengatasi perdarahan dan menurunkan titer antibodi
Menurunkan titer antibodi : imunosupresan (steroid, cyclophosphamide,
azathioprine, desmopressin, (in fra v enous immun og I obulin) / lVlG, atat plasmaferesis)
o o o
Prednison 1 mg/kg/hari selama 3-6 minggu, atau Cyclophosphamide 2 mg/kg/hari selama 6 minggu, atau Pada pasien dengan
kontraindikasi imunosupresan
)
IVIG 0,4
g/kg/hari
selama 5 hari
3.
Kelainan hematologis terkait abnormalitas fungsi trombositT - Kelainanmieloproliferatifkronis
o o o o -
Polisitemia vera
)
lihat pada bab Polisitemia Vera
Trombositosis esensial
)
lihat pada bab Trombositosis Esensial
Leukemia mielogenus kronis
)
lihat pada bab Leukemia
Mielofibrosis dengan metaplasia mieloid
Terapi sebaiknya diberikan pada pasien simptomatis, usia >60 tahun, individu yang akan menjalani operasi, meliputi koreksi polisitemia, pemeliharaan massa
eritrosit, tatalaksana penyakit yang mendasari. Reduksi trombosit hingga <400.000/uL dengan plateletferesis atau agen sitoreduktif.
-
Leukemia dan sindrom mielodisplasia) Iihat pada bab Leukemia Disproteinemia
-
:
terapi sitoreduktif, plasmaferesis
Penyakit von Willebrand didapat: infus DDAVP, vWF-containing foctor VIII concentrates, IVIG dosis tinggi
4.
Kelainan sistemik terkait dengan abnormalitas fungsi trombositT Uremia: agregasi trombosit abnormal, dan BT memanjang sering terjadi pada
-
pasien uremik tapi bukan merupakan indikasi intervensi terapeutik. Terapi: dialisis, transfusi trombosit, recombinanthuman Epo, DDAVB estrogen konjugasi,
kriopresipitat Antibodi antitrombosit (lTP, LES, alloimunisasi trombosit, trombositopenia) ) lihat pada bab Immune Thrombocytopenia dan Lupus Sistemik Eritematosus Card io p ul m
o o o
onary
by p ass
Evaluasi preoperatif: riwayat perdarahan pada pasien atau keluarga
Transfusi profilaksis komponen darah allogenik tidak diindikasikan Pada pasien anemia preoperatif, dapat diberikan recombi nant human Epo
dan non-anemis dapat diberikan Epo + donor darah autolog
o
Cell savers dan darah yang dikumpulkan dari drainase chest tube dapat
digunakan selama operasi dan di re-infus untuk mengurangi transfusi
allogenik. Keamanan transfusi dalam jumlah besar dengan teknik ini belum ditetapkan.
o
Perdarahan pasca operasi pada pasien dengan BT memanjang dan
o
kehilangan darah berlebihan dapat merespon terapi DDVAP, dan perdarahan pasca operasi yang tidak dapat dikontrol dapat diberikan r e co mb in ant fa cto r Y lla. Inhibisi fibrinolisis dengan aprotinin, EACA, asam traneksamat terbukti mengurangi kehilangan darah mediastinum dan kebutuhan transfusi.
o
Apabila perdarahan pasca operasi non-bedah terjadi, pastikan pasien
tidak dalam keadaan hipotermia dan heparin telah fully reversed. Pad.a tahap ini, administrasi obat dan transfusi trombosit, kriopresipitat, FFP, dan PRC dapat diberikan. Kelainan lainnya
o Penyakit hati kronis ) BT memanjang merespon infusan DDVAP o KID) lihat pada bab Koagulasi Intravaskular Diseminata KOMPLIKASI Perdarahan internal profunda, kerusakan sendi, infeksi
PROGNOS!S Tergantung dari etiologi dan respon terapi
489
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
.
RS
non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Unit Transfusi Darah Unit Transfusi Darah
REFERENSI
l. 2.
Dorlond's lllustroted Medicol Dictionory. 23'd Edition. Philodelphio: Sounders Elsevier.
20OZ
Boz R, Mekhoil T. Bleeding Disorders. ln : Corey W, Abelson A, Dweik R, et ol. Curreni Clinicol Medicine.2nd Edition. The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio :Elsevier.20l0.
3.
Koushonsky K, Selighson U. Clossiflcotion, Clinicol Monifestotions, ond Evoluotion of Disorders of Hemostosis: Overview. ln : Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
4.
McMillon R. Evoluotion of the Potient With o Possible Bleeding Disorder. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
5.
Konkle B. Disorders of Plotelets ond Vessel Woll. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrowHill. 20r 2.
490
6.
Escobor M, Roberts HR, White ll GC. Hemophilio A ond Hemophilio B. ln : Lichtmon M, Beutler Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
7.
Abroms CS, Bennett JS, Shottil SJ. Acquired Quolitotive Plotelets Disorders: Overview. ln: Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
E,
HEMOGTO NOPAT
PENGERTIAN
Hemoglobinopati adalah kelainan dari struktur, fungsi, atau produksi hemolobin [Hb) yang diturunkan secara genetik ataupun didapat. Hemoglobin normal pada orang dewasa (HbA) terdiri dari tetramer polipeptida globin yang mempunyai subunit atau
rantai yaitu 2a dan 2 $.1 Rantai a berhubungan dengan kromosom 16, sedangkan rantai p (non a) berhubungan dengan kromosom 11. Subunit tidak selalu p tetapi dapat e (embrionikJ, 5 fnormal minor HbAz) atau y [fetus). Sel darah merah pada orang dewasa mempunyai 3 tipe yaitu HbA (uZ $2) sebanyak 95 o/o, HbA2 (a2 62) sebanyak 2.5 o/o, dan HbF (a2 y2) sebanyak 2.5 o/o. Perbedaan pada ketiga tipe rantai menentukan afinitas oksigen, kelarutan, dan stabilitas. Segera setelah lahiri produksi
rantai B baru dimulai, sedangkan produksi rantai y mulai menurun, Abnormalitas rantai P tidak bermanifestasi pada bulan pertama kehidupan. Mutasi pada Hb dan sindroma yang berhubungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:2 Tobel
l. Mulosi
Hb don Sindrom yong Berhubungon2
Ada 5 golongan dari hemoglobinopati yaitu Tobel 2. Klosifikosi Hemoglobinopoli'
Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai talasemia
SINDROM TATASEMIA PENGERTIAN
Kelainan biosintesis rantai q dan p globin yang bersifat diturunkan yaitu menurunnya kecepatan produksi atau abnormalitas produksi satu atau lebih rantai globin sehingga menyebabkan menurunnya produksi hemoglobin dan terjadi detruksi berlebihan. Ada 2 tipe talasemia yaitu:3,a . Talasemia a: hilang atau berubahnya gen yang berhubungan dengan rantai globin fi o Paling banyak terjadi pada daerah Asia Tenggara, Timur Tengah, China, dan keturunan Afrika o Terbagi menjadi dua subtype yaitu mayor dan minor . Talasemia p: hilang atau berubahnya gen yang berhubungan dengan rantai globin B o Paling banyak terjadi pada Mediteranlan o Terbagi menjadi dua subtipe yaitu mayor (anemia Cooley) dan minor DIAGNOS!S Tobel 3. Diognosis Tolosemio
493
p
a-
D
d
DIAGNOSIS BANDING Anemia
si
deroblastik kongenital, juv enil e chroni c myel og e nous leukemia.
TATATAKSANA
.
Transfusi darah:
-
'494
Ditransfusi jika Hb terlalu rendah agar pertumbuhan normal Jika ditransfusi terlalu dini maka talasemia intermedia dapat terlewatkan.
Transfusi dilakukan setiap 4 minggu pada pasien rawat jalan.
Anamnesis
Ras,
riwayat keluarga, usia saat pertama
keluhan pertama muncul, perkembangan
Pemeriksaan fisik
Pucat, ikterik, splenomegali, deformitas
skeletal, piomentasi DPL dan SDT
Hb, MCV MCH, retikulosit, inklusi sel darah
merah pada darah dan sumsum tulang Hb elektroforesis
Adanya Hb abnormal, analisis HbH dan Hb Bofts pada pH 6-7
Estimasi HbA2 dan HbF
Distri busi
Sintesis rantai
intraselular HbF
globin
Untuk mengkonfirmasi talasemia p
Analisis struktural dari variasi Hb, misalnya Hb Lepore
Gombr l. Algorilme lnvesligosi Pemeriksoon Penunjong podo Kosus Suspek4
Penatalaksanaan umum
-
Mengatasi keluhan infeksi, penyakit tulang, atau gagal jantung. Jika ada defisiensi folat: diberikan suplementasi asam folat. Suplementasi
tidak
diberikan jika sudah menjalani transfusi darah rutin.
-
Mengatasi gangguan akibat deformitas tulang tengkorak khususnya pada teliga,
hidung, dan tenggorokan, seperti infeksi sinus kronik dan penyakit telinga tengah.
.
Iron Chelation
-
Anak-anak yang mendapat transfusi dapat menyebabkan kelebihan besi sehingga harus menjalani program chelation pada usia 2-3 tahun kehidupan.
-
Deferoxamine diberikan selama B-1,2 jam melalui syringe pump, diinfuskan ke dalam laringan subkutan pada dinding anterior abdomen.
-
Diberikan jika kadar feritin serum mencapai 1000 gram/dl, atau setelah transfusi ke 12-L5.
-
Dosis inisial 20 mg/kg selama 5 malam dalam seminggu, bersamaan dengan
vitamin
C
200 mg per oral, atau setelah deferoxamine diberikan. f ika diberikan
sebelum pemberian deferoxamine dapat mencetuskan miokardiopati.
-
Jika kelebihan besi berat terutama pada pasien dengan komplikasi kardiak dan
-
endokrin, infus deferoxamine dapat diberikan sampai 50 mg/kg berat badan Feritin serum dijaga < 1500 gram/liter
495
-
Komplikasi: eritema lokal, nodul subkutan yang nyeri pada lokasi suntikan, reaksi alergi, toksisitas neurosensori [30% kasusJ, penurunan pendengaran sampai kehilangan pendengaran permanen, gangguan penglihatan, buta warna,
perubahan densitas tulang, retardasi mental, nyeri tulang.
a
Terapi jika muncul komplikasi: hidrokortison 5-10 mg secara infusan.
Transplantasi sumsum tulang
-
Sebelum dilakukan transplantasi, sebaiknya dilakukan chelation secara adekuat
sampai transplantasi akan dilakukan a
Terapi spesifik talasemia
-
Penyakit HbH: tidak ada terapi spesifik, splenektomi mungkin dapat berguna pada kasus anemia berat dan adanya splenomegali, Obat oksidan sebaiknya
tidak diberikan pada penyakit HbH,
-
Talasemia intermedia: observasi ketat pasien selama tahun pertama kehidupan.
lika tanpa keluhan dan tidak ada deformitas pasien tidak perlu ditransfusi. fika selama observasi ditemui adanya gangguan pertumbuhan [retardasi atau keterbatasan dalam akivitas karena anemia) harus ditransfusi rutin. Splenektomi dapat dilakukan sesuai indikasi KOMPLIKASI5,6 Gagal jantung, gangguan hati, infeksi
PROGNOSIS Talasemia berat dapat menyebabkan kematian karena gagal jantung terutama pada usia 20 dan 30. Terapi dengan transfusi darah dan chelation secara adekuat
mempunyai prognosis yang baik dan meningkatkan kualitas hidup. Pencegahan dengan skrining dan konseling dignostik pada pasangan yang mempunyai riwayat talasemia dalam keluarga. Diagnosis antenatal dilakukan berdasarkan pemeriksaan DNA pada amplifikasi PCR DNA fetus yang didapatkan dari amniosentesis atau biopsi
vili korionik.l's'5 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Onkologi Medik
.
496
RS
non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
- Divisi Hematologi -
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS no n
Unit Transfusi Darah
pendidikan
Unit Transfusi Darah
REFERENSI
l.
Benz E. Disorders of Hemoglobin. ln:Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of Internol Medicine I8rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 104
2.
Wilson M, Forsyth P. Hoemoglobinopoihy ond sickle cell diseose. Continuing Educotion in Anoesthesio, Criticol Core & Poin.2012. Diunduh dori http://ceoccp.oxfordjournols.org/ podo
tonggol 26 Mei 2012.
3.
Shivoshonkoro A.R, Joilkhoni R, Kini A. Hemoglobinopothies ln Dhonarod. Journol of Clinicol ond Diognostic Reseorch 2008 Februory:2:593-599. Diunduh dori http://www.jcdr.net/bock_issues. osp?issn=0973-709x&yeor=2008&month= Februory&volume=2&issue= I &poge=5 &id= 156 podo tonggol 26 Mei 2012.
4.
Weotheroll S.Disorders of Globin Synthesis: The Tholossemios. In: Lichtmon M, Beutler E, Kipps editors. Willioms Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 46.
5.
Giordino PJ, Forget BG. Tholossemio syndromes. ln: Hoffmon R, Benz EJ, Shottil SS, et ol., eds. Hemotology: Bosic Principles ond Proctice. 5th ed. Philodelphio, Po: Elsevier Churchill Livingstone; 2008:chop
6.
41
T,
.
DeBoun MR, Vichinsky E. Hemoglobinopothies. ln: Kllegmon RM, Behrmon RE, Jenson HB, Stonton BF, eds. Nelson Textbook of Pediotrics. l8th ed. Philodelphio, Po: Sounders Elsevier; 2007:chop 462.
497
TROMBOS TOPENIA MUN
PENGERTIAN
Immune Thrombocytopenia, atau yang sebelumnya dikenal dengan ldiopathic Thrombocytopenic Purpurayangkemudian menjadi lmmuneThrombocytopenic Purpura
(lTP), merupakan suatu kelainan autoimun dimana terjadi destruksi imunologis trombosit yang seringkali menjadi respon dari stimulus yang tidak diketahui. ITP dapat terisolasi fprimer) atau berkaitan dengan kelainan lainnya [sekunder). Etiologi sekunder ITP meliputi penyakit autoimun fterutama sindrom antibodi antifosfolipid),
infeksi virus [hepatitis C dan human immunodeficiency virus/HIY), dan beberapa macam obat (tabel 1).1 ITP primer didefinisikan sebagai hitung trombosit < 100 x 1O'q/L dan tidak ditemukan kelainan lain yang dapat menjadi penyebab trombositopenia.2 Tobel
.
. .
l.
Etiologi Sekunder lTPl
lnfeksi sitomegolovirus (CMV). Helicobocter pylori, hepotitis C, HlV, voricello zoster
Efek somping voksinosi Lupus eritemotosus sistemik
(LES)
Karakteristik ITP yaitu perdarahan mukokutaneus dan hitung trombosit rendah, seringkali sangat rendah, dengan apusan darah tepi normal. Pasien umumnya datang
dengan ekimosis dan petekia, atau trombositopenia yang secara tidak sengaja ditemukan pada pemeriksaan darah rutin. ITP juga dapat mengancam nyawa, meskipun
lebih jarang terjadi, misalnya perdarahan pada susunan saraf pusat, purpura basah (perdarahan di dalam mulut), dan perdarahan pada retina.3 Pada anak-anak, penyakit
ini terjadi akut, dan sering terjadi pasca infeksi, dan bersifat self-limited.3 ITP kronis merupakan manifestasi trombositopenia yang persisten [> 6 bulanJ akibat kelainan autoimun. Diagnosis ITP kronis merupakan
diagnosis Per eksklusionam (memungkinkan diagnosis yang lain) dan mengacu pada rekomendas i American Society of Hematology (tabel 2).4 Tobel 2. Krilerio Diognosis ITP Kronis Menurul Americon Sociely of Hemotology: DiognosisEksklusia
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis
.
Gejala perdarahan terisolasi yang konsisten dengan trombositopenia tanpa gejala
.
konstitusional (penurunan berat badan signifikan, keringat malam, nyeri tulangJ Pada kasus akut, perlu ditanyakan riwayat infeksi yang mengawali seperti rubeola,
1
rubella, atau infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)s
.
Pada kasus kronis, perlu ditanyakan riwayat epistaksis berulang, menometrorrhagia,
infeksi hepatitis
C,
HIV penyakit autoimun [LES)3'4
Pemeriksoon Fisik
.
Perdarahan mukokutaneus fpetekia, purpura, ekimosisJ pada mukos a oral (gum
bleeding),saluran cerna3'a
. . .
Tanda infeksi3 Tanda penyakit autoimun3
farang ditemukan hepatosplenomegali, limfadenopati, tidak ditemukan jaundice atau stigmata kelainan kongenitall
Pemeriksoon Penunjong3
.
Laboratorium : darah perifer lengkap, morfologi darah tepi, serologi virus (Dengue, CMY,Epstein BarrVirus,hepatitis C, HIV rubella), serologi LES, elektroforesis serum
protein, imunoglobulin, fungsi hati, defisiensi IgA ataumonoclonal gammopathies
. .
(selektif), tes Coomb. Pungsi sumsum tulang, dengan indikasi 6(tidak rutin dikerjakan) Usia > 60 tahun dengan manifestasi atipik (lelah, demam, nyeri sendi, makrositosis, neutropenia
.
Sebelum splenektomi pada pasien dengan diagnosis non-definitif
499
DIAGNOSIS BANDING ITP-like syndrome pada penderita HIV atau hepatitis C, ITP sekunder imbas obat,
hipogamaglobulinemia.a TATATAKSANA
Prinsip tata laksana ITP ditentukan berdasarkan beratnya trombositopenia dan terjadinya perdarahan. Tujuan tata laksana awal adalah mencapai keadaan hemostatik, dengan jumlah hitung trombosit > 30.000x10efL. Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan tata laksana ITP sebelum dilakukan splenektomi. Splenektomi direkomendasikan pada kasus dimana memerlukan lebih dari 72 bulan untuk mecapai hitung trombosit yang hemostatik dan kondisi tidak toleran terhadap terapi sebelumnya Terapi diindikasikan pada semua pasien dengan keluhan perdarahan dan jumlah
hitung trombosit kurang dari 20.000 x70e/L karena pada kondisi ini kurang dari 1.Oo/o
lanfl dapat mencapai remisi spontan. Pada kondisi dimana hitung trombosit
> 50.000 x10'g/L biasanya cukup dilakukan observasi saja meskipun beberapa kasus
memerlukan tata laksana lebih lanjut. Secara umum, pada kondisi hitung trombosit
Emorgoncy' lV /}1sihyl0Iedrnsol{)rE tl 0 gld iVl{i {1 0 s/kgJd fo. ?-3 days)
ilV€nti-D
(75
r
1,3dI
lrg*ql
i lV vincristrE i1-2 mg) t Pl€lFl€l tranEfusigl r
FE6or Vlla
lnltlsl Troatnnentr
Pitt6l.t eount Ptatels{ couni:>20-30.000 r lo'lL
s
No aeatment in tre abssoe of Boecisl
O6J(&nslhB6on6 {,lo mg/day po x dayEJmgnth)
oiromslances
I
ITP
*ltr
Pre{lnsone (1 mglkgday p.) r lVanlr-U {5O-75 tJg,qrqJ t lVlG {1 E/kglday x ?-3 as nE€dect}
p3rsl.tefit pl6tebt counti <20-i0,OOO,
tN
dore FBdn.sone {510 mg/day) IV BntFt] {50-75 ps,rlqddose pnl lV enti-CD?0 (375 mq/# q,i!Ek l. ,l) OanBeal (10-15 mglkg/day po)
I
O
rll
il
Steble plilelst counl: >30.50.0O0, 'lOtrL t,lo therrpy, obserye
Trestrnent fcr 3-1 ? moBths lrom dlagnosis
rPlalelei
I count:
<20"00Q
oslabh pletelet squil >30€0.0[0 i loqrl.
iloon-
lmmunite
Na lhe{Fpy, 0[5€q,B
Splentrtomy
Gombor l. Tolo [oksono
500
ITP
Dewoso Sebelum SplenektomiT
antara 20.000-50.000 x10'/L, tidak diperlukan tata laksana segera pada kondisi tanpa
perdarahan maupun tidaka didapatinya penyakit komorbid lain seperti: hipertensi
tidak terkontrol, ulkus peptik aktif, operasi maupun trauma kepala. ITP KRONIK
Tigapuluh sampai dengan empat puluh persen pasien tetap memiliki hitung trombosit kuang dari 50.000 x 1.0'/L meskipun telah dilakukan splenektomi, hal ini diakibatkan tidak respon maupun kekambuhan. Pada kondisi seperti ini, tujuan dari pengobatan lebih ke arah mencapai kondisi trombosit hemostatik dengan efek samping
minimal, dibandingkan mencapai kesembuhan. TERAPI ITP SEKUNDER PADA KEADAAN KHUSUS Treetrn€nt of Fttient5 Failing SpFenectorny1 Flatelel c*trot: .20-30,000 x I0i/L
First-line Ttrerapf
Thard-tine Ttrrerapy
lV drti-CE2D of Sanazol + either A76thioprinF
Con'ibinallnn eh&mothorep l----+
od a.4ycophBnolate m016tit
y
Slem-cel I irafl splEntatio n
Erparlmanlat Thempy Tirsm D,ato,Etif
Gombor 2. Tolo [oksono Posien
ITP
li
-
tors
yong Gogol dengon SpleneklomiT
Berikut adalah terapi ITP sekunder pada keadaan khusus seperti tercantum pada tabel
3.
Tobel 3. Teropi ITP Sekunder podo Keodoon Khusus' ITP
sekunder terkoit HIV
ITP
sekunder terkoit hepotitis C
.
Totoloksono infeksi HIV dengon ontivirol
KOMPTIKASI I
nfeksi, ITP berat,
di ab ete
s
-indu
ce
d steroi d, hi pertens i, imunokompromais
PROGNOSIS Prognosis pada dewasa baik, sebagian besar pasien memiliki hitung trombosit aman pasca terapi. Dalam studi Italia tahun 2010, 310 anak dan dewasa dengan ITP kronis,
sebanyak 40,3o/o dapat mempertahankan hitung trombositnya > 50 x 70'/L dengan prednison dosis rendah atau terapi lainnya. Hanya 17o/o yang tetap memiliki hitung trombosit
ren dah (<
3
0x
1
0'g/L) dal am follow-up selama
12
1
bulan; dan
560/o
diantaranya
menjadi ITP beratkarena tidakditerapi. Dari 109 pasien pasca splenektomi,660/omerespon dengan baik dan 34o/olainnya dilaporkan relaps.sRisiko perdarahan fatal pada dewasa dengan ITP kronis pada analisis tahunan sebanyak t,6-3,9 kasus per 1-00 pasien dalam 1
tahun. Risiko ini lebih rendah pada usia < 40 tahun dan lebih tinggi pada usia > 60 tahun.e
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
.
RS
non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Unit Transfusi Darah Unit Transfusi Darah
REFERENSI
L
Neunert C, Lim W, Crowther M, et ol. The Americon Society of Hemotology 201 1 evidence-bosed proctice guideline for immune thrombocytopenio. Blood 2011:117:4190-4207 . Diunduh dori http:// podotonggol 17 Mei2012. bloodiournol.hemotologylibrory.org/contenl/117/16/4190.full.pdf
2.
Rodeghiero F, Stosi R, GernsheimerT, et ol. Stondordizotion of terminology, definitions ond outcome criterio in immune thrombocytopenic purpuro of odults ond children: report from on internotionol working group. Blood. 2009; I I 3 ( I 1 l:2386-2393
3.
Konkle B. Disorders of Plotelets ond Vessel Woll. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-
4.
McMillon R. Hemonhogic Disorders:Abnormolities of Plotelet ond Vosculor Function. ln:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
5.
Purwonto l. Trombositopenio Purpuro lmun. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1 165-73.
Hil.2012.
6.
Boz R, Mekhoil T. Disorder
of Plotelet Function ond Number. ln : Corey W, Abelson A, Dweik
R,
et ol. Current Clinicol Medicine. 2nd Edition. The Clevelond Clinic Foundotion. Philodelphio: Elsevier. 2010. tlol 577-8
502
7. 8.
Cines DB, Bussel JB.How
9.
Cohen YC, Djulbegovic B, Shomoi-Lubovitz O, Mozes B. The bleeding risk ond noturol history of idiopothic thrombocytopenic purpuro in potients with persistent low plotelet counts. Arch lntern Med. 2000;l 60:l 530-l 638. [Abstrok]
I
treot ldiopothic Trombocytopenio purpuro. Blood.2005;106:2244-9.
Vionelli N, Voldrd L, Fiocchini M, et ol. LongJerm follow-up of idiopoihic thrombocytopenic purpuro in 310 potients. Hoemotologico. 2001;86:504-509. [Abstrok]
I
I
I
( I
I
!
503
KOAGULAS T AVASKUTA
SE
TA
PENGERTIAN
Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), juga dikenal dengan sebutan consumptive coagulopathy atau defibrination, merupakan suatu sindrom klinikopatologis yang ditandai dengan pembentukan fibrin intravaskular yang menyebar akibat aktivitas protease darah berlebihan yang mengganggu mekanisme antikoagulan alami. Beberapa kondisi yang berkaitan dengan KID seperti tercantum pada tabel Tobel
l.
1.1'2
Beberopo Kondisi yong Berkoiton dengon KlDr
PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis KID dapat ditegakkan dengan sistem skoring The International Society
for
Thrombosis and Haemostasis (ISTH) seperti tercantum pada tabel 2. Skoring ini
memberikan 5-tahap diagnosis KID dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium sederhana yang tersedia di hampir semua laboratorium rumah sakit. Skoring ini juga
dapat digunakan pada KID akut fmisalnya sepsis) maupun kronis (mis. malformasi
vaskular dan aneurismaJ dan memiliki sensitivitas KID nyata (overt DIC).3 Tobel 2. Sislem Skoring KID menurul
9'l.o/o dan
spesifisitas 97% untuk
ISTH3
[okukon pemeriksoon
Morker librin (D-dimer degrodosi fibrin)
Pemeriksoon penunjong loinnyor,2,a . Laboratorium: activated partial thromboplastin time IaPTT), thrombin time (TT), antitrombin III, morfologi darah tepi [dapat ditemukan fragmentasi eritrosit/ schistocytes)
DIAGNOSIS BANDING Fibrinolisis primeri penyakit hati berat, kelainan mikroangiopati.l'2 TATAIAKSANA Tatalaksana KID
l. 2.
terdiri dari
2'6
Identifikasi dan tata laksana penyakit komorbid yang mendasari terjadinya KID dan terapi suportiftanda vital Terapi tidak dibutuhkan apabila gejala ringan, asimptomatik, dan sembuh sendiri (self-limited)
3.
Menjaga keseimbangan hemodinamik
505
4.
Terapi komponen darah Qebih Iengkap Iihat pada bab prosedur Transfusi Darah)
-
Indikasi transfusi trombosit
i. ii.
:
Perdarahan aktif atau Risiko tinggi perdarahan (mis. pasien pasca operasi atau akan menjalani
prosedur invasif dengan hitung trombosit < 50 x 10e/LJ3 atau
iii, -
Pasien tanpa perdarahan dengan hitung trombosit 1,0-20 x
10e
f
L.3
Fresh-frozen plasma (FFPJ3
i.
Dapat diberikan pada pasien KID dengan perdarahan dan aPTT dan PT memanjang, atau level fibrinogen < 50 mg/dL
I
ii. iii.
Dosis inisial : 15-30 ml/kg
Apabila transfusi FFP tidak memungkinkan [mis. karena adanya fluid overload) ) pertimbangkan faktor konsentrat seperti konsentrat kompleks protrombin
-
Trombosit jika
:
L. Trombosit < 10.000/mm2 atau 20.000 /mm2 dengan infeksi berat 2. Terdapat perdarahan dengan jumlah trombosit < 50.000/mm2
-
Pada kasus dengan defisiensi fibrinogen spesifik
)
koreksi dengan purified
fibrinogen concentrates atau kriopresipitat.3 l kantung kriopresipitat/L0 kg BB dapat meningkatkan kadar fibrinogen 100 mg/dl.
-
Pada kasus tertentu, pertimbangkan
kriopresipitat (mis. pada hipofibrinogenemia
berat <1 g/L)3, antitrombin III
5.
Terapi obat
-
Antikoagulan diberikan pada KID dengan manifestasi predominan trombosis seperti tromboemboli arteri atau vena, purpura fulminan berat yang berkaitan
dengan iskemi atau infark
kulit akral, atau pada pasien KID kritis tanpa
perdarahan dapat diberikan antikoagulan profilaksis unfractioned heparin [UFH) diberikan 10 unit/kg/jam tanpa target aPTT sampai 1,5-2,5 x kontrol atau LMWH.3
-
Konsentrat faktor koagulan : recombinant human activated protein alfa) infus selama 96 jamz
)
C
(Drotrecogin
terbukti efel
dan dalam seting ICU karena adanya risiko perdarahan.s
-
Antifibrinolisis pada umumnya merupakan kontraindikasi kecuali pada perdarahan yang mengancam nyawa dan kegagalan terapi komponen darah
s06
KID PADA KEADAAN KHUSUS6 a
Kehamilan
-
Solusio plasenta Derajat keparahan berbeda-beda,dari ringan hingga syok dan kematian janin.
Penggantian volum secara cepat dan evakuasi uterus merupakan terapi
terpilih. Transfusi kriopresipitat,
trombosit sebaiknya diberikan bila perdarahan masif terjadi. Akan tetapi, bila tidak ada perdarahan berat, pemberian komponen darah tidak perlu karena deplesi faktor koagulasi meningkat secara cepat saat persalinan. Heparin atau antifibrinolisis tidak FFP, dan
diindikasikan.
-
Emboli cairan ketuban Pemicu KID adalah adanya faktor jaringanf tissue factor (TFJ pada cairan ketuban. Oklusi ekstensif pada arteri pulmonalis dan respon anafilaktoid akut merupakan tanda dari SIRS fsystem ic inflammatory response syndrome) berat yang memicu dispneu tiba-tiba, sianosis, kor pulmonal akut, disfungsi ventrikel
kiri, syok, dan kejang. Gejala ini terjadi dalam hitungan menit sampai beberapa jam diikuti perdarahan berat yang disebabkan oleh atonia uteri, tempat tusukan, saluran cerna, dan organ lainnya. Cara terbaik untuk menurunkan mortalitas adalah terminasi dini pada pasien risiko tinggi dan pencegahan uteri
tetani dan hipertonus saat persalinan. Saat sindrom dikenali, sangat penting untuk terminasi kehamilan segera dengan support paru dan kardiovaskular.
-
Preeklampsia dan eklampsia Pemberian heparin tidak menunjukkan manfaat bermakna
-
Sindrom HELLP Sindrom hemolisis (H), peningkatan enzim hati IEJ, trombositopenia (LP), dan nyeri epigastrium akut merupakan komplikasi dari hipertensi kehamilan. Tatalaksana meliputi terapi suportif, observasi ketat, dan terapi komponen darah. Dengan beberapa pengecualian, persalinan tidak harus dilakukan per
abdominam. Sindrom HELLP cenderung berulang.
-
Sepsis
Terapi untuk semua kasus KID terkait sepsis termasuk antibiotik, dukungan fungsi vital, dan intervensi bedah untuk membuang sarang infeksi lokal. Dapat
dipertimbangkan aborsi atau bahkan histerektomi.
507
Dead Fetus Syndrome
Beberapa minggu setelah kematian janin, sekitar 1-/3 pasien menunjukkan tanda laboratorium KID, yang biasanya diikuti dengan perdarahan. Komplikasi
jarang terjadi karena induksi persalinan dilakukan segera setelah diagnosis
ditegakkan. Namun apabila induksi persalinan harus ditunda, sebaiknya dilakukan pemeriksaan serial koagulasi darah. Apabila kasus kematian janin pada kehamilan multipel aterm, terapi dimulai menurut diskusi. Namun bila terjadi saat preterm, pemberian heparin jangka panjang dapat bermanfaat. Perlemakan hati akut Terapi primer pada pasien ini adalah persalinan lebih awal dan terapi suportif. Komplikasi yang berpotensi letal adalah pankreatitis. KOMPTIKASI Gagal organ, trombosis vena dalam, KID fulminan
PROGNOSIS Tergantung penyebab dan respon terhadap terapi UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Hematologi-
OnkologiMedik
.
RS non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Unit Transfusi Darah Unit Transfusi Darah
REFERENSI
1.
Anudo V, High KA. Coogulotion Disorders. ln : Longo DL, Fouci AS. Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of Internol Medicine. I Bth Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
2.
Schofer Al. Hemorrhogic Disorders : Disseminoted lntrovosculor Coogulotion, Liver Foilure, ond Vitomin K Deflciency. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.23rd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
3.
Levi M, Toh CH, Thochil J, Wotson HG. Guidelines for the diognosis ond monogement of disseminoted introvosculor coogulotion. British Journol of Hoemotology 2009;145:24-33
4.
Sukrismon L. Koogulosi Introvoskulor Diseminoto. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol Buku Afor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1319-22.
5.
Vincent
JL,
Bernord GR, Beole
R,
et ol. Drotrecogin olfo (octivoted) treotment in severe sepsis from
the globol open-lobel triol ENHANCE: further evidence for survivol ond sofety ond implicotions for eorly treotment. Crit Core Med. 2005;33:2266-2277.
6.
Levi M, Selighson U. Disseminoted lntrovosculor E,
Coogulotion. ln: Koushonsky et ol. Willioms Hemotology. 8th Edilion. Chino, McGrow-Hill. 2012
K,
Lichtmon M, Beuller
509
LEUKE A
PENGERTIAN
Leukemia merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan progresif sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitif dan sel induk darah.l Leukemia akut dibagi dua berdasarkan sel yang mendominasi yaitu:
1.. Leukemia seri mieloid: akut dan kronik 2. Leukemia seri limfoid: akut dan kronik Berikut akan dijelaskan satu persatu mengenai jenis leukemia tersebut diatas.
TEUKEMTA MTELOBTASTTK AKUT
(rMA)
PENGERTIAN
Leukemia mieloblastik akut adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.l PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Mudah lelah, dapat ditemukan gusi berdarah, mimisan, anoreksia, berat badan turun.2
Pemeriksoon Fisik Peteki atau purpura yang biasanya terdapat pada ekstremitas bawah, tanda-tanda infeksi tenggorokan, paru-paru, kulit, daerah perirektal, dll, demam, gejala leukostatis:
gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada, dan priapismus, hepatomegali, splenomegali.l'2
to
Loborolorium
.
Pemeriksaan morfologi sel: tampak blast, banyak granul, auer rods (eusinofil batang-seperti inklusi)
.
Pengecatan sitokimia (sudan black b dan mieloperoksidase): hasil pengecatan
sitokimia pada setiap tipe LMA dapat dilihat pada tabel
.
1.
lmmunofenotip: CDL3 dan CD33, CD41 berkaitan dengan M7.
Tobel
l.
Hosil Pengecolon Silokimio mosing-mosing Subgroup IMA Berdosorkon Klosifikosi
France Americon 8rr'fish (FAB).1
difere
MO
MI M2 M3 M4
tonpo moturosi LMA dengon motu LMA
(25-30%)
okut
M4EO
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
M5 M6 +
M7
DIAGNOSIS BANDING Leukemia mieloblastik kronik, sindrom dismielipoetik.3 TATALAKSANAI
1.
Tatalaksana standar 7+3: kemoterapi induksi dengan sitarabin 100mg/m'z diberikan secara infuse kontinyu selama 7 hari dan daunorubisin 45-60mg/m'z/ hari iv selama 3 hari
2.
Tatalaksana pasca remisi dapat dilihat pada tabel 2.
Tobel 2. Pilihon Totoloksono LMA1
Fovoroble
Stondor 7+3
2
HDACx 3-412-3 siklus diikuti HSCT
Unf
avoroble
otolog
KOMPTIKASI Leukostatis dan akibatnya PROGNOSIS Sekitar B0-90% pasien dibawah 60 tahun dan 50-60% pasien usia lanjut mengalami
remisi komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang diberikan obat tunggal.3 Sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh Iebih dari 6o0/o
pasien. Durasi median remisi komplit kedua umumnya kurang dari 6 bulan bila tanpa HSCT dengan disease free survival kurang
dari 10 bulan.l
TEUKEMTA MTELOSTTTK KRONTK (LMK) PENGERIIAN Leukemia mieloblastik kronik ganguan mieloproliferatif dari primitive hemapoieti c stem cell yang dikarakteristikan dengan produksi berlebihan sel seri myeloid.a LMK
diidentifikasi dengan ditemukannya ekspansi klonal dari hematopoietic stem cell dengan translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan22.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomneso Fatigue, malaise, beratbadan turun, demam, dapat ditemukan nyeri kuadran kiri atas.2
Pemeriksoon Fisik Splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, perdarahan (jarang), dapat ditemukan
arthritis gout, tanda leukositosis berat seperti infark miokard, vasoocclusive disease, cerebrovoscular accidenfs, trombosis vena, gangguan penglihatan, insufisiensi pulmonal, tanda-tanda infeksi.a
Ioborotorium4
.
Leukositosis [10.000-500.000/m3) didominasi oleh neutrofil, basofil dan eusinofil
meningkat. Level Leukosit alkaline phosphatase (LAP) rendah. Hemoglobin > 1,1-go/o ditemukan padaL/3 kasus. Level serum vitamin Bl2,laktat dehidrogenase, asam urat, lisosim,
512
o
Pada sumsum tulang tampak hiperselular dengan hiperplasia mieloid, meningkatnya
a
retisulin atau fibrosis kolagen. o Kronis: < 'L}o/o blast (perifer atau sumsum tulang) o Akselerasi: 10-20% blast o Blastik: >20o/oblas (2/3 mieloid, 1/3 limfoid) Sitogenetik ditemukan abnormalitas t(9; 2 2) (q3 4; qL1..2).
DIAGNOSIS BANDING Polisitemia rubra vera3
IAIA[AKSANA2
. . . . . .
Non transplantasi: imatinib mesylate
Transplantasi: (allogenic stem cell transplantation) HSCT
otologi
Interferon
a
Kemoterapi:hidroksiurea Leukapharesis dan splenektomi
PROGNOSIS Dengan terapi imatinib, perkiraan angka bertahan 5 tahun . 90o/o. Dengan (allogeneic stem cell transplantation), angka kesembuha n 40-800/o pada pasien dalam fase kronik dari LMK, 15-40% pada pasien dalan fase akselerasi LMK,2-20o/o pada
pasien fase blastik LMK.4
LEUKEM
At
MFOBTASTTK AKUT
(rrA)
PENGERTIAN Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Dapat terjadi pada limfosit T maupun limfosit
B.s
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisa
.
Gejala anemia: rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak napas/gagal jantung, berkunang-kunang
5r3
a
Tanda-tanda infeksi: sering demam
a
Akibat trombositopenia: perdarahan (menstruasi lama, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah, muntah darahJ
Pemeriksoon Fisik Pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening IKGB) superfisial, organomegali,
petekie/purpura/ekimosis.s
Pemeriksoon Penunjongs Laboratorium: darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH, asam urat, fungsi ginjal, fungsi hati, serologivirus [hepatitis, HSV EBV CMV) . Morfologi : tidak ada granul
. .
Sitologi aspirasi sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, hitung jenis sel blas dan/atau progranulosit > 30%
.
Pengecatan sitokimia, sudan black dan mieloperoksidase negatif, pewarnaan asam
fostase positif pada Iimfosit T ganas, pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) akan
positif pada limfosit
.
B.
Sitogenetik: pada LLA sel B ditemukan t[B;1a), {2;B), dan t[B;22J.
DIAGNOSIS BANDING Leukemia limfositik kronik, hairy cell leukemiq,limfoma, atypical lymphocytosis of mononucleosrs dan pertussis.a
IATATAKSANA
.
Kombinasi kemoterapi dengan daunorubisin, vinsristin, prednison dan asparaginase.3
.
Transplantasi sumsum tulang bagi pasien yang memiliki risiko tinggi unuk kambuh
[kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL, hiperleukositosis, gagal mencapai remisi komplit dalam 4 mingguJ.s KOMPTIKASI Sindrom lisis tumo6 infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia/koagulasi
intravaskular diseminata.s
514
PROGNOSIS Kebanyakan pasien dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi
saja, dan hanya 30o/o yang bertahan hidup lama. (Overall disease free survival rate) untuk pasien dewasa kira-kira 30%. Pasien usia > 60 tahun mempunyai (disease free
survival rate)
70o/o setelah
remisi komplit.s
TEUKEMTA UMFOSTTTK KRONTK
(rrK)
PENGERTIAN
Leukemia limfoblastik kronik (LLK) adalah suatu keganasan hematologik yang
ditandai oleh proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, limpa, hati, dan organ-organ lain.6
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Hilangnya nafsu makan, menurunnya kemampuan latihan/olahraga, demam, keringat malam, dapat juga tanpa gejala.3
Pemereiksoon Fisik Limfadenopati terlokalisir atau generalisata, hepatosplenomegali.3 Ioboroforium6
.
Hapus darah tepi: peningkatan jumlah leukosit dengan limfositosis kecil sekitar
95% (kriteria diagnostik).
. .
Imunofenotip khas limfosit (CD5+, CD19+, CD20+, CD23+,CD22-/+) Sumsum tulang: normal atau hiperselular, infiltrasi limfosit pada sumsum tulang > 30o/o
.
Sitogenetik 1,Lq22-23 & 77p1,3 unfavorable, trisomy 12 neutral, 13q14 favorable
DIAGNOSIS BANDING Pertussis, (Waldenstrom macroglobulinemia), hairy cell leukemia, mantle cell lymphoma,leukemia limfoplasmasitik, leukemia sel T kronik.3
5r5
KOMPTIKASI
Infeksi, hipogamaglobulinemia, transformasi menjadi keganasan limfoid yang progresif, komplikasi akibat penyakit autoimun, keganasan.6 PROGNOSIS Prognosis tergantung stadium, lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 3 Tobel 3. Slodium ILK dengon Prognosisnyo Slodium Limfosiiosis doroh
0
lepid on sumsum tufong
I
il
lll
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
:
Departemen Ilmu PenyakitDalam Divisi Hematologi
-
Onkologi
Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNII TERKAIT . RS pendidikan
.
RS
non pendidikan
REFERENSI 'I
.
2.
Kurniondo, Johon, Leukemio mieloblostik okut. Dolom Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto :Boloi Penerbit FKUI;2009.p. 1 234-40.
Acute ond chronic myeloid leukemio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
S,
5r6
3.
Generol opprooch io onemio. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine Medicol Diognosis ond Treotment. The Mccrow Hills Componies 201 I
4.
The ocute Leukemio. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders Philodhelphio. 2007.
5.
Fionzo, Ponji lroni. Leukemio limfoblosyik okut. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 1266-1275.
6.
Rotty, Lindo W.A. Leukemio Limfositik Kronik. Dolom :Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku ojor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deporiemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 1276-82.
A.
Current :
LIMFOMA
PENGERTIAN Limfoma adalah keganasan sel limfoid yang terjadi pada jaringan limfoid.l Limfoma
dibagi menjadi 2 macam; 1. Limfoma non Hodgkin, dan 2. Limfoma Hodgkin.
TIMFOMA NON HODGK'N PENGERIIAN
Limfoma non Hodgkin adalah kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang berasal dari sel NK fnatural Killer).l Klasifikasi Limfoma non Hodgkin dapat dilihat pada tabel 1. Tobel
l.
Klosifikosi Limfomo non Hodgkin menurul WH02
Tobel 2. Stodium Limfomo non Hodgkin berdosorkon Ann Horbor2
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesist Umum
.
Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum : berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan, demam tinggi . 38" dalam waktu L minggu tanpa sebab,
keringat malam.
. . .
Keluhan anemia Keluhan organ Penggunaan obat (diphantoine)
Khusus
.
Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis luasJ dan lain-lain
Pemeriksoon Fisik Limfadenopati yang sangat besar dan cepat berkembang, hepatomegali, splenomegali, masa abdomen yang besar (biasanya pada limfoma burkitt),2 masa testikular; lesi kulit.3
toborotorium Darah lengkap, morfologi darah tepi, urine lengkap, SGOT/SGPT LDH, protein total,
albumin, asam urat, alkali fosfatase, gula darah puasa dan glukosa darah 2 jam post prandial, elektrolit: natrium, kalium, klorida, Kalsium, fosfat. Gamma GT, cholinesterase (CHE), LDH/fraksi, serum protein elektroforesis [SPE), Tes HIV imuno elektroforese (lEP), tes coombs, B, mikroglobulin. Biopsi sumsum tulang.2
5r8
DIAGNOSIS BANDING Limfoma Hodgkin,limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat yang lain.1 TATALAKSANA4 Tatalaksana yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Tatalaksana
yang dapat dilakukan adalah:
L.
Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen: Pada prinsipnya simtomatik
.
Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu:
COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
.
Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.
. 2.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja.
Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
. Stadium I: Kemoterapi
(CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydounomycin, Oncovin, Prednisone)
.
Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
3.
Derajat Keganasan Tinggi (DKT) DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
.
Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLAJ
Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1. 2.
setelah siklus kemoterapi kedua dan keempat setelah siklus pengobatan lengkap
KOMPLIKASI4
Akibat langsung penyakitnya:
. .
Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan:
. . . .
Aplasia sumsum tulang Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin Gagal ginjal oleh obat cisplatin
Neuritis oleh obat vinkristin
5r9
PROGNOSIS Indolen : respon kemoterapi turun, tapi medion survival panjang Tobel 3. Folliculor Lymphomo lntenolionol Prognoslic Index.6
Agresif : kemungkinon sembuh meningkot topi prognosis buruk
Tobel 4. lnlernolionol Prognostic lndex (lPl) for Aggressive NH[.
Tobel 5. Jenis- jenis Non Hodgkin lymphomo.2 Sel
B
TIMFOMA HODGK'N PENGERTIAN Limfoma Hodgkin adalah keganasan limforetikularyaitu limfoma malignum dimana secara histopatolo gis ditemuka n sel
re
e
d-sternb erg.1
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomneso Demam, berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan, lemah badan,
pruritus, pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, dapat dijumpai nyeri abdomen atau nyeri tulang.l
Pemeriksoon
. . . .
Fisik2
Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri Demam, tipe pel-ebstein
Hepatosplenomegali Neuropati
[oborotorium Darah : anemia, eosinofilia, peningkatan LED,padaflow-cytometry dapat terdeteksi
limfosit abnormal atau Iimfositosis dalam sirkulasi, peningkatan ureum kreatinin, hiperkalsemia, hiperurikemia, biopsi sumsum tulang, CT scan. DIAGNOSIS BANDING Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat yang Iain.1
TATALAKSANA Target tatalaksana limfoma Hodgkin adalah menghancurkan sebanyak mungkin sel kanker menuju remisi penyakit. Pengobatan limfoma Hodgkin adalah dengan radioterapi meliputi Extended Field radiotherapy IEFRT) ,lnvolved Field Radiotherapy (IFRT) dan radioterapi IRTJ ditambah dengan kemoterapi. Regimen kemoterapi yang paling banyak digunakan adalah doxorubicin, bleomycin,vinblastine,dan dacarbazine (ABVDJ dan mechlorethamine, vincristine, procarbazin, dan prednisone (MOPP), atau
kombinasi obat dari kedua regimen ini.s
KOMPTIKASI Efusi perikardial, metastasis ke tulang.
PROGNOSIS Ada 7 faktor risiko independen untuk memprediksi masa bebas progesi penyakit FFR (Freedom From Progression), yaitu : 1. Jenis kelamin, 2. Usia > 45 tahun, 3. Stadium
IV 4. Hb <\0 gro/0,5. Leukosit > 15000/mm3, 6. Limfosit < 600/mm3 atau < B%o leukosit, 7. Serum albumin < 4 gro/o. Pasien tanpa faktor risiko FFR = B4o/o, dengan 1 faktor risiko
FFR=
77o/o,
dengan dia faktor risiko FFR = 67o/o, dengan tiga faktor risiko = 60%, dengan
empat faktor risiko =
51%0,
dengan lima atau lebih faktor risiko = 420lo.s
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi
-
OnkologiMedik
.
RS non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
. .
RS
pendidikan
Departemen THT Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi
RS
non pendidikan
Bagian THT, Patologi Anatomi, Radiologi/Radioterapi
REFERENSI
L
Reksodiputro, AH lrowon C. Limfomo non Hodgkin. ln: Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto:Boloi Penerbit FKUI;2009.p. I 251 -61.
2.
Molignoncies of Limphoid cells. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 )
3.
Hsio CC, Howson-Jon K, Rizkollo KS. Hodgkin lymphomo with cutoneous involvement. Dermotol Online J. Moy l5 2009;15(5):5. fMedline].
4.
Abdulmutholib. Limfomo non-Hodgkin. ln: Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Oemordi M, Goni RA, Monsjoer A, editors. Pedomon diognosis don teropi di bidong ilmu penyokit dolom. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM; 1999. p. 113-4.
5.
Blood Disorder. Dolom : Mcphee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Curret Medicol Diognosis ond Ttreotment. The MocGrow Hill Componies.2011
6.
Celiqny P, Solol. Et oll. Folliculor lymphomo internotionol prognostic index. Blood 2004 Sep l;104(5):1258-65. Epub 2004 Moy 4. Diunduh podo : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/l
522
51
26323
podo tonggol 29 mei 2012.
POLSTEMAVERA PENGERIIAN
Polisitemia adalah kelainan sistem hemopoesis yang merupakan bagian darr penyakit mieloproilferatif yang dihubungkan dengan peningkatan jumlah dan volume sel darah merah (eritrosit) di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah,
tanpa memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagian populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal
(tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya).
1,.
Fase
1
Perjalanan klinis
:2
eritrositik atau fase polisitemia
Berlangsun g 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan
viskositas darah dalam batas normal.
2.
Fase
burnoutatau spentout
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadangtimbul anemia.
3.
4.
mielofibrotik Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan metaplasia mieloid Fase terminal Fase
Berbeda dengan polisitemia sekunder [eritrositosis sekunder) yang kadar eritropoetin meningkat secara fisiologis sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat
(
atau eritropoetin meningkat secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Polisitemia sekunder ditandai dengan peningkatan hanya pada jumlah eritrosit dalam darah, tanpa peningkatan sel darah putih dan splenomegali. Keadaan ini dapat disebabkan karena penyakit lain seperti
infeksi paru pada penyakit paru obstruktif kronis dengan cor pulmonale.3
PENDEKAIAN D!AGNOSIS
I
Anomnesis Gejala klinis berjalan lambat dan tidak terdeteksi, umumnya pada decade ke 6, meskipun mungkin terjadi pada usia anak atau usia tua. Gejala klinis terbagi menjadi 3 fase
:
1'3
a
Gejala awal: gejala sangatminimal dan dapatasimptomatikwalaupun telah diketahui
melalui tes laboratorium. Gejala awal biasanya sakit kepala (48o/o), telinga berdenging (470/o),mudah lelah(47o/o),gangguan daya ingat, susah bernapas(260/o), darah tinggi (72o/o), gangguan penglihatan (3lo/o), rasa panas pada tangan atau kaki (29o/o), gatal (43o/o), perdarahan dari hidung, lambung (24o/o), atau sakit tulang (260/o) o
Gejala akhir dan komplikasi: perdarahan atau thrombosis
o
Fase splenomegali: sekitar 30 % dari gejala akhir berkembang menjadi fase
spelnomegali. Pada fase ini terjadi kegagalan sumsum tulang sehingga timbul anemia, kebutuhan transfusi meningkat, pembesaran hati dan limpa.
Pemeriksoon Fisik Berkeringat, pembesaran limpa, gangguan neurologis seperti gangguan penglihatan dan transient ischemic attacks UtAs). Tekanan darah sistolik dapat meningkat karena
peningkatan masa sel darah merah. Dapat dijumpai perdarahan [bruising, epistaksis, perdarahan saluran cerna). Eritromelalgia yang terdiri dari eritema, rasa terbaka4 dan
nyeri pada ekstremitas merupakan komplikasi dari trombositosis.l'3
Pemeriksoon Penunjong3 . Eritrosit dan hematokrit: meningkat . Leukosit: neutrofilia absolut, basofilia (pada kasus tidak terkontrol) . Trombosit: meningkat pada sebagian pasien saat didiagnosis, dapat melebihi L000 x 1Oe/liter
. .
Leukosit alkalin fosfat: meningkat pada70
o/o
Serum besi, TIBC (Total lron Binding Capacity), Ferritin serum : jika ada perdarahan
atau setelah plebotomi.
. . .
B'J.Z
serum: meningkat karena peningkatan pemecahan leukosit
Hiperurisemia: timbul sebagai akibat mielopoiesis hiperproliferatif Eritropoietin plasma: normal atau rendah. Digunakan untukmembedakan kelainan
polisitemia lain.
. . . .
Saturasi oksigen arteri: < 63 mmHg (10
pasien)
Pemeriksaan massa sel darah merah (Red Cell Mass) : mahal dan membutuhkan keahlian pemeriksan. Tidak dapat membedan polisitemia primer dan sekunder.
Kultur bone marrow: melihat koloni eritroid endogen spesifik dansensitif untuk diagnosis polisitemia vera. Bone Marrow: hiperselular; tidak adanya cadangan besi, menyingkirkan kelainan
mieloproliferatif lain
524
o/o
International Polycythemia Study Group
II1
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria
a. b.
A1+A2+A3 atau AL+A2+ 2 kategori
B
KotegoriAr
1.
Meningkatnya massa seldarah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51. Pada
pria 36 ml/kg dan pada wanita 32 ml/kg.
2. 3.
Saturasi oksigen arterial 92o/o {padapolisitemia vera, saturasi oksigen tidak menurun)
Splenomegali
Kolegori Br 1.. Trombositosis: trombosit 400.000/ml 2. Leukositosis: leukosit 12.000/ml[tidak ada lnfeksi) 3. Leukosit alkali fosfatase ILAFJ score meningkat > 100 (tanpa ada panas/infeksiJ 4. Kadar vitamin 812 > 900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum 2200 pg/ml Klasifikasi berdasarkan WHO [World Health Organization) : 2 Peningkatan masa sel darah merah tanpa adanya pertumbuhan spotan eritroid pada
kultur dan
.
:
Satu di antara kriteria berikut: splenomegali, abnormalitas kariotipik selain t9:22,
adanya formasi koloni eritroid endogen; atau
.
Dua di antara berikut: f umlah trombosit > 400 x 10'q/liter, sel darah putih > 12 x
L0'/liter, aspirasi sumsum tulang menunjukkan panmielosis, dan eritropoietin serum menurun
DIAGNOSIS BANDING Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastika IATATAKSANA Prinsip pengoboton
1.
2
Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan eritropoesis dengan
2.
fl
ebotomi
Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum terkendali
525
3. Menghindari pengobatan berlebihan 4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda
5.
Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan: - Trombositosis persisten di atas 800.000/Ml terutama jika disertai gejala trombosis
-
Leukositosisprogresif Splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
A. HIDRASI Dehidrasi dapat mencetuskan terjadinya trombosis, sehingga berikan pasien hidrasi yang cukup, terutama dengan kelainan saluran cerna. 3 B. FTEBOTOMI Pada PVtujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematokrit 42o/opada
wanita dan 47o/o pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.lndikasi flebotomi terutama untuk untuk semua pasien pada permulaan penyakit dan yang masih dalam usia subur. Indikasi:2,a
1. Polisitemia vera fase polisitemia 2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55o/o (target Ht 55%) 3. Psolisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate
C. KEMOTERAPI SITOSTATIKA Tujuannya adalah sitoreduksi. Indikasi:2
. . . . .
Hanya untuk polisitemia rubra primer (PV)
Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis
Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin Splenomegalisimtomatik/mengancamrupturlimpa
Coro pemberion:2,3 . Hidroksiurea 800-1200 mg/mZ/hari atau 10-15 mg/kg/kali diberikan dua
526
kali sehari. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan a
Klorambusil dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.
a
Busulfan 0,06 mg/kgBB/hariatau 1,8 mg/m2/hari (2 atau 4 mgsetiap hariJ selama
beberapa minggu. Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten
untuk pemeliharaan. D. FOSFOR RADIOAKTIF P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena, bila per oral dinaikkan 25o/o. Selanjutnya bila setelah 6-8 minggu pemberian P32 pertama::j . Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang jika diperlukan
.
Tidak berhasil, dosis kedua dinaikkan 25o/o dari dosis pertama, diberikan setelah 10-12 minggu dosis pertama, Pasien diperiksa setiap2/3 bulan setelah keadaan stabil
E. KEMOTERAPT BTOTOG! (SrrOKrN)
F. PENGOBATAN SUPORTIF
3
.
Hiperurisemia: allopurinol 100-600 mg/hari
.
Pruritus dengan urtikaria: antihistamin kurang bermanfaat, fotokemoterapi dengan psoralen dan PUVA, aspirin telah direkomendasikan, interferon a juga bermanfaat.
. .
Gastritis/ulkus peptikum: antagonis reseptor
H2
Antiagregasi trombosit: anagrelid, aspirin
G. SPLENEKIOMI Indikasi jika ada trombositopenia berat atau pembesaran limpa yang mengganggu.3 H. JAK2 IARGEIED INHIBITORS
Menghambat aktivitas JAK2 tirosin kinase karena mutasi fAKZ berperan dalam
terjadinya polisitemia
vera3'a
I. TRANSPTANTASI SUMSUM TUTANG
nonmieloablatif merupakan prosedur transplantasi yang dapat dilakukan pada penderita usia dekade ke 6 dan 7.3 Berbagai macam terapi dapat digunakan untuk mengatasi polisitemia vera, akan Transplantasi stem
ce1l
tetapi banyak kelebihan dan kekurangan dari masing-masing terapi tersebut yaitu
:
3
527
Tobel
l.
Kelebihon don Kekurongon teropi3
risiko
/eukemogenic rendoh, pruritus
Tidok nyomon, mohol, efek somping
KOMPTIKASI Trombosis pada vena hepatik (Budd-Chiari Syndrome) terjadi pada 10
o/o
dari
1-40
pasien, stroke iskemik dan transient ischemic afiacks (TIAJ, perdarahan, mielofibrosis,
peningkatan asam urat sekitar 10% berkembang menjadi gout, peningkatan risiko ulkus peptikum [10%), infark miokard, tombosis vena dalam (deep vein thrombosis /DVf), emboli paru. Dari 164 kematian, 4\o/o karena thrombosis dan 7o/o karena perdarahan.
1'3
PROGNOS!S Angka harapan hidup setelah terdiagnosis tanpa diobati yaitu 1,5-3 tahun, sedangkan
dengan pengobatan lebih dari 10 tahun. Pasien yang diterapi dengan flebotomi mempunyaiangka harapan hidup 13,9 tahun, 8.9 tahun pada pasien yang diterapi dengan
klorambusil. Polisitemia vera meningkatkan resiko menjadileukemia. Dalam 10 tahun, 40-600/o kasus menjadi trombosis. Kematian terjadi paling banyak karena trombosis
(3L0/o),leukemia akut (19%), keganasan lain (15%), perdarahan
[5%).'
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
:
Departemen PenyakitDalam - Divisi Hematologi - Onkologi Medik
pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNII YANG IERKAIT
. . 528
RS
pendidikan
RS non
:-
pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
REFERENSI
l.
Prenggono M. Dorwin. Polisitemio vero. Dolom:Suyono,
S. Wospodji, S. Lesmono, L. Alwi, l. Setioti, Sundoru, H. dkk. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid ll. Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010. Hol.1214-1219.
S.
2.
Polycythemio vero. Hemotologie Klopper. 8th ed. Leids Universitqir Medisch Centrum Leiden. Juni I 999:48-9.
3.
Beutler Ernest. Primory don Secondory Polycythemios (Erythrocytosis). ln : Lichtmon M, Beutler Kipps T, editors. Willioms Hemotology 7rh ed. Mc Grow Hill. Chopter 56
4.
Spivok JL. Polycythemio Vero ond Other Meloproliferotive Diseose. ln: Longo Fouci Kosper,
E,
Honison's Principles of lnternol Medicine l8th edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.2012
529
S NDROM ANT FOSFOL PID
PENGERTIAN
Sindrom antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody syndrome/APS), merupakan suatu trombofilia autoimun didapat dengan karakteristik trombosis arteri atau vena berulang dan/atau adanya morbiditas kehamilan; dengan adanya antibodi
terhadap protein plasma yang mengikat fosfolipid.l Sindrom antifosfolipid ditandai dengan trombosis arteri dan vena, abortus spontan
berulang fakibat trombosis), trombositopenia, dan sejumlah variasi manifestasi neuropsikiatri.2 Sindrom antibodi antifosfolipid didefinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1J antibodi antifosfolipid (antibodi cardiolipin
dan/atau antikoagulan lupus) yang menetap [persisten) serta 2J kejadian berulang trombosis vena/arteri, keguguran, atau trombositopenia.3 Sindrom antifosfolipid didiagnosis pada seorang pasien dengan trombosis dan/ atau morbiditas kehamilan yang memiliki antibodi antifosfolipid [aPL). Trombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan/atau emboli paru merupakan trombosis vena yang paling sering terjadi pada APS, namun semua sistem vena dapat terlibat,
termasuk vena superfisial, portal, renal, mesenterika, dan intrakranial. Sedangkan tempat yang paling sering menjadi trombosis arteri adalah pembuluh darah serebral yang berakibat pada iskemi serebral sementara (transient ischemic attack/TIA) atau
stroke. Trombosis mikrovaskular pada APS jarang terjadi namun dapat berpotensi
fatal yang dikenal dengan catastrophic antiphospholipid syndrome [CAPS), dimana terdapat kegagalan fungsi multiorgan termasuk paru, otak, dan ginjal.a PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesis3 Difokuskan pada kejadian dan frekuensi terjadinya tromboemboli
.
Mata: penglihatan kabur atau ganda, melihat kilatan cahaya, kehilangan sebagian atau seluruh Iapang pandang
a
Kardiorespirasi: nyeri dada, menjalar ke lengan, napas pendek
a
Gastrointestinal: nyeri perut, kembung, muntah
a
Pembuluh darah perifer : nyeri atau bengkak tungkai, klaudikasio, ulserasi
jari/
tungkai, nyeri jari tangan atau kaki yang dicetuskan oleh dingin a
Muskuloskeletal: nyeri tulang, nyeri sendi
a
Kulit : purpura dan/atau petekia, ruam livedo retikularis temporer atau menetap, jari-jari tangan/kaki kehitam-hitaman atau terlihat pucat Neurologi dan psikiatri: pingsan, kejang, migrain, parestesi, paralisis, ascending weakness,tremoI gerakan abnormal, hilangnya memori, masalah dalam pendidikan
a a a
a
a
(sulit berkonsentrasi, sulit mengerti yang dibaca dan berhitung) Endokrin: rasa lemah,lelah, artralgia, nyeri abdomen (gambaran penyakitAddison) Urogenital: hematuria, edema perifer Riwayat kehamilan: riwayat abortus berulang, kelahiran prematur, pertumbuhan janin terhambat (PJTJ Riwayat keluarga: risiko APS meningkat pada pasien yang memiliki anggota keluarga dengan abortus berulang, kelahiran prematur, oligohidramnion, khorea gravidarum, infark plasenta, preeklampsia, PJI tromboembolisme neonatorum, infark miokard atau stroke pada anggota keluarga yang berusia < 50 tahun, trombosis vena dalam, flebitis, atau emboli paru, penyakit Raynaud, TIA Riwayat kontrasepsi oral
Pemeriksoon
Fisik3
h
Pemeriksoon Penunjong',3
.
Laboratorium (sesuai indikasiJ : darah perifer lengkap, LDH, bilirubin, haptoglobin, tes Coomb direk/indirek urinalisis, immunoassays (tes serologis sifilis positif palsu,
antibodi antifosfolipid, antibodi anticardiolipin, antibodi antiplatelet, antibodi antiprotrombin, antibodi antifosfatidil serine), polimorfisme genetik, tes koagulasi
. .
Radiologis [sesuai indikasiJ : USG DoppleS, venografi, ventilation/perfusionscan (pada emboli paru), CT scan, MRI, arteriografi, ekokardiografi, angiografi dengan kateterisasi
Biopsi dari organ yang terkena seperti pada kulit atau ginjal
Kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid menggunakan kriteria Sapporo (juga dikenal dengan kriteria Sydney) tahun 2006. Menurut kriteria Sapporo, diagnosis definitif APS dipertimbangkan apabila terdapat sedikitnya satu kriteria klinis dan sedikitnya satu kriteria laboratoris :s . Kriteria Klinis - adanya trombosis vaskular atau morbiditas kehamilan, dengan penjelasan sebagai berikut : o Trombosis vaskular didefinisikan sebagai satu episode atau lebih dari trombosis vena, arteri, atau pembuluh darah kecil, dengan temuan radiologis atau histologis trombosis jaringan atau organ yang jelas. Trombosis vena superfisial saja tidak cukup untuk memenuhi kriteria trombosis untuk APS. o Morbiditas kehamilan didefinisikan sebagai kematian janin pada usia gestasi >10 minggu dengan morfologi normal sebelumnya, yang tidak dapat dijelaskan
atau satu atau lebih kelahiran prematur sebelum usia gestasi 34 minggu akibat eklampsia, preeklampsia, insufisiensi plasenta, atau keguguran pada usia gestasi <10 minggu sebanyak tiga kali atau lebih yang tidak dapat dijelaskan
dengan kelainan kromosom maternal atau paternal atau anatomi maternal atau penyebab hormonal.
.
Kriteria Laboratoris - adanya aPL, dalam dua kondisi atau lebih dalam selang waktu sedikitnya 12 minggu dan tidak lebih dari 5 tahun sebelum muncul manifestasi klinis
532
:
o
Titer sedang atau tinggi dari IgG dan/atau IgM antibodi anticardiolipin (aCL) ) > 40 unit IgG antifosfolipid atau IgM antifosfolipid atau > persentil 99
o o
IgG atau IgM isotype antlbodi p2-glikoprotein (anti-p2GPI) pada
titer
> persentil 99
Aktivitas antikoagulan lupus (LA) yang terdeteksi dalam plasma
DIAGNOSIS BANDING
Berdasarkan eksklusi penyebab trombofilia didapat atau diturunkan lainnya.l Banyak kelainan genetik dan didapat yang berakibat pada keguguran, penyakit tromboemboli, atau keduanya (mis. trombositopenia diinduksi heparin, homosisteinemla, kelainan mieloproliferatif, dan hiperviskositas). Penyakit lain yang berhubungan dengan APS adalah immune thrombocytopenia (ITP), kelainan autoimun sekundec keganasan, penyakit infeksi, sirosis hati, sindrom hemolitik, thalassemia,
inkompatibilitas ibu dan bayi (ABO, Rh, HLA).3 TATATAKSANA Setelah trombosis pertama kali, pasien APS sebaiknya diberikan warfarin seumur
hidup untuk mencapai INR finfernational normalized ratio) antara 2,5-3,5 atau kombinasi dengan aspirin B0 mg/hari. Morbiditas kehamilan dapat dicegah dengan kombinasi heparin dengan aspirin B0 mg/hari. Intravena immunoglobulin (IVIG) 1 x 400 mg/kg selama 5 hari dapat juga mencegah aborsi, sementara glukokortikoid
tidak efektif. Terapi evidence-based pada pasien dengan aPL tanpa gambaran klinis tidak tersedia; akan tetapi aspirin B0 mg/hari melindungi pasien dengan lupus eritematosus sistemik dengan antibodi aPL positif dari berkembangnya trombosis. Beberapa pasien APS dan CAPS sering mengalami trombosis rekuren meskipun telah mendapat antikoagulan sesuai. Dalam kasus ini IVIG 1 x 400 mg/kg selama 5 hari atau
antibodi monoklonal anti-CD20 375 mg/m2 per minggu selama 4 minggu bermanfaat. Pasien CAPS yang dirawat didalam ICU, tidak dapat menerima warfarin; pada situasi
ini dosis terapeutik low molecular weight heparin/LMWH dapat diberikan.
Pada
kasus trombositopenia imbas heparin dan sindrom trombosis, inhibitor faktor X yang
mengikat fosfolipid linhibitors of phospholipid-bound activatedfactor X f FXaJ seperti fondaparinux 7,5 mg SC per hari atau rivaroxaban L0 mg PO per hari terbukti efektif. Obat-obatan tersebut diberikan dalam fixed dose dan tidak memerlukan observasi ketat; namun keamanannya dalam trimester pertama kehamilan belum ditentukan.l KOMPLIKASI Kegu guran, koagulasi
intravaskular diseminata.l
533
PROGNOSIS Bahaya serangan kedua terbesar pada pasien dengan antibodi yang mengenali p2
glikoprotein I yang memiliki hemolisis autoimun pada serangan pertama, dan terkecil pada pasien tanpa antibodi tersebut yang mengalami aborsi berulang sebagai serangan
pertama mereka, Penyesuaian terapi pada pasien yang mengalami serangan dua kali, tingkat efek samping serius yang mengikuti 6,86 kali Iebih tinggi, pada pasien dengan presentasi hemolisis autoimun 1,56 kali lebih tinggi, dan pada pasien dengan antibodi
anti-B2-glikoprotein-l sebesar 1,69 kali lebih tinggi, dan 460/o lebih rendah pada presentasi trombositopenia. Gambaran klinis inisial APS menentukan evolusi jangka panjang, dan kumpulan manifestasi klinis tipe spesifik selama perjalanan penyakit.6 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian IImu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
.
Moutsopoulos HM, Vlochoyionnopoulos PG. Antiphospholipid Antibody Syndrome. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. lSth Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
2.
SchoferAl. Thrombotic Disorders: Hypercooguloble Stoies. ln :Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
3.
Effendy S. Sindrom Antibodi Antifosfolipid: Aspek Hemotologik don Penotoloksonoon. Dolom Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V..Jilid 11.2009. Hol 1345-53.
4.
Keeling D, Mockie l, Moore GW, et ol. Guidelines on the investigotion ond monogement of ontiphospholipid syndrome. British Journol of Hoemotol ogy 201 2:1 57 :47 -58 Miyokis S, Lockshin MD, Atsumi I, et ol. lnternotionol consensus stotement on on updote of the clossiflcotion criterio for definite ontiphospholipid syndrome (APS). J Thromb Hoemost 2006; 4:295.
1
5. 6.
534
:
Tektonidou MG, loonnidis JPA, Boki KA, et ol. Prognostic foctors ond clustering of serious clinicol outcomes in ontiphospholipid syndrome. Q J Med 2000;93:523-530. Diunduh dori http://qjmed. oxfordjournols.org/content/93/81 523.tull.pdf podo tonggol 30 Mei 20 I 2.
S
N
OM
LIS S TUMOR
PENGERTIAN Sindrom lisis tumor adalah suatu kelainan metabolikyang mengancam jiwa, akibat pelepasan sejumlah zat interseluler ke dalam aliran darah akibat tingkat penghancuran
sel tumor yang tinggi karena pemberian kemoterapi. Sindrom ini ditandai dengan:
hiperurisemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Faktor risiko ; peningkatan LDL, ukuran tumor yang besar (bulky tumor) dengan tingkat ploriferasi yang tinggi, tumor yang sangat sensitif, hiperurisemia yang sudah ada sebelum pengobatan, penurunan fungsi ginjal.l PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Dapat ditemukan pembengkakan pada sendi, otot melemah, konstipasi, Riwayat
mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir; jenis tumor yang diderita (limfoma
burkitt, leukemia limfoblastik akut dan Iimfoma derajat tinggi lainnya) Pemeriksoon Fisik Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi [misalnya: pernapasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia)1
Loborotorium Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah, penurunan kalsium darah, analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolik, urinalisa menunjukkan pH urin < 7 dan/terdapat kristal asam urat.2 DIAGNOSIS BANDING Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain.
TATALAKSANAI
. . . . . . .
Mencegah dan mendeteksi faktor risiko lebih penting
Hidrasiadekuat 2000-3000 ml/m2 per hari Mempertahankan pH urin > 7 dengan pemberian Na bikarbonat Allopurinol 2x300 mg/m2 per hari Natrium bikarbonat 50-100 mEq/L cairan intravena
Monitor fungsi ginjal, elektrolit, AGD dan asam urat Bila secara konservatif tidak berhasil dan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut (K > 6 meq/I, asam urat > L0 mg/dl, kreatinin > 10 mg/dl, F>10 mg/dl atau semakin
meningkat, hipokalsemia simtomatik) maka dilakukan hemodialisa KOMPTIKAS! Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak.2
PROGNOSIS Mengenali gejala dini pada pasien dengan risiko sindrom lisis tumor, termasuk mengidentifikasi abnormalitas manifestasi klinis dan Iaboratorium, dapan mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
.
RS
non
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi
-
Onkologi Medik
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
a
RS non
: Departemen Penyakit dalam - Konsultan
pendidikan
Hemato
Onkologimedik pendidikan
: Departemen Penyakit dalam - Konsultan
Hemato
Onkologi medik REFERENSI
l.
Jock, Zokifmon. Diognosis don Penoioloksonoon Sindrom Lisis Tumor. Dolom: Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibrolo, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid l. Edisi V. Jokorto:Boloi Penerbit FKUI;2009.p.311-12.
2.
Oncologies Emergency. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 'l 8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill
s35
Componies 20ll
537
T RAPI SUPO T PA A PAS E KA
KER
PENGERTIAN
Terapi suportif pada pasien kanker merupakan terapi yang diberikan pada pasien kankef, yang menunjang pengobatan kanker. Pengobatan suportif ini tidak hanya diperlukan pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif tetapi juga pada pengobatan paliatif, Terapi suportif ini meliputi semua aspek kesehatan dan
terdiri dari berbagai prosedur yang bertujuan untuk meningkatkan atau setidaknya mempertahankan kondisi kesehatan pasien sehingga ia dapat menerima pengobatan
kuratif (bedah, radiasi, kemoterapi, atau kombinasi) tanpa efek samping yang berarti.l Beberapa aspek yang termasuk dalam terapi ini antara lain :2 1. Nyeri terkait kanker (cancer-related pain)
2. Lelah terkait kanker (cancer-related 3. Dispneu 4. Delirium 5. Anoreksia dan cachexia 6. Depresi dan ansietas
fatigue)
PENDEKATAN DIAGNOSIS
l. NYERI TERKAIT KANKER (CANCER-RELATED PA'N) Anomnesis Perlu ditanyakan tipe nyeri [berdenyut, kram, seperti terbaka4 dll), periodisitas [terus-menerus, dengan ftanpa eksaserbasi, atau tiba-tiba), lokasi, intensitas, faktor yang memperberat/memperingan, efek terapi, dampak fungsional, dampak terhadap pasien.3 Beberapa penilaian kualitas nyeri yang dapat digunakan alat bantu seperti
Visual Analogue Sca/e (VAS) , the Brief Pqin Inventory, atau sistem klasifikasi nyeri
kanker Edmonton.2'3 Untuk menentukan mekanisme nyeri apakah termasuk nyeri nosiseptif (somatik, viseral) atau neuropatik ftabel L).
Tobel l. Mekonisme Nyeri Konker don lololoksononyo2
Neuropolik
Kelerongon: NSAIDs = nonsferoido/ onti-inflommotory drugs; TCAs = iricyclic onfidepressonls
Pemeriksoon Fisik Umum dan status neurologis
Pemeriksoon Penunjong . Laboratorium (sesuai indikasi): darah perifer lengkap, elektrolit . Radiologis [sesuai indikasi): foto polos abdomen 3 posisi, CT scan, MRI
il. rErAH
TERKATT KANKER (CANCER-RELATED FATTGUE)
Anomnesis Karena lelah terkait kanker bersifat subyektif, maka evaluasi klinis dilakukan berdasarkan keluhan pasien sendiri. Alat bantu untuk menilai skala lelah seperti the Edmonton Functional Assessment Tool, the Fatigue Self-Report Scales, dan the Rhoten
Fatigue Scale umumnya hanya dapat digunakan untuk keperluan penelitian, bukan evaluasi klinis. Pada praktik klinis, evaluasi performa sederhana dapat menggunakan
Karnofsky Performance Status atau the Eastern Cooperative Oncology Groups. Perlu juga diidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan lelah seperti gangguan
tidur, anemia, nyeri, depresi, ansietas, gangguan elektrolit, anoreksia-cachexia, hipotiroidisme, hipogonadisme, dan penyakit komorbid lainnya.2
Pemeriksoon Fisik
s3B
.
Umum, status gizi, dan status psikiatri
.
Konjungtiva anemis, tanda Chovstek, tanda Trousseau
Pemeriksoon Penunjong . Laboratorium (sesuai indikasi]: darah perifer lengkap, elektrolit, fungsi kelenjar tiroid, fungsi hati, profil lipid III. DISPNEU'.3
Anomnesis Dokumentasi dan nilai episode dispneu beserta intensitasnya. Derajat keparahan dan efek terapi dapat dinilai melalui skala dispneu visual atau analog. Perlu juga
dievaluasi penyebab dispneu lain yang berpotensi reversibel atau dapat diobati seperti infeksi, efusi pleura, emboli paru, edema paru, asma, atau tumor yang berada di jalan napas.
I
Pemeriksoon Fisik . Takipneu, restriksi gerakan dada ipsilateral, stem fremitus, bunyi napas, ronki, mengi, ada/tidaknya distensi vena jugularis
.
Tanda infeksi
Pemeriksoon Penuniong . Laboratorium: darah perifer lengkap, D-dimer, analisa gas darah
.
Radiologis: foto toraks PA/lateral
IV. DEIIRIUM Anomnesis Disorientasi onset baru, gangguan kognitif, restlessness, somnolen, tingkat fluktuasi kesadaran.2
Pemeriksoon Fisik . Umum, status psikiatri, dan status neurologis
.
Tanda infeksi
Pemeriksoon Penunjong . Laboratorium [sesuai indikasi): darah perifer lengkap
539
V. ANOREKSIA DAN CACHEXIA Anomnesis Kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki, laju kehilangan berat badan, berat badan sebelum sakit, penurunan nafsu makan dari biasanya, pola diet terakhir. Apabila
penurunan berat badan >5% dari biasanya [sebelum sakitJ dalam 6 bulan maka harus dicurigai cachexia, terutama apabila terdapat muscle wasting. Sedangkan bila terjadi penurunan berat badan >l0o/o menunjukkan adanya malnutrisi berat dan sindrom cachexia-anoreksia mulai ditegakkan. Untuk mendapatkan informasi hilangnya nafsu makan secara kuantitatif, dapat digunakan skor 0-7 dengan penjelasan 0 = tidak ada
nafsu makan, 1 = nafsu makan sangat kecil, 2 = nafsu makan kecil, 3 = nafsu makan cukup, 4 = nafsu makan baik, 5 = naflsu makan sangat baik, 6 = nafsu makan luar biasa, 7 = selalu lapar).4
Pemeriksoon Fisik Umum dan antropometri secara keseluruhan; berat badan, tinggi badan, tebal lemak subkutis, wasting jaringan, edema atau asites, tanda-tanda defisiensi vitamin dan mineral, serta status fungsional pasien. Harus diperhatikan apabila ditemukan adanya muscle wasting dan hilangnya jaringan lemak merupakan tanda lanjut dari malnutrisi.a
Pemeriksoon Penunjonga . Laboratorium : albumin, prealbumin, transferrin, imbang nitrogen 24 jam, kadar Fe, pemeriksaan sistem imun seperti limfosit total, fungsi hati dan ginjal, elektrolit, dan mineral serum, C reactive protein (CRP). VI. DEPRESI DAN ANSIETAS Anomnesis Karena lelah terkait kanker bersifat subyekti[, diperlukan alat bantu untuk menilai
skala lelah seperti the Edmonton Functional Assessment Tool, the Fatigue Self-Report Scales, dan the Rhoten Fatigue Scale.
Pemeriksoon Fisik Umum, status psikiatri, dan status neurologis
. .
540
Tanda infeksi
Pemeriksoon Penunjong . Laboratorium (sesuai indikasiJ: darah perifer lengkap TAIATAKSANA I. NYERI TERKAII KANKER'
.
Manajemen analgetik WHO tahun 1987 merekomendasikan acetaminophen dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs [NSAIDs) sebagaiterapi linipertama, opioid lemah seperti kodein dan hydrocodone sebagai lini kedua, dan opioid kuat untuk
.
lini ketiga. Opioid kuat yang sering digunakan yaitu morfin, hydromorphone, oxycodone, oxymorphone, fentanyl, dan methadone. Ketika memulai terapi opioid, formulasi short-acting sebaiknya digunakan untuk dosis titrasi; apabila nyeri sudah terkontrol dengan dosis stabil, maka formulasi long-acting dapat digunakan. Formulasi long-
acting lebih nyaman dengan dosis dua kali dalam sehari, namun formulasi shortacting jauh lebih murah. Dosis dan rute pemberian tercantum pada tabel 2. Tobel 2. Dosis Opioid Kuol yong Sering Digunokon2
Morfln
I
PO, PR, SC,
Gonti ke morfin /ong-
4lom PR
phone
tiop 4 jom
hydromorphone long-octing
J
4
jom
Methodone
3
PO, IV, SC
Gonti ke
2-20
PO, PR, IV
Lonjutkon dosis
Potch fentonyl****
Lihot
cototon
TD
dibowoh
Kelerongon: lV, introveno: PO, per oro i PR, per rectol; PRN, bi o perlu; SC, subkutonj TD, tronsdermol *Rotio ekuionolgesik disediokon untuk opioid orol vs morfln oro Contoh, hydromorphone 5x ebih polen doripodo morfin orol Potensi methodone meningkot dengon dosis lni seboiknyo dipertimbongkon dengon input spesiolis **Morfrn, hydromorphone, oxycodone, don oxymorphone sekitor 2 3 koli lebih poten doripodo sedioon orol/rektol ***Apobilo nyeri stobil, dopol dipertimbongkon formulo long-ocfing untuk kenyomonon ***'Potchfentonylseboiknyodimuloisetelohposienmencopoikontrolnyeriyongboikdengondosisslobilopioid Untukmenggonti potch fentonyl dengon morf n orol, bogi dosis loto ekuivolen morfin per hori dolom milligrom dengon 3,6 unluk mendopot dosls polch fentonyl do om mikrogrom Contoh, 360 mg morfn/hori ekuivolen dengon potch fenionyl 100 mg
541
a
Terapi adjuvan non-opioid : NSAIDs, bisfosfonat, gabapentin, TCA, karbamazepin,
venlafaksin
II. tEtAH TERKAIT KANKER2 . Terapi terdiri dari stimulan fmethylphenidate), wakefulness-promoting agents [modafinil), dan suplementasi makanan [ginseng) . Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka waktu pendek sebagai terapi sementara, namun memiliki efek samping yang berpotensi serius . Identifikasi dan terapi faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan lelah seperti gangguan tidur, anemia, nyeri, depresi, ansietas, gangguan elektrolit, anoreksiacachexia, hipotiroidisme, hipogonadisme, dan penyakit komorbid Iainnya III. DISPNEU2
.
Intervensi bedah pada obstruksi jalan napas akibat pertumbuhan tumor: reseksi bronkoskopik, elektrokauter, dilatasi balon, krioterapi, laser; brakiterapi
.
Torasentesis terapeutik: pada efusi pleura besar. Hindari mengambil >1,5 L per
seting karena risiko reekspansi edema paru. Pleurodesis dan indwelling kateter jangka panjang dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan efusi pleura berulang dengan ekspektasi harapan hidup 3 bulan.
. .
Suplementasi oksigen: meredakan hipoksemia
Opioid,kortikosteroid,bronkodilator
!V. DETIRIUM . Neuroleptik: haloperidol, chlorpromazine, olanzapine, danquetiapine . Golongan benzodiazepine disarankan karena memiliki efek sedasi dan amnesia, namun juga berpotensi memperburuk delirium V. ANOREKSIA DAN CACHEXIA4 . Terapi nutrisi tergantung dari kondisi pasien, status nutrisi, dan lokasi tumor serta indikasi terapi untuk pasien.
.
Kebutuhan energi: mempertahankan status gizi:25-35 kal/kgBB, sedangkan untuk
menggantikan cadangan tubuh dianjurkan 40-50 kal/kgBB.
. . .
542
Kebutuhan protein: t,5
-
2 g/kgBB
Kebutuhan lemak: 20-50o/o dari kebutuhan kalori total Cara pemberian: oral, enteral (selang nasogastrik), parenteral
VI. DEPRESI DAN ANSIETAS . Depresi ) lihat pada bab Depresi . Ansietas ) lihat pada bab Ansietas KOMPTIKASI
Hati-hati dengan efek samping morfin PROGNOSIS Tergantung etiologi dan respon terapi UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian llmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
1.
Reksodiputro AH. Pengoboton Suportif podo Posien Konker. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi Alwi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. llol 1482-97.
2.
Bruero E, Hui D. Pollioiive ond Supportive Core. Diunduh dori http://www.clinicoloptions.com/ podo tonggol 2l Mei inProctice/Oncology/Supportive_Core/ch51_SuppCore-Polliotive.ospx
B,
2012.
3.
Emonuel EJ. Polliotive ond End-of-Life Core. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson lnternol Medicine. lSth Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of
4.
Sutondyo N. Teropi Nutrisi podo Posien Konker. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid l.2OO9. Hol342-6.
B,
Alwi l, et ol. Buku
543
TRO
BOS S VENA DALA
PENGERTIAN
Tromboemboli vena merupakan suatu spektrum kondisi yang mencakup trombosis vena dalam (deep venous thrombosislDvT) dan emboli paru (pulmonary embolismf
dikarakteristikkan oleh bekuan darah pada vena, dan paling sering terjadi pada ekstremitas bawah, seringkali naik menjadi emboli dan jaringan nekrosis.2 Trombosis vena dalam dibagi menjadi 2 PE).1 Sedangkan DVT merupakan suatu kondisi yang
kategori prognosis yaitu 1) trombosis vena betis, dimana trombus tetap berada di vena betis dalam, dan2) trombosis vena proksimal, yang melibatkan vena popliteal, femoral, atau iliaka.3
Triad Virchow untuk trombogenesis terdiri dari: 1) gangguan pada aliran darah yang menyebabkan stasis, 2) gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan, dan 3) gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan.a Faktor risiko tromboembolisme tercantum pada tabel Tobel
l.
Foktor Risiko Tromboembolisme3
Veno vorikosus / vorlces Obesitos Sindrom ontibodi onlifosf olipid Hiperhomosisteinemio
1.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesisa,s
. . . .
Kram pada betis bagian bawah yang menetap selama beberapa hari dan memberikan ketidaknyamanan sei ring berj alannya waktu Kaki bengkak, nyeri tungkai bawah Riwayat trombosis sebelumnya Riwayat trombosis dalam keluarga
Skoring Wells untuk memprediksi DVT tercantum pada tabel
2.
Tobel 2. Skoring Wells unluk Memprediksi DVTxto Gomborqn Klinis
Niloi
Konker oktif (sedong teropi dolom l-6 bulon, otou poliotif) Porolisis, poresis,
otou imobilisosi ekstremitos bowoh
Terboring selomo > 3 hqri otou operosi besor (dolom 4 minggu) Nyeri tekon terlokolisir seponiong distribusi veno dolom Seluruh koki bengkok
Pembengkokon betis uniloterol 3 cm lebih dori sisi yong osimtomotik (diukur '10 cm di bowoh tuberositos iibio) Pitting edemo uniloterol (podo tungkoi yong simtomotik)
Veno superflsiol koloterol Diognosis olternotif yong lebih mungkin dori DVT Kelelqngon: lnterpretosi lPretesl probobilily DVI) :>3 = risiko linggi(75%); I 2 =risikosedong (17%)j<0= risikorendoh (3%) Podo posien yong gejolonyo podo keduo tungkoi, tungkoi yong ebih bergejolo dlgunokon
Pemeriksoon Fisik3'5 . Rasa tidak nyaman pada palpasi ringan betis bagian bawah
.
I
Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial dapat
teraba, Homan's sign (+), distensi vena, diskolorasi, sianosis
Pemeriksoon Penunjong:4,6 . Laboratorium: - Kadar antitrombin lll menurun
-
Kadar fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
Titer D-dimer meningkat: indikator adanya trombosis yang aktif, sensitif tapi tidak spesifik
545
a
Radiologis
-
:
Compression USG (CUS): sensitivitas 95Vo dan spesifisitas 96% untuk DVT
proksimal simptomatik, sensitivitas 11-100o/o dan spesifisitas 90-100% untuk DVT distal simptomatik. Kriteria diagnostik USG dapat dilihat pada tabel 3. Tobel 3. USG Veno Dolom Tungkoi Bowohs
betis
bei
s
CT scan dengan injeksi kontras: sensitivitas 960/o dan spesifisitas 95% (predominan DVT proksimal)
Magnetic resonance (MR) venografi dengan kontras, apabila tidak memungkinkan dapat menggunakan MRI (mis. pada kasus alergi kontras dan
insufisiensi ginjalJ: sensitivitas 96% (lebih rendah pada DVT distal, sekitar 620/o) dan spesifisitas 9370 Venografi: teknik standar terpilih, dapat mendeteksi DVT distal terisolasi dan
trombosis vena iliaka dan vena cava inferior
Algoritma diagnostik bagi tersangka DVT dapat dilihat pada gambar 1. 10 DIAGNOSIS BANDING Ruptur kista Baker, selulitis, sindrom pasca phlebitis/insufisiensi vena.2 TATATAKSANA
Formokologis
7.
Terapiantikoagulan3,s
. .
Merupakan terapi terpilih bagi sebagian besar pasien dengan trombosis vena proksimal atau emboli paru Kontraindikasi absolut: perdarahan intrakranial, perdarahan aktifberat, pasca operasi otak, mata, atau medula spinalis, dan hipertensi maligna
546
Gejolo lungkoi bowoh don 'lersongko DVT
klinis
Probobililos klinis sedong otou tinggi
Probobilitos klinis rendoh
Tes
D-dlmer
USG Doppler veno
ekslremitos tungkoi
Negolif
Posilif otou
tidok tersedio
Negotif
USG
Doppler veno
ekstremilos lungkoi Positif
Negotif
Posilif
Tes
Konfrrmosi
D-dimer
diognosis DVT
Eksklusi DVT
Konllrmosi diognosis DVT
Teropi
Negolif
Teropi
Positif
Follow-up lonjuton
Eksklusi DVT
ke -2
I
Gombor l. Algorilmo Diognosis
)
Positif
Negotif
Eksklusi DVT
(USG
seriol, veno grofi
Diognosis DVT
DVTr
.
Kontraindikasi relatif: pasca bedah mayoI, pasca insiden serebrovaskular, perdarahan saluran cerna aktil hipertensi berat, gagal hati atau ginjal berat, trombositopenia berat (trombosit <50.000/pL)
.
Pilihan antikoagulan dapat dilihat pada tabel 4.
Tobel 4. Anlikoogulon podo Tromboemboli Ven05
otou Dolleporin
1x
200 U/kg otou 2
ginjol
pemeriksoon berturutjurut (intervol t hori) tercopoi
547
.
Regimen low-moleculor-weight heparin ILMWH] dan fondaparinux dapat dilihat pada tabel 5.
Tobel 5. Regimen Low-Moleculor-Weight Heporin (LMWH) don Fondoporinux podo Teropi Tromboemboli Veno3
2x1
Kelerongon:
oRegimen
I x 1,5 mg/kg/hori dopol diberikon nomun kurong efektif podo posien dengon konker 'Seteloh I buion, dopot diikuti dengon dosis I x l50 lU/kg/hori sebogoi olternotif onlogonis vilomin K orol unluk leropi jongko ponjong 'Regimen ini dopol jugo digunokon untuk teropijongko ponjong sebogoi ollernotif onlogonis vitomin K orol d2x 4100 lu/horl bilo berot bodon posien <50 kg otou 2x92OOlUlho(i bilo berot bodon posien >70 kg "2 x 3500 lU/hori bio berot bodon posien 35-45 kg otou 2 x 6300 lu/hori bio berot bodon posien >60 kg 'l x 5 mg/hori bilo berot bodon posien <50 kg olou I x l0 mg/hori bilo berol bodon posien >100 kg
a
Jika diperlukan, dosis LMWH disesuaikan untuk mencapai target anti faktor Xa: 0,6 - 1 IU/ml - 4 jam setelah pemberian LMWH.1o
a
Apabila unfractionated heparin digunakan sebagai terapi inisial, sangat penting
untuk mencapai efek antikoagulan adekuat yaitu aPTT di atas batas bawah therapeutic range dalam24 jam pertama. Regimen heparin dapat dilihat pada tabel
6.
Tobel 6. Regimen Heporin Berdosorkon
a
oPTTT
Warfarin diberikan pada hari pertama atau kedua dengan dosis awal 5 mS/ hari - untuk mencapai target INR 2-3 dalam 4-5 hari. Pada pasien usia lanjut, berat badan rendah, warfarin diberikan dengan dosis awal yang lebih rendah Q-a mg/ hari).10
548
2.
Trombolisis
.
Terapi ini tidak dianjurkan pada DVT karena risiko perdarahan intrakranial yang besar; kecuali kasus tertentu seperti trombus ileofemoral masif atau bagian dari protokol penelitian.B
3.
Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
. .
Bukan merupakan terapi utama
Pemakaiannya dapat dipertimbangkan 3-6 minggu setelah terapi standar heparin atau warfarin
DVT PADA KEADAAN KHUSUS KEHAMITAN
. . .
Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan.s'7 Terapi terpilih: unfractionated heparin subkutan dan LMWH jangka panjang- mis.
Tinzaparin L x775lU /kg/hari SC.s,10 Pilihan terapi unfractionated heparin atau LMWH merupakan keputusan klinis berdasarkan kondisi pasien.s
KOMPTIKASI Perdarahan akibat antikoagulan/antiagregasi trombosit, trombositopenia imbas
heparin, osteoporosis imbas heparin (biasanya setelah terapi >3 bulan).s PROGNOSIS
Sekitar 50% pasien dengan DVT proksimal simptomatis yang tidak mendapat diterapi akan berkembang menjadi emboli paru simptomatis dalam waktu 3 bulan. Meskipun telah mendapat terapi adekuat, DVT dapat berulang. Sekitar L0% pasien dengan DVT simptomatis berkembang menjadi sindrom post-trombosis berat dalam 5 tahun.e
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Onkologi Medik RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
-
Divisi Hematologi-
UNIT TERKAII
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Departemen Radiologi, Bedah/Vaskular Bagian Radiologi, Bedah
REFERENSI
I.
