Phaeophyta Dan Rhodophyta

  • Uploaded by: Khoirotul Ainiyah
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Phaeophyta Dan Rhodophyta as PDF for free.

More details

  • Words: 3,647
  • Pages: 19
Loading documents preview...
PHAEOPHYTA dan RHODOPHYTA

MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Protista Yang dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas

Disusun oleh Kelompok 10 offering C 2016 1. Elvira Harum Permatasari

(160341606012)

2. Khoirotul Ainiyah

(160341606076)

3. Robiatul A’dawiyah

(160341606036)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Maret 2017

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Phaeophyta dan Rhodophyta ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Sitoresmi Prabaningtyas selaku dosen mata kuliah Protista yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai klasifikasi, daur hidup maupun reproduksi dari Phaeophyta dan Rhodophyta. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Malang, Maret 2017 Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam. Sebagai negara dengan luas wilayah lebih dari 70 % berupa perairan dan sisanya berupa daratan, maka salah satu kekayaan alam yang bisa kita manfaatkan adalah sumber daya alam hayati. Selain ikan, alternatif hasil laut yang bisa diolah adalah alga meskipun tidak semua alga bisa digunakan atau bahkan dapat menyebabkan keracunan bagi yang mengonsumsinya . Pada umumnya, alga yang memilki zat kapur terbagi dalam tiga kelas, yaitu Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. Kelas-kelas ini mengandung jenis-jenis alga yang hampir terdapat di seluruh perairan pantai di dunia. Salah satunya adalah kelas Rhodophyta, kehadiran jenis-jenis kelas ini merupakan pelopor dari rumput laut berzat kapur yang sejati karena mempunyai kandungan zat kapur sangat tinggi. Hampir semua komunitas alga berzat kapur didominasi oleh divisi Rhodophyta. Rhodophyta banyak dijumpai pada kebanyakan terumbu karang terutama tumbuh pada substrat karang mati, moluska dan benda-benda yang tenggelam di dasar laut. Alga merah ( Rhodophyta ) adalah salah satu filum dari alga berdasarkan zat warna atau pigmentasinya dan organisme yang berkloroplas yang dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Alga coklat (Phaeophyta) hanya mempunyai satu kelas saja yaitu klas phaeophyceae. Thallus dari jenis golongan phaeophyceae bersel banyak (multiseluler), umumnya mikroskopik dan mempunyai bentuk tertentu. Sel mengandung promakropora yang berwarna coklat kekuning-kuningan karena adanya kandungan fukoxontin yang melimpah. Cadangan makanan berupa laminarin yang beta glukan yang mengandung manitol. Dinding sel sebagian besar tersusun oleh tiga macam polimer yaitu selulosa asam alginat, fukan dan fuoidin. Cadangan makanan pada Phaeophyta berupa laminarin, yaitu sejenis karbohidrat yang menyerupai dekstrin yang lebih dekat dengan selulose dari pada zat tepung.selain laminarin juga ditemukan manitol minyak dan zat-zat lainnya.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian dari Phaeophyta dan Rhodophyta? 2. Bagaimanakah ciri umum dari Phaeophyta dan Rhodophyta? 3. Bagaimanakah habitat dari Phaeophyta dan Rhodophyta? 4. Bagaimanakah klasifikasi Phaeophyta dan Rhodophyta? 5. Bagaimanakah susunan tubuh dari Phaeophyta dan Rhodophyta? 6. Bagaimanakah susunan sel dari Phaeophyta dan Rhodophyta? 7. Bagaimanakah reproduksi dari Phaeophyta dan Rhodophyta? 8. Bagaimanakah daur hidup dari Phaeophyta dan Rhodophyta? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Phaeophyta dan Rhodophyta. 2. Untuk mengetahui ciri umum dari Phaeophyta dan Rhodophyta. 3. Untuk mengetahui habitat dari Phaeophyta dan Rhodophyta. 4. Untuk mengetahui klasifikasi Phaeophyta dan Rhodophyta. 5. Untuk mengetahui susunan tubuh dari Phaeophyta dan Rhodophyta. 6. Untuk mengetahui susunan sel dari Phaeophyta dan Rhodophyta. 7. Untuk mengetahui reproduksi dari Phaeophyta dan Rhodophyta. 8. Untuk mengetahui daur hidup Phaeophyta dan Rhodophyta.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Phaeophyta dan Rhodophyta Pengertian Phaeophyta Ganggang coklat adalah salah satu ganggang yang tersusun atas zat warna atau pigmentasinya.

