Loading documents preview...
1
PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ASAM AMINO DENGAN KROMATOGRAFI KERTAS
I Nyoman Kamantri Purusa 0813031031 Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK Asam amino memiliki sifat yang khas dan berbeda dengan yang lain akibat adanya rantai samping asam amino. Hal ini menyebabkan asam amino dapat dipisahkan dan diidentifikasi keberadaannya menggunakan metode pemisahan secara kromatografi kertas. Pemisahan secara kromatografi prinsipnya adalah pemisahan campuran karena perbedaan distribusi komponen dalam dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Dalam kromatografi kertas yang merupakan fase gerak adalah pelarut yang digunakan sedangkan fase diamnya adalah air, kertas berfungsi sebagai absorben tempat melekatnya fase diam. Jarak yang ditempuh oleh setiap asam amino dari garis dasar relatif terhadap jarak tempuh pelarut/eluen didefinisikan sebagai Rf. Setiap komponen asam amino memiliki harga Rf tertentu. Besaran Rf ini menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai Rf dari setiap asam amino dan melakukan pemisahan asam amino dari campuran dengan metode kromatografi kertas. Praktikum yang dilaksanakan di laboratorium Kimia Undiksha pada tanggal 30 Maret 2011 ini menggunakan 2 buah eluen yaitu fenol dan campuran akuades, n-butanol, dan asam asetat glasial. Hasil pengujian terhadap sampel unknown menunjukkan bahwa sampel unknown A adalah asam amino tirosin, sampel unknown B adalah leusin dan glisin, sampel unknown C adalah metionin, dan sampel unknown D tidak mengandung asam amino. Key word: kromatografi kertas, eluen, derajat retensi
PENDAHULUAN Asam amino merupakan satuan monomer penyusun protein. Hidrolisis lengkap terhadap suatu protein akan menghasilkan 20 jenis asam amino berbeda yang menyusun protein (Redhana, 2010). Semua jenis asam amino tersebut memiliki perbedaan sifat karena perbedaan rantai samping dari asam amino. Perbedaan sifat asam amino tersebut misalnya
2
perbedaan interaksi asam amino terhadap suatu pelarut tertentu. Perbedaan sifat yang dimiliki oleh asam amino merupakan sifat yang khas dan berbeda dengan asam amino yang lain. Hal ini menyebabkan asam amino dapat dipisahkan dan diidentifikasi keberadaannya menggunakan metode pemisahan secara kromatografi kertas. Pemisahan secara kromatografi prinsipnya adalah pemisahan campuran karena perbedaan distribusi komponen dalam dua fase yaitu fase gerak dan fase diam (Yoshito Takeuchi, 2009). Dalam kromatografi kertas yang merupakan fase gerak adalah pelarut yang digunakan sedangkan fase diamnya adalah air, kertas berfungsi sebagai absorben tempat melekatnya fase diam. Pemisahan campuran dengan kromatografi kertas terjadi karena terdapat kecenderungan perbedaan sifat komponen. Kecenderungan tersebut adalah: a. Kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melarut dalam cairan b. Kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melekat pada permukaan padatan halus (adsorpsi) c. Kecenderungan molekul-molekul komponen untuk bereaksi secara kimia (pertukaran ion) (Tika, 2010) Dalam melakukan pemisahan asam amino dengan kromatografi kertas, fase gerak akan mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen (asam amino yang akan dipisahkan) dari campuran (Jim Clark, 2007). Karena sifat dari asam amino yang berbeda maka setiap asam amino akan bergerak pada laju yang berbeda pula. Perbedaan laju pergerakan asam amino tersebut merupakan sifat yang khas sehingga setiap asam amino berbeda dari yang lain. Untuk melakukan pemisahan campuran asam amino hanya dibutuhkan sedikit sampel yang akan ditotolkan pada kertas kromatografi. Sampel kemudian akan bergerak dalam eluen (fase gerak) yang ditambahkan dan akan terjadi pemisahan. Fase gerak dalam pemisahan campuran asam amino misalnya eluen fenol yang jenuh. Sebagai fase diam, pada umumnya air yang terserap pada pori-pori kertas. Jarak yang ditempuh oleh setiap asam amino dari garis dasar relatif terhadap jarak tempuh pelarut/eluen didefinisikan sebagai Rf. Setiap komponen asam amino memiliki harga Rf tertentu. Besaran Rf ini menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Oleh karena itu, harga Rf juga disebut dengan faktor referensi atau faktor refensi( Tika, 2010) . Rf
jarak yang ditempuh sampel dari garis dasar jarak yang ditempuh pelarut dari garis dasar
3
Nilai Rf dari suatu senyawa pada sistem kromatografi kertas bergantung pada banyaknya variabel, diantaranya sistem pelarut, temperatur, lamanya elusi, dan jenis kertas. Oleh karena itu, nilai Rf suatu senyawa yang telah diketahui dijadikan sebagai standar untuk menentukan nilai Rf dari senyawa lainnya, begitu pula apabila senyawa yang akan dipisahkan adalah asam amino.