Romzi DW. Leeper KV. DVT ond Pulmonory Embolism: Port l. Diognosis. Am Fom Physicion 2004;69:2829-36. Diunduh dori http://wvwv.oofp.org/ofp 12004/0615lp2829.pdf podo tonggol 29 Mei 2012.
2. 3.
McGrow-Hill Concise Dictionory of Modern Medicine. New York, McGrow-Hill. 2002
4
Sukrismon
5.
Goldhober SZ. Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory Thromboembolism. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, HouserSL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles ot lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
6. 7.
Ho WK. Deep vein thrombosis: risks
8.
Kovocs MJ, Rodger M, Anderson DR, Morrow B, Kells G. Kovocs J, et ol. Comporison of 10-mg ond 5-mg worforin initiotion nomogroms togeiher with low-moleculor-weight heporin for outpotient treotment of ocute venous thromboembolism. A rondomized, double-blind, controlled kiol. Ann lntern Med 2003;l 3B:71 6.
.
Keoron C. Noturol history of venous thromboembolism. Circulotion 2003;107 (23 suppl 1 ):i22-30. Hirsh J, Lee AYY. How we diognose ond treot deep vein thrombosis. Blood 2002; 99;3102-10.
9
lO.
550
Hull RD, Pineo GF, Roskob GE. Venous Thrombosis. ln : Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007 L. Trombosis Veno Dolom don Emboli Poru. Dolom :Sudoyo A, Setiyohodi ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1354-8.
Romzi DW. Leeper KV. DVT P hysicion 20O 4; 69 :28 41 -8.
B,
Alwi l, et
ond diognosis. Austrolion Fomily Physicion July 2010;39:7
ond Pulmonory Embolism: Port
ll.
Treotment ond Prevention. Am Fom
TROMBOSITOS S ESENSIAL
PENGERTIAN
Trombositosis esensial/TE (nama lainnya antara lain trombositosis primer, trombositemia esensial, trombositosis idiopatik, trombositemia hemoragik) termasuk dalam klasifikasi penyakit keganasan mieloproliferatif. TE merupakan kelainan klonal dengan etiologiyang belum diketahui, yang melibatkan sel progenitor hematopoiesis
multipoten dengan manifestasi klinis produksi trombosit berlebihan tanpa penyebab yang jelas.l Istilah trombositosis esensial Iebih banyak dipakai di Amerika Serikat, sedangkan di Eropa dikenal dengan trombositemia vera.2 Macam-macam etiologi trombositosis dapat dilihat pada tabel Iobel l. Etiologi
L.
Trombositosis3
Schlsfocyles
Mieodisplosio
Perdorohon
odrenolin)
Perhimpunon Dokler Spesiolit Penyokii Dolom ndonesio
PENDEKAIAN D!AGNOSIS Anomnesisr.2
. .
Tidak ada tanda dan gejala spesifik, 1/3 pasien tidak memiliki gambaran klinis Acroparesthesis: sensasi gatal pada kaki yang diikuti dengan rasa nyeri
/ terbakar,
kemerahan, berdenyut, cenderung timbul kembali disebabkan panas, pergerakan
jasmani dan hilang bila kaki ditinggikan (eritromialgiaJ.
. .
Riwayat mudah memar Riwayat gangguan penglihatan sementara, klaudikasio intermiten, infark
/ gangren
jari kaki dengan pulsasi arteri perifer masih baik, perdarahan spontan dari hidung atau ginggiva, genitourinarius, saluran cerna Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang, pertumbuhan janin pada
.
terhambat
Pemeriksoon Fisik',2
.
Splenomegali (70o/o), hipertensi (300/o), tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi yang terkena
Pemeriksoon Penunjongr -4 . Laboratorium : darah perifer lengkap, morfologi darah tepi . Pemeriksaan genetik molekuler
. .
Tes sitogenetika
Biopsi dan aspirasi sumsum tulang : peningkatan selularitas dengan hiperplasia
megakariositik Kriteria diagnosis trombositosis esensial
. . .
:a
Hitung trombosit > 600.000/pL (yang telah dikonfirmasi > 1x) Hemoglobin 13 g/dl atau massa eritrosit normal (pria <36 ml/kg, wanita <32 ml/kgJ Besi yang terlihat pada pewarnaan sumsum atau kegagalan
uji besi (kenaikan
hemoglobin <7 g/dl setelah terapi besi 1 bulanJ
. .
Tidak ditemukan kromosom Philadelphia
. .
Tidak ditemukan penyebab trombositosis reaktif
Fibrosis kolagen sumsum
: aJ
tidak ada, atau
bJ <'J.f 3 area
dan reaksi leukoeritroblastik
552
Megakariosit dalam gumpalan
biopsitanpa splenomegali
DIAGNOSIS BANDING Seperti tercantum pada tabel 1.
TATALAKSANA4
Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan fungsi trombosit
.
Untuk menurunkan trombosit:
o
PThombopheresis
)
pada trombositosis akut dan gangguan hemostasis yang
mengancam nyawa
o
Hydroxyurea : L0-30 mg/kgBB/hari. Hitung darah harus diperiksa dalam 7 hari setelah terapi dimulai dan diperiksa secara rutin karena hydroxyurea dapat menyebabkan mielosupresi dengan cepat
o
Anagrelide: dosis awal 4 x 0,5 mg/hari atau 2 x L mg/bari [maksimal 10 mg/ hari), dosis disesuaikan dengan interval tiap minggu. Dosis pemeliharaan 2-3 mg/
hari
o .
Rekombinan interferon alfa: 3 juta IU subkutan sebanyak 3x/minggu
Untuk menurunkan fungsi trombosit (terapi adjuvan):
o
Aspirin dosis rendah (100 mg/hariJ masih menjadi kontroversi
KOMPT!KASI Risiko klinis komplikasi trombohemoragik pada trombositosis esensial tercantum pada tabel 2. Tobel 2. Risiko Klinis Komplikosi Trombohemorogik podo Trombosilosis Esensiola
PROGNOSIS Tergantung usia dan riwayat trombosis. Angka harapan hidup 10 tahun pada 640/oB0%o
terutama pada pasien usia muda. Kurang dari1,00/o pasien dengan trombositosis
5s3
esensial berubah menjadi leukemia mieloid akut dan kurang dariSo/o berubah menjadi
mielofibrosis dengan metaplasia meiloid.s
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Hematologi-
Onkologi Medik
.
RS non
pendidikan
: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
REffRENSI 1
554
.
Spivok JL. Polycythemio Vero ond Other Myoproliferotive Diseoses. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8ih Edition. New York, McGrow-Hll. 201 2.
2.
Wohid L Trombositosis Esensiol. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi Dolom. Edisi V. Jilid ll. 2009. Hol 1220-4.
3.
Horrison CN, Boreford D, Butt N, et ol. Guideline for investigotion ond monogement of odults ond children presenting with o thrombocytosis. British Journol of Hoemotology 2010;149:352-375.
4.
Schofer Al. Essentiol Thrombocythemio ond Thrombocytosis: Overview. In : Lichtmon M, Beutler E, Selighson U, et ol. Willioms Hemotology. 7th Edition. New York, McGrow-Hill. 2007
5.
Cieslo B. Hemotology in Proctice. Philodelphio, FA Dovis. 2007
B,
Alwi
l,
et ol. Buku Ajor llmu Penyokit
PI Ir[1il(S[ltII
I I G 1 UPHIYII(I [1I
PAA
P AKTK
rus
,!!x. rl
t1
'r
a
*t
KARD O Angino Pektoris Stobil Angino Pektoris Tidok Stobil/ Non Sf Elevotion Myocordiolln SI E/evotio n Myocordiol lnforction Penyokit Jontung Koroner Brodiortimo ........
(
:
:"'
Tokioritmio
Cordioc Aresf ... Ekstrosistol Ventrikulor Gogol Jontun9........... Endokorditis lnfektif .... Penyokit Kotup Jontung Periport um Cordiomyopothy .... Perikorditis Penyokit Jontung Kongenitol ... Hipertensi Pulmonol ..... Penyokit Arteri Perifer Keloinon Sistem Veno don Limfotik
)
A G AP KTORISSTA
L
PENGERIIAN Angina pektoris stabil adalah nyeri dada atau chest discomfortyang terjadi karena keadaan seperti olahraga atau stres emosional yang meningkatkan kebutuhan oksigen
miokard. Karakteristik nyeri dada khas angina yang mengarah ke infark miokard/ iskemia miokard akut adalah:
1.
1
Lokasi di dada/substernal/sedikit di kiri, dengan penjalaran ke leher; rahang, bahu kiri, sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulna4 punggung/pundak kiri.
2.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih, terdesak, diremas-remas, dada mau pecah. Seringkali disertai keringat dingin, sesak napas.
3.
Nyeri pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit sampai < 20 menit. Nyeri dada ada yang memiliki ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap, sehingga
tak diragukan lagi diagnosisnya disebut nyeri dada (angina) tipikal, sedangkan nyeri dada yang meragukan tidak memiliki ciri yang lengkap dan perlu dilakukan pendekatan
yang hati-hati disebut, nyeri dada (angina) atipik. Nyeri dada lain yang sudah jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak.l Klasifikasi angina pektoris stabil dapat dilihat pada tabel
l.
Tobel
1.
Klosifikosi Angino Pekloris Stobil'?
I
il
otou
Terdapat 3 kriteria untuk membantu menentukan jenis Angina: 1. Nyeri dada substernal, 2. Dicetuskan oleh aktifitas/ emosi, 3. Membaik dengan istirahat atau NTG. Pasien disebut non anginal chest pain bila hanya ada < 1 gejala, disebut angina
atipik
bila terdapat 2 gejala, dan angina tipikal bila ada 3 gejala. Kemungkinan penyakit arteri koroner berdasarkan kombinasi usia, jenis kelamin dan gejala dapat dilihat pada Tabel 2. Tobel 2. Probobilitos PenyokitArleri Koroner Berdosorkon Usio don Gejolo (NEJM 1979:300:1350)3
ngon
Gejolo : nyeri dodo substernol, nyeri dodo koreno oktivitos, nyeri dodo hilong soot istirohot
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Biasa muncul pada pria >50 tahun atau wanita > 60 tahun dengan keluhan chest
discomfort (seperti berat, tertekan, diremas, terdesak, dan jarang nyeri yang nyata), biasanya lokasi
di dada, crescendo-decrescendo, berlangsung 2-5 menit (dapat
menjalar ke bahu maupun kedua lengan, punggung, interscapular, leher; rahang, gigi, dan epigastrium). Biasanya episode angina muncul karena latihan atau emosi, dapat juga saat istirahat dan membaik setelah istirahat. Pasien dapat terbangun pada malam
hari karena chest discomfort dan dispnea.2
Pemeriksoon Fisik Auskultasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi lateral dekubitus. Pada
auskultasi dapat ditemukan bruit arteri, bunyi jantung III atau IV jika iskemi akut atau infark sebelumnya merusak fungsi otot papilar maka dapat ditemukan murmur sistolik di apikal karena regurgitasi mitral, meskipun tidak khas untuk iskemi miokard.2
Pemeriksoon Penunjon92 . Elektrokardiografi (EKGJ: tidak spesifik, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel
. . 556
Stress testing dengan EKG
Rontgen dada: pembesaran jantung, aneurisma ventrikular (tidak khas)
a
Darah (untuk mengetahui faktor yang memperberat seperti DM, gangguan ginjal, dan lain-lainJ: GDS, profil lipid, hemoglobin A1C, fungsi ginjal
a
Pencitraan jantung: SPECT MSCT
a
Arteriografi koronet dipertimbangkan pada : pasien yang tetap pada kelas III-lV meskipun telah mendapat terapi yang cukup, pasien dengan risiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya angina, pasien-pasien yang pulih dari serangan aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac orrest, yang telah berhasil diatasi, dan pasien-pasien yang diketahui mempunyai disfungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi < 45%)
DIAGNOSIS BANDING NYERI DADA3
.
Kardiovaskular: infark miokard, unstable angina,perikarditis, mioperikarditis, diseksi aorta.
. . .
Paru: pneumonia, pleuritis, pneumotoraks, efusi pleura, hipertensi pulmonal
Saluran cerna: refluk esofagus, spasme esofagus, Mallory-weis, pankreatitis, penyakit bilier. Muskuloskeletal dan Iainnya: costochondrifis, herpes zoster, ansietas.
TATALAKSANA a
Non farmakologis: stop rokok, stop alkohol, kurangi berat badan, olahraga 30-60
menit setiap hari.a a
Farmakologis:2'a
-
Aspirin 75-162 mg/hari Hipertensi: ACE inhibitor, Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers, Penyakit Beta.
-
Kontrol gula darah,lipid
Untuk obat-obatan nirat, nitrogliserin, penyakit beta dan calcium channel blocker dapat dilihat pada tabel 3, 4 dan
5.
KOMPTIKASI Aritmia jantung, regurgitasi mitral, gagal jantung kongestif, perikarditis, emboli paru, renjatan kardiogenik, stroke.
557
lndonesio
Tobel 3. Teropi Nilrol don Nihoglycerin'?
de
Nitroglycerin
5mg
xl5 cm) 7.5-40 mg
2% (15
m
lsosorbide dinitrote
Tobel 4. Teropi Penyokil Beto'?
50-200
l0-20 mg/hori 2,5-10 mg/hori
Tobel 5. Teropi Anlogonis kolsium2 Non Dihydropyridines Diltiozem
PROGNOSIS Prognosis menggunakan bantuan tes Treadmill, akan didapatkan Dukes Treqdmill score seperti tercantum pada tabel 6.
Tobel 6. Duke Treodmill ScoreT
Kelerongon
:
Duke Treodmill Score = lomo lotihon (menit) lndek5 Angino = 0 : tidok odo ongino I : ongino non limiting 2 : limiting ongino
-
(5 x mox ST deviosi (mm))
-
(4 x indeks ongino)
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
::-
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Departemen Penyakit dalam Departemen Penyakit dalam
- Divisi Kardiovaskular - Divisi Kardiovaskular
REFERENSI l. Rohmon, A Muin. Angino pektoris stobil. Dolom : Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus Simodibroto, Morcellus Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Edisi V. Jokorto: Pusot lnformosi don Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI-RSCM;2009. Holomon 1735-39. 2. lschemic heort diseose in odult. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l. 3. Diomond GA, Forrester JS. Anolysis of Probobility os on Aid in the Clinicol Diognosis of CoronoryArtery Diseose. N Engl J Med 1979:300: 1350-8.
4.
: Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'o edltion. Sounders Philodhelphio. 2007. Froker, Theodore D.2OO7 Chronic Angino Focused Updote of the ACC/AHA2002 Guidelines for the Proctice Monogement of Potients With Chronic Stoble Angino: A Report of the Americon College of Cordiology/Americon Heort Associotion Tosk Force on Guidelines Writing Group to Develop the Focused Updote of the 2002 Guidelines forthe Monogement of Potients With Chronic Stoble Angino. .i. Am. Coll. Cordiol. 2007;50;2264-227 4: originolly published online Nov 12, 2007 Horris, lon S. Foster, Elyse. Congenitol Heort Diseose in Adults. Dolom : Crowford, Michoel H. Current Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009. Wornes, Corole A et ol. ACC/AHA 201 1 Guidelines for the monogement of odults with congenitol heort diseose : executive summory. Circulotion. 2008; ll8:2395-2451;originolly published online November 7, 2008; doi : l0.l l6l / ClRCULATIONAHA.l08.l90Bl l.
Theroux, Piene. Angino Pectoris. Dolom :
5.
5. 6. 7
.
Fox, Kim. Et oll. Guldelines on the monogement of stoble ongino pectoris: full text{The Tosk Force on the Monogement of Stoble Angino Pectoris of the Europeon Society of Cordiology. Diunduh dori
: http://www.escordio.org/guidelines-surveys/esc-guidellnes/GuidelinesDocuments/guidelines-
ongino-FT.pdf . podo tonggol l0 juni 20,l2.
ANG NA PEKTOR S T DAK STAB L/ NON SI EI.EVATION YOCARD'AI. ,NFARCflON ( TS/NSTE )
PENGERIIAN lJnstable angina (UA) adalah angina pektoris setara dengan ischemic discomfort dengan L diantara 3 kriteria: 1. Muncul saat istirahat (atau Iatihan ringan), biasanya
berlangsung > L0 menit, 2. Gejala berat dan baru pertama kali timbul, dan atau
3.
Muncul dengan pola crescendo (lebih berat, panjang, dan sering daripada sebelumnya).
Diagnosis Non ST Elevation lvlyocardial Infarction (NSTEMI) ditegakkan jika pasien dengan UA memiliki nekrosis miokard, yang terlihat pada peningkatan cardiomarkers.l
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr
.
Nyeri dada : lokasi regio substernal atau kadangkala epigastrium, yang menjalar ke leher; bahu kiri, dan atau tangan
.
kiri
Sesak napas, epigastric discomfort
Pemeriksoon Fisikr Jika iskemi miokard luas, dapat ditemukan diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardi, bunyi jantung ketiga atau keempat, ronki basal paru, terkadang ditemukan hipotensi.
Pemeriksoon Penunjongl . EKG : depresi segmen Sl peningkatan transien segmen ST dan atau inversi gelombang T
. . .
)
tampak pada 30-50% pasien.
Cardiac Biomarkers: CK-MB dan Troponin meningkat Sfress testing CT
angiography
Tobel
l.
Kemungkinon Sindrom Koroner Akut2
Pendekatan untuk triage
. . . .
.
:
)ika hasil anamnesis PE, EKG, dan biomarker tidak mengarah diagnosis, ulangi EKG dam biomarker 72 jam kedepan.
fika tetap normal dan kemungkinan kecil sindrom koroner akut, cari penyebab nyeri dada lain. Jika tetap normal dan nyeri hilang ) singkirkan infark miokard, Jika curiga sindrom koroner akut berdasarkan anamnesis PF, singkirkan NSTEMI dengan tes treadmill. Jika risiko rendah (usia > 70 tahun, tidak memiliki penyakit jantung koroneL penyakit serebrovaskulari penyakit arteri perifer sebelumnya, tidak ada sisa angina), pasien dapat dipulangkan dalam 72 jam. Jika tidak risiko rendah ) rawat inap dan evaluasi iskemi ftes treadmill atau kateter) Jika EKG atau biomarker abnormal atau kemungkinan tinggi sindrom koroner akut ) rapat inap dan terapi Rlsiko Tinggi Troponin (+), depresi ST > 0,5mm, TlMl Risk Score >3, curigo gogol jonlung kongestif
Risiko nendoh ST (-), TlMl Risk Score
Troponin {-), depresi
0-2, gogol jontung kongestif (-)
turun, PCI sebelum CABG
EF
Aspirin don clopidogrel X, fondo, otou unfroctioned
heporin
(UFH)
Aspirin, clopidogrel (upslreom otou soo't PCI) UFH, ENOX,
olou bivol (tergontung hosil koleter sebelumnyo) + GP llo/llb inhibitor lGPl)
lskemi
Skolegi Konservolif
rekurent Slrolegi lnvosif
Tes
+ GPI
lreodmill ketiko stobil don sebelum pulong ronop Risiko
rendoh
Risiko
Angiogrofl
tinggi
Treodmill score<
ll
k perfusi besor (lerutom onterior), def ek perf usi
Teropi
dengon GP lnhibilor mes bivolen : perlimbongkon clopidogrel vs dopi
CABG
medikomentoso Teropi medikomenloso jongko ponjong
Gombor
l
Algoritme Pendekoton NSTEMI'
DIAGNOSIS BANDING ST elevation myocardial
infarction (STEMIJ.
TATALAKSANA3
.
Nitrat diberikan sublingual atat buccal spray (0,3-0,6 mg). fika telah diberikan 3 dosis dengan jeda 5 menit tetapi nyeri tetap ada, maka berikan nitroglycerin intravena (5-10 g/menit), titer infus dapat dinaikkan 10 gram/menit setiap 3-5 menit sampai gejala hilang atau tekanan darah sistol turun jadi < 100 mmHg. Setelah 72-24 jam bebas nyeri, ganti nitroglycerin iv dengan oral/topikal. Beta Adrenergik Bloker : Metoprolol 4x25-50 mg po. fika diperlukan dan tidak
.
ada gagal jantung dapat dinaikkan bertahap 5 mg setiap L-2 menit.
. .
Atorvastatin 20-80 mg Calcium channel blockers: verapamiI atau diltiazem. Direkomendasikan untuk pasien yang memiliki gejala persisten atau rekuren setelah terapi beta bloker dan nitrat dosis penuh, atau pada pasien yang kontaindikasi ca channel blocker
. . .
Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) inhibitor
Morfin (bila diperlukanJ ; 2-5 mg IV dapat diulang setiap 5-30 menit Antitrombotik
Tobel l. Obol Anlilrombotik podo
NSTEMIT
Aspirin
Looding dose 300-600 mg lolu
Abciximob
T
562
rofibon
inf us
7
PROGNOSIS Prognosis NSTEMI berdasarkan TIMI Risk Score dapat dilihat pada tabel
1
Tobel 2. Iimi Risk Score.4
Usio > 65
lohun
UNII YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam Divisi Kardiovaskular RS
: Departemen
UNIT TERKAII
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
REFERENSI
l.
Unstoble Angino ond Non ST Elevotion Miocord Infork. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of lnternol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l 1 .
2.
Anderson, Jeffrey
3.
Wright, R. Scott. 201 I ACCF/AHA Focused Updote of the Guidelines for the Monogement of Potients With Unstoble Angino/Non-ST-Elevotion Myocordiol Inforction (Updoting the 2007 Guideline). J Am Coll Cordiol, 2011:57 1920-1 959, doi:10. 1016/i.iocc.2011.02.009. Goncolves, Pedro de Aroulo. Et oll. TlMl, PURSUIT, ond GRACE risk scores : sustoined prognostic volue ond interoction with revosculorizotion in NSTE-ACS. Europeon Heort.Journol (2005) 26, 865872. Doi: I 0. I 093/euheortj/ehil 87.
4.
L. Et oll. ACC/AHA 2007 Guidelines for the Monogement of Potients With Unstoble Angino/Non-ST-Elevotion Myocordiol Inforction. Vol. 50, No. 7, 2007.
SI EI.EV ATION M Y OC ARD'A I, ,NFARCflON (STEM )
PENGERIIAN Menurut.ACC/AHA STEMI Guidelines 2004, STEMI adalah elevasi segmen ST >1mm
pada 2lead berturut-turut (baik prekordial atau limb leads). Progresifitas infark miokard dibagi menjadi
1.
akut (beberapa jam pertama-7 hari), 2. healing (7 -28hari),
dan 3. Sembuh (29 hari).1
DIAGNOSIS
Anomneso Nyeri visera seperti terbakar atau tertusuk, letaknya biasanya di dada tengah atau
epigastrium, biasanya terjadi pada saat istirahat, terkadang menjalar ke lengan, dapat juga ke perut, punggung, rahang bawah, dan leheq nyeri dibarengi dengan lemah, nausea, keringat, muntah, ansietas.l
Pemeriksoon Fisik Pucat, eketremitas teraba dingin, dapat ditemukan takikardi dan atau hipertensi
(pada anterior infark), bradikardi dan atau hipotensi (posterior infarc). Terdapat
bunyi jantung III dan IV, penurunan intensitas bunyi jantung, paradoxical splitting pada bunnyi jantung II, dapat juga ditemukan transient midsystolic atau late systolic apical systolic murmur karena disfungsi katup mitral. Pericardial friction rub dapat ditemukan pada transmural STEMI. Pulsasi karotis seringkali menurun dalam volume. 1
[oboroloriumr
L.
EKG: elevasi segmen ST dengan gelombang Q
Tobel
l.
Lokosi lnfork Miokord2
LAD Distol LAD,
lell coronory
circumflex ortery (LCx), otou
1s%l
Ventrikel konon Posterior
2.
Serum Cardiac Biomarkers'.
.
Cardiac-specific troponin 7 [cTnT) and cardiac-specific troponin I (cTnl) meningkat >20 kali dari nilai normal tertinggi dan bertahanT -10 hari setelah STEMI. 45 40 35
E30 o
;2s E20 (, o t 15 Y (E
't0
5 0
5
0
10
24
Waktu setelah onset nyeri dada Keterongon: > = GPBB, o = mioglobin, r
Gombor
3.
l.
= Troponin T,
segitigo penuh: CKMB
Diogrom Perbondingon Konsentrosi Cordiocmotker.r
Pencitraan jantung
.
Ekokardiografi: infark ventrikel kanan, aneurisma ventrikel, efusi perikardial , dan trombus ventrikel kiri. Doppler ekokardiografi untuk deteksi dan kuantitas defek septum ventrikel dan regurgutasi mitral.
.
Cardiac MRI
DIAGNOSIS BANDING Unstable angina, Non ST Elevation Myocardial
lffirction, gambaran
EKG elevasi
segmen ST: perikarditis dengan miokard infark, kor pulmonal akut, kontusio miokard,
dressler's syndrome.
TATATAKSANA Pada ruang emergensi
1. Aspirin: 160-325-mg tablet buccal, Ianjutkan 75-1.62 mg/hari.1 2. Jika hipoksemia, berikan suplementasi 02 2-4|/menit selama 6-72 jam 3. Kontrolketidaknyamanan
. . .
Nitrogliserin sublingual 3x0,4 mg dengan jeda 5 menit. Bila gejala tidak hilang, berikan nitrogliserin intravena. Morfin 2-4 mg intravena, dapat diulang sampai 3 kali dengan jeda 5 menit. Betablockeriv: Metoprolol5 mg. 2-5 menitsebanyak 3 kali. 15 menitsetelah dosis ke-3, berikan 4x50 mg p.o selama Zhari,lalu 2x100mg. atenolol: 2,5-5 mg selama 2 menit,
total 10 mg selama 10-15 menit. bisoprolol 1x2,5-10 mg. Percutaneous
Coronary Intervention (PCI): jika diagnosis meragukan, kontraindikasi terapi
fibrinolisis, ada renjatan kardiogenik, risiko perdarahan meningkat, atau gejala tidak tertangani dalam 2-3 jam.
4.
Terapi revaskularisasi
.
Jika tidak tersedia sarana Intervensi Koroner Perkutan (lKP) atau tidak mungkin mengerjakan IKP primer <2jam
a.
Terapi Fibrinolisis
s
.
Waktu pemberian: efektifitas menurun dengan lamanya waktu, terutama bila > 3 jam setelah onset
.
Indikasi: serangan < 1,2 jam, elevasi segmen
ST > 0,1 mV
(>1mm) dalam
2
lead bertunlt-turut atau adanya Left Bundle Brqnch Block (LBBBJ
.
Kontraindikasi:
-
Absolut: neoplasma intrakranial, aneurisma, malformasi arteri vena, strok non hemoragik atau trauma kepala tertutup dalam
3 bulan terakhic perdarahan internal aktif atau adanya perdarahan diastesis, curiga
diseksi ;rorta
-
Relatif: hipertensi berat dengan tekanan darah sistol > 180 atau diastol > 1L0 mmHg, strok iskemik, resusitasi kardiopulmonal yang lama > l-0
menit, trauma atau operasi besar dalam 3 minggu terakhil, perdarahan
interna dalam 2-4 minggu terakhir, noncompressible vascular puncture, kehami lan, menggunakan antikoagulan.
.
Tissue Plasminogen Activator [tPA): 15 mg bolus
iv, lanjutkan 50 mg selama
30 menit,lalu 35 mg selama 60 menit
. . .
Streptokinase: 1,5 juta unit iv selama
1-
jam
Tenecteplase ITNK): 0,53 mg/kg iv bolus Reteplase (rPA): 2x10 juta unit bolus dalam 2-3 menit, jeda 30 menit antara dosis pertama dan kedua.
b. 5. 6. 7.
8.
Intervensi Koroner Perkutan [lKP): jika tersedia sarana ikp dan ikp bisa dikerjakan <2 jam. jika tidak bisa berikan fibrinolitik Tienopiridin2
. .
Clopidogrel300-600mg Prasugrel 60 mg Glycoprotein IIb/llla Inhibitors (GP Ilb/llla inhibitors): bekerja menghambat agregasi trombosit.2 ACE Inhibitor untuk hipertensi, akut miokard infark anteriot atau disfungsi ventrikel kiri: captopril 3x6,25 mg, mulai dalam waktu 24 jam atau ketika stabil (tekanan darah sistolik > L00 mmHg).3 Lipid-lowering agent (jika LDL > 70-L00 mg/dL, total cholesterol > 135 mg/dl): Atorvastatin 10-80mg/hari, rosuvastatin 20-40 mg/hari.a
KOMPTIKASI Disfungsi ventrikel, hipovolemia, gagal jantung kongestif, renjatan kardiogenik,
infark ventrikel kanan, aritmia, ventrikel takikardi dan fibrilasi.l PROGNOSIS Terapi jangka panjang dengan antiplatelet agent (biasanya aspirin) mengurangi angka kekambuhan STEMI sebesar
25o/o.1
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
UNIT TERKAII
.
RS
pendidikan: Departemen Rehabilitasi Medik
.
RS
non pendidikan: Departemen Rehabilitasi Medik
567
IKP bisa dilaksanakan
Lebih baik <60 menit
<120 menit Segera
kirim ke
RS
dengan fasilitas PCI
Lebih baik < 90menit
Lebih baik <30menit Segera kirim ke RS dengan
fasilitas PCI
.The tine point lhe diagnosis incomfirmed with patient history and ECG ideally within 10 min from lhe firsl medical contacl(FMc) All delay are related lo FMC (first medical contact)
FMC = firsl medical conlact, IKP = lnteruensi Koroner Perkutan, SIE /r/ = Sf Segment Elevalion ilyocardial ln[arclion
Algorilme Totoloksono
STEMI
REFERENSI
1
1.
Elevotion Miocord lnfork. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrlson's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
2.
Boyle, Andrew J. Joffe, Allon S. Acute Myocordiol lnforction. Dolom:Crowford, Michoel H. Current Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
3.
Jois, Preeti. NSTEMI ond STEMlTheropeutic Updotes 201 l. Emergency Medicine Reports / Volume 32, Number 1 / Jonuory 1,2011.
4.
Anderson, Jeffrey L.
ST
ST Segment Elevotion Acute Myocordiol Inforction ond Complicotions of Myocordiol Inforction. Dolom: Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders:
Philodhelphio. 2007.
568
5.
Wright,
6.
http://en.wikipedio.org/wiki/File:CordiocMorkerComporison.JPG
R Scott. 201 I ACCF/AHA Focused Updote of the Guidelines for the Monogement of Potients With Unstoble Angino/Non-ST-Elevotion Myocordiol Inforction (Updoting the 2007 Guideline).
PENYAKIT JANTUNG KORONER
PENGERTIAN
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyempitan atau blokade arteri yang
mensuplai oksigen dan nutrisi ke jantung. Penyempitan itu dapat disebabkan ateroskeloris yaitu akumulasi zat lemak pada bagian dalam arteri yang menyebabkan keterbatasan aliran darah ke jantung.l Faktor risiko
Pf
K:
7. Yang tidak dapat dimodifikasi:
usia, riwayat keluarga, riwayat penyakit jantung
koroner sebelumnya, jenis kelamin (laki-lakiJ
2.
Yang dapat dimodifikasi: merokok, obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes
mellitus. PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Nyeri dada, napas pendek, letih, Iemah, berkurangnya kapasitas aktivitas, palpitasi,
kaki bengkak, berat badan turun, gejala yang berkaitan dengan faktor risiko seperti DM dan hipertensi.3
Pemeriksoon Fisik Dapat ditemukan hipo/hipertensi, S4/S3 gallop, murmur, edema tungkai, dan pemeriksaan fisik lain yang berkaitan dengan faktor risiko.3 Pemeriksoon Penunjong
. . . . .
Darah: Darah lengkap, profil lipid, hemoglobin4r., gula darah
I
Elektrokardiografi : inversi gelombang T pada lead aVL Sfress testing
Ekokardiografi
Arteriografi jika ditemukan hasil tes risiko tinggi yaitu pada
Tes Treadmill
ditemukan depresi ST > 2 mm atau > 1 mm pada stage 1 atau di > 5 lead atau recovery > 5 menit, menurunnya tekanan darah, angina selama latihan, duke score < -11, serta fraksi ejeksi <35o/o.
DIAGNOSIS BANDING Penyakit jantung hipertensi, angina pektoris stabil dan tidak stabil, infark miokard. Gambaran EKG T inverted: miokarditis, kardiomiopati. TATAIAKSANA4 Tujuan terapi: tekanan darah < 1.40/90 mmHg, Hbo,.
.
7%, kolesterol LDL < 100
mg/dL(<70 mg/dL pada pasien dengan DM). Non farmakologis : stop rokok, olahraga 30-60 menit/hari, kurangi berat badan
(BMI21.-25
. . . .
ke/m')
Hipertensi: ACE inhibitor, beta blocker, calcium channel blocker, diuretik
Aspirin 8L-1.62 mgfhari, clopidogrel TS mg/hari, prasugrel Nitrat Hiperkolesterolemia
:
statin
KOMPTIKASI Strok, infark miokard, aritmia
PROGNOSIS Prognosis tergantung beratnya penyakit. UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular
UNIT TERKAII
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
REFERENSI
570
1.
Coronory ortery diseose definition. Diunduh dori : http://medicol-diciionory.thefreedictionory. com/coronory+ortery+diseose podo tonggol 10 juni 2012.
2.
Crowford, MH. Chronic lschemic Heort Diseose. Dolom :Crowford, Michoel & Treotment Cordiology 3d Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
H.
Current Diognosis
3.
lschemic heort diseose in odult. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201'l .
4.
The UCLA Comprehensive Atherosclerosis Treotment Progrom Clinicol Proctice Guideline. Diunduh
dori : vwwv.med.uclo.edu/chomp/CHAMPOSb.pdf
5.
podo tonggol l0 juni
201 2
Cordiovosculor Diseose (ASCVD) Prevention, Screening, ond Treotment Guideline. Diunduh dori podo tonggol I0 juni 201 2. : http://www.ghc.org/oll-sites/guidelines/oscvd.pdf
BRA ART A PENGERTIAN
Bradikardia adalah laju denyut jantung kurang dari 60 kali/menit. Pada orang yang sering berolahraga, laju denyut jantung 50 kali/menit saat terjaga dapat merupakan hal yang normal. Sinus bradikardia yang penting secara klinis umumnya didefinisikan sebagai laju denyut jantung kurang dari 45 kali/menit yang menetap saat terjaga.
Disfungsi nodus sinus/ sinus node dysfunction (SND), atau Iebih dikenal dengan sick sinus syndrome (S-SS), dapat juga merupakan manifestasi dari kegagalan akselerasi
laju sinus [kurangnya respons kronotropikJ dalam situasi seperti olahraga, gagal jantung, demam, obat simpatomimetik, atau parasimpatolitik. Sangat penting untuk menentukan bahwa SND termasuk sinus bradikardia pada seorang individu bukanlah akibat sekunder dari obat kardioaktif seperti p-blockers atau calcium-channel blockers non dihydropyridine.lKlasifikasi bradiaritmia secara umum dapat dilihat pada tabel 1. Tobel
l.
Klosifikosi Brodikordiol
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anamnesisl'2
.
Gejala bradikardia: pusing, lelah, exertional dyspnea, perburukan gagal jantung, I
. .
ig
htheade dness (presinkopJ, atau pingsan/sinkop
Sindrom nervus vagus: episode vasovagal, muntah, bedah abdomen, prosedur invasif saluran cerna atas dan bawah Penyakit komoabid: penyakit jantung koroner, iskemik atau infark miokard,
tumor intrakranial, tumor servikal dan mediastinum, peningkatan tekanan intrakranial, hipoksia berat, myxedema, hipotermia, perubahan fibrodegeneratif, fase konvalesens dari infeksi tertentu, depresi mental, sepsis gram negatif a
Riwayat konsumsi obat digitalis, antiaritmra Riwayat penyakit infeksi (mis. Penyakit Chagas, meningitisJ
o
Pasca bedah jantung dengan
o
Riwayat operasi mata, arteriografi koroner
trauma pad.a sinus node
Pemeriksoon Fisikl,2
.
Tekanan darah, nadi: dapat ditemukan bradikardia, takikardia (padabradycardiota c hy
.
cardi a
sy n dr o m
e).
Stimulasi sinus karotis: masase karotis dilakukan saatpasien supine dan nyaman, dengan kepala menengok ke arah yang berlawanan dengan sisi yang distimulasi.
Auskultasi bruit karotis perlahan-lahan sebelum dilakukan masase karena dapat terjadi emboli akibat masase. Palpasi sinus karotis pada bifurkasio arteri dengan 2 jari, pada sudut rahang sampai pulsasi yang bagus teraba. Dengan tekanan minimal dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas pada individu yang terkena. Apabila
tidak ada efek inisial, gerakan jari memutar atau sisi-demi-sisi (side-by-side) di atas bifurkasio arteri dilakukan selama 5 detik. Respons negatif adalah kurangnya efek pada EKG setelah penekanan adekuat selama 5 detik yang menyebabkan rasa
tidak nyaman yang ringan (tidak ada penurunan laju denyut nadi>20o/o). Karena respons masase dapat berbeda pada kedua sisi, maneuver ini dapat dilakukan pada sisi kontralateral, akan tetapi kedua sisi tidak boleh dirangsang secara bersamaan.
.
Temuan fisik Iain sugestif penyakit struktural jantung.
Pemeriksoon Penuniongl -3 . EKG L2 sadapan. Interpretasi EKG dapat dilihat pada tabel 2. . Ambulatory monitoring, Holter monitors (lebih lengkap lihat pada bab prosedur Holter Monitoring), event monitors, implantoble loop recorders . Tilt table testing: untuk menyingkirkan diagnosis sinkop neurokardiogenik
. . . .
Sulphate Atropine test
Studielektrofisiologis Ekokardiografi Exercise testing
573
Tobe 2. nlerprelosi
EKG
podo brodiorilmiot-3
De
DIAGNOSIS BANDING Sinus bradikardia fungsional, peningkatan rangsang vagal, kondisi gastrointestinal dan neurologis, sinkop neurokardiogenik, hipersensitivitas sinus karotis (carotid sinus
syndrome/ collar syndrome, inflamasi (perikarditis, miokarditis, penyakit jantung reumatik, penyakit Lyme), iatrogenik, pasca operasi, penyakit jantung kongenital, penyakit infeksi.L3,a TAIATAKSANA
. .
Apabila tanpa gejala [asimptomatik) ) terapi tidak diperlukanl Manajemen SND dan blok AV derajat II dan III : atropine 1 mg IV atau isoproterenol 1,-2 pg/menit infusan, pacu jantung sementara mungkin dibutuhkanl
.
Sinus bradikardia
:
apabila curah jantung tidak cukup atau bila aritmia berkaitan
dengan laju denyut jantung pelan, berikan atropine 0,5 mg IV sebagai dosis inisial, dapat diulang bila perlu. Pada episode sinus bradikardia simtomatik yang lebih dari
574
sesaat atau rekuren fmis. saat infark miokardJ, pacu jantung sementara mela]ui elektroda transvena lebih disukai daripada terapi obat yang Iama atau berulang. Pada sinus bradikardia kronis, pacu jantung permanen mungkin dibutuhkan bila ada gejalaz a
Sinus aritmia: terapi biasanya tidak diperlukan. Meningkatkan laju denyut jantung dengan olahraga atau obat-obatan umumnya menghilangkan sinus aritmia, Pada
pasien simtomatik, palpitasi dapat reda dengan sedatif/penenang, sedangkan a
atropin, efedrin, atau isoproterenol untuk terapi sinus bradikardia2 Blok AV: pacu jantung buatan sementara atau permanen. Eksklusi penyebab blok AV reversibel berdasarkan kondisi hemodinamik pasien. Terapi farmakologis adjuvan seperti atropin atau isoproterenol mungkin dibutuhkan bila blok berada di AY node. Pacu jantung transkutaneus sangat efektifpada serangan akut, namun
durasi pemakaian sangat tergantung dari kenyamanan pasien dan kegagalan menangkap ventrikel pada penggunaan jangka panjang. Bila pasien memerlukan
dukungan pacu jantung lebih dari beberapa menit ) gunakan pacu jantung transvena. Sadapan pacu jantung sementara dapat diletakkan pada sistem vena jugularis atau subklavia dan diteruskan ke ventrikel kanan. Pada kebanyakan kasus blok AV node distal tanpa adanya resolusi
implantasi pacemaker pada disfungsi
)
pacu jantung permanen.3 Rekomendasi
SA node dapat
dilihat pada tabel
3.
BRADIARITMIA PADA USIA TANJUT SND paling sering terjadi pada dekade ketujuh atau kedelapan kehidupan akibat
penuaan dari sinus node. Chronotropic incompetence (CI) merupakan suatu kegagalan
peningkatan laju denyut jantung saat olahraga.3 Diagnosis CI dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki keluhan lelah atau dispneu saat berolahraga tanpa laju denyut jantung meningkat menjadi >100x/menit (atau lebih tinggi pada pasien usia mudaJ. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan formal menggunakan standar Protokol
Bruce, modifikasi Protokol Bruce atau Protokol Naughton. Penegakan diagnosis
CI
didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk mencapai B5% laju denyut jantung maksimal yang diprediksi sesuai umur dan jenis kelamin pada dosis maksimum dobutamin @0 Vg/kg/menitJ yang digunakan pada studi dobutamine stress fesf.s
575
Tobel 3. Rekomendosi lmplonlosi Pocemoker podo DiSfungsi SA Node3
a
4
l. loju
2.
Kelelongon Kelos Kelos Keios Kelos
:
I : keuntungon jouh melebihi risiko prosedur don prosedur diniloi efektif sebogoi teropi llo : keuntungon melebihi risiko prosedur don prosedur kemungkinon besor efektil sebogoi teropi llb :keuntungon mungkin melebihi risiko prosedur don kegunoon prosedur sebogoi teropi lidok tentu efektif lll : Iisiko mungkin melebihi keuntungon prosedur don prosedu|tidok direkomendosikon untuk dikerjokon
KOMPTIKASI Pacemaker syndrome, takikardia terkait pacu jantung.3
PROGNOSIS Beberapa penelitian6'7 mengevaluasi morbiditas dan mortalitas pasien dengan
SSS
yang menggunakan berbagai mode pacu jantung. Bila dibandingkan dengan pacu ventrikel,
pacu atrium berkaitan dengan insidens komplikasi tromboemboli, atrial fibrilasi, gagal jantung, mortalitas kardiovaskulac dan morbiditas total lebih rendah.s,e Pasien dengan SSS
dengan gejala sinus bradikardia saja, memiliki prognosis yang lebih baik.a
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
UNIT TERKAIT
. .
576
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular : Bagian Ilmu Penyakit Dalam : Departemen
REFERENSI
l.
Akhtor M. Cordioc Arrythmios with Suproventriculor Origin. In: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23rd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
2.
Olgin J. Speciflc Arrhythmios: Diognosis ond Treotment. ln : Libby P, Bonow RO, Monn DL, Zipes DP. Brounwold's Heort Diseose. 9th Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2012.
3.
Sprogg D. The Brodyorrythmios. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of Internol Medicine. l8th Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
4. Adon V, Crown L. Diognosis ond Treotment of Sick Sinus Syndrome. Am
Fom
Physicion. 2003 Apr I 5;57(B):1 725-1732.
5.
Elhendy A, Domburg RT, Box JJ, et ol. The functionol signiflconce of chronotropic incompetence during dobutomine siress test. Heort 1999;81:398-403
6.
Lomos GA, Lee K, Sweeney M, Leon A, Yee R, Ellenbogen K, et ol. The mode selection triol (MOST) in sinus node dysfunction: design, rotionole, ond boseline chorocteristics of the flrst 1000 potients. Am Heort J. 2000;140:54,)-5,l.
7. 8.
Tong CY, Kerr CR, Connolly
9.
Andersen HR, Nielsen JC, Thomsen
SJ.
Clinicol triols of pocing mode selection. Cordiol Clin. 2000;18:l-23.
Mongrum JM, DiMorco JP. The evoluotion ond monogement of brodycordio. N Engl Med. 2000;342:703-9.
J
PE, Thuesen L, Mortensen PT, Vesterlund T, et ol. Longterm follow-up of potients from o rondomised iriol of otriol versus ventriculor pocing for sick-sinus
syndrome. Loncet. 1997;350:1210-6.
577
TAK AR TMIA
PENGERIIAN Sinus takikardia didefinisikan sebagai peningkatan Iaju denyut sinus >100x/menit
sebagai respons stimulus fisiologis sesuai (mis. olahraga) atau stimulus berlebihan (mis. hipertiroidisme). Kegagalan mekanisme yang mengatur laju denyut sinus dapat
menyebabkan sinus takikardia yang tidak sesuai. Penyebabnya antara lain pireksia, hipovolemia, atau anemia, yang dapat berasal dari infeksi. Obat-obatan yang dapat menginduksi sinus takikardia termasuk stimulan (kafein, alkohol, nikotin); komponen yang diresepkan (salbutamol, aminofilin, atropine, katekolamin); terapi antikanker
(doxorubicin/adriamycin, daunorubicin); dan beberapa obat rekreasional/ilisit (amfetamin, kokain, kanabis, "ecstasy').1
Istilah takiaritmia umumnya merujuk pada bentuk takikardia berkelanjutan (sustained) atau tidak (nonsustained), yang berasal dari fokus miokardial atau sirkuit reentrant.z Takiaritmia supraventrikular dapat terjadi tunggal atau sebagai kompleks prematur berturut-turut atau dalam bentuktakikardiasustained ataunonsustarned, Definisi nonsustained tachycardia adalah suatu aritmia dengan laju denyut jantung >100x/menit yang berlangsung > 3x namun bertahan <30 detik. Sustained tachycardia adalah episode pemanjangan takikardiayang berlangsung sedikitnya 30 detik atau diterminasi lebih awal
dengan intervensi, seperti obat-obatan intravena, overdrive pacing, atau direct current electrical cardioversion karena situasi yang mendesak (urgent).3 Penting untuk membedakan takikardia ventrikular (VT) dari SVT dengan konduksi
intraventrikular abberant karena (a) VT umumnya lebih berat (meskipun SVT dapat juga mencetuskan iskemia akut atau gagal jantungJ, dan (b) terapi Iini pertama SVT
seperti p-blocker dan calcium-channel blocker (CCBJ dapat mencetuskan kolaps hemodinamik pada pasien VT. SVT pada pasien dengan bundle branch block (BBB) dapat diidentifikasi dengan ketidaksesuaian QRS pada sadapan dada (kompleks positif predominan pada VL-V2 hanya dengan right bundle branch b/ock IRBBB), dan left bundle branch b/ock ILBBBJ hanya pada V5-V6. Sementara takikardia pacemaker-
dependent diidentifikasi berdasarkan pacemaker spikes dan adanya generator pacemaker pada pemeriksaan klinis dan radiologis.a
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr-3,s,6
.
Palpitasi, melambatnya nadi atau pusing akibat denyut prematur, dengan takiaritmia cepat dapat terjadi gangguan hemodinamik seperti pusing atau pingsan akibat penurunan curah jantung atau sulit bernapas.
. .
Terkadang dapat terjadi rasa tidak nyaman pada dada yang menyerupai gejala iskemi miokard. Kegagalan hemodinamik dengan berkembangnya
fibrilasi ventrikel dapat
menyebabkan kematian mendadak/ sudden cardiac death (SCD).
. . .
Kondisi jantung komorbid umumnya menentukan derajat keparahan gejala pada laju jantung tertentu. Riwayat penyakit komorbid seperti hipertiroidisme.
Perlu juga ditanyakan riwayat konsumsi obat-obatan stimulan (kafein, alkohol,
nikotin); komponen yang diresepkan [salbutamol, aminofilin, atropine, katekolamin); terapi antikanker [doxorubicin/Adriamycin, daunorubicin); dan obat adiktif (amfetamin, kokain, kanabis, "ecstasy') Pemeriksoo n
.
Fisik3.5-6
Maneuver fisik saat takikardia : manewer Valsava atau masase sinus karotis dapat menyebabkan peningkatan tonus vagal sementara; takiaritmia yang bergantung pada nodus AV untuk kontinuasi dapat berhenti atau melambat dengan maneuver ini, namun dapat juga tidak ada perubahan. Takikardia atrium fokal sesekali berhenti karena respons stimulasi vagal, begitu juga takikardi
ventrikel yang jarang. Takikardia sinus sedikit melambat mengikuti stimulasi vagal, dan kembali ke laju semula langsung setelahnya; respon ventrikel saat fluter dan fibrilasi atrium dan takikardia atrium lainnya dapat menurun dengan jelas. Selama takikardia QRS lebar 1:1 hubungan antara gelombang P dengan kompleks
QRS,
pengaruh vagal dapat menggentikan atau memperlambat takikardia
supraventrikular (SVT) yang tergantung pada nodus AV; sebaliknya efek vagal pada nodus AV dapat memblok konduksi retrograd sementara dan menegakkan diagnosis VT yang menunjukkan disosiasi AV. Efek dari maneuver ini hanya bertahan beberapa detik; sehingga pemantauan adanya perubahan pada
EKG saat
maneuver ini dilakukan seringkali tidak dianggap
. .
Stimulasi sinus karotis (lebih lengkap lihat pada bab BradiaritmiaJ Temuan fisik sugestif penyakit struktural iantung (lebih lengkap lihat pada bab
Bradiaritmia)
579
Pemeriksoon Penunjottgz'3's . Laboratorium (sesuai indikasi) : tes fungsi tiroid, elektrolit, urinalisis untuk obat ilisrt . EKG 12 sadapan untuk mengkonfirmasi aritmia. Hasil ritme sinus harus dinilai secara hati-hati pada pasien tanpa penyakit jantung struktural untuk bukti adanya elevasi segmen ST pada V, dan V2yang konsisten dengan Brugada syndrome, perubahan interval QT yang konsisten dengan long or short QT syndromes, atau interval PR pendek dan gelombang delta yang konsisten dengan Wolff-ParkinsonWhite (WPW) syndrome. Pola EKG ini mengidentifikasi kemungkinan substrat aritmogenik yang dapat mengancam nyawa dan membutuhkan evaluasi dan terapi lebih lanjut. Interpretasi EKG pada SVT dapat dilihat pada tabel
.
Holter
.
Rawat inap dan pemeriksaan elektrofisiologis pada pasien dengan penyakit jantung
.
onitoring selama 24 jam sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan gejala harian, event monitor (King of Hearts) apabila gejala mingguan m
struktural dan sinkop yang dicurigai takikardia ventrikel dengan pertimbangan kuat alat implantable cardioverter/defibrillator (lCD). Penilaian ukuran dan fungsi ventrikel kiri dan kanan dengan ekokardiografi pada pasien takikardia ventrikel.
Tobel
l. lnlerprelosi
nyo
s80
1.
EKG
podo Tokikordio Suprovenlrikulor3
siow
Kelerongon : *lokosi osol biosonyo berosol dori infronodol, AV = otriovenlrikulor
Evoluosi posien dengon polpilosi, pre-sinkop, don/olou sinkop Penyokit jontung sirukturol? (PJK,
Rujuk ke studi elektrofisiologi
kordiomiopoti, penyokit kotup)
(EP
study)
Kemungkinon ICD
Anomneso, EKG, echo, exercise iesling Tidok
toble lesting, ombulolory
Till
moniloring, rujuk ke studi EP bilo rekuren
Bose/ine EKG normol?
I otou
Pre-eksitosi (wPW)
Tidak
Ya
otou
Bogoimono keloinonnyo?
Long QI (LQTS) 2 AV block QRS lebor
Tondo Brugodo Epsilon
wove/R'
lnfork lomo
V1
{ARVD)
Mungkin sindrom
Mungkin
Mungkin SVT
SCD yong diturunkon
brodioritmio
Rujuk ke studi
Ablosi
EP
Rujuk ke studi
EP
Pocu jontung
Rujuk ke studi
EP
Kemungkinon ICD
Keterongon : Echo = ekokordiogrofi, WPW = Wolff-Porkinson-White, ICD = implontoble cordioverter-deflbrilloior, p-.11= penyokit iontung koroner, ARVD= orrythmogenic righl ventriculor dysplosio, AV = otrioventikulor, SCD = sudden cordioc deoth, LQTS = Long QT syndrome
Gombor l. Algorilmo evoluosi posien dengon gejolo polpitosi, pusing, don/olou sinkop4
Kriterio diognosis tokikordio sinus berdosorkon melode invosif don non-invosif
(Acc/AHA/ESC 2003) :1 . Adanya takikardia sinus persisten 0aju denyut jantung >100x/menit) saat siang hari dengan peningkatan laju berlebihan dalam merespons aktivitas dan normalisasi lalu denyut jantung pada malam hari yang dikonfirmasi dengan
. . .
monitor Holter selama 24 jam. Takikardia dan gejalanya bersifat non-paroksismal. Morfologi gelombang P dan aktivasi endokardium identik dengan ritme sinus. Eksklusi penyebab sekunder sistemik (mis. hipertiroidisme, feokromositoma, p hy s i c al d
e c
ond
iti
o n i ng)
DIAGNOSIS BANDING Hipertiroidisme, tirotoksikosis, feokromositoma, sindrom Brugada, sindrom WolffParkinson-White, sindrom long
QT.1'2
TATATAKSANA
Tatalaksana primer takikardia sinus yaitu identifikasi penyebab serta mengeliminasi atau mengobatinya. Beta blocker dapat menjadi sangat berguna dan efektif pada takikardia sinus simptomatis fisiologis yang dipicu oleh stres emosional,
dan gangguan lain terkait ansietas; manfaat prognostik pasca infark miokard; simptomatis dan manfaat prognostik pada kondisi lain dengan etiologi sinus takikardia ireversibel seperti gagal jantung kongestif; dan tirotoksikosis simptomatis yang dikombinasikan dengan carbimazole atau propylthiouracyl (PTU). Nondihydropyridine calcium-channel blockers, seperti dilitiazem atau verapamil, dapat bermanfaat pada pasien tirotoksikosis simptomatis apabila beta blocker dikontraindikasikan.l Terapi SVT dapat
dilihat pada tabel 2. Tatalaksana AF dapat dilihat pada tabel
Tobel 2. Totoloksono SVT]3.5
sinus
AVNRT
N PJT
582
3.
Kelerongon:
*Hindori odenosin don ogen nodus podo WPW koreno dopot menceiuskon fibrilosi otrium. siopkon defibrilotor **Ablosi koleler memiliki lingkot kesukseson tinggi podo fluter otrium/AVNRT -95%, fibriiosi otrium -80% n/o - tidok iersedio, CCB = co/cium-chonne/ blockers, RFA= rodiofrequency oblotion, AVNRT = ofriovenlriculor nodolreenlront tochycordio, AVRT = olriovenlriculor reciprocoting tochycordio, NPJT = nonporoxysmol iunclionol tochycordio, prn = bilo perlu
Tobel 3. Tololoksono Fibrilosi Atrium (AF) podo seting okut6
Podo
Kelerongon:
owol Obot disusun berdosorkon susunon olfobel r*Amiodoron dopot digunokon untuk mengontrol loju denyul jontung podo AF opobio tindokon loinnyo tidok berhosil olou dikontroindikosikon .*.Apobilo rilme lidok dopot dikonversi otou dioblosi, nomun konlrol loju denyut jonlung diperlukon, omiodoron lV dionjurkon 6BP = hipotensi , HB = heort block, 6HR = brodikordio, HF = gogol jonlung, n/o = nat opplicoble *Onset bervoriosi don beberopo efek terjodi lebih
583
Tobel 4. Teropi Pemelihoroon AF Kronis don pc!!e
Non-okul6
Kelerongon: 'Onset bervoriosi don beberopo efek terjodi lebih owol Obot disusun berdosorkon susunon olfobe't *'Amiodoron dopot digunokon untuk mengonlrol loju denyul jontung podo AF opobilo tindokon loinnyo lidok berhosil otou dikonlroindikosikon JBp = hipotensi , HB = heorl b/ock, JHR = brodikordio, HF = gogol joniung
Pencegohon lromboemboli podo AF6 . Terapi antitrombotik diberikan pada semua pasien dengan AF, kecuali pasien dengan lone AF atau memiliki kontraindikasi . Pemilihan agen antitrombotik sebaiknya berdasarkan risiko absolut stroke dan perdarahan, dan risiko relatif dan manfaat pemberian bagi pasien . Pada pasien tanpa katup jantung mekanis dengan risiko tinggi stroke, terapi antikoagulan kronis dengan antagonis vitamin
)
dianjurkan pada dosis penyesuaian
.
untuk mencapai target INR 2,0-3,0 kecuali dikontraindikasikan Pada pasien dengan katup jantung mekanis, target intensitas antikoagulan sebaiknya berdasarkan tipe prostetik dengan pemeliharaan INR sedikitnya2,5
.
INR sebaiknya diperiksa sedikitnya setiap minggu selama inisiasi terapi dan bulanan setelah antikoagulasi stabil
584
K
.
Aspirin 81-325 mg/hari dianjurkan sebagai alternatif antagonis vitamin K pada pasien risiko rendah atau pada pasien dengan kontraindikasi oral antikoagulasi
Tobel 5. Pilihon Teropi podo
VT4
Elektrik
Kelerongon:
rBiosonyo bukon merupokon teropi pilihon perlomo ?Alropin, odrenolin unluk cordioc orresl; mognesium su/fote, isoproterenol unluk lorsodes des poinfes 38iosonyo VT tidok merespon teropi medis sojo, don memerlukon revoskulorisosi koroner emergensi otou RFA DCC = direcf cunent cordioversion; ICD = imploniob/e cordioverter defibrillolor
KOMPTIKASI Tromboemboli, gagal jantung, kematian mendadak.6 PROGNOSIS Tergantung penyebab, berat gejala dan respons terapi UNIT YANG MENANGANI
. .
Pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT IERKAII
. .
RS
Pendidikan
Departemen Patologi Klinik, Medical High Care
RS
non Pendidikan
Bagian Patologi Klinik, ICCU
/
ICCU
REFERENSI 'I
.
Blomsirom-Lundqvist C, et ol. ACC/AHA/ESC guidelines for ihe monogement of potients with suproventriculor orrhythmios: o report of the Americon college of cordiology/Americon heort ossociotion tosk force on proctice guidelines ond the Europeon society of cordiology committee for proctice guidelines (writing committee to develop guidelines for the monogement of potients with suproventriculor orrhythmios) Developed in Colloborotion with NASPE-Heort Rhythm Society J Am Coll Cordiol, 2OO3: 42:1493-1531
585
2.
Morchlinski F. The Tochyonythmios. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8th Edition. New York, Mccrow-Hill. 2012.
3.
Akhtor M. Cordioc Arrythmios with Suprovenkiculor Origin. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23rd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
4.
Adelmonn GA. Rhythm ond Conduction Disorders. ln : Cordiology Essentiols in Clinicol Proctice.
5.
Olgin J. Approoch to the Potient With Suspected Arrythmio. ln:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23rd Edition. Philodelphio. Sounders, EIsevier. 2008.
6.
Olgin J, Zipes DP. Speciflc Anhythmios: Diognosis ond Treotment. ln : Libby P, Bonow RO, Monn DL, Zipes DP. Brounwold's Heort Diseose.9th Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier.20l2.
7.
Fuster V, et ol.20ll ACCF/AHA/HRS Focused Updotes lncorporoted Into the ACC/AHA/ESC 2005 Guidelines for the Monogement of Potients With Atriol Fibrillotion: A Report of the Americon Coilege of Cordiology Foundotion/Americon Heort Associotion Tosk Force on Proctice Guidelines. Circulotion 2O11;123:e269 - e367 .
London. Springer-Verlog. 20l
I
CARD'A
C
ARREST
PENGERIIAN Cardiac arrest didefinisikan sebagai berhentinya fungsi mekanis jantung secara
mendadak, yang mungkin dapat reversibel dengan intervensi cepat namun dapat menyebabkan kematian apabila tidak ada intervensi.l
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr Didapatkan secara aloanamnesis. Dapat diawali dengan riwayat peningkatan angina, dispneu, palpitasi, mudah Ielah, dan keluhan tidak spesifik lainnya. Akan tetapi
gejala prodromal umumnya prediktif untuk penyakit jantung, namun tidak spesifik
untuk memprediksi sudden cardiac death (SCD).
Pemeriksoon Fisik''2 . Nadi tidak teraba Pemeriksoon Penunjong',2 . EKG : dapat ditemukan fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, artifak mirip dengan fibrilasi ventrikel, left bundle branch blockbaru
EKG yang
DIAGNOSIS BANDING Hipovolemia, hipoksia, asidosis, hipokalemia/hiperkalemia, hipotermia, tension pneumothora& tamponade jantung, toksin, trombosis paru, trombosis koroner.2 TATALAKSANA Tatalaksana cardiac arrest dapat dilihat pada gambar 1.
l
Perhlmpunon DolJe. Spesio
Penyok;l Dolonr lndoneslo
Cordioc orrest dewasa 1
Kuolitos CPR Tekon 5 cm don cepot (>100x/ menit), o/iow comp/ele chest
Teriak untuk bantuan/
.
respons emergensr
Mulai CPR berikan
. . . .
oksigen, tempelkan monitor/defibrilator Ya
2
Tidak
9
Rhythm
shockob/e?
R 4
Asistol
/
PEA
. .
mnt Akses lVllO CPR 2
CPR 2 mnt
Akses lV/lO, Epinefrin
Kopnogrofi kuontitotif: bilo PETCO2 <10 mmHg, tingkotkon kuolitos CPR Tekonon introorteri: bilo tekonon fose reloksosi (diostolik) <20 mmHg, tingkotkon kuolitos CPR
.
Kenoikon PETCO2 >40 mmHg
.
berkelonjuton Gelombong tekonon orteri sponton dengon monitor introorteriol
tiap 3-5 mnt, pertimbangkan odvo nced oirwoy, copnogrophy
Shock energy
CPR 2 mnt Epinefrin tiap 3-5 mnt, pertimbangkan odvonced oirwoy, copnogrophy
.
Bifosik: dosis inisiol 120-200 J: bilo
.
tidok diketohui, gunokon dosis moksimum yong tersedio. Dosis keduo don selonjutnyo seboiknyo ekuivolen otou lebih tinggi Monofosik: 360 J
Ya
Rhythm
shockoble? Rhythm
Teropi obol Epinefrin lV/lO I mg per 3-5 menit Vosopressin lV/lO 40 unit dopot menggontikon dosis epinef rin
. .
Tidak
shockob/e? 11 Ya
CPR 2
mnt
Tatalaksana etiologi CPR 2
30:2
(Rosc) . Nodi don tekonon doroh
,Tidak
shockoble?
Kurongi interupsi soot kompresi Hindori ventilosi berlebihon Rotosi kompresor tiop 2 menit Bilo tidok odo odvonced oirwoy, gunokon rosio kompresi-ventilosi
Relurn of Sponloneous Circulolion
10
Rhythm
recoil
.
reversibel
mnt
Amiodarone, tatala ksa na
etiologi reversibel Tida
Rhythm
YA
shockob/e?
12
Advonced oirwoy . lntubosi endotrokeol otou supro glotlic odvonced oirwoy . Kopnogrofi wovef orm untuk konfirmosi don monitor pemosongon
.
Tanda kembalinya sirkulasi spontan / ROSC (-) ) lanjut ke 10 atau 11 Bila ROSC (+) ) postcordioc orrest core
Lanjut ke 5 atau 7
pertomo don keduo Amiodoron lV/lO Dosis pertomo 300 mg bolus, dosis keduo l50 mg
ETT
RR:
8-lOx/menit dengon kompresi
dodo kontinu Eliologi reversibel )lihot podo diognosis bonding
Gombor l. Algoritmo Penongonon Cordioc Aresf (ACLS 2010),
588
PERAWAIAN PASCA RESUSITASI Fase tatalaksana ini ditentukan oleh seting klinis cardla c arrest. Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut (tidak diikuti dengan keadaan low-output) umumnya sangat responsif terhadap resusitasi dan mudah dikontrol setelah peristiwa inisial. Dalam seting rumah sakit (RSJ, dukungan respirator umumnya tidak diperlukan atau hanya diperlukan dalam waktu singkat, dan stabilisasi hemodinamik dilakukan segera setelah defibrilasi atau kardioversi. Pada fibrilasi ventrikel sekunder pada infark miokard akut [abnormalitas hemodinamik yang berpotensi aritmia fatalJ, usaha resusitasi jarang berhasil, dan pasien yang sukses diresusitasi memiliki rekurensi tinggi. Gambaran klinis dan prognosis didominasi oleh instabilitas hemodinamik dan kemampuan untuk mengontrol disfungsi hemodinamik. Bradiaritmia, asistole, dan pulseless electrical activity (PEA) seringkali merupakan peristiwa sekunder pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil. Fase rawat inap dari korban selamat dari cardiac arrest di luar RS ditentukan oleh masalah klinis spesifik. Yang paling sulit adalah adanya ensefalopati anoksia, yang merupakan prediktor kuat kematian dalam RS, Tambahan manajemen terkini dari kondisi ini adalah hipotermia yang diinduksi untuk menurunkan kebutuhan metabolik dan edema serebral.l KOMPTIKASI Ensefalopati pasca resusitasi, kematian PROGNOS!S Prognosis cardiac arrest di dalam RS terkait penyakit non-kardiak buruk, dan perawatan pasca resusitasi didominasi oleh penyakit komorbid. Pasien dengan kanker stadium akhiq, gagal ginjal, penyakit sistem saraf pusat akut, infeksi tidak terkontrol,
memiliki survival rate
<1,0o/o.r
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Medical High Care / ICCU ICCU
REFERENSI
l. 2.
Costellonos A, Myerburg RJ. Cordiovosculor Collopse, Cordioc Arrest, ond Sudden Cordioc Deoth. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of Internol Medicine. l8 h Edition. New York, McGrow-Hill. 2012. Novorro K, et ol. Port 5: Monoging VFlPulseless Provider Monuol. Americon Heort Associotion. 201 I
Sinz E,
VT.
Advonced Cordiovosculor
Life Support
EKSTRASISTOL
VENT IKULAR
PENGERTIAN
Ekstrasistol ventrikular f premature ventricular contractions (PVC) merupakan suatu aritmia yang terlihat jelas pada elektrokardiogram dengan lebar [umumnya >120 milidetikJ dan morfologi QRS unik, yang terjadi akibat aktivasi atrium secara independen (gelombang P). PVS dapat terjadi akibat peningkatan automatisitas, aktivitas yang dipicu, atau re-entry.1 Macam-macam PVC dapat dilihat pada tabel Tobel 1. Mocom-mocom PVC2
Kelerongon: 'Seringkoli PVC lidok menyebor secoro retrogrod ke sinus node, sehinggo 2 gelombong P konsekutif gogol mengoklivosi ventrikel: perlomo okibol PVC, don keduo, koreno PVC mencopoi ventrikel podo periode refrokler posl-PVC. Honyo gelombong P ke-3 yong dopol mencopoi venirikel; sehinggo jedo post-PVC somo dengon 2x siklus lontung normol (onloro gelombong P pertomo donk e-3). Ini odoloh ful/ compensotory pouse Apobilo PVC berjolon retrogrod don depolorisosi sinus, selonjutnyo okon di-resef, don compensolory pouse menjodi ,ncomp/efe (nomun lebih ponjong dori normol, dengon durosi konduksi re'frogrod); ini merupokon inlerpolosi dori PVC VT = tokikordio ventrikel; VF = fibrilosi ventrikel: HR = heortrote
1.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesisl,3
. . . .
Umumnya asimptomatik
Palpitasi, rasa tidak nyaman pada leher atau dada, sinkop Pasien akan merasa jantungnya seolah-olah berhenti berdenyut setelah suatu
PVC
Pada pasien dengan penyakit jantung dan PVC frekuen jangka panjang, dapat menyebabkan angina, hipotensi, atau gagal jantung
.
Riwayat penyakit komorbid seperti penyakit jantung struktural fiskemia atau penyakit katup j antung)
.
Perlu juga ditanyakan riwayat konsumsi obat-obatan digitalis, kebiasaan mengonsumsi tembakau, kafein, alkohol berlebihan
Pemeriksoon Fisikl,3
. .
Tekanan darah (dapat ditemukan hipotensi), nadi [dapat ditemukan denyut ektopik yang diikuti dengan long pause), dapat diikuti dengan menurunnya intensitas bunyi
jantung, pulse oxymetry fhipoksia dapat memicu PVC) Gelombang A atau giant A pada pulsasi vena jugularis, splitting bunyi jantung II, dapat juga terdapat bunyi jantung S3 dan ronki [pada gagal jantung kongestif),
hipertensi dan 54 pada PVC dengan hipertensi lama
.
Temuan neurologis : agitasi dan temuan aktivasi simpatis (dilatasi pupil, kulit kering dan hangat, tremo(, takikardia, hipertensi) sugestif katekolamin sebagai penyebab PVC
Pemeriksoon Penunjongl,3 . Laboratorium (sesuai indikasi): elektrolit [terutama kalium dan magnesiumJ, kadar obat digitalis dalam serum darah, skrining obat-obatan . EKG 12 sadapan selama 2 menit dapat membantu untuk menentukan frekuensi ektopi dan merekam PVC infrekuen. Pada EKG dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri, iskemia jantung aktif (ST depresi atau elevasi, T-inverted), infark miokard sebelumnya fgelombang Q atau hilangnya gelombang R, bundle branch block), gangguan elektrolit IQT memanjang, gelombang T hiperakutJ, efek obat IQRS melebar, QT memanjangJ, gambaran morfologi PVC. Derajat keparahan PVC dapat diukur dengan skoring Lown yaitu nilai 0 = tidak ada PVC, 1 = sesekali [<30/jam), 2 = frekuen (>30/iam), 3 = multiform,4 = repetitif (A= couplets, B = Salvos atau >3J, 5 = pola R-on-T. Semakin tinggi nilai Lown, maka PVC makin serius.
a
Holter monitoring selama 24 jam untuk menentukan kuantitas dan karakteristik PVC.
a
Ekokardiografi berguna untuk evaluasi fraksi ejeksi, yang berguna untuk menentukan prognosis dan juga mengidentifikasi penyakit katup atau hipertrofi
ventrikel. DIAGNOSIS BANDING Sindrom koroner akut, infark miokard, miokarditis, fibrilasi ventrikel, takikardia
ventrikel TATALAKSANAIs
.
Secara umum tidak perlu diterapi, terutama pada pasien yang tidak memiliki
penyakit jantung struktural.
. .
Indikasi terapi primer adalah meredakan gejala. Terapi lini pertama adalah B-blocker: atenolol 25-100 mg/hari atau metoprolol 50-200 mg/hari. Apabila tidak efektif, amiodaron dapat dipertimbangkan.
.
Obat antiaritmia kelas I atau kelas III dapat dipertimbangkan, namun potensi untuk
.
proaritmia dan toksisitas organ harus menjadi pertimbangan. Alternatif pada pasien simptomatis, terutama yang tidak memiliki penyakit jantung struktural, adalah ablasi kateter radiofrekuensi (RFA). PVC yang mengikuti denyut ventrikel lambat dapat dihilangkan dengan meningkatkan Iaju denyut jantung dasar dengan atropine atau isoproterenol atau dengan pacu jantung, sementara menurunkan HR pada pasien dengan takikardia sinus dapat menghilangkan
.
PVC.
rnfark miokard akut, tidak perlu diterapi, kecuali memberi kontribusi hemodinamik kompromais. Pada pasien rawat inap PVC frekuen, meskipun dalam seting
dapat diberi lidokain. Apabila dosis maksimum lidokain maksimal tidak berhasil,
procainamide IV dapat diberikan. Propranolol dianjurkan bila obat lain tidak berhasil.
.
Koreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan hipoksia
KOMPTIKASI Takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, kematian mendadak PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
s92
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
: Departemen IImu Penyakit Dalam
pendidikan : Departemen IImu Penyakit
-
Divisi Kardiovaskular
Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
.
Lermon BB. Ventriculor Arrythmios. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
2.
Adelmonn GA. Rhythm ond Conduction Disorders. In :Cordiology Essenliols in Clinicol Proctice.
I
London. Springer-Verlog. 201
3.
1
Olgin J, Zipes DP. Ventriculor Rhythm Disturbonces. ln : Libby P, Bonow RO, Monn DL, Zipes DP. Brounwold's Heort Diseose. 91h Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2012
s93
GAGAT JANTUNG
PENGERTIAN
Merupakan sindrom klinis yang terjadi karena abnormalitas struktur dan/atau
fungsi jantung yang diturunkan atau didapat sehingga mengganggu kemampuan pompa jantung. Ada beberapa istilah gagal jantung :1'a
.
Berdasarkan onset tejadinya: o Gagal jantung akut : adalah suatu kondisi curah jantungyang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifeq,
o
disebabkan sindrom koroner akut, hipertensi berat, regurgitasi katup akut. Gagal jantung kronik/kongestif: adalah suatu kondisi patofisiologis terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan,
.
terjadi sejak lama. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan keluhan hipoperfusi. Gagal jantung diastolik yaitu gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel atau disebut juga gagal jantung dengan fraksi ejeksi >
.
Gagal jantung kanan dan gagal jantung
kiri.
50o/o.
Gagal jantung
kiri
disebabkan
kelemahan ventrikel kiri, sehingga meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru, sedangkan gagal jantung kanan terjadi akibat kelebihan melemahnya ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekundeI tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik.
.
Low output dan high output heartfailure fsecara klinis tidak dapat diebdakan) o Low output heartfailure adalah gagal jantung yang disertai disebabkan oleh
hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikardium.
o .
High output heort failure adalah gagal jantung yang disertai penurunan resistensi vaskular sistemik seperti pada hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V beri-beri, dan penyakit Paget.
Berdasarkan klasifikasi NYHA
:
Tobel
l.
Klosifikosi Gogol Jontung berdosorkon NYHA3a
Tobel 2. Penyebob Gogol Jonlung Akut5
595
gogol jontung okul2'5 Klasifikasi Killip o, Stage l: tidak ada gagal jantung, tidak ada tanda klinis yang menunjukkan Klosifi kosi
dekompensasi kardiak
lI:
b.
Stage
c.
hipertensi vena pulmonal Stage lll: gagal jantung berat yang ditandai adanya edema pulmonal dengan ronki
gagal jantung, kriteria diagnosis : ronki di basal paru, S3 gallop, dan
di seluruh lapangan paru.
d.
Stage lY : rejatan kardiogenik yang ditandai hipotensi [tekanan darah sistolik < 90 mmHG), vasokontriksi perifer seperti oligouria, sianosis, dan diaforesis.
Klasifikasi ini dikembangkan untuk pasien dengan infark miokard akut, terdiri dari:
1,. Klasifikasi Forrester Pasien diklasifikasikan berdasarkan hipoperfusi perifer, kongesti pulmonal, hemodinamik, dan meningkatnya tekanan kapiler pulmonal, dikembangkan untuk
infark miokard akut
2.
Klasifikasi berdasarkan perfusi dan kongesti (Klasifikasi Stevenson):
a.
Kategori Forrester 1 fgrup A) : warm and dry. Berisiko tinggi menderita gagal jantung tetapi tanpa kelainan struktur jantung atau tanpa adanya keluhan gagal
jantung
3.
b.
Kategori Forrester 2 [grup B) : warm and wet. Adanya penyakit struktur jantung tanpa keluhan atau tanda gagal jantung, PCWP > 1B mmHg
c.
Kategori Forrester 3 (grup C) : cold and dry. Adanya penyakit struktur jantung dengan keluhan atau tanda gagal jantung, hipoperfusi: cardiac index < 2,2
d.
Kategori Forrester 4 (grup D) : cold and wet. Gagal jantung refrakteq, kongesti paru dan hipoperfusi
Klasifikasi berdasarkan Framinghom
a.
Kriteria major:
o o o o o o o o 596
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher Ronki paru
Kardiomegali Edema paru akut Gallop 53 Peninggian tekanan vena jugularis Refluks hepatojugular
b.
Kriteria minor;
o o o o o o o 4.
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnel d'effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1,/3 dari normal Takikarida (> 120 kali/menit)
Klasifikasi berdasarkan dominasi jantung yang kiri atau kana yaitu a. Forward acute heart failure_
b. c.
:
Left heart backward failure : yang dominan gagal jantung kiri Rightheartbackwardfailure: berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah kanan.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Fatigue, dyspnea, shortness of breath. Keluhan dapat berupa keluhan saluran pencernaan seperti anoreksia, nausea, dan rasa penuh. fika berat dapatterjadi konfusi, disorientasi, gangguan pola tidur dan mood.1
Pemeriksoon Fisik Posisi pasien dapat tidur terlentang atau duduk jika sesak. Tekanan darah dapat
normal atau meningkat pada tahap awal, selanjutnya akan menurun karena disfungsi ventrikel kiri, Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan pengisian vena, adanya murmur sistolik, murmur diastolik, dan irama gallop perlu dideteksi dalam auskultasi jantung. Kongesti paru ditandai dengan ronki basah pada kedua basal paru.
Penilaian vena jugular dapat normal saat istirahat tetapi dapat meningkat dengan adanya tekanan pada abdomen (abdominojugular reflux positif). Pada abdomen adanya hepatomegali merupakan tanda penting pada gagal jantung, asites, ikterus
karena fungsi hepar yang terganggu. Edema ekstremitas yang umumnya simetris dapat ditemukan.l
Pemeriksoon Penunjong Laboratorium : DPL, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati
. .
Analisa gas darah
597
a
Natriuretic peptide (B type natriuretic peptides/BNP atau NT-pro BNP)
a
Elektrokardiografi Foto toraks
a
Ekokardiografi
a
Exercise Testing
a
Dicurigoi gogol jontung okut
joniung? Pemeriksoon EKG/BNP/Rontgen
e
Abnormol
Normol
kokordiogrofl/pemeriksoon
Pikirkon diognosis loin
loin
Abnormol
Normol Pemeriksoon loin
Gogol jontung ditentukon dori
(ongiogrofi, monitor hemodinomik, PAC)
ft
Menentukon tipe don derojot keporohon
Gombor l. Algorilmo Pendekolon Diognosis Podo Gogol Jonlung Akuls
ILVEF
Menentukon fungsi ventrikel /left ventriculor ejection froction)
LVEF berkurong ( < 40%)
Preserved
(>
LVEF
40%)
Disfungsi sistolik
ventrikel
kiri
Disfungsi
dioslolik
Disfungsi sistolik tronsien
Penyebob loin dori gogol jontung Kesolohon dolom diognosis /pemeriksoon
Gombor 2. Algorilmo Pendekoton Gogol Jonlung dori Fungsi Venlrikels
598
Dicurigoi gogol jontung
Anomnesis, pemeriksoon
fi
sik,
pemeriksoon penunjong
Gogol jontung equivocol
Diognosis
Pikirkon
Pemeriksoon
diognosis loin
NP, ekokordiogrof)
Gogol jontung
Diognosis
tidok tepot
Niloi NP
Niloi NP normol
Ekokordiogrofi normol
Kemungkinon
bukon gogol jontung
post
Niloi NP tingi
sedong
Ekokordiogrofi
obnormol
Ekokordiogrof) normol
Kemungkinon
gogol jonlung
gogol jontung
Kemungkinon
lopi pikirkon diognosis loin
Ekokordiogrofi
obnormol
Ekokordiogrofi normol
Kemungkinon
gogol jontung
gogol jontung
Ekokordiogrofi
obnormol
Kemungkinon
lopi pikirkon diognosis loin
Gombor 3. Algoritmo Pendekoton Diognosis podo Gogol Jonlung6
DIAGNOSIS BANDING Acute respiratory distress syndrome, gagal ginjal.
TATALAKSANA
Gogoljonlung
okut7,8
Oksigen
.
Ventilasi non invasif (dengan PEEP/positive end-expiratory pressure) o Indikasi : Edema paru kardiogenik, gagal jantung akut hipertensif.
o
Kontraindikasi : pasien tidak kooperatif, diperkirakan perlu segera pemakaian intubasi endotrakial karena hipoksia yang progresif
o
.
Penyakit obstruksi saluran napas berat leih hati-hati dalam pemberian Morfin : jika pasien gelisah atau ada nyeri dada. Dosis 2.5-5 mg IU bolus intravena (iv).
. .
Diuretika loop Vasodilator [tabel
5J
599
o
diberikan jika tidak ada tanda-tanda hipotensi yang simptomatik, tekanan sistolik < 90 mmHg atau penyakit valvuler yang serius
o
Nitrat/nitroprusside iv bila tekanan darah > 110 mmHg, Nesiritide : menurunkan tekanan pengisisan ventrikel kiri. Obat-obat inotropik (tabel 6) o Indikasi: tekanan sistolikrendah, cardiacindexrendah dengan adanyatandatanda hipoperfusi atau kongesti.
o o o o
Dobutamin Dopamin
Milrinone dan enoximone Levosimendan
Tobel 4. Jenis Diuretiko podo Gogol Jontung Akul67
Bumetonide olou
Dosis dititrosi
0.5-r
Berot
00
Refroktor terhodop
Tobel 5. Jenis Vosodilolor podo Gogol Jonlung Aku|
6
kt edemo dengon
TD
n sompoi 200
kepolo
0
Tobel 6. Jenis lnohopik podo Gogol Jontung Akutr6 tl
GAGAT JANTUNG KRONIK Non formokologisa,s
a.
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam: 2 gpada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan L liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang Iainnya d. Aktivitas fisik flatihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-BOo/o denyut jantung
e.
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang) Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
Formokologis
t,r,e
a. Druretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasiloop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat [klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b.
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal jantun gyangdisebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai
dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambatACE. Pemberian mulai dosis
c.
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan
III.
Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol
atau metoprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d.
Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan penghambat ACE
e.
Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan
f.
Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolikventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersamasama diuretik, penghambat ACE , penyekat beta. Dosis : 0.1,25 qd dengan dosis maksimal 0.375 qd.
g.
Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
h.
Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
i. j.
Antagonis kalsium dihindari. fangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung. Pemakaian alat dan tindakan bedah
o o 602
Revaskularisasi Operasi katup mitral
:
o o o o o o o
Aneurismektomi Kardiomioplasti External cardiac support Pacu jantung konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular lmplantable carioverter defibrillators (lCD) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
Ultrafiltrasi,hemodialisis
Tobel 7. Jenis Diuretik podo Gogol Jonlung Kongeslifts
Tobel. 8. Jenis Obot yong Digunokon podo Gogol Jonlung KongestiftaB
603
KOMPT!KASI Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan
elektrolit
PROGNOSIS Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis mencapai 30'40o/o, sedangkan
angkan dalam 5 tahun 60-70
%0.
Kematian disebabkan karena perburuhkan klinis
mendadakan yang kemungkinan disebabkan karena arimia ventrikel. Berdasarkan klasifikasi, NYHA kelas IV mempunyai angka kematian 30-70 %0, sedangkan NYHA kelas II 5-1.0
o/o.1
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi
UNIT IERKAIT
. .
RS
Pendidikan
ICCU medical High Care
RS
non Pendidikan
rccu
/ rcu
REFERENSI
.
Anil Chondroker A. Heort Foilure. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwqld E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componie s, 201 2.chopl er 234.
2.
Ponggobeon M. Gogol Jontung. . Dolom:Alwi l, Setioti S, Seiiyohodi B, Simodibroio M, Sudoyo AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi lV. Jokorto: lnferno Publishing; 2005: Hol
I
l5t3-1514
604
3.
Gory S. Froncis, Theodore G. Goniots, Morvin A. Konstom. 2009 Focused Updote: ACCF/AHA Guidelines for the Diognosis ond Monogement of Heort Foilure in Adults: 2009 Wrint Group to review new evidence ond updote the 2005 guideline for the monogement of potients with chronic heort foilure witingonbeholf the2005heortfoilurewriting.Circulotion.2OO9:119:1977-20l6.Diunduhdori http://circ.ohojournols.org/content/1 19/1411977 podo tonggol 19 Juni2O12.
4.
Shoron Ann Hunt, Williom T. Abrohom, Morsholl H Chin. ACC/AHA 2005 Guideline Updote for the Diognosis ond Monogement of Chronic Heort Foilure in the Adult : A Report of the Americon College of Cordiology/Americon Heort Associotion Tosk Force on Proctice Guidelines (Writing CommitteetoUpdotethe200l GuidelinesfortheEvoluotionondMonogementof HeortFoilure): Developed in Colloborotion With the Americon College of Chest Physicions ond the lnternotionol Society for Heort ond Lung Tronsplontotion: Endorsed by the Heort Rhythm Society. Circulotion. 2005; I 1 2:e I 54-e235. hllp: I I circ.ohojournols.orglcontent / | 1 2/ 1 2l el 54
5.
Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR et oll. Executive summory of the guidelines on the diognosis ond treotment of ocute heort foilure :The Tosk Force on Acute Heort Foilure of the Europeon Society of Cordiology. Europeon Heort Journol 12005} 26, 384-416.
6.
Greenberg B, Kohn AM. Clinicol Assessment of Heort Foilure. In : Bonow RO, Monn DL, Zipes DP, Lib P, editors. Brounwold's Heort Diseose. A Textbook of Cordiovosculor Medicine.9ih ed. United Stotes of Americo; Elsevier, 2012. P.517-542
.
Ponggobeon MM. Dolom BAB 248: Gogoljontung okut. Alwi l, Setioii S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorio: Interno Publishing; 2010: Hol 1583-1585
8.
Ghonie A. Gogol jontung kronik. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol
7
1
596-t
501
605
ENDOKARDTS
FEKTF
PENGERTIAN
Definisi endokarditis infektif (EI) menurut modifikasi kriteria Duke ad,alah:1
.
Kriteria patologis
:
o
Kultur atau pemeriksaan histologis adanya vegetasi yang telah menjadi emboli,
o
atau spesimen abses intrakardiak menunjukkan mikroorganisme [+), atau Lesi patologis; vegetasi atau abses intrakardiak yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan histologis menunjukkan endokarditis aktif
.
Kriteria klinis
o o o .
Kemungkinan EI
o o .
kriteria mayol atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor, atau 5 kriteria minor 2
kriteria mayor dan 3 kriteria minor 1
1 atau 2
kriteria mino4 atau
Bukan EI
o o o o
Tegaknya diagnosis alternatif yang menjelaskan bukti EI atau Resolusi sindrom EI dengan terapi antibiotik dalam < 4 hari, atau
Tidak ada bukti patologis EI pada saat operasi atau autopsi, dengan terapi antibiotik dalam < 4 hari, atau Tidak memenuhi kriteria kemungkinan EI seperti diatas
Penjelasan kriteria mayor dan minor dapat dilihat pada tabel
L.
Klasifikasi dan definisi EI menurut European Society of Cardiology tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 2. Beberapa kondisi jantung terkait peningkatan risiko prognosis buruk dari endokarditis ketika profilaksis tindakan dental diperlukan dapat dilihat pada tabel 3.
Tobel
l. Modifikosi krilerio Duker
5
Kelerongon : *lidok lermosuk kultur (+) untuk stofilokokus yong tidok memproduksi enzim koogulose don orgonisme yong tidok menyebobkon El TEE : fronsesophogeoi echocordiogtophy, IIE : tronslhorocic echocordiogrophy, HACEK lHoemophilos, Aclinobocii/us, Cordioboclerium, Eikenello, don Kinge//o; Hoemophiius ophrophilus don Aclinobociilus ocfinomycelemcomifons teloh direklosifikosikon ke dolom genus Aggregolibocler)
Tobel 2. Klosifikosi don Definisi El Menurut Europeon Sociely of CotdiologY Tohun 2009'?
o
Non-nosokomiol
607
a
Kelerongon : *Kecuoli kondisi yong disebutkon diotos, ontibiolik profiloksis tidok logi direkomendosikon **Profiloksis dionjurkon koreno endoteliolisosi moleri prostetik terjodi dolom 6 bulon posco tindokon
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesis2,3
. . . . .
Demam : akut dan subakut, menggigil, keringat, sepsrs of unknown origin
Anoreksia, penurunan berat badan, malaise Mialgia, artralgia
Nyeri punggung
Riwayat EI sebelumnya, penyakit jantung bawaan [P]B), atau penyakit katup jantung
Pemeriksoon Fisik2.3 . Febris (dapat absen pada usia lanjut, setelah pre-terapi antibiotik, pasien imunokompromais, dan EI virulensi rendah atau organisme atipikal) . Manifestasi kardiak: takikardi, murmur regurgitasi baru atau perburukan fpada
508
murmur dapat absen namun pada akhirnya akan terdeteksi), gagal jantung kongestif akibat disfungsi katup atau fistula intrakardiak. Abses perivalvular EI akut
dapat menimbulkan perikarditis atau masuk ke dalam septum ventrikel atas dan mengganggu sistem konduksi menimbulkan berbagai derajat blok jantung. Emboli a
arteri koroner dapat menyebabkan infark miokard. Manifestasi non-kardiak
o
Perdarahan subungual, nodus osler (pada EI spofs, petekia
o
Nyeri muskuloskeletal, nyeri dada pleuritis, batuk (akibat emboli sepsis), infiltrat paru nodulal piopneumotoraks
o
Splenomegali
S. aureusJ,
lesi ]aneway, Roth's
Pemeriksoon Penunjong3 . Laboratorium : anemia, leukositosis, hematuria mikroskopis, peningkatan LED dan protein C-reaktifl faktor rheumatoid, kompleks imun sirkulasi, penurunan komplemen serum, tes serologis Brucella, Bqrtonella, Legionella, Chlamydophila psittaci, dan
. .
C.
burnetii
Kultur darah Ekokardiografi : konfirmasi anatomis EI, ukuran vegetasi, deteksi komplikasi intrakardiak, dan penilaian fungsi jantung. Definisi anatomis dan ekokardiografi dapat dilihat pada tabel 4.
Tobel 4. Definisi onolomis don ekokordiogrofi2
609
PENDEKATAN DIAGNOSIS Klinis
EI
TTE
Katup prostetik lntracordioc
Negatif
Positif
TTE kualitas
rendah
device
Klinis curiga
EI
Tinggi
Rendah
TEE
Stop
TEE
Jika TEE pertama (-) tapi masih curiga EI, ulang TEE setelah 7-10 hari
Kelerongon:
TTE
= ,ronsfhorocic echocordiogrophy,IEE
= lrons esophogeol
echocordiogrophy
Gombor l. Algoritmo Pendekolon Diognosis
El'1
Tigo sompel kultur doroh independen diinkubosi dolom kondisi oerob don
onoerob
Kultur (-) dolom 48 jom
kuliur (+)
v Tidok
Yo
teropi ontibiotik yong sesuor
Gomboron klinis/echo menunjukkon
lE
Yo
Tidok Observosi posien don pertimbongkon diqgnosis loin
Tidok
Memerlukon operoSr
Yo
potongon Teropi
medikomentoso
kotup otou moteri emboli ke potologi & cryopreservolion untuk kemungkinon PCR
Kerjosomo dengon lob mikrobiologi, Perlimbongkon penunjong lombohon Teropi sebogoi kultur (-)
Observosi posien don pertimbongkon diognosis loin
Gombor 2. Algorilmo Pendekolon Diognosis Mikrobiologis El,
6r0
lE
regimen yong menutup kemungkinon orgonisme (gonti ke regimen sesuoi ketiko orgonisme sudoh teridentifr kosi)
D!AGNOSIS BANDING Demam reumatik, atrial myxoma, endokarditis Libman-Sacks, non-bacterial th
romb oti c endo card itis (NTB EJ.
IATATAKSANA Tobel 5. Teropi Antibiotik El Akibot Sfueptokokus Orol don Slreptokokus Grup
D2
Kelerongon : 'Teropi 6 minggu podo
PVE
bHonyo podo NVE lonpo komplikosi
Tobel 6. Teropi onlibiotik El okibot Slophylococcus spp2
612
entro
2
serum voncomyctn
Gentomicin tetop dionjurkon
Tobel 7. Teropi Anlibiotik El Akibot Enlerococcus spp2
o
ikosido
6
Kelerongon
:
lerhodop gentomisin (MlC >500 mg/L): bilo sensitif terhodop slreptomycin, gonti genlomicin dengon slreptomycin l5 mg/kg/hori dibogi dolom 2 dosis. Jiko tidok, gunokon teropi beloJoctom jongko ponjong. Kombinosi ompicillin dengon ceftrioxone dionjurkon podo E foecolis yong resisten lerhodop genlomicin bResistensi belo-/ocfom: (i) bilo okibol produksi betoloctomose, gonli ompicillin dengon ompicillin-sulboctom otou omoxicillin dengon omoxicillin-clovulonole; (ii) bilo okibot PBPS, gunokon rejimen berbosis voncomycin 'Bilo multiresisiensi terhodop ominoglikosido, betoloctom, don voncomycin ) ollernotif : (i) linezolid 2 x 600 mg lVlhori olou PO selomo >8 minggu (monitor toksisilos hemotologis); (ii) quinupristin-dofopristin 3 x 7,5 mg/kg/ho(i selomo >8 minggu; (iii) kombinosi betoloctom dengon imipenem dilomboh ompicillin olou ceftrloxone ditomboh ompicillin selomo 28 minggu 'Resisiensi tingkot tinggi
614
Tobel 8. Teropi Antibiotik El dengon Kullur Doroh Negolif, Bruce//o spp.
6r5
EVATUASI DAN TINDAK TANJUT TERAP! Panduan evaluasi dan tindak lanjut terapi dapat dilihat pada tabel 9 Tobel 9. Ponduon Evoluosi Selomo don Seleloh Tetopi Anlimikrobo Selesoit
PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROF!IAKSIS Rekomendasi pemberian antibiotik profilaksis dapat dilihat pada tabel L0 Tobel 10. Rekomendosi Profiloksis podo Tindokon Denlol dengon
Risiko'?
Kelerongon:Sefolosporin seboiknyo tidok digunokon podo posien dengon onofiloksis, ongioedemo, otou urtikorio seteloh intoke penisilin don ompisilin *Alternotif cepholexin 2 g lV olou 50 mg/kg lV uniuk onok, cefozolin olou ceftrioxone I g lV unluk dewoso otou 50 mg/kg lV unluk onok
KOMPT!KASI Kerusakan lokal pada endokardium atau miokardium, perforasi katup atau fistula
rntrakardiak, abses paravalvulal abses miokardium , gagaljantung, abses ginjal, emboli serebrovaskular.3
616
PROGNOSIS
Studi menunjukkan EI dengan komplikasi gagal jantung, operasi katup dapat menurunkan tingkat mortalitas sebesar L tahun.a Tingkat mortalitas NVE bervariasi sebesar \6-270/o, sedangkan PVE lebih tinggi. Lebih dari 50% kasus menunjukkan infeksi dalam 2 bulan pasca operasi. Tingkat fatalitas pacu jantung EI dapat mencapai 34o/o.s
Prediktor prognosis buruk pada pasien EI dapat dilihat pada tabel.
