Loading documents preview...
SKENARIO 1 RUANG 8
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRAT 2012
Kasus 1 Seorang laki-laki 27 tahun dibawa ke ruang gawat darurat dengan penurunan kesadaran disertai kejang sejak 2 hari sebelum MRS. Penurunan kesadaran bersifat progresif dalam satu hari. Setelah penderita terlihat seperti mengantuk dan mulai berbicara kacau, penderita mengalami kejang kelonjotan seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas. Sampai saat MRS kesadaran tidak pernah pulih sempurna dan kejang sudah dialami tiga kali dengan pola yang sama. Ada riwayat demam tinggi empat hari dan nyeri kepala yang menghebat sekitar tiga hari disertai muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 110/80 mmhf, nadi 92x/menit, penafasan 24 x/menit dan suhu badan 39,2oC. Terdapat otore di telinga kiri. Hasil pemeriksaan fisik umum lain tidak ada yang penting.
Pada pemerikssaan neurologis ditemukan GCS E3M5V4 = 12. Pupil isokor, diameter 3,5 mm/3,5 mm, reflex cahaya langsung dan tidak langsung, baik di kedua mata, tanda rangsangan meningeal positif tidak ditemukan kesan paresis saraf-saraf otak, tidak ditemukan kesan hemiparesis pada pemeriksaan status motorik refleks, refleks fisiologis masih ++ tanpa refleks patologis. Hasil pemeriksaan laboratorium awal ditemukan hemoglobin 11 gr/dl, leukosit 18.700/mm3, dan trombosit 257.000/mm3, tes fungsi ginjal, tes fungsi liver, elektrolit serum dan glukosa darah sewaktu masih dalam batas normal. Pemeriksaan foto toraks PA tidak memperlihatkan kelainan.
Kalimat Kunci • Wanita, 27 tahun • Penurunan kesadaran disertai kejang sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit • Ada riwayat demam tinggi dan nyeri kepala hebat
PEMBAHASAN
Anamnesis • Identitas pasien • Keluhan utama • Nyeri Kepala : – Sejak kapan? – Dibagian kepala sebelah mana? – Bagaimana sifat nyeri? – Frekuensinya? – Timbul mendadak atau bertahap?
Anamnesis • Kejang – Sejak kapan? – Apakah pernah mengalami kejang sebelumnya? – Apakah kejang di bagian tubuh tertentu atau seluruhnya? – Bagaimana frekuensinya? Lamanya kejang ? – Bagaimana kesadaran pasien saat kejang? – Apakah kejang saat ada aktivitas atau pada saat istirahat? – Apakah kejangnya pada saat pasien dalam keadaan demam atau tidak?
Anamnesis • Penurunan kesadaran pasien – Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran secara cepat atau perlahan? Apakah sebelumnya pernah mengalami penurunan kesadaran serupa?
• Demam – Sejak kapan? – Suhu tubuh yang mendadak tinggi atau perlahan? – Adakah keluhan penyerta seperti : menggigil? berkeringat, dll?
Anamnesis • Keluhan penyerta – Adakah gejala penyerta Fotofobia, kaku kuduk, mual, muntah, mengantuk, atau bingung? – Saat kapan saja terjadi muntah? Frekuensinya bagaimana? Bercampur darah atau tidak? – Otore sejak kapan? Apakah hilang timbul ataukah terus menerus? – Ada batuk atau tanda-tanda ISPA lainnya? – Adakah bagian tubuh yang tiba-tiba melemah?
Anamnesis • Riwayat penyakit terdahulu – Apakah pasien pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya? – Trauma kepala berat, infeksi telinga, atau sinusitis?
