Papdi 68-97 Gastroenterologi

  • Uploaded by: Edward Arthur Iskandar
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Papdi 68-97 Gastroenterologi as PDF for free.

More details

  • Words: 96,722
  • Pages: 186
Loading documents preview...
ffi:ffiffig

68 PENDEKATAN KLINIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL Dharmika Djojoningrat

nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/ begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat

PENDAHULUAN Keluhan pada pasien gastrointestinal (GI) dapat berkaitan

dengan gangguan lokal/intra lumen saluran cerna

(misalnya adanya ulkus duodeni, gastritis, dan

berganti atau bervariasi baik dari segi j enis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi tentang dispepsia. Salah satunyayarlg dapat dipakai adalah dyspesia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun 1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.

sebagainya) ata.u dapat pula disebabkan oleh penyakit

sistemik (misalnya diabetes melitus). Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Terdapat beberapa gejalal kumpulan gejalalkeluhan yang karakteristik untuk penyakit GI yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. Sakit perut yang dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik agar diperoleh data apakah sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik usus atau suatu nyeri akibat rangsang peritoneal. Tidak jarang pula suatu keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda-beda, terutama dalam istilah, tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya pasien. Dalam makalah ini akan diajukan beberapa keluhan/gejala awal yang merupakan masalah pokok utama penyakit GI dan prakiraan penyakit yang mendasarinya (rinciannya akan lebih jelas pada masing-masing topik penyakit

Etiologi Dispepsia

.

Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cema:

tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi

. . . .

Helicobacter pylori. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, belerapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dsb. pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, Penyakit . pankreatitis, kolesistitis kronik. Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit j antung koroner. Bersifat fungsional: yaitu dispepsiayang terdapatpada kasus yang tidak terbukti adanya kelainan/gangguan

organik/struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.

dasarnya).

Pendekatan Diagnostik

. DISPEPSIA Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejalal keluhan yang terdiri dari

441

Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik keterkaitan dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat lokal atau manifestasi gangguan sistemik. Harus terjadi persepsi yang sama untuk menginterpretasikan keluhan tersebut antara

442

GA!'TROENTEROI.OGI

dokter dan pasien yang dihadapinya.

DISFAGIA

Pemeriksaan hsik untuk mengidentifikasi kelainan intra

abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tu-

mor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adany a rangsang peritoneal/peritonitis. Laboratorium: unhrk mengidentifikasi adanya faktor infeksi (lekositosis), pankreatitis (amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA19-9, AFP). Ultrasonografi: untuk mengidentihkasi kelainan padat intra abdomen, misalnya adanya batu kandung empedu,

kolesistitis, sirosis hati dsb. Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi): pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia

tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan,

anemia, muntah hebat dengan dugaan adatya obshuksi, muntah darah, melena, ata:u keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dai 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan strukturaVorganik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adatya tukak/ulkus, tumor dsb,

serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan

Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal . Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresifkemudian terjadi pula

pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau stmktural. Sedangkan bila

cair diperkirakan

gabungan makanan padat dan

penyebabnya adalah adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat

dicurigai

adany a proses keganasan.

Etiologi Disfagia

(biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter

.

Fase orofaringeal: Penyakit serebrovaskular, miastenia

pylori.

.

gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter esofagus atas. Fase esofageal: Inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/ web, penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.

Radiologi (dalam hal ini pemeriksaan barium meal): Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas

seperti adanya fukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang

bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.

Pendekatan Diagnostik

. . .

Esofagogastroskopi. Bariummeal(esofagografi).

Manometri esofagus. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

rl

Alarm symptoms anemia, penurunan berat badan, hematemesis, melena dsb)

C)

YY

++ ++++

Terduga fase oro

Gagal

J

---:--t

Barium

meal

+l

Normal

Abnormal

Eksplorasi diagnostik (Endoskopi, radiologi, USG, dll)

faringeal

Terduga fase esofageal

Barium meal

+l

AbnormalNormal

tnd0sk0pi atas + biopsiJ tnd0sk0pr atas + bropsiJ

iPenyebaborganiil teridentifikasi

I

|

ffi |

T

E"pi d.fil,itrl

organik/biokiawi'

Fluoroskopi I

Gambar 2.

Alur tatalaksana ringkas diagnostik pada kasus

disfagia

Ebpepsi:frmssbndl

Gambar '1 . Alur tatalaksana ringkas diagnosis pada kasus dispepsia

Manometri

Catatan: Dapat pula dimulai dari eksplorasi endoskopi, dan bila terdapat proses penyempitan (misalnya pada akalasia, striktura dll) dimana skop tidak dapat lewat, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan barium meal.

443

PENDEKATAN KLIMS PENYAIST GASIROENTEROI'GI

MUALDAN MUNTAH

.

Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindroma

.

dispepsia. Muntah dapat dirangsang melalui (disertai etiologinya):

.

. . .

Serabut aferen Vagus dari lapisan viseral GI (sindrom reseptor 5-HT3), misalnya muntah akibat rangsang peritoneum atau peritonitis, kolik bilier atau distensi

gastrointestinal. Sistem vestibuler yang dirangsang oleh posisi atau infeksi vestibulum (reseptor histamin Hl dan muskarinik).

. .

. .

Esofagogastroskopi. Bariummeal

.

Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab dasarnya.

PERDARAHAN SALURAN CERNA

penglihatan dan emosi.

Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi klinis mulai

Chemoreceptor trigger zone pada area postrema

dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar

medulla (reseptor serotonin 5-HT3 dan dopamin D3):

sampai pada keadaan yang mengancam hidup.

muntah akibat obat kemoterapi, toksin, hipoksia,

Hematemesis adalah mutah darah segar (merah segar) atau

uremia, asidosis, dan pengobatan radiasi.

hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Trcitz. Perdarahan saluran cerna

Obat-obatan: OANS, digoksin, eritromisin. Gangguan susunan sarafpusat: Tumor, perdarahan intra kranial, infeksi, motion siclcness, gangguan psikiatrik, gangguan labirin. Gangguan gastrointestinal dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus halus, gastroparesis, pankreatitis, kolesistitis, hepatitis akut. Gangguan metabolik endokrin: wemia, ketoasidosis diabetik, penyakit tiroid.

Pendekatan Diagnostik

.

Aspirasi melalui selang nasogastrik yang meperlihatkan banyak residu lambung, membawa kita berpikir akan adanya obstruksi (baik organik maupun fungsional).

Susunan saraf pusat, misalnya rangsangan penciuman,

Etiologi

. .

. . .

Laboratorium: biasanya merupakan dampak muntah atau menggambarkan penyakit sistemik dasarnya.

Setiap kasus muntah harus dinilai keadaan sistemik yang

bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifes dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwama hitam)

biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon) . Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

Etiologi Perdarahan Saluran Gerna

menyertainya (uremia, kehamilan, status nutrisi, diabetes melitus) serta adanya gangguan aspek

Saluran cerna bagian atas: pecahnya varises esofagus

neurologi (vertigo, parestesia, nyeri kepala yang hebat, rasa lemas yang mencolok). Muntah yang disertai nyeri perut yang hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi intestinal akut atau penyakit pankreatobilier. Korelasi dengan waktu makan juga dapat menuntun ke arah penyebabnya (psiko genik, gastroparesis, tukak peptik yang menimbulkan obstruksi, akalasia).

tukak peptik, gastritis erosiva (terutama akibat OANS),

(tersering di Indonesia, lebih kurang 70-75 %),perdarahan

gastropati hipertensi portal, esofagitis, tumor, angiodisplasia.

Saluran cerna bagian bawah: kolitis (infeksi, radiasi, ikemik), tumor, divertikulosis , inJlammatory Bowel Disease,

hemoroid.

Pendekatan Diagnostik Endoskopi(esofagogastroduodenoskopi,

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

t\

v

tT,.',,,n

''fo"'r'" Dehidrasi

inflamasi abdomen

uga metabolik lTerduga intra

t

Terdugaobstruksi

+

TeraPi

tatalaksana perdarahan saluran cerna.

I

I

t

Terdugapenyakitneurologik

Gambar 3. Alur tatalaksana ringkas diagnostik pada kasus mual muntah

kolonoskopi),

radiologi (skintigrafi, angiografi). catatan: lihat alur

DIARE Diare adalah meningkabrya frekuensi buang air besar dan konsistensi feses menjadi cair. Secara praktis dikatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare dapat digolongkan diare

444

akut atau bila telah berlangsung lebih dari 2 minggu dikategorikan sebagai diare kronik.

DIAREAKUT

GASIIROENTEROI.OGI

.

.

Etiologi Virus, protozoa; Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica, bakteri: yang meproduksi enterotoksin (S aureus, C perfringens, E coli, V cholera, C dfficile) dan yang

menimbulkan inflamasi mukosa lusus (Shigella, Salmonella sp, Yers inia), iskemia intestinal, inJl ammatory Bowel Disease (acute on chronic), kolitis radiasi.

Pendekatan Diagnostik

.

.

. . .

Pada umumnya diare akut disebabkan infeksi atau toksin bakteri. Adanya riwayat makan makanan tertenfu (terutama makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang lain, sangat mungkin merupakan keracunan makanan yang disebabkan toksin bakteri. Travellers diarrhea merupakan kejadian diare pada wisatawan.

. .

.

Pendekatan Diagnostik dengan puasa diare berkurang, biasanya

. .

inflamatorik) dan disebabkan oleh toksin bakteri (terutama E coli), biasanya mempunyai gejala feses

.

benar-benar cair, tidak adadarah, nyeri perut terutama daerah umbilikus (karena kelainan terutama di daerah

.

.

.

makanan.

Bila diare dalam bentuk bercampur darah, lendir dan disertai demam, biasanya disebabkan oleh kerusakan mukosa usus yang ditimbulkan oleh invasi Shigella, salmonella atau amuba. Daerah yang terkena adalah kolon. Pada umumnya diare akut bersifat sembuh sendiri dalam

Infeksikronik Seperti G lamblia, Elrystolitica,nematoda usus, atau padakeadaan immuno- compromized.

. Bila

Adanyariwayatpemakaianantibiotikayanglama,harus dipikirkan kemungkinan di arekarena C dfficile. Diare yang terjadi tanpa kerusakan mukosa usus (non-

usus halus), kembung , mual dan muntah. Bila muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan oleh virus atau S aureus dalam bentuk keracunan

Diare sekretorik: terjadinya sekresi intestinal yang berlebihan dan berkurangnya absorpsi menimbulkan diareyang cair dan banyak. Pada umumnya disebabkan oleh tumor endoskrin, malabsorpsi garam empedu, laksatif katadik. Diare karena gangguan motilitas: hal ini disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru karena terjadinya stasis yang menimbulkan perkembangan berlebih bakteri intralumen usus. Penyebab yang klasik adalah initable bowel sindrome. Diare inflamatorik: disebabkan oleh faktor inflamasi seperti Inflammatory Bowel Disease. Malabsorpsi: pada umumnya disebabkan oleh penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.

disebabkan diare osmotik. Adanya penurunan berat badan yang bermakna, harus diwaspadai kemungkinan suatu keganasan saluran cema (terutama tumor kolon). Anamnesis yang akurat pada umumnya akan mendekatkan kita pada kemungkinan patogenesisnya. Pemeriksaan feses: mulai dari kemungkinan tehr cacing, parasit, lekosit feses (infeksi) sampai analisis lemak feses 24 jam, osmolalitas feses dan test pemakaian laksatif. Pemeriksaan darah: elektrolit (kemungkinan adanya hipokalemia, hiponatremia), adary a anemia karena malabsorpsi (vitamin 872, folat dan zat besi), adanya hipoalbuminemia (malabsorpsi, infl amasi, kehilangan protein pada enteropati). Untuk kelainar.yatg spesifik rnisalnya VIP serum (Vipoma), gastrin (untuk penyakit

Zollinger Ellison), 5-HIAA urin (untuk tumor

.

karsinoid). Kolonoskopi dan biopsi.

5 hari dengan pengobatan sederhana yang disertai rehidrasi.

KONSTIPASI

DIAREKRONIK

Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi

Etiologi

perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Disepakati bahwa buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Dalam praktek sehari-hari

tidak puas/lampiasnya buang airbesar, terdapat rasa sakit,

Umumnya etiologi diare kronik dapat dikelompokkan dalam 6 kategori patogenesis terjadinya.

.

Diare osmotik: disebabkan oleh osmolaritas intra lumen usus lebih tinggi dibandingkan osmolaritas semm. Hal ini terjadi pada intoleransi laktosa, obat

dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar diperlukan mengejan secara

laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasida).

berlebihan.

445

PENDEKATAN K,INIS PENYAKIT GASIROENTEROI.OGI

.

Etiologi

. . . . . . . .

Polahidup; dietrendah serat, kurangminum, kebiasaan buang besar yang tidak teratur, kurang olah raga.

Obat-obatan

: antikolinergik, penyekat kalsium,

alumunium hidroksida, suplemen besi dan kalsium, opiat (kodein, morfin).

Kelainan.struktural kolon: fumor, strikfur, hemoroid, abses perineum, megakolon. Penyakit sistemik: hipotiroidism e, gagal ginj al kronik, diabetes melitus. Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati otonom.

Disfungsi otot dinding dasar pelvis. Idiopatik transit kolon yanglambat, pseudo obstruksi kronik. Irritable Bowel Syndrome tipe konstipasi.

. . . .

Obsbrrksi viseral: ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.

Regangan kapsula organ: hepatitis, kista ovarium, pielonefritis. Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal.

Gangguan motilitas:

irritable bowel syndrome,

dispepsia fungsional. Ekstraabdominal: herpes, taumamuskuloskletal, infark

miokarddanparu.

Pendekatan Diagnostik

.

Berdasarkanlokasinyeri: Dugaan sumber nyeri Lokasi nyeri Epigastrium Periumbilikus Kuadran kanan atas

Gaster, pankreas , duodenum

Kuadrankiri

Pankreas, limpa, gaster, kolon,

Usus halus, duodenum

Hati, duodenum, kandung empedu

Pendekatan Diagnostik

.

Anamnesis yang akurat untuk mendeteksi adanya penurunan berat badan, perdarahan saluran cerna,

.

riwayat kanker dalam keluarga, pola buang besar

.

sebelumnya. Pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan sistemik dan lokal, terutama tanda adanya masa intra abdomen, peristaltik usus dan tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.

. Data laboratorium . . . .

penunjang terutama untuk

menyingkirkan kelainan sistemik. Kolonoskopi.

.

Bariumenema. Pemeriksaan transit kolon. Manometri anorektal.

atas

ginjal

Kualitas nyeri: perlu diketahui kualitas rasa nyeri tersebut. Hal ini tidak mudah, terutama di Indonesia, dimana ekspresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan rasa nyeri. Pada dasarnla harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan apendisitis tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul dan menetap.

Intensitas nyeri: pada kadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut berdasarkan intensitas nyeri yang paling hebat sampai ke relatifringan sebagai berikut; perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal , ileus obstruksi, kolesistitis, apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan

esofagitis. Sedangkan nyeri kronik lebih sulit NYERI PERUT

Nyeri perut dapat merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat ringan sampai yang bersifat fatal. Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti regangan, spasme) atau kimiawi (seperti iflamasi, iskemia). Nyeri viseral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebihjelas. Ujung sarafnyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Referred pain dapat dijelaskan pada

.

menentukannya karena banyak faktor psikologis yang turut berperan. Faktor yang mencetuskan dan faktor yang meringankan nyeri: nyeri perut yang dapat diringankan dengan

minum antasid dapat diperkirakan menderita tukak peptik (terutama tukak duodenum). Nyeri pada penyakit pankreas sering terjadi setelah makan, dan juga pada

. .

ikemia intestinal. Pada penyakit kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Harus juga ditelusuri gejala sistemik lain yang menyertainya

keadaan dimana serat nyeri viseral dan serat somatik berada

Pemeriksaanpenunjangberupalaboratorium,radiologi, dan endoskopi sesuai indikasi penyakit yang diduga

pada satu tinggkat di susunan saraf spinal.

mendasarinya.

Etiologi

.

.

Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, apendisitis, divertikulitis, pankreatitis, kolesistitis.

PENUTUP

Kelainan mukosa viseral: tukak peptik, inflammatory bowel disease, kolitis infeksi, esofagitis.

Dalam bidang gastroenterologi, anamnesis yang baik akan

sangat mendekatkan kita pada dugaan penyakit yang

446

GAIITROENTEROI.OGI

mendasarinya sehingga perencanaan pemeriksaan penunjang dapat lebih efektif dan hemat biaya.

REFERENSI Yamada T. (eds) Textbook

Publishers, Philadelphia.

of Gastroenterology. Lippincott-Raven

69 PENGELOL AAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS Pangestu Adi

melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum

pemeriksaan lain yang diperlukan; 4). memastikan

varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya

perdarahan saluran cerna bagian atas atau "bagian bawah; 5). menegakkan diagnosis pasti penyebab

Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan

terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan

pedarahan; 6). terapi untuk menghentikan perdarahan,

prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna

penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah

bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan

perdarahan ulang.

apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan' l). anemia defisiensi

menentukan langkah terapi yang diambil.

Tegaknya diagnosis penyebab perdarahan sangat

besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama,2). hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien. Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gashitis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan di antara laporan-laporan penyebab

PEMERIKSAAN AWAL PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi : 1). tekanan darah dan nadi posisi baring, 2). perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3). ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin), 4). kelayakan napas, 5). tingkat kesadaran, 6). produksi urin. Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi2Dohvol-

perdarahan SCBA terletak pada urutan penyebab tersebut. Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi

pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas

ume intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1). hipotensi (< 90/60 mm Hg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 1OO/menit; 2). tekanan diastolik ortostatik turun > l0 mm Hg atau sistolik turun

hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang. Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan

> 20 mm Hg; 3). frekuensi nadi ortostatik meningkat > l5l menit; 4). akral dingin; 5). kesadaran memrun; 6). anuria atau oliguria (produksi urin < 30 ml/jam). Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain

lini pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi.

pada setiap

Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan

ditandai kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila

perdarahan SCBA adalah sebagai berikut: l). pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik; 2).

ditemukan : 1). hematemesis, 2). hematokesia (berak darah segar); 3). darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan

resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik; 3).

447

448

GAIITROENTEROIPGI

dengan lavase tidak segerajernih, 4). hipotensi persisten, 5). dalan24 jammenghabiskan tranfusi darah melebihi 8001000nt1.

koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari

kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi ob at-obatart, 8). Riwayat transfusi sebelumnya.

STABILISASI H EMODINAMIK PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA

Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan : l). Stigmata penyakit hati kronik, 2). Suhu badan dan perdarahan di tempat lain, 3). Tanda-tanda kulit dan mukosa

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan

penyakit sistematik yang bisa disertai perdarahan saluran

kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CYP (central venous pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada

makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada

kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, lekosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan

melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdar.ahan, wakhrpembekuan, retraksi bekuan darah,

sindrom Peutz-Jegher. Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1). Elektro kardiogram; terutama pasien berusia > 40 tahun,

2).BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat, 3). Elektrolit (Na, K Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfusi, atau

kumbah lambung, 4). Pemeriksaan lainnya tergantung macam kasus yang dihadapi.

PPI

dan aPTT.

Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini: 1). Perdarahan

MEMBEDAKAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIANATASATAU BAWAH Cara praktis membedakan perdarahan saluran cerna bagian

atas (SCBA) atau saluran cerna bagian bawah (SCBB) terdapat dalam Tabel 1.

dalam kondisi hemodinamik tidak stabil, 2).Perdarahan baru

atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya I liter atau lebih, 3).Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < l0 g%o atau hematokrit <30%.4). Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.

Perlu dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskular selesai

24-72jam

setelah onset perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah tranfusi darah tergantung kasus yang dlhadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat cukup 20-25oh, usia lanjut 300/o, sedangkan pada hipertensi portal jangan melebthi27-28%o.

PEMERIKSAAN LANJUTAN

Manifestasi klinik pada umumnya Aspirasi nasogastrik Rasio (BUN/kreatinin) Auskultasi usus

Perdarahan SCBA

Perdarahan SCBB

Hematemesis dan / melena

Hematokesia Jernih

Berdarah

Meningkat > 35 Hiperaktip

<35 Normal

Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan seperti kopi karena berubahnya darah oleh asam lambung, hampir pasti perdarahannya berasal dari SCBA. Timbul melena, berak hitam lengket

dengan bau busuk, bila perdarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50 - 100 mlatau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena yang diperoleh dari anam-

Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas

nesis, dapat dilakukan pemeriksaan digital rektum.

hemodinamik lengkapi anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan. Dalam anamnesis yang perlu ditekankan : l). Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4).Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, 5). Penggunaan obatobatan terutama anti inflammasi non-steroid dan anti

Perdarahan SCBA dengan manifestasi hematokezia (berak darah segar) dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak melebihi 1000 ml dan disertai kondisi hemodinamik

yang tidak stabil atau syok.

Pada semua kasus perdarahan saluran makanan disarankan untuk pemasangan pipa nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau yang sudah jelas perdarahan SCBB. Pada perdarahan

449

PENGELOLAAII PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN AIAS

SCBA akan keluar cairan seperti kopi atau cairan darah segar sebagai tanda bahwa perdarahan masih aktif. Selanjutnya dilakukan kumbah lambung dengan air suhu kamar. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah pada cairan aspirasi, dianjurkan pipa nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atat24 jam. Bila selama kurun waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap bukan perdarahan SCBA. Perbandingan BLIN dan kreatinin serum juga dapat dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan, nilai puncak

biasanya dicapai dalam 24 - 48 jam sejak terjadinya perdarahan, normal perbandingnya 20, di atas 35 kemungkinanperdarahanberasal dari SCBA, di bawah 35 kemungkinan perdarahan SCBB. Pada kasus yang masih sulit untuk menentukan asal perdarahannya, langkah pemeriksaan selanjutnya ialah endoskopi SCBA.

DIAGNOSIS PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN

akibat komorbiditas yang menyertai. Sarana diagnostik yang bisa digunakan pada kasus perdarahan saluran makanan ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan angiografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan SCBA

alau yartg asal perdarahannya masih meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan pemeriksaan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan. Selain itu dengan endoskopi bisa pula dilakukan upaya terapeutik.

Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit diidentifikasi perlu dipertimbangkan pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan. Adapun hasil tindakan endoskopi atau angiografi sangat tergantung tingkat keahlian, ketrampilan, dan pengalaman pelaksana. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal perdarahan,juga untuk menentukan

aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi

CERNABAGIANATAS

perdarahan tukak peptik atas dasar temuan endoskopi

Dai 1673 kasus perdarahan SCBA di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9o/opecahnya varises esofagus, 19,2oh gastitis erosif, 1 ,0% tukak peptik, 0,60lo kanker lambung, dan 2,6o/okarena sebab-sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di Jakarta, Bandung, dan

TERAPI PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo Surabaya.

Non-Endoskopis

yang bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Sedangkan laporan dari RS Pemerintah di Ujung Pandang

menyebutkan tukak peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA. Laporan kasus di rumah swasta yakni RS Darmo Surabaya perdarahan karena tukak peptik 5l,2oh, gastritis erosif 1l,7Yo, varises esofagus o/o,

sindrom Mallory0,9%o,keganasan 9,8oh, esofagitis 5,3 Weiss l,4olo, tidak diketahui 7 o/o, dan penyebab-penyebab I

lain 2,7%o Di negara barat tukak peptik berada di urutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50% Walaupun pengelolaan perdarahan SCBA telah banyak berkembang namun mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8 - l\oh. Hal ini dikarenakan bertambahya kasus perdarahan dengan usia lanjut, dan

Kriteria Endoskopis

Aktivitas perdarahan Forest la

perdarahan aktif

-

Forest Forest

perdarahan aktif perdarahan berhenti dan masih terdapat sisa-sisa perdarahan

-

perdarahan berhenti

-

lb ll -

Forest lll

-

tanpa sisa perdarahan

perdarahan arteri menyembur perdarahan merembes gumpalan darah Pada dasar tukak atau terlihat pembuluh darah lesi tanpa tanda sisa perdarahan

Konsensus pengelolaan perdarahan SCBA yang dibuat PGIPEGI-PPHI dapat dilihat pada lampiran

Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah

lama dilakukan adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung

ini

sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan

endoskoopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasar percobaan hewan, kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan,

waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung. Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik,

menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Digunakan di klinik untuk perdarahan akut varises esofagus

sej

ak tahun I 9 5 3. Pemah dicobakan pada

perdarahan nonvarises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yalrg mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang mengandung vasopressin dan oxcytocir. Pemberian vasopressin

450

GASTTROENTEROI.OGI

Penilaian Awal dan Resusilasi

PENGKAJIAN/EVALUAS AWAL DAN RESULITASI

namnes s dan pemerlksaan Tanda Vital akses vena Se ang nasogosfik

Pemeriksaan labomtariom Hb, Hl, Trombosit pemerlksaen hemoslas s Cairan rsislaloid cairan Kolo d

Trafslus

darah

Henodinamlk stabil tidak ada perdarahan aktif

H EMERGENSI oTAWAL endoskopi UGI

Tekanan dareh > 90/60 mmNg tekanan darah rabrak > 70 mmHg

Tekanan darah > 90/60 mmNg tekanan daBh Blarah < 70 mmHg

Hb>9970 les T L l-)

nadi 100/m Hb<99% tes Tilr (+)

Rujuk unt!k evaluasi elektif lebih anjut

Gambar 1. Penanganan perdarahan saluran cerna atas

Radiologl bar n Saluran cerna bagian alas atau rujuk untuk endoskopi saluran cerna bagian atas

PENG KAJIAN/EVALUAS AWAL

DAN RESULITASI Anamnesis dan pemeriksaan fsik Tanda vita akses vena Selanq n3sogosrik Pemerlksaan aboratar um Hb, Ht Trombosit pemer ksaan hemoslasis

Gambar 3.

Crysb oid soIlions

dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5o%, diberikan 0.5 - 1 mglmeirit/ iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 - 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,10.5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/ menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mm Hg.

Collo d solulions tanius ons

B ood

H€modinamik insEbi

Tekanan daEh > 90/60 mmHg lekanan darah rala rata < 70 mmHo

nadi 100/m Hb<99% res Ti

l

(+)

Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif diban ding v as op r e ssln. Penggunaan di klinik pada Perdarahan beilan

perdarahan akut varises esofagus dirnulai sekitar tahun

uL

I

f;p"*m*,,*-l --r-----r

ti

Perdamhan befr enL Perdarahan menerao

I Gambar 2.

I

978. Somastostatin dapat menghentikan perdarahan akut

varises esofagus pada 70-80o/o kasus, dan dapat pula digunakan pada pada perdarahan nonvarises Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250 mcgliv, dilanjutkan per infus 250 mcgljam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti; oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcgljam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

4st

PENGEI.OLAAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang

Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan

dilaporkan bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor pompa proton dosis tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mgliv kemudian

perdarahan bisa mencapai di atas 95%o dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar

dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam,

Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada

perdarahan ulang pada kelompok plasebo 200lo sedangkan yang diberi omeprazol hanya 4,2%o. Suntikan omeprazol yang beredar di Indonesia hanya untuk pemberian bolus,

perdarahan karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit

yang bisa digunakan per infus ialah persediaan

ts-20%.

esomeprazol dan pantoprazol dengan dosis sama seperti omeprazol. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan unflrk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik kurang bermanfaat. Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah Sengstaken-Blakemore tube (SB-

frekuensi te{adinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1 - 2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukat tandabaru mengalami perdarahan seperti bekuan darah yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik sulit dilalalkan karena perdarahan yang masif, terus berlangsung, atau

tube) yangmempunyai tiga pipa serta dua balon masing-

digunakan antara lain campuran sama banyak polidokanol 3%, NaCl O,9o/o, dan alkohol absolut. Campuran dibuat

masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-

tube seyogyanya dilakukan oleh lenaga medik yang berpengalaman dan ditindaklanjuti dengan observasi yang ketat.

teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan

dimulai dari bagian paling distal mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh

5

cm. Pada perdarahan varises lambung dilirkukan penytrntikan cy ano acry I ate, skleroterapi untuk varises lambung hasilnya kurang baik.

ENDOSKOPIS

TERAPIRADIOLOGI

Terapi endoskopi ditujukan padaperdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi: l). Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe) 2). Noncontact thermal (laser) 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol, cy ano acrylat e,

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan

atau pemakaian

klip).

Berbagai caraterapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena alasan teknis

seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan

tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat

dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt).

PEMBEDAHAN

terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara

Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik,

keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hany a 3lYo.Terapi endoskopi yang relatif

multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA

mudah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-l mltiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi I ml. Penyrntikan bahan sklerosan seperti alkohol absolut atau polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena bahayatimbulnya tukak dan perforasi

akibat nekrosis jaringan

di

lokasi penyuntikan.

endoskopi dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

KESIMPULAN Penyebab perdarahan SCBA dapat digolongkan menjadi2

kelompok, perdarahan varises dan perdarahan

4s2

GAITTROENTEROI.OGI

non-varlses.

Fogel M, Kracer M, Andrew 1982;96:65

Gilbefi DA, Saunders DR. Iced saline lavage does not slow bleeding

stabilisasihemodinamik, melanjutkan anamnesis,

from experimental Canine gastric ulcers. Dig Dis

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan lain yang diperlukan, memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah, menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan, terapi spesifik. Prioritas utama dalam menghadapi kasus perdarahan SCBA ialah penentuan status hemodinamik dan upaya resusitasi sebelum menegakkan diagnosis atau pemberian terapi lainnya. Pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan cara terpilih untuk menegakkan diagnosis penyebab perdarahan dan sekaligus berguna untuk melakukan hemostasis. Pada

perdarahan tukak lambung dapat dilakukan antara lain denganpenyuntikan adrenalin I : 10000, sedangkanpada perdarahan varises esofagus dengan ligasi atau skleroterapi. Manfaat terapi medik tergantung macam kelainan yang

menjadi penyebab perdarahan. Somatostatin dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan SCBA, terutama pada perdarahan varises. Pada perdarahan karena

tukak peptik pemberian PPI intra vena dosis tinggi bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang. Ahli radiologi dan ahli bedah seyogyanya dilibatkan dalam tim multidisipliner pengelolaan perdarahan SCBA.

REFERENSI Bongiovanni GL. Gastrointestinal bleeding. Essentials of clinical gastroenterologycision making. In: Bongiovanni GL, ed. 2,d ed. New York: McGraw-Hill Book Co; 1998 p. 15. Burroughs

AK. Somatostatin and octreotide for variceal bleeding.

J Hepatology 1991;13:1. Chen RJ, Fang JF, Chen MF. Octreotide in the management of postoperative enterocutaneus fistula and stress ulcer bleeding. ' Am J Gastroentercl. 1992;87:1212. Christiansen J, Yotis A. The role of somatostatin and longacting analogue, SMS 201-995, in acute bleeding due to peptic ulceration. Scand J Gastroenterol. 1986;21:109. Cotton PB, Williams CB. Practical gastrointestinal endoscopy. The fundamentals. 5th ed. Blackwell Oxford; 2003. Daniel WA, Egan WS. The quantity of blood required to produce a tarry stool. JAMA. 1942;173:2232. Djajaprarata LI. Pandangan mutakhir pengobatan perdarahan saluran cerna nonvariseal. Simposium Ilmiah dalam rangka HUT ke 82 RS Darmo Surabaya. Surabaya 8 Februari 2003. Ebert RA, Stead EA, Gibson JG Response of normal subjects to acute blood loss. Arch Intern Med. 1940;68:578.

Fleischer D. Therapy for gastrointestinal bleeding. Techniques in therapeutic endoscopy. In: Geenen JE, Fleischer DE, Waye JD, Venu RM, editors. 2"d ed. New York: Gower Med. Publ; 1992. p.

12.

L. Continous intravenous vasopressin

in active upper gastrointestinal bleeding. Ann Intern Med.

Pengelolaan perdarahan saluran makanan secara praktis meliputi: evaluasi status hemodinamik,

Sci.

1982;26:7065. Gupta PK, Fleischer DE. Nonvariceal upper gastrointestinal bleeding. Med Clin North Am. 1993;77:973. Hernomo K, Iswan A Nusi, Pangestu Adi. Endoscopic variceal

ligation with local ligator compared with

\

endoscopic sclerotherapy in variceal bleeding: a prospective randomized trial. Endoscopy. 1995;27 :53. Hernomo K. Hematemesis melena karena perdarahan varises esofagus. Gastroenterologi hepatologi. In: Ali Sulaiman, ed Jakarta: CV Infomedika. 1990. p. 328. Jutabha R, Jensen DM. Acute upper gastrointestinal bleeding. Current diagnosis & treatment in gastroenterology. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. 2nd ed. New York: Lange Medical BooksiMcGraw-Hill. 2003. p. 53 onsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI. Perdarahan saluran makanan bagian atas. Bandung 13 April 2002. Lau JYW, Sung JJY, Lee KKC, Yung MY, Wong SKH, Wu fYC, Chan FKL, Ng EKW, You JHS, Lee CW, Chan Acw, Chung SCS. Effect

of intravenous omeprazole on recurrent bleeding endoscopic ffeatment of bleeding peptic ulcers.

after

N Engl J Med.

2000;343:3 I 0. Lichtenstein DR. Therapy of digestive disorders: a companion to Sleisenger and Fordtran's gastrointestinal and liver disease. in: Wolfe MM, Cohen S, Davis GL, Giannella RA, Hanauer SB, Silen W, Toskes PP, editors. Philadelphia: WB Saunders Co; 2000. p. 127. Longstreth GF. Epidemiology of hospitalization for acute upper gastrointestinal hemorrhage: a population based study. Am J Gastroenterol. 1995; 90:206. Moitinho E, Planas R, Banares R Albillos A, Ruiz-delarbol L, Galvez C, Bosch J. Multicenter randomized controlled trial comparing different schedules of somatostatin in the treatment of acute variceal bleeding. J Hepatol. 2001;35:712. Oesman N. Diagnosis perdarahan saluran makanan bagian atas. Simposium penanggulangan perdarahan saluran makan bagian atas. PGI-PPHI-PEGI Cabang Surabaya. 8 Mei 1993. Rockall TA, Logan RF, Devlin HB, Nothfield TC. Incidence and mortality from acute upper gastrointestinal hemorrhage in the United Kingdom. Steering Committee and members of the National Audit of acute upper gastrointestinal haemorrhage. BMl. 1995;311:222. Rockey DC. Gastrointestinal bleeding. Sleisenger and Fordtran's gastrointestinal and liver disease: pathophysiology/diagnosis/ management. In: Feldman M, Friedman LS, Sleisenger MH, editors. 7th ed. Philadelphia: WB. Saunders;2002. p.271. Schiff L, Stevens RJ, Shapiro N, Goodman S. Observation on the oral administration of citrated blood in man. The effect on the stool. Am J Med Sci. 1939;203:409. Skok P. The epidemiology of hemorrhage from the upper gastrointestinal tract in the mid nineties has anything changed?

Hepatogastroenterology. 1998;45 :2228. Van Rensburg CL, Thorpe A, Waren B. Intragastric pH in patients with bleeding peptic ulceration during pantoprazole infusion 8 mg/hour. Gastroenterology. 1997 ;l12 A321.

70 PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH (HEMATOKEZIA) DAN PERDARAHAN SAMAR (OCCULTI MurdaniAbdullah

didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah datatg dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar. Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak

PENDAHULUAN Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering

dihadapi. Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cema adalah dengan menenfukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menr.rnjukkan perdarahan dari-saluran cemabagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.

berpengaruh pada tekanan darah, seperti pada perdarahan hemoroid, polip kolon, kanker kolon atau kolitis. Hanya 15% pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah. Perdarahan berat biasanya berasal dari bagian proksimal dan terminal ileum seperti.

Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari saluran cema bagian atas yang banyak juga dapat menimbulkan hematokezia atau feses wama marun. Dalam kurun waktu dekade terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran cerna meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7yo, sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah3,6%o. Bab ini akan mengupas aspek medis dari perdarahan akut saluran cerna bagian bawah (hematokezia) dan

Karakteristik Klinik dari Perdarahan Saluran

Sebelas persen pasien-pasien dengan hematokezia sebenarnya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas dan 9%oberasal dari usus halus.

Cerna Bagian Bawah Hematokezia. Hematokezia diafiikan darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematokezia lazimrya menunjukkan perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah

yang cepat. Melena. Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Melena timbul bilamana

perdarahan samar saluran cema.

hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena

PERDARAHAN AKUT SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH (HEMATOKEZTA)

Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya

4s3

454

GASITROENTEROI.OGI

bismuth, sarcol. Lycorice, obat-obat yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat menyebabkan faeces

Sebagaimana halnya dengan vaskular ekstasia di saluran cerna, jejas di kolon umurnnya berhubungan degair usia lanjut, insufisiensi ginjal, dan riwayat radiasi.

menjadi hitam. Oleh karena ifu dibutuhkan test guaiac untuk

menentukan adany a hemoglobin. Darah samar. Darah samar timbul bilamana ad aperdarahan ringan namun tidak sampai merubah warna tinja/feses. Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan tes guaiac.

DIAGNOSIS BANDING

dan neoplasia kolon. Tidak seperti halnya perdarahan

menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang

saluran cerna bagian atas, kebanyakan perdarahan saluran cema bagian bawah bersifat lambat, intermiten, dan tidak

disebabkan oleh hemoroid oleh karena itu pada perdarahan

yang diduga dari hemoroid perlu dilalcukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma kolon.

memerlukan perawatan rumah sakit.,

Divertikulosis. Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasien:diverkulosis. Tinja biasanya berwama merah marun, kadang-kadang bisa juga

Neoplasia kolon. Tumor kolon yang jinak maupun ganas

yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut dan

menjadi merah. Meskipun divertikf-lcebanyakan

biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahat berulang atau darah samar. Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien IBD seperti Crohnb Disease atau celiac sprue.

ditemukan di kolon sigmoid namun perd6rahan divertikel biasanya terletak di sebelah kanan. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak berulang, oleh karena itu tidak ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh para pasien Angiodisplasia. Angiodisplasia merupakan penyebab I 0-

Penyebab Lain dari Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah Kolitis yang merupakan bagian dari IBD, infeksi (Campilobacter jejuni spp, Salmonella spp. Shigella spp,

40o/o perdarahan saluran cerna bagian bawah. Angiodiplasia merupakan salah satu penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia kolon biasanya multipel, ukuran kecil kurang dari diemeter <5mm dan biasa terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan.

Tes ";"'-. Heme^ :; pofnpyfln uualac

Karakteristik Saluran cerna bagian atas Usus halus Kolon kanan Kolon kiri Ciri tes Dapat dikerjakan di tempat Waktu yang dibutuhkan Biaya Positif palsu Hb hewan Peroksidase Negatif palsu' Regradasi Hb Simpanan

Vitamin C

+

++ +++ ++++

++++ ++++ ++++ ++++

++++

l

ment

0 1

jam

$3-5

$17

++++ +++

++++ 0

++ ++

++++

++

0

0

mesenterik. Umumnya pasien kolisis iskemia berusia tua. Dan kadang-kadang dipengaruhui juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain, dan dehidrasi.

Penyakit perianal. Penyakit perianal contohnya: hemoroid dan f,rsura ani biasanya menimbulkan perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan faeces. Berbeda dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-kadang bisa mengancam nyawa. Polip dan karsinoma kadang-kadang

Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik merupakan penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang biasanya berasal dari hemoroid

Variabel

Kolitis iskemia. Kebayakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah viseral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah

E. coli) dan terapi radiasi, baik akut maupun kronik. Kolitis dapat menimbulkan perdarahan namun biasanya sedikit sampai sedang. Divertikular Meckel merupakan kelainan kongenital di ileum dapat berdarah dalam

jumlah yang banyak akibat dari mukosa yang lmmunochemical

menghasilkan asam. Pasien biasanya anak-anak dengan perdarahan segar maupun hitam yang tidak

0 +

+++ ++++ +

5 menit to 24 jam $10-20 0 0 ++ ++ 0

(Rockey DC: Occult gastrointestinal bleeding. N Engl J Med 1999;341 :38. 'Relative comparisons are shown on a scale of O to ++++, with 0 being the negative and ++++ highly positive).

nyeri. Intususepsi menyebabkan kotoran berwarna marun disertai rasa nyeri di tempat polip atau tumor ganas pada orang dewasa. Hipertensi portal dapat menimbulkan varises di ileukolon dan di anorektal yang dapat menimbulkan perdarahan dalam jumlah yang besar. Penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah yang lebih jarang seperti fistula autoenterik, ulkus rektal soliter, dan ulkus di caecum.

PENDEKATAN KLINIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan jasmani yang akurat

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH (IIEMATOKEZIA DAT{ PERDARAHAN SAMAR (OCCUIU)

mempakan data penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat. Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada kolitis atau neoplasma. Keganasan

merupakan alat diagnostik yang baik dengan akurasi yang menyamai bahkan melebihi angiograpi. Sebaliknya enema barium tidak mampu mendeteksi sampai 20o/o lesi yang ditemukan secara endoskopi khususnya jejas angioplasia. Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum Treitz dan dengan pemeriksaan kolonoskopi memberikan hasil yang negatif maka dapat dilakukan pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas angiodisplasia di usus halus. Scintigraphy dan angiograli. Kasus dengan perdarahan yang berat tidak memungkinkan pemeriksaan dengan kolonoskopi maka dapat dilakukan pemeriksaan angiografi dengan perdarahan lebih dari Yz ml per menit. Sebelum

kadang ditandai dengan penurunan berat badan, anoreksia, limfadenopati atau massa y artg teruba.

Pemeriksaan Penunjang

Endoskopi. Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostik yang terpilih sebab akurasinya tinggi dalam menentukan

sumber perdarahan sekaligus dapat menghentikan tindakan terapeutik. Kolonoskopi dapat menunjukkan adanya divertikel namun demikian sering tidak dapat mengidentifikasi sumber perdarahan yang sebenarnya. Pada perdarahan yang hebat pemeriksaan kolonoskopi yang dilaksanakan setelah pembersihan kolon singkat

pemeriksaan angiograpi dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu dengan scintigraphy bilamana lokasi

perdarahan tidak dapat ditemukan. Sebagian ahli menganjurkan pendekatan angiografi dengan pemberian heparin atau streptokinase untuk merangsang perdarahan sehingga mempermudah deteksi lokasi perdarahan.

Tanda-tanda vital Resusitasi Tes darah Golongan darah dan crossmatch Pasang 2 buah jalur vena Anamnesis dan pemeriksaan fisis Nasogatric tube (NGT)

Kehilangan cairan atau hemodinamik tidak stabil

lnfus NaCl packed red blood cells and factors as'needed

Tanda kehilangan cairan berkurang perdarahan aktif berkurang

Perdarahan aktlf berkura ng Endoskopi elektif

Kem ungkinan

Perdarahan aktif Presumed lower source

perdarahan di SCBA

Endoskopi SCBA segera

Kolonoskopi segera atau scintigrafy eritrosit plus Normal

a

ng iog rafi

Lokasi perdarahan tak teridentifikasi

Endoskopi SCBA OMD follow through Enteroskopi Capsule e nd os ko p i

Lokasi perdarahan ditem ukan

Kauterisasielektrik lnjeksi zat skleratik Hemoclips An

g

iog raf

i

embolisasi Tak berhasil atau

lokasiperdarahan tak terlihat

Gambar

1.

455

erda ra ha n Perdarahan berulang cukup banyak kehilangan catran perlu transfusi darah Suplemen zat besi P

ertim ba n ga n:

Angiografi Enteroskopi operasi Terapi horm onal em piris Kolektom i parsial

Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan akut saluran cerna bagian bawah

456

GASTROENTEROI.OGI

Helical CT-angiography juga dapat mendeteksi angiodisplasia. Divertikulum Meckel dapat didiagnosis

dengan scanning Meckel menggunakan radio label technetium yang akan berakumulasi pada mukosayar,g memproduksi asam di dalam divertikulum.

Pemeriksaan radiografi lainnya. Enema barium dapat bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus mengobati intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium yang teliti juga dapat menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi

sumber perdarahan'yang tidak lazim

di usus halus

membutuhkan enteroclysis yaitu pemeriksaan usus halus dengan bariumyang melibatkan difusi barium,Air, methyl

selulosa melalui tabung fluoroskopi yang melewati ligamentum Treitz unt.tk menciptakan gambaran kontras ganda. Bila enteroskopi, kolonoskopi, radio barium tidak dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan suplementasi besi dapat mengatasi dampak kehilangan darah maka pemeriksaan lebih lanjut tidak dapat dilanjutkan.

Prinsip-prinsip Penatalaksanaan Resusitasi. Resusitasi pada perdarahan saluran cema bagian bawah yang akut mengikuti protokol yang jloga dianjurkan pada perdarahan saluran cema bagian atas. Dengan langkah awal menstabilkan hemodinamik. Oleh karena perdarahan saluran cerna bagian atas yang

hebat juga menimbulkan darah segar di anus maka pemasangan NGT (nasogastric tube) dilakukan pada kasuskasus yang perdarahannya kemungkinan dari saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan laboratorium memberikan informasi

serupa dengan perdarahan saluran cerna bagian atas meskipun azotemia jarang ditemukan pada perdarahan saluran cema bagian atas. Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-kasus yang membutuhkan transfusi lebih 3 unit

plasma caogulation, and Nd:YAG laserbermanfaat untuk mengobati angiodisplasia dan perubahan vaskular pada kolitis radiasi. Kolonoskopijuga dapat digunakan untuk melakukan ablasi dan reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang timbul pada kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan hemoroid internal dengan ligasi maupun teknik termal.

Angiografi terapeutik. Bilamana kolonoskopi gagal atau tidak dapat dikerjakan maka angiografi dapat digunakan untuk melakukan tindakan terapeutik. Embolisasi arteri secara selektif dengan polyvinyl alcohol atau mikrokoil

telah menggantikan vasopressin intraartery unttk mengatasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi angiografi merupakan pilihan terakhir karena dapat menimbulkan infark kolon sebesar 13-18%. Terapi bedah. Pada beberapa diagnostik (seperti divertikel

Meckel atau keganasan) bedah merupakan pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah emergensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan dapat memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan perdarahan berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi kanan atau

hemikolektomi subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik.

Komplikasi. Sebagaimana halnya perdarahan salwan cema bagian atas, perdarahan saluran cerna bagian bawah yang masif dapat menimbulkan sequele yang nyata. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang berulang atau kronik berhubungan dengan morbiditas dan dapat menyebabkan kebutuhan transfusi yang lebih sering dan juga dapat menguras sumber pembiayaan kesehatan. Perdarahan yang persisten biasanya berasal dari usus halus dan tidak dapat dijangkau dengan tindakan terapi endoskopi, hanya dapat dilakukan diagnosis

saj a.

pach red cell.

Medikamentosa Beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat diobati secara medikamentosa. Hemoroid f,rsura ani dan ulkus rektum soliter dapat diobati dengan bulk-forming agent, sitz baths, danmenghindari mengedan. Salep yang

mengandung steroid dan obat supositoria sering digunakan namun manfaatnya masih dipertanyakan.

Kombinasi estrogen dan progesteron dapat mengurangi perdarahan yang timbul pada pasien yang menderita angiodisplasia. IBD biasanya memberi respons terhadap obat-obatan anti inflamasi. Pemberian formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang timbul pada proktitis radiasi. Respon serupajuga terjadi pada pemberian oksigen hiperbarik.

Terapi endoskopi. Colonoscopic bipolar cautery, monopolar cautery, heater probe application, argon

PERDARAHAN SAMAR SALURAN CERNA Diagnosis bandingperdarahan samar saluran cema adalah perdarahan yang tidak tampak secara nyata pada inspeksi feses. Prevalensinya cukup tinggi sekitar I dari 20 orang dewasa. Kehilangan darah dapat mencapai 150 ml dari usus

proksimal tanpa menimbulkan melena. Kebanyakan perdarahan samar saluran cerna bersifat kronik dan bila cukup banyak akan menimbulkan anemia defisiensi besi y arrg tyata. Sejumlah kelainan meliputi gangguan infl amasi infeksi, penyakit vaskular, neoplasma dan kondisi lainnya dapat menimbulkan perdarahan samar saluran cerna baik disertai dengan anemia defisiensi besi maupun tidak.

Penyebab lnflamasi Penyakit asam lambung meliputi erosi atau ulkus di esofagus lambung dan duodenum merupakan penyebab

457

PERDARAFIANSALURANCERNABAGIANBAWAH (HEMATOKEZIADANPERDARAI{ANSAMAR(OCCUZD

Tirmor dan neoplasma. Tumor gastrointestinal merupakan penyebab kedua terbanyak dari perdarahan samar saluran cerna di Amerika Serikat setelah penyakit asam lambung. Karsinoma kolorektal dan polip adenomatus merupakan neoplas'ma tersering diikuti oleh keganasan lambung,

yang tersering dari perdarahan samar saluran cema dan menyebabkan anemia defisiensi besi pada 30-70% kasus. Erosi longitudinal di dalam sakus hiatal hernia dikenal sebagai Erosi Cameron merupakan salah satu penyebab penting (10%) dari anemia defisiensi besi. Penyebab inflamasi yang lain termasuk IBD, celiac sprue, divertikel Meckel, gastroenteritis eosinofilic, enteritis radiasi, ulkus kolorektal dan penyakit Whiffle. Penyebab infeksi di Amerika Serikat, infeksi jarang menimbulkan perdarahan samar saluran cerna namun organisme seperti cacing

esofagus dan ampula. Tumor lainnya seperti limfoma, metastasis, leiomyoma, leiomyosarkoma dan polip juvenil juga menyebabkan perdarahan samar. Penyebab lain perdarahan samar saluran cerna. Obatobatan merupakan penyebab penting dalam perdarahan samar saluran cerna. Ulserasi dan erosi di lambung, usus

tambang, Mycobacterium tuberkulosis, Amoeba dan Ascaris dapat menimbulkan kehilangan darah kronik pada beberapa ratus juta penduduk dunia.

Penyebab vaskular. Malformasi vaskular menyebabkan anemia defisiensi bes i pada 60/o dai totalkasus. Beberapa di antaranya disertai dengan lesi yang jelas seperti telangiectasia sporadic, telangiectasia pascaradiasi, skleroderma, dan GAVE (Gastric antralvascular ectasia). Di lain pihak vaskular ectasia yang herediter (seperti hereditary hemorrhagic t el angiectas ia (Osler-WeberRendu disease), Tuner syndrome, dat Klippel-Trenaunay syndrome) dapat menimbulkan perdarahan samar. Pasien dengan hipertensi portal, gastropati hipertensi portal, umumnya menyebabkan kehilangan darah secara tersamar dan menyebabkan defisiensi besi.

halus, dan kolon dapat disebabkan oleh OAN. Obat lain yang juga menyebabkan perdarahan saluran cema adalah

preparat kalium, antibiotik tertentu dan antimetabolik.

Antikoagulan (seperti warfarin) menyebabkan peningkatan insidens dari perdarahan samar saluran cerna

meskipun antikoagulan lebih sering menyebabkan peningkatan kehilangan darah dari lesi yang memang

/

sudah ada. Anemia defisiensi besi juga timbul pada pelari jarak jauh, kemungkinannya karena iskemi mesentrik atau )jejas mekanik.

Perdarahan di luar saluran cema seperti hemofisis,

perdarahan efitaksis, tertelannya darah dari sumber lain dapat menyerupai perdarahan samar saluran cerna.

Pendekatan Pasien dengan Perdarahan Samar Saluran Gerna Tumor dan Neoplasma - adenokarsinoma primer - metastasis - polip berukuran besar - limfoma - leiomyoma - leiomyosarkoma - lipoma lnfeksi - cacing tambang - strongiloidiasis - Askariasis - enterokolitis tuberkulosa - amebiasis Penyebab Lainnya - OAINs (Obat Antiinflamasi Nonsteroid) - Lari jarak jauh

-

Gastrostomi tube

Penyebab Vaskular - Angiodisplasia dan vaskular ektasia - Gastropati hipertensi portal - Hemangioma - Blue rubber black nevus syndrome - Gastric antral vascular eclasla (GAVE) Gangguan lnflamasi - Penyakit asam lambung - he.rnia hiatal (Cameron erosions) - IBD (inflammatory Bowel Disease) - Celiac sprue - Whipple disease - Eosinophil i c gastroente riti s - Divertikular Meckel - Ulkus saecum

Anamnesis. Pasien dengan perdarahan samar saluran cema kronik nmunnya tidak ada gejala atat kadang hanya rasa lelah akibat anemia. Palpitasi, rasa pusing pada saat berubah posisi, atau sesak napas pada saat olahraga merupakan

petunjuk penting ke arah anemia. Sebagian pasien menunjukkan gejalapicaatartkebiasan makan

es atau

tanah

karena defisiensi besi. Dispepsia, nyeri abdomen, hudbum,

atau regurgitasi merupakan petunjuk kemungkinan penyebab dari lambung, sementara penurunan berat badan dan anoreksia berkaitan dengan kemungkinan keganasan. Perdarahan samar saluran cema yang berulang pada usia lanjut tanpa gejala yang lain sesuai dengan angiodisplasia atau vaskular ektasia lainnya.

Pemeriksaan fisis. Defisiensi besi yang serius biasanya muncul berupa pucat, takikardia, hipotensi postural, dan aktivitas jantung yang hiperdinamik akibat tingginya curah jantung. Temuan lainyangjarang di antaranyapapil edem, fuli, parese nervus kranial, perdarahan retina, koilonetia, glositis, dan kilosis. Limfadenopati masa hepatosplemegali

atau ikterus merupakan petunjuk ke arah keganasan sementara nyeri epigastrium ditemukan pada penyakit asam lambung. Splenomegali, ikterus atau spider nevi meningkatkan kemungkinan kehilangan darah akibat gastropati hipertensi portal. Beberapa kelainan kulit seperti telangiektasia merupakan petunjuk kemungkinan telangi ectasia hemoragik yang herediter.

458

GASTROENTEROI.OGI

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes darah samar. Preparat guaiac seperti hemoccult cards , merupakan tes yang sering digunakan untuk menilai darah samar di feses karena mudah dan praktis. Meskipun

demikian makanan-makanan yang mengandung peroksidase juga dapat mengubah warrra, demikian juga

halnya dengan obat-obatan (sukralfat, cimetidine), halogens, dan tisue toilet. Besi menyebabkan perubahan warna menjadi hijau bukan biru. Sebaliknya asam ascorbat, antasid, panas dan pH yang asam menghambat reaktivitas dari guaiac sehingga memberikan hasil negatifpalsu. Secara mm hemoccult cards dapat mendeteksi perdarahan samar

yang melebihi

l0 ml/hari

(normalnya <2 mllharl).

Pemeriksaan tes Guaiac harus dilaksnakan dengan diet rendah daging merah dan tidak boleh minum OAIN untuk mencegah hasil positif palsu. Tes darah samar feses yang lainnya tidak banyak digunakan. Tes imunokemikal sangat sensitifterhadap darah segar oleh karena itu tes ini kurang manfaatnya untuk perdarahan dari saluran cema bagian atas. Hemoquant memberikan hasil yang sensitif terhadap perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. Namun pengiriman sampel feses ke laboratorium yang ditunjuk merupakan halangan yang utama bagi banyak klinikus.

Pemeriksaan delisiensi besi. Anemia Hipokrom mikrositer dapat diperiksa secara visual dan merupakan bukti adanya perdarahan samar saluran cerna. Anisocytosis atau benfuk sel yang beragam merupakan petunjuk adanya defisiensi besi.

Di

Anemia defesiensi besi dan perdarahan samar saluran cerna dapat didekati dengan cara seperti tercantum pada

Gambar 2. Dengan pendekatan ini 66- 97 Yo lesi saluran cerna dapat di deteksi pada laki laki dan perempuan postmenopouse.Kolonoskopi dianjurkan dilakukan terlebih dulu. Bila tidak ada lesi ditemukan maka segera di lakukan pemeriksaan endoskopi saluran cema bagian atas. Pada kasus anemia defesiensi besi yang tes darah samar tinja memberi hasil yang negatif, sebaiknya dilakukan biopsi usus halus untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit celiac. Bilamana endoskopi saluran cema atas dan bawah

tidak berhasil menemukan lesi perdarahan maka pemeriksaan barium untuk menilai usus halus diperlukan. Pada pasien dengan keluhan saluran cerna yang khas maka pemeriksaan diarahkan ke lokasi kelainan. Bila dengan mengikuti protokaol ini masih belum ditemukan lesi asal perdarahan maka evaluasi lebih lanjut dianjurkanhanya

pada kasus anemia yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian preparat besi. Modalitas lain seperti enterokopi dan endoskopi kapsul dapat digunakan untuk mencari lesi

di usus halus yang tak terhangkau olek pemeriksaan endoskopi biasa. Pemeriksaan CT-scan abdomen dapat membantu menemukan lesi intra abdomen diluar lumen USUS.

Kolonoskopi

samping itu pemeriksaan darah perifer lengkap

Tak ada lesi

dan kadar besi serum serta transferin perlu dilakukan. Kadar besi serum akan htrun pada anemia insufisiensi besi

Endoskopi SCBA

dan sebagai kompensasi akan terjadi peningkatan

Tak ada lesi

konsentrasi transferin dan akhirnya persentasi saturasi transferin turun. Rendahnya kadar serum besi dan saturasi

Ba meal follow through

transferin juga terdapat pada anemia penyakit kronik. Kadar feritin serum berkaitan dengan cadangan besi di jaringan dan dapat turun walaupun anemia belum terjadi, hal ini kadang dipengaruhi oleh proses inflamasi yang akan meningkatkan kadar feritin sebagai tanda reaksi imflamasi akut. Pada kasus yang meragukan pemeriksaan kadar besi di susum tulang diperlukan untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi.

Endoskopi dan radiografi. Padapasien dengan tes darah samara feses guaiac positif walaupun tak ada anemia dan kadar feritin normal, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kolonoskopi, bukan gastroskopi karena jarang ditemukan keganasan di saluran cerna bagian atas. Suatu penelitian dalam skala besar menunjukan 2-l0o/o pasien dengan guaiac positif didapatkan menderita kanker kolorektal dan lebih banyak lagi yang menderita polip kolon yang jinak.

Tak ada lesi Suplemen Fe per oral

Anemia menetap

Hemoglobin

menjadinormal Observasi

Enteroskopi Capsule endoscopy Angiografi CT scan abdomen Enteroskopi m itra operatif Evaluasi kemungkinan malabsorpsi

Gambar 2. Pendekatan pasien dengan perdarahan samar saluran

cerna

Dasar dasar Penatalaksanaan Penatalaksan aan perdarahan samar saluran cerna sangat

Pemeriksaan sigmoidoskopi dan enema barium memberikan

ditentukan oleh hasil pemeriksaan diagnostik. Penyakit

hasil yang tidak sebaik kolonoskopi dengan sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi neoplasia

peptik diterapi sesuai dengan penyebabnya meliputi

kolon.

pemberian obat supresi asam jangka pendek maupun jangkan panjang dan terapi eradikasi infeksi Helicobacter

\ PERDARAIIAN SALURANCERNABAGIANBAWAH (HEMATOKEZIADANPERDARAHAI\

pyloribilamana ditemukan. Sejumlah lesi premaligna dan polip bertangkai yang maligna dapat di angkat dengan polipektomi. Angiodisplasia dapat diobati dengan kauterisasi melalui endoskopi atau diobati dengan preparat estrogen-progesteron. Gastropati hipertensi portal kadang mengalami perbaikan dengan pemberian obat yang dapat menurunkan hipertensi portal. Bila obat-obatan dianggap sebagai penyebab kehilangan darah tersamar tersebuat maka menghentikan penggunaan obat tersebut akan mengatasi anemia. Kadang kadang kehilangan darah samar memerlukan suplementasi besi untuk jangka panjang. Pemberian ferro sulfat 325 mg tiga kali sehari merupakan pilihan yang tepat

karena murah, mudah, efektif dan dapat ditolerir oleh banyak pasien. Sediaan besi secara oral lainnya meliputi Ferro fumarat, ferro glukonat, dan preparat lain yang

ditambahkan asam ascorbat untuk mempermudah penyerapan. Perbaikan cadangan besi membutuhkan waktu

3-6 bulan, meskipun demikian retikulositosis mencapai puncak setelah 10 hari sementara hemoglobin mencapai nilai normal setelah 2 bulan terapi. Pemberian preparat besi parenteral dipertimbangkan pada kasus yang tidak bisa toleran dengan preparat oral. Biasanya 7- I 0 kali pemberian injeksi intra muskular elemen besi 250 mg diperlukan unhrk mengatasi anemia yang moderat. Dalam beberhpa kasus preparat besi intra vena dapat diberikan. Pemberian parenteral dapat menyebabkan reaksi anahlaksis meskipun jarang, dan l\oh pasien mengalami serum sickness-like syndrome.

SAMAR (OCCUUT)

459

Komplikasi Kehilangan darah dari saluran cerna secara samar dapat

ditolerir dengan baik oleh pasien usia muda namun pada usia lanjut atau pasien dengan masalah kardiovaskular keadaan ini dapat memperburuk penyakit dasarnya karena turunnya kemampuan distribusi oksigen ke organ vital.

REFERENSI Baum S. Angiography of the Gastrointestinal Bleeder. Radiology. 1982;143:569 Jensen DM, Machicado GA. Diagnosis snd treatment of severe hematochezia. Gastroenterology 1988;95: 1569 Mayer RJ. Gastrointestinal Tract Cancer. In: Braunwaid E, Fauci AS, Kasper DL, Hauss SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles of Intemal Medicine. 15'h Ed. McGraw-Hill. New York. 2003. Rockey DC. Occult Gastrointestinal Bleeding. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2'd Ed. McGraw-Hill Co. New York. 2004. Savides TJ, Jensen DM. Acute Lower Gastrointestinal Bleeding. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2"d Ed. McGraw-Hill Co. New York. 2004 Yamada T, Haster WL, Inadomi JM, Anderson MA, Brown RS. Handbook of Gastroenterology. 2'd ed. Lippincot Wiliiams &

Wilkins. Philadelphia. 2005.

7t GANGGUAN MOTILITAS SALURAN CERNA BAGIAN BAWATI Marcellus Simadibrata K.

PENDAHULUAN

dan jaringannya dalam dinding usus). Persarafan neural

saluran gastrointestinal dapat dibagi atas komponen Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian bawah yaitu saluran cerna mulai dari jejunum distal dari ligamentum Treitz, ileum, kolon dan anus. Motilitas saluran cerna bagian bawah yang lebih banyak diteliti terdiri dari motilitas usus halus, kolon dan anorektal. Bila motilitas saluran cema bagian bawah terganggu

ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan ekstrinsik dilakukarr oleh saraf-saraf motorik somatik atau oleh sistem saraf otonom. Persarafan motorik dari otot bercorak pada kanal anus terutama dipegang oleh sarafpudendal. Persarafan otonom

akan didapatkan keluhan pada pasien berupa diare,

otonom dibagi atas 2 bagian yaitu sistem saraf parasimpatis

konstipasi, sakit perut bawah, kembung. Dismotilitas usus halus dan kolon dapat timbul pada beberapa kelainan misal

menstimulasi motilitas gastrointestinal. Walaupun banyak

dari saluran gastrointestinal berada di bawah kontrol otonom (kontrol tanpa kontrol sadar kita). Sistem saraf

(termasuk saraf vagus yang bertindak terutama

yatg berperan,

sindrom kolon iritabel (Irritable Bowel Syndrome:IBS).

neurotransmitter

Pada keadaan puasa, dapat ditemukan gerakan retrograd,

merupakan neurotransmitter yarrg paling penting dalam

gerakan simultan atau tidak adanya aktivitas migrating motor complex. Pada keadaan makan, dapat timbul

menstimulasi aktivitas otot polos dan sistem hormonal. Sistem saraf parasimpatis ini menggunakan pleksus mienterikus sebagai neuron relay), dan sistem saraf simpatis (yang bertindak terutama menurunkan aktivitas

pemrrunan atau rendahnya amplitudo kontraksi. Konstipasi timbul kurang lebih I -2% daipoptlasi umum yang mencari pengobatan. Seringkali konstipasi membaik sendiri atau sebagai respons terhadap kontrol diet atau penambahan serat pangan (seperti Mulax atau Vegeta).

acetylcholine

gastrointestinal, persarafannya mencapai pleksus mienterikus melalui beberapa seri ganglia. Norepinefrine merupakan neurotransmitter terpenting dalam sistem ini). Persarafan intrinsik saluran gastrointestinal di pegang oleh sistem saraf enterik(Enteric Nervous Sys/ez: ENS), yang merupakan regulator internal yang kompleks dan sangat

Seringkali test diagnostik yang ada tidak dapat menunjukkan adany a lesi organik.

canggih dalam memodifikasi motilitas gastrointestinal.

Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna Bagian Bawah

Aktivitas motorik saluran gastrointestinal terutama

Regulasi neural sistem saluran cerna sangat kompleks dan

dikendalikan oleh aktivitas ENS. ENS menerima pesan aferen langsung dari usus dan dapat secara cepat melakukan respons dengan atau tanpa mengikutkan sistem saraf otonom. ENS karena itu sering disebut "otak kecil dari usus". Saraf-saraf ENS sering disebut sebagai neuron relay antara saraf parasimpatis dan simpatis, dan sel otot polos, kelenjar mukosa usus, dan sel-sel sarafintramural. Pada keadaan ini sistem saraf otonom, atau sistem sarafpusat dapat memodulasikan aktivitas ENS. ENS terdiri

sebagian besar berada diluar kontrol sadar manusia. Akan tetapi, bagian proksimal akhir dari esofagus dan anus

merupakan suatu kekecualian. Lapisan otot-otot disini terdiri dari serat otot bercorak yangberada pada kontrol sukarela,/sadar. Regulasi neural pada saluran cerna lainnya diatur oleh sistem saraf otonom (saraf simpatis dan parasimpatis) dan sistem saraf enterik (Enteric Neryous

,lystez:ENS)

(sebuah jaringan yang terdiri dari sel-sel saraf

460

461

GANGGUAN MOTILITAS SALURAN CERNA SALURAN CERNA BAGIAN BA}I/AH

dari 2 jarhgan saraf yang berbeda ariJrara lain pleksus mienterikus (Pleksus Auerb ach) y ang merupakan j aringan saraf berlokasi diantara lapisan otot sirkular dan longitudinal dan pleksus submukosa (Pleksus Meissner) yang merupakan jaringan saraf berlokasi di dalam submukosa, diattara mukosa dan lapisan otot sirkular. Tugas usus halus yaitu untuk digesti dan absorbsi nutrien. Digesti yaitu menghancurkan tiga makronutrien utama (karbohidrat, protein, dan lemak) kedalam komponen

yang dapat diabsorbsi. Pergerakan usus halus bertujuan

gelombang lambat (slow wave) dalam keadaan normal

memiliki frekuensi 3/menit di lambung, maka frekuensi kontraksi maksimal normal juga 3imenit di lambung. Pada usus halus, otot polos melakukan perubahan siklik pada potensial membran dengan frekuensi 10-13 siklus/menit.

Ketika aktivitas spike stperimposisi pada gelombang lambat dan depolarisasi mencapai ambang kritikal, maka kontraksi timbul pada usus halus. Frekuensi maksimal normal dari kontraksi juga 10-13/menit di usus halus.

(Gambarl)

untuk mencampur makanan dengan cairan pencemaan, membuat produk digestif mendekati petmukaan usus halus

yang menjadi tempat digesti dan absorpsi, mendorong produk sisa kedalam kolon. Usus halus memiliki panjang kurang lebih 3-5 m. Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum merupakan

<-

Threshold membrane

polential

bagian usus halus yang paling pendek. Duodenum bermula pada pilorus dan membuat bentuk C sekitar kepala pankreas kebawah ke jejunum. Ligamentum Treitz, yang mengikat

bagian jejunum proksimal, digunakan sebagai batas anatomik saluran cerna bagian atas dengan saluran cerna bagian bawah. Permulaan duodenum, bulbus duodenum, lebih lebar sedikit daripada bagian duodenum lainnya, dan kurang lebih memiliki lebar 3-4 cm. Cairan empedu dan pankreas mengalir kedalam duodenum melalui duktus

empedu umum (common bile duct) dan duktus pankreatikus. Kedua duktus ini bersatu pada dinding duodenum membentuk Common Channel, ampulla Vater, yang dikelilingi oleh cincin otot sirkular yang dinamakan

sfingter Oddi. Setelah duodenum saluran cerna melanjutkan diri menjadi jejunum dan ileum. Tidak ada batas tegas antara jejunum dan ileum. Kurang lebih 3/5 usus halus merupakan ileum. Mukosa jejunum lebih berlipat-lipat (folded) dibanding mukosa ileum. Tugas kolon yaitu mengabsorbsi air dan elektrolit yang masuk kedalam usus bersama cairan digestif, transportasi produk sisa, tempat penyimpanan produk sisp secara temporer. Kolon memiliki panjang 1,3 m dan terdiri dari Cecum dengzm apendiksnya (bagian distal ileum masuk kedalam cecum sebagai projeksi bulat atau oval yang papiliformis yang

disebut valvula ileocecal), kolon asendens, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum.

Motilitas Usus Halus Normal Daerah pace maker, yang menghasilkan impuls elektrik bagi motilitas lambung, berlokasi pada kurvatura mayor

dari corpus lambung. Gelombang depolarisasi elektrik dengan frekuensi 3 siklus/menit, berjalan dengan pola sirkumferensial melalui lambung dari daerah pace maker

turun kedrah pilorus dan duodenum. Gelombang ini dinamakan gelombang lambat (slow wave) atau aktivitas

kontrol elektrik (ECA). Aktivitas mekanik a.l. kontraksi peristaltik distimulasi ketika potensial splke superimposisi pada gelombang lambat. Proses ini disebabkan karena stimulasi hormonal atau neural. Karena mekanisme

+

Gambar

1.

Conlractile force

Kontraksi otot polos timbul ketika aktivitas spike

superimposisi pada gelombang lambat (slow wave) dan depolarisasi mencapai ambang kritikal

Gerakan usus halus berupa kontraksi dan relaksasi,

dilakukan oleh lapisan otot sirkular dan longitudinal. Aktivitas kontraktilitas usus halus keseluruhan ditentukan oleh gelombang lambat elektrik Qtace-setter potentiaL), spikes (ektivalen dengan potensial aksi), dan kontraksi otot polos. Gelombang lambat (slow wave) selalu timbul di usus halus, dengan frekuensi intrinsik menurun dari 1013 permenit di duodenummenjadi 7-8 di ileum. Migrating motor complex (MMC) merupakan aktivitas motor dari lambung dan usus halus yang berbeda secara fundamental tergantung pada apakah seseorang sedang puasa atau baru saja makan. MMC ini merupakan suatu kegiatan motorikyang bermula dari lambung danbergerak kearah distal melalui usus halus. Akan tetapi MMC dapat juga bermula pada setiap tempat di usus halus dan bergerak ke distal. Diantara 2 makanan atatpada keadaan puasa, MMC merupakan pola yang dominan disebut juga interdigestive myoelectric complex, atau IDMEC. MMC atau IDMEC

memiliki fungsi pembersihan. MMC atau IDMEC melindungi lambung dan usus halus dari bacterial overgrowth melalui 2 jalan: 1). secara mekanik mendorong debris dan bakteri kedistal 2). melubrikasi (mencuci) lambung dan usus halus karena MMC berhubungan dengan peningkatan sekresi asam lambung, aliran cairan empedu dan pankreas. MMC kembali beberapa j am setelah masuknya makanan (lama tergantung pada asupan kalori dan volume makanan). Periode puasa diantar a 2 makanan seringkali sebentar (kurang dan4 jun), dan karena ituMMC

462

GAIIIROENTEROI.OGI

sering tidak tercetuskan. Ini menunjukkan bahwa MMC timbul terutama waktu malam hari. MMC atau IDMEC terdiri dari 3 pola aktivitas motorik: l). fase I (quiescence tanpa aktivitas motorik, berakhir selama 45-60 menit), fase

2 (aktivitas ireguler, terjadi kontraksi sporadik yang meningkat dalam amplitudo dan frekuensi, lebih dari 3045 menit, fase ini berhubungan dengan peningkatan sekresi asam HCI di lambung dan aliran lumen di usus halus), dan fase 3 (merupakan fase paling khas yang dicirikan olehkontraksi maksimal dari MMC yang reguler dengan frekuensi maksimal 3xlmenit di lambung dan 10l3/menit di usus halus. Fase ini berakhir selama 2-12 menit. Kontraksi yang kuat ini mendorong isi lumen ke susus halus lebih distal), lalu diikuti lagi oleh fase 1. Siklus

ini berhenti

secara tiba-tiba dengin adanya makanan. Sistem saraf enterik (ENS) memegang peran utamapada

mekanisme utama pengontrolan siklus motilitas interdigestive. Fase 3 dikontrol terutama oleh hormon motilin, walaupun ada beberapa hormon lain yang berperan pada MMC.

Makan mengakhiri siklus puasa, fase 1,2, dan

3

digantikan dengan pola kontraksi yang sporadik atau ireguler yang disebut respon motorik makan (fed motor response). Lambung yang memulai memproduksi bentuk kontraksi yang lain ini. Dalam beberapa menit dari mulainya makan, lambung melakukan kontraksi peristaltik yang intensif dengan pola yang stabil. Frekuensi kontraksi

kurang lebih 3/menit, dan menghasilkan kegiatan pencampuran serta penggilingan makanan padat yang optimal. Ada fase peralihan (/ag phase) selama 30-60 menit

setelah makan sebelum aktivitas antral membantu pengosongan makanan padat kedalam duodenum. Pada usus halus, masuknya makanan menyebabkan peningkatan kontraksi yang ireguler yang menetap selama ada nutrien didalam lumen. Kontraksi usus halus berupa segmental, untuk meningkatkan kontak makanan dengan permukaan

absorptif, dan propulsif, untuk mentransport isi lumen kearah distal. Lama pola makan bervariasi tergantung

banyaknya kalori makanan dan komposisi nutrien didalamnya. Untuk makanan isokalorik, lemak mencetuskan motilitas makan denganperiode lebih lama, mungkinkarena pengosongan lambung yang lambat dan nutrien berada lebih lama di dalam usus halus bagian atas. Residu lemak atau karbohidrat didalam usus halus distal memperlambat pengosongan lambung dan menghambat motilitas jejunum, jadi memperlambat hansit dari usus halus.

Studi-studi malam hari selama tidur menunjukkan bahwa siklus interdigestif nokturnal memiliki periodisitas yang lebih pendek (Siklus MMC lebih sering). Selain itu, MMC m'akin melambat di usus halus pada malam hari. Aktivitas fase 2 menghilang selama tidur. Vagotomi trunkal juga mengurangi aktivitas fase 2. Hal ini menunjukkan bahwa fase 2 dipengaruhi terutama oleh saraf-saraf diluar

usus (tidak oleh ENS). Akan tetapi MMC terutamaolehENS.

di kontrol

Motilitas Kolon Normal Kolon berfungsi untuk 1). mengabsorbsi air dan elektrolit yang masuk dengan cairan pencemaan, 2), transportasi produk sisa kearah rectum dan, 3). secara temporer

menyimpan produk sisa didalam sigmoid dan kolon desendens. Kontraksi dan aliran kolon sangat lambat, kompleks dan ireguler dibandingkan saluran gastrointestinal lainnya. Aliran isi lumen melalui kolon tidak progresif sama. Ada gerakan isi lumen kolon yang antegrad dan retrograd. Masih kontroversi, apakah aktivitas motorik

periodik dari MMC, dari esofagus bawah ke ileum terminal, juga menyebar ke kolon.

Gambaran nonsiklik dari motilitas kolon mencakup perubahan ireguler dari: l). Quiscence; 2). Kontraksi nonpropagating: mertpakan usaha segmental dan

pemutaran masa tinja didalam lumen kolon untuk memfasilitasi absorpsi cairan dan elektrolit. Kontraksi ini dapat meii'dorong isi lumen sedikit-sedikit pada arahyang berbeda. Kontraksi ini berlangsung beberapa detik sampai

menit dan dipacu oleh gelombang lambat (slow wave) elektrik di kolon; 3). Kontraksi propagating: merupakan kontraksi yang mendorong dengan amplitudo tinggi (HAPC) yang bermula pada kolon asendens dan bergerak kearah sigmoid. Kontraksi ini mendorong produk sisa kearah rectum. Masa tinja beristirahat pada satu tempat selama beberapa lama, tetapi ketika kontraksi ini timbul, kontraksi bergerak maju secara mendadak dan cepat secara pendek-pendek. (HAPC merupakan kontraksi dengan amplitudo melebihi 80 mmHg, lama lebih dari 10 detik dan

propagation sekurang-kurangnya 30 cm). HAPC berhubungan dengan pergerakan tinja, suatu istilah untuk menggambarkan pergerakan tinj a, gas, atau kontras barium pada kolon yang panlang. HAPC timbul kurang lebih 2 kali sehari pada kolon normal yang tidak persiapkan dan 4-6kab/haripada kolon yang dibersihkan dengan katartik. Motilitas kolon yang siklik hanya timbul di distal rec-

tosigmoid junction. Kompleks motorik rektum (Rectal motor complex:RMC) merupakan aktivitas motorik siklik di rektum tetapi tidak sinkron dengan MMC. RMC timbul setiap 90-300 menit dalam t hari dan setiap 50-90 menit pada malam hari dan berlangsung rata-rata l0 menit. Tiap kompleks terdiri dari kontraksi fasik dengan frekuensi 3-4

menit, yang merupakan gelombang lambat (slow wave) elektrik di daerah rectum ini. Tidak sama dengan MMC, RMC tidak hilang dengan makanan. Hal ini disebabkan karena kolon selalu terisi secara kontinyu dari keadaan digestif dan jarang kosong. Peran f,rsiologik RMC masih tidak diketahui, meskipun diperkirakan membantu mempertahankan rekfum kosong, terutama pada malam hari. Otot polos sirkuler memegang peran lebih banyak pada transit isi lumen kolon. Sistem saraf enterik @NS) berperan penting dalam mengontrol aktivitas motorik kolon. Pada

otot kolon manusia, stimulus lapangan elektrik menyebabkan kontraksi dengan berbagai kekuatan dan

GANGGUAN MOTILITAS SALURAN CERNA SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

463

relaksasi. Amplitudo kontraksi diregulasi oleh pelepasan

Fungsi Anorektal Normal

neurotransmitter peptida eksitasi dan inhibisi yang

Fungsi utama anorektal yaitu menyimpan sisa tinja selama beberapa waktu yang lama dan mengeluarkan tinja secara volnnter pada saat yangtepat. Penyimpanan reservoir tinja dilakukan oleh rekhrm. Mekanisme sensori menimbulkan perasaan rektum terisi sesuatu. Defekasi dan kontinent di pertahankan oleh dua sfingter anus dan beberapa otot dasar pelvis. Melalui aktifasi mekanoreseptor, sebuah sensasi penuh

simultan. Regangan merupakan stimulus yang penting bagi kontraksi kolon. Serat otot yang diisolasi secara in vitro, bila diregangkan dapat menimbulkan cetusan gelombang spike dan kontraksi yang panjang. Distensi oleh balon di kolon transversum mencetuskan konhaksi kearah kaudal. Makan dan stres emosi merupakanpencetus fisiologik pada kolon manusia. Pencetus fisiologis diterjemahkan ke kolon melalui sistem saraf (susunan saraf pusat ke spinal cord lalu ke ENS) atau hormon peptida yang bersirkulasi. Aktivitas mioelektrik, tekanan intralumen dan transit isi intralumen kolon yang mencerminkan fungsi motorkolon dapat diukur dengan beberapa pemeriksaan. Makanan mencetuskan peningkatan motilitas kolon dalam 30 menit pertama postprandial. Peningkatkan potensial spike dan tekanan intralumen dicetuskan oleh komponen lemak dalam makanan. Karbohidrat tidak memiliki efek pada motilitas, dan protein serta asam amino bersifat sebagai inhibitor. Motilitas kolon yang dicetuskan makanan

dimediasi melalui nervus vagus dan spinal cord. Kolesistokinin (CCK) mencetuskan motilitas kolon dan makan meningkatkan konsentrasi CCK dalam darah. Tekanan intralumen disebabkan kontraksi tidak sama pada berbagai bagian kolon setelah makan. Peningkatan terkuat dalam tekanan intralumen timbul pada daerah fleksura lienalis dan proksimal kolon desendens. Hal ini dapat disebabkan oleh 1). perbedaan diameter lumen berbagai bagian kolon, 2). perbedaan tekanan intrinsik berbagai

kolon, atau 3). pola yang berbeda dari pelepasan neurotransmitter. Perbedaan gradien tekanan dalam kolon mengontrol pergerakan isi intralumen.

Pada manusia sehat, kontraksi fasik postprandial mendorong isi lumen dari fleksura lienalis ke fleksura hepatik dan terus ke kolon sigmoid. Pergerakan retrograd prominen dari isi kolon mencetuskan pencampuran dan memudahkan mukosa kolon lebih banyak mengabsorbsi air dan elektrolit. Bahan-bahan yang dimakan setelah 3 hari dapat keluar melalui tinja pada hari itu. Kontraksi propagasi dengan amplitudo besar timbul pada orang

atau keinginan untuk defikasi dicetuskan oleh distensi

rektum dengan udara atau tinja. Distensi ini juga menyebabkan inhibisi refleksi transien dari sfingter anus interna (IAS) dan mengurangi tonus istirahat dari kanal anus. Inkontinentia dicegah oleh kontraksi simultan dari sfingter anus ekstema (EAS) dan ototpuborektalis (PRM).

EAS meningkatkan tekanan kanal anus dan PRM mengecilkan angulasi anorektal. Jika defekasi dilawan, rektum mengakomodasi tinja dengan bertindak sebagai reservoir komplian sampai defekasi terjadi. Kontinent tinja dipertahankan oleh 4 mekanisme interaktif: 1). sensasi rektal2). komplians dan akomodasi rektum 3). konhaksi otot puborektal dan sfingter anus eksterna sesaat dan 4). motivasi untuk mempertahankan kontinent.

Selama defekasi volunter (sadar), kontraksi otot abdominal dan penutupan glottis meningkatkan tekanan intraabdomen. Aktivitas segmental kolon secara temporer dihambat dan tinja didorong ke rektum. Secara simultan, otot-otot dasar pelvik relaksasi, menyebabkan dasar pelvis turun dan sudut angulasi anorektal membesar. Jika timbul tekanan di rektum, sf,rngter anus relaksasi dan tinja didorong keluar. Setelah defikasi selesai, dasar pelvis naik dan sudut angulasi rektum dan tekanan sfingter anus kembali seperti semula.

Gangguan Motilitas Usus Halus Pada gangguan motilitas usus halus primer, tidak didapatkan kelainan gashointestinal organik. Pada keadaan tersebut, gejala tidak berhubungan dengan lesi anatomik atau mekanik (seperti inflamasi, neoplasma, atau obstnrksi mekanik), akan tetapi mungkin ada penyakit sistemik.

normal setelah makan. Pada umumnya, kontraksi propagasi

Gangguan motilitas usus halus dapat sekunder dari

mulai di kolon transversum dan berkurang pada kolon

kelainan usus halus mekanik atau anatomik yang

sigmoid. Tidak adanya kontraksi ini berhubungan dengan

konstipasi. Sebaliknya peningkatan jumlah kontraksi

mengganggu motilitas usus halus normal. Pada kelainan tersebut gejala disebabkan oleh lesi mekarrik atau anatomik,

berhubungan dengan diare.

dan harus ada bukti gangguan motilitas misal

Stres emosi, termasuk nyeri, mencetuskan peningkatan

motilitas kolon baik pada orang normal dan pasien denga sindrom usus iritabel (IBS). Penurunan respons emosi

anastomosis Rotn-en-Y infeksi usus halus dan obstruksi usus halus parsial. Manifestasi klinik dari gangguan motilitas usus halus

terhadap. stimulus berbahaya dengan memberikan c hl ordi az ep oxi de menurunkan respon motorik kolon. Kolon berkontraksi selama marah dan relaksasi selama

dapat disebabkan oleh perubahan yang disebabkan penyakit dasar primer atau oleh gagalnya usus halus berfungsi secara nonnal sebagai komplikasi sekunder.

tenang. Pada binatang, kemarahan yang tertahankan, stres,

Gejala-gejala yang dapat ditemukan (bilatidak ada penyakit usus inflamasi/IBD, neoplasma atau penebalan mukosa) antara lain nyeri abdomen, kembung dan sering flatus,

atau pemberian corticotropin-releasing factor meningkatkan transit kolon.

464

GAIITROENTEROI.OGI

diare, penurunan berat badan, mual dan muntah. Komplikasi sekunder karena dismotilitas usus halus

.

Apakah penurunan berat badan merupakan gejala

.

utama? ( jika ya, pikirkan kondisi yang menyebabkan maldigesti dan malabsorpsi. Juga pikirkan sindrom paraneoplastik) Apakah pasien memiliki riwayatpenyakit sistemik (misal

termasuk: 1). abnormalitas pola usus halus pada keadaan makan yang mengakibatkan gagalnya digesti dan absorpsi

usus halus normal yang dapat menimbulkan diare dan malabsorpsi; 2). abnormalitas pola usus halus ada keadaan puasa yang mengakibatkan bakteri tumbuh lampau, yang

menimbulkan kembung, diare dan malabsorpsi dan 3). transit cepat yang mengakibatkan berkurangnya waktu absorpsi dan meningkatnya sekresi cairan usus halus. Hal ini dapat menimbulkan malabsorpsi dan diare osmotik. Penyebab dari disfungsi motorik usus halus; 1. Gangguan otot polos: . Sclerosissistemik(skleroderma), . Dermatomiositisdanpolimiositis, . Distrof,r miotonik (Miotonika distrofia, penyakit Steinert) : Amioloidosis 2. Gangguan sistem saraf enteric (ENS): . PenyakitParkinson, . Neuropati viseral karena obat, . Neuropati viseral paraneoplastik : Infeksi virus 3. Gangguan mengenai sistem sarafotonom perifer: . Diabetes melitus, . Sklerosis multipel . Gangguan sistem sarafpusat . Gangguan setelah anastomosis Roux-en-Y

.

Divertikulosisjejunum

Evaluasi pasien yang diduga menderita gangguan motilitas usus halus: Prinsip : 1 ). Singkirkan kemungkinan penyakit yang dapat diobati seperti obstruksi mekanik, kelainan mukosa, penyakit usus inflamatorik (IBD), sindrom pasca gastrektomi, kelainan metabolic dan efek samping obat; 2). Sepertiga pasien merupakan sindrom usus iritabel (IBS); 3). Harus dicari apakah adapenyakit diluarusus misal dari riwayat keluarga atau secara klinik ada penyakit sistemik

?

4). Selain mengobati gejala gangguan motilitas, bila didapatkan penyakit dasar yang menyebabkan diobati juga secara tepat. Anamnesis: . Keluhan pasien berupa kembung perut, nyeri, dan diare. . Apakah gangguan ini akut atau kronik? Proses akut menunjukkan proses yang berhubungan dengan infeksi (misal sindrom pasca vkal, efek infeksi mononucleosis) . Berapa umur dan apa etnik pasien? Usia lanjut tua menunjukkan kelainan usus yangdifus atau sindrom paraneoplastik. . Apakah ada mual dengan atattanpa muntah (bila ya, ada gangguan lambung) . Apakah konstipasi merupakan gejalafiama? (ika ya, ada gangguan kolon) . Jika gejala subakut atau kronik, apakah secara cepat

menjadi berat? (ika ya, pikirkan obstruksi mekanik parsial karena tumor)

diabetes mellitus, sclerosis sistemik, penyakit

.

neurologik, penyakit spinal cord)? Obat-obat apayarrg dikonsumsi? Apakahadariwayatkeluargayangsenrpamasalahnya? (misal pada neuropati dan miopati viseral) Apakah ada bukti gangguan buang air kecil atau pada

.

pria disfungsi seksual? Apakah ada hipotensi ortostatik? Apakah ada riwayat operasi lambung atau usus halus?

. .

Pemeriksaan Fisis: Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan seperti: l). Pada kulit termasuk adanya skleroderma, neurofibromatosis, acanthosis nigricans, lupus sistemik, dan jaringan parut operasi perlu dilakukan; 2). Kelainan kardiovaskular termasuk hipotensi postural dan kardiomegali; 3). Kelainan neurologik termasuk parkinsonisme, distropika miotonia, sindrom Shy-Drager dan multipel sklerosis; 4). Sebagai tambahan pada hipotensi postural, adanya disfungsi otonom mengenai saluran gastrointestinal termasuk succusio splash ata,u intestinal rushes; 5). Kelainan metabolik dan endokrinologik perlu dipikirkan bila ada ahofi testis dan manifestasi klinik dari hiper atau hipotiroidisme.

Pemeriksaan penunjang: 1). Penyebab mekanik dari obstruksi harus dilakukan dengan pemerisaan rontgen kontras dan endoskopi; 2). Kelainan mukosa diperiksa dengan rontgen kontras dan biopsi mukosa; 3). Jika diare masalah utama, evaluasi malabsorpsi, dengan pemeriksaan

kimia darah dan gambaran hematologik harus dilakukan; 4). Kelainan metabolik harus dicari dengan tes fungsi tiroid dan kimia darah; 5). Kelainan vaskular kolagen diperiksa dengan test serologik; 6). Pemeriksaan spesifik untuk neuropati otonom harus dilakukan jika dicurigai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika pemeriksaaan-pemeriksaan ini menunjukkan gangguan motilitas, tentukan apakah gejala yang ada merupakan akibat komplikasi (misal bakteri tumbuh lampau), dan identifrkasi daerah yang terkena dengan pemeriksaan pengosongan lambung, pemeriksaan motilitas

usus halus, pemeriksaan motilitas kolon, danlatart pemeriksaan anorektal.

Pengobatan. Pengobatan terutama ditujukan pada komplikasi yang terjadi selain obat-obat prokinetik. Pada sebagian kecil pasien, diperlukan nutrisi parenteral.

GANGGUAN MOTILITAS KOLON Gangguan yang sering didapatkan yaitu konstipasi

465

GAITIGGUAN MOTILTTAS SALURAN CERNA SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

Beberapa pakar menduga aktivitas kontrol elektrik yang abnormal berperan. Pakar lain mengusulkan penyebab IBS termasuk abnormalitas kontraksi yang panjang atau

idiopatik, sindrom usus iritabel (IBS) dan divertikulosis.

Konstipasi idiopatik. Kelainan ini disebabkan oleh penyakit sistemik, gastrointestinal dan neurologik. Jika tidak didapatkan penyakit organik yang menimbulkan konstipasi maka dinamakan idiopatik. Patofisiolo gi tidak

lamanya gerakan masa kolon, stress psikologis dan sensitivitas rektum yang abnormal. Penyebab ini biasa multifaktorial tidak hanya satu saja. Gangguan psikologis,

jelas, akan tetapi ada tiga mekanisme primer yang berperan antara lain peningkatan absorpsi cairan di kolon dengan transit normal, melambatnya transit dengan absorpsi normal, dan gangguan defekasi dimana pergerakan kolon tidak

gangguan motilitas, dan meningkatnya ambang rangsang

nyeri viseral semua berperan untuk terjadinya IBS. Pengobatan biasa dengan diet tinggi serat, banyak minum, obat anti depresi-anxietas, obat prokinetik seperti cisapride

fungsional. Aktivitas motorik yang meningkat, menurun dan normal ditemukan pada konstipasi. Jika kontraksi

dan tegaserod. Bila tidak berhasil baru dipakai laksatif.

Pada diare dapat diberikan obat anti diare atau obat antikolinergik.

meningkat dalam amplitudo atau frekuensi tidak terkoordinasi, maka dapat terj adi gerakan maju dan mundur yang meningkatkan waktu kontak dari chyme atau isi lu-

Divertikulosis. Penyakit ini terjadi karena kelemahan

men dengan mukosa. Peningkatan waktu kontak meningkatkan pengeringan tinja, sehingga mempersulit pendorongan tinja. Dapat terjadi segmentasi, dengan gerakan yang melambat. Hal ini membuat transit yang melambat dan akhimya konstipasi.

