Loading documents preview...
PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING, DAN CIRCULATION Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan
kegiatan
dalam
penanggulangan
penderita
gawat
darurat
telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan kegiatan meliputi
:
A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal. B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekwat. C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan. D: Disability, mengecek status neurologis E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.
Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari 10 detik). Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti jantung maka resusitasi harus segera dilakukan. Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat yang aman.
Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang) untuk memudahkan pertolongan.
1. AIRWAY Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang. Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift seperti pada gambar di bawah ini : Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah : - sianosis (mencerminkan hipoksemia) - retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas. - pernafasan cuping hidung - bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas) - tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti nafas)
2. BREATHING Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma. Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi : - pergerakan dada - adanya bunyi nafas - adanya hembusan/aliran udara
3. CIRCULATION Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler. Status hemodinamik dapat dilihat dari : - tingkat kesadaran - nadi - warna kulit Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri karotis dan arteri femoral.
MANAJEMEN AIRWAY, BREATHING, DAN CIRCULATION A. PENGELOLAAN JALAN NAFAS (AIRWAY MANAGEMENT)
1.TUJUAN Membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara secara normal 2. PENGKAJIAN Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan breathing menggunakan teknik L (look), L (listen) dan F (feel) yang dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo waktu yang singkat (lihat materi pengkajian ABC). 3. TINDAKAN a. Tanpa Alat 1) Membuka jalan nafas dengan metode : - Head Tilt (dorong kepala ke belakang) - Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu) - Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang) Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dan kepala hanya dilakukan Jaw Thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
2) Membersihkan jalan nafas - Finger Sweep (sapuan jari) Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut belakang atau hipofaring (gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya) dan hembusan napas hilang. - Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen) - Chest Thrust (Pijatan Dada) - Back Blow (Tepukan Pada Punggung) b. Dengan Alat 1) Pemasangan Pipa (Tube) - Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien tidak sadar. - Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik, dilakukan pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube). Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan. 2) Penghisapan Benda Cair (Suctioning) - Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan penghisapan (suctioning). Penghisapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu pengisap (penghisap manual portabel, pengisap dengan sumber listrik). - Membersihkan benda asing padat dalam jalan napas: Bila pasien tidak sadar dan terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang tidak mungkin diambil dengan sapuan jari, maka digunakan alat bantuan berupa laringoskop, alat penghisap (suction) dan alat penjepit (forceps) 3) Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin dilakukan, maka dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan trampil, dapat dilakukan krikotirotomi dengan pisau .
B. PENGELOLAAN FUNGSI PERNAFASAN (BREATHING MANAGEMENT) 1. TUJUAN Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara membersihkan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. 2. PENGKAJIAN Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-tanda gangguan pernafasan dengan metode LLF dan telah dilakukan pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada pernafasan. 3. TINDAKAN a. Tanpa Alat Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan diselingi ekshalasi. b. Dengan Alat - Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu Bag” (self inflating bag). Pada alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat pula diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik. - Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen dengan menggunakan masker, pipa bersayap, balon otomatis (self inflating bag dan valve device) atau ventilator mekanik
C. PENGELOLAAN SIRKULASI (CIRCULATION MANAGEMENT) 1. TUJUAN Mengembalikan fungsi sirkulasi darah. 2. PENGKAJIAN Gangguan sirkulasi dikaji dengan meraba arteri besar seperti arteri femoralis dan arteri karotis. Perabaan arteri karotis sering dipakai untuk mengkaji secara cepat. Juga melihat tanda-tanda lain seperti kulit pucat, dingin dan CRT (capillary refill time) > 2 detik. Gangguan sirkulasi dapat disebabkan oleh syok atau henti jantung. Henti jantung mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan terhenti dan menyebabkan kematian dengan segera. Henti jantung ditandai dengan : - Hilang kesadaran - Apneu atau gasping - Sianosis dan pucat - Tidak ada pulse (pada karotis atau femoralis)
- Dilatasi pupil (bila henti sirkulasi > 1 menit 3. TINDAKAN Tindakan untuk mengembalikan sirkulasi darah dilakukan dengan eksternal chest compression (pijat jantung) untuk mengadakan sirkulasi sistemik dan paru. Sirkulasi buatan (artificial circulation) dapat dihasilkan dengan intermitten chest compression. Eksternal chest compression menekan sternum ke bawah sehingga jantung tertekan antara sternum dan vertebrae menimbulkan “heart pump mechanism”, dampaknya jantung memompa darah ke sirkulasi dan pada saat tekanan dilepas jantung melebar sehingga darah masuk ke jantung.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS GAGAL NAFAS
1. Pengertian Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya. Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah suatu keadaan yang mengindikasikan adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk memenuhi suplai oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal, eliminasi karbondioksida, dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi, difusi, atau perfusi. Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer, oleh karena kapasitas difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah yang mengalami hipoventilasi dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya terjadi bersama dengan hipoksemia.
