Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Presbiopia: Meet The Expert

  • Uploaded by: dara octaviani
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Presbiopia: Meet The Expert as PDF for free.

More details

  • Words: 3,567
  • Pages: 20
Loading documents preview...
Meet The Expert

PATOFISIOLOGI DAN PENATALAKSANAAN PRESBIOPIA

Oleh :

Chika Aulia Husna Dwiyana Roselin Nurfazlina

1110312119 1110312021 1110312157

Preseptor :

Dr. Rindawati, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2015 KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Patofisiologi dan Penatalaksanaan Presbiopia”. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Mata RS Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Rindawati, Sp.M selaku pembimbing dan juga kepada rekan-rekan dokter muda. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan penulis menerima setiap kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di bidang ilmu kedokteran. Aamiin.

Padang,

Mei 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1.1 Latar Belakang......................................................................... 1.2 Batasan Masalah...................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 1.4 Manfaat Penulisan.................................................................... 1.5 Metode Penulisan.....................................................................

1 1 1 1 2 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 2.1 Anatomi Media Refraksi.......................................................... 2.2 Proses Penglihatan................................................................... 2.3 Presbiopia................................................................................. 2.3.1 Definisi.......................................................................... 2.3.2 Klasifikasi..................................................................... 2.3,3 Epidemiologi................................................................. 2.3.4 Etiologi.......................................................................... 2.3.5 Faktor Risiko................................................................. 2.3.6 Patofisiologi.................................................................. 2.3.7 Gejala Klinis.................................................................. 2.3.8 Diagnosis....................................................................... 2.3.9 Penatalaksanaan............................................................ 2.3.10 Prognosis.......................................................................

3 3 7 7 7 8 9 9 9 10 11 12 13 14

BAB II PENUTUP..................................................................................... 15 3.1 Kesimpulan.............................................................................. 15 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 16

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 : Lapisan Kornea.................................................................... 5 Gambar 2.2 : Media Refraksi pada mata.................................................... 7

iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi atau yang dikenal dengan ametropia adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak tepat dibiaskan pada retina (macula lutea). Pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah macula lutea.1 Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik focus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada macula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula.1 Bentuk

ametropia

tersebut

diantaranya

yaitu

presbiopia,

miopia,

hipermetropia, dan astigmatisme.2 Presbiopi paling banyak didapatkan pada populasi dengan usia tua. insiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukan 112 juta orang di Amerika dengan kelainan presbiopi.3 1.2 Rumusan Masalah Tulisan ini membahas tentang definisi, etiologi, klasifikasi, factor risiko, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis dari presbiopia. 1.3 Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk menambahkan pengetahuan dan memahami tentang presbiopia.

1

1.4 Manfaat Penulisan Tulisan ini dapat memberikan informasi mengenai presbiopia, khususnya tentang patofisiologi dan penatalaksaan presbiopia. 1.5 Metode Penulisan Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka yang merujuk kepada berbagai literature.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Media Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media pembiasan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, benda kaca dan juga ditentukan oleh panjangnya bola mata. Pada mata yang normal, sinar akan dibiaskan melalui media pembiasan ini dan bayangan akan ditempatkan tepat diretina dalam keadaan mata tidak melakukan akomodasi.1 A. Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, dan merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.1 Kornea merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi (bias) sebesar +43 dioptri.2 Kornea terdiri dari lima lapisan.1 1. Lapisan yang terluar adalah lapisan epitel. a. Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depanmenjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,dan glukosa yang merupakan barrier. b. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. c. Epitel berasal dari ektoderm permukaan. 2. Lapisan kedua adalah membran Bowman (lamina elastika anterior). a. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. b. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi 3. Lapisan ketiga yang terletak di sebelah dalam mebran Bowman adalah stroma. Stroma terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang

3

sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Lapisan keempat adalah membran Descemet, atau yang disebut sebagai lamina elastika posterior. a. Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma korneadihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. b. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm. 5. Lapisan terdalam kornea adalah lapisan endotel. a. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonulaokluden. b. Lapisan ini terdiri atas satu lapis endotel yang pembelahan selselnya terbatas. Kalau ada endotel yang rusak, maka endotel di sekitarnya akan mengalami hipertrofi untuk menutup defek yang ditinggalkan oleh endotel yang rusak tadi.