Aktivitas motorik normal kolon dapat timbul pada konstipasi. Meskipun frekuensi dan amplitudo kontraksi normal, koordinasi tidak terjadi. Juga hal ini menimbulkan proses aliran tinja menjadi abnormal. Lebih lagi, hipomotilitas dengan transit yang lambat dapat menyebabkan konstipasi dengan meningkatnya waktu kontak mukosa. Penyakit neurokimia berperan pada

dinding usus disertai adanya konstipasi. divertikulosis sering didapatkan kontraksi dan tinggi' tekanan ini meningkatkan Hal menyempitkan usus. Pengobatan Pada pasien

yang kuat yang mengisolasi segmen usus

Berupa diet tinggi serat (20-30 gram/hari). Antikolinergik dapat menurunkan tekanan dan nyeri

berhubungan dengan spasme. Analgesik opioid dapat meredakan nyeri, tapi dapat memperberat keadqan pada

jangka panjang karena konstipasi sebagai efek sampingnya. Antibiotik hanya bila ada diverkulitis.

patofi siologi konstipasi. Koch dkk mendemonstrasikan

berkurangnya kadar vasoactive intestinal peptide (VIP) dan peptide histidine-methionine pada pasien konstipasi.

Penyakit neuroanatomik juga dapat menimbulkan konstipasi Krishamurthy dkk. melaporkan penurunan neu-

ron argyrophilic pada spesimen reseksi dari pasien konstipasi. Kelainan lain yaitu berkurangnya jumlah axon dan peningkatan nuklei berbentuk macam-macam.

Beberapa studi melaporkan berkurangnya jumlah gerakan kolon pada pasien konstipasi. Diagnosis

GANGGUAN MOTILITAS ANOREKTAL ATAU DEFEKASI Gangguan motilitas anorektall gangguan defikasi dapat berupa gangguan kontinentia atau ganggsan eliminasi/ pengeluaran tinja l. Gangguan kontinentia Gangguan kontinentia dapat ditemukan pada beberapa

penyakit antara lain . Inkontinentia tinja idioPatik

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (adanya gangguan sistem saraf, tonus anus, sensasi kulit, adanya tinja pada pemeriksan digiti rektal dan adanya

. .

impaksi tinja di rektum) dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah, rontgen kolon/barium enema atau

Pengobatan pada inkontinentia tinja: . Latihan biofeedback . Obat anti diare Pada diare

kolonoskopi). Pengobatan berupa diet tinggi serat 20-3 0 gram perhari,

banyak minum, jika mungkin hentikan laksatif dan obatobat yang tidak penting. Jika hal ini tidak berhasil, lakukan pemeriksaan motilitas (manometri anus dan tes transit kolon). Tes transit kolon yang ada yaitu scintigraphi transit kolon. Pada keadaan ini baru dapat dipakai laksatif berupa laktulosa, serat. Obat-obat prokinetik seperti cisapride, tegaserod dapat dipakai.

Sindrom Usus Iritabel (IBS). Sindrom ini ditandai oleh berbagai perubahan kebiasaan buang air besar yang berhubungan dengan nyeri abdomen. Penyebab gej ala IB tetap kontroversial.

S

2.

Diabetes Melitus Sklerosis multipel

Ganggtaneliminasi/pengeluaran tinj a Gangguan eliminasi tinja ini dapat ditemukan pada penyakit anlaralain: ' Megarekfum . Penyakit HirschPrung . Dissinergi dasar pelvis

Pengobatan pada Gangguan Defekasi

.

Pada impaksi tinja karena megakolon, dilakukan enema

rektum diikuti irigasi kolon menggunakan cairan elektrolit seimbang. Sabun enema harus dihindarkan karena menimbulkan kolitis.

466

.

Pasien imobilisasi atau cacat harus diberikan diet tinggi

GASTROENTEROIOGI

REFERENSI

serat dengan enema l-2xlminggt untuk mencegah

.

rekurensi atau impaksi tinja Latihan biofeedback

DIAGNOSIS GANGGUAN MOTILITAS SALURAN CERNABAGIAN BAWAH Diagnosis gangguan motilitas saluran cema bagian bawah ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang mulai dari laboratorium rutin tinja, darah, pemeriksaan rontgen usus, kolonoskopi dan pemeriksaan transit usus halus atau kolon dan pemeriksan manometri anorektal.

KESIMPULAN Gangguan motilitas saluran cerna bagian bawah cukup

banyak ditemukan pada manusia. Untuk diagnosis

Champion MC, Orr WC. Evolving concepts in gastrointestinal motility. Blackwell Science. Tokyo Japan. 1996. Fisher RS, Krevsky B. Motor disorders of the gastrointestinal tract: What's new & what to do. Academy professional information services ins. New York. USA.l993. Herve S, Savoye G, Behbahani A, Leroi AM, Denis P, Ducrotte p. Results of 24-h manometric recording of colonic motor activity with endoluminal instillation of bisacodyl in patients with severe chronic slow transit constipation. Neurogastroenterol Motil 2004;16: 397 -402. Karlbom U, Lundin E, Graf W, Pahlman L. Anorectal physiology in relation to clinical subgroups of patients with severe constipation. Colorectal Dis 2004;6: 343-9. Rao SSC. Colonic and Anorectal Motor Disorders. In: First Asianpacific postgraduate course on gastrointestinal motility. The Korean Society of Gastrointestinal Motility and Janssen Cilag. Cheju-Korea. April 5-7 2001. Rao KA, Yazaki E, Evans DF, Carbon R. Objective evaluation of small bowel and colonic transit time with pH telemetry in athletes with gastrointestinal symptoms. Br J sports Med 2004;38: 482-'.?

Rao SSC, Sadeghi P, Beaty J, Kavlock R. Ambulatory 24-Hov

gangguan motilitas saluran cema bagian bawah perlu dicari

Colonic Manometry ih slow transit Constipation. Am

apakah fungsional atau organik. Selain mengobati gangguan motilitasnya, usahakan obati penyakit yang

Gastroenterol 2004; 99: 2405-16.

menyebabkannya.

J

of kolonic motility-summary and conclusion. In: Read NW, editor. Gastrointestinal motility: which test?

Read NW. Tests

Wrightson Biomedical Publicashing

UID; 1989. p. 213-23.

Sarna SK. Colonic electrical control indicator

of colonic function.

In: Read NW, editor. Gastrointestinal motility: which

test?

Wrightson Biomedical Publishing LTD; 1989. p. 203-11. Stendal C. Practical guide to gastrointestinal function testing. Blackwell Science.Tokyo Japan 1997.

72 PEMERIKSMTN ENDOSKOPI SALURAN CERNA Marcellus Simadibrata K

pemasangan stent bllietlpankreas waktu ERCB dilatasi stenosis saluran cerna dll.

PENDAHULUAN

Pemeriksaan endoskopi pada awalnya merupakan pemeriksaan penunj ang dalam mendiagnosis kelainan-

kelainan organ di dalam tubuh. Bidang ilmu

DEFINIS!

gastroenterologi dan hepatologi sangat berkembang pesat dengan ditemukannya alat endoskopi, terlebih dengan ditemukannya alat endoskop lentur (/lexible endoscope/fiberscope) dan video endoscope (skop

Endoskop yaitu suatu alat yatg digunakan untuk memeriksa organ di dalam tubuh manusia visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut (rigid/fiber -skop) atau langsung melihat pada layar monitor (skop Evis), sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat dilihat denganjelas.

Evis).

Dengan ditemukannya skop lentur pandang samping

(side view) dapat dilakukan permeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreato graphy (ERCP) untuk mendiagnosis kelainan bilier, dan pankreas. Untuk mendiagnosis kelainan hati, peritoneum, dan rongga

Pemeriksaan endokopi adalah pemeriksaan penunjang

yang memakai alat endoskop untuk mendiagnosis kelainan-kelainan organ di dalam tubuh antara lain saluran cerna, saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen,

abdomen dikembangkan pemeriksaan peritoneoskopi.

Perkembangan mutakhir terbaru, untuk memeriksa

dan lain-lain.

kelainan di usus halus telah ditemukan dan dikembangkan pemeriksan endoskopi tidak dengan Dengan pemeriksaan endoskopi ini kelainan-kelainan

Esofagoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di esofagus. Gastroskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di gaster/lambung. Duodenoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di duodenum.

di saluran antara lain esofagus, gaster, duodenum,

Enteroskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk

selang endoskop tetapi dengan capsul yang disebut endoskopi kapsul.

mendiagnosis kelainan di usus halus. Kolonoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di kolon/usus besar. Endoskopi kapsul yaitu pemeriksaan endoskopi menggunakan endoskop bentuk kapsul untuk mendiagnosis kelainan di usus halus.

jejunum, ileum, kolon, saluran bilier, dan pankreas, hati

dapat dideteksi lebih mudah dan tepat. Dalam perkembangannya, selain digunakan untuk diagnostik, alat endoskop juga dipakai untuk tindakan terapeutik yang dapat dideteksi lebih mudah dan tepat. Dalam perkemb4ng anrty a, selain digunakan utnuk diagnostik alat endoskop yaitu skleroterapi atau ligasi varises, hemostatik perendoskopik pada perdarahan akut, terapi laser, polipektomi perendoskopik pada perdarahan akut,

JENIS ENDOSKOPI

. .

skleroterapi atau ligasi hemoroid, sfingterotomi papilla vateri, ekstraksi batu bilier perendoskopik waktu ERCR

467

Endoskopi kaku ( rigidscoPe) Endoskopi lentur (fiberscope)

468

. .

Video endoscope (Evis scope) Endoskop kapsul (capsule endoscope)

SEJARAH ILMU ENDOSKOPI SALURAN CERNA

Sejarah di Luar Negeri . Periode I, yaitu periode endoskop kaku atau straight

.

rigid tubes, antara tahun 1795-1932. Periode II, yaitu periode setengah lentur atau

.

semiflexible tube endoscopy, arrtara tahun 1932-1958. Periode III , yaituperiode endoskop lentar atalflexible endo s c op e, yang diawali pada tahun I 95 8. Sej ak tahun itu perkembangan endoskopi maupun gastroenterologi terasa sekali sangat pesat.

GASIROENTEROI,OGI

Segal & Watkins. Tahun 1950 Uji memnuat gastrokamera dengan menggunakan microfilm yarrg dapat dimasukkan kedalam gastroskop.

Periode

III : periode ini dipelopori oleh Hirschowitzyang

pertama kali mendemonstras kan gas tro duo denal fib ers c op e buatan ACMI. Berkas-bwerkas cahaya y ang terdapat pada

alat tersebut dipantulkan oleh fiberglass dengan diameter 0,0006 inci atau + l4U. Di dalam satu bundle dengan diameter + 0,25 inci terdapat 150.000 fiber glass . Dengan ditemukanny a gas troduodenal fibers cope Hirschowitz ini,

mulai terlihat kemajuan di bidang endoskopi, kerena pemakaiannya lebih mudah dan lebih aman. Pada Kongress Intemational Gastroenterologi di Washington tahun 1958, telah dilaporkan hasil foto berwarna, oleh Takasa dan

Ashinawa yang menggunakan mikrofilm berwarna di

Periode I : yaitu periode endoskop kaku diawali saq'ana Bozzini tahun 1795. Waktu itu endoskop digunakan utnuk memeriksa rectum dan uterus. Sarjana tersebut membuat suatu alat dari logam dengan diberi penyinaran lilin. Sinar dari lilin, diganti dengan penyinaran lampu yang memakai

gastrokamera. Kemudian Olympus Co dari Jepang membuat gastrokamera yang digabung dalam f,rberscope, yang disenut

alkohol pada tahun I 853. Tahun 1 868 Kusmaull pertama kali membuatgastroskopi dari logamyang dilengkapi lampu dan

Endo s copy), dengan maksud mempermudha pendidikan. Sej ak tahun I 963 oleh ACMI dibuat sigmoidosopi serat optik dengan panjang 50-60 cm untuk memeriksa sampai kolon

kaca yang memantulkan cahaya (straight rigid gastroscope). Lalu gastroskop tersebut disempurnakan oleh Mikulicz pada tahun 1881, dengna mebuat lekukan di ujungnya sebesar 30 derajat, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa isi lambung lebih sempuma dan disebut rigid elbowed gastroscope. Perkembangan tidak hanya mengenai bentuk endoskop saja, tetapi penyinarannya. Pada

tahun 1906 penyinaran memakai listrik. Rosenheim memelopori pertama kali menggunakan lampu listrik untuk iluminasi gastroskop. Bevan pada tahun 1868 pertama kali menggunakan endoskopi untuk mengambil benda-benda asing dan untuk melihat kelainan di esofagus. Alat endoskop

yang digunakan untuk memeriksa rectum dan sigmoid pertama kali dikembangkan oelh Tuttle tahw 1902. Peritoneoskopi pertama kali dikembangkan oleh Ott tahun 1901, dan disebut celioscopy. Ia menggunakan speculum vagina ke dalam rongga perut melalui insisi. Cara memeriksa isi rongga perut diikuti oleh Kelling pada tahun yang sama dengan menggunakan sistoskop.

Periode II : pada periode ini Schindler W membuat semiflexible gastroscope pertama kali tahun 1932. Alat tersebut semilentur dan mempunyai lensa ganda dengan

jarak sangat pendek. Pada tahun 1939, Henning membuat modifikasi lensanya, dan bagian yang kaku dibuat lebih kecil, sehingga memudahkan pemeriksaan. Eder Palmer pada tahun 1941 membuat gastroskop dengan diameter 9 mm. Pada tahun 1948 Benedict membuat gastroskop yang dilengkapi dengan alat biopsi. Yang melakukanpemotretan

pertama kali adalah Henning dengan memakai gastroskop

Shindler dan film hitam putih. Tahun 1948 dilakukan pemotretan dengan film berwama oleh Henning & Keilhack,

GTF ( 1962), dan kemudian mengalami perbaikan dan disebut GTFA (1965). Sejak tahun 1970 di Jepang telah dapat

dilakukan pemeriksaan endoskopi di TV (Television

transversum , dan kolonoskop serat optik yang panjangnya

185 cm untuk memeriksa daerah sekum. Alat ini diperkenalkan pertama kali tahun I 968.

Peritoneoskop mengalami banyak perubahan setelah ditemukannya endoskop serat optik. Pada waktu 56 Asian Pasific Congress of Gastroenterology di Singapura 976 telah dilaporkan dan dipamerkan laparaskop kecil buatan Olympus yang dapat digunakan untuk memeriksa pasien dibangsal.

Perkembangan

lebih lanjut, telah dilaporkan

penggunaan video-endoskop pada tahun 1984, yang prinsipnya berbeda dengan fiberoptic endoscope. Alat ini menggunakan teknologi mikroelektronik maju untuk menghasilkan endoskopik video-image yang besar dan mempunyai resolusi tinggi pada monitor televisi. Image ini dapat direkam dan dilihat serentak oleh beberapa tempat, tanpa kehilangan ketajaman karena pengamatan image. Pada sistem ini ada 3 komponen dasar yang penting yaitu, endoskop milcroelekhonik, video-prosesor dan video monitor. Keuntungan alat ini tidak menggunakan serat optik yang secara alamiah dapat memburuk, sesuai dengan umumya. Tindakan terapeutik banyak dilakukan di luar negeri

mulai dari pengambilan benda asing, skleroterapi endoskopik (1939 oleh Grafoord dan Frenchner) laser argon (1975 oleh Dawyer dkk), polipeptomi kolon (1973 oleh Wolff dan Shinya) Koch dkk (1975) melakukan percobaan Endoscopic Retrograde Spinchterotozy (ERS) pada anjing. Cara ini lalu berkembang dan dilakukan pada manusia untuk mengeluarkan batu di saluran empedu utama atau

469

PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERI{A

dimanfaatkan penghisapan cairan empedu. Selanjutnya sfingterotomi disebut papilotomi endoskopik. Sejak ditemukannya endoskop serat optik, diproduksi juga enteroskop serat optik yang panjang yang dapat memeriksa kelainan-kelainan di usus halus. Beberapa

senter

di Jepang mengawali

pemeriksaan push

enteroscopy menggunakan enteroskop tersebut untuk merneriksa usus halus, yang lalu diikuti oleh beberapa

itu

Sesudah

pemeriksaan enteroskopi (push

enteroscopy) rttitkpemeriksaan usus halus secara lengkap mulai dilalarkan dan dikembangkan Bambang Handana dkk di Jakarta.

Endoskopi kapsul mulai diperkenalkan dan dilakukan di lakarta Indonesia sejak tahun 2004, yang digunakan untuk memetiksa kelainan-kelainan di usus halus.

negara maju lainnya. Setelah era video endoskopi, enteroskopi diproduksi sesuai sistem video endoskopi. Akhir-akhir ini di Jepang dibuat lagi enteroskop memakai balon yang disebut double balloon enteroscope wtuk

JENIS PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNABAGIANATAS

memeriksa kelainan usus halus.

Diagnostik

untuk memeriksa kelainan usus halus.

. . . .

Sejarah di Dalam Negeri

Terapeutik

Sejak tahun 2000 ditemukan dan dikembangkan pemeriksaan endoskopi kapsul tanpa selang dan tanpa kabel, menggunakan kapsul endoskop yang digunakan

Perkembangan endoskop di Indonesia hampir mirip dengan perkembangan di luar negeri, yaitu juga diawali dengan endoskop kaku.

Endoskop kaku yang pernah dipakai yaitu rektosigmoidoskop yang semula banyak dipakai di bidang bedah. Pang pada tahun 1958 memelopori penggunaan laparaskop kaku di Indonesia. Endoskop setengah lentur pertama kali pada tahun 1967 digwakandi Indonesia oleh Simadibrata. Selanjutnya dilaporkan hasil pemeriksaan gastroskop lentur (Olympus GTFA) oleh Supandiman di Bandung (tahun 1971). Sejak itu makinbanyak laporanhasil pemakaian endoskop lentur di Indonesia, apalagi setelah

. . .

191 4

yang dketuai oleh Pang.

Kolonoskopi lentur digunakan pertama kali sejak Oktober 1973 oleh Hilmy dkk. Tindakan polipektomi endoskopk juga dilaporkan Hilmy dkk tahun 1978. Skleroterapi endoskopik juga sudah dikembangkan di Indonesia dilaporkan pertama kali oleh Hikny dkk (198a). Pemasangan prostesis esofagus pertama kali dilaporkan Simadibrata R. Tindakan dilatasi esofagus dengan Savary

dilaporkan oleh Rani AA dan Chudahman Manan dkk.

Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) diagnostik dan terapeutik dilaporkan pertama kali

oleh Lesmana L dkk. Terapi Laser parendoskopi dikembangkan pertama kali oleh Daldiyono H. Ligasi varises esofagus dilaporkan oleh Hermono H dan dan Rani

skleroterapi dan ligasi varises esofagus skleroterapi histoacryl varises lambung

hemostatik endoskopik perdarahan non varises adrenalin

. . . . . .

didirikan Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI) pada tahun

Esofagogastrosduodenoskopi dan biopsi. Jejunoskopi dan biopsi Enteroskopi dan biopsi Kapsul endoskopi

.

*

:

aethoxysclerol, berryplast, electric coagu -

lation, bipolar probe, endosclips dtl.

polipektomipolip esofagus-gaster-duodenum endoscopic mucosal resection (EMR) terapi laseruntuktumor, perdarahan dll. dilatasi esofagus : dengan b:usi Hurst ata,u Savary-

Guillard pemasangat stent esofagus pemasangar, percutaneus endoscopic gastrostomy (PEG)

pemasangan selang makanan/NGT-Jlocare petendoskopik

JENIS PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN CERNABAGIAN BAWAH Diagnostik

. . . . .

Enteroskopi dan biopsi Kapsul endoskopi

Ileo-kolonoskopi&biopsi Rektosigmoidoskopi & biopsi Anoskopi

AA. Ligasi ganda varises esofagus dilaporkan oleh Hermono H dan Simadibrata M. Tindakan Percutaneus Endoscopic Gastrostomy (PEG) dilakukan oleh Hermono

H dan Chudahman Manan. Pemeriksaan usus halus proksimal dan ileum terminal dengan kolonoskop pediatrik yang dimodifikasi dan kolonoskopi panjang dikembangkan Simadibrata M sejak tahun 1997.

Terapeutik

. .

skleroterapi dan ligasi hemoroid

hemostatik endoskopik perdarahan non varises adrenalin

. .

* aethoxyscerol, berryplast, eleclric

lation, bipolar probe, endosclips dll. polipektomi polip kolon endoscopic mucosal resection (EMR)

:

coagu'

470

. . .

GASTROENTEROISGI

terapi laser unfuk tumor, perdarahan dll. dialtasi striktur /stenosis kolon pemasangan stent kolon

.

Pada pasien-pasien pascagastrektomi dengan gejala/ keluhan-keluhan saluran cema bagian atas diperlukan pemeriksaan endoskopi Karen interpretasi radiologis biasanya suliU iregularitas dari lambung dapat dievaluasi

E'VDOSCO

PIC RETROGRADE CHOLANGIO

PAN C REATOGRIIPHy

(

E

Rc P)

paling baik dengan visualisasi langsung melalui

.

Diagnostik Melihat duktus bilier, sistikus, kandung empedu dan duktus pankreatikus

. Terapeutik

. . . .

pemasangat stent bilier dan stent pankreas

sfingterotomi atau papilotomi endoskopik ekstraksi batu atau cacing dari saluran empedu. pemasangan nasal biliary drainage (NBD)

endoskopi.

Kasus sindrom dispepsia dengan usia lebih dari 45 tahun atau di bawah 45 tahun dengan "tanda bahaya", pemakaian obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) dan riwayat kanker pada keluarga. Yang dimaksud dengan tanda bahaya yaitu muntah-muntah hebat, demam, hematemesis, anemia, ikterus dan penurunan berat badan. Prosedur terapeutik seperti polipektomi, pemasangan selang makanan (nasogastric tube), dilatasi pada stenosis esofagus atau akalasia, dll.

Kontraindikasi pemeriksaan endoskopi SCBA : 1. Kontraindikasi absolut : . pasien tidak kooperatif atau menolak prosedur

Peritoneoskopi

. .

. . . . .

diagnostik kelainan peritoneum dan hati

untuk mengambil batu kandung empedu

dan kolesisektomi dikembangkan tindakan laparaskopik kolesisekt6mi yang memakai peralatan peritoneoskopi

harus ditunda dulu sampai keadaan penyakitnya mernbaik

2. Kontraindikasirelatif:

.

Indikasi pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA):

.

.

Unhrk menerangkanperubahan-perubahanradiologis yang meragukan atau tidakjelas, atau untuk menentukan

.

dengan lebih pasti/tepat kelainan radiologis yang didapatkan pada esofagus, lambung atau duodenum Pasien dengan gejala menetap (disfagia, nyeri epigas-

. .

trium, muntah-muntah) yang pada pemeriksaan

.

. .

.

radiologis tidak didapatkan kelainan. Bilapemeriksaan radiologis menunjukkan atau dicurigai

suatu kelainan misalnya tukak, keganasan atau obstruksi pada esofagus, indikasi endoskopi yaitu

.

memastikan lebih lanjut lesi tersebut dan untuk membuat pemeriksaan fotografi, biopsi, atau sitologi. Perdarahan akut saluran cemabagian atas memerlukan pemeriksaan endoskopi secepatrya dalam waktu24 jam

. . .

untuk mendapatkan diagnosis sumber perdarahan yang

paling tepat.

Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang diperlukan juga unhrk memantau penyembuhan tukak yangjinak dan pada pasien-pasien dengan tukak yang dicurigai kemungkinan adanya keganasan (deteksi dini karsinoma lambung)

Oklusikoronerakut

Gagaljantung berat Korna Emfisema danpenyakitparu obstruktifberat Pada keadaan-keadaan tersebut, pemeriksaan endoskopi

tersebut.

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI ENDOSKOPI SALURANCERNA

pemeriksaan tersebut setelah indikasinya dijelaskan secara penuh. Renjatan berat karena perdarahan dll.

Lukakorosif akutpada esofagus, aneurisma aorta, aritmia jantung berat.

Kifoskoliosis berat, divedikulum Zenker, osteofit bear pada tulang servikal, struma besar. Pada keadaan tersebut, pemeriksaan endoskopi harus dilakukan dengan hati-hati dan "halus". Pasien gagal jantung Penyakit infeksi akut (misal pneumonia, peritonitis,

kolesistitis). Pasien anemia berat misal karena perdarahan, harus

diberi transfusi darah terlebih dulu sampai Hb sedikitnya l0 g/dl. Toksemia pada kehamilan terutama bila disertai hipertensi berat atau kejang-kej ang. Pasien pascabedah abdomen yang baru. Gangguan kesadaran.

Tumormediastinum.

Indikasi pemeriksaan endoskopi kapsul:

.

Perdarahan saluran cerna atas dan bawah yang

.

disebabkan kelainan usus halus Diare kronik yang disebabkan kelainan usus halus

Kontra indikasi pemeriksaan endoskopi kapsul: . Obstruksi saluran cema

471

PEMERIKSAAN ENI,OSKOPI SALURAN CERITIA

.

.

Stenosis/sffitur saluran cema

Indikasi pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian bawah(SCBB):

. .

. . . . . . .

Mengevaluasi kelainan yang didapat pada hasil pemeriksaan enema barium misal striktur, gangguan pengisian (/illing defect) menetap.

Perdarahan rectum yang tidak dapat diterangkan penyebabnya. Selain itu bila darah samar positif atau perdarahan nyata, indikasi mutlak kolonoskopi. Penyakit radang usus besar (Crohn, kolitis ulserosa,

kolitis mikroskopik) Keganasan dan polip dalam kolon (ditegakkan dengan biopsi histopatologi) Evaluasi diagrrosis keganasan rectum atau kolon yang diuat sebelumnya. Kolonoskopi pascabedah; evaluasi anastomosis. Surveilens, pada kelompok risiko tinggi ( misal pada kolitis ulseratif) dan pemantauan sesudah pembuangan polip atau kanker. Prosedurteeerapeutiksepertipolipektomi,pengambilan benda asing, dan lain-lain Penelitian penyakit kolon pada pasien dengan anemia yang tidak dapat diterangkan penyebabnya, penurunan berat badan, adenokarsinoma metastatik dengan lesi

primeryang kecil. Kontraindikasi pemeriksaan endoskopi SCBB

.

:

Setiap proses peradangan akut dan berat seperti kolitis

ulseratif, penyakit Crohn atau kolitis iskemik, kolitis radiasi. Pada keadaan akut dan berat dapat timbul

. . . . .

perforasi.

Divertikulitis akut dengan gejala-gejala sistemik. Nyeri hebat pada abdomen, peritonitis (bahaya perforasi).

Infark jantung baru dan gangguan kardiopulmoner berat.

Kehamilan trisemester pertama, penyakit peradangan panggul. Penyakit anal atauperianal akut. Dugaan perforasi kolon kolon atau belum lama menjalani

operasi kolon.

. Aneurisma aorata abdominal atau aneurisma iliakal. . Nyeri perut demam, distensi perut dan adanya penurunan tekanan darah sewaktu pembersihan kolon. Indikasi pemeriksaan ERCP : . Ikterus dengan penyebab tidak jelas. . Batu saluran empedu. . Keganasan pada sistem hepatobilier dan pankreas. . Panl
. .

Tumorpamkreas,termasukkista. Diabetes mellitus, dengan nyeri perut atau berat badan

menuiun, untuk menyingkirkan pankreatitis atau

. .

karsinoma.

Divertikelduodenumsekitarpapil. Metastasis tumor ke sistem bilier atau pankreas.

.

Nyeri perut bagian atas, tanpa kelainan pada pankreas, lambung, duodenum dan hati. Gallstone pankreatitis.

Konhaindikasi pemeriksaan ERCP : . Sesuai dengan kontraindikasi pemeriksaan endoskopi

. .

SCBA. Keadaan umum lemah atau buruk. Alergi kontras yodium.

Indikasi pemeriksaan laparaskopilperitoneoskopi : . Memeriksa hati dan melalarkan biopsi terpimpin pada penyakit yang diduga setempat atau difus, termasuk evaluasifilling defect pada pemeriksaan imaging hati danlimpa. . Memeriksa kandung empedu untuk kemungkinan penyakit atau pembesaran yang disebabkan oleh penyumbatan pada duktus koledokus. . Menetapkan etiologi tumor abdomen. . Menilai kemungkinan operasi pasien tumor ganas dan menenfukan adanya metastasis. . Menetapkan etiologi asites, terutama ya\g resisten terhadap pengobatan. . Evaluasi nyeri abdomenyang gambaran klinisnya tidak jelas, termasuk nyri daerah pelvis yang mungkin disebabkan radang. Atau penyakit lain atau adhesi dengan peritoneum atau organ lain. . Evaluasi organ dalampelvis. . Menentukan stadium penyakit Hodgkin dan limfoma lain.

Kontraindikasi pemeriksaan peritoneoskopi . Kelainanpembekuandarah

. . . . . . .

:

Pasientidakkooperatif Penyakitkardio-pulmonerberat Asites yang amat besar Hemia diafragmatika atau dinding abdomen Obstruksi usus Keadaan obesitas berat Pemeriksaan yang belum memiliki pengalaman

Penyulit Komplikasi

1.

Pemeriksaan endoskopi SCBA

.

. . . . . .

epam, gangguan pemapasan. Pneumonia aspirasi Perforasi Perdarahan

Gangguankardiopulmoner Penularaninfeksi Instramental impaction.

2. Pemeriksaan

. . . .

:

Reaksi terhadap obat-obatan : koma karena diaz-

endoskopi SCBB : Gangguan kardiovaskular dan pernapasan

Perforasikolon Perdarahan Reaksi vasovagal

472

. . . . .

GAIITROENTEROI.OGI

Distensi pascakolonoskopi Flebitis Infeksi Volvulus Efeksarnpingbiopsi : perforasi,perdarahan, infeksi

dll. PemeriksaanERCP: . perdarahan

. . .

.

perforasi pembentukan kista submukosa duodenum infeksi : kolangitis supuratif akut, kista pankreas terinfeksi, sepsis, pankreatitis akut. Sepsis dan kematian.

Laparaskopi/peritoneoskopi : . Yang berhubungan dengan pneumoperitoneurn (emfi sema subkutan-rnediastinum, perdarahan tempat say atan, pneumotoraks, renjatan, cardiac arrest, tertusuknya organ dalam abdomen, emboli

Jenis Penyakit Normal Gashitis Gastritis erosive Duodenitis Esofagitis Gastritis refluks empedu Tukak duodenum Tukak lambung Gastropati hipertensi portal Tumor gaster Sliding hemia Kandidiasis esofagus Tumor esofagus Atrofi gaster

Persentase (%) 28 29 15,67

7,67 5,83 4,5 3,5 2,2 1,2 1

0,66 0,5 1 1

Dikutip dari Daldiyono H

udara, nyeri abdomen dan bahq hernia diafragmatika

.

.

atau dinding abdomen).

Yang berhubungan dengan laparaskopi (nyeri waktu menggerakkan trokar, nyeri waktu skop mengenai peritoneum parietal, perdarahan organ atau fumor yang terkena skop, perforasi usus, emboli udara, merembesnya cairan asites dari sayatan dinding abdomen).

Yang berhubungan dengan tindakan biopsi (perdarahan, nyeri, peritonitis empedu).

HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI SALURAN GERNA DI RSUPN4IPTO MANGUNKUSUMO Dari kasus-kasus dispepsi a y arrg dilaktrkan pemeriksaan endoskopi SCBA didapatkan kelainan yang sering yaitu gastritis diikuti gastritis erosif, doudenitis. Dari kasuskasus perdarahan SCBA yang dilakukan pemeriksaan endoskopi SCBA didapatkan penyebab yang sering yaitu pecah varises esofagus diikuti kombinasi kelainan SCBA, gastritis erosif, gastropati hipertensi portal. Kelainan yang sering ditemukan pada pemeriksaan kolonoskopi yaitu hemoroid diikuti, polip, kolorektal, kolitis infektif, kanker kolorektal. Hasil pemeriksaan endoskopi tersebut dapat dilihat pada Tabel l,2,dan3.

KESIMPULAN

Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang penting dalam menegakkan diagnosis penyakit gastrointestinal, bilier dan hati. Pemeriksaan endoskopi harus selalu dipandang sebagai cabang ilmu kedokteran yang akan berkembang terus.

Jenis Penyakit Pecah varises esofagus Kornbinasi kelainan-kelainan Gastritis erosif Gastropati hipertensi portal Ulkus duodenum Ulkus gaster Pecah varises lambung Karsinoma duodenum Karsinoma gaster Esofagitis erosive Ulkus esofagus Duodenitis erosif Polip gaster Angiodisplasia/hemangioma Tak ditemukan kelainan

Persentase

(o/o)

27,2 22,1 't

9,0

11,7

5,7 5,5 1,8 1,1

0,9 0,7 0,4 o,2 0,2 o,2 3,3

Dikutip dari Simadibrata M, Rani AA

Jenis penyakit Normal Hemoroid Polip kolorektal Kolitis infektif Kanker kolorektal Kolitis ulseratif Kolitis nonspesifik Divertikel kolon Trikuriasis lleitis infektif Tuberculosis kolon Kolitis iskemik Penyakit Crohn Kolitis amebic Kolitis radiasi Dikutip dari Daldiyono

Persentase(7o) 12,70 25,75 11,70 10,70

9,03 6,O2

5,68 4,68 3,67 2,67 2 1,67 1,33 1,33 1

473

PEMERIKSTAAI\I ENDOSKOPI STALURAN CERNA

hepatologi. Perhimpunan endoskopi gastrointestinal

REFERENSI Adler DG Knipschield M, Gostout C. A Prospective comparison of capsule endoscopy and push enteroscopy in patients with GI bleeding of obscure origin(Abstract). Gastrointes Endosc 2004;

59(4).

http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/om.dl1/

serve?action-searchDB& searchDB

for:

1-2.

Chong AKH, Taylor A, Miller A, Hennessy O, Connell W, Desmond P. Capsule endoscopy vs push enteroscopy and enteroclysis in suspected small-bowel Crohn's disease(Abstract). Gastrointes

Endosc 2005; 6l(2). http:i/www3.us.elsevierhealth.com/scripts/ om.d11/serve?action= searchDB&searchDB for: l-2. Datdiyono H. Aplikasi dan teknologi endoskopi dalam bidang gastroenterologi ilmu penyakit dalam. Pidato pada upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam ilmu penyakit dalam pada fakultas kedokteran universitas Indonesia. Jakarta' 20 September 1997. Geng F, Swain P, Mills T. Wireless endoscopy. Gastrointest Endosc

2000;

5l:

725-9.

Hadi S. Sejarah perkembangan endoskopi di luar negeri dan di Indonesia. Dalam: Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani A, Akbara

N eds. Endoskopl dalam bidan

gastroentero-hepatoogi

Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia.Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 1-7. Iddan G Meron G glukhovsky A et.al. Wireless capsule endoscopy. Nature 2000; 25:. 405-17. Kasugai T. Endoscopic diagnosis in gastroenterology. 1't edition. Tokyo-NewYork. Igaku Shoin . 1982.p. l-2Noer HMS. Laparoskopi. Dalam: Hadi A, Thahir G, Daldiyono, Rani A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-

Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 243-55. Nurman A. Persiapan dan perawatan pasien sebelum dan sesudah endoskopi. Dalam: Hadi S, Thahir G, Daldiyono, Rani A, Akbar

N

eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-hepatologi

Perhimpunan endoskopi gastrointestinal Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 1987.p. 29-45. Rani AA, Manan C, Djojoningrat D, Simadibrata M. Sindrom dispepsia- Diagnosis dan penatalaksanaan dalam praktek seharihari(buku panduan diskusi). Pusat Informasi dan Pqnerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM. April 1999.

Rani AA. Kolangio-pankreatografi retrograd

endoskopik

(KPRE=ERCP). Dalam Hadi S, Thahir G Daldiyono, Rani A, Akbar N eds. Endoskopi dalam bidang gastroentero-hepatologi. Perhimpuan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI 1987.p. 169-77 Rastogi A, Schoen RE, Slivka A. Diagnostik yield and clinical outcomes of capsul endoscopy(Abstract). Gastrointes Endosc 2004; 60(6). http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/om.d1l/ serve?action=searchDB& searchDB for: 1-2. Sears DM, Avots-Avotins A, Culp K, Gavin MW. Frequency and Clinical outcome of capsule retention during capsule endoscopy for GI bleeding of obscure origin(Abstract). Gastrointes Endosc 2004; 60(5). http://www2.us.elsevierhealth.com/scripts/om.d11/ serve?action= searchDB&serachDB for: l-2 Simadibrata M, Rani AA. Upper gastrointestinal bleeding. Abstracts for the lln Asian Pacific Congress of Gastroenterology and the 8m Asian Pacific Congress of Digestive Endoscopy. Hongkong-

China. March l0-14, 2000.p. 864(A212).

73 NYERI ABDOMEN AKUT Daldiyono, Ari Fahrial Syam

DEFINISI Sering

Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu

Appendisitis Kolik bilier Kolisistitis Divertikulitis Obstruksi

kegawatan abdomen dapat teijadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari24 jam.Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus ditangani segera. Identifikasi awal yang penting adalah apakah kasus yang

USUS

Perforasi viskus Pankreatitis Peritonitis Salpingitis Adenitis mesenterika Kolik renal

dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan.

Kurang sering Kolangitis Infark mesenterika Pielonefritis Torsi kista ovarium, testis, omentum Ruptur kista ovarium, kehamilan ektopik, aneurisma aorta Prolaps diskus Abses Eksaserbasi ulkus peptikum lleitis: Chron's, Yersinia spp

Jarang Nekosis hepatoma lnfark lien Pneumonia lnfark miokard Ketoasidosis diabetikum lnflamasi aneunsma Volvulus sigmoid, caecum, lambung Herpes zoster

ETIOLOGI DAN PENDEKATAN KLINIS AKUT

akibat peristaltik. Pada anamnesis perlu dievaluasi

ABDOMEN

mengenai nyeri yang disampaikan pasien tersebut apakah nyeri yang disampaikan terlokalisir, atau sukar ditentukan

Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit bisa berupa kegawatan bedah atau kegawatan non bedah.

lokasinya.Kemudianadanyareferredpain

jugamembanit

unhrk mengetahui asal nyeri tersebut. Adanya nyeri tekan pada pemeriksaan fisik seseorang juga menunjukkan bentuk nyeri tersebut. Nyeri tekan biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan serosa. Nyeri ini dapat te{adi akibat infeksi yang kontinyu (terus menerus) serta ulkus lanjut. Nyeri somatik biasanya nyerinya terlokalisasi.

Kegawatan non bedah antara lain pankreatitis akut, ileus paralitik, kolik abdomen. Kegawatanyang disebabkan oleh bedah antara lain peritonitis umum akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari luar misalnya karena suafu tauma, sedang proses dari dalam misal karena

apendisitis perforasi. Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis, kolik bilier, kolisistitis, divertikulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesenterika dan kolik renal. Sedangkan yang jarang

ANAMNESIS

Nyeri abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah

menyebabkan akut abdomen antara lain: nekrosis hepatoma,

berlangsung lama. Nyeri yang dirasakan dapat ditentukan lokasinya olelr pasien atau pasien tidak dapat merasakan nyeri abdomen tersebut berasal dari mana atau bisa saja pasien merasakan nyeri perut tersebut berasal dari seluruh

infark lien,'pneumonia, infark miokard, ketoasidosis diabetikum, inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan Herpes zoster. (Tabel 1) Dilihat dari sudut nyeri abdomen, nyeri abdomen dapat terjadi karena rangsangan viseral, rangsangan somatik dan

abdomen. Nyeri akut abdomen cenderung berlangsung tiba-tiba.

474

475

NYERIABDOMENAKUT

Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum viseral (nyeri viseral) atau

peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri somatik). Pada saat nyeri dirasakan pertama

Penyakit

Sistem Organ Gastrointestinal

Apendisitis, ulkus peptikum perforasi,

Hepatobilier, pankreas dan

Pankreatitis akut, kolesistitis akut, kolangitis akut, hepatitis akut, abses

obstruksi usus, perforasi usus, iskemia usus, divertikulitis kolon, divertikulitis

kali, nyeri viseral biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas. Nyeri yang berasal dari organ padat kurang jetas dibandingkan nyeri dari organ

yang berongga. Nyeri yang berasal dari viseral dan berlangsung akut biasanya menyebabkan tekanan darah dan denyut jantung berubah, pucat dan berkeringat dan disertai fenomena viseral motor seperti muntah dan diare. Biasanya pasien juga merasa cemas akibat nyeri yang

Meckel, inflammatory bowel disease

lien

Urologi Retroperitoneal

hati, ruptur atau hemoragik tumor hepar, ruptur lien. Batu ureter, pielonefritis

Aneurisma aorta, perdarahan

Ginekologi

Ruptur kista ovarium, torsi ovarium, kehamilan ektopik terganggu, salpingitis ruptur uterus

ditimbulkan tersebut.

akut, piosalfing, endometritis,

Lokasi dari nyeri abdomen bisa mengarah lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut (Tabel 2). Walaupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan penjalaran dari tempat lain. Oleh karena itu nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi asal dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.

Lokasi Nyeri

ileus atau obsfuksi

Penyebab Nyeri

Pankreatitis, ulkus duodenum, ulkus gaster, kolesistitis, kanker pankreas,

hepatitis, obstruksi

intestinal, abses

apendisitis (gejala awal), Hipokondrium kanan Hipokondrium kiri

Periumbilikalis

Lumbal lnguinal dan suprapubik

medularis. Refleks muntah pada awal terjadinya akut abdomen biasanya tidak progresif. Tetapi jika muntah yang terjadi progresif dan terus menerus disertai nyeri abdomen yang hebat maka kemungkinan obstruksi usus harus dipikirkan. Nyeri abdomen yang disertai distensi abdomen akibat gas yang berlebihan harus dipikirkan kemrurgkinan

Abdomen Epigastrium

retro-

peritoneal

usus'

Obstipasi akibat adanya gangguan pasase usu,s drsertui tidak adanya flatus dan distensi abdomen juga harus dipikirkan kemungkinan adanya ileus atau obstruksi usus. Sedang nyeri abdomen dengan konstipasi tanpa distensi

subfrenikus, pneumonia, emboli paru,

terutama pada orang tua dipikirkan kemungkinan

infark miokard

divertikulitis sebagai penyebab. Sedang adanya buang air besar cair disertai darah pada nyeri abdomen perlu dipikirkan kemungkinan IBD dengan iskemi mesenterika

Kolesistitis, kolangitis,

hepatitis, subfrenikus, pankreatitis, pneumonia, emboli paru, nyeri miokard Nyeri limpa karena limpoma, infeksi virus. Abses subfrenikus,ulkus gaster, pneumonia, emboli paru, nyeri miokard Pankreatitis, kanker pankreas, Obstruksi intestinal, aneurisrna aorta, gejala awal apendisitis. Batu ginjal, pielonefritis, abses perinefrik, Ca kolon. Penyakit di daerah kolon, apendisitis

abses

pada inguinalis kanan,

PenYakit

divertikulosis sisi kiri, salpingitis, sistitis, kista ovarium, kehamilan ektoPik

Selain berdasarkan lokasi, penyebab akut abdomen juga dapat dibagi berdasarkan sistem organ yang terlibat. (Tabel

atau kemungkinan trombosis vena mesenterika.

PEMERIKSAAN FISIS Pasien dengan akut abdomen biasanya diperiksa posisi supine.Inspeksi abdomen dilakukan dengan teliti. Posisi

tidur pasien dan apakah pasien tetap merasakan nyeri pada posisi supine dan berusaha untuk berada pada posisi tertentu untuk menghindari nyeri merupakan hal penting untuk menentukan penyebab dari akut abdomen tersebut. Pasien dengan peritonitis cenderung untuk imobilitas dan

terus merasa kesakitan, perubahan posisi akan

3)

merangsang peritoneumnya dan meningkatkan nyeri

Pada akut abdomen selain nyeri abdomen pasien juga dapat mengeluhkan ketuhan lain antara lain mual,muntah, anoreksia, kembung, buang air besar cair atau sudah buang air besar..Anoreksia hampir terjadi pada seluruh penyebab akut abdomen terutama pada apendisitis akut dan kolesistitis

abdomennya.

akut. Sedang anoreksia jarang ditemukan pada akut abdomen akibat kelainan pada wologi atau ginekologi. Pada

awal terjadinya akut abdomen biasanya disertai dengan muntah sebagai akibat rangsangan refleks dari pusat muntah

Palpasi pada pasien dengan akut abdomen harus dilakukan dengan hati-hati. Patpasi dilakukan dengan hatihati untuk menentukan lokasi nyeri jika nyeri tersebut terlokalisir. Melalui palpasi dapat ditentukan adanya nyei tekan, nyeri lepas dan adanya massa. Adanya nyeri lepas lebih mengarah kepada suatu peritonitis. Lokasi nyeri abdomen berhubungan dengan penyebab dari nyeri tersebut (Tabel 1). Beberapa tanda sering digirnakan sebagai patokan

adanya etiologi dari nyeri abdomen tersebut.Tatda Murplry berupa nyeri tekan pada perut kanan atas pada saat inspirasi sensitive untuk kolesistitis akut tetapi pemeriksaan ini tidak

TATALAKSANA

Dengan semakin canggihnya pemeriksaan baik

spesifft. Nyeri tekan dan nyeri lepas disertai rigiditas pada daeruh Mc Burney yaitu pada perut kanan bawah sensitif untuk suatu apendisitis akut.

pemeriksaan radiologi dan endoskopi, tatalaksana pasien dengan akut abdomen juga semakin luas selain terapi farmakologi dan terapi bedah terapi endoskopi dan terapi

Pada pemeriksaan auskultasi bising usus yang didengar cukup bervariasi tergantung penyebab dari akut abdomen tersebut. Pada ileus paralitik atau peritonitis umum bising usus tidak terdengar sedang pada obstruksi usus bising usus akan meningkat dan kadang kala kita mendengar Metallic's sound. Adanya suara bruit pada saat auskultasi menunjukkan kelainan vaskular tetapi pada pasien yang kurus kita bisa mendengar bruit pada daerah epigastrium yang berasal dari aorta abdominalis.

radiologi intervensi serta terapi melalui laparoskopi merupakan modalitas yang biasa dilakukan pada pasien dengan akut abdomen. Beberapa keadaan akut abdomen dimana tindakan operasi bukan merupakan pilihan utama adalah pada pankreatitis biliaris akut dimana setelah terapi

antibiotik yang adekuat drainage bilier melalui endoskopi harus dilakukan. Keadaan dimana pendekatan radiologi menjadi pilihan pertama yaitu pada abses hati dimana aspirasi abses

melalui ultrasonografi abdomen harus dilakukan bersamaan dengan terapi antibiotik.

Secara umum pada akhirnya penanganan pasien

PEMERIKSAAN I.ABORATORIUM DAN PENUNJANG I-AIN

dengan akut abdomen adalah menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus bedah yang harus dilakukan tindakan operasi atau jika tindakan bedah tidak perlu dilakukan segera kapan kasus tersebut harus dilakukan

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti, pemeriksaan laboratorium yang rutin perlu antara lain pemeriksaan darah perifer dan urin lengkap. Pemeriksaan

tindakan bedah.

laboratorium lain yang dilakukan antara lain amilase, lipase, elektrolit, gula darah dan ureum kreatinin. Pemeriksaan foto abdomen 3 posisi perlu dilakukan untuk menentukan adanya tanda perforasi, ileus dan obstruksi

usus. Selain pada foto polos

abdomen

REFERENSI

juga dapat

Avunduk C. Manual of gastroenterology, Diagnosis and Therapy. 3'd ed. New York:LippincottWilliams & Wilkins 2002. Christensen J. Abdominal pain. Dalam KumarD, Christensen J (ed). A diagnostic guide to clinicalGastroenterology l't ed. Edinburg: Churchill Livingstone. 199'7 hal 281-95. Pasricha. PJ. Approach to the patient with abdominal pain In In: Yamada ! Alpers DH, Laine L, Owyang C, Powell DW (eds) Textbook of Gastroenterology, 3'd ed. New York: Lippincott

ditentukan adanya kalsifikasi pada pankreas, fraktur tulang belakang dan adanya batu radiolusen pada kontur ginjal. Pemeriksaan yang juga sudah rutin dilakukan yaitu pemeriksaan ultrasonografi abdomen (USG abdomen), melalui pemeriksaan ini dapat ditentukan kelainan pada

sistem hepatobilier, traktus urinarius dan traktus

Williams & Wilkins 1999. Travis SPL, Ahmad T, Collier J, Steinhart AH.Pocket Consultant Gastroenterology. 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing. 2005. p. 2l-35. Trowbridge RL, Rutkowski NK, Shojania KG.Does this patient have acute cholecystitis. JAMA 2003;289:80-6.

ginekologis serta kemungkinan apendisitis akut. Pemeriksaan colon in loop, etdoskopi saluran cerna dan CT scan abdomen dilakukan sesuai dengan indikasi.

476

74 MALABSORPSI Ari Fahrial Syam

DEFINISI

Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan pada proses absorpsi dan digesti secara

Penyakit pencernaan

Contoh penyakit

normal pada satu atau leblhzat gizi.Padatmunya pasien

lnsufisiensi eksokrin pankreas

Pankreatitis kronis Karsinoma pankreas

datang dengan diare sehingga kadang kala sulit

lnsufisiensi asam empedu

Overgrowth bakteri usus halus

membedakan apakah diare disebabkan oleh malabsorpsi atau sebab lain. Selain itu kadang kala penyebab dari diare tersebut tumpang tindih antara satu sebab dengan

Penyakit Chron's pada ileum terminalis Penyakit usus halus Kelainan mukosa

.

sebab lain termasuk yang disebabkan oleh mal absorpsi.

ETIOLOGI

Berbagai hal dan keadaan dapat menyebabkan

.

malabsorpsi dan maldigesti padaseseorang. Malabsorpsi dan maldigesti dapat disebabkan oleh karena difisiensi oleh enzim atau adanya gangguan pada mukosa usus

Kelainan absorpsi spesifik

Penyakit limfatik Kelainan absorpsi campuran

tempat absorbsi dan digesti dari zat nutrisi tersebut. (Tabel 1) Selain disebabkan oleh hal yang tercantum pada Tabel 1, malabsorpsi juga dapat terjadi akibat adanya reseksi usus halus atau kolon. Tentunya pada bagian usus yang tereseksi tersebut tidak terjadi absorbsi dali zat gizi. Reseksi pada lambung akan menyebabkan malabsorpsi lemak. Reseksi ileum yang mencapai 60 cm atau yang

Sprue celiac Sprue kolagen Sprue tropical

Penyakit Whipple's Enteritis radiasi Penyakit iskemik Limfoma interstinal Enteritis regional (penyakit Chron's) Amiloidosis Defisiensi laktase primer Abetalipoproteinemia Limfangiektasi intestinal Sindrom Zollinger-Ellison Gangguan paska gastrektomi

DIAGNOSIS Anamnesis yang tepat tentang kemungkinan penyebab dan perjalanan penyakit merupakan hal yang penting untuk menentukan apakah terjadi suatu malabsorpsi. Selain itu pengamatan awal pasien selama perawatan juga penting.

melibatkan ileocecal valve akan menyebabkan

Bl2, garum empedu dan lemak. Reseksi usus halus mencapai 15 o/o akan menyebabkan malabsorpsi lemak, glukosa, protein, asam folat dan vitamin Bl2. Reseksi luas yang meliputi yeyenum dan ileum akan menyebabkan malabsorpsi yang total yang mengenai seluruh zat nutrisi. Reseksi pankreas akan menyebabkan malabsorpsi akibat defisiensi dari enzim-

malabsorpsi vitamin

Semua ini untukmembatasi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang agar lebih fokus pada penyakit, mengingat pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

penunjang untuk mencari penyebab malabsorpsi merupakan pemeriks aan yang mahal. Pasien dengan malabsotpsi biasanya datang dengan keluhan diare kronis, biasanya bentuk feses cair mengingat

enzim pankreas.

477

478

GAITTROENTEROI.OGI

pada kelainan usus halus tidak ada zat nutrisi yang terabsorbsi, sehingga feses tak terbentuk. Jika masalah

pasien karena malabsorpsi lemak pasien mengeluh fesesnya berminyak (steatorea).

Pemeriksaan hemoglobin merupakan pemeriksaan darah sederhana untuk mengidentifikasi adatya anemia atau

tidak. Jika diketahui bahwa hemoglobinnya rendah, selanjutnya dinilai Mean Cell Volume (MCV) dari pasien tersebut. Jika rendah dipikirkan adanya defisiensi Fe akibat malabsorpsi Fe atau jika MCV tinggi dipikirkan adanya

Bl2

gastrointestinal eosinofilik, amiloidosis, penyakit Chron, infeksi oleh I ataubeberapa infeksi.

Difus dan nonspesifik: celiac sprue, tropikal sprue, overgrowth bakteri, defisiensi folat, difisiensi B12, enteritis

PEMERIKSAAN DARAH PERIFER LENGKAP

defisiensi folat atau vitamin kedua vitamin tersebut.

Lesi spesifik dan setempat: Limtbma intestinal,

aklbatmalabsorpsi dari

PEMERIKSAAN RADIOLOG! Pemerilsaan foto polos abdomen atau ultrasonografi (USG)

abdomen dapat mengidentifikasi adanya kalsifikasi pankreas pada pasien dengan pankreatitis kronis.

Pemeriksaan foto usus halus dapat memberikan informasi tentang adanya malabsorpsi pada seseorang. Pemeriksaan foto usus halus ini biasanya didahului dengan melihat keadaan eosfagus, lambung dan usus dua belas jari. Melalui pemeriksaan usus halus dapat

dinilai adanya penyempitan atau dilatasi dari usus halus untuk dugaan terhadap penyakit tertentu. Pemeriksaan foto usus halus yang normal belum menyingkirkan adanya kelainan pada usus halus. Oleh karena itu pemeriksaan foto usus halus serial perlu dilakukan.

radiasi, sindrom Zolinger Ellison, malnutrisi dan enteritis imbas obat.

PEMERIKSAAN LEMAK FESES (FECALFAN Malabsorpsi lemak sering ditemukan baik secara tunggal maupun kombinasi sebagai penyebab malabsorpsi. Untuk menentukan adanyafecalfal pasien diminta untuk makan lemak sebanyak 80 gram perhari untuk menentukan adanya lemak baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan adanya fecal fat adalah dengan pewarna,n Sudan. Pemeriksaan ini menentukan fecal fat secaru

kualitatif, pemeriksaan

ini

mudah dilakukan dan

mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi jika diinterpretasi oleh tenaga yang terlatih. Pemeriksaan secara kuantitatif lebih akurat dibandingkan denganpemeriksaan Sudan ini,

tetapi masalahnya pasien atau paramedik kurang menyetujui pemeriksaan ini karena diperlukan mengumpulkan seluruh feses yang keluar.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM LAIN Pemeriksaan laboratorium lain yang juga dilakukan untuk

menentukan adanya malabsorpsi adalah pemeriksaan fungsi pankreas, pemeriksaan asam empedu pernafasan, xy I o s e, pemerik-saan absorbsi pankreas, pemeriksaan absorbsi vitamin B12 (Schilling). Beberapa pemeriksaan fungsi pankreas yang dapat dilakukan serta bahan pemeriksaan dapat dilihat pada Thbel2.

pemeriksaan toleransi PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS Pemeriksaan biopsi usus halus merupakan pemeriksaan penting untuk mementukan penyebab dari lesi yang ditemukan. Selain itu biopsi juga perlu dilakukan pada pasien dengan diare kronis dan steatorea yang belum diketahui penyebabnya. Biopsi dapat dilakukan melalui pemeriksaan esofagogasroduodenoskopi dimana skup dapat diteruskan seproksimal mungkin untuk mendapatkan biopsi dari distal duodenum. Begitu pula dari kolonoskopi, biopsi ileum pars terminalis dapat dilakukan. Jika sarana

memungkinkan biopsi dapat dilakukan melalui entoroskopi.

Penyakit yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan histopatologi yang didapat dari biopsi usus halus antara lain:

Lesi spesifik dan difus: penyakit Whipple, agamaglobulinemia, abetalipoproteinemia

TATALAKSANA Secara umum tata laksana malabsorpsi tergantung dari penyebab malabsorpsi tersebut. Tata laksana meliputi pembatasan nurisi, suplementasi vitamin dan mineral serta obat-obatan. Pemberian nutrisi pada pasien dengan malabsopsi

biasanya sedikit-sedikit tetapi sering, menghindari konsumsi susu terutama yar,g mengandung laktase, pembatasan lemak (kurang dari 30 gramperhari). Konsumsi

lemak ini dapat dinaikkan secara bertahap tergantung tolemnsi pasien terhadapat lemak tersebut. Pemberian medium chain triglyceride (MCT) menjadi pilihan untuk mengurangi malabsopsi yang terjadi. Pemberian enteral

479

MAIABSORPSI

Pemeriksaan Oral Tes NBT-PABA Tes Pankreolauril Tes Schilling Tes pernapasan Tes Triolein

Bahan yang diperiksa

Sumber bahan yang diperiksa

PABA Fluorescein

Urin, serum Urin, serum

Uap pernapasan 114c)oz

Tes napas trigliserida campuran 3C111

labeled starch breath tests

Urin

158cot1457co1

Uap pernapasan

[13c]oz 113c1o2 or H2

Uap pernapasan

Lemak Kimotripsin

Feses Feses

Lipase

Elastase

Feses Feses

Aktivitas trypsin like Polipeptida pankreas Asam amino

Plasma Plasma

Pemeriksaan Feses Pemeriksaan lemak feses Kimotripsin Lipase

Elastase

Pemeriksaan tambahan Seru m trypsin like i mm unore activity Tes plasma polipeptida pancreas Tes konsumsi asam amino plasma

nutrisi yang mengandung nutrisi rendah lemak dan bebas laktosa dapat diberikan pada pasien dengan malabsorpsi

Serum

terhadap basa. Hal ini bertuj tanagar enzimini dapat efektif

bekerja di usus halus. Obat-obat lain yang juga sering diberikan antaia lain

ml. Pada pasien di mana malabsopsi te{adi akibat penyakit

Coeliac, diet bebas gluten harus dilakukan untuk memperbaiki keadaaan malabsorpsi yang terj adi. Suplementasi kalsium direkomendasikan terutama pada

pasien dengan hipokalsemia, pemberian kalsium dibutuhkan untuk menjaga agar nilai kalsium serum tetap normal. Selain itu untuk mencegah defisiensi pada vitamin yang larut lemak seperti vitamin A,D,E,K, suplementasi vitamin-vitamin ini diperlukan. Pemberian vitamin-vitamin lain disesuaikan dengan lokasi dari gangguan usus yang terjadi. Reseksi ileum membutuhkan suplementasi vitamin B12, sedang suplementasi folat diberikan pada pasien dengan gangguan usus halus. Suplementasi enzim pankreas yang mengandung lipase akan meningkatkan digesti lemak dan mengatasi steotorea. Dosis tinggi dan sering dari enzim pankreas diperlukan dan respons pasien bervariasi tergantung lokasi reseksi atau gangguan usus yang terjadi. Pada pasien yangjelas-

jelas terjadi maldigesti pemberian suplementasi enzim cukup efektif untuk mengatasi gangguan yang terjadi. Selain lipase enzim pankreas yang sering diberikan adalah amilase dan protease. Biasanya enzim-enzimpankreas ini

diberikan dalam bentuk kombinasi. Bentuk obat enzim pankreas ini biasanya dikemas dalam bentuk coating capsules dengan bahan yang tahan asam dan sensitif

antibiotika, kortiko-steroid dan antidiare disesuaikan dengan keadaan dan gangguan yang terjadi. Pemberian antibiotik diberikan jika malabsorpsi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya overgrowth bakteri enterotoksigenik seperti Escherichia coli, Kleibsiella pneumoniae dan enterobacter cloacae pada usus halus atas.

REFERENSI Avunduk C. Manual of gastroenterology, diagnosis and therapy.

3'd

ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2002 Greenberger NJ, Isselbacher KJ. Disorders of absorbtion. In: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ et al, editors. Harrison's prin-

ciple of internal medicine. 14'b edition' New York: McGraw 1998.p. l6t6-32. Jackson KS, Savaiano DA. Lactose maldigestion, calcium intake

Hill;

and osteoporosis in African-, Asian-, and Hispanic-, Americans.

Am Coll Nutr. 2001;20:198S-207S. Owyang C. Chronis pancreatitis. In: Yamada ! Alpers DH, Laine L, Owyang C, Powell DW, editors. Textbook of gastroenterol-

ogy. 3'd edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 1999. Salomons NW. Fermentation, fermented foods and lactose intolerance. Eur J Clin Nutr. 2002;56:54:550-5.

76 PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL Dadang Makmun

PENDAHULUAN

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyakit refl uks gastroesofag eal (G a s t r o e s op h a ge al reflux diseasel GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaklorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila: l). terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, 2). terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun wakfu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terj aditya aliran antegrad yang terjadi pada saat

akibat keterlibatan esofagus, fartng, laring dan saluran nafas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan

lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti striktur, Barrett b esophagus bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus. Banyak ahli yang menggunakan istilah esofagitis refluks, yang merupakan keadaan terbanyak dari penyakit refluks gastro-

menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus

esofageal.

Keadaan

ini umum

ditemukan pada populasi

melalui LES hanya terjadi apabila tonus ZEStidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: l). Refluks spontan pada saat relaksasi ZESyang tidak adekuat, 2). aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, 3). meningkatnya tekanan intra abdomen

di negara-negaraBarat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami

gejala refluks (heartburn danlatau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40Yo mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7Yo, semerfiara di negaraflegara non-western prevalensinya lebih rendah (1,5%

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terj adinya G E RD meny angkut keseimbangan antara faktor defensifdari esofagus dan faktor ofensifdari

di China dan2,lo/o di Korea). Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai

bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus

penyakit ini, namun di Divisi Gastroenterologi

adalah:

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN Cipto

Pemisah antirefl uks. Pemeran terbesar pemisah antirefluks

Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8yo dari semua pasien yang menjalani

adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat

pemeriksaan endoskopi atas indikasi dispepsia

terj adinya peningkatan tekanan intrabdomen.

(Syafruddin, 1998).

Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai

Tingginya gejala refluks pada populasi di negarar,egara Barat diduga disebabkan karena faktor diet dan

tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat

meningkatnya obesitas.

panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya),

menurunkan tonus LES: 1). adanya hiatus hernia, 2).

480

481

PENYAKITREFLUKII

3). obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain, 4). faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat

Bersihan asam dari lumen esofagus. Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi, peristaltik, ekresi air liur dan bikarbonat.

menurunkan tonus LES.

Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir

D616nsil alau petuhanan 1 Garls pedam€l Pemisah anlieliuk 2 Garis kedua l Bersihan asam 3 Garis ksliga: Epilhelial r€sistanc€ O

E

f6nsll

Kekuatan refluksat a Sekresi gastik b Daya piloilk

oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien GERD ternyata memiliki waktu transit esofagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang minimal.

Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esofagus

tidakaktif. Ketahanan epitelial esofagus. Berbeda dengan lambung dan duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esofagus.

Gambar 1. Patogenesis terjadinya GERD

Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus ZES yang normal yang berperan dalam terjadinya

proses refluks

ini adalah transient LES relaxation

ftLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung. Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontoversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signiflftan. Hiatus hemia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta

menurunkantonus LES.

Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari: . Membran sel

.

Batas intraselular (intracellular junction) yang

.

membatasi difusi H* ke jaringan esofagus. Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H* dan CO,

.

Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H* dan Cl- intraselular dengan Na* dan bikarbonat ekstraselular.

Nikotin dapat menghambat transport ion Na* melalui epitel esofagus, sedangkan alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandtrngan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari

HC| pepsin, garam empedu,

enzimpankreas

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada pH <2, atav adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam. Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya

di lambung yang antara lain: fisiologis, refluks terjadinya meningkatkan gejala GERD adalah kelainan

dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed

gastric emptying.

pylori dalampatogenesis oleh data yang didukung kurang dan GERD relatifkecil antara infeksi terbalik ada hubungan ada. Namun demikian Peranan infek si Hel icob acter

Gambar 2.

H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Baruett's esophagus darr

482

GATITROENTEROIIrcI

adenokarsinoma esofagus. Pengaruh dari tnfeksi H.pylori

terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H.pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks prainfeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis,

Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastro-

gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak

esophageal high pressures zone akibat penggunaan obatobatan yang menurunkan tonus ZES (misalnya teofrlin). Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan G E RD memerlukan penatalaksanaan sec ara medik.

mengeluh gejala refluks pra-infeksi H.pylori dengan corpus predominant gastrilis, pengaruh eradkasi H.pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta

DIAGNOSTS

pengaruh eradikasi H.pylori dapat menekan munculnya

memunculkan gejala GEfuD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradkasi H.pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD

pra-infeksi H.pylori dengan corpus predominant gas tritis, eradikasi H.pyl ori dapat memperburuk keluhan

GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung.

PPI jangka panjang pada pasien-pasien infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya

Pengobatan

dengan gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi

H. pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang. Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux t'tntt berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GEfuD. Yang dimaksud dengannon-acid reflux antara lain berupabahan refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas viseral.

samping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan penunjang dapat

Di

dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu:

Endoskopi saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar

baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat

menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break padapemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD).

Derajat A

Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm

B

Erosi pada mukosa/lipatan mukosa

MANIFESTASI KLINIK Gejala klinik yang khas dai GERD adalah nyerilrasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat ringarurya keluhan heartburn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin te{adi karena striktur atau keganasan yang berkembang da/r Baruett's esophagus. Odinofagia (rasa sakit pada waktu menelan makanan) bisa timbul jika sudah

tefadi ulserasi esofagus yang berat. GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/ NCCP) , suara serak, laringitis, batuk karena aspirasi sampai

timbulnya bronkiektasis atau asma.

Gambaran Endoskopi

kerusakan

dengan

diameter >5mm tanpa saling berhubungan tidak konfluen mengenai/mengelilingi seluruh lumen

c

Lesi yang

D

Lesi mukosa

tetaPi

esofagus

yang

bersifat

sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus)

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan

endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atat regutgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.

Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barrettb esophagus, displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan

histopatologi/biopsi pada NERD. Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasilftasi Savarry-Miller.

Esofagografi dengan barium. Dibandingkan dengan

483

PENYAKIT REFLUKIi GAIITROESTOFAGEAL

endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus

gejala alarm (yang dimaksud dengan gej ala alarm adalah: berat badan turun, anemia, hematemesis/melena, disfagia,

esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar

odinofagia, riwayat keluarga dengan kanker esofagus/

radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitif untuk diagnosis

lambung) dan umur >40 tahun.

GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini

PENATALAKSANAAN

mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada 1). stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik

Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian,

dengan gejala disfagia, 2). hiatus hernia.

Pemantauan pH 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan

mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus. Pengukuran pH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LE'S dianggap diagnostik

untuk refluks gastroesofageal. Tes Bernstein. Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCI 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam. Test ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jampadapasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa

nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negatif

tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus.

mengingat kemungkinan timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofogus Barrett yang merupakan keadaan premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat penatalaksanaan

yang adekuat. Pada prinsipnya, penatalaksataan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilalarkan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah: a). menyembuhkan lesi esofagus, b). menghilangkan gejalal keluhan, c). mencegah kekambuhan, d). memperbaiki kualitas hidup, e). mencegah timbulnya komplikasi.

ModifikasiGaya Hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dai penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yan g dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifftasi gaya

Manometri esofagus. Test manometri akan memberi

hidup adalah sebagai berikut: 1). Meninggikan posisi

manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yangnyata didapatkan

kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus; 2). Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus ZES sehingga

esofagografi barium dan endoskopi yang normal.

Sintigrafi gastroesofageal. Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair danpadatyang dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutnya sebuah penghitung gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari cairan/makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifisitas test ini masih diragukan. Tes

penghambat pompa p r oton

Qt

roton p ump inhibitor

/

ppi tesll(tes supresi asam) acid supression test. Pada dasarnya test ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala dari GERD dengan memberikan PPl dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang terjadi. Test ini terutama dilakukan jika tidak tersedia modalitas diagnostik seperti endoskopi, pH metri dan lain-lain. Test ini dianggap positifjika terdapat perbaikan dai 50%-7 5% gejala yang terjadi. Dewasa ini terapi empirik /PPI test

merupakan salah satu langkah yang dianjurkan dalam algoritme tatalaksana GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama untuk pasien-pasien yang tidak disertai dengan

secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel; 3). Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung; 4). Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingg a dapatmengurangi tekanan intra abdomen;

5). Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam; 6). Jika memungkinkan

Pendekatan"Step-up" Pendekantan "

Gambar 3. Strategi pengobatan GERD

484

GATIIROENTEROI.OGI

menghindari obat-obatyang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam,opiat, antagonis kalsium, agonist beta adrenergik, progesteron.

terutama antasid yang mengandung alumunium, 3). Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan

Terapi Medikamentosa Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi

Antagonis reseptor Hr.Yang termasuk golongan obat ini

medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD

merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan

motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektifdaripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas. Terdapat dua.alur-p

step up dartstep down dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor atau golongan prokinetil bila gagal diberikan obat golonganpenekan selcesi

[)

asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton /PPI). Sedangkan pada pendekatar step down pengobatan dimulai dengan PPI darr setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan denganmenggunakan dosis yang lebihrendah atau antagonis reseptor Il atau prokinetik atau bahkan antasid. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih ekonomis (dalam segi biayayang

gangguan fungsi ginjal. Dosis: sehari 4 x I sendok makan

adalah simetidin, raniditin, famotidin dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.

Dosis pemberian:

. . . .

Simetidin :2x800mgatau4x400mg Ranitidin:4x150mg Famotidin :2x20mg Nizatidin:2x150mg

Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih condong ke arah gangguan motilitas. Namun pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan selaesi asam.

Metoklopramid: ' Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin.

.

Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta

dikeluarkan pasien) dibandingkan dengan pendekatan

tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus

terapi step up.

kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor I atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh

Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifft tentang penatalaksanaan GERD Q003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan.terapi step down. Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan di atas 80% dalam waktu 6-8 minggu.

Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi "bila perlu" (on demand therapy) yaitu pemberian obatobatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gej ala hilang. Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya respons perbaikan

r

efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,

.

dalam meagatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :

dan penyembuhan lesi esofageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus ZES serta mempercepat

'

pengosongan lambung. Dosis: 3 x l0-20 mg sehari

Cisapride:

.

Sebagai suatu antagonis resepor 5 HT4, obat ini dapat

mempercepat peng'osongan lambung serta

Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangk an gej ala G E RD tetapi ndak menyembuhkan lesi esofagitis.

.

Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Kelemahan golongan obat ini adalah 1). Rasanya

.

kurang menyenang-kan, 2). Dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi

Dosis: 3x10mg

Domperidon: . Golongan obat ini adalah antagonis resq)tor dopamin dengan efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. . Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan

lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif

pusing, agitasi, tremor dan diskinesia.

meningkatkan tekanan tonus ZES.

Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esofagus lebih baik dibanding domperidon. Dosis 3 x l0 mg sehari

Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat

485

PEITYAKIT REFLUKII GASTROESOFAGEAL

ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCI di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi)

Dosis:4xlgram

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu

(terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasi dengan golongan prokinetik. . UntukpengobatanNERD diberikan dosis standar, yaitu:

Omeprazole

Penghambat Pompa Proton (Proton pamp inhibitor/PH).

'

Golongan

ini

merupakan drug of choice dalam

pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist reseptor Hr. Dosis yang diberikan untuk GE RD adalah dosis penuh, yartu:

-

:

1x20mg

Lansoprazole : 1x30mg Pantoprazole : 1x40mg

Rabeprazole

:lxl0mg

Esomeprazole : I x40mg

Umumnya pengobatan diberikan selama minimal 4 minggu, dilanjutkan dengan on demand therapy. Terdapat beberapa algoritme dalam penatalaksanaan GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama, salah satu

di antaranya adalah yang direkomendasikan dalam Konsensus Nasional untuk Penatalaksanaan GERD di Indonesia (2004). (Gambar 4)

Adapun algoritme penatalaksanaan GERD di pusat

Omeprazole :2x20mg

pelayanan yang memiliki fasilitas diagnostik memadai

Lansoprazole :2 x 30 mg Pantoprazole :2x40mg Rabeprazole :2x 10mg Esomeprazole:2x40mg

terdapat pada Gambar 5.

Terapi terhadap Komplikasi Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan

Mengurangi

Golongan Obat

Gejala

Penyembuhan

Lesi Esofagitis

Mencegah Mencegah komplikasi kekambuhan

Antasid

+1

0

0

0

Prokinetik

+2

+1

0

+1

+2

+2

+1

+1

+3

+3

+1

+1

Antagonis reseptor H2 dosis tinggi Penghambat pompa proton

+3

+3

+2

+2

+4

+4

+3

+4

Pembedahan

+4

+4

+3

+4

Antagonis reseptor

H2

Antagonis reseptor

H2

+ prokinetik

Gejala Khas GERD *Heartburn *Requrqitasi

Tanpa Gejala peringatan Umur <40 thn

Gejala peringatan [Jmur > 40 thn

J+

Gejala menetap / berulang

TeraPi emPirik (PPl test)

Respons baik

+ Terapiminimal4 minggu

En

+

Kekambuhan € Gambar 4.

On-demand theraPY

486

GAIITROENTEROI.OGI

Terduga Kasus G

ERD

Gambar 5. Alur pengobatan pasien diduga GERD

M etaplasia pada pemeriksaan biopsi

Displasia derajat tinggi

Biopsi setiap

tahun

I- Perawatan medik intensif

l-

U

tanq biopsi setelah 3 bulan

Riviewoleh 2 orang ahli patologianatomi, jika meragukan biopsi ulang

vi Adenokarsinoma

ni^^t^^:^ D

l^-^i^1 +i^^^i isplasia derajat tinggi

Gambar 6. Tatalaksana Burrett's

perdarahan. Sebagai dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini disebut sebagai esofagus Barrett (Barrettb esophagus) dan merupakan suatu keadaan premaligna. Risiko terjadinya karsinoma

pada Barrett's esophagus adalah sampai 30-40 kali dibandingkan populasi normal.

bougie, Maloney bougie, Savarry

bougie,

Pneumatic bougie). Jika dilatasi busi gagal, dapat dilakukan operasi.

Esofagus Barrett Esofagus Barrett dapat diobati secara medikamentosa. Berikut ini adalah algoritme penatalaksanaat Barrett's esophagus pada pasien GERD:

Striktur Esofagus Jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur kurang dari 13 mm, dapat dilakukan dilatasi b:usi (Hurst

Terapi Bedah Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya terapi

487

PENYAKIT REFLUKIT GASTROESOFAGEAL

medikamentosa, yaitu: 1). Diagnosis tidakbenar; 2). Pasien GERD sering disertai gejala-gejala lain seperti rasa kembung, cepat kenyang dan mual-mual yang sering tidak memberikan respon dengan pengobatan PPI serta menutupi perbaikan gejala refluksnya; 3). Pada beberapa pasien, diperlukan waktu yang lebih lama untuk menyembuhkan

esofagitisnya; 4). Kadang-kadang beberapa kasus Barrettb esophagus tidak memberikan respons terhadap terapi PPI. Begitu pula halnya dengan adenokarsinoma; 5). Terjadi striktur; 6). Terdapat stasis lambung dan distungsi ZES. Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi medikamentosa gagal, ataupada pasien GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang

- should we adopt Gastroenterol.2002;97(8):

R. Ofman JJ. Gastroesohageal reflux disease a new conceptual framework?. Am

J

1901-1909. Fock K.M., Talley N., Hunt R., Fass R, Nandurkar S, Lam S.K., Goh K.L., Sollano J. Report of the Asia-Pacihc Concensus on The

of gastroesophageal reflux disease. J Gastroenterol Hepatol. 2004; l9:ll-20. Galmiche JP, Bruley S. Endoscopy-negative reflux disease. Current Gastroenterology Report 2001; 3: 206-214. Gardner JD, Stanley SR, Robinson M. Integrated acidity and the pathophysiology of gastroesophageal reflux disease. The American Journal of Gastroenterology. 20Ol;96(5): 1363Management

1370. Inadomi JM, Jamal R, Murata GH, Hoffman RM, Lavezola, Vigie JM, Swanson KM, Sonnenberg A. Step-down management of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology 2001; l2l: 1095-1 100.

dilakukan adalah fundoplikasi.

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal/GERD di Indonesia 2004. Lazenby PJ, Hardwig SM. Chronic cough, asthma, and gastroesoph-

Terapi Endoskopi Walaupun laporannya masih terbatas serta masih dalam konteks penelitian, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada pasien GERD, yaitu: . penggunaanenergiradiofrekuensi . plikasi gastrik endoluminal . implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat

implandi bawah mukosa esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagusbagian distal menjadi lebih kecil.

REFERENSI Dadang Makmun. Management

Fass

of gastroesophageal reflux

disease.

Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy 2001;

2(t): 2t-27. Dent J. Defrnition of reflux disease and its separation from dyspepsia. Gut 2002,50 (suppl. IV): iv l7-iv20. Dent J., Brun J, Fendrick AM, Fennerty MB, Janssens J, Kahrilas PJ, Lauritsen K, Reynolds JC, Shaw M, Talley NJ. An evidencebased appraisal of reflux disease management - The Genval Workshop Report. Gut 1999;44 (Suppl.2): 51-56.

ageal refux. Current Gastroenterology Report 2000; 2: 217 223. Martin CJ. Heartburn, regurgitation and noncardiac chestpain. In

Talley NJ, Martin CJ (eds). Clinical Gastroenterology, 1't edition, Sydney, Macl-ennan & Petty Pty Limited, 1996: l-19. Orlando RC. Reflux Esophagitis. In Yamada T (ed). Textbook of Gastroenterology, 2'd edition, Philadelphia. JB Lippincot Co.

1995: l2l4-7242 Powell LVy'. Mouth, pharynx and oesophagus. In Powell LW, Piper DW (eds). Fundamental of gastroenterology. 4'h edition. Sydney,

ADIS Health science Press 1984: 1-13. Stanghellini V. Gastro-esophageal reflux disease: therapeutic strategies for the new millenium. European Journal of Clinical Research 1997; 9:71-77. Syafruddin ARL. Peranan derajat keasaman lambung dan tonus sfingter esofagus bawah terhadap esofagitis pada dispepsia' Laporan Penelitian Akhir, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,

i998. Triadafilopoulos MD. Endoscopic therapies for gastroesophageal reflux disease. Current Gastroenterology Reports 2002; 4: 200204. ZarlitgB!. A review of reflux esophagitis around the world. WJG, 1998; 4(4): 1996; 12

(2 s'tPPl):2-24.

Zharg TC. Endoscopic studies of reflux esophagitis. JAMA Southeast

Asia 1996; l2l2 S,tPPl.l:22-24.

76 AKALASIA HA. Fuad Bakry F

DEFINISI

Kelainan ini tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gej ala.

Akalasia merupakan suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltis korpus esofagus bagian bawah dan sfingter esofagus bagian bawah (SEB) yang

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Secara histopatologik kelainan ini ditandai oleh degenerasi ganglia pleksus mienterikus. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis akalasia dibagi dalam akalasia primer dan akalasia sekunder yang dihubungkan dengan etiologinya.

Secara umum, esofagus dibagi menjadi tiga bagian fungsional yaitlu s/ingter esofagus bagian atas yang biasanya selalu tertutup untuk mencegah refluks makanan dari korpus esofagus ke tenggorokan. Bagian kedua yang

terbesar adalah korpus esofagus yang berupa tabung muskularis dengan panjang sekitar 20 cm (8 inchi), sedangkan bagian yang terakhir adalah sfingter esofagus bagian bowah (SEB) yang mencegahrefluks makanan dan asam lambung dari gasterke korpus esofagus. (Gambar 1) Bila ditinjau dari etiologi, akalasia ini dapatdlbagi2bagian,

yaitu: EPIDEMIOLOGI

Akalasia primer. Penyebab yang jelas kelainan ini tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang

Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data Divisi Gastroenterologi, Deapartemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Sebagian besar kasus terjadi pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan laporan-laporan penulis-penulis lain. Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun, sebagian besar pada usia 25 - 60 tahun dan sedikitpada anak-anak. Dari suatu

penelitian internasional didapatkan bahwa angka kematian kasus ini dari 28 populasi yang berasal dari26 negara didapatkan angka kematian tertinggi tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 259 sedangkan yang terendah didapatkan dengan angka kematian standar 0. Angka kematian ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia baik primer maupun

iafrag

Gambar

sekunder.

1.

Letak anatomis esofagus dan

gaster pada Keadaan Normal

488

ma

489

AKAI.AIIIA

otak dan ganglia misenterikus pada esofagus. Di samping itu faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.

Akalasia Sekunder. Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi (eg: Penyakit Chagas), tumor inhaluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstra luminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau paska vagotomi.

Menurut Castell ada dua defek penting yang didapatkan pada pasien akalasia: 1. Obstruksi pada sambungan esofagus dan gaster akibat peningkatan SEB basal jauh di atas normal dan gagalnya

SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan kenaikan SEB dengan sensitivitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia 3-5 cm, sedangkan tekanan SEB basal normal

rata-rata 20 mmHg. Pada akalasia tekanan SEB meningkatkurang lebih duakali yaitu sekitar 50 mmHg.

Kadang-kadang didapatkan tekanan sebesar nilai normal tinggi. (Tabel 1)

MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis subyektif yang terutama ditemukan adalah disfagia, baik untuk makanan padat maupun cair yang didapatkan pada lebih dari 90 o/o kasus. Sifatnya pada permulaan hilang timbul yang dapat terjadi bertahun-tahun sebelum diagnosius diketahui secarajelas. Letak obstruksi biasanya dirasakan pada retrostemal bagian bawah. Gejala lain yang sering didapatkan adalah regurgitasi yaiupadaT} 0% kasus. Regurgitasi ini berhubungan dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh karena adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar. Hal ini dihubungkan dengan posisi berbaring. Sebagai tanda bahwa regurgitasi ini berasal dari esofagus adalah pasien tidak merasa asam atau pahit. Keadaan ini dapat berakibat aspirasi pneumonia. Pada anak-anak gejala ini dihubungkan dengan gejala batuk pada malam hari atau adanya pneumonia. Penurunan berat badan merupakan gejala ketiga yang sering ditemukan. Hal ini disebabkan pasien takut makan

akibat timbulnya odinofagia. Gejala yang menyertai keadaan ini adalah nyeri dada. Bila keadaan ini berlangsung

Tekanan SEB 10-26 mmHg

(t2

SB),

dengan relaksasi normal

Amplitudo peristaltis esofagus distal 5011OmmHg 2 SB)

(t

L Normal

Tidak dijumpai kontraksi spontan, repetitif a a

a

ll. Akalasia

a a

atau simultan Gelombang tunggal (< 2 puncak)

5

waktu gelombang peristaltis esofagus distal rerata 30 detik Tekanan SEB meningkat > 26 mmHg atau > 30 mmHg Relaksasi SEB tidak sempurna Aperistaltis korpus esofagus

lama akan dapat terjadi kenaikan berat badan kembali karena akan terjadi pelebaran esofagus akibat retensi makanan dan keadaan ini akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan SEB. Gejala ini berlangsung dalam I sampai 5 tahun sebelum diagnosis ditegakkan dan didapatkan pada 50% kasus.

Nyeri dada didapatkan pada 30olo kasus yang biasanya tidak begitu dirasakan oleh pasien. Sifat nyeri dengan lokasi substemal dan dapat menjalar ke belakang, bahu rahang dan tangan yang biasanya dirasakan bila minum

Tekanan intraesofagus meningkat (, gaster)

Gagalnya relaksasi SEB

ini disebabkan penurunan

tekanan sebesar 30-40 Yoyangdalam keadaaan normal turun sampai l00oh yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam gaster. Kegagalan

ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidalanampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual; bila tekanan

hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual makanan dapat masuk ke dalam gaster.

2.

Peristaltis esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltis dan dilatasi2l3 bagiatbawah kotpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltis sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya

penelitian ke arah motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan akalasia.

Gambar 2. Diagram akalasia

490

GAIIIROENTEROI.OGI

air dingin. Gejala lain yang biasa didapatkan adalah akibat komplikasi retensi makan dalam bentuk batuk-batuk dan pneumonia aspirasi. Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menentukan diagnosis akalsia, karena tidak menunjukkan gejala obyektif yang nyata. Mungkin ditemukan adanya penurunan berat badan, kadang-kadang disertai anemia defisiensi.

DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis selain gejala klinis yang dapat memberikan kecurigaan adanya akalasia perlu beberapa pemeriksaan penunjang seperti radiologis

(esofagogram), endoskopi saluran cerna atas dan manometri. Pemeriksaan radiologis dengan foto polos dada akan menunjukkan gambarankontur ganda di atas mediastinum

bagian kanan, seperti mediastinum melebar dan adanya gambaran batas cairan dan udara. Keadaan ini akan didapatkan pada stadium lanjut. Pada pemeriksaan fluoroskopi terlihat tidak adanya konshaksi esofagus. Pada pemeriksaan radiologis dengan barium pada akalasia berat akan terlihat adanya dilatasi esofagus, sering berkelokkelok dan memanjang dengan ujung distal meruncing disertai permukaan halus berbentuk paruh burung (Gambar 3). Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan adalah

skintigrafi dengan memberikan makanan yang mengandung radioisotop dan akan memperlihatkan dilatasi esofagus tanpa kontraksi. Di samping itu juga didapatkan pemanjangan waktu transit makanan ke dalam gaster akibat gangguan pengosongan esofagus.

Pemeriksaan endoskopi pada pasien

ini

harus

dipersiapkan dengan baik dalam bentuk kumbah esofagus dengan memakai kanul besar. Tujuan kumbah esofagrs ini

untuk membersihkan makanan padat atau cair yang terdapat dalam esofagus, meskipun sudah dipuasakan dalamwaktuyang cukup lama. Seperti sigmoid, endoskopi

agak sukar penilaiannya karena banyaknya lengkungan dan belokan. Pada kebanyakan pasien didapatkan mukosa normal. Kadang-kadang didapatkan hiperemia ringan difus pada bagian distal esofagus. Juga dapat ditemukan garrbaran bercak putih pada mukosa, erosi dan ulkus akibat retensi makanan. Bila ditiupkan udara akan menampakkan kontraksi esofagus distal. Bila pemeriksaan diteruskan ke segmen gastroesofageal, sering dirasakan tahanan ringan dan bila dengan hati-hati alat didorong dapat sampai ke dalam gaster. Bila sukar melewati batas esofagus gaster harus dipikirkan kemungkinan keganasan atau strikhrr jinak.

Daerah kardia gaster harus dievaluasi secermat mungkin untuk menyingkirkan kemungkinan akalasi sekunder akibat kanker. Biopsi harus dilakukan bila didapatkan gambaran tidak normal pada kardia terutama pada pasien di atas umur 50 tahun dengan gejala yang cepat berkembang dalam waktu pendek. Endoskopi pada

akalasia selain untuk diagnostik juga dapat untuk membantu terapi, sebagai alat pemasangan kawat petunjuk arah sebelum tindakan dilatasi pneumatik.

Pemeriksaan manometrik esofagus penting untuk konfirmasi diagaostik. Penemuan-penemuan karakteristik adalah 1). tonus SEB tinggi, 2). relaksasi sfinkter tidak sempurna waktu menelan, 3). tidak adanya peristalsis esofagus, dan 4). tekanan korpus esofagus pada keadaan istirahat lebih tinggi dari tekanan gaster. Diagnosis banding akalasia primer adalah akalasia sekunder seperti adenokarsinoma gaster yang meluas ke esofagus, karsinoma paru (sel oat), sarkoma sel retikulum, karsinoma pankreas. Penyakit Chagas juga dapat memberikan gambaran akalasia, akan tetapi biasanya disertai megakolon, megaureter dan penyakit miokardial. Skleroderma juga dapat memberikan gambaran seperti akalasia akan tetapi gangguannya hanya pada kontraksi saja tanpa gangguan SEB.

Pada Tabel 2 dapat dilihat perbandingan gambaran klinis akalasia primer dan sekunder.

Gejala Disfagia Nyeri dada Berat badan turun Regurgitasi Komplikasi paru

Akalasia Sekunder ringan s/d berat (> 1 tahun) flngan sampar sedang ringan (5 kg) sedang s/d berat sedang

sedang s/d berat (n< 6 bulan) Jarang

berat (15 kg) nngan larang

PENGOBATAN

Gambar

3.

Gambaran radiologis akalasia

Pengobatan akalasia antara lain dengan cara medikamentosa oral, dilatasi atau peregangan SEB,

491

AXAIASIA

esofagomiotomi dan injeksi toksin botulinum (Botox) ke

sfingter esofagus.

Medikamentosa Oral Preparat oral yang digunakan dengan harapan dapat merelaksasikan SEB antara lain nitrat (isosorbid dinitrat) dan calcium channel blockers (nifedipin dan verapamil). Meskipun pasien dengan kelainan ini khususnya pada fase awal mendapat perbaikan klinis tetapi sebagian besar pasien tidak berespon bahkan efek samping obat lebih banyak ditemukan. Umumnya pengobatan ini digunakan urituk jangka pendek untuk mengurangi keluhan pasien. Pengobatan medikamentosa untuk memperbaiki proses

pengosongan esofagus pada akalasia, pertama dengan pemberian amil nitrit pada wakhr pemeriksaan esofagogram yang akanberakibat relaksasi pada daerah kardia. Saat ini

isosorbid dinitrat dapat menurunkan tekanan SEB dan meningkatkan pengosongan esofagus. Obat-obat lain yang

akan memberikan efek seperti di atas adalah tingtur beladona, atrofin sulfat pada beberapa kasus. Dengan ditemukan obat antagonis kalsium nifedipin 10-20 mg peroral dapat menurunkan secara bermakna tekanan SEB pasien dengan akibat perbaikan proses pengosongan esofagus. Dengan pengobatan ini didapatkan perbaikan

gejala klinis pasien sampai dengan 18 bulan bila dibandingkan dengan plasebo. Pemakaian preparat sub lingual, 15-30 menit sebelum makan memberikan hasil yang

flouroskopi. Posisi balon setengah berada di atas hiatus diafragmatika dan setengah lagi dalam gaster. Balon dikembangkan secara maksimal dan secepatmungkin agar pengembangan SEB seoptimal mungkin, selama 60 detik setelah itu dikempiskan. Selanjutrya setelah 60 detikbalon dikembangkan kembali untuk beberapa menit lamatya. Untuk satu kali pengobatan pengembangan balon tidak

melebihi2kali.

Tanda-tanda pengobatan berhasil

bila

pasien

merasakan nyeri bila balon ditiup dan segera menghilang bila balon dikempiskan. Bila nyeri menetap, kemungkinan adanya perforasi. Sesudah dilator dikeluarkan dimasukkan kontras barium sebanyak 15-30 ml sampai bagian distal esofagus melalui tuba nasogastrik, dengan posisi pasien berdiri. Bila pada pemeriksaan barium didapatkan perforasi kecil, harus dilalnrkan observasi secermat mungkin. Bila tetap tarrya gejala dan terdapat kenaikan suhu, perlu segera diberikan antibiotik. Pada keadaan ini cukup dengan pengobatan konservatif saja. Akan tetapi bila terjadi barium mengisi mediastinum dan dada kiri, perlu segera dilakukan tindakan operasi.

Castell dan Vantrappen menganjurkan pengobatan akalasia dengan dilatasi karena prosedumya cukup aman, dan morbiditasnya kurang dibandingkan operasi.

Cara lain yaitu dilatasi dengan menggunakan Bougie Savary-Millard.

lebih baik.