Korokteristik posien
diqbetes m ginjol, poru sebel
:
(kelemohon, pe
Adonyo komplikosi
komorbiditos perionulor
ginjol, stroke, syok
El
Mikroorgonisme :S.
grom negotif
Temuon ekokordiogrof : komplikosi perionulor, regurgitosi berot kotup sebeloh kiri, froksi e.ieksi ventrikel kiri rendqh, hipertensi pulmono l, vegetosi besor, disfungsi prostetik berot, penutupon kotup mikol premotur don tondo loin dqri meningkotnyo tekonon diostolik
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan pendidikan
RS non
UNII TERKAII RS pendidikan
. .
pendidikan
RS non
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
: Bagian
-
Divisi Kardiovaskular
Ilmu Penyakit Dalam
Klinik : Bagian Patologi Klinik : Departemen Patologi
REFERENSI
l.
Boddour LM, Toubert KA, Gewitz MH, Wilson WR. lnfective Endocorditis. In : Fuster V. The AHA Guidelines ond Scientiflc Stotements Hondbook. Americon Heort Associotion. Texos: WilleyBlockwell. 2009. Hol 312-35.
2.
Hobib G, Hoen B, Tornos P, et ol. Guidelines on the prevention, diognosis, ond treotment of infective endocorditis (new version 2009). The Tosk Force on the Prevention, Diognosis, ond Treotment of Infective Endocorditis of the Europeon Society of Cordiology (ESC). Europeon Heort Journol 2009:30; 2369-241 3.
3.
Korchmer AW. lnfective Endocorditis. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
4.
Kiefer
T,
Pork
L,
Tribouilloy C, Cortes C, Cosillo
R,
Chu V, et ol. Associotion between volvulor surgery
ond mortolity omong potients with infective endocorditis complicoted by heort foilure. JAMA. Nov 23 201 t ;306(201 :2239 -47
5.
.
Wolloce SM, Wolton Bl, Khorbondo RK, Hordy R, Wilson AP, Swonton RH. Mortolity from infective endocorditis: clinicol predictors of outcome. Heort. Jul 2002;88(1):53-60.
617
PENYAKIT KATUP
JA TUNG
PENGERTIAN Penyakit katup jantung adalah gangguan dari katup jantung, yaitu jaringan yang
mengatur aliran darah melalui bilik jantung.l Pada bab ini akan dibahas mengenai stenosis
Mitral dan regurgitasi, aorta stenosis dan regurgitasi.
Area Pulmonal
Area Mitral
I Area Tricuspid
STENOS!S MITRAT PENGERIIAN Stenosis Mitral adalah penyempitan atau konstriksi dari katup mitral, yaitu katup yang memisahkan atrium
kiri dengan ventrikel kiri.2
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Sesak napas yang diperberat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea,
fatique.:l
Pemeriksoon Fisik Opening snap,loud 57 (closing snap), diastolic rumbling murmur dengan hrpertensi puf monal, a parasternal
lift with
a loud P2.3
Pemeriksoon Penunjong3.4.s . Elektrokardiogram: pembesaran atrium kiri, fibrilasi atrial, hipertrofi ventrikel kanan
. .
Rontgen thorax: pembesaran atrium
kiri dan ukuran ventrikel normal
Echokardiografi dua dimensi: penebalan katup mitral dengan keterbatasan gerakan
katup dan berkurangnya diameter katup.
.
Doppler echokardiografi: peningkatan tekanan trasmitral dan pressu re half-time memanjang
.
Kateter jantung: peningkatan tekanan baji kapiler paru, gradient transmitral biasanya > 10 mmHg, pada kasus berat di area katup mitral < 1 cm2.
DIAGNOSIS BANDING, Atrial septal defect dalam klinis, EKG dan rontgen thorax seringkali mirip dengan stenosis Mitral yaitu ditemukannya pembesaran ventrikel kanan dan peningkatan vaskularisasi paru, left atrial myxoma dapat menghalangi pengosongan atrium kiri menyebabkan dyspnea dan murmur diastolika
TATA[AKSANA3
. . . . .
Nor farmakologis: diet rendah natrium, olahraga Farmakologis Beta bloker, kalsium channel bloker, diuretik, digoksin
Perkutaneus BMV
Pembedahan: closed commissurotomy, open commissurotomy, dan mitral valve replacement
Algoritme terapi stenosis mitral dapat dilihat pada gambar
1
Stenosis Milrol simptomotik Anomnesis, pemeriksoon fisik, EKG, echo/doppler
Stenosis ringon, oreo
kotup mitrol >
1,5
Stenosis sedong-berot,
cm
oreo kotup mitrol <
1,5
cm2
Lotihon PASP > 60 mmHg PAWP > 25 mmHg
Morfologi kotup boik untuk PMBV
MVG > I5 yo
tidok Follow up per tohun
k
yo
Hipertensi pulmonol berot,
boik untuk PMBV
tekonon orteri poru > 60 mml yo
tidok
yo
tidok Follow up per 6 bulon
P
Follow up per 6 bulon
PMBV
Pertimbongkon commisurotomy otou mitrol
volve replocement Kelerongon: Puimonory Arlery Sisto/ic Pressure PA\NP = Pulmonory Atery Wedge Pressure MVG = Meon Mitrol Volve Pressure crodient PMBV = Perculoneous MitrolBolloon Volvofomy PASP =
Gombor l. Algoritmo Tololoksono Slenosis Mikol Tobel
I
l. Peniloion Anolomi Kotup Milrol Berdosorkon
Kotup bebos bergerok dengon ujungnyo sedikit
Bonyok penebolon
podo joringon kotup (>8-10 mm)
Peniloion: Karakterislik yong boik unluk PMBV odoloh jiko wi/kins score <8 >8 = keberhosilon rendoh untuk PMBV
620
I
kotup Areo
Kotup
Mobilitos minimol otou tidok odo pergerokon kotup selomo diostol.
Wilkins Scoree
Penebolon ujung Podo echo tompok mendekoti normol (4-5 oreo terong
podo tengoh
4
4
oreo terong kotup
Sedikil penebolon,
honyo podo
STENOSIS MITRAL PADA KEHAMITAN Pada kehamilan, wanita dengan stenosis
Mitral ringan
sampai sedang dapat
diterapi dengan diuretik dan beta bloker. Obat antiaritmia yang disarankan adalah quinidine atau procainamide. Jika memerlukan antikoagulan, sebaiknya berikan heparin, hindari warfarin. Pada stenosis Mitral berat, bila anatomi katup mitral baik, pertimbangkan p ercuta neu s b allo on valvul opl a sty.3
REGURGITASI MITRAT PENGERTIAN Regurgitasi mitral (RM) adalah aliran balik darah dari ventrikel kiri ke atrium
kiri
karena insufisiensi dari katup mitral.6 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Dyspnea karena latihan, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea.s
Pemeriksoon Fisik Holosistolik murmur menjalar ke aksila,
S3, pergeseran apex jantung.s
Pemeriksoon Penunjong4,s . EKG: pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri . Rontgen thorax: pembesaran jantung ktn . Echokardiografi: pada mitral regurgitasi yang kronis dan berat dapat ditemukan pembesaran atrium dan ventrikel kiri
. .
Doppler echokardiografi: pada MR berat dapat ditemukan jet regurgitasi yang besar
Kateter jantung: peningkatan tekanan baji kapiler paru (PCWPJ, ventrikulografi: regurgitasi kontras ke atrium kiri
DIAGNOSIS BANDING Stenosis aorta
)
murmur pada stenosis aorta dapat menyerupai mitral regurgitasi,
terutama bila murmur mitral regurgitasi atipik atau menjalar ke areaaorta,ventriculqr septal defect, prolaps katup mitral.3
TATALAKSANA4,5
.
RM asimptomatik tanpa pembesaran ventrikel
kiri, ritme sinus: hindari olahraga
atau latihan isometrik, ekokardiografi ulang setiap 6 bulan
. .
RM kronik: antikoagulan, ACE inhibitor, pembedahan
RM akut: vasodilator nitropruside, jika terjadi hipotensi: intra-aortic balloon counterpulsation
. .
Pembedahan:valvuloplasti Indikasi:
o o
Regurgitasi mitral kronik, berat, atau non iskemik. Hipertensi pulmonal: tekanan arteri pulmonal > 50 mmHg saat istirahat atau > 60 mmHg saat aktivitas.
PROGNOSIS
Mitral regurgitasi kronik memiliki prognosis lebih baik daripada akut.3
MITRAL REGURGITASI PADA KEHAMITAN Regurgitasi mitral pada kehamilan biasanya ditoleransi dengan baik meskipun berat, tetapi disfungsi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung, Manajemennya adalah pemberian diuretik, dan pembedahan jika dibutuhkan. Pembedahan yang disarankan adalah mitral valve repair diindikasikan bila mitral regurgitasi berat, akut atau ruptur chordae dan gejala gagal jantung tidak terkontrol.
STENOS!S AORTA PENGERTIAN Stenosis aorta adalah penyempitan pada katup aorta yaitu katup antara ventrikel
kiri dengan aorta, PENDEKATAN D!AGNOSIS
Anomnesis Angina pektoris, sinkop, gejala gagal jantung kongestif .. dyspnea saat aktivitas, orthopnea, paroxysmal noctu rnal dyspnea.T
622
Pemeriksoon Fisik Murmur ejeksi sistolik; medium pitched, baik terdengar pada area aorta menjalar sampai arteri karotis, carotid upstroke ; volume rendah, keterlambatan mencapai amplitudo puncak.T Pemeriksoon Penunjong3,s . EKG: pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri
. .
Rontgen thorax: boot-shaped heart,pada foto lateral tampak kalsifikasi katup aorta
Echokardiografi: penebalan katup aorta, berkurangnya mobilitas katup, hipertrofi ventrikel kiri konsentris. Doppler echokardiografi: meningkatnya tekanan gradient
.
transvalvular dan menurunnya area aorta, gradient rata-rata > 50 mmHg (pada kasus berat), Kateter jantung: meningkatnya left ventricular end-diastolic pressure, gradient transaorta 50 mmHg, area katup aorta < 0,7cmz.
DIAGNOSIS BANDING Sindrom koroner akut, mitral regurgitasi, stenosis Mitral , prolaps katup mitral,
miokard infark. IATA[AKSANA3,4
. .
Hindari aktivitas berat Terapi simptomatik
o
Hiperten si ACE inhibifor [perlu hati-hati dalam penggunaannya karena dapat menyebabkan hipotensi, penggunaan ACE inhibitor pada pasien asimptomatik
tidak direkomendasikan), beta bloker
o o . .
Angina: nitogliserin Statin untuk memperlambat kalsifikasi katup aorta
Transcateter Aortic Valve Implantation ITAVIJ Pembedahan: aortic valve replacemen
Indikasi:
o o o o
Stenosis aorta berat: area katup < L cm2 atau 0,6 cmz f m2 area permukaan tubuh
Disfungsi ventrikel kiri
Aneurisma atau expanding aortic roof [dimensi maksimal >4.5 cm atau peningkatan ukuran >0,5 cm/tahunl. Hipertrofi ventrikel kiri dengan ketebalan dinding >15 mm
623
PROGNOSIS Rata-rata kematian sebesar 5% dalam 3 bulan setelah gejala muncul, 75o/o dalam 3 tahun setelah gejala muncul, bila tidak dilakukan intervensi pembedahan.3
AORTA STENOSIS PADA KEHAM!tAN Bila aorta stenosis berat, lakukan balloon valvuloplasty atau valve replacement.
REGURGITASI AORTA PENGERIIAN Regurgitasi aorta adalah aliran balik darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri karena
insufisiensi katup semilunaris aorta.6 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Dyspnea, orthopnea, proxismal nocturnal dyspnea, angina, sinkop.s
Pemeriksoon Fisik Kronik: Diastolic blowing murmurpada batas kiri sternum, sirkulasi hiperdinamik, perubahan point maximal impulse. Akut: shorf diastolic blowing murmur, soft
S1.s
Pemeriksoon Penunjong4,s,8 . EKG: pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri . Rontgen thorax: kronik ) pembesaran jantung, uncoiling of the eorte, akut
)
kongesti paru dengan ukuran jantung normal.
.
Echokardiografi: kronik
.
) )
pembesaran
ventrikelkiri, Iarge Doppler jet pressure
ventrikel kiri belum membesar jantung Kateter tekanan pulsasi leba4, aortografi: regurgitasi kontras ke ventrikel half time < 400 ms, akut
kiri DIAGNOSIS BANDING Mitral stenosis , regurgitasi pulmonal, stenosis tricuspid.
624
IATAtAKSANA4,5,8
.
Kronik: Vasodilator jika asimptomatik dan fungsi ventrikel kiri normal Pembedahan
. .
Akut: vasodilator Pembedahan: aortic valve replacement
Indikasi:
o o
Kronik: adanya gejala, ejection fraction < 0,55, end-systolic diameter > 55 mm Akut: gagaljantung fwalaupun ringan)
PROGNOSIS Dengan aortic valve replacement, rata-rata kematian 3-4o/o dan bertahan selama 5 tahun sebesar 85o/o.3
REGURGITASI AORTA PADA KEHAMILAN Regurgitas aorta kronik tanpa disfungsi ventrikel kiri biasanya ditoleransi dengan baik, bahkan yang dengan gejala. Manajemen dengan vasodilatoC diuretik, dan restriksi garam. Indikasi pembedahan yaiutu pada aorta regurgitasi akut atau yang gejalannya
tidak dapat dikontrol. UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKA!T
. .
pendidikan RS non pendidikan
RS
Departemen Bedah )antung, Departemen Rehabilitasi Medik Departemen Bedah Jantung, Departemen Rehabilitasi Medik
REFERENSI
1. 2.
Mosby's Medicol Dictionory, 8th edition. O 2009, Elsevier.
Americon Heritoge@ Medicol Dictionory Copyright Published by Houghton Mifflin Compony.
The
@
2007,2004by Houghton Mifflin Compony.
3.
Bryg, Robert J. Stenosis Mitrol . Dolom: Crowford, Michoel H. Current Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
4.
Volvulor Heort Diseose. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. I Brh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l l.
625
626
5
Corobello, Blos6 A. Volvulor Heort Diseose. Dolom: Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders: Philodhelphio. 2007.
6 7.
Dodond's Medicol Dictionory for Heolth Consumers.
@ 2007
by Sounders, on imprint of Elsevier.
Corobello, blos6 A. Crowford, Michoel H. Aortic stenosis. Dolom: Crowford, Michoel H. Current Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
8.
Zoghbi, Williom A. Crowford, Michoel H. Aortic Regurgitotion. Dolom:Crowford, Michoel H. Cunent Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009.
9.
Bonser, Robert. Pogono, Domenico. Hoverich, Axel. Stenosis
Mikol Surgery. Springer.
201
1 .
PERIPARTUM
CARD'OMYOPA Y
PENGERIIAN Peripartum cardi omyopathy (PP CM) merupakan suatu kardiomiopati idiopatik dengan gagal jantung sekunder akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri pada akhir masa kehamilan atau dalam bulan menjelang persalinan, dan merupakan suatu diagnosis eksklusi.l Kriteria diagnosis PPCM yaitu:2
1.
Berkembangnya gagal jantung pada akhir bulan masa kehamilan atau dalam
5
bulan pasca persalinan
2. Disfungsi sistolikventrikel kiri [fraksi ejeksi ventrikel kiri <45o/o) 3. Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi, dan 4. Tidak ditemukannya penyakit jantung sebelum bulan terakhir masa kehamilan PPCM berkembang selama trimester akhir atau dalam 6 bulan pertama kehamilan,
dengan frekuensi 1:3.000 dan 1:15.000 kelahiran. Faktor risikonya antara lain
meningkatnya usia maternal, paritas, kehamilan kembaL malnutrisi, penggunaan terapi tokolitik pada kehamilan prematur, dan preeklampsia.3 PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr,3,a
.
Tanda dan gejala awal PPCM seringkali menyerupai fisiologis normal kehamilan dan dapat meliputi kelelahan, edema perife4 sesak napas terutama saat beraktivitas (dyspnea on exertion), orthopnea, paroxysmol nocturnal dyspnea, dan batuk kering
persisten.
.
Gejala tambahan: rasa tidak nyaman pada abdomen akibat kongesti hati, pusing,
nyeri prekordial, palpitasi, pada stadium lanjut dapat terjadi hipotensi postural, anemla
. . .
Riwayat PPCM pada kehamilan sebelumnya
Riwayat gagal jantung, miopati skeletal, gangguan konduksi dan takiaritmia, kardiomiopati, sudden death dalam keluarga Riwayat kebiasaan minum alkohol, narkoba, kemoterapi, atau terapi radiasi
Pemeriksoon Fisik',1 . Konjungtiva anemis, takikardia, tekanan darah dapat normal atau meningkat, peningkatan tekanan vena jugularis (fVPJ . Bunyi jantung ke-lll (+), pergeseran impuls apeks (displaced apical impulse),
. .
murmur baru yang konsisten dengan regurgitasi mitral dan trikuspid Ronki basal paru [+) Bunyi jantung ke-ll yang loud atau sp/rf, ronki [+) ) tanda hipertensi pulmonal
Pemeriksoon Penunjongr,a Laboratorium: darah perifer lengkap, parameter biokimia, fungsi tiroid, skrining sepsis, serologi virus, marker molekular . Marker jantung: troponin T (ditentukan dini setelah onset PPCMJ, peningkatan
.
. .
B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP [NT-proBNP)
tidak spesifik. Dapat menunjukkan gambaran ritme sinus atau sinus takikardia, dapat terjadi atrial fibrilasi atau ventrikel takikardia terutama bila disfungsi sistolik ventrikel kiri menjadi kronis EKG: umumnya
Radiologis:
o o
Foto toraks: dapat ditemukan kardiomegali, edema paru/kongesti, efusi pleura
Ekokardiografi: tidak diagnostik untuk PPCM, namun penting untuk menyingkirkan penyebab gagal jantung lainnya, melihat EE besar ventrikel
kiri
o .
Cardiac magnetic resonance imaging (MRI): menilai struktur dan fungsi jantung,
deteksi fibrosis miokard Biopsi endomiokard: tidak rutin dilakukan karena pola mikroskopik spesifik PPCM tidak ada
DIAGNOSIS BANDING Pre-existing idiopathic dilated cardiomyopathy (IDC) yang terungkap saat hamil, pre-existing familial dilated cardiomyopathy (FDC) yang terungkap saat hamil, HIV/ AIDS cardiomyopathy, pre-existing valvular heart disease yang terungkap saat hamil,
penyakit jantung hipertensi (hypertensive heart disease), pre-existing unrecognized congenital heart disease, infark miokard terkait kehamilan, emboli paru.a
628
TATA[AKSANA' a
Gagal iantung akut pada PPCM
o
Inisial:
7. 2. 3.
Suplementasi oksigen hingga saturasi oksigen arteri > 95olo Furosemid 20-40 mg IV bolus bila ada kongesti atau volume overloqd
Nitrogliserin 10-20 hingga 200 pg/menit IV pada pasien dengan tekanan sistolik > 110 mmHg dan diberikan dengan hati-hati pada sistolik 90-110 mmHg.
4.
Pertimbangkan agen inotropik (mis. dobutamin) bila ada tanda hipoperfusi
jaringan (akral dingin, kulit lembab, vasokonstriksi, asidosis, gangguan ginjal, disfungsi hati, gangguan kesadaran) atau pada kongesti persisten setelah administrasi vasodilator dan/atau diuretik
o
Dukungan ventilator mekanik dan transplantasi jantung: apabila pasien bergantungpada agen inotropikatau intra-qorticballoonpump counterpulsation,
meskipun telah mendapat terapi medis optimal. a
Gagal iantung stabil pada PPCM o Farmakologis
-
Pasca persalinan
)
mengikuti tatalaksana gagal jantung
Antepartum: kombinasi hydralazine/diuretik dannitratlong-acting,diuretik
[furosemid, hidroklortia zid / HCT), b eta
o
b Io
cker, terapi antitrombosis
[warfarin, heparin). Kontraindikasi: ACE inhibitDr, ARB, antagonis aldosterone. Cardiac resynchronization therapy and implantable cardioverters/defibrillators sesuai indikasi
o
Strategi terapeutik baru
-
Bromocriptine 2x2,5 mg /hari selama 2 minggu, dilanjutkan dengan 1x 2,5 mg /hari selama 4 minggu
Skrining awal PPCM dapat dilihat pada tabel
L.
menonjok
2
629
lnlerprelosi skoring: <4 - monitor BNP don protein C+eoktif; 4 - perlu investigosi lebih lonjut; 25 - selolu berhubungon dengon disfungsi sistolik venlrikel kiri
KOMPTIKASI Gagal jantung kronis, kematian.l'3'a PROGNOSIS Pemulihan fungsi sistolik terjadi pada 23-47o/o dan biasanya terjadi dalam 6 bulan
setelah onset gejala. Pemulihan fraksi ejeksi cepat seringkali terlihat pada pasien setelah diagnosis inisial dan diuresis. Fraksi ejeksi >45% pada2 bulan setelah diagnosis
memberikan prognosis pemulihan fungsional secara penuh padaTSo/o wanita. Akan
tetapi suatu studi melaporkan mortalitas 29o/o dapat terjadi hingga 2 tahun setelah terdiagnosis meskipun telah terjadi pemulihan fungsional. Sekitar 50%o wanita tanpa pemulihan fungsi sistolik sempurna, sebagian memperoleh perbaikan fraksi ejeksi atau status fungsional, sementara lainnya mengalami disfungsi sistolik persisten atau progresif sehingga membutuhkan transplantasi atau berakibat pada kematian.a UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular RS non pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKAIT
. .
630
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Medical
: ICCU
High Care / ICCU
REFERENSI
1
Sliwo K, Hilfiker-Kleiner D, Petrie MC, et ol. Current stote of knowledge on oeiiology, diognosis,
monogement, ond theropy of periportum cordiomyopothy: o position stotement from the Heort Foilure Associotion of the Europeon Society of Cordiology Working Group on periportum cordiomyopothy. Europeon Journol of Heort Foilure (2010) 12,767-778. Diunduh dori http://eurjhf. oxford,iournols.org/ podo tonggol 6 Joni 2012
2.
Moroles A, Pointer T, Li R, et ol. Rore Voriont Mutotions in Pregnoncy-Associoted or Periportum Cordiomyopothy. Circulotion 2010;121:2176-2182. Diunduh dori http://circ.ohojournols.org/ content/l2l 12012176 podo tonggol 6 Juni2012.
3.
Loscolzo J, Stevenson LW. Cordiomyopothy ond Myocorditis. ln: Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. I 8'h Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
4.
Aursulesei V, Dotcu MD. Periportum Cordiomyopothy: A Systemotic Review. In: Veselko J. Cordiomyopothies - From Bosic Reseorch to Clinicol Monogement. Crootio, lntech. 201 l. Hol
83-
I 16. Tersedio di
to-c linic
o l-m o n
og
http://www.intechopen.com/books/cordiomyopothies-from-bosic-reseorch-
em e
nt
PE
KARD T S
PENGERTIAN
Perikardium adalah lapisan avaskular yang melapisi jantung, terdiri dari
2 bagian
yaitu perikardium viseralis dan parietalis. Perikardium viseralis merupakan membran
terdiri dari satu Iapisan tersusun atas sel mesotelial dan menempel pada jantung, sedangkan perikardium parietalis merupakan membran fibrosa dengan tebal < 2 mm yang banyak mengandung kolagen dan sedikit elastin. Perikardium viseralis dan parietalis dipisahkan oleh cairan yang berasal dari ultrafiltrasi plasma dalam jumlah sedikit t15-35 ml. Fungsi dari perikardium yaitu :1'2 . Mencegah dilatasi jantung tiba-tiba terutama pada atrium dan ventrikel kanan serosa yang
selama aktivitas dan hipervolemia.
. . . .
Menjaga posisi anatomis jantung dan mencegah terlipatnya pembuluh darah besar
Mengurangi gesekan antara jantung dan struktur sekitarnya Mencegah perpindahan letak jantung Mengurangi risiko penyebaran infeksi dari paru-paru dan rongg pleura Walaupun perikardium mempunyai fungsi yang penting, tidak adanya perikardium
karena kelainan kongenital ataupun operasi, tidak menrmbulkan keluhan klinis. Salah
satu kelainan yang dapat terjadi pada perikardium yaitu perikarditis. Perikarditis
adalah peradangan pada perikardium viseralis dan/atau parietalis yang dapat diklasifikasikan berdasarkan keadaan klinis dan etiologi.l Tobel
l.
Klosifikosi Perikordilis Berdosorkon Keodoon Klinis'
Tobel 2. Klosifikosi Perikordilis berdosorkon Etiologi', Perikorditis
Perikorditis
infeksi
berhubungon
.
Virus (coxsockievrrus A
.
Tuberkulosis
.
Uremio
.
Troumo ( penekosi dinding dodo don
.
Perikorditis fomiliol (Mulibrey nonism)
.
Demom reumotik kit
t-o
ond
B,
echovirus, mumps, odenovirus,
LElsyslemrc
US
prokoin
minoksidil, ontikoogulon, meiisergid
Perikarditis rekurens adalah perikarditis yang memenuhi kriteria
. .
:3
Intermiten fgejala yang bervariasi disertai ada interval bebas gejala tanpa terapiJ Terjadi terus-menerus (penghentian OAINS /ObatAnti InflmasiNon Steroid pasti menyebabkan relaps Perikarditis rekurens terjadi karena insufisiensi dosis dan/atau durasi yang tidak
cukup dari kortikosteroid pada penyakit perikard autoimun, terapi kortikosteroid yang terlalu dini menyebabkan bertambahnya replikasi virus DNA/RNA pada jaringan perikard, reinfeksi, dan eksaserbasi panyakit jaringan ikat.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Tobel 3. Diognosis perikordilis'!
dodo
.T
ubfe-
bril, sinus tokikordio
Lo sis, limf osistosis
Podo ouskultosi : bunyi gor rub bunyi nopos podo
dori
634
ringon
Gombor l. Gontboron EKG podo Perikorditis Akuls
Gombor 2. Gomboron EKG podo Repolorisosi Dini Normol6
Pendekoton podo suspek perikordilis okul :4 . Jika dicurigai tetapi diagnosis perikarditis akut belum pasti, lakukan auskultasi jantung untuk mencari adanya pericardial rub dan dilakukan elektrokardiografi lebih sering,
.
Jika dicurigai atau sudah pasti terdiagnosis, Iakukan pemeriksaan penunjang berikut ini untuk menentukan apakah etiologi spesifik berhubungan dengan kondisis klinis atau komplikasinya
o o o o o o .
:
Rontgen thoraks Hemogram
Ekokardiografi
Kreatinin kinase dengan fraksi MB dan Troponin I Ekokardiogram fika wanita muda, periksa antibodi antinuklear serum
Jika diagnosis sudah pasti, terapi inisial dengan OAINS (obat anti inflamasi non
steroidJ dapat diberikan.
Pendekoton podo posien dengon efusiperikord :4 . Menentukan apakah ada tamponade jantung dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan ekokardiogram
.
lika tidak ada tamponade jantung o fika penyebab diketahui, lakukan pemeriksaan penunjang seperti pada perikarditis akut
o
636
fika efusi banyak, berikan OAINS atau kortikosteroid. Jika tidak ada respon, lakukan perikardiosentesis tertutup.
Efusi perikord
ompo otou
sedong-berot
infeksi
Yo
Droinose efusi
Tidok
Efusi mosif (> 20 mm)
Tidok
Yo
Teropi perikorditis
Terjodi selomo < bulon otou odonyo kolops bogion konon 1
Yo
Tero
rdilis
Droinose efusi
Gombor 3. Algoritmo Penongonon Posien dengon Efusi Perikord Sedong-BerolT
Tobel 4. Hemodinomik don Ekokordiogrofi podo Perikordilis Konstriklivo Dibondingkon dengon
Kordiomiopoli RestriktiF
% kosus
Jorong
Berlebihon
Normol
Meningkot
Normol
637
Jika ada tamponade jantung:
o
Lakukan perikardiosentesis tertutup emergensi atau observasi pasien secara ketat jika efusi berkurang setelah diberikan terapi percobaan dengan farmakologis
DIAGNOSIS BANDING . Perikarditis akut: infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi aorta, pneumonia, penumonitis, kostokondritis, gastroesophageal reflux disesase, akut abdomen.a
. .
Efusi perikard/tomponade: kardiomiopati dilatasi atau gagaljantung, emboli paru,
Perikarditiskonstriktiva: kardiomiopatirestriktif
Tobel 5. Perbedoon Perikordilis dori lskemi/lnfork Miokord don Emboli PoruT
Tidok odo
Pemeriksoon Fiction rub
Ado podo 85 %
Tidok odo
Jorong. Pleuro/
fisk EKG
Konkof. luos
Terbotos di leod
Sering
Tidok odo
segmen
638 I
ST
normol
TATATAKSANA
Perikorditis Akutr.a
. .
Cari etiologi/kausal Pasien harus dirawat inap dan istirahat baring untuk memastikan diagnosis dan
diagnosis banding serta melihat kemungkinan terjadinya tamponade
.
OAINS:
o o o o
Ibuprofen 600-800 mg (3x sehari) setiap hari secara oral, Aspirin 2-4 gram/hari Indometasin 25-50 mg (3x sehari) Diberikan sampai gejala menghilang atau tidak demam selama seminggu lalu dosis di- tapering off.
.
Kolkisin 2-3 mg per oral dilanjutkan dengan 1 mg setiap hari selama 10-14 hari jika respon terhadap OAINS tidak adekuat.
.
Kostikosteroid sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko rekurensi.
o
Indikasi : onset akut, perikarditis karena kelainan jaringan ikat dan gagal ginjal, respon terhadap OAINS dan/atau kolkisin tidak adekuat.
o
Prednison 40-80 mg setiap hari per oral selama 2hari,lalutapering off selama selama
Perikorditis Rekurena
. . . .
OAINS selama 2 minggu
Kolkisin 2-3 mg per oral dilanjutkan dengan 1 mg Predniosn 0.2-0.5 mg/kg berat badan/hari
Perikardiotomi
Efusi Perikorda
. .
OAINS atau kolkisin : dapat mengurangi cairan efusi
Pungsi perikardi untuk diagnostik
Tomponode Jontung4 . Perikardiosentesisperkutan . Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis perkutan, infus normal salin 500 ml dalam 10 menit disertai dobutamin 2-70 ug/kgBB/menit, untuk memperbaiki hemodinamik atau isoproteren ol 2-20 ug/menit . Kalau perlu membuat jendela perikardial dengan :
639
o o
a
Pembedahan fdengan mortalitas sekitar 15%) untuk membuat jendela perikardial dapat dilakukan bila: tidak ada cairan yang keluar saat perikardiosentesis, tidak membaik dengan perikardiosentesis, kasus trauma
Pembedahan yang dapat dilakukan
o o o a
Dilatasi balon melalui perikardiostomi jarum perkutan
:
Bedah sub-xyphoidperikardiostomi Reseksi perikard lokal dengan bantuan video Reseksi perikard anterolateral jantung
Pengobatan kausal : bila sebabnya antikoagulan, harus dihentikan; antibiotik,
antituberkulosis, atau steroid tergantung etiologi, kemoterapi intraperikard bila etiologinya tumor.
Perikordilis Konslriktivoa . Bila ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba OAINS . Bila progresif, dapat dilakukan perikardiektomi KOMP[IKAS14
. .
Perikarditis akut: chronic relapsing pericarditis, efusi perikard, tamponade, perikarditis konstriktiva Efusi perikard/ tamponade: henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutterl perikarditis konstriktiva.
PROGNOSIS Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi. Perikarditis akut idiopatik
umumnya akan sembuh sendiri atau rekuren pada 70-90
%o kasus. Pada perikarditis konstrikitiva, kematian saat dilakukan perikardiektomi terjadi pada 5-15 %o kasus. Kematian dini terjadi karena curah jantung yang rendah, sepsis, perdarahan masil insufisiensi ginjal, dan insufisiensi pernapasan.a
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
UNII TERKAIT . RS pendidikan
.
640
RS
non pendidikan
: Departemen IImu Penyakit Dalam : Bagian
/ ICCU /
ICCU
- Divisi Kardiologi
Ilmu Penyakit Dalam
medical High Care, Departemen Bedah ICU, Bagian Bedah
REFERENSI I
.
Brounwold
Pericordiol Diseose. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson medicine. l8th ed. United Siotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012.chopter 239. E.
J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
2.
Little W, Freemon G. Pericordiol Diseose. Circulotion. 2006;l l3:l 622-1632. Diunduh dori http:// circ.ohojournols.org/content/11311211622.full.pdf+html podo tonggol 3 Juni2O12.
3.
Moisch B, Seferovi PM, Ristic A et oll. Guidelines on the Diognosis ond Monogement of Pericordiol Diseoses Full Text: The Tosk Force on the Diognosis ond Monogement of Pericordiol Diseoses of lhe Europeon Socieiy of Cordiology. 2004. Diunduh dori http://www.nvvc.nl/UserFiles/Richtlijnen/ ESC/Pericordiol%2Odiseoses%2O20O4.pdt
podo tonggol 2 Juni 201
2.
4.
LeWinter M, Tischler M. Pericordiol Diseoses. ln : Bonow R, Monn D, Zlpes D, Lib P, editors. Brounwold's Heort Diseose. A Textbook of Cordiovosculor Medicine.9h ed. United Stotes of Americo; Elsevier, 2012. P .1 551-1 671
5. 6. 7.
Diunduh dori http://www.cordiocedu.com/ecg/pericorditis.jpg podo tonggol 21 )uni 2012. Diunduh dori www.emedu.org podo tonggol 12 Juni 2012. Little WC, Freemon GL. Pericordiol Diseose. Circulotion. 2006;l I 3: I 622-1 632. Diunduh dori http:// circ.ohojournols.org/content / 1 1 3/ 1 2/ 1 622 podo tonggol 2 Juni 201 2.
PENYAK T JANTUNG KONGEN TAL
PENGERTIAN
Penyakit jantung kongenital adalah defek pada struktur jantung atau fungsi dari sistem kardiovaskular yang sudah ada saat lahir, walaupun dapat ditemukan di kemudian hari. Berdasarkan lesi, Penyakit jantung kongenital dapat diklasifikasikan
menjadi: 1. Sianosis: membran mukosa berwarna kebiruan karena peningkatan pengurangan (saturasi oksigen yang rendah) hemoglobin, sianosis sentral terjadi karena bercampurnya sirkulasi karena right-to-left shunt, dan2. Asianosis.l Pada bab ini hanya akan dibahas Atrial Septal Defect [ASD), Ventricular Septal Defect (VSD), Patent Ductus Arterrosus (PDA), Tetralogy of Fallot [TOF). Tobel
l. Pembogion Penyokil Jonlung
Kongenilol'?
ATR AL SEPTAT DEFECT (ASD) PENGERIIAN
Atrial Septal Defect (ASD) adalah keadaan adanya defek pada bagian septum antar atrium sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kiri dan kanan. Berdasarkan lokasi anatomi, ASD diklasifikasikan menjadi: L. 0stium Sekundum ASD: kelainan pada bagian tengan septum
interatrium yang disebabkan karena
pembesaran foramen ovale atau resorpsi berlebihan dari septum primum,2. Ostium
primum ASD: kelainan pada bagian bawah septum atrium, 3. Sinus venosus ASD: kelainan pada superior dari hubungan antara vena cava superior dengan atrium kanan.l
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Jika tekanan arteri pulmonal normal, biasanya tanpa gejala. Dapat ditemukan sesak
napas setelah latihan dan nyeri dada yang atipik yang frekuensinya makin meningkat.2
Pemeriksoon Fisik Impuls ventrikel kanan yang menonjol pada batas dada kiri bawah, arteri pulmonal
teraba, sistolik ejeksi murmur; bunyi jantung
II
dengan fixed
split fpatognomonik).
Pada pasien dengan ostium primum ASD ditemukan holosistolik murmur. Jika terdapat
hipertensi pulmonal, dapat ditemukan peningkatan P2 dengan high-pitched murmur. Tanda gagal jantung kanan: peningkatan tekanan vena jugular.2
Pemeriksoon Penunjon92 . Elektrokardiografi(EKG):
. .
Pada 90% kasus ditemukan incomplete right bundle branch block Pada ostium secundum dan sinus venosus ASD: aksis QRS tampak
vertikal pada
lead VI atau rightward
.
Rontgen thorax: cabang arteri pulmonalis tampak menonjol, small aortic knob, pembesaran ventrikel kanan.
.
Ekokardiografi: pembesaran jantung kanan, meningkatnya aliran arteri pulmonal, ada shunt
.
Kateter jantung kanan: oxygen step up dari vena kava ke atrium kanan. Semakin besar saturasi oksigen arteri pulmonal, semakin besar shunt nya.
643
IAIA[AKSANA3
.
Shunt kecil (rasio sirkulasi pulmonal: sirkulasi sistemik (Qp;Qs)
.
1,5) , ASD kecil
[<5mm) dan tidak ada pembesaran jantung kanan: observasi, ulangi ekokardiogram setiap 2-3 tahun untuk memantau fungsi dan ukuran jantung kanan serta tekanan pulmonal.
.
Penutupan defek baik bedah maupun perkutaneus: bila ada pembesaran ventrikel maupun atrium kanan dengan atau tanpa gejala, adanya komplikasi. Sinus venosus,
sinus coronary atau primum ASD sebaiknya dikoreksi dengan pembedahan. KOMPTIKASI Gagal jantung kanan, hipertensi pulmonal, para doxi cal embolization.2 PROGNOSIS Ostium secundum ASD yang tidak dikoreksi, harapan hidup sebesar 50o/o dibawah usia 40 tahun. Rata-rata kematian sebesar
60/o
per tahun setelah usia 40 tahun.2
ASD DAN KEHAMILAN Kehamilan dapat menyebabkan paradoxical embolization pada ibu dan kematian pada fetus.3
yENIR'CUI.AR SEPTAI DEFECT (VSD) PENGERTIAN Ventricular Septal Defect $SDJ adalah defek kongenital pada septum di antara ventrikel, biasanya disebabkan karena kegagalan septum spiral menutup foramen interventrikular. VSD diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi: 1,. Membranous: supracristal,
perimembranous, malalig nment. 2. Muscular: inlet dan oulet.r
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Jika tekanan arteri pulmonal normal, biasanya tanpa gejala. Dapat ditemukan sesak napas setelah latihan.2
644
Pemeriksoon
.
Fisik2.4
Murmur holosistolik, kadangkala sistolic thrill,terdengar jelas di ruang interkostal IV atau V sepanjang batas sternum kiri, menjalar ke regio parasternal kanan
. .
Bunyi jantung II dengan/xed split. Dapat ditemukan S3 gallop dan diastolic rumble karena peningkatan aliran melalui
katup mitral.
.
Jika ada komplikasi insufisiensi v wave dan
.
trikuspid akan ditemukan prominent jugular venous
murmur sistolik.
Jika ada komplikasi regurgitasi katup aorta akan ditemukan disstolic blowing murmur, peningkatan pulsasi arteri
Pemeriksoon Penunjong2 . EKG: jika shunt besar, dapat ditemukan pembesaran ventrikel kiri atau kedua ventrikel.
. . .
Rontgen thorax lateral: pembesaran atrium
kiri
Ekokardiografi Color-flow Doppler: jet sistolik berkecepatan tinggi melintasi septum ventrikular ke ventrikel kanan
o
Kateter jantung kanan ; menilai saturasi oksigen ventrikel kanan [untuk mengetahui besarnya shunt dari ratio Qp:Qs), tekanan arteri pulmonal, dan resistensi vascular.
IATA[AKSANA3 . Observasi: jika Op:Qs < 2, tidak ada gejala, tidak ada overload volume ventrikel kiri, tidak ada regurgitasi aorta yang berhubungan dengan VSD. . Pembedahan: jika Qp'Qs > 2 atau bila Op:Qs > 1-,5 dengan disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri atau dengan tekanan arteri pulmonal < 2/3 dari tekanan sistemik.
. .
Terapi vasodilatasi pulmonal dapat dipertimbangkan pada pasien VSD dengan penyakit vaskular pulmonal berat. Percutaneus device closure dapat dipertimbangkan pada VSD muskular
PROGNOSIS VSD yang
tidak dikoreksi, rata-rata bertahan 10 tahun sejak gejala muncul adalah
7 5o/o.3
645
VSD DAN KEHAMITAN Pada pasien dengan VSD ringan, kehamilan biasanya ditoleransi dengan baik, tanpa
peningkatan risiko kematian ibu maupun bayi meskiptn left-to-right shunt meningkat karena meningkatnya cardiac output selama kehamilan. Pada pasien dengan VSD berat
(large shunt) dapat mengalami aritmia, disfungsi ventrikel.3
PATENI DUCTUS ARIER'OSUS (PDA) PENGERTIAN
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah sisa dari sirkulasi normal fetus. Pada neonatus normal, PDA akan menutup dalam 10-15 jam setelah lahir.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Riwayat ibu terinfeksi rubela ketika hamil, sesak napas karena latihan, nyeri dada, palpitasi.2
Pemeriksoon Fisik Pulsasi nadi teraba lebar dan kolaps, murmur yang terdengar paling jelas dibawah
klavikula kiri dan bunyinya meningkat pada late systole. Jika shuntnya besari dapat ditemukan S3 gallop dan diastolic murmur.a Continous machinery murmur
Pemeriksoon Penunjon92
.
EKG: Pada shuntyang besar dapat ditemukan
hipertrofi atrium dan ventrikel kiri,
jika ada hipertensi pulmonal, dapat ditemukan P-pulmonale, right-axis deviation, dan hipertrofi ventrikel kanan.
.
Rontgen thorax: jika shunt besar, dapat ditemukan bayangan jantung membesar
dan vaskular pulmonal yang berlebihan. fika ada hipertensi pulmonal, dapat ditemukan ; pembuluh darah paru perifer berkurang, arteri pulmonalis sentral menonjol. Pada pasien dewasa tampak duktus mengalami kalsifikasi.
. . . 646
Ekokardiografi
Color-flow Doppler: aliran berkecapatan tinggi yang kontinu didalam arteri pulmonalis utama dekat cabang kiri. Kateter jantung kanan
TATALAKSANA3
.
Observasi dengan/ollow-up rutin setiap 3-5 tahun pada PDA ringan tanpa bukti
overload volume jantung kiri
.
Penutupan PDA secara perkutaneus lebih disarankan karena tingkat keberhasilan
tinggi dan komplikasi kecil. KOMPTIKASI Gagal jantung kongestif, hipertensi pulmonal.a
PROGNOSIS Sekitar 157o pasien > 40 tahun memiliki kalsifikasi dan aneurismal dilatation dari duktus yang menyulitkan operasr.
TETRALOGY OF FALLOT (TOF) PENGERTIAN
Empat komponen tetralogy of fallot adalah malaligned VSD, obstruksi aliran ventrikel kanan, aortic override of the VSD, dan hipertrofi ventrikel kanan karena respon ventrikel kanan terhadap tekanan aorta lewat VSD besar.a PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Riwayat sianosis ketika lahir, intoleransi latihan.2
Pemeriksoon Fisik Sianosis, clubbing, pulmonic flow murmur,
Pemeriksoon Penunjong4 . EKG: hipertrofi ventrikel kanan . Rontgen thorax: boot shaped heart dengan ventrikel kanan yang menonjol dan cekung di daerah konus paru.
. . .
Echokardiografi dua dimensi: malaligned
USD dengan
overriding aorta
MRI
Kateter jantung: tekanan pulmonal normal
647
TATALAKSANA Pembedahan; angioplasty dan stenting of branch pulmonory stenosis.3 PROGNOSIS Hanya L1% individu yang lahir dengan TOF dapat bertahan hidup tanpa operasi paliatif sampai usia 20 tahun, dan hanya 3o/oyang dapat hidup sampai usia 40 tahun.2 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiovaskular Ilmu Penyakit Dalam
: Departemen : Depatemen
UNIT TERKAII
.
RS
o
RS non
Departemen Bedah fantung, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Kardiologi
pendidikan pendidikan
Departemen Bedah, Departemen Anak, Departemen Rehabilitasi Medik
REFERENSI
l.
Morelli, Arione J. Congenitol Heort Diseose. Dolom:Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders: Philodhelphio. 2007.
2.
Horris, lon S. Foster, Elyse.
3.
Wornes, Corole A.
Congenitol Heort Diseose in Adults. Dolom: Crowford, Michoel H. Current Diognosis & Treotment Cordiology 3'd Edition. The MocGrow Hills Componies. 2009 Et
oll. ACC/AHA 2008 Guidelines for the monogemenf of odults with congenitol
heort diseose: executive summory. Circulotion. 2008;l l8:2395-2451;originolly published online November 7, 2008 ; doi: l0.l l6l / ClRCULAT|ONAHA.l0S.l90Sl 1.
4.
648
Congenitol heort diseose in odult. Dolom: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
PE TENS PULMONAL
PENGERTIAN
Definisi hipertensi pulmonal/pulmonary hypertension (PH) merujuk pada adanya tekanan vaskular paru yang tinggi secara abnormal. Sedangkan hipertensi arteri pulmonal/
pulmonary arterial hypertension [PAH) adalah kumpulan gejala akibat dari restriksi aliran melalui sirkulasi arteri pulmonal, yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular
paru dan pada akhirnya gagal jantung kanan. PAH merupakan suatu kategori PH, oleh karena itu keduanya bukan merupakan sinonim.l Pada individu yang sehat, tekanan darah pada arteri pulmonal lebih rendah daripada arteri lainnya didalam tubuh. Apabila tekanan darah yang melewati seluruh tubuh berkisar 120/80 mmHg, maka tekanan arteri pulmonal
berkisar 25/1,0 mmHg. Apabila tekanan arteri pulmonal mencapai 40/20 mmHg, atau tekanan rata-rata melebihi 25 mmHg, maka terjadi
PH.
Apabila PH menjadi persisten atau
sangat tinggi, maka ventrikel kanan jantung yang menyuplai darah ke arteri pulmonal tidak
dapat memompa secara efektif sehingga pasien akan mengeluh napas pende[ kehilangan
energi, dan edema, yang merupakan tanda gagal jantung kanan.2 Berbagai kondisi dan penyakit juga dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal tercantum pada tabel
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesis2,3
. .
Sesak, lelah, angina pektoris, sinkop,
hampir sinkop
Riwayat penyakit komorbid
Pemeriksoon Fisikt . Mencerminkan deraiat keparahan PH
o o o o
:
Aksentuasi komponen pulmonal S, (terdenBar pada apeks >90%) Bunyi klik pada awal sistolik (early systolic click) Ejeksi murmur midsistolik Left parasternal
lift
1.
o o
54
ventrikel kanan (38%)
Meningkatnya gelombang "a" jugular
Tobel 'l . Mekonisme Penyokit yong dopol menyebobkon Hiperlensi Pulmonol2
.
Penyokit kotup (stenosis kolup mitrol olou oorto. otou regurgitosi)
do
Klasifikasi revisi PH menurut WHO dapat dilihat pada tabel
6s0
2.
a
Sugestif PH deraiat sedang-berat
o
:
Deraiat sedang-berat : murmur holosistolik yang meningkat saat inspirasi, meningkatnya gelombang "v" jugular, pulsatile liver, murmur diastolik, hepatojugular reflux
o
(23o/o),
a
laniut dengan kegagalan ventrikel kiri : S, ventrikel kanan distensi vena jugular, hepatomegali, edema perifer (32o/o), asites,
PH stadium
tekanan darah rendah, hilangnya tekanan nadi, akral dingin Sugestif kemungkinan penyebab lain atau kaitan dengan PH
o o
:
Sianosis sentral, clubbing
Temuan pada auskultasi jantung (murmur sistolik, diastolik, opening snap, gallopJ
o o
Ronki, perkusi redup atau menurunnya bunyi napas
Ronki basah halus, penggunaan otot aksesorius, mengi, ekspirasi protraksi, batuk produktif
o o o o o o
Obesitas, kifoskoliosis, pembesaran tonsil
Sklerodaktili, artritis, teleangiektasis, fenomena Raynaud, ruam Insufisiensi vena perifer atau obstruksi Ulkus vena stasis
Bruit vaskular paru Splenom egali, spider angiomota, palmar eritem, ikterus, kaput medusa, asites
Pemeriksoon Penunjongt,3 . Laboratorium : darah perifer lengkap, ANA, HIV TSH, fungsi hati, biomarker jantung (BNP, NT-proBNP, troponin TJ . EKG : right axis deviation, hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi atrium kanan . Radiologis: o Foto toraks : pembesaran arteri pulmonalis sentral, hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi atrium kanan o Ekokardiogram: pembesaran ventrikel dan atrium kanan, penurunan fungsi ventrikel kanan, regurgitasi trikuspid, pergeseran septum intraventrikular, efusi perikardial o MRI jantung: menilai ukuran dan fungsi ventrikel kanan secara akurat DIAGNOSIS BANDING Lihat tabel
2
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Tes
pivotal
Penilaian
Tes kontingen
Anamnesis,
lndex kemungkinan
pemeriksaan fisik, rontgen thorax,
PH
EKG
RVE, RAE, naiknnya RSVP
fungsi
TEE
Echocardiogram
RV
Penyakit jantung kiri VHD CHD
Excersice Echo
Angiografi pulmonal VQ scan
PE
Chest CT angiogram
kronis
Profil
PFTs
Overnight oxymetri
Fungsi ventilator Pertukaran gas
ABGs
Gangguan tidur
Polysomnogrophy
lnfeksi HIV
HIV
ANA
Serologis CTD lainnya
LFTs
Skleroderma,
SLE, RA
Hipertensi portopulmonar
Data dasar prognosrs
Tes fungsional
(6MWT, CPEI) Tes vasodilator
Excersice Rh cath
Konfirmasi
Rh Cath
Profil hemodinamik
Kateterjantung kiri
Respon vasodilator
Gombor l. Algoritmo Pendekoton Diognosis
652
PH
Volume loading
PHr
TATALAKSANA3 Prinsip terapi
1.
:
Memastikan diagnosis dengan benar : pasien sebaiknya melakukan kateterisasi jantung sebelum terapi dimulai
2. Menilai kondisi baseline penyakit : untuk menilai efektivitas terapi 3. Tes vasoreaktivitas :sebaiknya diperiksa saat didiagnosis untuk memandu terapi 4. Pasien reaktif sebaiknya diterapi dengan calcium channel blockers dosis tinggi (drug ofchoice)
5.
Pasien non-reaktif sebaiknya ditawarkan terapi lain, namun tidak ada terapi spesifik yang ditawarkan sebagai terapi lini pertama
6.
Follow-up periodik manfaat obat sangat penting : Iakukan penilaian ulang dalam B minggu setelah obat baru dimulai, karena pasien yang tidak merespon pada awalnya mungkin dapat merespon setelah paparan lebih lama. Efektivitas terapi
dapat menghilang seiring berjalannya waktu 7
.
Terapi yang tidak efektif sebaiknya diganti daripada ditambah. Pasien yang gagal pada semua terapi sebaiknya dipertimbangkan transplantasi paru
B. Manfaat
dan risiko terapi kombinasi tidak diketahui : hanya tambahan sildenafil
pada epoprostenol yang terbukti bermanfaat Tobel 3. Agen unluk Pemeriksoon Vosodilolor Akutl
KOMPTIKASI Gagal jantung kanan (cor pulmonaleJ, bekuan darah, aritmia, perdarahan
553
IATATAKSANA PH Acute vosore oclwily tesling
Antikoogulon + diuretik + oksigen + digoksin
(-)
(*) Risiko
Risiko tinggi
rendoh
Orol CCB ERAs
Tidok
otou PDE-5 ls (orol)
Epoprostenol otou treprostinil (iv)
Epoprostenol otou Treprostinil (iv) lliprost (inholosi) Treprostinil (Sc)
Respon
berkelonjuton
lliprost (inholosi) Treprostinil (Sc) ERAs
otou PDE-5 ls (orol)
Yo U
pertim bongkon
Lonjutkon CCB
combo
Atrio/ seplosomy
lung tronsplont
lnvestigosi protokol
Gombor 2. Algorilmo Penololoksonoon
PHr
PROGNOSIS Determinan prognosis PH dapat dilihat pada tabel 4 Tobel 4. Delerminon Prognosis PHt
Kelerongon : *Kelos WHO merupokon klosifikosi fungsionol PH don merupokon modifikosi kelos fungsionol NYHA **Jorok 6-minule-wo/k jugo dopot dipengoruhi oleh usio, jenis kelomin, don tinggi bodon ..*Soot ini penelltion BNP dolom mempengoruhi prognosis mosih terbotos, oleh koreno itu ongko obsolu'l tidok diberikon podo voriobel ini Cl = cordioc index; CPET = cordiopulmonory exercise fesfing; peok VOz = overoge peok oxygen uptoke during exercrse; RAP = righf orriol pressure; WHO = World Heolth Orgonizotion
654
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan RS non pendidik RS
:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Kardiovaskular
:
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
1.
Mcloughlin V, Archer S, Bodesch D, et ol. ACCF/AHA 2009 Expert Consensus Document on Pulmonory Hypertension: A Report of the Americon College of Cordiology Foundotion Tosk Force on Expert Consensus Documents ond the Americon Heort Associotion Developed in Colloborotion With the Americon College of Chest Physicions; Americon Thorocic Society, lnc.; ond the Pulmonory Hyperiension Associotion. J. Am. Coll. Cordiol. 2009;53;1573-1619. Diunduh dori http://content.onlinejocc.org/cgilreprintfromed/53117 11573 podo tonggol 14 Junt2O12.
2.
Newmon JH, Hemnes AR. Pulmonory Hypertension. In :Schrougnogel DE. Breothing in Americo Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society. 2010. Hol 175-84. Diunduh dori http:// :
www.thorocic.org/educotion/breothing-in-omerico/resources/breothing-in-omerico.pdf podo tonggol 23 Mei 2012.
3.
Rich S. Pulmonory Hypertension. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Honison's Principles of lnternol Medicine 1.8th Edition. New York, McGrow-Hi\I.2072
655
P NYAK T ARTER PE
FER
PENGERTIAN
Penyakit arteri perifer (PAP) adalah kelainan klinis karena adanya stenosis atau oklusi di aorta atau arteri ekstremitas. Stenosis atau oklusi pada usia > 40 tahun paling banyak disebabkan karena aterosklerosis, sisanya disebabnya trombosis, emboli,
vaskulitis, displasia fibromuskular, tekanan organ sekitat cystic adventitial disease, dan trauma. Lokasi primer terjadi di aorta abdominalis dan arteri iliaka (30 o/o pada pasien dengan gejala), arteri femoral dan poplitea (80-90 % pasienJ, dan arteri tibia dan peroneus (40-50 o% pasien).1'2 Ada berbagai macam PAP yaitu : . Vaskulitis : arteritis Takayasu, arteritis sel giant (temporal)
. . . . . . . . . . . .
Oklusi arteri akut
Arteroemboli Thoracic Outlet Compression Syndrome Popliteal Artery Entrapment
Aneurisma arteri poplitea Fistula arteriovena Raynaud's Phenomenon
Akrosianosis Livedo Reticularis Pernio (Chilblains)
Eritromelalgia Frostbite
Foklor Risiko PAP podo Ekslremitos lnferior2 . Usia < 50 tahun, dengan diabetes melitus dan satu faktor risiko arterosklerosis (merokok, dislipidemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia)
. . . .
Usia 50-69 tahun dan riwayat merokok atau diabetes melitus, Usia > 70 tahun
Abnormalitas pulsasi ekstremitas bawah Diketahui adanya aterosklerotik koroner, carotid, atau penyakir arteri renalis.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Keluhan terjadi pada < 50 % pasien yaitu klaudikasio intermiten (rasa nyeri, ache,keram, baal, atau kelelahan pada otot selama aktivitas dan menghilang dengan
istirahatJ yang dirasakan di distal dari lokasi oklusi, misalnya di bokong, pinggul, dan otot paha jika oklusi di aortoiliaka, sedangkan sakit di betis dirasakan jika oklusi
di arteri femoral-poplitea. Keluhan dirasakan lebih sering pada ekstremitas bawah dibandingkan ekstremitas atas. Keluhan lain yaitu pasien merasakan dingin atau baal pada kaki dan ibu jari kaki yang seringkali dirasakan pada malam hari ketika posisi
tungkai horizontal dan meningkat ketika tungkai pada posisi menggantung. Pada kasus iskemia berat, nyen dapat tetap ada pada saat istirahat.
1'2
Pemeriksoon Fisik Menurunnya atau tidak terabanya nadi di distal dari oklusi, terdengarnya bruit, dan otot ampak atrofi. Pada kasus berat terdapat penebalan kuku, kulit tampak halus dan mengkilap, menurunnya suhu kulit, rambut kaki rontok, pucat atau sianosis. Ulkus
atau gangren dapat ditemui pada pasien dengan criticol limb ischemia. Pemeriksaan
refleks tungkai juga dapat menurun karena neuropati iskemia.
r'3
Pemeriksoon Penunjongr,3 . Laboratorium: darah lengkap, PT (prothrombine time), APTT (activated partial thromb oplastin ti me), trombosit . Elektrolit, ureum, kreatinin, gula darah, profil lipid
. . . . . . . . . . .
Urin lengkap Rontgen toraks
Elektrokardiografi Ankle brachial index (ABI) (lebih lengkap pada bab ABI) Pengukuran tekanan segmental Segmental pulse volume recordings
Ultrasonografi dupleks: gambaran B-mode dan pengukuran kecepatan aliran darah dengan Doppler
Oksimetritranskutaneus Tes stress (treadmill)
Arteriogram Magnetic resonance angiography (MRA), computed tomographic angiography rcfA), da
n angiografi kontras konvensional
657
o o
tidak dilakukan secara rutin untuk mendiagnosis Dilakukansebelumrevaskularisasi
PAP
Ada 2 klasifikasi penyakit arteri perifer:2 Tobel I. Klosifikosi Fonloine unluk Penyokil Arteri Perifer2 I
llo ilb ilt
Tobel 2. Klosifikosi Rulheilord unluk penyokil orteri perifer2
tonpo
Berisiko PAP
ke uhon
Pemeriksoon ABl
ABt>130
ABt 0
(obnormol)
Pulse volume recording
ABt<090
30
(obnormol)
Pengukuron ABI seteloh treodmill
Ioesw-brochro/ index lultrosonogrof dupleks)
Hosil normol : tidok odo PAP
9t-t
(normol)
Hosil
obnormol
Hosil obnormol
Hosil normol tidok odo PAP :
(menurun)
Evoluosi
penyebob loin
Konfirmosi diognosis PAP
Memperboiki foktor risiko
:
stop rokok, otosi hipedensi,
hiperlipidemio, diobetes melitus
Teropi formokologik ontiplotelet, inhibitor ACE :
Gombor l. Algoritmo Pendekqlon Berisiko
PAP
Tonpo Keluhon2
Keluhon klosik kloudikosio
Anomnesis gongguon berjolon don keterbotoson
Pemeriksoon nodi
ABI > 0.9
ABI
ABt < 0.9
ABI seteloh treodmill (TBl, tekonon segmentol, otou
ultrosonogrofi dupleks)
Hosil
Hosil
obnormol
normol
Konfirmosi diognosis PAP Tidok
Mengotosi foktor risiko : stop rokok, mengontrol tekonon doroh, kodor lemok doroh, don gulo doroh
odo
PAP
otou
pikirkon odonyo sindromo entropmenl orteri
Teropi formokologik : ontiplotelet, inhibitor ACE
Algortime
3
Gombor 2. Algorilmo pendekolon berisiko PAP dengon keluhon klosik'
DIAGNOSIS BAND!NG Pseudoklaudikasio (nyeri jika berdiri/posisi lordosis dan menghilang dengan duduk, tidur terlentang, membungkuk ke depan, atau meregangkan spinalJ, penyakit obstruksi vena berat, kompartemen sindrom kronik, penyakit lumbar dan stenosis spinal, penyakit muskular infl amasi.
659
Diognosis posii PAP
Keterbotoson oktivitos disertoi bukti odonyo PAP
Keterbotoson oktivitos
Tidok odo disobilitos
Tidok perlu teropi. Perikso secoro
Progrom
rutin soot kontrol
lotihon
opokoh odo
Formokologik
H
Pemeriksoon ongiogrofi k
:
untuk membontu
Ci/oslozo/ otou Pentoxifylline
n
tondoJondo Percoboon selomo 3 bulon
Teropi endovoskulor otou operosi byposs
Percoboon selomo 3 bul
per onotomy
Tes eflkosi
sebelum
don sesudoh rom
Perboikon klinis. Follow up secoro rutin soot kontrol
bilitos yong signiflkon woloupu dengon teropi medis don/otou teropi endovoskulor.
Evoluosi kebutuhon operosi revoskulorisosi otou endovoskulor
Gombor 3. Algorilmo Penongonon
PAP2
TATA[AKSANAI,2
.
Tul'uan: menurunkan risiko kardiovaskular; meningkatkan fungsi ekstremitas, mencegah progresifitas menjadi iskemia, dan menjaga viabilitas ekstremitas.
.
Modifikasi faktor risiko
.
Menghentikan rokok
o
Mengatasi hiperkolesterolemia : statin. Target penurunan LDL < 100 mg/dl.
Mengontrol tekanan darah dengan Angiotensin converting-enzyme inhibitors dan penghambat B adrenergik
Antiplatelet:
o o o 660
:
o o
Aspirin Bl-325 mg/hari per oral Klopidogrel 75 mg/hari per oral Menurunkan risiko kardiovaskular pada pasien dengan aterosklerosis
a
Antikoagulan
o
:
warfarin
Sama efektif dengan antiplatelet, tetapi meningkatkan
risiko perdarahan
sehingga tidak direkomendasikan pada PAP kronik. a
Suportif
o o o
Perawatan kaki, menjaga kebersihan, dan menjaga kelembapan kulit kaki
Mengurangi trauma dengan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai Menghindari pemakaian kaus kaki [berbahan karet) karena dapat menurunkan aliran darah ke kulit
Olahraga:
o o
Secara teratur dan meningkat secara progresif Olahraga dengan pengawasan dilakukan 30-45 menit, 3-5 kali seminggu selama 12 minggu
o
Olahraga dilakukan dengan berjalan kaki sampai muncul klaudikasio hampir maksimal, lalu beristirahat sampai gejala menghilang sebelum mulai berjalan Iagi.
a
Obat-obatan:
o
Cilostazol: inhibitor fosfodiesterase dengan efekvasodilator dan antiplatelet,
meningkatkan durasi olahraga. Dosis 100 mg (2 kali sehari), hati-hati pemberian pada gagal jantung [dosis menjadi 50 mg 2 kali sehariJ
o
Pentoxifylline : derivate xantin, meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan, meningkatkan durasi olahraga. Dosis 3x400 mg/hari
minimal a
B minggu.
Revaskularisasi
o
Indikasi : keluhan klaudikasio intermiten progresif atau berat, adanya diabilitas,
critical limb ischemia.
o o
Sebelum revaskularisasi sebaiknya dilakukan angiografi kontras konvensional.
Operasi:
-
Indikqsi : pasien dengan keluhan klaudikasio dengan disabilitas fungsi yang tidak membaik dengan farmakoterapi atau olahraga, pasien yang berisiko keluhan klaudikasio bertambah berat. Tidak diindikasikan untuk mencegah progresivitas critical limb ischemia pada pasien dengan klaudikasio intermiten.
-
Tergantung lokasi oklusi, luasnya oklusi, dan komorbid. f
enis operasi untuk penyakit aortoiliaka: aortobifemoral bypass,
axillofemoral bypass,femoro-femoral bypass, and aortoiliac endarterectomy
lenis operasi untuk penyakit arteri femoralis-poplitea saphenou
s
vein
by p a s s g r afts, p
enemp atan
P T F E (p o ly
tetr aflu
'.
autogenous
oro
ethy
I
ene
),
dan tromboendarterektomi. Tobel 3. Jenis operosi untuk revoskulorisosir
o
Non-operasi
-
:
Percutaneous transluminal angiography (PTA),pemasangan stent, arterektomi
-
Angka keberhasilan pada PTA iliaka sebesar 90-95 selama 3 tahun sebesar >
-
o/o, dan
ketahanan
75o/o
Angka keberhasilan pada PTA dan pemasn gan stentpada femoral-poplitea
sebesar B0 %, dan ketahanan selama 3 tahun sebesar
60%o
KOMPTIKASI Critical limb ischemia, amputasi, ulkus, gangren PROGNOSIS Pada 1,/3-1,/2 pasien PAP dengan keluhan, berdasarkan klinis dan EKG juga mengidap penyakit arteri koroner (CAD/coronary artery disease), sedangkan > % pasien terdeteksi dengan angiografi koroner. Angka harapan hidup 5 tahun pada pasien dengan PAP sebesar 75-30
o/o,
dan meningkatkan risiko kematian akibat CAD
sebesar 2-6 kali. Angka kematian meningkat seiring dengan derajat beratnya Sebanyak 75-80
%o
pasien dengan PAP tanpa diabetes mellitus mempunyai keluhan
yang stabil, sedangkan
l-2 o/oberkembang men jadi critical limb ischemia setiap tahun.
Pada kasus critical limb ischemia,25-30
%o
kasus menjalani amputasi dalam 1 tahun,
dan mempunyai prognosis buruk pada yang merokok dan diabetes mellitus.
662
PAP.
1
REFERENSI
1.
Creoger MA. Vosculor Diseoses of the Extremities. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. lSth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2.chopter 249
2.
Hirsch AT, Hoskol ZJ, Hertzer NR et ol. ACC/AHA 2005 Proctice Guidelines for the Monogement of Potients With Peripherol Arteriol Diseose (Lower Exiremity, Renol, Mesenteric, ond Abdominol Aortic) : A Colloborotive Report from the Americon Associotion for Vosculor Surgery/Society for Vosculor Surgery,* Society for Cordiovosculor Angiogrophy ond Interventions, Society for Vosculor Medicine ond Biology, Society of Interventionol Rodiology, ond the ACC/AHA Tosk Force on Proctice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the Associotion of Cordiovosculor ond Pulmonory Rehobilltoiion; Notionol Heort, Lung, ond Monogement of Potients Wilh Peripherol Arteriol Diseose): Endorsed by the Americon Blood lnstitute; Society for Vosculor Nursing; TronsAtlontic lnter-Society Consensus; ond Vosculor Diseose Foundotion. Circulotion. 2006:113:e463-e654. Diunduh dori http://circ.ohojournols.org/ podo tonggol 2 )uni 2012.
3.
Antono D, lsmoil D. Penyokit orteri perifer. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW, ediiors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorto: Interno Publishing; 2010: Hol 1831-1841
663
KEIA AN S STE VE A DAN L MFAT K KEIA!NAN SISTEM VENA PENGERT!AN
Penyakit vena kronik (chronic venous disease) yaitu kelainan yang ditimbulkan
akibat abnormalitas struktur dinding vena, katup dan/atau abnormalitas sehinggga menyebabkan refluks dan/atau obstruksi. Pembuluh darah vena pada ekstremitas terbagi atas superfisial dan profundus. Pada ekstremitas inferiol vena superfisial terdiri dari vena safena magna dan parfa, sedangkan vena profundus berjalan bersamaan dengan permbuluh darh arteri besar. Vena superfisialis dan profundus dihubungkan dengan vena perforantes. Sistem vena disertai dengan katup bikuspid yang mengatur aliran darah vena. Beberapa kelainan sistem vena yaitu
.
:1
Trombosis vena
o
Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis/DVT) dan tromboemboli pulmonal
o o
Akut (bila gejala < L0 haril Kronik (bila gejala > 10 hari)
Trombosis vena superfisial Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya trombosis vena
-
Operasi: prosedur ortopedik, thoracic, abdominal, dan genitourinarius
Keganasan: pankreas, paru-paru, ovarium, testis, traktus urinarius, payudara, lambung
-
:
Trauma
Imobilisasi Kehamilan Pemakaian kontrasepsi atau preparat estrogen
Hiperkoaguabilitas Venulitis Riwayat DVT sebelumnya
Vena varikosa (varicose veins)
o
Primer: berasal dari sistem vena superfisial, terjadi lebih banyak pada wanita daripada laki-laki, disertai riwayat dalam keluarga.
o
Sekunder: berasal dari insufisiensi sistem vena dalam dan oklusi vena dalam yang menyebabkan pelebaran vena supersial
o
Insufisiensi vena kronik
o
Dapat berasal dari DVT dan/atau inkompetensi katup. Setelah
DVI katup
menjadi menebal dan berkontraksi sehingga tidak dapat mencegah aliran darah balik. Dinding vena menjadi kaku dan tebal.
o
Klasifiaksi berdasarkan CEAP (clinical, etiologic, anatomic, pathophysiologic)
untuk memperkirakan derajat keparahan klinis. Tobel
l.
Klosilikosi lnsufisiensi Kronik Berdosorkon CEAPr
Pn Kelerongon:diognosis horus mencokup keempol klosiikosi di otos
665
PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik Tobel 2. Anomnesis don Pemeriksoon Fisik podo Keloinon Venol4
Anomnesis
Pemeriksoon Penuniongs . Ultrasonografi: Continuous-wave (CW) Doppler, duplex scan, echocardiografi Doppler:
o . .
Tujuan: melihat adanya refluks, mencari sumber lokasi dan morfologr, pemeriksaan preoperatif
Imajing: angiografi-CTscan,angiografi-MRI P
I
ethy smog raphy: quantitative photoplethy sm og raphy, phleb og raphy (v enog raphy)
o
Indikasi phlebography: mempunyai anomali anatomis atau malformasi, atau
jika ada indikasi operasi sistem vena dalam.
Tobel 3. Kriterio Diognosis DVT4 Skor
Konker oktif Porolisis, poresis,
otou menggunokon cost
I a Kelerongon
:
> 0 : kecil kemungkinon odonyo DVT l -2 : kemungkinon DVT > 3 : kemungkinon besor DVT
Pendekolon diognosis untuk DVT
Pemeriksoon imojing
Ultrosonogrofi veno
Non diognostik
Diognostik
Ultrosonogrofi veno
MRI
CT scon
Phlebogrophy
Gombor l. Algoritmo Pendekoton Diognoslik unluk
DVT4
DIAGNOSIS BANDING Ruptur kista Baker, selulitis, sindroma postflebitis, sumbatan arteri menahun.4 TATAtAKSANAI,3.5
Irombosis veno dolom/DVI
.
Antikoagulan
o
:
Indikasi:untuk mencegah perluasan trombos ke vena dalam dan mencegah emboli paru.
72 jam sejak gejala prtama.
o o a
lU
/jam selama 1-5 hari.
]arang dipakai karena risiko perdarahan lebih besar
Anti agregasi trombosit:
o a
Streptokinase 250.000 IU, dilanjutkan 100.000
Golongan vasoaktif
Operasi:
o
Indikasi: jika terapi antikoagulan dan trombolitik tidak berhasil serta ada bahaya gangrene
o
Ligasi vena, trombektomi vena, femorofemoral grafts, atatt saphenopoliteal byp ass: sesuai
indikasi
Trombosis veno supemsiol
. . . .
Suportif Bed rest dengan elevasi tungkai dan kompres hangat OAINS (obat anti steroid non inflamasi )
Obat antikoagulan: untuk mencegah perluasan trombos ke vena dalam dan mencegah emboli paru. Diberikan jika trombosis berada di vena safena magna pada daerah paha dan meluas sampai perbatasan dengan femoral (saphenofemoral
junction).
Veno vorikoso
. . . .
Menghindari posisi berdiri terlalu lama Memakai kaus kaki elastis atau compression stocking Elevasi tungkai secara periodik Prosedur:
o
Indikasi: jika keluhan tetap ada, trombosis vena superficial yang rekuren, danf atau adanya
o o o o
Skleroterapi: jika varikosa kecil Radiofrekuensi endovenus:untuk mengatasi vena safena magna inkompeten Ablasi laser. Operasi: berupa ligasi dan stripping vena safena magna dan parva.
lnsufisiensi veno kronik . Menghindari posisi berdiri dan duduk terlalu lama . Elevasi tungkai secara periodik
. 668
Memakai kaus kaki elastic atau compression stocking setiap hari
a
Ulkus: kompres dan ditutup dengan occlusive hydrocolloid
a
Operasi:
o o
Indikasi: jika ulkus berulang dan edema berat SEPS (Subfascial endoscopic
perforator surgeryJ: untuk memutuskan vena yang
inkompeten.
o
Valvuloplasty dan bypass ofvenous occlusions
Tobel 3. Prosedur operosi podo keloinon veno2
r.3-6.3
FemorolJibiol vein
Kelerongon:AK :obove knee BK:be/ow knee
KOMPTIKASI Tromboemboli, emboli paru, ruptur vena, perdarahan, gangguan sistem limfatik.l PROGNOSIS
Komplikasi tromboemboli dapat meningkatkan morbiditas ada DVT dan meningkatkan angka kematian sebesar 30% dalam
L
bulan. Pada25
%o
kasus dengan
emboli paru akan menyebabkan kematian mendadak. Angka rekurensi DVT sebesar 30% dalam 10 tahun.6
KELAINAN SISTEM TIMFAT!K PENGERT!AN
limfatik juga dikenal sistem limfe tepi dan dalam. Sistem limfe tepi menerima cairan limfer dari dermis dan jaringan di bawah kulit, sedangkan sistem limfe dalam menerima cairan limfe dari otot dan sendi. Cairan limfe akan didorong Pada sistem
669
dari dalam ke arah tepi. Cairan limfe diperoleh dari cairan interstitial yang berasal dari darah arterial melalui proses ultrafiltrasi pada dinding kapiler serta adanya perbedaan tekanan onkotik. Kelainan sisrem limfatik yaitu kelainan yang ditimbulkan
akibat abnormalitas sistem limfatik sehingga menyebabkan gangguan drainase cairan pada jaringan dan organ.l Pada bab
ini akan dibahas mengenai limfedema.
TIMPEDEMA Limfedema adalah akumulasi cairan berlebihan dari cairan ekstraseluler yang dapat disebabkan oleh
:
Lymphedemo proecox
Filoriosis
Teropi rodiosi
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Asimptomatik atau tungkai terasa berat, chronic dull.ll Pemeriksoon Fisik Edema yang dimulai dari kaki dan menyebar sampai tungkai atas. Awalnya edema
bersifat halu s dan pitting, selanjutnya men jadi indurasi dan fibrosis. Dermatitis stasis dan hiperpigmentasi dapat ditemui,
1'7
Pemeriksoon Penunjongr,T . Ultrasonografivena:sesuaiindikasi . Ultrasonografi abdomen dan pelvis:untuk mendeteksi lesi obstruksi seperti keganasan.
. .
MRI atau CT scan: sesuai indikasi
Lymphoscintigraphy dan lymphangiographyt
o
Tujuan: untuk mendiagnosis atau membedakan antara limfedema primer atau sekunder.
670
o
Ly m p h os
cintig raphy : menyuntikkan plasma protein radioakti f yang berl abel
technetium ke distal dari jaringan subkutaneus pada ekstremitas yang terkena. o
Lymphangiography:
-
Tujuan: mencari penyebab, melihat kelainan anatomis dari saluran limfe.
-
kontras disuntikkan ke distal saluran linfe yang sudah dikanulasi.
DIAGNOSIS BANDING DYT, myxe de ma
p
retib i al, lip edema.
IAIA[AKSANA',?
. . . .
Edukasi perawatan kaki pada pasien, menjaga kebersihan tungkai
Fisioterapi: massage untuk meningkatkan drainase
Konservatif: elevasi tungkai, kompresi dengan kaos kaki elastis, pemakaian pelembab jika kulit kering Obat vasoaktif seperti flavonoid:memperbaiki mikrosirkulasi dinding pembuluh darah.
. .
Antibiotikprofilaksis:sesuai indikasi Terapi bedah: Iimfangioplasti, transposisi flap omentum, eksisi radikal dan graft
kulit,
ly mp hov
e
n o u s s hunts.
KOMPLIKASI'
.
Komplikasi dermatologis:inflamasi (erysipelas, selulitis, dermatitis, limfangitis), onkolo gi (angiosarko ma
.
f
Sin
drom o Stewo r-Trev e s).
Komplikasi terlibatnya sistem saraf, otot, dan skeletal:artropati, ligamentoses, tendinoses, dan periostases.
PROGNOSIS Limfedema menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas yang dapat mengakibatkan distress psikis. Selain itu dapat menjadi limfangiosarkoma, dengan insiden sebesar L0 o/o
pada penderita limfedema selama 10 tahun.B'e
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan :Bagian IImu Penyakit Dalam
:Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Kardiologi
UN!T IERKAIT
.
RS
: Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi Onkologi Medik, ICCU / medicql High Care, Departemen
Pendidikan
Bedah RS
a
non Pendidikan
: ICCU
/
ICU, Departemen Bedah
REFERENSI
l.
Creoger MA. Vosculor Diseoses of the Extremities. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8ih ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,20l2.chopter 249.
2.
Hirsch AT, Hoskol ZJ, Hertzer NR et oll. ACC/AHA 2005 Proctice Guidelines for the Monogement of Potients With Peripherol Arteriol Diseose (Lower Extremity, Renol, Mesenteric, ond Abdominol Aortic):A Colloborotive Report from the Americon Associotion for Vosculor Surgery/Society for Vosculor Surgery,* Society for Cordiovosculor Angiogrophy ond Interventions, Society for Vosculor Medicine ond Biology, Society of lnterventionol Rodiology, ond the ACC/AHA Tosk Force on Proctice Guidelines (Writing Committee to Develop Guidelines for the Associotion of Cordiovosculorond Pulmonory Rehobilitotion; Notionol Heort, Lung, ond Monogement of Potients With Peripherol Arteriol Diseose): Endorsed by the Americon Blood lnstitute; Society for Vosculor Nursing; TronsAtlontic lnter-Society Consensus; ond Vosculor Diseose Foundotion. Circulotion. 2006;113:e463-e554. Diunduh dori http://circ.oho.iournols.org/ podo tonggol 2 Juni2012
3.
Agus GB, Allegro C, . Arpoio G et oll. Guidelines for the diognosis ond theropy of diseoses of the veins ond lymphotic vessels. Evidence-bosed report by the ltolion College of Phlebology. INTERNATIONAL ANGIOLOGY vol. 2l - suppl 2 to issue 2 - JUNE 2005
4.
Goldhober
5.
Jusi HD. Flebolofl. Dolom:Jusi HD. Dosor-Dosor llmu Bedoh Voskuler.edisi lV.Jokorio:Boloi Penerbit
SZ. Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory Thromboembolism. . ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 18th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2.chopler 262.
FKUI 2008. Hol 2l
O-31 6
6.
CDC Division of Blood Disorders:Public Heolth Reseorch Activities in Venous Thromboembolism. Michele G. Beckmon, Soro E. Critchley, W. Croig Hooper, Altheo M. Gront ond Roshni Kulkorni. Arterioscler Thromb Vosc Biol. 2008:28:394-395.Diunduh dori http://otvb.ohojournols.org/ conlenl /28/31394.full.pdf+html podo tonggol 4 -)uni 201 2.
.
Jusi HD.Limfologi. Dolom:Jusi HD. Dosor-Dosor llmu Bedoh Voskuler.edisi lV.Jokorto:Boloi Penerbit FKU1.2008. Hol 317-343
7
8.
Chopro,
S; Ors, F;
Bergin, D (2007). "MRl of ongiosorcomo ossocioted with chronic lymphoedemo:
Stewort Treves syndrome". British Journol of Rodiology 80 (960): e310-3.DOl:10.1259/ dr I
9.
19
441948. PMID I 8055640.
Stopple mS. Lymphedemo.Diunduh dori http://www.emedicineheolth.com podo tonggol 22 Juni 2012.
672
PI II[1il{S[]tAI ilBr I Gll Uff Y[ lI fll
PAA PA K
a
K1
'>f
PS KOSO Ansietos. Depresi.. Dispepsio Fungsionol Nyeri Psikogenik.. Penyokit Jontung Fungsionol (Neurosis Sindrom Kolon lritobel...... Sindrom Leloh Kronik Sindrom Hiperventilosi ............. Pengeloloon Poliotif podo Pe
-'
|
|
\
rd
'rr
t\
a I
I L
ANS
ETAS
PENGERIIAN Ansietas merupakan kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif. Pada umumnya pasien datang ke
poliklinik penyakit dalam dengan keluhan somatik.
Sindrom ansietas menurut Dfag nostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth
Edition Text Revision [DSM IV-TR) dibedakan menjadi beberapa macam yaitu: ansietas GAD (Generalized Anxiety Disorder), ansietas panik (Panic Disorder), ansietas OCD (Obsessive Compulsive Disorder), Fobia, PTSD fPost Traumatic Srress Disorder), dan
ansietas lainnya.l Pada bab
ini akan lebih dibahas mengenai Generalized Anxiety Disorder
(GAD)
karena kasusnya yang lebih sering ditemukan. Pada beberapa penelitian menyebutkan adanya pengaruh dari agen anxiogenic sebagai penyebab.l
PEN
DEKAIAN DIAGNOSIS3,4
Kriterio Diognosis GAD menurut DSM IV-TR
a.
Rasa cemas berlebihan mengenai beberapa aktivitas atau kejadian, lebih sering
dialami daripada tidak selama paling tidak 6 bulan.
b. c.
Orang tersebut mengalami kesulitan untuk mengontrol rasa cemas tersebut.
berikut (paling tidak selama 6 bulan): (1) tidak bisa istirahat; (2) gampang lelah; (3) kesulitan berkonsentrasi; (4) mudah tersinggung; (5) otot tegang; (6) gangguan Rasa cemas tersebut berhubungan dengan setidaknya tiga atau lebih gejala
tidur.
d.
Fokus ansietas dan kecemasan tidak berhubungan dengan kelainan Axis I. contoh:
ansietas tidak berhubungan dengan serangan panik (seperti pada kelainan panik), merasa malu di depan umum fseperti pada fobia sosial), merasa terkontaminasi (seperti pada kelainan obsesif kompulsifJ. Rasa cemas dan ansietas juga tidak
terjadi pada posttraumatic stress disorder (PTSD).
e.
Ansietas, rasa cemas, atau keluhan fisik menyebabkan adanya penurunan kualitas
hidup.
f.
Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek langsung penggunaan obat atau
kondisi medis (contoh: hipertiroid), dan tidak muncul saat terdapat gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervastve.
Pemeriksoon Penunjong Pemeriksaan penunjang dilakukan bila dicurigai adanya kelainan organik.
. . . . . .
Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin Iengkap
Analisa gas darah, Na., K*, Ca2',T3, T4, TSH sesuai indikasi. Foto toraks, bila perlu. EKG, elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu.
Endoskopi, kolonoskopi, USG bila perlu. Stress analyzer
/
Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance
DIAGNOSIS BANDING Ansietas panik, fobia, PTSD, gangguan campuran ansietas dan depresi, depresi, gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi). TATA[AKSANA'6
. Nonfarmakologis : Edukasi, Reassurance, psikoterapi . Farmakologis a. Benzodiazepin : Diazepam, alprazolam, clobazam b. Nonbenzodiazepin : Buspiron, penyekat beta bila gejala hiperaktivitas menonjol
c. SSRI d. SNRI e. Simtomatik
: Sertraline, fluoxetine,
citalopram
: Duloxetine, venlafaxine : Sesuai
indikasi
KOMPT!KASI Kurang atau tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
PROGNOSIS Angka remisi kurang dari 50% dalam rentang 5
remisi dapat disebabkan oleh:
7. 2. 3. 674
Hubungan keluarga yang tidak harmonis.
Komorbid dengan kepribadian menghindar. Komorbid dengan kepribadian dependent.
-
Lz tahun. Penurunan angka
4. Komorbid dengan gangguan kepribadian 5. Komorbid dengan gangguan Axis I. 6. Jenis kelamin perempuan.
obsesif kompulsif.
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
Semua Divisi di Iingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
pendidikan
REFERENSI
l.
Mudjoddid E. Pemohomon don penongonon psikosomotik gongguon onsietos don depresi: di bidong ilmu penyokit dolom. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku ojor ilmu penyokit dolom .iilid lll edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010:2105-8.
2.
Reus Vl. Mentol disorders. ln: Brounwold E, Fouci AS, Houser SL, Jomeson JL, Kosper DL, Longo
DL. Horrison's rinciples of Internol Medicine lTth Edition. New York: McGrow-Hill Componies; 2O10:2547-61.
3.
Diognostic ond stotisticol monuolof mentol disorders 4 h ed. Woshington DC. Americon Psychiokic Associotion. 2000
4.
Yonkers A. Foctors predicting the clinicol course of generolised onxiety disorder.The British Journol of Psychiotry.2OOl; 1 7 6: 544-9.
5.
Boldwin DS, Anderson lM, Nutt DJ, et ol. Evidence-bosed guidelines for the phormocologicol
ireotment of onxiety disorders: recommendotions from the British Associotion for Psychophormocology. J Psychophormocol, Nov 2005; 19'.567 - 596.
6.
Kendoll T, Cope J, Chon M, Toylor C .Monogement of generolised onxiety disorder in odults: summory of NICE guidonce. BMJ;201 1:342: c7460.
675
DEP RES
PENGERTIAN
Depresi merupakan gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi [sedih), hilang minat, dan mudah lelah. Pada umumnya pasien datang ke klinik penyakit dalam dengan keluhan somatik. Pada pembahasan berikut, depresi berat dengan gejala
psikotik tidak termasuk didalam nya.''' PENDEKATAN DIAGNOSIS
I,3,4
Depresi mayor ditegakkan apabila pasien mengalami gejala-gejala di atas selama
minimal 2 minggu. Adapun kriteria diagnosis episode depresi mayor berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM IV-TR) adalah sebagai berikut: Tobel
l.
Kriterio Diognosis Depresi Moyor Berdosorkon DSM IV-TRl
(t)
(2) hilong minoi otou
I
{misolnyo terlihot menongis)
tersebut
tonpo
medis
preokuposi
Depresi minor ditegakkan apabila pasien mengalami minimal dua gejala depresi
selama dua minggu namun tidak memenuhi kriteria depresi mayor. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi, Stress analyzer m
e
nila i
v eg
etativ e im b al an
/
Heart rate variability untuk
ce.
Terdapat beberapa alat penapisan untuk depresi:
. . . . .
Beck Depression lnventory Beck Depression Inventory-PC Center
for Epidemiological Studies Depresston
Edinburgh Postnatal Depression Scale Zung Depression Rating Scale
DIAGNOSIS BANDING Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas, gangguan somatisasi, kelainan
organ yang ditemukan (koinsidensi), kelainan karena pengaruh obat-obatan.1
TATATAKSANA
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi2's'5 Farmakologis: 1'2
.
Antidepresan:
o o o o .
antidepresan trisiklik (nortriptilin, imipramin, desipramin, amineptin) penghambat reversibel MAO (moklobemid) antidepresan generasi dua [amoksapin, maprotilin, trazodon, bupropion) golongan SRRI (sertralin, paroksetin, fluoksetin, sitalopram, esitalopram)
Simtomatik, sesuai indikasi
Berikut ini adalah algoritma penatalaksaan depresi mayor menggunakan terapi farmakologis. KOMPLIKASI Berkurangny a / tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerj aJ, bunuh
diri, komplikasi akibat pengobatan.s PROGNOSIS
Di antara individu dengan depresi mayor dengan pengobatan, T60/o mencapai remisi dengan angka rekurensi mencapai 70o/o dalam waktu 5 tahun dan setidaknya B0% dalam B tahun.l
677
n
678
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
. .
RS
pendidikan
RS non
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
pendidikan
REFERENSI
1.
Mudjoddid E. Pemohomon don penongonon psikosomotik gongguon onsietos don depresi: di bidong ilmu penyokit dolom. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku o,ior ilmu penyokit dolom edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2009:2105 -10
2.
Reus V.Mentol disorders. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D. Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine l8'ed. New York: McGrow-Hill Medicol Publishing Division; 2012:3529 - 43.
3.
Diognostic ond stotisticol monuol of mentol disorders 4'ed. Woshington DC. Americon Psychiotric Associotion. 2000
4.
Shorp L, Lipsky M. Screening for depression ocross the lifespon: o review of meosures for use in primory core settings. Am Fom Physicion.2002:66161:1001 -9.
5.
Current depression omong odults---United Stotes, 2005 ond 2008. MMWR Morb Mortol Wkly Rep. 201 0;59(38): I 229-35
6.
Eisendrolh S, Lichtmocher J. Psychiokic disorders. ln: McPhee
S,
Popodokis M, Robow M, editors.
Current medicol diognosis ond treotmenl 2012.51'ed. Asio; The McGrow -Hill Educotion. 2012:1034-47
7.
Qoseem A, Snow V, Denberg, TD, et ol. Using Second-Generotion Antidepressonts to Treot Depressive Disorders: A Clinicol Proctice Guideline from the Americon College of Physicions. Ann lntern Med. 2008; 1 49:725-733
679
D SPEPSIA FUNGS ONAL
PENGERIIAN
Dispepsia merupakan gejala atau kumpulan gejala berasal dari regio gastroduodenum yang dapat berupa nyeri epigastrium, rasa terbakal rasa penuh setelah makan, perasaan cepat kenyang, dan lainnya termasuk rasa kembung pada area abdomen atas, mual, muntah, dan berdahak. Keluhan dispepsia kronik dapat
terjadi terus-menerus, intermiten, atau kambuhan yang dirasakan minimal 6 bulan atau Iebih.
1'2'3
Berdasarkan kriteria Roma III, dispepsia fungsional adalah adanya satu atau lebih
dari:
. . . . .
Rasa penuh (kekenyangan) setelah makan (bothersome postprandial fullness)
Perasaan cepat kenyang
Nyeri ulu hati Rasa
terbakar di ulu hati
Tidak ditemukan kelainan struktural yang dapat menjelaskan keluhan saat dilakukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA). Keluhan berlangsung > 3 bulan terus menerus, atau dimulai sejak 6 bulan sebelum
diagnosis ditegakkan. Dispepsia fungsional dibagi kedalam dua kategori diagnostik, yaitu:1'2'3
1. 2.
Postprandial distress syndrome (PDS) Epigastric Pain Syndrome (EPS) Penyebab dispepsia fungsional bersifat multifaktorial, diduga dapat timbul karena
keterlambatan pengosongan lambung, hipersensitif aferen visera terhadap zat asam dan lemak sehubungan dengan rangsang sentral maupun perifeq, status inflamasi ringan, serta predisposisi genetis. Rangsang psikis atau emosi dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna melalui jalur neurogenik atau jalur neurohormonal.
2,3
PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosa ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atasl,a
Anomnesist'a Rasa
sakit dan tidak enak di ulu hati. Perih, mual, muntah, cepat kenyang,
kembung, seringbersendawa, regurgitasi. Keluhan dirasakan umumnya berhubungan
/
dicetuskan dengan adanya stres, berlangsung lama dan sering kambuh. Sering disertai gejala - gejala ansietas dan depresi (misalnya dysphoric state)
Pemeriksoon
. .
Fisikr.a
Evaluasi sistem kardiovaskuler, hepatobilieri ginjal, tiroid: dalam batas normal
Turgor kulit, berat badan
Pemeriksoon Penunjongr,a
.
Laboratorium : Hb, Ht, leukosit, gula darah, faal ginjal, tes fungsi hati, urin lengkap,
darah samar feses, dan pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis banding (misal hormon tiroid, kalsium, dsb)
. . . . .
EKG
Radiologi : Foto Iambung dan duodenum dengan kontras Pemeriksaan endoskopi bagian atas IEGDJ Pemeriksaan untuk Helicobacter Pylori Sfress analyzer
/
:
Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance
Dispepsio yong tldok terotosi minimol 3 bulon Menyingkirkon penyebob dispepsio loin dori onomneso Teropi empiris
Respon seteloh
Tondo "olorm" Tidok
Tes
4
don teropi untuk H.pylori
minggu
Yo
Tidok
Endoskopi SCBA Yo
Tidok
Etiologi keluhon
Yo
Dispepsio orgonik
Jiko odo lndikosi klinis : pemeriksoon feses untuk porosit don doroh somor, kimio doroh, don/otou imoging obdomen
Yo
Hosil
dopot menjeloskon
Tidok
keluhon
Algoritmo l. Diognoso Dispepsio Fungsionolr
Dispepsio fungsionol
Sebelum mendiagnosa dispepsia fungsional, hendaknya diperhatikan terlebih dahulu apakah ada tanda-tanda bahaya seperti : ( lebih lanjut lihat di bab Dispepsia ).2
. . . . . . . . .
Penurunan berat badan Disfagia yang progresif
Muntah yang berulang atau menetap Perdarahan saluran cerna
Anemia Demam
Mempunyai riwayat keluarga menderita kanker lambung Dispepsia pertama kali dirasakan pada kasus keganasan Usia > 45 tahun atau > 50 tahun pada populasi yang prevalensinya rendah
TAIAtAKSANAI,4,s . Pendekatan psikosomatik terhadap aspek fisik, psikososial dan lingkungan: psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku
. .
Pengaturan diet untuk mencegah pencetus gejala
Simptomatik; diberikan antasida, antagonis H2 (simetidin, ranitidin), penghambat pompa proton (omeprazol, lansoprazol) dan obat prokinetik (metoklopramid, domperidon, cisapride).
.
Bila jelas terdapat ansietas atau depresi diberikan anti cemas atau anti depresan yang sesuai.
. .
Eradikasi Helicobacter pylori bila terbukti ada infeksi penyerta. Obat relaksan fundus gaster (nitrat, sildenafil (phosphodiesterase-5
inibitor) dan
sumartiptan (antagoni reseptor 5-HT1J DIAGNOSIS BANDING6
.
Dispepsia organik, misalnya ulkus peptikum, gastritis erosif, infeksi saluran cerna, GERD
. . .
Gangguan pada sistem hepato-bilier dan pankreas
Intoleransi laktosa atau karbohidrat Iain (fruktosa, sorbitol), sindrom kolon iritabel Dispepsia yang disebabkan penyakit kronik seperti gagal ginjal, diabetes melitus, keganasan, dsb
. .
