Loading documents preview...
PENILAIAN KINERJA DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk Disusun Oleh : KELOMPOK I Asni Aliani
(180410078)
Adilla Zahra
(180410021)
Devita
(180410067)
Emitha Rani Br. Nst (180410003)
Dosen Pembimbing: Khairawati S.E, M. Si
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MALIKUSSALEH TAHUN 2020
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia. Penilaian Kinerja sebagai suatu topik yang takkan habisnya untuk dibincangkan oleh banyak pakar, pelaku bisnis, dan praktisi, bahkan menjadi topik yang menarik untuk diseminarkan, lokakarya, penelitian, ataupun diskusidiskusi selama sumberdaya manusia masih ada. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan, masalah yang satu ini tetap menarik untuk dikaji dan diungkap, karena pada dasarnya Penilaian Kinerja selalu bergerak dan maju serta berkembang dari waktu ke waktu. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah yang berjudul “PENILAIAN KINERJA DI PT UNILEVER INDONESIA Tbk” ini masih kurang sempurna oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Akhirnya melalui kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusun mengharapkan semoga makalah ini berguna bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bukit Indah, 27 April 2020
Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...........................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1 1.1. LATAR BELAKANG....................................................................................1 1.2. RUMUSAN MASALAH...............................................................................6 BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................8 2.1 LANDASAN TEORI.....................................................................................8 2.1.1 Penilaian Kinerja..........................................................................................8 2.1.2 Balanced Scorecard......................................................................................21 BAB III PEMBAHASAN.....................................................................................33 3.1 Objek Penelitian.............................................................................................33 3.2 Tujuan Perusahaan PT.Unilever Indonesia Tbk.............................................34 3.3 S......................................................................................................................16 BAB IV PENUTUP...............................................................................................44 3.1. KESIMPULAN..............................................................................................44 3.2. SARAN...........................................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran kinerja perusahaan merupakan suatu alat manajemen yang penting. Di dalam menghadapi persaingan di pasar global, perusahaan harus selalu terpacu untuk meningkatkan kinerjanya secara terus menerus. Adanya suatu pengukuran, kondisi proses bisnis perusahaan dapat diketahui. Balance Scorecard (BSC) yang merupakan konsep pengukuran yang diturunkan langsung dari strategi bisnis perusahaan perlu terus dipantau, karena akan mengarahkan karyawan terhadap faktor-faktor sukses kunci untuk membangun kesuksesan perusahaan. Untuk mencapai
keberhasilan ini,
perusahaan harus
termotivasi untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan baik terhadap hasil pengukuran kinerja maupun tolak ukur kinerja itu sendiri. Tolak ukur kinerja yang dimaksud adalah key performance dalam Balanced Scorecard (BSC). Persaingan usaha di Indonesia semakin kompetitif, dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif, setiap perusahaan atau organisasi harus memiliki strategi-strategi bisnis yang tepat agar tetap eksis serta memenangkan persaingan. Perusahaan atau organisasi dapat memenangkan persaingan apabila memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dapat dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dengan sumber daya yang handal baik dari sisi financial maupun non financial untuk bersaing dengan perusahaan atau organisasi lain. Perusahaan atau organisasi yang memiliki keunggulan kompetitif harus terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam proses bisnis sebagai upaya menghasilkan produk atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (Nugrahayu, Retnani, 2015: 1-2). Salah satu cara untuk melakukan perbaikan dan melihat kemajuan kinerja suatu perusahaan atau organisasi adalah dengan melakukan
2
penilaian pada organisasi tersebut. Sistem penilaian yang digunakan untuk menilai suatu kinerja pada suatu organisasi harus sesuai dengan bentuk organisasi tersebut, sebab kesalahan pengunaan metode akan membuat penilaian yang dilakukan tidak mampu memberikan jawaban yang diinginkan. Untuk itu perusahaan perlu melakukan penilaian kinerja dalam suatu periode yang bertujuan untuk menentukan konstribusi suatu bagian dalam
perusahaan terhadap
organisasi perusahaan
secara
keseluruhan, memberikan dasar bagi penilaian mutu prestasi manajer bagian dalam perusahaan, dan memberikan motivasi bagi manajer. Langkah awal terbaik yang sebaiknya kita lakukan, baik sebagai pekerja, pebisnis, maupun sebagai pribadi adalah melakukan penilaian terhadap diri sendiri (self- assesment). (Noviantoro : 2014) mengungkapkan perusahaan Unilever dan beberapa perusasaan di Indonesia masih belum memiliki penilaian kinerja yang terintegrasi. Kondisi tersebut sulit dicapai karena kondisi budaya Indonesia yang kurang mendukung kesetaraan antara atasan dengan bawahan, di Indonesia sendiri batasan antara karyawan dengan manager terlihat sangat jelas. Padahal kinerja manajemen yang terintegrasi sudah berlangsung di luar negeri karena adanya aspek kesetaraan antara atasan dan bawahan. Adanya aspek kesetaraan tersebut mendorong mereka untuk dapat berinteraksi dalam penentuan target yang ingin dicapai. Sedangkan di Unilever sendiri kegiatan tawar-menawar dan diskusi baru berlaku di level manager, belum berlaku pada bagian kepala departemen kebawah. Jadi memang perencanaan kinerja masih belum berjalan secara efektif untuk perusahaan ini. Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan adalah ukuran keuangan, karena ukuran keuangan inilah yang dengan mudah dilakukan pengukurannya. Maka kinerja personel yang diukur adalah hanya yang berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit diukur diabaikan.Ukuran kinerja keuangan ini didasarkan pada kinerja
3
jangka pendek, dimana manajemen hanya merencanakan laba jangka pendek. Namun, hanya mengandalkan penilaian keuangan saja tidak cukup melainkan harus diintegrasikan dengan ukuran nonkeuangan di dalam balance scorecard yang dirancang dengan baik. BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. Berdasarkan hasil riset dari beberapa penelitian ditemukan bahwa pada tahun 2001 sekitar 44% perusahaan di seluruh dunia telah menggunakan BSC dengan rincian 57% perusahaan di Inggris, 46% di Amerika Serikat, dan sebanyak 26% di Jerman dan Austria. Pada penelitian oleh Bain & Company juga memperlihatkan bahwa dari 708 perusahaan di lima benua sebanyak 62% telah menggunakan Balanced Scorecard (Hendricks, 2004). Survey lain di Amerika Serikat oleh majalah Fortune mengestimasikan bahwa 60% dari 1000 perusahaan telah mencoba menggunakan BSC. Survey pada perusahaan Finlandia juga memperlihatkan 31% dari responden memiliki beberapa macam jenis sistem BSC dan 30% mengeimplementasikan satu macam saja (wawan, 2013: 30). Hal ini disebabkan karena pihak manajemen di dalam perusahaan mengerti secara jelas bahwa aktifitas yang mereka lakukan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian visi dan misi serta strategi perusahaan, dengan kata lain bahwa aktifitas strategi telah menjadi kegiatan seluruh karyawan dalam perusahaan. Sehingga mereka menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan dengan suatu hubungan yang terjadi dalam perusahaan. Balanced scorecard merupakan suatu metode perlakuan kinerja yang tidak hanya mencerminkan pada kinerja keuangan saja, tetapi juga kinerja non-keuangan. Aspek non-keuangan mendapat perhatian yang cukup serius karena pada dasarnya peningkatan kinerja keuangan bersumber dari aspek non keuangan, sehingga apabila perusahaan akan
4
melakukan berlipat ganda kinerja maka fokus perhatian perusahaan akan ditunjukan kepada peningkatan kinerja non keuangan, karena dari situlah keuangan berasal. Balanced Scorecard memberikan suatu kerangka kerja bagi pihak manajemen untuk menterjemahkan misi dan strategi organisasi kedalam tujuan dan ukuran- ukuran yang dapat dilihat dari empat prefektif ( Kaplan dan Norton,2000 ). Dari 4 prepektif tersebut penulis hanya mengambil 1 perspektif saja untuk menjelaskan penampilan suatu organisasi dari empat titik pandang berikut ini ( Kaplan dan Norton,2000 ). 1. Perspektif
