Peluncuran Kapal (end Launching)

  • Uploaded by: Wahdani Naufal Hafiz
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peluncuran Kapal (end Launching) as PDF for free.

More details

  • Words: 4,020
  • Pages: 21
Loading documents preview...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.......................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN...................................................................................….3 1.1

Latar Belakang...............................................................................................3

1.1

Tujuan............................................................................................................4

BAB II DASAR TEORI..........................................................................................5 2.1

Peluncuran Kapal...........................................................................................5

2.2

Metode Peluncuran Kapal..............................................................................5

2.3

Perhitungan Berat dan Titik Berat Kapal.......................................................7

2.4

Perencanaan Perlengkapan Peluncuran........................................................12

2.1.1

Perhitungan estimasi berat perlengkapan kapal....................................12

2.1.2

Perencanaan sepatu peluncur................................................................13

2.2

Pemeriksaan Jumping..................................................................................14

2.2.1

Perhitungan Landasan Peluncur............................................................14

2.2.2

Pemeriksaan terjadinya Jumping..........................................................15

2.2.3

Cara Mengatasi Jumping......................................................................17

2.3

Perhitungan Periode I...................................................................................17

2.3.1

Perhitungan Pergerakan Kapal di atas Landasan Peluncur...................17

2.3.2

Perhitungan Distribusi Beban pada Landasan Peluncur.......................18

2.4

Perhitungan Periode II.................................................................................18

2.4.1

Perhitungan Pergerakan Kapal di atas Landasan Peluncur...................18

2.4.2

Perhitungan Distribusi Beban pada Landasan Peluncur.......................19

2.5

Perhitungan Periode III................................................................................20

2.5.1

Penentuan letak awal sternlift...............................................................20

2.5.2

Penentuan sarat garis air muat sesungguhnya......................................21

BAB III PERHITUNGAN.....................................................................................23

3.1

Ukuran Utama Kapal...................................................................................23

3.2

Perhitungan Berat Kapal Kosong.................................................................23

3.3

Perhitungan Pra Peluncuran.........................................................................32

3.4

Perhitungan PeriodeI....................................................................................36

3.5

Perhitungan Periode II................................................................................38

3.6

Perhitungan Periode III...............................................................................53

BAB IV MENGGAMBAR GRAFIK....................................................................72 4.1

Perhitungan Grafik.......................................................................................72

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................78 5.1

Kesimpulan..................................................................................................78

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................79

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Peluncuran adalah menurunkan kapal dari landasan peluncuran dengan menggunakan gaya berat kapal atau dengan memberikan gaya dorong tambahan yang bekerja pada bidang miring kapal. Perhitungan-perhitungan ini dipergunakan untuk menghindari kapal dari bahaya-bahaya yang tidak dikehendaki seperti kapal tenggelam ketika diluncurkan, dropping, tipping, dan lifting. Peluncuran kapal pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu : Peluncuran memanjang Adalah peluncuran dimana sumbu memanjang kapal terletak tegak lurus garis pantai dan biasanya kapal diluncurkan dengan buritan terlebih dahulu. Peluncuran melintang Adalah peluncuran dengan sumbu memanjang kapal sejajar dengan garis pantai. Di dalam peluncuran kapal, biasanya digunakan peluncuran memanjang. Peluncuran melintang biasanya hanya digunakan apabila dalam keadaan terpaksa, seperti bila permukaan air (water front) di depan landasan sempit. Salah satu hal yang penting dipertimbangkan pada proses peluncuran kapal adalah bagaimana mempersiapkan kapasitas landasan Hal ini tentu saja akan sangat beresiko baik bagi landasan peluncuran maupun bagi kapal yang disangganya jika konstruksi yang digunakan secara keseluruhan tidak mampu mengatasi tegangan yang terjadi. Namun demikian, dalam fungsinya untuk menyangga konstruksi bangunan kapal dan menahan gaya berat kapal yang bekerja, selain pemenuhan kapasitas landasan itu sendiri, ukuran dari landasan peluncuran berikut kedudukan kapal di atas landasan tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan.Selain itu perlu diketahui atau diprediksi kondisi-kondisi yang akan terjadi selama proses peluncuran tersebut. Oleh karena itu, sebelum meluncurkan sebuah kapal perlu dilakukan perhitungan peluncuran, karena hal ini akan memberikan kepada kita gambaran mengenai kondisi-kondisi yang terjadi selama peluncuran, dan apabila dalam perhitungan peluncuran ditemukan hal-hal yang tidak diinginkan, dapat segera di antisipasi