TUJUAN Praktikum yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan koefisien distribusi (Rf) dari berbagai asam amino terutama glisin, leusin, metionin, tirosin dan triptopan serta menentukan kandungan asam amino pada sampel melalui kromatografi kertas dengan teknik ascending.
BAHAN DAN METODE Praktikum pemisahan asam amino secara kromatografi dilakukan pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2011 yang bertempat di Laboratorium Kimia Organik Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Praktikum yang dilakukan ini bersifat verivikatif yaitu pembuktian terhadap teori yang telah ada. Dalam pelaksanaan praktikum diperlukan beberapa alat dan bahan untuk menunjang berlangsungnya praktikum. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Daftar alat Nama alat
Ukuran
Jumlah
Pipa kapiler
-
4 buah
Ruang kromatografi
-
1 buah
Gelas kimia
250 mL
2 buah
Gelas kimia
100 mL
5 buah
Spatula
1 buah
Pinset
1 buah
Pipet tetes
2 buah
Gelas ukur
25 mL
1 buah
Gelas ukur
100 mL
1 buah
Corong Pisah Kertas kromatografi Tabel 1. Daftar alat
1 buah 3 x 6 cm
3 buah
4
Daftar bahan Nama bahan
Konsentrasi Jumlah
Larutan elusi n-butanol,
242mL
asam cuka, dan air Larutan glisin
1 tetes
Larutan leusin
1 tetes
Larutan metionin
1 tetes
Larutan tirosin
1 tetes
Larutan triptofan
1 tetes
Larutan unknown A
1 tetes
Larutan unknown B
1 tetes
Larutan unknown C
1 tetes
Larutan unknown D
1 tetes
Fenol
150mL
Lrutan ninhidrin
Secukupnya
Tabel 2. Daftar bahan
PROSEDUR KERJA Langkah kerja atau prosedur kerja dalam praktikum ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Pembuatan larutan elusi Dalam pembuatan larutan elusi, 100 mL n-butanol dengan 100 mL aquades, dan 24 mL asam asetat glasial dicampur dalam corong pisah dan dikocok-kocok sampai semuanya bercampur. Diamkan beberapa saat sampai terbentuk dua fase dan kemudian dipisahkan.
b. Penyiapan kertas kromatografi Kertas kromatografi disiapkan sesuai dengan ukuran wadah kromatografi (15cm x25 cm). Pada bagian 1, 5 cm dari tepi bawah kertas ditandai dengan pensil.
c. Kromatografi dengan menggunakan eluen fenol Kertas kromatografi dengan ukuran 15x25 cm ditotolkan dengan larutan A, B, C, D, E, I II, III (larutan triptofan, leusin, tirosin, metionin, glisin, larutan sampel I, II, dan III)
5
dengan pipet kapiler, dan antara sampel diberi jarak 1,5 cm. Larutan ujung diletakkan 2 cm dari pinggir kertas. Tiap-tiap tetesan harus dikeringkan dulu. Besarnya totolan tidak melebihi 0,4 cm. Kertas kromatografi hendaknya jangan disentuh dengan tangan tetapi digunakan pinset untuk mengambil kertas. Ruang kromatografi dijenuhkan dengan uap elusi. Kertas kromatografi digantung dalam ruang kromatografi sampai larutan elusi berjalan ± 10 cm dari dari batas sampel. Elusi dihentikan dan kertas dikeringkan dalam oven pada sehu 100o-105oC. Kertas yang telah kering disemprotkan dengan ninhidrin dan dikeringkan kembali. Jarak eluen dengan warna yang terbentuk diukur.