Pembelajaran
dan
Pertumbuhan,
untuk
menjawab
pertanyaan: bagaimana organisasi mempertahankan kemampuan sehingga organisasi terus berubah dan menjadi lebih baik? Melalui pengukuran keempat perspektif ini, manajemen perusahaan akan lebih mudah untuk mengukur kinerja dari unit bisnis saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masa depan, mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja di masa datang, serta memungkinkan untuk menilai intangible asset seperti kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, dan lain-lain. Ukuran-ukuran pada perspektif harus diseimbangkan antara ukuran output dan ukuran kepastian (penggerak kinerja), antara ukuran ukuran objektif dan subjektif, antara ukuran internal dan eksternal, dan ukuran keuangan dan non keuangan (Hansen dan Mowen, 2004). Hal ini dimaksudkan untuk menghadapi pergeseran kekuasaan dalam
pasar
akibat
globalisasi
ekonomi,
dimana
sekarang
konsumenlah yang memegang kendali bisnis. Konsumen menjadi sangat pemilih, serta menentukan barang dan jasa apa yang akan didesain oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perusahaan yang diteliti penulis adalah PT Unilever TBK . alasan memilih PT Unilever Tbk karena PT Unilever Tbk merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang produksi dan pendistribusian
5
perawatan rambut dengan merek dagang trisemme, Clier, Sunsilk, Dove. Selain bergerak dibidang perawatan rambut, perusahaan ini memperluas bidang usaha dalam bisnis kosmetik dengan pembuatan dan pendistribusian produk perawatan tubuh yang memiliki nama pasar Fair and lovly, Rexona, pond’s. Alasan memilih perusahaan ini karena
seiring
dengan
pertumbuhan
ekonomi
dan
semakin
meningkatnya permintaan terhadap produk kecantikan dan terhadap perawatan rambut akan menimbulkan pesaingan yang ketat antar perusahaan yang sama dalam produksi produk kosmetik untuk pasar national dan internasional, sehingga perlu lebih diprihatkan kembali bagaimana dari kinerja perusahaan. Berikut merupakan data total aktiva, total hutang, penjualan dan laba bersih dari tahun 2012 sampai dengan 2017 yang diperoleh dari data laporan keuangan yang dipublikasikan oleh PT Unilever Tbk periode tahun 2012 sampai 2017. Tabel 1. 1Data Keuangan PT Unilever Indonesia Tbk Tahun 20122017 (Dalam jutaan Rupiah) Tahun Total Aset Total Hutang Tahun
Total Asset
Total hutang
Penjualan
Laba bersih
2012
11.984.979
8.016.614
27.303.248
4.839.145
2013
13.348.188
9.093.518
30.757.435
5.352.625
2014
14.280.670
9.681.888
34.511.534
5.738.523
2015
15.729.945
10.902.585
36.484.030
5.864.386
2016
16.745.695
12.401.437
40.053.732
5.957.507
2017 18.906.413 13.733.025 41.204.510 Sumber: Laporan Keuangan PT Unilever Indonesia Tbk
7.107.230
Berdasarkan Tabel 1.1 data keuangan di atas menggambarkan bahwa laba bersih yang dimiliki PT Unilever Indonesia Tbk mengalami peningkatan. Penjualan tahun 2012 sebesar Rp. 27.303.248.000.000 naik pada tahun 2013 menjadi 30.757.435.000.000 dan laba perusahaan tahun 2012
sebesar
4.839.145.000.000
naik
ditahun
2013
menjadi
6
5.352.625.000.000 kenaikan tersebut sekitar 8,3 % . Hal ini sebabkan karena adanya peningkatan penjualan. Kemudian laba pada tahun 2014 sebesar 5.738.523.000.000 naik ditahun 2015 menjadi 5.957.507.000.000 kenaikan laba disebab kan karena adanya kenaikan penjualan bersih dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 mengalami kenaikan aset menjadi 16.745.695.000 dan penjualan naik menjadi 40.053.732.000 dan pada tahun 2017 laba bersih mengalami kenaikan menjadi 7.004.562.000 dan peningkatan penjualan naik menjadi 41.204.510.000 kenaikan laba disebabkan karena adanya kenaikan penjualan bersih dari tahun ke tahun. Kewajiban yang dimiliki PT Unilever Tbk terus mengalami kenaikan tiap tahun. Hal ini memungkinkan kewajiban yang dimiliki menjadi penyebab mengapa laba bersih yang diteriman PT Unilever Tbk mengalami kenaikan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai “Pengukuran Kinerja Perusahaan PT Unilever dengan Menggunakan Metode Balanced Scorecard.” Dalam upaya mengatasi permasalahan yang kompleks ini, manajemen dapat melakukan perbaikan ke dalam, yang salah satunya melalui pengembangan SDM. Perbaikan kondisi internal ini sekaligus bertujuan untuk memperkuat diri dan meningkatkan daya tahan dalam menghadapi persaingan lokal dan global yang pasti akan semakin ketat. Ini artinya perusahaan harus memperbaiki kinerja perusahaannya melalui perbaikan kinerja karyawannya dengan cara penilaian kinerja.
1.2 Rumusan Masalah Semakin berkembangnya sebuah perusahaan tentunya semakin rumit system yang digunakan. Belum memiliki system pengevaluasian kinerja yang terintegrasi membuat manajemen kesulitan dalam melakukan evaluasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui factor apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan melalui penilaian kinerja.
7
penilaian tentang kinerja perlu dilakukan utuk membantu manajemen dalam mencari solusi. Dalam hal ini akan dibahas pemecahan masalah terkait bagaimana solusi terhadap penilaian kinerja karyawan di PT.Unilever Indonesia Tbk. Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah yang akan ditulis, yaitu : Bagaimana kinerja PT Unilever dengan menggunakan
metode
balance
pembelajaran dan pertumbuhan ?
scorecard
berdasarkan
perspektif
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penilaian Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja dan Penilaian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Suatu organisasi didirikan karena menpunyai tugas yang ingin dan harus dicapai, begitu juga dengan organisasi perusahaan didirikan oleh sekelompok orang, karena orang – orang tersebut ingin memperoleh keuntungan usaha. Dalam pencapaiyan tujuan organisasi sangat perlu oleh pelaku organisasi (organization behavior) merupakan pencerminan, pelaku (behavior)
dan sikap (attitude) para pelaku yang terdapat dalam
organisasi. Kinerja berasal dari kata kerja yang artinya apa yang dilakukan dan kegiatan .kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaiaan pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi lembaga. Kinerja seseorang merupakan
fungsi
perkalian
antara
kemampuan
dan
motivasi
(Rudianto,2013 : 186). Menurut Helfert,1996 Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki. Kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi itu bersifat profit orienteddan non profit orientedyang dihasilkan selama satu periode waktu. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/
program
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi (Fahmi, 2013: 2).
9
Berikut beberapa pengertian penilaian kinerja menurut para ahli a) Penilaian prestasi kerja menurut Utomo, Tri Widodo W. adalah proses untuk mengukur prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standar kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. b) Sedangkan Mejia, dkk (2004:222-223) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari:
Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan.
Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai di organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian umpan balik dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja pegawainya. (Dessler, 2015) “Penilaian Kinerja adalah mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau dimasa lalu relatif terhadap standar prestasinya”. Penilaian kinerja memegang peranan yang penting bagi suatu lembaga/instansi untuk menjalankan fungsi di lembaganya sehingga tercapainya kinerja lembaga secara keseluruhan. Penilaian seringkali dilakukan secara tidak tepat, ketidaktepatan ini dapat
10
disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, sehingga tidak diperoleh kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja. Menurut Nurlaila (2010:71), “Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses”. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006:65) menyatakan bahwa “Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai”. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian penilaian kinerja, terdapat benang merah yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu sistem penilaian secara berkala terhadap kinerja pegawai yang mendukung kesuksesan organisasi atau yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Proses penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja pegawai terhadap standar yang telah ditetapkan atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas. 2.1.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Berikut adalah tujuan Penilaian kinerja, yaitu: a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up). b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi. c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional (Mardiasmo, 2009: 122).
