Pendahuluan Wps Office 1

  • Uploaded by: Dindaa
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pendahuluan Wps Office 1 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,144
  • Pages: 24
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma kepala merupakan suatu gangguan traumatik pada fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan intestinal dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak dan terjadi karena adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa di sertai kehilangan kesadaran ( Muttaqin, 2008). Secara umum insiden trauma kepala meningkat dengan tajam karena adanya peningkatan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya (Miranda, 2014). Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak terjadi pada 24 jam pertama trauma kepala yang di akibatkan oleh situasi oksigen dalam otak dan Glasgow Coma Scale (GCS) menurun, apabila tidak di tangani dengan baik dan dengan segera akan meningkatkan tekanan intrakranial pada otak sehingga penanganan utamanya harus dengan meningkatkan suplai oksigen ke otak (Kusuma, 2012). Word Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab penyakit trauma ketiga terbanyak di dunia (Irawan, 2010). Di Indonesia saat ini trauma kepala merupakan penyebab hampir setengah dari seluruh kematian akibat trauma, hal ini di karenakan kepala merupakan bagian tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Distribusi kasus trauma kepala lebih rentan pada kelompok usia produktif yaitu 15 – 44 tahun (Satyanegara, 2014). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi trauma kepala di Indonesia sebesar 8,2%. Jawa timur dalam kasus trauma kepala menduduki peringkat ke 6 dengan prevalensi sebesar 9,3%. Kejadian trauma kepala terbanyak di sebabkan karena jatuh 40,9% dan kecelakaan sepeda motor 40,6%. Menurut penelitian pada tahun 2008 jumlah kejadian angka trauma kepala sebanyak 2126 orang.sebanyak 66,7% terjadi karena kecelakaan lalu lintas (Dian, 2009). Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak umumnya terjadi pada kasus trauma kepala yang di akibatkan oleh kecelakaan lalu lintas maupun bukan kecelakaan lalu lintas. Penyebab trauma kepala bukan kecelakaan lalu lintas

1

meliputi jatuh, terkena benda tajam, terbakar, terkena air panas, tergigit atau tersengat hewan, kejatuhan atau terkena lemparan benda dan lainnya.Tempat terjadinya trauma dapat di bedakan antara area bisnis atau umum ataupun dalam perindustrian.Jenis trauma dapat di bedakan menjadi trauma mata saja, gagar otak saja, patah tulang saja, ataupun trauma lainnya (Tana, 2015).Terjadinya trauma pada kepala di tandai dengan keluarnya cairan cerebrospinal yang keluar dari telinga.Bahkan trauma kepala langsung atau tidak langsung mengenai kepala dapat mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan pada otak itu sendiri dapat mengakibatkan gangguan neurologis dan terjadinya resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (Miranda, 2014). Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak rentan mengalami penurunan sirkulasi pada otak yang dapat mengganggu kesehatan yang beresiko terjadinya neoplasma otak (Herdman, 2015).Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat di berikan beberapa tata laksana perawatan seperti manajemen edema serebral, monitor tanda – tanda vital dan dengan memonitor tekanan intrakranial (Butcher, 2013). Sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran perawat adalah sebagaiCare Giver, di antaranya yang memberikan pelayanan keperawatan secara langsung atau tidak langsung pada pasien dengan menggunakan pendekatan dan membuat langkah untuk pemecahan masalah yang muncul pada kasus trauma kepala .Peran perawat dalam hal ini adalah dengan mengurangi peningkatan tekanan intrakranial dapat di berikan tindakan keperawatan dengan posisi kepala flat 0° dan posisi elevasi 30° (Sunardi, 2011). Peningkatan karbon dioksida dan penurunan oksigen menimbulkan vasodilatasi dan eksudasi cairan yang mengakibatkan edema pada otak dan salah satu cara mekanisme kompenasi dengan reflex chusing dapat membantu untuk mempertahankan aliran darah ke otak agar tidak terjadinya edema pada otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial (Price & Lorraine, 2015).