Phaeophyta

(ganggang

coklat)

ini

berwarna

coklat

karena

mengandung pigmen xantofis. Bentuk tubuhnya seperti tumbuhan tinggi. Ganggang coklat ini mempunyai talus (tidak ada bagian akar, batang dan daun), terbesar diantara semua ganggang ukuran tulusnya mulai dari mikroskopik sampai makroskopik. Ganggang ini juga mempunyai jaringan transportasi air dan makanan yang anolog dengan transportasi pada tumbuhan darat, kebanyakan bersifat autotrof. Tubuhnya selalu berupa talus yang multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak/pohon yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama jenis-jenis yang hidup didaerah beriklim dingin. Sel vegetatif mengandung kloroplas berbentuk bulat panjang, seperti pita, mengandung klofil serta xantofil. Set vegetatif mengandung khloroplast berbentuk bulat, bulat panjang, seperti pita; mengandung khlorofil a dan khlorofil c serta beberapa santofil misalnya fukosantin. Cadangan makanan berupa laminarin dan manitol. Dinding sel mengandung selulose dan asam alginat. Sel-sel ganggang hijau mempunyai khloroplas yang berwarna hijau, dan mengandung khlorofil a dan b serta karetinoid. Pada chloroplas terdapat perenoid. Hasil asimilasi berupa tepung dan lemak, terdiri dari sel-sel yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang, hidupnya ada yang diair tawar, air laut dan juga pada tanah yang lembab atau yang basah. Pengertian Rhodophyta Alga merah atau Rhodophyta adalah salah satu filum dari alga berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Warna merah pada alga ini disebabkan oleh pigmen fikoeritrin dalam jumlah banyak dibandingkan pigmen klorofil, karoten, dan xantofil. Alga ini pada umumnya bersel banyak (multiseluler) dan makroskopis. Panjangnya antara 10 cm sampai 1 meter dan berbentuk berkas atau lembaran. Beberapa alga merah memiliki nilai ekonomi sebagai bahan makanan (sebagai pelengkap minuman penyegar ataupun sebagai bahan baku agar-agar). Alga merah sebagai bahan makanan memiliki kandungan serat lunak yang baik bagi kesehatan usus.

Rhodophyta (algae merah) umumnya warna merah karena adanya protein fikobilin,terutama fikoeritrin, tetapi warnanya bervariasi mulai dari merah ke coklat atau kadang-kadang hijau karena jumlahnya pada setiap pigmen. Dinding sel terdiri dari sellulosa dan gabungan pektik, seperti agar-agar, karaginan dan fursellarin. Hasil makanan cadangannya adalah karbohidrat yang kemerah-merahan. Ada perkapuran di beberapa tempat pada beberapa jenis. Jenis dari divisi ini umumnya makroskopis, filamen, sipon, atau bentuk thallus, beberapa dari mereka bentuknya seperti lumut. 2.2 Ciri Umum Phaeophyta dan Rhodophyta Alga coklat ini memiliki pigmen coklat (Phaeo = coklat; phycos= alga). Ciri Umum:  Mengandung

cadangan

makanan

berupa

minyak

laminarin

dan

asam

alginate, thallusnya bersifat makroskopis dan multiseluler, menyerupai tumbuhan tingkat tinggi.  Phaeophyta merupakan