11
Berikut adalah Manfaat penilaian kinerja, yaitu : Bagi pihak manaiemen perusahaan ada banyak manfaat dengan dilakukannya penilaian kinerja. Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk : a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti: promosi, transfer, dan pemberhentian. c. Mengidentifikasikan
kebutuhan
pelatihan
dan
pengembangan
karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Manfaat yang diperoleh dari penilaian kinerja ini terutama menjadi pedoman dalam melakukan tindakan evaluasi bagi pembentukan organisasi sesuai dengan pengharapan dari berbagai pihak, yaitu baik pihak manajemen serta komisaris perusahaan. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci : a) Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. b) Penentuan
penyebab
timbulnya
penyimpangan
kinerja
sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar. c) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan (Fahmi, 2013: 6667). 2.1.3
Manajemen Kinerja Manajemen kinerja adalah proses berorientasi tujuan yang
diarahkan untuk memastikan bahwa proses-proses keorganisasian ada pada tempatnya untuk memaksimalkan produktifitas para karyawan, tim, dan akhirnya organisasi. Dengan manajemen kinerja, usaha dari
12
setiap karyawan harus diarahkan untuk mencapi tujuan-tujuan organisasi. Jika keterampilan - keterampilan karyawan perlu ditinggalkan, pelatihan diperlukan. Dengan sistem manajemen kinerja, pelatihan memilki keterkaitan langsung dalam mencapai efektifitas organisasi (Mondy, 2008: 256). 2.1.4
Mengukur Kinerja Karyawan Standar pekerjaan dapat ditentukan dari suatu pekerjaan, dapat
dijadikan
sebagai
unsur
penilaian
setiap
pekerjaan.
Untuk
memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur melalui: a. Jumlah pekerjaan Dimensi ini menunjukan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. b. Kualitas pekerjaan Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi
persyaratan
tertentu
untuk
dapat
menghasilkan
pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. c. Ketetapan waktu Setiap pekerjaan memiliki karekteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantugan atas pekerjaan lainnya. d. Kehadiran Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan e. Kemampuan kerja sama Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan oleh dua orang atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan (Bangun, 2012:234). 2.1.5
Menetapkan Kriteria (Standar) Kinerja Kriteria penilaian yang paling umum adalah sifat, perilaku,
kompetensi, pencapaian tujuan, dan potensi perbaikan.
13
a. Sifat Sifat-Sifat karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif adalah dasar untuk beberapa evaluasi. Narnun, banyak dari kualitas yang umum digunakan tersebut bersifat subjektif dan bisa jadi tidak berhubungan dengan pekerjaan atau sulit untuk didefenisikan. Dalam hal ini, evaluasi yang tidak akurat bisa timbul dan bisa pula menciptakan masalah hukum bagi organisasi. Pada saat yang sama, sifat-sifat tertentu bisa mempengaruhi kinerja pekerjaan dan, jika hubungan ini terbukti, pernanfaatannya dalam
penilaian
bisa
dianggap
tepat.
Sifat-sifat
seperti
adaptabilitas, pertimbangan, penampilan, dan sikap bisa digunakan jika terbukti berhubungan dengan pekerjaan (Mondy, 2008: 260261). b. Perilaku Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, organisasi bisa mengevaluasi perilaku atau kompetensi orang tersebut yang berhubungan dengan tugas. Sebagai contoh, perilaku yang tepat untuk dievaluasi dari seorang manajer mungkin adalah gaya kepemimpinan. Untuk orang-orang yang bekerja dalam tim, mengembangkan orang lain, kerja tim dan kerja sama, atau orientasi pelayanan pelanggan mungkin tepat. Perilaku-perilaku yang diinginkan bisa cocok sebagai kriteria evaluasi karena jika perilakuperilaku tersebut diberi pengakuan dan imbalan, para karyawan cenderung mengulanginya. Jika perilaku-perilaku tertentu mewujudkan hasil yang diinginkan, ada manfaatnya menggunakan perilaku-perilaku tersebut dalam proses evaluasi (Mondy, 2008: 261) c. Kompetensi Kompetensi meliputi sekumpulan luas pengetahuan, keterampilan, sifat, dan perilaku yang bisa bersifat teknis, berkaitan dengan keterampilan antar pribadi, atau berorientasi bisnis. Kesuksesan dalam SDM bergantung pada kompetensi dan keterampilan spesifik dalam lima bidang pokok berikut ini:
14
1) Kontribusi stratejik: Menghubungkan perusahaan dengan pasarnya dan dengan cepat menyelaraskan perilaku-perilaku karyawan dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi. 2) Pengetahuan bisnis: Memahami cara bisnis dijalankan dan menerjemahkannya menjadi tindakan. 3) Kredibilitas pribadi: Menunjukkan nilai yang dapat diukur; menjadi bagian dari tim eksekutif. 4) Penyampaian SDM: Memberikan layanan yang efisien dan efektif kepada para pelanggan dalam bidang-bidang penyediaan staf, manajemen kinerja, pengembangan, dan evaluasi. 5) Teknologi SDM: Menggunakan teknologi dan cara-cara berbasis Web untuk menyampaikan nilai kepada para pelanggan (Mondy, 2008: 261). d. Pencapaian Tujuan Jika organisasi-organisasi menganggap hasil akhir lebih penting dari cara, hasil-hasil pencapaian tujuan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi. Hasil-hasil yang dicapai harus berada dalam kendali individu atau tim dan haruslah hasil-hasil yang mengarah pada kesuksesan perusahaan. Pada level-level atas, tujuan bisa berkenaan dengan aspek finansial perusahaan seperti profit atau arus kas, serta pertimbangan pertimbangan pasar seperti pangsa pasar atau posisi dalam pasar. Pada level keorganisasian yang lebih rendah, hasil-hasil bisa berupa pemenuhan persyaratan kualitas pelanggan dan penyampaian yang sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Untuk
menunjang
proses
tersebut,
manajer
perlu
memberikan contoh-contoh spesifik mengenai cara karyawan dapat meningkatkan perkembangannya dan mencapai tujuan-tujuan spesifik. Kedua pihak harus mencapai kesepakatan dalam hal tujuan-tujuan karyawan untuk periode evaluasi berikutnya serta bantuan dan sumber sumber daya yang perlu disediakan oleh
15
manajer. Aspek penilaian karyawan ini harus menjadi unsur paling positif dalam keseluruhan proses dan membantu karyawan untuk fokus pada perilaku yang akan menghasilkan hasil-hasil positif bagi semua yang berkepentingan (Mondy, 2008: 261-262). 2.1.6 Tahap Penilaian Kinerja Kinerja Appraisee dinilai untuk menentukan kesuksesan atau kegagalan. Penilaian kinerja tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan organisasi telah dicapai. Dalam sistem penilaian kinerja tradisional, manajer membuat kartu nilai kinerja bawahannya yang kemudian dikaji dan disetujui oleh manajemen senior dan bagian personalia atau sumber daya manusia sebelum diberikannya reward atau punishment. Idealnya, pengukuran kinerja tidak hanya dilakukan oleh manajer, namun bawahan hendaknya juga diberi peluang untuk menilai kinerjanya, sehingga mereka bisa melakukan konfirmasi dengan penilaian kinerjayang dilakukan oleh manajernya (Mahmudi, 2015: 1718). 2.1.7 Menetapkan Kriteria (Standar) Kinerja Kriteria penilaian yang paling umum adalah sifat, perilaku, kompetensi, pencapaian tujuan, dan potensi perbaikan. a. Sifat Sifat-Sifat karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif adalah dasar untuk beberapa evaluasi. Narnun, banyak dari kualitas yang umum digunakan tersebut bersifat subjektif dan bisa jadi tidak berhubungan dengan pekerjaan atau sulit untuk didefenisikan. Dalam hal ini, evaluasi yang tidak akurat bisa timbul dan bisa pula menciptakan masalah hukum bagi organisasi. Pada saat yang sama, sifat-sifat tertentu bisa mempengaruhi kinerja pekerjaan dan, jika hubungan ini terbukti, pernanfaatannya dalam penilaian bisa dianggap tepat. Sifat-sifat seperti adaptabilitas,
16
pertimbangan, penampilan, dan sikap bisa digunakan jika terbukti berhubungan dengan pekerjaan (Mondy, 2008: 260-261). b. Perilaku Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, organisasi bisa mengevaluasi perilaku atau kompetensi orang tersebut yang berhubungan dengan tugas. Sebagai contoh, perilaku yang tepat untuk dievaluasi dari seorang manajer mungkin adalah gaya kepemimpinan. Untuk orang-orang yang bekerja dalam tim, mengembangkan orang lain, kerja tim dan kerja sama, atau orientasi pelayanan pelanggan mungkin tepat. Perilaku-perilaku yang diinginkan bisa cocok sebagai kriteria evaluasi karena jika perilakuperilaku tersebut diberi pengakuan dan imbalan, para karyawan cenderung mengulanginya. Jika perilaku-perilaku tertentu mewujudkan hasil yang diinginkan, ada manfaatnya menggunakan perilaku-perilaku tersebut dalam proses evaluasi (Mondy, 2008: 261) c. Kompetensi Kompetensi meliputi sekumpulan luas pengetahuan, keterampilan, sifat, dan perilaku yang bisa bersifat teknis, berkaitan dengan
keterampilan
Kesuksesan
dalam
antar SDM
pribadi,
atau
bergantung
berorientasi
pada
bisnis.