Iskemia jantung, gagal jantung kongestif, tuberkulosis
Gangguan psikologis (ansietas dengan ataupun tanpa aerofagia, gangguan penyesuaian, somatisasi pada depresi, hipokondriasisJ
Dispepsio fungsionol
Tes
don erodikosi H.pylori opobilo
belum pernoh dilokukon sebelumnyo
Modifikosi diet
Keluhon yong menonjol
Roso penuh seteloh mokon, muol,
Nyeri epigostrium
muntoh, cepot kenyong, kembung
otou teroso perih
Prokinetik
1
PPI
PPI
Respon seteloh 4 otou 8 minggu
Anti depresi, onti cemos, herbol
t
prokinetik
Respon seteloh 4 otou B minggu
Rujuk spesiolis
Stop obot
/
sesuoi kebutuhon
Gombor 2. Algoritmo Penotoloksonoon Dyspepsio Fungsionolr
KOMPTIKASI
. . .
Dehidrasi bila muntah berlebihan Gangguan gizi
Berat badan turun
PROGNOSIS Dispepsia fungsional merupakan penyakit kronis dan keluhan dapat menyerupai gangguan gastrointestinal Iainnya. Pada beberapa pasien, keluhan akan tetap dirasakan
L0 % kasus akan mempunyai keluhan menyerupai gangguan gastrointestinal lain,
583
sedangkan 10 % kasus akan remisi spontan. Walaupun perjalanan penyakit ini tidak
stabil, tetapi hanya 2 % kasus akan berkembanga menladi ulkus peptikum dalam 7 tahun, belum terbukti penyakit ini menyebabkan kematian.7
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian
Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
: Divisi Gastroentero-Hepatologi, Divisi Ginjal-Hipertensi,
pendidikan
Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam a
RS
non pendidikan
REFERENSI
l.
Asion Consensus Report on Functionol Dyspepsio, J Neurogostroenterol Motil. 2012 April; 18(2): I
50-l 68. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/orticles/PMC3325300/
2.
Mudjoddid E. Dispepsio Funsionol. Dolom :Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ll edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. hlm 9,)6
3.
Hosler, W L. Nousseo, Vomiting ond lndigestion. ln : Kosper D L, et ol ediors. Horrison's Principol of lnternol Medicine l5th ed. Mc Grow-Hill Componies: 2005. p222-223.
4.
Djojoningrot Dhormiko. Dispepsio fungsionol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid I edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. Hol 354-356.
5.
Koromonolis Georgios P, Tock Jon. Current monogement of functionol dyspepsio:impoct of Rome lll subdivision, Annols of gostroenterology. Volume 25. No 2 (2012]. htlp:l /www.onnolsgostro.grl
index.php/onnolsgostro/orticle/view/l 1 l0/81
6. 7.
9
HANNAH VU, D.O. Ferri Fred F. lrritoble bowel syndrome. ln: Ferri's Clinicol Advisor 2008, l Oth ed. Mosby. 2008.
Bhotio Shobno, Grover Anumeet Singh. Noturol History of Functionol Dyspepsio. SUPPLEMENT . morch 2012.VOL.60. http://www.jopi.org/morch_2012_speciol_issue dyspepsio/O5_
TO JAPI n
oturol_history_of pdf .
NYERI PSIKOGEN K
PENGERTIAN Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang penyebabnya bukan penyebab penyakit
organik. Faktor psikologis berperan dalam persepsi, awitan, keparahan, eksaserbasi dan lamanya nyeri. Nyeri psikogenik tidak pura-pura diciptakan atau dibuat-buat. Nama lainnya adalah pain disorder.t,3
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesis2,3 Faktor yang harus ditanyakan adalah lokasi nyeri, intensitas sifatnya terus-menerus
atau hilang timbul, karakteristik nyeri, faktor-faktor pemberat dan peringan nyeri,
faktor penyebabnya, akut atau kronik, riwayat penggunaan analgetik sebelumnya, dan keadaan lain yang berhubungan dengan nyerinya, Perlu juga dilakukan penilaian
status psikis.l Nyeri psikogenik pada umumnya bersifat difus, tidak jelas hubungannya dengan
struktur jaringan, intensitasnya berubah-ubah, terdapat disparitas antara mekanisme yang mencetuskan dengan jenis dan beratnya nyeri. Pasien umumnya memiliki riwayat sudah berulang kali mengunjungi petugas kesehatan, riwayat telah mengonsumsi berbagai obat penghilang nyeri, dan riwayat memiliki stresor psikososial, antara lain masalah pernikahan, pekerjaan, atau keluarga. Sering disertai komorbid depresi atau ansietas atau penyalahgunaan obat. Pemeriksaan status psikis menunjukkan bahwa
keluhan utama akan memburuk bila terdapat stres.
Pemeriksoon Fisikt'3 Diperlukan pemeriksaan yang teliti pada area nyeri dan sekitarnya, sistem saraf, fungsi motoris dan sensoris serta fungsi organ-organ dalam, Pada nyeri psikogenik tidak terdapat temuan fisis, atau temuan fisis tidak adekuat
untuk menjelaskan keparahan nyeri.
Pemeriksoon Penunjongr
.
-3
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan diagnosis banding nyeri organik. Untuk menilai nyeri secara obyektif dapat dilakukan metode visual analog
scale [VAS). Untuk menilai deskripsi nyeri secara terperinci dapat digunakan McGill Pain Questionnaire (MPQ). Untuk menilai nyeri kronik dapat digunakan The Westhave-Yale Multidimensional Pain Inventory (WHYMPIJ. Stress analyzer
/
Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance.
Kriterio Diognosis Kriteria diagnosis nyeri psikogenik menurut Diagnostic and Statisticql Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM-|V-TR)i
1.
Nyeri pada satu atau lebih daerah anatomis dengan keparahan yang cukup sehingga
membutuhkan perhatian klinis.
2.
Menyebabkan distres atau gangguan pada bidang sosial, pekerjaan, atau bidang
fungsional lain yang signifikan secara klinis
3.
Faktor psikologis dinilai memiliki peran penting dalam awitan, keparahan, eksaserbasi atau lamanya nyeri.
D!AGNOS!S BANDING Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri TATATAKSANA
3-6
Nonformokologis istirahat, cognitive behavior therapy (CBT) Formokologis
1. Antidepresan: Fluoxetin, citalopram, 2. Antiansietas : benzodiazepin 3. Antinyeri
fluvoxamin, mianserin, clomipramin
KOMPIIKASI3
Kurang/tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri
686
PROGNOSIS Belum ada studi yang melaporkan prognosis nyeri psikogenik UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
Semua Divisi di lingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam
pendidikan
RS non
REFERENSI
l.
Shotri H, Setiyohodi B. Nyeri psikogenik. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnternoPublishing; 2009. hol. 2143-7.
2.
Reus Vl. J,
Mentol disorders. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012.
penyunting Horrison's principle of internol medicine.
Hol. 3529-3545
3. 4.
Oyomo O, Poltoo C, Greengold J. Somotoform disorders. Am Fom Physicion 2007:76:1333-8. Kroenke K. Efflcocy of treotment for somotoform disorders: o review of rondomized controlled triols. Psychosomotic Medicine 69:881-888 (2007)
5.
Diognostic ond stotisticol monuol of mentol disorders.4ih ed. Woshington DC. Americon Psychiotric Associotion. 2000
6.
Fishboin DA, Cutler RB, Rosomoff HL., et ol. Do ontidepressonts hove on onolgesic effect in psychogenic poin ond somotoform poin disorder? A meto-onolysis. Psychosom Med 1998; 6: 503.
PENYAK T JANTUNG FUNGS
O AL
(NEUROS'S RD'A'0 PENGERTIAN
Penyakit jantung fungsional adalah kelainan dengan keluhan seperti penyakit
jantung tanpa disertai kelainan organik. Etiologi berhubungan dengan keadaan psikiatri, paling sering disebabkan ansietas, biasanya berhubungan dengan depresi aktif dan tidak jarang dengan gejala histerik.l Menurut ICD 10, Penyakit jantung fungsional dikategorikan dalam gangguan somatisasi.3
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis2
1. Nyeri dada menyerupai angina pectoris, biasanya dicetuskan suatu stressor tertentu 2. Berdebar-debar/palpitasi, sesak nafas, nafas terasa berat 3. Keluhan vegetatif: kesemutan, tremoI sakit kepala, tidak bisa tidur; dan sebagainya 4. Keluhan psikis: rasa takut, risau/was-was, gelisah, dan sebagainya 5. Keluhan-keluhan umum lainnya seperti pandangan mata gelap, berkunang-kunang 6. Terdapat stressor psikososial 7. Pemeriksaan penunjangl 8. EKG, echocardiography, maupun tes Treadmill normal 9. Stress analyzer / Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance DIAGNOS!S BANDING Penyakit jantung Koroner (angina pectoris, infark miocard)1 TATAIAKSANA2,4
Nonformokologis . Memberikan edukasi dan bimbingan, menjelaskan tentang gejala yang timbul
dengan tepat tanpa menakuti pasien, meluruskan pola pikir pasien yang salah tentang penyakit j antung. a
Terapi Kognitif dan Perilaku (Cognitive Behaviourql Therapy/ CBT)
Formokologis . Analgetik untuk rasa nyeri . Vasodilator koroner . Psikotropik golonganbenzodiazepine untuk mengurangi kecemasan . Terapi simptomatik lain dapat diberikan sesuai indikasi. KOMPLIKASI'
.
Merasa memiliki penyakit jantung organik sehingga menghindari aktivitas
/
kegiatan sehari-hari.
.
Pada pasien usia tua dengan faktor psikis yang menonjol dapat mencetuskan
timbulnya penyakit jantung organik.
.
Aritmia.
PROGNOSIS Gangguan ini bersifat kronis, hilang timbul dan jarang sembuh secara sempurna. Sangat jarang seseorang dengan gangguan
ini dapat bebas dari gejala selama lebih
dari 1 tahun.3 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
.
RS
nonpendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
nonpendidikan
Divisi Kardiovaskular - Departemen Penyakit Dalam
REFERENSI
l.
Shotri H. Gongguon .lontung fungsionol. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: Interno Publishing:2010:21222126.
2.
Wood P. Refresher Course for Generol Proctitioners Cordioc Neurosis British Medicol Journol I 9sO;
3.
2(4669):33-s.
Sodock BJ, Sodock VA. Somotizotion disorders. ln: Koplon & Sodock's Synopsis of Psychiotry Behoviourol sciece/Clinicol Psychiotry lOth Edition. Lippincott Willioms & Wilkins; 2007.
689
4.
Thompson DR, Lewin
R.JP.
potient: rehobilitotion Monogement of the post-myocordiol inforction
ond cordioc neurosis. Heort 2000;84:l0l
690
-.105
S NDROM
KOLON
R TABEL
PENGERTIAN
Berdasarkan Rome III, Sindrom Kolon Iritabel (SKI) merupakan nyeri abdomen
berulang atau ketidaknyamanan abdomen (sensasi tidak nyaman yang tidak bisa dikatakan sebagai nyeri) paling tidak 3 hari dalam satu bulan pada 3 bulan terakhir yang berhubungan dengan 2 atau lebih hal berikut:
. . .
Perbaikan gejala setelah defekasi Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi defekasi
Onset berhubungan dengan perubahan bentuk feses Dikatakan positif jika kriteria terpenuhi pada 3 bulan terkahir dengan onset paling
tidak 6 bulan sebelum didiagnosis.l,3 Sindrom kolon iritabel dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan konsitensi feses yaitu tipe konstipasi, tipe diare, tipe campuran, dan tipe lainnyal'3 Tobel 'l . Subtipe Sindrom Kolon lritobelr3
Penyebab sindrom ini belum diketahui pasti, diperkirakan karena beberapa faktor
pencetus seperti:
.
1
Gangguan Motilitas
Kemungkinan terdapat gangguan intestinal inhibitory reflexkarena distensi kolon
tidak dapat mengurangi motilitas duodenal.
.
Hipersensitivitasviseral Yaitu sensitivitas terhadap nyeri yang meningkat pada stimulasi usus. Hal ini yang menyebabkan nyeri kronik pada pasien rnr.
.
Post Infeksi Biasa
terjadi setelah infeksi Shigella, Salmonella dan Campylobacter, ditandai
dengan meningkatnya jumlah limfosit dan sel mast pada mukosa usus.
a
Faktor dalam lumen yang merangsang kolon Komponen dalam makanan feksogen) atau faktor kimiawi [endogen) yang terlibat dalam proses pencernaan, Faktor endogen seperti hormon kolesistokinin (CCK)
dapat mempercepat motilitas sigmoid a
Respon terhadap stress
Stress yang berasal dari lingkungan dan riwayat penyiksaan masa kanak-kanak adalah faktor predisposisi.
PENDEKATAN DIAGNOSIS2
Anomnesis Pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen bagian bawah dengan kelainan pola defekasi selama periode waktu tertentu tanpa progresivitas penyakit. Keluhan muncul selama stress atau perubahan emosional tanpa disertai keluhan sistemik. Apakah nyeri
dirasakan hanya pada satu tempat atau berpindah-pindah, seberapa sering merasakan
nyeri, berapa lama nyeri dirasakan, bagaimana keadaan nyeri jika pasien defekasi atau flatus; memenuhi kriteria Rome IIL Pada anamnesis juga perlu menyingkirkan tanda-tanda "alarm" seperti: usia > 55 tahun, riwayat gejala yang progresif atau sangat berat, riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6 bulan, berat badan menurun, gejala nokturnal, laki-laki, riwayat kanker kolon pada keluarga, anemia, anoreksia, perdarahan rektal, anemia, distensi abdomen, demam. 1'2
Pemeriksoon Fisik Perut tampak kembung atau distensi, kadang dapat teraba kolon pada fosa iliaka kiri (860/o) disertai nyeri tekan (7Bo/o), bising usus meningkat pada fosa iliaka kanan(36%1. Pada colok dubur didapatkan adanya rasa nyeri (520/o), rectum kosong (640/o), feses yang keras dalam rectum (680/o), dan lendir yang banyak.2 Pemeriksoon Penunjong2.4
.
Laboratorium: dilakukan untuk mencari etiologi lain misalnya pemeriksaan darah lengkap,
. .
Pemeriksaan hormon TSH dan serologis sesuai indikasi. Pemeriksaan feses: melihatadanya darah samal bakteri atau parasit jika dicurigai pada kasus diare kronik
. . .
592
Rontgen abdomen:jika dicurigai adanya penyakit Crohn atau ada obstruksi
Kolonoskopi atau sigmoidoskopi: dilakukan sesuai indikasi. Stress analyzer
/
Heart rate variability untuk menilai vegetative imbalance
DIAGNOSA BANDING2,3 . Intoleransi laktosa ) diperiksa dengan hydrogen breath test . Intoleransi makanan ) contohnya MSG
. .
Infeksi
Penyakit Celiac
)
diidentifikasi dengan analisis kadar IgA, antibodi anti
transglutaminase
. .
Pertumbuhan bakteri usus halus berlebih
Inflammatory bowel disease
)
)
ditandai malabsorpsi nutrient
ditandai anemia, leukositosis. Kolonoskopi:
inflamasi, eritema, eksudat, ulserasi
. . . . . . . . .
Kolitis mikroskopik Divertikulitis Obstruksi mekanis pada usus halus Iskemia Maldigesti Malabsorbsi Penyakit hati dan kandung empedu
Pankreatitis kronik Endometriosis.
TATATAKSANA
Ieropi Non formokologi;
o o
t,z,s
Penjelasan mengenai penyakit yang diderita dapat disembuhkan Menjaga asupan tinggi serat dan menghindari makanan yang menjadi pencetus
keluhan. Menghindari kafein, produk olahan, makanan berlemak, gandum, bawang, coklat.
o
Terapi perilaku: terutama pada pasien usia muda yang stressor psikososial cukup tinggi.
o
Olah raga teratur dan menjaga asupan cairan yang cukup
Teropi Formokologi:
o o
r,z,o-e
Anti spasmodik yang bersifat anti kolinerglk: dicyclomine 10-20 mg [ 1-3 x sehari), hyosin N-butilbromida 3x10 mg. Obat anti
sulfate,
d
cho
iare: loperamid 2-16 mg seh ari, , diphenoxylate hydrochlorideatropine Ie
sty ramrne
resin
693
o o
Obat memperbaiki konstipasi: laksatif osmotif seperti laktulosa , tegaserod
Obat anti ansietas: antidepresan trisiklik, Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors
o
[SSR/./
Probiotik
Tobel 2.Teropi Formokologi'?
KOMPTIKASI Sindrom kolon irritabel tidak menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Beberapa gangguan akibat Sindrom Kolon Iritabel seperti menurunnya kualitas hidup, dan waktu
cuti dari sekolah dan kerja yang memanjang, masalah psikologis seperti ansietas dan depresi, malnutrisi.
s
PROGNOSIS Keluhan akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50
%o
kasus, dan hanya
kurang dari 5 % yang akan memburuk, dan sisanya dengan gejala menetap.6 UNIT YANG MENANGANI
. .
694
RS
pendidikan
RS
non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam
UNII YANG TERKAIT . RS pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero-
hepatologi, Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Metabolik Endokrin a
RS non
pendidikan
REFERENSI
l.
Owyong C. Initoble bowel syndrome. ln: Kosper, Brounwold, Fouci et ol. Horrison's Principles of lnternol Medicine vol ll l Tth ed. McGrowHill. 2008 pg I899-)903.
2.
Mudjoddid
E. Sindrom kolon iritobel. In: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti eds. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 4 ed. Vol. ll. lokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI. 2006; hol 2115-2118 .
S,
3. 4.
Ferri Fred F.
Initoble bowel syndrome. Ferri's Clinicol Advisor 2008, lOth ed. Mosby. 2008.
Hoy Dovid W. lrritoble bowel syndrome. The Little Block Book of Gostroenterology. 2nd ed. Jones ond Bortlett Publishers. 2006; hol 154-162.
5.
Friedmon S. lrritoble bowel syndrome. ln:Greenberger NJ, Blumberg RS, Burokoff R. Longe Current Diognosis &Treotment, Gostroenterology, Hepotology, Endoscopy. McGrowHill. 2009.
6.
Monon Chudohmon, Ari Fohriol Syom. Irritoble bowel syndrome. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 4 ed. Vol. l. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI. 2006; hol 383-385.
7.
R Spiller, Q Aziz, F Creed, A Emmonuel, L Houghton, P Hungin, R Jones, D Kumor, G Rubin, N Trudgill, ond P Whorwell. Guidelines on the irritoble bowel syndrome: mechonisms ond procticol monogement. Gut. 2007 December; 56(1 2): I 770-1798.
8.
Arogon G, Grohom DB, Borum M, Domon DB. Probiotic Theropy for lrritoble Bowel Syndrome. Gostroenterol Hepotol (N Y). 2010 Jonuory; 6(1):39-44.
695
SI
DROM L LAH
KRO
K
PENGERTIAN Suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan keluhan rasa Ielah yang berlangsung terus-menerus atau berulang dalam waktu enam bulan atau lebih, dapat disertai gejala demam tidak tinggi, mialgia, artralgia, sefalgia, nyeri tenggorok (faringitisJ yang kadang-kadang disertai pembesaran kelenjar, gejala psikis terutama depresi dan gangguan tidur. Kelelahan yang tidak berkurang dengan istirahat dan mungkin akan bertambah berat saat melakukan aktifitas fisik atau mental, sehingga sering menurunkan tingkat aktivitas seseorang. Keluhan pasien dapat bervariasi dan tidak spesifik, seperti kelemahan, nyeri otot, gangguan daya ingat atau konsentrasi, gangguan tidur; dan kelelahan setelah aktifitas yang berlangsung minimal 24 jam atau lebih, bahkan bertahun-tahun. Beberapa keluhan-keluhan pada sindrom lelah kronik seperti : 1'2'3 a Tobel
'1.
Keluhon podo Sindrom teloh Kronik2
PENYEBAB Belum diketahui penyebab pastinya, ada kemungkinan bahwa sindrom lelah kronik menggambarkan tingkat akhir dari beberapa penyakit, Beberapa kemugkinan seperti infeksi, gangguan imunologi, faktor stres yang mengaktifkan jalur hipotalamik-pituitari,
hipotensi neural, dan/atau defisiensi nutrisi.a Tobel 2. Foklor Predisposisi2 Troumo moso konok (seksuol,fisik,penyolohgunoqn
emosionol;pengoboion fisik don emosio
Hiperokiivitos premorbid
Stres Psikososiol.kejodion hidup
do Negotifitos
efl kosi
diri
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kriteria untuk diagnosis bila memenuhi 2 kriteria dan tidak memenuhi kriteria eksklusi (Tabel
3)'z
Tobel 3. Kriterio diognostik sindrom leloh kronik'z
697
Pemeriksoon Penunjong
.
Tidak ada pemeriksaan spesifik yang dapat mendiagnosa atau mengukur tingkat keparahanpenyakit. Stressanalyzer/Heartratevariabilityuntukmenilaivegetative
imbalance. Pemeriksaan lain dapat dilakukan tergantung pada hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik.
2'3
DIAGNOSIS BANDING3 . Depresi psikososial, dysthymia, gangguan cemas, dan penyakit psikiatrik lainnya. . Penyakit infeksi (SBE, penyakitLyme,janu4 mononucleosis, HIV hepatitis B kronik atau
. .
C,
TB, parasit kronik.
Autoimun
: SLE,
miastenia gravis, multipel sklerosis, tiroiditis, rheumatoid arthritis
Kelainan endokrin : hipotiroid, hipopituari, insufisiensi adrenal, sindroma Cushing, diabetes mellitus, hiperparatiroid, kehamilan, hipoglikemia reaktif
. . .
Penyakit keganasan tersamar
Ketergantungan obat Gangguan sistemik : gagal ginjal kronik, penyakit kardiovaskula4 anemia, kelainan
elektrolit, penyakit hati.
.
Lain-lain : kurang istirahat, sleep apnea, narcolepsy, fibromyalgia, sarkoidosis, medikasi, paparan bahan toksik, granulomatosis Wegener.
IATALAKSANA Teropi Non formokologlz,s'a . Menyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak berbahaya dan dapat membaik seiring waktu
.
Latihan fisik dapat meningkatkan daya tahan dan kekuatan pasien sehingga mengurangi
keluhan atau cognitive behaviour theropy (CBT) dan
g
raded exercise therapy (GET)
Teropi Formokologi Umumnya bersifat
paliatil seperti anti depresi, anti inflamasi non steroid, terapi
alternatif (multivitamin, suplemen nutrisi). KOMPTIKAS! Isolasi sosial,tidak mampu kerja
698
2,3
PROGNOSIS Perbaikan sempurna dari sindrom lelah kronik yang tidak diobati jarang: tingkat pemulihan median adalah 5% (rentang 0-31o/o) dan tingkat perbaikan dan39o/o (rentang 8-630/o). Hasil akan lebik buruk bila pasien dengan latar belakang gangguan psikiatri
dan kondisi gejala yang berlanjut tanpa ditangani secara medis ,Keluhan berkurang pada > 50 % kasus Penyembuhan total dalam 1 tahun terjadi pada22 - 60 o/o kasus.2'3
UNII YANG MENANGANI . RS pendidikan : Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam . RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNII IERKAIT
.
RS
pendidikan
.
RS
non pendidikan : -
:
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
REFERENSI
I
Mudjoddid
2.
Bleijenberg G.Chronic Fotigue Syndrome. In: Longo Fouci Kosper, Horrison's principles of internol medicine l8rh edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.
3. 4. 5.
Ferri Fred F.
E, Shotri H. Sindrom Leloh Kronik. dolom: Sudoyo,Setiyohodi, Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jokorto. lnterno Publishing. 201 1.
Chronic Fotigue Syndome. ln: Ferri's Clinicol Advisor 2008, lOth ed. Mosby. 2008.
CDC (http://vwvw.cdc.gov/cfs/generol/index.html) Fernondez AA, Mortin AP, Mortinez Ml, Bustillo MA, Hern6ndez FJB, Lobrodo JC, et ol. Pefros RD, Chronic fotigue syndrome: oetiology, diognosis ond treotment. BMC Psychioiry.2009:9 (Suppl
l):Sl
6.
White PD, Goldsmith KA, Johnson AL, Potts L, Wolwyn R, DeCesore JC, et ol. Comporison of odoptive pocing theropy, cognitive behoviour theropy, groded exercise theropy, ond speciolist medicol core for chronic fotigue syndrome (PACE): o rondomised triol. Loncet.20lI Morch s: 377 197 68): 823-€36..
699
SI DROM
PERVENT IASI
PENGERIIAN
Hiperventilasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi ventilasi berlebihan yang mengakibatkan menurunnya PaCO r.l'2 Ketika hiperventilasi berlangsung lama (kronis) atau terjadi episode berulang dan berkaitan dengan gejala somatik (respirasi, neurologis, intestinal) ataupun psikologis fansietas), maka kumpulan gejala ini dinamakan sindrom hiperventilasi (SH). Etiologi dan mekanisme terjadinya hiperventilasi belum diketahui dengan jelas, namun SH erat kaitannya dengan gangguan panik (panic disorder), karena sebagian besar pasien menunjukkan
karakteristik dari kedua kelainan tersebut namun tidak ditemukan kelainan organik pada keduanya.t'o Pada level fisiologis, hiperventilasi murni merupakan gangguan pernapasan. Hal
ini hampir tidak pernah menjadi masalah hingga saatnya bermanifestasi sebagai gejala menjadi kunci penting dalam memahami mengapa hiperventilasi menjadi masalah besar bagi sebagian pasien. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencari faktor pencetus terjadinya SH pada pasien.s
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis Cari faktor pencetus :s'5
7.
Fisiologis: setelah berolahraga, nyeri. dispnea, pireksia, efek progesteron pada wanita hamil
2.
Organik: asma, pireksia, obat/alkohol, hipertiroid, gagal jantung, emboli paru,
hipertensi pulmonal, alveolitis fibrosa, gangguan metabolik (contoh: diabetes ketoasidosis), dll
3.
Psikogenik: pura-pura, depresi/ansietas, gangguan panik, fobia
Gomboron
1.
Klinis6
Kesulitan bernapas intermiten yang bersifat episodik dan tidak berkaitan dengan olahraga, meskipun dapat diperburuk dengan olahraga.
2.
Dapat berkaitan dengan gejala alkalosis respiratorik, seperti kebas/mati rasa (numbness), kesemutan pada daerah ekstremitas (tingling of the extremities), perasaan 'kiamat sudah dekat', dan rasa melayang (light-headedness), biasanya
3. 4.
sampai hilang kesadaran [vasokonstriksi serebral karena hipokapnia). Sensasi tidak dapat bernapas dengan lega. Tidak ada riwayat sugestif gangguan pernapasan sebelumnya, meskipun terkadang juga dapat ada.
5. 6.
Riwayat stres dalam kehidupan pasien. Episode sebelumnya.
Pemeriksoon Penunjong2
. .
Saturasi oksigen SaO, Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap, Elisa
D-dimer
. . . . .
Analisa gas darah (AGDJ, K, Na,
Ca
Foto toraks, EKG (interval QT memanjang, ST depresi atau elevasi, gelombang T inversi), sesuai diagnosis banding
Hormon paratiroid
V/Q scan, computed tomography pulmonary ongrcgram .Sfress analyzer
/
Heart rate voriability untuk menilai vegetative imbalance
Krilerio Diognosis6 Untuk menegakkan diagnosis SH, pada dasarnya menggunakan kriteria diagnosis ekslusi namun tetap diperlukan pemeriksaan penunjang tambahan lain, antara lain:6
1. 2.
Tidak ditemukannya etiologi kardiak pada kesulitan bernapas
Tidak ditemukannya etiologi respirasi pada kesulitan bernapas ffungsi paru normal, rontgen thorax paru normal, dan SaO, normal dalam keadaan istirahat maupun olahraga)
3. Pola napas ireguler dalam keadaan istirahat maupun olahraga 4. Tidak ada bukti adanya hipertensi pulmonal 5. Tidak ada bukti yang cukup kuat untuk menegakkan emboli paru 6. Tidak ada bukti hipertiroidisme 7. PaCO, rendah, pH meningkat pada AGD fdan gradien A-a normal) 8. Tidak ditemukannya asidosis metabolik pada AGD (contoh:
ketoasidosis,
laktoasidosisJ
9.
Masalah psikologis yang belum sembuh, atau fobia sosial/agorafobia
Selain itu, juga dapat digunakan skoring hiperventilasi Nijmegen Tobel
l.
Skoring Hipervenlilosi Nijmegen6
Kelerongon: Formulir in diisi oleh posien, don niloi>22 sugestif ke oroh
SH
DIAGNOSIS BANDING Sangat penting untuk menyingkirkan penyebab patologis yaitu
:6
7. Penyakit paru interstitial dengan rontgen thorax normal ) pertimbangkan CT scan 2. Asma ringan dengan fungsi paru normal ) pertimbangkan monitoring peak 3.
expiratory flow rate [PEFR), provokasi olahraga, atau tes provokasi bronkus Hipertensi pulmonal / penyakittromboembolus ) pertimbangkan ekhokardiografi atau CT pulmonary angiogram ICTPA)
4.
Hipertiroidisme
5.
Asidosis yang tidak terduga: misalnya pada gagal ginjal, laktoasidosis, ketoasidosis
TATALAKSANA2,6,7
Pada penatalaksanaan pada pasien dengan SH, sangat penting untuk tidak melupakan gejala pasien hanya karena beranggapan "ini hanya pikiran saja". Pasien
memiliki gejala, yang membutuhkan penjelasan sebenarnya. Belum ada rekomendasi untuk manajemen pada pasien SH, namun sebagian besar klinisi akan memberikan penjelasan berdasarkan sensasi napas berlebihan yang diperburuk dengan ansietas. Rekomendasi lama untuk bernapas di dalam paper bag belum sepenuhnya terbukti dan tidak praktis, Penjelasan dengan hati-hati mungkin dirasakan cukup, atau dapat
digunakan anxiolitik jangka pendek (contoh: diazepam
2
x2-5 mg/hari). Penanganan
dari bagian psikologis atau fisioterapi untuk latihan pernapasan mungkin dibutuhkan
untuk mengontrol gejala. Apabila pasien gagal merespon, selalu pikirkan penyakit yang menyertai.
KOMPI.IKASI Sesuai dengan penyakit organik yang menyertai.
PROGNOSI54-6 Baik pada serangan akut. Pada kasus kronik,650/o mengalami perbaikan dan260/o
keluhannya hilang dalam 7 tahun. Sindrom ini sangat jarang menyebabkan kematian, UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UN!T IERKAIT
o .
f,$ pendidikan RS non
DMsi Pulmonologi, DMsi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam
pendidikan
REFERENSI
l.
McConville J, Solwoy J. Chopter 264: Disorders of Ventilotion. ln: Longo D, Fouci A, Kosper D, et ol. Horrison's Principles of lnternol Medicine. 18th ed. New York: McGrow-Hill. 2011.
2.
Mudjoddid E, Putronto R, Shotri H. Sindrom Hiperventilosi. ln: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, SetiotiS. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokortq: Interno Publishing; 2009.p. 2130-32.
3.
Molmberg L, Tomminen K, Sovijorvi A. Orthostotic increose of respirotory gos exchonge in hyperventilotion syndrome. Thorox 2000;55:295-30 L Cowley DS, Roy-Byrne PP. Hyperventilotion ond ponic disorder. Am J Med 1987:83t929-37.
4. 5.
Gordner W. The Pothophysiology of Hyperventilotion Disorders. Chest 1995;109;5,)6-534. DOI I 0.1
378/chest .109 .2.51 6
703
6.
Chopmon S, Robinson G, Strodling J, et ol. Chopter 29: Hyperventilotion Syndrome. Oxford Hondbook of Respirotory Medicine. 2"d Ed. Oxford University Press. 201 I
7.
Kern B. Hyperventilotion Syndrome. Emedicine(seriol online) lost
Jun 2) Avoiloble from:
8.
704
URL:
updotes April 2012 (cited
2012,
http://www.emedicine.com.
Meuret AE, RitzT. Hyperventilotion in Ponic Disorder ond Asthmo: Empiricol Evidence ond Clinicol Skotegies. Int J Psychophysiol. 201 0 October; 7811]l: 68-79.
PENGELOLAAN PAL AT F PA A
PENY KTKRO
S
PENGERTIAN
Organisasi kesehatan dunia, World Heolth Organization (WHOJ mendefinisikan palliative care sebagai suatu intervensi yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya yang sedang mengalami pengalaman penyakit yang berat. Tujuan
intervensi ini adalah mengurangi keluhan nyeri dan gejala lain termasuk dukungan psikososial dan spiritiual. Karakteristik penyakit kronis adalah perjalanan penyakit yang fluktuatif dengan prognosis yang kadang tidak jelas. Menurut Centers for Disease Control, yang termasuk penyakit kronis adalah heart disease, stroke, kankeri diabetes dan arthritis. Klasifikasi lain penyakit kronis adalah depresi, diabetes, penyakit paru
obstruksi kronis,gagal ginjal kronis dan HIV/AIDS. Penyakit kronis menyebabkan kecacatan dan kematian utama di Amerika serikat.
Murray dkk menyatakan bahwa pengelolaan pasien dengan penyakit kronis progresif sering terlupakan aspek paliatif sehingga pengelolaan pasien tidak holistik. Beberapa studi menunlukkan bahwa pasien dengan penyakit kronis non kanker menunjukkan penderitaan yang lebih berat dalam hal nyen dan kualitas hidup dibanding pasien kanker yang penilaiannya lebih baik. Pengelolaan paliatif dapat digunakan sebagai model pelayanan kesehatan pasien penyakit kronis termasuk kankerl sejak pasie terdiagnosis dan bukan saat pasien menjelang fase terminal.
Kementerian kesehatan telah mengeluarkan surat keputusan menteri yang menegaskan bahwa seluruh rumah sakit diharapkan dapat menerapkan model pelayanan paliatif bagi pasiennya. (SK Menkes Nomor: 812/Menkes/SK/Vll/2007)
RUANG TINGKUP
1. 2. 3.
lnisiasi diskusi tentang paliatif Penapisan dan penilaian paliatif (lihat lampiran) serta tujuan pengelolaan Pengelolaan aspek fisik, seperti
'
:
Nyeri
Oo om
. . . . . . . . . . . 4. 5. 6. 7. 8.
Ansietas dan depresi
Anoreksia dan kaheksia Konstipasi
Delirium Diare Sesak nafas
Fatik Gastroesophageal reflux disease
Hypodermoclysis Malignant ascites and pleural effustons Mual dan muntah
Pengelolaan aspek psikis : ansietas, depresi (lihat ansietas, depresi) Pengelolaan aspek kultural, psikologi, sosial, spiritual, religious, etika, dan legal Hospis dan Rawatan rumah (Home care)
Konsultasi dan rujukan ke spesialis Pengelolaan fase
kritis (last day) dan masa duka cita
PENGETOTAAN (Berdosorkon Rekomendosi Americon Physicions,2008)
College of
Rekomendasi 1: Setiap pasien rawat inap dengan penyakit serius/berat pada fase terminal, maka dokter harus secara reguler menilai adanya nyeri, sesak nafas, dan depresi.
Recomendasi
2:
Setiap pasien dengan penyakit berat pada fase terminal, dokter
harus melakukan pengelolaan nyeri dengan baik. Pada pasien kanker dapat antiinflammatory, opioid, dan bisphosphonate. Recomendasi 3: Setiap pasien dengan penyakit berat pada fase terminal , dokter harus dapat mengelola keluhan sesak napas dengan baik termasuk menggunakan opioid pada pasien yang tidak perbaikan dengan terapi standar dan pemberian oksigen jangka pendek bila terjadi hipoksemia Recomendasi 4: Setiap pasien dengan penyakit berat pada fase terminal, dokter harus mengelola depresi dengan efektif, termasuk pasienkanker dengan trsiklik antidepresan, selective serotonin reuptake inhibitors [SSRI), atau psikoterapi Recomendasi 5: Para klinisi harus memastikan perencanaan lanjut (advance care planning) pada setiap pasien penyakit berat.
706
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
: Divisi Psikosomatik - Departemen Penyakit Dalam
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
.
RS non
pendidikan pendidikan
:
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
:-
REFERENS!
1.
Efflong A Effiong Al. Polliotive core for the monogement of chronic illness: o systemoiic review study protocol. BMJ Open. 2012:2(3)
2. 3.
Keputuson Menteri Kesehoton Rl No 812 Menkes/Vll/ 2007 tentong kebijokon perowoton poliotif
Qoseem A, Snow V, Shekelle P, Cosey Jr DE., Cross Jr JT., Owens DK, for the Clinicol Efflcocy Assessment Subcommittee of the Americon College of Physicions. Evidence-Bosed Interventions to lmprove the Polliotive Core of Poin, Dyspneo, ond Depression of the End of Life:A Clinicol Proctice Guideline from the Americon College of Physicions. Ann lntern Med Jonuory I 5, 2008 1 48:1 41-1 46
4.
core with potients. ACP-ASIM End-of-Life Core Consensus Ponel. Americon College of Physicions-Americon Society of Internol Medicine. Ann Intern Med. 1999 Moy 4:13Ol9l:744-9.
5.
Beynon T, Hodson F,Coody K, Kinirons K, Selmon L, Higginson l. Provision of polliotive core for chronic heort foilure inpotients: how much do we need? BMC Polliot Core. 2009; 8: 8.
Lo B, Quill T, Tulsky J. Discussing polliotive
707
Lampiran. Penapisan pasien paliatif
Tabel 1. PENAPISAN PASIEN PALLIATIVE CARE Kriteria
1.
-
Silakan membuat skor bila anda akan menetukan pasien dalam kriteria paliatif
Penyokit Dosar
a b c
SKORING
d e
Kanker(Metastatis/Rekuren) lanjut Stroke (dengan penurunan
PPOK
- ie
skor 2, Tiop poin
CHF,
f
Hrv/ArDs
d e
Gagal Jantung Kongestif
Penyokit Ko Morbiditas
a b c 3.
Penyakit Jantung Berat
severe CAD, CM (LVEF < 25%)
fungsional > 50%) 2
Penyakit Ginjal Kronis
Skor 7, poin
Penyakit hati Kronis Penyakit Ginjal Moderat PPOK
Kondisi/Komplikasi lain
Moderat
Stotus Fungsionol Posien
skot spesilik
dibowoh ini
Menggunakan status Performa ECOG (Eastern Cooperative oncology Group) ECOG
Dera
iat
Skala
0
Aktif penuh, dapat melakukan kegiatan tanpa hambatan seperti
1
Terdapat hambatan dalam aktifitas berat tetapi dapat melakukan pekerjaan ringan seperti pekerjaan rumah dan kantor yang ringan,
sebelum ada penyakit
I
Skor 0
2
rawat jalan rawat jalan, dapat mengurus diri sendiri, tetapi tidak dapat melakukan semua aktifitas ,lebih dari 50% jam bangun
3
Dapat mengurus diri sendiri secara terbatas; lebih banyak
4
Tidak dapat mengurus diri sendiri, sebagian besar waktu di tempat
Skor 0
Skor 1
waktunya di tempat tidur atau dikursi roda dengan wakti
Skor 2
tidur, kondisi berat/cacat 4.
Skor 3
Kriteria Loin yong peilu dipertimbongkon
skot 7 untuk tiop kondisi
Pasien:
a b c d e f
Tidak akan menjalani pengobatan kuratif Kondisi penyakit berat dan memilih untuk tidak melanjutkan
Memiliki keluhan yang tidak terkontrol (contoh; mual dan muntah) Memiliki kondisi psikososial dan spiritual yang perlu perhatian Sering berkunjung ke unit gawat darurat/dirawat di rumah sakit (lebih dari untuk diagnosis yang sama
g h i j
terapi
Nyeri tidak teratasi lebih dari 24 jam
1.
kali /bulan
)
Lebih dari satu kali untuk diagnosis yang sama dalam 30 hari
Memiliki lama perawatan tanpa kemajuan yang bermakna Lama rawat yang panjang di lcU tanpa kemajuan
Memiliki prognosrs yang
jelek TOTAL Skor
TOTALSKoR
=3
Obseruasi
TOTAL SKOR = >
708
4 Perlu Konsultasi Paliatif
PE
II[1[ S[ [[]t
I t[[ Gtl UP nflll
PAA P AKTK KS
A1[
Ac ut e Respirotory Disfress Bronkiektosis..............
Emboli Poru.......... Flu Burung Gogol Nopos........... Mosso Mediostinum Penyokit Poru Kerjo Penyokit Poru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyokit Pleuro Pneumonio Atipik..... Pneumonio Didopot Di Ru okit Pneumonio Didopot Di Mosyoro Sindrom Veno Kovo Superior Keloinon Nopos Soot Tidur p (S/eep-Diso rdere d Breothing / Tuberkulosis Poru Tumor Poru
)r. -il
l
)
l
ACUTE RESP'R ATORY D'STRESS SYNDROME
PENGERTIAN Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu kondisi ketika paru
mengalami jejas berat yang tersebar, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk mengambil oksigen. Rendahnya kadar oksigen dalam darah dan ketidakmampuan
untuk mengambil oksigen pada tingkat normal merupakan gejala khas ARDS. Jejas paru akut (acute lung injury/ALI) merupakan istilah baru yang saat ini digunakan, yang meliputi ARDS dan juga jejas paru yang lebih ringan. Penyakit yang dapat menyebabkan ARDS banyak sekali, dan dapat merusak organ lain selain paru, namun
jejas paru biasanya mendominasi gambaran klinis.l Gangguan klinis yang umumnya berkaitan dengan ARDS dapat dilihat pada tabel
L.
Tobel 1. Gongguon Klinis yong Umumnyo Berkoiton dengon
ARDS2
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr,2
Identifikasi penyakit yang mendasari: sepsis, pneumonia, aspirasi isi lambung, pankreatitis, transfusi darah, atau trauma berat
Pemeriksoon
.
Fisikr.2
Demam, takipneu, takikardi, ronki difus
Pemeriksoon Penunjongt.2 . Laboratorium: darah perifer lengkap, analisa gas darah, elektrolit, plasma brain n atriuretic p e ptid e (BNP)
. .
EKG, ekokardiografi
Radiologis: foto toraks menunjukkan infiltrat bilateral yang konsisten dengan edema paru, CT scan tidak rutin dilakukan
Kriteria diagnosis ALI dan ARDS dapat dilihat pada tabel Tobel 2. Kriterio Diognosis AU don
ALI
ARDS'?
<'l 8
Akut
:
2.
Hg
mmHg
Keterongon: ALI = oc ufe lung injury: ARDS = oc ule respirolory disfress syndrome; porsiol O, orleri; PCwP = pulmonory copiliory wedge pressure
FIO-
= persenlose inspirosi Or; PoO, = tekonon
Pendekoton Diognosis',2 . Pendekatan umum - ALI/ARDS merupakan suatu diagnosis eksklusi; sehingga sebaiknya penegakan diagnosis dilakukan setelah penyebab infiltrat bilateral akut, hipoksemia berat, dan distres pernapasan lain telah disingkirkan.
.
Edema paru kardiogenik adalah satu penyakit yang harus selalu disingkirkan,
karena sering terjadi dan seringkali sulit dibedakan secara klinis. Setelah edema
paru kardiogenik disingkirkan, pertimbangan Iainnya termasuk pneumonia, perdarahan alveolar difus, pneumonia eosinofilik idiopatik akut, cryptogenic org an izing pneumonia (COP), pneumonia interstitial akut fHamman-Rich syndrome), dan kanker progresif. Untuk menyingkirkan diagnosis edema paru kardiogenik
Dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu plasma ekokardiografi, dan kateterisasi jantung kanan.
.
-
BNP,
Menyingkirkan penyebab gagal napas lainnya - Apabila penyakit tersebut tidak bisa disingkirkan berdasarkan gambaran klinis dan tanda dan gejala yang menyertai, pemeriksaan diagnostik tambahan (mis. bronkoskopi) sebaiknya dilakukan. Biopsi paru sebaiknya dilakukan pada beberapa pasien dengan etiologi gagal napas akut yang masih belum pasti setelah bronkoskopi nondiagnostik dan
pada pasien yang memiliki kemungkinan diagnosis: perdarahan alveolar difus, COP,
.
metastasis kankeS vaskulitis, atau penyakit paru difus yang tidak terdiagnosis.
Diagnosis akhir - ALI/ARDS ditegakkan setelah semua diagnosis banding disingkirkan.
DIAGNOSIS BANDING Edema paru kardiogenik, pneumonia difus, perdarahan alveolar, penyakit paru interstitial akut [misalnya pneumonitis interstitial akut), jejas imunologis akut (mis. pneumonitis hipersensitivitas), jejas toksin (mis. pneumonitis radiasiJ, dan edema paru neurogenik.2
TATA[AKSANA',2
.
Prinsip umum: [1) identifikasi dan tatalaksana penyakitprimer dan kelainan bedah (mis. sepsis, aspirasi, traumaJ; (2) meminimalisir tindakan dan komplikasinya; (3J profilaksis terhadap tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna, aspirasi, sedasi berlebihan, dan infeksi kateter vena sentral; [4) identifikasi infeksi nosokomial; dan (5) nutrisi adekuat.
.
Dukungan ventilasi mekanik : tidal volum rendah, kurangi tekanan pengisian atrium kiri
.
)
lebih lengkap lihat pada bab Ventilasi Mekanik
Kebutuhan cairan : restriksi cairan dan diuretik digunakan untuk mengurangi tekanan pengisian atrium kiri, monitor tanda hipotensi dan hipoperfusi organ seperti ginjal
.
Glukokortikoid: beberapa studi menunjukkan adanya penurunan mortalitas dan perbaikan prognosis pada pemberian kortikosteroid dosis rendah.3'a
KOMPTIKASI Fibrosis paru, pneumotoraks, emboli paru, infeksi akibat pemasangan ventilator.2-a
PROGNOSIS Mortalitas diperkirakan26-44o/o. Pasien usia >75 tahun memiliki mortalitas lebih
tinggi (-600lo) dibandingkan dengan <45 tahun (-20o7o1.',0 UNIT YANG MENANGAN!
. .
Pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNII TERKAII
. .
/
Radiodiagnostik, Patologi Klinik
RS
Pendidikan
Departemen Radiologi
RS
non Pendidikan
Bagian Patologi Klinik, Radiologi
REFERENSI
712
l.
Hudson LD. Acute Respirotory Distress Syndrome. ln : Schrougnogel DE. Breothing in Americo Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society. 2010. Hol l5-24.
2.
Choi AMK, Levy BD. Acute Respirotory Distress Syndrome. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rhEdition. New York, McGrow-Nll. 201 2.
3.
Tong BMP, Croig JC, Eslick GD, Seppelt l, Mcleon AS. Use of corticosteroids in ocute lung injury ond ocute respirotory distress syndrome: A systemotic review ond meto-onolysis. Crit Core Med 2009 Vol. 37. No. 5
4.
Amin Z. Sindrom Gongguon Respirosi Akut (ARDS). Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
:
BRONK EKTAS
S
PENGERTIAN
Dilatasi jalan napas yang ireversibel dan melibatkan paru-paru lokal atau difus, dengan gambaran pelebaran alveoli dapat berupa silindris atau tubular, varicose, atau kistik. Etiologi bronkiektasis pada banyak kasus tidak diketahui, kemungkinan penyebabnya dapat dilihat di tabel 1 Tobel
l.
:1
Etiologi Bronkieklosisr.2
Fokol
podo tidok tumor Difus
mikobokterium non tuberkulosis lMycobocteriu m ovium lnfeksi
inlrocellulore complex (MAC)
l
lopongon bowoh pqru
menelon don kekuoton neuromuskulor
Tes fungsi
PENDEKATAN DIAGNOS!S
Anomnesis Pada pasien bronkiektasis dapat ditemukan riwayat batuk produktif persisten dengan sputum yang purulen [jika ada infeksi sekunderJ atau mukoid (jika tidak ada infeksi sekunder) dengan jumlah banyak terutama pada pagi hari sesudah perubahan
posisi tidur. Bau mulut yang tidak sedap (fetor ex oreJ ditemukan jika ada infeksi sekunder. Batuk darah, sesak napas, demam berulang dapat dikeluhkan pasien.l-3 Pada kasus bronkiektasis harus dicari kemungkinan penyebab seperti kelainan kongenital, aspirasi cairan lambung, riwayat infeksi saluran napas bawah yang disebabkan bakteri atau virus pneumonia, pertusis, atau tuberkulosis, kelainan imunitas seperti pada
tabel 1. Pada orang dewasa jika tidak ditemukan penyebab bronkiektasis, riwayat asma harus ditanyakan.a
Bronkiektasis harus dicurigai jika ada gejala:a
.
Batuk produktif persisten, terutama jika ada satu dari kriteria di bawah ini
o o o o o o . .
Usia muda Riwayat keluhan selama beberapa tahun
Tidak ada riwayat merokok Jumlah sputum yang banyak dan purulen setiap hari Batuk darah Pada sputum ditemukan kolonisasi
P.
aeruginosa
Batuk darah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya atau batuk tidak produktif Pasien yang dicurigai mempunyai Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat
terjadi pula bronkiektasis, dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan jika o penyembuhan infeksi saluran napas bawah yang lambat
o o
:
eksaserbasi rekuren
tidak ada riwayat merokok
Pemeriksoon fisik Pada kasus bronkiektasis dapat ditemukan sianosis, retraksi dinding dada dan
berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena disertai pergeseran mediastinum
akibat bagian paru yang terkena luas, ronki, mengi, jari tabuh, serta dapat disertai demam. 1 Pada kasus berat dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun gagal jantung kanan,
714
Sindrom kartagener terdiri atas gejala: bronkiektasis kongenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil, situs invertus, sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya
sinus frontalis.
Pemeriksoon Penunjong r,2,5 . Pemeriksaan sputum: kultur dan uji sensitivitas antibiotik. Untuk memperbesar kemungkinan menemukan kuman H.influenzae dan S. pneumonia, spesimen hendaknya diperiksa di laboratorium dalam waktu 3 jam setelah spesimen didapatkan.3
. . .
Imunoglobulin serum (lg G, Ig A, Ig M) dan elektroforesis serum : sesuai indikasi Ig E serum, tes skfn prick : untuk mencari kemungkinan aspergilus Bronkoskopi dilakukan bila:a
o o o
Pada kasus kelainan lokal : untuk menyingkirkan adanya obstruksi proksimal
Pemeriksaan sputum negatif dan tidak membaik dengan pengobatan f
ika pada pemeriksaan HRCT
(hrgrh
-resolution
CT
scanning) dicurigai adanya
infeksi mikobakterium atipikal dan kultur sputum yang negatif.
o
.
.
Bronkoskopi saluran napas bawah dengan pengambilan sampel, tidak dianjurkan dilakukan secara rutin pada pasien dengan bronkiektasis. Pemeriksaan fungsi silia :a o Dilakukan jika ada riwayat kelainan kronik pada saluran napas atas, otitis media, atau adanya riwayat otitis media kronik saat anak-anak, bronkiektasis di lobus medius, infertilitas, atau dekstrokardia. o Tes sakarin dan/atau NO ekspirasi dari hidung dapat digunakan untuk menyingkirkan kelainan yang tidak membutuhkan pemeriksaan fungsi silia. Rontgen thoraks : dapat menunjukkan tram trackyang menandakan adanya dilatasi jalannapas,gambaransaranglebah,kista-kistakecildengan airfluidlevel(1.3o/o),
bercak-bercak pneumonia, fibrosis, kolaps, bahkan dapat menunjukkan gambaran
paru normal
.
(7o/o).3
Pemeriksaan Faal paru:
o o o
3
Tergantung pada luas dan beratnya penyakit Bronkiektasis ringan : fungsi ventilasi masih normal Keadaan berat dan difus: VC (vital capacity) danFEYT (forced expiratory volume
in L s) cenderung menurun karena obstruksi aliran udara pernapasan.
.
toraks: lebih spesifik untuk bronkiektasis. Bronkiektasis pada CT scan toraks dapat menunjukkan adanya dilatasi jalan napas (tram track atau signet ring yang merupakan area cro.s.s sectional dengan diameter minimal 1,5 kali dari CT scan
715
pembuluh darah sekitarnyaJ, tidak adanya bronchial tapering ftermasuk adanya struktur tubular 1 cm dari permukaan pleura), penebalan dinding bronkus, fhe "tree-in-bud" pattern, serta adanya kista yang berasal dari d inding bronkus (cystic bronchiectasis) Tobel 2. Jenis Pemeriksoon Fungsi Poru Yong Horus Dilokukon Podo Orong Dewoso
FVC, FEVI
4 koil
4
dolom seiohun
Volume poru, gos tronsfer
ontibiotik introveno Antibiotik orol otou nebulisosi
Pemeriksaan untuk menyingkirkan cystic fibrosis dilakukan terutama pada . Usia > 40 tahun dan tidak ditemukan penyebabnya
. . . . . .
:a
Ditemukannya S.aureus persisten pada sputum Adanya malabsorbsi
Infertilitas primer pada laki-laki Bronkiektasis pada lobus atas Riwayat steatorrhoea padaanak-anak Penapisan (screening) mencakup pemeriksaan kadar klorida pada keringat dan CFTR
genetic mutation analysis.
Bronkiektosis koreno infeksi mikoboklerium non tuberkulosisl Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
yaitu:
.
Pemeriksaan kultur sputum minimal 2 menunjukkan hasil positif dengan minimal 1 pemeriksaan BAL (bronchoalveolar lavage] cairan sampel
.
positif pada kultur.
Atau pemeriksaan kultur sputum atau cairan pleura minimal L hasil positif disertai sampel biopsi histopatologik menunjukkan adanya mikobakterium non tuberculosis [granuloma atau pewarnaan asam-basa positif].
DIAGNOSIS BANDING3 . Bronkitis kronik . Tuberkulosis paru
o
Abses paru
a
Karsinoma paru, adenoma paru
a
Fistula bronkopleural dengan empiema
IATALAKSANA'2
. .
Mengontrol infeksi dan meningkatkan sekresi sputum dan higienitas bronkus untuk menurunkan jumlah mikroba dalam jalan napas dan risiko infeksi berulang Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien :3
o o o .
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering Menghentikan merokok Mencegah/meghindari debu, asap
Memperbaiki drainase sekret bronkus dan menjaga higienitas bronkus3
o
Drainase postural: dikerjakan 10-20
menit2-4kali setiap hari, atau sampai
sputum tidak keluar lagi, dibantu dengan memberikan tepukan pada punggung pasren.
o
Mencairkan sputum yang kental: hidrasi, mukolitik, inhalasi uap air panas/ dingin
o o
Mengatur posisi tempat tidur pasien Nebulisasi dengan bronkodilator dan cairan hiperosmolar (saline hipertonik):
Ketika nebulisasi dengan cairan saline hipertonik, sebelumnya diberikan bronkodilator pada pasien yang mempunyai hipereaktivitas bronkus. Sebelum dan 5 menit setelah dilakukan nebulisasi, FEVL atau PEF harus diperiksa untuk
menilai adanya bronkokonstriksi.a-5
o
Fisioterapidada:drainaseposturaf chestflapping,oscillatorypositiveexpiratory
flutter valve, atau high-frequency chest wall oscillation vest. o Sebelum dilakukan fisioterapi dapat diberikan nebulisasi dengan B2 agonis untuk meningkatkan pengeluaran sputum.3 o Setiap 3 bulan harus dinilai keefektifan terapi. Latihan rehabilitasi paru o Jika ada kesulitan bernapas ketika melakukan aktivitas sehari-hari o Latihan kekuatan otot pernapasan Antiinflamasi o Glukokortikoid oral/sistemik: jika disebabkan ABPA, kondisi autoimun pressure
. .
o
Glukokortikoid inhalasi: tidak dianjurkan secara rutin, kecuali pada pasien asma.a'6
717
o
Anti jamur
o a
Jika disebabkan ABPA: itrakonazol
Antibiotik
o
Eksaserbasi akut: patogen terduga paling sering adalah Haemophilus influenzae
dan P. aeruginosa. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari.
o
Pada kasus infeksi MAC dan HIV negatif : makrolid dengan rifampisin dan
etambutol
o
Kombinasi antibiotik tidak diberikan jika infeksi disebabkan H. influenza, Moraxella catarhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia.
o
P.aeruginosa yang sensitif terhadap siprofloksasin dapat diberikan siprofloksasin secara oral sebagai antibiotik lini pertama, dan diganti ke intravena jika tidak membaik.
o
Nebulisasi dengan antibiotik: jika eksaserbasi > 3 kali setahun atau episode eksaserbasi yang jarang tetapi diperkirakan menyebabkan morbiditas yang signifikan. Antibiotik drsesuaikan dengan hasil kultur sensitivitas.a
a
Operasi
o o
:3'a'6
Tujuan : mengangkat/reseksi segmen atau lobus paru yang terkena
Indikasi
-
:
Bronkiektasis terbatas dan dapat tereseksi, yang tidak berespon terhadap
tindakan-tindakan konservati f yan g adekuat
-
Bronkiektasis terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari derah tersebut.
o
Kontraindikasi:
-
Bronkiektasis berat Bronkiektasis dengan komplikasi kor pulmonal kronik dekompensata
o
fenis operasi: elektif dan paliatif (pada keadaan gawat darurat dan tidak terdapat kontraind i kasi)
o
Persiapan operasi:
a
Bronkiektasis dengan PPOK (penyakit paru obstruksi kronikJ
Pemeriksaan faal paru : spirometri, analisa gas darah, bronkospirometri CT scan atau USG
Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi Memperbaiki keadaan umum paslen
Ventilasi non-invasif::r
o
Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gagal napas kronik akibat bronkiektasis
718
a
Pada kasus refrakter:
o o a
Operasi dengan reseksi bagian paru yang mengalami supurasi.
Transplantasi paru: sesuai indikasi
Pada kasus eksaserbasi (3 episode dalam setahun)
o o o o
:
Antibiotik oral: siprofloksasin selama 1-2 minggu/bulan Merotasi jadwal pemberian antibiotik untuk menurunkan risiko resistensi Makrolid setiap hari atau 3 kali seminggu Inhalasi antibiotik: tobramycin inhqlation solution (fOBI) dengan jadwal rotasi 30 hari pemakaian, 30 hari penghentian
o
Antibiotik intravena intermiten: pada kasus bronkiektasis berat dan/atau resistensi kuman.
KOMPTIKASI Perdarahan sampai hemoptisis masif karena kerusakan mukosa pembuluh darah
akibat infeksi berulang. Resistensi terhadap antibiotik karena infeksi berat, berulang, atau pemakaian antibiotik terlalu sering.l Pneumonia dengan/atau tanpa atelektasis,
pleuritis, efusi pleura atau empiema, abses metastasis di otak, hemoptisis, sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan, amiloidosis.3'6 PROGNOSIS Prognosis tergantung etiologi penyebab dan frekuensi eksaserbasi. FEVl menurun 50-55 ml/tahun, sedangkan pada orang sehat 20-30 ml/tahun. Risiko infeksi berulang dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi pada kasus infeksi pernapasan kronik
(seperti influenza, pneumokokus).1 Pada kasus berat dan tidak diobati lama harapan
hidup <5-15 tahun. Penyebab kematian dikarenakan pneumonia, empiema, gagal jantung kanan, hemoptisis,3'6 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi
UN!T TERKAII
.
RS
Pendidikan
Departemen Radiologi, Bedah/toraks, Departemen Rehabilitasi Medik
a
RS
non Pendidikan
Bagian Radiologi, Bedah
719
REFERENSI
l.
Boron R. Bronchiectosis ond Lung Abscess. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser Jomeson J, Loscolzo J, editors Horrison's principles of internol medicine. l8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l2.chopter 258.
S,
2.
lsemon M. Bronchiectosis. ln : Moson: Murroy & Nodel's Textbook of Respirotory Medicine, United Stotes of Americo : Sounders 2005. chopter 39.
3.
Rohmotulloh P. Bronkiektosis. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 2297-2304.
4.
720
4rh
ed.
Thorocic Society. BTS Guideline for non-CF Bronchiectosis A Quick Reference Guide.2Ol0. Diunduh dori www.brit-thorocic.org.uk podo tonggol 30 mei 2012. British
5.
O'Donnell A. Bronchiectosis. Chest 2008;,)34;815-823. Diunduh dori http://chestjournol.chestpubs. org/conient/l 341 4/B15.full.html podo tonggol 30 Mei 20l 2.
6.
Pronggono E. Mikobokteriosis Non-TB. Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
EMBOL PARU
PENGERIIAN Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada arteri pulmonalis paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan arteri pulmonalis,merupakankomplikasi DeepVeinThrombosis(DVT)yangumumnyaterjadi pada kaki atau panggul. Faktor predisposisi trombosis vena yaitu:1'2
.
Trias Virchow, yaitu
o
Stasis: Imobilitas, tirah baring, anestesi, gagal jantung kongestif/kor pulmonal,
trombosis vena sebelumnya
o
o . . .
Hiperkoagulabilitas: keganasan, antibodi antikardiolipin, sindrom nefrotik, trombositosis esensial, terapi estrogen, heparin-induced thrombocytopenia, inflammatory bowel disease, Paroxysmal nocturnal hemoglobinurr4 koagulasi intravaskular diseminata, defisiensi protein C dan S, defisiensi antitrombin III Kerusakan dinding pembuluh darah: trauma, pembedahan
Keganasan
Riwayat trombosis
Preparat estrogen
PENDEKATAN DIAGNOSIS Pada 50 Tobel
%o
kasus dapat asimptomatik
l. Anomnesis don Pemeriksoon
k
n
p
k
Fisik
podo Emboli
Porur'3
o
k
Pn
Pm HIns
Pemeriksoon Penunjong3 Laboratorium: DPL, hemostasis (PT aPTT INR, aktivitas protrombin, kadar fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA
. . . .
Urin lengkap Analisa gas darah/AGD: hipoksemia, alkalosis respiratorik D-dimer plasma: meningkat (sensitif, tidak spesifik). Bila > 500 ng/mL, dilanjutkan dengan pemeriksaan
.
Foto toraks: menyingkirkan penyebab lain berupa emboli paru infiltrat, efusi, atelektasis, gambaran khas emboli paru Hampton's sign,Westermark's sign, Palla's sign, pada sebagian kasus: tidak tampak kelainan
.
EKG:
terutama menyingkirkan penyakit lain, perubahan
gelombang T di V1
.
-
ST-T
tidak spesifik. Inversi
V4, kadang-kadang dijumpai RBBB, fibrilasi atrium. Dapat
dijumpai perubahan aksis tiba-tiba. Pada emboli paru masif dapat dijumpai RAD, P pulmonal, S1 Q3 T3 (Mcginn White Pattern). Ekokardiografi: jika terlihat adanya peningkatan tekanan atau volume ventrikel kanan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, maka dapat dicurigai adanya
.
emboli paru. Ekokardiografi trans esophageal mempunyai sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90 % untuk mendeteksi emboli paru proksimal. Ventilation/Perfusion Lung Scan: (sensitil tidak spesifik) o Pada emboli paru: kelainan perfusi tidak disertai kelainan ventilasi, atau kelainan perfusi lebih menonjol
o
Berdasarkan adanya, ukuran, dan hubungan defek ventilasi-perfusi, hasil
dibagi atas: high-probability lung scan, non-high probablity lung scan (= low dan intermediate probability lung scan), normal lung scan.
.
[ultrasonografi) tungkai. Indikasi: jika hasil scan menunjukkan non-high probablity lung scan, sedangkan
USG
o
klinis sangat mengarah ke emboli paru, mencari adanya trombosis vena dalam.
o
.
fika hasil scan adalah high-probability lung scan, atau USG kaki positif DVT: diterapi sebagai emboli paru. Angiografi pulmoner: baku emas. o Indikasi: hasil diagnostik lain tidak jelas, dan dibutuhkan diagnosis pasti (seperti pada pasien yang tidak stabil, atau yang memiliki risiko tinggi bila
diterapi antikoagulan atau trombolitik). Terdapat 2 cara penilaian klinis untuk memprediksi adanya emboli paru
722
:1
Tobel 2. Peniloion klinis Berdosorkon Skor Genevor Usio > 65
tohun
Kegonoson Botuk doroh Klinis
> 95 koli/menit
Kelerongon : Kemungkinon emboli poru
:
rendoh :skorO-3 sedong : skor 4-10
tinggi :skor)ll
DIAGNOSIS BANDING Pneumonia, bronkitis, asma bronkial, bronkitis kronis eksaserbasi akut, infark miokard, sindrom koroner akut, edema paru, kanker paru, pneumotoraks, kostokondritis, aorta dissekans, tamponade, fraktur iga, hipertensi pulmoner primer; nyeri muskukoskeletal, ansietas.2
723
Risiko tinggi suspek emboli poru dengon hipolensi oiou renjoton
CT
scon segero
Tidok tersedio
Tersedio
Ekokordiogrof: overlood ventrikel konon
Tidok
CT scon tersedio don posien stobil
Yo
CT
scon
Nego'lif
Positif
Cori penyebob loin
Pemeriksoon oin
tidok tersedio don posien tidok stobil
Cori penyebob oin
Teropi embo i poru Pertimbongkon trombolisis otou embolektomi
Gombor l. Algorilmo Pendekolon Diognosis Berisiko Tinggi Emboli Poru dengon Gongguon Hemodinomikt Risiko rendoh suspek emboli poru
tonpo hipotensi otou renjoton
Menentukon kemungkinon klinis emboli poru
Kemungkinon
Kemungkinon
emboli poru rendoh
emboli poru tinggi
Pemeriksoon D-dimer
Negotif
Positif
Tido k
Mulfidetector
diieropi
CT
Tidok odo
emboli poru
Tidok
diteropi
Multidetector
scon
CT
Ado embo i poru
Teropi
Tidok odo embo i poru
Tidok diteropi otou
pemeriksoon lonjut
scon
Ado embo i poru
Teropi
Gombor 2. Algoritmo Pendekolon Diognosis Berisiko Rendoh Emboli Poru Tonpo Gongguon Hemodinomikl
724
IATATAKSANA TeropiSuportifa
. . o . . .
Oksigen
Infus cairan
Inotropik: dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut lain Vasopresor sesuai indikasi
Anti aritmia sesuai indikasi Analgetik
Teropi Emboli Poru Akut5,6
.
Unfractionated heparin (UFH)
o
Bolus inisial intravena B0 IU/kgBB atau sekitar 5.000 IU, dilanjutkan dengan
drip 18 IUlkgBB/jam IV
o
Pemantauan dengan pemeriksaan aPTT setiap 6 jam: target <1.2 kali kontrol
Tobel 4. Perubohon Dosis Berdosorkon Niloi oPTT'l
< 35-45 detik
.2-1.5 koli
kontrol)
40
bolus,
3 U/kg/jom o
Low Molecular Weight Heparin (LMWHJ o Diberikan subkutan tiap 12 jam
o o o o o
Enoxaparin 1 mg/kgBB subkutan Dalteparin 200 IU/kgBB subkutan Nadroparin 0,L mL/kgBB
Tinzaparin 175 U/kg satu kali sehari Fondaparinux fdiberikan sekali sehari). Berat badan < 50 kg dosis 5mg, berat 50-100 kg dosis 7.5 mg, dan berat > 100 kg dosis 10 mg.
Ieropi Emboli
.
Porua-e
Trombolitik: o Indikasi: emboli paru masif, pemberian dipertimbangkan jika emboli paru tanpa gangguan hemodinamik, tetapi berisiko tinggi (emboli paru submasifJ,
725
adanya trombois vena dalam, adanya penyakit jantung atau paru yang belum mengalami perbaikan dengan pemberian heparin, dan risiko perdarahan rendah
o
Streptokinase: dosis loading 250.000 IU dalam larutan garam fisiologis atau glukosa 5% drip IV dalam 30 menit. Dilanjutkan 100.000 IU per jam drip IV, selama total24-72 jam. Perbaikan biasanya terlihat dalam 24 jam.
o
Urokinase 4400 unit/kgBB/jam selama 72-24 jam. Perbaikan biasanya terlihat
dalam L2 jam.
o
Recombinant tissue plasminogen activator IrTPA) 100 mg dalam 2 jam atau 0.6 mg/kgBB dalam 15 menit. Dosis maksimum 50 mg.
o
Terapi trombolitik terbukti mengurangi obstruksi dan memperbaiki hemodinamik.
o
Kontraindikasiabsolut:
o
a
Kerusakan susunan saraf pusat atau keganasan Baru saja terkena trauma/operasi/trauma kepala (dalam waktu 3 minggu)
Perdarahan saluran cerna dalam waktu 1 bulan Adanya perdarahan Transient ischaemic attack dalam 6 bulan
Mengkonsumsi antikoagulan oral Kehamilan atau L minggu setelah melahirkan Non-compressiblepunctures Hipertensi refrakter ftekanan darah sistolik > 180 mmHg) Penyakit hati lanjut
Endokarditisinfektif Ulkus peptikum aktif Traumaticresuscitation
Percutaneous catheter embolectomy and fragmentotion
o o
a
Stroke iskemik yang terjadi dalam 6 bulan
Kontraindikasirelatif:
a
Stroke hemoragik atau stroke yang tidak diketahui penyebabnya
Tujuan: menghilangkan obstruksi dari arteripulmonal Indikasi: sebagai alternatif jika ada kontraindikasi absolut terapi trombolitik,
jika ada kegagalan terapi trombolitik untuk memperbaiki hemodinamik, atau sebagai alternatif operasi jika akses bypass kardiopulmonal tidak tersedia. Trombektomi IVC filter: jika ada kontraindikasi atau tidak ada perbaikan hemodinamik setelah pemberian antikoagulan
726
:
Ieropi Prevenlif Tobel 5. Teropi Tromboprofiloksis podo Emboli PoruT'e
IeropiJongko Ponjong
.
Warfarin: dimulai bersamaan dengan pemberian heparin dengan dosis awal 5 mg/hari. Pemantauan dengan pemeriksaan INR tiap 1-3 hari : target INR 2 - 3. Bila INR < 2: dosis dinaikkan 1/ztablet /hari, bila INR > 3: dosis diturunkan, bila INR 2-3: dosis dipertahankan Menentukon risiko don klinis emboli poru
Normotensi don ventrikel konon normol
Normotensi don venlrikel konon hipokinesis
Pencegohon sekunder
mosing-mosing individu
Antikoogulon
Teropi disesuoikon
Hipotensi
Teropi primer
Antikoogulon
Filter IVC
don trombolisis
Embolektomi koteter/operosi
Gombor 3. Algoritmo Penotoloksonoon Emboli Poru2
KOMP[IKASI Sindroma posttrombotik (25%) berupa nyeri dan edema. Emboli paru berulang (1o/opada emboli paru pertama kali- 5% dalam setahun pada emboliparu berulang),
gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi
/
renjatan kardiogenik. Komplikasi
diagnostik: reaksi alergi terhadap zat kontras. Komplikasi terapi: perdarahan [termasuk intra-kranial), heparin-induced thrombocytopenia, nekrosis kulit, warfarin embriopati.
727
PROGNOS!S Prognosis baik jika terapi yang tepat dapat segera diberikan. Prognosis luga tergantung pada penyakit yang mendasarinya, ketepatan diagnosis, dan pengobatan yang diberikan. Umumnya prognosis emboli paru kurang baik. Angka kematian karena
emboli paru mencapai
1.5o/o
dalam 6 bulan. Sedangkan pada emboli paru masif
700/o
mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. Prognosis juga buruk
pada pasien emboli paru kronik dan sering mengalami serangan ulangan. Resolusi
komplit dapat tercapai dalam waktu 7-19 hari, tergantung dari waktu mulai terapi, adekuat tidaknya terapi, dan derajat emboli
paru.a'8'e
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Pulmonologi,
KardiovaskulaL Hematologi-Onkologi Medik.
.
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
Pendidikan
Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Departemen Radiolog,
a
RS
non Pendidikan
Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi
Patologi Klinik, Bedah
/
toraks
REFERENSI
l.
Torbicki A, Penier A, Konstontinides S. Guidelines on the diognosis ond monogement of ocute pulmonory embolism. Europeon Heort Journol (2008) 29,227 6-2315.Ditlnduh dori www.escordio. org/guidelines podo tonggol 23 Juni2012.
2.
Goldhober
SZ.
Deep Venous Thrombosis ond Pulmonory Thromboembolism. ln: Fouci A, Kosper
D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol
medicine. 18th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2.chopler 262.
728
3.
Fedullo PF, Morris TA. Pulmonory Thromboembolism. ln : Moson: Murroy & Nodel's Textbook of Respirotory Medicine, 4th ed. United Stotes of Americo : Sounders .2005. chopter 48
4.
Rohmotulloh P. Tromboemboli Poru. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi lV. Jokorto: lnterno Publishing; 2006: Hol 1050-1056.
5. 6. 7. 8. 9.
Diunduh dori Chest 2008;133;4545 podo tonggol23 Juni 2012. Diunduh dori NEJM 2008:359:2804 podo tonggol23 )uni2012. Diunduh dori Chest 2008;133:381S podo tonggol 23.)uni2012. Diunduh dori Circ 2OO3;107:1-4 podo tonggol23 Juni 2012. Rosyid A. Emboli Poru. Dolom :Amin Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Z,
Dohlon
Z,
Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur
FL
BURUNG
PENGERTIAN
Flu burung (avian influenza) merupakan penyakit infeksi akibat virus influenza
tipe A yang biasa mengenai unggas. Subtipe virus influenzayang lazim mengenai manusia adalah dari kelompok
H1-,
H2,H3, serta N1 dan N2 dan disebut sebagai human
influenza. Secara ringkas virus ini dikenal dengan virus A (H5N1J.1
PENDEKAIAN DIAGNOSIS Anomnesisr'2
.
Gejala sistemik mendadak: sakit kepala, demam, menggigil, mialgia, malaise, batuk,
radang tenggorokan
. .
Keluhan gastrointestinal: diare
Identifikasi untuk kelompok risiko tinggi: pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/insinyur peternakan), pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien, pengunjung peternakan/pemrosesan unggas dalam 1 minggu terakhir;
pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan/atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir atau pernah kontak dengan penderita flu burung dalam 7 hari terakhir.
Pemeriksoon Fisikl'2 . Febris, takipneu, takikardi . Konjungtivitis
.
Ronkhi kasar pada kedua lapang paru
Pemeriksoon Penunjongt'2 . Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, kreatin kinase, analisa gas darah
.
Uji konfirmasi
o
:
Kultur dan identifikasi virus H5N1
o o .
Uji Real Time Nested PCR untuk H5 Serologis immunofluorescence fesr (lFA), uji netralisasi, uji penapisan dengan
rapid test,Hl test, atau ELISA Radiologis (tidak ada gambaran khasJ : foto toraks PA/lateral ditemukan gambaran infiltrat bilateral luas, difus, multilokal, atau tersebar (patchy), atau dapat berupa kolaps lobar
Krilerio diognosis flu burung menurut Deportemen Kesehoton Rl (2005)
.
:
Pasien dalam observasi Demam >38"C disertai L atau lebih gejala berikut
o o o o
:
Batuk, Sakit tenggorokan, Pilek, Napas pendek/sesak napas (pneumonia) dimana belum jelas ada/tidaknya
kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis, dan pemeriksaan laboratorium.
.
Kasus suspekAl HSNl (dalam pengawasan) Demam >38"C disertai 1 atau lebih gejala berikut
o
:
Batuk, sakit tenggorokan, pilek, napas pendek/sesak napas, pneumonia dan
diikuti salah satu atau lebih keadaan: l. Pernah kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan/atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir;
2.
Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa
dalam L4 hari terakhir sebelum timbulnya gejala,
3.
Pernah kontak dengan penderita flu burung konfirmasi dalam 7 hari
terakhir sebelum timbulnya gejala,
4.
Pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir sebelum
timbulnya gejala (pekerja lab),
5. 6.
Ditemukannya leukopeni <3000/pL, Ditemukan adanya titer antibodi H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan
eritrosit kuda atau ELISA untuk influenza A tanpa subtipe. ATAU
o
Kematian akibat acute respiratory distress syndrome IARDS) dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini: 1) leukopenia atau limfopenia dengan /tanpa trombositopenia (trombosit < 1 5 0.00 0 / VL), 2) gambaran pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada foto toraks serial
730
.
Kasus probabelAl HSN1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini o Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4x terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA :
o
Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (dideteksi dengan antibodi
spesifik H5 dalam spesimen serum tunggalJ menggunakan tes netralisasi (dikiri m ke referensi laboratorium)
o .
Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal napas/meninggal dan
terbukti tidak ada penyebab lain Kasus konfirmasi AI HSN1 Kasus suspek atau probabel dengan 1 atau lebih keadaan dibawah ini o Kultur virus influenza A/H5N1 (+)
o o
:
A/H5N1 [+) test ditemukan antigen (+) menggunakan antibodi monoklonal influenza A/
PCR influenza IFA
H5N1.
o
Kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/H5N1 sebanyak 4x dalam paired serum dengan uji netralisasi
Kriteria rawat
.
Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu 1) sesak napas dengan frekuensi
napas >30x/menit,2) nadi >100x/menit, gangguan kesadaran (*1,
3l kondisi
umum lemah
. . .
Suspek dengan leukopenra Suspek dengan gambaran radiologis pneumonia Kasus probabel dan konfirmasi
DIAGNOSIS BANDING Pneumonia
TAIALAKSANA'-3 . Prinsip penatalaksanaan adalah istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, antibiotik, perawatan respirasi, antiinflamasi, dan imunomodulator
.
Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yaitu 48 jam pertama o Penghambat M2 : amantadine, rimantidin dengan dosis 2 x 100 mg/hari atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari o Penghambat neuramidase [WHOJ : zanamivi4 oseltamivir (tamiflu) dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu
a
a
Pedoman Departemen Kesehatan RI
:
o
Kasus suspek : oseltamivir [tamiflu)
o
antibiotik jika ada indikasi Kasus probabel : oseltamivir (tamiflu) 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotjk spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika ada
2x75 mgselama 5 hari, simptomatik dan
indikasi fpneumonia berat, ARDS). Respiratory care di ICU sesuai indikasi. Profilaksis pada kelompok risiko tinggi : oseltamivir 1 x 75 mg selama 1-6 minggu
KOMPTIKASI Pneumonia dan manifestasi ekstrapulmonal seperti diare dan keterlibatan sistem
saraf pusat. Kematian berkaitan dengan disfungsi sistem multipel, termasuk gagal jantung dan ginjal.2 PROGNOSIS Berkaitan dengan derajat dan durasi hipoksemia. Angka mortalitas dari semua kasus sampai saat ini mencapai 60%. Risiko mortalitas tergantung dari derajat penyakit
respirasi daripada komplikasi bakteri (pneumonia). Hanya sedikit bukti yang tersedia yang menunjukkan efek jangka panjang dari korban selamat.3 UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
UNIT TERKAIT
. .
pendidikan: Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi KIinik RS non pendidikan: Bgian Radiologi, Bagian Patologi Klinik RS
REFERENSI
732
1.
Noinggolon L, Rumende CM, Pohon HT. Influenzo Burung. Dolom : Sudoyo A, Setiyohodi l, et ol. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jilid lll. 2009. Hol2786-9.
2.
Keliot EN. Pneumonio Virus. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/ Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
3.
Dolin RD. lnfluenzo. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8ih Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
B,
Alwi
GAGAT
N PAS
PENGERTIAN Gagal napas adalah suatu kondisi kegagalan sistem pernapasan pada fungsi
pertukaran gas seperti oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida dari darah vena. Gagal napas juga didefinisikan tekanan oksigen arteri (Pa O2J <60 mmHg (8.0 kPa) dan/atau tekanan karbondioksia arteri (Pa COr) >45 mmHg (6.0 kPa). Sistem pernapasan terdiri dari
:1
Paru-paru: sebagai organ pertukaran gas Sistem pompa yang memventilasi paru-paru : terdiri dari dinding dada, otot pernapasan,
pusat pernapasan di susunan saraf pusat (SSP), dan jalur yang menghubungkan dengan otot pernapasan (saraf spinalis dan saraf perifer) Gagal napas dapat terjadi karena 2 mekanisme yaitu
:
Gogol nopos
Kegogolon poru
Kegogolon pompo
Kegogolon pertukoron udoro yong ditondoi dengon hipoksemio
ditondoi dengon hiperkopnio
Kegogolon ventilosi yong
Gombor l. Algorilmo Tipe Gogol Nopos'
Penyabab gagal napas yaitu Tobel
l.
:
Penyebob Gogol Nopos Berdosorkon Onsel Kejodion'
SSP
Kronik
Gagal napas mempunyai beberapa tipe yaitu Tobel 2. Tipe Gogol Noposr-{
734
Tipe
I
Tipe
ll
Gogol nopos
DIAGNOSIS Tobel 3. Diognosis Gogol Nopost-4
Pemeriksooon penunjong . Laboratorium: DPL.
. . . . . .
Analisis gas darah Foto toraks
Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru IPCWPJ EKG
CT (computed tomographic) angiography toraks: sesuai indikasi
Bronkoskopi: sesuai indikasi
D!AGNOSIS BANDING Edema paru, ARDS IATATAKSANA Tipe
. . . .
I
Mengobatai penyakit dasar Oksigen
Ventilasi mekanik: pada penyakit berat (ARDSI
Bronkodilator
o o . . . .
Agonis beta adrenergik: terbutalin, albuterol
Antikolinergik: diberikan kobinasi dengan agonis beta adrenergik
Antibiotika: sesuai indikasi Kortikosteroid oral atau parenteral Ekspektoran dan nukleonik Fisioterapi dada
735
Tipe ll3.a . Tujuan: memperbaiki ventilasi alverolar menjadi normal, hingga penyakit dasar dapat diobati . Menjaga patensi jalan napas: penyedotan secret, drainase postural, stimulasi batuk, perkusi dada, atau dengan pemasangan selang endotrakea atau trakeostomi. . Alat napas buatan: ventilator mekani . Oksigen: jika ada hipoksemia, diberikan secara hati-hati KOMPTIKASI
. .
Komplikasi paru: emboli paru, barotrauma, fibrosis pulmonal.
Komplikasi kardiovaskular: hipotensi, cardiac output menurun, aritmia, perikarditis, infark miokard akut
PROGNOSIS Prognosis tergantung dari penyakit penyebab dan komorbid. Kematian pada kasus gagal napas umumnya disebabkan karena kegagalan multiorgan. Angka kematian pada
gagal napas yang disertai kegagalan kardiovaskula4, ginjal, atau neurologis sebesar
55.4
o/o,
57.4
o/o,
dan 48.1
%0.
Sedangkan angka kematian pada gagal napas dengan
kegagalan satu organ sebesar 20.7
o/o.3'a
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
: Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Pulmonologi
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
: Departemen Patologi
RS
non Pendidikan
: Bagian Patologi
Klinih Radiologi, Anestesi/lCU
Klinik, Radiologi, Anestesi/lCU
REFERENSI
L
C. Roussos, A. Koutsoukou. Respirotory foilure. Eur Respir J 2003:22: Suppl. 47, 3s-14s. Diunduh dori http://erj.ersjournols.com/contenl/22/47_suppl/3s.full.pdf podo tonggol 20 Juni2012.
2.
Amin Z, Punwoto J. Gogol Nopos Akut. Dolom :Simodibroto M, Setioti S, Alwi l, Moryontoro, Goni RA, Monsjoer A, editors. Pedomon Diognosis don Teropi di Bidong llmu Penyokit Dolom. Jilid Edisi IV Jokorto: Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI; 2006.p.170-75.
I
736
3.
Vincent JL, de Mendonco A, Controine F, Moreno R, Tokolo J, Suter PM, Sprung CL, Colordyn F, Blecher S: Use of the SOFA score to ossess the incidence of orgon dysfunction/foilure in intensive core units: results of o multicenter, prospective study. Working group on 'sepsis-reloted problems' of the Europeon Society of lntensive Core Medicine. Crit Core Med 1998, 26:1793-1800.
4.
Amin Z, Pitoyo CW. Gogol Nopos. Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
A
(Eds). Ponduon
MASSA MED ASTINUM
PENGERIIAN Mediastinum adalah regio di dalam rongga dada di antara rongga pleura yang di dalamnya terdapat jantung dan organ lain, kecuali paru-paru. Batas-batas mediastinum
yaitu sebelah lateral dibatasi oleh pleura parietalis, anterior oleh sternum, posterior oleh kolum vertebra, superior oleh thorocic inlet, dan inferior oleh diafragma. Daerah mediastinum terbagi menjadi 3 yaitu :1'2 . Mediastinum anterior . Mediastinum media . Mediastinumposterior Massa mediastinum adalah lesi spesifik yang ditemukan di dalam mediastinum, baik dari metastasis atau tumor dari lokasi intratorakal lain yang menginvasi ke dalam mediatinum, seringkali ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan. Etiologi dari massa mediastinum dapat dibagi berdasarkan lokasi dari massa :
Tobel
l.
Etiologi dori Mosso Mediostinum'?
Ada banyak jenis massa mediastinum, yangtersering ditemukan Tobel 2. Jenis Mosso Mediostinum yong Tersering Dilemukon'?
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Keluhan dapat disebabkan karena efek lokal atau gejala sistemik sesuai dengan jenis tumo4 yaitu :2
. . .
Keluhan sesuai tirotoksikosis pada gondok intratoraks
Sindroma cushing pada timoma dan tumor karsinoid Diare pada ganglioneuroma
Pemeriksoon fisik don Pemeriksoon Penunjong Tobel 3. Pemeriksoon Fisik Don Pemeriksoon Penunjong Berdosorkon Jenis Tumor
2,3
Somoloslofin recepfor scin fi gro phy
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis massa mediastinum:
.
Rontgen toraks: menentukan Iokasi, karakteristik tumor [ukuran, bentuk, densitas,
dan invasinya)
738
o
CT (computed tomography) scan toraks:
o
o o
s
Tujuan: - menentukan lokasi massa fanteriori media, atau posteriorJ - karakteristik tumor (ukuran, bentuk, densitasJ - memperkirakan asal tumor (neural, esophagus, atau dari jalan napas) - Penyebaran dan kompresi ke struktur sekitar Dengan kontras dapat terlihat jelas: gondo( adenoma paratiroid, penyakit castleman, Iesi vaskularl paraganglioma, dan beberapa lesi metastasis. Berdasarkan densitas massa:
-
Massa yang mengandung cairan: gondok, kista timus, timoma, teratoma,
limfoma, nodus nekrotik dari inflamasi atau keganasan (kista perikardium,
bronkogenik, dan oesophageal duplication cysts)
-
Mengandung lemak (densitas rendah): timolipoma, teratoma Mengandung kalsifikasi: gondok, timoma, limfoma, tumor karsinoid, massa
inflamasi (tuberkulosis, histoplasmosis, sarkoid), aneurisma
o
Kelebihan CT scan dibandingkan MRI:
o
Dapat mendeteksi kalsifikasi dan destruksi tulang Skrining hati, paru-paru, dan metastasis adrenal dalam sekali pemeriksaan Dapat digunakan sebagai pemandu aspirasi jarum untuk biopsi massa
Alat lebih banyak dijumpai
Kekurangan:
a
Spatial resolution.
Paparan terhadap radiasi Pemakaian kontras (iodinated contrast agent)
MRI (magnetic resonance imaging)
o
s
Kegunaan:
-
Memberikan informasi mengenai sumber massa, lokasi, dan penyebaran ke struktur sekitar,
-
Mengkonfirmasi adanya lesi kistik pada mediastinum yang tampak solid pada CT scan.
o
Menggambarkan adanya jaringan lemak intralesi yang jumlahnya sedikit Mendiagnosis : hemangioma, teratoma, atau hematopoiesis ekstramedular.
Tumor neurogenik (75
Kelebihan
-
o/o
kasus massa mediastinum posteriorJ
:
Potongan lebih banyak Resolusi tinggi
Tidak menggunakanzat kontras
739
o
Kekurangan:
a
Keterbatasan alat
Lebih mahal
PET (positron emission tomog raphy)
o
s
Memberikan informasi mengenai abnormalitas mediastinum, informasitentang
metabolism dan penyebaran penyakit.
o o a
Sensitivitas dan spesifisitas mencapai 90-95
o/o
Kerugian: biaya mahal dan keterbatasan fasilitas.
Angiografis
o
Indikasi:
- jika
ada kecurigaan adanya keterlibatan vaskular (aneurisma,
haemangioma, dan malformasi arteriovenosus)
a
Memastikan invasi ke vaskular oleh tumor Embolisasi pada lesi vaskular sebelum operasi
Biopsi jaringans
o o o
Kegunaan: untuk diagnosis definitif dan tatalaksana lanjut
Komplikasi: perdarahan,pneumotoraks Dapat dilakukan dengan endoscopic ultrasonography (EUS):
-
Menggambarkan secara akurat aortopulmonal, nodus subkarina, mediastinum posterior dan inferior yang tidak dapat terdeteksi dengan
CT
SCAN,
-
Dapat digunakan untuk pemandu aspirasi jarum hahs (free needle aspiration/ FNA) massa mediastrnum,
-
Sensitivitas dan Spesifitas EUS: 84,7 o/o dan84,6 % Sedangkan jika EUS dikombinasi dengan FNA, sensitivitas dan spesifisitas menjadi 88
o
%o
dam 96,4
o/o.
Endobronchial ultrasound [EBUS) dan EBUS transbronchial needle aspiration (EBUS-TBNA).
o o
Menggambarkan lesi paratrakeal dan peribronkial utama Digunakan untuk panduan FNA
Transthoracic atau transesophageal needle biopsy: untuk lesi yang mudah diakses yang tidak dapat dilakukan reseksi primer. Mediastinoscopy atau mediastinotomy: untuk lesi yang mudah diakses jika pemeriksaan lain tidak berhasil.
a
Operasi reseksi primer
o 740
Pendekatan diagnosis terakhir dan dapat digunakan sebagai pilihan terapi
DIAGNOSIS BANDING Sesuai etiologi tabel 1.6,7 TATA[AKSANA Tergantung etiologi KOMPTIKASI Obstruksi trakea, sindroma vena kava superio4 invasi vaskular dan perdarahan katastropik, serta ruptur esofagus.a,T PROGNOSIS Prognosis tumor mediastinum jinak umumnya cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Sedangkan tumor mediastinum ganas tergantung dari keparahan penyakit dan
komorbid. Umumnya penyakit infeksi berespon baik terhadap terapi konvensional, sedangkan penyakit infeksi berespon baik dan cepat terhadap pemberian antibiotik yang tepat dan tindakan bedah.5,7 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Pulmonologi
RS
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah
RS
non Pendidikan
Bagian Radiologi, Bedah
/
toraks
REFERENSI
l.
Light RW. Disorders of the Pleuro ond Mediostinum. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. 1 8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 20l2.chopter 263.
2.
Pork D, Vollieres E.Tumors
3. 4.
Diunduh dori www.chestjournol.chestpubs.org podo tonggol 30 Mei 2012.
ond Cysts of the Mediostinum. In : Moson: Murroy & Nodel's Textbook of Respirotory Medicine, 4th ed. United Stotes of Americo : Sounders .2005. chopter 7l. Amin
Z.
Penyokil Mediotinum. Dolom: Alwi l, Setioti
S,
Setiyohodi
B,
Simodibroto M, Sudoyo AW.
Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid ll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010: Hol 2249-2253.
5.
Amin
6.
Diognostic lmoging Pothwoys : suspected mediostinol moss. 2011 Diunduh dori http://vwvw. podo tonggol 30 Mei 20'l 2. imogingpothwoys.heolth.wo.gov.ou/includes/pdf/med_moss.pdf
7.
Hoos C, Hoop M. A mediostinol moss. The journol of fomily proctise vol 59, no 6. Juni 2010. Diunduh dori http://www.jfponline.com/Poges.osp?AlD=8696&issue=June%2020, 6ag1p= podo tonggol 30 Mei 2012.
Z. Tumor Mediostinum. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/ Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
PENYAK T PARU KERJA
PENGERTIAN
Penyakit paru interstitial merupakan istilah klinis bagi sekelompok gangguan traktus respiratorius bagian bawah yang meninggalkan jejas pada parenkim paru, dan memberikan gambaran klinis, radiologis, dan manifestasi fisiologis atau patologis
yang sama.t'3 Penyakit paru kerja adalah sekumpulan diagnosis yang disebabkan oleh inhalasi debu, zat kimia, atau protein. "Pneumokoniosis" merupakan istilah yang digunakan
untuk penyakit yang berkaitan dengan inhalasi debu mineral. Keparahan penyakit ini berkaitan erat dengan materi yang dihirup, intensitas, dan durasi dari paparan terhadap materi tersebut, Bahkan beberapa orang yang tidak bekerja di industri pun dapat terkena penyakit ini melalui paparan tidak langsung.a Berikut daftar penyakit paru kerja, zat paparan, dan waktu terpapar sampai onset timbul gejala tercantum pada tabel 1. Tobel
l.
Doftor Penyokit Poru Kerjo, Zol Poporon, don Woklu Poporon sompoi Onsel Gejoloa
Siliko
Botu boro
Silikosis
PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr-3,s.7
o .
Tempat tinggal pasien
Manifestasi pulmonal dan ekstrapulmonal
o . . . . . .
kering/ non-produktif yang semakin memburuk pada usia pertengahan atau usia lanjut yang tidak diketahui penyebabnya Sesak napas terutama setelah beraktivitas (dyspnea on exertion), batuk
Tempo perjalanan penyakit Kebiasaan merokok Obat-obatan Riwayat penyakit dahulu dan komorbid Riwayat penyakit keluarga Riwayat pekerjaan, paparan lingkungan dalam waktu Iama
Pemeriksoon Fisik5-7 . Auskultasi paru: crackles (ronki) pada kedua basal paru, terutama saat akhir lnsplrasl
. .
Jari tabuh Tanda ekstrapulmonal
Pemeriksoon Penunjongr -3's'7 . Laboratorium : darah perifer lengkap, panel kimia, urinalisis o Kasus tertentu :tes serologis (pneumonitis hipersensitivitas, penyakit jaringan ikatJ, antibodi antinetrofil sitoplasmik, kadar brain natriuretic peptide (BNP) . Radiologis : foto toraks, CT scan toraks dengan resolusi tinggi, foto toraks dan CT scan toraks sebelumnya, ekokardiografi (bila ada indikasi) . Bilas bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage): identifikasi dan hitung badan asbestos dan seratnya
. . .
paru : spirometri, volum paru, kapasitas difusi, dan oksimetri, analisis gas darah arteri, cardiopulmonary exercise testing (bila ada indikasi) Bronkoskopi [bila ada indikasi) Biopsiparu (bila ada indikasi)
Tes fungsi
DIAGNOSIS BANDING Bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif kronis
/
PPoK,fibrosis paru, kanker paru.1
743
TATALAKSANAI-3
.