alga

air

dingin

kecuali

Dictyotales

dan

Sargassum merupakan alga air panas.  Habitatnya di laut terikat pada karang atau substrat lainnya, habitat lainnya hidup berasosiasi dengan alga lainnya sebagai epifit atau endofit. Alga merah memiliki pigmen merah (Rhodon = merah, rose; phykos = alga). Ciri Umum:  Mengandung zat makanan agar-agar (Floridean), beberapa jenis ada yang mengandung zat kapur (Corallina), zat pektin (Chondrus, Gigartina).  Selain mempunyai pigmen merah, Rhodophyta juga mempunyai beberapa pigmen yaitu klorofil a, beta karoten, glutein (termasuk santofil) dan fikoeritrin dalam jumlah yang cukup banyak.  Makanan cadangan berupa “floridean starch” yaitu merupakan karohidrat yang tidak larut, genis ini kebanyakan bersel satu. 2.3 Habitat Phaeophyta dan Rhodophyta Phaeophyta hanya mempunyai satu kelas yaitu Phaeopyceae. Phaeopyceae pada umumnya hidup di laut. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Sebagian besar Phaeopyceae merupakan unsur utama yang menyusun vegetasi alga di lautan Arktik dan Antartika, tetapi beberapa marga seperti Dictyota, Sargassum, dan Turbinaria merupakan alga yang khas untuk lautan daerah tropis. Kebanyakan Phaeopyceae hidup sebagai litofit tetapi beberapa jenis dapat sebagai epifit atau endofit pada tumbuhan lain atau alga makroskopik yang lain.

Rhodophyta sebagian besar hidup di laut. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Contohnya adalah Batrachospermum. Jenis-jenis yang hidup di laut jumlahnya banyak sekali dan melimpah di laut tropis. Sebagian besar pada batubatuan atau pada substrat yang lain. Beberapa jenis juga epifit pada angiospermae yang hidup di air atau pada ganggang yang lain seperti Phaephyceae. Ukuran dari tumbuhan juga berbeda menurut area geografinya. Jenis yang hidup di daerah beriklim dingin banyak yang mempunyai thalus lebih lebar dan berdaging dibandingkan di daerah tropis, ukuran lebih kecil dan tipis. Rhodophyceae mempunyai kemampuan untuk hidup pada kedalaman lebih besar dibandingkan kelompok ganggang yang lain. Ganggang merah dapat hidup pada kedalaman lebih dari 200 m3, kemampuan ini berhubungan dengan fungsi dari pigmen tambahan pada fotosintesis.

Gambar: Rhoeodophyta (Alga Merah) 2.4 Klasifikasi Phaeophyta dan Rhodophyta Klasifikasi Phaeophyta Berdasarkan sifat pergiliran keturunannya, Phaeophyta dibagi 3 anak kelas, yaitu : 1. Isogegeneratea, (iso = sama, generation = turunan) Alga coklat yang bentuk pergiliran keturunan gametofit dan sporofitnya sama, contoh: Ectocarpus 2. Heterogenerenata, (hetero = berbeda, generatio = turunan) Alga coklat yang bentuk bergiliran turunan gametofitnya lebih kecil dari sporofitnya, contoh: Laminaria 3. Cyclosporae Alga coklat yang bentuk vegetatif yang dominannya adalah fase sporofit (2n) dan tidak memiliki bentuk vegetatif yang haploid (n). Generasi haploid hanya dalam

bentuk vegetatif sel-sel gamet yang dihasilkan di dalam konseptakelnya, Contoh: Fucules (meliputi: Fucus, Sargassum dan Turbinaria). Kegunaan dari divisio Phaeophyta ini diantaranya adalah: abu dari Fucaceae dan Laminariales merupakan sumber potassium dan iodium. Algin dari Laminariales digunakan secara meluas dalam lapangan industri, salah satu kegunaan algin adalah pada pembuatan es krim, sehingga es krim tersebut halus tidak berupa kristal besar, algin juga digunakan dalam industri karet. Kombu hasil dari Laminariales terutama Laminaria dan Alaria digunakan sebagai makanan dari Jepang dimasak bersama ikan, daging, dan sop.