d. Kromatografi dengan Menggunakan Eluen Campuran N-Butanol, Akuades, dan Asam Asetat Glasial Kertas kromatografi disiapkan dengan ukuran 15x25 cm dan tandai dengan pensil 1,5 cm dari tepi bawah. Larutan standar asam amino dan sampel ditotolkan berdampingan dengan jarak 1,5 cm dan 2 cam dari pinggir kertas. Tiap-tiap tetesan harus dikeringkan dulu. Besarnya totolan tidak melebihi 0,4 cm. Ruang kromatografi dijenuhkan dengan uap elusi. Kertas kromatografi digantung dalam ruang kromatografi sampai larutan elusi berjalan ± 10 cm dari dari batas sampel. Elusi dihentikan dan kertas dikeringkan dalam oven pada sehu 100o-105oC. Kertas yang telah
kering disemprotkan dengan ninhidrin dan dikeringkan
kembali. Jarak eluen dengan warna yang terbentuk diukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kromatografi yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu menggunakan elusi fenol dan juga campuran dari n-butanol, akuades, dan asam asetat glasial. Pada campuran n-butanol, akuades, dan asam asetat glasial terjadi perbedaan fase karena akuades merupakan senyawa polar sedangkan n-butanol merupakan senyawa nonpolar. Sehingga dalam pencampuraanya diperlukan pengocokan agar terjadi distribusi antara air dan n-butanol. Dalam hal ini, nbutanol sebagai pelarut nonpolar bertindak sebagai fase gerak, dan air (pelarut polar) bertindak sebagai fase diam. Asam asetat glasial pada pembuatan eluen ini bertujuan untuk mendistribusikan kedua pelarut (air dan n-butanol) yang tidak saling bercampur, dimana akuades dan n-butanol samasama dapat terdistribusi dalam asam asetat sehingga pada perbandingan volume tertentu dapat diperoleh campuran yang mengandung n-butanol, asam asetat, dan air dalam satu fase (pada lapisan atas dari campuran ketiga pelarut tersebut yang dihasilkan).
6
Penggunaan pipa kapiler dalam penotolan sampel bertujuan agar sampel tidak terlalu banyak (diameter maksimum totolan 0,4 cm). Larutan eluen harus dibuat jenuh karena larutan eluen mudah menguap sehingga apabila larutan eluen belum jenuh pada ruang kromatografi akan memperlambat proses kromatografi. Penyemprotan dengan ninhidrin bertujuan untuk mengetahui distribusi asam amino karena asam amino tidak berwarna. Asam amino dengan ninhidrin akan membentuk komplek berwarna biru namun akan berwarna coklat setelah dikeringkan. Dalam kromatografi dengan eluen fenol, setiap larutan asam amino serta sampel memiliki jarak yang berbeda dari jarak awal. Karena keterbatasan tempat, sehingga kromatografi dilkukan lebih dari 1 kali dalam eluen fenol dan juga dalam eluen campuran. Hasil pengukuran jarak sampel serta eluen kemudian ditentukan derajat retensinya (Rf) yang memiliki berbeda dari setiap sampel. Perhitungan derajat retensi dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Rf
jarak yang ditempuh sampel dari garis dasar jarak yang ditempuh pelarut dari garis dasar
Adapun hasil dari kromatografi pada kedua eluen adalah sebagi berikut Asam
Eluen campuran n-butanol,
amino
akuades, dan asam asetat glasial
Metionin
Jarak sampel 5,50cm
Jarak sampel 10,2cm
Jarak eluen 9,60cm
Jarak eluen 11,31cm
Rf Metionin Tirosin
Rf Metionin
10,2cm 0,901 11,31cm
Jarak sampel 0,41cm
Jarak eluen 9,60cm
Jarak eluen 11,31cm
5,28cm 0,550 9,60cm
Rf tiro sin
0,41cm 0,036 11,31cm
Jarak sampel 8,60cm
Jarak sampel 12cm
Jarak eluen 12,04cm