Gambar 2.1 Lapisan Kornea2 B. Aqueous Humor (Cairan Mata).

4

Aqueous humor menyediakan medium optikal yang jernih untuk transmisi sinar pada jalur visual. Cairan mata ini mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 2-3 μl/menit oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris. Ketidakseimbangan aliran aqueous humor akan menyebabkan peningkatan tekanan intra okular.4 C. Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.1 Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.1 Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:1 1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung 2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, 3. Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:1 1. Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, 2. Keruh atau apa yang disebut katarak,

5

3. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.1 D. Badan Vitreous (Badan Kaca) Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90% . Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1 E. Panjang Bola Mata Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.1

Gambar 2.2 Media Refraksi pada mata4 2.2

Proses Penglihatan Penglihatan bermula dari masuknya seberkas cahaya kedalam mata dan

dibiaskan (difokuskan) pada retina. Kemampuan seseorang untuk melihat dengan tajam sangat tergantung pada kemampuan media refraktif didalam bola mata

6

(terutama kornea dan lensa mata) untuk mengarahkan perjalanan berkas cahaya tersebut agar tepat ke retina. Karakteristik umum dari media refraktif adalah bersifat jernih (bening, transparan, tembus pandang). Karakteristik spesifik alamiah dari lensa mata adalah bentuk kecembungannya yang dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pembiasan, karena bersifat kenyal (sampai umur tertentu), yang disebut sebagai daya akomodasi sehingga cahaya akan terfokus pada retina. Hasil kerja keseluruhan dari media refraktif ini sangat ditentukan pula oleh panjang sumbu bola mata. Retina berfungsi merekam gambar yang diterimanya, lalu mengubah gambar tersebut menjadi impuls-impuls listrik dan akhirnya diteruskan ke otak untuk diinterpretasikan sebagai gambar atau obyek yang terlihat oleh mata tersebut.1,3,4,5 2.3

Presbiopia (Rabun tua)

2.3.1 Definisi Presbiopia Presbiopi merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia.3 Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang karena kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa disebut presbiopi. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kelainan refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekita 44-46 tahun. Gagal penglihatan dekat akibat usia, berhubungan dengan penurunan amplitudo akomodasi atau peningkatan punctum proximum.5 2.3.2 Klasifikasi presbiopi a. Presbiopi insipient Presbiopi insipient merupakan tahap awal dimana gejala atau temuan klinis menunjukan beberapa kondisi efek penglihatan dekat. Pada presbiopi insipient dibutuhkan usaha eksta untuk membaca cetakan kecil. Biasanya pasien membutuhkan tambahan kecamata atau adisi, tetapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes dan pasien lebih memilih menolak diberikan kaca mata. b. Presbiopi fungsional

7

Ketika dihadapkan dengan amplitude akomodasi yang berangsur-angsur menurun, pasien dewas akirnya melaporkan adanya kesulitan melihat dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa. c. Presbiopi absolut Sebagai akibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan terus menerus, dimana presbiopi fungsional berkembang menjadi presbiopi absolut. Presbiopi absolut adalah kondisi dimana sesungguhnya tidak ada sisa kemampuan akomodatif. d. Presbiopi prematur Pada presbiopi prematur, kemampuan akomodasi penglihatan dekat menjadi berkurang lebih cepat dari yang diharapkan. Presbiopi ini terjadi dini pada usia sebelum 40 tahun. Berhubungan dengan lingkungan gizi, penyakit atau obat-obatan, hipermetropi yang tidak terkoreksi, prematur sklerosis dari cristaline lensa, glaukoma simpel kronik. e. Presbiopi nokturnal Presbiopi nokturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan untuk melihat dekat disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi di cahaya redup. Peningkatan ukuran pupil, dan penurunan kedalaman menjadi penyebab berkurangnya jarak penglihatan dekat dalam cahaya redup.3 2.3.3 Epidemiologi Presbiopi Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, dan prevalensinya berhubungan langsung dengan orang lanjut usia dalam populasinya. Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun.3 Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukan 112 juta orang di Amerika dengan kelainan presbiopi.6 2.3.4 Etiologi Presbiopi Yang menjadi etiologi presbiopi adalah: -