kompetensi
dan
keterampilan spesifik dalam lima bidang pokok berikut ini: 1) Kontribusi stratejik: Menghubungkan perusahaan dengan pasarnya dan dengan cepat menyelaraskan perilaku-perilaku karyawan dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi. 2) Pengetahuan bisnis: Memahami cara bisnis dijalankan dan menerjemahkannya menjadi tindakan. 3) Kredibilitas pribadi: Menunjukkan nilai yang dapat diukur; menjadi bagian dari tim eksekutif. 4) Penyampaian SDM: Memberikan layanan yang efisien dan efektif kepada para pelanggan dalam bidang-bidang penyediaan staf, manajemen kinerja, pengembangan, dan evaluasi. 5) Teknologi SDM: Menggunakan
teknologi
dan
cara-cara
berbasis
Web
untuk
menyampaikan nilai kepada para pelanggan (Mondy, 2008: 261). d.
17
Pencapaian Tujuan Jika organisasi-organisasi menganggap hasil akhir lebih penting dari cara, hasil-hasil pencapaian tujuan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi. Hasil-hasil yang dicapai harus berada dalam kendali individu atau tim dan haruslah hasil-hasil yang mengarah pada kesuksesan perusahaan. Pada level-level atas, tujuan bisa berkenaan dengan aspek finansial perusahaan seperti profit atau arus kas, serta pertimbangan pertimbangan pasar seperti pangsa pasar atau posisi dalam pasar. Pada level keorganisasian yang lebih rendah, hasil-hasil bisa berupa pemenuhan persyaratan kualitas pelanggan dan penyampaian yang sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Untuk menunjang proses tersebut, manajer perlu memberikan contoh-contoh spesifik mengenai cara karyawan dapat meningkatkan perkembangannya dan mencapai tujuan-tujuan spesifik. Kedua pihak harus mencapai kesepakatan dalam hal tujuan-tujuan karyawan untuk periode evaluasi berikutnya serta bantuan dan sumber sumber daya yang perlu disediakan oleh manajer. Aspek penilaian karyawan ini harus menjadi unsur paling positif dalam keseluruhan proses dan membantu karyawan untuk fokus pada perilaku yang akan menghasilkan hasil-hasil positif bagi semua yang berkepentingan (Mondy, 2008: 261-262). 2.1.8
Metode Penilaian Kinerja Seorang karyawan yang bekerja di suatu organisasi perlu dilakukan
penilaian dengan tujuan dapat diketahui sejauh mana karyawan tersebut telah menjalankan tugasnya, dan sejauh mana kelemahan yang dimiliki untuk diberi kesempatan memperbaikinya. Penilaian kinerja (performance appraisal) sebaiknya dilakukan secara berkala.
Agar penilaian kinerja
karyawan dapat dilakukan secara maksimal maka diperlukan pengumpulan data, yaitu salah satunya dengan melakukan observasi. Untuk melakukan
18
suatu penilaian kinerja dibutuhkan metode penilaian yang memiliki tingkat dan analisa yang representatif. Metode penilaian yang sering digunakan dalam organisasi adalah metode objektif dan metode pertimbangan: a) Metode objektif (objective methods) menyangkut dengan sejauh mana seseorang bisa bekerja dan menunjukkan bukti kemampuan ia bekerja sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Bagi banyak pihak metode objektif bisa memberikan hasil yang tidak begitu akurat atau mengandung bias karena bisa saja seorang karyawan memiliki kesempatan yang bagus maka ia terlihat mampu bekerja dengan sangat baik dan penuh semangat, sedangkan ada karyawan yang tidak memiliki kesempatan dan ia tidak bisa menunjukkan kemampuannya secara maksimal. b) Metode pertimbangan (judgemental methods) adalah metode penilaian berdasarkan nilai rangking yang dimiliki oleh seorang karyawan, jika ia memiliki nilai rangking yang tinggi maka artinya ia memiliki kualitas kinerja yang bagus, dan begitu pula sebalik- nya. Sistem penilaian rangking ini dianggap memiliki kelemahan jika seorang karyawan ditempatkan dalam kelompok kerja yang memiliki rangking yang bagus maka penilaiannya akan mempe ngaruhi posisinya sebagai salah satu karyawan yang dianggap baik, begitu pula sebaliknya jika seorang ditempatkan dalam kelompok dengan rangking buruk maka otomatis rangkingnya juga tidak bagus (Fahmi, 2013: 67-68). 2.1.9
Alasan Diperlukannya Penilaian Kinerja Ada beberapa alasan diperlukannya penilaian kinerja yaitu : a. Penilaian kinerja memberikan informasi bagi pertimbangan pemberian promosi dan penetapan gaji. b. penilaian kinerja merupakan umpan balik bagi para manajer maupun karyawan untuk melakukan intropeksi dan meninjau kembali perilaku selama ini, baik yang positif maupun yang negatif
19
untuk kemudian dirumuskan kembali sebagai perilaku yang mendukung tumbuh perkembangan budaya organisasi secara keseluruhan.. c. Penilaian kinerja diperlukan untuk pertimbangan pelatihan dan pelatihan kembali serta pengembangan. d. Penilaian kinerja dewasa ini bagi setiap organisasi khususnya organisasi bisnis merupakan suatu keharusan, apalagi jika dilihat tingginya persaingan antara perusahaan. e. Hasil penilaian kinerja lebih jauh akan menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam melihat bagaimana kondisi perusahaan tersebut (Fahmi, 2013: 6566). 2.1.10
Masalah-Masalah dalam Penilaian Kinerja Beberapa Permasalahan dan Kondisi-Kondisi yang Terjadi dalam Penilaian Kinerja Pada saat penilaian kinerja ada beberapa permasalahan yang sering ditemui yaitu:
a. Penilaian kinerja yang dilakukan kadang kala bersifat subjektif. Dalam artian
pihak
yang
merekomendasikan
menilai
berdasarkan
kinerja pendapat
menyimpulkan dan
pemikiran
dan yang
dimilikinya. b. Hasil penilaian kinerja kadang kala juga tidak sesuai dengan yang diharapkan akan menimbulkan guncangan psikologis bagi penerima. Karena ia merasa hasil dan kenyataan adalah tidak sesuai, dan ini bisa memberi pengaruh pada penurunan kinerja pihak yang bersangkutan. c. Jika metode kinerja yang dibuat adalah bersifat ingin melihat kinerja jangka pendek maka para manajemen perusahaan akan berusaha menampilkan kualitas kinerja jangka pendek dan terbaik. Dan ini memberi pengaruh negatif pada kinerja jangka panjang yang secara tidak
langsung
diabaikan,
padahal
suatu
organisasi
harus
menyeimbangkan target kinerja jangka pendek dan jangka panjang.