2

1.2 Rumusan Masalah a. Definisi trauma kepala b. Klasifikasi trauma kepala c. Etiologi trauma kepala d. Factor resiko yang terjadi trauma kepala e. Patofisiologi trauma kepala f. Manifestasi klinis trauma kepala g. Pemeriksaan penunjang trauma kepala h. Komplikasi trauma kepala i. Penatalaksanaan trauma kepala j. Penanganan trauma kepala 1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui definisi trauma kepala b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma kepala c. Untuk mengetahui etiologi trauma kepala d. Untuk mengetahui factor resiko yang terjadi trauma kepala e. Untuk mengetahui patofisiologi trauma kepala f. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma kepala g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang trauma kepala h. Untuk mengetahui komplikasi trauma kepala i. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma kepala j. Untuk mengetahui penanganan trauma kepala

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Trauma Kepala 2.1.1

Definisi Trauma Kepala Trauma kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosianal, dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011). Trauma kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012).

2.1.2

Klasifikasi Trauma Kepala Tabel 2.1 Klasifikasi Trauma Kepala Berdasarkan Kerusakan Jaringan Otak No Jenis 1 Komosio Serebri

Pengertian Gangguan fungsi neurologis ringan tanpa adanya kerusakan otak yang terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia

2

Kontuksio Serebri

hetograt, mual, muntah Gangguan fungsi neurologis disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh,

3

Laserio Serebri

hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit Gangguan fungsi neurologis disertai kerusakan jaringan

otak

yang

berat

dengan

fraktur

tengkorak

Tabel 2.2 Klasifikasi Trauma Kepala Berdasarkan Tingkat Keparahan

4

Ringan

Tidak ada fraktur tulang tengkorak, tidak ada kontusius serebri, hematom, GCs, antara 13-15 serta kehilangan kesadaran kurang

Sedang

dari 30 menit. Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit, muntah, GCS anatara

Berat

9-12 dan dapat mengalami fraktur pada tengkorak GCS 3-8 dan hilang kesadaran lebih dari 24 jam serta adanya kontusiu serebri dan laserasi

Tabel 2.3 Klasifikasi Trauma Kepala Berdasarkan Jenisnya Terbuka Tertutup

Menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak jaringan otak Seperti keluhan gagal otak ringan dan dan odem serebral yang luas

2.1.3

Etiologi Trauma Kepala 1. Trauma Tajam Trauma oleh benda tajam menyebabkan trauma setempat dan menimbulkan trauma lokal kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia. 2. Trauma Tumpul Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan trauma menyeluruh kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson,

kerusakan

otak

hipoksia,

pembekakan

otak

menyebar,

hemoragikecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-duanya. Akibat trauma tergantung pada a. Kekuatan benturan b. Akselerasi dan deselerasi c. Cup dan kontra cup

5

Trauma cup adalah kerusakan pada daerah dekat terbentur. Trauma kontra cup adalah kerusakan trauma yang berlawanan pada sisi desakan benturan. 3. Lokasi benturan 4. Rotasi meliputi pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan substansia alba dan batang otak 5. Depresi fraktur yaitu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam yang mengakibatkan CSS mengalir keluar ke hidung, telinga. 2.1.4

Faktor Resiko Terjadinya Trauma Kepala 1. Faktor Pemakai Jalan Pemakai jaan merupaakn unsure yang terpenting dalam lalu lintas karena manusia sebagai pemakai jalan. 2. Faktor Pengemudi Tingkah laku pribadi pengemudi di dalam arus lalu lintas adalah faktor yang menentukan karakteristik lalu lintas yang terjadi serta pengemudi yang mengkonsumsi alcohol atau obat-obatan saat mengendarai mobil atau motor. 3. Faktor Pejalan Kaki Pejalan kaki sangat mudah mengalami cidera serius atau kematian jika di tabrak oleh kendaraan bermotor. 4. Faktor Kendaraan

Sebab–sebab kecelakaan yang disebabkan faktor kendaran yaitu kecelakaan lalu lintas karena perlengkapan, penerangan, pengamanan, dan mesin kendaraan. 5. Faktor Jalan Jalan sebagai landasan bergeraknya kendaraan harus di rencanakan sedemikian rupa agar memnuhi syarat keamanan dan kenyamanan bagi pemakainya. 6. Faktor Lingkungan

6

Faktor

lingkungan

juga

sangat

mempengaruhi

termasuk

pengemudi dalam mengatur kecepatan. 2.1.5

Patofisiologi Trauma Kepala Adanya trauma dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan stuktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan odema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam mitokondria, perubahan permebilitas vaskuler. Perdarahan otak menimbulkan hematom, misalnya pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan duramater, subdural hematom di akibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara dura mater dengan subarahnoid dan intraserebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan.