Kelemahan otot akomodasi

-

Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.4

8

2.3.5 Faktor Resiko Presbiopi Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopi. Namun, pada kondisi tertentu dapat terjadi presbiopi prematur sebagai hasil dari faktor-faktor seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit jantung, atau efek samping obat -

Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun

-

Hipeporia (hipermetropia), kerusakan akomodasi tambahan jika tidak dikoreksi

-

Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita

-

Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau otot siliar

-

Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, multiple sklerosis, kejadian kardiovaskuler, anemia, influenza, dan campak

-

Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efek samping dari obat nonprescription

dan

prescription

(contoh:

alkohol,

klorpromazin,

hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, diuretik) -

Lain-lain: kurang gizi dan penyakit dekompresi. 3

-

Merokok Penelitian Khlalaz M et al pada tahun 2014 menemukan bahwa terhadap hubungan yang kuat antara merokok dengan perkembangan presbiopia. Perokok memiliki risiko tinggi untuk menderita presbiopia dan risiko meningkan pada perokok berat.7

2.3.6 Patofisiologi Pada mata normal, cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat memerlukan kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara kedua sisi badan siliar yang diikuti relaksasi ligamen pada lensa. Lensa menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina.4

9

Pada mata presbiopia terjadi kelemahan otot akomodasi atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan sulit mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat gangguan tersebut bayangan jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh.5,8 Akomodasi adalah suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot. Jika terlalu sering digunakan otot dapat lelah. Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan dalam tubuh. Derajat kelengkungan lensa yang dapat ditingkatkan terbatas dan sinar cahaya dari suatu objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa ke suatu fokus di retina, walaupun dengan usaha otot terbesar.5,8,9 Titik terdekat dengan mata, tempat suatu objek di titik fokus dinamai titik dekat penglihatan. Titik dekat berkurang selama hidup, mula-mula pelan-pelan dan kemudian secara cepat dengan bertambanya usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10 tahun sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama karena peningkatan kekerasan lensa, dengan akibat kehilangan akomodasi karena penurunan terus-menerus dalam derajat kelengkungan lensa yang dapat ditingkatkan. Dengan berlalunya waktu, individu normal mencapai usia 40-45 tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan individu membaca dan pekerjaan dekat.5 2.3.7 Gejala klinis Presbiopi Gejala yang dapat timbul adalah kesulitan membaca huruf cetak yang halus, terutama sekali dalam kondisi cahaya redup, kelelahan mata ketika membaca dalam waktu yang lama, kabur pada jarak dekat atau pandangan dikaburkan sebentar ketika mengalihkan di antara jarak pandang.1 Seseorang dengan mata emetrop akan mulai merasakan ketidaknyamanan membaca huruf kecil atau membedakan benda-benda kecil yang letaknya berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin memburuk pada cahaya yang temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah. Gejala-gejala ini meningkat sampai usaia 55 tahun, menjadi stabil, tetap menetap.1,5,10 Selain itu gejala lain yang didapat adalah sakit kepala, astenopia, juling, cepat lelah bekerja pada jarak dekat, jarak kerja harus jauh, harus membaca pada tempat yang terang, dan diplopia.3,10