1.2

Tujuan Tujuan dilakukan perhitungan dan penggambaran grafik peluncuran adalah dapat mengetahui atau kondisi-kondisi yang akan terjadi selama proses peluncuran tersebut, untuk menghindari kapal dari bahaya-bahaya yang tidak dikehendaki seperti kapal tenggelam ketika diluncurkan, dropping, tipping, dan lifting. mengerti jenis-jenis dan parameter-parameter dalam peluncuran kapal. Mahasiswa diharapkan mampu menghitung berat dan titik berat kapal kosong. Mahasiswa diharapkan mampu merencanakan dan menghitung berat perlengkapan peluncuran. mampu memeriksa kemungkinan terjadinya jumping dan cara mengatasinya. mampu menghitung distribusi beban dan pergerakan diatas landasan peluncur sebelum bagian kapal menyentuh permukaan air.mampu menghitung displacement kapal + sepatu peluncur serta parameter-parameter diagram peluncuran pada periode II. menentukan awal periode III serta parameter-parameter diagram peluncuran pada periode III.

2

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Peluncuran Kapal Definisi peluncuran kapal adalah menurunkan kapal dari landasan peluncur ke air yang disebabkan oleh gaya berat kapal pada bidang miring. Untuk meluncurkan kapal, maka kapal harus dilengkapi dengan alat peluncur yaitu jalan peluncur (launching ways) dan sepatu peluncur (sliding ways). Pada waktu kapal sedang dibangun maka kapal disangga oleh penyanggapenyangga seperti keel blok, penopang-penopang dan penopang bilga seperti pada gambar. Dan bila kapal diluncurkan maka pada kapal tersebut dipasang sepatu peluncur yang akan meluncur diatas jalan luncur. Jarak antara tanah dengan dasar kapal harus cukup untuk memasang sepatu peluncur dan peralatan-peralatan peluncuran lain pada tempatnya. Jarak keel di atas tanah adalah sekitar 1.5 m sehingga tersedia tempat yang cukup untuk melakukan pemasangan sepatu luncur dan peralatan-peralatan peluncuran tersebut. Bila jarak ini terlalu tinggi, maka dibutuhkan penyangga yang lebih banyak dan ini mengakibatkan bertambahnya biaya dan penyediaan bahan-bahan penyangga tersebut 2.2 Metode Peluncuran Kapal Yang dimaksud dengan peluncuran kapal adalah menurunkan kapal dari landasan peluncur ke air yang disebabkan oleh gaya berat kapal pada bidang miring. Cara peluncuran dapat ditentukan berdasarkan type landasan pembangunan (building berth) dan rancangan badan kapal serta berat peluncuran dari kapal. Untuk meluncurkan kapal, maka kapal harus dilengkapi dengan alat peluncur yaitu : Jalan peluncur ( launching ways ) Sepatu peluncur ( sliding ways ) Jenis-jenis peluncuran dengan menggunakan landasan bidang miring ada dua, yaitu : 1. Secara melintang ( Side launching ) 2. Secara memanjang ( End launching ) A. Peluncuran secara melintang.