Gambar: Fucus sp Klasifikasi Rhodophyta Klasifikasi Rhodophyta Berdasarkan perbedaan fase pergiliran keturunannya, bentuk dan struktur thallusnya serta kandungan zat istimewa, dibagi beberapa bangsa/ordo: 1. Bangsa Gelidiales (gelidius = menyejukkan) - Daur hidup berfasa tiga - Banyak mengandung zat bahan agar-agar (floridean) - Warna kehijauan - Contoh: Gelidium 2. Bangsa Nemastomiales / Gigartinales - Daur hidup berfasa dua

- Banyak mengandung zat pektin, disamping zat floridean. Contoh: a. Chondrus : Thallus pipih, Percabangan dikotom pendek, Elastis seperti tulang rawan, Warna merah keunguan b. Gracillaria : Thallus silindris, Bercabang dikotom yang langsing 3. Bangsa Cryptonemiales / Torallinales - Thallus berbuku-buku, bercabang dikotom rapat, bentuk silindris yang mudah patah - Banyak mengandung zat kapur (coral) - Warna merah keunguan dank an berwarna putih bila kering / terkena sinar matahari Contoh: Corallina 4. Bangsa Ceramiales - Daur hidup berfasa tiga - Tubuh silindris langsing dengan percabangan dikotom panjang - Warna coklat Contoh: Ceramium 5. Bangsa Rhodymeniales - Thallus tebal memipih - Percabangan menyirip ke salah satu sisi - Berwarna hijau - Banyak mengandung agar-agar Contoh: Rhodymenia

Gambar klasifikasi Rhodophyta 2.5 Susunan Tubuh Phaeophyta Pada umumnya Phaeophyceae memiliki tingkat lebih tinggi secara morfologi dan anatomi diferensiasinya dibandingkan keseluruhan alga. Tidak ada bentuk yang serupa sel tunggal atau koloni (filamen yang tidak bercabang). Susunan tubuh yang paling sederhana ialah filamen heterotrikus. Struktur talus yang paling komplek dapat dijumpai pada alga perang yang tergolong kelompok (Nereocystis, Macrocytis, Sargassum). Pada alga ini terdapat diferensiasi eksternal yang dapat dibandingkan dengan tumbuhan berpembuluh. Talus dari alga ini mempunyai alat pelekat menyerupai akar, dan dari alat pelekat ini tumbuh bagian yang tegak dengan bentuk sederhana atau bercabang seperti batang pohon dengan cabang yang menyerupai daun dengan gelembung udara. Rhodophyta Pada umumnya adalah multiseluler, tersusun filamen yang bercabang-cabang bebas satu sama lain dan saling menjalin di dalam matriks menyerupai atau membentuk talus parenkimatik. Secara morfologi membentuk lembaran silinder sederhana dan melekat erat pada substrat yang keras atau batu karang. Tetapi beberapa ada yang tersusun uniseluler misalnya Porphyridium.

2.6 Susunan Sel Phaeophyta Dinding sel dari semua Phaeophyceae mempunyai dinding dengan lapisan selulosa bagian dalam dan lapisan terluar yang mengandung asam alginat dan asam fusinat. Bentuk kloroplas pada kelompok yang rendah adalah bentuk bintang dan lembaran axiler, tetapi pada kelompok yang tinggi berbentuk lembaran parietal dan cakram. Cadangan makanan adalah laminarin dan manitol. Alat gerak pada Phaeophyceae pada umumnya berupa flagela yang letaknya lateral berjumlah dua dengan ukuran berbeda. Spermatozoid Fucus memiliki dua flagela yang letaknya lateral tetapi ukurannya yang lebih kecil di atas dan yang panjang ada di bagian bawah. Sedangkan pada Dictyota hanya mempunyai satu flagela.