Esofagomiotomi Dilatasi/Peregangan SEB Pengobatan dengan cara dilatasi secara bertahap akan mengurangi keluhan sementara. Cara yang sederhana dengan businasi Hurst, yang terbuat dari bahan karet yang berisi air raksa dalam satuan ukuran F (french) mempunyai 4 jenis ukuran. Prinsip kerjanya berdasarkan gayaberat dipakai dari ukuran yang terkecil sampai terbesar secara periodik. Keberhasilan businasi ini hanya pada 50 % kasus tanpa kambuh, 3 5 oh te1adikambuh, sedangkan I 5 Yo gagal. Cara yang diajurkan ialah dilatasi SEB dengan alat yang

dinamakan dilatasi pneumatik. Cara ini dipakai lebih dari

30 tahun dengan hasil yang cukup baik. Hasil terbaik didapatkan pada75-85 o% kasus. Hasil dilatasi akan lebih memuaskan setelah dilakukan beberapa kali. Jarang didapatkan komplikasi seperti refluks gastroesofageal atau perforasi esofagus. Teknik khusus untuk dilatasi ini tidak hanya dalam berbagai ukuran akan tetapijuga tergantung dari lamanya pengembangan SEB yang dapat berkisar dari beberapa detik sampai 5 menit. Pengobatan cara ini memerlukan seni dan pengalaman operatornya. Sebelum pemasangan balon ini harus dilakukan dulu pengecekan, tentang simetrinya, garis tengahnya harus diukur agar tidak bocor.

Pasien dipuasakan sejak malam hari dan keesokan

harinya dilakukan pemasangan dengan panduan

Tindakan bedah esofagomiotomi dianjurkan bila terdapat: I ). Beberapa kali (> 2 kali) dilatasi pneumatik tidak berhasil; 2). Adanyaruptur esofagus akibat dilatasi; 3). Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus

yang sangat hebat; 4). Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esofagus; 5). Akalasia pada anak berumurkurang dari 12 tahun. Operasi esofagomiotomi distal (prosedur Heller) juga memberikan hasil yang memuaskan. Perbaikan gejala didapatkan pada 80-90 o/o kasus. Komplikasi yang dapat terjadi adalah masih menetapnya gejala-gejala disfagia

karena miotomi yang tidak adekuat atau refluks gastroesofageal.

Bila dibandingkan tindakan dilatasi dan pembedahan, kedua tindakan ini efektif. Keuntungan dilatasi jarang disertai refluks yang jelas tapi ada risiko perforasi esofagus. Perbaikan terhadap gejala disfagia pada kedua tindakan ini hampis sama dibanding waktu perawatan pada dilatasi lebihpendek. Hasil optimal dilatasi ini didapatkan dengan dilatasi esofagus sedang dan disfagia lebih dari 5 tahun.

Tindakan pembedahan memberikan hasil yang memuaskan dan dalam jangka lama dapat menghilangkan disfagia. Akan tetapi komplikasi refluks esofagitis cukup tinggi. Dalam pengobatan akalasia ini sebaiknya sebagai

492

GASTROENTEROI.OGI

pengobatan awal dilakukan dilatasi pneumatik dan bila tak berhasil dilanjutkan dengan tindakan pembedahan.

lnjeksi Toksin Botulinum Pengobatan terakhir yang sering digunakan saat ini adalah

penyuntikan toksin botulinum ke SEB yang lemah dengan

menggunakan endoskopi. Terapi ini lebih aman tetapi hanya berjangka pendek dan perlu penyuntikan yang berulang. Pilihan terapi ini sangat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi atau pasien yang sudah lanjut usia.

REFERENSI

Ali I. Akalasia. In: Suyono

S, Waspadji S, Lesmana

L et al, editors.

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Volume 2. 3.d edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p. 105-9. rackbill S, Shi G, Hirano I. Diminished mechanosensitivity and chemosensitivity in patients with achalasia. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2003;285:Gl198 - G203. Boyce GA, Junior HWB. Esophagus: anatomy and structural

! Alpers DH, Owyang C, Powell DW, Silverstein FE, editors. Textbook of gastroenterology. Volume 1. 2'd edition. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1995. p. Il82-94. Cuillidre C, Ducrott6 P, Zerbib F, et al. Achalasia: outcome of patients treated with intrasphincteric injection of botulinum toxin. Gut. 1997; 4lS:87-92. Goyal RK. Diseases of esophagus. In: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ et al, editors. Harrison's principles of internal medicine. 14n ed. New York: Mc Graw-Hill Co; 1998. p. 1588 - 99. Hadi S. Akhalasia. Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung: PT Alumni; 1999. p. 87-94. Manan C. Akalasia. In: Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani AA, editors. Gastroenterologi hepatologi. Cetakan kedua. Jakarta: CV Agung Seto; 1997. p. 141-8. Mark JW, Lee D. Achalasia. [Cited at Feb 2005: 6 screens] Available from: URL HYPERLINK http:iiwww.medicinenet.com. anomalies. In: Yamada

Patti M, Fisichella PM. Achalasia. [Cited at February 2005;

10

screensl. Available from URL HYPERLINK http:ll

wwuemedicine.com.

MA, Patel TH, Sawyer EM et al. Achalasia. [Cited at February 2005; 12 screensl. Available from URI HYPERLINK http:/ /www.emedicine.com. Vaezi MF, Richter JE. Diagnosis and management of achalasia. The Am J Gastro. 1999;94(12):3406 - 12. Sawyer

77 STRIKTUR/STENOSIS ESOFAGUS Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN

hidroksida atau kalium hidroksida. Obat yang mengandung copper sulfate, natrium hidroksida,

Striktur/stenosis esofagus, walaupun j arang didapatkan, merupakan penyakit yang sangat menggangu kehidupan. Dengan semakin majunya teknologi kedokteran terutama

natrium hipoklorit, benzalkonium klorida dan natrium karbonat sering juga menimbulkan skiktur. Air abu pembuat mie/kue yang mengandung NaOH sering merupakan penyebab striktur karena kecelakaan pada anak. b).Asam: Asam merupakan 1 5% penyebab kaustik esofagus. Yang sering yaitu pembersih WC, zat pencampur kolam renang, bahan anti karat, cairan solder, bahan rumah tatgga (misal vanish, saniJlush,

di bidang radiologi dan endoskopi saluran

cerna,

diagnosis striktur/stenosis esofagus dapat lebih cepat ditegakkan. Bila penatalaksanaannya tidak benar, pasien akan mengalami kekurangan gizi dan bahkan dapat fatzl.

lysol, mister plumr) yang mengandung sulfur, hidroklorida, asam fosfor. Cairan lain yang mengandung asam asetat, asam sitrat,

DEFINISI

asam HCL juga menimbulkan striktur/stenosis

Stenosis esofagus adalah penyempitan lumen esofagus, dapat karena tumor atau penyebab lain.Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen karena fibrosis dinding

2.

esofagus yang disebabkan oleh macam- macam penyebab. Proses striktur terjadi akibat reaksi inflamasi

3.

dan nekrosis esofagus yang disebabkan oleh macam-

esofagus. Penyakit esofagus refluks (endogan): striktur/stenosis terjadi karena adanya iritasi asam lambung (refluks gastroesofageal). Biasanya striktur terjadi pada l/3 distal. Pada , striktur dapat terjadi p ada ll3 tengah. Pascabedah transeksi esofagus: striktur terjadi pada

I

I

3 distal.

macam penyebab.

4. Pasca skleroterapi

Dalam praktek stenosis dan striktur esofagus sulit dibedakan, sehingga kedua istilah dipakai untuk semua

5. 6.

kelainan penyempitan atau obstruksi esofagus.

endoskopik striktur terjadipadall3 distal. Infeksi kronik atatberat dari esofagus Pasca terapi radiasi dan kemoterapi terakselerasi termodulasi simultan untuk kanker kepala dan leher.

ETIOLOGI

Maligna (tumor/kanker esofagus) Striktur maligna ini dapat terjadi pada semua bagian esofagus, paling sering terjadi di bagian distal lalu diikuti

Etiologi striktur/stenosis esofagus yaitu:

Jinak (benigna): 1. Bahan korosiflkaustik

tengah dan proksimal. Tumor/kanker esofagus bisa berasal dari mukosa ( karsinoma sel skuamosa yang paling sering,

(eksogen): striktur/stenosis dapat terjadi pada semua bagian esofagus, karena masuknya bahan kaustik tersebut secara sengaja (usaha bunuh diri) atau tidak sengaja (kecelakaan). Bahan korosifl

adenokarsinoma sebagian kecil) atau submukosa atau metastasis kanker dari luar esofagus. Metastase kanker luar esofagus paling banyak berasal dari paru, payudara

kaustik ini dapat dibagi atas: a). Alkali: Zat yang dipakai pada cairan pembersih WC misal:natrium

dan ovarium.

493

Kasus striktur/stenosis Esofagus di RSUPNCM !ndonesia Selama 2 tahun (1988- 1989) dari 858 pemeriksaan

Esofagoskopi Pemeriksaan

ini penting untuk diagnosis dan terapi

(menggunakan alat tertentu). Mukosa lumen dapat diamati

esofagoskopi didapatkan 352 kasus kelainan esofagus. Dari kasus kelainan esofagus tersebut didapatkan 6 kasus

secara seksama dan bila ada kecurigaan keganasan

stenosis/striktur esofagus.

histopatologi. Pada esofagus pasien disfagia seringkali

Pada tahun 1994 dai2l pemeriksaan endoskopi saluran cemabagian aas (SCBA0 atas indikasi disfagia, didapatkan

didapatkan banyak sisa makanan yang tidak dapat melewati striktur, sehingga dapat mengacaukan pemeriksaan. Untuk

6 (28,57%) kasus striktur/stenosis esofagus. Penyebab

mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik, dalam

striktur/stenosis esofagus tersebut yaitu tumor esofagus (14,29oA), diikuti korosif karena air abu (9,52Yo) dan

mempersiapkan pemeriksaan pemeriksaan esofagoskopi, pasien tidak hanya puasa minimal 6 jam, tetapi sebaliknya sebelum tindakan, juga dilakukan bilasan esofagus dengan air putih atau NaCl frsiologis melalui selang nasogastrik (NGT). Pada pemeriksaan esofagoskopi akan didapati lumen yang menyempit dengan mukosa yang normal atau

(maligna) dapat dilakukan biopsi untuk pemeriksaan

pascaskleroterapi varises esofagus (4,7 6%).

GEJALA KLINIS

tak rata dengan hiperemia(esofagitis) atau iregular Disfagia merupakan gejala terpenting striktur/stenosis esophagus. Kesulitan makan pada striktur/stenosis ini lebih jelas terhadap makanan padat, berbeda dengan

berbenjol- benj ol (maligna).

kesulitan makan karena kelainan motilitas yaitu makanan

PATOLOGIANATOMI

padat relatif lebih mudah turun. Gejala

ini

mulai

dirasakan, bila lumen menyempit sampai 50%. Keluhan lainnya yaitu rasa nyeri atau terbakar substernal/dada, rasa tak enak di dada, ada yang meninggal substernal/

Secara mikroskopik, biasanya kerusakan jaringan tidak melewati lapisan muskularis mukosa. Terlihat fibrosis keras yang luas terutama di daerah submukosa, terjadi penebalan dinding yang konsentrik, yang menimbulkan stenosis. Dapat terlihat adanya reaksi inflamasi seperti infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN), hiperplasi sel basal dan elongasio papil ke arah permukaan. Bila terjadi ulserasi yang dalam seperti pada Barrettb esophagus atau akibat bahan korosif, fibrosis terjadi lebih dalam, meliputi seluruh dinding esofagus, sehingga dapat terjadi

di dada, ada yang mengganjal subternal sewaktu makan. Pasien dapat mengeluh mual dan muntah sehabis makan. Bila striktur bertambah berat, asupan nutrisi akan berkurang sehingga pasien dada, rasa tak enak

akan mengalami kekurangan

gizi dengan

segala

komplikasinya.

pemendekan esofagus.

PEMERIKSAAN JASMANI

Umumnya tidak ditemukan kelainar, yang berarti.

DIAGNOSIS

Sering didapati adanya malnutrisi, dan bila ada anemia a

kan didapati konjungtiva pucat. Bila ada aspirasi pneumonia karena masuknya muntahan sisa makanan ke paru- paru akan didapati ronki, sesak napas, dan

Diagnosis striktur/stenosis esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan radiologi(barium meal), esofagoskopi dan biopsi. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan yaiu adarrya gejala klinis

sianosis.

seperti gangguan menelan makanan, rasa nyeri atau terbakar substernal, muntah sehabis makan (refluks), bahan korosif/kaustik, atau pascabedah transeksi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

esofagus atau pascaskleroterapi endoskopik.

Radiologi esofagogram harus selalu dikerjakan pada pasien disfagia,

terlebih bila diduga penyebabnya striktur/stenosis

DIAGNOSIS BANDING

esofagus. Pada esofagogram akan ditemukan adanya penyempitan esofagus. Penmyempitan ini lebih lebih sering terjadi di bagian distal esofagus, dapat dibedakan atas striktur pendek (< 1cm), sedang (1-3cm) atau panjang (3-5 cm). Permukaan lumen yang menyempit dapat licin dan rata atau ireguler (maligna).

Pada setiap striktur/stenosis harus selalu diwaspadai kemungkinan adanya keganasan (maligna). Keluhan lain yang menimbulkan gelala tas esofagus, akalasia, spasme

esofagus difus, divertikel esofagus, skleroderma, amiloidosis, miastenia gravis, dll.

494

495

STRIKTURATENOSIS ESOFAGUS

PENATALAKSANAAN

ini pada kasus pasca transeksi dengan hasil baik.

.

Terapi laser: Beberapa pusat pengobatan telah mencoba

dilatasi striktur dengan laser terutama untuk paliatif pada striktur maligna karena kanker yang sudah tak

Medis Nutrisi yang adekuat: Diusahakan diberikan nutrisi yang

bergizi tinggi dengan kalori, proterin, lemak dan

dapat dioperasi.

.

Pemasangat stent esofagus: Stent (selan.g buatan) untuk esofagus dipasang per endoskopik setelah dilalukan dilatasi. Stent dipasang untuk sriktur maligna atau striktur karena penyebab lain yang tak mungkin dilakukan operasi. Harga s tent masih cukup mahal. Penyuntikan steroid intralesi: Penyrntikan steroid per endoskopi dilakukan pada striktur esofagus yang

karbohidrat yang seimbang. Bila belum dapat makan (oral) diberikan secara parentral dan/atau enteral melalui selang

Jlocare (selang nasogastrik ukuran

7

french). Nutrisi

parenteral diberikan sesuai kebutuhan kalori dan elekholit, seperti Triofusin, Triofusin E 1000, Aminofusin, Intrafusin, Amiparen, Panamin Q Intralipid, Aminosteril, Kalbamin dll.

Nutrisi secata enteral berupa makanan cair biasa atau susu komersial(misal: Entrasol, Peptisol, Fresubin, Proten, Nutren).

.

refrakter.

Perculaneus Endoscopic Gastronomy (PEG): Tindakan ini dilakukan pada pasien striktur maligaa atau striktur

Vitamin dan zat besi: pada anemia defisiensi vitaminBl2l asam folat perlu diberikan vitamin 12 atat asam folat.

karena penyebab lain yang tak mungkin dilakukan

Pada anemia defisiensi besi perlu diberikan obat zat besi

kulit per endoskopik. Melalui stoma dapat dimasukkan

misal ferrous fumarat, sulfat ferosus, ferromia,dll. Pada anemia defisiensi besi perlu juga diberikan vitamin

nutrisi yang adekuat.

C.

Pada kekuratgan vitamin

A dapat diberikan

vitaminA. Terapi dilatasi nonbedah: dengan perkembangan teknologi kedokteran di bidang endoskopi dan radiologi, sebagian pasien dapat diobati dengan cara diatasi nonbedah. . Dilatasi per oral a. Busikaretairraksa(merkuri): Dikenal 2 macam, yaitu busi Hur s t, y ang uj ungnya

bulat, dan btsi Maloney, yar,g bentuknya

b. c. d.

pembedahan.Pada tindakan ini dibuat stoma gastermelalui

Bedah Tindakan bedah dilakukan bila secara medis tidak ada kemajuan, atau lesi terlalu panjang, dengan fibrosis transmural. Dilaporkan bahwa tindakan bedah merupakan terapi paliatif yang baik dan menghasilkan survival yang panjang

pada striktur esofagus karena metastase tumor paru, payudara dan ovarium.6 Terdapat beberapa pilihan seperti reseksi striktur/stenosis dengan esofagogastrektomi, reseksi dengan interposisijejunum, atau kolon. Pada pasien

meruncing. Terdapat beberapa ukuran dari I 6F- 60F.

yang tak mau direseksi striktur/stenosisnya dapat

Businasi dimulai 2 kali seminggu dengan busi

dilakukan gastrostomi operatif.

terkecil lalu dinaikkan bertahdp makin lama makin besar businya sampai terbesar, lalu businasi sekali seminggu bila ada perbaikan disfagia, dan selanj utnya bila diperlukan. Dilator metal dengan guide wire (Eder Puestow) dapat digunakan untuk striktur panjang dan sangat sempit, dikerjakan dengan kontrol fluoroskopi. Balon pneumatik. Alat ini dimasukkan melalui bantuan guide wire perendoskopik, lalu balon dikembangkan unhrk melebarkan strikhr/stenosis' Dilator Savary-Guillard. Dilator ini terbuat dari

polivinil, dengan saluran di tengah, untuk memasang guide wire per endoskopik. Dalam pemasangannya diperlukan fluoroskopi. Terdapat beberapa ukuran

PENCEGAHAN

Mengingat bahay a striktur/stenosis esofagus, perlu diberikan penerangan pada masyarakat bahwa salah satu penyebabnya yaitu bahan korosif/kaustik seperti asam/ alkali. Jangan sampai terminum bahan-bahan korosif/ kaustik secara sengaja. Untuk pasien esofagitis peptik/ refluks perlu berobat yang teratur karena kemungkinan timbulnya striktur seba$ai komplikasi' Penggunaan kortikosteroid pada esofagitis karena kaustik asam/alkali untuk mencegah terjadinya stenosis/striktur esofagus tetap masih kontroversi.

dari l5F-35F. Alat ini semifleksible, bentuknya

.

meruncing, sehingga lebih menyenangkan pasien, dib andingkan dilatormetal. e. Dilator Celesting dengan Olive EderPuestow. Dilator dimasukkan melalui guide wire. Elektrokoagulasi secara endoskopik: dilakukan bila striktumya pendek (
REFERENSI DA, Johnson CF. Esophageal stricture' In: Bayless ed. Current Therapy in Gastroentrology and Liver Disease-2' Toronto-Philadelphia: BC Decker Inc'. 1986.p. 25-9.

1.

Peura

2.

Cranq DJ. Esophageal stricture. hftp:/ media' health. discovery. com /encyclooedias/220.html: 1 -3 Bozymski EM. Isaacs KL. Miscellaneous diseases of the esopha-

3.

496

GAIITROENTEROIIreI

gus. In: Yamada T:-Alpers DH-Owyang C-Powell DW-Silverstein FE (eds).Textbook of Gastroententerology.Vol one 2"d edition. Philadelphia: JB Lippincott.l995.p. 1283-1302. 4. Excerpt from Esophageal Stricture. htto://wwwemedicine.corn/

: l-2

8.

5

Alinejad A. Caustic injury to the upper gastrointestinal tract.

6

Shiraz e-med.J. causticini.htm: l -22 Tuncer R, Soyupak S, Sen N, Okur H, Keskin E, Zorludemir U et.al. Does steroid treatment prevent caustic esophageal stricture? A prospective study. Ann Med Sci 2000;9: 56-8.http://

7

Mizobuchi S, Tachimori

: l-4

Y

A. Metastatic esophageal tumors from distant primary lesions: report ofthree esophagectomies and study of 1835 Ochiai

Kato H, Watanabe H, Nakanishi

Y

9

autopsy cases. http://wwwjjco.oupjournals.org/cgilcontenVfull/ 27161410:l-8 Daldiyono, Ali I, Rani AA, Manan C. Disfagia diagnosis dan terapi. Dalam: Indonesia-Holland Symposium on Gastroenterology-hepatology Digestive Endoscopy. PGI-PPHI-PEGI. Jakarta. 11 Agustus 1990.p. 31-41. Simadibrata M. Laporan hasil pemeriksaaan endoskopi saluran cerna bagian atas subbagian gastroenterologi. Bagian Ilmu Penyakit dalam FKUI/RSUPNCM, I 994(tidak dipublikasi).

78 TUMOR ESOFAGUS S.A. Abdurachman

PENDAHULUAN Esofagus merupakan organ berupa tabung muskular yang

Epitel

berfungsi dalam transport bahan-bahan yang ditelan. Panjangnya kira-kira24 cm, menghubungkan faring yang terletak sekitar vertebra servikal 6, dar. esophagogastric

Jinak Papiloma Adenoma

junction yang berada tepat di bawah diafragma pada ketinggian vertebra torakal

1

1. Jika

dihitung dari gigi seri

(incisivus) panjang esofagus ini kira-kira 40 cm. Untuk kemudahan, biasanya esofagus dibagi menjadi tiga daerah anatomls yaitu sepertiga atas, tengah dan bawah. Sepertiga atas adalah bagian esofagus sampai arkus aorta, sepertiga tengah adalah bagian

Ganas Squamous cell carcinoma Adenokarsinoma Karsinoma verukosa Spindle cell carcinoma (karsinosarkoma) Adenosquamous carcinoma Karsinoma m ukoepidermoid Small cell carcinoma dan karsinoid Melanoma maligna Koriokarsinoma Karsinoma undifferntiated

Non Epitel

Jinak

esofagus sampai vena pulmonalis inferior, dan sepertiga

Leiomioma Lipoma Tumor vaskular Tumor neurogenik Tumor sel granular

bawah adalah esofagus sampai esophagogastric junction. Mukosa esofagus terdiri atas epitel berlapis gepeng (stratffied squamous epithelium) yang merupakan kelanjutan dari mukosa faring, lamina propria berupa jaringan ikat longgar yang berada langsung di bawah epitel, dan lamina muskularis mukosa. Daerah esophagogastric junction ditandai dengan perubahan mendadak epitel berlapis gepeng yang berwarna pucat

Ganas Leiomiosarkoma Sarkoma jaringan lunak Rabdomiosarkoma Sarkoma neurogenik Sarkoma Kaposi Limfoma

Lesi mirip tumor Polip fibrovaskular Kista Polip inflamatori

pada esofagus menjadi epitel torak yang berwarna merah

TUMORJINAK

tua pada kardia yang mudah dikenali. Daerah Tumor jinak esofagus non-epitel yang paling sering dijumpai adalah leiomioma. Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-Iaki dan seringkali asimtomatik. Tumor ini tampak sebagai lesi submukosal bentuk bulat dan ditutupi oleh mukosa esofagus yang kelihatan

ini tampak sebagai garis yang iregular atau bergerigi, disebut Zigzag-Iine atau Z-line yang dalam perbatasan

keadaan normal berada pada lower esophageal sphincter (LES). Di bawah mukosa terdapat lapisan submukosa yang terdiri atas serat elastik dan kolagen. Lapisan muskular pada 50%o sampai 6}Yobagianbawah esofagus merupakan otot polos, pada 5%obagian proksimal adalah otot skelet, sisanya berupa campuran otot polos dan otot skelet. Klasifikasi tumor pada esofagus berdasarkan gambaran histologis dapat disimak pada Tabel 1.

normal. Jaringan biopsi endoskopik biasanya tidak dapat membantu dalam diagnostik karena forseps biopsi tidak mampu menembus mukosa yang menutupi tumor. Papiloma adalah lesi polipoid yang terdiri atas epitel berlapis gepeng.

seringkali multifokal. lesi ini bukan merupakan lesi prakanker.

497

TUMORGANAS Lingkungan Lokasi geografis Kadar molibdium dalam tanah yang rendah Kadar garam dalam tanah Suhu

Kira-kira l5o/o karker esofagus terdapat pada sepertiga bagian atas, 50%o terjadi pada sepertiga bagian tengah, dar. 35%o ditemukan pada sepertiga bagian bawah esofagus. Hampir 95% kanker esofagus merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng

Diet Aflatoksin Asbestos

(squamous ce// carcinoma) yang melapisi lumen esofagus. Adenokarsinoma yang ditemukan dengan frekuensi lebih jarung, berasal dari epitel toraks pada esofagus bagian

Defisiensi vit.A, vit.E, dan vit. C, riboflavin, niasin, dan zink Kebiasaan Alkohol Rokok

distal.

lritasi kronik pada mukosa oleh faktor fisis Radiasi Akalasia Skleroterapi injeksi

lnsidensi Di Amerika Serikat, kanker esofagus relatifjarang dijumpai akan tetapi merupakan kondisi maligna yang sangat letal.

Kultural Status sosio-ekonomi

Pada tahun 1993 dari 11.300 kasus kanker esofagus kematian terjadi pada 10.200 pasien. Di seluruh dunia insidensi kanker esofagus dilaporkan berbeda-beda. Penyakit ini sering ditemukan di daerah yang dikenal dengan julukan Asian esophageal cancer belt yang terbentang dari tepi selatan laut Kaspi di sebelah barat sampai ke utara Cina meliputi lran, Asia Tengah, Afganistan, Siberia, dan Mongolia. Selain itu kanker esofagus banyak terdapat di Finlandia, Islandia, Afrika Tenggara, dan Perancis Barat Laut. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, penyakit ini lebih sering terdapat pada lakiIaki kulit hitam berusia lebih dari 50 tahun dengan status sosio-ekonomi rendah.

Ras

Disfagia Berat badan menurun Odinofagia Muntah Suara menjadi serak Batuk Regurgitasi Hematemesis dan/atau melena Anemia defisiensi besi

KARSINOMA ESOFAGUS

Nyeri

Rasa tidak nyaman di kerongkongan Singultus Sindrom Horner Sindrom vena kava superior Efusi pleura maiigna Asites maligna Nyeri tulang Pembesaran kelenjar supraklavikula/servikal

biasanya pasien akan menangguhkan beberapa bulan sebelum datang berobat.

Etiologi Pada karsinoma esofagus tidak diketahui adanya satu

Disfagia merupakan gejala paling sering ditemukan, 90o/o kasus. Esofagus mudah

terjadi pada lebih dari

faktor

berdistensi sehingga pasien baru akan menyadari adanya kelainan jika hampir separuh diameter lumen esofagus sudah terkena. Pada keadaan ini penyakit sudah terlampau lanjut untuk direseksi. Beberapa macam upaya biasanya dilakukan pasien untuk rnengatasi disfagia yaitu: 1) sering minum pada saat makan, 2) makan makanan yang lebih cair. dan 3) makan secara lambat. Disfagia akan progresif sejalan dengan lamanya sakit. Pada mulanya. disfagia terjadi saat makan makanan padat, kemudian tidak dapat menelan makanan padat dan kemudian akhirnya tidak dapat menelan makanan cair termasuk saliva yang selalu akan meleleh keluar dari mulut. Berbeda dengan spasme esofagus. disfagia pada kanker esofagus bersifat kronik

tunggal tertentu sebagai penyebab te{adinya kanker ini. Aneka ragam faktor etiologi diperkirakan berperan

dalam etiopatogenesis kanker tersebut yaitu faktor lingkungan, faktor diet, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, iritasi kronik pada mukosa, dan kultural, seperti yang dapat disimak pada Tabel 2.

Diagnosis

Gambaran Klinis. Karsinoma esofagus merupakan pembunuh terselubung karena pada stadium awal tidak menimbulkan keluhan sedangkan pada saat ada keluhan umumnya sudah terjadi metastasis. Harapan terbaik untuk pengelolaannya adalah jika tumor ditemukan pada seseorang yang asimtomatik yang mengalami evaluasi untuk suatu sebab. Keluhan-keluhan pasien yang bersifat

dan progresif. Berat badan yang menurun selalu ditemukan. Adanya anoreksia merupakan tanda prognostik

yang negatif.

samar-samar dan tidak progresif mengakibatkan

Odinofagia (nyeri saat menelan) ditemukan lebih jarang dibandingkan dengan disfagia. Nyeri terasa terus-menerus. tidak bersifat tajaml seperti ditusuk. nyeri menyebar ke

diagnosis sering terlambat (Tabel 3).

Oleh karena keluhan-keluhan pada stadium awal seringkali masih dapat ditoleransi dan mudah diatasi,

punggung.

498

499

TT..IIIIORESOFAGUS

Adanya suara sef ak menandakan invasi ke N.Laringeus rekurens atau aspirasi kronik. Batuk kronik

Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi sampai perdarahan

dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula

akut masif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah,

frakeoesofageal yang pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk selagi menelan. Komplikasi pulmonal lainnya yang sering terjadi adalah pneumonia.

menyulitkan terapi.

Perdarahan pada tumor mengakibatkan anemia defisiensi besi. atau hematemesis dan melena.

Pemeriksaan j asmani. Hasil pemeriksaan j asmani j arang dapat membantu menegakkan diagnosis kanker esofagus,

tetapi penemuan adanya kelainan fisis akan bermanfaat dalam menentukan prognosis.

Pada kanker esofagus adanya limfadenopati, hepatomegali, pneumonia, dan sindrom Horner menunjukkan bahwa kankernya sudah stadium lanjut. Limfodenopati dijumpai di daerah servikal supraklavikular dan aksila.

Diagnosis pencitraan. Pada foto dada, air-fluid level di daerah mediastinum menunjukkan adanya cairan yang

tertahan di dalam lumen esofagus yang berdilatasi. Mungkin terdapat kelainan lain berupa metastasis tumor

di paru-paru,

metastasis

ke tulang, pneumonia,

pneumoperikardium, deviasi trakea, efusi pleura, dan limadenopati.

Esofagografi memakai barium sering merupakan prosedur pertama dan penting dalam diagnosis dan penentuan stadium kanker. Lokasi tumor, panjang lesi, dan

kelainan jaringan sekitar tumor dapat dinilai melalui pemeriksaan esofagus dengan menggunakan suspensi barium. CT scan memperlihatkan stadium, resektabilitas dan perencanaan terapi endoskopik paliatit.

emasiasi, dan gangguan sistem imun yang kemudian akan

Terapi Sebelum merencanakan dan memberikan terapi pada karsinoma esofagus, perlu dilakukan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium tumor seperti tampakpada Tabel 4. Penentuan tingkatan tumor ini dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang teliti, dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium. Prosedur dilanjutkan dengan esofagograh memakai suspensi barium, foto dada, CT Scan dada dan abdomen. Pada kasus-kasus tertentu perlu dilakukan bronkoskopi, mediastinoskopi, atau sidik tulang. Pasien dengan lesi TO, atau dengan lesi Tl atau T2 dan NO MO merupakan kandidat baik untuk terapi operatif. Metastasis ke kelenjar regional (N1) atau metastasis jauh (Ml) menunjukkan prognosis buruk, dan kenyataan inilah yang seringkali dijump aipada saat pasien datang dan diagnosis ditegakkan. Prognosis karsi noma

esofagus buruk, five-years survival

rate

setelah

diagnosis dan tanpa terapi adalah kurang dari 5o/o. Reseksi total hanya dapat dikerjakan pada 40oZ kasus, dan sering tefadi tumor residif. Pascabedah reseksi total five-years survival rate menunjukkan jumlah yang kurang dari20o/o. Mortalitas pascabedah yang ditemukan sebesar

Tumor primer (T)

Endoskopi Pemeriksaan ini mutlak dikerjakanpadakasus yang diduga kanker esofagus terutama jika esofagogram normal. Pada saat endoskopi juga dilakukan biopsi jaringan.

Komplikasi Terjadi akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor. Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke aorta mengakibatkan perdarahan masif, ke perikardium terjadi tamponade jantung, atau sindrom vena kava superior. Invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau disfagia. Invasi ke saluran napas mengakibatkan fistula trakeoesofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian. Sering terj adi obstruksi esofagus dan menimbulkan komplikasi yang paling sering terjadi yaitu pneumonia aspirasi yang pada gilirannya menyebabkan abses paru dan empiema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal napas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau perdarahan.

TX TO Tis T1 T2 T3 14

Tumor primer tidak dapat dinilai Tumor primer tidak terbukti Carcinoma in situ lnvasi ke tamina propria atau submukosa lnvasi ke tunika muskularis propria lnvasi ke tunika adventisia lnvasi ke struktur sekitar

Kelenjar getah bening (KGB) regional (N) NX Kelenjar geiah bening regional tidak dapat dinilai

NO N1

Tidak ada metastasis jauh Ada metastasis ke KGB regional

Metastasis jauh (M)

MX M0 M1

Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai Tidak ada metastasis jauh Ada metastasis jauh

Pengelompokkan stadium Stadium 0 Stadium Stadium llA I

Stadium lllB Stadium lll Stadium lV

Tis T1 T2 T3 T1 T1 T3 f4

Setiap

NO NO NO NO N1 N1 N1

T

Setiap N Setiap N

MO MO MO MO MO MO MO MO M1

500

GAIITROENTEROI.OGI

oleh fistula anastomosis, abses subfrenik, komplikasi kardiopulmonal. Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif . Pada kebanyakan pasien. radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula dan perdarahan. kadang-kadang dijumpai komplikasi kardiopulmonal. Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi bedah dan terapi radiasi. Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi misalnya kombinasi sisplatin bersama bleomisin dan 5- FU memberikan respons sempurna pada 37o/o dan respons parsial pada 200;0. Pada kasus inoperabel, terapi paliatif dapat berupa 20o/o disebabkan

keluhan, seringkali penyakjt sudah sangat lanjut dan

dan

prognosis buruk.

dilatasi berulang secara endoskopik, pemasangan protesis melewati tumor dengan menggunakan s/e nt, atau dkenakan gastrostomi. Pada kasus yang obstruktif, massa tumor juga dapat dikikis dengan menggunakan sinar laser.

ADENOKARSINOMA ESOFAG US

Etiologi Telah diketahui bahwa esofagus Barrett merupakan keadaan pramaligna untuk adenokarsinoma esofagus. Keadaan pramaligna ini disertai esofagitis kronik refluks, tidak terbukti ada kaitan dengan alkohol dan rokok seperti pada squamous ce// carcinomapada esofagus. Perbedaan epidemiologis lainnya adalah adenokarsinoma jarang ditemukan pada ras kulit hitam. Kebanyakan tumor ini terdapat dekat esophagogastric junction, cenderung masif dan invasif serta menyebar ke kelenjar regional, jarang bermetastasis ke hati.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi djsertai biopsi. Penentuan stadium tumor dikenakan dengan radiografi memakai kontras dar. CT scan.

Komplikasi dapat berupa obstruksi, perdarahan, perforasi, dan pembentukan fistula.

Terapi Pada adenokarsinoma esofagus biasanya dikenakan reseksi ekstensif. Sebagian esofagus yang dibuang diganti oleh satu segmen kolon transversum, diikuti kemoterapi seperti yang biasa diberikan pada karsinoma gaster.

REFERENSI Adze RD and Antonioli DA. Cancer of the esophagus. Pathology. In. Rustgi AK (Ed.). Gastrointestinal Cancers. Biology, Diagnosis and Therapy. Philadelphia: Lippincott- Raven Publishers; 1995. 1 1 5-40. Beahrs OH, Henson DE, Hutter RV et al. Manual for Staging of Cancer. 3rd ed. American Joint Committee on Cancer. Philadel-

phia: JB Lippincott; 1988.64-5. Krevsky B. Tumors of the esophagus. In: Haubrich WS. Schaffner F and Berll JE (Edsr Bockus Gastro- enterology Vol I, 5111 ed. Philadelphia- Tokyo: WB Saunders Co.; 1995.534-57. Mayer RJ. Neoplasms of the esophagus and stomach. In: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauoi AS and Kasper DL (Eds.). Harrison's Principles of Internal Medicine, 13"' ed., New Yorll- Toronto; McGraw- Hill Co; L997.1382-6. Savary M and Miller G. The Esophagus. Handbook and Atlas of Endoscopy. Switzerland, Gassmann AG, Solothum, 1978.205-

28.

klinis hampir serupa dengan karsinoma

Schmitt CM and Brazer SR. Clinical aspects of esophageal cancer. In: Rustgi AK (Ed.): Gastrointestinal Cancer. Biology, Diagnosis and Therapy. Philadelphia. Lippincott-Raven Publishers; 1995.

esofagus yaitu disfagia, odinofagia, penurunan berat badan, dan emasiasi. Selain itu, juga ditemukan keluhan-

Stoner GD and Rustgi AK. BK>logy of esophageal squamous cell

Diagnosis Gambaran

keluhan lambung seperti anoreksia, cepat merasa kenyang, mual, muntah, dan perut kembung. Pada saat sudah ada

9t-t14. carcinoma. In. Rustgi AK (Ed.): Gastro- intestinal Cancers. Biok)Qy, Diagnosis and Therapy. Philadelphia. UppincottRaven Publishers; 1995. 141-8.

79 INFEI$I HEUCOBACTER PYIARI DANI PENYAIST GASTRODUODENAL A. Aaiz Rani, Achmad Fauzi

PENDAHULUAN

%. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10-20% yang akan menj adi penyakit gastroduodenal.

Sejak penemuan kuman Helicobacter pylori (Hp) oleh Marshall dan Warren pada tahun 1983, kemudian terbukti bahwa infeksi Hp merupakan masalah global, termasuk di Indonesia, sampai saat ini belum jelas betul proses penularan serta patomekanisme infeksi kuman ini pada berbagai keadaan patologis saluran cerna bagian atas (SCBA). Pada tukak peptik infeksi Hp merupakan faktor etiologi yang utama sedangkan untuk kanker lambung termasuk karsinogen tipe I, yang definitif. Pada keadaan lain seperti dispepsia non ulkus dengan infeksi Hp, para ahli belum bersepakat tentang perannya sebagai faktor etiologi. Selanjutnya masih menjadi pertanyaan seberapa jauh infeksi Hp menjadi masalah kesehatan, termasuk di Indonesia. Hal ini perlu kejelasan karena konsekuensinya

Studi seroepidemiologi di Indonesia menunjukkan prevalensi 36- 46,1% dengan usia termuda 5 bulan. Pada kelompok usia muda di bawah 5 tahun. 5,3 -15 .4 %o telah terinfeksi, dan diduga infeksi pada usia dini berperan sebagai faktor risiko timbulnya degenerasi maligna pada usiayang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut, karena kenyataannya prevalensi kanker lambung di Indonesia relatif rendah, demikian pula prevalensi tukak peptik. Agaknya selain faktor bakteri, faktor pejamu dan faktor lingkungan yang berbeda akan menentukan terjadinya kelainan patologis akibat infeksi. Secara umum telah diketahui bahwa infeksi Hp merupakan masalah global, tetapi mekanisme transmisi apakah oral-oral atau fekal-oral belum diketahui dengan pasti. Studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan altara tingkat sanitasi lingkungan dengan prevalensi infeksi Hp, sedangkan data di luar negeri menunjukkan hubungan antara infeksi dengan penyediaan atau sumber airminum. Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi tukak peptik pada pasien dispepsia yang di endoskopi berkisar antara 5,78 oh di Jakarta sampai 16,91 % di Medan. Data penelitian prevalensi infeksi Hp pada pasien tukak peptik dapat dilihat pada Tabel 1. Pada kelompok pasien dispepsia non ulkus. prevalensi

menyangkut penatalaksanaan dan pencegahan di masyarakat yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Secara khusus perlu data tentang hubungan antara infeksi

Hp dengan tukak peptik, gastritis kronik aktif dan selanjutnya dengan kejadian kanker lambung. Bila kemudian hubungan tersebut dapat dibuktikan dan dapat ditentukan kelompok masyarakat dengan risiko tinggi, terbuka kemungkinan untuk melakukan vaksinasi, baik untuk pencegahan primer ataupun vaksinasi terapeutik.

infeksi Hp yang dilaporkan berkisar antara 20- 40 yo, dengan

EPIDEMIOLOGI

Prevalensi infeksi Helicobacter pylori di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan dengan negara

Daerah Manan CH

maju. Prevalensi pada populasi di negara maju sekitar 3040 %o, sedangkan di negara berkembang mencapai 80-90

Jayapranata Jayapranata

501

Jakarta Surabaya Surabaya

Metoda Prevalensi uKaK Diaqnosis (' l 100 duodeni CLO 93,9 duodeni CLO 85,7 gaster CLO I

502

metoda diagnostik yang berbeda yaitu serologi, kultur dan histopatologi. Angka tersebut memberi gambaran bahwa pola infeksi di Indonesia tidak terjadi pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut tidak sama dengan pola rregara berkembang lain seperti di Afrika. Agaknya yang berperan adalah faktor lingkungan danjuga faktor perbedaan ras. Tingginya prevalensi infeksi dalam masyarakat tidak sesuai dengan prevalensi penyakit SCBA seperti tukak peptik ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan hanya sekitar 10-20% saja yang kemudian menimbulkan penyakit

GAITTROENTEROI.OGI

strain Hp menghasilkan vacuolating cytotoxin, mengandung kluster gen CagA yatg dapat menginduksi IL-8. Protein CagA dan gen CagA mungkin merupakan satu

petanda straln yang ulserogenik dan karsinogenik. Di Jepang. antibodi anti CagA tidak memberi petunjuK yang berguna terhadap kemungkinan kelainan tersebut. Stuktur gen CagA dari strain yang menyebabkan tukak lambung

gastroduodenal.

dan tukak duodenum di Jepang sangat berbeda. Hal tersebut memberi petunjuk perlunya diketahui profil antibodi anti CagA secara lebih rinci untuk dapat menjelaskan makna klinis strainHp tersebut.

Strain Helicobacter Pylori yang Patogen

respons antibodi pejamu merupakan kunci untuk

Penelitian diversitas genetik Hp dan interaksi dengan Infeksi Helicobacter pylori (Hp) pada saluran cema bagian atas mempunyai variasi klinis yang luas, mulai dari keiompok asimtomatik sampai tukak peptik, bahkan dihubungkan dengan keganasan di lambung seperti adenokarsinoma tipe intestinal atau mucosal associated lymphoid tisszze (MALT) Limfoma.

memahami diversitas penyakit akibat infeksi Hp.

Di Indonesia belum ada data penelitian tentang prevalensi infeksi strainHp, tetapi di masa depan hal ini perlu dilakukan agar dapat ditetapkan hubungarnrya dengan kelainan patologis saluran cema bagian atas.

Data epidemiologis dari berbagai bagian dunia menunjukkan adanya perbedaan geografis dan juga

PATOGENESIS

korelasi yang tidak sesuai antara prevalensi infeksi dengan prevalensi spektrum klinis seperti tukak peptik ataupun kanker lambung. Di Indonesia prevalensi Hp berdasarkan

namun H.

studi seroepidemilogi termasuk cukup tinggi, tetapi sebaliknya prevalensi berbagai keiainan klinis seperti tukak peptik maupun kanker lambung sangat rendah.

Dalam hal ini perlu dipertimbangkan peran faktor

Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri, Pylori memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan ekologi lambung, dengan serangkaian langkah unik masuk ke dalam mukus, berenang dan orientasi spasial di dalam mukus, melekat pada sel epitel lambung, menghindar dari respons immun, dan

pejamutermasuk faktor genetik maupun faktor lingkungan

sebagai akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi

yang selain mempengaruhi kuman Hp agaknya juga

persisten.

mungkin dapat mempengaruhi fisiologi maupun imunologi

Setelah memasuki saluran cema, bakterilL Pyloriharus menghindari aktivitas bakterisidal yang terdapat dalam isi lumen lambung, dan masuk ke dalam lapisan mukus. Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi karbondioksida din ammonia, sehingga H. Pylori mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang asam. Aktivitas enzim ini diatur oleh suatu saluran urea yang tergantung pH QtH-gated urea channel), Ure-I, yang terbuka pada pH yang rendah, dan menutup aliran urea pada keadaan netral. Motilitas bakteri sangat pentingpada kolonisasi, dan flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi pada lipatan-lipatan/relung-relung lambung. H. Pylori dapalteikatlmelekat eratpada sel-sel epitel melalui berbagai komponen permukaan bakteri. Adhesin yang sangat dikenal baik karakteristiknya adalah BabA, suatu protein membran luar yang terikat pada group antigen darah Lewis B. Beberapa protein lain famili Hop pro-

peJamu.

Situasi yang berbeda terjadi di Jepang, suatu negara yang maju, dengan prevalensi Hp yang relatif rendah tetapi

dengan prevalensi kanker lambung yang tinggi. Dari sisi kuman Hp diketahui terdapat beberapa strain yangleblh virulen sehingga selalu ditemukan pada pasien dengan hrkakpepti( gastritis kronit maupunkanker lambung. Gen VacA selalu dapat ditemukan pada kuman Hp, tetapi tidak semuanya menghasilkan sitotoksin. Ternyata struktur gen

ini

sangat heterogen di mana pada strain penghasil

sitotoksin yang tinggi terdapat sekuen signal yang tertentu. Gen CagA hanya ditemukan pada sebagian strain, dan merupakan salah satu dari kelompok yang terdii dari20

gen lain, membentuk apa yang disebut sebagai pulau patogenesitas (pathogenicity island). Asosiasi ar:l.ara CagA dengan tukak peptik atau kanker lambung mungkin melalui respons inflamasi yang meningkat terhadap Hp yang mengandung CagA. Untuk tukak peptik, CagA merupakan petanda yang paling baik, tetapi di daerah dengan prevalensi CagA yang tinggi tidak mungkin untuk membuktikan asosiasi tersebut dengan melakukan suatu panelitian kasus kelola. Berbagai

tein (protein membran luar) juga merupakan mediasi adhesi pada sel epitel. Bukti-bukti menunjukkan bahwa adhesi, terutama oleh BabA, sangat relevan dengan penyakitpenyakit terkait H. Pylori dan dapat mempengaruhi derajat beratnya penyakit, meskipun beberapa hasil studi terdapat pula yang bertentangan.

503

INFEITSI IEIJCITEACXERPYLOP DAT{ PENYAKIT GASTRO,DUODENAL

Sebagian besar strain H. Pylori mengeluarkan suatu eksotoksin, Yac A (vacu ol ating cytotoxin). Toksin tersebut masukke dalammembran sel epitel danmembentuk suatu saluran terganfung voltase, suatu anion hexamer selektif. yang mana melalui saluran tersebut bikarbonat dan anionanion organik dapat dilepaskan, tampaknya juga untuk menyediakan nuhisi bagi bakteri. VacA juga menyerang membran mitikondria, sehingga menyebabkan lepasnya sitokrom c dan mengakibatkan apoptosis. Peran patogenik dari dari toksin masih diperdebatkan. Pada studi-studi hewan, bakteri mutan tanpa VacA juga dapat melakukan kolonisasi , dan strain dengan gen VacA yang inaktiftelah pula diisolasi dari pasien-pasien, mentnjukkan bahwa VacA tidak esensial untuk kolonisasi. Namun demikian, mutan tanpa VacA kalah kompetisi dari wild-type bakteri pada

yang tidak mengandung cag, dan respons ini tergantung pada aktivasi nuclear factor-tcB (NF-KB) dan respons segera dari faktor transkripsi activator protein 1 (AP-l). Infeksi H. Pylori merangsang timbulnya respons humoral mukosa dan sistemik. Produksi antibodi yang terjadi tidak dapat menghilangkan/eradikasi infeksi, bahkan menimbulkan kerusakan jaringan. Pada beberapa pasien

yang terinfeksi H. Pylori timbul respons autoantibodi terhadap H+/K+-ATPase sel-sel parietal lambung yang berkaitan dengan meningkatnya atrofi korpus gaster. Selama respons immun spesifik, subgroup sel T yang berbeda timbul. Sel-sel ini berpartisipasi dalam proteksi mukosa lambung, dan membanfu membedakan antara bakteri patogen dan komensal. Sel T-helper immatur (Th 0)

suatu studi pada tikus, menunjukkan bahwa VacA meningkatkan vitalitas bakteri. Analisis peran VacA

berdiferensiasi menjadi 2 subtipe fungsional: sel Th-l, mensekresi interleukin 2 dan interferon garnma; danTh-2, mensekresi IL -4,IL-5 , dan IL- 1 0. Sel TM menstimulasi sel

dipersulit oleh kenyataan variabilitas VacA yang luas. Di

B sebagai respons terhadap patogen ekstrasel, sedangkan

negara-negara barat, varian gen-gen VacA tertentu

Thl

berhubungan dengan keadaan penyakit yang lebih berat. Namun demikian, hubungan seperti itu tidak ditemukan di

Asia, dan dasar fungsional yang mendasari hubungan tersebut tidak diketahui. Beberapa strain H. Pylori memllll
Respons Pejamu Terhadap H.Pylori H. Pylori menyebabkan peradangan lambung yang terusmenerus. Respon peradangan ini mula-mula terdiri dari penarikan neutrofil, diikuti limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, bersamaan dengan terjadinya kerusakan sel epitel. Karena H. Pylori sangatjarang menginvasi mukosa gaster, respon pejamu terutama dipicu oleh menempel/ melekatnya bakteri pada sel epitel. Patogen tersebut dapat terikat pada m olek:ul MHC c/ass 11 di permukaan sel epitel gaster dan menginduksi terjadinya apoptosis. Perubahan lebih lanjut dalam sel epitel tergantungpada protein-pro-

tein yang disandi pada cag-PAI dan translokasi CagA kedalam sel epitel gaster. Ureas

e

H. Pylori dan porin juga

terutama timbul sebagai respons terhadap patogen intrasel. Karena H. Pylori bersifat tidak invasif dan merangsang timbulnya respons humoral yang kuat, maka yang diharapkan adalah respons sel Th2. Namun timbul spesifft terhadap paradoks, sel-sel fenotipTlil. StudiH. Pyloriumtmrty studi menunjukkan bahwa sitokin Thl menyebabkan gas-

tritis,

sedangkan sitokir, Th2 protektis terhadap

Thl tersebut tampaknya meningkatkan produksi interleukin-l8 di antrum sebagai respons terhadap infeksi H. Pylori. Bias Thl tersebut, bersama dengan apoptosis yang dimediasi Fas, menyebabkan infeksi 1L Pylori menjadi persisten. Kerusakan sel epitel lambung juga disebabkan oleh reactive orygen dannitrogen species yang dihasilkan oleh neutrofil teraktivasi. Inflamasi kronik juga meningkatkan turnover sel epitel dan apotosis. Polimorhsme proinflamasi dari gen interleukin-18 mengarahkan perkembangan gastritis terutama terjadi di korpus gaster dan berkaitan peradangan lambung. Orientasi

dengan hipoklorhidria, atrofi gaster, dan adenokarsinoma gaster. Bila polimorfisme proinflamasi tidak ada, gastritis

aklbat H. Pylori berkembang terutama di antrum, dan berkatan dengan kadar sekresi asam yang normal atau tinggi. Gambaran /karakteristik relevansi klinis patofisiolo gi infeksi H. Pylori adalah:

.

Epitel gaster pasien yang terinfeksi H. Pylori meningkatkan kadar interleukin-lp, interleukin-2,

.

interleukin-6, interleukin-8, dan tumor nekrosis faktor alfa. Di antara semua itu, interleukin-8, suatu neutrophil-activating chemokine yang poten yang diekspresikan oleh sel epitel gaster, tampaknya berperan penting. Strain 1L Pylori yang mengandung cag-PAI menimbulkan respons interleukin-S yang jauh lebih kuat dibandingkan strain

A disekresi oleh sebagian besar/ mayoritas strain 1L Pylori. Polimorfisme gen Vac A berkaitan dengan keadaan penyakit yang lebih berat. Tingginya kadar fosfolipase A (PLA) memungkinkan f1p memasukilpenetrasi ke dalam mukus gaster. Kadar PLA yang tinggi disekresi oleh strain I1p yang diisolasi

.

Hp menyebabkan peradangan pada antmm (antritis)

dapat berperan pada terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis neutrofil.

Eksotoksin Vac

dari pasien-pasien kanker lambung. atau korpus (korpusitis) gaster, atau sering pula pada

keduanya (pangastritis). Pada antritis, terjadi

504

GASIROENTEROI.OGI

hipergastrinemia, meningkatnya produksi asam, dan

suatu risiko tinggi terjadinya ulkus duodenum. Mengapa hanya sekitar 2 - 20%o dari antritis yang

. .

berkembang menjadi ulkus duodenum masih belum jelas.

Duodenitis terjadi disebabkan kolonisasi pulau-pulau metaplasia gaster di dalam bulbus duodenum, yang dicetuskan (triggered) oleh tingginya produksi asam. Korpusitis Ilp berkaitan dengan ulkus gaster, atrofi mukosa gaster, menurunnye sekresi asam sehingga te4adi2,5 kali peningkatan risiko kanker gaster.

Diagnosis lnfeksi Helicobacter Pylori Kuman Helicobacter pylori bersifat mikroaerofilik dan hidup di lingkungan yang unik, di bawah mukus dinding lambung yang bersuasana asam. Kuman ini mempunyai enzim urease yang dapat memecah ureum menjadi amonia yang bersifat basa, sehingga tercipta lingkungan mikro yang

memungkinkan kuman ini bertahan hidup. Karena itu prosedur diagnostik cukup sulit karena harus melakukan tindakan yang invasifyaitu dengan rnelakukan gastroskopi

untuk rnendapatkan spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan langsung, histopatologi ataupun kultur mikrobiologi. Selain itu terdapat pemeriksaan non invasif seperti tes serologi daturea breath test (UBT). Tujuan pemeriksaan diagnostik infeksi Hp adalah untuk

menetapkan adanya infeksi sebelum memberikan pengobatan atau untuk penelitian epidemiologi. Selain itu unhrk rnengamati apakah telah tercapai eradikasi sesudah pemberian obat antibiotik. Dalam perkembangannya jenis tes diagnostik infeksi

Helicobacter pylori adalah sebagai berikut Non invasif

: Serologi

:

Dewasa ini secara komersial telah cukup banyak tes

ELISA yang tersedia dengan

cara penggunaan yang relatif sederhana dan hasil yang akurat. Yang menjadi masalah adalah sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi secara geografis. Hal ini diduga karena pengaruh faktor antigen lokal yang berbeda atau akibat titer yang relatifrendah,

misalnya pada kelompok pasien anak atau populasi tertentu. Dengan demikian dianggap perlu untuk melakukan validasi tes sebelum digunakan secara meluas

di suatu wilayah. Sebagai contoh, studi di Jakarta menggunakan tes Elisa buatan Roche menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan laporan dainegara Barat. Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitasnya, dapat dilakukan dengan menetapkan cut offpoint sebagai batas hasil yang positif dan negatif dalam suatu populasi. Penelitian di Jakarta menunjukkan, dengan menetapkan cut offpoint 1800 EU/L dapat ditingkatkan sensitivitas tes ELISA. Dalam perkemb alganrrya IaTELISA telah dipakai pula untuk tes di ruang praktek dokter, in ffice Hp test, dengan caru y ang sederhana, tanpa sentrifugasi, bersifat kualitatif dan hasilnya diperoleh dalam waktu 5 - I 0 menit. Selain serum, tes ELISA telah dilakukan pula pada saliva pasien terutama pada anak. Sensitivitas dan spesifisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan serum tetapi diduga kadar antibodi dalam saliva menurun lebih

awal pasca terapi eradikasi sehingga mungkin dapat digunakan untuk menilai hasil terapi antimikrobial.

Urea Breath lesf (UBf

:

IgG. IgA anti Hp, urea breath test:

t3c,lrc, Invasif/endoskopis : Tes urease: CLO.Mru, histopatologi, kultur mikob iologi, P olymeras e chain reaction (PCR).

)

Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk deteksi infeksi

H. pylori secara non invasif yang pefiama kali dikemukakan pada tahun 1987 oleh Graham dan Bell. Cara kerjanya adalah dengan menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop Carbon, baik l3C ataupun 14C.

Bila ada aktivitas urease dari kuman H. pylori akan dihasilkan isotop karbon dioksida yang diserap dan SEROLOGI Pemeriksaan serologi banyak digunakan dalam penelitian epidemiologi karena relatif murah dan dapat diterima oleh kelompok pasien asimtomatik atau anak-anak yang tidak

mau diperiksa dengan cara yarrg invasif seperti gastroskopi. Pada umumnya yang diperiksa adalah antibodi IgG terhadap kuman Helicobacter pylori. Cara ini sering digunakan untuk penetitian epidemiologi atau untuk evaluasi sebelum pemberian terapi eradikasi. Teknik yang dipakai adalah dengan menggunakan ELISA, Westernblot, frksasi komplemen, dan imunofluoresen. ELISA paling luas penggunaannya. Studi prevalensi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode PIIA, Sedangkan studi

umwnnya. menggunakan ELI SA.

klinik

dikeluarkan melalui pernapasan. Hasilnya dinilai dengan membandingkan kenaikan ekskresi isotop dibandingkan dengan nilai dasar. Bila hasilnya positifberarti terdapat

infeksi kuman H. pylori. 13C merupakan isotop

1,ll % karbon dioksida yang keluar melalui udara pernapasan normal. Dianggap positif bila terjadi kenaikan minimal 0,01o/o kadar isotop, sehingga dibutuhkan alat mass spectrometer yang sangat sensitif tetapi harganya sangat mahal. Mula-mula diambil nonradioaktif, ditemukan pada

sampel udara pernapasan untuk menentukan nilai dasar.

Kemudian diberikan tes mealberupa cairan dengan kalori tinggi atau larutan 0,1 N asam sitrat untuk memperlambat pengosongan lambung sehingga kontak antara isotop dengan mukosa lambung lebih baik. Dosis 13C yang diberikan adalah dalam bentuk urea sebanyak 75-100 mg yang memberikan akurasi lebih dari

505

INFEKSI.TIEZICOAACTER PUZORT DAIY PENYAKIT GASTRO,DUODENAL

o/o.

Terdapat berbagai modifikasi protokol sehingga

pemeriksaan. Biopsi standar untuk diagnosis infeksi H.

setiap perubahan memerlukan validasi untuk

pylori diambil dari antrum (2) dankorpus (2), sedangkan untuk menilai adanya metaplasia intestinal biasanya diambil biopsi pada angulus. Spesimen untuk kultur mikrobiologi harus diambil pertama kali karena harus

95

mempertahankan akurasi pemeriksaan. Isotop 14 C memancarkan radiasi yang dapat dianalisis

dengan scintillation counter. Pengambilan sampel dilakukan sesudah I 0 dan 20 menit baik dengan atau tanpa tes meal. Cara ini relatif murah,letapi harus diperhatikan standar keamanan yang baik, walaupun sebenamya dosis radiasi sangat kecil. Cara ini tidak dianjurkan pada perempuan hamil ataupun anak-anak. Dalam hal akurasi, kedua cara ini setara, dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90 %. Hasil positif palsu harus dipertimbangkan bila diduga ada mikroorganisme lain yang juga menghasilkan urease pada keadaan aklorhidria. Hasil negatifpalsu dapat terjadi bila pasien mendapat antibiotik, antasid, bismuth, atau anti sekresi asam. Karena itu dianjurkan untuk menghentikan obat tersebut dua minggu sebelum dilakukanpemeriksaan. Penggunaan UBT mempunyai kelebihan dibandingkan dengan tes yang menggunakan spesimen biopsi karena mewakili seluruh permukaan mukosa lambung. Aplikasi

klinis digunakan untuk deteksi infeksi pada studi epidemiologi dan individu pasien dan konfirmasi keberhasilan terapi eradikasi yang dilakukan sesudah 4 minggukemudian. Dapat disimpulkan bahwa indikasi tes serologi dan UBT agak tumpang tindih, sehingga pemanfaatannya harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pemeriksaan serologi lebih mudah, murah sehingga sangat

cocok untuk suatu penelitian populasi yang luas. Pemeriksaan UBT tidak memerlukan validasi lokal, menetapkan adanya infeksi yang aktif, dan merupakan pemeriksaan baku emas untuk konfirmasi hasil terapi eradikasi. Dengan adanya pemeriksaan noninvasif, terbuka

kesempatan untuk melakukan penatalaksanaan pasien dispepsia ditingkat pelayanan primer oleh dokter umum, dengan memperhatikan latar belakang prevalensi infeksi H. pylori sertapenyakit yang menyertainya, terutama tukak peptik dan keganasan lambung.

dilakukan secara steril. kemudian untuk biopsy urease lest dan histopatologi.

Biopsy Urease fesf (BUf

)

Tersedia berbagai pilihan mulai yang dibuat sendiri dalam

bentuk cairan ataupun padat seperti tes CLO. Dasamya adalah adanya enzim urease dari kuman H. pylori yang

mengubah urea menjadi amonia yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan wama media menjadi merah. Hasilnya dapat dibaca dalam beberapa menit sampai 24 jam, dan pengambilan lebih dari satu spesimen akan

meningkatkan akurasi pemeriksaan

ini.

Sensitivitas

pemeriksaan ini sekitar 89-98% sedangkan spesifisitasnya mencapai 100%.

Penggunaan antibiotik atau penghambat pompa proton akan menghambat pertumbuhan kuman sehingga

harus dihentikan satu minggu sebelumnya. Cara ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan terapi eradikasi.

HISTOPATOLOGI Pemeriksaan histopatologi dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi H. pylori serta menilai derajat inflamasi gastritis.Pemeriksaan standar dengan pewarnaan H & E untuk deteksi kuman mempunyai sensitivitas 93 oh dan spesifisitas 87oh dengan akurasi 92%o.Pewamaan khusus secara Giemsa, Genta atau Warthin-Starry memberikan gambaran H. pylori yang lebih jelas, sedangkan dengan pewarnaan Genta gambaran metaplasia gastrik akan

tampak lebih jelas. Densitas kuman akan menurun bila sebelumnya diberikan obat antibiotik atau inhibitor pompa

proton, sehingga akan menurunkan sensitivitas pemeriksaan.

Pemeriksaan lnvasif Pemeriksaan invasif untuk diagnosis infeksi H. pylori dilakukan dengan mengambil spesimen biopsi mukosa lambung secara endoskopik. Selanjutnya spesimen yang diambil dengan persyaratan dan cara tertentu akan diperiksa dengan teknik khusus sesuai dengan tujuan

diagnostik yang akan dicapai. Persyaratan yang dimaksudkan adalah upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hasil negatif palsu akibat pengaruh obat-obatan yang dipergunakan sebelum pengambilan sampel biopsi. Biasanya dianjurkan untuk menghentikan obat antibiotik, anti sekresi asam lambung

terutama golongan inhibitor pompa proton, bismuth selama satu atau dua minggu sebelum

Biakan Mikrobiologi Dalam penatalaksanaan penyakit akibat infeksi H. pylori. kultur tidak dilakukan secara rutin karena dua alasan. Cara diagnostik lain baikyang non invasifmaupunyang invasif memberikan hasil yang memuaskan dengan akurasi yang tinggi. Selain itu pemeriksaan kultur sendiri tidak mudah dilakukan, dengan sensitivitas yang relatif rendah, berkisar antara66-98 %. Teknik yang dianjurkan adalah dengan tes difusi agar atau dengan E test di mana sekaligus dapat ditentukan konsentrasi inhibisi minimal dari antibiotik yang diuji. Pemeriksaan kultur akan sangat membantu untuk pengobatan kegagalan terapi eradikasi, sehingga dapat dipilih antibiotik yang sesuai.

506

Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction mentpakan pilihan yang

GAIITROENTEROI.OGI

bervariasi mulai dari tanpa gejala, dispepsia fungsional,

tukak peptik sampai kanker lambung. Pernah pula

menarik karena sensitivitas yang tinggi (94-100%) serta

dilaporkan dalam studi kasus kelola peran infeksi Hp pada

spesifisitas yang tinggi pula (100 %). Bahan yang digunakan adalah spesimen biopsi baik yang sudah diparaf,rn maupun

penyakitjantung koroner, tetapi peranan berbagai faktor risiko dinilai kecil dengan od ratio 1.3. Berikut ini dapat

bekas tes urease seperti CLO. Keuntungannya adalah kemampuannya untuk mendeteksi infeksi dengan densitas yang rendah, bahkanjuga ekspresi dari berbagai gen bakteri seperti Cag.A. Selain biopsi mukosa lambung, PCR dapat

dilihat peran infeksi Hp pada berbagai penyakit

pula mendeteksi infeksi 1L py lori denganmemeriksa cairan

INDIKASI TERAPI ERADIKASI HP

lambung, yang perlu dijaga jangan sampai terjadi kontaminasi baik dari skop endoskopi maupun dari rongga mulut atau plak gigi karena dapat memberikan hasil positif palsu. PCR dapat juga dipergunakan untuk menilai hasil terapi eradikasi. Cara ini termasuk pemeriksaan yang canggih dengan biayayang cukup mahal.

gastroduodenal.

Sangat Dianjurkan. Ulkus duodeni, ulkus ventrikuli, MALT Lymphoma gaster derajat keganasan rendah, riwayat kanker lambung di keluarga, gastritis kronik aktif (gambaran PA), Paska reseksi kanker lambung dini, gastritis atrofik

Dianjurkan. Keinginan pasien untuk diobati lnfeksi Hp, Gastritis dan SekresiAsam Lambung Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi Helicobacter

pylori, gastritis dengan asam lambung. Infeksi Hp yang predominan di antrum akan meningkatkan selcesi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya hrkak duodenum. Inflamasi pada antrum akan menstimulasi sekresi gastrin,

yang selanjutnya akan merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi asam lambung. Infeksi Hp akan meningkatkan kadar Gastrin, yang terutama berasal dari mukosa antrum. Selain itu peningkatan sekresi gastrin juga

terjadi akibat menurunnya kadar somatostatin dalam mukosa antrum, yang berasal dari sel D. Dalam hal ini secara fisiologis somatostatin atau sel D berfungsi sebagai acid brake, menekan fungsi sel G dan sekresi asam lambung oleh sel Parietal. Mekanisme lain adalah melalui peran sitokin lokal akibat inflamasi antrum yang juga dapat mempengaruhi sekresi somatostatin maupun gastrin. Apabila gastritis akibat infeksi Hp predominan di korpus, sekresi asam lambung akan menurun, dengan risiko j angka panjang yang lebih besar unhrk menjadi kanker lambung. Inflamasi korpus yang berat atau luas, akan mengganggu atau menekan fungsi sel parietal yang menimbukan hipo atau aklorhidria, biasanya disertai pula dengan ahofi mukosa korpus, yang merupakan lesi premaligna untuk terjadinya keganasan lambung. Sebaliknya, tingkat sekresi asam lambung yang mungkin dipengaruhi faktor genetik diduga berperan temadap perbedaan predominasi gastritis akibat infeksi Hp. Bila sekresi asam lambung tinggi, akan terjadi gastritis predominan anfi1lm, sedangkan bila rendah akan terjadi gastritis predominan korpus dengan akibat penyakit

setelah mendapat penjelasan yang memadai, dispepsia fungsional (idak ditemukan kelainan perendoskopi, biokimiawi, atau laboratorium), gastropati obat anti inflamasi non steroid (OAINS), gastroesophageal reJlux disease (GERD) yang memerlukan terapi antisekresi asam jangka panjang

Evolusi Terapi Eradikasi Hp Pada dasarnya dikenal terapi kombinasi yang didasarkan

pada obat bismuth dan terapi yang didasarkan pada penghambat pompa proton (PPI). Mula-mula digunakan senyawa bismuth sebagai obat tunggal, dengan hasil yang

kurang memuaskan sehingga dikembangkan terapi kombinasi dual, tripel bahkan terapi kuadrapel. Waktu pemberian juga terus diusahakan untuk diberikan sesingkat

mungkin mulai dari 4, 2, dan dewasa ini umumnya dianjurkan untuk waktu satu minggu. Perkembangan ini sangat mendukung kepatuhan pasien, karena selain efektivitas yang cukup tinggi, kemungkinan efek samping menjadi lebih kecil. Walaupun relatif cukup mahal, terapi kombinasi dinilai cukup cosl effective terutama karena dapat menekan angka kekambuhan dalam jangka panjang,

misalnya dalam pengobatan tukak duodeni dan tukak lambung.

Terapi Eradikasi Laporan uji klinis terapi infeksi Hp di Indonesia pada mulanya menggunakan monoterapi menggunakan preparat

bismuth dengan tujuan supresi dan bukan eradikasi. Dewasa ini regimen terapi yang digunakan adalah terapi

yang berbeda.

MANIFESTASI KLINIS INFEKSI HELICOBACTER PYLORI Seperti telah dikemukakan. manifestasi klinis akan sangat

Faktor Etiologi Utama Tukak duodenum Tukak lambung Gastritis kronik

Prevalensi 1O0o/o

80-90% 40o/o

507

INFEKSI IIELICOBACTER PYLORI DAN PET{YAKIT GASTRO.DUODENAL

kombinasi antara penghambat pompa proton dengan dua atau tiga macam antibiotik. Pertemuan konsensus nasional penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori diJakarta pada bulan Januari 2003 menganjurkan regimen terapi sebagai berikut:

Terapi lini pertama / terapi tripel

.

UrutanPrioritas 1. PPI + Amoksisilin + klaritromisin 2. PPI + Metronidazol + klaritromisin

3.

Direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi PAC (P P I - Am oxy c i I I in- C I ar i thr o my c in) sebagai terapi lini pertama, dan bila gagal dapat dilanjutkan dengan terapi kuadrupel seperti P-BMT (PP I-B ismuth- Metronidazole-Tetracyclln). Namun, pada komunitas dengan prevalensi tinggi resistensi terhadap makrolid (> 20% resisten terhadap klaritromisin), terapi lini pertama

effective terapi tripel atau terapi kuadrupel tampak serupa, namun terapi kuadrupel tampaknya sedikit lebih cost-effective.

2. Amoksisilin :2x1000mg/hari 3. Klaritromisin :2x500mg/hari 4. Metronidazol :3x 500mg/hari 5. Tetrasiklin :4x250mglhui

Fluoroquinolon atau Rifabutin dalam kombinasi bersama amoksisilin dan PPI menunjukkan hasil yang menjanjikan. Terapi dengan Rifabutin 2 x 150 mg, Amoksisilin 2 x 1 gram, dan omeprazol 2 x20 mg selama I

Terapi lini kedua / terapi kuadrupel Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalanpada 4 minggu pasca terapi,

kuman

H. Pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/ HpSA atau histopatologi.

.

Urutan prioritas

.

Collodial bismuth subcitrate +PPI+ Amoksisilin +

'klaritomisin Collodial bismuth subcitrate + PPI + Metronidazol +Klaritromisin Collodial bismuth subcilyals +PPI+ Metronidazol + TehasiklinPengobatan dilakukan selama

1

minggu.

Dosis collodial bismuth subcitrate.' 4 x 120 mg

Bila terapi lini kedua gagal, sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H. Pylori dengan

.

sehari),

dengan resistensi terhadap metronidazol yang tinggi, dan 690/o lebih efektif dibandingkan PAC pada keadaan terdapat resistensi terhadap klaritromisin. Analisa cosl-

).. Prolon Pump Inhibitor Omeprazole 2x20mg Lansoprazole 2x30mg Rabeprazole 2x 10mg Esomeprazole 2x20mg

:

(lx

kpadrupel sebagai terapi lini pertama menunjukkan tingkat eradikasi lebih dari 85olo, bahkan pada area

Dosis

lini pertama. Kriteria gagal

I x 500 mg. Kombinasi lain yang dilaporkan

efektif adalah PPI bid, rifabutin 300 mg qd danamoksisilin2 x I gram.

sebaiknya terapi kuadrupel. Studi metanalisis terapi

PPI+Metronidazol+tetrasiklin

Pengobatan dilakukan selama I minggu

.

dengan dosis

4 hari men unjukkan erad ika si 7 2oh pada pasien-pasien

yanggagal dengan kombinasi terapi PAC dan P-BMT. Terapi lini pertama dengan LAE, yaitu levofloksasin I x 500mg, azihomisin I kali 500mg, danesomeprazol2 x 20 mg selama 7 hari lebih efektif (93,3%) dibandingkan terapi standar tripel EAC (70%). Terapi lini kedua helicobacter pyloriP.LA, yaitu rabeprazol2 x20 mg, levofloksasin I x 500 mg, dan amoksisilin 2 x I gram selama l2harisama efektifrrya dengan terapi kuadrupel R-BMT, namun lebih ditoleransi dengan baik dan menunjukkan c ompl iance serta tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi. Terapi tripel selama l0 hari dengan levofloksasin, esomeprazol, amoksisilin / azitromisin lebih efektif (86,60/0 I 80%) dibandingkan regimen klasik E-BMT (71,4%) dan menunjukkan compliance yang lebih baik.

media transport MIU.

Regimenantibiotikayangbaru

Timbulnya resistensi terhadap antibiotika menyebabkan kesulitan dalam pemilihan regimen terapi

lini kedua. Oleh karena itu, seleksi terapi lini pertama harus sudah mempertimbangkan pula pilihan regimen terapi lini kedua yang mungkin akan diimplementasikan bila regimen terapi lini pertama gagal. Regimen terapi dengan efektivitas eradikasi > 80% yang dianjurkan untuk digunakan pada praktek klinis. Pada pasien-pasien yang gagal dengan regimen terapi dengan basis klarihomisin, regimen kombinasi terdiri dari lansoprazol2x30 mg, amoksisilin2xl gram, dan levofloksasin 2 x 200 mg dilaporkan menunjukkan eradikasi 690/o. Levofloksasin dapat pula diberikan

Kriteria Keberhasilan Terapi Eradikasi Empat minggu setelah terapi selesai, dilakukan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi. Jika UBT negatif atau PAnegatif, terapi dianggap berhasil (sembuh) Terapi kombinasi tersebut dianjurkan untuk diberikan selama satu minggu. Mengingat cepatnya terjadi resistensi Hp terhadap antibiotik, kiranya perlu diadakan penelitian pola resistensi di Indonesia secara berkala agar dapat menjadi dasar pilihan antibiotik yang tepat. Masalah lain

adalah penilaian keberhasilan eradikasi yang harus menggunakan metoda diagnostik yang paling peka dan non invasif, terutama untuk penelitian epidemiologis'

Selain standar emas kultur mikrobilogi agaknya pemeriksaan tes Pernapasan urea (urea breath test l3C

s08

GASTROENTEROI.OGI

atau l4C) perlu diadakan dan digunakan secara meluas. Dari segi biaya, regimen terapi dengan eradikasi lebih dari 90 Yo akan menyembuhkan tukak peptik, tanpa perlu

terapi pemeliharaan sehingga leblh cost effective dibandingkan dengan terapi konvensional. Terapi hipel pada awalnya jelas lebih mahal, tetapi dalam jangka panjang

akan lebih murah. apalagi bila diperhitungkan peningkatan

kualitas hidup, terbebas dari keluhan dan gangguan

helicobacter pylori eradication: a multicenter randomized trial. Am J Gastroenterol 2005; 100: 1696-1701. Eidt S, Stolte M. The significance of Helicobacler pylori in relation to gastdc cancer and lymphoma. Eur. J Gastroenterol. Hepatol

1,995;7:318-22. Fisher RG, Boyce TG. Moffet's Pediatric Infectious Diseases, A

Problem-Oriented Approach. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2005.p. 447-48. Forbes GM. Review: Helicobacter pylori, current issues and new directions. J Gastroenterol. Hepatol. 1997; 12: 479-24

penyakit. Yang dimaksudkan eradikasi adalah hilangnya kuman pada pemeriksaan 4 minggu pasca terapi yang dibuktikan

dengan metoda yang paling akurat. Dalam perkembangannya dikenal terapi mono, dual, tripel dan kuadripe (tabel 2). Dewasa ini dianjurkan adalah terapi kombinasi dengan penyembuhan lebih dari 90%.

Kesepakatan yang dirumuskan dalam konsensus nasional merupakan petunjuk yang dapat digunakan bersama, sekaligus memberikan kemungkinan untuk mendapat data penelitian yang bersifat nasional tentang infeksi Helicobacter pylori di Indonesia. Pola terapi ideal yang mencakup efektivitas, keamanan, kepatntran dan cost effectiveness mungkinbelum ada, tetapi harus diupayakan terapi optimal yang sesuai dengan lingkungan dan kondisi pasien.

Konsensus Nasional Penatalaksanaan Infeksi Helicobacter

KSHPI, Konsensus Nasional Penanggutangan Tnfeksi Helico b acter

pylori, Jakarta:7996 : 6. Lee A. Helicobacler pylori vaccination-new development and existing prospects. Lectures on gastric diseases. Stomach. Kuala lumpur 1996.71-8. Mitchell HM, Hazel SL. Li YY et al. Serological response to specific Helicobacter pylori antigen: Antibody against CagA antigen is not predictive of gastric cancer in developing country. Am J Gastroenterol 1996; 91 : 1785-8. Peek RM, Blaser MJ. Patophysiology of Heliccbacter pylari induced gastritis and peptic ulcer diseases. Am J Med 1997; 102:

200 -7. Rani

AA: Helicobacter pylori infection related

eases

gastroduodenal dis-

in Indonesia. Journal of Helicobacter Research 2000;2:

4,1,21 - 24 ISSN 1342 Rene WM, Huist VD, Josbert J et al. Treatment of Helicobacter

pylori nfectior: Areview ofworld literature. Helicobacter (12):6-19. Jenis Terapi

Eradikasi

Terapi Mono Bismuth subsalisilat Colloidal bismuth subcrtrafe (BSS) Amoksisilin Klaritromisin lnhibitor pompa proton (lPP)

5-100 10-25

o/o

15-25o/o

50%

0-15%

Terapi Dual Bismuthiamoksisilin Bismuth/metronidazol Amoksisilin/metronidazol IPP/Amoksisilin IPP/klarihomisin Ranitidin bismuth sitrat

30-60% 30-60% 55-95% 55-95% 70-90o/o

70-80%

Terapi Tripel Bismuth/metro/tetra IPP/metro/amoksilin atau klaritromisin I

80-95% 70-950/"

PP/amoksili n/klaritrom isin

Ranitidin/bismuth sitraVamoksilin, klaritromisin

70-90o/o

80-90%

Terapi Kuadrupel Bism uth/m etro/tetra/

I

P

P

> 90%

REFERENSI Atherton JC, Blaser MJ. Helicobacter-pylori infection. In: Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E et al. (eds). Harrison's Principle of Intemal Medicine. 16th edition. New York: McGraw-Hill 2005.p. 886 - 89. Calvet X, Ducons J, Bujanda L, Bory F, Montserrat A, Gisbert JP. Seven versus ten days of rabeprazole triple therapy for

pylori

2003

1996;1

Soeparyatmo JB, Soewignyo S, Muttaqin z. Survei seroepidemiologik infeksi Helicobacter pylori di Surakarta. Dalam Soewignyo S et

at (ed) Seminar Nasional Helicobacter pylori dan Penyakit Gastroduodenal. Denpasar; 1995.93-101. Soeswignyo. Muttaqin Z, Diafii MW, Muliartha

K. The

oral therapeutic vaccination to eradicate

succes

of

Helicobacter

muridarum infection in mice. Symposium on Immune Response and Host Defense. Nordwijk, The Netherland, 1996. Solnick JV, Siddiqui J. Helicobacter pylori. In: Current Diagnosis and Treatment in Infectious Diseases. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2001.p. 581 - 86. Suerbaum S, Michetti P. Helicobacter pylori infection. N Engl J Med

2002;347 (15):1175 - 86. Thomson ABk. Helicobacler pylori : from infection to cure. Can Gastroenterol 1996; 10 (3) : 167. Travis SPL, Ahmad T,Collier J, Steinhart AH. Helicobacter pylori. In: Pocket Consultant Gastroenterology. 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing 2005.p. 84 - 90. Vakil N, Connor J. Helicobacter pylori eradication: equivalence trials and the optimal duration of therapy. Am J Gastroenterol 2005; 100: 1702-l'703. Yamaoka Y, Kita M, Kodama T et al. Helicobacter pylori CagA gene and expression of cytokine messenger RNA in gastric mucosa. Gastroenterol 1996; ll0: 1744 - 52. Zendehdel N, Moghaddam SN, Malekzadeh R, Massarat S, Sotoudeh M, Siavoshi F. Helicobacter pylori reinfection rate 3 years after successful eradication. J Gasteroenterol. Hepatol. 2005;20: 401-

04.

80 GASTRITIS Hir an

PENDAHUI-UAN

ETIOLOGI

Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi

Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yar,g amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada orang dewasa

pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan

gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis

mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensi

infeksi Helicobacter pylori lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan pentingnya infeksi pada masa balita. Di Indonesia, prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori yang dinilai dengan urea breath test padapasien dispepsi

bukan pemeriksaan histopatologi. Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster

tidak berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien berkorel4si positif dengan komplikasi gastritis. Pada saat ini sudah dikembangkan pembagian gastritis berdasarkan

dewasa, menunjukkan tendensi menurun. Di negara maju, prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori pada anak sangat rendah. Diantara orang dewasa prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori leblh tinggi dari pada anakanak tetapi lebih rendah dari pada di Negara berkembang yakni sekitar 30 %.

suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System.

Penggunaan antibiotika, terutama untuk infeksi paru

PEMBAGIAN GASTRITIS

dicurigai mempengamhi penularan kuman dikomunitas karena antibiotika tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicob acter pylori, walaupun persentase keberhasilannya rendah. Pada awal infeksi oleh kuman Helicobacter

Update Sydney System membagi gastritis berdasarkan pada

topografi, morfologi dan etiologi. Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni : 1. Monahopik, 2.

pylori mukosa lambung akan menunjukkan

respons inflamasi akut. Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multipel antrum atau lesi hemorogik. Gastritis akttt akibat H el icob acter pyl ori sering diabaikan oleh pasien sehingga penyakitnya berlanjut menjadi kronik. Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik setelah ditemukan autoantibodi tehadap

atropik dan 3. bentuk khusus.

Selain pembagian tersebut di atas, terdapat suatu bentuk kelainan pada gaster yang digolongkan sebagai gashopati. Disebut demikian karena secara histopatologik

tidak menggambarkan radang. Klasifikasi gastritis sesuai dengan Update Sydney System memerlukan tindakan gastroskopi, pemeriksaan histopatologi dan

faktor intristik dan terhadap secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal mempunyai korelasi yang lebih baik dengan gastritis kronik korpus

pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menentukan etiologinya. Biopsi harus dilalcukan dengan metode yang benar, diqvaluasi dengan baik sehingga morfologi dan

topografi kelainan mukosa dapat disintesiskan. Banyak

dalam berbagai gradasi, dibandingkan dengan antibodi terhadap faktor intristik. Pasien gastritis kronik yang mengandung antibodi sel parietal dalam serumnya dan

tindakan gastroskopi yang mengabaikan topografi saat mengambll specimens untuk pemeriksaan histopatologi. Akibatnyahasil tidak dapat disintesiskan, sehingga klasifikasigastritis tidak dapat disusun dengan baik.

menderita anemia pemisiosa, mempunyai cirri-ciri khusus

s09

510

GAITTROENTEROLOGI

sebagai berikut: menderita gastritis kronik yang secara histologik menunjukkan gambaran gastritis kronik atropik,

menggambarkan poses yang mendasari, misalnya otoimun

predominasi korpus dan pada pemeriksaan darah

perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasiafoveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hlperplasia

menunjukkan hipergastrinemia, Pasien-pasien tersebut sering juga menderita penyakit lain yang diakibatkan oleh gangguan fungsi sistem imun. Masih harus dibuktikan bahwa infeksi kuman Helicobacter pylori dapat menjadi pemacu reaksi imunologis tersebut. Kecurigaan terhadap peran infeksi Helicobacter pylori diawali dengan kenyataan bahwa pasien yang terinfeksi oleh kuman

atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-

sel endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman Helicobacter pylori.

Helicobacter pylori mempunyai antibodi terhadap secretory canalicular structure sel parietal jauh lebih

PERJALANAN ALAMIAH GASTRITIS

tinggi dari pada mereka yang tidak terinfeksi.

Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori secara garis besar dibagi menjadi

Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi

mukosa lambung misalnya enteric rotayirus dan

gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan gastri-

calicivirus. Kedua jenis virus tersebut dapat menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara histopatologi tidak spesifrk.

tis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik

Hanya cytomegalovirus yang dapat menimbulkan

sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan atautidak ada sama sekali. Antrumtidakmengalami atropi atau metaplasia. Pasien-pasien seperti ini biasanya asimtomatis, tetapi mempunyai risiko menjadi tukak
gambaran histopatologi yang yang khas infeksi cytomegalovirus pada gaster biasanya merupakan bagian dari infeksi pada banyak organ lain, terutama pada organ muda dan imunocompromized. Jamw Candida species, Histoplasma capsulatum dart Mukonaceae dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immuno compromized. Pasien yang sistem imunnya baik biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkena infeksi parasit. Obat anti-inflamasi nonstreroid merupakan penyebab gashopati yang amat penting. Gastropati akibat OAINS bervariasi sangat luas, dari hanya berupa keluhan nyeri uluhati sampai pada tukak peptik dengan komplikasi perdarahan saluran cema bagian atas.

DIAGNOSIS

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubung-hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluharr-keluhan tersebut sebenarnya tidak berkorelasi baik dengan gastritis. Keluhan-keluhan tersebut juga tidak dapat

nonatropi predominasi antrum adalah : inflamasi moderat

Infeksi Helicobacter pylori juga sering dihubungkan dengan limfomaMAlT. Gastritis kronik atrofik predominasi korpus atau sering disebut gastritis kronik autoimun setelah beberapa dekade kemudian akan diikuti oleh anemia pernisiosa dan ciefisiensi besi. Hipoklorhidria dan gastrinemia yang berlangsung

lama merupakan faktor risiko metaplasia intestinal dan selanjutnya terjadi displasia dan karsinoma gaster tipe intestinal. Gastritis kronik autoimun juga merupakan faktor risiko polip gaster dan tumor endokrin.

PENGOBATAN Pengobatdn gastritis akibat infeksi kuman Helicobacler

pylori bertujuan untuk melakukan radikasi kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang telah disetujui secara universal untukmelakukan eradikasi adalah infeksi kuman

digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.

Helicobacter pylori yang ada hubungannya dengan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksan

B cell lymphoma. Sedangkan pasien yang menderita

endoskopi dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update Sydney System yang mengharuskan mencantumkan topografi . Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif,

dispepsia non tukak, walaupun berhubungan dengan infeksi kuman Helicobacter pylori eradikasi terhadap

flat-erosion, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat

tukak peptik dan yang berhubungan dengan low grade

kuman tersebut masih menjadi perdebatan. Mereka yang

setuju berpendapat bahwa eradikasi kuman tersebut

ditinjau dari epidemiologi diharapkan dapat menekan kejadian atrofi dan metaplasia pada pasien-pasien yang sudah terinfeksi. Selanjutnya dapat mencegah tukak

511

GASITRITIS

peptik, kanker lambung dan limfoma. Mereka yang tidak setuju menganggap bahwa belum cukup bukti eradikasi dapat berimplikasi sedemikian luas. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagai antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol dan tetrasiklin. Bila

PPI dan kombinasi 2 antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral (Tabel 1). Pengelolaan gastritis otoimun ditujukan pada 2 hal yakni defisiensi kobalamin dan lesi pada mukosa gaster. Atrofi mukosa gaster merupakan keadaan yang ireversibel. Kuman sering bersama-sama dengan penyakit autoimun yang lain, sebaiknya penyakit yang menyertai tersebut diterapi. Memperbaiki difrsiensi kobalamin sering dapat

memperbaiki kornplikasi yang timbul akibat difisiensi tersebut. Komplikasi yang berupa kelainan patologik memang lebih sukar diatasi. Dipikirkan untuk malakukan surveillance terhadap kemungkinan kanker dengan pemeriksaan gastroskopi secara periodik. Gastritis limfositik, sering ada hubungannya dengan infeksi Helicobacter pylori, bila hal itu terbukti, eradikasi dapat dilakukan dan sering kali membawa perbaikan. Belum ada terapi khusus untuk gastritis limfositik idiopatik. PPI dosis standar dapat dicoba dan sering kali memberikan perbaikan. Sedangkan gastritis limfositik yang menyertai

diresepkan. Obat

ini dianggap sebagaiJirst line therapy

untuk arthritis dan digunakan secara luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada saluran cerna bersifat ringan dan reversibel. Hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni tukak peptik, perdarahan saluran cerna dan perforasi. Risiko untuk mendapatkan efek samping OAINS tidak sama untuk semua orang. Faktor risiko yang penting adalah : usia lanjut, digunakan bersama-sama dengan streroid, riwayat pernah mengalami efek sampaing OAINS, dosis tinggi atau kombinasi lebih satu macam OAINS dan disabilitas (Tabel 2).

Terbukti sebagai faktor risiko Usia lanjut > 60 tahun Riwayat pernah menderita tukak Digunakan bersama-sarna dengan steroid Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis OAINS Menderita penyakit sistemik yang berat Mungkin sebagai faktor risiko Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylori Merokok

Meminum alkohol

penyakit lain, misal enteropati gluten, pengelolaan PATOFISIOLOGI GASTROPATI OAINS

ditujukan kepada penyakit primer.

Efek samping OANS pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping pada lambung memang yang Obat

PPI

1

Dosis

ganda

PPI

Dosis

ganda

Obat 3

Obat 4

Klarithomisin Amoksisilin (2 x 500

Dosis

ganda

PPI

Obat 2

mg)

(2 x 1000 mg)

paling sering terjadi. OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yakni : topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS

Klarithomisin Metronidazol

bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempennudahtrap-

(2 x 500

ping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan

mg)

(2 x 500 mg)

Tetrasiklin Metronidazol (4 x 500

Regimen diberikan selama

mg) '1

(2 x 500

mg)

subsalisilal /subsitral

minggu

GASTROPATI Gatropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan

OAINS sering disebut sebagai gastropati kimiawi atau gastropati reaktifatau gastritis tipe C. Terdapat 3 kategori pasien gastropati kimiawi yakni : refluks empedu setelah gastrektomi parsial, refluks empedu sebagai bagian dari sindrom dismotilitas gastrointestinal dan pengguna obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) kronik yang akan dibicarakan disini adalah gastropati OAINS, sedangkan yang lain akan dibicarakan pada sindrom dispepsia.

kerusakan. Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostag-

landin menurun OAINS secara bemakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara

menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkalkan epithelial Aliran darah mukosa yang menunrn menimbulkan adhesi netrolit pada enrlotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan defense.

protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung.

DIAGNOSIS GASROPATI OAINS

GASTROPATIOAINS OAINS merupakan salah satu obat yang paling sering

Spektrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestir.al discontrol. Secata

s12

endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsang kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial, hiperplasi foveolar, edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kirakira sepertiga bagian atas. Tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi OAINS gambaran histopatologi seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif.

GASTROENTEROT.OGI

Pasien yang dapat menghentikan gangguan OAINS, obat-obat anti hrkak seperti golongan sitoproteksi, ARH2

dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya diberi terapi

pencegahan menggunakan PPI atau misoprostol. Misoprostol adalah analog prostaglandin. Pemberiannya dapat mengimbangi penurunan produksi prostaglandin akibat OAINS. Sayangnya efek samping obat ini sangat mengganggu, sehingga penggunaannya terbatas.

REFERENSI

PENGELOLAAN Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gasropati OAINS ringan dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-hati

menggunakan ARH2 pada pasien yang harus menggunakan OAINS jangka lama ARH2 temyata mampu mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas.

Allison MC, Howaston AG, Caaroline MB et al. Gastrointestinal damage associated with the use of nonsteroidal antiimplamantory drugs. NL Med J. 1992;.327:749-63.

Doxon MF Genta RM, Yardley JH, Correa P. Classification and grading of gastritis, the Update Sydney System. International Workshop on the Histopatology of Gastritis, Houston 1995. Am J Surg Pathol. 1996;20:1131. Genta RM. Gastritis and gastropathy. In: Yamada I editors. Gastroenterology. 4th edition Lippincott Williams and Wilkins; 2003. p. 1394-415.