Proses peluncuran dengan sistem ini, menunjukkan bahwa bagian sisi kapal yang pertama kali menyentuh permukaan air, mengenai sisi bagian mana yang terlebih dahulu tidak terlalu masalah (lihat gambar didepan). Sistem peluncuran ini agak jarang dipakai dalam proses peluncuran kapal dibanding sistem memanjang, kecuali dalam kondisi yang memaksa, misalkan permukaan air didepan landasan cukup sempit seperti pada daerah sungai, terusan dan sebagainya. B. Peluncuran secara memanjang. Berbeda dengan sistem secara melintang, pada peluncuran secara memanjang, bagian buritan diarahkan ke air terlebih dahulu dengan maksud : 1. Linggi belakang tidak terbentur pada landasan. 2. Mempercepat daya apung kapal. 3. Mengurangi kecepatan laju pada saat meluncur sehingga bisa mengontrol gerakan kapal selama meluncur. C. Parameter-parameter peluncuran kapal. Dalam melakukan peluncuran kapal, beberapa parameter yang sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan proses tersebut adalah : 1

Perhitungan berat dan titik berat kapal yang akan diluncurkan. Perhitungan berat dan titik berat ini tentunya tergantung pada ukuran utama kapal dan akan berpengaruh sekali terhadap tekanan yang diijinkan pada balok peluncur, kemungkinan terjadinya jumping maupun typping.

2

Kemiringan dan panjang dari landasan peluncuran. Besarnya kemiringan dan panjang landasan terutama akan berpengaruh terhadap kemungkinan kapal untuk tidak meluncur dengan sendirinya serta terjadinya jumping maupun typping.

3

Penentuan jumlah dan posisi launching ways. Pertimbangannya ditentukan oleh berat kapal, kekuatan kayu serta daya dukung dari tanah. Sedangkan peletakannya diusahakan pada : 1. Bulkhead memanjang atau pada posisi girder (penumpu). 2. Konstruksi yang dianggap cukup kuat untuk menyanggah beban dari kapal.

4

Koefisien gesekan. Secara umum tahanan gesek diharapkan sekecil mungkin agar kapal mampu bergerak dengan sendirinya. Besarnya tahan gesek ini terutama dipengaruhi oleh jenis/type pelumas, suhu dan tekanan rata-rata pada landasan peluncuran.

2.3 Perhitungan Berat dan Titik Berat Kapal Perhitungan yang akan dilakukan terutama bertujuan untuk mengetahui : 1. Berat kapal yang akan diluncurkan. 2. Titik berat memanjang kapal yang akan diluncurkan yang berhubungan dengan perhitungan tipping, sternlift dan trim dari kapal. 3. Titik berat melintang kapal yang akan diluncurkan yang berhubungan dengan perhitungan stabilitas pada saat kapal selesai diluncurkan. Biasanya dalam proses peluncuran kapal, kondisi kapal yang akan diluncurkan masih belum dalam kondisi 100 % sekitar (40 ~ 70) % dari kondisi kapal siap berlayar. Hal ini dimaksudkan untuk effisiensi building berth serta mengurangi resiko kerusakan selama peluncuran disamping harus mempertimbangkan segi keamanan selama proses peluncuran. Adapun bagian-bagian berat kapal yang sudah dikerjakan pada saat peluncuran meliputi bagian-bagian yang sulit bila dilakukan proses pengerjaan di atas / dalam air seperti : 1. Main hull

- Poop

2. Forecastle

- Machinary space

3. Propeller and shaft

- Fore / after peak tank

Dalam melakukan perhitungan berat kapal yang diluncurkan, dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti : 1. Metode berdasarkan detail konstruksi 2. Metode perbandingan 3. Metode pendekatan ( matematis ) Sebagai contoh, dalam perhitungan berat yang akan dilakukan digunakan metode pendekatan seperti ketentuan dari Badan klasifikasi Lloyd Register ( Inggris ). Perhitungan berat kapal kosong menurut Lloyd Register, pada dasarnya dikelompokkan dalam dua bagian utama yaitu :

1

A continuous curve over the length of the ship, yang menggambarkan berat sampai geladak menerus teratas termasuk sejumlah kayu dan perlengkapan yang normal sampai di ruang muat.

2

Local weights, yang meliputi semua bagian diatas geladak menerus teratas termasuk berat setempat akibat penambahan berat dibawah geladak karena peningkatan berat struktur seperti tangki, peralatan permesinan, sistem pendinginan dan lain-lain.