Silikosis
o o o
Prinsip: mencegah progresifitas penyakit dan timbulnya komplikasi Terapi suportif, rehabilitasi, oksigen Pada pasien positif silikosis dengan tes tuberkulin (+), pertimbangkan untuk
terapi infeksi TB laten, misalnya profilaksis INH 300 mg/hari
.
Asbestosis
o
Tidak ada terapi spesifik yang efektif, terapi umumnya bersifat suportif (sama dengan fibrosis interstitial difus yang tidak diketahui penyebabnya)
o o o o
Vaksinasi influenza dan pneumococcus
Terapi oksigen Transplantasi paru dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu Konseling untuk berhenti merokok karena adanya peningkatan risiko kanker
paru
.
Pneumokoniosis
o o .
Terapi suportifdan rehabilitasi untuk gangguan fungsi paru Konseling untuk berhenti merokok
Pneumonitishipersensitivitas
KOMPTIKAS! Emfisema paru, infeksi tuberkulosis laten, PPOK, kanker paru, mesothelioma, kanker lambung.1,3 PROGNOSIS Tergantung lamanya paparan, usia saat onset gejala, dan komplikasi yang muncul UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UN!T TERKAIT
.
RS
a
RS non
pendidikan pendidikan
Radiologi, Patologi Klinik, Mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi
klinik
744
REFERENSI
l.
King Jr. TE. lnterstitiol Lung Diseoses. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo J. Horrison's Principles of lnternol Medicine. l8rh Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
2.
Roghu G. lnierstitiol Lung Diseoses. ln:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine.23'd Edition. Philodelphlo. Sounders, Elsevier. 2008.
3.
King Jr. TE, Schwoz Ml. lnfrltrotive ond lnterstitiol Lung Diseoses. ln : Moson, Murroy, Brooddus, Nodel. Murroy ond Nodel's Textbook of Respirotory Medicine. 4th Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2005.
4.
Boylon AM, Brooddus VC. Pleurol Diseoses. ln :Schrougnogel DE. Breothing in Americo : Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Socieiy.20l0. Hol I45-54. Diunduh dori http://www.
thorocic.org/educotion/breothing-in-omerico/resources/breothing-in-omerico.pdf
podo tonggol
23 Mei 2012.
5.
Guidotti TL, Miller A, Christioni D, et ol. Americon Thorocic Socieiy Documents : Diognosis ond Initiol Monogement of Nonmolignont Diseoses Reloted to Asbestos. Am J Respir Crit Core Med 2004;170:691-7
6.
1
5.
Ryu JH, Doniels CE, Hortmon TE, Yi ES. Diognosis of Interstiiiol Lung Diseoses. Moyo Clin Proc.2007;82181:976-986. Diunduh dori http://www.cchil.org/hospitolmedicine/imoges/ resources/O9,1 408-024700om-lLD.pdf
7.
podo tonggol
I
Juni 2012.
Posiyon R, Arsyod Zulkornoin, Tondjung A. Penyokit Poru okibot Kerjo don Lingkungon . Dolom :Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
745
P NYAK T
A
U OBST UKTIF
KRO
K
(PPOK)
PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronik IPPOK) ada]ah penyakit yang ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara kronis dan perubahan patologis pada paru-paru, beberapa memiliki efek ekstra pulmonal.l Ditandai dengan keterbatasan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel berbahaya atau gas.z Faktor risiko yaitu perokok aktif atau pasif, tinggal di daerah berpolusi, lingkungan kerja) industri kapas, pertambangan batu bara, pertambangan emasJ defisiensi a1
antitripsin,l
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Sesak napas yang diperberat oleh latihan, batuk-batuk kronis, sputum yang
produktif, faktor risiko [+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala,l
Pemeriksoon
.
Fisik3
Laju napas meningkat > 20 kali/menit, bila sesak napas berat : sianosis fhipoksia
berat), retraksi intercostal.
. .
Pemeriksaan paru : barrel chest : meningkatnya diameter anteroposterior [merupakan tanda hiperinflasi), diafragma letak rendah, suara napas melemah, dapat ditemukan ronki dan wheezing. Suara jantung melemah. Pada PPOK berat dapat ditemukan gagal jantung kanan,
kor pulmonal : bunyi jantung kedua meningkat, distensi vena jugulal, kongesti hati, edema mata kaki.
Pemeriksoon Penunjong Uji spirometri (standard baku)
.
-
Volume Ekspirasi Paksa (VEP)1 < 70
. . .
/
Kapasitas Vital Paru [KVP) atau FEV,/FVC
o/o.3
Meningkatnya kapasitas total paru-paru, kapasitas residual fungsional, dan volume residual.l
Rontgen Thorax : paru hiperinflasi, diafragma mendatar.3
Analisis gas darah Level serum a1 antitripsin sesuai indikasil
PPOK EKSASERBASI AKUT1
-
Gejala eksaserbasi: bertambahnya sesak napas, kadang-kadang disertai mengi,
bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih
purulen atau berubah warna.
-
Gejala non-spesifik: malaise, insomnia,/atigue, depresi
Spirometri: fungsi paru sangat menurun
Etiologi Eksoserbosi Infeksi mukosa trakeobronkial, terutam a Streptococcus pneumonie, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, pajanan polusi udara.l Tobel
l.
Klosifikosi Derojol Sumboton
PPOK'?
I
747
DIAGNOSIS BANDING Asma dapat berbarengan dengan PPOK. Beda asma dan PPOK dapat dilihat pada asma terjadi peningkatan eosinofil dan obstruksi saluran napas yang terjadi biasanya
reversibel, sementara pada PPOK tampak peningkatan neutrofil dan obstruksi saluran napas yang terjadi tidak sepenuhnya reversibel. Akan tetapi asma yang sudah berlangsung lama dapat saja menyebabkan terbatasnya aliran udara yang menetap.2 Diagnosis banding lain: Bronkiektasis, gagal jantung kongestif.3 TATATAKSANA
Teropi PPOK Stobil2 . Terapi Farmakologis a. Bronkodilator
-
Secara inhalasi
(MDI/ metered dose inhalation), kecuali preparat tak
tersedia/ tak terjangkau Rutin (bila gejala menetap, kapasitas fungsional rendah atau sering kambuh sesak) atau hanya bila diperlukan (kapasitas fungsional baik dan kambuh kurang dari 2 kali / tahunJ 3 golongan:
o
agonis o-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol,
o o
b.
Steroid, pada:
c.
PPOK yang menunjukkan respons pada
uji steroid
PPOK dengan golongan C dan D
Eksaserbasi akut
Obat-obat tambahan lain
748
antikolinergik: ipratropiumbromid, oksitropriumbromid metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi agonis b-2 dansteroid belum memuaskan Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol, karbosistein, gliserol iodida antioksidan:N-asetil-sistein imunoregulator [imunostimulator,imunomodulator): tidakrutin antitusif: tidak rutin vaksinasi: influenza, pneumokok
a
Terapi Non-farmakologis
a. b.
:1'2
Berhenti merokok Rehabilitasi : Iatihan fisik, Iatihan endurance,latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial.
c.
Terapi oksigen jangka panjang ( > 15 jam sehari ): Pada PPOK stadium IV - PaO2 < 55 mmHg, atau SaO2 < 88 o/o dengan/tanpa hiperkapnia
-
PaO255 - 60 mmHg, atau SaO2
perifer karena gagal jantung, polisitemia.
d. e.
Nutrisi Pembedahan: bullectomy, transplantasi paru, lung volume reduction surgery (LVRS).
Ieropi
PPOK Eksoserbosi Akut
di rumah: bronkodilator seperti pada stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut PPOK
70-14 hari. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasukS pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).2
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:1,2
. . . . .
Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask.
Bronkodilator: inhalasi agonis o-2 [dosis dan frekuensi ditingkatkan)
+
antikolinergik. Pada eksserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgbb/jam) Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 70-74 hari. Steroid intra vena: pada keadaan berat. Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada: gagal napas akut atau kronik dengan PaCO, >45 mmHg.
Tobel 1. Teropi formokologis yong umum digunokon podo PPOK slobil.,
4-6
749
6-8 6-8
Aminofilin
Prednlson
Metil-prednisolon
Tobel 2. Teropi Formokologis yong Umum Digunokon podo Ppok Eksoserbosi Akul3 Bronkodilotor
Tobel 3. Teropi Antibiolik podo PPOK Eksoserbosi Akul2,4
KOMPTIKASI
Bronkitis akut, pneumonia, tromboemboli pulmo, gagal jantung kanan, kor pulmonal, hipertensi pulmonal, gagal napas kronik, pneumotoraks spontan.s PROGNOSIS Prognosis berdasarkan BODE index, dapat dilihat pada tabel 4 dan Tobel 4. Ihe BODE lndex.6'8
Tobel 5. lnlerpretosi BODE lndex.7,8
752
5
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Departemen IImu Penyakit Dalam : Bagian
-
Divisi Pulmonologi
Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Departemen Rehabilitasi Medik, Radiologi/Radiodiagnostik,
Anestesi/lCU a
RS
non pendidikan
Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi
/
ICU
REFERENS! I
.
Chronic Obstructive Pulmonory Diseose. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lSrh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 201 l.
S,
2.
Globol strotegy for the diognosis, monogement, ond prevention of chronic obstructive pulmonory diseose. Globol initiotive for Chronic Obsiructive Lung Diseose. 2006.
3.
Chronic Obstructive Pulmonory Diseose. Dolom :Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23'd edition. Sounders : Philodhelphio. 2007.
4.
Hunter, Melliso. King, Dono E. COPD: Monogement of Acute Exocerbotions ond Chronic Sioble Diseose. Am Fom Physicion. 2001 Aug 15;64(4):603-613.
5.
Pulmonory disorders. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Current Medicol Diognosis
ond Treotment. The McGrow
Hills
Componies. 201 l.
6.
Bortolome, R. Et oll. The Body-Moss Index, Airflow Obstruction, Dyspneo, ond Exercise Copocity Indexin Chronic Obstructive Pulmonory Diseose. N Engl J Med 2004; 350:1005-l0l2Morch 4,2004
.
Childers, Julie Wilson. Arnold, Ronold. Curtis, J Rondoll. Prognosis in End Stoge COPD. Diunduh dori : http://www.eperc.mcw.edu/EPERC/FostFoctslndex/ff_14,l .htm podo tonggol 10 juni 2012.
7
B.
Yuwono A. Penyokit Poru Obstruksi Kronik. Dolom :Amin Z, Dohlon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Z,
Yuwono A (Eds). Ponduon
753
P Y KT t
URA
PENGERIIAN
Penyakit pleura merupakan suatu gangguan yang mempengaruhi lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi setiap tahunnya. Penyakit ini berasal dari berbagai kelainan patologis dan sering merupakan efek sekunder dari proses penyakit lain, oleh karena itu dibutuhkan pendekatan sistematis untuk identifikasi dan tatalaksana lebih Ianjut.1,2 Penyebab tersering penyakit pleura adalah kankerl dan diperkirakan efusi
pleura maligna terjadi pada 150.000 orang per tahun di Amerika Serikat.l Penyakit pleura terdiri dari efusi pleura dan pneumotoraks.3
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
I.
EFUSI PTEURA
Efusi pleura adalah akumulasi cairan berlebihan dalam rongga pleura.3 Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme seperti tercantum pada tabel
1.
Tobel 1. Berbogoi Mekonisme Penyebob Akumulosi Cqiron Pleuro4
Anomnesis3,a
.
Nyeri unilateral, tajam, bertambah parah saat inspirasi atau batuk, dapat menjalar ke
. . . .
bahu,lehel atau abdomen
Sesak napas, batuk
Riwayat trauma dada
Riwayat penyakit komorbid (gagal jantung kongestif, sirosis, sindrom nefrotik,
tuberkulosis/TB, emboli paru, tumor mediastinum, dll) Riwayat penggunaan obat [nitrofurantoin, dantrolen, metisergid, bromokriptin, prokarbazin, amiodaron, dasatinib)
Pemeriksoon
.
Fisika
Paru: restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada, fremitus taktil menghilang,
perkusi redup, bunyi napas menurun, splinting (pada daerah paru yang terkena). Kadang ditemukan egobronkofoni pada batas cairan atas bila terjadi kompresi
parenkim paru.
Pemeriksoon Penunjong
.
Radiologis
o
:
Foto toraks
-
:a
Gambaran sudut kostofrenikus tumpul dan bergeser ke arah medial menggambarkan efusi pleura
-
Peningkatan nyata hemidiafragma atau perluasan bayangan lambung yang terisi gas dan batas paru
kiri
bawah membawa kecurigaan efusi
subpulmonal
o
Bila efusi > 300 mL akan terlihat pada foto toraks PA Bila efusi 150-300 mL akan terlihat pada foto toraks lateral dekubitus
USG : menentukan adanya efusi, lokasi cairan di rongga pleura, membimbing
aspirasi efusi bersepta/terlokulasi.'z
o
-
indikasi :2 Efusi pleura eksudatif yang tidak terdiagnosis, untuk membedakan penebalan pleura benigna dari maligna
-
Sebelum dilakukan drainase cairan pleura, pertimbangkan CT scan dengan
CT Scan, dengan
kontras
-
Infeksi pleura dengan komplikasi saat drainase awal gagal dan dipertimbangkan untuk operasi
. . .
Torakosentesis (pungsi pleura) dan analisis cairan pleura : melihat komposisi
cairan pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah.3'a Tentang ini lebih lengkap lihat pada bab prosedural Pungsi Cairan Efusi Pleura Biopsi pleura perkutaneusa lebih lengkap lihat pada bab prosedural Biopsi Pleura Torakoskopi : merupakan prosedur invasif terpilih pada efusi pleura eksudatif dimana aspirasi cairan pleura tidak konklusif dan dicurigai keganasan.2'a
755
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis, PF, Foto loroks
Apokoh gomboron klinis sugestif lronsudol?
(gogollonlung
Yo
Totoloksono
penyebob
kiri,
Sembuh
hipoolbumin. diolisis) Tidok
Tidok
Rujuk ke
konsulton pulmonologi
Aspirosi pleuro dengon
bontuon
USG
Perikso silologi, protein, LDH, Grom, kultur don
Yo
Apokoh tronsudot?
Totoloksono penyebob
Tidok
Apokoh klinis don onolisis coiron pleuro memberikon diognosis? T
Yo Berikon teropi yonO sesuoi
dok
Lokukon CT scon toroks d engon konlros
Pedimbongkon lorokoskopi
oiou bedoh
VATS
Perlimbongkon kondisi yong dopot diteropi mis Edemo poru, TB, gogoljontung kronis,
don limfomo Observosi
Berikon teropi yong sesuoi
Etiologi diketohui?
Pertimbongkon biopsi pleuro dengon bonluon rodiologis +/- droinose chesl lube bilo simptomotik Keterongon: VATS = video ossisled fhorocoscopic surgery
Gombor
756
l.
Pendekolon Diognosis Efusi Pleuro Uniloterol,
Stop
DIAGNOSIS BANDING Tergantung etiologi seperti tercantum pada tabel 2. Kriteria Light untuk membedakan efusi eksudat dari transudat yaitu apabila memenuhi >1 kriteria berikut : (1J ratio kadar protein cairan pleura : kadar serum protein >0,5; (2J ratio kadar LDH cairan pleura:kadarserum LDH >0,6; (3) kadar LDH cairan pleura >2f3batasatas
nilai normal untuk kadar serum LDH.5 Tobel 2. Diognosis Bonding Efusi Pleuro3
7.
Miksedemo
TATA[AKSANA6 Efusi karena gagal iantung . Menurunkan afterload, diuretik, dan inotropik sesuai indikasi
.
Torakosentesis diagnostik bila:
-
Efusi menetap dengan terapi diuretik Efusi unilateral Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna Efusi + febris Efusi + nyeri dada pleuritik
Efusi Poropneumonio/Empiemo
.
Torakosentesis diagnostik, torakosentesis terapeutik, tube thoracostomy, tube thoracostomy dengan trombolitik, torakoskopi, dan torakotomi dengan dekortikasi, drainase
.
Antibiotika sesuai tatalaksana pneumonia bakteri
Efusi
.
pleuro koreno pleurilis tuberkulosis
Obat anti Tuberkulosis [minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,7 5
- 1. mg/kgBB /
hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis
terapeutik, bila sesak atau efusi lebih tinggi dari sela iga III Efusi
pleuro kegonoson
Tatalaksana efusi pleura keganasan dapat dilihat pada gambar 2
Chylothorox Chesttube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasangpleuroperitoneal shunt
Hemoloroks Chest tube/thoracostomy, bila perdarahan > 200 mL/jam, pertimbangkan torakotomi
koreno penyebob loin Atasi penyakit primer
Efusi
7s8
Efusi pleuro kegonoson
Rujuk ke konsulton Pulmonologi
Aspirosi 500
-
1500 mL
Tidok
Simptomotik?
Observosi
Aspirosi sebonyok yong diperlukon untuk mengontrol gejolo
untuk meredokon gejolo
Prognosis >
Yo
l- T,"*.d;*;-1
I bulon
I
Yo
loorloelum tohu
I
I Lengkop?*
Tidok
Droinose efusi
t
pleurodesis
Torokoskopi
Iube interkostol
don to/c poudroge
Pleurodesis mungkin gogol
'pertimbongkon indwelling
Tropped lung
pleurol colheter
Tidok Tolc slurry
Pleurodesis berhosil
Tidok
Pertimbongkon indwelling pleurol cotheter
Ycl STOP
otou ulongi pleurodesis
'Aposisi pleuro <50% cenderung membuot pleurodesis tidok berhosil
Gombor 2. Algorilmo Penololoksonoon Efusi Pleuro Kegonoson2
KOMPTIKASI Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas.4'6
PROGNOSIS Tergantung etiologi yang mendasari dan respon terapi
II. PNEUMOTORAKS Pneumotoraks adalah akumulasi udara dalam rongga pleura, yang dapat disebabkan oleh 1J perforasi pleura viseral dan masuknya gas dari paru-paru,2) penetrasi dinding dada, diafragma, mediastinum, atau esofagus, atau 3) produksi gas oleh mikroorganisme dalam empiema.a Pneumotoraks spontan dapat terladi tanpa
759
trauma dada sebelumnya. Pneumotoraks spontan primer dapat terjadi tanpa adanya penyakit komorbid, sedangkan pneumotoraks sekunder terjadi karena adanya penyakit
komorbid. Pneumotoraks traumatik merupakan akibat dari jejas dada denganf tanpa
penetrasi, sedangkan tension pneumothorax adalah suatu keadaan pneumotoraks dengan terbentuknya tekanan positif dalam rongga pleura selama siklus respirasi.3 Anomnesis3,a
. . . .
Onset mendadak atau dalam waktu beberapa jam
Sesak/sulit bernapas, nyeri dada terlokalisir, batuk Riwayat trauma dada Riwayat penyakit paru komorbid
Pemeriksoon
. .
Fisik3,a
Takipneu Pada area paru yang terkena: gerakan dada tertinggal, fremitus
taktil menghilang,
perkusi hipersonoq, bunyi napas menghilang
.
Tanda pneumotoraks tension:
o o o o o o o o
Keadaan umum sakit berat Denyut jantung > 1-40
x/m
Hipotensi Takipneu, pernapasan berat Sianosis Diaforesis Deviasi trakea ke sisi kontralateral
Distensi vena leher
Pemeriksoon Penunjong3,4 . Radiologis
o
Foto toraks:
-
Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen PA tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan antara
paru dan dinding
dada pada apeks,
-
Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinum bergeser, depresi diafragm4 pelebaran rongga toraks dan sela iga.
o
USG: Dapat mendiagnosis pneumotoraks secara cepat, bed side sebelum hasil
radiologis
o
o
pneumotoraks terlokulasi dari kista atau bullae Analisis gas darah (AGD): hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia (karena CT Scan'. membedakan
hiperventilasi) atau hiperkarbia fkarena restriksiJ DIAGNOSIS BANDING Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi
akut, efusi pleura, kanker paru.3,a PNEUMOTORAKS SPONIAN
Apobrlo biloterol/hemodinomik tidok siobi
)lokukon droinose dodo
Yo
Ukuron > 2 cm
don/olou
sulit
bernopos
Pneumoioroks primer
Yo
l.lsio > 50
tohun don riwoyot merokok signifikon Bukt odonyo pe^yo. it po,u pnmer podo k inis otou foto toroks?
Tidok Pneumoloroks sekunder
Yo
Aspirosi dengon konul I 6-l 8G Aspirosi <2,51
Ukuron > 2 cm
don/oiou sulil bernopos Tidok T
(<2 T
dok
Aspirosi
dengon
konu l6-l8G
cm don nopos memboik)
Ukuron l -2 cm
Aspirosi <2,51
dok
Yo
Tldok
lollo||-
ukuron menjodi
2-4
Yo
Droinose dodo ukuron 8-l 4F
Rowol inop
Rowoi inop, suplemenlosi oksigen (kecuoli suspek sensitif oksigen), observosi selomo 24 jom
'Podo beberopo posien dengon pneumoloroks besor nomun gejolo mlnimo tololoksono konservotil mungkln sesuol
Gombor 3. Tololoksono Pneumoloroks Sponlon2
TATA[AKSANA4-' . Tatalaksana pneumotoraks spontan dapat dilihat pada gambar 3. . ]ika pneumotoraks rekurens: o Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura, atau:
o
Konsul Bagian Bedah/Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan:
-
Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura parietal atau stripping
-
pleura parietal ), atau Torakoskopi, atau torakotomi terbuka.
Indikasi:
-
Kebocoran udara memanjang,
-
Reekspansi paru tidak sempurna Bullae besar Risiko pekerjaan
Indikasi relatif:
-
Pneumotoraks tension Hemopneumotoraks
Bilateralpneumotoraks Rekurens ipsilateral/kontralateral
KOMPTIKASI Gagal napas, pneumotoraks tension,hemopneumotoraks, infeksi/piopneumotoraks,
penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema
paru reekspansi.4'6'7 PROGNOSIS Tergantung etiologi dan respon terapi UNIT YANG MENANGANI
. .
Pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT IERKAIT
.
RS
Pendidikan
a
RS
non Pendidikan
Departemen Bedah/Toraks, Radi ologi/Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi Bagian Bedah, Patologi Klinik, Radiologi, Patologi Anatomi, Mikrobiologi klinik
REFERENSI
762
I.
Boylon AM, Brooddus VC. Pleurol Diseoses. ln :Schrougnogel DE. Breoihing in Americo : Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society.2010. Hol 145-54.
2. 3.
Rond lD, Moskell N. British Thorocic Society Pleurol Diseose Guideline 2010. Thorox Vol 65 Suppl 2.
4.
Light RW. Disorders of the Pleuro. In : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo.J. Horrison's Principles of Internol Medicine. l8rhEdition. New York, McGrow-Hill.20l2.
5.
Celli BR. Diseoses of the Diophrogm, Chest Woll, Pleuro, ond Mediostinum. ln: Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. 23'd Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
6. 7.
Light RW. Pleurol Effusion. N Engl J Med 2002; 346:1971-1977
Holim H, Budiono E, Wibisono BH. Penyokit Pleuro. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Brooddus VC, Light RW. Disorders of the Pleuro. ln :Moson, Murroy, Brooddus, Nodel. Murroy ond Nodel's Textbook of Respirotory Medicine. 4ih Edition. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2005.
763
PN UMONAATPK
PENGERIIAN Pneumonia atipik adalah pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi
mempunyai gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dari pneumonia umumnya, yakni onset yang perlahan, demam ringan sampai berat, batuk tanpa produksi sputum, dan tidak berespons dengan terapi antibiotik u-laktam.Etiologi: Mycoplasma pneumoniae, chlamydia pneumoniae, legionella spp, influenza virus tipe A dan
B.1
Pneumonia ini disebut juga walking pneumonia.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis2 Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroba atipik, gejala sistem pernapasan dapat tidak khas (umumnya tampak seperti faringitis dan trakeobronkitisJ, sedangkan gejala sistemik seperti sakit kepala, nyeri otot/sendi dapat lebih menonjol.
. . . . .
Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat/infeksi sekunder' Demam ringan, dapat dengan cepat meningkat hingga menggigil Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh Sakit kepala, nyeri otot (seringJ
Nyeri dada (iarang), sesak napas (bila berat)
Pemeriksoon
. . .
Fisik2
Tanda-tanda radang dan konsolidasi paru: suara napas bronkial, ronkhi Efusi pleura, abses paru [bila berat) Gejala gangguan ekstra paru (terutama oleh Legionella dan Mycoplasma)'-
-
Infeksi saluran napas atas: laringitis, faringitis, rinitis Saluran gastrointestinal: diare, muntah, nyeri perut, hepato-splenomegali Sistem kardiovaskular: bradikardia
-
relatil miokarditis, perikarditis
Gangguan sistem saraf: gangguan kesadaran, ensefalitis, meningismus, paralisis
Guillain Barre, kelumpuhan saraf kranial, neuropati perifer
Gangguan dermato-muskuloskeletal: rash, eritema, myalgia, artritis, arthralgia,
Gangguan sistem urogenital: glomerulonefritis, gagal ginjal akut, abses tubo-
ovarlan Mata'. bullous myringiti s
Telinga: otitis media
Ioborolorium Leukositosis [jarang), biasanya < 15.000/mL, trombositopenia, anemia hemolitik (kadang-kadang), LED meningkat, SGOT SGPT meningkat Foto Thoroks
. . .
Legionella: infiltrat pada lobus bawah paru, adenopati hilus Mycoplasma: infiltral dapat uni/bilateral, dapat multilobus, adenopati hilus Chlamydia: infiltrat subsegmen
D!AGNOSIS BANDING
.
Pneumonia didapat di masyarakat Comunity Aqcuired Pneumonio (CAP): CAP memiliki onset lebih cepat dan keadaan umum pasien Iebih buruk sementara gejala pneumonia atipik lebih ringan dan lebih menonjol gejala sistemiknya.
.
Bronkitis kronik
TATATAKSANA
Antibiotik: pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin:3 .
.
Makrolid:
. . .
Eritromisin 4 x 250-500 mg Claritomisin 2 x 500 mg Azitromicin 1 x 500 mg Roksitromisin 2 x 500 mg
Doksisiklin 2 x 100 mg Respirasi
- Fluorokuinolon
Bila penyebabnya terkonfirmasi Legionello pertimbangkan Rifampisin 2 x 300-600 mg
Tatalaksana umum pneumonia atipik sama dengan tata laksana umum CAP):a,s
764
Rowol jolon
. . . . . .
Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
Ekspektoran/mukolitik Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks
Keputuson merowot posien di
. . . . .
ditentukon oleh
Derajat berat Penyakit terkait
Faktor prognostik lain Kondisi dan dukungan orang di rumah Kepatuhan, keinginan pasien
Rowot inop di
.
RS
RS
Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO2> 60 mmhg dan SaO2 >90
.
o/o.
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakitdasar PPOKdengankomplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran AGD berkala
. . . . .
Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
Nutrisi Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol Ekspektoran/mukolitik Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rowot di ICU
.
Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial.
KOMP[IKAS15
Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal, pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli
765
PROGNOSI55
Tergantung derajat berat penyakit dan penyakit terkait.
UNII YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT IERKAIT
.
RS
Pendidikan
Departemen Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi Klinik,
a
RS
non pendidikan
Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Mikrobiologi
Mikrobiologi Klinik
klinik
REFERENSI
l. 2.
McGrow-Hill Concise Dictionory of Modern Medicine. @2002 by The McGrow-Hill Componies. Bohor A. Diognosis Pneumonio Atipik. Mokoloh Siong Klinik Penyokit Dolom FKUI/RSUPN CM, 25
Moret 1999.
766
3.
Suwondo A. Penotoloksonoon Pneumonio Atipik. Mokoloh Siong Klinik Penyokit Dolom FKUI/ ,l999. RSUPN CM, 25 Moret
4.
Americon Thorocic Society. Guidelines for the Monogement of Adults with Community-Acquired Pneumonio: Diognosis, Assessment of Severity, Antimicrobiol Theropy, ond Prevention. Am J Respir Crit Core Med, 2001 ;163:1730-54.
5.
Dohlon Z. Pneumonio Bokteriol. Dolom : Amin Z, Dohlon Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Z,
Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
PNEUMO
IA DAPAT RUMAH SAK T
PENGERTIAN Pneumonia didapat dirumah sakit atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah
pneumonia yang muncul > 48 jam setelah dirawat di Rumah Sakit IRSJ dan tidak diintubasi saat masuk. HAP dapat dibagi menjadi: 1. onset dini : muncul 4-5 hari setelah masuk RS, 2. onset lambat : muncul setelah > 5 hari dirawat di
RS.1
PENDEKATAN D!AGNOS!S
Anomnesis Gambaran klinis HAP tidak begitu jelas dan tidak bisa dijadikan kriteria diagnosis HAP. Dapat ditemukan demam, sputum
purulen.l
Pemeriksoon Fisik (PF) Suhu tubuh > 38,30C, pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi
seperti perkusi yang pekak.l
Pemeriksoon Penunjongr
. . . .
Darah: leukositosis > 10,000/mm3, atau leukopenia < 4000/mm3 Rontgen thorax: infiltrat alveolar Broncho alveolar lavage (BAL)
Kultur darah
DIAGNOSIS BAND!NG Eksaserbasi PPOK tromboemboli paru, pendarahan paru, acute respiratory dtsfress syndrome (ARDS).
TATA[AKSANA'
. . . . .
Suplementasi O, jika perlu
Berikan terapi cairan yang adekuat
pleuritik berikan analgetik : diklofenak 3 x 80 mg Terapi antibiotik seperti pada tabel 1. Antibiotik diberikan selama 8 hari. Tidak ada kriteria khusus untuk mengubah terapi antibiotik intravena menjadi terapi per oral, hal ini disesuaikan dengan kondisi perbaikan pasien yang
Jika ada nyeri
diobservasi setiap hari.
.
Pada pasien yang imunokompromais, terutama yang neutropenia (hitung
neutrofil
< 0,5 x 10e/L selama > 2 minggu atau < 0,1 x 10e/L selama 1 minggu) yang sering
mengunjungi RS secara teratur atau dirawat di RS, disarankan untuk diberikan profilaksis anti jamur. Tobel
l. Rekomendosi Teropi Anlibiolik podo
HAP.'?3
U
Kelerongon
:
Foktor risiko MDR :leropi onfibio'lik dolom 90 hori ferokhir. insiden linggi MDR podo komunitos olou 5 hori, teropi otou penyokit imunosupresif '
768
RS
terkoit, rowoi inop selomo
>
KOMPLIKASI Syok septik
PROGNOSIS Mortalitas yang berhubungan dengan HAP atau attributqble mortality diperkirakan sebesar 33-50%. Rata-rata mortalitas meningkat berkaitan dengan infeksi Pseudomonas
aeruginosa atau Acinetobacter spesies, dan terapi antibiotik tidak adekuat.s Rata-rata
mortalitas pada patogen risiko tinggi dapat dilihat pada tabel
2.
PNEUMONIA TERKAIT VENTITATOR PENGERTIAN Pneumonia terkait ventilator atau ventilator associated pneumonta (VAP) adalah
pneumonia yang muncul > 48 lam setelah intubasi trakea dan pemasangan ventilasi mekanik yang belum muncul sebelumnya. VAP dapat dibagi jadi : 1) Onset dini muncul pada 4 hari pertama setelah intubasi
/
pemakaian ventilasi mekanik, dan
:
2J
Onset lambat : muncul > 5 hari setelah intubasi atau pemasangan ventilasi mekanik.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Pemasangan intubasi atau ventilasi mekanik > 4B iam, demam.a
Pemeriksoon Fisik Suhu tubuh >38,30C, tachypnea, takikardi, perburukan oksigenasi, meningkatnya
minute ventilation,pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi seperti
perkusi yang pekak.a
Pemeriksoon Penunjonga
. . . .
Darah: leukositosis >10.000/mm3, atau leukopenia < 4000/mm3 Rontgen thorax: infiltrat alveolar
Kultur aspirasi trakea Kultur darah Untuk mendiagnosis VAP dapat digunakan Modified Clinical Pulmonary Infection
Score (CPIS) seperti tampak pada tabel 3. apabila CPIS > 6 e VAP.? Tobel 3. Moditied Clinicol lnfeclion Pulmonory Score.8-ro Suhu
2a
38.4
Gomboron klinis curigo VAP
ctPS > 6
Yo
Antibiotik 10-21 hori
Yo
Teropi sebogoi pneumonio
Tidok
Ciprofloxocin iv selomo 3 hori
Re-evoluosi 3 hori berikutnyo CPIS <5
Tidok
Stop ciprofloxocin
Gombor l. Strolegi Totoloksono podo Posien VAP Berdosorkon
770
CPlS.7.to
Diognosis VAP) kultur
Potensiol MDR
Yo
Agen ontipseudomonos (A,B,C) Jiko hipotensi (-), dopol dipilih regimen A sojo
Pilih soloh sotu
Celtriozone. levofl oxocin, moxifl oxocin otou ciprofl oxocin, ompicillln/sulboctom, ertopenem
Tidok
A
Cepholosporin (cefepime, ceftozidime) Corbopenem (imipenem, meropenem) b-loctom/ b-loctomose inhibifor (piperocillin-tozoboctom) Perboikon klinis podo hori ke-2 otou 3
B
berkurong, perboikon PF demom turun, leukosit turun, sputum purulen otou temuon rontgen thorox) CPIS
(
Hosil kultur
Stop ontibiotik
(+)
Tingkotkon ontibiotik, observosi ulong 7-8 hori kedepon Teropi yong lebih lomo
dlpertimbongkon podo infeksi P oeruginoso, Acinetobocter, cepocro, mottophilio
C (jiko curigo MRSA) Voncomycin, linezoid Hosil kultur
(-
Yo
lnfeksl penyebob demom don infrltrot
Yo
Tidok
Ulong kultur Empiemo, sinusilis, obses poru, clostridium dillcile, infeksi soluron kemih
Flouroquinolone (ciprofl oxocin) Jiko slroin ESBL, dgunokon corbopenem don fluoroquinolone Aminoglycoside (omikocin, gentomicin, tobromycin)
Tidok
(*)
Berikon ontibiotik yong sesuor, cori penyebob infeksi
otou noninfeksi tombohon loin
Atelektosis, tromboemboli veno,
gogol jontung kongestif
,
fose fi broinflltrot ARDS, poncreotitis, pneumonitis kimio, drug fever
Gombor 2. Algorilmo Skotegi Tololoksono podo VAP.'r0
DIAGNOSIS BANDING Pneumonia aspirasi. TAIATAKSANA Suportif: cairan adekuat, oksigenasi yang cukup, bersihkan jalan napas dari sekret, antipiretik. Antibiotik; dapat dilihat pada gambar 2. Dosis obat dapat dilihat pada tabel 1. KOMPTIKASI Pemasangan ventilator mekanik dan perawatan ICU yang semakin lama.a
PROGNOSIS Crude mortality rate adalah 50-70o/o, tapi sebenarnya adalah mortalitas yg
disebabkan karena penyakit lain. Banyak pasien dengan VAP, memiliki penyakit lain yang mendasari yang menyebabkan kematian bahkan jika VAP tidak timbul. Attributable mortal ity melebihi 25o/o.a UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Pulmonologi
: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS Pendidikan
RS
a
non pendidikan
Departemen Rehabilitasi Medik, Radiologi/Radiodi agnostik, Anestesi /lCU Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi/lCU
REFERENSI I
.
2.
Mosterton, RG. Et oll. Guidelines for the monogement of hospitol-ocquired pneumonio in the UK: Report of the Working Porty on Hospitol-Acquired Pneumonio of the British Society for Antimicrobiol Chemotheropy.Journol of Antimicrobiol Chemotheropy(2008) 62,5-34doi:10.1093/joc/dkn162 Tores. Et oll. Treotment Guidelines
Pneumonio. Clin Inlect Dis.
3.
0
ond Outcomes of Hospitol-Acquired ond Ventiloior-Associoted I ;51 Suppl 1 :548-53.
Aug
Pneumonio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lBih ed. United Stotes of Americo; The McGrowHill
772
201
Componies, 201 l.
4.
Overview of Pneumonio. Dolom : Ausiello. Goldmon Cecil Medicine 23'd edition. Sounders Philodhelphio 2007.
5.
Guidelines for the Monogement of Adults with Hospitoi-ocqulred, Ventilotor-ossocioted, ond Heolthcore-ossocioted Pneumonio Americon thorocic society. Am J Respir Crit Core Med Vol 1 7l pp 3BB-41 6, 2005.
:
6.
Emine, Alp. Et oll. Incidence, risk foctors ond mortolity of nosocomiol pneumonio in Intensive Core Units:
A prospective study. Ann Clin Microbiol Antimicrob. 2004;3: \7.
7.
Luyt, Chorles-Edouord. Chostre Jeon. Fogon, Jeon Yves. Volue of the clinicol pulmonory infection score for the identiflcotion ond monogement of ventilotor-ossocioted pneumonio. lntensive Core Med (2004) 3O'.8 44-852 DOI I 0. I 007/s00 1 34-003-2 1 25-0
8.
Schurink, Corolino A.M. Clinicol pulmonory infection score for ventilotor-ossocioted pneumonio:
occurocy ond inter-observer voriobility. lntensive Core Med
12004) 30:217-224 DOI
1O.10O7
I
s00134-003-2018-2.
9.
Koenig, Steven M. Truwit, Jonothon D. Ventilotor-Associoted Pneumonio: Diognosis, Treotment, 1914): 637-657.
ond Prevenlion. Clin Microbiol Rev. 2006 October;
10. Dohlon
Z. Pneumonio Bokteriol. Dolom : Amin Z, Dohlon Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Z,
Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
773
PNEUMONIA
D
APAT DI MASYARAKAT
PENGERTIAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidas jaringan paru dan pertukaran gas setempat.l Pneumonia dikelompokan menjadi2:
L.
Pneumonia didapat di masyarakat atau Community-Acquired Pneumoniq (CAPJ
:
Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit.l
2. 3.
Pneumonia di dapat di rumah sakit atau Hospital-Acquired Pneumonia (HAP), Pneumonia terkait pelayanan kesehatan atau Health Care Associated Pneumonia (HCAP)
4.
Pneumonia karena pemakaian ventilator atau Ventilator-associated Pneumonia [vAP). Di bab
ini akan dibahas mengenai PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT dan
PNEU MONIA TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN.
ETIOtOGT
Etiologi pneumonia dibagi menjadi 4 kelompok pasien berdasarkan tempat dirawat, ada tidaknya penyakit kardiopulmonal dan faktor modifikasinya. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel Tobel
l.
1.
Etiologi Pneumonio.3,a.5
Grup ll : Rowot jolon.
penyokil kordiopulmonol, don / olou foktor
Kelerongon Krilerio rowot inop :jiko'ferdopol kriterio CURP 65 > 2 (Kriterio CURB 65 : eonfusion, !!.emio, &espiroiory rofe, low B)ood pressure, oge 65yeots or greofer), otou tidok mendopol perowoton yong boik dirumoh:
775
Kriterio rowol ICU
1.
Ditemukan 1 diantara 2 kriteria mayor:
2.
:4
Memerlukan ventilasi mekanik Syok septik dan memerlukan obat vasopresor
Atau ditemukan 3 kriteria minor;
-
Laju napas > 30x/menit PaO2/FiO2 rasio < 250
Infiltrat multilobus Konfusi Blood Urea Nitrogen (BUN) > 20 mg/dl Leukopenia (leukosit < 4.000/mm3) Trombositopenia ftrombosit < 100.000/mm3J Hipotermi (suhu tubuh < 36oC) Hipotensi, memerlukan terapi cairan agresif
Faktor modifikasi : penyakit jantung, hati, atau ginjal yang kronis, diabetes mellitus,
alkoholik, keganasan, asplenia, imunokompromais, menggunakan antibiotik dalam
3
bulan terakhir; adanya risiko streptococcus pneumonia resisten obat.
Tatalaksana
CAP
Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi
Riwayat penyakit Kardiopulmonal, + / atau faktor modifikasi
Grup
Grup ll
I
Sakit ringan-sedang
Penyakit Kardiopulmonal +/ atau faktor modikasi
Grup
lllA
Seyere CAP
Tampa penyakit Kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi
risiko Paeruginosa
Tanpa risiko Paeruginosa
Grup lll B
Grup lV A
Grup lV B
Tanpa
Gombor l. Slrotifikosi Posien CAP.s
DIAGNOSIS
Anomnesis produktif/tidak produktif dengan sputum purulen, bisa disertai darah. Dapat dijumpai keluhan sesak napas, nyeri dada.2 Demam, fatique, maloise, sakit kepala, mialgia, athralgia, batuk
Pemeriksoon fisik Demam, sesak napas (berbicara dengan kalimat terpengal), perkusi paru pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronchial,l
Pemeriksoon penunjongr,2
. . . . . . . . . . .
Rontgen thoraks Pulse oxymetry
Laboratorium Rutin: DPL, hitung jenis, LED/laju endap darah, glukosa darah, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT Analisis gas darah, elektrolit Pewarnaan Gram sputum
Kultur sputum Kultur darah Pemeriksaanserologis Pemeriksaan antigen Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PCR ) Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi DIAGNOSIS BANDING Bronkitis akut, bronchitis kronis eksaserbasi akut, gagal jantung, emboli paru, pneumonitis radiasi.2 IATALAKSANA4,6
Tololoksono Umum Rowot jolon
. . . . . .
Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
Ekspektoran/mukolitik Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan Bila tidak membaik dalam 4B jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks
777
Rowot lnop di RS . Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi.
.
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakitdasar PPOK dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
. . . .
Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
Nutrisi Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol Ekspektoran/mukolitik
Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rowot di ICU
.
Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi Iain dan menyingkirkan kelainan endobronkial.
Tololoksono Anlibiotiko
.
Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan
etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu seperti tercantum pada tabel 1.
. .
Terapi antibiotik diberikan selama 5 hari. Syarat untuk alih terapi antibiotik intravena ke oral (ATS 2007) : Hemodinamik
stabil dan gejala klinis membaik.
. .
Kriteria pasien dipulangkan: klinis stabil, tidak ada masalah medis aktil memiliki lingkungan yang sesuai untuk rawat jalan. Kriteria klinis stabil; suhu < 37,6,laju nadi < 10Ox/menit,laju napas <24xfmenit, tekanan darah sistolik > 90 mmHg saturasi oksigen arteri > 90%o atau PaO, > 60 mmHg pada udara ruangan, dapat memelihara asupan oral, status kesadaran compos mentis.
KOMPLIKASI
.
CAP berat:a
Bila memenuhi satu kriteria mayor atau dua kriteria minor
Kriteria Mayor
o o 778
Memerlukan ventilasi mekanik Syok septik dan memerlukan obat vasopresor
Kriteria minor;
o o o o o o o o o a
Laju napas > 30x/menit PaO2/FiO2 rasio < 250
Infiltrat multilobus Konfusi Blood Urea Nitrogen (BUN) > 20 mg/dl Leukopenia (leukosit < 4.000/mm3J Trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3)
Hipotermi fsuhu tubuh < 36oC) Hipotensi, memerlukan terapi cairan agresif
Gagal napas, syok, gagal multiorgan, koagulopati, eksaserbasi penyakit komorbid.2
PROGNOSIS 5,7
Mortalitas pasien CAP yang dirawat jalan < 1o/o, lang dirapat inap di rumah sakit -1.4o/o, yang dirawat di ICU > 30o/o (penelitian di United KingdomJ.a Mortalitas pasien
dengan nilai CURB-65=0 adalah 1.2o/o,3-4 adalah 31%.s
PNEUMONIA PADA KEHAMITAN DIAGNOSIS
Anomnesis Batuk (90o/o), sesak napas (65%o), sputum produktif, nyeri dada, malaise.T
Pemeriksoon Fisik Laju napas meningkat.T
Pemeriksoon Penunjong
. .
Rontgen thorax
Kultur sputum, tes serologis, identifikasi cold agglutinin, dan tes antigen bakteri tidak direkomendasikan.T
TATALAKSANA?,8
7.
Tanpa faktor risiko komplikasi atau kematian ; Erythromycin, 500-1000 mg IV q6h, diberikan dalam 10-14 hari.
2.
Jika ditemukan faktor risiko seperti tercantum dalam tabel, maka pasien perlu di
rawat inap dan berikan tambahan cefotaxime (1 gram iv q24h) atau ceftriaxone [1 gram iv qBh) selain erithromycin. Monoterapi dengan obat antipneumococcal
seperti fluoroquinolone fciprofloxacin, ofloxacin, Ievofloxacin) juga dapat diberikan.
3.
)ika dicurigai penyebabnya adalah virus (biasanya paparan infeksi terjadi pada bulan Oktober-MeiJ: Oseltamivir 2x75 mg oral, Zanamivir 2x1-0mg inhalasi
Tobel 2. Foklor Risiko Komplikosi olou KemotionT
keterliboton ekstropulmo.
KOMPLIKASI Persalinan prematul sepsis dan asfiksi neonatal.T
PNEUMONIA PADA GERIATRI Gejala pneumonia pada geriatri cenderung lebih samar dari pada pneumonia
umumnya, dan terkadang dapat muncul delirium. Hal ini disebabkan karena kapasitas paru pada usia lanjut cenderung menurun sehingga kemampuan untuk batuk berkurang. Produksi sputum dapat banyak tapi kemampuan membersihkannya berkurang, dan juga karena respon imum pasien usia lanjut telah menurun.e Faktor risiko pneumonia pada geriatri: kondisi komorbid, usia >70 tahun, status
nutrisi yang buruk, imunosupresi, curiga aspirasi, level serum albumin yang rendah, gangguan menelan, kualitas hidup yang buruk, konsumsi alkohol dan merokok. Terapi pneumonia pada geriatri sesuai dengan penyebab sama seperti pada umumnya
dapat dilihat pada tabel 1. Terapi antibiotik empiris adalah fluoroquinolon karena kebanyakan CAP pada geriatri disebabkan oleh streptococcus pneumonia.e Pasien usia lanjut disarankan untuk melakukan vaksinasi pneumococcal dan influenza untuk mencegah te rjadinya pneumonia.l0
PNEUMONIA TERKAIT PETAYANAN KESEHATAN PENGERIIAN Pneumonia terkait pelayanan kesehatan atau Health Care Associates Pneumonia (HCAP) adalah pneumonia yang terjadi pada pasien setelah >48 jam masuk ke pelayanan
kesehatan.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Demam, batuk dengan sputum purulen.ll
Pemeriksoon Fisik Suhu tubuh > 38,3"C, pemeriksaan paru dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi paru.11
Pemeriksoon Penunjongr
. . . .
I
Darah: leukositosis Rontgen thorax: bervariasi dari infiltrat samar sampai konsolidasi lobus dengan
air bronchogram sampai infiltrat alveolar atau interstitial difus. Kultur darah, analisa gas darah, elektrolit, fungsi hati dan ginjal Aspirasi endotrakeal menggunakan kateter steril dan fibreoptic bronchoscopy dengan broncholalveolar lavage untuk mengambil spesimen sehingga dapat di analisis.
DIAGNOSIS BAND!NG Gagal jantung kongestif, atelektasis, aspirasi, tromboemboli paru, perdarahan paru,
dan reaksi obat.11
TATALAKSANA
Suportif . Terapi O, jika diperlukan, untuk mencapai PaO, B0-100 mmHg atau saturasi 95960/o.
o
Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
o
Terapi cairan
a
Antipiretik
a
Antibiotik:
dapat dilihat pada tabel
3
Tobel 3. Teropi Antibiotiko Empiris podo HCAP.' otou
Kelerongon Foktor risiko MDR: teropi ontibiolik dolom 90 hori terokhir, rowol inop selomo > 5 hori, immonokompromois, dio isis kronik dolom 30 hori terokhir, leropi infus di rumoh (termosuk onlibiotik), perowoton luko di rumoh, insiden tinggi MDR podo komunilos olou podo
peloyonon keseholon terkoit, riwoyot keluorgo MDR ?
!
PROGNOSIS Prognosis berdasarkan Pneumonia Severity /ndex (PSI) Bila nilai PSI < 90 (risiko
rendah, rata-rata mortalitas sebesar 3,3o/o.Bila nila PSI >130 (risiko tinggiJ, maka rata-rata mortalitas sebesar
34o/o.
Detail PSI dapat dilihat pada tabel
Tobel 4. Pnevmonio Severily lndex
782
4.13,14
Penyokit loin
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Divisi Tropik - Infeksi, Departemen Radiologi/ Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Parasitologi, Anestesi/lCU
a
RS
non pendidikan
Bagian Paru, Patologi Klinik, Radiologi, Parasitologi, Mikrobiologi klinik, Anestesi/lCU
REFERENSI
l.
Dohlon, Zul. Pneumonio. Dolom : Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid lll. Edisi V. .Jokorto :Boloi Penerbit FKU l; 2009. p 2196-2206.
783
Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/
2.
Dohlon Z. Pneumonio Bokteriol. Dolom :Amin Z, Dohlon Prosedur Respirologi don Penyokit Kriiis Poru.
3.
Pneumonio. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. lBth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-
Z,
Hill Componies, 201 Americon Thorocic Society. Guidelines for the Monogement of Adults with Community-Acquired Pneumonio: Diognosis, Assessment of Severity, Antimicrobiol Theropy, ond Prevention. Am J Respir Crit Core Med, 2001;153:1730-54. Mondell, Lionel A. Et oll. Infectious Diseoses Society of Americo .Americon Thorocic Society Consensus Guidelines on the Monogement of Community-ocquired Pneumonio in Adults. CID 2OO7:44 (Suppl 2). Diunduh dori : http://www.thorocic.org/stotements/resources/mtpi/idsootscop.pdf . podo tonggol29 Mei 2012. 1
4. 5.
6.
Lutfiyyo, M. Nowol. Et oll. Diognosis ond Treoiment of Community-Acquired Pneumonio. Americon Fomily Psycion.2006. Diunduh dori :http://www.oofp.org/ofp. podo tonggol 29 Mei2O12.
7.
British
Thorocic Society Stondords of Core Committee. British Thorocic Society Guidelines for the
Monogement of Community Acquired Pneumonio in Adults. Thorox
8.
2001 ;56 (suppl lV)
:1
-64.
Pulmonory Disorders. Dolom : Cunninghom, Gory F. Et oll. Williom Obstekic 22nd Edition. The Hills Componies. 2007.
MocGrow
9.
Infectious Complicotions. Dolom:Evons, ArthurT. Monuol of Obstretic. Lippincotl Willioms & Wilkins.2007.
lO. Morie, Thomos J. Community-Aquired Pneumonio in Elderly. Clinicol Infectious
Diseoses
2000;31:1066-78 q 2000 by the lnfectious Diseoses Society of Americo. 1
1.
Fung HB. Chu MO, Monteoqudo. Community-ocquired pneumonio in the elderly. Am J Geriotr Phormocother. 201 0 Feb;8( I ):47 -62.
12. Pulmonory disorders. Dolom :McPhee, Stephen ond Treotment. The McGrow
Hills
J. Popodokis, Moxine
A. Current Medicol Diognosis
Componies. 201 l.
13. Tuberculosis. Dolom : Ausiello. Goldmon. Cecil Medicine 23rd edition. Sounders : Philodhelphio. 2007
14. Seymonn, Gregory B. Heolth core-ossocioted pneumonio : Meeting the clinicol chollenges. The Journol Of Respirotory Diseoses
784
. Yol.29,
No. 5
. Moy 2008
S
N ROM VENA KAVA SUPERIOR
PENGERTIAN
Sindrom vena kava superior (svKsl adalah kumpulan gejala yang disebabkan obstruksi pada dinding vena kava superior yang tipis, sehingga terjadi penurunan venous return dari kepala, leher; dan ekstremitas atas. Obstruksi dapat disebabkan 2 hal yaitu keganasan dan non-keganasan. Penyebab keganasan seperti kanker paru (small cell dan squamous cell pada B5 % kasus), limfoma (pada usia muda), dan tumor metastasis. Sedangkan penyebab non-kegansan yaitu aneurisma aorta, thyromegaly, trombosis, mediastinitis fibrosing akibat radiasi, histoplasmosis, atau sindroma Behcet, dan alat intravaskular [seperti permanent central venous access catheters , pacemaker/
defibrillator leads) angka kejadian SVKS semakin meningkat (40% kasus).
1,2
DIAGNOSIS Diagnosis berdasarkan keluhan klinis
Anomnesis Onset keluhan terjadi tanpa diketahui (insidrous] dan berkembang menyebabkan sesak nafas (63% kasusJ, batuk dapat berdarah (hemoptysrs) pada 24%o kasus, suara
serak, sakit kepala, hidung tersumbat, epsitaksis, kesulitan menelan (dysphagia pada 9%o
kasusJ, nyeri dada [15% kasus) , dizziness, sinkop. Keluhan dapat diperberat dengan
membungkukkan tubuh ke depan atau tidur terlentang.
1'2
Pemeriksoon Fisik Pasien tampak lethargy, ditemukan adanya pembengkakan tangan ('18
distensi vena leher (66 mata [46
o/o),
o/o),
plethora (46
dinding dada (54
o/o),
sianosis (19
%o),
o/o)
o/o
kasus),
edema wajah terutama pada daerah
pembengkakan Iidah dan laring, nasal
congestion. Keluhan terjadi progresif dan dapat lebih ringan jika obstruksi terjadi di
atas vena azygos. Adanya edema serebral dan/atau laring walaupun jarang terjadi tetapi menandakan prognosis buruk dan membutuhkan penanganan segera. Kejang terladi lebih sering karena metastasis ke serebral daripada edema serebral akibat
oklusi vena. Adanya keluhan kardiorespiratori yang dipicu dengan perubahan posisi menandakan adanya obstruksi jalan napas dan pembuluh darah disertai keterbatasan cadangan fisiologis. Pada pasien yang mendapat sedatif atau anestesi umum dapat
terjadi cqrdiac arrest atau gagal napas. Jika obstruksi vena kava superior terjadi di proksimal vena azygos dapat menyebabkan terjadinya varises esofagus pada 1./3 bagian atas, sedangkan jika mengenai distal dari vena azygos maka varises akan terjadi di sepanjang esofagus,
Pemeriksoon Penunjong'
. .
Rontgen dada: pelebaran mediastinum superior terutama pada sisi kanan, adanya
efusi pleura eksudat dan chylous (hanya 25 % kasus) terutama pada sisi kanan. Jika rontgen normal (16 0/o) kembali melihat pada keluhan.klinis. CT scan:
melihat mediastinum lebih jelas. Diagnosis ditegakkan bila tidak adanya
opasifikasi pada struktur vena sentral dengan sirkulasi vena kolateral yang dominan.
.
Venography: mengetahui sumber obstruksi dari dalam lumen atau luar lumen, jika akan dilakukan operasi bypass. Tidak dilakukan jika ada peningkatan tekanan
intralumen karena dapat merusak integritas dinding pembuluh darah sehingga berisiko perdarahan masif pada daerah penyuntikan.
. .
Galium single photo emission CT: sesuai indikasi Bronchoscopy, percutaneous needle biopsy, mediastinoscopy, dan thoracotomy:
dilakukan sesuai indikasi dan dilakukan oleh tenaga profesional.
.
Percutaneous transthoracic
CT
guided fine needle biopsy: sesuai indikasi
Modalitas diagnostik pada SVKS dapat dibagi menjadi Tobel l. Modolilos Diognoslik podo
786
SVKS4'6
:a'6
Penololoksonoon SVKS
:a SVKS
segero oksigen, diuretik,
deksomoteson 16 mg sekoli
NSCLC
Tumor
(non smoll cell lung concer)
kemosensitif
Poliotif. Externol beom
Kemoteropi
XRT
Rekuren, tidok responsive terhodop
kemoteropi don
lnisiol externol XRT
(rodiotion theropy, single froction)
beom
woktu singkot
Diognosis histologis
sebelum teropi defl nitif
Gombor l. Algorilme Penololoksonoon
Diognosis
belum posti
XRT
Stent. Antikoogulon jiko odo komplikosi
edemo pulmonol
SVKSa'6
DIAGNOSIS BANDING
. .
Tumor mediastinum: tumor ganas, teratoma, limfoma malignum Tumor paru
TATALAKSANA3
. . . . . . . . .
Elevasi kepala Menjaga patensi jalan napas Bed rest
Oksigen Diet rendah garam Cairan infus: diberikan secara hati-hatr
Diuretik : furosemid 40 mg intravena (lV) untuk menghilangkan gejala Glukokortikoid: metilprednisolon 125 mg IV dekstametason 16-20 mg IV; untuk mengecilkan masa limfoma. Tidak berguna pada kasus kanker paru. Radioterapi: jika obstruksi disebabkan oleh non-small cell lung cancer dan metastasis tumor solid lainnya. Pada kasus darurat dapat meringankan gejala pada 70o/o kasus, dosis harian dimulai dengan dosis tinggi [>3Gy/hari) untuk mendapatkan pengecilan masa tumor yg dibutuhkana
787
a
Kemoterapi: jika obstruksi disebabkan small cell carcinoma of the lung,lymphoma, atau germ cell tumor.
a
Kombinasi radioterapi dan/atau kemoterapi: keluhan berkurang pada waktu 2-4 minggu, efek samping seperti mual, muntah, nekrosis tumor, dan fibrosis radiasi.3
o
Antikoagulan: mencegah trombosis dan embolisasi pada pasien dengan kateter vena sentraljangka panjang. Jika trombosis ditemukan secara dini dapat diberikan
t
fibrinolitik tanpa pencabutan kateter. Pemasangan stenf: untuk kasus berulang, kasus berat.
a
Operasi: jika obstruksi disebabkan oleh non-keganasan, dilakukan setelah pasien stabil
KOMPTIKASI Trombosis vena jugularis dan otak PROGNOSIS Angka rekurensi terjadi pada 10-30% kasus. Tanpa diterapi, pasien SVKS karena keganasan dapat bertahan sekitar 1 bulan. Angka rekurensi terjadi pada
1.7o/o
pasien
yang diterapi dengan radiasi dan 19 %o kasus yang diterapi dengan radiasi dan kemoterapi. Rekonstruksi vena kava superior menunjukkan patensi B0-90 % dengan angka kematian pada operatif mencapai 5o/o.s'6 Kematian pada SVKS dikarenakan penyakit penyebabnya, tidak berhubungan dengan obstruksi.l Efek samping serius SVKS jarang terjadi dan berhubungan dengan obstruksi jalan napas atau edema serebral. Pada 1986 pasien dengan SVKS, kematian hanya terjadi pada 1 kasus.a'6 UNIT YANG MENANGANI
.
RS
Pendidikan
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi
Onkologi Medik,
.
RS
Pul
-
monologi
non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
. .
RS
Pendidikan
Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah/toraks
RS
non Pendidikan
Bagian Radiologi, Bedah
REFERENSI Dutcher J Oncologic Emergencies. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l Sth ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,20l2.choplet 276.
788
2.
Yoholom J. Superior Veno Covo Syndromes In: Debvito V, Hellmon S, Rosenberg S. Concer: Principles ond Proclice of Oncology . 6th ed. Lippincott 2001 . Chopter 51.
3.
Romon M. Emergency Complicotions of Molignoncy. In : Tintinolli J, Kelen G, Stopczynski. Emergency Medicine. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies. 2004. Chopter 18.
4.
Shoh A, Kennedy M. Oncologic Emergencies. ln: .Johnston P, Spence R. Cordiovosculor Emergencies. USA : Oxford University Press lnc. 2009.chopter 1.
5.
Gront J, Lee J, Lee E. Superior Veno Covo Syndrome An updote on couses ond treotments. 2009. Diunduh dori http://bmctodoy.net/evtodoy/pdfs/EVTO709_09.pdf podo tonggol 30 Mei 2012.
6.
Amin Z. Sindrom Veno Covo Superior. Dolom:Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kriiis Poru.
789
KELA
A
NAPAS SAAT T DUR
(st EEP-D'SORDERED SI.EEP
BR
THING
I
APN
PENGERTIAN Sleep-disordered breathing atau sleep apnea merupakan merupakan istilah bagi beberapa kondisi kronis berupa hilangnya napas parsial atau seluruhnya, yang terjadi beberapa kali sepanjang malam, yang mengakibatkan ngantuk atau kelelahan di siang
hari sehingga mempengaruhi fungsi kehidupan seseorang dan menurunkan kualitas
hidup. Obstructive sleep apnea (OSAJ merupakan bentuk sleep-disordered breathing yang paling sering terjadi, dan berkaitan dengan meningkatnya risiko kematian.l Obstructive sleep apnea/hypopnea syndrome (OSAHS) didefinisikan sebagai koeksistensi dari ngantuk berlebih pada siang hari yang tidak dapat dijelaskan dengan
sedikitnya 5 kali obstruksi napas (apneu atau hipopneu) per jam waktu tidur. Apneu pada dewasa merupakan jeda napasf breathing pauses selama >10 detikdan hipopneu sebagai momen
>
10 detik dimana napas berlanjut tetapi ventilasi berkurang sedikitnya
50% dari baseline sebelumnya saat tidur.lndikator klinis pada pasien ngantuk dapat
dilihat pada tabel
1.2
Tobel 'l . lndikotor Klinis podo Posien Ngontuk2
l0-30
35-60
Umur
Tidok
Yo
Tidok
Tidur Durosi
Normol
Terbongun Mengorok Mobuk pogi hori
Kodong-kodong
Sering
Yo, keros
Kodong-kodong Kodong-kodong
Kodong-kodong
Tidur siong
Frekuensi
Biosonyo
Sedikit
beberopo
Woktu Durosi Kelerongon:
HIS =
idiopofhic hypersomnalence
Siong/molom < 1 jom
Pogi
>ljom
DIAGNOSIS Anomnesisr-a
.
Aloanamnesis oleh pasangan tidur pasien: mengorok saat tidur, pausef jedasaat bernapas, tidur terganggu
.
Somnolen berlebihan di siang hari, gangguan kewaspadaan, performa kognitif dan
menyetir, hubungan interpersonal terganggu
.
Kesulitan berkonsentrasi, sakit kepala di pagi hari, tidur malam tidak puas, rasa
tercekik di malam hari, libido menurun
Pemeriksoon
. . .
Fisik2'4
Hipertensi Obesitas
Kelainan saluran napas atas: kongesti nasal, rhinitis, sinusitis kronis, kelainan anatomis nasofaringeal, pembesaran tonsil atau adenoid, lidah besar
. .
Kelainan kraniofasial: mikrognatia,retrognatia Tanda hipotiroidisme atau akromegali
Pemeriksoon Penunjong . Tes tidur (polisomnografi): mengukur beberapa parameter fisiologis saat tidur. Salah satu parameter penting adalah napas dan hilangnya napas saat tidur. Jeda
napas (breathing pause) >10 detik disebut sebagai apnea.
. .
EEG[ElectroencephalographyJ
EKG[Elektrokardiogram)
DIAGNOSIS BANDING Tidur tidak cukup, kerja shift, penyebab psikologis, obat-obatan, narkolepsi, IHS, p has
e al te rati on syn dromes.2
TATA[AKSANA3,4
Tujuan tatalaksana adalah mengurangi fragmentasi tidur dan repetisi asfiksia, stress kardiovaskulac dan meningkatnya usaha napas yang berkaitan dengan OSAHS.
.
Umum
o o o
Posisi tidur: posisi lateral dekubitus lebih baik daripada supinasi atau pronasi
Penurunan berat badan Terapi mekanis
791
o o o a
Oksigen Cara mekanis lain untuk meredakan atau bypass obstruksi
Operasi
o o a
Ventilasi tekanan positif
Trakeostomi Uvulopalatofaringoplasti
Medikamentosa
o
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI):/uoxetine dan paroxetine 20 mg/
hari selama 4-6 minggu KOMPTIKASI Hipertensi, gagal jantung, stroke, penyakit jantung koroneI hipertensi pulmonal, sampai kematian.3
PROGNOSIS Indeks Apnea/Hypopnea (AHI)
tidur
5 per jam berkaitan dengan meningkatnya
risiko hipertensi arterial, gagal jantung, stroke, penyakit jantung koroner, dan hipertensi pulmonal. Data menunjukkan bahwa OSAHS yang tidak diterapi berkaitan dengan meningkatnya mortalitas, terutama pada pasien dengan indeks apneu sedikitnya 20 kali per jam tidur. Pasien dengan OSAHS memiliki risiko lebih tinggi untuk kematian mendadak saat tidur dan morbiditas dan mortalitas dari kecelakaan lalu lintas 3 kali lebih tinggi.3 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Pulmonologi
: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
l.
Prosod B, Croft JB, Liu Y. Sleep-Disordered Breothing. In :Schrougnogel DE. Breothing in Americo : Diseoses, Progress, ond Hope. Americon Thorocic Society. 2010. Hol 237-48. Diunduh dori http://
www.thorocic.org/educotion/breothing-in-omerico/resources/breothing-in-omerico.pdf podo tonggol 23 Mei 2012.
2.
792
Douglos NJ. Sleep Apneo. ln : Longo DL, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Jomeson JL, Loscolzo Horrison's Principles of Internol Medicine. I8ih Edition. New York, McGrow-Hill. 2012.
J.
3.
Bosner RC. Obstruciive Sleep Apneo-Hypopneo Syndrome. In:Goldmon, Ausiello. Cecil Medicine. Philodelphio. Sounders, Elsevier. 2008.
23'd Edition.
4
Sumordi. Sleep Studies. Dolom : Amin Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Z,
Dohlon
Z,
Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/Prosedur
793
TUBE KULOS S PARU
PENGERT!AN
Tuberkulosis paru (TB parul adalah infeksi paru yang menyerang Jarrngan paren kim paru, disebabkan bakteri My cob a cterium tub e rculosls.' PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Demam biasanya subfebril, batuk (dapat ditemukan batuk darah), sesak napas,
nyeri dada, malaise, berat badan menurun, keringat malam, riwayat kontak penderita T8.2,3
Pemeriksoon Fisik Demam, konjungtiva anemis, berat badan berkurang, auskultasi suara napas bronkial, dapat ditemukan ronki basah/kasar /nyaring. Bila infiltrat diliputi penebalan pleura, suara napas jadi vesikuler melemah, bila terdapat kavitas besar ditemukan perkusi hipersonor ertimpani, auskultasi suara amphorik.l Loborotorium2'3'a
. . . . .
Darah: LED meningkat
Mikrobiologis BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS Kultur Mycobacterium tuberculosrs positif (diagnosis pasti) Foto toraks PA t lateral (hasil bervariasiJ : infiltrat, pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hilus/ KGB paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed lung.:'
. .
Imuno- Serologis Uji tuberculin'. sensitivitas 93,60/o, spesifisitas 98,
dapat dilihat pada tabel
.
Tes PAP, ICT-TB:
positif
1.
o/o.a
Kriteria positif uji tuberculin
dari sputum (hanya menunjang klinis)
a
PCR- TB
a
Pemeriksaan adenosine deaminasepada tuberkulosis di cairan pleura, perikardial dan
peritoneal. Kriteria positif adalah 100U/L untuk pleuralTB,92U /L untuk peritoneal dan 90 U/L untuk efusi perikardial. Sensivisitas 100% dan spesifisitas 94,60/o. Tobel
l.
Krilerio Positif Uji luberkulin3
DIAGNOSIS BANDING Pneumonia, tumor/keganasan paru, jamur paru, penyakit paru, akibat kerja.
TATATAKSANA
Suportif: istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas, nutrisi, vitamin. Medikamentosa : obat anti tuberkulosis ( OAT )6'? 1. Kategori 1. Pasien baru yaitu pasien yang belum pernah mendapatkan terapi OAT atau pernah mendapatkan OAT sebelumnya selama
terapinya adalah ?HRZE/4HR. Dosis obat dapat dilihat pada tabel 2.Pada pasien
baru yang diketahui resisten isoniazid atau diketahui lingkungan sekitar risiko ri n ggi re s isten isonia zid, maka b erik an ZHRZE / 4HRE.
2.
Kategori 2. Pasien yang sebelumnya pernah mendapat terapi OAT
. .
Kultur dan resistensi OAT atau drug susceptibility fesr (DSTJ Jika hasil DST belum ada
o
Pasien yang gagal terapi [sputum BTA atau kultur tetap positif pada akhir bulan ke-5 pengobatan) Pasien yang putus berobat (pasien yang
putus berobat selama >2 bulan berturut-turutJ atau kambuh, berikan ZHRZES/1.HRZE/sHRE
.
fika hasil DST sudah ada, sesuaikan terapi dengan antibiotik spesifik patogen.
795
Tobel 2. Dosis don Efek Somping OAT''6
3.
Indikasi kortikosteroidT
. . . . .
Meningitis TB TB milier dengan atau tanpa meningitis TB dengan Pleuritis eksudativa TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Manifestasi klinis insufisiensi adrenal karena TB
Pemeriksoon Teropi6
. . .
OAI periksa hasilDST pada bulan kedua pengobatan, bila terdapat resistensi ganti obat sesuai protokol MDR-TB Cek sputum BTA pada akhir fase intensif (akhir bulan ke-2 terapi pada pasien baru dan akhir bulan ke-3 pada pasien yang sebelumnya telah mendapat OAT) Pada pasien yang sebelumnya telah mendapat
f
ika masih positif, cek ulang sputum BTA pada akhir bulan ke-3 terapi pada pasien
baru dan akhir bulan ke-4 pada pasien yang sebelumnya telah mendapat OAT
.
fika masih positif, pasien dinyatakan gagal terapi. Pada pasien baru yang belum pernah mendapat OAT stop kategori 1 atau mulai terapi kategori 2. Cek kultur dan DST pada pasien baru cek bulan dan DST pasien yang sebelumnya telah mendapat
.
796
oAr) fika hasil kultur dan DST positif ditemukan resistensi, maka pasien mulai dulu protokol MDR-TB.
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS
Multi Drug-Resistant TB (MDR-TB) dan Extensively Drug-Resistant TB (XDR-TB) MDR-TB adalah resisten terhadap 2 jenis OAT lini pertama yang paling efektif yaitu Isoniazid dan Rifampisin. XDR-TB adalah resiten terhadap Isoniazid, Rifampisin dan
lini kedua.T Faktor risiko MDR; tidak patuh berobat, hasil monitoring sputum BTA tetap positifpada akhir bulan ke-2 dan ke-3 setelah terapi, riwayat perburukan dengan OAT
terapi OAI terpajan pada lingkungan atau instansi yang prevalensi tinggi MDR, gagal terapi sebelumnya, kondisi komorbid seperti malabsobsi, atau rapid-transit diare, memiliki diabetes mellitus tipe 2.6 Prinsip terapi MDR TB
. . . . .
:
Terapi dengan setidaknya 4 obat yang masih efektif berdasarkan hasil kultur International Standars for Tuberculosis Care (ISTC) Pengobatan paling sedikit selama 18 bulan (ISTC)
Monitoring kultur/sputum BTA setiap bulan, sampai terjadi konversi Bila sudah terjadi konversi, monitoring kultur/sputum BTA dilakukan tiap 2-3 bulan Terapi dilanjutkan selama 18 bulan setelah konversi. Tetapi agen injeksi dilanjutkan
4-6 bulan setelah konversi. Pemilihan terapi MDR TB:
. .
Pemilihan obat berdasarkan hierarki seperti yang tercantum pada tabel
3.
Pilihlah obat yang paling efektif (berdasarkan hasil DST) pada kelompok
terlebih
1
dahulu, baru kemudian kelompok2,3, dan 4. Tobel 3. Kelompok Obol unluk Teropi MDR
T86,8
2
owol
797
12
rom Amx
grom
TB
ekslro poru TB ekstra paru diterapi sama seperti TB paru. Pada meningitis TB, disarankan
terapi berlangsung selama 9-12 bulan sementara pada TB tulang dan sendi, disarankan
terapi selama 9 bulan. Kortikosteroid ditambahkan pada terapi meningitis TB dan perikarditis, Dosis kortikosteroid pada meningitis TB dan efusi perkardial dapat dilihat pada tabel 4.Pada meningitis TB, etambutol diganti streptomisin.6 Tobel 4. Rekomendosi dosis korlikosleroid podo TB ekslropulmonol.l0rr
798
Kehomilon Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidakberbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin, Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat ototoksik permanen dan dapat menembus sekat plasenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan
pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB.6'7,11
Ibu menyusui don boyinyo Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan
pada umumnya, Semua jenis OAT relatif aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui
yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang
tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.6
Posien
TB
dengon infeksi HIV/AIDS
Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan
ARV
(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO, Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prin sip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan
Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko
tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayananVCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIVJ.7 Rekomendasi ARV pada pasien dengan TB adalah evafirenz (EFVJ dan 2 nukleoside.6
KOMPLIKASI PENYAKIT
.
Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas,
. .
TB ekstra paru: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe,
Kor Pulmonal
799
PROGNOSIS Dengan terapi INH dan rifampisin selama 6 bulan dan pyrazinamide selama 2 bulan,
sekitar 96-990/o sembuh fbagi pasien HIV negatif).8 Angka kambuh
<5o/o.3
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Pulmonologi
: Bagian IImu Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
.
RS
Pendidikan
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan organ/komplikasi TB, Departemen Radiologi/Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi
: Divisi
klinik, Patologi Anatomi, Bedah/toraks dan Bagian lain yang
terkait dengan keterlibatan organ/komplikasi TB a
RS
non pendidikan
: Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi
Anatomi, Mikrobiologi klinik dan Bagian lain yang terkait dengan keterlibatan organ/komplikasi TB REFERENSI
l.
Amin, Zulkifli. Bohor, Asril. Tuberkulosis Poru. Dolom : Sudoyo, Aru W. Setyohodi, Bombong. Alwi, ldrus. Simodibroto, Morcellus. Setioti, Siti. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jilid lll. Edisi V. Jokorto
2.
Achmod
3.
Tuberculosis. Dolom : Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Honison's principles of internol medicine. l Bth ed. United Stotes of Americo;The McGrow-
4.
Pulmonory disorders. Dolom : McPhee, Stephen J. Popodokis, Moxine A. Cunent Medicol Diognosis ond Treotment. The McGrow Hills Componies. 20l 1.
5.
EA, Tolbot. D, Horlond. W, Wielond-Alter. S, Burrer. LV, Adoms. Specificity of the tuberculin skin test ond the T-SPOT.TB ossoy omong students in o lowJuberculosis incidence setting. Jom Coll Heolth. 2012:60ll ):94-5. Diunduh dori : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22171735 podo tonggol 3 Juni2012.
6.
Tuberculosis Coolition for Technicol Assistonce. Internotionol Stondords for Tuberculosis Core (ISTC). Ihe Hogue: Tuberculosis Coolition for Technicol Assistonce, 2006.
7. 8.
Treotment of Tuberculosis Guidelines 4th Edition. World Heolth Orgonizotion. 2010.
9.
Froncis J. Curry Notionol Tuberculosis Center ond Colifornio Deportment of Public Heolth, 2009: Tuberculosis Drug Informotion Guide
:Boloi Penerbit FKU l; 2009. P2230-39. Y. Tuberkulosis Poru. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds). Ponduon Totoloksono/ Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Hill
800
Componies, 201 l.
Pedomon Nosionol Penonggulongon Tuberkulosis Edisi Keduo Cetokon Pertomo. Depotemen Kesehoton Republik Indonesio. 2007.
10. Tuberculosis. Dolom : Ausiello Goldmon. Cecil Medicine 23rd edition. Sounders : Philodhelphio. 2007. I
l.
Kodhirovon, Tomilorosu Deeponjoli, Surendron. Role of Corticosteroids in ihe Treotment of http://medind.nic.in/ioe/tl0/i3lioetl0i3p l53.pdf podo
Tuberculosis: An Evidence-bosed Updote. tonggol l0juni 2012.
801
TUMOR PARU Pembagian tumor paru berdasarkan klasifikasi WHO Tobel
l.
Klosifikosi pembogion lumor berdosorkon WHOr'2
Pada bab ini akan dibahas mengenai karsinoma paru.
KARSINOMA PARU PENGERTIAN
Merupakan sel kanker yang tumbuh dan berasal dari jaringan paru. Pembagian
praktis karsinoma paru untuk tujuan pengobatan yaitu
. .
small cell lung cancer (SCLCI non small cell lung cancer (NSCLCJ
Foktor risikor,3 . Merokok [aktifl pasif
.
J,
Polusi lingkungan kerja:
.
:1
asbestis (galangan kapal, konstruksi, pertambangan)
arsenik (kebun anggu4 gembala kambing, tambang emas, pelapis logam),
hidrokarbon aromatik polisiklik (industri baja) kromat dan kromium (pekerja industri, pelapis krom) silika (penemuan baja), pabrik gas beracun, penyulingan nikel tambang uranium, radon, dan turunannnya
Polusi udara: gas buangan kendaraan bermotor mengandung hidrokarbon aromatik
polisiklik
. .
Radiasi non-ionisasi (telepon selular), Radiasi prosedur diagnostik
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Asimptomatis, batuk, hemoptisis, nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura. f ika sudah ada metastasis dapat memberikan keluhan nyeri tulang, sakit kepala, suara serak, sulit menelan, dan sesak napas.
1
Pemeriksoon Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan wheezing,stridor; abses, atelektasis, aritmia
finvasi ke pericardium), sindrom vena kava superior, sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak (penekanan pada N.laryngeal recurrenfJ, sindrom Pancoast (invasi pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis). Jika sudah ada metastasis dapat ditemukan ikterus, perubahan neurologis, pembesaran kelanjar getah bening. 1
803
Pemeriksoon Penunjongt,3 . Pemeriksaan serologif tumor marker: karena spesifisitas yang rendah dalam mendiagnosis karsinoma paru, maka lebih banyak digunakan untuk evaluasi hasil pengobatan.
o o o . . .
CEA (carcinoma embryonic antigen) NSE (neuron-spesific enolase)
Cyfra
2l-2 (cytokeratin fragments
19)
Foto rontgen dada CT scan
atau MRI
Bone scanning
o
.
Indikasi:jika diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang Pemeriksaan sitologi sputum: dilakukan rutin dan sebagai skrining untuk diagnosis dini o Hasil pemeriksaan tergantung: letak tumor terhadap bronkus, jenis tumoq, teknik mengeluarkan sputum, jumlah sputum yang diperiksa, dan waktu pemeriksaan sputum.
.
Pemeriksaan histopatologi: standar emas diagnosis karsinoma paru. Cara mendapatkan spesimennya:
o o o o o
Bronkoskopi Trans torakal biopsi (TTB)
Torakoskopi Mediastinoskopi Torakotomi
Sindrom paraneoplastik terdapat pada 10
. . . . . . .
804
%o
karsinoma paru, terdiri dari
Gejala sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi: leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi Neurologik: demensia, ataksia, tremol neuropati perifer Endokrin: sekresi PTH (hiperkalsemiaJ Dermatologi: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh Renal: SIADH (Syndrome Of Inappropriate Antidiuretic Hormone)
Osteoartropatihipertrofi
:
SIAGING KARSINOMA PARU Tobel 2. Stoging Korsinomo Porur3 TI NOMO
T3NI MO T4
ony N M0
Stoge lV KETERANGAN Tx
:
: : T3 :
Tumor terbukti gonos didopoi dori secret bronkopulmonor, topi iidok terlihol secoro bronkoskopis don rodiologis Tumor tidok dopol diniloi podo sloging relreolmenl
Tumordengon diometer< 3cm Tumor dengon diometer > 3 cm olou lerdopot otelektosis podo disto hilus Tumor ukuron opopun meluos ke p euro, dinding dodo, diofrogmo, perikordium, < 2 cm dori corino, terdopot otelektosis totol T4: Tumor ukuron opopun invosi ke mediostinum otou ierdopot efusi pleuro molignqn N0: Tidok odo kelenjor getoh bening (KGB) yong lerlibot N I : Metostosis KGB bronkopulmoner otou ipsiloterol hilus N2 : Metostqsis KGB mediostinol olou sub corino N3: Metostosis KGB mediostino kontroloterol o'fou hilus otou KGB skoleneus otou suproklovikulor M0 : Tidok odo melostosis jinok M I : Metostosis jinok podo orgon lotok, hoti) Tl
T2
Pendekoton diognosis podo nodul soliler poru nodul boru podo
Kolsif]kosi
SCOn
jinok podo CT scon otou
stobil se omo 2 tohun podo ronlgen
Yo
Tidok perlu pemedksoon lebih lonjut
Tidok
Ado foktor risiko operosi
Tidok
Apokoh kemungkinon
Yo
kemungkinon konker rendoh
Cl scon seriol 3,6,12.24 bulo^
Hosil
negoiif
kemungkinon konker
Pemeriksoon lombohon:
. PET jlko ukuron nodul > I cm . Aspirosi lorum holus trons torosik jiko letok nodul dl perifer . Bronkoskopi liko udoro bronkus posilif . CT scon
Hosil Posilif
Vldeo ossiled lhorocoscopic surgeri, emeriksoon klenjor getoh bening mediosiinum don frozen seclion diikuti lobektomijiko sel gonos
Gombor'1. Algoritmo Pendekoton Diognosis podo Nodul Soliler
Poru4's
DIAGNOSIS BANDING Tumor metastasis dari kanker primer di tempat lain, tumor jinak paru TATATAKSANA
scrc
.
Limited stage lstatls tampilan baik
kemoterapi kombinasi dan radioterapi
J
toraks a
Extensive sfage [status tampilan baik
J
komplit (semua stage) Status tampilan buruk (semua stage) Respons tumor
kemoterapi kombinasi
radioterapi kranial profilaktik
kemoterapi kombinasi dengan modifikasi dosis radioterapi paliatif
Tobel 3. Teropi untuk NSCLC],3.s
Kemoleropi
:
Lini perlomo : siklofosfamid, doksorubisin, meto'lroksol, prokorbosin Lini keduo : dacet'oxel, pemelrexed, and erlolinib, vinorelbine, gemcilobine. paciiloxel, gisplofin, corboplotin
Pendekoton Tololoksono podo Korsinomo Poru Anomnesis, pemeriksoon lsik, don pemeriksoon penunjong Menentukon slolus performqnce, odokoh penurunon berol bodqn
Tidok odq gejqlo otou hosi pemeriksqon yong menunjukkon
qdonyo metostosis
Ditemukon lesisingle podo imoling
Diiemukon esi multipe podo imojing
Biopsi lesi
Tidqk odo kontroindikosi
Ado kontroindikosi
kemoteropi kombinosi don rodioterqpi
kemoteropi kombinqsi don rqdioteropi
Teropi kombinosi dengon p/olinum bosed teropi, eioposide, dqn rqdioteropi
Teropi dengon kemoteropi don rqdioteropi
Tidok qdq metostosls
Ado melqstosis
Gombor 2. Algorilmo Teropi podo SC[C4
806
Kemoteropi don/otou rodioteropi unluk poliotif
Anomnesis, pemerlksoon fsik, don pemeriksoon penunjong Menentukon stolus performonce, odokoh penurunon berot bodon
Tidok odo gejolo otou hosi pemeriksoon yong menunjukkon odonyo metostosis TidoI odo kontroindikosi operosi.
Ditemukon lesi sing e podo imojing
Ditemukon lesi multipel podo imojing
kemoteropi kombinosi , otou rodioteropi Biopsi lesi
Tes fungsi poru, pemeriksoon imojing untuk melihot odonyo metoslosis Tes kordiopulmonor Tes koogulosi
Iidok odo
Ado
metoslosis
metostosis
Lihot
Gombor
I
Rujuk ke bedoh untuk evoluosi mediostinum don rencono reseksi
N0 olou
Stoge lA Operosi
N2 olou N3
NI
Sloge ll otou lll : Operosi diikuti kemoteropi odjuvon
Sloge lB
Ukurcn < 4cm operosi
Tidok dioperosi Teropi kemoteropi
Ukuron>4cmoperosi don kemoleropl odjuvon
komblnosi
:
Gombor 3. Algoritmo Teropi podo
NSCLC4,5
KOMPTIKASI Obstruksi jalan napas, gagal napas, perdarahan
/
hemoptisis, abses, atelektasis,
metastasis ke organ: otak,
PROGNOSIS Tergantung tipe histologi, staging, resektabilitas dan operabilitas. Pada
SCLS
kemungkinan harapan hidup rata-rata yaitu 1 tahun. Pada kelompok limited stage kemungkinan hidup rata-rata yaitu 1,-2 tahun. Sebesar 30 % kematian terjadi karena komplikasi Iokal dari tumot 70% meninggal kareka karsinomatosis. Pada
NSCLC yang
dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30 %. Survival setelah tindakan bedah yaitu 30-40 o/opada stadium I, 10-15 o/opada stadium II, dan < L0
o/o
pada stadium III. Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis
berwariasi, dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun tergantung dari p erformance sfofus (skala
Karnofsky),luasnya penyakit, adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.l'3
807
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
Pendidikan
RS
non Pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Pulmonologi
UN!I IERKAIT
.
RS
Pendidikan
Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Radiologi, Radioterapi, Bedah/
toraks o
RS non
Pendidikan
Bagian Radiologi, Bedah
REFERENSI
l. 2.
Amin Z Konker poru. Dolom: Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW, editors. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V Jokorto: Interno Publishing; 2010: Hol 2254-62.
Brombillo E, Trovis WD, Colby TV et oll. The new World Heolth Orgonizotion clossificotion Eur Respir J 2O0l; lB: l059-1068. Diunduh dori http://erj.ersjournols.com/ conl enl I 1 8 I 6 I I 059 f ull.pdf +html podo tonggol 22 Juni 201 2.
of lung tumours.
808
3.
Tokohoshi T, Sidronsky D. Neoplosms of the Lungln : Moson: Munoy & Nodel's Textbook of Respirotory Medlcine, 4th ed. United S1o1es of Americo : Sounders .2005. chopter 42.
4.
L. Neoplosms of the Lung.ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of iniernol medicine. l8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012.chopter 89
5.
Amin Z. Konker Poru. Dolom : Amin Z, Dohlon Z, Yuwono A (Eds) . Ponduon Totoloksono/Prosedur Respirologi don Penyokit Kritis Poru.
Horn
PI II[1il(S[ [[ Dt I I GIl P nffi [U
PAA
P AKTK
Kl
S
Artritis Reumotoid. Artritis Gout
D." H;;;;rr'r"r'"
Artritis Septik.......
Fibromiolgio Lupus Eritemotosus Sistemik . Nyeri Pinggong .......... Osteoporosis .............. Osteoortritis............... Reumotik Ekstroortikulor ....... Sklerodermo ..... Spondiloortropoti
826
ARTRIT S
R
MATOID
PENGERTIAN
Artritis reumatoid [AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif dimana sendi merupakan target utama selain organ lain, sehingga mengakibatkan kerusakan dan deformitas sendi, bahkan disabilitas dan kematian. Walaupun etiologi yang sebenarnya belum dapat diketahui dengan pasti, ada beberapa faktor yang diperkirakan berperan dalam timbulnya penyakit ini seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas II dan faktor infeksi seperti virus Epstein Barr (EBV).1
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisl,2
. .
Radang sendi fmerah, bengkak, nyeri) umumnya menyerang sendi-sendi kecil, lebih dari empat sendi [poliartikularJ dan simetris.
Kaku pada pagi hari yang berlangsung Iebih dari 1 jam atau membaik dengan
beraktivitas
.
Terdapat gejala konstitusional seperti kelemahan, kelelahan, anoreksia, demam nngan
Pemeriksoon Fisik Dalam keadaan dini AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic rheumatismyaitu
timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul antara 3-5 hari dan diselingi masa remisi sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang khas. AR awal juga dapat bermanifestasi sebagai pauciarticular rheumatrsm yaitu gejala oligoartikuler yang melibatkan 4 persendian atau kurang. Kedua gambaran ini seringkali menyulitkan dalam menegakkan diagnosis AR dalam masa dini. 1
Tobel
l.
Keloinon yong Dilemukon podo Pemeriksoon Fisik
12
Pemeriksoon Penunjong2.3 . Darah perifer lengkap: anemia, trombositosis . Rheumatoid Factor [RF), anti-cyclic citrullinated peptide antibodies (ACPA/antiCCP/anti-CMVJ
. . . .
Laju endap darah atau C-reactive protein [CRP) meningkat Fungsi hati, fungsi ginjal
Analisis cairan sendi fpeningkatan leukosit > 2.000/mm3
pada bare area tulang.
.
J.
Pemeriksaan radiologi [foto polo/sUSG Doppler): gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxta-articular dan erosi Biopsisinovium/nodulreumatoid.
Tobel 2. Krilerio Diognosis Artritis Reumoloid berdosorkon ACR 2010
a
Kelerongon: Woloupun skor posien <6/10 tidok dionggop menderito ortritis reumotoid, okon tetopi stotus mereko dopot diniloi ulong don kriterio dopot dipenuhi secoro kumulotlf sepon.iong woktu Keterliboton sendi meru.iuk podo odonyo pembengkokon otou roso nyeri sendi podo pemeriksoon
*
yong dikonflrmosi dengon gomboron sinovitis podo pencitroon Sendi interfolongeol distol, korpometokorpofolongeol
pertomo don metoiorsofolongeol periomo iidok dionggop bermokno Kotegori
sendi yong terlibot berdosorkon podo lokosi don jumloh sendi yong terlibot dengon Sendi besor merujuk podo bohu, siku, poho, lutut don pergelongon koki
*+** Sendi kecil merujuk podo sendi metokorpofolongeol, interfolongeol proksimol, melotorsofolongeol duo hinggo limo, lnterfolongeol ibu .jori, pergelongon tongon don sendi-sendi tidok spesiflk seperti
'lemporomondibulor, okromioklovikulor, sternoklovikulor Niloi negotif meru.iuk podo niloi lU lebih kecil otou somo dengon niloi botos olos normol untuk loborotorium, posilif lemoh merujuk podo nlloi lU lebih tinggi dori niloi botos otos normol nomun < 3 koli botos oios niloi normol, positif kuot merujuk podo niloi lU >3 koli bolos otos niloi normol Apobllo pemeriksoon foktor reumotoid honyo terdiri dori positif don negotif, moko niloi positif dionggop sebogoi positif lemoh ACPA= onli citrulinoted prolein ontibody =' Niloi normol memokoi potokon niloi loborotorium setempot +hB Durosi gejolo odoloh durosi posien mengolomi keluhon sinovilis yong diniloi secoro klinis podo soot pemeriksoon *ACR: Americon Coiiege of Rheumotology
"
ACR juga menilai sensitivitas dan spesifisitas baik
dari pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang guna mengarah pada diagnosis AR.
Artritis >3 tohun
DIAGNOSIS BANDING Lupus eritematosus sistemik, gout, osteoartritis, spondiloartropati seronegatil sindrom Sjogren2'6
TAIATAKSANA Nonfarmakologis Edukasi, proteksi sendi pada stadium akut, foot orthotic/splint (jika perlu], terapi spa, latihan fisik (dynamic strength trainingJ 30 menit setiap latihan 2-3 kali seminggu dengan intensitas sedang, suplemen minyak ikan, suplemen asam lemak esensial.2,4
811
Formokologist,z,e
.
Disease modifying anti rheumatic drugs (DMARDJ konvensional: MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomid, azatioprin, siklosporin
. . .
Agen biologik: infliksimab, etanersep, tocilizumab, golimumab, adalimumab
Glukokortikoid OAINS: non-selektif atau selektif COX-2
Tobel 4. Dosis Obot unluk Penotoloksonoon Arlritis Reumotoid (DMARD konvensionol)
6
Pirimidin, synlhesis inhibitors
Azotioprin
Alkyloting ogents
Ieropi Bedoh Dilakukan bila terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif, nyeri persisten pada sinovitis yang terlokalisasi, keterbatasan gerak
yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, kompresi saraf dan adanya
ruptur tendonl'2 KOMPTIKASI Anemia, komplikasi kardiak, gangguan mata, pembentukan fistula, peningkatan infeksi, deformitas sendi tangan, deformitas sendi lain, komplikasi pernapasan, nodul reumatoid, vaskulitis, komplikasi pleuroparenkimal primer dan sekunder; komplikasi akibat pengobatan.6 Osteoporosis lebih sering terjadi pada penderita AR yang berkaitan dengan aktivitas penyakit AR dan pemakaian glukokortikoid, sehingga perlu terapi terhadap pencegahan osteoporosis dan patah tulang.
812
PROGNOSIS
Kriteria remisi pada artritis reumatoid dapat menggunakan ACR/EULAR yaitu apabila pasien memenuhi seluruh kriteria berikut:2 1. f umlah sendiyang nyeri < 1
2. 3.
4.
umlah sendi yang bengkak < 1 Nilai CRP < 1.mg/dL Penilaian global pasien < 1 [dalam skala 0 - L0)
f
Sejumlah 10% pasien yang memenuhi kriteria AR akan mengalami remisi spontan dalam 6 bulan. Akan tetapi kebanyakan pasien akan mengalami penyakit yang persisten dan progresif. Tingkat kematian pada AR dua kali lebih besar dari populasi umum dengan
penyakit jantung iskemik yang menjadi penyebab utama kematian terbanyak diikuti dengan infeksi. Median harapan hidup lebih pendek dengan rata-rata 7 tahun untuk lakilaki dan 3 tahun untuk perempuan dibandingkan populasi kontrol.l'2 UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKAIT
.
a
RS
pendidikan
RS non
Semua Sub-Bagian Di Lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
pendidikan
Dalam, Departemen Ortopedi, Departemen Rehabilitasi Medik Bagian Ortopedi, Bagian Rehabilitasi Medik
REFERENSI
1.
Suorjono l. Artritis reumotoid. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom.5h ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2495 - 513
2.
Shoh A, StCloir E. Rheumotoid orthritis. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8rh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012:2738 - 52
3. 4.
MercierLonnie
5.
R.
Rheumoloid Nthritis.ln: Ferri: Ferri's Clinicol Advisor2008, lOth ed. Mosby.2008.
Atetoho C, Neogi I, Si/mon A, Funovils J, Fe/son D, Binghom C, el ol. 2010 rheumotoid orlhritis c/ossificofion criterio. Arthrttis & Rheumolism. 2010;62(9): 2569 - 8l Beers MH, Berkow R, editors.Crystol-lnduced Conditions. ln: The Merck Monuol of Diognosis ond
Theropy I7th ed.
6. 7. B.
USA:
Merck Reseorch Loborotories, 1999. p 460 - 4.
Hellmonn D, lmboden J. Musculosceletol ond immunologic disorders. ln: McPhee S, Popodokis M, Robow M, editors. Current medicol diognosis ond treotment 20,l 2010:779
- 840
1
.