20
d. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penilaian kinerja tidaklah murah. Apalagi jika itu mengundang tenaga ahli dari lua seperti konsultan psikolog. e. Hasil penelitian kinerja akan menjadi bahan masukan pada pimpinan. Maka para manajemen perusahaan khususnya karyawan akan berusaha menampilkan hasil kerja yang terbaik, sehingga lamat laun akan terbentuk budaya yang tidak sehat karena karyawan akan berfikir ia baik dimata pimpinan bukan dimata sesama rekan kerja. Kondisi ini bisa merusak semangat kerja tim. f. Jika hasil penilaian kinerja dipublikasikan dan para karyawan mengetahui
hasil penilaian tersebut maka itu bisa menjadi bahan
pembicaraan atau gosip yang lambat laun jika tidak diatasi akan menjadi efek. 2.1.11
Proses Penyusunan Penilaian Kinerja Titik awal proses penilaian kinerja adalah pengidentifikasian sasaran-sasaran kinerja. Sebuah sistem penilaian mungkin tidak dapat secara efektif memenuhi setiap tujuan yang diinginkan, sehingga manajemen harus memilih tujuan-tujuan yang spesifik yang diyakini paling penting dan secara realistis bisa dicapai. Sebagai contoh, beberapa perusahaan mungkin ingin menekankan pengembangan karyawan, sementara organisasi-organisasi lainnya mungkin ingin fokus pada keputusan keputusan administratif, seperti penyesuaian bayaran. Terlalu banyak sistem penilaian kinerja yang gagal karena manajemen berharap terlalu banyak pada satu metode dan tidak menetapkan secara spesiflk apa yang ingin dicapai dari sistem tersebut. Langkah berikutnya dari siklus yang terus menerus ini berlanjut dengan menetapkan kriteria-kriteria (standar-standar) kinerja dan mengkomunikasikan ekspektasi-ekspektasi kinerja tersebut kepada mereka yang berkepentingan. Kemudian pekerjaan dijalankan dan
21
atasan menilai kinerja. Pada akhir periode penilaian, penilai dan karyawan bersama-sama menilai kinerja dalam pekerjaan dan mengevaluasinya berdasarkan standar-standar kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian ini membantu menentukan seberapa baik para karyawan telah memenuhi standar standar tersebut, menentukan penyebab-penyebab kegagalan, dan mengembangkan rencana untuk memperbaiki masalah-masalah. Pada pertemuan tersebut tujuan-tujuan ditetapkan untuk periode evaluasi berikutnya dan siklus tersebut berulang kembali (Mondy, 2008: 259260). 2.2 Balanced Scorecard Balanced scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced), pada tahap eksperimen pertama kali tersebut, balanced scorecard hanya merupakan kartu skor yang dimanfaatkan untuk mencatat skor hasil kinerja para eksekutif melalui kartu skor yang hendak diwujudkan para eksekutif tersebut sangat bermanfaat dimasa depan jika dibandingkan dengan hasil kerja sesungguhnya. Selanjutnya, dari hasil perbandingan ini dimanfaatkan melalui evaluasi atas kerja para eksekutif. Kata berimbang itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja eksekutif dapat diukur secara berimbang dari dua perspektif, yaitu dari : perspektif keuangan dan perspektif non keuangan. Baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang secara internal dan eksternal (Moeherjono, 2012: 158). Balanced Scorecard adalah contoh sistem pengukuran kinerja. Balaced Scorecard dipakai dalam indikator non keuangan (non financial indicators) yang digunakan untuk meningkatkan kegagalan dari relevansi kerugian alam akuntansi manajemen. Kepuasan dipengaruhi
oleh
kualitas
kinerja
internal
konsumen perusahaan
tersebut dalam
mengembangkan produk yang memiliki nilai kompetitif dipasar. Untuk menciptakan produk yang berkualitas maksimal harus didukung oleh pembentukan manajemen kinerja yang baik. Artinya para karyawan harus
22
diberikan pelatihan dan pengembangan (learning and growth). Contohnya bagi karyawan yang bekerja pada perusahaan gudang furniture diberikan pelatihan bagaimana mendesain, memilih, menilai dan lain-lainnya tentang furniture beserta berbagai ruang lingkupnya. Pada saat kualitas telah tercapai seuai keinginan konsumen, maka penjualan ini akan mampu mendorong peningkatan. Peningkatan penjualan ini akan mampu mendorong peningkatan dalam perolehan dalam perusahaan (Fahmi, 2013: 214). Berikut kerangka berfikir balanced scorecard : a. Keuangan : kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. b. Pelanggan/ customer : customer value. c. Proses : proses yang produktif dan cost effective. d. Pembelajaran dan pertumbuhan : modal manusia, modal informasi, modal organisasi. 2.2.1
Tujuan Balanced Scorecard Balanced scorecard memiliki dua tujuan yang mengkomunitaskan strategi dan mengukur kinerja, tujuan dari balanced scorecard, antara lain: a. Dalam mengkomunikasikan strategi, balanced scorecard (BSC) memberikan inspirasi kepada pegawai untuk melihat jauh kedepan dan membangun kemampuan pemelajaran strategis. b.
Balanced
scorecard
(BSC)
mengadopsi
peran
berbagai
(Performance control tool). Scorecard dari ukuran dan target dengan dukungan sistem, dibuat untuk mendukung sasaran strategis serta menjaga satuan kerja dan pegawai agar tetap berfokus pada pelaksanaan strategi. Dari kedua tujuan tersebut, balanced scorecard memiliki tiga rancangan komponen, diantaranya: a.
Sebagai sebuah strategic vission
23
b. Management tool c. Communication tool Untuk itu, perlu dibangun sebuah peta strategi yang menghubungkan sasaran strategis dan harapan para pemangku kepentingan eksternal perusahaan (Pohan, 2010: 25). 2.2.2
Peran Balanced Scorecard Balanced scorecard memiliki peran yang penting dalam sebuah perusahaan, yaitu : a. Berperan memperluas perspektif yang dicakup dalam menafsirkan dampak tren perubahan lingkungan makro dan industri. b. Berperan dalam menjadikan komprehensif dan koheren sasaran dan inisiatif strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. c. Berperan dalam menjadikan komprehensif program yang dihasilkan dalam penyusunan program. d. Berperan dalam menjadikan komprehensif anggaran yang dihasilkan dalam penyusunan anggaran. e. Berperan memperluas perspektif kinerja personil yang diukur dan yang di evaluasi.
2.2.3
Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard Keunggulan Balanced Scorecard dalam system perencanaan strategis menurut (Mulyadi, 2014 : 237 - 245) adalah mampu menghasilkan rencana strategis yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain: customer, proses bisnis/intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan empat perspektif tersebut menghasilkan manfaat, yaitu menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda
24
dan jangka panjang, serta memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan yang kompleks. b. Koheren
Balanced
Scorecard
mewajibkan
personel
untuk
membangun hubungansebab akibat (causal relationship) diantara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan kasual dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekoherenan juga berarti dibangunnya hubungan sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategik (renstra). Sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategik merupakan penerjemahan visi, misi tujuan dan strategi yang dihasilkan sistem perumusan strategi. c. Terukur Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh system tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran – sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran–sasaran strategik diperspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat terwujud. Dengan demikian, keterukuran sasaran-sasaran strategik diketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat gandadan berjangka panjang. d. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik sangat penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang. Keseimbangan sasaran strategik yang ditetapkan dalam perencanaan strategik mencakup empat sasaran strategik
25
yang perlu diwujudkan oleh perusahaan, yaitu financial returns yang berlipat gandadan berjangka panjang (perspektif keuangan), produk jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer (perspektif pelanggan), proses yang produktif dan cost effective (perspektif bisnis internal) dan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan). Menurut Atkinson et al. (2012: 139-142) sedikitnya ada empat kelemahan dalammembuat dan memasukkan ukuran serta sistem manajemen baru keorganisasi, yaitu: a. Manajemen senior tidak berkomitmen. b. Tanggung jawab Balanced Scorecard tidak mengalir kebawah c. Solusi dirancang berlebihan atau Balanced Scorecard diperlukan sebagai peristiwa satu kali. d. Balanced Scorecard diperlakukan sebagai system atau proyekv konsultasi. 2.2.4
Perspektif Balance Scorecard Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi dan strategi perusahaan. Tujuan dan ukuran kinerja dalam Balanced Scorecard lebih dari sekumpulan ukuran kinerja finansial dan non finansial khusus, semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses dari atas ke bawah (top down) yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis. Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran finansial dan non finansial harus menjadi sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat pada perusahaan.
Sebab akibat bersifat
kualitatif, adapun tahapan untuk merencanakan strategis dalam kerangka Balanced Scorecard ialah sebagai berikut: a. Sasaran strategi b. Ukuran sasaran strategi c. Target d. Inisiatif strategi.