81 TUKAK GASTER Pengarapen Tarigan

PENDAHULUAN Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima makanan/minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan kedalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukus/mukus barier, epitel, tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS), alkohol dan empedu yang dapat menimbulkan defek lapisan mukus dan terjadi difusi balik ion H*, sehingga timbul gastritis akut/kronik dan hrkak gaster. Dengan ditemukannya kuman H. pylori sebagai penyebab gastritis dan tukak peptik, saat ini dianggap H.

pylori merupakan penyebab utama tukak gaster, di samping OAINS, dan penyebab yang jarang adalah Sindroma Zollinger Ellison dan penyakit Crohn duodenal.

dekade keenam. Insidensi dan kekambuhan/rekurensi saat

ini menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter pylori (H. pylori) sebagai penyebab dan dilakukan terapi eradikasi. Di Britania Raya sekitar 6 - 20% penduduk

menderita tukak pada usia 55 tahun, sedang prevafensinya 2 - 4%. Di USA ada 4 juta pasien gangguan asam-pepsin, prevalensi l2%o pada pria dan 10% perempuan dengan angka kematian pasien I 5.000 pertahun dan menghabiskan dana $10 Milyar/tahun. Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai dari pada tukak gaster. Pada beberapa rregata seperti Jepang

dijumpai lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni. Pada autopsi tukak gaster dan duodeni dijumpai hampir sama banyak, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Autopsi biasanya dilakukan pada usia lanjut, dimana

pemakaian obat OAINS meningkat, sehingga kejadian tukak gaster juga meningkat. Tukak gaster ukuran lebih besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering /mudah dijumpai dibandingkan tukak duodeni.

DEFINISI Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran > 5 mm kedalaman sub mukosal pada

mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/ integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris.

FISIOLOGI GASTER

AnatomiGaster Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric

pits/lekukan berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel

sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5 % kelenjar gaster mengandung mukus dan sel-sel endokrin' Sebagian terbesar kelenjar gaster (75o/o) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief,

EPIDEMIOLOGI Tukak gaster tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada

endokrin dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel sel gastrin) dan didapati di daerah antrum.

-

514

GAIITROENTEROIOGI

Sel parietaljuga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik.

Sel parietal yang tidak terangsang, punya sitoplasma tubulosvesikel dan kanalikuli intraselular yang berisi mikrovili ukuran pendek sepanj ang permukaan atas/apikal. Enzim H*, Kt-Af'Pase didapati didaerah membran tubulovesikel. Bila sel dirangsang, membran ini, dan membran apikal lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanalikuli intraselular apikal yang mengandung mikrovili ukuran panjang. Selaesi HCI dari kanikuli ke lumen lambr.urg memerlukan energi besar berasal dari pemecahan H*, K*AIP oleh enzim H*, K*-AIP ase o, terjadi pada permukaan atas kanalikuli yang dihasilkan 30-,40% jumlah total mitokandria.

Pori-pori lambung (foveolus)

membran sel. Lapisan mukosa yang tidak tembus air merintangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat memiliki kemampuan mempertahankan perbedaan pH yakni pH l-2 di dalam lumen lambung dengan pH 6-7 di dalam sel epitel. Sekresi bikarbonat dirangsang oleh Ca**, PG, cholinergik dan keasaman lumen

Sel epitel permukaan adalah perlahanan kedua dengan kemampuan:

. . .

Menghasilkan mukus. Transportasi ionik sel epitel serta produksi bikarbonat yang dapat mempertahankan pH intraselular (pH 6-7).

Intracellular tight junction

Bila pertahanan pre epitel dapat ditembus oleh faktor agresif maka sel epitel yang berbatasan dengan daerah yang rusak berpindah/migrasi memperbaiki kerusakan/ restitusi. Proses ini bukan pembelahan sel, memerlukan sirkulasi darah yang baik dan mileu alkali. Beberapa faktor I mukus permukaan

perhrmbuhan memegang peran seperti : EGF, FGF, TGFcr dalam membanfu proses restitusi. Kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki melalui

proses restitusi dilaksanakan melalui proliferasi sel. Sel leher

m

ukosa

Regenerasi sel epitel diatur oleh PG, FGF dan TGFu,.

Berurutan dengan pembaruan sel epitel, terjadi pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) dalam areal kerusakan. FGF dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) memegang peran penting dalam proses angiogenesis ini. Sistem mikrovascular yang rapi didalam lapisan sub mukosa lambung adalah komponen kunci dari pertahanan/ perbaikan sistem sub epitel. Sirkulasi yang baik yang dapat

.=

o

Io

Gambar 1. Susunan dari sel oksintik kelenjar lambung (dikutip

dari Harrison)

Faktor Pertahanan Mukosa Gastro Duodenal Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak: 1). Perusak Endogen (HCl, pepsinoger/pepsin dan garam

menghasilkan bikarbonat/HCO, untuk menetralkan HCl

yang disekresi sel parietal, memberikan asupan mikronutrien dan oksigen sertamembuang hasil metabolik toksik. PG yang banyak ditemukan pada mukosa lambung, dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat memegang peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mukus-bikarbonat, menghambat

empedu);

2). Perusak Eksogen (obat-obatan, alkohol dan bakteri). Untuk penangkal iritasi tersedia sistem biologi canggih, dalam mempertahankan keutuhan dan perbaikan mukosa lambung bila timbul kerusakan. Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan yakni: Pre epitel, epitel, post epitel/sub epitel. Lapisan pre epitel berisi mukus-bikarbonat bekerja sebagai

rintangan fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hidrogen, mukus yang disekresi sel epitel permukaan mengandung 95 %o air dan campuran lipid dengan glikoprotein. Mucin, unsur utama glikoprotein dalam ikatan

dengan fosfolipid, membentuk lapisan penahan akl hidrofobik dengan asam lemak yang muncul keluar dari

Gambar 2. Komponen pertahanan dan perbaikan mukosa gastroduodenal (dikutip dari Harrison)

515

TUI(AKGASTER

sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa dan

restitusi sel epitel.

dan kolesistokinin). Dalam keadaan fisiologi fase tersebut berlangsung secara bersamaan.

-

fase

Fisiologi Sekresi Gaster HCI dan pepsin produk yang paling utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung. Sekresi asam basal dalampola sirkadia, tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah pada pagi hari. Faktor kolinergik melalui nenus vagus dan faktor histaminergik melalui sumber lokal digaster mempengaruhi produksi asam basal tersebut. Sekresi asam akibatperangsangan dihasilkan dalam tiga fase yang berbeda tergantung sumber rangsang (sefalik, gastrik dan intestinal). Penglihatan, penciuman dan rasa dari makanan merupakan komponen fase sefalik melalui perangsangan nen'us vagus.

Fase gastrik terjadi pada saat makanan masuk kedalam lambung, komponen sekresi adalah kandungan makanan yang terdapat di dalamnya (asam amino dan amino bentuk lain) yang secara langsung merangsang sel G untuk melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktivasi sel-sel parietal melalui mekanisme langsung maupun mekanisme tidak langsung. Peregangan dinding lambung memicu pelepasan gastrin dan produksi asam. Fase terakhir (intestinal) sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk kedalam usus dan diperantarai

oleh adanya peregangan usus dan pencampuran kandungan makanan yang ada. Beberapa cara untuk menghambat sekresi asam juga

berlangsung bersamaan. Somatostastin, suatu hormon

gastrointestinal yang dilepaskan sel

-

sel endokrin

didapati pada mukosa gaster (sel-sel D) dalam rangka merespon HCl. Somatostatin dapat menghambat produksi asam melalui mekanisme langsung (sel - sel parietal) maupun tidak langsung (menurunkan pelepasan histamin dari sel- sel seperli enterokromafin (ECL) dan menimbulkan pelepasan gastrin melalui sel - sel G). Faktor rangsang tambahan yang dapat mengimbangi sekresi asam, antara

lain neural (sentral dan perifer) dan hormonal (sekretin

Gambar 4. Mekanisme sekresi asam lambung dan faktor-faktor yang mempengaruhi

PATOFISIOLOGI TUKAK PEPTIK

FaktorAsam Lambung " NoAcid No Ulcef'Schwarct 1910; Pengaturan Sekresi Asam Lambung pada Sel

Parietal Sel pariteal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik / zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCI dirubah jadi pepsin dimana HCI dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan mileu pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan

menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik

ion H*. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik dan tukak gaster. Membran plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan lipid bersifat pendukung barier mukosa. Sel lapisan parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seseorang dapat mempunyai massa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaster yang letaknya dekat pilorus atau

dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinyapada tempat lain di lambung/pangastritis biasanya disertai hiposekresi asam.

Asam arakidonal

cox.l

I YI

Pertahanan I

I

I

cox2 lnflamasi

j'Pembentukan''Penyebab'

Gambar 3. Skema pembentukan Prostaglandin Er-(PGEr) dan Prostacylin (PGl,) (dikutip dari Harrison)

Shay and Sun : Balance Theory 1974 t Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam & pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG ), bisa faktor agresifmeningkat atau faktor defensif menurun.

Helycobacter pylori (Hpl, " NO HP No Ulcer " Warren and Marshall 1983 HP adalah kuman patogen gram negatif berbentuk batang /spiral, mikoaerofilik berflagela hidup pada permukaan

epitel, mengandung urease (Vac A, cag A, PAI dapat

516

GASTROENTEROI.OGI

mentrans lokasi cag A kedalam sel host), hidup diantrum,

Garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi

migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri. Infeksi kuman Hp akut dapat menimbulkan pan gastritis kronik diikuti atrofi

kuman HP serta pengobatan/pencegahan gastropati OAINS.

sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal dan

ini dipengaruhi oleh faktor host, lamanya infeksi (lokasi, respon inflamasi, genetik), baheri (virulensi, strukfur, adhesin, porins, enzim (urease vac A,

hipoasiditas. Proses

A, dll ) dan lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu dan faktor iritan lainnya) dan terbentuklah cag

gastritis kronik tukak gaster, Mucosal Associated

(MAII) hmfoma dan Kanker Lambung. HP dapat menyebabkan gastritis kronis aktif tipe B dan tukak peptikum. Bakteri Hp ini merupakan keluarga dari

Lymphoid Tissue

Campylobacter yatg digambarkan pertama kali oleh

Marshall pada tahun 1983. HP merupakan penyebab terbanyak dari tukak pada antrum gaster dan tukak duodeni, dan selanjutnya kuman ini berperan untuk

Gambar 5. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya kelainan gastroduodenal dan malt limfoma

terbentuknya MALL

Tukak gaster kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan OAINS sedangkan tukak duodenum hampir 90% disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah Sindrom Zollinger Elison.

Kebanyakan kuman patogen memasuki barrier dari mukosa gaster, tetapi HP sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa gaster ataupun bagian yang lebih dalam dari mukosa tersebut. Biasanya infeksi HP yang terjadi bersifat asimtomatik dimana diperkirakan terdapat dua milliar penduduk menderita infeksi Hp. Teladinya penyakit ataupun asimtomatik tergantung kepada dua hal, yaitu faktor host dan adanya perbedaan genetik dari strain HP

yang ada. Bila Hp bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah Hp dapat bertahan di dalam suasana asam di lambung; kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, danpada akhirnyaHp berkolonisasi di lambung tersebut. Sebagai akibatnya Hp berploriferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh yang ada. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari Hp memainkan peranblr penting diantaranya urease memec ah

urea menjadi amoniak yang bersifat basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap mileu asam HCl.

4 Ulcercaenic(obals FU Obat Oesteoporosis,sigarel emosional,ge m pa bum i/perang CO PD,sirosis,G G K)

Epitel: - Pre epile - Epitel - Posl ep tel

Gambar 6. Berbagai penyebab tukak peptik

GAMBARAN KLINIS Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma kllinik / kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cema seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa / terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyahg. Dispepsia secaraklinis dibagi atas : 1).Dispepsia akibat

gangguan motilitas;

2). Dispepsia akibat tukak;

3).Dispepsia akibat refluks; 4). Dispepsia tidak spesifik

Pada dispepsia Antrum predominant gastritis

akibat

gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah perasaan

kembung, rasa penuh ulu hati

setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti

terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis.

Pasien tukak

peptik

517

TUI(AKGASTER

memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyamanldiscomfort disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit

hilang setelah makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relle/: HPFR). Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign) aktrimya

difus bisa menjalar kepunggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak keorgan pankres. Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena dispepsia nonilkus juga bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak

pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perforasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptik disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastic outlet). Tukak prepilorik dan dudodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

Pemeriksaan Fisis Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri ulu hati, di kiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa komplikasi. Nilai ramalan untuk tanda fisik ini kurang berarti. Perasaan sangat nyeri, nyeri tekan perut, perut diam tanpa terdengar peristalik usus merupakan tanda peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing dijumpai 4 - 5 jam setelah makan

disertai muntah-muntah yang dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya merupakan landa adanya retensi cairan lambung, dari komplikasi ttkaV gas tri c o u tl et o b s truct i o n atat stenosis pilorus. Takikardi, syok hipopolemik, tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium tidak ada yang spesifik untuk penyakit tukak gaster.

Pemeriksaan Penunjang: Radiologi dan Endoskopi Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda

dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis tukak - akhir ini berhubung para ahli radiologi

peptik, tetapi akhir

sudah lebih memantapkan diri pada radiologi

intervensional dan pakar gastroenterologi sudah mengembangkan diri sedemikian maju dalam bidang diagnostik dan terapi endoskopi maka untuk diagnostik tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi. Di samping itu untuk memastikan diagnosa keganasan tukak

gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi

brushing dengan biopsi melalui endoskopi. Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimal 4 sampel unhrk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar, pinggir dan sekitar tukak (minimal 3x2 : 6 sampel). Dengan ditemukannya kuman Helicobacter pylori sebagai etiologi hrkak peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi, dan UBT dengan biopsi melalui endoskopi. Gambaran radiologi suatu tukak berupa craterkawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran tukak dar. niche dan gambaran suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling defect Gambaran endoskopi untuk suatu tukak jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa

licin

dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak gaster akibat keganasan adalah'. Boorman I/polipoid, B-IVulceratif, B-IIVinfi ltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Karena tingginya kej adian keganasan pada tukak gaster (70o/o)maka dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan endoskopi ulang setelah 8- 12 minggu terapi eradikasi. Kelebihan endoskopi dibanding radiologi: 1). Lesi kecil diameter < 0.5 cm dapat dilihat, dilakukan pembultan foto

dokumentasi adanya tukak. 2).Lesi yang ditutupi oleh gumpalan darah dengan penyemprotan air dapat dilihat. 3). Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak ganas atau tidak, tidak dapat menenhrkan adanya kuman HP sebagai penyebab tukak. Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan: l). Adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, 2). Rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifi k, 3 ). Faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat dan alkohol, 4). Adanya penyakit kronik seperti PPOK dan sirosis hati, 5). Adanya hasil positif kuman HP dari serologi/IgG anti HP atau UBT.

DIAGNOSIS

Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan: 1). Pengamatan klinis, dispepsia (sakit dan discomfort), kelainan fisik yang dijumpai, sugesti pasien tukak. 2). Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopD. 3).

Hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kumanHp. Diferensial diagnosa tukak peptik: 1). Dispepsia non tukak; 2). Dispepsia fungsional; 3). Tumor lambung/saluran

cerna atas proksimal; 4). Gastro esophageal reflux disease (GERD); 5). Penyakit vaskular; 6). Penyakit pankreato bilier; 7). Penyakit Gastroduodenal Crohn's

KomplikasiTukak Komplikasi menurun setelah datatgnya obat ARH2/PPI dan terapi eradikasi kuman HP. Komplikasi terdiri atas: 1).

518

GAIIIROENTEROI.OGI

Perdarahan; 2). Perforasilpenetrasi; 3). Obstruksilstenosis.

Perdarahan. Insiden 15 - 2syo,meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS Qlo/otanpa simtom dan tanda penyakit sebelumnya). Sebagian besar perdarahan berhenti spontan, sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan operasi (5% dari pasien yang memerlukan tranfusi darah). Pantozol./PPl 2 amp/l00 cc NACI}.9 drips selama 10 jam secaraparenteral dan diteruskan beberapa hari dapat menurunkan kejadian

ulang perdarahan, pemberian transfusi

kesembuhan tukak; 3). Mencegah kekambuhan/rekurensi tukak; 4). Mencegah komplikasi

Walaupun tukak gaster atau tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Tukak gaster biasahya ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk pengobatan tukak gaster sebaiknya dilakukan biopsi untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung.

Terapi terdiri dari:

l). Non medikamentosa,

2).

Medikamentosa, 3). Tindakan operasi.

dengan

memperhatikan tanda-tanda hemodinamik : 1). Tekanan darah sistol < 1 00 mmHg; 2). IB < l0 gr %; 3). Nadi > I 00 / menit; 4). HT < 30 / jam dianjwkan pemberian transfusi dengan darah segar sampai HT > 30.

Perforasi, rasa sakit tiba tiba, sakit berat, sakit difus pada perut. Insidensi 6-7Yo, hanya 2-3o/o mengalami

Non Medikamentosa

Istirahat.

Secara umum pasien tukak dianjurkan

pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Di Inggris 25%o pasien tukak peptik dengan keluhan tanpa

perforasi terbuka ke peritoneum, l0olo tanpa keluhan / tanda perforasi dan lloh disertai perdarahan tukak dengan

pengobatan bisa bekerja normal,50%opasien tukak dengan keluhan, disertai pengobatan bisa bekerja normal, sedang 25Yo dengan komplikasi harus rawat inaplrumah sakit.

mortalitas yang meningkat. Insiden perforasi meningkat

Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap

pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan

walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam istirahat berkurangnya refluks empedu, stres dan penggunaan analgetik. Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak. Walaupun masih ada silang pendapat

meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster

biasanya ke lobus

kiri hati, dapat menimbulkan fistula

gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang

tidak terbukaltanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh omentumlorgan perut di sekitar. Terapi perforasi : dekompresi, pemasangan nasogastrlk tub e, aspirasi cairan lambung terus menerus, pasien dipuasakan,

diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika diikuti tindakan operasi. Stenosis piloriU Gastric O utlet O bstruction: Insidensi l-2 % dai pasien tukak. Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi makanan

tak tercerna, mual, sakit perut setelah makanipost prandial, berat badan turun. Kejadian obstruksi bisa temporer akibat peradangan daerah peri pilorik timbul odema, spasme. Ini akan membaik bila keradangan sembuh. Penghambat pompa proton (PP! amp dalam 100 cc NaCl0.9 diberi selama 10 jam dan dapat diteruskan selama beberapa hari (7- I 0 hari) hingga obstruksi hilang. Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu. Terapi : dekompresi, pasang nasogastrik tube, darr aspirasi isi lambung, puasa/TPN, dilanjutkan dengan pemasangan balon dilatasi dengan endoskopi dan bila gagal dilakukan tindakan operasi piloroplasti.

mengenai hubungan stres dengan asam lambung, sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stres dengan wajar. Secara klnik pasien dengan keluhan dispepsia (tidak

mempunyai simtom alarm dan usia di bawah 45 tahun ). Dapat dilakukan terapi empiris : I ). Dismotilitas like,kehtrtart cepat kenyang/rasa penuh diberi prokinetik,antasida,ARH2/ PPI, 2). Refluks like,rasa terbakar ulu hati diberi prokinetik

PPVdosis ganda,

j). Ucer

like, keluhan nyeri, muntah sakit

tengah malan[IPFR diberi PPVARH2, 4). Tidakjelas diberi terapi campuran.

Selain melalukan terapi empiris pada pasien dispepsia uninvestigated dapat dilakukan pendekatan melalui 3 cara: l. Empiris, berdasarkan simtom predominan (tidak ada tanda alarm dan umur < 40 tahun ).

2.

Test and treat (periksa HP dengan UBT, serologi validated) dan bila HP (+) diberi terapi eradikasi.

3.

Prompt endoskopi

(> 55%);investigated

dispepsia

(ada tanda alarm, umur > 40 tahun). Terapi berdasarkan

lesi yang dijumpai.

Diet. Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik daripada makanan

biasa, karena makanan halus dapat merangsang TERAPI Tujuan terapi adalah : 1 ). Menghilangkan keluhan/simtom (sakit atau dispepsia) ; 2). Menyembuhkan/memperbaiki

pengeluaran asam lambung . Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa

sakit pada beberapa pasien tukak dan dispepsia non tukak, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya. Pasien kemungkinan mengalami intoleransi terhadap

519

TUKAKGASTTER

beberapa jenis makanan tertentu atau makanan tersebut mempengaruhi motilitas gaster. Dalam hal ini dianjurkan pemberian makanan dalam jumlah yang moderat atau

menghindari makanan tersebut. Pandangan masa kini makanan tidak mempengaruhi kesembuhan tukak. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang. t Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak. Merokok sebenamya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak sertra meningkatkan

angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan, penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) dan penyakit jantung koroner.

Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang

tidur 3 jam setelah makan). Efek samping berinteraksi dengan obat digitalis, INH, barbiturat, salisilat dan kinidin.

Antasida yang mengandung calcium carbonat menimbulkan MAS /Milk Alkaline syndrome (hiperkalsemia, hipefosfatemia, renal calcinosis) dan progresi kearah gagal ginjal. Obat penangkal kerusakan mukus

Koloid bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/CBS dan Bismuth SubSalisilatlBSS). Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro

toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya efek bakterisidal terhadap

pylori

sehingga kemungkinan relaps

merugikan. Air jerukyang asam, coca cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum

Helicobacter

jelas dapat menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan sewaktu perut kosong.

kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan

Perubahan gaya hidup dan pekerjaan kadang-kadang

Sukralfat. Suatu komplek garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat.

menimbulkan kekambuhan penyakit tukak.

Obat-obatan. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral (supositoria dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS diturunkan atau dikombinasi dengan ARH2/ PPl/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk pasien kardiovaskular belum menjamin tidak terjadi kerusakan

mukosa lambung. Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgetik dapat dipertimbangkan. Garis besar pengobatan tukak gaster saat ini dengan melakukan eradikasi HP dan pencegahan/pengobatan OA]NS.

Medikamentosa sudah jarang digunakan, menghilangkan keluhan untuk antasida sering digunakan masa lalu sebelum kita kenal rasa sakit/dispepsia. Pada yg dapat memblokir pengeluaran asam, adanya ARH2 antasida adalah obat satu satunya untuk tukak peptik.

Antasida. Pada

saat

ini antasida

Preparat yang mengandung magnesium dapat menyebabkan BAB/tidak berbentuk/loose, tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi bila kombinasi kedua komponen saling menghilangkan efek samping sehingga tidak terjadi diare, ataupun konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet,4 x 30 cc (3 kali sehari dan sebelum

berkurang.

Dosis : 2 x 2 tablet sehari. Efek samping tinj a berwarna perdarahan.

Mekanisme keq' a kemungkinan melalui pelepasan kutub

aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, kerjasama denganEGF, menambah sekresi bikarbonat dan

mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek samping konstipasi, tidak dianjurkan pada gagal ginjalkronik. Dosis :4x 1 gram sehari.

Prostaglandin. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan OAINS. PGE,/misoprostol yang telah diakui oleh FDA. Dosis 4 x 200 mgatart2 x 400 mgpagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah dan menimbulkan

kontraksi otot uterus/ perdarahan sehingga tidak dianjurkan pada perempuan yang bakal hamil dan yang menginginkan kehamilan.

Antagonis reseptor H2IARII2 (simetidin, ranitidine, famotidine, Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel.

Pengurangan sekresi asam post prandial dan nokturnal,

520

GASIIROENTEROII)GI

yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan tukak/sikardian. Dosis terapeutik :

Simetidin

:

dosis 2 x 400 mg atau 800 gr malam hari

maksimal 2 - 6 j am dam lamanya efek ke4' a 7 2 -9 6 jam. PPI menggangu absorpsi dari obat ampisilin, ketonazole, besi dan oksigen. Dosis:

300mgmalamhari.

.

Famotidin

I x300mgmalamhari l x40mgmalam hari

.

Roksatidin

2

Ranitidin Nizatidine

x 7 5 mg atat 1 50 mg malam hari

Omeprazole2 x20mglstandard dosis atau I x 40 mg I double dosis Lansoprazole/Parfioprazol2 x40 m{standard dosis atau I

Dosis terapetik dari keempatARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping Simetidin lebih besar dari Famotidin karena dosis

terapeutik lebih besar. Dosis pemeliharaan: simetidin 400 mg dan rarftidin 150 mg, Nizatidine 150 mg, roks alidini 5 mg malam hari.

Efek samping sangat kecil antara lain agranulositosis, pansitopenia, neutropenia, anemia dan trombositopenia (0,01 s/d 0,2 %), ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pemberian simetidin.

x 60 mg/double dosis.

Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat menimbulkan tumor

karsinoid pada tikus percobaan belum terbukti pada manusia. Rabeprazol, Esomesoprazol pantoprazol sebaiknya jangan dikombinasi dengan penggunaan walfarin, penitoin dan diazepam. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktivitas faktor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs reglmen

Proton pump inhibitorlPPl (Omeprazol, Lansoprazol, Pantoprazol R abeprazol, Esomesoprazol). Omeprazol dan Lansoprazol obat terlama digunakan, keasaman labil dalam

bentuk enterik coated granules, dipecah dalam usus

PENATALAKSANAAN INFEKSI HELICOBACTER PYLORI

denganpH 6. Rabeprazole danPantoprazole enterik coated

tablet, lipofilik terperangkap kedalam sistem

tubolovesikular dan kanalikuli. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim

K*H*- ATPase yang akan memecah K*H*- ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCI dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen larnbung. Esomeprazol adalah sangat potensial karena punya isomir optikal S dan R. Efek penekan sekresi asam PPI

dibagi menjadi tiga kelompok:

Sangat dianjurkan: tukak duodeni, tukak gaster, pasca reseksi kanker lambung dini, limfoma MAUT.

Dianjurkan: dispepsia tipe tukalq gastritis kronik aktifberat (gambaran PA), gastropati OAINS, gastritis erosiva berat, gastritis hipertrofik.

Tidak dianjurkan: Pasien asimtomatik (Kelompok Studi HP Indonesia, KSHPI) Saat ini beberapa konsensus telah disepakati antara

Jenis obaUmekanisme

penghambatan asam lambung Antasida

Mylanta, Maalox

100-140 meq/L

1

&3haftermeals Antagonis reseptor

SeleksiKhusus Pasien dengan HP positif yang mendapat terapi eradikasi,

H2

Cimetidine Ranitidine Famotidine

and hs 400 mg bid 300 mg hs

Nizatidine

40 mg hs 300 mg hs

Penghambat pompa

lain; NlH/National Institute of Health consensus development (USA), American Digestive Health Foundation, European Maastricht Consensus, Asia Pacffic Consensus Conference, KSHPI Indonesia (Kelompok Studi HP Indonesia). Konsensus: HP pada tukak peptik dianjurkan untuk dieradikasi, tidak tergantung apakah episode pertama

atau tidak, keparahan keluhan, terdapatnya faktor

20mgld

pemberat seperti OAINS atau sedang masa remisi tukak.

30mg/d 20mg/d

Tukak dengan HP positif (serologi validated & UBT),

Omeprazole Lansoprazole Rabeprazole Pantoprazole Esomeprazole

40mg/d 20mgld

mengalami kesembuhan lebih separuhnya bila dieradikasi

Obat pelindung mukosa sukralfat Analog prostaglandin

Sucralfate

l gqid

HP. Eradikasi HP pada dispepsia non tukak untuk

Misoprostol

200 pg qid

Obat yang mengandung bismut

Bismuth Sub salicylate (BSS)

See anti H. pylori

proton

dianjurkan untuk dieradikasi. MALT Limfoma akan

mencegah keganasan lambung atau pasien GERD dimana

pemakaian obat harus diberi waktu lama masih kontroversial.

521

TUKAKGASITER

Terapi Dual dengan Antibiotik

dapat dianjurkan, bila belum juga berhasil dianjurkan kultur

Seandainya akan diberikan terapi diial antara PPI/ARH2 dengan salah satu antibiotik tidak dianjurkan karena : efek eradikasi sangat minimal kurang dari 80Yo dan cepat

dan tes sensitivitas.

menimbulkan resisten kuman

Tukak gaster refrakter adalah tukak yang belum sembuh

walaupun telah diberi terapi eradikasi penuh selama 14 hari diikuti pemberian PPI selama 10 minggu lagi(totall2 minggu) dengan syarat: l). obat tetap dimakanlcompli-

ance;2). bukan suatu keganasan; 3). tidak

Regimen Terapi Terapi Ttipel. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah: Bismuth, Metronidazol, Tetrasiklin. Regimen tipel terapi @PI 2x I Amoxicilin 2x I 000, ,

Klaritromisin 2x500, Metonidazol 3x500, Tetrasiklin 4x500) yang banyak digunakan saat ini: 1. Proton pump inhibitor @PI) 2xI +Amoksisilin 2 x 1 000 + Klaritromisin 2x500 regimen terbaik 2. PPI2xl + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2 x 500 (bila alergi penisilin) 3. PPI2xl + Metronidazol 3x500 + amoksisilin 2 x 1000: kombinasi yang termurah 4. PPI2xl + Metronidazol3x500 + Tetrasiklin 4 x 500 bila alergi terhadap klaritromisin dan penisilin

SZE,amyloidosis, sarcaidosis, TBC, syphilis) bukan keganasan.

Tukak refrakter bisa sembuh lebih 90% bila dosis PPI

ditingkatkan/dosis ganda Omeprazole 40 gram, lansoprazole 60 mg bila ini pun masih gagal dilakukan tindakan operasi elektif.

Untuk daerah dengan resistensi yang tinggi terhadap metronidazol, maka dapat digantikan dengan regimen PPI + Bismuth + Tetrasiklin + amoxicilin. Bila Bismuth tidak

tersedia diganti dengan triple drugs. (PPI, Amox, klaritromisin).

Dari laporan-laporan uji klinis di berbagai negara, obat golongan PPI mempunyai efek yang hampir sama dalam

TINDAKAN OPERASI

terapi eradikasi HP.

l. 2.

Dosis:

. . . . . .

PPI (Omeprazol)

2x

20mg

Amoksisilin 2x l000mg Klaritromisin 2 x 500 mg Metronidazol 3 x 500 mg Tetrasiklin 4x 500 mg Bismuth 4x 120 mg Lama pengobatan eradikasi HP I minggu

(esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan tukak, bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30 %. Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan compliance danresisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan paska erasikasi biasanya suatu rekrudensi dengan infeksi kuman lain. Tujuan eradikasi HP: l). Mengurangi keluhan/simtom, 2). Penyembuhan tukak, 3). Mencegah kekambuhan (4% dibanding 59%TL, 6% dibandine6T% ITD). Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan tukak juga mencegah perdarahan dan keganasan.

Terapi kuadripel. Jika gagal dengan terapi tripel, maka

3.

l).

hasil > 80% tereradikasi pada pasien yang telah resisten

Tukak antrum dilakukan anterektomi (termasuk

tukaknya) dan Bilroth 1 anastomosis gastroduodenostomi,

bila disertai TD dilakukan vagotomi. Tingginya kejadian rekurensi tukak paska operasi maka prosedur ini kurang diminati. 2). Tukak gaster dekat EG junction tindakan operasi dilakukan lebih radikal/sub total gastrektomi dengan Roux-en-Y/esofago gastro j ejunostomi (prosedur Csendo). Bila keadaan pasien kurang baik lokasi tukak proksimal dilakukan prosedur Kelling Madlener termasuk anterektomi, biopsi tukak intra operatif dan vagotomi, rekurensi tukak30o/r. Komplikasi operasi : . Primer akibat perubahan anatomi gaster paska operasi

.

Semakin radikal tindakan operasi semakin kurang kekambuhan tukak tapi semakin meningkat komplikasi pasca operasl.

2 x sehari, Bismuth Subsalisilat 4x2 tab, ]llfNZ 4x250,

Kombinasi PPI, amoxicilin dan rifabutin selama l0 hari

Elektip (tukak refrakter I gagal pengobatan) Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik) Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus dan fundus, 70%keganasan).

Tindakan Operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa dan endoskopi terapi. Tukakrefrakter saat ini jarang dijumpai. Prosedur operasi yang dilakukan pada penyakit tukak gaster ditentukan adanya penyertaan tukak duodenum:

dianjurkan memberikan regimen terapi kuadrupel yaitu: PPI Tehasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan tripel terapi.

sedang

mengalami infeksi HP, tidak menggunakan OAINS dan bukan perokok berat; 4). diagnosa benar ( bukan Crohn's,

Morbiditas operasi < l-5 yo, mortalitas <1

l.

tukakrekurensi/kambuh

2. sindrom afferent loop 3. sindrom dumping

o/o

522

4.

diare pasca vagotomi

5.

gastropati refluks empedu (belum terbukti refluks

6.

menyebabkan tukak, terapi cisapride) malabsorbsi dan maldigestif adenokarsinoma lambung (refluks alkali, proliferase

7.

bakteri, hipoasiditas, endoskopi ulangan dilakukan untuk mendeteksi timbulnya keganasan).

PROBLEM KHUSUS TUKAK GASTER Tukak Stres (Sfress Ulcer) Dijumpai erosi yang multipel pada daerah fundus dan

korpus lambung yang biasanya tanpa keluhan/ asimtomatik. Kadang - kadang disertai hematemesis atau melena. Konfirmasi diagnosis lebih baik dengan endoskopi karena letak tukak stres agak superfisial kadang - kadang ditutupi gumpalan darah yang tidak akan terlihat dengan foto lambung. Tukak stres sering dijumpai pada kasus -

kasus berat yang dirawat diunit gawat darurat yar,g biasanya akibat luka bakarlCurlingb ulcer, juga pada

pasien gangguan sirkulasi otak atau operasi otak/ Cushingb ulcer. Bagaimana mekanisme timbulnya suatu tukak stres belum jelas, kemungkinan akibat kurang baiknya sirkulasi darah kelambung / renjatan, pengaruh garam empedu dan malnutrisi. Tidak dijumpai adanya hipersekresi asam lambung dan luka biasanya sembuh dalam beberapa hari.

Tukak Akibat ObaU Drug lnduced UlcerlGastropati OA'NS Terapi tukak gastropati OAINS. Intervensi pengobatan : . mencegah timbulnya tukak (selektip Cox2 inhibitor)l profilaksis (Misoproston 4x250 IPPI pada gastropati OAINS menyembuhkantukak akif (OAINS distop diberi

.

ARH2/PPI, OAINS diteruskan diberi PPI. Infeksi Helicobacter pylori (eradikasi bila tukak aktif atau pernah menderita tukak peptik).

GAIITROENTEROI.OGI

REFERENSI Aldreson H, Loivokene K, Sillakivi I et al. Associaton of cag A and vac A genotypes of Helicobacter pylori with gastric disease in Estonia. J Clin Microbyol. 2002;40(l):40-1. Backert S, Schwarz T, Miehlke S, et al. Functional analysis of the cag A pathogenecity island in Helicobacter pylori isolated from patients with gastritis, peptic ulcer and gastric cancer. Infection and Immunity. 2004;72(2): 1043 56. Bergman MP, Engering A, Smits HH, et al. Helicobacter pylori modulates T helper Cell 1/T helper cell 2 balance through phase-variable interaction between lippopolysaccharide and DC - SIGN. J Exp Med. 2004;200(8):979-90. Dixon M.F. Helicobacter pylori and acid peptic disease in Helicobacter pylori, It's role in gastrointestinal disease. In: AIRAXON, The Centre for Digestive Diseases, The General Inhlmary at Leeds, editor. UK: Science Press; 1994. p. 18-33. Faller G, Steininger H, Kranzlein J, et al. Antigastric autoantibodies

in Helicobacter pylori infection: implications of histological and clinical parameters of gastritis. Gut. 1997;41:619-23. K, et al. Determination of Helicobacter pylori vilurence by simple gene analysis of the cag pathogenecity island. Clin and Diagnos Lab Immunol 2001;8(1):181 6. Kato S, Sugiyama T, Kudo M, et al Cag A antibodies in Japanese children with nodular gastritis or peptic ulcer disease. J Clin Microbyol. 2000;38(1): 68-70. Konsensus Nasional Penanggulangan Infeksi Helicobacter pylori. Ikeneoue E, Maeda S, Ogura

Kelompok Studi Helikobater pilori Indonesia. Jakarta: KSHPI

PGl; t996. p.6-7. Pounder R. Peptic ulceration. International. 1994;7 (26):225 -30. Sharma MR Ahuja V. Current management of acid peptic disorder JIACM. 2003;4(3):228-33. Spiro HM. Gastric ulcer. Clinical gaskoenterology. 4s ed. New York: McGraw Hill Inc; 1993. p. 283-93. Stromber E, Edebo A, Svennerholm A-M, Lindholm C. Decreased

epithelial cytokine response in the duodenal mucosa of Helicobacter pylori-infected duodenal ulcer patients. Clin and Diagnos Lab Immunol. 2003 ;10(1):116-24. Tarigan P. Tukak gaster. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p. 132-8. Tarigan P, Zah. LH, Siregar G, Rahmat I dkk. Helicobacter pylori dan keterkaitannya dengan penyakit gastroduodenal. Naskah lengkap PIT IV-2003 Ilmu Penyakit Dalam FK-USU. Medan: FK-USU; 2003. p. 206-17. Valle J.D Peptic ulcer disease and related disorders. In: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al, editors. Harrison's principles of internal medicine. l5s ed Vol 1. New York: Mc Graw Hill Inc; 2001. p. 1649;l-7.

82 TUKAK DUODENUM H.A.M. AK|I

makin tua umur, prevalensi makin meningkat dan

PENDAHULUAN

perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1. Pada pasien dispepsia kronik tersebut di atas, terdapat 367 pasien menggunakan OAINS ditemukan tukak peptik

Penyakittukakpeptik (TP) yaitu tukak lambung (TL) dan tukak duodenum (TD) merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok

l lT orang (48 .2o/o);64pasien diperiksa,F/Tylori diiemukan 9 4o/o p asien p o s iti f. Dari waktu ke waktu manajemen TP makin lebih baik seiring dengan ditemukannya faktor-faktor penyebab yang ditunjang dengan kemajuan dalam bidang farmasi yang

umur di atas 45 tahun. Karel Schwarz pada tahw I 9 1 0 membuat suait dictum yang terkenal berkenaan dengan TP yaitu No acid peptic activity, no ulcer dan sampai saat ini masih tetap relevan perannya dalam patogenesis TD, walaupun beberapa etiologi lain telah diketahui seperti Helicobacter pylori (H.pylori) dan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama TP/TD adalah H.pylorl sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid H.pylori disease, namun demikian peranan faktor-faktor lain dalam kejadian TPjelas ada sehingga TP dikatakan sebagai penyakit multifaktor. Patogenesis terjadinya TP adalah ketidakseimbangan antara faktor agresifyang dapat merusakmukosa dan faktor

5

.

berhasil menemukan dan mengembangkan obat-obat yang

sangat berpotensi untuk penyembuhan tukak peptik,

lain Reseptor antagonis H2 (HrReceptor GIrM)) Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor (PPl), mucus promotor, free radical antara

Antagonist

inhibitors, antibiotik untuk eradikasi H.pylori dan obatobat lainnya. Pada tulisan ini dibahas mengenai Tukak Duodenum (TD) dari aspek etiologi, patogenesis, gambaran klinik,

diagnosis dan manaj emen.

defensif yang memelihara keutuhan mukosa lambung dan

duodenum.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS DEFINISI Seperti telah disinggung di atas bahwa etiologi TD yang telah diketahui sebagai faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa adalah Helicobacter pylori, obat anti

Tukakpeptik/TP secara anatomis didefinisikan sebagai suahr defek mukosa/submukosa yar,g berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa

inflamasi non-steroid, asam lambung/pepsin dan faktor-

sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu hrkak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam durgan diameter> 5mmyang dapat diamati secara endoskopis

faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada kejadian TD.

atau radiologis.

Faktor - faktor Agresif

Pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas

terhadap 1615 pasien dengan dispepsia kronik pada Subbagian Gastroenterologi RS Pendidikan di Makassar ditemukan prevalensi TD sebanyak l4yo,TD danTL 5o/o;

Helicohacler pylori, Helicobacter pylori adalah bakteri

umur terbanyak antara 45-65 tahun dengan kecenderungan

berbentuk kuwalS-shaped dengan ukuran panjang sekitar

gram negatifyang dapat hidup dalam suasana asam dalam

lambung/ duodenum (antrum, korpus dan bulbus),

523

524

GAIITROENTEROI.OGI

3 pm dan diameter 0,5 pm, rriempunyai satu atau lebih flagel ini ditularkan secara

terjadi kerusakan pada D sel yang mengeluarkan somatostatin, yaiag fungsinya mengerem produksi

feko-oral atau oral-oral. Di dalam lambung terutama terkonsentrasi dalam antrum, bakteri ini berada pada

gastrin. Akibat kerusakan sel-sel D, produksi somatostatin menurun sehingga produksi gastrin akan meningkatyang merangsang sel-sel parietal mengeluarkan asam lambung

pada salah satu ujungnya. Bakteri

lapisan mukus pada permukaan epitel yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel/antar epitel.

Bila terjadi infeksi H.pylori, maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin sehingga dapat lebih efektif merusak mukosa dengan melepaskan sejumlah zat sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis kronik aktif. Untuk terjadi kelainan selanjutnya

yang lebih berat seperti tukak atau kanker lambung ditentukan oleh virulensi H.pylori dan faktor-faktor lain, baik dari host sendiri,maupun adanya gangguan fisiologis lambung/duodenum. Walaupun infeksi H.pylori mempunyai prevalensi yang tinggi, di mana lebih dari 50o/o penduduk dunia dikatakan terinfeksi, terutama masyarakat dengan tingkat kesehatan lingkungan yang rendah, namun hanya sebagian kecil yang

menunjukkan gejala klinik yang lebih berat seperti TP (TD,TL), kanker lambung atau MALT limfoma. Apabila terjadi infeksi H.pylori, host akan memberi respons untuk mengeliminasi/ memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel-sel PMN/ limfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan bermacam-

macam mediator inflamasi atau sitokin, seperti interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor nekrosis factor dan lainJain, yang bersama-sama dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodepal yar,g lebih parah namun tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menja(i kronik. Seperti diketahui bahwa setelah H.pylori berkoloni secara stabil terutama dalam antrum, maka bakteri ini akan mengeluarkan bermacam-macam sitotoksin yang secara langsung dapat merusak epitel mukosa gastroduodenal,

seperti vacuolating cytotoxin (Vac A gen) yang menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel, cytotoxin associated gen A lCagA gen). Di samping it:l, H.pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim yang dapat merusak sel-sel epitel, seperti urease, protease, lipase dan

fosfolipase. Sitotoksin dan enzim-enzim

ini paling

bertanggung-jawab terhadap kerusakan sel-sel epitel. CagA gen merupakan petanda virulensi H.pylori dan hampir selalu ditemukan pada TP. Urease memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan pro-

tease dan fosfolipase ,A.2 menekan sekresi mukus menyebabkan daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apikal sel epitel dan melalui kerusakan sel-sel ini, asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga terbentuk

tukakpeptik.

H.pylori yang terkonsentrasi terutama dalam antrum menyebabkat antrum predominant gastritis sehingga

yang berlebihan. Asam lambung masuk ke dalam duodenum sehingga keasaman meningkat menyebabkan duodenitis (kronik aktif) yang dapat berlanjut menjadi tukak duodenum.

Asam lambung yang tinggi dalam duodenum menimbulkan gastrik metaplasia yang dapat merupakan tempat hidup H.pylorl dan sekaligus dapat memproduksi

asam sehingga lebih menambah keasaman dalam duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan produksi mukus dan bikarbonat, menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun dan mempermudah terbentuknya tukak duodenum.

Defek/inflamasi pada mukosa yang terjadi pada infeksi atau akibat OAINS akan memudahkan difusi balik asam/pepsin ke dalam mukosa/jaringan sehingga memperberat kerusakan jaringan. Pada patogenesis TD, maka asam lambung yang berlebihan merupakan faktor

H.

pylori

utama terjadinya tukak sedangkan faktor lainnya merupakan faktor pencetus.

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS). Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat (acethyl salcylic acid: ASlt) merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan dalam berbagai keperluan, seperti anti piretik, anti inflamasi, analgetik, antitrombotik dan kemoprevensi kanker kolorektal. Pemakaian OAINS/

ASA secara kronik dan r6guler dapat menyebabkan terjadinya risiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat dibanding yang bukan pemakai. Pada usia lanjut, penggunaan OAINS/ASA dapat meningkatkan angka kematian akibat terjadinya komplikasi berupa perdarahan atau perforasi dari rukak.

Pemakaian OAINS/ASA bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan struktural pada gastroduodenal,

tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa infl amasi, ulserasi atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS/ASA yang menghambat ke{ a dai enzlm siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga

menekan produksi prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat berperan/berfungsi dalam memelihara keuffian mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikorbanat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung. Sampai saat ini dikenal2 jenis isoenzim siklooksigenase

525

TI.'XAKDUODENI,'M

(COX) yaitu COX- I dan COX-2.

.

COX-I ditemukanterutamadalam gastrointestinal,juga dalam ginjal, endotelin, otak dan trombosit; dan berperan

prevalensi tukak duodenum meningkat seperti sindrom Zollinger Elison, mastositosis sistemik, penyakit Chron dan hiperparatiroidisme. d). Faktor genetik.

penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-I merupakan house-heeping dalam

.

saluran cerna gastrointestinal.

FAKTOR.FAKTOR DEFENSIF

COX-2 ditemukan dalam otak dan ginjal, yang juga bertanggung jawab dalam respons infl amasi/injuri.

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan OAINS/ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa,

berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskular yang diperberat oleh keq'a sama platelet dan mekanisme koagulasi. Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan

Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa dari faktor pertahanan mukosa, maka daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor agresifyang menyebabkan terj adinya TD/TP. Ada 3 faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal, yaittr :

a)

I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-l) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun yang vasodilator prostaglandin E dan

Faktorpreepitel terdiridari

mukus dan bikarbonal yang berguna untuk

.

menahan pengaruh asam lambung / pepsin. Mucoid cap,yaiht suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang terbentuk sebagai respons

.

Active surfoce phospholipid yang berperan untuk

menyebabkan nekrose epitel.

Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskular gastroduodenal dan mesenterik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat

kerusakan epitel dan endotel. Perlekatan leukosit PMN menimbulkan statis aliran mikrovaskular, iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa./tukak peptik. Titik sentral kerusakan mukosa gastroduodenal pada

penggunaan OAINS/ASA berada pada kerusakan

OAINS

terhadap rangsangan infl amasi.

meningkatkan hidrofobisitas membran sel dan

b)

meningkatkan viskositas mukus. Faktor epitel . kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, di mana terjadi migrasi sel-sel yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan

. .

mikrovaskular yang merupakan kerja sama antara COX-1 danCOX-2. Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinyaTDl tukak peptik pada penggunaan OANS adalah: . umur tua (> 60 tahun) . riwayat tentang adanya tukak peptik sebelumnya . dispepsia kronik . intoleransi terhadap penggunaan OAINS sebelumnya . jenis, dosis dan lamanya penggunaan OAINS . penggun€un secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan dan penggunaan 2 j enis OAINS bersamiuul . penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh pemakai

:

.

pertahanan selular, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient dan mencegah pengasaman sel.

kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam lapisan mukus dan

jaringan subepitel dan untuk mendorong asam

.

keluarjaringan. faktor perhrmbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.

c) Faktor subepitel

. .

aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel sel. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

GAMBARAN KLINIS

Penting untuk diketahui bahwa tukak peptik yang terjadi pada penggunaan OAINS, sering tidak bergejala dan baru dapat diketahui setelah terjadi komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran cerna.

Gambaran klinik TD sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyarnan (discomfort) pada epigastrium.

Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang

Anamnesis. Gejala-gejala TD memiliki periode remisi dan

dapat merypakan faktor risiko terjadinya tukak duodenum,

eksaserbasi, menjadi tenang berminggu-minggu- berbulan-

yaitu: a). merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan

bulan dan kemudian te{adi eksaserbasi beberapa minggu

kerentanan terhadap infeksi H. py I o r i dengat menwunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk H.pylori.b). faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin. c). beberapa penyakit tertentu di mana

merupakan gejala khas.

Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling dominan, walaupun sensitivitas dan spesifitasnya sebagai marker adanya ulserasi mukosa rendah.

526

GASTROENTEROI.OGI

Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/ tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi;

KOMPLIKASI

biasanya terjadi setelah 90 menit -3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Hal ini menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis TD. Nyeri yang spesifftpada T5YopasienTD adalah nyeri yang timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien. Pada TD, nyeri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke punggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak ke pankreas, sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut perlu dicurigai suatu perforasi Pada TP umuflrnya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara perlahan tetapi menetap, maka kemungkinan terjadi komplikasi obstruksi pada outlet.

Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya adalah: . Perdarahan: hematemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi Fe.

. . .

Perforasi: nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis Penetrasi tukak yang mengenai pankreas: timbul nyeri tiba-tiba tembus kebelakang. Gastric outlet obstructionblla ditemukan gejala mual dan muntah, perut kembung dan adanya suara deburan

.

(succusion spalsh) sebagai tanda retensi cairan dan udara, dan berat badan menurun. Keganasan dalam duodenum (walaupunjarang).

Sepuluh persen dari TP (TD), khususnya yang disebabkan OAINS menimbulkan komplikasi (perdarahan/

TATALAKSANA

perforasi) tanpa adanya keluhan nyeri sebelumnya sehingga anamnesis mengenai penggunaan OANS perlu ditanyakan pada pasien. Tinja berwarna seperti ter (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak.

Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik seperti TD, yaitu pada TD dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom) antara lain berupa: . umur>45-50 tahun keluhanmunculpertamakali

. . . . . .

adanya perdarahan hematemesis/ melena

BBmenurun>

peptik/

TD dilakukan secara medikamentosa, sedangkat cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahanyang tidak dapat diatasi. Tujuan dari pengobatan adalah : 1). menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium, 2). mempercepat penyembuhan tukak secara sempurna, 3). mencegah terjadinya komplikasi, 4). mencegah terj adinya kekambuhan.

10oZ

anoreksia./ rasa cepat kenyang

riwayat tukak peptik sebelumnya muntah yang persisten anemia yang tidak diketahui sebabnya

Pemeriksaan fisis. Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti tukak duodenum dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi saluran cema bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk deteksi H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium kontras ganda.

DIAGNOSIS BANDING

. . . . .

Pada umumnya manajemen atau pengobatan tukak

Penggunaan Obat-obatan TD

a,l
ditemukan H.pylori, namun kombinasi dengan Penghambat pompa proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik Qriple therapy) merupakan cara terapi terbaik. Kombinasi tersebut adalah :

a. PPI

2xl(tergantungmgpreparatyarg dipakai)

amoksisilin 2xl g/rrai

klaritromisin 2x500mg b. PPI 2xl amoksisilin 2xl glhai metronidazol 2x500mg

c. PPI 2xl klaritromisin 2x500mglhai metronidazol 2x500mg Masing-masing diberikan selama 7-10 hari.

Dispepsia non ulkus

Tukaklambung Penyakitpankreatobilier Penyakit Chron's pada gastroduodenal Tumor saluran cerna bagian atas

Jenis-jenis preparat dan kemasan PPI yang ada: Omeprazol 20m9, rabeprazol 10mg, pantoprazol 40mg, larvoprazol 30mg dan esom eprazol 20 I 40m9.

H.pylori disertai penggunaan OAINS. Eradkasi H.pylori

527

TI,'KAKDUODENI,'M

-

sebagai tindakan utamatetap dilakukan dan bila mungkin

OAINS dihentikan, atau diganti dengan OAINS spesifik

-

COX-Z inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih

kecil pada gastroduodenal. Walaupun harus diperhitungkan efek samping COX -2 inhibitor pada jantung Penyembuhan akan tetap sama pada TP kawa H.pylori sendiri atau bersama-sama dengan OAINS yaitu dengan menggunakan PPI untuk meningkatkan pH lambung di atas 4. Penggunaan

OAINS terus-menerus setelah eradikasi

H.pylori perlu diberikan PPI sebagai upaya pencegahan terj adinya

komplikasi.

TD akibat OAINS. Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja COX-I akan meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal. Oleh karena itu penggunaan OAINS pada pasien-pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang lama harus disertai dengan obatobat yang dapat menekan produksi asam lambung seperti reseptor antagonis H2 (HrRA) atau PPI dan diupayakan pH lambung di atas 4 atat dengan menggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol 200 pglharl) sebagai sitoprotektif apabila penggunaan OAINS tidak dapat dihentikan. Pencegahan/meminimalkan efek samping OAIN, yaitu:

. jika mungkin . .

menghentikan pemakaian OAINS,

walaupun biasanya tidak memungkinkan pada penyakit artritis seperti osteoartritis (OA), reumatoid arfitis (RA). penggunaan preparat OAINS (prodrug, OAINS terikat pada bahan lain seperti nitrit oxide Q{Ol) pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal

cimetidin 2x40Omglhaiatau lx800mgpadamalam hari ranitidin diberikan 300mg sebelum tidur malam atau

2xl50mglhxr

-

.

famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam atau 2x20mglhan. Masing-masing diberikan selama 8-12 minggu dengan penyembuhan sekitar 90%. Proton Pump Inhibitor (PP!. Merupakan obat pilihan untukPTP, diberikan sekali sehari sebelum sarapanpagi atau jika perlu 2 kali sehari sebelum makan pagi dan

makan malam, selama 4 minggu dengan tingkat penyembuhan di atas 90%o. Obat lain seperti sukralfat 2l gr sehari, atau 4x 1 gr sehari

berfungsi menutup permukaan tukak sehingga menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dan garam empedu; dan di samping itu mempunyai efek tropik.

Diet Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang dipakai pada masa lalu, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada tukak yang aktif perlu dilakukan Makan dalamjumlah sedikit dan lebih sering,lebihbaik daripada makan yang sekaligus kenyang. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal.

ini tidak 100%

.

mencegah efek samping pada gastroduodenal pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti H2RA, PPI atau prostaglandin

TD non-Il.pylori non-OAINS.

Pada TD yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam lambung, maka terapi

dilakukan dengan memberikan obat yang dapat menetralisir asam lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam lambung dan yang terbaik adalah PPI.

.

.

Antasida. Obat ini dapat menyembuhakan tukak namun dosis biasanya lebih tinggi dan digunakan dalamjangka waktu lebih lama dan lebih sering (tujuh kali sehari dengan dosis total 1008 mEq/hari) dengan komplikasi diare yang mungkin terjadi. Dari penelitian lain dimana antasida sebagai obat untuk menetralisir asam, cukup diberikan 120-240 n,Bqlhari dalam dosis terbagi. H2 Receptor Antagonist (H2RA). Obat ini berperan menghambat pengaruh histamin sebagai mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamin-2 pada sel parietal, tetapi kurang berpengaruh terhadap sekresi

asam melalui pengaruh kolinergik atau gastrin postprandial. Beberapa jenis preparat yang dapat digunakan seperti:

REFERENSI Bebb J, James MW, Atheron J. Gastritis and peptic ulcer, medicine international far east edition. Gastroenterol. 2003 ;3(l): 1 3-6. Carroll M, Li B UK. (2004) Peptic ulcer disease. In: Liacouras CA, Konop R, Li B UK et al, editors. Available from URL: http:// www.emedicine.com./ gastroenterology. Chey WD, Scheiman JM. Peptic ulcer disease. Lange current diag-

nosis & treatment in gastroenterology. 2"d edition. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors. Large medical

books. New York: McGraw-Hill; 2003. p.323-41. Del Valle J. Peptic ulcer disease and related disorders. Harrison's principles of intemal medicine. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, et al, editors. 16'h edition. New York: McGraw-Hill Inc.; 2005. p.1746-62. Devlin SM, Meddings J. (2004) Duodenal ulcer. In: Qureshi WA, Talavera F, Anand BS, et al, editors. Available from /www.emedicine.com,/ gastroenterology.

IIRL : http:/

Foral PA, Nystrom KK, Wilson A-F, et al. (2003). Gastrointestinalrelated adverse effects of COX-2 inhibitors. Available from URL: http://www.ttmed.com/ gastroenterology. Goh KL. Pathogenesis and mangement of peptic ricer by Helicobacter pylori. lnternational symposium on dyspepsia, Bali Indonesia

2002. Available froni URL : http://www.ttmed.com/ gasto- enterology_asian pacific. Hawkey CJ (2002). NSAIDs and gut damage. Available from URL:

528

http://www.ttmed.comi gastroenterology.

Modlin IM, Sachs G. Gastric and duodenal ulcer. In: Schnetztor, Verlag GmbH D, Konstanz M, editors. Acid related disease biology and treatment. 1998. p. 197-264.

Modlin IM, Sachs G. Helicobacter pylori. In: Schnetztor, Verlag GmbH D, Konstanz M, editors. Acid related disease biology and treatment. 1998. p. 315-65. Soll AH. (2002) Clinical manifestations of peptic ulcer disease. Available from URL : http://wmtr.uptodate.com/ gastroenterology.

Soll AH. (2002) Overview of the natural history and treatment of peptic ulcer disease. Available from URL: http://wrilw.uptodate.cor/ gastroenterology.

for ulceration of the gastrointestinal tract. Available from URL: http:l

Tarnawski AS. (2003) Gene therapy www.ttmed. com/gastroenterology.

GAIIIROENTEROI.OGI

83 DISPEPSIA FUNGSIONAL Dharmika Djojoningrat

Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu

LATARBEI-AKANG

tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwal5-30o/o orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-4loh, tapi hanya l0-20%o yang akan mencari pertolongan medis 1. Angka insiden dispepsia diprakirakan ant ara l-8o/o. Belum ada data epidemiologi di

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30 % kasus pada praktek umum dan 60%o pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini. Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasatidaknyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindroma atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan oleh orang awam sebagai penyakit

Indonesia. Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok penyakit organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu dll) dan kelompok di mana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi, endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau biokimiawi. Atau dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut

maagllambung. Penyakit hepato-pancreato-bilier (hepatitis, pankreatitis kronik, kolesistitis kronik dll ) merupakan penyakit tersering setelah penyakit yang melibatkan gangguan patologik pada esogafo-gastro-

sebagai gangguan fungsional.

duodenal (tukak peptik, gastritis dll ) . Beberapa penyakit diluar sistem gastrointestinal dapat pula bermanifest dalam bentuk sindrom dispepsia, seperti yang cukup kita harus waspadai adalah gangguan kardiak ( inferior iskemia/infark miokard), penyakit tiroid, obat-obatan dan sebagainya

Esofago-gastro- Tukak peptik, gastritis kronis,

duodenal

Hepato-bilier

antibiotik Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sfingter Odii

Pankreas

Pankreatitis, keganasan

lain

saluran cema bagian atas. Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dispepsia sebagai berikut; Dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the

gastritis

Antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis,

sistemik

Dalam referensi, cukup banyak definisi untuk dispepsia. Misalnya istilah ini dikaitkan dengan keluhan yang berhubungan dengan makan, atau keluhan yang oleh pasien mataupun dokternya dikaitkan dengan gangguan

NSAID, keganasan

Obat-obatan

Penyakii

DEFINISI

upper abdomen. Formtlasi keluhan nyeri atau tidak nyaman menjadi suatu yang relatif, terlebih lagi bila diekspresikan dalam bahasa yarrg berbeda. Jadi disini diperlukan sekali komunikasi yang baik dalam anamnesis sehingga seorang dokter dapat menangkap apa yang dirasakan pasien dan mempunyai persepsi yang relatif sama. Dalam definisi, lamanya keluhan tidak ditetapkan.

Diabetes melitus, penyakit tiroid, gagal

ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroneriiskemik

Gangguan fungsional

Dispepsia fungsional, iritable bowel syndrome

529

530

GASTROENTEROIIrcI

Hanya tentunya untuk keperluan suatu penelitian hal ini perlu ditetapkan. Seperti dikemukakan diatas bahwa kasus dispepsia setelah eksplorasi penunjang diagnostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik atau bersifat fungsional. Dalam konsensus Roma III (tahun

2006) yatg khusus membicarakan tentang kelainan gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional

didefinisikan sebagai; 1. Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hatilepigaskik, rasa terbakar di epi gastrium.

2. Tidak ada bukti kelainan struktural

(termasuk

didalamnya pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat menerangkan penyebab

3.

keluhan tersebut. Keluhan ini te{adi selama 3 bulan dalam wakhr terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.

6

bulan

Jadi disini ada batasan waktu yang ditujukan untuk meminimalisasikan kemungkinan adanya penyebab organik. Seperti dalam algoritme penanganan dispepsia, bahwa bila ada alarm symploms seperti penurunan berat badan, timbulnya anemia, melena, muntah yang prominen,

syndrome. Ketiga penyakit ini mempunyai kecenderung

gejala yang tumpang tindih sehingga perlu dicermati (terutama dalam anamnesis ), karena akan berdampakpada pengobatan yang berbeda.

PATOF!SIOLOGI Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk menerangkan patogenesis te{adinya gangguan ini. Proses patofi siologik yang paling banyak dibicarakan dan potensiel

berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah; Hipotesis asam lambung dan inflamasi, hipotesis gangguan

motorik, hipotesis hipersensitivitas viseral, serta hipotesis tentang adanya gangguan psikologik atau psikiatrik.

SekresiAsam Lambung Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun

dengan stimulasi pentagastrin, yatg rata-rata normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak diperut.

maka merupakan petunjuk awal akan kemungkinan adanya

penyebab organik yang membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti

H e I i c o b a cte r py I o ri (Hpl Peran infeksi Helicobacter

endoskopi dan sebagainya.

fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan kekerapan Hp pada dispepsia fungsional sekitar 50%o dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan Hp pada kelompok orang sehat. Memang mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi Hp pada dispepsia fungsional dengan Hp positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku.

Dalam usaha untuk mencoba kearah praktis ini dibagi menjadi 3

pengobatan, dispepsia fungsional kelompok yaitu;

1. Dispepsia tipe seperti ulkus, dimana yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik. tipe seperti dismotilitas, dimana yang lebih dominan adalahkeluhankembung, mual , muntah, rasa penuh, cepat kenyang. Dispepsia tipe non-spesifik, dimana tidak ada keluhan yang dominan.

2. Dispepsia 3.

Sebelum era konsensus Roma II, ada dispepsia tipe refluks dalam alur penanganan dispepsia. Tapi saat ini kasus dengan keluhan tipikal refluks, seperti adarrya heartburn atau regurgitasi, langsung dimasukkan dalam alur / algoritme penyakit gastroesophageal reflux disease. Hal ini disebabkan oleh sensitivitas dan spesivitas keluhan

itu yang tinggi untuk

adanya proses refluks

gastroesofageal.

pylori pada

dispepsia

Dismotilitas Gastrointestinal Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gar,qgloan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas viseral. Salah satu dari keadaan

ini dapat ditemukan pada setengah sampai duapertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80o% kasus dispepsia fungsional , tetapi tidak ada korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaan

manometri antro-duodenal mrmperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas

SINDROMA TUMPANG TINDIH (OVERLAP SyNDROMES) Hal ini mencuat menjadi penting dalam klinis praktis, karena

prandial, disamping juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan patofisiologi ini diduga yang mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola pikir pengobatanyang akan diambil.

adanya keluhan yang tumpang tindih antara kasus

Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami

dispepsia, kasus refluks gastroesofageal (keduanya berasal dari saluran cema bagian atas ) dan kasus irritable bowel

perlambatan pengosongan lambung berkorelasi dengan

keluhan mual, muntah dan rasa penuh di ulu hati.

531

DISPEFSIAFUNGSIONAL

Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas terhadap distensi lambung biasanya kan mengeluh nyeri, sendawa dan adanya penurunan berat badan. Rasa cepat kenyang

ditemukan pada kasus yang mengalami gangguan akomodasi lambung waktu tnakan 11. Pada keadaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan

dalam lambung. Dilaporkan bahwa pada penderita dispepsia fungsional terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus postprandialpada400/o kasus 14. Konsep ini yang mendasari adanya pembagian sub grup dispepsia fungsional menjadi tipe dismotilitas, tipe seperti ulkus dan

tlpe campuran.

Ambang Rangsang Persepsi Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik dan no ciceptor. Dalam

studi tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum

dipahami. Penelitian dengan menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman diperut pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa

nyeri pada populasi kontrol

.

Psikologis Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya adanya penr.runan kontraktilitas lambung

yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Tapi korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan personaliti yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan kelompok kontrol. S/alaupun dilaporkan dalam

studi terbatas adanya kecenderungan pada pada kasus dispepsia fungsional terdapat masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik.

GAMBARAN KLINIS

Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas/ kualitasnya pada setiap pasien, maka banyak disarankan

untuk mengklasifikasi dispepsia fungsional menjadi beberapa subgrup didasarkan pada keluhan yang paling mencolok atau dominan. . Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti ulkus ( ulcer like $tspepsia) . Bilakembung, mual, cepatkenyangmerupakankeluhan yang paling sering dikemukakan, dikategorikan sebagai

dispepsia fungsional tipe seperti dismotilitas DisfungsiAutonom Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang .

(dismotility like dyspepsia )

. Bila tidak ada keluhan

yang bersifat dominan'

dikategorikan sebagai dispepsia non-spesifik.

Perlu ditekankan bahwa pengelompokan tersebut hanya untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.

Aktivitas Mioelektrik Lambung Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi berupa tachygastria, bradygastria pada lebih kurang 40% kasus dispepsia fungsional, tapi hal ini

bersifat inkonsisten.

Hormonal Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon

motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan , progesteron, estradiol dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos daq memperlambat waktu transit gastrointestinal.

Diet dan faktor lingkungan Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.

PENUNJANG DIAGNOSTIK Pada dasarnya langkah pemeriksaan penunjang diagnostik

adalah untuk mengeksklusi gangguan organik atau biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pankreas dsb ), radiologi (barium meal, USG) dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. Untuk menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai pemeriksan dapat dilakukan, walaupun aplikasi klinisnya tidakjarang dinilai masih kontroversi. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung, manometri untuk

menilai adanya gangguan fase

III Migrating

Motor

C ompl ex, elektrogastrografi, skintigrafr atat penggunaan pellet radioopak untuk mengukur waktu pengosongan

lambung, Helicobacter

pylori

dan sebagainya.

532

TERAPI

GAIITROENTEROI.OGI

gastroesofageal yang tidak terdeteksi. Respons terbaik

terlihat pada kelompok dispepsia fungsional tipe seperti

Pendekatan umum Luasnya lingkup menejemen pada kasus dispepsia

ulkus.

fungsional menggambarkan bahwa adanya ketidakpastian

Sitoproteksi

dalam patogenesisnya. Adanya respon plasebo yang tinggi (sekitar 45%) mempersulit untuk mencari regimen

Obat ini, misalnya misoprostol, sukralfat, tidak banyak studinya unhrk memperoleh kemanfaatan yang dapat dinilai.

pengobatan yang lebih pasti. Penjelasan dan reassurance kepada pasien mengenai

latar belakang keluhan yang dialaminya, merupakan

Prokinetik

keluhan secara bermakna. Prinsip dasar menghindari

Termasuk golongan ini adalah metoklopramid (antagonis reseptor dopamin D2), domperidon (antagonis reseptor D2 yang tidak melewati sawar otak ) dan cisapride (agonis reseptor 5-HT4). Dalam berbagai studi metaanalisis, baik domperidon dan cisapride mempunyai efektivitas yangbaik dibandingkan plasebo dalam mengurangi nyeri epigashik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual . Metoklopramid yang tampaknya cukup bermanfaat pada dispepsia fungsional, tapi terbatas studinya dan hambatan efek samping ekstrapiramid al-nya. Cisapride tergolong agonist reseptor 5-HT4 dan antagonis 5-HT3, yang s ecarametaanalisis memperlihat kan angka keberhasilan dua kali lipat dibandingkan plasebo.

makanan pencefus serangan merupakan pegangan yang

Beraksi pada pengosongan lambung dan disritmia

lebih bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti

lambung. Masalah saat

pedas, asam, tinggi lemak, kopi sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional danjangan sampai

efek sampingnya pada aritmia jantung, terutama

langkah awal yang penting. Buat diagnosis klinik dan evaluasi bahwa tidak ada penyakit serius atau fatalyatg mengancarnnya. Coba jelaskan sejauh mungkin tentang patogenesis penyakit yang dideritanya. Evaluasi latar belakang faktor psikologis. Nasehat untuk menghindari makanan yang dapat mencetuskan serangan keluhan. Sistem rujukan yang baik akan berdampak positif bagi perjalanan penyakit pada kasus dispepsia fungsional.

Dietetik Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan

menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila keluhan cepat kenyang, dapat dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.

MEDIKAMENTOSIS

Antasid Antasid merupakan obat yang paling umum di konsumsi oleh penderita dispepsia, tapi dalam studi metaanalisis, obat ini tidak lebih unggul dibandingkan plasebo.

Penyekat H2 reseptor

Q-l

perpanj angan masa

dalam pengawasan

ini adalah setelah

diketahuinya

sehingga pemakaianny a berada

.

Obat Lain-lain Adanya konsep peran hipersensitivitas viseral dalam patogenesis dispesia fungsional, membuka peran obatobatan yang bermanfaat dalarn menghilangkan persepsi rasa nyeri. Dalam be6erapa penelitian, dosis rendah

antidepresair golongan

trisiklik dilaporkan

dapat

menurunkan keluhan dispepsia terutama nyeri abdomen.

Kappa agonist fedotoxine dapat menurunkan hipersensitivitas lambung dalam studi pada volunteer serta pada beberapa studi dapat menurunkan keluhan pada kasus dispepsia fungsional , walaupun manfaat kliniknya

Obat ini juga umum diberikan pada penderita dispepsia. Dari data studi acak ganda tersamar, didapatkan hasil yang kontrovesi. Sebagian gagal memperlihatkan manfaatrtya pada dispepsia fungsional, dan sebagian lagi berhasil. Secara meta-analisis diperkirakan manfaat terapirlya 20o/o diatas plasebo. Masalah pokok adalah kriteria inklusi pada

masih dipertanyakan. Obat golongan agonis 5-HTl

berbagai penelitian, danjuga kemungkinan masuknya kasus

Dalam beberapa studi terbatas, tampaknya behavioral t h er ap y memperlihatkan man faatny a p ada kasus disp ep s ia

penyakit refluks gastroesofageal. Umumnya manfaatnya ditujukan r.rntuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati.

(sumatriptan dan buspiron ) dapat memperbaiki akomodasi

lambung dan memperbaiki keluhan rasa cepat kenyang setelah makan.

Psikoterapi

fungsional dibandingkan terapi baku.

Penghambat pompa proton Obat ini tampaknya cukup superior dibandingkanplasebo pada dispepsia fungsional, walaupun pada banyak studi

PROGNOSIS

secara tidak sengaja juga terlibat kasus penyakit refluks

Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah

s33

DISPEPSIAFUNGSIONAL

pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai

Magelada JR. Manometric evaluation of functional upper gut symptoms.Gastroenterology

prognosis yang baik.

I 985;88: 1223

Tack J. Role of impaired gastric accomaodation to a meal in functional dyspepsia. Gastroenterology 1998;1 15:1346 Mayer EA. Basic and clinical aspect of visceral hyperalgesia.

RINGKASAN

Gastroenterolo

Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan/ simptom/sindroma dispepsi a dimana pada pemeriksaan

penunjang baku dapat disingkirkan kausa organiki biokimiawi, sehingga masuk dalam kelompok penyakit gastrointestinal fungsional . Mempunyai patofisiologi yang kompleks dan multifaktorial, dimana tampaknya berbasiskan gangguan pada motilitas atau hipersensitivitas

gy

1994;107 :27 1 -93

Tack J. Symptoms associated with hypersensitivity to gastric distention in functional dyspepsia. Gastroenterolgy

2001;l2l:526 Talley NJ. Non ulcer dyspepsia. In. Yamada T ed. Textbook of Gastroenterology.Philadephia: JB Lippincot Company; 1995.

t446-55

Parkman HP. Electrogastrography and gastric emptying scintigraphy are complementary for assessment of dyspepsia.

J Clin Gastroenterol 1997;24:214

viseral. Modalitas pengobatannyapun menjadi luas,

Greydanus MP. Neurohormonal factors in functional

berdasarkan komplesitas patogenesisnya, serta lebih

dyspepsia. Gastroenterology 1991;100:131 1-18 Camilleri M. gastric and autonomic responses to stress in functional

kearah hanya menurunkan/menghilangkan simptom. Pilihan pengobatan berdasarkan pengelompokan gejala utama dapat dianjurkan, walaupun masih dapat diperdebatkan manfaatnya.

dyspepsia.

Dig Dis Sci 1986;31:1169-77

Talley NJ. Functional Gastroduodenal disorder' In. Drossmann DA ed. The functional GI Disorders. Virginia: Degnon Associated;200 0 :299 -327

Camilleri M. gastric and autonomic responses to stress in functional dyspepsia. Dig Dis Sci 1986;31:1169-77

Mearin f. Placebo in functional dyspepsia ; symptomatic,

REFERENSI Talley NJ. Dyspepsia and dyspepsia subgtoup: a population based study. Gastroenterology 1992;1O2:1259-6't

DA, Rome II. The functional Gastrointestinal Disorders Diagnosis, pathophysiology and treatment:A multinational consensus. Degnon Associated . Virginia. 2000. Tack J, Talley NJ, Camilleri M et al. Functionale Gastroduodenale Drossman

disorders. Gastroenterology 2006;130:1466. Talley NJ. Dyspepsia and dyspepsia subgroups; a population based study. Gastroenterology 1992;102:1259 -68 Colin-Jones DG. Management of dyspepsia; report of a working

party Lancet 1988;l:576-79. Collen MJ. Basal gastric acid secretion in non-ulcer dyspepsia. Dig

Dis Sci

7989;34:657-64 PD. Prospective, double blind

treatment

of Hp in patients with non-ulcer dyspepsia.

gy 1 99 6 ;109 : 4123 Bates S. Blocked and non-blocked acid secretion and reported pain in ulcer, non-ulcer dyspepsia and normal subjects. Gastroenterolo

Gastroenterolgy 1989 ;97 :3'7 6-8I Talley NJ. What role does Helicobacter pylori piay in non-ulcer dyspepsia. Gastroenterology 7997 ;l13:s67'68 Tucci A. Helicobacter pylori infection and gastric function in patients with chronic idiophatic dyspepsia. Gastroenterology 1992;103:7 68-73 Stanghellini V. fasting and post prandial GI motility in ulcer and non-ulcer dyspepsia. Gut 1992;33:184-90

Tack J, Pathophysiology and treatment of

functional

dyspepsia. Gastroenterology 2004;127 :1239. Talley NJ. Can symptoms discriminate among those with delayed or normal gastric emptying in dysmotility like dyspepsia ? Am J

Gastroenterol 200 I ;9 6 : 1 422

gastrointestinal motor, and gastric sensorial responses' Am j gastroenterol 1999 ;9 4;l 16. Nyren O. Absence of therapeutic benefit from antacid or cimetidine on non ulcer dyspepsia. N Engl J Med 1986;314:339-42

Elta GH. Comarison of coffee intake and coffee induced symptoms in patients with duodenal ulcer, nonulcer dyspepsia and normal controls. Am j gastroenterol 1990;85:1339 Nyren O. Absence of therapeutic benefit from antacid or cimetidine on non ulcer dyspepsia. N Engl J Med 1986;314:339-42 Dobrilla G. Drug treatment of functional dyspepsia; meta analysis of randomized controlled clinical trials. J Clin Gastroenterol

1989;ll:169-7'7 Blum AI-, Arnold R et al. treatment of functional dyspesia with omeprazole and ranitidine. Gastroenterology 1997 ;110:A73 Gudjonsson H. Efficacy of sucralfate in treatment of non ulcer dyspepsia: a double blindplacebo controlled study. Scand J gastroenterol 1993 ;28:969 Veldhuyzen van Zartet SJ. Effrcacy of cisapride and domperinoe in functional dyspepsia; a meta analysis. Am J Gastroenterol 2001 ;96:6 89

Kellow JE. Efficacy of cisapride therapy in

functional

dyspepsia. Aliment pharmacol ther 1995;9:153-60

Mertz H. Effect of amitriptyline on symptoms, sleep

and

visceral perception in patients with functinal dyspepsia. Am

J

Gastroenterol 1998;93: 1 60 Read NW, Abitbol JL, Bardhan KD et al. Effrcacy and safety of the

peripheral kappa agonist fedotoxine versus placebo in treatment of functional dyspepsia. Gt 1997;41:664 Tack J. Influence of sumatriptan on gastric fundus tone and of the [erception of gastric distention in man. Gut 2000;46:468 Bates S, Sjoden P, Nyren O. Behavioural treatment of non ulcer dyspepsia. Scand J Behav Ther 1988;17:155.

84 PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN

menunjukkan prevalensi diare kronik sebesar l5o/o dari seluruh pemeriksaan kolonoskopi selama 2 tahun (1995I 996). Talley dkk melaporkan prevalensi diare kronik pada populasi usia lanjut yaitu antara 7o/o sampai dengan 14o/o. Diperkirakan pada masyarakat Barat didapatkan prevalensi diare kronik4-5%.

Berdasarkan waktu, diare dapat dibagi atas akut dan kronik.

Diare akut, sudah jelas masalahnya baik dari segi patofisiologi dan pengobatan, di mana penyebab terbanyak yaitu infeksi. Sedangkan pada diare kronik, diagnosis dan pengobatannya lebih rumit daripada diare

akut. Angka morbiditas diare kronik diantara semua penderita diare yang dirawat di rumah sakit di Jakartautara sekitar lo/o. Diare kronik merupakan suatu sindrom yang

PATOFISIOLOGI

penyebab dan patogenesisnya sangat multi kompleks. Mengingat banl,aknya penyakit yang dapat menyebabkan diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan, maka sangat penting bagi dokter untuk dapat memilih yang benar-benar co s teffec t iv ene s s.

mekanisme/patofrsiologi dibawah ini : l. Diare Osmotik: terjadi peningkatan osmotik isi lumen

DEFINISI

4.

Diare yaitu buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atalu setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atat200 mll24 jam. Definisi ini tidak menunjuk pada berapa frekuensi diarenya, tetapi definisi lain tetap memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer

5. Motilitas dan waktu

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari

USUS.

2. Diarc Sekretorik terjadi peningkatan sekresi cairan usus. 3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: terjadi gangguan pembentukan micelle empedu. Defek sistem perhrkaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif (padaNa+-K+AIP ase) di enterosit, gangguan absorbsi Na+ dan air.

transit usus abnormal: terjadi motilitas yang lebih cepat, tak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi.

6.

lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer atau air ini dapatltanpa disertai lendir dan darah. Diare kronikyaihr diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Batasan waktu ini merupakan kesepakatan untuk mempercepat pemastian diagnosis dan pengobatan,

Gangguan permeabilitas usus: teg'adi kelainan morfologi

usus pada membran epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar

7.

sedangkan pakar atau pusat studi lain ada yang mengusulkan

terhadap air dan garam/elektrolit terganggu. Eksudasi cairan, elektrolit dan mukus berlebihan: terjadi peradangan dan kerusakan mukosa usus.

lebih dari 2 minggu atau 3 minggu atau I bulan dll.

KLASIFIKASI EPIDEMIOLOGI

Diare kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi diatas menjadiT macamdiare yang berbeda.

Data divisi gastroenterologi FKUI/RSUPNCM Jakarta

534

535

PENDEK!ffAT{ DIAGNOSTIK DIARE KRONIK

Berdasarkan etiologi infeksi atau tidak, diare kronik dapat dibagi atas infektifdan non-infektif. Berdasarkan adaltidaknya kelainan organik pada pemeriksaan, diare

kronik dibagi atas organik dan fungsional. Istilah organik ditujukan pada diare yang jelas ditemukan adanya kelainan histologi atau biokimia usus, sedangkan fungsional ditujukan pada diare karena kelainan idiopatik, diet dan gangguan motilitas. Berdasarkan karakteristik tinja, diare kronik dapat dibagi atas steatore, diare berdarah dan diare dengan tinja tidak berdarah tidak steatore. American Gastroenterological

Association (AGA) membagi diare kronik berdasarkan karakteristik tinja juga a.l. air(watery), inflamatorik dan lemakffatty). Diare air terbagi atas sekretorik dan osmotik.

Etiologi diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya disebabkan kelainan pada usus. Kelainan yang dapat menimbulkan diare kronik a.l. kelainan endokrin, kelainan hati, kelainan pankreas, infeksi, keganasan dll. Etiologi terbanyak dari diare kronik di negara-negara berkembang termasuk Indonesia yaitu infeksi. Hal ini berbeda dengan

etiologi terbanyak di negara maju yaitu penyakit

usus

inflamatorik. Walaupun telah diusahakan secara maksimal, diperkirakan sekitar l0 - l1%openderita diare kronik tidak

dapat ditetapkan etiologinya, mungkin disebabkan kelainan sekresi atau mekanisme neuro endokrin yang belum diketahui. Etiologi diare kronik berdasarkan patofisiologi dapat dilihat pada Tabel 1. Etiologi diare

Etiologi

Jenis diare

1.

ETIOLOGI

Eksogen Makan cairan yang aktif osmotik, sulit diabsorbsi seperti: katartik sulfat dan fosfat

Diare Osmotik

1.

2. B

dll.), anti konvulsan s(Biguanide),

diuretika, theofillin. Endogen 1. Kongenital: Penyakit malabsorbsi spesiflk: Kelainan transport kongenital(jarang): malabsorbsi glukosa-galaktosa (tidak adanya karier monosakarida) dan kloridea kongenital (pertukaran anion Cl dengan bikarbonat didalam ileum dan kolon terganggu dan Cl bertindak sebagai cairan yang tidak dapat diabsorbsi). o Penyakit malabsorbsi umum: Abetaliproteinemia dan hipobetalipoproteinemia Limfangiektasiakongenital, penyakitinklusimikrovilus

o

2.

-

Defisientsienterokinase

lnsufisiensi pankreas (Fibrosis kistik atau sindrom Schwachman) Didapat: o Penyakit malabsorbsi sPesifik: Defisiensi disakaridase pasca enteritis Malabsorbsi karbohidrat dengan berbagai penyebab(intoleransi makanan): defisiensi

-

makan jamur yakit mukosa ah reseksi usus ekstensif dan selama enteritis infeksi. lnsufl siensi pankreas(alkoh ol]1, bacterial overgrowth, penyakii parasit (Giardia, Coccrdlosrs), penyakit inflamatorik (enteritis eosinofilik, mastositosis), malnutrisi proteinkalori, sindrom usus pendek, lelunoile al bypass Waktu pengosongan lambung yang berlebihan

-

. 2. Diare Sekretorik A.

lnfeksi: Shigella Toksigenik(Enterotoksin): Vibio choterae-Eltor, Escherichia as aeruginosa, dysenteriaelflexneri, staphylococcus aureus, clostridium Yersinia enterocolica, Candida Albicans. lnvasif ke mukosa: Shigel/osls, Sa/monel/osts, E Coll invasif patogen(E/EC),Entamoeba

coli peffrin

1

2.

B.

c. D. E.

F.

N P H

medule inE, Chole Ca

), tumor/sin

Vilosa, Kolera

ergik, Serotonin, Calcitonine, Gastric lnhibitory Polypeptide, Glucagon, P substansi. Katartik: hidroksi asam empedu (asam dioksilat dan kenodioksilat) dan hidroksi asam lemak(resinoleat kastroli) Kolitis mikroskopik(limfositik), kolagen Lain-lain: Dioctyl natrium sulfoiuccinaat, diare asam empedu karena pasca kolesistektomi, reseksi makanan. enterokolitis iskemik. ileum

s36

GAIITROENTEROIOGI

Jenis diare

Etiologi

3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak B

c D

4 Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit Motilitas dan waktu transit usus abnormal Gangguan permeabilitas usus

6

7. Eksudasi

Cairan,elektrolit dan mukus berlebihan

A B

Maldigesti intraluminal: Sirosis hati, obstruksi saluran empedu, pertumbuhan bakteri yang berlebihan(Bacteial Overgrowfh), lnsufisiensi eksokrin pankreas, insufisiensi eksokrin pankreatik kronik, Fibrosis kistik, Somatostatinoma. Malabsorbsi mukosa: Obat(colchichine, cholestyramine, neomycin, PAS, NSAID), Penyakit infeksi (Giardia, Cryptosporidium, lsospora, Strongyloides, Mycobacterium avium, penyakit infeksi kronik pada agammaglobulinemia,AlDS), Penyakit sistem imun (systemic mastocytosis, gastroenteritis eosinofilik), spru tropik, spru seliak, dermatitis herpetiformis, penyakit Whipple, Abetalipoproteinemia. Obstruksi pasca mukosa: limfangiektasia intestinal kongenital atau didapat karena trauma, limfoma, karsinoma atau penyakit Whipple. Campuran: sindrom usus pendek(shott bowel), penyakit metabolik (tirotoksikosis, insufisiensi adrenal, malnutrisi protein-kalori), enterokolitis radiasi. lnfeksi usus Kongenital: 1. Diare klorida kongenital 2. Diare karena kelainan transport Na+ usus

Sindrom kolon iritabel(psikogen), hipertiroid, diabetes mellitus dengan polineuropati otonom, skleroderma, amiloidosis, pasca reseksi lambung & vagotomi, sindrom karsinoid, obat prostigmin. A. B.

c.

Penyakit Seliak Penyakit usus inflamatorik lnfeksi usus(Bakteri Shige//a & Salmonella)

Kolitis ulseratif, Penyakit Crohn, Amubiasrs, Shige/osis, Kampilobakteiasrs, Yersrniasis, Enterokolitis radiasi, Candidiasls, Tuberkulosis usus, Kanker usus, Kolitis pseudomembran.

konik berdasarkan lokasi atau organ yang mengalami kelainan dapat dilihat pada Tabel 2. Etiologi diare kronik berdasarkan karakteristik tinja dapat dilihat pada Tabel 3.

1

2 3

Powell DWmembagi etiologi diare kronik atas 5 macam (lihat Tabel4 ).

Kelainan pankreas: Fibrosis kistik, (Profern Energy Malnutrition) PEM, Pankreatitis kronik, Defisiensi enzim Kelainan hati: Atresia bilier, lkterus obstruktif, Hepatitis kronik, Sirosis hati. Kelainan usus:

A.

Usus halus: Stagnant loop syndromes, Anomali kongenital, Usus pendek(short bowef, lnflamasi (enterokolitis nekrotikans, penyakit Crohn, Enteropati pasca enteritis), lnfeksi (Bakteri: Salmonella,Yersinia, Campylobacfec Parasit: Giardia lamblia, Coccidiosis, Cacing tambang; Jamur: Candida albicans; Spru tropik; Bacteial overgrowth),

lmunodefisiensi (kongenital, didapat), lntoleransi protein(susu, kedelai, gluten: spru seliak), Defek metabolik(deflsiensi ensim disakaridase: laktose, sukrose: malabsorbsi glukosa-galaktosa; kloridea kongenital; defisiensi enterokinase; a/hipobetalipoproteinemia), Diare asam empedu (setelah kolesistektomi, setelah reseksi ileum), Makan karbohidrat yang sangat banyak atau malabsorbsi karbohidrat,Laksans (mengandung anion yang tidak diabsorbsi: natrium sulfat, natrium fosfat, atau natrium sitrat, magnesium), Wheat starch, Fiber, Lactulose, Alergi makanan, Steatorea karena malabsorbsi lemak diusus, pengobatan dan zal campuran makanan(biasanya obat antibiotika, antihipertensi, anti aritmia,

antineoplastik, antasida yang mengandung magnesium, pemanis: sorbitol/fructose,

B.

C. D. E.

ethanol, kafein),

tumor,

idiopatik(fungsional), iskemik. Usus besar: lnfeksi (Sa/monella, Shigella, Entamoeba histolytica, Cytomegalovirus, Mycobacterium tuberculosis dll.), Kolisit ulseratif, Penyakit Crohn, Enterokolitis nekrotikans ("NEC"), Enterokolitis pseudomembranosa:C/osfnUrum difficile, Adenoma vilosa rektosigmoid, Penyakit inflamatorik lain: kolitis mikroskopik (limfositik) - kolitis kolagen, Kanker kolon, Enterokolitis radiasi, Diare idiopatik(fungsional), lnkontinensia feses, Penyakit usus iskemik. Sirkulasi: Limfangiektasia, Neoplasma. Neurogen: Penyakit Hirschprung, Disautonomiafamilial. Humoral -endokrin: lnsufisiensi adrenal, Hipoparatiroidisme, Hipertiroidisme, Neoplasia (ganglio neuroma, neuroblastoma, limfoma), tumor neuroendokrin(Sindrom Zollinger-Ellison: gastrinoma, Vipoma, kolera pankreatik, tumor karsinoid, karsinoma medulla tiroid, mastositosis sistemik, pheochromocytoma), diabetes.

F.

Diare kongenital: Defisiensi pertukaran klorida-bikarbonat, Defisiensi pertukaran natrium-hidrogen, Penyakit inklusi

G.

mikrovilus, Karena operasi sebelumnya(gastrektomi, vagotomi, kolesistektomi, reseksi usus). Penyakit infiltratif: Skleroderma, Amiloidosis, Limfoma usus difus

PENDEKAIAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK

A.

Tinja berlemak / Steatorea Penyakit pankreas: pankreatitis kronik, karsinoma pancreas, insufisiensi pankreas (defisiensi lipase). Penyakit mukosa usus halus: Spru tropik, Penyakit Crohn, Enteritis radiasi, penyakit seliak, limfoma usus, limfangiektasia Defisiensi garam empedu kualitatif atau kuantitatif: a. Penyakit hati kolestatik: sirosis bilier primer, kolangitis sklerosing, hepatitis neonatal.

-

. B

b. Pertumbuhan bakteri berlebihan (Bacterial Overgrowth) di usus halus. Sindrom Pasca gastrektomi PEM

lnfeksi: TBC usus, Pertumbuhan bakteri anaerob berlebihan ("Bacterial Overgrowth")

Tinja berdarah

-

Penyakit usus inflamatorik(Kolitis ulseratif, Kolitis Crohn) Kanker kolon & polip kolon. Lesi anal dll lnfeksi: Bakteri: Shlge//a, Salmonella, Campylobacter, Tuberkulosis kolon, Yersrnla. Parasit: Proiozoa:Amuba(E histolytica), Giardia lamblia. nfestasi Cacing: T ich u ri s Kolitis/proktitis radiasi.

I

-

C

tric hi ura, Schrstosomtasrs.

Kolitis iskemik kronik

Efek samping obat antibiotik: Kolitis pseudomembran Tinja tidak berdarah dan tidak berlemaUsteatorea

1.

Tinja cair atau seperti air(Watery Stool) Kolitis mikroskopik (limfositik) & kolagen.

-

-

lntoleransi laktosa Diare karena obat: antibiotika(mis.neomisin, ampisilin, klindamisin, sitostatik) Diare pasca reseksi usus: reseksi ileum terminal dll. lnfeksi usus halus: karena jamu (candida), bakteri(pertumbuhan bakteri berlebihan, salmonella dll.), parasit(giardia lamblia, cacing askaris, cacing tambang) Alergi makanan PEM

Defek imun primer (imunodefisiensi SlgA) Penyakit Hirschprung, volvulus, malrotasi, poliposis dll Diare kolera pankreati k(Vipoma) Villous adenom a, Carcinoma medulla flrord, Ganglioneuroma, Pheochromocytoma, Tumor Karsinoid. Tinja encer/lem bek (semrsof@ Obat eksogen seperti penggunaan laksans berlebihan dan makanan/obat tertentu (misal prostigmin, antasida mengandung magnesium dll). lnfeksi usus: Parasit (misal giardiasis,Cacing tambang dll), Bakteri(Sa/monella, Campylobacter jejuni, Yersinia, Pertumbuhan bakteri berlebihan, TBC usus), Jamur(Candida). lnfeksi HIV dengan superimposisi patogen usus seperti Ctyptospoidium dan lsospora belli

-

-

-

Gangguan motilitas:

a. b. c d. e. f.

Neuropati otonom diabetik

Tirotoksikosisatau hipertiroid Penyakit divet1ikular Skleroderma Amyloidosis Pasca reseksi gaster atau vagotomi

lntoleransi makanan Sindrom usus iritatif (lBS/psikogen) Sindrom karsinoid Malabsorbsi karbohidrat: Defisiensi disakaridase (laktose, sukrose), bahan makanan yang tidak diabsorbsi (wheaf sfarch, fiber, laktulose, sorbitol, fruktose) Obat-obat dan pencampur makanan: Antibiotika, obat antihipertensi, obat antiaritmia, antineoplastik antasida(mengandung magnesium) Pemanis(sorbitol, fruktose), etanol, kafein. lnsufisiensiadrenal. lnkontinensia fekal Alergi makanan

s37

538

1.