50h ed. Colifornio; The McGrow -Hill Educotion.
.
813
ARTR TIS
GOUT AN H PERUR SEM A
PENGERTIAN
Hiperurisemia adalah meningkatnya kadar asam urat darah diatas normal [pria >7 mg/dL, wanita >6mg/dL) yang bisa disebabkan oleh peningkatan produksi asam urat, penurunan ekskresi asam urat pada urin, atau gabungan keduanya. Hiperurisemia
yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout, namun tidak semua hiperurisemia menimbulkan patologi berupa gout.1 Gout atau pirai adalah penyakit metabolik yang sering ditemukan pada laki-laki > 40 tahun dan perempuan pasca menopause, karena penumpukan
kristal monosodium
urat (MSU) pada jaringan akibat dari hiperurisemia, Biasanya ditandai dengan episode
artritis akut dan kronis, pembentukan tofus, serta risiko untuk deposisi di interstitium ginjal [NefropatiJ dan saluran kemih (nefrolitiasisJ.l Artritis gout adalah peradangan akut yang hebat pada jaringan sendi disebabkan oleh endapan kristal-monosodium urat dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi klinik.
2'3
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diognosis Hiperurisemio
Anomnesis Perjalanan alamiah gout terdiri dari tiga periode yaitu: periode hiperurisemia tanpa gejala klinis, episode artritis gout akut diselingi interval tanpa gejala klinis, dan
artritis gout kronis. Serangan artritis gout akut yang pertama paling sering mengenai tungkai bawah (80-90% kasus) umumnya pada sendi metatarsofalangeal I (MTP I) yang secara klasik disebut podagra, onsetnya tiba-tiba, sendi terkena mengalami eritema, hangat, bengkak dan nyeri tekan, serta biasanya disertai gejala sistemik, seperti demam, menggigil, dan malaise.1,2 Pada beberapa pasien hanya mengalami satu kali episode serangan
aku! namun pasien
pada umumnya akan mengalami serangan artritis akut kedua dalam 6 bulan sampai dengan
2 tahun. Serangan akut artritis berikutnya dapat mengenai beberapa sendi, menyebar
ke tungkai atas terutama lengan dan tangan. Serangan akut artritis yang tidak terobati
dengan baik akan mengakibatkan artritis gout kronis yang ditandai destruksi kronis beberapa sendi yang telah sering mengalami serangan akut, disertai inflamasi ringan pada sendi, deformitas sendi dan terdapat tofi (kristal MSU dikelilingi sel mononuklear dan sel raksasa). artritis gout Kronis berkembang dalam 5 tahun dari onset pertama akut artritis
gout pada sekitar 30% pasien yang tidak terobati dengan baik.1'2 Anamnesis arthritis, perjalanan penyakit ditujukan untuk mencari adanya riwayat
keluarga, penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia, riwayat minum minuman beralkohol, obat-obatan tertentu.l
Pemeriksoon Fisik Keadaan sendi harus dievaluasi apakah terdapat tanda-tanda inflamasi, seperti eritema, hangat, bengkak, dan nyeri tekan, serta tanda deformitas sendi dan tofi (tanda khas gout). Sendi yang terkena biasanya pada tungkai bawah, umumnya pada sendi
metatarsofalangeal I [MTP I]. Faktor lain perlu juga dicari kelainan atau penyakit sekunder seperti tanda-tanda anemia, pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskula[ tekanan darah, tanda kelainan ginjal.l
Pemeriksoon Penunjongr -3 . Pemeriksaan darah rutin, asam urat, kreatinin . Ekskresi asam urat urin 24 jam
. .
Bersihan kreatinin Radiologis sendi [iika perlu)
Diognosis Arlritis Goul Berdasarkan Kriteria ACR (American College Rheumatology), diagnosis ditegakkan a's bila salah satu dari poin [A), (B) dan [C) berikut terpenuhi. A. Didapatkan kristal MSU di dalam cairan sendi, atau
B. Didapatkan kristal MSU pada tofus, atau C. Didapatkan 6 dari 72 kriteria berikut:
. . . .
Inflamasi maksimal pada hari pertama Serangan artritis akut lebih dari 1 kali Serangan artritis monoartikular Sendi yang terkena berwarna kemerahan
81s
a
Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarsofalangeal (MTP) I
a
Serangan pada sendi MTP unilateral
a
Serangan pada sendi tarsal unilateral Tofus (atau suspek tofus)
a
Hiperurisemia
a
Pembengkakan sendi asimetris [radiologisJ
a
Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)
a
Kultur bakteri cairan sendi negatif
DIAGNOSIS BANDING4
. . . .
Pseudogout [penimbunan kristal kalsium piro fosfat dehydrogenase/CPPD)
Artritis septik Artritis reumatoid Palindromicrheumatism
Tobel
l. Perbondingon Goul don Pseudogoul:4
TATATAKSANA Prinsip pengelolaan hiperurisemia maupun gout, yaitu:
1.
Non-farmakologis:
. . .
816
1,2,6
Penyuluhan diet rendah purin [hindari jerohan, seafood) Hidrasi yang cukup Penurunan berat badan [target BB ideal)
. . 2.
Menghindari konsumsi alkohol dan obat-obatan yang menaikkan asam urat darah (etambutol, pirazinamid, siklosporin, asetosal, tiazid) Olahraga ringan
Farmakologis:2
.
Pengobatan fase akut:
-
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) kerja cepat, baik yang non selektif
maupun yang selektif.
-
Kortikosteroid (glukokortikoid) per oral dosis rendah, parenteral, atau
injeksi lokal IA fseperti triamsinolon 5-10 mg untuk sendi kecil atau 20-40 mguntuk sendi besar) terutama bila ada kontraindikasi dari OAINS.
-
Kolkisin dapat menjadi terapi efektif namun efeknya lebih lambat dibandingkan OAINS dan kortikosteroid. Manfaat kolkisin lebih nyata untuk pencegahan serangan akut, terutama pada awal pemberian obat antihiperurisemik, dengan dosis 0,5-1 mg/hari.
-
Obat antihiperurisemik seperti alopurinol tidak boleh diberikan pada fase
akut kecuali pada pasien yang sudah rutin mengkonsumsinya.
.
Obatantihiperurisemik: a. Obat penghambatxantin oksidase (untuktipe produksi berlebih), misalnya allopurinol
b.
Obat urikosurik funtuk tipe ekskresi rendahJ, misal probenesid,
KOMPTIKASI Tofus, deformitas sendi, nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing (obstruksi
dan/atau infeksi). PROGNOSIS Angka kekambuhan gout akut: 60% dalam satu tahun pertama; B0 % dalam
2
tahun; 90% dalam 5 tahun. Perjalanan penyakit gout akan lebih buruk bila: onset gejala muncul pada usia muda (<30 tahun), serangan sering berulang, kadar asam urat darah tinggi (tidak terkontrol), dan mengenai banyak sendi. Sekitar 20 % pasien gout akan timbul urolitiasis dengan batu asam urat atau batu kalsium oksalat.
T
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi
RS non
pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam
817
UNIT TERKAIT
o
RS
pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Bedah Urologi, Departemen Ortopedi
RS non
pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Bedah/ Ortopedi
REFERENSI
l.
Tjokordo RP. Hiperurisemio. Dolom: Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ll edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. Hlm 1213 7.
2.
Edword ST. Artritis Piroi. Dolom: Sudoyo AW, et ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ll edisi lV. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 2006. Hlm 1218 - 20.
3.
Chen Lon X. Primory lmmune Deficiency Diseoses. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine lBrh edition.United Stotes of Americo:Mcarow Hill. 2012
4.
Schlesinger N. Diognosis of Gout: Clinicol, Loborotory, ond Rodiologic Findings. Am JMonogCore. 2005 Nov;l 1 (15 suppl):s443-50.http://www.ojmc com/publicotions/supplement/2005/2005-l I 1 -n1 5Suppl/Nov05-22l. ZpS443-5450
1-vol
5.
Hodi S. Gomboron Klinik don Diognosisi Gout. Dolom:Setiyohodi B, Kosjmir Yl, editor. Kumpulon Mokoloh Temu llmioh Reumotologi 2010. Nlm 94 - 7
6.
Koropong K. Penotoloksonoon Artritis Gout. Dolom:Setiyohodi B, Kosjmir Yl, editor. Kumpulon
7.
Thompson AE. Toroscon Pocket Rheumotologico,4th ed. Mossochusetts: Jones ond Bortlett
.
Mokoloh Temu llmioh Reumotologi 201l' . Nlm Publishers. 201 0, p 39
818
-
42.
17
-
21
ARTRTSSEPTK
PENGERTIAN
Artritis septik adalah infeksi pada sendi, yang umumnya disebabkan oleh bakteri gonokokal maupun nongonokokal. Penyakit ini disebut juga artritis bakterialis, artritis supuratif, atau artritis infeksiosa. Penyebab nongonokokal tersering adalah Staphylococcus aureus, diikuti oleh Streptococcus sp. Selain itu, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif paling sering ditemukan pada dewasa. Artritis septikyang disebabkan Neisseria gonorrhoeaemerupakan entitas yang terpisah dari dr'ssem inated gonococcal infection.Faktor risiko artritis septik antara lain adalah sebagai berikut:1'2
. . . . . . . .
Prostesis sendi lutut dan sendi panggul disertai infeksi
kulit
Infeksi kulit dengan prostesis Prostesis panggul dan lutut tanpa infeksi lutut tanpa infeksi kulit
Umur >80 tahun Diabetes Melitus
Artritis reumatoid yang mendapat imunosupresif Tindakan bedah persendian atau prosedur injeksi intra-artikular Lupus eritematosus sistemik (merupakan faktor risiko ke-5 di Filipina)
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis3
.
Keluhan Utama: nyeri sendi akut, nyeri tekan, hangat, gerakan terbatas, gangguan fungsi. Pada 90o/o pasien umumnya hanya terkena satu sendi, yaitu sendi lutut. Lokasi lainnya dapat luga terjadi pada sendi panggul, bahu, pergelangan tangan atau siku meskipun lebih jarang. Selain itu, keluhan demam ditemukan pada rentang suhu tubuh 38.3'-38.9"C (101'-1-02oFJ, namun dapat pula ditemukan suhu tubuh yang lebih tinggi pada keadaan, seperti: artritis reumatoid, insufisiensi
renal atau hepatik, dan kondisi yang membutuhkan terapi imunosupresi[.
.
Riwayat Penyakit Dahulu: prostesis sendi, injeksi intra-artikulal trauma sendi.
Pemeriksoon Fisik2 Demam pada sepertiga pasien, pemeriksaan sendi yang terlibat: hangat, merah dan bengkak, Sebagian besar kasus mengenai L sendi (Boo/o-90o/o).
Pemeriksoon Penunjong
1.
Evaluasi cairan Sinovial:1'3
. . .
Dapat ditemukan cairan sinovial yang keruh, serosanguin, atau purulen.
fumlah sel dan diferensiasi Jumlah sel leukosit, yang berkisar 100,000/L (50,000-250,000/L), dengan
>900/o
neutrofil, merupakan karakterisitik infeksi bakteri akut. Pada Crystal-induced, reumatoid, dan inflamasi artritis lainnya biasanya <30,000-50,000 sel/L. Sedangkan,
hitung sel 10,000-30,000/L,50-70o/o neutrofil dan sisanya limfosit, merupakan gambaran yang paling umum dari infeksi mikobakterial dan infeksi fungal.
. .
Pewarnaan gram dan kultur untuk antibiotik Organisme yang ditemukan pada infeksi dengan
S.
aureus dan streptokokus hampir
mendekati tiga per empat kasus dan sisa 30-50% infeksi disebabkan oleh gramnegatif bakteri lain. Kultur cairan sinovial positif pada >90% kasus.
. 2.
Mikroskopi polarisasi untuk mengeksklusi kristal artritis.
Pemeriksaan darah:
Kultur darah bisa positif walaupun kultur cairan sinovial negatif. fumlah sel darah putih dan diferensiasinya, protein c reaktif, laju endap darah juga dapat membantu monitoring terapi.
3.
1,3
Gambaran rontgen Pada orang dewasa pencitraan tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik
artritis
septik, tetapi dapat membantu sebagai dasar penilaian kerusakan sendi. Rontgen polos dapat digunakan untuk melihat jaringan lunakyang membengkak, pelebaran ruang sendi, dan pergeseran jaringan oleh kapsul yang mengalami distensi. Gambaran
penyempitan ruang sendi dan erosi tulang menunjukkan bahwa telah terjadi infeksi
lanjut dan prognosis yang buruk. Ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi adanya efusi sendi dan bisa sebagai pemandu pada tindakan aspirasi. CT scan dan
MRI dapat digunakan untuk membantu menilai luasnya infeksi1,3,s
DIAGNOSIS BANDING Selulitis, bursitis, osteomielitis akut, artritis reumatoid, still disease, gout dan pseudogout
820
TATATAKSANA
A. Aspirasi sendi yang adekuatl'2 B. Pengobatan empiris dengan obat antibiotik intravena kultur dan jenis gram didapatkan
dapat dimulai setelah sampel
1'3,4-s
1.
Bila pada hasil pemeriksaan gram didapatkan gram positif maka antibiotik
2.
empirik yang dapat diberikan adalah Oxacillin atau Cefazolin Bila pada hasil pemeriksaan gram didapatkan gram negatif maka antibiotik empirik yang dapat diberikan adalah sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxon atau cefotaxim
3.
Antibiotik definitif intravena diberikan sesuai dengan hasil kultur selama dua minggu dan dilanjutkan dengan antibiotik oral selama empat minggu. C. Latihan sendi segera setelah infeksi teratasi untuk mencegah deformitas sendi KOMPIIKASI Kerusakan kartilago atau tulang, osteomielitis, syok septik, gagal organ
PROGNOSIS Angka mortalitas rawat inap mencapai 7-\5o/o meski dengan penggunaan antibiotik. Pada usia tua, angka kematian ditemukan lebih tinggi. Angka mortalitas pada pasien dengan sepsis poliartikular dapat mencapai30o/o. Dari 335 pasien yang datang ke rumah
sakit dengan artritis septik, ditemukan data angka kematian sebagai berikut:
-
0.70/o
5
dari B7 pasien dengan umur < 60 tahun
+.8% dari 206 pasien dengan umur 60-79 tahun 9.5% dari 42 pasien dengan umur > 80 tahun
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
: Departemen IImu Penyakit Dalam
-
Divisi Reumatologi
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
RS
pendidikan
Divisi Tropik Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Ortopedi, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Patologi Klinik/Departemen
o
RS non
pendidikan
M
ikrobiologi Klinik
Bagian Ortopedi, Bagian Rehabilitasi Medik, Departemen Patologi KIinik/Departemen Mikrobiologi Klinik
821
REFERENSI
822
l.
FischerA.Primory lmmune Deficiency Diseoses. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of Iniernol Medicine I8th edition.United Stotes of Americo:Mcgrow Hill. 2012
2.
Setiyohodi B, Tombunon A. Infeksi Tulong don Sendi. dolom: Sudoyo,Setiyohodi,Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi V. Jokorto. lnterno Publishing. 201 I
3. 4. 5. 6.
McPhee, Current Medicol Diognosis ond Treotment 201 l. 50h ed. United Stote of Americon.
20,1
Kelley. Septic orthriiis. 1701-45. Primer 271-6. F, et ol. Septic orthritis in potients oged B0 ond older: o comporison with younger odults J Am GeriotrSoc 2005 Jul;53(7):1210). Diunduh dori http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16108940 podo tonggol 3 Mei 201 2.
Govet
FIBROM ALG A
PENGERTIAN Sindrom kronik yang ditandai dengan nyeri otot dan sendi yang menyebar luas. Sering
terkait dengan kelelahan, kesulitan tidu4 gangguan kognitif, ansietas, dan depresi.l-3 PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis fibromialgia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis.4m erican College of Rheumatology (ACR) tahun 2010 (tabel1J.3
*gejoo somotik yong dopot diperlimbongkon: nyeri olot, itritoble bawel syndrome, kelelohon, mosoloh dolom bepikir olou mengingot, ke emohon oto1, sokit kepo o, krom perut, bool/ kesemulon, pusing, insomnio, depresi, konstiposi, nyeri perut bogion otos, muo, gugup, nyeri dodo, pondongon kobur, demom, diore, mulut kering, gotol, mengi, fenomeno Roynoud s, berdering di ielingo, muntoh, roso terbokor di dodo, ulkus di mu ut, hilongnyo / perubohon pengecopon, kejong, moio kering, sesok nopos, hilongnyo nofsu mokon, ruom, sensitif terhodop motohori, kesuliton mendengor, mudoh memor, rombut rontok, urinosi serlng, don sposme kondung kemih
DIAGNOSIS BANDING',2 Sindrom nyeri regional miofasial, miopati karena kelainan endokrin (hipotiroid,
hipertiroid, hiperparatiroid, insufisiensi adrenal), miopati metabolik, neurosis, metastasis karsinoma, sindrom lelah kronik.
TAIATAKSANA
.
Nonfarmakologisl,2,a Edukasi, olahra ga aerob ik, pemanasan,
cog
nitive-b ehavi orial the rapy, terapi kolam
panas, relaksasi, fisioterapi.
.
Farmakologisl,2,a
1,. Antinyeri: tramadol, parasetamol, opioid lemah lainnya. 2. Antidepresan: amitriptilin, fluoxetin, duloxetin
3.
Antikonvulsan: pregabalin. gabapentin
KOMPTIKASI Depresi, penurunan kualitas hidup
PROGNOSIS Pada usia muda dengan gejala ringan, prognosis lebih baik. Prognosis lebih
buruk
pada pasien dengan ansietas atau depresi. Kebanyakan pasien terus mengalami nyeri
kronik dan kelelahan namun sebagian pasien masih dapat bekerja penuh dan hanya sedikit mengganggu kehidupan mereka.2'a
UNII YANG MENANGAN!
. .
RS
pendidikan
RS non
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Reumatologi
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Psikosomatik,
Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri o
RS non
pendidikan
: Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri
REFERENSI
t.
Sjoh OKM. Fibromiolgio don nyeri miofosiol. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnternoPublishing; 2009.
Hol.2709-13
824
2.
Crofford LJ. Fibromyolgio. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012. Ho|.2849-51
3.
Wolfe F, Clouw DJ, Fitzchorles MA, Goldenberg DL, Kotz RS, Meose P, et ol. The omericon college of rheumotology preliminory diognostic criterio for fibromyolgio ond meosurement of symptom severity. Arthritis Core ond Reseorch 2010: 62 (5): 600-610.
4. Corville SF, Arendt-Nielsen
S, Bliddol H, Blotmon F, Bronco JC, Buskillo D. Eulor evidence bosed recommendotions for the monogement of fibromyolgio syndrome. Ann Rheum Dis. 2007;67 (41:536-41
.
825
TUPUS ER TEMATOSUS S STEM K
PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik (SLEJ adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi sistemik, yang dapat mengenai beberapa organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks
imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Etiopatologi dari SLE belum diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan.l DIAGNOSIS
mengacu pada kriteria dariAmerican College of Rheumatology (ACR) yang direvisi pada tahun 7982 dan kriteria Systemic Lupus International Diagnosis
SLE
Berdasarkan kriteria ACR, diagnosis SLE dapat ditegakkan lika memenuhi 4 dari l- 1 kriteria tersebut yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu fTabel 1).1'2 Berdasarkan kriteria Collaborating Clinics (SLICCJ 2012.
SLICC 2012, diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi 4 dari kriteria klinis
memiliki biopsi terbukti nefritis kompatibel dengan SLE dengan adanyaANA (antinuclear antibody) dan antibodi anti-dsDNA (anti-doubledan imunologis (Tabel 2), stranded Tobel
l.
ataLir
DNA).3
Kriterio Diognosis Lupus Erilemotosus Sistemik Berdosorkon ACRr'2
nyen
otou ple
fiction rub
didengor
b. Cetokon selulor-dopot eritrosit, hemoglobin, gronulor, tobulor, oiou
otou c
lerhod
bodi
tidok onemo
yong
n
bulon
otou
obsorpsi ontibodi treponemol.
Pemeriksoon Penunjong2 . Darah perifer lengkap: Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematokrit, LED . Ureum, kreatinin, fungsi hati dan profil lipid
. . . .
Urinalisis
ANA,Anti dsDNA Foto toraks
[untuk menilai aktifitas penyakit) Pemeriksaan berikut dilakukan jika ada indikasi: . Protein urin kuantitatif 24 jam
.
C3 dan C4
Profil ANA: Anti Sm, Anti-Ro/SS-A, anti La/SS-B dan anti-RNP
otos
Dokter
a
antiphospholipid antibodies, lupus anticoagulant, anticardiolipin, anti-p2g ly co p rotein lbila ada kecurigaan sindroma anti-fosfolipid
a
Coomb fest, bila ada kecurigaaan AIHA
a
EKG, ekokardiografi
o
Biopsi kulit
Tobel 2. Kriterio Diognosis Lupus Eritemolosus Sislemik berdosorkon SLICC 2012*3
Longit-longit
4
6
Rosio protein kreotinin ATAU cosl eritrosit
828
8
B
6
Keterongon: *Kriterio SLICC bersifot kumulotif don iidok horus timbul podo woktu yong bersomoon SLICC:Sysfemic Lupus lnlernoliono/ Colloboroting C/inics; ANA: onflnuc/eor onlibody: ontidsDNA: onlr-doub/e-stronded DNA; ELISA: enzymelinked immunosorbenl ossoy
DIAGNOSIS BANDING3 Undifferentiated connective tissue disease (UCfD),
artritis reumatoid, sindrom
vaskulitis, sindrom sjogren primer, sindrom anti-fosfolipid primer, fibromyalgia,lupus imbas obat,
Derojot Berol Ringonnyo Penyokit tES Seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan LES, terutama menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan
efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan LES.
829
Penyakit LES dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa. a
Kriteria untuk dikatakan LES ringan adalah:3
7. Secara klinis tenang 2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa 3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
4.
Tidak ditemukan tanda efek samping atau toksisitas pengobatan Contoh LES dengan manifestasi artritis/atralgia dan kulit.
a
Penyakit LES dengan tingkat keparahan sedang apabila ditemukan.3
1.. Nefritis ringan sampai sedang (Lupus nefritis kelas I dan III
2. Trombositopenia 3. Serositis mayor a
(trombosit 20-50x103/mm3)
Penyakit LES berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu3:
1. Jantung:
endokarditis Libman-Socks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.
2. 3. 4.
Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru,
infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika, Ginjal: nefritis persisten, RPGN (rapidly progressive glomerulo nephritis), sindroma nefrotik.
5. 6.
Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister). Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
7. 8,
Otot: miositis.
Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1.000/mm3J, trombositopenia <20.000 /mm,3 purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
9.
Konstitusional: demam tinggiyang persisten tanpa bukti infeksi.
Peniloion Aktifitos Penyokit
IES
Perjalanan penyakit LES yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan pemantauan yang ketat akan aktifitas penyakitnya. Untuk itu dapat digunakan berbagai
indeks aktifitas penyakit seperti SLEDAI, MEX-SLEDAI, SLAM, BILAG Score, LAM-6 dsb. Dianjurkan untuk menggunakan MEX-SLEDAI atau SLEDAL MEX-SLEDAI lebih
830
mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer yang jauh dari tersedianya fasilitas
laboratorium canggih, dengan cara sebagai berikut:
a
Masukkan bobot MEX SLEDAI bila terdapat gambaran deskripsi pada saat pemeriksaan atau dalam 10 hari ini. n
n
2
I
I
IOIAI, SKOR MEX-SI.EDA'
PENGELOTAAN
I,5,6
Pengelolaan pasien SLE harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan berbagai faktor seperti jenis organ yang terlibat dan derajat berat ringannya, aktifitas penyakit, komorbiditas, dan komplikasi. Pengelolaan ini terdiri dari:
7.
Edukasi dan konseling: penjelasan tentang penyakit Lupus, perjalanan penyakit,
program pengobatan yang direncanakan, komplikasi dan perlunya upaya pencegahan termasuk menghindari paparan sinar matahari (ultraviolet)
2. 3.
Rehabilitasi: istirahat, terapi fisik, terapi dengan modalitas, ortosis Medikamentosa berdasarkan keterlibatan organ dan derajat aktifitas penyakit:
-
SLE ringan: parasetamol, OAINS, kortikosteroid topikal, klorokuin,
-
kortikosteroid oral dosis rendah, tabir surya SLE sedang: kortikosteroid dosis sedang-tinggi, beberapa imunosupresan seperti azatioprin dan mikofenolat mofetil (MMFI
-
SLE berat atau mengancam nyawa:
kortikosteroid pulse dose, siklofosfamid
Terapi lain yang dapat digunakan pada kondisi respons steroid yang tidak adekuat
atau diperlukan sferord sporing qgent antara lain: MMF, siklosporin, azatioprin, metotreksat, klorokuin, rituximab. 2 KOMPTIKAS! Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, neflritis lupus, infeksi sekunder.l'2 PROGNOSIS Angka harapan hidup pasien dengan SLE di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Cina sekitar 950/o dalam 5 tahun, 90% dalam 10 tahun, 78o/o dalam 20 tahun. Ras
Afrika-Amerika dan Hispanik-Amerika keturunanmestizo mempunyai prognosis lebih
buruk daripada ras kaukasia. Prognosis di negara berkembang lebih buruk daripada negara maju yaitu dengan angka kematian 50% dalam 10 tahun; seringkali berkaitan dengan saat pertama kali terdiagnosis, antara lain: pasien dengan nilai kreatinin serum
>124 mol/L atau >1.4 mg/dL, hipertensi, sindroma nefrotik (ekskresi protein urin >2.6 g/24 jam), anemia (hemoglobin <724 g/L atau <1.2.4 g/dL), hipoalbumin, jenis kelamin laki-laki, dan ras fAfrika-Amerika dan Hispanik-Amerika keturunan mestizo). Disabilitas pada pasien SLE karena kelelahan kronis, artritis, nyeri, adanya penyakit ginjal. Remisiterjadi pada25
%o
kasus selama hanya beberapa tahun. Kematian pada
dekade pertama karena penyakit sistemik, gagal ginjal, tromboemboli, dan infeksi.2
832
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
-
Divisi Reumatologi
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
.
RS
Departemen Ilmu Penyakit Dalam - DivisiAlergi Imunologi,
pendidikan
Divisi Ginjal Hipertensi, Divisi Pulmonologi, Divisi Hematologi dan Departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin RS
a
non pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin
REFERENSI 1
.
lsbogio H, Albor Z, Kosjmir Yl, Setiyohodi B. Lupus Eritemotosus Sistemik. ln:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p. 2s6s-77.
2.
Hohn BH. Systemic Lupus Erythemotosus. ln:Longo DL, Kosper DL, Jomeson JL, Fouci AS, Houser Loscolzo J. Horrisons Principles of Internol Medicine l8th ed. USA: The McGrow Hill componies; 2012.p.2724-3s
SL,
3.
Petri M, Orboi AM, Alorcon GS, et ol. Derivotion ond volidotion of the systemic lupus internotionol
colloboroting clinics clossificotion criterio for systemic lupus erythemotosus. Arthritis Rheum. 2012;64(81:2677-86.
4.
Americon College of Rheumotology Ad Hoc Committee on systemic lupus erythemotosus
5.
guidelines. Arthritis Rheum 1 999 ;a2p 11 7 85-9 6 Guzmon J, Cordiel MH, Arce-solinos, et ol. Meosurement of diseose octivity in systemic lupus erythemotosus. Prospective volidotion of 3 clinicol indices. J Rheumotol 1992;19:155,l-1558
6.
Petri M. Systemic Lupus Erythemotosus. ln: lmboden J, Hellmonn DB, Stone JH. Current Rheumotology Diognosis ond Treotment. Singopore: McGrow Hill; 2005. P.171-178
7.
Rekomendori IRA 20,l
I
833
NYER
PI GGANG
PENGERTIAN
Nyeri pinggang diartikan sebagai nyeri pada daerah pinggang atau punggung bagian bawah (low back pain) yaitu daerah di daerah lumbal antara tulang rusuk paling bawah dan garis pinggang. Identifikasi faktor risiko penting untuk memahami
penyakit dasarnya, umumnya berhubungan dengan radikulopati, fraktur, infeksi, tumor, atau nyeri alih visera.l'2 Klasifikasi nyeri pinggang (LBP):3 -
Akut :
-
Kronik: durasi >3 bulan
durasi 0-3 bulan
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis
.
Deskripsi nyeri pinggang: sifat, tingkat beratnya nyeri, onset, durasi, frekuensi, lokasi nyeri, distribusi/penjalaran, serta faktor pencetus atau yang memperberat.
. .
Adakah tanda bahaya (red flags) atau tanda waspada $tellow flags).1'2 Adakah defisit neurologis
Tobel l. Tondo-londo olorm nyeri pinggong2s'6 Red Flogs (tondo bohoyo)
Yellow Floqs (londo wospodo)
Pemeriksoon Fisika . Inspeksi bentuk tulang belakang dengan posisi pasien berdiri, terlentang, atau telungkup:adakah kifosis/skoliosis/hiperlordosis/gibbus/deformitas Iain . Palpasi untuk menilai kelainan struktur anatomis, Iokasi dan adanya nyeri tekan . Perkusi daerah sekitar tulang belakang seperti pemeriksaan nyeri ketok pada daerah kostovertebra untuk menyingkirkan kemungkinan sumber nyeri dari ginjal
.
Pemeriksaan persendian sakroiliaka: tes Fabere atau Patrick yaitu abduksi dan
rotasi eksternal panggul; pelvic rock test dengan cara meletakkan jari-jari pada krista iliaka bilateral dan ibu jari pada spina iliaka anterior superior dan kemudian dilakukan tekanan kea rah garis tengah.
.
Pemeriksaan neurologis sesuai dermatom keluhan nyeri, tes Laseque atau straight leg raising fStR_/atau reverse.Sl& serta pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas
inferior.
. .
Pemeriksaan pergerakan tulang belakang: Schober test, Iateral flexion.
Sindrom kauda ekuina ditandai dengan kesulitan miksi, berkurangnya tonus sphincter ani atau inkontinensia alvi, saddle anaesthesia, gangguan berjalan,
DIAGNOSIS ETIO[OGI',2,4 Berosol doritulong belokong don sekitornyo Mekanis: herniasi diskus, spondilolistesis, stenosis spinalis, hiperostosis skeletal difus idiopatik, fraktur; idiopatik (lumbago, sprain and strain)
. . . . .
Neoplasma
Infeksi (spondilitis TB) Inflamasi (spondilitis ankilosa) Metabolik
Berosol dorivisero
. . . . .
Nefrolitiasis
Pielonefritis Pankreatitis Kolelitiasis Endometriosis
83s
Nyeri pinggang (di luor
seblb trouno, non-spinol, otou penyokit sistemik)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
. . . . .
:
Lama gejala
Fahor risiko yanB mengarah ke kondisi berat ( RED
FI-AG )
Gejala-gejala yang mengarah pada radikulopati atau stenosis spinal Adanya tanda dan Keparahan defis
t neurogis
Fahor risiko psikososial
Konsul ke spesralrs KecuriBaaan kuat adanya keganasan, nfeksi/inflamasi, sindrom
Ya
N4Rl
atau CT scan
kauda eku na, atau defisit neurologis berat/progreslf
Tidak
r Tidak mengarah kuat pada keganasan, infeksi/inflamasi, atau
fraktur kompres vertebra, atau kondisi spesifik ain, tetapi
PertimbanBkan pemeriksaan
radiologi/foto polos awa (pada Ya
banyak kasus)
.
terdapat satu atau lebih faktor risiko
pemeriksaan
Pertimbangkan
LED
untuk evaluasi keganasan, infeksi atau inflamasi
Tidak
.
.lika faktor risiko lemah ke arah
Tidak diperlukan pemeriksaan radiologi rutin atau tes diatnosis
kondisi berat
lain Berikan informasi dan nasehat perawatan diri kepada pasien
teraDi aw al
. o
)
pertimbangkan
Berikan informasi tentanB tarBet yang diharapkan serta perawatan diri yang efektif Sarankan sebisa mungkin melanjutkan aktifitas, tidak dianjurkan
Terdapat kondisi spesifi
k
bed rest
.
Ya
lelaskan indikasi pemeriksaan kembali dan untuk diagnosis
Evaluasi dan berikan terapi yanB sesuai
Nyeri pinggang sedang dan
tdak ada gangguan fungsi yang
Ya
signifikan
Lanjutkan perawatan dlri Je askan
indikasi pemeriksaan kembali
Tidak
PertimbanBkan terapi farmakologl, non-farmakologi/non-invasi[, sebagai terapi awal : asetaminofen, NSAID, opioid, tramadol, benzodiazepin, obat pelemas otot (nyeri pinggang akut), antidepresan trisiklik (nyeri pinggang kronik) Terapi non-farmakologi (untuk nyeri pinggang kronik): akupuntur, labhan fisik, mossoge, yoBa, terapi behavioral,
Terapi farmakologi
manipulasi spinal (juga untuk nyeri pinggang akut), rehabilitasi fisik yang holistik
Terapi inisial Pasien bersedia menerima risrko dan manfaat terap Tidak
Evaluasi respon terapi Ya
Lanl!tkan perawatan diri, pasien konhol setelah satu bu an
Nyeri pingganB teratasi atau memberat dengan tanpa
disertai gangguan f ungsl
836
Lanjutkan perawatan diri
le askan indikasi untuk kontrol
Tidak
KOMPLIKASII Kerusakan sarafpada ganglion nervus dorsalis
PROGNOSI53 Sebagian besar nyeri pinggang mekanik sembuh spontan dengan penjelasan, reassurance, dan analgesik sederhana. Setelah 2hari,30%o mengalami perbaikan, dan
dalam 6 minggu, 90% sembuh. Akan tetapi nyeri berulang sering terjadi, dan pada 10-
L5% pasien dengan nyeri pinggang akut yang menjadi kronis, 85% merupakan nyeri punggung. UNIT YANG MENANGANI
. .
RS RS
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam : Departemen
UNIT TERKAII
.
RS
pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam - DivisiGinjal Hipertensi,
Departemen Neurologi, Departemen Bedah Saraf, Departemen Bedah Orthopedi RS non
o
pendidikan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
REFERENS! I
.
Bock ond Neck Poin. ln: Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser Horrison's Principols of Internol Medicine l8rh ed. McGrow Ht|.2012
SL,
Loscolzo J, editors.
2.
Kosjmir Yl. Nyeri Spinol. Dolom: Sudoyo AW, e.t ol editor. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom jilid ll edisl V. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom FKUI, 201 I hlm 1314 - 6.
3
Huddleston J. Hip ond Knee Poin. ln: Firestein G, Budd R, Horris Jr E et ol. Kelley's Textbook of Rheumotology. 8th Edition. Vol L Philodelphio: Elsevier Sounders. 2008
4.
Colledge NR, Wolker
BR, Rolston SH, editors. Presenting Problems ln Musculoskeletol Diseose. ln: Dovidson's Principles ond Proctice of Medicine 2l* ed. Churchill Livingstone-Elsevier: 20l0.Poge
1072
5.
-
4.
The Peterborough Bock Rules chort
templote. G. Powell ond The Peterborough Bock Rules Working
Group. September, 1997.
6.
Guide to Assessing Psychosociol Yellow Flogs in Acute Low Bock Poin: Disobility ond Work Loss. Jonuory 1997
Risk
Foctors for Long-Term
837
OSTEOPOROSIS
PENGERTIAN
Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Meningkatnya aktivitas
resorpsi tulang (bone resorption) melebihi aktivitas pembentukan tulang (bone formation) merupakan patogenesis utama terjadinya osteoporosis. Pada wanita post-menopausehaltersebutterjadi
karena adanya defisiensi estrogen. Osteoporosis
merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan erat dengan risiko terjadinya
fraktur osteoporotik.l'2 PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr'3
.
Keluhan utama: Seringkali pasien tidak disertai keluhan sampai timbul fraktur. Apabila sudah terjadi fraktur maka akan memberikan gejala sesuai lokasi fraktur fleher femuL vertebra torakal dan lumbal, distal radius) misalnya nyeri pinggang bawah, penurunan tinggi badan, kifosis.
.
Faktor risiko osteoporosis atau penyebab osteoporosis sekunder:
-
Riwayat konsumsi obat-obatan rutin: kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan
-
ffenitoin, fenobarbital, karbamazepin, pirimidon, asam valproat), warfarin. Penyakit-penyakit lain yang berkaitan dengan osteoporosis: penyakit ginjal kronik, saluran cerna, hati, hipertiroidisme, hipogonadisme, sindrom Cushing, insufisiensi pankreas, artritis reumatoid.
-
Faktor-faktor lain: merokok, peminum alkohol, riwayat haid, menarche, menopause dini, penggunaan obat-obat kontrasepsi, riwayat keluarga dengan
osteoporosis, asupan kalsium kurang.
P ndu nPra!fiill( nis
Perh mpunan Dokter Spesralir Penlak
t Da.m lndones
a
Pemeriksoon Fisik''3 . Keadaan umum, tinggi dan berat badan, gaya berjalan, deformitas tulang, leglength inequality.
. .
Evaluasi gigi geligi
Tanda-tanda goiteq, atau adanya jaringan parut pada leher dapat menandakan
riwayat operasi tiroid.
. . . .
Protuberansia abdomen yang dapat disebabkan oleh kifosis Kifosis dorsal (Dowager's Hump), spasme otot paravertebra Nyeri tulang atau deformitas yang disebabkan oleh fraktur Kulit yang tipis (tanda McConkey)
Pemeriksoon Penunjong . Radiologis o Foto polos (untuk kecurigaan fraktur osteoporosis misalnya pada fraktur vertebra atau panggul)
o
Dual Energy X-Ray Absorptiometry [D)G) untuk mengukur Bone Mineral Density (BMD).46
-
Indikasi: wanita premenopause dengan risiko tinggi, laki-laki dengan satu atau lebih faktor risiko [hipogonadisme, pengguna alkohol, osteoporosis pada radiografi, fraktur karena trauma ringan), imobilisasi lama flebih dari 1 bulan), masukan kalsium yang rendah lebih dari 10 tahun, artritis reumatoid atau spondilitis ankilosa selama lebih dari 5 tahun terus menerus, awal pengobatan kortikosteroid atau methotrexat dan setiap 1-2 tahun pengobatan, menggunakan terapi antikonvulsan dengan dilantin atau
fenobarbital selama lebih dari 5 tahun, kreatinin klirens < 50 mililiter/ menit atau penyakit tubular ginjal, osteomalasia, hiperparatiroidisme, penggunaan terapi pengganti
tiroid lebih dari 10 tahun, evaluasi terapi
osteoporosis, wanita postmenopause dengan 2 atau lebih faktor risiko.
-
Pada wanita postmenopause dan
patolo gis men ggunakan
r
T- s
laki-laki > 50 tahun tanpa adanya fraktur
core'.
Nilai T-score > -1 dikatakan normal Nilai T-score -1 sampai dengan -2,5 dikatakan osteopenia Nilai T-score < -2,5 dikatakan osteoporosis
Pada wanita premenopause dan laki-laki < 50 tahun, dan anak-anak menggunakan Z-score:
839
tr
Nilai Z-score > -2 dikatakan within expected range for age Nilai Z-score s -2 dikatakan low BMD for chronological age Keterangan:
Bagian tulang yang diperiksa adalah: tulang belakang (L1,-L4), tulang panggul (femoral neck, total femoral neck),lengan bawah (diperiksa bila tulang belakang dan/atau panggul tidak dapat diukur; hiperparatiroidisme, obesitasJ.
.
Petanda biokimia tulang3 Tabel 1 memuat semua petanda biokimia tulang yang dapat diperiksa dari sampel
darah atau urin, yang terbagi dalam kelompok petanda pembentukan/formasi dan resorpsi tulang. Tobel
l.
Pelondo Biokimio Tulong3
Pemeriksaan petanda biokimia tulang ini ditujukan untuk menil ai turnover tulang. Pada osteoporosis high bone turnover pemeriksaan petanda biokomia tulang bisa
digunakan untuk menilai respon terapi secara lebih dini.
DIAGNOSIS BAND!NG Osteomalasia,
tumoI osteonekrosis, metastasis, osteogenesis imperfekta, renal
osteodystrophy, sickle cell anemia, fraktur patologis sekunder yang disebabkan metastasis.l'3
TATA[AKSANAI.3 Non formokologis
. .
840
Edukasi dan pencegahan
Latihan dan program rehabilitasi
a a
Belum terkena osteoporosis: sifat latihan adalah pembebanan terhadap tulang Pasien osteoporosis: latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai latihan beban yang adekuat. Memenuhi kebutuhan kalsium > L200 mg/hari dan Vitamin D 800 - 1000 U/hari. Paparan sinar matahari yang cukup
Formokologis
.
Bifosfonat: Alendronat, dosis 10 mg/hari atau 70 mg/minggu peroral Risendronat, dosis 5 mg/hari atau 35 mg/minggu atau 150 mg/bulan peroral Ibandronat, dosis 150 mg/bulan peroral atau 3 mg/3bulan intravena Asam Zoledronat, dosis 5 mg/tahun intravena
. .
Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM): Raloxifene, dosis 60-120
mg/hari
Terapi lainnya
-
Kalsitriol Hormon Paratiroid Strontium Ranelat Kalsitonin injeksi [untuk pencegahan acute bone loss pada pasien dengan imobilisasi, diberikan paling lama empat mingguJT Denosumab (belum tersedia di Indonesia)
Bedoh Tindakan pembedahan dilakukan bila terjadi fraktur; terutama fraktur panggul. Beberapa hal yang harus diperhatikan: L. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan frakturl bila diperlukan tindakan bedah, sebaiknya segera dilakukan untuk menghindari imobilisasi yang lama dan
2. 3.
komplikasi fraktur, Tujuan pembedahan adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.
4.
Walaupun dilakukan pembedahan, terapi medikamentosa tetap diberikan.
KOMPTIKASI Kifosis, penurunan tinggi badan, nyeri punggung, nerve entrapment syndrome, peningkatan risiko jatuh, dan fraktur.l'3
tidok
Froklur
pod iidok
sool ini Glukokortikoid
opobilo soot ini posien sedong mengonsumsi glukokortikoid orol otou teloh terpopor glukokortikoid orol selomo > 3 bulon podo dosis ekuivolen dengon prednisolon 5 mg per hori
Pilih YA
teloh
n yong
YAo osteoporosis
uk diobetes tipe
l,
erot imperfekto podo
UNII YANG MENANGANI
. .
842
RS
Pendidikan
RS Non
: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam
- Divisi Reumatologi
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS Non
Bagian bedah
Pendidikan
Bagian bedah
- ortopedi, Rehabilitasi Medik - ortopedi, Rehabilitasi Medik
REFERENSI 1
.
Lindsoy
R,
Cosmon
F.
Osteoporosis.ln: Longo Fouci Kosper, Honison's Principles of lnternol Medicine
l8th Edition United Stotes of Americo. McGrow Hil.2012
2.
Setiyohodi B. Osteoporosis. Dolom:Alwi l, Setioti S, Setiyohodi B, Simodibroto M, Sudoyo AW. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom Jilid lll Edisi V. Jokorto: lnterno Publishing; 2010:2650-76
3.
Soog G, Sombrook P, Wotts N. Osteoporosis. In: Klippel J, Stone J, Crofford the Rheumotic Diseose. l3th Edition. Springer.2008
4.
Curtis JR, Delzell E, Kilgore M, Potkor NM, Sooq K, Worriner AH. Which Froctures Are Most
L,
White P. Primer on Attributoble
to Osteoporosis? J Clin Epidemiol 2011 )on:64(11:46
5.
Qoseem A, Snow V, Shekelle P, Hopkins R Jr, Forcieo MA, Owens DK, Clinicol Efficocy Assessment Subcommittee of the Americon College of Physicions. Phormocologic treotment of low bone density or osteoporosis to prevent froctures: o clinicol proctice guideline from the Americon College of Physicions. Ann lntern Med. 2008 Sep l6;1 4916):404-15
6.
Botes D, Block DM, Cummings SR. Clinicol Use of Bone Densitometry: Scientiflc Review. JAMA 2002
7.
Ocl
I 6;288( I 5); I
889
Frocture Assessment Tool. Diokses melolui http://www.shef.oc.uk/FRAX/tool. jsp?country=46 podo ionggol 5 Mei 2012 FRAX. WHO
843
OSTEOART TIS
PENGERTIAN
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dan inflamasi yang ditandai dengan perubahan patologik pada seluruh struktur sendi. Keadaan patologis yang terjadi adalah hilangnya rawan sendi hialin, diikuti penebalan dan sklerosis tulang subkondral, pertumbuhan osteofit pada tepi sendi, teregangnya kapsul sendi, sinovitis ringan, dan kelemahan otot yang menyokong sendi.l'2 Secara etiopatogenesis, osteoartritis adalah kegagalan perbaikan kerusakan sendi
yang disebabkan oleh stres mekanik yang berlebih. Faktor mekanik yang mendasari
intra-artikular patologis, yang terjadi akibat peningkatan kuantitatif dari pembebanan sendi (misalnya pembebanan impulsif berulangJ. Beban impulsif menyebabkan jejas mikro pada tulang subkondral dan rawan sendi yang OA adalah peningkatan stres
melebihi kemampuan sendi untuk memperbaiki kerusakan. Inflamasi pada osteoartritis
timbul sekunder akibat produk degradasi rawan sendi dan tulang.3's Faktor risiko osteoartritis adalah faktor genetik, faktor konstitusional [usia, jenis kelamin perempuan, obesitas), dan faktor biomekanik (jejas sendi, penggunaan pada pekerj aan, berkurangnya kekuatan otot, m al al ig nme nt sendiJ.2 PENDEKATAN DIAGNOSIS Tobel
l.
Krilerio diognosis osteoorlrilis lutul berdosorkon ACR lohun 19866,7
don
L
berikut: Usio > 50 tohun Koku sendi < 30 menit
l.
Usio > 50
tohun
2. 3. Krepitus 4. Nyeri tulong 5. Pembesoron tulong
6. Tidok terobo hongot podo polposi
polposi
7.
LED < 40
mm/jom
inis
Kriteria diagnosis osteoartritis tangan berdasarkan kriteria ACR tahun 19906'8 1,. Nyeri tangan atau kaku, dan 2. Tiga dari empat dari kriteria berikut: a) Pembesaran jaringan keras pada >2 dari 10 sendi tangan tertentu [sendi DIP II dan III, sendi PIP II dan III, serta sendi CMC I pada tangan kiri dan kananJ
b)
Pembesaran jaringan keras pada > 2 sendi DIP
c)
Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
d)
Deformitas pada minimal 1 dari l-0 sendi tangan tertentu.
Kriteria diagnosis osteoartritis sendi pinggul berdasarkan kriteria ACR tahun L99le
7. 2.
Nyeri pinggul, dan
Minimal 2 dari 3 kriteria berikut: al LED < 20 mm/jam b) Radiologi: terdapat osteofit pada femur atau asetabulum
c)
Radiologi: terdapat penyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medialJ
DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding perlu dipikirkan terutama pada osteoarthritis dengan efusi sendi atau inflamasi minimal. Diagnosis banding pada kasus tersebut adalah: Reumatik ekstraartikuler [bursitis, tendinitis), artritis gout, artritis reumatoid, artritis septik, spondilitis ankilosa, dan hemokromatosis. 10 TATALAKSANA
Nonformokologis Edukasi, menghindari aktivitas yang menyebabkan pembebanan berlebih pada sendi, olahraga untuk penguatan otot lokal dan olahraga aerobik, penurunan berat badan jika berat badan berlebih atau obes, aplikasi lokal panas atau dingin, peregangan sendi, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), penggunaan penyokong sendi,
penggunaan alat bantu pada yang mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari.
2,10
845
Formokologisz,to
1,. Antinyeri:
Parasetamol, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) topikal atau sistemik
fbaik yang nonspesifik maupun spesifik COX II), opioid, tergantung derajat nyeri dan inflamasi
2.
Pertimbangkan injeksi kortikosteroid intraartikular terutama untuk OA lutut dengan efusi.
3.
Injeksi hialuronat atau yiscosupplement intra-artikular untuk OA lutut
Bedoh Tindakan bedah dilakukan jika terapi farmakologis sudah diberikan dan tidak memberikan hasil misalnya pasien masih merasa nyeri, disabilitas, dan mengurangi kualitas hidup mereka. Tindakan bedah yang diindikasikan untuk osteoartritis lutut dan sendi panggul adalah total joint arthroplasty.2
KOMPLIKASI Deformitas sendi PROGNOSIS
Osteoartritis tangan memiliki prognosis yang baik. Keterlibatan dasar ibu jari memiliki prognosis yang lebih buruk. Osteoartritis lutut memiliki prognosis yang bervariasi. Osteoartritis sendi pinggul memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan osteoartritis pada tempat lain. Faktor risiko untuk total hip replacement adalah usia >60 tahun, kaku pagi, nyeri pada kemaluan atau paha sisi medial, berkurangnya ekstensi/ adduksi, rotasi internal yang nyeri, IMT <30 kg/m2.11 UNIT YANG MENANGANI
. .
846
RS
pendidikan
RS non
: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Divisi Reumatologi
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNII TERKAIT . RS pendidikan
Departemen Bedah
.
Departemen Bedah
RS non
-
pendidikan
-
Orthopedi, Rehabilitasi Medik
REFERENSI
1. 2.
Soeroso J, lsbogio H, Kolim H, Broto R, Promudiyo R. Osteoortritis. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; lnternoPublishing; 2009. Hol. 2538-49 Felson DT. Osteoorthritis. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo penyunting. Honison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012.
J,
Hol.2828-36
3. 4.
Brondt KD, Dieppe
P,
Rodin
EL.
Etiopothogenesis of osteoorthritis. Rheum
Dis
Clin N Am 2008;34:531-59
Notionol Colloboroting Centre for Chronic Conditions. Osteoorthritis: notionol clinicol guideline for core ond monogement in odults. London: Royol College of Physicions, 2008
5.
Abromson SB, Attur M. Developments in the scientific understonding of osteoorhtritis. Arthritis reseorch ond theropy 2009 , 11:227
6.
Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, penyunting. Primer on Xlll. New York: Springer Science;2008. Hol 669-82
7.
Altmon
8.
Altmon R, Alorcon G, Appelrouth D, Bloch D, Borenstein D, Brondt K. The omericon college of rheumotology criterio for the clossificotion ond reporting of osteoorthritis of the hip. Arthritis ond
Edisi
R, Asch E, Block G, et ol. Development of criterio for the clossiflcoiion ond reporting of osteoorthritis: clossificotion of osteoorthritis of the bone. Arthritis Rheum 1986:29. 1039-49.
Rheumotism
9.
the rheumotic diseoses.
I 991
;34:5:505-14
Altmon R, Alorcon G, Appelrouth D, et ol. The Americon College of rheumotology for the clossificotion o nd reporting of osteoorthritis of the bone. Arthritis Rheum 1 990; 33: I 601 - I 0.
10. Conoghon PG, Dickson J, Gront RL. Core ond monogement of osteoorthritis in odults: summory of nice guidonce. BMJ 2008;336:502-3 I
l.
Lievense AM, Koes BW, Verhoor JAN, Bohnen AM, Biermo-Zeinstro SMA. Prognosis of hip poin in generol proctice: o prospective followup study. Arthritis ond rheumotism200T:57 (8): 1368-1374
847
EU
AT
K
KST AA T KULA
PENGERTIAN
Reumatik ekstraartikular adalah sekelompok penyakit dengan manifestasi klinik umumnya berupa nyeri dan kekakuan jaringan lunak, otot atau tulang tanpa hubungan yang jelas dengan sendi bersangkutan ataupun penyakit sistemik serta tidak semuanya
dapat dibuktikan penyebabnya. Terdapat tiga faktor yang diduga menjadi penyebab REA antara lain mekanikal, inflamasi dan deposisi kristal. Beberapa penyakit
reumatik
ekstraartikular yang penting dan sering ditemui adalah periartritis kalsifik, entesopati, tenosinovitis, bursitis. Pada bab ini, reumatik ekstraartikular yang akan dibahas adalah berdasarkan lokasi bagian tubuh yang terkena.l'2
PENDEKAIAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Keloinon Reumotik podo
L.
Bohur,3,4
Rotator cuff tendinitis Anamnesis: nyeri saat abduksi aktifterutama pada sudut 600
-
1200, nyeri hebat
pada otot deltoid lateral, nyeri biasanya dijumpai pada malam hari. Pada kasus yang lebih berat, nyeri dirasakan mulai awal abduksi dan sepanjang Iingkup gerak
sendi (LGSJ. Nyeri bertambah hebat apabila lengan dalam posisi menjangkau, mendorong, menarik, mengangkat, meluruskan lengan setinggi bahu atau berbaring ke sisi yang sakit. Pemeriksaan fisik: pemeriksaan LGS aktif dengan tahanan akan menimbulkan rasa
nyeri sesuai dengan tendon yang terlibat, misalnya supraspinatus untuk gerakan abduksi.
Diagnosis banding: robekan rotator cuff, angina pektoris, tendinitis bisipital,
radikulopati servikal,
2.
Frozen shoulder syndrome
Anamnesis: Nyeri pada bagian atas humerus dan menjalar ke lengan atas bagian
ventral, scapula, lengah bawah serta terutama bila lengan atas digerakkan dan kambuh pada malam hari, gerakan abduksi, elevasi dan rotasi eksternal terbatas,
umumnya menyerang usia di atas 40 tahun. Pemeriksaan fisik: nyeri pada palpasi, pemeriksaan LGS aktif dan pasif terbatas ke semua arah Diagnosis banding: artritis glenohumeral.
3.
Tendinitis bicipital
Anamnesis: nyeri difus pada anterior bahu, nyeri bersifat kronis dan berkaitan dengan penjepitan tendon bisep oleh akromion. Pemeriksaan fisik: palpasi daerah bisipital, terdapat nyeri pada manuver supinasi lengan bawah melawan tahanan (Yergason's srgnJ, fleksi bahu melawan tahanan (speed's fesf), ekstensi bahu.
Diagnosis banding: robekan labral, osteoartritis, robekan rotator cuff, rotator cuff ten
dinitis, bursitis subakromial.
Keloinon Reumotik podo Siku'.2 1. Epikondilitis lateral (tennis elbow) dan epikondilitis medial (golfer's elbow) Anamnesis: nyeri lokal subakut atau kronik pada bagian medial (golfer's elbow) atau lateral sendi siku (tennis elbow), menyerang lengan yang dominan, kadangkadang dapat timbul bilateral, tidak ditemukan adanya hambatan sendi. Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada atau sekitar (epicondylusJ lateral atau medial,
Diagnosis banding: radikulopati servikal, fibromialgia, robekan pronator teres,
neuritis ulnar.
2.
Bursitis olekranon Anamnesis: pembengkakan pada daerah posterior siku, nyeri yang memberat dengan adanya tekanan, adanya riwayat trauma terisolasi atau mikrotrauma berulang.
Pemeriksaan fisik: Pembengkakan, nyeri dan hangat pada palpasi olekranon dan
sering disertai efusi
Keloinon Reumolik podo Joridon Tongopt,z,n
L,
Stenosing tenosinovitis (trigger finger) Anamnesis: nyeri lokal pada basis jari yang terkena, gerakan makin lama makin
kaku hingga suatu saat jari tak dapat diluruskan kembali yang terasa terutama malam hari, sensasi 'pop' atau 'klik' bila jari digerakkan, bengkak, bila terkena 3
>
jari tangan cari kaitan dengan diabetes dan hipotiroid.
Pemeriksaan fisik: nodul yang terasa nyeri pada telapak tangan distal yang bergerak dengan fleksi dan ekstensi jari dan bunyi 'klik'.
2.
Tenosinovitis De Quervain Anamnesis: nyeri lokal pada bagian punggung pergelangan tangan menjalar ke ibu
jari dan lengan atas sisi radial, benda yang dipegang terlepas sendiri dari genggaman. Pemeriksaan fisik: nyeri dan pembengkakan tendon di daerah prosesus stiloideus
radii, tes Finkelstein positif (nyeri bertambah dengan adduksi ibu jari dan deviasi ulnar).
3.
Carpal Tunnel Syndrome Anamnesis: parastesia atau mati rasa pada ibu jari, telunluk dan jari tengah, dapat
menjalar hingga telapak tangan, keluhan semakin bertambah pada saat mengetuk, memeras, menggerakkan pergelangan tangan, nyeri bertambah hebat pada malam hari, pergelangan tangan terasa diikat ketat dan kaku gerak. Pemeriksaan fisik: kekuatan tangan menurun, atrofi tena4 tes provokasi (phalen test), Tinnel's sign. Diagnosis banding: sindrom nyeri servikobrakial, mononeuritis multipleks.
Keloinon Reumotik podo Ponggulr.2,8
trokonterik Anamnesis: nyeri di daerah trokanter mayor, pembengkakan lokal, rasa nyeri terutama malam hari, nyeri dirasakan intensif bila berjalan, gerakan yang bervariasi Bursitis
dan berbaring pada sisi yang terkena.
Pemeriksaan fisikr nyeri tekan di atas daerah panggul lateral dan dapat menjalar ke bawah, ke kaki atau ke lutut, nyeri bertambah pada rotasi eksternal dan abduksi
melawan tahanan, tenderness point pada daerah trokanterik.
Diagnosis banding: radikulopati, osteoartritis panggul.
Keloinon Reumotik podo Lulul L. Kista popliteal (Baker's cyst)l'z Anamnesis: bengkak ringan pada lutut bagian belakang, rasa tidak nyaman di lutut
terutama dalam keadaan fleksi dan ekstensi penuh, Pemeriksaan fisik: tampak kista apabila pasien berdiri dan diperiksa dari belakang, pembengkakan yang difus dari betis bila terjadi ruptur kista. Diagnosis banding: tromboflebitis [bila ruptur kista),
2.
Bursitis pes anserinaT Anamnesis: nyeri, kadang-kadang bengkak dan terasa panas di bagian medial
inferior dan distal garis sendi lutut, nyeri bertambah berat apabila naik tangga. Pemeriksaan fisik: nyeri tekan dan pembengkakan pada daerah bursa anserine [anteromedial dari tibia proksimal), nyeri memberat dengan kontraksi otot sartorius, grasilis dan semitendinosus
3.
Bursitis prepatelar (Housemaid's knee)t2 Anamnesis: nyeri saat berlutut, terasa kaku. Pemeriksaan fisik: bengkak superfisial dan merah pada bagian anterior lutut. Diagnosis banding: infeksi, gout, pseudogout, frakturi dislokasi patella, robekan ligamen, bursitis infrapatella.
4.
Tendinitis patellarr'2'6 Anamnesis: nyeri di daerah tendon patella, nyeri saat melompat, naik tangga atau
jongkok Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada tendon patellar.
Keloinon Reumotik podo Koki don Pergelongon',2
1,.
Tendinitis Achilles
Anamnesis: nyeri tumit posteriol, nyeri tajam di atas tumit terutama pada saat awal melangkah setelah duduk, nyeri dan kaku terlokalisasi pada distal tendon Achilles,
2.
fl
eksibilitas pergelangan kaki terbatas saat berjalan.
Pemeriksaan fisik: pembengkakan, nyeri tekan tendon Achilles, nyeri pada pergerakan aktif dan pasif dorsofleksi. Fasciitis plantoris Anamnesis: nyeri pada area plantar tumit, serangan biasanya bertahap atau diikuti
beberapa trauma atau penggunaan berlebihan pada aktivitas atletik, berjalan
terlalu lama atau memakai sepatu yang tidak sesuai, nyeri timbul pada pagi hari dan bertambah berat saat awal berjalan.
Pemeriksaan fisik: nyeri tekan pada palpasi di anteromedial pada tuberkel kalkaneus medial dari fasia plantaris
Pemeriksoon Penunjong Pemeriksaan-pemeriksaan penunjangyangbisa dilakukan antara Iain ultrasonografi
muskuloskeletal, MRI, foto polos untuk menyingkirkan diagnosis banding, artrografi, aspirasi bursa untuk mencari etiologi (pada bursitisJ, elektromiografi.l'B Pemilihan pemeriksaan penunjang untuk penyakit Reumatik ekstraartikular harus disesuaikan dengan kecurigaan klinis. Misalnya pada kasus dengan nyeri bahu yang diduga
tendinitis rotator cuff disertai dengan ruptur tendon, maka diperlukan pemeriksaan USG atau MRI bahu.
IATA[AKSANAI-5,8
Nonfarmakologis: edukasi, menghindari faktor pencetus, istirahat, latihan, rehabilitasi, fisioterapi (kompres air dingin, pemanasan, ultrasound, diatermi), pemasangan bidai,
Farmakologis: OAINS, Analgesik, Injeksi intralesi (kortikosteroid, lidokain lokal) Bedah: apabila dengan terapi konservatiI tidak menunjukkan perbaikan KOMPTIKASI Kontraktur, jepitan saraf PROGNOSIS Pada u mu mnya penyakit Reum atik ekstraartikular bersifat self- limiting,
UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
REFERENSI
1.
Morpoung B. Reumotik ekstro ortikulor. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5th ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2698 - 2704
S,
2. 3. 4. 5.
852
Longford C, Gillilond B. Periorticulor disorders of the extremities. ln: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l8lh ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies.2012:2860-3 Woodword T, Best T. The poinful shoulder. Am Fom Physicion. 2000;6'l (10):3079 - 3088 Mokkouk AH, Oetgen M, Swigort C, Dodds S. Trigger finger: etiology, evoluotion ond treotment. Curr Rev Musculoskelet Med. 2008;l l2l: 92 - 96 Hellmonn D, lmboden J. Musculosceletol ond immunologic disorders. ln: McPhee S, Popodokis M, Robow M, editors. Current medicol diognosis ond treotment 201 l. 50rh ed. Colifornio; The McGrow -Hill Educotion.2010:779 - 840
6. 7. 8.
Visentini PJ, Khon KM, Cook JL, Kiss ZS, Horcourt PR, Work JD. The VISA score: on index of severity of symptoms in potients with jumper's knee (potellor tendinosis). Victorion lnstitute of Sport Tendon Study Group. J Sci Med Sport.i998;1(11:22-B
Hondy JR. Anserine bursitis: o brief review. South Med J. 1997;90(4):376
-7
Storr M, Kong H. Recognition ond monogement of common forms of tendinitis ond bursitis.
Conodion J CME.
2001 :155
- 63
853
SKLERODE MA
PENGERTIAN
Sklerosis sistemik (skleroderma) adalah penyakit jaringan ikat yang tidak diketahui penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta kelainan mikrovaskuler. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun , yang dimediasi oleh limfosit.l'2
DIAGNOSIS Pada tahun 1980, American Rheumatism Association (ARA) mengajukan
kriteria pendahuluan untuk klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas:3 L. Kriteria Mayor: Skleroderma proksimal: penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau metatarsofalangeal, Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka,
leher dan batang tubuh (toraks dan abdomen).
2.
Kriteria Minor:
.
Sklerodaktil: perubahan kulit seperti disebut diatas, tetapi hanya terbatas pada jari.
.
Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari terjadi akibat iskemia. Daerah
yang mencekung pada ujung jari atau hilangnya substansi jari terjadi akibat iskemia,
.
Fibrosis basal dikedua paru. Gambaran linier atau lineonodular yang retikuler
terutama dibagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto dada standar. Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus atau seperti sarang lebah. Kelainan ini bukan merupakan kelarnan pnmer paru. Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau > 2 kriteria minor. Namun kriteria ARA ini sudah mulai ditinggalkan dan tidak lagi ditujukan untuk diagnosis karena banyak pasien dengan sklerosis sistemik terbatas (limited systemic sclerosis) tidak memenuhi kriteria ini.a
Pada tahun 2013, American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism (ACR/EULAR) menetapkan kriteria untuk klasifikasi sklerosis sistemik
(Tabel 2). Berdasarkan kriteria ini, diagnosis dapat ditegakkan apabila skor total pasien >9. Tobel 2. Kriterio Sislemik Sklerosis Berdosorkon ACR/EULAR 2013
Penebolon kulit jori podo
9
Telongieklosio Kopiler obnormol podo lipoton kuku
Anti-topoisom erose I (onli-Scl-70
sklerosis sistemik /skor moksimo/: 3/
Secara klinis, sklerosis sistemik dibagi dalam 5 kelompok, yaitu:1'2's
.
Sklerosis sistemik difus, dengan penebalan kulit terdapat di ekstremitas distal, proksimal, muka dan seluruh batang tubuh.
.
Sklerosis sistemik terbatas, penebalan kulit terbatas pada distal siku dan lutut, tetapi dapat juga mengenai muka dan leher. Sinonimnya adalah CREST syndrome (C = Calsinosis subkutan; R= Raynaud phenomenon', E = Oesophagus
.
dismotility;
S
= Sklerodaktili; T = TelengiektasisJ.
Sklerosis sistemik sine scleroderma, secara klinins tidak didapatkan kelainan kulit, walaupun terdapat kelainan organ dan gambaran serologis yang khas untuk sklerosis sistemik.
.
Sklerosis sistemik pada overlap sindrom, artritis reumatoid atau penyakit otot inflamasi.
855
.
Penyakit jaringan ikat yang tidak terdiferensial, yaitu bila didapatkan fenomena
raynaud dengan gambaran klinis dan/atau laboratorik sesuai dengan sklerosis sistemik.
Selain itu terdapat varian skleroderma lokal yang hanya mengenai kulit tanpa disertai kelainan sistemik:6
. . .
Morfea adalah perubahan skleroderma setempat yang dapat ditemukan pada bagian tubuh mana saja. Fenomena raynaud sangat jarang didapatkan. Skleroderma linier umumnya didapatkan pada anak-anak, ditandai oleh perubahan skleroderma pada kulit dalam bentuk garis-garis dan umumnya disertai atrofi otot dan tulang dibawahnya. Skleroderma en coupe de sabre. Merupakan varian skleroderma linier, dengan manifestasi berupa garis sklerotik pada ekstremitas atas atau bawah atau daerah frontoparietal yang dapat menyebabkan deformitas muka dan kelainan tulang.
Pemeriksoon Penunjong',2 Loborolorium Autoantibodi ditemukan hampir pada semua pasien dengan skleroderma (sensitivitas >95%). ANA merupakan antibodi yang paling sering ditemukan, tetapi tidak cukup spesifik untuk skleroderma.a Tobel
l. Auloonlibodi yong Berhubungon dengon Sklerodermor
Anti-Th/To
Pemeriksoon Pololog biopsi kulit
8s6
Pemeriksoon Penunjong loinnyor.2
. . . . .
oesophagus maag duodenum [OMD): untuk menilai adanya dismotilitas saluran cerna bagian atas
Ekokardiografi: untuk mendeteksi kelainan kardiologi, seperti efusi perikard, dan hipertensi pulmonal
Spirometri: untuk menilai adanya restriksi paru Urinalisis dan kadar kreatinin serum: untuk menilai keterlibatan ginjal Kapilaroskopi: untuk menilai status mikrovaskuler pasien, pada skleroderma didapatkan gambaran kapiler-kapiler yang berdilatasi dengan area pembuluh yang dropour tampak jelas.
.
Esofagogastroduodenoskopi dilakukan sesuai indikasi.
DIAGNOSIS BANDINGI.2 N ephrogenic sistemik fibrosis, eosinofilic fasciitis, sclerodema diabeticorum dan scleremyxedema
TATALAKSANAs
. .
Penyuluhan dan dukungan sosial Penanganan Fenomena raynaud dan kelainan kulit
-
Menghindari merokok dan udara dingin. Pada keadaan berat, bila disertai ulkus pada ujung
jari atau
mengganggu
aktivitas sehari-hari dapat dicoba vasodilato4misalnya nifedipin,prazosin,atau
nitrogliserin topikal.
-
Obat lain adalah iloprost suatu analog protasiklin, diberikan secara intravena dengan dosis 3ng/kgBB/mnt, 5-B jam/hari selama 3 hari berturut-turut. Selain
.
itu obat ini juga digunakan untuk mengobati ulkus pada jari. Perawatan kulit dapat dipertimbangkan bila ada infeksi sekundet bila luka cukup dalam dibutuhkan perawatan secara bedah,nekrotomi dan pemberian antibiotik parenteral.
Pemberian obat remitif
.
D-penisilamin,kolkisin, metotreksat,siklofosfamid dan obat-obat imunosupresif lainnya.
.
Penanganankelainanmuskuloskeletal
-
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINSJ dapat diberikan. Bila nyeri menetap
dipertimbangkan injeksi steroid lokal atau steroid sistemik dosis kecil dalam waktu singkat. Fisioterapi untuk mencegah dan mengatasi kontraktur.
857
a
Penanganan kelainan gastrointestinal
-
Pasien dengan dismotilitas esofagus disarankan meninggikan kepalanya pada
waktu berbaring, makan pada posisi tegak dengan porsi kecil dan sering.
-
Antasida ,antagonis H2 dan obat sitoprotektif pada kasus ringan sedang, pada kasus berat dianjurkan PPI.
a
Obat prokinetik pada keadaan disfagia dan hipomotilitas usus. Bila terdapat striktur esofagus dilakukan dilatasi secara berkala. Bila konstipasi diberikan pelunak tinja dan diet serat tinggi.
Penanganan kelainan paru
Pneumonitis interstitial diterapi menggunakan kortikosteroid atau siklofosfamid. Bila terjadi hipertensi arteripulmonal,pengobatan dimulai dengan oral endothelin-1
receptor antagonist atau phosphodiesterase inhibitor seperti sildenafil, selain itu pasien mungkin membutuhkan diuretik,antikoagulan dan digoksin. Penanganan kelainan ginjal Krisis renal dengan hipertensi berat merupakan komplikasi yang serius dan angka
kematian yang cukup tinggi, yang dapat diturunkan dengan menggunakan obat penghambat enzim pengkonversi angiotensin. fika diperlukan dapat dilakukan dialisis. KOMPLIKASI Hipertensi pulmonal, krisis renal sistemik, Barret's esofhagitis. ulkus dan gangren ujung
jari.1'2's
PROGNOSIS Angka harapan hidup 5 tahun pasien sklerosis sistemik adalah sekitar 68%.
Penelitian Altman dkk, mendapatkan beberapa prediktor yang memperburuk prognosis sklerosis sistemik adalah:s
. . . . .
8s8
Usia lanjut (>64tahun) penurunan fungsi ginjal (BUN<16mg/dlJ anemia (Hb<11g/dl)
Penurunan kapasitas difusi CO2 pada paru (<50% prediksiJ Penurunan kapasitas difusi CO2 pada paru (<500/o prediksiJ Penurunan kadar protein serum total [6mg/dlJ Penurunan cadangan paru (kapasitas vital paksa <80o/o pada Hb >74g/dl atau kapasitas vital paksa <650/o pada Hb <1.4g/dl).
UNII YANG MENANGANI
. .
pendidikan
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi RS non pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
: Departemen
UNIT IERKAIT
.
RS
pendidikan
: Semua Divisi di lingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam
,
Departemen Bedah Vaskuler a
RS non
pendidikan
: Departemen Bedah
REFERENSI
l.
Vorgo J. Systemic Sclerosis (Sclerodermo) ond Reloted Disorders. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of Internol Medicine l8th Edition. United Stotes of Americo. McGrow Hll.2012
2.
Setiyohodi B. Sklerosis Sistemik. Dolom: Sudoyo, Setiyohodi, Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. V. Jokorio. lnterno Publishing. 201
Edisi
1
3.
Subcommittee for Sclerodermo Criterio of the Americon Rheumotism Associotion Diognostic ond Theropeutic Criterio Committee. Preliminory criterio for the clossificotion of systemic sclerosis (sclerodermo). Arthritis Rheum I 980;23:581-90
4.
- sclerodermo. Dermotology Online Journol 8(1 ):3. 2002. Diokses melolui http://dermotology.cdlib.org/DOJvolBnum I /reviews/sclerodermo/houstein.html podo tonggol 4 Mei2012.
5.
Hummers L, Wigley F. Sclerodermo. In: lmboden J, Hellmonn D, Stone J. Current Rheumotology Diognosis & Treotment. 2"d Edition. United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2004
6.
Folongo V, Killoron C. Chopter 62: Morpheo. ln: Wolff K, Goldsmith L, Kotz S, et ol. Fitzpotricks's Dermotology in Generol Medicine. 7rh Edition. United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2008 p543-6
Houslein U. Systemic Sclerosis
859
SPOND LOARTROPAT
PENGERTIAN
Spondiloartropati adalah sekelompok penyakit radang sendi yang mempunyai faktor predisposisi dan tampilan klinis yang mirip. Yang termasuk spondiloartropati adalah spondilitis ankilosa,
artritis reaktif [termasuk Reiter's syndrome), artritis
psoriatik, inflammatory bowel disease-associated spondyloarthropathy,dan undifferentiated spondyloarthropathy. Penyakit-penyakit ini mempunyai kesamaan yaitu berhubungan dengan gen HLA-B27 dan adanya entesitis sebagai lesi patologi dasar. Tampilan klinis lain diantaranya adalah inflammatory back parn, daktilitis, manifestasi ekstraartikular seperti uveitis dan ruam kulit.l'2 DIAGNOSIS SPON D! TOARTROPAII Spondiloartropati dicurigai pada setiap kasus dengan nyeri pinggang inflamasi >3 bulan (spondiloartritis aksial), maupun artritis perifer yang asimetris, dan/atau yang predominan di ekstrimitas bawah (spondiloartritis perifer). Kriteria nyeri pinggang
inflamasi mengikuti kriteria ASAS tahun 2009 (tabel 1J.3 Selanjutnya penegakan diagnosis spondiloartropati berdasarkan kriteria menurutASAS tahun 20L0 (gambar Tobel
l. Krilerio Nyeri Pinggong lnflomosi menurul
1J.a
ASAS (2009)
(diodoplosi dori Sieper J, dkk Ann Rheum
Dis 2009;68:784-a)
Pada pasien nveri oinssans bawah=3 bulan (dengan/ta npa man ifestasi perifer)
Pada pasien dengan
@!!gslgr!-@Jsaja
dengan onset usia pasien <45 tahun
Sakroiliitis pada pencitraaan PLUS baran
=1
S
H
LAB27 PTUS
Gambaran SpA yang dimaksud: . Nyeri pinggang inflamasi
. . . . . . . . o .
Artritis atau entesitis atau daktilitis
=2 gambaran SpA yang lain
Aftritis Entesitis (tumit) Uveitis
Daktilitis Psoriasis
PenyakitCrohn/ColitisUlseratif
PLUS
=1 gambaran
o . . . o o
spA:
Uveitis Psoriasis
PenyakitCrohn/ColitisUlseratif lnfeksi yang mendahului H
LAB27
Sakroiliitis pada pencitraan
Respon baik dengan OAIN5 Riwayat keluarga dengan 5pA H LAB27
Peningkatankadaf-Reoctive Protein (cRP)
{dlodopfosi dori Rudwoleit M, dkk Ann Rheum
Dis 201 l;70:25-31)
(elerongon: I Nyeri pinggong innomosi: odonyo gejolo sool ini otou riwoyol nyeri spinol (pinggong, dorsol otou servikol), dengon 4 doriS gejolo, yoiiu onse't <45 tohun, onsel insidious, perboikon dengon lotihon. koku pogi hori don durosi > 3 bulon 2 Sinovitis: odonyo gejolo soot ini otou riwoyot ortritis osimetris otou ortri'lis yong predominon di ekstrimitos bowoh 3 Riwoyot keluorgo podo tingkot sotu otou duo, berupo spondilitis onkiloso, psoriosis, uveltis okut, ortritis reoktif, IBD 4 Psoriosis: odonyo gejolo soot ini olou riwoyot psoriosis yong didiognosis oleh dokter 5 IBD: odonyo gejolo soot ini otou riwoyot penyokit Crohn oiou colilis ulserotif yong didiognosis oleh dokfer don dikonfirmosi dengon pemeriksoon rodio ogi don endoskopi 6 Nyeri gluteus yong bergontion: odonyo gejolo soot ini otou riwoyot nyeri bokong yong bergontion ontoro regio gluteus konon don kiri / Entesopoti: odonyo gejolo sool ini oiou riwoyoi nyeri sponton olou nyeri tekon podo insersi tendon ochilles don fosio plonloris sool pemeriksoon flsik I Diore okut: diore yong terjodi dolom solu bulon sebelum limbulnyo ortritis 9 Urethritis/servisitis: uretritis otou servisilis non-gonokokol yong terjodi dolom sotu bulon sebelum timbulnyo ortrilis lO Sokroilitis: sokroilitis dengon grode 2-4 (biloterol) olou grode 3-4 luniloterol) berdosorkon pemeriksoon rodiogroR, (0= normol. l=suspek, 2=minimol, 3=sedong, 4=ankilosis)
Gombor 1. Krilerio Diognosis Spondiloorlropoti ASAS 2010
SPONDITITIS ANKITOSA Nyeri pinggang pada spondilitis ankilosa timbul secara bertahap dan sifat nyerinya
tumpul, dengan penjalaran ke arah gluteal. Nyeri pinggang memberat pada pada pagi hari dan membaik dengan aktivitas dan serta mempunyai komponen nyeri nokturnal. Hal
tersebut sesuai dengan kriteria nyeri pinggang inflamasi, seperti yang telah dijelaskan di subtopik Spondiloartropati. Seiring dengan berjalannya waktu, artritis aksial dapat berkembang dari sendi sakroiliak, menuju ke vertebra Iumbalis/servikalis. Mobilitas
tulang belakang menjadi terbatas karena adanya deformitas spinal seperti lordosis lumbar yang mendata6 kifosis dada yang berlebih, hiperekstensi vertebra servikalis, dan adanya sindesmofit di antara ruas-ruas tulang belakang. Pemeriksaan tulang belakang
seperti tes Schober dan tes jarak occiput ke dinding memberikan hasil positif terutama yang sudah lanjut.s-B
Pemeriksoon Penunjongs'8
. . .
DPL, LED, dan CRP
HLA-827 fdapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis tetapi tidak direkomendasikan dilakukan secara rutinJ Pemeriksaan radiologis: foto polos sendi sakroiliaka dan vertebra serta sendi lain yang terlibat, bila diperlukan dapat dilakukan MRI pada sendi sakroiliaka, terutama
pada awal perjalanan penyakit
DIAGNOSIS Diagnosis AS dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria modifikasi New York 1984 seperti pada tabel
2.e
Tobel 2. Krilerio Diognosis Ankilosing Spondilitis (AS), New York 1984
(diodoptosi dori von der Linden
S,
dkk Arthritis Rheum 1984;27: 36'l-8)
TATAtAKSANAT0,''
Non formokologis Edukasi, terapi fisik, program latihan di rumah, sikap tubuh yang tepat dan sesuai.
Rehabilitasi pasien rawat mungkin dibutuhkan pada pasien-pasien tertentu.
Formokologis
.
OAINS adalah pilihan utama untuk mengatasi nyeri dan kaku. Analgesik Iain seperti
asetaminofen dan tramadol bisa dipertimbangkan untuk kombinasi.
862
a
Injeksi steroid lokal dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi lokal, sedangkan pemberian sistemik tidak dianjurkan.
a
DMARD konvensional seperti metotreksat dan sulfasalazine tidak terbukti bermanfaat, kecuali sulfasalazin yang bisa digunakan pada kasus yang disertai
artritis perifer. a
Agen biologikyang saat ini direkomendasikan untuk terapi AS adalah golongan antiTNFa. Agen biologik sebaiknya diberikan pada kasus dengan aktifitas penyakit yang
tinggi dan menetap serta kurang respon dengan terapi konvensional.
Tindokon Bedoh . Artroplasti panggul dilakukan pada nyeri panggul yang refrakter disertai dengan kerusakan struktural secara radiologis. . Spinal corrective osteotomy dipertimbangkan pada pasien dengan deformitas tulang belakang berat. ARTRIIIS REAKTI FI,'2
3
Anomnesis Artritis reaktif terjadi satu sampai empat minggu setelah infeksi saluran pencernaan atau genitourinarius. Organisme penyebab diantaranya adalah Chlamydia, Ureaplasma, Shigella, Salmonella,Yersinia, dan Campylobacter sp. Diare akut seringkali merupakan
manifestasi yang terlihat jika artritis reaktif terjadi setelah infeksi Shigella, Yersinia dan Salmonella. Beberapa studi menunjukkan adanya bukti bahwa Chlamydophila (Chlamydia) pneumoniae yang menimbulkan infeksi saluran nafas dapat menimbulkan
artritis reaktil meskipun angka kejadiannya lebih jarang. Pada 20% pasien laki-laki dengan artritis reaktif didapatkan balanitis sirsinata. Pemeriksoon Fisik Oligoartritis akutterjadi dalam beberapa hari, dengan distribusi asimetris, terutama di ekstrimitas bawah. Entesitis seringterjadi, terutama pada tumit. Manifestasi ekstraartikuler dapat berupa konjungtivitis (50%), atau uveitis (akut, unilateral, dan berulangJ.
Pemeriksoon Penunjong
.
Laboratorium: darah perifer lengkap, LED, CRB dan analisa cairan sendi (gambaran
inflamasi). Pemeriksaan mendapatkan sumber infeksi pemicu seperti dengan
863
kultur atau serologi, dapat membantu penegakan diagnosis (terutama untuk Chlamydiae), namun tidak dianjurkan untuk dilakukan secara rutin. a
Radiologi: Pada kasus artritis reaktif yang kronik, pemeriksaan radiologis foto polos
dapat memberikan gambaran sakroiliitis, periostitis, sindesmofit non-marginal, erosi sendi dan penyempitan celah sendi. Pemeriksaan USG dan MRI pada sendi terutama sendi sakroiliak akan sangat membantu deteksi dini perubahan tersebut.
Totoloksono
. .
Non farmakologis: edukasi, terapi fisik/rehabilitasi medik Farmakologis
-
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan pada artritis yang mengenai 1-2 sendi atau monoartritis yang berat Pada arthritis reaktif yang kronik dan berat dapat diberikan DMARD, seperti sulfasalazin dan metotreksat, atau steroid sistemik
-
Terapi terhadap infeksi pemicu hanya diindikasikan pada infeksi Chlamydia trachomatis, antara lain dengan kombinasi terapi sinovektomi dan azitromisin selama 3 bulan.
Prognosis Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar sembuh total setelah beberapa
bulan, dan hanya didapatkan l4-20o/o pasien yang menetap dan menjadi artritis kronik. ARTRITIS PSORIATIK I,I4,I5, I6
Anomnesis Pada kebanyakan kasus, manifestasi kulit mendahului keterlibatan sendi. Walaupun dapat terjadi sebaliknya pada l5-20o/o kasus. Ada beberapa tipe, yaitu tipe oligoartikular (empat atau kurang sendi terlibat), tipe poliartikuler (lima atau lebih sendi terlibat), pola dengan predominan keterlibatan sendi interfalangeal distal, artritis mutilan, dan spondilitis psoriatik. Lebih dari 70o/o kasus merupakan tipe oligoartikular.
864
Tobel 2. Krilerio CASPAR"
Kelerongon: 'Spesititos 99% don sensitivilos 9l% bPsoriosis soot ini mendopot poin 2, sedongkon yong loin bernilai I poin 'Penyokil kulit otou kulit kepolo psoriolik yong odo podo soot pemedksoon, ditentukon oleh ohli Reumotologi otou ohli kulit dRiwoyot psoriosis podo keturunon pertomo don keduo 'Onil,olisis. pitting. otou hiperkerolosis lPembengkokon podo seluruh jori oOsifikosi didekot botos sendi, nomun tidok lermosuk pembentukon osteofit
Pemeriksoon Fisik Manifestasi klinis dapat ringan hingga berat fdestruktif). Selain di tempatnya yang
khas, permukaan ekstensor lutut, psoriasis dapat pula terdapat pada bagian kecil pada kulit kepala, telinga, celah anus, perineum, atau umbilikus. Lesi kuku, termasuk
pitting dan onikolisis, terdapat pada lebih dari B0% pasien dengan artritis psoriatik, Pada artritis psoriatik, uveitis cenderung kronik dan terjadi bilateral. Tempol Predileksi Asimetris, pada sendi distal. Jika akan dibuat diagnosis artritis psoriatik, maka kulit diperiksa secara hati-hati untuk mencari lesi psoriatik. Rodiologi Gambaran radiografi pasien dengan artritis psoriatik memperlihatkan adanya artritis
erosil dengan tersering terjadi pada sendi DIP dan terjadi perubahan pencil-in-cup akibat resorpsi tulang. Temuan lain diantaranya adalah enthesitis dengan reaksi periosteal, sakroiliitis, dan spondilitis, sama seperti yang ditemukan pada artritis reaktif
Totoloksono
.
Non farmakologis
.
Farmakologis:
-
Manifestasi Kulit
. .
Terapi topikal kortikosteroid, retinoid
Terapi UV
865
Perhrmpunan Dokter Spesralis P€nyakrt Dalam ndon$ra
Manifestasi Sendi
. . . .
Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS)
Kortikosteroid oral Injeksi kortikosteroid intraartikular Metotreksat, sulfasalazin, dan inhibitor TNF-q
Prognosis Riwayat keluarga adanya artritis psoriatik, onset penyakit dibawah 20 tahun, adanya HLA DR3 atau DR4, kelainan sendi poliartikuler atau erosif dan kelainan kulit yang luas diduga berkaitan dengan prognosis yang buruk.
SPON DI LOARTROPATI YAN G BE RH U BU NGAN DENGAN IN F LAM MATORY BOWEL DISEASE1
Anomnesis Penyakit ini berhubungan dengan penyakit Crohn atau kolitis ulseratif. Pada beberapa pasien, manifestasi artritis terjadi sebelum manifestasi penyakit usus. Pemeriksoon Fisik Penyakit ini biasanya terjadi tiba-tiba dan pola nyeri berpindah-pindah. Artritis secara umum berkurang dalam waktu enam hingga delapan minggu. Walaupun rekurensi sering terjadi, 1,0% pasien terjadi artritis kronik. Pada 20o/o pasien, manifestasi spondiloartropati yang berhubungan dengan inflammatory bowel disease tidak berbeda dengan spondilitis ankilosa idiopatik. Tempol predileksi Artritis terjadi pada ekstremitas bawah secara asimetris Totoloksono
. .
Non farmakologis: edukasi, terapi fisik/rehabilitasi medik. Farmakologis
-
Obat anti inflamasi non-steroid harus digunakan secara hati-hati, karena dapat men geksaserbasi penyakit usus
-
866
Sulfasalazin, metotreksat, dan azatroprln TNF-c{
inhibitor.
U
N DIFFERENTIATED SPON DYTOARTH RITIS',2
Krilerio Diognosis Kebanyakan pasien mempunyai gejala yang tidak spesifik termasuk nyeri punggung, nyeri pada bokong unilateral atau bergantian, entesitis, daktilitis, dan kadang-kadang terdapat manifestasi ekstraartikular. Undifferentiated spondyloarthritis
merupakan diagnosis ekslusi, dimana terdapat manifestasi spondiloartritis tanpa adanya spondilitis ankilosa, infeksi yang mendahului, psoriasis, kolitis ulseratil ataupun penyakit Crohn.
Iotoloksono (sesuoi klinis yong muncul)
.
Obat anti inflamasi non-steroid IOAINS)
Sulfosolozin, Metolreksol
. .
Injeksi intraartikularkortikosteroid TNF-q inhibitor.
Ringkoson Tobel 3. Korokleristik Spondiloorlropoli Seronegolifr
{
867
Jorong
KOMPTIKASI Deformitas UNIT YANG MENANGANI
. .
pendidikan
: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi RS Non Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS Non
Pendidikan
Departemen Rehab Medik Bagian Rehab Medik
REFERENS!
1.
Tourog JD. The Spondyloorthritides. In: Longo DL, Kosper DL, Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J. Horrisons Principles of lnternol Medicine. Singopore: The McGrow Hill componies; 2012.p.277 4-85
868
2.
Yu D, McGonogle D, Morzo-Ortego M et ol. Undifferentioted Spondyloorthritis ond Reoctive Firestein G, Budd R, Honis Jr E et ol. Kelley's Texlbook of Rheumotology. 8th Edition. Vol l. Philodelphio: Elsevier Sounders. 2008 Arthritis. ln:
3.
Sieper J, von der Heijde D, Londewe R, Brondt J, Burgos-Vogos R, Co//ontes-Estevez E, ef o/. New
kriterio for inflommotory bock poin in polienfs with chronic bock poin - o reol potient exercise of lhe Assessmenf in SpondyloArthritisinlernotionolSocieiy IASAS/. Ann Rheum Dis2009;68:784-8
4.
Rudwoleit M, von der Heijde D, Londew6 R, Lisfing J, Akkoc N. Brondt J, ef o/. Ihe development of Assessmenl of SpondyloArlhrilis internofionoi Sociely c/ossificot'ion kriterio for oxiol spondyloorthritis @on ll): volidotion ond finolse/ection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
5
Rudwo/eit M, von der Heijde D, Londew5 R, Listing J, Akkoc N, Brondl J, el oi. Ihe deveiopmenl of Assessmenl of SpondyloArthritis infernolionoi Sociely ciossificotion kriterio for oxiolspondyloorthritis @on il): voltdotion ond finolse/ection. Ann Rheum Dis 2009;68;777-83
6 7.
Kotorio RK Brent LH. Spondyioorfhropolhies. Am Fom Physicion. 2004. 2853-60 Zochling J, von der Heijde D, Burgos-Vorgos R, Co//ontes E, Dovis JC, Dijkmons B. ASAS/EULAR recommendotton for the monogemenl of onkylosing spondy/ifis. Ann Rheum Dis 2006;65: 444-52
B.
Glodmon DD Psoriolik orthritis:clinicolfeoture.ln:Klippel JH, et ol. (eds) Primer on fhe Rheumofic Diseoses. 13"' ed. New York; Springer Science, 2008.pp.170-7
.
von der Linden S, Volkenburg HA, Cots A. Evoluotion of diognostic criterio for onkylosing spondylitis: A proposol for modificotion of the New York kriterio. Arthritis Rheum 1984;27:361-B
10.
Kiltz U, von der Heijde D, Mielonts H, et ol., ASAS/EULAR recommendotions for the monogement of onkylosing. spondylitis - the potient version, Ann Rheum Dis 2009;68:l381-6
ll.
BrounJ,vonderBergR,BoroliokosX,BoehmH,Burgos-VorgosR,Collontes-EsievezE,etol.20l0 updote of the ASAS/EULAR recommendotions for the monogement of onkylosing spondylitis.
9
Ann Rheum Dis 201l:70:896-904
12. Corter JD, Hudson AP. Reoctive orthritis: clinicol ospects ond medicol monogement. Rheum
Dis
Clin N Am 2009:35:2\-44
13. Sieper J, Rudwoleit M, Broun J, von der Heijde D. Diognosing Reoctlve Arthritis: Role of Clinicol Setting in the Volue of Serologic ond Microbiologic Assoys. Arthritis Rheum 2002; 46121:319-327 14. AlborZ.ArtritisPsoriotik. ln: SudoyoAW,Setiyohodi B,Alwi l,SimodibrotoM,Setioti S.BukuAjor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Interno Publishing; 2009.p.2532-34
15. HidoyoiR.ReoctiveArthritis. ln: SudoyoAW,Setiyohodi B,Alwi l,SimodibrotoM,Setioti S.Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p.2535-37
16. Fitzgerold O. Psoriotic Arthritis. In: Firestein G, Budd R, Honis Jr E et ol. Kelley's Textbook of Rheumotology. Bth Edition. Vol l. Philodelphio: Elsevier Sounders. 2008
17. Toylor W, Glodmon D, Helliwell P, Morchesoni A, Meose P, Mielonts H; CASPAR Study Group. Clossiflcotion kriterio for psoriotic orthritis: development of new kriterio from o lorge internotionol study. Arthritis Rheum 2006:5a$l:2665-73
869
PI II[1il($[ [[
lBllrl G 11 PI nflr [1[
PAA P AKTI KS T
KNEKS i,.
Chikungunyo.. Demom Berdoroh Dengue....... Demom Neutropenio Demom Tifoid Diore lnfeksi Diore Terkoit Antibiotik (lnfeksi Clostridium Diffic Fever Of Unknown Origin.... Filoriosis
I
li,''
Leptospirosis
Humon lmmunodeficiency Wrus (H|v)/ Acqute d lmm unodeficie ncy lnfeksi Jomur lnfeksi Oportunistik Podo Aids... lnfeksi Podo Kehomilon lntoksikosi Orgonofosfot.......... ";"11;'" -''lj,'.,' lntoksikosi Opiot Kerocunon Mokonon Molorio Penotoloksonoon Gigiton U1or...... Penggunoon Antibiotiko Rosionol l
'\.1:
970 976
Robies......
98r
Sepsis Don Renjoton Septik
986
CH KUNGUNYA
PENGERTIAN Demam chikungunya merupakan suatu infeksi akutyang disebabkan oleh alfavirus
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk,4. aegypti dan 1. albopictus.l'2
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesisr'3 Penyakit ini dapat bersifat akut, subakut, maupun kronis. Fase akut berlangsung 3-10 hari, ditandai dengan demam tinggi mendadak (390-400C) dan nyeri sendi berat.
Nyeri sendi ini terkadang membuat seseorang menjadi terbaring lemah, namun biasanya sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Infeksi chikungunya dapat juga disertai gejala lain seperti sakit kepala, nyeri seluruh punggung, mialgia, mual, muntah, poliartritis, bintik merah (rash), dan konjungtivitis. Pada fase subakut dan kronis, dapat memberikan gejala klinis pembengkakan tangan disertai deskuamasi
halus, hiperpigmentasi wajah, tenosinovitis pada tangan, mata kaki, higroma siku, bengkak dan kaku pada jari-jari tangan.
Monifeslosi Atipiko13 Meskipun sebagian besar infeksi virus chikungunya (CHIKV) bermanifestasi sebagai demam dan artralgia, manifestasi atipikal dapat muncul seperti yang digambarkan pada tabel L. Manifestasi ini dapat terjadi akibat efek langsung dari virus, respon imunologis tubuh terhadap virus, atau toksisitas obat. Tobel 1. Monifeslosi otipik dori infeksi CHIKV3
Dermotologis
hiperpigmentosi fotosensitivitos, ulkus inteririginoso (bentukseperti soriowon),
Pemeriksoon Fisik Demam 390-400C berlangsung beberapa hari
- 1 minggu, bersifat kontinu
atau
intermiten, terkadang dapat disertai bradikardi relatif.3 Nyeri sendi biasanya simetris dan sering mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Pembengkakan sendi sering dikaitkan dengan tenosinovitis.l'2'3
Bintik merah biasanya muncul 2-3hari setelah onset demam, dengan karakteristik makulopapular pada batang tubuh dan ekstremitas, namun juga dapat ditemukan pada telapak tangan, telapak kaki, dan wajah. Bintik merah juga dapat bermanifestasi sebagai eritema difus, yang menghilang pada penekanan. Pada bayi, lesi vesikulobulosa
sering ditemukan.3
Pemeriksoon Penunjong Pemeriksaan darah dapat ditemukan
. . . . .