1

A continuous curve over the length of the ship. Beberapa parameter yang diperlukan untuk menentukan berat ini adalah : 1. Panjang Lpp kapal (L)

: meter

2. Lebar kapal (B)

: meter

3. Tinggi kapal (D)

: meter

4. Sarat kapal (d)

: meter

5. Tinggi double bottom (h)

: meter

6. Koefisien blok (Cb) 7. Jumlah sekat melintang (NT) 8. Jumlah geladak (ND) Adapun besarnya berat bagian ini, dapat dinyatakan dengan besarnya luasan dari “kurva m x a”, dimana : m = 43,4 x H x L x (10-4)

( ton / meter )

dengan : H = C1.B + C2.D + C3.d + C4.W0.NT + C5 + 2,5 h C1, C2, C3, dan C4 dapat diperoleh dari lampiran grafik 1. Wo dapat diperoleh dari lampiran grafik 5 C5 dapat diperoleh dari lampiran grafik 2 dengan ada penambahan jika : - Strengthened for heavy cargoes

: 3,75 W0

- Jenis muatan biji tambang (ore)

: 4,50 W0

- Dipasang sekat memanjang

: 11 ( l / L ) W0

dengan l = total panjang sekat memanjang penuh setinggi kapal.

a : diperoleh dari lampiran grafik 3 dan 4. 2

Local Weights, yang meliputi : a

Poop. Wpoop

= 0,1292 V

(ton)

V = volume dari ruang poop (m3) Distribusi berat dianggap linear sepanjang poop, dengan bagian depan 4 x dari bagian belakang. b

Forecastle. Wf’castle

= 0,0897 V

(ton)

V = volume dari ruang forecastle (m3) Distribusi berat dianggap segitiga untuk 0,15 L kedepan, dan segi empat untuk dibelakang 0,15 L. c

Forepeak tank. Wfptank

= 0,0538 V

(ton)

V = volume dari forepeak tank (m3) Distribusi berat dianggap homogen sepanjang tangki. d

After peak tank. WAptank

= 0,0538 V

(ton)

V = volume dari After peak tank (m3) Distribusi berat dianggap homogen sepanjang tangki. e

Machinary space. Wmachine

= Wm + ( 0,044 L – 1,17 ).le (ton) = Wm + ( 0,011 L + 0,73 ).le (ton), untuk heavy cargo / ore

le : panjang ruang mesin dan boiler Wm : berat mesin utama + bantu serta boiler dalam kondisi pelayanan. Distribusi berat dianggap segi empat le. f

Propeller and shaft. Wprop

= Wp + 0,67 ls

(ton), untuk baling-baling tunggal

= Wp + 1,0 ls

(ton), untuk baling-baling ganda.

ls : panjang poros dari pusat baling-baling s/d sekat belakang kamar mesin Wp : Berat propeller dan poros diluar kamar mesin, dan jika Wp tidak diketahui dapat dipakai rumus sebagai berikut : Wprop

= ls.( 0,0164 L + S )

(ton), untuk baling-baling tunggal

= 1,5 ls.( 0,0164 L + S )

(ton), untuk baling-baling ganda.

S : diperoleh dari lampiran pada gambar 6. Distribusi berat dianggap sebagai segi empat sepanjang ls. g

Peralatan pada ujung-ujung kapal. : Weqp = 43,75 x (L-2) x (10-4)

Depan

(ton)

Distribusi berat segiempat sepanjang 0,02L dengan pusat 0,035 L belakang Fp Belakang

: Weqp = 10,94 x L2 x (10-4)

(ton)

Distribusi berat segiempat sepanjang 0,02L dengan pusat pada Ap. h

Cofferdam. WCoff

= 0,1005 V

(ton)

V = volume dari cofferdam (m3) Distribusi berat dianggap homogen sepanjang tangki. i

Refrigerated spaces.

Meliputi isolasi, pipa, ducting dan lain-lain. WRefri

= fungsi terhadap volume ruangan (ton),

diperoleh dari grafik 7. j

Cargo gear. WCargo = [ 0,008 .

 (SWL)

2

+ 5 nb ] + 10 (ton), pada tiap cargo handling.