GAIIIROENTEROI.OGI

Steatorea(malabsorbsi lemak):

a.

Maldigesti intralumenal: '1. Sirosis dan obstruksi saluran empedu 2. Pertumbuhan bakteri berlebihan(Bacteial overgrowth) 3. lnsufisiensi eksokrin pankreas 4. lnsufisiensi eksokrin pankreas kronik 5. Fibrosis kistik

b

6.

Somatoslatinoma

Malabsorbsi mukosa: 1. Obat: colchicine,cholestyramine, neomycin,paraaminosalicylic acid (PAS), dan NSAID. 2. Penyakit infeksi: Parasit(Giardia, Cryptospoidium, lsospora, cacing Strongy/oides, mycobacterium avium, agammaglobulinemias, AIDS. 3. Penyakit sistim imun: mastositosis sistemik, gastroenteritis eosinofilik 4. Spru tropik 5. Spru Celiac 6. Dermatitis herpetiformis

c. d.

7. PenyakitWhipple 8. Abetalipoproteinemia

Malabsorbsi pasca mukosa: Limfangiekasia intestinal Steatorea pada penyebab campuran:

1.

Sindrom usus pendek Penyakit metabolik: tirotoksikosis, insufisiensi adrenal, malnutrisi protein kalori, penyakit hati. Diare cair/air yang respon terhadap puasa: Masukan cairan yang tidak dapat diabsorbsi: Diare karena magnesium Diare anion natrium Malabsorbsi karbohidrat: Diare karena sorbitol and fruktose Waktu transit usus yang cepat{Rapid intestinal transit) Malabsorbsi glucose-galactose Diare asam empedu: Penyakit berat, reseksi, atau operasi bypass ileum distal: pada penyakit Crohn atau adhesi pasca operasi. Malabsorbsi asam empedu primer: kongenital or didapat Malabsorbsi asam empedu setelah operasi abdomen atas, baik vagotomi trunkal atau kolesistektomi Diare pasca vagotomi Diare cair/airyang dapat respon atau tidakterhadap puasa(Diare dengan patofisiologi campuratau tidak jelas):

2.

a.

b.

c.

d.

a. b. c.

4

-

-

-

Sindrom kolon iritatif(/mtable Bowel Syndrome) Alergi makanan Kolitismikroskopik: Kolitis kolagen dan mikroskopik Enterokolitis eosinofilik perikript Diare cair/air yang tidak respon terhadap puasa(Diare sekretorik mumi):

a. b. c. d. e. f. S. h. i. j. k. l.

-

Sindrom Karsinoid Gastrinoma

or Sindrom Watery Diarrhea-Hypokalemia-Achlorhydria (WDHA) Karsinoma Medulla Tiroid Glucagonoma Adenoma villosa Vipoma

Mastocytosissistemik Diare factitious

Diare idiopatik kronik dan Sindrom kolera pseudopankreataik Diare Diabetikum Diare Alkoholik Diare sekretorik kongenital Diare lnflamatorik: Penyakit Usus lnflamatorik: Penyakit Crohn pada usus halus & besar atau kolitis ulseratif

a. b. c. d. e.

f.

Gastroenteritiseosinofilik Alergi susu dan protein kacang kedelai Enteropati kehilangan protein (Protein-Losing Enteropathy) . Enterokolitis radiasi kronik Penyakit lain: trombosis arteri atau vena mesenterika akut, iskemi vaskuler mesenterika kronik, tuberkulosis dan histoplasmosis gastrointestinal, sindrom Behcet atau sindrom Churg-Strauss, penyakit graft-vercus-hostd,sease akut setelah transplantasi sumsum tulano aloqenik, Enterokolitis netropenik, sindrom Cronkhite-Canada.

s39

PENDEKIITAN DIAGNOSTIK DL{RE KRONIK

PENDEKATAN DIAGNOSTIK Mengingat etiologi yang begitu beragam dan banyak, kita harus berhati-hati dalam memilih macam pemeriksaan. Pemeriksaan yang kita anjurkan harus cosl effectiveness tapi membantu menegakkan diagnosis penyakit. Walaupun

demikian kita juga harus berhati-hati dalam membuat kesimpulan etiologi diare kronik, karena dalam 1 kasus diare kronik dapat ditemukan 2 atau lebih etiologi dan/ atau patofisiologi penyakit, misal diare kronik yang disebabkan kanker kolon disertai infeksi ameba dan malabsorbsi lemakkarbohidrat dll.

Pemeriksaan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan tahap awal (dasar) yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah sederhana, tinja serta urin, dan lalu pemeriksaan tahap lanjutan yang lebih rumit. Dengan pemeriksaan tahap awal kita sudah dapat menetapkan masalah, bahkan diagnosis kerja, sehingga

pemilihan pemeriksaan tahap lanjutan lebih terarah. Bahkan adakalanya dapat ditegakkan diagnosis etiologi hanya dengan pemeriksaan awal saja (80% kasus diare kronik). Tuj uan pemeriks aan tahap aw al yaitu memb edakan penderita menjadi diare organik atau fungsional. Bila

dengan pemeriksaan awal

ini belum

membantu

menunjukkan diagnosis pasti, perlu dilakukan pemeriksaan

lanjutan. Pemeriksaan tahap awal dan lanjutan tersebut dapat dilakukan selama berobat rawat jalan atau rawat inap di rumah sakit, tergantung keadaan umum penderita. Pada penderita rawat indp selain pemeriksaan tahap awal dan lanjutan dapat dilaktrkanjuga beberapa prosedur tambahan. Biasanya kita harus memastikan apakah pemeriksaan yang telah dilakukan pada rawat jalan benar atau tidak, dan bila tidak maka harus mengulang beberapa pemeriksaan termasuk pengumpulan tinja . Setelah itu harus ditentukan apakah penderita mengalami diare mumi

atau tidak, apakah respon/tidak terhadap puasa(lihat prosedur tambahan evaluasi penderita rawat inap).

PEMERIKSAAN DASAR

ke sindrom usus iritabel (IBS). Sedangkan diare pada malam hari lebih mengarah ke kelainan organic. Diare akut yang terus berlanjut menj adi kronik dengan riwayat bepergian, mengingatkan pada diare t,xis (travellerb diarrhea) atau spru tropik. Keluhan diareyang lama > 1 tahun mengarahkan kita pada diare fungsional. Pertanyaan apakah diarenya kontinyu atau intermiten & onset terjadinya diare mendadak atau bertahap dari ringan ke berat perlu ditanyakan juga. Onset diareyatg mendadak dapat disebabkan infeksi cyclospora atau intoleransi laktosa(setelah enteritis viral). Diare setelah makan menunjukkan adanya refleks gastro-kolika yang meningkat, banyak ditemukan pada penderita sindrom

usus iritabel (IBS). Diare yant terus menerus tiap hari lebih sering pada penyakit organik. Sedangkan pada sindrom usus iritabel(IBS) seringkali berselang antara buang air besar normal dan diare.

2. Bentuktinja: Bila

terdapat minyak dalam tinja, tinja pucat (steatorea) menunjukkan insufi siensi pankreas

dan kelainan proksimal ileosekal. Tinja yang mengambang pada air toilet dan flatus berlebihan mengarahkan adanya malabsorpsi karbohidrat atau steatorea. Tinja yang mengambang disebab(an tinja

tersebut mengandung gas pada malabsorpsi karbohiddrat atau minyak pada steatorea. Diare seperti air dapat terjadi akibat kelainan pada semua tingkat sistem pencernaan, tapi terutama dari usus halus. Adanya makanan yang tidak tercerna merupakan manifestasi dari kontak yang terlalu cepat antara tinja dan dinding usus, yang disebabkan cepatnya waktu transit usus. Bau asam menunjukkan penyerapan karbohidrat yang tidak sempurna.Kita harus dapat membedakan perdarahan yang disertai diare(campur) dengan diare lalu diikuti darah menetes belakangan(tidak campur) atau dengan perdarahan yang menyertai tinja normal. Pada kolitis infektif dan kolitis ulseratif perdarahan disertai dengan diare, sedangkan diare diikuti darah menetes belakangan menunjukkan adanya hemoroid. Perdarahan yang menyertai tinja normal terd apat padakeganasan, polip, Pasien dengan diare air lebih dari 1 liter perhari lebih

disebabkan penyakit usus halus atau kombinasi

Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis etiologik. Dalam melakukan anamnesis, perlu ditanyakan hal- hal seperti: 1. Waktu dan frekuensi diare: Diare pada malam hari atau

sepanjang hari, tidak intermiten, atau diare timbul mendadak, menunjukkan adanya penyakit organik. Lama diare kronik kurang dari 3 bulan juga mengarahkan

kita pada penyakit organik. Perasaan ingin buang air besar yang tidak bisa ditahan mengarah ke penyakit inflamatorik. Diare yang terjadi pagi hari lebih banyak berhubungan dengan stres, hal ini biasanya mengarah

penyakit kolon dan usus halus atau keadaan hipersekretorik.

3. Keluhan lain yang menyertai diare: Deskripsi dan lama keluhan harus diperinci karena diperlukan dalam menegakkan diagnosis kausa diare. a). Nyeri abdomen: merupakan kelainan yang tidak khas, dapat terjadi pada kelainan organik maupun fungsional. Pada diare karena penyakit organik, lokasi nyeri menetap sedangkan pada diare fungsional(psikogenik) nyeri dapat berubah-ubah baik tempat maupun penyebarannya. Penyebab nyeri

penyakit usus inflamasi (IBD), iskemia mesenterika. Penyebab nyeri fungsional antara lain organik

a.1.

540

sindrom usus iritabel (IBS). Nyeri abdomen yang disebabkan kelainan usus halus berlokasi disekitar pusat

dan kolik/nyeri yang disebabkan kelainan usus besar dapat terletak di suprapubik, kanan atau kiri bawah. Nyeri terus menerus menandakan ulserasi yang berat pada usus atau adanya komplikasi abses. Penekanan serta infiltrasi ke saraf pada keganasan dapat juga menimbulkan nyeri terus menerus. Kram abdomen disertai tinja kemerahan(frotlry) biasa didapatkan pada giardiasis, b). Demam: sering menyertai infeksi atau keganasan, c). Mual dan muntah: dapat menunjukkan infeksi, d). Penurunan ber4t badan disertai riwayat

dehidrasi atau hipokalemi menunjukkan adanya penyakit organik (terutama bila penurunan berat badan lebih 5 kg), e).Mengedanwaktu defikasi: lebihbanyak pada diare fungsional. 4.

Obat Banyak obat dapat menimbulkan diare misal: Laksan, Antibiotika (neomisin dll.), anti kanker, anti depresan, Anti hipertensi(beta blocker ACE inhibitor, Hidralazine), Anti konvulsan (Valproic Acid), Obat penunrn kolesterol (cholestyramine dll), obat diabetes melitus (biguanide), Obat saluran cerna (Antasida Mg++, Antagonis reseptor H2, Prostaglandin eksogen, 5 -ASA), colchicine, diuretika, teofilin, prostigmin dll.

Diare karena laksan ini dikenal sebagai diare factitious. Penghentian obat beberapa hari dapat dicoba untuk membantu menegakkan diagnosis. Bila diare

berhenti dengan dihentikannya obat, maka kemungkinan besar diare disebabkan oleh obat tersebut. 5.

Makanan/minuman: Makanan dapat menimbulkan diare melalui mekanisme osmotik yang berlebihan atau proses alergi. Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya intoleransi laktosa dan sindrom usus iritabel. Diare yang terjadi setelah makan makanan yang osmotiknya tinggi menunjukkan adanya diare osmotik karena makanan tersebut. Seperti halnya obat-obatan, terhentinya diare setelah penghentian bahan makanan

GAIITROENTEROIIrcI

keluarganya atau manifestasi alergi lain seperti asmabronkial dll. Beberapa epidemi diare kronik di Amerika Serikat berhubungan dengan minuman susu mentah atauairyang tidak diobati (tidak steril). Alkohol merupakan penyebab diare yang umum di negara barat

(terutama pada peminum berat/alkoholisme). Diare memberat setelah makanan berlemak mengarahkan pemikiran ke steatorea.

6. LainJain

: Berat badan menurun dapat te{adi pada diare organik maupun fungsional, disebabkan napsu makan yang memrrun, tetapi yang paling banyak ditemukan yaitu pada malabsorpsi nutrien, neoplasma dan iskemi usus. Pada sindrom usus iritabel (IBS) didapatkan

banyak keluhanyalgmenyertai diare a.l. perut begah, nyeri daerah anus setelah defekasi, mual, sendawa dll. Hal ini jarang didapatkan pada diare karena kelainan organik. Faktor-faktor agresif sebagai faktor pencetus atau pemberat diare seperti makanan /minuman dan stres harus selalu dicari dan ditanyakatpada pasien. Faktor-faktor mitigasi sebagai faktor pengurang atau pereda diare a.l. makanan/minuman dan obat-obat warung jugaperlu ditanyakan. Diare yang terjadi setelah

operasi, mungkin disebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan (bacterial overgrowth) dalam usus, infeksi bekas operasi atau malabsorbsi garam empedu. Pada pemotongan ileum terminal dan kolon bagian kanan yang panjang dapat timbul diare karena berkurangnya

permukaan absorbsi, berkurangnya transit time, malabsorbsi asam empedu dan bile acid pool yang berkurang (cenderung menjadi steatorea yang tidak respons terhadap cholestyramine). Reseksi usus yang lebih pendek(< 100 cm) dapat menimbulkan diare karena asam empedu disebut enteropati kolereik. Diare ini timbul setelah makan, biasanya tinj a + 300 gran/24 jam, lemak tinja kurang dai 15-20 graml24 jam,pH tinja lebih dari

6,8 dan respons terhadap puasa

danlatal

abdomen. Makanan yang mengandung sorbitol (pemanis tak dapat diabsorbsi) atau sirup jagung

cholestyramine. Diare setelah radioterapi menunjukkan adanya kolitis radiasi atau malabsorbsi. Anemia kronik yang menyertai diare dapat disebabkan penyakit seliak, penyakit inflamasi usus non spesifft atau defisiensi imunoglobulin. Anamnesis diare berupa air yang sangat hebat tanpa gejala yang jelas kearah infeksi dapat disebabkan oleh tumor endokrin penyebab diare misal karsinoma meduler tiroid dan diare hormonal lain seperti vipoma, sindrom karsinoid dll. Tumor penghasil hormon tersebut seperti kolera pankreatik dll. memiliki tinja lebih dari 0,7 liter dal an24 jarn T0olo kasus memiliki tiqj a lebih dari 3 liter per 24 jam danv olume tinja I 0 - 2 I liter dalam 24 jam pernah dilaporkan. Hipokalemia juga sering

(mengandung fmktose) bersifat aktif osmotik dan dapat menimbulkan diare, karena itu perlu ditanyakan pada penderita apakah dikonsumsi/tidak. Penderita dengan riwayat diare terhadap makanan tertentu biasanya mempunyai riwayat alergi dalam

didapatkan pada diare karena tumor penghasil hormon(l00% kasus) dan 93olo kasus memiiiki kadar kalium di bawah 2,5 mmol,4. Adenoma vilosajuga dapat menimbulkan diare dan kehilangan elektrolit melalui pelepasan sekretagog yang belum dapat diidentifikasi

yang dicurigai(puasa per oral) dapat menunjang diagnosis. Diare membaik setelah puasa, mengarahkan

pemikiran kita pada penyebab malabsorbsi makanan. Diare tidak membaik setelah puasa, mengarahkan pemikiran kita pada penyebab enteropati eksudatif

(penyakit usus inflamatortk:in/lammatory bowel IIBD),atau keadaan hipersekretorik. Diare karena malabsorbsi karbohidrat dapat intermiten dan biasanya disertai gejala kembung, flatus dan kram dis eas e

54t

PENDEKITTA{ DIAGNOSTIK DIARE KRONIK

atau produksi prostaglandin 82. Adanya anggota keluarga lain yang menderita diare infeksi merupakan petanda adanya infeksi sebagai faktorpenyebab diare.

Ada tidaknya inkontinensia fekal harus dipastikan, karena beberapa pasien mengeluh diare bila problem utamanya adalah gangguan buang air besar. Adanya

Disfungsi pankreas Pankreatitis/kanker pankreas Sindrom Zollinger Ellison

penyakit sistemik lain seperti hipertiroidi, diabetes melitus, penyakit kolagen-vaskular, penyakit

inflamasi lain, sindrom turnor, penyakit penurunan kekebalan imun seperti HlY-acquired immuno deficiency syndrome (AIDS) dan penyakit autoimun lain harus dicari. Adanya riwayat transfusi darah, penggunaan obat intravena, pekerjaan atau kegiatan lebih sering terpapar HIY dan penggunaan obat-obat

Penyakit usus halus Penyakit seliak, dermatitis herpetiformis Penyakit Whipple Amiloidosis karena artritis reumatoid lskemi mesenterik Penyakit Crohn

Nyeri abdomen tengah, tromboflebitis migrasi Penyakit tukak lambung yang tidaUsulit sembuh Badan kecil, menarche

terlambat, ulkus mulut Erupsi kulit yang gatal-panas Poliartritis dengan pigmentasi Poliartritis

Angina abdominal Ulkus mulut, ulkusifistel perianal,

obstruksi usus sub-akut, masa abdomen Limfadenopati limfoma

imunosupresif harus ditanyakan. Indikator yang memperkuat adanya etiologi fungsional dari diare kronik antara lain. lama diare(Z 1 tahun), kurang bermaknanya pemrrunan berat badan( . 5 kg), tidak adanya diare malam hari dan mengedan pada waktu defftasi memiliki spesifitas 70%.

Gejala klinik

Penyakit

Defisiensi garam empedu Sirosis bilier Kolangitis sklerosing

Pasca-gastrektomi Pasca-gastrektomi (Bilroth ll)

lkterus

Parut abdomen dengan atau

lanpa blind loop

Pemeriksaan FisiUManifestasi Klinik Kebanyakan gejala klinik tidak spesifik dan menunjukkan adanya malabsorbsi nutrien & defi siensi vitamin/elektrolit (Tabel 5). Tetapi adanya gejala klinik tertentu merurnjukkan adanya penyakit tertentu (Tabel 6). Meskipun 3 nutrien utama (lemak, karbohidrat dan protein) dapat mengalami malabsorbsi,

gejala klinik biasanya mengikuti malabsorbsi karbohidrat atau lemak. Malabsorbsi protein atau asam amino (azotorea) dapat terjadi tidak terlihat secara klinik kecuali berat sekali sehingga menimbulkan malnutrisi atau kerusakan transport asam amino yang menimbulkan penyakit sistemik kongenital. Malabsorbsi elektrolit dan

air juga merupakan bagian dari patofisiologi diare malabsorbsi. Tanda-tanda steatorea (lemak berlebihan dalam tinia)

yaitu tinja berwarna muda, berbau busuk, cenderung mengambang dan sulit dibersihkan dengan siraman air. Kadang-kadang terlihat kilauan lemak dipermukaan air. Hal ini menunjukkan adanya maldigesti atau malabsorbsi lemak.

Tinja yang mengambang selain karena steatorea d@at juga disebabkan karena adanya produksi gas oleh bakteri. Diare berdarah memrnjukkan bahwa penyakit mengenai rektum atau kolon kiri. Hal ini menunjukkan adanya ulserasi mukosa. Gejala klinik tergantung dari etiologi. Gejala klinik diare tidak berdarah tidak steatorea juga tergantung etiologi. Penderita dengan sindrom usus iritabel (IBS) biasanya keadaan umumnya baik dan keluhan mereka tidak sesuai dengan keadaan umuflmya. Diare lebih sering pagihai,jarang malam hari dan berganti-ganti dengan

konstipasi dan disertai nyeri abdomen.Penyakit ini biasanya disertai dispepsia fungsional dan keluhan nonspesifik tak jelas lainnya. Seringkali penderita dapat menghubungkan antara presipitasi dan tercetusnya diare dengan periode stres atau ketegangan. Gejala-gejalanya akan berkurang bila mereka santai atau sedang dalam liburan. Diare kadang-kadang merupakan gejala utama penderita tirotoksikosis, sehingga kita harus berhati-hati bila adapenderita diare kronik disertai pembesaran kelenjar gondok atau berdeb ar-debar, gemetar an/ tr emor, penunman

berat badan dan suhu badan meningkat dll biasanya disebabkan hiperfungsi kelenjar tiroid. Kebiasaan memakai Lemak/protein/kalori

laksans kadang-kadang sangat sulit didiagnosis. Kolitis mikroskopik, limfositik dan kolagen ditandai

Protein

dengan adarya diare air kronik dengan gambaran

Gejala Klinik Berat Badan turun Edema/berkurangnya otot Kulit kering bersisik Anemia Glositis, dermatitis Parestesia, neuropati perifer Cenderung memar, berdarah Buta malam Kelemahan Tetani, nyeri tulang Kehilangan rambut

Defisiensi

Asbm lemak esensial Besi, asam folat, vit B12 Asam nikotinat Vitamin B1 & B'12 Vit K Vit A K+, Na+, Mg++ Kalsium

Zinc, protein

endoskopi normal, timbul lebih sering pada wanita umur 50-60 tahun. Diare tidak berdarah, tidak steatore tersebut biasanya kontinyu atau intermiten, dengan remisi dan relaps timbul spontan atau dalam pengobatan. Kadangkala timbul nyeri

kolik abdomen, nausea atau muntah. Keadaan umum penderita biasanya baik, pemeriksaan laboratorium normal.

542

Gejala klinlk alarm yang mengarahkan penyebab penyakit organik antara lairi: riwayat diare berlangsung kurang dari 3 bulan, diare predominan malam hari atau kontinyu dan penurunan berat badan yang bermakna.

GAIiIROENTEROI.OGI

(<250 mOsm,/kg) menunjukkan kontaminasi tinja dengan

Tidak adanya gejala alarmtersebut ditamb ah gejala-gejala

air atau urine atau adanya fistula gastrokolika dan terminumnya cairan hipotonik. Osmolalitas tinja > 290 mOsm/kg sering disebabkan metabolisme bacterial dari karbohidrat tinja selama penyimpanan tinja (sampai 600

yang masuk dalam kriteria Manning atau roma dan

mOsm/kg).

pemeriksaan fisik normal, lebih mengarah pada gangguan usus flrngsion al, tapi hanya memiliki spesifi sita s 52-7 4o/o. dan tidak dapat menyingkirkan penyakit usus inflamatorik

Untuk melihat ad,anya steatorea perlu dilakukan pengukuran kadar lemak dalam tinja 24 jam atau 72 jam secara kuantitatif dan pemeriksaan kualitatif lemak tinja dengan pewamaan Sudan. Tes pewarnaan Sudan sangat sensitif untuk mendeteksi malabsorbsi asam lemak (test pertama) dan trigliserida (test kedua). Karena itu bila test Sudan kedua (dan test pertama) pemeriksaan tersebut

(BD).

C. Pemeriksaan Tinja Harus diperhatikan benar apakah tinja berbentuk airlcair, setengah cairllembek, berlemak atau bercampur darah. Contoh tinja harus segera diperiksa untuk melihat adanya

leukosit, eritrosit, parasit (ameba, giatdia, cacing/telur cacing). Adanya gelembung lemak memberi dugaan kearah

malabsorbsi lemak yang mengarah ke penyakit pankreas dll. Adanya amylum yang banyak dalam tinja menunjukkan

adanya maldigesti karbohidrat. Eritrosit dalam tinja menunjukkan adanya luka, kolitis ulseratif, polip atau keganasan dalam usus atau kadang infeksijuga. Leukosit dalam tinja menunjukkan adanya kemr.rngkinan infeksi atau inflamasi usus. Pemeriksaan pH tinja perlu dilakukan bila

ada dugaan malabsorbsi karbohidrat, dimana pH tinja dibawah 5,5 (asam) disertai tes reduksi positif menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat / glukosa. pH diantara 6,0 - 7,5 ditemukanpada sindrom malabsorpsi asam amino dan asam lemak. Pewamaan dengan gram perlu dikerjakan untuk mencari kemungkinan infeksi oleh bakteri, jamur dll. Pemeriksaan darah samar (occult blood test) yang positif, kelainan lemak tinja dan tes phenolphthalein tinja positif mengarahkan pada diagnosis penyakit usus inflamatorik ("IBD"), diare malab sorbsi, atau diar e fa c t it i o u s. Analisis tinja ini merupakan pemeriksaan yang relatif murah dan mudah tetapi sering terdapat positifmaupun negatif palsu. Oleh karena itu sebaiknya diperiksakan 2 contoh sekaligus atau2kalipada hari berlainan secara berturut-turut. Harus dimintakan pemeriksaan tinja dengan cara pemekatan sehingga kemungkinan positif lebih besar. Diare dengan volume banyak dan berbau busuk menunjukkan adanya infeksi, dan bila terdapat keadaan demikian, dapat langsung dilakukan pemeriksaan kultur tinja untuk bakteri atau jamur. Harus diingat bahwa pemeriksaan fisik dan tinja normal tidak selalu menyingkirkan kelainan organik. Pemeriksaan beda osmotik tinja (stool osmot'lc gap) dapat dilakukan

untuk membedakan diare osmotik dengan sekretorik. Rumus beda osmotik tinja ("stool osmotic Eap"):290 - 2 ([Na*] + [K*]) mOsm,&g tinja. Pada diare osmotik beda osmotik tinja lebih dari 50 mOsm per kg air tinja sedang pada diare sekretorik beda osmotik tinja kurang dari 50 mOsm per kg air tinja2. Pemeriksaan osmolalitas cairan tinja mungkin berguna untuk kasus diare yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Osmolalitas titja yang rendah

positif, klinisi harus mencurigai adanya maldigesti trigliserida makanan (insufisiensi pankreas, reseksi usus halus). Hasil test Sudan kedua yang negative tidak mengeksklusi insufisiensi pancreas. Mineral oil dan bahan lemak tidak terabsorbsi, sucrose polyester dapat menyebabkan hasil Sudan (tes pertama dan kedua) positif Jumlah lemak tinja yang berhubungan dengan diet orang Amerika normal (mengandung 75 - 100 gr lemaklhari) yaitu

< 7 gr I 24 jam. Jumlah lemak tersebut didapat dari perhitungan 1 00-( I 00x0,95)+2, dimana 0,95 merupakan koefisien absorbsi lemak dan 2 gram lemak diekskresi melalui tinja pada absorbsi lemak nol. Bila penderita menghasilkan > 14 gram lemak/24 jam, dia jelas mengalami steatorea. Jika kandungan lemak tinja perhari diantaraT dan 13 gram, steatorea merupakan akibat sekunder dari etiologi diare yang lain. Pemeriksaan lemak tinja kualitatif dengan pewarnaan Sudan memiliki sensitivitas 90% jika lemak tinj

a

lebih dari

l0

gram/24 jarn.

Berat tinja lebih dari 400 gram/24 jam menunjukkan adanya penyakit organik. Diare amebik dapatberupa cair./ air atat berdarah dan dapat berlangsung tahunan, dengan ditemukannya leukosit pada finja. Setengah kasus steatorea mengalami diare cair,lan karena sekresi air dan elektrolit kolol dapat dicetuskan olah asam lemak dan asm hidroksi lemak.

Tidak ada satu pemeriksaanpun yang

dapat

mengidentifikasi penderita dengan kasus sindroma usus iritatif (irritable bowel syndrome), sehingga eksklusi kelainan patologi lain setelah semua pemeriksaan hasilnya negatif akan menunjang diagnosis.

Pemeriksaan tinja untuk giardia penting untuk dilakukan, walaupun hasil tinja mungkin akan negatifpalsu. Seringkali pengobatan percobaan (triat) dengan metronidazole menolong dan dapat mendiagnosis giardiasis. Diare pada pendeita Human Immunodeficiency Wrus

(HIV) dengan atau tanpa Acquired Immunodeficiendy Syndrome (AIDS) biasa disebabkan infeksi di usus (7585% kasus). Pada penderita dengan infeksi HIV ini perlu dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan organisme yang jarang seperti Cryptosporidium atat Isospora belli. Analisis tinja untuk mendeteksi adanya penggunaan obat laksans sebagai penyebab diare kronik faktisius perlu

543

PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK

gastrinoma (Zollinger-Ellison) , perlu diperiksa kadar gastrin dalam darah (meningkat). Jika diare lebih dari I

dilakukan bila tidak ditemukan penyebab. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan tinja adanya phenolphthalein, emetin, bisacodyl dan metabolitnya dengan tes kromatografi atau kimia. Pemeriksaan Head of Meal Transit Time (HOMTT) dipakai untuk menilai transit time usus secara kasar.

liter per hari dan terlebih ada hipokalemia, maka diperlukan pemeriksaan kadar v as o activ e int es tinal polpeptide SIP), kalsitonin, glukagon, histamin dalam darah. Kadar VIP yang tinggi menunjukkan adanya tumor vipoma. Calcitonin untuk mendiagnosis

Normal transit time bila waktu dari pasien menelan setengah cangkir corn kernel atat I kaleng beet sampaitinja terlihat berwama merah, berkisar antara 1 2 j am s I d 22 jam. Transit time usus cepat bila waktu penelanan sampai warna merah pada tinja berlangsung kurang dari 12 jam. Pemeriksaan parasit tinja harus dilakukan antara lain: Giardia lambilia, Entamoeba histolytica dll. Pemeriksaan tinja untuk mendeteksi adanya insufisiensi pankreas yaitu pemeriksaan elastase tinja. Pemeriksaan m arker tinjatnttk

karsinoma medulare tiroid, glukagon untuk mendiagnosis tumor glukagonoma.

Pemeriksaan gula darah perlu dilakukan bila ada kecurigaan penyakit diabetes melitus. Pemerikaan serologik yang berguna dalam menunjang diagnosis termasuk tes antibody antinuclear, antibodi Imunoglobulin (Ig)A dan IgG antigliadin dan antibodi

IgA antiendomysial, antibodi

antineutrophil perinuclear, tipe HLA dan antibody

mendeteksi adanya inflamasi gastrointestinal seperti lactoferrin dan calprotectin masih dalam penelitian.

cytoplasmic

'

terhadap

HIV dan Entamoeba

histolytica.

Pemeriksaan serologik untuk spru seliak tidak hanya

untuk diagnosis tetapi juga untuk evaluasi pasien

Pemeriksaan Laboratorium Lain

1.

Darah: Idealnya pemeriksaan darah ini dilalarkan setelah pemeriksaan tinja, bila pemeriksaan tiirja saja belum mengarahpada diagnosis. Laju endah darah (LED) yang tinggi, kadar hemoglobin yang rendah, kadar albumin serum yang rendah menunjukkan adanya penyakit organik. LED dan CRP yang tinggi ditemukan pada penyakit usus inflamatorik (IBD). Pada anemia (hemoglobin turun), perlu diperiksa apakah ada defisiensi vitamin B 12, asam folat , defisiensi besi karena gangguan

absorbsi. Leukositosis mengarahkan pada adany a inflamasi. Sedangkan eosinofilia ditemukan pada neoplasma, alergi, penyakit kolagen vaskular, infestasi parasit dan gastooenteritis atau kolifis eosinofilik. Kadar asam folat yang rendah menunjukkan penyakit seliak. Kadar B 12 rendah menunjukkan pertumbuhan bakteri berleblhan (bacterial overgrowtfr) dalam usus

halus. Kadar albumin rendah menunjukkan tanda kehilangan protein dari peradangan di ileum, jejunum, kolon dan pada sindrom malabsorbsi. Pada semua

keadaan diatas perlu konfirmasi dengan biopsi. Eosinofil meningkat pada gastroenteritis eosinofilik,

alergi makananatau infeksi parasit di usus. Pemeriksaan serologis terhadap ameba harus dilakukan. Bila dicurigai infeksi Campylobacter jejuni dapat dilakukan pemeriksaan serologis (IgG) terhadap

Campylobacter jejuni. Pada penderita dengan kecurigaan infeksi kronik/perlu diperiksa juga kemungkinan imunodefisiensi. Selain Hemoglobin, perlu diperiksa juga tes darah lengkap, hitung jenis, LED untuk melihat adanya inflamasi, infeksi di usus. Elektrolit, Nitrogen urea darah

setelah pengobatan. Pada penyakit spru seliak ini dapat diperiksa antibody IgA atau IgG antigliadin dan antibody antiendomysial. Antibodi antinuclear digunakan

untuk mendiagtosis vaskulitis, skleroderma, spru seliak, kolitis mikroskopilq hipotiroidisme, enteropati autoimun.

Antibodi cytoplasmic antineutrophil perinuclear digunakan untuk mendiagnosis kolitis ulseratif. Pemeriksaan tipel HLA-DR berguna untuk konfirmasi diagnosis spru seliak, spru yang refrakter atau tidak

tergolongkan, mungkin penyakit Crohn dan kolitis ulseratif. Jika ada kemungkinan kuat penyakit dasar infeksi HIV pada penderita dengan diare kronik, maka skrining pemeriksaan infeksi HIV dalam darahpenting dilakukan. Titer antibody terhadap E.histolytica digunakan untuk mendiagnosis amebiasis kolon dan / atau hati. Hipoalbuminemia, Laju endap darah yang tinggi dan anemia memiliki spesifitas tinggi rurtuk adanya penyakit organik. Adanya defisiensi besi merupakan indikator sensitif enteropati usus halus, terutama penyakit seliak, tetapi bukan merupakan test yang spesifik. Bila dicurigai adanya hipersensitifterhadap gluten yang disebut penyakit seliak, diusulkan pemeriksan IgG

antigliadin, antibodi IgA antiendomysial (EMA), antibodi retikulin, dan IgG anti tissue transglutaminase

(trc).

2. Urin:

Untuk menunjang diagnosis sindrom/tumor karsinoid ("flushing" kulit dll), dapat dilakukan pemeriksaan kadar 5-HIAA urin 24 jam. Itanillylmandelic acid (VMA) atau metanefrin urin untuk pheochromocytoma. Histamine urine wtuk

mengetahui fungsi kelenjar tiroid, perlu diperiksa kadar TSHdarah, T3 uptake & T4 serum. Biladidapatkanulkus

penyakit sel mast dan karsinoid usus proksimal. Untuk penggunaan laksan golongan antrhraquinone dapat diperiksa urine dengan pemeriksaan kromatografi dan

duodenum bersamaan diare yang mengarah pada

kimia-

("BUN"), kreatinin perlu juga diperiksa. Untuk

544

GAITTROENTEROLOGI

Pemeriksaan Lain

kelainan inflamatorik mikroskopik (kolagen) yang menimbulkan diare. Pada pemeriksaan kolonoskopi

Beberapa negara maju atau pusat studi yang maju dimana penghasilan masyarakat umumnya mampu, menganjurkan

penderita sindrom usus iritatif akan terlihat adanya mukus berlebihan dan spasme sigmoid, walaupun mukosa usus normal. Melanosis coli, diskolorasi hitam dari mukosakolon, merupakan gambaran dari kebiasaan

memasukkan pemeriksaan BNO (foto polos abdomen), Barium enema ata:u follow through dan sigmoidoskopi (dengan biopsi) kedalam pemeriksaan tahap awal. Tapi unfuk negara berkembang seperti Indonesia, secara umum pemeriksaan-pemeriksaan tersebut masih dimasukkan

makan laksans.

kedalam pemeriksaan tahap lanjutan. Kecuali pada keadaan

Barium follow throagh dan/atau Enteroclysisz

khusus, dimana penderitanya mampu dan fasilitas memungkinkan, maka pemeriksaan tersebut dapat dilakukan. Dari suatu studi didapatkan bahwa 99,7yo

Barium follow through, interpretasi gambaran usus

Pemeriksaan rontgen ini dilakukan bila ada kecurigaan kelainan pada ileum & jejunum. Pada pemeriksaan lebih sulit daripada barium enema, karena itu gambaran

diagnosis kelainan usus dibuat berdasarkan biopsi bagian distal kolon dengan pemeriksaan sigmoidoskopi fleksibel arfiara lain kolitis mikroskoik, penyakit Crohn, melanosis

normal belum dapat menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan enteroclysis atau pemeriksaan usus halus

kontras ganda merupakan pemeriksaan rontgen yang lebih teliti dari pemeriksaan barium follow through, karena kelainan yang minimal/dini dapat lebih terlihat. Pada kedua pemeriksaan rontgen ini, bila hasilnya normal, tapi kitamasih curiga adanyapenyempitan atau

coli, kolitis ulseratif dan infeksi Clostridium Dfficile.

PEMERIKSAAN LANJUTAN

masa, sebaiknya dilakukan laparotomi. Penyakit Crohn usus halus dini, seringkali sulit didiagnosis secara

Pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan penunjang dibawah ini tidak semua diperlukan pada diare kronik. Urutan pemeriksaan ini tidak menggambarkan makin pentingnya pemeriksaan, tetapi disesuaikan dengan perkiraan diagnosis yang sudah didapat pada pemeriksaan awal. Tidak semua pemeriksaan ini dapat dilakukan di

radiologi, karena itu perlu pemeriksaan enteroclysis untuk lebih mendapatkan mukosa lebih teliti lagi. 4. Gastroduodenrj

ej

unoskopi:

Pemeriksaan ini dilakukan setelah pemeriksaan rontgen barium follow through atao enteroclysis atat barium

Indonesia.

enema atau kolonoskopi dan masih dicurigai adanya

kelainan pada gaster, duodenum dan jejunum. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada penderita steatorea atalu adanya malabsorbsi. Bersamaan pemeriksaan ini dapat dilakukan biopsi mukosa

Pemeriksaan anatomi usus

1.

Barium enema kontras

g anda

(C olon in loop) dan BNO

:

Pemeriksaan BNO dilakukan untuk melihat adanya kalsifrkasi pankreas dan dilatasi kolon. Pemeriksaan barium enema kontras ganda dilakukan untuk melihat

lambung, duodenum dan jejunum proksimal sehingga dapat diketahui diagnosis histopatologiknya. Bagian usus halus lebih bawah tak mungkin dibiopsi, sehingga bila ada kecurigaan didaerah ini harus dilakukan laparotomi. Biopsi jejunum penting dilakukan untuk menentukan adanya infeksi giardiasis.

adanya kelainan di kolon dan ileum tenninal, akan tetapi kasus kelainan dini/minimal (misal polip kecil atau keganasan kolon dini atau kolitis tanpa ulkus) tidak

+ llyo

terdiagnosis.

2. Kolonoskopi

dan ileoskopi: Pemeriksaan ini tidak dilakukan rutin pada setiap diare kronik, tetapi

Endoscopic Retrograde Cholangi Pancrealography (ERCP): Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya kelainan pankreas. Bila pada BNO sudah tampak

membantu dalam menegakkan diagnosis terutama dalam mendapatkan diagnosis patologi anatomi dengan biopsi mukosa usus. Pemeriksaan ini dapat langsung dilakukan

tanpa didahului pemeriksaan barium enema atau

kelainan kalsifikasi pankreas, ERCP tak diperlukan lagi. Biopsi pada papilla vateri diperlukan untuk melihat adal

dilakukan setelah pemeriksaan barium enema bila masih

tidaknya keganasan.

belum jelas kelainan anatomis kolon. Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat diketahui penyebab

6. Sidik Indium 111 leukosit: Pemeriksaan ini sangat baik

untuk melihat adanya inflamasi usus secara cepat, tetapi tidak dapat membedakan macam inflamasi. Prinsipnya yaitu daerah yang abnormalpada saluran cerna akan menerima Indium 1 I 1, sedangkan daerah yang normal tidak tampak karena tidak menerima Indium I I 1.

diare apakah keganasan atau hanya inflamasi penyebab

perdarahan masif/tersam ar, dapat ditentukan apakah sudah terjadi displasi atau keganasan pada kolitis yang lama. Selain itu, ditemukannya darah pada pemeriksaan

ini dapat menyingkirkan penyakit fungsional (nonorganik). Pada kolitis mikroskopik (kolagen) walaupun gambaran kolon dan ileum normal secara endoskopik, tetapi secara histopatologik dapat ditemukan adanya

7-

Ultrasonografi abdomen: Pemeriksaan ini untuk melihat kelainan pankreas (pankreatitis kronik, kanker pankreas dll.), hati (sirosis hati, hepatoma dll.), curiga limfoma

545

PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK

malignum dan TBC usus. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas hanya 50-60% terhadap pankreatitis kronik.

4. TesNapas (Breathlest)zC

cholyl glycine breath: tes juga untuk menilai fungsi ileum, keberhasilan ini penting

Pada penyakit Crohn, kadang dapat ditemukan gambaran penebalan dinding usus. Pada kanker kolon yang besar atau sudah metastase dapat ditemukan

pengobatan atau fungsi usus yang tersisa setelah

adanya masa abdomen secara USG.

malabsorbsi. . Bile acid breath : mengalat kadar CO2 napas setelah pemberian sejumlah dosis C-xylose. Pemeriksaan ini

8.

Sidik perut (CT-Scan abdomen): Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan ultrasonografi belum dapat dengan jelas menyokong diagnosis kelainan pankreas, hati, keganasan saluran cerna/metastasenya atau masa abdomen yang belum jelas asalnya dll. Pemeriksaan ini

memiliki sensitivitas 74-90% terhadap penyakit

reseksi luas. Jumlah Cl4 yang diekskresi di tinja dapat

membedakan antara bacterial overgrowth dengan

dapat menunjukkan perkembangan bakteri pada usus halus.

. H2 breath: mengukur kadar .

pankreas.

9. Arteriografi/angiografi

menentukan adany a maldigesti malabsorbsi, intoleransi laktosa, orocaecal transit

time dar adanya pertumbuhan bakteri yang mesenterika superior dan

inferior:

Pemeriksaan ini unhrk menentukan sumbatan arteri mesenterika yang menimbulkan kolitis iskemik'

Enteroskopi: Pemeriksan enteroskopi akhir-akhir ini

10.

H2 napas, dapal

dapat menggantikan pemeriksaan rontgen usus halus follow through,karena lebih jelas dalam mendiagnosis kelainan-kelainan organik di usus halus (lebih sensitif dan spesifik daripada rotgen follow through), dapat melakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi dan dapat melakukan terapi seperti polipektomi dll.

ll.Magnetic resonance cholangio pancreatography (MRCP) Beberapa studi melaporkan bahwa MRCP sama sensitifnya dengan ERCP dalam mendeteksi penyakit pancreas (pankreatitis kronik dan karsinoma pankreas). Pengembangan terbaru pemeriksaan MRI pankreatografi setelah stimulasi secretin dapat mendeteksi kelainan pancreas fungsional dan struktural. L2. Endosonografi atau endoscopic ultrasound (EUS).

Pemeriksaan ini dilaporkan memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi penyakit pankreas dini tetapi jarang digunakan karena keterbatasan penggunaannya dalam klinik dan mahal.

.

berlebihan (bacteqial overgrowth) di usus. taC-triolein absorption: pemeriksaan alternative untuk malabsorbsi lemak, menilai adanya lipolisis dan absorbsi. Sensitivitas 85-100% dan spesifisitas >g\yo,akan tetapi pemeriksaan ini tidak baik untuk penderita diabetes mellitus, penyakit hati atau obesitas.

Kehilangan protein: Protein dicerna di dalam lumen usus menjadi polipeptida dan asam arnino oleh enzim pancreas sebelum absorbsi aktif' Malabsorbsi preduk-produk tersebut jarang terjadi bila tidak ada malabsorbsi lemak atau karbohidrat. Dua metode yang

5. Tes

telah dipakai untuk menilai kehilangan protein dari usus antara lain faecal clearance of a,- antitrypsin alau radiolabelled al bumin. Malabsorbsi asam empeda (Bile Acid Malabsotp' tion) '. Malabsorbsi asam empedu dapat dinilai melalui pengukuran turnover asam empedu yang dilabel Tes

radioisotop, pengukuran metabolit serum atau pengukuran kuantitatif asam empedu yang diekskresi. Pemeriksaan pertama untuk mengtkw faecal recovery oftaC glycocholate dalam fjnja selama48-72 jam setelah

menelan secara oral marker tersebut. Pengukuran

Fungsi usus dan pankreas

konsentrasi serum metaboit asam empedu contohnya 7 - hy dr oxy - 4 - ch o l es t en- 3 - one,menghindari

1.

penggunaan radilolabels

ileum dan jejunum: Tes D-xylose, digr.rnakan untuk menilai integritas & fungsi absorbsi usus halus. Pengukuran kadar lemak dalam tinja, untuk melihat kemampuan absorbsi lemak oleh usus. Tes fungsi

2. Tes fungsi pankreas: Tes sekretin-kolesistokinin, yaitu tes yang banyak dipakai, tes ini memakai infus terus menerus dengan hormon-hormon tersebut, lalu diukur

pengeluaran bikarbonat dan ensim. Tes

ini

sangat

membantu menilai fungsi pankreas pada diare berlemak (steatorea). Tes PABA, untuk menilai fungsi eksokrin pankreas . Tes elastase- 1 feses, digunakan unfuk menilai

fungsi eksokrin pankreas juga.

3.

Tes schilling: Tes ini digunakan untuk mendiagnosis dehsiensi vitamin B 12 dan infeksi usus halus yang luas.

sesuai hasil pemeriksaan

dan telah diteliti hasilnya 75

S e homo t auro

chol at e

(1

s

Se-

HCAT). Tes ?5Se-HCAI merupakan test yang paling banyak dipakai membutuhkan penelanan obat sintetis

75 Se-HCAT tersebut yang merupakan konjugasi alamiah asam empedu adsam taurocholat. Fraksi yang

tertinggal dinilai dengan gamma cameraT hari setelah pemberian ral. Nilai kurang dari l5oh menunjukkan adanya malabsorbsi asam emPedu. bowel transit limei D r a r e karena percepatan transit time ttsus dapat disebabkan oleh keadaan pasca bedah (vagotomy, gastrektomi),

7. Tes small and large

kelainan endokrin (karsinoid, hipertiroid, diabetes), penyakit usus halus infrltratif, sindrom usus iritabel.

546

GAIITROENTEROI.OGI

Berbagai metode yang digunakan mengukur transit time orosekal (orocaecal transit timelOCTT) a.l. rontgen usus dengan brarium, scintigrafi radionuclide dan lactulose hydrogen breath test. Metode scintigrafi dapat memakai makanan solid (telur dan roti) dan cairan yang dilabel ee'technetium atau rrrindium-diethylene triamine pentacetic acid, dan waktu yang terukur bagi substrat radioaktif mencapai caeum dicatat. Hasil pemeriksaan tes ini sesuai dengan hasil lactulose hydrogen breath test. Tes transit time kolon dapat menggunakan marker radioopaque atau scintigrafi .

8.

Tes

permeabilitas usus

Tes

ini masih dalam penelitian.

Pemeriksaan lain 1. Petanda tumor. Pemeriksaan Carcino Embryonic

2.

3.

Antigen (CEA) untuk mengetahui adanya keganasan pada pankreas dan kolon. Pemeriksaan Ca 19-9 untuk mengetahui adanya keganasan pankreas, tapi kadang juga meningkat pada keganasan kolon. Pemerikslan thinJuyer chromatography urine. unf,tk

membedakan osmotik dan sekretorik. Urutan prosedur tambahan yang dianjurkan antaralait: Hari ke 1 : Pemastian dan pelajari ulang hasil-hasil evaluasi diagnostik selama rawat jalan Pengukuran berat atau volume tinja pada diit normal Skrining laksan urin dengan

pemeriksaan thin-layer chromatograpfty Pemeriksaan alkalnisasi tinja Pengukuran natrium, kalium, sulfat, fosfat tinja, osmolalitas tinja, penghitungan beda osmotik tinja ("stool osmotic gap") Hari ke 2-4: Ptasa 72 jam dengan hidrasi intravena (Jika diare berhenti total dalam 24 jam,

tidak perlu dilanjutkan puasanya. Diare sekretorik seringkali berkurang denganpuasa, tapi berlangsung terus dengan tinja lebih 200 gramper 24 jam. Monitor berat tinja 24 jamtiaphaiHari ke 5-8: Berikan diet mengandung lemak 75-100 gram dalam 24 jam Monitor rerataberat tinja dan kadar lemak tinjadalam24jam pada hari ke 6, 7 dan 8.

PENDEKATAN DIAGNOSIS DIARE KRONIK AGA merekomendasikan pendekatan sistematik tahap awal dan lanjut yang dapat dilihat pada Gambar I dan2

memeriksa adanya pemakaian obat pencahar bisacodyl, phenolphthalein, anthraquinones dapat dilalokan untuk menentukan etiologi diare. Pemeriksaan ELISA tinja untuk menentukan antigen giardia, assay alkalinisasi (untuk phenolphthalein), pengukuran natrium, kalium, sulfat, fosfat tinja.

4. Tes untuk alergi makanan gastrointestinal. Antibodi terhadap makanan dalam tinja dan sekresi usus halus dapat dideteksi untuk mendiagnosis alergi makanan. Diare inflamatorik

III. PROSEDUR TAMBAHAN EVALUASI PENDERITA

RAWATINAP Donowitz

M

Ekr."tork I losrotial

dkk mengusulkan prosedur tambahan

evaluasi diagnostik pada penderita rawat inap, antara lain penderita diberikan diet/makanan seperti dirumah, dan dilakukan pemeriksaan berat tinja 24 jam. Jika tinja lebih dari 0,5 kg dalam 24 jam,lebih mengarahpadapenyakit organik. Jika tinja kurang dari 0,2 kg dalam24 jun,pendeita tidak mengalami diare, mungkin mengalami inkontinensia, sindrom usus iritabel (IBS) atau penyakit rektum. Lalu evaluasi diagnostik berikutnya yaitu puasa 72 jam. Tinja 24 jam dihitung, terutama selama hari kedua dan ketiga

puasa, yang dapat membedakan diare osmotik dari

Gambar 1. Algoritme tahap awal diare kronik

fDjar-..r.tik -____lEksklusi infeksi

Pe rcobaan kolestiram in

untuk diare asam

langsung atau tidak langsung. Etiologinya yaitu penggunaan laksan atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorbsi, asam empedu atau asam lemak dll. (Tabel 4).

Diare inflamatorik

Beda osmotik tinja (stool osmotic gap) dapat juga

Y

Andisb___l

Eksklusi penyakit Stuktural

sekretorik. Diare yang berhenti pada puasa menunjukkan bahwa penyebab diare yaitu bahan yang dimakan secara

Penyakit diare sekretorik ditujukan pada diare yang tetap berlangsung atau berhenti parsial setelah puasa 48 jam.

t

I

Eksklusi penvakit struktural

Eksklusi oenvakit struktural

Eksklusi infeksi

Eksklusi insufisiensi eksokrin

Gambar 2. Evaluasi tahap lanjut diare kronik

547

PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KROMK

Kesulitan dalam mendiagnosis etiologi dan patofisiologi diare kronik merupakan tantangan dalam praktek dokter sehari-hari karena etiologi dan patofisiologinya sangat beragam. Anamnesis riwayat penyakit, latar belakang penderita, kelainan pemeriksan hsik yang didapatkan perlu dipelajari secara seksama agar dapat ditentukan jenis pemeriksaan penunjang diagnostik yang sistematik, terarah dan c o s t effe c tiv ene s s.

REFERENSI

l.

Sulaiman HA-Daldiyono-Akbar HN-Rani AA

34-44. Donowitz M, Kokke FT, Saidi R. Evaluation of patients with chronic diarrhea. N Engl J Med 1995; 332 (ll):725-9. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare) Akut. dalam: Suharyono - Boediarso-Halimun EM eds. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1988: 5l-76.

4.

Schiller LR. Chronic dianhea. Gastroenterology 2004;127:28793. Sutoto,Moechtar MA,Karyadi,Brotowasisto. Morbidity and mortality on diarrhoeal disesases in North Jakart, an urban area. South East J.Trop Med Publ helth 1982: 405-11. Ammon IfV, Soergel KH. Diarrhea. in: Berck JE-Haubrich WSKalser MH-Roth JlA-Schaffner F eds. Bockus Gastroenterology Volume 1. 4th edition. WB Saunders. Philadelphia. 1985: 125-41. Geraedts AAM. De waarde van het niet-invasieve onderzoek bij patienten met chronische diarree. Academisch Proefschrift ter verkrijging van de graad van doctor aan de Universiteit van

6.

7.

Amsterdam.Nederland. 1987.

8.

Teh Lip Bin. Diarrhoea. in: Guan R-Kang Jy-Ng HS eds. Management of Common Gastroenterological Problems. a Malaysia

&

Singapore perspective. second edition. MediMedia

Asia. Singapore. 1995: 7 4-82.

9.

Mangunkusumo. 3

American Gastroenterological Association Clinical Practice and Practice Economics Committee. AGA Technical review on the evaluation and management of chronic diarrhea. Gastroenterology 1999;1 16: 1464-86. 1 0. Schiller LR. Diarrhea. Medical Clinics of North America 2000;84: t259 -7 4 .

April

13. Powell DW. Approach

1997.

to the patient with diarhea. in:Yamada

T-Alpers DH- Owyang C-Powell DW-Silverstein FE. Textbook of Gastroenterology Volume 1. Second edition. JB Lippincott Co.Philadelphi a:7 99 5 :8 13 - 63. 14. Simadibrata MK. Pendekatan diagnostic diare kronik. Dalam: Sudoyo AW-setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK-Setiati S eds.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. edisi ke 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 . 357 -65.

eds.

3.

5.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto

Daldiyono. Pendekatan diare kronik pada orang dewasa. in: Gastroenterologi Hepatoiogi. CV Infomedika. Jakarta. 1990:

2.

A. Pendekatan Diagnosis Pasien Diare Kronik. Simposium Diare Kronik. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1997. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. lakarta.l997'. 9l-9. 12. Simadibrata M. Patofisiologi dan etiologi diare kronik. Naskah lengkap Siang Klinik Penyakit Dalam: "Diagnostik & Peranan Nutrisi Pada Diare Kronik". Bagian Ilmu Penyakit Dalam 11. Rani

PENUTUP

15. Binder HJ. Causes of Chronic Diarrhea. NEJM 2006;355:236-9. 16 Mayer EA. Irritable Bowel Syndrome. NEJM 2008; 358: 16929.

17. AGA. American gastroenterological association medical position statement: Guidelines for the evaluation and management of chronic diaffhea. Gastroenterology 1999; 116:1461-3. 18. Bonis PA, LaMont JT. Approach to the patient with chronic diarrhea. Available from url: http://www.uptodateonline com/

patients/content/topic.do?topicKey:-pppp"3rs mdz9#2. A, Green J, Howdle P, Long R, Playford R et.al. Guidelines for the investigation of chronic diarrhea,2"d edition. Gut 2003;52 (Supplement 5):v1-v15; doi:10.1136/

19. Thomas PD, Forbes

gut.52.suppl_5.v

20.

----.

1.

Giardia. Available from url: http://www.

Diarc%o20ktoriU Giar dia%20- %2OMicrobeWiki.htm. 21. Habba, SF. Chronic diarrhea: identifliing a new syndrome. Am J Gastroenterol 2000; 95:.2140. 22. Gtrctant RL, Van Gilder T, Steiner Ts, Thielman NM, Stutsker L, Tauxe RV et.al. Practice guidelines for the management of infectious diarrhea. Chron Infect Dis 2001; 32:331-50.

23. American Society for Gastrointestinal Endoscopy. Use of endoscopy in diarrheal illnesses. GIE 2001; 54:821-3. 24. da Silva JGN, Brito TD, Damiao AOMC, Laudanna AA, Sipahi AM. Histologic study of colonic mucosa in patients with chronic diarrhea and normal colonoscopic findings. J Clin Gastroenterol 2006; 40: 44-8. 25. Surawicz CM, Ochoa B. Diarrheal diseases. http://www.acg.gi.orgl patientsi gihealth/ pdfi diarrheal.pdf 36k 27/Jan12008.

26. Hecker LM, Saunders DR, Losh D. Diarrhea. Available from url: http ://www.Diarco/o2Dkr onlklDIARRHEA.htm

85 DIARE AKUT Marcellus Simadibrata K, Daldiyono

PENDAHULUAN

tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dankronik, dimana lama diare kronikyang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).

Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperhrakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat

di rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Kematian

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi.

yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian

Sedangkan diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.

diare pada anak-anak atau usia lanjut usia, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-

Diare organik adalah bila ditemukan penyebab

berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3

anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab

kali

dibandingkan negara maju.

organik.

DEFINISI

KLASIFIKASI

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: l. lama waktu diare: akut atau kronilq 2.mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik dll), 3. berat ringan diare : kecil atau besar,

200 gram ata;.r 200 mU24 janr. Defrnisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kati per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai

4. penyebab infeksi atau tidak: infektifatau non-infektif,

dan 5. penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional.

lendir dan darah. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari l5 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology

ETIOLOGI

Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cairilembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanaq efek obat-obat dan lain-lain. (Tabel l)

l4hai. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, adayang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan,

Menurut World Gastroenterology Organisation

I5

global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit dan noninfeksi.

s48

s49

DIAREAKUT

EPIDEMIOLOGI lnfeksi 1. Enteral

.

Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibio cholera, Yersinia enterocolytica, Campylobacter jeiuni, V. parahaemoliticus, VNAG.,Staphylococcus aureus, Streptococcus, Kebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Profeus dll.

. o . . 2.

Virus: Rotavirus, Adenovirus,Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovrrus (CMV), echovirus, virus HlV. Parasit: - Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptospoidium parvum, Balantidium coli.

dan Tabel 4).

Etiologi

Fungus:Kandida/moniliasis

histolytica dll. Makanan:

o o

infeksi seperti pada Tabel 2. World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005 membuat daftar epidemiologi penyebab yang berhubungan dengan vehicle dan gejala klinik (Table 3

Worm: A.lumbricoides, Cacing tambang, Trichuis tichiura, S.stercorals, cestodlasts dll.

Parenteral: Otitis media akut (OMA), pneumonia.Iraveler's diarrhea: E. coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba

.

Pada penelitian diare akut pada 123 pasien di RS Persahabatan dari 1 Nopember 1993 s.d 30 April 1994 Hendarwanto,Setiawan B dkk. mendapatkan etiologi

lntoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/ toksin: Clostidium perfingens, B.cereus, S.aureus, Strepfococcus anhaemo lyticus dll. Alergi: susu sapi, makanan tertentu. Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,laktosa, galaktosa),

disakarida(sakarosa,laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin & mineral lmunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia(Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi lgA, imunodefisiensi lgA heavycombination. Terapi obat. antibiotik, kemoterapi, antasid dll. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik).

Frekuensi (%)

E.coli

38,29

Vibio cholerae Ogawa

18,29 14,29

Aeromonas sp Shigella flexneri Salmonella sp Entamoeba histolytica Ascais lumbricoides Rotavirus Candida sp Vibrio NAG Tichuris trichiura Plesiomonas shigelloides An cy I osto m a d u od e n al i s B/asfocystis

hominis

6,29 5,71

5,14 3,43 2,86 1,71

1,14 1,14

0,57 0,57 0,57

PATOFISIOLOGUPATOM EKAN ISM E Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/ patomekanisme sebagai berikut: l). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2). Sekresi cairan

dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4). Defek

KEADAAN RISIKO DAN KELOMPOK RISIKO TINGGI YANG MUNGKIN MENGALAMI DIARE

disebut diare infeksi. Diare osmotik: diare tipe ini disebabkanmeningkatnya

INFEKSI

l. 2.

ke negaraberkembang,

tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang

daerah tropis, kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair) Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish, terutama yang mentah,

disebabkan oleh obat-ob atl zat kjmia yang hiperosmotik (a.1. MgSO4, Mg(OII)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.

Baru sajabepergiarVmelancong

:

danpiknik

Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,

Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko infeksi HIV, sindrom usus homoseks (Gay bowel

menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak

syndrome) sindrom defisiensi kekebalan didapat

sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin p ada infeksi Wbrio

Restoran dan rumah makan cep at saji ffas t food),banket

3.

sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus,

(Acquired immune deficiency syndrome)

4. Baru saja menggunakan

obat antimikroba pada institusi:

institusi kejiwaan/mental, rumah rumah perawatan,

cholerae, atat Escherichia coli, penyakit yang

rumahsakit.

menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan

550

GAITTROENTEROI.OGI

Perantara (vehiclel

Patogen klasik

Air (termasuk sampah makanan pada air tersebut)

Vibrio cholerae, Norwalk agenl, Giardia lamblia dan Cryptospoidium species

Makanan Poultry Sapi Babi Makanan laut dan she//fish(termasuk sushl dan ikan mentah ) Keju

Salmonella, Campylobacter dan Shigella species Enterohemorrhagic E coli, Taenia saginata Cacing pita Vibrio chole rae, Vibrio parahaemolyticus dan Vibriovulnificus, Salmonella species, cacing pita dan cacing anisakiasis Listeria species Salmonella species Sta phyl ococcus dan Clostridiu m, Sal monel I a

Telur Makanan dan krim mengandung mayonnarse Pie

Salmonella, Campylobacter, Cryptosporidium dan Giardia species

Binatang ke manusia (binatang piaraan dan livestock) Manusia ke manusia (termasuk kontak seksual) Pusat perawatan harian

Kebanyakan bakteri enterik, virus dan parasit

Shigella, Campylobacter, Cryptosporidium dan Giardia species, virus, clostridium difficile C. difficile Giardia dan CryptosponUrum species E.coli berbagai tlpe, Sa/monella, Shigella, Campylobacter, Giardia dan Cryptospondlum species, Entamoeba histolytica

Rumah sakit, antibiotik atau kemoterapi Kolam renang Bepergian/melancong ke luar negeri

Mikroorganisme

1. Organisme penghasil

toksin

Usus halus

foksin preformed Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Clostidium peiingens

+++-++++

+-++

+++-++++, air

++-++++

+-++

+++-++++, air

+++-++++

+-+++, biasa

-+

+-++++

air, kadang berdarah +-+++, awal air, cepat berdarah

-+

+-+++

+-++, air

Enterotoksin

Vibio cholerae, enterotoxigenic E.coli(ETEC), Klebsiella pne umoniae, Aeromon as species

Cytotoksin Clostidium difficile

Hemorrhagic E coll

2. Organisme Enteroadherent Ente ropathoge nic dan enteroadherent

Usus halus

E col/, Organisme Giardia, Cry ptospori d i os i s, cacing

3. Organisme invasif lnflamasi minimal Rotavirus dan virus Norwallk lnflamasi variabel Sal monella, Ca mpylobacter, dan Aeromonas species, Vlbno parahaemolyticus, Ye rsi n i a enterocolitica lnflamasi berat Shigella species, ente roi nv a sive E coli,

Entamoeba histolytica

+-++

++-+++

+++-++++

+-+++, air

-+++

+-++++

++-++++

+++-++++, air atau berdarah

+-++++

+-++, berdarah

Kolon lleum terminal

55r

DIAREAKUT

absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat dll). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan

lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infekti bakteri/parasit terdiri atas:

hati.

Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C. Perfringens. V

Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ AIP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yatg abnormal. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid. Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) ata.u non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn) Diare infeksi: Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidakmerusakmukosa) dan

invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menye-babkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera (Eltor). Enterotoksin yang dihasilkan kum an Wbrio cholare/eltor merupakan protein

yarg dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion nafiummelalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ionbikarbonat, air, natrium, ionkalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh ai1 ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktifoleh dinding sel usus.

PATOGENESIS Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal(agent) dan faktor pejamu(host).

Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cema antataTain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga

Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosausus halus l5-30 menit sesudah diproduksi vibrio.

ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid padad dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosisn 3',5'-siklik Enterotoksin

monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium. Diare karena bakterilparasit invasif (enterovasil). Bakteri yang merusak (invasif)antar a lair' Enteroinvasive E. co li (EIEC), S alm on el I a, Shigell a, Yer s ini a, C. p erfrin gens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Walau

demikian infeksi kuman - kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S.paratyphi B, Styphimurium, S enterridilis, S choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.his tolitika dan Glamblia.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang.dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,

dan sering berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa aiE malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya

552

GASTROENTEROI.OGI

makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan

pasien belum jatuh dalam presyok.

karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Crypt o s poridium, biasanya menyebabkan rasa tidak

Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8oZ BB): turgorburuk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.

nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan

Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda

kembung.

dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis

Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dalr Shigella, dan organisme yang menghasilkan

sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.

sitotoksin seperti Clostridium difficile

and

enterohemorrhagic E coli (serotipe Ol57 H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitas akut. Infeksi Campylobacter j ejuni sering bemanifestasi sebagai diare, demam dan kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan(sindrom Guillain-Barre). Keluhan lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat. Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enterik, atau organisme yang menempel tetapi tidak

Pemeriksaan Fisis Kelainan-kel ainany angditemukan pada pemeriksaan fi sik sangat berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah

dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan "clue" bagi penentuan etiologi.

Pemeriksaan Penunjang Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat

menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E coli, protozoa, and helminths. Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, atd Vibrio species (misal, V p arahemo lyticus) menghasilkan enterotoksin dan

atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut

juga menginvasi mukosa usus; pasien karena itu

serum, Ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaar EnzymJinked immunos orbent assay @LISA)

a.l. pem.eriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit

menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapajam atau hari.

mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis, dan

Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul pada infeksi

foto x-ray abdomen. (Gambar 1) Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki

dengan bakteri E coli etterohemorrhagic dan Shigella , terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan

jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau Iimfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada

bakteri enterik lain dapat disertai sindrom Reiter (arlritis,

infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki

uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau

leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihatadatya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran

glomerulonefritis. Demam enterik, disebabkan Sa lmo n e I I a Qphi atau Salmonella paraQphi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam

tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanj ut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnyajumlah buang air kecil dengan wama urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan orlostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan- dan pusing kepala. Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi atas tingkatan:

3

Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5%'BB)z gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak(vox cholerica) ,

toksin C/oslridium dfficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan

pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma didaerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi berat.

55J

DIAREAKUT

Anam nesis Lama

Epidemiologi Bepergian makanan air

Penyakit lain

Nyeri abdomen Kolitis akut Penyakit ususinflamas

Karakteristik tinja Air Berdarah

o

ba t-o

bat

Pemeriksaan fisik Umum Keseim bangan Cairan Panas

Abdom en Nyeri tekan

Pem eriksaan rektal

Fecal occult blood tesf

Distensi

Nutrisi

Pemeriksaan awal Toksik

Penyakit berjalan teru s

Darah ditinja Dehidrasi

Terapi simtomatik Cairan rehidrasioral 0bat antidiare

Nontoksik Lama penyakit se be nta r

Tidak berdarah Tidak nyeri tekan

Tidak respons

Respons

Replesicairan/ e le

ktro lit

Evaluasi Laboratorium Pem eriksaan darah tepi lengkaP

Kimia darah

Hemokonsentrasi Diferensial leukosit

E

lektro lit

Ureum K

re atin in

Serologiameba

Pem eriksaan tinja

Pem. Telur dan parasit Antigen Giardia Toksin clostridium difficile

Leu kosit tin ja

Postif

Sigmoidoskopi atau

Negatif

Kultur tinja Terapi antibiotik em pirik Terapi spesifik

Gambar 1. Algoritme untuk evaluasi pasien dengan diare akut

a. b. c.

PENENTUAN DERAJAT DEHIDRASI Deraj at dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan;

l.

Keadaan klinis: ringan, sedang dan berat (telah dibicarakan di atas)

2. Berat Jenis Plasma: Pada dehidrasi

BJ plasma meningkat

3.

Dehidrasi berat: BJ plasma I ,032 - I ,040 Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 - 1,032 Dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 - 1,028 PengukuranCentral Venous Pressure (CVP): Bila CVP +4 s/d +l I cm H2): normal Syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cm H2O

554

GAIIIROENTEROI.OGI

DIAGNOSIS BANDING

kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,

Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatanyang lebih baik. Pasien

penatalaksanaarlyangagresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektifdan lebih praktis daripada cairan intravena.

diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam/

tinja berdarah dan diare akut yang tidak disertai demam/ tinja berdarah.

Pasien Diare Akut Disertai Demam dan Tinja Berdarah Observasi umum: diare sebagai akibat mikroorganisme infasif lokasi sering di daerah kolon, diarenya berdarah sering tapi jumlah volume sedikit, sering diawali diare air. Patogen: l). Shigella spp (disentri basiler, shigellosis), 2). Campylobacterjejuni, 3). Salmonella spp, Aeromonas

hydrophila, V.parahaemolyticus, s

hige

I I o i de s,

Diagnosis:

Plesiomonas

Yersinia.

l).

Diferensiasi klinik sulit, terutama

Cairan oral antara lain: pedialit, oralit dll. Cairan infus antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 - 20 0 rdkgBBl24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi. Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai

dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5%o dari berat badan. Sedang bila pasien kehilangancatran5-8o/o dari Berat Badan. Berat bila pasien kehilangan cairan 8-10% dari Berat Badan. Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan : 1. BJ plasma dengan rumus:

membedakan dengan penyakit usus inflamatorik idiopatik non infeksi, 2).Banyak leukosit di tinja(patogen invasif),

3). Kultur tinja untuk Salmonella,

BJ plasma

Shigella,

Kebutuan

Campylobacter, Yersinia,4). Darah tebal untuk malaria

-

1,025

x Berat badan x 4 ml 0,001

Diare Akut Tanpa Demam Ataupun Darah Tinja

2. Metode

Observasi umum: patogen non-invasif( tinja air banyak, tidak ada leukosit tinja), seringa disertai nausea, kadang

(ke)

Pierce berdasarkan klinis: Dehidrasi ringan, kebutuhan catran

:

5%o

xBeratbadan

Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan: 80% x Berat badan (kc) Dehidrasi berat, kebutuhan cairan: l0% x Berat badan

vomitus,,lebih sering manifestasi dari diare turis(85% kasus), padakasus kolera, tinja seperti cucianbera, sering

disertai muntah.

Patogen:

cairan

Cic)

ETEC, penyebab tersering dari diare tluris,2. Giardia lamblia, 3. Rotavirus, virus Norwalk, 4. Eksotoksin Preformed dari S.aureus, Bacillus cei'eus, Clostridium p erfringens (lipe A), diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang pendek 6 jam, 5. Penyebab lain: Wbrio parahaemolyticus (ikan laut dan shell fish yang tidak cukup didinginkan), Vibrio cholerae(kolera), Bahan

3.

toksik pada makanan(logam berat misal preservatif kaleng, nitrit, pestisida, histamin pada ikan), jamur, kriptosporidium, Isospora belli (biasa pada pasien HIV positif meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal).

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan

1.

Diagnosis: Tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja(sangat rendah pada diare air), tes untuk ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit

untuk tinja segar, sering beberapa pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia lamblia

PENATALAKSANAAN Penatalaksan aan pada diare

akut

antara lain

:

Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien

Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.l. (Lihat Thbel5)

Skor

Kebutuhancairan: x l0oh x kgBBxlliter 15

cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik , kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCI setiap liter. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dll. Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas: a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebufuhan cairan menurut rumus BJ plasma atau skor

555

DIAREAKUT

diare/BAB encer sampai diare berhenti. c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 saset diberikan tiap

Klinis Rasa haus/muntah Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg Tekanan darah sistolik < 60 mmHg Frekuensi nadi > 120 kali/menit Kesadaran apati Kesadaran somnolen, sopor atau koma Frekuensi napas > 30 kaliimenit Facies cholerica Vox choleica Turgor kulit menurun Washer woman's hand Ekstremitas dingin Sianosis Umur 50 - 60 tahun Umur > 60 tahun

skor 1 1

2 1 1

2 1

2 2 1 1 1

2 -1

-2

x l tablhari. Obat antimikroba. Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis (traveler's diarrhea) atau

imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini

baik terhadap bakteri patogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol, I 60/800 mg 2 xlltari, ata,u eritromisin 250 - 500 mg 4 x/hari. Metronidazol 250 mg 3 >
hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigasi

b.

c.

Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar

giardiasis.

tercapatirehidrasi optimal secepat mungkin. Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangatcairar, selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral. Jam berikutrya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan Insensible water

Untuk turis tertentu yang bepergian ke daerah risiko tinggi, kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat

/oss

(IWL)

Diet. Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

Obat anti-diare. Obat-obat ini dapat mengurangi gejalagejala. a). Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki

dipakai sebagai profilaktik yang memberikan perlindungan sekitar 90Yo. Obat profilaktik lain termasuk trimetoprim- sulfametoksa zol dan bi smuth sub salisilat. Patogen spesifik yang harus diobati a.l. Wbrio cholerae, Clostridium dfficile, parasit, travelerb diaruhea, dan

infeksi karena penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and herpes simpleks). Patogen yang mungkin diobati termasuk Wbrio non koler4 Yersinia, dan Campylobacter, dan bila gejala lebih lama pada infeksi A er o m o n a s, P I e s i om o n as dan E c o I i ent erop ath o genic. Obatpilihan bagi diare karena Clostridium dfficile yaitu metronidazol oral 25-500 mg 4 xlhai selama 7- I 0 hari. Vankomisin merupakan obat alternatif, tetapi lebih mahal dan harus dimakan oral karena tidak efektif bila diberikan secara parenteral. Metronidazol intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian per oral. Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 6.

efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan tetapi kontraindikasi pada

KESIMPULAN

pasien HIV karena dapat menimbulkan ensefalopati bismuth. Obat antimotilitas penggunaatnya harus hatihati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi Shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit. b)..Obat yang mengeraskan tinj a: atapulg ite 4 x 2 tab lhari,smectite 3 x 1

Pada diare akut harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang baik untuk menentukan diagnosis penyebab diare akut dan adaltidaknya dehidrasi. Penatalaksanaan diare akut terdiri dari rehidrasi, diet, obat

anti diare dan obat anti mikroba bila penyebabnya infeksi.

556

GAIITROENTEROI.OGI

Penyebab Shrge//osls (serius) S.(para) typhi

Sa/monel/osls lain

Campylobacter (keluhan serius dan persisten) Yersinia

Disentri amebik

Vibrio cholerae

Giardia lamblia Schrstosoma spp Stron gy I oi de s stercoral is

Trichurs trichiura Cryptosporidiosis sembuh spontan dengan staus imun normal. Jika p$amu immunocompromised dengan diare persisten Cyclospora lsospora belli Clostridium difficile Biasanya penyembuhan spontan setelah menghentikan antibiotik

Terapi Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari; 3 hari Siprofloksasin 500 mg, 2kalilhafi;10 hari (pilihan ke 1) Amoksisilin 750 mg 4 kali/hari; 14 hari (alternatif 1) Ko-trimoksazol 960 mg 2kalilhai;14 hari (alternatif 2) Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari; 10 hari (pilihan ke 1) Amoksisilin 750 mg 4 kali/hari;(alternatif 1) Ko-trimoksazol 960 mg kali/hari; 14 hari (alternatif 2) Eritromisin 250 mg 4 kali/hari; 5 hari Klaritromisin 250 mg 4 kali/hari; 5 hari Doksisiklin 200 mg hari ke-1; lalu '100 mg 1 kali hari; 4 hari Ko-trimoksazol 960 mg 2 kalilhari; 5 hari (alternatif 1) Siprofloksasin 500 mg 2 kalilhari 5 hari (alternatif 2) Tinidazol 2 g 1 kalilhari; 3 hari (pilihan ke 1) Metronidazol 750 mg 2kalilhari;5 hari (alternatif 1) (diikuti oleh diloksanid furoat 500 mg 3 kali/hari; 10 hari) Siprofloksasin 1 g sekali sehari Vibramisin 300 mg satu kali sehari Tinidazol 2 gr satu kali sehari Praziquantel 40 mg/kg sekali sehari Albendazol 400 mg 1 kali/hari; 3 hari lvermekin 150-200 mikrogram/kg satu kali sehari Tiabendazol 25 mg/kg 2kalilhal. (maks. 1500 mg per dos) Mebendazol 100 mg 2 kali/hari. 3 hari Paromomisin 500-1000 mg 3 kali/hari; 14 hari Azitromisin 500 mg '1 kali/hari; 3 hari Ko-trimoksazol 960 mg 3 kali/hari; 14 hari Ko-trimoksazol 960 mg 3 kali/hari; 14 hari Metronidazol 500 mg 3 kali/hari; 7-10 hari (ika diperlukdn) Vancomisin 125 mg 4 kali/hari; 7 -1 0 hari (alternatifl

Catatan; Salmonella typhl multiresistan dan mikroorganisme multiresistan, terutama di negara berkembang. Terapi dengan amoksisilin dan ko{rimoksazol tidak efektif di beberapa negara. Lama terapi antimikroba dalam literatur.

REFERENSI

Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1997.

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPNCM;1997.p.91-9.

Boediarso A. Pendekatan diagnostik-etiologik diare kronik.In: Suharyono,Sunoto-Firmansyah A eds. Penanganan mutakhir beberapa penyakit gastrointestinal

anak. Pendidikan Tambahan Berkala IKA ke XVI FKUI. Jakarta September 30th-October 1st 1988.h. 57-68. Daldiyono. Diare. Dalam: Sulaiman HA-Dsdaldiyono, Akbar HN-Rani AA eds. Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta.CV Infomedika. 1990.p. 2l-33. Gangarosa RE, Glass RI, Lew JF, Boring JR. Hospitalizations involving gastroenteritis in the United States, 1985: the special burden of disease among the elderly. Am J Epidemiol. 1992;135: 281-90 Garthright WE, Archer DL, Kvenberg JE. Estimates of incidence and costs of intestinal infectious diseases in the United States. Public Health Rep. 1998; 103: 107-15. Hendarwanto. Diare akut karena infeksi. In: Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi ketiga. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 1997.h. 451-7. Junadi P, Soemasto AS, Amels H. eds. Kapita selekta kedokteran. Edisi kedua. Media Aesculapius FKUI. 1982. Morgenroth K, Kozuschek W, Hotz J. Pancreatitis. deGruyter.

.

Berlin-NewYork. 1991. Rani

AA. Pendekatan diagnosis pasien diare kronik. In: Markum

MS, Sudoyo AW-Effendy S, Setiati S-Gani RA, Alwi I eds. Naskah

Schiller LR. Diarrhea. Med Clin North Am. 2000;84:1259-74. Sellin JH. Intestinal electrolyte absorption and secretion. In: Feldman M, et al, eds. Sleisenger & Fordtran's gastrointestinal and liver disease: pathophysiology, diagnosis, management. 6th ed. Philadelphia:WB Saunders; I 998.p. I 45 1-71. Simadibrata M et al. Chronic diarrhea in adult. Asian Pacific Congress of Gastroenterology. Yokohama-Japan. 1996. Simadibrata M. Pengobatan farmakologis diare kronik. In:Markum MS, Sudoyo AW, Effendy S, Setiati S, Gani RA Alwi I eds. Naskah lengkap pertemuan ilmiah tahunan ilmu penyakit dalam 1997. Bagran Iimu Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM;1997.p. 101-9. Soffer EE. Diarrhea. In: Andreoli TE, et al, eds. Cecil essentials of medicine. 5th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2001.p.31620. Suharyono. Penatalaksanaan mutakhir diare kronik. In:SuharyohoSunoto-Firmansyah A eds. Penanganan Mutakhir Beberapa Penyakit Gastrointestinal Anak.Pendidikan Tambahan Berkala IKA ke XVI FKUI. Jakarta September 3Oth-October lst 1988.h. 69-73. Teh Lip Bin. Diarrhoea. in: Guan R-Kang JY, Ng HS eds. Management of Common Gastroenterological Problems.a Malaysia & Singapore perspective. second edition Singapore.MediMedia Asia. 1995.p. 74-82. World Gast/ronterology Organisation. Global guidelines 2005.

86 POHP KOLON H.A. Fuad Bakry F

Hampir semua karsinoma kolon timbul dari adenoma. Proses ini dinamakan adenoma- cars inoma s equence. Menurut penyelidikan mengenai adenoma, perubahan ke arah keganasan menjadi lebih mungkin bila adenoma tersebut berukuran lebih besar, bila berupa adenoma villosa atau displasia epitel berat. Poliposis kolon merupakan suatu polip adenomatosa tetapi penyakit ini di Indonesia jarang ditemukan dan diturunkan menurut hukum Mendel. Bila salah satu dari

PENDAHULUAN

Istilah polip kolon dalam klinik dipakai untuk menggambarkan tiap kelainan yang jelas (any circum' scribed lesion), yang menonjol di atas permukaan mukosa yang mengelilinginya. Bentuk, besar, dan permukaan polip dapat berbedabeda. Ada yang bertangkai, disebtrt pedunculated polyp dan ada yang tidak bertangkai dan mempunyai dasar yang lebar, disebut sessile polyp. Walaupun secara makroskopis beberapa jenis polip dapat diketahui akan tetapi untuk

orang tua menderita poliposis, kira-kira 50

%o

dari

keturunannya akan menderita penyakit ini. Sebelum polip mulai nampak, daerah-daerah dengan proliferasi atipik sudah dapat ditemukan pada biopsi mukosa

mengetahui secara pasti jenis polip, diperlukan pemeriksaan histologis. Ini penting sekali karena jenis-

rektum. Ini kemudian tumbuh menjadi polip

jenis polip berbeda secara klinis terutama dalam hal potensi untuk menjadi ganas. Polip kolon-rektum lebih sering ditemukan dari pada polip lambung-duodenum. Polip pada usus besar dibagi atas: 1). Polip non-epitelial, 2). Polip epitelial.

adenomatosa. Biasanya terdapat ratusan sampai ribuan polip pada poliposis familial. Perdarahan, banyak lendir

dan tenesmus menunjukkan adanya transformasi keganasan.

Polip non-epitelial berasal dai jaingan limfoid, otot halus, lemak dan saraf. Misalnya polip limfoi d,yang sessile

dan submukosa, terdapat pada bagian distal rektum dan

tidak ganas. Polip limfoid ini terjadi karena peradangan lokal.

Polip epitelial lebih sering terdapat. Dapat dibagi atas 4 golongan : 1). Adenoma atau golongan neoplastik. Jenis

ini

sangat penting karena potensinya untuk menjadi ganas. 2). Hamartoma. 3). Polip karena peradangan

(inflammatory polyps). 4). Polip hiperplastik (hyper plastic polyp).

Gambar 1. Polip kolon

Adenoma. Terdapat 3 jenis Adenoma, yaitu: a). Adenoma tubular, b). Adenoma villosa, c). Adenoma tubulo-villosa.

Ilamartoma merupakan

suatu malformasi, terdiri atas suatu

campuranjaringan yang secara noflnal terdapat di bagian badan tersebut. Pada usus besar ada 2 macamhamartoma yang dikenal, akan tetapi jarang terdapat, yaitu: a).polip juvenil (Juvenile polw), b). polip pada Sindrom Peutz-

Adenoma tubular yang khas ialah kecil, sferis dan bertangkai dengan permukaan y ang licin. A d en o m a v i I I o s a biasanya besar dan sessil dengan permukaan yang tidak licin. Sedangkan adenoma tubulo-villosa adalah campuran dari kedua jenis adenoma tadi.

Jeghers. 557

\

558

GASIROENTEROI.OGI

Polip juvenil biasanya terdapat pada anak-anak, walaupun tidak selalu demikian. Sebagian besar timbul di rektum bagian distal sampai 5 cm dari rektum, biasanya

hanya satu atau sedikit jumlahnya. Juvenile polyposis syndrome yaitu keadaan dimana ada polip di lambung, usus kecil dan usus besar jarang terdapat. Makroskopis kelihatan sebagai polip kecil sampai 2 cm, bundar dengan

IVukosa normal

Transposisi Epitelial

Karsinom a insit!

Karsinoma infasif

Polip adenoma

permukaan yang licin dan merah terang.

Polip pada sindrom Peutz-Jegher sebagian besar terdapat pada usus kecil akan tetapi pada 15 %o, polip terdapat juga

di kolon. Polip tersebut sessile atau

bertangkai, permukaan kas ar dan lobulated, tidakmenjadi ganas.

Inflammatory polyps, terdapat pada peradangan kronik seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif, disentri basilaris, amebiasis dan skistosomiasis. Polip-polip ini dapat berbentuk yang aneh-aneh. Walaupun kelihatannya

Adeno karsinoma Karsinoma insitu

bertangkai akan tetapi sukar dibedakan antaratangkai dan kepala.

l[,luskularis It4 u

kos a

Polip hiperplastik atau metaplastik. Biasanya multiple dan

sessile, timbul pada usia lebih dari 40 tahun. Dapat ditemukan di semua bagian usus besar, akan tetapi lebih sering terdapat di rektum. Biasanya kecil, lebih kecil dari 0,5 cm, warnanya sama dengan mukosa di sekitamya atau lebih pucat.

POLIPEKTOMI Berhubungan dengan kemungkinan keganasan, tiap polip perlu diangkat dan dikirim ke patologi anatomi untuk pemeriksaan, begitu pula polip kecil. Sejak permulaan tahun

tujuh puluhan, polipektomi secara endoskopik dapat dikerjakan dengan koagulasi-elektris. Pengalaman menunjukkan, bahwa prosedur tersebut cukup aman dan tidak sulitbila dike{akan oleh seorang ahli endoskopi yang terlatih dan berpengalaman. Sebaiknya polip tidak dibiopsi karena spesimen biopsi kurang representatif. Suatu adenoma villosa yang lebih besar dari 2 cm lebih baik tidak dikeluarkan secara polipektomi endoskopik, tetapi perlu dilakukan reseksi oleh ahli bedah. Sebelum polipektomi, usus harus dibersihkan dengan

baik dan tidak boleh kotor. Usus yang tidak bersih mengandung banyak gas-gas seperti metan dan hidrogen yang dapat menimbulkan peledakan bila terkena aliran listrik. Premedikasi biasanya tidak diperlukan. Kadang-

kadang diperlukan diazepam atau buskopan secara intravena. Endoskop dimasukkan sampai dekatpolip yang akan dikeluarkan. Bila lebih dari satu polip yang akan dikeluarkan dalam satutahap, kitamulai denganpolip yang paling proksimal. Kolon dikembangkan dengan suatu fu-

ert gas seperti CO, yang tidak mudah terbakar untuk menghindari ledakan karena gas-gas yang biasanya terdapat di usus besar, terutama metan. Dengan suatu

Gambar 2. Perubahan polip adenoma menjadi karsinoma

metal snare polip ditangkap dan dijerat pada pada tempat yang tidak terlalu dekat dasamya karena bahaya heat ne-

crosis pada dinding usus, akan tetapi juga tidak boleh terlalu tinggi dan perlu cukup ke bawah supaya sebanyak mungkin tangkai terpotong. Perlu dijaga supaya kepala polip tidak menyentuh dinding usus berhadapan karena dapat menyebabkan nekrosis. Kemudian dengan aliran listrik polip dapat dipotong. Biasanya dengan cara ini polip yang bertangkai besar ampai 2 cm dap at diatgkat. Lebih be sar d ai 2 cm samp ai 4 cm sulit untuk ditangkap dengattsnare. Untukpolip yang besar ini atau yang lebih besar lagi, bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dioperasi dapat diusahakan s

polipektomi

secara piece meal, jadi sedikit demi sedikit, dike{akan dalam beberapa tahap. Untuk mengeluarkan polip yang sudah dipotong dapat dilaksanakan dengan penyedotan pada ujung endoskop. Akan tetapi dengan cara ini kadang-kadang polip dapat terlepas lagi dan harus atau

dicari-cari lagi. Sebaiknya polip dikeluarkan dengan retrieval forceps, lisnik.

ata.o

ditangkap dengan s nare tanpa aliran

Komplikasi yang dapat timbul dengan polipektomi endoskopik adalah: perdarahan, perforasi, refleks vagovagal, eksplosi. Eksplosi tidak akan te{adi bila usus bersih dan lebih aman lagi bila dipakai COr. Refleks vago-vagal sangatjarang terjadi. Bila dikerjakan dengan hati-hati dan memperhatikan semua petunjuk-petunjuk teknis yang diperlukan untuk polipektomi, komplikasi perdarahan atat perforasi akan berkurang. Bila polip ternyata ganas dan jaringan karsinoma sudah didapat pada tepi potongan atau menembus muskularis

559

FOLIPKOLON

mukosa maka harus dikeijakan reseksi pada bagian usus tersebut. Pada karsinoma in situ tidak perlu tindakan

REFERENSI

reseksi akan tetapi sangat dianjurkan untuk kontrol

Corman

endoskopi secara terafur. Pada adenoma, walaupun tidak ganas, diperlukan pula

kontrol endoskopi. Demikian pula pada polip-polip lain akan tetapi dalam hal ini kontrol tidak perlu terlalu sering, misalnya cukup sekali setahun. Tidak terlalu sukar untuk mengeluarkan polip secara

endoskopi. Akan tetapi dokter yang mengerjakan polipektomi perlu dilatih dahulu untuk menghindari terjadinya komplikasi seperti perdarahan, perforasi atau eksplosi. Dengan polipektomi dapat dicapai : l). mencegah perdarahan dari polip. 2). mencegah terjadinya karsinoma. 3). tidakjarang merupakan diagnosis danpengobatan dini karsinoma kolon/rektum.

ML. Polipoid disease. Colon and rectal surgery. 2'd edition.

p.345-85. Luk GD. Colonic polyp: benign and premalignant neoplasma of the colon. In: Yamada I Alpers DH, Owyang C, Powell DW, Silverstein FE, editors. Textbook of gastroenterology. Volume 2. 2"d edition. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1995. p. l9ll- 43. Robbins Cortran. The gastrointestinal kact-colon: pathologic basis of disease. International student. p. 987-91. Rosai J. Ackerman's surgical pathology. Mosby Year Book; 1966. p. 7

s4-66.

Scwartz SL Neoplastic disease. Principles of surgery. 6n edition. New York: Mc Graw Hill; 1994. p. 1259-71. Simadibrata R. Polip kolon. In: Soeparman, editor. Ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 149-51. Taylor L. Colon polyps and colon cancer. Med Int. 1986;2(9):1063--6. Taylor L. Colon polyps and colon cancer. Med Int. 1990;3:3300-4. Way L\{. Polyps of the colon and rectum. Current surgical diagnosis and treatment. 1Oth edition. A Lange Medical Book. 1994. p.

662-7.

87 KOLITIS INFEKSI Nizam Oesman

Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Kolitis infeksi, misalnya: shigelosis, kolitis tuberkulosa,

selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama di luar tubuh manusla.

Patofisiologi. E.histolytica terdapat dalam dua bentuk

kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena

b.

yaitu: kista dan trofozoit yang bergerak. Penularan terjadi melalui bentuk kista yang tahan suasana asam. Di dalam lumen usus halus, dinding kista pecah mengeluarkan trofozoit yang akan menjadi dewasa dalam lumen kolon. Akibat klinis yang ditimbulkan bervariasi, sebagian besar asimtomatik atau menimbulkan sakit yang sifatnya ringan

virus/bakteri/parasit lain. Kolitis non-infeksi, misalnya: kolitis ulseratif, penyakit

Crohnb, kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-sp esifik

(s

impl e colitis).

Pembahasan ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah tropik, yaitu

sampai berat.

kolitis amebik, shigellosis, dan kolitis tuberkulosa. Di samping itu dibahas pula kolitis pseudomembrun yang

menjadi golongan zyrnodeme patogenik dan zymodeme

timbulnya terkait dengan pemakaian antibiotik, dan infeksi

non patogenik. Walaupun mekanismenya belum

E. coli patogen yang dilaporkan sebagai salah

seluruhnya jelas, diperkirakan trofozoit menginvasi dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien

Berdasar pola isoenzimnya, E.histolytica dibagi

satu

penyebab utama diare kronik di Jakarta.

dalam keadaan imunosupresi seperti pemakai steroid memudahkan invasi parasit ini. Penglepasan bahan toksik KOLTTTS AMEBTK

menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan

(AMEB|ASIS KOLON)

destruksi mukosa. Bila proses berlanjut, timbul ulkus yang

Batasan. Peradangan kolon yang disebabkan oleh

bentuknya seperti botol undermined, kedalaman ulkus

protozoa Entamoeba histolytica.

mencapai submukosa atau lapisan muskularis. Tepi ulkus menebal dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus terlihat normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian kolon, tersering di sekum, kemudian kolon asenden dan sigmoid, kadang-kadang apendiks dan ileum terminalis. Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan imunitas cell-mediated amebisidal

Epidemiologi. Prevalensi amebiasis di berbagai tempat sangat bervariasi, diperkir akan l0o/o populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya. Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif

berupa makrofag lymphokine-activated serta limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asenden.