Rhodophyta 1. Dinding Sel Komponen fibriler pada dinding sel adalah selulose. Komponen non fibriler terdapat pada bagian luar dinding sel. Kelompok paling besar dari komponen non fibriler adalah agar dan karagenan, keduannya adalah galakton yang mengandung sulfat. 2. Pigmentasi Pada Rhodophyceae yang masih sederhana, kloroplas berbentuk bintang dengan pirenoid di pusat. Sedangkan pada yang sudah maju berbentuk cakram. Mengandung klorofil a dan d, karetonoid dan fikobiliprotein. 3. Cadangan makanan Cadangan makanan berupa tepung florida terdapat di luar plastida. Tepung florida serupa dengan amilopektin pada tumbuhan tingkat tinggi. Apabila diuji dengan iodine akan berwarna merah keunguan. Pada Rhodophyceae yang sederhana, butir tepung mengelompok sebagai lapisan di sekitar pirenoid dari kloroplas, sedangkan pada Rhodophyceae yang sederhana. 4. Mobilitas Pada ganggang tidak dijumpai sel yang memiliki alat gerak. Sel gamet jantan terbawa gerakan air menuju sel gamet betina. 2.7 Reproduksi Phaeophyta Reproduksi dapat dilakukan secara vegetatif, sporik dan gametik. Reproduksi begetatif umumnya dilakukan fragmentasi talus. Reproduksi sporik Semua anggota dari Phaeophyceae kecuali anggota dari bangsa Fucales melakukan reproduksi, secara sporik dengan zoospora atau aplanospora yang masingmasing tidak berdinding. Zoospora dibentuk dalam sporangium bersel tunggal (unilokular) atau bersel banyak (plurilokular). Perkembangan dari sporangia yang unilokular dimulai dengan membesarnya sel terminal dari cabang yang pendek. Sporangia terdapat inti tunggal yang mengalami pembelahan meiosis diikuti dengan pembelahan mitosis. Ketika pembelahan inti berhenti, terjadilah celah yang membagi protoplas menjadi protoplas yang berinti tunggal. Masing-masing protoplas yang berinti tunggal. Masing-masing protoplas mengalami metamorfose menjadi zoospora. Alat reproduksi yang plurilokular juga terbentuk dari sel terminal dari cabangnya. Sel ini mengadakan pembelahan

transversal berulang-ulang sehingga terbentuk sederetan sel yang terdiri dari 6-12 sel. Pembelahan sel secara vertikal dimulai dari sel yang letaknya di tengah. Reproduksi Gametik Reproduksi gametik dilakukan secara isogami, anisogami, dan oogami. Gamet biasanya dibentuk dalam gametamia yang plurilokuler atau yang unilokuler pada gametofit. Zigot yang terbentuk tidak mengalami masa istirahat dan langsung membentuk sporofit setelah terlepas dari gametofit. Pada beberapa bangsa seperti laminariales reproduksi bersifat oogami. Anteridium bersifat plurilokuler misalnya pada Dictyota dan unilokuler pada Laminaria. Pada Phaeophycae terdapat tiga tipe daur hidup. 1. Tipe isomorfik = fase sporofit & gametofit morfologinya identik. 2. Tipe heteromorfik = sporofit & gametofit morfologinya berbeda 3. Tipe diplontid