2. Etiologi Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah : a. Gangguan ventilasi Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut,
dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama yang disertai dengan sepsis. b. Gangguan neuromuskular Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal, fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan. c. Gangguan/depresi pusat pernapasan Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat. d. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas. e. Gangguan difusi alveoli kapiler Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia, seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal. f.
Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis.
3. Klasifikasi 1) Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah : a.
Gagal napas hiperkapneu Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar
PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu. b. Gagal napas hipoksemia Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan
gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu. 2) Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya : a.
Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap. 3) Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ : a.
Kardiak Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2
akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan mekanisme backward-forward. Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard :
Infark miokard
Kardiomiopati
Miokarditis
Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta
Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi, ASD, dan VSD.
Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.
b. Nonkardiak Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS.
4.
Mekanisme Gagal Nafas Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri atau bersama-sama. a. Tekanan partial O2 yang dihirup (FiO2) menurun Terjadi pada dataran tinggi (high altitude) sebagai respons menurunnya tekanan barometer, inhalasi gas toksik, atau dekat api kebakaran yang mengkonsumsi CO. b. Hipoventilasi Hipoventilasi akan menyebabkan retensi CO2 dan PaCO2 meningkat. Peningkatan PaCO2 dapat melebihi batas normal dapat mengganggu sensitifitas medulla oblongata untuk men-drive pernapasan dan apabila tidak terkompensasi, dapat menyebabkan apnea. c. Gangguan Difusi Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada penyakit paru interstisial) atau menurunnya waktu transit eritrosit sewaktu melalui kapiler. d. Ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi/perfusi (V/Q) regional Keadaan ini selalu menyebabkan keadaan hipoksemia yang berarti dalam klinik. Unit paru yang ventilasinya jelek dibandingkan perfusinya menyebabkan desaturasi, yang efeknya sebagian tergantung kadar O2 darah vena. Kadar O2 vena yang menurun menyebabkan keadaan hipoksemia menjadi lebih jelek. Penyebab terbanyak adalah keadaan yang menyebabkan ventilasi paru menurun atau obstruksi saluran napas, atelektasis, konsolidasi, oedema kardiogenik atau nonkardiogenik. Pemberian O2 dapat memperbaiki keadaan hipoksemia apabila penyebabnya adalah gangguan ketidakseimbangan V/Q, hipoventilasi atau gangguan difusi oleh karena PaO2 meningkat, walaupun pada daerah yang ventilasinya jelek. Apabila penderita mendapat O2 100%, hanya daerah yang sama sekali tidak mendapat ventilasi (shunt) yang menyebabkan hipoksemia. e. Shunt Pada shunt darah vena sistemik langsung masuk kedalam sirkulasi arterial. Shunt dapat terjadi intrakardiak yaitu pada penyakit jantung kongenital sianotik right-to-left
atau di dalam paru darah melalui jalur vaskuler abnormal (arterivena fistula). Penyebab paling sering adalah penyakit paru yang menghasilkan ketidakseimbangan V/Q, dengan ventilasi regionalnya hampir atau samasekali tidak ada. f.
Pencampuran (admixture) darah vena desaturasi dengan darah arterial Keadaan ini akan menurunkan PaO2 pada penderita dengan penyakit paru dan menyebabkan gangguan di pertukaran gas intrapulmonal. Campuran saturasi O2 vena langsung dipengaruhi oleh setiap imbalan antara konsumsi O2 dan penyampaian O2. Keadaan anemia yang tidak dapat dikonsumsi oleh peningkatan output jantung atau output jantung yang insufisien untuk kebutuhan metabolisme, dapat menyebabkan penurunan SVO2 dan PaO2.