Gejala klinis. Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai berat dengan

s60

s61

KOLITISIIYFEKSI

gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut: l. Carrier (cyst passer) : ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang kadang diare. Sembilan puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10%) berkembang menjadi kolitis ameba. 2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan. demam ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik. 3. Disentri ameba sedang: kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri spontan. 4. Disentri ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia. 5. Disentri ameba kronik: gejala menyerupai disentri ameba ringan, diselingi dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai berlahun-tahun, neurastenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.

Algoritme Diagnosis Kolitis Amebik Tes tinla untuk darah

rl

tersamar -------+ Negatif

+v

Positif

Pemeriksaan bisa dihentikan

Untuk identifftasi kista dilakukan pemeriksaan tinja dengan pengecatan trichrome, bila perlu dengan teknik konsentrasi tinja.

Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap ameba, positif pada 85-95o/o pasien dengan infeksi ameba yang invasif. Pemeriksaan endoskopi bermanfaat untuk menegakkan

diagnosis pada pasien amebiasis akut. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dini sebelum dilakukan terapi. Ulkus yang terjadi bentuknya khas, berupa ulkus kecil, berbatas

jelas, dengan dasar yang melebar (underminefi, dan dilapisi dengan eksudat putih kekuningan. Mukosa di sekitar ulkus biasanya normal. Bentuk trofozoit biasanya dapat ditemukan pada dasar ulkus dengan cara mengerok atau aspirasi kemudian diperiksa dengan mikroskop setelah diberi larutan garam fisiologis. Pemeriksaan radiologi tidak banyak membantu, karena

gambarannya sangat bervariasi dan tidak spesifik. Bila terbentuk ameboma tampak sebagai fi I ling defec t. Diagnosis banding. Kolitis amebik sangatperlu dibedakan

kolitis ulserosa atau kolitis Crohn karena pemberian kortikosteroid pada kollitis amebik dengan

menyebabkan penyebaran organisme dengan cepat dan dapat menimbulkan kematian pasien. Diagnosis banding yang lain adalah kolitis karena infeksi Shigella, Salmonella, Campylo bacter, Yersinia, E. coli patogen, dan kolitis pseudomembran.

Komplikasi

1. Intestinal. Berupa perdarahan kolon, perforasi,

I

i

peritonitis, ameboma, infu susepsi, dan striktur.

Pemeriksaan tinja segar (minimal 3 spesimen): mencari trofozoit, Pewarnaan trichome untuk kista pemeriksaan serologi anti ameba

2. Ekstraintestinal. Dapatterjadi

abses hati, amebiasis kulit, amebiasis pleuropulmonal, abses otak, limpa, atau

organ lain.

Penatalaksanaan 1. Karier asimtomatik. Diberi obat yang bekerja di lumen losr+s Kolonoskopi & biopsi (Utamakan tepiulkus)

hari

I P

os

(luminal agents) arrtata lain: Iodoquinol

(diiodo- hidroxyquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama l0

itif

J Lakukan pengobatan dengan amebisidal

Gambar 1. Algoritme diagnosis kolitis amebik

2. Kolitis

ameba akut. Metronidazol7 50 mgtiga

kali sehari

selama 5 -10 hari, ditambah dengan obat luminal tersebut

di

atas.

3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya:

abses hati

ameba). Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut di atas.

Penggunaan

2 macam atau lebih amebisidal ekstra-

intestinal tidak terbukti lebih efektifpenggunaan dari satu macam obat.

Diagnosis. Pada pasien yang dicurigai mengidap amebiasis kolon, pertama kali diperiksa adanya eritrosit dalam tinja, bila positif, pemeriksaan dilanjutkan (lihat algoritma diagnosis). Pemeriksaan tinja segar yang diberi larutan garam fisiologis, dilakukan minimal pada 3 spesimen tinja yang terpisah, untuk mencari adanya bentuk trofozoit.

Beberapa obat yang juga dapat digunakan untuk amebiasis ekstra intestinal antaralain: I ). Kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500 mg,41ari selama 19 hari. 2). Emetin I mg/kgBB/hari IM (maksimal60 mg) selama l0 hari. Emetin merupakan obat yang efektif untuk

562

GAIITROENTEROI.OGI

membunuh trofozoit di jarin gan atau yangberada di dinding usus, tetapi tidak bermanfaat untuk ameba yang berada di lumen usus. Beberapa dasawarsa yang lalu emetin sangat

populer namun saat ini telah ditinggalakan karena efek toksiknya, yaitu dapat menimbulkan mual muntah, diare, kram perut, nyeri otot, takikardia, hipotensi, nyeri prekardial, dankelainan EKGberupaInversi getombang T dan interval QT memanjang, sedangkan aritmia dan QRS yang melebar

jarang ditemukan. Disarankan pasien yang mendapatkan obat ini dalam keadaan tirah baring dengan pemantuan EKG. Hindari penggunaan emetin bila terdapat kelainan ginjal, jantung, otot, sedang hamil, atau pada anak-anak, kecuali bila obat yanglain gagal.

DISENTRI BASTLER (SHIcELLOSIS) Batasan. Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri gerus Shigella. Epidemiologi. Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang ai1 dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigell a merupakan I 0 -l 5% penyebab diarc pada

anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara

dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan secara fecal-oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi. Di daerah tropis termasuk Indonesia, disentri biasanya

meningkat pada musim kemarau di mana S.Jlexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S. Jlexnerii di negara tersebut telah menurun sehingga saat

ini

S. sonnei adalah yang terbanyak.

Mikrobiologi, Shigella termasuk kelompok enterobacteriaceae,yang bersifat gram negatif, anaerob fakultatif dan sangat mirip dengan Escherichia coli. Beberapa sifat yang membedakan kuman ini dengan Z'. coli adalahkwan ini tidak bergerak aktif, tidak memproduksi gas dalam media glukosa dan pada umumnya laktosa negatif.

Dikenal 4 spesies Shigella dengan berbagai

serotipenya yaitu: S. dysenteriae (l 2 serotipe), S. Jlexnerii (14 serotipe), S. boydii (15 serotipe) dan S. sonnei (l serotipe). Keempat spesies Shigella itu secara berurutan disebut sebagai golonganA, B, C, dan D. Gejala klinis terberat teq'adi pada infeksi S. dysenteriae, kuman ini juga sering menyebabkan wabah di negara sedang berkembang. Sedangkan gejala klinis yang teringan adalah akibat infeksi S. sonnei.

Patofisiologi. Semua strain kuman

S&

igella menyebabkan

disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak (tidak cair), disertai

eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorphonuclear (PIvtN) dan darah.

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namunileum terminalis dapat juga terserang. Pada kasus yang sangat berat dan mematikan kuman dapat ditemukan jugapada lambung serta usus halus. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak di dalamnya. Perluasan invasi kuman ke sel disekitarnya melalui mekanisme cell to cell transfer. Walaupun lesi awal

terjadi di lapisan epitel respons inflamasi lokal yang menyertai cukup berat, melibatkan leukosit PMN dan makrofag. Hal tersebut menyebabkan edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan arsitektur jaringan dan

ulserasi mukosa. Bila penyakit berlanjut, terjadi penumpukan sel inflamasi pada lamina propria, dengan abses pada kripta merupakan gambar an y ang utama. S. dysenteriae, S./lexneri danS. sonnei menghasilkan eksotoksin antara lain ShETl, ShET2, toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel epitel mukosa kolon dan memperberat gejala klinis. Kuman Sftrgella jarargmelakukan penetrasi ke jaringan

di bawah

mukosa sehingga jarung menyebabkan

bakteriemia- Walaupun demikian pada keadaan malnukisi

dan pasien immuno-compfomized dapat terjadi bakteriemia. Selain itu dapat pula terjadi kolitis hemoragik dan sindrom hemolitik uremik (SHU). SHU diduga akibat

adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh kuman Shigella. Infeksi Shigella menimbulkan imunitas humoral yang protektif untuk spesies yang sama.

Gejala klinis. Masa tunas berkisar antara7 jamsampai7 hari. Pada dasamya gejala klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala reruta7 haipada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disenki basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisamencapai40"C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk, dan letargi. Pengidap pasca-infeksi pada umumnya berlangsung

kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengi dap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri, dan dapat mengalami gejala shigellosis yang intermiten. Diagnosis. Perlu dicurigai adanya Shigel/osls pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri abdomen bawah, rasa

s63

KOLXTISINFEKSTI

sefalosporin generasi

panas rektal, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk

memastikan diagnosis dilakukan kultur dan bahan tinja segar atau hapus rektal. Sigmoidoskopi dapat memastikan diagnosis adanya kolitis, namun pemeriksaan tersebut pada umumnya tidak diperlukan, karena menyebabkan pasien merasa sangat tidak nyaman. Indikasi untuk melakukan sigmoidoskopi adalah bila segera diperlukan kepastian diagnosis apakah gejala yang terjadi merupakan disentri atau manifestasi akut kolitis ulserosa idiopatik. Dalam keadaan tersebut, biopsi harus dikerjakan dalam waktu 4 hari dari saat gejala. Pada fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat. Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis ulseratif. Demikian pula pemeriksaan barium enema, sigmoidoskopi, dan histopatologi juga tidak dapat membedakannya. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik yang adekuat. Diagnosis Banding

.' . . .

Salmonelosis

SindromdiarekarenaenterotoksinE col/i Kolera

Kolitis ulserosa

III terutama

pada pasien dengan

gejala klinik yang berat.

3.

'

Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti narkotika dan derivatnyA, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri, dan memprovokasi terjadinya megakolon toksik. Obat simtomatik yang lain diberikan sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetik-antipiretik dan antikomulsi.

ESCHERICHTA COt' (PATOGEN)

Batasan. Infeksi kolon oleh serotipe Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan diare berdarah/ tidak.

Epidemiologi. Karena pemeriksaan laboratorium untuk E

Coli patogen jarang dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap tahunnya. Di Canada danAmerika Serikat, E Coli (O157:H7) lebih sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik di Jakatta.

E. coli patogen tersebut didapatkan pada usus temak sehat (sekitar lo/o), penularan ke manusia sbhingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreaks) adalah

Komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi intestinal dan ekstraintestinal. Komplikasi intestinal biasanya berupa megakolon toksik, perforasi

lewat daging yar,g terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dati kurang baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan

intestinal, dehidrasi renjatan hipovolemik dan malnutrisi.

lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar, dan antar manusia.

Sedangkan komplikasi ekstraintestinal yang telah dilaporkan cukup banyak, di anlaranya adalah batuk, pilek, pneumonia, meningismus, kejang, neuropati perifer, sindrom hemolitik uremik, trombositopenia, reaksi leukemoid, dan artritis (sindrom Reiter). Penatalaksanaan

l.

Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat,

disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.

2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman didaerah tersebut. Beberapajenis antibiotikyang

dianjwkan adalah: . ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau . kotrimoks azol2kali2tablet per hari, atau . tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari. Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah banyak yang resisten dengan

antibiotika tersebut di atas sehingga diperlukan antibiotika lain seperti golongan kuinolon dan

Masainkubasirerata3-4hai.namundapatteqadrarfiata 1-8 hari. E. Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora normal pada manusia).

Patofisiologi. Mekanisme terjadinya diare dan sindrom hemolitik uremik (SHU) pada pasien yang terinfeksi E. coli patogen masih belum jelas. Diduga E. coli patogen melekat pada mukosa dan memproduksi toksin (Shigalike toxins) yang bekerja secara lokal dan sistemik. Kerusakan pembuluh darah kolon akibat toksin tersebut menyebabkan lipopolisakarida dan mediator infl amasi dapat beredar dalam tubuh dan memicu terjadinya SHU.

Anak di bawah lima tahun dan manula lebih sering mengalami SHU dari pada orang dewasa. Tidak didapatkan kekebalan yang protektifterhadap infeksi E. coli patogen.

Gejala klinis. Manifestasi klinis infeksi E. coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa: infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), Sl{U, purpura trombositopenik, sampai kematian.

Gejala klasik adalah nyeri abdomen yang sangat (seyere abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea

564

GASTROENTEROLTOGI

dan vomiting. Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau noflnal, sehingga dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi. Pemeriksaan tinj

pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tidak mengandung darah sama sekali. a

Pada pemeriksaan barium enema dapat terlihat gambaran thumbprinting pattern pada colon ascenden dan atau transversum akibat adanya edema atau pendarahan submukosa. Pada pemeriksaan kolonoskopi didapatkan gambaran mukosa yang edematous dan hiperemia, kadang kadang

ditemukan ulserasi superfisial. Dapat dijumpai pula pseudomembran sehingga menyerupai infeksi C. dfficile. Pemeriksaan patologi menunjukkan gambaran infeksi atau iskemik d engan pola patchy kadartgkadang dijumpai

mikrotombi fibrin. Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi SHU (sekitar 6 o/o daripasien) antara2-

12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa

kejang, koma, dan hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien SHU. Sedangkan hemodialisis diperlukan oleh sekitar setengah dari pasien. Faktor risiko terjadinya SHU antara lain: Balita/manula, diare berdarah, febris, leukosit yang meningkat, pengobatan dengan obat

anti motilitas. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnyajumlah lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara3-5Yo. Purpura trombositopenik mempunyai gejala yang mirip dengan SHU namun dengan gejala gagal ginjal dan kelainan neurologik yang lebih ringan. Biasanya ditemukan pada dewasa

Diagnosis. Setiap pasien dengan diare berdarah seyogyanya dicurigai sebagai infeksi E. coli patogen. Demikian pula dengan pasien dengan kemungkinan tertular E. coli patogen walaupun mengalami diare tanpa darah

juga patut dicurigai. Kultur dengan agar sorbitolMacConkey dan aglutinasi dengan O157 anti serum merupakan sarana yang murah unhrk memastikan diagnosa infeksi E. coli patogen.

Diagnosis banding. Kolitis pseudomembran dan kolitis infeksi yang lain.

E coli patogettidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada Penatalaksanaan. Pengobatan infeksi

KOLITIS TUBERKULOSA

Batasan. Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.

Epidemiologi. Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberkulosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Patofisiologi. Penyebab terbanyak Mycobacterium tuberculosae, biasanya lewat tertelannya spufum yang mengandung kuman. Kadang-kadang akibat minum susu yang tercemar Mycobacterium bovis. Terdapat hubungan tingginya frekuensi tuberkulosis saluran cerna dengan beratnya tuberkulosis paru. Timbul 3 bentuk kelainan: l)

ulseratif pada 60Yo kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial; 2) hiperhopik pada l0% kasus, bentuk lesinya

berupa parut fibrosis, dan massa yang menonjol menyerupai karsinoma; 3) ulserohipertropik pada 30o/" kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis yang merupakan bentuk penyembuhan. Semua bagian saluran cerna dapat

terinfeksi, namun lokasi yang tersering (85 -90% kasus) adalah di daerah ileosekal. Gejala klinis. Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksia, demam ringan, penurunan berat badan, atau teraba massa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman padatinja mungkin hanya berasal dan kuman yang tertelan bersama sputum.

Diagnosis. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya kuman tuberkulosis di jaringan, baik dengan pemeriksaan mikroskopik langsung atau atas dasar hasil

kultur biopsi jaringan. Sedangkan diagnosis dugaan adanya kolitis tuberkulosa adalah bila didapatkan tuberkulosis paru aktif dengan penyakit ileosekal. Pada pemeriksaan barium enema dapat ditemukan

penebalan dinding, distorsi lekuk mukosa, ulserasi, stenosis, pseudopolip, atau massa mirip keganasan di sekum. Mungkin pula terbentuk fistula diusus halus. Kolonoskopi merupakan pemeriksaan yang penting

untuk membantu menegakkan diagnosis kolitis tuberkulosa. Dengan kolonoskopi didapatkan visualisasi lesi secara langsung, sekaligus melakukan biopsi untuk pemeriksaan kultur dan histopatologi. Pada tuberkulosis kolon biasanya ditemukan penyempitan lumen, dinding

kolon kaku, ulserasi dengan tepi yang iregular dan edematous.

pasien yan! mendapat antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kotrimoksazol dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal,

Diagnosis banding. Penyakit Crohn, amebiasis,

ekskresi organisme dan komplikasi SHU.

divertikulitis, dan karsinoma kolori.

Tes tuberkulin untuk menunjang diagnosis tuberkulosis paru di daerah endemikkurang bernilai.

505

KOLITISINFEKSI

Komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi berupa perdarahan, porforasi, obstnrksi intestinal, terbentuknya fi stula, dan sindrom malabsorpsi. Komplikasi yang sering terjadi adalah obstruksi (+ 30% kasus) intestinal. Mulamula berupa obstruksi parsial yang kemudian berkembang menjadi obstruksi total.

Penatalaksanaan. Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberkulosis seperti pada pengobatan tuberkulosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang perlu tindakan bedah

untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberkulosis yang sering dipakai adalah: . NH 5-10 mglkgBB atau400 mg sekali sehari. . Etambutol 15-25 mglkgBB atau 900-1200 mg sekali sehari. . Rifampisin 10 mg/kgBB atau 450-600 mg sekali sehari. . Pirazinainid 25-35 mgkgBB ataul,5-2 g. sekali sehari.

KOLITIS PSEUDOMEMBRAN Batasan. Kolitis pseudomembran adalah peradangan kolon akibat toksin yang ditandai dengan terbenhrknya lapisan eksudatif (pseudomembran) yang melekat di permukaan mukosa. Disebut pula sebagai kolitis terkait antibiotik sebab umumnya timbul setelah menggunakan

isolar C.dfficile menghasilkan kedua toksin tersebut. Kuman yang tidak menghasilkan toksin tidak menyebabkan kolitis maupun diare. Pemeriksaan toksinA dan toksin B diambil dan sediaan tinja, dengan metode ELISA masing-masing spesifitasnya 98,60/o dan 100%o.

Gejala Klinis. Kolitis mungkin sudah timbul sejak sehari setelah antibiotik digunakan, tetapi mungkin pula baru muncul setelah 6 minggu antibiotik di hentikan. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah diare cair disertai kram perut. Diare yang terjadi dapat ringan, tetapi biasanya banyak, sampai 10-20 kali sehari. Mual muntah jarang. ditemukan. Sebagian besar pasien mengalami demam walaupun dapat terjadi hiperpireksia, umumnya suhu tidak melampaui 38"C. Terdapat leukositosis, sering sampai 50.000/mm Pada beberapa pasien mungkin hanya diawali demam dan leukositosis, sedangkan diare baru muncul beberapa hari kemudian. Temuan lain meliputi nyeri tekan abdomen bawah, edema, dan hipoalbuminemia. Yang lebih sering terjadi adalah kolitis ringan. Pada kasus yang berat dapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema anasarka, gangguan elektrolit, megakolon toksik, atau perforasi

kolon. Penggunaan narkotik atau antiperistaltik meningkatkan risiko megakolon. Tedesco. (1982) melaporkan gejala klinis yang ditemukan pada kolitis pseudomembran seperti yang tertera pada Tabel 1.

antibiotik.

Etiologi. Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakaian antibiotik, namun kolitis pseudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotik. Yang dianggap sebagai kuman penyebab adalah Clostridium dfficile, toksin yang dikeluarkan mengakibatkan kolitis. Mekanisme pasti antibiotik menjadikan usus lebih rentan terhadap C.

dfficile belum jelas. Penjelasan yang paling mungkin adalah penekanan flora usus normal oleh antibiotik

Gejala Diare cair Diare berdarah Nyeri perut kram Demam Leukositosis Nyeri tekan abdomen

Frekuensi 90-95% 5-10% 80-90% 80% 80Yo 1O-20Yo

memberi kesempatan tumbuh dan terbentuknya kolonisasi C. dfficile disertai pengeluaran toksin.

Epidemiologi. C. dfficile ditemukan di tinja 3 -5oh orang dewasa sehat tanpa kelainan apapun di kolon nya. Kolitis pseudomembran bisa mengenai semua tingkat umur. Kemungkinan tidak di laporkannya kolitis pseudomembran karena untuk menegakkan diagnosis perlu kolonoskopi dan pemeriksaan toksin kuman di tinja. Penularan bisa secara kontak langsung lewat tangan atau perantaraan makanan minuman yang tercemar. Semua jenis antibiotik, kecuali aminoglikosida intravena, potensial menimbulkan kolitis pseudomembran, namun yang paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin. Patogenesis. C. dfficile menimbulkan kolitis dengan cara toxin-mediated. Kuman mengeluarkan dua toksin utama, toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan enterotoksin yang sangat berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi, sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan tidak melekat pada mukosa yang masih utuh. Sebanyak 75%

Diagnosis. Jika ditemukanpasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotik perlu dipikirkan terjadinya kolitis pseudomembran. Diagnosis kolitis pseudomembran dapat cepat dibuat dan akurat dengan melakukan pemeriksaan

kolonoskopi. Sensitivitasnya tinggi dan merupakan alat diagnostik definitif. Jika ditemukan lesi khas kolitis pseudomembran, seyogyanya tetap dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Secara tipikal, diawali dengan lesi kecil (2-5 mm) putih atau kekuningan, diskret, timbul, mukosa di antaranya seringkali terlihat normal atau

mungkin menunjukkan berbagai derajat eritema, granularitas, dan kerapuhan. Jika lesi membesar, terbentuk pseudomembran yang luas berwama kuning keabu-abuan dan jika diambil dengan forsep biopsi terlihat mukosa di bawahnya mengalami ulserasi. C. dfficile ntmbuh pada 95% biakan tinja pasien kolitis pseudomembran yang terdiagnosis secara kolonoskopi. Hasil biakan positif tidak diagnostik, karena pada pasien

566

GAIIIROENTEROIIrcI

yang berada di rumah sakit tanpa kolitis ditemukan biakan C. dfficile positif sebesar 10-25%. Sebagai standarbaku

adalah ditemukannya toksin

B di tinja, sehubungan

diusahakan kembalinya flora normal usus dengan memberikan kuman laktobasilus atau ragi (S ac ch ar omy c es

b

ou I ar d

ii)

selama beberapa minggu.

dengan efek sitopatik toksin B pada kulturjaringan. Karena

pemeriksaan ini memakan waktu dan mahal, biasanya cukup memeriksa terdapatnya toksin A dengan metode

REFERENSI

ELISA.

Gambaran histopatologi kolitis pseudo membran bervariasi tergantung beratnya penyakit dan saat kapan biopsi dikerjakan. Price dan Davies (1977), membagi lesi menjadi 3 tipe (Tabel2). Lesi tipe 3 yangditandai dengan nekrosis total mukosa tidak khas karena C. dfficile, dapat terjadi pula pada kasus berat lainnya, misalnya kolitis iskemia.

Azim T, Islam LN, Raidemam RC, Hamadani I, Khanum N, Sarker MS. Salarir MA, Albert MI. Peripheral blood neutrophil responses

in children with Shigellosis. Clin Diagn Lab

Immunol. 1995;2:616. Bartlett IG. Psoudomebraneus enterocolitis and antibiotic-associated colitis. In: Sleissenger MH, Fordtran IS, editors. Gastrointes-

tinal disease: pathophysiology, diagnosis, management. 5h ed. Philadelphia:WB Saunders; 1993. p. 1181. KL, Sung IV, Hsu R, Liew CT. The association of the amoebic

Chan

colitis and chronic ulcerative colitis. Singapore Med Lesi Vulkano

Klasifikasi

Histopatologi

Tipe

Nekrosis epitelial fokal dengan PMN dan fibrin tersebar di dalam lumen. Pelebaran kelenjar dengan PMN dan musin, dilapisi pseudomembran. mukosa sekitarnya tidak terkena Nekrosis mukosa total dengan mukosa dilapisi pseudomembran yang tebal

I

Glandular

fipe

Nekrosis

Tlpe 3

2

I

J.

995;36:303.

Chun D, Chandrasoma P. Kiyabu M. Fulminant amoebic colitis: a morphologic study of four cases. Dis Colon Rectum. 1994;37 :535. Chuah SK, Sheen IS, Changchien CS. Chiu KW, Fan KD. Risk fac-

tors associated with fulminant amoebic colitis. Formos Med Assoc.1996;95:446. Fekety R, Shah AB. Diagnosis and treatment of Clostridium diffrcile

colitis. JAMA. 1993;269:7 Haque R, Huston CD., Hughes

l. M, et al. Amebiasis. N Engl J Med.

2003; 348:1565. Hsu YB, Chen FM, Lee PR, Yu SC, Chen KM, Yao YT, Hsu HC.

Fulminant amoebiasis: a Diagnosis banding. Kolitis pseudomembran perlu dibedakan dengan kasus diare akibat kuman patogen lain,

efek samping penggunaan obat yang bukan antibiotik, kolitis non-infeksi, dan sepsis intra abdominal.

Penatalaksanaan. Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotik yang diduga menjadi penyebab, juga obat yang mengganggu peristaltik, dan mencegah penyebaran nosokomial. Pada kasus yang ringan keadaan sudah bisa teratasi dengan penghentian antibiotik disertai pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus dengan gejalagejala yang lebih berat seyogyanya dilakukan pemeriksaan

deteksi toksin C. dfficile dan terapi spesifik per oral menggunakan metronidazol atau vankomisin.

Pada

kolitis ringan sampai

sedang digunakan

metronidazol dengan dosis peroral2l}- 500 mg empat kali sehari selama 7-10 hari Pada kasus dengan kolitis yang berat menggunakan vankomisin per oral. dosisnya 125-

500 mg empat kali sehari selama 7-14 hari. Alternatif pengobatan lainnya menggunakan kolestiramin untuk mengikat toksin yang dihasrlkan C. dfficile, tetapiobat ini juga mengikat vankomisin; diberikan peroral dengan dosis 4 gramtigakali sehari selama 5-10 hari. Pada kasus yang berhasil disembuhkan, ternyata dalam beberapa minggu atau bulan kemudian sebanyak 15-35%

kambuh. Dianjurkan setelah pengobatan spesifik

clinical

evaluation.

Hepatogastroenterol. 1995; 42:109. Islam MM, Azad AK, Bardhan PK, Raqib R, Istam D. Pathology of shigellosis and its complications. Histopathology. 1994;24:65. Jacobs NF Jr. Antibiotic-induced diarrhea and pseudomembranous colitis. Postgrad Med J. 1995;95:1-11. Kumar N, Govil A, Puri AS, Gulati R, Iain M, Rawal KK, Gupta R.

Tuberculosis in ulcerative colitis: bird in the bush. Trop Gastroenterol. 1995;15:219. La Hatte LI. Tedesco FI, Schuman BM. Antibiotic-associated injury to the gut. In: Hausbrich WS, Schaffner F, Berk JE. editors. Bockus gastroenterology. 5th edition. Philadelphia: WB Saunders; 1995. p.657.

Raqib R, Lindberg AA, Wretlind B. Bardhan PK, Andersson U, Aldersson I. Persistence of local clokine production in shigellosis in acute and convalescent stages. Infect Immun. 1995;63:289. Shimizu S, Tada M, Kawai'K. Endoscopic ultrasonography in Inflammatory bowel diseases. Gashointest Endosc Clin North Am. 1

995:5:85

1.

M, Tytgat GNJ, Yuwono V, et al. Microorganisme dan parasit pada diare kronik infektif. Acta Med Indones.

Simadibrata

2004;36:218. Spiro HM. Clinical gastroenterology: pseudomembranous enterocolitis. 4th edition. New York: McGraw-Hrll; 1993. p. 425. Tedesco FI, Corless JK, Brownstein RE. Rectal sparing in antibioticassociation pseudomembranous colitis: a prospective study. Gastroenterol. 1982;83 : 1259. ljaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial resistence of bacterial pathogens associated with diarrheal patients in Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2003;68:666.

88 TUMOR KOLOREKTAL MurdaniAbdullah

Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika

PENDAHULUAN

Utara, Australia, Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di antara berbagai populasi etnik, ras atau populasi multietnikJmulti rasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup.

Tumor Kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yakni polip kolon dan kanker kolon. Polip adalah tonjolan di atas permukaan mukosa. Polip kolon dapat dibagi dalam 3 (tiga) tipe yakni neoplasma epitelium, nonneoplasma dan submukosa (Tabel 1). Makna klinis yang penting dari polip ada dua yakni pertama kemungkinan mengalami transformasi menj adi kanker kolorektal dan kedua dengan tindakan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat dicegah.

Kolon asendial Epitelium Neoplasia Premaligna Tubular

Nonneoplasia Mukosa Hiperplastik

Tubulo Villousum

lnflamatosa

Villosum Displasia rendah Displasia berat (karsinoma intra mukosa)

Pseudo polip

Maligna /

karsinoma Karsinomatosus Polip maligna

Hamartoma Juvenille

Peutz Jeghers Dan lain-lain

Kolon

8,7Y0%

Submukosa

Desendial 44 10/ I LI /0

Limfoid hiperplasia Pneumatosis cystoides intestinalis Colitis cystica profunda Lifoma karsinoid Lesi metastasis

Sigmoid Re 51,5%

9,7

0k

Gambar 1. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi di kolon sebanyak 73o/o dapal dideteksi dengan pemeriksaan

Leiomioma

rektosigmoidoskopi (Data Unit Endoskopi, Divisi Gastroenterologi Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 2005).

Hemangioma Fibroma Endometriosis Dan lain-lain

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien kanker di Amerika Serikat. Lebih dari 150.000 kasus baru, terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan angka kematian per tahun mendekati angka

INS!DEN DAN EPIDEMIOLOGI Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4 dalam hal kejadian, dengan jumlah pasien lakilaki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk

60.000.

Di AS umumnya rata-rata pasien kanker kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun.

567

568

GASITROENTEROI.OGI

Di Indonesia, seperti yang terdapat pada laporan registrasi kanker nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat

Pelayanan Medik Departmen Kesehatan bekerja sama

1. Probably related

dengan Perhimpunan Patologi Anatomik Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda. Hal yang menarik

Konsumsi diet lemak tinggi Konsumsi diet lemak rendah 2. Possibly related Karsinogen dan mutagen Heterocyclic amines Hasil metabolisme bakteri Bir dan konsumsi alkohol Diet rendah selenium 3. Probably protektif Konsumsi serat tinggi (wheat bran, cellulose, lignin) Diet kalsium Aspirin dan OAINS Aktivitas fisik (BMl rendah)

di sini adalah kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian PatologiAnatomik

FKLII didap atk an angka 3 5,2 6 5oh.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks

-

-

4. Possibly protektif

-

arfiara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya pada kasus sindrom herediter seperti Familial Adenomatous Polyposis (FAP)

dan Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPC), Kanker kolorektal yang sporadi muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter vs sporadi) tidak muncul secara

mendadak melainkan melalui proses yang dapat diidentifikasikan pada mukosa kolon (sepeni: displasia adenoma).

5. 6.

Sayuran hijau dan kuning Makanan dengan karoten tinggi Vitamin C dan E Selenium Asam folat Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor, Hormone Replacement Therapy (estrogen)

berhubungan dengan risiko mendapat kanker kolorektal yang lebih rendah. Meskipun anti-oksidan seperti vitamin A, E dan C dianggap dapat menurunkan risiko kanker, namun sebuah penelitian prospektif gagal membuktikan penurunan insiden polip pada kelompok yang mendapat suplemen vitamin tersebut.

PENGARUH LINGKUNGAN

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker kolorektal. Risiko mendapat kanker kolorektal meningkat pada masyarakat

yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker kolorektal yang rendah ke wilayah yang insidennya tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis. Beberapa faktor lingkungan yang berperan pada proses karsinogenesis dapat dilihat pada Tabel 2.

Kandungan dari makronutrien dan mikronutrien berhubungan dengan kanker kolorektal. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa lemak hewani, terutama

dari sumber daging merah, berpengaruh pada kejadian kanker kolorektal. Penelitian pada binatang yang diberikan diet lemak tinggi meningkatkan proliferasi kolonosit dan pembentukan tumor.

Transformasi sel tampaknya melalui peningkatan konsentrasi empedu dalam kolon dan ini telah diketahui sebagai promotor kanker lagipula pada masyarakat dengan konsumsi serat rendah disertai dengan insiden kanker kolon yang tinggi. Keseringan minum alkohol meningkatkan 2

FAKTORGENETIK

Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kolorektal di antaranya sindroma poliposis. Namun demikian sindroma poliposis hanya terhitung
Instabilitas kromosom (Cromosamal instability

atalu

CIN); 2). Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN). Umumnya asal kanker kolon melalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran material genetik yang tak

masyarakat yang mengkonsumsi ikan laut memiliki insiden

berimbang kepada sel anak sehinggatimbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MN) disebabkan oleh hilangnya aktivitas perbaikan ketidakcocokan atau mismatch repair (MMR) dan merupakan mekanisme terbentuknya kanker

kanker kolorektal yang rendah. Diet folat tinggi

padaHNPCC.

sampai 3 kali lipat kejadian kanker kolon. Sebaliknya

s69

TUMORKOI.OREKf,AL

perbaikan ketidakcocokan (MMR) ini tampaknya masih

INSTABILITAS KROMOSON Instabilitas kromosom (Cromosamal instability atau CIN) yang mempakan hasil perubahan-perubahan besar pada kromosom seperti translokasi, amplifikasi, delesi dan berbagai benhrk kehilangan alel lainnya disertai dengan

hilangnya heterozigositas (LOH) pada DNA yang berdekatan dengan lokasi kelainan-kelainan tersebut. Awal dari proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Kelainan pada APC yang sporadik maupun yang familial sepertifamilial adenomatous poQposis (F AP). GenAPC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini

menyebabkan pengobatan proliferasi yang selanjutnya

berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada proto oncogene selular K-ras yang biasanya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal. Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresortumorp53. Dalamkeadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat mengalami replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromoson yang berisi beberapa alele (misal loss of heterozygosifi). Hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti DCC (deleted in colon cancer) yang merupakan tahap akhir dari trasformasi ke arah keganasan.

Seringkali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis yang merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon tidak selalu membutuhkan semua jenis mutasi tersebut di atas dan tampaknya masih ada kerusakan genetik yang lain yang

berperan namun belum ditemukan sampai saat ini' Bagaimanapun juga model mutasi yang dijelaskan di atas dapat menjadi landasan kerangka konsep untukmemahami proses karsinogen KKR.

INSTABILITAS MIKROSATELIT DAN HN PCC

memerlukan mutasi sebelum mengalami karsinogenesis oleh karena semua sel kolon mempunyai satu gen yang lengkap

maka mutasi somatik kedua diperlukan sebelum fungsi MMR hilang. Mekanisme s econd hit irtiyang menjelaskan tidak munculnya poliposis pada HNPCC. Sekarang ini 5 gen MMR telah diidentifikasi yaitu: h MSH2, h MLHI, h PMS,hPMSrdan hMSH6. HNPCC dapat dibedakan dari KKR sporadis biasanya muncul pada usia lebih muda (+ 40 th), risiko mendapat tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 60/,),letak tumor sebelah kanan (60% -80%vs25%) dan lebih sering tumor mucinosa (35% vs 20%), HNPCC dibagi dalam2 varian yaitu'. Sindroma Lynch I dan II . Syndroma Lynch I terisolir, KKR muncul awal sedangk at s indr o m a Lyracfr II, mukosal bersamaan dengan karsinoma ditempat lain (misalnya endometrium, ovarium, traktus urinarius, lambung dan usus halus).

FAKTOR GENETIK LAINNYA Sejumlah faktor familial lainnya yang tidak diturunkan melalui pola Mendelian dapat meningkatkan kekerapan KKR. Riwayat KKR saudara kandung (/irst degree) meningkatkan risiko KKR (RR: | ,7 2: 95o/o Cl: 1 ,34-2,19). Efek ini berganda bilamana pasien KKR di keluarga dekat berusia < 45 tahun (RR 5,37;95%CI1,98-14,6).

PENYAKIT PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KKR IBD. Khususnya colitis ulcerative berhubungan dengan meningkatnya risiko KKR. Risiko KKR tergantung rentang waktu dan luasnya inflamasi. Demikian juga pasien pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi atau pasien

kanker kandung kemih yang menjalani ureterosigmoidektomi mempunyai risiko untuk mendapat KKR

yang lebih tinggi. Keadaan klinis lainnya yar,g berhubungan dengan KKR meliputi bakterimia oleh Streptokokus group D, infeksi skistosoma haematobium dan akromegali.

Instabilitas mikro satelit (mi c r o s at e ll i t e

ins t a b i I ity ata,u

MIN) dimana terjadi peningkatan risiko terjadinya mutasimutasi noktah Qtoint mutations) yang mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNA secara acak sepanjang genom. Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari instabilitas mikrosatelit dimana mutasi pada gen

MMR (Mrsz atch repair) yang berfungsi memperbaiki gangguan replikasi DNA dan berakibat pada pembenflrkan

kanker. Protein yang dihasilkan oleh gen MMR dapat mendeteksi dan memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (fase pasca mitosis). Sel-sel yang kehilangan aktivitas

Prevensi primer. Beberapa jenis obat minum telah dipelajari dan memiliki kemampuan menghambat KKR. Di antara obat-obat ini yang paling efektifadalah aspirin dan

obat anti inflamasi non-steroid lainnya yang juga bersifat

menghambat proliferasi sel melalui supresi sintesis prostaglandin. Suplemen asam folat dankalsium berakibat penurunan risiko timbulnya polip adenomatosa dan KKR.

Estrogent replacement therapy mempunyai hubungan dengan penunman risiko KKR pada perempuan. Penapisan. Alasan melakukan penapisan KKR adalah untuk deteksi dini, lesi yang masih terbatas superfisial

570

GAIITROENTEROI.OGI

Kolon Normal

E h

Adenoma

pite liu m

iperprolife ratif

il Ab no rm

a

litas

Abnorm

alitas lnaktifasi

Methilation

hMSH2

APC hMSH2

hM LH,I

hMLH

APC

f il

Karsinoma

fr

K-ras. Psngh3pusan penghapusan

mutasl DCC

p53

Akum ulasi laniut terhadao

-a6no-ifi eFas-dEile-tlk

1

(Sindrom hereditas)

Gambar 2. Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal

pada individu yang asimptomatik untuk meningkatkan angka kesembuhan dari pembedahan. Modalitas untuk penapisan KKR di antaranya tes darah samar feses, pemeriksaan enema barium kontras ganda. Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi. Kolonoskopi dianggap yang paltngcost effecllve dan dianjurkan setiap 10 tahun bagi individu dengan risiko rata-rata. Sementara untuk kelompokrisiko yang lebih tinggi sebaiknya dilakukan setiap 3-5 tahun.

Lesi superficial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau KGB dianggap sebagai stadium A (T,NoMo), tumor yang merasuk iebih dalam namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B 1 (TrN.MJ. Bila tumor

terbatas sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0N4). Bila hrmor menginfiltasi serosa dan KGB disebut stadium C (TII'M,), dan bila terdapat anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D (T_N.M,). Bila status metastasis belum dapat dipastikan maka sulit

Akhir-akhir ini telah ditemukan cara-cara baru untuk mengetahui adanya perubahan genetik mukosa kolon

menentukan stadium. Oleh karena

dengan pemeriksaan feses di antaranya adalah pemeriksaan COX-2 pada feses.

menentukan stadium.

itu pemeriksaan

mikroskop terhadap spesimen bedah sangat penting dalam

STADIUM, FAKTOR PROGNOSTIK DAN POLA

TNM

PENAPISAN

Derajat

TrNoMo

Prognosis dari pasien KKR berhubungan dengan dalamnya

penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes. (Tabel3) dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNH dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan

Br

Tz NoMo

I

Bz

TsMoNo

il

c

T,NrMo

ilt

kelenjar getah bening dan M ada tidaknya metastasisjauh.

D

T, NrMl

IV

. Bertahan uesKflDsl . 5 tanun nrstopatorogr %l

Kanker terbatas pada mukosa/submukosa Kanker mencapai muskularis Kanker cenderung masuk atau melewati lapisan serosa Tumor melibatkan KGB regional Metastasis

>90 85 70-80

35-65 5

571

TUMORKOI.OREIS:AL

Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah pembedahan sehingga harapan hidup ratarata 5 tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator buruknya prognosis kanker kolorektal setelah menjalani operasi dapat dilihat pada Tabel 4.

ruta harapathidup setelah ditemukan metastasis berkisar 6-9 bulan (hepatomegali & gangguan pada hati) atau 2030 bulan (nodut

kecil dihati yang ditandai olehpeningkatan

CEA dan gambaran CT-Scan).

GAMBARAN KLINIS

Keluhan dan Tanda Kebanyakan kasus KKR didiagnosis pada usia sekitar 50

Derajat ll

tahun dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien KKR di arfiaranya: perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia dan konstipasi).

KKR umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda frsik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Pendarahan invasi lokal kakheksia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon descenden dan kolon sigmoid karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagiat kolon yang lebih proksimal.

123456789 Tahun setelah diagnosis ditegakkan

Gambar 3. Nilai rata-rata relatif survival pasien kanker kolorektal

Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri bila obstruksi total terjadi akan

abdomen. Namun

menyebabkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. KKR dapat berdarah sebagai bagian dari tumor yang

rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umunnya tersamar namun hematochesia timbul pada sebagian kasus. Tumor yang terletak lebih distal umumnya

disertai hematozia atau darah tumor dalam feses tetapi Sebaran tumor ke KGB regional Jumlah KGB regional yang terlibat Penetrasi tumor ke dinding usus Diferensiasi yang buruk (histologi) Perforasi Pencepatan tumor ke.iaringan sekitar lnvasi ke vena Titik CEA > 5,0 mg/ml pra operasi Aneuploidi Kehilangan kromosom yang spesifik (misal kehilangan Alela pada kromosom 18q) Catatan: CEA = Carsinoembryonic Antigen.

Kanker kolorektal umunnya menyebar ke KGB regional atau ke hati melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering mendapat an'ak sebar KGB. Sepertiga kasus KKR yang rekuren disertai dengan me-

KKR ditemukan metastasis di hati pada waktu meninggal. KKR jarang

tastasis ke hati dan duapertiga pasien

bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atauotak

tanpa ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena paravertebrae kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melewati sistem vena porla. Rata-

tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia defesiensi besi.

Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi bilamana tumor tersebut menimbukan perforasi. Kadang timbul fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut, ikterus dan hipertensi portal.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Prosedur Diagnosis pada Pasien dengan Geiala Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda seperti: anemia mikrositik, hematokezia, nyei perut, berat badan turun atau perubahan defekasi, oleh sebab

itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasia namun bila tidak ada darah samar tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

Laboratorium. Umumnya pemeriksaan laboratorium pada

572

GAIITROENTEROIOGI

Kedalaman

Derajat

Frekuensi

invansi

Korsinoma

Survival 3 tahun

Beban tumor 5

tahun

Musculads musosae Karsinoma in situ

Submucosa .^-v::.?,?R!s

- -"-\--\'Peicolic fat

Noninvasif

100%

Musculais propna

Sercsa

A1 )

Noninvasif

Muscularis musosae

- ---<S,. --a ....-. _ _ _\?-._o. a

B(

1SYo

83%

950/t100%

31%

7S%

BOY"-85Yo

23Yo

56%

50%-70%

30%

50k

5Yo-1SYo

Musculais propria

)

Noninvasif

c([D

Noninvasif

D(rv)

Noninvasif

Gambar 4. Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-Turnbull

pasien adenoma kolon memberikan hasil normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar feses atau anemia defisiensi Fe.

Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi meskipun bila dibaca oleh ahli radiotogi senior. Oleh karena itu pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan

pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi.

Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan

alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak bisa mendetaksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa bagian kolon di balik

striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.

Kolonoskopi. Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan dapat sekaligus

melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai>95%o pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul sangat bergantung

513

TUMORKOI.OREXMAL

tvaluasi histologi. Adenom diklasifikasikan

sesuai dengan

Karsinoma

gambaran histologi yang dominan. Yang paling sering adalah adenoina tubular (85%), adenoma tubulovilosum (10%) dan adehom serrata (l%). Terhuan sel atipik pada

Shouldered

adenoma dikelompokkah menjadi ringafr, sedang dan berat.

margill

Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum menyentuh membran

Rektum

Gambar 5. Gambar kanker kolon dengan menggunakan pemeriksaan barium enema

pada operator untuk itu sedikit obat penenang intravena akan sangat membantu meskipun ada risiko perforasi dan perdarahan, tetapi kejadian seperti ini <0,5%. Kolonoskopi dengan enema barium, terutama unfuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Masalah biaya sering dipersoalkan pada pengunaan kolonoskopi untuk pemeriksaan penapisan sejumlah studi

telah membuktikan bahwa kolonoskopi merupakan pemeriksaan yang paling akurat dan satgat cost ffictive untuk pemeriksaaan pasien yang simptomatik. Kolonoskopi merupakan prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan adapolip kolon. Kolonoskopi mempunyai sensitivitas (95%) dan spesifisitas (99%) paling tinggi

dibanding modalitas yang lain untuk mendeteksi polip adenomatosus. Di samping itu dapat melakukan biopsi dan tindakan polipektomi untuk mengangkat polip. Secara

endoskopi sulit unhrk membedakan jenis-jenis polip secara histologi, oleh karena itu biopsi dan polipektomi penting untuk menegakkan diagnosis secara histologi.

basalis. Bilamana sel ganas menembusi membran basalis tapi tidakmelewati muskularis mukosa disebut Karsinoma intra mukosa. Secara umum, risiko displasi berat atau adenokarsinoma berhubungan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.

Penapisan pada pasien tanpa gejala. Sebenarnya KKR dapat diobati bilamana terdekteksi pada stadium dini. Saat ini usaha tersebut diarahkan untuk mendeteksi adenoma preneoplastik dan kanker dini. Sejumlah negara sudah memulai penapisan pada masyarakat luas sebelum ada gejala.

Penapisan pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara seperti: tes darah samar dari feses dan sigmoidoskopi. Pilihan pemeriksaan penapisan untuk masyakarat luas meliputi

. . . .

:

FOBT (Fecal Occult Blood kst) setahun sekati Sigmoidoskopi fleksibel setiap 5 tahun Enema barium kontras ganda setiap 5 tahun Kolonoskopi setiap l0 tahun

Telah dibuktikan bahwa penapisan KKR dengan modalitas tersebut di atas dapat mendeteksi kanker dini, lebih lanjut beberapa penelitian terkini membuktikan adanya peningkatan masa harapan hidup pasien KKR.

Gambar 6. Polip adenomatousa berbentuk sesil dan tindakan polipektomi dengan teknik lifting, snaring and cut setla pengeluaran polip menggunakan jaring

574

GAII'IROENTEROI.OGI

Gambar

7. A. Polip

adenomatous B. Karsinoma dengan diferensiasi baik C.Karsinoma dengan diferensiasi kurang

baik.

adenomatosus dengan atipia berat menjadi kanker membutuhkan waktu rata-rata 4 tahun sementara bila atipia sedang 11 tahun.

lp (pedunculated)

type

Protruding

tsp (semipeduncutaled)

ls (sessile)

Pengobatan

Non-prokuding type:

elevated (
--!Eg-

Superlicial Large lia

lla K

Granular (LST_G)

also called

f

o

Laterallv soreadino - tumor

(LST)

Flattype Depressed

-t!==-

Non'granular (LST-NG)

:

llb

-rf

llc

m

o s k o p i

Combination with other type,exampl€

+=+

lla+llc

Gambar 8. Klasifikasi kanker kolorektal dini

Modalitas lain untuk penapisan KKR

di

ar:/tarar,ya

virtual kolonoskopi atau kolonograpi memanfaatkan alat CT Scan muhislice. Cara

dengan

ini

sangat

menjanjikan namun kemampuannya untuk mendeteksi polip


cm rendah baik spesifisitas maupun sensitivitasnya. Caralain adalah upaya mendeteksi mutasi genetik selsel kolon yang didapat melalui pemeriksaan feses seperti COX-} dan adanya proto onkogenes semacam K-ras.

berukuran

PENATAI-AKSANAAN

Kemoprevensi. Obat Antiinflamatori Nonsteroid (OAN) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan penurunan mortalitas KKR. Beberapa OAIN seperti sulindac dan Celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulang:rya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatous polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan risiko kanker dikalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah KKR sporadik masih lemah.

Endoskopi dan operasi. Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan polipektomi. Bila ukuran <5 mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau Di samping polipektomi KKR dapat diatasi dengan operasi. Indikasi untuk hemikolektomi atau elektrokoagulasi bipolar.

adalah tumor d.i caecum, kolon asendend, kolon transfersum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden di atasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rekhrm proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR (Zow Anterior Resection). Angka mortalitas akibat operasi sekaitar 5o/o tetapi bila operasi dike{akan secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastaJis di hati dapat memberikan hasll 25-35Yo rata-rata masa bebas tumor (diseas

e

free survival rate).

Perjalanan alami

Terapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi

Meskipun adenoma kolon merupakan lesi premaligna, namun perjalanan menjadi adenokarsinoma belum

kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi KKR setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien KKR Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara

diketahui. Literatur lama dari laporan pengamatan jangka panj ang menunjukkan bahwa perkembangan menj adi adenokarsinoma dari polip I cm 3o/o setelah 5 tahun, 8%

setelah

l0

tahun, dan

24%o

setelah 20 tahtn diagnosis

ditegakkan.

Pertumbuhan dan potensi menjadi ganas bervariasi secara substansial. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perubahan adenoma menjadi adenokarsinoma

adalah 7 tahun. Laporan lain menunjukkan polip

signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (diseasefree interttal). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada KKR Dukes B.

Irinotecan (CPT 1l) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang masa harapan hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki respon setelah diberikan 5FU

s75

TUMORKOI.OREI(f,AL

leucovorin. Manajenen KKR yang non-reseksibel Nd-YAG foto koagulasi laser Self expanding metal endoluminal stent

dala

. .

REFERENSI

& Premalignant Lesions of The Colon. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2"d Ed. McGraw-Hill Co. New York. 2004. Calvert PM, Frucht H. The Genetic of Colorectal Cancer. Ann Int Med,, 2002;137 (7): 603 -12 Kanaoka S, Yoshida K, Takai ! et al. Fecal COX-2 Assay is Useful for Colorectal Cancer Screening. Gastroenterology. 2005; 128 (4) Suppl 2: Wl583. Mayer RJ. Gastrointestinal Tract Cancer. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauss SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's

Bresalies RS. Maligaant

Principles of Internal Medicine. 15s Ed. McGraw-Hill. New

York. 2003. Sonnenberg A, Delco F, Inadomi JM. Cost effectiveness of colonoscopy in screening for colorectal cancer. Ann Intern Med 2000;133:573 Sudoyo AW. Kanker Kolorektal Usia Muda etnik Jawa, Sunda, Makassar, dan Minang di Indonesia: Kajian Klinikopatologi dan Immunohistokimia Instabilitas Mikrosatelit. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Iakarta 2005 Toribara NW, Sleisenger MH. Screening for Colorectal Cancer. N Eng J Med. 1995;332(13):861-7 Vogestein B, Fearon ER, Hamilton SR, et al. Genetic alterations

during colorectal-tumor development. N Eng J Med 1988;319:325-32 Yamada T, Haster WL, Inadomi JM, Anderson MA, Brown RS. Handbook of Gastroenterology. 2'd ed. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia. 2005.

89 TUMOR GASTER Ju us

EPIDEMIOLOGI

FAKTOR RISIKO

Tumor gaster terdiri atas tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak lebih jarang daripada tumor ganas. Tumor jinak didapatkan pada autopsi berkisar antara 0,2-0,4 Yo dan jarang ditemukan di bawah umur 55 tahun. Tumor ganas didapatkan 10 kali lebih banyak daripada tumor jinak. Tumor ganas yatg terbanyak adalah adenokarsinoma dan tumor ini menempati urutan ketiga

Faktor risiko kanker gaster antara lain helicobacter pylori, diet tinggi nitrat (nitrosamin) sebagai pengawet, makanan yang diasap dan diasinkan, rokok, atrofi lambung

Di samping itu ada juga faktor-faktor risiko yang mempermudah : 1). Seks, kanker gaster pada pria2kali lebih sering daripada perempuan, 2). umur, kebanyakan kanker lambung pada umur 50-70 tahun dan jarang di bawah umur 40 tahun, 3). alkohol, 4). operasi lambung

tumor saluran cema di Amerika Serikat setelah tumor kolon dan pankreas. Selama beberapa dasawarsa terakhir angka kematian turun tajam sampai 30o/o, iti disebabkan kejadian penyakit ini menurun diAmerika Serikat dan EropaBarat, tetapi tetap menjadi masalah di Jepang, EropaTimur, danAmerikaLatin. Pada Gambar 1 didapatkan kematian penyakit tumor ganas gaster di berbagai negara pada tahun 1970. Di negara lain selain Jepang, kelangsungan hidup lebih dari 5 tahun setelah pembedahan tumor gaster kurang dari l0%o, sedangkan di Jepang dapat mencapai 9}Yokarena adanya peningkatan cara diagnostik (endoskopi dan

sebelumnya, 5). polip lambung, 6). sindrom kanker familial

KLASIFIKASI Tumor gaster dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu

:

Tumor Jinak Dapat dibagi atas 1). Tumor jinak epitel, 2).Tumor jinak non epitel. Thmor Jinak Epitel. Tumor jinak epitel biasanya berbentuk polip dan dapat dibagi atas : a. Adenoma : Terisolasi, bagian dari adenoma generalisata gastrointestinal b. Adenoma hiperplastik. Polipoid sirkumskrip, difus c. Adenoma heterotropik. Tumor pankreas aberan, bruninoma

endoskopi ultrasound).

Angka Kematian per 100 000 Pria

Aden oma. Adenoma sering te r dap at terb atas pada lambung, tetapi dapat merupakan bagian polip adenoma generalisata pada saluran cema. Didapatkan pada lo/o dari pasien yang dilakukan pemeriksaan radiologi dan endoskopi. Terutama

didapatkan pada pria, biasanya usia dewasa. Biasanya berbentuk polip yang bertangkai, dengan permukaan licin, besamya hanya beberapa cm. Umumnya tanpa keluhan,

Gambar 1. Angka kematian kanker gaster (age adjusted) pada berbagai bangsa

576

kadang-kadang timbul perdarahan yar,E dapat menyebabkan anemia. Lokasi tumor yang tersering daerah pilorus dan antrum (s}%),fundus (20%),kurvatura minor (20%) dankardia (10%). Pada pemeriksaan radiologi didapatkan y' lling defect

dengan tepi teratur dan bertangkai. Pemeriksaan gastroskopi merupakan pemeriksaan yang memastikan lokasinya terutama di daerah antrum dan angulus. Setiap polip walaupun kelihatan jinak perlu dilakukan biopsi untuk melihat patologi anatominya. Bila pasien tanpa keluhan, sebail,mya dilakukan pemantauan secara teratur' Jika terlihat adanya komplikasi sebaiknya dilakukan polipektomi.

elevasi serta dan lebih meluas dan melebar, b . (Flat type). Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya

terlihat perubahan pada warna mukosa, c. (Depressed type). Didapatkan permukaan yang ireguler dan pinggir yang tidak rata (ireguler) hiperemis / pendatahan;3). Tipe

III (Excovated

sess

:

1).Bormann I. Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atrofi dan ireguler; 2).Bormann II. Merupakan non infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular.

Dasar ulkus terlihat nekrosis dengan wama kecoklatan, keabuan, dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus

terbanyak di daerah antrum dan pilorus. Biasanya pankreas aberan ini kecil (diameter I cm). Pemeriksaan radiologis dengan kontras ganda sangat membantu diagnosis. 2). Bruninoma. Biasanya ditemukan di daerah bulbus duodeni

tampak sangat hiperemis; 3). Bormann III. Berupa infiltrating carcinomatous ulcer. IJkasnya mempunyai dinding dan terlihat adanya infrltrasi progresif dan difus; 4). Bormann IV. Berupa bentuk diffus infiltrating type,tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada

polip multipel

di daerah pilorus

ganas

Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas

Adenoma heterotropik 1). Anomali pankreas paling sering didapatkan, kira-kira 0,5Yo dari autopsi. Lebih sering ditemukan pada pria antara umur 25-55 tahun- Lokasi

dan kadang-kadang didapatkan

II (tumor

Advanced gastric cancer (karsinoma gaster laniut).

ile atat discrette-

dan pada pemeriksaan radiologis didapatkan

typ") . Menyerupai Bormann

lanjut) dan sering disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan IIa + IIc.

Adenoma hiperplastik. Pada gastritis atrofi kronis permukaan mukosa dan alveolar berubah menjadi hiperplasia. Bentuknya dapat berupa

a.

(Elevated type). Tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti tipe 1, terdapat sedikit sub-tipe:

dan

seluruh mukosa.

antrum.

Tumor Jinak non epitel. Tumorjinak non epitel ini penting karena sering menimbulkan komplikasi berupa ulserasi dan

Tipe lProtruded Tipe llSuperficial ll a Elevated ll b Flat

perdarahan.

Tumor neurogenik. Sering didapatkan Schwannoma yang tumbuh dalam submukosa dan menonjol ke dalam lumen. Biasanya ukuran tumor menjadi beberapa cm, dapat

llC Depressed Tipe lll Excavated

terjadi ulserasi dan pendarahan. Leiomioma. Sering didapatkan pada pasien dewasa pada otopsi. Biasanya tunggal dengan diameter 2 cm di daerah antrum dan pilorus, dapat menyebabkan hipertrofi

---

COMBINATIONS

TipellC+lll Tipe lll+ ll

pilorus stenosis.

C

Fibroma. Biasanya kombinasi dengan tumor lain seperti

neurofrbroma, miofibroma, lipofibroma dan lain-lain.

Gambar 2. klasifikasi kanker gaster dini menurut Japan

Fibroma ini lebih jarang ditemukan danpada Schwannoma. Gejala yang sering timbul adalah perdarahan dan rasa nyeri

gastroenterological endoscopy society (Murakami, I 971 )'

Lipoma. Lipoma ini didapatkan pada autopsi lebih PATOGENESIS

kurang 0,03%. Lipoma tumbuh di dalam submukosa dengan keluhan rasa nyeri dan kadang-kadang ada perdarahan.

Seperti pada umumnya tumor ganas di tempat lain, penyebab tumor ganas gasterjuga belum diketahui secara pasti. Faktor yang mempermudah timbulnya tumor ganas gaster adalah perubahan mukosa yang abnormal, antara lain seperti gastritis atrofi, polip di gaster, dan anemia pernisiosa. Di samping itu, pengaruh keadaan lingkungan mungkin memegang peranan penting terutama pada

Klasifikasi Tumor Ganas Early gastric cancer. Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, gastroskopi, dan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi atas : 1). Tipe I (protruded type). Tumor ganas

yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan

penyakit gaster seperti di negara Jepang, Chili, Irlandia, Australia, Rusia, dan Skandinavia. Ternyata pada orang Jepang yang telah lama meninggalkan Jepang, frekuensi

submukosa yang berbentuk polipoid' Bentuknya ireguler,

permukaan tidak rata, perdarahan dengan atalu tatpa ulserasi; 2). Tipe II (superficial typ"), dapat dibagi atas 3

577

578

GAIITROENTEROI.OGI

tumor ganas gaster lebih rendah. Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan hidup mempunyai peran penting, makanan panas dapat merupakan faktor timbulnya tumor ganas seperti juga makanan yang diasap

5. Berbentuk linitisplastika 6. Sepertiganya karsinoma

(10

-

15

%)

berbagai bentuk di atas

dan ikan asin yang mungkin mempermudah timbulnya tumor ganas gaster.

GEJALA KLINIS

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor herediter, golongan darah teutama golongan darah A, dan

Keluhan utama tumor ganas gaster adalah berat badan menurun (82 %), nyeri epigastrium (63 Yo),mltrfiah(41oh), keluhan pencernaan (40 %), anoreksia (28 %), keluhan umum (25 %), disfagia (l 8 %), nausea (l 8 %), kelemahan (17 %), sendawa (10 o/o),hematemesis (7 %), regurgitasi (7 %) dan lekas kenyang (5 %). (Gambar 3). Kanker gaster dini jarang mempunyai keluhan dan sulit untuk dideteksi. Gejala yang ditimbulkan oleh metastasis dapat berupa perut membesar (asites), ikterus obstruktif, nyeri tulang, gejala neurologis dan sesak napas, dan dapat pula berupa ileus obstruktif.

faktor infeksi H. pylori.

PATOLOGI Kebanyakan kanker gaster adalah adenokarsinoma (9099%o), y ang

lan limfoma, leiomiosarkoma,

adenoxanthoma,

dan lain-lain. Kebanyakan lokasi tumor pada daerah

antropilorik, kurvatura minor lebih sering daripada kurvafuramayor. Karsinoma gaster berasal dari perubahan epitel pada membran mukosa gaster, yang berkembang padabagian bawah gaster, sedangkan pada ahofi gaster didapatkan bagian atas gaster dan secara multisenter. Karsinoma gaster terlihat beberapa benhrk: 1. Seperempatnya berasal dari propia yang berbentuk fungating dan tumbuh ke lumen sebagai massa 2. Seperempatnya berbentuk tumor yang berulserasi

r00

'

BB

lFNvari

-

|

Muntah

Anoreksia

----Kehitangan

r----l----------= T-----r

3.

Massa yang tumbuh melalui dinding menginvasi lapisan

r-----

4.

otot Penyebarannya melalui dinding yang dicemari penyebaran pada permukaan (8%).

------------l

Ruktus

----------:l

:

Disfagia Nausea

Hematemesis Regurgitasi

Mudah kenyang

Gambar 3. Keluhan pada kanker gaster Tumor Primer

Tis T1 T2 T3 T4

Carcinoma in situ lnvasi ke lamina propria atau sub mukosa lnvasi ke muskularis propria Penetrasi ke serosa lnvasi ke organ sekitar

DlAGNOSIS Pemeriksaan tr'isis. Pemeriksaan fisis dapat membantu

Metastasis Kelenjar Limfe Regional

N0 N1

None Metastasis ke kelenjar perigastrik 3 cm dari tumor primer N2 Metastiasis ke kelenjar limfe perigastrik lebih dari 3 cm

dari pinggir tumor primer (sepanjang lambung common hepatic,limpa atau arteri celiac)

Metastasis jauh

M0 None M1 Metastasis

kiri,

diagnosis berupa berat badan menurun dan anemia. Di daerah epigastrium mungkin ditemukan suatu massa dan jika telah terjadi metastasis ke h ati,terabahatiyang ireguler, dan kadang - kadang kelenjar limfe klavikula teraba.

Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan kontras ganda dengan berbagai posisi seperti

terlentang, tengkurap, oblik yang disertai dengan kompresi.

jauh

Stagrng 0

Tis

NO

MO

I

T1

N0-1

MO

T2

NO

MO

T1

N2

T2 T3

N,I

Gastroskopi dan biopsi. Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat adanya tumor gaster. Pada pemeriksaan Okuda (1969) dengan biopsi ditemukan 94 o/o pasien dengan tumor ganas gaster sedangkan dengan sitologi lavase hanya didapatkan 50 %.

il

ilt

IV

NO

r2

MO MO MO

N2

MO

T3 T4 T4 T1-4

N1-2

MO

N0-1 N2

N'l-2

MO

MO M,I

Endoskopi ultrasound. Dengan alat ini dapat dilihat penjalaran tumor per lapis, seperti sub mukosa, muskularis mukosa, dan sub serosa.

579

TI,'MORGASTER

Pemeriksaan darah pada tinja. Pada tumor ganas gaster sering didapatkan perdarahan dalam tinja (occult blood), untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan tes Benzidin.

sebagai paliatif, perbaikan obstruksi, nyeri lokal dan perdarahan, dengan dosis kurang dari 40 gy.

Sitologi. Pemeriksaan Papanicolaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor ganas lambung dengan hasil 80-

90 %. Tentu pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan pemeriksaan gastroskopi dan biopsi.

Staging dari Penyakit

r [ il lv

KOMPLIKASI Perforasi. Dapat te{adi perforasi akut dan perforasi laonis'

Amerika Serikat

Jepang

(1982-1987)

(1s71-1985)

&Yr n Kasus Syr Surttival Survival (%) (Y.l (Yol 1435 (45,7) 90,7 2oo4 (18,1) 5o,o 377 (',t1,e) 71,7 17e6 (16,2) 29,0 3s45 (35,6) '13,0 693 (21,8) 44,3 653 (20;56) 9,0 3342 (30.'1) 3.0 n Kasus (Y.l

Hematemesis. Hematemesis yang masif danmelena dapat

terjadi pada tumor ganas gaster sehingga dapat PROGNOSIS

menimbulkananemia.

Obstruksi. Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah-muntah

Adhesi. Jika tumormengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infrltrasi dengan organ sekitarnya serta menimbulkan keluhan nyeri perut. Penyebaran pada berbagai organ seperti hati, pankreas, dan kolon.

Prognosis yang baik berhubungan dengan bentuk polipoid kemudian yang berbentuk ulserasi, dan yang paling jelek bentuk scirrhous. Penyebaran karsinoma gaster sering ke hati dankemudianmelalui kelenjar di sekitar gaster, arteri hepatika dan celiac, pankreas dan hilus sekitar limpa.

PENGOBATAN Tindakan yang paling tepat adalah pembedahan setelah sebelumnya ditetapkan apakah masih operabel atau tidak. Semakin dini dibuat diagnosis semakin baik. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan adalah : Pembedahan. Jika penyakit belum menunjukkan tanda

penyebaran, pilihan terbaik adalah pembedahan. Walaupun telah terdapat daerah sebar, pembedahan masih dilakukan sebagai tindakan paliatif. Reseksi kuratif akan berhasil bila tidak ada tanda metastasis di tempat lain, tidak

ada sisa kanker pada irisan lambung, reseksi jaringan sekitar yang terkena, dari pengambilan kelenjar limpa secukupnya.

Kemoterapi. Pada tumor ganas gaster dapat dilakukan pemberian obat tunggal atau kombinasi kemoterapi. Di antara obat yang digunakan adalah 5 FU, trimetroxote, mitomisin C, hidrourea, epirubisin, dan karmisetin dengan hasil l8%-30%.

Dapat juga mengenai tulang, paru, otak, dan bagian lain saluran cema. Hanya 10% kanker gasteryang terbatas pada lambung pada saat dibuat diagnosis :

. . .

80%disertaipembesarankelenjarlimfe 4\yo telah terjadi penyebaran pada peritoneum 33o/o telah terjadi metastasis pada hati pada waktu

dibuat diagnosis Prognosis di Amerika Serikat sangat jelek, angka harapan hidup 5 tahun antara 5-15% dan kebanyakan waktu dibuat diagnosis sudah dalam keadaan yang lanjut, sedangkan di Jepang prognosis lebih baik karena tindakan diagnostikyang lebih dini (90%).

REFERENSI Albert SR, Cerometes A, Van de Velde JH. Gastric cancer

:

epidaniology, patology and treatment. Armals of Oncology. 2003;

14:1131-6.

Kombinasi terapi telah memberikan hasil lebih baik sebesar 53 %. Regimen FAM (5 FU, doksorubisin, mitomisin C ), adalah kombinasi yang sering digunakan. Kombinasi lain

yang digunakan adalah EAP (etoposid, doksorubisin, sisplatin )

Radiasi. Pengobatan dengan radiasi kurang berhasil'

Dengan dikenalnya kanker gaster dini dengan pemeriksaan gastroskopi, prognosisnya lebih baik dari keadaan lanjut. Faktor yang menehrkan prognosis adalah derajat invasi dinding gaster, adanya penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di peritoneum dan tempat lain'

1.

Resektabel dapat diberikan 40-50 gy. 2. Kasus lanjut radiasi

Bajetta E, Bazzorri R, Maridini L et al. Adjuvant chemotherapy in gastric cancer : S-years result of a randomized study by the

Italic trials in medical oncology (ITMO) Group. Annals of Oncology. 2002; 13: 299-309. Boeing H. Epidemiological research in stomach cancer : progress over the last 10 years. Journal of Cancer Riset and Clinical Oncology. 1991; 133-43. Chang HM, Jung KH, Kim TJ et al. A phase III randomized trial of 5-fluorouracil, doxorubicine, and mitomicyn C versus 5 fluo-

580

GAIITROENTEROIIrcI

rouracil alone itr curatively resected gastric cancer Annals of Oncology. 2002; 13: 177'l-85. Falcone A. Future strategies and adjuvant treatment of gastric cancer. Annals of Oncology. 2003; 14: ll45-7. Fuchs CS, Mayer RI. Gasfio carcinoma. N Engl J Medicirie. 1995; I: 335: 32-41. Goldstone AR, Quirke P, Dixon MF. Helicobacter pylori infection and gastric cancer. Journal of Pathology. 1996; 129-3'7.

Kirklod JM, Latsin Ml Yasko JM. Current cancff therapeutic. 2nd Ed. Churchill Livingstone; 1996. Kosughi T. Prognosis of early gastric cancer.Gastroenterology. 1970;

58:429-43. Landish SH, Morrey I Bolden S et al. Cancer statistic. Ca-A Cancer Journal for Clinician. 1999; 8-31. Levi E, Luchini F, Gonzalez JR et al. Monitoring falls in gastric cancer mortality

in europe. Ann Oncol. 2004; 13:338-45.

Muretho PgSanano F, Slaccioli HP, Barbauli

I

et al. An endogastric

capsule for measuring tumor markers in gastric juice: an evalttation of the safety and efficacy of a new diagnostic too1. Ann Oncol. 2003; 14: 105-9. Park SH, Kim DJ, Heo JS et al. Post operative chemoradiotherapy for gastric cancer. Am Oncol. 2003; 74: 1373-7 Parsonet J, Hanssen S, Rodriguez L et al. Helicobacter pylori infection and gastric limphoma. N Engl J Med.1994; 1262-71. Roder JD, Bottcher K, et al. For the German gastric caricer study group: classification of regional lymph node metastatic from gastric carcinoma. Cancer. 1998;82(4):621 -3 l. Shirakabe H. Double contrast studies of the stomach. Tokyo: Bunkodo Co Ltd; 1971. Stomach. In : American joint committee on cancer: AJCC cancer staging manual. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven Publishers, 5th ed;1997.p.71-6.

90 KOLITIS RADIASI Dadang Makmun

diterima, cara dan frekuensi pemberian, keadaan nutrisi

PENDAHULUAN

pasien, umur, adanya penyakit vaskular serta ada tidaknya

Sejak ditemukannya sinar X oleh Wilhelm Rdntgen pada tahun 1895 telah dilaporkan terjadinya kerusakan jaringan

operasi saluran cerna sebelumnya. Kerusakanjaringan akibat radiasi dapat dibedakan atas kerusakan akibat whole body irradiation dan localized

tubuh manusia karena radiasi. Pada permulaan

irradiation.

diperkenalkannya terapi radiasi, diketahui terjadinya hiperemis kulit serta terbakamya jaringan kulit akibat

radiasi. Dengan dikembangkannya teknik radiasi

Whole Body lrradiation

supervoltase, kerusakan kulit akibat radiasi tidak lagi terjadi

Akibat radiasi dengan dosis lebih dari 600 radtedadigeiala awal berupa nausea, vomitus serta penurunan sekresi asam Iambung. Ini akan diikuti dengan destruksi difus dari mukosa saluran cerna (terutama usus halus) serta gangguan pada sumsum tulang belakang, terganggunya fungsi mukosa saluran cerna, perubahan flora usus serta dapat diikuti oleh kehilangan cairan dan elektrolit bahkan dapat terjadi sepsis akibat pertumbuhan mikroorganisme fakultatif. Jika dosis radiasi kurang dari 150 rad, keluhan

walaupun dengan dosis yang lebih tinggi. Namun timbul masalah baru yaitu terjadinya kerusakan jaringan yang lebih dalam, termasuk saluran cerna. Di lain pihak, hampir 50% pasien kanker mendapatkan terapi radiasi dalam program pengobatannya, baik secara tersendiri maupun dalam kombinasi dengan tindakan operasi atau kemoterapi.

Kolitis radiasi (juga dikenal dengan sebutan proktitis radiasi) adalah penyakit peradangan kolon sebagai komplikasi abdominal dan pelvis akibat terapi radiasi

dapat hilang dengan sendirinya.

terhadap kanker ginekologi (karsinoma serviks), urologi (karsinoma prostat, kandung kemih dan testis) dan rektum.

Localized lrradiation

Walaupun kolon relatif radioresisten, namun insiden kerusakan jaringan akibat radiasi lebih tinggi dibanding segmen usus yang lain. Ini terjadi karena umumnya dosis yang diberikan untuk terapi tumor pada daerah ini lebih

Dalam keadaan akut akan terjadi kerusakan sel-sel epitel mukosa serta sel-sel endotel pembuluh darah saluran cerna yang diikuti dengan edema submukosa akibat peningkatan permeabilitas kapiler. Dalam fase akut jarang ditemukan ulkus. Jika dosis yang diberikan relatif kecil, semua kerusakan ini akan reversibel tanpa sekuele. Dengan meningkatnya dosis radiasi, dalam fase lanjut akan terjadi ulserasi yang ekstensif dan persisten serta terjadi pelebaran ireguler dari pembuluh-pembuluh darah kecil yang disebut sebagai teleangiektasia. Dapat terjadi perubahan epitel yang progresif sehingga terjadi atrofi, fibrosis bahkan bisa timbul striktur serta trombosis yang menyebabkan iskemi jaringan. Pada kasus-kasus tertentu dapat terjadi fistula bahkan perforasi. Sebagian penulis melaporkan timbulnya efek karsinogenesis sebagai akibat

tinggi serta akibat rektum dan sigmoid relatif terfiksir (imobilitas) di daerah ini. Earnest dan kawan-kawan melaporkan bahwa akhirakhir ini terdapat peningkatan angka kejadian kolitis radiasi. Hampir 75o/o dari pasien tumor di daerah pelvis yang menjalani radioterapi menunjukkan tanda-tanda kolitis

radiasi.

PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIK Te{adinya kolitis radiasi bergantung dari dosis radiasi yang

581

582

GAIITROENTEROI.OGI

lanjut dari terapi radiasi, namun mekanismenya belum diketahui. Manifestasi klinik kolitis radiasi dapat dibagi atas gejala akut dan gejala kronik. Gejala akut dapat berupa mual-mual, muntah, diare dan tenesmus. Umumnya terjadi dalam kurun wakhr 6 minggu setelah selesai radiasi. Sangat jarang terjadi

perdarahan pada fase akut ini. Keluhan umumnya berkurang dengan pengurangan dosis atau frekuensi pemberian serta hilang dalam waktu 2-6 bulan. Gejala kronik biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama pasca radiasi, umumnya 6-9 bulan setelah terapi radiasi selesai. Pada beberapa pasien gejala dapat timbul setelah lebih dari sepuluh tahun pasca radiasi. Gejala yang timbul biasanya berupa hematokezia, diare, kolik dan tenesmus. Pasien dengan perdarahan minimal umumnya tidak memerlukan transfusi darah, 7 0/o diantaranya mengalami

remisi spontan, hanya kira-kira

5%o

yang memerlukan

tindakan pembedahan. Namun pada pasien dengan derajat kerusakan lebih berat yang memerlukan tranfusi darah, angka remisi spontan kecil sekali (0-20%), 50%o di arizranya memerlukan tindakan pembedahan dengan angka kematian yang tinggi (60%).

Penatalaksanaan

kolitis radiasi, terutama dengan

kerusakan yang berat, sampai saat ini masih merupakan masalah. Pada umumnya, terapi dimulai dengan pemberian

steroid enema, sulfasalazin/mesalazin serta sukralfat enema. Suatu studi prospektif menunjukkan beberapa keuntungan klinis bila sulfasalazin oral dikombinasikan dengan steroid enema dibandingkan dengan pemberian sukralfat enema sendiri. Hasil pengobatan akan lebih baik bila sulfasalazit oral dikombinasikan dengan steroid enema dan sukralfat enema. Akhir-akhir ini dilaporkan tentang efektifitas terapi oksigen hiperbarik, instilasi formalin serta ablasi laser per-endoskopi. Saclaiders dan kawan-kawan (1995) melaporkan bahwa pemakaian formalin secara topikal cukup aman dan efektif untuk pengobatan proktitis hemoragik akibat radiasi.

Pengalaman kami

di Divisi

Gastroenterologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, pasien-pasien kolitis radiasi derajat I dan II memberikan respon yang cukup baik pada pengobatan dengan steroid enema dikombinasikan dengan sukralfat enema dan mesalazin enema.

Pada pasien dengan kerusakan berat umumnya

Ada dua mekanisme yang dapat menjelaskan

pengobatan medikamentosa menemui kegagalan sehingga

patofisiologi timbulnya keluhan dan gejala kolitis radiasi yaitu nekrosis mukus dan kerusakan vaskular submukosa.

tidak jarang harus mengalami pembedahan karena

Keluhan-keluhan biasanya disebabkan kerusakan mukosa, tetapi sebagian lagi dapat diakibatkan oleh perubahan

fistula.

perdarahan yang tidak dapat dikendalikan, stenosis atau

sfingter ani interna karena kerusakan pada pleksus misenterikus.

REFERENSI

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Cengiz et al. Sucralfate in the prevention of radiation mucositis. J. Clin gastroenterol 1999: 28: 40-3 Eamest DL, Trier JS. Radiation enteritis and colitis, in Sleisinger and Fordstran (eds): Gastrointestinal Disease. WB Saunders Company, Philadelphia, London, Yol.2. 1993: 1256-69. Nostrant TT, Robertson JM, Lawrence TS. Radiation Injury, in Yamada T et al (eds), Textbook of Gastroenterology. JB Lippincott Company. 2"d Edition. 1995: 2524-35. Saclaiders TT, et al. Formalin installation for refractory radiation induced hemorrhagic proctitis. Dis Colon Rectum, 1996. 39:

Diagnosis umunnya ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, endoskopi saluran cerna

(rektosigmoidoskopi/kolonoskopi) dan pemeriksaan histopatologi. Jika pemeriksaan endoskopi sulit dilakukan

(oleh karena striktur hebat atau fistula), dilakukan pemeriksaan barium enema.

Pada pemeriksaan kolonoskopi dapat ditemukan adanya gambaran teleangiektasia, edema, ulkus, strikfur bahkan fistula, mukosa yang kaku serta mudah berdarah.

Kottmeier (1964) membagi gejala kolitis radiasi atas 4 derajat, yait:u Derajatl : Keluhan ringan serta didapatkan kelainan mukosa minimal, Derajatll : Diare yang sering disertai mukus dan darah. Pada kolonoskopi didapatkan jaringan nekrosis, ulkus atau stenosis sedang Derajat III : Stenosis rektum berat sehingga memerlukan kolostomi, Derajat IV : Didapatkan fistula.

t96-9 Seow-Choen R Goh H, Eu

I!

Ho YH, Tay

SI{A

simple and effective

treatment for hemorrhagic radiation proctitis using formalin. Dis Colon Rectum 1993; 36: 135-8. Tytgat GNJ. Future clinical development of sucralfate, prevention and therapy of irradiation induced discomfort and mucosal damage. In Hollander D, Tytgat GNJ (eds). Sucralfate, from base to the bed side. Plenium Medical Book Company. New York and London. l" Edition, 1995:339-49. Welton ML. Anorectal Diseases. In Friedman SL, McQuaid KR,

Grendell JH, (Eds). Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. McGrawHill Companies. Second Edition. 2003:452-79.

91 TRRTTABLE BOWEL STVDROME (IBS) Chudahman Manan, Ari Fahrial Syam

Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah salah satupenyakit gastrointestinal fungsional. Pengertian lrritable Bowel

1/3 kasus IBS. Keluhan-keluhan IBS muncul setelah I bulan infeksi. Penyebab IBS paska infeksi antara lain virus, giardia atau amuba. Pasien IBS paska infeksi biasanya mempunyai gejala perut kembung, nyeri

Syndrome (IBS) sendiri adalah adanya nyeri perut, distensi

abdomen dan diare.

DEFINISI

dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik. Gejala yang dapat muncul pada pasien dengan IBS cukup bervariasi. Disisi lain pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada pasien IBS tidak ada, oleh karena itu penegakkan diagnosis IBS kadang kala tidak mudah. Kejadian dari IBS mencapai 15 % dari pendudukAmerika,

KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis IBS sendiri didasarkan pada konsensus atau kesepakatan yang tervalidasi dan tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menentukan diagnosis dari IBS tersebut. Saat ini kriteria diagnosis yang digunakan adalah kriteria Rome III yang dipublikasi sejak tahun 2006. Kriteria ini didasarkan pada adanya keluhan berupa rasa tidak nyaman atau nyeri yang telah berlangsung sedikitnya selama 3 hari/bulan selama 3 bulan pertama (tidak perlu berurutan) dan telah berlangsung dalam 3 bulan terakhir

hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS lebih banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lebihbesar dari laki-laki. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS bisa mencapai 3,6 -21,8 % dari jumlahpenduduk dengatrata-ratallYo.

dan tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas secara

ETIOLOGI

kelainan struktur maupun biokimiawi. Selain itu terdapat sedikitnya 2 dari 3 hal berikut ini yaitu nyeri hilang setelah defekasi, perubahan frekuensi dari defekasi (diare atau konstipasi) atau perubahat dari bentuk feses. (Tabel 1) Nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang dirasakan oleh pasien dengan IBS biasanya selalu membawa pasien tersebut unfuk mencarikan pertolongan dan tentunya hal ini akan mengurangi kualitas hidup dari

Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu faktor saja. Penelitian-penelitian terakhir mengarah unhrk membuat suatu model terintegrasi

sebagai penyebab dari IBS. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain gangguan motilitas, intoleransi makanan, abnormalitas sensoris,

abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut, hipersensitivitas viseral, dan pasca infeksi usus. Adanya IBS predominan diare dan IBS predominan konstipasi menunjukkan bahwa pada IBS terjadi suatu

perubahan motilitas. Pada IBS tipe diare terjadi

Nyeri atau tidak nyaman diperut yang berulang sedikitnya 3 hari per bulan selama 3 bulan terakhir disertai gejala berikut:

peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit kolon dan usus halus. Sedang pada IBS tipe konstipasi

Membaik dengan defekasi Onset berhubungan dengan perubahan frekuensi dari defekasi Onset berhubungan perubahan bentuk feses.

terjadi penurunan kontraksi usus dan memanjangnya waktu transit kolon dan usus halus. IBS yang terjadi paska infeksi dilaporkanhampirpada

583

s84

GAIIIROENTEROI.OGI

pasien itu sendiri dan cenderung menjadi tidak produktif. Diare juga gejala utama IBS yang selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, keluhan diare itu tentunya tidak

menyenangkan. Keluhan konstipasi yang juga menjadi keluhan utama pasien IBS tipe konstipasi biasanya disertai oleh kembung serta rasa nyaman di ulu hati. Setelah melakukan anamnesis yang lengkap dan

mencocokan dengan kriteria yang ada dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah perifer lengkap,

biokimia darah serta pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan hormon tiroid pada pasien deng an gejala diar e

kronisnya yang menonjol. Diagnosis IBS ditegakkan jika keluhan sesuai kriteria Rome III dan tidak ditemukan kelainan organik lain. Sebagian besar kasus yang telah memenuhi kriteria Rome III tanpa gejala alarm seperti yang disebutkan di atas biasanya tidak ditemukan kelainan struktural. Pada pasien IB S dengan dominasi keluhan diare pemeriksaan kolonoskopi diikuti biopsi mukosa kolon perlu

IBS predominan nyeri

. . . . .

Nyeri difosa iliaka, tidak dapat dengan

tegas

menunjukkan lokasi sakitnya Nyeri dirasakan lebih dari 6 bulan Nyeri hilang setelah defekasi Nyeri meningkat jika stress dan selama menstruasi

Nyeri dirasakan persisten jika kambuh terasa lebih sakit IBS predominan diare Diare pada pagi hari sering dengan urgensi

o o

Biasanya disertai rasa sakit dan hilang setelah defekasi IBS predominan konstipasi

o o o

Terutama wanita Defekasi tidak lampias

Biasanya feses disertai lendir tanpa darah IBS alternafihg pattern Pola defekasi yang berubah-ubah: diare dan konstipasi

o o

Sering feses keras dibagi hari diikuti dengan beberapa kali defekasi dan feses menjadi cair pada sore hari

dilakukan untuk menyingkirkan adanya kolitis milaoskopik. Selain kriteria Roma III, secara praktis sering juga digunakan kriteria Manning yang lebih sederhana dan menitik beratkan pada keadaan pada onset nyeri antara lain adanya buang air besar yang cair dan peningkatan frekuensi buang air besar saat timbulnya nyeri. (Tabel 2 ). Dari masing-masing gejala yang terdapat pada kriteria Manning sebenarnya mempunyai interpretasi masingmasing. Adanya feses cair disertai frekuensi defekasi yang meningkat pada saat nyeri menginterpretasikan bahwa terjadi perubahan fungsi intestinal. Sedang adanya nyeri

yang berkurang setelah defekasi menunjukkan bahwa

nyeri berasal dari gastrointestinal bawah. Adanya kembung menunjukkan bahwa kondisi sakit ini agakrrya bukan kelainan organik. Adanya rasa tidak lampias menginterpretasikan bahwa rektum iritable. Sedang adanya lendir pada saat defekasi menunjukkan bahwa rektum teriritasi. Pada beberapa keadaan IBS dibagi dalam beberapa subgrup sesuai dengan keluhan dominan yang ada pada seseorang pada Subgrup IBS yang sering digunakan membagi IBS menjadi 4 yaitu IBS predominan nyeri perut, IBS predominan diare, IBS predominan konstipasi dan IBS alternating pattern. (Tabel 3)

DIFERENSIAL DIAGNOSIS Beberapa penyakit harus dipikirkan sebagai diferensial

diagnosis dari IBS karena penyakit-penyakit ini juga mempnnyai gejalayang lebih kurang sama seperti IBS.

Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan untuk mencari penyebab nyeri perut dan dihubungkan dengan kemungkinan IBS sebagai penyebab dapat dilihat pada Tabel4. Pada IBS diare sering didiferensial diagnosis dengan defisiensi laktase. Kelainan lain yang juga harus dipikirkan adalah kanker kolorektal, divertikulitis, inflammatory bowel disease (IBD), obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon, infeksi usus, iskemia, maldigesti dan malabsorbsi

serta endometriosis pada pasien yang mengalami nyeri

saat menstruasi.

Ada beberapa tanda alarm yarg harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus kearah suatu penyakit organik dari pada IBS yaitu antara lain onset umur lebih besar dari 55 tahun, riwayat keluhan bertama kali kurang dari 6 bulan, perjalanan penyakitnya progresifatau sangat berat, gejala-gejala timbul pada malam hari, perdarahan per anus, anoreksia, berat badan furun, riwayat keluarga menderita kanker, pada pemeriksaan fisik ditemukan

Gejala yang sering didapat pada penderita IBS yaitu : Feses cair pada saat nyeri o Frekuensi buang air besar bertambah pada saat nyeri

. .

Nyeri berkurang setelah buang air besar

o Tampak abdomen

distensi Dua gejala tambahan yang sering mucul pada pasien IBS o Lendir saat buang air besar o Perasaan tidak lampias saat buang air besar

a :

a

Apakah nyeri yang dirasakan hanya pada satu tempat atau berpindah-pindah? (Pada IBS berpindah-pindah) Seberapa sering merasakan nyeri? (Pada IBS tidak tentu) Berapa lama nyeri dirasakan? (Pada IBS sebentar) Bagaimana keadaan nyeri jika pasien buang air besar atau flatus? (Pada IBS akan lebih nyaman)

s85

I RRI TABIE, BOWEL SYTIDROME

kelainan misal adanya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain gejala-gejala IBS maka penyebab organikharus dipikirkan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan laboratorium dan

ragayangteraltr merupakan kunci penting yang juga harus diperhatikan agar pasien dengan IBS dapat menyesuaikan diri dengan keluhan-keluhan yang ada.

pemeriksaan penunjang lain harus segera dilakukan.

terutama untuk menghilangkan gejala yang timbul antara lain untuk mengatasi nyeri abdomen, mengatasi konstipasi , mengatasi diare dan obat antiansietas. Sampai sejauh ini tidak ada obat tunggal yang diberikan untuk pasien IBS, obat-obatan ini biasanya diberikan secara kombinasi.

TATAI-AKSANA Penataksanaanpasien dengan IBS meliputi modilftasi diet,

intervensi psikologi dan farmakoterapi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. Dalam memberikan obat-obatan harus selalu diingat bahwa obatobatan mempunyai efek samping dan yang juga akan memperburuk kondisi psikis pasien.

Diet. Modif,ftasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Disisi lain pada pasien dengan IBS tipe diare konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi serat juga dsertai konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olah raga rutin. Beberapa makanan atau minuman tertentu juga dapat mencetuskan tet'adinya IBS pada beberapa pasien oleh karena itu harus dihindarkan. Beberapa makanan dan

minuman yang sering mencetuskan IBS antara lain gandum, susu, kafein, bawang, coklat danbeberapa sayur-

sayuran. Biasanya

jika keluhan menghilang

setelah

menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai

pencetus bisa dicoba untuk dikonsumsi lagi setelah bulan dengan jumlah diberikan secara bertahap.

3

Psikoterapi. Pasien dengan IBS biasanya mempunyai rasa cemas yang tinggi atas penyakitnya. Karena biasanya rasa sakit di perut, buang air besar cair atau susah buang air besar itu datangnya tiba-tiba. Umumnya pasien IBS selalu berpikiran bahwa ada sesuahr penyakit organik yang terj adi

pada tubuhnya. Penjelasan atas penyakit IBS dan meyakinkan bahwa penyakit IBS yang dialami pasien

adalah penyakit yang dapat diobati dan tidak membahayakan kehidupan merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan pasien. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan yang telah menyingkirkan kemungkinan penyakit organik harus disampaikan dan juga menambah

keyakinan pasien bahwa pasien sebenarnya hanya menderita IBS saja tidak ada penyakit lain apalagi penyakit kanker. Pasien-pasien dengan IBS harus selalu diingatkan untuk dapat mengendalikan stresnya. Pasien diminta unhrk tidak

Obat-obatan. Obat-obatan yang diberikan untuk IBS

Untuk mengatasi nyeri abdomen sering digunakan antispasmodik yang mempunyai efek antikolinergik dan lebih bermanfaat pada nyeri perut setelah makan, tetapi umunya kurang bermanfaat pada nyeri kronik disertai gejala konstipasi. Obat-obatan yang sering dan sudah beredar di Indonesia antara lain mebeverine 3x135 mg, hiosinNbutilbromida 3x10 mg, Chlordiazepoksid 5 mg/klidinium 2,5 mg 3x1 tab, alverine 3x30 mg dan obat antispasmodik terbaru dan juga sudah digunakan di Indonesia otolium bromida.

Untuk IBS konstipasi, laksatifosmotik seperti lakhrlosa, magnesium hidroksida terutama pada kasus-kasus dimana

konsumsi tinggi serat tidak membantu mengatasi konstipasi. Obat-obatan laksatif stimulan biasanya tidak dipergunakan karena akan memperburuk rasa nyeri abdomen pasien. Tegaserod suatu 5-HT4 reseptor agonis, obat IBS tipe konstipasi yang relatif baru dan sudah beredar di Indonesia bekerja untuk meningkatkan akselerasi usus halus dan meningkatkan waktu transit feses di kolon dan juga disebutkan dapat meningkatkan sekresi cairan usus. B eberapa penelitian menunjukkan bahwa te gaserod memperbaiki gejala pasien secara global dan meningkatkan

frekuensi defekasi dan konsistensi feses. Tegaserod biasanya diberikan dengan dosis 2x 6 mg selama 10-12 minggu. Tetapi saat ini tegaserod sudah ditarik dari perederan karena efek samping pada jantung walau sebenarnya obat ini cukup efektifdalam penangani kasuskasu IBS tipe konstipasi khususnya pada wanita. Untuk IBS tipe diare beberapa obat juga dapat digunakan antara lain loperamid dengan dosis 2-16 mg perhari. Dalam pengobatan pasien dengan IBS kadang-kadang

dipergunakan obat-obatan yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pasien dan ini sebaiknya menjadi perhatian

dokter. IBS bukan disebabkan oleh jamur dan infeksi sehingga antibiotika dan antijamur tidak dibutuhkan. Begitu juga enzim, malabsorbsi bukan penyebab IBS sehingga suplementasi ensim pada pasien dengan IBS kurang tepat.

bekerja berlebihan dan mengenyampingkan waktu istirahatnya, menyediakan waktu yang cukup untuk dapat melakukan buang airbesar secara teratur diluar waktu sibuk bekerja dan juga yang terpenting selama makan disediakan waktu yang cukup agar makan yang dilakukan dapat dilakukan dalam ketengangan dan tidak terbtru-buru. Olah

PROGNOSIS Penyakit IBS tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-

gejala pasien IBS biasanya akan membaik dan hilang

586

GAIITROENTEROIOGI

setelah 12 bulan pada 50 o/o kasus, dan hanya kurang dari 5 %o yarry akanmemburuk dan sisanya dengan gejalayang menetap.