10

Kesulitan pada saat melihat dekat dikarenakan amplitude akomodasi yang berkurang. Membaca pada tempat yang terang sangat bermanfaat bagi pasien dikarenakan pupil yang berkontraksi menyebabkan peningkatan kedalaman focus. Kelelahan dan sakiti kepala dikaitkan dengan kontraksi otot orbikularis atau bagian dari otot occipitofrontalis dan diperkirakan berhubungan dengan tekanan dan frustasi karena ketidakmampuan untuk mempertahankan penglihatan yang jelas. Rasa kantuk dikarenakan usaha fisik yang berlebihan untuk berakomodasi pada waktu yang lama. Diplopia mungkin muncul sebagai akibat dari eksotropia yang berhubungan dengan peningkatan eksophoria dan penurunan amplitude fusional vergence (gerakan kedua mata yang memungkinkan fusi gambaran monokuler yang diciptakan oleh penglihatana binocular).3,8 2.3.8 Diagnosis 1. Anamnesis Komponen utama dari anamnesis adalah keluhan utama dan perjalanan penyakitnya, penglihatan pasien, dan riwayat kesehatan secara umum, riwayat keluarga dan riwayat pengobatan. Perhatian penting dalam mengenali dan mengobati presbiopi adalah umur pasien.3 Pasien sering melaporkan keluhan saat membaca, seperti membaca hanya bisa sebentar, kabur, padangan ganda, tidak dapat membaca tulisan kecil atau tulisan dengan kontras rendah, mata berair, memerlukan pencahayaan atau jarak dalam membaca, sakit kepala, dan kantuk. Pasien dengan kacamata myopia akan melepaskan kacamatanya saat membaca.3 Anamnesis sangat penting dalam diagnosis presbiopia premature, khususnya ketika pasien memiliki penyakit sistemik signifikan, seperti DM, penyakit vascular, kelainan saraf, trauma, dan penggunaan obat (antiansietas atau antidepresan) dapat berkontribusi pada presbiopi premature.3 2. Pemeriksaan a. Tajam penglihatan Pemeriksaan visus merupakan evaluasi yang paling dasar, baik yang tidak dikoreksi maupun yang dikoreksi dan pengoreksian ketajaman jarak dekat dapat mengindikasikan kelainan refraksi atau penyakit mata dan dapat diperiksa fungsinya pada jarak dekat. Pasien myopia

11

memiliki gejala yang lebih ringan daripada pasien hipermetropia pada saat bekerja pada jarak dekat.11 b. Refraksi Koreksi optikal untuk presbiopia adalah jumlah dari koreksi refraksi dan penambahan adisi. Karena efektivitas lensa, pasien dengan myopia lebih lambat mengalami presnipia daripada yang emetrop atau hipermetropi. Biasanya, pasien miopi memerlukan kekuatan adisi bifocal yang kecil dari pada pasien hipermetropi dengan usia yang sama.11 c. Penilaian kesehatan mata dan sistemik Banyak masalah kesehatan mata dan sistemik dapat berdampak pada kelainan refraksi dan akomodasi. Pada populasi presbiopi yang tua, awitan katarak merupakan penyebab umum perubahan refraksi. Kondisi seperti masa orbita, ogtalmopati tiroid, dan edema macula mungkin dapat menyebabkan kelainan refraksi.5 Kelainan sistemik seperti DM, uremia, dan efek samping obat harus mendapat perhatian. Penurunan akomodasi dapat berhubungan dengan pengobatan seperti phenothiazine, chloroquine, anti-Parkinson, muscle relaxan pada myasthenia gravis.3 2.3.9 Penatalaksanaan Presbiopia dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya focus otomatis lensa yang hilang. Diperlukan adisi untuk membaca dekat dengan ketentuang, sebagai berikut:

+1,0 D

40 tahun

+1,5 D

45 tahun

+2,0 D

50 tahun

+2,5 D

55 tahun

+3,0 D

60 tahun

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,0 D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan kepada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak perlu berakomodasi, karena benda yang dibaca berada pada titik api lensa +3,0 D sehingga sinar yang keluar akan sejajar.1