Dengan : SWL : safe working load tiap derrick nb : jumlah boom pada letaknya ( max : 4 ). k

Ruang akomodasi dibawah geladak menerus teratas. Wacc

= 0,0538 V

(ton)

V = volume dari ruang akomodasi (m3) Distribusi berat dianggap homogen sepanjang ruangan.

2.4 Perencanaan Perlengkapan Peluncuran 2.1.1

Perhitungan estimasi berat perlengkapan kapal. Jenis-jenis peralatan dalam proses peluncuran sangat berperan penting akan

keberhasilan kapal tersebut diluncurkan keatas permukaan air. Adapun peralatan yang digunakan dalam proses peluncuran antara lain : 1. Landasan peluncur ( Launching way ). Landasan luncur dan ganjal yang digunakan biasanya berupa kayu yang memiliki berat jenis diatas 1,00 ton/m3 dengan pertimbangan bahwa kayu tersebut mampu menopang beban kapal yang besar. Banyaknya lajur yang digunakan disesuaikan dengan panjang kapal yang akan diluncurkan, disamping itu juga harus mampu mendistribusikan beban kapal secara merata pada setiap permukaan. 2. Sepatu peluncur ( Sliding way ). Sepatu luncur serta ganjal yang digunakan dalam peluncuran ini menggunakan kayu dengan berat jenis sedang (



0,85 ton/m3 ) karena sepatu luncur tersebut akan terbawa

bersama kapal masuk kedalam air, sehingga kayu yang digunakan sebagai sepatu luncur dapat mengapung dan akan memudahkan dan pengambilannya setelah proses peluncuran. 3. Dongkrak hydraulic jack. Setiap dongkrak ini mempunyai kekuatan 100 ton. Sebelum hydraulic jack dipasang, maka terlebih dahulu ditest kemampuannya, apakah benar-benar mampu menyangga beban maksimalnya. Hydraulic jack juga berfungsi sebagai ganjal selain ganjal tetap (collapsible block). Jumlah hydraulic jack yang dipasang disesuaikan dengan distribusi beban kapal yang disanggah. 4. Stopper.

Stopper atau penyetop yang digunakan untuk menghindari agar kapal tidak dapat meluncur dengan sendirinya. Stopper ini yang nantinya akan dipotong pada pelaksanaan peluncuran akan dimulai.

5. Pushing jack. Pushing jack digunakan untuk mendorong kapal setelah stopper dipotong. Dorongan ini dimaksudkan untuk memberikan kecepatan awal pada proses peluncuran. Jarak dorongannya adalah





60 cm. Sedangkan kemampuan daya dorong masing-masing pushing jack

100 ton.

6. Tali pengendali. Tali pengendali ini dipasang pada beberapa kapal yang digunakan untuk menahan setelah meluncur, agar tidak terlalu jauh, karena kondisi tempat peluncuran yang terbatas. Selain itu yang lebih penting adalah pengendalian gerakan yang tak terkendali. 7. Pipe support. Pipe support biasanya disebut popet dipasang pada bagian haluan dan buritan kapal yang fungsinya sama dengan ganjal. Oleh karena itu. Pengelasan popet terhadap kapal harus lebih mudah nantinya dilepas. Adapun berat perlengkapan peluncuran yang harus diperhitungkan didalam proses peluncuran disini terutama meliputi berat dari peralatan– peralatan yang terikat badan kapal dan bersama-sama meluncur dengan badan kapal. Dari buku “ Static and Dynamic of the Ship “ oleh Semyonov, estimasi berat perlengkapan peluncuran tersebut adalah ( 7 ~ 16 )% dari berat kapal yang diluncurkan. Dari berat perlengkapan peluncuran tersebut,



80%

merupakan berat sepatu peluncurnya. 2.1.2

Perencanaan sepatu peluncur. Seperti keterangan diatas bahwa dari berat perlengkapan peluncuran, sekitar 80%

merupakan berat sepatu peluncurnya. Sehingga dengan diketahuinya estimasi berat sepatu, maka kita dapat merencanakan ukuran dan jumlah dari sepatu yang akan digunakan dengan cara pendekatan sebagai berikut : 1

Panjang sepatu peluncur (S)