26
Terkait dengan BSC, keempat perspektif (perspektif keuangan , pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran & pertumbuhan) itu merupakan peta wilayah di mana kita harus meletakkan strategistrategi yang relevan di tiap-tiap bagian. Strategi yang relevan tersebut dinamakan dengan sasaran strategi yang sesungguhnya merupakan strategi itu sendiri. a. Perspektif
keuangan Pengukuran kinerja keuangan akan
menunjukan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan
perbaikan
yang
mendasar
bagi
keuntungan
perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaransasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu growht, sustain, dan harvest. Setiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pegukurannya berbeda pula (Rivai, 2009: 613). Balance scorecard memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih, ROE dan ROA, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Setyawan, 2000). b. Perspektif Pelanggan Memaksimalkan nilai pelanggan yaitu meningkatkan pelanggan agar percaya kepada produk atau jasa perusahaan menjadi setia dengan jalan perusahaan menyajikan produk yang berkualitas, harga yang terjangkau, distribusi cepat dan layanan purna jual yang baik melebihi dari pesaing. Ukuran kinerja yang digunakan adalah kenaikan pendapatan pelanggan lama dan bertambahnya pelanggan baru. Tindakan ini akan menghasilkan equitas pelanggan.
27
1) Pangsa Pasar Pangsa pasar bisa menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual). Semakain banyak pelanggan berarti semakin baik kinerja. 2) Akuisisi Pelanggan Akuisisi pelanggan bisa mengukur dalam bentuk relative atau absolute, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau unit bisnis baru. Semakin banyak pelanggan berarti semakin baik kinerja. 3) Kepuasan pelanggan bisa menilai tingkat kepuasan atas kinerja tertentu di dalam proporsi nilai. Standar kepuasannya adalah kecil dari 50%. 4) Profitabilitas Pelanggan Profitabilitas pelanggan bisa mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelangan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Semakin besar keuntungan yang diperolehdari pelanggan berarti semakin baik kinerjanya (Kaplan, 2010: 60). Dari sisi perspektif pelanggan, data laporan keuangan yang digunakan adalah penerimaan kas dari pelanggan. Penerimaan kas dari pelanggan merupakan indikator keberhasilan dari penjualan produk yang direalisasikan dengan banyaknya pendapatan yang diterima dari pelanggan. Semakin besar penerimaan kas dari pelanggan, maka akan semakin baik rationya. c. Perspektif Proses Bisnis Internal Proses bisnis internal adalah aktivitas yang mengoptimalkan penggunaan hartaperusahaan dalam menciptakan produk atau jasa dan menemukan metode kerja baru yang efektif dan efisien. Faktor sumber daya manusia menjadi lokomotif untuk menggerakkan peralatan perusahaan dengan metode kerja yang efektif dan efisien, Hubungan
28
kemampuan sumber daya manusia, peralatan, modal kerja dan metode kerja merupakan capital organisasi (organizational capital). Intinya adalah efektifitas dan efisiensi. 1) Proses Inovasi Proses inovasi merupakan salah satu proses yang kritis, dimana efisiensi dan aktifitas serta ketepatan waktu dalam proses inovasi bisa mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a). Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan. b). Pengukuran terhadap proses pengembangan produk. Proses Operasi Proses operasi yaitu langkah kedua dari rantai nilai generic, tempat dimana brosur dan jasa diproduksi dan disampaikan kepada pelanggan. Pada proses operasi yang dilakukan
oleh
masing-masing
organisasi
bisnis,
lebih
dititikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada pelanggan. Hubungan kemampuan sumber daya manusia, peralatan, modal kerja dan metode kerja yang merupakan bagian dari capital organisasi (organizational capital) maka data operating profit digunakan dalam penilaian perpektif proses bisnis internal. Operating profit diperoleh dari hasil penjualan setelah dikurangi dengan biaya yangterkait dengan penjualan dan biaya produksi. Sehingga operating profit yang baik merupakan indikator keberhasilan suatu proses dalam bisnis dalam periode tersebut karena pengelolaan perusahaan terhadap penjualan produk dan biaya yang terkait dapat dijaga keseimbangannya sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan bagi perusahaan.
29
d. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perusahaan melihat tiga faktor utama, atau orang, sistem dan prosedur organisasi, yang berperan dalam pertumbuhan angka panjang perusahaan. Hasil ketiga pengukuran perspektif sebelumnya akan mennjukan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Oleh sebab itu, perusahaan harus melakukan investasi dalam ketiga faktor tersebut untuk mejamin tujuan perusahaan (Rudianto, 2013: 240-243). Perspektif ini menggunakan alat ukur sebagai berikut: 1) Kepuasan Pekerjaan Kepuasan kerja diukur dengan melakukan survei, yang mana dalam survei yang dilakukan unsur-unsur yang diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan. b. Penghargaan karena telah melakukan pekerjaan dengan baik. c. Akses yang memadai kepada informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. d. Dorongan aktif untuk bekerja kreatif dan menggunakan inisatif. e. Tingkat dukungan dari tingkat staf. f. 2.2.5
Kepuasan keseluruhan dengan perusahaan
Retensi pekerja Retensi pekerja diukur dengan persentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan kunci. Standar minimalnya adalah 3%. Dari sisi perpektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan
dengan
melakukan
pengukuran terhadap Incom /Employee. Produktivitas kerja karyawan suatu perusahaan dapat diukur dari laba bersih yang dihasilkan dibagi jumlah pekerja. Dengan peningkatan rasio tersebut maka kinerja
30
karyawan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan bagi perusahaan.. 2.2.6
Konsep Strategi Balanced Scorecard Balanced Scorecard adalah contoh sistem pengukuran kinerja. Balanced Scorecard dipakai dalam indikator non keuangan (non Financial Indikators) yang digunakan untuk meningkatkan kegagalan dari relevansi kerugian alam akuntansi manajemen (Riani, 2013: 79). Kinerja keuangan (financial performance) sering mengalami kondisi yang fluktuasi tersebut terjadi sangat mungkin disebabkan oleh ketiga faktor balanced scorecard (BSC) itu sendiri. Kinerja keuangan akan mengalami penurunan. Penurunan terjadi karena salah satunya pihak konsumen merasa kecewa atau tidak terpuaskan terhadap produk yang dipakainya. Secara realita setiap konsumen menginginkan kepuasan, dan kepuasan konsumen (consumers satisfaction) hanya dapat diperoleh jika produsen mampu melakukan identifikasi pada setiap segmentasi produk yang dituju secara akurat. Kepuasan konsumen tersebut dipengaruhi oleh kualitas kinerja internal perusahaan dalam mengembangkan produk yang memiliki nilai kompetitif di pasar. Untuk menciptakan produk yang berkualitas maksimal harus didukung oleh pembentukan manajemen kinerja yang baik. Artinya para karyawan harus diberikan pelatihan dan pengembangan (learning and growth). Contohnya bagi karyawan yang bekerja pada perusahaan bidang furniture diberikan pelatihan bagaimana mendesain, memilih, menilai, dan lain-lainnya tentang furniture beserta berbagai ruang lingkupnya. Pada saat kualitas telah tercapai sesuai keinginan konsumen, maka penjualan ini akan mampu mendorong peningkatan. Peningkatan penjualan ini akan mampu mendorong peningkatan dalam perolehan pada perusahaan (Fahmi, 2013: 214). Berikut kerangka berfikir balanced scorecard:
31
a. Keuangan: kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan b. Pelanggan/ custumer: custumer value c. Proses: proses yang produktif dan cost effective d. Pembelajaran dan pertumbuhan: modal manusia, modal informasi dan modal organisasi. 2.2.7
Range Score Dalam melakukan pengukuran kinerja maka akan dilakukan perbandingan antara pencapaian dalam suatu periode dengan periode sebelumnya. Range kinerja = Pencapaian tahun n- pencapaian tahun n -1 Pencapaian tahun n – 1 Dan untuk memudah pengukuran kinerja maka dibuat tabel score berdasarkan Range pencapaian peningkatan kinerja dibanding tahun sebelumnya (Riana, 2017,48). Tabel 2. 1 Penentuan Score Berdasarkan Range Hasil Pengukuran Kinerja Range Kinerja >0% 0-50% 51-100% >100%
2.2.8
Rate In D C B A
Score 1 2 3 4
Teknik Analisis Data Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rasio keuangan, kemudian dari rasio keuangan tersebut dilihat salah satu perspektif
manajemen
yaitu:
perspektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan yaitu : Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran, Dari sisi perpektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan melakukan pengukuran terhadap Income / Employee. Produktivitas kerja karyawan suatu
32
perusahaan dapat diukur dari laba bersih yang dihasilkan dibagi jumlah pekerja. Dengan peningkatan rasio tersebut maka kinerja karyawan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan bagi perusahaan (Riana, 2017,52). Range kinerja = Pencapaian tahun n- pencapaian tahun n -1 Pencapaian tahun n – 1 Tabel 3.1 Penentuan Score Berdasarkan Range Hasil Pengukuran Kinerja c >0% 0-50% 51-100% >100%
Rate In D C B A
Score 1 2 3 4
Tingkat hubungan Tidak baik Cukup baik Baik Sangat baik
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Objek Penelitian PT Unilever Indonesia didirikan pada 5 Desember 1933. Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain. Saham perseroan pertama kali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. Perseroan memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos. Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan
profesionalisme,
keseimbangan
kehidupan,
dan
kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruh nutrisi. Perseroan mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan. Nilai-nilai dan standar yang Perseroan terapkan terangkum dalam Prinsip Bisnis Kami. Perseroan juga membagi standar dan nilai-nilai tersebut dengan mitra usaha termasuk para pemasok dan distributor kami.