2.1.6

Manifestasi Klinis Trauma Kepala 1. Perdarahan Epidural / Hematoma Epidural a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan meningen paling luar. b. Gejala penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis, kacau mental sampai koma. c. Peningkatan tekanan intrakranial yang mengakibatkan gangguan pernafasan, bradikardi, penurunan ttv. d. Herniasi otak yang menimbulkan dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang, isokor dan anisokor, ptosis. 2. Hematoma subduralakumulasi darah antara durameter dan araknoid karena robekan dengan gejaka sakit kepala letargi dan kejang. 3. Hematoma subdural akut dengan gelaja 24- 48 jam setelah cedera, sub akut gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu , kronis 2 minggu sampai denagn 3-4 bulan setelah trauma. 4. Hematoma intrakranial a. Pengumpulan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak

7

b. Penyebab fraktur depresi tulang tengkorak, trauma penetrasi peluru, gerakan akselerasi dan deselerasi secara tiba – tiba. 5. Fraktur tengkorak a. Fraktur liner melibatkan os temporal dan parietal, jika garis fraktur meluas kearah orbita / sinus paranasal. b. Fraktur basiler fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan CSS dengan sinus dan memungkinkan bakteri masuk. 2.1.7

Pemeriksaan Penunjang Trauma Kepala 1. Pemeriksaan diagnostik a. CT scan b. MRI dengan / tanpa menggunakan kontras c. Angiografi serebral menunjukan kelainan sirkulasi serebral d. EEG memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang patologis e. BAER menentukan fungsi korteks dan batang otak f. PET menunjukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak 2. Pemeriksaan Laboratorium a. AGD (PO²,PH,HCO³) untuk mengkaji keadekuatan ventilisasi agar AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat atau dapat juga untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan tekanan intrakrnial b. Elektrolit serum c. Hematologi meliputi leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum. d. CSS

untuk

menentukan

kemungkinan

adanya

perdarahan

subarachnoid (warna, komposisi, tekanan) e. Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan kesadaran f. Kadar antikonvulsan darah untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang g. CTSCAN kepala

8

Merupakan

standar

baku

untuk

mendeteksi

perdarahan

intracranial.semua pasien dengan GCS <Sebakinya menjalani pemeriksaan CTSCAN,sedangkan pada pasien GCS 15,CTSCAN dilakukan hanya dengan indikasi tertentu seperti: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Nyeri kepala hebat Adanya tanda tanda fraktur basiscranii Adanya riwayat cidera yang berat Muntah lebih dari satu kali Penderita lansia Kejang Riwayat gangguan faskuler atau menggunakan obat obat anti

koagulan 8. Amnesia,gangguan orientasi berbicara,membaca dan menulis 9. Gangguan keseibangan atau berjalan h. MRI Kepala Adalah teknik pencitraan yang lebih sensitive dibandingkan dengan ctscan kelainan yang tidak tampak pada ctscan akan dapat dilihat oleh MRI.namun,dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan ctscan sehingga tidak sesuai dalam situasi gawat darurat i. PET Dan Spect Positron emission tomug raphy(PET) dan single photon emission computer tomug graphy(SPECT)mungkin dapat memperlihatkan abn ormalitas pada fase akut dan kronis meskipun ctscan dan mri dan pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan. namun, spesifisitas

penemuan

abnormalitas

tersebut

masih

di

pertanyakan.saat ini,penggunaan spect pada fase awal kasus trauma kepala masih belum direkomendasikan.

2.1.8

Komplikasi Trauma Kepala 1. Defisit neurologi lokal 2. Kejang 3. Pneumonia 4. Perdarahan gastrointestinal 5. Disritmia jantung

9

6. Syndrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone 7. Hidrosepalus 8. Kerusakan kontrol respirasi 9. Inkontinensiabladder dan bowel 2.1.9