REFERENSI Bennett EJ, Piese C, Palmer

K, et al. Functional gastrointestinal

disorders: psychological, social and somatic features. Gut. 1998;42:414-20.

Camilleri M, Choi M-G. Irritable bowel syndrome. Aliment Pharmacol Ther. 1997;11 :3-15. Drossman DA, McKee DC, Sandler RS, et al. Psychosocial factors in the irritable bowel syndrome: a multivariate study of patients and nonpatients with irritable bowel syndrome. Gastroenterol-

ogy.1988;95:701-8. Heaton KW, Thompson. Irritable bowel syndrome. Oxford: Health Press;1999.

Horwitz BJ, Fisher RB. Irritable bowel syndrome. N Engl J Med. 2001;,344:1846-50. Manning AP, Thompsom WG Heaton KW et al. Towards positive diagnosis of the irritable bowel. BMJ. 1978;2:653-4. Rani AA, Syam AF. Diagnosa Initable Bowel Syandrome (IBS): masalah praktis deirgan kriteria diagnosis. In: Simadibrata S, Syam AF, editor. Update in gastroenterology 2005. Jakarta: PIP Departemen IPD FKUI; 2005. p. 49-53. Talley NJ, Boyce PM, Jones M. Predictors of health care seeking for irritable bowel syndrome: a population based study. Gut.

1997;41:394-8. Travis SPL, Ahmad

I Collier J, Steinhart AH. Gastroenterology (Pocket Consultant). 3rd edition. Oxford: Blackwell Publishing; 2005.

Vanner SJ, Depew WT, Paterson WG et al. Predictive value of the Rome criteria for diagnosing the irritable bowel syndrome. Am J Gastroenterol. 1999:94:2912-7.

92 HEMOROID Marcellus Simadibrata K

PENDAHULUAN

PATOGENESIS

Hemoroid merupakan penyakit daerah anus yang cukup banyak ditemukan pada praktek dokter sehari-hari. Di RSCM selama 2 tahun (Januari 1993 s.d Desember 1994) dari 414 kali pemeriksaan kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid. Hemoroid memiliki sinonim piles, ambeien, wasir atau southern pole disease dalam istilah di masyarakat umum. Keluhan penyakit ini antara lain: buang air besar sakit dan sulit, dubur terasa panas, serta adanyabenjolan di dubur, perdarahan melalui dubur dan lainJain. Sejak dulu hemoroid hanya diobati oleh dukun-dukun wasir dan dokter bedah, akan tetapi akhirakhir ini karena kasusnya makin banyak semua dokter diperbolehkan menangani hemoroid. Hemoroid memiliki faktor risiko cukup banyak antara lain kurang mobilisasi, lebih banyak tidur, konstipasi, Cara buang air besar yang tidak benar, kurang minum air, kurang makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika/keturunan, kehamilan,

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakat atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktorfaktor risiko/pencetus. Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebihbanyakmemakai jamban duduk, terlalu

lama duduk dijamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olah ragalimobilisasi.

KLASIFIKASI DAN DERAJAT

penyakit yang meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen, tumor usus), dan sirosis hati.

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna

dan interna. Hemoroid interna dibagi berdasarkan

Penatalaksanaan hemoroid dibagi atas penatalaksanaan

gambaran klinis atas: 1. Derajat 1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop. 2. Derajat 2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara

secara medik dan secara bedah bergantung pada derajatnya.

DEFINISI Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus

hemorrhoidalis.

Di bawah atau di luar

3.

linea

spontan Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan

dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid eksterna. Sedangkan di atas

4.

atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna. Biasanya struktur anatomis anal canal masih normal.

Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid eksterna (diluar/di bawah linea dentata) dan hemoroid

587

Jan

Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untukmengalami trombosis dan infark.

s88

GAIiIROENTEROI.OGI

interna (didalam/di atas linea dentata). Untuk melihat risiko

perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara anoskopik hemoroid interna juga dapat dibagai atas 4

penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive. Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai

dengan III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi.

derajat hemoroid.

Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua

DIAGNOSIS

medis.

Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari hemoroid berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat I sampai dengan derajat 4) dan pemeriksaan anoskopi/kolonoskopi. Karena hemoroid dapat disebabkan adanya tumor di dalam abdomen atau

Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaiki polalcara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat

derajat hemoroid yang tidak respon terhadap pengobatan

usus proksimal, agar lebih

teliti

sebaiknya selain

memastikan diagnosis hemoroid, dipastikan juga apakah di usus halus atau dikolon ada kelainan misal tumor atau kolitis. Untuk memastikan kelainan di usus halus diperlukan pemeriksaan rontgen usus halus atau enteroskopi. Sedangkan untuk memastikan kelainan di kolon diperlukan pemeriksaan rontgen Barium enema atau kolonoskopi total.

PENATA!.AKSANAAN Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan

medis dan penatalaksaanaan bedah. Penatalaksanaan medis terdiri dari nonfarmakologis, farmakologis, tindakan

minimal inyasiye.

a.

Penatalaksanaanmedis nonfarmakologis: Penatalaksanaan

b.

perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi. Penatalaksanaan medis farmakologis: Penatalaksanaan

nonfarmakologis bertujuan untuk mencegah ini bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala.

c.

Tindakan medis minimal invasive'. tindakan untuk menghentikan atau memperlambat perbwukan penyakit

dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi hemoroid atau

Penatalaksanaan medis

non

farmakologis.

hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management

program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelincin feses, dan perubahan perilaku buang air 2. Untuk memperbaiki defikasi dianjurkan menggunakan posisi jongkok (squatting) sewaktu defrkasi. Pada posisi jongkok temyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau ke luar rekhrm. Mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan

vena hemoroid, dan akan memperparah timbulnya hemoroid, dengan posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak. Bersamaan dengan program BMP

di atas, biasanyajuga dilakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10- I 5 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini maka eksudat yang lengket atau sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.

Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak, dan banyak jalan.Dengan banyak bergerakpola defekasi menjadi membaik. Pasien diharuskan banyak minum 30-40 mVkgBBlhari untuk melembekkan tinja. Pasien harus banyak makan serat antara lain buahbuahan, sayur-sayuran, cereal. dan suplementasi serat komersial bila kurang serat dalam makanannya.

Penatalaksanaan medis farmakologis. Obat-obat

ligasi hemoroid atau terapi laser.

farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu

Tindakan bedah: Tindakan ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama yang bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dan kedua untuk mengangkat jaringan yang sudah lanjut.

pertama: memperbaiki defekasi, kedua: meredakan keluhan subyektif, ketiga: menghentikan perdarahan, dan keempat:

Yang dibicarakan pada makalah ini hanya penatalaksanaan

dalam BMP yaitu suplemen serat (fiber supplement) dan pelincir atau pelicin tinj a (s tool softener). Suplemen

d.

medis, sedangkan penatalaksanaan bedah tidak kami

menekan atau mencegah timbulnyakeluhan dan gejala.

1.

Obat memperbaiki defekasi: Ada dua obat yang diikutkan

masukkan.

serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk yang berasal dari kulit biji Plantago ovata yang dikeringkan dan digiling

PENATALAKSANAAN MEDIS

menjadi bubuk. Dalam saluran cerna bubuk ini agak menyerap air dan bersifat sebagai bulk laxative, yarg bekerja membesarkan volume tinja dan meningkatkan

Penatalaksanaan

medis hemoroid terdiri dari

589

HEX'OROID

4.

sulfosuccinal bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan

Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid: Caspite (1994) melakukan uji klinik pada 100 pasien hernoroid akut yang membandingkan diosminthesperidin dan plasebo, dengan rancangan tersamar ganda dan teracak. Diosminthesperidin dan plasebo diberikan tiga kali2 tablet selama 4 hari, lalu 2kali2 tablet selama 3 hari. Perbaikan menyeluruh keluhan dan gejala terjadi pada kedua kelompok pengobatan. Tetapi perbaikan

meningkatkan penetrasi cairanke dalam tinja. Dosis 300

lebih nyata pada kelompok Diosminthesperidin

mglhai.

(p<0,001). Diosminthesperidin memberi perbaikan yang nyata terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

peristalsis. Efek samping antara lain kentut, kembung dan konstipasi, alergi, sakit perut dan lain-lain. Untuk

mencegah konstipasi atau obstruksi saluran cerna dianjurkan minum air yang banyak. Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain

natrium dioktil sulfosuksinat. Natrium dioctyl

Obat Simtomatik: Pengobatan simtomatik bertujuan menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit didaerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptik lemah. Untuk menghilangkan nyeri, tersedia sediaan yang mengandung anestesi lokal. Bukti yang meyakinkan akan anestesi lokal tersebut belum ada. Pemberian anestesi lokal tersebut dilakukan sesingkat mungkin untuk menghindarkan sensitisasi atau iritasi kulit anus. Sediaan penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria. Bila perlu dapat digunakan sediaan yang mengandung kortikosteroid untuk mengurangiradang daerah hemoroid atau anus. Sediaan berbentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid intema, sedangkan sediaan ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna.

Obat menghentikan perdarahan: Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Pemberian serat komersial misal psyllium pada penelitian Perez-Miranda dkk (1996) setelah 2 minggu pemberian terrry ata dapat men gurangi perdarahan hemoroid yang terjadi dibandingkan plasebo. SzentGyorgy memberikan citrus bioflavanoids yang berasal dari jeruk lemon dan paprika pada pasien hemoroid berdarah, ternyata dapat memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah Bioflavonoids yang berasal dari jeruk lemon antara lain diosmin, heperidin, rutin,

naringin, tangeretin, diosmetin, neohesperidin, quercetin. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) danhesperidin (10%), dalam bentuk micronized. Bukti-bukti yang mendukung

penggunaan bioflavonoid untuk menghentikan perdarahan hemoroid antara lain penelitian Ho dkk (1995) meneliti efek daflon 500 mg 3xper hari dalam mencegah perdarahan sekunder setelah hemoroidektomi pada 228 pasien hemoroid dengan prolaps menetap. Pada kelompok daflon perdarahan sekunder lebih sedikit

dibandingkan kelompok plasebo. Ho dkk (2000) melakukan penelitian daflon pada hemoroid yang diobati dengan ligasirubber band selama 3 bulan. Pada kelompok daflon didapatkan perdarahan ulang yang

lebih sedikit dibandingkan kontrol.

Disimpulkan pada penelitian ini bahwa pengobatan dengan ardium 500 menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Tanaponsathorn dan Vajrabukka (1992) melakukan

klinik terkontrol, acak dan tersamar ganda

uji

yang

membandingkan daflon dengan plasebo pada pasien hemoroid interna, akut, derajat I dan2, dan semua pasien mendapat suplemen serat. Jumlah setiap kelompok 50 orang. Daflon atau plasebo diberikan 3 kali sehari 4 tablet selama 4 hari pertama, kemudian 2 kali 2 tablet selama 10

hari. Hasil penelitian yaitu pada hari ke 4 Daflon memberikan perbaikan gejala obyektif yang bermakna secara statistik (p<0.01), tetapi tidak bermakna dalam perbaikan keluhan subyektif. Pada hari I 4 pengobatan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam perbaikan gejala obyektif dan keluhan subyektif. Dua kasus hemoroid dikeluarkan dari penelitian pada hari ke 4, karena kondisi kliniknya memburuk. Tidak ditemukan efek samping daflon pada penelitian ini. Godeberge (1994) melakukan uji klinik terkontol, acak,

dan tersamar gand yar.g

membandingkan

diosminthesperidin dengan plasebo pada pasien hemoroid akut dan kronik. Masing kelompok terdiri atas 60 orang, dan masing subyek menerima ardium atau plasebo 2 kali 2 tablet selama

2btlan

Pasien diperiksa pada hari pertama,

dan 2 bulan kemudian. Hasil penelitian yaitu terjadi penurunan serangan hemoroid yang bermakna secara statistik pada kelompok dibandingkan plasebo. Pada kelompok daflon 40% pasien mendapat satu kali serangan hemoroid selama 2 btlan pengobatan, dengan lama ser angan 2,6 + I, I hari. Sedangkan pada kelompok plasebo angka serangan itu adalah 70o/r, dan lama serangan 4,6 + I ,6 hari. Skor keseluruhan keluhan merutrun dari 6,6 ke 1,1 pada kelompok ardium dan dari 6,1 ke 4,0 pada kelompok plasebo (p<0.01) pada akhir pengobatan. Skor keselumhan gejala, masing-masing turun dai 4,9 dan 4,5 ke 0,9 dan

2,9(<0.01). Tidak ada efek samping yang nyata dengan diosminthesperidin Rani AA dkk dalam penelitiannya melakukan studi pemberian micronized flavonoid (Diosmin + Hesperidin) (R/Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Dalam penelitian ini didapatkan hasil

s90

GASIROENTEROI.OGI

penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara bermakna.

REFERENSI

Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan

Cospite M. Double-blind, placebo-controlled evaluation of clinical

dibanding awal pengobatan.

Penatalaksanaan minimal invusive. Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain

tindakan skleroterapi hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser.

Penulis dkk pada tahun 1993-1995di RSCM dalam penelitiannya melakukan skleroterapi pada 18 pasien hemoroid menggunakan obat aethoxysclerol lYzo/o, anoskop logam dan jarum spinal no 26 dan spuit 1cc. Tiap

hemoroid interna disuntik masing-masing 0,5 - lml aethoxysclerol. Dari penelitian ini didapat bahwa dengan skleroterapi aethoxy scl erol didapatkan pengecilan deraj at

hemoroid pada minggu 4 sampai dengan 5 setelah skleroterapi 3-5 kali. Komplikasi yang didapatkan yaitu sakit pada anus waktu buang air besar, dan ulkus.

activity and safety of ardium in the treatment of

acaute

hemorrhoids. Angiol J Vasc Dis 1994;45(Suppl): 566-73. Godeberge P. Ardium in the treatment of hemorrhoidal disease: A demonstrated effrcacy in comparison with placebo. Angiology. J Vasc Dis 1994:45(supp. Pafi 2): 574-8. Hemorrhoids.http://digestive.niddk.nih. gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids/index.htm.p. 1 -5. Ho YH, Foo CL, Sew-Choen, Goh HS. Prospective randomized controlled trial of a micronized flavonidic fraction to reduce bleeding after haemorrhoidectomy. Br J Surg 1995:82:1034-5. Ho YH, Tan M, Seow-Choen F. Micronized purified flavonidic fraction compared favorably with rubber band ligation and fibre alone in the management of bleeding hemorroids. Dis Col Rect

2000; 43: 66-9. Hulme-Moir M, Bartolo DC. Hemorroids. Gastroenterol Clin North Am 2001;30: 183-97 Johanson JF. Nonsurgical heatment of hemorrhoids. J Gastrointest SwE 2002;6: 290-4 Junadi B Soemasto AS, Amelz H. Perdarahan per anum. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUL 1982.p.

362-4.

PENCEGAHAN

Yang paling baik dalam mencegah hermoroid yaitu mempertahankan tinja tetap lunak sehingga mudah ke luar, di mana hal ini menurunkan tekanan dan pengedanan dan mengosongkan usus sesegera mungkin setelah perasaan mau ke belakang timbul. Latihan olahraga seperti berjalan,

dan peningkatan konsumsi serat diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan.

Laporan hasil kolonoskopi Subagian gastroenterology Bagian Ilmu

Penyakit Dalam FKUI/RSUPNCM tahun 1993-1994(tak dipublikasi).

MIMS gastroenterology guide Indonesia. Premiere edition 2004/ 2005.

A. Terapi Medikamentosa Hemoroid. Dalam: Simposium sehari hemoroid. Perhimpunan dokter spesialis bedah Indonesia cabang Jakarta(IKABI JAYA)Klub Eksekutif Persada. Jakarta.

Muchtar

2000.

Rani AA, Makmun D, Abdullah M. Pengobatan diosmin dan Hesperidin pada hemoroid kronik. 2000. (Unpublished)

Ali IA, Daldiyono H. Skleroterapi hemoroid. Pharos Bulletin 1995;4: 13-5.

Simadibrata M, Djojoningrat D, Manan C, Rani AA,

KESIMPULAN Hemoroid merupakan penyakit pembuluh darah vena yang banyak ditemukan pada manusia sehari-hari. Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis (non-farmakologis, farmakologis, minimal invasive), dan bedah.

Soehendro B. Sklerosing Hemoroid. Dalam: Simposium sehari hemoroid. Perhimpunan dokter spesialis bedah Indonesia cabang Jakarta (IKABI JAYA) Klub Eksekutif Persada. Jakarta. 2000. Perez M, Gomez CA, Leon-Colombo I Pajares J, Mate-Jimenes J. Effect of frber supplements on internal bleeding hemorrhoid. Hepatogastroenterology 1996;12:. 1540-7.

Tanapongsathorn

W, Vajrabukka T. Clinical trial of

oral

diosmin(Daflon) in the treatment of hemorrhoids. Dis Col Rect 1992; 35: 1085-8.

93 INFLAMMATORY BOWEL DISEASE: ALUR DI.AGNOSIS DAN PENGOBAIANNYA

DI INDONESI.A Dharmika Djojoningrat

penduduk di negara Barat). Dari segi ras, IBD banyak terdapat pada orang Yahudi. IBD cenderung terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukanperokok, pemakai kontrasepsi oral dan diet rendah serat. Di Indonesia belum dapat dilakukan studi epidemiologi ini. Data yang ada berdasarkan laporan Rumah sakit (Hospital Based).Databersumber Rumah Sakit di Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Sangat mungkin terjadi variasi akurasi diagnosis antar laporan, mengingat akan terdapatnya perbedaan sarana diagnostik penunjang yang tersedia. Sarana diagnostik di Pusat Rujukan akan dapat

PENDAHULUAN InJlammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna denganpenyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis , yaitu Kolitis Ulseratif (KU, Ulcerative Colitis),Peuyakit Crohn @C, Crohnb Disease), dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori lndetenninate Colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi.

menegakkan diagnosis secara tepat dan segera menerapkan

pengobatan definitifnya. Tetapi sistem rujukan di Indonesia belum berkembang secara optimal sehingga sebegian besar kasus terduga IBD akan mengalami underdiagnosed atau justru dapat terjadi over-diagnosed tentang IBD. Disini diperlukan suatu sistem di bawah kewenangan profesi agar pasien tidak mengalami over-

EPIDEMIOLOGI Inflammatory Bowel Disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di negara-negara Eropa atau Amerika. Laporan sekitar tahun 1990-an didapatkan angka insiden untuk kolitis ulseratiflpenyakit crohn di Eropa ll,8l7,O, Norwegia I 3,6/5, 8, Beland a 10,0 I 6,9, Jepang 1,9 I 0,5, Italia 5,212,3 per 100.000 orang. Jadi terdapat perbedaan tingkat kekerapan antara negara Barat (bahkan berbeda antara Eropa Utara dan selatan) dengan rregara Asia Pasifik.

treatment atat under-treatment. Diperlukan suatu konsensus profesi agar kasus IBD di Indonesia dapat teridentifftasi secara lebih baik dan mendapat pengobatan

Sumber Data

Sedangkan untuk angka prevalensi didapatkan di

RSCM tahun 1991 -'1995 RSCM tahun '1996 Dharmika D, Gastroenterologi Hepatologi tahun 2000 M. Simadibrata "Tesis Doktor''

Copenhagen 161,2 I 44,4, Italia l2l / 40, Jepang 1 8, I /5,8, Singapura 6,013,6. Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan dan laki-laki. Selain adanya perbedaan geografis di atas, tampaknya orang kulitputih lebihbanyak

terkena dibandingkan

o/o * 25o/o** 5,5 % *-

2,8

5,2

o/o

*

1

,4

5,2

Tahun 2000

. **

Dari total kolonoskopi Dari total kasus kolitis *** Dari total kasus diare kronik; berdarah & nyeri perut

kulit hitam (untuk populasi 591

o/o'

5,5 % * 2,0 o/o ** o/o

*

592

GAIITROENTEROL/OGI

lebih optimal. Dipihak lain proses pencatatan dan pelaporan akan lebih seragam dan dapat lebih dipertanggung jawabnya untuk suatu penelitian

tsD

25,9/o

amuba l4,8%o Divertikulosis 7,4Yo Kolitis

epidemiologik, baik dalam populasi maupun data Rumah

Karsinoma

Sakit.

Lain-lain

Dari data di unit endoskopi pada beberapa Rumah Sakit di Jakarta (RS Cipto Mangunkusumo, RS Tebet, RS Siloam Gleaneagles, RS Jakarta) didapatkan data bahwa kasus IBD terdapat pada 12,2o/o dari kasus yang dikirim dengan diare

@harmika, APCDE 2000 Hong Kong)

kronik, 3,9% dari kasus dengan hemalochezia,25,9%o

dai

kasus dengan diare kronik, berdarah, nyeri perut. Sedangkan pada kasus dengan nyeri perut didapatkan sebesar 2,8olo.

3,7%

Diagnosis akhir pada 72 kasus dengan dominant nyeri perut IBS

63,9/o

Kolitis

9,7o/o

Divertikulosis

8,3Yo

Polip

5,50h

Ileitis Crohn's 2,80h Tuberkulosis rA% LainJain (Dharmika D. 1999 Div. Gastroenterology Departmenl of Internal Medicine University of Indonesia)

ETIO.PATOGENESIS

Gambar 1. Data dari rumah sakit. Colonoscopy examination as initial screening.

A:

Sampai saat ini belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun penjelasannya yar,g memadai mengenai pola distribusinya. Secara konsep dasar dapat diilustrasikan seperti di bawah ini.

1993 (121exam.)

B: 1994 (204 exam.)

l-K---;,;;-l

C: 1995 (195 exam.) D. 1996-98 (385 exam.) (Dharmika, APCDE 2000 Hong Kong)

I i,'ir"r"", I r-._

-.\

Ptoleases =-:-----r

j/2t

f*--*l '

I

Leu kotri

Kerusakan langsung A

Diagnosis akhir pada 196 kasus diare kronik

Kolitisinfektif Kolitis

45,404

amuba

a"

u

toim un

Virus Ba kteri Proiein, dll

3,604

Adenokarsinoma 4,loh Kolitis Iskemik 3,60/0

rBD

122%

Lain-lain

@harmika, APCDE 2000 Hong Kong)

Diagnosis akhir pada 129 kasus hematokezia

Hemoroid Polip

49,6Yo

l0,8oh

Divertikulosis

9,3Yo

Infektif

9,3Yo

Kolitis

IBD Karsinoma Kolitis

amuba

Kolitislskemik

3,9YO

3,lYo 2,304 2,304

Lain-lain (Dharmika , APCDE 2000 Hong Kong)

Diagnosis akhir pada 54 kasus diare kronik yang disertai darah dan nyeri perut Kolitis

Infektif

Gambar 1. Patogenesis terjadinya IBD

3l,lYo

31,5%

Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetik memainkan peran penting dengan adanya kekerapan yang tinggi pada anakkembar dan adanya keterlibatan familial. Teori adanya peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrofil sitoplasmivc autoantibodi, peran nitrik oksida

dan riwayat infeksi (terutama mikobakterium paratuberkulosis) banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi

masalah adalah hal apa yang mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk antigen (termasuk

permeabilitas usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien IBD 8,9- 14. Secara umum diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen

kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan

F6$qssu rrrufiru) qebs{ glbsF$l rrugrr r[$Ferrq {er?epflt. rurrFoze Folou bsqs beureuyzrrsu euqozFobr' qsu beurysrsu

sgs 1rgs6u).s berqvrspsu ber-gunur' beurysrsu Fougrer pqsr (py1) IsuE grgsasrysu bsq$ UreFffeuar qrsrc>

5c1p11)r

ursfibnu rueuelsbgsu f$ze l6rur?r' Zecsl$ flruflru Drzc$?s

nulng geberlnsu begorusu Fep6rp$?r1su beu8opslsu ?rrrrgr Fr.r{6rrn 61rur6 zeps8sr Esrupsrsu

s6{l^lts? beutrsyrl

KIUI6 IBD trsu8 6rourp-c6esz6tp$?r-r.ewrzr' qrnaspsysu gqs6lsrsu8 gsbsl p{sq1 eboulsu' peuBsu al1s1 be4sJsusu

broaea rugsursrar ?Gcsls firufiru slsn qsrubsp ara{errrly sFlps{

nuprF IBD' 2eps8rsu peasr psutrs rueurbs6$u bsrsrueler IUteFel' JIq$F sqs bsrsureler l$por.eforJrrru ),uu8 zbeergy lepbr Bsrupsr$u qerurFrrru ln8s gsbsl sgs bsqs gsana br.olsrs' Fsqsl pear zernru qsbsl lerlsqr bsgs Fsefie IBD,

gsgsr peruoBJoprf Je6o?r{' 1.ED' gorupoerl' C-\s$c\v\6 yqsutrs $puouusJr$ra bsrsrueler Jsrporslouflrrr gsJ$rr psJ CVUU

BV5V14 TVBO6VIO6I

N

UU

Es?e r.Grurzr 1u1 gsbsl qrzopspFsu olep beu8opslsu 1e1sbr 5er]qsusu p1rur6 BD qrlsuqsr oJclJ t$zc sF{rtqsu reurrar. Isqc\s\Ns\\s$\s co\!\\z plls ?flJr{ grpeqsFsu' gelelsudsu: ++ aeuud' + gsqsua' +\-lsrsuA' Er2{nls2r

+\-

ErpLoere

+

e[sunlous

o +\-

BCLer{Si {LSrU2UJnLSl f6er peLerts,{ ae0ueu1s1

0

O

ltqsK sqs ++ ++ ?0oY

++ ++

srlsr fiu{fiF ?crueulsls qrus?rr6Frru qslsru ysle8orr ).srgr rueupeqsysu sb$F$p Folrlre rl?cr.v1rf beutrs6r1 6ropu rueuqsbqgsu qrsBuoalz 1gp' ursar4< qsluru {ep$b peuKff{utr$, 6erurnr86ursubeutrq<4 g4e6zr pou4
plalobslolo8r6 bru gqsy lsrsuB ar{r{ rru1nF ureutrruEprq<su suslorur trsu8 zsurs' ),srgl gr qus\$N l\co-c$ec$\' berueuK?srru Irlp6[Frrlo?r? Esagourleagusy' trsu8 ureurbnu].sr breqleyzl

qsu rsgrolo8rF' enlll flu1rr6 ruerrrpeq$l(su

gelelsuasu: ++ 26rJUa'+ KsqsuA'+ylsrsua'O {tqsK sqs yle0sloyary golou

+

EK2{LE rule2frusl

+

+

a2"\

?0oY

+\-

Ke{€Llrps{su reK{nuJ Ke{eLlrps{su n2n2 ps,lnz 2{euoare\e{uK{nl

+\-

tr2{nls2r [/\|szas spqourcu 7treu bernl

+V 0 +

++ ++ ++ ++ ++

HcuJs{ocp6srs

++ ++

++

Drsle

+

KLourK

+

runynl asrubsr suorepsl (;rpe15)' spn 1eilsql bsqs eeruns ze8ureu ?srJm$u ceurs'runlsr qsu zegsuBysu bsqs bC l€prp per,rsusar trsrp qsb${ urelrps{F$u sue{orurK e$fnsu ceurs trsu8 lerlrpsl bsgs gn sg$lsp Folou)

Esrupsrsu ygura bsgu bC' Hsl rur grzepspFrru qe{uprr?r Gsrupsrsu fl1ule KO lcl${lt leplp eers8sru grpsuqruB6su

fe$q$su bslolo8la l,suB squ aeberg Bsu88nsu un1r.lel. Esrupsrsu Feeq$su ura{eru{< }.su8

pl

guprl

?epsBsr gstubs6

esurbruB I{n feu{nutrs gr?6r{$r qeuBsu rrler{r?) broqerurs EsuBreuoanuJ' errlcuJs uoqozfiru qsu pepersbs runurlcep?r eFzlr.s ru{62{rusJ aeberlr sqrrlra'

6olsu8llra'

ruerrbs6su rusur1e?+s?l Iqlul?

plsre 6rou1y ),su8

gr?cr.Isr

BD

trsu8 bqruB nrumu qeu8su

spn lsubs qsrsp qsu utreu bernl

Ir?fi2' aepru8Bs

{e{$ql

glbeuBsrnpr oJep

Fe?Fsge broaea ruU$rus?r bsqs qruEuB tsflor Eeueg6' qcleF rrurru) pu8ynu8su'

geu8su

qeu8su beutrqq{ pp trsu8 aeuu8 grpurr6su qr Iuqouezrs beu8elspnsu trsu8 crrFffb rueursrgst fiu1rrF rucrupeqsywutrv ygsuls Esrup lsu Flrur? IBD trsu8 perlsuvar un. rueurerpq<su

/,vDouE?tv CVWBV6V]4 KrIN|e IBD DV14 bEBhIV2VrVHVl4 DI

lrrzs z6pnt bsareu' beummrsu persl psquu' lerspsu).s ursrasr ru$srupqory,cu gsu 6Fzg.$lurce{rus1' gegneuar qrsre' u},eu spgoureu. U4rrJser) beurlsrsu qerusru' qs{s JspoJslorrfiru' rusrurfe?f$?r (qr.opxz 3, grzsazs Scgrrrg lsqsx) lsu8 qlqs?sr-l olep sgsu).s 6olouoz6obrg)' aelmr88s qrbs6sr p.4er.ls ),su8

1ep1p abeerg1<

psyne (1lgs6 lerlsu8ysn olep {cFUrF beruerr6zssu

bC pq tcrceprr{ lepry enllf lcrlcplp plls sqs Fe{cqrpstsu flan? rurrFo?s qvu lnszutrs pv8lsu nana ),suB torllpsl' 1epb1 bsqs re1sfll urfiqsp qeu8su urcr{l$l &.sgse1 persl uu8suu},s yezl Er"or'rrqr' Zccsls Euqoe6obrg beinlslsu s6grulsz beu).s6$ Kn op4rl6zr ae4s perqsrubs6 bsqs grupnp).s Q$c\sL\$\ o c\gsuarunrq aeplBBs qsbsrl tueuruprrJysru U?+nls qsu 1e zrtrsu8 berng repgl lcprp urcucoloF' H$l Ir{ grecpspFsu olep erfs{ urernbsysu psy ).su8 6srs6leqzgg (1euusar4< beusuvJ) 7treu

bsqe bC ze1sru EelsJs rrrurrrrr qr slsu sqsuls gzpys psu),s rueppslysu lsbrasu rur4
rru8suuls aersu8su ber1srus

CVflBVBVl4 KTIUIK

56

qsu 1rrpc+fiJozr.? fizfi?' G$rupslsu Flrura'pspgsu eugoa6obry (qsuln8s ueBsrs perpeurpsuB Jsruutrs) zebe4r 6o14rz Irr[6Far

aeansr qeu8su bsulsu8utrs

trsu8 peqsurpsp p6r.q aecsrs Ersgnsl aegsb ruru88n' B6r.st geu8su zersuBur be4uus trsuB persl qsnbmr quur4sr uuBw (<Jszrgywr gsslors)' 6e{ qsusu beuls6rl gn qsbsl qr runpl gerslst persgr),s rrucrrJrs lw8 prluqr qsu IsUr eugvb gsrsp uu8gu' pcrgs?sq<su $6Freuur qrsre' uqqgqsprtrv qerusru' Der-qq fFUrK Kn qsbsi qrpsQ slvz persl' aeqsu8 qyu

IIA}NYINITYLOB},BOil{ETDIYiIEZ: VTNTDWCIIIO?I?DY}'{bEUCOR\/IYU}iIYDI IIAI)0II-{,EEIV

?d3

594

GASTROENTEROI.OGI

proses inflamasi gastrointestinal yang mempengaruhi proses digesti/absorpsi. Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan KU. Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan dampaknya pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar IIb , Ht dan besi serum dapat menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cema. Tingginya laju endap darah dan C

reactive Protein yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin mencerminkan status nutrisinya yang rendah.

RADIOLOGI Teknik pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostikpada IBD yang saling melengkapi

dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi striktur, fistulasi, mukosa yang ireguler, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distensibilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya hqustrae. Interpretasi radiologik tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemeriksaan radiologik merupakan kontraindikasi pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik. Foto polos abdomen secara sederhana dapat mendeteksi adanya

dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus yang melebar

ENDOSKOPI Pemeriksaan endoskopi mempunyai peranpenting dalam diagnosis dan penatalaksanaan kasus IBD. Akurasi diagnostik

kolonoskopi pada IBD adalafi,89% dengan 4%okesalahan danT%ohasll meragukan. Adapun garnbaran endoskopik dan PC yang karakteristik dapat dilihat pada Thbel 4.

KU

tanpa material feses didalamnya. Untuk menilai adanya keterlibatan usus halus dapat dipakai metode enteroclysis yaitu pemasangan kanul naso-gastrik sampai melewati ligamentum treitz sehingga barium dapat dialirkan secar kontinu tanpa terganggu oleh kontraksi pilorus. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada PC dalam mendeteksi adanya abses ataupun fistula.

HISTOPATOLOGI Lesi inflamasi (hiperemia, ulserasi dll ) Bersifat kontinu adanya skip area (adanya mukosa normal di antara lesi) Keterlibatan rektum Lesi mudah berdarah Cobblestone appearence I pseudopolip

(Sifat ulkus) Terdapat pada mukosa yg inflamasi Keterlibatan ileum Lesi ulkus bersifat diskrit Bentuk ulkus Diameter > 1 cm Dalam

Bentuk linier (longitudinal

)

Aphtoid

Keterangan (karakteristik)

+ 0

+++

+++ +++

+ +

+

+++

+++ 0 + + + +

0

: 0 = tidak ada )

+

++++ +++ +++ +++ +++ ++++

++++ sangat diagnostik

Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai

diagnostik daripada spesimen yang diambil secara biopsi per-endoskopik. Terlebih lagi bagi PC yang lesinya bersifat transmural sehingga tidak terjangkau dengan teknik biopsi per-endoskopik.gambaran khas untuk KU adalah adanya abses kripti, distorsi kripti, infiltrasi sel mononukleus dan polimorfonuklear di lamina propria. Sedangkan pada PC adanya granuloma tuberkuloid (terdapat pada 20-40Yo kasus) merupakan hal yang karakteristik di samping adanya infiltrasi sel makrofag dan limfosit di lamina propria serta

ulserasi yang dalam.

ALUR DIAGNOSIS Pada dasarnya

KU merupakan penyakit

yang

melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi KU adalah 80% pada rektum dan rektosigmoid, 12 % kolon sebelahki(lefi sidecolitis),dat8 %melibatkan

seluruh kolon (pan-kolitis). Sedangkan PC bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas, usus halus ataupun kolon. Dari data yang ada, dilaporkanllo/o kasus PC terbatas pada ileo-caecal,

33% ileo-kolon dan 560/o hanya di kolon. Daerah ileocaecal merupakan daerah predileksi untuk beberapa penyakit yaitu PC, TBC, amoebiasis. Dari datayang ada dilaporkan bahwa lesi kolonoskopik terbatas pada ileocaecal disebabkan oleh 17,6oh PC, 23,50 TBC, 17,6o amoebiasis dan 3 5,4%okarena kolitis infektif.

Secara praktis diagnosis IBD didasarkan pada : 1). Anamnesis yang akurat mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai eksaserbasi kronik-remisi diare, kadang berdarah, nyeri perut, serta ada riwayat keluarga; 2).Gambaranklinikyang sesuai seperti di atas; 3). Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain, terutama untuk Indonesia, adanya infeksi gastrointestinal. Eksklusi penyakit Tuberkulosis sangat penting mengingat gambaran kliniknya mirip dengan PC. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk IBD; 4). Temuan endoskopik yang karakteristik dan didukung konfirmasi histopatologik; 5). Temuan gambaran radilogik yang lCras; 6). Pemantauan perjalanan

klinik pasien yang bersifat akut-remisi-eksaserbasi kronik.

595

INFLAIIIMATORY BOWEL DIASES: ALUR DIAGNOSIS DAN PENGOBAIANNYA DI INDONESIA

Realitas permasalahan diagnosis kasus

IBD

di Indonesia dalam hal

adalah tidak tersedianya fasilitas

DIARE KRONIK Sesuai dengan algoritme tingkat pertama dan kedua

penunjang diagnostik seperti endoskopi dan radiologi G

ASIR OS KO PI

K0L0N0SK0Pl

+

HISTOPATOLOGI Sesuai IBD

DEFIN ITIF IBD

Bila perlu FOLLOW THROUGH BARIUM ENEMA USG/CT SCAN

|;;-,ffi]

Gambar 5. Case frndrng kasus IBD tingkat tiga/rujukan, di mana fasilitas lengkap

-l G;r^r*^ penlnlnunu xlntr ]

I

secara merata. Dalam keadaan demikian, selain faktor sistem

rujukan, maka harus ditingkatkan kemampuan klinik dalam

menegakkan diagnosis pereksklusionum untuk memperoleh kasus terduga IBD. Sebagian besar penyakit

Gambar 2. Alur diagnosis IBD

Alur case finding kasus IBD di pelayanan

infeksi dapat disingkirkan/ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan laboratorium (atau radiologi) yang

kesehatan lini pertama dan sarana rujukan

tersedia.

Kasus diare kronik dan atau nyeri perut

LABORATORIUM: Sesuai inflamasi dan bukan infeksi atau parasit

KLINIS: Sesuai lBD, ada riwayat dalam kelua

rg a

Telah diberikan pengobatan atau antibiotik adekuat tapi klinis tetap kronik-kam buhan Waspadai adanya keganasan atau TBC usus

SEBAGAI KASUS TERDUGA IBD

ISU SIRATEGIS : Terapi ex juvantibus

SISTEI\,I RUJU KAN

Gambar 3. Case frndrng kasus IBD di pelayanan kesehatan lini pertama (primary care\l

BARIUM ENEMA

(coloN

tN Sesuai IBD

LooP)

BARIUM MEAL & FOLLOW THROUGH Sesuai IBD

USG dan CT SCAN Sesuai IBD

SEBAGAI DIAGNOSIS KERJA IBD

PENGOBATAN

Mengingat bahwa etiologi dan patogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali).

Pengobatan Umum Dengan dugaan adanya faktor/agen proinflamasi dalam bentuk bakteri intralumen usus dan komponen diet seharihari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada kelompok orang yang rerltan, maka diusahakan untuk

mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberian antibiotik, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan kerja usus, dan perubahan pola diet. Metronidazole cukup banyak diteliti dan cukup banyak bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif. Sedangkan pada KU jarang digunakan antibiotik sebagai terapi terhadap agert proinflamasinya. Di samping beberapa konstituen diet yang harus dihindari karena dapat mencetuskan serangan (seperti wheat, cereal yeast dan produk peternakan), terdapat pula konstituen yang bersifat antioksidan yang dalam penelitian dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD yaitu glutamin dan asam lemak rantai pendek. Mengingat penyakit ini bersifat eksaserbasi konik, maka edukasi pada pasien dan keluarganya sangat diperlukan.

Obat Golongan Kortikosteroid

Gambar 4, Case finding kasus IBD tingkat kedua di mana tidak ada fasilitas endoskopi

Sampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan unnrk PC (untuk semua deraj at) dan KU deraj at sedang dan berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada prednison, metilprednisolon (bentuk preparat per-oral) atau

s96

GAIITROEITITEROI.OGI

steroid enema. Pada keadaan berat, diberikan kortikosteroid parenteral. Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang tinggi pada dinding usus dengan efek sistemik (dan

terletak pada unsur sulfapiridin-nya. Dosis rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram perhari, yang

efek sampingnya) yang rendah, saat ini telah

dengan kondisi pasien.

dikembangkan obat golongan glukokortikoid non-sistemik dalam pengobatan IBD. Dalam hal ini dapat dipakai obat budesonide baik dalam bentuk preparat oral lepas lambat ataupun enema. Dosis rata-ratayarrg banyak digunakan untuk mencapai fase remisi adalah setara dengan 40-60

mg prednison, yang kemudian dilakukan tappering dose setelah remisi tercapai dalam waktu 8-12 minggu

kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sesuai

Obat Golongan lmunosupresif Obat ini dipakai bila dengan 5-ASA dan kortikosteroid gagal mencapai remisi. Obat golongan ini seperti; 6merkaptopurin, azatioprin siklosporin dan metotreksat

Surgikal. Peran surgikal bila pengobatan konservatif/ medikamentosa gagal atau terjadinya komplikasi

Obat Golongan Asam Amino Salisilat Obat yang sudah lama dan mapan dipakai dalam pengobatan IBD adalah preparat sulfasalazin yang

(perdarahan, obstruksi ataupun megakolon toksik).

merupakan gabungan sulpiridin dan aminosalisilat dalam lkatanazo. Preparat ini akan dipecah di dalam usus menjadi sulfapiridin dan S-acetil salicylic acid (5-ASA). Telah diketahui bahwa yang bekerja sebagai agen anti inflamasi adalah 5-ASA ini. Saat ini telah ada preparat 5-ASA mumi , baik dalam bentuk sediaan lepas lambat ( di Indonesia, Salofalk) ataupun gabungan 5-ASA dalam bentuk ikatan diazo. Pada preparat lepas lambat, 5-ASA akan dilepas pada situasi pH > 5 (adi dalam hal ini di lumen usus halus dan

ALGORITME TERAPI DAN RUJUKAN Mengingatbahwa etiopatogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi. Dengan dugaan adanya faktor/ agen proinflamasi yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronikpada kelompok rentan, maka diusahakan

kolon). Baik sulfasalazin maupun 5-ASA mempunyai

mengistirahatkan kerja usus dan perubahan pola dietetik.

efektivitas yang relatif sama dalam pengobatan IBD, hanya

Pada prinsipnya, pengobatan

mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberian antibiotik, lavase usus, pengikat produk bakteri,

efek samping lebihrendahpada 5-ASA. Hal ini disebabkan

IBD ditujukan pada serangan akut dan terapi pemeliharaan waktu fase remisi. Obat baku

telah diketahui bahwa efek samping pada sulfasalazin

pertama mengandung komponen 5-acetil salicilic acid

SE

k

Rujuk

BERAT

DANG

Ya

Tidak

:

G a stro en te

rolog

i

Tidak

Perbaikan

?

Ya

Tappering sleroid

Tappering steroid

+/- 5-ASA

+ 5-ASA

Rujuk : Gastroenterologi imunosupresan atau surgikal

Gambar 4. Algoritme terapi penyakit Crohn di pelayanan kesehatan lini pertama

597

INFLAMMATORY BOWEL DIASES: ALUR DIAGNOSIS DAN PENGOBATAT{IIYA DI INDONESIA

R IN

GAN.S

E

DAN G

SE

DAN G.B ERAT

F.""-l Perbaikan Ya

Tidak

Tid ak

Tatalaksana khusus Rujukan surgikal

?

Tidak

Ya

Tappeing steroid

I

+ 5-ASA

I

[*,,* I Rawat: I

Perbaikan

I

?

Tidak

Ya

Tidak

I Rujuk: Gastroenterolog

Rujuk pro rawat: steroid lV

i,

lmunosupresan

Ya

Perbaikan

?

Gambar 5. Algoritme terapi kolitis ulseratif di pelayanan kesehatan lini pertama

(5-ASA) dan obat kortikosteroid (baik sistemik maupun topikal). Blla gagal, maka diberikan obat lini kedua yang pada umumnya bersifat imunosupresif (seperti 6merkaptopurin, azaliopin siklosporin dan metotreksat), anti-TNF (infliximab). Preparat 5-ASA dapat dalam bentuk oraVsistemik atau supositoria/enema. Pada kasus tertentu atau terjadi komplikasi perforasi, perdarahan masif, ileus karena stenosis, megatoksik kolon, maka diperlukan intervensi surgikal.

KOMPL!KASI Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi: 1). Perforasi usus yang terlibat, 2). Terjadinya stenosis

usus akibat proses fibrosis, 3). Megakolon toksik (terutama pada KU), 4). Perdarahan, 5). Degenerasi maligna. Diperkirakan risiko terjadinya kanker pada IBD lebihkurang l3%.

tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.

REFERENSI Daldiyono, DharmikaDjojoninglat. IBD: Hospital based data and endoscopic assessment of disease activity in Jakarta, Indonesia. J Gastroenterol Hep. 2000;15:B 10 Djojoningrat D. Penyakit Inflamasi kolon di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Dalam : Akil HAM ed. Pertemuan ilmiah VIII PPHI dan Konas PEGI & PGI 1995. Yayasan Masa depan, L995:277-85

Egan LJ. Advances in the treatment of Crohn's

disease.

Gastroenterolo gy 200 4 ;126: 1 57 4 -8 I Greenberg GR. Oral budesonide as maintenance treatment for Crohn disease. Gastroenterology 1996;\10:45-51 Hanuer SB. Medical therapy for Ulcerative Colitis 2004. Gastroenterolo gy. 20O4 ;l 26 : I 5 82 -92 Hommes DW. Endoscopy in IBD. Gastroenterology. 2004;126:.1561-

tt

PROGNOSIS

Loftus EV. Clinical epidemiology of IBD. Gastroenterology.

Pada dasamya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi. Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu yang lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada

Podolsky DK. Inflammatory Bowel Disease.

2004;126:1504-17

N Eng J Med. 2002;347 :417 -29 Sands BE. From sl,rnptoms to diagnosis: Clinical distinctions among various forms of intestinal inflammation. Gastroenterolgy.

94 PANKREATITIS KRONIK Marcellus Simadibrata K.

dibuktikan sebagai penyebab pembentukan presipitat protein. 2). Penyebab nyeri pada pankreatitis kronik tidak jelas. Peningkatan tekanan pada sistem saluran pankreas, tegangan kapsul dan inflamasi perineural berperan pada nyeri tersebut. 3). Alkohol: konsumsi alkohol yang kronis

PENDAHULUAN

Walaupun

di Indonesia ditemukan tidak

sebanyak

pankreatitis akut, pankreatitis kronik merupakan penyakit yang cukup sulit ditangani. Di negara-negara Eropa dan Amerika, pankreatitis kronik cukup banyak ditemukan dan

dapat langsung menimbulkan kerusakan sel asinar

berhubungan dengan banyaknya konsumsi alkohol.

Di Jerman diperkirakan

I

pankreas, atau terlebih dulu menimbulkan presipitasi

orang penduduk meminum

protein dan kalsifikasi intraduktal pankreas lalu

alkohol antara 10-12 liter perlahunnya, sehingga hal ini

menimbulkan kerusakan sel asinarpankreas dan stagnasi/ hambatan sekresi serta inflamasi/fibrosis. Stagnasi

menyebabkan tingginya komplikasi pankreatitis.

sekresi pankreas menimbulkan dilatasi duktus pankreatikus. Inflamasi/fibrosis pankreas menimbulkan kerusakan sel islet pankreas yang lalu menimbulkan insufisiensi endokrin pankreas. Kerusakan sel acinar pankreas menimbulkan langsung insufisiensi eksokrin pankreas atau melalui nekrosis fokal baru menimbulkan insufisiensi eksokrin. Setelah nekrosis fokal pankreas selain menimbulkan insufisiensi eksokrin pankreas juga dapat menimbulkan pembentukan pseudokista. 4). Komplikasi pankreatitis kronik: a. Pseudokista: komplikasi ini merupakan berupa rongga

EPIDEMIOLOGI

konik di negara maju/ industri kira-kiri 4-6 per 100.000 penduduk per tahun. Dan makin tahun insidens ini cenderung meningkat. Prevalensi penyakit ini Insidens pankreatitis

diantara25-3} per 100.000 penduduk dewasa.

ETIOLOGI

intrapankreatik atau parapankreatik tanpa dinding epitel

Etiologi antaralainl. l). Pankreatitis kronik karena alkohol

pembatas yang dapat berhubungan dengan sistem

5%), 2). P ankeatitis tropikal kronik(terbanyak ditemukan di negara-negara berkembang terutama negara tropis). Penyebabnya karena asupan protein dan mineral yang kurang dan buruk ditambah adanya toksin, 3). Idiopatik (25%), 4). Herediter ( 1 %).

duktus pankreatikus. Pseudokista ditemukan pada 30-

(7

50% pasien dengan pankreatitis kronik. Biasanya

b.

pseudokista dengan diameter > 5 cm cenderung timbul komplikasi lain. Pseudokista dapatjuga secara spontan mengecil atau menghilang seluruhnya. Tukak duodenum: komplikasi ini timbul lebih sering pada

pankreatitis kronik. Hal tersebut disebabkan oleh hipersekresi relatif dari asam lambung karena

PATOGENESIS

berkurangnya sekresi bikarbonat dari pankreas.

c.

Terjadinya pankreatitis kronik karena: 1). Defisiensi lithostatin: Protein lithostatin disekresi oleh pankreas, berguna untuk mempertahankan kalsium dalam cairan pankreas sehingga tetap cair. Defisiensi lithostatin ini

Keganasan/kanker pankreas: Pankreatitis kronik merupakan suatu keadaan prekanker, karena risiko kanker pankreas dan ekstra pankreas sedikit meningka?

lebih banyak.

s98

599

PANRE.'I|ITNSKRONIK

GAMBARAN KLINIS Yang banyak dikeluhkan oleh pasien yaitu:

Nyeri/sakit perut epigastrium: Perjalanan nyeri/sakit perut tak dapat diramalkan. Penurunan nyeri dan pe{alanan insufisiensi eksokrin dan endokrin tidak berjalan secara paralel. Nyeri perut biasa turun naik dan timbul intermiten dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Nyeri perut lokalisasinya berada di abdomen tengah dan kiri atas, seringkali menjalar ke punggung. Episode nyeri dapat dipicu oleh konsumsi alkohol danJatat makanan berlemak yang banyak. Hanya 5-10% kasus pankreatitis kronik tak mengalami nyeri perut.

Diare, steatorea: Berkurangnya sekresi enzim pankreas menimbulkan gangguan pencernaan yang kemudian menimbulkan diare osmotik dan bila kandungan lemak dalam tinja

tinggi disebut

gejala klinis utama, maka tes direk dari fungsi pankreas merupakan indikasi jika pemeriksaan pencitraan canggih negatif hasilnya. Tes-tes ini secara khusus diperlukan untuk memonitor perjalanan pankreatitis kronik dan setelah pankreatitis akut untuk memastikan diagnosis banding (pankreatitis akut atau eksaserbasi akut dari pankreatitis laonik). Tes fungsi pankreas direk merupakan pemeriksaan

yang sangat sensitif dan spesifik, tetapi invasif dan membutuhkan banyak tenaga. Pemeriksaan analisis lemak tinja: Setelah menyingkirkan penyebab lain dari steatorea, pemeriksaan kuantitatif ekskresi lemak tinja merupakan pemeriksaan adanya insufisiensi eksokrin pankreas. Pemeriksaan ini dapat memastikan apakah terapi suplementasi enzim pasien pankreatitis kronik sudah adekuat atau belum.

Pemeriksaan metabolisme glukosa: pemeriksaan kadar

steatorea.

Distensi dan kembung: kandungan diet yang mencapai kolon dimetabolisme oleh bakteri hingga terbentuk gas. Pada pankreatitis kronik terjadi distensi dan kembung karena banyaknya gas yang terbentuk sebelum diare.

Penurunan berat badan: hal ini terjadi karena insuhsiensi eksokrin pankreas atau berkurangnya asupan makanan karena takut dan nyeri perut.

Ikterus: ikterus ini dapat timbul sebagai akibat dari stenosis saluran bilier pada fase eksaserbasi akut pankreatitis laonik. Bila inflamasi menghilang, ikterus juga menghilang secara spontan.

gula darah puasa dan postprandial cukup untuk mendiagnosis insufiensi endokrin pankreas. Pemeriksaan preoperatif fi.rngsi pankreas : Pemeriksaan fungsi eksokrin dan endokrin pankreas membantu dalam menentukan rencana operasi antara reseksi dan drainase.

Jika fungsi pankreas sangat terganggu bera!, tidak diperlrkan untuk menyisakan jaringan pankreas. - -ffitrt memeriksa morfologi pankreas diperlukan

pemeriksan ultrasonografr, Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), Magnetic Resonance Cholangiopancreatograpfry (MRCP), Computed tomographyl Magnetic Resonance Imaging abdomen dan foto polos abdomen.

Kalsifikasi pada foto abdomen polos biasanya PEMERIKSAAN PENUNJANG

memastikan diagnosis pankreatitis kronik, akan tetapi pemeriksaan ini hanya memiliki sensitivitas 30o/o dalam

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien

mendeteksi pankreatitis kronik karena tidak semua pankreatitis kronik disertai kalsifftasi. Pemeriksaan canggih

pankreatitis kronik yaitu amilase-lipase serum yang biasanya menunjukkan peningkatan tidak lebih dari 3 x batas normal. Kadar amilaseJipase serum yang normal

tidak

menyingkirkan pankretitis kronik.

Untuk memeriksan fungsi pankreas diperlukan pemeriksaan tes fungsi pankreas indirek, tes fungsi pankreas direk, analisis lemak tinja dan tes toleransi glukosa

oral (oral glucose tolerance test:OGTT). Tes fungsi pankreas indirek antara lain pemeriksaan enzim chymotryps in dan elastase- I tinja, tes pancreolauryl dan tes NBT-PABA biasanya dapat mendeteksi hanya gangguan fungsi pankreas sedang sampai berat. Hasil positif palsu dapat terjadi dengan pemeriksaan ini atau

yang paling penting dalam menunjang diagnosis yaitu Ultrasonografi pankreas dan abdomen atas, CT-scan abdomen atas, ERCP dan MRCP. MRI 1,5 teslah abdomen atas sensitivitas dan spesifisitasnya hampir sama dengan CT scan abdomen. Pemeriksaan lain yang tidak begitu akurat kadang diperlukan a.l. pemeriksaan kontras barium saluran cerna atas (ika dicurigasi stenosis duodenum sebelum bedah), angiografi(bila ketika direncanakan operasi ada komplikasi

vaskular). Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen, biasa ditemukan dilatasi duktus pankreatikus, pseudokista, kalsifrkasi dan kelainan pankreas yang terisolasi atau difus.

disebut insufisiensi pankeas sekunder antara lain

Sebagai tambahan, komplikasi ekstrapankreas seperti

disebabkan keadaan pasca reseksi lambung atau pada penyakit-penyakit usus halus, malabsorpsi usus. Konsentrasi enzim tinja dapat berkurang pada semua tipe diare. Tes indirek pankreas tersebut perlu dilalarkanpada diare yang tidak jelas penyebabnya atau pada steatorea. Jika pankreatitis kronik dicurigai dengan nyeri perut sebagai

pelebaran duktus bilier, dilatasi vena porta atau lienalis dan asites dapat ditemukan. Tahap dini pankreatitis kronik biasanya tidak dapat didiagnosis dengan ultrasonografi l]]1.

Pada pemeriksaan CT-scan abdomen ditemukan kelainan-kelainan seperti pada ultrasonografi . CT-scan lidak

600

GASTTROENTEROI.OGI

lebih superior daripada ultrasonografi . Pada pemeriksan ERCP, dapat ditemukan gambaran iregularitas dari duktus pankreatikus, batu, stenosis, abnormalitas duktus pankreatikus dan bilier, dan

eksokrin pankreas: bila ada penurunan berat badan, steatorea dan gas usus

2. Terapi insufisiensi

berlebihan merupakan indikasi diberikan suplementasi enzim pankreas. Enzim pankreas yang dipilih yaituymtg mengandung lipase tinggi, dilindungi terhadap sekresi asam lambung (enteric coated), berukuran partikel kecil, merupakan enzimyang cepat dilepas pada usus halus

kadangkala pseudokista pankreas bila berhubungan dengan sistem duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini merupakan teknik pencitraan yang paling sensitif dan

atas dan tidak dicampur/ditambahkan dengan asam

spesifik dalam mendeteksi atau menyingkirkan pankreatitis kronik.

DIAGNOSIS

3.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan canggih.

(transien).

drainase, ekstraksi batu pankreas dan adanya striktur duktus pankreatikus. Pembedahan: setengah pasien pankreatitis kronik

Tujuan terapi pankreatitis kronik yaitu mengurangi nyeri perut dan mencegah atau mengobati insufisiensi eksokrin dan endokrin pankreas yang terjadi.

Penatalaksanaan terdiri dari non-farmakologik, farmakologik, endoskopi operatif dan pembedahan.

:

1).

Perbaiki keadaan umum, bila lemah dirawat. 2). Hentikan konsumsi alkohol bila penyebabnya alkoholisme, sekalian

untuk mengurangi nyeri perutnya. 3). Diet untuk insufisiensi eksokrin pankreas dan insufisiensi endokrin pankreas. Dietnya rendah lemak, diet kecil tapi sering,

hindari makanan yang secara individu tidak dapat ditoleransi. Pada steatorea, berikan makanan yang mengandung Medium-chain *iglycerides (MCT). Bila gula darahtinggi (diabetes) diberikan diet diabetes dengan jumlah kalori dihitung seperti pasien diabetes melitus 253 0 kalori/kgBB/hari. 4). Penerangan/edukasi penyakitnya yang kronis dan mengganggu kualitas hidup. Penatalaksanaan farmakologik terdiri dari:

l.

vitamin B pada alkohol kronik. Terapi insufisiensi endokrin pankreas: berikan insulin, dan obat oral antidiabetikyanghanya efektif sementara Penatalaksanaan endoskopi operatif: diperlukan untuk

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan non-farmakologik terdiri dari

empedu. Selain itu dapat diberikan suplementasi vitamin a.l. vitamin yang larut lemak (A,D,E,K) pada steatorea berat dan vitamin B pada kasus defisiensi

membutuhkan pembedahan dengan tujuan menghilangkan nyeri perut dan komplikasinya. Yang dilakukan pada pembedahan a.l. reseksi pankreas, drainase. Penatalaksanaan endoskopi operatif dan pembedahan lebih ditujukan untuk mengatasi komplikasi pankreatitis kronik. Endoskopi operatif untuk pankreatitis laonik yaitu a.l. pemasangan stent pada stenosis duktus pankreas dan/

atau duktus bilier per endoskopik, penghancuran/ fragmentasi batu duktus pankreatikus dengan extracorporeal shockwaves (ESWL) diikuti dengan pengangkatan hancuran/fragmen batu per endoskopik, dan drainase perendoskopik dari pseudokista merupakan tindakan yang dapat dilakukan aktrir-akhir ini. Pada trombosis vena lienalis

dan varises fundus yang berdarah, dapat dilakukan tindakan penyuntikan histoacryl, splenektomi. Pada efusi pleura, asites terjadi pada eksaserbasi akut pankreatitis kronik, bila membaik regresi terjadi spontan. Bila menetap dapat timbul hstula dan perlu pembedahan setelah ERCP/ MRCP.

Terapi nyeri perut: berikan obat analgetik, enzim pankreas misal pankreoflat ) creon)tripanzim dll.

PROGNOSIS

Nyeri perut ringan: diberikan obat analgetik yang bekerjaperifer a.l. asam asetil salisilat sampai 4 x 0,5 1,0 g, metamizole sampai 4 x 0,5- 1,0 g. Dapat juga

diberikan spasmolitik a.l. N-butylscopolamine

Sangat sedikit pasien meninggal karena pankreatitisnya sendiri. Penyebab utama dari kematian adalah penyakit kardiovaskular dan kanker.

supositoria sampai 5 x l0 mg. Nyeri perut sedang: diberikan kombinasi analgetik yang bekerja perifer (asam asetil salisilat/metamizole) dengan

analgetik yang bekerja sentral (tramadol oral atau supositoria sampai 400 mg/hari. Nyeri perut berat: diberikan kombinasi analgetik yang bekerja perifer dengan analgetik yang bekerja sentral, dapat diberikan antidepresan a.1. buprenorphine oral sampai4x2tablet atau sublingual 4 x 0,2 mg.

KESIMPULAN Diagnosis pankreatitis kronik ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya nyeri perut, diare berlemal/steatorea, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang adanya kalsifikasi pankreas, kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan canggih.

PANXREilITIISIRONIK

Penatalaksanaan pankreatitis kronik terdiri dari nonfarmakologik, farmakologik, endoskopi operatif dan pembedahan.

REFERENSI Lankisch PG, Buchler M, Mossner J, Muller-Lissner S. A primer of pancreatitis. Germany: Springer; 1997. p. 34-68. Owyang C. Chronic Pancreatitis. in : Yamada T, Alpars DH, Kaplowitz N, Laine L, et al, editors. TextTextbook of Gastroenterology. volume two, 4th edition. philaclelphia: Lippincott

William & Wilkins;203.p.2061-90. Varadarajulu S, Hawes RH. Chronic pancreatitis, stones, and strictures. In: Ginsberg GG, Kochman ML, Norton I, et al, editors. Clinical Gastrointestinal Endoscopy. Elsevier: 2005.p.785-806

601

e5 PENYAKIT DIVERTIKULAR H.A.M. AKiI

PENDAHULUAN

Epidemiologi Prevalensi PD menurut umur ternyata ditemukan semakin tua usia, semakin tinggi kejadian PD; sedangkan pada usia < 40 tahun ke bawah jarang ditemukan. Prevalensi PD pada laki-laki obesitas usia < 40 tahun ditemukan 2-5ol0, usia 60 tahun 30%o,usiadi atas 70 tahun 50Yodandi atas 80 tahun menjadi 80%. Menurut jenis kelamin, PD pada usia < 50 tahun lebih banyak ditemukan pada lakiJaki difaading perempuan usia 50-70 tahun perempuan sedikit lebih banyak dari laki-laki dan usia > 70 tahun perempuan lebih sering daripada lakilaki. Pada pemeriksaan kolonoskopi terhadap 876 pasien di RS. Pendidikan di Makassar, ditemukan 25 pasien (2.85%)

Di negara-negara maju, penyakit divertikular (PD) merupakan kelainan yang sering ditemuk an, y aitu 30-5 5o/o

dari populasi; dan disebut sebagai penyakit defisiensi serat. Sebaliknya di negara berkembang seperti Afrika dan Asia, PD jarang ditemukan oleh karena makanan yang dikonsumsi mengandung banyak serat. Divertikel dapat terjadi sepanjang saluran cema tetapi terutama dalam kolon, khususnya kolon sigmoid.

Definisi Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan, di mana terjadi hemiasi mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon yang lemah yaitu tempat di mana vasa rekta menembus dinding kolon. Herniasi dari mukosa/submukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut Pseudodivertikular atau false divertikular; biasanya bersifat acquired (didapat setelah lahir). Apabila semua dinding kolon mengalami herniasi disebut true divertikular dan biasanya bersifat kogenital (dibawa dari lahir). Beberapa istilah yang berhubungan dengan PD : . Divertikulosis: ditemukan satu atau lebih divertikel dalamkolon . Divertikula: biladitemukanbanyakdivertikel

.

PD dengan perbandingan lakiJaki dan perempuan 5 : 3 , unur rata-rata 63 tahun dengan prosentasi terbanyak pada usia 60-

69 tahun, hematokezia merupakan gejala terbanyak dan

lokalisasinya terutama di kolon bagian

(sigmoid/

Etiologi dan Patogenesis Menurut Painter dan Burkitt pada tahun 1960, penyebab te{adinya PD adalah kurangnya serat dan rendahnya residu dalam makanan yang dikonsumsi karena telah diolah di pabrik, seperti gandum, biji-bijian, konsumsi gula, tepung, daging dan makanan kaleng yang banyak sehingga menyebabkan perubahan milieu interior dalam kolon.

ini diperkuat oleh penelitian-penelitian

Predivertikular: teq'adihemiasimokosa,/submukosadan

Pendapat

masih tetap berada pada dinding kolon dan belum

selanjutnya dimana terbukti bahwa kurangnya serat dalam makanan merupakan faktor utama terjadinya PD sehingga disebut sebagai penyakit defisiensi serat. Konsumsi makanan yang berserat tinggi, terutama serat

seluruhnya herniasi melewati dinding kolon. Peridivertikulitis merupakan respons inflamasi yang

.

kiri

desenden).

melampaui divertikulum itu sendiri. Divertikulitis: merupakan perforasi dari divertikulum yang diikuti oleh infeksi dan inflamasi yang menyebar ke dinding kolon, epiploic appendage, mesenterium organ-organ sekitar atau mikro/makro perforasi bebas

yang tidak larut (selulosa) yang terkandung dalam bijibijian, sayur-sayuran dan buah-buahan, akan berpengaruh

pada pembentukan tinja yang lebih padat dan besar sehingga dapat memperpendek waktu transit feses dalam

kolon dan mengurangi tekanan intraluminal yang

ke kawm peritonium.

602

603

PENYAKITDIVERTIKULAR

mencegah timbulnya divertikel. Di samping itu, serat penting dalam fungsi fermentasi bakteri dalam kolon dan merupakan substrat utama dalam produksi asam lemak rantai pendek yang berpengaruh pada pengadaan energi yang dibutuhkan mukosa kolon, menghasilkan atau mempengaruhi pertumbuhan mukosa dengan cara meningkatkan aliran darah. Pada mereka yang mengkonsumsi kurang serat akan menyebabkan penunrnan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu transit kolon yang lebih lambat sehingga

absorbsi air lebih banyak dan output yang menurun menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot sirkuler dinding kolon untuk mendorong isi lumen dan menahan passase dari material dalam kolon merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya PD. Pada segmentasi yang meningkat akan terjadi oklusi pada kedua ujung segmen sehingga tekanan intraluminal meningkat secara berlebihan terjadi herniasi mukosa/ submukosa dan terbentuk divertikel.

Hal lain yang berpengaruh pada kejadian divertikel adalah faktor usia di mana pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik dinding kolon sebagai akibat perubahan stmktur kolagen dinding usus. Beberapa faktor

lingkungan yang diduga berpengaruh pada kejadian divertikel adalahkonsumsi daging (red meat) berlebihan tinggi lemak. Merokok, minum kopi (kafein) dan alkohol, tidak terbukti berpengaruh pada kejadian dan makanan

divertikel; namun merokok dan penggunaan obat antiinfl amasi non-steroid (asetaminofen) meningkatkan risiko timbulnya komplikasi. Distribusi divertikel dalam kolon, antara lain: kolon sigmoid 95%, hanya sigmoid65yo,dekat sigmoid (sigmoid normal) 4o%, seluruh k olon 7 o/o.

Gambaran Klinik dan Komplikasi Penyakit divertikular pada umumnya tidak memberikan gejala klinik pada 70-75oh pasien. Apabila timbul divertikulitis (15-25%) dengan komplikasinya, akan menimbulkan nyeri perut pada kuadran kiri bawah, demam dan leukositosis yang merupakan gejala penting walaupun

tidak spesif,tk. Pada divertikulitis dapat terjadi inflamasi dalam berbagai tingkat, mulai dari inflamasi lokal subklinis sampai

terjadi peritonitis generalisata akibat perforasi sebagai komplikasi. Komplikasi akibat divertikulitis dapat te4adi pada

25%o

palpasi, ini merupakan landa adanya iritasi-inflamasi

peritoneal akibat terjadinya mikroperforasi atau makroperforasi dengan peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba adanya massa bila proses inflamasi menjadi p:legmon atau abses. Perforasi terjadi apabila tekanan intraluminal meningkat atau oleh karena divertikel tersumbat oleh feses/ bahan makanan sehingga terjadi erosi pada dinding divertikel yang berlanjut dengan inflamasi, nekrosis fokal dan

berakhir dengan perforasi. Manifestasi klinik perforasi tergantung dari besarnya perforasi dan kemampuan tubuh untuk melokalisimya. Perforasi kecil (mikroperforasi) yang dapat dilokalisir akan menyebabkan timbulnya plegmon atau abses, dan apabila perforasi tidak dapat dilokalisir akan menyebabkan perforasi bebas.

Perdarahan pada divertikel paling sering berupa perdarahan yang masif pada 30-50%o kasus, sedangkan perdarahan yang ringan terj adipada3}%o kasus dan sekitar 15% pasien akan mengalami perdarahan sekali selama hidup. Perdarahan biasany a teqadi tiba-tlba terutama pada divertikel yang berlokasi pada kolon sebelah kanan (80%) tanpa disertai adanya gejala nyeri abdomen dan70'80Yo berhenti spontan. Herniasi pada mukosa/submukosa yang hanya dibatasi oleh lapisan mukosa yang tipis dengan vasd recta yaflE

menembus dinding kolon, dapat mengalami inflamasi kronik akibat iritasi dari isi atau material dalam kolon sehingga dapat terjadi ruptur dan perdarahan. Perdarahan dari PD harus dibedakan dengan perdarahan dari wasir, gangguan non-neoplastik dan kanker

kolorektal. Obstruksi total pada PD jarang ditemukan, dan hanya sekitar l0%o dari obstruksi usus besar. Obstruksi parsial lebih sering ditemukan sebagai akibatkombinasi dari edema

(kolonik, perikolonik), kompresi dari abses, spasme usus besar atau oleh karena inflamasi kronik.

Fibrosis yang berulang dan progresif dapat menyebabkan obstruksi total, dan sulit dibedakan dengan obstruksi akibat neoplasma dalam kolon. Fistel dapat terjadi pada 2% PD yang berkomplikasi. Pernbenhrkan fi stel berawal dari proses inflamasi lokal dengan abses, yang secara spontan dapat meletus sehingga terjadi

perforasi ke organ sekitar atau ke kulit. Fistel umunnya tunggal, namun dapat multipel pada 8% pasien, lebih sering ditemukan pada laki-laki dan pada pasien dengan gangguan immonologis. Fistel yang sering terjadi adalah fistel kolovesikal 65%

dengan gejala pneumaturia, kolovaginal

25%o,

kolokutaneus dan koloenterik.

Klasifikasi stadium klinik divertikulitis akut menurut

kasus berupa plegmon,abses, perdarahan, perforasi berupa mikro/makro perforasi, obstruksi usus dan fistula.

Hinchey:

.

Stadiuml : Peridivertikular plegmon dengan

Pada pemeriksaan fisis. PD biasanya tidak memberi tanda fisik, namun kemungkinan ditemukan nyeri palpasi pada perut kiri. Bila ditemukan nyeri rebound yangjelas pada

. .

Stadiumll : Perikolikataupelvikmakroabses

mikoabses

Stadiumlll : Peritonitis generalisatapurulenta

604

.

GAITTROENTEROIIGI

StadiumlV: Peritonitis feeulen generalisata dengan feses

Klasifikasi ini sering digunakan dalam menggambarkan beratnya divertikulitis untuk tujuan managemen medikal atau operasi.

DIAGNOSIS

inflammatory bowel disease (IBD), kolitis iskemik, apendisitis, penyakit radan gpanggal pelvic inflammation drsease @ID), hemoroid.

TATALAKSANAPD

Pengobatan Konservatif Serat : pemberian makanan berserat/ cereal bran sebagai

Pada PD yang asimptomatik,

diaposis biasa ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan barium enema, endoskopi atau pada pemeriksaan CT scan untuk tujuan lain. Pada PD dengan divertikulits, 6G?0% diagnosis dibuat berdasarkan gejala khas berupa nyeri perut kuadran kiri bawah disertai demam, leukositosis dan adanya massa pada palpasi. Pada pemeriksaan,f-rcy aMomen, pasien divertikuliti s akut 3G.50% dapat ditemukan kelainan berupa dilatasi usus keeilfusus besar yang merupakan tanda ileus, tanda-tanda

obstruksi, densitas jaringan lemak mengindikasikan adanya

p/egmonlabses. Pemeriksaan dengan CT scan dapat memberikan gambaran yang lebih defenitif dengan evaluasi keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik dibanding dengan pemedksaan USG aMomen, dengan sensitivitas 69-89% dan spesifitas ?5-100%. Hasil pemeriksaan CT dapat ditemukan penebalan dinding kolon, streaky mesenteric /at dan tanda abses/plegmon. Pada pemeriksaan USG aMomen ditemukan ganrbaran penebalan dinding kolon dan massa yang kistik. Pemeriksaan dengan kontras enema pada keadaan divertikulitis akut dilakukan apabila cara non-invasif tidak memberi kejelasan dengan sensitivitas 62-9% dengan,false

negativc 2-15%.

Pemeriksaan endoskopi fflexibel sigmoidoscope'S merupakan pemeriksaan dengan kontra indikasi relatif berhubung pada pemompaan udara ke dalam kolon akan meningkatkan tekanan sehingga dapat terjadi perforasi. Endoskopi dapat dilakukan setelah 6-8 minggu terjadi resolusi dari divertikulitis. Bila terjadi perdarahan, diagrrosis dilakulran berdasarkan s elective angiagram alrtl dengan scan radioisotop. Kolonoskopi dapat dilakukan pada perdarahan sedang yang berhenti sendiri, setelah

l2-24jun. Kolonoskopi tetap merupakan cara diagnostik yang penting terutama untuk membedakan sumber perdarahan seperti kanker kolorektal atau kelainan lainnya.

suplemen dalam makanan pada pengobatan asimptomatik dan simptomatik PD, tidak hanya dapat mencegatr terjadinya

divertikel namun sekaligus dapat mengurangi dan memperbaiki gejala-gejala serta mencegah timbulnya komplikasi. cerual branpalingbermanfaatdalammenunrnkanwaktu transit di sepanjang saluran cerna menguriangi makan daging dan lemak memperbanyak makan sayuran dan buatr-buahan tarnbahan serat 3G40 grarn/hari atau pemberian laktulosa yang dapat meningkatkan berat feses (sebagai osmotik laksatifpada simptomatikPD) 2 x l5 mlhari pemberian antibiotik rifaximin yang kurang diabsorbsi ditambah suplemen serat dapat mengurangi gejala PD yang tidak berkomplikasi.

.

. . .

.

Pada DivertikulitisAkut Dilakukan Upaya : mengurangi intake oral, pernberian cairam/elekholit intavena, p€mb€rian

antibiotik spekfrum luas (termasuk meng-cover bakteri anaerob). Cara tersebut di atas diharapkan a+at mengatasi inflamasi akut divertikulitis. Metaloproteinase dapatb€A€ran sebagian dalam patofi siologi terbentuknya PD dan mrmgkin akan menrpakan salah satu pilihan terapi masa depan dengan

pemberian anti-metalloproteinase, obat anti-kolinergik (bekerja pada saraf otonom intrinsik/ekstrinsik) dan antispasmodik (bekerja secara langsung pada otot polos saluran cerna) digunakan untuk mengurangi nyeri pada PD tetapi hasilnya tidak menentu sehingga tidak dianjurkan sebagai salatr satu terapi.

Tindakan Operatif Pada rmrumnya tindakan dengan penanganan konsrvatif dapat dilakukan pada PD dengan komplikasi divertikulitis, namun apabila komplikasi divertikulitis berlanjut maka tindakan operasi dilakukan, baik operasi elektif mauprm operasi danrrat berdasarkan keadaan sebagai berikut a).

perforasi bebas dengan peritonitis generalisata, b). obstruksi, c). abses yang tidak dapat diresolusi melalui piranti perkutan, d). fistula, e). pengobatan konservatif tidak berhasil dan keadaan pasien yang makin memburuk.

DIAGNOSIS BANDING Berbagai keadaan dalam kolon dapat merupakan diagnosis banding PD dan tergantung dmi lokalisasinya, antara lain: karsinoma kolorektal, pielonefritis, sin&,om usus iritatif irrilable bowel syndrome (IBS), penyakit inflamasi usus

REFERENSI Afzal NA, Thomson M. Diverticular disease in adoleseence. Best ptactice and research clinieal gastroeaterology. Elsevier Sci-

605

PEI{YAISTDIVER'NXULAR

ence; 2002. p.621-34.

Akit HAM. Penyakit divertikular. Buku ajar ilmu penyakit

RI, Simmang CL. Diverticular disease, Best practice and research clinicsl gastroenterologr. Elsevier Science; 2(X)2. p. I35-

Place dalam.

Jilid 2. Edisi ke-3. In: Slamet Suyono dkh editor. Jakara: Balai Penerbit FKUI. p. 130-4. Jun S, Stollman N. Epidemiology of diverticular disease. Best practice and research clinical gastroenterology. Elsevier Science; 2002. p, 529-42. Murphy T, Hunt RH, Fried M, et al. Diverticular disease. OMGE practice guideline. World Gastroenterology News. 2003;8:5 1s8.

Murray CD, Emmanuel AV. Medical management of diverticular disease. Best practice and research clinical gastroenterology. Elsevier Science; 2002. p.6ll-20.

48. Sherif A. (20fi) Diverticulitis. In: Qurashi WA, Tblavera F, Anand BS, et al, eds. Availablg from URL: htp://www.emedicine.com/ gastroenterology. Stabile BE, Arnell TD. Diverticular disease of the colon. Lange current diagnosis & heatment in gastroenterology. 2nd edition. In: Friedman SI. McQuaid K& Grcndell JH, editon, New York: McGraw-Hill; 2003. p. 436-51. Turner S, Probert CS. Diverticular disease, medicine international gastroenterology. 2003 ;3 :62-3,

96 PENYAKIT VASKULAR MESENTERIKA Syadra Bardiman Rasyad

PENDAHULUAN

mencakup iskemia usus halus dan iskemia usus besar (kolitis iskemia), tetapi juga lambung (gastritis erosi

Penyakit vaskular mesenterika (PVM) merupakan suatu masalah yang serius dan sering terjadi, dapat bersifat fatal hingga menyebabkan kematian, baikyang disebabkan oleh

akuFstres), hati (hepatitis iskemia), pankreas (pankreatitis iskemia) dan kandung empedu (beberapa bentuk dari kolesistitis akalkulosa). (Thbel l) Klasifftasi PVM berdasar etiologi (Tabel 2). Seringkali PVM secara akut disebabkan oleh suatu penghentian aliran masuk arteri danjuga seringkali sekunderterhadap embolus arteri mesenterika superior (AMS) atau salah satu dari cabang :utamarrya. Insufisiensi arteri mesenterika kronis dapat bermanifestasi secara klinis seperti angina usus.

sumbatan secara anatomis dari makrovaskular mesenterika

maupun vasospasme patofisiologis pada tingkat mikrovaskular. Dengan makin baik dan majunya penatalaksanaan dari pasien yang sakit parah dengan berbagai penyebab apapun pada saat ini, maka didapatkan pula proporsi yang lebih besar dari pasien yang diketahui dengan diagnosis PVM yang jelas dan terjadi secara mendadak. Pemahaman, pengenalan dan penalatalaksanaan yang tepat dari PVM selanjutnya menjadi penting.

Organ Usus halus Usus besar Lambung Hepar Pankreas Kandung empedu

DEFINISI

Penyakit vaskular mesenterika adalah suatu keadaan insufisiensi vaskular mesenterika yang teq'adi karena aliran darah ke satu atau lebih organ gastrointestinal berkurang unhrk mempertahankan kebutuhan nutrisinya. Biasanya keadaan ini merupakan akibat pengurangan pada aliran

Keadaan lskemia mesenterika Kolitis iskemia Gastritis erosif (stres) akut Hepatitis iskemia Pankreatitis iskemia Kolesistitis akalkulosa

Sumbatan

darah splanknik atau iskemia splanknik, tetapi pada beberapa kasus keadaan ini disebabkan oleh suatu peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap suatu

Arteri Akut Global (trombosis atau emboli) Segmental (biasanya emboli) Kronik Angina usus (biasanya aterosklerotik) Vena (trombosis akut) Strangulasi (segmental, secara predominan pada sistem venosa)

-

keadaan hipermetabolik yang hebat seperti misalnya pada

-

sepsis.

KLASIFIKASI

Tanpa Sumbatan

lskemia mesenterika bukan sumbatan

Klasifftasi PVM yang

(nonocclusive mesenteric ischemia = IMNO)

ini dibuat berdasarkan anatomi dan etiologinya. Secara anatomi, sindrom klinik yang berhubungan dengan iskernia splanknik tidak hanya ada pada saat

Enterokolitis nekrotisasi neonatal (neonatal necrotizing enterocollts = NNE)

606

607

PEIIYAKIT VASKULAR MESENTRII(A

dari

Keadaan ini hampir selalu menunjukkan iskemia global jaringan pembuluh darah mesenterika, biasanya akibat

sumbatan setidak-tidaknya

2 dai 3 pembuluh

pada bed vaskular yang mengalami perfusi), bukan pengurangan dari aliran.

darah

splanknik utama; arteri seliaka, arteri mesenterika superior dan arteri mesenterika inferior. Aliran darah mungkin cukup

untuk mempertahankan kexbutuhan metabolik yang minimal, tetapi tidak cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik yang lebih besar pada suatu kegiatan yang lebih berat seperti misalnya pada olahraga. Sumbatan vena jarangterjadi, biasanya sebagai akibat trombosis akut. Keadaan ini dapat menyebabkan suatu keparahan klinis, berkisar dari episode yang sembuh sendiri sampai kejadian yang lebih berat. Bentuk yang paling sering dari iskemia mesenterika adalah sumbatan karena penjepitan usus halus, biasanya akibat suatu pita yang lengket. Pada sebagian besar laporan dari pasien yang dioperasi terhadap sumbatan usus halus seaara menyeluruh, penjepitan terjadi pada 2040%.

Iskemia mesenterika non-oklusif (IMNO) merupakan suatu kejadian klinis dan patologis yang berbeda akibat

vasokontsriksi splanknik dalam respon terhadap syok kardiogenik atau hipovolemik, dan kemungkinan bentuk lain dari stres fisiologis sistemis yang hebat. Pada orang dewasa, vasospasme mesenterika ini juga dapat

mencetuskan iskemia mesenterika akut, terutama bila ini tumpang tindih dengan keberadaan suatu sumbatan

pembuluh darah kronis sebelumnya yang tanpa

Tingkatan Gedera Tingkatan dari cedera terjadi dari lapisan yang paling superf,rsial dari dinding usus (puncak vilus) sampai lapisan y

atgyalglebih dalam (muskularis propria). Iskemra yang

lebih hebat atau lebih lama menyebabkan edema subepitelial, diikuti dengan pelepasan yang sebenarnya dari sel epitel, yang dimulai dari puncak vilus. Bahkan dengan iskemia yang lebih lama menyebabkan nekrosis mukosa

diikuti oleh kerusakan lapisan submukosa, dan akhirnya muskularis propria, secara keseluruhan,

menyebabkan nekrosis transmural.

Cedera Reperfusi Meskipun hipoksia berperan dalam organ yang mengalami cedera selama hipoperfusi (berkurangnya suplai darah ke organ) yang menyebabkan iskemia, kebanyakan cedera tetap bertahan tidak hanya selama periode iskernia itu sendiri, tetapi juga selama reperfusi (kembali normalnya suplai darah ke organ). Meskipun oksigen tidak ada selama iskemia, tapi tiba-tiba secara mendadak menjadi berlebihan pada saat reperfusi. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa blokade dari metabolit oksigen toksik secara bermakna memperbaiki cederapaska iskemia.

gejala.

Enterokolitis nekrotisasi neonatal (ENN), merupakan suatu keadaan kompleks dan belum dipahami bena\yalg terjadi secara predominan pada bayi prematur akibat stres

fisiologis yang hebat, dan kemungkinan merupakan suatu

manifestasi yang unik dari iskemia mesenterika non-oklusif. Meskipun etiologi dari keadaan ini multifaktor, ada bukti bahwa iskemia usus vasospatik mempunyai peranan yang penting.

Faktor- faktor Toksik pada Lumen Fungsi utama dari saluran cerna adalah mencerna dan mengabsorpsi jaringan binatang dan tumbuhan yang ditelan atau tertelan. Untuk memungkinkan proses ini, sejumlah substansi korosif yang kuat disekresikan ke dalam lumen, tapizat ini juga dapat menyebabkan cedera jaringan lokal dan sistemik bila barier epitel usus rusak. Faktor ini mencakup asam hidroklorida, garam empedu, bakteri, toksin bakteri, protease dan sistem enzim pencernaan lainnya.

MEKANISME CIDERA USUS ISKEMIA Iskemia telah lama dianggap sebagai mekanisme utama

dari cedera organ splanknik yang terjadi akibat hipoperfusi mesenterika. Pada tahun-tahun terakhir, sejumlah mekanisme lain telah ditemukan yang juga berperan penting. Ini mencakup metabolit oksigen yang toksik, neutrofil, protease lumenal yang toksik, bakteria dan toksin.

Cedera Hipoksia Hipoksia itu sendiri dapat secara bermakna memberikan andil terhadap cedera yang terlihat setelah iskemia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kejadian yang penting adalah gangguan dari konsumsi oksigen (hipoksia

Penyembuhan Pasca Cedera lskemia Penyembuhan jaringan pasca cedera iskemia ditentukan oleh patensi mikrovaskulatur dari usus. Jika iskemi terjadi cukup lama dengan suatu cedera mikrovaskular dan

konsekuensi terjadinya trombosis, maka akan terjadi nekrosis progresif permanen yang menyebabkan

kehilangan integritas dari propria muskularis dan menyebabkan kehilangan integritas dinding usus. Pemberian antikoagulan pra-pengobatan dapat mencegah trombosis, usus kecil dapat mentolerir iskemia yang te{adi yang kemudian disusul dengan penyembuhan lebih cepat dan sempuma. Data juga menunjukkan bahwa migrasi sel mukosa memberikan perbaikan secara bermakna terhadap mukosa setelah iskemia.

608

GAIIIROENTEROI.OGI

PENGARUH SISTEMIK DARI ISKEMIA USUS

SINDROM ISKEMIA SPLANKNIK

Hemodinamik

Gastritis Stres Erosi Akut

Volume sirkulasi splanknik dewasa mengandung kira-kira 1400 ml atau 30% dari volume darah sirkulasi, hingga jika terjadi gangguan distribusi volume darah splanknik akan memberikan efek sistemik yang penting. Pada keadaan syok, respons tahanan vaskular utama dari tubuh secara keseluruhan dimediator di usus. Respons ini merupakan salah satu cara yang penting di mana

Etiologi dan patofisiologi. Pada beberapa pasien yang

tekanan darah sistemik dipertahankan. Konstriksi pembuluh darah vena pasca kapiler secara efektif menurunkan volume dari pengumpulan darah pada bed splanknik. Hasilnya adalah suatu "autotransfusi" yang

meningkatkan pre-load jantung dan bertindak mempertahankan curah j antung. Mekanisrne hemodinamik ini, sebagian besar dimediator oleh sistem saraf simpatis,

yang bertindak sebagai baris pertama dari pertahanan terhadap hipovolumea akut.

menderita stres fisiologis berat (hipotensi, trauma multipel, luka bakar luas), erosi akut pada mukosa lambung sering te{adi dalam beberapajam, tetapi biasanya beberapa hari setelah kejadian akut. Penelitian endoskopis pada pasien-

pasien perawatan intensif dengan penyakit kritis menunjukkan 100% terjadinya ulkus mukosa. Sebagian besar dari lesi ini hilang dalamT-L7 hai, tetapi perdarahan masif dapat terjadi jika terjadi erosi. Meskipun etiologi dari ulkus stres bersifat multifaktor, pengurangan aliran darah mukosa lambung tampaknya merupakan faktor utama yang mendasarinya. Mekanisme yang sebenarnya dari iskemiayang dapat menyebabkan mukosa lambung mengalamiulkus belum diketahui dengan

jelas. Metabolit oksigen toksik (radikal bebas) yang mengatur perfusi tampaknya berperan penting. Beberapa

prostaglandin kemungkinan bersifat protektif. Mediator Sirkulasi yang Berasal dari Splanknik (Faktor Toksik yang Didapat dari Usus) Perhatian besar difokuskan pada peranan saluran cerna dalam mempertahankan status hipermetabolik yang terlihat pada pasien dengan stres hebat dan pasien paska operasi. Karena barier mukosa usus gagal, banyak faktor yang berasal dari usus masuk kedalam aliran limfe, portal dan kemungkinan sirkulasi sistemik. Konsekuensinya bukan hanya gangguan hemodinamik sistemik tetapi juga cedera organ non-splanknik yang jauh. Toksin bakteri dan bakteri. Seperti dibicarakan, bakteri intrinsik dapat mengalami translokasi dari lumen usus ke dinding usus, nodus limfatikus mesenterika, hati dan portal dan bahkan sirkulasi sistemik. Patofisiologi awal suatu kebocoran endotoksin lebih mungkin, daripada translokasi bakteri itu sendiri. Pada penelitian hewan dan manusia yang sakit kritis menunjukkan bahwa endotoksin portal, dan juga endotoksin level sistemik sangat meningkat. Dari semua temuan ini menyokong hipotesis dimana bakteri usus normal kemungkinan berhubungan dengan efek fatal dari iskemia usus.

Mediator peradangan yang berasal dari usus lainnya. Cedera iskemia dapat menyebabkan pelepasan sejumlah mediator peradangan sistemik yarg dapat memberikan andil terhadap cedera organ yang jauh. Model penelitian

yang paling banyak adalah pada sindrom distres pemapasan pada orang dewasa (ARDS:adult respiratory dystress syndrome), dimana metabolit oksigen toksik dan komplemen fragmen (terutama C5a) telah diambil untuk mediator cedera ini. Metabolit asam arakidonat juga telah digunakan pada efek sistemik dari cedera iskemia usus.

Jelas bahwa cedera usus lokal secara sistemik dapat menyebabkan cedera organ yang jauh.

Konsekuensi dari iskemia ini adalah kehilangan resistensi mukosa terhadap difirsi kembali asam. Iskemi mukosa dapat diperberat oleh keberadaan asam intralumen sehingga

dapat meningkatkan cidera, tapi sebaliknya apabila pH intragastrik dapat fipertahankan di atas 4.0 maka akan memrrunkan insidens perdarahan dan angka kematian. Secara patologis, lesi awal akan terlihat sebagai suatu area fokal hiperemia dan warna pucat pada fundus yang kemudian berkembang menjadi suatu lesi erosi yang sebenarnya. Lesi dapat juga terjadi pada antrum dan duodenum tetapi biasanya tidak begitu luas.

Epidemiologi. Ulkus stres biasanya terjadi pada suatu perawatan intensif dalam jangka waktu yang lama setelah trauma hebat, perdarahan, syok kardiogenik, luka bakar hebat atau stres fisiologis hebat lainnya. Ulkus stres seharusnya dibedakan dari cedera mukosa yang terlihat setelah cedera neurologis atau minum obat. Ulkus Cushing

terjadi dengan cedera neurologis yang secara klinis dan patofrsiologis berbeda dari ulkus stres yang cenderung merupakan ulkus tunggal yang terjadi pada kurvatura

mayor dari lambung, dan sering dihubungkan dengan hipersekresi asam yang masifatau perforasi. Sebaliknya, lesi dari ulkus stres sering multipel, bergelanggang dan berbatas tegas, biasanya terletak pada fundus lambung dan kadang-kadang terdapat juga ulkus yang sama pada antrum dan duodenum. Ulkus ini paling sering dihubungkan

dengan perdarahan daripada perforasi. Ulkns Curling, dihubungkan dengan cedera luka bakar, yang secara patofisiologis mirip dengan ulkus stres pada pasien yang bukan lukabakar.