:3
Trombositopenia Leukopenia Peningkatan tes fungsi hati Peningkatan LED dan CRP Ig M Chikungunya
Krilerio Diognosis3 . Kasus suspek Pasien dengan onset demam akut >38,50C dan artralgia berat atau
artritis yang tidak
dapat dijelaskan oleh kondisi medis lain, dan telah tinggal atau berkunjung ke daerah
endemis atau epidemis dalam dua minggu terakhir sebelum munculnya gejala.
.
Kasus terkonfirmasi (confirmed case) Pasien kasus suspek dengan salah satu hasil pemeriksaan spesifik CHIKV
7. 2. 3.
Isolasi virus Deteksi virus RNA dengan RT-PCR
IgM positif pada satu sampel serum yang diambil pada fase akut atau convqlescent
872
:
4.
Kenaikan titer antibodi spesifik CHIKV sebanyak 4x lipat dari sampel yang
diambil dengan selang waktu 2 atau 3 minggu Catatan :3 Apabila terjadi epidemi, semua pasien tidak wajib dikonfirmasi dengan pemeriksaan
diatas. Evaluasi sensitivitas dan spesifisitas dari kriteria klinis infeksi CHIKV dilakukan saat KLB terjadi. Kombinasi demam dan poliartralgia memiliki sensitivitas dan spesifisitas terbaik dengan nilai 84% dan 89o/o. Kriteria klinis tersebut mampu menegakan diagnosis padaBTo/o individu dengan infeksi CHIKV yang konfirm secara serologis. Pemeriksaan penunjang yang saat inidapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
a.
:3
Isolasi virus chikungunya (CHIKV) Isolasi CHIKV dapat diambil dari nyamukyang didapat dari lapangan atau spesimen serum akut yang diambil dari darah pasien pada minggu pertama demam. Setelah spesimen ini didapat, harus segera dikirim ke laboratorium dalam waktu 48 jam setelah pengambilan dengan suhu 2 -
BoC
atau dry ice.lsolasi CHIKV ini kemudian
harus dikonfirmasi dengan immunofluorescence assay IFA), antiserumspesifik CHIKV atau dengan kultur supernatan reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR), atau suspensi otak tikus.
b.
RT-PCR
Deteksi RNA CHIKV menggunakan metode RT-PCR sudah beberapa kali dipublikasikan. Penggunaan sistem assay tertutup dan real fime untuk meningkatkan sensitivitas dan menurunkan resiko kontaminasi. Serum yang digunakan sama dengan isolasi CHIKV.
c.
Tes serologis Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)dan plaque reduction neutralization
testing IPRNT) untuk memeriksa serum darah digunakan untuk diagnosis serologis. Pengiriman spesimen ke laboratorium dengan suhu 2 - B0C, tidak boleh dibekukan. Diagnosis serologis fase akut dan pemulihan ditegakkan dengan hasil
titer IgM
antibodi spesifik CHIKV yang positif atau kenaikan titer PRNT sebanyak 4x lipat. antibodi IgG dan IgM anti-chikungunya. Level antibodi IgM mulai muncul pada akhir minggu pertama demam, tertinggi pada 3-5 minggu setelah onset penyakit dan bertahan selama 2 bulan. OIeh karena itu, untuk menyingkirkan diagnosis chikungunya, sampel fase pemulihan (convalescent)harus tetap diperiksa apabila
hasil pemeriksaan sampel fase akut negatif.
873
Apabila PRNT tidak tersedia, pemeriksaan serologis lain seperti hemaglutination
inhibition (HI) dapat digunakan untuk mengidentifikasi infeksi alfavirus yang baru saja terjadi (recent infecfionJ. Namun PRNT tetap diperlukan untuk mengkonfirmasi rece
nt infection CHIKV.
Spesimen lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
7. 2. 3.
:
Cairan serebrospinal pada kasus meningoensefalitis Cairan sinovial pada kasus artritis disertai efusi
Materi autopsi
-
serum atau jaringan yang tersedia
Sebelum mengidentifikasi CHIKV di sebuah negara, survailans laboratorium harus
mengambil 3 set sampel untuk memeriksa
7. 2.
:
Spesimen dengue negatifpada pasien dengan keluhan nyeri sendi berat Sampel dari penyakit yang gambaran klinisnya serupa dari area geografis baru
tanpa sirkulasi dengue aktif
3.
Sekumpulan (clusters) penyakit demam dengan nyeri sendi berat
Berikut adalah tabel yang menunjukkan pemeriksaan ideal yang sebaiknya dilakukan dalam setting epidemiologis yang bervariasi :
Tobel 2. Survoilons Loborotorium untuk CHIKV menurut Voriosi Epidemiologis3
Tidok odo tondo penuloron/
ELISA
tronsmisi
Tobel 3. lnlerprelosi Hosil Pemeriksoon CHIKV menurul woktu poscoinfeksi3
874
osten yong
Berikut adalah hasil pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi recent infection CHIKV
-
:3
Isolasi CHIKV termasuk identifikasi konfirmasi (lFA, RT-PCR, atau sequencing) Deteksi RNA CHIKV dengan RT-PCR reol time
Identifikasi hasil IgM positif pada pasien dengan gejala akut CHIKV diikuti dengan adanya antibodi spesifik CHIKV yang ditentukan oleh PRNT dengan virus lain yang ada didalam serogrup Semliki Forest virus (SFV]
-
Adanya serokonversi atau kenaikan titer 4x lipat pada PRNI HI, atau ELISA (sekali
lagi, dengan menggunakan virus lain yang ada di dalam serogrup SFV) antara spesimen fase akut dan convalescent.
DIAGNOSIS BANDING Malaria, demam dengue, leptospirosis, demam rematik3, demam typoid, influenza Tobel 4. Perbondingon Gomboron Klinis dengon loborolorium lnfeksi CHIKV dengon Dengue'3
+
+++
Peningkoton hemqtokrit
.
Rolo-roto frekuensi gejolo yong muncul podo posien terhodop keduo penyokil ini dibondingkon dengon penelition; +++ = diolomi oleh 70-100% posien; ++ = 40-69% posien; + = 10-39% posien; +/-=
b Lebih sering berupo nyeri retroorbi'to
TATALAKSANA
Tidak ada terapi spesifik, tatalaksana ditujukan untuk meringankan gejala, termasuk nyeri sendi.
875
Tobel 5. Totoloksono Demom Chikungunyo3
*
Perholion :tidok dionjurkon memberikon ospirin koreno resiko perdorohon don sindromo Reye podo onok <12 tohun **Podo fose subokut don kronis, dopot dipertimbongkon bilo leropi loin lidok odekuot untuk mengolosi keluhon orlrolgio berulon g (ref r o c tory joint sy mptams)
PROGNOSIS Sebagian besar pasien sembuh sempurna, namun pada beberapa kasus, nyeri sendi
dapat persisten untuk beberapa bulan sampai beberapa tahun. Tingkat mortalitas pada individu >65 tahun lebih tinggi 50 kali lipat dibandingkan dengan dewasa muda <45 tahun.3
UNII YANG MENANGANI
. . RS pendidikan : Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam . . RS non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UN!T TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
REFERENS!
l.
Peters CJ. lnfections Coused by Arthropod- ond RodenlBorne Viruses. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine lTth edition.United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2OO8
2.
WHO. Foct sheets: Chikungunyo. Diunduh dorihttp://www.who.int/mediocentre/foctsheets/ 1s327
3.
/en/ podo tonggol26
Sloples CJ ei ol. Preporedness ond Response for Chikungunyo Virus: lntroduction in the Americos.
cDC.20r
876
Aprit 2012
I
DEMAM BE DARAH DENGUE
PENGERTIAN
Merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamttkAedes aegypty danAedes albopictus serta memenuhi
kriteria WHO untuk demam berdarah dengue.l PENDEKATAN DIAGNOSIS'
Anomnesis Demam mendadaktinggi dengan tipe bifasik disertai oleh kecenderungan perdarahan
[perdarahan kulit, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis, melena, hematuria), sakit kepala, nyeri otot dan sendi, ruam, nyeri di belakang mata, mual-muntah, pemanjangan
siklus menstruasi. Riwayat penderita DBD di sekitar tempat tinggal, sekolah atau di tempat bekerja di waktu yang sama. Pasien dapat juga datang disertai dengan keluhan sesak, Iemah hingga penurunan kesadaran.
Pemeriksoon Fisik
-
Demam Gejala infeksi viral seperti: injeksi konjungtiva, mialgia, artalgia
Tanda perdarahan: ptekie, purpura, ekimosis Hepatomegali Tanda-tanda kebocoran plasma: efusi pleura, asites, edema, kandung empedu
Pemeriksoon Penunjong - Pemeriksaan darah rutin: lekopenia, trombositopenia, hemokonsentrasi - Serologi: IgG-lgM antidengue (+), pemeriksaan protein virus NS-1 Dengue,
-
Foto toraks: penumpulan sudut kostofrenikus USG
abdomen: double layer pada dinding kandung empedu, atau asites
Kriterio Diognosis3,4 Definisi Kosus unluk Demom Dengue Probqble - demam akut disertai dua atau lebih gejala berikut: . sakit kepala . nyeri retro-orbital
. . . . . .
myalgia
artralgia ruam manifestasiperdarahan leukopenia; dan Hasil pemeriksaan serologi (+) atau adanya demam dengue di lokasi dan waktu yang sama
Confirmed
. . .
-
kasus di konfirmasi dengan kriteria laboratorium
Isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi Kenaikan > 4 kali titer antibodi IgG atau IgM pada sampel plasma Terdapatnya antigen virus dengue pada sampel otopsi jaringan, plasma, atau LCS dengan teknik imunihistokimia, imunofluoresens, atau ELISA
.
Deteksi sekuens genom virus dengue di sampel jaringan atau LCS dengan cara PCR
Reportable
-
setiap kejadian kasus probable atau confirmed harus dilaporkan
Kriteria Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD) WHO 1997 'J.. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. 2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: . Uji bendung positif. . Ptekie, ekimosis, atau purpura. . Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.
. 3. 4.
Hematemesis atau melena.
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mlJ. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
.
Peningkatan hematokrit dan jenis kelamin.
.
Penurunan hematokrit >20o/o setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
>20010
dibandingkan standar sesuai dengan umur
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau
hiponatremia
878
Derojot Keporohon Demom Berdoroh Dengue . Deraiat I: Demam disertai gejala-gejala konstitusional yang tidak spesifik; satusatunya manifestasi perdarahan adalah hasil uji tourniquet yang positif.
.
Deraiat II: Sebagai tambahan dari manifestasi pasien derajat
I,
terdapat perdarahan
spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan/atau perdarahan lainnya.
.
Deraiat III: Kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang lemah dan cepat, menyempitnya tekanan nadi [20 mmHg atau kurang ) atau hipertensi, serta gelisah dan kulit teraba dingin
.
Deraiat IV: Renjatan
/
syok berat dengan nadi dan tekanan darah yang tidak
terdeteksi DENGUE SHOCK SyNDROME (DSS)
Diognosis Dengue Shock Syndrome (DSS) Semua gejala kriteria DBD ditambah bukti adanya kegagalan sirkulasi seperti:
-
Nadi lemah dan cepat Tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
Atau adanya manifestasi:
-
Hipotensi
Akral dingin,lembab dan gelisah
Diognosis Bonding Demam akut lain yang disertai trombositopenia seperti demam tifoid, malaria,
chikungunya
Pemeriksoon Penuniqng Hemoglobin (HbJ, hematokrit [Ht), lekosit, trombosit, serologi dengue, foto toraks. Evaluasi Ht dan trombosit setiap L2 /24jam sesuai keadaan klinis, USG abdomen sesuai indikasi atau bila perlu.
DIAGNOSIS BANDING Demam akut lain yang disertai trombositopenia seperti demam tifoid, malaria, chikungunya.
879
TATALAKSANA4
Nonforomokologis
. .
Istirahat, makanan lunak, tingkatkan asupan cairan oral Pantau tanda-tanda syok, terutama pada transisi fase febris [hari 4 - Klinis: tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah
-
-
6)
Laboratorium: Hb, Ht, Trombosit, Lekosit
Formokologis
. .
Simtomatis: antipiretik parasetamol bila demam Tatalaksana terinci pada lampiran protokol tatalaksana DBD
-
Cairan intravena: Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf. Evaluasi jumlah
cairan, kondisi klinis, perbaikan/perburukan hemokonsentrasi. Koloid/plasma
ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan.
-
Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi Pertimbangan heparinisasi pada DBD stdadium III dan IV dengan Koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Kriterio Merujuk Posien ke RS/lCU:
-
Takikardi
-
Tekanan nadi sempit [< 20 mmHg)
Capillary refill time [< 2 detik ) Kulit dingin,lembab dan pucat Nadi perifer lemah atau hilang Perubahan status mental
Oliguria Peningkatan mendadak Ht atau peningkatan kontinyu Ht setelah terapi cairan
diberikan Hipotensi
Prolokol Protokol Protokol Protokol Protokol Protokol
880
penololoksonoon DBD podo posien dewoso: 1: Penanganan Tersangka(Probable ) DBD dewasa tanpa syok 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht> 20 o/o
4: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa 5: Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa
l: Penongonon Tersongko
Protoko!
(Proboble) DBD dewoso tonpo syok
Keluhon DBD (Kriterio WHO 1997)
Hb, Ht,
trombo normol
Hb, Ht normol,
trombo
I 00.000- I
Observosi Rowot jolon
Observosi Rowot jolon
Perikso Hb, Ht, Leuko,
Perikso Hb, Ht, Leuko,
lrombol24
trombol24
Hb, Ht normol,
50.000
bo
Hb, Hi meningkot, trombo normol/turun
Rowot
Rowot
Penongonon protocol rowot inop untuk DBD (protokol2)
j
Prolokol2: Pemberion coiron podo tersongko DBD dewoso diruong rowot Suspek DBD
Perdorohon Sponton don Mosif syok (-)
Hb, HtTrombo < 100.000 lnfus Kristoloid Hb, Ht, Trombo tiop 24 jom
Hb, Ht meningkol 10-20% Trombo < 100.000 lnfus Kristoloid Hb, Ht, Trombo tiop 121om
(-)
Hb, Ht meningkol > 20% Trombo < 100.000
Protocol pemberion coiron DBD dengon Ht meningkot >20% Kelerongon . Volume coiron kristoloid per hori yong diperlukon: Sesuoi rumus berikut 1500 + 20 x (berol bodon dolom kg - 20) Contoh volume rumolon untuk berot bodon 55 kg : 1500 + 20 x (55-20) = 22OO ml "* Pemonlouon disesuoikon dengon fose/hori perjolonon penyokit don kondisi klinis :
Setelah cairan diberikan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 iam: . Bila Hb,Ht meningkat 10 -20 o/o dantrombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap sperti rumus di atas tapi pemantauan Hb, Ht, trombosit dilakukan tiap 12 jam
.
Bila Hb, Ht meningkat > 20
o/o
dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan
sesuai protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>
20o/o.
Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht> 20
o/o
5% defisit coiron
Teropi owol coiron introveno kristoloid 6-7 ml lkgljom Evoluosi
3-4 jam
PERBAIKAN
TIDAK MEMBAIK
don frekuensi nodi meningkot, tekonon doroh menurun < 20
Ht
Ht dan frekuensi nadi
turun, tekanan darah membaik, produksi urin meningkat
Kurongi infus kristoloid 5
ml/kg/jom
PERBAIKAN
mmHg, produksi urin menurun
TANDA VITAL DAN
lnfus kristoloid
HEMATOKRIT
l0 ml/kg/jom
A/,lEMBURUK
PERBAIKAN
Kurongi infus
lnfus kristoloid
kristoloid 3
TIDAK MEMBAIK
10
ml/kg/jom
ml/kg/jom
PERBAIKAN
KONDISI MEMBURUK
Tondo syok Teropi coiron dihentikon 24-48 lom PERBAIKAN
Totoloksono sesuoi protocol syok don perdorohon
Membaik: penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah, urine output meningkat Tidak membaik: hematokrit dan pulsasi meningkat, tekanan darah menurun dibawah 20 mmHg, menurunnya urine output Tanda -tanda vital tidak stabil: menurunnya urine output, tanda-tanda syok
882
Protoko!4: Penotoloksonoon Perdorohon Sponton podo DBD dewoso Kosus DBD
:
Perdorohon sponton mosif Epistoksis tidok terkendoli,Gross hemoturio, Hemotemesis don otou meleno, Hemotokezio, Perdorohon otok :
Syok (
)
Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Pemeriksoon hemostosis (KlD)
Golongon doroh. uji cocok serosi
KID (+) Tronsfusi komponen doroh PRC (Hb
:
FFP
TC (Trombosit
KrD (-)
Tronsfusi komponen doroh PRC (Hb
:
FFP
TC (Trombosit < I 00.000) Pemontouon Hb, Ht, Trombosit tiop 4-6 jom
Ulong pemeriksoon hemostosis 24 jom kemudion
Prolokol5: Totoloksono Sindromo Syok Dengue podo dewoso Jolon nopos Pernoposon : 021-zLlmenit dengon nosol kote'ler Bilo lebih memokoi sungkup wojoh Sirkulosi : coiron kristoloid don otou koloid l0-20 ml/kg secepotnyo (bilo mungkin < 10 menil) Perhotikon : tondo londo hipovolemio, hipervolemio/ avetlood don respon pemberion coiron
Telop syok
Perboikon
Krisloloid 7ml/kg/jom
Kristoloid guyur 30ml/kg/jom
Perburukon
dolom 1 jom
dolom 20 30 menil
Tetop syok
Ht noik
Perboikon
Kristoloid 5ml/kg/jom
dolom 1 jom
Perhitungon
Koloid l0-20 ml/kg
nuirisi seteloh
dolom l0-15 menil
l2 jom 24-48 jom seteloh syok lerotosi, tondo vitol / Ht stobil, dieresis cukup
(dextrose 5% bilo tidok odo kontro indikosi)
Perboikon
Hl turun
doroh l0 mukg, dopot diulong sesuoi
Tronsfusi
kebutuhon
Teiop syok
Koloid moksimol 30 ml/kg
Stop infus Perboikon
Telop syok
Posong koleter veno senlrol
Koloid, bilo dosis moksimol belum dicopoi otou kristoloid/gelotin {bilo koloid sebelumnyo teloh mencopoi dosis moksimol) l0 ml/kg dolom I0 menil, dopot diulong sompoi 30 menit sosoron lek veno senlrol (TVS) l5-18 smH,O
Hipovolemik
Normovolemik Telop syok
Perboikon
Kristoloid dipontou
l0-l 5 menit
Koreksi gongguon
osom boso, elektrolit,
hipoglikemio, onemio, KlD. infeksi sekunder
Kombinosi koloid -krisloloid
884
bertohop
lnotropik, vosopresor,
vosodilotor
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam : Divisi
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
::-
KOMPLIKASI Renjatan (syok), ensefalopati dengue, perdarahan saluran cerna, KID (koagulasi
intravaskular diseminata)
REFERENS!
.
Brounwold E, Fouci AS, Kosper DL, Houser SL, Longo DL, Jomeson JL. lnfection coused by orthropod ond rodent-borne viruses. Horrisson's: Principle of Internol Medicine.lTth ed.New York: McGrowHill Componies; 2009: 1230,1239.
2.
Suhendro LN, Khie C, Herdimon TP. Demom Berdoroh Dengue. Dolom: Buku ojor ilmu penyokit dolom edisi 5. Jokorto: Interno Publishing; 2009:2773-9. World Heolth Orgonizotion. Dengue hemonhogic Fever: Diognosis, treotment, prevention, ond control. 2nd ed. Genevo: World Heolth Orgonizotlon Publicotion; l997.
I
3. 4.
Deportemen Kesehoton Republik Indonesio.
DEMAM NEUTROPEN A
PENGERIIAN Demam didefinisikan bila ditemukan suhu oral > 38,3oC pada satu kali pengukuran
atau suhu > 3BoC bertahan lebih dari satu jam. Neutropenia didefiniskan sebagai penurunan jumlah netrofil absolut <500 sel/mm3 atau jumlah netrofil diperkirakan akan menurun <500 sel/mm3 selama 48 iam kemudian.l'2
PENDEKATAN D!AGNOS!S
Anomnesis Gejala dan tanda inflamasi seringkali kurang tampak atau tidak tampak sama sekali
pada pasien neutropenia pada keadaan klasik adanya. Infeksi bakteri pada kulit dan
jaringan lunak jarang menimbulkan indurasi, eritema, panas, dan pustulasi. Infiltrat pada infeksi paru dapat tidak terlihat pada radiografi. Infeksi pada meningen dapat
hanya ditemukan pleiositosis ringan di cairan serebro spinal (CSSI. Infeksi traktus
urinarius dapat menunjukkan piuria ringan atau bahkan tidak ada sama sekali. Demam seringkali merupakan satu-satunya tanda infeksi. Adanya kondisi komorbid yang mendasari seperti diabetes, penyakit paru obstruktifkronik, dan/atau prosedur bedah harus dievaluasi. Pemeriksaan fisik pasien demam neutropenia membutuhkan
ketelitian untuk mendeteksi gejala dan tanda yang minimal, khususnyapada lokasi yang paling sering terkena infeksi seperti di kulit (khusunya tempat pemasangan
katetel seperti tempat masuk atau keluarnya kateter atau tempat aspirasi sumsum tulang), orofaring (termasuk periodontium), saluran cerna, paru, dan perineum.2 Pemeriksoon Fisik Pemeriksaan fisik pasien demam neutropenia membutuhkan ketelitian untuk mendeteksi gejala dan tanda yang minimal, khususnya pada lokasi yang paling sering
terkena infeksi seperti di kulit fkhususnya tempat pemasangan kateter, seperti tempat masuk atau keluarnya kateter atau tempat aspirasi sumsum tulang), orofaring ftermasuk periodontium), saluran cerna, paru, dan perineum.2
Pemeriksoon Penunjong Laboratorium sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit dan jumlah trombosit, mengukur kreatinin serum d,an blood urea
.
nitrogen, elektrolit, enzim transaminase hati, dan bilirubin total.2
.
Kultur : sebaiknya dilakukan sesuai dengan gejala dan tanda klinis tetapi tidak secara rutin.2
-
Feses: diambil untuk memeriksa Clostridium
dfficile toxin assay pada pasien
yang mengalami diare
-
Urin: dilakukan pemeriksaan jika ditemukan gejala dan tanda infeksi saluran kemih, terpasangnya kateter saluran kemih, atau ditemukannya hasil urinalisis yang abnormal.
-
CSS:
Pemeriksaan dan kultur cairan spinal diindikasikan jika dicurigai meningitis
Kulit: biopsi dari lesi kulit yang terinfeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan sitologi, pewarnaan gram, dan kultur. Spesimen respiratori: sampel sputum untuk kultur bakteri rutin dikirim jika pasien mengalami batuk produktif. Spesimen traktus respiratori bawah diambil
dengan cara bilasan bronkus direkomendasikan pada pasien dengan
infiltrat
yang penyebabnya tidak jelas pada foto thoraks. Nasal wash atau spesimen BAL
direkomendasikan untuk mengevaluasi gejala infeksi virus respirasi.
.
Pencitraan Pasien dengan gejala dan tanda respiratori sebaiknya dilakukan foto thoraks untuk
mengeksklusi pneumonia. Pneumonia selama neutropenia biasanya perjalanan penyakitnya berlangsung progresif sehingga disarankan untuk segera dilakukan perawatan di ruang rawat inap.2 DTAGNOSIS BANDING Diagnosis banding berdasarkan etiologi yang menyebabkan demam neutropenia yaitu:2 Tobel
l. Etiologi Demom Neulropenio
spp
BB7
TAIATAKSANA Penilaian risiko komplikasi infeksi berat sebaiknya dinilai pada saat demam. Penilaian resiko dapat menentukan jenis antibiotik empiri (oral atau IV), jenis perawatan (rawat inap atau rawat jalan), dan durasi terapi antibiotik,2 Sistem skoring MASCC (Multinational Association
for Supportive
Care in Cancer
Risk-lndex Score) merupakan hasil penjumlahan skor faktor risiko, termasuk umur pasien, riwayat, status rawat inap atau rawat jalan, tanda klinis akut, adanya kondisi
komorbid, dan deratnya demam dan neutropenia yang dinilai oleh beratnya beban penyakit. Penilaian risiko dengan sistem skor MASCC ini dapat membantu menilai kondisi pasien untuk menentukan regimen dan tempat perawatan yang sesuai untuk pemberian antibiotik empiris, juga waktu pemulangan dari rumah sakit.2'3 Tobel 2. The Multinolionol Associolion for Supporlive Core in Concer Risk-lndex Score (opendiks)'?
Cololon: Niloi skor moksimum 26
o b c
888
Demomneulropeniamerujukkepodostolusklinisumumyongdipengoruhiepisodedemomneutropenio podo skolo: gejolo lidok odo olou ringon (skor 5); gejolo moderole (skor 3); don gejolo berot (skor 0)
Seboiknyodievoluosi
Penyokit Poru Obstruktif Kronis berorti bronkitis oktif kronis, emflsemo, penurunon FEV, memb,utuhkon oksigen don/olou steroid
don/olou bronkodilotor podo soot epsode demom neutropento Riwoyot infeksijomur sebelumnyo berorti terkeno infeksiiomur olou secoro empiris mengoboti posien
suspek jomur
Posien Risiko Tinggi'?
kriteria di bawah ini dipertimbangkan menjadi risiko tinggi untuk komplikasi serius selama demam dan neutropenia. Sebagai alternatif, skor MASCC <21 dapat digunakan sebagai panduan. Pasien risiko tinggi sebaiknya mendapatkan terapi antibiotik empiris di rumah sakit: Pasien dengan
.
Profound neutropenia (Jumlah neutrofil absolut
>7hari
.
Adanya penyakit komorbiditas dibawah rnt:
-
Instabilitashemodinamik Mukositis oral atau gastrointestinal yang menganggu proses menelan atau yang mengakibatkan diare berat
.
Gejala gastrointestinal, termasuk nyeri abdomen, mual, muntah,atau diare
Perubahan neurologis atau status mental
lnfeksi kateter intravaskular
Infiltrat paru baru atau hipoksemia, atau penyakit paru kronis yang mendasari
Bukti adanya insufisiensi hepatik (didefinisikan sebagai peningkatan aminotransferase
>5x batas atas normal] atau insufisiensi ginjal (didefinisikan sebagai bersihan
kreatinin <30 ml/minl. Posien Risiko Rendoh2 Pasien risiko rendah adalah pasien dengan neutropenia yang diharapkan membaik
dalam 7 hari dan tidak ada penyakit komorbid, secara klinis stabil, serta fungsi hepar dan renal yang adekuat. Kebanyakan pasien ini ditemukan dengan tumor solid. Pasien dengan risiko rendah mempunyai kriteria MASCC skor >21.
Penololoksonoon Pengoboton Anlimikrobo Adapun prinsip pengobatan empirik pada neutropenia febris adalah sebagai berikut:3
. . .
Prompt atau secepatnya, karena cepat dan tingginya angka kematian. Empirik yang didasarkan pada surveillqnce, kondisi pasien dan kondisi setempat. Bakterisidal lebih dipilih daripada antibiotik bakteriostatik pada keadaan netrofil rendah.
.
Spektrum luas untuk mencakup semua bakteri patogen. Regimen antibakterial sebaiknya diberikan sesuai dengan hasil kultur. Kultur darah
merupakan pemeriksaan yang paling relevan terhadap dasar terapi, sedangkan kultur permukaan kulit dan membran mukosa dapat terjadi salah interpretasi.l
889
Demom 2 38,3oC don neutropenio < 500 sel/mm'
Resiko tlnggi
Reslko rendoh Anticipoted neutropenio < 7 hori don secoro klinis stobil don tidok
Anticipoled neulropenio > 7 hori olou secoro klinis tdk stobil olou
odo komorbiditos
Penyokit komorbiditos loin
Antibiolik rowol Jolon . Regimen oroljiko mompu mentoleronsi don mengobsorbsi . Tersedionyo coregiver, lelefon, tronsporlosi
. Keputuson posien don dokter
Antibiotlk lv rowot inop . lnfeksi yong membutuhkon ontibiolik lV . lnloleronsi Goslrointestinol . Keputuson poslen don dokler
Antibiotlk lv rowol inop Antibiotik empiris monoteropi: . Piperocilin/tozoboclom otou . Corbopenem . Ceflozidime . Cefepime
Jiko respon don mosuk kriterio rowot jolon
Ciprofloxociin orol +
omoxicillin/c ovulonot
Observosi 4-24 jom di klinik untuk memostikon ontibiotik empiris dopot ditoleronsi don posien lelop slobil sebelum rowol jolon
Sesuoikon pemberion onlimiklobo berdosorkon londo klinls speslfik, rodlogrofi don/ olou dolo kullur. Conloh 'Voncomycin olou linezolid unluk selulilis otou pneumonio . Tombohkon ominoglikosid don gonti ke corbopenem untuk pneumonio otou bokteremio grom negotif . Melronidozol untuk gejolo obdomen otou suspek infeksi C diff cile
Gombor l. Algorilme monojemen inisiol demom neulropenio2
Pengoboton Antijomur don Dekonlominosi Antibiotik Porsiol Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, beberapa pusat pengobatan termasuk
Indonesia, terlebih dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination) dengan tujuan sterilisasi usus atau saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa
kolistin, neomisin, pipemidic acid ditambah dengan anti jamur profilaksis seperti flukonazol, itrakonazol, atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti kuinolon-siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan kotrimoksazol. Pengobatan standar sampai saat ini masih menggunakan flukonazol, itrakonazol, amfoterisin
B
atau liposomal amfoterisin B. Pada risiko rendah penggunaan obat antijamur tidak direkomendasikan.
Pengoboton Antivirus Pengobatan antivirus tidak dipergunakan sebagai pengobatan empirik. Obat antivirus hanya diindikasikan bila terbukti secara klinis atau laboratoris dengan adanya penyakit virus.l'3
890
Pengoboton Loin Pengobatan growth factor dn imunomodulator serta empirikal immunoglobulin tidak direkomendasikan secara rutin, karena belum ada bukti nyata.1,3
KOMPTIKASI Bakteriemia.l,a
PROGNOSIS Demam neutropeni terjadi pada
1,0o/o
- 50o/o pasien dengan tumor solid dan B0%
pada keganasan hematologi, dan biasanya membutuhkan waktu pengobatan 7-1,Zhari dengan angka kematian 10ol0. Angka kematian rata - rata sebesar 1,5o/opadakelompok
risiko tinggi dan
pada kelompok risiko rendah. Demam neutropenia, jika tidak jam ditangani dalam 48 pertama, maka angka kematian mencapai 50 o/o.a 1.o/o
UNII YANG MENANGAN!
. .
RS
pendidikan
RS
non
pendidikan
UNII TERKAIT . RS pendidikan a
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi - Departemen penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Divisi Alergi Imunologi - Departemen Penyakit Dalam Bagian Penyakit Dalam
REFERENS!
l.
Kosten
T.
Infections in Potients with Concer. ln: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol
Medicine l8th edition.United Stotes of Americo.Mcgrow
Hill.
20l2
2.
Clinicol Proctice Guideline forthe Use of Antimicrobiol Agents in Neutropenic potientswith Concer: 2010 Updote by the InfectiousDiseoses Society of Americo
3.
Ronuhordy D. Neutropeni Febril podo Konker. dolom:Sudoyo,setiyohodi. Buku Ajor llmu penyokil Dolom. Edisi V Jokorto. lnferno publishing. 201I
4.
Klostersky Jeon. Monogement of Fever in Neutropenic Potients with Different Risks of Complicotions. Diunduh dori http://cid.oxfordjournols.org/content/39/Supplement_l/S32.full podo tonggoll Mei2012.
D
AMTFO
PENGERIIAN Demam
tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.l PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Gejala yang paling menonjol adalah prolongedfever (38.8"-40.5'C), dan berlanjut
hingga 4 minggu jika tidak ditangani. S.paratyphi.4 dapat mengakibatkan gejala penyakit yang Iebih ringan daripada S.typhr, dengan predominan gejala gastrointestinal. Pada minggu pertama, gejala yang ditemukan adalah sakit kepala, menggigil, batuk,
berkeringat, mialgia, malaise, dan artralgia. Gejala gastrointestinal yang ditemukan yaitu: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah, diare, konstipasi.l
Pemeriksoon Fisik Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gelala-gejala menjadi jelas berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1"C, tidak diikuti peningkatan denyut nadi Bx/menitJ, lidah yang
berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremorJ, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupol koma, delirium atau psikosis. Roseola jarang ditemukan pada orang Indonesia.l
Pemeriksoon Penunjong Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal, atau leukositosis walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat ditemukan anemia dan trombositopenia. Nilai SGOT dan SGPT seringkali meningkat. 1,2 Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organisme. Kuman tifoid yang mengandung antigen (O and H) dapat menstimulasi host untuk
terbentuknya antibodi. Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium setempat.
1,2
Pada uji Widal, bila terjadi kenaikan 4 kali
titer antibody O dan H pada spesimen yang diambil dalam jarak2 minggu, maka kemungkinan tinggi terjadi proses infeksi S.typhi. Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Bagaimanapun juga, pemeriksaan ini mempunyai
persentase sensitivitas sekitar 70o/o dan mempunyai nilai spesifitas yang rendah; banyak strain Salmonella non typhoidal terjadi reaksi silang, dan sirosis hepatis dapat m
en
gakibatkan fa I s e -p ositif.
1'2
Kultur merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis. Kultur darah, feses dan urin sebaiknya dilakukan. Kultur darah biasanya positif pada awal 2 minggu pertama, tapi kultur feses biasanya positif selama minggu ke 3 hingga ke 5. Sedangkan kultur urin pada minggu ke 4. Jika kultur tersebut negatif tetapi secara klinis suspek kuat demam tifoid, maka kultur biopsi spesimen sumsum tulang belakang dapat dijadikan pertimbangan untuk mencari kuman Salmonella. Tingkat sensitivitas kultur sumsum tulang mencapai 55-900/o, dan tidak seperti kultur darah, hasil kultur tidak berkurang walaupun setelah 5 hari pemberian antibiotik sebelumnya. Akan tetapi, metode ini memakan waktu lama dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang relatif rendah, dan juga memerlukan fasilitas laboratorium yang khusus.l'2 Selain uji Widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dengan cepat, mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik antara lain uji TUBEX, Typhidot dan dipstik. Uii TUBEX merupakan uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan, Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum pasien. Deteksi terhadap anti 09 dapat dilakukan lebih dini,yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Pada penelitian tahun 2006, di Jakarta, Surya H dkk, didapatkan sensitivitas uji Tubex sebesar 100o/o, spesifitas 90o/o.Uji Typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein
membran luar Salmonella Typhi. Hasil positif didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.3
893
Tobel
l. lnlerprelosi Hosil Uji Tubex2
<2
Ti,
3
Posilif
4-5
Menunjukon infeksi tifoid oktif
>6
Saat
ini, metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISAI telah banyak
digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dari serum dan urin. Meskipun metode ELISA dengan mengambil cairan tubuh memiliki tingkat sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih tinggi dibanding uji Widal, teknik yang invasif serta kesulitan mengambil dan mempertahankan sampel hingga waktunya untuk diperiksa
telah mengurangi manfaat metode ini. Oleh karena itu, saat ini telah dikembangkan ELISA untuk mendeteksi antibodi IgA lipopolisakarida anti-S.typhi pada sampel air
liur pasien yang dicurigai menderita demam tifoid. Dari hasil penelitian, metode ini mampu mendeteksi demam tifoid pada fase akut dan paling efisien selama minggu ke-2 dan ke-3 demam, yaitu saat dimana pasien datang untuk dirawat.3 Tobel 2. Perbedoon Niloi Sensilivitos don Spesifisilos dori Pemeriksoon EUSA, Iubex-TF, Typhidot
lgG don lgM.
Ioksik Iifoid Demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis
lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal.2
894
Tifoid Korier Seseorang yang kotorannya (feses atau urinJ mengandung S.typhi setelah satu
tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinik.'z
DIAGNOSIS BAND!NG6 Demam dengue, malaria, enteritis bakterial
TATATAKSANA
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: 1. Diet dan terapi penunjang [simtomatik dan suportifJ Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman.2'3
2.
Pemberian antimikrobal'2
-
Pilihan utama: Kloramfenikol4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain:
-
Tiamfenikol 4 x 500 mg [komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan kloramfenikolJ Kotrimoksazol 2 x960 mg selama 2 minggu Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu Sefalosporin generasi III; yangterbukti efektifadalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama lz jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
-
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2 x 1 gram
Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV):
. . . . .
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
hari Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7
Kosus Toksik lifoid3 Pada kasus toksik
tifoid langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg
dengan ampisilin 4 x L gram dan Prednison 20 hingga 40 mg sekali sehari PO [atau yang ekuivalen) selama 3 hari pertama dari pengobatan biasanya cukup. Dosis tinggi
kortikosteroid (dexametason
3
mg/kg IV awal, diikuti dengan
L
mg/kg per
6 jam selama
48 jam), digunakan pada pasien dengan delirium, koma, syok.
89s
KOMBINASI ANIIBIOTIKA3 Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, dan renjatan septik. Kosus Tifoid Korier2
.
Tanpa kolelitiasis
.
;
pilihan rejimen terapi selama 3 bulan:
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari+ Probenesid 30 mg/kgBB/hari Kotrimoksazol 2 x2 tablet/hari
Dengan kolelitiasis
-; kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama
2B hari
atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut:
.
Siprofloksasin 2 x750 mg/hari Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius ;eradikasi S ch i sto
-
soma haem atob ium:
Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau Metrifon at 7 ,5-1.0 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas
Perhatian: Pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidakboleh digunakan. Kloramfenikol dan tiamfenikol tidak dianjurkan pada kehamilan. KOMPTIKASI
Komplikosi lnteslino12 Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis
Komplikosi Ekstrqintestinoi 2
. . . . . . .
896
Komplikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis, Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
Komplikasihepatobilier:hepatitis,kolesistitis. Komplikasi ginlal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis. Komplikasi neuropsikiatrik atau tifoid toksik
PROGNOSIS Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20%, sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas demam tifoid sekitar 2o/o. Kebanyakan kasus
kematian berhubungan dengan malnutrisi, balita dan lansia. Pasien lanjut usia atau pasien debil prognosisnya Iebih buruk, Bila terjadi komplikasi, maka prognosis semakin
buruk. Relaps terjadi pada250/o kasus.6 UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi
Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT IERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
l.
Peters CJ. lnfections Coused by Arthropod- ond Rodent-Borne Viruses. In: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of lnternol Medicine l Tth edition.Uniied Stotes of Americo. McGrow Hill.2008
2.
Widodo D. Demom Tifoid. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Edisi 5. Jokorto: Pusot Penerbiton llmu Penyokit Dolom; 2009 :2797 - 2805.
3. 4.
Porry Christopher M, Hien Trons tinh. Thyphoid Fever. N Engl J Med 2OO2;347'.1770-1782.
Heroth. Eorly diognosis of typhoid fever by the detection of solivory lgA. J Clin Pothol 2003;56:694698.
5.
Utoh Public Heolth
- Diseose lnvestigotion Plons. Thypold Fever (Enteric Fever, Typhus Abdominolis). 2010. Diunduh dori http://heolth.utoh.gov/epi/diseoses/typhoid/plon/TyphoidPlon08l5l0.pdf podo tonggol2Mei20l2.
D ARE INFEKS
PENGERTIANl,2,3 Diare didefinisikan sebagai perubahan frekuensi buang air besar menjadi lebih sering dari normal/ lebih dari 3 kali per hari disertai perubahan konsistensi feses
menjadi lebih encer. Diare juga dapat diartikan sebagai keluarnya feses lebih dari 200 gram per hari [pada populasi barat), atau kandungan air pada feses lebih dari 200 mL per hari. Berdasarkan durasinya, diare dibagi menjadi tiga: diare akut fkurang dari 14 hari), diare persisten (berlangsung selama 2 - 4 minggu), dan diare kronis (berlangsung
lebih dari 4 minggu). Diare disebut sebagai diare infeksi bila etiologinya adalah karena infeksi bakteri, virus, parasit, jamul atau toksin dalam makanan
Penyebob Gostroenteritis Koreno lnfeksi Toksin dalam makanan finkubasi < 6 jam) :
. . .
Bacillus cereus Staph. aureus
Clostridium spp. enterotoxin Bakteri (inkubasi 1.2-72 jam) :
.
Vibrio cholerqe E. colienterotoksigenik (ETEC)
. . Shiga toxin-producing E. coli (EHEC)* . E. colienteroinvasif (EIEC)*
. . . .
Salmonella* Shigella*
Campylobacter*
Clostridiumdifficile*
Virus (inkubasi singkatJ : Rotavirus, N orovirus Protozoa [inkubasi lama): Giardiasis, Cryptosporidium, Microsporidiosis, disentri amuba*, Isosporiasis Keterangan: *diare berdarah
PENDEKAIAN DIAGNOSIS4
Anomnesis Onset, durasi, frekuensi, progresivitas, kualitas diare (konsistensi feses, adakah
disertai darah atau lendirJ, gejala penyerta (muntah, nyeri perut, demamJ, riwayat makanan/minuman yang dikonsumsi 6 - 24 jam terakhir, adakah keluarga atau orang disekitarnya dengan gejala serupa, kebersihan/ kondisi tempat tinggal, apakah
wisatawan atau pendatang baru, riwayat seksual, riwayat penyakit dahulu, penyakit
dasar/komorbid.
Pemeriksoon Fisik Keadaan umum, tanda vital, status gizi, tanda dehidrasi, tanda anemia, kualitas
dan lokasi nyeri perut, colok dubur (dianjurkan untuk usia > 50 tahun, dan feses berdarah), identifikasi penyakit komorbid.
Pemeriksoon Penunjong Darah Perifer Lengkap (DPLJ, elektrolit, ureum, kreatinin, Analisa Gas Darah (AGD) bila dicurigai ada kelainan asam basa, analisa tinja, kultur dan resistensi feses, immunoassay toksin bakteri (C. difficile)/antigen virus (rotavlrusJ, antigen protozoa (Giardi a, E. Histo lytica)
DIAGNOSIS BANDING Gastroenteritis (non infeksil
. . . . .
Infeksi
C.
difficile
Divertikulitis akut Sepsis Pelvic inflammatory disease (PID)
TAIA[AKSANA4
A. IeropiSuporlif
7.
Rehidrasi cairan dan elektrolit Per oral: larutan garam gula, oralit, Larutan Rehidrasi Oral ILROJ
Intravena: ringer laktat, ringer asetat, normal salin, ringer dekstrosa, dsb
fumlah kebutuhan cairan disesuaikan dengan status hidrasi (menggunakan klasifikasi berdasarkan
CDC AS 2008J atau dengan menggunakan
skor Daldiyono.
899
Tobel
l.
Klosifikosi Dehidrosi menurut WHO
Kebutuhan cairan per hari menggunakan metode ini adalah
. . .
minimal
- 40 ml/kgBB/hari Dehidrasi ringan sedang :109/L00 x 30 - 40 ml/kgBB/hari Dehidrasi berat : 172/100 x 30 - 40 ml/kgBB/hari Dehidrasi
: 103/100 x 30
Tobel 2. Peniloion Derojol Dehidrosi menurul WHO
Mu ul
Skor
>6 >13
900
:
Tonpo dehidrosi dehidrosi ringon-sedong Dehidrosi berot
Kebutuhan cairanf 2 jam pertama melalui metode ini adalah=
Skor/15 X 70o/o X KgBB X l liter a
l.
Terapi nutrisi sesuai kebutuhan: nutrisi oral, enteral, parenteral, ataupun kombinasi
Teropi Etiologis lnfeksi
.
Bakteri
.
E.Colipatogen (EPEC), toksigenik (ETEC), hemoragik (EHEC); Enterobacter aerogenes; Shigella sp:
-
Kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin 2 x 400 mg p.o, levofloksasin L x 500 mg p.o selama 3 hari
.
Kotrimoksazol forte 2 x (160 mg + 800 mgJ tab p.o selama 5 hari
Salmonella sp:
.
Kloramfenikol 4 x 500 mg p.o, Tiamfenikol 50 mg/kgBB (qid) p.o selama 10-14 hari
-
Kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin 2 x 400 mg p.o, Ievofloksasin L x 500 mg p.o selama 3-5 hari
.
Kotrimoksazol forte
2
x [160 mg + 800 mg) tab p.o selama L0
-
14 hari
Vibrio cholera:
-
Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 3 hari Doksisiklin 4 x 300 mg p.o, dosis tunggal Fluorokuinolon [siprofloksasin 1x500 mg p.o)
2 x 500 mg p.o,
norfloksasin/levofloksasin
.
Clostridium difficile:
-
Metronidazol (POJ 4 x 250-500 mg selama 7 - 74hari Vankomisin (PO) 4 x t25 mg selama 7- 1,4 hari (Bila resistensi metronidazole)
.
Probiotik
Yersiniaenterocolytica
-
:
Aminoglikosida : streptomisin
IM) 30mg/kgBB/hari
p.o bid, selama 10 hari
Kotrimoksazol forte 2 x (160 mg + 800 mg) tab p.o
Fluorokuinolon (siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin 2 x 400 mg p.o, levofloksasin 1 x 500 mg p.o
.
Shigela dysentrase:
.
Kuinolon Cephalosporine generasi III Aminoglikosida
Campylobacterjejunii:
-
kuinolon: siprofloksasin 2 x 500 mg p.o, norfloksasin/levofloksasin 1 x 500 mg p.o
. a
makrolid: eritromisin 2x500 mg p.o selama 5 hari
Virus: tidak diberikan antivirus, hanya terapi suportif dan simptomatik Parasit:
. .
Giardia lamblia: metronidazol 4 x 250-500 mg p.o selama
7
-1.4
hari
Cryptosporidium'. paromomisin(4g/harip.o dosis terbagi) plus azitromisin
(500 mg p.o dosis tunggal dilanjutkan 1 x 250 mg p.o selama 4 hari)
.
Entamoebahistolytica:
.
1-4
hari
Paromomisin 4 g/hari p.o, dosis terbagi
Isospora belii:
.
Metronidazol4 x 250-500 mg p.o selama 7 Tinidazol2 g/hari p.o selama 3 hari
Kotrimoksazol forte2 x [1-60 mg + 800 mg) tab p.o, selama 7 - ]-0 hari
famur (pada pasien dengan HIV/AIDS): Candida sp,Cryptococcus
sp,
Coccidiomycosis sp.
a .
902
Biasanya diberikan intravena dulu, dilanjutkan oral, tergantung keadaan umum
Flukonazol 2 x 50 mg; itrakonazol2 x 200 mg; vorikonazol 2 x 200 mg; amfoterisin B 1mg/kgBB/hari; nistatin 4 x 1 mL atau 1 tab
2.
IeropiSimptomotik
.
aktil kolestiramin): bekerja dengan cara mengikat dan inaktivasi toksin bakteri atau zat lain yang
Adsorbenf [kaolin, attapulgite, smectite, karbon menyebabkan diare.
.
Probiotik:terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi dengan bakteri patogen untuk
.
.
nutrisi dan reseptor saluran cerna. Antimotilitas (loperamid hidroklorida, difenoksilat dengan atropin, tinktur opium, tinktur opium camphor, paregoric, kodein): mengurangi frekuensi BAB pada orang dewasa, tetapi tidak mengurangi volume tinja. Tidak boleh diberikan pada bayi dan anak-anak dengan diare karena dapat menyebabkan ileus paralitik berat dan memperpanjang durasi infeksi karena menghambat eliminasi organisme penyebab. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan toksik megakolon. Antimotilitas yg membuat spasme, tidak boleh diberikan pada wanita hamil (komplikasi abortus). Bismuth subsalisilat: mengurangi volume tinja dan keluhan subyektif. Diberikan setiap 4 jam, dapat mengurangi volume tinja pada diare akut sampai 30%.
Obat antidiare: kontraindikasi bila feses berdarah, immunocompromise, atau pada
risiko sepsis KOMPLIKASI' Komplikasi sistemik: hipovolemia, hiponatremia, hipoglikemia, sepsis, kejang dan ensefalopati, sindroma uremik hemolitik (HUS), pneumonia, kurang energi protein. Komplikasi saluran cerna: perforasi, toksik megakolon, PROGNOSt55.6
. . .
akut, diare cai4 tipikal berlangsung 5-7 hari kebanyakan kasus membaik dalam 2 mrnggu
bila ada komplikasi serius seperti dehidrasi dan syok hipovolemik: prognosis umumnya baik bila rehidrasi berhasil
.
faktor-faktor yang memiliki prognosis yang lebih buruk, diantaranya:
-
diare disertai darah'dehidrasi dan hipovolemia syok hipovolemik, gejala diare berulang
malnutrisi'immunodefisiensi,termasukinfeksi HIV usia > 65 tahun'diare karena antibiotika
903
infeksi nosokomial atau wabah diare tanda - tanda peritonitis UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Divisi Infeksi Tropik, Divisi Gastroenterologi - Departemen
Penyakit Dalam
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
.
RS
pendidikan
Divisi Ginjal Hipertensi
-
Departemen Penyakit Dalam,
Bagian Parasitologi, Bagian Mikrobiologi, a
RS
non pendidikan
REFERENSI
l.
Mokmun D, Simodlbroto M, Abdulloh M, Syom AF, Fouzi A, editors. Konsensus penoioloksonoon diore okut podo dewoso di lndonesio. Perkumpulon Gostroenterologi lndonesio (PGl), 2009
2.
Comilleri M, Murroy JA. Diorrheo ond constipotion. In: Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS , FouciAS,HouserSL,LoscolzoJ, editors. Horrison's Principols of Internol Medicine l8ih ed. New York: McGrow-Hill Medicol Publishing Division; 2012. Chopter4O, p308-19.
3.
Colledge NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. Presenting problems in infectious diseoses. In
:
Dovidson's Principles ond Proctice of Medicine 2l st ed. Churchill Livingstone-Elsevier;201O. Poge
302-
4.
Setiowon B. Diore okut koreno infeksi. Dolom: Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokit Dolom Fokultos Kedokteron Indonesio, 20,) l. Holomon 1794
5.
4
-
8
WorldHeolthOrgonizotion.Thetreotmentofdiorrhoeo:omonuolforphysicionsondothersenior heolth workers. WHO 2005 PDF
6.
904
Monotsothit S, Dupont HL, Forthing M, et ol; Working Porty of the Progrom Committee of the Bongkok World Congress of Gostroenterology 2002. Guideline for the monogement of ocute diorrheo in odults.
D ARE TERKA T ANTIBIOT K (,NFEKS' C[OSIR'D'U M DtFFtCtLE)
PENGERIIAN Diare terkait antibiotik/pseudomembran adalah peradangan pada kolon akibat toksin A maupun toksin B dari Clostridium dfficile yang ditandai dengan terbentuknya
Iapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan mukosa, yang umumnya timbul setelah menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik menyebabkan terganggunya kolonisasi flora normal di kolon sehingga Clostridium difficile tumbuh
berlebihan. Antibiotik yang paling sering dikaitkan dengan keadaan ini adalah klindamisin, ampisilin dan sefalosporin generasi 2 dan 3.1'2 PENDEKATAN D!AGNOSIS Anomnesisr-3
. . . . .
Diare cair atau berlendir
1.0
-
20 x sehari
Diare berdarah Kram perut Demam Riwayat penggunaan antibiotik minimal 72 jam sebelumnya
Pemeriksoon Fisikl,3
. .
Febris
Nyeri tekan abdomen bawah
Pemeriksoon Penunjongl
. . .
Darah tepi lengkap
)
-3
leukositosis, sering hingga 50.000/mm3
Hipoalbuminemia
)
diawali lesi kecil (2 - 5mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul, mukosa di antaranya terlihat normal atau eritema, granularitas, kerapuhan. fika lesi Kolonoskopi
membesaL terbentuk pseudomembran yang Iuas berwarna kuning keabu-abuan
dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di bawahnya mengalami ulserasi. a
Histopatologi
a
ELISA, PCR
)
mencari toksin A ataupun toksin B, antigen C.difficile
D!AGNOSIS BANDING Diare akibat kuman patogen lain, efek samping obat non-antibiotik, kolitis non-
infeksi, sepsis intra abdominal.l TATATAKSANA Nonformokologisr,2,a
.
Menghentikan antibiotik yang diduga sebagai penyebab, obat-obatan yang mengganggu peristaltik, opiat
. .
Mencegah penyebaran nosokomial Pemberian cairan dan elektrolit (lebih lengkap lihat di bab Diare Infeksi)
Formokologisr,z,a
.
)
Metronidazol
pada kasus ringan-sedang (leukosit < 15.000/mm3 atau kreatinin
< 1,5 kali kreatinin awalJ diberikan peroral dengan dosis 4 x250
- 500 mg selama
7-10 hari
.
Vankomisin
)
digunakan pada kasus berat dengan dosis peroral 4 x 125-500
mg selama 7-1,4 hari. Pada kasus berat dengan komplikasi atau fulminan, dosis vankomisin yang digunakan adalah 500 mg per oral atau per NGT ditambah dengan
metronidazol iv
3 x sehari selama > 2 minggu.
Tigesiklin iv
2 x 50 mg setelah dosis
awal l-00 mg dapat menggantikan metronidazol
.
Kasus rekurensi pertama menggunakan dosis yangsama dengan kasus baru. Kasus
rekurensi kedua menggunakan vankomisin per oral dengan dosis tapering yaitu 4 x 125 mg selama 1.0-1.4 hari lalu 2 x sehari selama 1 minggu lalu 1x sehari selama 1 minggu lalu setiap 2-3 hari selama 2-B minggu
. . .
Kolestiramin
)
untuk mengikat toksin, dosis 3 x 4 gram selama 5 - 10 hari
Kuman laktobasilus atau ragi (Saccharomyces boulardil selama beberapa minggu
Imunoglobulin iv
)
antiboditerhadap toksin C.difficile
Bedah: operasi kolektomi subtotal untuk menyelamatkan nyawa dan apabila dengan
terapi farmakologis tidak berhasil2'a
906
KOMPLIKASI Dehidrasi, gangguan elektrolit, syok, edema anasarka, megakolon toksik, perforasi
kolon, gagal ginjal, sepsis, kematianl PROGNOSIS Sebanyak l5-35o/o kasus akan kambuh dalam beberapa minggu atau bulan. Rekurensi dapat timbul sebagai relaps atau reinfeksi oleh sfrain baru. Rekurensi lebih
sering pada pasien geriatri, pasien yang tetap melanjutkan pemakaian antibiotik penyebab saat terapi Clostridium difficile, pasien yang tetap dirawat di rumah sakit setelah pengobatan pertama selesai dan pasien yang menggunakan proton pump inhibitor. Pasien yang telah mengalami rekurensi pertama memiliki kemungkinan rekurensi kembali sebesar 33-650/o. Pada kasus rekuren, risiko timbulnya komplikasi serius meningkat sebesar 11%. Angka mortalitas meningkat hingga 6,9% dan lebih
tinggi pada usia
tua.2'3
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi, Divisi Gastroenterologi - Departemen
Penyakit Dalam
.
RS
non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu PenyakitDalam
REFERENSI
.
Oesmon N. Kolitis infeksi. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibrolo M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5th ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:560 - 6
2.
Gerding DN, Johnson S.Clostridium difficile infection, including pseudomembronous colitis. In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, HouserS, Jomeson J, Loscolzo J, editors Horrison's principles of internol medicine. I8th ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies,2Ol2:1091 - 4
3.
Bortlett JG, Gerding DN. Clinicol recognition ond diognosis of clostridium difflcile infection. Clin lnfect Dis. 2008:46 Suppl 1:S12 -
4.
Cohen SH, Gerding DN, Johnson S, et ol. Clinicol proctice guidelines for clostridium difficile infection in odults: 20,lO updote by the society for heolthcore epidemiology of Americo (SHEA) ond the infectious diseose society of omerico (IDSA). Infect Control Hosp Epidemiol. 2010;31 (5):43,l - 55
I
907
FEVER OF UNKNOI,VN
OR'G'N
PENGERTIAN'2 Fever of Unknown Origin [FUO) dibagi menjadi empat macam, yaitu
.
. .
:
FUO klasik adalah demam>3B,3oC selama lebih
dari 3 minggu, kemudian dirawat selama 1 minggu untuk dicari penyebabnya, namun tidak ditemukan penyebabnya. Penyebab bisa merupakanundetermined infection, malignancy, autoimmune disease. FUO pada pasien HIV adalah demam > 3B,3oC selama lebih dari 4 minggu pada rawat jalan atau lebih dari 3 hari pada pasien rawat inap FUO pada pasien netropenia adalah demam > 38,3'C pada pasien dengan
jumlah
lekosit PMN<500/pL atau diperkirakan akan turun mencapai nilai tersebut dalam
.
L-2hari (dibahas lebih lanjut pada bab demam neutropenia) FUO pada pasien nosokomial demam > 38,3"C timbul pada pasien yang dirawat di RS dan pada saat mulai dirawat tidak timbul gejala atau dalam masa inkubasi, penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari, termasuk 2 hari telah diperiksa
kultur. ETtOtOGT FUO disebabkan karena infeksi (30-40o/o), neoplasma (20-30o/o), penyakit kolagen
vaskular (LO-Z}o/o), dan beberapa penyakit Iainnya (1,5-20o/o). FUO yang menetap selama lebih dari 1 tahun cenderung disebabkan oleh infeksi atau neoplasma dan kebanyakan adalah penyakit granulomatosa. PENDEKATAN DIAGNOSI53
Anomnesis don Pemeriksoon Fisik Keluhan utamanya adalah demam berkepanjangan tanpa sebab yang jelas. Hal
yang perlu ditanyakan diantaranya : onset demam, durasi demam, pola demam. Riwayat pengobatan yang berhubungan dengan FUO diantaranya adalah antimikroba (carbapenem, cephalosporin, erythromycin, isoniazid, minocycline, nitrofurantoin, penicillin
G,
penicillin
V,
rifampin, sulfonamidesJ, antileptik (carbamazepine, phenytoin),
obat kardiovaskular (captopril, clofibrate, heparin, hydralazine, methyldopa, nifedipine,
procainamide, quinidine), allopurinol, barbiturate, cimetidine, meperidina
pil diet,
obat herbal.
Riwayat penyakit terdahulu : keganasan, penyakit inflamasi, riwayat operasi sebelumnya (terutama yang berhubungan dengan benda asing), infeksi HIV. Riwayat pada keluarga (kondisi keluarga ke arah FUOJ: demam periodik,/amilial Mediterranian fever (FMF), penyakit reumatik, kondisi inflamasi sistemik (seperti inflammatory bowel disease, polimialgia rematika, temporal arteritis, atau vaskulitis lainJ. Riwayat sosial: mengenai paparan ke hewan peliharaan atau binatang lain, terpapar dengan orang dengan mempunyai gejala yang sama, riwayat bepergian, tempat tinggal sebelumnya,
riwayat pekerjaan, ketergantungan obat injeksi, aktivitas seksual. Selain itu, perlu ditanyakan lagi gigitan kutu,
Pemeriksoon Penunjong Sesuai mikroorganisme dan organ terkait. Pemeriksaan hematologi, kimia darah,
urine Lengkap, mikrobiologi, imunologi, radiologi, EKG, biopsi jaringan tubuh, pencitraan, sidikan (scanning), endoskopi/peritoneoskopi, angiografi, limfografi, tindakan bedah flaparatomi percobaan), uji pengobatan, PET scan.
DIAGNOSIS BANDING Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat
IAIATAKSANA Tidak ada pengobatan untuk FUO sampai penyakityang mendasari teridentifikasi. Obat-obatan untuk mengurangi demam tidak didukung bukti yang kuat. Pengobatan
empirik dengan menggunakan antibiotik, antituberkulosis, atau kortikosteroid tidak direkomendasikan bila belum ditegakkan diagnosis pasti KOMPLIKASI Efek samping dari tes diagnostik untuk mencari etiologi FUO
PROGNOSIS
. .
1,9-34o/o pasien dengan FUO
tidak pernah mengetahui diagnosisnya
Pasien dengan FUO idiopatik mempunyai prognosrs yang baik sebab pada sebagian
besar kasus, penyakit dapat sembuh dengan spontan.
909
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik dan Infeksi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Divisi Pulmonologi, Divisi Hematologi-Onkologi Medik, Divisi Reumatologi
a
RS
-
Departemen Penyakit Dalam
non pendidikan
REFERENSI
1.
Ergonul O, Willke A, Azop A, et ol. Revised deflnition of 'fever of unknown origin': limilotions ond
opportunities J Infect. 2005;50(l ):l-5.
2. 3. 4.
Cunho BA. Fever of Unknown Origin. New York, NY: lnformo Heolthcore; 2007. Arnow PM, Floherty JP. Fever of unknown origin. Loncet. l997;350:575-80. http://medicol-mostermind-community.com/uploods/Fever-of-Unknown-Origin.pdf
FILARIAS
S
PENGERI!AN Filariasis adalah infeksi pada saluran limfe atau kelenjar limfe yang disebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, atau B. timori, dengan klinis bervariasi mulai dari infeksi subklinis,limfedema, sampai hidrokel, dan kaki gajah(elephantiasis).
Toksin yang dilepaskan oleh cacing dewasa menyebabkan limfangiektasia, apabila cacing dewasa telah mati dapat mengakibatkan limfangitis filaria akut dan obstruksi
saluran limfe.l'2
PENDEKAIAN DIAGNOSIS2 Filariasis dapat berlangsung selama beberapa tahun dengan gambaran klinis yang berbeda-beda.
Infeksi filaria, dibagi 3 stadium:
1,. Bentuk tanpa gejala / asimptomatik
. .
2.
Pembesaran kelenjar limfe terutama daerah inguinal Dalam darah ditemukan banyak mikrofilaria, disertai eosinofilia.
Filariasis dengan peradangan [akut) . Demam, menggigil [bila ada infeksi sekunder karena bakteri), sakit kepala, muntah, lemah, mialgia, hematuria mikroskopik, proteinuria
.
Saluran limfe/kelenjar getah bening (KGB) yang terkena: aksila, inguinal, tungkai, epitrokleari genitalia (funikulitis, epididimis, orkitis)
.
Pembengkakan epididimis, jaringan retro peritoneal, kelenjar ari-ari, dan iliopsoas
.
Infeksi kulit, plak edematosa, disertai vesikel, ulkus steril Icairan serosanguineusJ, dan hiperpigmentasi,
. .
Lekositosis dengan eosinofilia Sindroma eosinofilia paru tropik (tropical pulmonary eosinophilia), kejadian <1o/o dari seluruh kasus filariasis,
-
ditandai dengan:
kadar eosinofil darah tepi yang sangat tinggi, gejala mirip asma, mengi, batuk
penyakit paru restriktif (dan kadang obstruktif)
-
. 3.
kadar antibodi spesifik antifilaria sangat tinggi
respon pengobatan yang baik dengan terapi antifilaria [DEC] Berlangsung selama satu bulan atau lebih
Filariasis dengan penyumbatan Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai, dapat dibagi dalam 4 tingkat, yaitu:
-
Tingkat 1: edema pitting pada tungkai, hilang bila tungkai diangkat Tingkat 2: edema pitting
/ non-pitting, tidak hilang bila tungkai
diangkat
Tingkat 3: edema non-pitting, tidak hilang bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal
Tingkat 4: edema non-pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis)
Pemeriksoon Penunjong . Pemeriksaan parasitologi mikroskopik, ditemukan mikrofilaria dalam darah (kapiler lebih baik daripada venaJ, cairan hidrokel, atau cairan tubuh lainnya. Kesulitan penegakan diagnosis sering dialami, karena mikrofilaria menghilang setelah cacing dewasa mati, dan cacing dewasa hidup yang ada di pembuluh limfe atau KGB sulit dijangkau.
. . .
Limfoskintigrafi dengan radionuklir pada sistem limfatik ekstremitas USG Dopler pada skrotum atau payudara, terlihat cacing dewasa aktif ELISA dan ICT untuk antigen W. bancrofti yang bersirkulasi (sensitivitas
.
96-100 %, spesifisitas hampir 100%J Polymerase chain reaction(PCR) untuk deteksi DNA I4l Bancrofti
DIAGNOSIS BANDING' Pada episode akut: tromboflebitis, infeksi, keganasan, gagal jantung kongestif,
trauma, abnormalitas sistem limfatik. TATAtAKSANAI,2,3
.
Umum: tirah baring, penggunaan stocking e/asfrs untuk kompresi edema, antibiotik
bila ada infeksi sekunder atau abses.
.
Spesifik:
.
Pengobatan infeksi:
-
Dietilkarbamazin (DEq, 6 mg/kgBB /hari selama 1.2 hari, dapat diulangi 1 - 6 bulan kemudian bila perlu, atau selama 2hari per bulan (6 - B mg/ kgBB/hari)
912
a
Ivermektin, 200 mcg/ kgBB, efektif untuk mikrofilaremia Albendazol,'). - 2 x 400 mg setiap hari selama 2 - 3 minggu
Pengobatan penyakit:
-
Aspirasi dan operasi, untuk drainase cairan limfe Psikoterapi Fisioterapi
KOMP[IKAS12
. . .
Abses pelvis renalis sampai kerusakan ginjal
Fibrosis interstisial paru kronik dan gagal nafas Rejeksi sosial, disabilitas seksual, depresi
PROGNOSIS Prognosis baik pada kasus yang terdeteksi dini dan sedang, sedangkan prognosis
lebih buruk pada kasus yang sudah lanjut terutama dengan edema genitalia (skrotumJ dan tungkai f elephantiasis, dapat menyebabkan kecacatan permanen.
2,4
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi InfeksiTropik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
Bagian Parasitologi, Bagian Bedah, Bagian Rehabilitasi Medik
pendidikan
REFERENSI
1.
Colledge NR, Wolker BR, Rolston SH, editors. lnfections coused by helminths. ln: Dovidson's Principles ond Proctice of Medicine 21* ed. Churchill Livingstone-Elsevier: 2010. poge 356 - 8.
2.
Herdimon T Pohon. Filoriosis. Dolom: Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Pusot Penerbiton Deportemen llmu Penyokii Dolom Fokultos Kedokteron lndonesio, 201 l.
3.
Filoriol ond Reloted lnfections. In:Longo DL, Kosper DL, Jomeson DL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, editors. Horrison's Principols of lnlernol Medicine lSrh ed. Mc Grow Hill. Chopter 218
9r3
LEPTOSP ROS
S
PENGERTIAN Adalah penyakit zoonotikyang disebabkan spirochoeta dari genus Leptospira. Dalam
tubuh hewan, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubulus ginjal dan secara terus-menerus ikut mengalir dalam filtrat urin.
Leptospira menginfeksi manusia melalui mukosa atau melalui abrasi kulit, memasuki aliran darah dan berkembang. Masa inkubasi berkisar antara2-26 hari, rata-rata 10 hari. Leptospira dapat melewati rongga interstisial ginjal, menembus membran basal tubulus
proksimal ginjal dan sel tubuloepitel proksimal ginjal dan menempel pada brush border tubulus proksimal ginjal, sehingga dapat diekskresikan ke urin.1-3 Penyakit Weil's merupakan bentuk berat leptospirosis yang ditandai oleh demam,
ikterus, gagal ginjal akut, syok refrakter dan perdarahan (terutama perdarahan paru).2 PENDEKATAN DIAGNOSIS Anomnesisr-3
-
Riwayat paparanf kontak dengan urin serta air, tanah, atau makanan yang terkontaminasi urin dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak, babi, kuda, anjing, kucing, hewan pengerat, atau hewan liar)
-
Riwayat pekerjaan risiko tinggi, mencakup tukang potong hewan, petani, peternak,
pekerja limbah, dan pekerja kehutanan
-
Demam yang muncul mendadak, bersifat bifasik yaitu demam remiten tinggi pada fase awal leptospiremia [berlangsung antara 3-10 hari) kemudian demam turun
dan muncul kembali pada fase imun.
-
Sakit kepala, terutama di bagian frontal
Anoreksia Nyeri otot Mata merah/ fotofobia Mual, muntah
Nyeri abdomen
Pemeriksoon Fisikt-3
-
Demam
Injeksi konjungtiva tanpa sekret purulen
Bradikardi Eritema faring tanpa eksudat Nyeri tekan otot, terutama pada betis dan daerah lumbal Ronki pada auskultasi paru Redup pada perkusi dada di atas area perdarahan paru Ruam (dapatberupa makula, makulopapula, eritematos4 petekia, atau ekimosis)
Ikterus Meningismus Hipo- atau arefleksia, terutama pada tungkai. Penyakit Weil's ditandai oleh ikterus, gagal ginjal akut, hipotensi dan perdarahan
fterutama perdarahan paru namun juga dapat mengenai sa]iran cerna, retroperitonium, perikardium dan otakJ. Sindrom lainnya mencakup meningitis aseptik, uveitis, kolesistitis, akut abdomen, dan pankreatitis. Hepar dapat membesar dan nyeri. Splenomegali dapat terjadi pada sebagian kecil kasus.
Pemeriksoon Penunjongt
-
-3
Leukositosis atau leukopenia disertai gambaran netrofilia dan laju endap darah yang meninggi.
-
Anemia hemolitik
-
Diagnosis definitif: pemeriksaan langsung urin atau darah dengan mikroskop
Trombositopeni
Urinalisis: proteinuria, leukosituria, sedimen abnormal fleukosit, eritrosit, casf hialin dan granular) lapang gelap.
-
Microscopic Agglutinqtion Test (MATI atau Macroscopic Slide Agglutination Test
(MSAr)
-
Kultur ganda darah atau LCS pada 7-10 hari pertama, kultur urin mulai minggu kedua.
-
Peningkatan kreatin kinase isoform nonkardiak, menunjukkan kerusakan otot rangka
-
Penyakit Weil ditandai dengan peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin serum, campuran hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tak terkonjugasi, serta peningkatan aminotransferase sampai kurang dari 5 kali batas atas normal.
9r5
DIAGNOSIS BANDING Influenza, malaria, infeksi dengue, chikungunya, demam tifoid, hepatitis virus
IATATAKSANA Nonformokologist-3 Tirah baring
Formokologis
L.
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mengatasi dehidrasi, hipotensi,
perdarahan, gagal ginjal
2.
1-3
Antibiotik:1-a
a.
Leptospirosis ringan:
-
Doksisiklin oral 2 x 700 mg selama 7 hari Amoksisilin oral 4 x 500 mg selama 7 hari Ampisilin oral 4 x 500-750 mg selama 7 hari Azitromisin oral 1 x L gram pada hari pertama, selanjutnya 1x 500 mg pada hari kedua dan ketiga.s
b.
Leptospirosissedang-berat:
-
intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari Seftriakson intravenal, graml24 jam selama 7 hari Penisilin
G
Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selamaT hari Amoksisilin intravena 1. gramf 6 jam selama 7 hari Ampisilin intravena 1. gram/6 jam selama 7 hari Sefotaksim intravenal. gram/6 jam selama 7
hari
KOMPTIKASI Gagal ginjal, meningitis aseptik, pankreatitis, perdarahan masif, hepatitis,
miokarditis PROGNOSIS Usia lanjut, keterlibatan paru, peningkatan kadar kreatinin serum, oliguria, dan trombositopeni terkait dengan prognosis yang buruk. Faktor independen yang
terkait dengan keparahan penyakit meliputi hipertensi kronik, alkoholisme kronik, keterlambatan pemberian antibiotik, hasil pemeriksaan auskultasi dada yang abnormal,
ikterus, oligoanuria, gangguan kesadaran, peningkatan ASI hiperamilasemia, dan
916
Leptospira interrogans serovar icterohemorrhagiae. Oliguria, ikterus dan aritmia merupakan prediktor kuat munculnya komplikasi gagal ginjal akut atau miokarditis. Angka kematian yang dilaporkan bervariasi antara <5%o sampa i >20o/o.6-8
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
UNII IERKAIT . RS pendidikan
.
RS non
: Divisi Tropik Infeksi
-
Departemen penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
DivisiGi njal-Hipertensi - DepartemenPenyakitDalam
pendidikan
REFERENSI
l.
Zein U Leptospirosis.Dolom:Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. .iokorto; InternoPublishing; 2009. Hol 2807-12
2.
Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012. Hol.
3.
Levett PN, Hooke DA. Leptospiro species. Dolom: Mondell GL, Bennett JE, Dolin
R,
penyunting
Mondell, douglos, ond bennett's principles ond proctice of infectious diseoses. Edisi Vll. Philodelphio: Churchill Livingstone Elsevier;
4. 5. 6. 7. 8.
201 0.
Gilbert DN, ei ol. The sonford guide to ontimicrobiol theropy. Edisi ke-40.2010 Phimdo K, Hoontrokul S, Suttinont C, Choreonwot S, Losuwonoluk K, Chueosuwonchoi S, et ol. Doxycycline versus ozithromycin for treotment of leptospirosis ond scrub typhus. Antimicrob Agents Chemother 2007: 51 l9):3259-63 Ko Al. Leptospirosis. Dolom: Goldmon L, Schofer Al, penyunting. Goldmon's cecil medicine. Edisi XXIV. Philodelphio: Elsevier. 201 2 Herrmonn-Storck C, Louis MS, Foucond T, Lomoury l, Deloumeoux J, Boronton G, et ol. Severe leptospirosisin hospitolized potients, guodeloupe. Emerging Infectious Diseoses 2O1O:16 (2):331-4 Dossonoyoke DLB, Wimolorotno H, Nondodewo D,NugoliyoddoA,RotnotungoCN,Agompodi Predictors of the development of myocorditis or ocute renol foilure in potients with leptospirosis: on observotionol study. BMC lnfectious Diseoses 2012:12:4
SB.
917
HIJ MAN'MM UNOD EFICIENCY Y'RUS (H rv)/AcQU'RED t M MUNOD EFtCtENCv SyNDRO E (AIDS) PENGERTIAN Infeksi HIV adalah suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh (dari infeksi primer; dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium lanjutJ yang disebabkan oleh Humqn lmmunodeficiency Virus.l'2 PENDEKATAN DIAGNOSIS'
-4
Anomnesis
. . .
Kemungkinan sumber infeksi HIV Gejala dan keluhan pasien saat
ini
Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk
infeksi oportunistik
.
Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis (TB) termasuk kemungkinan kontak dengan TB sebelumnya
. . .
Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (lMS) Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan
Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retrovirql Therapy (ARTI) termasuk riwayat rejimen untuk PMTCT f,prevention of mother to child transmissron) sebelumnya
. . . . . .
Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual Kebiasaan merokok Riwayat Alergi Riwayat vaksinasi Riwayat penggunaan NAPZA suntik
Pemeriksoon Fisik Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang
mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti yang
terdapat pada tabel di bawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mencari faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada pengguna NApzA suntik, dan tanda-tanda IMS.
Pemeriksoon Penunjong Pemeriksaan Darah untuk Skrining HIV . Anti HIV rapid Pemeriksaan Darah untuk Diagnosis HIV . Anti-HIV ELISA 3 X . Anti-HIV Western Blot 1 X Pemeriksaan Darah lainnya
. .
DPL dengan Diff Count.
Total Limfosit Count (TLC) atau hitung limfosit total: % limfosit x jumlah Leukosit (dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normal)
.
Prediksi Hitung CD4+ Berdasarkan Hitung Limfosit Total
CD4+ = 0,3
limfosit - 8,2
Persamaan ini digunakan bila tidak didapatkan faktor perancu seperti infeksi CMV
dan Tuberkulosis. CD4+ = 0,3
limfosit - 41 CMV + 37 antiretrovirus - 16
Persamaan di atas dapat membantu dokter untuk mengestimasi hitung CD4+ pada
penderita infeksi HIV dimana sudah diketahui ada infeksi oportunistik seperti infeksi CMV atau tuberculosis.
. .
Hitung CD4
Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR Pemeriksaan HIV dipertimbangkan pada keadaan dibawah ini
. .
Infeksi menular secara seksual (lMS) Pasangan atau anak:
. .
:
diketahui positif HIV mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV
Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya Pengguna NAPZA suntikan
919
a
Pekerjaan yang berisiko tinggi
a
Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual.
Berikut merupakan strategi penyaring tes HIV menurut WHO dan UNAIDS (tabel Tobel
l
1J.
Strolegi Penyoring Tes HIV menurul WHO don UNAIDS Berdosorkon Tujuon Pemeriksoon
don Prevolens lnfeksi podo Populosi Sompel3
Stodium WHO'? . Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati generalisata . Stadium 2 - Berat badan turun <10%o - Manifestasi mukokutan minor [dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis) - Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
.
Stadium 3
.
Berat badan turun >10%o Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan), >1 bulan
Kandidiasis oral Oral hairy leucoplakia
Tuberkulosis paru Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4
920
Infeksi saluran napas atas rekuren
HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii Toksoplasma serebral
Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan
Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV) Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan] atau viseral P ro g ressiv e multifu cal I euco e ncephal op athy Mikosis endemic diseminata Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru Septikemia salmonela non-tifosa Tuberkulosis ekstrapulmonar Limfoma Sarkoma kaposi
Ensefalopati HIV
DIAGNOSIS BANDING',2 Penyakit imunodefisiensi primer
IATALAKSANAI-4
. . .
Konseling
Suportif Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik (dapat pada bab Infeksi Oportunistik)
.
Terapi antiretrovirus (ARV) kombinasi, efek samping dan penanganannya
Tobel 2. Obot ARV yong digunokon'?{
dilihat
922
Tobel 3. Rekomendosi Rejimen Lini Pertomo podo Torget Populosi yong belum pernoh Teropi ARVr
Pada ODHA yang mengalami resistensi pada
digunakan adalah
s
lini pertama maka kombinasi obat yang
:
[TDF atau ZDV) + 3TC atau FTC+(LPV/RTV)
4. Rekomendosi Pemeriksoon loborolorium unluk Memonilor Posien dolom Teropi ArV (Modifikosi Depkes)3
Tobel
Podo soot kegogolon klinis
923
Tobel 5. Efek Somping ARV don Subsilusinyor''z
R=
rekomendosi;
RT=
rekomendosi pqdq orqng terlentu; D = diperlimbongkon podo orong tertentu
Tobel 6. Jodwol Voksin podo Posien HIV Dewoso6
Kelerongon: **Dionjurkon opobilo odo foktor resiko loin (riwoyol kesehoton, pekerjoon, goyo hidup, dll)
Penotoloksonoon Penongonon Pojonon HIV di Tempot Kerjqz'r . Pertolongan pertama diberikan segera setelah cedera: luka dan kulit yang terkena darah atau cairan tubuh dicuci dengan sabun dan ail dan permukaan mukosa dibilas dengan air.
.
Penilaian pajanan tentang potensi penularan infeksi HIV (berdasarkan cairan
.
tubuh dan tingkat berat pajanan). PPP (profilaksis pasca pajanan) untuk HIV dilakukan pada pajanan bersumber dari ODHA (atau sumber yang kemungkinan terinfeksi dengan HIVJ.
.
Sumber pajanan perlu dievaluasi tentang kemungkinan adanya infeksi HIV. Pemeriksaan HIV atas sumber pajanan hanya dapat dilaksanakan setelah diberikan
konseling pra-tes dan mendapatkan persetujuan (informed consent), dan tersedia
rujukan untuk konseling, dukungan selanjutnya serta jaminan untuk menjaga konfidensialitas.
.
Evaluasi klinik dan pemeriksaan terhadap petugas yang terpajan hanya dilaksanakan setelah diberikan konseling dan dengan persetujuan (informed consent).
.
Edukasi tentang cara mengurangi pajanan yang berisiko terkena HIV perlu diberikan oleh konselor yang menilai urutan kejadian pajanan dengan cara yang penuh perhatian dan tidak menghakimr.
.
Harus dibuat laporan pajanan.
925
Pemberion PPP dengon ARV2-a PPP harus dimulai sesegera mungkin setelah pajanan, sebaiknya dalam waktu 2-4 jam. Pemberian PPP setelah 72 jam dilaporkan tidak efektif. Direkomendasikan pengobatan kombinasi dua atau tiga jenis obat
ARV.
Pilihan jenis obat ditetapkan berdasarkan pengobatan ARV pada sumber pajanan sebelumnya dan informasi tentang kemungkinan resistensi dari obat yang pernah digunakan. Pilihan juga berdasarkan tingkat keseriusan pajanan dan ketersediaan ARV. Pemberian ARV tersebut didasarkan pada pedoman yang ada, dan disediakan satu "kit" yang berisi ARV yang direkomendasi, atau berdasarkan konsultasi dengan dengan dokter ahli. Konsultasi dengan dokter ahli sangat penting dalam hal adanya resistensi terhadap ARV. Perlu tersedia jumlah ARV cukup untuk pemberian satu bulan penuh sejak awal pemberian
PPP,
Tobel 7. Peniloion Pojonon unluk Profiloksis Poscopojonon HlVa
tebih berolr
mumnyo
Kelerongon: HIV Asimlomolis otou dikelohutvirol lood rendoh (yoilu <1500 RNA/mL) HIV Simlomotis, AIDS, serokonversi okul, olou diketohui virol lood tinggi, bilo dikhowolirkon odonyo resistensi obot, konsultosikon kepodo ohlinyo. Pemberion PPP tldok boleh dilundo don perlu tersedio sorono unluk melokukon perowoton lonjulon secepolnyo c conloh, posien meninggol & tidok dopol dilokukon pemeriksoon doroh
o b
926
d contoh, jorum dori tempot sompoh e y i jorum buntu, luko di permukoon
f
y.i jorum besor berlubong, luko tusuk dolom, nompok doroh podo olot, olou jorum bekos dipokoi podo orteri otou veno
g
h
i
Pernyotoon "Perlimbongkon PPP" menunjukkon bohwo PPP merupokon pilihon tidok mutlok don horus diputuskon secoro individuol tergonlung dori orong yong terpojon don keohlion doklernyo. Nomun, pertimbongkonloh pengoboton dosor dengon 2-obol PPP bilo ditemukon foktor risiko podo sumber pojonon, otou bilo terjodi di doeroh dengon risiko tinggi HIV Bilo diberikon PPP don diterimo, don sumber pojonon kemudion diketohui HIV negotif, moko PPP horus dihentikon. Podo pojonon kulit, tindok lonjut honyo diperlukon bilo odo tondoJondo kulit yong tidok uluh (seperli, dermotitis, obrosi otou luko)
Tobel 8. Rejimen ARV unluk Profiloksis Poscopojonon4
Kelerongon: I Rejimen PPP perlu disesuoikon dengon menggunokon obot yong lidok resislen lerhodop sumber pojonon (bilo dikelohui) 2 Efovirenz lebih boik dori podo NVP topi tidok dionjurkon untuk perempuon homil. Teloh diloporkon 2 kemotion dori pelugos keseholon dengon loksisitos hoti yong'terkoit dengon PPP yong mengondung NVP, oleh koreno itu lidok dionjurkon
Efek Somping'?'a
Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian ARV adalah mual dan rasa
tidak enak. Pengaruh yang lainnya kemungkinan sakit kepala, lelah, mual dan diare. Efek samping lain yang berat pada pemberian ARV adalah seperti di bawah ini
. . .
NVP: pernah dilaporkan hepatotoksisitas berat pada PPP (NVP tidak dianjurkan
untuk rejimen kombinasi pada ddl: pankreatitis yang fatal
PPPJ
IDV/NFV: diare, hiperglikemia, lipodistrofi
Pemeriksoon Tindok Lonjul don Konselinga Orang yang mendapatkan ARV untuk PPP perlu dievaluasi dan ditindak lanjuti dalam 72 jam setelah paianan serta perlu dipantau terhadap timbulnya gejala toksisitas
obat untuk sedikitnya selama 2 minggu. Pemeriksaan antibodi HIV sebagai data dasar dapat dilakukan dalam B hari pascapajanan dan untuk selanjutnya dievaluasi
927
secara berkala setidaknya selama 6 bulan pascapajanan, misalnya pada minggu ke 6,
bulan ke 3 dan bulan ke 6, namun apabila timbul gejala penyakit yang sesuai dengan
sindrom retroviral akut maka pemeriksaan antibodi HIV perlu dilakukan segera. Perlu diberikan konseling dukungan dan juga anjuran untuk melakukan pencegahan terhadap penularan sekunder HIV sedapat mungkin selama masa pemantauan. Tobel 9. Pemontouon Loborotorium podo Profiloksis Poscopojonon'?'a
Kelerongon: HIV : pemeriksoon ontibodi HIV HCV : pemeriksoon diognoslik untuk hepotilis C HBV : pemeriksoon diognostik untuk hepotilis B DL : Pemeriksoon doroh lengkop
PENATAIAKSANAAN INFEKSI HIV PADA KEHAMITANs
memiliki toksisitas terhadap kehamilan, namun tetap diperlukan dalam keadaan seperti . Terapi kombinasi poten bagi penyakit HIV maternal; atau . Sebagai profilaksis untuk mencegah infeksi HIV ke janin. Semua ARV diketahui
:
Stotus HIV
dori wonito
Sudoh didiognosis HIV
Tes HIV (+)
sebelumnyo don sudoh mendopotkon teropi ZDV+3TC+NVP otou TDF+3TC+EFC otoU TDF+3TC
(otou
FTC)+EFV
Lonjutkon teropi ARV
Gombor l. Algorilmo Totoloksono HIV Podo Wonilo Homil
928
Tes HIV (-)
KOMPTIKAS! Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV dan manifestasi HIV pada organ
lain.1-a
PROGNOSIS Pemberian terapiARV kepada orang dengan HIV/AIDS [ODHA) dapat menurunkan penyebaran virus Human Immunodefficiency l/irus (HIVJ hingga 92o/o.1'a UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: DivisiTropik Infeksi, Divisi Alergi Imunologi - Departemen
Penyakit Dalam
.
RS non
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
Pendidikan
Divisi Pulmonologi, Divisi Hematologi - Departemen Penyakit Dalam
o
RS non
pendidikan
REFERENSI
l.
Fouci AS, Lone HC. Humon lmmunodeflciency Virus: AIDS ond reloted disorders. ln: Fouci A, Brounwold E, Kosper D. Horrison's Principles of Internol Medicine. lTth ed. New York: McGrowHill; 2009: I 138-1204
2.
HlV. Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: Interno Publishing; 2009.p. 2130-32.
3. 4.
Deportemen Kesehoton
5.
Antiretrovirol Drugs for Treoting Pregnont Women ond Preventing HIV Infections in lnfonts: Guidelines on core, treotment ond support for women living with HIV/AIDS ond their children in
Rl.
Toto Loksono HIV/AIDS. 2012
World Heolth Orgonizotion. Antiretrovirol theropy for hiv infection in odults ond odolescent. 2010 revision. [Updote 2010; cited 201 I Mor 11] Avoiloble from http://www.who.int
resource-constroined settings. World Heolth Orgonizotion. Switzerlond. 2004
6
Centers for Diseose Control ond Preveniion. Recommended Adult lmmunizotion Schedule. United Stotes. 2012. Diunduh dori http://www.cdc.gov/voccines/recs/schedules/downloods/odult/ odult-schedule.pdf podo tonggol 2 Mei 2O12
NFEKS JAMUR
PENGERTIAN
Mayoritas jamur tidak patogenik bagi orang yang imunokompeten, namun beberapa jamur dapat menginfeksi orang sehat, diantaranya dermatofita (trikofiton,
epidermofiton, dan mikrosporum), histoplasma, blastomyces, cryptococcus, coccidioides, dan paracoccidioides.l Pada individu dengan imunokompromis berisiko terkena infeksi oportunistik
oleh jamur seperti kandida, aspergillus, fusarium atau mukor. Mereka yang terkena
diantaranya adalah infeksi HIV, terapi imunosupresan, kemoterapi kanker, pasien netropenik, pasien dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol. Pada keadaan tertentu, jamur dapat menginfeksi hampir semua organ atau dapat terjadi diseminasi dan menyebabkan sepsis fungal.
KAND!DlASIS Definisir Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme dari genus Candida, yang paling s eringCandida albicans.lnfeksi kandida pada penderita imunokompromais
dapat dilihat pada bab Infeksi Oportunistik.
Foktor Risiko Faktor risiko untuk infeksi kandida adalah netropenia, imunosupresi, antibiotik spektrum luas, terpasang infus, pengguna jarum suntik, operasi abdomen, DM, gagal ginjal
Monifestosi Klinis Tergantung dari lokasi terkenanya, kandidiosis memiliki manifestasi klinis . Mukokutan : kutan [merah, lesi maserasi,zona intertriginosa)
.
.
:
Candidiuria : kolonisasi karena antibiotik spektrum luas dan atau indwelling catheter Candidemia : [nosocomial bloodstream infection)
a
Hepatosplenik : intestinal seeding of portal and venous circulation; ditemukan pada leukimia akut
a
Diseminasi hematogenus
:
paru-paru, otak, meningen
Diognosis4
Untuk menegakkan diagnosis candidiasis dengan menemukan pseudohifa atau hifa spesies candida pada kultur spesimen. Sebelum menunggu hasil kultur, kondisi pasien dapat kita nilai dengan menggunakan scoring kandida untuk menentukan apakah ia memiliki kecenderungan
menderita infeksi jamur. Skoring kandida secara lengkap dibahas pada appendiks. Totoloksono2,3 Teropi empirik
Mukokuton
klotrimozol, nistotin, fl u
zol 200 mg/hori
Kondidurio
B.
Jiko simptomotik,
u introvesikol okon melokukon
genitourinori Kondididemio tonpo
Flukonozol 400m9/hori otou
Febril netropenio
Ekinokondin (micofungin 100m9/hori iv selomo 2 minggu otou sompoi hosil kultur negotif) , otou ompho B
otou ompho
B
Prognosis Pada pasien sehat dengan kandidiosis superfisial, terapi yang tepat dapat sembuh sempurna tanpa meninggalkan kerusakan permanen. Candidiosis tidak akan
kambuh bila pasien tetap sehat dan asupannya baik. Pada pasien immunokompromis, kandidiosis lebih persisten dan lebih resisten terhadap terapi.
ASPERGITTOSIS Definisir Aspergilosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Aspergillus.
Monifestosi Klinis Beberapa bentuk aspergillosis
93r
il Do om lndonesio
a
a
Aspergilloma: biasanya didahului adanya kavitas [dari TB); kebanyakan asimptomatik tapi dapat menyebabkan hemoptisis Necrotizing tracheitis: pseudomembran nekrotik putih pada pasien dengan AIDS transplan paru
a
Necrotizing kronik : pada pasien dengan PPOK; imunosupresi ringan
a
Diseminata/invasif : pada pasien dengan imunosupresi (neutropenia, post transplant, steroid, AIDS dengan steroid atau neutropeniaJ
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Laboratorium: Kultur; pemeriksaan antibodi, deteksi antigen (histo urin/serum Ag, 1,3-B-D-glucan, Galactomannan, Crypto.AgJ, pemeriksaan histopatologik. IATA[AKSANA4
Nonformokologis Lepaskan akses intravaskular, menj aga higienitas
Formokologis Fungus ball biasanya tidak diterapi dengan antijamur kecuali ada perdarahan pada
jaringan paru-paru. Pada kasus tersebut, diperlukan tindakan operasi. Aspergillosis invasiv diterapi dengan antijamur voriconazole oral atau intravena. Dapat juga menggunakan Amphotherisin B, Ekinokandin, atau Itraconazole. Endokarditis yang disebabkan Aspergillus diterapi dengan tindakan operasi mengambil katup jantung yang terinfeksi serta terapi antijamur dalam jangka panjang.
PROGNOSIS Invasif aspergilosis sulit membaik dengan terapi farmakologis, dapat menyebabkan
kematian. UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
Pendidikan
RS non
pendidikan
Divisi Pulmonologi
-
Departemen Penyakit Dalam
REFERENSI
1. 2.
In: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S. Buku Ajor llmu Penyokit Dolom. Jokorto: lnterno Publishing; 2009.p. 21 30-32. Chorlier C, Hort E, Lef ort A, el ol. Fluconozole for the monogemenl of invosive condidiosrs: where
do we slond ofter l5 yeors?.
3.
Kuse FR, Chetcholisokd P,
J
Antimicrob Chemother. Mor 2006:57(3):384-410. [Medline].
condidoemio ond invosive condidosis: o phose 2007 :369 (9572): I 5 l9-27.
4.
B for rondomised double-blind trioi. Loncet. Moy 5
do Cunho CA, et ol. Micof ungin versus /iposomo/ omphotericin lll
[Medltne].
Founci et oll. Horrison'sPrincipol of Internol Medicine lBrh Edition.
INFEKS OPORTUNISTIK
PA A A DS
PENGERTIANI
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh. Infeksi ini dapat timbul karena mikroba yang berasal dari luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal terkendali oleh kekebalan tubuh. Infeksi oportunistik pada ODHA dihubungkan dengan tingkat kekebalan tubuhnya (kadar CD4).
Berikut akan dibahas infeksi oportunistik yang sering terjadi pada ODHA di Indonesia.
PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TATATAKSANA Berikut adalah diagnosis dan tatalaksana beberapa infeksi oportunistik tersering:
TU BERKU TOSIS Pendekoton Diognosis a
Anamnesis: demam diurnal, keringat malam, batuk kronik lebih dari 3 minggu, hemoptisis, penurunan berat badan, penurunan napsu makan, rasa letih, dan nyeri dada pleuritik.
a
Pemeriksaan fisik: febris, kakeksia, takipnea, suara napas bronkial, amorfik, suara napas melemah, ronki basah yang terdengar jelas saat inspirasi.
a
Pemeriksaan penunjang: sputum BTA yang positif minimal2 dari 3 spesimen
SPS
hilus/ paratrakeal, milier, kavitasi, efusi pleura), laju endap darah meningkat, kultur Mycobacterium tuberculosis yang positif, tes Mantoux positif, tes IGRA positif. pada waktu yang bersamaan, foto rontgen toraks (infiltrat, pembesaran KGB
Diognosis Bonding Pneumonia, tumor/keganasan paru, bronkiektasis, abses paru.