Penentuan panjang sepatu peluncur, berdasarkan buku “ Static and Dynamic of The Ship “ oleh Semyonov, adalah sekitar 80% dari panjang kapal ( Lpp ). 2

Jumlah sepatu peluncur (n) Jumlah besarnya sepatu peluncur, biasanya minimal 2 buah tergantung dari ukuran lebar kapal yang diluncurkan termasuk faktor stabilitas selama proses peluncuran

3

Lebar sepatu peluncur (b) Penentuan lebar sepatu peluncur tergantung pada tekanan rata-rata yang diijinkan pada landasan, dimana besarnya tekanan rata-rata yang diijinkan ini tergantung dari ukuran kapal yang diluncurkan, yaitu :

b

Lpp = 50

meter

Lpp = 100

meter

Lpp = 150

meter

P (n x S x  )

  

dimana : n S

 4

= 15 ton/m = 20 ton/m = 25 ton/m

= jumlah sepatu yang direncanakan = panjang sepatu yang direncanakan = Tekanan rata-rata yang diijinkan

Tinggi sepatu peluncur (h) h

Vol ( n x b x S) dimana : Vol = Volume sepatu yang direncanakan

= Berat sepatu /

 kayu

 kayu

= berat jenis kayu (0,85 ton / m3)

2.2 2.2.1

Pemeriksaan Jumping Perhitungan Landasan Peluncur. Perencanaan landasan peluncuran ini kita asumsikan jika landasan peluncur belum ada. Dalam perencanaan landasan ini, tentunya kita tentukan berdasarkan kondisi kritisnya, karena berdasarkan pengalaman, semakin besar ukuran landasan peluncur akan semakin aman kapal yang kita luncurkan. Adapun perencanaan ukuran landasan peluncur ini meliputi : 1

Panjang landasan peluncur diatas garis air. Panjang landasan peluncur diatas garis air minimal harus sama dengan panjang kapal yang diluncurkan, sehingga tidak ada bagian kapal yang akan menggantung.

2

Panjang landasan peluncur dibawah garis air. Besarnya panjang landasan dibawah garis air, berdasarkan kondisi kritisnya diasumsikan dibatasi sama dengan dua kali lebar kapal yang diluncurkan (2B).

3

Sudut kemiringan landasan peluncur terhadap permukaan rata garis air. Besarnya sudut kemiringan landasan peluncur ditunjukkan oleh besarnya (

tg 

tg  tg 

tg  2.2.2

) yang tergantung pada ukuran kapal yang diluncurkan, yaitu :

=

=

=

1 1 ~ 20 24 1 1 ~ 16 18 1 1 ~ 12 14

untuk kapal ukuran besar

untuk kapal ukuran sedang

untuk kapal ukuran kecil

Pemeriksaan terjadinya Jumping. Jumping adalah peristiwa membenturnya ujung depan kapal terhadap landasan peluncur. Pemerikasaan terjadinya jumping pada menjelang akhir proses peluncuran tergantung pada perbedaan besarnya tinggi permukaan garis air terhadap ujung depan landasan peluncuran dengan besarnya tinggi sepatu peluncur serta sarat pada haluan

kapal yang diluncurkan ( H – T ). Jika harga ( H – T ) positif maka tidak terjadi jumping, sebaliknya jika harga ( H – T ) negatif maka akan terjadi jumping. 1

Besarnya H. Besarnya nilai H dapat ditentukan berdasarkan panjang serta sudut kemiringan dari landasan peluncuran yang direncanakan ( minimal 2 x Sarat depan kapal ).

2

Besarnya T. Perhitungan besarnya T dapat dilakukan menurut langkah-langkah sebagai berikut : T  -

Volume x ( Lcg - Lcb ) ( 1000 x MTC )

Trata 

Volume ( Lpp x B x Cb )

Ta 

( T x Lcf )  Trata Lpp

Tf = Ta -

T

Dengan memperhatikan gambar dibawah, dapat diketahui :

x Tf  Lpp Ta (xm) Y  ( x  Lpp ) Ta

x

( Tf x Lpp ) Ta

y

Ta . ( x  m ) ( x  Lpp )

sehingga

sehingga

dengan m = ( Lpp – S ) / 2 T = Y + tinggi sepatu 3

Pemeriksaan H - T. Agar tidak terjadi Jumping, maka harga dari H – T harus positif atau setidak – tidaknya diusahakan harga H sama dengan 2 x sarat depan kapal yang diluncurkan.