Penatalaksanaan Trauma Kepala 1. Penatalaksanaan umum a. Monitor respirasi b. Monitor tekanan intrakranial c. Atasi syok bila ada d. Kontrol tanda vital e. Keseimbangan cairan dan ekektrolit. 2. Operasi Dilakukan untuk mengeluarkan

darah pada intraserebral,

debridemen luka, kranioplasti, prosedur shunting pada hidrocepalus, kraniotomi. 3. Pengobatan a. Diuretik untuk mengurangi edema serebral misalnya monitol 20%, furodemid (lasik). b. Antikonvulson untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin, tegretol, valium. c. Kortokosteroid untuk menghambat pembentukan edema misalnya deksametason. d. Antagonis histamin untuk mencegah terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemetidin, ranitidine. e. Antibiotik jika terjadi luka yang besar. 2.1.10 Penanganan Pertama Untuk Kasus Trauma Kepala Pertolongan pertama dengan trauma kepala yaitu mengikuti standart yang telah ditetapkan dalam ATLS yang meliputi anamnesa sampai

10

pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi airway, breathing, circulasi, disability (ATLS, 2000). Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, imobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi. Semua penderita trauma kepala yang tidak sadar harus di anggap disertai cedera vertebra cervical sampai terbukti tidak adanya trauma cervical pasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen minimal saturasinya di atas 90%, jika tidak usahakan dilakukan intubasi dan support pernafasan. Setelah jalan nefas sudah terbebas sedapat mungkin pernafasan nya diperhatikan frekuensinya normal antara 16-18x/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa lakukan monitor terhadap gas darah dan petahankan PCO² antara 28-35 mmhg karena jika lebih dari 35 mmhg kan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas patokan pemantauan penanganan terhadap penderita secara umum yaitu perhatian urutan prioritas terhadap 6B yaitu : 1. Breathing Perlu diperhatikan adanya obstruksi jalan napas perlu dibebaskan dengan tindakan-tindakan : suction, intubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu merupakan tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edema serebri yang terjadi. Sangat penting diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernapasan penderita 2. Blood Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan darah (Hb,Leukosit). 3. Brain Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mat, fugsi motorik,dan fungsi verbal (GCS).

11

4. Blader Kandung kemih perlu selalu di kosongkan mengingat bahwa kandung kemih yang penuh akan dapat menyebabkan penderita mengejan sehingga tekanan intracranial cenderung lebih meningkat. 5. Bowel Seperti halnya di atas,bahwa usus yang penuh juga cenderung untuk meninggikan tekanan intracranial 6. Bone Adanya fraktur mengakibatkan nyeri yang akan mengakibatkan kenaikan tekanan intracranial.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian 1. Data Biografi

12

Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, penanggungjawab, status perkawinan. 2. Riwayat Keperawatan a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu b. Riwayat kejadian cedera kepala c. Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlaran 3. Pemeriksaan Fisik a. Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva, rihinorrea, otorhea, ekhimosisis periorbital, gangguan pendengaran. b. Tingkat kesadaran : Adanya perubahan mental seperti lebih sensitif,gelisah, stupor, koma. c. Saraf kranial : Adanya anosmia, agnosia, kelemahan gerakan otot mata, vertigo. d. Kognitif : Amnesia post trauma, disorientasi, amnesia retrogat, gangguan bahasa dan kemampuan matematika. e. Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brundzinski. f. Respirasi : roles, rhonki, napas cepat dan pendek, takhipnea, gangguan pola napas. g. Fungi sensorik : lapang pandang, diplopia,gangguan persepsi, gangguan pendengaran, gangguan sensasi raba . 4. Tets Diagnostik a. Radiologi : CT scan, MRI, ditemukan adanya edema selebri, hematoma serebral, herniasi otak b. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, Trombosit dan elektrolit c. Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obatan 2.2 Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom. 2. Tidak efektifnya pola napa berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru

13

3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan dengan terapi diuretik, pembatasan cairan. 4. Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang. 5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi 6. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan kerusakan kognitif, sensorik 7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kerusakan kognitif, sensorik, kerusakan memori, paralisis, menurunnya neuromuskuler. 2.3 Intervensi 1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom. Data pendukung a. Penurunan kesadaran b. Perubahan tanda vital c. Perubahan pola nafas, bradikardi d. Nyeri kepala e. Mual dan muntah f. Kelemahan motorik g. Kerusakan pada nervus kranial III, IV,VI,VII, VIII h. Refleks patologis i. Perubahan nilai AGD j. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, hematom k. Pandangan kabur Kriteria hasil : a. Tingkat kesadaran compos mentis : orientasi orang,tempat dan memori baik b. Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg, tekanan intrakranial < 15 mmHg c. Fungsi sensori utuh / normal No

Rencana tindakan

Rasional

14

1

Kaji tingkat kesadaran dengan Tingkat GCs

kesadaran

merupakan

indikator terbaik adanya perubahan pupil,

ukuran,

neurologi respon Mengetahui fungsi N II dan III.