Jarak eluen 12cm
Rf Leu sin Glisin
5,50cm 0,572 9,60cm
Jarak sampel 5,28cm
Rf Tiro sin Leusin
Eluen fenol
8,60cm 0,714 12,04cm
Rf Leu sin
12cm 1 12cm
Jarak sampel 3,50cm
Jarak sampel 6,4cm
Jarak eluen 12,04cm
Jarak eluen 12cm Rf Gli sin
6,4cm 0,533 12cm
7
Rf Gli sin
3,50cm 0,290 12,04cm
Triptofan Jarak sampel 6,40cm Jarak eluen 12,04cm
Rf Triptofan
6,40cm 0,531 12,04cm
Jarak sampel 9,70cm Jarak eluen 12cm Rf Triptofan
9,70cm 0,808 12cm
Tabel 3. Hasil perhitungan Rf setiap asam amino
Kromatografi terhadap sampel unknown A, B, C, dan D memberikan hasil yang berbeda untuk setiap sampelnya. Kromatografi yang dilakukan terhadap sampel A dan C memberikan hasil satu bercak setelah disemprotkan dengan ninhidrin dan dikeringkan, sedangkan untuk sampel B memberikan hasil dua bercak setelah disemprotkan dengan ninhidrin dan dikeringkan. Untuk sampel D tidak meunjukkan adanya bercak setelah disemprotkan dengan ninhidrin dan dikeringkan. Hasil pengukuran jarak terhadap sampel dan eluen untuk sampel unknown adalah sebagai berikut: Sampel
Eluen campuran n-butanol,
unknown
akuades, dan asam asetat
Eluen fenol
Kemungkinan sampel
glasial A
Jarak sampel 5,40cm
Jarak sampel 1,70cm
Jarak eluen 9,60cm
Jarak eluen 9,30cm
Rf sampelA B
C
5,40cm 0,562 9,60cm
Rf sampelA
Tirosin
1,70cm 0,182 9,30cm
Jarak sampel B1 8,70cm
Jarak sampelB1 13,2cm
Leusin
Jarak sampel B2 3,70cm
Jarak sampelB2 6,3cm
Glisin
Jarak eluen 10,00cm
Jarak eluen 14cm
Rf sampelB1
8,70cm 13,2cm 0,870 Rf sampelB1 0,942 10,00cm 14,00cm
Rf sampelB2
3,70cm 6,3cm 0,370 Rf sampelB2 0,450 10,00cm 14,00cm
Jarak sampel 8,30cm
Jarak sampel 9,30cm
Jarak eluen 15,50cm
Jarak eluen 10cm
Metionin
dan
8
Rf sampelC
D
9,30cm 8,30cm 0,535 Rf sampelC 0,930 10,00cm 15,50cm
Jarak sampel 0cm
Jarak sampel 0cm
Air (tidak ada
Jarak eluen 9,40cm
Jarak eluen 9,20cm
asam amino)
Rf sampelD
0cm 0 9,40cm
Rf sampelD
0cm 0 9,20cm
Tabel 4. Hasil perhitungan Rf sampel unknown
Dari hasil perbadingan data Rf larutan asam amino standar yang digunakan dapat diketahui bahwa sampel unknown A merupakan tirosin, sampel unknown B ada dua asama amino yaitu leusin dan glisin, sampel unknown C adalah metionin, dan sampel unknown D tidak mengandung asam amino dan kemungkinan hanya akuades saja.
KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai Rf dari setiap asam amino berbeda-beda, dalam eluen fenol Rf senyawa asam amino metionin sebesar 0,901, tirosin sebesar 0,036, leusin sebesar 1, glisin sebesar 0,533 dan triptofan sebesar 0,808. Sedangkan dalam eluen campuran n-butanol, asam asetat, dan air nilai Rf dari asam amino metionin sebesar 0,572, tirosin sebesar 0,550, leusin sebesar 0,714, glisin sebesar 0,290 dan triptofan sebesar 0,531 2. Sampel unknown A adalah asam amino tirosin, sampel unknown B adalah leusin dan glisin, sampel unknown C adalah metionin, dan sampel unknown D tidak mengandung asam amino.
DAFTAR PUSTAKA
Clark
,Jim.
2007.
Kromatografi
Kertas.
Diakses
dari
http://www.chem-is-
try.org/kromatografi_kertas pada tanggal 1 April 2011 Redhana, I Wayan. 2010. Penuntun Praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha
9
Takeuchi, Yoshito . 2007. Kromatografi Kertas. Diakses dari http://www.chem-istry.org/kromatografi_kertas pada tanggal 1 April 2011 Tika, I Nyoman. 2010. Penuntun Pratikum Biokimia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.