• Riwayat penggunaan obat-obatan dan alergi
Pemeriksaan Fisik Tanda Vital
Tensi Nadi Respirasi Suhu
Inspeksi Pupil isokor atau anisokor Konjunctiva anemis (ada/tdk) Sklera ikterik (ada/tdk) Otore ada/tdk Oedem ada/tdk Kulit kemerahan ; kulit kering ; berkeringat ada/tdk
Auskultasi
Bunyi napas tambahan ada/tdk
Pemeriksaan Fisik Observasi penampilan aktivitas motorik
Ekspresi wajah
Pengkajian Fungsi Serebral
Tingkah laku
Nilai gaya bicara
Pemeriksaan Neurologis Kesadaran
Glasgow Coma Scale (Kuantitaif)
Mata Respons Verbal (Bicara) Respons Motorik (Gerakan)
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk Kernig sign
Saraf Kranialis
Brudzinski sign Lasegue
Kesadaran Tingkat Kesadaran
Kompos Mentis
Somnolen
Stupor Semi koma Koma
Kasus: Kesadaran tidak pulih sempurna
Glasgow Coma Scale Mata -Eye (E) Spontan: 4 Dengan diajak bicara: 3 Dengan rangsangan nyeri: 2 Tidak membuka: 1
Motorik (M) Sesuai perintah: 6 Terhadap rangsang nyeri
Gerakan normal: 5 Fleksi cepat , abduksi bahu (reaksi): 4 Fleksi lengan dengan adduksi bahu: 3 Ekstensi lengan, adduksi, endorotasi bahu, pronasi lengan bawah: 2 Tidak ada gerakan: 1
Verbal (V) Orientasi baik: 5 Jawaban kacau: 4 Berkata tidak sesuai: 3 Hanya mengerang: 2 Tak ada suara: 1
Rangsang Meningeal Kaku Kuduk kepala ditekuk, tangan yang lain diletakkan di atas dada, perhatikan adanya tahanan. Tahanan +
Kernig Paha fleksi sampai membuat sudut 90. Tungkai bawah diekstensikan sampai membentuk sudut>135. Tahanan dan rasa nyeri pada sudut sudut<135 +
Lasegue Salah satu tungkai diangkat lurus dengan fleksi di persendian panggul. Tungkai lain lurus. Normal : Dapat mencapai sudut 70 sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila rasa sakit dan tahanan pada <70 +
Rangsang Meningeal Brudzinski I Tanda Leher
Brudzinski II Tungkai Kontralateral • Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut. • Tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. • Gerakan reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul +
Saraf Kranial NERVUS OLFAKTORIUS ( N I) Penghidu NERVUS OPTIKUS ( N II ) tajam penglihatan, warna, lapang pengelihatan, fundus (funduskopi) NERVUS III, IV, VI Kedudukan bola mata, gerakan mata sesuai perintah, fungsi & reaksi pupil NERVUS TRIGEMINUS (N V) fungsi motorik (menggigit, membuka mulut) dan sensorik (nyeri, suhu, raba)
Saraf Kranial NERVUS FASIALIS ( N VII) motorik dan sensorik
NERVUS VESTIBULOKOKLEARIS ( N VIII) bisik, garputala, schwabach, weber, romberg Nervus Glosofaringeus (IX) & Nervus Vagus (X) motorik (menelan, fonasi suara, sekresi kelenjar ludah), sensorik (reflek muntah, pengecapan)
Saraf Kranial Nervus Aksesorius (N XI) Fungsi sternokleidomastoideus Fungsi trapezius
Nervus Hipoglosus (N XII) inspeksi lidah (deviasi)
Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan darah – Sel-sel darah, kadar elektrolit, LED
• Pungsi Lumbal – Dilakukan untuk menilai CSS biasanya pada segmen L4-L5. Tidak dilakukan pada pasien dengan tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
• Analisis Cairan Serebrospinal (CSS) – Menilai tekanan CSS, kekeruhan CSS (infeksi bakterial), leukosit, protein, dan glukosa.
Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan mikrobiologi – Untuk mengidentifikasi etiologi. Bisa dilakukan kultur darah/hidung/telinga ataupun urin.