Rhodophyta Bereproduksi secara vegetatif, sporik, dan gametik. Secara vegetatif terjadi dengan pembelahan sel. Secara sporik dengan membentuk spora neutral dan monospora. Sedangkan secara gametik reproduksi Rhodophyceae berbeda dengan golongan alga lainnya dan untuk struktur yang berkaitan dengan reproduksi ini, mempunyai terminologi tersendiri. Alat kelamin jantan disebut spermatagium hanya dibentuk satu spermatium saja. Alat kelamin betina disebut karpogonium yang terdiri dari satu sel yang di bagian ujung distalnya terdapat suatu tonjolan disebut trikhogin. Inti terdapat di bagian dasar dari karpogonium. Spermatium yang dibebaskan dari spermatangium terbawa gerakan air sampai pada trikhogin. Pada tempat menempelnya spermatium terbentuklah lubang kecil hingga inti dari spermatium dapat masuk ke dalam trikhogin dan bermigrasi ke bagian dasar dari karpogonium di mana inti karpogonium berada. Kedua inti bersatu dan terbentuklah zigot.

Gambar: reproduksi Rhodophyta 2.8 Daur Hidup Phaeophyceae Pada Phaeophyceae terdapat 3 tipe daur hidup: 1. Tipe Isomorfik Pada tipe ini gametofit dan sporofit mempunyai bentuk dan ukuran yang relatif sama satu sama lain. Contoh: Ectocarpales, Dictyotales. 2. Tipe heteromorfik Pada tipe ini, sporofit berkembang dengan baik dan berukuran makroskopik, sedang gametofitnya berukuran mikroskopik. Berbentuk filamen yang hanya terdiri dari beberapa sel saja. Misalnya anggota yang tergolong dalam bangsa laminariales. 3. Tipe diplontik Tipe ini tidak menunjukkan adanya pergantian keturunan. Siklus hidupnya bersifat diplontik. Fase haploid hanya terdapat pada gametnya, contoh: Fucales. Tipe Isomorfik Ectocarpales mempunyai pergantian keturunan yang isomorf dan mempunyai tubuh

yang

berbentuk

filamen

yang

bercabang

membentuk

jaringan

pseudoparenkimatik. Sporofit mengeluarkan zoospora dan spora netral, sedang gametofit membentuk gamet yang isogami atau anisogami. Tipe Heteromofik

Anggota dari bangsa laminariales mempunyai pergantian keturunan yang heteromorfik dengan sporofit yang selalu lebih besar daripada gametofit yang ukurannya selalu mikroskopik. Dari marga ke marga gametofik ini identik satu sama lain, sehingga yang tampak di lapangan adalah sporofitnya. Pengetahuan yang menyangkut gametofit dari ganggang ini diperoleh dengan menggunakan kultur yang dimulai dari zoospora yang dikeluarkan oleh sporanya yang unilokuler. Pada umumnya merupakan jenis yang tahunan. Sporofit terbagi menjadi alat pelekat, tangkai dan helaian. Alat perekat umumnya merupakan cabang-cabang yang dikhotom, disebut haptera. Tangkai tidak bercabang, silindris atau agak memipih, di ujung tangkai ini terdapat helaian yang utuh atau terbagi vertikal menjadi beberapa segmen. Tangkai terdiri dari medula (bagian tengah), korteks )bagian tepi) dikelilingi oleh selapis sel menyerupai epidermis. Sporofit mempunyai sporangia yang unilokuler dan terdapat pada beberapa helaian. Sporangia berbentuk gada, inti dari sporangia muda mula-mula membelah secara meiosis (reduksi) yang kemudian diikuti dengan pembelahan mitosis sampai terbentuk 32-64 inti. Protoplas terbagi menjadi protoplas yang masing-masing berinti tunggal dan mengadakan metamorfose menjadi zoospora. Setelah berenang beberapa lama zoospora membulat membentuk dinding dan kemudian membentuk buluh kecambah serta tumbuh menjadi gametofit yang berbentuk filamen yang terdiri dari beberapa sel. Pada laminaria saccharina, penentuan jenis kelamin gametofit terjadi pada saat pembelahan reduksi, separuh dari zoospora membentuk gametofit jantan dan separuh lainnya membentuk gametofit betina. Gametofit jantan dan betina, keduanya membentuk alat kelamin setelah gametofit mencapai panjang 2-3 sel. Terjadinya pembuahan tergantung pada suhu. Gametofit jantan membentuk banyak sekali anteridia pada ujung cabang-cabangnya. Masing-masing anteridium hanya terdiri dari satu sel, protoplasnya hanya akan membentuk lanterozoid. Oogonium hanya mengandung satu sel telur. Sel telur menonjol keluar, tapi tetap melekat pada lubang di ujung dinding oogonium. Anterozoid berenang menuju ke sel telur dan bersatu serta diikuti dengan persatuan inti. Dari zigot yang terbentuk, akan tumbuh menjadi sporofit yang diploid. Bentuk dari sporofit sangat berbeda dengan gametofitnya. Tipe Diplontik