34
Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43 brand utama dan 1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500 distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya. Tujuan Perusahaan PT.Unilever Indonesia Tbk Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan ini mempunyai misi dalam memproduksi dan memasarkan produk-produk baru untuk memahami selera konsumen. Perusahaan ini berusaha untuk memperluas usahanya baik dalam pengembangan produk maupun pemasaran. Adapun misi perusahaan, selain memperluas kesempatan kerja dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional, juga mempunyai tujuan yang telah dan akan dilaksanakannya. Tujuan tersebut dapat digolongkan kedalam
tujuan
jangka
pendek
dan
tujuan
jangka
panjang.
1) Tujuan Jangka Pendek a. Meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produk yang dihasilkan b. Meningkatkan volume penjualan c. Mencapai target penjualan 2) Tujuan Jangka Panjang a.
Meningkatkan
laba guna
membiayai
perusahaan b. Mengadakan perluasan perusahaan c. Menguasai pasar
kelangsungan
hidup
35
Struktur Organisasi Perusahaan PT.Unilever Indonesia Tbk
Teknik Analisis data Dalam pembahasan ini yang akan di bahas ada empat perspektif yaitu : Presfektif pembelajaran dan pertumbuhan Dari sisi perpektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan melakukan pengukuran terhadap Income / Employee. Produktivitas kerja karyawan suatu perusahaan dapat diukur dari laba bersih yang dihasilkan dibagi jumlah pekerja. Dengan peningkatan rasio tersebut maka kinerja karyawan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan bagi perusahaan. Tabel 4.1 Net Income Rp.000.000,-
36
Tabel 5.1 Total Emplyee
37
Tabel 6.1
Persentase di atas merupakan hasil score berdasarkan prespektif pembelajaran dan pertumbuhan dari tahun 2012 – 2017, berdasarkan kriteria Range Kinerja yang telah dipaparkan sebelumnya.Dapat dijelaskan bahwa hasil persentase dari tahun 2012 sebesar 80.625,42% termasuk kriteria baik, yaitu dengan score 3, yang mana persentase tersebut termasuk dalam skala 51 – 100%, pada tahun 2013 sebesar 87.747,95% termasuk kriteria baik, yaitu dengan score 3, yang mana persentase tersebut termasuk dalam skala 51 – 100%, pada tahun 2014 86.241,70% termasuk kriteria tidak baik, yaitu dengan score 3, yang mana persentase tersebut termasuk dalam skala 51 – 100%, pada tahun 2015 sebesar 92.337,71% termasuk kriteria baik, yaitu dengan score 3, pada tahun 2016 sebesar 96.321,86% termasuk kriteria cukup baik, yang mana persentase tersebut termasuk dalam skala 51 – 100%, pada
38
tahun 2017 sebesar 118.296.10% termasuk kriteria sangat baik, yang mana persentase termasuk dalam skala > 100%. Tabel 7.1
Pengukuran kinerja pada prespektif pertumbuhan dan pembelajaran pada PT Unilever Tbk menggunakan alat ukur net income dan jumlah karyawan. Dari hasil tabel diatas pada periode 2013 mengalami kenaikan yaitu score 3, sedangkan pada tahun 2014 mengalami kenaikan yaitu score 3. Pada tahun 2015 mengalami kenaikan dengan score 3, pada tahun 2016 mengalami peningkatan score 3 dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan score 4. penilaian terhadap kenaikan income / Employee pada periode 2017 mendapatkan score 4, pada periode 2013 – 2016 mendapatkan score 3, karena kenaikan net income tidak sebanding dengan jumlah karyawan pada tahun tersebut.
3.2 Solusi Jumlah karyawan yang bekerja di PT Unilever Indonesia secara keseluruhan pada tanggal tahun 2013 ini adalah mencapai 6.008 karyawan. Hal ini naik dari tahun 2012 yang berjumlah 6.000 karyawan. Hal ini tentu saja bukan jumlah yang sedikit dalam ukuran sebuah perusahaan. Jumlah karyawan yang banyak ini tentu saja membutuhkan perhatian ekstra dari
39
perusahaan Unilever tersebut dalam mengembangkan dan melatih para SDM nya. Penilaian terhadap kenaikan income / Employee pada periode 2017 mendapatkan score 4, pada periode 2013 – 2016 mendapatkan score 3, karena kenaikan net income tidak sebanding dengan jumlah karyawan pada tahun tersebut. Di Unilever, kesempatan untuk memperoleh posisi yang lebih baik dengan gaji yang lebih baik akan sangat tergantung pada performa kerja masing – masing karyawan. Unilever memiliki sistem reward yang sangat fair. Ini bercermin dari sistem reward yang diberikan kepada orang – orang yang memberikan kontribusi terbaiknya bagi perusahaan. Sementara orang yang underperformed (low-performer) akan memperoleh reward yang juga rendah. Sistem ini membuat setiap manajer di Unilever berusaha memberikan performa terbaiknya untuk mencapai target perusahaan. Rekrutmen merupakan perjalanan awal karier. Setelah calon pemimpin (Future Leaders) di Unilever ini direkrut, maka akan menjalani Unilever Development Program. Keberanian Unilever untuk menetapkan entry salary yang tinggi juga membuat Unilever dipilih dalam hal sistem remunerasi. Sistem remunerasi perusahaan ini juga dinilai sangat atraktif dan kompetitif, dan mampu memacu karyawan untuk maju dan berkembang. Untuk pengembangan
profesionalisme, Unilever memiliki
learning programme yang komprehensif serta terus memupuk learning culture di perusahaan yang mendorong orang untuk dapat belajar berbagai hal di setiap kesempatan, baik melalui sesi-sesi resmi maupun tidak resmi dimana karyawan dapat saling sharing pengetahuan, pengalaman, kisah sukses maupun kegagalan untuk pembelajaran rekan-rekannya. Untuk mendorong work-life balance, Unilever menyediakan berbagai sarana seperti fasilitas gym, klub olahraga untuk karyawan, nursery room, daycare centre menjelang Lebaran, aktivitas rohani dan social, dan lainlain.
40
Dengan
mendorong
karyawan
untuk
terus
menerus
mengembangkan diri serta mempertahankan work-life balance, perusahaan dapat mengembangkan dan mempertahankan SDM-SDM yang handal dan berkualitas, yang berperan utama dalam pengembangan bisnis. Setiap tahun manajemen Unilever Indonesia menargetkan pertumbuhan bisnis di Indonesia, yang disesuaikan dengan target yang ingin dicapai oleh Unilever secara global. Dalam mengatasi permasalahan SDM dalam bidang pelatihan ini perusahaan unilever secara umum telah menyiapkan modul training yang berjumlah 2.188 modul yang telah dinaikan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 2.046 buah modul. Selain itu dari segi peningkatan jumlah pelatih internal juga naik dari 1.416 pelatih menjadi 1.575 pelatih. Dan peningkatan jumlah aktivitas training mencapai 12,705 training. Program pelatihan tersebut meliputi program pelatihan general skills, leadership skills, professional skills, dan sharing session. Dari masing-masing program pelatihan tersebut masih memuat beberapa program didalamnya secara mendetail dan khusus untuk membimbing dan melatih para karyawan untuk dapat mengembangkan keahlian dan untuk menyemangati para karyawan agar lebih termotivasi kembali didalam melakukan pekerjaannya. Perusahaan ini juga menggunakan lebih banyak media yang bersifat interaktif seperti Facebook, Twitter, dan Safety Portal di intranet Unilever Indonesia guna menjalin dialog dua-arah tentang berbagai masalah berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini dilakukan oleh PT unilever guna menjaga keselamatan dan kesehatan para karyawannya yang dianggap paling penting. General skills atau keahlian umum ini meliputi berbagai pelatihan keahlian secara umum yang diajarkan kepada para karyawan perusahaan PT. Unilever. Selain itu general skill ini juga digunakan untuk melatih danmemberikan training kepada seluruh karyawan perusahaan PT unilever Indonesia dalam mempraktekan keahlian umum mereka yang berkaitan dengan pekerjaan di perusahaan ini.