• CT-scan – Untuk melihat lokasi lesi intrakranial.
• Kekeruhan CSS terjadi karena infeksi bakteri di meningen. • Peningkatan konsentrasi protein (1-5 gr/dl) • Mengidentifikasi etiologi
Diagnosis Banding • Menigitis • Abses Serebri • Malaria serebral
Etiologi • • • •
Streptococcus pnemoniae Neissera meningitidis Staphilococcus aureus Haemophilus influenza
Faktor Resiko • • • •
Usia Lingkungan Infeksi Sistemik Trauma Kepala / Pembedahan
Epidemiologi Insidens : • Bervariasi sesuai etiologi yang spesifik. • Diperkirakan lebih tinggi dinegara berkembang karena rendahnya layanan pencegahan, seperti vaksinasi. • Di negara berkembang terjadi 10 kali lipat • Tertinggi pada anak < 5 thn & dewasa >60 thn • Pria -> 3.3/100,000 populasi dan wanita -> 2.6/100,000 populasi
Patofisiologi Agen penyebab (bakteri)
CSS mengalami kekeruhan dan terbentuk eksudat
Eksudat yang purulen akan terkumpul dalam cairan otak
Masuk SSP melalui p.darah & Blood Brain Barrier
Respon inflamasi di piameter, arakhnoid dan CSS
Inflamasi dan edema lebih lanjut sel meningeal
Migrasi ke lapisan subarakhnoid
Menyerang mekanisme petahanan tubuh dan bereplikasi dalam CSS
Terjadi perubahan fisiologis intrakranial
Penatalaksanaan Pemberian Antibiotik
Kortikosteroid
Terapi Operatif
Pengobatan Simptomatik
I. Antibiotik Usia
7-50 TAHUN
Bakteri Antibiotika Penyebab * Cefotaxime/ S. pneumoniae ceftriaxone + Ampicilin N. meningitides * Chloramfenicol + L.monocytogenes Trimethoprim/
sulfamethoxazole. Bila prevalensi S.pneumonia resisten cephalosporin > 2% diberikan: * Cefotaxim/ ceftriaxone + Vancomycin * Chloramfenicol/ Clindamycin/ meropenem
II. Kortikosteroid Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat • Menurunkan edema serebri • Mengurangi tekanan intrakranial Pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika ke dalam abses.
III. Terapi Operatif • Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal.
IV. Pengobatan Simptomatik Diazepam
• IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis • Rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
Fenitoin
•5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
Parasetamol •10 mg/kg/dosis. atau salisilat
Pengobatan Simptomatik Manitol
Menurunkan TIK Hiperventilasi
Komplikasi Edema Serebri
Ventrikulitis Hidrosefalus DIC Meningitis Berulang
Prognosis Jika segera diberikan pengobatan, maka jumlah penderita yang meninggal mencapai kurang dari 10%. Tetapi jika diagnosis maupun pengobatannya tertunda, maka bisa terjadi kerusakan otak yang menetap atau kematian, terutama pada anak yang sangat kecil dan usia lanjut.
Prognosis bergantung pada :
Usia
Jenis dan dosis antibiotik yang diberikan
Penyebab
Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
Berat ringannya infeksi
Adanya dan penanganan penyakit
FOLLOW UP 1. Kontrol keadaan umum, nadi, respirasi, tekanan darah, dan kejang.
2. Pantau pemberian obat
3. Cegah jangan sampai terjadi kerusakan lebih lanjut/mengurangi komplikasi/jangan sampai rekuren
4. Konsul ke spesialis saraf & rehab medik
Pencegahan Primer Vaksinasi & Kemoprofilaksis Kurangi kontak langsung dengan penderita Tingkatkan kebersihan perorangan
Sekunder Diagnosis dini dan pengobatan segera Kenali gejala awal
Tersier Mengurangi kelemahan dan kecacatan akibat meningosnsefa litis.
Arigatou Gozaimasu