Diantara jenis-jenis Phaeophyceae, golongan Fucales ini adalah unik, karena tidak mempunyai keturunan yang membentuk spora. Disini hanya ada satu keturunan yaitu tubuh yang diploid, dengan demikian tidak mempunyai pergantian keturunan. Meiosis terjadi sebelum gametogenesis. Jadi yang bersifat haploid hanya gametnya. Adapula yang menganggap keturunan yang diploid tadi sebagai saprofit dan spora yang dihasilkan sporangianya akan berfungsi sebagai gamet. Gamet jantan (anterozoid) berflagela dua buah yang letaknya di bagian lateral. Gamet dibentuk dalam anteridium, gamet betina berupa sel telur yang dibentuk dalam oogonium. Jadi perkembangbiakannya secara oogami. Anteridium atau oogonium dibentuk dalam konsep takel. Pada umumnya terkumpul dalam suatu cabang yang menggelembung, cabang-cabang ini disebut reseptakel. Bangsa ini terdiri dari tiga suku yaitu Fucuaeae, Cystoseiraceae, dan Sargassaseae. Sebelum terjadi pembuahan, banyak anterozoid mengelilingi sel telur. Pada ganggang ini terbentuk 8 sel telur. Biasanya hanya satu anterozoid yang masuk ke sel telur. Dalam waktu1 jam kedua inti melebur dan terjadilah inti yang diploid. Zigot segera membentuk dinding yang berlendir dan dapat melekat pada substrat. Zigot kemudian membentuk tonjolan yang akan menjadi rizoid, hingga menunjukkan adanya polaritas. Faktor luar seperti cahaya, temperatur, pH, dan adanya zat pengatur di dalam sel telur merupakan faktor perangsang bagi terjadinya polaritas. Karena adanya cadangan makanan yang cukup di dalam sel telur, maka mula-mula pertumbuhan embrio cepat, tetapi pertumbuhan menjadi lambat karena tergantung pada fotosintesa. Tubuh yang terbentuk bersifat diploid dan pembelahan reduksi terjadi waktu gametogenesis. Jadi daur hidupnya bersifat diplontik.

Gambar: Siklus Hidup Phaeophyta Rhodophyta Pada Rhodophyta terjadi pergantian keturunan bifasik dan trifasik. Ada pergantian keturunan 2 tipe bifasik yaitu: 1.

Inti zigot lansung mengadakan pembelahan reduksi sehingga terbentuklah karpospora yang haploid kemudian tumbuh menjadi gametofit dan yang haploid

2.

hanya zigot saja. Inti zigot tidak mengadakan pembelahan reduksi, tetapi pembelahannya secara mitosis. Maka terbentuklah karposporofit yang diploid dan menghasilkan karposporangium yang intinya mengadakan pembelahan reduksi membentuk karpospora yang haploid dan tumbuh menjadi gametofit. Jadi pada ganggangganggang yang mempunyai daur hidup seperti di atas talusnya adalah gametofitnya.