2

Kaji

3

terhadap cahaya, gerakan mata. Kaji refleks kornea dan refleks Menurunnya gag

refleks

kornea

dan

refleks gag indikasi kerusakan pada

4

batang otak Evaluasi keadaan motorik dan Gangguan motorik dan sensori dapat

5

sensori pasien terjadi akibat edema otak Monitortanda vital setiap satu Adanya perubahan tanda vital seperti jam

6

7

respirasi menunjukkan kerusakan paa

Obervasi

adanya

batang otak edema Indikasi adanya fraktur basilar

periorbita,

ekomosis

diatas

osmatoid, rhinorrhea,ororrhea Pertahankan kepala tempat tidur Memfasilitasi drainasi vena dari otak 30-45 derajat dengan posisi leher

8

tidak menekuk Anjurkan pasien untuk tidak Dapat

meningkatkan

tekanan

menekuk lututnya / fleksi, batuk, intrakranial 9

bersin, feses yang keras Pertahankan suhu normal

sUhu tubuh yang meni ngkat akan meningkatkan aliran darah ke otak

10

sehingga meningkatkan TIK Monitor kejang dan berikan obat Kejang dapat terjadi akibat iritasi anti kejang

11

serebral

dan

keadaan

kejang

memerlukan banyak oksigen Lakukan aktivitas keperawatan Meminimalkan stimulus sehingga dan aktivitas pasien seminimal menurunkan TIK

12

mungkin Pertahankan

kepatenan

jalan Mempertahankan

adekuatnya

nafas, suction jika perlu,berikan oksigen, suction dapat meningkatkan oksigen 100% sebelum suction TIK

15

dan suction tidak lebih dari 15 detik 13

14

Monitor AGD, PaCO2 antara 35 Karbondioksida

menimbulkan

– 45 mmHg dan PaCO2 > 80 vasodilatasi,

adekuatnya

mmHg

penting

sangat

oksigen dalam

memmpertahankan metabolisme otak Berikan obat sesuai program dan Mencegah kompliksi lebih dini monitor efek samping

2. Tidak efektifnya pola napa berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru Data pendukung a. pasien mengeluh sesak napas atau kesulitan bernapas. b. Frekuensi pernapasan lebih dari 20 x / mnt. c. Pola napas tidak teratur. d. Adanya cuping hidung. e. Kelemahan otot-otot pernapasan. f. Perubahan nilai AGCD Kriteria hasil a. Pasien dapat menunjukkan pola napas yang efektif : frekuensi < 20 menit, irama dan kedalaman normal b. Fungsi paru-paru normal : tidak volume > 7 – 10 ml/kg, vital capacity > 12 – 15 ml/kg No 1

Rencana tindakan Rasional Kaji frekuensi napas, kedalaman, Pernapasan yang tidak irama setiap 1-2 jam

teratur,

seperti apnea, pernapasan cepat atau lambat kemungkinan adanya gangguan pada pusat pernapasan

2

pada otak Auskultasi bunyi napas setiap 1-2 Salah satu jam

3

komplikasi

kepala adalah adanya gangguan

pada paru-paru Pertahankan kebersihan jalan napas, Mempertahankan suction jika perlu, berikan oksigen

cedera

adekuatnya

suplay oksigen ke otak

16

4 5 6

Berikan posisi semiflowler Monitor AGD

Memaksimalkan ekspansi paru Mempertahankan kadar PaO2 dan

Berikan oksigen sesuai program

PaCO2 dalam batas normal Meningkatkan suplay oksigen ke otak.

3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan dengan terapi diuretik, pembatasan cairan. Data pendukung a. Adanya pembatasan cairan b. Penggunaan obat-obat diuretik c. Terdapat tanda-tanda kurang cairan : haus, turgor kulit kurang, masa cekung, kulit kering, mukosa mulut kering d. Ht meningkat e. Urine lebih pekat, BJ urine meningkat dan produksi berkurang f. Tekanan darah dibawah batas normal, nadi meningkat g. Intake dan output cairan tidak seimbang h. Penurunan BB Kriteria hasil a. Pasien dapat mempertahankan fungsi hemodinamik : tekanan darah sistole dalam batas normal, denyut jantung teratur b. Terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit : berat badan stabil, intake dan out put cairan seimbang, tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi

No 1

Rencana tindakan

Rasional

Monitor dan intake output cairan

Mengetahui keseimbangan cairan, penanganan lebih dini, jika output urine < 30 ml/jam, BJ urine > 1.025 indikasi kekurangan cairan

2

Monitor

hasil

laboratorium, Hemotokrit yang meningkat berarti

elektrolit, hemotokrit 3

cairan lebih pekat

Monitor tanda-tanda dehidrasi : Indikator kekurangan cairan banyak

minum,

kulit

kering,

turgor kulit kurang, kelemahan, berat badan yang menurun

17

4

Berikan cairan pengganti melalui Mengganti cairan yang hilang oral atau parental

4. Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang. Data penunjang a. Kerusakan persepsi, orientasi pasien kurang b. Kesadaran menurun c. Gangguan fugsi motorik d. Kejang Kriteria hasil a. Injuri tidak terjadi b. Kejang dapat terkontrol c. Orientasi dan persepsi pasien baik

No 1

Rencana tindakan Sediakan

alat-alat

yang

Rasioanal untuk Aktivitas

kejang

dapat

penangan kejang, misalnya obat- menimbullkan injuri / cedera obatan 2

Jaga kenyamanan lingkungan, tidak Banyaknya stimulus meningkatkan berisik

3

Tempatkan berbahaya

rasa frustasi pasien barang-barang tidak

dekat

yang Menghindari trauma akibat bendadengan benda disekelilingnya

pasien seperti kaca, gelas, larutan antiseptic 4

Gunakan

tempat

tidur

dengan Mencegah terjdinya trauma

pengahalang dan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci 5

Jangan tinggalkan pasien sendirian Penanganan dalam keadaan kejang

lebih

cepat

dan

mencegah terjadinya trauma

18

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi Data Penunjang a. Paresis / plegia b. Pasien bedrest c. Kontraktur d. Atropi e. Kekuatan otot kurang normal f. Ketidakmampuan melakukan ADL Kriteria hasil a. Mempertahankan pergerakan sendi secara maksimal b. Terbebas dari kontraktur, atropi c. Integritas kulit utuh d. Kekuatan otot maksimal

No 1

Rencana tindakan

Rasional

Kaji kembali kemampuan dan Mengidentifikasi masalah utama keadaan secara fungsional pada terjadinya ganguan mobiltas fisik kerusakan yang terjadi

2

Monitor

fungsi

motorik

dan Menentukan

sensorik setiap hari 3

kemampuan

mobilisasi

Lakukan latihan ROM secara Mencegah terjadinya kontraktur pasif setiap 4 jam

4

Ganti posisi setiap 2 jam sekali

Penekanan yang terus menerus menimbulkan iritasi dan dekbitus

5

Gunakan bed board, food board

6

Koordinasikan aktifitas dengan Kolaborasi ahli fisioterapi

7

Mencegah kontraktur dengan

penanganan

fisioterapi

Observasi keadaan kulit seperti Mencegah secara dini terjadinya adanya kemerahan, lecet pada saat dekubitus merubah posisi atau memandikan

8

Lakukan pemijatan / massage Mencegah terjadinya dekubitus pada bagian tulang yang menonjol seperti pada koksigis, skapula,

19

tumit, siku

6. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan kerusakan kognitif, sensorik Data pendukung a. Disorientasi b. Ketidakmampuan manilai Kriteria hasil a. Memori baik, dapat mengenal lingkungan, waktu, orang b. Kemampuan kognitif meningkat seperti mampu menghitung kembali dengan tepat, kemampuan berpikir logis, mampu memecahkan dan pengambila keputusan dengan benar

No 1

Rencana tindakan Gunakan alat untuk membantu Alat meningkatkan memori pasien

2

pasien

mengingat

Perkenalkan photo keluarga teman, Membantu mengingat kembali hal-

Berikan

tanda

hal yang umum di ketahui pasien

pengenal

pengunjung pasien 5

membantu

sesuai aktivitas

rumah kepada pasien 4

memori

Buatkan jadwal kegiatan sehari- Membantu pasien mengingat waktu hari

3

Rasional

Lakukan

latihan

sederhana

pada Pasien

dapat

mengidentifikasi

pengunjung yang datang kepadanya memori

yang Latihan memori dapat membantu mempercepat

pasien

mengenal

informasi yang membutuhkan 6

Dokumentasikan memori pasien

kemampuan Menentukan perkembangan memori pasien

7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kerusakan kognitif, sensorik, kerusakan memori, paralisis, menurunnya neuromuskuler. Data penunjang