5.
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari kegagalan pernapasan adalah penggunaan otot bantu napas, takipnea, takikardia, menurunnya tidal volume, pola napas irreguler atau terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal. Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat ditoleransi oleh penderita yang mempunyai cadangan kerja jantung yang adekuat. Hipoksia alveolar (PaO2 < 60 mmHg) dapat menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi jantung kanan (cor pulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang akut meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas buffer di otak meningkat, dan akhirnya terjadi penumpukan terhadap rangsangan turunnya pH di otak akibatnya drive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan narkosis. Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Asidemia yang terjadi bila (pH < 7,3) menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat sehingga dapat terjadi aritmia yang mengancam nyawa.
Manifestasi klinis gagal napas hipoksemia diperburuk oleh adanya gangguan hantaran oksigen ke jaringan. Hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan oksigen delivery, antara lain:
Penurunan konsentrasi O2 Penurunan konsentrasi O2 terjadi karena penurunan saturasi haemoglobin akibat berkurangnya PaO2 atau bergesernya kurva disosiasi oksihaemoglobin ke kanan.
Anemia Ikatan antara CO dengan Hb lebih kuat daripada ikatan O2 dengan Hb, sehingga menyebabkan kesulitan untuk melepas O2 ke jaringan.
Penurunan curah jantung Penurunan curah jantung tergantung dari aliran balik vena sistemik, fungsi ventrikel kanan dan kiri, resistensi pulmonal dan sistemik, serta frekuensi denyut jantung. Selain itu, tanda dan gejala yang muncul pada gagal napas yaitu aliran udara di
mulut dan hidung tidak dapat dirasakan. Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada saat inspirasi. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan dan terdengar suara napas tambahan gargling, snoring, wheezing.
6. Pemeriksaan Diagnostik a. Analisa gas darah Membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2 meskipun inspirasi meningkat).
Hiperkarbia dapat terjadi pada tahap awal berhubungan dengan
kompensasi hiperventilasi. Hiperkrbia menunjukkan kegagalan ventilasi. ·
Hb : dibawah 12 gr%
·
Analisa gas darah : pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45 PaO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg PaCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg BE di bawah -2 atau di atas +2
·
Saturasi O2 kurang dari 90 %
b. Sinar X (foto thorax) Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak mediastinum. c. Tes fungsi paru Menunjukkan complain paru dan volume paru menurun. d. EKG Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan atau menunjukkan disritmia. e. Pemeriksaan saturasi oksigen Memadainya tekanan oksigen dalam darah arteri, PaO2 diharapkan dihitung dari persamaan gas alveolar ketika pasien bernafas dengan FiO2 yang lebih tinggi dari udara biasa.
7. Penatalaksanaan a.
Jalan nafas Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artificial dibandingkan jalan napas alami. Keuntungan jalan napas artificial adalah dapat melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-
obatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP . memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute untuk bronkhoskopi. b. Oksigen Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai. c.
Bronkhodilator Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya.
d. Agonis beta-adrenergik Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara parenteral atau oral. e.
Antikolinergik Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik.
f.
Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.
g.
Fisioterapi dada dan nutrisi Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas.
h. Pemantauan hemodinamik Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian Data Dasar
a.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala: Kekurangan energi/kelelahan, insomnia b. Sirkulasi Gejala: Riwayat adanya bedah jantung jantung-paru, fenomena embolik (darah,udara,lemak) Tanda: Tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus seperti pada eklampsi. Frekuensi jantung: takikardi biasanya ada. Bunyi jantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi. Distritmia dapat terjadi , tetapi EKG sering normal. Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin. Sianosis biasanya trjasi (tahap lanjut). c.
Integritas Ego
Gejala: Ketakutan, ancaman perasaan takut Tanda: Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan Gejala: Kehilangan selera makan, mual . Tanda: Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus. e.
Neurosensori
Gejala/Tanda: Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik f.