Pergantian keturunan yang trifasik Disini terdapat keturunan gametofit, karposporofit (berada dalam gametofit) dan tetrasporofit. Hal ini terjadi karena inti zigot membelah secara mitosis sehingga terbentuklah karposporofit dengan karposporangium yang karposporanya diploid, setelah karpospora dibebaskan kemudian tumbuh menjadi tetrasporofit yang hidup bebas dan membentuk tetrasporangium yang intinya diploid dan akan mengalami pembelahan reduksi higga membentuk 4 spora yang haploid disebut tetraspora.

Gambar: Siklus Hidup Rhoedophyta

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Alga merah ( Rhodophyta ) adalah salah satu filum dari alga berdasarkan zat warna atau pigmentasinya dan organism yang berkloroplas yang dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Ganggang coklat (phaeophyta) adalah salah satu ganggang yang tersusun atas zat warna atau pigmentasinya. Tubuhnya selalu berupa talus yang multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak/pohon yang dapat mencapai beberapa puluh meter. Habitat organisme tersusun dari salah satu diantara dua jenis sel yang secara struktural berbeda, sel prokariotik dan sel eukariotik. Alga merah jenis tertentu dapat menghasilkan agar atau jelli yang dimanfaatkan antara lain sebagai bahan makanan dan kosmetik, misalnya Eucheuma spinosum. Perkembangbiakan pada Phaeophyta dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu Perkembangbiakan secara vegetatif dan perkembangbiakan secara sporik dengan membentuk spora. Alga coklat juga memiliki berbagai macam peranan serta manfaat. Saran Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas dalam mata kuliah Protista yang dibimbing oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas. Di dalam makalah ini membahas tentang klasifikasi, daur hidup maupun reproduksi dari Phaeophyta dan Rhodophyta. Kami menyadari bahwa makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik dan berguna bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA Adisoemarto, S. 2003. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Permasalah yang Dihadapi. Diskusi panel. Kemesraan Gandeng Tangan untuk Menyejolikan

Keanekaragaman Hayati dengan Taksonomi. Kementrian Lingkungan Hidup. 21 Mei 2003. Adisoemarto, S. 2003. Kemesraan Taksonomi dalam Menggandeng Keanekaragaman Hayati. Diskusi panel. Kemesraan Gandeng Tangan untuk Menyejolikan Keanekaragaman Hayati dengan Taksonomi. Atmadja, W. S dkk. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta. Bell, R. 1992. Green Plant : Their Origin and Diversity. Dioscorides. Press. Oregen. Bold, H. C dan Wyne, M. J. 1985. Introduction to the Algae. Second Edition. Englewood Cutt. Prentice-Hali. Inc. Edmondson. 1972. Freshwater Biology. Mc Graw-Hill Book Company. New York. Gupfa, J. S. 1981. Text Book of Algae. Oxford & IBH Publishing. Co. New Delhi. Hook, C. Van den. 1998. Algae An Introduction to Phycology.Cambridge. University Press. London. Lee, R. E. 1980. Phycology. Cambridge University Press. Cambridge. Pudjoarianto, A., Susarsi, S., Sulastri, S. M. 1993. Taksonomi Umum Proyek Pelatihan tenaga Kependidikan. Persiapan Perkuliahan Program Lanjutan MIPA Fakultas Biologi UGM. Yogya. Sabbithah, S. 1999. Taksonomi Tumbuhan I (ALGAE).Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Fakultas Biologi UGM. Smith, G. M. 1955. Cryptoganik Botany Vol. 1. Algae & Fungi.Mc. Graw- Hill. Book Company. Tokyo. Tjitnosoeporno, G. 1999. Taksonomi Umum (Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan). Gadjah Mada University. Press. Yogya.

Related Documents

Rhodophyta
February 2021 1
Rhodophyta
February 2021 1
Phaeophyta
February 2021 1
Phaeophyta
February 2021 1

More Documents from "Yulinda Tri Wahyuti"