20

a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ADL b. Gangguan motorik dan sensorik c. Kerusakan kognitif d. Disoreintasi e. Bedrest Kriteria hasil a. Pasien mampu melakukan perawatan diri seperti mandi, sikat gigi, cuci rambut, berpakaian, ke toilet b. Kognitif baik, sensorik normal, tidak terjadi paralisis dan kekuatan otot normal

No 1

Rencana tindakan

Rasional

Identifikasi kemampuan yang dapat Jika pasien mampu melakukan, dilakukan oleh pasien

pasien dapat melakukannya secara mandiri

2

Bantu

pasien

secara

bertahap

kebutuhan perawatan diri pasien 3

Bekerja sama dengan occupasi dan Kerja sama dengan tim lain untuk fisioterapi

untuk

menentukan menentukan

aktivitas yang tepat untuk pasien 4

kemampuan

dan

tekhnik adaptasi

Anjurkan pasien untuk mencoba Melatih pasien untuk mandiri kemampuan melakukan perawatan diri jika memungkinkan

BAB III PENUTUP

21

3.1 Kesimpulan Cedera

kepala

merupakan

peristiwa

yang paling

sering terjadi

dan

mengakibatkan kelainan neurologis yang serius seperti penurunan kesadaran, kecacatan dan kematian. Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya pembentukan hematoma. Penyebab dari trauma kepala yaitu Kecelakaan kendaraan atau transportasi, Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga, dan Kejahatan dan tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari trauma kepala yang umum yaitu terjadi penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya Meningkatnya tekanan intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi pernapasan dan gagal napas, dan Herniasi otak. Penatalaksanan mempertahankan

secara jalan

medis

nafas,

yaitu

diantaranya

Pemberian

dengan

obat-oabatan,

ABC

dapat

untuk

dilakukan

pembedahan, dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu memantau ttv, adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta mencegah infeksi akibat pembedahan. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer, pengkajian sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.

3.2 Saran 1. Bagi keluarga Diharapkan keluarga mengerti dan mampu merawat pasien dengan ketidakefektifan perfusi jaringan otak (penurunan kesadaran) serta mampu memberi dukungan sepenuhnya dalam proses pemulihan paska trauma. 2. Bagi perawat

22

Diharapkan perawat mampu merawat pasien dengan ketidakefektifan perfusi jaringan otak, mampu mencegah terjadinya cedera otak sekunder, mencegah terjadinya penyakit baru (infeksi nosokomial, dukubitus, dll). 3. Bagi institusi pendidikan Diharapkan Institusi dapat memfasilitasi adanya pelatihan pertolongan pertama pada pasien trauma. 4. Bagi mahasiswa Diharapkan agar teman-teman mahasiwa lain bisa lebih berpikir kritis dalam mencari itervensi inovatif lainnya pada penatalaksanaan pasien dengan ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

DAFTAR PUSTAKA

23

Miftakhul Khusnah. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma Kepala Dengan Masalah Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak. Penerbit : Jombang Tarwoto, Ns.,S.,Kep,Dkk. 2007. Keperawatan Medical Bedah. Agung Seto : Jakarta Prof. Dr. Dr. Satyanegara. SpBS, Dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi. PT Gramedia : Jakarta Nurachman, Ely. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medical Bedah. EGC : Jakarta Pierce A.Grace,Dkk. 2006 .At A Grace Ilmu Bedah. Erlangga : Jakarta Bughman,Diane. 2000 Keperawatan Medical Bedah: Buku Saku Untuk Birlinner Hackiey. EGC: Jakarta http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25734/Chapter%20II.pdf? sequence=3&isAllowed=y 2. https://www.academia.edu/12068488/cedera_kepala punyanya rokim sujari 3. http://eprints.undip.ac.id/29403/3/Bab_2.pdf punya s aritonang 2007

24

Related Documents

Pendahuluan Wps Office 1
February 2021 2
1. Pendahuluan
February 2021 0
Office
January 2021 3

More Documents from "Fadli Syauqi"

Pendahuluan Wps Office 1
February 2021 2