Pernapasan
Gejala: Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara Tanda: Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas bronkial. Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung g. Keamanan Gejala: Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik h. Seksualitas Gejala/Tanda: Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia i.
Penyuluhan/Pembelajaran Gejala: Makan/kelebihan dosis obat
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gagal napas : 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret/ retensi sputum di jalan napas dan hilangnya reflek batuk sekunder terhadap pemasangan ventilator. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
retensi sekret, proses weaning,
setting ventilator yang tidak tepat. 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT 4. Sindroma defisit perawatan diri berhubungan dengan penggunaan ventilator 5.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang ETT (Endo
Tracheal Tube) 6.
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
miokard 7. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Intervensi Keperawatan No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.
Bersihan jalan napas
Setelah dilakukan tindakan
tak efektif
keperawatan selama 30
berhubungan dengan
menit diharapkan jalan
dengan prinsip 3A (atraumatic, asianotic,
nafas, seraya mencegah terjadinya trauma jalan
akumulasi sekret/
napas menjadi paten,
aseptic).
nafas, mencegah hipoksia dan mengurangi risiko
retensi sputum di jalan
dengan kriteria hasil :
napas dan hilangnya a. reflek batuk sekunder
a.
terhadap pemasanganb.
Retensi sekret tidak ada
ventilator.
c.
Suara napas vesikuler
d.
Pada foto thoraks tak
Lakukan suctioning sesuai indikasi
a.
Mengeluarkan sekret yang terakumulasi di jalan
infeksi paru
Pasien menyatakan sesakb. berkurang
Mandiri
c.
Ubah posisi pasien secara periodik
b.
Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya peningkatan fremitus. c.
Meningkatkan drainage sekret dan ventilasi pada semua segmen paru, menurunkan risiko atelektasis Ekspansi dada terbatas atau tak simetris sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan
d.
Catat karakteristik bunyi napas
sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan
tampak gambaran infiltrat
pengisian cairan dapat meningkatkan fremitus. d.
Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui trakeobronkial dan dipengaruhi oleh adanya cairan, mukus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi dapat merupakan bukti konstruksi bronkus atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan edema. Ronkhi dapat jelas tanpa batuk dan
e.
Catat karakteristik dan produksi
menunjukkan pengumpulan mukus pada jalan
sputum.
napas. e.
Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/etiologi gagal pernafasan. Sputum
f.
Pertahankan posisi tubuh/kepala
bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, dan
dengan tepat.
/atau purulen f.
g.
Observasi status respirasi : frekuensi,
pasien mengalami gangguan tingkat kesadaran,
kedalaman nafas, reguralitas, adanya dipsneu
Mempertahankan kepatenan jalan napas saat
sedasi, dan trauma maksilofasial g.
Mengevaluasi keefektifan fungsi respirasi
h.
Kelembaban mengurangi akumulasi sekret dan
Kolaborasi h.
Berikan oksigen yang lembab, cairan intravena yang adekuat sesuai kemampuan pasien
i.
Berikan terapi nebulizer dengan obat
meningkatkan transport oksigen
mukolitik, bronkodilator sesuai indikasi j.
Bantu dengan/berikan fisioterapi dada,i. perkusi dada/vibrasi sesuai indikasi.
Pengobatan dibuat untuk meningkatkan ventilasi/ bronkodilatasi/ kelembaban dengan kuat pada alveoli dan untuk menghancurkan mucous/ sekret
j.
Meningkatkan ventilasi pada semua segmenparu dan membantu drainase sekret
2.
Kerusakan pertukaran
Setelah dilakukan tindakan
gas berhubungan
keperawatan selama 2 x 24a.
Mandiri : Observasi status pernafasan secara
Rasional a.
Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk
dengan retensi sekret,
jam, pasien akan
periodik : RR (frekuensi nafas), suara
hipoksemia. Suara nafas bersih (clear lung)
proses weaning,
memperlihatkan
nafas, keteraturan nafas, kedalaman
menjamin tidak adanya retensi sekret yang
setting ventilator yang
kemampuan pertukaran gas
nafas, penggunaan otot bantu nafas,
mempengaruhi proses pernafasan. Peningkatan
tidak tepat.
yang kembali normal
ekspansi dada dan kesimetrisan gerak
upaya pernafasan / penggunaan otot bantu nafas
dengan kriteria hasil :
dada.
dapat menunjukkan derajat hipoksemia. Ekspansi
a. Hasil analisa gas darah arteri (AGDA) normal:
dada dan kesimetrisan gerak dada menjamin adanya b.