41
Leadership skills atau yang sering disebut-sebut sebagai keahlian atau kemampuan kepemimpinan. Keahlian ini juga diajarkan dan dilatih oleh perusahaan PT unilever kepada para karyawannya agar memiliki tanggung jawab dan sikap sebagai seorang pemmpin sehingga dapat ikut mengarahkan dan
mengoperasikan perusahaan sebagai layaknya
pemimpin dalam masing-masing bidang pekerjaan mereka dalam perusahaan ini tanpa harus menunggu perintah dan bergantung dengan orang lain. Professional
skills
merupakan
kemampuan
individu
yang
menunjukan kemampuan profesionalnya dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaannya didalam perusahaan PT unilever. Perusahaan memberikan pelatihan ini agar seluruh karyawan perusahaan PT unilever dapat bekerja dan bertindak secara professional didalam menjalankan bidang pekerjaannya. Sharing session merupakan waktu dimana para karyawan akan dikumpulkan dan berbagi mengenai keluh kesah yang terjadi dikalangan pegawai yang berkaitan dengan pekerjaan mereka di perusahaan. Selain itu, para pemimpin atau psikolog perusahaan juga dapat memberikan motivasi
dan
penyemangat
mereka
pada
sesi
ini
untuk
ikut
membangkitkan gairah serta semagat para karyawan dalam bekerja. Hal ini tentu saja penting untuk dilakukan mengingat semangat dan motivasi merupakan hal pokok yang menjadi dasar seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan adanya pelatihan atau training tersebut maka perusahaan telah ikut serta dalam mengembangkan karir para karyawannya baik secara langsung
maupun
tidak
langsungmelalui
program
pelatihan
dan
pendidikan tersebut. Hal ini tentu saja akan menambah keahlian dan dapat membuka kesempatan berkarir yang lebih tinggi bagi para karyawannya. Sehingga hal ini perlu dilakukan oleh berbagai perusahaan yang ingin meningkatkan mutu sumber daya manusiannya demi kemajuan perusahaan juga.
42
Dalam
bidang
atau
masalah
keselamatan
dan
kesehatan,
perusahaan ini memiliki misi tersendiri untuk menjadi perusahaan dengan tingkat kecelakaan nol. Jadi perusahaan ini tak kenal kompromi dalam mendukung dan memfasilitasi kesehatan dan karyawan di seluruh operasional perusahaan dengan cara memupuk budaya perilaku aman dikalangan karyawan dan mitra usaha. Semakin berkembangnya perusahaan ini maka resiko kecelakaan kerja juga akan meningkat. Oleh karena itu, kesadaran akan keselamatan kerja menjadi semakin penting dalam aktivitas bisnis dalam kegiatan sehari-hari perusahaan. Selama tiga tahun terakhir, melalui kampanye keselamatan ‘From zero to Hero’ perusahaan ini telah meningkatkan kesadaran karyawan dalam menjaga keselamatan diri sendiri maupun orang-orang lain di sekitar mereka. Pada 2013, perusahaan unilever ini meluncurkan BESAFE (Behaviour-Based-Safety),
sebuah
program
yang
berfokus
untuk
menanamkan perilaku aman/ safety behavior dalam diri karyawan. Jadi pada intinya, program ini, yang mengacu pada program Behavioural Safety Excellence, yang mengharuskan seluruh karyawan perusahaan untuk mengetahui risiko pekerjaan mereka; dan untuk selalu berperilaku aman untuk menghindari risiko atau bahaya, baik untuk diri mereka sendiri maupun orang-orang lain di sekitar mereka. Program BESAFE meliputi pelatihan bagi semua orang mulai dari pekerja pabrik hingga jajaran Direksi. Melihat berbagai kebijakan yang ada dan telah dilakukan oleh perusahaan unilever tersebut, sangat menunjukan bahwa perusahaan atau PT ini sangat berfokus pada perbaikan didalam perusahaan yang berkaitan dengan para karyawannya karena adanya penelitian hal-hal atau factorfaktor yang mempengaruhi kinerja pada karyawannya. Penjelasan diatas telah menunjukan betapa perusahaan unilever ini snagat memperdulikan kepentingan
karyawannya
hingga
memberikan
program-program
kebijakan baru yang berkaitan dengan keluhan karyawan yang terkait dengan kinerjanya pada perusahaan.
43
Usulan kebijakan lainnya mungkin merupakan usulan kebijakan untuk melaksanakan kegiatan refreshing bersama dengan seluruh karyawan dan staff jajarannya untuk dapat saling mengenal lebih dekat antara atasan dan karyawannya dan untuk menyegarkan pikiran mereka agar dapat bekerja kembali secara refresh dan segar kembali untuk bekerja.Menurut kami, Program semacam ini dapat dilakukan kurang lebih sekali dalam setahun dengan berkunjung ketempat-tempat wisata terdekat atau dengan mengadakan outbond agar hubungan kerja semakin erat dan dapat memberikan nuansa baru dalam hubungan kerja antar karyawan maupun atasanya.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari hasil pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard pada PT Unilever Tbk maka dilakukan pengukuran pada empat perspektif diperoleh total score. Total Balanced scorecard PT Unilever. Tbk Periode 2012 - 2017. Berdasarkan kepada hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: Berdasarkan Perpektif pertumbuhan dan pembelajaran, dapat dilihat bahwa
terdapat
peningkatan kinerja periode 2017, sedangkan pada
periode 2016, 2015, 2014, 2013 memiliki rentang score yang sama yang disebabkan karena Net Income, sehingga pendapatan per karyawan mengalami peningkatan, dan pada periode 2017 perpektif pertumbuhan dan pembelajaran mengalami peningkatan kinerja. Resume hasil pengukuran kinerja terhadap keempat perpektif yang telah dilakukan scoring berdasarkan interval peningkatan / penurunan kinerja untuk periode tahun 2013, 2014, 2015, 2016 dengan 2017. Dengan perbandingan scorecard dapat diberikan kesimpulan kinerja PT Unilever pada periode 2013, 2014, 2015 sama dengan 2017 lebih baik dari pada periode 2016 berdasarkan tinjauan dari perpektif pertumbuhan dan pembelajaran. 4.2 Saran untuk memastikan target perusahaan PT Unilever didukung oleh seluruh bagian dibawahnya maka target utama perusahaan perlu diturunkan keseluruh bagian dan pada akhirnya dapat menjadi target karyawan secara individu.Sehingga penerapan metode pengukuran dan item yang akan ditetapkan dalam pengukuran balanced scorecard perlu dijabarkan lebih detail ke masing-masing bagian dengan menggunakan data spesifik dari laporan internal per masing-masing bagian di PT Unilever Tbk.
45
1) Agar perusahaan dapat mempertahankan kinerjanya dari perspektif pelanggan dalam memenangkan persaingan penjualan. 2) Agar perusahaan dapat mempertahankan kinerjanya dari perspektif proses bisnis internal, tetapi perusahaan harus memaksimalkan total operating profit. 3) Agar perusahaan dapat mempertahankan kinerjanya dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 4) Untuk meningkatkan kinerja keuangan, agar perusahaan dapat meningkatkan jumlah aset dan modal agar dapat memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
DAFTAR PUSTAKA Basri Hasan, Rusdiana A. 2015. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: CV. Pustaka Setia Covey, Stephen R. 2005. Strategi Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Untuk Memenangkan Competitive Advantage dan Cooperative Advantage (oleh Gabriel Amin Silalahi). Surabaya: Batavia Press. file:///C:/Users/YOU/Documents/MK%20MNJ %20SDM/1563507440926_SKRIPSI%20DAN%20SCAN%20-%20Copy.pdf http://www.academia.edu/14275253/pelatihan_dan_pengembangan_sumber_daya _manusia https://ww.financemanajemen.blogspot.co.id/2011/12 http://pmdums.blogspot.com/2016/01/penilaian-kinerja-di-pt-unilever_13.html? m=1 https://www.kompasiana.com