2.2.3

Cara Mengatasi Jumping

Adapun cara-cara untuk menghindari terjadinya jumping adalah sebagai berikut : 1. Memperpanjang landasan, sehingga H akan bertambah besar 2. Menunggu saat pasang yang setinggi-tingginya, sehingga H akan lebih besar dari sarat depan sepatu peluncur. 3. Membesarkan sudut kemiringan

tg 

sehingga akan memperbesar harga H.

4. Menambahkan ballast pada bagian belakang, tapi mempunyai resiko terhadap terjadinya tipping. 2.3 2.3.1

Perhitungan Periode I Perhitungan Pergerakan Kapal di atas Landasan Peluncur. Periode ini dimulai pada saat kapal dilepas dan berakhir pada saat kapal mulai menyentuh permukaan air. Beberapa hal yang perlu dihitung dalam periode ini : 1

Persyaratan kapal bisa bergerak / meluncur ( F1> F3 ). Dengan memperhatikan gambar dibawah, gaya-gaya dapat diuraikan sebagai berikut:

F1 = P sin



F2 = P cos



F3 = f x F2 Dimana : f = koefisien gesek peluncuran

=

8,5 1 ( t  100) x  2

t = Temperatur peluncuran ( 0F ) = ( 9/5 x 0C ) + 32

 2

= Tekanan rata-rata pada landasan ( ton/ft2 )

Persamaan gerakan kapal pada landasan ( perhitungan dinamis ). Waktu yang dibutuhkan meluncurnya kapal ke air :

t

2.Sx g (  f d )

Kecepatan gerakan kapal meluncur ke air : Vx  2.g.(  f d ).Sx

2.3.2

Perhitungan Distribusi Beban pada Landasan Peluncur. Jika berat peluncuran P ( kapal + perlengkapan peluncuran ) ditumpu sepanjang sepatu peluncur sepanjang (S) dengan jarak titik berat kapal terhadap ujung belakang sepatu peluncur (X = S/2 + Lcg), maka : Pembebanan rata-rata yang bekerja pada landasan untuk tiap meternya (q) : q=P/S Pembebanan depan (qd) : qd = [ 2q x (3x – S) ] / S Pembebanan belakang (qb) : qb = [ 2q x (2S – 3X) ] / S

2.4 2.4.1

Perhitungan Periode II Perhitungan Pergerakan Kapal di atas Landasan Peluncur. Periode ini dimulai pada saat kapal dilepas dan berakhir pada saat kapal mulai menyentuh permukaan air. Beberapa hal yang perlu dihitung dalam periode ini : 3

Persyaratan kapal bisa bergerak / meluncur ( F1> F3 ). Dengan memperhatikan gambar dibawah, gaya-gaya dapat diuraikan sebagai berikut:

F1 = P sin



F2 = P cos



F3 = f x F2 Dimana : f = koefisien gesek peluncuran

=

8,5 1 ( t  100) x  2

t = Temperatur peluncuran ( 0F ) = ( 9/5 x 0C ) + 32

 4

= Tekanan rata-rata pada landasan ( ton/ft2 )

Persamaan gerakan kapal pada landasan ( perhitungan dinamis ). Waktu yang dibutuhkan meluncurnya kapal ke air :

t

2.Sx g (  f d )

Kecepatan gerakan kapal meluncur ke air : Vx  2.g.(  f d ).Sx

2.4.2

Perhitungan Distribusi Beban pada Landasan Peluncur. Jika berat peluncuran P ( kapal + perlengkapan peluncuran ) ditumpu sepanjang sepatu peluncur sepanjang (S) dengan jarak titik berat kapal terhadap ujung belakang sepatu peluncur (X = S/2 + Lcg), maka : Pembebanan rata-rata yang bekerja pada landasan untuk tiap meternya (q) : q=P/S

Pembebanan depan (qd) : qd = [ 2q x (3x – S) ] / S Pembebanan belakang (qb) : qb = [ 2q x (2S – 3X) ] / S 2.5

Perhitungan Periode III Perhitungan periode III dimulai pada saat harga [γV.d > P.c]. Selama periode III, kapal melanjutkan peluncurannya dan menggunakan ujung depan dari peluncur sebagai sumbu putarnya. Adapun perhitungan yang perlu dilakukan pada periode ini meliputi :

2.5.1

Penentuan letak awal sternlift.