Monitor tanda-tanda hipoksia. Pantau
ventilasi adekuat pada kedua paru
pH
7,35-7,45
SaO2 , pantau adanya kemungkinan
PO2
80-100
pasien tampak sesak, sianosis.
PCO2
35-45
sentral dari “organ” hangat contoh lidah, bibir, dan
HCO3
22-26
daun telinga adalah paling indikatif dari hipoksemia
BE
-2 sampai +2
c.
b. Penggunaan otot bantu napas (-)
b.
5 g hemoglobin) terjadi sebelum sianosis. Sianosis
Pantau HR / denyut nadi. Catat
sistemik. Sianosis perifer kuku/ ekstremitas
kemungkinan perubahan irama jantung d.
Observasi tingkat kesadaran pasien.
Penurunan saturasi oksigen bermakna (desaturasi
sehubungan dengan vasokonstriksi. c.
Hipoksemia dapat menyebabkan mudah
c. RR : 12 - 20 x/menit
Adakah apatis, gelisah, bingung,
terangsang pada miokardium, meningkatkan HR,
d.HR : 60 – 100 x/menit,
somnolen
menghasilkan berbagai distritmia.
irama reguler
e.
e. SaO2 : 95 - 100% f. Suara nafas bersih g. Pasien tampak sesak (-), sianosis (-)
Cek AGDA setiap 10 – 30 menit
d.
setelah perubahan setting ventilator f.
Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksia jaringan otak, hipoksemia dan/atau asidosis
Monitor hasil AGDA selama periode penyapihan / weaning ventilator Kolaborasi :
e.
Mengevaluasi kemampuan fungsi respirasi pasien terhadap perubahan setting ventilator
h. Penurunan kesadaran (-) g.
Berikan obat sesuai indikasi. Contoh steroid, antibiotik, bronkodilator,
f.
ekspentoran.
Untuk mengetahui kesiapan fungsi respirasi pasien terkait proses weaning ventilator
g.
Pengobatan untuk memperbaiki penyebab dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menurunkan inflamasi dan meningkatkan produksi surfaktan. Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan bersihan jalan napas. Antibiotik dapat diberikan pada adanya infeksi paru/sepsis untuk mengobati patogen penyebab.
3.
Ketidakefektifan pola
Setelah dilakukan
nafas berhubungan
intervensi keperawatan
Mandiri a. Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2a.
Rasional Menjamin ventilator berfungsi secara efektif sesuai
dengan kelelahan,
selama 1x8 jam, klien akan
jam. Monitor slang/cubbing ventilator
pengesetan ventilator
mempertahankan pola
dari terlepas, terlipat, bocor atau
yang tidak tepat,
nafas yang efektif dengan
tersumbat. Evaluasi tekanan atau
peningkatan sekresi,
kriteria hasil :
kebocoran balon cuff. Amankan slang
obstruksi ETT
1. Nafas sesuai dengan irama ventilator 2. Ekspansi dada simetris 3. RR : 12 – 20 x/menit
setting yang diharapkan
ETT dengan fiksasi yang baik b. Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya c. Pertahankan alat resusitasi manual (bag b.
4. Volume nafas adekuat
& mask) pada posisi tempat tidur
5. Alarm tidak berbunyi
sepanjang waktu
Alarm merupakan tanda adanya fungsi yang salah pada ventilator
c.
d. Monitor suara nafas dan pergerakan dada
Mengantisipasi kemungkinan ventilator tidak berfungsi efektif
d. Ventilator dengan posisi ujung ETT yang tidak e. Observasi RR dan bandingkan irama
tepat mungkin dapat diketahui dengan pergerakan
nafas pasien dengan irama ventilator
dada yang tidak simetris, suara nafas yang tidak
f. Berikan penjelasan pada pasien agar tidak melawan irama ventilator
seimbang antar kedua paru e.
ventilator dapat menyebabkan ketidakadekuatan
Kolaborasi g. Kolaborasi pemberian sedatif dan analgesik
Nafas yang tidak sesuai dengan / melawan irama
ventilasi dan meningkatkan resiko barotrauma f.