12

Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara. Kaca mata baca memiliki koreksi dekat di seluruh aperture kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk dapat mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh, yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal serupa tapi memungkinkan untuk koreksi kelainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.3,5 Ada lensa kontak untuk presbiopia. Baik lensa lunak dan rigid dapat dipakai untuk mengoreksi presbiopia. Ketika akan memakai lensa kontak, dokter harus memikirkan refraksi pasien, desain lensa yang cocok, dan fisiologi mata. Evaluasi fisiologi ocular sangat penting untuk memastikan pasien mana yang tidak toleran dengan penggunaan lensa kontak seperti pada pasien dengan mata kering atau distrofi kornea. Faktor lainnya adalah motivasi pasien dan pengertian pasien, aktivitas, sistem penunjang, kecekatan, hygiene, financial. Tipe lensa kontak untuk koreksi presbiopi diantaranya:3 1. Monovision lenses 2. Bifocal contact lenses 3. Alternating vision bifocal contact lenses 4. Simultaneous vision contact lenses Pasien presbiopi yang menjalani operasi refraksi sengaja dibuat anisometropik untuk mencapai monovision. Pasien sebaiknya diinfokan tentang efek samping operasi (overcorrection, undercorrection, menyebabkan astigmat, regresi, penyembuhan epitel yang lambat, stromal berkabut, diplopia, nyeri mata). Pasien harus mengerti benar, karena operasi sifatnya ireversibel. Masa percobaan dengan lensa kontak monovision direkomendasikan sebelum menjalankan operasi. Kadang pasien dibuat dengan miopi rendah sehinga mereka dapat focus lebih baik pada penglihatan dekat. Pada kasus ini, kacamarta jauh mungkin dibutuhkan.3 2.3.10 Prognosis Presbiopi Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam menggunakan salah satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya pasien presbiopi

13

yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien yang memiliki riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual), tambahan kunjungan untuk tindak lanjut mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut dokter mata dapat memberikan anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian bingkai. Kadang-kadang perubahan dalam desain lensa diperlukan.3,5 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Presbiopi merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia.7 Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang disebut presbiopi. 2. Presbiopi

terjadi

secara

bertahap,

penglihatan

yang

kabur

dan

ketidakmampuan melihat benda-benda yang biasanya dapat dilihat pada jarak dekat 3. Faktor resiko presbiopi adalah usia yang sudah lebih 40 tahun, jenis kelamin wanita, penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula atau otot siliar. 4. Diagnosa presbiopi ditegakan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. 5. Presbiopi dapat dikoresksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopi kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu.

14

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2.

The Cornea. Diunduh dari http://www.hybridcornea.org/aboutcornea.htm pada tanggal 5 Mei 2015

3.

American Opthometric Assosiation. Opthometric clinical practice guidelines: Cares of patient with presbyopia. USA; 2011.

4.

Refraksi

Cahaya

pada

Mata.

Diunduh

dari

http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-kedokterandasar/refraksi-cahaya-pada-mata/ pada tanggal 11 Februari 2015. 5.

Vaughan D, Riordan-Eva P. General Ophthalmology. Ed 18 th. Singapore: McGraw Hill; 2013.

6.

U.S. Department of Commerce, Bureau of the Census. Annual estimates of the population by five-year age groups and sex for the United States, April 1, 2000–July 1, 2006. www.census.gov/popest/national/asrh/NC-EST2006-sa.html. Accessed 12/01/2008.

7.

Khalaj M, Gasemi H, Barikani A, Ebrahimi M, Rasrak S. Prevalency of Presbyopi Among Smoking Population. The Journal of Eye and Ophtalmology. 2014.

8.

Werner L, Trindade F, Pereira F, Werner Li. Physiology Of Accommodation And Presbyopia. ARQ. BRAS. OFTALMOL. 2000; 63(6): 503- 509.

9.

Gupta M1, Sukul R R1,Gupta Y1, Dey M3, Phougat A3, Bhardwaj U3, Dixit S. Presbyopia and its anatomical and physiological variants. Nepal J Ophthalmol. 2011; 3(6):155-158.

10. Patel I, West SK. Presbyopia: prevalence, impact, and interventions. Community Eye Health Journal. 2007; 20(63); 40-41

15

11. Artini W, Hutauruk J, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Ed 1st. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.

16

Related Documents


More Documents from "musthaziz"