8. Jika pada perhitungan lanhkah ke-n diperoleh harga γV.d > P.c, selanjutnya kita buat grafik hubungan antara γV, γV.d dan P.c mulai dari langkah ke-1 sampai dengan langkah ke-n, terhadap besarnya tiap-tiap langkah. 9. Karena selama mengapung berlaku γV.d = P.c, dengan menarik garis tegak kebawah dari titik perpotongan antara garis lengkung γV.d dan P.c, akan diperoleh besarnya panjang langkah yang merupakan awal terjadinya sternlift. 10. Besarnya γV diperoleh dari titik potong garis lengkung γV dengan garis tegak dari titik potong antara garis lengkung γV.d dan P.c 11. Dari harga ini selanjutnya dapat dilakuakn perhitungan sebagai berikut : d

= [ γV.d / γV ]

f

=[(S+m)–d]

Lcb

= [ Sn – f ]

a

= [ ( Sn’ – λ ) – g ]

P.a

=Pxa

b

= [ ( Sn’ – λ ) – f ]

γV.b

= γV x b

Q

= P – γV

q

= [ Q / 0,05.S ]

x

= [ (γV.b – P.a) / Q ]

S’

= [ (S + m) – ( Sn’- λ) ]

2.5.2

Penentuan sarat garis air muat sesungguhnya. Untuk menentukan sarat garis air muat sesungguhnya pada langkah yang mengalami

sternlift, dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Dengan memakai titik pada ujung depan sepatu peluncur sebagai pusatnya, dibuat sebuah lingkaran dengan jari-jari yang sesuai dengan tinggi permukaan air setempat. 2. Pada garis tegak belakang ditentukanlah secara sekehendak 3 buah sarat Tb1, Tb2 dan Tb3. 3. Dari ketiga sarat ini ditarik garis-garis yang menyinggung lingkaran tadi. 4. Dengan menggunakan diagram Bonjean hitung besarnya displacement dan titik tekan dari masing-masing sarat tersebut. 5. Dengan cara demikian akan diperoleh 3 macam harga dari γV dan γV x d 6. Hasil-hasil ini kemudian dikembangkan sebagai absis dari ordinat-ordinat sarat Tb 1, Tb2 dan Tb3. 7. Karena harga P.c konstan maka dalam grafik berupa garis tegak. 8. Karena selama mengapung berlaku γV x d = P.c, dengan menarik garis horizontal titik potong antara garis lengkung γV x d dan P.c diperoleh besarnya sarat buritan sesungguhnya. 9. Besarnya γV diperoleh dari titik potong garis lengkung γV dengan garis horisontal dari titik potong antara garis lengkung γV.d dan P.c 10. Dari harga ini selanjutnya ditentukan gaya apung (γV) dan gaya reaksi landasan ( Q = P – γV ) 11. Kalau ujung peluncur telah melampaui ujung landasan, maka berakhirlah perhitungan periode III 12. Dari harga yang telah diperoleh dari grafik ini, selanjutnya dilakukan perhitungan untuk periode III sebagai berikut : 

d

= [ γV.d / γV ]



f

= [ (S+m) – d ]



Lcb = [ Sn – f ]



a

= [ ( Sn’ – λ ) – g ]



P.a

=[Pxa]



b = [ ( Sn’ – λ ) – f ]



γV.b

= γV x b



Q = P – γV



q = [ Q / 0,05.S ]



x = [ (γV.b – P.a) / Q ]



S’ = [ (S + m) – ( Sn’- λ) ]

Related Documents


More Documents from "Nida I. Farihah"