Agar pasien kooperatif terhadap pemberian bantuan nafas oleh ventilator
g.
Sedatif akan menurunkan upaya pasien melawan irama ventilator. Analgesik mengurangi nyeri akibat pemasangan ventilator
4.
Sindroma defisit
Selama menjalani proses
perawatan diri
perawatan, kebutuhan ADL a. Bantu ADL pasien : mandi, oral hygiene,a.
berhubungan dengan
(activity daily living)
toileting, berpakaian, makan, minum,
penggunaan ventilator
terpenuhi, dengan kriteria
perubahan posisi
hasil :
Mandiri
b. Berikan rangsangan pada pasien agar
Semua anggota badan
pasien mampu melakukan tindakan
pasien tampak bersih, daki
minimal untuk dirinya
(-), sekret (-)
Rasional Memenuhi kebutuhan dasar / ADL pasien dan mengurangi konsumsi oksigen untuk aktivitas
b.
Mengetahui kemampuan minimal pasien dalam memenuhi kebutuhan dirinya
c. Libatkan pasien dalam perubahan posisi c.
Pasien ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan
dan pemenuhan ADL sesuai kemampuan
dirinya dan untuk merangsang peningkatan
pasien
kemampuan pasien dalam memenuhi ADL
Kolaborasi d. Kolaborasi dengan tim rehabilitasi dalamd. Mencegah kontraktur, memperbaiki sirkulasi ke memberikan tindakan fisioterapi
jaringan perifer dan mencegah kemungkinan timbul dekubitus
5.
Gangguan komunikasi
Setelah dilakukan tindakan
verbal berhubungan
keperawatan selama 1x8
M andiri a. Ajarkan pada pasien untuk
Rasional a.
Sebagai sarana alternatif bagi pasien untuk
dengan pemasangan
jam, pasien mampu
menggunakan alat komunikasi alternatif,
mengutarakan keinginannya. Kemampuan
selang ETT (Endo
berkomunikasi secara
contoh tulisan, gambar, gesture
berkomunikasi bisa mengurangi kecemasan.
Tracheal Tube)
efektif, dengan kriteria
b. Gunakan kalimat tanya yang
hasil:
membutuhkan jawaban tertutup (ya/tidak)b.
a. Pasien mampu
saat berkomunikasi dengan pasien
menggunakan alat
c.
diterima dengan benar sesuai maksud / keinginan
maksud/keinginannya
pasien
Setelah dilakukan tindakan
curah jantung
keperawatan selama 3x24 a. Observasi suara paru dan jantung
berhubungan dengan
jam diharapkan tidak
penurunan
terjadi penurunan curah
kontraktilitas miokard
jantung, dengan kriteria hasil :
Mandiri
Tekanan darah : 80/60 sampai dengan 120/90
a.
Suara s3, s4, bising bisa terjadi pada DC. Murmur menunjukkan kelainan katup jantung
b.
Kaji status kesadaran, adanya
b.
kekacauan dan disorientasi
Perfusi otak dapat menurun karena penurunan pompa jantung
c. Observasi hemodinamik: nadi, TD, CVP c.
Kesadaran komposmentis
b.
Memastikan bahwa pesan dari pasien dapat
mengutarakan
Resiko penurunan
a.
ekstra untuk berkomunikasi
pasien menggunakan pertanyaan tertutup
b. Pasien menyatakan mampu
6.
secara lugas dan dapat mengurangi upaya energi
c. Klarifikasi setiap tulisan / pernyataan
komunikasi alternatif
Memudahkan bagi pasien untuk berkomunikasi
Takikardi mungkin ada nyeri, cemas, hipoksemia. Respon kardial juga bisa menimbulkan hipotensi /
d. Catat kualitas nadi perifer, capillary refill, suhu dan warna kulit e. Observasi irama EKG
hipertensi d. Sirkulasi perifer turun ketika CO turun sehingga terjadi sianosis
mmHg c.
HR : 60-100 x/menit
d.