Gambaran klinis. Meskipun lesi ini dapat ditunjukkan secara endoskopi pada pasien yang sakit sangat parah, manifestasi klinik yang sebenarnya jarang. Perdarahan

609

PEIYYAKIT VASKUI.AR MESENTRIKA

gastro intestinal bagian atas merupakan komplikasi dari ulkus stres yang paling ditakuti oleh dokter. Meskipun tes guaiac-positif didapati padal5Yo dari aspirat lambung

pasien ICU, namun secara klinis kejadian perdarahan bermakna yang memerlukan transfusi, terjadi kurang dari 3%. Biasanya perdarahan baru terjadi setelah beberapa hari di rumah sakit. Kemungkinan ini disebabkan karena

fungsi gastrointestinal kembali normal yang berarti normalnya kembali sekresi asam pada pasien yang mulai sembuh dari penyakit kritis. Hal ini dapat dilihat pada selang nasogastrik yang berwarna merah gelap dengan konsistensi guaiac-positif. Dengan pengobatan medis

yang adekual (H2 bloker, antasida atau sukralfat)

Tapi kadang-kadang perdarahan tidak bisa berhenti dan mengancam sebagian kasus sembuh spontan.

kehidupan, hal ini tentunya memerlukan pengobatan yang

lebih spesifrk.

Etiologi dan patofisiologi. Pankreatitis iskemia didefi sinisikan sebagai pankreatitis akut yang berkembang setelah suatu periode gangguan pada sirkulasi, bila tidak

ada faktor predisposisi lain yang ditemukan. Iskemia splanknik yang terjadi pada pasien syok atau hipotensi telah diimplikasikan pada permulaan dari beberapa kasus penyakit pankreas klinik. Ada beberapa faktor etiologi dari pankreatitis iskemi, yaitu hipovolemia, tromboemboli, vasokonstriksi splangnik

sekunder terhadap pelepasan pressor, diuretik, ateroemboli, hiperkalsemia, trauma operasi dan syok elektrik. Pintas jantung-paru (CPB: cardiopulmonary Wpass) adalah faktor predisposisi terhadap pankreatitis, dikarenakan aliran rendah, perfusi non pulsatil, hipotermia dan sludging vena. Meskipun tidak ada penelitian yang

dipublikasikan langsung mengevaluasi peranan dari

Pengobatan. Penatalaksanaan progresif termasuk memperbaiki hemodinamik, pembilasan dengan NaCl dan netralisasi asam. Setiap usaha dilakukan dengan prinsip

untuk mempertahankan volume sirkulasi darah yang adekuat, mencegah syok dan hipotensi, dan mengobati sepsis yang mana semua upaya tersebut dilakukan untuk

mencegah memberatnya iskemia mukosa gaster. Netralisasi asam lambung dengan antasid, blokade reseptor histamin atau penghambat pompa proton terbukti efektif. Pada pH lambung di atas 5, 99o/o asam lambung di buffer dan aktivitas enzim digestif pepsin secara efektif dihambat. Sebagian besar pasien perdarahannya berhenti dengan pengobatan yang

Pankreatitis !skemia

relatif

sederhana ini dan beberapa penelitian menunjukkan penumnan yang bermakna insiden perdarahan klinis dengan cara ini. Jika perdarahan terus berlanjut, dapat dilakukarl cara non-operatif 1 ainrrya,seperti koagulasi dengan endoskopi atau infus vasopresin (pitresin) dengan arteriografi, atau bahkan embolisasi. Dengan cara tersebut 80-90% dari pasien dapat dihentikan perdarahannya. Sisanya adalah

sejumlah kecil pasien yang gagal dihentikan perdarahannya walaupun telah dilakukan penatalaksanaan

non-operatif agresif. Tindakan operasi membawa mortalitas yang tinggi (30%) dan seharusnya dilakukan hanya setelah semua usaha pada cara non-operatifgagal. Bila tidak dapat dihindari, seharusnya segera dilakukan tindakan operasi berupa gastrektomi total.

Prognosis. Prognosis pasien ini adalahjelek, tetapi lebih

berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya daripada ulkus gaster itu sendiri. Lebih dari 80% berhasil dikontrol dengan pengobatan konservatif dan 80% dari sisanya yang 20%o terkontrol secara berhasil dengan pengobatan yang lebih invasif, tetapi non-operatif. Dengan demikian hanya kira-kira l0% dari pasien dengan masalah ini mengalami dampak yang fatal dari perdarahan ulkus stres.

vasopressor pada etiologi pankreatitis iskemia, aksis renin-angiotensin sangat diaktivasi oleh perfusi non pulsatil dari CPB yang dihubungkan paling umum dengan pankreatitis iskemia. Secara patologi, temuan yang paling umum adalah

hiperemia, bruising, perdarahan mikroskopis, fokal nekrosis dan edema interstitiel yang ditemukan postmortem pada pankreas pasien yang meninggal karena syok.

Epidemiologi. Pasien yang berisiko terhadap pankreatitis iskemi adalah mereka yang mengalami periode syok

dan selanjutnya mendapat resusitasi. Meskipun insidens biokimia dari pankreatitis (terutama hiperamilasemia) setelah hipotensi yang bermakna mungkin mendekati 80%, manifestasi klinik dari penyakit

menetap

terlihat pada lebih sedikit pasien. Lagipula, pasien yang mengalami CPB risikonya meningkat untuk pankreatitis pascaoperasi, dengan sebanyak 4%o dari mortalitas yang terlihat setelah operasijantung yang berhubungan dengan komplikasi ini. Hiperamilasemia terlihat pada separuh pasien yang mendapat CPB, tetapi pada beberapa analisis kasus dari isoenzim amilase menghasilkan bahwa pada proporsi yang bermakna peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan level dari amilase salivarius. Penelitian lain menunjukkan hubungan yang baik antara total serum amilase dengan manifestasi klinik pankreatitis.

Gambaran klinik. Beberapa pasien dengan pankreatitis iskemi adalah asirnptomatik dan dibuktikanhanya dengan otopsi mengalami pankreatitis. Gejala yang paling sering adalah nyeri abdomen dan nausea. Distensi lambung dan ileus dapat terjadi beberapa hari setelah syok. Demam derajat rendah mungkin }uga ada, tetapi tidak spesifik. Walaupun jarang, keadaan dapat berkembang menjadi pankreatitis fulminan, nekrosis pankreatitis dan bahkan pembentukan abses. Diagndsis. Diagnosis pantr
610

Hiperamilasemia merupakan temuan laboratorium yang paling umum, sering pertama kali tampak 24-48 jarrt setelah periode syok. Peningkatan amilase tidak jarang setelah syok, namun tidak spesifik untuk pankreatitis. Analisis dari isoenzim amilase dan pankreatik amilase mungkin bermanfaat. Demam dan lekositosis dapat terjadi dan klinisi harus membedakan keadaan ini dari krisis intra abdominal, seperti iskemia atau perforasi usus.

Pemakaian rutin dari CT scan generasi baru dengan dan tanpa kontras intravena membanfu dalam menegakkan

diagnosis pankreatitis. Seringkali, diagnosis ditegakkan dengan laparotomi atau autopsi. Pengobatan. Seperti halnya pankreatitis yang disebabkan

oleh etiologi yang lebih umum, pengobatan untuk pakreatitis iskemia tidak spesifik dan kebanyakan suportif. Istirahat usus (puasa), dekompresi lambung (selang nasogastrik) dan nutrisi parenteral kemungkinan

menguntungkan. Pada kasus yang berat, antibiotik dianjurkan, meskipun trial kontrol pada pasien dengan bentuk yang lebih kontroversial dari pankreatitis ringan gagal menunjukkan keuntungan dari pemakaian antibiotik profilaksis. Seperti pada sindrom iskemia splanknik lainnya, pengobatan lebih ditujukan pada pemrmnan penyebab yang potensial dari vasokonstriksi splanknik.

Dengan kontrol dari penyakit yang mendasarinya, sebagian besar pasien sembuh tanpa gejala sisa yang berarti.

Kolitis lskemia Etiologi dan patofisiologi. Kolitis iskemi semakin banyak

diketahui sejak tahun 1960 dengan perkembangan dari pada operasi aneurisma aortia. Penyakit iskemia kolon dapat

terjadi sekunder akibat berbagai penyebab, termasuk cedera arteri iatrogenik, aliran darah yang lambat, peningkatan tekanan intralumen atau trombosis spontan dari arteri atau vena utama yang mensuplai kolon. Penyebab yang paling umum dari kolitis iskemia adalah gangguan iatrogenik dari AMI pada waktu operasi aorta. Ini terjadi sebanyak 3-5%o dari pasien yang mengalami penempatan kemb ali aorta tanpaimplantasi. Kolitis iskemi dapat terjadi secara spontan dari berbagai penyebab lain seperti penyakit aterosklerosis dan aliran darah rendah. Tidak seperti iskemi usus yang kecil, kolitis iskemia noniatrogenikjarang terjadi akibat oklusi yangjelas dari aliran

masuk arteri, tetapi sebagai akibat tekanan perfusi menurun, vasokonstriksi atau keduanya. Seperti pada usus halus, vasokonstriksi ini secara luas dimediator oleh aksis renin-angiotensin. Dishibusi cidera biasanya segmental, tetapi dapat melibatkan seluruh kolon, tergantung pada

penyebab yang mendasarinya. Beberapa keadaan dari kolitis iskemia tidak dikenali secara klinik, dan beberapa di arfiaralya tidak memerlukan obat khusus atau intervensi operasi.

GAITTROENTEROI.OGI

Secara patologis, kolon menunjukkan penebalan, ulkus mukosa dan stenosis. Ada perbedaan cedera dari mukosa ke muskularis propria.

Epidemiologi. Kolitis iskemia biasanya pada usia pertengahan atau usia lanjut. Sering dijumpai adanya riwayat penyakit jantung iskemia atau insufisiensi arteri perifer. Pasien dengan kelainan jaringan ikat, diabetes melitus atau penyakit kolon sebelumnya mempunyai risiko terhadap penyakit ini. Kasus spontan dari kolitis iskemia cenderung terjadi pada penyakit yang parah dan pasien yang imunitasnya menurun, sering menderita penyakit sistemik yang menyebabkan aliran darah menjadi lambat.

Seringkali ada riwayat nyeri perut bagian bawah Inijuga dapat terjadi pada pelari maraton pada semua tingkat usia, sebelumnya yang sembuh secara spontan.

terutama perempuan dan pecandu cocain.

Gambaran klinis. Ada tiga pola dasar gejala klinik, yang paling umum yaitu pasien mengalami kram dan atau nyeri perut bagian bawah pada daerah fosa iliaka sinistra. Pola kedua yang juga sering ditemukan adalah mual, muntah, diare dan keluamya darah atau mukus melalui rektum. Dapat terjadi suatu abdomen akut dengan tanda-tanda peritonitis sebagai tanda yang muncul pertama. Pada

sebagian kecil pasien menunjukkan penyakit yang subklinis dengan adanya suatu striktura pada usus. Pasien mengalami demam ringan dan takikardia. Sebagian besar pasien tidak tampak sakit berat. Adanya nyeri tekan yang sering pada daerah fosa iliaka sinisffa dan sering terlihat darah pada pemeriksaan rektum. Pasien

yang tidak jelas keluhannya sangat sulit dievaluasi. Diagnosis. Perubahan laboratorium biasanya tidak khas, selalu ditemukan leukositosis ringan. Diagnosis kolitis iskemia paling mudah ditemukan dengan sigmoidoskopi fl eksibel (kolonoskopi). Endoskopis cenderung menolak melakukan endoskopi pada pasien ini, karena takut terjadi perforasi, namun dengan cata yang hati-hati dan

meminimalkan tiupan udara, hal tersebut dapat diminimalkan. Mukosa akan tampak normal sampai kedalaman skop 12-15 cm, disebabkan adanya sirkulasi kolateral arteri rektalis media. Kemudian tampak mukosa menjadi edema, berdarah, rapuh dan adanya hrkak. Hasil biopsi dapat menunjukkan suatukolitis iskemia yang khas apabila dilakukan saat proses akut. Kolitis iskemia kronik

menyebabkan deposisi hemosiderin, suatu temuan diagnostik pada biopsi. Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan suatu lesi peradangan da/, kolon secara segmental. Gambaran

spesifik berupa thumbprinting (cetakat jari) yang merupakan indikasi adanya edema mukosa, serta pembentukan kantung dan penyempitan segmen yang terkena. Angiografi tidak diperlukan untuk diagnosis kolitis iskemia dan sering dapat membingungkan. Kadang-kadang dapat juga ditemukan sumbatan AMI pada orang sehat.

611

PEITYAKIT VASKULAR MESENTRIKA

Pengobatan. Sebagian besar kasus kolitis iskemia memerlukan pengobatan suportif saj a. Memperbaiki kondisi kardiovaskular, hindari vasokonstriktor splanknik,

dekompresi nasogastrik dan antibiotika sistemik yang mencakup flora usus merupakan pengobatan dasar. Pengamatan yang seksama dan pemeriksaan abdomen ulang adalah penting. Pemeriksaan kolonoskopi ulang dapat dilakukan untuk melihat efek pengobatan. Pemakaian obat-obatan seperti vasodilator dan glukagon telah dicoba tetapi hasilnya tidak begitu baik.

Indikasi untuk operasi bila ada peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus yang dalam dan obstruksi serta bila

pada kolonoskopi

ulang menunjuk kan penyakit yang

bertambah berat. Tindakan operasi yang optimal adalah dengan melakukan reseksi segmen yang jelas mengalami iskemi dan mengangkat ulung usus yang tersisa (atau secara alternatif, pembentukan Hartmann's

pouch). Upaya

revaskularisasi ataupun anastomosis primer tidak menunjukkan hasil yang baik terhadap penyakit kolitis iskemia.

Prognosis. Beberapa kasus kolitis iskemia sembuh spontan, tetapi pada sejumlah kecil pasien terus mengalami pembentukan striktura setelah episode iskemia. Pada kasus

ini diperlukan

suatu pengamatan yang seksama dari perjalanan penyakit sambil dipersiapkan suatu tindakan operasi elektif.

Kolesistitis Akalkulosa Etiologi dan patofisiologi. Kolesistitis akalkulosa merupakan kolesistitis nekrosis yang terjadi tanpa adanya batu empedu. Seringkali terjadi pada penyakit yang kritis,

syok, trauma atau pasien pasca operasi. Etiologi dari kolesistitis akalkulosa jelas multifaktor, tetapi tampak bahwa iskemia non-oklusifberperan penting pada sejumlah

kasus. Obstruksi dari duktus sistikus, narkotik dan sejumlah faktor lain (tromboksan A2, letilr:otrien, plateleteactivating factor, tumor necrosis factor) juga terlibat. Stasis empedu, seperti yang terjadi pada puasa yang lama dan nutrisi parenteral, kemungkinan merupakan penyebab pada beberapa kasus.

Epidemiologi. Pasien dengan penyakit yang parah, paling berisiko untuk terjadinya kolesistitis akalkulosa. Yaitu mereka yang mengalami operasi emergensi. Puasa yang lama, nutrisi parenteral, ventilasi dengan tekanan positif, dan trauma hebat semuanya berhubungan dengan sindrom

inijuga.

pernapasan, pemakaian sedasi dan analgesia sering menutupi tanda klinik yang jelas. Distensi, demam yang tidak dapat dijelaskan, bising usus negatif dan perburukan penyakit yang tidak diharapkan pada seluruh keadaan klinis merupakan tanda klinis yang paling penting dalam mendiagnosis kolesistitis akalkulosa.

Diagnosis. Biasanya ada leukositosis, tetapi sering sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya. Nilai laboratorium lainnya juga tidak khas. Sering kali demam yang tidak dapat dijelaskan atau peningkatan leukosit membuat ahli klinik mempertimbangkan diagnosis penyakit ini. Peningkatan ringan level bilirubin dalam serum, alkalin

fospatase dan transaminase kadang-kadang terlihat. Ultrasound dan CT dapat membantu dalam menunjukkan diagnosis dengan menentukan pembesaran kandung empedu dengan penebalan dinding (6 mm) dan adanya cairanp erich o I ecy s tic y ang mttrtgkin tampak sebagai halo. Nyeri tekan pada palpasi, dengan alat ultrasound, adanya gambaran ekogenisitas yang medium pada pankreas, difus, homogen, tak berbayang, menunjukkan pus pada lumen kandung empedu yang semuanya dianggap temuan positif. Dengan menggunakan kriteria ini, sensitivitas 98% dilaporkan untuk diagnosis dari kolesistitis akaikulosa dengan menggunakan ultrasound. Diagnostik aspirasi perkutaneus dari kandung empedu mungkin juga bermakna,

tetapi tetap kontroversial. Scintigrafi empedu kurang bermakna karena umumnya positif pada populasi pasien ini, bahkan dengan tidak adanya kolesistitis. Pengobatan. Tidak seperti kolesistitis pada penyakit batu empedu, pada kolesistitis akalkulosa peranan pengobatan medis tidak ada. Pengobatan adalah berupa kolesistektomi bila diagnosis sudah ditegakkan. Prosedur kolesistektomi bersifat kontroversial, beberapa penulis melaporkan angka mortalitas yang tinggi dengan kolesistostomi dibandingkan dengan kolesistektomi konvensional. Penundaan tindakan

operasi sering menyebabkan terjadinya ganggren yang progresif pada kandung empedu, dapat terjadi perforasi

dan peritonitis.

Bila diobati dengan tepat,

dapat

menurunkan angka kematian (10 -15%).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan temyata

menunjang tindakan profilaksis terhadap kolesistitis akalkulosa. Caranya adalah dengan pengosongan reguler dari kandung empedu dengan memberikan diet tinggi lemak atau pemberian kolesistokinin intravena.

Hepatitis Iskemia Etiologi dan patofisiologi. Hepatitis iskemia didefinisikan

Gambaran klinis. Diagnosis klinis dari kolesistitis

sebagai insufisiensi yang berhubungan dengan nekrosis

akalkulosa seringkali sulit. Pada pasien dengan penyakit yang parah atau cedera dan pada pasien yang status neurologisnya terganggu, keluhan nyeri kuadran kanan atas dan nausea merupakan gejala yang paling sering

sentrilobuler, yang tampak setelah terjadi syok sirkulasi. Juga diketahui sebagai syok hepar atau insufisiensi hepar

dilaporkan. Pada pasien-pasien dengan alat bantu

pasca trauma dengan gambaran histopatologis yang sangat khas.

Di

antara organ-organ splanknik, hati mempunyai

6t2

GASIIROENTEROI.OGI

keunikan, yaitu mendapat suplai darah dai2 sumber yang sangat berbeda kandungan oksigen relatifnya, tetapi tidak dalam responsnya terhadap iskemia. Kira-kira 2/3 suplai

serum enzim biasanya normal. Kedua adalah cedera hati

yang ditandai dengan berbagai perubahan berupa peningkatan dalam aminotransferase, alkali fosfatase dan

darah disediakan oleh sirkulasi port a, yang dalamkeadaan

laktat dehidrogenase. Peningkatan bilirubin biasanya

istirahat mempunyai campuran oksigen vena dengan

berlangsung 2 sampai 3 hari sebelum peningkatan enzim

kej enuhan

dan jarang lebih tinggi dari 5-10 mgldl. Abnormalitas

ini turun

laboratorium ini biasanya hilang dalam l-2 mnggl. Ketiga adalah fase penyembuhan yang biasanya terjadi secara spontan apabila penyebab iskemia hati disingkirkan.

3 5 Yo sampai 50Yo. Tetapi selama syok kej enuhan 6Yo sampai dengan l|Yo,yang disebabkan oleh

peningkatan kehilangan oksigen pada bed splanknik, dan kemudian ditambah lagi dengan menurunnya (secara disproporsional) aliran arteri hepatika dan darah vena porta dalam respons terhadap syok. Meskipun di bawah keadaan normovolemik, sumbatan yang tersembunyi baik pada arteri hepatika ataupun vena porta akan menyebabkan vasodilatasi kompensasi dalam bed dari pembuluh yang

lain (disebut respons buffer arteri hepatika) kedua bed secara bersama-sama akan memberikan respons selama

periode syok, kaiena mekanisme homeostatik tumpang tindih dengan respon selektif dari kedua bed pembuluh

II. Sebagai akibatnya, hepar sebagai organ yang aktif secara metabolik dengan kebutuhan oksigen yang tinggi dalam keadaan normal, berada dalam keadaan sakit untuk mentolerir periode syok darah terhadap angiotensin

Diagnosis. Diagnosis dipastikan dengan adanya peningkatan level transaminase serum dan bilirubin tanpa adanya bukti penyakit hati atau empedu primer. Pada beberapa kasus, hepatitis iskemia sukar dibedakan dengan penyakit hepatobiliaris karena penyebab lain dan bahkan dapat tumpang tindih. Keadaan tumpang tindih

ini tidak hanya membuat diagnosis menjadi lebih sulit bahkan dapat memperburuk dampaknya. Pada sebagian besar kasus, penyakit traktus biliaris

seharusnya disingkirkan dengan sonografi atau kolangiografi.

Pengobatan. Pengobatan hepatitis iskemia sangat

yang lama.

supportif. Elemen yang paling penting, seperti pada semua

Meskipun faktor awal penyebab hepatitis iskemia adalah anoksia, tapi tampaknya pengaturan metabolit oksigen toksik (radikal bebas) pada reperfusi mungkin berperan penting juga. Sel-sel hepatosit dan endotel

sindrom iskemia splanknik, adalah pencegahan dari

vaskularhati kaya akan xantin oksidase, selanjutnya enzim

dan juga substratnya (O2, hipoksanthin) akan keluar selama reperfusi.

Epidemiologi. Hepatitis iskemia pertama kali dikenal dalam hubungannya dengan syok kardiogenik dan gagal jantung kongestif, seringkali setelah serangan infark jantung akut. Karena penatalaksanaan pasien dengan perdarahan dan syok kardiogenik yang membaik, maka sering teq'adi suatu gangguan insufisiensi hati yang tersembunyi dan tidak terdiagnosis dalam satu atau dua hari setelah kondisi hipotensi pada syok kardiogenik itu dapat diatasi dengan

serangan iskemia dan melakukan intervensi bila serangan

terjadi.

Tindakan yang penting adalah hindari obat vasokonstriktor, kontrol cairan dan hemodinamik sistem dan fungsijantung serta pelihara kejenuhan oksigen yang

adekuat. Sepsis merupakan faktor yang dapat memperburuk keadaan dan seharusnya dihindari atau secara agresif segera diobati.

Prognosis. Gangguan fungsi hati pada hepatitis iskemia biasanya tidak mengancam kehidupan. Pada penyakit yang sangat parah, cedera hati dapat mengakibatkan kegagalan multi organ dan bahkan kematian. Jika pasien tetap hidup,

disfungsi hati biasanya sembuh.

baik. Dua kelompokutama dari pasien yang berisiko terhadap

hepatitis iskemia adalah: pasien yang menderita penyakit kardiovaskular dengan manifestasi baik sebagai gagal jantung atau aritmia, atau pasien yang menderita hipotensi

sekunder terhadap perdarahan atau sepsis. Insidens

dilaporkan sangat bervariasi, tetapi terlihat ada peningkatan yang bermakna dari bilirubin hampir 33% dari pasien yang mengalami episode hipotensi yang berat.

Gambaran klinis. Manifestasi klinik hepatitis iskemia berupa ikteius dengan peningkatan sementara level transaminase dalam serum setelah periode hipotensi. Perjalanan penyakit hepar iskemia dapat dibagi dalam 3 fase yang berbeda : Pertama adalah awal cedera hati yang dimulai dengan gangguan hemodinamik dan berakhir dengan perbaikan aliran normal. Selama fase ini level

Embolus Arteri Mesenterika Akut Etiologi dan patofisiologi. Infark mesenterika akut paling sering disebabkan oleh suatu sumbatan emboli atau trombotik dari satu atau lebih pembuluh mesenterika. Emboli arteri biasanya berasal dari jantung dan tedadi pada hampir dari 75% kasus.

Sebagian besar emboli terjadi pada pasien yang mengalami atrial fibrilasi. Trombus mural seteiah infark jantung juga merupakan suatu sumber yang sering dari emboli perifer. Aorta proksimal juga dapat menunjukkan plaque ateromatosa ke arah bawah yang menyebabkan embolisasi perifer. Emboli terhadap arteri mesenterika superior (AMS) terjadi kira-kira 5%o dari semua kasus embolisasi arteri perifer. Embolus biasanya berada sedikit distal dari AMS, dengan demikian menyumbat pembuluh

613

PEIIYAKIT VASKI,'LAR MESENTRIKA

beberapa sentimeter dari asalnya. Seringkali, embolus menempel ke cabangyanglebih distal, menyumbat tempat asalnya dari kolika media, kolika kanan atau bahkan dari cabang perifer yang lebih kecil. Epidemiologi. Risiko untuk terjadinya emboli mesenterika ini adalah pada pasien berusia lanjut, orang-orang dengan penyakit pembuluh darah aterosklerotik yang tersebar yang telah ada sebelumnya, mereka yang punya riwayat strok, infark jantung dan insufrsiensi vaskular perifer (Tabel3).

Pasien yang mengalami emboli mesenterika seringkali

mengalami atrial frbrilasi, mempunyai riwayat kardioversi atau menderita infark jantung yang luas.

Gambaran klinis. Pada pasien dengan nyeri perut akut yang disebabkan emboli mesenterika sering ditemukanpula emboli di tempat lain seperti sekeliling mata, kaki dan kuku.

Tanda-tanda vital biasanya noflnal pada awalnya, namun keluarnya cairan ke intralumen segera akan menyebabkan dehidrasi dengan manifestasi klinis sebagai takikardi, output :urirre msnurun, dan bahkan hipotensi. Demam derajat

rendah, kadang-kadang di bawah 38"C mungkin juga dijumpai.

Oklusi arteri Emboli (15% - 40% dari kasus) Kejadian emboli sebelumnya Fibrilasi atrial (kardioversi terakhir) RHD Artificial valve Ml (infark jantung) terakhir lnstrumentasi vaskular terakhir Kateterisasi jantung Angiografi Angioplasti Trombosis (15%-650/,) Dikenal sebagai penyakit vaskular Aterosklerosis Diseksi aorta Vaskulitis (termasuk SLE) Trauma

-

-

-

-

-

Statushiperkoagulasi Dehidrasi

Trombosis Vena (2% - 20%l Status Hiperkoagulasi Hormon atau kehamilan Karsinoma dan karsinomatosis Polisitemia Koagulopati Defisiensi Protein S Defisiensi Protein C Dehidrasi Obstruksi Vena Hipertensi portal Sindrom Budd-Chiari Karsinoma Aliran darah splangnik rendah CHF (gagal jantung kongestif)

-

-

SYok

Obstruksi Usus Trauma Skleroterapi

Diagnosis. Diperlukan suatu kecepatan dan ketepatan diagnosis pada emboli mesenterika akut ini karena sebagiar-r besar pasien yang berisiko dengan usia lanjut

ini hanya mempunyai sedikit

cadangar, fisiologis,

sehingga onset dari serangan sangat cepat dan berakibat fatal sampai pada kematian. Arteriografi tidak hanya dapat memastikan diagnosis dari iskemia mesenterika pada pasien yang berisiko tersebut, tetapi juga menunjukkan kondisi

anatomis yang dapat membantu ahli bedah untuk merencanakan usaha rekonstruksi sebelum laparotomi. Dengan alasan ini maka kalau fasilitas arteriografi tersedia,

pasien seharusnya segera mendapatkan arteriografi sebelum tindakan operasi. Temuan yang paling sering pada atteriografi. adalah sumbatan AMS di tempat asal dari arteri kolika media. Vasospasme yang berhubungan dehgannya dan keadaan sirkulasi kolateral mungkin dijumpai. Vasospasme ini dapat menyulitkan dalam keberhasilan palatalaksanaan operasi dari lesi ini, seperti dibicarakan padabagian selanjutnya.

Pengobatan. Setelah diagnosis dari emboli mesenterika

ditegakkan, diindikasikan melakukan laparotomi yang tepat. Pada laparotomi, ahli bedah dapat menemukan nekrosis yang sesungguhnya dari usus tersebut, dari duodenum sampai rektum.

Penatalaksanaan operasi terdiri dari pembentukan kembali aliran masuk arteri jika memungkinkan, penilaian yang akurat dari usus yang sehat dan reseksi segmen iskemia. Pada kasus emboli arteri mesenterika superior

(AMS), aliran paling baik dibentuk kembali dengan

Vasospasme (5Yo-25Yol Dehidrasi Syok CHF Tamponade perikardial Cardiopulmonary by pass Dialisis Obat-obat vasokonstriksi Digitalis glikosid B-adrenergik antagonist ct-adrenergik agonis Vasopresin Kokain :

mengisolir AMS proksimal pada titik dimana pulsasi berhenti, membuat suatu insisi transversal pada pembuluh darah dan memindahkan /mengangkat embolus dan bekuan yang ada

dengan kateter balon embolektomi. Setelah arteri dibersihkan, seharusnya dibilas dengan Na heparin. Pulsasi seharusnya merupakan bukti pada cabang distal AMS setelah embolektomi yang berhasil. , Pada beberapa kasus, infus dari vasodilator seperti papaverin digunakan untuk mengatasi vasospasme yang sering menyertai embolektomi, dan heparinisasi seringkali digunakan untuk membantu mencegah trombosis sekunder terhadap trauma endotel dan juga mengobati sumber yang

614

GASiIROENTEROI.OGI

mendasari embolus. Setelah revaskularisasi, usus yang tidak sehat harus direseksi karena jika usus tersebut dibiarkan, usus ini mungkin bertindak sebagai sumber sepsis.

Prognosis. Kematian pada penyakit emboli pembuluh darah mesenterika tinggi, bervariasi dari 50-90%. Bila manifestasi sistemik berat telah terjadi, disertai dengan iskemia intestinal yang mengalami gangren berarti pasien

masuk ke stadium lanjut. Upaya terbaik yang harus dilakukan dalam upaya penyelamatan pasien adalah segera melakukanreseksi dan mulai memberikan nutrisi parenteral. Namun lebih dari pada itu semua, hal yang paling

efektif untuk hasil yang baik adalah

diagnosis trombosis arteri mesenterika dan untuk merencanakan suatu tindakan operasi. Sumbatan umumnya terjadi pada bagian pertama dari AMS, dengan

aksis AMS dan seliaka tersumbat. Disini dijumpai pembuluh darah kolateral yang besar dari AMI dan arteri lumbalis yang dapat berarti bahwa ini proses iskemia kronis yang sudah terjadi lebih dulu (proses akut dan kronis telah mengalami tumpang tindih).

Pengobatan. Setelah diagnosis trombosis mesenterika ditegakkan, biasanya diindikasikan laparotomi. Pada laparotomi, usus tampak iskemia dengan jarak yang bervariasi, tergantung pada sirkulasi kolateral. Jika

pencegahan,

sumbatan 2 dari 3 pembuluh darah mesenterika sebelumnya

diagnosis yang cepat dan pengobatan dini yang agresif.

terjadi, maka trombosis akut dari pembuluh darah yang tersisa dapat menyebabkan iskemia dari lambung dan

Trombosis Arteri Mesenterika Akut

rektum. Seperti pada penyakit emboli penatalaksanaan operasi

Etiologi dan patofisiologi. Sumbatan oleh trombus pada suplai vaskular mesenterika terjadi kira-kira l}-llYo dari kasus iskemi mesenterika akut. Trombosis mesenterika akut

biasanya terjadi ditempat lesi aterosklerosis yang ada sebelumnya atau abnormalitas anatomis lain. Penurunan pada curah jantung, sekunder terhadap dehidrasi atau

perdarahan, atau setelah infark jantung, seringkali mendahului episoda trombotik.

Epidemiologi. Trombosis arteri mesenterika seringkali terjadi pada kondisi aliran darah vaskular yang lambat (lihat Tabel 3). Pasien tertentu yang berisiko untuk terjadinya trombosis mesenterika adalah usia lanjut, aterosklerotik dengan penyempitan pada daerah proksimal

AMS, pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF), dan pasien dengan infark jantung sebelumnya. Status hiperkoagulasi (polisitemia vera, dehidrasi, sindrom pasca splenektomi, karsinoma), diseksi aortadan trauma juga dihubungkan dengan trombosis arteri mesenterika.

Gambaran klinis. Trombosis arteri mesenterika dapat terjadi secara lebih tersembunyi dibandingkan emboli mesenterika akut. Rasa nyeri mungkin lebih bersifat perlahan pada mulanya dengan intensitas lebih ringan sampai sedang. Gambaran fisik sama dengan sumbatan emboli dini, dengan sedikit nyeri tekan pada daerah yang dirasakan nyeri, distensi lambung ringan dan bising usus hipoaktif dengan adanya abdomen yang lembek. Tandatanda aterosklerosis sistemik berupa pulsus perifer yang berkurang atau bruit, seringkali ditemukan. Gambaran tingkat lanjut sama dengan infark mesenterika dari penyakit

terdiri dari pembentukan kembali aliran masuk arteri, penilaian viabilitas usus dan reseksi segmen yang mengalami iskemi. Pada kasus trombosis AMS, revaskularisasi seringkali lebih sulit, biasanya memerlukan pintas vena safena dari lesi yang tersumbat. Prosedur ini dimulai dengan mobilisasi bagian keempat dari duodenum dari ligamentum treitz, memungkinkan penutupan kira-kira AMS proksimal sampai aorta. Segmen pendek dari vena

saphena kemudian dilakukan interposisi dari aorta infrarenal ke bagian yang sesuai dari AMS. Tempat alternatif dari aliran ke dalam cangkokan berupa aorta supra seliaka dan arteri hepatika dekstra. Pada beberapa kasus yang sangat berat usaha yang bersifat heroik ini

tidak diindikasikan karena irreversibilitas cedera gastrointestinal, atatkeadaan dari pasien ini. Pada pasien ini operasi lebih diarahkan terhadap reseksi dari semua usus yang tidak sehat. Pengobatan trombolitik juga telah disarankan sebagai pengobatan trombosis arteri messnterika, terutama jika iskemia didiagnosis secara tepat, namun nampaknya ada hal-hal yang membatasi manfaatrya yaitu risiko perdarahan

dan kemungkinan pelepasan faktor-faktor lumen yang toksik dari lumen usus. Prognosis. Kematian pada trombosis vaskular mesenterika

masih tinggi, berkisar 70-90%. Revaskularisasi yang berhasil dapat dihubungkan dengan hasil jangka panjang yang baik. Pemberian nutrisi penunjang parenteral yang

baik dan adekuat pasca operasi akan meningkatkan keberhasilan kesembuhan pada pasien ini.

emboli.

Diagnosis. Sama dengan prinsip yang digunakan dalam mendiagnosis emboli mesenterika. Penyakit trombotik seringkali terjadi jauh lebih tersembunyi. Seperti halnya

Trombosis Vena Mesenterika (TVM) Etiologi dan patolisiologi. Trombosis vena mesenterika mungkin merupakan hal yang idiopatik atau secara

dengan penyakit emboli arteri, tes laboratorium, dan foto polos biasanya mempunyai nilai diagnostik hanya setelah

Kelainan hiperkoagulasi turunan, berupa defisiensi

infark terjadi. Arteriografi penting untuk memastikan

protein S, protein C, dan anti trombin

sekunder terjadi akibat sejumlah kelainan klinis tertentu.

III telah diketahui

615

PENYAKIT VASKI.'LI\R MESENTRIKA

merupakan penyebab yang sering, padahal sebelumnya diklasifikasikan sebagai idiopatik. Sumbatan vena sekunder dapat terjadi mungkin akibat trauma, status hiperkoagulasi atau iritasi intra-peritoneal. Trombosis akut dari vena mesenterika diikuti oleh hiperemia, edema, dan perdarahan sub-serosa pada usus yang sakit (seperti gambaran infark hemoragik). Lumen usus dengan cepat terisi dengan cairan hitam seperti darah. Timbunan cairan sangat menonjol dalam kasus sumbatan vena dan mungkin bersifat masif. Dengan sumbatan vena yang ekstensif, trombosis sekunder dari sirkulasi arteri mungkin juga terjadi. Sebagai akibatnya, tempat pertama dari sumbatan, apakah arteri atau vena, tidak pernah dapat ditentukan. Lagipula, phlebitis septik sekunder terhadap peradangan (pieloflebitis) dari sistem porta dapat terjadi dan menimbulkan emboli septik pada hepar.

Epidemiologi. Meskipun hampn 50% dankasus trombosis vena mesenterika (TVM) adalah idiopatik, namun pasien yang berisiko dapat diidentifikasi (lihat Tabel 3). Pasien dengan hipertensi portal, dehidrasi atau dengan sumber sepsis intraperitoneal (apendisitis, penyakit usus yang meradang, divertikulitis) berisiko terhadap trombosis sekunder, seperti pasien pada status hiperkoagulasi. Laporan juga telah menjelaskan TVM sebagai suatu komplikasi dari skleroterapi endoskopi.

Manifestasi klinis. Awitan suatu trombosis vena

maka segera dilakukan operasi.

Pada laparotomi, tampak usus menebal, edema, berdarah danterisi dengan cairanwama hitam, memberikan warna usus yang berwarnamaroon (merah genteng), usus

yang sakit mirip dengan loop strangulasi. Reseksi seharusnya dilakukan, dengan perhatian terhadap daerah yang dieksisi di luar area infark yang ditemukan, karena bila ditemukan juga trombosis vena didaerah tersebut, tetapi tidak dilakukan reseksi ataureparasi, maka laparatomi

kedua seringkali diindikasikan pada kasus ini karena trombosis dapat berkembang dengan baik setelah operasi. Setelah operasi, antikoagulan dengan heparin dan war-

farin seharusnya diberikan. Pengobatan ini biasanya diteruskan dalam jangka waktu yang panjang. Sebagai tambahan, jika trombosis sifafirya idiopatik, evaluasi yang seksama dari fungsi pembekuan darah pasien dan riwayat

keluarga seharusnya dilakukan. Pada beberapa kasus, klinikus harus waspada terhadap suatu proses keganasan yang tersembunyi. Prognosis. Hasil operasi untuk trombosis vena mesenterika sedikit lebih baik dibanding sumbatan arteri. Sifat seg-

mental yang sering terjadi dari sumbatan mungkin menyebabkan hasilnya lebih baik. Seperti halnya dengan iskemi arteri, diagnosis dini dan intervensi operasi yang tepat merupakan kunci penanganan yang berhasil.

mesenterika cenderung tersembunyi. Gejalanya berupa nyeri abdomen yang tidak jelas, diare (sering berdarah) dan muntah. Sering gejala yang non spesifft ini diikuti oleh kegagalan sirkulasi seperti terjadinya hipovolemia. Pada pemeriksaan fisik adanya nyeri tekan perut secara umum dan distensi yang terjadi kemudian. Dan kemudian akan terjadi peritonitis yang sesungguhnya bila infark transmural atau perforasi telah terjadi.

Sindrom Disfungsi Organ Multipel (SDOM)

Diagnosis. Kadang-kadang awitan yang tersembunyi dari trombosis vena mesenterika menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis. Tes laboratorium seringkali didapatkan

menyebabkan kematian dengan angka lebih dari 90oh pasien-pasien bedah yang dirawat di ICU. Lagipula, perawatan pasien dengan SDOM membutuhkan sumber tenaga manusia berkwalitas dan biaya yang tinggi.

leukositosis dan peningkatan hematokrit, yang merupakan cerminan dari hemokonsentrasi. Seperti halnya dengan sumbatan arteri, serum marker lainnya biasanya hanya berubah seperti perkembangan iskemi menjadi infark. Foto

polos sering menunjukkan dilatasi, fluid-filled loop of bowel (cairar bebas pada rongga peru|. Edema mukosa lebih menonjol daripada sumbatan arteri. Modalitas diagnostik non-invasif dari MRI dan CT kadang-kadang dapat memberikan diagnosis dini dari TVM, sehingga memungkinkan pemberian antikoagulan secara dini. Akhirnya, sebagian besar pasien menunjukkan indikasi yang jelas unttrk laparatomi. Pengobatan. Beberapa kasus trombosis vena segmental atau parsial dapat diobati dengan antikoagulan terutama

bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini. Bila diagnosis infark vena sesungguhnya telah ditegakkan,

Etiologi dan Patofisiologi. Sindrom disfungsi organ multipel (SDOM) dulunya disebut mullisystem organ failure (MSOF). Kompleks ini mencakup cedera jaringan

pertama, adult respiratory dystress syndrome (ARDS) dan hipermetabolisme, diikuti dengan kegagalan organ lain (Tabel 4). Ini menyebabkan sebagian besar pasien yang dirawat di ICU menetap lebih lama dari 5 hari dan

Organ gastrointestinal

-

Usus halus - iskemi mukosa non oklusif Usus besar - kolitis iskemi Lambung - gastritis stres Hati - hepatitis iskemi Kandung empedu - kolesistitis akalkulosa Pankreas - pankreatitis iskemia

Organ non gastrointestinal

-

-

Paru - adult respiratory disfress syndrome Jantung - kontraksi ototjantung turun Ginjal - gagal ginjal SSP - obtundatio disseminated intrsvasculer Sistim pembekuan coagulation Sistem imun - aktivasi mediator peradangan

-

616

Kejadian yang menyebabkan SDOM adalah cedera lokal akibat trauma, infeksi atau hipoperfusi, kemudian terjadi respons radang lokal, kemungkinan sebagai akibat aktivasi plalnlet, cedera endotel, pelepasan mediator radang dan aktivasi sistem pembekuan. Sebagai akibatnya, komplemen,

koagulasi dan sistem kalikrein diaktivasi, menyebabkan status hipermetabolik, dengan peningkatan hebat konsumsi oksigen dan kebutuhannya. Seringkali paru-paru merupakan

GAIITROENTEROI.OGI

dimana saja. Pada setiap kasus, kehilangan fungsi barier

ini kemungkinan basis dari

kenyataan bahwa usus

merupakan motor dari kegagalan organ multipel.

Epidemiologi. Pasien yang berisiko terhadap SDOM adalah mereka yang mengalami stres fisiologis hebat, yaitu trauma, perdarahan, gagal jantung, bypass jantang-paru, penyakit yangparah, luka bakar atau operasi yang besar.

organ portama yang gagal (ARDS) dan menyebabkan ketergantungan ventilator jangka panjang. Kemudian diikuti kegagalan organ lain seperti ginjal, sistem imun, saluran cema dan hati, menyebabkan gagalnya sistem kardio

Meskipun laparotomi atau laparoskopi eksplorasi telah direkomendasikan pada pasien yang menunjukkan pemburukan progresif tanpa suatu sumber yang jelas, tindakan ini tidak ditunjang dengan penelitian yang pasti.

vaskular, sepsis dan meninggal. Meskipun karakteristik hemodinamik dan metabolik dari SDOM menunjukkan hal yang mirip sepsis dengan berbagai penyebab, beberapa dari pasien ini tidak menunjukkan sumber sepsis dan hasil kultur ulang negatif. Meskipun dengan penatalaksanaal yang baik terhadap kontaminasi bakteri dan sumber sepsis, namun tetap saja dapat te{adi suatu sindrom dari kegagalan organ multipel. Secarajelas, beberapa dari pasien ini mengalami sepsis dari sumber sepsis endogen pada proses yang sedang berlangsung. Kemungkinan ini disebabkan sekunder dari bakteremia persisten dan endotoksemia dari GI tract-nya sendiri. Seperti telah dibicarakan sebelumnya, kerusakan barier mukosa GI tract merupakan port d'entry lidak hanya untuk

Gambaran kliiris. Sindrom disfungsi organ multipel merupakan suatu sindrom yang progresif berupa

bakteri tetapi juga endotoksin dan faktor lumen lainnya yang memberikan andil terhadap respons peradangan sistemik dan cidera organ jauh. Sesungguhnya, telah dianjurkan bahwa pemeliharaan barier mukosa GI tract dengan pemberian makanan secara enteral dapat membanfu

menurunkan mortalitas pada suatu perawatan kritis, sedangkan pemberian nutrisi penunjang parenteral dapat meningkatkan insidens translokasi bakteri akibat dari atrofi USUS.

Dari semua etiologi yang diusulkan terhadap SDOM, cedera reperfusi iskemi terhadap barier mukosa usus superfisial tampaknya yang paling mungkin. Pasien yang diperkirakan mengalami syok sirkulasi, hipoksia, sepsis dan bentuk awal yang lain dari stres fisiologis yang hebat tetap mengalami iskemia non-oklusifringan dari usus yang sering tidak berkembang ke arah nekrosis usus yang sebenarnya. Meskipun proses ini tidak secara langsung dikenal secara klinik, hal ini sering menyebabkan kerusakan mukosa dengan hilangnya fungsi barier epitel. Setelah fungsi barier hilang, translokasi bakteri dan kemungkinan toksin lumen lainnya, difasilitasi pada tikus yang mengalami syok hemoragik, rangkai menyeluruh dari kejadian ini terlihat dan dicegah dengan pra pengobatan dengan allopurinol, menunjukkan bahwa radikal bebas, diatur dari xantin oksidase pada reperfusi, mungkin berperan penting. Tidak diketahui apakah ini adalah bakteri, toksin atau enzim pencemaan yang memediator cedera sistemik atau apakah agen ini sebagai pencetus pelepasan mediator peradangan dari usus itu sendiri, hepar atau

terjadinya kegagalan organ secara serentak. Waktu kejadiannya bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa

bulan dan dapat dijelaskan dalam berbagai stadium. Stadium awal secara klinis sama dengan sepsis, ada demam dan leukositosis. Pada stadium kedua, kegagalan organ progresif menjadi jelas dan terdeteksi adatya ekstraksi oksigen sistemik. Pada stadium ini, mortalitasnya hampir mencapai 50%o. Jika penyakit ini terus berlanjut, akan te{adi

kegagalan organ lebih lanjut, dan akhirnya terjadi kolaps kardiovaskul at y ang menyebabkan kematian.

Diagnosis. Tidak ada tes laboratorium atau rontgen yang bersifat diagnostik dari SDOM. Diagnosis harus ditegakkan dengan evaluasi dari seluruh gambaran klinis dengan perhatian yang diberikan secara khusus terhadap status imunologis dan pulmoner.

Pengobatan. Tidak ada pengobatan khusus untuk kegagalan organ multipel. Tindakan non-spesifik berupa pencegahan dan pengobatan penunjang masih merupakan

pengobatan utama disertai evaluasi agresif terhadap kemungkinan sumber infeksi. Sejumlah pengobatan eksperimental sedang dievaluasi, termasuk nutrisi, aspek imunologis dan obat penunjang kardiovaskular. Beberapa antaranya dalam penelitian klinis dan segera dipersiapkan untuk pemakaian secara luas.

di

Prognosis. Saat ini mortalitas SDOM telah mengalami penurunan dari hampir 90Yo beberapa tahun yang lalu menjadi 34-40% saat ini, walaupun tetap merupakan suatu sumber mortalitas utama di ICU.

Sindrom Kompresi Arteri Seliaka Etiologi dan patofisiologi. Kasus pertama yang diduga sindrom kompresi arteri seliaka (disebutjuga sindrom ligamentum arkuata mediana) dilaporkan dari Finlandia tahun 1963 pada seorang laki-laki usia 57 tahun yang menderita nyeri perut kronik dan stenosis seliaka. Sejak saat itu

perhatian ahli

klinik mulai ditujukan pada kasus yang

berhubungan dengan pasien yang mengalami nyeri perut kronik dengan penyebab yang tidak dapat dijelaskan.

PETiTYAIST VASKI,JI.AR

617

MESENTRIKA

Seperti yang dijelaskan oleh Ha{ola, sindrom ini berupa

nyeri perut kronik yang disebabkan penyempitan arteri seliaka akibat kompresi serabut ligamentum arcuata mediana diafragma. Pada laparotomi, pembuluh darah tampak normal, tetapi tertekan oleh pita fibrosa dari ligamentum. Meskipun tidak diragukan bahwa perbaikan secara subjektifpada nyeri abdomen terlihat pada beberapa pasien setelah prosedur ini, tapi tidakjelas apakah secara objektif aliran darah arteri seliaka ini membaik. Iritasi dari serabut saraf otonom viseral dengan konstriksi otot diafragma juga telah diusulkan sebagai penyebab dari sindroma ini, namun simpatektomi atau ganglionektomi temyata tidak selalu memperbaiki keadaan.

Epidemiologi. Kebalikan dari pasien dengan penyakit aterosklerosis, pasien

ini sering lebih muda dengan usia

rata-ratalimapuluhan saat diagnosis, laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan dengan ratio 1:3. Gambaran klinis. Sebagian besar pasien mengalami nyeri abdomen, tetapi kurang dari separuh yang mengalami gejala angina intestinal klasik. Sisanya menunjukkan berbagai sindrom nyeri abdomen yang tidak jelas. Diare, nausea dan muntah sering dijumpai. Beberapa pasien

berhubungan dengan kehilangan berat badan yang bermakna (dikarenakan menghindari makanan pada bulanbulan sebelumnya). Diagnosis. Diagnosis sindrom ini sulit ditegakkan, diperlukan kecermatan dan pengalaman untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Selanjutrya, dianjurkan pasien menjalani seri pemeriksaan saluran cema bagian atas seperti, small bowel

follow-through, barium enernq, ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreatography), urografi intravena dan CT scan perut. Jika pemeriksaan ini gagal, dapat dilakukan arteriografi . Arteriografi seliaka selektif yang menunjukkan kompresi dari arteri seliaka proksimal, AMS dan AMI biasanya tampak normal.

Ultrasonografi dupleks merupakan tes yang kurang

invasif untuk memastikan diagnosis penyempitan pembuluh darah mesenterika. MRI juga digunakan untuk mengukur kecepatan aliran darah mesenterika dan mungkin bermanfaat dalam mengidentifikasi calon untuk operasi.

Pengobatan. Keberhasilan pengobatan ditentukan oleh kebebasan seluruh aksis seliaka hingga sampai ke trifurcatio dari perangkap serabut ligamentum arkuata mediana. Sebagai tambahan, dilakukanjuga mobilisasi dan eksisi jaringan saraf peri-seliaka baik bagian sisi aksis seliaka, dilatasi arteri seliaka intra-operatif melalui arteri lienalis. Jika diperlukan dapat dilakukan rekonstruksi arteri seliaka dengan reseksi dan reanastomosis primer, atau dengan cangkok pintas. Prognosis. Ditenhrkan oleh keberhasilan dekompresi aksis seliaka dan dilatasi atau rekonstruksi ditangan ahli bedah berpengalaman. Hilangnya gejala dalamwaktu yang lama telah dilaporkan pada 70-80% pasien.

lskemia Mesenterika Non-oklusif (IMNO) Etiologi dan patofisiologi. Mekanisme mendasar yang menyebabkan IMNO adalah suatu vasokonstriksi splanknik selektif yang sebetulnya merupakan otoregulasi normal dari aliran darah pada milrosirkulasi usus. Hasilnya adalah iskemi intestinal karena tubuh mengatur aliran darah usus secara tidak langsung terhadap organ vital lainnya. Vasokonstriksi splanknik yang hebat terjadi pada keadaan syok kardiogenik, hemoragik dan bentuk lain dari stres fisiologis yang hebat. Mediator humoral, terutamaAngiotensin II dan kemungkinan vasopresin, secara langsung memediator respon ini. Kolon kanan tampaknya sangat peka terhadap IMNO.

Epidemiologi. Sejak pengenalan pertama dari IMNO pada tahun 1958, kesadaran klinis dari masalah ini berkembang dengan baik. Laporan awal menyatakan bahwa IMNO terjadi kira-kira 10-20% dari semua kasus iskemi mesenterika. Laporan lebih baru, menunjukkan bahwa insiden mungkin mencapai 50ol0. Tingginya angka ini mungkin karena makin membaiknya pengertian tentang sindrom klinik ini dan dapat pula disebabkan penurunan

nilai ambang unhrk memasukkan pasien kedalarn,kategori diagnostik ini. Walaupun sebagian besar pasien pada syok sirkulasi mengalami penurunan perfu si splanknik, namun tetap sulit untuk membedakan respons homeostatik normal ataukah respon patologi yang menunjukkan suatu iskemi usus. Pada beberapa penelitian lain temyata insiden

yang sesungguhnya dari IMNO mungkin menurun, kemungkinan ini karena makin meningkatnya penggunaan

kateter arteri pulmonar dan agen vasodilator untuk memonitor dan mengoptimalkan sistem hemodinamik pada peraw atan intensif modem. Infarkjanturg, gagaljantung kongestif aritmiajantung,

operasi besar alat dalam, peritonitis, dialisis kronis, hipovolumia dan syok merupakan faktor predisposisi pasien IMNO, juga pada penggunaan digitalis glikosid (yang potent dan merupakan vasokonstriktor splanknik yang selektif), vasopresor, diurgtik dan pemakaian kokain.

Gambaran klinis. Tanda-tanda dan gejalayang ada dari IMNO dapat sama dengan penyakit trombus mesenterika akut, seperti adanya gejala kram perut, nyeri abdomen sekitar pusat yang kemudian menetap, nyeri tumpul. Onset

serangan seringkali secara klinis sangat tersembunyi secara klinis. Lagipula, beberapa dari pasien ini mungkin tidak menunj ukk an gej ala y angnyata, nyeri abdomen difu s, malabsorpsi dan maldigesti dengan ileus yang semuanya umumnya terlihat pada pasien dengan IMNO. Sayangnya, temuan ini tidak spesifik untuk suatu dignosis IMNO.

Diagnosis. Peningkatanjumlah leukosit dan abnormalitas elektrolit telah dilaporkan sampai 75%o daripasien IMNO. Tapi data ini tidak begitu spesifik, karena hal ini dapat pula mencerminkan keparahan penyakit yang mendasarinya

atau menunjukkan adanya nekrosis usus yang

618

GASTROENTEROI.OGI

sesungguhnya. Foto polos abdomen hanya menggambar-

kan pola

gas yang non-spesifik.

Kunci keberhasilan penatalaksanaan dari masalah ini teiletak pada indeks kecurigaan yang tinggi, diperkuat lagi dengan diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat. Secara praktis, ini berarti bahwa bila pasien dengan penyakit yang kritis sebelumnya, kemudian didapatkan

nyeri abdomen non-spesifik dan distensi usus, maka diagnosis iskemi mesenterika seharusnya difikirkan dan dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi. Diagnosis radiografi dari vasospasme splanknik adalah

dengan arteriografi mesenterika superior selektif.

status perfusi yang optimal untuk viabilitas usus. Operasi disesuaikan terhadap evaluasi dan reseksi dari usus yang mengalami nekrosis. Jika reseksi usus dilakukan, operasi

kedua mungkin diperlukan untuk menilai viabilitas selanjutnya, terutama jika ketidakstabilan hemodinamis yang mendasarinya tet'adi. Prognosis. Angka kematian IMNO tinggi (> 90%) dan sebagian besar disebabkan keparahan dari penyakit yang

mendasarinya. Tapi dengan tindakan yang agresif dikombinasi dengan arteriografi yang baik dapat menurunakan mortalitas sampai 5 0%.

Keberadaan lesi atherosklerosis seringkali mengkomplikasi interpretasi ini. Gambaran yang khas melibatkan spasme

Obstruksi Strangulasi

yang jelas dari pembuluh darah makroskopis (bukan lesi

Etiologi dan patofisiologi. Obstruksi strangulasi

yang bertanggung jawab terhadap iskemia), serta kehilangan dari blush arteri normal dari pembuluh darah mikro dinding usus.

melibatkan pembuluh darah gabungan dari suatu segmen usus yang mengalami kompresi mekanis ekstrinsik. Proses

Pengobatan. Penatalaksanaan awal dari pasien yang

ini dapat melibatkan usus halus (obstruksi usus halus mekanis), kolon (sigmoid atau volvulus cecal), atau

dicurigai mengalami IMNO diaratrkan pada koreksi kelainan yang mendasari terj adinya vasospasme mesenterika. Selanjubrya memperbaiki volume intravaskular dan curah jantung. Seterusnya resusitasi volume, redttksi after load,

dilatasi yang hebat dan masif dari segmen usus dehgan

hindari obat vasokonstriksi (termasuk digitalis) dan kadang-kadang obat inotropik tertentu. Sebagai tambahan,

dekompresi lambung, pemberian oksigen dan antibiotik merupakan tindakan penunjang selanjutnya. Diupayakan menghindari setiap tindakan yang meningkatkan aktivasi aksis renin-angiotensin, sekresi vasopresin atau sistem

saraf simpatis. Setelah diagnosis dengan arteriografi mesenterika, diberikan injeksi bolus tolazolin (25 mg) atau

papaverin (60 mg) yang diberikan selama 20 menit. Dilakukan arteriogram ulang untuk menilai respons pengobatan, biasanya dapat dilihat suatu perbaikan pada vasospasme. Setelah injeksi bolus, dilanjutkan dengan infus berkelanjutan dari papaverin (30-60 mg/jam) dan pasien dibawa kembali ke ICU dengan kateter AMS ditempafirya. Pengobatan kemudian dilanjutkan selama 12-

24 jam dengan perhatian diarahkan terhadap tanda-tanda

perbaikan

klinis (penurunan distensi

abdomen,

kembalinya peristaltik usus dengan mendengar bising usus

dan defekasi), penurunan rasa nyeri dan perbaikan sepsis atau keadaan umum.

Operasi berperan penting meskipun peranannya sekunder dalam penatalaksanaan iskemi non-oklusif. Diagnosis dan arteriografi terapeutik yang terlambat serta

laparotomi yang tidak tepat kemungkinan dapat memperburuk vasospasme splanknik, dengan demikian arteriogram sebelum laparotomi adalah penting. Jika

lambung (hernia paraesofagus dengan volvulus). Patofisiologi strangulasi melibatkan aliran darah vena dara arteri, keadaan

ini diduga terjadi sekunder terhadap

peningkatan tekanan intra lumen yang cukup untuk pertama-tama mengganggu aliran vena, kemudian aliran arteri. Dilatasi segmental sering menyebabkan volvulus dan menyebabkan pemendekan suplai vaskular segmen-

tal utama bagi loop yang terlibat, dengan konsekuensi iskemia. Kadang-kadang segmen yang mengalami pelintiran akan secara spontan mengecil sendiri meskipun bilamana terjadi strangulasi yang sesungguhnya, hal tersebut jarang sekali mengecil tanpa intervensi operasi. Epidemiotogi. Strangulasi usus adalah keadaan yang sering teq'adi, tapi juga yang paling dapat diobati. Diperkirakan jepitan terjadi pada 20-4Oo/o dari pasien-pasien pascaoperasi obstruksi usus halus. Adanya strangulasi obstruksi pada usus halus dapat meningkatkan angka mortalitas mendekati dua kali lipat. Gambaran klinis dan diagnosis. Diagnosis obstruksiusus sendiri biasanya mudah. Pengenalan dini dari obstruksi strangulasi secara klinis atau laboratoris akan sangat menguntungkan dalam penata laksanaannya. Rasa nyeri yang kontinyu seperti kolik, demam, takikardi, tanda-tanda fisik dari peradangan peritonium parietal, leukositosis, hiperkalemia, hiperfosfaternia, dan peningkatan serum enzim merupakan tanda-tanda yang dapat membedakan iskemi usus. Hal yang sulit adalah membedakan antara pasien dengan penjepitan dini dan pasien yang mengalami obsnrksi

abdomen terbuka dan penyakit iskemia non-oklusif

sederhana.

diketahui, abdomen seharusnya ditutup danpasien dibawa ke ruang angiografi untuk mendapat arteriografi dan infus

Pengobatan. Penyebab yang mendasari obstnrksi (adhesi, hernia, karsinoma) harus dikoreksi dengan operasi dan setiap segmen dari usus yang tidak sehat direseksi. Pada

vasodilator. Jika dilakukan laparotomi, keputusan untuk reseksi dilakukan setelah penilaian usus yang cermat pada

beberapa keadaan anastomosis primer adalah tepat. Bila

PENYAXXT.VASKI.'LAR

6t9

MFSENTRIKA

berhubungan dengan sepsis intraperitoneal atau kolon yang tersumbat, suafu ostomi dan rekonstruksi terencana merupakan pilihan yang lebih baik.

Prognosis. Angka kematian pada pasien dengan obstruksi intestinal secara dramatis meningkat dengan kejadian nekrosis usus. Laparotomi, penurunan segmen yang mengalami jepitan dan reseksi dari semua usus yang tidak sehat memberikan hasil yang terbaik.

Enterokolitis Nekrotisasi Neonatal (ENN)

Etiologi dan patofisiologi. Enterokolitis nekrotisasi neonatal (ENN) merupakan suatu penyakit yang mengancam kehidupan yang hanya terjadi pada bayi prematur dengan stres yang hebat. Penyakit ini ditandai dengan distensi lambung, berak darah, muntah (dengan kegagalan menelan makanan) dan keadaan klinis yang

buruk. Insiden ENN meningkat dengan meluasnya perawatan intensif neonatus modern dan pengobatan agresif pada bayi prematur. Etiologi yang tepat dari ENN tidak jelas, tetapi tampaknya hal awal yang mendasarinya adalah vasokonstriksi splangnik sekunder terhadap stres fisiologis yang hebat. Tampaknya ada 2langkah proses patofisiologi : vasokonstriksi mesenterium menyebabkan iskemi, dan suafu cedera mukosa awal yang kemungkinan mengganggu fungsi bariernya. Kejadian awal ini diikuti oleh perkembangan dari lesi mukosa yang reversibel menjadi infark transmural, yarg berhubungan dengan sejumlah faktor lain seperti makanan pertama bayi dengan

formula susu non ASI, adanya pertumbuhan yang

tanda dan gejala ileus atau obstruksi, tanda-tanda sistemik

berupa apneu, bradikardia, hipotermi dan letargi. Tanpa pengobatan, bayi dapat mengalami perforasi intestinal, sepsis, asidosis dan hipotensi.

Diagnosis. Tes laboratorium pada diagnosis ENN nonspesifik. Trombositopenia dengan atautanpa DIC sering terlihat, juga adanya leukopenia, asidosis metabolik refrakter dan hiponatremia. Gambaran radiografi yang berupa gas pada dinding usus dapat untuk menegakkan diagnosis, namun temuan ini tidak

selalu terlihat terutama pada bayi yang tidak makan. Pneumoperitoneum yang sesungguhnya mungkin juga terjadi, meskipun temuan ini juga tidak spesifik untuk ENN.

Pengobatan. Diagnosis dini dan pengobatan non-operatif

yang baik, menunjukkan keberhasilan pada penatalaksanaan sejumlah kasus ENN. Pengobatan penyakit ini sama dengan IMNO pada dewasa, tetapi tanpa pemakaian

vasodilator atau angiografi. Hipovolemia seharusnya dikoreksi, istirahatkan usus (puasa dan nasogastrik dekompresi) dan pemberian antibiotik sistemik. Nutrisi parenteral juga seharusnya dimulai sejak dini, pasien dipuasakan selama I 0- 1 4 hari. Seringkali tindakan tersebut cukup untuk memungkinkan regenerasi dari mukosa yang cedera dan mencegah perkembangan sekunder terhadap infark transmural. Sebagian besar ahli gastroenterologi meyakini bahwa operasi seharusnya dilakukan hanya pada sebagian kasus yang parah yang mengalami perkembangan menjadi infark transmural, dengan atau tanpa perforasi.

Tindakan operasi adalah berupa reseksi usus yang nekrotik, ileostomi dekompresi dan rekonstruksi.

kekebalan tubuh. Kemungkinan tidak sempurnanya sistem

Prognosis. Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, keberhasilannya mencapai 60-80%. Bila terjadi perforasi dan sepsis sistemik yang hebat, maka angka

kekebalan bayi prematur memungkinkan lesi yang

mortalitas me ncap ai

berlebihan dari bakteri ftuman Klebsiella) dan kemungkinan

yang paling penting adalah ketidak mampuan sistem

reversibel (nekrosis epitel) berkemb arrg yang disebabkan oleh invasi bakteri menjadi infark /ransmural ireversibel. Secara histologis, usus menunjukkan nekrosis iskemia dengan mukosa yang lebih sering terkena (sama dengan iskemiamesenterika).

Epidemiologi. ENN dapat te{adi dengan pola endemik dan epidemik pada ICU yang sama. Jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi ibu, geografi dan musim semuanya tidak mempunyai efek pada insidens dari ENN. Jarang terlihat ENN pada bayi yang dilahirkan setelah masa kehamilan 35-36 minggu. Prematuritas, pemberian makanan non ASI dan stres fisiologis hebat, seperti bayi yang mengalami RDS, merupakan faktor predisposisi yang penting. Gambaran klinis. Gambaran klinis klasik dari ENN adalah perburukan yang membahayakan dari bayi prematur yang berusia lebih muda dari 2-3 minggu. Terjadi distensi lambung, bayi tidakmaumakan dan dapatmengalami diare berdarah atau feses dengan bercak darah, adanyatanda-

5

0%o.

lskemia Mesenterika Kronis (Angina lntestinalis) Etiotogi dan patofisiologi. Angina intestinalis merupakan sindrom klinis dari nyeri abdomen setelah makan, yang sifatnya intermiten, berasal dari obstnrksi kronis arteri splanloik (biasanya aterosklerosis). Penyakit ini analog dengan angina pektoris dan claudicatio calf, dlua manifestasi yang lebih umum dari hipoksia jaringan yang bersifat episodik. Angina intestinalis yang sebenarnya merupakan suatu masalah klinis yang sangat jarang. Bila angina intestinalis terj adi, hampir selalu akibat penyempitan aterosklerotik

yang hebat dari pembuluh splanknik mayor, yang berhubungan dengan oklusi dari I atat2 pembuluh yang tersisa. Derajat stenosis arteri yang ditemukan pada autopsi usus kebanyakan tidak sesuai dengan gejala kelainan saluran cerna selama pasien hidup. Epidemiologi. Pasien yang berisiko mengalami iskemia

620

GASTROENTEROI,OGI

mesenterika lconis adalah mereka yang mengalami penyakit

pada pasien, maka tindakan operasi biasanya

arteri perifer difus, risiko akan meningkat bila pasien

dipertimbangkan untuk menyingkirkan rasa sakit dan menghindari infark. Operasi dilakukan berupa end

mengalami hiperkolesterolemia dan diabetes. Penyakit ini didapatkan pada usia pertengahan dan usia lanjut.

Gambaran klinis. Angina intestinalis dikenal dengan gejala klinis yang disebut triad klinis yaitu nyeri sesudah makan, kehilangan berat badan kronis dan takut makan (sitofobia). Gejala-gejala ini sangat khas dan penting untuk diagnosis. Rasa nyeri berupa kram, analog dengan angina pectoris. Diare dan konstipasi mungkin ada disertai anoreksia. Pemeriksaan fisik tidak spesifik kecuali untuk penurunan berat badan yang kronis dan temuan lain yang berhubungan dengan manifestasi aterosklerosis secara umum. Dapat ditemukan peningkatan peristaltik selama serangan.

Diagnosis. Diagnosis dicurigai bila pasien mengalami penurunan berat badan dengan nyeri abdomen setelah makan. Diperlukan pemeriksaan arteriograf,r biplanar untuk

memungkinkan visualisasi dari pembuluh-pembuluh viseral. Meskipun diagnosis yang tepat tidak dapat dilakukan berdasarkan arteriografi saja, temuan dari penyempitan yang hebat pada beberapa pembuluh viseral

dengan formasi kolateral yang ekstensif dan diperkuat

dengan gambaran klinis yang khas, cukup untuk

arterektomi, cangkokan pintas baik dengan prostese atau

materi autogen dan implantasi kembali dari pembuluh mesenterika distal ke segmen aortayang sehat. Tindakan

yang lebih disukai adalah cangkokan pintas dari AMS dengan vena safena autolog atau material prostetik; keuntungan yang jelas dari jaringan autolog belum ditunjukkan untuk revaskularisasi viseral, seperti yang dilakukan untuk ginjal dan revaskularisasi ekstremitas. Kontroversi terjadi terhadap ketepatan pintas pembuluh tunggal dibandingkan dengan rekonstruksi beberapa pembuluh darah. Angioplasti transluminal perkutaneus telah dilakukan dalam mengobati iskemia mesenterika kronis. Risiko dan insiden kegagalan teknis berupa diseksi pembuluh darah, meningkat pada vaskularisasi mesenterika. Dengan alasan ini, pemakaian angioplasti di sini belum mendapatkan penerimaan secara luas.

Prognosis. Angka kematian dari angina mesenterika berkisar dari 3-30% dan lebih 90% dari yang diobati tetap hidup dan nyeri abdomennya hilang, berat badannya bertambah dan kebiasaan makannya normal kembali.

mewaspadai pengobatan. Yang paling penting, pasien harus j elas mengalami kehilangan berat badan yang drastis

.

Pemeriksaan ultrasound doppler duplex memegang peran pada evaluasi selanjutnya dari aliran mesenterika. Teknik non-invasif ini secara eksperimental digunakan untuk menghitung aliran darah mesenterika, dengan kesalahan laporan 10%. Gas usus dan obesitas merupakan faktor-faktor yang mendukung. Sayangnya teknologi ini belum berkembang secara utuh dan belum tersedia secara universal. Satu laporan kasus tindakan provokatifuntuk mendiagnosis iskemi mesenterika kronis dengan tindakan pemeriksaan pH intralumen pada usus halus setelah tes makan.

Pengobatan. Tidak ada pengobatan medis yang efektif untuk angina intestinalis. Jika seluruh modalitas yangada belum bisa untuk menegakkan diagnosis nyeri abdomen

REFERENSI Bastidas JA, Reilly PM, Bulkiey GB. Mesenteric vascular insufficiency. Handbook of gastroenterology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers; 1998.p. 65 4-62. Bl Hall MJ, Barry RE. Penyakit usus halus dan usus besar:

Cooper

iskemik intestinal. Manual gastroanterologi. Alih bahasa: Lyndon Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara; 1989.p. 145-51.

Daldiyono Hardjodisastro. Kolitis iskemik. Gastroenterologihepatologi. Cetakan ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto; 1997. p. 1 84-96. Glickman RM, Isselbacher KJ. Diseases of the small intestine. Harrison's principles of intemal medicine. Sth Edition. McGrawHill Kogakusha; 797 7.p. 1544-45;1562.

Silen W. Acute intestinal obstruction. Harrison's principles of

internal medicine. 8th Edition. McGraw-Hill Kogakusha; 1977.p.1567-70.

97 PENYAIST TROPIK INFEISI GASTROINTESTINAL Marcellus Simadibrata K, Achmad Fauzi

esofagus dapat pula sebagai manifestasi klinik infeksi oportunistik pada AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Di Amerika Selatan, mega-esofagus penyakit

PENDAHULUAN Penyakit infeksi mengakibatkan lebih dari 13 juta kematian setiap tahun dan merupakan penyebab mortalitas utama

Chagas harus dipertimbangkan sebagai pgnyebab disfagia. Striktur,zat kimia korosif,dan benda asing

pada negara-Legara yar,g kurang maju/sedang berkembang, yang umumnya terletak pada daerah hopis dan subtropis. Dampak yang berat dari penyakit infeksi di negara-negara berkembang terutama disebabkan kepadatan penduduk, keadaan kesehatan dan perumahan serta akses untuk pertolongan medis yang kurang memadai. Meskipun telah memasuki millenium ketiga, temyata masih terdapat kesenjangan di antara standar sanitasi, higiene, dan pendidikan di negara berkembang dengan tingkat yang

(misalnya tulang ikan) juga merupakan kausa yang penting pada gangguan menelan.

Perdarahan saluran cerna. Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat disebabkan oleh ulkus peptik, gastritis, esofagitis, dan karsinoma gaster atau karsinoma esofagus. Gastritis, gastritis erosif, dan ulkus gaster dapat berkaitan dengan obat-obatan, misalnya pemakaian kortikosteroid

dan OAINS (obat antiinflamasi non-steroid). Infeksi bakteri Helicobacter Pylori telah diketahui sebagai penyebab utama inflamasi dan/ulserasi gaster dan duodenum. Varises esofagus juga sering ditemukan

dibutuhkan bagi terhapusnya insiden penyakit infeksi, yang semuanya berkaitan dengan keadaan sosio-ekonomi yang masih jauh di bawah sempurna. Penyakit tropik infeksi gastrointestinal (di negaranegara tropis dan subtropis) berasal dari berbagai infeksi

sebagai penyebab haematemesis di bany ak daerah/negaru

tropik, minimal sekitar 25o/o dari semua kasus-kasus haematemesis, penyakit hati yang mendasarinya dapat

- virus, bakteri, mikosis, protozoa, dan cacing. Diare merupakan gejala infeksi yang sering dan sangat penting, berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas di negara berkembang, bahkan sangat berdampak pada penduduk negara maju terutama bagi merekayang sering bepergian atau melancong, sehingga dikenal sebagai diare orang b ep ergian/p el ancong(Tr av el I ers' D iarrho ea).

merupakan akibat lanjut dari infeksi kronik hepatitis virus, atau fibrosis hati akibat schistosomiasis. Perdarahan saluran cema bagian bawah dapat terjadi

akibat infeksi seperti tuberkulosis, shigellosis, E. Coli, campylobacter, salmonelosis, amebiasis, helminthiasis,

maupunHIV/AIDS.

Nyeri abdomen. Di negara-rrcgaramaju, nyeri abdomen MANIFESTASI KLINIS

berat umumnya disebabkan oleh appendisitis, adenitis mesenterik, ulkus peptik perforasi, kolesistitis, dan obstruksi intestinal (umumnya akibat perlekatan atau keganasan). Spektrum kausa nyeri abdomen di daerah tropik lebih luas lagi, yang harus dipertimbangkan sebagai

Diare merupakan gejala klinik utama penyakit tropik infeksi

gastrointestinal, namun demikian terdapat pula gejalagejala lainnya, yait:u disfagia, perdarahan saluran cerna,

nyeri abdomen, malabsorpsi, tropical sprue, dan travellers'diarrhea.

kausa nyeri abdomen berat, yaitu: tuberkulosis abdominal, tifoid (termasuk perforasi tifoid), ruptur kista

Disfagia. Kandidiasis esofagus cukup sering ditemukan sebagai penyebab disfagia di daerah tropik, kandidiasis

hidatidosa, kolitis amuba (termasuk perforasi), abses hati amuba (dapat terjadi ruptur hati), obstnrksi intestinal karena

621

622

cacing Ascaris lumbricoide,s, ascariasis ektopik (dapat menyebabkan obstruksi kandung empedu atau pankreas), krisis slctle cell anemia, ruptur limpa, sindrom infeksi

strongyloidiasis. Malabsorpsi. Malabsorpsi dapat merupakan gambaran dari

infeksi Giardia lamblia, Strongyloides stercoralis, tuberkulosis intestinal, dan AIDS. Keadaan defisiensi laktase sementara pasca infeksi akut diare sering pula sebagai penyebab malabsorpsi,susu serta produk susu sebaiknya dihindari, namun yoghurt biasanya dapat ditoleransi, karena kandungan bakteri laktase yang tinggi.

Tropical sprue. Dlkenal sebagai malabsorpsi tropikal terutama terjadi di India, Asia tenggara, daerah Karibia, danAmerika Tengah. Gejala yang timbul adalah diare tak

berdarah,kadang-kadang disertai steatorhea, sering disertai kembung perut dan penumnan berat badan yang

signifikan. Biopsi duodenum biasanya menunjukkan keadaan atrofi villous. Penyakit ini umumnya berlangsung lama dan melemahkan. Terapi dengan tetrasiklin dan asam

folat umumnya cukup efektif.

Diare. Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di daerah tropik, menyebabkan lebih dari 6 juta kematian setiap tahun, dan sangat berkaitan dengan higiene yang buruk serta kontaminasi infeksi air dan makanan. Patogen penyebab sangat bervariasi, dapat berupa virus, bakteri, maupun parasit. Apapun etiologinya,

tatalaksana utama diare adalah hidrasi adekuat dan

GAIITROENTEROIffI

khusus terhadap makanan dan airharus diutamakan karena

infeksi patogen seperti crystoporydium saat ini belum dapat diterapi. Pada pasien dengan gejalayang berat dan/atau diare berdarah, I - 3 hari pemberian quinolon (norfloxacin 2 x 400 mg/hari, ciprofloxacin 2x500mglhai. atau ofloxacin 2 x 300 mg/ hari; selama 3 hari), TMP-SMX (2 x 160/800 mg, selama 3 hai), atan azithromisin 500 mg qd, selama 3 hari, dianjurkan sesuai dengan pola resisten antibiotika lokal. Obat antimotilitas dapat mengurangi gejala, dan meskipun pernberiannya aman bersama antibiotik, tampaknya hanya sedikit membantu efektivitasnya. Diare merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada penyakit hopik infeksi gastrointestinal. Di negara berkembang, rotavirus diperkirakan merupakan penyebab sekitar 60% penyakit diare. Pada infeksi bakteri, yang paling utama adalah kuman E. Colipatogenik, yang juga cukup sering adalah Campylobacter, Yersinia, dan

Salmonella. Shigella merupakan kausa utama disentri bakteri, menyebabkan l5o/okematian akibat kasus diare. Kolera dan Vibrio spp masih berkaitan dengan timbulnya kejadian wabah. Gambaran klinis, patogen penyebab, serta terapi pada diare infeksi yang umum te{adi di daerah tropis dan subtropis, dapat dilihat pada Tabel I dan2.

INFEKSIGACING

iling yang berhenti sendiri, umumnya tidak memerlukan

Manifestasi klinik infestasi cacing bergantung pada patogenitas parasit, respons imun hospes, dan banyaknya cacing. Manusia dengan jumlah cacing tertentu sering asimptomatik walaupun pada keadaan tertentu satu ekor

terapi atau profilaksis. Kuman penyebab bervariasi sesuai geografi wilayah dan patogen spesifik harus dicari serta

cacing dapat juga menimbulkan gangguan yang mengancam jiwa, misalnya bila seekor cacing ascaris

dipastikan, meskipun umumnya patogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroaggregative E. coli (EaggEC), dan Campylobacter spp. Infeksi virus sebagai kausa diare,

lumbricoides dewasa mengobstruksi duktus pankreatikus. Beberapa parasit manusia seperti cacing pita daging, Taenia Saginata, beridaptasi sangat baik dengan hospesnya dan hanya menimbulkan sedikit sekali tandatanda keberadaan penyakit meskipun ukurannya sangat besar. Cacing lain menimbulkan kerusakan,iaringan yang cukup bermakna dengan efek-efek toksik langsung atau

keseimbangan elektrolit.

Traveler's Diarrhea. Merupakan suatu penyakit self-lim-

terutama rotavirus, sangat mungkin pula lebih sering dari yang selama ini diketahui. Meskipun prof,rlaksis dengan kuinolon dianjurkan pada para pelancong dengan risiko tinggi (misalnya mereka yang

terinfeksi HIY, pasien In/lammatory Bowel Disease, diabetes melitus, penyakit jantung dalam pemakaian diuretik, serta mereka yang dalam terapi anti-ulkus yang poten), risiko dan beban biayanya harus pula dipertimbangkan. Efek samping berkaitan dengan antibiotika profilaksis, seperti fotosensitivitas, rashl alergi,diare terkait antibiotik, dan mual, dapat saja lebih berat daripada potensi manfaat yang diharapkan untuk pencegahan traveler' diarrhea. Profilaksis lain yang terbukti efektifadalah doksisiklin dan trimetoprim-sulfametoxazol (TMP-SMX), namun saat ini pemakaiannya terbatas karena meningkatnya resistensi. Umumnya kasus-kasus travelers' diarrhea berespon efektif sangat cepat terhadap terapi antibiotik. Perhatian

dengan memicu respons imun yang merusak. Secara umum,

semakin banyak parasit yang dikandung, semakin tinggi kemungkinanpenyakit.

Gejala klinik dan tanda-tanda infeksi traktus gastrointestinal yang ditimbulkan oleh infestasi cacing dan protozoa sangat bervariasi. Gejala dan tanda yang mungkin adalah nyeri perut, diare dan penurunan berat badan.

Karena itu, gambaran klinis menjadi rumit mengingat kenyataan bahwa orang yang tinggal di daerah tropis dapat

terinfeksi oleh beberapa spesies parasit sekaligus serta oleh bakteri enteropatogen dan virus. Secara umum diagnosis parasit intestinal termasuk cacing ditegalCcan dengan menemukan kista, telur, dan larva

dalam feses. Pemeriksaan serologi kadang-kadang

623

PEIIYAKITIROPIK GASTROINTESTIITAL

lnkubasi

Bakteri Salmonella spp

jam

6-72

Jalur Transmisi Umum

Demam

*tlflL"

""llli"n

+++

Wabah, kontaminasi

.."y,:i1

'T"i:T*'

++

+++

++

+++

-P:,:i!il EestrHeme pada

Tinja

hari

'l-7

Shigella spp

16-72

E.coli yang

1-9

jam

hari

memproduiksi toksin shiga

C. difficile

Bervariasi

Non cholera

12-24

jam

Vibio spp Yersinia spp

1-11

hari

Daging ayam yang dimasak tidak matang Transmisi orang ke orang Wabah kontaminasi makanan,terutama hamburger tidak matang, tauge mentah Nosokomial, pemakaian antibiotik Seafoodlmakanan laut Kontaminasi makanan

++

+++

+++

++

+++

+++

+++

+l-

+++

+++

++

+

+++

+

+++

+

++

++

++

+++

++

Parasit Entamoeba histolyttca

Laln

Dapat menyebar ke sendi dan pembuluh darah aterosklerotik pada pasien bakteremia

makanan

Campylobacter spp

GambaranKrinik

Sering dengan tenesmus Secara klasik menunjukkan suatu diare berdarah yang tidak demam (afebrile) 50% leukositosis

Dapat tampil sebagai limfadenitis mesenterika

Beruariasi Kausa yang jarang dari infeksi pada

Cryptosporidium

7-'l0hari

Cyclospora

16-72

jam

Giardia

16-72

jam

pelancongan/ travel-associated infection Wabah,kontaminasi atr

Wabah kontaminasi makanan, traavel

associafed Kontaminasi air

++

+++

+l-

++

Diare yang sulit diatasi pada pasren tmmunocompromr sed berat; tanda peradangan feses pada pasienpasren negara berkembang 90oh fatigue

++

Virus Norovirus

16-72)am

Rotavirus

26

+++

Musim dingin pada komunitas padat, ikan tidak matang

hari

+++

+++

Muntah lebih sering pada anakanak. Diare pada dewasa

Keteranoan: + : jarang; ++ : cukup Sering; +++ : serlng: - : tidak tampaU jarang sekali

digunakan untuk kepentingan survei epidemiologi dan

antara Taenia saginata dengan Taenia solium.

pejamu perantara sekunder tempat larva berkembang menjadi kista, biasanya dalam otot. Manusia terinfeksi cacing pita melaui konsumsi daging atau ikan yang tidak matang dimasak. Infeksi larva juga dapat terjadi melalui

Gacing Pita

telur yang dimakan, misalnya sistiserkosis. Spesies cacing pita yang umumnya menginfeksi

bermanfaat terutama untuk diagnosis sistiserkosis. Pemeriksaan DNA juga dikembangkan wfi:k membedakan

Cacing pita merupakan hermafrodit pipih bersegmen

manusia adalah Taenia saginata, Tqenia solium,

denganukuran 10 mm-20 mm. Kepalanya (scolex) melekat pada mukosa usus halus melalui penghisap atau pengait. Kectalilrymenolepis ndna, semua cacing pita memerlukan

keadaan dimanatelw Thenia solium,cacing pita babi, yang

sistiserkosis, Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta,

dan Dpylidium caninum. Sistiserkosis adalah suatu

624

GASTROENTEROI.OGI

Patogen

Antibiotika

Keterangan

BAKTER! Nontifoid

Salmonella spp

Campylobacter

Terapi tidak dianjurkan untuk penyakit ringanisedang Bila berat atau risiko tinggi Fluoroquinolon (siprofloksasin 2x500m9, norfloksasin 2x400m9, levofloksasin 1x500mg selama 5 hari) TMP-SMX 160/800 mg,2x sehari, 5-7 hari Seftiakson 100 mg/kg (max 1 g) per hari

o

o o . o

Shigella

Eritromisin (40 mg/kg, max 500 mg, 4X sehari, selama 5 hari)

Azitromisin 1X500m9, untuk

1-3

hari

o

daerah

Fluorokuinolon (siprofloksasin 2x500 mg p.o., norfloksasin 2x400mg p.o, Levofloksasin 1x500mg) semua selama 3 hari TMP-SMX 2x160/800 mg p.o selama 1-3 hari Antibiotika biasanya tidak diperlukan Jika sakit berat : Fluorokuinolon (siprofloksasin 2x500 mg p.o., norfloksasin 2x400mg p o, Levofloksasin 'lx500mg) semua selama 3 hari TMP:SMX 2x160i800 mg p.o selama 1-3 hari jika dapat diterima Rifaksimin 3x200mg p.o untuk traveler's diarrhea'

Toksin-Shiga

Obat antimotilitas dan antibiotika harus dihindari

lnfeksi yang berat atau ekstraintestinal memerlukan pemberian antibiotik yang lebih lama

Terapi antibiotika pada pasien tanpa komplikasi hanya efektifjika diberikan dalam 4 hari sejak terjadi diare. Semua pasien dengan penyakit berat atau dengan gangguan sistem imun harus mendapat terapi tanpa mengindahkan lamanya gejala. Meningkatnya kejadian resistensi terhadap kuinolon; resistensi terjadi selama terapi Efek dari terapi pada terjadinya sindrom hemolitik uremia pada anak masih belum diketahui

o

E Coll (enterotoksigenik,

enteropatogenik, enteroinvasiO atau terapi empiris dari 'traveler's diarrhea' pada beberapa

.

.

.

Antibiotika yang menyebabkan harus dihentikan Metronidazol 3x500 mg selama 10 hari

Vibrio

Jarang dilakukan pemeriksaan mikrobiologi spesifik. Menurunnya toleransi terhadap TMP-SMX

Penggunaan antibiotika berhubungan dengan terjadinya sindrom hemolitik uremia pada anak Penggunaan vankomisin oral tidak dianjurkan karena efek resistensi terhadap antimikroba tetapi kadang-kadang diperlukan

Untuk Kolera, prioritas utama terapi adalah rehidrasi Doksisiklin 300m9 p o dosis tunggal Fluorokuinolon (siprofloksasin 500 mg p.o., norfloksasin 400m9 p.o ) dosis tunggal Eritromisin (12,5m9/kg, max 500 mg, Selama 3 hari) Azitromisin (20m9/kg max 1g p.o dosis tunggal

Obat yang sama harus aktif melawan kuman vibrio spp non kolera, tetapi terapi tidak dibutuhkan pada penyakit ringan atau sedang

Antibiotika biasanya tidak diperlukan Jika sakit berat atau pada pasien dengan gangguan sistem

lnfeksi berat atau ekstraintestinal memerlukan pemberian antibiotika lebih lama

o o o .

Yersinia

tmun:

. . PARASIT Entamoeba Histolitica

Cryptosporidium

o o o

Fluorokuinolon (siprofloksasin 2x500 mg p.o., norfloksacin 2x400mg p.o, Levofloksasin 1 x500mg) semua selama 3 hari TMP-SMX 2x160/300 mg p.o selama 3-5 hari jika dapat diterima Doksisiklin 100m9 p.o dosis tunggal Metronidazol 3x750mg selama 5 - 10 hari atau tinidazol 29 dosis tunggal Paromomisin 3 x 500 mg selama 7-10 hari atau iodokuinol 3 x 650m9 selama 20 hari

Durasi yang sama untuk abses hati amuba berhubungan dengan angka kesembuhan 90o/o; mungkin memerlukan aspirasi atau pemberian yang lebih lama

Pasien immunocompromised atau penyakit berat Paromomisin dan azitromisin atau Nitazoksanid dapat efektif Pasien dengan AIDS Optimalisasi terapi antiretroviral untuk mencapai rekonstitusi immunitas

Tak ada terapi yang dapat diandalkan; status imun pejamu sangat penting dalam menentukan hasil terapi

. . . .

Paromomisin bermanfaat pada wanita hamil; furazolidon, nitazoksanid, dan albendazol juga aktif

.

. Cyclospora Cayetenensrs lsospora belli Giardia

TMP-SMX 2 X 160/800 mg po 7 - 10 hari TMP-SMX 2 X 160/800 mg po 7 - 10 hari M6tronidazol 3 X 250 - 500 mg 7 - 10 hari Tinidazol 2 g dosis tunggal

62s

PEITYAKIT TROPIK GASTROINTESTTT.IAL

termakan oleh manusia, memproduksi kista di dalam jaringan otak dan jaringan tubuh lain. Neurosistiserkosis yang biasanya ditandai dengan kejang yang dapat berulang, merupakan penyebab epilepsi yang penting di Afrika dan Amerika Selatan. Pengobatan yang diberikan pada infeksi cacing pita adalah prazikuantel (10 mglkg). Hymenolepis nana memerlukan dosis 25 mg/kg dosis tunggal. Niklosamid, dosis tunggal ( 500mg bila BB<1 I kg; 1 g: BB 1 1-34 kg; 1,5 g: BB > 34kg;2 g untuk dewasa) juga efektif. Albendazol

juga efektif untuk mengobati taeniasis intestinal,

sistiserkosis, dan kista hidatidosa. Nitazoksamid juga efektif untuk infeksi Taenia saginata.

Terapi Ancylostoma duodenale dan Necator qmericsnus :

. . .

.

Mebendazol 2 X 100 mg selama 3 hari. Albendazol 400 mg, dosis tunggal. Pirantel pamoat I I mg/kgBB (maximum 1 g), dosis

tunggal. Preparatbesi oral untuk anemia.

Terapi Tiikuriasis Mebendazol 500 mg atau albendazol400 mg, dosis tunggal. Mebendazol lebih efektif daripada albendazol. Pada kasus berat mebendazol diberikan 3 X 100 mg selama 3 hari. Nitoksamid juga dikatakan efektif untuk trikuriasis.

REFERENSI

Cacing Tanah Askariasis (ascaris lumbricoides), Ancylostoma duo

denale, Necator americ anus, Trikuriasis (Tric huris

trichiura), Strongyloides stercoralis, merupakan golongan cacing yang siklus hidupnya bergantung pada suatu periode siklus perkembangan di luar tubuh manusia, secara khusus di dalam tanah. Pneumonitis askaris adalah suatu keadaan pada saat migrasi larva askaris melalui paru-

paru, gejala yang ditimbulkannya dapat berupa demam, batuk, sesak napas, mengi, urtikaria, serta nyeri dada, sianosis, dan hemoptisis pada kasus yang berat. Terapi Askariasis . Albendazol 400 mg, dosis tunggal. Pada infeksi berat

. .

dapat diberik an 2 -3

hai.

Mebendazol2X l00mg,selama3hari. Piperazin 25 mgkgBB,maksimum dosis pada dewasa ?50

. .

Pirantel pamoat l0 mg/kg, maksimum I g, dosis tunggal. Nitazoksanid 2 X 500 mg untuk dewasa.

Cheng AC, McDonald JR, Thielman NM. Infectious diarrhea in developed and developing countries. J Clin Gastroenterol 2005; 39

(9) :757 - 69. Cook GC. Problem gastroenterologi daerah tropis. In: Salim IV, Bani AP, editors. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1991. Dupont HL. Travelers' diarrhea and foodbome diseases' In: Surawicz

C, Owen RL. Gastrointestinal and hepatic infections' Philadelphia: W.B. Saunders Company 1995.p. 565 '73. Gill G, Beeching N. Tropical medicine, 5th ed. Blackwell

Science

Ltd, 2005. Greenberg HB, Matsui SM, Holodniy M. Sma1l intestine: Infections with common bacterial and viral pathogens. In: Yamada T, Alpen DH, Laine L et al. (eds). Textbook of Gastroenterologn 4'h ed' New York: Lippincot Williams & Wilkins 2003.p. 1466 - 85.

Keystone JS, Kozarsky PE. Health advice for Intemational travel. In: Kasper DL,Fauci AS, Braunwald E et al. (eds). Harrison's Principle of Intemal Medicine. 16 th edition. New York: McGraw-Hill 2005.p.

725

-

31.

Velez RL, Huerga H, Turrientes MC. Infectious diseases in immigrants from the perspective of a tropical medicine referral unit. Am J Trop Med 2003; 69 (1) : 115 - 21'

Related Documents

Papdi Nutrisi
February 2021 1
Papdi Rheumatologi
February 2021 11
Papdi 2019
February 2021 11
Papdi 122-145 Geriatri
February 2021 1

More Documents from "Edward Arthur Iskandar"