Tololoksono
.
Obat antituberkulosis [OAT) yang diberikan pada pasien ODHA tidak berbeda pada pasien biasa.
.
Semua pasien ODHA harus menerima terapi
antiretroviral (ARV). OAT diberikan lebih dahulu, disusul pemberian ARV sesegera mungkin selambat-lambatnya B minggu setelah dimulainya
.
OAT.
ARV yang dianjurkan adalah zidovudin atau
tenofovir disoproksil fumarat (NRTI/
Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor) dikombinasikan dengan lamivudin atau
emtrisitabin. Untuk NNRTI/ Non-Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor,WHO merekomendasikan efavir enz atau nevlrapln.
MYCOBACTER UM AVTUM COMPTEX (MAC) Pendekoton Diognosis a
Anamnesis: demam, penurunan berat badan, keringat malam, rasa letih, diare.
a
Pemeriksaanfisik: limfadenopati, hepatosplenomegali, anemia.
a
Pemeriksaan penunjang: gangguan fungsi hati, peningkatan alkali fosfatase serum, leukopenia, anemia, kultur darah atau cairan lain yang steril, pemeriksaan sputum yang menunjukkan MAC positif sebanyak 2 kali, biopsi sumsung tulang atau hati.
Diognosis Bonding Tuberkulosis
Totoloksono a
Klaritromisin 2x500 mg + etambutol L5 mg/kgBB atau azitromisin 1x600 mg + etambutol 15 mg/kgBB.
a
Obat tambahan untuk kuman resisten makrolid: Moksifloksasin 1x400 mg atau
levofloksasin 1x500-750 mg + etambutol 15 mg/kgBB + rifabutin 1x300 mg
+
amikasin iv 10-15 mg/kgBB. a
kronis dapat dihentikan setelah 12 bulan terapi jika tidak ditemukan gejala dan tanda infeksi MAC disertai peningkatan CD4 CDC menganjurkan penghentian terapi
> L00 sel/pL yang menetap selama Iebih6bulandenganpemberian ARV.
93s
KANDIDIASIS Pendekatan Diagnosis
.
Anamnesis:
-
Kandidiasis orofaring: rasa terbakar, gangguan mengecap, sulit menelan makanan cair atau padat.
-
Kandidiasis esophagus: disfagia, odinofagia, nyeri retrosternal, nyeri seperti ada yang terhambat di kerongkongan.
-
Kandidiasis vulvovagina: gatal, keputihan, kemerahan di vagina, dispareunia, disuria, pembengkakan vulva dan labia, gejala memburuk seminggu sebelum menstruasi.
.
Kandidiasis kulit: gatal dan kemerahan.
Pemeriksaan Fisik
-
Plak putih 1
-
2 cm atau lebih di mukosa mulut, jika dilepaskan akan
meninggalkan bercak merah atau perdarahan.
-
Plak kemerahan halus di palatum, mukosa bukal atau permukaan dorsal lidah.
Kemerahan, fisura atau keretakan di sudut bibir. Inflamasi vulvolabia,duhtubuh berwarna putih kekuningan,lesi pustulopapuler
diskrit.
.
Maserasi kulit, paronikia, balanitis, lesi pustular diskrit pada kulit.
Pemeriksaan penuniang: Pemeriksaan spesimen jaringan/ sekret dengan KOH, endoskopi.
Diognosis Bonding
.
Kandidiasis orofaring: lik-en planus, karsinoma sel skuamosa, leukoplakia, aspergilosis invasif, mukormikosis, blastomikosis, histoplasmosis,
.
Kandidiasis esofagus: esofagitis radiasi, GERD, infeksi CMV, esofagitis herpes simpleks.
. .
Kandidiasis vulvovagina: trikomoniasis, vaginosis bakterialis. Kandidiasis kulit: eritroderma, infeksi jamur lainnya.
Tololoksono . Kandidiasisorofaring: Terapi pilihan: - Nistatin drop 4 - 5x kumur 500.000 U hingga lesi hilang (10 - 14hari) - Flukonazol oral l-x100 mg selama 10 - 14hari
936
Terapi alternatif:
a
Itrakonazol suspensi2}}mg/hari saat perut kosong
Amfoterisin B iv 0,3mg/kgBB
Kandidiasis esofagus: Terapipilihan:
-
Flukonazol oral 200mg/hari hingga 800 mg/hari selama 14 Itrakonazol suspensi 2|Umg/hari selama
1.4
-
21.
- 2lhari
hari
Terapi alternatif: Amfoterisin B iv 0,3 mg/kgBB a
Kandidiasis vulvovagina: Terapi pilihan:
-
Klotrimazol krim lo/o Smg/hari selama 3 hari atau tablet vagin MikonazolkrimZo/oSmg/hari selamaThari Tiokonazolkrim0,S%5mg/hari selama 3 hari
Terapi alternatif:
a
Flukonazol oral 1x150 mg tunggal Itrakonazol oral
1.
-
2x 200 mg selama 3 hari
Ketokonazol oral 1x200 mg selamaS -7hariatauZx200mg selama 3 hari
Kandidiasis kulit:
Krim atau losio klotrimazol, mikonazol, ekonazol, ketokonazol, sulkonazol, oksikonazol.
KRTPTOKOKOS S (TNFEKS OrEH CRyPTOCOCCUS
NEOFORMANS) Pendekolon Diognosis:
.
Anamnesis
-
Meningitis kriptokokus: gejala prodromal 2
-
4 minggu, mual, muntah,
gangguan kesadaran dan perilaku, sakit kepala.
.
Kriptokokosis paru: Demam, batuk dengan sputum tidak terlalu produktif.
Pemeriksaan Fisik
-
Meningitis kriptokokus: kaku kuduk, edema papil, parese. Pada infeksi C.neoformans juga dapat ditemukan lesi kulit yaitu kelainan serupa akne, papul, vesikel, nodul, tumor, abses, ulkus dan granuloma.
-
Kriptokokosis juga dapat terjadi pada mata dan menimbulkan konjungtivitis,
korioretinitis, endoftalmitis, kebutaan.
937
a
Pemeriksaan penuniang
-
CT scan
-
Isolasi jamur (pewarnaan tinta India) dari darah, cairan serebrospinal, urin,
/MRI otak: hidrosefalus, edema dan pleksus koroideus.
difus, atrofi, penyangatan
meningen
cairan pleura, sputum, bilasan bronkus, lesi kulit.
-
Histopatologi. Serologi antigen C.neoformans.
Diognosis Bonding Tuberkulosis, tuberkul oma,sifilis sistem saraf pusat
Tololoksono . Meningitiskriptokokus - Menurunkan tekanan intrakranial/ TIK hingga <200mmHg dengan: punksi lumbal fbila TIK >250 mmHg), pemasangan drain lumbal (bila TIK > 400 mmHg), VP shunt (bila kedua terapi di atas gagalJ. - Antijamur pilihan pertama: Induksi: amfoterisin B iv 0,7 - 1mg/kgBB/hari dan S-fluorositosin oral 100 mg/ kgBB/hari selama 2 minggu. Konsolidasi:flukonazol oral4O0 mg/hari selama 8 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril.
-
Pilihan kedua:
-
Induksi: amfoterisin B iv 0,7 - 1mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Konsolidasi:flukonazol oral400 mg/hariselama 10 minggu atau hingga cairan serebrospinal steril. Pilihan ketiga: Flukonazol oral 400
.
938
- 800mg/ hari dan fluorositosin oral 100 mg/kgBB/hari
selama6-10minggu Kriptokokosis paru, kriptokokosis diseminata dan antigenemia: Flukonazol 200 - 400mg/hari secara oral hingga nilai CD4 >200sel/pL.
ENSEFAHTTS TOKSOPTASMA (ET)
&
KORIORETINtTtS
TOKSOPTASMA Pendekoton Diognosis . Anamnesis
-
Ensefalitis toksoplasma: demam, rasa letih,sakit kepala, defisit neurologi fokal [hemiparese, kejang, ataksia, afasia, parkinsonism, koreaatetosisJ, penurunan kesadaran, gangguan perilaku.
.
Korioretinitis toksoplasma: demam, rasa letih, penglihatan kabuC skotoma,
nyeri mata, fotofobia, epifora Pemeriksaan Fisik
-
Penemuan umum: pembesaran KGB kenyal, tidak nyeri, berkonfluens, umumnya
di daerah servikal, hepatosplenomegali, ruam kulit.
-
Ensefalitis toksoplasma: parese saraf cranial, heimparese, gangguan lapang pandang rubral tremor, gangguan sensorik daerah tungkai.
.
-
Korioretinitistoksoplasma: penurunanvlsus
Pemeriksoonpenunjong
-
Pemeriksaan umum: serologi toksoplasma.
Ensefalitis toksoplasma
.
:
CTscan/MRI: lesi tunggal/ multipel hipodens pada CT atau hipointens pada MRI menyangat kontras berbentuk cincin disertai edema dan efek masa.
. -
Histopatologi jaringan otak.
Korioretinitistoksoplasma: . Funduskopi: nekrosis multifocal atau bilateral, bercak multiple yellowish white di daerah kutub posterior.
Diognosis Bonding Ensefalitis toksoplasma: limfoma sistem saraf pusat, tuberkuloma, progressive
.
mu ltifoca I le uco
.
e
nc ep
halop athy.
Korioretinitis toksoplasma: korioretinitisTB, sifilis, Iepra, histoplasmosis.
Totoloksono
.
Pilihan pertama Fase akut: pirimetamin oral 20Omg hari pertama, selanjutnya 50
Ieukovorin oral l-0 - 20 mg/ hari + sulfadiazin oral 1000
Rumatan: pirimetamin oral25 - 50 mg/hari + sulfadiazine oral 500 - 1000mg/hari.
-
75 mg/hari
+
- 1500mg/hari. l0 -20 mg/hari
+ Ieukovorin oral
939
a
Pilihan kedua Fase akut: pirimetamin +leukovorin+klindamisin oral atauiv4x600mg Rumatan: pirimetamin+leukovorin(dosis rumatan)+ klindamisinoral4x300-450mg
a
Pilihan ketiga: Fase akut: pirimetamin + Ieukovorin + salah satu: atovaquone oral 2x1500 mg, azitromisin oral 1x900 - 1200mg,klaritromisinoral2x500 mg, dapson oral 1x100 mg, minosiklinoral2xl 50-2 00mg. Fase rumatan: pirimetamin + leukovorin [dosis rumatan) + salah satu antibiotik tersebut dosis sama.
a
Di Indonesia tidak terdapat sulfadiazin dan pirimetamin tunggal karena itu dapat
digunakan fansidar (pirimetamin 25mg dan sulfadoksin 500mg) dengan dosis
pirimetamin seperti di atas.
P NEU
MOCYSI'S PNEUM ON'A
Pendekolon Diognosis
.
Anamnesis: demam tidak tinggi, batuk kering,nyeri dada retrosternal (tajam atau
seperti terbakar)yang memburuk saat inspirasi, sesak napas subakut (2 minggu atau lebih).
. .
Pemeriksaanfisik: takipnea, takikardi, sianosis akral, sentral, dan membran mukosa. Tidak ditemukan ronki pada auskultasi paru. Pemeriksaanpenunjang:
-
Roentgen dada: infiltrat interstitial bilateral di daerah perihiler yang kemudian
menjadi lebih homogen dan difus sesuai dengan perjalanan penyakit. Kadang ditemui nodul soliter atau multipel, infiltrat di lobus bawah, abses, pneumatokel, pneumotoraks
-
>220
tu
/L).
-
Peningkatan gradient oksigen alveolar-arterial [AaDO ), pO <70 mmHg pada analisis gas darah.
-
Peningkatan LED >50 mm/jam Leukositosis ringan Serum (1-3J beta-D-glukan positif Pemeriksaan mikroskopik sputum, lavase bronkoalveolar atau jaringan paru me n un
940
.
CTscan:gambaran "ground glas.s"atau lesi kistik. Peningkatan LDH (umumnya
j
ukkan
ad
anya kista
Pn
eum
o cy s
ti s j i r ov
e c
i
Diognosis Bonding Pneumonia bakterialis, pneumonitis interstitial nonspesifik
Tololoksono
.
Derajat sedang - berat (sesak napas saat istirahat/PaO <70mmHg dalam udara kamar atau AaDO2 >3SmmHg):
-
Rawat inap, oksigen, ventilator bila perlu.
Kotrimoksazol iv atau trimetoprim oral 15
-
20 mg/kgBB/hari dan 75
mg/kgBB/hari sulfametoksazol dibagi 4 dosis selama
.
21.
-
L00
hari.
Prednison oral 2x40 mg 5 hari pertama, 1x40 mg 5 hari berikutnya dilanjurkan
20mg/ hari hingga terapi selesai atau metilprednisolon iv dosis 75% dosis prednison atau hidrokortison iv dosis awal 4x100mg. Alternatif: primakuin 30mg/hari + klindamisin 3x600 mg atau pentamidin 4mg/kgBB/hari.
Derajat ringan
-
sedang (sesak napas pada latihan, PaO >70 mmHg dalam udara
kamarl AaDO >35mmHg):
-
Trimetoprim oral
1.5
-
20 mg/ kgBB/hari dan 75
sulfametoksazol dibagi 4 dosis selama
-
100 mg/ kgBB/hari
hari.
Alternatif: primakuin pral 30mg/ hari+klindamisin3x600mg/hari atau atovaquone 2x750 mg selama
.
21-
-
2lhart.
Repons pengobatan dapat dilihat setelah hari ke-5 sampai ke-7.
CYTOMEGALOy'RUS (CMV) Pendekolon Diognosis Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang:
.
.
Korioretinitis:
-
Gangguan penglihatan unilateral, penglihatan floater, fotopsia, skotoma, gangguan lapang pandang unilateral,
-
Funduskopi: perdarahan retina brush-fire, catchup-sauce appearance, pigmentasi granuler atau eksudat kekuningan seperti pizza pie appearance, cotton-wool spot pada daerah perifer atau fundus.
-
Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
CMV saluran cerna:
-
Diare, sariawan, nyeri epigastrium, ulkus pada sfinkter esofagus, ulkus rectum,
perforasi ileum.
a
Biopsi mukosa saluran cerna: tanda inflamasi dan CMV rnclusion body. Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
Pneumonitis CMV:
-
Sesak napas yang memburuk perlahan, sesak saat aktivitas, batuk non-
-
produktif, ronki minimal. Roentgen dada: infiltrat difus interstitialis seperti PCP. Biopsi paru/makrofag dari bilasan bronkoalveoler: CMV inclusion body intraselular.
a
Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
Ventrikuloen sefalitis CMV:
-
Letargi, gangguan mental, delirium, demam, sulit konsentrasi, sakit kepala, somnolen, gangguan saraf kranial.
-
Pemeriksaan cairan serebrospinal: ditemukan antigen atau DNA CMV dan kultur.
-
Pemeriksaan antigen CMV secara serologis.
Iotoloksono
.
Mata
-
GansiklovirivZx5mg/kgBB/hari dalam infus 1 jam selama 2 - 3 minggu, dilanjutkan dengan dosis rumatan iv 5mg/kgBB/hari sekali sehari. Valgansiklovir oral2x900 mgselama 2tharidilanjutkan dosis rumatan1x900mg. Foscarnet iv 2x60 mg/kgBB atau 2x90 mg/kgBB selama 2 - 3 minggu d
-
ilan j utkan
d osis
rumat aniv2x9
0
- 12 0 mg/kgB B.
Pada ancaman gangguan penglihatan berat dan pemulihan sistem imun
sulit diharapkan, dipasang implant gansiklovir intraokuler per 6-8 bulan dikombinasi dengan valgansikloviroral 1-x900mg.
.
Saluran cerna
.
Valgansiklovir2x900mgselama 2 -3 minggu, Foscarnetiv3x60mg/kgBBatau 2x90 mg/kgBB selama 2
-
3 minggu.
Tidak diperlukan terapi rumatan kecuali relaps selama atau setelah terapi
Paru
942
Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama 2 - 3 minggu.
Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama >21 hari. Valgansiklovir2x900mgselama 21hari. Foscarnetiv3x60mg/kgBBatau 2x9lmg/kgBBselama>21hari.
a
Sistem saraf
-
Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB kombinasi dengan foscarnet iv 3x60 mg/kgBB atau 2x90 mg/ kgBB selama 3 - 6 minggu, dilanjutkan dengan dosis rumatan seperti pada mata.
-
Gansiklovir iv 2x5 mg/kgBB selama3-6minggudilanjutkan dengan rumatan gansiklovir iv atau valgansiklovir seperti dosis pada mata.
DIARE KARENA PROTOZOA Pendekolon Diognosis
.
Anamnesis: Infeksi cryptosporidia sp., microsporidia, isospora bellr menunjukkan gejala yang sama yaitu:diarenon-inflamasi,kram perut, mual, muntah, demam, sakit kepala, penurunan berat badan. Dapat menyebabkan kolesistitis, kolangitis, pankreatitis. Microsporidia dapat menyebar di luar usus yaitu pada mata, otak, otot, hati dan dapat menyebabkan konjungtivitis dan hepatitis.
.
Pemeriksaan penunjang: analisis tinja (mencari ookista), pemeriksaan tinja dengan
mikroskop elektron, aspirasi usus atau biopsi usus. Diognosis bonding Diare karena parasit lain, amebiasis, infeksi Campylobacter, colitis CMV, gastroenteritis virus, gastroenteritis bakteri, giardiasis.
Tololqksono
.
Cryptosporidia sp,;Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi Cryptosporidia sp.lnfeksi
ini akan mengalami resolusi dengan sendirinya apabila kadar CD4>L0Osel/pL. Alternatif: paramomisin 500 mg peroral3xsehariselama 14hari.
.
Microsporidia'.
-
.
Albendazol 400 mg2x sehari selama 14 hari. Untuk infeksi diseminata, albendazol dapat dikombinasikan dengan itrakonazol 200 - 400mg/hari. - Infeksi okular dapatmendapatterapi tambahan fumagilin bisiloheksilammonium topikal Isospora belli: - Kotrimoksazoll60mg TMP/B00mg SMX oral atau iv 2 - 4x sehari selama 10 hari, dapat diperpanjang hingga 3 - 4 minggu bila gejala menetap. - Alternatif: pirimetamin 50 - 75 mg/hari (+asam folat 5 - 1-0 mg/ hari) atau siprofloksasin 500mg oral 2x sehari selamaThari. - Terapi rumatan: kotrimoksazol 320mgTMP/1.600 SMX 1x sehari atau 3x seminggu bila CD4 < 200sel/pl atau pirimetamin 25 mg/hari.
KOMPLIKASI Kematian, komplikasi sesuai organ yang terlibat, komplikasi akibat pengobatan
PROGNOSIS Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati, namun jika kekebalan tubuh tetap rendah, infeksi oportunistik dapat kambuh kembali atau juga timbul infeksi
oportunistik yang lain. UNIT YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi, Divisi Alergi Imunologi - Departemen
Penyakit Dalam
pendidikan
: Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAII
. .
pendidikan RS non pendidikan RS
Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam
REFERENSI
l.
Yunihostuti E, D.jouzi S, Djoerbon Z, editors. lnfeksi oportunistik podo AIDS. Jokorto; Boloi Penerbit Fokultos Kedokteron Universitos lndonesio, 2005.
2.
Nosronudin. Infeksijomur. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom 5th ed. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:287 1 - 80
3.
Pohon HT.. Toksoplosmosis. In: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5th edition. Jokorto; Pusot Informosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:2881 - 8
4.
FouciAS, LoneHC.Humonimmunodeficiencyvirusdiseose:AlDSondreloteddisorders.ln:FouciA, S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of
Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser
internolmedicine.lSthed.UnitedStotesofAmerlco;TheMcGrow-HillComponies,20'l 2:150&47
5. 6.
7
.
World Heolth Orgonizotion. Treotment of tuberculosis guidelines. 4th edition. 2010:65-74
Koplon JE, Benson C, Holmes KH, Brooks JT, Pou A, Mosur H. Guidelines for prevention ond treotment of opportunistic infections in HIV-infected odults ond odolescents: recommendotions from CDC, the Notionol lnstitutes of Heolth, ond the HIV Medicine Associotion of the lnfectious Diseoses Society of Americo. MMWR Recomm Rep. 2009;58(RR-4):1-207. LimperAH,KnoxKS,SorosiGA,AmpelNM,BennettJE,CotonzoroA.AnofflciolAmericonthorocic
society
stotement: treotment of fungol infections in odult pulmonory ond criticol core potients. Am Respir Crit Core Med.2Ol l;183:95 - 128
944
J
NFEKS PADA KEHAMILAN
PENGERIIAN Infeksi telah lama diketahui sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas
ibu dan janin di seluruh dunia, dan infeksi ini masih menjadi masalah di abad 21. Faktor-faktor seperti status serologis maternal, waktu terjadinya infeksi saat hamil, cara penularan, dan status imunologis mempengaruhi manifestasi penyakitnya.t lnfeksi
akut selama kehamilan yang sering seperti infeksi kulit atau infeksi saluran nafas, biasanya bukan merupakan masalah yang serius, namun pada beberapa kasus dapat
mempengaruhi persalinan ataupun pemilihan cara persalinan, dan meningkatkan resiko kejadian abortus, ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan stillbirth.2-+ PENDEKATAN
Berikut merupakan beberapa infeksi yang sering ditemukan selama kehamilan (tabel 1).
l. Diognosis, Pencegohon, Teropi, don Komplikosi podo mocom-mocom lnfeksi dolom Kehomilonr,s.rl
Tobel
CMV
Simptomotik,
Herpes simplex
Simptomotik
lihol pembohoson podo bob lnleksi Menulor Seksuol
Brucellosis
Tuberkulosis
Uhol
podo bob Tuberkulosis
PoIU
947
PROGNOSIS Tergantung infeksi
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan : Bagian Penyakit Dalam
: Divisi Infeksi Tropik - Departemen Penyakit Dalam
UNIT YANG TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS
non pendidikan
Departemen Obstetri dan Ginekologi
REFERENS! 1
.
Cunninghom, Leveno, Bloom ei ol. Willioms Obstetrics
23'd Ed.
United Stotes of Americo. McGrow-
Hill. 201 0;58:l 2l 0-34.
2. 3.
Brocklehurst P. lnfection ond preterm delivery. BMJ 1999;318:548e9. RL, Houth JC, Andrews WW. lntrouterine infection ond preterm delivery. N Engl .J Med 2000;342: I 500e7.
Goldenberg
4. 5.
Goldenberg
6.
Yinon Y, Forine D, Yudin M et ol. Cytomegolovirus lnfection in Pregnoncy. Society of Obsletricions ond Gynoecologists of Conodo (SOGC) Clinicol Procticol Guideline no 240, April 2010. Diunduh dori http://www.sogc.orglguidelines/documents/gui240CPG 1004E.pdf podo tonggol 2Mei2O12.
7.
Anzivino E, Fioriii D, Mischitelli M et ol. Herpes simplex virus infection in pregnoncy ond in neonote: stotus of ort of epidemiology, diognosis, theropy ond prevention. Virology Journol 2009,6:40
RL,
McClure EM, Soleem
S,
et ol. lnfection-reloted stillbirths. Loncet 2010;375:l 482e90.
Gershon A. Chopter 186: Rubello (Germon Meosles). In: Longo Fouci Kosper, Horrison's Principles of Internol Medicine l Trh edition. United Stotes of Americo. McGrow Hill. 2008
doi:10. 118611743-422X-5-4O.Diunduhdori
http://www.virologyj.com/content/pdf/1743-422X-6-40.
pdf podo tonggol 2Mei2O12.
8.
Porvovirus Bl9 Infection in Pregnoncy: lnformotion Pock. Diunduh dori http://www.flfthdiseose. orglcmsFiles/porvovirus bl9_ond_pregnoncy_informotion_booklet.pdf podo tonggol 2Mei2O12.
9.
Poppos G, Akritidis N, Bosilkovski M, et ol. Brucellosis. N Engl J Med 2005; 352:2325-2336. Diunduh dori http://www.nejm.org/doi/full/ lO.l055/NEJMro050570 podo tonggol2 Mei 2012.
'10. Khon M, Moh M, Memish Z. Brucellosis in Pregnont Women. Clinicol lnfectious Diseoses 20Ol; 32:1172-7. Diunduh dori http://cid.oxfordjournols.org/content/32/8/1172.full.pdf podo tonggol 2 Mei 2012.
948
NTOKS KAS ORGANOFOSFAT
PENGERTIAN
Adalah intoksikasi akibat zat yang mengandung organofosfat. Organofosfat digunakan sebagai insektisida. Mekanisme kerjanya adalah melalui inhibisi enzim asetilkolinesterase, menyebabkan akumulasi asetilkolin pada sinaps-sinaps kolinergik,
baik perifer maupun sentral. Asetilkolin berlebih menyebabkan triggering reseptor asetilkolin secara konstan, stimulasi berlebih pada sinaps kolinergik di sistem saraf pusat, sistem saraf otonom , dan neuromuscular junction.l'3 Intoksikasi organofosfat bermanifestasi dalam 3 flase, yaitu krisis kolinergik akut, intermediate neurotoxic syndrome, dan delayed polyneuropathy.3
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesis don Pemeriksoon Fisik2'3 . Riwayat minum/kontak dengan zatyangmengandung organofosfat, bau pestisida . Gambaran klinis khas krisis kolinergik akut: a. Gejala dan tanda muskarinik: Diare, banyak berkemih, Miosis, Bradikardi, Bronchorrhoeo, Bronkokonstriksi, Emesis, Lakrimasi, Salivasi [DUM BELS), hipotensi, aritmia jantung b. Gejala dan tanda nikotinik: fasikulasi, tremor, kelemahan otot dengan gagal napas, hipertensi, takikardi, berkeringat, midriasis
c. . .
Gejala SSP: gangguan kesadaran, ke;ang
Gambaran klinis intermediate neurotoxic syndrome Cranial nerve palsies, kelemahan leher dan ekstremitas proksimal, dan gagal napas
tipe II
. .
Gambaran klinis delayed polyneuropathy
Gangguan neurologis L-3 minggu setelah paparan akut, terutama gangguan
motorik, namun juga dapat sensorik
Pemeriksoon Penunjong3'4 . Berkurangnya aktivitas kolinesterase darah atau butirilkolinesterase plasma
a
o
menunj ukkan paparan
si
gnifikan
bradikardi, pemanjangan ventricular fibrillation EKG:
QT, torsade de pointes
ventricular tachycardia,
DIAGNOSIS BANDING Intoksikasi karbamat, perdarahan pontin TATATAKSANA Nonformokologis5,6 . Membebaskan jalan napas
. . .
Melepas pakaian yang terpapar
Dekontaminasi kulit dengan air dan sabun Menempatkan pasien pada posisi lateral dekubitus
kiri
Formokologiss
1. Resusitasi adekuat: oksigen, cairan normal saline (NS) 0,9% 2. Antagonis muskarinik: Atropin; untuk memperbaiki tanda dan gejala muskarinik - Dosis awal L-3 mg bolus - 5 menit setelahnya, periksa nadi, tekanan darah, ukuran pupil, keringat dan
-
auskultasi dada. Jika belum ada perbaikan, gandakan dosis pertama Pantau setiap 5 menit, gandakan dosis jika respon masih belum muncul. Jika terjadi perbaikan, hentikan penggandaan dosis. Gunakan dosis yang sama atau lebih kecil.
-
Berikan atropin bolus sampai denyut jantung >80 kali/menit, dan tekanan darah sistolik >80 mmHg dan lapang paru bersih. Setelah pasien stabil, berikan infus atropin setiap jam sebesar 10-20% total dosis yang dibutuhkan untuk menstabilkan pasien.
3.
Reaktivator kolinesterase: pralidoxime (2-PAM), obidoxime, trimedoxime, metohoxime, dll untuk memperbaiki tanda dan gejala nikotinikT,B 2 g IV selama 20-30 menit dilanjutkan dengan 0,5-1. g/ jam dalam NS 0,9%. Berikan pralidoxime sampai atropin tidak digunakan lagi selama 12-24 jam dan pasien telah diekstubasi
4.
Diazepam jika agitasi dan kejang Dosis awal 2-L0 mg, dosis maksimal 30 mg.
5. 950
Kumbah lambung
Hanya dilakukan setelah pasien stabil, biasanya dilakukan
< jamsetelah
keracunan,
yaitu dengan cara memberikan dan mengaspirasi 5 ml cairan/ kgBB melalui French orogastric tube (oGT). Dapat menggunakan air atau NS.
6'
Pemberian activated charcoal 50 mg dalam bentuk suspensi secara oral melalui cangkir, sedotan, atau nasogostric tube (NGT)
7.
Ventilasi mekanik jika terjadi gagal napas
KOMPTIKASI Hipoksia, asidosis, pneumonia, gagal napas, aritmia jantung.
e,10
PROGNOSIS Angka kematian lebih dari 15%. Skor APACHE II awal dapat digunakan sebagai indikator prognostik. Nilai GCS juga dapat digunakan untuk memprediksi outcome. Hipoksemia, asidosis, dan gangguan elektrolit merupakan faktor predisposisi komplikasi jantung.e'10
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: DivisiTropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
pendidikan
Divisi Pulmonologi, Divisi Psikosomatik, Divisi Gastroenterologi - Departemen Penyakit Dalam, Unit Perawatan ICU
a
RS non
pendidikan
Unit Perawatan ICU
REFERENSI
l. 2,
Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; InternoP ublishing; 2009. Hol Poisoning ond drug overdose Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 2012.Hol.
SL, Loscolzo J,
3.
Aordemo H, Meertens JHJM, Ligtenberg JJM, Peters-Polmon OM, Tulleken JE, Zijlstro JG. Orgonophosphorus pestlcide poisoning: coses ond developmenis. The Netherlonds Journol of Medicine 2008: 66 (a) : 149-153
4.
Korki P, Ansori JA, Bhondory S, Koirolo S. Cordioc ond electrocordiogrophicol monifestotions of ocute orgonophosphote poisoning. Singopore Med J 2004; 45(B): 385
5.
Eddlestone M, Buckley NA, Eyer P, Dowson AH. Monogement of ocute orgonophosphorus pesticide poisoning. Loncet 2008; 37119612): 597-607
6.
Roberts MD, Aoron CK. Monoging ocute orgonophosphorus pesticide poisoning. BMJ 2007:334: 629-34
7.
Eddleston M, Eyer P, Worek F, Juszczok E, Alder N, Mohomed F, et ol. Prolidoxime in ocute orgonophosphorus insectiside poisoning - o rondomised controlled triol. PLoS Med 2009;6(6)
8.
BojgorJ. Treotment ond prophyloxis of nerve ogent. Orgonophosphotes intoxicotion. Theropeutics phormocology ond clinicol toxicology 2OO9;l 3(3):hol 247-253
9.
Kong EJ, Seok SJ, Lee KH, Gil HW, Yong JO, Lee EY, et ol. Foctors for determining survivol in ocute orgonophosphorus poisoning. Koreon J lntern Med 2OO9;24:362-267
10. Conder B, Dur A, Yildiz M, Koyuncu F, Girisgin AS, Gul M, et ol. The prognostic volue of the glosgow como scole, serum ocetylcholinesterose ond leukocyte levels in ocute orgonophosphorus poisoning. Ann Soudi Med 2011;31(2):163-6
952
NTOKSIKASI OP AT
PENGERTIAN
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfanl
PATOFISIO[OGI Opiat akan berikatan dengan reseptor opiat pada sistem sarafpusat, menyebabkan
inhibisi jalur nyeri ascending, menyebabkan perubahan persepsi dan respons terhadap
stimulus nyeri. Opiat juga bekerja pada sistem neurotransmitter SSP lain seperti dopamine, GABA, dan glutamate, menyebabkan depresi SSP secara umum.2 PENDEKATAN DIAGNOSISI,2
Anomnesis Informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada
Pemeriksoon Fisik Perubahan status mental (somnolen, konfusi, stupol koma), miosis pupil, hipotensi, sinus bradikardia, bising usus menurun, kelemahan otot, depresi napas, apneu, koma,
kejang flebih sering karena overdosis propoksifen dan meperidinJ
Pemeriksoon Penunjong Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks Pemeriksoon Loin Penemuan needle track sign, respon cepat terhadap pemberian nalokson menunjang diagnosis intoksikasi opiat DIAGNOSIS BANDING I
ntoksikasi obat
se
datif: b arbiturat,
b enzo diazep in, etano
l.
1'2
IATALAKSANA
A,
Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C (airway, breathing, circulation) dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan dan proteksi jalan napas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan
sesuai kebutuhan.2's
B. Pemberian antidot nalokson 2'3'6 1,. Glukosa (Dswl, tiamin 100 mg dan nalokson 2 mg harus diberikan pada semua pasien dengan perubahan kesadaran dan ada kecurigaan keracunan.a
2.
Tanpa hipoventilasi: dosis awal nalokson 0,4 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan
3.
Dengan hipoventilasi: dosis awal nalokson 1-2 mg intravena pelan-pelan atau
diencerkan
4.
Bila tak ada respon, diberikan nalokson 7-2 mg intravena tiap 5 -L0 menit hingga
timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang,
5.
Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan
drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl
0,9olo
diberikan dalam
4-6 jam.
6. 7.
Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks Pertimbangan pemasangan pipa endo trakeal bila: pernapasan tak adekuat setelah
pemberian nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau
B.
hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik, bila diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada intoksikasi opiat oral
9. Activated charcoal
dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan
240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai L00 gram 10. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-10 mg dan dapat diulang
bila perlu Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.
KOMPTIKASI Pneumonitis aspirasi, gagal napas, edema paru
akut1,2
PROGNOSIS Dubia
UNII YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Infeksi Tropik - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
a
RS non
pendidikan
pendidikan
Divisi Psikosomatik, Divisi Pulmonologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Psikiatri, Departemen Anestesi/Unit Perawatan ICU Bagian Psikiatri
REFERENSI
l.
Grifflth CH. Hoellein AR. Feddock CA. Horrell HE. First Exposure to lnternol Medicine: Hospitol Medicine. Edisi. McGrow-Hill Componies:2007. Hol: 451-2
2.
Toxicology in odults. Dolom: Holl JB. Schmidt GA. Hogorth DK, penyunting. Criticol Core Medicine just the focts. Edisi. McGrow-Hill Componies; 2007. Lol:377
3.
Clorke SFJ, Dorgon Pl, Jones AL. Noloxone in opioid poisoning: wolking the tightrope. Emerg Med J 2005:22:612-616
4.
Poisoning ond drug overdose. Dolom: Longo DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, Houser SL, Loscolzo J,
penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. Mccrow-Hill
Componies; 2O12.Hol
5.
The Americon Heort Associotion. Guidelines 2005 for cordiopulmonory resuscitotion ond emergency cordiovosculor core. Circulotion. 2005; I l2(Suppl l): lVl-211
6.
Endo Phormoceuticols. Norcono(noloxone hydrochloride injection, Chodds Ford, PA;2003 Jul
USP)
prescribing informotion.
KERACUNAN
MAK
NAN
PENGERTIAN
Adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi
bakteri, toksin bakteri, parasit, virus, atau zat kimia.l-3 Yang dibahas di sini adalah keracunan makanan oleh bakteri atau toksin bakteri. PENDEKATAN DIAGNOSIS Halyang perlu ditanyakan adalah makanan yang dikonsumsi; periode waktu antara
konsumsi makanan dengan awitan gejala; gejala klinis yang dominan; jumlah orang yang mengonsumsi makanan dan berapa banyak yang menjadi sakit; cara penyiapan dan penyimpanan makanan yang dicurigai3 Tobel
l
Kerocunon Mokonon Akibol Bokleri'z'4
Kultur feses rutin
DIAGNOSIS BANDING Keracunan makanan akibat penyebab lain, gastroenteritis non-infeksi
IATATAKSANA Tobel 2. Tololoksono Kerocunon Mokonon Akibot Bokteri}s
957
Ieropi Suportif Mencokup
1. Rehidrasi, baik oral ataupun intravena flebih lengkap lihat di bab Diare Infeksi) 2. Koreksi gangguan elektrolit dan asam basa 3. Simtomatik: antiemetik 4. Ventilasi mekanik jika terjadi gagal napas (pada kasus botulisme) KOMPTIKASI
. . . .
Dehidrasi Gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa Perforasi, perdarahan dan sepsis (kasus
C,
perfringens tipe
C)
Gagal napas (kasus botulisme]
PROGNOSIS Sebagian sembuh sendiri. Mortalitas akibat
akibat
C.
C.
perfringens tipe
C
40%. Mortalitas
botulinum 10-460/o
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi, Divisi Gastroenterologi - Departemen
Penyakit Dalam
.
RS non
pendidikan
UNII IERKAIT . RS pendidikan
.
RS non
: Bagian Penyakit Dalam
: Bagian Mikrobiologi, ICU
pendidikan
REFERENSI
l.
Dolom: Sudoyo AW, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, penyunting. Buku ojor ilmu penyokit dolom. Edisi V. Jokorto; InternoPublishing; 2009. hol
2.
Acute infectious diorrheol diseoses ond bocteriol food poisoning. Dolom: Longo
3.
Gionnello RA. lnfectious enteritis ond proctocolitis ond bocteriol food poisoning. Dolom: Feldmon M, Friedmon LS, Brondt LJ, penyunting. Sleisenger ond fordtron's gostrointestinol ond liver diseose: pothophysiology/ diognosis/ monogement. Edisi lX Philodelphio: Sounders Elsevier. 2010
4. 5.
CDC. Diognosis ond monogement of foodborne ilnesses. MMWR 2004; 53(RR04): l-33
DL. Kosper DL. Jomeson JL, Fouci AS, HouserSL, Loscolzo J, penyunting. Horrison's principle of internol medicine. Edisi XVlll. McGrow-Hill Componies; 201 2. Nol.
Lowrence DT, Dobmeier SG, Bechtel LK, Holstege CP. Food poisoning. Emerg Med Clin N Am 2007; 25:357-373
MALARIA
PENGERTIANI.4
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus Plasmodium falsiparum, Pvivax, Povale, atal Pmalariqe, Pknowlesr.) yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia (eritrositik) atau jaringan fstadium ekstra (P.
eritrositik). Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (WHO 2010) PENDEKATAN DIAGNOSIS
.
Klinis :demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot, penurunan kesadaran.
.
Parasitologi: Sediaan Apus Darah Tepi (SADT) tebal dan tipis dijumpai parasit malaria
Tanda dan gejala klinis malaria sangat tidak spesifik. Secara klinis, kecurigaan malaria sebagian besar berdasarkan riwayat demam. Diagnosis berdasarkan gambaran
klinis sendiri memiliki spesifisitas yang sangat rendah dan dapat berakibat pada tatalaksana yang berlebihan.3 ANAMNESIS Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah endemis malaria, dan trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbulkeringatyangbanyalq pada daerah endemis malaria, trias malaria mungkin
tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama).1'2
Kriterio diognosis menurul lekomendosiWHO lohun 2010s . Pada daerah resiko rendah, diagnosis klinis malaria inkomplikatal sebaiknya berdasarkan kemungkinan terpapar malaria dan riwayat demam dalam 3 hari
.
terakhir tanpa ada tanda penyakit akut lain. Pada daerah resiko tinggi, diagnosis klinis sebaiknya berdasarkan keluhan demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia, yang pada anak-anak, telapak tangan yang pucat merupakan tanda yang sangat jelas.
Molorto tonpo komplikosididefinisikon sebogoi molorio simptomotik tonpo odonyo tondo molorio berot otou bukti klinis/loboroloris
odonyo disfungsi orgon vitol
5
Tobel l. Survoilons [oborolorium untuk Molorio menurul Voriosi Epidemiologis6
Pemeriksoon Fisik Demam >37,50C, konjungtiva atau telapak tangan pucat, sklera ikterik, hepato/ splenomegali.l'2'a's
Pemeriksoon Penunjong Sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium, serologi malaria (+).t,2,+'s
falciparum berat, kriteria diagnosis berdasarkan ditemukannya P falciporum stadium aseksual disertai satu atau lebih gejala klinis atau laboratorium berikut' 1'2,4,s Pada tersangka malaria
P.
Kriterio Diognosis
1.
Malaria Berat:
2.
Parasitologik
Malaria Ringan
960
Klinis
:
Klinis
ParasitologikIWHO,2010)
Gejolo Klinis
1. 2.
3. 4.
Gangguan kesadaran atau koma yang tidak dapat dibangunkan Prostrasi, contoh kelemahan menyeluruh (generalized weakness) sehingga pasien
tidak dapat duduk atau berjalan tanpa bantuan Tidak dapat makan (failure to feed) Kejang berulang
- lebih dari 2 episode dalam
24 jamsetelah pendinginan pada
hipertermia
5. 6.
Napas dalam, distres pernapasan (napas Kussmaul) Gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg pada dewasa dan <50 mmHg pada anak-anakdisertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1oC
7. 8. 9.
Ikterik disertai tanda disfungsi organ vital Hemoglobinuria Perdarahan spontan dan disertai abnormaldari hidung, gusi, saluran cerna, dan/ atau disertai gangguan koagulasi intravaskular
10. Edema paru fradiologis)/acute respiratory distress syndrome IARDS)
Loborotorium
1. Hipoglikemia (gula darah <2.2 mmol/L atau <40 mg/dL) 2. Asidosis metabolik (pH 7,25,plasma bikarbonat <15 mEq/L) 3. Anemia normositik berat pada keadaan hitung parasit >10.00O/ul(Hb
<5 gr/dL
atau Ht<15%)
4.
Hemoglobinuri amakroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena efek samping obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
5.
Hiperparasitemia (> 2o/o/L00 000/pl pada area transmisi rendah atau
5%o
atau
250 000/pl pada area transmisi tinggiJ
6. 7.
Hiperlaktatemia flaktat > 5 mmol/l) Gangguan ginjal (urin <4O0ml/24jam pada orang dewasa, atau <1.2m\/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin >3 mg/dl). B. Ditemukannya P Falciparum yang padat pada pembuluh darah kapiler jaringan otak apabila dilakukan otopsi Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat:2'a
1. Gangguan kesadaran 2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan) 3. Hiperparasitemia >5%o pada daerah hipoendemrs atau daerah tak stabil malaria 4. Ikterus [bilirubin >3 mg/dl) 5. Hiperpireksia [suhu rektal >40"C)
Krilerio Diognosis2.s
1,
Konfirmasi ditemukannya parasit malaria dibawah mikroskop atau alternatif lainnya dengan rapid diagnostrc tesf (RDTJ dianjurkan bagi semua pasien tersangka
malaria sebelum dimulainya pengobatan.
2.
Tatalaksana hanya berdasarkan kecurigaan klinis sebaiknya hanya dipertimbangkan
apabila diagnosis parasitologis tidak tersedia.
Pemeriksoon Penunjong Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, gula darah, urin lengkap, AGD, elektrolit, hemostasis, foto toraks, EKG.1,2'4,s DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, Ieptospirosis, meningoensefalitis.2'a
s
TATAtAKSANA2,4,5
A. Pengobolon molorio lonpo komplikosi 1. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks Metode pengobatan saat ini: Dihid roartemisin-Primakuin (DHP)/Artesunat-Amodiakuin + Primakuin
.
Pengobatan malaria falsiparum: Pada malaria tipe ini, metode pengobatan yang diberikan adalah: ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,7Smg/kgBB pada hari
pertama saja Dosis obat diberikan sesuai dengan berat badan atau kelompok umur penderita
(lihat Tabel Tobel
l.
1,
dan 2).
Pengoboton dengon DHP don Primokuin
DHP
3
I
ATAU
962
4 3
1
Tobel 2. Pengobolon dengon Arlesunot+Amodiokuin don primokuin
IJ
a
2
.
Pengobatan malaria vivaks:
Pada malaria tipe ini, metode pengobatan yang diberikan adalah:
kali/hariselama 3 hari + Primakuin 0,2Smg/kgBB selama 14 hari Dosis pengobatan malaria vivaks juga diberikan sesuai dengan berat badan atau kelompok umur penderita (Tabel 3 dan 4). ACT L
Tobel 3. Pengobolon dengon DHP don Primokuin
v,
3
1V,
ATAU Tobel 4. Pengobolon dengon Arlesunot+Amodiokuin don Primokuin
3 I
l-14
.
Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh): Dugaan relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan pasien sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan. Pada kasus seperti ini regimen yang diberikan adalah ACT
lkali/
hari selama 3 hari ditambah dengan primakuin yang ditingkatkan menjadi
2.
0,5mg/kgBB. Pengobatan malaria ovale Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT (DHP atau kombinasi Artesunat+Amodiakuin) dengan dosis pemberian obat yang sama dengan untuk malaria vivaks.
3.
4.
Pengobatan malaria malariae Pengobatan Pmalariae cukup dengan pemberian ACT lkali/hari selama 3 hari dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin. Pengobatan infeksi campur P.faciparum + Pvivaks/Povale Metode pengobatan yang digunakan adalah: ACT 1 kali/hari selama 3 hari + Primakuin 0,2Smg/kgBB selama L4 hari pada ini disesuaikan berdasarkan berat badan atau kasus seperti obat Pemberian kelompok umur penderita [Tabel 5 dan 6).
Iobel 5. Pengoboton dengon
DHP
don Primokuin
2
ATAU Tobel 6. Pengobolon dengon Arlesunol+Amodiokuin don Primokuin
t-3 ,h
Dosis
obot: Artesunot: 4mSlkSBB don Amodiokuin boso: lOmg/kgBB
Cototon
.
Apobiloodoketidoksesuoionontoroumurdonberolbodon(podolobelpengoboton),mokodosisyongdipokoiberdosorkon
.
berot bodon Untuk onok dengon obesiios, gunokon dosis berdosorkon berot bodon ideol
B. Pengoboton molorio podo ibu homil Metode pengobatan pada ibu hamil prinsipnya sama dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pemberian obat malaria disesuaikan berdasaran umur kehamilan. ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester dan Primakuin tidak boleh diberikan sama sekali pada ibu hamil. Tobel 7. Pengoboton molorio folsiporum
964
1
Tobel
L Pengobolon molorio vivoks
Dosis klindomisin lomg/kgBB diberikon 2 koli sehori
C. Pengoboton molorio berot 1,. Pengobatan di puskesmas/klinik non-perawatan
. . 2.
Berikan artemeter intramuskular 3,2mg/kgBB. Rujuk ke fasilitas dengan rawat inap.
Pengobatan di puskesmas/kliik perawatan/rumah sakit
.
Pilihan pertama: Artesunat intravena
-
Dosis: Z,4mg/kgBB sebanyak 3 kali [jam ke 0,L2,24) dilanjutkan dengan
dosis yang sama setiap 24jam sehari sampai penderita mampu minum obat. Apabila penderita sudah bisa minum obat, berikan ACT 3hari dan Primakuin [sesuai jenis plamodiumnya).
-
Kemasan dan cara pemberian: Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat
1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5o/o
.
atau NaCl 0,9% sebanyak 5ml sehingga didapat konsentrasi
60mg/6ml
[10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-lahan. Alternatif:Artemeterintramuskular
-
Dosis: 3,2 mg/kgBB pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 1,6mg/kgBB
satu kali sehari sampai penerita mampu minum obat. Apabila penderita sudah bisa minum obat, berikan ACT 3hari
dan
Primakuin [sesuai
jenis plamodiumnya).
-
Kemasan dan cara pemberian:Artemeter diberikan secara intramuskular. Obat
ini tersedia dalam ampul yang berisi B0mg artemeter dalam larutan minyak.
. A]tq[atif ]ain: Kina drip - Dosis pemberian kina pada dewasa: . Loading dose:2\mg/kgBB dilarutkan dalam 500m1 Dextrose
5%o
atau
NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama.
. .
4 jam kedua hanya diberikan cairan Dextrose 50lo atau NaCl 0,9%.
4 )am berikutnya diberikan kina dengan dosis rumatan 1Omg/kgBB dalam Iarutan 500m1 Dextrose
5%o
atau NaCI0,9%.
. .
4 jam selanjutnya hanya diberikan cairan Dextrose 5o/o atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti diatas sampai penderita
dapat minum kina per-oral.
.
Bila sudah dapat minum obat, pemberian kina IV diganti dengan kina
tablet per-oral dengan dosis 10mg/kgBB/kali diberikan tiap B jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari
dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama. Dosis pemberian kina pada anak: Kina HCI 25% perinfus dosis 10mg/kgBB (bila umur <2bulan: 6-8mg/ kgBB) diencerkan dengan Dextrose
5o/o
atal NaCl 0,9% sebanyak 5-1,0cc/
kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat
minum obat. Kemasan: Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampul berisi 500mg/ZmL
Catatan:
.
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
.
Dosis kina maksimum dewasa: 2000mg/hari.
D. Pengobolon molorio berot podo ibu homil Pengoboton molorio berot untuk ibu homil dilokukon dengon memberikon kino HCI drip introveno podo trimester I don ortesunot/ortemeter injeksi untuk trimester 2 don 3 PEMANTAUAN PENGOBATAN Hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit pada H1 50% H0 dan H3 <25o/o H0. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali pemeriksaan berturut-tu1s1.2,4's PENCEGAHAN2,4,5 WHO menetapkan langkah ABCD untuk pencegahan malaria, yakni dengan:
A.
Aworeness (Pengetohuon)
Mengetahui segala hal yang berisiko untuk terkena malaria, habitat nyamuk Anopheles, sadari masa inkubasi dan gejala utamanya.
966
B.
Bile prevenfion (Pencegohon gigiton nyomuk)
.
Hindari gigitan nyamuk terutama menjelang senja hingga fajar dengan cara: - Membatasi aktivtas luar saat menjelang senja hingga fajar.
-
Memakai pakaian yang sesuai, misalnya dengan memakai baju lengan panjang dan celana panjang.
-
Tutup jendela dan pintu rapat-rapat atau menggunakan kelambu yang menggunakan insektisida.
-
M
enggu nakan sp ray atau losio n anti nyamuk yang me ngan dung
d i ethy
I
tolua m i d e
(DEEr)
.
Bersihkan daerah-daerah yang memungkinka untuk menjadi sarang nyamuk:
-
Menutup rapat tempat penampungan arr. Menguras bak mandi dan membuang/mengganti genangan-genangan air secara rutin.
-
Mengubur kaleng bekas atau wadah kosong ke dalam tanah.
C. Chemo prophyloxis (Kemoprofi loksis) Doksisiklin: diberikan 1-2hari sebelum keberangkatan, diminum pada waktu yang sama pada setiap harinya, sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Obat ini tidak boleh diberikan kepada anak-anak
.
Dosis dewasa: 1x100mg Dosis anak >B tahun: 2mg/kgBB/hari, maksimum 100mg
Untuk daerah dengan infeksi P.vivax: Primakuin dengan cara pemberian yang sama dengan pemberian obat malaron. Obat ini tidakboleh diberikan pada pasien defisiensi G6PD, ibu hamil dan menyusui (kecuali bayi yang disusui mempunyai bukti dokumen dengan level G6PD yang normal).
-
Dosis dewasa: primakuin basa 1x3Omg
Dosis anak: primakuin basa 0,5mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari, dikonsumsi saat makan.
.
Sebagai terapi anti relaps pada infeksi P.vivax dan P.ovale:
Primakuin diberikan pada orang-orang yang telah terkena eksposur yang lama terhadap P.vivax dan P.ovale,Obat ini diberikan selama L4 hari setelah meninggalkan daerah endemis malaria dan tidak boleh diberikan pada pasien defisiensi G6PD, ibu hamil dan menyusui (kecuali bayi yang disusui mempunyai bukti dokumen dengan level G6PD yang normal). - Dosis dewasa: primakuin basa Lx3Omg - Dosis anak: primakuin basa 0,5mg/kgBB/hari, maksimum 30mg/hari
967
D. Diognosis
.
Segera dapatkan diagnosis dan terapi apabila mengalami gejala malaria yang
muncul
1 minggu setelah memasuki daerah rawan
malaria sampai
3
bulan setelah
meninggalkan daerah tersebut. KOMPTIKASI Malaria berat, renjatan, gagal napas , gagal ginjal akut.1'2'4's Pada kehamilan, dapat
menimbulkan abortus spontan, pertumbuhan janin terhambat (IUGR), BBLR, malaria kongenital (<5% pada bayi dari ibu terinfeksi), malaria berat pada ibu, kematian ibu dan janin.T
PROGNOSISI,2,4
. .
Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam. Malaria berat: dubia ad malam. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. Apabila tidak ditanggulangi, dilaporkan bahwa mortalitas pada anak-anak 15%, dewasa 20o/o,danpada kehamilan meningkat
sampai 50%. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah
968
50ol0, kegagalan
4 fungsi organ atau Iebih adalah 75o/o. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu - Kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas < L %o - Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > L o/o - Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 o/o :
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi - Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
.
RS
a
RS non
Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Pulmonologi - Departemen Penyakit Dalam dan Departemen Neurologi, ICU Bagian Neurologi
pendidikan pendidikan
REFERENSI
l. Whlte NJ, Bremon
Molorio Introduction.In:Kosper, Brounwold, Fouciet ol. Medicine vol I I 7 th ed. McGrowhill. 2OO9: 1280-1293 2. Horijonto PN. Molorio. Dolom: Sudoyo K, Setiyohodi B, et ol., ed. Buku Ajor llmu Penyokit JG.
Horrison's Principles of Internol
Dolom.
Edisi
ke-4. Jokorto: Pusot Penerbiton llmu Penyokit Dolom Fokultos Kedokteron
Universitos lndonesio; 2006:
3
1 7
32-\
7
44.
Treimon M, Worberg J. Chopter 33: lnfectious Diseoses. ln: Pouiev PE, Textbook in Medicol Physiology ond Pothophysiology: Essentiols ond clinicol problems
Copenhogen Medicol
Publishers. 1999-2000. Chopter 33.
4.
Buku soku
5. 6.
Pedomon Penotoloksonoon Molorio di Indonesio. Deportemen Kesehoton Rl. 2008 WHO. Guidelines for the treotment of Molorio. 2nd Edition. 2010. Diunduh dori http:/ / whqlibdoc.who.int,/publicotions,/2010/9789241 547925 eng.pdf podotonggol 26April
penotoloksonoon kosus molorio. Ditjen Pengendolion Penyokit don Penyehoton Lingkungon Kementrion Kesehoton Rl. 2012
2012. 7
.
8.
WHO Expert Committee on Molorio. Twentieth 2000 in WHO Technicol Report Series, No. 892.
report. Genevo, World Heolth Orgonizotion,
Morchesini P, Crowley J. Reducing the burden of molorio in pregnoncy. Roll Bock Molorio Deportment. Genevo, World Heolth Orgonizotion,2004. Dlunduh dorihttp:,/,/www.
who.intlmolorio,/ publicalions/otoz/ merojon2003.pdf podo tonggol I Mei
2012.
969
PENATALAKSANAAN G G TAN ULAR
PENGERTIAN Merupakan penyakit akibat gigitan ular. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke dalam 4 famili utama yaitu Famili Elapidae (ular sendok, ular
wereg), Famili Viperidae (ular tanah, ular hijau), Famili Hydrophidae (ular lautJ, dan
Famili Colubridae (ular pohon). Ciri-ciri ular tidak berbisa yaitu bentuk kepala segi empat panjang, gigi taring kecil, bekas gigitan berupa luka halus berbentuk lengkungan. Sedangkan ciri-ciri ular berbisa yitu kepala segi tiga, dua gigi taring besar di rahang atas, dua luka gigitan akibat gigi taring.
1
Sedangkan berdasarkan dampak yang ditimbulkan yang banyak di Indonesia yaitu:1
.
Hematotoksik:menyebabkan perdarahan spontan dan kerusakan endotel [racun prokoagulan memicu kaskade pembekuan)
.
Neurotoksik: neurotoksin pasca sinaps seperti a-bungarotoxindan dan cobratoxin terikat pada reseptor asetilkolin pada motor end-plate, sedangkan neurotoksin prasinaps seperti p-bungarotoxin, crotoxin, taipoxin, dan notexln merupakan fosfolipase A-2yangmencegah pelepasan asetilkolin padaneuromuscular junction.
MANIFESTASI K[INIS',2
.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis Idalam 30 menit-24 jam)
.
Gejala sistemik: hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
.
Gejala khusus gigitan ular berbisa:
-
Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit, hemoptoe, hematuria,
koagulasi intravascular diseminata (KID)
-
Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring, refleks abnormal, kejang, koma. Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda 5P (pain, pallor, p
aresthe sia,
p
araly
sis, pul
se
sl e sn e ss).
Tobel
l.
Klosifikosi Gigiton Ulor Menurul Schworlz3
+
+l-
jom
0
3-l2cm ll2jom
0
< 3 cm /12
+l-
+
+
+
+++
12-25
+
+
+++
> 25
+++
+
+++
cm llAom cm/
12
jom
>ekstremitos
Neurotoksik, muol, pusing, syok Petekie, syok, ekimosis
Gogol ginjol okut, komo. perdorohon
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anomnesis Identitas individu, waktu dan tempat kejadian, memastikan bahwa benar digigit oleh ular, jenis, dan ukuran ula4 riwayat penyakit sebelumnya. Perlu ditanyakan lokasi yang tergigit, jarak dan waktu dari tergigit sampai ke pusat kesehatan, keberadaan
ular tersebut saat ini apakah sudah mati dan dibawa hal ini dapat mempermudah mengetahui jenis spesies. Menanyakan bagaimana keadaan pasien saat ini, apakah ada yang dirasakan nyeri, apakah pasien cenderung mengantuk.2
Pemeriksqon Fisik Pemeriksaan meliputi status umum dan lokal, serta perkembangannya setiap 12 jam.
Pemeriksoon Slotus Lokol podo Bekos Gigiton Luasnya pembengkakan, nyeri tekan, pembesaran getah bening, ekimosis, suhu kulit apakah dingin, pergerakan bebas atau terbatas dan palpasi nadi arteri. Hal ini untuk mencari adakah tanda-tanda trombosis intravascular atau sindrom kompartemen. fika memungkinkan dapat dilakukan pengukuran tekanan dalam kompartemen, aliran darah, dan patensi arteri maupun vena [menggunakan Doppler ultrasound). Mencari tanda-tanda nekrosis seperti blister; warna kulit menghitam atau pucat, sensorik menurun.2
Pemeriksoon Slotus Umum Memeriksa tekanan darah pasien saat duduk dan tiduran untuk menilai adakah
hipotensi postural yang mengarah ke hipovolemia; mengukur denyut jantung. Pemeriksaan seluruh tubuh untuk melihat adanya ptekie, purpura, ekimosis konjungtiva, kemosis, perdarahan gusi, epistaksis. Nyeri tekan abdomen perlu dicurigai
adanya perdarahan saluran cerna atau retroperitoneal. Nyeri punggung bawah dapat mengarah ke iskemia ginjal akut. Jika ada gangguan neurologis seperti pupil anisokot kejang, atau gangguan kesadaran; perlu dibuktikan apakah ada perdarahan
intrakranial.2
Pemeriksoon Penunjongt
. . . .
Laboratorium: Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protrombin, fibrinogen, APTT D-dimer, uji faal hepari golongan darah dan uji cocok silang. Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria EKG
Foto dada
DIAGNOSIS BANDING Gigitan hewan lain seperti binatang laut, sengatan lebah2 IATALAKSANA
1.
Penatalaksaan sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan yaitu:1'2'a
. o .
Penderita diistarahatkan dalam posisi horisontal terhadap luka gigitan Jangan memanipulasi daerah gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alkohol.
.
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit setelah gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe, bukan menahan aliran vena atau arteri,
2.
Penatalaksanaan setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif:1'2'a
.
Penatalaksanaan jalan napas, fungsi pernapasan, sirkulasi (beri infus cairan
.
kristaloid) Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas di atas luka, imobilisasi dengan bidai
.
Cekpemeriksaan laboratorium: ambil 5-10 ml darah untukpemeriksaanwaktu protrombin, APTT D-Dimer; fibrinogen, Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea, elektrolit (terutama kalium), CK. fika waktu pembekuan > 10 menit
menunjukkan kemungkinan adanya kogulopati.
. 972
Apus tempat gigitan dengan venom detection.
a
Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular; merupakan serum kuda yang dikebalkan) polivalen 1 ml.
-
Indikasi: adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka.
-
Kontraindikasi: tidak ada kontraindikasi absolut. Perhatian diberikan pada individu yang mempunyai riwayat alergi terhadap serum kuda atau domba, seperti pada anti tetanus serum, anti rabies serum. Serta pada individu yang mempunyai riwayat dermatitis atopi, misalnya asma berat; atau diperkirakan akan mengalami reaksi berat. Pada kasus seperti ini, pemberian antivenom ditunda sampai muncul gejala sistemik.
-
Cara pemberian: 2 vial [@ 5 ml) dalam 500 ml NaCl0.9% atau Dekstrosa 5%
diberikan melalui intravena dengan kecepatan 40-80 tetes/menit. Jumlah maksimal 100 ml (20 vial). Tidak boleh diberikan secara infiltrasi pada luka.
Pedomon teropiSABU berdosorkon Schwortz don Woyt,3
.
Derajat 0 dan
I :
tidak memerlukan SABU, evaluasi dalam 12 jam,jika ditemukan peningkatan derajat maka diberikan SABU
. . .
II Derajat III Derajat IV Derajat
: : :
3-4 vial SABU 5-15 vial
berikan penambahan 6-8 vial SABU
Pedomon leropiSABU berdosorkon luck I . Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit . Pedoman terapi SABU menurut Luck berdasarkan derajat gigitan Tobel 2. Pedomon teropi SABU menurul Luck3
a
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian antivenom.l
-
fika koagulopati tidak membaik yang ditandai dengan fibrinogen tidak meningkat dan waktu pembekuan darah tetap memanjang, maka ulangi pemberian SABU Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya.
973
-
Jika koagulasi membaik yang ditandai dengan peningkatan fibrinogen dan penurunan waktu pembekuan, maka monitor ketat diteruskan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor dilakukan hingga
2x24 jam untuk mendeteksi koagulasi berulang. Pada penderita yang digigit
ular dari spesies Vipiridae hendaknya tidak menjalani operasi minimal
2
minggu setelah gigitan o
Terapi suportif lainnya pada keadaan:
-
1,
Gangguan koagulasi berat: berikan plasma/resh-frozen dan antivenom
Perdarahan: beri transfusi darag segar atau komponen darah, fibrinogen,
vitamin K, transfusi trombosit
-
Hipotensi: beri infus cairan kristaloid Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan lokal setiap jam dengan ukuran lilitan lengan atau anggota badan
-
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi Gangguan neurotoksik: beri sulfas atropin 0.6 mg IV, diikuti edrophonium: 10 mg IV [children,0.25 mg/kg) atau neostigmin 1.5-2.0 mg IM (asetilkolinesterase). f
ika ada perbaikan dalam 5 menit, neostigmin dapat dilanjutkan dengan dosis
0.5 mg setiap 30 menit sesuai indikasi, dilanjutkan pemberian sulfas atropin 0.6 mg selam 8;am melalui infus.
o
Beri tetanus profilaksis jika diperlukan. Analgetik: aspirin atau kodein, jangan memberikan obat narkotik depresan.
Terapi profi laksi
-
s
1,2,4
Antibiotika spektrum luas. Kuman yang banyak dijumpai adalah Paeroginosa, Proteus sp., Clostridium sp., B. fragilis
-
Ampisillin/sulbaktam 1.5-3.0 gram IV setiap 6 jam. Klindamisin 2 x 150-300 mg PO ditambah TMP-SMX (2x1 tablet PO) atau siprofloksasin 2x500 mg PO.
-
Berikan tetanus toksoid Pemberian serum anti tetanus sesuai indikasi.
KOMPLIKASI'
. . . . . 974
Kehilangan permanen fungsi ekstremitas yang terkena gigitan
Hipotensi dan syok Gagal ginjal akut Gangguan pembekuan darah
Sindrom kompartemen
PROGNOSIS Angka kematian karena gigitan ular berbisa rendah pada area yang dekat dengan pusat kesehatan dan tersedianya antivenom. Pada individu yang mendapat antivenom,
kematian hanya terjadi
<1%o kasus.
a
UNIT YANG MENANGANI
. .
RS
pendidikan
RS non
: Divisi InfeksiTropik - Departemen Penyakit Dalam
pendidrkan : Bagian Penyakit Dalam
UNIT YANG IERKAIT
.
RS
o
RS non
pendidikan
Bagian Parasitologi, Departemen, Bedah, Departemen Rehabilitasi Medik
pendidikan
REFERENSI
1.
Djoni D. Penotoloksonoon Gigiton Ulor Berbiso. Buku ojor llmu Penyokit Dolom. Edisi lV jilid l. Jokorto: Pusot Penerbiton llmu Penyokii Dolom; 2006: Hol 210-212.
2.
Worrell Dovid A. WHO: Guideline for the monogement of snoke-bites 2010. Diunduh dori hitp://www.seoro.who.inl/LinkFiles/BCT_snoke_bite_guidelines.pdf podo tonggol2 Mei 2012.
3.
Depkes. 2001 . Penotoloksonoon gigiton ulor berbiso. Dolom SlKer. Ditjen POM Depkes Rl. Pedomon
penotoloksonoon kerocunon untuk Rumoh Soit: 253-259.
4.
coused by reptile bites ond morine onlmol exposures: Introduction. Honison's Principles of lnternol Medicine l8rh edition.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.2008 Norris Robert L. Disorders
975
PENGGUNAAN ANTIB OTIKA RAS ONAI Pertimbangan penting dalam memberikan antibiotik rasional mencakup:1'2
1. Indikasi yang tepat sesuai dengan pertimbangan medis. 2. Obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien dan memperhitungkan
efektifitas,
keamanan, dan biaya.
3. Dosis obat, cara administrasi, dan durasi terapi yang tepat. 4. Pasien yang tepat, yaitu tanpa adanya kontraindikasi dan dengan
kemungkinan
efek samping yang minimal.
5.
Pemberian obat yang tepat, termasuk pemberian informasi terkait mengenai obat
tersebut.
6.
Ketaatan pasien terhadap terapi.
MEMITIH DAN MEMULAI TERAPI ANTIBIOTIK
t.
Diagnosis Penyakit Infeksi yang Tepat Diagnosis penyakit infeksi ditegakkan dengan menentukan lokasi infeksi, status pejamu [imunokompromais, diabetes, atau usia lanjutJ, dan menetapkan diagnosis
2.
mikrobiologi. Untuk mengoptimalkan diagnosis, spesimen diagnostik harus diambil dengan benar dan dikirimkan ke laboratorium mikrobiologi, sebaiknya sebelum pemberian terapi antibiotik.2 Waktu untuk Memulai Terapi Antibiotik Waktu untuk terapi awal tergantung pada urgensi situasi. Pada pasien kritis, seperti syok septik, netropenia febris, dan pasien dengan meningitis bakteri, terapi
empirik harus diberikan segera sesudah atau bersamaan dengan pengambilan spesimen diagnostik. Pada kondisi klinis yang lebih stabil, terapi dapat ditunda sampai spesimen diagnostik telah diambil, sebagai contoh endokarditis bakterial subakut, dan osteomielitis vertebral.
3.
Terapi Empirik vs Terapi Definitif Karena hasil kultur resistensi mikrobologi belum tersedia dalam 24-72 jam,terapi awal
untuk infeksi adalah terapi empirik. Terapiyang inadekuat pada pasien kritis di rawat inap terkait dengan outcome yang buruk, peningkatan morbiditas dan mortilitas, dan juga peningkatan length of stay. Antlbiotik empirikawal yang dipilih biasanya antibiotik
spektrum-luas (atau antibiotik kombinasi) dengan tujuan untuk mencakup patogen
multipel yang paling mungkin menginfeksi, dengan mempertimbangkan apakah infeksinya didapat dari komunitas atau nosokomial. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan pola kuman rumah sakit setempat, lokasi infeksi, serta uji klinis, Rejimen
antibiotik sebaiknya mengikuti pedoman penggunaan antibiotik IPPAB) setempat kecuali ada pertimbangan khusus, antara lain riwayat memakai antibiotik yang sama dalam waktu dekat, sudah ada hasil kultur yang resisten terhadap antibiotik tersebut, serta alergi terhadap antibiotik tersebut.
Setelah hasil mikrobiologi keluar, terapi untuk infeksi merupakan terapi definitif. Pemberian antibiotik definitif ini mengikuti hasil kultur resistensi pada spesimen yang didapatkan sesuai lokasi infeksi, dengan perhatian khusus yaitu mempertimbangkan pola kultur dari sumber infeksiyang paling berat, dan waspada
kolonisasi atau flora normal. Antibiotik yang dipilih harus merupakan drug of choice bakteri yang diisolasi, dengan spektrum paling sempit dan diutamakan monoterapi. Jika kuman resisten, optimalisasi dilakukan dengan dosis yang lebih besar atau terapi kombinasi.
4.
Strategi eskalasi vs strategi de-eskalasi Strategi eskalasi adalah strategi terapi awal dengan satu antibiotik. fika pendekatan ini gagal setelah 72 jam, digunakan antibiotik yang lebih poten. Terapi eskalasi
dilakukan dengan pertimbangan spektrum antibiotikyang digunakan sebelumnya; jika spektrum antibiotik yang sebelumnya sudah luas, gunakan antibiotik dengan spektrum yang Iebih luas dari antibiotik tersebut. Strategi ini umumnya digunakan pada infeksi ringan.
Strategi menggunakan terapi kombinasi antibiotik empirik spektrum luas kemudian setelah hasil kultur resistensi keluar, dilakukan pengurangan jumlah antibiotik dan penyempitan spektrum disebut terapi de-eskalasi. Terapi de-eskalasi umumnya dilakukan pada pasien kritis atau sepsis, dan jika lokasi infeksi berisiko tinggi dan memiliki dampak besar jika terapi gagal [contoh: infeksi pada sendi, prostesis, mata, dan meningoensefalitis). Antibiotik yang paling sering dideeskalasi adalah aminoglikosida.
5.
Interpretasi Hasil Kultur Resistensi Data hasil kultur resistensi dilaporkan dalam bentuk minimum inhibitory concentration (MIC) dan diinterpretasikan laboratorium sebagai "sensitif", "resisten", atau "intermediet". Hasil ini memiliki beberapa keterbatasan. Yang pertama, klinisi dan petugas lab harus waspada terhadap lokasi infeksi karena suatu antibiotik, walaupun sensitif secara in vitro, belum tentu mencapai
977
konsentrasi terapeutik pada lokasi infeksi tertentu. Kemudian, beberapa bakteri
6.
memiliki enzim yang ketika diekspresikan secara in vivo, dapat menginaktivasi antibiotik yang sensitif secara in vitro. Terapi Bakterisidal vs Terapi Bakteriostatik Antibiotik bakterisidal lebih dipilih pada kasus infeksi berat seperti endokarditis dan meningitis untuk cepat mencapai kesembuhan (lihat Tabel 1) Tobel
l. Conloh Golongon Anlibiotik Boklerisidol don
Bokleriostolik26
Cotolon: pembogion ini tidok obsolul. beberopo ogen boklerisidol 'terhodop mikroorgon- isme tertentu dopot bersifol bok'terostotik lerhodop bokteri loinnyo don seboliknyo
7.
Penggunaan
Antibiotik Kombinasi
Walapun monoterapi lebih dipilih, kombinasi 2 atau lebih antibiotik dibutuhkan pada beberapa keadaan:
a.
Ketika antibiotik menunjukkan aktivitas sinergistik
Kombinasi antibiotik B-laktam tertentu dan aminoglikosida menunjukkan aktivitas sinergistik terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif dan digunakan pada infeksi berat. Pada streptokokus tertentu, kombinasi sinergistik yang sama juga dapat memperpendek durasi terapi antibiotik.
b.
Ketika pasien kritis membutuhkan terapi empirik sebelum hasil kultur resistensi keluar Kombinasi antibiotik digunakan sebagai terapi empirik pada infeksi nosokomial yang sering disebabkan multi-drug resistant organisms (MDRO).
c. Untuk memperluas spektrum antibiotik pada infeksi polimikrobial d. Untuk mencegah munculnya resistensi Penggunaan terapi kombinasi dapat memberikan kesempatan yang lebih tinggi
untuk setidaknya satu antibiotik akan efektif, sehingga mencegah munculnya populasi mutan resisten.
B. Faktor Penjamu yang Dipertimbangkan
a. Fungsi ginjal dan hati b. Usia c. Variasi genetik
pada Pemilihan Antibiotik
d. e. f. 9.
Kehamilan dan laktasi Riwayat alergi atau intoleransi Riwayat penggunaan antibiotik dalam waktu dekat
Terapi Oral vs Terapi Intravena
Pasien umumnya menggunakan terapi intravena berdasarkan keparahan penyakitnya. Pasien dengan infeksi ringan-sedang yang dirawat dan memiliki fungsi saluran pencernaan normal dapat diberikan terapi oral. Pasien yang awalnya mendapat terapi intravena juga dapat diganti ke terapi oral jika sudah stabil secara
klinis. 1
0. Karakteristik Farmakodinamik
Karakteristik farmakodinamik yang penting dipahami adalah konsep frmedependent dan concentration-dependent killing. Antibiotik dengan aktivitas timedependent (contoh: p-laktam dan vankomisin) lebih baik diberikan secara infus
kontinu atau frekuensi pemberian yang sering. Sedangkan antibiotik dengan aktivitas concentration-dependenf (contoh: aminoglikosida, fluorokuinolon, metronidazol, dan daptomisin) lebih mengutamakan konsentrasi serum "puncak" daripada frekuensi pemberian. 11. Efikasi pada Lokasi Infeksi Efikasi antibiotik juga bergantung pada kapasitasnya untuk mencapai konsentrasi
yang sama dengan atau di atas MIC pada lokasi infeksi. Pada beberapa lokasi, konsentrasi antibiotik sering lebih rendah daripada konsentrasi di serum. 12. Pemilihan Antibiotik pada Terapi Antibiotik Parenteral Pasien Rawat falan Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah:
a. b.
Antibiotik dengan frekuensi pemberian yang lebih jarang lebih dipilih Antibiotik harus memiliki stabilitas kimia dan harus stabil selama sekitar 24 jam setelah mixing
c. Antibiotik dengan toksisitas minimal lebih dipilih d. Harus dipertimbangkan pemberian antibiotik oral 5.
Therapeutic Drug Monitoring Pemantauan konsentrasi serum diperlukan pada antibiotik dengan therapeutic index
sempit.
PERTIMBANGAN UNTUK METANJUIKAN TERAPI ANTIBIOTIK
1.
Durasi Terapi Antibiotik
Antibiotik diberikan dengan durasi sesingkat mungkin, sesuai dengan
PPAB
dan uji klinis. Durasi yang lebih lama diperlukan pada infeksi sistem saraf pusat
979
(SSP), prostesi dan infeksi vaskular. Pemberian
antibiotik yang terlalu lama akan
meningkatkan resistensi dan menurunkan efikasi.
2.
Pengkajian Respons Terapi Respon terapi dapat dinilai dengan parameter klinis dan mikrobiologi. Parameter
klinis mencakup gejala dan tanda, nilai laboratorium, dan temuan radiologik. Parameter mikrobiologi antara lain hilangnya bakteremia.
3.
Efek Samping Efek samping yang dapat timbul antara lain:
a.
Efek langsung
b.
Alergi Toksisitas
Interaksi obat Kegagalan terapeutik
Efek tidak langsung
-
Efek terhadap flora komensal: infeksi Clostridium difficile, meningkatnya
kemungkinan terinfeksi oleh MDRO
-
Efek terhadap flora lingkungan
REFERENSI
l.
World Heolth Orgonizotion. Monoging for rotionol medicine use. Monogement Sciences for Heolth. 2012. Chopter 27, p27.1-27.6.
2.
Leekho S, Tenell CL, Edson RS. Generol principles of ontimicrobiol theropy. Moyo Clin Proc 201 l; 86 (2): 1 56-1 67
3.
Morel J, Cosoetto J, Jospe R, Aubert G, Terrono R, Dumont A, et ol. De-escolotion os port of o globol strotegy of empiric ontibiotheropy monogement: o retrospective study in o medico-surgicol intensive core unit. Criticol Core 20l0; 14:R225
4.
Mouton JW, Ambrose PG, Conton R, Drusono GL, Horborth S, MocGowon A, et ol. Conserving ontibiotics for the future: new woys to use old ond new drugs from o phormocokineticond phormocodynomic perspective. Drug Resistonce Updotes 2O1 1 : 1 4: 107 -1 17
5.
Rodloff AC, Goldstein EJC, Tones A. Two decodes of imipenem theropy. Journol of Antimicrobiol
Chemotheropy 2006: 58:9 1 6-929
6.
Kohonski MA, Dwyer DJ, Collins JJ. How ontibiotics kill
Microbiol 20l 0; 8(6) :423-35
980
bocterio:from torgets to networks. Not Rev
RABIES
PENGERTIAN Rabies adalah infeksi virus akut dari sistem saraf pusat (SSP) yang ditransmisikan
dari hewan yang terinfeksi ke manusia dan dapat bermanifestasi sebagai ensefalitis bahkan dapat menyebabkan koma dan kematian.l
ETtOtOGt Infeksi disebabkan virus rabies yang termasuk dalam genus Lyssavirus danfamili Rhabdoviridae. Virus menular melalui gigitan hewan yang tertular, seperti anjing yang
merupakan reservoir pertama dan vektor untuk rabies.l MANIFESTASI KTINIS Tobel L Monifestosi klinisr I
-3
bulon
Tidok odo
1-7 hori
t
Pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS): bisa ditemui peningkatan ringan sel mononuklear; peningkatan kadar protein, dan pleositosis. Pleositosis berat ( > 1000 sel/pl ) sangat jarang ditemui dan harus dicari penyebab lain. Infeksi virus rabies dicurigai jika ditemukan antibodi spesifik virus rabies pada
CSS.
a
Isolasi Virus: dari saliva,
a
CT Scan kepala: umumnya normal pada kasus rabies.
a
MRI kepala: abnormalitas pada batang otak dan area lain, tetapi sangat bervariasi.
a
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR): mendeteksi RNA virus
CSS,
atau serum.
rabies dan membedakan variasi virus. Dapat ditemukan pada saliva,
CSS,
dan jaringan
a
Pemeriksaan Direct Fluorescent Antibody (DFA): antibodi dikon jugasikan ke bahan
pewarna flouresens, dapat dilakukan pada jaringan otak, biopsi kulit dari leher, saraf kutaneus pada dasar folikel rambut. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi.
PENDEKAIAN DIAGNOSIS
Anomnesio Riwayat tergigit binatang, adanya saliva binatang yang mengenai membran mukosa, bekas garukan, atau luka terbuka. Diagnosa rabies dicurigai pada kasus ensefalitis akut
atau dengan ascending paralysis yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.l
Pemeriksoon Fisik Pada fase prodromal belum ada tanda-tanda yang spesifik. Jika memasuki fase neurologik akut dapat ditemukan kelainan neurologi seperti hidrofobia, paresis, disfagia. Jika selama pemeriksaan tidak ditemukan perubahan neurologi dan penyakit sudah berlangsung selama > 2-3 minggu makan dapat dipikirkan penyebab lainnya.3
Pemeriksoon Penunjong
.
Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap. Pada fase awal pemeriksaan mungkin dalam batas normal.l'2
.
Antibodi virus rabies: ditemukannya antibodi neutralizing serum merupakan diagnostik untuk kasus rabies. Antibodi mungkin dideteksi dalam beberapa hari setelah muncul gejala. Beberapa pasien meninggal tanpa antibodi yang terdeteksi.
DIAGNOSA BANDINGI,2 . Fase awal: penyebab lain ensefalitis, seperti infeksi virus herpes simpleks tipe atau virus herpes lainnya, enterovirus, virus yang menular melalui arthropoda.
. . . . . . . 982
1
Ensefalitis setelah vaksinasi rabies fcontohnya: Semple vaccine). Reaksi obat Vaskulitis Rabies histeria: kelainan karena rasa ketakutan berlebihan terhadap rabies
yang bermanifestasi perilaku agresif, kehilangan kemampuan menelan atau berkomunikasi. Guillain-Barrd syndrome: fase paralitik. Poliomielitis Delirium tremens
TATAI.AKSANA
Nonformokologis2
. .
Isolasi pasien untuk mencegah transmisi virus ke orang lain. Terapi suportif
Formokologis',2
. .
Tidak ada terapi spesifik untuk rabies. Profilaksis pada individu yang terpapar seperti pembersihan dan irigasi luka secepat mungkin, imunisasi aktif dan pasif efektif dalam 72 jam setelah terpapar.
Tobel 2. Voksinosi Virus Robies3,a
a
Penatalaksanaan setelah terpapar virus rabies pada individu yang belum divaksinasi:
-
3'a's
Merupakan kasus emergensi sehingga penatalaksanaan harus dimulai secara dini baik pembersihan luka maupun pemberian vaksinasi tanpa menunggu hasil laboratorium atau mengobservasi binatang jika dicurigai terinfeksi virus rabies.
-
Sebaiknya luka tidak dijahit terlebih dahulu, jika akan menjahit luka pastikan sudah memberikan RIG terlebih dahulu pada luka tersebut.
-
WHO membagi kategori paparan dan penatalaksanaannya menjadi 3 yaitu:
983
Tobel 3. Kolegori Poporon don Penololoksonoon3
a
Penatalaksanaan setelah terpapar virus rabies pada individu yang sudah divaksinasi:
-
Pembersihan luka, lalu vaksinasi 1 dosis pada hari 0 dan 3. Tidak perlu diberikan
a
RIG.4's
Pencegohon virus robies podo individu beresiko tinggi.a's
-
Profilaksis sebelum terpapar dengan HDCV atau RNA (1 ml intramuscular pada
hari
0,
7
, dan21, atau 2BJ pada individu yang beresiko tinggi, seperti pada dokter
hewan, pekerja Iaboratorium,anak dan balita pada daerah endemis, rencana berkunjung ke wilayah endemis.
-
Individu yang beresiko tinggi hendaknya melakukan pemeriksaan rutin setiap tahun dan dapat diberikan vaksinasi booster jika titer < 0.5 IU/ml.
-
Individu yang berhubungan dengan virus rabies hidup dilakukan pemeriksaan setiap 6 bulan dan diberikan vaksinasi booster jika titer < 0.5 IU/ml.
PROGNOSIS Rabies merupakan penyakit yang fatal. Pada umumnya pasien dengan rabies
meninggal dalam beberapa hari meskipun sudah mendapat perawatan pada unit
internsif. Akan tetapi, hal ini dapat dicegah dengan penanganan yang tepat setelah terkena infeksi dan pemberian profilaksis setelah terpapar. Vaksinasi akan efektif jika diberikan dalam waktu 2 hari setelah terpapar, seiring bertambahnya hari makan tingkat efekttvitasnya akan menurun. Walaupun demikian selama belum ada gejala, vaksinasi akan tetap efektif diberikan dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah terpapar.l Jika gejala sudah muncul, koma dan kematian akan
terjadi dalam 3-20 hari setelah
awal mulai gejala. Hampir 100o/o individu yang menunjukkan gejala akan meninggal.
Hanya kurang dari 10 kasus yang sembuh dan 2 diantaranya tidak ada riwayat
profilaksis sebelum maupun sesudah terpapar.
984
s,6
UNIT YANG MENANGANI
o .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi- Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
. .
RS
pendidikan
RS non
pendidikan
REFERENSI
L
Jockson Alon C. Robies ond Other Rhobdovirus lnfections. In: Horrison's lnternol Medicine ed.United Stotes of Americo.Mcgrow Hill.
2. 3
Opol Steven M, Policor Mourice. Robies. ln: Feni's Clinicol Advisor 2008, lOth ed. Mosby. 2008.
lTrh
WHO. Current WHO Guide for Robies Pre ond Post-exposure Treotment in Humon. Diunduh
dori http://www.who.int/robies/enlWHO_guide_robies_pre_posi_exp tonggol 2Mei2O12.
treot_humons.pdf podo
4.
Notionol Guidelines for Robies Prophyloxis ond lntro-dermol Administrotion of Cell Culture Robies
5.
Voccine. 2007. Notionol Institute of Communicoble Diseoses. New Delhi. Diunduh dori htto:// www.ncdc.gov.in/Robies_Guidelines.pdf podo tonggol 2 Mei 2012. CDC. Robies. Diunduh dori http://www.cdc.gov/robies/symptoms/index.html podo tonggol 2 Mei2O12.
6.
MDGuidelines. Robies. Diunduh dori http://www.mdguidelines.com/robies/prognosis podo tonggol 2Mei2O12.
985
S PS S DAN RENJATAN
SEPTIK
PENGERT!AN1 Systemic Inflammatory Response Syndrome [SIRSJ adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut:
a) b) c) d)
suhu >3Bo
.
pH <7,30 atau defisit basa >5,0 mEq/L dan laktat plasma >1,5 kali batas atas nilai
C
atau <360C,
denyut jantung >90 denyut/menit, respirasi >20f menit atau PaCO, < 32mmHg, hitung leukosit >12.000/mm3 atau
imatur (band). Sepsis adalah SIRS ditambah sumber infeksi yang diketahui fditandai dengan biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Sepsis berat adalah sepsis ditambah dengan satu atau lebih disfungsi organ seperti berikut: . Tekanan sistolik darah < 9OmmHg atau MAP < 70 mmHg yang berespon terhadap pemberian cairan intravena, . keluaran urin <0,5 mL/kg/iam untuk selama 1 jam dengan resusitasi cairan, . Paoz/FIoz < 300, . Trombosit < 100.000, normal, (>
.
/
mmol
/
>10%o sel
LJ
adanya resusitasi cairan yang adekuat ditandai dengan tekanan arteri paru >12mmHg atau tekanan vena sentral >BmmHg.
Renjatan septik adalah sepsis dengan hipotensi [tekanan darah sistolik <90 mmHg atau 40 mmHg lebih rendah dari tekanan darah pasien yang biasa) selama
kurang lebih satu jam dengan resusitasi cairan adekuat atau pasien memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan sistolik >90 mmHg atau MAP >70 mmHg. PENDEKATAN DIAGNOSI53
Anomnesis
.
Menentukan apakah infeksi didapat dari komunitas atau nosokomial atau apakah pasien imunokompromais
a
Demam
o
Sesak napas
a
Disorientasi, bingung, perubahan status mental
a
Perdarahan
a
Mual, muntah, diare, ileus
Pemeriksoon Fisik
. . . . . .
Hipotensi Sianosis
Nekrosis iskemik jaringan perifer; umumnya jari Selulitis, pustul, bula atau Iesi hemoragik pada kulit
Ikterik Pemeriksaan fisik lengkap untuk mencari sumber infeksi
Pemeriksoon Penunjong . Darah perifer lengkap dengan hitung diferensial
. ' . . . . . . .
Urinalisis Gambaran koagulasi Glukosa darah Urea darah, kreatinin Tes fungsi hati
Kadar asam laktat
Analisis gas darah Kadar asam laktat
Biakan darah (minimal 2 set dalam 24 jam), sputum, urin dan tempat lain yang
dicurigai terinfeksi DIAGNOSIS BANDING Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik TATALAKSANA2,4,5
Nonfqrmokologis
. . .
Stabilisasi pasien (pemulihan airway, breathing, circulation) Perawatan ICU
Dialisis
987
a a
Nutrisi, pemantauan glukosa hingga <150 mg/dl setiap
'J.
-
2 jam hingga 4 hari
Transfusi darah PRC apabila Hb<7 g/dL, TC apabila trombosit < 5000 tanpa perdarahan atau 5.000 - 30.000 dengan perdarahan Menghilangkan fokus infeksi fpenyaluran eksudat purulen, nekrotomi, drainase absesJ
Formokologis . Cairan kristaloid atau koloid . Obat-obatan vasoaktif untuk kondisi renjatan: dopamin (> 8 mcg/kg/menit), norepinefrin (0,03 - 1.,5 mcg/kg/menitJ, epinefrin (0,1 - 0,5 mcg/kg/menit) atau fenilefrin ( 0,5 - 8 mcg/kg/menit) . Obat-obatan inotropik: dobutamin (2 - 28mcg/kg/menit), dopamin (3 - 8 mcg/ kg/menit), epinefrin (0,1 - 0,5/kg/menit) atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon).
.
Dalam 6 jam pertama, target resusitasi adalah: tekanan vena sentral 8
-
12mmHg,
MAP >65mmHg, keluaran urin >0,5mI/kg/jam, saturasi oksigen vena sentral
atau campuran berturut-turut >70o/o atau >65%0. Target tekanan vena sentral pada penggunaan ventilasi mekanik atau penurunan compliance ventrikel adalah 12
. .
-
1SmmHg.
Sodium bikarbonat bila pH <7,2 atau bikarbonat serum <9meq/L
Antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton pada sepsis berat untuk mencegah stress ulcer
. .
Kortikosteroid dosis rendah (hidrokortison 200 - 300 mg/hariterbagi dalam 3 - 4 dosis selama 7 hariJ bila terbukti insufisiensi adrenal Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan
heparin dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25lU /kgBB/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1,5-2 kali
.
kontrol atau antikoagulan lainnya Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati. Antimikroba definitif diberikan bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme. Antimikroba yang dipakai adalah yang dianggap tidak menyebabkan pelepasan lebih banyak lipopolisakarida (LPSJ sehingga
menimbulkan masalah yang lebih banyak. Antimikroba yang dianggap tidak menyebabkan perburukan adalah: karbapenem, seftriakson, sefepim, glikopeptida, ami noglikosida, kuinolon.
Berikut adalah pilihan antimikroba sesuai sumber infeksi; - Pneumonia komuniti: 2 regimen obat, yaitu sefalosporin generasi 3 (seftriakson 1x1 gram selama 2 minggu) atau keempat [sefepim 2xz gramselama 2 minggu) dan aminoglikosida [gentamisin iv atau im 2mg/kgBB dilanjutkan dengan 3x1,7 mg/ksBB atau 1x5 mg/kg BB selama 14 - zl hari atau amikacin 1x15 mg/kgBB atau tobramisin 1x1,7 mg/kgBB l
-
Pneumonia nosokomial: sefepim (2x2 gram selama 2 minggu) atau imipenem - silastatin [4x0.5 gramJ dan aminoglikosida
-
Infeksi abdomen: imipenem tazobaktam (4
-
-
-
silastatin (4x0.5 gram) atau piperasilin
-
6x3,37Sgram) dan aminoglikosida
Infeksi abdomen nosokomial: imipenem
-
silastatin (4x0.5 gram) dan
aminoglikosida atau piperasilin - tazobaktam (4-6x3,37 SgramJ dan amfoterisin
B (dosis inisial 0,25
-
0,3 mg/kgBB/hari, tingkatkan perlahan-lahan hingga
mencapai dosis biasa 0,5
- 1 mg/kgBB atau hingga
1,5 mg/kgBB, pada keadaan
mengancam nyawa dosis inisial dapat langsung diberikan 0,6
-
- 0,7 mg/kgBB) jaringan Kulit/ lunak: vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan imipenem - silastatin (4x0.5 gram) atau piperasilin - tazobaktam (4 - 6x 3,37Sgram)
-
Kulit/ jaringan lunak nosokomial: vankomisin [2x15 mg/kgBB) dan sefepim (2x2 gram selama 2 minggu)
-
Infeksi traktus urinarius: siprofloksasin (2x400 mg) dan aminoglikosida
-
Infeksi
Infeksitraktus urinarius nosokomial: vankomisin (2x15 mg/kgBB) dan sefepim (2x2 gram selama 2 mingguJ SSP:
vankomisin (2x15 mg/kgBBJ dan sefalosporin generasi ketiga atau
meropenem [3xL gram)
-
Infeksi
SSP
nosokomial; meropenem (3x1 gram) danvankomisin (2x15 mg/kgBB)
KOMPLIKASI6
. . . . . . . .
Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS) Koagulasi intravascular diseminata (DICJ Gagal ginjal akut (ARF) Perdarahan usus Gagal hati
Disfungsi sistem saraf pusat (SSP) Gagal jantung Kematian
989
PROGNOSI56 Sekitar 20
-
3So/opasien dengan sepsis berat dan 4O
-
600/o
pasien dengan renjatan
septik meninggal dalam 30 hari. Sistem stratifikasi prognosis seperti APACHE II menunjukkan bahwa usia pasien, penyakit dasar dan berbagai variabel fisiologi menentukan risiko kematian pada sepsis berat. Pada pasien tanpa penyakit morbiditas sebelumnya , case-fatality rate dibawahL0o/ohingga usia dekade keempat, dan setelahnya
meningkat hingga 35%.
UNIT YANG MENANGANI
.
RS
.
RS non
pendidikan
: Divisi Tropik Infeksi
pendidikan
-
Departemen Penyakit Dalam
: Bagian Penyakit Dalam
UNII IERKAII
o
ft$
.
RS non pendidikan
pendidikan
:
Semua Divisi di Iingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam
:-
REFERENSI
.
Bone RC, Bolk RA. Ceno FB, et ol. Definitions for sepsis ond orgon foilure ond guidelines for the use of innovotive theropies in sepsis. The ACCP/SCCM Concensus Conference Committee. Americon College of Chest Physicions/Scoiety of Criticol Core Medicine. Chest. 1992. 1Ol:1 644 - 55
2.
Chen K, Pohon HT. Penotoloksonoon syok setiks. ln: Sudoyo A, Setiyohodi B, Alwi l, Simodibroto M, Setioti S, editors. Buku ojor ilmu penyokit dolom. 5rh ed. Jokorto; Pusot lnformosi don Penerbiton Bogion llmu Penyokit Dolom FKUI, 2009:252 - 7
3. 4.
Guntur A. Sirs & sepsis. 1'r edition. Surokorto; Sebelos Moret University Press, 2006:l
5.
Dellinger P, Levy M, Corlet J, Bion J, Porker M, Joeschke R. Surviving sepsis compoign: internotionol guidelines formonogement of severesepsis ond septic shock:2008. Intensive Core Med.2008;34:17 -60.
6.
Reus V. Severe sepsis ond septic shock, In: Fouci A, Kosper D, Longo D, Brounwold E, Houser S, Jomeson J, Loscolzo J, editors. Horrison's principles of internol medicine. l81h ed. United Stotes of Americo; The McGrow-Hill Componies, 2012:2710 - 23
I
990
- 66
Dellinger P, Corlet J, Molur H, Gerloch H, Colondro T, Cohen J, et ol. Surviving sepsis compoign guidelines for monogement of severe sepsis ond septic shock. Crit Core Med.2004:32'.858 - 7.