Capilary Refill Time <3 detik
e.
Irama EKG menggambarkan siklus jantung
harian g. Monitor efektivitas terapi oksigen
f.
Overload cairan meningkatkan beban jantung
h. Berikan posisi semifowler
g.
Pemberian terapi oksigen membantu menurunkan
Tidak ada tanda-tanda syock
f.
SaO2 95-100%
g.
Produksi urin 0,5 – 1 cc/kgBB/jam
h.
f. Hitung balance cairan dan berat badan e.
CVP 3-8 cmH2O atau 2-
i. Monitor pola dan jumlah tidur/istirahat
kerja jantung h.
j. Perhatikan efek samping pemberian obati. inotropik
meningkatkan ekspansi paru Menurunnya konsumsi/keseimbangan O2 mengurangi beban kerja otot jantung dan resiko
6 mmHg
dekompensasi k. Siapkan peralatan dan obat-obat
j.
emergency yang mudah dijangkau
Inotropik dapat memperpendek ventrikel filling sehingga akan memperburuk penurunan kardiak output.
k.
Memungkinkan penanganan cepat pada kasus gagal jantung dan resusitasi
Kolaborasi l. Berikan obat-obatan nitrat, glikosida, vasodilator, diuretic, dan antihipertensi sesuai program m. Kolaborasi obat-obat laxative
l.
mengurangi beban kerja jantung
n. Kolaborasi pemeriksaan EKG, dan
m. Obat laxative dapat membantu menurunkan resiko
enzim jantung
vagal yang dapat memperparah penurunan cardiac
Penkes
output
o. Anjurkan untuk tidak mengejan saat
n.
BAB maupun BAK
Membantu menilai perkembangan dan status kerja jantung
o.
Meningkatkan kerjasama klien untuk menyukseskan program keperawatan. Serangan valsava menyebabkan stimulasi vagal, menurunkan
p. Jelaskan pentingnya mengubah gaya
heart rate (bradikardi) yang mungkin diikuti dengan
hidup (menghindari merokok, diit rendah kolesterol, olahraga)
takikardi diantara meningkatnya cardiac output. p.
Meningkatkan kerjasama klien terhadap program perawatan. Gaya hidup sehat akan meningkatkan kualitas kehidupan
Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan ialah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan kepada klien. Selain itu, juga berprinsip melakukan tindakan keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan dan menuliskan setiap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan secara independent, dependent, dan interdependent. Tindakan independen yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan dependen ialah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan perintah dokter atau tenaga kesehat lain. Tindakan interdependen ialah tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lain seperti ahli gizi, radiologi, fisioterapi dan lain-lain. Dalam melakukan tindakan pada pasien dengan gagal napas perlu diperhatikan ialah penanganan terhadap tidak efektifnya bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, pola napas tidak efektif, kondisi aktual atau resiko penurunan curah jantung, adanya ansietas/ketakutan.
5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat digunakan sebagai alat ukur kerberhasilan suatu asuhan keperawatan yang dibuat. Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan klien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi reaksi dalam menentukan keefektifan rencana atau perubahan dalam membantu asuhan keperawatan. Evaluasi keperawatan ada 2 macam, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah memberikan implementasi keperawatan untuk menilai keberhasilan terapi dalam jangka pendek. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan terapi dalam jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Asuhan Keperawatan Gagal Napas. www.ilmukeperawatan.com. Diakses tanggal 18 Januari 2012.
Anonim. (2011). The 2009-2011 Nursing Diagnoses Organized According to a Nursing Focus by Doenges/Moorhouse Diagnostic Divisions. http://keperawatan .net. Diakses tanggal 20 Januari 2012.
Anonim. (2012). Gagal Nafas dan Oedema Paru. http://www.vbook.pub.com/doc/3510727/html. Diakses tanggal 18 Januari 2012.
Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
Palilingan, JF. (2012). Gagal Nafas .http://perawatgawatdarurat.blogspot.com/2008/09/gagalnapas.html. Diakses tanggal 18 Januari 2012.
Sadguna, Dwija. (2011). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas. http://www.vbook.pub.com. Diakses tanggal 18 Januari 2012.
Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem ). Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Ulfah, Anna, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.